intervensi dalam penyelesaian sengketa tata …/interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum...

69
INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA YOGYAKARTA (Putusan Nomor 03/G/TUN/2007/PTUN.Yk) Penulisan Hukum ( Skripsi ) Disusun dan Diajukan untuk melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Oleh : YUNIYAR KRISTI NIM. E0005321 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: buibao

Post on 04-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA

NEGARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA YOGYAKARTA

(Putusan Nomor 03/G/TUN/2007/PTUN.Yk)

Penulisan Hukum

( Skripsi )

Disusun dan Diajukan untuk melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh

Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret

Oleh :

YUNIYAR KRISTI

NIM. E0005321

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

2

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skipsi)

INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA

NEGARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA YOGYAKARTA

(Putusan Nomor 03/G/TUN/2007/PTUN.Yk)

Oleh :

YUNIYAR KRISTI

NIM. E0005321

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 9 Maret 2010

Dosen Pembimbing

Soehartono, S.H.,M.Hum

Nip.195604251985031002

Page 3: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

3

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skipsi)

INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA

NEGARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA YOGYAKARTA

(Putusan Nomor 03/G/TUN/2007/PTUN.Yk)

Oleh :

YUNIYAR KRISTI

E0005321

Telah diterima dan disahkan oleh Tim penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 30 Maret 2010

TIM PENGUJI

1. Th. Kussunayatun, S.H. M. H 1. ________________

Ketua

2. Harjono, S.H. M.H 2. ________________

Sekretaris

3. Soehartono, S.H. M.Hum 3. ________________

Anggota

Mengetahui

Dekan,

Mohammad Jamin, S.H., M.Hum

NIP. 196109301986011001

Page 4: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

4

MOTTO

“Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan

memudahkan jalan baginya menuju surga”

(Q.S Ar-Ra’d : 11)

“Orang harus cukup tegar untuk memaafkan kesalahan, cukup pintar untuk

belajar dari kesalahan dan cukup kuat untuk mengoreksi kesalahannya”

(John C. Maxwell)

Page 5: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

5

PERNYATAAN

Nama : Yuniyar Kristi

NIM : E0005321

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi)

berjudul :

Intervensi Dalam Sengketa Tata Usaha Negara di Pengadilan Tata Usaha

Negara ( Putusan Nomor : 03/G/TUN/2007/PTUN Yk) adalah betul-betul

karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum

(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditujukan dalam daftar pustaka. Apabila

dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi)

dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 9 Maret 2010

Yang membuat pernyataan

Yuniyar Kristi

NIM. E0005321

Page 6: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

6

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “INTERVENSI DALAM

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA DI

PENGADILAN TATA USAHA NEGARA YOGYAKARTA (Studi Kasus

Putusan Nomor 03/G/TUN/2007/PTUN.Yk).”

Penulisan Hukum ini disusun dan diajukan untuk melengkapi syarat-syarat

guna memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret.

Pada kesempatan ini dengan rendah hati penulis bermaksud

menyampaikan ucapan terima kasih kepada segenap pihak yang telah memberi

bantuan, dukungan serta pertolongan baik berupa materiil maupun imateriil

selama penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. Selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan izin

untuk melakukan penulisan hukum dan atas pemberian izin kepada penulis

untuk melakukan penelitian hukum ini.

2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H. Selaku Ketua Bagian Hukum Acara.

3. Bapak Soehartono, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing dengan

segala kesabarannya membimbing penulis dalam, menyelesaikan

penulisan hukum ini.

4. Ibu Gayatri Dyah S, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing Akademik

penulis.

5. Bapak Syafrudin Yudowibowo, SH. selaku Pembimbing Kegiatan Magang

Mahasiswa (KMM)

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

atas segala dedikasinya terhadap seluruh mahasiswa termasuk penulis

selama penulis menempuh studi di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Page 7: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

7

7. Seluruh Karyawan dan Karyawati Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret yang telah banyak membantu segala kepentingan penulis

menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Mami dan Papi tercinta terima kasih untuk cinta kasih, do’a dan

dukungannya.

9. Buat Primastya Dryan Maestro memberikan dorongan untuk segera

menyelesaikan skripsi ini

10. Teman-teman angkatan 2005 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta untuk kekompakkannya

11. Semua pihak yang telah turut membantu dan menyelesaikan penyusunan

skripsi ini yang tentunya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diperlukan

guna kelengkapan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap skripsi ini mampu

memberikan suatu manfaat bagi kita semua.

Surakarta, 9 Maret 2010

Penulis

Page 8: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

8

ABSTRAK

YUNIYAR KRISTIE, 2010. INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN

SENGKETA TATA USAHA NEGARA DI PENGADILAN TATA USAHA

NEGARA YOGYAKARTA (Studi Kasus Putusan Nomor

03/G/TUN/2007/PTUN.Yk). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2010

Penelitian Hukum ini untuk menjawab mengenai Intervensi yang dapat

dilakukan oleh pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara dan

apa akibat hukumnya dan dasar pertimbangan hakim dalam memeriksa dan

memutus sengketa tata usaha negara dalam hal adanya intervensi terhadap putusan

03/G/TUN/2007/PTUN.Yk.

Penelitian mi termasuk penelitian hukum empiris, dalam penelitian hukum

empiris yang diteliti pada awalnya data sekunder untuk kemudian dilanjutkan

dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen dan wawancara

atau interview. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka penulis

menyimpulkan bahwa Intervensi yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga dalam

penyelesaian sengketa tata usaha negara adalah intervensi oleh pihak ketiga atas

kemauan sendiri, intervensi oleh pihak ketiga atas permintaan salah satu pihak

yang bersengketa yaitu penggugat atau tergugat dan intervensi oleh pihak ketiga

atas prakarsa Hakim yang memeriksa sengketa tersebut, dalam hal ini pihak ketiga

ditarik kedalam proses pemeriksaan perkara yang sedang berjalan. Dalam putusan

Nomor 03/G/TUN/2007/PTUN.Yk, intervensi pihak ke tiga (Rektor UIN Sunan

Kalijaga) yang masuk dalam proses sengketa yang sedang berjalan adalah karena

adanya inisiatif dari hakim, Akibat hukum atas adanya intervensi adalah apabila

pemohon intervensi dirugikan haknya dalam putusan hakim, maka pemohon

intervensi dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

akan tetapi para pihak tidak mengajukan banding dan menerima putusan dan

pertimbangan hukum majelis hakim dalam putusan 03/G/TUN/2007/PTUN.Yk

adalah bahwa surat keputusan Bupati Sleman No. 410/kep. KDH/A/2006

tertanggal 17 November 2006 Tentang Penutupan Tempat Pemakaman Umum

pedukuhan Ngentak Sapen Desa Catur Tunggal kecamatan Depok tidak

memenuhi unsur individual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 UU

PTUN.

Page 9: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

9

ABSTRACTS

YUNIYAR KRISTIE, 2010. INTERVENTION IN STATE ADMINISTRATIVE

LAWSUIT RESOLUTION IN STATE ADMINISTRATIVE COURT OF

YOGYAKARTA (a Case Study on Verdict No. 03/G/TUN/2007/PTUN.Yk). Law

Faculty of Sebelas Maret University of Surakarta. A Law Writing (Minithesis).

2010.

This law research is to answer a question about possible intervention held

by third party in state administrative lawsuit resolution and what is the legal

consequence and judge consideration base in examining and deciding the state

administrative lawsuit in case of intervention on Verdict No.

03/G/TUN/2007/PTUN.Yk occurred.

This research is included in empirical law research, in which in the

empirical law research, secondary data being examined first and then proceeded

with examination on primary data in field or on society. Data collection method

used is documentary study and interview. Data analysis technique using

qualitative data analysis.

Based on research held by the researcher, then the research concluded that

the possible intervention held by third party in state administrative lawsuite

resolution is the third party intervention on their own intention, the third party

intervention on either lawsuit-involved party request, that is the litigant or

defendant and the third party intervention on judge initiative who examine the

lawsuit, in such case the third party drew in the case examination process. In

verdict No. 03/G/TUN/2007/PTUN.Yk, the third party intervention (Rector of

UIN Sunan Kalijaga) drew in the lawsuit examination process due to the judge

initiative. Legal consequence due to the intervention is if the intervention

applicant had inflicted on his/her right in judge verdict, then the intervention

applicant can appeal to the State Administrative High Court, but the parties could

not propose appeal and accept the verdict and the judge legal consideration in the

verdict No. 03/G/TUN/2007/PTUN.Yk is that the Regional Government Head of

Sleman decree No. 410/Kep.KDH/A/2006 dated on 17 November 2006 on The

Occlusion of Public Graveyard in Village of Ngentak, Sapen, Catur Tunggal,

Subdistrict of Depok is not in meeting with individual elements such intended in

Article 1 verse 3 UU PTUN.

Page 10: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

10

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ................................................................................. iv

HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... v

KATA PENGANTAR..................................................................................

vi

ABSTRAK........................................................................................ .......... viii

DAFTAR ISI........................................................................................... .... x

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................ 5

C. Tujuan Penelitian .................................................................. 6

D. Manfaat Penelitian ................................................................ 7

E. Metode Penelitian ................................................................. 8

F. Sistematika Penulisan Hukum .............................................. 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 15

A. Kerangka Teori ................................................................... 15

1. Tinjauan Tentang Negara Hukum dan Peradilan

Administrasi ................................................................ 15

2. Tinjauan Peradilan Tata Usaha Negara ......................... 19

3. Beracara di Peradilan Tata Usaha Negara ..................... 27

4. Keikutsertaan Pihak Ketiga (Intervensi) ....................... 35

B. Kerangka Berpikir ............................................................... 38

Page 11: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

11

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 40

A. Intervensi Pihak Ke Tiga Dalam Penyelesaian Sengketa

Tata Usaha Negara dan Akibat Hukumnya ......................... 47

B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memeriksa dan

Memutus Sengketa Tata Usaha Negara Dalam Hal Adanya

Intervensi Terhadap Putusan Nomor. 03/G/TUN/2007/

PTUN.Yk .............................................................................. 50

BAB IV PENUTUP .................................................................................. 56

Simpulan ............................................................................... 56

Saran ..................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 58

LAMPIRAN

Page 12: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

12

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara

berdasar atas hukum. Negara hukum menghendaki agar setiap tindakan penguasa

haruslah berdasar atas hukum yang berlaku. Selanjutnya, pelayanan kepada

masyarakat dan penegakan hukum yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan

negara dan pemerintahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya

untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien guna

meningkatkan kesejahteraan serta menciptakan keadilan dan kepastian hukum

bagi seluruh warga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Negara hukum menghendaki segala tindakan atau perbuatan penguasa

mempunyai dasar hukum yang jelas atau ada legalitasnya baik berdasar hukum

tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Negara hukum pada dasarnya terutama

bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat. Perlindungan

hukum bagi rakyat atas tindakan pemerintah dibatasi oleh dua prinsip; prinsip hak

asasi manusia dan prinsip negara hukum. Pengakuan terhadap hak asasi manusia

mendapat tempat yang utama dan dapat dikatakan sebagai tujuan dari pada negara

hukum (Zairin Harahap, 2007: 2).

Pengawasan pelayanan yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara

dan pemerintahan merupakan unsur penting dalam upaya menciptakan

pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien. Pengawasan pelayanan yang

diselenggarakan oleh penyelenggara juga merupakan implementasi prinsip

demokrasi yang perlu ditumbuhkembangkan dan diaplikasikan guna mencegah

dan menghapuskan penyalahgunaan wewenang oleh aparatur penyeleggara negara

dan pemerintahan.

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan salah satu peradilan di

Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara

(sengketa TUN). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

sebagaimana telah di rubah oleh UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata

1

Page 13: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

13

Usaha Negara (UU PTUN), PTUN diadakan untuk menghadapi kemungkinan

timbulnya benturan kepentingan, perselisihan, atau sengketa antara Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga dan/atau masyarakat. UU PTUN

memberikan dua macam cara penyelesaian sengketa TUN yakni upaya

administrasi yang penyelesaiannya masih dalam lingkungan administrasi

pemerintahan sendiri serta melalui gugatan ke PTUN.

PTUN menjalankan peranan sangat penting dalam melakukan fungsi

kontrol terhadap tindakan Badan atau Pejabat TUN negara agar tidak bertindak

melampaui kewengangan yang dimilikinya, bertindak secara rasional dan

terutama tidak melanggar hukum. Wewenang yang dimiliki Badan atau Pejabat

TUN tidak boleh digunakan untuk lain-lain tujuan dari maksud diberikan

wewenang itu kepadanya, terlebih tidak mungkin dibenarkan kalau wewenang itu

digunakan untuk memenuhi kepentingan-kepentingan Pejabat TUN yang

memangku jabatan TUN yang bersangkutan, kalau sampai terjadi demikian, maka

hal itu berarti telah melanggar larangan de’tournement de pouvoir (Y. Sri

Pudyatmoko dan W. Riawan Tjandra, 1996: 51).

Di dalam PTUN, dapat diajukan gugatan terhadap kebijakan pemerintah

yang dipercaya telah merugikan individu dan atau masyarakat. Subjek atau pihak-

pihak yang berperkara di PTUN ada dua (2) yaitu, pihak penggugat, yaitu

seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan

dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) oleh Badan atau

pejabat Tata Usaha Negara (pejabat TUN), serta pihak tergugat, yaitu Badan atau

pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada

padanya atau yang dilimpahkan kepadanya.

Pelaksanaan proses peradilan dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara

dalam UU PTUN dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) yang berpuncak pada

Mahkamah Agung. PT TUN pada dasarnya merupakan pengadilan tingkat

banding terhadap sengketa yang telah diputus oleh PTUN, kecuali dalam sengketa

kewenangan mengadili antar PTUN di daerah hukumnya serta sengketa yang

terhadapnya telah digunakan upaya administratif. Adapun hukum acara yang

Page 14: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

14

digunakan pada Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai persamaan dengan

hukum acara yang digunakan pada Peradilan Umum untuk perkara Perdata,

dengan perbedaan dimana Peradilan Tata Usaha Negara Hakim berperan lebih

aktif dalam proses persidangan guna memperoleh kebenaran materiil dan tidak

seperti dalam kasus gugatan perdata, gugatan sengketa TUN bukan berarti

menunda dilaksanakannya suatu KTUN yang disengketakan.

Dalam pelaksanaan proses peradilan sudah diatur kompetensi absolut

maupun relatif dari masing-masing lembaga peradilan, baik untuk Peradilan

Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Militer.

Pembagian tugas untuk setiap lembaga peradilan tersebut tentunya bertujuan agar

tidak terjadi tumpang tindih dalam melaksanakan wewenangnya.

Kekuasaan absolut PTUN terdapat dalam Pasal 47 UU PTUN yang

menentukan bahwa pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan

menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Sementara itu yang dimaksud sengketa

tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 UU PTUN adalah

sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan

hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat

maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara,

termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Dalam hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara (hukum acara PTUN)

pada dasarnya di dalam suatu sengketa atau perkara, sekurang-kurangnya terdapat

dua pihak, yaitu penggugat (sebagai pihak yang menggugat) dan pihak tergugat

(sebagai pihak yang digugat oleh penggugat). Dalam sengketa tata usaha negara

pihak yang berkedudukan sebagai penggugat adalah orang atau badan hukum

perdata dan badan atau pejabat tata usaha negara sebagai pihak tergugat. Hal ini

sebagai konsekuensi logis bahwa pangkal sengketa tata usaha negara adalah

akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara. Oleh karenanya tidak

mungkin badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan tata

usaha negara sebagai pihak penggugat (Hassan Suryono, 2005: 71).

Page 15: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

15

Dalam pelaksanaannya ada kemungkinan selama pemeriksaan perkara

berjalan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan maupun atas

prakarsa hakim dapat masuk sebagai pihak ketiga (intervencient) yang membela

kepentingannya (Zairin Harahap, 2007: 42).

Keikutsertaan pihak ketiga dalam proses penyelesaian perkara perdata

yang sedang berlangsung tanpa memperhatikan bahwa dalam sengketa tata usaha

negara, yang dapat bertindak sebagai penggugat sudah ditentukan, yaitu hanya

orang atau badan hukum perdata, sedang yang dapat bertindak sebagai tergugat

hanya badan atau pejabat tata usaha negara (R. Wiyono, 2007: 65).

Masuknya pihak ketiga dalam sengketa yang sedang berlangsung diatur

dalam Pasal 83 UU PTUN yang menyebutkan :

1. Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam

sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh pengadilan, baik atas prakarsa

sendiri dengan mengajukan permohonan maupun atas prakarsa hakim, dapat

masuk dalam sengketa tata usaha negara dan bertindak sebagai:

a. Pihak yang membela haknya; atau

b. Peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersangkutan.

2. Pemohon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikabulkan atau

ditolak oleh pengadilan dengan putusan yang dicantumkan dalam berita acara

sidang.

3. Permohonan banding terhadap putusan pengadilan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2) tidak dapat diajukan tersendiri, tetapi harus bersama-sama

dengan permohonan banding terhadap putusan akhir dalam pokok sengketa.

Masuknya pihak ketiga tersebut adalah dalam rangka sebagai pihak yang

membela haknya dan ingin bertindak selaku penggugat mandiri, maka pihak

ketiga tersebut tetap terikat pada tenggang waktu mengajukan gugatan

sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 55 UU PTUN yang menyebutkan

“gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari

terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau

pejabat tata usaha negara”.

Page 16: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

16

Upaya hukum yang masih terbuka yang dapat ditempuh oleh pihak ketiga

tersebut untuk membela kepentingannya adalah bertindak sebagai pihak yang

menggabungkan diri kepada salah satu pihak yang bersengketa, maka pihak ketiga

tersebut tidak terikat tenggang waktu. Begitu diketahui ada sengketa, dan ada hak

atau kepentingan yang dilanggar maka seseorang dapat mengajukan permohonan

kepada hakim.

Karena pangkal sengketa atau obyek sengketa tata usaha negara adalah

keputusan tata usaha negara, maka masuknya pihak ketiga pihak ketiga dalam

sengketa tersebut tetap harus memperhatikan kedudukan para pihak. Apabila

pihak ketiga tersebut adalah badan atau pejabat tata usaha negara, maka tidak

mungkin bertindak sebagai penggugat atau bergabung dengan pihak penggugat.

Demikian pula, apabila pihak ketiga tersebut adalah seseorang atau badan hukum

perdata tidak mungkin bertindak sebagai pihak tergugat atau ditarik untuk

bergabung dengan pihak tergugat (Zairin Harahap, 2007: 45).

Salah satu sengeka TUN yang terdapat intervensi oleh pihak ketiga dapat

dilihat pada kasus gugatan dari beberapa anggota masyarakat Padukuhan Ngentak

Sapen, Desa Catur Tunggal, Kecamatan Depok kepada Bupati Sleman terkait

dengan adanya Keputusan Bupati Sleman yang berisi penutupan tempat

pemakaman umum (Areal Pekuburan Ngentak, Sapen) Padukuhan Ngentak

Sapen, Desa Catur Tunggal, Kecamatan Depok Kabupaten Sleman yang akan

dijadikan kompleks perluasan UIN Yogyakarta. Padahal diketahui bahwa tanah

areal pekuburan tersebut adalah tanah milik kas desa, Desa Catur Tunggal.

Berdasarkan uraian kasus tersebut menarik untuk dikaji dan diteliti apakah

yang menjadi upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga beserta akibat

hukumnya dan pertimbangan hakim dalam memeriksa dan memutus sengketa tata

usaha negara yang didalamnya terdapat intervensi dari pihak ketiga.

B. Perumusan Masalah

Dalam suatu penelitian ilmiah hal penting yang pertama kali harus

dilakukan adalah merumuskan masalah, hal ini dikarenakan perumusan masalah

menjadi suatu acuan mengenai hal atau obyek apa yang akan diteliti untuk

Page 17: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

17

ditemukan jawabannya. Pada hakikatnya seorang peneliti sebelum menentukan

judul dalam suatu penelitian, maka harus terlebih dahulu menentukan rumusan

masalah, dimana masalah pada dasarnya adalah suatu proses yang mengalami

halangan dalam mencapai tujuan, maka harus dipecahkan untuk mencapai tujuan

suatu penelitian (Soerjono Soekanto, 2006: 109).

Rumusan masalah ini dimaksudkan untuk penegasan masalah-masalah

yang diteliti, sehingga memudahkan dalam pencapaian sasaran. Dalam penelitian

ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Intervensi apakah yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga dalam penyelesaian

sengketa tata usaha negara dan apa akibat hukumnya?

2. Apakah dasar pertimbangan hakim dalam memeriksa dan memutus sengketa

tata usaha negara dalam hal adanya intervensi terhadap putusan

03/G/TUN/2007/PTUN.Yk?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dinyatakan sebelumnya, agar

penelitian lebih terarah maka diperlukan adanya tujuan dari suatu penelitian.

Tujuan penelitian dikemukakan secara deklaratif dan merupakan pernyataan-

pernyataan yang hendak dicapai dalam penelitian tersebut (Soerjono Soekanto,

2006: 118-119). Tujuan yang dikenal dalam suatu penelitian ada dua macam,

yaitu tujuan obyektif dan tujuan subyektif. Tujuan obyektif merupakan tujuan

yang berasal dari tujuan penelitian itu sendiri, sedangkan tujuan subyektif berasal

dari peneliti. Tujuan objektif dan subjektif yang hendak dicapai dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Objektif

a. Untuk mengetahui intervensi yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga

dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara dan akibat hukumnya.

b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memeriksa dan

memutus sengketa tata usaha negara dalam hal adanya intervensi

terhadap putusan 03/G/TUN/2007/PTUN.Yk.

Page 18: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

18

2. Tujuan Subjektif

a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti dalam bidang

ilmu hukum baik dalam teori maupun praktek dalam lingkup Hukum

Peradilan Tata Usaha Negara.

b. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar Sarjana

dibidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

c. Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh agar

dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya, dan masyarakat

pada umumnya.

D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian yang berhasil adalah penelitian yang dapat memberikan

faedah atau manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis yang meliputi:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

bagi ilmu pengetahuan dibidang Hukum Peradilan Tata Usaha Negara.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur dan juga referensi

yang memberikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat pada

umumnya dan kalangan akademisi pada khususnya yang menggeluti

Hukum Peradilan Tata Usaha Negara.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan peran bagi

perkembangan teoritis dalam lingkup Hukum Peradilan Tata Usaha

Negara.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.

b. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan

membentuk pola pikir kritis sekaligus untuk mengetahui kemampuan

penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

Page 19: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

19

E. Metode Penelitian

Pemilihan jenis metode tertentu dalam suatu penelitian sangat penting

karena akan berpengaruh pada hasil penelitian. Dalam suatu penelitian, metode

penelitian merupakan salah satu faktor penting yang menunjang suatu kegiatan

dan proses penelitian. Metodologi pada hakekatnya memberikan pedoman tentang

cara-cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-

lingkungan yang dihadapinya (Soerjono Soekanto, 2006: 6).

Agar data dari suatu penelitian yang diperoleh dapat dipertanggung

jawabkan secara ilmiah perlu adanya ketepatan dalam memilih metode penelitian

supaya sesuai dan mengenai pada masalah yang akan menjadi obyek penelitian.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan hukum ini

adalah penelitian hukum empiris. Dalam penelitian hukum empiris yang

diteliti pada awalnya data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan

penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat

(Soerjono Soekanto, 2006: 52). Pada penelitian ini penulis mendeskripsikan

mengenai intervensi dalam sengketa tata usaha Negara di Pengadilan Tata

Usaha Negara Yogyakarta (Putusan Nomor :03/G/TUN/2007/PTUN.Yk).

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan

data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala

lainnya. Maksud penelitian yang bersifat deskriptif terutama untuk

mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat memperkuat teori-teori lama, atau

di dalam kerangka menyusun sebelumnya, yaitu intervensi dalam sengketa

tata usaha Negara di Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta (Putusan

Nomor : 03/G/TUN/2007/PTUN.Yk).

3. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis ingin menemukan dan memahami

gejala-gejala yang diteliti dengan cara penggambaran yang seteliti-telitinya

Page 20: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

20

untuk mendekati obyek penelitian maupun permasalahan yang telah

dirumuskan. Penelitian dengan judul “Intervensi Dalam Sengketa Tata Usaha

Negara di Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta (Putusan Nomor :

03/G/TUN/2007/PTUN.Yk) dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara

Yogyakarta. Pengambilan lokasi tersebut dengan pertimbangan bahwa

terdapatnya sumber data yang dimungkinkan dan memungkinkan untuk

dilakukan penelitian.

4. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini

bersifat kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan

mendasarkan pada data yang dinyatakan responden secara lisan atau tertulis,

dan juga perilaku yang nyata, diteliti, dipelajari sebagai suatu yang utuh.

Dengan menggunakan data yang dinyatakan secara empiris dan

kualifikasinya bersifat teoritis yang diolah dan ditarik kesimpulannya dengan

metode berfikir induktif. Penyajian secara deduktif adalah metode penyajian

yang mendasarkan pada hal–hal yang bersifat umum untuk kemudian ditarik

kesimpulan secara khusus.

5. Jenis Data

Dalam sebuah penelitian suatu data dibedakan menjadi dua yaitu: data

yang diperoleh langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Pertama

disebut data primer atau data dasar (primary data atau basic data), dan yang

kedua dinamakan data sekunder (secondary data). Data primer diperoleh dari

sumber pertama, yaitu perilaku warga masyarakat melalui penelitian.

Sementara itu, data sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi,

buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku-buku harian

dan seterusnya (Soerjono Soekanto, 1986: 12).

6. Sumber Data

Berdasarkan jenis data yang ada, maka dapat ditentukan sumber data

yang digunakan untuk penelitian. Untuk memperoleh data dan informasi yang

berkaitan dengan arah penelitian ini, sumber data yang digunakan penulis

adalah sebagai berikut:

Page 21: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

21

a. Sumber data primer

Sumber data primer merupakan sumber data yang terkait

langsung dengan permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini yang

menjadi sumber data primer adalah penjelasan atau keterangan yang

diperoleh dari pejabat Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta, dalam

hal ini Hakim yang ditunjuk untuk memberikan keterangan guna

pengumpulan data yang lebih lengkap yaitu Bapak Kusman dan Ibu

Ratna Harmani.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder yaitu sumber data yang secara tidak

langsung memberi keterangan yang bersifat mendukung sumber data

primer. Sumber data ini biasanya diperoleh melalui studi kepustakaan

yaitu dengan mengumpulkan data dengan membaca, mempelajari dan

mencatat dari buku-buku literatur, dokumen-dokumen dari berkas-berkas

perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara dan tulisan-tulisan lain yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti, diantaranya adalah Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan putusan

Nomor : 03/G/TUN/2007/PTUN.Yk.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan ketiga sumber tersebut

secara bersamaan untuk memperoleh data yang akurat, mengingat penelitian

ini menggunakan metode pendekatan secara empiris atau yuridis sosiologis,

yaitu mengungkapkan aturan-aturan secara normatif atau bersifat yuridis yang

dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dengan mencari kecocokan

pada kenyataannya di lapangan atau di masyarakat.

7. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian pasti membutuhkan data yang lengkap, dalam hal ini

dimaksudkan agar data yang terkumpul betul - betul memiliki nilai validitas

dan reabilitas yang cukup tinggi. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan

teknik pengumpulan data sebagai berikut:

Page 22: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

22

a. Studi Dokumen

Untuk memperoleh data sekunder ini, penulis melakukan studi

dokumen atau kepustakaan guna memperoleh bahan - bahan hukum atau

bahan penulisan lainnya yang dapat dijadikan acuan, antara lain arsip -

arsip, dokumen - dokumen, dan berkas acara mengenai masalah yang

diteliti serta buku - buku ilmiah, makalah, paper, surat kabar dan internet

yang berhubungan dengan permasalahan penulisan hukum ini. Dokumen

yang dipelajari adalah Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara

Yogyakarta Nomor : 03/G/Tun/2007/PTUN.Yk.

b. Wawancara atau interview

Wawancara adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka,

ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan–pertanyaan

yang dirancang untuk memperoleh jawaban–jawaban yang relevan

dengan masalah yang akan diteliti kepada seorang responden (Amiruddin

2006:82). Wawancara dilakukan dalam situasi formal maupun informal.

Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan data primer, digunakan

teknik pengumpulan data melalui wawancara (interview), wawancara

yang dilakukan adalah wawancara secara terarah, terpimpin dan

mendalam sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti. Untuk

memperoleh informasi yang diperlukan bagi penulis untuk penelitian ini

agar mendapatkan hasil secara tepat dan akurat maka dilakukan

wawancara dengan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta

yang memeriksa perkara pada putusan No. 03/G/Tun/2007/PTUN.Yk.

8. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil

penelitian menjadi suatu laporan. Teknis analisis data yang dipakai dalam

penelitian ini adalah analisis data kualitatif dengan menggunakan metode

interaktif. Analisis data kualitatif merupakan pengolahan data berupa

pengumpulan data, penguraiannya kemudian membandingkan dengan teori

yang berhubungan masalahnya, dan akhirnya menarik kesimpulan. Metode

interaktif adalah model analisa yang terdiri dari empat komponen yaitu

Page 23: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

23

penarikan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan, maka

data-data diproses melalui tiga komponen tersebut. (HB. Sutopo, 1988 : 37).

Model Analisis Interaktif tersebut digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Teknik Analisa Data

Kegiatan komponen itu dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Pengumpulan data

Merupakan proses pengumpulan data yang berupa data primer

yaitu data yang diperoleh secara langsung melalui penelitian di lapangan

berupa hasil wawancara, informasi, keterangan, dan sikap atau perilaku

serta segala hal yang berhubungan dengan implementasi putusan pidana

mati terhadap kasus pembunuhan berencana. Selain itu digunakan pula

data sekunder berupa peraturan perundang–undangan, dan literatur.

b. Reduksi data

Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian kepada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus -

menerus, bahkan sebelum data benar - benar terkumpul sampai laporan

akhir lengkap tersusun.

c. Penyajian data

Merupakan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

d. Penarikan kesimpulan

Dari permulaan data, seorang penganalisis kualitatif mencari arti

REDUKSI DATA PENYAJIAN DATA

PENARIKAN KESIMPULAN

PENARIKAN DATA

Page 24: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

24

benda-benda, keteraturan, pola-pola, penjelasan konfigurasi, berbagai

kemungkinan, alur sebab akibat dan proporsi. Kesimpulan akan ditangani

secara longgar, tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah

disediakan, mula - mula belum jelas, meningkat menjadi lebih rinci dan

mengakar pada pokok.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk lebih memudahkan penulisan hukum ini, maka penulis dalam

penelitiannya membagi menjadi empat bab dan tiap-tiap bab dibagi dalam sub bab

yang disesuaikan dengan luas pembahasannya. Adapun sistematika penulisan

hukum ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini penulis mengemukakan mengenai latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi

penelitian, sistematika penulisan hukum, dan jadwal penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai dua hal yaitu, yang

pertama kerangka teori yang terdiri dari hukum dan peradilan

administrasi, peradilan tata usaha negara, prosedur beracara di

pengadilan tata usaha negara, masuknya pihak ke tiga (intervensi),

yang kedua kerangka pemikiran.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA

Dalam bab ini penulis membahas tentang intervensi yang dapat

dilakukan oleh pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa tata usaha

negara dan akibat hukumnya serta dasar pertimbangan hakim dalam

memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara dalam hal adanya

intervensi terhadap putusan 03/G/TUN/2007/PTUN.Yk.

Page 25: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

25

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan serta saran dari hasil penelitian yang telah

dilakukan penulis.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 26: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

26

15

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Tinjauan Tentang Negara Hukum dan Peradilan Administrasi

a. Negara Hukum

Negara hukum pada dasarnya terutama bertujuan untuk

memberikan perlindungan hukum bagi rakyat. Philipus M. Hadjon dalam

Zairin Harahap (2005: 2) menjelaskan bahwa perlindungan hukum bagi

rakyat terhadap tindak pemerintah dibatasi oleh dua prinsip; prinsip hak

asasi manusia dan prinsip negara hukum. Pengakuan terhadap hak asasi

manusia mendapat tempat yang utama dan dapat dikatakan sebagai

tujuan dari pada negara hukum.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 tahun 2008

Tentang Ombudsman Republik Indonesia pada Pasal 4 menyebutkan

bahwa ombudsman bertujuan untuk;

1) Mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan

sejahtera;

2) Mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang

efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari

korupsi, kolusi, dan nepotisme;

3) Meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar

setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa

aman, dan kesejahteraan yang semakin baik;

4) Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk

pemberantasan dan pencegahan praktek-praktek mal

administrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme;

5) Meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum

masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran

serta keadilan. Negara hukum menghendaki segala tindakan atau

perbuatan penguasa mempunyai dasar hukum yang jelas atau

ada legalitasnya baik berdasar hukum tertulis maupun hukum

yang tidak tertulis.

Konsep negara hukum mulai berkembang dengan pesat sejak

akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Di Eropa Barat Kontinental,

Immanuel kant dan Frederich Julius stahl menyebutnya dengan istilah

Page 27: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

27

rechtsstaat, sementara itu di negara-negara anglo saxon, A.V. Dicey

menggunakan istilah rule of law.

Menurut F.J Stahl sebagaimana dikutip oleh Oemar Seno Adji

dalam S.F. Marbun (2003: 7) merumuskan unsur-unsur rechtsstaat dalam

arti klasik sebagai berikut:

1) Perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;

2) Pemisahan atau pembagian kekuasaan negara untuk menjamin hak-

hak asasi manusia;

3) Pemerintahan berdasarkan peraturan;

4) Adanya peradilan administrasi.

Adapun unsur-unsur rule of law menurut A.V Dicey dalam S.F.

Marbun (2003:7) adalah sebagai berikut:

1) Supremasi aturan-aturan hukum (the absolute supremacy or

predominance of regular law);

2) Kedudukan yang sama dihadapan hukum (equality before the law or

the equal subjection of all classes the ordinary law of the land

administrated by ordinary law courts);

3) Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (a formula pressing

the fact that with us the law of constitution, the rules which in

foreign countries naturally from parts of a constitutional code, are

not the source but the consequence of the rights of individuals as

defined and enforced by the countrias)

Unsur-unsur yang terdapat dalam kedua macam negara hukum

tersebut, baik rechtsstaat maupun rule of law mempunyai persamaan dan

perbedaan. Persamaan pokok antara rechtsstaat dengan rule of law

adalah adanya keinginan untuk memberikan perlindungan dan

penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia. Perbedaan pokok antara

rechtsstaat dengan rule of law ditemukan pada peradilan administrasi. Di

negara-negara anglo saxon penekanan terhadap prinsip persamaan di

muka hukum (equality before the law) lebih ditonjolkan, sehingga

dipandang tidak perlu menyediakan sebuah peradilan khusus untuk

pejabat administrasi negara. Berbeda dengan Eropa Kontinental yang

memasukkan unsur peradilan admistrasi sebagai salah satu unsur

Page 28: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

28

rechtsstaat. Dimasukkannya unsur peradilan administrasi kedalam unsur

rechtsstaat, maksudnya untuk memberikan perlindungan hukum bagi

warga masyarakat terhadap sikap tindak pemerintah yang melanggar hak

asasi dalam lapangan administrasi negara. Kecuali itu kehadiran

peradilan administrasi akan memberikan perlindungan hukum yang sama

kepada administrasi negara yang bertindak benar dan sesuai dengan

aturan hukum.

b. Negara Hukum dan Peradilan administrasi

Undang-undang Dasar 1945 merupakan manifestasi dari konsep-

konsep dan alam pikiran Bangsa Indonesia yang lazim disebut hukum

dasar tertulis. Undang-undang dasar 1945 sebagai hukum dasar tertulis

hanya memuat dan mengatur hal-hal yang bersifat prinsip dan garis-garis

besar saja. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, sila-

silanya merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak bercerai berai.

Ketuhanan yang Maha Esa adalah sila yang pertama yang kemudian

disusul dengan sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Philipus M.

Hadjon dalam S.F Marbun (2005:14) menjelaskan bahwa konsekuensi

logis dari sila-sila tersebut adalah konsekuensi logis dari pengakuan

terhadap eksistensi Tuhan, yang berarti sekaligus pengakuan terhadap

harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling

mulia. Demikian pula sila persatuan Indonesia, berarti mengakui manusia

sebagai makhluk sosial yang berkehendak untuk hidup bersama dalam

suatu masyarakat yakni negara Republik Indonesia. Pengaturan hidup

bersama itu didasarkan atas musyawarah yang dibimbing oleh

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Tujuan dari hidup

bersama dalam suatu negara merdeka adalah untuk mencapai

kesejahteraan bersama seperti rumusan sila ke lima, yakni keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia.

Philipus M. Hadjon dalam S.F. Marbun (2005:14) menjelaskan

bahwa adanya pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia dalam

Page 29: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

29

negara hukum Indonesia, secara intrinsik melekat pada pancasila dan

bersumber pada pancasila. Jadi harkat dan martabat manusia merupakan

pemberian Allah.

Bertitik tolak dari falsafah negara pancasila tersebut, Philipus M.

Hajdon dalam S.F Marbun (2005: 15) merumuskan elemen-elemen atau

unsur-unsur negara hukum pancasila sebagai berikut :

1) Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas

kerukunan;

2) Hubungan fungsional yang proporsional anatar kekuasaan negara;

3) Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan

merupakan sarana terakhir;

4) Keseimbangan antara hak dan kewajiban

Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban tersebut dalam

negara hukum Indonesia, diharapkan akan melahirkan asas kerukunan.

Asas kerukunan tersebut akan menciptakan keserasian hubungan antara

pemerintah adan rakyat. Meskipun tercipta keseimbangan, keserasian dan

kerukunan antar pemerintah dan rakyat bukan berarti sama sekali tidak

mungkin timbul sengketa antara pemerintah dan rakyat. Sengketa

mungkin saja dapat timbul dalam pergaulan yang semakin kompleks.

Dalam hal terjadi sengketa antara pemerintah dan rakyat, prinsip

musyawarah harus tetap diutamakan dan peradilan merupakan sarana

terakhir. Demikian pula sengketa yang timbul dalam peradilan

administrasi.

Sengketa dalam bidang administrasi diselesaikan antara lain oleh

peradilan administrasi. Peradilan administrasi bertujuan untuk menjaga

keseimbangan antara hak perseorangan dengan hak masyarakat atau

kepentingan umum, sehingga tercipta keseimbangan, keselarasan

keserasian dan kerukunan antara pemerintah dan rakyat. Jadi peradilan

administrasi bukan semata-mata berfungsi melindungi kepentingan

individu atau perseorangan.

Page 30: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

30

Tujuan pembentukan peradilan administrasi dalam suatu negara

hukum selalu terkait dengan falsafah negara yang dianutnya. Dalam

negara yang menganut faham rechtsstaat pembentukan peradilan

administrasi adalah untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi

manusia sehingga tercipta keserasian, keseimbangan, dan keselarasan

antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan masyarakat atau

kepentingan umum (S.F Marbun, 2003: 20).

Menurut Sjachran Basah (1985: 154) tujuan peradilan

administrasi adalah untuk memberikan pengayoman hukum dan

kepastian hukum, baik bagi rakyat maupun bagi administrasi negara

dalam arti terjaganya keseimbangan masyarakat dengan kepentingan

individu. Untuk administrasi negara akan terjaga ketertiban, ketentraman

dan keamanan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, demi terwujudnya

pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

2. Peradilan Tata Usaha Negara

a. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah

negara berdasar atas hukum. Negara hukum menghendaki agar setiap

tindakan penguasa haruslah berdasar atas hukum yang berlaku. Tujuan

akhir dari faham negara hukum ini adalah untuk memberikan

perlindungan terhadap hak asasi manusia dari tindakan sewenang-

wenang para penguasa. Bertitik tolak dari apa yang dikemukan oleh F.J

Stahl mengenai unsur-unsur negara hukum yang salah satunya adalah

adanya Peradilan Tata Usaha Negara, dengan telah diundangkannya

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara yang kemudian tindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 7 Tahun 1991, dengan dimulailah pelaksanaan Peradilan Tata

Usaha Negara di Indonesia.

Menurut A. Siti Soetami (2007: 9) Peradilan Tata Usaha Negara

merupakan sarana control on the administration. Peradilan Tata Usaha

Page 31: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

31

Negara adalah salah satu pelaksana kehakiman bagi rakyat pencari

keadilan terhadap sengketa tata usaha negara. Sementara itu menurut Y.

Sri Pudyatmoko dan W. Riawan Tjandra (1996: 51), Peradilan Tata

Usaha Negara merupakan institusi untuk menyelesaikan timbulnya

sengketa TUN antara Badan atau Pejabat TUN dengan warga masyarakat

pencari keadilan sebagai implikasi peran positif aktif pemerintah dalam

kehidupan masyarakat. Melalui kontrol yudisial yang dijalankan oleh

Peradilan Tata Usaha Negara, secara tidak langsung, juga dilakukan

pembinaan terhadap aparatur negara sebagai pelaku birokrasi.

Dasar konstitusional pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara

ini adalah Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai

peraturan pelaksanaan dari pasal tersebut adalah dengan diundangkannya

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

(UU Kekuasaan Kehakiman). Dalam Pasal 10 ayat (1) UU Kekuasaan

Kehakiman disebutkan “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah

Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, dan

oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Sementara itu dalam ayat (2)

menyebutkan “badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung

meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan

agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara”. Selanjutnya

dalam Pasal 11 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa

“Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari keempat

lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2)”.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelaslah bahwa dasar

hukum pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara yang bebas mandiri

ternyata cukup kuat sama halnya dengan keempat peradilan lainnya yang

sudah lama yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer.

Sebagaimana diketahui, bahwa untuk memperkuat ketentuan

mengenai Peradilan Tata Usaha Negara adalah dilahirkannya Undang-

Undang nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang

nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Page 32: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

32

b. Susunan dan Tempat Kedudukan Pengadilan Tata Usaha Negara dan

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Susunan Peradilan Tata Usaha Negara terdiri dari 2 (dua) tingkat,

yaitu :

1) Pengadilan Tata Usaha Negara, yang merupakan Pengadilan Tingkat

Pertama;

2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, yang merupakan Peradilan

tingkat Banding; (Pasal 8 UU PTUN).

Sementara itu susunan pengadilan terdiri atas:

1) Pimpinan;

2) Hakim anggota;

3) Panitera;

4) Sekretaris (Pasal 11 UU PTUN)

Pimpinan pengadilan terdiri dari seorang ketua dan seorang wakil

ketua, baik di Pengadilan Tata Usaha Negara atau Pengadilan Tinggi

Tata Usaha Negara. Selanjutnya ketua dan wakil ketua pengadilan dapat

diberhentikan dengan hormat dan tidak dengan hormat dari jabatannya.

Seorang hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara disebut

“Hakim” dan seorang hakim pada pengadilan tinggi Tata Usaha Negara

disebut “Hakim Tinggi”. Hakim pada pengadilan Tata Usaha Negara

merupakan seorang pejabat yang berfungsi sebagai pelaksana tugas di

bidang kekuasaan kehakiman.

Syarat-syarat untuk diangkat menjadi hakim pada PTUN adalah

sebagai Berikut :

1) Warga Negara Indonesia;

2) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

3) Setia kepada pancasila dan Unadng-undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945;

4) Sarjana Hukum;

5) Berumur serendah-rendahnya 25 tahun;

6) Sehat jasmani dan rohani;

Page 33: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

33

7) Berwibawa, jujur, dan berkelakuan tidak tercela, dan bukan bekas

anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk

organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam

gerakan dalam gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia

(Pasal 14 ayat (1) UU PTUN).

Untuk dapat diangkat menjadi hakim tinggi pada Pengadilan Tata

Usaha Negara, seorang hakim harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut:

1) Syarat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a,

huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf h;

2) Berumur serendah-rendahnya 40 tahun;

3) Berpengalaman sekurang-kurangnya 5 tahun sebagai Ketua, Wakil

Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara atau 15 tahun sebagai Hakim

Pengadilan Tata Usaha Negara;

4) Lulus eksaminasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Pada setiap Pengadilan Tata Usaha Negara ditetapkan adanya

kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang panitera (Pasal 27 ayat (1)).

Selanjutnya, pada setiap Pengadilan Tata Usaha Negara ditetapkan

adanya sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris yang dibantu oleh

seorang wakil sekretaris (Pasal 40 UU PTUN).

c. Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara

Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk

menyelesaikan atau mumutus sengketa yang timbul dalam bidang TUN

antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat TUN

sebagai akibat dikeluarkannya KTUN yang dianggap melanggar hak

orang atau badan hukum perdata. Kemungkinan timbulnya sengketa

tersebut berkaitan dengan peran positif aktif pemerintah dalam kehidupan

masyarakat dalam suatu modern rechtsstaat sebagai implikasi dianutnya

model welfare state (Y. Sri Pudyatmoko dan W. Riawan Tjandra,

1996:73).

Page 34: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

34

PTUN berwenang mengadili sengketa TUN pada tingkat pertama,

sedangkan PT TUN berwenang mengadili sengketa TUN di tingkat

banding, sementara itu Mahkamah Agung berwenang mengadili sengketa

TUN di tingkat kasasi dan peninjauan kembali. Menurut Hassan Suryono

(2005: 75) Peradilan Tata Usaha Negara hanya berwenang mengadili dan

menilai secara hukum hanya terbatas pada keputusan yang dikeluarkan

oleh pejabat TUN maupun Badan TUN.

Pasal 47 UU PTUN menyebutkan, pengadilan tidak berwenang

memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara

tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan :

1) Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau

keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

2) Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Subyek dan Obyek Sengketa Tata Usaha Negara

Yang berhak menjadi subjek sengketa di PTUN dapat dilihat pada

ketentuan Pasal Pasal 53 UU PTUN yang menyebutkan “seseorang atau

badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu

Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada

Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha

Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan

atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/rehabilitasi”.

Dari ketentuan Pasal 53 UU PTUN dapat dilihat bahwa pihak

yang dapat mengajukan gugatan (penggugat) adalah seseorang atau

badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu

Keputusan Tata Usaha Negara, sedangkan pejabat atau badan yang

mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara selalu berkedudukan

sebagai pihak tergugat, hal tersebut dapat dilihat pada ketentuan Pasal 1

ayat (6) UU PTUN yang menyebutkan tergugat adalah badan atau

pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan

Page 35: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

35

wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang

digugat oleh orang atau badan hukum perdata. Seseorang atau badan

hukum perdata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 UU PTUN hanya

orang atau badan hukum perdata yang berkedudukan sebagai subyek

hukum saja (penjelasan Pasal 53 ayat (1) UU PTUN).

Sementara itu, yang menjadi objek sengketa di PTUN adalah

Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Pejabat atau Badan

Tata Usaha Negara. Keputusan TUN yang bisa dijadikan objek sengketa

TUN haruslah memenuhi kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

1 angka (3) UU PTUN yang menyebutkan sengketa tata usaha negara

“suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata

usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara, yang

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat

konkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi

seseorang atau badan hukum perdata”.

Mengacu ketentuan Pasal 1 ayat (3) UU PTUN, menurut A. Siti

Soetami (2007: 7), istilah penetapan tertulis terutama menunjuk pada isi

dan bukan kepada bentuk formalnya. Sebab persyaratan tertulis itu

diharuskan untuk kemudahan dalam segi pembentukan, sehingga sebuah

memo atau nota dapat memenuhi syarat tertulis menurut ketentuan

tersebut asal dalam memo atau nota tersebut dengan jelas menyebut:

1) Badan atau jabatan TUN mana yang mengeluarkannya;

2) Maksud serta mengenai hal apa isi tulisan tersebut;

3) Kepada siapa tulisan tersebut ditujukan dan apa yag ditetapkan di

dalamnya.

e. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara

Kompetensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu). Pada

umumnya dalam hukum acara dikenal adanya kompetensi (kewenangan)

suatu badan peradilan untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara.

Menurut Sjachran Basah (1985: 67) salah satu cara untuk mengetahui

Page 36: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

36

kompetensi dari suatu pengadilan untuk memeriksa, mengadili dan

memutus suatu perkara dapat dilihat dengan melakukan pembedaan atas

kompetensi relatif dan kompetensi absolut.

Sebagai salah satu pelaksana proses peradilan, PTUN juga

dilekati 2 (dua) kompetensi tersebut. Di bawah ini diuraikan mengenai

kompetensi relatif dan kompetensi absolut yang melekat pada PTUN.

1) Kompetensi relatif

Menurut Sudikno Mertokusumo (1998: 65), kompetensi relatif

menyangkut pembagian kekuasaan kehakiman (distribusi kekuasaan

kehakiman). Jelasnya, kompetensi relatif ini berkaitan dengan wilayah

hukum suatu pengadilan. Sementara itu Zairin Harahap (2005: 30)

menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan Peradilan Tata Usaha

Negara, maka kompetensi relatifnya adalah menyangkut kewenangan

PTUN yang mana yang berwenang untuk memeriksa, mengadili dan

memutus perkara. Selanjutnya S.F Marbun (2003: 175) mengatakan

kompetensi merupakan kewenangan suatu pengadilan ditentukan

berdasarkan wilayah hukum yang menjadi wilayah kewenangannya.

Suatu pengadilan berwenang memeriksa suatu sengketa apabila salah

satu pihak atau kedua belah pihak yang bersengketa berkediaman di

wilayah hukumnya.

Kompetensi relatif PTUN dapat dikaitkan dengan pengadilan

itu sendiri, dan dapat pula dikaitkan dengan kedudukan para pihak.

Pasal 54 UU PTUN menyebutkan gugatan dapat diajukan kepada

PTUN tempat kedudukan domisili tergugat. Apabila tergugatnya lebih

dari satu, maka diajukan ke PTUN dari keduukan salah satu tempat

tergugat. Gugatan dapat diajukan melalui PTUN tempat kedudukan

tergugat. PTUN Jakarta, apabila tergugat berkedudukan di dalam

negeri sedangkan penggugatnya berkedudukan diluar negeri, maka

gugatan dapat diajukan kepada PTUN tempat kedudukan tergugat.

Page 37: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

37

2) Kompetensi Absolut

Pasal 47 UU PTUN menyebutkan, pengadilan tidak berwenang

memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha

Negara tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu

dikeluarkan :

a) Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam,

atau keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b) Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sudikno Mertokusumo (1998: 63), yang dimaksud kompetensi

absolut adalah wewenang badan pengadilan dalam memeriksa jenis

perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh

pengadilan lain, baik dalam lingkungan peradilan yang sama (PTUN,

PT TUN) maupun dalam lingkungan peradilan lain (Pengadilan

Negeri, PTUN). Sementara itu menurut S.F Marbun (2003: 175)

kompetensi absolut berhubungan dengan kewenangan pengadilan

mengadili suatu sengketa menurut obyek atau materi atau pokok

sengketa.

Kompetensi absolut PTUN adalah menyelesaikan sengketa

TUN yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau

badan hukum perdata dengan badan atau pejabat TUN, baik di pusat

maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha

negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, yang termasuk ke

dalam kompetensi absolut PTUN adalah ketentuan yang terdapat di

dalam Pasal 3 UU PTUN yaitu dalam hal suatu badan atau pejabat tata

usaha negara tidak mengeluarkan keputusan tata usaha negara yang

dimohonkan kepadanya, sedangkan hal tersebut merupakan

kewajibannya.

Page 38: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

38

3. Beracara di Peradilan Tata Usaha Negara

a. Cara mengajukan gugatan

Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa

kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara

dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang

berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan

itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan

ganti rugi dan/atau rehabilitasi (Pasal 53 ayat (1)). Alasan-alasan yang

dapat digunakan dalam pengajuan gugatan adalah (Pasal 53 ayat (2)):

1) Keputusan tata usaha negara yang digugat itu bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2) Keputusan tata usaha negara yang digugat itu bertentangan dengan

asas-asas pemerintahan yang baik

Menurut Martiman Projohamidjojo (2005: 33), gugatan yang

diajukan disyaratkan dalam bentuk tertulis dan ditandatangani oleh

penggugat atau kuasanya, atau dibubuhi cap jempol penggugat yang

tidak pandai membaca tulis. Mereka yang tidak pandai baca tulis dapat

mengutarakan keinginannya untuk menggugat kepada panitera

pengadilan yang akan membantu merumuskan gugatan dalam bentuk

tertulis.

Gugatan sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada Pengadilan

yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan

tergugat. Apabila tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan,

gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi

tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

Dalam hal tempat kedudukan tergugat tidak berada dalam daerah hukum

Pengadilan tempat kediaman penggugat, maka gugatan dapat diajukan ke

Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat

untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan.

Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa Tata Usaha Negara

Page 39: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

39

yang bersangkutan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, gugatan

dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah

hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat. Apabila penggugat dan

tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri, gugatan diajukan

kepada Pengadilan di Jakarta. Apabila tergugat berkedudukan di dalam

negeri dan penggugat di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan

di tempat kedudukan tergugat (Pasal 54 UU PTUN).

Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan

puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya

Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (Pasal 55 UU PTUN).

Gugatan dapat diajukan sendiri oleh penggugat maupun dikuasakan.

Dalam hal dikuasakan, maka gugatan haruslah disertai surat kuasa yang

sah. Dalam gugatan yang akan diajukan harus memuat (Pasal 56 PTUN).

1) Nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugat,

atau kuasanya;

2) Nama, jabatan, dan tempat kedudukan tergugat;

3) Dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan oleh

Pengadilan.

Untuk mengajukan gugatan, penggugat membayar uang muka

biaya perkara, yang besarnya ditaksir oleh Panitera Pengadilan. Setelah

penggugat membayar uang muka biaya perkara, gugatan dicatat dalam

daftar perkara oleh Panitera Pengadilan. Selambat-lambatnya dalam

jangka waktu tiga puluh hari sesudah gugatan dicatat, Hakim

menentukan hari, jam, dan tempat persidangan, dan menyuruh

memanggil kedua belah pihak untuk hadir pada waktu dan tempat yang

ditentukan. Surat panggilan kepada tergugat disertai sehelai salinan

gugatan dengan pemberitahuan bahwa gugatan itu dapat dijawab dengan

tertulis (Pasal 59 UU PTUN).

Menurut A. Siti Soetami (2005: 28), yang dimaksud dengan biaya

perkara adalah biaya yang dibayar lebih dahulu sebagai panjar oleh pihak

penggugat terhadap perkiraan biaya perkara yang diperlukan dalam

Page 40: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

40

proses berperkara seperti biaya kepaniteraan, biaya meterai, biaya ahli

dan lain-lain.

Penggugat dapat mengajukan permohonan kepada Ketua

Pengadilan untuk bersengeketa dengan cuma-cuma. Permohonan

diajukan pada waktu penggugat mengajukan gugatannya disertai dengan

surat keterangan tidak mampu dari kepala desa atau lurah di tempat

kediaman pemohon. Dalam keterangan tersebut harus dinyatakan bahwa

pemohon itu betul-betul tidak mampu membayar biaya perkara (Pasal 60

UU PTUN).

Permohonan bersengketa secara cuma-cuma harus diperiksa dan

ditetapkan oleh Pengadilan sebelum pokok sengketa diperiksa. Penetapan

ini diambil di tingkat pertama dan terakhir. Penetapan Pengadilan yang

telah mengabulkan permohonan penggugat untuk bersengketa dengan

cuma-cuma di tingkat pertama, juga berlaku di tingkat banding dan

kasasi (Pasal 61 UU PTUN).

Dalam rapat permusyawaratan, Ketua Pengadilan berwenang

memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan

pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan

tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal (Pasal 62 ayat (1) UU

PTUN):

1) Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang

Pengadilan;

2) Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 UU

PTUN tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberi tahu

dan diperringatkan;

3) Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak;

4) Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh

Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat;

5) Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.

Page 41: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

41

Penetapan diterima atau tidaknya suatu gugatan diucapkan dalam

rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan dengan

memanggil kedua belah pihak untuk mendengarkannya. Pemanggilan

kedua belah pihak dilakukan dengan surat tercatat oleh Panitera

Pengadilan atas perintah Ketua Pengadilan (Pasal 62 ayat (2) UU PTUN).

Terhadap penetapan diterima atau tidaknya suatu gugatan dapat

diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu empat

belas hari setelah diucapkan. Perlawanan tersebut diajukan sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 UU PTUN (Pasal 62

ayat (3) PTUN).

Perlawanan penetapan diterima atau tidaknya suatu gugatan

diperiksa dan diputus oleh Pengadilan dengan acara singkat (Pasal 62

ayat (4) UU PTUN). Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh

Pengadilan, maka penetapan diterima atau tidaknya suatu gugatan gugur

demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan

menurut acara biasa (Pasal 62 ayat (5) UU PTUN). Terhadap putusan

mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum (Pasal 62

ayat (6) UU PTUN).

b. Pemeriksaan Perkara di Tingkat Pertama

Pemeriksaan di tingkat pertama ini dapat dilakukan melalui 2

tahap, yaitu :

1) Pemeriksaan dengan acara biasa

2) Pemeriksaan dengan acara cepat (Rozali Abdullah, 2001: 48)

Pemeriksaan Dengan Acara Biasa, Pengadilan memeriksa dan

memutus sengketa Tata Usaha Negara dengan satu majelis yang terdiri

dari tiga (3) orang hakim dan salah seorang di antaranya ditunjuk sebagai

hakim ketua sidang. Sesuai dengan Pasal 70 UU PTUN Hakim Ketua

sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum. Dalam

hal tidak ada alasan yang dapat digunakan untuk menyatakan sidang

tertutup untuk umum dan pada waktu pembukaan sidang Hakim Ketua

Sidang tidak menyatakan sidang terbuka untuk umum maka putusan

Page 42: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

42

yang diambil dalam persidangan dapat dinyatakan batal demi hukum.

Dalam hal tergugat atau kuasa hukumnya berturut-turut dua (2)

kali sidang tidak hadir walaupun telah dipanggil secara patut atau tidak

menanggapi gugatan tanpa alasan dapat dipertanggungjawabkan maka

Hakim Ketua Sidang dengan surat penetapan meminta atasan tergugat

memerintahkan tergugat untuk hadir dan menggapai gugatan. Setelah

lewat waktu dua (2) bulan sejak dikirimkannya penetapan tersebut

ternyata tidak ada berita, maka Hakim Ketua Sidang menetapkan hari

sidang berikutnya dan pemeriksaan sengketa segera dilanjutkan tanpa

kehadiran tergugat (in absentia).

Dalam hal kepentingan penggugat yang cukup mendesak,

penggugat dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan supaya

pemeriksaan sengketa dipercepat, baik proses pemeriksaannya maupun

proses pemutusannya. Kepentingan yang mendesak ini disimpulkan dari

alasan-alasan pengajuan gugatan yang dikemukakan dalam

permohonannya.

Jika permintaan pemeriksaan dengan acara cepat dikabulkan

maka pemeriksaan sengketa dilakukan dengan hakim tunggal. Ketua

Pengadilan dalam jangka waktu Tujuh (7) hari setelah dikeluarkannya

penetapan yang mengabulkan permohonan penggugat untuk diadakan

pemeriksaan dengan acara cepat, menentukan hari, tanggal, waktu dan

tempat sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan

sebagaimana yang dilakukan dalam pemeriksaan sengketa secara biasa.

Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi ke dua belah pihak,

masing-masing tidak melebihi 14 hari (Pasal 99 UU PTUN).

c. Pemeriksaan di Tingkat Banding

Berdasarkan Pasal 122 UU PTUN terhadap putusan Pengadilan

Tata Usaha Negara dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh

penggugat atau tergugat kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

Pasal 123 UU PTUN menyebutkan permohonan pemeriksaan

banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasa hukumnya

Page 43: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

43

yang khusus dikuasakan untuk itu kepada Pengadilan Tata Usaha Negara

yang menjatuhkan putusan tersebut dalam tenggang waktu empat belas

hari setelah putusan pengadilan diberitahukan kepada yang bersangkutan

secara sah.

Rozali Abdullah (2001: 58) menjelaskan bahwa Putusan

pengadilan Tata Usaha Negara yang bukan putusan akhir atau putusan

sela hanya dapat dimohonkan pemeriksaan banding bersama-sama

putusan akhir.

Selambat-lambatnya 30 hari sesudah permohonan banding

dicatat, panitera memberitahukan kepada ke dua belah pihak bahwa

mereka dapat melihat berkas perkara di kantor Pengadilan Tata Usaha

Negara yang bersangkutan dengan sengketa harus dikirimkan ke

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang di dalam daerah hukumnya

berada Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan selambat-

lambatnya 60 hari sesudah pernyataan permohonan pemeriksaan

banding.

Pemeriksaan di tingkat banding ini dilakukan oleh suatu majelis

sekurang-kurangnya tiga (3) orang hakim. Setelah pemeriksaan di tingkat

bandings selesai dan telah diputus oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha

Negara yang bersangkutan, dalam jangka waktu 30 hari mengirimkan

salinan putusan Pengadilan Tinggi tersebut bersama surat-surat

pemeriksaan dan surat-surat lain kepada Pengadilan Tata Usaha Negara

yang memutus dan memeriksa perkara pada tingkat pertama dan

selanjutnya meneruskan pada pihak-pihak yang berkepentingan (Pasal

127 UU PTUN).

d. Pemeriksaan di Tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali

1) Pemeriksaan di Tingkat Kasasi

Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam permohonan

kasasi yaitu ;

Page 44: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

44

a) Pengadilan yang bersangkutan tidak berwenang atau telah

melampaui batas kewenangan dalam memeriksa dan memutus

sengketa yang bersangkutan.

b) Pengadilan telah salah dalam menerapkan hukum atau telah

melanngar hukum yang berlaku.

c) Pengadilan lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh

peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu

dengan putusan yang bersangkutan (Rozali Abdullah, 2001: 61)

Permohonan kasasi disampaikan secara tertulis atau lisan

melalui Panitera pengadilan Tata Usaha Negara yang telah memutus

sengketanya pada tingkat pertama, dalam tenggang waktu 14 hari

setelah putusan atau penetapan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang

waktu 14 hari telah lampau, tanpa ada permohonan kasasi yang

diajukan oleh pihak-pihak yang bersengketa maka pihak yang

bersengketa dianggap telah menerima putusan tersebut.

Dalam permohonan kasasi, pemohon wajib menyertakan

memori kasasi yang memuat alasan-alasannya dalam tenggang 14 hari

setelah permohonan tersebut dicatat dalam buku daftar. Selanjutnya

panitera memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan

menyampaikan salinan memori kasasi tersebut kepada pihak lawan

selambat-lambatnya 30 hari. Sebaliknya pihak lawan berhak untuk

mengajukan jawaban terhadap memori kasasi kepada panitera paling

lambat 14 hari sejak diterimanya salinan memori kasasi tersebut.

Setelah menerima memori kasasi dan jawabannya, panitera yang

bersangkutan mengirimkannya ke Mahkamah Agung dalam waktu

selambat-lambatnya 30 hari.

Pemeriksaan di tingkat kasasi dilakukan berdasarkan surat-

surat, hanya jika dipandang perlu Mahkamah Agung dapat mendengar

sendiri para pihak atau para saksi atau memerintahkan Pengadilan Tata

Page 45: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

45

Usaha Negara atau Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang

memutus sengketa tersebut untuk mendengar kembali para pihak atau

para saksi.

Salinan putusan Mahkamah agung terhadap sengketa yang

dimohonkan kasasi tersebut dikirimkan kepada Ketua Pengadilan yang

memeriksa dan memutus sengketa tersebut pada tingkat pertama.

Salinan putusan tadi, oleh Pengadilan Tingkat Pertama diberitahukan

kepada para pihak yang bersengketa selambat-lambatnya 30 hari

setelah berkas sengketa diterima kembali oleh Pengadilan tingkat

pertama.

2) Peninjauan Kembali

Permohonan Peninjauan kembali dapat diajukan dengan

alasan - alasan :

a) Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu

muslihat.

b) Apabila seelah perkara diputus ditemukan surat-surat bukti yang

bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak

ditemukan.

c) Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih

dari yang dituntut.

d) Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus

tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.

e) Apabila antara para pihak mengenai suatu hal yang sama, atas

dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama

tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu

sama lain.

f) Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim

atau suatu kekeliruan yang nyata. (Rozali Abdullah, 2001: 65)

Page 46: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

46

4. Keikutsertaan Pihak Ketiga (Intervensi)

Masuknya pihak ketiga dalam sengketa yang sedang berlangsung

diatur dalam Pasal 83 UU PTUN. Rozali Abdullah (2001: 54) menjelaskan

bahwa dalam proses pemeriksaan sengketa TUN dimungkinkan adanya pihak

ketiga, yaitu seseorang atau badan hukum perdata untuk ikut serta atau

diikutsertakan dalam proses pemeriksaan sutu sengketa berjalan. Sementara

itu, R. Wiyono (2005: 64) juga menjelaskan bahwa keikutsertaan pihak ketiga

dalam sengketa TUN disebut intervensi.

Menurut Rozali Abdullah (2001: 55), secara umum, keikutsertaan

pihak ketiga dalam proses berperkara di pengadilan dimungkinkan dalam

beberapa bentuk, yaitu:

a. Tussenkomst

Tussenkomst, yaitu pihak ketiga dengan kemauan sendiri dapat

mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk serta dalam proses

pemeriksaan perkara yang sedang berjalan, guna mempertahankan atau

memebela hak dan kepentingannya sendiri, agar ia jangan sampai

dirugikan oleh putusan pengadilan. Kalau permohonan itu dikabulkan,

pihak ketiga tersebut berkedudukan sebagai pihak yang mandiri dalam

proses pemeriksaan sengketa tersebut dan disebut intervenient.

Tussenkomst ini juga biasa dipakai sebagai istilah mengenai masuknya

pihak ke tiga pada hukum acara perdata. Tussenkomst pada hukum acara

peradilan tata usaha negara dapat dicontohkan dengan: adanya keputusan

tata usaha Negara untuk penggusuran suatu lahan yang diatasnya

didirikan perumahan rakyat, ada sebuah rumah yang akan digusur, rumah

tersebut oleh pemilik rumah dikontrakkan ke pihak lain, pada proses

persidangan di pengadilan maka si pemilik rumah dapat ikut serta masuk

ke proses persidangan dengan ninisiatifnay sendiri karena jika ia tidak

ikut serta kemungkinan ia akan dirugikan haknya.

b. Voeging

Voeging, adalah ikut sertanya pihak ketiga dalam proses pemeriksaan tata

usaha negara yang sedang berjalan atas permintaan salah satu pihak yang

Page 47: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

47

bersengketa yaitu penggugat atau tergugat. Permohonan diajukan oleh

pihak yang berkepentingan kepada pengadilan agar pihak ketiga tersebut

yang dimaksud dapat diikutsertakan dalam proses pemeriksaan perkara

yang sedang berjalan untuk bergabung dengan pihak pemohon guna

memperkuat posisi hukum pihak yang memohon. Voeging merupakan

salah satu istilah untuk ikut sertanya pihak ketiga dalam proses

persidangan acara perdata. Voeging dapat dicontohkan dengan : surat

keputusan tata usaha negara berkaitan dengan mutasi pejabat, misalnya

seorang X dimutasi ke jabatan yang ada dibawahnya padahal menurut

golongan dan pangkat seharusnya X tidak menempati jabatan yang ada

dibawahnya, maka X dapat menarik pihak ke tiga (pejabat yang ada

diatasnaya) untuk memperkuat posisinya.

c. Intervensi khusus

Intervensi khusus yaitu masuknya pihak ketiga dalam proses

pemeriksaan perkara yang sedang berjalan adalah prakarsa hakim yang

memeriksa sengketa tersebut, disini pihak ketiga ditarik kedalam proses

pemeriksaan perkara yang sedang berjalan, bergabung sebagai tergugat

II. Sifat khusus ini karena ikut sertanya pihak ketiga yang sedang

berjalan tersebut adalah atas perintah hakim guna mempermudah

penyelesaian sengketa. Intervensi khusus dapat dicontohkan dengan

hakim menarik pihak ke tiga untuk masuk ke proses sengketa dan pihak

ke tiga tersebut ditarik karena punya kepentingan yang parallel terhadap

tergugat.

Secara yuridis, masuknya pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa

TUN diatur dalam Pasal 83 ayat (1) yang menyebutkan “selama pemeriksaan

berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain

yang sedang diperiksa oleh pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan

mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa hakim, dapat masuk dalam

sengketa Tata Usaha Negara, dan bertindak sebagai pihak yang membela

haknya atau bertindak sebagai peserta yang bergabung dengan salah satu

Page 48: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

48

pihak yang bersengketa”. Sementara itu dalam ayat (2) disebutkan bahwa

“permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikabulkan atau

ditolak oleh Pengadilan dengan putusan yang dicantumkan dalam berita acara

sidang”. Selanjutnya dalam ayat (3) menyebutkan “permohonan banding

terhadap putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak

dapat diajukan tersendiri, tetapi harus bersama-sama dengan permohonan

banding terhadap putusan akhir dalam pokok sengketa”.

Dalam penjelasan Pasal 83 ayat (1) dan ayat (2) disebutkan bahwa

pasal ini mengatur kemungkinan bagi seseorang atau badan hukum perdata

yang berada diluar pihak yang sedang berperkara untuk ikut serta atau

diikutsertakan dalam proses pemeriksaan perkara yang sedang berjalan.

Masuknya pihak ketiga tersebut dalam hal sebagai berikut:

a. Pihak ketiga itu dengan kemauan sendiri ingin mempertahankan atau

membela hak dan kepentingannya agar ia jangan sampai dirugikan oleh

putusan Pengadilan dalam sengketa yang sedang berjalan. Untuk itu

pemohon harus mengajukan permohonan dengan mengemukakan alasan

serta hal yang dituntutnya. Putusan sela Pengadilan atas permohonan

tersebut dimasukkan dalam berita acara sidang. Apabila permohonan

tersebut dikabulkan, pemohon di pihak ketiga akan berkedudukan sebagai

pihak yang mandiri dalam proses perkara itu dan disebut sebagai

penggugat intervensi. Apabila permohonan tidak dikabulkan, maka

terhadap putusan sela Pengadilan itu tidak dapat dimohonkan banding.

b. Adakalanya masuknya pihak ketiga dalam proses perkara yang sedang

berjalan karena permintaan salah satu pihak penggugat atau tergugat.

Disini pihak yang memohon agar pihak ketiga itu diikutsertakan dalam

proses perkara bermaksud agar pihak ketiga selama proses tersebut

bergabung dengan dirinya untuk memperkuat posisi hukum dalam

sengketanya.

c. Masuknya pihak ketiga dalam proses perkara yang sedang berlangsung

dapat terjadi atas prakarsa hakim yang memeriksa perkara itu.

Terkait keikutsertaan pihak ketiga dalam proses sengketa TUN,

Page 49: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

49

Wiyono (2005: 67) mengatakan bahwa mengenai prakarsa pihak ketiga dalam

proses penyelesaian sengketa TUN yang sedang berjalan dari ketentuan yang

terdapat dalam Pasal 83 ayat (1) dapat diketahui bahwa pihak ketiga tersebut

bertindak :

a. Atas prakarsa sendiri; atau

b. Atas prakarsa hakim

B. Kerangka Berpikir

Gambar 2. Skema Kerangka Berpikir

Sengketa Tata Usaha Negara timbul karena ada peraturan tertulis

pejabat atau Badan Tata Usaha Negara yang berwenang untuk itu akan

tetapi peraturan tersebut bertentangan dengan asas-asas umum

pemerintahan yang baik. Apabila terjadi Sengketa Tata Usaha Negara

maka yang berwenang untuk mengadili adalah Pengadilan Tata Usaha

Negara karena Pengadilan Tata Usaha Negara hanya berwenang mengadili

dan menilai secara hukum hanya terbatas pada keputusan yang

dikeluarkan oleh Pejabat maupun Badan Tata Usaha Negara.

Pengadilan Tata usaha Negara berkewajiban mengadili Sengketa

Tata Usaha Negara sesuai dengan kompetensi absolut dan kompetensi

Sengketa Tata Usaha

Negara

Pengadilan Tata Usaha

Negara

Majelis Hakim

Putusan

Dasar Pertimbangan

Hakim

Intervensi

Page 50: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

50

relatif Pengadilan Tata Usaha Negara. Proses pemeriksaan perkara Tata

Usaha Negara berbeda dengan pemeriksaan perkara pada umumnya,

perbedaan ini misalnya saja terletak pada tahap pemeriksaan persiapan

yang dilakukan oleh Hakim.

Pada proses persidangan Sengketa Tata Usaha Negara di

Pengadilan Tata Usaha Negara, dimungkinkan masuknya pihak ketiga

(intervensi). Masuknya pihak ketiga tersebut dapat terjadi atas prakarsa

para pihak atau atas prakarsa Hakim. Masuknya pihak ketiga dalam proses

persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu hal

yang digunakan Majelis hakim untuk menetukan putusan.

Page 51: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

51

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Paparan perkara intervensi dalam penyelesaian Sengketa Tata Usaha

Negara di Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta (Studi Kasus Putusan

No.03/G/TUN/2007/PTUN.Yk)

Kasus Posisi

Pengajuan gugatan oleh para penggugat tertanggal 26 Februari 2007 yang

diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara

Yogyakarta pada tanggal 26 Februari 2007 dengan Register Perkara Nomor.

03/G/TUN/2007/PTUN-Yk dan telah dilakukan pemeriksaan persiapan tertanggal

21 Maret 2007 menggugat Bupati sebagai tergugat dengan mengemukakan dasar

dan alasan-alasan pengajuan gugatan.

Para penggugat menerima pemberitahuan dan foto copy atas Keputusan

Tergugat berupa Surat Keputusan Bupati Sleman Nomor : 410/kep. KDH/A/2006

Tentang Penutupan Tempat Pemakaman Umum (Areal Pekuburan Ngentak

Sapen) Padukuhan Ngentak Sapen, Desa Catur Tunggal, Kecamatan Depok.

Adapun salah satu alasan pengajuan gugatan oleh para penggugat karena

para penggugat memiliki pewaris dan atau leluhur yang dimakamkan di areal

pemakaman tersebut. Sementara tanah areal pekuburan tersebut adalah tanah

milik kas desa, Desa Catur Tunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman.

Tanah tersebut berada di dalam lokasi pengembangan kampus UIN Yogyakarta

yang keseluruhan lokasinya itu dalam rangka kegiatan pengembangan kampus

UIN telah menjadi obyek Studi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan).

Pihak UIN sendiri telah melakukan konsultasi publik kepada masyarakat

sekitar kampus UIN yang mana menjanjikan bahwa pengembangan kampus

tersebut tidak akan mengubah peruntukan, menutup, menggusur maupun

memindahkan areal kompleks pekuburan tersebut. Studi AMDAL sendiri

sebagaimana yang telah termaktub dalam dokumen AMDAL yang bersangkutan

sama sekali tidak menyatakan dan tidak pula merekomendasikan bahwa areal

40

Page 52: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

52

pekuburan Ngentak, Sapen tersebut tidak layak lagi digunakan sebagai tempat

untuk penguburan jenazah dan dalam studi AMDAL tersebut sama sekali tidak

memuat adanya rencana kegiatan pemrakarsa untuk melakukan perubahan

peruntukan areal pekuburan Sapen tersebut.

Berkaitan dengan studi AMDAL tersebut telah terbit Surat Keputusan

Bupati Sleman Nomor : 200/Kep. KDH/A/2005 tanggal 5 Desember 2005

Tentang KELAYAKAN LINGKUNGAN RENCANA KEGIATAN

PENGEMBANGAN UIN DI JALAN MARSDA ADISUTJIPTO, DESA CATUR

TUNGGAL, KECAMATAN DEPOK; KABUPATEN SLEMAN (Selanjutnya

disebut SK KELAYAKAN LINGKUNGAN) yang berdasarkan SK Kelayakan

Lingkunan itulah UIN Yogyakarta secara hukum diperbolehkan untuk

melanjutkan pengembangan fisik kampusnya.

Kenyataanya, yang semasa penyusunan studi AMDAL berjanji kepada

masyarakat sekitar kampusnya bahwa tidak akan menggusur atau memindahkan

areal pekuburan Ngentak Sapen, ternyata telah melanggar janjinya sebagaimana

pelanggaran janjinya itu termaktub pada Surat Keputusan Rektor UIN Nomor :

UIN/2/R/KS.1.01/0925/2006 tanggal 13 April 2006 yang pada pokok intinya

memohon kepada Pejabat Tata Usaha Negara untuk melakukan penutupan

terhadap areal pekuburan Ngentak Sapen.

Identitas Para Pihak dan Kedudukan Para Pihak

a. Identitas penggugat

1) Cokrosumarto

2) Gatot Berkah Hendardji

3) Sastro Mulyono

4) Setyo Purwantoro

5) Agus Hendrajdat

6) Lilik Sugiarto

7) Mardi Suamarto

8) Surasa Surya Sudarmo

9) Doemadi Harjdosaswojo

Page 53: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

53

10) Ginah Djojowiharjo

11) Icuk Suciati

12) Mardiyahti

13) Srio Mardiyah

14) Sri Endri astute

15) Sukasno, Hu

16) Soerojo sastro diharjo

17) Imam santosa

18) Sulistyo

19) Sugiarto

20) Nuryono

21) Baryanto

22) Yohanes Bero

23) Kistilah

24) Suhendro

25) Slamet fajar Wijiana

26) Sarwidji

27) Slamet santosa

28) Hendro agus Riyanto

29) Subariyo

30) Kesowo

31) Nur setiyana

32) Sudiyanto

33) Mursito

34) Supardjiono

35) Endro handoko

36) Djajusman

37) Sri Murtini

38) Sri Rahayu ningsih

39) Astarti

40) Saminah

Page 54: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

54

41) Sudirahayu

42) Sariyem

43) Yustina Djumairah

44) Sumilah

45) Pariyem

46) Warjilah

47) Gunadi

48) Ginem

49) Djujuk julianto

50) Dahat Pangprito

51) Berliana dewi

52) Prapti handayani

53) Flotrentika ika

54) Kusminem

55) Sri mungkasi

56) Wagiyem

57) Moelyono purwosusilo

58) Sri Kartini

59) Poniyem

60) Kusmi Sri Harini

61) Nuryadi

62) Budi Riyanto

63) Sutardjo Ciptosutarjo

64) Jumadi

65) Agus suparno

66) Triyono

67) Sudjali

68) Suminah

Para penggugat tersebut telah memberikan kuasanya kepada :

1) Garda Utama Siswadi (advokat)

Page 55: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

55

2) Widhi Nugraha (advokat)

3) Zahru Arqom (Advokat)

Dengan ditunjuknya ke tiga orang tersebut, maka secara hukum ketiga

orang tersebut telah sah sebagai kuasa hukum dari para penggugat dan berhak

mewakili para penggugat dalam pengadilan.

b. Identitas Tergugat

Nama Jabatan : Bupati Sleman

Tempat kedudukan : Jalan Pasaramnya, Beran, Sleman

Tergugat telah memberikan kuasanya untuk mewakili dirinya kepada ;

1) Jazim samirat, SH (Jabatan : Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten

Sleman)

2) Edi Dharmana, SH, M.Hum (jabatan : Kepala subbagian Bnatuan Hukum

Setda Kabupaten Sleman)

3) C. Wibisono Tanggono, SH (Jabatan Staf Subbagian Bantuan Hukum

Setda Kabupaten Sleman)

4) Aris Juni Kurniawan, SH (Jabatan : Staf Subbagian Hukum Seta

Kabupaten Sleman)

Kesemua pihak tersebut adalah kuasa pihak tergugat. Selain pihak

tergugat tersebut terdapat pula Tergugat II intervensi yaitu dalam hal ini

adalah pihak UIN, karena lokasi pekuburan yang disengketakan telah

digunakan untuk pengembangan kampus UIN.

Adapun yang disebut sebagai pihak Tergugat II Intervensi adalah

sebagai berikut :

1) Prof. Dr. H. Siswanto Masruri, MA jabatan Pembantu Rektor Bidang

Kerjasama UIN Sunan kalijaga, Yogyakarta

2) H. Oom Komarudin Maskar, SH, Msi jabatan Kepala Bagian Tata Usaha

fak. Usluhuddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

3) Drs. Zainal Abidin, M.Pd Jabatan Ketua LPM UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta

Page 56: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

56

Alasan Mengajukan Gugatan :

Keputusan Tergugat berupa Surat Keputusan Bupati Sleman Nomor :

410/kep. KDH/A/2006 Tentang Penutupan Tempat Pemakaman Umum

(Areal Pekuburan Ngentak Sapen) Padukuhan Ngentak Sapen, Desa Catur

Tunggal, Kecamatan Depok. Warga padukuhan Ngentak, Desa sapen, desa

catur Tunggal, Kecamatan Depok menganggap bahwa Keputusan Tergugat

tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Areal pekuburan Ngentak Sapen adalah tanah milik kas desa

Catur Tunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman yang tertuang

pada Surat Keputusan Gubernur Provinsi Yogyakarta Nomor : 82 Tahun

2003 tertanggal 30 Juni 2003 yang disebut SK Gubernur DIY.

Keputusan tergugat yang “menutup tempat pekuburan umum

pedukuhan Ngentak sapen, Desa Catur Tunggal kecamatan Depok”. Jelas

sekali bahwa keputusan tergugat sama sekali tidak mencantumkan

adanya izin dari Gubernur provinsi DIY atas pengubahan peruntukkan

tanah kas desa tersebut.

Dengan demikian keputusan tergugat tersebut bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu bertentangan

dengan Surat Keputusan Gubernur Provinsi daerah Istimewa Yogyakarta

Nomor 82 Tahun 2003.

Areal pekuburan Sapen merupakan bagian yang integral dari

lingkungan hidup tempat pelaksanaan kegiatan pengembangan kampus

UIN Yogyakarta. Atas hal tersebut telah terbit Sk yang intinya “apabila

dilakukan perluasan, pemindahan dan atau perubahan rencana kegiatan

sehingga dokumen AMDAL, RKL, dan RPL tidak sesuai lagi untuk

dijadikan acuan pengelolaan lingkungan hidup kegiatan tersebut, maka

wajib dilakukan Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

(AMDAL) yang baru”.

Page 57: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

57

Keputusan tergugat yang menutup areal pekuburan Ngentak,

Sapen tanpa didahului dengan analisis “Studi Analisis Mnegenai Dampak

Lingkungan Hidup (AMDAL) yang baru” dan nyata-nyata bertentangan

dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik

1) Bertentangan dengan asas tertib penyelengaaraan Negara

Dalam hierarki piramida perundang-undangan di Indonesia,

urusan tempat pemakaman umum di Republik Indonesia diatur

dalam Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1987 Tentang Penyediaan

dan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Pemakaman Maupun Oleh

Keputusdan Menteri Dalam Negeri No. 26 Tahun 1989 Tentang

Penyediaan Dan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Tempat

Pemakaman. Kedua peraturan tersebut jelas mengatur bahwa Tempat

Pemakaman Umum (TPU) wajib didasarkan kepada Peraturan

Daerah.

Keputusan tergugat tersebut telah secara nyata melanggar

tindakan pengelolaan TPU, antara lain karena keputusan tergugat

yang menutup areal pekuburan Ngentak dan memindahkan areal

pekuburan tersebut ke tempat lain berarti tindakan tersebut tidak

didasarkan pada Peraturan Daerah, karena Kabupaten Sleman

memiliki perauran khusus yang mengatur mengenai tempat

pekuburan umum.

Selain itu dalam Peraturan Pemerintah no. 9 Tahun 1987 dan

KEPMENDAGRI no.26 Tahun 1989 telah dijelaskan bahwa

penutupan areal pekuburan hanya dapat dilakukan dengan seijin dan

persetujuan dari DPRD, padahal faktanya adalah penutupan lokasi

pekuburan tersebut tanpa didahului dengan persetujuan dari DPRD.

2) Bertentangan dengan asas profesionalitas

Keputusan tergugat yang didasarkan pada apa yang oleh

konsiderannya disebut sebagai Peraturan Pemerintah Nomor 9

Tahun 1997, namun faktanya adalah peraturan pemerintah tersebut

Page 58: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

58

telah gagal dalam parameter legal, parameter profesionalitas

penyelenggaran Negara termasuk di dalamnya adalah kepentingan

publik, maupun dalam parameter logis ataupun selebihnya sama

sekali tidak memiliki keterkaitan apapun dengan urusan tempat

pemakaman umum tersebut, sehingga keputusan tersebut telah

melanggar asas profesionalitas.

A. Intervensi Pihak Ke Tiga Dalam Penyelesaian Sengketa Tata Usaha

Negara dan Akibat Hukumnya

Pembahasan ini diperoleh dari hasil wawancara dengan Bapak Kusman

dan Ibu Ratna Harmani selaku Hakim Pengadilan Tata usaha Negara Yogyakarta

yang mengadili, memeriksa dan memutus perkara tersebut pada Hari Kamis, 12

November 2009 bertempat di Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta, dan dari

mempelajari berkas perkara putusan nomor 03/G/TUN/2007/PTUN/Yk.

Gugatan yang dilayangkan Warga Padukuhan Ngentak, Desa Catur

Tunggal, Kecamatan Depok kepada pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta

yang menggugat Bupati Sleman atas Keputusan Tergugat berupa Surat

Keputusan Bupati Sleman Nomor : 410/kep. KDH/A/2006 Tentang Penutupan

Tempat Pemakaman Umum (Areal Pekuburan Ngentak Sapen) Padukuhan

Ngentak Sapen, Desa Catur Tunggal, Kecamatan Depok disertai dengan

masuknya pihak ke tiga kedalam perkara. Masuknya pihak ketiga dalam perkara

ini disebut dengan tergugat II intervensi.

Tergugat II intervensi dalam hal ini Rektor Universitas Islam Negeri

(UIN) Sunan Kalijaga, di dalam persidangan tidak memberikan tanggapan secara

langsung, baik tertulis maupun lisan atas gugatan para Penggugat, namun

Tergugat II intervensi hanya menyampaikan surat-surat bukti yang berkaitan

dengan pokok perkara, sebagaimana telah diuraikan tentang duduknya perkara

tentang Penutupan Tempat pemakaman Umum Padukuhan Ngentak Sapen, Desa

Catur Tunggal, Kecamatan Depok Sleman, dan berdasarkan putusan sela Majelis

Hakim Nomor: 03/G.TUN/2007/PTUN-YK tanggal 19 April 2007, tentang

masuknya pihak ke tiga Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga

Page 59: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

59

dalam sengketa a quo dengan kedudukannya sebagai Tergugat II Intervensi.

Penetapan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga sebagai

Tergugat II intervensi dalam sengketa tersebut karena tergugat II Intervensi dalam

sengketa tersebut mempunyai kepentingan yang pararel dengan kepentingan

tergugat, hal-hal yang berkaitan dengan tergugat telah dipertimbangkan oleh

Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya maka haruslah diartikan juga

sebagai Tergugat II Intervensi (wawancara dengan Bapak Kusman selaku Hakim

pada Hari Kamis, 12 November 2009)

Hal senada juga dikemukakan oleh Ratna Harmani yang menyatakan

bahwa dalam kasus ini (kasus gugatan atas surat keputusan yang dikeluarkan oleh

Bupati Sleman No.410/Kep.KDH/A/2006 tanggal 17 November 2006 Tentang

Penutupan Tempat Pemakaman umum Padukuhan Ngentak Sapen, Desa Catur

Tunggal, Kecamatan Depok Sleman) terdapat tergugat II intervensi yang

kedudukannya sejajar dan menjadi pihak ke tiga. (wawancara dengan Ibu Ratna

Harmani selaku Hakim pada Hari kamis, 12 November 2009)

Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 83 UU PTUN yang menjelaskan

bahwa dapat dimungkinkan bagi seorang atau badan hukum perdata yang berada

di luar pihak yang sedang berperkara untuk ikut serta atau diikutsertakan dalam

proses pemeriksaan perkara yang sedang berjalan. Dalam kasus ini, pihak

Universitas Islam Indonesia (UIN) Yogyakarta adalah merupakan pihak ke tiga

yang masuk dalam proses sengketa yang sedang berjalan karena prakarsa hakim

atau ditarik oleh hakim dan atas inisiatif hakim, karena apabila pihak Universitas

Islam Indonesia (UIN) Yogyakarta tidak ditarik pada perkara tersebut untuk

mempertahankan haknya hal tersebut akan merugikan kepentingannya.

Dengan adanya pihak ke tiga yang melakukan intervensi pada proses

penyelesaian sengketa, menimbulkan akibat hukum yaitu putusan pengadilan Tata

Usaha Negara Yogyakarta yang dalam amar putusannya mengabulkan eksepsi

tergugat dan menyatakan gugatan para penggugat tidak dapat diterima (Niet

Onvanklijverklaard) dan menghukum Penggugat untuk membayar seluruh biaya

yang timbul dalam perkara sejumlah Rp. 1.625.000,00 untuk itu bagaimanapun

pihak ke tiga dalam hal ini UIN harus dilibatkan karena jika tidak dilibatkan,

Page 60: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

60

maka akan dirugikan. Hal ini sesuai dengan Pasal 118 UU PTUN yang pada

intinya adalah keberadaan pihak ke tiga harus di ikut sertakan selama waktu

pemeriksaan sengketa dan ia khawatir kepentingannya akan dirugikan dengan

dilaksanakannya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap itu dapat

mengajukan gugatan perlawanan terhadap pelaksanaan putusan pengadilan

tersebut kepada pengadilan yang mengadili sengketa pada tingkat pertama.

Masuknya pihak ke tiga tersebut hanya dapat diajukan sebelum putusan

Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Perlawanan pihak ke tiga tersebut

dilaksanakan dengan memuat alasan-alasan tentang permohonannya. Dengan

adanya perlawanan tersebut tidak mengakibatkan ditundanya pelaksaan putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Berdasarkan SEMA Nomor : 222/Td.TUN/X/1994 ditentukan bahwa

permohonan Intervensi selambat-lambatnya sebelum pemeriksaan saksi-saksi,

adanya ketentuan tersebut adalah untuk menghindari pemeriksaan persiapan yang

diulang kembali.

Dalam praktek ada pendapat bahwa kalau mengurangi maksud Pasal 83

UU PTUN, maka sebaiknya ketentuan SEMA Nomor : 222/Td.TUN/X/1994

patut dicermati kembali. Kemungkinan pihak ke tiga tipis sekali mengetahui

kepentingannya sampai dengan pemeriksaan persiapan yang tertutup, kecuali

Pejabat Tata Usaha Negara memberitahukan kepada pihak ke tiga bahwa

kepentingan pihak ke tiga kurang dilindungi.

Begitu juga pada ketentuan kapan Hakim dapat menetapkan Putusan Sela.

Apakah perlu diberikan tanggapan oleh pihak-pihak atas permohonan yang

diajukan oleh pihak ke tiga atau pihak Penggugat atau Tergugat sendiri,

sehubungan dengan hal tersebut, MA RI telah memberikan pedomannya dalam

Surat MA RI Nomor : 224/Td.TUN/X/1993 tanggal 14 Oktober 1993 pada angka

4, sebaiknya sebelum Hakim mengeluarkan penetapan dalam putusan selanya

yang bermaksud untuk menarik pihak ke tiga, atas inisiatif Hakim yang

bersangkutan dipanggil lebih dahulu dan diberikan penjelasan-penjelasan apakah

ia bersedia masuk dalam perkara yang sedang diperiksa. Pihak ke tiga yang

bukan badan atau Pejabat TUN yang bergabung dengan pihak Tergugat asal

Page 61: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

61

seyogyanya berkedudukan sebagai saksi yang membantu Tergugat, karena ia

mempunyai kepentingan yang paralel dengan Tergugat asal dan ia tidak dapat

berkedudukan sebagai pihak tergugat.

Pihak ketiga yang membela haknya sendiri harus mengajukan gugatan

intervensi dan berkedudukan sebagai penggugat intervensi. Sebelum Majelis

menolak atau mengabulkan permohonan gugatan intervensi sebaiknya didengar

juga tanggapan Penggugat dan Tergugat asal apakah benar pihak ke-III yang

mengajukan permohonan intervensi tersebut mempunyai kepentingan

Ditolak atau dikabulkan permohonan intervensi tersebut harus dituangkan dalam

putusan sela yang dicantumkan dalam berita acara sidang seperti ketentuan Pasal

83 ayat (2) Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Undang-

undang Nomor 5 tahun 1986 Tentang Peradilan tata usaha Negara.

B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memeriksa dan Memutus Sengketa

Tata Usaha Negara Dalam Hal Adanya Intervensi Terhadap Putusan

Nomor : 03/G/TUN/2007/PTUN.Yk

Terhadap tuntutan para penggugat kepada tergugat atas pokok

permasalahan yang berupa penutupan areal pekuburan tersebut adalah terkait

dalam hal penundaan pelaksanaan dan dalam hal pokok perkara. Dalam hal

pelaksanaan penundaan, para penggugat memohon pelaksanaan terhadap Surat

keputusan Bupati Sleman No. 410/kep. KDH/A/2007 tertanggal 17 November

2006 Tentang penutupan Tempat Pemakaman Umum Pedukuhan Ngentak Desa

Catur Tunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman tersebut ditunda untuk

sementara waktu dan mewajibkan serta memerintahkan tergugat membuka

kembali pemagaran ataupun akses rakyat terhadap areal pekuburan tersebut

sampai dengan terbitnya putusan Badan Peradilan yang berkekuatan hukum tetap

terhadap gugatan tersebut, yang apabila pembukaan akses tersebut dapat

dilakukan secara paksa dengan menggunakan aparat kepolisian dan/atau aparat

kekuasaan negara yang berwenang untuk itu.

Dalam hal pokok perkara, para penggugat memohon agar majelis hakim

yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut untuk mengabulkan

Page 62: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

62

gugatan para penggugat untuk seluruhnya. Selain itu, para penggugat juga

memohon agar Majelis Hakim membatalkan atau menyatakan tidak sahnya untuk

seluruhnya keputusan Bupati Sleman Nomor :. 410/kep. KDH/A/2006 tertanggal

17 November 2006 Tentang Penutupan Tempat Pemakaman Umum pedukuhan

Ngentak Sapen Desa Catur Tunggal kecamatan Depok dan memerintahkan

kepada tergugat untuk mencabut Surat Keputusan tersebut dan mewajibkan

tergugat untuk membayar ganti rugi kepada para penggugat sebesar Rp. 250.000,-

(Dua ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).

Atas permohonan yang telah dikemukakan oleh penggugat, selanjutnya

pihak tergugat mengajukan jawaban yaitu:

1. Salah satu unsur yang harus dipenuhi oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang

dapat digugat yaitu bersifat individual karena keputusan Bupati sleman Nomor

410/Kep.KDH/A/2006 Tentang Penutupan Tempat Pemakaman Umum

Ngentak Sapen, Catur Tunggal, Depok, Sleman ditujukan pada setiap orang

yang berkepentingan untuk memakamkan anggota keluarganya yang

meninggal dunia di Pemakaman Umum Ngentak Sapen dan Keputusan

tersebut tidak menyebutkan nama-nama orang atau badan hukum perdata

tertentu. Selain hal tersebut, keputusan Bupati Sleman Nomor 410/Kep.

KDH/A/2006 tersebut diberlakukan kepada semua orang yang dimakamkan di

pemakaman umum Ngentak Sapen tidak hanya diberlakukan terhadap para

leluhur dari para penggugat. Dengan demikian sifat keputusan Individual pada

keputusan tersebut diatas tidak terpenuhi.

2. Keputusan Bupati Sleman tersebut tidak berakibat secara langsung kepada

para penggugat dan tidak ada kepentingan dari para penggugat yang dirugikan

karena hak atau kesempatan dari mereka (para Penggugat) untuk menziarahi

makam lelulurnya tidak hilang dengan dikeluarkannya keputusan tersebut,

sehingga kepentingan para penggugat dalam hal ini tidak cukup untuk dapat

mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.

Adapun dasar pertimbangan Hakim dalam memeriksa, mengadili dan

memutus perkara tersebut antara lain:

Page 63: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

63

Salah satu unsur yang harus terpenuhi oleh suatu Keputusan tata Usaha

Negara yang dapat digugat yaitu bersifat individual. Keputusan tergugat tersebut

ditujukan pada setiap orang yang berkepentingan untuk memakamkan

keluarganya yang meninggal di pemakaman tersebut dan keputusan tersebut tidak

menyebutkan nama-nama atau badan hukum perdata tertentu serta surat keputusan

tergugat tersebut diberlakukan bagi semua yang dimakamkan di pemakaman

umum tersebut dan tidak hanya diberlakukan kepada leluhur dari para penggugat,

sehingga sifat individual keputusan tergugat yang menjadi obyek sengketa

tersebut tidak terpenuhi.

Keputusan yang menjadi obyek sengketa tidak berakibat hukum terhadap

para penggugat secara langsung dan tidak ada kepentingan dari para penggugat

yang dirugikan karena hak atau kesempatan dari para penggugat untuk menziarahi

para leluhurnya tidak hilang dengan dikeluarkannya keputusan tersebut, sehingga

kepentingan para penggugat dalam perkara ini tidak cukup untuk mengajukan

gugatan melalui Pengadilan tata Usaha Negara, selain itu alasan-alasan yang

dikemukakan oleh para penggugat sangat tidak jelas (obscuur libel) karena tidak

ada hubungan kausalitas antara posita dengan petitum gugatan.

Pertimbangan-pertimbangan lain mengingat eksepsi Tergugat yang pada

intinya adalah sifat individualistis dari keputusan tergugat telah terpenuhi tatkala

diktum keputusan tergugat itu nyata-nyata berbunyi :

“Pemerintah Desa Catur Tunggal untuk berkoordinasi dengan instansi

teknis dalam keputusan ini menjadi nyata pula bahwa keputusan tergugat adalah

Keputusan Tata Usaha Negara yang didefinisikan pada Pasal 1 Undang-undang

Nomor 5 tahun 1986 sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang Nomor 9

Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dengan demikian Pasal 53

Undang-undang Nomor 5 tahun 1986 sebagaimana telah diubah oleh Undang-

undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara para

penggugat yang merasa dirugikan atas terbitnya Keputusan tersebut berhak

menggugat di pengadilan Tata Usaha Negara”. Selain hal tersebut, keputusan

tergugat nyata-nyata telah menimbulkan akibat hukum secara langsung kepada

para penggugat karena telah mengakibatkan para penggugat tidak akan lagi dapat

Page 64: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

64

memakamkan anggota keluarganya pada areal pekuburan tersebut.

Keputusan tergugat nyata-nyata berkaitan dengan kepentingan para

penggugat karena Keputusan tergugat tersebut telah memutuskan pula untuk

memindahkan makam pewaris para penggugat dari areal pekuburan tersebut dan

denga demikian pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta memang mempunyai

kewenangan absolut tehadap perkara tersebut.

Sehubungan yang dimaksud dengan sengketa Tata Usaha Negara adalah

Keputusan Tata Usaha Negara (beshikking) sebagaimana dimaksud dalam

ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara yang

menyebutkan “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang

dikeluarkan oleh Badan Hukum Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum

tata usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang

bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi

seseorang atau badan hukum perdata.”

Berdasarkan dari pengertian atau definisi Keputusan Tata Usaha Negara

tersebut dapat diambil unsur-unsur suatu keputusan Tata Usaha Negara yang

secara kumulatif harus terpenuhi untuk dapat disebut sebagai suatu Keputusan

Tata Usaha Negara, unsur-unsur dari Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dapat

diuraikan sebagai berikut (S.F Marbun, 2003: 109):

1. Bentuk penetapan tersebut harus tertulis, artinya Keputusan Tata Usaha

Negara tersebut harus dalam bentuk tertulis, dengan demikian suatu tindakan

hukum yang pada dasarnya juga merupakan keputusan Tata Usaha Negara

yang dikeluarkan secara lisan tidak termasuk dalam pengertian Keputusan

Tata Usaha Negara ini; namun demikian bentuk tertulis tidak selalu

disyaratkan dalam bentuk formal suatu surat Keputusan Badan/Pejabat Tata

Usaha Negara, karena seperti yang disebutkan dalam penjelasan Pasal 1 angka

3 Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara bahwa syarat harus dalam

bentuk tertulis itu bukan mengenai syarat-syarat bentuk formalnya akan tetapi

asal terlihat bentuknya tertulis, oleh karena sebuah memo atau nota pun dapat

dikatagorikan dalam suatu penetapan tertulis oleh karena sebuah memo atau

nota pun dapat dikatagorikan suatu Penetapan Tertulis yang dapat digugat

Page 65: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

65

(menjadi obyek gugatan) apabila sudah jelas. Badan atau pejabat Tata Usaha

Negara yang mengeluarkannya, maksud serta mengenai hal apa isi putusan itu,

kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan didalamnya jelas

bersifat konkrit, individual dan final serta menimbulkan suatu akibat hukum

bagi seorang atau Badan hukum perdata.

2. Dikeluarkan oleh Badan/ Pejabat Tata Usaha yang berwenang, artinya suatu

keputusan Tata Usaha Negara, penetapan tertulis itu juga merupakan salah

satu instrument yuridis pemerintahan yang dikeluarkan oleh Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara dalam rangka pelaksanaan suatu bidang urusan

pemerintahan.

3. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara, artinya bahwa suatu penetapan

tertulis adalah salah satu bentuk dari Keputusan Badan dan Pejabat Tata

Usaha Negara dan keputusan yang demikian selalu merupakan suatu tindakan

hukum Tata Usaha Negara dan suatu tindakan Hukum Tata Usaha Negara itu

adalah suatu keputusan yang menciptakan atau mnentukan mengikatnya atau

menghapuskanya suatu hubungannya suatu hubungan hukum Tata Usaha

Negara yang telah ada.

4. Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, artinya bahwa kata

“berdasarkan” dalam rumusan tersebut dimaksudkan setiap pelaksanaan

urusan pemerintahan yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat TUN harus ada

dasarnya dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena hanya

peraturan perundang-undangan yang berlaku sajalah yang memberikan dasar

keabsahan (dasar legalitas) urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh

badan atau pejabat TUN (pemerintah).

5. Bersifat konkret, artinya Keputusan TUN itu harus bersifat konkret, yaitu

obyek yang diputuskan dalam Keputusan TUN itu tidak abstrak, tetapi

berwujud, tertentu dan dapat ditentukan.

6. Bersifat Individual, artinya Keputusan TUN itu tidak ditujukan untuk umum,

tetapi tertentu dan jelas kepada siapa Keputusan TUN itu diberikan, baik

alamat maupun hal yang dituju, jadi sifat individual itu secara langsung

Page 66: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

66

penggugat sehingga para penggugat tidak mempunyai kepentingan dalam

sengketa aquo serta gugatan para penggugat menjadi kabur (obscuur libel).

Majelis Hakim berpendapat bahwa tergugat telah mengakui bahwa surat

keputusan Bupati Sleman No.410/kep.KDH/A/2007 sebagaimana telah diuraikan

telah memenuhi dua unsur yaitu unsur individual dan unsur menimbulkan akibat

hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Terhadap ada tidaknya unsur individual, sebagaimana yang

dipertentangkan dalam eksepsi Tergugat, Majelis Hakim berpendapat bahwa

walaupun secara faktual Majelis hakim tidak melihat secara tersurat dalam

keputusan tersebut adanya pihak individu yang dituju dan atau disebutkan secara

langsung oleh surat keputusan tersebut, baik seseorang ataupun badan hukum

perdata untuk para penggugat.

Pihak Penggugat mendalilkan bahwa sifat individualitas Tergugat telah

terpenuhi tatkala diktum keputusan Tergugat itu nyata-nyata berbunyi : “ Ketiga :

Pemerintah Desa Catur tunggal untuk koordinasi dengan instansi teknis dalam

pelaksanaan ini”, artinya para penggugat mendalilkan bahwa sebagaimana diktum

“ketiga” surat keputusan in litis, tersurat bahwa surat keputusan tersebut ditujukan

kepada Pemerintah Desa Catur Tunggal, sehingga terpenuhi unsur individualnya.

Terhadap hal tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa sebagaimana

telah diuraikan yang dimaksud dengan sifat individual adalah Keputusan TUN itu

diberikan, baik alamat maupun hal yang dituju. Oleh karenanya perlu dibuktikan

lebih lanjut apakah benar surat keputusan tersebut ditujukan kepada Pemerintah

Desa Catur Tunggal sebagai suatu individu sebagaimana pengertian dari unsur

individual dimaksud, sehingga berakibat menimbulkan akibat hukum bagi para

penggugat, dan kemudian apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 53 ayat

(1) Undang-undang Peraturan, apakah benar para Penggugat tidak mempunyai

kepentingan untuk menggugat keputusan tersebut yang juga didalilkan oleh

tergugat dalam eksepsi tersebut.

Dari fakta-fakta yang didapatkan dari proses persidangan maka Majelis

Hakim mengabulkan eksepsi dari tergugat dan menyatakan gugatan yang diajukan

oleh penggugat tidak dapat diterima

Page 67: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

67

BAB IV. PENUTUP

A. Simpulan

1. Intervensi yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga dalam penyelesaian

sengketa tata usaha negara adalah intervensi oleh pihak ketiga atas kemauan

sendiri, intervensi oleh pihak ketiga atas permintaan salah satu pihak yang

bersengketa yaitu penggugat atau tergugat dan intervensi oleh pihak ketiga

atas prakarsa Hakim yang memeriksa sengketa tersebut, dalam hal ini pihak

ketiga ditarik kedalam proses pemeriksaan perakra yang sedang berjalan.

Dalam putusan Nomor 03/G/TUN/2007/PTUN.Yk, intervensi pihak ke tiga

(Rektor UIN Sunan Kalijaga) yang masuk dalam proses sengketa yang sedang

berjalan adalah karena adanya inisiatif dari hakim. Akibat hukum atas adanya

intervensi ini adalah apabila pemohon intervensi tidak dimasukkan kedalam

proses perkara maka pihak ketiga dapat dirugikan haknya karena apabila

sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetapa maka pihak ke tiga tidak

dapat masuk ke proses perkara.

2. Pertimbangan hukum majelis hakim dalam putusan

03/G/TUN/2007/PTUN.Yk adalah bahwa surat keputusan Bupati Sleman No.

410/kep. KDH/A/2006 tertanggal 17 November 2006 Tentang Penutupan

Tempat Pemakaman Umum Pedukuhan Ngentak Sapen Desa Catur Tunggal

kecamatan Depok tidak memenuhi unsur individual sebagaimana diatur dalam

Pasal 1 angka 3 UU PTUN sehingga majelis hakim mengabulkan eksepsi

tergugat dan menyatakan bahwa gugatan yang diajukan penggugat tidak dapat

diterima.

B. Saran

1. Kepada para pihak untuk menghormati dan melaksanakan putusan pengadilan

tata usaha Yogyakarta dengan penuh tanggung jawab. Bagi para pihak yang

merasa belum terpenuhi haknya atas putusan pengadilan tata usaha negara

dapat melakukan upaya hukum sesuai dengan prosedur yang sudah ada.

56

Page 68: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

68

2. Kepada Pejabat Tata Usaha Negara, untuk ke depannya diharapkan

memperhatikan unsur-unsur kumulatif yang harus ada dalam sebuah

Keputusan Tata Usaha Negara, sehingga meminimalisir adanya gugatan

pembatalan Keputusan Tata Usaha Negara oleh pihak yang tidak menerima

Keputusan Tata Usaha Negara tersebut.

Page 69: INTERVENSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA …/Interve...2 persetujuan pembimbing penulisan hukum (skipsi) intervensi dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara di pengadilan tata

69

DAFTAR PUSTAKA

A.Siti Soetami. 2005. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Bandung :

Refika Aditama.

Burhan Ashofa. 2004. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT. Rineka Cipta

HB. Sutopo. Metode Penilitian Kualitatif. Surakarta : UNS Press.

Martiman Prodjohamidjojo. 2005. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

dan UU PTUN 2004. Bandung : Ghalia Indonesia.

Rozali Abdullah. 2001. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta :

PT. Raja Grafindo Persada.

R. Wiyono. 2005. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta : Sinar

Grafika.

Sudikno Mertokusumo. 2002. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta :

Liberty

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2001. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta :

PT. Raja Grafindo Persada.

S. F. Marbun. 2003. Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif di

Indonesia. Yogyakarta : UII Press.

Y. Sri Pudyatmoko dan W. Riawan Tjandra. 1996. Peradilan Tata Usaha Negara

Sebagai Salah Satu Fungsi Kontrol Pemerintah. Yogyakarta : Universitas

Atma Jaya

Zairin Harahap. 2005. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada.

Undang-undang Dasar 1945.

Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung.

Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.