isi hiperbilirubinemia

33
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin >5 mg/dL dan secara klinis tampak pewarnaan kuning pada kulit dan membran mukosa yang disebut ikterus. Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% neonatus cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan keadaan ini. Angka kejadian hiperbilirubinemia lebih tinggi pada neonatus kurang bulan. Bilirubin berasal dari degradasi heme yang merupakan komponen. Pada neonatus, hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga proses konjugasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini akan menyebabkan akumulasi bilirubin tak terkonjugasi didalam darah yang mengakibatkan neonatus terlihat bewarna kuning pada sklera dan kulit Bilirubin dalam darah terdiri dari dua bentuk, yaitu bilirubin direk danbilirubin indirek. Bilirubin direk larut dalam air dan dapat dikeluarkan melaluiurin. Sedangkan bilirubin indirek tidak larut dalam air dan terikat pada albumin.Bilirubin total merupakan penjumlahan bilirubin direk dan indirek. Pada kebanyakan neonatus baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa neonatus, terjadi peningkatan bilirubin 1 | HIPERBILIRUBINEMIA

Upload: ottiara-febriannisa-akbariah

Post on 26-Dec-2015

52 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

REFERAT ANAK CIBINONG

TRANSCRIPT

Page 1: Isi hiperbilirubinemia

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin >5 mg/dL dan secara klinis tampak

pewarnaan kuning pada kulit dan membran mukosa yang disebut ikterus. Hiperbilirubinemia

merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir.

Lebih dari 85% neonatus cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama

kehidupan disebabkan keadaan ini. Angka kejadian hiperbilirubinemia lebih tinggi pada

neonatus kurang bulan.

Bilirubin berasal dari degradasi heme yang merupakan komponen. Pada neonatus,

hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga proses konjugasi bilirubin tidak terjadi secara

maksimal. Keadaan ini akan menyebabkan akumulasi bilirubin tak terkonjugasi didalam

darah yang mengakibatkan neonatus terlihat bewarna kuning pada sklera dan kulit Bilirubin

dalam darah terdiri dari dua bentuk, yaitu bilirubin direk danbilirubin indirek. Bilirubin direk

larut dalam air dan dapat dikeluarkan melaluiurin. Sedangkan bilirubin indirek tidak larut

dalam air dan terikat pada albumin.Bilirubin total merupakan penjumlahan bilirubin direk dan

indirek.

Pada kebanyakan neonatus baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan

fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa neonatus, terjadi peningkatan

bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan menyebabkan

kematian dan bila neonatus tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan

menimbulkan sekuele nerologis. Dengan demikian, setiap neonatus yang mengalami kuning

harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau

patologis serta dimonitor apakah mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi

hiperbilirubinemia berat

Tujuan utama dalam penatalaksanaan hiperbilirubinemia adalah untuk mengendalikan

agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapatmenbimbulkan kernikterus atau

ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung dari hiperbilirubinemia pada

neonatus.

1 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 2: Isi hiperbilirubinemia

BAB II

HIPERBILIRUBINEMIA

Definisi

Hiperbilirubinemia didefinisikan sebagai kadar bilirubin serum total >5 mg/dL (86

μmol/L). Hiperbilirubinemia tampak sebagai ikterus, yaitu warna kuning pada kulit dan

mukosa yang disebabkan karena deposisi produk akhir katabolisme heme. Hiperbilirubinemia

merupakan kejadian yang sering dijumpai pada minggu-minggu pertama setelah lahir.

Hiperbilirubinemia neonatorum telah sejak lama dikenal. Penggunaan istilah

Kernikterus telah digunakan sejak awal tahun 1900 untuk menyebutkan pewarnaan kuning

pada basal ganglia neonatus yang meninggal akibat hiperbilirubinemia berat. Sejak tahun

1950 hingga 1970, terjadi peningkatan insiden penyakit Rhesus hemolitik dan kernikterus

sehingga pediatrisian menjadi lebih agresif dalam penatalaksanaan ikterus. Meskipun

demikian, beberapa faktor telah merubah manajemen penatalaksanaan ikterus.

Klasifikasi

a. Ikterus fisiologis

Adalah ikterus yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir di minggu pertama

kehidupannya, transiet, murni disebabkan oleh peningkatan bilirubin tak terkonyugasi akibat

proses fisiologis pada neonates. Proses tersebut antara lain karena penurunan level glukoronil

transferase, tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90

hari), belum matangnya fungsi hepar. Jika ikterus fisiologis, maka harus:

1. Tidak muncul pada hari pertama

2. Total bilirubin serum yang naik harus < 5 mg/dL dengan puncak < 12,9 mg/dL

pada hari ke 3 – 4 untuk bayi aterm dan < 15 mg/dL pada hari ke 5 – 7 untuk bayi

prematur

3. Bilirubin terkonjugasi harus < 2 mg/dL

4. Ikterus tidak menetap > 1 minggu pada bayi aterm dan > 2 minggu bagi bayi

prematur

2 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 3: Isi hiperbilirubinemia

b. Ikterus non fisiologis merujuk kepada keadaan sebagai berikut :

1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam

2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi

3. Peningkatan kadar bilirubin serum > 0,5 mg/dL/jam

4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari (muntah, letargis, malas menetek,

penurunan BB yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang tidak stabil)

5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada

bayi kurang bulan

Epidemiologi

Hiperbilirubinemia terjadi pada hampir setiap bayi baru lahir yang mengalami tingkat

serum bilirubin tak terkonjugasi lebih dari 30mmol /L (1,8 mg/dl) selama minggu pertama

kehidupan. Insidens hiperbilirubinemia di Indonesia pada bayi baru lahir di beberapa RS

pendidikan antara lain RSCM, RS Dr Sardjito, RS Dr Soetomo, RS Dr Kariadi bervariasi dari

13,7% hingga 85%.

Insiden hiperbilirubinemia di dunia dipengaruhi oleh berbagai etnisitas dan kondisi

geografis. Insiden lebih tinggi terjadi pada orang asia timur dan indian amerika disbanding

orang kulit hitam. Orang Yunani yang hidup di Yunani memiliki insiden yang lebih tinggi

daripada yang keturunan yunani yang tinggal di luar yunani.

Etiologi

1. Peningkatan produksi bilirubin melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya :

Hemolisis yang meningkat misalnya inkompabilitas darah fetomaternal (Rh dan

ABO)

Peningkatan jumlah hemoglobin polistemia (twin to twin sindrom).

Defisiensi enzim kongenital (G6PD,piruvat kinase)

2.Gangguan konjugasi dan transportasi

Defisiensi albumin dan UDPGt

malnutrisi, obat-obatan (aspirin, sulfadiazin), hipoksia menggangu ikatan protein.

Criggler-Najjar Syndrome

Hipotiroidisme, imaturitas hepar, hipoglikemia.

Defisiensi ligandin (protein Y, glutation S-transferase B)

anoksia/ hipoksia

3 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 4: Isi hiperbilirubinemia

3. Gangguan ekskresi

Obstruksi pada hepar. Misalnya, hepatitis, toksoplasmosis dan sifilis yang menghasilkan

toksin yang langsung menyerang hati, anomali kongenital.

Obstruksi pada saluran empedu. Misalnya, batu saluran empedu.

Peningkatan siklus enterohepatik

Penurunan asupan enteral, stenosis pilorik, ileus mekonium,atresia/stenosis usus,

Hirschprung Disease

Patofisiologi

Pembentukan Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir

dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi – reduksi.

Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme dengan

bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel

hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk

pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang dieksresikan ke dalam paru.

Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.

Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi bilirubin melalui

reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat

dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan,

diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.

Transportasi Bilirubin

Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial, selanjutnya

dilapaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai

kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang

rendahdan kapasitas ikatan molar yang kurang.Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini

merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transportasi kedalam

sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susuna syaraf pusat

dan bersifat nontoksik.

Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat – obatan yang

bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat – obat tersebut akan menempati tempat

4 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 5: Isi hiperbilirubinemia

utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat pula

melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin.

Obat – obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin:

Analgetik, antipiretik ( Natrium salisilat, fenilbutazon )

Antiseptik, desinfektan ( metal, isopropyl )

Antibiotik dengan kandungan sulfa ( Sulfadiazin, sulfamethizole, sulfamoxazole )

Penicilin ( propicilin, cloxacillin )

lain – lain ( novabiosin, triptophan, asam mendelik, kontras x – ray )

Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu:

1) Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian besar

bilirubin tak terkonjugasi dalam serum.

2) Bilirubin bebas

3) Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap dieksresikan melalui ginjal.

4) Bilirubin terkonjugasi yang terikat denga albumin serum.

Asupan Bilirubin

Pada saat kompleks bilirubin – albumin mencapai membrane plasma hepatosit,

albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melalui sel

membran yang berikatan dengan ligandin (protein y), mungkin juga dengan protein ikatan

sitosilik lainnya

Konjugasi Bilirubin

Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang larut

dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate glukuronosyl

transferase ( UDPG – T ). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin

monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida.

Bilirubin ini kemudian dieksresikan kedalam kalanikulus empedu. Sedangkan satu molekul

5 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 6: Isi hiperbilirubinemia

bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi

berikutnya.

Eksresi Bilirubin

Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan kedalam kandung

empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui feses. Setelah berada

dalam usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika

dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta – glukoronidase

yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati

untuk di konjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.

Kecepatan produksi bilirubin adalah 6-8 mg/kgBB per 24 jam pada neonatus cukup

bulan sehat dan 3-4 mg/kgBB per 24 jam pada orang dewasa sehat. Sekitar 80 % bilirubin

yang diproduksi tiap hari berasal dari hemoglobin. Bayi memproduksi bilirubin lebih besar

per kilogram berat badan karena massa eritrosit lebih besar dan umur eritrositnya lebih

pendek.

6 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 7: Isi hiperbilirubinemia

Pada sebagian besar kasus, lebih dari satu mekanisme terlibat, misalnya kelebihan

bilirubin akibat hemolisis dapat menyebabkan kerusakan sel hati atau kerusakan duktus

biliaris, yang kemudian dapat mengganggu transpor, sekresi dan ekskresi bilirubin. Di pihak

lain, gangguan ekskresi bilirubin dapat menggangu ambilan dan transpor bilirubin. Selain itu,

kerusakan hepatoseluler memperpendek umur eritrosit, sehngga menmbah hiperbilirubinemia

dan gangguan proses ambilan bilirubin olah hepatosit.

Mekanisme hiperbilirubinemia dan ikterus

Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :

pembentukan bilirubin secara berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi

oleh hati, gangguan konjugasi bilirubin, penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam

empedu akibat faktor intra hepatik yang bersifat opbtruksi fungsional atau mekanik.

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang

pertama,sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan terkonjugasi.

1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan

Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah merupakan

penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering

disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsungnormal, tetapi

suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan. Beberapa penyebab ikterus

hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S pada animea sel sabit), sel

darah merah abnormal (sterositosis herediter), anti body dalam serum (Rh atau autoimun),

pemberian beberapa obat-obatan, dan beberapa limfoma atau pembesaran (limpa dan

peningkatan hemolisis). Sebagaian kasus Ikterus hemolitik dapat di akibatkan oleh

peningkatan destruksi sel darah merah atau prekursornya dalam sum-sum tulang (talasemia,

anemia persuisiosa, porviria). Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis tak efektif Kadar

bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg / 100 ml pada bayi dapat mengakibatkan Kern

Ikterus.

2. Gangguan pengambilan bilirubin

Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat albumin oleh sel-sel hati

dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkan pada protein penerima.

Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan

7 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 8: Isi hiperbilirubinemia

bilirubin oleh sel-sel hati, asam flafas pidat ( di pakai untuk mengobati cacing pita ),

nofobiosin, dan beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan

Ikterus biasanya menghilang bila obat yang menjadi penyebab di hentikan. Dahulu Ikterus

Neonatal dan beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap oleh defisiensi protein penerima dan

gangguan dalam pengambilan oleh hati. Namun pada kebanyakan kasus demikian, telah di

temukan defisiensi glukoronil tranferase sehingga keadaan ini terutama dianggap sebagai

cacat konjugasi bilirubin.

3. Gangguan konjugasi bilirubin

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan ( < 12,9 / 100 ml ) yang mulai terjadi

pada hari ke dua sampai ke lima lahir disebut Ikterus Fisiologis pada Neonatus. Ikterus

Neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronik transferase.

Aktivitas glukoronil tranferase biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar

minggu ke dua, dan setelah itu Ikterus akan menghilang.

Kern Ikterus atau Bilirubin enselopati timbul akibat penimbunan Bilirubin tak

terkonjugasi pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak di obati

maka akan terjadi kematian atau kerusakan Neorologik berat tindakan pengobatan saat ini

dilakukan pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah dengan

fototerapi.

Fototerapi berupa pemberian sinar biru atau sinar fluoresen atau (gelombang yang

panjangnya 430 sampai dengan 470 nm) pada kulit bayi yang telanjang. Penyinaran ini

menyebabkan perubahan struktural Bilirubin (foto isumerisasi) menjadi isomer-isomer yang

larut dalam air, isomer ini akan di ekskresikan dengan cepat ke dalam empedu tanpa harus di

konjugasi terlebih dahulu. Fenobarbital (Luminal) yang meningkatkan aktivitas glukororil

transferase sering kali dapat menghilang ikterus pada penderita ini.

4. Penurunan eksresi bilirubin terkonjugasi

Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor Fungsional

maupun obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi .Karena bilirubin

terkonjugasi latut dalam air,maka bilirubin ini dapat di ekskresi ke dalam kemih, sehingga

menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen

kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi

dapat di sertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fostafe

8 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 9: Isi hiperbilirubinemia

alkali dalam serum, AST, Kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan garam-garam

empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh

hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning di bandingkan dengan

hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning jingga muda atau

tua sampai kuning hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu perubahan ini merupakan

bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus obstruktif. Kolestasis

dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola ) atau ekstra

hepatik ( mengenai saluran empedu di luar hati ). Pada ke dua keadaan ini terdapat gangguan

niokimia yang sama.

Sumber lain ada juga yang menyatakan penyebab dari hiperbilirubinemia adalah :

a. Produksi bilirubin yang meningkat : peningkatan jumlah sel darah merah, penurunan

umur sel darah merah, peningkatan pemecahan sel darah merah (inkompatibilitas

golongan darah dan Rh), defek sel darah merah pada defisiensi G6PD atau sferositosis,

polisetemia, sekuester darah, infeksi)

b. Penurunan konjugasi bilirubin, prematuritas, ASI, defek congenital yang jarang)

c. Peningkatan reabsorpsi bilirubin dalam saluran cerna : ASI, asfiksia, pemberian ASI

yang terlambat, obstruksi saluran cerna.

d. Kegagalan eksresi cairan empede : infeksi intrauterine, sepsis, hepatitis, sindrom

kolestatik, atresia biliaris, fibrosis kistik)

9 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 10: Isi hiperbilirubinemia

Diagnosis

Anamnesis

1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi

intra uterin, infeksi intranatal)

2. Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi

3. Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya

4. Riwayat inkompatibilitas darah

5. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa

Pemeriksaan Fisik

Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru

lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl atau

1000mikro mol/L (1mg/dl = 17,1 mikro mol/L).

Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa

hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan

terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang

kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap.

Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi

sinar. Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan

jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis

dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan

kemungkinan penyebab ikterus tersebut

Klasifikasi hiperbilirubinemia

10 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 11: Isi hiperbilirubinemia

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan serum bilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus

yang mengalami ikterus. Transcutaneous bilirubin (TcB)’ dapat digunakan untuk

menentukan kadar serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini

hanya valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 µmol/L), dan tidak ‘reliable’ pada

kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar.

Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi

dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan

pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar.

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab

ikterus

antara lain :

• Golongan darah dan ‘Coombs test’

• Darah lengkap dan hapusan darah

• Hitung retikulosit, skrining G6PD atau ETCOc

• Bilirubin direk

Penatalaksanaan

Strategi Pencegahan

a. Pencegahan Primer

Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12 kali/ hari untuk

beberapa hari pertama.

Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang

mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

b. Pencegahan Sekunder

Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta

penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.

Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin di monitor terhadap timbulnya

ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat

memeriksa tanda – tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 – 12 jam.

11 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 12: Isi hiperbilirubinemia

Penggunaan Farmakoterapi

a) Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi – bayi dengan rhesus yang berat

dan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan

tindakan transfusi tukar.

b) Fenobarbital merangsang aktivitas dan konsentrasi UDPG – T dan ligandin serta

dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin sehingga konjugasi bilirubin

berlangsung lebih cepat .Pemberian phenobarbital untuk mengobatan

hiperbilirubenemia pada neonatus selama tiga hari baru dapat menurunkan bilirubin

serum yang berarti. Bayi prematur lebih banyak memberikan reaksi daripada bayi

cukup bulan. Phenobarbital dapat diberikan dengan dosis 8 mg/kg berat badan

sehari, mula-mula parenteral, kemudian dilanjutkan secara oral. Keuntungan

pemberian phenobarbital dibandingkan dengan terapi sinar ialah bahwa

pelaksanaanya lebih murah dan lebih mudah. Kerugiannya ialah diperlukan waktu

paling kurang 3 hari untuk mendapat hasil yang berarti.

c) Metalloprotoprophyrin adalah analog sintesis heme.

d) Tin – Protoporphyrin ( Sn – Pp ) dan Tin – Mesoporphyrin ( Sn – Mp ) dapat

menurunkan kadar bilirubin serum.

e) Pemberian inhibitor b - glukuronidasi seperti asam L – aspartikdan kasein holdolisat

dalam jumlah kecil ( 5 ml/dosis – 6 kali/hari ) pada bayi sehat cukup bulan yang

mendapat ASI dan meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi

berkurang dibandingkan dengan bayi contro

Fototerapi

Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh

seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat Ward melihat bahwa bayi –

bayi yang mendapat sinar matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang

dibandingkan bayi – bayi lainnya. Cremer (1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai

melakukan penyelidikan mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari

penelitiannya terbukti bahwa disamping pengaruh sinar matahari, sinar lampu tertentu juga

mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi – bayi prematur lainnya.

Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam kapiler-kapiler superfisial dan

ruang-ruang usus menjadi isomer yang larut dalam air yang dapat diekstraksikan tanpa

metabolisme lebih lanjut oleh hati. Maisels, seorang peneliti bilirubin, menyatakan bahwa

12 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 13: Isi hiperbilirubinemia

fototerapi merupakan obat perkutan. Bila fototerapi menyinari kulit, akan memberikan foton-

foton diskrit energi, sama halnya seperti molekul-molekul obat, sinar akan diserap oleh

bilirubin dengan cara yang sama dengan molekul obat yang terikat pada reseptor.

Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan mengalami reaksi

fotokimia yang relatif cepat menjadi isomer konfigurasi, dimana sinar akan merubah bentuk

molekul bilirubin dan bukan mengubah struktur bilirubin. Bentuk bilirubin 4Z, 15Z akan

berubah menjadi bentuk 4Z,15E yaitu bentuk isomer nontoksik yang bisa diekskresikan.

Isomer bilirubin ini mempunyai bentuk yang berbeda dari isomer asli, lebih polar dan bisa

diekskresikan dari hati ke dalam empedu tanpa mengalami konjugasi atau membutuhkan

pengangkutan khusus untuk ekskresinya. Bentuk isomer ini mengandung 20% dari jumlah

bilirubin serum. Eliminasi melalui urin dan saluran cerna sama-sama penting dalam

mengurangi muatan bilirubin. Reaksi fototerapi menghasilkan suatu fotooksidasi melalui

proses yang cepat. Fototerapi juga menghasilkan lumirubin, dimana lumirubin ini

mengandung 2% sampai 6% dari total bilirubin serum dan lumirubin diekskresikan melalui

empedu dan urin.Lumirubin bersifat larut dalam air.

Mekanisme fototerapi.

Penelitian Sarici mendapatkan 10,5% neonatus cukup bulan dan 25,5% neonatus

kurang bulan menderita hiperbilirubinemia yang signifikan dan membutuhkan fototerapi.

13 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 14: Isi hiperbilirubinemia

Fototerapi diindikasikan pada kadar bilirubin yang meningkat sesuai dengan umur

pada neonatus cukup bulan atau berdasarkan berat badan pada neonatus kurang bulan, sesuai

dengan rekomendasi American Academy of Pediatrics (AAP)

Sinar Fototerapi

Sinar yang digunakan pada fototerapi adalah suatu sinar tampak yang merupakan

suatu gelombang elektromagnetik. Sifat gelombang elektromagnetik bervariasi menurut

frekuensi dan panjang gelombang, yang menghasilkan spektrum elektromagnetik. Spektrum

dari sinar tampak ini terdiri dari sinar merah, oranye, kuning, hijau, biru, dan ungu. Masing

masing dari sinar memiliki panjang gelombang yang berbeda beda.

Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menurunkan kadar bilirubin

adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425-475 nm. Sinar biru lebih baik dalam

menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan sinar biru-hijau, sinar putih, dan sinar

hijau. Intensitas sinar adalah jumlah foton yang diberikan per sentimeter kuadrat permukaan

tubuh yang terpapar. Intensitas yang diberikan menentukan efektifitas fototerapi, semakin

tinggi intensitas sinar maka semakin cepat penurunan kadar bilirubin serum.Intensitas sinar,

yang ditentukan sebagai W/cm2/nm.

Intensitas sinar yang diberikan menentukan efektivitas dari fototerapi. Intensitas sinar

diukur dengan menggunakan suatu alat yaitu radiometer fototerapi.28,36 Intensitas sinar ≥ 30

μW/cm2/nm cukup signifikan dalam menurunkan kadar bilirubin untuk intensif fototerapi.

Intensitas sinar yang diharapkan adalah 10 – 40 μW/cm2/nm. Intensitas sinar maksimal untuk

fototerapi standard adalah 30 – 50 μW/cm2/nm. Semakin tinggi intensitas sinar, maka akan

lebih besar pula efikasinya.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah jenis sinar,

panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus dan luas permukaan tubuh

neonatus yang disinari serta penggunaan media pemantulan sinar.

Intensitas sinar berbanding terbalik dengan jarak antara sinar dan permukaan tubuh.

Cara mudah untuk meningkatkan intensitas sinar adalah menggeser sinar lebih dekat pada

bayi.

Rekomendasi AAP menganjurkan fototerapi dengan jarak 10 cm kecuali dengan

menggunakan sinar halogen.Sinar halogen dapat menyebabkan luka bakar bila diletakkan

terlalu dekat dengan bayi. Bayi cukup bulan tidak akan kepanasan dengan sinar fototerapi

berjarak 10 cm dari bayi. Luas permukaan terbesar dari tubuh bayi yaitu badan bayi, harus

diposisikan di pusat sinar, tempat di mana intensitas sinar paling tinggi.

14 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 15: Isi hiperbilirubinemia

Rekomendasi AAP penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus sehat dan cukup bulan.

Usia ( jam ) Pertimbangan

terapi sinar

Terapi sinar Transfusi

tukar

Transfusi tukar

dan terapi sinar

25-48 >12mg/dl

(>200 µmol/L)

>15 mg/dl

( >250 µmol/L)

>20 mg/dl

(>340 µmol/L)

>25 mg/dl

(425 µmol/L)

49-72 >15mg/dl

(>250 µmol/L)

>18 mg/dl

(>300µmol/L)

>25mg/dl

(425 µmol/L)

>30 mg/dl

(510µmol/L)

>72 >17 mg/dl

(>290 µmol/L)

>20mg/dl

(>340µmol/L

>25mg/dl

(>425 µmol/L)

>30mg/dl

(>510 µmol/L)

Tatalaksana hiperbilirubinemia pada Neonatus Kurang Bulan Sehat dan Sakit ( >37 minggu )

Neontaus kurang bulan

sehat :Kadar Total Bilirubin

Serum (mg/dl)

Neontaus kurang bulan

sakit :Kadar Total Bilirubin

Serum (mg/dl)

Berat Terapi sinar Transfusi

tukar

Terapi sinar Transfusi

tukar

Hingga 1000 g 5-7 10 4-6 8-10

1001-1500 g 7-10 10-15 6-8 10-12

1501-2000 g 10 17 8-10 15

>2000 g 10-12 18 10 17

Kontraindikasi fototerapi adalah pada kondisi dimana terjadi peningkatan kadar

bilirubin direk yang disebabkan oleh penyakit hati atau obstructive jaundice.

Di dalam penggunaan terapi sinar, penelitian yang dilakukan selama ini tidak

memperlihatkan hal yang dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi, baik

komplikasi segera ataupun efek lanjut yang terlihat selama ini bersifat sementara yang dapat

dicegah atau ditanggulangi dengan memperhatikan tata cara pengunaan terapi sinar yang

telah dijelaskan diatas.

15 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 16: Isi hiperbilirubinemia

Kelainan yang mungkin timbul pada terapi sinar antara lain :

1. Peningkatan “insensible water loss” pada bayi

Hal ini terutama akan terlihat pada bayi yang kurnag bulan. Oh dkk (1972) melaporkan

kehilangan ini dapat meningkat 2-3 kali lebih besar dari keadaan biasa. Untuk hal ini

pemberian cairan pada penderita dengan terapi sinar perlu diperhatikan dengan sebaiknya.

2. Frekuensi defekasi yang meningkat

Banyak teori yang menjelaskan keadaan ini, antara lain dikemukankan karena

meningkatnya peristaltik usus (Windorfer dkk, 1975). Bakken (1976) mengemukakan

bahwa diare yang terjadi akibat efek sekunder yang terjadi pada pembentukan enzim

lactase karena meningkatnya bilirubin indirek pada usus. Pemberian susu dengan kadar

laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare. Teori ini masih belum dapat

dipertentangkan (Chung dkk, 1976)

3. Timbulnya kelainan kulit yang sering disebut “flea bite rash” di daerah muka, badan dan

ekstremitas. Kelainan ini segera hilang setelah terapi dihentikan. Pada beberapa bayi

dilaporkan pula kemungkinan terjadinya bronze baby syndrome (Kopelman dkk, 1976).

Hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar.

Perubahan warna kulit yang bersifat sementara ini tidak mempengaruhi proses tumbuh

kembang bayi.

4. Gangguan retina

Kelainan retina ini hanya ditemukan pada binatang percobaan (Noel dkk 1966). Penelitain

Dobson dkk 1975 tidak dapat membuktikan adanya perubahan fungsi mata pada

umumnya. Walaupin demikian penyelidikan selanjutnya masih diteruskan.

5. Gangguan pertumbuhan

Pada binatang percobaan ditemukan gangguan pertumbuhan (Ballowics 1970). Lucey

(1972) dan Drew dkk (10976) secara klinis tidak dapat menemukan gangguan tumbuh

kembang pada bayi yang mendapat terapi sinar. Meskipun demikian hendaknya

pemakaian terapi sinar dilakukan dengan indikasi yang tepat selama waktu yang

diperlukan.

6. Kenaikan suhu

Beberapa penderita yang mendapatkan terapi mungkin memperlihatkan kenaikan suhu,

Bila hal ini terjadi, terapi dapat terus dilanjutkan dengan mematikan sebagian lampu yang

dipergunakan.

16 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 17: Isi hiperbilirubinemia

7. Beberapa kelainan lain seperti gangguan minum, letargi, iritabilitas kadang-kadang

ditemukan pada penderita. Keadaan ini hanya bersifat sementara dan akan menghilang

dengan sendirinya.

8. Beberapa kelainan yang sampai saat ini masih belim diketahui secara pasti adalah

kelainan gonad, adanya hemolisis darah dan beberapa kelainan metabolisme lain.

Tranfusi Tukar

Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang

dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan

berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar

Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati

bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan

isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan

antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan

memperbaiki anemia.

Teknik Transfusi Tukar

a. SIMPLE DOUBLE VOLUME

Push-Pull tehnique : jarum infus dipasang melalui kateter vena umbilikalis/ vena

saphena magna. Darah dikeluarkan dan dimasukkan bergantian.

b. ISOVOLUMETRIC

Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui arteri umbilikalis dan

dimasukkan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang sama.

c. PARTIAL EXCHANGE TRANFUSION

Tranfusi tukar sebagian, dilakukan biasanya pada bayi dengan polisitemia.

17 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 18: Isi hiperbilirubinemia

Pelaksanaan tranfusi tukar:

1. Personel. Seorang dokter dan minimal 2 orang perawat untuk membantu persiapan,

pelaksanaan dan pencatatan serta pengawasan penderita.

2. Lokasi. Sebaiknya dilakukan di ruang NICU atau kamar operasi dengan penerangan dan

pengaturan suhu yang adekuat, alat monitor dan resusitasi yang lengkap serta terjaga

sterilitasnya.

3. Persiapan Alat.

a. Alat dan obat-obatan resusitasi lengkap

b. Lampu pemanas dan alat monitor

c. Perlengkapan vena seksi dengan sarung tangan dan kain penutup steril

d.Masker, tutup kepala dan gaun steril

e. Nier bekken (2 buah) dan botol kosong, penampung darah

f. Set tranfusi 2 buah

g. Kateter umbilikus ukuran 4, 5, 6 F sesuai berat lahir bayi atau abbocath

h. Three way stopcock semprit 1 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, masing-masing 2 buah

i. Selang pembuangan

j. Larutan Calsium glukonas 10 %, CaCl2 10 % dan NaCl fisiologis

k.Meja tindakan

Indikasi

Hingga kini belum ada kesepakatan global mengenai kapan melakukan transfusi tukar

pada hiperbilirubinemia.

.

18 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 19: Isi hiperbilirubinemia

Indikasi Transfusi Tukar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum berdasarkan keputusan WHO

Usia Bayi Cukup Bulan Sehat Dengan Faktor Risiko

Hari mg/dL mg/Dl

Hari ke-1 15 13

Hari ke-2 25 15

Hari ke-3 30 20

Hari ke-4 dan

Seterusnya

30 20

Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah

Berat badan (gram) KaKadar Bilirubin (mg/dL)

> 1000 10-12

1000-1500 12-15

1500-2000 15-18

2000-2500 18-20

Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:

Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis

Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia

Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin

Perforasi pembuluh darah

Komplikasi tranfusi tukar

19 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 20: Isi hiperbilirubinemia

1) Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis

2) Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung

3) Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis

4) Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih

5) Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan

6) Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia

Perawatan pasca tranfusi tukar

Lanjutkan dengan terapi sinar

Awasi ketat kemungkinan terjadinya komplikasi

Persiapan Tindakan Tranfusi Tukar:

a) Berikan penjelasan tentang tujuan dan risiko tindakan, mintakan persetujuan tertulis

dari orang tua penderita

b) Bayi jangan diberi minum 3 – 4 jam sebelum tindakan. Bila tranfusi harus segera

dilakukan isi lambung dikosongkan dengan sonde dan menghisapnya

c) Pasang infus dengan tetesan rumatan dan bila tali pusat telah mengering kompres

dengan NaCl fisiologis

d) Bila memungkinkan 2 jam sebelumnya berikan infus albumin

e) Pemeriksaan laboratorium pra tranfusi tukar antara lain semua elektrolit, dekstrostik,

Hb, hematokrit, retikulosit, trombosit, kadar bilirubin indirek, albumin, golongan

darah, rhesus, uji coombs direk dan indirek, kadar G6PD dan enzim eritrosit lainnya

serta kultur darah

f) Koreksi gangguan asam basa, hipoksia, dan hipotermi sebelum memulai tranfusi tukar

g) Periksa ulang apakah donor yang diminta telah sesuai dengan permintaan (cek label

darah)

BAB III

20 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 21: Isi hiperbilirubinemia

KESIMPULAN

Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau

usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data

epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang

dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya

Ikterus adalah perubahan warna kulit / sclera mata (normal beerwarna putih) menjadi

kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir

dapat merupakan suatu hal yang fisiologis (normal), terdapat pada 25% – 50% pada bayi

yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis (tidak normal) misalnya

akibat berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis (infeksi berat), penyumbatan

saluran empedu, dan lain-lain. Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam

darah >13 mg/dL.

Mempercepat proses konjugasi misalnya dengan pemberian fenobarbital, memberikan

substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi, melakukan dekomposoisis bilirubin

dengan fototerapi dan tranfusi tukar. Walaupun fototerapi dapat menurunkan kadar bilirubin

dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan tranfusi tukar pada proses hemolisis berat.

Fototerapi dapat digunakan untuk pra- dan pasca –tranfusi tukar.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah jenis sinar,

panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus dan luas permukaan tubuh

neonatus yang disinari serta penggunaan media pemantulan sinar.

DAFTAR PUSTAKA

21 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A

Page 22: Isi hiperbilirubinemia

1. Pedoman diagnosis dan terapi SMF Ilmu Kesehatan anak edisi III. 2008. Hal 17-21. RS

Umum Dr. Sutomo : Surabaya.

2. Buku ajar neonatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia edisi pertama 2008. Hal 147-168.

FKUI : Jakarta

3. Price, Sylvia M.Wilson Lorraine. Patofisiologi kedokteran. l994. EGC : Jakarta.

4. Diagnosis dan tatalaksana penyakit anak dengan gejala kuning Departemen Ilmu

Kesehatan Anak FKUI RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. 2007. FKUI : Jakarta.

5. Behrmand Kliegelman. Nelson Essential of Pediatrics,hal 592-98. Edisi 17. 2006. EGC:

Jakarta

6. Buku kuliah ilmu kesehatan anak FKUI. Edisi 3. 1985 Hal 1101-10. FKUI: Jakarta.

7. Murray Robert K, MD.PhD, 2001, Biokimia Harper ( Eds.25), EGC: Jakarta

8. Pedoman diagnosis dan terapi Ilmu Kesehatan Anak edisi III FK Unpad RSHS 2005. Hal

102-8. FK Unpad : Bandung.

9. Diakses pada www.smallcrab.com/anak-anak/535-mengenal-ikterus-neonatorum.

10. Bagchi A. phototherapy. Philadelphia: Lippincott Williams and Wikins, 2002. Hal 373-

80. Philadelphia

11. William Wilkins. Cahaya dan optika intisari fisika. 1996. Hal 141-45. Jakarta.

12. Diakses dari www.emedicine.com/view article/551363/2.

22 | H I P E R B I L I R U B I N E M I A