implementasi putusan mahkamah konstitusi no. …digilib.uin-suka.ac.id/12688/1/bab i, v, daftar...
TRANSCRIPT
IM
NO. 18/P
DI DIN
DIAJUNIVER
U
U
MPLEMENT
PUU-XI/201
NAS KEPEN
JUKAN KESITAS ISLA
UNTUK MEMEMPERO
FAK
UNIVERSIT
TASI PUTU
3 TENTAN
NDUDUKA
YOGYAKA
EPADA FAKAM NEGEREMENUHI OLEH GEL
DALAM
ITA’ F
NIM
PEM
Dr. SAM
UDIYO BA
ILM
KULTAS SY
TAS ISLAM
YO
i
USAN MAH
NG PENCAT
AN DAN PE
ARTA TAH
SKRIPSI
KULTAS SRI SUNAN SEBAGIAN
LAR SARJAM ILMU HU
OLEH:
FI’LA RUSY
M: 1034013
MBIMBING
MSUL HADI
ASUKI, S.H
MU HUKUM
YARI’AH D
M NEGERI
GYAKART
2014
KAMAH K
TATAN AK
ENCATATA
HUN 2013
YARI’AH DKALIJAG
N SYARATANA STRAUKUM
YIDA
34
G:
I, M.Ag.
., M.Hum.
M
DAN HUKU
I SUNAN K
TA
KONSTITU
KTA KELA
AN SIPIL K
DAN HUKUGA YOGYAKT-SYARAT ATA SATU
UM
KALIJAGA
SI
AHIRAN
KOTA
UM KARTA
ii
ABSTRAK
Indonesia merupakan sebuah Negara dengan tingkat kelahiran yang dikatagorikan sangat tinggi. Namun di balik pertumbuhan yang tinggi tersebut kesadaran orang tua terhadap hak-hak anak masih sangat kurang. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya kasus kejahatan terhadap anak, termasuk orang tua yang tidak bertanggung jawab dengan membuang anaknya. Hal itu tidak sesuai dengan konsep perlindungan anak yang terdapat dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Persoalan lain yang muncul adalah masih banyak dijumpai anak yang tidak memiliki akta kelahiran, padahal akta kelahiran berfungsi untuk memperjelas status dan nasab pada anak. Akta kelahiran juga bisa digunakan sebagai identitas bagi anak dalam keperluan administrasi.
Mahkamah Kostitusi sebagai salah satu Lembaga Tinggi Negara mengeluarkan putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XI/2013 sebagai Judicial Riview terhadap Pasal 32 Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Oleh karena itu penyusun tertarik untuk meneliti bagaimana implementasi putusan Mahkamah Konstitusi dan faktor apa yang menjadi penghambat serta pendukung dalam pelaksanaannya di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta Tahun 2013.
Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik menggambarkan proses pencatatan akta kelahiran di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setelah dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XI/2013, serta menjelaskan, menyimpulkan permasalahan, dan peristiwa yang terjadi sebagai fakta yang ada di lapangan. Pendekatan yang digunakan adalah Yuridis-Empiris. Teori yang digunakan adalah teori negara hukum, konsep negara sebagai perlindungan HAM dan teori hierarki perundang-undangan.
Hasil dari penelitian ini adalah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XI/2013 tentang Pencatatan Akta Kelahiran sudah dilaksanakan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta sejak 1 Mei 2013. Pelayanan proses permohonan akta kelahiran yang terlambat pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta juga mengalami perubahan. Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta menunjukkan adanya peningkatan permohonan akta kelahiran yang terlambat. Sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut berhasil, tetapi ada faktor lain yang kurang mendukung, yaitu kurangnya pegawai, kurangnya kesadaran dari masyarakat dan ketidaksinambungan antara daerah yang satu dengan yang lain sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat. Sedangkan faktor pendukung dalam pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, meliputi tersedianya fasilitas yang sudah memadai, dan adanya jaringan internet untuk memudahkan mengakses informasi.
vii
KATA PENGANTAR
الرحمن ارحيمهللابســــــــــــــــم
أشرف األنبيآءوالسلام على الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على أمور الدنيا والدين والصالة
والمرسلين وعلى آله وصحبه أجمعين (امابعد)
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala
rahmat dan hidayah-Nya skripsi dengan judul “Implementasi Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 18/PUU-XI/2013 tentang Pencatatan Akta Kelahiran di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta Tahun 2013” ini dapat
penyusun selesaikan tanpa suatu halangan apapun. Shalawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah menghantarkan
dari zaman kegelapan hingga ke zaman yang terang benderang penuh dengan
rahmat ini.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian syarat
memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Penyusun menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyelesaian penelitian
dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Untuk itu, penyusun menghaturkan ucapan terimakasih yang setulus-
tulusnya kepada:
1. Prof. Dr. Musa Asy’ari, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
2. Prof. Noorhaidi Hasan, M.A., M.Phil., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Syari’ah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
viii
3. Udiyo Basuki, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan
Ach. Tahir, S.H.I., S.H., LL.M., M.A., selaku Sekertaris Program Studi Ilmu
Hukum.
4. Mansur, S.Ag, M.Ag., selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Dr. Samsul Hadi, M.A., selaku Dosen Pembimbing I yang telah rela dan
ikhlas meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk mengarahkan,
membimbing serta memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini.
6. Udiyo Basuki, S.H, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah
memberikan waktu, arahan dan bimbingan kepada penyusun.
7. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta, yang telah
mengizinkan saya melakukan penelitian.
8. Nining HS.,S.H., selaku Seksi Pelayanan Akta Kelahiran dan Kematian yang
telah merelakan waktu untuk berdiskusi dan memberikan informasi mengenai
proses pencatatan akta kelahiran pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kota Yogyakarta.
9. Ayahanda Jalaludin dan Ibunda Sri Haryani serta adikku Yusuf Munajat atas
dukungan dan do’anya yang tak pernah terputus.
10. Sahabat-sahabatku (Nadya Trisna, Miftachul Janah, Ida Fitriyana, Gilang
Kresnanda, M. Nurul Kaukaba, dan Sumarno), teman-teman satu perjuangan
dalam Ilmu Hukum (IH-C) dan semuanya yang tidak dapat penyusun sebutkan
satu persatu yang sudah membantu banyak hal dalam skripsi ini.
x
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
kedua orang tua saya yang sangat saya sayangi, yang
selalu mendukung dan mendo’akan,
adikku tersayang yang selalu mendo’akan,
sahabat-sahabat yang selalu mendengarkan keluh
kesah, menemani, mendukung, dan mendo’akan,
teman-teman di Green Kost, yang selalu menemani,
xi
MOTTO
Kepuasan tidak muncul berkat prestasi, melainkan usaha.
Usaha yang penuh adalah kemenangan yang penuh.
Kembangkan kesuksesan dari kegagalan. Kegagalan dan keputusasaan adalah dua batu loncatan
paling pasti dalam meraih sebuah kesuksesan.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
ABSTRAK ......................................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ........................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v
SURAT KEASLIAN SKRIPSI ........................................................................ vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ............................................................................................. x
MOTTO ............................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .......................................... 8
D. Telaah Pustaka ...................................................................... 8
E. Kerangka Teoretik................................................................. 12
F. Metode Penelitian ................................................................. 22
G. Sistematika Pembahasan ....................................................... 24
BAB II : KEBIJAKAN HUKUM ATAS HAK IDENTITAS ANAK
A. Hak Identitas Anak ............................................................... 27
B. Akta Kelahiran ..................................................................... 34
C. Kepastian Hukum Pencatatan Sipil
1. Tertib Administrasi dan Kepastian Hukum
dalam Pencatatan Kelahiran ........................................... 43
2. Pencatatan Perkawinan dalam Kaitannya
dengan Penerbitan Akta Kelahiran ................................. 47
BAB III : PELAKSANAAN PUTUSAN MK NO. 18/PUU-XI/2013
TENTANG PENCATATAN AKTA KELAHIRAN
A. Profil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
xiii
1. Letak Wilayah ................................................................ 54
2. Kondisi Bangunan .......................................................... 54
3. Struktur organisasi .......................................................... 55
4. Sarana Prasarana ............................................................ 56
5. Jumlah Pegawai .............................................................. 56
6. Waktu Kerja ................................................................... 57
7. Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta ........................... 57
B. Pembuatan Akta Kelahiran Sebelum Putusan
Mahkamah Konstitusi
1. Proses Pembuatan Akta Kelahiran .................................. 59
2. Faktor Penghambat ......................................................... 61
3. Faktor Pendukung ........................................................... 62
C. Pembuatan Akta Kelahiran Setelah Putusan
Mahkamah Konstitusi
1. Sejarah Munculnya Putusan Mahkamah Konstitusi ....... 63
2. Faktor Penghambat ......................................................... 65
3. Faktor Pendukung ........................................................... 67
BAB IV : ANALISIS PENCATATAN AKTA KELAHIRAN
DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA
A. Analisa Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi
No. 18/PUU-XI/2013 tentang Akta Kelahiran ..................... 69
B. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat ......................... 76
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 80
B. Saran-saran ............................................................................ 82
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 83
Lampiran-lampiran 1. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XI/2013 tentang Pencatatan Akta
Kelahiran Terlambat 2. Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 3. Standar Operasional Prosedur Pelayanan Akta Kelahiran Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta Tahun 2013
xiv
4. Rekapitulasi Data Peristiwa Penting Per Tahun Bidang Catatan Sipil tahun 2005-2013
5. Surat-surat 6. Curriculum Vitae
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang berpenduduk padat, hal tersebut terjadi
akibat tingkat kelahiran yang dapat dikategorikan sangat tinggi. Data sensus
penduduk yang dilakukan 10 tahun sekali, dan terakhir dilakukan pada tahun
2010 yang dilakukan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) menunjukkan jumlah penduduk mencapai 237,6 juta
jiwa.1
Di balik pertumbuhan penduduk yang tinggi, ternyata kesadaran orang
tua terhadap hak-hak anak masih sangat kurang. Hal tersebut dapat terlihat
dari banyaknya kejahatan terhadap anak, dan tidak sedikit orang tua yang
tidak bertanggung jawab dengan membuang anaknya. Hal itu tidak sesuai
dengan konsep perlindungan anak yang terdapat dalam Undang-Undang No
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang terkandung dalam Pasal 1
ayat (2) yang menyebutkan bahwa:2
“Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Proses perlindungan anak haruslah dimulai dari lingkup yang paling
kecil yaitu keluarga hingga lingkup yang luas yaitu pemerintah. Keluarga
1 http://www.bkkbn.go.id/ViewSiaranPers.aspx?SiaranPersID=38 diakses tanggal 05
Maret 2014 jam 19.35. 2 Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
2
memiliki peran yang sangat penting dalam proses tumbuhkembang anak
karena keluarga yang memiliki akses terdekat dengan anak tersebut. Keluarga
yang terdiri dari bapak dan ibu, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab
untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak. Selain itu
keluarga juga harus memperhatikan tumbuhkembang anak sesuai dengan
kemampuan, bakat, dan minatnya. Orang tua juga harus mencegah perkawinan
pada usia anak-anak.
Peran pemerintah untuk melindungi hak-hak anak, dapat dilihat dalam
Pasal 21 hingga Pasal 24 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
a. Pasal 21
“Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.”
b. Pasal 22
“Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.”
c. Pasal 23
1) Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak.
2) Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak
3
d. Pasal 24
“Negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.”
Salah satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada anak
adalah suatu identitas anak. Identitas dapat berupa akta kelahiran yang
berguna untuk memperjelas status dan nasab pada anak. Selain itu akta
kelahiran juga bisa digunakan sebagai identitas bagi anak dalam keperluan
administrasi. Pasal 27 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak menyebutkan bahwa :
1) Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya. 2) Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta
kelahiran. 3) Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang
yang menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran. 4) Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang
tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya.
Pembuatan akta kelahiran diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang No.
23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, yang menyebutkan:
Pasal 27
(1) Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
Pasal 27 menjelaskan kewajiban seorang kepala keluarga untuk
melaporkan kelahiran anaknya di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
paling lambat 60 hari sejak kelahiran.
4
Dalam Undang-Undang ini juga diatur tentang ketentuan apabila terjadi
keterlambatan dalam pelaporan kelahiran. Dalam Pasal 32, disebutkan:
1. Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat.
2. Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.3
Dapat disimpulkan dari Pasal 32 di atas bahwa, diperlukannya
penetapan dari pengadilan negeri setempat, karena dikhawatirkan terjadi
manipulasi data karena pelaporan kelahiran sudah terlambat 1 (satu) tahun.4
Pada kenyataannya ketentuan yang terdapat dalam Pasal 32 tersebut
memberatkan bagi masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi, sehingga
tidak mampu membayar uang untuk pembuatan akta kelahiran jika terlambat.
Walaupun demikian masih banyak orang mampu secara ekonomi yang
terlambat mencatatkan kelahiran anaknya dikarenakan harus meluangkan
waktu disela-sela kesibukannya dan lamanya proses pembuatan akta.
Mutholaib sebagai pemohon akta kelahiran di Pengadilan Negeri
Surabaya Nomor 2194/Pdt/20/PN.Sby merasa kesulitan mengurus surat akta
kelahiran yang terlambat 1 (satu) tahun lebih, karena proses pengurusan akta
kelahirannya rumit, harus meminta surat pengantar kepada RT/RW, kemudian
kantor kelurahan, ke kantor pos besar, dan membawa 2 (dua) orang saksi.
3 Pasal 32 Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. 4 Penjelasan Pasal 32 Undang-Undang No. 23 Tahun 2006.
5
Selain itu biaya yang dikeluarkan untuk membayar sidang di Pengadilan
Negeri tidak sedikit, yaitu biaya resmi Rp. 236.000,00 ditambah biaya lain
sehingga kurang lebih membutuhkan biaya Rp. 400.000,00.5 Tetapi di setiap
daerah biaya yang dikeluarkan untuk sidang di Pengadilan Negeri berbeda-
beda.
Pada tanggal 23 Januari 2013, Mutholaib sebagai pemohon akta
kelahiran di Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 2194/Pdt/20/PN.Sby, telah
terdaftar di Kepaniteraan Mahkamah Konstistusi berdasarkan Akta
Penerimaan Berkas Permohonan Nomor 49/PAN.MK/2013 dan dicatat dalam
Buku Register Perkara Konstitusi dengan Nomor 18/PUU-XI/2013 tanggal 1
Februari 2013. Adapun yang diuji adalah Pasal 32 Undang-Undang No. 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan terhadap Undang-Undang
Dasar 1945.
Isi dari amar putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XI/2013
tentang pencatatan akta kelahiran terlambat, menyatakan bahwa:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian; 1.1 Kata “persetujuan” dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 4674) bertentang dengan Undang-Undang Daar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sepanjang tidak dimaknai sebagai “keputusan”;
1.2 Kata “persetujuan” dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai sebagai “keputusan”;
5 Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XI/2013 tentang Pencatatan Akta
Kelahiran.
6
1.3 Frasa “sampai dengan 1 (satu) tahun” dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
1.4 Frasa “sampai dengan 1 (satu) tahun” (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
1.5 Pasal 32 ayat (1) Undnag-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674) selengkapnya menjadi, “Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampoi batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapat keputusan Kepala Instansi Pelaksanaan setempat”;
1.6 Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
1.7 Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
1.8 Frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
1.9 Frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
3. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya; bagi orang tua yang terlambat mencatatkan kelahiran anaknya, maka tidak perlu lagi melakukan sidang di Pengadilan Negeri untuk mendapatkan penetapan, tetapi hanya mendapatkan keputusan dari Kepala Instansi Pelaksana yang dalam hal ini adalah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
7
Sejak dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, mulai
dari tanggal 1 Mei 2013 Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Yogyakarta melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi. Hal tersebut
tercantum dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta dan ditindak lanjuti dengan Surat
Edaran Menteri Dalam Negeri No. 472.11/2304/SJ. Isi dari Surat Edaran
tersebut adalah terhitung mulai tanggal 1 Mei 2013, bagi warga masyarakat
yang mencatatkan kelahiran lebih dari 1 (satu) tahun tidak diperlukan lagi
sidang di Pengadilan Negeri, jika terlambat 60 hari sejak tanggal kelahiran,
pencatatan dilaksanakan setelah mendapat keputusan Kepala Instansi
Pelaksana (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil). Bagi yang terlambat
mencatatkan kelahiran hanya dikenai denda administrasi saja sebesar Rp
50.000,00, untuk yang tidak terlambat maka tidak dikenai biaya.
Jumlah pemohon akta kelahiran setelah adanya Putusan Mahkamah
Konstitusi sejak bulan April 2013 mengalami peningkatan yang signifikan.
Terutama untuk permohonan akta kelahiran yang terlambat dicatatkan. Jumlah
pemohon dari bulan Mei hingga bulan Desember tahun 2013 naik mencapai
50% dari sebelumnya tahun 2012 yang mencapai 1.663 pemohon akta
kelahiran terlambat.6 Berarti masyarakat yang belum mempunyai akta
kelahiran semakin berkurang.
6 Data jumlah pemohon akta kelahiran tahun 2012 di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta.
8
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas dapat disimpulkan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasi putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-
XI/2013 tentang pencatatan akta kelahiran di Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta Tahun 2013?
2. Apa yang menjadi faktor penghambat dan faktor pendukung dalam
implementasi putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XI/2013 tentang
pencatatan akta kelahiran?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk menjelaskan implementasi putusan Mahkamah Konstitusi No.
18/PUU-XI/2013 tentang pencatatan akta kelahiran di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta tahun 2013.
b. Untuk menjelaskan dan mengkaji faktor pendukung dan penghambat
implementasi putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XI/2013
tentang pencatatan akta kelahiran di Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah:
a. Kegunaan Teoretis :
9
Memberikan informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam
bidang Hukum Administrasi Negara khususnya mengenai pencatatan
akta kelahiran.
b. Kegunaan Praktis :
Memberikan manfaat wawasan ilmu bagi penyusun, mahasiswa
Fakultas Syari’ah dan Hukum, dan masyarakat terkait dengan
pembahasan dalam penelitian ini.
D. Telaah Pustaka
Dari penelusuran literatur mengenai permasalahan tentang pencatatan
akta kelahiran, ternyata terdapat beberapa karya ilmiah yang temanya sama
dengan penelitian yang akan penyusun lakukan. Sejauh ini karya ilmiah yang
ditemukan berupa skripsi, tesis dan jurnal. Beberapa karya ilmiah sebagai
berikut:
Skripsi Haryono “Pelaksanaan Pencatatan Akta Kelahiran dalam
Mewujudkan Tertib Administrasi Kependudukan di Kecamatan Wedi
Kabupaten Klaten.” Menyimpulkan bahwa pencatatan akta kelahiran di
Kecamtan Wedi sudah cukup baik, tidak ada kesulitan yang berarti, dan upaya
pemerintah Kabupaten Klaten dalam pelayanan dan pencatatan akta kelahiran
dalam mewujudkan tertib Administrasi Kependudukan melalui sosialisasi
tentang tertib administrasi kependudukan di Kecamatan Wedi Kabupaten
Klaten, dan pelaksanaan tertib administrasi kependudukan di Kecamatan Wedi
Kabupaten Klaten adalah profesionalisme SDM penyelenggara pelayanan
10
publik, fasilitas kerja, prosedur pengurusan administrasi kependudukan dan
kesadaran hukum warga masyarkat.7
Skripsi di atas berbeda dengan skripsi ini, karena skripsi yang ini
membahas tentang implementasi putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-
XI/2013 tentang pencatatan akta kelahiran di Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta, sehingga tidak hanya kualitas pelayanan
dan fasilitas saja. Selain itu, tempat penelitian juga berbeda.
Tesis Martinus Agus Hutoro dengan judul “Tanggung Jawab
Pemerintah Dalam Pemenuhan Hak Anak Atas Identitas Diri Berupa Akta
Kelahiran”. Menyimpulkan bahwa Kendala bagi pemerintah dalam upaya
melaksanakan tanggung jawab memenuhi hak anak atas identitas diri berupa
akta kelahiran meliputi aturan hukum tentang asas peristiwa, masih banyak
masyarakat yang enggan atau belum mensegerakan mencari akta kelahiran
ketika terjadi peristiwa kelahiran, Kepala Dinas adalah satu-satunya pejabat
pencatatan sipil, kurangnya jumlah personil petugas pelayanan akta kelahiran,
Setiap Penduduk dikenai sanksi administratif berupa denda, Peraturan Daerah
Kota Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Administrasi
Kependudukan tidak mengatur tentang standar pelayanan minimal
pelaksanaan penerbitan akta kelahiran, dan kewajiban lewat Penetapan
Pengadilan bagi penduduk yang terlambat pelaporan kelahiran lebih dari 1
(satu) tahun menyebabkan penduduk semakin enggan mengurus akta
kelahiran. Ada disharmonisasi antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
7 Haryono, “Pelaksanaan Pencatatan Akta Kelahiran dalam Mewujudkan Tertib Administrasi Kependudukan di Kecamatan Wedi Kebupaten Klaten,” Skripsi. Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas UIN Sunan Kalijaga Yogakarta, 2013.
11
tentang Perlindungan Anak tentang pelaksanaan pembuatan akta kelahiran
serendah-rendahnya di tingkat Kelurahan terhadap Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan di tingkat Kecamatan.8
Skripsi Rahmat Syaibani dengan judul “Peranan Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil Dalam Pelayanan Administrasi Kependudukan (Studi
tentang Pengurusan Akta Kelahiran dan Akta Kematian di Kota Medan)”.
Menyimpulkan bahwa Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil itu berperan
penting dalam pembuatan akta kelahiran dan akta kematian. Ternyata dalam
menjalankan peran-perannya terdapat faktor pendukung dan faktor
penghambat. Faktor pendukung terdiri dari faktor organisasi, faktor aturan dan
faktor sarana. Sedangkan faktor penghambat terdiri dari faktor terbatasnya
sumberdaya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus di
bidang teknologi informasi, faktor kesadaran dan kedisiplinan pegawai, dan
belum terisinya struktur organisasi sesuai dengan latar belakang pendidikan.9
Pembahasan dalam penelitian ini, lebih khusus membahas tentang
Implementasi atau penerapan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18 /PUU-
XI/2013 tentang Pencatatan Akta Kelahiran di Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Kota Yogyakarta. Walaupun penelitian ini juga membahas
tentang faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam proses penerapan
8 Martinus Agus Hutoro, “Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Pemenuhan Hak Anak
Atas Identitas Diri Berupa Akta Kelahiran,” Tesis. Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2013.
9 Rahmat Syaibani, “Peran Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam Layanan Administrasi Kependudukan (Studi tentang Pengurusan Akta Kelahira dan Akta Kematian di Kota Medan),” Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara Medan, 2012.
12
putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Dan penelitian ini jelas berbeda
dengan skripsi di atas.
Skripsi Andi Ni’mah Sulfian dengan judul “Kualitas Pelayanan Akta
Kelahiran Pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wajo.”
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah bahwa kualitas pelayanan publik
pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wajo khususnya
dalam pelayanan Akta Kelahiran dapat dikatakan berkualitas.10 Dan penelitian
yang penyusun buat berbeda dengan penelitian di atas, karena skripsi ini
membahas tentang implementasi putusan Mahkamah Konstitusi tentang
pencatatan akta kelahiran, sehingga tidak hanya kualitasnya saja.
Berikutnya skripsi yang disusun oleh Radiansa Yulianto dengan judul
“Kualitas Pelayanan Administrasi Akta Kelahiran di Kantor Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Pemerintah Kota Surabaya.” Peneliti
menyimpulkan pelayanannya sudah baik, namun masih ada hal perlu untuk
diperbaiki seperti penambahan kursi untuk pemohon, karena masih ada
pemohon yang berdiri dan untuk fasilitas yang lain seperti ruang merokok,
ruang ibu menyusui, toilet, pemohan sudah cukup puas, dan untuk kebersihan
kantor sudah cukup baik ada petugas yang membersihkan setiap pagi.11
10 Andi Ni’mah Sulfiani, “Kualitas Pelayaan Akta Kelahiran Pada Dinas
Kependudukan dan Pencacatan Sipil Kabupaten Wajo,” Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanudin Makasar, 2012.
11 Radiansa Yulianto, “Kualitas Pelayanan Administrasi Akta Kelahiran di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemerintah Kota Surabaya,” Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya, 2011.
13
Kajian dalam penelitian ini, lebih khusus membahas tentang
Implementasi atau penerapan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18 /PUU-
XI/2013 tentang Pencatatan Akta Kelahiran di Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta. Penelitian ini juga membahas tentang
faktor-faktor penhambat dan pendukung dalam proses penerapan putusan
Mahkamah Konstitusi tersebut. Dan penelitian ini jelas berbeda dengan skripsi
di atas, dan perbedaannya adalah tentang hal yang dibahas dalam penelitian.
E. Kerangka Teoretik
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Perlindungan anak adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat manusia, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.12
Perlindungan terhadap anak adalah suatu hal yang harus diperhatikan
dengan seksama, karena seorang anak merupakan investasi masa depan bagi
keluarga dan bangsa. Untuk itu negara harus mengakui setiap anak yang
dilahirkan oleh warga negaranya di negara tersebut ataupun di luar negara
tersebut dan menjamin keamanan.
Setiap anak yang lahir harus mempunyai identitas diri yang dituangkan
dalam sebuah akta kelahiran. Akta kalahiran tersebut dibuat oleh instansi yang
12 Pasal 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
14
berwenang, yaitu Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di mana anak
tersebut dilahirkan, dan disaksikan oleh orang yang membantu proses
kelahiran anak tersebut. Untuk itu, penyusun menggunakan beberapa teori
untuk menjelaskan penelitian ini, yaitu:
1. Teori Negara Hukum
Sejak zaman dahulu sudah dikenal konsep negara hukum yang di
cetuskan pertama oleh Plato dalam bukunya yang pertama yaitu Politeia.
Negara Hukum merupakan istilah dari konsepsi negara hukum modern yang
banyak digunakan oleh negara-negara di dunia yaitu the ruler of law.
Beberapa ahli yang berpendapat tentang negara hukum disamakan dengan
rechtsstaat ataupun the ruler of law. Sumrah berpendapat bagi Indonesia,
istilah yang kini populer adalah The Ruler Of Law, tidak berbeda dengan
konsep rechtsstaat, Etat de Droit, Negara atau pemerintah berdasarkan atas
hukum.13
Secara sederhana negara hukum dapat diartikan sebagai negara yang
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Pasal 1
ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, bahwa “Negara Indonesia
negara hukum”. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang
13 Azhari, Negara Hukum Indonesia Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-
Unsurnya (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1995), hlm. 32.
15
menegakkan supremasi hukum14 untuk menegakkan kebenaran dan keadilan
dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan Negara Hukum ialah
negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan bagi warga
negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup
untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu
diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang
baik.15
Konsep negara hukum berorientasi kepada terwujudnya kesejahteraan
rakyat (Welfare state). Konsep negara hukum menjadi impian dan cita-cita
bangsa, yang terdapat dalam Alinea ke-IV Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945. Negara kesejahteraan (welfare state) adalah negara yang
pemerintahanya menjamin terselenggaranya kesejahteraan dan perlindungan
bagi rakyatnya. Untuk mewujudkan konsep negara kesejahteraan bagi
rakyatnya harus didasarkan pada 5 (lima) pilar kenegaraan, yaitu: Demokrasi,
Penegakan Hukum, Perlindungan Hak Asasi Manusia, Keadilan Sosial dan
anti Diskriminasi.16
Dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 tentang perekonomian
dan kesejahteraan sosial dan Pasal 34 tentang kepedulian negara pada
14 Supremasi berarti kekuasaan tertinggi (teratas), dan Hukum berarti peraturan,
sehingga Supremasi Hukum mempunyai pengertian sebagai suatu peraturan yang tertinggi dalam suatu negara.
15 http://adedidikirawan.wordpress.com/teori-negara-hukum-rechtstaat/diakses tanggal 31 Oktober 2013, jam 14.10.
16http://www.academia.edu/6770716/WELFARE_STATE_DAN_PENDIDIKAN_DI_INDONSIA diakses pada tanggal 12 April 2013, jam 19.45.
16
kelompok lemah, menempatkan negara sebagai pihak yang paling
bertanggung jawab dalam mewujudkan kesejahteraan sosial, itu semua
merupakan upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat. Selain itu dalam
Pancasila sila ke-5 juga dicantumkan “Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”.
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial mendefinisikan Kesejahteraan Sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat
hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan
fungsi sosialnya. Dari definisi kesejahteraan sosial di atas, dapat dikatakan
bahwa negara hukum mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial,
pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.
Salah satu bentuk perlindungan sosial yang digagas oleh pemerintah
adalah persoalan perlindungan anak. Perlindungan anak itu sangat penting,
karena dengan adanya perlindungan anak, maka anak sebagai penerus bangsa
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga pembangunan dan
pertumbuhan bangsapun semakin baik.
Perlindungan anak itu macam-macam bentuknya, salah satunya adalah
dengan memberikan hak identitas bagi anak. Hak identitas bagi anak
berbentuk akta kelahiran yang diberikan ketika baru dilahirkan dan dapat
digunakan seumur hidup. Hak identitas anak diatur dalam Undang-Undang
17
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan terdapat juga dalam
Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Pasal 32 dan Pasal 27 undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan menyebutkan bahwa:
Pasal 27
1. Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran.
2. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
Pasal 32
1. Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat.
2. Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.
Pasal 27 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak menyebutkan bahwa :
1. Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya. 2. Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta
kelahiran. 3. Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang
yang menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran. 4. Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang
tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya.
Namun adanya peraturan tersebut belum membuat masyarakat merasa
nyaman, karena proses pembuatan akta kalahiran jika terlambat atau lebih
18
dari 60 hari sampai dengan 1 tahun, maka harus melakukan sidang di
Pengadilan Negeri. Hal itu membuat masyarakat yang kurang mampu dalam
segi ekonomi merasa kesulitan. Selain karena biaya yang mahal, proses rumit
juga menambah masyarakat menjadi malas untuk mencatatkan kelahiran
anaknya. Meskipun demikian masih banyak orang mampu secara ekonomi
yang terlambat mencatatkan kelahiran anaknya dikarenakan kesibukan
sehingga tidak ada waktu.
Pada bulan April 2013, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan
No. 18/PUU-XI/2013 tentang Pencatatan Akta Kelahiran terlambat. Putusan
ini berisi pembatalan Pasal 27 dan Pasal 32 Undang-Undang No. 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan. Alasan pembatalan tersebut karena
Pasal 27 dan Pasal 32 dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
dan sudah tidak sesuai dengan keadaan masyarakat yang kebanyakan adalah
masyarakat kurang mampu.
2. Konsep Negara Sebagai Perlindungan Hak Asasi Manusia
HAM adalah hak yang melekat dalam diri seseorang, dan tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan manusia. Untuk itu hal-hal yang ada hubungannya
dengan HAM dicantumkan dalam konstitusi dalam sebuah negara. HAM
sangat penting untuk melindungi rakyatnya, maka dalam paham negara
hukum, jaminan perlindungan hak asasi manusia dianggap sebagai ciri mutlak
harus ada di setiap negara yang dapat disebut negara hukum (rechtsstaat).17
17 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta Utara: PT
RajaGrafindo Persada, 2011), hal. 343.
19
Secara etimologi, kata konstitusi berasal dari bahasa Prancis yaitu
constituer yang mempunyai arti membentuk. Konstitusi atau constitutio sama
dengan jus atau ius yang berarti hukum atau prinsip. Konstitusi adalah segala
ketentuan atau aturan mengenai ketatanegaraan (Undang-Undang Dasar dan
sebagainya) atau Undang-Undang Dasar Negara.18
Konstitusi mempunyai kedudukan tertinggi dalam tertib hukum suatu
negara, termasuk di Indonesia. Seringkali antara konstitusi dan undang-
undang memiliki batasan pengertian yang berbeda, namun sebenarnya
keduanya sama-sama menunjuk pada hal yang sama yaitu pengertian dasar
hukum. Secara umum konstitusi diartikan sebagai pengertian hukum dasar
namun tidak tertulis, sedangkan Undang-Undang Dasar diartikan sebagai
hukum dasar yang tertulis.19
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, menyebutkan :
“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan menusia anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.20
Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum Amandemen Kedua
Tahun 2000, hanya terdapat beberapa pasal yang dapat dikaitkan dengan
pengertian Hak Asasi Manusia. Pasal-pasal yang biasa dinisbatkan dengan
pengertian Hak Asasi Manusia adalah Pasal 27 ayat (1), (2), Pasal 28, Pasal 29
18 Imam Mahdi, Hukum Tata Negara Indonesia, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 63. 19 Ibid., 20 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
20
ayat (2), Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), Pasal 34. Namun jika
diperhatikan secara seksama hanya pada Pasal 29 ayat (2) saja yang benar-
benar memberi jaminan konstitusional atas hak asasi manusia.21 Bunyi dari
Pasal 29 ayat (2), yaitu :
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.”22
Terdapat juga teori hak asasi manusia di antaranya adalah berdasarkan
kebebasan berpendapat, berdasarkan kebebasan berperilaku serta kebebasan
berdasarkan kepemilikan. Mengenai kepemilikan, termasuk juga dalam hal
identitas diri yang dimiliki oleh setiap orang dan akta kelahiran sesuai dengan
konstitusi yang ada di Indonesia yaitu dalam Pasal 28B ayat (2) Undang-
Undang Dasar 1945 sangat jelas menyatakan bahwa setiap anak mempunyai
hak untuk kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta hak asas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Dalam hal ini identitas diri dan akta kelahiran sangat penting bagi
seorang anak dalam tahap perkembangan di masa yang akan datang. Untuk itu
banyak peraturan yang mengatur tentang hal tersebut, antara lain : UUD 1945,
Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dan
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam 3
21 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara…, hlm. 352. 22 Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebelum Amandemen ke-2 Tahun
2000.
21
(tiga) undang-undang di atas menjelaskan akta kelahiran menjadi hak anak
dan tanggung jawab pemerintah untuk memenuhinya.
3. Teori Hierarki Perundang-undangan
Dalam ketentuan umum Pasal 1 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dijelaskan bahwa
peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma
hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang
ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Dalam Pasal 7 disebutkan jenis dan hierarki peraturan perundang-
undangan di Indonesia yaitu :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Dalam beberapa kasus undang-undang yang telah diundangkan sering
terjadi ketidaksesuaian dengan Undang-Undang Dasar 1945 atau undang-
undang yang lainnya, sehingga jika terjadi hal seperti itu, maka undang-
undang tersebut dapat diuji, dan biasa disebut dengan Judicial Review.
Lembaga yang berwenang untuk pengujian Undang-undang (Judicial Review)
adalah Mahkamah Konstitusi, yang merupakan salah satu lembaga tinggi
negara.
22
Pada awal tahun 2013, Mahkamah Konstitusi melakukan pengujian
Undang-undang (Judicial Review) yaitu Undang-Undang No. 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan yang mana dalam Pasal 32, menyatakan:
(1) Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat. (2) Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden. dianggap sudah tidak sesuai dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan
Pasal 28D ayat 4 Undang-Undang Dasar, menyatakan:
Pasal 27 ayat (1),
“Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Pasal 28D ayat (1):
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
Pasal 28D ayat (4):
“Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”.
Dengan diberlakukannya putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-
XI/2013 tentang pencatatan akta kelahiran maka berlakulah asas lex posteriori
legi priori (peraturan yang baru menyampingkan peraturan yang lama).
Namun dengan berlakunya asas tersebut, tidak berarti Undang-Undang No. 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan tidak berlaku lagi.
23
Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tetap berlaku sebagai mana
mestinya, namun Pasal 32 tidak berlaku dan bunyinya diganti, yang berlaku
adalah Pasal 32 yang sudah diganti bunyinya seperti yang terdapat dalam
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XI/2013 tentang Pencatatan Akta
Kelahiran terlamat.
Pasal 32 ayat (1) dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 :
“(1) Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat.”
Pasal 32 ayat (1) dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XI/2013 :
“(1) Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan Kepala Instansi Pelaksana setempat”
4. Teori Administrasi Publik
Hukum administrasi adalah keseluruhan ketentuan yang mengikat alat-
alat perlengkapan Negara, baik tinggi maupun rendah, setelah alat-alat itu
akan menggunakan kewenangan-kewenangan ketatanegaraan.23 Administrasi
Publik atau Administrasi Negara adalah suatu bahasan ilmu sosial yang
mempelajari tiga elemen penting kehidupan bernegara yang meliputi lembaga
legislatif, yudikatif dan eksekutif serta hal-hal yang berkaitan dengan publik
yang meliputi kebijakan publik, manajemen publik, administrasi
pembangunan, tujuan negara dan etika yang mengatur penyelenggara negara.
Secara sederhana, administrasi publik adalah ilmu yang mempelajari tentang
23 Philipus M.Hadjon, Sri Soemantri Mertosoewignjo, Sjachran Basah, Bagir Manan, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011), hlm. 23.
24
bagaimana pengelolaan suatu organisasi publik. Meskipun sama-sama
mengkaji tentang organisasi, administrasi publik ini berbeda dengan ilmu
manajemen: jika manajemen mengkaji tentang pengelolaan organisasi swasta,
maka administrasi publik mengkaji tentang organisasi publik/pemerintah,
seperti departemen-departemen, dan dinas-dinas, mulai dari tingkat kecamatan
sampai tingkat pusat.24
Dalam hal ini lembaga yudikatif yang dimaksud dalam konteks
pencatatan akta kelahiran yaitu Mahkamah Konstitusi, yang pada prinsipnya
hanya boleh menyatakan bahwa ayat/pasal/bagian atau seluruh undang-
undang bertentangan atau tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
Ada pembatasan tugas antara DPR dan pemerintah sebagai positive legislator
(pembuat norma) dengan Mahkamah Konstitusi sebagai negative legislator
(penghapus atau pembatal norma), selain itu Mahkamah Konstitusi tidak boleh
membuat putusan yang bersifat membuat norma baru atau mengatur.25
Dengan perkembangan jaman yang semakin maju, pembatasan yang
diberikan kepada Mahkamah Konstitusi mulai berkurang, salah satunya adalah
Mahkamah Konstitusi boleh membuat putusan yang bersifat mengatur atau
membuat norma yang baru. Walaupun demikian, putusan Mahkamah
Konstitusi masih membutuhkan tindak lanjutnya. Namun ada juga yang tidak
24 http://id.wikipedia.org/wiki/Administrasi_publik, diakses tanggal 12 Mei 2014 pukul 09.55 WIB.
25 http://satyasembiring.wordpress.com/2013/12/05/putusan-mahkamah-konstitusi-bersifat-negatif-legislature-menjadi-positif-legislature/, diakses tanggal 12 Mei 2014 pukul 12.00 WIB.
25
membutuhkan tindak lanjut dengan pembentukan undang-undang atas
perubahan undang-undang yang bersangkutan.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang membutuhkan tindak lanjut dengan
pembentukan undang-undang apabila dalam putusannya Mahkamah
Konstitusi telah menentukan secara limitatif pembentukan undang-undang
tersebut, menimbulkan ketidakpastian hukum, kekosongan hukum,
mempengaruhi hajad hidup orang banyak.26
Salah satu contohnya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi No.
18/PUU-XI/2013 tentang pencatatan akta kelahiran yang menyangkut hajad
orang banyak, sehingga secepat mungkin langsung di buat undang-undang
pengganti Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan menjadi Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan.
Administrasi negara mengandung tanggung jawab moral untuk
mensejahtrakan masyarakat, karena itu administrasi negara mempunyai
prioritas dalam memberikan arahan ataupun pelayanannya.27 Begitu juga
dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang memberikan
pelayanan kepada masyarakat terkait dengan administrasi kependudukan.
26 Mualimin Abdi, Direktur Litigasi Perundang-Undangan, Disampaikan Pada
Ceramah Peningkatan Pengetahuan Perancang Peraturan Perundang-Undangan Jakarta, 3 Desember 2010.
27 http://fisipuntagcirebon.files.wordpress.com/2011/04/pian-ii.pdf, diakses tanggal 11 Mei 2014 pukul 09.18 WIB.
26
Sebagai lembaga yang menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi No.
18/PUU-XI/2013 tentang Pencatatan Akta Kelahiran.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini sesuai dengan judul yang telah dibuat yaitu
menggunakan penelitian lapangan (field research). Data primer sebagai
(sumber data utama) yang diperoleh langsung dari pegawai Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil dalam bidang pelayanan pembuatan akta
kalehiran dan pemohon akta kelahiran.28
2. Sifat Penelitian
Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif-analitik yaitu menggambarkan
proses pencatatan akta kelahiran di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
setelah dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XI/2013.
Serta menjelaskan, menyimpulkan permasalahan, dan peristiwa yang terjadi
sebagai fakta yang ada di lapangan.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang penyusun gunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-
empiris.29 Yuridis digunakan untuk menganalisis peraturan atau kebijakan.
Dalam hal ini penyusun membahas tentang implementasi putusan Mahkamah
Konstitusi No. 18/PUU-XI/2013 tentang Pencatatan akta kelahiran terlambat.
28 Ronny Harnitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Semarang, Ghalia
Indonesia: 1982), hlm. 24. 29 Ibid,. hlm. 24.
27
Sedangkan Empiris digunakan untuk memandang hukum (Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XI/2013 tentang Pencatatan Akta
Kelahiran Terlambat) yang sudah diterapkan di Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta tahun 2013.30
4. Sumber Data
Untuk mendapatkan data yang objektif, maka penyusun mengumpulkan
data dengan cara:
a. Data Primer
Data yang diperoleh saat wawancara dengan pegawai Dinas
Kependudukan dan Pencatatan sipil dan yang diperoleh saat wawancara
dengan pemohon akta kelahiran.
b. Data Sekunder
Data yang berasal dari penjelasan seperti Putusan Mahkamah Konstitusi
No. 18/PUU-XI/2013, Peraturan Perundang-undangan, perjanjian
internasional, jurnal ilmiah, buku-buku dan surat kabar (koran).
5. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Kantor Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta. Pemilihan lokasi didasarkan pada
pemikiran bahwa Kantor Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil sebagai
lembaga pemerintah yang bertugas dalam bidang Kependudukan.
30 Achmad Ali, Wiwie Heryani, Menjelajahi Kajian Empiris terhadap Hukum,
(Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 2.
28
6. Penentuan Responden
1 (satu) orang pegawai di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kota Yogyakarta yang menangani tentang pencatatan akta kelahiran, dan 2
(dua) orang pemohon akta kelahiran sebagai penguat bahwa putusan
Mahkamah Konstitusi telah diterapkan pada Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta.
7. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan oleh penyusun adalah wawancara
yang dilakukan kepada pegawai di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kota Yogyakarta.
8. Analisis Data
Analisis dalam penelitian ini menggunakan kualitatif, suatu analisis
hasil penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata lisan atau tulisan
untuk menggambarkan situasi, kondisi, kejadian, hasil wawancara, dokumen
dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta. Sehingga
dalam analisis dengan pendekatan kualitatif ini yang dipentingkan adalah
kualitas data.31 Data yang sudah terkumpul selanjutnya dianalisa
menggunakan metode induktif, yaitu cara berfikir yang berangkat dari fakta-
fakta yang bersifat khusus untuk kemudian ditarik sebagai kesimpulan yang
bersifat umum. Metode ini digunakan untuk menggambarkan implementasi
putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XI/2013 tentang pencatatan akta
31 Mukti Fajar ND, Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 192.
29
kelahiran di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta
tahun 2013.
G. Sistematika Pembahasan
Bab I berisi tentang Pendahuluan, dalam bab ini menguraikan mengenai
latar belakang yang sedikit mengambarkan permasalahan yang akan diteliti,
dan untuk mementukan sasaran dalam penelitian. Dilanjutkan dengan
rumusan, tujuan dan kegunaan. Rumusan masalah berisi mengenai gambaran
masalah yang ingin diteliti. Dilanjutkan dengan telaah pustaka untuk
membedakan penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya. Kemudian data yang sudah terkumpul dan dianalisis
menggunakan kerangka teoretik. Sebagai dasar dalam melakukan penelitian,
penyusun menggunakan metode penelitian.
Bab II berisi tentang Kebijakan Hukum Atas Hak Identitas Anak. Pada
bab ini akan membahas kebijakan hukum yang menjadi dasar hukum bagi hak
identitas anak, dan membahas tentang kepastian hukum dari Pencatatan Sipil,
selain itu juga membahas tentang kaitan antara pencatatan perkawinan dengan
pencatatan akta kelahiran.
Bab III berisi tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi No.
18/PUU-XI/2013 tentang Pencatatan Akta Kelahiran yang ada di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta. Sehingga penyusun
menuangkan hasil wawancara dengan pegawai dan pemohon akta kelahiran
yang ada di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
30
Bab IV berisi Analisis Pencatatan Akta Kelahiran Di Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta yang sekaligus
menjawab pertanyaan yang melatarbelakangi penelitian ini, yaitu
Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XI/2013 tentang
Pencatatan Akta Kelahiran. Dalam bab ini penyusun memaparkan prosedur
pelayanan yang diberikan kepada pemohon dengan berdasar pada Undang-
Undang No.23 Tahun 2006 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-
XI/2013. Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi itu berarti
persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon akta kalahiran lebih ringan
daripada sebelumnya.
Bab V berisi tentang Penutup, bab ini berisi kesimpulan sebagai
jawaban dari rumusan masalah. Selain itu penyusun juga memberikan saran-
saran dan rekomendasi khususnya bagi Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kota Yogyakarta agar kedepannya dapat melayani masyarakat dengan
lebih baik. Dan bagi masyarakat sebagai pemohon akta kelahiran agar tidak
terlambat dalam mencatatkan kelahiran anaknya.
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta sebagai
lembaga pemerintahan yang bergerak dalam bidang administrasi
kependudukan bertanggung jawab penuh atas pencatatan kelahiran sebagai
bentuk perlindungan terhadap anak sesuai dengan amanat undang-undang.
Adapun bentuk pelaksanaanya adalah:
1. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta menerapkan
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XI/2013 tentang Pencatatan
Akta Kelahiran yang terlambat mulai tanggal 1 Mei 2013. Dengan
diterapkannya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut berdampak positif
dengan semakin berkurangnya jumlah masyarakat yang terlambat dalam
pencatatan akta kelahiran.
Jumlah pencatatan akta kelahiran tidak terlambat pada tahun 2013 sebelum
adanya putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XI/2013 hingga bulan
April 2013 sebanyak 2.462 pemohon, sedangkan untuk pencatatan akta
kelahiran terlambat lebih dari 60 hari sebanyak 302 pemohon, dan untuk
pencatatan akta kelahiran terlambat lebih dari 1 tahun sebanyak 188. Total
pencatatan kelahiran tahun 2013 sebelum adanya putusan Mahkamah
Konstitusi sebanyak 2.952.
Pencatatan kelahiran mulai dari bulan Mei hingga Desember 2013 setelah
di berlakukannya Putusan Mahmakamah Konstitusi, jumlah pencatatan
85
akta kelahiran tidak terlambat sebanyak 4.765 pemohon, untuk pencatatan
akta kelahiran terlambat lebih dari 60 hari sebanyak 2.070 pemohon, dan
pencatatan akta kelahiran terlambat 1 tahun sebanyak 91 pemohon. Total
pencatatan setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi sebanyak 6.926
pemohon. Data tersebut menunjukkan semakin menurunnya jumlah
pemohon yang terlambat dalam mencatatkan akta kelahiran
2. Faktor Penghambat dan Faktor Pendukung
a. Beberapa faktor penghambat yang dihadapi oleh Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta dalam penerapan Putusan
Mahkamah Kostitusi No. 18/PUU-XI/2013 tentang Pencatatan Akta
Kelahiran terlambat:
1) Ketidakkesinambungan peraturan antar daerah, sehingga
menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat,
2) Aturan atau Instruksi dari Gubernur belum dapat dilaksanakan
karena belum ada petunjuk pelayanan teknis,
3) Kesadaran orang tua yang masih kurang,
4) Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang pembutan akta
kelahiran.
b. Adapun faktor pendukung dalam pelaksanaan pencatatan akta kelahiran
di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta adalah:
1) Fasilitas sudah memadai dan lengkap,
2) Pegawai-pegawai bekerja dengan baik dan kompak dalam pelayanan
terhadap pemohon akta.
86
3) Terpasangnya jaringan internet, yang berguna untuk memudahkan
mengakses segala informasi atau data dari desa dan kecamatan.
B. Saran-saran
1. Sebagai lembaga pelaksana dari kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintah, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta
hendaknya mengadakan sosialisasi kepada masyarakat tentang hal-hal
yang berhubungan dengan kependudukan. Apabila ada kebijakan baru,
hendaknya segera diadakan sosialisasi kepada masyarakat. Dikarenakan
masyarakat tidak banyak yang mengetahui tentang Putusan Mahkamah
Konstitusi yang terkait dengan pencatatan akta kelahiran yang terlambat.
2. Bentuk pelayanan administrasi pencatatan akta juga perlu diperbaiki, perlu
adanya pemisahan pelayanan antara akta kelahiran, akta kematian, akta
perkawinan dan akta perceraian, sehingga pemohon akta pencatatan sipil
tidak merasa bingung ketika menunggu antrian.
3. Jaringan internet yang sudah ada untuk membantu dalam pelaksanaan
tugas dan pelayanan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Yogyakarta, diharapkan dapat memudahkan masyarakat untuk mengakses
informasi melalui internet, dan diharapkan jangan disalahgunakan untuk
hal-hal yang kurang penting.
87
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku-Buku
Ali, Achmad dan Wiwie Heryani, Menjelajahi Kajian Empiris terhadap Hukum, Jakarta: Kencana, 2012.
Asshiddiqie, Jilmly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
Azhari, Negara Hukum Indonesia Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur-unsurnya, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1995.
Fajar ND, Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Gultom, Maidin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dan Perempuan, Bandung: PT Refika Aditama, 2012.
HS, Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis(BW), Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
Ishaq, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
Kansil, C.S.T dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2011.
Mahdi, Imam, Hukum Tata Negara Indonesia, Yogyakarta: Teras, 2011.
Natadimaja, Harumiati, Hukum Perdata Mengenai Hukum Perorangan dan Hukum Benda, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013.
Soemitro, Ronny Harnitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Semarang: Ghalia Indonesia, 1982.
Syahrani, Riduan, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Pardata, Bandung: PT. Alumni, 2013.
Tutik, Titik Triwulan, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2010.
Usman, Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
88
2. Skripsi, Tesis
Haryono, “Pelaksanaan Pencatatan Akta Kelahiran Dalam Mewujudkan Tertib Administrasi Kependudukan Di Kecamatan Wedi Kebupaten Klaten.” Skripsi. Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2013.
Martinus Agus Hutoro, “Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Pemenuhan Hak Anak Atas Identitas Diri Berupa Akta Kelahiran,” Tesis. Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2013.
Sulfiani, Andi Ni’mah, “Kualitas Pelayaan Akta Kelahiran Pada Dinas Kependudukan dan Pencacatan Sipil Kabupaten Wajo.” Skripsi. Universitas Hasanudin, Makasar, 2012.
Syaibani, Rahmat, “Peran Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Dalam Layanan Administrasi Kependudukan (Studi tentang Pengurusan Akta Kelahira dan Akta Kematian Di Kota Medan).” Skripsi. Universitas Sumatra Utara, 2012.
Yulianto, Radiansa, “Kualitas Pelayanan Administrasi Akta Kelahiran Di Kantor Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Pemerintah Kota Surabaya.” Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”, Jawa Timur, 2011.
3. Undang-Undang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
89
4. Internet
http://www.bkkbn.go.id/ViewSiaranPers.aspx?SiaranPersID=38 diakses tanggal 05 Maret 2014 jam 19.35.
http://adedidikirawan.wordpress.com/teori-negara-hukum-rechtstaat/ diakses tanggal 31 Oktober 2013, jam 14.10.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50c830ee44f48/permudah-akta-kelahiran--asas-peristiwa-bisa-dikesampingkan diakses pada tanggal 9 Maret 2013.
http://www.academia.edu/6770716/WELFARE_STATE_DAN_PENDIDIKAN_DI_INDONSIA di akses pada tanggal 12 April 2013, jam 19.45.
http://id.wikipedia.org/wiki/Administrasi_publik, diakses tanggal 12 Mei 2014 pukul 09.55 WIB.
http://satyasembiring.wordpress.com/2013/12/05/putusan-mahkamah-konstitusi-bersifat-negatif-legislature-menjadi-positif-legislature/, diakses tanggal 12 Mei 2014 pukul 12.00 WIB.
http://fisipuntagcirebon.files.wordpress.com/2011/04/pian-ii.pdf, diakses tanggal 11 Mei 2014 pukul 09.18 WIB.
Dr. Mualimin Abdi,S.H.Mh Direktur Litigasi Perundang-Undangan, Disampaikan Pada Ceramah Peningkatan Pengetahuan Perancang Peraturan Perundang-Undangan Jakarta, 3 Desember 2010.
CURRICULUM VITAE
A. IDENTITAS
NAMA : ITA’ FI’LA RUSYIDA
TEMPAT, TANGGAL LAHIR : KEBUMEN, 29 SEPTEMBER
1991
ALAMAT RUMAH : DESA KRANDEGAN RT 01/RW
01, KEC. PURING, KAB.
KEBUMEN
NAMA ORANG TUA
AYAH : JALALUDIN
IBU : SRI HARYANI
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
TK PERTIWI, LULUSAN TAHUN 1998
SD NEGERI 2 KRANDEGAN, KECAMATAN PURING, KABUPATEN
KEBUMEN, LULUSAN TAHUN 2004
SMP NEGERI 3 KEBUMEN, LULUSAN TAHUN 2007
MA NEGERI 1 KEBUMEN, LULUSAN TAHUN 2010
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA, FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM, PRODI
ILMU HUKUM ANGKATAN 2010.