interval21 - edition #10 november [2008]

4
S kitar Kita: Kontroversi e b a J lan Pem angun n a Opini: as iAk i Tr n formas s L n U : apora tama s B ba Maha iswa ertam h, Pemi me un nat nur rof l Alum : P i ni d . Hanny onosu istyo r R l Berani Bicara Fakta #10 November 2008 Oleh: A. Aditya Budiman* Wahai kalian yang rindu kemenangan Wahai kalian yang turun ke jalan Demi mempersembahkan jiwa dan raga Untuk negeri tercinta Dalam serial novel Gajah Mada karya Langit Kresna Hadi, suatu ketika rakyat Majapahit melakukan Pepe sebagai bentuk protes karena telah terjadi kudeta oleh Ra Kuti dan kawan- kawannya. Kudeta terhadap raja Majapahit yang sah dibawah pimpinan Jayanegera atau Kalagemet. Pepe dilakukan sebagai sebuah bentuk protes atas ketidakadilan yang dilakukan oleh Ra Kuti. Dalam cerita tersebut digambarkan bahwa Pepe yang dilakukan oleh rakyat Majapahit mendapat perlawanan yang sengit oleh pasukan Ra Kuti. Orang-orang yang melakukan Pepe harus berhadapan dengan para prajurit yang membawa pedang dan busur panah. Pertumpahan darah pun tak terhindarkan. Pepe adalah nama lain dari penjemuran. Pepe dapat diartikan sebagai bentuk protes atau demonstrasi yang ditujukan kepada penguasa atau raja. Disebut penjemuran karena dilakukan pada saat tengah hari di sebuah lapangan yang luas dan melibatkan ratusan orang. Tujuan dilakukannya pepe sendiri adalah sebagai bentuk protes atas ketidakadilan yang dilakukan penguasa atau raja. Orang yang melakukan pepe (para demonstran) akan diterima dihadapan raja dan ditanyai apa yang menjadi persoalan mereka, lalu raja akan mencari jalan keluarnya. Dalam konteks kekinian pepe bisa juga disebut demonstrasi atau akrab disapa unjuk rasa, aksi. Dalam sebuah pergerakan mahasiswa, unjuk rasa atau demonstrasi sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Demonstrasi merupakan salah satu instrumen pernyataan sikap dari gerakan yang diusung oleh mahasiswa. Pun demonstrasi meru-pakan garis yang mem-pertegas bahwa gerakan mahasiswa telah banyak mengubah dan ber-kontribusi terhadap arah perubahan bangsa ini. Sejarah telah menun- jukkan hal itu. Mulai pada 1966, 1974, dan dipeng- hujung Orde Baru atau reformasi 1998. Masyarakat dan mahasiswa pada khusus- nya, saat ini cenderung skeptis dalam melihat demonstrasi yang dilakukan mahasiswa. Bahkan dikalangan mereka yang mengaku atau tidak sebagai aktivis kampus, gerakan dan aksi mahasiswa saat ini telah kehilangan ruhnya. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa yang masih melihat aksi sebagai instrumen penting dalam sebuah gerakan mahasiswa. Mahasiswa (baca:pendemo) perlu melakukan trans- formasi aksi. Mengkonstruksi ulang karena sudut pandang masyarakat telah berubah dalam melihat aksi yang diusung mahasiswa. Bisa jadi karena pandangan masyarakat yang melihat aksi-aksi mahasiswa yang berakhir bentrok. Namun dibalik itu semua, transformasi aksi penting jika aksi mahasiswa tidak ingin disebut sekedar aksi jalanan semata. Perspektif Baru Hakikatnya setiap aksi dan gerakan yang diusung oleh mahasiswa merupakan gerakan yang bersifat moral dan penekan. Sebuah peringatan sekaligus alarm bahwa telah terjadi penyimpangan dalam kebijakan pemerintah. Aksi merupakan sebuah puncak dari eskalasi gerakan yang dibangun oleh mahasiswa, bukan gerakan reaktif terhadap ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat. Dan lebih jauh lagi, aksi dan gerakan mahasiswa jauh dari kepentingan para elit politik. Namun dibalik itu semua, ada satu hal yang perlu diperhatikan dari setiap aksi dan gerakan yang diusung oleh mahasiswa yaitu seputar mitos dan glorifikasi. Selain aksi berdasar kepada momentum atau peringatan terhadap hari besar. Generasi muda (baca:mahasiswa) saat ini merupakan sebuah generasi yang berada pada suatu arus lalu lintas informasi yang padat. Generasi yang “dibesarkan” oleh tangan-tangan media massa sehingga mereka memiliki begitu banyak perspektif dan sudut pandang terhadap lingkungan sosial dimana mereka berada. Hal ini melahirkan rasa kebebasan mereka dalam menentukan pilihan terhadap persoalan yang terjadi. Pada titik tertentu mereka pada akhir merasa memiliki perspektif sendiri mengenai sejarah yang terjadi pada bangsanya. Dalam konteks gerakan mahasiswa, generasi inilah yang sering- kali mempertanyakan esensi dari sebuah aksi yang dibangun oleh rekan- rekannya. Mereka memiliki sebuah pandangan baru mengenai arti perjuangan dan bahkan perlawanan. Hal ini bukanlah sesuatu yang kurang patriotik. Oleh karena itu, Rum Aly dalam Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966, menuturkan peran mahasiswa sebagai kekuatan penekan setelah 1998 ini tidak pernah mengomunikasikan latar belakang konsep dan pemikiran yang diusungnya kepada masyarakat. Sehingga seolah-oleh mahasiswa seperti kekurangan ruh dalam gerakannya. Disinilah peran pers selaku perantara sekaligus salah satu gerbong dalam eskalasi gerakan yang dibangun mahasiswa. Disamping itu, gerakan mahasiswa harus mencoba membuat suatu konsep dan sudut pandang yang baru dengan melihat sebuah pemahaman dan pemaknaan baru mengenai kekuasaan yang positif. Dengan tetap membuka cakrawala mengenai nilai- nilai kemanusiaan dan keadilan. *)Penulis merupakan Dirjen Hubungan Internal Departemen Dalam Negeri BEM Unpad 89. Mahasiswa angkatan 2004 jurusan Jurnalistik, FIKOM Unpad. Opini: Transformasi Aksi Kang Uun Student Center Kav. 23, Kampus Unpad Jatinangor www.kemaunpad.net

Upload: mahfud-achyar

Post on 24-Jul-2016

230 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Interval21 merupakan media pers mahasiswa Universitas Padjadjaran yang dikelola oleh Departemen Komunikasi dan Informatika BEM Keluarga Mahasiswa Universitas Padjadjaran. Laporan Utama edisi #10 ini yaitu "Mahasiswa Bertambah, Peminat Menurun." Silakan dibaca! Salam, Mahfud Achyar Pemimpin Redaksi

TRANSCRIPT

Sk

ita

r K

ita

: K

on

tro

ve

rs

i

e

b

a J

lan

Pe

ma

ng

un

na

Op

ini:

as

iA

ki

Tr

nfo

rm

as

s

Ln

U:

ap

ora

ta

ma

sB

ba

Ma

ha

isw

a

erta

mh

,

Pe

mi

me

un

na

tn

ur

ro

fl

Alu

m:

Pi

ni

d.

Ha

nn

y

on

os

uis

ty

or

Rl

Ber

ani B

icar

a F

akta

#10

No

ve

mb

er 2

00

8

Oleh: A. Aditya Budiman*

Wahai kalian yang rindu kemenanganWahai kalian yang turun ke jalan

Demi mempersembahkan jiwa dan raga Untuk negeri tercinta

Dalam serial novel Gajah Mada karya Langit Kresna Hadi, suatu ketika rakyat Majapahit melakukan Pepe sebagai bentuk protes karena telah terjadi kudeta oleh Ra Kuti dan kawan-kawannya. Kudeta terhadap raja Majapahit yang sah dibawah pimpinan Jayanegera atau Kalagemet. Pepe dilakukan sebagai sebuah bentuk protes atas ketidakadilan yang dilakukan oleh Ra Kuti. Dalam cerita tersebut digambarkan bahwa Pepe yang dilakukan oleh rakyat Majapahit mendapat perlawanan yang sengit oleh pasukan Ra Kuti. Orang-orang yang melakukan Pepe harus berhadapan dengan para prajurit yang membawa pedang dan busur panah. Pertumpahan darah pun tak terhindarkan.

Pepe adalah nama lain dari penjemuran. Pepe dapat diartikan sebagai bentuk protes atau demonstrasi yang ditujukan kepada penguasa atau raja. Disebut penjemuran karena dilakukan pada saat tengah hari di sebuah lapangan yang luas dan melibatkan ratusan orang. Tujuan dilakukannya pepe sendiri adalah sebagai bentuk protes atas ketidakadilan yang dilakukan penguasa atau raja. Orang yang melakukan pepe (para demonstran) akan diterima dihadapan raja dan ditanyai apa yang menjadi persoalan mereka, lalu raja akan mencari jalan keluarnya. Dalam konteks kekinian pepe bisa juga disebut demonstrasi atau akrab disapa unjuk rasa, aksi.

Dalam sebuah pergerakan mahasiswa, unjuk rasa atau demonstrasi sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Demonstrasi merupakan salah satu instrumen pernyataan sikap dari gerakan yang diusung oleh mahasiswa. Pun demonstrasi meru-pakan garis yang mem-pertegas bahwa gerakan mahasiswa telah banyak mengubah dan ber-kontribusi terhadap arah perubahan bangsa ini. Sejarah telah menun-jukkan hal itu. Mulai pada 1966, 1974, dan dipeng-hujung Orde Baru atau reformasi 1998.

Masyarakat dan mahasiswa pada khusus-nya, saat ini cenderung skeptis dalam melihat d e m o n s t r a s i y a n g dilakukan mahasiswa. B a h k a n d i k a l a n g a n mereka yang mengaku atau tidak sebagai aktivis kampus, gerakan dan aksi mahasiswa saat ini telah kehilangan ruhnya. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa yang masih melihat aksi sebagai instrumen penting dalam sebuah gerakan mahasiswa.

Mahasiswa (baca:pendemo) perlu melakukan trans-formasi aksi. Mengkonstruksi ulang karena sudut pandang masyarakat telah berubah dalam melihat aksi yang diusung mahasiswa. Bisa jadi karena pandangan masyarakat yang melihat aksi-aksi mahasiswa yang berakhir bentrok. Namun dibalik itu semua, transformasi aksi penting jika aksi mahasiswa tidak ingin disebut sekedar aksi jalanan semata. Perspektif Baru

Hakikatnya setiap aksi dan gerakan yang diusung oleh mahasiswa merupakan gerakan yang bersifat moral dan penekan. Sebuah peringatan sekaligus alarm bahwa telah terjadi penyimpangan dalam kebijakan pemerintah. Aksi merupakan sebuah puncak dari eskalasi gerakan yang dibangun oleh mahasiswa, bukan gerakan reaktif terhadap ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat. Dan lebih jauh lagi, aksi dan gerakan mahasiswa jauh dari kepentingan para elit politik.

Namun dibalik itu semua, ada satu hal yang perlu diperhatikan dari setiap aksi dan gerakan yang diusung oleh mahasiswa yaitu seputar mitos dan glorifikasi. Selain aksi berdasar kepada momentum atau peringatan terhadap hari besar.

Generasi muda (baca:mahasiswa) saat ini merupakan sebuah generasi yang berada pada suatu arus lalu lintas informasi yang padat. Generasi yang “dibesarkan” oleh tangan-tangan media massa sehingga mereka memiliki begitu banyak perspektif dan sudut pandang terhadap lingkungan sosial dimana mereka berada. Hal ini melahirkan rasa kebebasan mereka dalam menentukan pilihan terhadap persoalan yang terjadi. Pada titik tertentu mereka pada akhir merasa memiliki perspektif sendiri

mengenai sejarah yang terjadi pada bangsanya.

Dalam konteks g e r a k a n m a h a s i s w a , generasi inilah yang sering-ka l i memper tanyakan esensi dari sebuah aksi yang dibangun oleh rekan-rekannya. Mereka memiliki sebuah pandangan baru mengenai arti perjuangan dan bahkan perlawanan. Hal ini bukanlah sesuatu yang kurang patriotik.

Oleh karena itu, Rum Aly dalam Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966, menuturkan peran m a h a s i s w a s e b a g a i kekuatan penekan setelah 1998 ini tidak pernah mengomunikasikan latar belakang konsep dan pemikiran yang diusungnya

kepada masyarakat. Sehingga seolah-oleh mahasiswa seperti kekurangan ruh dalam gerakannya.

Disinilah peran pers selaku perantara sekaligus salah satu gerbong dalam eskalasi gerakan yang dibangun mahasiswa. Disamping itu, gerakan mahasiswa harus mencoba membuat suatu konsep dan sudut pandang yang baru dengan melihat sebuah pemahaman dan pemaknaan baru mengenai kekuasaan yang positif. Dengan tetap membuka cakrawala mengenai nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

*)Penulis merupakan Dirjen Hubungan Internal Departemen Dalam Negeri BEM Unpad 89. Mahasiswa angkatan 2004 jurusan Jurnalistik, FIKOM Unpad.

Opini: Transformasi Aksi

Kang Uun

Student Center Kav. 23,Kampus Unpad Jatinangor

www.kemaunpad.net

PenasihatGena Bijaksana

Penanggung JawabSutji Decilya

Pemimpin UmumAli Akbar Mutiara

Pemimpin RedaksiMachfud Achyar

EditorSutji DecilyaMachfud Achyar

Penata GrafisRijal Asy’ari

RedaksiSutji DecilyaAli Akbar MutiaraAisha ShaidraRijal Asy’ariIndra Arief PribadiReza UstmanAdiesta Panji EshaNafielah Mahmudah

SekretariatStudent Center Kav. 23, Kampus Unpad Jatinangor

Websitewww.kemaunpad.net

Kritik dan saran silahkan kirim ke email redaksi: [email protected] atau melalui HP: 081363504354.

Untuk periklanan hubungi Rijal 085647048314

Assalamu'alaikum wr.wbAlhamdulillah, akhirnya Interval 21 kembali hadir ke tengah-tengah pembaca. Puji dan

Syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami bisa memberikan informasi kepada teman-teman pembaca berkaitan dengan isu ke-Unpad-an dan isu-isu luar kampus.

Pada peluncuran Interval 21 kali ini, tentunya banyak halangan yang menguap dari redaksi sendiri. Kami berusaha memikirkan dan memperjuangkan agar teman-teman kembali mendapatkan informasi melalui Interval 21 ini. Walaupun begitu, Alhamdulillah kami bisa mengatasinya dengan modal semangat, kerjasama tim, dan totalitas untuk Interval 21. Kami berusaha memberikan yang terbaik bagi teman-teman pembaca. Kami merasa senang dan bangga bisa menyuguhkan sesuatu yang bermanfaat bagi teman-teman pembaca. Kami memiliki moto yang senantiasa menjadi penyemangat dalam setiap langkah kami berkarya. Moto kami adalah senang dan ikhlas.

Dalam edisi kali ini, Interval 21 mencoba mengetengahkan tentang prodi sepi peminat sebagai laporan utama. Di rubrik Sekitar kita, pembangunan jalan baru di area sekitar Unpad Jatinangor menjadi perhatian kami karena berimbas pada masalah sosial di lingkungan kampus.

Kali ini, alumni Unpad yang masuk dalam Profil Alumniku adalah dr. Hanny Ronosulistyo, beliau adalah lulusan kedokteran Unpad yang memiliki segudang kesuksesan. Ada juga kolom Sastra yang akan mengukir bait-bait yang tentang kemanusiaan.Selain itu, rubrik Kang Uun akan menghiasi Interval 21 pada edisi kali ini. Opini mahasiswa akan menambah gaungan Interval 21 di seantaro Unpad yang mengangkat tema "Esensi Aksi Mahasiswa".

Akhirnya, sekali lagi, kami berharap bahwa apa yang kami suguhkan ini bisa memberikan sesuatu yang berguna bagi teman-teman pembaca khususnya dan Unpad umumnya. Selamat membaca!

Wassalam,Redaksi

Dari Redaksi

Assalamualaikum. Salam hangat buat pembaca Interval 21. Senang sekali sebuah media informasi kembali hadir ditengah-tengah kebingungan mahasiswa, ketika menyaksikan masalah-masalah kampus dan luar kampus yang mulai menguap kepermukaan dan menjadi polemik berkepanjangan. Sudah lama rasanya, kita (baca:mahasiswa) kurang mendapatkan pencerdasan dari isu-isu yang berkembang saat ini. Bersyukur ada media seperti Interval 21 yang hadir untuk menjawab kebingungan yang dirasakan oleh mahasiswa, khususnya mahasiswa Unpad. Saat ini, kehadiran Interval 21 sangat berarti dikalangan mahasiswa untuk mengupas isu-isu yang telah menjelma sebagai “penyakit” dan harus segara ditemukan akar pemasalahan, dan mencari solusi dari setiap masalah yang beredar di lingkungan kampus. Sebut saja masalah transparansi dana kemahasiswaan, masalah fasilitas kampus sering jadi pertanyaan, kenaikan SPP, dan BLU. Saya sebagai mahasiswa kadang-kadang bertanya sendiri, kenapa masalah-masalah yang ada di kampus seperti tidak pernah ada habisnya.

Akhir-akhir ini, saya sering mengamati kondisi kampus pada pagi hari. Kira-kira jam 7 s.d 8 pagi, kampus Unpad Jatinangor tampak seperti terminal. Di sepanjang kanopi terlihat antrian mahasiswa menunggu angkot. Fenomena ini sungguh disayangkan. Seharusnya jumlah mahasiswa yang banyak harus diimbangi dengan transportasi yang banyak pula. Saya berharap Interval 21 dapat memberikan “pencerahan” dari kebingungan yang sedang saya rasakan. Terkadang, saya ingin menutup telinga dari semua masalah yang terjadi di kampus. Tapi saya tidak bisa! Saya peduli dengan masalah yang ada di kampus. Sayangnya, saya kurang mendapatkan akses informasi tentang isu-isu yang sedang berkembang. Bersyukur Interval 21 hadir untuk memberikan informasi-informasi kepada saya.

Selamat buat Interval 21 yang mulai bangkit lagi dari kematian panjang. Harapan saya semoga Interval 21 tetap menjadi media yang lugas dan tetap menyajikan berita-berita yang aktual dan “menggigit”. Terus berjuang buat “tangan-tangan” redaksi Interval! Semoga selalu memberikan solusi-solusi dari semua masalah yang ada di kampus. Sekali lagi saya ucapkan: Selamat berjuang dengan tulisan kalian!!

Indra MasruriFisika 2006, FMIPA UNPAD

Surat Pembaca

Susunan Redaksi

Lowongan

Dibuka kesempatan bagi mahasiswa yang tertarik dengan dunia jurnalistik, untuk bergabung bersama Interval 21.Syaratnya:

1. bersedia tidak dibayar2. bertanggung jawab 3. suka tantangan4. dapat bekerja dibawah tekanan5. suka menulis

Bagi teman-teman yang tertarik, silahkan kirim via email redaksi ke [email protected] Atau hubungi langsung Achyar: 081363504354

Berawal dari JatinangorJatinangor, memang bukan merupakan sebuah wilayah

yang luas dengan jalan besar dan panjang. Melihat keadaan seperti ini sepertinya keberadaan sebuah jalan pendek di Jatinangor ini tidak begitu penting. Namun siapa sangka, jalan ini menjadi sebuah bagian penting sejak daerah di wilayah Kabupaten Sumedang tersebut ditetapkan sebagai kawasan pendidikan sehubungan dengan didirikannya empat buah perguruan tinggi seperti IPDN, Ikopin, Unwim, dan Unpad.

Dari tahun ke tahun pembangunan di wilayah kecil Sumedang ini makin terlihat, terutama pada pola pembangunan fisik kos-kosan. Hampir seluruh wilayah di kawasan Jatinangor di penuhi oleh kos-kosan karena daerah ini telah didominasi oleh para pendatang yang berstatus mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia maupun dari manca negara. Pengembangan yang dilakukan di kawasan pendidikan pastinya menimbulkan konsekuensi tertentu, yang dampaknya tidak akan jauh dari penataan bangunan kos, penyediaan tempat hiburan, fasilitas olah raga, termasuk pelebaran jalan. Beberapa waktu ke belakang, telah dimulai pembangunan jalan baru di sekitar Unpad, dan pastinya pihak Unpad sudah mengetahui akan adanya pembangunan jalan ini. Pembangunan jalan baru ini tentunya berlangsung bukan tanpa kontroversi. Ada pihak yang mendukung pembangunan jalan ini dengan harapan dapat mengatasi kemacetan yang sering terjadi. Namun adapula pihak yang menolak pembangunan ini karena apatis bahwa pembangunan jalan baru bukan merupakan jalan keluar yang tepat. Meski banyak pihak yang tidak menyetujui pembangunan jalan di Unpad ini, akan tetapi pembangunan jalan masih terus berlangsung.

Ditemui di kampus Unpad Dipati Ukur, Dr. Wahyudin Zarkasih., Ak, selaku pembantu rektor II Universitas Padjadjaran, beliau mengatakan bahwa lahan yang dipakai untuk pembangunan jalan baru disekitar Unpad merupakan lahan Unpad, yang berarti lahan milik negara (dalam hal ini tidak ada permasalahan dalam pembebasan tanah). Pihak Unpad sangat mendukung akan pembangunan jalan baru ini, dengan memberikan kontribusi yang salah satunya adalah memberikan lahan milik Unpad untuk dipakai jalan demi kelancaran lalu lintas seputar Jatinangor. Pembangunan jalan seputar Unpad sebenarnya memberikan sebuah solusi akan kemacetan lalu lintas di Jatinangor, apabila kemacetan ini berhasil diatasi maka ketertiban dan kenyamanan pengguna jalan bisa dengan leluasa menikmati perjalanan seputar Jatinangor tanpa khawatir terjebak kemacetan. Ini berefek pula pada kenyaman mahasiswa Unpad, apabila pembangunan ini selesai, maka mahasiswa tidak akan kembali terjebak macet.

Dengan adanya pembangunan jalan baru tersebut, otomatis gerbang lama akan sedikit bergeser kebelakang. Ditambahkan pula untuk keamanan kampus apabila jalan baru ini selesai, maka pihak Unpad akan membangun pagar tinggi dan menambah tenaga kemanan dengan menyewa sentinel yang bekerja sama dengan security intern kampus.Masyarakat dan KGU

Masyarakat Jatinangor ternyata tidak sepenuhnya mengetahui adanya pembangunan jalan di Unpad. Namun sebagian orang yang mengetahui hal tersebut hanya mendapat informasi dari mulut ke mulut tanpa ada sosialisasi dari pemda setempat.

Sekitar Kita: Pembangunan Jalan Baru Menuai Kontroversi!

Pembangunan jalan menurut salah seorang warga sangat mengganggu sekal i , karena membuat jalan semakinbertambah macet dan proses pembangunannya yang terasa lambat. Selain itu pembangunan jalan ini membuat kotor serta mengganggu aktivitas pedagang yang berjualan di sekitar gerbang Unpad. Tanggapan serupa pun muncul dari mulut mahasiswa yang secara tidak langsung ikut merasakan dampak dari pembangunan jalan baru tersebut. Ditambahkan bahwa pembangunan jalan baru ini selain mengancam akan digusurnya para pedagang di sekitar gerbang, juga akan mengganggu kegiatan mahasiswa yang setiap harinya menjadikan gerbang Unpad sebagai tempat berkumpul dan mengadakan beragam kegiatan.

Menurut salah seorang anggota KGU (Komunitas Gerbang Unpad) yang sering memanfaatkan area gerbang sebagai sarana berkumpul dan berekspresi, kedepannya mungkin dari pembangunan jalan baru di Unpad itu akan membuat Jatinangor menjadi lebih ramai, lalu lintas lebih lancar, jalan lebih rapi, dan lebih aman. Akan tetapi, sedikit penyesalan yang dilontarkan adalah pemilihan wilayah Unpad, terutama Gerbang Unpad yang dijadikan pelebaran jalan. Karena menurutnya mengapa bukan jalan utama Jatinangor saja yang terus dilebarkan. Menurutnya, gerbang Unpad merupakan tempat yang penting untuk Unpad.Masa depan Pakilun

Pembangunan jalan baru di Unpad tidak hanya menimbulkan keresahan pada mahasiswa, bagi para pedagang hal tersebut sangat mengancam keberadaan mereka kelak jika jalan tersebut telah selesai dibangun. Sekarang saja, pembangunan jalan di sekitar gerbang Unpad cukup menyita sebagian tempat dari lokasi para pedagang, apalagi jika nanti pembangunan jalan ini selesai, kemungkinan besar mau tidak mau para pedagang itu harus pindah mencari lahan berdagang yang baru. Sesungguhnya pihak pedagang tidak berdiam diri begitu saja, melalui perwakilan sekelompok mahasiswa mereka meminta kejelasan tentang pembangunan jalan ini dengan nasib para pedagang kedepannya. Namun, respon birokrat sama sekali tidak terlihat. Usul yang pernah dikemukakan oleh para pedagang adalah tempat yang layak dan strategis untuk berjualan, dan sekali lagi pihak birokrat tidak memberi respon akan hal ini.

Adanya pembangunan jalan baru memang tidak begitu mempengaruhi pendapatan para pedagang. Pendapatan yang diperoleh para pedagang sangat relative. Menurut Pak Arif yang merupakan ketua pedagang, pendapatan bersumber dari mahasiswa, kalau masih ada mahasiswa, walaupun ada pembangunan jalan seperti sekarang ini tidak akan menjadi masalah. Pak arif pun sangat mendukung adanya pembangunan jalan. Karena menurut beliau sebagai warga negara yang baik, perlu mendukung terhadap adanya pembangunan di segi infrastruktur jalan. Harapan para pedagang sebenarnya sangat sederhana yaitu Unpad yang lebih baik dan tempat yang lebih layak.

Kontroversi yang timbul dari berbagai kalangan yang ada di Unpad ini memang tidak mengganggu proses pembangunan jalan. Dasarnya mereka yang kontra terhadap pembangunan jalan di Unpad pun tetap memiliki harapan untuk Unpad yang lebih baik ke depannya. Akan tetapi hal tersebut harus di imbangi dengan kebijakan sikap terhadap beberapa pihak yang harus menanggung akibat dari pembangunan ini. Bagaimana kelangsungan para pedagang pakilun ke depannya, kenyamanan masyarakat sekitar, dan mahasiswa yang membutuhkan tempat berkumpul setelah gerbang ditiadakan.

Patut ditunggu apakah pembangunan jalan baru ini akan menjawab kemacetan dan kesemerawutan lalu lintas di Jatinangor? atau akan menjadi masalah baru bagi pihak Unpad dalam mengatasi keamanan kampus?

Berani Bicara FaktaBerani Bicara Fakta

2 7

Menjelang 2009, rektorat dan birokrat Unpad seakan mendapat angin segar. Dua keran kewenangan atas anggaran terbuka lebar sekaligus menjelang 2009 kelak. Seperti yang sudah kita tahu, dalam sidang pandangan umum presiden beberapa bulan lalu di DPR, pemerintah s e c a r a r e s m i m e n y a t a k a n a k a n merealisasikan 20% anggaran nasional untuk pendidikan. Tidak lama setelah itu, secara resmi rektor memberi pernyataan bahwa sejak tanggal 15 September 2008, Unpad telah resmi menjadi Lembaga Layanan Umum. Tentu saja, momentum ini dapat dijadikan sebagai momen perubahan, dan baik buruknya kebijakan ini terletak di Unpad sendiri.

Dengan pos anggaran sebesar 20%, minimalnya, bidang pendidikan Indonesia akan mendapat suntikan dana sebesar Rp. 240 Trilyun pada tahun 2009. Sedangkan perguruan tinggi negeri yang berada di bawah Dirjen Dikti sekurang-kurangnya akan memperoleh anggaran sebesar Rp. 160 Trilyun. Hal ini resmi berlaku per 1 Januari 2009 kelak. Dengan dana sedemikian luar biasa melimpah, tentu saja harus dibuat sebuah rencana strategis dengan orientasi utama yaitu kualitas dan keterjangkauan layanan pendidikan. Jika tidak demikian, anggaran yang sebesar itu hanya akan menjadi ladang-ladang baru untuk disalahgunakan atau minimalnya tidak teroptimalisasikan dengan seharusnya.

Peluang adanya penyimpangan, penyalahgunaan atau kurang optimalnya anggaran pendidikan, akan jauh lebih besar terjadi pada lembaga yang telah mendapat hak untuk pengelolaan dana secara lebih mandiri. BHMN, BHPT, atau BLU adalah produk yang dapat kita lihat langsung sendiri. Pada universitas atau lembaga pendidikan yang demikian, dana yang ada pada lembaga “diizinkan” oleh pemerintah, baik DPR ataupun presiden, untuk dikelola sendiri secara profesional. Contoh saja BLU seperti yang diterapkan di kampus kita tercinta ini (baca:Unpad).

Ada beberapa previledge yang diberikan pemerintah pada Unpad, dalam hal pengelolaan anggaran. Misalnya saja, pendapatan operasional dapat digunakan langsung, sesuai rencana bisnis dan anggarannya, tanpa terlebih dahulu disetorkan ke rekening kas negara. Atau, belanja dapat bertambah dan berkurang sesuai dengan pendapatan. Setidaknya itu lebih proporsional. Dan yang terpenting mungkin, BLU dapat mengembangkan kebijakan, sistem dan prosedur pengelolaan keuangan secara mandiri dan profesional. Dengan previledge tersebut, sebuah l e m b a g a d a p a t d e n g a n m u d a h mengarahkan pola kebijakan keuangan dan anggarannya, apakah pada kepentingan rakyat kecil atau pada kepentingan “lain”.

Hal itu tentu saja tidak akan terjadi ke t i ka semanga t l embaga da lam menjalankan kebijakan BLU sejiwa dengan amanat Pasal 1 UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pasal itu menyebutkan bahwa BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk

Editorial

m e m b e r i k a n p e l a y a n a n k e p a d a masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencar i keuntungan dan da lam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Dengan aplikasi semangat itu saja, seharusnya sebuah instansi pemerintah atau secara spesifik perguruan tinggi, harus dapat mengeliminasi kepentingan mencari untung dalam penyelenggaraan instansinya. Ketika BLU itu diterapkan dalam sebuah rumah sakit misalnya, maka rumah sakit itu harus merancang bentuk penyelenggaraan instansinya, agar lebih siap menerima lebih banyak pasien, dari semua kalangan! Begitu pula sebuah perguruan tinggi, konsekuensi logis dari penerapan BLU adalah semakin murah dan berkualitasnya serta semakin terjangkaunya sebuah perguruan tinggi oleh semua lapisan ekonomi masyarakat. Perguruan tinggi dapat berkreasi untuk mewujudkan hal itu.

Dari hal tersebut timbul sebuah pertanyaan yang sepertinya layak untuk sama-sama kita pikirkan. Akan dibawa ke mana Unpad kita tercinta ini? Di tengah sebuah arus perubahan pengelolaan anggaran negara ini. Akankah semakin ramah dengan semua lapis ekonomi civitas dan calon civitas akademikanya? Akankah ada sebuah kebijakan luar biasa dari universitas untuk merubah haluan tersebut secara progresif dan cepat? Akankah, ada sebuah kebijakan yang menggebrak? Menurunkan SPP 50% MUNGKIN?!

Jelas, semua itu terletak pada jiwa, nurani, dan semangat bapak-bapak kita yang duduk di kursi rektorat sana. Berani dan jujurkah bapak-bapak kita da lam mewujudkan Unpad yang mendunia? Atau sebatas kata saja? Pastinya, kita sebagai mahasiswa akan berkontribusi dengan terus bersemangat melakukan segala gerakan untuk mengkaselerasi transformasi menuju Unpad yang lebih baik. Kita terus perjuangkan realisasi Unpad kampus RAKYAT yang MENDUNIA. Kampus dengan fasilitas pendidikan internasional namun tetap ramah terhadap rakyat miskin. Mungkinkah 'para intelektual' kelak akan bisa berangkat ke Dipati Ukur atau Jatinangor untuk berkuliah bersama kita? Bagaimana? Kita lihat saja kedepannya!

BLU + Anggaran Pendidikan 20% 2009 = Kuliah Murah + Kuliah Berkualitas

Jejak Kesunyian Tenggara

Setelah batas usiaKita terus memintal arah dalam isyaratJejak musim berderumembentang bagi sejarahMelahirkan tanah dari sepasang hujanTempat ditanaknya impian kelakMungkin selembar daun tuayang tertahan di ranjang

Burung petang melepas arah pada rerimbun palaMemulangkan sepi pada bandul jamTiba-tiba menjelma suaramu begitu lukaMenyanyikan detak sebuah bangsa, bulan menari-nari di sisian merah putihKelopak melati jatuh di palung-palung retakSeperti kepulangan abadi memanggil rusuh jiwa baru Ke kata lebih subuh dari jeda detak di dadamu, riuhDalam upacara palsu

Lalu petang yang sementaraTertahan di tembok sebuah pabrik atau rumah peladangMenyulap cuaca jadi retak sampai ke tenggara pulauBahkan pucuk tiang bendera, pulau-pulau diusung pada sengketaSebongkah waktu pecah di balik hujan,Orang-orang terkepung dalam langkah serupa, menduga musimDatang dari pintu yang mana Dan kita masih menghitung angan dari selaut resah

Maka, sementara jejak kesunyian lebih asin dari biasaHidup tak lagi sama di negeri ini

Fadhila RamadhonaSastra Indonesia Unpad, 2007

Sastra

Lalu apa solusi yang dapat diberikan Dinkes Jabar?Kami memiliki program Desa Siaga. 5083 desa di seluruh Jawa Barat kami harapkan memiliki tenaga kesehatan, minimal bidan desa dan perawat. Mereka akan men jad i p ion i r kesehatan: mendata penduduk, menempelkan stiker (misalnya disini ada balita, orang hamil, rumah ini tidak sehat). Bidan desa juga harus berinisiatif dengan tokoh desa untuk membuat kas desa agar nanti jika ada ibu hamil di desa tersebut, ada biaya untuk langsung rujuk ke rumah sakit yang ada di kota. Diharapkan dengan adanya Desa Siaga ini, masyarakat ini bisa mandiri melakukan persiapan untuk kesehatan desanya.Lalu, apakah program ini sudah menyeluruh ada di Jawa Barat? Kurang dari 1500 desa yang belum ada bidannya. Mereka memang harus dilatih terlebih dulu. Tidak bisa langsung dikirim. Dalam pekerjaan seperti ini pasti ada saja kendala, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun, terkadang orang beranggapan yang saya kerjakan ini tidak mungkin. Maunya langsung ada solusi. Padahal, kita harus berpikir holistik. Ada dua prinsip yang selalu saya terapkan, yaitu prinsip kemitraan dengan siapa saja untuk membangun kesehatan Jawa Barat dengan win win solution dan spiritualisasi. Kendala apa yang Anda alami sejauh ini?Pendataan yang lemah, alokasi anggaran kesehatan masih rendah, tingkat edukasi masih tidak terlalu tinggi. Masalah kita yang paling penting, data. Ingin sekali menerapkan komputerisasi di setiap pelayanan kesehatan. Tapi, yang jadi masalah, apa mungkin meletakkan komputer-komputer di puskesmas? Bagaimana dengan kemanannya? Lalu, tidak semua orang computer minded. Sampai saat ini pendataan masih bersifat manual. Sekarang mah yang penting jujur. Tanggapan Anda yang mengatakan Dinkes itu dinas yang berpotensi melakukan korupsi?Banyak yang bilang Dinas Kesehatan yang terkorup nomor sekian. Makanya, saya tidak ingin terjadi di dinas yang saya pimpin. Saya melakukan dakwah atau ceramah, saya juga tidak pernah menutup ruang kerja saya. Istilahnya OTS, organisasi tanpa sekat. Haha..Bagaimana dengan pengalaman Anda saat menjadi pemimpin di RS Cibabat, Cimahi?Saya menerapkan program yang saya presentasikan saat ingin menjadi Kepala Dinas Kesehatan Jabar di RS Cibabat dan berhasil. Yang penting memang kejujuran, kearifan, dan transparansi. Kamii juga menjunjung toleransi yang tinggi. Saya berencana untuk mengaplikasikannya kembali dalam lingkup Jawa Barat. Katanya, Anda juga menulis buku. Bisa diceritakan tentang buku Anda?Buku terakhir saya yang segera diterbitkan berjudul Terali Jiwa. Buku ini tidak untuk komersil tapii untuk kerja sosial. Buku ini khusus ditujukan untuk penghuni lapas. Buku ini tentang pengalaman saya mengunjungi beberapa lapas di Jawa Barat. Saat melihat kondisi di dalam lapas tersebut, sangat memilukan. Ruang penjara yang berukuran 3x3 meter diisi sampai 40 orang. Mereka tidur dalam keadaan duduk. Toiletnya pun tidak ada pintu. Saya sungguh miris melihat kondisi seperti itu, benar-benar tidak menjunjung hak. Coba pikirkan, jika ada orang yang TBC negatif ketika masuk penjara, dia akan kena jika bertemu dengan TBC positif. Kasihan sekali..Bagaimana Anda melihat aksi mahasiswa yang saat ini marak lagi?Saya paling sedih dengan demonstrasi. Mahasiswa kan tidak pernah memikirkan bargaining power. Seorang pemimpin itu kan bukan hanya bisa mengatur, tapi juga melobi. Sudut pandang mahasiswa jangan sempit, jangan sampai ditunggangi orang lain.

Siang ini begitu banyak tamu yang mendatanginya. Sebelum kru Interval menemuinya, dia kedatangan tamu dari Hizbut Tahrir Indonesia. Entah membicarakan apa, pasti tidak jauh dari bidang kesehatan. Ya, dialah dr. Hanny Ronosulistyo yang saat ini menempati posisi tertinggi di Dinas Kesehatan Jawa Barat yang bertempat di Jalan Pasteur no. 25, Bandung, Jawa Barat, itu. Saat kru Interval mendatanginya, penampilan bapak dua anak itu begitu bersahaja. Dengan memakai batik dinas dan peci hitam di kepalanya, dia menyambut kru Interval.

Terpilih sebagai Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat pada 27 September 2007, alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) angkatan 1972 itu menjalankannya dengan senang hati. Awalnya, tidak percaya dia bakal terpilih sebagai Kepala Dinkes Jabar karena jarang terjadi posisi seperti itu diisi dari orang non-dinas. Namun, berkat program kerja yang dia tawarkan mengenai program spiritualisasi dan spiritualisasi program, akhirnya lelaki yang pernah menjabat sebagai Direktur RS Cibabat, Cimahi, itu pun terpilih. Semakin tinggi jabatan, semakin berpotensi orang itu terperosok jika tidak pandai mengendalikan diri saat memegang jabatan. Dia percaya semua yang dilakukannya pasti ada yang mengawasi, yaitu Maha Kuasa. Simak petikan wawancara dr Hanny dengan kru Interval, Sutji Decilya dan Mellyza Novisari saat bulan Ramadhan lalu. Mengapa memilih kedokteran sebagai bidang Anda?Ayah saya itu pendiri Fakultas Kedokteran di Unpad. Namanya Sarwono Ronosulistyo. Kalo image bapaknya positif, maka anak tidak ada salahnya mengikuti jejak bapak. Dulu sekali saya ingin sekali jadi arsitek di ITB. Tapi, diterima di FK Unpad. Ya, senang juga. Saat dijalani, kedokteran itu enak sekali. Dengan siapa pun saya bisa ngomong. Dalam pergaulan pun saya cukup baik. Lalu, bagaimana ceritanya Anda sekarang dapat menempati posisi penting di bidang kesehatan se-Jawa Barat ini?Suratan takdir mungkin. Saya merasa aneh saat diberitahu akan ada fit and proper test tiga hari lagi untuk menduduki jabatan sebagai Kepala Dinas Kesehatan Jabar. Wong saya orang rumah sakit. Biasanya kan dari kantor dinas yang menjadi pejabat. Saat presentasi, saya membawakan topik mengenai program spiritualisasi dan spiritualisasi program. Saya berencana memasukkan unsur agama (Islam, red) ke dalam dunia kedokteran. Pak Dani (Gubernur Jawa Barat terdahulu, red) aneh dengan program yang saya presentasikan. Saya nggak ngerti kenapa saya yang terpilih padahal saya sudah dapat bocoran kalau saya tidak masuk dua hari sebelum pengumuman. Saya langsung innalillahi wa innalillahi rojiun. Jabatan itu makin tinggi makin potensial untuk kita berbuat dosa. Makanya saya berdoa agar dalam memegang jabatan ini tidak terpedaya oleh setan.Namun, ada saja kisah sedih saat pengangkatan saya menjadi kepala dinas. Ibu saya, ketika saya mau diangkat menjadi Kepala Dinkes Jabar, beliau meninggal. Sebelumnya juga seperti itu. Ayah saya meninggal sewaktu saya diangkat menjadi Direktur RS Cibabat, Cimahi. Namun, sebelum meninggal, ibu sempat mengatakan bahwa saya harus menjalankan amanah dengan baik. Lalu, bagaimana dengan pekerjaan Anda sebagai spesialis?Dokter spesialis yang kerja di struktural kan sedikit, jadi keuntungan saya bisa buka praktik sore hari. Alhamdulillah, dari situ ada pemasukan tambahan yang cukup. Mereka yang tidak praktik yang bekerja di struktural kan hanya tergantung pada gaji PNS. Tahu sendiri, gaji PNS kan tidak cukup. Mereka terkadang ingin mencari tambahan yang terkadang membuat mereka terperosok. Yah, alhamdulillah Allah telah memberikan rezeki ini pada saya, dan masih ada pasien yang percaya dan mau diperiksa sama saya walau dengan kesibukan seperti ini.Apa fokus Anda dalam membangun kesehatan di Jawa Barat yang lebih baik? Kesehatan itu targetnya IPM (Indeks Pembangunan Manusia) 80. Terdiri dari 3 unsur, pendidikan, kesehatan (umur harapan hidup), dan ekonomi (daya beli masyarakat). Sebenarnya Jawa Barat sudah memenuhi target. Yang sedang difokuskan di Jabar adalah menurunkan tingkat kematian ibu dan anak. Ini masalah keadilan. Apakah orang miskin harus mudah mati daripada orang kaya kan tidak mungkin. Sekarang angka kematian ibu dan anak masih terlalu tinggi. Kita harus mencari akar permasalahaannya, ada dimana. Kenapa mereka meninggal. Kemungkinan kurang gizi. Penyakit itu dapat mempengaruhi kecerdasan.

Profil Alumni: dr. Hanny Ronosulistyo

Berani Bicara Fakta

3Berani Bicara Fakta

6

“Ada dua rumus dasar dalam hidup ini: pertama, perubahan itu tidak terelakkan; kedua setiap orang sebenarnya menolak perubahan.”

Edwards Deming (Guru Spiritual)

“Kemampuan untuk merasakan atau berpikir secara berbeda lebih penting daripada pengetahuan yang diperoleh.”

David Bohm (Filsuf dan Fisikawan)

“Weny Widyowati, Koordinator

Humas Unpad, menyebutkan, sejumlah jurusan di Unpad yang tergolong minim peminat di antaranya adalah sastra Sunda, sastra Arab, sastra Rusia, kesejahteraan sosial, dan perpustakaan. Menurut dia, memang sulit mempertahankan jurusan yang minim peminat, sementara biaya operasionalnya besar. Namun, sampai kini belum ada keputusan untuk menutup jurusan apa pun, sampai ada keberlanjutan evaluasi.

Jurusan Sastra Sunda Unpad, misalnya, setiap tahunnya menerima mahasiswa tak lebih dari 40 orang atau 1 kelas. Ini berbeda dengan jurusan lainnya yang cenderung lebih populer dalam satu payung Fakultas Sastra, yakni, sastra Inggris dan sastra Jepang, yang bisa menerima hingga 2 kelas. Taufik Ampera, Ketua Jurusan Sastra Sunda Unpad, menyebutkan, lapangan kerja bidang ini masih sempit. Namun, angin segar berembus bagi lulusan sastra Sunda, dengan kehadiran TV-TV lokal, dan dinas-dinas kebudayaan yang masih banyak membutuhkan ahli dalam pengungkapan naskah kuno. "Untuk mengembangkan kebudayaan lokal, jurusan ini tetap perlu dipertahankan," katanya.” (Dikutip dari harian Pikiran Rakyat Kamis, 31 Juli 2008).

Beberapa waktu lalu, Weny Widyowati, Humas Rektorat Unpad melalui harian Pikiran Rakyat diberitakan bahwa ia mengatakan Unpad memiliki jurusan yang sepi peminat. Hal itu tentu cukup mengagetkan, mengingat di dalam sambutan penerimaan mahasiswa baru tahun ajaran 2008/2009, Rektor Universitas Pad jad jaran Pro f . Gan jar Kurn ia , menyampaikan bahwa sebanyak 50.586 peminat bersaing memperebutkan 4.000 kursi yang ada dan Unpad menduduki peringkat pertama sebagai universitas yang paling dimintai.

S a a t d i k o n f i r m a s i , W e n y mengatakan bahwa ada kesalahpahaman dari pihak PR (Pikiran Rakyat-red) dalam menangkap maksudnya. “Salah satu wartawan harian PR memang pernah datang dan mewawancara saya, sehubungan dengan jurusan yang sepi peminat. Kemudian saya mencoba menjelaskan berbagai hal termasuk juga mungkin dengan yang saya jelaskan sekarang. Tapi ternyata dikutipnya lain. Ketua Jurusan dari FISIP dan FIKOM kemudian konfirmasi, bahwa apa yang diberitakan tidak benar. Ketika saya melihat kembali, ternyata memang apa yang dituliskan berbeda dengan apa yang saya katakan” katanya.

Dalam PR, diberitakan setidaknya ada beberapa jurusan yang mengalami penurunan jumlah peminat. Sebut saja sastra Rusia, sastra Sunda, sastra Arab, kesejahteraan sosial dan ilmu perpustakaan.”Memang sempat dimuat di Pikiran rakyat bahwa jurusan ilmu perpustakaan tersebut termasuk salah satu jurusan yang sepi peminat, padahal sebenarnya ki ta (baca:jurusan ilmu perpustakaan) punya data bahwa mahasiswa kita justru yang paling banyak kalau di fakultas ilmu komunikasi, cuma apabila dibandingkan dengan jurusan ilmu komunikasi kelihatan

Laporan Utama: Universitas Padat Mahasiswa,Sepi Peminat!

lebih sedikit, tetapi apabila mereka sudah masuk ke prodi– prodi (Program Studi) seperti Humas, Mankom, kemudian Jurnalistik justru mahasiswa kita lebih banyak, sampai 1100 mahasiswa mungkin mereka hanya 500an atau 600an” Drs. Dian Sinaga, M.Si, Ketua jurusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, menjelaskan.

Namun, jika benar merasa pernyataannya disalah artikan, mengapa tidak ada koreksi yang dilakukan pihak u n i v e r s i t a s ? S e p e r t i d e n g a n mengkonfirmasi ulang mengenai hal tersebut, tentu saja melalui media yang sama. Agar masalahnya menjadi clear. Unpad memang universitas yang banyak peminatnya, namun jumlah tersebut tidak merata. Peminat hanya ter fokus d ibeberapa jurusan sepert i I lmu komunikasi, ekonomi, hukum dan sebagainya. Lalu, bagaimana dengan jurusan lain?

Sastra Rusia, salah satu jurusan yang dikategorikan sepi peminat, memang merupakan jurusan dengan jumlah mahasiswa yang tidak terlampau banyak ±40 orang setiap angkatan. Menurut Ferry P. Pakpahan, Bidang Kemahasiswaan Sastra Rusia, yang juga merupakan mantan Ketua Himpunan itu, sastra Rusia atau lebih dikenal sarus menjadi jurusan sepi peminat, dikarenakan adanya cerita sejarah tentang Rusia yang identik dengan komunis, dan dahulunya komunis selalu identik dengan konotasi negatif. Trend inilah yang terus berlanjut dari tahun ke tahun, hingga sekarang. Tidak adanya sosialisasi yang optimal juga menjadi faktor lain. Angka kelulusan yang tidak cukup baik ( ? 100% ) membuat para calon mahasiswa tidak memilihi jurusan ini.

Namun sejak tahun 1991, dimana Uni Soviet mengubah namanya menjadi Rusia, pamor jurusan ini beranjak naik, dengan adanya kerjasama pula pihak Rusia dengan Indonesia.

Walaupun begitu, sastra Rusia merupakan jurusan kedua terbawah dengan mahasiswa sedikit setelah sastra Sunda, namun langkah-langkah peningkatan telah banyak dilakukan dengan sosialisasi di website, ikatan alumni yang kuat, dan kerjasama yang baik dengan pihak duta besar Rusia.

Adanya isu tentang pembubaran tentunya bukan hal positif yang menunjang perbaikan jurusan ini, sehingga diharapkan a d a n y a i s u - i u t e r s e b u t d a p a t dipertanggungjawabkan dengan baik. Mengenai keterkaitan jurusan sepi peminat dengan kenaikan biaya spp, Ferry juga tidak mengetahui secara jelas dikarenakan dana yang terdapat di Jurusannya masih proporsional. Mengenai adanya isu subsidi silang yang selama ini dilakukan pihak rektorat untuk mempertahankan jurusan sebelum adanya kenaikan spp, hal itu juga tidak diketahui secara jelas oleh Ferry.

Menurut Budi Wibawa, ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial, j ika dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya, justru tahun 2008 ini Kese jah te raan Sos ia l menga lam i peningkatan jumlah mahasiswa, dari 60 kursi pada tahun lalu, kini tersisi 90 kursi mahasiswa untuk tahun 2008. Budi menambahkan, jurusan Kesejahteraan Sosial bisa sepi peminat karena paradigma masyarakat tentang pendidikan yang masih menganggap kuliah itu untuk mencari kerja bukan mencari ilmu, imbasnya nama “Kesejahtraan Sosial” yang kurang menjual menjadi kurang diminati dibandingkan nama-nama jurusan yang popular seperti manajemen dan komunikasi. Mengenai peran universitas, Kesejahteraan Sosial tidak menilai adanya indikasi kurang perhatian dari universitas, namun memang masih ada beberapa faktor seperti fasilitas yang belum memadai yang kurang mendukung pendidikan di Kesejahteraan Sosial. Padahal Kesejahteraan Sosial mempunyai dosen-dosen berkualitas dan program-program pendidikan yang mutakhir. Hanya saja, sekali lagi memang butuh waktu

Sastra Sunda, meski memiliki

peminat yang sedikit, namun tetap akan dipertahankan oleh pihak universitas. Ini akan tetap dipertahankan. Karena sudah menjadi suatu ciri khas. World class university-nya itu disini, dan akan tetap dipertahankan. Kalau di UGM ada sastra Jawa, di Unpad ada sastra Sunda. Untuk mewujudkan cita-cita Unpad menuju class university, maka sastra Sunda harus tetap dipertahankan sebagai ciri khasnya.” jelas Isis Ikhwansyah, Kepala biro administrasi akademik Unpad.Bagaimana dengan kenyataan di lapangan?

Mahasiswa baru, umumnya tidak tahu bahwa Kesejahteraan Sosial sepi peminat. Namun mereka merasa bangga dengan Kesejahteraan Sosial, bangga dengan segala program pendidikannya apalagi partisipasinya terhadap kegiatan akademik dan non-akdemik di sekitar kampus, seperti ketua BEM Fisip yang berasal dari Kesejahteraan Sosial dan juga intensitas partisipasi Kesejahteraan Sosial terhadap acara-acara seminar atau workshop di kampus dan di luar kampus.

Mereka juga menambahkan untuk berusaha aktif dengan kegiatan kegiatan organisasi dan kreatif dalam membuat e v e n t - e v e n t k a m p u s d e m i l e b i h meningkatkan popularitas Kesejahteraan Sosial. Apalagi menurut mereka, ilmu Kesejahteraan Sosial itu penting sekali dengan keadaan sosial bangsa Indonesia. “Permasalahan masalah sosial sangat banyak di Indonesia, seperti: narkoba, s a m p a h , p e r g a u l a n b e b a s d a n semacamnya. Oleh karena itu, dibutuhkan tenaga sosial yang hanya dicetak di jurusan Kesejahteraan Sosial.” Tutur mahasiswa angkatan 2008.

Adanya perubahan nama jurusan ilmu perpustakaan menjadi manajemen informasi, juga disayangkan oleh beberapa mahasiswa baru yang merasa tertipu. Hal ini secara tidak langsung menjadi sebuah kebohongan publik. Saat ujian SMUP (seleksi masuk Universutas Padjadjaran-red) mereka memilih jurusan manajemen informasi, namun ketika proses perkuliahan mereka terdaftar sebagai mahasiswa jurusan ilmu perpustakaan. Menanggapi hal ini, H. Isis Ikhwansyah, S.H., M.H., C.N., kepala biro administrasi akademik mengatakan, bahwa sah-sah saja ketika suatu jurusan atau program studi merubah namanya untuk kepentingan menarik peminat atau alasan lain. Namun, jurusan atau program studi itu juga harus tetap konsisten, jangan sampai yang berubah hanya namanya.

Isis menambahkan, kurikulum di Indonesia itu ada yang disebut kurikulum inti dan institusional. Dalam kurikulum inti diseluruh Indonesia itu harus seragam, sedangkan yang institusional kurikulumnya di create oleh fakultas masing-masing. Kalau ingin lebih marketable, maka kurikulumnya create, tapi dengan catatan bahwa kurikulumnya yang institusiaonal bukan yang inti. Kurikulum inti merupakan kurikulum yang mutlak diberikan, tidak boleh diganggu gugat.

Namun, Isis tidak mau menanggapi lebih jauh ketika ditanyakan mengenai kasus perubahan nama jurusan ilmu perpustakaan

dan juga kesadaran masyarakat. ini. Menurutnya, pihak universitas tidak berwenang memberikan keterangan mengenai hal ini. Yang perlu ditanyakan adalah, bagaimana ketika pihak jurusan mengajukan perubahan nama? Apakah tidak melalui universitas dulu, baru kemudian diajukan ke DIKTI? Mengapa universitas tidak mau menanggapi lebih lanjut?Kondisi pendidikan di Indonesia

D e w a s a i n i , p e n d i d i k a n Indonesia memang hanya berpihak dibeberapa jurusan dan program studi tertentu. Adanya kenyataan mengenai jurusan sepi peminat ternyata juga didukung dengan kondisi pendidikan Indonesia dan lapangan pekerjaan yang tersedia. Kondisi tentang jurusan yang sepi peminat tidak hanya pada program studi di atas saja.

Surat kabar Kompas (1/8/2008) melansir berita 2.894 dari 9.019 kursi kosong di 47 perguruan tinggi negeri adalah program studi pertanian dan peternakan. Kekosongan merata di hampir semua perguruan tinggi yang membuka program studi pertanian. Bahkan, kekosongan kursi hingga 50 persen dari daya tampung. Ini bukan hal baru. Sudah lebih satu dasawarsa program studi pertanian sepi peminat.

Di Indonesia, pendidikan masih “ a n g e t - a n g e t a n ” d i m i n a t i c a l o n mahasiswa. Setiap tahunnya selalu ada jurusan yang populer dan tidak. Hal ini disebabkan kesadaran ki ta akan pendidikan masih kurang. Pendidikan tingkat perguruan tinggi biasanya dipilih karena kebutuhkan didunia kerja saja. Bukan berdasarkan rasa haus akan ilmu pengetahuan.

Hal ini tentu wajar jika terjadi. Meng ingat saa t in i beg i tu su l i t mendapatkan pekerjaan yang layak, jika kita tidak bisa membaca kebutuhan publik akan suatu keahlian tertentu. Mereka tentu tidak mau mengambil resiko dengan mempelajari ilmu yang kurang populer, dan menjadi sia-sia karena tidak dibutuhkan. Walaupun seyogyanya, tidak ada ilmu yang akan sia-sia.Apresiasi terhadap sastra memang tidak sepadan dengan minat masyarakat terhadap perekonomian. Kondisi ekonomi yang belum merata membuat sebagian mahasiswa memilih jurusan yang “pasti-pasti saja”. Ilmu komunikasi saat ini memang sedang menjadi primadona. Karena sedang dibutuhkan oleh publik, mahasiswa lulusan universitas yang konsen dibidang ini. Hal yang juga terjadi jurusan pertanian tentunya sangat ironis.

Hal ini juga tidak lepas dari peran pemerintah. Kurangnya perhatian dan tidak adanya langkah nyata yang dilakukan pemerintah, membuat program studi ini semakin terpuruk. Padahal Indonesia merupakan negara agraris yang membutuhkan orang-orang yang berkompeten dibidang pertanian.

Kondisi ini didukung juga oleh termarjinalnya sektor pertanian. Saat ini sektor industri lebih diprioritaskan dan diperhatikan. Adanya kesenjangan antara masyarakat desa dan kota, semakin memperburuk kondisi pertanian. Pertanian diidentikkan dengan sesuatu yang tradisional, tidak modern, bahkan miskin.

Paradigma seperti inilah yang membuat sektor pertanian sedikit demi sediki mengalami kemunduran.Paradigma pendidikan

Pendidikan sangat erat kaitannya dengan kesuksesan. Tak heran, jika banyak orang yang “mati-matian” mencari ilmu. Saat ini, banyak orang yang memahami ilmu pengetahuan hanya sebatas untuk kerja. Orang yang belajar sampai ke luar negeri pun, berharap kelak mendapatkan pekerjaan yang layak. Menuntut ilmu di perguruan tinggi saja misalnya, banyak orang yang beranggapan bahwa untuk sukses harus kuliah di Kedokteran. Padahal, kesuksesan bukan mutlak karena kuliah di jurusan mana. Tapi kompetensi-lah yang diperhitungkan. Sebenarnya, semua program studi yang ada di perguran tinggi, tentunya memilik prospek kerja di lahannya masing-masing. Dunia kerja tak sebatas tenaga medis yang kuliah di kedokteran saja. Tetapi juga butuh budayawan, insinyur

pertanian, dan profesi yang expert di bidangnya. Menurut Budi (Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial), paradigma tentang kuliah untuk mendapatkan kerja yang layak, merupakan paradigma yang terlalu sempit. Untuk menjadi orang sukses tidak harus kuliah. Semua jurusan yang ada memiliki perannya masing-masing. Mungkin, paradigma yang berkembang dan kurang apresiatif masyarakat terhadap ilmu pengetahuan, dikarenakan kurangnya sosialisasi dari pemerintah dan orang-orang yang konsen di bidang pendidikan.Jika fenomena sepi peminat ini tidak ada solusinya. Bisa dipastikan dunia pendidikan di Indonesia khususnya Unpad akan mendung dan bisa saja tenggelam.

Universitas Padjadjaran telah berubah status menjadi Badan Layanan Umum. Status baru ini disahkan pada tanggal 15 September 2008 kemarin.

Armada kampus atau angkot kampus semuanya akan digratiskan. Pernyataan ini dilontarkan oleh pihak rektorat Universitas Padjadjaran ketika silaturahmi dengan BEM Unpad beberapa waktu yang lalu.

Pemerintah menurunkan harga premium menjadi 5500 rupiah. Minyak dunia telah turun drastis. Tapi kenapa yang diturunkan hanya premium saja. Padahal masih ada solar dan minyak tanah yang sangat erat berakaitan dengan rakyat. Mungkinkah ada muatan-muatan politis terselubung dibalik penurunan harga BBM (premium), menjelang pemilu tahun 2009.

Anggaran dana kemahasiswaan sebesar 20% belum cair. Alasannya karena “sistem” yang berbelit-belit. Tanya kenapa??

Pojok

Berani Bicara Fakta

5Berani Bicara Fakta

4