intubasi di icu.doc

22
INTUBASI DI ICU: BAGAIMANA KITA DAPAT MENINGKATKAN PELAYANAN Audrey de Jong, Boris Jung, Samir jabber PENDAHULUAN Manajemen jalan napas merupakan prosedur yang paling sering dilakukan di intensive care unit (ICU). Hipoksemia dan kolaps kardiovaskular merupakan komplikasi tersering dan paling mengancam jiwa sehubungan dengan jalan napas, dan intubasi emergensi pada pasien yang kritis ataupun intubasi terencana (sebelum pembedahan atau prosedur invasive). Untuk mencegah dan membatasi insidens komplikasi serius pasca intubasi, sejumlah teknik preoksigenasi dan algoritme intubasi telah dipaparkan. Objektif dari bab ini adalah untuk: 1. Mendeskripsikan perlengkapan terkini (skor MACOCHA) yang dapat mengidentifikasi dengan baik pasien yang memiliki penyulit intubasi dan komplikasi yang berhubungan dengannya 2. Mendeskripsikan strategi terkini untuk memperbaiki preoksigenasi sebelum intubasi (misalnya continuous positive airway pressure [CPAP] atau teknik noninvasive ventilasi [NIV]);

Upload: dewishinta12

Post on 20-Nov-2015

65 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

INTUBASI DI ICU: BAGAIMANA KITA DAPAT MENINGKATKAN PELAYANAN

Audrey de Jong, Boris Jung, Samir jabber

PENDAHULUAN

Manajemen jalan napas merupakan prosedur yang paling sering dilakukan di intensive care unit (ICU). Hipoksemia dan kolaps kardiovaskular merupakan komplikasi tersering dan paling mengancam jiwa sehubungan dengan jalan napas, dan intubasi emergensi pada pasien yang kritis ataupun intubasi terencana (sebelum pembedahan atau prosedur invasive). Untuk mencegah dan membatasi insidens komplikasi serius pasca intubasi, sejumlah teknik preoksigenasi dan algoritme intubasi telah dipaparkan.

Objektif dari bab ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan perlengkapan terkini (skor MACOCHA) yang dapat mengidentifikasi dengan baik pasien yang memiliki penyulit intubasi dan komplikasi yang berhubungan dengannya

2. Mendeskripsikan strategi terkini untuk memperbaiki preoksigenasi sebelum intubasi (misalnya continuous positive airway pressure [CPAP] atau teknik noninvasive ventilasi [NIV]);

3. Mengajukan bundle intubasi (the Montpellier-ICU intubation algorithm) untuk membatasi komplikasi yang berhubungan dengan prosedur intubasi;

4. Melaporkan data terkini mengenai peranan videolaringoskop di ICU; serta

5. Mengajukan algoritme manajemen penanganan jalan napas di ICU (The Montpellier-airway ICU algorithm).

PASIEN MANA YANG BERISIKO MENGALAMI KOMPLIKASI SELAMA INTUBASI?

Seluruh pasien ICU dapat dianggap memiliki risiko komplikasi selama intubasi. Indikasi utama dari intubasi di ICU adalah kegagalan jalan napas akut. Pada kasus ini, risiko hipoksemia dan kolaps kardiovaskular selama proses intubasi (sering krusial) dan meningkat hingga 15-50%. Kelemahan otot pernapasan dan gangguan pertukaran gas (insufisiensi respiratorik) sering ditemukan. Maka perlu diantisipasi bahwa komplikasi serius dapat terjadi selama intubasi.

Obesitas dan kehamilan merupakan dua situasi utama dimana kapasitas residual fungsional (FRC) menurun disertai meningkatnya risiko atelectasis yang dapat menjurus kearah hipoksemia. Pasien berisiko lain termasuk mereka yang tidak dapat mentoleransi derajat ringan dari hipoksemia (epilepsy, penyakit serebrovaskular, penyakit jantung koroner, sickle cell disease, dan sebagainya). Maka, pasien yang sering dianggap sulit diintubasi umumnya membutuhkan prekoksigenasi yang adekuat.

BAGAIMANA CARA MENGIDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO PENYULIT INTUBASI DI ICU?

Meskipun sejumlah factor risiko prediktif dan skoring untuk penyulit intubasi telah diidentifikasi pada praktik sehari-hari, hingga kini belum ada skor klinis yang dikembangkan untuk situasi ICU. Namun, studi terkini telah menilai factor risiko penyulit intubasi di ICU dan mengembangkan skor prediktif penyulit intubasi, skor MACOCHA, yang secara eksternal telah divalidasi. Prediktor utama penyulit intubasi dihubungkan dengan pasien (Mallampati score III atau IV, sindrom obstructive sleep apnea, penurunan mobilitas dari cervical spine, kesulitan membuka mulut), patologis (koma, hipoksia berat), dan operator (bukan ahli anestesi) (Tabel 1). Dengan mengoptimalisasi ambang batas diskriminasi, kemampuan diskriminatif skor yang tinggi. Untuk mengatasi kesulitan intubasi, pemotongan 3 atau lebih tampaknya cukup, memberikan nilai negative predictive value (97% dan 98% pada kohort original dan validasi, secara berturut-turut). Skor MACOCHA memungkinkan pasien yang memiliki penyulit intubasi untuk teridentifikasi sedangkan studi lanjutan diperlukan untuk menentukan apakah mengkalkulasi tiap skor ini sebelum intubasi dapat membantu menurunkan insidens penyulit intubasi dan komplikasinya.

Perlu dicatat, the Intubation Difficulty Scale (IDS) merupakan skala kuantitatif mengenai penyulit intubasi, yang dapat bermanfaat untuk secara objektif membandingkan kompleksitas dari intubasi endotrakeal, namun hanya untuk posteriori dan bukan priori.

Tabel 1. Skor MACOCHA untuk mengkalkulasi skor

BAGAIMANA MENINGKATKAN PREOKSIGENASI SEBELUM INTUBASI?

VENTILASI SPONTAN

Sejumlah maneuver ventilasi spontan (misalnya kapasitas vital 3-8 vs 3 menit volume pernapasan tidal) ada untuk meningkatkan preoksigenasi sebelum intubasi dan tampak sama-sama efektif. Awalnya, klinisi harus memastikan bahwa masker memang sesuai untuk morfologi fasial pasien. Kedua, aliran udara jernih harus diatur pada skala yang tinggi untuk menghomogenkan ventilasi melalui paru-paru dan menurunkan risiko kebocoran udara. Ketiga, kebocoran harus dihindari dan diagnose baik dengan flaccid reservoir bag atau dengan meniadakan gelombang kapnograf normal, sebab kebocoran ini dapat mengurangi efektivitas preoksigenasi.

Konsentrasi oksigen akhir tidal (Et02 dalam persen) tersedia sebagai pengganti tekanan oksigen alveolar (PA02) yang menggambarkan cadangan oksigen pada paru; target yang umum diadopsi adalah 90%. Target ini dapat tercapai dengan cepat ketika menggunakan oksigen murni. Meskipun klinisi harus tanggap mengenai potensi komplikasi dari denitrogenasi yang dapat menyebabkan atelectasis, keuntungan dari mencapai fraksi oksigen akhir inspirasi adalah 90% sebelum melakukan intubasi akan melebihi risiko hipoksia yang berhubungan dengan atelectasis pada pasien yang berisiko.

Pada pasien kritis, keuntungan dari periode preoksigenasi yang panjang masih belum dijelaskan. Kebanyakan pasien yang ditemukan memiliki kegagalan napas akut, kegagalan dengan sejumlah shunt, penurunan FRC, dan tidak merespon dengan pemberian oksigen ataupun pada pasien yang dijadwalkan untuk operasi. Mort et al, memaparkan peningkatan tekanan oksigen diarteri (PaO2) setelah 4 menit pemberian oksigen sebelum intubasi (dari 62 menjadi 88mmHg sebelum dan setelah terapi oksigen); meskipun dilakukan preoksigenasi, sebagian dari 34 pasien yang dimasukkan kedalam studi mengalami hipoksia berat selama intubasi.

POSISI

Posisi pasien merupakan sebuah faktor yang penting dan membatasi penurunan FRC. Studi telah melaporkan bahwa preoksigenasi pada posisi setengah duduk atau posisi head up 25 derajat dapat meningkatkan PaO2. Posisi ini juga dapat memanjangkan waktu sebelum terjadi hipoksemia pada pasien obese yang dijadwalkan untuk operasi. Sepengetahuan kami, hanya satu studi, yang dilakukan pada pasien obese yang terjadwal untuk operasi, dan telah melaporkan manfaat dari posisi setengah duduk (head up 20 derajat) selama preoksigenasi sesuai waktu desaturasinya. Posisi ini tampaknya tidak bermanfaat untuk pasien hamil, mungkin disebabkan adanya regangan dari diafragma oleh uterus yang gravid pada posisi sebelah atas, juga disebabkan oleh efek detrimental dari posisi duduk pada aliran balik vena kava. Pada pasien yang kritis, sejauh ini tidak ada studi preoksigenasi yang membandingkan posisi setengah duduk dengan posisi supinasi.

Ventilasi non invasive dengan tekanan positif

Positive end expiratory pressure (PEEP) dengan oksigen aliran tinggi telah dievaluasi sebagai metode preoksigenasi untuk obesitas. Tujuan dari tekanan positif sebagai metode preoksigenasi adalah untuk meningkatkan proporsi dari paru yang terpapar udara, yang kemudian akan membatasi penurunan FRC. Pembatasan FRC akan meningkatkan asupan oksigen paru, dan membantu menjaga kapasistas penutupan dibawah FRC. Kapasitas penutupan adalah volume udara disaat jalan napas mulai menutup sewaktu ekspirasi. Volume udara antara kapasitas penutupan dan volume residual disebut sebagai volume penutupan.

Studi pertama dilakukan diawal 2000 dan menemukan bahwa pemberian 7cmH20 dari CPAP selama 3 menit tidak akan memanjangkan waktu desaturasi pada wanita obese yang morbid. Pembatasan yang penting adalah absennya ventilasi diantara onset apnea dengan intubasi, dan keringkasan relatif dari preoksigenasi (hanya 3 menit). Studi terakhir, namun menunjukkan keuntungan dari CPAP dengan menggunakan oksigen selama preoksigenasi pada pasien obese yang morbid. Dibandingkan dengan 02, CPAP menggunakan 10 cmH20 + Oksigen selama 5 menit akan meningkatkan waktu desaturasi dan menurunkan risiko atelectasis pasca intubasi. Segera setelah intubasi, jumlah atelectasis diukur menggunakan CT Scan adalah 10% pada kelompok yang dioksigenasi dibandingkan hanya 2% pada kelompok yang menggunakan PEEP 10 cmH20. Pada studi terhadap pasien obese, kelompok kami menunjukkan bahwa NIV menggunakan ventilasi dibantu tekanan (PSV) 8 cmH20 dan PEEP 6 cmH20 selama 5 menit cukup aman, dan efisien. Kami melaporkan bahwa 95% pasien yang mencapai fraksi oksigen akhir ekspirasi setinggi 90% dengan NIV dibandingkan 50% pada kelompok yang menggunakan oksigen saja. Pengaruh dari kombinasi posisi setengah duduk dan NIV pada pasien bedah dengan obesitas ataupun tidak masih perlu dievaluasi.

Preoksigenasi dengan NIV pada pasien hamil tidak pernah secara formal dievaluasi, meskipun diperkirakan dapat merugikan sebab tingginya risiko aspirasi pada populasi pasien ini.

NIV sebagai maneuver preoksigenasi juga telah dievaluasi pada pasien yang kritis; kelompok kami melaporkan keuntungannya dibandingkan pemberian oksigen saja. Bahkan, pada sebuah studi acak terkontrol pada pasien hipoksemia, insidens hipoksemia berat (SpO2