interupsi semua parpol harus diverifi kasi - ftp.unpad.ac.id filebukan soal sepele selengkapnya di...

1
S ELURUH partai politik (parpol) harus men- jalani verifikasi ulang mengikuti perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Parpol. Ter- masuk, parpol yang telah lolos dalam pemilu sebelumnya. Dari pembahasan antara pemerintahan dan DPR di Ja- karta, kemarin, terjadi sejumlah perubahan UU itu. Perubahan tersebut antara lain syarat pendiri, kepengurus- an, kantor, syarat uang dalam rekening parpol, transparansi keuangan, dan penyelesaian konik secara internal. Untuk pendaftaran, parpol harus minimal ditandatangani 50 orang dengan komposisi 33 orang merupakan perwakilan 33 provinsi. Secara kelembagaan, parpol harus memenuhi kriteria kepe- ngurusan di setiap provinsi. Kepengurusan di provinsi mencakup 75% kabupaten/ kota yang ada di provinsi terse- but. Di tingkat kabupaten/kota harus mencapai 50% kecamatan di kabupaten/kota. RUU Parpol juga mewajib- kan partai yang sudah berdiri harus memenuhi kriteria ini. Sehingga, sembilan parpol yang kini berada di DPR harus melakukan verifikasi ulang. Anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) se- tiap partai harus mencakup proses kaderisasi yang terbuka. Setiap perubahan AD/ART harus disampaikan melalui forum pengambil keputusan tertinggi dalam parpol. Dan dalam Pasal 51 RUU Parpol disebutkan, verifikasi seluruh parpol harus dilakukan 2,5 tahun sebelum penyeleng- garaan pemilu. Jika pemilu digelar pada 2014, verifikasi yang dilakukan Kementerian Hukum dan HAM harus tuntas paling lambat akhir 2011. “Setiap parpol harus melaku- kan verifikasi pendirian dan kepengurusan, termasuk yang sudah berdiri dan ada di DPR,” ujar anggota Komisi II DPR dari F-PDIP Arif Wibowo. Akan tetapi, sambungnya, jika parpol di DPR tidak me- menuhi verikasi, keberadaan anggotanya di DPR tetap di- akui hingga 2014. Adapun mengenai meka- nisme penyelesaian konflik, imbuhnya, RUU Parpol me- wajibkan penyelesaian secara internal. Sehingga, setiap par- pol harus memiliki mahkamah parpol untuk menyelesaikan perselisihan pengurus dan ang- gota parpol. Kewajiban itu tidak berlaku bagi penyelesaian konik yang sudah telanjur diserahkan ke pengadilan. Diperberat Wakil Ketua Komisi II DPR dari F-PAN Hakam Naja meng- ungkapkan syarat pendirian parpol memang lebih berat. Syarat ini lebih berat daripada syarat peserta pemilu dalam UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. “Syarat ini berdampak pada semua parpol, termasuk parpol yang kini ada di DPR. Verikasi ini menyangkut hardware dan software parpol,” tuturnya. Ia mengungkapkan syarat ini harus dipenuhi dalam veri- kasi oleh parpol. Jika parpol tidak memperoleh verifikasi, keberadaannya sebagai badan hukum dapat dicabut. “Ini menyangkut keberadaan parpol. Verikasi ini berbeda dengan syarat peserta pemilu,” tuturnya. Akan tetapi, RUU Parpol memperingan batas sumbang- an untuk parpol. Sumbangan perusahaan atau badan hukum mencapai Rp7,5 miliar. Jumlah itu lebih besar daripada batas sumbangan pada UU 2/2008 yang hanya Rp4 miliar untuk satu tahun anggaran. Sementara itu, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Igna- tius Mulyono menjelaskan, ada 37 RUU menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2011 inisiatif DPR. Sebanyak 14 RUU merupakan luncuran dari tahun sebelumnya. Sisanya merupakan RUU yang sama sekali baru.(Din/P-1) bhawono@ mediaindonesia.com Semua Parpol Harus Diverikasi Aryo Bhawono Syarat pendirian parpol diperberat, tetapi batas sumbangan diperingan. Politik & HAM | 3 SELASA, 14 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA MI/RAMDANI TUNTUT PENGANGKATAN: Massa yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, kemarin. Dalam aksi itu mereka menuntut diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). INTERUPSI MI/JHONI KRISTIAN Kenaikan Harga bukan Soal Sepele Selengkapnya di www.mediaindonesia.com HARGA berbagai jenis cabai, khususnya cabai rawit, di Ibu Kota dan kota-kota besar di daerah kembali melonjak, rata-rata men- capai 50% dalam beberapa hari ini. Kenaikan itu hampir sama dengan saat menjelang Idul Fitri lalu. Di pasar tradisional Palmerah, Jakarta, harga cabai rawit yang semula Rp25 ribu per kg menjadi Rp50 ribu. Kondisi yang sama juga terjadi di Bandung (Jawa Barat), Purwokerto (Jawa Tengah), dan Manado (Sulawesi Utara). Atas peristiwa ini, sejumlah tang- gapan pembaca mengalir ke mediaindonesia.com, Facebook Harian Umum Media Indonesia, dan interupsi@mediaindonesia. com. Berikut petikannya. PENGANTAR Sering Banget SAKING sering naiknya, jadi terbiasa untuk tidak beli. Budi Mardiono Di Mana Sejahteranya? ITULAH negeri kita, menuju rakyat sejahtera? Amarillo Silangit Bukan cuma Cabai BUKAN cuma cabai. Semuanya naik, kapan turunnya? Meln Japaria Tak Ada Pemerintah HARGA-HARGA melonjak karena ada beberapa faktor, antara lain kondisi cuaca yang ekstrem di semua daerah-daerah penghasil pertanian, dan yang kedua kontrol pemerintah sudah tidak ada karena sistem yang sekarang tidak dapat mengatur dan menjang- kau pengendalian harga. Reynal Azwany Butuh Pemimpin Konkret PERSOALAN tentang cabai, TKI, minyak, bensin, dan lain-lain, inilah yang seharusnya lebih penting dan pokok menjadi fokus pemerintah. Hendaknya saat ini, untuk itu carilah yang akan disuruh memimpin instansi strategis itu orang yang benar-benar orang, biar pekerjaan tidak tercecer hingga tidak tahu mana prioritas dan bukan prioritas. Rudi Nondra Pemerintah Harus Awasi KENAIKAN harga menjelang suatu peristiwa besar yang se- lalu diagungkan masyarakat adalah soal biasa. Menjadi kurang atau tidak biasa kalau kenaikan ini menyebabkan penghasilan masyarakat umumnya menjadi tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dan tetap harus dialami sesudah peristiwa itu berlalu. Kepada pemerintah untuk dapat melakukan pengawasan dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan, agar kehidupan masyarakat tidak lebih terpuruk dari sekarang. Kahar Zakir Tuntutan Perangkat Desa Diabaikan KEMENTERIAN Dalam Negeri (Kemendagri) dituding telah mengabaikan tuntutan ribuan anggota Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) yang menuntut pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil (PNS). “Kenapa Mendagri enggan bertemu kami? Padahal kami hanya ingin mendengar pen- jelasannya, mengapa kami tidak bisa diangkat menjadi PNS,” kata Ketua PPDI Ubaidi Rosyidik di pelataran Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, kemarin. Kedatangan PPDI yang keempat kalinya terse- but hanya bertujuan meminta Mendagri memasukkan klausul pengangkatan perangkat desa menjadi PNS ke dalam RUU tentang Desa. “Kita hanya mau klausul di- masukkan dalam RUU, bukan UU. Apa sulitnya? Kita juga tahu kalau UU itu harus dibahas dengan DPR RI,” tegasnya. Dia juga mengancam jika nantinya Mendagri tidak menemui me- reka, seluruh perangkat desa yang tergabung dengan PPDI akan melepas atribut perangkat desa dan bekerja tanpa meng- gunakan atribut tersebut. Sempat terjadi kericuhan da- lam unjuk rasa yang berlangsung sejak pukul 09.00 WIB tersebut. Seorang pegawai Kemendagri dipukul delegasi PPDI saat situa- si kian memanas. Bahkan kanopi di dekat gerbang Kemendagri dirobohkan para pengunjuk rasa. Kaca kantor Kepala Pusat Penerangan Kemendagri pun tak luput dari lemparan batu pengunjuk rasa. Mereka juga kemudian membakar seragam yang dikenakan. Sekretaris PPDI Mugiono Mu- najat menambahkan, pihaknya tidak mempermasalahkan sean- dainya harus mengikuti tes lagi sebelum diangkat sebagai PNS. “Alasan mereka sulit me- ngangkat seluruh perangkat desa, itu kan bisa diatur dengan PP (peraturan pemerintah). Bisa dibuat kriteria mengenai masa kerja, usia, dan pendidik- an,” tutur Mugiono. PPDI mendesak pemerintah memasukkan usulan mereka dalam Pasal 30 ayat (1) RUU tentang Desa. Menurutnya, dalam Pasal 202 UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan pemerintah desa terdiri dari kepala desa dan perangkat desa. Sedang- kan dalam ayat (2) disebutkan, perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. “Seharusnya kepala desa sebagai perangkat desa juga diangkat menjadi PNS seperti sekretaris desa dalam ayat (3). Karena kita kan juga perangkat desa. Kalau hanya sekretaris desa, itu tidak adil,” keluhnya. (*/R-2)

Upload: vuminh

Post on 25-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SELURUH partai politik (parpol) harus men-jalani verifikasi ulang mengikuti perubahan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Parpol. Ter-masuk, parpol yang telah lolos dalam pemilu sebelumnya.

Dari pembahasan antara pemerintahan dan DPR di Ja-karta, kemarin, terjadi sejumlah perubahan UU itu.

Perubahan tersebut antara lain syarat pendiri, kepengurus-an, kantor, syarat uang dalam rekening parpol, transparansi keuangan, dan penyelesaian konfl ik secara internal.

Untuk pendaftaran, parpol harus minimal ditandatangani 50 orang dengan komposisi 33 orang merupakan perwakilan 33 provinsi.

Secara kelembagaan, parpol harus memenuhi kriteria kepe-ngurusan di setiap provinsi. Kepengurusan di provinsi mencakup 75% kabupaten/kota yang ada di provinsi terse-but. Di tingkat kabupaten/kota harus mencapai 50% kecamatan di kabupaten/kota.

RUU Parpol juga mewajib-kan partai yang sudah berdiri harus memenuhi kriteria ini. Sehingga, sembilan parpol yang kini berada di DPR harus melakukan verifikasi ulang.

Anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) se-tiap partai harus mencakup proses kaderisasi yang terbuka. Setiap perubahan AD/ART harus disampaikan melalui forum pengambil keputusan tertinggi dalam parpol.

Dan dalam Pasal 51 RUU Parpol disebutkan, verifikasi

seluruh parpol harus dilakukan 2,5 tahun sebelum penyeleng-garaan pemilu. Jika pemilu digelar pada 2014, verifikasi yang dilakukan Kementerian Hukum dan HAM harus tuntas paling lambat akhir 2011.

“Setiap parpol harus melaku-kan verifikasi pendirian dan kepengurusan, termasuk yang sudah berdiri dan ada di DPR,” ujar anggota Komisi II DPR dari F-PDIP Arif Wibowo.

Akan tetapi, sambungnya, jika parpol di DPR tidak me-menuhi verifi kasi, keberadaan anggotanya di DPR tetap di-akui hingga 2014.

Adapun mengenai meka-nisme penyelesaian konflik, imbuhnya, RUU Parpol me-wajibkan penyelesaian secara internal. Sehingga, setiap par-pol harus memiliki mahkamah parpol untuk menyelesaikan perselisihan pengurus dan ang-

gota parpol. Kewajiban itu tidak berlaku

bagi penyelesaian konfl ik yang sudah telanjur diserahkan ke pengadilan.

DiperberatWakil Ketua Komisi II DPR

dari F-PAN Hakam Naja meng-ungkapkan syarat pendirian parpol memang lebih berat. Syarat ini lebih berat daripada syarat peserta pemilu dalam UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu.

“Syarat ini berdampak pada semua parpol, termasuk parpol yang kini ada di DPR. Verifi kasi ini menyangkut hardware dan software parpol,” tuturnya.

Ia mengungkapkan syarat ini harus dipenuhi dalam veri-fi kasi oleh parpol. Jika parpol tidak memperoleh verifikasi, keberadaannya sebagai badan hukum dapat dicabut.

“Ini menyangkut keberadaan parpol. Verifi kasi ini berbeda dengan syarat peserta pemilu,” tuturnya.

Akan tetapi, RUU Parpol memperingan batas sumbang-an untuk parpol. Sumbangan perusahaan atau badan hukum mencapai Rp7,5 miliar. Jumlah itu lebih besar daripada batas sumbangan pada UU 2/2008 yang hanya Rp4 miliar untuk satu tahun anggaran.

Sementara itu, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Igna-tius Mulyono menjelaskan, ada 37 RUU menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2011 inisiatif DPR. Sebanyak 14 RUU merupakan luncuran dari tahun sebelumnya. Sisanya merupakan RUU yang sama sekali baru.(Din/P-1)

[email protected]

Semua Parpol Harus Diverifi kasi

Aryo Bhawono

Syarat pendirian parpol diperberat, tetapi batas sumbangan diperingan.

Politik & HAM | 3SELASA, 14 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

MI/RAMDANI

TUNTUT PENGANGKATAN: Massa yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, kemarin. Dalam aksi itu mereka menuntut diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

INTERUPSI

MI/JHONI KRISTIAN

Kenaikan Harga bukan Soal Sepele

Selengkapnya di www.mediaindonesia.com

HARGA berbagai jenis cabai, khususnya cabai rawit, di Ibu Kota dan kota-kota besar di daerah kembali melonjak, rata-rata men-capai 50% dalam beberapa hari ini. Kenaikan itu hampir sama dengan saat menjelang Idul Fitri lalu.

Di pasar tradisional Palmerah, Jakarta, harga cabai rawit yang semula Rp25 ribu per kg menjadi Rp50 ribu. Kondisi yang sama juga terjadi di Bandung (Jawa Barat), Purwokerto (Jawa Tengah), dan Manado (Sulawesi Utara). Atas peristiwa ini, sejumlah tang-gapan pembaca mengalir ke mediaindonesia.com, Facebook Harian Umum Media Indonesia, dan [email protected]. Berikut petikannya.

PENGANTAR

Sering BangetSAKING sering naiknya, jadi terbiasa untuk tidak beli.

Budi Mardiono

Di Mana Sejahteranya?ITULAH negeri kita, menuju rakyat sejahtera?

Amarillo Silangit

Bukan cuma CabaiBUKAN cuma cabai. Semuanya naik, kapan turunnya?

Melfi n Japaria

Tak Ada PemerintahHARGA-HARGA melonjak karena ada beberapa faktor, antara lain kondisi cuaca yang ekstrem di semua daerah-daerah penghasil pertanian, dan yang kedua kontrol pemerintah sudah tidak ada karena sistem yang sekarang tidak dapat mengatur dan menjang-kau pengendalian harga.

Reynal Azwany

Butuh Pemimpin KonkretPERSOALAN tentang cabai, TKI, minyak, bensin, dan lain-lain, inilah yang seharusnya lebih penting dan pokok menjadi fokus pemerintah. Hendaknya saat ini, untuk itu carilah yang akan disuruh memimpin instansi strategis itu orang yang benar-benar orang, biar pekerjaan tidak tercecer hingga tidak tahu mana prioritas dan bukan prioritas.

Rudi Nofi ndra

Pemerintah Harus AwasiKENAIKAN harga menjelang suatu peristiwa besar yang se-lalu diagungkan masyarakat adalah soal biasa. Menjadi kurang atau tidak biasa kalau kenaikan ini menyebabkan penghasilan masyarakat umumnya menjadi tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dan tetap harus dialami sesudah peristiwa itu berlalu.

Kepada pemerintah untuk dapat melakukan pengawasan dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan, agar kehidupan masyarakat tidak lebih terpuruk dari sekarang.

Kahar Zakir

Tuntutan Perangkat Desa DiabaikanKEMENTERIAN Dalam Negeri (Kemendagri) dituding telah mengabaikan tuntutan ribuan anggota Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) yang menuntut peng angkatan sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

“Kenapa Mendagri enggan bertemu kami? Padahal kami hanya ingin mendengar pen-jelasannya, mengapa kami tidak bisa diangkat menjadi PNS,” kata Ketua PPDI Ubaidi Rosyidik di pelataran Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, kemarin. Kedatangan PPDI yang keempat kalinya terse-but hanya bertujuan meminta Mendagri memasukkan klausul pengangkatan perangkat desa menjadi PNS ke dalam RUU tentang Desa.

“Kita hanya mau klausul di-masukkan dalam RUU, bukan UU. Apa sulitnya? Kita juga tahu kalau UU itu harus dibahas dengan DPR RI,” tegasnya. Dia

juga mengancam jika nantinya Mendagri tidak menemui me-reka, seluruh perangkat desa yang tergabung dengan PPDI akan melepas atribut perangkat desa dan bekerja tanpa meng-gunakan atribut tersebut.

Sempat terjadi kericuhan da-lam unjuk rasa yang berlangsung sejak pukul 09.00 WIB tersebut. Seorang pegawai Kemendagri dipukul delegasi PPDI saat situa-si kian memanas. Bahkan kanopi di dekat gerbang Kemendagri dirobohkan para pe ngunjuk rasa. Kaca kantor Kepala Pusat Penerangan Kemendagri pun tak luput dari lemparan batu pengunjuk rasa. Mereka juga kemudian membakar seragam yang dikenakan.

Sekretaris PPDI Mugiono Mu-najat menambahkan, pihaknya tidak mempermasalahkan sean-dainya harus mengikuti tes lagi sebelum diangkat sebagai PNS.

“Alasan mereka sulit me-

ngangkat seluruh perangkat desa, itu kan bisa diatur dengan PP (peraturan pemerintah). Bisa dibuat kriteria mengenai masa kerja, usia, dan pendidik-an,” tutur Mugiono.

PPDI mendesak pemerintah memasukkan usulan mereka dalam Pasal 30 ayat (1) RUU tentang Desa. Menurutnya, dalam Pasal 202 UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah di sebutkan pemerintah desa terdiri dari kepala desa dan perangkat desa. Sedang-kan dalam ayat (2) disebutkan, perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya.

“Seharusnya kepala desa sebagai perangkat desa juga diangkat menjadi PNS seperti sekretaris desa dalam ayat (3). Karena kita kan juga perangkat desa. Kalau hanya sekretaris desa, itu tidak adil,” keluhnya. (*/R-2)