inhibitor aktivator plasminogenx

37
INHIBITOR AKTIVATOR PLASMINOGEN-1 Aktivator plasminogen (AP) adalah proteinase- spesifik serine yang mengaktivasi plaminogen proenzim, melalui celah pada peptida Arg-Val tunggal, menjadi plasmin enzim spesifisitas luas. Aktivasi plasminogen merupakan sumber penting aktivitas proteolisis lokal dalam sejumlah proses fisiologis dan patologis misalnya fibrinolisis, ovulasi, migrasi sel, diferensiasi epitel, penyakit vaskuler, dan kanker. Oleh karena itu, regulasi yang akurat rerhadap AP merupakan gambaran yang sangat penting pada banyak kejadian fisiologis dan patologis. Dua jenis AP ditemukan pada mamalia: yaitu tPA (tissue-type plasminogen activator) dan uPA (urokinase-type plasminogen activator). Regulasi AP adalah suatu proses kompleks yang melibatkan regulasi ekspresi gen misalnya hormon, faktor pertumbuhan, dan sitokin, maupun regulasi aktivitas enzim melalui interaksi dengan fibrin atau dengan reseptor spesifik untuk uPA, tPA, dan plasminogen. Aktivitas AP juga diregulasi oleh inhibitor spesifik yang disebut PAI (plasminogen activator inhibitor). Tetapi, dari lima jenis PAI (yaitu PAI-1; PAI-2; PAI-3, yang juga disebut APCI (activated protein C inhibitor); protease nexin-1; dan neuroserpin), hanya PAI-1 yang paling efisien secara kinetik, tampaknya memainkan peran signifikan dalam mengatur aktivitas AP didalam darah dan disebagian besar jaringan. Pengecualian untuk ini mungkin ada di sistim saraf pusat (SSP), dimana neuroserpin merupakan regulator penting untuk aktivitas tPA. Bab ini memfokuskan pada sifat biokimiawi, genetik, fisiologis, dan patologis PAI-1. Sifat dasar PAI-1 dianalisa di bagian pertama, sedangkan separuh kedua membahas bukti 1

Upload: marliani-afriastuti

Post on 17-Dec-2015

39 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Neurovaskular

TRANSCRIPT

INHIBITOR AKTIVATOR PLASMINOGEN-1

INHIBITOR AKTIVATOR PLASMINOGEN-1

Aktivator plasminogen (AP) adalah proteinase-spesifik serine yang mengaktivasi plaminogen proenzim, melalui celah pada peptida Arg-Val tunggal, menjadi plasmin enzim spesifisitas luas. Aktivasi plasminogen merupakan sumber penting aktivitas proteolisis lokal dalam sejumlah proses fisiologis dan patologis misalnya fibrinolisis, ovulasi, migrasi sel, diferensiasi epitel, penyakit vaskuler, dan kanker. Oleh karena itu, regulasi yang akurat rerhadap AP merupakan gambaran yang sangat penting pada banyak kejadian fisiologis dan patologis. Dua jenis AP ditemukan pada mamalia: yaitu tPA (tissue-type plasminogen activator) dan uPA (urokinase-type plasminogen activator). Regulasi AP adalah suatu proses kompleks yang melibatkan regulasi ekspresi gen misalnya hormon, faktor pertumbuhan, dan sitokin, maupun regulasi aktivitas enzim melalui interaksi dengan fibrin atau dengan reseptor spesifik untuk uPA, tPA, dan plasminogen. Aktivitas AP juga diregulasi oleh inhibitor spesifik yang disebut PAI (plasminogen activator inhibitor). Tetapi, dari lima jenis PAI (yaitu PAI-1; PAI-2; PAI-3, yang juga disebut APCI (activated protein C inhibitor); protease nexin-1; dan neuroserpin), hanya PAI-1 yang paling efisien secara kinetik, tampaknya memainkan peran signifikan dalam mengatur aktivitas AP didalam darah dan disebagian besar jaringan. Pengecualian untuk ini mungkin ada di sistim saraf pusat (SSP), dimana neuroserpin merupakan regulator penting untuk aktivitas tPA. Bab ini memfokuskan pada sifat biokimiawi, genetik, fisiologis, dan patologis PAI-1. Sifat dasar PAI-1 dianalisa di bagian pertama, sedangkan separuh kedua membahas bukti yang menghubungkan PAI-1 dengan patogenesis pada penyakit manusia.

SIFAT DASAR PAI-1Struktur Protein dan FungsinyaDahulu dikenal sebagai PAI sel endotel, sebagai inhibitor yang bekerja cepat terhadap tPA dalam plasma, dan sebagai PAI beta yang bermigrasi, PAI-1 adalah suatu glikoprotein rantai-tunggal yang mempunyai Mr kira-kira 50.000 dan diidentifikasi pertama kali pada tahun 1983. PAI-1 mempunyai tiga tempat glikosilasi yang berkaitan dengan-N dan mengandung karbohidrat antara 15% sampai 20%. Ini adalah anggota superfamili inhibitor serine proteinase (serpin), yang merupakan suatu famili gen yang meliputi banyak inhibitor proteinase yang ditemukan dalam darah, maupun protein lain yang fungsinya tidak berkaitan atau tidak diketahui (baca Bab 13). Serpin juga mempunyai struktur tertier dan telah berkembang dari moyang yang sama. Ini bekerja sebagai inhibitor bunuh-diri (yaitu ini bereaksi hanya satu kali dengan protease sasarannya untuk membentuk kompleks SDS yang stabil (sodium dodecyl sulfate)). Interaksi antara serpin dan protease sasarannya terjadi pada residu asam amino yang berlokasi di RCL (reactive center loop) pada serpin, yang dikenal sebagai residu pancing. Residu pancing ini diperkirakan menyerupai substrat normal dari enzim dan terkait dengan atom rantai sampingnya melalui celah spesifisitas pada enzim tersebut (tempat S1). Asam amino pancing tersebut dinamakan residu P1, dan asam amino yang menuju samping terminal-amino pada ikatan RCL diberi label secara berturut-turut sebagai berikut P1, P2, P3 dan seterusnya, dan asam amino pada sisi carboxyl diberi label sebagai P1, P2, P3, dan seterusnya. Pada saat pembelahan asam amino pancing oleh protease sasarannya, terjadilah perubahan konformasional besar pada serpin yang melibatkan insersi cepat RCL kedalam elemen struktural serpin, yaitu lembar beta-A. Ini menghasilkan tambatan erat antara enzim dengan permukaan serpin dan menghasilkan peningkatan besar pada stabilitas struktur serpin. Ini mengakibatkan distorsi struktur enzim, termasuk bagian aktifnya, yang menjebak proteinase didalam kompleks acyl-enzim bersama serpin.

cDNA PAI-1 mengkodekan protein 402 asam amino yang meliputi sebuah rantai signal sekresi. PAI-1 manusia matur terdiri dari dua varian dengan proporsi yang kira-kira sama (yaitu 381 dan 379 asam amino), yang mungkin timbul dari celah alternatif pada rantai signal sekresi dan memproduksi protein yang mempunyai rantai terminal-amino yang tumpang-tindih, yaitu Ser-Ala-Val-His-His dan Val-His-His-Pro-Pro. Rantai yang disebut terakhir tidak mengandung sistein karena residu sistein tunggal yang ada di peptida signal disingkirkan selama translokasi membran. Sifat ini memfasilitasi ekspresi yang efisien dan isolasi PAI-1 rekombinan dari Escherichia coli, yang, sangat berbeda dengan PAI-1 yang dipurifikasi dari kultur sel mamalia, secara predominan diproduksi dalam bentuk aktif.RCL (reactive center loop)

Asam amino pancing P1 pada PAI-1 (Arg346) berada didalam RCL didekat terminus carboxyl pada molekul tersebut dan berperan sebagai pseudosubstrat untuk serine proteinase sasaran. Arginine atau lysine pada P1 adalah sangat penting untuk PAI-1 agar dapat berfungsi sebagai inhibitor yang efektif terhadap uPA, dan residu disekitar P1 dapat mengatur aktivitas inhibisi PAI-1 sampai dengan dua kalinya dan juga dapat merubah spesifisitas protease-sasaran. Dalam kasus tPA, residu P1 lain ditoleransi, dan ini paling mungkin disebabkan oleh interaksi eksosit yang lebih erat antara PAI-1 dan tPA.Konformasi PAI-1

PAI-1 alamiah ada sekurang-kurangnya dalam dua konformasi yang berbeda: yaitu satu bentuk aktif yang diproduksi oleh sel dan disekresikan dan satu bentuk tidak aktif atau bentuk latin yang semakin lama semakin berakumulasi didalam media kultur sel (lihat Gambar 19-1). Di dalam darah dan jaringan, sebagian besar PAI-1 ada dalam bentuk aktif; tetapi, pada platelet baik PAI-1 aktif maupun latent ditemukan. Pada bentuk aktif PAI-1, RCL adalah bagian dari loop yang terekspose pada permukaan molekul. Pada saat terjadi reaksi dengan proteinase, RCL ini terbelah dan berintegrasi ke dalam pusat lembar beta A nya sendiri. Pada bentuk latent, RCL adalah utuh, tetapi bukannya terekspose, seluruh sisi terminal-amino RCL diinsersikan sebagai benang pusat kedalam lebar-beta A. Insersi ini menyebabkan meningkatnya stabilitas PAI latent dan juga menyebabkan ini tidak mempunyai aktivitas inhibisi. Bentuk aktif tersebut secara spontan berubah menjadi bentuk latent dengan umur-paruh kira-kira 1 sampai 2 jam pada 37oC pada pH netral atau sedikit alkalis. Bentuk latent tersebut juga dapat dikonversi menjadi bentuk aktif oleh perlakuan dengan denaturant atau oleh fosfolipid yang bermuatan negatif, atau dapat dikonversi secara sangat lambat dalam keadaan terdapat protein vitronectin. Interkonversi spontan reversibel ini antara struktur aktif dan latent adalah unik untuk PAI-1 dan ini membedakannya dengan serpin lainnya.

GAMBAR 19-1. Illustrasi skematis tiga konformasi PAI-1. Lembar beta besar (lembar-beta A) dipertegas dengan warna kelabu cerah, dan RCL berwarna kelabu gelap. (A). Konformasi aktif suatu mutan stabil dari PAI-1. (B). Konformasi latent PAI-1. (C). Konformasi terbelah dari PAI-1. PAI-1 dalam bentuk laten maupun terbelah, RCL diisersikan kedalam lembar beta-A untuk membentuk benang-beta baru, (benang 4A) (Lihat Gambar 19-1 berwarna). (Dari Sharp AM, Stein PE, Pannu NS, et al. Konformasi aktif PAI-1, suatu sasaran untuk obat untuk mengontrol fibrinolisis dan adhesi sel).

Bentuk tidak aktif lainnya dari PAI-1 juga telah diidentifikasi. Bentuk yang pertama adalah hasil dari oksidasi terhadap satu atau lebih residu methionine didalam PAI-1 aktif. Bentuk ini berbeda dengan PAI-1 latent yaitu bahwa ini dapat secara parsial direaktivasi oleh perlakuan dengan suatu ezim yang secara spesifik mengurangi residu methionine yang teroksidasi. Inaktivasi oksidatif terhadap PAI-1 mungkin merupakan suatu mekanisme tambahan untuk regulasi sistim PA. Radikal oksigen yang diproduksi secara lokal oleh netrofil atau sel lainnya dapat menginaktivasi PAI-1 dan karenanya memfasilitasi timbulnya aktivitas plasmin pada tempat infeksi atau di daerah remodeling jaringan. Bentuk konformasi keempat dari PAI-1 juga telah diidentifikasi. Ini adalah suatu bentuk substrat non-inhibisi yang dapat diinduksi dengan menambahkan SDS atau dapat dikonversi kembali ke bentuk aktif atau latent oleh perlakuan dengan 4 M guanidine HCl. Peranan bentuk ini dan apakah ini ada in vivo tidak diketahui. PAI-1 dapat ada dalam dua bentuk terbelah yang berbeda. Sebagaimana dibicarakan sebelumnya, PAI-1 yang membentuk kompleks dengan suatu proteinase menjadi terbelah pada tempat P1-P1, dan PAI-1 juga dapat ditemukan tidak dalam kompleks dengan proteinase tetapi dengan RCL terbelah. Ini dapat timbul dari disosiasi kompleks PAI-1-PA atau dari pembelahan RCL oleh suatu proteinase nontarget bukan ditempat P1-P1. Tidak satupun dari bentuk PAI-1 ini mampu menginhibisi aktivitas proteinase; tetapi ini dapat berinteraksi dengan substrat nonproteinase lainnya. SIFAT BIOKIMIAWIInteraksi dengan tPA, uPA, dan PlasminInhibisi aktivator plasminogen oleh PAI-1 terjadi secara cepat dan stoichiometrik, menghasilkan terbentuknya ikatan kovalen antara dua molekul tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa PAI-1 terbelah selama reaksi ini dan bahwa ujung asam amino dari RCL diinsersikan sebagai benang antiparalel kedalam lembar-beta A. Inhibitor tersebut terkonsumsi dalam proses, ini menimbulkan istilah inhibitor bunuh diri sebagaimana telah dibicarakan. Penelitan kinetik memperlihatkan bahwa PAI-1 menginhibisi tPA bentuk rantai tunggal yang terjadi secara alamiah dengan konstanta kecepatan kira-kira 106 M-1 S-1, suatu nilai yang sekurang-kurangnya 1000 kali lebih tinggi dari pada kecepatan interaksi PAI-2, PAI-3, dan protease nexin-1 dengan tPA rantai tunggal. Lebih lanjut, kira-kira 70% dari total tPA didalam plasma manusia normal yang diambil secara hati-hati terdeteksi dalam kompleks dengan PAI-1, menunjukkan bahwa inhibisi tPA oleh PAI-1 adalah suatu proses normal yang terjadi terus menerus. PAI-1 juga merupakan inhibitor uPA penting karena konstanta kecepatan urutan kedua untuk interaksinya dengan uPA sekurang-kurangnya juga dua kali lebih tinggi dari pada kecepatan PAI lainnya. PAI-1 juga dapat secara efisien dan secara langsung menginhibisi plasmin. Oleh karena itu, PAI-1 adalah regulator utama produksi plasmin in vivo, dan dengan demikian, ini tampaknya mempunyai peran penting baik dalam fibrinolisis maupun trombosis. Interaksi dengan Vitronectin dan anggota LDL-R (Low Density Lipoprotein Receptor) Sebagian besar PAI-1 aktif yang ada dalam darah bersirkulasi dalam bentuk suatu kompleks dengan glikoprotein vitronectin. Tempat pengikatan vitronectin ke PAI-1 telah diidentifikasi di regio yang berpusat disekitar residu 101 sampai 123 pada struktur tiga dimensi, sedangkan tempat pengikatan untuk anggota famili LDL-R kurang diketahui dan tampaknya berlokasi di suatu regio yang berkaitan dengan alpha heliks D yang mengandung residu Arg76 dan Lys69. Vitronectin ada dalam plasma dan di matriks ekstraseluler, terutama pada tempat cedera atau remodeling. Vitronectin juga secara spesifik masuk kedalam bekuan fibrin. Vitronectin dapat dianggap sebagai suatu kofaktor untuk PAI-1 karena ini menstabilisasi PAI-1 dalam konformasi aktifnya, yang karenanya meningkatkan waktu paruh biologis. Pada akhirnya, PAI-1 mengkonversi vitronectin dari bentuk alamiahnya, yang tidak mendukung adhesi sel, ke suatu bentuk teraktivasi yang mampu mengikat ligand misalnya integrin. Vitronectin juga meningkatkan efisiensi PAI-1 untuk trombin kira-kira 300 kali lipat, membuatnya menjadi inhibitor yang lebih efisien dari pada antitrombin III dalam keadaan tidak ada heparin (Lihat Gambar 19-2).

Pada formasi kompleks dengan suatu proteinase, perubahan konformasional pada PAI-1 yang berkaitan dengan insersi RCL menghasilkan hilangnya pengikatan dengan afinitas tinggi ke vitronectin tetapi memperoleh pengikatan dengan afinitas tinggi ke reseptor clearance famili tersebut (LDL-R). Ini adalah akibat dari perubahan konformasional pada PAI-1 yang mengganggu tempat pengikatan vitronectin, yang pada saat yang sama memaparkan suatu tempat pengikatan reseptor yang hanya terbuka apabila PAI-1 berada dalam kompleks konformasi aktif dengan proteinase. Ini menghasilkan pergeseran kira-kira 1.000.000 kali-lipat dalam afinitas relatif PAI-1 dari vitronectin ke suatu anggota pada famili LDL-R, yang mengakibatkan klirens cepat PAI-1 oleh internalisasi melalui anggota famili LDL-R.

GAMBAR 19-2. Kaitan PAI-1 dengan vitronectin dan LDL-R dikontrol secara konformasional. Analisis resonansi plasmin permukaan terhadap PAI-1 atau kompleks PAI-1-uPA yang melekat ke vitronectin atau anggota famili LDL-R yaitu LRP. Garis solid pada masing-masing panel adalah PAI-1 saja dan garis putus-putus pada masing-masing panel adalah kompleks kovalen PAI-1-uPA. Reseptor uPA (uPAR) adalah suatu protein yang ditambatkan ke GPI (glycosyl phosphatidyl inositol) yang menempatkan uPA pada permukaan sel, seringkali pada tepi sel yang menginvasi. Pendudukan oleh reseptor telah diperlihatkan mengaktivasi jalur signal intraseluler. Seperti halnya PAI-1, uPAR juga melekat ke vitronectin dengan afinitas tinggi maupun ke berbagai integrin, dan menempelnya uPAR ke vitronectin diinhibisi oleh PAI-1. Fakta bahwa uPAR dan integrin mungkin juga menempel ke vitronectin menimbulkan kemungkinan bahwa, sebagaimana dibicarakan lebih akhir dalam bab ini, PAI-1 dapat meregulasi adhesi sel dan migrasinya. Penempelan ke Heparin dan Fibrin

PAI-1 juga melekat ke heparin dengan afinitas tinggi. Penempelan ini tidak mempengaruhi interaksi PAI-1 dengan uPA ataupun tPA tetapi sebaliknya, ini meningkatkan interaksi PAI-1 dengan trombin. Domain pengikat heparin pada PAI-1 telah dipetakan pada regio yang homolog dengan domain pengikatan heparin pada antitrombin III yaitu pada dan disekitar alpha heliks D. Residu yang sangat penting tampaknya meliputi lysine 65, 69, 80, dan 88, dan arginine 76. Juga telah dilaporkan bahwa PAI-1 melekat ke fibrin in vitro dengan suatu Kd sebesar 3,8 uM, yang ketika melekat, masih tetap mampu menginhibisi uPA dan tPA. Tetapi data yang lebih akhir menunjukkan bahwa sebagian besar PAI-1 yang berlokasi di bekuan fibrin adalah tergantung vitronectin.

STRUKTUR DAN REGULASI GEN PAI-1Gen manusia untuk PAI-1 berlokasi pada kromosom 7q21.3-22. Panjangnya 12,3 kb, terdiri dari 9 ekson dan 8 intron, dan strukturnya serupa dengan gen protease nexin I dan neuroserpin. Promoternya mengandung suatu box TATA tipikal tetapi tidak ada rantai CAAT. Segmen promoter PAI-1 yang hanya mengandung 187 bp rantai arah hulu telah diperlihatkan mengarahkan transkripsi pada beberapa tipe sel mamalia. Perbandingan antara rantai promoter PAI-1 tikus dan manusia memperlihatkan adanya suatu konservasi regio di promoter proksimal (dari box TATA ke -90) dan suatu rantai distal dari -510 ke -753 pada rantai tikus. Perubahan kadar PAI-1 plasma mungkin berkorelasi dengan variasi pada struktur gen PAI-1. Sampai saat ini, tiga variasi polimorfik pada gen tersebut telah dilaporkan: yaitu polimorfisme satu insersi nucleotide tunggal per delesi (4G/5G) di regio promoter, polimorfisme satu variasi allel pada satu pengulangan (C-A)n dinucleotida pada intron 3, dan satu RFLP (restriction fragment length polymorphism) HindIII yang disebabkan oleh suatu perubahan basa pada regio pengapit 3 pada gen tersebut. Tetapi, tidak ada kaitan antara polimorfisme PAI-1 dan penyakit manusia yang telah diperlihatkan secara konsisten. Tentang polimorfisme RLFP HindIII, tiga genotip yaitu 1/1, 1/2, dan 2/2 telah dijelaskan, atas dasar adanya allel 2 atau tidak adanya allel 1 pada tempat polimorfik Hind III. Yang menarik, genotip 1/1 memperlihatkan aktivitas PAI-1 plasma yang lebih tinggi dari pada genotip 2/2. Dua ukuran mRNA PAI-1 terlihat pada sel manusia, yaitu dengan panjang masing-masing 3 kb dan 2 kb. Perbedaan ini telah diperlihatkan disebabkan oleh poliadenilasi alternatif, dimana kedua mRNA mengkodekan protein yang sama, tetapi dengan tambahan 1 kb pada 3 regio yang tidak ditranslasikan yang ada dalam pesan yang lebih besar. Tambahan pada 3 regio yang tidak ditranslasikan dalam pesan yang lebih besar mengandung 75 pasangan basa rantai yang kaya-AT yang telah dipostulasikan mempunyai peran dalam regulasi gen PAI-1 oleh mekanisme post transkripsional.

Walaupun PAI-1 ada dalam konsentrasi rendah didalam plasma, waktu paruhnya yang relatif singkat didalam darah (yaitu 10 menit) menunjukkan tingginya kecepatan biosintesis. Lebih lanjut, konsentrasinya meningkat dengan pesat dalam respon kepada berbagai penyebab atau perubahan dalam keadaan fisiologis, yang menunjukkan bahwa jumlah PAI-1 dalam plasma adalah subyek dari regulasi dinamis. Sebagai contoh, konsentrasi PAI-1 plasma meningkat secara dramatis selama endotoksemia. Endotoksin (lipo-polisakarida/LPS) menginduksi mRNA PAI-1 hampir di semua jaringan tikus, menunjukkan bahwa PAI-1 plasma mungkin berasal dari beberapa jaringan selama sepsis. Analisis hibridisasi in situ memperlihatkan bahwa endotoksin menginduksi mRNA PAI-1 di sel endotel pada semua tingkat vaskulatur, termasuk arteri besar, vena, dan kapiler. Ekspresi gen PAI-1 juga diinduksi di hepatosit dan di adiposit.

Banyak efek dari endotoksin diperantarai melalui pelepasan sitokin dari sel radang (misalnya TNF-alpha dan IL-1). Memang berbagai penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar dari jaringan yang sama pada tikus yang memproduksi PAI-1 dalam respon kepada endotoksin (yaitu hati, jantung, dan paru) juga memproduksinya dalam respon kepada TNF-alpha. Oleh karena itu, endotoksin dan TNF-alpha mengupregulasi ekspresi PAI-1 terutama pada sel endotel di sebagian besar jaringan tikus dan menginduksinya in vitro di berbagai sel endotel sapi dan manusia. Modulator pertumbuhan misalnya TGF-beta juga menginduksi antigen PAI-1 plasma dan mRNA PAI-1 jaringan di beberapa model hewan. Pada model hewan pengerat, TGF-beta menginduksi mRNA PAI-1 di sel otot polos vaskuler dan nonvaskuler, di adiposit, dan di sel-sel di miokardium dan ginjal. Walaupun TGF-beta menginduksi PAI-1 didalam kultur sel endotel sapi, tetapi ini tampaknya tidak menginduksi di endothelium hewan pengerat in vivo. Apakah inkonsistensi yang terlihat ini mencerminkan perbedaan antara sistem in vitro dan in vivo atau perbedaan antar spesies, masih harus ditentukan.

Beberapa penelitian telah menemukan elemen rantai DNA di 1,3 kb pertama pada promoter/regio pengapit 5-hulu pada gen PAI-1 yang memperantarai responsivitas sitokin pada sel yang dipindahkan. Tetapi hanya sedikit yang diketahui tentang peranan rantai ini pada fungsi promoter PAI-1 in vivo. Kadar mRNA PAI-1 ditentukan oleh mekanisme transkripsional maupun post transkripsional. Faktor-faktor yang telah diperlihatkan menaikkan tingkat transkripsi mRNA PAI-1 di berbagai tipe sel adalah glukokortikoid, TNF-alpha, insulin, dan IL-1. Pada sel HepG2, IGF-1 dan insulin juga mampu menginduksi sintesis PAI-1 dengan meningkatkan stabilitas mRNA. Lebih lanjut, telah disampaikan bahwa regulasi gen PAI-1 bahkan mempunyai kompleksitas yang lebih besar karena ini mungkin juga tergantung kepada polimorfisme genetik.

Ekspresi PAI-1 telah terlihat diberbagai tipe sel yang meliputi jaringan lemak, fibrosarkoma, hepatoma, dan sel ovarium dan sel endotel. Tetapi, penelitian pada tikus transgenik yang membawa promoter PAI-1 yang berkaitan dengan suatu gen indikator menunjukkan bahwa ekspresi PAI-1 in vivo mungkin jauh lebih terbatas. Walaupun sel hepatoma memproduksi sejumlah besar PAI-1 in vitro dan telah digunakan sebagai model untuk meneliti regulasinya, tetapi diketahui bahwa hapatosit biasanya tidak mensintesis PAI-1 in vivo. Kendatipun demikian, hepatosit ini dan sel endotel dapat diinduksi oleh endotoksin untuk memproduksi PAI-1 in vivo. Observasi ini menimbulkan kekhawatiran tentang validitas kultur jaringan in vitro sebagai model untuk regulasi fibrinolisis in vivo. PAI-1 PADA KONDISI PATOLOGISPada orang sehat, PAI-1 diekspresikan terutama di megakariosit, sel otot polos, dan adiposit. Tetapi, sebagaimana dibahas dalam teks sebelumnya, ekspresinya dapat diinduksi secara cepat dan menyolok pada banyak tipe sel oleh stress, atau cedera, atau oleh faktor pertumbuhan dan sitokin. Bagian terakhir dari bab ini menganalisa hubungan antara PAI-1 dan berbagai kejadian patologis misalnya kanker, obesitas, aterosklerosis, dan penyakit vaskuler, pulmoner, dan ginjal (lihat Gambar 19-3).

GAMBAR 19-3. Kaitan PAI-1 dengan fisiologi normal dan patologis.

Kanker

Adanya kaitan antara fibrinolisis dan pertumbuhan tumor pertama kali ditunjukkan observasi bahwa penderita tumor ganas mempunyai aktivitas fibrinolisis yang meningkat dan bahwa jaringan tumor dapat mendegradasi bekuan fibrin. Oleh karena itu, adalah sama sekali tidak terduga ketika kadar PAI-1 yang tinggi didapati mempunyai korelasi erat dengan prognosis buruk pada penderita berbagai neoplasia, termasuk karsinoma lambung dan payudara, maupun dengan tumor otak, ovarium, dan paru dan dengan lesi metastasis dari karsinoma sel renal, melanoma, dan kanker kolorektal. Analisis terhadap karsinoma kolon manusia telah memperlihatkan adanya mRNA PAI-1 di sel endotel vaskuler, didalam stroma yang mengelilingi tumor invasif, di jaringan granulasi, dan disejumlah kapiler didalam tumor. Pengecatan yang kuat untuk antigen PAI-1 juga telah terlihat pada pembuluh proliferatif di tumor intrakranial misalnya glioma derajat tinggi dan tumor metastasis maupun di pembuluh darah di dekat pusat nekrosis tumor. Dalam penelitian ini, PAI-1 terlokalisir di membran basalis vaskuler dan jaringan ikat perivaskuler, sedangkan sel endotel itu sendiri hanya memperlihatkan reaktivitas lemah. Sebaliknya, sebuah penelitian imunokimia terhadap karsinoma paru Lewis yang ditransplantasikan pada tikus memperlihatkan protein PAI-1 di sel tumor itu sendiri. Seperti halnya PAI-1, uPA dan reseptornya, uPAR, juga berkorelasi dengan prognosis buruk pada kanker. Dalam bagian ini pada bab ini, peranan PAI-1 dalam kanker dibahas dari dua perspektif: yaitu migrasi sel dan angiogenesis tumor. Migrasi SelWalaupun uPA adalah berkaitan dengan kejadian fisiologis yang melibatkan migrasi sel misalnya penyembuhan luka, remodeling vaskuler, migrasi sel saraf, dan sifat invasif monosit, tetapi peranannya yang sebenarnya pada proses ini tidak jelas. Meningkatnya kadar uPA pada banyak sel yang mengalami transformasi telah dilaporkan, termasuk sel leukemik myeloid, hepatoma, glioma, dan karsinoma, dan inhibitor uPA telah diperlihatkan mengurangi migrasi sel dan metastasis. Penjelasan yang telah lama terbukti tentang data ini adalah bahwa peranan utama uPA adalah mereaktivasi plasmin, yang secara langsung dan secara tidak langsung, melalui aktivasi MMP (matriks metalloprotease) mendegradasi membran basalis dan menyiapkan suatu jalur untuk sel untuk bermigrasi (Lihat Gambar 19-4A). Tetapi pada tahun 1990an, model rintangan matriks ini untuk protease dan migrasi sel mulai mendapat tantangan. Sebagai contoh, diperlihatkan bahwa uPA dan plasmin maupun protease lain dapat memproduksi suatu proteolisis terbatas yang memelihara arsitektur membran basalis tetapi memperlihatkan tempat-tempat yang tidak terlihat didalam matriks yang dapat meningkatkan adhesi sel dan migrasinya. Plasmin juga dapat meningkatkan proliferasi sel dan migrasi melalui aktivasi faktor pertumbuhan misalnya TGF-beta atau melalui pelepasan faktor pertumbuhan yang disekuestrasi dari mastriks misalnya faktor pertumbuhan fibroblas (FGF) dan VEGF (vascular endothelial growth factor). Penelitian yang lebih akhir telah memperluas observasi ini dan telah mulai menunjukkan bahwa peranan uPA dan, khususnya PAI-1 dalam migrasi sel mungkin jauh lebih rumit dan elegan dari pada yang diperkirakan sebelumnya dan mungkin melibatkan interaksi pada permukaan sel dengan sejumlah reseptor termasuk uPAR, integrin, dan anggota famili LDL-R.uPA dan uPAR permukaan sel pada awalnya terlihat berlokasi di kontak fokal dan di ujung depan sel-sel yang bermigrasi. Sebagaimana dibahas sebelumnya, uPAR tidak hanya berperan sebagai reseptor untuk uPA tetapi juga melekat ke vitronectin didalam matriks, dan melalui penempelan ini, dapat memperantarai adhesi sel secara langsung. uPAR mungkin juga berkaitan secara langsung atau tidak langsung dengan integrin, dan kaitan ini dapat mempengaruhi signal sel maupun migrasi. Penelitian in vitro telah memperlihatkan bahwa baik PAI-1 maupun uPAR menempel ke domain somatomedin-B pada vitronectin, walaupun uPAR melekat dengan afinitas yang lebih rendah secara signifikan. Oleh karena itu PAI-1 bersaing dengan uPAR untuk menempel ke vitronectin dan mungkin menginhibisi penempelan sel yang diperantarai uPAR. PAI-1, uPA, dan uPAR juga dapat mengatur adhesi sel yang diperantarai integrin. Sebagai contoh, tempat pengikatan alphavbeta3 integrin pada vibronectin tumpang tindih dengan tempat pengikatan PAI-1, menimbulkan kemungkinan persaingan antara alphavbeta3 dan PAI-1 untuk melekat ke vitronectin. Oleh karena itu, pada sel otot polos dimana vitronectin meningkatkan migrasi sel, inhibisi penempelan alphavbeta3 ke vitronectin oleh penambahan PAI-1 menghasilkan inhibisi migrasi sel. PAI-1 eksogen juga menginhibisi migrasi WISH amnion manusia, endotelium yang terstimulasi dan sel karsinoma epidermal, maupun invasi monosit manusia. Tetapi efek PAI-1 terhadap adhesi sel dan migrasinya adalah sepenuhnya reversibel oleh aktivator plasminogen karena, sebagaimana dibicarakan pada awal bab ini, saat pembentukan kompleks dengan suatu protease, PAI-1 mengalami perubahan konformasional yang mengubah tempat pengikatan vitrovectin-PAI-1 dan membuat kompleks PA-PAI-1 menjadi tidak mampu melekat ke vitronectin. Oleh karena itu, konsentrasi relatif uPA (atau tPA) dan PAI-1 aktif pada antar muka matriks dapat meregulasi interaksi sel dan matriks yang diperantarai melalui vitronektin.

Disamping menghalangi interaksi sel dengan matriks dan migrasi sel, PAI-1 juga dapat meningkatkan migrasi sel dibawah kondisi tertentu. Dalam penelitian yang didiskusikan dalam teks sebelumnya, PAI-1 eksogen dalam konsentrasi tinggi digunakan untuk menghalangi migrasi. Tetapi, sebuah penelitian terbaru oleh Palmieri et al telah membuktikan bahwa ekspresi stabil PAI-1 sesungguhnya dapat menstimulasi adhesi dan migrasi pada beberapa jenis protein matriks. Dan walaupun aktivitas ini memerlukan inhibisi uPA, ini tidak secara spesifik memerlukan PAI-1, karena inhibitor uPA lainnya, yaitu PAI-3, juga dapat menstimulasi aktivitas ini. Inhibisi uPA oleh PAI-1 atau PAI-3 juga mening-katkan ekspresi permukaan beberapa subunit integrin. Czekay et al. memperlihatkan bahwa pelekatan uPA ke uPAR meningkatkan kaitan kompleks uPA-uPAR dengan alphavbeta3 atau alphavbeta5 integrin, dan memperlihatkan bahwa dengan menambahkan PAI-1 kepada kompleks ini, mereka dapat menginduksi sel untuk lepas dari matriks dengan menstimulasi endositosis kompleks integrin-uPAR-uPA-PAI-1 oleh satu anggota famili LDL-R. Integrin yang mengalami endositosis kemudian dapat didaur ulang ke permukaan sel, dimana, pada saat aktivasi, ini dapat kembali memasuki matriks. Penelitian ini telah menimbulkan hipotesis bahwa inhibisi uPA oleh PAI-1 dapat meningkatkan tipe siklus penempelan-pelepasan-penempelan kembali yang diperlukan untuk migrasi sel. Yang penting, aktivitas ini tampaknya tidak tergantung kepada komposisi matriks, menunjukkan bahwa ini mungkin merupakan suatu mekanisme umum dimana inhibisi uPA meningkatkan migrasi sel (Gambar 19-4B). Model ini adalah konsisten dengan banyak literatur yang menjelaskan peranan uPA dan PAI-1 dalam migrasi sel. Ini memberikan suatu penjelasan yang kuat tentang mengapa baik uPA maupun inhibitornya, yaitu PAI-1, berkorelasi erat dengan buruknya prognosis pada penderita kanker karena kedua molekul diperlukan untuk peningkatan migrasi sel secara maksimal. Dalam konteks ini, adalah juga menarik untuk diperhatikan bahwa PAI-1 berbeda dengan serpin lainnya yaitu bahwa ini adalah protein yang berjumlah sangat sedikit didalam plasma dan jaringan, dengan waktu paruh yang relatif singkat (kira-kira 10 menit). Lebih lanjut, ini adalah suatu gen dini dan telah diperlihatkan berakumulasi pada titik-titik fokus adhesi. Terakhir, biosintesisnya distimulasi secara cepat oleh berbagai mediator radang, faktor pertumbuhan, dan hormon. Singkatnya waktu paruh dan kemampuan untuk dengan cepat dan dramatis dilepas dari regulasi adalah sifat-sifat yang diharapkan dari molekul yang mempunyai potensi untuk dengan cepat memulai atau menghentikan proses biologis. Oleh karena itu dengan mengatur kecepatan produksi atau aktivitas PAI-1, maka sel mampu mengontrol sifat adhesifnya dan migrasinya.Terakhir, PAI-1 juga dapat meregulasi motilitas sel dengan mengefektifkan signal sel yang tergantung uPA melalui fosforilasi ERK (extracellular signal-regulated kinase). Signal ini memerlukan penempelan uPA ke uPAR dan memerlukan endositosis kompleks PAI-1-uPA-uPAR oleh VLDLR dan daur ulang uPAR kembali ke permukaan sel. Efek inhibisi PAI-1 terhadap uPA dan terhadap endositosis kompleks tersebut tidak jelas. Ini terlihat menginhibisi kemotaksis yang diinduksi uPA dalam sebuah penelitian, sedangkan dalam laporan lain, kompleks PAI-1-uPA meningkatkan migrasi sel dan proliferasi dalam suatu proses yang memerlukan kaitan dengan famili LDL-R dan tergantung kepada daur ulang uPAR.

GAMBAR 19-4. Evolusi pengetahuan kita tentang peranan PAI-1 dalam migrasi sel. (A). Sebelum beberapa tindakan oleh uPA, uPAR, dan PAI dipahami sepenuhnya, model yang paling sederhana untuk fungsi uPA dalam migrasi sel adalah hanya berdasar pada kemampuannya untuk mengaktivasi plasmin. Plasmin pada gilirannya mendegradasi protein matriks ekstraseluler (ECM), yang memungkinkan sel melepaskan diri dari rintangan matriks dan bermigrasi. (B).Suatu model tentang kemungkinan peran PAI-1 dalam migrasi sel yang mengasumsikan bahwa reseptor-reseptor permukaan sel yaitu uPAR, integrin, dan famili LDL-R, misalnya VLDLR, diekspresikan oleh sel. Integrin mungkin atau mungkin tidak menempel ke matriks dan dihubungkan ke sitoskeleton, dan uPA mungkin diekspresikan oleh sel yang sama atau oleh sel yang berdekatan. Penempelan uPA yang disekresikan ke uPAR dapat meningkatkan kaitan uPAR dengan integrin, yang mungkin juga meningkatkan adhesi. Jika juga ada PAI di lingkungan sekitarnya, ini kemudian dapat menempel ke uPA yang ada dikompleks segi-tiga tersebut. PAI ini paling mungkin adalah PAI-1 karena ekspresinya distimulasi oleh kondisi yang berkaitan dengan migrasi sel dan karena ini akan secara spesifik berlokasi ke matriks melalui penempelan ke vitronectin. Penempelan PAI-1 ke uPA menginduksi perubahan konformasional pada PAI-1 yang secara simultan mengurangi afinitasnya terhadap matriks sambil meningkatkan afinitasnya terhadap reseptor klirens (Gambar 19-2). Kaitan ini juga meningkatkan pelepasan integrin dari matriks, dan sangat mungkin juga dari sitosklelet, dan menempel ke reseptor klirens (VLDLR). Apakah integrin terlebih dahulu terlepas dari matriks dan kemudian menempel ke reseptor clearance atau apakah kaitan kompleks segi-empat dengan reseptor klirens yang menginduksi integrin untuk melepaskan diri, masih tidak jelas. Tanpa memperhatikan urutan kejadian yang sebenarnya, kompleks segi empat tersebut kemudian diendositosis, dan didalam endosom, kompleks PAI-uPA memisahkan diri dari tiga reseptor tersebut dan diarahkan ke lisosom untuk degradasi. LDL-R, uPAR, dan integrin kemudian didaur ulang kembali ke permukaan sel dimana proses dapat diulangi. Siklus penempelan-pelepasan-dan penempelan kembali terhadap integrin ini diperlukan untuk migrasi sel. Gambar ini tidak memperlihatkan banyak kejadian signal intraseluler yang dapat dibuat oleh masing-masing interaksi ini, tetapi masing-masing dari interaksi reseptor ini dapat memberi signal kepada sel. Konsekuensi arah-hilir dari kejadian-kejadian ini tidak diragukan juga mengatur adhesi dan migrasi sel melalui jalur lain (lihat Gambar 19-4 berwarna).

Angiogenesis TumorAngiogenesis adalah suatu faktor penting untuk pertumbuhan tumor dan metastasis. Telah diusulkan bahwa remodeling matriks ekstraseluler diperlukan untuk memungkinkan invasi pembuluh darah yang baru terbentuk, yang menjelaskan mengapa uPA dan reseptornya meningkat pada beberapa tipe kanker. Tetapi, ada hubungan spatial antara uPA dan PAI-1 yang tampaknya sangat penting untuk respon tumorigenik. Pengecatan imunohistokimia dan hibridisasi in situ eksplantasi aorta dan ko kultur sel endotel dan fibroblast telah memperlihatkan bahwa uPA terutama berlokasi di endothelium yang sedang tumbuh, sedangkan ekspresi PAI-1 adalah kuat pada populasi fibroblast stromal yang secara langsung mengalami kontak dengan sel endotel yang bermigrasi. Temuan seperti ini juga telah dijelaskan untuk karsinoma payudara, dimana ekspresi PAI-1 terutama ditemukan di fibroblast, dan ekspresi ini berkaitan dengan meningkatnya insidensi invasi tumor. Efek PAI-1 terhadap pertumbuhan tumor dan angiogenesis pada model tumor ektopik atau transplantasi adalah bervariasi dan kadang berlawanan. Penjelasan yang mungkin untuk perbedaan ini adalah bahwa PAI-1, in vivo, biasanya memainkan peran sebagai regulator untuk meningkatkan atau mengurangi migrasi sel dan/atau angiogenesis selama penyembuhan luka. Sistim ini mungkin kemudian juga mempunyai peran dalam pertumbuhan tumor, dan mungkin peran penting regulasi ini adalah sangat spesifik konteks. Sebagai contoh, dalam model tumor transplantasi, perbedaan kecil pada kondisi awal tumor atau penerima transplantasi mungkin mempunyai efek yang sangat besar terhadap kejadian-kejadian dini misalnya jumlah sel yang ditransplantasikan yang bertahan hidup atau adhesi dan engraftment jaringan tersebut, dan mungkin kejadian yang sangat awal ini yang pada umumnya akan menentukan keluaran akhir eksperimen tersebut. Kendatipun demikian, kemungkinan PAI-1 meregulasi angiogenesis telah diperlihatkan dalam beberapa model non-tumor, dimana PAI-1 telah didapati sebagai regulator poten terhadap angiogenesis. Efek inhibisi dari PAI-1 terhadap angiogenesis dalam model ini dapat dijelaskan oleh kemampuan PAI-1 untuk menginhibisi akses integrin ke vitronectin dan ke aktivitas proteinase. Adanya peran ganda untuk PAI-1 dalam pertumbuhan tumor dan angiogenesis telah diperlihatkan oleh temuan bahwa pada tingkat fisiologis PAI-1 meningkatkan pertumbuhan tumor melanoma manusia M21 pada tikus gundul, sedangkan pada tingkat farmakologis PAI-1 bersifat menginhibisi. Pola pertumbuhan ini tercermin pada luasnya angiogenesis, dimana perlakuan terhadap tumor dengan PAI-1 dosis rendah akan meningkatkan densitas percabangan pembuluh, sedangkan cabang-cabang yang lebih sedikit secara substansial terlihat pada perlakuan dengan dosis tinggi. Kurva respon dosis ini juga terlihat dalam implantasi Matrigel pada tikus (lihat Gambar 19-5) dan pada uji eksplantasi cincin aorta ex vivo. Oleh karena itu, konsentrasi PAI-1 pada atau didekat kisaran fisiologis normal tampaknya meningkatkan angiogenesis, sedangkan kadar farmakologis PAI-1 tampaknya menginhibisi angiogenesis. Data ini menghasilkan kurva klasik berbentuk-bel untuk efek PAI-1 terhadap angiogenesis, yang konsisten dengan kemungkinan peranannya sebagai regulator angiogenesis in vivo.

GAMBAR 19-5. Analisis kuantitatif angiogenesis dalam implantasi Matrigel. Tikus wild-type yang mempunyai defisiensi PAI-1 atau tikus C57/B6J transgenic-PAI-1 diinjeksi secara subkutan dengan Matrigel saja atau dengan Matrigel yang mengandung FGF-2 (fibro-blast growth factor-2) dan heparin dengan konsentrasi final untuk FGF-2 250 ng per mL dan untuk heparin 0,0025 U per mL. Tikus wild-type juga diinjeksi dengan FGF-2/heparin dan dengan mening-katkan konsentrasi PAI-1. Setelah 2 sampai 7 hari, implantasi Matrigel dipanen dan dilarutkan dalam 0,1% Triton X-100 dan kemudian disentrifuge untuk menyingkirkan partikulat. Konsentrasi hemoglobin di supernatant kemudian ditentukan secara langsung dengan mengukur penyerapan pada 405 nm dan dengan membandingkan dengan kurva standard untuk hemoglobin yang dipurifikasi. (A). Kandungan hemoglobin dari implantasi yang mengandung FGF-2 pada tikus wild-type yang kekurangan PAI-1 (*, P