ind-ranc-3-2012-r.pp klhs.pdf
TRANSCRIPT
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN 2013 TENTANG
PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS.
2
BAB I KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang
selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
2. Kebijakan, rencana, dan/atau program yang selanjutnya disingkat KRP adalah dokumen dalam bentuk rancangan atau telah berstatus hukum yang memuat tindakan pemerintahan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan tertentu termasuk didalamnya urusan perencanaan tata ruang serta rencana pembangunan (RTRW beserta rencana rincinya dan RPJM/P Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota)
3. Penyelengggaraan KLHS adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penapisan KRP, pelaksanaan, dan pendokumentasian KLHS.
4. Penapisan adalah proses untuk menentukan KRP yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko terhadap lingkungan hidup yang wajib KLHS.
5. Pelaksanaan KLHS adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pengkajian pengaruh, perumusan alternatif penyempurnaan dan pemberian rekomendasi perbaikan KRP.
6. Pendokumentasian KLHS adalah proses pengumpulan, pemilihan, pengolahan dan penyimpanan informasi pelaksanaan KLHS.
7. Penjaminan kualitas KLHS adalah sebuah upaya untuk memastikan bahwa proses KLHS sudah dilaksanakan sesuai mekanisme atau tahapannya, termasuk substansi hasil KLHS telah direkomendasikan dan diintegrasikan kedalam KRP
8. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
3
9. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
10. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang
11. Wilayah adalah kesatuan ruang geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
12. Rencana Pembangunan Jangka Panjang, yang selanjutnya disingkat RPJP, adalah dokumen perencanaan pembangunan untuk periode 20 (dua puluh) tahun.
13. Rencana Pembangunan Jangka Menengah, yang selanjutnya disingkat RPJM, adalah dokumen perencanaan pembangunan untuk periode 5 (lima) tahun.
14. Keterlibatan masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam bentuk partisipasi dan peran masyarakat dalam pelaksanaan KLHS.
15. Partisipasi masyarakat adalah hak masyarakat untuk terlibat dalam pelaksanaan KLHS.
16. Peran masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam pelaksanaan KLHS.
17. Pembuat KRP adalah menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian, gubernur, atau bupati/walikota yang bertanggung jawab terhadap penyusunan atau evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program yang menjadi objek KLHS.
18. Instansi lingkungan hidup adalah instansi di tingkat pusat atau daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
19. Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
20. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
21. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
4
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 2 KLHS bertujuan memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Bagian Ketiga
Prinsip
Pasal 3 KLHS dilaksanakan berdasarkan prinsip: a. swa analisis; b. proporsionalitas; c. konsistensi; d. partisipasi; e. transparansi; f. akuntabilitas; dan g. kepastian hukum.
Bagian Keempat Ruang Lingkup
Pasal 4
Ruang lingkup penyelenggaraan KLHS meliputi: a. penapisan; b. pelaksanaan; dan c. pendokumentasian.
BAB II PELAKSANA DAN OBJEK KLHS
Pasal 5
Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya wajib melaksanakan KLHS.
Pasal 6
(1) KLHS dilaksanakan dalam rangka penyusunan dan/atau evaluasi KRP yang meliputi: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana
Tata Ruang Pulau/Kepulauan, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Rencana Tata
5
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten/Kota, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota;
b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten/Kota, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten/Kota; dan
c. Kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup.
(2) Pelaksanaan KLHS dalam rangka penyusunan KRP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum KRP berstatus hukum.
(3) Pelaksanaan KLHS dalam rangka evaluasi KRP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah KRP berstatus hukum.
(4) Evaluasi KRP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.
BAB III
PENAPISAN
Pasal 7 (1) Penapisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf a dilaksanakan oleh pembuat KRP. (2) Penapisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap KRP yang belum berstatus hukum dan KRP yang sudah berstatus hukum.
(3) Dalam pelaksanaan penapisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan instansi lingkungan hidup dan instansi pemerintah lain yang terkait.
(4) Penapisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menentukan KRP yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko terhadap lingkungan hidup.
(5) Dampak dan/atau risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi: a. perubahan iklim; b. kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan
keanekaragaman hayati; c. peningkatan intensitas dan cakupan wilayah
bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan;
6
d. penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam;
e. peningkatan perubahan kawasan hutan dan/atau lahan;
f. peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau
g. peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.
(6) Dalam hal hasil penapisan menyimpulkan bahwa KRP berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penapisan diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 8 KRP yang dikecualikan untuk dilakukan KLHS meliputi KRP yang terkait: a. tanggap darurat bencana; dan b. kondisi darurat pertahanan/keamanan.
BAB IV
PELAKSANAAN KLHS
Bagian Kesatu Umum
Pasal 9
(1) Pelaksanaan KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dilakukan melalui mekanisme: a. pengkajian pengaruh KRP terhadap kondisi
lingkungan hidup di suatu wilayah; b. perumusan alternatif penyempurnaan KRP; dan c. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan
keputusan KRP yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
(2) Mekanisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pembuat KRP.
Bagian Kedua
Pengkajian Pengaruh KRP Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup Di Suatu Wilayah
Pasal 10
7
Pengkajian pengaruh KRP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, dilaksanakan melalui proses iteratif meliputi: a. identifikasi dan perumusan isu strategis
pembangunan berkelanjutan; b. identifikasi materi muatan KRP yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau risiko terhadap kondisi lingkungan hidup; dan
c. telaahan pengaruh KRP terhadap kondisi lingkungan hidup.
Paragraf 1
Identifikasi dan Perumusan Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan
Pasal 11 (1) Identifikasi dan perumusan isu strategis
pembangunan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, sebagai acuan dalam melakukan telaahan pengaruh.
(2) Identifikasi isu strategis pembangunan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperoleh berdasarkan masukan dari masyarakat dan pemangku kepentingan yang didasarkan pada data, pendapat pakar atau analisis ilmiah.
(3) Isu strategis pembangunan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi: a. penurunan atau terlampauinya kapasitas daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan;
b. penurunan kinerja layanan jasa ekosistem; c. peningkatan intensitas dan cakupan wilayah
bencana banjir, longsor, kekeringan, atau kebakaran hutan dan lahan;
d. penurunan mutu dan ketersediaan sumber daya alam;
e. penurunan ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati;
f. peningkatan kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim;
g. peningkatan jumlah penduduk miskin atau penurunan penghidupan sekelompok masyarakat;
h. peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat;dan/atau
i. isu strategis pembangunan berkelanjutan lainnya.
(4) Perumusan isu strategis pembangunan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan prioritas isu strategis
8
pembangunan berkelanjutan dengan mempertimbangkan unsur-unsur: a. karakteristik wilayah; b. signifikansi potensi dampak; c. keterkaitan antar isu strategis pembangunan
berkelanjutan; d. keterkaitan dengan materi muatan KRP; dan e. unsur-unsur lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan.
Paragraf 2 Identifikasi Materi Muatan KRP yang Berpotensi Menimbulkan Dampak
dan/atau Risiko Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup
Pasal 12 (1) Identifikasi materi muatan KRP yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau risiko terhadap kondisi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, dilakukan melalui penelaahan terhadap keseluruhan materi muatan KRP.
(2) Identifikasi materi muatan KRP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menentukan materi muatan KRP yang perlu ditelaah pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan hidup.
(3) Identifikasi materi muatan KRP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan isu strategis pembangunan berkelanjutan.
Paragraf 3
Telaahan Pengaruh KRP Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup
Pasal 13 (1) Telaahan pengaruh KRP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 huruf c dilakukan untuk mengetahui potensi pengaruh KRP terhadap kondisi lingkungan hidup.
(2) Telaahan pengaruh KRP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada keterkaitan antara: a. hasil perumusan isu strategis pembangunan
berkelanjutan;dan b. hasil identifikasi materi muatan KRP yang
berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi lingkungan hidup.
(3) Telaahan pengaruh KRP terhadap kondisi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
9
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
b. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;
c. kinerja layanan/jasa ekosistem; d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam; e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi
terhadap perubahan iklim; dan/atau f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman
hayati. (4) Hasil telaah pengaruh KRP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menjadi dasar perumusan alternatif penyempurnaan KRP.
Bagian Ketiga
Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Pasal 14 (1) Perumusan alternatif penyempurnaan KRP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, bertujuan untuk mengusulkan alternatif penyempurnaan KRP.
(2) Alternatif penyempurnaan KRP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan secara tertulis dan disertai penjelasan pertimbangan dari masing-masing alternatif.
(3) Bentuk alternatif penyempurnaan KRP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa usulan: a. perubahan tujuan atau target-target KRP yang
ada; b. perubahan strategi pencapaian target KRP; c. perubahan atau penyesuaian ukuran, skala, dan
lokasi KRP yang lebih memenuhi pertimbangan pembangunan berkelanjutan;
d. proses, metode, dan teknologi pembangunan yang lebih memenuhi pertimbangan pembangunan berkelanjutan;
e. penundaan, perbaikan urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan KRP;
f. pemberian arahan atau rambu-rambu untuk mempertahankan atau meningkatkan fungsi ekosistem; dan/atau
g. pemberian arahan atau rambu-rambu mitigasi yang diperkirakan akan berdampak pada lingkungan hidup.
Bagian Keempat
Rekomendasi Perbaikan untuk Pengambilan Keputusan KRP
10
Pasal 15 (1) Rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf c didasarkan pada alternatif penyempurnaan KRP yang mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan meminimalkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup.
(2) Rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam dokumen yang berisi catatan perbaikan serta pertimbangan.
Pasal 16
(1) Dalam hal hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup telah atau akan terlampaui dan/atau hasil kajian lingkungan lainnya mengindikasikan telah atau akan mengakibatkan penurunan fungsi lingkungan, maka KRP wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS.
(2) Dalam hal dokumen KRP tidak diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KRP wajib ditunda pelaksanaannya sampai dengan dilakukannya perbaikan sesuai dengan rekomendasi KLHS.
Pasal 17
(1) Dalam hal hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup telah atau akan terlampaui dan/atau hasil kajian lingkungan lainnya mengindikasikan telah atau akan mengakibatkan penurunan fungsi lingkungan, usaha dan/atau kegiatan tidak diperbolehkan lagi.
(2) KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan pada KRP yang materi muatannya mengatur usaha dan/atau kegiatan.
BAB V
PENJAMINAN KUALITAS DAN PENETAPAN KLHS
Bagian kesatu Penjaminan Kualitas KLHS
Pasal 18
(1) Penjaminan kualitas KLHS bertujuan untuk memastikan kualitas KLHS
(2) Pelaksanaan penjaminan kualitas KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi tanggung jawab pembuat KRP.
11
Bagian kedua
Penetapan KLHS
Pasal 19 Penetapan KLHS dilaksanakan secara terintegrasi dalam penetapan KRP sesuai dengan peraturan perundang-undangan
BAB VI PENDOKUMENTASIAN KLHS
Pasal 20
(1) Pembuat KRP wajib mendokumentasikan pelaksanaan KLHS.
(2) Dokumentasi pelaksanaan KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat terhadap: a. hasil identifikasi dan perumusan isu strategis
pembangunan berkelanjutan; b. hasil identifikasi muatan KRP yang berpotensi
berpengaruh negatif terhadap kondisi lingkungan hidup;
c. telaahan pengaruh KRP terhadap kondisi lingkungan hidup;
d. rumusan alternatif penyempurnaan KRP; e. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan
keputusan KRP; f. laporan pengintegrasian hasil KLHS pada KRP; g. proses keterlibatan masyarakat dan pemangku
kepentingan; h. rangkaian urutan tahapan pelaksanaan KLHS
yang dikerjakan;dan i. laporan pembahasan dan kesimpulan dari setiap
tahapan pelaksanaan KLHS. j. Laporan hasil penjaminan kualitas KLHS
(3) Dokumentasi pelaksanaan KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam bentuk laporan pelaksanaan KLHS.
(4) Laporan pelaksanaan KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari KRP.
(5) Laporan pelaksanaan KLHS dapat diakses oleh setiap orang dan dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
12
(1) Menteri/kepala lembaga non kementerian menyampaikan salinan laporan pelaksanaan KLHS kepada Menteri.
(2) Gubernur menugaskan instansi lingkungan hidup daerah untuk menyimpan salinan laporan pelaksanaan KLHS serta menyampaikan salinannya kepada Menteri.
(3) Bupati/walikota menugaskan instansi lingkungan hidup daerah untuk menyimpan salinan laporan pelaksanaan KLHS serta menyampaikan salinannya kepada Gubernur.
BAB VII
KETERLIBATAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu Umum
Pasal 22
Keterlibatan Masyarakat dilakukan melalui partisipasi dan peran masyarakat.
Bagian Kedua
Partisipasi Masyarakat
Pasal 23 (1) Partisipasi masyarakat dalam penyusunan KLHS
diwujudkan dalam bentuk pengakuan, penghormatan dan pemenuhan hak-hak masyarakat.
(2) Partisipasi masyarakat didasarkan pada: a. adanya pengakuan terhadap hak-hak
masyarakat; b. adanya pengakuan dan penghormatan bahwa
masyarakat merupakan subjek dalam penentuan pelaksanaan KLHS;
c. adanya sinergitas antara pemerintah dan masyarakat;
d. adanya pemikiran untuk mewujudkan kepentingan bersama secara adil;
e. adanya kesetaraan dan kepercayaan bersama antara pemerintah dan masyarakat
f. prakarsa yang berasal dari berbagai unsur masyarakat.
(3) Hak masyarakat untuk berpartisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diwujudkan dalam bentuk: a. hak atas informasi; dan b. hak ikut serta dalam proses pelaksanaan KLHS.
13
(4) Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan KLHS dilakukan dalam keseluruhan pelaksanaan KLHS.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 24 Peran masyarakat dalam proses pelaksanaan KLHS berbentuk: a. pemberian pendapat, saran dan usul; b. pendampingan tenaga ahli; c. bantuan teknis; dan d. penyampaian informasi dan/atau pelaporan.
Pasal 25 Ketentuan lebih lanjut mengenai keterlibatan masyarakat diatur dalam peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
PEMBINAAN
Pasal 26 (1) Pemerintah melakukan pembinaan KLHS kepada
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, masyarakat dan pemangku kepentingan.
(2) Pembinaan KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. koordinasi penyelenggaraan KLHS; b. sosialisasi peraturan perundang-undangan dan
sosialisasi pedoman KLHS; c. pemberian bimbingan teknis, dan konsultasi
pelaksanaan KLHS; d. pendidikan dan pelatihan; e. pengembangan balai kliring KLHS; f. penyebarluasan informasi KLHS kepada
masyarakat dan pemangku kepentingan; dan g. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab
masyarakat dan pemangku kepentingan. (3) Pemerintah provinsi menyelenggarakan pembinaan
KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menurut kewenangannya masing-masing.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB IX
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
14
Pasal 27
(1) Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilakukan pemantauan dan evaluasi.
(2) Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh: a. Menteri dalam penyelenggaraan KLHS untuk
tingkat nasional. b. Gubernur dengan menunjuk instansi
lingkungan hidup tingkat provinsi dalam penyelenggaraan KLHS tingkat provinsi.
c. Bupati/walikota dengan menunjuk instansi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota dalam penyelenggaraan KLHS tingkat kabupaten/kota.
(3) Menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian terkait menyampaikan hasil pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan KLHS kepada Menteri.
(4) Gubernur menyampaikan hasil pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan KLHS kepada Menteri.
(5) Bupati/walikota menyampaikan hasil pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan KLHS kepada gubernur.
(6) Tata cara pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan KLHS diatur dalam Peraturan Menteri
BAB X
PEMBIAYAAN
Pasal 28 Pembiayaan penyelenggaraan KLHS dibebankan pada: a. APBN untuk KLHS Nasional; b. APBD provinsi untuk KLHS provinsi; dan c. APBD kabupaten/kota untuk KLHS
kabupaten/kota.
BAB XI KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan KLHS dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
15
Pasal 30 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini: a. izin terkait dengan KRP yang telah dikeluarkan dan
telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya.
b. izin terkait dengan KRP yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini, untuk: 1) KRP yang belum dilaksanakan, izin terkait
disesuaikan dengan yang ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini;
2) KRP yang sudah dilaksanakan, pelaksanaan KRP dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan menerapkan rekayasa teknis sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini; dan
3) KRP yang sudah dilaksanakan dan tidak memungkinkan untuk menerapkan rekayasa teknis berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, atas izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak.
c. pelaksanaan KRP yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB XII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
(1) Semua peraturan pelaksanaan yang diperlukan untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah ini harus diselesaikan paling lambat 1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
(2) Ketentuan lebih lanjut sepanjang berkenaan pelaksanaan teknis dari Peraturan Pemerintah ini diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 32
(1) Tata cara pelaksanaan KLHS untuk penyusunan dan/atau evaluasi: a. rencana tata ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a diatur oleh
16
instansi pemerintah yang menyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang penataan ruang.
b. rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b diatur oleh instansi pemerintah yang menyelengarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan.
c. KRP lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c diatur oleh kementerian atau lembaga yang menyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal kementerian atau lembaga yang menyusun tata cara penyusunan KLHS harus berdasarkan pada Peraturan Pemerintah ini beserta peraturan pelaksananya.
Pasal 33
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta, Pada Tanggal … PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta, Pada Tanggal … Menteri Hukum dan Perundang-undangan, AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR…
17
PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR ... TAHUN ... TENTANG
PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS I. Umum
Negara dan bangsa Indonesia kini memasuki babak baru dalam penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada tanggal 3 Oktober 2009. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 mengamanatkan beberapa instrumen pencegah kerusakan lingkungan hidup, salah satunya adalah Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) akan memperkuat dan melengkapi aspek lingkungan hidup di dalam setiap pengambilan kebijakan, rencana dan/atau program (KRP).
Strategis dalam KLHS bermakna bahwa sebagai instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, KLHS sangatlah penting karena bersifat pencegahan atau berperan sejak awal dan menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan, rencana, dan/atau program. Apabila prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan telah dipertimbangkan dan diintegrasikan dalam pengambilan keputusan pembangunan, maka diharapkan kemungkinan terjadinya dampak negatif suatu KRP terhadap lingkungan dapat dihindari. Hal lain yang lebih penting, yaitu KRP tersebut akan menjamin terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu, strategis juga dapat bermakna bahwa kajian lingkungan yang dilakukan ditekankan pada isu-isu yang dipandang strategis dalam kaitannya dengan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan, yakni isu-isu yang dipandang mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjut. Dalam hal ini, KLHS tidak setara dengan AMDAL karena kajian dalam KLHS tidak sedetil dan seteknis kajian dalam AMDAL, namun keduanya berisi kajian dampak yang penting terhadap lingkungan hidup karena langsung berkaitan dengan isu-isu pembangunan berkelanjutan.
KLHS merupakan bagian dari instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidupdi dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, terdapat pula instrumen lainnya yang termasuk dalam kategori ini, yaitu: tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, AMDAL, UKL-UPL, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, audit lingkungan hidup, dan instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.
Keterkaitan KLHS dengan instrumen pencegahan lainnya ialah bersifat saling melengkapi dan saling mendukung. KLHS membantu
18
dalam proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah di dalam perencanaan tata ruang. Baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, instrumen ekonomi lingkungan hidup, dan analisis risiko lingkungan hidup digunakan sebagai salah satu indikator dan/atau pendekatan dalam pengkajian pengaruh KRP terhadap lingkungan hidup yang dilakukan di dalam KLHS. KLHS dapat membantu pencegahan degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup di tingkat KRP sehingga membantu efektifitas pelaksanaan AMDAL, UKL-UPL dan perizinan. Dalam konteks ini, target utama KLHS adalah KRP, sementara AMDAL UKL-UPL targetnya adalah pada satuan kegiatan/proyek.
Kebijakan, rencana, dan/atau program (KRP) sebagai dokumen, baik dalam bentuk rancangan maupun yang telah berstatus hukum, memuat tindakan pemerintahan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan tertentu. Dokumen KRP yang telah berstatus hukum terdiri dari 5 (lima) jenis yaitu: a. Peraturan perundang-undangan; b. Keputusan yang sifatnya mengatur; c. Aturan kebijakan (seperti: pengumuman, surat edaran, petunjuk
teknis, petunjuk pelaksanaan) d. Keputusan Tata Usaha Negara; e. Perjanjian kebijakan.
Potensi dampak dan/atau risiko lingkungan yang mungkin ditimbulkan oleh suatu kebijakan, rencana, dan/atau program, sebelum pengambilan keputusan dilakukan, dapat diantisipasi melalui KLHS. Dampak dan/atau risiko lingkungan yang mungkin timbul oleh suatu KRP dikategorisasikan dalamUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup antara lain sebagai potensi: meningkatkan risiko perubahan iklim, meningkatkan kerusakan, kemerosotan atau kepunahan keanekaragaman hayati, meningkatkan intensitas bencana banjir, longsor, kekeringan dan/atau kebakaran hutan dan lahan, menurunkan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, mendorong perubahan penggunaan dan/atau alih fungsi kawasan hutan terutama pada daerah yang kondisinya tergolong kritis, meningkatkan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat, dan/atau meningkatkan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.
Secara umum, KLHS sebagai sebuah sistem, mendasarkan penyelenggaraannya pada asas-asas sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Asas-asas tersebut adalah: tanggung jawab negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat, kehati-hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar harus membayar, partisipatif, kearifan lokal, tata kelola pemerintahan yang baik dan otonomi daerah.
Penyelenggaraan KLHS disamping didasarkan pada asas-asas sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, juga
19
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip swa analisis, proporsionalitas, konsistensi, kecermatan, partisipasi, transparansi akuntabilitas dankepastian hukum. Selain itu, pelaksanaan KLHS harus didasarkan kepada kehati-hatian, waktu dan biaya yang wajar, sehingga KLHS tidak mengandung kekeliruan teknis atau cacat hukum.
Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis ini memuat pokok-pokok pengaturan sebagai berikut: 1. Pelaksana dan Objek KLHS; 2. Pelaksanaan KLHS; 3. Keterlibatan Masyarakat; 4. Pendokumentasian; 5. Penjaminan Kualitas dan Penetapan KLHS; 6. Pemantauan dan Evaluasi; dan 7. Pembiayaan.
II. Pasal Demi Pasal Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2
Cukup jelas. Pasal 3
Huruf a Yang dimaksud dengan ”prinsip swa analisis” adalah bahwa pembuat kebijakan, rencana, dan/atau program bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan, kualitas, dan hasil KLHS serta pengintegrasian rekomendasi hasil KLHS ke dalam KRP. Makna swa analisis adalah sikap dan kesadaran yang muncul dari diri pembuat KRP agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip tersebut dalam setiapkeputusannya. KLHS menjadi media atau katalis agar kesadaran dan kepedulian tersebut terefleksikan dalam proses dan terformulasikan dalam produk pengambilan keputusan untuk setiap KRP.
Huruf b Yang dimaksud dengan ”prinsip proporsionalitas” adalah bahwa pelaksanaan KLHS harus dilakukan secara sebanding, setara,
compatible, adequate, dan relevan antara permasalahan lingkungan dengan rekomendasi KLHS.
Huruf c Yang dimaksud dengan ”prinsip konsistensi” adalah bahwa KLHS memuat sesuatu yang bersumber dan berdasarkan pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, peraturan perundang-undangan, tujuan pembangunan, keahlian dan aspirasi masyarakat.
20
Huruf d Yang dimaksud dengan ”prinsip partisipasi” adalah bahwa KLHS harus dilakukan secara aspiratif, akomodatif, partisipatif, transparan dan terbuka dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya yang terkait dengan KRP. Dengan demikian, diharapkan proses dan produk KRP semakin mendapatkan legitimasi atau kepercayaan publik.
Huruf e Yang dimaksud dengan ”prinsip transparansi” adalah akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyusunan dan pelaksanaan KLHS.
Huruf f Yang dimaksud dengan ”prinsip akuntabilitas” bahwa KLHS harus diselenggarakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Hal ini sejalan dengan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). Dengan demikian, pelaksanaan KLHS terhadap KRP menjamin adanya pertanggung jawaban baik secara administratif, yuridis, teknis maupun managerial, sehingga menghasilkan KLHS yang handal (reliable), sahih (valid) dan sah (legal).
Huruf g Yang dimaksud dengan ”prinsip kepastian hukum” adalah bahwa dalam pelaksanaan KLHS mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan yang tercermin dalam setiap KRP. Dengan demikian KLHS dapat menjadi landasan dan rujukan yang mengikat pembuat KRP.
Pasal 4 Cukup jelas.
Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)
Sebagai contoh, pelaksanaan KLHS dalam rangka evaluasi rencana tata ruang dilakukan pada saat peninjauan kembali rencana tata ruang.
Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Penapisan dilakukan dengan memperhatikan pendapat ahli, konsultasi dengan instansi terkait dan/atau hasil kajian ilmiah.
Ayat (3) Cukup jelas.
21
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5) Huruf a
Yang dimaksud dengan “perubahan iklim” adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktifitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global termasuk perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada suatu kurun waktu yang dapat dibandingkan.
Yang termasuk sebagai “fenomena perubahan iklim” antara lain: naiknya permukaan air laut, menurunnya kapasitas penyerapan emisi/karbon, meningkatnya suhu akibat efek gas rumah kaca, kejadian badai dan kekeringan.
Huruf b Yang dimaksud dengan “kerusakan keanekaragaman hayati” adalah penurunan kuantitas dan kualitas keanekaragaman hayati sehingga mengancam kelestariannya.
Yang dimaksud “kemerosotan keanekaragaman hayati” adalah susutnya keanekaragaman hayati dalam luasan, kondisi atau produktivitas dari ekosistem, dan susutnya jumlah, distribusi, atau pemanfaatan dari populasi jenis. Yang dimaksud dengan “kepunahan keanekaragaman hayati” adalah hilangnya sebagian atau seluruh spesies atau genetik tertentu dan hal-hal yang berhubungan dengan ekologinya dimana makhluk hidup tersebut terdapat.
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Yang dimaksud dengan “penurunan mutu sumber daya alam” adalah penurunan kualitas sumber daya alam yang berpengaruh terhadap fungsi sumber daya alam tersebut. Yang dimaksud dengan “penurunan kelimpahan sumber daya alam” adalah penurunan potensi kuantitas atau kuantitas ketersediaan sumber daya alam.
Huruf e Yang dimaksud dengan “peningkatan perubahan kawasan hutan dan/atau lahan” adalah peningkatan luasan atau prosentase kawasan hutan yang beralih menjadi fungsi lain.
22
Perubahan kawasan hutan meliputi perubahan peruntukan dan perubahan fungsi kawasan hutan
Huruf f Yang dimaksud dengan “terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat” adalah potensi hilangnya mata pencaharian atau sumber penghidupan masyarakat yang dapat mengganggu kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
Huruf g Yang dimaksud dengan “peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia” adalah meningkatnya kemungkinan penurunan kualitas lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap fungsi tubuh manusia dan/atau menyebabkan kematian.
Apabila satu saja dari dampak dan/atau risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini berpotensi terjadi, maka wajib dilakukan KLHS terhadap rancangan kebijakan, rencana, dan/atau program atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Dampak dan/atau risiko lingkungan hidup tersebut dapat saling terkait satu sama lain. Sebagai contoh gejala perubahan iklim merupakan suatu sistem makro alam yang juga bisa terkait dengan dampak atau risiko lainnya.
Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas
Pasal 8 Dalam kondisi tanggap darurat bencana dan kondisi darurat pertahanan keamanan, KRP tidak dapat dilakukan KLHS karena perlu penanganan segera. Yang dimaksud dengan “tanggap darurat bencana” adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Tanggap darurat bencana misalnya melokalisasi dampak, evakuasi, penyediaan sarana dan prasarana pengungsian, rehabilitasi, pemulihan yang terjadi sebagai akibat bencana. Yang dimaksud dengan ”kondisi darurat pertahanan/keamanan” adalah kebijakan negara dalam menghadapi situasi pada ancaman
23
pertahanan/keamanan negara yang di dalamnya ada unsur kerahasiaan. Kondisi darurat pertahanan/keamanan misalnya pemasangan instalasi militer, lokasi latihan militer.
Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10
Yang dimaksud dengan proses iteratif adalah proses yang dapat berulang sehingga hasil suatu tahapan dapat menjadi masukan bagi tahap sesudah atau sebelumnya.
Contohnya hasil identifikasi isu strategis dapat menentukan tambahan pemangku kepentingan yang harus dilibatkan atau hasil identifikasi muatan KRP dapat menentukan isu pembangunan berkelanjutan yang harus ditambahkan.
Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)
Isu strategis pembangunan berkelanjutan dituangkan dengan informasi yang meliputi jenis, lokasi, besaran dan intensitas isu.
Ayat (3) Huruf a
Kemampuan suatu ekosistem untuk mendukung dan untuk menampung suatu aktivitas sampai pada batas tertentu. Untuk menentukan apakah suatu kegiatan masih dapat ditambahkan dalam suatu ekosistem tertentu atau untuk menentukan apakah suatu kawasan masih mampu mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain. Bisa diukur dari beberapa variabel antara lain daya dukung tanah/lahan dan air. Daya tampung lingkungan hidup dapat diukur dari tingkat asimilasi media ketika menerima gangguan dari luar. Indikator yang digunakan biasanya pencemaran dan kemampuan media mempertahankan habitat di dalamnya.
Kemampuan lingkungan hidup sebagaimana didefinisikan dari daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dapat ditentukan berdasarkan analisis karakteristik dan kebutuhan prioritas wilayah dengan memperhatikan keterkaitan antar wilayah.
24
Karakteristik wilayah antara lain meliputi: kondisi lahan, ekosistem, hutan, air, keanekaragaman hayati, rawan bencana, bahan pangan, pertanian dan perkebunan non pangan, perikanan, sumber daya laut lainnya, udara, prasarana, tingkat urban, sosek dan kelembagaan.
Kebutuhan prioritas wilayah antara lain meliputi: keberlanjutan ketersediaan air, ketersediaan energi, keberlanjutan ketersediaan bahan pangan, keselamatan dari bencana, pengakuan hak adat, spiritual dan kearifan budaya lokal, kelestarian keanekaragaman hayati, keberlanjutan mata pencaharian masyarakat lokal, kecukupan infrastruktur atau prasarana, dan peluang pengembangan investasi.
Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dapat diukur dengan beberapa kriteria dan standar yang terkait dengan sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti kriteria kawasan lindung, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, baku mutu lingkungan hidup, serta kriteria pemanfaatan dan pencadangan sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan kondisi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup telah terlampaui adalah kondisi yang melampaui kriteria atau standar yang ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, seperti kriteria kawasan lindung, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, baku mutu lingkungan hidup, serta kriteria pemanfaatan dan pencadangan sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Huruf b Yang dimaksud dengan “penurunan kinerja layanan/jasa ekosistem” adalah proses yang terjadi secara alami dari suatu ekosistem, yang dapat berupa penyediaan barang seperti antara lain makanan, air minum dan kayu, penyediaan jasa seperti antara lain kontrol ekosistem terhadap iklim, erosi, aliran air dan penyerbukan tanaman, manfaat budaya seperti antara lain manfaat untuk rekreasi, nilai-nilai spiritual dan kenikmatan estetika, serta jasa pendukung seperti antara lain proses-proses alam dalam siklus hara.
Huruf c Cukup jelas. Huruf d
25
Yang dimaksud dengan “penurunan mutu sumber daya alam” adalah penurunan kualitas sumber daya alam yang berpengaruh terhadap fungsi sumber daya alam tersebut. Yang dimaksud dengan “penurunan ketersediaan sumber daya alam” adalah penurunan potensi kuantitas atau kuantitas ketersediaan sumber daya alam.
Huruf e Yang dimaksud dengan “penurunan ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati” adalah kemampuan mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
Huruf f Yang dimaksud dengan “peningkatan kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim” adalah kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan kejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi.
Huruf g Yang dimaksud dengan “peningkatan jumlah penduduk miskin atau penurunan penghidupan sekelompok mesyarakat” adalah potensi hilangnya mata pencaharian atau sumber penghidupan masyarakat yang dapat mengganggu kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
Huruf h Yang dimaksud dengan “peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat” adalah meningkatnya kemungkinan penurunan kualitas lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap fungsi tubuh manusia dan/atau menyebabkan kematian.
Huruf i Cukup jelas
Ayat (4) Huruf a Lihat Pasal 11 ayat (3) huruf a.
Karakteristik wilayah antara lain meliputi: kondisi lahan, ekosistem, hutan, air, keanekaragaman hayati, rawan bencana, bahan pangan, pertanian dan perkebunan non pangan, perikanan, sumber daya laut lainnya, udara, prasarana, tingkat urban, sosek dan kelembagaan.
26
Huruf b Yang dimaksud dengan “signifikansi potensi dampak” antara lain berdasarkan:
i. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak KRP;
ii. luas wilayah penyebaran dampak; iii. intensitas dan lamanya dampak berlangsung; iv. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang
akan terkena dampak; v. sifat kumulatif dampak; vi. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau vii. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Huruf c
Contoh: keterkaitan antara isu banjir dan longsor dengan terjadinya degradasi ekosistem hutan di hulu.
Huruf d Contoh: rencana pengembangan jalan di sekitar kawasan konservasi berpengaruh terhadap kehidupan keanekaragaman hayati di kawasan konservasi tersebut.
Huruf e Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Huruf a
Yang dimaksud dengan “kapasitas daya dukung lingkungan hidup” adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya. Yang dimaksud dengan “kapasitas daya tampung lingkungan hidup” adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
Huruf b Yang dimaksud dengan “dampak lingkungan hidup” adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu kebijakan, rencana, dan/atau program. Yang dimaksud dengan “risiko lingkungan hidup” adalah kemungkinan atau tingkat kejadian, bahaya, dan/atau konsekuensi yang ditimbulkan oleh suatu kondisi
27
lingkungan yang menjadi ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan dan/atau terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.
Huruf c Yang dimaksud dengan “kinerja layanan/jasa ekosistem” adalah proses yang terjadi secara alami dari suatu ekosistem, yang dapat berupa penyediaan barang seperti antara lain makanan, air minum dan kayu, penyediaan jasa seperti antara lain kontrol ekosistem terhadap iklim, erosi, aliran air dan penyerbukan tanaman, manfaat budaya seperti antara lain manfaat untuk rekreasi, nilai-nilai spiritual dan kenikmatan estetika, serta jasa pendukung seperti antara lain proses-proses alam dalam siklus hara.
Huruf d Yang dimaksud dengan “efisiensi pemanfaatan sumber daya alam” adalah upaya memanfaatkan sumber daya alam dalam tingkat yang optimal sehingga dapat tetap melestarikan sumber daya alam beserta ekosistemnya. Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam dapat berupa pencadangan sumber daya alam yang dapat dikelola dalam jangka panjang dan waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan.
Huruf e Yang dimaksud dengan “tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim” adalah kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dankejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan konsekuensi yangtimbul akibat perubahan iklim dapat diatasi.
Huruf f Yang dimaksud dengan “tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati” adalah kemampuan mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem. Selain kajian dapat dilakukan atau dimuat kajian lain, sepanjang relevan dengan rancangan kebijakan, rencana, dan/atau program atau kebijakan, rencana, dan/atau program yang telah ditetapkan.
Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 14
28
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)
Alternatif penyempurnaan KRP perlu dikuatkan dengan pertimbangan keterkaitan, keseimbangan dan keadilan dari aspek-aspek pembangunan berkelanjutan.
Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16
Cukup jelas. Pasal 17
Ayat (1) Yang dimaksud dengan “usaha dan/atau kegiatan yang tidak diperbolehkan lagi” yaitu: a. tidak ada kegiatan yang dilakukan baik secara fisik maupun
pemanfaatannya; b. segera menghentikan usaha dan/atau kegiatan tersebut;
dan/atau c. memulihkan dan menjaga daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup. Ayat (2)
Cukup jelas. Pasal 18 Ayat (1)
Penjaminan kualitas dapat dilakukan dengan menelaah kejelasan tujuan kebijakan, rencana dan/atau program; kejelasan perumusan isu strategis pembangunan berkelanjutan; keterkaitan antara kebijakan, rencana, dan/atau program dengan isu strategis; kejelasan perumusan alternatif penyempurnaan dan rekomendasi; kelengkapan dokumentasi; dan terlaksananya seluruh proses KLHS
Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Yang dimaksud dengan “bagian yang tidak terpisahkan dari KRP” adalah bahwa:
29
1. dokumentasi pelaksanaan KLHS menjadi satu kesatuan dengan dokumentasi proses penyusunan atau evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program itu sendiri; dan
2. rekomendasi hasil KLHS tertuang sebagai bagian materi muatan kebijakan, rencana, dan/atau program;
Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 21
Cukup jelas. Pasal 22
Yang dimaksud dengan “masyarakat” yaitu: a. masyarakat yang terkena dampak langsung dan tidak langsung
dari KRP. b. masyarakat yang memiliki informasi dan/atau keahlian yang
relevan dengan substansi KRP. c. organisasi lingkungan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal
92 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
d. organisasi atau asosiasi yang mewakili dalam penerapan KRP. Pelibatan masyarakat disesuaikan dengan relevasi proses
pelaksanaan KLHS, dan masyarakat yang berada dalam wilayah KRP.
Yang dimaksud dengan “pemangku kepentingan” dalam konteks Pasal ini adalah instansi pemerintah sehingga tidak perlu diatur dalam konteks dalam pelibatan masyarakat.
Pasal 23 Cukup jelas.
Pasal 24 Huruf a
Pemberian pendapat, saran dan usul dilaksanakan pada tahap identifikasi isu strategis, telaah pengaruh dan perumusan alternatif.
Huruf b Cukup jelas. Huruf c
Bantuan teknis dimungkinkan suatu daerah untuk mendapat bantuan dengan tidak dibatasi oleh wilayah tetapi berdasarkan pada keahlian.
Huruf d Cukup jelas.
Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27
Bila diperlukan Menteri dapat melakukan uji petik untuk melakukan
evaluasi terhadap penyelenggaraan KLHS
30
Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30
Cukup jelas. Pasal 31 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”semua peraturan pelaksanaan” yaitu peraturan pelaksana baik yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup maupun yang diterbitkan oleh kementerian atau lembaga.
Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 32
Cukup jelas. Pasal 33
Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR…