isbn: 978-979-17342-0-2 -...

197
Seminar Nasional: “Membangun Daya Saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8 Juni 2011 i ISBN: 978-979-17342-0-2

Upload: vuhanh

Post on 11-Feb-2018

274 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya Saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

i

ISBN: 978-979-17342-0-2

Page 2: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya Saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

ii

ISBN: 978-979-17342-0-2

PROSIDING SEMINAR NASIONAL

“MEMBANGUN DAYA SAING PRODUK PANGANBERBASIS BAHAN BAKU LOKAL”

Surakarta, 8 Juni 2011Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Slamet Riyadi Surakarta

Susunan Dewan Redaksi

Pembina : Rektor UNISRI SurakartaKapti Rahayu Kuswanto

Ketua Dewan RedaksiNanik Suhartatik (FTP UNISRI)

Dewan RedaksiLinda Kurniawati (koordinator, FTP UNISRI)

Ansharullah (Universitas Haluoleo )Muhammad Chosin (Universitas Bengkulu)

Yustina Wuri Wulandari (FTP UNISRI)

Editor PelaksanaAkhmad Mustofa (koordinator,FTP UNISRI)

Merkuria Karyantina (FTP UNISRI)Agung Setya Wardana (FTP UNISRI)Indrias Tri Purwanti (FTP UNISRI)

Page 3: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya Saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

iii

ISBN: 978-979-17342-0-2

KATA PENGANTAR

Pada kesempatan ini, ijinkanlah kami menyampaikan terima kasih atas

keikutsertaannya sebagai peserta Seminar Nasional “Membangun Daya saing

Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal” tanggal 8 Juni 2011, yang bertempat

di Auditorium Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Seminar diikuti oleh 200

peserta, yang terdiri dari masyarakat umum, kalangan industri dan instansi

pemerintah serta peserta dari berbagai Perguruan Tinggi di Jawa Tengah. Salah

satu tujuan dari seminar adalah sebagai ajang diseminasi dan sosialisasi hasil-hasil

penelitian dan pengembangan di bidang pangan khususnya, dan hasil pertanian

pada umumnya.

Makalah yang masuk ke Panitia 42 makalah, sehingga prosiding kumpulan

makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku B. Jumlah

makalah tiap Prosiding cukup berimbang. Pemakalah oral sebanyak 24 makalah

sedangkan pemakalah poster 14 makalah.

Dewan Redaksi menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang telah berpartisipasi, dan mohon maaf apabila dalam

pelaksanaan dan penyusunan prosiding ini, terdapat hal yang tidak berkenan di

hati Bapak/Ibu sekalian. Mudah-mudahan Prosiding Seminar ini dapat bermanfaat

bagi kita semua.

Surakarta, 1 Agustus 2011

Dewan Redaksi

Page 4: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya Saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

iv

ISBN: 978-979-17342-0-2

SAMBUTANDEKAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNISRI

Assalamualaikum Wr.Wb.Salam Sejahtera bagi kita semuaYang terhormat Bapak dan Ibu peserta Seminar Nasional dan tamu undangan yang kamihormati.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang MahaEsa bahwa kita masih dapat berkumpul untuk dapat bertukar pikiran dan menggalipotensi produk dengan bahan baku lokal. Seminar Nasional ini mengambil tema“Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”. Produk pangandengan bahan baku lokal mulai digalakkan lagi dengan adanya berbagai penelitian yangmenggali potensi dan dikembangkannya produk pangan dengan bahan baku lokal.

Saat ini swasembada pangan nasional masih memerlukan penguatan. Kenyataanini dibuktikan masih adanya kegiatan impor berbagai produk hasil pertanian seperti buah-buahan, beras, kedelai, gula, dan bahkan sayur-sayuran. Aneka produk tersebut dapatdilihat di berbagai supermarket dan di pasar-pasar tradisional. Impor produk hasilpertanian ini sangat menjerat leher petani, sehingga perlu tindak lanjut dan penangananserius dari pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian, Departemen terkait,DPR/MPR dan semua pihak termasuk rakyat Indonesia sebagai konsumen ataupun dariakademisi sesuai dengan kajian bidang ilmu.

Ketahanan pangan hanya dapat terwujud jika masyarakat mampu mencukupikebutuhan pokok pangan secara mandiri dengan berbasis pada keragaman sumberdayabahan pangan lokal sesuai dengan potensi daerahnya. Potensi bahan pangan tersebutantara lain jagung, sagu, padi, dan umbi-umbian.

Lembaga Perguruan Tinggi mempunyai kewajiban untuk diseminasi ilmu danteknologi di masyarakat sehingga potensi daerah mampu dioptimalkan pemanfaatannyauntuk swasembada pangan lokal dan juga dalam membangun agroindustri di bidangpangan yang berkelanjutan.

Kegiatan seminar ini bertujuan untuk membuka wawasan pengetahuan tentangbagaimana membangun swasembada pangan berbasis potensi bahan baku lokal, teknologipasca panen khususnya teknologi pengolahan singkong menjadi tepung singkong (mocaf:modified cassava flour) serta memotivasi dalam membangun swasembada pangan sesuaipotensi lokal.

Seminar Nasional ini diselenggarakan oleh Fakultas Teknologi Pertanian UNISRIpada tanggal 8 Juni 2011, dan terselenggara berkat kerjasama dengan Pusat Studi Pangandan Kesehatan Masyarakat UNISRI, Perkumpulan Masyarakat Surakarta serta pihak-pihak yang menjadi spronsor dalam kegiatan seminar ini. Semoga apa yang akan dibahasdalam Seminar ini dapat bermanfaat bagi pembangunan Pangan di Indonesia.

Wassalamualaikum, Wr.WbSurakarta, 8 Juni 2011Ir.Linda Kurniawati,MSDekan FTP UNISRI

Page 5: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya Saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

v

ISBN: 978-979-17342-0-2

DAFTAR ISI

Halaman judul i

Susunan Dewan Redaksi ii

Kata Pengantar iii

Sambutan Dekan Fakultas Teknologi Pertanian UNISRI iv

Daftar Isi v

Susunan Acara Seminar vi

Daftar Makalah vii

Makalah Peserta

Ucapan Terima Kasih

Page 6: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya Saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

vi

ISBN: 978-979-17342-0-2

SUSUNAN ACARA SEMINAR NASIONAL“MEMBANGUN DAYA SAING PRODUK PANGAN BERBASIS BAHAN BAKU LOKAL”

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNISRIRABU, 8 JUNI 2011

Waktu Ruang Auditorium Ruang A Ruang B Ruang C07.00 – 08.30 Registrasi Peserta08.30 – 08.45 Sambutan08.45 – 10.30 Sesion I

Moderator : Nanik Suhartatik,STP.,MPPembicara 1 : Akademisi

(Ir.Achmad Subagio,M.Agr.,P.hD)Pembicara 2 : Praktisi Industri (Ir.Margono,

PT.Tiga Pilar Sejahtera Tbk))10.30 – 12.00 Sesion II

Moderator : Akhmad Mustofa,STP.,M.SiPembicara 1 : BPR Surya MasPembicara 2 : Design Pengemas/Packaging dan

Merk (Ir.Andhy Hartono Wijaya dan)Pembicara 3 : Retailer

(Zamzam Nurjaman, Carrefour)12.00 – 12.30 ISHOMA12.30 – 15.00 Sesi konsultasi dengan

Retailer Carrefour Industri BPR Surya Mas Design Pengemas

Sesi presentasiMakalah

No.M.1- M.10Moderator :

Nanik Suhartatik,STP.,MP

Sesi presentasiMakalah

No.M.11- M.20Moderator :

Agung S.Wardana,STP

Sesi presentasiMakalah

No.M.21 – M.30Moderator :

Merkuria K.,SP.,MP.

Page 7: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

1 ISBN: 978-979-17342-0-2

DAFTAR MAKALAH

No Judul Makalah Penulis Halaman

PEMAKALAH ORAL

1 Produk Panggang Egg Roll Dan Muffin SebagaiHasil Olah Pati Garut (Maranta Arundinacea)Berdasar Kesesuaian Karakteristiknya

Agnes-MurdiatiSutardi,

Tasya Ridhaka Anindya

1

2 Karakteristik Tepung Hasil Modifikasi ChipUbikayu Dengan Asam Laktat Dan HidrogenPeroksida

Indrie Ambarsari,Haryadi

M. Nur Cahyanto2

11

3 Pengaruh Pemberian Bekatul Dan TempeTerhadap Profil Gula Darah Pada Tikus YangDiberi Alloxan

Hapsari Sulistya Kusuma 19

4 Pengaruh Variasi Tingkat Penambahan SodiumMetabisulfit Dan Waktu Inkubasi Pada HancuranSingkong Terhadap Residu Sianida, ResiduSulfit, Dan Warna Tepung Singkong

Selvia Dewartsi, Haryadi 29

5 Penambahan Larutan Asam Laktat Dan SodiumMetabisulfit Pada Hancuran Singkong Dan LamaInkubasi Terhadap Residu Sianida, Warna, DanResidu Sulfit Tepung Singkong

Steffanny KurniawatiSoesilo,Haryadi

39

6 Subsitusi Jagung (Zea Mays L.) Dengan Jali (CoixLacryma-Jobi L.) Pada Pembuatan Tortila;Karakteristik Kimia Dan Sensori

Sri Handajani, ChoirulAnam,

Widhi Cahyani7 Sifat Fisik Dan Akseptabilitas Banana Leather

Dengan Bahan Baku Pisang Raja BandungChatarina Wariyah 55

8 Sifat Fisik Dan Kimia Yoghurt Yang Dibuat DariTepung Kedelai

Rusdin Rauf,Dyah Widowati,

Arif Widodo

68

9 Potensi Antioksidan Hasil Ekstraksi TanamanKecombrang (Nicolaia Speciosa Horan) SelamaPenyimpanan

Rifda Naufalin, HerastutiSri Rukmini

73

10 Characteristics Of Nata De Noni (MorindaCitrifolia)

Sri Luwihana,Siti Tamaroh,

Siti Fatimah

90

11 Oksidasi Dengan Ozon TerlarutUntuk Memperbaiki Sifat Fungsional Tapioka

MM. Endah Mulat-Satmalawati,

Haryadi

96

12 Pengaruh Waktu Fermentasi Dan Dosis RagiTerhadap Kadar Alkohol Pada Fermentasi AmpasUbi Jalar (Ipomoea Batatas Lamk)

Novilia SusianawatiRinny Hariyanti

104

Page 8: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

2 ISBN: 978-979-17342-0-2

No Judul Makalah Penulis Halaman

PEMAKALAH POSTER

13 Peluang Pengembangan Gula Alternatif Dari PatiDan Tepung Umbi-Umbian Dalam RangkaMendukung Swasembada Gula Nasional Tahun2014

Yeyen PrestyaningWanita

121

14 Studi Dampak Teknologi Pengolahan UbikayuTerhadap Pemberdayaan Petani Di KabupatenGunungkidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Sri Budhi Lestari,Nur Hidayat

128

15 Srategi Dan Prospek Pengembangan AgribisnisCengkih Di Kabupaten Seram Bagian BaratProvinsi Maluku

Nur Hidayat 138

16 Kelayakan Usaha Tani Padi Hibrida Di TigaKabupaten Propinsi Jawa Timur (Studi Kasus DiKabupaten Lamongan, Bojonegoro, Dan Jember)

Arti Djatiharti 145

17 Karakteristik Tepung Minyak Atsiri Jahe Yustina Wuri WulandariIndrias Tri Purwanti

157

18 Jahe (Zingiber Officinale) Sebagai AgensiaUntuk Menghambat Kerusakan Kimiawi PadaGeplak Pepaya

Nanik SuhartatikMerkuria Karyantina

Agung S WardanaSumarmi

167

Page 9: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

3 ISBN: 978-979-17342-0-2

PROSIDING A

Page 10: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

4 ISBN: 978-979-17342-0-2

PRODUK PANGGANG EGG ROLL DAN MUFFIN SEBAGAI HASIL OLAHPATI GARUT (Maranta arundinacea) BERDASAR KESESUAIAN

KARAKTERISTIKNYA

Agnes-Murdiati1, Sutardi1, Tasya-Ridhaka-Anindya1

1Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Abstrak

Tanaman garut (Maranta arundinacea) dapat menjadi alternatif sumberpangan potensial karena menghasilkan umbi berkualitas tinggi dan mudahdibudidayakan. Namun penggunaan pati garut di masyarakat masih sangatterbatas dan belum banyak diteliti. Oleh sebab itu perlu dipelajari sifat dankarakteristik pati garut untuk kemudian dimanfaatkan sebagai bahan bakudalam pengolahan produk pangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuisifat kimia dan sifat fisik pati garut, serta untuk mengetahui formulasi terigu,tapioka, dan pati garut yang dapat menghasilkan egg roll dan muffin dengansifat sensoris yang terbaik.

Pati garut memiliki kandungan karbohidrat 98,46 %bk; gula total 1,11%bk; amilosa 31,89 %bk; WBC 185,94%; viskositas panas 3,50 dPa.s; danviskositas dingin 9,50 dPa.s. Pati garut cocok untuk dibuat egg roll hingga100% karena memiliki WBC relatif rendah, namun teksturnya rapuh danmudah hancur sehingga digunakan tapioka hingga 20% untuk memperbaikitekstur, lebih dari 20% akan menghasilkan kenampakan kasar. Denganperbedaan viskositas panas dan viskositas dingin yang tidak terlalu besar patigarut cocok untuk dibuat muffin hingga 25%, penggunaan lebih dari 25%menghasilkan muffin yang lengket dan memiliki kenampakan irisan kasar.

Kata Kunci : pati garut, sifat kimia, sifat fisik, egg roll, muffin

Pendahuluan

Dalam upaya peningkatan keanekaragaman konsumsi pangan lokal danolahannya, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden RI Nomor 22 Tahun2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan BerbasisSumberdaya Lokal. Namun sampai saat ini Skor Pola Pangan Harapan (PPH) tahun2010 baru mencapai 80,6 (Achmad Suryana, 2011). Hal ini menunjukkan bahwakonsumsi pangan masyarakat Indonesia belum mencapai kondisi yang optimal,akibat belum optimalnya peran pangan lokal dalam mendukung penganekaragamanpangan. Penggunaan sumber karbohidrat alternatif dapat dilakukan denganmemanfaatkan sumber daya lokal yang kurang dikenal masyarakat seperti ubi kayu,ubi jalar, talas, gadung, gembili, uwi, garut, dan ganyong.

Page 11: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

5 ISBN: 978-979-17342-0-2

Di Daerah Istimewa Yogyakarta, garut ditanam di Kabupaten Bantul(Kecamatan Sedayu dan Pajangan), Kulon Progo (Kecamatan Sentolo, Lendah, danPengasih), Sleman (Kecamatan Prambanan), dan Gunung Kidul (Kecamatan Semin).Luas lahan budidaya garut di DI Yogyakarta berkisar antara 400-500 hektar, Denganbudi daya garut secara intensif dapat dihasilkan umbi garut sebanyak 15-17 ton perhektar (Anonim, 2009).

Salah satu keunggulan umbi garut yaitu memiliki indeks glisemik rendah (14)dibanding umbi-umbian lain seperti ubi jalar (179), ganyong (105), dan gembili (90).Umbi garut dapat digunakan sebagai sumber pangan yang digunakan pada dietrendah kalori (Marsono, 2002). Umbi garut segar bersifat mudah rusak sehinggapengolahan menjadi tepung ataupun pati dapat menjadikan lebih awet, lebih mudahdisimpan, dan praktis untuk diolah lebih lanjut menjadi berbagai macam produkpangan. Umbi garut merupakan bahan pangan sumber karbohidrat, dengan jeniskarbohidrat dominan adalah pati. Rendemen pati garut yang dipanen pada umur 10bulan mencapai 16,37% (Titiek dkk., 2008).

Menurut Anonim (2010) egg roll adalah biskuit gulung yang bersifat renyah,dan mudah pecah menjadi bagian-bagian kecil. Egg roll lazim dibuat dari tepungterigu, telur, margarin, dan gula, dan berbentuk gulungan. Kualitas egg roll sangattergantung pada teksturnya, oleh sebab itu kerenyahan egg roll harus dipertahankan.Sedangkan muffin adalah makanan yang biasa disajikan untuk sarapan di hotel danrestoran selain biasa dikonsumsi sebagai camilan. Muffin sangat beragam jenis danukurannya. Resep standar muffin dapat divariasi dengan menambahkan kismis,kacang, buah kering, maupun buah segar (Sultan, 1972). Adonan muffin terdiri daricampuran gula, lemak, tepung, telur dan baking powder. Karakter khas dari muffinadalah struktur berpori dan volume tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiformulasi terigu dan pati garut yang dapat menghasilkan egg roll dan muffin dengansifat sensoris yang terbaik

Metode Penelitiana. Bahan dan Alat

Bahan utama dalam penelitian ini adalah pati garut (Maranta arundinacea)yang diperoleh dari pengrajin tepung anggota Kelompok Tani “Mekar Sari” diGegunung, Sendangsari, Pengasih, Kulon Progo. Bahan kimia pro-analyse (PA)digunakan untuk analisis kimia, sedangkan peralatan yang diperlukan meliputiperalatan untuk analisis zat gizi (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat) danperalatan untuk pembuatan produk olah serta uji organoleptik.

b. Jalannya Penelitian1. Karakterisasi pati garut

Pati garut yang diperoleh dari kelompok tani, dianalisis secara kimia danfisik. Analisis kimia meliputi penentuan kadar air dengan metode termogravimetri(Anonim, 1990); kadar abu (Anonim, 1990); kadar protein dengan metode Mikro-Kjeldahl (Anonim, 1990); kadar lemak dengan metode Soxhlet (Anonim, 1990);

Page 12: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

6 ISBN: 978-979-17342-0-2

kadar karbohidrat dengan metode by difference (Anonim, 1990); kadar serat kasar(Slamet Sudarmadji dkk., 1997); kadar gula reduksi (Slamet Sudarmadji dkk., 1997);kadar gula total (Slamet Sudarmadji dkk., 1997); kadar pati (Slamet Sudarmadji dkk.,1997); dan kadar amilosa (Juliano, 1971). Sedangkan analisis sifat fisik meliputiukuran partikel menggunakan ayakan Tyler (Palacios-Fonseca et. al., 2009);viskositas dengan Viscotester Rion VT-04, warna dengan chromameter CR-400;WBC (Water Binding Capacity) (Yamazaki (1953) yang dimodifikasi oleh Medcalfdan Gilles (1965) dalam Aryee et. al., 2006); densitas dengan metode Lewis (1987);serta bentuk dan ukuran granula pati secara mikroskopis dengan skala mikrometerpada lensa okuler dan obyektif.2. Produk olah pati garut

Pati garut dimanfaatkan untuk pembuatan egg roll dan muffin. Padapembuatan egg roll dilakukan variasi perbandingan pati garut dan tapioka.Sedangkan pada pembuatan muffin digunakan variasi pati garut dan tepung terigu.3. Uji organoleptik

Uji organoleptik dilakukan pada produk olah yang dihasilkan yaitu egg rolldan muffin, terhadap tingkat kesukaan dan dilakukan juga uji pembedaan. Parameteryang diuji meliputi warna, rasa, tekstur, dan ketampakan. Pengujian dilakukan oleh20 orang panelis menggunakan metode skoring dengan skala penilaian 1 sampai 7.Pada uji kesukaan, nilai 1 menunjukan sangat tidak suka dan nilai 7 menunjukansangat suka, sedangkan pada uji pembedaan nilai 1 untuk paling tidak dominansedangkan nilai 7 untuk paling dominan.

Hasil dan Pembahasana. Komposisi kimia pati garut

Hasil analisis kimia meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat (bydifference), serat kasar, gula total, gula reduksi, kadar pati, kadar amilosa, dan kadaramilopektin (by difference) disajikan pada Tabel 1.

Kadar air pati garut (11,16%bb) sudah cukup rendah, karena menurut Earle(1969) tepung yang baik mempunyai kadar air tidak lebih dari 14%. Kadar abu patigarut sebesar 0,60 %bk, yang juga menunjukkan adanya mineral dalam bahan. Patigarut mengandung beberapa mineral antara lain natrium, potasium, fosfor, kalsium,zinc, magnesium, dan zat besi (Perez dan Mary, 2005). Kadar protein pati garut (0,82%bk) tergolong sangat rendah, sehingga kemampuan pati garut untuk menyerap airjuga rendah. Besar kecilnya kandungan protein di dalam tepung akan banyakberpengaruh terhadap sifat fungsional tepung, khususnya sifat penyerapan air. Kadarlemak pati garut 0,12 %bk. Lemak pada tepung bisa menjadi penghalang terhadapproses absorbsi air dan mengurangi kemampuan granula pati untuk membesarsehingga menghambat proses gelatinisasi. Pati biasanya memiliki kadar lemakrendah, yaitu kurang dari 1% (Hoover, 2000). Oleh sebab itu pada pembuatan produkbakery diperlukan penambahan lemak seperti butter, margarin, dan shortening

Page 13: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

7 ISBN: 978-979-17342-0-2

dengan tujuan untuk menambah cita-rasa khas dan membentuk tekstur lembut padaproduk olahnya.

Tabel 1. Komposisi kimia pati garut

Komponen KadarAir (%bb) 11,16Abu (%bk) 0,60Protein (%bk) 0,82Lemak (%bk) 0,12Karbohidrat (%bk) 98,46

Serat kasar (%bk) 0,21Gula Total (%bk) 1,11Gula Reduksi (%bk) 0,44Pati (%bk) 83,34

Amilosa (%bk) 31,89Amilopektin (%bk) 51,45

Kadar karbohidrat pati garut 98,46 %bk, termasuk tinggi sehingga garutmasuk kelompok umbi-umbian sumber energi. Karbohidrat dalam bahan panganterdiri atas pati, gula, dan serat. Sebagian besar karbohidrat umbi garut terdapatdalam bentuk pati, yang merupakan bagian terbesar pada umbi dan serealia. Kadarserat kasar pati garut 0,21 %bk, nilai tersebut tergolong rendah. Hal ini terjadi karenadilakukan proses pemisahan serat pada ekstraksi pati. Kadar gula total pati garut 1,11%bk. Dengan kadar gula total rendah, pati garut dapat dimanfaatkan sebagai bahanbaku produk olahan pangan untuk penurunan gula darah. Apabila kadar gula tinggimakin banyak gula yang bisa langsung diserap oleh usus sehingga cepat menaikkankadar gula darah. Umbi garut memiliki indek glisemik yang sangat rendah, yaitu 14(Marsono, 2002). Sedangkan kadar gula reduksi pati garut 0,44 %bk. Gula reduksimenyebabkan terjadinya pencoklatan non-enzimatis selama proses pembuatan tepungumbi, yang mendorong terjadinya reaksi Maillard pada suhu tinggi (Krishnan et. al.,2010).

Kadar pati dalam pati garut sebesar 83,34 %bk. Menurut Matz (1972) pati

dapat mempengaruhi karakteristik adonan dan lama penyiapan adonan. Selain itu

dapat mempengaruhi proses pemanggangan karena sifat fisikokimianya seperti

pengkristalan, ukuran granula, gelatinisasi, dan retrogradasi. Sifat-sifat tersebut

tergantung dari struktur granula pati dan perbandingan molekul amilosa dan

amilopektin (Cauvain, 2003). Kadar amilosa pati garut 31,89%bk, sedangkan kadar

amilopektin pati garut 51,45 %bk. Berdasarkan rasio antara amilosa dan amilopektin

diketahui bahwa makin besar kadar amilosa maka kemampuan pengikatan airnya

makin kecil, sedangkan makin besar kadar amilopektin maka kemampuan mengikat

airnya makin besar.

Page 14: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

8 ISBN: 978-979-17342-0-2

b. Sifat fisik pati garutAnalisis sifat fisik meliputi distribusi ukuran partikel, viskositas, warna,

WBC (Water Binding Capacity), densitas, bentuk granula, dan ukuran granula yanghasilnya disajikan pada Tabel 2.Tabel 2. Sifat fisik pati garut

Sifat Fisik NilaiDistribusi ukuran partikel:

- tertahan ayakan 40 mesh- lolos ayakan 40 mesh- lolos ayakan 60 mesh- lolos ayakan 80 mesh

Viskositas:- suhu 70oC- suhu 80oC- suhu 83oC- viskositas balik (suhu ±30oC)

Warna:- L- a- b

WBC (Water Binding Capacity)DensitasBentuk granulaUkuran granula

*) dPa.s : desi Pascal second

1,12 %2,66 %4,79 %

91,43 %

0,22 dPa.s*)

1,48 dPa.s*)

3,50 dPa.s*)

9,50 dPa.s*)

71,67+0,48+6,61

185,94 %0,80 g/ml

Oval, bulat20-35 µm

Sebagian besar partikel pati garut lolos ayakan 80 mesh, yaitu sebesar91,43%. Ukuran partikel tepung mempengaruhi kualitas produk olahannya. Saatdilakukan pengukuran viskositas, suspensi pati garut 5% mengalami kenaikanviskositas pada suhu 70oC, dan terus meningkat selama pemanasan sampai suhu83oC. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Perez dan Mary (2005), suhu gelatinisasipati garut sekitar 67,75 – 81,40 oC. Pendinginan pasta pati yang telah dipanaskanmenyebabkan kenaikan viskositas, yang disebut viskositas balik. Nilai viskositasbalik pati garut 9,50 dPa.s (Tabel 2).

Hasil pengukuran warna pati garut dengan kromameter diperoleh nilai apositif (+0,48) yang berarti warna pati garut mendekati merah, nilai b positif (+6,61)mendekati kuning, dan nilai L (71,67) yang menunjukkan derajat putih. Tabel 2menunjukkan WBC pati garut sebesar 185,94%. WBC pati garut cukup rendahkarena memiliki kadar amilosa tinggi yaitu 31,89% (Tabel 1). Bahan dengan nilaiWBC yang tidak terlalu tinggi cocok untuk produk olahan pangan yang dipanggangdengan tambahan banyak lemak dan sedikit air seperti cookies. Sedangkan densitaspati garut sebesar 0,80 g/ml. Bahan dengan densitas besar memiliki keuntungankarena membutuhkan volume pengemas yang kecil akibat partikel tepung yanghalus. Dari hasil pengamatan menggunakan mikroskop menunjukkan bahwa granulapati garut berbentuk oval dan bulat dengan ukuran 20-35 µm.

Page 15: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

9 ISBN: 978-979-17342-0-2

c. Produk olah pati garutPati garut memiliki protein rendah dan tidak mengandung gluten sehingga

cocok untuk produk yang tidak membutuhkan tingkat pengembangan yang tinggi danbisa memberi efek renyah pada produk, seperti egg roll. Sedangkan perbedaan nilaiviskositas panas dan dingin yang tidak terlalu signifikan menjadikan pati garut sesuaiuntuk produk bakery seperti muffin.

1. Egg roll

Gambar 3.1 Egg roll

Gambar 1. menunjukkan gambar egg roll yang dibuat dari berbagai variasikonsentrasi bahan dasar yaitu A (100% terigu) yang berfungsi sebagai kontrol ataupembanding; B (100% pati garut); C (pati garut:tapioka (90:10)); D (patigarut:tapioka (80:20)); E (pati garut:tapioka (70:30)); F (pati garut:tapioka (60:40));dan G (pati garut:tapioka (50:50)).

Hasil uji organoleptik terhadap egg roll dengan berbagai variasi konsentrasipati garut disajikan pada Tabel 3 untuk uji kesukaan dan Tabel 4 untuk ujipembedaan. Egg roll yang dibuat dari tepung terigu digunakan sebagai kontrol.

Tabel 3. Tingkat kesukaan panelis terhadap egg roll

Variasi

100% terigu (kontrol)Rasa5,65a

Warna5,60b

Atribut SensKetampakan

6,10c

orisKekerasan

5,15aKeseluruhan

5,55b

100% pati garut 5,65a 5,60b 5,50b 5,15a 5,45ab

Pati garut:tapioka (90:10) 5,70a 5,55b 5,30b 5,45a 5,45ab

Pati garut:tapioka (80:20) 5,85a 5,75b 5,50b 5,40a 5,55b

Pati garut:tapioka (70:30) 5,70a 4,55a 4,75a 5,15a 5,20a

Pati garut:tapioka (60:40) 5,35a 4,95a 4,75a 5,30a 5,05a

Pati garut:tapioka (50:50) 5,25a 4,65a 4,85a 4,90a 4,90a

Keterangan :- Notasi yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata (α ≤ 5%)- * 1:sangat tidak suka, 2:tidak suka, 3:agak tidak suka, 4:netral, 5:agak suka, 6:suka, 7:sangat

suka

Penggunaan pati garut untuk bahan baku pembuatan egg roll tidakmenyebabkan perubahan rasa. Variasi jumlah pati garut dan tapioka dapatmempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap warna dan ketampakan egg roll

Page 16: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

10 ISBN: 978-979-17342-0-2

(Tabel 3.). Tabel 4. menunjukkan bahwa makin banyak tapioka yang digunakan,menghasilkan warna egg roll yang makin coklat, ketampakan yang kasar, namunmenghasilkan tekstur yang lebih mudah hancur.

Tabel 4. Hasil uji pembedaan terhadap atribut egg rollAtribut Sensoris

VariasiRasa*) Warna**) Kenampakan***) Kekerasan****)

100% terigu (kontrol)100% pati garutPati garut:tapioka (90:10)Pati garut:tapioka (80:20)Pati garut:tapioka (70:30)Pati garut:tapioka (60:40)Pati garut:tapioka (50:50)

Keterangan :

4,45a

4,65a

4,50a

5,00a

4,55a

4,40a

4,35a

2,50a

3,30ab

2,95ab

3,10ab

3,60b

3,45b

3,70b

2,40a

3,90b

3,85b

3,65b

3,65b

4,60c

4,70c

4,90b

3,15a

3,35a

3,20a

3,30a

3,40a

3,40a

- Notasi yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata (α ≤ 5%)- *) 1:sangat tidak enak sekali, 3: tidak enak, 5:enak, 7:sangat enak sekali- **) 1:kuning, 3:coklat muda, 5:coklat tua, 7:coklat kehitaman- ***) 1:sangat tidak kasar sekali, 3:tidak kasar, 5:kasar, 7: sangat kasar sekali- ****) 1:sangat tidak keras sekali, 3:tidak keras, 5:keras, 7:sangat keras sekali

Penggunaan pati garut pada pembuatan egg roll dapat mencapai 100 %,namun menghasilkan tekstur yang mudah hancur. Sehingga ditambah tapioka untukmemperbaiki teksturnya. Penggunaan tapioka dapat dilakukan hingga 20%, karenajika lebih dari 20% akan menghasilkan warna yang makin coklat dan ketampakankasar.

2. Muffin

Gambar 3.2 Muffin

Gambar 3.3 Tampak samping irisan muffin

Substitusi pati garut dilakukan hingga 50%, karena dalam jumlah yang lebihbanyak struktur muffin tidak dapat terbentuk dengan baik. Hal ini disebabkan patigarut memiliki kadar protein yang sangat rendah yaitu 0,82% (Tabel 1.) sehinggamuffin tidak dapat mengembang sempurna.

Page 17: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

11 ISBN: 978-979-17342-0-2

100% terigu (kontrol)Rasa4,40a

Warna5,65b

Ketampakan5,60b

Kelengketan5,00c

Keseluruhan4,75b

terigu:pati garut (87,5:12,5) 4,15a 4,35a 4,05a 4,50bc 4,15ab

terigu:pati garut (75:25) 4,55a 4,05a 4,45a 4,25bc 4,55ab

terigu:pati garut (62,5:37,5) 4,00a 3,70a 3,70a 3,90ab 3,95a

terigu:pati garut (50:50) 3,80a 3,60a 3,60a 3,30a 3,85a

Gambar 2. menunjukkan produk muffin yang terbuat dari berbagaikonsentrasi yaitu A (100% terigu); B (terigu:pati garut (87,5:12,5)); C (terigu:patigarut (75:25)); D (terigu:pati garut (62,5:37,5)); dan E (terigu:pati garut (50:50)).Sedangkan Gambar 3. menunjukkan tampak samping irisan muffin.Pada uji kesukaan digunakan muffin yang dibuat dari 100% terigu sebagaipembanding (kontrol). Hasil uji organoleptik pengaruh variasi konsentrasi pati garutdan terigu pada muffin disajikan pada Tabel 5. Untuk uji kesukaan dan Tabel 6.Untuk uji pembedaan.

Tabel 5. Tingkat kesukaan panelis terhadap muffinAtribut Sensoris

Variasi

Keterangan :- Notasi yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata (α ≤ 5%)- * 1:sangat tidak suka, 2:tidak suka, 3:agak tidak suka, 4:netral, 5:agak suka, 6:suka, 7:sangat suka

Tabel 6. Hasil uji pembedaan terhadap atribut muffinAtribut Sensoris

VariasiRasa*) Warna**) Ketampakan***) Kelengketan****)

100% terigu (kontrol)terigu:pati garut (87,5:12,5)terigu:pati garut (75:25)terigu:pati garut (62,5:37,5)terigu:pati garut (50:50)Keterangan :

4,20a

4,05a

4,35a

3,95a

3,95a

1,65a

3,00b

2,80b

3,05b

4,05c

3,15a

4,65b

4,45b

4,45b

4,55b

3,30a

3,55a

4,40b

4,60b

4,65b

- Notasi yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata (α ≤ 5%)- *) 1:sangat tidak enak sekali, 3: tidak enak, 5:enak, 7:sangat enak sekali- **) 1:kuning, 3:coklat muda, 5:coklat tua, 7:coklat kehitaman- ***) 1:sangat tidak kasar sekali, 3:tidak kasar, 5:kasar, 7: sangat kasar sekali- ****)1:sangat tidak lengket sekali, 3:tidak lengket, 5:lengket, 7:sangat lengket sekali

Hasil uji tingkat kesukaan terhadap rasa muffin (Tabel 5.) menunjukkanbahwa penggunaan variasi terigu dan pati garut tidak mempengaruhi kesukaanpanelis, dan Tabel 6. menunjukkan bahwa penggunaan variasi bahan dasar tidakmempengaruhi rasa muffin. Variasi jumlah pati garut dan tepung terigu dapatmempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap warna, ketampakan, dankelengketan muffin. Tabel 6. menunjukkan bahwa penggunaan pati garut pada muffinmenghasilkan warna lebih coklat, ketampakan kasar, dan menimbulkan sensasilengket saat dimakan. Dari hasil uji organoleptik yang diberikan oleh panelis padatiap atribut meliputi warna, rasa, tekstur, ketampakan maupun keseluruhan dapat

Page 18: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

12 ISBN: 978-979-17342-0-2

disarankan bahwa bahwa penggunaan pati garut pada pembuatan muffin sebaiknyamaksimal 25%, namun penggunaan pati garut yang lebih tinggi pada pembuatanmuffin sangat dimungkinkan dengan melakukan modofikasi formula untukmemperbaiki warna, ketampakan maupun kelengketan.

Kesimpulan

Pati garut yang diproduksi Kelompok Tani “Mekar Sari” dari DusunGegunung, Sendangsari, Pengasih, Kulon Progo memiliki karbohidrat 98,46 %bk;amilosa 31,89 %bk; Water Binding Capacity (WBC) 185,94%; viskositas panas 3,50dPa.s; dan viskositas dingin 9,50 dPa.s. Pati garut cocok digunakan sebagai bahanbaku pembuatan egg roll hingga 100% karena WBC relatif rendah, namun teksturnyaterlalu rapuh dan mudah hancur. Untuk memperbaiki tekstur tersebut dapatdigunakan tapioka sampai sebanyak 20%. Sedangkan berdasarkan perbedaanviskositas panas dan dingin, pati garut cocok digunakan untuk subsitusi terigu padapembuatan muffin hingga 25%, namun lebih dari 25% menghasilkan muffin yanglengket dengan ketampakan irisan kasar.

Ucapan Terima Kasih

Pada kesempatan ini disampaikan terima kasih kepada Pusat Kajian MakananTradisional (PKMT) UGM yang telah memberikan bantuan dana untukpenyelenggaraan penelitian ini.

Daftar Pustaka

Achmad Suryana. 2011. Sambutan Kepala Badan Ketahanan Pangan pada pertemuan“Pengembangan Pangan Lokal dan Pusat Kajian Makanan Tradisional (PKMT)”Manado, 25-27 Mei 2011.

Anonim, 1990. Analysis of the Association Analytical Chemist. Washington D.C.. AOACPbl.

Anonim. 2009. Laporan Luas Tanaman Palawija DIY 2008-2009. Departemen PertanianDIY. Yogyakarta.

Anonim. 2010. Egg Roll. www.wikipedia.org. Diakses tanggal 12 Maret 2010.Aryee, F. N. A., Oduro, I., Ellis, W. O., and Afuakwa, J. J. 2006. The physicochemical

properties of flour samples from the roots of 31 varieties of cassava. Food Control(2006) 916-922.

Cauvain, S.P. 2003. Bread Making, Improving Quality. CRC Press. Cambridge.Earle, R. L. 1969. Unit Operation in Food Processing. Pergamon Press. London.Hoover, R. 2000. Composition, molecular structure, and physicochemical properties of tuber

and root starches: a review. Carbohydrate Polymers 45, 253-267.Juliano, B. O. 1971. A Simplified Assay for Milled Rice Amylose. The AVI Publishing

Company, Inc. Westport.Krishnan, J. G., Padmaja, G., Moorthy, S. N., Suja, G., and Sajeev, M. S. 2010. Effect of pre-

soaking treatments on the nutritional profile and browning index of sweet potato andyam flours. Innovative Food Science and Emerging Technologies 11 (2010) 387–393.

Page 19: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

13 ISBN: 978-979-17342-0-2

Lewis, M. J. 1987. Physical Properties of Food Processing System. Ellis Harwood, Ltd.Chicester.

Marsono. 2002. Indeks Glisemik Umbi-Umbian. Agritech 22 (1) 13-16.Matz, S. A. 1972. Bakery Technology and Engineering. AVI Publishing Company, Inc.

Westport.Palacios-Fonseca, A.J., Vazquez-Ramos, C., and Rodriguez-Garcia, M.E. 2009.

Physicochemical characterizing of industrial and traditional nixtamalized cornflours. Journal of Food Engineering 93 (2009) 45–51.

Perez, E., and Mary, L. 2005. Chemical Composition, Mineral Profile, and FunctionalProperties of Canna (Canna edulis) and Arrowroot (Maranta spp.) Starches. PlantFoods for Human Nutrition 60: 113–116.

Slamet Sudarmadji, Bambang Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk BahanMakanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Titiek F. Djaafar, Sarjiman, dan Arlyna B. Pustika. 2008. Pengembangan Budi DayaTanaman Garut dan Teknologi Pengolahannya Untuk Mendukung KetahananPangan. Jurnal Litbang Pertanian, 29(1).

Page 20: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

14 ISBN: 978-979-17342-0-2

KARAKTERISTIK TEPUNG HASIL MODIFIKASI CHIP UBIKAYUDENGAN ASAM LAKTAT DAN HIDROGEN PEROKSIDA

Indrie Ambarsari1, Haryadi2 dan M. Nur Cahyanto2

1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Tengah2Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Abstrak

Dalam bidang industri pangan, produk ubi kayu telah dikembangkan secarakomersial. Sayangnya, tepung ubi kayu memiliki keterbatasan untuk aplikasinyadalam produk pangan dikarenakan karakteristik pengembangannya yang kurang baik.Perlakuan modifikasi dengan asam laktat dan hidrogen peroksida diketahui dapatmeningkatkan sifat pengembangan pada pati ubi kayu. Namun demikian penelitianmengenai pengaruh modifikasi kimia terhadap tepung ubi kayu masih terbatas.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh modifikasi kimia denganmenggunakan asam laktat dan hidrogen peroksida terhadap karakteristik tepung ubikayu, khususnya yang berkaitan dengan sifat pengembangannya.

Pada penelitian ini digunakan asam laktat pada 4 taraf konsentrasi (0,425,0,85, 1,275 dan 1,75%) dan hidrogen peroksida (H2O2) 0,6%, serta 0,05%FeSO4·7H2O sebagai katalis. Proses modifikasi dilakukan dengan merendam chipubikayu dalam campuran larutan kimia pada suhu ruang selama 2 jam, dengan rasioantara bahan dan larutan 1:2. Tepung yang dihasilkan dari masing-masingperlakuan dianalisis karakteristiknya meliputi: nilai pengembangan (volume spesifik),derajat keasaman (pH), viskositas, serta kandungan karbonil dan karboksil untuktepung yang mengalami proses oksidasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses modifikasi menghasilkan volumespesifik antara 9,0-19,24 ml/g. Karakteristik pengembangan tertinggi dihasilkan dariperlakuan perendaman asam laktat 0,425% dengan hidrogen peroksida 0,6% selama2 jam. Pada perlakuan tersebut volume spesifik tertinggi, yang diikuti denganpenurunan viskositas. Namun demikian, volume spesifik yang tinggi tidak selaludiikuti dengan tingginya jumlah gugus karbonil dan karboksil yang terbentuk. Secaraumum, tepung ubikayu yang dihasilkan dari proses modifikasi dengan asam laktat danhidrogen peroksida mampu memberikan tingkat pengembangan yang tinggidibandingkan tepung ubikayu alami.

Kata kunci: tepung ubikayu, modifikasi, asam laktat, hidrogen peroksida

Pendahuluan

Ubi kayu (Manihot esculenta) merupakan salah satu tanaman sumberkarbohidrat yang berpotensi besar untuk dikembangkan dalam program diversifikasipangan. Ubi kayu menjadi sumber karbohidrat non beras tertinggi kedua di duniasetelah jagung. Dalam sistem pangan global, ubi kayu memiliki peran penting yangdapat berimplikasi pada pemenuhan kebutuhan pangan, peningkatan ketahananpangan, dan menekan angka kemiskinan.

Dalam bidang industri pangan, produk ubi kayu telah dikembangkan secarakomersial. Salah satunya dalam bentuk tepung yang digunakan sebagai bahan

Page 21: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

15 ISBN: 978-979-17342-0-2

campuran dalam industri roti, kue kering, biskuit, mie kering, dan lain sebagainya.Pengolahan ubi kayu dalam bentuk tepung memiliki keunggulan dibandingkanproduk setengah jadi lainnya. Keunggulan produk dalam bentuk tepung diantaranyaadalah lebih tahan disimpan, mudah dicampur, dapat diperkaya dengan zat gizi danlebih praktis, sehingga mudah digunakan untuk proses pengolahan lanjutan.

Sayangnya, tepung ubi kayu memiliki keterbatasan untuk dapat diaplikasikansecara luas dalam industri pangan, terutama untuk produk-produk dimana sifatpengembangan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan kualitas produk.Modifikasi kimiawi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untukmemperbaiki karakteristik pengembangan tepung ubi kayu. Modifikasi kimiawiumumnya dilakukan dengan menggunakan oksidator kuat. Salah satu jenis oksidatorkuat yang umum digunakan adalah hidrogen peroksida (H2O2). Dikemukakan olehEl-Sheikh et al. (2010) bahwa hidrogen peroksida merupakan agen pengoksidasiyang paling menguntungkan dari sudut pandang lingkungan, meskipun waktureaksinya lama serta membutuhkan suhu dan pH yang tinggi. Hasil penelitianDemiate et al. (2000) menunjukkan bahwa perlakuan asidifikasi dengan asam laktatyang diikuti dengan oksidasi dengan H2O2 mampu menghasilkan volumepengembangan yang besar pada pati ubi kayu.

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui pengaruhpenggunaan asam laktat dan hidrogen peroksida terhadap pati ubikayu (tapioka),namun publikasi mengenai pengaruhnya terhadap tepung ubikayu masih sangatterbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruhmodifikasi dengan menggunakan asam laktat dan hidrogen peroksida terhadapkarakteristik sifat pengembangan tepung ubi kayu yang dihasilkan.

Bahan dan Metode

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi ubi kayu sebagai bahan bakutepung, asam laktat komersial (85%), hidrogen peroksida (30%), dan bahan-bahankimia pendukung analisis lainnya. Ubi kayu yang digunakan diperoleh dari pasarDemangan, Yogyakarta.Preparasi Bahan

Proses pembuatan tepung diawali dengan melakukan pengupasan ubi kayuyang telah dibersihkan. Pengupasan dilakukan secara manual dengan menggunakanpisau. Umbi yang sudah dicuci bersih diiris dengan menggunakan perajang manualsehingga menghasilkan chip ubikayu dengan tingkat ketebalan yang seragam.Modifikasi chip ubi kayu untuk menghasilkan tepung

Perlakuan modifikasi dengan menggunakan asam dan oksidator dilakukanberdasarkan metode Demiate et al. (2000) dengan sedikit perubahan. Chip ubi kayudirendam dalam larutan asam laktat pada berbagai konsentrasi (0,425, 0,85, 1,275dan 1,75%). Selanjutnya kedalam campuran reaksi ditambahkan larutan hidrogen

Page 22: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

16 ISBN: 978-979-17342-0-2

peroksida 0,6% dan ion logam Fe dari FeSO4·7H2O sebanyak 0,05% dari totalvolume larutan. Perendaman chip ubi kayu dalam campuran larutan kimia dilakukanpada suhu ruang selama 2 jam, dengan rasio antara bahan dan larutan 1:2. Setelahdireaksikan, produk ditiriskan, dicuci dan dikeringkan hingga kadar air mencapaikurang lebih 12%. Produk chip kering selanjutnya dihaluskan dan diayak hinggalolos 60 mesh.Sifat Pengembangan (Demiate et al., 2000)

Sebanyak 12 g sampel tepung dimasak dengan cara menambahkan 25 ml airdeionisasi mendidih kedalam sampel. Sampel selanjutnya dihomogenisasi untukmenghasilkan adonan yang dibentuk menjadi 3 bulatan kecil dan dipanggang denganoven pada suhu 200°C selama 25 menit. Setelah pemanggangan, adonan ditimbangdan dibuat impermeable dengan menggunakan parafin. Penentuan volume dilakukanpada gelas ukur berdasarkan volume air yang hilang. Tingkat pengembangandiperoleh dengan membagi volume dan berat dan dinyatakan sebagai volumespesifik (ml/g). Meskipun metode ini tidak terlalu sensitif, namun cukup untukmenunjukkan perbedaan nilai pengembangan yang sangat tinggi, tinggi, dan rendah.Derajat keasaman

Tepung 10% (b/b) didispersikan dalam air destilata (aquades) diagitasi selama30 menit pada suhu ruang. Dispersi kemudian diendapkan dan diukur derajatkeasamannya pada fraksi cairnya dengan menggunakan pH meter digital.Viskositas

Viskositas diukur dengan menggunakan viscotester RION VT-4F. Sebanyak 5g tepung dilarutan dalam air destilata 100 ml dan dipanaskan pada waterbath (90˚C)selama 10 menit dengan pengadukan kontinyu hingga terbentuk gelatinisasi. Sampelyang telah tergelatinisasi dipindahkan kedalam cup stainlessteel. Viscotesterdijalankan setelah rotor disisipkan pada sampel yang akan diukur. Hasil pengukurandapat dibaca pada kisaran angka yang terdapat pada layar alat.Kadar karbonil dan karboksil

Pengujian kadar karbonil dilakukan berdasarkan metode Sangseethong et al.(2010). Sampel tepung dalam bentuk kering (4 g) didispersikan dalam air destilata(100 ml) dan dipanaskan dalam waterbath mendidih selama 20 menit denganpengadukan kontinyu hingga gelatinisasi tercapai. Sampel yang telah digelatinisasididinginkan hingga suhu 40°C dan diatur pH nya hingga 3,2 dengan menggunakan0,1 M HCl, kemudian ditambahkan 15 ml larutan hidroksilamin klorida. Reagenhidroksilamin dipersiapkan dengan pengenceran 25 g hidroksilamin klorida dalam airdan penambahan 100 ml NaOH 0,5 mol/L. Larutan dibuat hingga mencapai 500 mldengan penambahan air distilata. Selanjutnya sampel ditutup dan diagitasi didalamwaterbath pada suhu 40°C. Setelah 4 jam, sampel segera dititrasi dengan HCl 0,1 Mhingga pH 3,2. Kadar karbonil dinyatakan dalam persen gugus karbonil (CO) dandihitung dengan persamaan:

(Vb – Vs) x F x 0,028 x 100% karbonil =

W

Page 23: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

17 ISBN: 978-979-17342-0-2

dimana Vb = volume HCl yang digunakan sebagai blanko (ml)Vs = volume HCl yang digunakan untuk sampel (ml)FW

==

molaritas HClberat sampel (basis kering)

Penentuan kadar karboksil dilakukan berdasarkan metode Sangseethong et al.(2010) dengan sedikit modifikasi. Sebanyak 5 g sampel tepung didispersikan dalam25 ml HCl 0,1 M. Dispersi diaduk selama 30 menit dan kemudian disentrifugasi.Residu dicuci dengan air distilata hingga bebas ion klorin dan kemudianditambahkan air distilata hingga mencapai volume 300 ml. Slurry dipanaskan dalamwaterbath mendidih dengan pengadukan kontinyu selama 15 menit untukmemastikan gelatinisasi telah tercapai. Sampel yang masih panas segera dititrasidengan NaOH 0,01 M dengan menggunakan phenolphthalein sebagai indikator.Kadar karboksil dinyatakan dalam persen gugus karboksil (% COOH) dan dihitungdengan persamaan:

% COOH =(Vs – Vb) x F x 0,045 x 100

W

dimana Vb = volume NaOH yang digunakan sebagai blanko (ml)Vs = volume NaOH yang digunakan untuk sampel (ml)FW

==

molaritas NaOHberat sampel (basis kering)

Hasil dan Pembahasan

Sifat Pengembangan

Karakteristik pengembangan tepung hasil modifikasi perlakuan asam laktat danhidrogen peroksida disajikan pada Tabel 1. Hasil menunjukkan bahwa kombinasiperlakuan asam dan oksidator kuat dapat memberikan karakteristik pengembanganyang baik, yang ditunjukkan dengan tingginya volume spesifik yang dihasilkan (9,0-19,24 ml/g). Perlakuan asam menyebabkan amilosa dan amilopektin pada granulapati terurai sebagian, sedangkan perlakuan oksidasi menyebabkan pemutusan rantai.Kondisi ini mengakibatkan molekul-molekul air dan udara dapat berpenetrasi masukkedalam granula dan terperangkap pada susunan amilosa dan amilopektin, sehinggapada saat pemanggangan air dan udara berubah menjadi uap air yang mendesakkeluar sehingga terjadi pengembangan volume.

Selain konsentrasi asam yang ditambahkan, lama perendaman jugaberpengaruh terhadap tingkat pengembangan yang dihasilkan. Hasil menunjukkanbahwa waktu perendaman selama 2 jam memberikan tingkat pengembangan yanglebih tinggi dibandingkan pada perendaman 1 jam, kecuali untuk konsentrasi asamlaktat 1,75%. Diduga pada konsentrasi tersebut terjadi oksidasi berlebih, yangdimungkinkan karena terjadinya cross-linking antar molekul amilopektin yang telah

Page 24: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

18 ISBN: 978-979-17342-0-2

terdepolimerisasi sehingga tingkat pengembangannya relatif turun. Dias et al. (2011)menjelaskan bahwa pengaruh negatif pada kapasitas pengembangan disebabkan olehoksidasi berlebih dan peningkatan degradasi pati dari pemecahan ikatan glikosidikdan peningkatan depolimerisasi, yang mempengaruhi kemampuan pati untukmembentuk struktur alveolar internal yang bertanggungjawab terhadap kapasitaspengembangan.

Tabel 1. Karakteristik pengembangan tepung hasil modifikasi dengan asam laktatdan hidrogen peroksida 0,6% dengan lama perendaman yang berbeda

Konsentrasi asam laktat (%) Lama perendaman(jam)

Volume spesifik (ml/g)

0,425 1 16,132 19,24

0,85 1 9,742 12,42

1,275 1 15,722 16,59

1,75 1 12,562 9,00

Kontrol (tanpa perlakuan) 4,46

Viskositas

Reaksi oksidasi umumnya selalu disertai oleh hidrolisis ikatan glikosidik yangmengarah pada terjadinya depolimerisasi yang mengakibatkan penurunan beratmolekul. Oleh karena itu, tepung yang dimodifikasi dengan perlakuan asam danoksidator kuat memiliki nilai viskositas yang rendah (Tabel 2). SedangkanSangseethong et al. (2010) menjelaskan bahwa perubahan gugus hidroksil menjadigugus karbonil dan karboksil pada molekul pati selama proses oksidasi berkontribusiterhadap peningkatan stabilitas pasta pati. Fenomena ini menyebabkan degradasimolekul pati yang menghasilkan tepung modifikasi dengan viskositas rendah.

Tabel 2. Viskositas tepung hasil modifikasi dengan asam laktat dan hidrogenperoksida 0,6% dengan lama perendaman yang berbeda

Konsentrasi asam laktat (%) Lama perendaman (jam) Viskositas (P)0,425 1 100,0

2 93,750,85 1 125,0

2 127,51,275 1 130,0

2 110,01,75 1 113,8

2 135,0Kontrol (tanpa perlakuan) 250,0

Derajat keasaman

Hasil pengukuran derajat keasaman sampel yang diuji ditunjukkan pada Tabel3. Seperti yang telah diperkirakan, tepung alami (tanpa perlakuan) memperlihatkannilai pH yang netral (7,36), sedangkan tepung hasil modifikasi memiliki nilai pH

Page 25: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

19 ISBN: 978-979-17342-0-2

pada kisaran asam dengan nilai antara 3,39-4,14. Penurunan nilai pH pada tepungmodifikasi berkaitan langsung dengan konsentrasi asam laktat yang digunakan,dimana penurunan nilai pH berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi asamyang ditambahkan dalam perlakuan modifikasi. Lama perendaman terlihat tidakberpengaruh terhadap nilai pH yang dihasilkan.

Tabel 3. Derajat keasaman tepung hasil modifikasi dengan asam laktat danhidrogen peroksida 0,6% dengan lama perendaman yang berbeda

Konsentrasi asam laktat (%) Lama perendaman (jam) pH0,425 1 4,14

2 4,130,85 1 3,82

2 3,761,275 1 3,62

2 3,591,75 1 3,45

2 3,39Kontrol (tanpa perlakuan) 7,36

Kandungan karbonil dan karboksil

Beberapa hasil penelitian (Sangseethong et al., 2010; Takizawa et al., 2004;Demiate et al., 2000) menyebutkan bahwa perlakuan oksidatif akan meningkatkankadar karboksil dan karbonil. Gugus karbonil dan karboksil yang terbentuk padamolekul pati umumnya digunakan untuk menunjukkan tingkat keberhasilanperlakuan oksidasi. Sangseethong et al. (2010) mengemukakan bahwa selama prosesoksidasi, gugus hidroksil pada molekul pati dioksidasi menjadi gugus karbonil dankarboksil.

Tabel 4. Kadar karbonil dan karboksil tepung hasil modifikasi dengan asam laktatdan hidrogen peroksida 0,6% dengan lama perendaman yang berbeda

Konsentrasi asamlaktat (%)

Lama perendaman(jam)

Karbonil(% CO)

Karboksil(% COOH)

Total(CO+COOH)

0,425 1 0,254 0,126 0,3802 0,273 0,122 0,395

0,85 1 0,123 0,164 0,2872 0,148 0,150 0,298

1,275 1 0,266 0,175 0,4412 0,267 0,162 0,429

1,75 1 0,168 0,126 0,2942 0,143 0,198 0,341

Kontrol (tanpa perlakuan) 0,099

Tingginya kadar karbonil dan karboksil pada tepung modifikasi yangdihasilkan kemungkinan berkaitan langsung dengan fragmentasi molekuler yang

Page 26: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

20 ISBN: 978-979-17342-0-2

disebabkan oleh perlakuan oksidatif. Kadar karbonil dan karboksil tepung hasilmodifikasi dengan asam laktat dan hidrogen peroksida dapat dilihat pada Tabel 4.

Sejalan dengan hasil penelitian Sangseethong et al. (2010), karbonil merupakangugus fungsional utama yang dihasilkan pada proses oksidasi dengan menggunakanhidrogen peroksida, dimana jumlah gugus karboksil yang terbentuk lebih sedikit.Pada penelitian ini, volume spesifik yang tinggi tidak selalu diikuti dengan tingginyajumlah gugus karbonil dan karboksil yang terbentuk. Menurut Dias et al. (2011), halini kemungkinan dikarenakan kesetimbangan antara jumlah gugus karbonil dankarboksil yang dibutuhkan untuk mendapatkan tingkat pengembangan yangmaksimal hampir sama.

Sangseethong et al. (2010) mengemukakan bahwa mekanisme reaksi hidrogenperoksida dengan pati sangat kompleks dan dilaporkan berlangsung melalui reaksiradikal. Dengan keberadaan katalis logam, H2O2 akan terdekomposisi menjadiradikal hidroksil (OH•). Radikal bebas yang sangat reaktif ini akan bereaksi denganpati dengan cara mengabstraksi atom hidrogen dari gugus C-H pada cincin gula,membentuk radikal R•CHOH yang terkatalisis lebih lanjut oleh asam atau basamenghasilkan pemecahan ikatan glikosidik dan gugus karbonil. Pada kondisi alkali,karbohidrat memiliki gugus karbonil yang bebas atau berpotensi menjadi bebas, yangdapat mengalami reaksi lanjut melalui berbagai jalur (pathway), dimana beberapadiantaranya menghasilkan gugus karboksil.

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan modifikasi mampumeningkatkan karakteristik tepung ubikayu alami. Karakteristik pengembangantertinggi dihasilkan dari modifikasi perlakuan perendaman dengan menggunakanasam laktat 0.425% dan hidrogen peroksida 0,6% selama 2 jam, dimana nilai volumespesifik mencapai 19,24 ml/g. Nilai volume spesifik yang tinggi pada tepungmodifikasi sejalan dengan penurunan viskositas pasta, yang menunjukkan terjadinyadegradasi molekul pati. Namun demikian, peningkatan volume spesifik tidak selaludiikuti dengan peningkatan jumlah gugus karbonil dan karboksil. Hal ini didugakarena kesetimbangan jumlah gugus karbonil dan karboksil yang dibutuhkan untukmendapatkan tingkat pengembangan yang maksimal hampir sama.

Daftar Pustaka

Demiate, I.M., N. Dupuy, J.P. Huvenne, M.P. Cereda dan G. Wosiacki. 2000.Relationship between baking behavior of modified cassava starches and starchchemical structure determined by FTIR spectroscopy. Carbohydrate Polymers42 : 149-158.

Dias, A.R.G., E. da Rosa Zavareze, M.C. Elias, E. Helbig, E.O. da Silva dan C.F.Ciacco. 2011. Pasting, expansion and textural properties of fermented cassavastarch oxidized with sodium hypochlorite. Carbohydrate Polymerrs 84 : 268-275.

Page 27: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

21 ISBN: 978-979-17342-0-2

El-Sheikh, M.A., M.A. Ramadan dan A. El-Shafie. 2010. Photo-oxidation of ricestarch part I: Using hydrogen peroxide. Carbohydrate Polymers 80 : 266-269.

Sangseethong, K., N. Termvejsayanon dan K. Sriroth. 2010. Characterization ofphysicochemical properties of hypochlorite- and peroxide- oxidized cassavastarches. Carbohydrate Polymers 82 : 446-453.

Takizawa, F.F., G.O. da Silva, F.E. Konkel dan I.M. Demiate. 2004.Characterization of tropical starches modified with potassium permanganateand lactic acid. Brazilian Archives of Biology and Technology 47(6) : 921-931.

Page 28: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

22 ISBN: 978-979-17342-0-2

PENGARUH PEMBERIAN BEKATUL DAN TEMPE TERHADAP PROFILGULA DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI ALLOXAN

Hapsari Sulistya Kusuma1

1RS. Nirmala Suri SukoharjoPolitekkes Bhakti Mulia Sukoharjo

Abstrak

WHO memprediksi untuk Indonesia kenaikan jumlah pasien diabetes mellitusdari 8,4 juta pada tahun 2004 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Perkeni,2006). Salah satu bahan makanan sebagai pilihan dalam menu diet adalah bahanmakanan berbasis kedelai (Retnaningsih et al, 2001). Pada penelitian Chen & Cheng(2006) pada tikus yang menderita diabetes dengan perlakuan diet minyak bekatuldiperoleh hasil peningkatan sensitivitas insulin. Penelitian ini ingin mengetahuipengaruh profil gula darah setelah pemberian bekatul, tepung tempe, campuranbekatul dan tempe pada tikus coba yang telah diberi alloxan. Jenis penelitian iniadalah eksperimental laboratorik menggunakan rancangan randomized pre post testdengan kelompok kontrol (Randomized pre post test with control-group). Jumlah tikus6 ekor untuk masing-masing kelompok (3 kelompok perlakuan dan 1 kelompokkontrol) sehingga jumlah sampel keseluruhan adalah 24 ekor. Melalui post hoc testdiperoleh hasil bahwa perbedaan kadar gula darah setiap minggu pada ketigakelompok perlakuan apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol secara statistiksignifikan (p=0,000, p=0,000, p=0,000). Kelompok tempe dibandingkan dengankelompok campuran perbedaan kadar gula darah pada 3 minggu tidak signifikan(p=0,491, p=0,764, p=0,319). Kelompok bekatul dibandingkan kelompok campuranperbedaan kadar gula pada 3 minggu tidak signifikan (p=0,374, p=0,297, p=0,093).Kelompok bekatul dibandingkan kelompok tempe perbedaan kadar gula darah pada 3minggu tidak signifikan (p=1,000, p=0,993, p=0,954). Kesimpulan: Pemberiansubsitusi tepung tempe, tepung bekatul, dan campuran keduanya pada tikus diabetessebanyak 50% dari asupan makan sehari dapat menurunkan kadar gula darah setiapminggunya dibandingkan tikus yang tidak diberi perlakuan.

Kata Kunci : tempe, bekatul, kadar gula darah, tikus diabetes.

Pendahuluan

WHO memprediksi untuk Indonesia kenaikan jumlah pasien diabetes mellitusdari 8,4 juta pada tahun 2004 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Perkeni,2006). Terapi diabetes mellitus dengan pengaturan diet tidak memerlukan biayamahal, mudah dilakukan namun perlu kedisiplinan yang tinggi. Salah satu bahanmakanan sebagai pilihan dalam menu diet adalah bahan makanan berbasis kedelai(Retnaningsih et al, 2001). Pada penelitian Chen & Cheng (2006) pada tikus yangmenderita diabetes dengan perlakuan diet minyak bekatul diperoleh hasilpeningkatan sensitivitas insulin, penurunan plasma trigliserida, LDL kolesterol danhepatik trigliserida.

Page 29: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

23 ISBN: 978-979-17342-0-2

Konsumsi kedelai yang merupakan bahan dasar dari tempe memperbaikikadar lemak darah pada manusia dan binatang, dan lebih jauh lagi proses pencernaankedelai akan mengatur insulin dalam keadaan normal (Ascencio et al, 2004).

Komponen kedelai terdiri dari protein, lemak, serat dan phitochemicaltermasuk isoflavone. Beberapa penelitian meneliti isoflavone sebagai komponenbioaktif yang penting dari kedelai. Isoflavone terdiri dari 3 komponen yaitu genistein,daidzein dan glycitein. Penelitian Mezei et al (2003) mengatakan bahwa konsumsikedelai akan mengurangi beberapa gejala diabetes mellitus tipe 2 seperti insulinresistance dan glycemic control, efek ini kemungkinan adalah hasil dari profil lipiddarah yang membaik. Kedelai mungkin mempunyai efek positif dan secara langsungdalam manajemen diabetes melalui beberapa mekanisme yang belum diketahui, salahsatunya melalui peroxisome proliferator activated receptors (PPAR). PPAR adalahreseptor nuklear yang berperan dalam sel untuk menjaga keseimbangan lemak danaksi insulin. Pada hasil penelitian Mezei et al (2003) menunjukkan bahwa isoflavonememperbaiki metabolisme lemak dan glukosa melalui aktifasi reseptor PPAR.

Metode PenelitianJenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorik menggunakan rancangan

randomized pre post test dengan kelompok kontrol (Randomized pre post test withcontrol-group).

Pemeliharaan dan intervensi hewan coba dilaksanakan di Unit PengembanganHewan Percobaan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pemeliharaan semenjakmasa seleksi sampai masa perlakuan berlangsung dalam waktu 30 hari. Pemeriksaanlaboratorium dilakukan di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sampel yang digunakan diambil secara acak dari populasi terjangkau yaitutikus putih jantan strain Wistar yang berusia 7 minggu yang berada di UnitPengembangan Hewan Percobaan, Universitas Muhammadiyah Surakarta dengansyarat sesuai kriteria inklusi.

Kriteria inklusi :1. Kadar gula darah tikus > 142 mg/dl2. Sehat dan lincah.

Jumlah tikus yang digunakan sebanyak 6 untuk masing-masing kelompok (3kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol) sehingga jumlah sampel keseluruhanyang digunakan dalam penelitian ini adalah 24 ekor. Untuk mengantisipasikemungkinan tikus ada yang mati maka tiap-tiap kelompok diberi cadangan 1 ekorsehingga jumlah keseluruhan ada 28 ekor.

Kebutuhan pakan tikus adalah 10% dari berat badan tikus, sehingga jika beratbadan tikus rata-rata 200 gr maka jumlah kebutuhan pakan adalah 20 gr. Bekatul dantempe yang diberikan dalam bentuk bubuk 50 % dari 20 gr yaitu 10 gr yangdicampur dalam pakan tersebut. Campuran tepung tempe dan bekatul adalah bahanmakanan yang terbuat dari bahan dasar tepung tempe kedele dan bekatul yangdicampur dengan proporsi 1:1. Diberikan sebagai substitusi bersama dengan pakan

Page 30: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

24 ISBN: 978-979-17342-0-2

standart tikus dengan konsentrasi 50%. Kebutuhan pakan tikus adalah 10% dari beratbadan tikus, sehingga jika berat badan tikus rata-rata 200 gr maka jumlah kebutuhanpakan adalah 20 gr. Campuran tepung tempe dan bekatul yang diberikan dalambentuk bubuk 50 % dari 20 gr yaitu 10 gr total campuran yang dicampur dalampakan tersebut. Cara pemberian pakan adalah menggunakan sonde agar semua pakandapat dimakan oleh tikus dan tidak tersisa.

Tabel 1. Komposisi Bahan PakanBahan Pakan standart

AIN 93Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3

Pati jagung 620,69 310 310 310Kasein 140 70 70 70Sukrosa 100 50 50 50Minyak kedelai 40 20 20 20Serat 50 25 25 25Campuran mineral 35 17,5 17,5 17,5

Campuran vitamin 10 5 5 5

Kholin bitartrat 2,5 1,25 1,25 1,25L-sistin 1,8 0,9 0,9 0,9Serbuk bekatul - 499,19 - 249,6Serbuk tempe - 499,19 249,6Total(g) 998,38 998,84 998,84 998,84Total (kal) 3346,40 3045,9 2417 2731,5

Sumber: (Retnaningsih et al, 2001

Penyuntikan alloxan dilakukan secara intra peritoneal dengan dosis 80 mg/kgberat badan tikus (Retnaningsih et al, 2001, Suarsana et al, 2008). Tikus dipeliharadalam ruangan yang berventilasi cukup, dikandangkan secara berkelompok (1kandang terdiri dari 6 tikus). Suhu ruangan berkisar 28 – 32 derajat Celcius, dengankelembaban 56 ± 5%. Makanan perlakuan diberikan dalam bentuk sonde tikus, setiap2 hari dilakukan pembersihan kandang.

Kelompok I sebagai kelompok kontrol hanya diberi ransum standar AIN 93selama 21 hari. Kelompok II sebagai kelompok perlakuan I diberi ransum standartyang telah dicampur dengan bekatul dengan konsentrasi 50% selama 21 hari.Kelompok III sebagai kelompok perlakuan II diberi ransum standart yang telahdicampur dengan tepung tempe dengan konsentrai 50% selama 21 hari. KelompokIV sebagai kelompok perlakuan III diberi pakan standart yang telah dicampurdengan campuran bekatul dan tepung tempe dengan konsentrasi 50% selama 21 hari.

Kadar glukosa darah tikus diukur pada hari ke 0 sebelum perlakuan injeksialloxan, hari ke 21 setelah injeksi alloxan yang berarti hari ke 0 perlakuan dan harike 22 setelah perlakuan. Darah yang telah diambil melalui pembuluh darah ekor ± 1µl kemudian di sentrifuge sehingga diperoleh serum. Kemudian untuk pemeriksaankadar gula, perlu dipersiapkan sampel dan blanko. Blanko adalah campuran dari 5mikron aquabidest dan 500 mikron reagen. Sampel adalah campuran 5 mikron

Page 31: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

25 ISBN: 978-979-17342-0-2

sampel dan 500 mikron reagen. Sampel darah yang sudah siap kemudian di inkubasiselama 10 menit pada suhu 37 derajat celcius, lalu diperiksa melaluispektrofotometer. Spektrofotometer yang digunakan adalah merk Varta, sedangkanreagen glucose yang digunakan adalah merk Dyasis®.

Data yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan perlakuan, diberi kodedan dimasukkan dalam file komputer. Data dianalisis secara statistik dengan prosessebagai berikut:1. Analisis deskriptif dengan menampilkan diagram dan tabel silang menurut

kelompok intervensi. Dikelompokkan dan ditampilkan jumlah penurunan kadargula darah pada kelompok kontrol, perlakuan 1, 2 dan 3.

2. Analisis statistik dengan melakukan uji beda yang didahului uji normalitas data,distribusi datanya normal maka dilakukan uji Anova untuk mengetahuiperbedaan penurunan kadar gula darah pada kelompok kontrol, perlakuan 1, 2dan 3. Kemudian dilakukan uji posthoc untuk mengetahui perbedaan penurunankadar gula darah antara kontrol dengan masing-masing perlakuan.

3. Batas derajat kemaknaan yang akan dicapai adalah p< 0,05 dengan powerpenelitian 80% dan intervensi kepercayaan sebesar 95%.

Tabel 2. Rata-rata kadar gula darah tikus (mg/dl).

Jenis perlakuan Pre Post Minggu I Minggu II Minggu IIIAlloxan alloxan perlakuan perlakuan perlakuan

Tepung Tempe 50% 65 209,8 131,1 110,8 94,6Tepung Bekatul 50% 58,1 193,1 117,5 103,8 93Camp Tepung tempedan bekatul 50%

71,5 206,3 97,8 88,8 61,5

Control pakan standar100%

116,6 199,8 195,1 196,3 193.8

Hasil dan Analisis Data

Gambar 1. Perubahan kadar gula darah (mg/dl) dengan perlakuan pemberiansubstitusi tepung tempe, bekatul, campuran, dan control selama 3 minggu.

Penurunan kadar gula darah setiap minggu berdasarkan masing-masingperlakuan secara statistik signifikan. Hal ini dapat diketahui melalui uji anova yang

Page 32: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

26 ISBN: 978-979-17342-0-2

dilakukan pada minggu 1, 2, dan 3. Penurunan kadar gula darah setiap minggu dapatdilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata penurunan kadar gula darah pada minggu ke 1, minggu ke 2, danminggu ke 3.

Perlakuan N Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3Mean SD Mean SD Mean SD

Kontrol 6 -4.7 3.3 -3.5 12.9 -6.0 13.2Tempe 6 -78.7 37.5 -99.0 32.7 -115.0 31.9Bekatul 6 -75.7 36.1 -89.3 28.3 -100.0 33.1Campuran 6 -109.0 21.1 -118.0 16.8 -145.0 14.2

Berdasarkan ketiga deskripsi mean penurunan kadar gula darah setiapminggu, dapat diketahui bahwa terjadi penurunan kadar gula darah pada setiapminggu pada ketiga kelompok perlakuan.

Untuk mengetahui perbedaan penurunan kadar gula darah antara kelompokkontrol, dengan masing-masing perlakuan maka dilakukan uji anova yang dapatdilihat pada tabel 4, 5, 6.

Tabel 4. Hasil Anova tentang beda mean kadar gula darah antar kelompokperlakuan pada minggu ke I.

Kelompok n Mean SD F PKontrol 6 -4.6 3.2 14.69 <0.001Tempe 6 -78.6 15.3Bekatul 6 -75.6 14.7Campuran 6 -108.5 8.6

Pada minggu pertama setelah perlakuan diperoleh hasil bahwa beda meanpenurunan kadar gula darah pada tiap kelompok perlakuan secara statistik signifikankarena nilai p <0.001.

Tabel 5. Hasil Anova tentang beda mean kadar gula darah antar kelompok perlakuanpada minggu ke II.

Kelompok n Mean SD F PKontrol 6 -3.5 12.8 26.51 <0.001Tempe 6 -99.0 13.3Bekatul 6 -89.3 11.5Campuran 6 -117.5 6.8

Pada minggu kedua setelah perlakuan diperoleh hasil bahwa beda mean

penurunan kadar gula darah pada tiap kelompok perlakuan secara statistik signifikan

karena nilai p <0.001.

Page 33: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

27 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tabel 6. Hasil Anova tentang beda mean kadar gula darah antar kelompok perlakuanpada minggu ke III.

Kelompok n Mean SD F PKontrol 6 -6.0 13.1 34.65 <0.001Tempe 6 -115.1 31.9Bekatul 6 -100.1 33.0Campuran 6 -144.8 14.1

Pada minggu ketiga setelah perlakuan diperoleh hasil bahwa beda meanpenurunan kadar gula darah pada tiap kelompok perlakuan secara statistik signifikankarena nilai p <0.001.

Untuk membandingkan perbedaan penurunan kadar gula darah antara satukelompok dengan kelompok lain dilakukan post hoc test. Hasil post hoc test padasetiap minggu dapat dilihat pada Tabel 7.

Berdasarkan ketiga post hoc test setiap minggu, diperoleh hasil bahwa ketigaperlakuan dapat menurunkan kadar gula darah secara signifikan dibandingkankelompok kontrol, tetapi penurunan kadar gula darah antara perlakuan tempe denganbekatul tidak signifikan, begitu pula penurunan kadar gula darah antara perlakuancampuran dengan perlakuan tempe tidak signifikan, dan penurunan kadar gula darahantara perlakuan campuran dengan bekatul juga tidak signifikan.

Tabel 7. Nilai p hasil post hoc test tentang perbandingan rata-rata penurunan kadargula darah antara control dengan kelompok perlakuan pada minggu ke 1,minggu ke 2, dan minggu ke 3.

Perlakuan Perlakuan Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 3

Beda mean P Beda mean p Beda mean p

Kontrol Tempe 74,0 0,022 95,5 0,002 109,2 0,001Bekatul 71,0 0,022 85,8 0,001 94,2 0,002Campuran 103,8 0,000 114,0 0,000 138,8 0,000

Tempe Kontrol -74,0 0,022 -95,5 0,002 -109,2 0,001Bekatul -3,0 1,000 -9,7 0,993 -15,0 0,954Campuran 29,8 0,491 18,5 0,764 29,7 0,319

Bekatul Kontrol -71,0 0,022 -85,8 0,001 -94,2 0,002Tempe 3,0 1,000 9,7 0,993 15,0 0,954Campuran 32,8 0,374 28,2 0,297 44,7 0,093

Campuran Kontrol -103,8 0,000 -114,0 0,000 -138,8 0,000Tempe -29,8 0,491 -18,5 0,764 -29,7 0,319Bekatul -32,8 0,374 -28,2 0,297 -44,7 0,093

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa 2 minggu setelah pemberianalloxan semua kelompok tikus telah mengalami peningkatan kadar gula darah.

Page 34: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

28 ISBN: 978-979-17342-0-2

Kondisi tersebut sejalan dengan hasil penelitian Retnaningsih (2001) yangmenyatakan bahwa satu hari setelah injeksi alloxan menunjukkan peningkatan kadarglukosa serum pada semua kelompok tikus. Hal ini menunjukkan bahwa semuakelompok tikus telah mengalami diabetes mellitus. Sesuai dengan pendapat Ganungpada penelitian Retnaningsih (2001) yang menyatakan bahwa alloxan adalah salahsatu senyawa yang dapat menghambat sekresi insulin yang kemudian menyebabkanterjadinya hiperglisemia. Tahap berikutnya adalah perlakuan substitusi pakan padamasing-masing kelompok yang diberikan setelah tikus mengalami diabetes.

Pemberian perlakuan tempe, bekatul, dan campuran selama 3 minggu secaraumum cenderung terjadi penurunan kadar gula darah, masing-masing sebesar54,9%, 51,8%, dan 70,18%. Pada tabel 5, perlakuan tempe dapat menurunkan kadargula darah 209,8 mg/dl menjadi 94,6 mg/dl.

Hasil penelitian ini didukung oleh Irianti dan Dwianna-Amrita-Dewi padapenelitian Retnaningsih (2001) yang menyebutkan bahwa protein kedelai mampubersifat hipoglisemik pada tikus diabetik induksi alloxan, memperbaiki resistensiinsulin dan meningkatkan sensitivitas insulin pada binatang diabetik. Protein kedelaimemiliki kandungan arginin yang lebih banyak dibandingkan kasein. Menurut Iriantipada penelitian Retnaningsih (2001) menyebutkan secara in vivo pada tikus dimanaterjadi peningkatan konsentrasi insulin plasma secara signifikan setelah melakukanpenambahan 0,5% arginin dari protein kedelai pada pakan yang mengandung kasein.Tempe memiliki efek hipoglikemik yang dapat mengembalikan fungsi sel pankreassehingga meningkatkan sekresi insulin, menghambat absorbsi glukosa di usus danmenghambat kinerja enzim α-glukosidase. Enzim α-glukosidase adalah enzim yangberfungsi untuk menghidrolisis karbohidrat menjadi gula sederhana (glukosa) padausus. Senyawa yang dapat menghambat kinerja enzim tersebut dapat berpotensisebagai antidiabetes karena dapat menurunkan kadar gula darah dengan caramemperlambat penyerapan karbohidrat postprandial (Suarsana et al, 2008). Tempemempunyai indeks glikemik rendah, kaya fitat, serat larut dan tannin yang dapatmenurunkan pencernaan karbohidrat dan respon glikemik (Anderson et al, 1999).Menurut Jenkins DJA dan Holf S et al pada penelitian Madar (1983) mengatakanbahwa serat tempe mengandung pectin, galactomannans dan arabinogalactansdengan viskositas tinggi, bentuk polisakarida ini memperlambat pengosonganlambung dan absorbsi glukosa. Hasil penelitian Madar (1983) menyimpulkan bahwadiet serat dari tempe dapat menurunkan kadar toleransi glukosa.

Hasil penelitian lain yang berbeda dengan hasil penelitian ini adalahpenelitian oleh Liu (2010) yang menyimpulkan bahwa pemberian protein kedelaiselama 3 atau 6 bulan dengan atau tanpa suplemen isoflavones tidak menghasilkanperubahan yang lebih baik pada control glikemik, resisitensi insulin, kadar glukosapuasa dan glukosa 2 jam postprandial.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Chen dan Cheng (2006) yangmengatakan bahwa komponen γ oryzanol dan γ tocotrienol dalam bekatul

Page 35: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

29 ISBN: 978-979-17342-0-2

meningkatkan sensitivitas insulin pada tikus diabetes mellitus. Sedangkan menurutMadar (1983) serat bekatul hanya sedikit memberikan efek pada toleransi glukosa.

Data yang diperoleh setelah pemeriksaan kadar gula darah setiap miggukemudian dilakukan analisis data. Uji normalitas data digunakan uji Shapiro Wilkdiperoleh hasil p > 0,05, sehingga dapat dikatakan data berdistribusi normal,kemudian digunakan uji anova untuk mengetahui perbedaan penurunan kadar guladarah antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan tempe, bekatul, dancampuran. Berdasarkan hasil uji anova pada minggu ke 1, minggu ke 2, dan mingguke 3 diperoleh nilai p < 0,001, yaitu p = 0,000. Ketiga perlakuan dapat menurunkankadar gula darah secara signifikan. Untuk membandingkan perbedaan penurunankadar gula darah antara satu kelompok dengan kelompok lain dilakukan post hoctest. Hasil post hoc test pada setiap minggu dapat dilihat pada tabel 10.

Berdasarkan ketiga post hoc test setiap minggu, diperoleh hasil bahwa ketigaperlakuan dapat menurunkan kadar gula darah secara signifikan dibandingkankelompok kontrol, tetapi penurunan kadar gula darah antara perlakuan tempe denganbekatul tidak signifikan, begitu pula penurunan kadar gula darah antara perlakuancampuran dengan perlakuan tempe tidak signifikan, dan penurunan kadar gula darahantara perlakuan campuran dengan bekatul juga tidak signifikan.

Hasil penelitian ini seiring dengan hasil penelitian Nygren dan Hollmans(1982) bahwa ada perbedaan kadar gula darah yaitu pada tikus diabetes yang diberibekatul mentah lebih rendah dibandingkan pada tikus diabetes yang tidak diberibekatul. Hasil penelitian lain yang seiring adalah penelitian Villegas et al (2008)menunjukkan susu kedelai dapat menurunkan kadar gula darah tetapi hubunganantara konsumsi kedelai dengan diabetes tidak signifikan. Hasil penelitian lain yangberbeda dengan hasil penelitian ini adalah penelitian oleh Liu (2010) yangmenyimpulkan bahwa pemberian protein kedelai selama 3 atau 6 bulan dengan atautanpa suplemen isoflavones tidak menghasilkan perubahan yang lebih baik padacontrol glikemik, resisitensi insulin, kadar glukosa puasa dan glukosa 2 jampostprandial.

Kesimpulan1. Pemberian subsitusi tepung tempe, tepung bekatul, dan campuran keduanya

pada tikus diabetes sebanyak 50% dari asupan makan sehari dapat menurunkankadar gula darah setiap minggunya dibandingkan tikus yang tidak diberiperlakuan.

2. Penurunan kadar gula darah pada pemberian substitusi tepung tempe, tepungbekatul dan campuran keduanya secara statistik tidak berbeda.

Daftar Pustaka

Anderson J W, Smith B M and Washnock C S. 1999. Cardiovascular and Renal Benefit ofDry Bean and Soybean Intake. The American Journal of Clinical Nutrition. 70:464-474.

Page 36: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

30 ISBN: 978-979-17342-0-2

Anonim. Cyber Nurse. 2002. Konsep Diabetes Mellitus. http://forum.ciremai.com. Cited atDecember 12, 2009.

Anonim. Mengenal Manfaat Bekatul. Natural Organik. 2009.http://www.naturalorganik.multiply.com/journal/item/5/Mengenal Manfaat Bekatul.cited at December 12, 2009.

Anonim. Tempe. Wikipedia. 2009. http : //www.wikipedia.org/wiki/tempe. cited atDecember 23, 2009.

Ascencio C., Torres N, Isoard-Acosta F, Gomez-Perez J F, Hernandez-Pando R, and TovarA R. 2004. Soy Protein Affects Serum Insulin and Hepatic SREBP-1 mRNA andReduces Fatty Liver in Rats. Journal of Nutrition. 134 : 522-529.

Hu F B, Manson J E, Stampfer M J, Colditz G, Liu S, Solomon C G, dan Willett W C. 2001.Diet, Lifestyle, and The Risk of Type 2 Diabetes Mellitus In Woman. New EnglandJournal of Medicine. 345:790-797.

Charlotte N and Goran H. 1982. Effects of Processed Rye Bran and Raw Rye Bran onGlucose Metabolism in Alloxan Diabetic Rats. Journal of Nutrition. 112:17-20.

Chen C W and Cheng H H. 2006. A Rice Bran Oil Diet Increases LDL-Receptor and HMG-CoA Reductase mRNA Expressions and Insulin Sensitivity in Rats withStreptozotocin/Nicotinamide-Induced Type 2 Diabetes. Journal of Nutrition.136:1472-1476.

Chicco A, Alessandro M E D, Karabatas L, Pastorale C, Basabe J C and Lombardo Y B.2003. Muscle Lipid Metabolisme and Insulin Secretion Are Altered in InsulinResistant Rats Fed a High Sucrose Diet. Journal of Nutrition. 133:127-133.

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. 2003. Peran Diit Dalam PenanggulanganDiabetes. Departemen Kesehatan RI.

Gibney M J, Vorster H H and Kole F J. 2002. Introduction to Human Nutrition. New York :Blackwell Science. Hal : 69-80.

Hiswani. 1997. Peranan Gizi Dalam Diabetes Mellitus. Fakultas Kedokteran. UniversitasSumatra Utara.

Hutagalung H. 2004. Karbohidrat. Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran UniversitasSumatra Utara. USU digital library. Hal : 1-13.

Irawan M A. 2007. Karbohidrat. Sport Science Brief. Vol : 01. No :03.Irawan M A. 2007. Glukosa & Metabolisme Energy. Sport Science Brief. Vol : 01. No :06.Kerckhoffs D A.J.M, Brouns F, Hornstra G, and Mensink R P. 2002. Effects on the Human

Serum Lipoprotein Profile of β-Glucan, Soy Protein and Isoflavones, Plant Sterols andStenols, Garlic and Tocotrienols. Journal of Nutrition. 132:2494-2505.

Linder M C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme Dengan Pemakaian Secara Klinis.Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Hal : 27-58.

Liu Z M, Chen Y M, Ho S C, Ho Y P and Woo J. 2010. Effects of Soy Protein andIsoflavones on Glicemic Control and Insulin Sensitivity : a 6-mo Double Blind,Randomized, Placebo-Controlled Trial in Postmenopausal Chinese Women WithPrediabetes or Untreated Early Diabetes. The American Journal of Clinical Nutrition.91:1394-1401.

Madar Z. 1983. Effect of Brown Rice and Soybean Dietary Fiber on the Control of Glucoseand Lipid Metabolism in Diabetic Rats. The American Journal of Clinical Nutrition.38:388-393.

Mezei O, Banz W J, Steger R W, Peluso M R, Winters T A and Shay N. 2003. SoyIsoflavones Exert Antidiabetic and Hypolipidemic Effects Through the PPARPathways in Obese Zucker Rats and Murine RAW 264,7 cells. Journal of Nutrition.133:1238-1243.

Perkeni. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 diIndonesia 2006.

Page 37: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

31 ISBN: 978-979-17342-0-2

Retnaningsih C, Noor Z dan Marsono Y. 2001. Sifat Hipoglikemik Pakan Tinggi ProteinKedelai Pada Model Diabetik Induksi Alloxan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.XII : 141-146.

Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 1995. Diabetes Melitus Penatalaksanaan Terpadu.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Suarsana I N, Priosoeryanto B P , Bintang M dan Wresdiyati T. 2008. Aktivitas DayaHambat Enzim α-Glucosidase dan Efek Hipoglikemik Ekstrak Tempe Pada TikusDiabetes. Jurnal Veteriner. 9 : 122-127.

Team Farmakologi. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Farmakologi I. LaboratoriumFarmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Villegas R, Gao Y T, Li H L, Elasy T A, Zheng W, and Shu X O. 2008. Legume and SoyFood Intake and The Incidence of Type 2 Diabetes in the Shanghai Women’s HealthStudy. The American Journal of Clinical Nutrition. 87:162-167.

Page 38: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

32 ISBN: 978-979-17342-0-2

PENGARUH VARIASI TINGKAT PENAMBAHAN SODIUMMETABISULFIT DAN WAKTU INKUBASI PADA HANCURANSINGKONG TERHADAP RESIDU SIANIDA, RESIDU SULFIT,

DAN WARNA TEPUNG SINGKONG

Selvia Dewartsi1) dan Haryadi1)

1Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian UGM Yogyakarta

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan cara pembuatan tepung singkongyang memiliki karakteristik bebas bau dan rasa khas singkong, berwarna putih,rendah residu sulfit maupun residu sianida dengan pemberian bahan tambahanberupa sodium metabisulfit (Na2S2O5) dan variasi waktu inkubasi. Hasil menunjukkankombinasi perlakuan penambahan Na2S2O5 dan air dapat mengurangi residu sianidadan mencegah pewarnaan pada tepung singkong. Tepung singkong terbaik yangdihasilkan menurut SNI adalah tepung yang dibuat dengan penambahan Na2S2O50,1% (db) tanpa inkubasi. Tepung ini memiliki warna yang lebih putih (L= 87,50; a=4,73; b= 14,83), kadar air (10,06%), residu sulfit (161,68 ppm) dan residu sianida(11,73 ppm). Tepung singkong terbaik yang dihasilkan menurut WHO/FAO adalahtepung yang dibuat dengan penambahan Na2S2O5 0,3% (db) yang diinkubasi selama 3jam. Tepung ini memiliki warna yang lebih putih (L= 87,77; a= 4,70; b= 14,87),kadar air (10,98%), residu sulfit (241,76 ppm) dan residu sianida (9,74 ppm) yanglebih rendah dibanding tepung kontrol.

Kata kunci : Singkong, Tepung, Sodium Metabisulfit, Sianida.

Pendahuluan

Tingkat urbanisasi yang cepat, meningkatkan konsumsi produk yang telahdiproses (termasuk produk-produk roti) dan meningkatkan produk-produk impor.Gandum tidak diproduksi secara komersial di Indonesia tetapi merupakan produkimpor (dalam bentuk grains). Untuk mengurangi impor gandum, perlu dilakukansubstitusi tepung gandum dengan tepung produk lokal seperti tepung singkong,tepung jagung, tepung beras, tepung sorghum, dan tepung kentang. Upayapemerintah dalam mengurangi impor gandum diwujudkan melalui diversifikasiproses produksi singkong dan perbaikan kualitas untuk mendukung pemanfaatansingkong menjadi produk pangan.

Singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber karbohidrat yangrelatif murah, berpotensi untuk dikembangkan dan ditingkatkan pengolahannyasebagai bahan pangan pokok. Masalah utama pada singkong segar adalah mudahrusak dan kandungan sianida yang tinggi (20-4.000 ppm). Oleh sebab itu perlupengembangan proses pengolahan singkong untuk mendapatkan produk antara yanglebih awet, lebih mudah penanganannya, lebih aman, dan lebih diterima masyarakat.Tepung adalah salah satu bentuk olahan bahan baku yang lebih awet dan mudah

Page 39: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

33 ISBN: 978-979-17342-0-2

dalam penanganannya karena memiliki kadar air yang rendah dan ukuran yang lebihkecil.

Pada umumnya tepung singkong dibuat dengan cara mengupas singkong,memotong dalam bentuk chip dengan ketebalan 2-3 cm, mengeringkan danmenghaluskan tepung. Namun mutu yang dihasilkan dari pembuatan tepungsingkong secara tradisional tersebut dirasakan masih kurang baik (berwarna coklat,kurang menarik, dan kualitasnya kurang baik untuk bahan baku produk pangan)sehingga perlu modifikasi yang dapat memperbaiki kualitas dari tepung singkongsehingga dapat memperluas penggunaannya. Masalah lain yang masih merupakankendala pada tepung singkong ialah masih terdapatnya residu sianida. WHO/FAOmenyatakan tingkat aman kadar sianogen pada tepung singkong adalah 10 ppm. DiIndonesia kadar sianogen yang diijinkan ada dalam tepung singkong adalah 40 ppm.Tepung singkong yang banyak beredar di Indonesia masih memiliki kadar residusianida yang tinggi yaitu rata-rata 54 ppm (Djazuli and Bradbury, 1999).

Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan tepung singkong melaluibeberapa metode yaitu dengan pemarutan, perendaman dengan air, variasi tingkatpenambahan Na2S2O5, dan variasi waktu inkubasi untuk mengetahui pengaruhperlakuan yang paling efektif untuk mengurangi kadar sianida dan meningkatkanwarna putih pada tepung singkong yang dihasilkan.

Proses pembuatan tepung singkong dilakukan dengan pemarutan karena lebihefektif dan efisien jika dibandingkan dengan proses pembuatan lain yangmemerlukan tahapan produksi yang lebih panjang. Kelebihan proses pembuatantepung singkong dengan pemarutan yaitu dapat memperbesar luas permukaan bahansehingga akan memudahkan kontak antara enzim dan substrat, memudahkanpencampuran yang merata antara singkong dan bahan kimia yang ditambahkan,proses pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan lebih cepat, serta dapatmenghemat energi selama proses pengolahan tepung singkong.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan cara pembuatan tepung singkongyang lebih singkat waktu pembuatannya, rendah residu sianida maupun residu sulfit,berwarna putih, serta memiliki karakteristik bebas bau dan rasa khas singkongdengan pemberian bahan tambahan berupa Na2S2O5.

Metode PenelitianBahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah singkong (Manihotesculenta Crantz) varietas Mangi berasal dari daerah Wonosobo yang dibeli di PasarTelo Yogyakarta, berumur 8-10 bulan. Singkong dipilih yang masih segar (maksimal24 jam setelah pemanenan), tidak cacat, dan berbentuk utuh. Bahan yang digunakansebagai perlakuan adalah reduktor jenis Na2S2O5 yang bersifat teknis. Bahan yangdigunakan untuk analisis adalah aquades, alkaline pikrat 0,25% pH 11, NaOH 0,1 N,NaOH 0,5 N, KCN, HCl 0,5 N, amilum 4%, formalin 40%, dan iodium 0,01 N yangbersifat teknis.

Page 40: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

34 ISBN: 978-979-17342-0-2

AlatAlat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, mesin parut, mesin

pengaduk, kain saring, cabinet dryer, food processing mill Armfield, dan ayakanTyler 80 mesh. Alat analisis yang digunakan adalah Spektofometer Genesys TM 20,Neraca Analitik Shimadzu AW 120, Kolorimeter Color Reader CR 10 Minolta,Oven Memmert, pH meter Schott serta peralatan gelas lainnya.

Metode

Pembuatan Tepung SingkongPembuatan tepung singkong dimulai dari sortasi bahan baku. Singkong yang

dipilih adalah singkong segar yang tidak cacat dan bentuk. Singkong kemudiandikupas bagian kulit luar dan dalamnya menggunakan pisau. Singkong yang sudahdikupas direndam dalam air sampai proses selanjutnya untuk mengurangi kontakdengan O2 yang dapat menyebabkan singkong berwarna kecoklatan. Setelah itudilakukan pencucian menggunakan air mengalir yang bertujuan untukmenghilangkan sisa-sisa tanah yang menempel pada singkong kupas. Singkong yangtelah bersih kemudian dilakukan pengecilan ukuran menggunakan mesin parut.Parutan singkong yang dihasilkan kemudian ditambahkan air dengan perbandinganpadatan : air adalah 1 : 4 (db) sehingga berwujud slurry, setelah itu ditambahkanbahan kimia berupa Na2S2O5 sesuai variasi konsentrasi dan diaduk menggunakanmesin pengaduk selama 15 menit. Slurry singkong kemudian dipaparkan dengantebal sekitar 0,5 cm dan diinkubasi selama 0, 1, 2, 3, dan 4 jam pada suhu ruang.

Slurry singkong yang diperoleh kemudian dilakukan pemerasanmenggunakan kain saring untuk mengeluarkan airnya, sedangkan pati yang terlarutdiendapkan. Kemudian pati dicampurkan kembali dengan parutan singkong untukkemudian dilakukan pengeringan. Pengeringan menggunakan cabinet dryer dengansuhu kurang lebih 60 °C hingga kadar air mencapai < 12 % atau setara denganwaktu 10-12 jam. Tahapan akhir pembuatan tepung adalah penghancuran materialkering menggunakan mesin penggiling dan pengayakan dengan ukuran 80 mesh.Proses pengayakan tepung menghasilkan tepung yang halus dan residu yang kasar.Residu kasar dikembalikan ke proses penghancuran dan kemudian diayak kembalihingga didapatkan tepung singkong dengan ukuran yang seragam.

Analisis1. Pengujian warna dengan kolorimeter Color Reader CR 10 Minolta menurut

Dubois et al. (1956) dalam Rivera et al. (2005).2. Pengujian residu sianida menurut Egan et al. (1998)3. Pengujian residu sulfit menurut AOAC (1970).4. Pengujian kadar air menurut AOAC (1970)5. Pengujian pH dengan metode thermogravimetri menurut Demiate et al.

(2000).

Page 41: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

35 ISBN: 978-979-17342-0-2

Hasil dan PembahasanPenelitian dilakukan dengan membandingkan proses pembuatan tepung

singkong dengan perlakuan penambahan Na2S2O5 0,1%; 0,2%; 0,3%; dan 0,4% (db)yang dikombinasi dengan variasi waktu inkubasi 0, 1, 2, 3, dan 4 jam. Hal inibertujuan untuk mengetahui tingkat penambahan Na2S2O5 dan waktu inkubasi terbaikhingga tepung singkong yang dihasilkan memiliki residu sianida dan residu sulfitdibawah ambang batas SNI maupun WHO/FAO serta berwarna putih denganmempertimbangkan waktu dan biaya produksi.

Nilai pHSlurry singkong yang diperoleh kemudian dilakukan analisis pH. Hasil

analisis pH slurry singkong dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai pH Slurry Singkong dengan Variasi Tingkat Penambahan SodiumMetabisulfit

Variasi Perlakuan pHKontrol 6,50e

Na2S2O5 0,1% 6,43d

Na2S2O5 0,2% 6,39c

Na2S2O5 0,3% 6,32b

Na2S2O5 0,4% 6,28a

*) Huruf yang sama di belakang data pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbedanyata dengan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%

Semakin besar konsentrasi Na2S2O5 yang ditambahkan menyebabkanpenurunan pH yang semakin besar. Analisis pH dilakukan untuk mengetahuipengaruh pH slurry singkong terhadap penurunan residu sianida pada tepungsingkong yang dihasilkan. Bradbury (2006) menyatakan bahwa pengendalian pHperlu untuk membuat linamarase aktif menguraikan glukosida sianogenik.

Residu Sianida

Tabel 2. Konsentrasi Residu Sianida Tepung Singkong Dengan VariasiTingkatPenambahan Sodium Metabisulfit dan Waktu Inkubasi

VariasiPerlakuan

Residu Sianida (ppm)Inkubasi Inkubasi Inkubasi Inkubasi Inkubasi

0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jamBelah – Oven 71,79ev 71,79ez 71,79ey 71,79ex 71,79ew

Kontrol 51,94dv 44,75dz 40,07dy 37,12dx 35,15dw

Na S O 0,1% 11,73cv 11,48cz 11,13cy 11,00cx 10,59cw2 2 5

Na S O 0,2% 11,73bv 10,85bz 10,76by 10,35bx 10,19bw2 2 5

Na S O 0,3% 11,62av 10,97az 10,15ay 9,74ax 9,71aw2 2 5

Na S O 0,4% 11,54av 10,98az 10,07ay 9,60ax 9,34aw2 2 5

*) Huruf yang sama di belakang data pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbedanyata dengan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%

Page 42: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

36 ISBN: 978-979-17342-0-2

Setelah didapatkan tepung singkong, dilakukan analisis residu sianida. Hasilanalisis residu sianida tepung singkong dapat dilihat pada Tabel 2. Tepung singkongkontrol merupakan tepung tanpa penambahan Na2S2O5 dan tepung singkong belah-oven merupakan tepung yang diolah dengan metode tradisional tanpa pemarutan,penambahan air, dan penambahan Na2S2O5 (simulasi pembuatan gaplek)..

Semakin besar konsentrasi Na2S2O5 yang ditambahkan dan semakin lamawaktu inkubasi maka semakin rendah residu sianidanya. Penambahan Na2S2O5 dapatmenurunkan pH slurry singkong karena Na2S2O5 bersifat asam sehinggameningkatkan reaksi penguraian asam sianida. Semakin besar konsentrasi Na2S2O5

yang ditambahkan menyebabkan penurunan pH yang semakin besar (mendekati pH6) sehingga terjadi penurunan residu sianida yang semakin besar. Yeoh (1989)dalam Bradbury (2006) menyatakan bahwa pH optimum hidrolisis linamarin olehlinamarase menghasilkan acetone cyanohydrin sekitar 6. Selain itu semakin lamawaktu inkubasi menyebabkan terjadi penurunan residu sianida semakin besar, hal inidisebabkan semakin lama waktu kontak antara enzim limaranase dengan limanarinyang menghasilkan glukosa dan aceton cyanohydrin. Aceton cyanohydrin secaraspontan terdekomposisi pada pH >5 atau didekomposisi oleh enzim untukmembebaskan sianida bebas. Sianida bebas mudah menguap pada suhu 25,7 °C dansuhu ruang pada daerah tropis. Sehingga selama inkubasi sianida bebas akanmenguap yang menyebabkan residu sianida pada tepung yang dihasilkan semakinrendah.

Selain itu penambahan air dapat menurunkan residu sianida pada tepungsingkong yang dihasilkan mendorong linamarin dan linamarase untuk bercampursehingga meningkatkan reaksi penguraian sianida. Selain itu, sianida bersifat larutdalam air dan akan hilang selama proses pemerasan.

Dari data tersebut menunjukkan bahwa semua sampel yang diberi perlakuanpenambahan Na2S2O5 dan air dengan variasi waktu inkubasi memiliki nilai residusianida di bawah ambang batas yang diperkenankan SNI, kecuali tepung singkongbelah-oven dengan waktu inkubasi 0, 1, 2, 3, dan 4 jam dan tepung singkong kontroldengan waktu inkubasi 0, 1, dan 2 jam yang memiliki residu sianida di atas ambangbatas yang diperkenankan SNI.

Apabila dibandingkan dengan ambang batas yang diperkenankan WHO/FAO

maka hanya sampel dengan perlakuan penambahan Na2S2O5 0,3% waktu inkubasi 3

dan 4 jam serta Na2S2O5 0,4% waktu inkubasi 3 dan 4 jam yang berada di bawah

ambang batas yang diperkenankan (WHO/FAO, 1991 dalam Djazuli, 1999).

Residu SulfitTepung singkong yang dihasilkan kemudian dianalisis residu sulfit.

Penambahan Na2S2O5 pada proses pembuatan tepung singkong menghasilkan residu

berupa sulfit. Hasil analisis residu sulfit tepung singkong dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 43: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

37 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tabel 3. Konsentrasi Residu Sulfit Tepung Singkong Dengan Variasi TingkatPenambahan Sodium Metabisulfit

Variasi Perlakuan Residu Sulfit (ppm)Kontrol 0a

Na2S2O5 0,1% 161,68b

Na2S2O5 0,2% 201,36c

Na2S2O5 0,3% 241,76d

Na2S2O5 0,4% 281,79e

*) Huruf yang sama di belakang data pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbedanyata dengan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%

Semakin besar konsentrasi Na2S2O5 yang ditambahkan, semakin tinggi residusulfit yang dihasilkan. Penambahan Na2S2O5 0,1% sampai dengan 0,4%menghasilkan residu sulfit dibawah ambang batas yang diperkenankan dalam SNInomor 01-0222-1995 tentang bahan tambahan makanan, yaitu residu sulfit padabahan makanan tidak lebih dari 300 ppm. Proses pemerasan yang dilakukan sebelumsingkong parut dikeringkan dapat menghilangkan air dan mengurangi residu sulfityang ada pada tepung singkong yang dihasilkan, tetapi tidak dapat menghilangkanresidu sulfit yang ada pada tepung singkong yang dihasilkan. SO2 atau SO3 berikatandengan komponen tepung sehingga tidak larut dalam air, seperti yang dinyatakanoleh Perkin (1990) dan Rahman (2007) bahwa sulfit dalam bentuk SO2 dapatberikatan dengan protein, pati dan gula yang tidak dapat larut dalam pencuciansehingga meninggalkan residu.

WarnaTepung singkong yang dihasilkan kemudian dianalisis nilai warnanya

menggunakan kolorimeter untuk mengetahui seberapa besar tingkat penghambatan

pembentukan warna coklat antara tepung singkong yang diberi perlakuan

penambahan Na2S2O5 dengan kontrol. Notasi L menyatakan tingkat kecerahan

tepung singkong yang dihasilkan. Notasi a menyatakan warna kromatik campuran

merah-hijau dengan nilai a (+) untuk warna merah dan nilai a (-) untuk warna hijau.

Notasi b menyatakan warna kromatik campuran kuning-biru dengan nilai b (+) untuk

warna kuning dan nilai b (-) untuk warna biru. Hasil analisis terhadap nilai warna

tepung singkong dapat dilihat pada Tabel 4.

Sebagai standar warna putih digunakan barium sulfat (BaSO4). BaSO4

memiliki nilai L = 98,99; a = 1,37; b = 3,57. Kontrol merupakan tepung singkong

tanpa penambahan Na2S2O5 dan air dari bahan singkong segar.

Page 44: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

38 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tabel 4. Nilai Warna (Kolorimetris) Tepung Singkong dengan Variasi TingkatPenambahan Sodium Metabisulfit dan Waktu Inkubasi

VariasiPerlakuan

Inkubasi 0 jam Inkubasi 1 jam Inkubasi 2 jam Inkubasi 3 jam Inkubasi 4 jamL a b L a b L a b L a b L a b

Kontrol 85,17 6,63 16,27 85,03 6,50 16,90 85,10 6,37 16,8 85,27 6,23 17,17 85,13 6,27 17,10ay bz cz ay bz cz ay bz cy az bz cx az bz cw

Na2S2O5 87,50 4,73 14,83 87,40 4,83 15,03 87,40 4,80 14,97 87,47 4,77 14,90 87,73 4,77 14,200,1% dy az az dy az az dy az ay dz az ax dz az aw

Na2S2O5 87,07 4,83 14,87 87,43 4,70 15,23 87,10 4,70 15,53 87,33 4,80 15,27 87,70 4,67 14,730,2% by az az by az bz by az by bz az bx bz az bw

Na2S2O5 87,53 4,53 14,73 87,23 4,73 15,13 87,43 4,77 14,97 87,77 4,70 14,87 87,60 4,80 14,730,3% dy az az dy az az dy az ay dz az ax dz az aw

Na2S2O5 87,63 4,67 15,03 87,20 4,80 15,10 87,37 4,70 15,60 87,57 4,63 14,87 87,60 4,80 15,130,4% cy az az cy az bz cy az by cz az ax cz az bw

*) Huruf yang sama di belakang data pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbedanyata dengan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%

Dari data tersebut, semua perlakuan memiliki nilai L di atas kontrol serta nilaia dan nilai b di bawah kontrol. Nilai kecerahan (L) tepung singkong semua perlakuanberbeda nyata dengan kontrol. Adanya penambahan Na2S2O5 yang semakin tinggicenderung meningkatkan nilai L dan menurunkan nilai b.

Semua perlakuan penambahan Na2S2O5 dengan berbagai konsentrasimemiliki efek yang signifikan terhadap peningkatan nilai warna tepung singkong,sehingga tepung singkong yang dihasilkan berwarna lebih putih dibandingkandengan tepung kontrol. Apabila dibandingkan dengan standar SNI tahun 1996 yangmenilai warna putih pada tepung singkong minimal 85% (BaSO4 dianggap putih100%) maka nilai warna (L) untuk semua sampel berada di atas standar yang telahditetapkan.

Warna kecoklatan pada tepung berasal dari reaksi pencoklatan enzimatisyang terjadi selama pengolahan yang melibatkan senyawa fenol dan enzim polifenoloksidase yang menghasilkan senyawa quinon yang memberikan warna coklat. Skalakemerahan (a) pada semua sampel nilainya sangat kecil, nilai yang tercatat dianggapsebagai akibat dari pembauran cahaya. Hal ini dibuktikan dengan BaSO4 sebagaistandar warna putih memiliki nilai a 1,37.

Na2S2O5 menghambat aktivitas catecholase yang membutuhkan O2 karenaNa2S2O5 bersifat reduktor yang mengikat O2 sehingga produksi quinon berkurangdan bereaksi dengan enzim polifenol oksidase menghasilkan enzim yang tidak aktif(Valero et al.,1992). Selain itu Na2S2O5 dapat bereaksi dengan quinon yangmenghasilkan kompleks yang menyerap panjang gelombang 290 nm sehingga tidakmenimbulkan warna (Ricquebourg et al., 1996).Kadar Air

Karakteristik berupa kadar air dari tepung singkong yang dihasilkan dapatdilihat pada Tabel 5. Pengeringan pada tepung singkong mempunyai tujuan untukmengurangi kadar air bahan sampai batas tertentu sehingga pertumbuhan mikrobadan aktifitas enzim penyebab kerusakan pada tepung dapat dihambat. Menurut SNItepung singkong tahun 1996, batas aman kadar air tepung singkong adalah 12% (db).

Page 45: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

39 ISBN: 978-979-17342-0-2

Dari data tersebut menunjukkan kadar air semua sampel memenuhi standar dari SNI1996 yaitu maksimal 12%. Sifat kadar air tidak dipengaruhi oleh penambahanNa2S2O5. Tinggi rendahnya kadar air sampel dipengaruhi oleh kondisi pengeringan.

Tabel 5. Kadar Air Tepung Singkong Dengan Variasi Tingkat Penambahan SodiumMetabisulfit dan Waktu Inkubasi

Variasi PerlakuanKadar Air (%)

Inkubasi Inkubasi Inkubasi Inkubasi Inkubasi0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam

Kontrol 10,35 11,56 11,18 11,01 11,21Na2S2O5 0,1% 10,06 10,23 10,32 10,38 10,59Na2S2O5 0,2% 11,66 11,42 11,86 11,96 11,87Na2S2O5 0,3% 10,78 11,23 11,46 10,98 11,97Na2S2O5 0,4% 11,95 11,89 11,37 10,97 11,85

*) Huruf yang sama di belakang data pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbedanyata dengan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%

Proses Pembuatan Tepung Singkong yang Menghasilkan Produk BerkualitasSampel tepung singkong yang dianggap memiliki karakteristik lebih

menguntungkan yang sesuai dengan SNI adalah sampel tepung singkong yang dibuatdengan penambahan Na2S2O5 0,1% tanpa inkubasi dan yang sesuai denganWHO/FAO adalah sampel tepung singkong yang dibuat dengan penambahanNa2S2O5 0,3% dan diinkubasi selama 3 jam. Pembuatan tepung singkong yangdisarankan adalah dimulai dari pemilihan atau proses sortasi bahan baku. Singkongyang dipilih adalah singkong segar (maksimal 24 jam setelah pemanenan), tidakcacat, dan berbentuk utuh (tidak terpotong). Singkong kemudian dikupas bagian kulitluar dan dalamnya menggunakan pisau. Singkong yang sudah dikupas direndamdalam air sampai proses selanjutnya untuk mengurangi kontak dengan oksigen diudara yang dapat menyebabkan singkong berwarna kecoklatan.

Setelah itu dilakukan pencucian menggunakan air mengalir yang bertujuanuntuk menghilangkan sisa-sisa tanah. Singkong yang telah bersih kemudiandilakukan pengecilan ukuran menggunakan mesin parut. Parutan singkong yangdihasilkan kemudian ditambahkan air dengan perbandingan padatan : air adalah 1 : 4(db) sehingga berwujud slurry, setelah itu ditambahkan bahan kimia berupa sodiummetabisulfit 0,1% (SNI) dan 0,3% (WHO/FAO) dan diaduk menggunakan mesinpengaduk (mixer horizontal) selama 15 menit. Kemudian slurry singkong dipaparkandengan tebal sekitar 0,5 cm dan didiamkan selama 0 jam (SNI) dan 3 jam(WHO/FAO) pada suhu ruang.

Slurry singkong yang diperoleh kemudian dilakukan pemerasanmenggunakan kain saring untuk mengeluarkan airnya, sedangkan pati yang terlarutdiendapkan. Kemudian pati dicampurkan kembali dengan parutan singkong untukkemudian dilakukan pengeringan. Pengeringan menggunakan cabinet dryer dengansuhu kurang lebih 60 °C hingga kadar air mencapai < 12% atau setara dengan waktu10-12 jam. Tahapan akhir pembuatan tepung adalah penghancuran material keringmenggunakan mesin penggiling dan pengayakan dengan ukuran mesh 80. Proses

Page 46: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

40 ISBN: 978-979-17342-0-2

pengayakan tepung menghasilkan tepung yang halus dan residu yang kasar. Residukasar dikembalikan ke proses penghancuran dan kemudian diayak kembali.

KesimpulanPemberian bahan tambahan berupa Na2S2O5 dapat mengurangi residu sianida,

meninggalkan residu sulfit, dan meningkatkan warna putih pada tepung singkongyang dihasilkan. Tepung singkong terbaik yang dihasilkan menurut SNI adalahtepung yang dibuat dengan penambahan Na2S2O5 0,1% (db) tanpa inkubasi. Tepungini memiliki warna yang lebih putih (L= 87,50; a= 4,73; b= 14,83), kadar air(10,06%), residu sulfit (161,68 ppm) dan residu sianida (11,73 ppm). Tepungsingkong terbaik yang dihasilkan menurut WHO/FAO adalah tepung yang dibuatdengan penambahan Na2S2O5 0,3% (db) yang diinkubasi selama 3 jam. Tepung inimemiliki sifat warna yang lebih putih (L= 87,77; a= 4,70; b= 14,87), kadar air(10,98%), residu sulfit (241,76 ppm), dan residu sianida (9,74 ppm) yang lebihrendah dibanding tepung kontrol.

Ucapan Terimakasih

Ucapan terimakasih disampaikan kepada PT. Indofood Sukses Makmur, Tbkyang telah mensponsori penelitian ini dalam kerangka program Indofood RisetNugraha 2011.

Daftar Pustaka

Ahmed, M., Akter, S., and Eun, J. B. 2010. Peeling, Drying Temperatures, andSulphite-Treatment Affect Physicochemical Properties and NutritionalQuality of Sweet Potato Flour. Journal of Food Chemistry 121 : 112-118.

AOAC, 1970. Official Methods of Analysis. Association of Official AnalyticalChemists, Washington, USA.

Bradbury, J. H. 2006. Simple Wetting Method to Reduce Cyanogen Content ofCassava Flour. Journal of Food Composition and Analysis 19 : 388-393.

Bradbury, J. H. 2010. Rapid Wetting Method to Reduce Cyanogen Content ofCassava Flour. Journal of Food Chemistry 121 : 591-594.

Cumbana, A., Mirione, E., Cliff, J. and Bradbury, J. H. 2007. Reduction Of CyanideContent Of Cassava Flour In Mozambique By The Wetting Method. Journalof Food Chemistry 101 : 894-897.

Djazuli, M. and J. H. Bradbury. 1999. Cyanogen Content of Cassava Roots andFlour in Indonesia. Journal of Food Chemistry 65 : 523-525.

Egan, S.V., Yeoh, H.H., and Bradbury, J.H.. 1998. Simple Picrate Paper Kit forDetermination of the Cyanogenic Potential of Cassava Flour. Journal of theScience of Food Agriculture 76 : 39-48.

Iwuoha , C. I., Banigo, E. O. I and Okwelum, F. C. 1997. Cyanide Content AndSensory Quality Of Root Tuber Cassava (Manihot Esculenta Crantz) FlourAs Affected By Processing. Journal of Food Chemistry 58 (4) : 285-288.

Ricquebourg, S. L., Da Silva, C. M. F. R., Rouch, C. C., and Cadet, F. R. 1996.Theoretical Support for a Conformational Change of Polyphenol Oxidase

Page 47: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

41 ISBN: 978-979-17342-0-2

Induced by Metabisulfite. Journal Agriculture Food Chemistry 44 : 3457-3460.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 1995. SNI Bahan Tambahan Makanan 01-0222-1995. http://websisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/ 3398.Tanggal Akses 5 Maret 2011.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 1996. SNI Tepung Singkong 01-2997-1996.http://websisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/3398. TanggalAkses 5 Maret 2011.

Valero, E., Varon, R., and Carmona, F. G., 1992. Kinetic Study of the Effect ofMetabisulfite on Polyphenol Oxidase. Journal Agricultural Food Chemistry40 : 904 – 908.

Page 48: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

42 ISBN: 978-979-17342-0-2

PENAMBAHAN LARUTAN ASAM LAKTAT DAN SODIUMMETABISULFIT PADA HANCURAN SINGKONG DAN LAMA INKUBASI

TERHADAP RESIDU SIANIDA, WARNA,DAN RESIDU SULFIT TEPUNG SINGKONG

Steffanny Kurniawati Soesilo1) dan Haryadi 1)

Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Email: [email protected], [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan cara pembuatan tepung singkongyang memiliki kriteria rendah residu sianida, berwarna putih, dan rendah residu sulfitdengan perlakuan mekanis (pemarutan) dan pemberian bahan tambahan berupa asamlaktat dan sodium metabisulfit (Na2S2O5). Hasil penelitian menunjukkan bahwakombinasi perlakuan pemarutan dan penambahan asam laktat maupun Na2S2O5 sertawaktu inkubasi dapat mengurangi residu sianida. Penambahan Na2S2O5 dapatmemutihkan tepung. Tepung singkong terbaik adalah tepung dengan perlakuanpenambahan Na2S2O5 0,1% dengan karakteristik residu sianida 11,73 ppm, warna (L :87.5; a: 4.73; b: 14.83), residu sulfit 161.68 ppm, dan kadar air 10.06 %.

Kata kunci: Singkong, Tepung, Asam Laktat, Sodium Metabisulfit, Sianida.

Pendahuluan

Singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber karbohidrat yangrelatif murah, berpotensi untuk dikembangkan, dan ditingkatkan pengolahannyasebagai bahan pangan pokok. Kelebihan dari tanaman singkong adalah mudahtumbuh (dalam kondisi tanah jelek/ bagus dan kering) dan akarnya mengandungbanyak pati (Bradbury and Holloway, 1988 dalam Hillocks et al., 2002). MenurutHillocks et al. (2002), terdapat tiga masalah utama dalam pemanfaatan umbisingkong, yaitu masa simpan yang pendek, kandungan protein yang rendah, dankandungan sianida alami pada umbi singkong. Batasan kandungan sianogen padaumbi singkong adalah 15 – 400 ppm (Cooke and Coursey, 1981 dalam Dimyati,1992). Untuk itu, perlu pemprosesan lebih lanjut umbi singkong karena prosespembusukan pascapanen umbi singkong sangat cepat.

Tepung adalah salah satu bentuk olahan bahan baku yang lebih awet danlebih mudah dalam penanganannya karena memiliki kadar air yang rendah danukuran yang lebih kecil. Pembuatan tepung singkong yang bermutu dapatmeningkatkan penerimaan konsumen dan memperluas pemanfaatannya. Penepungansingkong yang sederhana lazim dilakukan oleh petani terutama di pegunungan Seribu

Page 49: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

43 ISBN: 978-979-17342-0-2

(Gunung Kidul dan Wonogiri) meliputi pengupasan, pembelahan, pengeringanhingga diperoleh gaplek selama 3-4 hari kemudian ditepungkan. Pembuatan tepunggaplek ini membutuhkan waktu yang lama dalam pengeringannya sehinggamenimbulkan perubahan warna dan munculnya mikrobia atau jamur yangmenyebabkan timbulnya bau yang tidak diinginkan, kandungan sianida pada tepungmasih tinggi, serta membutuhkan energi yang lebih besar untuk penepungan.Perbaikan proses pengolahan yang sudah dilakukan adalah dengan pemotongan umbisingkong dalam bentuk chip sebelum dikeringkan. Namun, proses ini juga masihmeninggalkan residu sianida yang masih tinggi pada tepung singkong. Tepungsingkong yang banyak beredar di Indonesia masih memiliki kadar residu sianidayang tinggi yaitu rata-rata 54 ppm (Djazuli, 1999) dengan warna yang kurangmenarik.

WHO/FAO menyatakan tingkat aman kadar sianogen pada tepung singkongadalah 10 ppm. Di Indonesia kadar sianogen yang diijinkan ada dalam tepungsingkong adalah 40 ppm (Damardjati et al., 1993; Djazuli and Bradbury, 1999).Beberapa bahaya yang ditimbulkan dari mengkonsumsi tepung singkong yang masihbanyak mengandung sianida, yaitu keracunan, mual, pusing, sakit perut, lemas, sakitkepala, diare, dan kematian (Mlingi et al., 1992; Akintowa et al., 1994). Carapengurangan sianida sudah diteliti oleh beberapa ahli. Iwuoha et al.(1997)menyatakan bahwa tepung kering dapat dikurangi kandungan sianida secara nyatadengan perendaman tepung selama 5 jam pada pH 6. Cumbana et al. (2007)menyatakan bahwa tepung yang ditambahkan air 1: 1,25 kemudian dipaparkandengan tebal sekitar 0,5 cm dan didiamkan selama 5 jam kemudian dikeringkankembali memungkinkan pelepasan sianida lebih banyak.

Pemutihan dengan sulfit juga sudah dilakukan, seperti dilaporkan olehOlorunda dan Kitson (1977) dalam Ahmed et al. (2010) yang memutihkan chipkentang dalam larutan sodium sulfit. Yongjie dan Meiping (2005) dalam Ahmed etal. (2010) juga menyatakan bahwa sulfit dapat memperbaiki warna buah dan sayurkarena menghambat reaksi enzimatis maupun non-enzimatis.

Pada penelitian ini, dilakukan proses penghancuran, yaitu pemarutan padaumbi singkong untuk memperluas permukaan, memudahkan kontak antara enzimdengan substrat, dan mempercepat proses pengeringan. Selain itu, penghancuranmemudahkan pencampuran bahan tambahan agar lebih merata dan menghematenergi penghancuran singkong setelah dikeringkan. Selanjutnya, dikembangkan carapembuatan tepung singkong dengan penambahan asam laktat dan natriummetabisulfit (Na2S2O5) untuk mengurangi kadar sianida dan mencegah pencoklatanpada tepung singkong.

Bahan dan MetodeBahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi singkong manisvarietas mangi berasal dari Pasar Tela Karangkajen, Asam Laktat, Natrium

Page 50: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

44 ISBN: 978-979-17342-0-2

Metabisulfit (Na2S2O5), dan air. Natrium Hidroksida (NaOH) 0,1 N, larutan pikratbasa 0,25% pH 11, Kalium Sianida (KCN), NaOH 0,5 N, HCl 0,5 N, formalin 40%,indikator amilum, iodium 0,01 N, dan kain saring.Alat

Alat yang digunakan untuk pembuatan tepung, yaitu pisau, parutan, baskom,mixer (mesin pengaduk), cabinet dryer, ayakan mesh 80, gilingan (miller), dantimbangan. Alat yang digunakan untuk analisis, yaitu erlenmeyer 250 ml, gelas ukur100 ml, kertas saring, corong, sendok pengaduk, Neraca Analitik Shimadzu AW 120,pipet ukur 1 ml, pipet ukur 10 ml, tabung reaksi, waterbath, pengukur waktu, vorteks,Spektofometer Genesys TM 20, kuvet, Kolorimeter Konica Minolta CR-400, OvenMemmert, pH meter Schott, dan batang pengaduk.

Rancangan Percobaan dan Analisis DataPenelitian dilakukan dengan metode eksperimental. Rancangan percobaan

dalam penelitian adalah Rancangan Faktorial dengan dua faktor. Faktor yangdiujikan terdiri dari variasi perlakuan dan variasi waktu inkubasi. Faktor pertamaterdiri dari 4 taraf yaitu tanpa penambahan apapun; penambahan air; penambahan airdan larutan asam laktat 1% sampai pH 6; penambahan air dan sodium metabisulfit0,1%. Faktor kedua terdiri dari 5 taraf yaitu pendiaman 0; 1; 2; 3; dan 4 jam. Ujipembeda menggunakan ANOVA dan jika menunjukkan pengaruh yang nyata makadilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test).

Pembuatan Tepung Singkong

Pembuatan tepung singkong dimulai dari pemilihan atau proses sortasi bahanbaku. Singkong yang dipilih adalah singkong segar yang tidak cacat, bentuk utuh(tidak terpotong), dan berwarna putih. Singkong kemudian dikupas bagian kulit luardan dalamnya menggunakan pisau. Singkong yang sudah dikupas direndam dalamair sampai proses selanjutnya untuk mengurangi kontak dengan oksigen di udarayang dapat menyebabkan singkong berwarna kecoklatan. Setelah itu dilakukanpencucian menggunakan air mengalir yang bertujuan untuk menghilangkan sisa -sisatanah. Singkong yang telah bersih kemudian dilakukan pengecilan ukuranmenggunakan mesin parut. Parutan singkong yang dihasilkan kemudian ditambahkanair (kecuali tanpa perlakuan), bahan kimia berupa asam laktat dan sodiummetabisulfit dan diaduk menggunakan mesin pengaduk (mixer horizontal) selama 15menit. Kemudian dilakukan juga variasi jam pendiaman. Setelah itu dilakukanpengempaan bubur singkong tiap jam pendiaman menggunakan kain saring untukmengeluarkan airnya kemudian dikeringkan menggunakan cabinet dryer dengansuhu kurang lebih 600C hingga kadar air mencapai < 12 % atau setara dengan waktu10 – 12 jam. Tahapan akhir pembuatan tepung adalah penghancuran material keringmenggunakan mesin penggiling dan pengayakan dengan ukuran mesh 80. Prosespengayakan tepung menghasilkan tepung yang halus dan residu yang kasar. Residukasar dikembalikan ke proses penghancuran dan kemudian diayak kembali.

Page 51: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

45 ISBN: 978-979-17342-0-2

Cara Analisis

Analisis Sianida (Egan, et.al., 1998); Analisis Warna (Rivera et al., 2005);Analisis Residu Sulfit (AOAC, 1970); dan Analisis Kadar Air (AOAC 1970).

Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Perlakuan Penghancuran Umbi Singkong terhadap Residu SianidaTepung Singkong yang dihasilkan.

Penelitian dilakukan dengan membandingkan proses pembuatan tepungsingkong yang dibuat dengan perlakuan penghancuran yang berbeda pada umbisingkong yang telah dikupas dan dibersihkan. Variasi perlakuan yang dilakukan,yaitu pembelahan dan pemarutan. Perlakuan pembelahan menggambarkan kondisiproses pembuatan gaplek (pembuatan tepung singkong secara tradisional) sedangkanpemarutan adalah pengembangan proses yang dilakukan pada penelitian ini.Pengecilan ukuran yang dibuat berbeda antara pembelahan dan pemarutan dilakukandengan asumsi adanya perbedaan luas permukaan bahan yang dihancurkan.Perbedaan luas permukaan bahan akan mempengaruhi kemudahan kontak antaraenzim dan substrat dalam proses penguraian linamarin menjadi sianida.

Pembuatan tepung singkong dengan pembelahan dan pengovenanmenghasilkan konsentrasi residu sianida rata-rata tepung singkong 71,79 ppm.Pembuatan tepung singkong dengan pemarutan dan pengeringan menggunakan alatpengering menghasilkan residu sianida rata-rata tepung singkong 51,94 ppm. Hal inimenunjukan proses pembuatan tepung singkong secara tradisional (gaplek)menghasilkan produk tepung singkong yang masih mengandung sianida yang tinggi,yaitu 71,79 ppm. Dengan proses pemarutan, konsentrasi residu tepung singkong yangdihasilkan lebih rendah, yaitu 51,94 ppm (lihat tabel 1).

Pemarutan pada umbi singkong mengakibatkan penghancuran pada dindingsel sehingga mempermudah terjadinya kontak dan hidrolisis linamarin (glukosidasianogenik) yang terdapat dalam sel oleh linamarase yang terdapat dalam dinding sel.Pemarutan juga membuat luas permukaan bahan menjadi lebih luas sehinggasemakin banyak linamarin yang terhidrolisis oleh linamarase menghasilkan asetonsianohidrin yang terdekomposisi menjadi sianida bebas.

Namun, kedua variasi perlakuan ini masih menghasilkan konsentrasi residusianida diatas ambang batas yang dipersyaratkan SNI, yaitu 40 ppm. Untuk itu perlukombinasi perlakuan pemarutan dan penambahan air serta bahan tambahan lainuntuk mengurangi residu sianida.

Pengaruh Penambahan Asam Laktat dan Sodium Metabisulfit (Na2S2O5) padaHancuran Singkong dan Lama Inkubasi terhadap Residu Sianida, Warna, ResiduSulfit, dan Kadar Air Tepung Singkong.

Tepung singkong yang dibuat hanya dengan proses pemarutan danpengeringan masih meninggalkan residu sianida yang tinggi (51,94 ppm) serta warna

Page 52: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

46 ISBN: 978-979-17342-0-2

0 jam z 1 jam y 2 jam xy 3 jam x 4 jam x

Belah – oven d 71,79 dz 71,79 dy 71,79 dxy 71,79 dx 71,79 dx

Kontrol (parut – kering) c 51,94 cz 44,75 cy 40,07 cxy 37,12 cx 35,15 cx

Penambahan air (1:4) b 13,09 bz 12,78 by 11,94 bxy 11,36 bx 11,10 bx

yang kurang menarik. Untuk itu perlu penambahan air, larutan asam laktat untukmengatur pH hancuran singkong, dan Na2S2O5 untuk mencegah pencoklatan.

Variasi waktu inkubasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama waktuinkubasi terhadap pengurangan residu sianida pada tepung singkong yang dihasilkan.Inkubasi dilakukan dengan pendiaman bubur singkong yang sudah ditambah denganair; air dan larutan asam laktat 1%; serta air dan Na2S2O5 0,1% pada suhu ruangdengan ketebalan kurang lebih 0,5 cm untuk mempermudah penguapan sianida bebasselama inkubasi. Kontrol yang digunakan adalah tepungsingkong yang di buat dengan inkubasi hancuran singkong yang tidak ditambahbahan apapun.

Residu Sianida

Pada penelitian ini, adanya penambahan air pada hancuran singkongmemudahkan keluarnya linamarin dari dalam sel sehingga semakin banyak linamarinyang kontak dengan linamarase dan terhidrolisis. Larutan asam laktat 1%ditambahkan pada hancuran singkong yang sudah ditambah air untuk menurunkanpH bubur singkong hingga mencapai 6. Menurut Yeoh (1986), pH optimum untukreaksi hidrolisis linamarin oleh linamarase menghasilkan aseton sianohidrin adalahsekitar 6. Penambahan Na2S2O5 0,1% memiliki efek penurunan pH namun tidaksignifikan (pH bubur singkong turun dari 6.5 menjadi 6.43). Hasil analisis residusianida dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Konsentrasi residu sianida tepung singkong yang dibuat dengan perlakuan

penambahan larutan asam laktat dan Na2S2O5 dan dengan variasi waktuinkubasi

Konsentrasi Residu Sianida (ppm)Variasi Perlakuan Inkubasi Inkubasi Inkubasi Inkubasi Inkubasi

Penambahan air (1:4) dan ay

larutan asam laktat a 11,52 az 10,85 10,52 axy 10,33 ax 9,45 ax

Penambahan air (1:4) danNa2S2O5

ab 11,73 abz11,48 aby 11,14

abxy11,00 abx 10,59 abx

*Huruf yang sama di belakang data pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbedanyata dengan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%

Tepung singkong yang pembuatannya hanya dengan pemarutan (tepungkontrol) memiliki residu sianida yang lebih tinggi dibanding tepung singkong yangdalam pembuatannya dengan penambahan air dan bahan lainnya (larutan asam laktat1% dan Na2S2O5 0,1%). Tepung dengan residu sianida terendah adalah tepungsingkong dengan perlakuan penambahan air dan asam laktat 1% sampai pH 6. Hal initerjadi karena pada pH 6 enzim linamarase bekerja secara optimum. Semakinmendekati pH 6, semakin rendah residu sianida pada tepung singkong yangdihasilkan.

Page 53: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

47 ISBN: 978-979-17342-0-2

Tepung singkong dengan perlakuan penambahan air; tepung denganperlakuan penambahan air dan asam laktat 1% sampai pH 6; serta tepung denganperlakuan penambahan air dan Na2S2O5 0,1% memiliki residu sianida yang beradadi bawah ambang batas yang diperkenankan SNI (40 ppm). Namun masih melebihiambang batas yang dipersyaratkan WHO/FAO (10 ppm) sehingga perlu perlakuaninkubasi untuk memberikan waktu kontak yang lebih lama bagi enzim dan substrat.

Pada semua variasi perlakuan, terdapat penurunan residu sianida pada tepungsingkong yang dibuat dengan inkubasi hancuran singkong selama 1 jam sampai 4jam. Semakin lama waktu inkubasi, semakin rendah residu sianida yang terdapatpada tepung singkong yang dihasilkan, namun penurunannya tidak signifikan.Menurut Cumbana dkk. (2007), tepung singkong yang ditambahkan air 1: 1,25kemudian dipaparkan dengan tebal sekitar 0,5 cm dan didiamkan selama 5 jam padasuhu 30 0C kemudian dikeringkan kembali kemungkinkan pelepasan sianida lebihbanyak karena enzim linamarase menjadi aktif kembali dan menguraikan linamarinyang masih tersisa pada tepung. Adanya lama inkubasi memberikan waktu yanglebih lama dan kontak yang lebih banyak bagi hidrolisis linamarin menjadi asetonsianohidrin, serta dekomposisi aseton sianohidrin menjadi sianida bebas.

WarnaPembuatan tepung singkong dengan pemarutan menghasilkan luas

permukaan bahan yang luas, hal ini menyebabkan penurunan kadar air akibatpengeringan bahan berlangsung lebih cepat sehingga proses pencoklatan enzimatisdan non enzimatis dapat diminimalkan. Hasilnya adalah tepung singkong yangmemiliki nilai L tinggi, nilai a dan nilai b yang rendah. Nilai L menyatakan tingkatkecerahan tepung singkong yang dihasilkan.

Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai a(+) untuk warna merah dan nilai a (-) untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warnakromatik campuran kuning-biru dengan nilai b (+) untuk warna kuning dan nilai b (-)untuk warna biru. Nilai L, a, dan b pada sampel ini kemudian dibandingkan denganBarium sulfat sebagai standar warna putih yang memiliki nilai L= 98,99;a=1,37;b=3,57. Analisis terhadap warna tepung singkong dilakukan menggunakankolorimeter dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.Kontrol yang digunakan adalah tepung singkong yang dibuat tanpa perlakuan daribahan singkong segar (hanya mengalami proses pemarutan tanpa penambahan airdan senyawa lain). Dari data, tepung singkong yang dibuat dengan penambahan airdan Sodium Metabisulfit (Na2S2O5) 0,1% memiliki nilai L,a, dan b yang lebihmendekati barium sulfat sebagai standar warna putih dibanding control pada semuawaktu inkubasi. Nilai kecerahan (L) pada tepung singkong yang dibuat denganpenambahan air dan Na2S2O5 0,1% lebih tinggi dibanding nilai L pada tepungkontrol pada semua jam inkubasi. Sebaliknya, nilai kemerahan (a) dan kekuningan(b) pada tepung kontrol lebih tinggi dibanding nilai b pada tepung singkong yangdibuat dengan penambahan air dan Na2S2O5 0,1% pada semua jam inkubasi. Waktu

Page 54: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

48 ISBN: 978-979-17342-0-2

inkubasi yang semakin lama tidak berpengaruh secara signifikan pada nilai L,a,maupun b semua sampel.

Tabel 2. Nilai warna kolorimetri tepung singkong yang dibuat dengan perlakuanpenambahan Na2S2O5 dengan variasi waktu inkubasi

Kontrol Penambahan air danInkubasi Na2S2O5

L A b L a b0 jam 85,17a 6,63c 16,27a 87,5x 4,73x 14,83y

1 jam 85,03a 6,5c 16,9bc 87,4x 4,83x 15,03y

2 jam 85,1a 6,37ab 16,8b 87,4x 4,8x 14,97y

3 jam 85,27a 6,23a 17,17c 87,47x 4,77x 14,9y

4 jam 85,13a 6,27ab 17,1bc 87,73y 4,77x 14,2x

1) Huruf yang sama di belakang data pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbedanyata dengan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%

2) Nilai L = kecerahan dengan skala 0 – 100 dari gelap ke terang; nilai a = skala kemerahan (+) ataukehijauan (-); nilai b = skala kekuningan (+) atau kebiruan (-).

3) Barium sulfat sebagai standar warna putih memiliki nilai L= 98,99; a= 1,37; b= 3,57

Warna kekuningan pada tepung disebabkan karena adanya reaksi maillard.Reaksi maillard terjadi jika gugus karbonil dari glukosa bereaksi dengan gugusnukleofilik grup amino dari protein yang menghasilkan polimer nitrogen(melanoidin) yang berwarna coklat. Kandungan protein pada singkong yang rendahmenghasilkan intensitas warna coklat yang rendah atau kekuningan. Adanyapenambahan sodium metabisulfit cenderung meningkatkan nilai L dan menurunkannilai a dan b. Hal ini disebabkan warna kecoklatan pada tepung singkong berasal darireaksi oksidasi antara enzim polifenol oksidase dengan senyawa fenol yangmenghasilkan senyawa quinon yang memberikan warna coklat. Sodium metabisulfitmenghambat aktivitas catecholase yang membutuhkan oksigen karena matabisulfitbersifat reduktor yang mengikat oksigen sehingga produksi quinon berkurang(Valero et al., 1992).

Residu Sulfit

Penambahan sodium metabisulfit pada proses pembuatan tepung singkongmenghasilkan residu berupa sulfit. Lama waktu inkubasi dianggap tidakmempengaruhi residu sulfit pada tepung singkong karena tidak terjadi kehilangansulfit selama inkubasi. Analisis residu sulfit hanya dilakukan sekali, yaitu padatepung singkong yang dibuat dengan penambahan air dan Na2S2O5 0,1% padahancuran singkong, dan diinkubasi selama 4 jam. Hasil analisis residu sulfit dapatdilihat pada Tabel 3.

Page 55: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

49 ISBN: 978-979-17342-0-2

b

Tabel 3. Konsentrasi residu sulfit tepung singkong yang dibuat dengan perlakuanpenambahan Na2S2O5

Variasi Perlakuan Konsentrasi Residu Sulfit (ppm)

Kontrol 0 a

Penambahan air 0 a

Penambahan air dan larutan asam laktat 0 a

Penambahan air dan Na2S2O5 161,68*Huruf yang sama di belakang data pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidakberbeda nyata dengan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%

Hasil uji residu sulfit menunjukkan tepung kontrol (tanpa penambahanapapun); dengan penambahan air; serta dengan penambahan air dan larutan asamlaktat 1% tidak mengandung residu sulfit karena pada pembuatanya tidakditambahkan Na2S2O5. Penambahan Na2S2O5 0,1 % mengandung residu sulfit masihdibawah ambang batas yang diperkenankan dalam SNI nomor 01-0222-1995 tentangbahan tambahan makanan yaitu tidak lebih dari 300 ppm.

Dari data di atas, hanya tepung singkong yang pembuatannya ditambahkansodium metabisulfit yang meninggalkan residu sulfit. Sulfur dioksida (SO2) atausulfur trioksida (SO3) berikatan dengan komponen tepung sehingga tidak larut dalamair, sulfit dalam bentuk SO2 dapat berikatan dengan protein, pati, dan gula yang tidakdapat larut dalam pencucian sehingga meninggalkan residu.

Kadar AirPengeringan pada tepung mempunyai tujuan untuk mengurangi kadar airnya

sampai batas tertentu sehingga pertumbuhan mikroba dan aktifitas enzim penyebabkerusakan pada tepung dapat dihambat. Bahan yang mempunyai kadar air tinggibiasanya lebih cepat busuk dibandingkan dengan bahan yang berkadar air rendah,karena adanya aktivitas mikroorganisme.

Tabel 4. Kadar air tepung singkong yang dibuat dengan yang dibuat denganperlakuan penambahan larutan asam laktat dan Na2S2O5 dan dengan variasi waktuinkubasi

Variasi Perlakuan Inkubasi0 jam x

Inkubasi1 jam z

Kadar Air (%)Inkubasi2 jam xy

Inkubasi3 jam xy

Inkubasi4 jam xy

Belah – oven e 13,2 ex 13,2 ez 13,2 exy 13,2 exy 13,2 exy

Kontrol a 10,35 ax 10,27 az 10,05 axy 9,96 axy 9,70 axy

Penambahan air d 11,23 dx 11,56 dz 11,18 dxy 11,01dxy 11,21 dxy

Penambahan air dan larutan asamlaktat c

10,06 cx10,37 cz 10,49 cxy 10,56 cxy 10,96 cxy

Penambahan air dan Na2S2O5b 10,06 bx 10,23 bz 10,32 bxy 10,38bxy 10,47 bxy

*Huruf yang sama di belakang data pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbedanyata dengan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%

Page 56: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

50 ISBN: 978-979-17342-0-2

Menurut SNI tepung singkong tahun 1996, batas aman kadar air tepungsingkong adalah 12%. Hasil analisis kadar air tepung singkong dapat dilihat padaTabel 4. Dari data tersebut diketahui kadar air semua sampel memenuhi standar dariSNI 1996 yaitu maksimal 12%. Nilai kadar air tidak dipengaruhi oleh penambahanair, asam laktat,sodium metabisulfit, maupun lama inkubasi. Tinggi rendahnya kadarair sampel dipengaruhi oleh kondisi pengeringan.

KesimpulanMenurut SNI, tepung singkong yang memenuhi syarat adalah tepung

singkong dengan residu sianida kurang dari 40 ppm; warna putih minimum 85%(BaSO4 100%); residu sulfit maksimum 300 ppm, dan kadar air maksimum 12%.Tepung singkong terbaik adalah tepung yang dibuat dengan perlakuan penambahansodium metabisulfit (Na2S2O5) 0,1% dengan inkubasi 0 jam (tanpa inkubasi). Tepungini memiliki residu sianida 11,73 ppm, warna yang lebih putih (L: 87.5; a: 4.73; b:14.83), residu sulfit 161,68 ppm, dan kadar air 10,06%.

Ucapan Terima Kasih

Peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada PT INDOFOOD SUKSESMAKMUR, Tbk atas bantuan finansial yang diberikan untuk pelaksanaan penelitianini dalam kerangka PROGRAM INDOFOOD RISET NUGRAHA 2011.

Daftar pustaka

Ahmed, M., Akter, S., and Eun, J. B. 2010. Peeling, Drying Temperatures, and Sulphite-Treatment Affect Physicochemical Properties and Nutritional Quality of SweetPotato Flour. Food Chemistry 121 : 112–118.

Akintonwa,A., Tunwashe, O., Onifade, A., 1994. Fatal and Non-Fatal Acute PoisoningAttributed to Cassava-based meal. Acta Horticulturae 375, 285-288.

AOAC, 1970. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemists.USA : Washington.

Bradburry,J.H., and Holloway,W.D.,1988. Chemistry of Tropical Root Crops : Significancefor Nutrition and Agriculture in the Pacific. Australian Centre for InternationalAgricultural Research, Monograph No.6. Canberra, Australia.

Cooke, R.D., and Coursey, D.G. (1981). “Cassava: a Major Cyanide-Containing FoodCrop”. pp 93-114. In B. Venesiand, ed. Cyanide in Biology. New York : AcademicPress.

Cumbana, A., Mirione, E., Cliff, J. and Bradbury, J. H. 2007. Reduction Of Cyanide ContentOf Cassava Flour In Mozambique By The Wetting Method. Food Chemistry 101:894–897.

Damardjati,D.S., Widowati,S., and Rachim,A., 1993. Cassava Flour Production andConsumers Acceptance at Village Level in Indonesia. Indonesian AgriculturalResearch and Development Journal 15, 16-25.

Djazuli,M., and Bradbury, J.H., 1999. Cyanogen Content of Cassava Roots and Flour inIndonesia. Food Chemistry 65, 523-525.

Egan, S.V., Yeoh, H.H., and Bradbury, J.H.. 1998. Simple Picrate Paper Kit forDetermination of the Cyanogenic Potential of Cassava Flour. Journal of the Scienceof Food Agriculture 76, 39–48.

Page 57: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

51 ISBN: 978-979-17342-0-2

Hillocks, R.J., Thresh and Belloti, A.C. (2002) Cassava: Biology, Production, andUtilization. New York - USA : CABI Publishing.

Iwuoha , C. I., Banigo, E. O. I and Okwelum, F. C. 1997. Cyanide Content And SensoryQuality Of Root Tuber Cassava (Manihot Esculenta Crantz) Flour As Affected ByProcessing. Food Chemistry 58 (4): 285-288.

Mlingi,N., Poulter, N.H., and Rosling,H., 1992. An Outbreak of Acute Intoxication fromConcumption of Insufficiently Proccesed Cassava in Tanzania. Nutrition Research12, 677-687.

Rivera, M. M. S., Sua´rez, F.J.L. G., Valle M. V., Meraz, F. G., and Pe´rez, L.A. B. 2005.Partial Characterization of Banana Starches Oxidized by Different Levels OfSodium Hypochlorite. Carbohydrate Polymers, 62 : 50–56.

Valero, E., Varon, R., and Carmona, F. G., 1992. Kinetic Study of the Effect of Metabisulfiteon Polyphenol Oxidase. Journal Agricultural Food Chemistry. 40, 904 – 908.

Yeoh, H.H., 1989. Kinetic properties of beta-glucosidase from cassava. Phytochemistry 28,721–724.

Page 58: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

49

SUBSITUSI JAGUNG (Zea mays L.) DENGAN JALI (Coix Lacryma-jobi L.)PADA PEMBUATAN TORTILA; KARAKTERISTIK KIMIA DAN SENSORI

[CORNS (Zea mays L.) SUBSTITUTION WITH JOB’S TEARS (Coix Lacryma-jobi L.) IN TORTILLAS; STUDY OF CHEMICAL AND SENSORY

PROPERTIES]

Sri Handajani, Choirul Anam, dan Widhi CahyaniProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Email:[email protected]

Abstract

Tortilas or corn chips is corn-based snack that has low proteincontent and fragile texture, while job’s tears have high protein content andhigh calcium. The research’s purpose was to study the influence of cornsubstitution with job’s tears in proximate, antioxidant activity, and sensoryproperties of tortillas. This research used Completely Randomized Design(CRD) with one factor, that was: corns-job’s tears ratio = 100/0, 75/25,50/50, 25/75, and 0/100. The result indicated that decreasing corns/job’stears ratio increased protein content, panelists preference in color (up toratio 25/75), texture, puffness, and overall, but decreased fat, carbohydrate,ash content, and antioxidant activity. However decreasing corns-job’s tearsratio didn’t influence moisture content, panelists preference in odor andtaste. Ratio of substitution that gave the best proximate content, antioxidantactivity, and sensory characteristics was corns/job’s tears ratio = 25/75,with protein content was 13,060%, antioxidant activity was 22,789%, andpanelists gave rather like respond in overall organoleptic parameter.

Key words: job’s tear, corn, coix lacryma-jobi L., zea mays L., tortilla

Pendahuluan

Tortila jagung atau keripik jagung adalah olahan berbahan dasar jagungyang dibuat melalui pemasakan, penggilingan, pengeringan, dan penggorengan.Tortila jagung mempunyai karakter berwarna kuning, renyah, tipis dan mudahhancur (Priwit, 2008). Selain itu, kandungan protein tortila jagung pun rendah,hanya sekitar 7% (USDA National Nutrient Database for Standard Reference,2009). Oleh karena itu, subsitusi diperlukan untuk memperbaiki karakter sensori(supaya tektur lebih keras dan tidak mudah hancur) serta memperbaiki karakterkimia (nutrisi) tortila.

Page 59: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

50

Jali (Coix Lacryma-jobi L.) adalah edible grain dari tanaman yang satufamili dengan jagung yang belum banyak dimanfaatkan di Indonesia. Jalimerupakan obat herbal tradisional di China yang bermanfaat bagi kesehatankarena mengandung anodin, anti-inflammasi, antipiretik, antiseptik,antispasmodik, hipoglikemik, hipotensif, sedatif dan vermifuge (Duke, Ayensu,1985 dalam Plants For A Future, 2000, Bown, 1995 dalam Plants For A Future,2000). Sterol utama yang terdapat pada jali yaitu sitostanol, dapat menurunkankadar kolesterol serum dengan menghambat penyerapan kolesterol (Tanaka,Takatsuto, 2001). Jali baik bagi usus dan dapat sebagai prebiotik karenamempunyai efek modifikasi terhadap beberapa bakteri usus (Chiang et al., 2000dalam Lakkham et al., 2009).

Jali diduga dapat memperbaiki karakteristik kimia dan sensori tortilajagung. Nutrisi tortila dapat diperbaiki karena kandungan protein, kalsium dan zatbesi jali lebih tinggi dari jagung (Leung, 1972, Duke, 1983 dalam Center NewCrops and Plants Products, 1996, USDA National Nutrient Database for StandardReference, 2009). Sensori tortila dapat diperbaiki karena jali berwarna putih danmemiliki kandungan kalsium yang tinggi sebesar 25mg/100g (Duke, 1983 dalamCenter New Crops and Plants Products, 1996) sehingga dapat mencerahkan warnadan memberikan tekstur yang lebih keras pada tortila. Kalsium dapat mengeraskantekstur karena ion kalsium akan membentuk crosslinking dengan pektin sehinggamembentuk kekakuan pada dinding sel (Sham et al., 2001).

Jali dan jagung sama-sama memiliki aktivitas antioksidan. Jali mempunyaiaktivitas antioksidan karena kandungan senyawa-senyawa fenolat (Kuo et al.,2001 dalam Khongjeamsiri et al., 2009), sedangkan jagung diperoleh dari pigmenkarotenoid, senyawa fenolat, dan vitamin E (Anonim, 2007, Suarni, Widowati,2007, Hodzic et al., 2009).

Dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasikonsentrasi jagung dan jali terhadap kandungan proksimat (air, abu, lemak, protein,karbohidrat), aktivitas antioksidan, dan karakteristik sensori (warna, aroma, rasa,tekstur, tingkat mekar, overall) tortila yang dihasilkan.

Bahan dan MetodeBahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain beras jagungyang berwarna kuning oranye yang diperoleh dari Pasar Nongko, Surakarta; berasjali yang diperoleh dari toko obat China Tambak Segaran; air dan minyak goreng.

Alat-alat yang digunakan adalah oven elektrik Kirin KB0-190RA, alat-alatuji proksimat, uji aktivitas antioksidan, dan alat-alat gelas.

Page 60: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

51

Beras jagung Biji jali pecah kulit

Sortasi Sortasi

Perendaman (25ºC,1 jam) Perendaman (25ºC,1 jam)

Penirisan

Penanakan dengan rice cooker

(jagung: air = 1:2,5)

Penirisan

Penanakan dengan rice cooker

(jali: air = 1:2,5)

Nasi jagung Nasi jali

Formulasi (Jagung/Jali)

Pencampuran dan pelumatan

Penimbangan (±100 gr)

Pemipihan (± 18 x 26 cm)

Pengovenan I (100°C, 10’)

Pengirisan (2 x 2 cm)

Pengovenan II (250°C, 40’)

Tortila mentah

Penggorengan (170°C, 6-8”)

Tortila siap santap

Gambar 1. Proses Pembuatan Tortila

Pembuatan TortilaProses pembuatan tortila dalam penelitian ini (Gambar 1) mengacu pada

Anonim (2004); Anonim (2005); dan Priwit (2008) dengan modifikasi. Formulasi

Page 61: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

52

Kadar (%)Jagung/Jali 100/0 75/25 50/50 25/75 0/100

Air 3,049a 3,369 a 3,486 a 3,398 a 3,276 a

Protein 8,264 a 10,463 b 11,754 c 13,060 d 14,403 e

Lemak 3,554 b 1,916 a 1,861a 1,815 a 1,751 a

Karbohidrat 84,669 e 83,938 d 82,639 c 81,508 b 80,395 a

Abu 0,463 e 0,313 d 0,260 c 0,218 b 0,174 a

jagung/jali dilakukan dengan 5 variasi, yaitu rasio jagung/jali = 100/0, 75/25,50/50, 25/75, dan 0/100.

AnalisisAnalisis yang dilakukan meliputi analisis proksimat, aktivitas antioksidan,

dan sensori. Kadar air dilakukan dengan metode termogravimetri (Sudarmadji etal., 1997), kadar protein dengan metode Kjeldahl (Sudarmadji et al., 1997), kadarlemak dengan metode ekstraksi soxhlet (Sudarmadji et al., 1997), karbohidratdengan by different, dan kadar abu dengan pengabuan kering (Sudarmadji et al.,1997). Aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH(Chaisiricharoenkul, Tongta, 2005), dan analisis sensori dilakukan berdasarkan ujikesukaan (Kartiko et al., 1988).

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian terhadap kandungan proksimat, aktivitas antioksidan, dankarakteristik sensori dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3.

Tabel 1. Kandungan Proksimat Tortila

Ket.: Angka dengan notasi sama dalam satu baris menunjukkan tidak beda nyata pada α=5%.

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa substitusi jali terhadap jagungmempengaruhi kandungan proksimat tortila yang dihasilkan, terutama terhadapkadar abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Namun, subsitusi jagung dengan jalitidak mempengaruhi kadar air tortila.

Kadar air tortila dari semua perlakuan berkisar antara 3,05% hingga 3,49%dan semuanya tidak beda nyata. Karena belum terdapat SNI tortila, keripikjagung, ataupun emping jagung, maka sebagai pembanding digunakan kadar airmaksimum yang dipersyaratkan pada makanan ringan ekstrudat yaitu menurutSNI 01-2886-2000 adalah 4% (Oktavia, 2007). Dan kelima sampel ini memenuhipersyaratan tersebut.

Kadar protein tortila meningkat seiring meningkatnya konsentrasi jali yangdisubsitusikan. Tortila berbahan 100% jagung memiliki kadar protein terendah,yaitu 8,264%, dan kadar tersebut semakin meningkat seiring penambahankonsentrasi jali, sedangkan kadar protein tertinggi terdapat pada sampel berbahan

Page 62: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

53

100% jali, yaitu 14,403%. Hal ini disebabkan karena kadar protein jagung kuningberkisar 9,2%–9,4% (USDA National Nutrient Database for Standard Reference,2009; Duke, 1983 dalam Center New Crops and Plants Products, 1996),sedangkan kadar protein jali sebesar 12% dan 15% (Leung, 1972; Duke, 1983dalam Center New Crops and Plants Products, 1996).

Kadar lemak sampel 100% jagung menunjukkan beda nyata dengan empatsampel lainnya. Pada sampel berbahan 100% jagung, kadar lemak yang didapatmencapai 3,554%, sedangkan pada empat sampel lainnya kadar lemak berkisarantara 1,916% hingga 1,751%. Hal ini diduga disebabkan karena lembaga,perikarp, dan tip cap jagung yang banyak mengandung lemak (Suarni, Widowati,2007) terikut atau menempel pada bahan baku (beras jagung).

Substitusi jagung dengan jali menurunkan kadar karbohidrat sebagai akibatkenaikan protein. Kadar karbohidrat tertinggi terdapat pada tortila berbahan 100%jagung, yaitu 84,669%, sedangkan yang terendah pada tortila berbahan 100% jaliyaitu 80,395%. Kandungan karbohidrat jagung berkisar antara 73,7-74,4% (Duke,1983 dalam Center New Crops and Plants Products,1996, USDA NationalNutrient Database for Standard Reference, 2009), sedangkan jali sekitar 61-65,3%(Leung, 1972, Duke, 1983 dalam Center New Crops and Plants Products, 1996).Karbohidrat terutama pati bermanfaat untuk memberikan kerenyahan dankekerasan yang diinginkan pada tortila. Pati beramilosa tinggi digunakan untukmeningkatkan kerenyahan dan kekerasan, sedangkan pati dengan 100%amilopektin memberikan pemekaran yang tinggi (Huang, 1995).

Tabel 2. Aktivitas Antioksidan Tortila

Jagung/Jali 100/0 75/25 50/50 25/75 0/100% Akt. a

Antioksidan3,049 3,369 a 3,486 a 3,398 a 3,276 a

Ket.: Angka dengan notasi sama dalam satu baris menunjukkan tidak beda nyata pada α=5%.

Sedangkan kadar abu menurun seiring penambahan substitusi jagungdengan jali. Kadar abu jagung menurut USDA National Nutrient Database forStandard Reference (2009) sebesar 1,2% sedangkan kadar abu jali menurut Leung(1972) sebesar 1,4%. Namun, pada penelitian ini tortila dominan jagung memilikikadar abu lebih tinggi dari tortila dominan jali. Hal ini diduga disebabkan karenalembaga, perikarp, dan tip cap jagung yang mempunyai kadar abu tinggi (Suarni,Widowati, 2007) terikut atau menempel pada bahan baku (beras jagung). Secaraumum, kadar abu tortila berkisar 0,2-0,5%. Sebagai pembanding, pada keripikumbi gadung (SNI 01-4302-1996) kadar abu (tanpa garam) dipersyaratkan sebesar0,1-1% (Widaningrum, Setyawan, 2009). Dengan demikian, kadar abu padasemua sampel memenuhi persyaratan ini.

Page 63: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

54

SkorJagung/Jali 100/0 75/25 50/50 25/75 0/100

Warna 3,905a 5,714b 5,667 b 5,286 b 4,095 a

Aroma 4,905 a 5,143 a 5,286 a 5,238 a 4,762 a

Rasa 4,619 a 5,191 a 4,714 a 5,095 a 4,762 a

Tekstur 4,143 a 4,857 ab 4,714 ab 5,191 b 5,048 b

Pemekaran 3,857 a 5,000 b 4,619 b 4,810 b 5,238 b

Overall 4,095a 5,333 b 5,095 b 5,333 b 4,810 b

Berdasarkan Tabel 2, diketahui tortila berbahan 100% jagung memilikikandungan antioksidan tertinggi, yaitu sebesar 26,190%. Sedangkan aktivitasantioksidan sampel tortila jagung/jali = 75/25, 50/50, dan 25/75 tidak berbedanyata satu dengan yang lain. Dan tortila berbahan 100% memiliki kandunganantioksidan terendah, yaitu sebesar 17,687%. Dengan demikian, menurutpengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH didapatkan bahwasubstitusi jali pada pembuatan tortila dapat menurunkan aktivitas penangkalanradikal bebas. Hal ini diduga disebabkan karena aktivitas antioksidan darisenyawa-senyawa antioksidan spesifik pada jagung lebih tinggi dari jali.

Aktivitas antioksidan jagung diperoleh dari pigmen karotenoid, senyawafenolat, dan vitamin E (Anonim, 2007; Hodzic et al., 2009; Suarni, Widowati,2007). Jagung kuning mengandung pigmen karotenoid, terutama dari jenis β-kriptoxantin, lutein, dan zeaxantin. β-kriptoxantin merupakan jenis karotenoidprovitamin A. Sebanyak 24 μg β-kriptoxantin dibutuhkan untuk membentuk 1 μgretinol. Sedangkan lutein dan zeaxantin tidak memiliki aktivitas vitamin A(Anonim, 2007). Menurut hasil penelitian Hodzic et al. (2009), total fenol jagunglebih tinggi dari beras dan gandum. Sedangkan pada jali, senyawa antioksidandiperoleh dari 6 senyawa fenolat, yaitu: koniferil alkohol, asam siringat, asamferulat, siringaresinol, 4-ketopinoresinol, dan mayuenolida (Kuo et al., 2001dalam Khongjeamsiri et al., 2009).

Tabel 3. Hasil Analisis Sensori

Ket.: 1. Sangat tidak suka; 2. Tidak Suka; 3. Agak tidak Suka; 4. Suka; 5. Sedikit Lebih Suka; 6.Lebih Suka; 7. Sangat SukaAngka dengan notasi sama dalam satu baris menunjukkan tidak beda nyata pada α=5%.

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa substitusi jali terhadap jagungmempengaruhi kesukaan panelis terhadap warna, tekstur, pemekaran, dan overall,tetapi tidak mempengaruhi aroma dan rasa.

Substitusi terhadap jagung 25% hingga 75% secara umum menghasilkanwarna yang lebih disukai panelis dibandingkan 100% tortila jagung dan 100%tortila jali. Kesukaan tertinggi terdapat pada sampel yang disubstitusi persentasejagung/jali = 75/25 hingga 25/75 dengan perbedaan yang tidak nyata antara

Page 64: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

55

ketiganya. Dan tingkat kesukaan tortila jali sedikit lebih tinggi dari tortila jagung,tetapi perbedaan keduanya tidak signifikan. Artinya tortila berwarna kuning cerahlebih disukai dari tortila yang berwarna kuning oranye maupun putih.

Substitusi jagung dengan jali pada pembuatan tortila tidak mempengaruhikesukaan panelis terhadap aroma dan rasa tortila yang dihasilkan. Kelima sampelyang dihasilkan mempunyai tingkat kesukaan yang tidak beda nyata satu denganyang lain, yaitu berkisar antara 4,7 hingga 5,3, dan 4,6 hingga 5,2. Skor inimenunjukkan sebagian besar panelis menyatakan sedikit lebih suka, sebagiankecil mengatakan suka, dan sebagian kecil pula yang mengatakan lebih suka.Dengan demikian, berdasarkan hasil uji kesukaan, substitusi jagung dengan jalitidak menghasilkan aroma dan rasa yang menyimpang pada tortila pada aromadan rasa.

Substitusi jagung dengan jali pada pembuatan tortila mempengaruhikesukaan panelis terhadap parameter tekstur dan pemekaran. Substitusi jagungdengan jali memberikan peningkatan nilai kesukaan terhadap tekstur danpemekaran tortila. Tingkat kesukaan terendah terdapat pada sampel yang terbuatdari 100% jagung yang mempunyai tekstur paling rapuh dan mudah patah sertapaling kurang mekar.

Karakteristik tekstur dan pemekaran tortila dipengaruhi beberapa faktor,antara lain: kadar air, kandungan kalsium, kadar protein, kadar lemak, dankandungan amilosa-amilopektin. Kadar air berhubungan langsung dengan teksturkeripik (Kita, Figiel, 2008). Namun, kadar air tortila tidak beda nyata, sehinggapengaruh kadar air dapat ditiadakan. Kadar kalsium dan protein jali lebih tinggidari jagung, sedangkan kadar lemak jali lebih rendah dari jagung. Hal ini didugamenyebabkan kenaikan kesukaan panelis terhadap tekstur tortila yang disubstitusijali. Kadar kalsium jali sebesar 25 dan 46 mg/100gr, sedangkan jagung lebihrendah, menurut yaitu 7-10 mg/100gr (Leung, 1972, USDA National NutrientDatabase for Standard Reference, 2009; Duke, 1983 dalam Center New Crops andPlants Products, 1996). Menurut Chaiyakul et al.. (2008), peningkatan protein dari20% ke 30% pada snack ekstrusi kaya protein berbahan dasar beras ketanberpengaruh signifikan (α = 5%) terhadap kenaikan kekerasan, kerenyahan, danintensitas suara "kriuk". Dan menurut Kita et al. (2007) dalam Kita dan Figiel(2008) keripik yang mengandung lemak lebih rendah memiliki tekstur yang lebihkeras. Sedangkan pengaruh pati beramilosa tinggi digunakan meningkatkankerenyahan dan kekerasan snack dan pati amilopektin menaikkan pemekaran(Huang, 1995).

Substitusi jagung dengan jali pada pembuatan tortila mempengaruhikesukaan panelis terhadap parameter tortila secara keseluruhan (overall). Sampeltortila dari 100% jagung memiliki tingkat kesukaan yang paling rendah darisemua sampel tortila dengan perbedaan yang nyata. Sedangkan kesukaan tertinggi

Page 65: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

56

terdapat pada sampel tortila jagung/jali = 75/25, walaupun tingkat kesukaannyatidak berbeda nyata sampel tortila jagung/jali = 50/50, 25/75, dan 0/100. Dengandemikian, subsitusi jagung dengan jali pada pembuatan tortila menaikkan tingkatkesukaan panelis.

Dengan demikian, berdasarkan perbandingan data pada Tabel 1, Tabel 2,dan Tabel 3, maka dapat diketahui bahwa seiring bertambahnya persentasesubstitusi, kadar protein semakin bertambah dengan perbedaan nyata pada setiapperlakuan substitusi, aktivitas antioksidan semakin menurun dengan perbedaanyang tidak nyata pada substitusi 75/25, 50/50, dan 25,75, dan kesukaan overallsemakin meningkat dengan perbedaan yang tidak nyata pada substitusi 75/25,50/50, 25,75 dan 0/100. Dengan kecenderungan ini, maka didapatkan substitusijagung dengan jali yang memberikan kombinasi kandungan proksimat, aktivitasantioksidan, dan karakteristik sensori terbaik adalah substitusi jagung/jali = 25/75.

KesimpulanPeningkatan konsentrasi substitusi jagung dengan jali meningkatkan kadar

protein, kesukaan terhadap warna, tekstur, pemekaran, dan overall tortila tetapimenurunkan kadar lemak, kadar karbohidrat (by different), kadar abu, danaktivitas antioksidan tortila. Peningkatan konsentrasi substitusi jagung dengan jalidalam pembuatan tortila tidak mempengaruhi kadar air, tingkat kesukaan terhadaparoma dan rasa. Persentase substitusi yang memberikan kandungan proksimat,aktivitas antioksidan, dan karakteristik sensori terbaik adalah substitusi jagung/jali= 25/75.

Daftar Pustaka

Anonim. 2004. Jagung (Zea mays L.). http://bkp.deptan.go.id/pkk/downlot.php?.[29 Mei 2010]

Anonim. 2005. Teknologi Tepat Guna: Keripik Jagung.http://www.iptek.net.id/ind. [29 Mei 2010]

Anonim. 2007. Carotenoids. http://www.diet.com. [20 September 2010]Bown D. 1995. Encyclopaedia of Herbs and their Uses. Dalam Plants For A

Future. 2000. Job's Tears (Coix lacryma-jobi L.). http://www.pfaf.org. [17November 2009]

Chaisiricharoenkul J., Tongta S. 2005. Physicochemical and AntioxidantProperties of Job’s Tear Flour. School of Food Technology. Institute ofAgricultural Technology. Suranaree University of Technology.http://iat.sut.ac.th. [25 Januari 2010]

Chaiyakul S., Jangchud K., Jangchud A., Wuttijumnong A., Winger R. 2008.Effect of protein content and extrusion process on sensory and physicalproperties of extruded high-protein, glutinous rice-based snack. KasetsartJournal (Nat. Sci.) 42 : 182-190. http://www.thaiscience.info. [18September 2010]

Page 66: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

57

Chiang W., Cheng C.Y., Chiang M.T., Chung K.T. 2000. Effects of dehulledadlay on the culture count of some microbiota and their metabolism in thegastrointestinal tract of rats. Dalam Lakkham K, Wangsomnuk W,Aromdee C. 2009. Identification and quality of four varieties of adlay.Songklanakarin Journal of Science Technology 31/4 : 425-431 Jul-Aug.http://www.sjst.psu.ac.th. [10 Desember 2009]

Deniati S.H. 2006. Aktivitas Antioksidan dan Kandungan Fenol Total BeberapaEkstrak Bahan Alam Pangan. Tesis. Fakultas Kedokteran. UniversitasIndonesia. http://www.lontar.ui.ac.id. [13 September 2010]

Duke J.A. 1983. Handbook of Energy Crops. Dalam Center New Crops and PlantsProducts. 1996. Coix lacryma-jobi L. Purdue University.http://www.hort.purdue.edu/newcrop/duke_energy. [30 November 2009]

Duke J.A., Ayensu E.S. 1985. Medicinal Plants of China. Dalam Plants For AFuture. 2000. Job's Tears (Coix lacryma-jobi L.). http://www.pfaf.org. [17November 2009]

Hodzic Z., Pasalic H., Memisevic A., Srabovic M., Saletovic M., Poljakovic M.2009. The influence of total phenols content on antioxidant capacity in thewhole grain extracts. European Journal of Scientific Research 28 (3) : 471-477 http://www.eurojournals.com/ejsr.htm. [20 September 2010]

Huang D.P. 1995. New Perspectives on Starch and Starch Derivatives for SnackApplications. Cereal Foods World August 1995.http://eu.foodinnovation.com. [11 September 2010]

Kartiko B., Pudji H., Wahyu S. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAUPangan dan Gizi UGM. Yogyakarta

Kita A., Lisińska G., Gołubowska G. 2007. The effects of oils and fryingtemperatures on the texture and fat content of potato crisps. Dalam Kita A,Figiel A. 2008. Effect of post-drying method on selected properties ofpotato chips. Acta Agrophysica 1(11) : 91-100. http://www.acta-agrophysica.org. [11 September 2010]

Kuo C.C., Shih M.C., Kuo Y.H., Chiang W. 2001. Antagonism of free-radical-induced damage of adlay seed and its antiprolifrative effect in humanhistolytic lymphoma U237 monocytic cells. Dalam Khongjeamsiri W,Wangcharoen W, Pimpilai S, Daengprok W. 2009. Development of job’stears ice cream recipe. Maejo International Journal of Science andTechnology 3(03) : 388-399. http://www.mijst.mju.ac.th. [10 Desember2010]

Leung WW. 1972. Food Composition Table for Use in East Asia; Part I:Proximate Composition, Mineral and Vitamin Contents of East AsianFoods. http://www.fao.org. [1 Juli 2010]

Oktavia D.A. 2007. Kajian SNI 01-2886-2000 Makanan Ringan Ekstrudat. JStand 9(1): 1-9

Priwit. 2008. Emping Jagung: Teknologi dan Kendalanya.http://priwit.wordpress.com. [ 29 Mei 2010]

Sham PWY., Scaman C.H., Durance T.D. Texture of Vacuum MicrowaveDehydrated Apple Chips as Affected by Calcium Pretreatment, Vacuum

Page 67: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

58

Level, and Apple Variety. Journal Food Science 66(9): 1341-1347.http://lib3.dss.go.th. [28 Oktober 2010]

Suarni, Widowati S. 2007 Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id. [ 5 Maret 2010]

Sudarmadji S., Haryono, Suhardi. 2003. Analisa untuk Bahan Makanan danPertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

. 1997. Prosedur Analisa Untuk BahanMakanan. Penerbit Liberty. Yogyakarta

Tanaka T., Takatsuto S. 2001. Sterol in seeds of job’s tears (Coix lacryma-jobivar. ma-yuen) (Diedit oleh M. Fukatsu, Nihon Univ.). J Oleo Sci 50(12) :957-960. http://www.jstage.jst.go.jp. [16 November 2009]

USDA National Nutrient Database for Standard Reference. 2009. Nutrient DataLaboratory. http://www.nal.usda.gov. [1 Juli 2010]

Widaningrum, Setyawan N. 2009. Standardisasi Keripik Sayuran (Wortel) sebagaiUpaya Peningkatan Daya Saing Produk Olahan Hortikultura. Balai BesarLitbang Pascapanen Pertanian. http://www.bsn.go.id. [21 September 2010]

Page 68: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

59

SIFAT FISIK DAN AKSEPTABILITAS BANANA LEATHERDENGAN BAHAN BAKU PISANG RAJA BANDUNG

Chatarina Wariyah1

1Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana YogyakartaE-mail : [email protected]

Abstrak

Banana leather merupakan produk yang dibuat dari slurry pisang yangdibentuk lembaran, dikeringkan kemudian digulung. Umumnya banana leatherdibuat dari pisang Raja pilihan yang harganya sangat mahal, padahal terdapatvarietas pisang dengan harga murah yaitu pisang Raja Bandung yang memilikicitarasa pisang yang tajam dan manis. Permasalahannya adalah sifat danakseptabilitas banana leather sangat ditentukan oleh cara pengeringan danketebalan slurry saat pencetakan. Pengeringan dengan sinar matahari lebih efisiendibandingkan pengeringan menggunakan almari pengering maupun oven gas,namun tekstur banana leather liat dan kurang higienis. Selain itu ketebalanadonan/slurry pada pencetakan akan menentukan warna maupun tekstur bananaleather. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan metode pengolahan bananaleather terbaik dengan akseptabilitas tinggi. Target khususnya adalahdiketahuinya cara pengeringan dan ketebalan slurry yang tepat agar dihasilkanbanana leather dengan warna, tekstur dan sifat inderawi yang disukai. Padapenelitian ini dilakukan pengolahan banana leather dengan variasi carapengeringan yaitu dengan sinar matahari, oven gas dan almari pengering padasuhu 70oC dan ketebalan slurry. Analisis yang dilakukan terhadap banana leatheradalah tekstur dengan Test Zwick, warna dengan Lavibond Tintometer dan ujikesukaan dengan metode Hedonic Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwapengeringan menggunakan oven gas dengan pencetakan tebal, menghasilkanbanana leather dari pisang Raja Bandung dengan warna kecoklatan dan teksturrenyah (tidak rapuh) serta tingkat kesukaan tertinggi. Nilai tekstur banana leatheradalah gaya yang dapat ditahan 22,71 N dan deformasi 62,50%; warna dengannilai red, yellow dan bright masing-masing antara 2,53; 3,78; dan 0,20.

Kata kunci : banana leather, warna, tekstur, tingkat kesukaan.

PendahuluanFruit leather merupakan makanan yang dibuat dari buah-buahan yang

diproses melalui tahapan: pengupasan, pembuatan bubur dan adonan, pengeringandalam bentuk lembaran tipis dan penggulungan. Hasilnya berupa makanan keringyang memiliki citarasa khas buah. Fruit leather dari pisang umumnya disebutbanana leather. Menurut Khotimah (2000), banana leather dapat dibuat daripisang yang harganya relatif murah seperti pisang Raja Bandung dan dapatmenghasilkan banana leather yang disukai. Pisang Raja Bandung merupakan

Page 69: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

60

varietas pisang dengan ciri-ciri berat satu buah pisang sekitar 90 gram denganpanjang 12 – 18 cm, dan diameter 3,2 cm. Bentuk buah melengkung denganbagian pangkal buah bulat, empulur buahnya nyata dengan tekstur kasar, rasanyamanis (Rismunandar, 1983). Pisang Raja Bandung mengandung komponenkarbohidrat sekitar 31,80% yang sebagian besar adalah gula, sehingga rasanyamanis.

Permasalahan pada pengolahan banana leather adalah pengeringan secaratradisional yang dilakukan saat ini menggunakan sinar matahari dan menghasilkanbanana leather dengan tekstur agak liat, karena kadar air tidak dapat mencapaisekitar 7% dan pengeringan berlangsung lama. Selain itu cara tersebutmenghasilkan produk yang kurang higienis, karena terlalu lama dalam ruangterbuka dengan risiko komtaminasi tinggi (Horrison dan Andreas, 2007). MenurutMaskam et al. (2000), pengeringan pisang menggunakan udara panas, efisiensienergi tinggi dan waktu pengeringan lebih cepat, namun kerusakan flavor, warnadan zat gizi lebih besar. Pengeringan menggunakan microwave juga berlangsungcepat dengan efisiensinya tinggi, namun harga peralatan relatif mahal. Padabanana slice, pengeringan menggunakan oven pengering pada suhu 53oCmenghasilkan kerusakan fisik yang paling rendah (Romano et al., 2008).Sedangkan pengeringan menggunakan oven gas telah dilakukan pada produkseperti banana chip atau produk sejenis jamur, akan tetapi belum dilakukan untukpengolahan banana leather (Kendall dan Sofos, 2003). Oleh karena itu perludilakukan evaluasi cara pengeringan yang lebih praktis dan higienis, sehinggadihasilkan banana leather yang baik.

Selain permasalahan tersebut, ketebalan slurry pada pencetakan jugaberpengaruh terhadap kecepatan pengeringan. Ekanayake dan Bandara, (2002)menyatakan umumnya banana leather dibuat dengan ketebalan slurry antara 5-10mm. Semakin tebal slurry, banana leather yang dihasilkan semakin liat,sebaliknya apabila slurry terlalu tipis tekstur banana leather rapuh. Hal ini akanberpengaruh terhadap akseptabilitas banana leather. Untuk itu perlu dilakukanoptimasi kondisi proses pembuatan banana leather agar dihasilkan produk denganakseptabilitas tinggi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan cara pengeringan danketebalan slurry yang tepat, agar dihasilkan banana leather dari pisang RajaBandung dengan sifat fisik (tekstur dan warna) yang baik dan akseptabilitastinggi.

Metode PenelitianBahan dan Peralatan yang Digunakan

Bahan dasar yang digunakan untuk penelitian ini adalah pisang RajaBandung matang optimal, ditandai dengan warna kuning merata. Pisang tersebut

Page 70: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

61

diperoleh dari pasar tradisional di wilayah Yogyakarta. Bahan tambahan yangdigunakan adalah tapioka merk “Rose Brand”, tepung beras merk “Rose Brand”,gula halus merk “Sari Tani”, santan instan merk “Kara”, Na-bisulfit, dan asamsitrat. Bahan kimia untuk analisis gula total dan keasaman tertitrasi dengankualifikasi pro analysis diperoleh dari Merck.

Peralatan utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah oven gas,cabinet dryer (almari pengering), seperangkat peralatan untuk membuat adonandan untuk pengujian inderawi. Pengujian tekstur banana leather menggunakanTexture Analyzer Test Zwick, warna dengan Color Reader CR-10 (KonicaMinolta) Machine.Cara Penelitian

Untuk mendapatkan kondisi terbaik pada pengolahan banana leather,maka penelitian ini dibagi dalam 2 tahap yang meliputi : 1) menentukan carapengeringan yang paling tepat agar diperoleh banana leather dari pisang RajaBandung yang disukai, 2) mengevaluasi ketebalan slurry pada saat pencetakanpengaruhnya terhadap sifat fisik (warna, tekstur) dan akseptabilitas bananaleather dari pisang Raja Bandung, selanjutnya menentukan cara pengeringan danketebalan slurry yang tepat yang dapat menghasilkan banana leather denganakseptabilitas tinggi berdasarkan uji organoleptik.

1. Penentuan cara pengeringan terbaik

Untuk menentukan cara pengeringan yang tepat, maka pada penelitian inidigunakan tiga (3) cara yaitu pengeringan dengan sinar matahari (MH), cabinetdryer (almari pengering) (CD) dan oven gas (OG). Adapun tahap-tahap prosespembuatan banana leather meliputi : pengupasan pisang, pengirisan, sulfitasi,pulping dan penambahan gula, pemanasan, pencetakan dalam nampan danpengeringan (Ekanayake dan Bandara, 2002). Pisang Raja Bandung yang telahdikupas dan dipotong-potong langsung direndam dalam larutan sodium bisulfit1000 ppm dan asam sitrat 0,75%. Selanjutnya dihancurkan menggunakan blender(pulping) selama 5 menit dan ditambah gula 15%, kemudian dipanaskan sambildiaduk sampai suhu slurry mencapai 75 oC selama 3 menit. Adonan dimasukkandalam nampan yang telah dilapisi dengan gliserol dengan ketebalan 7,5 mm(+ 100 g/loyang ukuran 25 x 38 cm). Pengeringan dengan 3 perlakuan yaitu sinarmatahari (24 - 28 jam, pemanasan efektif), almari pengering dan oven gas padasuhu 60-70oC sampai agak liat dan siap digulung. Setelah digulung dikeringkanlagi sampai kadar air sekitar 7 %. Banana leather yang diperoleh dianalisis kadarair dengan metode gravimetri, gula total dengan metode spektrofotometri dankeasaman tertitrasi (AOAC, 1990). Untuk menentukan cara pengeringan terbaikdilakukan uji akseptabilitas berdasarkan kesukaan terhadap bau, warna, tekstur,

Page 71: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

62

rasa dan kesukaan keseluruhan dengan metode Hedonic Test (Krammer andTwigg, 1970).2. Penentuan ketebalan slurry

Berdasarkan Tahap 1 diperoleh cara pengeringan yang cocok untukpembuatan banana leather. Selanjutnya cara tersebut digunakan untuk membuatbanana leather pada Tahap 2 yaitu evaluasi ketebalan slurry terhadap warna,tekstur, dan akseptabilitasnya. Ketebalan slurry sangat sulit ditentukan dalamloyang pencetak, apalagi kondisi adonan adalah larutan yang encer. Oleh karenaitu, berdasarkan orientasi yang telah dilakukan, maka ketebalan slurry ditentukanberdasarkan jumlah adonan (gram) yang dicetak dalam loyang ukuran 25 x 38 cm.Adapun variasi jumlah adonan yang dituang dalam loyang adalah : 90; 120 dan150 g. Setelah dituang dalam loyang, adonan dikeringkan menggunakan carapengeringan terbaik (Tahap 1) yaitu pengeringan menggunakan oven gas. Bananaleather yang diperoleh diuji teksturnya menggunakan Texture Analyzer TestZwick, warna dengan Color Reader dan uji akseptabilitas berdasarkan kesukaandengan metode Hedonic Test (Krammer and Twigg, 1970).

Data hasil penelitian Tahap 1 dan 2 ditabulasi dan dianalisis secarastatistik. Hasil analisis data digunakan untuk menentukan cara pengeringan danketebalan slurry yang tepat untuk menghasilkan banana leather denganakseptabilitas tinggi.Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkapdengan faktor cara pengeringan (Tahap 1) dan ketebalan slurry (Tahap 2) yangdinyatakan sebagai berat slurry/loyang ukuran 25 x 38 cm. Semua data dianalisisdengan analisis varian (anova) pada tingkat signifikansi 5% dan apabila terdapatperbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan’s Multiples RangeTest) (Gacula and Singh, 1984). Analisis data dilakukan dengan SPSS 11.00.

Hasil dan Pembahasan1. Cara Pengeringan Terbaik

Tabel 1. Hasil analisis gula total dan keasaman banana leather

Metode pengeringan Gula total (% db) Total asam (% db)Sinar matahariAlmari pengeringOven gas

40,73a

40,19a

40,40a

0,75b

0,48a

0,47a

* angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakbeda nyata pada α = 5 %

Salah satu karakteristik yang mencerminkan citarasa buah adalahkandungan gula dan asam yang dinyatakan sebagai rasio gula/asam. Hasil analisis

Page 72: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

63

gula total dan keasaman tertitrasi banana leather dari pisang Raja Bandungdisajikan pada Tabel 1.

Hasil pengujian gula total banana leather pada 3 variasi cara pengeringantidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini disebabkan karena bahan yangdigunakan serta jumlah sukrosa yang ditambahkan sebagai formula sama,sedangkan keasaman tertitrasi pada banana leather yang dikeringkan dengan sinarmatahari lebih asam dibandingkan dua cara pengeringan yang lain. Pengeringandengan sinar matahari memerlukan waktu lebih lama, sehingga memungkinkanterjadinya fermentasi gula menghasilkan asam (Buckle et al. 1985). Oleh karenaitu keasaman tertitrasi lebih tinggi.

Untuk menentukan banana leather yang paling disukai diantara 3 carapengeringan dilakukan pengujian inderawi berdasarkan kesukaan terhadap bau,warna, tekstur, rasa dan citarasa keseluruhan. Hasil pengujian inderawi disaj ikanpada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil uji kesukaan banana leather pisang Raja Bandung pada 3 variasicara pengeringan

Cara pengeringan Atribut mutuWarna Aroma Tekstur Rasa Keseluruhan

Sinar matahariAlmari pengeringOven gas

2,57a

3,00b

3,40c

2,40a

2,98b

3,97c

1,73a

2,68b

3,86c

1,89a

3,06b

4,09c

1,98a

2,80b

3,95c

* angka diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada α = 5 %*angka yang makin besar pada setiap parameter menunjukkan makin disukai.

WarnaDari hasil uji kesukaan terhadap warna yang ditampilkan pada Tabel 2

diketahui bahwa cara pengeringan menggunakan oven gas, menghasilkan bananaleather paling disukai. Warna banana leather kuning kecoklatan, dan hasiltersebut senada dengan hasil pengujian secara obyektif (data tidak ditampilkan).Menurut MoWilliam (1997), keseragaman warna kuning cerah pada permukaanproduk panggang pada umumnya sangat diharapkan dan disukai.Aroma

Menurut Mui et. al (2002) beberapa komponen volatil yang teridentifikasimenentukan aroma dari pisang pada saat pengeringan adalah ester, asetat,etilasetat, isoamilasetat, butilasetat, dan isobutil asetat ini yang menyebabkan offflavor. Berdasarkan uji kesukaan pada aroma menunjukkan adanya beda nyatadari ketiga perlakuan pengeringan yang berbeda. Banana leather denganpengeringan oven gas menunjukkan nilai yang tertinggi. Hal ini berkaitan denganpencoklatan non enzimatis Maillard yang intensitasnya lebih besar padapengeringan menggunakan oven gas. Oleh karena itu aroma yang timbul lebihtajam.

Page 73: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

64

TeksturMenurut Matz (1962), tekstur produk tergantung pada kekompakan

partikel-partikel penyusunnya, bentuk, kekukuhan dan keseragaman partikel-partikel penyusunnya. Mutu tekstur ditentukan oleh kemudahan terpecahnyapartikel penyusun, bila produk tersebut dikunyah, serta sifat- sifat partikel tersebutdihasilkan. Berdasarkan uji kesukaan banana leather menunjukkan ada bedanyata untuk ketiga perlakuan pengeringan. Produk yang dikeringkan dengan ovengas tingkat kesukaannya tertinggi artinya akseptabilitas terhadap tekstur palingtinggi.Rasa

Rasa dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksikomponen rasa yang lain (Karel dan Lund, 2003). Pada dasarnya indera perasamanusia hanya dapat merasakan empat dasar rasa yaitu; manis, asin, pahit danasam (deMan, 1999). Dari hasil uji kesukaan terhadap rasa menunjukkan bahwacara pengeringan menggunakan oven gas memiliki tingkat akseptabilitas tertinggi.Panelis memberikan nilai tertinggi pada produk yang dikeringkan dengan ovengas. Rasa yang didapat adalah hasil pengkombinasian dari komponen – komponenyang terkandung dalam produk, seperti adanya penambahan gula, asam, tepungdan juga santan.Keseluruhan

Tingkat kesukaan keseluruhan menunjukkan ada beda nyata dari ketigamacam cara pengeringan. Hasil penilaian tertinggi terhadap penerimaankeseluruhan banana leather adalah dengan cara pengeringan menggunakan ovengas, yaitu dengan kriteria sangat suka. Hal tersebut didukung dengan hasil ujikesukaan terhadap aroma, warna, tekstur dan rasa yang semua menunjukpengeringan dengan oven gas yang paling disukai.2. Ketebalan Slurry (jumlah adonan/loyang)

Evaluasi terhadap ketebalan slurry dilakukan terhadap banana leatheryang dikeringkan dengan oven gas (hasil Tahap 1). Hasil pengujian warna bananaleather disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengujian warna banana leather

Kriteriaketebalan

Jumlah (g)slurry/loyang

Red Yellow Bright

TipisSedangTebal

90120150

2,10a

2,20a

2,53b

3,18a

3,43b

3,78c

0,18a

0,20a

0,20a

*angka diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada α = 5 %

Ketebalan slurry berpengaruh nyata terhadap nilai red, yellow bananaleather. Pencetakan banana leather dengan jumlah slurry banyak (tebal)

Page 74: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

65

menghasilkan warna paling coklat. Hal ini disebabkan proses pengeringan untukmencapai kadar air produk sekitar 7% lebih lama. Selain itu komponen gula danprotein lebih banyak, sehingga potensi terbentuknya warna coklat yangditunjukkan nilai red dan yellow lebih tinggi. Reaksi pencoklatan non enzimatisdapat terjadi antara gula reduksi dengan gugus amina protein dalam bahan(Fennema, 1985).

Tabel 4. Hasil pengujian tekstur banana leather

Kriteriaketebalan

Jumlah (g)slurry/loyang

Gaya yang dapatditahan (N)

Deformasi (%)

TipisSedangTebal

90120150

5,45a

11,43b

22,71c

46,71a

47,97a

62,50b

*angka diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada α = 5 %

Tekstur banana leather dari 3 variasi ketebalan slurry juga dievaluasi.Hasil pengukuran tekstur banana leather disajikan pada Tabel 4. Tekstur bananaleather dinyatakan sebagai gaya yang dapat ditahan (N) dan nilai deformasi (%).Semakin besar gaya yang dapat ditahan artinya tekstur bahan semakin keras dansemakin besar nilai deformasi, maka tekstur bahan semakin liat. Hasil pengujiantekstur banana leather menunjukkan perbedaan yang nyata pada 3 variasiketebalan slurry. Semakin tebal slurry, tekstur banana leather semakin keras dansemakin liat. Ekanayake dan Bandara (2002) menyatakan bahwa semakin banyakkonsentrasi gula dan bahan yang ditambahkan, maka tekstur banana leather akansemakin keras. Pada perlakuan ketebalan, jumlah slurry yang ditambahkanmasing-masing 90, 120 dan 150 gram, sehingga semakin tebal slurry maka tekstursemakin keras dan liat.

3. Hasil Uji Kesukaan

Banana leather dengan 3 variasi ketebalan slurry dievaluasi tingkatkesukaanya berdasarkan bau, warna, tekstur, rasa dan kesukaan keseluruhan. Hasilpengujian tingkat kesukaan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil uji kesukaan terhadap banana leather

Kriteria Jumlah (g) Aroma Warna Tekstur Rasa Kese-ketebalan slurry/loyang luruhanTipis 90 3,07a 2,80a 3,07a 3,90a 3,70a

Sedang 120 3,63b 3,53a 4,10b 4,10a 3,83a

Tebal 150 4,03c 3,97b 4,37c 4,50b 4,53b

*angka diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada α = 5 %* angka yang makin besar pada setiap parameter menunjukkan makin disukai.

Page 75: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

66

Dari hasil uji kesukaan seperti terlihat pada Tabel 5, diketahui bahwabanana leather yang dibuat dengan pencetakan pada loyang dengan lapisan tebalatau jumlah slurry per loyang sebanyak 150 g, menghasilkan banana leather yangpaling disukai. Hasil tersebut didukung dengan hasil uji kesukaan terhadap bau,warna, tekstur maupun rasanya. Hasil tersebut apabila dilihat dari hasilpengukuran secara obyektif (warna dan tekstur) menunjukkan bahwa bananaleather yang paling disukai memiliki warna kecoklatan dan tekstur keras (renyah),namun tidak mudah hancur (Tabel 3 dan 4). Dengan demikian, maka dalammembuat banana leather dari pisang Raja Bandung sebaiknya dicetak tebal ataudengan jumlah slurry sekitar 150 g per loyang ukuran 25 x 38 cm.

Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa bananaleather dengan akseptabilitas tinggi dapat dibuat dengan bahan baku pisang RajaBandung. Secara khusus kesimpulannya adalah : pengolahan banana leather daripisang Raja Bandung menggunakan pengering oven gas pada suhu sekitar 70oCdapat menghasilkan produk dengan akseptabilitas tinggi; pencetakan adonan(slurry) dengan kriteria tebal atau dengan jumlah slurry 150 g/loyang (25 x 38cm) menghasilkan banana leather dengan warna kecoklatan dan tekstur tidakrapuh dan paling disukai.

Ucapan Terima KasihPenulis mengucapkan terima kepada Ir. Agung Wazyka, M.P., Vera

Perdani SR, Andri Rifai, atas kerjasamanya selama penelitian, kepada ProgramStudi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, UMBY, atas bantuandana Hibah PHKA2 yang telah diberikan.

Daftar Pustaka

AOAC. 1990. Officials Methods of Analysis Association Official AgriculturalChemistry. Washington D.C.

Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fladhan dan M Wootton. 1985. Ilmu Pangan.Terjemahan. UI Press. Jakarta.

De Mann, J.M. 1999. Principles of Food Chemistry. Aspen Publisher Inc.Gaithersburg. Maryland.

Ekanayake, S. and L. Bandara. 2002. Development of Banana Fruit Leather.Annuals of the Sri Lanka Department of Agricultural. 4 : 353 – 358.

Fennema, O.R. 1985. Principles of Food Science. Marcell Dekker Inc. NewYork.

Gacula, M.C. dan J. Singh. 1984. Statistical Methods in Food and ConsumerResearch. Academic Press, Inc. Orlando. San Diego. New York. London.

Horrison, J.a. dan E.L. Andreas. 2007. Preserving Food : Drying Food andVegetables. University of Georgia Cooperative Extension Service.http://www.Proquest.com/FDN-E-43-10/htm. 4 Oktober 2009.

Page 76: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

67

Karel, M. dan D.B. Lund. 2003. Physical Principles of Food Preservation.2nd Ed.Marcell Dekker Inc. New York.

Kendall, P. dan J. Sofos. 2003. Preparation Leather and Jerkies. ColoradoState University. Cooperative Extension.http://www.colostate.edu/FNS:9.311/htm. 4 Oktober 2009.

Khotimah, N.K. 2000. Pengaruh Jenis Pisang (Musa paradisiaca) Terhadap Sifat-sifat Ledre. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Unwama. Yogyakarta.

Krammer, A.A. and B.A. Twigg. 1970. Fundamental of Quality Control for theFood Industry. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.

Matz, S.A. 1962. Food Texture. The AVI Publishing Co. Westport. Connecticut.Maskam, M. 2000. Microwave/air and Microwave Finish Drying of Banana.

Journal of Food Eng. 44 : 71-78.MoWilliams, M. 1997. Food Experimental Perspective. Prentie-Hall, Inc. New

Jersey. USA.Mui, W.W.Y., T.D. Durance and C.H. Scaman. 2002. Flavor and Texture of

Banana Chips Dried by Combination of Hot Air, Vacuum, and MicrowaveProcessing. J. of Agric. Food Chem. 50 : 1883- 1889.

Rismunandar. 1986. Mengenal Tanaman Buah-buahan. Penebar Swadaya.Jakarta.

Romano, G., L. Baranyai, K. Gottschalk and M. Zude. 2008. An Approach forMonitoring the Moisture Content Changes of Drying Banana Slices withLaser Light Backscattering Imaging. Food Bioprocess Technol. 1 : 410 –414.

Page 77: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

68

SIFAT FISIK DAN KIMIAYOGHURT YANG DIBUAT DARI TEPUNG KEDELAI Physical

and Chemical Properties of Yoghurt Made From Soyflour Rusdin

Rauf1, Dyah Widowati1, dan Arif Widodo1

1Fakultas Ilmu Kesehatan, Program Studi GiziUniversitas Muhammadiyah Surakarta

Abstrak

A research to evaluate the effect of using of soyflour on physical andchemical properties of soy yoghurt was carried out. Two groups of soybeanwere prepared by boiling and steaming before converted to flour. Soyflourswere used in various concentration (10 %, 12,5 %, and 15 %), dispersed towater. Then, they were inoculated by lactic cultures (Lactobacillusbulgaricus and Streptococcus thermophilus). Yoghurts were analyzed forphysical and chemical characteristics (viscosity, titrable acidity and pH).The result displayed that did not show any significant (p˂0,05) differencefor viscosities, titrable acids, and pH of boiled and steamed soyflouryoghurts. The highest viscosities of yoghurts were shown by the highestsoyflour level (boiled and steamed soyflours, they were 605,97 cP and606,97 cP, recpectively. Boiled and steamed soyflours at a level 15% gavethe highest titrable acidities (0,32 mg/ml and 0,33 mg/ml, recpectively). ThepH values of soy yoghurt did not any significant (p˂0,05) difference, theywere between 3,87-3,90.

Keywords: Yoghurt, soyflour, viscosity, pH, titrable acidity

Pendahuluan

Yoghurt merupakan produk olahan susu berbentuk semi-cair yang dibuatdengan memfermentasikan susu menggunakan campuran starter Lactobacillusbulgaricus dan Streptococcus thermopilus. Saat ini telah banyak dikembangkanjenis yoghurt, tidak terbatas pada susu sapi, namun juga dari susu kedelai.Pengembangan produk yoghurt dari susu kedelai cukup luas, denganpertimbangan komponen zat gizi dari kedelai yang baik bagi kesehatan.Pengembangan produk yoghurt berbasis kedelai ini didasarkan pada peningkatanjumlah konsumen yang memilih bahan pangan yang memberikan efek terhadapkesehatan (Drake dkk, 2000; Uzzan dan Labuza, 2004). Kedelai juga tersusun atasbeberapa komponen fitokimia seperti isoflavon dan polipeptida bioaktif, yangmemberikan manfaat terhadap kesehatan (Bricarello dkk, 2004).

Page 78: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

69

Kedelai (Glycine max.) yang merupakan bahan utama pembuatan susukedelai, telah dibuktikan merupakan salah satu biji-bijian tropis yang kayaprotein. Kedelai merupakan bahan pangan yang mengandung semua jenis asamamino essensial yang sangat penting bagi tubuh manusia, bahkan kedelai memilikikandungan asam amino Lysin tertinggi dibanding sumber protein nabati lainnya(Ade-Omowaye dkk, 2004). Kedelai dapat diolah menjadi susu kedelai, kemudiandifermentasi menjadi yoghurt yang dapat dijadikan sebagai suplemen atausubstituen protein untuk makanan orang dewasa dan bayi (Delia dan Herbert,1986). Susu kedelai bebas laktosa, sehingga dapat dikonsumsi oleh orang yangtidak toleran terhadap laktosa (Okafor, 1990).

Selama ini susu kedelai dibuat dengan cara merebus kedelai dan dilakukanpelepasan kulit, kemudian dihancurkan menggunakan blender, selanjutnyadisaring. Cairan yang lolos saringan disebut sebagai susu kedelai. Susu kedelaitersebut merupakan bahan dasar dalam pembuatan yoghurt.

Pembuatan yoghurt dengan bahan dasar susu kedelai dalam bentuk cairmemiliki kelemahan. Susu kedelai memiliki masa simpan yang singkat karenamudah mengalami kerusakan oleh mikrobia, sehingga setiap akan membuatyoghurt maka terlebih dahulu membuat susu kedelai yang baru. Hal tersebutdisamping membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mempersiapkan susukedelai, juga ada kesulitan untuk menjaga konsistensi komponen zat gizi susukedelai dalam setiap frekwensi pembuatan/ekstraksi.

Pembuatan yoghurt dengan bahan dasar tepung kedelai merupakan solusiuntuk menjawab masalah tersebut. Membuat yoghurt dengan bahan dasar tepungkedelai memiliki beberapa keunggulan antara lain lebih mudah dan fleksibeldalam penggunaan, masa simpan yang lebih panjang serta konsistensi komposisizat gizinya sebagai bahan dasar yoghurt dapat dikendalikan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi sifat fisik dan kimia(viskositas, asam total, dan pH) yoghurt yang dibuat dari tepung kedelai.

Bahan dan Metode

Bahan utama yang digunakan adalah kedelai kuning yang diperoleh daripasar tradisional di Surakarta. Starter yoghurt yang digunakan berupaLactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus yang diperoleh dariLaboratorium Mikrobiologi Fakultas teknologi Pertanian UGM. Bahan kimiayang digunakan untuk analisis total asam yaitu NaOH dan indicatorphenolphthalein.

Peralatan yang digunakan dibagi dalam 3 kelompok, yaitu peralatan untukpembuatan tepung kedelai, peralatan untuk pembuatan yoghurt dan peralatanuntuk analisis. Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung, antara lain ovenpengering, ayakan, dan blender kering. Alat untuk pembuatan yoghurt antara lain

Page 79: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

70

wadah plastik untuk kemasan yoghurt, magnetic stirrer, dan oven incubator. Alatuntuk analisis yaitu pH-meter dan viscometer Brookfield DV-II+ Pro.Pembuatan Tepung Kedelai

Tepung kedelai dibuat dengan 2 metode. Kedua metode tersebutdibedakan pada tahap pemanasan. Metode pertama dipanaskan dengan caradirebus selama 10 menit, metode kedua dikukus selama 15 menit. Tahapan daripembuatan tepung kedelai adalah sebagai berikut: kedelai kuning direndamselama 5 jam, kemudian dilakukan pelepasan kulit. Kedelai lepas kulit kemudiandipanaskan (rebus dan kukus), dilanjutkan dengan pengeringan selama 24 jampada suhu 75°C menggunakan oven. Setelah kering dilakukan penepungan dandiayak menggunakan ukuran 120 mesh.Pembuatan Yoghurt Kedelai

Pembuatan yoghurt kedelai dilakukan dengan 3 variasi konsentrasi tepungkedelai (10%, 12,5%, dan 15%). Glukosa ditambahkan sebanyak 10%. Tepungkedelai dan glukosa dicampur, kemudian ditambahkan secara perlahan padaaquades, sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 5 menit.Selanjutnya dilakukan pasteurisasi 90°C selama 20 menit. Setelah dinginditambahkan masing masing 5% kultur Lactobacillus bulgaricus danStreptococcus thermophilus, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam.Analisis Proksimat Tepung Kedelai

Analisis proksimat yang dilakukan meliputi kadar air (pemanasan), kadarabu (kering), kadar lemak (soxhlet), protein kasar (mikro Kjeldahl), dankarbohidrat by difference (AOAC, 1990).Uji Viskositas, Asam Total, dan pH

Viskositas yoghurt kedelai diuji menggunakan viskosimeter brookfield,Spindle no. 62, kecepatan putaran spindle 60 rpm, dan suhu pengukuran 29°C.Sifat kimia yang diuji meliputi pH menggunakan pH-meter dan keasaman totalmenggunakan metode titrasi NaOH.Rancangan dan Analisis Statistik

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok.Data dianalisis menggunakan uji anova satu arah dan uji-t dua sampel independendua sisi untuk menguji pengaruh setiap perlakuan, dan dilanjutkan dengan ujiGeneral Linear Model (GLM)-univariate untuk menguji pengaruh interaksi antarfaktor. Perbedaan yang nyata diuji menggunakan duncan pada taraf 0,05.

Hasil dan Pembahasan

Komposisi Proksimat Tepung Kedelai

Tepung kedelai dibuat dengan diberi perlakuan pendahuluan berupaperebusan dan pengukusan ditujukan untuk menginaktifkan enzim yang ada dalam

Page 80: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

71

produk tepung kedelai (selanjutnya disebut tepung rebus dan tepung kukus).Komposisi proksimat tepung kedelai yang dibuat dengan dua metode yangberbeda disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi proksimat tepung kedelai

Komponen Tepung Rebus (± SD) Tepung Kukus (± SD) Sign. (uji-t)Air (% wb) 10,06 ± 0,04 7,48 ± 0,03 0,000Abu (% wb) 3,66 ± 0,03 3,83 ± 0,02 0,001Lemak (% w/w) 19,85 ± 1,81 18,70 ± 2,37 0,413Protein (% N x 6,25) 16,17 ± 1,96 15,29 ± 3,79 0,740Karbohidrat (%) 50,26 54,70

Kadar air dari tepung rebus dan tepung kukus (Tabel 1) menunjukkanadanya perbedaan yang signifikan (P ˂ 0,05). Tepung rebus memiliki kadar airyang lebih tinggi dari tepung kedelai kukus. Hal ini disebabkan oleh penyerapandan pengikatan air yang jumlahnya lebih banyak selama perebusan, dibandingkandengan kedelai yang dikukus.

Kadar abu tepung rebus dan kukus menunjukkan adanya perbedaan,dengan nilai signifikansi P = 0,02 (P ˂ 0,05) . Kadar abu tepung rebus memilikikadar abu yang lebih kecil dibanding tepung kukus. Hal ini diduga disebabkanoleh larutnya beberapa mineral sebagai bahan penyusun abu keluar dari kedelaiselama perebusan.

Tepung rebus memiliki kadar lemak dan kadar protein yang tidak berbedanyata dengan tepung kukus, yang ditunjukkan oleh nilai signifikansi masing-masing yaitu P = 0,413 dan P = 0,740 ( P ˃ 0,05).Viskositas

Viskositas dari yogurt yang terbuat dari tepung kedelai yang ditampilkanpada Tabel 2, menunjukkan bahwa penggunaan tepung pada setiap konsentrasiyang sama (10%, 12,5%, dan 15%) menunjukkan tidak adanya perbedaan antaratepung rebus dan tepung kukus, yang ditunjukkan oleh nilai signifikansi masing-masing secara berurutan sebesar P= 0,226; 0,988; dan 0,921 (P˃0,05). Hal inimenunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan pada kedelai dengan perebusanmaupun pengukusan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadapviskositas yoghurt kedelai.

Tidak adanya perbedaan viskositas yoghurt dari tepung rebus dan tepungkukus disebabkan oleh kadar protein dari tepung rebus dan tepung kukus yangtidak berbeda nyata. Protein merupakan komponen yang sangat berperan dalampengikatan air, yang akan berpengaruh terhadap viskositas yoghurt. Hal tersebutsesuai dengan laporan Drake dkk (2000) bahwa penambahan konsentrat proteinkedelai dapat meningkatkan viskositas yoghurt.

Page 81: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

72

Perlakuan pemanasan dengan metode perebusan untuk mengetahuipengaruh dari proses retrogradasi pati kedelai yang kemungkinan dapat terjadimelalui perebusan, yang diawali dengan proses gelatinisasi. Sedangkan perlakuanpemanasan dengan pengukusan diharapkan proses retrogradasi tidak akan terjadi,karena penyerapan air tidak akan maksimal. Namun dalam penelitian ini, keduametode tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap viskositas yoghurt.

Tabel 2. Viskositas yoghurt yang dibuat dari tepung kedelai

TepungKedelai

Viskositas (cP) Sig.10 % 12,5% 15%Rebus 456 ± 7,00a 575,67 ± 14,50b 605,97 ± 7,50c 0,000Kukus 471,97 ± 18,05a 575,93 ± 24,00b 606,97 ± 14,70bc 0,000Sig. (uji-t) 0,226 0,988 0,921

Perbedaan viskositas yoghurt kedelai yang signifikan ditunjukkan olehpenggunaan tepung pada konsentrasi yang berbeda, baik pada tepung rebusmaupun tepung kukus, yang ditunjukkan oleh nilai signifikansi yang sama, yaitusebesar P=0,000 (P˂0,05). Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa makin tinggikonsentrasi tepung kedelai yang digunakan, semakin tinggi viskositas yoghurtyang dihasilkan. Hasil tersebut sesuai dengan laporan Estevez dkk (2010), bahwamakin tinggi total solid dari bahan dasar pembuatan yoghurt (susu kedelai),semakin tinggi nilai viskositas yoghurt yang dihasilkan.

Peningkatan konsentrasi tepung kedelai yang digunakan, diikuti denganmeningkatnya viskositas dari yoghurt kedelai dapat dijelaskan bahwa peningkatantotal solid baik yang terlarut maupun tidak larut, dapat meningkatkan viskositasdari yoghurt, karena air yang terserap oleh protein dan karbohidrat akan semakinbanyak, sehingga meningkatkan gaya perlawanan dari bahan tersebut jikadiberikan suatu gaya.

Tabel 3. Nilai signifikansi viskositas yoghurt yang diuji menggunakan GLM-univariat

Faktor SignifikansiTepung (rebus dan kukus) 0,446Konsentrasi tepung 0,000Interaksi tepung dan konsentrasi 0,623

Pengujian menggunakan GLM – univariat (Tabel 3) menunjukkan bahwatidak ada pengaruh penggunaan tepung rebus dan kukus terhadap viskositasyoghurt, dengan nilai signifikansi (P˃0,05). Penggunaan konsentrasi tepung yangberbeda memberikan pengaruh terhadap konsentrasi yoghurt, dengan nilaisignifikansi (P˂0,05). Interaksi antara jenis tepung (rebus atau kukus) dankonsentrasi tidak memberikan pengaruh terhadap viskositas yoghurt, dengan nilaisignifikansi P˃0,05.

Page 82: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

73

Total asam

Total asam yoghurt yang dibuat dari tepung kedelai (Tabel 4)menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan penggunaan tepung rebus dan tepungkukus terhadap total asam yoghurt pada setiap konsentrasi yang sama (10%,12,5% dan 15%), yang ditunjukkan oleh nilai signifikansi masing-masing yaituP˃0,05. Hal tersebut disebabkan oleh komposisi proksimat terutama protein danlemak yang tidak berbeda nyata dari kedua tepung tersebut.

Tabel 4. Total asam yoghurt yang dibuat dari tepung kedelaiTepungKedelai

Total Asam (mg/ml) Sig.10 % 12,5% 15%Rebus 0,26 ± 0,02a 0,29 ± 0,01b 0,32 ± 0,01c 0,003Kukus 0,27 ± 0,03a 0,29 ± 0,01ab 0,33 ± 0,01c 0,019Sig. 0,759 1,000 0,296

Penggunaan tepung dalam konsentrasi yang berbeda memberikanpengaruh yang nyata terhadap total asam yoghurt kedelai, baik pada tepung rebusmaupun tepung kukus. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai signifikansi masing-masing tepung, yaitu P˂0,05. Makin tinggi konsentrasi tepung kedelai yangdigunakan, semakin tinggi total asam dari yoghurt. Hal ini sesuai dengan laporandari Supavititpatana dkk (2009) dan Estevez dkk (2010).

Tabel 5. Nilai signifikansi total asam yoghurt yang diuji menggunakan GLM-univariat

Faktor SignifikansiTepung (rebus dan kukus) 0,504Konsentrasi tepung 0,000Interaksi tepung dan konsentrasi 0,880

Uji statistik total asam yoghurt menggunakan GLM-univariatememberikan gambaran bahwa tidak ada perbedaan total asam yang signifikanterhadap yoghurt yang dibuat dari tepung rebus dan tepung kukus, yangditunjukkan oleh nilai signifikansi P˃0,05. Konsentrasi tepung memberikanpengaruh terhadap total asam yoghurt kedelai. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilaisignifikansi P˂0,05. Sedangkan interaksi jenis tepung kedelai dan konsentrasinyatidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap total asam yoghurt.

pH (Derajat Keasaman)

Derajat keasaman (pH) yoghurt kedelai yang ditampilkan pada Tabel 6,menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari yoghurt yangdibuat dari tepung kedelai pada konsentrasi yang berbeda, baik dari tepung rebusmaupun tepung kukus. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai signifikansi masing-masing P ˃ 0,05.

Page 83: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

74

Tepung 10 %pH

12,5% 15% Si

Rebus 3,90 ± 0,01 3,90 ± 0,01 3,89 ± 0,01 0,125KukusSig.

3,89 ± 0,020,802

3,89 ± 0,010,101

3,87 ± 0,010,067

0,182

Yoghurt yang dibuat dengan tepung rebus dan tepung kukus, jugamenunjukkan pH yang tidak berbeda nyata dari setiap konsentrasi yang berbeda,yang ditunjukkan oleh nilai signifikansi P˃0,05. Hal ini menunjukkan bahwa baikjenis tepung maupun konsentrasinya tidak memberikan pengaruh terhadap pHyoghurt yang dihasilkan.

Tabel 6. pH yoghurt yang dibuat dari tepung kedelai

g.

Penggunaan tepung kedelai rebus dan kukus pada berbagai konsentrasitidak memberikan pengaruh terhadap pH yoghurt. Hal ini menunjukkan bahwabesarnya komponen proksimat atau padatan total yang digunakan dalampembuatan yoghurt tidak memberikan efek terhadap pH yoghurt.

Tidak adanya pengaruh terhadap pH tersebut dapat dijelaskan bahwabesarnya kecenderungan peningkatan total asam yoghurt tidak selalu sesuaidengan besarnya kecenderungan peningkatan pH, artinya peningkatan pH selalulebih kecil dibanding peningkatan total asamnya. Kondisi ini terjadi karena asamlaktak yang dihasilkan dalam pembuatan yoghurt merupakan asam lemah, yangmemberikan efek pH yang kecil.

Tabel 7. Nilai signifikansi pH yoghurt yang diuji menggunakan GLM-univariat

Faktor SignifikansiTepung (rebus dan kukus) 0,067Konsentrasi tepung 0,041Interaksi tepung dan konsentrasi 0,564

Uji GLM-univariater terhadap pH yoghurt yang dibuat dari tepung kedelai(Tabel 7) menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh metode pemanasan denganperebusan atau pengukusan kedelai terhadap pH yoghurt yang dihasilkan. Haltersebut ditunjukkan oleh nilai signifikansi P˃0,05. Besarnya konsentrasi tepungkedelai yang digunakan berpengaruh terhadap pH yoghurt, yang ditunjukkan olehnilai signifikansi P˂0,05.aruh yang berbeda ditunjukkan oleh penggunaankonsentrasi tepung yang berbeda. Interaksi antara jenis tepung kedelai dankonsentrasi tidak memberikan pengaruh terhadap pH yighurt, dengan nilaisignifikansi P˃0,05.

Kesimpulan

Viskositas tertinggi dari yoghurt kedelai ditunjukkan oleh tepung kedelairebus dan kukus konsentrasi tertinggi (15%), yaitu secara berurutan 605,97 cP dan

Page 84: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

75

606,97cP. Yoghurt dari tepung kedelai rebus dan kukus pada kadar 15 % memilikikadar total asam tertinggi, yaitu secara berturut 0,32 mg/ml dan 0,33 mg/ml. pHyoghurt kedelai dari setiap perlakuan, tidak menunjukkan adanya perbedaan yangsignifikan, dengan nilai pH sekitar 3,87-3,90.

Daftar Pustaka

Ade-Omowaye, B.I.O., Olajide, J.O., Otunola, E.T. dan Omotade, V.A., 2004.Effect of some processing parameters on the quality characteristics of soyabean curd. Science Focus, 7: 53-57.

AOAC., 1990. Method of analysis of the association of official analyticalchemistry, Washington DC.

Bricarello, L., Kasinski, N., Bertolami, M., faludi, A., Pinto, L., Relvas, W., Izar,M., Ihara, S., Tufik, S. dan Fonseca, F., 2004. Comparison between theeffects of soymilk and non-fat cow milk on lipid profile and lipidperoxidation in patients with primary hypercholesterolemia. Nutrition, 20:200-204.

Delia, C. dan Herbert, E., 1986. Food Facts, a Study of Food Nutrition, 1st edition.Macmillan Publishers Company, London, 101-114.

Drake, M., Cheng, X., Tamarapu, S. dan Leenanon, B., 2000. Soy proteinfortification affects sensory, chemical, and microbiological properties ofdairy yogurts. Journal of Food Science, 65(7): 1244-1247.

Estevez, A.M., Mejia, J., Figuerola, F. dan Escobar, B., 2010. Effect of solidcontent and sugar combinations on the quality of soymilk-based yogurt.Journal of Food Processing and Preservation, 34: 87-89.

Okafor, N., 1990. Focus on Nutritional Values of Soya Beans. MacmillanPublishers, Nigeria, 6-9.

Supavititpatana, P., Wirjantoro, T.I. dan Raviyan, P., 2009. Effect of SodiumCaseinate and Whey protein Isolate Fortification on the PhysicalProperties and Microstructure of Corn Milk Yogurt. CMU. J. Nat. Sci.Vol. 8(2): 247-263.

Uzzan, M. dan labuza, T., 2004. Critical issues in R and D of soy isoflavone-enriched foods and dietary supplements. Journal of Food Science, 69 (3):CRH77-CRH86.

Page 85: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

76

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

POTENSI ANTIOKSIDAN HASIL EKSTRAKSI TANAMANKECOMBRANG (Nicolaia speciosa Horan) SELAMA PENYIMPANAN

Rifda Naufalin dan Herastuti Sri Rukmini1Prodi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian

Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Email:[email protected]

Abstrak

Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) merupakan jenis tanaman yangsejak lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan pangan danobat-obatan. Bagian batang, daun dan rimpang kecombrang seperti halnya bungadiduga mengandung senyawa bioaktif seperti polifenol, alkaloid, flavonoid,steroid, saponin dan minyak atsiri yang memiliki potensi sebagai antioksidan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bagian-bagian tanamankecombrang, jenis fraksi hasil ekstraksi bertingkat bagain-bagian tanamankecombrang, dan jenis pengemas terhadap total fenol dan aktivitas antioksidanfraksi hasil ekstraksi bertingkat selama penyimpanan. Penelitian ini menggunakanRancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 16 kombinasi, 2 kali ulangan sehinggadiperoleh 32 unit percobaan, serta pengamatan pada minggu ke-0, ke-2, ke-4, ke-6,dan ke-8 masa penyimpanan. Faktor yang dicoba meliputi bagian-bagian tanamankeombrang (B) yaitu bunga (B1), batang bagian dalam (B2), daun (B3), danrimpang (B4), jenis fraksi hasil ekstraksi bertingkat (F) yaitu etil asetat (F1), danetanol (F2) serta jenis pengemas yaitu botol gelas(P1), dan botol plastik (P2).Variabel yang diamati meliputi sifat fisikokimia, total fenol dan aktivitasantioksidan fraksi bagian-bagian tanaman kecombrang selama penyimpanan. Datadianalisis dengan analisis ragam (uji F) dilanjutkan dengan DMRT 5%. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa bagian-bagian tanaman kecombrang dan jenisfraksi sangat mempengaruhi total fenol dan aktivitas antioksidan, sedangkan jenispengemas tidak mempengaruhi nilai keduanya. Nilai total fenol dan aktivitasantioksidan tertinggi selama 8 minggu penyimpanan pada minggu ke-0. Selamapenyimpanan, penurunan total fenol dan antioksidan fraksi dalam botol gelasberturut-turut sebesar 2427,27 mg/100 g dan 21,58 persen, sementara dalam botolplastik 2746,42 mg/100 g dan 17,59 persen. Botol plastik cenderung memberikanpengaruh lebih baik terhadap fraksi terekstrak selama penyimpanan. Bagianbunga dan batang dalam kecombrang memberikan aktivitas antioksidan yangtinggi hingga minggu ke-8 penyimpanan, yaitu di atas 50%.

Kata kunci: kecombrang, rendemen, total fenol, aktivitas antioksidan

Pendahuluan

Kerusakan bahan pangan umumnya disebabkan oleh mikroorganismemelalui proses enzimatis dan oksidasi, terutama yang mengandung protein danlemak, sementara karbohidrat mengalami dekomposisi. Menurut Barus (2009),pada saat ini penggunaan bahan pengawet dan antioksidan sintetis tidak

Page 86: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

77

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

direkomendasikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karenadiduga dapat menimbulkan penyakit (carcinogen agent). Sehubungan dengan haltersebut dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, makaalternatif bahan pengawet dan antioksidan alami semakin menarik untukdikembangkan. Penelitian-penelitian mengenai aktivitas antioksidan menunjukkanbahwa banyak tanaman yang mempunyai aktivitas antioksidan, diantaranya adalahkecombrang.

Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) merupakan tanaman yang bunga,dan batangnya sering dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan obat-obatankarena zat aktif yang terdapat di dalamnya seperti, saponin, flavonoid, danpolifenol, yaitu sebagai penghilang bau badan dan bau mulut (Hidayat danHutapea, 1991). Bunga dan daun mudanya dipakai sebagai pemberi citarasa padamasakan, seperti urab, pecel, sambal dan masakan lain. Batangnya dipakai sebagaipemberi cita rasa pada masakan daging.

Valianty (2002), telah mengawali penelitian tentang aktivitas antibakteridari bunga kecombrang. Penelitian menunjukkan bahwa minyak bungakecombrang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli (Gramnegatif) dan Bacillus cereus (Gram positif). Selanjutnya Naufalin et al. (2005),dalam penelitiannya mengekstrak bunga kecombrang secara bertingkatmenggunakan pelarut nonpolar (heksana), semi polar (etil asetat), dan polar(etanol). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat membentukspektrum penghambatan luas terhadap bakteri Gram positif, Gram negatif, danpembentukan spora. Istianto (2008), mengemukakan bahwa dari bagian-bagiantanaman kecombrang, ternyata bagian bunga mempunyai aktivitas antibakteritertinggi terhadap E. coli dan B. cereus dibandingkan bagian batang dalam, daun,dan rimpang kecombrang.

Menurut Tampubolon et al. (1983), senyawa yang terdapat dalam bungakecombrang yaitu alkaloid, flavonoid, polifenol, terpenoid, steroid, saponin, danminyak atsiri. Bunga kecombrang antara lain mengandung minyak atsiri 0,4persen, serta tanin sebesar 1 persen. Seperti halnya bunga, bagian-bagian laintanaman kecombrang seperti batang, daun, dan rimpang diduga juga berpotensisebagai antioksidan dan juga alternatif bahan pengawet alami. Senyawa bioaktifdari bagian-bagian tanaman kecombrang perlu diekstraksi untuk mengujiaktivitasnya. Pemilihan pelarut harus berdasarkan polaritas dari senyawa yangakan diisolasi. Pada penelitian ini, dilakukan ekstraksi bertingkat dengan pelarutnonpolar, semipolar dan polar sehingga diharapkan akan menghasilkan komponenbiaktif yang optimal (Sudarmadji et al., 1989).

Jenis pengemas juga akan berpengaruh terhadap total fenol dan aktivitasantioksidan dari fraksi terekstrak bagian-bagian tanaman kecombrang tersebut.Penggunaan jenis pengemas yang tidak tepat serta lamanya penyimpanan

Page 87: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

78

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

dikhawatirkan dapat mempengaruhi kualitas fraksi tersebut sehingga aktivitasantioksidan pada saat diterapkan sebagai pengawet pada bahan pangan hasilnyakurang optimal.

Berdasarkan uraian di atas tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengetahuipengaruh bagian-bagian tanaman kecombrang terhadap potensi antioksidan alamifraksi hasil ekstraksi bertingkat bagian-bagian tanaman kecombrang selamapenyimpanan. (2) Mengetahui pengaruh jenis fraksi terhadap potensi antioksidanalami fraksi hasil ekstraksi bertingkat bagian-bagian tanaman kecombrang selamapenyimpanan. (3) Mengetahui pengaruh jenis pengemas terhadap potensiantioksidan alami fraksi hasil ekstraksi bertingkat bagian-bagian tanamankecombrang selama penyimpanan. (4) Mengetahui pengaruh interaksi antarabagian-bagian tanaman kecombrang, jenis fraksi dan jenis pengemas terhadappotensi antioksidan alami fraksi hasil ekstraksi bertingkat bagian-bagian tanamankecombrang selama penyimpanan.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain: (1)Memperoleh informasi ilmiah mengenai potensi antioksidan fraksi hasil ekstraksibertingkat kecombrang selama penyimpanan. (2) Sebagai penelitian acuan tentangpenggunaan antioksidan fraksi hasil ekstraksi bertingkat bagian-bagian tanamankecombrang dalam pengawetan pangan.

Metode PenelitianPenelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian

Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, dimulai pada bulan Juni 2009 sampaiNovember 2009. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bungakecombrang, batang dalam kecombrang, daun kecombrang dan rimpangkecombrang yang diperoleh dari petani di Baturraden, n-heksana (BratacoChemica), etil asetat (Brataco Chemica) dan etanol 96% (Brataco Chemica),etanol 99,8% (Merck), akuades, kertas saring kasar, kertas Whatman No. 41, gasN2, plastik hitam (Sikomo), aluminium foil (Klin Pak), Folin-ciocalteu (Merck),asam linoleat 60% (Sigma Chemical Co.), α-tokoferol 0,1% (Komersial),NaHCO3 (Merck), ammonium tiosianat 30% (Merck), FeCl2 tetrahidrat 0,02 M(Merck), Buffer Fosfat 0,2 M pH 7, HCl pekat 3,5% (Merck), dan bahan-bahanlain untuk analisis kimia.

Alat-alat yang digunakan yaitu Cabinet Dryer, mesin giling, timbangananalitik, rotary evaporator (Bibby RE 200), shaker, lemari pendingin, oven(Memmert, Japan), desikator, dan pH meter. Alat untuk analisis total fenol danaktivitas antioksidan terdiri dari spektrofotometer (Shimadzu, Germany), sentrifus(Sigma), alat-alat gelas (Pyrex, Germany), vorteks (Gemmy, USA), tabung fial,pipet mikro (Gilson), dan waterbath (Selecta). Pengemas yang digunakan yaitubotol gelas dan botol plastic.

Page 88: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

79

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

No. Variabel B F P BxF BxP FxP BxFxP1 Total fenol ** ** ns ** ns ns ns2 Aktivitas antioksidan ** ** ns * ns ns ns

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap(RAL) dengan 16 kombinasi dan 2 ulangan, serta pengujian pada minggu ke-0,ke-2, ke-4, ke-6 dan ke-8 masa penyimpanan sehingga diperoleh 32 unitpercobaan. Perlakuan yang dicoba yaitu bagian-bagian tanaman kecombrang (B)yang meliputi bunga (B1), batang dalam (B2), daun (B3), dan rimpang (B4), danfaktor kedua yaitu jenis fraksi pelarut (F) meliputi etil asetat (F1) dan etanol (F2),faktor ketiga yaitu jenis pengemas (P) meliputi pengemas botol gelas (P1), danpengemas botol plastik (P2). Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputipotensi antioksidan yaitu total fenol dan aktivitas antioksidan fraksi terekstrakbagian-bagian tanaman kecombrang dalam pengemas yang diamati pada mingguke-0, ke-2, ke-4, ke-6, dan ke-8

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan uji sidik ragam(uji F) pada taraf 5% dan apabila hasil analisis menunjukkan perbedaan yangnyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).

Hasil dan PembahasanPengujian potensi antioksidan dilakukan dengan pengukuran total fenol

dan aktivitas antioksidan masing-masing fraksi pada penyimpanan minggu ke-0,ke-2, ke-4, ke-6, dan ke-8. Matriks hasil analisis ragam bagian-bagian tanamankecombrang (B), jenis fraksi (F) dan jenis pengemas (P) dapat dilihat pada Tabel2.

Tabel 2. Matriks hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap variabelpotensi antioksidan selama penyimpanan

Keterangan: B: bagian-bagian tanaman kecombrang; F: jenis fraksi; P: jenis pengemas; BxF:interaksi antara bagian-bagian tanaman dan jenis fraksi; BxP: interaksi antarabagian-bagain tanaman dan jenis pengemas; FxP: interaksi antara jenis fraksi danjenis pengemas; BxFxP: interaksi antara bagian-bagian tanaman, jenis fraksi danjenis pengemas; *: berpengaruh nyata; **: berpengaruh sangat nyata; ns:berpengaruh tidak nyata.

1. Total Fenol

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa selama penyimpanan bagian-bagian tanaman kecombrang dan jenis fraksi berpengaruh sangat nyata terhadaptotal fenol, sedangkan jenis pengemas dan interaksi ketiganya memberikanpengaruh tidak nyata. Nilai rata-rata total fenol selama penyimpanan untuk bungayaitu berkisar antara 484,59 – 959,73 mg/100 g; untuk batang dalam berkisarantara 462,92 – 1205,47 mg/100 g; untuk daun berkisar antara 1338,06 – 8636,15

Page 89: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

80

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

mg/100 g; sementara untuk rimpang berkisar antara 510 – 2453,41 mg/100 g(Gambar 1).

Gambar 1. Pengaruh bagian-bagian tanaman kecombrang terhadap total fenolselama penyimpanan

Secara keseluruhan, fraksi terekstrak daun kecombrang mempunyai totalfenol tertinggi selama penyimpanan dibandingkan dengan bagian bunga, batangdalam dan rimpang. Hal ini berarti fraksi terekstrak daun mengandung senyawafenol lebih tinggi dibandingkan bagian-bagian tanaman kecombrang lainnya.Diduga kandungan klorofil ikut berpengaruh pada tingginya total fenol yangdihasilkan daun kecombrang, karena walau pun tidak termasuk senyawa fenolnamun klorofil yang bersifat hidrofilik terekstrak pada larutan polar etanol danterbaca pada saat pengukuran. Menurut Prangdimurti et al. (2006), klorofilterdapat dalam jumlah banyak dalam tanaman yaitu rata-rata 1% berat kering.Klorofil yang terhidrolisis menjadi mudah larut dalam air. Penelitian tentangaktivitas antioksidan ekstrak daun suji menunjukkan kadar total klorofil ekstrakdaun suji menggunakan air dan tween 80 sebesar 2540 mg/10 ml dan memilikiaktivitas antioksidan yang tinggi (Prandimurti et al., 2006).

Berdasarkan hasil analisis ragam, jenis fraksi sangat mempengaruhi nilaitotal fenol. Rerata nilai total fenol dari fraksi etil asetat selama penyimpananberkisar antara 522,08 – 1776,08 mg/ 100 g dan untuk fraksi etanol berkisarantara 854,10 – 4851,30 mg/100 g (Gambar 2). Menurut Estiasih dan Kurniawan(2006), fenol merupakan senyawa yang bersifat polar sehingga kelarutannyapaling tinggi dalam pelarut polar. Pelarut polar (etanol) mampu mengekstrakfenol lebih tinggi sehingga nilai total fenol fraksi etanol lebih tinggi. Etanolmerupakan pelarut organik yang memiliki polaritas tinggi, yang seiring denganderajat dielektrik. Pelarut etanol memiliki derajat dielektrik sebesar 24,30sedangkan etil asetat sebesar 6,02 (Houghton dan Raman, 1998). Komponen fenolyang terdapat dalam fraksi bagian-bagian tanaman kecombrang diduga memilikipolaritas yang mendekati polaritas etanol, sehingga penggunaan pelarut etanol

Page 90: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

81

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

lebih efektif untuk melarutkan senyawa fenol. Fraksi etil asetat memiliki nilaitotal fenol lebih kecil dibandingkan dengan fraksi etanol. Hal ini diduga karenasenyawa golongan fenolik dalam bagian-bagian tanaman kecombrang lebihmudah larut dalam pelarut etanol dibandingkan dalam pelarut etil asetat. Fraksietil asetat tersusun atas senyawa semi polar yang mungkin masih mengandungsenyawa non polar. Senyawa non polar ini dapat menghalangi senyawa fenolikyang terekstrak (Indraswari, 2009).

Gambar 2. Pengaruh jenis fraksi terhadap nilai total fenol selama penyimpanan

Perlakuan mandiri jenis pengemas menunjukkan rata-rata total fenolselama penyimpanan fraksi terekstrak dalam botol gelas putih bening berkisarantara 741,54 sampai 3175,16 mg/100 g, sementara dalam botol plastik berkisarantara 705,80 sampai 3452,23 mg/100 g. Berdasarkan hasil analisis ragamternyata jenis pengemas tidak berpengaruh nyata terhadap nilai total fenol, didugadisebabkan terjadinya kerusakan pada fraksi terekstrak selama penyimpanan baikdalam botol gelas putih bening maupun botol plastik. Kerusakan dapat disebabkanoleh faktor lingkungan, seperti cahaya, suhu dan oksigen dan faktor internal padafraksi terekstrak itu sendiri. Beberapa senyawa fenol mudah teroksidasi olehoksigen terutama dalam suasana alkali atau oleh enzim polifenoloksidase (Ho,1992, dalam Naufalin, 2004). Suhu penyimpanan yaitu suhu ruang termasukpanas sehingga turut memicu kerusakan fenol. Adanya cahaya juga memberikankontribusi pada kerusakan fenol, dan faktor internal yaitu terjadinya reaksi-reaksialamiah pada fraksi terekstrak juga memungkinkan besarnya kerusakan terhadapsenyawa bioaktif. Secara keseluruhan, penurunan total fenol selama penyimpananuntuk botol gelas dari minggu ke-0 hingga ke-8 sebesar 2427,27 mg/100 g danuntuk botol plastik penurunan terjadi sebesar 2746,42 mg/100 g. Botol plastikcenderung lebih baik dibandingkan botol gelas, disebabkan botol plastik yangmenghambat masuknya cahaya.

Interaksi antara bagian-bagian tanaman kecombrang dan jenis fraksi(BXF) memberikan pengaruh yang sangat nyata. Nilai rata-rata total fenolterbesar ditunjukkan interaksi perlakuan B3F2 (fraksi daun etanol) yaitu berkisar

Page 91: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

82

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

2402.96 aTota

lFe

nol

(mg

/10

gram

)

antara 2047,58 – 15894,07 mg/100 g, sedangkan interaksi yang lain tidak terlalumempengaruhi total fenol (Gambar 3). Hal ini diduga karena komponen dalamdaun kecombrang lebih mudah larut dengan pelarut etanol. Selain senyawabioaktif yang umum terdapat dalam bagian-bagian tanaman kecombrang, didugasenyawa klorofil dalam daun ikut mengambil peran terhadap tingginya total fenol.Menurut Prangdimurti et al. (2006), klorofil alami bersifat lipofilik makakemungkinan lebih larut dalam etil asetat, namun klorofil yang mengalamihidrolisis menjadi klorofilin dan klorofilid bersifat larut air, maka lebih mudahlarut dalam etanol dibandingkan dalam etil asetat. Kemungkinan klorofil yangterhidrolisis lebih banyak sehingga larut pada etanol. Klorofil ini pula yangmenyebabkan warna fraksi daun menjadi hitam kehijauan.

20000

15000

10000

5000

0

15894.07 a

4699.52 a3916.18 a

2047.58 a

B1F1B1F2B2F1B2F2B3F1B3F2

0La

2a Penyi

4anan (

6nggu)

8m mp mi

Gambar 3. Interaksi pengaruh bagian-bagian tanaman kecombrang dan jenisfraksi terhadap total fenol selama penyimpanan. B1: bunga; B2: batang dalam;

B3: daun; B4: rimpang; F1: fraksi etil asetat; dan F2: fraksi etanol

Hasil analisis ragam pengaruh bagian-bagian tanaman kecombrang, jenisfraksi dan jenis pengemas (BxFxP) tidak mempengaruhi total fenol. Nilai rata-ratatotal fenol selama penyimpanan untuk bunga sebesar 381,48 – 1757,43 mg/100 g;untuk batang dalam sebesar 293,67 – 1687,00 mg/100 g; untuk daun sebesar372,07 – 16931,08 mg/100 g; sedangkan rimpang kecombrang sebesar 234,52 –3274,79 mg/100 g. Hal ini berarti interaksi ketiga perlakuan memberikan hasiltotal fenol yang tidak berbeda nyata. Baik botol gelas maupun botol plastikmemberikan perlindungan yang sama terhadap fraksi terekstrak.

Nilai total fenol tertinggi selama penyimpanan terlihat pada minggu ke-0.Selanjutnya, selama 8 minggu penyimpanan, komponen bioaktif dalam fraksiterekstrak bagian-bagian tanaman kecombrang dengan kedua jenis pelarut danpengemas mengalami kerusakan sehingga nilai total fenol cenderung terusmenurun selama penyimpanan. Hal ini diduga disebabkan beberapa faktor, antaralain kondisi penyimpanan yang ekstrim dengan suhu ruang yang panas, pengaruhcahaya, oksigen dan reaksi-reaksi internal fraksi yang mengakibatkan perubahan-perubahan selama penyimpanan. Botol gelas putih menyebabkan fraksi terpaparcahaya sehingga fenol mengalami kerusakan lebih besar daripada botol plastik,

Page 92: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

83

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

walau demikian ternyata tidak berbeda disebabkan sifat plastik yang selektifpermeabel terhadap oksigen (Nurminah, 2002).

2. Aktivitas Antioksidan

Pengukuran aktivitas antioksidan yang dilakukan dengan metodeferitiosianat didasarkan pada terbentuknya peroksida yang merupakan hasiloksidasi asam linoleat. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa selamapenyimpanan bagian-bagian tanaman kecombrang sangat mempengaruhi aktivitasantioksidan, sementara jenis fraksi memberikan pengaruh nyata terhadap aktivitasantioksidan. Jenis pengemas maupun interaksi ketiganya ternyata tidakmempengaruhi aktivitas antioksidan.

Nilai rata-rata antioksidan selama penyimpanan fraksi terekstrak bagian-bagian tanaman kecombrang (Gambar 6) untuk bunga berkisar antara 61,61sampai 83,17 persen; untuk batang dalam berkisar antara 57,43 sampai 84,65persen; untuk daun berkisar antara 40,64 sampai 60,40 persen; sementara untukbagian rimpang berkisar antara 58,40 sampai 69,66 persen. Nilai tertinggi untukmasing-masing bagian tanaman yaitu pada minggu ke-0 dan mengalamipenurunan selama penyimpanan.

Gambar 6. Pengaruh bagian-bagian tanaman kecombrang terhadap aktivitasantioksidan selama penyimpanan

Berdasarkan hasil penelitian, bagian bunga dan batang lebih mampumenghambat oksidasi linoleat, bila dibandingkan dengan daun dan rimpangkecombrang. Hal ini menunjukkan bagian bunga dan batang mempunyai senyawabioaktif yang mampu berperan sebagai antioksidan lebih banyak daripada daundan rimpang. Hal ini diduga karena batang merupakan titik tumbuh suatutanaman. Bunga juga merupakan bagian yang lebih muda dan aktif tumbuhdaripada daun yang telah tua dan rimpang yang berada di dasar tanaman. Bungaterdiri atas dasar bunga dan dari dasar bunga organ-organ bunga lainnya tumbuh(Fahn, 1985, dalam Saroso, 2004).

Page 93: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

84

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Menurut Laila (2009), daun sirih mengandung minyak atsiri yang sangatberperan sebagai zat antimikroba dan dalam minyak atsiri sepertiganya adalahfenol. Fenol merupakan senyawa bioaktif yang dapat berperan sebagaiantioksidan. Kuantitas minyak atsiri lebih tinggi terdapat pada bagian yang lebihaktif tumbuh (Guenther, 1987a). Pada bagian yang tumbuh, diduga fenol dalambentuk yang lebih sederhana daripada daun dan rimpang (Gambar 7). Bentukyang sederhana menyebabkan bobot molekulnya lebih rendah dan atom H yangreaktif sehingga aktivitas antioksidan lebih tinggi. Kelompok senyawa fenolsederhana terdiri dari asam amino tirosin, DOPA, katekol, dan asam kafeat(Winarno, 1981).

Jenis fraksi berdasarkan hasil analisis ragam mempengaruhi nilai aktivitasantioksidan. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan selama penyimpanan untuk fraksietil asetat berkisar antara 62,30 sampai 73,87 persen, sedangkan fraksi etanolberkisar antara 47,47 sampai 75,07 persen (Gambar 8).

Gambar 8. Pengaruh jenis fraksi terhadap aktivitas antioksidan selamapenyimpanan

Golongan senyawa-senyawa fenolik, flavonoid dan alkaloid yangberpotensi sebagai antioksidan yang merupakan senyawa-senyawa polar didugalebih terekstrak dengan oleh etanol yang juga senyawa polar (Indraswari, 2009).Komponen bioaktif yang dominan pada fraksi semi polar adalah flavonoid,sedangkan pada fraksi polar adalah fenol (Houghton dan Raman, 1998).Flavonoid yang berikatan dengan gula cenderung larut dalam air, sedangkanaglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, flavon, dan flavonol

Page 94: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

85

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

cenderung lebih mudah larut dalam pelarut semi polar (Pramudia, 2008, dalamTeguh, 2009). Flavonoid diduga mempunyai kemampuan untuk merubah ataumereduksi radikal bebas sehingga memiliki potensi sebagai antioksidan (Giorgio,2000, dalam Hafid, 2003). Tidak semua senyawa polar dapat berperan denganbaik melindungi asam linoleat karena asam linoleat bersifat non polar, sehinggakomponen bioaktif dalam fraksi etanol memberikan aktivitas lebih rendahdaripada fraksi etil asetat. Hasil penelitian menunjukkan fraksi etil asetat ternyatalebih mampu melindungi asam linoleat daripada ekstrak etanolnya. Hal ini didugakarena fraksi etil asetat (semi polar) mempunyai sifat HLB (Hydrophilic-Lypophilic Balance) yaitu keseimbangan sifat air (hidrofilik) dan sifat minyak(lipofilik) yang berperan terhadap tingginya aktivitas antioksidan.

Pada pengujian menggunakan asam linoleat, kedua sifat pada fraksi etilasetat membentuk perlindungan internal dan eksternal yang mampu melindungiasam linoleat dari oksidasi. Diduga karena asam linoleat termasuk minyak, makasifat lipofilik etil asetat dapat langsung menempel padanya dan menjadi pelindungdalam (internal), sedangkan sifat hidrofilik menyelimuti pelindung internaltersebut (eksternal), yang dapat dilihat pada Gambar 9 (Haryono et al., 2007).

Sifat lipofilik

As. linoleat

sifat hidrofilik Di dalamlarutan uji

Gambar 9. Ilustrasi perlindungan terhadap asam linoleat oleh fraksi etil asetat

Hasil analisis ragam jenis pengemas tidak memberikan pengaruh nyataterhadap nilai antioksidan selama penyimpanan diduga disebabkan terjadinyakerusakan pada fraksi terekstrak selama penyimpanan baik dalam botol gelasputih maupun botol plastik tidak jauh berbeda. Nilai rata-rata aktivitas antioksidanselama penyimpanan untuk botol gelas putih berkisar antara 52,36 sampai 73,94persen, sedangkan untuk botol plastik -berkisar antara 57,41 sampai 75,00 persen.Kerusakan komponen bioaktif yang berperan sebagai antioksidan dalam fraksiterekstrak dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, seperti cahaya, suhu danoksigen dan faktor internal pada fraksi terekstrak itu sendiri. Beberapa senyawafenol mudah teroksidasi oleh oksigen (Ho, 1992, dalam Naufalin, 2004). Suhupenyimpanan yaitu suhu ruang termasuk panas sehingga turut memicu kerusakankomponen bioaktif. Adanya cahaya juga memberikan kontribusi pada kerusakan,dan faktor internal yaitu terjadinya reaksi-reaksi alamiah pada fraksi terekstrakjuga memungkinkan besarnya kerusakan terhadap senyawa bioaktif. Secara

Page 95: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

86

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

keseluruhan, penurunan aktivitas antioksidan selama penyimpanan untuk botolgelas putih bening dari minggu ke-0 hingga ke-8 sebesar 21,58 persen dan untukbotol plastik penurunan terjadi sebesar 17,59 persen. Botol plastik cenderunglebih baik dibandingkan botol gelas, disebabkan botol plastik yang menghambatmasuknya cahaya.

Gambar 10. Interaksi pengaruh bagian-bagian tanaman kecombrang dan jenis fraksiterhadap aktivitas antioksidan selama penyimpanan. B1: bunga; B2: batang dalam; B3:

daun; B4: rimpang; F1: fraksi etil asetat; dan F2: fraksi etanol

Interaksi antara bagian-bagian tanaman kecombrang dan jenis fraksi(BXF) mempengaruhi nilai aktivitas antioksidan (Gambar 10). Nilai rata-rataaktivitas antioksidan terbesar ditunjukkan interaksi perlakuan B1F1 (fraksi bungaetil asetat) yaitu sebesar 75,57 persen, sedangkan interaksi perlakuan B3F2

memberikan nilai terendah yaitu sebesar 42,44 persen. Hal ini diduga karenainteraksi etil asetat dan bunga kecombrang mampu menghasilkan komponenbioaktif (yang mempunyai aktivitas antioksidan optimum terhadap asam linoleat)lebih banyak dibandingkan dengan interaksi lainnya. Hal ini senada denganKanazawa et al. (1995), dalam Naufalin et al. (2005), yang menyatakan bahwasuatu senyawa yang mempunyai polaritas optimum akan mempunyai aktivitasantimikroba maksimum, karena untuk interaksi suatu senyawa antibakteri denganbakteri diperlukan keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB). Diduga kandunganbioaktif dalam bunga yang memiliki HLB lebih tinggi dibandingkan denganbagian batang dalam, daun dan rimpang. Selain itu, kemungkinan senyawabioaktif dalam fraksi etil asetat lebih berperan sebagai antioksidan daripada fraksietanolnya, sejalan dengan pernyataan Teguh (2009) dan Naufalin et al.(2005),bahwa ekstrak etil asetat memiliki aktivitas antibakteri lebih baik dari etanol.Diduga fraksi semipolar memiliki nilai HLB lebih tinggi yang dapat melindungiasam linoleat dari kerusakan daripada fraksi polar.

Interaksi antara pengaruh bagian-bagian tanaman kecombrang, jenisfraksi, dan jenis pengemas (BxFxP) tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitasantioksidan selama penyimpanan. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan selama

Page 96: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

87

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

penyimpanan untuk bunga berkisar antara 53,28 sampai 86,49 persen, untukbatang dalam berkisar antara 27,91 sampai 89,68 persen, untuk daun berkisarantara 22,13 sampai 65,57 persen, sementara rimpang berkisar antara 49,60sampai 76,82 persen.

Aktivitas antioksidan terbaik selama 8 minggu penyimpanan ditunjukkanoleh minggu ke-0, dan nilainya cenderung menurun selama penyimpanan. Bagianbunga dan batang dalam kecombrang memberikan aktivitas antioksidan yangtinggi hingga minggu ke-8 penyimpanan, yaitu di atas 50%. Penurunan aktivitasdiduga berkaitan dengan efektivitas bahan pengemas terhadap fraksi terekstrakyang dilindungi selama penyimpanan dan komponen bioaktif yang terdapat fraksiyang berperan sebagai antioksidan pada asam linoleat. Baik botol gelas putihbening maupun botol plastik memberikan pengaruh perlindungan yang samaterhadap fraksi terekstrak.

Komponen bioaktif dalam fraksi terekstrak bagian-bagian tanamankecombrang dengan kedua jenis pelarut mengalami kerusakan selamapenyimpanan sehingga nilai aktivitas antioksidannya terus menurun selamapenyimpanan. Fraksi bagian-bagian tanaman kecombrang berasal dari tanamankecombrang yang merupakan bahan organik, artinya proses metabolisme terusberlangsung dan selalu mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yangakhirnya menyebabkan bahan tersebut menjadi kerusakan (Winarno, 1981).Menurut Nurminah (2002), adanya pengemas dapat membantu mencegah/mengurangi kerusakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhanfraksi terekstrak cenderung tidak stabil selama penyimpanan, yang dapat dilihatdari tingkat penurunan baik total fenol maupun aktivitas antioksidannya, namundemikian botol plastik cenderung memberikan perlindungan lebih baikdibandingkan botol gelas.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Bagian-bagian tanaman kecombrang berpengaruh sangat nyata terhadap totalfenol dan aktivitas antioksidan selama penyimpanan. Selama penyimpanan,bunga memberikan nilai total fenol dan antioksidan berturut-turut berkisarantara 484,59 – 959,73 mg/100 g dan 61,61 - 83,17 persen; untuk batangdalam berturut-turut berkisar antara 462,92 – 1205,47 mg/100 g dan 57,43 -84,65 persen; untuk daun berturut-turut berkisar antara 1338,06 – 8636,15mg/100 g dan 40,64 - 60,40 persen; serta untuk rimpang berturut-turutberkisar antara 510 – 2453,41 mg/100 g dan 58,40 - 69,66 persen.

2. Jenis fraksi berpengaruh sangat nyata terhadap total fenol dan aktivitasantioksidan selama penyimpanan. Tingginya total fenol belum tentumenunjukkan tingginya aktivitas antioksidan. Selama penyimpanan, fraksi etil

Page 97: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

88

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

asetat memberikan nilai total fenol dan antioksidan berturut-turut berkisarantara 522,08 – 1776,08 mg/ 100 g dan 62,30 – 73,87 persen; sementara fraksietanol berturut-turut berkisar antara 854,10 – 4851,30 mg/100 g dan 47,47 -75,07 persen.

3. Jenis pengemas tidak mempengaruhi total fenol dan aktivitas antioksidanselama penyimpanan. Selama penyimpanan, botol gelas putih beningmemberikan nilai total fenol dan aktivitas antioksidan berturut-turut 741,54 –3175,16 mg/100 g dan 52,36 - 73,94 persen; sementara botol plastik berkisarantara 705,80 – 3452,23 mg/100 g dan 57,41 - 75,00 persen. Penurunan totalfenol selama penyimpanan untuk botol gelas sebesar 2427,27 mg/100 g danuntuk botol plastik sebesar 2746,42 mg/100 g, sedangkan penurunan aktivitasantioksidan selama penyimpanan untuk botol gelas sebesar 21,58 persen danuntuk botol plastik sebesar 17,59 persen. Botol plastik cenderung lebih baikdalam memberikan perlindungan terhadap fraksi terekstrak.

4. Interaksi perlakuan antara bagian-bagian tanaman kecombrang, jenis fraksidan jenis pengemas tidak berpengaruh nyata terhadap total fenol maupunaktivitas antioksidan. Interaksi perlakuan yang menghasilkan total fenol danaktivitas antioksidan tertinggi terlihat pada minggu ke-0. Bagian bunga danbatang dalam kecombrang memberikan aktivitas antioksidan yang tinggihingga minggu ke-8 penyimpanan, yaitu di atas 50%.

Saran1. Penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi fraksi terekstrak bagian-bagian

tanaman kecombrang dalam produk pangan serta efektivitas dan konsentrasiyang cocok untuk produk pangan tersebut.

Daftar Pustaka

Barus, P. 2009. Pemanfaatan Bahan Pengawet dan Antioksidan Alami pada IndustriBahan Makanan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam BidangIlmu Kimia Analitik pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Universitas Sumatera Utara. 25 hal.

Estiasih, T., dan D. A. Kurniawan. 2006. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Umbi AkarGinseng Jawa (Talinum triangulare Willd.). Jurnal Teknologi dan IndustriPangan 17 (3): 166-175 hal.

Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri Jilid 1. Terjemahan Ketaren, S. Penerbit UniversitasIndonesia, Jakarta. 510 hal.

Hafid, A. 2003. Aktivitas Anti-Radikal Bebas DPPH Fraksi Metanol Fagraea auriculatadan Fagraea ceilanica. Jurnal. Majalah Farmasi Airlangga, Vol III No. 1, April2003: 34-39.

Haryono, D. Sondari, dan D. Mansur. 2007. Sintesis Chitosan Kationik dari CangkangUdang dan Penggunaannya sebagai Stabilizer Produk Skin Lotion. PusatPenelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), KawasanPuspiptek Serpong, Tangerang. 25 hal.

Page 98: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

89

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Hidayat S.S. dan J.R. Hutapea. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi I: 440-441. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RepublikIndonesia.

Houghton, P. J. & A. Raman. 1998. Laboratory Handbook for the Fractination of NaturalExtract. Chapman & Hall. London.

Indraswari, S. 2009. Mikroenkapsulasi Hasil Fraksinasi Batang Kecombrang (Nicolaiaspeciosa Horan) Bagian Dalam: Penetapan Aktivitas Antioksidan Mikrokapsul.Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas JenderalSoedirman, Purwokerto (Tidak dipublikasikan). 67 hal.

Istianto, T. 2008. Efektivitas Anti Mikroba Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan):Pengaruh Bagian-bagian Tanaman kecombrang Terhadap Bakteri PatogenPangan dan Kapang Salak. Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian, FakultasPertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. (Tidak dipublikasikan).61 hal.

Ketaren, S. 1990. Minyak Atsiri. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. IPB. Bogor. 112hal.

Laila, D. 2007. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Sirih Merah (Piper crocatum) dan SirihHijau (Piper betle, L) terhadap Mikroba Patogen dan Perusak Pangan.

Naufalin, R. 2004. Antioksidan. Laporan Praktikum Komponen Bioaktif Pangan. Bogor,Program Studi Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Naufalin, R., Betty S.L.J., F. Kusnandar, M. Sudarwanto, dan H. Rukmini. 2005.Aktivitas Antibakteri Ekstrsk Bunga Kecombrang terhadap Bakteri Patogen danPerusak Pangan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XVI No. 2 Th.2005. 119-125

Nurminah, M. 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan Kertas sertaPengaruhnya Terhadap Bahan yang Dikemas. Skripsi. Jurusan TeknologiPertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara. 15 hal

Othman, A., A. Ismail, Nawalyah A. G., dan I. Adenan. 2007. Antioxidant Capacity andPhenolic Content of Cocoa Beans. Journal Food Chemistry 100 (2007) 1523-1530.

Prangdimurti, D. Muchtadi, M. Astawan, dan Fransiska R. Z. 2006. Aktivitas AntioksidanEkstrak Daun Suji (Pleomele angustifolia N.E. Brown). Jurnal Teknologi danIndustri Pangan, Vol. XVII No. 2 th. 2006. 79-86.

Sudarmadji, S., B Haryono, dan Suhardi. 1989. Prosedur Analisis untuk BahanMakanan dan pertanian . Liberty, Yogyakarta. 138 hal.

Sudarminto, S. Yuwono dan T. Susanto. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Diktat. JurusanTeknologi Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya, Malang. 62 hal.

Sutiah. 2008. Studi Kualitas Minyak Goreng dengan Parameter Viskositas dan IndeksBias. "http://www.google/pdf.com/indeks_bias” di akses pada November 2009.

Tampubolon, O.T., S. Suhatsyah, dan S. Sastrapradja. 1983. Penelitian PendahuluanKimia Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan). Risalah Simposium PenelitianTumbuhan Obat III. Fakultas Farmasi, UGM, Yogyakarta.

Teguh, F. 2009. Aktivitas Antibakteri Mikrokapsul Fraksi-fraksi Hasil EkstraksiBertingkat Bunga Kecombrang (Nicolaia spesiosa Horan): Pengaruh KonsentrasiMikrokapsul dan Sukrosa. Draft Seminar. Purwokerto: Jurusan TeknologiPertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman. 18 hal.

Valianty K. 2002. Potensi Antibakteri Minyak Bunga Kecombrang. Skripsi.Purwokerto: Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, UniversitasJenderal Soedirman.

Winarno, F. G., dan M. Aman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya, Jakarta.Saroso, W. A. 2004. Pengaruh Pengeringan Bagian yang Berbeda dari Bunga

Kecombrang (Nicolaia spesiosa Horan) Sebelum Distilasi terhadap Rendemendan Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri. Skripsi. Purwokerto: Jurusan TeknologiPertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman.

Page 99: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

90

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

CHARACTERISTICS of NATA de NONI (Morinda citrifolia)

Sri Luwihana1, Siti Tamaroh1 And Siti Fatimah 1

1 Faculty of Agroindustry, Universitas Mercu Buana [email protected]

Abstract

Nata is a fermentation product of fruit extract by using acetic acidbacteria. The aim of this study is to produce nata from noni (Morindacitrifolia) with the addition of bean sprout extract. Noni juice was addedwith 10% of sugar, adjust the pH to 4.5 by acetic acid solution, then add the0%, 10%, 20%, 30% of bean sprout extract respectively, sterilized at 1210Cfor 15 minutes. The cold substrate was inoculated with 10% starter solutionof Acetobacter xylinum FNCC 005, and incubated at room temperature for10, 15 and 20 days to produce the nata. The nata were then analyzed for themoisture content, weight, thickness, bacteria number and preference test(texture, taste and color). The results showed that nata de noni producedwith the addition of 20% bean sprout extract incubated for 20 days was themost preferred, weighing 77.91 g, 11.42 mm thick, texture (N) 14.21 and60,35% deformation.

Keywords: Acetobacter xylinum FNCC 005, bean sprout, nata, noni.

Pendahuluan

Mengkudu (Morinda citrifolia) merupakan tanaman multiguna yangsemua bagian tanaman dapat dimanfaatkan terutama untuk kesehatan. Buahmengkudu yang dikenal dengan nama pace (Jawa), noni (Hawai) mengandungfitokimia sehingga dapat dimanfaatkan sebagai suplemen maupun pengobatantradisional dibeberapa negara antara lain Indonesia, China dan Hawai. Nataadalah suatu pelikel dari bahan selulosa merupakan produk fermentasi asamasetat oleh bakteri Acetobacterxylinum. Nata dikenal sebagai bahan makananyang kaya akan serat dengan kadar serat sekitar 5% dan berkalori rendah yangdisebut juga serat pangan - dietary fiber - (Astawan dan Astawan, 1991). Seratpangan ini sangat bermanfaat bagi kesehatan antara lain sebagai bahan yangdapat menurunkan kadar kolesterol darah, menurunkan kadar gula darah, danmemperlancar buang air besar. Nata yang berupa serbuk digunakan sebagaibahan penstabil beberapa produk olahan seperti minuman coklat, puding,mayonais dan lain-lain.

Kandungan protein dalam buah mengkudu sebesar 0,93% (Kanetro, 2003)sehingga perlu nitrogen tambahan untuk meningkatkan pertumbuhan bakteri.

Page 100: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

91

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Salah satu faktor dalam fermentasi asam asetat yang mempengaruhi produksi nataadalah sumber nitrogen yang berupa senyawa urea, ekstrak yeast, pepton, asamglutamat dan kecambah kacang hijau. Dalam ekstrak kecambah diketahuikandungan nitrogen sebesar 0,59% (Didiet, 1999), gula total 1,95%, vitamin C117,0 mg/100g (Kanetro, 2003).

Penelitian pembuatan nata dengan bermacam bahan atau buah telahbanyak dilakukan, akan tetapi penggunaan buah mengkudu sebagai bahan dasarpembuatan nata belum dilakukan. Salah satu kekurangan buah mengkudu yaitumemiliki bau yang tidak sedap.Tujuan penelitian adalah mempelajari produksinata dari ekstrak mengkudu dengan penambahan ekstrak kecambah kacang hijauyang disukai panelis.

Metoda PenelitianBahan

Buah mengkudu yang siap petik diperoleh dari daerah Godean, Sleman,Yogyakarta, sedangkan kultur murni Acetobacter xylinum FNCC-diperoleh dariPusat Studi Pangan dan Gizi UGM Yogyakarta.Cara penelitian

Pembuatan ekstrak kecambah kacang hijau. Sebanyak 500g kecambahkacang hijau ditambah air dengan rasio 1:1 direbus selama 15 menit, disaringdengan kain saring.

Pembuatan sari buah mengkudu.Satu kg buah mengkudu yang sudahmatang disortasi, dicuci kemudian diblanshing pada suhu 90 º C selama 5 menituntuk memudahkan penghancuran. Ditambahkan air sebanyak 3 kali beratmengkudu, diremas-remas dan disaring untuk mendapatkan ekstrak mengkudu.

Pembuatan starter. Ekstrak mengkudu sebanyak 500 mL dimasukkan kedalam erlenmeyer, ditambahkan gula pasir sebanyak 10%, diatur sampai pH 4,5dengan menambahkan asam asetat glasial. Kemudian ekstrak mengkudu yangtelah ditambah bahan-bahan tersebut (media) disterilisasi pada suhu 121 º Cselama 15 menit. Setelah media dingin diinokulasi dengan biakan murniAcetobacter xylinum FNCC 005 yang berumur 48 jam sebanyak 50 ml, digojokdan diinkubasikan pada 30 o C selama 48 jam.

Pembuatan nata sari buah mengkudu. Sebanyak 100 mL ekstrakmengkudu ditambah gula 10%, ekstrak kecambah kacang hijau untuk masing-masing perlakuan 0, 10; 20 dan 30% (v/v) dan asam asetat glacial sampai pH4,5dimasukkan kedalam botol jam dan disterilkan pada suhu 121 º C selama 15menit. Setelah media fermentasi dingin diinokulasi dengan starter Acetobacterxylinum FNCC 005 sebanyak 10% (v/v) ditutup rapat dengan kertas payung dandiinkubasikan pada suhu kamar selama 10, 15 dan 20 hari. Selesai fermentasi natadiamati ketebalan, dan beratnya, dipotong dengan ukuran 2x2 cm, direndam

Page 101: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

92

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

selama 2 hari kemudian direbus selama 30 menit untuk menghilangkan bau danrasa asam.

Analisa yang dilakukan: kadar air secara termogravimetri (Sudarmadji,dkk., 1089), berat, ketebalan dan tekstur nata (Llyod Instrument), pH, total asam,jumlah bakteri asam asetat (Fardiaz, 1992) serta uji kesukaan (Kartika, dkk.,1987).

Hasil dan PembahasanKekenyalan Nata

Tekstur suatu produk digunakan untuk mengetahui kekenyalan produk.Kekenyalan nata dinyatakan dengan gaya (N) dan deformasi (%). Kenyal adalahsifat produk pangan dalam daya tahan untuk pecah akibat gaya tekan, Sifat inidigunakan untuk produk pangan yang plastis (dapat berubah bentuk). Produkdikatakan kenyal apabila produk yang dikenai gaya akan merapatkan strukturnyayang kemudian akan putus. Kekenyalan nata disebabkan karena nata tersusun olehselulosa yang merupakan rangkaian polimer yang terikat dengan adanya ikatanhidrogen sehingga struktur nata menjadi kokoh. Penambahan ekstrak kecambahke dalam substrat fermentasi menghasikan tekstur nata yang makin meningkat danmencapai maksimal pada penambahan 20% ekstrak kecambah dan inkubasiselama 20 hari dengan nilai 14,21 (Tabel 1.) Peningkatan tekstur nata disebabkankarena kemampuan bakteri menghasilkan selulosa bertambah sehingga nata makinrapat dan jumlah padatan makin besar.

Plastisitas atau deformasi adalah titik kritis atau daya tahan suatu produkmendapatkan tekanan hingga putus. Deformasi tertinggi sebesar 60,35% pada natayang dihasilkan pada penambahan 20% ekstrak kecambah dengan lama inkubasi20 hari (Tabel 1.). Tekstur nata yang keras ini disebabkan karena padapembentukan selulosa yang meningkat akan menyebabkan penurunan air yangterperangkap dalam nata. Data pendukung menyatakan bahwa pada penambahanekstrak kecambah yang makin meningkat kadar air nata makin menurun sampaipada penambahan 20%(data tidak ditampilkan).

Tabel 1. Kekenyalan nata de noni pada variasi penambahan ekstrak kecambahdan waktu inkubasi

Inkubasi 0 10 15 20

(hari) Gaya(N)

Deformasi(%)

Gaya(N)

Deformasi(%)

Gaya(N)

Deformasi(%)

Gaya(N)

Deformasi(%)

10 1,36a 54,14a 4,09cd 56,64cd 6,10fg 59,39gh 6,00ef 58,92f

15 1,62ab 56,91bc 4,19de 58,36de 10,49ijk 59,46hi 7,36gh 59,25g

20 2,76bc 57,81cd 5,15e 58,91ef 14,21k 60,35i 8,29hij 59,66ij

Page 102: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

93

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Berat dan Ketebalan nata de noniPada penambahan 20% ekstrak kecambah dan inkubasi selama 20 hari

dihasilkan berat nata maksimal sebesar 77,91g dengan tebal 11,42 mm (Tabel 2).Ekstrak kecambah sebagai sumber nitrogen diperlukan bakteri A. xylinum untukpertumbuhan dan aktivitasnya memproduksi selulosa. Bakteri A. xylinummerupakan spesies bakteri asam asetat genus Acetobacter yang bersifat aerob danpada kondisi statis (tidak digoyang) dapat menghasilkan serat selulosa darisubstrat glukosa (Matsushita, dkk., 1994 ). Sukrosa yang ditambahkan kedalammedia dihidrolisis oleh asam menjadi glukosa dan fruktosa, kemudian olehaktivitas enzim fosfoglukomutase glukosa menjadi glukosa-6-fosfat, selanjutnyamenjadi glukosa-1-fosfat, uridin difosfoglukosa (UDPG) dan akhirnya terbentukselulosa. UDPG disintesa dalam bentuk fibril yang menonjol keluar dari selbakteri asam asetat. Fibril selulosa mengalami polimerisasi dengan bantuanaktivitas enzim ekstraseluler yang terdapat pada selubung bakteri dan saling ikatmengikat secara tidak beraturan antara fibril selulosa membentuk lapisan yangdisebut nata (Nji, 1999). Penambahan ekstrak kecambah memacu pertumbuhan selbakteri yang terlihat jelas pada penambahan ekstrak kecambah 20% jumlah selbakteri asam asetat mencapai 107 CFU/mL yang lebih besar daripada penambahan10% maupun kontrol (data tidak ditampilkan). Berat dan ketebalan nata yangdihasilkan bervariasi tergantung dari bahan dasar yang digunakan, jumlah ekstrakkecambah yang ditambahkan dan waktu inkubasi. Produksi nata de soya denganpenambahan ekstrak kecambah 10% inkubasi 20 hari diperoleh berat 218,65 g dantebal 10,50 mm (Didiet, 1999), sedangkan pada nata de pina dengan penambahanekstrak kecambah 10% inkubasi 20 hari diperolah berat 69,93 g ; tebal 8,24 mm(Taufik, 2002) dan pada nata de jambu air dengan penambahan ekstrak kecambah30% inkubasi 20 hari diperoleh berat 70,68 g dan tebal 7 mm (Tamaroh, 2004).

Tabel 2. Berat dan ketebalan nata de noni pada variasi penambahan ekstrakkecambah dan waktu inkubasi

WaktuInkubasi

Konsentrasi ekstrak kecambah kacang hijau (%)0 10 20 30

(hari) Berat(g)

Tebal(mm)

Berat(g)

Tebal(mm)

Berat(g)

Tebal(mm)

Berat(g)

Tebal(mm)

10 31,10a 1,23a 43,31e 5,37d 61,64i 7,92f 50,18e 7,17e

15 40,78b 3,10b 54,04f 7,12e 71,36k 9,75i 59,99h 9,28h

20 47,28d 4,62c 59,59g 8,70g 77,91l 11,42k 66,45j 10,62j

Uji kesukaan nata de noni

Warna coklat nata disebabkan karena warna ekstrak mengkudu dan ekstrakkecambah yang agak coklat, makin banyak ekstrak kecambah yang ditambahkandan makin lama waktu inkubasi menghasilkan warna nata coklat. Perendaman danperebusan nata sebelum diuji sensoris menghasilkan warna nata coklat

Page 103: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

94

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

kekuningan. Hasil uji kesukaan terhadap warna nata de noni menunjukkan adaperbedaan nyata, tetapi ada kecenderungan penambahan ekstrak kecambah 30%waktu inkubasi 15 dan 20 hari yang disukai panelis (Tabel 3). Adapun ciri natayang baik adalah warna putih transparan mempunyai permukaan halus, rata,mempunyai ketebalan sama disemua bagian, mempunyai selaput tipis dibagianatas yang mudah dilepaskan dan mempunyai lapisan tipis lembek di bagian bawah(Pambayun, 2002). Pada pengujian sensoris nata ini tidak ditambahkan gulasebagai pemanis sehingga penilaian penelis tidak terpengaruh rasa gula.

Tabel 3. Hasil uji tingkat kesukaan nata de noni pada variasi penambahan ekstrakkecambah dan waktu inkubasi

PerlakuanParameter

Warna Rasa Tekstur Keseluruhan10 hari 4.75i 0,64a 4,8j 4,85i

0% 15 hari 4,30hi 2,6a 4,35ij 4,30hi

20 hari 3,45f 2,25a 3,85ghi 3,70gh

10 hari 4,05gh 2,5a 4,10hi 4,15h

10% 15 hari 3,50fg 2,45a 3,60fgh 3,50fg

20 hari 2,75de 2,0a 3,10def 2,95def

10 hari 3,15ef 2,4a 2,80bc 2,65cd

20% 15 hari 2,55cd 2,1a 2,00ab 1,95ab

20 hari 2,05bc 1,85a 1,55a 1,40a

10 hari 2,45cd 1,9a 3,45efg 3,30efg

30% 15 hari 1,80ab 1,8a 2,95cde 2,80de

20 hari 1,30a 1,8a 2,35bc 2,10be

Hasil uji tekstur menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kecambah danwaktu inkubasi ada beda nyata sesuai pernyataan bahwa pertumbuhan sel bakterimeningkat dengan makin banyak jumlah ekstrak kecambah yang ditambahkan danlama inkubasi sehingga produksi selulosa pembentuk nata juga meningkat.Penambahan ekstrak kecambah 20% dengan waktu inkubasi 20 hari palingdisukai. Hasil uji kesukaan keseluruhan menunjukkan berbeda nyata antarperlakuan. Meskipun nata yang dihasilkan dengan penambahan ekstrak kecambah20% inkubasi 20 hari lebih disukai panelis daripada 15 hari, namun pertimbanganekonomis menentukan bahwa penambahan ekstrak kecambah 20% denganinkubasi 15 hari yang paling disukai .

Kesimpulan

Secara umum dapat disimpulkan bahwa ekstrak mengkudu dapatdigunakan untuk fermentasi nata de noni. Nata yang disukai penelis dihasilkandari fermentasi dengan penambahan 20% ekstrak kecambah kacang hijau danwaktu inkubasi 20 hari dengan ketebalan nata 11,42 mm, berat 77,91 g,kekenyalan yang dinyatakan sebagai gaya 14,21 N dan deformasi 60,35%.

Page 104: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

95

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Daftar Pustaka

Astawan, M dan Astawan, M.W., 1999. Teknologi Pengolahan Pangan NabatiTepat Guna. Akademika Pressindo. Jakarta.

Didiet, N., 1999. Studi Pengaruh Penambahan Ekstrak Kecambah Kacang Hijaudalam Pemanfaatan Limbah Cair Tahu sebagai Bahan dalam PembuatanNata de Soya. Skripsi FTP. UNWAMA. Yogyakarta.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT Gramedia Pusaka Utam. Jakarta.Kanetro, B., 2003. Formulasi dan Mikroenkapsulasi Komponen Volatil pada

Pembuatan Minuman Tradisional Buah Mengkudu (Morinda citrifolia)dengan Spray Drying. Skripsi FTP. UNWAMA. Yogyakarta.

Kartika, B., Pujihastuti. dan Supartono, W. 1988. Pedoman Uji Indrawi. PAUPangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.

Matsushita, K., Toyama, H dan Adachi, O. 1994. Respiratory Chain andBioenergetics of Acetic Acid Bacteria in Advance in Microbial Physiology,Volume 36. Editor A.H. Rose and D.W. Tempest. Academic Press.Sydney.

Nji, N.L., 1999. Pengaruh Kadar Gula dan Lama Fermentasi terhadap Selulosayang Dihasilkan pada Fermentasi Nata. Skripsi FTP.UGM. Yogyakarta.

Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.Prihatmoko A., 2005. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Kecambah Kacang Hijau

terhadap Produksi Asam Asetat dari Acetobacter pasteurianus INT-7dengan Media Nira Tebu. Skripsi FTP. UNWAMA. Yogyakarta.

Sudarmadji, S., Haryono B., dan Suhardi.1989. Analisa Bahan Makanan danPertanian. Liberty. Yogyakarta.

Tamaroh, S., 2004. Pengaruh penggunaan Ekstrak kecambah dan lama Fermentasipada Sifat-sifat Nata dari Buah Jambu Air (Syzygium aqueum Burn F.Alston). Skripsi FTP-THP UNWAMA. Yogyakarta.

Taufik, E.H., 2002. Pengaruh penambahan Ekstrak kecambah dan Waktu Inkubasiterhadap Pembentukan Pelikel Nata Sari Buah Nanas. Skripsi FTPUNWAMA. Yogyakarta.

Page 105: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

96

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

OKSIDASI DENGAN OZON TERLARUTUNTUK MEMPERBAIKI SIFAT FUNGSIONAL TAPIOKA

MM. Endah Mulat Satmalawati1, Haryadi1

1Ilmu dan Teknologi Pangan UGM Yogyakarta

Abstrak

Penggunaan bahan-bahan kimia untuk oksidasi pati berpotensimeninggalkan limbah serta residu pada produk akhir. Ozon dikenal sebagai zatpengoksidasi yang kuat dan ramah lingkungan. Ozonasi merupakan salah satudari Advanced Oxidation Process (AOP) atau proses oksidasi termutakhir yangcepat dan aman bagi produk pangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengetahui perbedaan konsentrasi ozon terlarut dan konsentrasi slurry patiterhadap perubahan karakteristik pati oksidasi yang dihasilkan

Penelitian ini diawali dengan penentuan konsentrasi ozon terlarut air (O)yang digunakan sebagai variasi perlakuan (0 ppm; 0,3 ppm; 0,5 ppm dan 0,7 ppm)dikombinasikan dengan konsentrasi slurry pati (R) dengan mengatur rasio pati:air(1:4; 1:6; dan 1:8), sehingga terdapat 12 kombinasi perlakuan yaitu R1:4O0;R1:4O0,3; R1:4O0,5; R1:4O0,7; R1:6O0; R1:6O0,3; R1:6O0,5; R1:6O0,7; R1:8O0; R1:8O0,3;R1:8O0,5; R1:8O0,7 masing-masing kombinasi perlakuan disinar dengan UV C selama5 menit, dan selanjutnya dilakukan pengujian karakteristik fisikokimia patiteroksidasi.

Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi ozon dan konsentrasi slurry patiberpengaruh nyata pada karakteristik pati oksidasi, makin besar konsentrasi ozonyang diberikan makin menaikkan kadar karboksil, kadar amilosa, kelarutan,kejernihan pasta pati dan menurunkan viskositas puncak pasta pati

Kombinasi perlakuan konsentrasi ozon 0,7 ppm dengan rasio pati:air 1:6menghasilkan pati oksidasi dengan karakteristik viskositas pasta pati yangterendah (1894,4 cP) dan kejernihan pasta tertinggi (62,5% transmitansi).

Kata kunci: tapioka, pati oksidasi, ozon terlarut,ozonasi

PendahuluanKebutuhan pangan khususnya sumber karbohidrat yang digunakan sebagai

penyusun menu utama akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk danjuga bertambahnya industri-industri pengolahan sumber karbohidrat. Menurut Patil(2009), produksi pati di seluruh dunia diperkirakan lebih dari 64 juta ton dan akanmencapai 75 juta ton pada tahun 2012. Data produksi pati per tahun menyebutkan bahwajagung menempati urutan pertama dengan jumlah 46,1 juta ton (73%) sebagai sumber patiyang disusul ubi kayu pada urutan kedua dengan jumlah produksi 9,1 juta ton (14%)selanjutnya gandum sebesar 5,15 juta ton (8%) dan kentang sebesar 2,45 juta ton (4%)dan sumber pati yang lainnya sebesar 1% (Roper dan Elvers, 2008)

Diversifikasi pangan yang dilakukan sampai dengan saat ini belum diperolehhasil sesuai dengan harapan, masih banyak komoditas sumber karbohidrat selain berasdan gandum yang belum digunakan secara maksimal untuk dapat mengatasi masalah

Page 106: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

97

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

pemenuhan kebutuhan pokok ini. Salah satu bahan pangan yang berpotensidikembangkan sebagai pengganti sumber karbohidrat dari beras maupun gandum adalahubi kayu. Ubi kayu sangat berpotensi dikembangkan selain karena kandungankarbohidratnya yang tinggi (73,7-84,9%) dan keberadaan ubi kayu juga sangat melimpahdi Indonesia.

Pati alami memiliki karakteristik yang terbatas untuk diaplikasikan pada produkpangan. Keterbatasan karakteristik pati alami meliputi kelarutan yang rendah, warna yangkurang menarik, viskositas tidak stabil saat pasta pati mengalami proses sepertipemanasan untuk waktu tertentu atau pada kondisi dingin (Kantouch dan Tawfik, 1998).Modifikasi pati seperti hidrolisis dengan menggunakan enzim pemecah pati, oksidasi,esterifikasi, eterifikasi dilakukan dengan tujuan memperbaiki sifat pati alami dimana patimodifikasi yang dihasilkan akan memiliki karakteristik fungsional pati seperti viskositasrendah, stabilitas tinggi, pembentukan film, sehingga pati modifikasi dapat diaplikasikanpada produk pangan dengan lebih luas seperti untuk bahan pengental, stabilizer jugasebagai pelapis.

Oksidasi merupakan salah satu metode modifikasi pati. Telah dikenal secarameluas proses oksidasi buatan dengan menggunakan oksidator dari bahan kimia sepertihidrogen periksida, hipoklorit, klorine, kalsium hipoklorit, hidroperoksida, potasiumpermanganat, amonium persulfat, oksigen dan bromida pada industri makanan. Seiringdengan perkembangan metode modifikasi pati, penggunaan bahan kimia saat ini kurangdianjurkan karena alasan keamanan pangan dan gizi.

Ozonasi merupakan salah satu dari Advanced Oxidation Process (AOP) atauproses oksidasi termutakhir yang cepat serta ramah lingkungan. Proses ozonasi yang telahbanyak dikenal adalah pada proses pembuatan air mineral. Penelitian sebelumnya ozondapat digunakan untuk proses penghilangan warna pada proses pencelupan benang (Sarayu , et al., 2006). Penggunaan bahan-bahan kimia untuk oksidasi pati akanmeninggalkan limbah serta berpotensi meninggalkan residu pada produk akhir. Ozondikenal sebagai zat pengoksidasi yang kuat dan ramah lingkungan. Proses Ozonasi jugatidak meninggalkan residu pada produk pangan, sehingga direkomendasikan untukditerapkembangkan.

TujuanMendapatkan sifat fungsional tapioka yang memiliki viskositas yang rendah,kelarutan tinggi, kejernihan pasta dan warna pati yang baikMetode PenelitianBahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu untuk membuat patiyang diperoleh dari petani ubi kayu di Desa Glagaharjo Kecamatan Cangkringan SlemanYogyakarta untuk menjamin kesamaan varietas (Adira-4), aquades, gas oksigen, parafin /lilin, N,N-diethyl-p-phenylenediamine (DPD) untuk indikator pengukuran konsentrasiozon, HCl, NaOH, iodin, asam acetat, aseton, hidroksilamin, indikator phenolptalein,indikator BCG-MR.Alat Penelitian

Page 107: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

98

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Generator ozon metode corona discharge dengan kapasitas 4 gram per jam ozonkomparator warna (ozon tester merk HASCH), UV C, kabinet drier 600C,spektrofotometer visibel, oven 1050C, oven panggang 2000C, Minolta ColourSpectrophotometer (model CR-400/410 merk Minolta), Rapid Visco analyzer, danperalatan lainnya untuk pembuatan pati dan analisa kimiaJalannya penelitian

Pembuatan pati basah

Penentuan konsentrasi ozon didapatkan konsentrasi ozon yang akandigunakan untuk variasi perlakuan

Penentuan lama penyinaranUV Cdidapatkan lama penyinaran UV Cyang tidak berpengaruh pada prosesoksidasi pati

Pembuatan pati oksidasi dengan variasi perlakuan Konsentrasi Ozon 0, 0,3; 0,5; 0,7 ppm (hasil penentuan konsentrasi ozon) Rasio pati: air (b/b) 1:4 ; 1:6; 1:8Masing-masing kombinasi perlakuan dilakukan iradiasi UV C selama 5 menit(hasil penentuan lama iradiasi UV C)

Pengujian sifat fisikokimia: Kadar karbonil Kadar karboksil Kadar amilosa Solubilitas Kejernihan pasta Viskositas

Hasil dan Pembahasan

Kadar Karboksil dan Karbonil

Pengujian kadar karbonil dan karboksil bertujuan untuk mengetahui tingkatoksidasi pada pati. Kadar karbonil dan karboksil yang dihasilkan pada proses ozonasi patiini relatif rendah bila dibandingkan dengan hasil oksidasi pati menggunakan oksidatorhipoklorit yang dapat menghasilkan kadar karboksil sampai dengan 1,1% . MenurutMurphy (2000), selama oksidasi melimpahnya gugus karboksil (COOH) dan karbonil(C=O) ditunjukkan secara bersama sebagai hasil dari depolimerisasi rantai pati. Kadarkarbonil yang dihasilkan dari proses ozonasi ini adalah 0,13 -0,41%, dimana padakonsentrasi slurry pati 1:4 dan 1:6 semakin besar konsentrasi ozon yang ditambahkan

Page 108: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

99

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

maka akan meningkatkan kadar karbonil. Sedangkan pada konsentrasi slurry pati 1:8terjadi penurunan kadar karbonil saat ditambahkan konsentrasi ozon 0,5 ppm dan 0,7ppm. Hasil pengujian kadar karbonil dan karboksil terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kadar karbonil dan karboksil (%) pada perlakuan variasi rasio pati:air dankonsentrasi ozon

Konsentrasi ozon(Oppm)

Rasio pati:air

R1:4 R1:6 R1:8Karbonil (%) Karboksil (%) Karbonil (%) Karboksil (%) Karbonil (%) Karboksil (%)

O0 0,13 ± 0,07 0,148 ± 0,11 aA 0,22 ± 0,07 0,150 ± 0,10 aA 0,36 ± 0,18 0,258 ± 0,02 bA

O0,3 0,35 ± 0,00 0,152 ± 0,07 aAB 0,28 ± 0,05 0,164 ± 0,08 aAB 0,34 ± 0,03 0,275 ± 0,04 bAB

O0,5 0,38 ± 0,02 0,229 ± 0,11 aAB 0,34 ± 0,04 0,221 ± 0,08 aAB 0,21 ± 0,02 0,293 ± 0,01 bAB

O0,7 0,41 ± 0,00 0,211 ± 0,10 aB 0,40 ± 0,04 0,302 ± 0,08 aB 0,13 ± 0,09 0,297 ± 0,02 bB

Keterangan: notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata tingkatkepercayaan 95%a,b : notasi untuk rasio pati:airA,B : notasi untuk konsentrasi ozon

Pada analisis kadar karboksil yang dilakukan, konsentrasi slurry pati denganrasio pati:air 1:8 berpengaruh nyata pada kadar karboksil, semakin kecil kekentalan atausemakin encer konsentrasi larutan pati maka akan semakin tinggi kadar karboksilnya,sedangkan pada rasio pati 1:4 dan 1:6 kenaikan kadar karboksil tidak terlalu signifikan.Konsentrasi ozon berpengaruh nyata pada kadar karboksil, semakin tinggi konsentrasiozon maka semakin tinggi kadar karboksilnya.

Gambar 1. Grafik kadar karbonil dan karboksil

Kadar Amilosa

Semakin banyak depolimerisasi amilopektin maka persentase amilosa akansemakin meningkat dari kondisi sebelumnya. Putusnya ikatan cabang pada amilopektinakan mengubah struktur amilopektin menjadi rantai lurus sehingga keberadaan amilosaakan meningkat. Menurut An dan King (2009) kemudahan amilosa terlepas selama proses

Page 109: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

100

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

ozonasi disebabkan karena degradasi oksidasi dan perubahan struktur di mana integritasdari granula pati menjadi melemah. Hasil pengujian kadar amilosa terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kadar amilosa (%) pada perlakuan variasi rasio pati:air dan konsentrasi ozon

Konsentrasi ozon ((Oppm)

Rasio pati:airR1:4 R1:6 R1:8

O0 23,29 ± 0,24 aA 24,06 ± 0,30bA 26,28 ± 0,51cA

O0,3 24,13 ± 0,09 aB 24,41 ± 0,36bB 27,78 ± 0,25cB

O0,5 25,29 ± 0,24aC 26,76 ± 0,77bC 28,38 ± 0,15cC

O0,7 25,56 ± 0,30aD 28,81 ± 0,68bD 29,92 ± 0,4cD

Pati alami 22,8

Keterangan: notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata tingkatkepercayaan 95%

a,b,c : notasi untuk rasio pati:airA,B,C,D : notasi untuk konsentrasi ozon

Solubility

Kelarutan pati meningkat untuk semua perlakuan dibandingkan dengan patipati alami (0,70). Kelarutan pati terbesar diperoleh dari kombinasi rasio pati:air1:8 dan konsentrasi ozon 0,7 ppm dengan angka kelarutan 1,4%. Konsentrasi ozonberpengaruh nyata pada kelarutan, makin besar konsentrasi ozon yang diberikanmaka akan meningkatkan kelarutan pati. Hasil pengujian kelarutan tapioka dapatdilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Angka Kelarutan (%) pada perlakuan variasi rasio pati:air dan konsentrasi ozon

Konsentrasi ozon(Oppm)

Rasio pati:air (b/b)

R1:4 R1:6 R1:8

O0 0,85 ± 0,1aA 1,06 ± 0,1 aAB 0,99 ± 0,1 aA

O0,3 0,92 ± 0,00 aAB 1,20 ± 0,1aAB 1,11 ± 0,2aAB

O0,5 0,99 ± 0,1aAB 1,06 ± 0,1aAB 1,12 ± 0,2aAB

O0,7 0,99 ± 0,3aA 1,29 ± 0,1aB 1,40 ± 0,6aB

Pati alami 0,7Keterangan: notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyatatingkat kepercayaan 95%

a,b : notasi untuk rasio pati:airA,B : notasi untuk konsentrasi ozon

Menurut Hodge dan Osman (1996), meningkatnya kelarutan pati setelahproses oksidasi dihasilkan dari adanya depolimerisasi dan pelemahan struktur darigranula pati. Oksidasi dengan ozon pada pati jagung, sagu dan tapioka akanmeningkatkan kelarutan pati dibandingkan dengan pati pati alami ( Chan, et al.,2009).

Page 110: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

101

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Viskositas pasta

Hasil penelitian menunjukkan semakin besar konsentrasi ozon yangditambahkan maka semakin menurunkan viskositas puncak pasta pati. Perlakuankonsentrasi ozon 0,5 ppm dan 0,7 ppm menghasilkan viskositas puncak pasta patiyang lebih rendah dari pati pati alami (2380,8 cP). Kombinasi perlakuankonsentrasi ozon 0,5 ppm dan 0,7 ppm pada konsentrasi slurry pati 1:6menghasilkan viskositas pasta secara berurutan 2195,2 cP dan 1894,4 cP, hal inimenunjukkan bahwa viskositas puncak pasta pati akan menurun seiring denganmeningkatnya konsentrasi ozon. Hasil pengujian viskositas pasta tersaji padaGambar 2.

Gambar 2. Kurva amilografi pati ubi kayu pada kombinasi perlakuan rasio pati: air 1:6dengan konsentrasi ozon 0,5 dan 0,7 ppm

Reaksi oksidasi pati selalu disertai dengan hidrolisis ikatan glikosidik yang akanmengarah pada terjadinya depolimerisasi yang akan mengakibatkan penurunan beratmolekul. Oleh karena itu pati teroksidasi menunjukkan viskositas yang rendah (Demieteet.al, 2005; Shirai et.al, 2007; Sriroth et.al, 2002; Takizawa et.al, 2004; Wang dan Wang,2003)

Kejernihan Pasta Pati

Kejernihan pasta pati tertinggi dihasilkan pada kombinasi perlakuan rasio pati:air1:6 dengan konsentrasi ozon 0,7 ppm. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran viskositaspasta pati, dimana pada kombinasi perlakuan rasio pati:air 1:6 dengan konsentrasi ozon0,7 ppm dihasilkan viskositas yang paling rendah diantara perlakuan lainnya, viskositasrendah diikuti dengan berat molekul yang rendah sehingga pada saat peneraantransmitansi akan dihasilkan kejernihan yang tinggi.

Page 111: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

102

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Tabel 4. Kejernihan pasta pati (% transmitansi) pada perlakuan variasi rasio pati:air dankonsentrasi ozon

No Sampel (%) Transmitansi 650 nm hari ke-0 1 3 5

1 Pati alami 44,3 43,5 37,9 30,42 R1:4O0 46,2 45,2 44,7 43,13 R1:4O0,3 49,1 48,3 47,5 46,34 R1:4O0,5 49,9 48,9 48,3 47,55 R1:4O0,7 52,2 50,2 49,9 49,76 R1:6O0 51,8 50,2 49,9 49,47 R1:6O0,3 54,9 54,7 53,8 52,78 R1:6O0,5 56,2 55,8 55,2 54,69 R1:6O0,7 62,5 62,3 61,8 60,410 R1:8O0 54,7 53,1 52,6 51,811 R1:8O0,3 56,1 55,4 54,3 53,412 R1:8O0,5 58,4 57,8 57,0 56,513 R1:8O0,7 57,9 56,9 56,2 55,8

Kesimpulan

1. Konsentrasi ozon berpengaruh nyata pada parameter oksidasi yang diujikan,makin besar konsentrasi ozon yang diberikan makin naik kadar karboksil,kadar amilosa, kelarutan , tingkat kejernihan pasta

2. Makin besar konsentrasi ozon yang diberikan menghasilkan viskositas pastapati yang rendah

3. Rasio pati:air berpengaruh nyata pada proses ozonasi. Semakin encerkonsentrasi slurry pati menghasilkan peningkatan kadar karboksil, kadaramilosa, kelarutan, kejernihan pasta serta makin menurunkan viskositas pastapati

4. Kombinasi perlakuan konsentrasi ozon 0,7 ppm dengan rasio pati:air 1:6menghasilkan karakteristik pati terbaik untuk beberapa parameter yaituviskositas pasta pati yang terendah, kejernihan pasta pati yang tertinggi

Daftar PustakaAn H.J, King J.M, 2009. Using Ozonation and Amino Acids to Change Pasting

Properties of Rice Starch. Journal of Food Science 74: 278-283Demiete, I.M., Wosiacki, G., Cereda, M.P dan Mestres, C. 2005. Viscographic

Characteristics of Chemically Modified Cassava Starches Assesed by RVA. Publ.UEPG Exact Soil Sci.Agr.Sci.Eng Ponta Grossa 11:7-17

Hodge, J.E dan Osman E.M. 1996. Carbohydrates, In Food Chemistry. Marcel New York: Dekker Inc.

Kantouch, F., and Tawfik, S. 1998 dalam An H.J, King J.M, 2009. Gelatinization ofHypochlorite Oxidized Maize Starch inAqueous Solutions. Starch 50 Nr. 2-3. S.114-119

Page 112: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

103

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Murphy, P. Starch. 2000 dalam Hui Tin Chan, Rajeef Bhat, Alias A. Karim, 2009. InHandbook of Hydrocolloids. CRC Press, Boca Raton. Pp 41-65

Patil, S.K. 2009. Global Modified Starch Product Derivates and Markets A StrategicReview. Februari 1. www.Marketresearch.com

Roper, H. dan Elvers, B. 2008. Starch.3.Economic Aspects. In Ullman’s Encyclopedia ofIndustrial Chemistry. New York: John Wiley and Sons pp 21-22

Sarayu, K., Swaminathan K, Sandhya S. 2006. Assessment of Degradation of EightCommersial Reactive Individually and in Mixture in Aqueous Solution byOzonation. Sciencedirect 75: 362-368

Shirai, M.A., Haas, A., Ferreira, G.F., Matsugama, L.S., Fransco, C.M.L dan Demiete,I.M. 2007. Obtention, Physicochemical Characterization and Applications inFoods of Starches Modified by Oxidative Treatment. Ciens.Tecnol. Aliment27:239-247

Sriroth, K., Piyachomwan, K., Sangseethong dan Oate C. 2002. Modification of CassavaStarch. Paper Presented at International Starch. Convention 11-14 June 2002.Cracow. Poland

Takizawa, F.F., Silva, G.O., Konkel, F.E. dan Demiete, I.M. 2004. Characterization ofTropical Starch Modified with Potassium Permanganat and Lactic Acid.Brazilian Archives of Biology and Technology 47: 921-931

Wang Y.J; Wang, L. 2003. Phsycochemical Properties of Common and Waxy CornStarches Oxidazed by Different Level of Sodium Hypoclorite. CarbohydratePolym, 52, 207-217

Page 113: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

104

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN DOSIS RAGI TERHADAPKADAR ALKOHOL PADA FERMENTASI AMPAS

UBI JALAR (Ipomoea batatas Lamk)

Novilia Susianawati (1) dan Rinny Hariyanti (2

Program Studi Pendidikan BiologiFakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Muhammadiyah Surakarta

2011

Abstrak

Ampas ubi jalar (Ipomoea batatas Lamk) merupakan hasil samping daripembuatan tepung ubi jalar atau tepung pati. Banyak masyarakat yangmemanfaatkan limbah tersebut untuk pakan ternak bahkan terkadangdibuang, karena dianggap tidak memiliki nilai jual. Ampas tersebut akanmenghasilkan nilai jual yang tinggi apabila dapat dimanfaatkan untukpembuatan alkohol, karena didalam ampas ubi jalar tersebut mengandungkarbohidrat 19,8% dan glukosa. Ampas tersebut dapat dimanfaatkan menjadialkohol dengan cara fermentasi sehingga bernilai jual tinggi. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu fermentasi dan dosis ragi yangdapat memberikan hasil optimum terhadap kualitas alkohol ampas ubi jalar.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2011 di Laboratorium MIPAUniversitas Sebelas Maret. Metode yang digunakan dalam penelitian iniadalah metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap(RAL) pola faktorial terdiri dari 2 faktor yaitu faktor 1 waktu fermentasi (5hari, 7 hari, 10 hari) dan faktor 2 dosis ragi (25 g dan 50 g masing-masinguntuk 500 g bahan) dengan 3 kali ulangan, sehingga kedua faktor perlakuandiperoleh 6 macam kombinasi serta dilakukan distilasi kemudian dilanjutkandengan uji kadar alkohol dengan GC MS (Gas Cromatography MassaSpectroscopy). Data dianalisis dengan Anava Dua Jalur dan dilanjutkandengan uji BNJ (Beda Nyata Jujur) untuk mengetahui derajat ketelitianmasing-masing perlakuan dan menunjukkan kadar alkohol optimm yangmenonjol. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu fermentasidengan nilai F hitung 63,95 > F tabel 4,75, dosis ragi dengan nilai F hitung18,57 > F tabel 3,88. Kadar alkohol minimum 18,80 % pada hari ke 5 dengandosis ragi 25 g/500 g, kadar alkohol optimum 24,77 % pada hari ke 7 dengandosis ragi 50 g/500 g, kadar alkohol maksimum 20,17 % pada hari ke 10dengan dosis ragi 50 g/500 g. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwawaktu fermentasi dan dosis ragi berpengaruh terhadap kadar alkohol.

Page 114: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

105

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Kata Kunci : Ampas Ubi Jalar, Waktu Fermentasi, Dosis Ragi dan KadarAlkohol

PENDAHULUANA. Latar Belakang

Krisis energi terutama BBM (Bahan Bakar Minyak) saat ini sangatmerugikan bagi masyarakat. Kenaikan harga BBM tidak hanya dipengaruhi olehfaktor suplai dan demand, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor geopolitik negaraprodusen. Melihat kondisi yang dialami bangsa Indonesia tersebut, pemerintahmulai memikirkan nasib rakyat yang sebagian besar mengandalkan (BBM) untukkeperluan sehari-hari. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah berupaya dalampemanfaatan bahan bakar nabati yang disebut dengan biofuel yaitu dengan carapembuatan bioetanol.

Salah satu tahapan dalam pembuatan bioetanol yaitu dengan cara prosesfermentasi karbohidrat. Adapun bahan pangan yang termasuk sebagai sumberkarbohidrat dari serealia adalah jagung, jali, juwawut, gandum, sorgum (cantel),dari umbi-umbian berupa ganyong, gembili, tales, suweg, singkong, ubi jalar,tales kentang, dan buah-buahan didapat dari pisang, sukun, nangka muda(Astawan 2004:88).

Karbohidrat merupakan kandungan utama dari ubi jalar. Selain itu, ubijalar juga mengandung vitamin, mineral, fitokimia (antioksidan) dan serat (pektin,selulosa, hemiselulosa). Kadar pati di dalam ubi jalar ubi jalar segar sekitar 20%.Pati ubi jalar berbentuk bulat sampai oval, dengan diameter 3 – 40 µm dengankandungan amilosa sekitar 15 – 25%. Pengelolaan pangan dengan cara fermentasimerupakan jenis pengolahan pangan yang sangat populer dan secara tradisionalbanyak dilakukan ditingkat rumah tangga. Di Indonesia sangat kaya akan produk-produk pangan hasil proses fermentasi, salah satunya adalah pembuatan tape(Astawan, 2004:55).

Namun demikian, pengolahan bahan makanan ubi jalar atau ubi rambatkurang dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat, sehingga ampas(sisa) kurang dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu pemanfaatan ampasubi jalar menjadi produk olahan yang mempunyai nilai jual tinggi dapat lebihmenguntungkan salah satunya dengan cara pembuatan alkohol sederhana. Ubijalar mengandung karbohidrat dan glukosa sehingga dapat digunakan sebagaibahan baku pembuatan alkohol melalui fermentasi. Dengan adanya karbohidrat,glukosa dan mikroba khamir yang difermentasi akan menghasilkan suatu produkyang disebut dengan alkohol

Berdasarkan hasil penelitian Tri (2008), bahwa tinggi rendahnya kadargula dan kadar alkohol setiap gramnya dipengaruhi oleh banyak sedikitnya

Page 115: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

106

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

kandungan amilum. Hal ini menunjukkan bahwa kadar amilum yang lebih tinggimempengaruhi kadar alkohol yang dihasilkan dalam proses fermentasikarbohidrat. Sedang dalam penelitian Nurul Fatimah (2008) tentang pengaruhwaktu fermentasi 7 hari dengan dosis ragi 20% terhadap kadar alkohol hasilfermentasi tepung ganyong diperoleh kadar alkohol 26,33%.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ludfi (2008), setelah dilakukanpengujian kadar alkohol pada fermentasi umbi ketela pohon diperoleh kadaralkohol 41,67% pada fermentasi 15 hari dengan dosis ragi 8 gram. Hasil akhirfermentasi karbohidrat ditentukan oleh sifat mikroba, media biakan yangdigunakan, serta faktor lingkungan antara lain suhu dan PH. Glukosa termasuksenyawa yang paling sering digunakan oleh mikroorganisme dalam prosesfermentasi. Keberhasilan proses fermentasi juga disebabkan karena adanya khamirSaccharomyces cerevisiae sebagai penghasil alkohol dalam fermentasi.

Berdasarkan latar belakang maka mendorong peneliti untuk melakukanpenelitian lebih lanjut dengan mengambil judul “PENGARUH WAKTUFERMENTASI DAN DOSIS RAGI TERHADAP KADAR ALKOHOLPADA FERMENTASI AMPAS UBI JALAR (Ipomoea batatas Lamk)”B. Pembatasan Masalah

1. Subjek penelitian adalah waktu fermentasi (5 hari, 7 hari, dan 10 hari) dandosis ragi (25/500 g dan 50/500 g).

2. Objek penelitian adalah kadar alkohol pada fermentasi ampas ubi jalar.3. Parameter penelitian adalah kadar alkohol.

Page 116: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

107

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Kerangka Berfikir

Ubi jalar

Produksi melimpah

Mengandung karbohidrat dan glukosa

Beberapa produk olahan yaitu: tepung pati, kue donat, mie instan, dodol, timus,

Sisa pengolahan berupa ampas dengan karbohidrat 19,8 %

Ampas sebagai bahan alternatif pembuatan alkohol

Saccharomyces cerevisiae

Fermentasi alkohol

Destilasi

Kadar alkohol

C. Perumusan Masalah

Gambar 2.5 Kerangka berfikir

1. Bagaimanakan pengaruh waktu fermentasi dan dosis ragi terhadap kadaralkohol pada fermentasi ampas ubi jalar?

2. Berapakah kadar alkohol optimum (kadar alkohol tertinggi) yang dapatdiperoleh dari hasil perbandingan waktu fermentasi dan dosis ragifermentasi ampas ubi jalar?

D. Tujuan Penelitian1. Mengetahui pengaruh waktu fermentasi dan dosis ragi terhadap kadar

alkohol pada fermentasi ampas ubi jalar.2. Mengetahui perbandingan waktu fermentasi dan dosis ragi yang efektif

untuk memperoleh kadar alkohol yang optimal.E. Manfaat

1. Memberikan informasi mengenai keefektifan perbandingan waktufermentasi dan dosis ragi yang dapat digunakan untuk memperoleh kadaralkohol pada fermentasi ampas ubi jalar yang optimal.

Page 117: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

108

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

2. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang pemanfaatan ampasubi jalar untuk digunakan sebagai bahan alternatif industri pembuatanalkohol.

3. Meningkatkan nilai ekonomis ampas ubi jalar

BAB II. METODE PENELITIANA. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu PenelitianPenelitian dilaksanakan pada bulan Januari – Februari 2011

2. Tempat Penelitiana. Fermentasi ubi jalar dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas

Muhammadiyah Surakartab. Destilasi dan Pengujian Kadar Alkohol dilakukan di Laboratorium

MIPA Universitas Sebelas Maret.B. Alat dan Bahan

1. AlatAlat yang digunakan antara lain: Pisau, parutan, timbangan kasar,timbangan analitik, mangkuk besar, kain, plastik, toples, karet, panci,kompor, seperangkat alat distilasi, pipet 1 ml, tabung reaksi, water bath,GC MS (Gas Cromatography Massa Spectroscopy).

2. BahanAmpas ketela rambat untuk masing-masing perlakuan 500 g, air 500 ml,25 g/500 g dan 50g/500 g ragi merk NKL.Bahan yang digunakan untuk uji alkohol antara lain: larutan alkohol hasildistilasi, kalium karbonat, kalium dikromat, etanol.

C. Prosedur Penelitian1. Pembuatan Fermentasi Ubi jalar

a. Mengupas, membersihkan dan memarut ubi rambat.b. Memisahkan antara ampas dan sari ubi rambat dengan cara memeras

hasil parutan tersebut dengan kain.c. Menimbang ampas ubi tersebut sebanyak 500 g untuk masing-masing

perlakuan (ada 6 perlakuan jadi ampas yang dibutuhkan 3000 g).d. Memberi air 500 ml untuk masing-masing perlakuan, kemudian

merebusnya sambil diaduk-aduk sampai kental.e. Membiarkan ampas ubi rambat yang telah direbus tadi sampai dingin.f. Setelah adonan dingin, terlebih dahulu adonan diukur pHnya agar

menjadi pH 4 – 5.g. Menaburkan ragi sesuai dengan dosis yang telah ditentukan dan

mengaduknya hingga rata.h. Menempatkannya pada toples, kemudian menutupnya dengan plastik

dan mengikatnya dengan karet sebelum ditutup dengan penutup toples.i. Memeramnya sesuai waktu fermentasi yang telah ditentukan.j. Setelah waktu pemeraman selesai, kemudian mendistilasi ampas umbi

ketela rambat hasil fermentasi tersebut untuk mendapatkan alkohol.2. Destilasi Alkohol

Page 118: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

109

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

a. Mengambil ampas ubi jalar/ubi rambat kemudian memasukkankedalam alat destilasi alkohol.

b. Mendestilasi alkohol dengan cara memanaskan hasil fermentasi sampaimendidih pada suhu 700 – 800 C

c. Mengembunkan uap hasil destilasi tersebut dengan menampungkedalam tabung penampung (tabung refluk).

d. Apabila uap air sudah tidak lagi menetes kemudian mengambil hasildestilasi tersebut dan menyimpannya kedalam botol.

3. Uji Kadar Alkohola. Menyiapkan larutan alkohol dari hasil destilasi fermentasi ampas ubi

rambat.b. Memasukkan larutan alkohol tersebut sebanyak 1 ml ke dalam tabung

reaksi yang telah diberi kalium karbonat, kalium dikromat, dan etanolmasing-masing 1 ml.

c. Memasukkan tabung reksi tersebut ke dalam waterbath selama 2 jamuntuk menginkubasi larutan alkohol tersebut.

d. Setelah diinkubasi selama 2 jam, kemudian diujikan pada GC MS danmambaca kadar alkohol yang tertera.

D. Rancangan PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan

rancangan percobaan acak lengkap pola faktorial yang terdiri dari dua faktorperlakuan yaitu faktor 1 waktu fermentasi (F) dan faktor 2 dosis ragi (R) dengandua ulangan perlakuan sehingga menghasilkan enam kombinasi perlakuan.Adapun faktor perlakuan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Faktor waktu fermentasi dengan 3 ulangan yaitu :F 1 : Waktu fermentasi 5 hariF 2 : Waktu fermentasi 7 hariF 3 : Waktu fermentasi 10 hari

2. Faktor dosis ragi dengan 3 ulangan yaitu:R 1 : Dosis ragi 25 g/500 gR 2 : Dosis ragi 50 g/500 g

Tabel 3.1 Variasi kombinasi perlakuan waktu fermentasi dan dosis ragiDosis ragi

WaktuFermentasi

R 1 R 2

F 1 F1R1 F1R2F 2 F2R1 F2R2F 3 F3R1 F3R2

Keterangan :F1R1 : Fermentasi 5 hari dengan dosis ragi 25 g/500 gF1R2 : Fermentasi 5 hari dengan dosis ragi 50 g/500 gF2R1 : Fermentasi 7 hari dengan dosis ragi 25 g/500 g

Page 119: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

110

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

F2R2 : Fermentasi 7 hari dengan dosis ragi 50 g/500 gF3R1 : Fermentasi 10 hari dengan dosis ragi 25 g/500 gF3R2 : Fermentasi 10 hari dengan dosis ragi 50 g/500 gTabel 3.2 alkohol hasil fermentasi ampas ubi jalar/100 gram

Variasikombinasi

Kadar alkohol(%)

Jumlah()

Rata-rata()

StandartDeviasi

1 2 3F1R1F1R2F1R3F1R2F2R2F3R2

E. Metode Pengumpulan DataMetode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga

metode yaitu : Metode Eksperimen, Metode Studi Pustaka, dan MetodeDokumentasi.

F. Analisis DataDalam penelitian ini data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan

analisis varians dua jalur/anava dua jalur. Untuk mengetahui perbedaan antaraperlakuan dosis ragi dan lama waktu fermentasi yang berbeda. Setelahdilakukan uji anava dua jalur menunjukkan perbedaan yang nyata, makadilakukan uji lanjut untuk melihatkan perlakuan masing-masing yang berbedadengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ).

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil pengamatan1. Uji kadar alkohol

Berdasarkan data hasil uji kadar alkohol ampas umbi ketela rambat(Ipomoea batatas), diperoleh hasil data sebagai berikut :

Tabel 4.1 Kadar alkohol (%) ampas ubi jalar (Ipomoea batatas Lamk)Variasi

kombonasi Rata-rata (Ҳ)

F1R1 18,80*F2R1 23,20F3R1 19,90F1R2 21,23F2R2 24,77**F3R2 20,17

Keterangan : * Rata-rata kadar alkohol terendah

Page 120: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

111

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

** Rata-rata kadar alkohol tertinggiHasil penelitian di atas menunjukkan bahwa kadar alkohol optimum

pada perlakuan F2R2 (dosis ragi 50 gram dan waktu fermentasi 7 hari) denganrata-rata jumlah 24,77% sedangkan jumlah kadar alkohol minimum padaperlakuan F1R1 (dosis ragi 25 gram dan waktu fermentasi 5 hari) dengan rata-rata jumlah 18,80% dan kadar alkohol yang maximum pada perlakuan F3R2(dosis ragi 50 gram dan waktu fermentasi 10 hari) dengan rata-rata jumlah20,17 %.

B. Pengujian HipotesisUntuk menentukan pengujian hipotesis, maka rata-rata jumlah kadar

alkohol dianalisis dengan menggunakan Anava Dua Jalur, kemudian dilanjutkandengan uji BNJ untuk mengetahui beda nyata masing-masing perlakuan, adapunhasilnya adalah sebagai berikut :

1. Uji Anava Dua Jalur kadar alkohol ampas umbi ketela rambat.Tabel 4.2 Hasil Uji Anava Dua Jalur kadar alkohol hasil fermentasi ampas ubi

jalar.Sumber

Keragaman Db JK KT Fhitung

F tabel5 %

F table1 %

1. Perlakuan 5 75,36 15,07 30,75** 3,11 5,06A (Dosis) 2 62,68 31,34 18,57** 4,75 9,33B (Waktu) 1 9,10 9,10 63,95** 3,88 6,93

AB(Interaksi) 2 3,58 1,79 3,65 3,88 6,93

2. Galat 12 5,83 0,49 - - -Total 17 81,19 42,72 - - -

* Berbeda secara nyata pada taraf signifikasi 5 %** Berbeda secara nyata pada taraf signifikasi 1 %

Keputusan uji Anava Dua Jalur adalah1) F hitung A > F table A (18,57 > 4,75), artinya signifikansi yaitu dosis ragi

yang berbeda sangat berpengaruh terhadap kadar alkohol pada fermentasiampas ubi jalar (Ipomoea batatas Lamk).

2) F hitung B > F table B (63,95 > 3,89), artinya signifikansi yaitu waktufermentasi yang berbeda sangat berpengaruh terhadap kadar alkohol padafermentasi ampas ubi jalar (Ipomoea batatas Lamk).

Karena hasil dari F hitung lebih besar dari F tabel maka signifikansisehingga dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) untuk mengetahui bedanyata antar perlakuan. Adapun keputusan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) adalahsebagai berikut :

Page 121: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

112

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Tabel 4.3 Hasil Uji Beda Nyata Jujur kadar`alkohol ampas ubi jalar.

PerlakuanRata-rata

Berbeda nyata denganF1R1 F2R1 F3R1 F1R2F2R2 F3R2

F1R1F2R1F3R1F1R2F2R2F3R2

18,8023,2019,9021,2324,7720,17

-4,4** -1,1 3,3** -2,43* 1,97 1,33 -5,97 ** 1,57 4,87** 3,54** -1,37 3,03** 0,27 0,954,6** - 0,05 = 1,9 0,01 = 2,44

Keterangan * Berberda nyata** Berbeda sangat nyata

Keputusan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) sebagai berikut :1. Perlakuan F1R1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan F2R1, F2R2 dan

F3R2.2. Perlakuan F2R1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan F3R1, F1R2 dan

F3R2.3. Perlakuan F3R1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan F1R2, F2R2 dan

F3R2.4. Perlakuan F1R2 berbeda sangat nyata dengan perlakuan F2R2 dan F3R2.5. Perlakuan F2R2 berbeda sangat nyata dengan perlakuan F3R2.

Hasil Uji BNJ menunjukkan bahwa perlakuan memperoleh hasil kadaralkohol yang paling optimal pada F2R2 (dosis ragi 50 gram dengan waktufermentasi 7 hari adalah 24,77%) karena memiliki nilai selisih rata-rata yangpaling besar dan sangat berbeda nyata (5,97 > 2,44) pada taraf signifikansi 1 %.

C. Pembahasan1. Kadar alkohol

Dari gambar 4.1 di atas terlihat jelas bahwa kadar alkohol pada perlakuanF2R2 (lama waktu fermentasi 7 hari dengan dosis ragi 50 gram). Sedangkan kadaralkohol terendah pada perlakuan F1R1 (lama waktu fermentasi 5 hari dengandosis ragi 25 gram).

Perbedaan kadar alkohol sangat berkaitan erat dengan cepat dan lambatnyapertumbuhan sel ragi yang diinginkan untuk memfermentasikan bahan, sedangkanpertumbuhan dari sel ragi/khamir itu sendiri juga dipengaruhi oleh media dankondisi medium, pemilihan khamir, nutrient, kandungan gula, keasaman (pH),oksigen dan suhu. Suhu yang optimum untuk fermentasi optimum adalah 26 – 280

C, diatas 300 C produksi bioetanol akan menurun (Budiyanto, 2004).

Page 122: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

113

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

KadarAlkohol(%)

Berdasarkan hasil dapat terangkum dalam gambar grafik histrogramberikut :

PerlakuanGambar 4.1 Histogram kadar alkohol hasil fermentasi ampas ubi jalar.

Suhu yang digunakan selama proses fermentasi akan mempengaruhimikroba yang berperan dalam proses fermentasi. Suhu yang baik untuk fermentasimaksimum adalah 300C. Semakin rendah suhu fermentasi makin banyak alkoholyang dihasilkan, karena pada suhu rendah fermentasi akan lebih kompleks dankehilangan alkohol yang terbawa gas CO2 akan lebih sedikit, pada suhu yangtinggi akan mematikan mikrobia dan menghentikan proses fermentasi (Desrosier,1988).

Waktu dalam fermentasi juga sangat mempengaruhi kadar alkohol, darilama waktu fermentasi 5 hari, 7 hari dan 10 hari dapat diketahui bahwa alkoholtertinggi terdapat pada fermentasi 7 hari. Perbedaan kadar alkohol ditunjukkandari hasil anava dua jalur bahwa Fhitung > Ftabel (63,95 > 3,89) artinyasignifikan yaitu ada perbedaan kadar alkohol pada lama waktu fermentasi yangberbeda (5 hari, 7 hari dan 10 hari).

Hal ini didukung pendapat Nety (2008), pada kadar glukosa dan bioetanolpada fermentasi tepung umbi ketela pohon (Manihot utillisima, Pohl) varietasmukibat dengan penambahan H2SO4 kadar alkohol tertinggi pada waktufermentasi 7 hari dengan dosis ragi 100 gram yaitu 39,80%, sedangkan kadarbioetanol yang paling rendah pada waktu fermentasi 5 hari dengan dosis ragi 50gram yaitu 11,76%. Hal ini disebabkan karena semakin lama inkubasi akanmembuat aroma semakin menyengat dan berasa alkohol/ pada proses fermentasisebelum terbentuk alkohol maka akan membentuk glukosa lebih dahulu sehinggauntuk pembentukan alkohol membutuhkan waktu lebih lama dari padapembentukan glukosa, namun bila fermentasi terlalu lama maka nutrisi dalamsubtrat akan habis dan khamir tidak dapat memfermentasikan bahan.

Page 123: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

114

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Kadar alkohol tertingi pada lama fermentasi 7 hari karena adanya aktivitaskhamir Saccharomyces cerevisiae yang bekerja secara optimal dengan subtratgula yang difermentasikan secara kegiatan enzimatis yang tidak terhambat. Kadaralkohol terendah pada lama waktu fermentasi 5 hari karena glukosa belum pecahmenjadi etanol. Sedangkan pada fermentasi 10 hari kadar alkohol menurun karenaaktifitas kapang dan khamir sudah habis atau sudah melewati masa optimum.

Perbedaan kadar alkohol yang dihasilkan dari berbagai umbi-umbiandisebabkan karena kandungan bahan yang terdapat dalam masing-masing subtratyang berbeda. Salah satunya adalah karbohidrat yang terkandung pada bahantersebut. Karbohidrat ini berkaitan erat dengan medium mikroorganisme padafermentasi, dimana karbohidrat yang terkandung pada bahan bersama khamirSaccharomyces cerevisiae pada ragi akan membentuk enzim, dan dengan enzimtersebut mampu membentuk alkohol semaksimal mungkin.

Menurut Schlegel (1994), produsen utama alkohol adalah ragi terutamaSaccharomyces cerevisiae. Organisme ini meragikan karbohidrat menjadi alkoholdan CO2. Pada kondisi anaerob terjadi penimbunan alkohol sedangkan ragi sendirimerupakan organisme aerob. Pembuatan alkohol dengan cara fermentasi biasanyadengan bantuan mikroorganisme. Mengenai bahan dasar yang dapat dipakai untukmembuat alkohol dengan cara fermentasi ini pada dasarnya bahan-bahan yangmengandung pati (karbohidrat) menjadi pati menjadi glukosa, selanjutnyaSaccharomyces cerevisiae akan mengubah glukosa menjadi alkohol. Untukmemisahkan alkohol dari air dapat di lakukan penyulingan atau destilasibertingkat sehingga dapat diperoleh alkohol dengan kadar kurang lebih 90%(Fessenden, 1997).

Menurut Winarno (2004), Saccharomyces cerevisiae mempunyai dayakonversi gula sangat tinggi karena menghasilkan enzim invertase dan zimase.Enzin invertase ini berfungsi sebagai pemecah sukrosa menjadi monosakarida(glukosa dan fruktosa). Enzim zimase mengubah glukosa menjadi etanol,sehingga semakin lama waktu fermentasi kadar glukosa yang dihasilkan semakinrendah karena sebagian glukosa telah terkonversi menjadi etanol. MenurutFessenden dan Fessenden (1997), adanya pengaruh waktu fermentasi dapatdisebabkan karena pada saat fermentasi terjadi perubahan glukosa menjadi etanol.

Pada proses peragian atau fermentasi dapat dihambat dengan sempurnaoleh masuknya udara. Maka apabila tempat pemeraman suatu bahan yangdigunakan dibuka saat itu juga proses fermentasi mulai terhenti. Kandungan air didalam lingkungan mikroba juga mempengaruhi sifat pertumbuhanmikroorganisme. Bila kandungan air disekitar lingkungan cukup, maka cairandidalam sel mikroba mengalir keluar, sehingga metabolisme terhenti danmenyebabkan bahan yang terdapat dalam sel sangat pekat dan akhirnya akanmenghambat aktivitas enzim.

Page 124: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

115

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Faktor lain yang dapat menghambat atau mengganggu pertumbuhankhamir yaitu sterilisasi dan peralatan lainnya yang digunakan untuk memeramkanbahan dan cara memasak atau cara pengerjaan fermentasi serta bentuk bahan ataubentuk umbi sendiri (ampas atau tepung) pencampuran dengan ragi harusdilakukan dengan menggunakan sendok, sebab jika tersentuh oleh jari akanberwarna kemerah merahan dan menjadi asam.

Alkohol merupakan salah satu bahan bakar yang dapat diproduksi dariberbagai bahan baku, seperti singkong, tebu, aren, dan jagung. Etanol atau alkoholetil ialah senyawa kimia yang ditemui di dalam minuman beralkohol atau arak dantidak efektif terhadap spora bakteri. Selain digunakan di dalam arak, alkohol jugadigunakan sebagai bahan api untuk menghasilkan gasoline.

Menurut Anonim (2000), katalisator adalah zat yang ditambahkan kedalam suatu reaksi dengan maksud memperbesar reaksi. Fungsi katalis adalahmemperbesar kecepatan reaksinya dengan jalan memperkecil energi pengaktifansuatu reaksi dan dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnyaenergi dan pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebihcepat. Katalis ini tidak hanya bersifat asam, tetapi juga merupakan agenpengoksidasi yang kuat. Pada proses fermentasi sebelum terbentuk alkohol makaterbentuk glukosa terlebih dahulu sehingga untuk pembentukan alkoholmembutuhkan waktu lebih lama dari pada pembentukan glukosa. Namun bilafermentasi terlalu lama, nutrisi dalam substrat akan habis dan khamir tidak dapatmemperfermentasi bahan.

Hal ini didukung oleh pendapat Sri Hartatik (2008), cepat lambatnyakhamir juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhidiantaranya adalah formulasi media yang digunakan sebagai prosespengembangbiakan mikroba sejak persiapan inokulum sampai tahap fermentasiakan didapatkan hasil yang optimum ketika pertumbuhan enzim maksimum danketersediaan subtrat yang cukup.

Selain itu menurut Buckle (1992), arti penting khamir secara ekonomisterletak pada kemampuan memecah pangan berkarbohidrat menjadi alkohol dankarbondioksida. Proses fermentasi alkohol hanya dapat terjadi apabila terdapatsel-sel khamir. Dalam pengertian luas, fermentasi adalah aktivitas metabolismmikroorganisme aerobik atau subtrat organik yang cukup tinggi.

Menurut Desrosier (1988), kecepatan reaksi dalam suatu proses kimiamaupun reaksi yang dibantu oleh enzim tidaklah konstan. Pada permulaan reaksinampak giat untuk bereaksi kemudian reaksi tersebut akan berkurang. Hal inidisebabkan oleh adanya hasil akhir yang tertimbun. Hasil akhir yang tertimbunakan menghambat kecepatan enzim sehingga kadar alkohol yang dihasilkan akanmenurun. Selain itu juga dimungkinkan karena ketersediaan subtrat yang terdapatdalam bahan semakin menipis, sehingga kegiatan enzim pun juga akan berkurang.

Page 125: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

116

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Alkohol mempunyai beraneka ragam kegunaan antara lain: sebagai bahanbaku pembuatan senyawa organik lain seperti asam asetat yang merupakan hasilfermentasi alkohol oleh Acetobacter acetyl, alkohol untuk membuat eter,chloroform, alkohol digunakan dalam kesehatan sebagai antibeku, kemudianalkohol juga dapat digunakan sebagai bahan pelarut minyak wangi, sebagai bahanbakar setelah di denaturasi terlebih dahulu dan sebagai salah satu komponendalam kosmetik (Budiyanto, 2002). Dalam bidang pendidikan alkohol digunakanterutama di laboratorium dan dalam kehidupan sehari-hari yang biasanyadigunakan sebagai anti bakteri.

KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dalam penelitian ini dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :1. Ada pengaruh antara waktu fermentasi dan dosis ragi terhadap kadar alkohol

pada ampas ubi jalar.2. Kadar alkohol minimum pada perlakuan F1R1 (18,80%) pada waktu

fermentasi 5 hari dan dosis ragi 25 g/500 g.3. Kadar alkohol optimum pada perlakuan F2R2 (24,77%) pada waktu

fermentasi 7 hari dan dosis ragi 50 g/500 g.4. Kadar alkohol maksimum pada perlakuan F3R2 (20,17%) pada waktu

fermentasi 10 hari dan dosis ragi 50 g/500 g.

Daftar Pustaka

Anonim. 2000. http://bebas.ulsm.org/V12/sponsor/sponsorpendamping/praweda/kimia/0177%20kim%201-Se.htm. (diakses tanggal 23 Oktober 2010).

Anonim. 2007. Varietas Ubi Jalar Ungu. (online)http://www.budiboga.blospot.com/2007/4/varietas-ubi-jalar-ungu.html.(dialses tanggal 23 Oktober 2010).

Anonim. 2009. Ubi Jalar Kaya Karbohidrat, Mineral, dan Vitamin. (online)http://www.beritaterkinionline.com/2009/11/ubi-jalar-kaya-karbohidrat-mineral-dan-vitamin.html. (diakses tanggal 26 Oktober 2010).

Anonim, 2009, Mengenal Ragi dan Fungsinya. Diakses tanggal 23 oktober 2010, .Anonim. 2010. Glukosa. (online). http://id.wikipedia.org/wiki/glukosa. (diakses

tanggal 23 Oktober 2010).Astawan, Made. 2004. Tetap Sehat Dengan Produk Makanan Olahan. Solo: Tiga

Serangkai.. 2004. Diet Sehat dengan Makanan Berserat. Solo: Tiga

Serangkai.Agus, Krisna Budiyanto. 2004. Mikrobiologi Terapan. Malang: Universitas

Muhammadiyah malang.

Page 126: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

117

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT GramediaWidiasarana Indonesia.

Auliana, Rizqie. 2001. Gizi dan Pengolahan Pangan. Yogyakarta: Adicita.Buckle, K.A. dkk. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: UI Press.

. 1992. Ilmu Pangan. Jakarta: UI Press.Campbell. 2005. Biologi. Jakarta: Erlangga.Desrosier, Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: UI Press.Dwidjoseputo. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi cetakan ke 16. Jakarta.

Djambatan.Fatimah, Nurul. 2008. “Kadar Glukosa dan Bioetanol Hasil Fermentasi Tepung

Ganyong (Canna edulis Kerr) Dengan Dosis Ragi dan Waktu Berbeda”(Skripsi S-1 Progdi Biologi). Surakarta: Fakultas Keguruan dan IlmuPendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Fessenden Ralph J, Joan S Fessenden. 1997. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta:Binarupa Aksara.

Gaman dan Sherrington. 1994. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologiedisi ke 2. Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press.

Gandjar, Indrawati. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan OborIndonesia.

Hamid, Abdul. 2001. Biokimia : Metabolisme Biomolekul. Bandung: Alfabeta.Hanafiah, Kemas Ali. 1994. Rancangan Percobaan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.Hartatik, Sri. 2008. “Kadar Glukosa dan Bioetanol Pada Fermentasi Gaplek

Ketela Pohon (Monihot utillisima Pohl) Varietas Mukibat DenganPenambahan Aspergillus niger”. (Skripsi S-1 Progdi Biologi). Surakarta:Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas MuhammadiyahSurakarta.

Hawab. 2004. Pengantar Biokimia. Malang: Banyu media.Iwas. 2010. Sehat Dengan Ubi Jalar Merah Ketela Rambat.

http://iwas.blog.uns.ac.id/2010/10/18/sehat-dengan-ubi-jalar-merah-ketela-rambat/. (diakses tanggal 26 Oktober 2010).

Kartasapoetra., Marsetyo. 2005. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan danProduktivitas Kerja). Jakarta: Rineka Cipta.

Lay, Bibiana W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Ludfi, Anidita Khorida. 2008. “Pengaruh Waktu Fermentasi dan Dosis RagiTerhadap Kadar Alkohol Pada Fermentasi Ampas Umbi Ketela Pohon”.(Skripsi S-1 Progdi Biologi). Surakarta: Fakultas Keguruan dan IlmuPendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Muchtadi, Deddy. 2009. Pengantar Ilmu Gizi. Bandung: Alfabeta.

Page 127: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

118

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Murray, Robert., Daryl Granner. 2009. Biokimia Harper edisi 27. Jalarta EGC.Nety, Purwanti. 2008.”Pengaruh Waktu Fermentasi dan Dosis Ragi Terhadap

Kadar Glukosa dan Bioetanol Pada Fermentasi Tepung Umbi KetelaPohon (Monihot utillisima, Pohl) Varietas Mukibat Dengan PenambahanH2SO4”. (Skripsi S-1 Progdi Biologi). Surakarta: Fakultas Keguruan danIlmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Palupi, Ayomi. 2007. “Perbandingan Kadar Alkohol dan Glukosa hasilFermentasi Biji Nangka Varietas Salak dan Bubur” (Skripsi S-1 ProgdiBiologi). Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UniversitasMuhammadiyah Surakarta.

Pelczar, Michael., Chan. 2007. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid I. Jakarta: UIPress.

Purwoko. Tjahjadi. 2007. Fisiologi Mikroba. Jakarta: Bumi Aksara.Rahayu, Triastuti. 2009. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Surakarta:

Laboratorium Universitas Muhammadiyah Surakarta.Rahmad, Rukmana dan Yuniarsih. 2001. Aneka Olahan Ubi Kayu. Yogyakarta:

Kanisius.Restiani, Erna Swesti. 2005. “Perancangan Pabrik Etil Alkohol Dari Tapioka

Kapasitas 70.000 Ton Pertama” (Skripsi S-1 Tehnik Kimia). Surakarta:Fakultas Tehnik Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Riadi, Lieke. 2007. Teknologi Fermentasi. Yogyakarta : Graha Ilmu.Sa’id, E. Gumbira. 1987. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta: Pt

Mediyatama Sarana Perkasa.Schlegel, Hans G. 1994. Mikrobiologi umum. Yogyakarta: Gajah Mada University

Press.Steenis. 2005. Flora. Jakarta: Pradya Paramita.Tarwotjo, C Soejoeti. 1998. Dasar-dasar Gizi Kuliner. Jakarta: PT Gramedia

Widiasarana Indonesia.Wirahardikusumah, Muhammad. 2002. Biokimia Metabolisme Energi,

Karbohidrat, dan Lipid. Bandung: ITB.Wirakusumah, Emma S. 2002. Buah dan Sayur untuk Terapi. Jakarta : Penebar

Swadaya.Volk dan Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar Jilid I. Jakarta: Erlangga.Wilbraham, Antony dan Michael S Matta. 1992. Pengantar Kimia Organik dan

Hayati. Bandung: ITB.Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.Yazid, Estien., Lisda Nuryanti. 2007. Penuntun Praktikum Biokimia Untuk

Mahasiswa Analisis. Yogyakarta: Andi.

Page 128: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

119

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Zulaekah, Siti. 2004. Diktat Ilmu Bahan Makanan. Surakarta: UniversitasMuhammadiyah Surakarta.

Page 129: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

120

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

MAKALAH POSTER

Page 130: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

121

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

PELUANG PENGEMBANGAN GULA ALTERNATIF DARI PATI DANTEPUNG UMBI-UMBIAN DALAM RANGKA MENDUKUNG

SWASEMBADA GULA NASIONAL TAHUN 2014

Yeyen Prestyaning Wanita1)

1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian YogyakartaE-mail: [email protected]

Abstrak

Mulai tahun 1994 industri gula nasional mengalami berbagaipermasalahan. Tingkat konsumsi gula nasional meningkat karena polakonsumsi masyarakat dan pertumbuhan penduduk. Inilah salah satuindicator yang memicu kenaikan impor gula dari tahun ke tahun. Salahsatu alternative pemecahannya adalah pemenuhan gula cair dari pati umbi-umbian. Pada satu sisi, DIY kaya akan umbi-umbian local yang mampudiolah menjadi gula cair (sirup glukosa dan frukstosa). Penggunaan gulacair ini cukup banyak antaralain dalam industry pangan, kembang gula,minuman, dan biscuit. Di sisi lain pengembangan gula alternative sangatdiperlukan untuk mencukupi kebutuhan gula nasional yang saat ini masihdipenuhi dari gula pasir sehingga dapat mengurangi import gula.Pengembangan gula cair umbi-umbian di Yogyakarta diharapkan dapatmemberikan peningkatan pemanfaatan umbi-umbian local sehingga dapatmeningkatkan nilai tambah produk dan pendapatan masyarakat.

Kata kunci: konsumsi gula, impor, gula cair, dan pati umbi-umbian

Abstract

Starting in 1994 the national sugar industry experienced variousproblems. The level of national sugar consumption increased due toconsumption patterns and population growth. This is one indicator thattrigger an increase in sugar imports from year to year. One alternativesolution is the fulfillment of liquid sugar from the starch of tubers. On theone hand, DIY is rich in local tubers that can be processed into liquid sugar(glucose syrup and frukstosa). The use of liquid sugar is pretty muchantaralain in the food industry, confectionery, beverages, and biscuits. Onthe other hand the development of sugar alternatives is necessary to meetthe needs of national sugar which is still full of sugar so as to reduce theimport of sugar. Development of liquid sugar tubers in Yogyakarta, isexpected to provide increased utilization of local tubers which can increasethe value-added products and incomes.

Keywords: sugar consumption, imports, liquid sugar, and starch of tubers

Page 131: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

122

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Pendahuluan

Industri gula merupakan salah satu industri perkebunan tertua danterpenting dalam sejarah Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa kita pernahmengalami era kejayaan industri gula pada tahun 1930-an dimana jumlah pabrikgula yang beroperasi adalah 179 pabrik gula, produktivitas sekitar 14.8% danrendemen mencapai 11.0%-13.8%. Dengan produksi puncak mencapai sekitar 3juta ton, dan ekspor gula pernah mencapai sekitar 2.4 juta ton. Selain itu adadukungan dalam kemudahan memperoleh lahan yang subur, tenaga kerja murah,prioritas irigasi, dan disiplin dalam penerapan teknologi (Simatupang et al., 1999;Tjokrodirdjo, et al., 1999; Sudana et al., 2000).

Industri Gula di Indonesia mengalami berbagai pasang-surut, sekaranghanya didukung oleh 60 pabrik gula (PG) yang aktif yaitu 43 PG yang dikelolaBUMN dan 17 PG yang dikelola oleh swasta (Dewan Gula Indonesia, 2000). Luasareal tebu yang dikelola pada tahun 1999 adalah sekitar 341.057 ha yangumumnya terkonsentrasi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan SulawesiSelatan. Pada dekade terakhir, khususnya periode periode 1994-2004, industrigula Indonesia menghadapi berbagai masalah yang signifikan. Salah satuindikator masalah industri gula Indonesia adalah kecenderungan volume imporyang terus meningkat, dari 194,700 ton pada tahun 1986 menjadi 1.348 juta tonpada tahun 2004, atau meningkat dengan laju 11.4 % per tahun.

Periode 1994- 2004, impor gula meningkat dengan laju 7.8 % per tahun.Hal ini terjadi karena ketika konsumsi terus meningkat dengan 1.2% per tahunproduksi gula dalam negeri menurun dengan laju –1.8 per tahun. Impor gula daritahun ke tahun di Indonesia semakin meningkat karena pola konsumsi masyarakatdan pertumbuhan penduduk. Menurut Puslitbang Perkebunan pada pertemuankoordinasi kehumasan direktorat jendral perkebunan pada tanggal 23-25 maret2011 bahwa pada tahun 2014 kebutuhan gula nasional mencapai 5700 juta ton.

Untuk mencukupi kebutuhan gula tersebut diupayakan melalui programswasembada gula nasional. Secara kuantitatif target tahun 2014 produksi hablur3.571 juta ton dari exiting dan 2.129 juta ton dengan pembangunan perusahaangula baru. Sasaran tersebut diusahakan secara bertahap dalam kurun waktu 2010hingga 2014 dengan langkah-langkah intensifikasi untuk peningkatkanproduktivitas tebu diatas 87 ton per ha dan peningkatan mutu atau rendemensebesar 8,5% yang dilaksanakan melalui upaya Rehabilitasi tanaman tebu denganbongkar ratoon dan rawat ratoon secara intensif; penataan varietas dan penyediaanbenih unggul bermutu meialui kultur jaringan; penerapan budidaya sesuai bakuteknis melalui percontohan atau demplot; peningkatan kapabilitas petani melaluipemberdayaan petani, pengawalan dan pendampingan. Selain itu diusahakan

Page 132: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

123

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

dengan langkah-langkah ekstensifikasi dengan perluasan areal ataumempertahankan luasan yang ada dan pembangunan PG baru.

Gula menjadi kebutuhan pokok yang strategis dan harus dipenuhi setiaphari dari masyarakat perkotaan hingga pedesaan terlebih untuk kebutuhan industri.Pada sisi yang lain gula merupakan komoditas yang bersifat multidimensimenyangkut teknis, social, ekonomi, dan politis. Menurut data DewanStandarisasi Nasional (2004) setiap tahunnya produksi gula dalam negeri rata-ratasekitar 2,1 juta ton sedangkan permintaan untuk konsumsi gula masyarakatmencapai 2,7 juta ton. Konsekuensinya harus impor gula minimal 0,5 juta ton.Permasalahan ini merupakan tantangan bagi kita untuk mencari peluang usahadengan cara memenuhi sebagian permintaan pasar terhadap gula. Salah satualternatifnya adalah menghasilkan gula cair dari pati maupun tepung umbi-umbian.

Banyak jenis umbi yang ada di Yogyakarta dan belum termanfaatkansecara optimal. Umbi-umbian tersebut dapat diolah menjadi pati yang kemudiandiolah lanjut menjadi gula cair. Gula cair ini sebenarnya sudah dikenal olehsebagian masyarakat dan mempunyai peluang sebagai komoditas eksport. Gulacair berperan sebagai salah satu subsitusi gula pasir dan menekan ketergantunganimpor gula. Tanaman umbi-umbian umumnya dimanfaatkan oleh rumahmasyarakat yang tergolong miskin, sehingga dampak secara tidak langsungnyaadalah mengurangi kemiskinan melalui pengolahan dan pemasaran produk umbi-umbian dan ketahanan pangan di tingkat petani.

Tulisan ini mencoba mengungkap salah satu alternatif pemecahan masalahmengatasi kesenjangan produksi dan konsumsi gula pasir melalui komoditas gulaalternative yang berasal dari pati umbi-umbian.

Umbi-Umbian Lokal DIY

Umbi-umbi mempunyai berbagai keunggulan, yaitu,: 1) mempunyai kandungankarbohidrat yang tinggi sebagai sumber tenaga, 2) daun ubi kayu dan ubi jalarkaya akan vitamin A dan sumber protein penting, 3) menghasilkan energi yanglebih banyak per hektare dibandingkan beras dan gandum, 4) dapat tumbuh didaerah marjinal di mana tanaman lain tidak bisa tumbuh, 5) sebagai sumberpendapatan petani karena bisa dijual sewaktu-waktu, dan 6) dapat disimpan dalambentuk tepung dan pati (Anonim, 2006). Umbi-umbian yang ada di masyarakat diantaranya adalah:a. Ubikayu

Merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaristengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yangditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbisingkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin.

Page 133: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

124

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibatterbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia. Umbi singkongmerupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskinprotein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karenamengandung asam amino metioni (Anonim, 2010a). Pengolahan ubi kayusebagai bahan pangan dapat diolah menjadi pangan yang langsungdikonsumsi, pati, maupun pati

b. Ubijalar

Ada beberapa jenis ubi jalar, ada yang berwarna putih, orange, dan ungu.Warna-warna pada ubi jalar ini memberikan manfaat tersendiri. Ubi jalarorange kaya akan betakaroten yang berfungsi sebagai prekusor vitamin A.Sedangkan warna ungu pada ubi jalar karena kandungan antosianinnya yangjuga tinggi. Antosianin berfungsi sebagai zat antioksidan yaitu zat berfungsisebagai penangkal radikal bebas dan pertumbuhan sel.

c. Umbi garutUmbi garut mempunyai kandungan pati 10 - 20 persen, air 30 - 50 persen,protein 2 - 5 persen, lemak 0,1 - 0,3 persen dan mempunyai kandungan serat 1- 3 persen (Anonim 2010b). Umbi garut dapat diolah menjadi berbagai macammakanan (Gambar 4). Jika dibuat emping, umbi yang dipilih adalah umbi yangberumur 6-8 bulan setelah tanam. Kualitas pati garut sangat bagus karenatingkat kemurniannya dan daya cerna yang tinggi, dan teksturnya halussehingga sangat cocok digunakan dalam industry makanan bayi.

d. Umbi ganyongGanyong (Canna discolor L. syn. C. edulis, suku kana-kanaan atauCannaceae) adalah sejenis tumbuhan penghasil umbi yang cukup populernamun kelestariannya semakin terancam karena tidak banyak orang yangmenanam dan mengonsumsinya. Umbi ganyong mengandung pati, meskipuntidak sebanyak ubi jalar.

e. Umbi uwiUwi atau ubi kelapa (Dioscorea alata L. syn. D. atropurpurea Roxb.)merupakan sejenis umbi-umbian pangan. Banyak kultivarnya yang memilikiumbi berwarna ungu sehingga dalam bahasa Inggris dikenal sebagai purpleyam. Di Indonesia ada 3 jenis uwi, yaitu uwi putih, ungu, dan kombinasi ungudan putih. Pada uwi ungu banyak mengandung antosianin yang berfungsisebagai antioksidan. Pengolahan uwi di Indonesia dengan dibuat ceriping dantepung.

f. Umbi gadungBeberapa petani menanam gadung sebagai tanaman sampingan. Padahal jika

dibudidayakan, tanaman ini dapat menghasilkan umbi yang besar dan bisadimanfaatkan menjadi beragam makanan. Tanaman gadung bisa dipanen

Page 134: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

125

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

setelah usia 6-12 bulan. Masa panen sebaiknya dilakukan ketika bulankemarau saat tanaman mulai mati. Saat inilah umbi gadung memilikikandungan pati yang tinggi. Setiap tanaman bisa menghasilkan 6-12 kggadung dengan berat satu umbi bisa mencapai 5 kg. Umbi gadungmengandung racun yang berbahaya bagi tubuh yaitu HCN (241,01 ppm) dandioskorin. Pengolahan gadung menjadi ceriping secara tradisional denganmenggunakan abu sekam yang digosok-gosokkan pada irisan umbi ataudengan merendamnya selama 6-7 hari. Proses seperti ini tentunya kuranghigienis. Berdasarkan penelitian dari Titiek dan Siti R kandungan HCN dandioskorin dapat dihilangkan dengan perlakuan blaching selama 30 detik danperendaman dalam larutan kapur 0,3% semalam. Dengan perlakuan ini HCNyang terkandung sekitar 13,89 ppm dan diokorin turun sampai 89% (kadarHCN yang masih bisa ditolerir oleh tubuh manusia sekitar 50%).

g. Umbi suwegAda 2 jenis suweg, yaitu suweg yang gatal dan tidak. Pada suweg yang gatalbiasanya mempunyai batang yang agak kasar dan getah umbinya juga gatal.Untuk suweg yang tidak gatal dapat diolah menjadi tepung. Umbi setelahdikupas direndam dengan air garam 0,5% selama 1 jam. Kemudian dicuci,disawut, dan dikeringkan. Jika sudah kering dapat digiling menjadi tepung.

Potensi Gula Cair dari Pati Umbi-UmbianTeknologi pengolahan pangan (umbi-umbian) dapat dilaksanakan secara

tradisional dan modern. Pengolahan ini selaain menaikkan nilai guna produk,meningkatkan pendapatan masyarakat juga untuk memperpanjang masa simpanproduk itu sendiri. Pengolahan umbi-umbian secara tradisional dilakukan denganteknologi yang sederhana, murah dan mudah. Contohnya dengan direbus, dikukus,maupun digoreng. Sedangkan pengolahan pangan secara modern adalahmenggunakan teknologi yang lebih tinggi yang diharapkan hasilnya lebih baik danlebih efisien baik dalam biaya, waktu, maupun tenaga.

Pengolahan umbi-umbian secara moderan salah satunya dengan bantuanenzim seperti dalam pembuatan gula cair dari pati umbi-umbian. Pati umbi-umbian ini dapat digunakan sebagai bahan baku pengolahan gula cair berupa sirupglukosa dan frukstosa. Penggunaan sirup glukosa dan fruktosa sangat banyak,mulai dari industry pangan, kosmetik, minuman, dan biscuit.

Teknologi pengolahan singkong menjadi gula cair dalam skala pedesaantelah tersedia. Teknologi ini bahkan dapat dioperasikan oleh kelompok tanidengan mudah. Bahan baku untuk pengolahan gula cair tersebut berasal daritepung tapioka kering, bahkan dapat diolah dari pati yang basah sekalipun, setelahmelalui proses enzimatis. Bioreaktor sederhana skala 100 liter mampumengkonversi 40 kg pati basah (kadar air 40%) menjadi 21-25 kg gula cair dalam3 hari proses. Semakin besar kapasitas peralatan, semakin ekonomis biaya

Page 135: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

126

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

produksinya. tidak bila usaha pengolahan gula cair dari pati umbi-umbian inidapat beroperasi dan berkembang di sentra-sentra penghasil singkong, dapatmengurangi impor gula cair. Harapan yang lebih luas lagi dapat memasok industrimakanan dan minuman. Yang menjadi catatan, petani tebu tak perlu khawatirtergeser, karena gula pasir mempunyai segmen tersendiri, bahkan tidak dapattergantikan dengan gula cair bila untuk minum teh dan kopi panas. BPTPYogyakarta pernah melakukan kajian pengolahan gula cair dari pati ubi kayu dangarut.

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa kadar amilopektin pati ubi kayu dangarut masing-masing adalah 29,77% dan 40,25%. Amilosa dan amilopektinadalah zat yang berperan dalam pembentukan gula cair. Rendemen gula cair yangdihasilkan dari pati garut sebesar 75,20% sedangkan dari pati ubikayu sebesar71,90%. Hal ini disebabkan olah kandungan amilosa pati garut lebih besardaripada ubikayu (Djaafar et al., 2006). Menurut Richana et al. (2000), dalamhidrolisa pati menjadi gula secara enzimatis sangat berhubungan dengankandungan amilosa dalam pati. Enzim alpha amylase yang digunakan lebih mudahmemecah rantai lurus dengan amilaso dengan ikatan 1,4 alpa glikosidik secaraacak dan mampu memecah ikatan 1,6 alpa glikosidik pada rantai cabang dariamilopektin. Hasil uji rasa terhadap sifat sensoris gula cair meliputi warna, aroma,rasa, tekstur, dan kesukaan secara keseluruhan ternyata konsumen menyukainya.

Pa da sa t u s i s i ha r ga gu la k r i s t a l ke r in g da r i f ru kt osa i tulebih mahal daripada gula cairnya, sudah tentu para pabrik penghasilminuman ringan (seperti teh botol,sari kopi, sirop buah), bahanmakanan kalengan(seperti buah-buahan), es krim dan susu kental manis,

lebih murah membeli gula cair ini daripada gula berbentuk pasir. Itulahsebabnya, gula dari pati umbi -umbian dikatakan lebih murah daripadagula pasir tebu. Dengan pengertian, bahwa ia dibeli dalam bentuk cair.Gula pasir untuk keperluan memaniskan minuman dan makanan kalenganperlu proses pencairan lebih dahulu, sehingga penggunaan gula cair dariumbi-umbian lebih ekonomis dan efisien. Selain itu kebaikan gula cair iniadalah tingkat kemanisan 1,6 kali dari gula pasir serta dapat larut meskipun dalamair dingin (Anonim, 2011). Harga gula pasir di tangan konsumen saat iniberkisar Rp 10.000 hingga Rp 11.000/kg,sedangkan gula hasil olahandari pati umbi-umbian, dalam skala produksi tidak t e rl a l ubesar s e k i t a r R p 3 . 6 0 0 / k g . G u l a pa t i u m bi -u m b i a n i n is e b e n a r n ya j u ga b i s a d i b u a t m e n j a d i g u l a kristal seperti gula pasir,hanya saja hal ini meningkatkan biaya produksi hingga 30%

Page 136: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

127

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Daftar pustaka

Anonim. 2006. Memperkuat Ketahanan Pangan Dengan Umbi-Umbian.http://www.suarapembaruan.com/News/2003/08/06/index.html.

Anonim. 2010a. Singkong. http://id.wikipedia.org/wiki/SingkongAnonim. 2011. Gula Singkong. http://www.scribd.com/doc/46959540/gula -

singkongq.Dewan Gula Indonesia. 1999. Restrukturisasi Gula Indonesia April 1999. BahanDiskusi Reformasi Gula Indonesia. Jakarta : Dewan Gula Indonesia. Djaafar, F. T.,

Sarjiman, Rahayu. S, dan Murwati. 2006. Peningkatan Mutu BahanBaku Dan Pengembangan Produk Umbi-Umbian Untuk MenunjangAgroindustri Pedesaan. Laporan Kegiatan Penelitian Dan PengkajianTahun Anggaran 2006.

Richana, N., P.Lestari, N. Chilmijadi dan S. Widowati. 2000. Karasterisasi BahanBerpati (Tapioka, Garut, dan Sagu) dan Pemanfaatannya MenjadiGlukosa Cair. Makalah Prosiding PATPI 2000.

Sudana, W., P. Simatupang, S. Friyanto, C. Muslim, dan T. Soelistiyo. 2000.Dampak Deregulasi Industri Gula Terhadap Realokasi Sumberdaya,Produksi Pangan, Dan Pendapatan Petani. Laporan Penelitian. Bogor :Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.

Page 137: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

128

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

STUDI DAMPAK TEKNOLOGI PENGOLAHAN UBIKAYU TERHADAPPEMBERDAYAAN PETANI DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Sri Budhi Lestari dan Nur HidayatBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta

AbstrakPenelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui dampak teknologi

pengolahan ubikayu terhadap pemberdayaan petani. Penelitian dilakukan padabulan Juli sampai dengan Agustus 2009 di lokasi yang ditentukan secatrapurposive yaitu di kelompok tani kooperator pengkajian pengolahan pangan lokal,tepatnya di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. Pendekatan yangdigunakan dalam studi dampak pengkajian pengolahan ubikayu adalah with andwithout. Kegiatan ini dilakukan dengan metode survei menggunakan kuesionerterstrukutur dan semi struktur terhadap 30 petani responden, masing-masingterdiri dari 15 petani kooperator dan non-kooperator. Parameter yang diamatimeliputi akses petani terhadap teknologi pengolahan ubikayu, akses dan kontrolpetani terhadap sumberdaya pertanian yang ada di wilayahnya, dan peran petanidalam proses pengambilan keputusan pada kegiatan pengolahan ubikayu. Datadan informasi yang terkumpul, dianalisa secara diskriptif. Hasil pengkajianmenunjukkan bahwa pengkajian pengolahan ubikayu menjadi olahan kue sakura,kue kacang, dan kue pita jahe belum mampu memberdayakan petani non-kooperator.

Kata kunci : Dampak, adopsi, difusi, pemberdayaan, petani.

STUDY ON IMPACT OF TECHNOLOGICAL PROCESSING CASSAVAFARMER EMPOWERMENT IN DISTRICT GUNUNGKIDUL

YOGYAKARTA SPECIAL REGION

Abstract

This research was conducted with the aim of knowing the impact of cassavaprocessing technology to empower farmers. The study was conducted in July toAugust 2009 at the location specified in the group that is purposive secatra farmercooperators assessment of local food processing, specifically in Sub PlayenGunungkidul district. The approach used in the study of the impact assessment is acassava processing with and without. This activity was conducted by surveymethod using questionnaire terstrukutur and semistructure of the 30 farmerrespondents, each comprised of 15 farmer cooperators and non-cooperators. Theparameters observed included access to the technology of processing cassavafarmers, farmers' access to and control of agricultural resources in its territory,and the role of farmers in decision making process in cassava processing activities.Data and information collected, analyzed descriptively. The assessment indicatedthat the assessment of cassava processing into refined cherry cake, peanut cake,and ginger cake tape has not been able to empower the peasant non-cooperators.

Key words: Impact, adoption, diffusion, empowerment, farmer.

Page 138: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

129

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Pendahuluan

Hasil penelitian dan pengkajian (litkaji) teknologi pertanian spesifik lokasisudah banyak direkomendasikan oleh Tim Komisi Teknologi Pertanian DIYogyakarta, salah satu contoh adalah teknologi Pengolahan Ubikayu dalamrangka Pengembangan Pangan Lokal. Hal ini merupakan salah satu wujud, bahwaBPTP telah berhasil mempercepat transfer teknologi kepada para pengguna,karena hasil penelitian/pengkajian akan sia-sia apabila tidak diikuti dengan usahauntuk menyebarkannya/mendiseminasikannya (Badan Litbang Pertanian, 2001).

Dalam rangka mendukung program ketahanan pangan, upaya diversifikasipengolahan tepung ubikayu menjadi beberapa produk olahan yang memiliki citarasa dan nilai gizi menjadi sangat penting untuk dilakukan. Pengkajian teknologipengolahan tepung ubi kayu menjadi beberapa macam olahan diharapkan dapatdijadikan bahan substitusi terigu dan mengubah penampilan serta citranyasehingga produk tersebut dapat diterima masyarakat (Djaafar dan Rahayu, 2004).

Kegiatan diseminasi seperti gelar teknologi, bukan sekedar penyebarluasan informasi dan teknologi pertanian, tetapi lebih dari itu, penggunakhususnya para petani-nelayan diharapkan dapat mengadopsi/menerapkan hasillitkaji tersebut dalam usaha pertanian, sehingga mereka mampu meningkatkanpendapatannya. Hal ini selaras dengan pengertian penyuluhan pertanian yangdipaparkan Slamet (2000), bahwa penyuluhan bukan hanya sekedar penerangantentang kebijakan penguasa, bukan hanya diseminasi teknologi, bukan programuntuk mencapai tujuan yang tidak merupakan kepentingan kelompok sasaran,tetapi penyuluhan bertujuan untuk memberdayakan sasaran.

Penerapan atau adopsi oleh Mardikanto (1993) diartikan sebagai prosesperubahan perilaku baik berupa pengetahuan (cognitive), sikap (affective) maupunketerampilan (psichomotoric) pada diri seseorang setelah menerima inovasi yangdisampaikan oleh penyuluh untuk masyarakat sasarannya. Selanjutnya dikatakan,bahwa kecepatan adopsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu 1) sifatinovasinya, 2) sifat sasaran, 3) cara pengambilan keputusan sasaran, 4) salurankomunikasi yang digunakan, 5) kondisi penyuluhnya sendiri dalammenyampaikan inovasi kepada sasaran dan 6) ragam sumber informasi.

Keberhasilan adopsi dan difusi inovasi teknologi di tingkat lapangditentukan oleh sifat teknologi yang diintroduksikan yaitu 1) mampu memberikankeuntungan relatif bagi pengguna; 2) sederhana (simple); 3) kompabilitias yaituteknologi tersebut sesuai kebutuhan dan tidak bertentangan dengan adat istiadat,norma dan budaya; 4) triabilitas atau mudah dicoba dan 5) observabilitas ataumudah diamati (Rogers dan Shoemaker, 1986).

Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwainformasi dan teknologi, bukan sekedar dapat meningkatkan produktivitas, tetapi

Page 139: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

130

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

juga dapat meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi mereka khususnya petanibeserta keluarganya dalam upaya memberdayakan dirinya.

Untuk mengetahui lebih jauh dari introduksi teknologi dan penyebarluasannya, terutama ke arah kemandirian petani, diperlukan suatu studi secaraperiodic. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui perkembangan yangterjadi di tingkat pengguna dalam menerapkan teknologi yang diintroduksikanmelalui kegiatan pengkajian dan diseminasi hasil pengkajian. Dengan demikian,untuk perencanaan program pengkajian dan diseminasi hasil pengkajian teknologidapat tersusun sesuai dengan perubahan yang terjadi, baik dari para penggunateknologi maupun perubahan kebijakan yang ada di daerah.

Metodologi

Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2009 dilokasi yang ditentukan secara purposive, yakni di kelompok tani kooperatorpengkajian pengolahan pangan lokal, tepatnya di Kecamatan Playen KabupatenGunungkidul. Pendekatan yang digunakan dalam studi dampak pengkajianpengolahan ubikayu adalah with and without. Kegiatan ini dilakukan denganmetode survei menggunakan kuesioner terstrukutur dan semi struktur terhadap 30petani responden, masing-masing terdiri dari 15 petani kooperator dan non-kooperator. Parameter yang diamati meliputi akses petani terhadap teknologipengolahan ubikayu, akses dan kontrol petani terhadap sumberdaya pertanianyang ada di wilayahnya, dan peran petani dalam proses pengambilan keputusanpada kegiatan pengolahan ubikayu. Survei merupakan pengamatan ataupenyelidikan yang kritis untuk memperoleh faktor-faktor dari gejala yang ada danmencari keterangan-keterangan secara actual baik tentang institusi sosial, ekonomiatau politik dari suatu kelompok atau suatu daerah (Nasir, 1988).

Hasil dan Pembahasan3.1. Karakteristik Petani(a) Umur petani

Tabel 1. Sebaran umur petani kooperator dan non-kooperator pada pengkajianpengolahan pangan lokal ubikayu di Kabupaten Gunungkidul.

No Klasifikasi umur Kooperator Non-kooperator(tahun) orang % orang %

1 30 - 40 8 53,33 5 33,332 41 - 50 7 46,67 8 53,333 Lebih dari 50 - 0 2 13,33

Jumlah 15 100,00 15 100,00Sumber: Data peimer terolah.

Page 140: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

131

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Umur berkaitan dengan kemampuan fisik seseorang dalam hal ini petanipada pengelolaan usahataninya; semakin tua umur seseorang, kemampuanfisiknya semakin berkurang. Sebaliknya, seseorang yang masih berusia muda,aktivitas dan kreatifitas untuk melakukan sesuatumya cenderung baik. Klasifikasiumur petani kooperator dan non-kooperator dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan, semua petani kooperator memiliki umur produktif.Umur produktif cenderung dapat mempercepat adopsi teknologi yangdiintroduksikan di wilayahnya. Adanya umur produktif diharapkan introduksiteknologi pengolahan pamgan lokal mampu memberdayakan masyarakatkhususnya yang berada di wilayah pengkajian.

(b) Tingkat pendidikan formal petani

Tingkat pendidikan formal petani sangat beragam, mulai dari sekolahdasar sampai dengan sekolah lanjutan atas. Sebaran tingkat pendidikan petanikooperator dan non-kooperator dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sebaran pendidikan petani kooperator dan non-kooperator padapengkajian pengolahan pangan lokal di kabupaten Gunungkidul.

No Klasifikasi Kooperator Non-kooperatorpendidian orang % orang %

1 SD 4 26,67 14 93,332 SLTP 8 53,33 0 03 SLTA 3 20,00 1 6,67

Jumlah 15 100,00 15 100,00Sumber: Data primer terolah.

Tabel 2 menunjukkan, sebagian besar petani kooperator memilikipendidikan SLTP dan SLTA. Ini diharapkan dapat menjadi faktor yangmendukung berkembangnya pangan lokal di wilayah tersebut, disamping dapatmempercepat proses pemberdayaan mereka dalam mengakses berbagai sumberdaya yang ada di wilayah tersebut. Sebagian besar petani non-kooperator(93,33%) memiliki pendidikan pada tataran SD. Hal ini akan berpengaruh padapemahaman suatu inovasi baru serta berpengaruh pada peran mereka di dalamberbagai peluang maupun kesempatan untuk memanfaatkan sumberdaya yang adamaupun peran mereka di dalam proses pengambilan keputusan pada kegiatanpengolahan pangan lokal.

(c) Luas lahan garapanSebagian besar petani memilki lahan garapan berupa tegal yang diatnami

secara tumpang sari antara ubikayu dengan tanaman semusim launnya sepertijagung dan kacang tanah. Luas lahan garapan bervariasi dari yang sempit sampaidengan yang luas dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 terlihat, luas garapan usahatani baik pada petani kooperatormaupun non-kooperator masih tergolong sempit yankni di bawah 3.000 Ha. Hal

Page 141: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

132

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

ini karena lahan yang digarap tersebut merupakan tanah warisan dari orang tuamereka, sehingga lama kelamaan lahan yang dimiliki petani semakin sempit.Lahan di wilayah pengkajian juga termasuk lahan kritis yang sistim pengairannyatadah hujan sehingga petani lebih memilih berusahatani tanaman yang tidakmemerlukan banyak air, yakni ubikayu yang ditumpangsarikan dengan tanamanpalawija lain seperti kacang tanah dan jagung. Hasil panen ubi kayu dimanfaatkanuntuk camilan sebagai pelengkap minum teh dan sebagian petanimemanfaatkannya untuk pakan ternak, disamping juga mereka memanfaatkansebagai produk olahan makanan tradisional yang dapat dijual untuk menambahpendapata

Tabel 3. Luas lahan garapan petani kooperator dan non-kooperator di kabupatenGunungkidul.

No Luas lahan Kooperator Non-kooperatorgarapan (m2) orang % orang %

1 <1.000 3 20,00 8 53,332 >1.000 – 2.000 4 26,67 5 33,333 > 2.000 – 3.000 3 20,00 2 13,334 > 3.000 – 4.000 1 6,67 0 05 > 4.000 – 5.000 2 13,33 0 06 > 5.000 2 13,33 0 0

Jumlah 15 100,00 15 100,00Tabel: Data primer terolah.

3.2. Akses Petani terhadap Teknologi Pengolahan Ubikayu

Tujuan utama pengolahan ubikayu menjadi beberapa jenis olahan adalahmeningkatkan nilai jual ubikayu tersebut. Tujuan lain adalah diversifikasi panganyang berasal dari bahan baku non beras, dengan harapan masyarakat tidaksenantiasa bergantung pada beras.

Teknologi pengolahan ubikayu menjadi tepung ubikayu dan selanjutnya

dibuat beberapa jenis makanan kecil seperti cake, kue pita jahe, kue kacang dan

kue sakura, telah diperkenalkan tim pengkaji BPTP sejak tahun 2005 dengan

melibatkan kelompok tani Ngudi Lestari sebagai kelompok kooperatornya.

Teknologi yang diintroduksikan diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan

keterampilan serta menambah pendapatan dari pengelolaan ubikayu.

Pada pengkajian ini dicermati dari sisi wawasan, sikap dan penerapan

teknologi oleh petani serta akses petani terhadap sumberdaya yang ada serta peran

petani di dalam proses pengambilan keputusan pada kegiatan usaha pengolahan

ubikayu. Secara jelas dapat dicermati pada uraian berikut.

Page 142: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

133

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

(a) Wawasan petani terhadap teknologi pengolahan ubikayu.

Wawasan merupakan tahap awal terjadinya persepsi yang kemudianmelahirkan sikap dan pada gilirannya melahirkan perbuatan atau tindakan.Wawasan petani terhadap introduksi teknologi pengolahan tepung ubikayu dapatdilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi wawasan petani kooperator dan kooperator terhadapteknologi pengolahan ubikayu di kabupaten Gunungkidul..

No Klasifikasi Koperator Non-kooperatorSkor orang % skor orang %

1 rendah kurang dari 18 1 6,67 kurang dari 13 11 73,332 sedang 18 – 19 5 33,33 13 - 16 2 13,333 tinggi lebih dari 19 9 60,00 lebih dari 16 2 13,33

Jumlah 15 100,00 15 100,00Sumber: Data primer terolah.

Tabel 4 menunjukkan, sebagian besar petani kooperator memiliki wawasantinggi terhadap teknologi pengolahan tepung ubikayu menjadi beberapa jenisolahan. Dengan wawasan yang tinggi, mendorong terjadinya sikap yang padagilirannya mendorong adanya suatu perubahan perilaku (Ancok, 1997).Sebaliknya pada petani non-kooperator, sebagian besar wawasan mereka terhadapberbagai jenis olahan dari bahan tepung ubi kayu dalam klasifikasi rendah.Wawasan yang rendah ini karena belum terdifusinya teknologi yang sudahdimiliki petani kooperator; keadaan ini memungkinkan lambannya proses menujupemberdayaan petani.(b) Sikap petani terhadap teeknologi pengolahan ubikayu

Sikap merupakan hal yang mempengaruhi keberlanjutan adopsi teknologioleh petani. Jika petani menunjukkan sikap positif, diharapkan teknologi yangdiintroduksikan akan berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Sikap petaniterhadap tekonologi pengolahan tepung ubikayu menjadi bebrbagai jenis olahanmakanan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Sebaran sikap petani kooperator dan non kooperator terhadap teknologipengolahan ubikayu di Gunungkidul.

No Klasifikasi Koperator Non-kooperatorskor orang % skor orang %

1 tidak setuju kurang dari 27 1 6,67 kurang dari18,66

3 20,00

2 ragu-ragu 27 - 28 4 26,67 18,67 – 24,33 2 13,333 setuju lebih dari 28 10 66,67 lebih dari 24,33 10 66,67

Jumlah 15 100,00 15 100,00Sumber: Data primer terolah.

Page 143: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

134

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Tabel 5 menunjukkan, sikap yang dimiliki petani kooperator maupunnonkooperator terhadap introduksi teknologi pengolahan tepung ubikayu sebagianbesar dalam klasifikasi setuju. Hal ini menandakan bahwa teknologi yangdiitroduksikan mendapatkan respons yang baik. Mereka menganggap bahwaadanya teknologi ini memberikan alternatif pilihan untuk memperoleh nilaitambah.(c) Penerapan teknologi pengolahan ubikayu

Penerapan teknologi pengolahan ubikayu oleh petani kooperator dan non-kooperator dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Sebaran penerapan teknologi pengolahan ubikayu oleh petani koopertatordan non kooperator di Kabupaten Gunungkidul.

No Klasifikasi Koperator Non-kooperatorskor orang % skor orang %

1 tidak menerapkan < 8 4 26,67 < 6,33 13 86,672 menerapkan

sebagian kecil8 - 9 6 40,00 6,33 –

7,671 6,67

3 menerapkansepenuhnya

> 9 5 33,33 > 7,67 1 6,67

Jumlah 15 100,00 15 100,00Sumber: Data primer terolah.

Tabel 6 nampak, bahwa petani kooperator hanya menerapkan sebagiankecil teknologi yang diintrooduksikan, terutama teknologi kue pita jahe dan kuesakura. Sebagian besar petani non-koperator tidak menerapkan semua teknologiyang teknologi yang diintroduksikan. Beberapa alasan tidak diterapkannyateknologi, dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Beberapa alasan tidak menerapkan teknologi introduksi oleh petanikooperator dan non kooperator di Kabupaten Gunungkidul.

No Alasan Kooperaator Non-kooperatororang % orang %

1 Tingkat kesulitan 1 7,69 11 23,412 Ketersediaan bahan-bahan 2 15,38 0 03 Bahan-bahan mahal 0 0 0 04 Tidak tersedianya peralatan 6 46,16 14 29,795 Kurang menguntungkan 0 0 1 2,126 Kurang laku dipasaran 2 15,38 6 12,767 Lainya 2 15,38 15 31,92

Jumlah 13 100,00 47 100,00Sumber: Data primer terolah.

Tabel 7 menunjukkan, sebagian besar petani kooperator menyatakan tidaktersedianya peralatan untuk mengolah ubikayu. Sebagian besar petani non-kooperator menyatakan bahwa teknologi pengolahan tepung ubikayu menjadi

Page 144: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

135

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

beberapa jenis kue sulit dilaksanakan. Hal ini karena belum adaanya informasiyang diterima oleh mereka. Teknologi tidak diterapkan karena tidak tersedianyaperalatan, dan yang lebih banyak lagi petani non-kooperator menyatakan bahwabelum adanya pelatihan untuk membuat berbagai olahan makanan yang terbuatdari tepung ubikayu. Jenis olahan yang berkembang serta laku di pasaran adalahhanya sermier, ceriping dan patelo.3.3. Akses dan Kontrol Petani terhadap Sumberdaya Pertanian

Tabel 8. Akses petani kooperator dan non-kooperator terhadap sumberdaya lahanusahatani di Kabupaten Gunungkidul.

No Sumberdaya Kooperator Non-kooperatorAkses

orang (%)Kontrol

orang (%)Akses

orang (%)Kontrol

orang (%)1 Lahaan usahatani 11 (73,33) 4 (26,67) 12 (80,00) 3 (20,00)2 Modal usaha 15 (100,00) 15 (100,00) 15 (100,00) 15 (100,00)3 Peralatan 15 (100,00) 3 (20,00) 15 (100,00) 15 (100,00)

Kelembaagaan tani 15 (100,00) 3 (20,00) 15 (100,00) 4 (26,67)Sumber: Data primer terolah..

Akses merupakan peluang atau kesempatan yang diraih oleh seseoranguntuk memperoleh/mengikuti/menikmati beragam sumberdaya. Kontrol adalahkekuasaan atau pengaruh seseorang untuk menentukan segala sesuatu yangmenyangkut berbagai sumberdaya. Tabel 8 merupakan distribusi akses petaniterhadaap sumberdaya lahan.

Tabel 8 menunjukkan, masih kecilnya akses dan kontrol petani baik padapetani kooperator maupun non-kooperator terhadap sumberdaya lahan. Hal iniseperti dijelaskan lahan garapan yang dikelola dalam status kepemilikan kepalarumah tangga, sehingga ada kecenderungan dalam menentukan penggunaannyamaupun pelimpahan hak atas tanah masih dikuasai oleh kepala rumah tangga.

Terhadap modal usaha, petani kooperator maupun petani non-kooperatormemiliki akses dan kontrol yang tinggi. Terhadap peralatan yang ada, petanikooperator belum memiliki kontrol yang memadai, kebanyakan mereka dapatmeenggunakan alat tetapi untuk meenentukan penggunaannya masih dilakukanoleh pengurus inti. Lain halnya deengan petani non-kooperator, peralatan yangada adalah milik individdu sehingga dalam menentukannya tetap pada diriindividu itu sendiri. Peralataan atas nama kelompok belum dimiliki. Terhadapkelembagaan tani, baik petani kooperator maupun non-kooperator masihmenggantungkan pengurus, karena pengurus dianggap lebih mumpuni untukkamajuan kelompok dan anggotanya.3.4. Peran Petani dalam Preses Pengambilaan Keputusan

Hal penting lainnya dalam proses pemberdayaan masyakarat tani dapatdilihat bagaimana mereka meengaambil peran pada kegiatanm usahatani ataupun

Page 145: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

136

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

usaha lainnya di bidang pertanian. Distribusi peranpetani dalam pengambilankeputusan usaha petani kooperator dan non-kooperator dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Peran petani kooperator dan non kooperator dalam proses pengambilankeputusan pada kegiatan usaha pengolahan ubikayu di KabupatenGunungkidul.

No Item Kooperator Non-kooperatororang % orang %

1 Jenis usaha 8 56,67 15 100,002 Modal usaha 15 100,00 15 100,003 Peralatan 3 20,00 15 100,004 Kelembagaan 4 13,33 4 26,67Sumber: Analisis data primer terolah.

Tabel 9 terlihat, bahwa sebagian besar anggota petani kooperator berperandalam proses pengambilan keputusan, terutama pada permodalan dalam upayapengembangan usaha. Mereka juga berperan dalam penentuan jenis usaha yangdilakukan adalah sesuai pilihan dan kemampuan mereka sendiri. Demikan jugapada anggota kelompok tani non-kooperator, mereka sangat berperan dalammengambil keputusan baik dalam penentuan jenis usaha, permodalan maupunperalatan. Sedangkan peran dalam pengambilan keputusan yang ada di kelompok,mereka masih tergantung pada pengurus. Hal ini akan berpengaruh terhadapproses menuju pemberdayaannya sebagai pelaku pembangunan di wilayahnya.Untuk menuju pemberdayaan masyarakat perlu motivasi agar mereka mau danmampu mengambil peran dalam setiap kesempatan.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Pengkajian teknologi pengolahan ubikayu belum mempu memberdayakanpetani kooperator, terutama dilihat dari akses petani terhadap kelembagaan tani.Pengkajian ini juga belum mampu memberdaayakan petani non-kooperator, baikdari akses petani terhadap teknologi pengolahan, khususnya wawasan danketerampilan petani pada pengolahan ubikayu serta dari sisi akses petani terhadapkelembagaan tani yang ada.Saran

Tingkat wawasan dan penerapan keterampilan teknologi pengolahanubikayu yang masih rendah bagi petani non-kooperator perlu ditindak lanjuti.Kursus atau pelatihan perlu dilakukan oleh Dinas Pertanian setempat ataupunmengaktifkan petani kooperator untuk mendifusikan kepada kelompok tani non-kooperator. Bagi pengurus kelompok tani kooperator dan non-kooperator perlumenanamkan rasa percaya diri bahwa setiap anggota memiliki hak dan kuajiban

Page 146: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

137

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

sama di dalam kelompok, sehingga dalam proses pengambilan keputusan padakegiatan yang dikelola semua dapat berperan.

Daftar Pustaka

Badan Litbang Pertanian. 2001. Diseminasi Teknologi dan Informasi Pertanian.Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Diseminasi. Jakarta.

Djaafar, T.F dan S. Rahayu. 2004. Teknologi Pengolahan Ubikayu dalam RangkaPengembangan Pangan Lokal. Rekomnedasi teknologi Pertanian. BalaiPengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. Yogyakarta.

Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas MaretUniversity Press. Surakarta.

Nasir, M. 1988. Metode Penelitian Survai. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.Rogers, E.M and Shoemaker. 1986. Diffusion of Inovation. The Free Press. New

York.Slamet, M. 2000. Memantapkan Posisi dan Meningkatkan Peran Penyuluhan

dalam Pembangunan. Makalah seminar nasional PemberdayaanSumberdaya Manusia Menuju Masyarakat Madani. Institut Pertanian.Bogor. Bogor.

Page 147: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

138

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

STRATEGI DAN PROSPEK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS CENGKIHDI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT PROVINSI MALUKU

Nur Hidayat1

1Balai PengkajianTeknologiPertanian YogyakartaEmail : [email protected]

Abstrak

Cengkeh (Syzygium aromaticum) adalah tanaman asli kepulauanMaluku. Komoditas inilah bersama-sama dengan lada dan pala yang telahmembuat bangsa Belanda menguasai negeri ini. Salah satu komoditasunggulan di Kab. Seram Bagian Barat adalah cengkih disamping komoditasungulan yang lain yaitu jambu mete, kelapa dan kopi. Berdasarkan luaspengusahaannya cengkeh merupakan komoditas yang terluaspengusahaannya di kecamatan Seram Barat, Kairatu dan HuamualBelakang dengan luas berturut turut adalah 955 ha, 2.536 ha dan 795 ha.Agribisnis cengkih di Kabupaten Seram Bagian Barat mempunyai peluanguntuk dikembangkan mengingat potensi lahan yang tersedia cukup luas.Kebijakan pemerintah daerah seperti kebijakan peningkatan produktivitasdan mutu hasil, kebijakan peningkatan nilai tambah dan pendapatan petani,kebijakan pengolahan dan pemasaran hasil, kebijakan pemberdayaanpetani, kebijakan penataan kelembagaan dan sumber pembiayaan sertakebijakan pemantapan infrastruktur sangat diperlukan dalam upayapengembangan agribisnis cengkih di Kabupaten Seram bagian Barat

Kata kunci : prospek, strategi, agribisnis cengkih

Pendahuluan

Cengkeh merupakan salah satu komoditi tanaman tahunan yang cukupbaik untuk ditanam pada daerah tropis di Kawasan Timur Indonesia. Komoditicengkeh sangat dipengaruhi oleh luas areal, produktivitas dan harga. Pengusahaankomoditi cengkeh didominasi oleh perkebunan rakyat 95% dan sisanya 5% olehperkebunan swasta dan negara. Hasil utama tanaman cengkeh adalah bunganyayang dipanen pada saat kelopak bunga belum mekar. Bunga cengkeh keringmerupakan salah satu bahan baku utama untuk rokok kretek yang merupakanrokok khas Indonesia.

Besarnya pendapatan cukai dan kemampuannya menyediakan lapangankerja berskala besar, menempatkan industri rokok sebagai salah satu bagianpenting dalam ekonomi nasional. Namun demikian, tercapainya swasembada,bahkan kelebihan produksi cengkeh, mengakibatkan peran komoditas dan nasib

Page 148: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

139

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

petani terpuruk selama dekade 90-an. Akibatnya, produksi terus menurun sejaktahun 2000, sehingga dikhawatirkan pada tahun 2009 Indonesia hanya mampumenyediakan separuh dari kebutuhan industri rokok kretek. Saat ini, Indonesiamasih merupakan negara penghasil sekaligus konsumen terbesar cengkeh dunia.Selain untuk rokok, dari cengkeh dapat dihasilkan berbagai produk alternatifseperti minyak cengkeh. Minyak cengkeh merupakan bahan baku industri farmasidan pestisida nabati. Mengingat besarnya peluang untuk mengembangkan industrihilir, pemanfaatan hasil samping dan diversifikasi hasil maka peluanginvestasinya menjadi sangat terbuka dan menantang (Departemen Pertanian,2005).

Pada awal tahun 1990-an, total areal cengkeh mencapai sekitar 700.000 hadengan produksi lebih kurang 120.000 ton/tahun. Produksi tersebut sudahmelampaui kebutuhan cengkeh dalam negeri yang waktu itu hanya sekitar100.000 ton/tahun, sehingga terjadi kelebihan pasokan sebesar 20.000 ton/tahun.Untuk mengurangi kelebihan produksi, pemerintah menetapkan berbagaikebijakan seperti : (1) Pendirian Badan Penyangga Pemasaran Cengkeh (BPPC),(2) Keppres RI No. 20 tahun 1992 yang menetapkan sepuluh propinsi pemasokutama cengkeh untuk pabrik rokok (areal PRK), yaitu Nanggroe AcehDarussalam, Lampung, Jawa Barat (termasuk Banten), Jawa Tengah, Jawa Timur,Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara (termasuk Gorontalo),dan Maluku, (3) Inpres No. 14tahun 1996, untuk mengkonversi tanaman cengkehdengan tanaman lain. Akibat kelebihan produksi, penurunan harga dan tidakdipeliharanya tanaman; areal turun dari sekitar 700.000 ha pada tahun 1990,menjadi hanya 428.000 ha tahun 2001. Hasil penelitian Balittro dan PT.Sampoerna menunjukkan selama kurun waktu 2001-2004 terjadi penurunan arealcengkeh nasional untuk TBM dan TM masingmasing 39,57 persen dan 7,91persen, sedangkan untuk areal TT/TR bertambah 12,15 persen. Secarakeseluruhan areal cengkeh nasional berkurang 4,17 persen. Sedangkan di luarIndonesia, negara-negara produsen selain Zanzibar dan Madagaskar tidak adapasokannya keperdagangan cengkeh dunia sangat kecil (1. Ditjen BP Perkebunan,2003.2) BPS, 2004)

Membaiknya harga cengkih pada tahun 2000, di beberapa daerah telahrlihat usaha untuk melakukan peremajaan tanaman yang rusak/mati. Kegiatantersebut mendorong beberapa petani untuk melakukan usaha pembibitanmeskipun dalam skala kecil terutama di P. Jawa, Bali dan Sulawesi Utara.Pembibitan oleh petani dilakukan dengan cara menyemaikan benih dalam polibagdengan menggunakan biji asalan sebagai sumber benih. Setelah berumur 1 - 2tahun, bibit dipasarkan ke petani sekitar atau digunakan sendiri untukrehabilitasi/menyulam kebunnya(Ditjen BP Perkebunan, 2004. 2) GAPPRI, 2005.Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh Prospek)

Page 149: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

140

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Sektor pertanian di Kabupaten Seram Bagian Barat masih menjadiandalan utama kontributor terhadap PDRB. Sumbangan PDRB terbesar darisektor pertanian, berasal dari sub sektor perkebunan, yakni 10,89 persen tahun2000 dan 12,11 persen pada tahun 2001. Cengkh merupakan salah satu komoditasunggulan di daerah tersebut selain jambu mete,kakao, kelapa dan kopi (Kaliky, R ;et al, 207). Melihat pentingnya peranan sector pertanian khususnya sub sektorperkebunan terhadap struktur ekonomi kabupaten SBB, maka diperlukan strategipengembangan komoditas unggulan terutama cengkih sehingga mampumemberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDRB daerah ini.

Potensi lahan perkebunan cengkeh di Kabupaten Seram Bagian Barat

Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2006,sampai saat ini tercatat ada enam komoditas perkebunan yang telah diusahakansecara luas oleh masyarakat yaitu kelapa, cengkeh, pala, kakao, kopi dan jambumete. Luaslahan dan produksicengkeh pada tahun 2006 disajikan pada Tabel 1.

Luas lahancengkeh di Kab.Seram Bagian Barat 5057 ha yang meliputitanaman belum menghasilkan (TBM) 707 ha, tanaman menghasilkan (TM) 3533ha, tanaman tua renta (TTM) 817 ha. Luas lahan cengkeh tertinggi di kecamatanKairatu dengan luas 2536 ha sedang terendah di Kecamatan Taniwel dengan luas771 ha. Pada tahun 2006 produksi cengkeh 1486 ton dengan tingkat produktivitas0,42 ton/ha. Produksi tertinggi di Kecamatan Kairatu dengan produksi 667 ton danterendah di Kecamatan Taniwel dengan produksi 26 ton/ha.

Tabel 1. Luas areal dan produksi cengkeh per Kecamatan di Kabupaten SeramBagian Barat tahun 2006

No. Kecamatan Luaslahan(Ha) Produksi (ton)

1 Seram Barat 955 2192 Kairatu 2536 6673 Taniwel 771 264 HuamualBelakang 795 574

TOTAL 5057 1.486Sumber : BPS Kab SBB 2006

Dilihat dari nilai produktivitasnya, terlihat bahwa hasil produksi komoditascengkeh yang diperoleh masih tergolong rendah disbanding potensi hasil denganmenerapkan inovasi teknologi. Sebagai contoh produktivitas cengkeh hanya 0,42ton/ha, sementara potensi hasil cengkeh bias mencapai 2,7 ton per hektar.

Page 150: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

141

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Analisis Kekuatan–Kelemahan–Peluang-Ancaman (KKPA) PengembanganKomoditas Perkebunan di Kabupaten Seram Bagian Barat.

Suatu aktivitas dinilai mempunyai kinerja yang baik, jika aktivitas tersebutmenghasilkan keluaran seperti yang ditargetkan berupa barang/jasa bermutusecara efektif, efisien, dan berkelanjutan. Untuk mencapai kinerja seperti inidipengaruhi oleh banyak faktor yang perlu diperhatikan. Faktor-faktor tersebutpada prinsipnya dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu faktor internal yangberasal dari dalam aktivitas itu sendiri, dan factor eksternal yang berasal dari luaraktivitas itu.

Dengan menganalisis dan mengevaluasi berbagai faktor internal daneksternal dalam pengembanbangan komoditas cengkeh sebagai agribisnis diKabupaten Seram Bagian Barat, maka dapat diketahui kemampuan/kondisi per-agribisnis-an cengkeh saat ini (positioning), dan bagaimana membuat strategiuntuk meningkatkan kinerjanya ke depan.

Pada prinsipnya hal-hal yang termasuk ke dalam faktor internal adalah hal-hal yang berkaitan dengan kekuatan (strength) dan hal-hal yang berkaitan dengankelemahan (weaknesses) dari aktivitas pengembangan agribisnis tersebut.Sedangkan, hal-hal yang termasuk ke dalam factor eksternal adalah hal-hal yangberkaitan dengan peluang (opportunities) dan ancaman (threats) yang dapatmempengaruhi kinerja tersebut. Dengan menganalisis kekuatan (strength) dankelemahan (weaknesses) yang ada, dan dengan peluang (opportunities) danancaman (threats) yang harus dihadapi, maka suatu organisasi dapat menentukanstrategi agar dengan kondisi yang ada dapat tetap bergerak maju da mencapaiyang terbaik. Analisis KKPA (SWOT) komoditas cengkeh di Kabupaten SeramBagian Barat disajikan dalam tabel 2.

Strategi kebijakan dan program untuk mencapai tujuan pengembanganagribisnis cengkeh.

1. Kebijakan peningkatan produktivitas dan mutu hasilKebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas dan mutu

tanaman secara bertahap, terutama yang dihasilkan oleh perkebunan rakyatKebijakan peningkatan produktivitas dan mutu tanaman diimplementasikan lewatberbagai upaya sebagai berikut:a. Program Intensifikasi Tanaman, meliputi: (i) Kegiatan intensifikasi tanaman

pada sentra produksi perkebunan rakyat, penerapan Pengendalian HamaTerpadu (PHT) secara maksimal serta meningkatkan kegiatan SekolahLapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) .

b. Perluasan areal tanam, diutamakan untuk mengutuhkan areal mencapai skalaekonomi pada lokasi yang secara agroekologi cocok untuk pengembangan

Page 151: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

142

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

c. Rehabilitasi dan peremajaan tanaman dilakukan pada tanaman rusak atautanaman tua dengan menggunakan klon-klon unggul disertai denganpemeliharaan yang intensif dan efisien.

d. Diversifikasi usaha melalui: (a) Kegiatan diversifikasi horizontal yaitudengan pengembangan ternak (mixed cropping) maupun intercroppingtanaman lain, seperti kelapa, jati dan mahoni, dan (b) kegiatan diversifikasivertikal yaitu dengan pengembangan produk turunan maupun pemanfaatanhasil samping.

e. Perbaikan mutu melalui upaya perbaikan pengelolaan kebun maupun teknikpengolahan.

f. Peningkatan kemampuan dan pemberdayaan petani dan kelembagaan usaha.

PELUANG STRATEGI K-P STRATEGI L-P

Pasar bunga cengkeh danminyak cengkeh terbukaluas Selain bunga, gagang dan

daun cengkeh belumdimanfaatkan sebagaipenghasil minyakcengkeh

Mengembangkantanaman secaraekstensifikasi danintensifikasi

Menyediakanteknologi pengolahanminyak atsiri

Mengundang investordalam pengembanganagribisnis minyakatsiri

Intensifikasi usaha tani(perawatan tanaman) Mengintroduksi teknologi

panen (sistem tanggasehingga dapat dipanen

kaum perempuan) Mengintroduksi teknologi

pengolahan minyakcengkeh Pembinaan dan penyuluhan

yg lebih intensifANCAMAN STRATEGI K-A STRATEGI L-A Pendapatan keluarga dari

bunga cengkeh belumdapat dipastikan setiaptahunnya dari komoditasini Serangan hama dan

penyakit tanaman Pohon induk banyak yang

musnah akibat instabilitaskeamanan

Intensifikasi dandiversifikasikomoditas

Rehabilitasi tanaman

Mengolah daun cengkehsebagai penghasil minyakatsiri Intensifikasi dan

diversifikasi komoditas Rehabilitasi tanaman

2. Kebijakan peningkatan nilai tambah dan pendapatan petani

Kebijakan ini dimaksudkan agar pemasaran hasil perkebunan tidak lagiberupa bahan mentah, tapi dalam bentuk hasil olahan, sehingga mempunyai nilaitambah, dapat dilakukan dengan pengembangan industri hilir, pengembangankemitraan antara petani dengan industri pengolahan, diversifikasi tanaman kelapa,(kegiatan on-farm) dengan kakao, kopi, pala, pengembangan model mediasi(perantara) untuk mempertemukan keinginan/ kebutuhan buyer dengan produkyang dihasilkan petani (kegiatan off-farm) dan diversifikasi produk

Page 152: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

143

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

3. Kebijakan pengolahan dan pemasaran hasilKebijakan pengolahan dan pemasaran hasil diimplementasikan lewat

serangkaian upaya sebagai berikut:a. Pengembangan dan desiminasi teknologi pengolahan hasilb. Fasilitasi penyediaan sarana pengolahan hasil khususnya yang dapat

dioperasikan di tingkat petani.c. Peningkatan mutu hasil baik hasil utama maupun hasil lanjutan.d. Penerapan SNI setelah fasilitas pendukungnya terpenuhi dan diterapkan

secara disiplin untuk pasar dalam negeri maupun untuk ekspore. Pemanfaatan limbah perkebunan sebagai pakan ternak, dll.f. Peningkatan dan pemantapan kelembagaan pemasaran baik mulai pada

tingkat petani sampai pemasaran ekspor.g. Pengembangan pemasaran dalam negeri, melalui kegiatan pengembangan

sistem informasi pemasaran, pengembangan sistem jaringan dan mekanismeserta usaha-usaha pemasaran. Peningkatan dan pemantapan sistim informasipasar khususnya yang dapat diakses oleh petani.

h. Promosi hasil secara expansif dengan memfokuskan keunggulan produk.

4. Kebijakan pemberdayaan petaniKebijakan pemberdayaan petani diimplementasikan lewat serangkaian

upaya sebagai berikut:a. Penumbuhan kelembagaan petani dan kelembagaan usaha, khususnya di

sentra-sentra produksi dan pengembangan perkebunan.b. Penumbuhan penangkar benih dalam rangka penyediaan benih unggul

dikembangkan model waralaba.c. Pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan kemampuan petani dalam

rangka memanfaatkan peluang bisnis yang ada.d. Peningkatan ketrampilan petani untuk mencegah meluasnya serangan hama

penyakit melalui kegiatan SL-PHT secara intensif.5. Kebijakan penataan kelembagaan dan sumber pembiayaan

Kebijakan penataan kelembagaan ini diimplementasikan lewat serangkaianupaya sebagai berikut:a. Fasilitasi lembaga keuangan pedesaan, sehingga dapat terjangkau oleh petani

pekebun. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menyediakan berbagaikemungkinan sumber pembiayaan baik yang berasal dari lembaga perbankanmaupun non-bank.

b. Pengembangandanpemantapannet working and sharing, khususnya CCDC(Cooperative Commodity Development Center).

c. Restrukturisasi dan pemantapan pola pengembangan

Page 153: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

144

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

6. Kebijakan pemantapan infrastruktur

Kebijakan pemantapan infrastruktur diimplementasikan lewat serangkaianupaya sebagai berikut:a. Peningkatan infrastruktur jalan dan jembatan khususnya untuk menjangkau

sentra-sentra produksi.b. Peningkatan sarana gudang dan pelabuhan yang menjangkau sentra produksi.c. peningkatansaranalistrikdankomunikasid. Pengembangansentra-sentrapemasaran di wilayahpengembangan.Kesimpulan

Dalam upaya pengembangan agribisnis cengkeh di Kabupaten Serambagian Barat diperlukan suatu strategi berupa kebijakan pemerintah daerah sepertikebijakan peningkatan produktivitas dan mutu hasil, kebijakan peningkatan nilaitambah dan pendapatan petani, kebijakan pengolahan dan pemasaran hasil,kebijakan pemberdayaan petani, kebijakan penataan kelembagaan dan sumberpembiayaan serta kebijakan pemantapan infrastruktur.

DaftarPustaka

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005. Prospek dan arahpengembangan agribisnis Cengkeh di Indonesia.http://www.ipard.com/art_perkebun/ Browsing 8 Mei 2010

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian - IAARD online, 2007. Prospekdan Arah Pengembangan Agribisnis: Rangkuman Kebutuhan ivestasi.http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b1investasi. Browsing15 November 2007.

BPS dan Bappeda Kabupaten Seram Barat. 2006. Seram Bagian Barat DalamAngka Tahun 2005. Badan Pusat Statistik Kabupaten Seram Bagian Barat

Kaliky, R. , Bambang Sudaryanto, Nur Hidayat, Sinung R, Maman Suherman,Andriko NS 2007. Studi Kelayakan Pengembangan Komoditas PertanianUnggulan di Kabupaten Seram Bagian Barat. Laporan Akhir kegiatanpenelitian. Kerja sama Bappeda Kabupaten Seram Bagian Barat denganLembaga Pengkajian Sumberdaya Pertanian Yogyakarta

Page 154: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

145

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

KELAYAKAN USAHA TANI PADI HIBRIDA DI TIGA KABUPATENPROPINSI JAWA TIMUR

(Studi kasus di Kabupaten Lamongan, Bojonegoro, dan Jember)

Arti Djatiharti

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta

Abstrak

Padi hibrida adalah varietas unggul yang masih baru dipertanaman petani dan saat ini masih dalam bentuk uji coba yaitu dilihatdari segi produksi, kesesuaian lahan, teknik budidaya, dan sosialekonomi. Tujuan Penelitian adalah: 1). Untuk mengetahui kelayakanteknologi padi hibrida dibandingkan dengan padi non hibrida; 2)mengetahui finansial usahatani tanaman padi hibrida di tingkat petani;dan 3).mengetahui budi daya tanaman padi hibrida dan masalah sosialekonomi di tingkat petani. Hasil penelitian menunjukan, bahwaproduktivitas padi hibrida relatif lebih tinggi daripada padi unggul biasadimana produksi padi hibrida diperoleh sebesar 6925 kg/ha GKPsedangkan padi varietas unggul biasa rata-rata mencapai produksisebesar 5498 kg/ha GKP. Biaya usahatani padi hibrida pada MK2008keseluruhan Rp. 7.277.579,-/ha, dengan pendapatan sebesarRp.15.290.400,-/ha, maka R/C ratio yang diperoleh yaitu 2,10, dan B/Crasio adalah 1,10, sedangkan R/C rasio untuk padi non hibrida diperolehsebesar 1,87, dan B/C rasio sebesar 0,87. Nilai MBCR diperoleh sebesar4,49, artinya bahwa teknologi padi hibrida layak digunakan.

Kata kunci : Padi hibrida, usaha tani, finansial

Abstract

Hybrid rice is high yielding varieties that are new to farmers andplanting time. This is still in the form of trial that is viewed in terms ofproduction, land suitability, cultivation techniques, and socio economics.The Objectives are: 1). To determine the feasibility of hybrid ricetechnology as compared with non-hybrid rice, 2) to know financial hybridrice crop farming at farm level, and 3). to know the crop cultivationhybrid rice and socio-economic issues at farm level. The results ofresearch that the hybrid rice productivity is relatively higher than usualhigh yield rice varieties, where the hybrid rice production is obtained at6925 kg/ha, while ordinary varieties rice average production are 5498kg/ha. The cost of hybrid rice farming in the 2008 dry season is Rp7,277,579,-/ha, with revenues of Rp.15.290.400,-/ha, then the R/C ratioobtained is 2.10, and B/C ratio is 1.10, while the R/C ratio for non-hybrid

Page 155: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

146

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

rice is obtained by 1.87, and B/C ratio of 0.87. MBCR value obtained at4.49, meaning that feasible to use hybrid rice technology.

Key words : Hybrid rice, farming system, financial

PendahuluanLuas areal lahan irigasi di Indonesia dari tahun ke tahun terus menurun

sehingga di lain pihak alih fungsi lahan dan produktivitas sebagian lahan sawahmenurun akibat dari pengusahaan yang sangat intensif di masa lalu yangdikhawatirkan menganggu pen-capaian target produksi beras nasional.Dalamsituasi demikian, Pemerintah harus mencari sumber pertumbuhan produksi padidengan terus mengupayakan peningkatan hasil padi pada lahan sawah irigasidengan cara pengembangan padi hibrida dalam upaya untuk pencapaian targetproduksi beras nasional.

Pada tahun 2005, produksi padi meningkat sebesar 4,96 % dibandingkandengan tahun 2006, dan pada tahun 2008 produksi padi meningkat 5,46 %dibanding tahun 2007. Pencapaian ini telah mengantar Indonesia kembali meraihswa sembada beras (Deptan. 2008). Keberhasilan peningkatan produksi padi dari20,2 juta ton pada tahun 1971 menjadi lebih dari 54 juta ton pada tahun 2006 lebihbanyak disumbang oleh peningkatan produktivitas dibandingkan denganpeningkatan luas panen (Las et al. 2005). Peningkatan produktivitas memberikankontribusi sekitar 56,1 % terhadap peningkatan produksi padi, sedangkanpeningkatan luas panen dan interaksi keduanya memberikan kontribusi masing-masing sebesar 26,3 % dan 17,5 % (Deptan. 2007). Hasil penelitian BadanLitbang Pertanian (2007) menunjukkan, bahwa intensitas pertanaman padi saatini umumnya baru dua kali setahun dengan produktivitas yang relatif rendah yaitu5,4 t/ha, namun intensitas pertanaman di lahan sawah irigasi dapat ditingkatkanmenjadi 3-4 kali setahun.

Beras dari varietas padi hibrida relatif sama dengan beras varietas padibiasa atau non hibrida baik dilihat dari penampilan, rasa, bahkan aromanya.Sedangkan teknik budidaya padi hibrida mempunyai sedikit perbedaan yaitudalam hal pemupukan dan pengelolaan tanaman. Di sisi lain, petani berkeinginanuntuk menanam padi hibrida, dan melestarikan sumberdaya tanaman padi hibridakarena umur yang relatif sama dengan padi non hibrida yang biasa ditanam, tetapiproduksinya relatif lebih tinggi dari padi varietas unggul konvensional yangmencapai 20–30 %, maka pada saat ini ada sebagian petani yang tertarik untukmenanam padi hibrida. Padi hibrida adalah varietas unggul yang masih baru dipertanaman petani dan saat ini masih dalam bentuk uji coba yaitu dilihat dari segiproduksi, kesesuaian lahan, dan sosial ekonomi petani.Selain itu keuntungan sertabiaya yang dikeluarkan oleh petani padi sangat penting untuk melihat perolehan

Page 156: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

147

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

per kilo gram dibandingkan dengan padi unggul non hibrida. Untuk itu dilakukanpenelitian finansial usaha tani padi hibrida yang digunakan petani dilihat daritenaga kerja, sarana produksi, dan panen.

Padi hibrida merupakan jenis varietas yang tidak tahan terhadap hama danpenyakit, serta pemupukan yang lebih banyak dibandingkan padi varietas unggullainnya (Diperta Jawa Timur. 2007). Apabila penanaman di tingkat petani sesuaidengan petunjuk dari PPL, maka akan diperoleh poduksi yang optimal yaitumencapai 20 -30 % dari pada padi varietas unggul. Namun pada kenyataannya dilapangan masih banyak petani yang relatif masih kurang dalam pengelolaannyasehingga hasilnya kurang memuaskan, bahkan ada yang memperoleh kurang darivarietas unggul non hibrida. Untuk itu penelitian sosial ekonomi dari segifinansial usaha tani sangat penting dilakukan untuk melihat penerapannya ditingkat petani, serta pengelolaan dengan pendekatan tanaman terpadu (PTT).

Tujuan Penelitian adalah untuk: 1). Mengetahui finansial tanaman padi

hibrida di tingkat petani;2). Mengetahui budi daya tanaman padi hibrida di tingkat

petani; dan 3). Permasalahan sosial ekonomi padi hibrida.

Metodologi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di tiga Kabupaten yaitu: Lamongan, Jember, danBojonegoro di Propinsi Jawa Timur pada tahun 2009. Metode pengumpulan datayang digunakan adalah metode survei. Sampel sebanyak 36 orang petaniresponden yang tanam varietas padi hibrida dipilih secara purposive sampling.Pemilihan petani responden dibantu oleh Pamong desa dan Penyuluh PertanianLapangan (PPL). Data yang terkumpul dari hasil wawancara dengan kuesionerdilakukan tabulasi dan diolah secara statistik sederhana, kemudian dianalisissecara deskriptif. Data yang dikumpulkan antara lain: teknologi budidaya padihibrida, input-output usahatani padi hibrida, input-output usahatani padi varietasunggul/non hibrida, dan permasalahan sosial ekonomi.Data dianalisis melalui analisis finansial dengan kriteria Benefit Cost Ratio (B/C),dan MBCR (Marginal Benefit Cost Ratio), yaitu untuk mengetahui keuntungandaripada penggunaan teknologi baru seperti padi hibrida dibandingkan denganpadi unggul biasa/konvensional.

Hasil dan PembahasanPetani di Jawa Timur terlihat banyak yang mengadopsi padi hibrida lebih

dari satu kali bahkan sampai 3 kali (10%). Sumber informasi tentang pengelolaanusahatani padi hibrida atau petunjuk teknis di lapangan diberikan oleh PPL/DinasPertanian (80%); dan sisanya reponden memperoleh informasi dari Kios atauPerusahaan benih (20%). Alasan-alasan mengapa petani menyukai padi hibrida

Page 157: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

148

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

antara lain: rasa nasi enak (16,67%), produksi tinggi (36,67%), umur lebih pendek(6,67%), dan lainnya (40%).

Jika dilihat hubungan antara tanaman padi hibrida dengan musim tanam dipropinsi Jawa Timur, yaitu belum terlihat ada hubungan antara musim tanamdengan jenis varietas hibrida baik dilihat dari pertumbuhan dan produksi, maupuntingkat serangan hama dan penyakit, karena kenyataannya petani menanamvarietas hibrida yang sama ditanam pada musim kemarau maupun pada musimhujan seperti Bernas, Bernas Prima, Bernas Super, Pioner (PP1), SL8SHS,Hibrindo R1, dan Intani 2.

Berdasarkan pengalaman responden menunjukan, bahwa varietas Hibridakurang tahan terhadap hama dan penyakit, karena itu akan lebih baikpertumbuhannya jika ditanam pada musim kemarau. Hal ini untuk menghindariserangan hama wereng, penggerek, hawar daun bakteri, xantomonas dll. Di lainpihak, sebagian responden mengatakan, bahwa padi hibrida termasuk teknologibaru oleh karena itu mereka belum mengetahui musim tanam yang baik untuktanaman padi hibrida, karena petani hanya diberikan kesempatan satu kali tanam,sebaliknya bagi petani yang telah menanam lebih dari satu kali kemungkinan telahmengetahui kelebihan serta kelemahan padi tersebut.

Dari hasil penelitian memperlihatkan, bahwa 56,67% petani respondentidak mengalami kesulitan dalam mengadopsi padi hibrida, dan sisanya (43,33%)mengalami kesulitan dalam mengadopsi padi hibrida.

Usahatani padi hibrida

Pengelolaan padi hibrida di tingkat petani dianjurkan menggunakan PTTyaitu upaya untuk meningkatkan hasil dan pendapatan petani melalui penerapanteknologi yang sesuai dengan kondisi sosial ekonomi petani dan lingkungansetempat. PTT berbeda dengan program intensifikasi padi seperti Insus dan SupraInsus, PTT juga bukan suatu paket teknologi tetapi pendekatan dalam pemecahanmasalah produksi di daerah setempat dengan menerapkan teknologi yang sesuaidan dipilih sendiri oleh petani dengan bantuan penyuluh pertanian (BadanLitbang, 2007). Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memacupeningkatan produktivitas sekaligus dapat meningkatkan pendapatan petanimelalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu terbukti mencapai hasil gabahsampai 8,06 t/ha (Sembiring et al. 2002). Kegiatan PTT telah mampumeningkatkan produksi padi 37% lebih tinggi dari rata-rata hasil yang diperolehpetani (Zaini dan Las, 2004; Badan Litbang, 2007).

Di daerah penelitian, petani belum seluruhnya mengikuti modelpendekatan PTT, karena penggunaan pupuk yang belum berimbang, yaitu tanpapemberian KCL dan kurang dalam volumenya.

Page 158: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

149

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Penggunaan benih Padi Hibrida dan non hibridaBenih varietas padi hibrida diperoleh petani melalui Bantuan Langsung

Benih Unggul (BLBU) dari Pemerintah melalui Departemen Pertanian, danselanjutnya benih tersebut diberikan kepada kelompok petani di masing-masingkecamatan. Pada tahun 2008 hampir seluruh responden (90%) memperoleh benihBantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) dari Pemerintah yang diberikan olehDinas Pertanian Kabupaten Jawa Timur melalui PPL, dan sisanya berasal daribantuan Kelompok Tani, dan Perusahaan benih (10 %). Petani pada umumnyamulai tanam sejak tahun 2007 sampai sekarang (44,44%), dan sisanya pertamakali tanam pada tahun 2008, dan 2009. Benih padi hibrida adalah benih yangberlabel dan bermutu, karena benih berlabel memiliki kemurnian dan dayatumbuh yang tinggi. Penggunaan benih bermutu akan menyebabkan tanamantumbuh seragam dan rata sehingga memudahkan pengelolaan dan memberikanhasil yang tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa terdapat 10 varietas padi hibridayang ditanam atau diadopsi oleh petani di 3 kabupaten contoh di Jawa Timuryaitu: Bernas Prima (47,22%), Bernas (13,89%), dan lainnya seperti: BernasSuper, Sembada, PP1, Hibrindo R1, dan Arize (38,89%). Benih padi hibrida yangdigunakan petani rata-rata 20 kg per hektar dengan harga rata-rata berkisar antaraRp. 49.000,- sampai Rp. 50.000,-/kg. Adapun benih padi non hibrida yangdigunakan petani responden rata-rata 44 kg/ha dengan harga rata-rata 5730,- perkg. Menurut petani, penggunaan benih padi hibrida lebih hemat dari pada padiinbrida dan sesuai dengan petunjuk dari PPL/Dinas Pertanian. Perlakuan benihpada persemaian padi hibrida sama dengan perlakuan dengan padi inbrida yaitudirendam selama 24 jam.

Persiapan lahan.Khusus untuk tanaman padi hibrida terlihat, bahwa hanya 40 % responden

di daerah penelitian di Jawa Timur melakukan pengolahan lahan lebih lama (dibajak dahulu kemudian di traktor) sesuai dengan petunjuk dari PPL atau DinasPertanian, dan sisanya (60%), pengolahan lahan dilakukan sama denganpengolahan pada tanaman padi inbrida.

Cara tanamPengelolaan tanaman terpadu (PTT) telah diterapkan oleh sebagian besar

petani di daerah penelitian. Hal ini menyadarkan petani bahwa penerapan modelPTT akan memberikan produksi padi yang lebih tinggi dibandingkan cara tanamkonvensional. Sistem tanam yang digunakan di lahan petani seluruhnya tanampindah, sedangkan cara tanam jajar legowo dilakukan oleh sebagian besarresponden (88,89%), dan sisanya menanam padi hibrida dengan cara tegel(11,11%). Cara tanam Jajar legowo yang diadopsi petani yaitu 2:1, dan 4 : 1

Page 159: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

150

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

dimana menurut pendapat petani, bahwa cara tersebut akan memberikan populasitanaman yang lebih banyak dibandingkan dengan cara tanam tegel sehinggadiperoleh produksi padi yang lebih tinggi. Petani responden menggunakan 1bibit/lubang (19,44%), dan paling banyak 2-3 bibit/lubang (80,56%), karenamereka masih khawatir bila tanaman padi mati.

PemupukanOptimalisasi ketersediaan hara dalam tanah dapat dilakukan dengan cara

pemberian pupuk buatan maupun organik. Pengelolaan hara dimaksudkan untukmengoptimalkan ketersediaan hara dalam tanah sehingga mencapai produksi yangtinggi. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman antara lain : N, P, dan K (unsurmakro). dan masih tergantung pada Cu dan Zn (unsur mikro).

Pupuk kimia yang digunakan petani responden baik padi hibrida maupunpadi non hibrida di tiga lokasi penelitian terdiri dari : pupuk Urea, Sp36, KCl, ZA,dan NPK, selain itu terdapat sebagian petani yang memakai pupuk organik (pupukkandang) dari kotoran sapi. Pupuk Urea digunakan oleh seluruh petani respondenpadi hibrida maupun non hibrida, dengan jumlah rata-rata masing-masing sebesar280 kg/ha, dan 221 kg/ha. Pupuk Sp36 digunakan petani padi hibrida dan nonhibrida masing-masing sebesar 94 kg/ha, dan 73 kg/ha, jadi ada selisihpenggunaan pupuk SP36 sebesar 21 kg/ha atau 22,34%. Sekitar 11 orangresponden petani padi hibrida yang menggunakan pupuk KCl (30%) dengan rata-rata penggunaan 38 kg/ha, sedangkan hanya 10 % atau sekitar 4 orang petani nonhibrida yang memupuk KCl dengan jumlah rata-rata sebesar 8 kg/ha. Sebaliknyapetani non hibrida paling banyak menggunakan pupuk ZA (80 %) dibandingkandengan petani padi hibrida (40 %). Rata-rata penggunaan pupuk ZA masing-masing sebanyak 117 kg/ha (non hibrida), dan 81 kg/ha (hibrida), memperlihatkanbahwa petani non hibrda lebih banyak menggunakan pupuk ZA dengan perbedaansebesar 35,53 kg/ha. pupuk NPK hanya digunakan oleh 11 orang (36%) petanipadi hibrida dengan jumlah rata-rata sebesar 105 kg/ha, sedangkan petani nonhibrida yang menggunakan NPK sebanyak 24 orang (66,67%) dengan jumlahNPK sebesar 118 kg/ha. Petani padi hibrida yang menggunakan pupuk organikhanya 1 orang dengan sebesar 576 kg/ha, sedangkan 20 responden petani nonhibrida menggunakan pupuk organik rata-rata sebanyak 426 kg/ha. Dengandemikian dari penggunaan pupuk baik pada padi hibrida dan non hibrida ternyataada perbedaan seperti : Urea, SP36, KCl, tetapi di lain pihak petani non hibridajuga lebih banyak menggunakan pupuk ZA, NPK dan pupuk organik (56%).

Aplikasi pemupukan kimia rata-rata petani padi hibrida dan non hibridatidak berbeda terdiri dari pemupukan pertama pada umur tanaman berkisar antara1-14 hst, kemudian pemupukan ke dua pada umur tanaman berkisar antara 20 – 28hst. Pemberian pupuk kimia berdasarkan pada waktu, takaran, dan cara aplikasiyang tepat sesuai dengan varietas padi hibrida yang ditanam.

Page 160: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

151

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Dari hasil penelitian menunjukkan, bahwa terdapat sejumlah petani yangmemakai pupuk bervariasi, dimana umumnya sangat tergantung pada pengalamanpetani sebelumnya, dan kondisi sosial ekonomi setempat. Dengan demikian hanyasebagian responden yang menggunakan pemupukan sesuai dengan rekomendasidari Dinas Pertanian atau pemupukan berimbang. Pada umumnya petanimenggunakan pupuk relatif sama dengan pemupukan pada pertanaman padi nonhibrida.Pemberantasan hama dan penyakit

Dalam pemberantasan hama dan penyakit, petani lebih banyak yangmelakukan cara PHT yang telah mereka ketahui ketika mengikuti pelatihanSLPHT, namun terdapat pula petani yang menyemprot dengan pestisida, karenaberanggapan bahwa tanaman padi hibrida perlu penanganan yang lebih intensifkarena lebih rentan terhadap hama danpenyakit sehingga sebagian petani lebih banyak menggunakan pestisida untukmengendalikan OPT.

Pengendalian Hama Terpadu atau PHT adalah : (1). Monitoring jenis,tingkat populasi hama, dan tingkat kerusakan oleh hama, dan (2). Pilihan taktikdan teknik pengendalian meliputi : sanitasi, varietas tahan, pola tanam atau rotasivarietas, pengendali hayati, dan pestisida nabati, serta pestisida kimia sebagaipilihan terakhir bila diperlukan.

Penyiangan dan Pengendalian gulma/rumputPengendalian gulma dan penyiangan yang umum dilakukan petani

tanaman padi hibrida terdiri dari 3 macam perlakuan yaitu 1).denganmenggunakan obat herbisida serta disiangi dengan tangan atau sama denganperlakuan pada padi inbrida; 2). menggunakan alat gasrok/landak dan disiangidengan tangan, dan 3). tanpa herbisida dan disiangi dengan tangan. Penyiangandengan landak atau gasrok hemat tenaga kerja dan ramah linkungan. Obatherbisida yang umum dipakai yaitu : Ally plus, Agroxon, dan Lindomin.

Panen

Panen padi hibrida umumnya tepat waktu yaitu berkisar antara 90-95%gabah telah bernas dan berwarna kuning. Adapun alat panen yang digunakan olehpetani di Jawa Timur adalah dengan sabit bergerigi, sedangkan alat perontok yangdigunakan yaitu thresher. Thresher merupakan alat perontok yang umumdigunakan oleh petani, karena biaya nya murah dan mengurangi kehilangan hasildaripada dengan cara digebot. Petani di propinsi Jawa Timur sebagian lebihmenyukai di panen sendiri daripada ditebaskan. Adapun alasan nya yaitu :mempunyai tempat untuk menjemur gabah, dan memperoleh harga jual yanglebih tinggi pada waktu tertentu/musim paceklik.

Pasca panen

Page 161: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

152

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Sebagian kecil petani melakukan kegiatan pasca panen sendiri meliputi :penjemuran dan penggilingan untuk dikonsumsi sendiri. Oleh karena luas lahanyang digarap petani rata-rata luas, maka sebagian petani lebih memilih dijual ketengkulak, tetapi ada juga yang menjual gabah nya di lahan atau ditebaskan yaitudijual satu minggusebelum panen kepada penebas/pedagang, dengan resiko harga yang lebih murah.Penebas dalam hal ini membeli gabah padi hibrida lebih rendah atau sama denganharga jual padi non hibrida seperti varietas ciherang, Pepe, IR64 dan lain-lain,karena dari bentuk fisik serta penampilan hampir sama dengan padi varietasunggul biasa.

Pemasaran hasilHarga jual gabah padi hibrida umumnya sama dengan harga jual padi non

hibrida seperti IR64, Ciherang dan sebagainya. Menurut petani/ responden hal iniseharusnya dapat dijual dengan harga lebih mahal karena harga beli benih sangatmahal (48.000/kg), sehingga petani merasa rugi, sedangkan menurut tengkulakbelum ada kualitas yang dapat menaikkan harga jual gabah padi hibrida. Gabahtersebut oleh tengkulak/pedagang digunakan sebagai campuran dengan varietasnon hibrida lainnya untuk di jual sebagai beras konsumsi, oleh karena volumepembelian gabah hibrida masih dalam jumlah sedikit.Menurut pedagang beras mengatakan, bahwa harga jual gabah padi hibrida dannon hibrida/konvensional akan lebih tinggi bila dilihat dari bentuk gabah yangbulat panjang, hal ini disebabkan tengkulak lebih menyukai bentuk gabah sertapenampilan seperti varietas Ciherang, dan IR64.

Dari keadaan tersebut, maka petani merasakan bahwa menanam padihibrida biayanya relatif lebih tinggi terutama harga benihnya tidak dapatdijangkau, namun produksi umumnya lebih tinggi dibandingkan padi non hibridasekitar 10-15%. Menurut Suprihatno et al. (2006), bahwa pada masa yang akandatang, pembentukan varietas padi hibrida yang berpotensi hasil tinggi, tahanhama dan penyakit, serta memiliki produk yang berkualitas tinggi menjadi sasaranutama

Analisa Usahatani padi hibrida dan non hibridaPendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya

yang dikeluarkannya. Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian dari jumlahproduksi total dengan harga output persatuan. Nilai penerimaan usahatani sangatditentukan oleh jumlah hasil panen (output) yang diperoleh dari kegiatanusahatani dan harga output per satuan.

Untuk mengetahui petani padi hibrida telah berhasil dalam mengelolausahataninya, maka dalam analisis digunakan pula data padi varietas unggul padaumumnya atau non hibrida yang ditanam petani yang sama sebagai pembanding.

Page 162: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

153

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Hasil analisis rata-rata pendapatan usahatani padi hibrida dan non hibrida perhektar di Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro, dan Kabupaten masing-masing dalam satu musim tanam dapat dilihat pada Tabel berikut..

Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi rata-ratahasil panen padi hibrida per hektar lebih tinggi daripada padi varietas unggulbiasa. Pada padi hibrida, dapat menghasilkan 6925 kg/ha GKP, sedangkan padivarietas unggul biasa rata-rata mencapai produksi sebesar 5498 kg/ha GKP. Halini menunjukkan, bahwa produktivitas padi hibrida relatif lebih tinggi daripadapadi unggul biasa. Peningkatan produktivitas ini diakibatkan menggunakan benihpadi hibrida berkualitas yang disediakan Pemerintah dalam bentuk BLBU.Pemerinah mengharapkan, bahwa untuk meningkatkan produksi sertameningkatkan keuntungan, maka petani dituntut untuk mengikuti persyaratanberupa petunjuk teknis pengelolaan padi hibrida.

Hasil panen padi hibrida terlihat relatif lebih tinggi dibandingkan denganpadi varietas unggul biasa diikuti pula oleh mutu produk yang baik denganberbagai upaya seperti pemakaian pupuk, pestisida, dan furadan yang lebihbanyak dibandingkan padi biasa (Tabel 1), namun sebaliknya harga padi hibridasama dengan padi non hibrida atau belum sesuai dengan persyaratan tengkulak.Sebagai akibatnya, petani harus menanggung resiko harga jual gabah padi hibridayang rendah di pasar.

Pada Tabel 1. dibawah ini menggambarkan analisis usahatani padi hibridadi 3 lokasi penelitian di Propinsi Jawa Timur pada MK 2008. Biaya total saranaproduksi adalah sebesar Rp. 1.844.145,-, total biaya tenaga kerja adalah sebesarRp. 3.332.620,-, biaya lain-lain sebesar Rp. 1.750.000,-, maka total biayakeseluruhan Rp. 7.277.579,-/ha. R/C ratio yang diperoleh yaitu 2,10, dan B/Cratio adalah 1,10.

Pada Tabel 2. memperlihatkan R/C ratio untuk padi non hibrida diperolehsebesar 1,87, dan B/C ratio sebesar 0,87. Dengan demikian dari hasil penelitiantersebut menunjukkan, bahwa keuntungan padi hibrida relatif lebih tinggidibandingkan dengan padi non hibrida dilihat dari ratio B/C dan R/C.

Tabel 1. Analisis Usaha Tani Padi Hibrida rata-rata per hektar di KabupatenLamongan, Bojonegoro, dan Jember di Propinsi Jawa Timur, MK2008.

U r a i a n 3 lokasi penelitiandi Jawa Timur

Produksi fisik (kg/ha) 6925Harga GKP (Rp/kg) 2.208,-Pendapatan kotor (Rp/ha) 15.290.400,-Tenaga kerja (Rp/ha) 3.332.620,-Benih (Rp/ha) 750.000,-

Page 163: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

154

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Pupuk (Rp/ha) 781.845,-Pestisida (Rp/ha) 312.300,-Lain-lain (Rp/ha) 1.750.000,-Total Biaya (Rp/ha) 7.277.579,-Gross margin (Rp/ha) 8.012.821,-B/C ratio 1,10R/C ratio 2,10

Catatan : - Padi hibrida : varietas Bernas super, Intani 2, Bernas prima,Hibrindo R1, dan SL8 SHS.

- biaya sewa lahan tidak dihitung

Tabel 2. Analisis Usaha Tani Padi Non Hibrida per hektar di KabupatenLamongan, Bojonegoro, dan Jember di Propinsi Jawa Timur, MK2008

U r a i a n3 lokasi penelitian

di Jawa Timur

Produksi fisik (kg/ha) 5498Harga GKP (Rp/kg) 2.311,-Pendapatan kotor (Rp/ha) 12.705.878,-Tenaga kerja (Rp/ha) 2.880.118,-Benih (Rp/ha) 310.772,-

Pupuk (Rp/ha) 1.234.052,-Pestisida (Rp/ha) 632.200,-Lain-lain (Rp/ha) 1.750.000,-Total Biaya (Rp/ha) 6.807.142,-Gross margin (Rp/ha) 5.898.736,-B/C ratio 0,87R/C ratio 1,87

Catatan : - Padi non hibrida : IR64, dan Ciherang.- biaya sewa lahan tidak dihitung

Perhitungan dengan menggunakan metode MBCR (Marginal Benefit CostRatio) :

MBCR, yaitu perhitungan untuk mengetahui kelayakan teknologi baruyang diintroduksikan. MBCR diperoleh didasarkan pada keuntungan margin dariselisih antara pendapatan teknologi padi hibrida dengan padi unggul konvensional(non hibrida) dibagi dengan selisih antara total biaya padi hibrida dengan padiunggul konvensional (non hibrida).

Keuntungan padi hibrida–Keuntungan padi unggul konvensional

Page 164: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

155

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

MBCR = ------------------------------------------------------------------------------------Total biaya padi hibrida–Total biaya padi unggul konvensional

8.012.821-5.898.736 2.114.085MBCR = ------------------------------- ------ MBCR = --------------- = 4,49

7.277.579,- - 6.807.142,- 470.437,-

Hasil perhitungan dengan Marginal Benefit Cost Ratio (MBCR) yangdidapat sebesar 4,49, artinya MBCR > 1. Hal ini memperlihatkan bahwa teknologibaru padi hibrida lebih menguntungkan dan layak untuk diterapkan dibandingkanpadi unggul konvensional.

Kesimpulan dan Saran

1) Padi hibrida berpotensi sebagai sumber pertumbuhan produksi padi di masadepan guna mendukung peningkatan ketahanan pangan nasional. Namunkarena kondisi lahan yang berbeda dan relatif kurang subur makapengembangannya harus dilakukan secara cermat dan hati-hati.

2) Pendekatan PTT dengan menerapkan teknologi usahatani yang sesuai dengankarak-teristik wilayah setempat menunjukkan telah dapat memberikan hasilyang cukup optimal tanpa merusak kelestarian sumber daya lahan danlingkungan.

3) Analisis usahatani padi hibrida di 3 lokasi penelitian di Propinsi Jawa Timurpada MK2008, memperoleh R/C ratio sebesar 2,10, dan B/C ratio sebesar1,10. R/C ratio untuk padi inbrida diperoleh sebesar 1,87, dan B/C ratiosebesar 0,87.

Dengan demikian dari hasil penelitian tersebut menunjukkan, bahwakeuntungan padi hibrida relatif lebih tinggi dibandingkan dengan padi non hibridadilihat dari ratio B/C dan R/C.

Saran

1) Pendekatan PTT agar lebih disosialisasikan di tingkat petani untukmemperoleh produksi padi yang lebih tinggi.

2) Pemulia tanaman padi hibrida agar merakit teknologi padi hibrida yangdisukai oleh konsumen dan tengkulak terutama dalam bentuk gabah yangpanjang warna nasi yang putih besih, tekstur, aroma nasi, dan kepulenan nasi.

3) Agar penelitian padi hibrida dilakukan di wilayah dengan agroekosistem yangsesuai dengan pertumbuhan padi hibrida untuk melihat tingkat produktivitasserta keuntungannya

Page 165: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

156

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Daftar Pustaka

Balai Besar Tanaman Padi. 2007. Draft Padi menuju 2020. Balai Besar PenelitianTanaman Padi. Puslitbang Tanaman Pangan. Sukamandi.

Badan Litbang Departemen Pertanian. 2007. Peningkatan Produksi Padi menuju2020. Memperkuat Kemandirian Pangan dan Peluang Ekspor. DepartemenPertanian 2007.

Badan Litbang Pertanian, 2007. Petunjuk Teknis Lapang pengelolaan TanamanTerpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Badan Penelitian dan PengembanganPertanian. Departemen Pertanian. 38 hal.

Departemen Pertanian,2008. Peningkatan Produksi Padi Menuju 2020.Memperkuat kemandirian pangan dan peluang ekspor. DepartemenPertanian. Jakarta.

Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur. 2007. Petunjuk teknis. Pengembangan PadiHibrida dan Padi Tipe Baru (PTB) T.A. 2007.

Las, Irsal, I.N. Widiarta, S.Bahri, A.K.Makarim, P.Wardana, dan M.O.Adnyana.2005. Prospek dan arah pengembangan agribisnis padi : Lokasipengembangan, kebutuhan investasi dan kebijakan pendukung. BadanLitbang Deptan. (Unpublish)

Suprihatno, B., Daradjat,A.A., Abdullah, B. dan Satoto. 2006. Inovasi TeknologiPerakitan Varietas Padi menuju swasembada Beras berkelanjutan. BalaiPenelitian Tanaman Padi. Badan Litbang Departemen Pertanian.

Tuah Sembiring, H. Sembiring, dan Lermansius Haloho.2006. PeningkatanProduktivitas Padi melalui Penerapan PTT di Lubuk Bayas, SumateraUtara. BPTP Sumatera Utara.Inovasi Teknologi Padi menuju swasembadaberas berkelanjutan Badan Penelitin dan Pengembangan Pertanian.

Page 166: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

157

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

KARAKTERISTIK TEPUNG MINYAK ATSIRI JAHE

Yustina Wuri Wulandari1 dan Indrias Tri Purwanti1

1Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Teknologi PertanianUniversitas Slamet Riyadi Surakarta, [email protected]

Abstrak

Tanaman jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu jenistanaman rempah yang telah umum digunakan oleh masyarakat danmempunyai aroma yang khas. Salah satu teknologi pengolahan rempah jaheadalah dengan produksi minyak atsiri. Nilai jual minyak atsiri jahe akansemakin tinggi dengan tingginya kandungan zingiberene dalam minyakatsiri. Akan tetapi bentuk cair dari minyak atsiri mempunyai beberapakekurangan, yaitu mudah rusak, proses penanganan, penyimpanan sertadistribusi mengalami kendala. Oleh karena dilakukan penelitian yangbertujuan memperolah minyak atsiri jahe dengan bentuk tepung sehinggamempunyai beberapa keunggulan dalam penggunaan, penyimpanan, dandistribusi.

Tepung minyak atsiri jahe diperoleh dengan menggunakan alat SprayDrying. Bahan pengisi yang digunakan adalah gum arabik danmaltodekstrin dengan perbandingan (1:10; 1:15 ; 1:20). Rancanganpercobaan yang digunakan dalam analisis data penelitian adalahCompletely Randomized Design (CDR) dengan tiga ulangan. Berdasarkanhasil penelitian diketahui bahwa rendemen tepung minyak atsiri jahe empritadalah 35,33%-77,48%, Aw tepung berkisar antara 0,31–0,39. Kadar airtepung berkisar antara 8,23%-8,50%. Selain itu jenis filler diketahui tidakberpengaruh terhadap tekstur tepung tetapi akan berpengaruh terhadapwarna dan aroma tepung atsiri jahe.

Kata kunci: tepung, minyak atsiri, dan jahe

Pendahuluan

Jahe sudah lama dikenal sebagai tanaman obat-obatan maupun bumbupenyedap masakan. Bagian tanaman jahe yang dapat digunakan adalahrimpangnya. Di dalam rimpang jahe terdapat minyak atsiri dan oleoresin yangbermanfaat sebagai bahan pemberi cita rasa pada makanan (Rismunandar, 1988).Menurut Departemen Pertanian (1996) selain digunakan pada industri makananmanfaat jahe juga digunakan pada industri kosmetika.

Jahe merupakan sejenis rempah-rempah yang berupa umbi akar (Rhizoma) yangdiperoleh dari tanaman Zingiber oficinale. Roscoe (Rizal dan Haryadi, 1993) termasukfamili Zingiberaceae, yaitu tanaman rumput-rumputan yang berbadan semu. Batang semu

Page 167: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

158

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

tanaman jahe tersebut diselubungi oleh dasar pelepah daun, serta daunnya berwarna hijaudan berbunga (Koswara, 1995)

Tanaman jahe yang banyak dibudidayakan di masyarakat adalah jaheemprit, jahe gajah dan jahe merah. Kandungan minyak atsiri jahe pada berbagaivarietas yaitu jahe emprit, jahe merah, dan jahe gajah berbeda-beda (Rostiana etall. 1999; Bermawie et all, 1999; Bermawie et all, 2000). Pengolahan tanamanjahe menjadi minyak atsiri menjadikan jahe mempunyai nilai ekonomis yang jauhlebih tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor minyak atsiri.Pada tahun 2002 Indonesia menduduki peringkat ke tiga dunia setelah Perancisdan China (Susihono, 2007).

Berdasarkan bentuk, ukuran dan warna rimpang jahe dibedakan menjadi 3jenis, yaitu jahe besar/ jahe badak, jahe putih kecil, dan jahe merah (jahe sunthi)

Jahe putih besar mempunyai ukuran rimpang yang lebih besar dan ruasnyalebih menggelembung, tetapi rasanya kurang pedas. Masyarakat mengenalnyadengan nama jahe gajah. Jahe merah mempunyai warna kulit rimpang yangberwarna merah dan ukurannya lebih kecil dari jahe putih kecil (Koswara, 1995)

Jahe putih kecil mempunyai ruas yang kecil dan agak rata sampai sedikitmenggelembung. Jahe putih kecil juga sering disebut dengan jahe emprit yangbanyak dijumpai di pasaran dengan harga yang relatih murah. Jahe emprit banyakdigunakan sebagai bumbu dan bahan jamu-jamuan (Rismunandar, 1988). Selaindigunakan sebagai obat-obatan jahe emprit juga dikonsumsi dalam bentuk olahansegar dan olahan. Produk awalnya berupa jahe kering, kemudian diproses menjadibubuk jahe, minyak jahe dan oleoresin (Utami, 1999).

Menurut Hernani dan Monoharjo (2005) kandungan kimia rimpang jaheadalah senyawa fenolik seperti shagaol dan gingerol, seskuiterpen zingiberen,zingiberol kurkumen, sesquiphellandren, zingeron, 6-dehidrogingerdion,gingerglikolipid, dan asam organik (asam laurat, palmitat, oleat, linoleat, danstearat).

Rasa pedas jahe timbul karena kandungan senyawa gingerol. Akibatproses pengolahan gingerol akan berubah menjadi shagaol. Aktivitas antioksidansenyawa 6-gingerol, 6-shagaol, dan 6-gingeridol lebih tinggi dibandingkan denganalfa-tokoferol (Hernani dan Monoharjo, 2005).

Minyak atsiri jahe mudah mengalami kerusakan salah satu penyebabnyaadalah karena teroksidasi. Penyimpanan minyak atsiri jahe membutuhkan tempatkhusus, dalam wadah tertutup rapat dan tidak terkena cahaya. Minyak atsiri jahesulit untuk menyatu zat lain. Minyak atsiri jahe membutuhkan emulsifier untukdapat menyatu dengan produk-produk tertentu. Wujudnya yang cair menyebabkanminyak atsiri jahe mudah tumpah, sehingga minyak atsiri jahe membutuhkanpenanganan yang sulit dalam penggunaan maupun penyimpanan.

Page 168: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

159

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Proses mikroenkapsulasi diharapkan dapat melindungi minyak atsiri.Selain itu bentuk mikrokapsul merupakan salah satu cara untuk membuat produklebih stabil dan mudah penggunaannya dalam industri pangan, kosmetika, danobat-obatan. Proses mikroenkapsulasi yang diterapkan mempunyai beberapakelebihan, yaitu dapat melindungi komponen pangan yang sensitif, melindungidan aroma, serta mengubah komponen dari bentuk cair ke bentuk padat sehinggalebih mudah dalam penanganannya (Aini, 2001).

Bentuk mikrokapsul yang padat juga lebih mempermudah dalampengepakan, distribusi, dan pemasaran, karena produk mikrokapsul dapatdimampatkan dalam pengemasan sehingga menghemat tempat, selain ituperlindungan terhadap oksidasi dalam suhu ruangan dapat diupayakan (Aini,2001).

Minyak atsiri atau disebut juga minyak esteris atau minyak esensial,merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam tanaman. Minyak atsirimempunyai bau wangi yang khas dari tanaman penghasilnya (Gunther, 1990).

Minyak atsiri jahe merupakan cairan yang berwarna kuning coklat hinggakemerah-merahan, mudah menguap pada suhu kamar, Berat Jenis labih kecil dariBerat Jenis air, mempunyai rasa getir, berbau wangi khas tanaman jahe, larutdalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Sedangkan komponen kimiapenyusun minyak atsiri jahe beberapa diantaranya adalah zingiberene, zingiberol,fenol, asetat, lanalool, sitral dan metil hetenon (Hernani dan Monoharjo, 2005).

Zingiberene merupakan salah satu komponen utama penyusun aromaminyak atsiri jahe. Senyawa ini memiliki titik didih 34oC pada tekanan 14 mm,Berat Jenis 0,8684 pada suhu 20oC, indeks bias 1,4956 dan putaran optik -37o38’pada suhu 20oC (Hecklman et.al, 2001).

Mikrokapsul adalah suatu tabung atau paket berukuran kecil danmempunyai dinding polimer yang menyelaputi dan melindungi partikel -partikelhalus dalam inti. Dinding tersebut merupakan lapisan yang tipis, kaku, dan halusyang diperoleh dari proses mikroenkapsulasi. Mikrokapsul mempunyai ukuranyang bervariasi, ukuran terkecil submikron sampai beberapa milimeter danidealnya berbentuk bola. (Gunawan-Efendi, 1994).

Zat aktif yang terkurung di dalam mikrokapsul disebut inti atau core, Inti dapatberwujud padat, cair, atau gas dengan sifat permukaan hidrofilik atau hidrofobik. Dindingpenyalut mikrokapsul disebut dengan shell atau skin atau film pelindung. (Gunawan-Efendi, 1994) Shell dirancang untuk melindungi inti dari faktor yang dapat menyebabkankerusakan, misalnya cahaya, oksigen, dan kelembaban

Minyak atsiri jahe sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari maupun diberbagai industri, akan tetapi minyak atsiri jahe mudah mengalami kerusakan, tidakstabil, penggunaannya dan penyimpanannya tidak praktis. Oleh karena itu dilakukanpenelitian mikroenkapsulasi minyak atsiri jahe dan karakterisasinya. Sehingga nantinyadiharapkan dengan bentuk tepung atsiri maka akan membuat minyak atsiri jahe bersifat

Page 169: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

160

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

lebih stabil, penyimpanannya lebih mudah dan hemat tempat serta penggunaannya lebihmudah dan luas untuk keperluan pangan, kosmetika, dan obat-obatan.

Bahan dan Metode

Bahan yang digunakan adalah jahe emprit untuk produksi minyak atsiri,sedangkan bahan kimia yang digunakan adalah Na(SO4) anhydrous, toluene, twin80 dan aquades, gum arabik, dan maltodekstrin

Peralatan yang adalah seperangkat spray dryer merk Armfield, cabinetdryer untuk mengeringkan jahe, blender kering merk phillip, timbangan, jahe,ayakan 60 mesh yang digunakan untuk mengayak jahe kering, seperangkat alatdestilasi, serta seperangkat alat untuk analisa kimia.

Jahe emprit disortasi untuk memperoleh keseragaman mutu bahan. Jaheyang lolos seleksi dibersihkan dengan air mengalir dari kotoran yang melekat.Jahe bersih Jahe dihancurkan kemudian dilakukan destilasi untuk memperolehminyak atsiri yang akan digunakan untuk proses mikroenkapsulasi. Minyak atsiriyang diperoleh dilakukan analisa kandungan zingiberene dan profil minyak atsirijahe.

Filler yang digunakan untuk proses mikroenkapsulasi adalah gum arabikdan maltodekstrin. Minyak atsiri hasil destilasi yang diperoleh dihomogenisasidengan twin 80 dan aquades. Setelah homogen dicampur dan dihomogenisasidengan filler mikroenkapsulasi, yang berupa gum arabik dan maltodekstrin.Setelah minyak atsiri homogen dengan filler mikroenkapsulasi dikeringkandengan menggunakan spray dryer. Suhu inlet yang digunakan 105 oC, suhu outlet60oC, kompresi adara 0,5 bar, air flow 30 m2/jam.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Completely RandomizedDesign (CRD) dengan 3 ulangan. Perlakuan pada bahan dasar yaitu minyak atsirijahe emprit yang diperoleh dari destilasi dengan metode water and steam.Minyak atsiri dibuat mikrokapsul dengan spray drying menggunakan filler gumarabik dan maltodekstrin dengan perlakuan sebagai berikut :

M1 : campuran minyak atsiri jahe dan maltodekstrin 1 : 10M2 : campuran minyak atsiri jahe dan maltodekstrin 1 : 15M3 : campuran minyak atsiri jahe dan maltodekstrin 1 : 20G1 : campuran minyak atsiri jahe dan maltodekstrin 1 : 10G2 : campuran minyak atsiri jahe dan maltodekstrin 1 : 15G3 : campuran minyak atsiri jahe dan maltodekstrin 1 : 20Data yang diperoleh dianalisa secara statistik dengan analisa varians.

Apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Least Significant Different (LSD)dengan uji beda terkecil 5% (Widasari, 1988).

Penelitian dilakukan di 2 tempat, yaitu di laboratorim Fakultas TeknologiPertanian Universitas Slamet Riyadi Surakarta dan laboratorium Fakultas

Page 170: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

161

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Jogjakarta serta FMIPA UGMJogjakarta.

Hasil dan PembahasanProfil Aroma Minyak Atsiri Jahe

Profil aroma suatu minyak atsiri setiap tanaman penghasil minyak atsiribersifat khas dan unik. Keunikan aroma minyak atsiri antara lain karena untuksuatu varietas tanaman yang sama, jika keberadaan tanaman tersebut di tanampada daerah yang berbeda maka akan diperoleh aroma yang berbeda.

Hirasa dan Takemasa (1998) menerangkan bahwa flavor dan aromarempah sangat ditentukan oleh jumlah komponen kimia penyusunnya danperbedaan komposisi komponen penyusun aroma akan menyebabkan perbedaanpula terhadap flavor dan aroma. Hal ini juga terbukti berdasarkan hasil penelitianbahwa minyak atsiri jahe emprit mempunyai aroma kuat khas tanaman jahe(Wulandari dan Purwanti, 2008).

Berdasarkan analisis GC-MS minyak atsiri jahe maka dapat diketahuibeberapa komponen kimia penyusun aroma minyak atsiri. Profil aroma minyakatsiri jahe dapat dilihat pada tabel 1. Komponen kimia penyusun aroma minyakatsiri jahe yang tertinggi dari penelitian adalah zingiberene. Hal ini sama denganhasil penelitian dari Hirasa dan Takemasa (1998).

Tabel 1. Profil Aroma Minyak Atsiri Jahe Emprit

No Komponen Kimia (%)

1 Zingberene 60,352 alpha-farnesene 9,843 beta-Bisalone 6,794 beta-Sesquiphellandrene 16,935 Benzene 8,806 Camphene 0,11

Rendemen Tepung Minyak Atsiri Jahe

Tepung minyak atsiri jahe merupakan mikrokapsul minyak atsiri jahe yangdibuat dari enkapsulan berupa maltodekstrin dengan perbandingan ((2:10), (2:15), dan(2:20)) dan gum arabik dengan perbandingan ((2:10), (2:15), dan (2:20)). Tepung minyakatsiri jahe dalam berbagai perlakuan kondisi proses dapat di lihat pada Tabel 2 di bawahini.

Berdasarkan data Tabel 2 dapat diketahui bahwa komposisi kadar enkapsulanberpengaruh terhadap tingkat rendemen. Namun demikian dari hasil penelitianmenunjukkan semakin tinggi konsentrasi bahan pengisi/filler tidak selalu akan dihasilkanrendemen yang tinggi. Hal ini disebabkan karena sifat konsistenasi maltodektrin dan gum

Page 171: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

162

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

adi. Akt

arabik terhadap panas selama proses pengeringan (spray drying) berbeda-beda sehinggadiperoleh tingkat rendemen yang berbeda.

Minyak atsiri merupakan senyawa volatil sehingga untuk terperangkap dalamsuatu filler tidak hanya dipengaruhi oleh interaksi antara proses pengeringan droplet(larutan hasil homogenisasi antara minyak atsiri jahe dan filler) dengan udara panas tetapijuga tergantung dari proses pembentukan droplet.

Tabel 2. Rendemen Tepung Minyak Atsiri pada Berbagai Enkapsulan

No Perlakuan % Rendemen1 M1 36,13a

2 M2 72,47d

3 M3 77,48e

4 G1 44,83c

5 G2 39,83b

6 G3 35,33a

Keterangan : * Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyatapada tingkat kepercayaan 95%.

Enkapsulan maltodektrin dalam penelitian dihasilkan rendemen mikrokapsulyang lebih besar dibandingkan gum arabik. Konsentrasi maltodektrin semakin tinggikonsentrasi maka diperoleh rendemen tepung atsiri yang tinggi, sedangkan gum arabicberpengaruh sebaliknya yaitu semakin tinggi akan diperoleh rendemen yang menurun.Hal ini disebabkan pada penggunaan filler maltodektrin, kondisi optimal proses untukterbentuknya fraksi droplet yang kompak belum tercapai sehingga semakin tinggikonsentrasi akan dihasilkan rendemen yang semakin meningkat.

Sedangkan penggunaan gum arabic sebagai filler, sesuai hasil penelitiandiperoleh rendemen yang menurun dengan konsentrasi yang meningkat. Hal inimenunjukkan bahwa kondisi optimal penggunaan gum arabik sebagai filler adalah padaberat 10 gram dengan berat minyak 2 gram.

Berdasarkan hasil penelitian dari dua jenis filler yang digunakan diperoleh duakondisi proses yang berbeda dalam pembuatan tepung minyak atsiri jahe kondisi pertama,untuk enkapsulan maltodektrim maka masih dimungkinkan untuk kondisi proses optimaldengan minyak atsiri 2 gram penambahan maltodektrin lebih dari 20 gram. Sedangkankondisi proses yang kedua yaitu untuk enkapsulan gum arabic maka diperoleh kondisioptimal untuk proses yaitu berat minyak atsiri 2 gram dan gum arabic 10 gram.

Aktivitas Air (Aw) Tepung Minyak Atsiri Jahe

Aktivitas air secara umum dinyatakan sebagai perbandingan antara tekanan uapair bahan dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama. Aw rendah berarti jumlahair yang tersedia sebagai pelarut dalam reaksi kimia sangat kecil, sehingga akanmenghambat reaksi kimia yang akan terj 15dilihat pada tabel 3.

ivitas air tepung minyak atsiri jahe dapat

Page 172: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

163

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Tabel 3. Aktivitas Air Tepung Minyak Atsiri Jahe

No Perlakuan Aw1 M1 0,39b

2 M2 0,31a

3 M3 0,33a

4 G1 0,35ab

5 G2 0,31a

6 G3 0,32a

Keterangan : * Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyatapada tingkat kepercayaan 95%.

Jumlah air didalam bahan yang tersedia untuk pertumbuhanmikroba dikenal dengan istilah aktivitas air. Jika kandungan air bahan diturunkan,maka pertumbuhan mikroba akan diperlambat. Terutama pertumbuhan bakteripatogen. Penghambatan mikroba secara total akan terjadi pada aw bahan pangankurang dari 0,6. ( Elvira Syamsir, 2008 dalam http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/1792972-aktivitas-air-dan-pertumbuhan-mikroba/)

Pada penelitian ini diperoleh aktivitas air di bawah 0,6. Hal itumenyatakan bahwa air yang tersedia sebagai pelarut pada reaksi kimia rendah,sehingga mikrokapsul tidak bisa digunakan sebagai media tumbuh mikrobia, Olahkarena itu mikrokapsul minyak atsiri jahe akan mempunyai umur simpan yangpanjang.

Kadar Air Tepung Minyak Atsiri Jahe

Pengamatan kadar air terhadap tepung minyak atsiri jahe digunakan untukmengetahui stabilitas tepung selama penyimpanan. Berdasarkan hasil analisa makadiperoleh kadar air tepung minyak atsiri jahe dalam berbagai kondisi proses seperti padatabel 4.

Tabel 4 . Kadar air tepung minyak atsiri jahe (%)

No Perlakuan Kadar Air1 M1 8,50d

2 M2 8,23a

3 M3 8,32c

4 G1 8,48d

5 G2 8,27ab

6 G3 4,29bc

Keterangan : * Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyatadengan uji Duncan dengan tingkat kepercayaan 95%.

Dari tabel di atas diketahui bahwa sampel M1 dan sampel G1 tidak beda nyata,sampel M2 dan G2 tidak beda nyata, serta sampel M3 dan G3 tidak beda nyata. Akantetapi pada masing-masing perlakuan dapat dilihat mempunyai kecenderungan menurun

Page 173: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

164

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

pada perlakuan M2 dan G2. Hal itu dimungkinkan prosentase suspensi yangmengakibatkan prosentase air terikat lebih rendah dibanding dengan yang lain.

Air terikat merupakan air yang berinteraksi diantara mereka sendiri membentuklapisan jamak molekul, atau yang berinteraksi dengan bahan padatnya dan membentuklapisan tunggal yang berada di permukaan bahan, mempunyai tekanan uap yang nilainyalebih rendah dibandingkan dengan tekanan uap murni pada suhu yang sama (Widyastuti,2003). Oleh karena itu dari data hasil penelitian diketahui pada masing-masing prosentasesuspensi yang sama tidak ada beda nyata karena kadar air terikatnya sama.

Tekstur Tepung Minyak Atsiri Jahe

Tekstur merupakan salah satu atribut mutu tepung yang penting. Teksturtepung ditentukan oleh ukuran partikel-partikelnya. Semakin kecil dan seragam ukuranpartikelnya, maka tepung semakin halus. Semakin besar dan tidak seragam ukuranpartikelnya, maka tepung terasa semakin kasar apabila diraba. Dari uji pembedaanterhadap tekstur tepung minyak atsiri jahe dengan bahan pengisi maltodekstrin dan gumarabik dapat dilihat pada tabel.6 di bawah ini.

Tabel 6. Tabel Analisa Uji Inderawi Tekstur Tepung Minyak Atsiri Jahe

No Perlakuan Tekstur1 M1 1,13a2 M2 1,20a3 M3 1,20a4 G1 1,20a5 G2 1,27a6 G3 1,27a

Keterangan :* Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata

pada tingkat kepercayaan 95%.* Nilai semakin rendah menunjukkan tekstur yang semakin halus.* Range nilai 1-5 dengan kisaran sangat halus sekali hingga tidak halus.

Dari analisa statistika yang dilakukan terhadap uji pembedaan tekstur tepungminyak atsiri jahe tidak ditemukan beda nyata antar sampel. Panelis memberikanpenilaian yang rendah terhadap semua sampel tepung minyak atsiri. Hal itu berarti panelismemberikan penilaian bahwa tekstur tepung minyak atsiri yang diihasilkan dengan bahanpengisi maltodekstrin dan gum arabik adalah sama dengan kriteria sama-sama sangathalus.

Aroma Tepung Minyak Atsiri Jahe

Aroma minyak atsiri salah satu penentu mutu minyak atsiri. Hasil uji

pembedaan terhadap aroma tepung minyak atsiri jahe dengan bahan pengisi gum arabik

dan maltodekstrin dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Page 174: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

165

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Tabel 7. Tabel Analisa Uji Inderawi Aroma Tepung Minyak Atsiri Jahe

No Perlakuan Aroma1 M1 2,33a2 M2 2,40ab3 M3 2,80c4 G1 2,07a5 G2 2,53bc6 G3 2,47bcKeterangan : * Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyatadengan uji Duncan dengan tingkat kepercayaan 95%.* Nilai semakin rendah menunjukkan warna yang semakin kuat.* Range nilai 1-5 dengan kisaran sangat kuat sekali hingga tidak kuat.

Dari hasil analisa statistika terhadap uji pembedaan terhadap aroma tepungminyak atsiri jahe dengan bahan pengisi maltodekstrin dan gum arabik ditemukan adanyabeda nyata antar sampel. Pada sampel dengan perlakuan M1 dan G1 tidak beda nyata.Sampel dengan perlakuan M2 dan G2 tidak beda nyata, sampel dengan perlakuan M3dan G3 juga tidak beda nyata. Hal itu terjadi karena pasangan perlakuan tersebut diberiperlakuan dengan konsentrasi minyak yang sama.

Kesimpulan

Karakteristik tepung minyak atsiri jahe dipengaruhi oleh bahan pengisi (filler)yaitu maltodektrin dan gum arabik. Karekteristik tepung tersebut antara lain rendementepung, kadar air, aktivitas air, tektur, warna, dan aroma.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rendemen tepung minyakatsiri jahe emprit adalah 35,33%-77,48%, Aw tepung berkisar antara 0,31–0,39.Kadar air tepung berkisar antara 8,23%-8,50%. Selain itu jenis filler diketahuitidak berpengaruh terhadap tekstur tepung tetapi akan berpengaruh terhadapwarna dan aroma tepung atsiri jahe.

Daftar Pustaka

Elvira Syamsir, 2008 Aktivitas Air dan Pertumbuhan Mikroba dalamhttp://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/1792972-aktivitas-air-dan-pertumbuhan-mikroba/)

Gunawan-Effendi , 1994. Teknik Mikroenkapsulasi Provitamin A Dari Minyak SawitMerah Dengan Metode Koeservasi Kompleks. Skripsi Fakultas TeknologiPertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gunther, E., 1990. Minyak Atsiri. Jilid III A. Jakarta: Penerbit Universitas IndonesiaHirasa, K. and M. Takemasa, 1998. Spices Science and Technology. Japan: Lion

Corporation, TokyoKoswara Sutrisno, 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,Aini Nur., 2001, Mikroenkapsulasi Pro Vitamin A dari Ekstrak Buah dan Tepung Labu

Kuning. Thesis, UGM.Rismunandar, 1988. Rempah-Rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Bandung : Sinar Baru.

Page 175: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

166

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Rostiana et all, 1991; Bermawie at all, 1999; Bermawie et all, 2000. PerkembanganTeknologi TRO Vol XV, No.2, 2003. www.balittro.go.id

Utami. I.S., 1992. Uji Inderawi : Evaluasi Sifat, Tekstur, Warna, Profit Sensoris.Jogjakarta: PAU Pangan Gizi UGM.

Wahyu Susihono.W., 2007. Ide Warga. IP.197.subnet.astinet. telkom.net.idWidyastuti, 2003, Satuan Operasi, Fakultas teknologi Pertanian, Diktat Kuliah,

Universitas Slamet Riyadi Suakarta.Wulandari,W.Y., 2006. Pengaruh Perlakuan Mekanis Rimpang Jahe (Zingiber officinale

Roscoe) Terhadap Tingkat Rendemen Minyak Atsiri dengan Destilasi Uap-air.Laporan Hasil Penelitian, Surakarta: FTP UNISRI

Page 176: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

167

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

JAHE (Zingiber officinale) SEBAGAI AGENSIA UNTUKMENGHAMBAT KERUSAKAN KIMIAWI PADA GEPLAK PEPAYA

Nanik Suhartatik1, Merkuria Karyantina1, Agung S Wardana1, Sumarmi2

1Fakultas Teknologi Pertanian,2Fakultas PertanianUniversitas Slamet Riyadi Surakarta

Email: [email protected]

Abstrak

Pepaya merupakan salah satu produk pangan yang mudah mengalami kerusakandan mempunyai nilai jual yang rendah. Salah satu diversifikasi produk olahan pepayaadalah geplak pepaya. Geplak mudah mengalami kerusakan karena komponen utama yangberupa kelapa. Komponen utama dalam kelapa, minyak/lemak, menyebabkan produkmudah mengalami ketengikan selama penyimpanan. Salah satu bahan yang berpotensiuntuk menghambat kerusakan yang terjadi pada geplak adalah jahe.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berat jahe yang dibutuhkan untuk dapatmenghambat kerusakan pada geplak pepaya, mengetahui kondisi penyimpanan untukgeplak pepaya. Rancangan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)Faktorial dengan 2 faktor yaitu kadar Jahe (0, 50, 75, 100 g/500 g adonan) dan lamapenyimpanan (14, 28, 42 hari) dalam suhu ruang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama disimpan kadar air, kadar abu,kadar lemak, protein dan angka asam cenderung semakin menurun. Kerusakan yangmuncul pertama adalah adanya jamur (hari ke 14) pada geplak dengan kadar jahe 100g/500 g adonan. Jahe kurang efektif dalam menekan kerusakan geplak akibat oksidasi danmikrobia. Geplak pepaya dengan kadar jahe 0 dan 50 g/500 g adonan masih layakdikonsumsi dibandingkan geplak dengan kadar jahe 75 dan 100 g/500 g adonan.

Kata kunci : Jahe, geplak, pepaya, kerusakan

PendahuluanBuah pepaya dapat kita jumpai di sepanjang jalan menuju Boyolali dan

sampai dengan saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Sifat buah pepayayang mudah rusak menuntut dilakukannya pengolahan/diversifikasi menjadiproduk lain yang lebih bermanfaat. Masyarakat belum banyak melakukan upayauntuk meningkatkan nilai jual dari buah pepaya dan lebih suka menjualnya di tepijalan raya. Hasil olahan pepaya yang sudah ada di pasaran meliputi; manisan,selai, dan keripik pepaya. Kelemahan pembuatan keripik pepaya adalahmemerlukan alat (vacuum frier) yang mahal dan tidak semua orang bisamembelinya.

Alternatif cara untuk mengolah buah pepaya adalah dengan pembuatangeplak. Kelebihan geplak adalah kandungan gulanya yang tinggi menyebabkandaya tahan produk menjadi lama. Selain itu nilai jualnya lebih tinggidibandingkan bila pepaya dijual dalam bentuk segar.

Dalam proses pembuatan geplak pepaya, salah satu komponen yangditambahkan adalah kelapa parut yang banyak mengandung minyak/lipid.

Page 177: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

168

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Meskipun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba dapat dicegahdengan kadar gula yang tinggi, namun hasil olahan pepaya menjadi geplak masihmudah mengalami kerusakan, yaitu ketengikan. Ketengikan terjadi karenaterjadinya proses oksidasi lipid yang menghasilkan asam lemak rantai pendek,peroksida, dan komponen volatil lainnya.

Terjadinya kerusakan oksidatif dapat dicegah dengan menambahkansenyawa yang dapat mencegah terjadinya oksidasi lipid, yaitu senyawaantioksidan. Beberapa jenis bahan hasil pertanian, herbal, atau rempah telahdiketahui mengandung senyawa yang mempunyai kemampuan sebagai senyawaantioksidan, seperti vitamin C, vitamin E, polifenol, tanin, dan senyawa lainnya(Carlsen et al., 2010). Salah satu jenis herbal yang banyak dikembangkan sebagaisenyawa antioksidan adalah jahe (Zingiber officinale).

Pemanfaatan jahe untuk menghambat kerusakan oksidatif pada geplak pepayabelum pernah dilakukan sehingga perlu diketahui terlebih dahulu berapa banyak jaheyang dibutuhkan untuk dapat menghambat kerusakan itu. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui berat jahe yang dibutuhkan untuk dapat menghambat oksidasi lipid padageplak pepaya, mengetahui kondisi penyimpanan yang dapat memperpanjang umursimpan geplak pepaya dan mengetahui masa simpan geplak pepaya dengan penambahanjahe sebagai antioksidan.

Metode Penelitian

BahanPepaya mentah, jahe dan gula pasir sebagai bahan penelitian diperoleh di

pasar tradisional di sekitar solo.

MetodeGeplak dibuat sesuai dengan perlakuan penambahan jahe, masing-masing

sebanyak 0 g, 50 g, 75 g, dan 100 g per 500 g adonan geplak. Metode pembuatangeplak dapat dilihat pada gambar 1. Kemudian geplak disimpan selama 2 minggu,4 minggu, dan 6 minggu. Setelah masa penyimpanan, geplak dianalisis untukkadar air (destilasi), kadar lemak (soxhletasi), kadar protein (mikro kjeldahl),angka asam, dan angka asam lemak bebas (sudarmadji dkk, 1984).Rancangan PercobaanPenelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2faktor, yaitu:

Faktor I : Kadar jaheP1 : 0 g/500 g adonanP0 : 50 g/500 g adonanP2 : 75 g/500 g adonanP3 : 100 g/500 g adonan

Page 178: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

169

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Faktor II : Lama PenyimpananF1 : 2 mingguF2 : 4 mingguF3 : 6 minggu

Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan.Masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Data yang diperoleh dianalisis

dengan analisis variance (anova), kemudian dilanjutkan dengan uji beda nyatayaitu DMRT (Duncan Multiple Range Test) dengan taraf signifikansi 5 %.

Kelapa Pepaya mengkal

Dikupas&dicuci dikupas

diparut diparut

Ditimbang 250 g dilayukan

Ditimbang 250 g

Gula PasirJahe Semua bahan dicampur

Dimasak sampai kalis dan Dikemas

Geplak Pepaya

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Geplak Pepaya

Hasil dan PembahasanGeplak adalah makanan yang terbuat dari parutan kelapa dan gula pasir

atau gula jawa, yang rasanya manis (Anonim4.2007). Namun padaperkembangannya geplak dapat dibuat dari bahan lain selain parutan kelapanamun masih tetap menggunakan bahan tambahan gula. Geplak termasuk jenismakanan kecil yang dapat tahan lama disimpan karena kandungan gula yangtinggi dan kadar airnya rendah.

Tahap penelitian ini adalah dengan membuat ekstrak jahe, dengan caradiparut. Parutan jahe tersebut dimasak dengan kelapa parut, parutan pepaya dangula pasir. Proses pemasakan dilakukan sampai adonan mulai mengering,

Page 179: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

170

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

14 hari 28 hari 42 hari9,428 b

9,488 b

9,192 bcde

0,179 f

0.127 d

0,159 e

0,156 e

0,109 c

0,203 h

kemudian dicetak. Pengemas yang digunakan adalah kertas minyak kemudiandimasukkan dalam plastik dan disimpan di ruangan terbuka.

Kadar AirGeplak merupakan produk yang mempunyai kadar air relatif rendah (<10%)

dan rasanya manis, karena kandungan gula cukup tinggi. Kandungan air yangrendah serta kadar gula yang tinggi mampu menekan pertumbuhan mikrobia.Namun tidak jarang dijumpai produk geplak yang tidak tahan lama dan berjamur,hal tersebut disebabkan oleh kurang baiknya proses pemasakan sehingga kadar airmasih tinggi dan memungkinkan jamur bisa tumbuh.

Hasil analisis kadar air geplak pepaya dengan variasi kadar jahe dan lamapenyimpanan menunjukkan bahwa kadar jahe berpengaruh nyata terhadap kadarair dalam geplak pepaya. Semakin banyak penambahan jahe maka kandungan airsemakin tinggi juga. Hal tersebut disebabkan karena kadar air jahe cukup tinggisehingga mempengaruhi kadar air geplak.

Semakin lama geplak pepaya disimpan, kadar air geplak mengalamiperubahan (uji pembedaan menunjukkan tidak berpengaruh nyata). Semakin lamageplak disimpan, secara visual geplak tampak semakin mengering dan teksturnyameremah (mawur).

Interaksi antara kadar jahe dan lama penyimpanan, setelah dilakukananalisis menunjukkan pengaruh yang sangat nyata. Kadar air jahe mempengaruhitingginya kadar air geplak dan semakin lama disimpan kadar air geplak semakinberkurang karena penguapan. Cara penyimpanan geplak dengan pengemas kertasminyak dan di udara terbuka, menyebabkan semakin cepatnya proses penguapanair dalam geplak.

Tabel 1. Kadar Air Geplak Pepaya selama Penyimpanan

Kadar Lama Penyimpanan

Jahe

0 g/500 g adonan

50 g/500 g adonan

75 g/500 g adonan

100 g/500 g adonan 8,445 abc 0,187 g 0,253 i

Keterangan: angka dengan notasi angka yang berbeda, menunjukkan berbeda nyata padauji dengan taraf signifikasi 5%

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada kadar air geplak hari ke 14 cenderungtinggi (rata-rata 9 %), dan semakin lama disimpan kadar air cenderung menurun.Kondisi tersebut disebabkan karena proses penyimpanan dalam keadaan terbukasehingga sangat memungkinkan terjadinya penguapan.

Page 180: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

171

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Kadar AbuKadar abu merupakan parameter nilai gizi bahan makanan berhubungan

dengan komponen mineral suatu bahan yang dibutuhkan tubuh seperti : kalsium,besi, dan fosfor. Dalam tubuh, mineral berfungsi sebagai pengatur dan pembangunoleh karena itu kehilangan mineral selama proses pengolahan sedapat mungkindibatasi (Sudarmadji et al., 1989).

Hasil analisis kadar abu geplak pepaya menunjukkan bahwa kadar jahe tidakmenunjukkan pengaruh yang nyata. Namun semakin lama disimpan, kadar abumenunjukkan pengaruh yang nyata. Semakin lama geplak pepayaa disimpan kadarabu semakin rendah, hal tersebut disebabkan komponen yang terdapat dalamgeplak terurai menjadi komponen yang lebih kecil.

Tabel 2. Kadar Abu Geplak Pepaya selama Penyimpanan

Kadar Lama PenyimpananJahe 14 hari 28 hari 42 hari

0 g/500 g adonan 0,672 c,d,e 0,615 b,c 0,533 a

50 g/500 g adonan 0,696 d,e 0,628 b,c 0,527 a

75 g/500 g adonan 0,723 e 0,640 b,c,d 0,580 a,b

100 g/500 g adonan 0,734 e 0,655 c,d 0,585 a,b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbedatidak nyata dengan uji DMRT

Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan jahe, kadar abusemakin tinggi, karena semakin banyak penambahan komponen yang berasal darijahe. Kadar abu tertinggi pada geplak dengan penambahan jahe 100 gram per 500gram adonan.

Kadar LemakBahan utama pembuatan geplak pepaya adalah parutan kelapa, dimana

kandungan lemak dalam pepaya cukup tinggi (15 gram per 100 gram kelapa).Daging kelapa sering diolah menjadi menjadi minyak kelapa, hal tersebutmenunjukkan bahwa daging kelapa mengandung minyak, yang mampumenyebabkan produk olahan kelapa mudah mengalami kerusakan karena oksidasi.

Salah satu upaya untuk menekan terjadinya kerusakan oksidatif produkolahan kelapa adalah dengan penyimpanan yang rapat dan tidak terkena mataharilangsung serta penambahan antioksidan yang mampu menangkap radikal bebasdalam produk pangan.

Dalam penelitian ini digunakan jahe sebagai antioksidan, yang diharapkanmampu memeperpanjang umur simpan jahe serta mencegah kerusakan oksidatifpada geplak. Kerusakan oksidatif bisa ditimbulkan karena terjadinya reaksi antaralemak dengan oksigen bebas.

Page 181: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

172

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar jahe dan lama penyimpanangeplak tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak pada geplak pepaya. Namuninteraksi antara kadar jahe dan lama penyimpanan sangar berpengaruh nyataterhadap kadar lemak pada geplak pepaya. Hal tersebut menunjukkan bahwapenambahan jahe dan lamanya penyimpanan menunjukkan reaksi yang akanmempengaruhi kadar lemak geplak pepaya. Jahe kurang mampu menekankerusakan pada geplak, semakin banyak kadar jahe secara visual produk geplaktampak berair, sehingga penambahan jahe kurang efektif untuk mengikat airdalam produk geplak pepaya.

Tabel 3. Kadar Lemak Geplak Pepaya selama Penyimpanan

Kadar Lama PenyimpananJahe 14 hari 28 hari 42 hari

0 g/500 g adonan 6,669 h 5,668 g 3,895 e

50 g/500 g adonan 5,488 g 4,851 f 2,185 d

75 g/500 g adonan 2,016 d,e 1,932 c,d 0,975 b

100 g/500 g adonan 1,652 c 1,188 b 0,243 a

Keterangan: angka dengan notasi angka yang berbeda, menunjukkan berbeda nyata pada ujidengan taraf signifikasi 5%

Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar lemak dalam geplak semakinmenurun seiring dengan semakin lama geplak disimpan. Hal tersebut disebabkanlemak yang ada pada produk teroksidasi oleh oksigen yang masih bisa masukdalam kemasan. Kerusakan karena oksidasi tersebut menyebabkan geplak menjaditengik.

Kadar ProteinProtein dalam bahan makanan sangat penting dalam proses kehidupan

organisme yang heterotrop. Keistimewaan protein adalah strukturnya yangmengandung N, disamping C, H, S dan kadang-kadang P, Fe dan Cu. Penentuanjumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan menentukanjumlah nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan (Sudarmadji et all, 1981).

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar jahe berpengaruhnyata terhadap kadar protein dalam geplak pepaya. Hal tersebut diakibatkan,kandungan protein dalam jahe cenderung sedikit, sehingga penambahan jahe tidakterlalu berpengaruh terhadap kandungan protein produk.

Lama penyimpanan akan berpengaruh nyata terhadap protein geplakpepaya, semakin lama produk disimpan kandungan protein semakin berkurangakibat adanya perombakan protein oleh mikrobia. Semakin lama produkdisimpan, produk tampak berjamur. Ini disebabkan karena kadar air bebas yangmasih tinggi sehingga memungkinkan bagi pertumbuhan jamur.

Page 182: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

173

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Interaksi kadar jahe dan lama penyimpanan akan memberikan pengaruhyang sangat nyata terhadap kadar protein geplak pepaya. Semakin lama disimpankandungan protein semakin berkurang akibat terjadinya denaturasi protein selamapenyimpanan.

Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar protein tertinggi pada produk yangdisimpan pada analisis hari ke 14, semakin lama disimpan kandungan proteinsemakin menurun. Protein yang terdapat dalam geplak dimanfaatkan olehmikrobia untuk pertumbuhannya, sehingga selama penyimpanan terjadinyadenaturasi protein menjadi komponen yang lebih kecil dan dimanfaatkan olehmikrobia. Kadar Jahe tidak terlalu mempengaruhi kandungan protein dalamgeplak pepaya.

Tabel 4. Kadar Protein Geplak Pepaya selama Penyimpanan

Kadar Lama PenyimpananJahe 14 hari 28 hari 42 hari

0 g/500 g adonan 2,077 e 1,989 d 1,731 b

50 g/500 g adonan 2,148 f 1,944 d 1,555 a

75 g/500 g adonan 2,193 f 1,861 c 1,764 b

100 g/500 g adonan 2,211 f 1,975 d 1,878 c

Keterangan: angka dengan notasi angka yang berbeda, menunjukkan berbeda nyata padauji dengan taraf signifikasi 5%

Angka AsamAngka asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat

dalam suatu lemak atau minyak. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligramNaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapatdalam satu gram lemak atau minyak. Angka asam pada suatu bahan akanmenunjukkan tingkat kerusakan komponen lemak atau minyak dalam produk.Salah satu komponen penting dalam pembuatan geplak pepaya adalah parutankelapa (shreded coconut).

Terjadinya hidrolisis minyak dapat dicegah dengan cara mengikat airyang terdapat di dalam sistem (lingkungan). Air di dalam produk seperti geplaktergolong dalam air yang terikat kuat. Air terikat kuat tidak dapat digunakan olehmikrobia sebagai media pertumbuhannya. Namun dari hasil penelitian inididapatkan bahwa air masih dapat digunakan sebagai media pertumbuhan, yangditunjukkan dengan adanya pertumbuhan jamur setelah penyimpanan selama 2minggu, produk tampak berjamur ( bintik-bintik kehitaman).

Air di dalam bahan dapat diikat dengan berbagai cara, salah satunya adalahdengan menambahkan bahan pengikat, seperti gula atau garam. Gula dan garamakan mengikat air dengan kuat sehingga tidak dapat dimanfaatkan sebagai mediapertumbuhan mikroba pembusuk atau kontaminan. Namun dari hasil penelitian

Page 183: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

174

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

didapatkan bahwa jahe tidak mampu menghambat kerusakan geplak pepaya.Dasar pemilihan jahe sebagai agensia antioksidan tidaklah tepat untukmemperpanjang umur simpan atau menghambat kerusakan geplak pepaya dariproses oksidasi. Kerusakan geplak pepaya lebih disebabkan karena jamur yangtumbuh sehingga perlakuan yang diterapkan pun seharusnya juga menggunakanbahan tambahan pangan alami yang efektif untuk menghambat pertumbuhanjamur.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar jahe, lamapenyimpanan dan interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap angka asamgeplak pepaya. Jahe mengandung minyak, sehingga penambahan jahe dalamgeplak akan mempengaruhi angka asam produk. Bahan baku geplak pepayaadalah kelapa yang juga memberikan sumbangan asam lemak pad produk.Semakin lama disimpan, produkb tampak semakin berminyak, hal tersebutdisebabkan oleh rusaknya lemak/minyak akibat terjadinya proses oksidasi. Produkdikemas dengan kertas minyak, dimasukkan dalam plastik, serta disimpan diudara terbuka, sehingga masih memungkinkan terjadinya proses oksidasi akibatkontak produk dengan oksigen.

Tabel 5 menunjukkan bahwa semakin lama geplak disimpan, angka asamcenderung semakin meningkat. Hal tersebut disebabkan karena lemak/minyakyang terdapat dalam produk mengalami kerusakan seiring dengan semakin lamaproduk disimpan. Semakin banyak penambahan kadar jahe, angka asam jugatampak semakin meningkat. Jadi dapat dikatakan bahwa jahe kurang efektif dalammencegah kerusakan minyak yang terjadi karena hidrolisis.

Tabel 5. Angka Asam Geplak Pepaya selama Penyimpanan

Kadar Lama PenyimpananJahe 14 hari 28 hari 42 hari

0 g/500 g adonan 0,686 a 0,830 b 0,972 c

50 g/500 g adonan 0,979 c 1,175 c 1,554 f

75 g/500 g adonan 1,265 d,e 1,345 e 1,604 f

100 g/500 g adonan 1,571 f 1,833 g 2,177 h

Keterangan: angka dengan notasi angka yang berbeda, menunjukkan berbeda nyata pada ujidengan taraf signifikasi 5%

Angka Asam Lemak BebasParameter lain yang digunakan sebagai indikator terjadinya kerusakan

terhadap minyak dalam produk adalah asam lemak bebas. Angka ini menunjukkantingkat kerusakan karena terjadinya hidrolisis, sama dengan angka asam. Hasilanalisis menunjukkan pola yang sama dengan hasil pada peneraan angka asam.Dari hasil ini juga dapat disimpulkan bahwa ekstrak jahe yang ditambahkan tidakefektif untuk menghambat pertumbuhan jamur.

Page 184: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

175

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Tabel 6. Angka Asam Lemak Bebas Geplak Pepaya selama Penyimpanan

Kadar Lama Penyimpanan

Jahe 14 hari 28 hari 42 hari

0 g/500 g adonan

50 g/500 g adonan

1,400 a

6,100 c

1,750 b,c

7,150 f,g

2,100 b

7,950 h

75 g/500 g adonan 6,450 d,e 6,850 e 7,050 e,f,g

100 g/500 g adonan 7,000 e,f 7,050 e,f,g 7,300 g

Keterangan: angka dengan notasi angka yang berbeda, menunjukkan berbeda nyata pada ujidengan taraf signifikasi 5%

Bahan tambahan makanan yang sering digunakan sebagai agensia untukmenghambat pertumbuhan jamur pada produk pangan adalah asam organik danbeberapa jenis polifenol seperti pada kayu manis. Jahe akan lebih memberikanefek perlindungan terhadap proses oksidasi.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar jahe dan interaksikadar jahe serta lama penyimpanan, sangat berpengaruh nyata terhadap angkaasam lemak bebas geplak pepaya. Komponen dalam jahe kurang efektif dalammencegah terjadinya oksidasi pada geplak. Semakin banyak kadar jahe justrumemicu tingginya angka asam lemak bebas pada geplak.

Lama penyimpanan tidak berpengaruh terhadap angka asam lemak bebaspada geplak. Semakin lama produk disimpan, angka asam lemak bebas cenderungsemakin meningkat. Angka asam lemak bebas tertinggi terdapat pada geplakpepaya dengan kadar jahe 100 g/500 g adonan yang disimpan selama 6 minggu.

Kesimpulan1. Produk geplak pepaya dengan penambahan kadar jahe 0 g/500 g adonan dan

50 g/500 g adonan, lebih efeketif dalam menekan kerusakan produk geplakdibandingkan dengan penambahan kadar jahe 100 g/500 g adonan.

2. Produk geplak pepaya dengan variasi kadar jahe 100 g/500 g adonan, mulaitidak layak untuk dikonsumsi setelah umur simpan 14 hari, karena sudahmulai ditumbuhi jamur.

3. Geplak pepaya dengan penambahan kadar jahe 0 dan 50 g per 500 adonan,masih layak dikonsumsi sampai umur simpan 14 hari.

4. Kerusakan oksidatif pada geplak pepaya kurang mampu ditekan mampuditekan dengan menggunakan penambahan jahe, dimungkinkan karenapengemas yang digunakan masih memungkinkan terjadi kerusakan oksidatif

Page 185: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

176

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Daftar Pustaka

Anonim, 2002. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah si Rimpang Ajaib. Jakarta: PTAgro Media

AOAC., 1992. Offcial Methods Of Analisa Of The Association Of Official analisaChemist. USA-Washington DC: Benyamin Franklin.Anonim , 2008. Pepaya. http://id.wikipedia.org/wiki/Pepaya (Kamis 6 Maret 08.

17.15 WIB)Husni, Indra. 2007. Gerakan Peningkatan Konsumsi Buah.

http://ditbuah.hortikultura.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=23&Itemid=2 (Kamis 6 Maret 08. 17.15 WIB)

Apriyantono. A., 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: PAU Pangan danGizi IPB.

Desrosier, N.W., 1970. The Technology of Food preservasition. WestportConnecticut : The AVI Publishing Company. Inc

Hernani dan M. Rahardjo, 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta: PenebarSwadaya. 99 hal.

Samiran. 2008. Pepaya Mengatasi Usia Tua.http://www.indomedia.com/Intisari/1999/Mei/b_pepaya.htm (Kamis 6Maret 08. 17.15 WIB)

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi., 1984. Prosedur Analisis untuk Bahan Makanandan Pertanian. Jogjakarta: Liberty.

Suprapti, L., 2003. Aneka Awetan Jahe. Jogjakarta: Kanisius..Kikuzaki, H. dan K. Nakatani, 1993. Antioksidan Effect of Some Ginger

Consituents.J. Food Sci. 58: p. 1407-1410

Page 186: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

177

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

PEMBUATAN SNACK STIK TEMPE DENGANSUBSTITUSI UBI JALAR KUNING

Linda Kurniawati1, Akhmad Mustofa1, Nanang Triwijaya2

1Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Slamet Riyadi, Surakarta2Alumni FTP UNISRI

Abstrak

Snack atau makanan ringan adalah makanan yang dibuat dengan bahanbaku tepung dan atau pati untuk pangan serta bahan tambahan lain serta bahantambahan yang diijinkan dengan atau tanpa proses penggorengan. Snack stiktempe adalah makanan ringan yang dibuat dengan bahan baku tepung atau patidan bahan tambahan lain yang bentuknya menyerupai stik. Karena bentuknyamenyerupai stik, snack stik tempe sangat praktis untuk dikonsumsi. Dalampenelitian ini mengunakan tempe dan tepung ubi jalar kuning sebagai susbtitusiterhadap snack stick bawang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahaipersentase penambahan tempe dan tepung ubi jalar kuning sehinggamenghasilkan snack stick bawang yang berkualitas dan disukai konsumen.Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses PengolahanPangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Slamet Riyadi Surakarta.Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAKL) yang terdiri daridua faktor perlakuan yaitu kadar subtitusi tempe (10%, 20 %, 30%, 40 % )dankadar substitusi tepung ubi jalar kuning (10 %, 20 %, 30 % ) Masing-masingperlakuan diulang dua kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidikragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range (DMRT) 5%.Hasilpenelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan kadar substitusi tempe 30 % dankadar substitusi tepung ubi jalar kuning 20 % disukai panelis (3,1 ). Snack stiktempe tersebut mempunyai kadar air 4,740 % , kadar abu 1,825 %, kadar protein1,412 %, dan kadar β-Karoten 12,655µg/100 gram, warna kuning, rasa/aromatempe agak terasa, rasa/aroma ubi jalar agak terasa, dan renyah.

Kata kunci : substitusi, tempe, ubi jalar kuning, snack.

PRODUCTION OF TEMPEH STICK SNACK WITHYELLOW SWEET POTATO FLOUR SUBSTITUTION

Abstract

Snack is a kind of food made of flour and or starch as main ingredienand other additionalpermitted materials with or without frying process. Tempehstick snack is made of flour or starch and other ingredients and its shape issimilar to stick. Because is semiliarity with stick, it is very practicial to beconsumed. This research used is tempeh and yellow sweet potato flour as

Page 187: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

178

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

subtitute to tempeh stick snack. This research is aimed at undestanding theadding precentage of tempeh and yellow sweet potato flour so that moredelicious and better garlic stick snack can be produced. This research wasconducted in Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan FakultasTeknologi Pertanian Universitas Slamet Riyadi Surakarta.this reseach usedcomplete random plan which consists of two treatment factors that is tempehsubtitution percentage (10%,20%,30%,40%) and yellow sweet potato floursubtitution percentage (10%,20%,30%). Each treatment was repeated twice.Data gathered was analiszed by analiysis of variance and followed by 5%Duncan Multiple Range Tes. The result showed that 30% subtitution panelists(3.1). the garlic stick snack has 4.740% water content, 1.825% ash content,1.412% protein content, and 12.655µ/100gram β-karoten content, yellowcolored, tempeh and sweet potato flavor were slightly detected, crispy,andoverall it is well liked.

Key words : subtitution, tempeh, yellow sweet potato, snack

PendahuluanPangan dan gizi merupakan masalah besar bagi Indonesia dan negara yang

sedang berkembang lainnya. Salah satu masalah yang dihadapi adalah kurangnya kaloriprotein (KKP). Populasi penduduk dunia yang berkembang sangat cepat menyebabkanpeningkatan kebutuhan protein (Indrasari et al., 2002). Pengadaan protein lebih mahaldaripada pengadaan karbohidrat dan lemak. Protein nabati lebih murah daripada proteinhewani. Salah satu sumber protein nabati yang banyak dimanfaatkan di Indonesia adalahkedelai. Kedelai sebagai sumber protein nabati dapat dibuat menjadi tempe (Anonim,1972).

Penerapan pengolahan dengan subtitusi bahan pangan dapat meningkatkansumber protein pada sumber pangan lokal. Salah satunya adalah sejenis makanan kecil(snack) yang dinamakan stik tempe. Untuk meningkatkan nilai protein pada stik tempemaka digunakan tempe dan tepung ubi jalar kuning sebagai bahan subtitusi. Stik tempemerupakan makanan kecil (snack) yang harganya terjangkau dan disukai oleh anak-anakmaupun orang dewasa. Substitusi tempe dan tepung ubi jalar kuning pada pembuatansnsck stik tempe akan menjadikan jajanan anak maupun makanan tradisional (oleh-olehkhas) yang bergizi.

Hasil penelitian CR Sirtori dari “Medical Research Center” Milan Itali danpenelitian Kowji serta Hudges mengatakan bahwa sebagai makanan tradisional tempeberpeluang dan berpotensi menurunkan kadar kolesterol darah pada tingkat normal,mencegah penyakit degeneratif seperti jantung koroner, diabetes, kanker danaterosklerosis serta sebagai sumber antioksidan yang baik (Endah, 2003).

Ubi jalar ada berbagai jenis yaitu ubi jalar putih, ungu dan kuning. Ubi jalarkuning banyak mengandung provitamin A dalm bentuk B- karoten 7.700 SI (Suprapti,2007). Oleh karena itu substitusi tepung ubi jalar kuning pada pembuatan snack stik

Page 188: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

179

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

bawang akan meningkatkan nilai gizinya. Selain itu pigmen karotenoid pada ubi jalarkuning sekaligus berfungsi sebagai pewarna kuning stik bawang tersebut.

Berdasarkan uraian di atas maka substitusi dengan tempe dan ubi jalar kuningakan meningkatkan nilai gizi stik bawang terutama nilai protein. Oleh karena itudiperlukan penelitian untuk mengetahui perlakuan yang optimal untuk menghasilkansnack stik tempe yang disukai oleh konsumen.

Tujuan Penelitian :1. Mengetahui kadar substitusi tempe yang optimal untuk menghasilkan snack stik

tempe yang berkualitas dan disukai konsumen.2. Mengetahui kadar substitusi tepung ubi jalar kuning yang optimal untuk

menghasilkan snack stik tempe yang berkualitas dan disukai konsumen.

Manfaat Penelitian :Aspek Ipteka. Memberikan sumbangan pengetahuan tentang formlasi makanan kecil (snack) yang

bergizi tinggi dan inovatif kepada masyarakat..b. Pengembangan produk olahan berbasis tempe dan ubi jalar.Aspek Ekonomia. Memberikan peluang usaha yang baru.b. Meningkatkan nilai ekonomi tempe dan ubi jalar kuning.Aspek Sumber Daya manusiaBagi masyarakat : Menciptakan lapangan kerja baru.

Tinjauan Pustaka

Tempe

Tempe adalah salah satu makanan tradisional yang dibuat dari kedelai melaluiproses fermentasi jamur, terutama Rhizopus sp. Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan,tapi kebanyakan tempe dibuat dari kedelai. Proses fermentasi menyebabkan komposisigizi tempe lebih baik dibandingkan dengan kedelai.

Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempemaka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna dalamtubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat darimeningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemakbebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein serta skor proteinnya.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna,diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai (Grant,1952 dalam Kasmijo 1990).

Tepung TeriguBahan baku utama pembuatan snack stik tempe yaitu tepung terigu. Tepung

terigu diperoleh dari penggilingan biji gandum (Triticum vulgare). Jenis tepung teriguberdasarkan kandungan proteinnya ada 3 jenis yaitu : soft flour, adalah tepung terigu yangkandungan proteinnya 8-9%, medium flour adalah tepung terigu yang kandungan

Page 189: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

180

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

proteinnya 9-10% dan hard flour adalah tepung terigu yang kandungan proteinnya 11-12%.

Ubi JalarUbi jalar merupakan salah satu komoditas pertanian sumber karbohidrat yang

dapat dihasilkan dalam waktu relatif singkat, yaitu hanya empat bulan setelah penanaman.Ubi jalar mempunyai rasa manis yang khas. Adapun rasa manis tersebut akan muncul danterasa apabila setelah dipanen ubi jalar tersebut disimpan lebih dahulu sebelum diolah.Hal tersebut disebabkan selama penyimpanan akan terjadi perubahan karbohidrat menjadiglukosa.

Ubi jalar banyak mengandung berbagai zat yang berguna bagi kesehatan. Ubijalar kuning mengandung provitamin A (β - karoten) yang sangat baik bagi kesehatantubuh. Pigmen karotenoid yang berwarna kuning dalam ubi jalar bisa digunakan sebagaimenu zat pewarna makanan yang aman bagi kesehatan. Di Indonesia ubi jalar kuningbaru sebatas dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan saus. Sedangkan usaha pemanfaatankearah lain masih dalam taraf penelitian ( Suprapti, 2007) .

Snack Stik Tempe.Snack atau makanan ringan adalah makanan yang dimakan sebagai selingan.

Menurut SNI (2000) makanan ringan adalah makanan yang dibuat dengan bahan bakutepung dan atau pati untuk pangan serta bahan tambahan lain serta bahan tambahan yangdiijinkan dengan atau tanpa proses pengorengan. Snack stik tempe adalah makananringan yang dibuat dengan bahan baku tepung atau pati dan bahan tambahan lain yangbentuknya menyerupai stick (Anonim, 2008). Karena bentuknya yang menyerupai stick,snack stik tempe sangat praktis untuk dikonsumsi. Baik untuk dikonsumsi di rumahmaupun konsumsi di tempat yang lain terutama bagi yang ada dalam perjalanan, sehinggasnack stik tempe sangat prospektif untuk dikembangkan. SNI Snack meliputi : kadar airmaksimal 4, kadar abu maksimal 5, rasa khas, bau normal, warna normal, tekstur renyah.

Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL)

factorial dengan 2 faktor, yaitu :Faktor I : Kadar Tempe (T1:10 %, T2: 20 %, T3: 30 %, dan T4: 40 %)Faktor II : Kadar Tepung Ubi Jalar Kuning (U1: 10 %,U2: 20 %, dan U3: 30 %)Sehingga diperoleh 12 kali perlakuan dan masing – masing perlakuan diulang satu kalidengan 2 kali ulangan analisis . Data yang diperoleh dianalisis dengan uji sidik ragampada jenjang nyata 0,05. Jika ada beda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan MultipleRange Test (DMRT) untuk mengetahui beda nyata antar perlakuan pada tingkatsignifikan 5%.

Alat dan Bahan PenelitianAlat Penelitian : Muffle, tabung kjeldahl, alat distilasi, penggiling mie, pisau,

telenan, pengocok telur, wajan, mixer, alat pengukus,alat penepung, cetakan, krusporselen, dan alat-alat gelas untuk analisis.

Page 190: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

181

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Bahan Penelitian : Tempe, tepung terigu, ubi jalar kuning, telur, bawang putih, margarin,garam, seledri, minyak goreng

Prosedur Penelitiana)Pembuatan Snack Stik Tempe (Nurani, 2009) yang dimodifikasi Tempe sesuai perlakuan (10%, 20%, 30%, dan 40%) Tepung ubi jalar kuning sesuai perlakuan (10%, 20%, dan 30%, ) Tepung terigu = 500 g Bawang putih = 50 g Margarin = 30 g Garam = 10 g Telur = 2 butir Sledri cincang = 2 sdm Minyak goreng

b) Cara Pembuatan Snack Stik Tempe ( Nurani, 2009) yang dimodifikasi. Tempe dikukus selama 15 menit, lalu dihaluskan Bawang putih dihaluskan Telur dikocok lepas, bersama garam, sledri cincang dan bawang putih. Tempe dan tepung terigu dicampur kemudian telur dimasukkan Adonan diuleni sampai rata dan margarin dimasukkan Adonan ditipiskan dan dicetak dengan alat penggiling mie Digoreng dalam minyak panas yang banyak sampai kunimg kecoklatan

Cara Pengumpulan Data1. Analisis Kadar Abu degan metode pengabuan (AOAC, 1992)2. Analisis Kadar Air dengan metode destilasi toulena (Baedhowi dan Pranggonowati,

1982)3. Analisis Kadar Protein dengan metode Lowry-Follin (AOAC,1992)4. Analisis β-Karoten ( Carr Price ) (AOAC, 1992)5. Uji Organoleptik : rasa, warna, aroma, kerenyahan, dan kesukaan keseluruhan dengan

metode Scoring test (Utami, 1992).

Waktu dan Tempat pelaksanaanPenelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan

Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Slamet Riyadi, Surakarta

Hasil dan Pembahasan

Kadar Air Snack Stik TempeHasil sidik ragam menunjukkan bahwa kadar substitusi tempe berpengaruh nyata,

sedangkan kadar substitusi tepung ubi jalar kunig tidak berpengaruh nyata pada snackstick tempe. Tabel 1 menunjukkan kadar air snack stik tempe meningkat sejalan dengansemakin tingginya kadar subtitusi tempe. Hal ini disebabkan karena kadar air tempe lebihtinggi dari pada kadar air tepung terigu. Terutama pada perlakuan kadar substitusi tempe30% dan kadar tepung ubi jalar kuning 30%

Page 191: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

182

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011Tabel 1. Rangkuman Hasil Analisis Kimia Snack Stik Tempe

Perlakuan Analisis Kimia

Kadar TepungUbijalar Kuning

KadarTemp

e%

Kadar Air(%)

KadarAbu(%)

KadarProtein

(%)

Kadar β-Karoten(µg/100gr)

10 %10 2,400 a 1,680 bc 1,163 a 7.255 a

20 3,240 abc 1,785 cd 1,393 b 6,485 a

30 3,990 bcde 1,575 ab 1,920 de 6,955 a

40 3,495 abcd 1,860 d 1,823 de 7.050 a

20 %10 2,745 ab 1,505 a 1,406 b 13,120 b

20 3,490 abcd 1,680 bc 1,579 bc 13,100 b

30 4,740 e 1,825 cd 1,412 b 12,655 b

40 3,740 bcd 2,065 e 2,014 e 12,300 b

30 %10 2,995 abc 1,725 bcd 1,700 cd 23.175 d

20 3,990 bcde 2,045 e 1,930 de 20,190 c

30 4,490 de 2,190 e 2,352 f 23,035 d

40 4,240 cde 2,345 f 2,390 f 20,810 c

Keterangan : Rerata yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan bedanyata pada taraf signifikan 5%.

Kadar Abu Snack Stik TempeHasil sidik ragam menunjukkan bahwa kadar substitusi tempe dan substitusi

tepung ubi jalar kuning berpengaruh nyata.Tabel 1 menunjukkan kadar abu snack stiktempe meningkat sejalan dengan semakin tingginya kadar subtitusi tempe dan subtitusitepung ubi jalar kuning. Terutama pada perlakuan kadar substitusi tempe 40% dan kadartepung ubi jalar kuning 30%. Hal ini disebabkan kandungan mineral tepung ubi jalarkuning lebih tinggi daripada tepung terigu (kalsium, fosfor, zat besi, natrium, dan kalium)(Suprapti, 2007).

Kadar Protein Snack Stik TempeHasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar substitusi tempe

berpengaruh nyata pada kadar protein snack stik tempe. Begitu pula kadar substitusitepung ubi jalar kuning berpengaruh nyata pada kadar protein snack stik tempe. Tabel 1menunjukkan bahwa kadar protein tertinggi yaitu sebesar 2,390%, dihasilkan dariperlakuan kadar substitusi tempe 40% dan kadar tepung ubi jalar kuning 30 %.

Sedangkan kadar protein terendah yaitu sebesar 1,163 %. bahan dihasilkan dariperlakuan kadar substitusi tempe sebesar 10 % dan kadar substitusi tepung ubi jalarkuning sebesar 10 %. Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar substitusi tempemaka kadar protein snack stik tempe semakin tinggi

Kadar β- Karoten Snack Stik TempeHasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar substitusi tempe tidak

Page 192: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

183

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011berpengaruh nyata pada kadar β- Karoten snackstik tempe, sedangkan kadar substitusitepung ubi jalar kuning berpengaruh nyata pada kadar β- Karoten snack stik tempe. Tabel1 menunjukkan bahwa kadar β- Karoten tertinggi yaitu sebesar 23,175 µg/100grambahan, dihasilkan dari perlakuan kadar substitusi tempe 10 % dan kadar substitusi tepungubi jalar kuning 30 %.

Sedangkan kadar β- Karoten terendah yaitu sebesar 6,485 µg/100gram bahandihasilkan dari perlakuan kadar substitusi tempe sebesar 20 % dan kadar substitusi tepungubi jalar kuning sebesar 10 %. Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin tinggi kadarsubtitusi tepung ubi jalar maka kadar β- Karoten snack stik tempe semakin tinggi

Tabel 2. Rangkuman Hasil Uji Organoleptik Snack Stik TempePerlakuan Uji Organoleptik

KadarTepungUbijalarKuning

KadarTempe

%

Warna Rasa /AromaTempe

Rasa/Aroma

UbijalarKuning

Kerenyahan KesukaanKeseluruhan

10 %10 3,00 cde 1,90 ab 1,80 ab 3,20 b 2,20b cd20 3,20 de 2,50 abc 2,00 abc 3,00 b 2,30 cd30 3,40 ef 2,60 bc 1,50 ab 2,50 b 1,70 ab40 3,70 fg 3,00 c 1,30 a 2,70 ab 1,60 a

20 %10 2,80 bcd 1,60 a 2,00 abc 2,90 ab 2,30 cd20 2,50 ab 2,30 abc 1,70 ab 2,70 ab 2,40 cd30 2,70 abc 2,20 abc 2,40 bc 3,10 b 3,20 e40 4,00 g 2,60 bc 2,30 bc 2,60 ab 2,20 bcd

30 %10 2,70 abc 1,50 a 2,80 c 2,70 ab 2,60 cd20 2,30 a 2,20 abc 2,30 bc 2,80 ab 2,70 d30 3,00 cde 2,00 ab 2,40 bc 3,00 b 2,60 cd40 3,400 ef 2,40 abc 210 abc 2,20 a 2,10 bc

Keterangan :Warna : Nilai tertinggi menunjukkan warna snack stik tempe semakin coklatRasa / Aroma Tempe : Nilai tertinggi menunjukkan rasa/ aroma.tempeRasa / Aroma Ubi Jalar : Nilai tertinggi menunjukkan rasa / aroma ubi jalar kuningKerenyahan : Nilai tertinggi menunjukkan kerenyahan snack stik tempeKesukaan keseluruhan : Nilai tertinggi menunjukkan dengan purata lebih tinggi menunjukkan

lebih disukai.

Warna Snack Stik TempeHasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar substitusi tempe

berpengaruh nyata pada nilai warna snackstik tempe. Begitu pula kadar substitusi tepungubi jalar kuning berpengaruh nyata pada nilai warna snack stik tempe. Tabel 2menunjukkan bahwa menurut penilaian panelis warna snack stik tempe semakin coklatdengan semakin banyaknya kadar substitusi tempe Menurut penilaian panelis dengansemakin banyaknya substitusi tepung ubi jalar kuning ada kecenderungan warna snackstik tempe semakin kuning, sehingga dapat menutupi warna tempe. Hal ini disebabkanadanya senyawa β- Karoten (karotenoid) pada tepung ubi jalar kuning. Menurut Winarno

Page 193: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

184

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

(1991) karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, merahorange serta larut dalam lipida. Karotenoid banyak terdapat dalam wortel, ubi jalar, kulitpisang, pepaya, dan pada beberapa bunga yang berwarna kuning.Rasa / Aroma Tempe

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar substitusi tempeberpengaruh tidak nyata pada rasa tempe snackstik tempe, Begitu pula kadar substitusitepung ubi jalar kuning tidak berpengaruh nyata pada rasa tempe snackstik tempe.Menurut penilaian panelis semua perlakuan cenderung tidak terasa tempe.Rasa / Aroma Ubi Jalar Kuning

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar substitusi tempeberpengaruh tidak nyata pada rasa ubi jalar kuning snack stik tempe. Begitu pula kadarsubstitusi tepung ubi jalar kuning tidak berpengaruh nyata pada rasa ubi jalar kuningsnackstik tempe. Berarti menurut penilaian panelis semua perlakuan rasa ubi jalar kuningpada snack stik tempe cenderung tidak terasa.

Kerenyahan Snack Stik TempeHasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar substitusi tempe

berpengaruh tidak nyata pada kerenyahan snack stik tempe. Begitu pula kadar subtitusitepung ubi jalar kuning tidak berpengaruh nyata pada kerenyahan snackstik tempe. Tabel2 menunjukkan bahwa menurut penilaian panelis subtitusi tempe dan tepung ubi jalarkuning tidak berpengaruh nyata pada kerenyahan snackstik tempe. Nilai kerenyahantertinggi dihasilkan pada perlakuan kadar subtitusi tempe 10 % dan kaar subtitusi tepungubi jalar kuning 10 % denga nilai 3,200 (renyah) dan nilai kerenyahan terendahdihasilkan pada perlakuan kadar subtitusi tempe 40% dan kadar substitusi tepung ubi jalarkuning 30 % dengan nilai 2,200 (agak renyah). Berarti menurut penilaian panelis semuaperlakuan cenderung renyah.

Kesukaan Keseluruhan Snack Stik TempeHasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa menurut penilaian panelis kadar

substitusi tempe berpengaruh nyata pada kesukaan keseluruhan snack stik tempe. Begitupula kadar substitusi tepung ubi jalar kuning berpengaruh nyata pada kesukaankeseluruhan. Snackstik tempe. Tabel 2 menunjukkan bahwa menurut penilaian panelissemakin banyak substitusi tempe semakin tidak disukai khususnya perlakuan kadarsubstitusi tempe 40% dan tepung ubi jalar kuning 10% tetapi pada formulasi dengankadar tepung ubi jalar kuning 20% semakin banyak substitusi tempe snack stik tempecenderung lebih disukai.

Substitusi ubi jalar kuning berpengaruh nyata pada pada kesukaan keseluruhansnackstik tempe. Semakin tinggi substitusi kadar tepung ubi jalar kuning maka snack stiktempe semakin disukai. Nilai kesukaan tertinggi dihasilkan pada perlakuan kadarsubstitusi tempe 30 % dan kadar substitusi tepung ubi jalar kuning 20 % dengan nilai3,200 (disukai) dan nilai kesukaan terendah dihasilkan pada perlakuan kadar substitusitempe 40 % dan kadar substitusi tepung ubi jalar kuning 10 % dengan nilai 1,6 (agakdisukai). Menurut penilaian panelis dengan semakin banyaknya substitusi tepung ubi jalarkuning ada kecenderungan snack stik tempe semakin disukai.

Page 194: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

185

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”,Surakarta, 8 Juni 2011

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan1) Substitusi kadar tempe dan substitusi tepung ubi jalar kuning berpengaruh nyata

terhadap kadar protein dan kesukaan keseluruhan2) Berdasarkan uji organoleptik maka hasil penelitian menunjukkan bahwa snack stik

tempe yang paling disukai diperoleh dari perlakuan kadar substitusi tempe 30% dankadar substitusi tepung ubi jalar kuning 20%.

3) Hasil snack stik tempe tersebut mempunyai kadar air 4,740 %, kadar abu 1,825 % ,kadar prorein 1,412. % dan kadar β-Karoten 12,655µg/100gram, warna kuning, rasa/aroma tempe agak terasa, rasa/aroma ubi jalar agak terasa, renyah, dan kesukaankeseluruhan disukai.kualitas hasil snack stik tempe tersebut sudah sesuai denganstandar SNI.

Saran1) perlu diadakan penelitian lanjutan menggunakan ubi jalar kuning segar tanpa

ditepungkan2) perlu diadakan penelitian lanjutan menggunakan jenis pengemas

Daftar Pustaka

Anonim, 1972. Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI.Jakarta : Bharata.

Anonim, 2000. Syarat Mutu Snack. http:www.BSN - Badan Standardisasi Nasional –National Standardization Agency of Indonesia.html. Anonim, 2008.

Aneka Snack dalam http//www. Dunia makanan.comAnonim, 2009. Komposisi Zat Gizi Tepung Tempe. http//www. Kimia. Lipi.netAOAC, 1992.. Assosiation Of Official Analiiycal Chemist. 16th ed Washington DC–USA :

Arlington Inc.Baedhowi dan Pranggonowati, S ., 1982. Petunjuk Praktek Pengawasan Mutu Hasil

Pertanian Jilid I, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Endah, R.A., 2003. Sudahkah Anda Mencoba Membuat Selai Tempe. Dalam Pikiran

Rakyat, edisi minggu 20 maret 2003. Jakarta : Pikiran RakyatIndrasari, D.S., Sutrisno dan K. Hartojo, 2002. Pengembangan Produk Aneka Tepung

Dan Perbaikan Mutu Produk Makanan Tradisional. Prosiding Seminar Nasional.Malang: PATPI

Kasmijo, 1990. Tempe. Mikrobiologi Dan Biokimia Pengolahan Serta Pemanfaatannya.Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi. : Jogjakarta UGM.

Matz, S. A., 1972. Food Texture. Westport Conecticut : The AVI Publishing Companyinc.

Nurani, Dyah , 2009. Diversifikasi Makanan Berbahan Tempe. Semarang : LP3M Unes.Suprapti, L. M., 2007. Tepung Ubi Jalar. Jogjakarta : Kanisius.Utami, 1992. Uji Inderawi : Evaluasi Sifat, Tekstur, Warna, Profit Sensoris. Jogjakarta :

PAU Pangan Gizi UGM.

Page 195: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

186 ISBN: 978-979-17342-0-2

KERJASAMA SPONSOR

1. BANK JATENG – SURAKARTA

2. BPR SURYA MAS – SURAKARTA

3. PT. TIGA PILAR SEJAHTERA, Tbk

4. ANDHY HARTONO OFFSET – SURAKARTA

5. CARREFOUR – SOLO BARU

6. PERKUMPULAN MASYARAKAT SURAKARTA

7. HARIAN SOLO POS

8. KUSUMA SAHID PRINCE HOTEL – SURAKARTA

9. PERUSAHAAN ROTI GANEP’S – SURAKARTA

10. PT. NIRAMAS UTAMA NIAGA – JAKARTA

11. PT. KALBE FARMA – JAKARTA

12. ROTI MILANO – SURAKARTA

13. CV. BIANGLALA –KARTASURA

14. CV. GITA - SURAKARTA

Page 196: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

187 ISBN: 978-979-17342-0-2

UCAPAN TERIMA KASIH

Fakultas Teknologi Pertanian UNISRIPusat Studi Pangan & Kesehatan

Masyarakat UNISRIPerkumpulan Masyarakat Surakarta

BPR Surya MasSurakarta

BANK JATENGSurakarta

Carrefour – Solo Baru

KARYA GRAFIKAAndhy Hartono Offset – Surakarta

PT NIRAMAS UTAMA NIAGAJakarta PT TIGA PILAR SEJAHTERA Tbk

Surakarta

Harian SoloposKUSUMA SAHID PRINCE HOTEL

Surakarta

PT KALBE FARMAJakarta ROTI GANEP’S

Surakarta

Page 197: ISBN: 978-979-17342-0-2 - pangan.unisri.ac.idpangan.unisri.ac.id/wp-content/uploads/2013/06/prosiding-juni-A.pdf · makalah Seminar ini dibagi menjadi 2 buku yaitu Buku A dan Buku

Seminar Nasional: “Membangun Daya saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal”, Surakarta, 8Juni 2011

188 ISBN: 978-979-17342-0-2

ROTI MILANOSurakarta CV. GITA

Surakarta

CV. BIANGLALAKartasura