internalisasi nilai pendidikan karakter hindu pada …

17
95 INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA ANAK USIA DINI Pratama Widya : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Volume 5, No. 2, Oktober 2020 pISSN: 25284037 eISSN: 26158396 https://www.ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PW/issue/archive INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA ANAK USIA DINI Oleh: Ni Wayan Arsini 1 , Ni Ketut Srie Kusuma Wardhani 2 , Ni Komang Sutriyanti 3 1 SD Negeri 1 Batubulan, 2,3 Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa e-mail : [email protected], [email protected], [email protected] Diterima 29 Juni 2020, direvis 3 Agustus 2020, diterbitkan 20 Oktober 2020 ABSTRAK Pembentukan karakter anak dimulai dari sejak usia dini yaitu di lingkungan keluarga yang merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan karakter anak sebelum melangkah ke lembaga pendidikan. Taman Kanak-Kanak Jambe Kumara merupakan salah satu lembaga pendidikan formal anak usia dini yang berada di wilayah Kabupaten Gianyar. Taman Kanak- Kanak Jambe Kumara hanya memiliki guru yang berlatar belakang pendidikan guru anak usia dini. Guru Taman Kanak-Kanak Jambe Kumara tidak memiliki keahlian khusus di bidang pendidikan agama. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah proses internalisasi nilai pendidikan karakter Hindu pada anak usia dini Taman Kanak-Kanak Jambe Kumara Kabupaten Gianyar?, (2) Hambatan apa sajakah yang dihadapi guru PAUD dalam menginternalisasikan nilai pendidikan karakter Hindu pada anak usia dini Taman Kanak-Kanak Jambe Kumara Kabupaten Gianyar?, selanjutnya (3) Bagaimanakah dampak internalisasi nilai pendidikan karakter Hindu pada anak usia dini Taman Kanak-Kanak Jambe Kumara Kabupaten Gianyar?. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Teori Belajar Sosial dari Albert Bandura, (2) Teori Belajar Kognitif dari Jean Piaget, dan (3) Teori Motivasi dari Maslow serta Mc.Clelland. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode observasi non partisipan, wawancara terstruktur, studi kepustakaan, dan dokumentasi. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan (1) Proses internalisasi nilai pendidikan karakter Hindu pada anak usia dini Taman Kanak-Kanak Jambe Kumara Kabupaten Gianyar dilaksanakan melalui (a) Pembiasaan, (b) Keteladanan ( Modelling), (c) Pengembangan Budaya Sekolah, dan (d) Kegiatan Ekstra Kurikuler. (2) Hambatan yang dihadapi guru PAUD dalam menginternalisasikan nilai pendidikan karakter Hindu pada anak usia dini Taman Kanak-Kanak Jambe Kumara Kabupaten Gianyar adalah berupa faktor internal dan faktor eksternal. (3) Dampak internalisasi nilai pendidikan karakter Hindu pada anak usia dini Taman Kanak-Kanak Jambe Kumara Kabupaten Gianyar adalah terbentuknya karakter anak usia dini yang beriman/religius (sradha), disiplin (yoga sadhana), mandiri (rtvig rtvijam), dan ramah tamah (samiksantam). Kata Kunci: Internalisasi, Nilai Pendidikan Karakter Hindu, Anak Usia Dini ABSTRACT The formation of a child's character starts from an early age, namely in the family environment which is the first and foremost vehicle for children's character education before going to an educational institution. Jambe Kumara Kindergarten is one of the early childhood

Upload: others

Post on 20-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA …

95 INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU

PADA ANAK USIA DINI

Pratama Widya : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini

Volume 5, No. 2, Oktober 2020

pISSN: 25284037 eISSN: 26158396

https://www.ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PW/issue/archive

INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU

PADA ANAK USIA DINI

Oleh:

Ni Wayan Arsini1, Ni Ketut Srie Kusuma Wardhani2, Ni Komang Sutriyanti3

1SD Negeri 1 Batubulan, 2,3Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa

e-mail : [email protected], [email protected],

[email protected]

Diterima 29 Juni 2020, direvis 3 Agustus 2020, diterbitkan 20 Oktober 2020

ABSTRAK

Pembentukan karakter anak dimulai dari sejak usia dini yaitu di lingkungan keluarga

yang merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan karakter anak sebelum melangkah

ke lembaga pendidikan. Taman Kanak-Kanak Jambe Kumara merupakan salah satu lembaga

pendidikan formal anak usia dini yang berada di wilayah Kabupaten Gianyar. Taman Kanak-

Kanak Jambe Kumara hanya memiliki guru yang berlatar belakang pendidikan guru anak usia

dini. Guru Taman Kanak-Kanak Jambe Kumara tidak memiliki keahlian khusus di bidang

pendidikan agama. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: (1)

Bagaimanakah proses internalisasi nilai pendidikan karakter Hindu pada anak usia dini Taman

Kanak-Kanak Jambe Kumara Kabupaten Gianyar?, (2) Hambatan apa sajakah yang dihadapi

guru PAUD dalam menginternalisasikan nilai pendidikan karakter Hindu pada anak usia dini

Taman Kanak-Kanak Jambe Kumara Kabupaten Gianyar?, selanjutnya (3) Bagaimanakah

dampak internalisasi nilai pendidikan karakter Hindu pada anak usia dini Taman Kanak-Kanak

Jambe Kumara Kabupaten Gianyar?. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Teori

Belajar Sosial dari Albert Bandura, (2) Teori Belajar Kognitif dari Jean Piaget, dan (3) Teori

Motivasi dari Maslow serta Mc.Clelland. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data

adalah metode observasi non partisipan, wawancara terstruktur, studi kepustakaan, dan

dokumentasi. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis dengan teknik deskriptif

kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan (1) Proses internalisasi nilai pendidikan karakter

Hindu pada anak usia dini Taman Kanak-Kanak Jambe Kumara Kabupaten Gianyar

dilaksanakan melalui (a) Pembiasaan, (b) Keteladanan (Modelling), (c) Pengembangan Budaya

Sekolah, dan (d) Kegiatan Ekstra Kurikuler. (2) Hambatan yang dihadapi guru PAUD dalam

menginternalisasikan nilai pendidikan karakter Hindu pada anak usia dini Taman Kanak-Kanak

Jambe Kumara Kabupaten Gianyar adalah berupa faktor internal dan faktor eksternal. (3)

Dampak internalisasi nilai pendidikan karakter Hindu pada anak usia dini Taman Kanak-Kanak

Jambe Kumara Kabupaten Gianyar adalah terbentuknya karakter anak usia dini yang

beriman/religius (sradha), disiplin (yoga sadhana), mandiri (rtvig rtvijam), dan ramah tamah

(samiksantam).

Kata Kunci: Internalisasi, Nilai Pendidikan Karakter Hindu, Anak Usia Dini

ABSTRACT

The formation of a child's character starts from an early age, namely in the family

environment which is the first and foremost vehicle for children's character education before

going to an educational institution. Jambe Kumara Kindergarten is one of the early childhood

Page 2: INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA …

96 Ni Wayan Arsini, Ni Ketut Srie Kusuma Wardhani, Ni Komang Sutriyanti

formal education institutions in the Gianyar Regency. Jambe Kumara Kindergarten only has

teachers with an early childhood teacher education background. The Jambe Kumara

Kindergarten Teacher has no special expertise in the field of religious education. The problems

that will be examined in this study are: (1) How is the process of internalizing the value of Hindu

character education in early childhood Jambe Kumara Kindergarten Gianyar Regency ?, (2)

What obstacles do PAUD teachers face in internalizing the value of Hindu character education

in early childhood Jambe Kumara Kindergarten Gianyar Regency ?, then (3) What is the impact

of internalizing the value of Hindu character education on early childhood Jambe Kumara

Kindergarten in Gianyar Regency?. The theory used in this study are: (1) Social Learning

Theory from Albert Bandura, (2) Cognitive Learning Theory from Jean Piaget, and (3)

Motivation Theory from Maslow and McLelland. The method used to collect data is non-

participant observation methods, structured interviews, library studies, and documentation. The

collected data was then analyzed with qualitative descriptive techniques. The results of this study

indicate (1) the process of internalizing the value of Hindu character education in early

childhood Jambe Kumara Kindergarten in Gianyar Regency is carried out through (a)

habituation, (b) exemplary (Modeling), (c) School Culture Development, and (d )

Extracurricular activities. (2) The obstacles faced by PAUD teachers in internalizing the value

of Hindu character education in early childhood Jambe Kumara Kindergarten in Gianyar

Regency are in the form of internal factors and external factors. (3) The impact of internalizing

the value of Hindu character education in early childhood Jambe Kumara Kindergarten Gianyar

Regency is the formation of the character of early childhood believers / religious (sradha),

discipline (yoga sadhana), independent (rtvig rtvijam), and friendly (samiksantam).

Keywords: Internalization, Value of Hindu Character Education, Early Childhood

I. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan segala usaha

yang dilaksanakan dengan sadar dan

bertujuan mengubah tingkah laku manusia

ke arah yang lebih baik dan sesuai dengan

yang diharapkan. Mochtar Buchori

menekankan bahwa pendidikan bermakna

menolong, sedangkan pendidikan yang tidak

bermakna hanya menjadi beban hidup

(Lasmawan, 2012). Sehingga kebermaknaan

belajar menjadi isu pendidikan yang sangat

penting untuk dicermati, dikedepankan dan

dikaji. Pendidikan membantu

mengembangkan potensi-potensi seseorang

ke arah yang lebih baik, membentuk

manusia yang mandiri, bertanggung jawab,

berilmu, memiliki etika dan moral yang

baik. Begitu pentingnya pendidikan untuk

kehidupan manusia sehingga semua negara

di dunia menaruh perhatian utamanya

memajukan pendidikan untuk

perkembangan dan kelangsungan hidup

bangsa dan Negara. Pendidikan di Indonesia

dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan

sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan

Indonesia. Hal ini terdapat dalam UU RI

No.20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 2 sebagai

berikut:

“Pendidikan nasional adalah pendidikan

yang berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai

agama, kebudayaan nasional Indonesia

dan tanggap terhadap perubahan zaman

(Penyusun, 2013).”

Selanjutnya pada Pasal 3 dijelaskan:

“Pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa,

Page 3: INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA …

97 INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU

PADA ANAK USIA DINI

bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan

menjadi warga Negara yang demokratis

dan bertanggung jawab.”

Secara konseptual pendidikan nasional

sudah sangat sempurna dengan harapan

tercapainya tujuan pendidikan nasional.

Tetapi tujuan pendidikan dan hasil dari

pendidikan nasional seperti apa yang dicita-

citakan ternyata masih jauh dari harapan

karena terjadinya degradasi moral terhadap

peserta didik dan remaja. Hal ini disebabkan

oleh adanya penyimpangan sosial, pengaruh

budaya asing, kurangnya pengawasan dan

perhatian orang tua, kemajuan teknologi

(IPTEK) melahirkan berbagai macam media

yang mutakhir seperti televisi, handphone,

internet dan lain-lain. Tujuan pendidikan

nasional tidak hanya membentuk manusia

yang cerdas dan pintar tetapi juga berakhlak

mulia serta beriman bertakwa kepada Tuhan.

Keseimbangan antara pengembangan

kecerdasan intelektual, kecerdasan

emosional dan kecerdasan spiritual.

Pendidikan hendaknya mengembangkan

ketiga aspek kecerdasan dalam peserta didik.

Pembangunan karakter dewasa ini

menjadi salah satu perhatian dari

pemerintah, pendidikan karakter harus

dikembangkan dalam bingkai utuh sistem

pendidikan nasional. Proses pendidikan

karakter akan melibatkan pengetahuan

afektif, kognitif, dan psikomotorik sehingga

dalam pemahaman anak atau peserta didik

akan mendapatkan pengetahuan baru,

sesungguhnya hal tersebut akan membentuk

perkembangan karakter anak ke arah yang

positif (Lickona, 2012). Upaya

pengembangan kualitas peserta didik dalam

kepribadian dan karakter merupakan hal

penting yang harus dilaksanakan secara

sungguh-sungguh. Kepribadian dan karakter

bangsa yang mantap dan kokoh merupakan

aspek penting dari kualitas manusia

Indonesia yang ikut menentukan kemajuan

suatu bangsa ke depan. Terlebih lagi anak

usia dini, karena merupakan masa kritis dan

strategi bagi pembentukan karakter

seseorang (M. Noor, 2012). Jambe Kumara

merupakan salah satu lembaga pendidikan

anak usia dini yang berbentuk taman kanak-

kanak swasta di lingkungan Dinas

Pendidikan Kabupaten Gianyar yang

mempunyai visi untuk mewujudkan sumber

daya manusia yang berkualitas, mampu

bersaing atas dasar sradha bhakti terhadap

Tuhan Yang Maha Esa. Taman Kanak-

Kanak Jambe Kumara memiliki sejumlah

pendidik dengan lulusan pendidikan guru

anak usia dini (PG PAUD) dan tidak tidak

memiliki keahlian khusus di bidang

pendidikan agama Hindu.

II. METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi. Moleong (2006) secara tegas

menyatakan bahwa penelitian kualitatif tidak

menggunakan lingkungan penelitian yang

disusun secara ketat dan kaku sehingga tidak

dapat diubah lagi, melainkan bersifat

fleksibel (Moleong, 2006). Data yang

dipergunakan adalah data kualitatif yaitu

kategori-kategori gambar, pernyataan atau

kata-kata ditambah dengan informasi-

informasi dan dokumen-dokumen terkait

subjek dan objek penelitian. Sumber data

yang dipergunakan dalam penelitian ini

dapat dibedakan menjadi dua yakni data

primer dan data sekunder. Data primer

dalam penelitian ini diperoleh secara

langsung dari informasi-informasi yang

diberikan oleh para informan yang berada di

Taman Kanak-kanak Jambe Kumara, yang

terdiri dari kepala sekolah, para guru, siswa

serta staf sekolah. Sedangkan sumber data

sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari

buku-buku yang relevan dengan tema

penelitian, yaitu buku-buku yang terkait

Page 4: INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA …

98 Ni Wayan Arsini, Ni Ketut Srie Kusuma Wardhani, Ni Komang Sutriyanti

dengan pendidikan karakter Hindu pada

anak usia dini. Informan adalah orang yang

dimanfaatkan untuk memberikan informasi

tentang situasi dan kondisi latar penelitian

(Moleong, 2006). Informan dalam penelitian

ini dipilih dengan teknik purposive.

Data dikumpulkan dengan teknik

observasi, wawancara, studi kepustakaan,

dan studi dokumentasi. Observasi

merupakan cara memperoleh data dengan

jalan mengadakan ”pengamatan dan

pencatatan” secara sistematis tentang suatu

objek tertentu (Wardhani, 2010). Teknik

observasi yang digunakan yaitu obervasi

non partisipan yang tidak menuntut

keterlibatan peneliti berfokus terhadap

kegiatan dari subjek yang diteliti (Sugiyono,

2013). Wawancara merupakan teknik

pengumpulan data yang langsung diperoleh

dari sumbernya. Wawancara (interview)

dilakukan dengan cara mengajukan

pertanyaan secara langsung oleh interviewer

kepada yang diwawancara (Komariah,

2014). Wawancara terstruktur digunakan

sebagai teknik pengumpulan data, bila

peneliti atau pengumpul data telah

mengetahui dengan pasti tentang informasi

apa yang akan diperoleh. Studi kepustakaan,

dilakukan untuk mengumpulkan data-data

melalui sumber literatur. Sedangkan studi

dokumentasi suatu cara untuk

mengumpulkan data dengan melakukan dan

mengumpulkan segala macam dokumen

yang sudah didokumentasikan serta

mengadakan pencatatan secara sistematis.

Setelah dikumpulkan data dianalisis secara

deskriptif kualitatif. Teknik deskriptif

kualitatif adalah suatu cara analisis data

penelitian yang dilakukan dengan cara

menyusun secara sistematis, factual, dan

akurat mengenai fakta-fakta dari suatu fakta-

fakta dari suatu peristiwa-peristiwa atau

gejala-gejala tertentu. Data yang sudah

dianalisis, selanjutnya disajikan dalam

bentuk teks naratif yaitu penyajian data atau

hasil penelitian dideskripsikan

menggunakan kata-kata biasa.

III. PEMBAHASAN

3.1 Proses Internalisasi Nilai

Pendidikan Karakter Hindu pada

Anak Usia Dini pada Taman Kanak-

Kanak Jambe Kumara Kabupaten

Gianyar

Pendidikan karakter dalam konteks

mikro berpusat pada satuan pendidikan

secara holistik. Pengembangan karakter

dibagi dalam empat pilar, yakni kegiatan

belajar mengajar di kelas, kegiatan

keseharian dalam bentuk pengembangan

budaya satuan pendidikan, kegiatan ko-

kurikuler dan/atau ekstra kurikuler, serta

keseharian di rumah dan masyarakat (M.

Noor, 2012). Internalisasi nilai karakter

Hindu pada anak usia dini di Taman Kanak-

Kanak Jambe Kumara dilaksanakan melalui

pembiasaan, keteladanan (modelling),

pengembangan budaya sekolah serta

kegiatan ekstra kurikuler.

3.1.1 Pembiasaan

El-Khuluqo (2014) menyatakan

pendidikan karakter anak usia dini memiliki

makna lebih tinggi dari pendidikan moral

karena tidak hanya berkaitan dengan

masalah benar salah, akan tetapi bagaimana

menanamkan kebiasaan (habit) tentang

berbagai perilaku yang baik dalam

kehidupan, sehingga anak memiliki

kesadaran dan pemahaman yang tinggi, serta

kepedulian dan komitmen untuk

menerapkan kebajikan dalam kehidupan

sehari-hari. Peranan pembiasaan dalam

pengajaran terhadap berfungsi untuk

menumbuhkan serta mengembangkan

kecerdasan jiwanya dalam menemukan nilai

budi pekerti yang mulia, rohani yang luhur,

dan etika religius yang lurus. Pembiasaan

merupakan dimensi praktis dalam upaya

pembentukan anak untuk mempersiapkan

dirinya dalam menjalani proses kehidupan

Page 5: INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA …

99 INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU

PADA ANAK USIA DINI

dan mendukung kariernya. Segi praktis ini

dapat dilakukan dengan melatih anak

menaati agama dan Tuhan dan menjauhi

larangannya. Melalui wawancara yang

dilakukan, I Dewa Made Ngurah Badra

menyatakan sebagai berikut:

“Taman Kanak-Kanak Jambe Kumara

telah menerapkan program kegiatan

pembiasaan yang harus diikuti oleh

anak-anak. Kegiatan pembiasaan

meliputi memberi salam, sembahyang

pagi/ sembahyang purnama tilem,

mencuci tangan setelah bermain atau

akan makan, berdoa sebelum makan,

membuang sampah pada tempatnya,

budaya antri, serta merapikan alat tulis

sendiri (wawancara tanggal 02 Mei

2018)”.

Berdasarkan penuturan informan,

Taman Kanak-Kanak Jambe Kumara telah

menerapkan program kegiatan pembiasaan

meliputi memberi salam, sembahyang pagi/

sembahyang purnama tilem, mencuci tangan

setelah bermain atau akan makan, berdoa

sebelum makan, membuang sampah pada

tempatnya, budaya antri, serta merapikan

alat tulis sendiri.

3.1.2 Memberi Salam

Berdasarkan hasil observasi peneliti di

lapangan, anak-anak Taman kanak-Kanak

Jambe Kumara ketika memasuki halaman

sekolah selalu memberi salam kepada

Bapak/Ibu Gurunya. Selain itu juga,

pembelajaran di kelas diawali dengan

ucapan salam “Selamat Pagi Bapak/Ibu

Guru” serta mengucapkan salam Panganjali

Umat “Om Swastyastu”. Seperti terlihat

pada gambar 4.9 di bawah ini. Menurut

penuturan informan Ni Made Astrini, S.Ag

menyatakan bahwa :

“Menjadi seorang guru harus mampu

merubah kebiasaan buruk yang dibawa

oleh anak dari rumah. Di sekolah

seorang guru harus mampu menanamkan

kebiasaan baik. Walaupun guru itu

kesannya terlalu cerewet di depan orang

tua dan murid. Namun, hal ini kita

lakukan demi kebaikan anak-anak kelak.

Terutama mengarahkan anak untuk

hormat tidak hanya saja kepada kita

gurunya namun semua orang yang ada di

sekitar kita. Kita mengajarkan mereka

untuk hormat dengan cara salim ketika

ketemu dengan orang yang lebih tua.

Jangan menunggu anak-anak yang

menyalami, sambutlah anak-anak

dengan meyodorkan tangan. Baru sepeti

itu bukannya seorang guru itu gila

hormat. Hal-hal yang sering dilakukan

berulang-ulang, anak menjadi terbiasa

hormat dengan memberikan salam.

Pembiasaan mengarahkan anak-anak

untuk terbiasa hormat kepada sesama

maupun kepada orang yang lebih tua

termasuk Bapak/Ibu Guru maupun orang

yang lebih tua (wawancara tanggal 5

Mei 2018)”.

Berdasarkan hasil wawancara di atas,

dapat disimpulkan bahwa salah satu

kegiatan pembiasaan yang dilaksanakan di

Taman Kanak-Kanak Jambe Kumara yaitu

memberi salam kepada orang lain. Anak-

anak dibimbing untuk hormat kepada semua

orang yang ada di lingkungan sekitarnya,

baik itu guru, staf sekolah maupun orang

yang lebih tua. Kegiatan pembiasaan ini

diterapkan untuk membentuk karakter anak

yang santun dan ramah tamah.

3.1.3 Sembahyang Pagi/Sembahyang

Purnama Tilem

Sembahyang/berdoa merupakan salah

satu kegiatan rutin yang wajib dilakukan

oleh anak sebelum memasuki kelas. Anak-

anak berbaris di depan halaman sekolah

sesuai dengan kelasnya masing-masing yang

diarahkan dan dipantau oleh Bapak/Ibu

guru. Sebelum sembahyang/berdoa anak-

anak diajak menyayikan salam agama Hindu

dengan menggunakan bahasa daerah Bali.

Anak-anak diajak bersikap anjali yaitu

Page 6: INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA …

100 Ni Wayan Arsini, Ni Ketut Srie Kusuma Wardhani, Ni Komang Sutriyanti

tangan dicakupkan dan berada di depan

dada. Menurut penuturan informan I Dewa

Made Ngurah Badra menyatakan bahwa:

“Sebagai orang asli Bali hendaknya kita

bia melestarikan budaya yang kita miliki

yaitu pengenalan bahasa daerah Bali

kepada anak-anak kita. Disini saya

selaku kepala sekolah menekankan

kepada bawahan untuk menggunakan

bahasa bali serta diterjemahi lagi dengan

bahasa Indonesia karena kami

mempunyai beberapa orang anak yang

bukan orang asli Bali dan tidak pernah

diajarkan berbahasa Bali. Penggunaan

bahasa Bali ini merupakan salah satu

program pembiasaan, supaya anak-anak

sedari kecil sudah mengenal bahasa

ibunya.Kita menggunakan dua bahasa

dalam mengucapkan salam maupun

berdoa. Berdoa pertama kita memuja

Dewa Ganapati lalu dilanjutkan dengan

Gayatri Mantram. Pertama kita antarkan

pakai bahasa Bali lalu kita antarkan lagi

pakai bahasa Indonesia. Apalagi di era

sekarang dengan canggihnya teknologi,

anak-anak lebih cepat meniru budaya

luar yang sering mereka tonton dan

dengar di layar televisi maupun

handphone. Sekolah juga mengharapkan

daya dukung orang tua dalam

mengenalkan bahasa daerah Bali di

lingkungan keluarga. Melalui kegiatan

pembiasaan inilah kita membentuk

karakter anak-anak. Mengucapkan salam

dan berdoa salah satu internalisasi nilai

karakter Hindu religius (wawancara

tanggal 02 Mei 2018)”.

Berdasarkan hasil wawancara dan

observasi di lapangan, peneliti menemukan

bahwa kegiatan berdoa diawali dengan

menggunakan bahasa daerah Bali lalu lagu

pujaan terhadap “Dewa Ganesha”

dinyanyikan dengan menggunakan nyanyian

berbahasa Indonesia. Mengingat asal-usul

siswa di Taman Kanak-Kanak tidak hanya

berasal dari orang Bali asli tetapi ada orang

rantauan dari daerah lain yaitu bahasa jawa.

Nyanyian Lagu Ganesha sebagai berikut:

“ Ayo kawan-kawan semua, ayo kawan-

kawan semua, mari belajar dan memuja,

mari belajar dan memuja, Tuhan Yang

Maha Esa, Om Sri Ganapati, Om Sri

Ganapati, Om Sri Ganapati, berkatilah

kami agar jadi anak pintar, kuat dan

berbudi, berkatilah kami agar jadi anak

pintar, kuat dan berbudi (Hasil

pengamatan tanggal 5 Maret 2018).

3.1.4 Mencuci Tangan Setelah Bermain

Atau Sebelum Makan

Anak-anak Taman Kanak-Kanak

Jambe Kumara dididik untuk hidup sehat.

Bagaimana cara merawat diri sendiri

maupun lingkungan. Dengan fasilitas yang

telah disediakan oleh pihak sekolah, anak-

anak diharapkan terbiasa mengikuti pola

hidup sehat seperti mencuci tangan setelah

bermain atau mencuci tangan sebelum

makan. Kegiatan ini merupakan kegiatan

pembiasaan penanaman pendidikan karakter

bertanggung jawab terhadap kesehatan diri

sendiri. Taman Kanak-Kanak Jambe

Kumara telah menyediakan beberapa tempat

cuci tangan yang bisa digunakan oleh anak-

anak. Setelah bermain atau sebelum makan

anak-anak tanpa disuruh akan mencuci

tangannya sendiri (Warniasih, wawancara

tanggal 5 Mei 2018).

3.1.5 Berdoa Sebelum Makan

Penanaman karakter religius dapat

dilakukan dengan cara pembiasaan berdoa

sebelum makan. Menggunakan etika makan

yang benar seperti tidak mengajak bercakap-

cakap teman yang sedang makan. Sebelum

menyantap makanan anak-anak diarahkan

untuk berdoa agar senantiasa makanan yang

disantap membawa kesehatan serta

mengucapkan syukur atas makanan yang

diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan,

sebelum makan bersama anak-anak

Page 7: INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA …

101 INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU

PADA ANAK USIA DINI

mengambil sikap duduk yang baik. Tangan

berada di atas meja dan dilipat. Mata

dipejamkan dan mulai berdoa diarahkan

oleh ibu gurunya. Doa yang diucapkan

sebagai berikut:

“Terima kasih Tuhan atas pemberianmu

hari ini.”

Menurut penuturan informan Desak Putu

Wahyuni, S.Pd.AUD menyatakan bahwa:

“Anak-anak kami biasakan untuk

mensyukuri atas berkah yang telah

diberikan oleh Tuhan. Kami

mengarahkan anak-anak agar bersyukur

bisa menikmati makanan berlimpah. Di

luar sana masih banyak orang ain yang

kekurangan makanan. Kami

mengarahkan anak-anak untuk

menghabiskan makanan tanpa sisa.

Ucapan syukur kita ucapkan dengan doa

sederhana yaitu terima kasih Tuhan atas

pemberianmu hari ini (wawancara

tanggal 4 Mei 2018).”

3.1.6 Membuang Sampah Pada

Tempatnya

Pihak Taman Kanak-Kanak Jambe

Kumara membuatkan rambu-rambu untuk

tidak membuang sampah sembarangan

dengan media gambar, sehingga mudah

dipahami maksudnya oleh anak-anak. Selain

itu, tentu saja melalui persuasi atau nasihat

langsung yang sifatnya lisan. Sekolah sudah

menyediakan tempat sampah dengan jumlah

yang memadai atau sesuai kebutuhan, serta

telah dipisah antara tempat sampah organik

atau basah dan tempat sampah non organik

atau kering. Berdasarkan penuturan

informan, Ni Made Ariani, S.Pd

menyatakan bahwa:

“Kita mengingatkan anak-anak untuk

membiasakan diri saling mengingatkan

teman, jika ada di antara teman-temanya

yang lupa membuang sampah

sembarangan. Jadi, anak-anak diarahkan

untuk saling mengawasi dan

mengingatkan di antara sesama teman.

Hal ini bagus, secara tidak langsung

anak-anak digiring pada satu

pemahaman bahwa kebersihan sekolah

adalah tanggung jawab bersama, dan

oleh karena mereka harus saling

mewujudkan dan menjaganya

((wawancara tanggal 05 Mei 2018).”

Senada dengan pernyataan tersebut,

Desak Putu Wahyuni, S.Pd.AUD

menambahkan bahwa :

“Kita bapak/ibu guru harus bisa

memberi contoh untuk peduli pada

kebersihan lingkungan sekolah, misal

dengan kesediaan untuk memungut

sampah yang tercecer. Lakukan itu

sambil memberikan arahan kepada anak-

anak untuk melakukan hal yang sama.

Karena mereka langsung diberikan

contoh, tentu mereka akan lebih mudah

untuk mengikutinya. Pada saat kegiatan

pembelajaran, ada hari tertentu yang

digunakan untuk mengajak anak-anak

menanam bunga, sayur dan pohon.

Selain membuat lingkungan sekolah

akan indah dan sejuk, anak-anak juga

akan turut menjaganya, karena tanaman

tersebut mereka yang menanam. Dan

sudah barang tentu karena tanaman

tersebut hasil karya sendiri, mereka tidak

akan merusaknya (wawancara tanggal 4

Mei 2018).”

Berdasarkan hasil wawancara di atas,

dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan

membuang sampah pada tempatnya

merupakan salah satu penerapan metode

pembiasaan yang dilakukan oleh guru

Taman Kanak-Kanak Jambe Kumara untuk

menumbuhkan budaya hidup sehat pada

peserta didik.

3.1.7 Budaya Antri

Kesadaran anak untuk terbiasa

mengantri merupakan hasil pendidikan yang

dilakukan secara terus menerus dan

berkelanjutan. Budaya mengantri tidak bisa

dilatihkan kepada anak hanya dalam waktu

satu atau dua bulan saja. Di samping itu

Page 8: INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA …

102 Ni Wayan Arsini, Ni Ketut Srie Kusuma Wardhani, Ni Komang Sutriyanti

keteladanan dari semua pihak di lingkungan

sekolah merupakan contoh terbaik bagi

anak-anak untuk membudayakan mengantri.

Berdasarkan wawancara dengan Ni Ketut

Sarmini, S.Pd.AUD menyatakan bahwa:

“Banyak hal yang dapat dipelajari oleh

anak ketika mengantri yaitu anak belajar

bersabar menunggu giliran ketika

mereka mendapatkan antrian di tengah

atau di belakang, anak belajar disiplin

serta tidak menyerobot hak orang lain,

anak belajar bersosialisasi menyapa dan

berkomunikasi dengan orang lain di

antrian dan anak belajar memiliki rasa

malu, jika menyerobot antrian dan hak

orang lain (wawancara tanggal 07 Mei

2018).”

Berdasarkan hasil wawancara di atas

dapat disimpulkan bahwa pembiasaan

budaya antri dilakukan untuk membentuk

karakter anak didik yang disiplin dan bisa

bersosialisasi dengan orang lain di

sekitarnya. Belajar bersabar dan tidak

menyerobot hak orang lain.

3.1.8 Merapikan Alat Tulis Sendiri

Berdasarkan hasil observasi di

lapangan Taman Kanak-Kanak Jambe

Kumara menyedikan peralatan belajar baik

itu alat tulis maupun buku pendukung di

sekolah beserta loker untuk masing masing

siswa. Setiap memulai pembelajaran di kelas

anak-anak mengambil peralatan belajarnya

sendiri. Apabila sudah selesai menggunakan

peralatan belajar dirapikan dan ditaruh di

tempat semula. Anak-anak dibiasakan

belajar mandiri, menjaga dan merapikan

peralatan sekolah sendiri.

“Semua anak kita wajibkan untuk

menjaga isi lokernya dengan baik. Baik

menjaga keutuhan isi loker maupun

kerapian isi loker. Anak-anak

mempunyai loker masing-masing yang

diberi tanda dengan gambar buah yang

mencirikan identitas individu anak

(wawancara tanggal 05 Mei 2018).”

Berdasarkan uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa program kegiatan

pembiasaan Taman Kanak-Kanak Jambe

Kumara Kabupaten Gianyar yang meliputi

memberi salam, sembahyang pagi/

sembahyang purnama tilem, mencuci tangan

setelah bermain atau akan makan, berdoa

sebelum makan, membuang sampah pada

tempatnya, budaya antri, serta merapikan

alat tulis sendiri dapat menumbuhkan

karakter Hindu anak usia dini.

3.1. 9 Keteladanan (Modelling)

Keteladanan adalah metode atau cara

mendidik/memberikan pembelajaran kepada

anak dengan cara memberikan contoh yang

baik, baik melalui perkataan ataupun

perbuatan yang akan senantiasa tertanam

dalam diri pribadi anak. Keteladanan dalam

pendidikan merupakan metode yang

berpengaruh dan terbukti paling berhasil

dalam mempersiapkan dan membentuk

aspek moral, karakter, spiritual dan etos

sosial anak yang tindak tanduknya dan

sopan santunnya disadari atau tidak akan

ditiru oleh anak-anak (Sudijono, 1999).

Kegiatan keteladanan dalam praktek

pendidikan dan pengajaran, dilaksanakan

dalam dua cara, yaitu; pertama, secara

langsung (direct) maksudnya bahwa

pendidik benar-benar menjadikan dirinya

sebagai contoh teladan yang baik bagi anak

didik. Kedua, secara tidak langsung

(indirect) yang maksudnya, pendidik

menceritakan riwayat kisah-kisah orang

besar, pahlawan ,yang tujuannya agar anak

didik menjadikan tokoh-tokoh tersebut

sebagai suri teladan dalam kehidupannya.

Melalui wawancara yang dilakukan dengan

Ni Nengah Muriani,S.Pd menyatakan

bahwa:

“Seorang pendidik tidak memberikan

prinsip-prinsip atau teori-teori saja

kepada anak didik akan tetapi pendidik

atau guru harus dapat merealisasikannya

Page 9: INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA …

103 INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU

PADA ANAK USIA DINI

dalam kehidupan sehari-hari. Karena

pendidik merupakan figur yang baik

dalam pandangan anak didik, semua

tindak-tanduk dan sopan santunnya

disadari atau tidak akan ditiru oleh

mereka bahkan bentuk perkataan,

perbuatan dan tingkah lakunya serta

senantiasa tertanam dalam kepribadian

anak. Suri tauladan dari pendidik

merupakan faktor yang besar

pengaruhnya dalam kepribadian anak.

Hal ini dapat membentuk seorang anak

menjadi manusia yang berkarakter dan

beriman (wawancara tanggal 03 Mei

2018)”.

Berdasarkan hasil wawancara

tersebut di atas, menjadi seorang pendidik

harus bisa menjadi panutan atau suri

tauladan bagi anak-anak. pendidik

merupakan figur yang baik dalam

pandangan anak didik karena semua tindak-

tanduk dan sopan santun disadari atau tidak

akan ditiru oleh anak-anak bahkan bentuk

perkataan, perbuatan dan tingkah lakunya

serta senantiasa tertanam dalam kepribadian

anak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

keteladanan memberikan pengaruh yang

besar terhadap kepribadian dan karakter

anak.

3.2 Hambatan yang Dihadapi Guru

PAUD dalam Menginternalisasi

Nilai Pendidikan Karakter Hindu

pada Anak Usia Dini pada Taman

Kanak-Kanak Jambe Kumara

Kabupaten Gianyar Pembentukan karakter merupakan

segala sesuatu yang dilakukan guru yang

mampu mempengaruhi karakter peserta

didik. Anis (2006) menyatakan bahwa

secara garis besar ada dua faktor yang

mempengaruhi karakter seseorang yaitu

faktor internal dan faktor eksternal. Banyak

hambatan yang dialami oleh guru PAUD

dalam menanamkan pendidikan karakter

Hindu. Hambatan-hambatan tersebut juga

berkaitan dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi penanaman karakter Hindu

pada siswa yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Lebih jelasnya peneliti akan

menjelaskan sebagai berikut:

3.2.1 Faktor Internal

Hambatan yang dilalui dalam

internalisasi nilai karakter Hindu pada anak

usia dini Taman Kanak-Kanak Jambe

Kumara Kabupaten Gianyar disebabkan oleh

faktor yang berasal ada dalam diri individu

anak usia dini. Hambatan internal

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor

jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor

kelelahan.

a. Faktor Jasmaniah

Faktor penghambat

pelaksanaan internalisasi nilai

karakter Hindu jika dilihat dari

faktor jasmaniah yaitu faktor

kesehatan dan kondisi fisik. Anak

usia dini dapat mengikuti kegiatan

sekolah dengan baik apabila dalam

keadaan sehat. Kegiatan sekolah

anak usia dini akan terganggu jika

kesehatannya terganggu. Apabila

kesehatannya terganggu anak usia

dini akan merasa cepat lelah, kurang

bersemangat, mengantuk ketika ada

gangguan/kelainan fungsi alat indera

serta tubuhnya.

b. Faktor Psikologis

Faktor psikologis merupakan

faktor kejiwaan dari peserta didik.

Ada empat faktor yang tergolong ke

dalam faktor psikologis yang

mempengaruhi belajar yaitu :

intelegensi, perhatian, minat, dan

kelelahan (Slameto, 2004).

3.2.2 Faktor Eksternal

Faktor eksternal yaitu faktor yang

berasal dari luar diri individu. Faktor

ekternal adalah faktor yang bersumber dari

Page 10: INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA …

104 Ni Wayan Arsini, Ni Ketut Srie Kusuma Wardhani, Ni Komang Sutriyanti

luar manusia, akan tetapi dapat

mempengaruhi perilaku manusia, baik

langsung maupun tidak langsung. Hal-hal

yang termasuk dalam faktor eksternal ini

adalah faktor keluarga, faktor lingkungan

sekolah, dan faktor lingkungan masyarakat.

a. Faktor Keluarga

Ki Hajar Dewantara (dalam

Shochib, 1998) menjelaskan bahwa

keluarga merupakan pusat

pendidikan yang pertama dan

terpenting karena sejak timbulnya

adab kemanusiaan sampai saat ini,

keluarga selalu memengaruhi

pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap

manusia. Disamping itu, orang tua

dapat menanamkan benih kebatinan

yang sesuai dengan kebatinannya

sendiri ke dalam jiwa anak. Inilah

hak orang tua yang utama dan tidak

bisa dibatalkan oleh orang lain.

Menurut Syarbini (2012) keluarga

adalah lingkungan utama yang dapat

membentuk watak dan karakter anak.

Baik buruknya karakter anak sangat

tergantung pada baik buruknya

pelaksanaan pendidikan dalam

keluarga. Keluarga memiliki peran

yang sangat penting dalam

membentuk kepribadian anak.

Keluarga merupakan tempat yang

paling menentukan seorang anak

tumbuh menjadi orang yang

bergunan atau tidak bagi masyarakat.

Lickona (2012) menegaskan

keluarga sebagai pendidik karakter

yang paling utama. Keluarga adalah

pihak pertama yang paling penting

dalam mempengaruhi karakter anak.

Tugas sekolah adalah memperkuat

nilai karakter positif (etos kerja, rasa

hormat, tanggung jawab, jujur, dan

lain-lain) yang diajarkan di rumah.

Berdasarkan uraian tersebut di atas

dapat disimpulkan keluarga

merupakan jalur pendidikan pertama

dan utama bagi anak merupakan

tempat pertama kalinya anak-anak

memperoleh pendidikan dan

pengajaran dari orang tua. Keluarga

juga memiliki tempat dan fungsi

yang sangat unik, dinamis, memiliki

peran sosial, pendidikan sekaligus

peran keagamaan. Seorang anak

sebelum mengenal masyarakat yang

lebih luas dan mendapat bimbingan

dari sekolah, lebih awal memperoleh

bimbingan dari keluarga. Seorang

anak pertama kalinya mendapatkan

penanaman dan pembentukan

karekter dari kedua orang tua.

Demikian pula dalam

keseluruhannya kehidupan anak

lebih banyak dihabiskan dalam

lingkungan keluarga.

Penanaman nilai-nilai karakter

dalam keluarga merupakan salah satu

upaya peningkatan mutu pendidikan

karakter sehingga terwujud sumber

daya manusia yang berkualitas

(Sutriyanti, 2016). Selain itu, yang

juga penting adalah adanya

komunikasi yang baik antara suami

dan istri. Sekarang ini dengan alasan

untuk memperbaiki tingkat ekonomi

keluarga, banyak pasangan suami-

istri, memilih untuk bekerja mencari

nafkah. Kesibukan yang terus

meningkat membuat pasangan

suami-istri sering lupa akan

pentingnya komunikasi tatap muka

untuk menjaga hubungan pernikahan

tetap harmonis. Minimnya

komunikasi seperti itu rentan

memunculkan permasalahan dalam

hubungan suami istri. Jika dibiarkan,

bisa jadi pasangan itu akhirnya harus

bercerai (Kurniawan, 2012). Baik

buruknya hubungan atau interaksi

antara suami dan istri atau ayah dan

ibu sangat menentukan kesuksesan

Page 11: INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA …

105 INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU

PADA ANAK USIA DINI

pendidikan karakter di lingkungan

keluarga, terutama dalam

menciptakan situasi dan interaksi

edukatif. Situasi edukatif adalah

terciptanya suasana atau keadaan

yang memungkinkan terjadinya

proses tindakan yang mengarah pada

proses pendidikan. Sementara

interaksi edukatif adalah interaksi

yang mengandung nilai-nilai

pendidikan. Situasi dan interaksi ini

tidaklah muncul dengan sendirinya,

tetapi harus diciptakan, diusahakan

bahkan direkayasa oleh suami istri

atau ayah ibu, dan orang-orang

dewasa lain yang bertanggung jawab

dalam pelaksanaan pendidikan

karakter di lingkungan keluarga.

Upaya pembentukan karakter

anak di keluarga pada dasarnya tidak

terlepas dari bagaimana bentuk pola

asuh yang diterapkan orang tua pada

anak-anaknya. Pola asuh dapat

didefinisikan sebagai pola interaksi

antara anak dengan orang tua yang

meliputi pemenuhan fisik (makan,

minum dan lain-lain) dan kebutuhan

psikologis (rasa aman, kasih sayang

dan lain-lain), serta sosialisasi

norma-norma yang berlaku di

masyarakat agar dapat anak dapat

hidup selaras dengan lingkungannya.

Dengan kata lain, pola asuh juga

meliputi pola interaksi orang

tuandengan anak dalam rangka

pendidikan karakter anak (M. Noor,

2012). Pola asuh atau parenting style

adalah salah satu faktor yang secara

signifikan turut membentuk karakter

anak. Keluarga yang harmonis,

rukun dan damai akan tercermin dari

kondisi psikologis dan karakter anak-

anaknya. Begitu sebaliknya, anak

yang kurang berbakti, tidak hormat,

bertabiat buruk, sering melakukan

tindakan di luar moral kemanusiaan

atau berkarakter buruk, lebih banyak

disebabkan oleh ketidakharmonisan

dalam keluarga. Semestinya orang

tua menyadari menjadi sosok

demokratis agar karakter mulia

tumbuh berkembang pada anak.

Sebaliknya para orangtua harus

menghindari pola asuh yang permisif

dan otoriter karena terbukti

membentuk karakter buruk pada

anak (Wibowo, 2017).

Setiap orang tua atau pasangan

suami-istri atau ayah-ibu senantiasa

mengharapkan kehadiran anak

sebagai bukti dari buah cinta kasih

mereka. Namun hubungan antara

orang tua dan anak bukanlah

hubungan kepemilikan, melainkan

hubungan pemeliharaan. Hubungan

atau interaksi antara orang tua

dengan anak selalu ditandai dengan

perkataan dan perbuatan. Namun,

tidak sedikit dari perilaku atau

perangai orang tua justru membuat

anak tertekan atau stres bahkan

depresi. Melalui wawancara dengan

Desak Putu Wahyuni, S.Pd.AUD,

menyatakan bahwa :

“Lingkungan rumah dapat terdiri

dari orang tua, kakek nenek atau

asisten rumah tangga. Dalam

proses penanaman nilai karakter,

kebiasaan di rumah dapat

menjadi menjadi penghambat.

Sekolah sudah membiasakan

anak-anak untuk melakukan

segala sesuatu sendiri misalnya,

namun jika di rumah anak-anak

masih dilayani. Selain itu sikap

orang tua yang mempercayakan

anak-anaknya ke sekolah 100%

tetapi mereka sibuk dengan

pekerjaan tanpa memberikan

perhatian dan kasih sayang serta

memberikan contoh yang baik di

rumah. Hal ini akan menghambat

Page 12: INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA …

106 Ni Wayan Arsini, Ni Ketut Srie Kusuma Wardhani, Ni Komang Sutriyanti

penanaman nilai karakter pada

anak (wawancara tanggal 12 Mei

2018).”

Berdasarkan hasil wawancara

di atas dapat disimpulkan bahwa,

pola asuh orang tua di rumah dapat

menjadi penghambat dalam

internalisasi nilai karakter. Tidak

adanya sinkronisasi antara yang telah

diajarkan dengan lingkungan yang

tidak mendukung membuat nilai-

nilai karakter Hindu yang

ditanamkan di sekolah tidak dapat

terinternalisasi dengan baik.

b. Faktor Lingkungan Sekolah

Menurut M. Noor (2012)

menyatakan sekolah sebagai institusi

formal yang memiliki tugas penting

bukan hanya meningkatkan

penguasaan informasi dan teknologi

peserta didik, tetapi juga bertugas

dalam pembentukan kapasitas

bertanggung jawab dan kapasitas

pengambilan keputusan yang bijak

dalam kehidupan. Sebab, seseorang

tidak secara otomatis memiliki

karakter moral yang baik sehingga

perlu dipikirkan upaya untuk

mendidik karakter secara efektif

(effective character education).

Menurut Wibowo (2017), guru

PAUD yang profesional secara

umum memiliki tugas utama untuk:

(1) mendidik; (2)membimbing;

(3)mengarahkan; (4) melatih; (5)

menilai; (6) mengevaluasi peserta

didik pada pendidikan anak usia dini

jalur pendidikan formal, pendidikan

dasar dan pendidikan menengah.

Guru PAUD juga diharapkan mampu

bekerja secara profesional dan dapat

menjadi agen perubahan sosial baik

di sekolah maupun masyarakat.

Seorang guru yang benar-benar

menerapkan pendidikan yang santun

dalam mendidik siswanya, akan

selalu berpikir kreatif dan inovatif

dalam menciptakan lingkungan

pembelajaran yang menyenangkan,

agar anak usia dini lebh mudah

mengerti apa yang hendak

disampaikan oleh gurunya.

Penggunanaan metode yang sesuai

dengan materi akan sangat

berpengaruh. Seorang guru juga

harus mengedepankan rasa kasih

sayang dan cinta kasih kepada anak

didiknya melalui perkataan dan

perbuatan yang bisa menjadi contoh

untuk anak didiknya(El-Khuluqo,

2014).

Anak usia dini adalah anak

yang sedang dalam tahap

perkembangan pra operasional

kongkrit sebagaimana yang

dikemukakan oleh Piaget. Sementara

nilai-nilai karakter atau moral

merupakan konsep-konsep yang

abstrak, sehingga dalam hal ini anak

belum bisa dengan serta merta

menerima apa yang diajarkan

guru/orang tua yang sifatnya abstrak

secara cepat. Oleh karena itu guru

harus mampu memilih metode yang

tepat dan efektif untu menanamkan

nilai moral kepada anak agar apa

yang disampaikan benar-benar

sampai dan dipahami oleh anak

untuk bekal kehidupannya kelak.

Berdasarkan hasil observasi di

lapangan, masih terdapat guru

PAUD yang belum bisa sepenuhnya

menjadi figur kebajikan dan suri

tauladan yang pantas untuk digugu

dan ditiru. Profil guru PAUD yang

kurang kreatif dan inovatif dalam

menciptakan lingkungan belajar

yang menyenangkan juga dapat

menghambat internalisasi nilai

karakter Hindu pada anak usia dini.

Page 13: INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA …

107 INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU

PADA ANAK USIA DINI

c. Faktor Lingkungan Masyarakat

Sebagai makhluk sosial maka

setiap siswa tidak mungkin

melepaskan dirinya dari interaksi

dengan lingkungan. Sebagai

makhluk sosial sejak dini memang

sebaiknya anak kita dikenalkan pada

lingkungan masyarakat. Dalam

proses perkebangan anak,

lingkungan merupakan faktor yang

sangat penting setelah pembawaan

(Aunurrahman, 2012). Melalui

wawancara dengan Ni Made

Warniasih, S.Pd dinyatakan sebagai

berikut:

“Lingkungan tempat tinggal

sangat berpengaruh tehadap

pembentukan karakter anak.

Misal anak-anak yang bertempat

tinggal di sekitar perumahan

TNI/POLRI cenderung anak-

anak lebih berani dan disiplin,

lain halnya anak-anak yang

tinggal di wilayah perkotaan

yang sesama tetangga tidak

saling mengenal. Ini juga akan

berdampak buruk terhadap

karakter anak. Anak-anak

cenderung menjadi anak yang

individualism. Selain itu,

pengaruh masyarakat yang sering

berjudi atau mabuk-mabukan

akan juga memberikan pengaruh

yang negatif. Karena anak usia

dini ini merupakan peniru yang

ulung, mereka akan sangat

gampang meniru apa yang dilihat

(wawancara tanggal 07 Mei

2018).”

Berdasarkan uraian di atas,

dapat disimpulkan bahwa lingkungan

masyarakat juga merupakan salah

satu faktor penghambat nilai karakter

Hindu pada anak usia dini.

Hendaknya masyarakat ikut berperan

dalam pembentukan moral dan

karakter anak bangsa sehingga kelak

menjadi anak-anak yang berguna.

3.3 Upaya untuk Mengatasi Hambatan

dalam Mengiternalisasikan Nilai

Karater Hindu pada Anak Usia Dini

Taman Kanak-Kanak Jambe

Kumara Kabupaten Gianyar

Berdasarkan hambatan-hambatan yang

dihadapi oleh guru PAUD dalam

menginternalisaskan nilai karakter Hindu

pada anak usia dini Taman Kanak-Kanak

Jambe Kumara Kabupaten Gianyar, perlu

adanya solusi untuk mengatasi hambatan

tersebut sehingga tujuan dalam

menginternaisasikan nilai karakter Hindu

dapat tercapai dengan baik. Untuk

meningkatkan keefektifan sekolah dalam

menanamkan pendidikan karakter Hindu

diperlukan berbagai perubahan. Perubahan

yang diperlukan tidak hanya perubahan di

sekolah, tetapi juga pada lingkungan yang

mempengaruhi proses dan internaisasi nilai

karakter di sekolah. Upaya yang dilakukan

oleh pihak sekolah antara lain

pengembangan kultur sekolah (caring

community) dan pengembangan pendidik

yang profesional.

a. Pengembangan Kultur Sekolah

(Caring Community) Kultur sekolah merupakan

kreasi bersama yang dapat dipelajari

dan teruji dalam memecahkan

kesulitan-kesulitan yang dihadapi

sekolah dalam mencetak lulusan

yang cerdas, terampil, mandiri dan

bernurani. Pendidikan karakter akan

semakin efektif, relevan dan

berkesinambungan jika terarah pada

pengembangan kultur sekolah yang

menghargai individu dalam

mengembangkan karakter

pribadinya. Pada dasarnya kualitas

sebuah lembaga pendidikan bisa

dilihat dari sejauh mana

Page 14: INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA …

108 Ni Wayan Arsini, Ni Ketut Srie Kusuma Wardhani, Ni Komang Sutriyanti

keberhasilannya dalam

meningkatkan kualitas mulai dari

kultur organisasi atau institusi.

Melalui wawancara dengan I Dewa

Made Ngurah Badra selaku Kepala

Sekolah menegaskan bahwa:

“Kultur sekolah sangat

mempengaruhi sikap maupun

perilaku warga sekolah. Kultur

sekolah yang positif akan

menciptakan suasana kondusif

sedangkan kultur negatif akan

menimbulkan banyak kendala bagi

sekolah. Contoh kultur sekolah

yang baik yaitu kesungguhan

dalam melaksanakan tugas dan

kewajiban sedangkan contoh kultur

negatif contohnya minimya

komitmen dan motivasi berprestasi

pada warga sekolah. Untuk dapat

membentuk anak yang berkarakter,

diperlukan komunikasi yang baik

antara sekolah dengan warga

sekolah. Kehadiran sekolah yang

bermutu dapat menjadi model

sekolah yang lainnya. Dapat

dikatakan kultur pendidikan

karakter di sekolah dapat

mempengaruhi lingkungan

pendidikan lainnya (wawancara

tanggal 02 Mei 2018).”

Berdasarkan hasil wawancara

di atas dapat disimpulkan bahwa,

kultur sekolah semestinya

dikembangkan sedemikian rupa

sehingga pendidikan karakter

menjadi lingkungan yang sehat bagi

pengembangan karakter seluruh

individu dalam lingkungan

pendidikan. Sekolah seharusnya

menjadi tempat dimana komunitas

moral itu tumbuh.

b. Pengembangan Pendidik yang

Profesional

Pendidikan anak usia dini

merupakan awal dari pendidikan

yang lebih tinggi dan menjadi kunci

dalam memperbaiki kualitas bangsa.

Untuk mendapatkan hasil

pembentukan karakter anak yang

berkualitas perlu didukung oleh

pendidik yang profesional.

Profesional berarti bekerja sesuai

prosedur, mengikuti etika profesi dan

ilmu PAUD serta tidak melakukan

kesalahan. Pengembangan pendidik

yang profesional merupakan bagian

penting dalam membentuk

pendidikan karakter yang utuh dan

menyeluruh. Salah satu cara untuk

membentuk pendidik yang

professional yaitu pelatihan.

Pelatihan merupakan cara untuk

meningkatkan kemampuan guru agar

menjadi pendidik karakter yang

efektif (Sutriyanti, 2019).

3.3.1 Terbentuknya Karakter Anak Usia

Dini yang Religius (Sraddha)

Religius (sraddha) merupakan sikap

dan perilaku yang menunjukkan keyakinan

akan adanya kekuatan sang pencipta atau

Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan ini

disertai kepatuhan dan ketaatan dalam

mengikuti perintah dan menjauhi segala

larangan-Nya. Ini diwujudkan dengan taat

beribadah dan berperilaku yang sesuai

dengan apa yang telah diatur oleh agama

dan tidak melakukan apa yang dilarang oleh

agama (Titib, 2006). Sikap dan perilaku

yang patuh dalam melaksanakan ajaran

agama yang dianutnya, toleran terhadap

pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup

rukun dengan pemeluk agama lain

(Balitbangpusku, 2010). Adapun religiusitas

merupakan orang yang menganggap

beragama sebagai sesuatu yang penting

lebih dikenal sebagai orang yang bekerja

untuk mereka yang memerlukan

pertolongan, ikut serta berkampanye untuk

keadilan sosial, dan menyisihkan uang untuk

Page 15: INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA …

109 INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU

PADA ANAK USIA DINI

memberikan pertolongan, terutama dalam

jangka waktu yang panjang (Suhardi, 2014).

Nilai religius merupakan nilai

pembentuk karakter yang sangat penting.

Manusia berkarakter adalah manusia yang

religius. Religius adalah penghayatan dan

implementasi ajaran agama dalam

kehidupan sehari-hari (Character Building,

2012). Sikap religius merupakan cerminan

orang beriman yang memiliki keyakinan

yang mantap terhadap Tuhan Yang Maha

Esa. Dalam kitab Rgveda dijelaskan:

abhi venā anūṣateyakṣanti

pracetasaḥ,majjanty-avicetasaḥ.

(Rgveda IX.64.21)

Terjemahannya:

Orang yang beriman kepada Tuhan

Yang Maha Esa yang terpelajar

mempersembahkan doa-doa dan para

ahli keagamaan yang dicerahkan berniat

menghaturkan yajña. Orang yang tidak

beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa,

dan orang yang bodoh akan tenggelam

(Titib, 2006).

Sloka tersebut di atas menegaskan

bahwa orang yang beriman kepada Tuhan

Yang Maha Esa, orang yang terpelajar selalu

mempersembahkan doa-doa pujian. Orang

yang tidak beriman kepada Tuhan Yang

Maha Esa serta orang yang bodoh akan

tenggelam ke jurang penderitaan. Oleh

karena itu, menjadi manusia harus selalu

mempertebal sraddha dan bhakti kepada

Tuhan Yang Maha Esa karena manusia tidak

ada apa-apanya dihadapan Tuhan.

3.3.2 Terbentuknya Karakter Anak Usia

Dini yang Disiplin (Yoga Sadhana)

Disiplin (yoga sadhana) merupakan

suatu tindakan yang menunjukkan perilaku

tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan

peraturan (Balitbangpuskur, 2010: 9).

Disiplin adalah kepatuhan untuk

menghormati dan melaksanakan suatu

sistem yang mengharuskan orang untuk

tunduk kepada keputusan, perintah, dan

peraturan yang berlaku. Juga diartikan

bahwa disiplin adalah sikap mentaati

peraturan dan ketentuan yang telah

diterapkan tanpa pamrih (Titib, 2006).

Disiplin tidak bisa dibangun secara

instan dibutuhkan suatu proses panjang agar

disiplin menjadi kebiasaan yang melekat

kuat dalam diri seorang anak. Oleh karena

itu penananaman disiplin harus dilakukan

sejak dini. Tujuannya untuk mengarahkan

anak agar merasa belajar mengenai hal-hal

baik yang merupakan persiapan bagi masa

dewasa. Jika sejak dini sudah ditanamkan

disiplin, meraka akan menjadikannya

sebagai kebiasaan dan bagian dari dirinya

(Naim, 2012: 143).

3.3.4 Terbentuknya Karakter Anak Usia

Dini yang Mandiri (rtvig rtvijam)

Mandiri (rtvig rtvijam) adalah sikap

dan perilaku yang tidak mudah tergantung

pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-

tugas. Dalam keluarga, kemandirian (self-

relience) adalah salah satu nilai karakter

yang harus dibentuk oleh orang tua dalam

kehidupan sehari-hari. Mustari (2014)

menyatakan bahwa orang mandiri adalah

orang yang cukup-diri (self-sufficient), yaitu

orang yang mampu berpikir dan berfungsi

secara independen, tidak perlu bantuan

orang lain, tidak menolak risiko dan bisa

memecahkan masalah, bukan hanya

khawatir tentang masalah-masalah yang

dihadapinya. Orang seperti ini akan percaya

pada keputusannya sendiri, jarang

membutuhkan orang lain untuk meminta

pendapat atau bimbingan orang lain. Orang

yang mandiri dapat menguasai

kehidupannya sendiri dan menangani apa

saja dari kehidupan ini yang ia hadapi.

3.3.5 Terbentuknya Karakter Anak Usia

Dini yang Ramah Tamah

(Samiksantam)

Ramah tamah (samiksantam)

merupakan sikap dan perilaku dengan budi

Page 16: INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA …

110 Ni Wayan Arsini, Ni Ketut Srie Kusuma Wardhani, Ni Komang Sutriyanti

bahasa yang baik, tutur kata dan sikap yang

manis. Hal ini diwujudkan dengan perilaku

yang menyenangkan, menenangkan serta

membuka pintu kepada orang lain. Usia dini

merupakan usia yang sangat tepat dalam

pembentukan karakter anak. Guru PAUD

menggunakan berbagai strategi dalam

meninternalisasikan nilai karakter Hindu

walaupun guru PAUD tidak memiliki

kompetensi di bidang keilmuan agama.

Berbagai cara dilakukan seperti dengan

memberi contoh atau keteladanan

(modelling). Melalui wawancara dengan Ni

Ketut Sarmini, S.Pd.AUD menyatakan

bahwa:

“Seorang guru wajib hukumnya bersikap

ramah tamah baik kepada anak-anak

maupun warga sekolah yang lain. Mulai

dari menyapa dengan tutur kata yang

manis dan murah senyum. Seorang guru

harus berpenampilan rapi. Dengan

menggunakan seragam yang bersih,

menggunakan ikat pinggang, menata

rambut agar rapi untuk para ibu guru.

Hal yang kita lakukan akan ditiru oleh

anak-anak. Sehingga setiap bertemu

dengan orang lain baik itu temannya

sendiri, guru, maupun orang tua

temennya dia bersikap ramah tamah

(wawancara tanggal 5 Mei 2018).”

Berdasarkan hasil observasi dan

wawancara di lapangan dapat disimpulkan

bahwa untuk membentuk karakter anak

didik yang ramah tamah (samiksantam) guru

PAUD membimbing anak usia dini melalui

pembiasaan maupun keteladanan. Karena

anak usia dini lebih gampang meniru

perbuatan yang pernah dilihat dan dialami.

DAFTAR PUSTAKA

Anis, M. (2006). Arsitek Peradaban. PT

Remaja Rosdakarya.

Aunurrahman. (2012). Belajar dan

Pembelajaran. Alfabeta.

Balitbangpusku. (2010). Bahan Ajar

Pelatihan Penguatan Metodologi

Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai

Budaya Untuk Membentuk Daya Saing

dan Karakter Bangsa. Kemendiknas.

Character Building. (2012). AR.

Ruzzmedia.

El-Khuluqo, I. (2014). Manajemen PAUD

(Pendidikan Anak Usia Dini)

Pendidikan Taman Kehidupan Anak.

Pustaka Belajar.

Komariah, S. & A. (2014). Metodelogi

Penelitian Kualitatif. Alfabeta.

Kurniawan, S. (2012). Pendidikan Karakter.

Ar-Ruzz Media.

Lasmawan, W. (2012). Pengembangan

Model KurikulumAlternatif Berbasis

Teori Rekonstruksi Sosial Ala Vigotsky.

Undiksha Press.

Lickona, T. (2012). Educating For

Character( Mendidik Untuk

Membentuk Karakter). Bumi Aksara.

M. Noor, R. (2012). Mengembangkan

Karakter Anak Secara Efefktif di

Sekolah dan Rumah. Pedagogia.

Moh, S. (1998). Pola Asuh Orang Tua

dalam mebantu Anak Mengembangkan

Disiplin. Renika Cipta.

Moleong, L. J. (2006). Metodologi

Penelitian Kualitatif. PT Remaja

Rosdakarya.

Mustari, M. (2014). Nilai Karakter Refleksi

Pendidikan. Rajawali Pers.

Penyusun, T. (2013). Undang-Undang

Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional)

2003. Depdiknas.

Slameto. (2004). Belajar dan Faktor-Faktor

yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta.

Sudijono, A. (1999). Evaluasi Pendidikan.

Rosdakarya.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian

Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D). Alfabeta.

Suhardi, D. (2014). Nilai Karakter Refleksi

Untuk Pendidikan. PT RajaGrafindo

Persada.

Sutriyanti, N. K. (2016). PENINGKATAN

MUTU PENDIDIKAN KARAKTER

Page 17: INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU PADA …

111 INTERNALISASI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HINDU

PADA ANAK USIA DINI

MELALUI PERAN ORANG TUA

DALAM KELUARGA. Jurnal

Penjaminan Mutu, 2(1), 14–27.

https://doi.org/10.25078/jpm.v2i1.57

Sutriyanti, N. K. (2019). Karakteristik

Keluarga Hindu Di Desa Bayunggede

Provinsi Bali. Religious: Jurnal Studi

Agama-Agama Dan Lintas Budaya.

Syarbini, A. (2012). Buku Pintar Pendidikan

Karakter. As@-Prima Pustaka.

Titib, I. M. (2006). Menumbuhkembangkan

Pendidikan Budhi Pekerti pada Anak.

Pustaka Bali Post.

Wardhani, N. K. S. K. (2010). Metodelogi

Penelitian. IHDN.

Wibowo, A. (2017). Pendidikan Karakter

Usia Dini (Strategi Membangun

Karakter di Usia Emas). Pustaka

Belajar.