infark miokard paska bedah pintas arteri koroner

28
BAB I PENDAHULUAN Bedah pintas arteri koroner ( BPAK ) merupakan salah satu penanganan intervensi dari penyakit jantung koroner ( PJK ), dengan cara membuat saluran baru melewati bagian arteri coronaria yang mengalami penyempitan atau penyumbatan. Operasi ini bertujuan untuk mengatasi terhambatnya aliran arteri coronaria akibat adanya penyempitan ataupun penyumbatan ke otot jantung. Pemastian daerah yang mengalami penyempitan ataupun penyumbatan telah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan kateterisasi arteri coronaria (1,2) . Bedah pintas arteri koroner dapat dilakukan dengan beberapa tehnik antara lain tehnik konvensional dengan memakai mesin jantung paru atau yang biasa dikenal dengan nama on-pump coronary artery bypass surgery, tehnik dengan tidak menggunakan mesin jantung paru atau yang lebih dikenal dengan off-pump coronary artery bypass surgery dan tehnik Minimally Invasive Direct Coronary Artery Bypass Grafting (1,3) . Infark miokard merupakan salah satu komplikasi pasca BPAK dan mempunyai dampak klinis yang bervariasi. Angka kejadian infark miokard pasca BPAK berkisar antara 5- 15 %. Onorati F dkk (2005) mendapatkan angka kejadian infark miokard pada pasien pasien paska BPAK sekitar 6,9 %. Pasien 1

Upload: medishad

Post on 28-Jun-2015

427 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Bedah pintas arteri koroner

TRANSCRIPT

Page 1: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

BAB IPENDAHULUAN

Bedah pintas arteri koroner ( BPAK ) merupakan salah satu penanganan

intervensi dari penyakit jantung koroner ( PJK ), dengan cara membuat saluran baru

melewati bagian arteri coronaria yang mengalami penyempitan atau penyumbatan.

Operasi ini bertujuan untuk mengatasi terhambatnya aliran arteri coronaria akibat

adanya penyempitan ataupun penyumbatan ke otot jantung. Pemastian daerah yang

mengalami penyempitan ataupun penyumbatan telah dilakukan sebelumnya dengan

menggunakan kateterisasi arteri coronaria(1,2).

Bedah pintas arteri koroner dapat dilakukan dengan beberapa tehnik antara lain

tehnik konvensional dengan memakai mesin jantung paru atau yang biasa dikenal

dengan nama on-pump coronary artery bypass surgery, tehnik dengan tidak

menggunakan mesin jantung paru atau yang lebih dikenal dengan off-pump coronary

artery bypass surgery dan tehnik Minimally Invasive Direct Coronary Artery Bypass

Grafting(1,3).

Infark miokard merupakan salah satu komplikasi pasca BPAK dan mempunyai

dampak klinis yang bervariasi. Angka kejadian infark miokard pasca BPAK berkisar

antara 5- 15 %. Onorati F dkk (2005) mendapatkan angka kejadian infark miokard pada

pasien pasien paska BPAK sekitar 6,9 %. Pasien yang mengalami infark miokard pasca

BPAK mempunyai kecenderungan untuk mengalami morbiditas karena gangguan fungsi

jantung sehingga meningkatkan lama waktu rawat dan tingginya angka mortalitas pasca

operasi yaitu sekitar 10-25 %(4,5).

Beberapa penyebab infark miokard pasca BPAK telah diidentifikasi. Melalui

beberapa penelitian, ditemukan beberapa faktor prediktor yang mempunyai hubungan

erat dengan terjadinya infark miokard. Identifikasi faktor- faktor tersebut sangat penting

sebagai acuan strategi intraoperatif dan pasca operasi.

Onorati F dkk (2005) mendapatkan 7 faktor yang secara statistik bermakna untuk

memprediksi kemungkinan terjadinya infark miokard pasca BPAK: EuroSCORE lebih

dari 6, angina tidak stabil dengan perubahan EKG, klem silang aorta lebih dari 90 menit,

lama CPB lebih dari 180 menit, revaskularisasi yang tidak sempurna, perlunya

1

Page 2: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

pemasangan IABP ( intra aortic ballon pump ) intraoperatif dan pemberian kardioplegi

anterograde/ retrograde(4)

Penggunaan mesin jantung paru pada operasi jantung telah diketahui

menyebabkan efek negatif akibat iskemia global pada jantung, injuri

reperfusi,pemberian kardioplegi dan respon inflamasi sistemik(6).

European System for Cardiac Operative Risk Evaluation ( EuroScore )

merupakan suatu standar yang mampu memprediksi mortalitas selama perawatan di

rumah sakit dan beberapa morbiditas operasi jantung. Sistem ini telah mendapatkan

pengakuan yang cukup luas di Eropa, Amerika utara dan Asia(3,7).

Troponin mempunyai nilai prediktif yang baik terhadap terjadinya infark

miokard pasca BPAK. Pasien dengan nilai troponin I atau troponin T yang tinggi

preoperasi mempunyai kecenderungan menjadi infark miokard yang lebih tinggi pula

dibandingkan dengan pasien yang nilai troponin I dan troponin T yang normal(8).

Tinjauan kepustakaan ini dibuat untuk lebih mengetahui tentang infark miokard

pasca bedah pintas arteri koroner dan faktor- faktor predisposisi yang dapat

meningkatkan angka kejadiannya.

2

Page 3: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

BAB IIBEDAH PINTAS ARTERI KORONER

Bedah pintas arteri koroner ( BPAK ) merupakan salah satu penanganan

intervensi dari penyakit jantung koroner ( PJK ), dengan cara membuat saluran baru

melewati bagian arteri coronaria yang mengalami penyempitan atau penyumbatan.

Operasi ini bertujuan untuk mengatasi terhambatnya aliran arteri coronaria akibat

adanya penyempitan ataupun penyumbatan ke otot jantung. Pemastian daerah yang

mengalami penyempitan ataupun penyumbatan telah dilakukan sebelumnya dengan

menggunakan kateterisasi arteri coronaria(1,2)

Bedah pintas arteri koroner (BPAK) merupakan terapi terencana terhadap pasien

yang terbukti secara angiografi menderita gangguan aterosklerosis koroner yang

signifikan. Pembedahan ini pertama kali dilakukan oleh Robert H. Goetz dan dua orang

asistennya pada awal 1960an. Tindakan BPAK terbukti efektif untuk menghilangkan

gejala angina dan memperpanjang harapan hidup pasien dengan penyakit jantung

koroner yang berat. Meskipun teknik pembedahan pada BPAK serta strategi proteksi

miokard saat pelaksanaan operasi mengalami kemajuan, namun angka rerata mortalitas

pasca BPAK masih tetap tinggi yakni berkisar sekitar 10 sampai 25%, keadaan tersebut

bergantung dari faktor risiko preoperatif(5,9).

Bedah pintas arteri koroner dilakukan dengan membuka dinding dada melalui

tulang sternum, selanjutnya dilakukan pemasangan pembuluh darah baru yang dapat

diambil dari arteri radialis atau arteri mamaria interna ataupun vena saphenous

tergantung pada kebutuhan, tehnik yang dipakai ataupun keadaaan anatomik pembuluh

darah pasien tersebut(3).

Awanya BPAK dilakukan dengan memakai mesin jantung paru, dengan cara ini

jantung tidak berdenyut setelah diberikan obat Cardioplegic, sebagai gantinya mesin

jantung paru akan bekerja mempertahankan sirkulasi napas dan sirkulasi darah selama

operasi berlangsung(3,6).

Sejak awal tahun 2000, telah diperkenalkan tehnik operasi tanpa mesin jantung

paru, sehingga jantung dan paru dapat berfungsi sebagai seperti biasa saat operasi

berlangsung. Metode ini banyak memberikan keuntungan, selain masa pemulihan lebih

3

Page 4: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

cepat juga biaya operasi pun bisa ditekan. Tetapi tidak semua pasien yang memerlukan

operasi bedah pintas koroner dapat dilakukan dengan metode ini, tentunya tergantung

indikasi pada masing- masing pasien(3,10).

2.1 Indikasi Bedah pintas arteri koroner

Penyakit jantung koroner berkembang dari progresifitas atherosclerosis yang

menghasilkan obstruksi pada arteri koroner. Oleh karena itu diperlukan revaskularisasi

untuk memulihkan aliran darah jantung dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

Adapun indikasi untuk revaskularisasi miokard adalah sebagai berikut(6):

- Relief angina yang tidak responsif terhadap terapi medis.

- Aangina tidak stabil (angina saat istirahat) yang tidak responsif terhadap terapi

medis.

- Postinfarction angina, angina tidak stabil, atau iskemia akut dengan kriteria

elektrokardiografi setelah angioplasti perkutan.

- Komplikasi mekanik infark miokard.

- Gagal jantung kongestif dengan komplikasi iskemia miokard akut atau penyakit

arteri koroner berat.

- Syok kardiogenik setelah infark miokard.

Sedangkan indikasi anatomis ataupun fisiologis sebagai tambahan untuk revaskularisasi

miokard adalah:

- Stenosis arteri koroner utama kiri lebih dari 50%.

- Oklusi akut arteri koroner setelah angioplasti perkutan atau setelah pemasangan

stent.

- Penyakit arteri koroner yang mengenai tiga pembuluh darah dengan disfungsi

ventrikel kiri (fraksi ejeksi ventrikel kiri <50%).

- Anomali pembuluh darah koroner yang mungkin menjadi predisposisi untuk

kematian mendadak akibati oklusi koroner akut

4

Page 5: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

American Heart Association(AHA)/ American College Of Cardiology(ACC)

membuat suatu klasifikasi untuk dilakukannya suatu bedah pintas arteri koroner seperti

yang dapat dilihat dari tabel 1(11)

Tabel 1. Guideline AHA/ACC untuk tindakan bedah pintas arteri koroner(11)

5

Page 6: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

6

Page 7: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

Tabel 2. Keterangan klasifikasi tindakan BPAK(12)

2.2 Tehnik operasi(1,3)

A. On pump coronary artery bypass surgery

Tehnik operasi dengan memakai mesin jantung paru, dengan cara ini jantung

tidak berdenyut setelah diberikan obat Cardioplegic, sebagai gantinya mesin

jantung paru akan bekerja mempertahankan sirkulasi napas dan sirkulasi darah

selama operasi berlangsung.

B. Off pump coronary artery bypass surgery

Operasi ini dilakukan saat jantung berdetak dan tidak memakai mesin jantung

paru. Metode ini banyak memberikan keuntungan, selain mengurangi perdarahan

dan infeksi masa pemulihan lebih cepat juga biaya operasi pun bisa ditekan.

C. Minimally Invasive Direct Coronary Artery Bypass Grafting

Tehnik operasi ini dengan membuat sayatan kecil pada dinding dada. Operasi

bisa berlangsung dengan atau tanpa mesin jantung paru. Keuntungan Minimally

Invasive Direct Coronary Artery Bypass Grafting dikarenakan insisinya kecil

maka penyembuhanyapun cepat, risiko infeksi kecil dan pendarahanya kurang

7

Page 8: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

BAB III

INFARK MIOKARD PASCA BEDAH PINTAS ARTERI KORONER

3.1 Insiden infark miokard pasca bedah pintas arteri koroner

Infark miokard merupakan salah satu komplikasi pasca BPAK dan mempunyai

dampak klinis yang bervariasi. Angka kejadian infark miokard pasca BPAK berkisar

antara 5- 15 %. Onorati F dkk (2004) mendapatkan angka kejadian infark miokard pada

pasien pasien pasca BPAK sekitar 6,9 %(4,5).

Pasien yang mengalami infark miokard pasca BPAK mempunyai kecenderungan

untuk mengalami morbiditas karena gangguan fungsi jantung sehingga meningkatkan

lama waktu rawat dan tingginya angka mortalitas pasca operasi yaitu sekitar 10-25 %(5) .

Kerusakan sel miokard pada BPAK dapat disebabkan karena faktor yang

berhubungan dengan :

1. Graft : Oklusi graft, tertekuk atau terlalu teregangnya graft, embolisasi debris

dari aorta atau dari vena yang aterosklerotik, embolisasi udara intrakoroner,

trombosis koroner, stenosis pada lokosi anatomosis, atau spasme graft

2. Non graft : Trauma miokard karena manipulasi bedah, timbulnya fokus- fokus

nekrosis karena perfusi kardioplegi yang tidak merata ( proteksi miokard yang

tidak baik ), tidak lengkapnya revaskularisasi, peningkatan sistim simpatis, atau

karena kerusakan seluler yang disebabkan oleh mikroembolisme udara atau plak

yang ruptur(3,13).

3.2 Faktor Predisposisi

European System for Cardiac Operative Risk Evaluation ( EuroScore )

merupakan suatu standar yang mampu memprediksi mortalitas selama perawatan di

rumah sakit dan beberapa morbiditas operasi jantung. Sistem ini telah mendapatkan

pengakuan yang cukup luas di Eropa, Amerika utara dan Asia. Biancari F dkk (2006)

dalam suatu studinya mendapatkan bahwa EuroScore mampu memprediksi dengan baik

8

Page 9: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

mortalitas selama perawatan dirumah sakit dan perpanjangan lama rawatan di rumah

sakit(7,14)

Sedangkan Baz NE dkk (2008) dalam suatu studinya mendapatkan bahwa nilai

EuroScore yang tinggi merupakan prediktor yang buruk selama 6 bulan pasca operasi

bedah pintas arteri koroner(15).

Tabel 3. European System for Cardiac Operative Risk Evaluation ( EuroScore )(7)

9

Page 10: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

Onorati F dkk (2005) mendapatkan 7 faktor yang secara statistik bermakna untuk

memprediksi kemungkinan terjadinya infark miokard pasca BPAK: EuroSCORE lebih

dari 6, angina tidak stabil dengan perubahan EKG, klem silang aorta lebih dari 90 menit,

lama CPB lebih dari 180 menit, revaskularisasi yang tidak sempurna, perlunya

pemasangan IABP ( intra aortic ballon pump ) intraoperatif dan pemberian kardioplegi

anterograde/ retrograde(4).

Sementara itu Bojar RM dkk (2005) mendapatkan 6 faktor yang dapat

memprediksi timbulnya infark miokard pasca BPAK: left main atau diffuse three-vessel

disease, angina pektoris tidak stabil, fungsi ventrikel kiri yang buruk(LVEFP> 15

mmHg, ejection fraction rendah ), hipertrofi ventrikel kiri, prosedur endarterektomi

koroner, dan lamanya periode kelm silang aorta(16).

Angina pektoris tidak stabil adalah penyebab umum admisi emergensi ke rumah

sakit dan membutukan revaskularisasi secara urgent dan emergensi. Walaupun

perkembangan terapi non operatif telah mengalami kemajuan pesat, beberapa keadaan

memerlukan revaskularisasi dilakukan secara bedah. Keadaan tersebut adalah pada

kelainan yang difus, left main atau tripel vessel disease yang disertai gangguan fungsi

ventrikel atau pada single/ double vessel yang sulit dilakukan PTCA karena anatomi

yang tidak memungkinkan. Operasi pada pasien angina tidak stabil mempunyai

mortalitas paling tidak dua kali dibandingkan dengan angina pektoris stabil(3).

Penggunaan Cardiopulmonary Bypass ( CPB ) pada operasi jantung telah

diketahui menyebabkan injuri pada miokard. Injuri tersebut dapat disebabkan oleh

karena manipulasi jantung, pemberian kardioplegi, pemasangan klem silang aorta

sehingga terjadinya iskemia global dan kerusakan akibat reperpusi, hipotermi dan karena

penggunaan mesin CPB itu sendiri. Namun demikian BPAK dengan menggunakan

CPB( on pump) masih menjadi prosedur umum. Saat ini BPAK secara on pump

dilakukan pada operasi untuk iskemik miokard akut dan untuk pasien- pasien dengan

risiko tinggi. Hal ini bertujuan untuk mempreservasi aliran koroner selama operasi,

mengurangi beban jantung dan menjamin perpusi sistemik yang baik. Namun demikian

beberapa penelitian telah membuktikan korelasi antara lamanya CPB dan klem silang

aorta terhadap kerusakan otot jantung. Semakin lama pemasangan klem silang aorta dan

CPB semakin tinggi pula biomarker terhadap kerusakan otot jantung yang dideteksi(3,6).

10

Page 11: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

Kardioplegi adalah salah satu aspek penting dalam BPAK secara on pump untuk

proteksi miokard. Pemberian kardioplegi dapat dilakukan secara antegrade, retrograde

atau kombinasi keduanya. Manfaat pemberian kardioplegi secara retrograde dilaporkan

berbeda. Sebagian melaporkan penggunaan kardioplegi secara retrograde yang

dikombinasikan dengan anterograde meningkatkan kemampuan proteksi miokard karena

dianggap mampu mendistribusikan cairan kardioplegi lebih baik terutama pada stenosis

left main dan pada area dengan stenosis koroner yang kritikal atau total tanpa adanya

kolateral yang baik(3,17).

Namun demikian, penulis lain menemukan pemberian kardioplegi secara

retrograde kurang bermakna dalam proteksi miokard selama klem silang aorta sehingga

tidak menggunakannya secara rutin, hanya pada kasus- kasus tertentu saja dimana

kolateralisasi tidak baik. Pemberian kardioplegi secara retrograde juga tidak seluruhnya

menjamin perfusi ke ventrikel kanan(3,17).

Bedah pintas arteri koroner tanpa menggunakan CPB ( tehnik off pump coronary

artery bypass,OPCAB ) saat ini telah berkembang sangat luas baik dari segi tehnik,

teknologi maupun dari segi jumlah dan proporsinya dibandingkan dengan on pump.

OPCAB bertujuan untuk mengurangi respon inflamasi sistemik dan efek-efek

merugikan lainnya seperti yang telah disebutkan di atas. Pro dan kontra terhadap tehnik

ini terutama terhadap hal- hal yang menyangkut kualitas anastomosis dalam jangka

panjang, penggunaannya pada pasien- pasien risiko tinggi dan jumlah anastomosis yang

diinginkan ( revaskularisasi lengkap ) mengingat gangguan hemodinamik yang mungkin

terjadi dan tehnik yang sulit untuk target koroner daerah inferior dan lateral(3,6).

Beberapa penelitian terakhir menunjukkan beberapa keunggulan OPCAB

dibandingkan on-pump dari morbiditas dan mortalitas bahkan untuk pasien dengan

risiko tinggi. Salah satunya adalah lebih rendahnya nilai injuri miokard pada OPCAB.

Hal tersebut menunjukkan kemungkinan kerusakan otot jantung yang lebih rendah pada

OPCAB. Kesimpulan tersebut sejalan dengan lebih rendahnya tingkat morbiditas dan

mortalitas OPCAB walaupun pada beberapa penelitian kurang bermakna.

Revaskularisasi lengkap adalah salah satu tujuan utama BPAK. Pentingnya

revaskularisasi yang lengkap dibuktikan dari berbagai penelitian. Namun demikian tidak

semua pasien ideal untuk dilakukan revaskularisasi lengkap. Diameter koroner yang

11

Page 12: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

terlalu kecil ( 1mm ), stenosis yang difus, keinginan untuk menggunakan CPB sesingkat

mungkin terutama pada operasi pada risiko tinggi, dan viabilitas miokard menjadi

pertimbangan revaskularisasi dalam BPAK(3,6).

3.3 Enzim jantung

Kejadian infark miokard pasca BPAK sering tanpa disertai keluhan dan

penemuan EKG yang khas. Hal ini menyebabkan pentingnya pemeriksaan biomarker

untuk identifikasi hal tersebut. Beberapa biomarker telah diteliti baik untuk mendeteksi

maupun untuk memprediksi kejadian infark miokard pasca BPAK.

A.Creatine Kinase Myocardial Band ( CKMB )

Creatine Kinase Myocardial Band seringkali digunakan untuk mendeteksi infark

miokard pasca BPAK. Kenaikan enzim creatine kinase diatas 1000 IU dengan CK-MB

diatas 100 IU/L biasanya berasosiasi dengan infark miokard. Mayoritas pasien yang

menjalani operasi jantung sebagian besar menunjukkan peninggian kadar CK-MB dalam

6 sampai 8 jam dan kemudian menjadi normal dalalm 2 sampai 3 hari. Kenaikan

tersebut dapat disebabkan karena atriotomi, ventrikulotomi, trauma miokard, reperpusi

injuri terutama pada daerah yang iskemik, atau karena autotranfusi darah dari

mediastinal. Sebaliknya, penegakan diagnosis hanya dengan CK-MB saja ternyata

dilaporkan gagal mengidentifikasi hingga 40 % pasein infark miokard pasca operasi

yang dilalkukan otopsi. Hal tersebut menunjukkan kurangnya korelasi kadar CK-MB

saja dengan beratnya infark. Walaupun demikian, CK-MB masih mempunyai nilai

prognostik yang cukup baik bila dikombinasikan dengan EKG(3)

Setelah ditemukannya biomarker yang lebih sensitif dan spesifik yaitu cardiac

troponin T (cTnT) dan I (cTnI) maka European Society of Cardiology dan American

College of Cardiology menyetujui bahwa cardiac troponin T (cTnT) dan I (cTnI) bisa

digunakan untuk diagnosis infark miokard menggantikan CK-MB(18).

12

Page 13: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

B.Troponin I dan T

Troponin dan tropomyosin adalah kompleks protein yang mengatur interaksi

kalsium dengan actin dan myosin pada jantung dan otot rangka. Ada tiga unit protein

yang terdapat pada kompleks troponin yaitu: troponin I, troponin T dan troponin C.

Cardiac troponin C tidak digunakan sebagai penanda injuri miokard karena selain pada

otot jantung ditemukan juga pada otot rangka sedangkan troponon I yang memiliki tiga

isoform dan salah satu isoformnya (cTnI) ditemukan hanya pada jaringan miokard. Hal

ini menjadikannya marker spesifik untuk kerusakan otot jantung. Cardiac troponin I

tidak pernah ditemukan pada populasi yang sehat, pelari maraton, populasi dengan

penyakit otot atau pada pasien yang menjalani operasi selain operasi jantung. Kenaikan

enzim ini bahkan tidak terdeteksi pada saat sternotomi(3,19).

Beberapa peneliti telah membuktikan cTnI mempunyai nilai diagnostik dan

prognostik yang sensitif dan spesifik untuk untuk infark miokard post BPAK. Kadar

cTnI pasca BPAK yang mungkin mengindikasikan terjadinya infark miokard adalah di

atas 3,7 µg/L setelah operasi dan 2,5 µg/L pada 24 jam kemudian. Onorati F dkk(2005)

mendapatkan bahwa nilai troponin T > 3,1 µg/L 12 jam setelah operasi bedah pintas

arteri koroner mengindikasikan adanya infark miokard(4).

Thielman M dkk (2005) dalam penelitian prospektifnya terhadap 1405 pasien

menunjukkan nilai prognostik cTnI preoperasi. Penulis tersebut membuktikan bahwa

semakin tinggi nilai cTnI yang diperiksa 24 jam sebelum operasi maka semakin tinggi

pula presentasi pasien yang mengalami infark pasca perioperasi. Pasien dengan nilai

cTnI <0,1 ng/ml mempunyai angka infark miokard perioperasi 5,9 % sedang yang

dengan nilai 0,11-1,5 ng/ml dan yang lebih dari 1,5 ng/ml mempunyai kejadian infark

miokard perioperasi masing- masing 8,6 % dan 17,2 %(8).

Troponin lain yang digunakan untuk mendeteksi kerusakan otot jantung adalah

troponin T (cTnT). Seperti cTnI, cTnT memiliki nilai sensitifitas dan spesifisitas yang

lebih baik dibandingkan CK-MB.Penggunaan cTnT untuk mengetahui derajad

kerusakan miokardium setelah operasi termasuk pula untuk mendeteksi infark miokard

seawal mungkin telah banyak diteliti melalui beberapa kali pengukuran baik sebelum,

saat, dan setelah operasi. Nilai pada enam jam pertama setelah operasi ternyata sudah

13

Page 14: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

dapat mendeteksi kemungkinan terjadinya infark miokard. Namun pasca BPAK nilai

baku yang digunakan masih dicari.

Harjosworo A (2006) mendapatkan nilai troponin T 1,01 ng/ml dan 2,13 ng/ml

serta 2,50 ng/ml berturut turut 6,24 dan 36 jam pasca operasi bedah pintas arteri koroner

mempunnyai korelasi yang tinggi dengan dignosis infark miokard(3).

Sedangkan Botha dkk (2004) dalam suatu studi meta analisisnya pada 17

penelitian mengenai kadar cTnT pasca BPAK didapatkan bahwa kadar troponin T diatas

1ng/ml memiliki korelasi yang tinggi terhadap infark miokard(20)

Gambar 1. Komplek Cardiac Troponin(19)

14

Page 15: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

3.4 Kriteria Diagnostik

Peningkatan dari enzim-enzim jantung setelah dilakukan tindakan BPAK

mengindikasikan adanya nekrosis miokardial dan keadaan ini dihubungkan dengan

prognosis yang jelek pada pasien pasca BPAK(21).

Pada studi klinis menunjukkan bahwa peningkatan CKMB 5,10, dan 20 kali

diatas normal setelah dilakukan tindakan BPAK dihubungkan dengan prognosis yang

jelek, demikian juga didapatkan dengan peningkatan troponin T(21).

Tetapi walaupun demikian peningkatan enzim jantung saja belum bisa digunakan

sebagai sarana diagnostik untuk infark miokard pasca BPAK.. European Society of

Cardiology pada tahun 2007 menyatakan bahwa infark miokard pasca BPAK dapat

ditegakkan apabila ditemukan peningkatan enzim jantung diatas lima kali normal

persentil sembilan puluh sembilan dan didapatkan satu atau lebih tanda-tanda lain yaitu

adanya(21):

1. Gelombang Q patologis yang baru

2. LBBB baru

3. Adanya oklusi dari graft yang dilihat berdasarkan angiografi

4. Kehilangan miokardium yang dilihat berdasarkan pemeriksaan imaging

15

Page 16: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Infark miokard pasca bedah pintas arteri koroner meningkatkan angka mortalitas

dadan morbiditas pasca operasi.

2. Penggunaan mesin jantung paru pada operasi jantung telah diketahui

menyebabkan efek negatif akibat iskemia global pada jantung, injuri

reperfusi,pemberian kardioplegi dan respon inflamasi sistemik

3. European System for Cardiac Operative Risk Evaluation ( EuroScore )

merupakan suatu standar yang mampu memprediksi mortalitas dan morbiditas

operasi jantung

4. CTnT mampu mengidentifikasi terjjadinya infark miokard pasca BPAK 6 jam

pasca operasi. Nilai yang didapat untuk diagnosis adalah diatas 1 ng/ml.

4.2 Saran

1. Perlunya diagnosis dini infark miokard pasca BPAK agar dapat dilakukan

penatalaksanaan yang cepat sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan

mortalitas.

2. EuroScore sebaiknya digunakan secara rutin untuk menilai risiko BPAK.

16

Page 17: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

DAFTAR PUSTAKA

1. Cardiac Surgery at the University of Michigan. Coronary artery bypass graft.

Diakses dari http://surgery.med.umich.edu/cardiac/

2. Feriyati L. CABG dengan menggunakan vena saphenous, arteri mamaria interna

dan arteri radialis. Diakses dari http://library.usu.ac.id.

3. Hardjosworo ABA. Insiden infark miokard perioperatif dibagian bedah jantung

rumah sakit pusat jantung harapan kita serta peran troponin T sebagai faktor

diagnostik dan prognostik. Diakses dari http://www.digilib.ui.ac.id/

4. Onorati F et al. Determinant and prognosis of myocardial damage after coronary

artery bypass grafting. Ann Thorac Surg 2005;79:837-845

5. Cundiff DK. Coronary artery bypass grafting. Diakses dari

http://www.medscape.com

6. Higgins RSD, Perez RA, Tamayo. Coronary artery Bypass grafting using

cardiopulmonary bypass. In: Master of Cardiothoracic Surgery. Ed: Kaiser RL.

Lippincott Williams & Wilkins. Virginia.2007:438-48.

7. Swanton RH, Banerjee S. Coronary artery desease.In: Swanton’s Cardiology.6 th

edition. Lackwell Publishing. Massachusetts.2008:159-254.

8. Thielmen M et al. Diagnostic discrimination between graft-related and non-graft

related perioperative myocardial infarction with cardiac troponin I after coronary

artery bypass surgery. Eur Heart J;2005;26:2440-7.

9. Coronary artery bypass surgery. Diakses dari http://en.wikipedia.org

10. Song HK, Puskas JD. Off-pump coronary artery bypass surgery. In: Master of

Cardiothoracic Surgery. Ed: Kaiser RL. Lippincott Williams & Wilkins.

Virginia.2007:455-65.11. Brown ML, Sundt TM, Gersh BJ. Indication for revasculartation. In: Cardiac

surgery in the adult. Ed: Chon LH.3rd edition. McGrawHill. Virginia.2008:551-

72.

12. Bedah toraks kardiovasular indonesia. Indikasi tindakan bedah CABG. Diakses

http://www.bedahtkv.com/

17

Page 18: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

13. Asim A et al. Prospective, Comprehensive Assessment of Cardiac Troponin T

Testing After Coronary Artery Bypass Graft Surgery. Circulation 2009;120;843-

850

14. Biancari F et al. EuroSCORE Predicts Immediate and Late Outcome After

Coronary Artery Bypass Surgery. Ann Thorac Surg 2006;82:57– 61

15. Baz NE. Predicts poor health related physical functioning six months post-

coronary artery bypass graft surgery.Journals of cardiovascular surgery

2008.49:663-672.

16. Bojar RM, Warner KG. Perioperative myocardial infarction. In: Manual of

perioperative care in cardiag surgery.3rd edition. Balcwell Science, Massachusetts

2005,:256-9

17. Cardioplegi. Diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/Cardioplegia

18. Babuin L, Jaffe AS.Troponin: the biomarker of choice for the detection of

cardiac unjury.CMAJ 2005;173(10):1191-202.

19. Chaikhouni A, Zaim A. Troponin I levels after coronary bypass operations in

aleppo,Syria. Heart Views 2007;8(1):6-9.

20. Botha P, Nagarajan DV, Lewis Ps, Dunning j. Can cardiac troponins be used to

diagnosed a perioperative myocardial infarction post cardiac surgery? Interactive

cardiovasc thorac surg 2004;3:442-9.

21. Thygesen K et al. Universal definition of myocardial infarction. European Heart

Journal (2007) 28, 2525–2538

18

Page 19: Infark Miokard Paska Bedah Pintas Arteri Koroner

19