imunopatogenesistoxoplasma gondiiberdasarkan … · patogenitas dan variasi respon imun yang...

18
128 IMUNOPATOGENESIS TOXOPLASMAGONDII BERDASARKAN PERBEDAANGALUR DIDIK T . SUBEKTI' danNURFIDAK .ARRASYID' 'BalaiPenelitianVeteriner,Jl . RE. Martadinata No.30, Bogor 16114 `FakultasKedokteranUniversitasSumatera Utara,Medan ABSTRAK Toksoplasmosisadalahpenyakitzoonosisdanmerupakansalahsatupenyakit yang banyakditemukanpadamanusia maupunhewandiseluruhdunia yang disebabkanoleh Toxoplasma gondii . Di Indonesia, kasustoksoplasmosispadamanusia berkisarantara 43 - 88% sedangkanpadahewanberkisarantara 6- 70% . Padamasalalu,toksoplasmosisdinyatakanhanya dapatmengakibatkangejalaklinispadaindividu yang memilikisistemimun yang lemah .Namunbukti-bukti yang adadewasaini memperlihatkanbahwapadaindividu yang imunokompeten(sistemimundapatberespon optimal) jugadapatmenunjukkan gejalaklinis . Hat inidisebabkanpatogenitas Toxoplasmagondii sangatvariatif,tergantungklonetatautipenya .Klonetatautipe T. gondii terkaitdenganstrukturpopulasiklonalberdasarhomologidankekerabatangenetiknya .Masing-masingtipememiliki kemampuanmerusak,memodulasisistemimuninangdankemampuanmenghindar(evasi)darisistemimuninang yang berbeda- beda .Haltersebutberdampakpadaperbedaankarakterbiologis,patogenitasdanimunopatogenesissertaimplikasiklinikdari perbedaanimunopatogenesis yang akandibahaspadatulisanini . Katakunci : Toxoplasmagondii, populasiklonal,imunopatogenesis ABSTRACT IMMUNOPATHOGENECITYOFDIFFERENTTYPESOF TOXOPLASMAGONDII Toxoplasmosisisazoonoticdiseasecausedby Toxoplasmagondii . Thediseasewaswidelyfoundinhighprevalence aroundtheworld .SeroprevalenceofhumantoxoplasmosisinIndonesiawas43- 88%whiletoxoplasmosisinanimalswas reported6 - 70% .Inthepast,clinicallymanifestationoftoxoplasmosisonlyoccurredinindividuwhichhasimmunodeficientor immunosupression .Recently,moreevidentshowedthatindividuwhichhasimmunocompetentwasalsoabletodevelopclinical signswheninfectedbypathogenic Tgondii (typeIof Tgondii) . Infact,thepathogenicityof T .gondii dependsonthetypeor closetwhichoriginatedfromtheirclonalpopulation .Eachtypehasdifferentimplicationonclinicalimmunopathogenesis .Inthis paper,thedifferencesofbiologicalcharacter,immunopathogenicityandtheirclinicalimplicationof Tgondii clonalpopulation structurearereviewed. Key words : Toxoplasmagondii, clonalpopulation,immunopathogenecity PENDAHULUAN Toksoplasmosismerupakansalahsatupenyakit zoonosis yang cukupbanyakditemukanpadamanusia danhewandiseluruhdunia.Penyebabtoksoplasmosis telahdiketahuiyaitu protozoa Toxoplasmagondii .Di Indonesia, kasustoksoplasmosisdiberbagaiwilayah menunjukkanprevalensi yang tinggiyaitusekitar 43 - 88% padamanusia,sedangkanpadahewan berkisar 6 - 70% bergantungjenis hewandan wilayahnya .Kelemahanmendasardi Indonesia saatini adalahhanyaberupalaporanprevalensiserologis yang berasaldaristudi cross sectional padasatuwaktu tertentu.Dinamikakasustoksoplasmosis(prevalensi serologis)secarakontinyudanperiodiksangatterbatas informasinya.Kelemahan lainyang dirasakansangat krusialdi Indonesia dalamtatalaksanapengendalian toksoplasmosis adalahtidaktersedianyainformasi genetikmengenaiklonetatautipe T gondii yang menyebabkan toksoplasmosis pada hewandan manusia .Klonetatautipe T gondii tersebutsangat terkaitdengankeganasandankarakterbiologisnya yang esensialpadaaspekimunopatogenesisklinisdan penatalaksanaankasustoksoplasmosispadamanusia maupunhewan . T . gondii merupakan satu spesies yang mengagumkan,karenamampumemodulasisistem imuninangnya .Padasatusisi,sekelompok T gondii dapatdirespondandikendalikanolehsistemimun inangdenganbaik,namunpadasisi yanglain justru berlakusebaliknya .Dewasaini, T gondii masihterdiri atassatuspesiestetapimemilikibanyakvarianatau galur .Jumlahgalur T . gondii diseluruhduniasampai saatinitelahmencapairatusan,bahkanmungkin ribuan.Galurtersebutmemilikibeberapakarakteristik biologis yang berbeda dan secara umum dapat

Upload: others

Post on 23-Oct-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 128

    IMUNOPATOGENESIS TOXOPLASMA GONDII BERDASARKANPERBEDAAN GALUR

    DIDIK T. SUBEKTI' danNURFIDAK. ARRASYID'

    'Balai Penelitian Veteriner, Jl . RE. Martadinata No. 30, Bogor 16114`Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan

    ABSTRAK

    Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis dan merupakan salah satu penyakit yang banyak ditemukan pada manusiamaupun hewan di seluruh dunia yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii . Di Indonesia, kasus toksoplasmosis pada manusiaberkisar antara 43 - 88% sedangkan pada hewan berkisar antara 6 - 70% . Pada masa lalu, toksoplasmosis dinyatakan hanyadapat mengakibatkan gejala klinis pada individu yang memiliki sistem imun yang lemah . Namun bukti-bukti yang ada dewasa inimemperlihatkan bahwa pada individu yang imunokompeten (sistem imun dapat berespon optimal) juga dapat menunjukkangejala klinis . Hat ini disebabkan patogenitas Toxoplasma gondii sangat variatif, tergantung klonet atau tipenya. Klonet atau tipeT. gondii terkait dengan struktur populasi klonal berdasar homologi dan kekerabatan genetiknya . Masing-masing tipe memilikikemampuan merusak, memodulasi sistem imun inang dan kemampuan menghindar (evasi) dari sistem imun inang yang berbeda-beda. Hal tersebut berdampak pada perbedaan karakter biologis, patogenitas dan imunopatogenesis serta implikasi klinik dariperbedaan imunopatogenesis yang akan dibahas pada tulisan ini .

    Kata kunci : Toxoplasma gondii, populasi klonal, imunopatogenesis

    ABSTRACT

    IMMUNOPATHOGENECITY OF DIFFERENT TYPES OF TOXOPLASMA GONDII

    Toxoplasmosis is a zoonotic disease caused by Toxoplasma gondii . The disease was widely found in high prevalencearound the world . Seroprevalence of human toxoplasmosis in Indonesia was 43 - 88% while toxoplasmosis in animals wasreported 6 - 70%. In the past, clinically manifestation of toxoplasmosis only occurred in individu which has immunodeficient orimmunosupression . Recently, more evident showed that individu which has immunocompetent was also able to develop clinicalsigns when infected by pathogenic T gondii (type I of T gondii) . In fact, the pathogenicity of T. gondii depends on the type orcloset which originated from their clonal population . Each type has different implication on clinical immunopatho genesis . In thispaper, the differences of biological character, immunopathogenicity and their clinical implication of T gondii clonal populationstructure are reviewed.

    Key words : Toxoplasma gondii, clonal population, immunopathogenecity

    PENDAHULUAN

    Toksoplasmosis merupakan salah satu penyakitzoonosis yang cukup banyak ditemukan pada manusiadan hewan di seluruh dunia. Penyebab toksoplasmosistelah diketahui yaitu protozoa Toxoplasma gondii . DiIndonesia, kasus toksoplasmosis di berbagai wilayahmenunjukkan prevalensi yang tinggi yaitu sekitar43 - 88% pada manusia, sedangkan pada hewanberkisar 6 - 70% bergantung jenis hewan danwilayahnya. Kelemahan mendasar di Indonesia saat iniadalah hanya berupa laporan prevalensi serologis yangberasal dari studi cross sectional pada satu waktutertentu. Dinamika kasus toksoplasmosis (prevalensiserologis) secara kontinyu dan periodik sangat terbatasinformasinya. Kelemahan lain yang dirasakan sangatkrusial di Indonesia dalam tatalaksana pengendaliantoksoplasmosis adalah tidak tersedianya informasi

    genetik mengenai klonet atau tipe T gondii yangmenyebabkan toksoplasmosis pada hewan danmanusia. Klonet atau tipe T gondii tersebut sangatterkait dengan keganasan dan karakter biologisnyayang esensial pada aspek imunopatogenesis klinis danpenatalaksanaan kasus toksoplasmosis pada manusiamaupun hewan .

    T. gondii merupakan satu spesies yangmengagumkan, karena mampu memodulasi sistemimun inangnya. Pada satu sisi, sekelompok T gondiidapat direspon dan dikendalikan oleh sistem imuninang dengan baik, namun pada sisi yang lain justruberlaku sebaliknya. Dewasa ini, T gondii masih terdiriatas satu spesies tetapi memiliki banyak varian ataugalur. Jumlah galur T. gondii di seluruh dunia sampaisaat ini telah mencapai ratusan, bahkan mungkinribuan. Galur tersebut memiliki beberapa karakteristikbiologis yang berbeda dan secara umum dapat

  • dikelompokkan dalam suatu grup berdasarkan dua hal .Pertarna, berdasar patogenitasnya pada mencit. Kedua,berdasar analisis homologi secara genetik. Berdasarkankedua hat tersebut, sampai saat ini T gondii dapatdigolongkan dalam tiga klonet atau tipe dasar dan duaklonet atau tipe rekombinan hasil perkawinan silang diantara ketiga tipe atau klonet dasar . Pada masa yangakan datang tipe T gondii masih diperkirakan akanterns berkembang .

    Hakikatnya perbedaan yang terjadi diantaramasing-masing tipe yang berbeda tersebut lebihcenderung pada derajat karakter biologis yang terkaitdengan patogenitasnya . Sementara pada siklus hiduptidak terdapat perbedaan bermakna . Topik mengenaibagaimana masing-masing tipe T gondii dapatmemiliki variasi dalam karakter yang terkait denganpatogenitas dan variasi respon imun yang diinduksisekaligus implikasi imunopatogenesis klinis terhadapinang akan dibahas secara ringkas dalam paper ini .

    SIKLUS HIDUP

    Nama Toxoplasma gondii berasal dari dua sukukata . Toxoplasma berasal dari kata toxon (bahasaYunani) yang berarti busur (bow) yang mengacu padabentuk sabit (crescent shape) dari takizoit (BLACK danBOOTUROYD, 2000) . Adapun nama gondii berasal darikata Ctenodactylus gondii, seekor rodensia dari AfrikaUtara dimana parasit tersebut untuk pertama kalidiisolasi (BLACK dan BOOTHROYD, 2000) . Siklus hidupdari T gondii secara prinsip terbagi atas dua yaitusiklus seksual dan aseksual . Siklus hidup secara seksualdan aseksual terjadi pada inang definitif, sedangkanpada inang antara hanya terjadi siklus aseksual (DARCYdan SANTORO, 1994 ; DUBEY et al ., 1998 ; ROBERT danJANOVY, 2000) . Siklus hidup seksual terjadi karenaadanya peleburan garnet yang masing-masing berisikromosom haploid . Adapun perkembangan aseksualterjadi karena pembelahan vegetatif yaitu organismeberkembang dengan membelah diri . Pada inangdefinitif yaitu Felidae, siklus hidup T. gondii terjadiperkembangan pada enteroepitelial dan ekstraintestinal(DARCY dan SANTORO, 1994 ; DUBEY et al., 1998 ;ROBERT dan JANOVY, 2000) . Pada mamalia atau inangantara lainnya hanya mengalami stadium aseksualenteroepitelial maupun ekstraintestinal . Bentukenteroepitelial bermakna adanya siklus kehidupandalam set epitel usus, sedangkan ekstraintestinal berartiadanya siklus hidup di War set epitel usus .

    Siklus hidup pada inang definitif

    Tertelannya ookista yang telah bersporulasi akanmengakibatkan terjadinya ekskistasi . Ekskistasimerupakan proses terlepasnya sporozoit dari ookista

    WARTAZOA VoL /6 No . 3 Th. 2006

    karena efek mekanik dan enzimatik di dalam saluranpencernaan inang. Hal serupa juga terjadi apabila yangtertelan adalah kista jaringan dari mangsa (untuk inangdefinitif dan inang antara predator) ataupun panganhewani (untuk manusia) . Adanya proses mekanis danenzimatis dalam saluran pencernaan mengakibatkankeluarnya bradizoit . Sporozoit ataupun bradizoitkemudian menginfeksi set epitel usus dari inangdefinitif ataupun inang antara dan berubah menjaditakizoit untuk mengawali perkembangan siklus seksualdan aseksual (CARRUTHERS, 2002 ; DzIERSZJNSKI ct al .,2004) .

    Pada set epitel dari saluran usus inang definitiftersebut, T gondii mengalami perkembangan aseksual(schizogoni) maupun seksual (gametogoni) yangdiakhiri dengan terbentuknya ookista . Interval waktusejak terjadi infeksi secara oral sampai keluarnyaookista disebut periode prepaten . Apabila yang tertelansecara oral adalah ookista maka periode prepatennyasekitar 18 hari atau lebih (DUBEY et al ., 1998 ; DUBEY,2002) . Di sisi lain apabila yang tertelan adalah takizoityang ada dalam tubuh mangsa maka periodeprepatennya sekitar 13 hari atau lebih (DUBEY et a!.,1998 ; DUBEY, 2002) . Sebaliknya, jika yang tertelanadalah kista jaringan dari mangsa, maka periodeprepatennya sekitar 3 -. 10 hari (DUBEY et a! ., 1998 ;DUBEY, 2002) .

    Setelah sporozoit menginfeksi set epitel ususkucing, maka dalam waktu 12 jam (Gambar 1) mulaiterbentuk skizon (schizonts) generasi pertama (DUBEYdan FRENKEL, 1972) . T. gondii memiliki 5 generasiskizon selama siklus aseksual dalam tubuh inangdefinitifnya (DUBEY dan FRENKEL, 1972 ; DUBEY et al .,1998) . Generasi pertama skizon (skizon tipe A) terjadi12 jam setelah infeksi, dimana sporozoit berkembangdalam suatu meron dan menghasilkan 2 - 3 merozoit .Merozoit tersebut kemudian akan keluar dari set epiteldan menginfeksi set epitel barn untuk berkembangmenjadi skizon tipe B (skizon generasi kedua) yangberisi 2 - 30 merozoit. Skizon tipe B terbentuk kirakira 24 - 54 jam setelah infeksi . Demikian seterusnyasampai terbentuk skizon tipe D dan E (skizon generasikeempat dan kelima) . Skizon tipe D berisi sekitar2 - 35 merozoit sedangkan skizon tipe E berisi 4 - 24merozoit .

    Setelah terbentuk skizon tipe D dan E, selanjutnyadimulailah siklus seksual . Belum diketahui secara pastimerozoit dari skizon generasi manakah yangmembentuk mikro dan makrogamet. Namun demikian,diperkirakan merozoit dari skizon tipe D dan E yangmenjadi awal pembentukan mikro dan makrogamet.Selama mikrogametosis, sporosit dalam mikrogamonmembelah menjadi 10 - 21 makrogamet. Mikrogamettersebut bergerak secara aktif dengan flagelanyamenuju makrogamet dengan menembus set epitel sertamelakukan fertilisasi sehingga terbentuk zigot (zygote)

    1 29

  • yang selanjutnya berkembang menjadi ookista (DUBEYdan FRENKEL, 1972) . Ookista akan keluar bersamakotoran kucing dan mengalami sporulasi (pematangan)di lingkungan luar sekitar 1 - 5 hari setelah keluarbersama kotoran kucing. Secara umum, kucing dapatmenghasilkan 360 juta ookista dalam satu hari (DUBEY,2002) . Ookista tersebut akan terus diproduksi dandikeluarkan selama 4 - 6 hari (DUBEY, 2002) .

    Siklus aseksual pada tubuh kucing juga terjadipada sel-sel berinti di luar sel epitel usus (Gambar 1) .Sporozoit yang menginfeksi sel-sel berinti selain ususakan berkembang menjadi takizoit dalam kurun waktu24 jam setelah infeksi. Selanjutnya, takizoit tersebutmembelah diri secara endodiogoni (endodyogony)(DUBEY dan FRENKEL, 1972 ; DUBEY et al., 1998 ;BLACK dan BOOTHROYD, 2000 ; MORISSETE danSIBLEY, 2002 ; DzIERSZINSKI et al ., 2004) . Setelahtakizoit memperbanyak diri, maka takizoit tersebutakan menghancurkan sel tempat dia berkembang untukkeluar dan menginfeksi sel lain di sekitarnya . Siklusaseksual pun dimulai lagi dengan pembelahanendodiogoni . Pada kucing maupun inang antaralainnya, kista jaringan mulai terbentuk setelah 10 haripascainfeksi atau 2 - 3 minggu pascainfeksi (DUBEYdan FRENKEL, 1972 ; DUBEY et al., 1998; BLACK dan

    A = Siklus enteroepitelial pada usus kucingB = Siklus ekstraintestinal pada kucing

    Sumber : DUBEY dan FRENKEL (1972) ; DUBEY et a! . (1998)

    1 30

    DID 1K T . SUF3EKTI danNURFtDA K . ARRASYID : Imunopalogenesis Toxoplasma gondii Berdasarkan Perbedaan Galur

    Takizoi

    Kista

    B

    Ski zon I

    Garnet

    i

    Ookista

    A

    BOOTHROYD, 2000 ; DUBEY, 2002) . Kista jaringantersebut akan bertahan lama sampai terjadi robeksehingga bradizoit terbebas dan mengalami reaktivasimenjadi takizoit.

    Siklus hidup pada inang antara

    Pada inang antara, T. gondii hanya mengalamiperkembangan aseksual dengan dua bentuk parasityang berbeda. Masing-masing adalah bentuk takizoit(tachyzoite) dan kista yang berisi bradizoit(bradyzoite) . Takizoit merupakan bentuk multiplikatifaktif dan cepat yang berkaitan dengan manifestasiklinis toksoplasmosis akut . Bradizoit merupakanstadium multiplikatif lambat dan relatif non invasifdengan membentuk kista yang berkaitan dengan infeksikronis . Inang antara T. gondii tidak hanya terbatas padamamalia darat tetapi juga mamalia air seperti ikanlumba-lumba dan ikan paus (CARUrHERS 2002 ;RESENDES et al ., 2002) . Inang antara lainnya adalahbangsa unggas (ayes) baik unggas darat, unggas air,unggas udara yang liar maupun yang terdomestikasi(DUBEY, 2002 ; DUBEY et al ., 2002) .

    Gam bar 1. Siklus hidup Toxoplasma gondii pads tubuh inang definitif

    12 jam

    24 - 54 jam

    32-54 jam

    40 jam- 54 hari

    3 - 15 hari

    . . 15 hari

    ri

  • Setiap ookista yang dikeluarkan oleh inangdefinitif akan mengalami sporulasi sehingga terbentukdua sporokista yang masing-masing berisi empatsporozoit (LEVINE, 1985) . Ookista yang telahbersporulasi tersebut merupakan salah satu stadiuminfektif yang dapat menginfeksi inang antara sepertiburung, mamalia dan juga manusia. Selanjutnya, parasitakan dapat menyebar baik dalam organ pencernaan(saluran usus) maupun berbagai organ lain di seluruhtubuh melalui pembuluh limfe maupun pembuluh darah(DARCY dan SANTORO, 1994 ; DUBEY et al., 1998 ;ROBERT dan JANOVY, 2000 ; SUSANTO et al ., 1999 ;CHANNON et a! ., 2000) . Proses perkembangan dansiklus hidup takizoit dalam tubuh inang antara serupadengan siklus hidup aseksual yang terjadi pada tubuhkucing (Gambar 1) . Perbedaan yang ada hanya terbataspada lokasi kista yang umum dijumpai pada masingmasing hewan (DUBEY et al ., 1998) . Perbedaan lokasijaringan yang dominan mengandung kista dipengaruhibeberapa faktor diantaranya adalah rute infeksi, sistemimun dan perbedaan struktur seluler dan molekulermasinb masing hewan dan manusia . Siklus aseksualyang terjadi pada usus inang antara berbeda dengansiklus aseksual pada usus kucing. Siklus aseksual padausus inang antara serupa dengan siklus aseksual padaset berinti selain set epitel usus dalam tubuh kucing.

    INFEKSI, INVASI DAN SIKLUS LITIK

    Sel dan jaringan target

    Pengetahuan patogenesis yang ada dewasa inimenunjukkan bahwa pada dasarnya takizoit dapatmenginfeksi hampir semua jenis set berinti berbagaijenis hewan dan manusia bahkan juga insekta (BLACKdan BOOTFIROYD, 2000 ; HAKANSSON et a! ., 2001) .Walaupun demikian, terdapat beberapa jenis set danorgan yang dominan diinfeksi oleh takizoit. Dominasiset dan jaringan yang diinfeksi oleh takizoit sangatditentukan oleh rute infeksi dan jenis inangnya. Bukti-bukti dominasi takizoit pada set tertentu berasal daripenelitian in vivo (dalam tubuh organisme) maupunin vitro (di luar tubuh organisme, misalnya pada kulturset) .

    Pada sistem sirkutasi misalnya, di antara sel-seldarah putih (leukosit) meskipun semua jenis selnyadapat diinfeksi tetapi hanya beberapa yang palingdominan diinfeksi . Betum diketahui secara tepat alasanmengapa fenomena tersebut dapat terjadi . Komponenset darah putih adalah neutrofil, eosinofil, basofil,monosit dan limfosit . Monosit dalam darah akanberdiferensiasi menjadi makrofag dalam jaringan. Diantara set-sel tersebut, yang dominan diinfeksi secaraberurutan sesuai dominansinya adalah monosit (danjuga makrofag), neutrofil dan limfosit (CHANNON et al.,2000) . Apabila takizoit menginfeksi neutrof l maka

    WARTAZOA Vol. 16 No. 3 Th . 2006

    kecepatan perkembangbiakannya menjadi menurun,tetapi setelah keluar dari neutrofil dan menginfeksi setdan jaringan lain kecepatannya kembali sepertisediakala (CHANNON et al ., 2000) . Adapun jaringanatau organ yang umumnya diinvasi pada ternak diantaranya adalah hati, ginjal, otak, otot skeletal,diafragma dan jantung (DUBEY et a! ., 1998) . Proporsimasing-masing jaringan berbeda-beda di antarabeberapa j enis ternak .

    Pada infeksi intraperitoneal menggunakan mencitdiketahui bahwa takizoit akan segera ditemukan dalamperedaran darah paling lama dua hari sejak infeksi(MORDUE et al., 2001 ; SIBLEY et a! ., 2002) .Selanjutnya, penyebaran ke berbagai organ dapatdideteksi paling lambat empat hari pascainfeksi(SIBLEY et al ., 2002) . Secara umum, organ yangdiinfeksi di antaranya adalah limpa, paru-paru, hati,otak dan kelenjar limfe mesenterik maupun perifer(MEYER et a!., 2000 ; MORDUE et al ., 2001) . Percobaanlain menggunakan kelinci juga menunjukkan polaserupa. Pada infeksi intraperitoneal, intravena dan oralmasing-masing menunjukkan kesamaan organ yangdiinfeksi namun berbeda dalam hal tingkatkerusakannya (HAZIROGLU et a! ., 2003) . Penyebarantakizoit sampai pada organ yang jauh disebabkan olehdua faktor, pertama gerakan aktif dari takizoit maupungerakan pasif dengan memanfaatkan leukosit yangmenyebar ke berbagai jaringan melalui aliran darah .

    Invasi takizoit dan formasi vakuola parasitoforus

    Proses masuknya takizoit ke dalam set merupakanproses yang aktif dan sangat singkat . Masuknyatakizoit ke dalam set target hanya memerlukan waktusekitar 15 - 30 detik (BLACK dan BoOTHROYD, 2000 ;CARRUTHERS, 2002 ; HUYNH et al ., 2003 ; ZHOU et a! .,2005 (in press)) . Sebaliknya, proses fagositosis yangdilakukan oleh set fagositik memerlukan waktu sekitar2 - 4 menit (BLACK dan BOOTHROYD, 2000) .Kecepatan penetrasi ke dalam set menjadi salah satufaktor yang menyebabkan set target khususnya setfagositik gagal melakukan inisiasi kaskade sinyal untukmelakukan fusi antara vakuola intraseluler denganvakuola lisosom.

    Proses penetrasi ke dalam set target tersebutsetidaknya melibatkan tiga tahapan yang berjalansecara integratif seperti layaknya orkestra. Masing-masing tahapan tersebut adalah perlekatan(attachment), penetrasi aktif (active penetration) danpembentukan vakuola parasitoforus (vacuoleformation) yang satu dengan lainnya berjalan secaraintegral dan tidak dikhotomis (BLACK danBOOTHROYD, 2000 ; COPPENS dan JOINER, 2001 ;CARRUTHERS, 2002) . Selama proses invasi ke dalamset tersebut, sejumlah protein ES (excretory secretory)yaitu roptri (ROP), micronema (MIC) dan granula

    1 3 1

  • DIDIK T . SUBEKTI danNURFIDA K . ARRASYID : Imunopatogenesis Toxoplasma gondii Berdasarkan Perbedaan Galur

    (GRA) dicurahkan sejak dimulainya perlekatan(CHANNON et al., 1999 ; LECORDIER et al ., 1999 ;

    BLACK dan BOOTHROYD, 2000 ; PRIGIONE et al ., 2000 ;

    BRECHT et al ., 2001 ; LO URENCO et al., 2001 ;

    CARRUTHERS, 2002 ; BROSSIER et al ., 2003 ; JEWETT

    dan SIBLEY, 2004 ; CEREDE et al ., 2005 ; ZHOU et al .,

    2005 (in press)) .Proses perlekatan antara takizoit dengan set target

    melibatkan interaksi reseptor ligan di antara kedua set

    tersebut. Beberapa ligan yang terdapat di permukaan

    takizoit T gondii telah diketahui berikatan denganbeberapa reseptor ubikuitus pada permukaan set target .

    Pada dasarnya, protein yang berperanan dalam

    perlekatan adalah SAG (surface antigen) dan MIC .

    Antigen permukaan (SAG) merupakan protein pada

    permukaan takizoit yang mengandung GPI

    (glikosilfosfatidilinositol) dan bermanfaat memberikan

    sinyal dalam proses perlekatan langsung antara SAG

    dengan ligan pada permukaan set inang yang akan

    diinfeksi (TOMAVO, 1996 ; CHANNON et a!., 1999 ;

    SUSANTO et al ., 1999; BLACK dan BOOTHROYD, 2000 ;

    AJIOKA et al ., 2001 ; LEKUTIS et al ., 2001 ;

    CARRUTHERS, 2002). Protein MIC juga berfungsi untukperlekatan dengan set target dan terdeposit dalam

    micronema yang akan disekresikan keluar dengan

    adanya - sinyal transduksi yang diregulasi oleh kalsium

    intraseluler dari parasit (BRECHT et al ., 2001 ;

    LOURENCO et al ., 2001 ; MEISSNER et al ., 2001 ;

    CARRUTHERS, 2002 ; BROSSIER et al ., 2003 ; HUYNH et

    al., 2003 ; LOVETT dan SIBLEY, 2003 ; CEREDE et al .,

    2005 ; ZHOU et al ., 2005 (in press)) .MIC dan ROP juga dinyatakan sebagai faktor

    pemacu penetrasi (PEF = penetration enhancingfactor) yang membantu penetrasi takizoit T gondii ke

    dalam set inang (MC LEOD et al., 1991 ; FISCHER et al.,

    1996; FoURMAUX et al ., 1996 ; DUBEY et al ., 1998 ;

    SUSANTO et al ., 1999; BLACK dan BOOTHROYD, 2000 ;

    CARRUTHERS 2002) . Adapun proses masuknya takizoit

    ke dalam set secara aktif dilakukan karena adanyagerakan gliding (gliding motility) dari takizoit (BLACK

    dan BOOTHROYD, 2000 ; MORRISSETTE dan SIBLEY,

    2002 ; OPITZ dan SOLDATI, 2002) . Gerakan gliding

    tersebut dapat terjadi disebabkan karena takizoitmemiliki sitoskeleton yang terdiri atas mikrotubule,

    jaringan subpelikular dan filamen aktin dan myosin(BLACK dan BOOTHROYD, 2000 ; MORRISSETTE dan

    SIBLEY, 2002 ; OPITZ dan SOLDATI, 2002 ; SIBLEY

    2003) . Oleh adanya gerakan gliding, takizoit mampu

    melakukan invaginasi ke dalam set target lebih cepatdibanding proses fagositosis . Kecepatan penetrasisemakin meningkat dengan disekresikannya proteinMIC oleh takizoit . Proses invaginasi tersebut jugamemicu pembentukan vakuola yang kemudian akandimodifikasi dengan protein ROP dan GRA menjadivakuola parasitoforus .

    1 32

    ROP juga diperlukan untuk biogenesis vakuola

    parasitoforus serta berfungsi untuk asosiasi organelardari set inang dengan vakuola parasitoforts

    (FOURMAUX et al ., 1996 ; SUSANTO et a! ., 1999; BLACK

    dan BOOTHROYD, 2000 ; COPPENS dan JOINER, 2001 ;

    HAKANSSON et a! ., 2001 ; CARRUTHERS, 2002 ;

    REICHMANN et al ., 2002 ; ZHOU et al ., 2005 (in press)) .

    Modifikasi pembentukan vakuola parasitoforus

    diperlukan agar vakuola tersebut tidak mengalamiasidifikasi dan fusi dengan kompartemen seluler lain

    seperti lisosom (DUBEY et a!., 1998 ; SUSANTO et a!.,

    1999; BLACK dan BOOTHROYD, 2000 ; COPPENS dan

    JOINER, 2001 ; ZHOU et al., 2005 (in press)) . Nonfusogenik vakuola tersebut memungkinkan takizoitdapat terns melakukan penetrasi dan terns

    memodifikasi vakuola sehingga terbentuk vakuolaparasitoforus tanpa dirusak oleh set inang .

    Fungsi GRA secara umum adalah sebagai proteinuntuk modifikasi akhir dan penyempurna vakuolaparasitoforus serta memungkinkan pengambilan nutrisidari sitoplasma set inang (CESBRON-DELAUW et a! .,

    1996 ; LECORDIER et al ., 1999 ; BLACK dan

    BOOTHROYD, 2000 ; AJIOKA et a! ., 2001 ; HAKANSSON

    et al., 2001 ; CARRUTHERS, 2002 ; NAUDECK et a! .,

    2002 ; REICHMANN et al ., 2002 ; ZHOU et a! ., 2005 (in

    press)) . Modifikasi ini diperlukan agar vakuolaparasitoforus dapat menjadi tempat yang sesuai danmendukung perkembangan takizoit maupun bradizoitselama kehidupan intrasetuler . Protein antigen ini

    disekresikan setelah vakuola parasitoforus terbentukatau setelah sekresi protein ROP (BLACK dan

    BOOTHROYD, 2000) . Protein GRA khususnya GRA7akan terakumulasi dalam vakuola parasitoforus apabila

    set inang diinfeksi oleh takizoit (FISCHER et a!., 1998) .Sebaliknya, apabila parasit intraseluler tersebut beradapada bentuk bradizoit ternyata GRA7 dapat ditemukandalam sitoplasma set yang terinfeksi (FISCHER et a! .,

    1998) . Hal demikian sangat bermanfaat untuk

    pengenalan set Tc/CD8+ (set T sitotoksik) karena

    protein GRA7 akan diproses dan dipresentasikan olehMHC I (major histocompatibility complex I) .

    Siklus litik

    Konsekuensi penting dari infeksi dan invasiadalah terjadinya kerusakan masif dari jaringan atauorgan target . Infeksi dengan dosis tinggi dan rendah

    menggunakan takizoit T gondii galur RH ternyatamampu menyebabkan terjadinya kerusakan jaringandalam waktu yang singkat terutama pada leukosit

    (SUBEKTI et al ., 2005a) . Diperkirakan awal terjadinyadeplesi dan destruksi masif dimulai sejak hari pertamainfeksi dan terns berlanjut sampai periode waktutertentu (MORDUE et a! ., 2001 ; SIBLEY et a! ., 2002 ;

    SUBEKTI et al ., 2005a) .

  • Proses destruksi jaringan oleh infeksi T. gondiidisebabkan adanya siklus litik (lytic cycle) selamaperkembangan aseksual (BLACK dan BOOTHROYD,2000 ; CARRUTHERS, 2002; HUYNH et al ., 2003) . Padasaat takizoit menginfeksi set di dalam vakuolaparasitoforus, maka proses perkembangan secaravegetatif dimulai . Proses pembelahan diri takizoitdikenal dengan nama endodyogoni ataupunpoliendodyogoni (BLACK dan BOOTHROYD, 2000 ;MORRISSETTE dan SIBLEY, 2002 ; DZIERSZINSKI et al .,2004) . Percobaan secara in vitro memperlihatkanbahwa satu takizoit akan memperbanyak diri berlipatganda melebihi pertumbuhan eksponensial setiap 6 - 8jam (JEROME et al ., 1998 ; BLACK dan BOOTHROYD,2000) . Takizoit akan menghancurkan set untuk keluarsetelah berkembang menjadi 64 - 128 takizoit baru pervakuola pada 24 - 48 jam pascainfeksi (JEROME et al .,1998 ; BLACK dan BOOTHROYD, 2000 ; HUYNH et al .,2003) . Bahkan, saat ini telah diketahui bahwa dalamperiode yang sama pada saat set hancur atau lisisjumlah takizoit yang dihasilkan dapat mencapai 256takizoit baru atau lebih (Hu et al ., 2004) . Periodetersebut sama dengan periode dimana satu set akanmembelah secara mitosis menjadi dua set . Setelahberkembang menjadi 64 sampai 128 set dalam satu setyang diinfeksinya, maka takizoit-takizoit tersebut akanmelisiskan set untuk keluar (egress) dan menginfeksiset lain yang masih sehat di sekitarnya . Oleh karenakecepatan replikasi takizoit yang demikian cepatdibanding kemampuan set untuk bermitosis makakerusakan yang terjadi semakin lama semakin berat danme luas .

    Proses terjadinya litik pada set yang diinfeksitakizoit T gondii sampai saat ini belum sepenuhnyadipahami secara rinci dan komprehensif (CARRUTHERS,2002 ; SIBLEY, 2003) . Proses litik terjadi pada saattakizoit keluar dari set (egress) . Secara in vivo,stimulator dan mekanisme terjadinya proses litik masihperlu penelitian yang lebih dalam. Walaupun demikian,beberapa percobaan in vitro memberikan beberapainformasi yang sangat bermanfaat dalam mempelajarisik us litik tersebut . Proses litik dapat diinduksi denganpenambahan DTT (dithiothreitol) ataupun peningkatanion Kalsium atau Ca" serta penurunan ion Kalium atauK+ (BLACK dan BOOTHROYD, 2000 ; CARRUTHERS,2002 ; SIBLEY, 2003) . Implikasi langsung dari adanyaproses litik adalah terjadinya disintegrasi struktur dankehancuran atau pecahnya set yang berakibat padakematian set diikuti dengan keluarnya seluruhkomponen seluler .

    SISTEM DAN RESPON IMUN PADA MENCIT

    Pada dasarnya, komponen sistem imun antaramencit dan manusia hampir serupa namun regulasisistem imun diantara keduanya agak berbeda .

    WARTAZOA Vol. 16 No. 3 Th . 2006

    Demikian pula halnya dengan hewan lainnya . Padapaper ini deskripsi sistem imun yang dibahas lebihbanyak pada mencit dan manusia (di bagian akhir) .Sistem imun pada mencit secara umum terdiri atassistem imun natural (innate immunity) baik yanghumoral maupun seluler serta sistem imun adaptif(adaptive immunity) humoral maupun seluler. Masing-masing komponen dalam kedua sistem imun tersebutakan terstimulasi dan teraktivasi pada saat terjadiinfeksi oleh T gondii. Oleh sebab itu, respon imunyang muncul pada infeksi T. gondii dapat beruparespon imun seluler dan humoral, baik yang sistemikmaupun mukosal. Kedua tipe respon imun tersebutsecara sinergis memberikan proteksi atau perlindunganpada setiap individu yang normal . Respon imun yangpaling dominan di antara kedua jenis respon tersebutrelatif sulit dinyatakan secara pasti dan tegas.

    Respon imun humoral terhadap toksoplasmosis

    Keberadaan respon imun humoral sangat esensialdalam memberikan perlindungan pada inang.Kepentingan respon imun humoral tersebut berkaitandengan bentuk takizoit ekstraseluler yang aktif daninvasif dalam sistem sirkulasi . Respon imun humoraljuga terjadi pada permukaan mukosa seperti padasaluran usus. Pada sistem sirkulasi (sistemik) yangberperanan utama adalah IgM dan IgG, sedangkan padapermukaan mukosa yang lebih dominan berperan yaitusIgA (SUBEKTI et al ., 2005b ; SUBEKTI et al., 2006) .Salah satu contoh efek langsung dari antibodi adalahadanya peningkatan titer IgG maupun sIgA padamencit yang diimunisasi dengan protein SAG IT. gondii ternyata mampu meningkatkan resistensimencit terhadap infeksi T gondii secara in vivo(DEBARD et al ., 1996) . Bukti lain secara tidak langsungkepentingan respon imun humoral diperlihatkan padamencit BALB/c yang mengalami defisiensi limfosit Bternyata menjadi sangat peka terhadap infeksi T gondii(SAYLES et al., 2000) .

    Laporan lain juga dikemukakan oleh MC LEODet al . (1991) dan SIBLEY (2003) menyatakan, apabilatakizoit yang berikatan dengan antibodi (membentukkomplek antigen - antibodi) akan mudah difagositosismelalui perantaraan reseptor Fc (FcR) sehinggavakuola parasitoforus akan mengalami fusi denganlisosom. Fusi antar vakuola intraseluler tersebutmengakibatkan destruksi takizoit dalam set . DestruksiT gondii juga dapat terjadi dalam sirkulasi denganbantuan komplemen, set fagositik maupun setsitotoksik (DARCY dan SANTORO, 1994) . Komplemenmerupakan komponen humoral dari sistem imunnatural yang dapat langsung bereaksi terhadapmikroorganisme dengan membentuk lubang padapermukaan set organisme sehingga terjadi kematian .Proses destruksi oleh komplemen dikenal dengan nama

    1 3 3

  • DIDIK T. SUBEKTI danNURFIDA K . ARRASYID : tmunopatogenesis Toxoplasma gondii Berdasarkan Perbedaan Galur

    MAC (membrane attack complement) . Komplemenjuga dapat menjadi jembatan penghubung secaraintegral antara sistem imun natural seluler dengansistem imun adaptif humoral melalui proses yangdikenal dengan nama opsonisasi . Opsonisasi bermaknaterjadinya peningkatan kemampuan sel fagositik untukmelakukan fagosit terhadap sel yang telah diikat olehantibodi dan komplemen .

    Respon imun mukosa terhadap toksoplasmosisterutama terjadi pada permukaan mukosa sal u-an usussebagai tempat awal masuknya parasit . Efektor padasistem imun mukosa pada permukaan saluran ususberupa respon imun humoral maupun seluler (KILLIANdan RUSSELL, 1994 ; KASPER dan BUZONI-GATEL,2001) . Respon imun humoral pada permukaan mukosausus terutama diperankan oleh sIgA (BRANDTZAEG,1994 ; UNDERDOWN dan MESTECKY, 1994 ; SUBEKTIdan ARRASYID, 2002 ; SUBEKTI et al ., 2005b ; SUBEKTIet al ., 2006) . Walaupun demikian, dalam j umlah sedikitternyata IgG dan IgM yang spesifik juga ditemukanpada permukaan mukosa usus (BRANDTZAEG, 1994 ;UNDERDOWN dan MESTECKY, 1994) . Hasil analisispada imunisasi intranasal menggunakan protein terlarutsolubel takizoit T. gondii galur RH pada mencitBALB/c menunjukkan bahwa IgA dapat ditemukandalam serum maupun di cairan mukosa usus (SUBEKTIdan ARRASYID, 2002 ; SUBEKTI et al., 2005b) . Halserupa juga dilaporkan oleh DENKERS dan GAZZINELLI(1998) bahwa IgA merupakan efektor respon imunhumoral yang dominan di mukosa .

    Secara umum, slgA bekerja dengan mekanismeyang berbeda dibandingkan jenis imunoglobulinlainnya. IgA bekerja dengan cara eksklusi kompetitifterhadap organisme asing dan tidak mengaktivasikomplemen melal u jalur klasik (KILLIAN danRUSSELL, 1994), sebaliknya ABBAS et al. (2000)menyatakan bahwa IgA mampu mengaktivasikomplemen melalui jalur alternatif. Menurut KILLIANdan RUSSELL (1994) serta MESTECKY et al . (1999)pada permukaan mukosa saluran usus, slgA akanmenghambat adesi dan penetrasi organisme ke dalamenterosit sehingga tidak dapat menginvasi lebih lanjut .

    Respon imun humoral sistemik pada fase akut dankronis

    Pada sistem sirkulasi, respon imun humoralterhadap infeksi T gondii diperantarai oleh IgMmaupun IgG (NGUYEN et al ., 1998; 2003 ; SUBEKTI danARRASYID, 2002 ; SUBEKTI et al., 2005c) . Respon IgMmuncul pada fase awal infeksi dan bertahan dalamsistem sirkulasi untuk waktu yang relatif singkat .Sebaliknya, IgG muncul beberapa saat setelah IgM dandipertahankan dalam jangka waktu yang lebih lama .Respon oleh IgM maupun IgG dapat bekerja denganmengaktivasi komplemen, memperantarai fagositosis

    1 34

    yang dilakukan oleh sel mononuklear maupun

    menginduksi sitotoksik yang dilakukan oleh selNatural Killer (NK) (ABBAS et al ., 2000) .

    Pada mencit (Mus musculus), IgG terbagi atasemp&t subklas yaitu IgG,, IgG 2a , IgG2b dan IgG 3

    (NGUYEN et al., 1998; 2003 ; ABBAS et al., 2000 ;FOSSATI-JIMACK et a!., 2000) . Sebaliknya, padamanusia IgG memiliki subklas yang berbeda yaitu

    IgG,, IgG2i IgG3 dan IgG4 (CHAPEL et a!., 1999) .Klasifikasi subklas IgG bervariasi antar spesies dengansifat biologis yang beragam sehingga berimplikasi padaperbedaan karakter respon imunologis yang dihasilkan(TIZZARD, 2000) .

    Pada mencit, profil imun humoral adaptif(khususnya IgG) yang muncul sebagai respon terhadapinfeksi T. gondii dipengaruhi oleh fase infeksinya .Apabila dievaluasi pada fase akut (< 21 hari setelahinfeksi), respon imun yang dominan diperlihatkan olehIgG2b dan IgG 2a (NGUYEN et a! ., 1998; 2003) .Sebaliknya, pada fase kronis (56 hari setelah infeksi),respon imun yang dominan diperlihatkan oleh IgG2adan IgG2b serta terus dipertahankan sampai 325 hari(NGUYEN et al ., 1998 ; 2003) . NGUYEN et a! . (1998)memberikan tingkatan respon subklas IgG berdasarkankonsentrasinya sebagai berikut IgG 2b >- IgG 2a > IgG3 >IgG, untuk fase akut (21 hari setelah infeksi) . Pada fasekronis (56 hari setelah infeksi) urutannya berubahmenjadi berikut IgG2a > IgG2b > IgG 3 > IgG, . Haltersebut serupa dengan hasil yang dilaporkan NGUYENet al . (2003) pada 30 hari pascainfeksi yang diikutidengan pengobatan menggunakan trimetophrim-sulfamethoxazol . Namun, hasil penelitian dilaboratoium Balai Penelitian Veteriner, Bogor, infeksimenggunakan T gondii galur RH tanpa pengobatansehingga dapat mati dalam waktu 6 - 9 harimenunjukkan bahwa pada fase akut respon IgG yangterbentuk adalah IgG 2 b > IgG3 > IgG2a (data belumdipublikasi) .

    Perbedaan struktur pada subklas IgG ternyata jugaberimplikasi pada perbedaan kemampuan berikatan

    dengan reseptor Fc untuk IgG (FcyR) pada berbagai selfagositik. Reseptor Fc untuk IgG secara umum dibagi

    menjadi beberapa subklas, masing-masing FcyRI,FcyRII (a dan b) dan FcyRIII (a dan b) (ABBAS et al .,2000) . Setiap reseptor memiliki distribusi dan efisiensifungsi yang berbeda pada beberapa sel fagositik.

    Menurut ABBAS et a!. (2000), reseptor FcyR yangpaling efisien dalam memperantarai fagositosis ataupunADCC (antibody dependent cell mediated cytotoxicity)adalah FcyRI dan FcyRIIIa . FcyRI terdistribusi padamakrofag, neutrofil dan eosinofil, sebaliknya FcyRIIlditemukan pada sel NK (ABBAS et a! ., 2000) . Padamencit, subklas IgG2a dan IgG2b mampu berperansecara efektif dalam menginduksi terjadinyaopsonisasi, ADCC serta aktivasi komplemen (FosSATI-JIMACK et al ., 2000) . Menurut FOSSATI-JIMACK et al .

  • (2000) urutan kekuatan ikatan atau afinitas subklas IgG

    pada mencit agak berbeda tergantung subklas FcyRnya.Pada FcyRI urutan kekuatan ikatan atau afinitasnyaadalah IgG za > IgG2b > IgG 3 / IgG, . Disisi lain pada

    FcyRIII urutan afinitasnya berubah menjadi IgG2a >IgG I > IgG 2b > IgG 3 .

    Respon imun seluler pada toksoplasmosis

    Beberapa peneliti menyatakan bahwa secaraumum respon imun sehiler cukup dominan dalammelindungi inang dari infeksi maupun reaktivasi T.gondii terutama bentuk intraseluler (DARCY danSANTORO, 1994 ; DEBARD et al., 1996 ; MONTOYA etal ., 1996 ; DENKERS dan GAZZINELLI, 1998 ; ZHANG danDENKERS, 1999 ; PRIGIONE et al ., 2000) . Aktivasirespon imun seluler tidak hanya terbatas pada set NK,limfosit T sitotoksik (set Tc/CD8+) tetapi juga setTh/CD4+ (ABOU-BACAR et al., 2004a) . Informasiserupa juga dilaporkan oleh GAZZINELLI et a!. (1994)yang memperlihatkan terjadinya reaktivasi bradizoitmenjadi takizoit serta peningkatan kerusakan jaringandi otak dan retina mata akibat pemberian anti CD8+pada mencit yang mengalami infeksi kronis . Faktatersebut menunjukkan efek langsung dari defisiensi setTc/CD8+ pada mencit menyebabkan peningkatankepekaan terhadap infeksi T gondii . Demikian puladengan ABOU-BACAR et al . (2004a) yang mendeplesiset NK pada mencit juga menyebabkan peningkatanjumlah takizoit dalam sirkulasi darah .

    Peran sistem imun seluler dapat terjadi baik secaralangsung (proses sitolitik dan fagositik) ataupun secaratidak langsung diperankan oleh limfosit T sitotoksikdan set fagositik . Peran secara tidak langsung dalamproteksi terhadap toksoplasmosis terjadi melalui sitokinyang dihasilkan oleh sel-sel yang terlibat dalam responimun seluler (GAZINELLI et al ., 1994) . Sitokin yangsangat berperan dalam resistensi dan proteksi terhadaptoksoplasmosis adalah IFNy dan TNFa (GAZINELLIet a! ., 1994 ; KASPER dan BUZONI-GATEL, 2001) .Kedua jenis sitokin tersebut baik secara tunggalmaupun bersama-sama akan dapat menghambatmultiplikasi dan mengaktivasi makrofag untukmelakukan destruksi takizoit serta mencegah reaktivasibradizoit sehingga meningkatkan resistensi terhadaptoksoplasmosis (DARCY dan SANTORO, 1994 ;GAZZINELLI et al., 1994 ; SCHARTON-KERSTEN et al .,1996 ; DENKERS dan GAZZINELLI, 1998 ; CERAVOLOet al ., 1999 ; VERCAMMEN et al., 2000) . MenurutCERAVOLO et al. (1999), TNFa dapat menghambatmultiplikasi takizoit sampai 30%. Adapun IFNymemiliki kemampuan menghambat replikasi takizoitsebesar 54 - 65% (HALONEN et al ., 1998 ; CERAVOLO etal ., 1999) . Kombinasi antara IFNy dan TNFa ternyatadapat menghambat replikasi takizoit sampai 73%

    WARTAZOA Vol. 16 No. 3 Th . 2006

    (CERAVOLO et al ., 1999) . Disisi lain, IFNy jugaberperan dalam induksi terjadinya switching dari IgMmenjadi IgGza (ABBAS et al., 2000) yang sangatesensial pada respon imun terhadap toksoplasmosis .

    Kemampuan IFNy dalam memberikan proteksiterhadap infeksi Toxoplasma gondii terkait denganmolekul STATI pada jalur JAK/STAT pathway(CERAVOLO et al ., 1999 ; GAVRILESCU et al ., 2004) .IFNy akan menginduksi pembentukan INDO yang akanmendegradasi triptofan pada set non fagositik danmenginduksi peningkatan sekresi reactive oxygenintermediate (ROI), nitric oxide (NO) maupun reactivenitrogen intermediate (RNI) pada set fagositik(CERAVOLO et al ., 1999) . Degradasi triptofan tersebutakan menyebabkan hambatan replikasi pada takizoitT. gondii tetapi tidak untuk Trypanosoma cruzi(CERAVOLO et a! ., 1999) . Penambahan triptofan padamedium akan mengembalikan kemampuan replikasi

    dari takizoit . Laporan lain menyatakan bahwa IFNymenginduksi sintesis dua molekul baru yang memilikikemampuan esensial dalam mengendalikanperkembangan takizoit T. gondii . Kedua molekul yangkrusial untuk kontrol takizoit tersebut adalah IGTP danLRG-47 pada splenosit (GAVRILESCU et a!., 2004) .Fungsi dan mekanisme kerja secara rinci dari keduamolekul tersebut belum dipahami secara menyeluruh .

    Peranan berbagai sitokin dalam resistensi atauproteksi terhadap toksoplasmosis juga telah dilaporkan .Sitokin lain yang juga dinyatakan memiliki peranantersebut diantaranya adalah interleukin (IL 10) (NEYERet a! ., 1997), IL 4 dan IL 5 (ZHANG dan DENKERS,1999) . Menurut ZHANG dan DENKERS (1999) ketiganyadikategorikan sebagai sitokin tipe 2 . Sebaliknya, sitokintipe I adalah IFNy, TNFa dan IL 12 . Peranan IL 12dalam proteksi terhadap toksoplasmosis juga telahdibuktikan serta dilaporkan oleh beberapa peneliti(SCHARTON-KERSTEN et al., 1996 ; DENKERS danGAZZINELLI, 1998 ; ZHANG dan DENKERS, 1999 ; CAI etal ., 2000; NGuYEN et al ., 2003). IL 12 terkait denganaktivasi set NK, diferensiasi set Tho menjadi set Th,dan aktivasi set Tc/CD8+ untuk aktivitas sitolitik dan

    menginduksi produksi IFNy oleh ketiga set tersebut(ABBAS et al ., 2000; CAI et al ., 2000) . Sitokin lainyaitu IL 15 juga dilaporkan sangat krusial dalamproteksi terhadap infeksi T. gondii karena berkaitandengan regulasi dan perpanjangan hidup set Tc/CD8+memori (KHAN dan CASCIOTTI, 1999) . Sebaliknya,peningkatan IL 4, IL 5 dan IL 10 pada dasarnyaberkaitan dengan respon imun humoral berperantaraantibodi yang sangat esensial untuk takizoitekstraseluler dalam sirkulasi .

    Pada permukaan mukosa saluran usus, populasilimfosit T terutama diketemukan pada limfositintraepitelial (IEL atau intraepithelial lymphocyte) .Fenotip utama (75 - 90%) dari limfosit intraepitetialadalah set Tc/CD8+ (YUN et al., 2000 ; KASPER dan

    1 3 5

  • 1 3 6

    DIDIK T . SUBEKTi danNURFIDA K . ARRASYID : Imunopatogenesis Toxoplasma gondii Berdasarkan Perbedaan Galur

    BUZONI-GATEL, 2001) . DENKERS dan GAZZINELLI(1998) . menyatakan set Tc/CD8+ berperan dalamproteksi terhadap infeksi T. gondii terutama bentukintraseluler . Peningkatan populasi set Tc/CD8+menyebabkan aktifnya set NK dan makrofag (karena

    aktivasi oleh IFNy yang dihasilkan set Tc/CD8+)dengan memproduksi ROI, NO maupun RNI yangsangat toksik untuk takizoit dan organisme intraselulerlain pada umumnya. Namun, molekul ROI dan RNIjuga sangat toskik bagi set normal sehinggakeberadaannya perlu diregulasi . Set Tc/CD8+ jugamemiliki kemampuan melakukan sitolitik dengan caramensekresikan granula sitolitik (perforin dangranzyme) maupun interaksi kognat (cognateinteraction) melalui jalur FasUFas yangmengakibatkan terjadinya apoptosis dari set target yangterinfeksi khususnya oleh takizoit T gondii (LIU et al.,1995 ; SMYTH dan TRAPANI, 1995 ; DENKERS danGAZZINELLI, 1998 ; ABBAS et al ., 2000 ; NAKANO et al .,2001 ; GAVRILESCU dan DENKERS, 2003) .

    POPULASI KLONAL

    Keragaman populasi dalam spesies T gondiiternyata tidak selalu bermakna adanya kesamaankarakter biologis maupun patogenitasnya. Beberapagalur tertentu menunjukkan tingkat patogenitas yangtinggi, sedangkan yang lainnya bahkan hampir nonpatogenik. Secara keseluruhan saat ini telah diketahuibahwa, populasi T. gondii memiliki struktur populasiklonal yang terdiri dari tiga tipe atau klonet dasar dandua tipe baru sebagai bentuk rekombinan. Populasi T.gondii dilaporkan memiliki keragaman genetik yangsesungguhnya (true genetic divergence) antar tipekurang dari 1% dengan keragaman maksimum padasekuen nuceotida (maximum nucleotide sequencedivergence) yang diestimasi dari dendrogram tidaklebih dari 5% (HOWE dan SIBLEY, 1995 ; AJIOKA et al .,2001) .

    Awalnya hanya tiga klonet atau tipe yangdiketahui yaitu tipe 1, II dan III (HOWE dan SIBLEY,1995 ; DARDE, 1996 ; SIBLEY dan HowE, 1996) . Namunseiring dengan semakin berkembangnya pengembanganmarka genetik, saat ini telah di diferensiasi menjadilima tipe dengan tambahan dua tipe baru yaitu tipe IVdan V. T. gondii tipe IV merupakan hasil rekombinasiakibat perkawinan silang dari parental tipe I dan III .Sementara itu, T. gondii tipe V merupakan hasilrekombinasi dari parental tipe II dengan tipe III .Rekombinasi antar tipe tersebut dapat terjadi karenaadanya perkembangan seksual pada siklus hidup Tgondii . Dewasa ini setidaknya telah tersedia lebih dari120 marka genetik yang telah dikembangkan dandigunakan untuk determinasi tipe T gondii (SIBLEY,2004 komunikasi pribadi) .

    Teknik untuk menentukan patogenitas T gondiidapat dilakukan secara langsung pada hewan hidupyang peka ataupun dengan analisis pada aras genetikdengan menggunakan marka genetik tertentu. Keduateknik tersebut tidak dilakukan secara terpisah tetapisaling melengkapi. Hewan peka yang selalu dapatmenunjukkan gejala klinis pada infeksi T. gondiiadalah mencit. Oleh sebab itu, berbagai studi danpenentuan patogenitas dan imunopatogenesis dariinfeksi T. gondii umumnya menggunakan mencit(DARDE, 1996 ; SIBLEY dan HOWE, 1996 ; AJIOKA et a! .,2001). T. gondii yang ganas (patogen) umumnyamengakibatkan kematian pada mencit (LDI00) dalamkurun waktu 6 - 9 hari pascainfeksi tergantung daridosis infeksinya (SIBLEY dan HOWE, 1996) . Namunberbagai hasil percobaan dan penelitian yang telahdilakukan menunjukkan bahwa infeksi dengan Tgondii tipe I (T gondii galur RH) dengan dosis > 10'takizoit secara intraperitoneal hampir selalumengakibatkan kematian (LD 100) pada 3 - 5 haripascainfeksi sedangkan infeksi dengan dosis < 10'akan membunuh semua mencit pada 8 - 9 hari pascainfeksi (data tidak dipublikasi) . Disisi lain T gondiitipe II dan III merupakan kelompok yang mudahmembentuk kista dan hanya menyebabkan kematian(LD50) pada mencit jika diinfeksikan dengan dosis >10 3 (SIBLEY et a! ., 2002 ; SU et al ., 2002 ; ROBBENet al ., 2004) . Sebaliknya, apabila diinfeksikan padadosis < 103 umumnya akan membentuk kista danmencit dapat terns bertahan hidup tanpa menunjukkangejala klinis (SIBLEY et a! ., 2002 ; Su et al ., 2002) .

    Teknik determinasi tipe T. gondii yang lebihakurat dewasa ini telah dikembangkan menggunakansejumlah besar marka genetik. Teknik tersebutmenggunakan RAPD atau random amplifiedpolymorphic DNA (Guo dan JOHNSON, 1996) sertaRFLP atau random fragment length polymorphism(HOWE dan SIBLEY, 1995 ; SIBLEY dan HOWE, 1996) .Di antara kedua teknik tersebut yang ternsdipergunakan secara baku pada berbagai diagnosis danpenelitian adalah dengan RFLP serta kadangkaladisettai dengan analisis homologi sekuen gen.Meskipun analisis secara molekuler tidak dapatmenunjukkan patogenitas yang sesungguhnya dalamkaitan dengan imunopatogenesis, namun teknik inilebih tepat dalam penentuan tipe suatu isolat . Apabilamenghendaki determinasi karakter biologis yang lebihdetail dan terkait dengan imunopatogenesis dari isolat,maka dilanjutkan dengan bioasai (bioassay) padamencit .

    PERBANDINGAN KARAKTER BIOLOGIANTAR TIPE TOKSOPLASMA

    Karakter biologi dari masing-masing tipetoksoplasma berbeda satu dengan yang lain. Beberapa

  • karakter berbeda yang telah diketahui di antaranyaadalah kemampuan replikasi, migrasi dan kemampuanmelewati barier set atau jaringan . Perbedaan lainnyajuga terlihat pada kemampuan menginduksi sistemimun yang mengarah pada efek detrimental sertakemampuan menyebabkan kematian (letalitas) padahewan coba terutama mencit .

    Migrasi dan transmigrasi

    Pada T. gondii tipe I, kemampuan migrasinyalebih tinggi dibandingkan tipe II maupun tipe III .Berdasarkan kemampuan migrasi tersebut ternyatapada tipe I diketahui adanya subpopulasi yang memilikikemampuan migrasi sangat jauh . Sub populasi tersebutdikenal dengan nama LDM tipe I (long distancemigratory) dan ditemukan pada semua anggota tipe I .Migrasi merupakan kemampuan parasit untukbermigrasi lebih luas dari titik atau pusat infeksi . Studiin vitro memperlihatkan bahwa T gondii tipe I dapatberpindah sejauh > 70 µm, sedangkan tipe II hanya< 70 pm (BARRAGAN dan SIBLEY, 2002) . Bahkan padapopulasi LDM daya migrasinya dapat mencapai >190p.m (BARRAGAN dan SIBELY, 2002) .

    Kemampuan transmigrasi tipe I dapat mencapai10 - 100 kali lebih efisien dibandingkan tipe II dan III .Transmigrasi adalah kemampuan dari takizoit T gondiiuntuk menembus dan melewati set dan matriksekstrase!u!er (BARRAGAN dan SIBLEY, 2002) . Adanyaperbedaan kemampuan migrasi dan transmigrasiberimplikasi pada perbedaan kemampuan diseminasiatau penyebaran takizoit secara aktif pada berbagaijaringan dan organ pada saat terjadi infeksi aktif .Perbedaan migrasi dan transmigrasi tidak disebabkanoleh perbedaan viabilitas dan infektifitas parasit, tetapilebih cenderung disebabkan kemampuan gerakangliding (gliding motilities) dan frekuensi gerakan yangberbeda diantara tipe T gondii . T gondii tipe Imemiliki frekuensi motilitas yang lebih tinggidibandingkan tipe lainnya yaitu sekitar 27 kali lebihtinggi/sering (BARRAGAN dan SIBLEY, 2002) .

    Reisolasi takizoit dari organ terutama limpa danparu-paru setelah infeksi intraperitoneal pada mencitmemperkuat bukti superioritas tipe I dibandingkan tipelainnya . Migrasi LDM tipe I lebih efisien pada 2 - 3hari pascainfeksi dibandingkan dengan tipe II danmenjadi setara pada hari ke-4 pascainfeksi (BARRAGANdan SIBLEY, 2002) . Bahkan LDM dan parental tipe Idapat mencapai sirkulasi darah dan limpa dalam waktusekitar 12 jam (BARRAGAN dan SIBLEY, 2002) paskainfeksi, sebaliknya pada tipe II baru terdeteksi dalamperedaran darah setelah 4 hari pasca infeksi (MORDUEet al ., 2001) . Reisolasi takizoit in vivo pada hari keduadan keempat dari limpa dan paru-paru memperlihatkanbahwa jumlah takizoit untuk tipe I juga jauh lebihtinggi dibandingkan tipe II (MORDUE et al., 2001 ;

    WARTAZOA Vo1. 16 No . 3 Th. 2006

    SIBLEY et al ., 2002) . Kedua organ tersebut merupakansalah satu di antara beberapa organ yang dominandiinfeksi taki zoit pada infeksi intraperitoneal(HAzIROGLU et al ., 2003) .

    Kecepatan replikasi

    Kecepatan replikasi di antara T. gondii tipe 1, 11dan III juga terdapat perbedaan . T gondii tipe Imemiliki waktu pembelahan yang lebih cepatdibandingkan tipe 11 dan III (SIBLEY et al ., 2002) .Walaupun secara statistika mungkin tidak berbedanyata tetapi efek kumulatif pada kecepatan destruksiset dan jaringan akan terlihat sangat berbeda, terutamapada waktu pencapaian terjadinya proses litik (egress) .Diperkirakan secara umum berdasarkan hasil in vitropada percobaan yang dilakukan SIBLEY et al . (2002),kecepatan replikasi di antara ketiga tipe T gondiitersebut adalah tipe I > tipe III >_ tipe 11 .

    Hipersekresi sitokin tipe I

    Semua tipe T gondii menginduksi respon imunseluler, humoral dan sitokin yang serupa atau samasecara kualitatif namun berbeda secara kuantttatif.Sitokin yang umum terinduksi pada toksoplasmosis diantaranya adalah sitokin yang dihasilkan dari jalur setTh, seperti IFNy, TNFa, IL 12 dan IL 18 (ABBAS etal ., 2000 ; SIBLEY et al ., 2002 ; NGUYEN et al ., 2003)maupun dari jalur set Th2 seperti IL 10, IL 13 danTGFI3. Sitokin yang paling sering mendapat perhatiandalam kaitan langsung dengan proses patologis danmortalitas mencit adalah sitokin tipe I atau sitokinproinflamatorik. Termasuk dalam kelompok sitokinproinflamatorik adalah IFNy, TNFa, IL1(3, IL 12 danIL 18 .

    T gondii tipe I menginduksi sekresi sitokininflamatorik jauh lebih tinggi atau berlebihan (oversecretion) dibandingkan dengan tipe lain (tipe II danIII) yang berakibat pada tingginya kerusakan set danjaringan serta kematian mencit (GAZINELLI et al ., 1994 ;LIESENFELD et al ., 1999 ; BLASS et al ., 2001 ; MORDUEet al ., 2001 ; SIBLEY et al ., 2002 ; WILLE et al ., 2002 ;NGUYEN et al ., 2003) . Sitokin-sitokin tersebutberperilaku ganda, pada satu sisi memberikan proteksidalam infeksi T gondii (GAZZINELLI et al ., 1994 ;SCHARTON-KERSTEN et al., 1996 ; HALONEN et al .,1998 ; CERAVOLO et al ., 1999 ; CA] et al ., 2000 ;NGUYEN et al ., 2003 ; GAVRILESCU et al ., 2004 ; SUZUKIet al ., 2005) pada sisi lainnya juga menyebabkanberbagai kerusakan patologis yang mengakibatkankematian pada mencit (GAZINELLI et al ., 1994 ;LIESENFELD et al ., 1999 ; BLASS et al ., 2001 ; MORDUEet al ., 2001 ; SIBLEY et al ., 2002 ; WILLE et al ., 2002 ;NGUYEN et al ., 2003) . Efek detrimental dari TNFa,

    137

  • 1 3 8

    DIDIK T . SUBEKTI danNURFIDA K . ARRASYID : imunopatogenesis Toxoptasma gondii Berdasarhan Perbedaan Gahir

    IFNy, IL 12 dan IL 18 pada toksoplasmosis telahdiketahui tidak berkaitan dengan rendahnya IL 10 yangberfungsi sebagai regulator sekresi keempat sitokintersebut. Bahkan pada toksoplasmosis akut yangdisebabkan oleh T. gondii yang patogen atau tipe I,kelima sitokin tersebut meningkat secara nyata (SIBLEYet al ., 2002) . Urutan sitokin yang mampu menyebabkankerusakan jaringan dan organ apabila disekresikandalam jumlah cukup tinggi adalah IL 18, IFNy, IL 12dan TNFa (SIBLEY et al ., 2002) . Adanya kenyataanbahwa takizoit T. gondii yang patogen (umumnya tipe1) mampu menginduksi hipersekresi sitokin yangberdampak detrimental pada tubuh mengindikasikanadanya perbedaan imunopatogenesis diantaratipe/klonetllineage toksoplasma .

    Subklas imunoglobulin G

    Perbedaan stimulasi sitokin oleh masing-masinggalur T gondii tidak hanya berimplikasi padaimunopatogenesis tetapi juga berpengaruh pada polarespon imun humoral yang muncul . Sampai saat iniperbedaan kuantitatif kias imunoglobulin yangdiinduksi oleh T gondii tipe I dengan tipe II dan IIIbelum terdokumentasi secara -rinci . Namun demikian,beberapa laporan menunjukkan bahwa di antaraimunoglobulin atau antibodi yang terstimulasi, IgGmerupakan komponen yang perlu mendapat perhatiancukup serius . Hal ini disebabkan subklas IgG tidakhanya terkait dengan proteksi, tetapi juga berpotensimenimbulkan efek destruksi .

    Subklas IgG yang dominan terdeteksi padatoksoplasmosis adalah IgGza , IgG zb dan IgG 3 (NGUYENet al ., 1998; 2003) . Pada infeksi oleh T. gondii tipe Iumumnya IgG za yang terinduksi jauh lebih tinggidibandingkan pada infeksi oleh T gondii tipe II(NGUYEN et al ., 2003) . Walaupun IgGza yangterstimulasi sangat tinggi namun kecepatan induksiantibodi dan kecepatan replikasi takizoit T gondii tipe Itidaklah sebanding sehingga efek proteksi yangdiharapkan tidak terwujud . Tcrlebih lagi jika dikaitkandengan tingginya sitokin proinflamatorik yang sangatpotensial untuk menyebabkan kerusakan . Di sisi lain,ketiga subklas IgG tersebut memiliki potensi yangberbeda dalam menginduksi beberapa efek destruktif.Subklas IgG za memiliki potensi destruktif 20 - 100 kalilebih tinggi dibandingkan IgG2b, IgG, dan IgG 3 terkaitdengan berbagai kasus autoantibodi yang melibatkanberbagai set fagositik maupun reaksi inflamasi yangterkait komplek anti gen-antibodi (FOSSATI-JIMACKet al., 2000) . Reaksi inflamasi juga terkait denganaktivitas komplemen dimana IgG za memilikikemampuan berikatan dengan komplemen sangattinggi .

    Walaupun IgG 3 kurang patogenik jika dikaitkandengan kemampuan interaksi dengan FcR pada

    beberapa set fagositik, namun IgG3 memiliki karakterunik yaitu mampu melakukan agregasi sendiri (selfaggregate) setelah berikatan dengan antigen terutamaepitope pada karbohidrat motif berulang (repeatedcarbohydrate) dan mudah berdifusi (SNAPPER danFINKELMAN, 1998) . Karakter autoagregasi tersebutmenyebabkan IgG 3 potensial menyebabkan terjadinyakerusakan pembuluh darah, glomerulonefritis dannefritogenik akibat aktivitas krioglobulin dari IgG 3(SNAPPER dan FINKELMAN, 1988 ; FOSSATI-JIMACKet al ., 2000) .

    Sensitivitas obat

    Laporan mengenai perbandingan sensitivitaspengobatan antar tipe T gondii sangat Iangka . Satu-satunya laporan yang dapat dikemukakan adalahlaporan REYNOLDS et al . (2001) . Pada percobaan invitro yang dilakukannya dengan menggunakanpirimetamin diketahui bahwa dosis yang dibutuhkanuntuk menghambat 50% pertumbuhan takizoit dari T.gondii tipe I (IC so) 33 kali lebih besar dibandingkandosis pirimetamin yang dibutuhkan untuk IC 50 takizoitpada T. gondii tipe II dan III . Apabila dosispirimetamin ditingkatkan sampai 100 kali akandiperoleh daya hambat pertumbuhan takizoit T gondiitipe I yang setara dengan hambatan pertumbuhan padatakizoit T gondii tipe II dan III .

    IMPLIKASI PADA IMUNOPATOGENESIS

    Mortalitas pada mencit

    Secara keseluruhan perbedaan kemampuanmigrasi dan transmigrasi sangat terkait dengandiseminasi parasit dan kernampuan melewati barierbiologis secara in vivo . Demikian pula denganperbedaan motilitas akan sangat mempengaruhikecepatan penetrasi ke dalam set serta kemampuanmencapai lapisan jaringan yang lebih dalam . Fenomenatersebut menyebabkan parasit khususnya T gondiitipe I akan mampu mencapai jaringan endotelial lebihcepat dan mampu melakukan penetrasi ke dalam sistemsirkulasi serta menginfeksi leukosit lebih efektif danefisien dibandingkan tipe lainnya . Sekali mampumenginvasi leukosit maka akan terjadi migrasi yanglebih jauh dengan memanfaatkan migrasi leukositterutama pada daerah-daerah yang terisolasi darisurveilen sistem imun (immune privilege) seperti otak,mata, jantung dan organ reproduksi yaitu plasenta saatterjadi kehamilan .

    Adanya bukti bahwa T gondii tipe I memilikikemampuan migrasi, transmigrasi, diseminasi, replikasidan induksi sitokin tipe I yang lebih tinggidibandingkan tipe 11 dan III secara kumulatifmenyebabkan patogenitas dan virulensinya menjadi

  • lebih besar. Terlebih setiap infeksi T. gondii (semuatipe) akan selalu menyebabkan terjadinya supresi padakomponen sistem imun balk yang natural sepertimonosit, makrofag, neutrofil dan set dendritik maupunadaptif yaitu limfosit T maupun B (CFLANNON et al .,2000; BLISS el al ., 2001 ; WEI et al ., 2002 ; SUBEKTI etal ., 2005a) . Takizoit mampu mengubah perilaku setyang diinfeksi untuk mempertahankan kehidupannya .Beberapa perubahan perilaku tersebut diantaranyamampu membuat set fagositik sekatigutis APC(neutrofil, set dendritik, monosit dan makrofag) untukresisten terhadap apoptosis oleh limfosit T dan bahkanjustru menginduksi limfosit T untuk mengalamiapoptosis (NASH et al ., 1998 ; CHANNON et al ., 2002 ;WEI et al ., 2002) . Tidak terjadinya apoptosis pada setfagositik tersebut memungkinkan replikasi terusberjalan dan set akan mengalami nekrosis karenaproses litik .

    Fe nomena tersebut secara kumulatif akanmenginduksi peningkatan sitokin proinflamatorik danmengakibatkan efek yang destruktif, terutama padainfeksi oleh T. gondii tipe I. Kematian pada mencitsecara cepat oleh infeksi takizoit T. gondii tipe I tidakhanya disebabkan kerusakan patologis akibat proseslitik pada set yang terinfeksi oleh takizoit, tetapi jugaoleh efek detrimental dari hipersekresi sitokinproinflamatorik yang secara aditif makin mempercepatkematian. Fakta tersebut terlihat dari pemberianantibodi anti sitokin proinflamatorik (IL 18, IFNy, IL12 dan TNFa) secara tunggal maupun kombinasi akanmampu memperpanjang daya hidup mencit. Padaberbagai percobaan menggunakan mencit, umumnyainfeksi oleh T. gondii tipe I secara intraperitoneal selaluberakibat kematian kurang dari I minggu. Sebaliknya,pada infeksi dengan T. gondii tipe 11 dan III umumnyahanya sampai pada LD 50 dan sebagian mencit tetapdapat bertahan hidup, meskipun kemungkinan padabeberapa individu masih dapat ditemukan kista dalamjaringan . Namun apabila dosis infeksinya < 10 3 takizoittipe lI atupun tipe lll, umumnya mencit akan tetapbertahan hidup dengan kista di dalam jaringan . Suatuperbandingan infeksi buatan (intraperitoneal) telahdilakukan oleh SIBLEY et al . (2002) yang menggunakan100 takizoit T. gondii galur RH (tipe 1) dengan 10 5takizoit T. gondii galur PTG (tipe 11) yangmengakibatkan kematian pada mencit setelah 8 haripasca infeksi dengan kadar sitokin proinflamatorikyang tinggi dalam serum.

    Penyebaran transplasental

    I-Iipersekresi sitokin proinflamatorik terutama tipeI tidak hanya berdampak pada kerusakan jaringan danorgan, tetapi juga meningkatkan kejadian diseminasi

    WARTAZOA Vot. 16 No. 3 Th . 2006

    takizoit transplasental . Peningkatan diseminasi takizoittransplasental terkait dengan peningkatan sekresi IFNy(ABOU-BACAR et al ., 2004a ; PFAFF et al ., 2005) .Meningkatnya sekresi IFNy berkaitan denganpeningkatan molekul adesi ICAM I yang memfasilitasimigrasi monosit (ABBAS et al ., 2000 ; PFAFF el al .,2005) . Di sisi lain monosit merupakan set yangpermisif dan dominan diinfeksi oleh takizoit(CHANNON et al ., 2000) sehingga akan mempermudahmigrasi takizoit menuju plasenta . Selanjutnya,penempelan monosit pada jaringan plasenta akanmenyebabkan percepatan migrasi takizoit ke dalamjaringan plasenta . Meskipun monosit tidak akan masukke dalam sirkulasi fetus, namun takizoit dapatmenembus jaringan plasenta secara aktif dengangerakan gliding dan kemampuan transmigrasinya(BARRAGAN dan SIBLEY, 2002) . Dengan demikian, T.gondii tipe I memiliki peluang yang lebih besar dalammenyebar dan menginvasi jaringan plasentadibandingkan tipe lainnya terkait dengan peningkatansitolcin inflamatorik pada kasus akut. Laporan lainmenyatakan bahwa pada kasus kronis apabila IFNydinetralisir akan menyebabkan terjadinya transmisitakizoit fetomaternal melalui plasenta (ABOU-BACAR etal ., 2004b) . Hal ini disebabkan terjadi reaktivasibradizoit menjadi takizoit akibat pemberian antibodianti IFNy untuk menetralisir IFNy . Dengan demikiankeberadaan IFNy dalam kaitan dengan diseminasitransplasental atau infeksi takizoit fetomaternal sangatkrusial .

    Pola imunopatogenesis

    Interaksi antara mikroorganisme dengan responimun dari inang akan membentuk suatu pola imuno-patogenesis . Patogenisitas mikroorganisme bermaknakemampuan suatu mikroorganisme untuk menyebab-kan kerusakan pada inang . Sebaliknya, respon imunmerupakan reaksi inang untuk membatasi perkembang-an ataupun mengeliminasi mikroorganime . Secaraumum respon imun yang terkait dengan patogenitassuatu mikroorganisme memiliki 6 pola imuno-patogenesis seperti terlihat pada Gambar 2(CASADEVALL dan PIROFSKI, 1999) . Apabila responimun (secara umum baik h umoral maupun seluter)rendah, maka mikroorganisme yang memiliki pato-genitas tinggi akan menyebabkan kerusakan jaringanyang berat. Sebaliknya, jika respon imun meningkat,maka mikroorganisme dapat dieliminasi atau dihambatperkembangannya . Namun, jika respon imun ternsmengalami peningkatan, maka kerusakan jaringan jugaakan meningkat karena komponen sistem imun akanmenginduksi berbagai apoptosis pada set di sekitarnya .

    1 39

  • DIDIK T . SUBEKTI danNURFIDA K . ARRASYID : Imunopatogenesis Toxoplasma gondii Berdasarkan Perbedaan Gala r

    kerusakan

    t

    kerusakan

    kerusakan

    Respon imun -~

    tRespon imun -0

    Respon imun -~

    kerusakan

    kerusakan

    kerusakan

    0

    toksin

    Respon imun -~

    D

    JRespon imun - 0

    D

    JRespon imun -0

    Gambar 2 . Beberapa pola imunopatogenesis yang terkait dengan interaksi antara patogenitas mikroorganisme dengan responimun inang

    Sumber : Dimodifikasi dari CASADEVALL dan PIROFSKI (1999)

    Pada tataran interaksi mikroorganisme - inang, Tgondii menunjukkan pola imunopatogenesis yang unik .Awalnya, pola imunopatogenesis pada infeksi T gondiidinyatakan mengikuti pola B (CASADEVALL danPIROFSKI, 1999) . Pola demikian kemungkinan berawaldari kasus-kasus pada manusia maupun infeksi kronispada hewan yang sebelumnya diklaim lebih dominanberkaitan dengan tipe 11 (HOWE dan SIBLEY, 1995 ;HOWE et at ., 1997) . Pola demikian sangat logis dansesuai untuk T gondii tipe It dan III dimana tingkatpatogenitasnya relatif rendah dan dapat dikendalikanoleh respon imun sehingga membentuk kista yangkurang destruktif pada infeksi kronis .

    Namun dewasa ini telah diketahui bahwa T. gondiitipe I juga berkaitan dengan kasus-kasus infeksi padamanusia maupun hewan dengan persentase yang cukupdominan (FUENTES et al ., 2001 ; GRIGG et al., 2001a ;DUBEY et al., 2002) . Beberapa kasus toksoplasmosisokular yang parah (severe occular toxoplasmosis)terjadi pada manusia imunokompeten (immuno-competence, sistem dan respon imunnya dalam kondisioptimal dan baik) tanpa riwayat imunosupresi ternyatadisebabkan oleh T gondii tipe I (GRIGG et al ., 2001a) .Demikian pula kasus toksoplasmosis kongenital padapasien non AIDS juga dilaporkan cukup dominan(75%) disebabkan oleh T gondii tipe I di Spanyol(FUENTES et al ., 2001) . Informasi tersebut sangatpenting dan substansial mengingat paradigma yangselama ini berkembang bahwa, kasus toksoplasmosis

    1 40

    pada manusia lebih cenderung berkaitan dengan Tgondii tipe 11 dan bersifat self limiting serta ringan akanbergeser dan berubah . Demikian ptda paradigma yangmenyatakan bahwa T gondii pada hewan umumnyaadalah tipe II dan III (HOWE dan SIBLEY, 1995) mulaiberubah dengan ditemukannya bukti bahwa T gondiitipe I juga ditemukan pada ayam-ayam di Brazil(DUBEY et al ., 2002) .

    Berpijak dari fakta bahwa tipe T gondii yangmenginfeksi manusia dan hewan tidak hanyadidominasi tipe It, tetapi juga tipe I maka polaimunopato genesisnya kemungkinan akan berubah.Walaupun informasi yang ada saat ini masih terbatas,namun dengan adanya bukti-bukti imunopatogenesispada mencit akhir-akhir ini dapat diperkirakan denganjelas bahwa, pola imunopatogenesis pada infeksi Tgondii juga dapat mengikuti pola C. lmunopatogenesispada pola C lebih terkait dengan T gondii tipe I(minimal telah terbukti pada mencit), karenakemampuannya menginduksi hipersekresi sitokin tipe Isebagai bagian dari respon imun seluler .

    MASA DEPAN POPULASI KLONAL

    Adanya perkembangbiakan seksual dalam siklushidup T gondii, menyebabkan terjadinya perkembanganpopulasi klonal . Lahirnya T. gondii tipe IV (I - 111) danV (II - III) merupakan akibat dari adanya perkawinanantar klonet/tipe . Keberadaan tipe VI (I - II) sampai

  • saat ini belum diperoleh laporannya, demikian pulatipe-tipe lainnya yang mungkin akan berkembang dimasa depan. Realisasi perkembangan tersebutsesungguhnya hanya masalah waktu semata .

    Suatu percobaan perkawinan silang secara in vivopada mencit telah dilakukan untuk mengetahuipatogenitas takizoit progeni (keturunan) rekombinan-nya . Perkawinan silang antara T gondii tipe II (galurME49) dengan tipe III (galur CEP) dilaporkanmenghasilkan tiga macam karakter yang terkait denganpatogenitasnya, yaitu patogen/virulen, medium danapatogen/avirulen (GRIGG et al., 2001b) . Demikianpula progeni hasil perkawinan silang antara T gondiitipe I (galur GTI) dengan tipe III (galur CTG), jugamenghasilkan tiga progeni yang berbeda karakternya(SU et al ., 2002) . Progeni yang virulen memilikipatogenitas yang sangat tinggi pada dosis infeksirendah (pada dosis infeksi 10 3 takizoit) danmenyebabkan kematian 100% (LD100 ) . Progeni yangmemiliki patogenitas medium hanya menyebabkankematian 40 - 50% (LD50) sedangkan progeni avirulenumumnya menyebabkan kematian di bawah 20% .

    Bukti tersebut memperlihatkan bahwa, progenihasil perkawinan silang antar galur avirulen (T gondiitipe II dan III) ternyata dapat menghasilkan progeniyang memiliki patogenitas setara dengan T gondiitipe I yang sangat patogen. Fakta lain juga menunjuk-kan bahwa, beberapa galur rekombinan sepertiT. gondii galur PBr (tipe IV, rekombinan I - III) .Meskipun memiliki patogenitas menengah (medium),namun secara relatif memiliki kemampuan induksisitokin tipe I lebih tinggi dibandingkan T gondii tipe IIyaitu galur ME49 (FUx et al ., 2003) . Di sisi lain, galurPBr juga mampu menyebabkan kematian yang cukuptinggi (sekitar 90%) pada mencit C3H/He, sedangkangalur ME49 hanya menyebabkan kematian sekitar 40%(FUx et al ., 2003) . Proporsi tersebut kemudian menjaditerbalik jika diinfeksikan pada mencit C57BL/6 (FUx eta! ., 2003) .

    KESIMPULAN

    Mortalitas dan kecacatan suatu individu khususnyapada mencit yang terinfeksi oleh T gondii, terkaitdengan patogenitas galur yang menginfeksi . T. gondiitipe I merupakan galur yang virulen, sedangkan tipe 11dan III bersifat avirulen. Pada TT gondii tipe I,kemampuan induksi sitokin tipe I dan destruktifitasnyasangat tinggi dibandingkan tipe lainnya sehinggamemiliki LD 100 dalam jangka waktu singkat . Adanyaperkawinan silang di antara populasi klonal T gondiiakan semakin memperlebar variasi karakter biologisantar galur . Hat tersebut berdampak secara langsungpada pola imunopatogenesis setiap tipe T gondii.Perubahan pola imunopatogenesis akan mempengaruhiaspek klinis yang berbeda-beda, baik yang terkait

    WARTAZOA Vol. 16 No. 3 Th . 2006

    dengan diagnosa klinik, laboratoris dan terapi maupunkeamanan pangan .

    DAFTAR PUSTAKA

    ABBAS, A.K ., A.H. LICHTMAN and J .S . POBER. 2000. Cellularand Molecular Immunology . W.B . SaundersCompany, Philadelphia. pp . 235- 338 .

    ABOU-BACAR, A., A.W. PFAFF, S . GEORGES, V. LETSCHER-BRU, D . FILISETTI, O. VILLARD, E . ANTONI, J-P . KLEINand E. CANDOLFI. 2004a. Role of NK cells andgamma interfere in tranplacental passage ofToxoplasma gondii in mouse model of primaryinfection. Infect . Immun. 72 : 1397 - 1401 .

    ABOU-BACAR, A., A.W. PFAFF, V. LETSCHER-BRU, D .FILISETTI, R. RAJAPAKSE . E . ANTONI, O . VILLARD, J-P .KLEIN and E . CANDOLFI . 2004b. Role of gammainterferon and T cells in congenital toxoplasmatransmission . Parasite Immunol . 26 : 315 - 318.

    AJIOKA, J.W ., J.M. FITZPATRICK and C .P . REITTER. 2001 .Toxoplasma gondii genomics: Shedding light onpathogenesis and chemotherapy . Exp. Rev . Mol .Med. 1- 19 Acces . Inf. (01) 00220 - 4a.

    BARRAGAN, A. and L.D. SIBLEY. 2002. Transepithelialmigration of Toxoplasma gondii is linked to parasitemotility and virulence . J. Exp. Med. 195: 1625 -1633 .

    BLACK, M.W. and J.C. BOOTHROYD . 2000. Lytic cycle ofToxoplasma gondii . Microbiol. Mol. Biol . Rev. 64 :607-623 .

    BLASS, S.L., E. PURE and C.A. HUNTER. 2001 . A Role forCD44 in the production of IFN-y andimmunopathology during infection with Toxoplasmagondii . J. Immunol . 166 : 5726 - 5732.

    BLISS, S.K., L.C. GAVRILESCU, A. ALCARAZ and E.Y.DENKERS . 2001 . Neutrophil depletion duringToxoplasma gondii infection leads to impairedimmunity and lethal systemic pathology . Infect.Immun. 69 : 4898 - 4905 .

    BRANDTZAEG, P. 1994. Distribution and characteristics ofmucosal immunoglobulin. Producing Cells . In :Handbook of Mucosal Immunology. OGRA, P .L.,M.E. LAMM, J.R. MCGHEE, J . MESTECKY, W . STROBERand J. BIENENSTOCK (Eds .) . Academic Press, SanDiego. pp . 251 - 262.

    BRECHT, S., V.B. CARRUTHERS, D .J .P. FERGUSON, O .K.GIDDINGS, G. WANG, U. JAKLE, J .M. HARPER, L .D.SIBLEY and D. SOLDATI. 2001 . The toxoplasmamicronemal protein MIC4 is an adhesin composed ofsix conserved apple domains . J . Biol. Chem. 276 :4119-4127 .

    BROSSIER, F., T .J . JEWETT, J .L. LOVETT and L .D. SIBLEY.2003. C-Terminal processing of the toxoplasmaprotein MIC2 is essential for invasion into host cells .J . Biol. Chem . 278 : 6229 - 6234.

    14 1

  • DIDIK T . SUBEKTI danNURFIDA K . ARRASYID : Imunopatogenesis Toxoplasma gondii Berdasarkan Perbedaan Galur

    CAT, G ., T. RADZANOWSKY, E.N . VILLEGAS, R . KASTELEIN andC.A. HUNTER. 2000. Identification of STAT4-dependent and independent mechanisms of resistanceto Toxoplasma gondii . J . Immunol. 165 : 2619 - 2627 .

    CARRUTHERS, V .B . 2002. Host cell invasion by theopportunistic pathogen Toxoplasma gondii . ActaTrop. 81 : 111 -122 .

    CASADEVALL, A. and L-A. PIROFSKI . 1999. Host-pathogeninteraction: Redefining the basic concepts ofvirulence and pathogenicity . Infect. Immun. 67 : 3703-3713 .

    CERAVOLO, I .P., A.C.L. CHAVES, C .A. BONJARDIM, D . SIBLEY,A.J . RoMANHA and R.T . GAZZINELLI . 1999 .Replication of Toxoplasma gondii, but notTrypanozoma cruzi, is regulated in human fibroblastactivated with gamma interferons : Requirement offunctional JAK/STAT pathway . Infect. Immun. 67 :2233 -2340 .

    CEREDE, 0 ., J .F. DUBREMETZ, M . SOETE, D . DESLEE, H . VIAL,D . BOUT and M. LEBRUN . 2005 . Synergistic role ofmicronemal proteins in Toxoplasma gondii virulence .J . Exp . Med 201 : 453 - 463 .

    CESBRON-DELAUW, M-F ., L. LECORDIER and C . MERCIER .1996. Role of secretory dense granule organelles inthe pathogenesis of toxoplasmosis . In: Toxoplasmagondii . GROSS, U. (Ed.) Springer - Verlag, Berlin .pp . 59 - 65 .

    CHANNON, J.Y ., E .I . SUH, R.M. SEGUIN and L.H. KASPER .1999. Attachment ligands of viable Toxoplasmagondii induce Soluble Immunosuppressive factors inhuman monocytes . Infect. Immun . 67 : 2547 - 2551 .

    CHANNON, J.Y ., K.A. MisELIs, L .A. MINNS, C . DUTTA andL.H. KASPER. 2002 . Toxoplasma gondii inducesgranulocyte colony-stimulating factor andgranulocyte-macrophage colony-stimulating factorsecretion by human fibroblasts : Implication forneutrophil apoptosis . Infect. Immun. 70 : 6048 - 6057.

    CHANNON, J.Y., R.M. SEGUIN and L.H. KASPER. 2000.Differential infectivity and division of Toxoplasmagondii in human peripheral blood leukocytes. Infect.Immun. 68: 4822 - 4826 .

    CHAPEL, H., M. HAENEY, S . MISBAH and N. SNOWDEN . 1999 .Essential of Clinical Immunology 4th edition .Blackwell Science Ltd . London. p. 5.

    CoPPENS, I. and K.A. JOINER . 2001 . Parasite-host cellinteractions in Toxoplasmosis : New avenues forintervention? Exp. Rev . Mol. Med. 1 -20. Acces. In£(01) 00227-7a .

    DARCY, F . and F . SANTORO . 1994 . Toxoplasmosis .In : Parasitic Infection and The Immune System .KIERSZENBAUM, F . (Ed.). Academic Press, Londonpp. 163 -201 .

    DARDE, M.L. 1996 . Biodiversity in Toxoplasma gondii . In :Toxoplasma gondii . GROSS, U . (Ed.) Springer -Verlag, Berlin . pp. 27-41 .

    142

    DEBARD, N., D. BUZONI-GATEL and D . BOUT . 1996 .Intranasal immunization with SAGI protein ofToxoplasma gondii in association with cholera toxindramatically reduces development of cerebral cystsafter oral infection . Infect. Immun . 64: 2158 -2166 .

    DENKERS, E.Y. and R.T . GAZZINELLI . 1998 . Regulation andfunction of T-cell-mediated immunity duringToxoplasma gondii infection. CM. Microbiol. Rev .11 : 569 - 588 .

    DUBEY, J .P. 2002. A review of toxoplasmosis in wild birds .Vet. ParasitoL 106 : 121 - 153 .

    DUBEY, J.P. and J.K . FRENKEL. 1972 . Cyst-inducedtoxoplasmosis in cats . J. Protozool. 19 : 155 - 177 .

    DUBEY, J.P., D.H. GRAHAM, C .R. BLACKSTON, T. LEHMANN,S.M. GENNARI, A.M.A . RAGOZO, S.M . NISHI, S.K .SHEN, O .C.H. KWOK, D .E. HILL and P . THULLIEZ .2002. Biological and genetic characterization ofToxoplasma gondii isolates from chicken (Gallusdomesticus) from Sao Paulo, Brazil : Unexpectedfindings . Int. J. Parasitol . 32 : 99 - 105 .

    DUBEY, J . P ., D . S. LINDSAY and C . A. SPEER . 1998. Structuresof Toxoplasma gondii tachyzoites, bradyzoites andsporozoites and biology and development of tissue .Clin. Microbiol. Rev . 11:267-299 .

    DZIERSZINSKI, F., M. Nisni, L . OuKo and D .S. Roos . 2004 .Dynamics of _ Toxoplasma gondii differentiation .Eukar . Cell. 3 : 992 - 1003 .

    FISCHER, H.G., G. REICHMANN and U. HADDING. 1996 .Toxoplasma proteins recognized by protective Tlymphocytes . In: Toxoplasma gondii. GROSS, U .(Ed.) . Springer - Verlag, Berlin . pp . 175 - 182 .

    FISCHER, H.G., S. STACHELHAUS, M . SAHM, H .E. MEYER andG. REicHMANN . 1998. GRA7, an excretory 29 kDaToxoplasma gondii dense granule antigen released byinfected host cells . Mol. Biochem . ParasitoL 91 :251 -262 .

    FOSSATI-JIMACK, L ., A. IOAN-FACSINAY, L . REININGER, Y .CHICHEPORTICHE, N. WATANABE, T . SAITO, F .M.A.HOFHUIS, J .E. GESSNER, C . SCHILLER, R .E. SCHMIDT,T. HoNJO, J . S. VERBEEK and S. Izu . 2000 . Markedlydifferent pathogenicity of four immunoglobulin Gisotype-switch variants of an antierythrocyteautoantibody is based on their capacity to interact invivo with the low-affinity Fey receptor III . J. Exp .Med. 191 : 1293 - 1302 .

    FOURMAUX, M.N ., N. GARCIA-REGUET, O. MERCEREAU-PUIJALON and J .F. DUBREMETz. 1996 . Toxoplasmagondii micronema proteins : Gene cloning andpossible function . In: Toxoplasma gondii . GROSS, U.(Ed.) Springer - Verlag, Berlin . pp . 55 - 58.

    FUENTES, I ., J.M. RUBIO, C. RAMIREZ and J. ALvAR. 2001 .Genotype characterization of Toxoplasma gondiistrains associated with human toxoplasmosis inSpain : Direct analysis from clinical samples . J . Clin.Microbiol. 39: 1566- 1570 .

  • Fux, B ., C .V. RODRIGUES, R .W. PORTELA, N .M. SILVA, C. SU,L.D. SIBLEY, R.W.A. VITOR and R.T. GAZZINELLI .2003. Role of cytokines and major histocompatibilitycomplex restriction in mouse resistance to infectionwith natural recombination strain (type I - III) ofToxoplasma gondii . Infect. Immun . 71 : 6392 - 6401 .

    GAVRILESCU, L .C. and E.Y. DENKERS . 2003 . Apoptosis andthe balance of homeostatic and pathologic responsesto protozoan infection. Infect . Immun. 71 : 6109 -6115 .

    GAVRILESCU, L.C ., B.A. BUTCHER, L .D. Rio, G.A. TAYLORand E.Y. DENKERS. 2004. STAT 1 is essential forantimicrobial effector function but dispensable forgamma interferon production during Toxoplasmagondii infection . Infect. Immun. 72 : 1257 - 1264.

    GAZZINELLI, R.T ., A. BREZIN, Q. Lt ., R .B. NUSSENBLATT andC. CHAN. 1994 . Toxoplasma gondii : Acquired oculartoxoplasmosis in the marine model, protective role ofTNF-a and IFN-y . Exp . Parasitol. 78 : 217 - 229 .

    GRIGG, M.E ., J. GANATRA, J.C . BOOTHROYD and T .P.MARGOLIS . 2001a. Unusual abundance of atypicalstrains associated with human ocular toxoplasmosis .J . Infect. Dis . 184 : 633 -639 .

    GRIGG, M.E., S. BONNEFOY, A.B . HEHL, Y. SuzuKi and J .C.BOOTHROYD . 2001b. Success and virulence intoxoplasma as the result of sexual recombinationbetween two disticnt ancestries . Sci . 294 : 161 - 165 .

    GOO, Z.G. and A.M. JOHNSON . 1996. DNA polymorphismsassociated with murine virulence of Toxoplasmagondii identified by RAPD-PCR . In: Toxoplasmagondii . GROSS, U. (Ed .) Springer - Verlag, Berlin . pp .17-26

    HAKANSSON, S., A.J. CHARRON and L .D. SIBLEY. 2001 .Toxoplasma evacuoles : A two step process ofsecretion and fusion forms the parasitophorousvacuole . J. EMBO. 20 : 3132 - 3144 .

    HALONEN, S.K ., F .C. CHID and L.M. WEISS. 1998 . Effect ofcytokines on growth of Toxoplasma gondii in murineastrocytes . Infect. Immun. 66 : 4989 - 4993 .

    HAZIROGLU, R., K . ALTINTAS, A. ATASEVER, M .Y. GULBAHARand O.K.R. TUNCA . 2003 . Pathological andimmunohistochemical studies in rabbitsexperimentally infected with Toxoplasma gondii .Turk . J. Vet. Anim . Sci . 27 : 285 - 293 .

    HowE, D.K. and L.D. SIBLEY . 1995 . Toxoplasma gondiicomprises three clonal lineages : Correlation ofparasite genotype with human disease . J . Infect. Dis.172 : 1561 - 1566 .

    HOWE, D.K ., S. HONORE, F. DEROUIN and L .D. SIBLEY. 1997 .Determination of genotypes of Toxoplasma gondiistrains isolated from patients with Toxoplasmosis . J .Clin . Microbiol . 35 : 1411 - 1414 .

    Hu, K., D.S. Roos, S .O. ANGEL and J.M. MURRAY. 2004 .Variability and heritability of cell division pathwaysin Toxoplasma gondii . J . Cell . Sci . 117 : 5697 - 5705 .

    WARTAZOA Vol. 16 No. 3 Th . 2006

    HUYNH, M ., K .E. RABENAU, J .M. HARPER, W.L. BEATTY, L .D .SIBLEY and V .B. CARRUrHERS. 2003 . Rapid invasionof host cells by toxoplasma requires secretion of theMIC2-M2AP adhesive protein complex. J. EMBO .22:2082 -2090.

    JEROME, M.E ., J .R. RADKE, W . BOHNE, D .S. Roos and M.W .WHITE. 1998 . Toxoplasma gondii bradyzoites formspontaneou4ly during sporozoite initiateddevelopment. Infect. Immun. 66 : 4838 - 4844 .

    JEWETT, T.J. and L.D. SIBLEY. 2004 . The toxoplasma proteinsMIC2 and M2AP form a hexameric complexnecessary for intracellular survival . J . Biol. Chem .279:9362- 9369 .

    KASPER, L.H. and D. BUZONI-GATEL . 2001 . Ups and down ofmucosal cellular immunity against protozoanparasites. Infect . Immun. 69 : 1 - 8 .

    KHAN, 1.A_ and L. CASCIOTTI. 1999. IL-15 prolongs theduration of CD8+ T cell-mediated immunity to miceinfected with a vaccine strain of Toxoplasma gondii .J . Immunol . 163 : 4503 - 4509 .

    KILLIAN, M. and M.W. RUSSEL. 1994. Function of mucosalimmunoglobulins . In : Handbook of MucosalImmunology . OGRA,' P .L., M.E. LAMM, J .R. MCGHEE,J. MESTECKY, W. STROBER and J . BIENENSTOCK (Eds) .Academic Press, San Diego . pp . 127- 140.

    LECORDIER, L ., C . MERCIER, L .D. SIBLEY and M.F. CESBRON-DELAUw . 1999. Transmembrane insertion of theToxoplasma gondii GRA5 protein occurs aftersoluble secretion into the host cell . Mot. Biol. Cell .10 : 1277 - 1287 .

    LEKUTIS, C ., D .J.P. FERGUSON, M .E. GRIGG, M. CAMPS andJ.C . BooTHRoYD . 2001 . Surface antigens ofToxoplasma gondii : Variation on a theme . Int . J .Parasitol. 31 : 1285 - 1292.

    LEVINE, N.D. 1985 . Protozoologi Veteriner. UGM Press .Jogyakarta .

    LIESENFELD, 0 ., H. KANG, D. PARK, T .A. NGUYEN, C.V .PARKHE, H. WATANABE, T. ABU, A. SHER, J .S .REMINGTON and Y. SuzuKi . 1999. TNF-a, NitricOxide and IFN-y are all critical for development ofnecrosis in the small intestine and early mortality ingenetically susceptible mice infected perorally withToxoplasma gondii. Parasite Immunol. 21 : 365 - 376 .

    Liu, C., C.M. WALSH and J.D. E-YouNG. 1995. Perforin :Structure and function. Immunol. Today. 16 : 194 -201 .

    LoURENCO, E.V ., S.R PEREIRA, V.M. FACA, A.A.M. COELHO-CASTELO, J .R. MINED, M-C . RoQuE-BARREIRA. L .J .GREENE and A . PANUNTO-CASTELO . 2001 .Toxoplasma gondii micronemal protein MIC1 is alactose-binding lectin . Glycobiol . 11 : 541 - 547 .

    LOVETT, J .L. and L.D. SIBLEY. 2003. Intracellular calciumstores in Toxoplasma gondii govern invasion of hostcells . J. Cell. Sci. 116 : 3009 - 3016.

    143

  • DIDrK T. SUBEKTI danNURFIDA K . ARRASYID : Imunopatogenesis Toxoplasma gondii Berdasarkan Perbedaan Galur

    MEISSNER. M., M. Raiss, N . VIEBIG, V.B. CARRUTHERS, C .TOURSEL, S . TOMAVO, J .W. AjioKA and D . SOLDATI .2001 . A Family of transmembrane micronemeproteins of Toxoplasma gondii contain EGF-likedomains and function as escorters . J . Cell. Sci. 115 :563 -574 .

    MESTECKY . J ., M . W. RUSSEL and C.O. ELSON. 1999 . IntestinalIg A: Novel views on its function in the defence ofthe largest mucosal surfaces . Gut . 44 : 2 - 5 .

    MEYER, D.J ., J .E. ALLAN and M.H . BEAMAN . 2000 .Distribution of parasite stages in tissues of

    Toxoplasma gondii infected SCID mice and humanperipheral blood lymphocyte-transplanted SCIDmice. Parasite Immunol . 22 : 567 - 579 .

    MONTOYA, J.G ., K.E. LOWE, C. CLAYBERGER, D. MOODY, D .Do., J .S. REMINGTON, S. TALIB and C .S. SUBAUSTE.1996. Human CD4+ and CD8 T lymphocytes are bothcytotoxic to Toxoplasma gondii-infected cells . Infect.Immun. 64 : 176 - 181 .

    MORDUE, D.G ., F. MONROY, M.L. REGINA, C .A. DINARELLOand L.D. SIBLEY . 2001 . Acute toxoplasmosis leads tolethal overproduction of Th, cytokines . J Immunol.167:4574- 4584 .

    MORRISSETTE, N .S. and L .D. SIBLEY. 2002 . Cytoskeleton ofapicomplexan parasites . Microbiol . Mol. Biol. Rev .66 : 21 - 3 8 .

    NAKANO, Y., H . HISAEDA, T . SAKAI, M . ZHANG, Y .MAEKAWA, T . ZHANG, M. NISHITANI, H . ISHIKAWA

    and K . HIMENO . 2001 . Granule-dependent killing ofToxoplasma gondii by CD8+ T cells. Immunol. 104 :289-298 .

    NASH, P.B ., M.B. PURNER, R .P. LEON, P . CLARKE, R.C. DUKEand T .J . CURIEL . 1998 . Toxoplasma gondii-infectedcells are resistant to multiple inducers of apoptosis . J .

    Immunol . 160 : 1824 - 1830 .

    NAUDECK, A., S . STACHELHAUS, N . NISCHICK, B. STRIEPEN, G.REICEIMANN and H.G. FISCHER. 2002 . Expressionvariance, biochemical and immunological propertiesof Toxoplasma gondii dense granule protein GRA-7 .Microbiol. Infect. 4: 581 -590 .

    NEYER, L.E ., G. GRUNIG, M. FORT, J .S. REMINGTON, D.

    RENNICK and C.A. HUNTER. 1997 . Role of interleukin- 10 in regulation of T-cell-dependent and T-cell-independent mechanisms of resistance to Toxoplasmagondii . Infect. Immun. 65 : 1675 - 1682 .

    NGUYEN, T.D ., G. BIGAIGNON, D . MARKINE-GORIAYNOFF, H.HEREMANS, T .N . NGUYEN, G. WARNIER, M . DELMEE,M. WARNY, S.F. WOLF, C. UYTTENHOVE, J.V. SNICKand J.P. CoWIELIER. 2003 . Virulent Toxoplasmagondii strain RH promotes proinflamatory cytokines

    IL 12 and 7-interferon . J . Med. Microbiol. 52 : 869 -876 .

    144

    Acute and chronic phases of Toxoplasma gondiiinfection in mice modulate the host immuneresponses. Infect. Immun. 66 : 2991 - 2995 .

    OPITZ, C. and D. SOLDATI . 2002. The Glideosome : Adynamic complex powering gliding motion and hostcell invasion by Toxoplasma gondii . Mol. Microbiol .45:597 -604 .

    PFAFF, A.W., S. GEORGES, A . ABOU-BACAR, V. LETSCHER-BRU, J-P . KLEIN, M. MOUSLI and E. CANDOLFI . 2005 .

    Toxoplasma gondii regulates IC AM-1 mediatedmonocyte adhesion to trophoblasts . Immunol. Cell.

    Biol . (In Press)

    PRIGIONE, I ., P. FACCHETTI, L. LECORDIER, D . DELMEE, S .CHIESA, M. CESBRON - DELAUW and V. PISTOIA.

    2000. T cell clones raised from chronically infectedhealthy humans by stimulation with Toxoplasmagondii excretory - secretory antigens cross - reactwith live tachyzoites : Characterization of the fineantigenic specificity of the clones and implicationsfor vaccine development . J. Immunol. 164 : 3741 -3748 .

    REICHMANN, G., H. DLUGONSKA and H.G . FISCHER. 2002 .Characterization of TgROP9 (p36), a novel rhoptryprotein of Toxoplasma gondii tachyzoites identifiedby T cell clone . Mol. Biochem. Parasitol. 119 : 43 -54 .

    RESENDES, A.R., S. ALMERIA, J .P. DUBEY, E . OBON, C. JUAN-

    SALLES, E. DEGOLLADA, F . ALEGRE, O. CABEZON, S .PONT and M. DOMINGO . 2002. Disseminatedtoxoplasmosis in a mediterranean pregnant risso'sdolphin (Grampus griseus) with tranplacental fetalinfection . J . Parasitol . 88 : 1029 - 1032 .

    REYNOLDS, M.G., O.H. JUNG and D . Roos . 2001 . In vitrogeneration of novel pyrimethamine resistancemutation in the Toxoplasma gondii dihydrofolatereductase. Antimicrob . Agents Chemother. 45 : 1271 -

    1277 .

    ROBBEN, P .M., D.G. MORDUE, S.M. TRUSCOTT, K . TAKEDA, S .AKIRA and L.D. SIBLEY. 2004 . Production of IL-12 by

    macrophages infected with Toxoplasma gondiidepends on the parasite genotype . J . Immunol. 172 :

    3686 -3694 .

    ROBERT, L .S. and J. JANOVY. 2000. Foundations ofParasitology . McGraw Hill, Boston . pp . 127 - 132.

    SAYLES, P.C ., G.W. GIBSON and L .L. JOHNSON. 2000 . B cellsare essential for vaccination - induced resistance tovirulent Toxoplasma gondii . Infect. Immun. 68: 1026-1033 .

    SCHARTON-KERSTEN, T ., P. CASPAR, A. SHER and E.Y .DENKERS. 1996 . Toxoplasma gondii : Evidence forinter leuk in- I 2-dependent and-independent pathwaysof interferon y-production induced by an attenuatedparasite strain. Exp . Parasitol. 84 : 102 - 114 .

    MCLEOD, R., D. MACK and C. BROWN. 1991 . Toxoplasmagondii - new advances in cellular and molecularbiology . Exp. Parasitol . 72 : 109 - 121 .

    NGUYEN, T .D., G . BIGAIGNON, J .VERCAMMEN, T.N . NGUYEN,TURNEER, S .F. WOLF and J.P.

    VANM.

    BROECK,DELMEE,

    M .M .

    1998 .COUTELIER .

  • SIBLEY, L.D . 2003 . Toxoplasma gondii : Perfecting anintracellular life style . Traffic . 4 : 581 -586 .

    SIBLEY, L.D. and D.K. HowE. 1996. Genetic basis ofpathogenicity in Toxoplasmosis . In : Toxoplasmagondii . GROSS, U. (Ed.) Springer - Verlag, Berlin.pp . 3 - 15 .

    SIBLEY, L.D ., D.G. MoRDuE, C. Su, P.M . ROBBEN and D .K .HOWE . 2002 . Genetic approaches to studyingvirulence and pathogenesis in Toxoplasma gondii .Phil . Trans. R. Soc . Lond B . 357 : 81 - 88 .

    SMYTH, M.J . and J.A. TRAPANI. 1995. Granzymes : Exogenousproteinases that induce target cell apoptosis .Immunol. Today . 16 : 202 - 206 .

    SNAPPER, C.M. and F.D. FINKELMAN . 1998. Immunoglobulinclass switching. In : Fundamental Immunology .'PAUL,W.E . (Ed.) J.W. Lippincot Williams and Wilkin Co .USA.

    Su, C., D.K. HOWE, J .P. DUBEY, J.W. AJIOKA and L.D.SIBLEY. 2002 . Identification of quantitative trait locicontrolling acute virulence in Toxoplasma gondii.Proc. Natl. Acad . Sci. USA. 99 : 10753 - 10758 .

    SUBEKTI, D .T. dan N.K. ARRASYID . 2002 . Respon ImunHumoral Sistemik dan Mukosal pada PermukaanSaluran Usus Halus Mencit Setelah VaksinasiIntranasal Menggunakan Protein Solube1 Toxoplasmagondii dengan Ajuvan Toksin Kolera danEnterotoksin Tidak Tahan Panas Tipe 1 . LaporanInternal Tahap I Akhir Proyek, Pusat Ilmu KedokteranTropis, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

    SUBEKTI, D.T ., E.S .P . SARI, T. ISKANDAR, R.L DIAN, R .HAERLANI, E .F. DIANI dan D .R. WIDYASTUrI. 2005a.Leukositopenia pada mencit setelah diinfeksiToxoplasma gondii dengan dosis tinggi dan dosisrendah . J . Biol . Indon . 3(10) : 421 -432 .

    SUBEKTI, D.T ., E .S .P . SARI, T . ISKANDAR, R .L DIAN, D.R.WIDYASTLrri, R . HAERLANn dan E .F. DIANI . 2005c .Efek pemberian ekstrak etanol buah mengkudu padamencit setelah diinfeksi Toxoplasma gondii galur RH .JITV 10(4) : 305 - 314 .

    SUBEKTI, D.T ., N.K. ARRASYID, W .T . ARTAMA dan M.H.N.E .SOESATYO . 2005b . Perbandingan profil IgA secaraproporsional pada cairan mukosa usus dan serummencit setelah vaksinasi intranasal menggunakanprotein solubel Toxoplasma gondii . Pros. SeminarNasional Revitalisasi Bidang Kesehatan Hewan danManajemen Peternakan Menuju Ekonomi Global .Surabaya, 15 - 16 April 2005 . Fakultas KedokteranHewan Universitas Airlangga, Surabaya . hIm . 105 -112 .

    WARTAZOA Vol. 16 No. 3 Th . 2006

    SUBEKTI, D.T ., N.K. ARRASYID, W .T. ARTAMA dan H.N.E .S .MARSETYAWAN. 2006 . Efek ajuvan toksin kolera danenterotoksin tipe I terhadap profil IgG2. dan lgG2bpada mencit yang diimunisasi intranasal denganprotein solubel Toxoplasma gondii . Med. Ked.Hewan 22(l) : 10 - 16.

    SUSANTO, L., S. GANDAHUSADA dan R . MULJONO . 1999 .Invasi Toxoplasma gondii ke dalam sel hospes sertadiferensiasinya dari takizoit ke bradizoit . Maj . Ked .Ind . 49: 208 - 211 .

    SUZUKI, Y ., J. CLAFLIN, X. WANG, A. LENGI and T . KIKUCHI .2005. Microglia and macrophages as innate producersof interferon-gamma in the brain following infectionwith Toxoplasma gondii . Int . J . Parasitol . 35 : 83 - 90 .

    TIzzARD, I.R. 2000. Veterinary Immunology. 6` h edition .W.B . Saunders Co. Pennsylvania.

    ToMAvo, S. 1996 . The major surface proteins of Toxoplasmagondii : Structures and functions . In: Toxoplasmagondii . GROSS, U . (Ed.) Springer - Verlag, Berlin . pp .45-54 .

    UNDERDOwN, B .J. and J. MESTECKY. 1994. Mucosalimmunoglobulins . In: Handbook of MucosalImmunology. OGRA, P.L ., M.E. LAMM, J.R. MCGHEE,J. MESTECKY, W. STROBER and J . BIENENSTOCK(Eds .) . Academic Press, San Diego. pp . 79 - 98 .

    VERCAMMEN, M., T. SCORIA, K . HUYGEN, J . DE BRAEKELEER,R. DIET, D . JACOBS, E. SAMAN and H. VERSCHUEREN .2000 . DNA vaccination with genes encodingToxoplasma gondii antigens GRAI, GRA7, andROP2 induces partially protective immunity againstlethal challenge in mice. Infect. Immun . 68 : 38 - 45 .

    WEI, S ., F . MARCHES, J . BORVAK, W. ZOU, J. CHANNON, M .WHITE, J . RADKE, M-F. CESBRON-DELAUW and T .J .CURIEL. 2002 . Toxoplasma gondii-infected humanmyeloid dendritic cells induce T lymphocytedysfunction and contact-dependent apoptosis . Infect .Immun. 70 : 1750 - 1760 .

    WILLE, U., E.N. VILLEGAS, L . CRAIG, R. PEACH and C.A.HUNTER. 2002 . Contribution of interleukin-12 (IL-12)and the CD28/B7 and CD40/CD40 ligand pathwaysto the development of a pathological T-cell responsein IL-10-deficient mice. Infect. Immun . 70: 6940 -6947 .

    YUN, C.H., H.S. LILLEHOJ and E.P. LILLEHOJ . 2000 . Intestinalimmune responses to coccidiosis . Develop. Comp .Immunol . 24 : 303 - 324 .

    ZHANG, Y. and E.Y. DENKERS. 1999 . Protective role forinterleukin-5 during chronic Toxoplasma gondiiinfection . Infect. Immun. 67: 4383 -4392 .

    145

    page 1page 2page 3page 4page 5p