isi

54
BAB I PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) merupakan kasus yang sering ditemui. Infeksi virus dengue memiliki beberapa manifestasi dari asimtomatik hingga kasus yang berat seperti syok yang dapat berakibat fatal (Suhendro, 2009). Indonesia merupakan salah satu negara endemis DBD dengan angka pelaporan kasus paling tinggi dibandingkan negara- negara lain di Asia Tenggara. Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak. Seluruh wilayah di Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit Demam Berdarah Dengue karena virus penyebab dan nyamuk penyebabnya tersebar luas baik di rumah maupun di tempat-tempat umum. Pada saat ini seluruh provinsi di Indonesia sudah terjangkit penyakit ini baik di kota maupun di desa terutama di tempat yang pada penduduknya dan lancar arus transportasi (Siregar, 2004). Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan bahwa pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007) (Chen et al, 2009). Berdasarkan laporan dari Departemen Kesehatan Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi 31

Upload: nadia-ventiani

Post on 27-Dec-2015

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dbd

TRANSCRIPT

Page 1: Isi

BAB I

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan kasus yang sering ditemui.

Infeksi virus dengue memiliki beberapa manifestasi dari asimtomatik hingga kasus

yang berat seperti syok yang dapat berakibat fatal (Suhendro, 2009). Indonesia

merupakan salah satu negara endemis DBD dengan angka pelaporan kasus paling

tinggi dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara. Indonesia dimasukkan

dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO)

2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian

akibat DBD, khususnya pada anak. Seluruh wilayah di Indonesia mempunyai risiko

untuk terjangkit Demam Berdarah Dengue karena virus penyebab dan nyamuk

penyebabnya tersebar luas baik di rumah maupun di tempat-tempat umum. Pada saat

ini seluruh provinsi di Indonesia sudah terjangkit penyakit ini baik di kota maupun di

desa terutama di tempat yang pada penduduknya dan lancar arus transportasi

(Siregar, 2004).

Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan bahwa pada tahun 2006

(dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan

kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01%

(2007) (Chen et al, 2009). Berdasarkan laporan dari Departemen Kesehatan

Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa

provinsi, yang terbesar terjadi pada tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita

79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih (Kusriastuti, 2005).

Tercatat bahwa pada tahun 2002, 2003, 2004 dan 2005 terjadi kasus dalam jumlah

masing-masing 40.377, 52.000, 79.462 dan 80.837. Kejadian Luar Biasa (KLB)

terjadi pada tahun 2005, dengan Case Fatality Rate (CFR) mencapai 2%. Tahun

2006, total kasus DBD di Indonesia sudah mencapai 104.656 kasus dengan CFR =

1,03% dan tahun 2007 mencapai angka 140.000 kasus dengan CFR = 1%.

Berdasarkan data Depkes Sumbar, pada tahun 2007 di Kota Padang

ditemukan jumlah kasus DBD per 1000 penduduk adalah 2,13 dengan jumlah

kasus DBD 1.743. Sedangkan menurut Indikator Indonesia Sehat 2010 target

kasus DBD per 100.000 adalah 2. Jadi pada tahun 2007 terjadi peningkatan

31

Page 2: Isi

kasus DBD melebihi angka yang ditetapkan. Pada tahun 2008 terjadi penurunan

jumlah kasus DBD yaitu 0,01 per 1000 penduduk dengan jumlah kasus 11.

Di wilayah kerja Puskesmas Ambacang tahun 2008 diperoleh data penderita

DBD sebanyak 34 kasus, pada tahun 2009 terjadi peningkatan kasus mencapai 60

kasus, sedangkan pada tahun 2010 terjadi penurunan kasus. Pada tahun 2011

didapatkan data adalah 26 kasus dengan 2 kematian. Jumlah ini masih diatas angka

Kesakitan Nasional ( >2/100.000 penduduk). Dari 4 kelurahan di wilayah kerja

puskesmas Ambacang ( Pasar Ambacang, Lubuk Lintah, Anduring dan Ampang ),

kelurahan Pasar Ambacang tercatat memiliki kasus terbanyak yaitu 10 kasus.

Tercatat dalam laporan tahunan puskesmas Ambacang, untuk tahun 2013

terdapat total kejadian DBD sebanyak 38 kasus. Dan pada Januari 2014 sudah

tercatat 2 kasus kematian dikarenakan DBD berdasarkan hasil pencatatan di

lokakarya mini puskesmas Ambacang.

Masih kurangnya kepedulian masyarakat untuk menjaga kebersihan

lingkungannya menjadi salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya kejadian

DBD. Oleh karena itu, Puskesmas Ambacang sebagai unit pelaksana fungsional

berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta

masyarakat di bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama

memiliki peranan yang penting dalam menurunkan angka kejadian penyakit DBD.

Selain karena peningkatan kasus di wilayah kerja Puskesmas Ambacang dari

tahun sebelumnya, wilayah kerja Puskesmas Ambacang adalah salah satu wilayah

endemic DBD di Sumatra Barat. Maka sangat perlulah ditingkatkan upaya

pemberantasan DBD, khususnya di wilayah kerja Puskesmas Ambacang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah

bagaimana upaya penurunan kasus demam berdarah di wilayah kerja Puskesmas

Ambacang tahun 2014.

32

Page 3: Isi

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui masalah-masalah kesehatan di wilayah kerja

Puskesmas Ambacang tahun 2013

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui angka kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah

kerja Puskesmas Ambacang

2. Mntuk mengetahui faktor-faktor yang meningkatkan kejadian Demam

Berdarah Dengue

3. Mengetahui upaya pencegahan kasus Demam Berdarah Dengue

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi Mahasiswa

1. Meningkatkan kemampuan analisa terhadap masalah kesehatan yang

ada di wilayah kerja puskesmas serta cara mengatasinya

2. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam penulisan Plan of

Action (POA) di Puskesmas wilayah kerja

1.4.2 Bagi Puskesmas

1. Teridentifikasinya faktor risiko DBD yang ada di wilayah kerja

Puskesmas Ambacang.

2. Diperolehnya upaya pengendalian faktor risiko DBD yang bertujuan

agar angka kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Ambacang

menurun.

3. Tersusunnya rencana pelaksanaan kegiatan atau POA untuk kegiatan

pengendalian DBD di wilayah kerja Puskesmas Ambacang.

1.4.3 Bagi Masyarakat

1. Mencegah serta melindungi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

Ambacang dari serangan DBD

2. Meningkatkan pengetahuan serta kesadaran masyarakat wilayah kerja

Puskesmas Ambacang akan pentingnya upaya pencegahan DBD

33

Page 4: Isi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Overview Infeksi Dengue

2.1.1. Virus Dengue

Demam berdarah dengue (DBD) merupakanpenyakit demam akut yang

disebabkan oleh virus dengue yang sekarang lebih dikenal sebagai genus Flavivirus.

Virus ini memiliki empat jenis serotipe yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.

Antibodi yang terbentuk dari infeksi salah satu jenis serotipe tidak memberikan

perlindungan yang memadai untuk serotipe lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe

yang dominan dan paling banyak menimbulkan manifestasi klinis yang berat

(Suhendro, 2009).

Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti. Nyamuk aedes dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit

manusia yang sedang mengalami viremia, yakni dua hari sebelum panas hingga 5

hari setelah demam timbul. Virus yang terdapat pada kelenjar liur kemudian

berkembang biak dalam waktu 8-10 haridan selanjutnya dapat ditularkan kepada

manusia lain melalui gigitan. Sekali virus masuk dan berkembang biak dalam tubuh

nyamuk, nyamuk tersebut dapat menularkan virus (infektif) sepanjang hidupnya

(Suhendro, 2009).

2.1.2. Patogenesis

Patogenesis DBD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut adalah

hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis

immune enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder, akibat infeksi sekunder

oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu

dan menyebabkan kenaikan titer tinggi IgG antidengue. Replikasi virus

denguemengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya

mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan

permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular.

Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit (Ht), penurunan natrium (Na)

dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa. Pada pasien dengan syok berat, volume

34

Page 5: Isi

plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam

dan bila tidak ditangani secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia

yang dapat berakibat fatal (Suhednro, 2009).

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak

langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai

risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang

telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-

antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama

makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif

yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Suhendro, 2009).

2.1.3. Perjalanan Penyakit

Setelah masa inkubasi, penyakit ini diikuti oleh tiga fase, yaitu febris, kritis, dan

recovery (penyembuhan) (Pohan, 2009).

Gambar 2.1 Perjalanan Penyakit DBD

Fase Febris

Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu

tubuh sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas.

Fase ini biasanya akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka kemerahan,

35

Page 6: Isi

eritema, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala. Beberapa pasien

mungkin juga mengeluhkan nyeri tenggorokan ataumata merah (injeksi konjungtiva).

Sulit untuk membedakan dengue dengan penyakit lainnya secara klinis pada fase

awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini meningkatkan kemungkinan

adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat dijadikan parameter untuk

membedakan antara kasus dengue yang gawat dan tidak gawat. Oleh karena itu,

memperhatikan tanda-tanda peringatan (warning signs) dan parameter lain sangat

penting untuk mengenali progresi ke arah fase kritis (Pohan, 2009). Warning signs

meliputi (Pohan, 2009):

Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan

mukosa, pembesaran hati >2 cm

Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.

Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran

mukosa (hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama

demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5 demam.

Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur dan perdarahan gastrointestinal

(hematemesis, melena) juga dapat terjadi walau lebih jarang. Bentuk perdarahan

yang paling ringan, uji torniquet positif, menandakan adanya peningkatan fragilitas

kapiler (Pohan, 2009). Pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD mempunyai

hasil positif (Suhendro, 2009).

Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam.

Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,

bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae.

Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus. Penemuan laboratorium yang paling

awal ditemui adalah penurunan progresif leukosit, yang dapat meningkatkan

kecurigaan ke arah dengue (Pohan, 2009).

Fase Kritis

Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam mulai

cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini harus

diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga dibawah

37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan permeabilitas kapiler

36

Page 7: Isi

akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan peningkatan hematokrit.

Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis biasanya terjadi selama 24-

48 jam (Pohan, 2009)

Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat

merupakan tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi.

Temuan efusi pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran

plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit sebanding dengan

tingkat keparahan kebocoran plasma (Pohan, 2009)

Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis akibat

kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat tanda

kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan

kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, kecil

sampai tak teraba.Saat terjadi syok berkepanjangan, organ yang mengalami

hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi (impairment), asidosis metabolik, dan

koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan hebat

sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat (Pohan,

2009)

Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat

dikatakan menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang

menjadi fase kritis kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada pasien

perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya kebocoran

plasma (Pohan, 2009)

Fase Penyembuhan ( Recovery )

Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi

gradual cairan ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum pasien

membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status

hemodinamik meningkat, dan diuresis normal. Beberapa pasien akan mengalami

ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan disekitarnya dan pruritus

generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi juga sering ditemukan

37

Page 8: Isi

pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi yang

disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera

setelah demam turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian cairan

pada fase ini perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan edema

paru atau gagal jantung kongestif (Pohan, 2009)

2.2. Manajemen Kasus DBD

Manajemen kasus DBD meliputi beberapa tahap yakni (Pohan, 2009):

1. Penilaian:

Riwayat penyakit sekarang, riwayat pengobatan lalu, dan riwayat

keluarga

Pemeriksaan fisik, termasuk fisik umum dan mental

Investigasi, termasuk laboratorium rutin dan spesifik-dengue

2. Diagnosis, penilaian fase penyakit, dan keparahan

3. Manajemen: menetapkan tatalaksana berdasarkan manifestasi klinis dan hal-

hal terkait lainnya:

Rawat jalan (kelompok A)

Rawat inap (kelompok B)

Membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi (kelompok C)

2.2.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesis harus meliputi (Pohan, 2009): (1) Onset demam/penyakit, (2)

Jumlah intake oral, (3) Warning signs, (4) Diare, (5) Perubahan status

mental/kejang/ketidaksadaran, (6) Urin output (frekuensi, volume, dan waktu

terakhir kencing), (7) Riwayat keluarga atau tetangga yang mengalami DBD, riwayat

bepergian ke daerah endemis, kondisi penyerta (bayi, kehamilan, obesitas, diabetes

mellitus, hipertensi), bepergian ke hutan dan berenang di air terjun (mengarahkan

leptospirosis, tipus, malaria), riwayat penggunaan narkoba dan seks bebas (HIV

serokonversi akut).

Sedangkan pemeriksaan fisik harus meliputi (Pohan, 2009): (1) Status mental,

(2) Status hidrasi, (3) Status hemodinamik, (4) Takipnoe/pernapasan asidosis/efusi

38

Page 9: Isi

pleura, (5) Nyeri abdomen/ hepatomegali/asites, (6) Ruam dan manifestasi

perdarahan, (7) Uji torniquet.

2.2.2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin (Hb), kadar hematokrit

(Ht), jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis

relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke-3).

Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel

neutrofil. Pada akhir demam, jumlah leukosit, dan sel neutrofil bersama-sama

menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat.

Penurunan jumlah trombosit menjadi <100.000/µl. Pada umumnya trombosit

terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah

trombosit <100.000/µl biasanya ditemukan antara hari sakit 3-7. Pemeriksaan

trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal

atau menurun (Suhendro, 2009).

Peningkatan kadar hematokrit (>20%) yang menggambarkan

hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan

terjadinya perembesan plasma sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit

secara berkala. Nilai hematokrit juga dipengaruhi oleh penggantian cairan dan

perdarahan (Suhendro, 2009).

Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya

gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,

Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah

albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin (Pohan, 2009).

2.2.3. Pemeriksaan Radiologi

Pada foto toraks (DBD derajat III/IV dan sebagian besar derajat II)

didapatkan efusi pleura, terutama di hemitoraks sebelah kanan. Pemeriksaan foto

toraks sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi

pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

39

Page 10: Isi

2.2.4. Pemeriksaan Antigen dan Antibodi Virus

Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui

pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara

tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus.

Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama

(lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Pemeriksaan yang saat ini

banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan

IgG-anti dengue (WHO, 2005).

Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari kelima seelah

onset penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah berkurang. Kadar IgM

meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam 2 minggu dan menurun

hingga tak terdeteksi lagi setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG muncul beberapa hari

setelah IgM dan pada infeksi primer, produksi IgG lebih rendah dibandingkan IgM,

namun dapat bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi, bahkan seumur hidup.11

Sedangkan pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat lebih banyak dibandingkan

IgM dan muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM. IgG merupakan antibodi

predominan pada infeksi sekunder (WHO, 2005)

Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan antigen spesifik

virus dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Dengan metode ELISA,

antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12

demam pada infeksi primer dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder

dengue. Pemeriksaan ini juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang

tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena itu, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi

antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.

2.2.5. Diagnosis

Diagnosis DBD dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris. Berdasarkan

kriteria WHO 1997, diagnosis DBD secara klinis dapat ditegakkan bila semua hal di

bawah ini terpenuhi(Harrison, 2008):

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.

40

Page 11: Isi

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;

petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis, dan

melena.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,

dan hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu (Harrison, 2008):

• Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.

• Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan

perdarahan lain.

• Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di

sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.

• Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak

terukur.

Sedangkan menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan

fisik dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD ditegakkan dengan

melihat fase penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan), menentukan adanya

warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta apakah pasien

memerlukan rawat (Pohan, 2009).

Kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka DBD adalah pasien

tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue, adanya riwayat demam

lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah atau menurun, dan/atau trombositopenia ±

uji torniquet positif.

2.2.6. Penatalaksanaan

41

Page 12: Isi

Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah terapi

suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam penanganan

kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral, harus dipertahankan. Jika tidak

bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur intravena (SEA Region, 2007).

Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi lainnya, pasien

dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A), membutuhkan penanganan di

rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan membutuhkan penanganan emergensi atau

urgensi (kelompok C).

Kelompok-A

Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi

untuk minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam jam,

dan tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.

Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi

hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah

dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila warning

signs muncul. Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya adalah:

Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan

lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang

hilang akibat demam.

Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam.

Interval pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.

Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan

keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda

perembesan plasma atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan

trombosit (kelompok-B).

Kelompok-B

Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase kritis.

Kriteria rawat pasien DBD adalah (Pohan, 2009):

1. Adanya warning signs

42

Page 13: Isi

2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum, hipotensi

postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.

3. Perdarahan

4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak

syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).

5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites

6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia hemolitik,

overweight/ obese, bayi, dan usia tua

7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa transpor

memadai.

Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:

Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti

normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu kurangi

menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi 2-3

ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis.

Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit,

lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda

vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5–10

ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan periksa

kecepatan cairan infus berkala.

Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin output

0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus berkala saat

kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal ini bisa

diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht menurun.

Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.

Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap 1-

4 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum dan

setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan

fungsi organ sesuai indikasi.

Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:

Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9% atau

RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk pasien

43

Page 14: Isi

obese atau overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan volume

minimum untuk memelihara perfusi dan urine output selama 24-48 jam.

Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output

(volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan trombosit.

Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.

Kelompok-C

Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila mengalami

DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah. Resusitasi cairan

dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk menjaga volume

ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid pada keadaan syok

hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi. Tujuan akhir resusitasi

cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer (takikardia berkurang,

tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat dan hangat, dan CRT <2

detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran membaik, urin output >0,5

ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).

Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi

2.2.7. Indikasi Pulang Pasien DBD

Pasien dapat pulang apabila memenuhi semua kriteria berikut (WHO, 2009):

Klinis:

o Bebas demam selama minimal 48 jam

o Terdapat perbaikan ststus klinis (keadaan umum baik, nafsu makan

makan membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak

ada gangguan pernapasan)

Laboratoris:

o Peningkatan jumlah trombosit

o Hematokrit stabil tanpa cairan intravena

44

Page 15: Isi

BAB III

ANALISIS SITUASI

3.1 Sejarah Puskesmas

Puskesmas Ambacang terletak di salah satu Kelurahan pada Kecamatan

Kuranji kota Padang yaitu kelurahan Pasar Ambacang. Karena terletaknya

Puskesmas di kelurahan tersebut maka diberi nama Puskesmas Ambacang

Kuranji sesuai dengan masukan dari berbagai pihak antara lain Kepala Dinas

Kesehatan Kota Padang dengan sebutan ” Puskesmas Ambacang Kuranji ”

Awalnya pelaksanaan program puskesmas ini masih bekerja sama dengan

Puskesmas Kuranji, karena 4 kelurahan sebagai wilayah kerja Puskesmas

Kuranji. Pada tahun 2006 telah berdiri sendiri dapat dilaksanakan secara mandiri

dan berkesinambungan. Puskesmas Ambacang Kuranji diresmikan pada 5 Juli

2006 dengan 15 orang staf, dipimpin oleh Dr. Dewi Susanti Febri. Pada Maret

2009, beliau digantikan dengan Dr. Hj. May Happy, kemudian pada September

2012 digantikan lagi oleh Trice Erwiza, SKM dengan 46 orang staf.

Awalnya, pelaksanaan program puskesmas ini masih bekerja sama dengan

Puskesmas Kuranji, karena empat kelurahan sebagai wilayah kerjanya

sebelumnya merupakan wilayah kerja Puskesmas Kuranji. Akan tetapi, sekarang

program kerja Puskesmas Ambacang Kuranji telah dilaksanakan secara mandiri

dan berkesinambungan. Misi dari puskesmas ini sendiri yaitu menggerakkan

pembangunan berwawasan kesehatan. Sedangkan strateginya adalah mendorong

kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat, menyelenggarakan

pelayanan kesehatan bermutu dan terjangkau, meningkatkan kesehatan

perorangan, keluarga, dan masyarakat.

3.2 Gambaran Umum

Puskesmas Ambacang terletak di salah satu Kelurahan di Kecamatan Kuranji

Kota Padang yaitu Kelurahan Pasar Ambacang, Karena terletak di Kelurahan

45

Page 16: Isi

tersebutlah maka nama Puskesmaspun diberikan dengan nama yang sama yaitu

Puskesmas Ambacang Kuranji yang untuk selanjutnya sesuai dengan masukan dari

berbagai pihak antara lain dari Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang disebut dengan

”Puskesmas Ambacang” saja, Puskesmas ini pada awalnya merupakan bagian dari

Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat terbatas dalam bentuk ”Puskesmas

Pembantu ”yang berinduk ke Puskesmas Kuranji, dan sejak tahun 2006

dikembangkan menjadi Pusat Kesehatan Masyarakat dengan pelayanan penuh dan

terlepas dari Puskesmas Kuranji sendiri.

3.2.1 Geografi

Secara geografis wilayah kerja Puskesmas Ambacang berbatasan kecamatan

dan kelurahan yang menjadi tanggung jawab wilayah Puskesmas Ambacang. Batas -

batas wilayah kerja Puskesmas Ambacang yaitu :

Utara : Kelurahan Korong Gadang Kec. Kuranji.

Timur : Kecamatan Pauh,

Selatan : Kecamatan Pauh dan Lubuk Begalung.

Barat : Kecamatan Padang Timur dan Kecamatan Nanggalo.

Puskesmas Ambacang terletak pada 0° 55' 25.15", Lintang Selatan dan +100°

23' 50.14" Lintang Utara dengan Luas wilayah kerja Puskesmas Ambacang sekitar

12 Km2, mewilayahi 4 Kelurahan yaitu : Pasar Ambacang, Kelurahan Anduring,

Kelurahan Ampang dan Kelurahan Lubuk Lintah yang umumnya masayarakat

pengguna jasa pelayanan kesehatan mempunyai aksesibilitas yang mudah dari dan ke

Kelurahan

Bila dilihat dengan menggunakan Google Map maka Wilayah kerja

Puskesmas Ambacang terlihat sebagaimana dalam gambar berikut:

46

Page 17: Isi

Gambar 3.1. Foto dari Google Map wilayah Kerja Puskesmas Ambacang

Sedangkan bila dilihat dengan menggunakan Google Satelit adalah sbb :

Gambar 3.2. Foto dari Google Satelit wilayah Kerja Puskesmas Ambacang

47

Page 18: Isi

KECAMATAN PADANG TIMUR

KECAMATAN NANGGALO

KECAMATAN PAUH

KECAMATAN LUBUK

BEGALUNG

KECAMATAN PADANG UTARA

PETA WILAYAH KERJA UKSPUSKESMAS AMBACANG KECAMATAN KURANJI

GEOMAPPING SARANA KESEHATAN WILAYAH KERJA

PUSKESMAS

PUSTU

POSKESDES

KLINIK SWASTA

APOTIK

AMBULANPOSYANDU BALITA

5

7

7

9

POSYANDU LANSIA

1

2

1

2

Gambar 3.3. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang

3.2.2 Kondisi Demografis

Jumlah penduduk wilayah Puskesmas Ambacangadalah 48.518 jiwa, dengan

perincian sebagai berikut :

KelurahanPasarAmbacang : 17.399 jiwa

KelurahanAnduring : 13.875 jiwa

KelurahanLubukLintah : 10.075 jiwa

KelurahanAmpang : 7.172 jiwa

3.3 Sarana danPrasarana

Puskesmas Ambacang pada saat ini telah memiliki prasarana dan sarana yang

relatif lebih baik bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Prasarana gedung

dengan 2 lantai mampu dimanfaatkan untuk pelayanan dan kegiatan

administrasi/manajemen. Begitu pula prasaranakendaraan roda 4 dan roda 2 telah

mampu menjangkau pelayanan terutama luar gedung seperti posyandu, UKS dan

UKGS serta pembinaan desa siaga.

48

Page 19: Isi

Tabel 3.1 Data fasilitas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Ambacang

menurut kelurahan

KELU-

RAHAN

PUSKES-

MASPUSTU POSKESKEL RODA 2

KLINIK

BERSALIN

B.

P

Pasar

Ambacang

1 - 4 4 1 1

Anduring - - 1 - - -

Ampang - - 1 - - -

Lubuk

Lintah

- 1 1 - 1 -

Jumlah 1 1 4 4 2 1

Tabel 3.2 Data Upaya Kesehatan Bersumber daya masyarakat wilayah kerja

Puskesmas Ambacang

KELURAHANPOSYANDU

BALITA

POSYANDU

LANSIA

KELURAHAN

SIAGA

Pasar Ambacang 9 2 1

Anduring 7 1 1

Ampang 5 2 1

Lubuk Lintah 7 1 1

Jumlah 29 6 4

Tabel 3.3 Data fasilitas pendidikan di wilayah kerja Puskesmas Ambacang

menurut Kelurahan49

Page 20: Isi

KELURAHAN TK SD SMP SMU/K PT KET

Pasar

Ambacang3 10 3 2 -

Anduring 2 6 1 - -

Ampang 1 3 - - -

Lubuk Lintah 2 3 1 1 1

Jumlah 8 22 5 3 1

Data Sasaran Puskesmas

a. Jumlahpenduduk : 48.518 jiwa

b. Ibuhamil : 1.110 orang

c. Ibubersalin : 1.060 orang

d. Bayi : 1.009 orang

e. Balita : 4.803 orang

f. TK : 8 buah

g. SD : 22 buah

h. SMP/MTsN : 5 buah

i. SMA/SMK : 3 buah

j. PT : 1 buah

k. Rumahibadah : 65 buah

l. Pantiasuhan : 2 buah

m. Restoran/rumahmakan : 19 buah

n. Sarana air bersih : 6.726 buah

3.4 Ketenagaan

50

Page 21: Isi

Tabel 3.4 Data ketenagakerjaan di Puskesmas Ambacang

NO JenisPetugas

Status Pegawai PendidikanTerakhir

Jumlah KetPNS PTT

Suka

Rela/

Honor

S 2 S1 D IV D III D I

Sederajat

SLTA

1 DokterUmum 3 - - - 3 - - - - 3

2 Dokter Gigi 2 - - - 2 - - - - 2

3 SarjanaKesmas 2 - - 2 - - - - - 2

4 Bidan 12 6 1 - 1 2 14 2 - 19

5 Perawat 5 - - - - 4 - 1 5

6 Perawat Gigi 1 - - - - - - - 1 1

7 Kesling 3 - - - - 1 2 - - 3

8 Analis 2 - - - - - - - 2 2

9 AsistenApoteker 2 - - - - - - - 2 2

10 Nutrition/SKM 2 - - - - - 2 - - 2

11 RR 1 - 1 - - 1 - 2 2

Survelans/SKM 1 - 1 1

12 Sopir - - 1 - - - - - 1 1

13 Volunteer - - 3 3 3

Jumlah 36 6 6 2 7 3 19 5 9 48

3.5 Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi Penduduk

3.5.1. Kondisi Sosial dan Budaya

Suku terbesar yang ada di KecamatanKuranjiadalahSukuMinang, juga

ada beberapa sukulainny ayaitu Jawa dan Batak. Mayoritas agama yang

dianut masyarakatnya adalah Islam.

3.5.2. Kondisi Ekonomi

51

Page 22: Isi

Mata Pencaharian Penduduk:

a. Tani : 45%

b. Pegawai Negeri : 20%

c. Buruh : 5%

d. Swasta : 2%

e. Lain-lain : 18%

3.6 Visi, Misi, Strategi Dan Tujuan

3.6.1 Visi dan Misi

Dalam fungsinya sebagai penyelenggara pembangunan kesehatan di wilayah

kecamatan kuranji, Puskesmas Ambacang mempunyai VISI: Kecamatan Kuranji

Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan tercapainya visi ini dinilai dari 4 indikator

utama yaitu: Lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang

bermutu, adil dan merata serta derajat kesehatan penduduk kecamatan Kuranji yang

setinggi-tingginya.

Untuk mewujudkan visi ini Puskesmas Ambacang mengusung misi

pembangunan kesehatan diwilayah kecamatan Kuranji yang akan memberi dukungan

agar tercapainya visi pembangunan nasional yaitu:

Puskesmas Ambacang menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan

di wilayah

Mendorong kemandirian untuk hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di

wilayah kerja Puskesmas Ambacang

Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan

pelayanan kesehatan

Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan

masyarakat serta lingkungannya

3.6.2 Strategi

52

Page 23: Isi

Visi dan misi Puskesmas Ambacang akan dicapai dengan beberapa strategi

yang diwujudkan melalui kegiatan-kegiatan yang terencana, terarah dan

berkesinambungan. Beberapa strategi tersebut antara lain:

Meningkatkan Upaya Promosi Kesehatan

Meningkatkan koordinasi dan kerjasama yang lebih baik dengan Lintas sektor

Meningkatkan kwalitas SDM Puskesmas

Fungsi

Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yaitu Puskesmas

selalu memantau pelaksanaan pembangunan di wilayah kerjanya agar

senantiasa memperhatikan segi aspek / dampak kesehatan.

Pusat Pemberdayaan Masyarakat, yaitu membina masyarakat di wilayah

kerja untuk berperan serta aktif dan diharapkan mampu menolong diri

sendiri dibidang kesehatan.

Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama, yaitu memberikan pelayanan

kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh yang bermutu, merata,

berkesinambungan dan terjangkau oleh masyarakat.

Sejak awal berdirinya Puskesmas Ambacang tahun 2006 , sesuai dengan salah

satu fungsinya yaitu sebagai Pusat Pemberi Pelayanan kesehatan maka Puskesmas

Ambacang telah memberikan pelayanan secara optimal meliputi upaya :

Peningkatan / Promotif.

Pencegahan / Preventif

Pengobatan / Kuratif.

Pemulihan / Rehabilitatif.

Bertolak dari keempat pelayanan tersebut diatas maka usaha pokok Puskesmas

Ambacang bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan

upaya kesehatan masyarakat, yang jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional

merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut

dikelompokkan menjadi dua yakni:

53

Page 24: Isi

1. Upaya Kesehatan Wajib

Upaya Kesehatan Wajib meliputi:

* . Upaya Promosi Kesehatan

Upaya Kesehatan Ibu dan Anak termasuk Keluarga Berencana.

Upaya Perbaikan Gizi.

Upaya Kesehatan Lingkungan.

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

Upaya Pengobatan

2.Upaya Kesehatan Pengembangan.

Upaya Kesehatan Pengembangan meliputi:

Upaya Kesehatan Sekolah

Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat

Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut

Upaya Kesehatan Jiwa

Upaya Kesehatan Mata

Upaya Kesehatan Usia Lanjut

Pelayanan UGD.

Upaya pelayanan penunjang dari kedua upaya tersebut di atas antara lain

upaya laboratorium medis sederhana dan upaya laboratorium kesehatan masyarakat

serta upaya pencatatan pelaporan.

3.6.3 Tujuan

Sebagai tujuan akhir yang dicapai dari penjabaran visi, misi dan strategi

Puskesmas Ambacang adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di

wilayah kerja puskesmas Ambacang sehingga tercapai derajat kesehatan

yang setinggi-tingginya.

BAB IV

PEMBAHASAN

54

Page 25: Isi

Berdasarkan data surveilans penyakit menular di Puskesmas Ambacang,

jumlah kasus DBD dari tahun 2011 sampai 2013 tidak konstan, dan cenderung

mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 terdapat 58 kasus demam berdarah. Tahun

2012 terjadi peningkatan kasus menjadi 61 kasus, meningkat 3 kasus dari tahun

sebelumnya. Pada tahun 2013 terjadi 38 kasus, menurun 23 kasus dari tahun

sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2014, pada bulan januari sudah terdapat 2 orang

meninggal akibat DBD. Berikut adalah rekapitulasi angka kejadian DBD di wilayah

kerja Puskesmas Ambacang dari tahun 2011 sampai tahun 2013 serta januari 2014.

Tabel 4.3. Data kasus DBD 3 tahun terakhir

No. Kelurahan 2011 2012 2013 Januari

2014

Total Ket

1 Pasar Ambacang 20 24 12 - 56 Endemis

2 Lubuk Lintah 22 13 10 2 47 Endemis

3 Anduring 7 17 5 - 29 Endemis

4 Ampang 9 7 10 - 26 Endemis

Total 58 61 38 2 159

55

Page 26: Isi

KECAMATAN PADANG TIMUR

KECAMATAN NANGGALO

KECAMATAN PAUH

KECAMATAN LUBUK

BEGALUNG

KECAMATAN PADANG UTARA

PETA WILAYAH KERJA UKSPUSKESMAS AMBACANG KECAMATAN KURANJI

GEOMAPPING SARANA KESEHATAN WILAYAH KERJA

PUSKESMAS

PUSTU

POSKESDES

KLINIK SWASTA

APOTIK

AMBULANPOSYANDU BALITA

5

7

7

9

POSYANDU LANSIA

1

2

1

2

Berdasarkan data di atas, kejadian DBD di Kecamatan Kuranji terjadi di

setiap tempat di setiap tahunnya. Jumlah kasus tertinggi terjadi paling banyak di

keluarahan pasar ambacang 56 kasus kemudian lubuk lintah 47 kasus.Anduring dan

ampang berada di posisi ke 3 dan ke 4 dengan masing masing terjadi 29 kasus pada

kelurahan Anduring dan 26 kasus pada kelurahan Ampang. Dari data terbaru tahun

2014, sudah terjadi Kejadian Luar biasa kasus DBD, karena 2 orang tersebut

meninggal dunia. Dari ke 4 kelurahan di Puskesmas Ambacang dapat dikategorikan

bahwa seluruh daerah tersebut termasuk daerah endemis kasus DBD karena terjadi

kasus DBD di setiap tahunnya.

56

Page 27: Isi

Grafik 4.1 Data perbulan Peningkatan Kasus Demam Berdarah Dengue di Puskemas

Ambacang 2013

JANFEBMAR AP

RMEIJUNJULAGUSSEPTOKTNOVDES

02468

1012 11

8

1 1 2 3 3 3 3

0

3

1

JUMLAH : 38 kasus

Berdasarkan data di atas, kejadian DBD di Kecamatan Kuranji hingga pada

2013 adalah sebanyak 38 kasus. Jumlah kasus tertinggi terjadi pada bulan Januari

dan pada bulan oktober tidak tercatat adanya kejadian kasus DBD pada kecamatan

Kuranji

Tabel 4.4. Pencapaian fogging focus di Puskesmas Ambacng

No. TahunJumlah kasus DBD

positifSasaran fogging

focusFogging focus yang dilakukan per tahun

1 2011 58 kasus 100% 80%

2 2012 61 kasus 100% 80%

3 2013 38 kasus 100% 80%

Tabel diatas menjelaskan tentang target fogging focus per tahun dibandingkan

fogging focus yang dilakukan. Berdasarkan data, fogging focus yang dilakukan dari

tahun 2011 hingga tahun 2013 tidak mencapai target.

57

Page 28: Isi

Wilayah kerja Puskesmas Ambacang memiliki kasus DBD yang tinggi. Dari

bulan januar sampai bulan desember 2013 sudah mencapai 38 kasus, dan pada bulan

januari tahun 2014 terjadi KLB DBD karena ditemukan 2 orang korban meninggal di

kelurahan Lb Lintah. Keterlambatan penanganan kasus dapat menyebabkan

penderita jatuh pada keadaan syok yang dapat berujung pada kematian. Demam

berdarah adalah penyakit yang disebabkan oleh vektor nyamuk, sehingga

penyebarannya sangat cepat. Jika tidak segera dilakukakan tindakan, angka kejadian

DBD akan semakin tinggi.. Banyak upaya pencegahan dini yang dapat dilakukan

masyarakat guna mencegah terjangkit penyakit DBD, seperti perilaku dan kesadaran

masyarakat tentang kebersihan lingkungan, dan perilaku 3M+. Pemerintah juga telah

mencanangkan program yang bertujuan untuk menurunkan angka kejadian DBD,

seperti pembagian bubuk abate, fogging, dan publikasi program 3M+ melalui media

cetak dan elektronik.. Pencegahan DBD cukup dengan membersihkan lingkungan.

Intervensi perilaku dapat dilakukan dengan penyuluhan. Program pemerintah, seperti

program abate dan fogging, mempunyai alokasi dana yang tersendiri dari pemerintah.

Dengan berkurangnya kausa DBD, angka kesakitan dan kematian akibat DBD akan

berkurang, sehingga derajat kesehatan masyarakat akan meningkat. Dengan menjaga

kebersihan lingkungan, angka kejadian penyakit lainnya juga akan berkurang.

4.3 Analisis Akar Penyebab Masalah

Berdasarkan penilaian prioritas, yang menjadi masalah utama di Puskesmas

Ambacang adalah masih tingginya angka kejadian DBD di Kecamatan Ambacang.

Untuk itu, analisis akar penyebab dan upaya pemecahan masalah tingginya angka

kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Ambacang dinilai penting untuk

dilakukan.

1. Manusia

a. Masyarakat

Belum optimalnya kinerja kader yang berperan sebagai jumantik (juru

pemantau jentik). Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat setempat,

58

Page 29: Isi

peran kader dalam program jumantik kurang optimal karena sanagat jarang

masyarakat mendapat kunjungan dari kader program jumantik.

b. Tokoh Masyarakat

Belum optimalnya peran ketua RT dan RW dalam mengggerakkan

masyarakat untuk melaksanakan gotong royong bersama secara teratur.

Tenaga Kesehatan

Kurang optimalnya peran petugas puskesmas dalam pengawasan upaya

pemberantasan DBD, khususnya pemberantasan jentik nyamuk di rumah

warga di kelurahan Lubuk Lintah. Berdasarkan wawancara yang

dilakukan langsung ke masyarakat, masyarakat kurang merasakan

keikutsertaan petugas Puskesmas dalam memberantas DBD secara

langsung

2. Material

Kurangnya media informasi, seperti papan informasi, poster, pamflet, dan

leaflet di tempat-tempat umum untuk sosialisasi mengenai penyakit, cara

penularan, pencegahan, dan pengobatan DBD.

3. Metode

Belum optimalnya penyuluhan kesehatan mengenai penyakit, cara penularan,

pencegahan, dan pengobatan DBD, khususnya penyuluhan di luar gedung

yang hanya dilakukan di posyandu dan sekolah saja. Berdasarkan data dari

bagian promkes Puskesmas Ambacang mengenai penyuluhan luar gedung

pada tahun 3013 telah dilakukan penyuluhan DBD sebanyak 23 kali dengan

jumlah total peserta 407 orang, namun hanya terbatas pada posyandu dan

sekolah saja, sedangkan pada tempat-tempat umum lainnya, seperti pasar,

mesjid, atau perkantoran, belum dilakukan.

Kurang berjalannya kerjasama lintas sektoral dalam pencegahan dan

penganggulangan penyakit DBD. Berdasarkan hasil wawancara dengan

pimpinan puskesmas dan pemegang program P2P, penanggulangan kasus

DBD telah dilakukan oleh program-program terkait, namun belum

terintegrasi. Hal ini dikarenakan kurangnya kerja sama dari lintas sektoral.

59

Page 30: Isi

Hal ini sangat dirasakan ketika saat ingin memberikan penyuluhan mengenai

DBD, perizinan sangat sulit didapat untuk melakukan penyuluhan.

Belum optimalnya pelaksanaan pemeriksaan jentik berkala di tiap kelurahan

di wilayah kerja Puskesmas Ambacang.

Belum optimalnya pelaksanaan program fogging focus untuk pencegahan

penyakit DBD.

Belum optimalnya pelaksanaan gotong royong bersama untuk membersihkan

lingkungan sekitar rumah warga di wilayah kerja Puskesmas Ambacang

4. Lingkungan

Lingkungan kurang bersih dan tidak sehat. Berdasarkan hasil observasi

lapangan, ditemukan masih banyak barang bekas yang menumpuk di rumah

warga, dan berpotensi menjadi tempat penampungan air yang menjadi media

yang baik untuk tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

60

Page 31: Isi

4.4 Alternatif Pemecahan Masalah

4.4.1 Manusia

Penyuluhan kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Ambacang tentang

penyakit, cara penularan, dan pencegahan DBD.

Pelaksana : Pemegang program promkes dan dokter muda IKM

Sasaran : Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Ambacang

Waktu : Januari dan Juli 2014

Target : Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD,

cara penularan, dan pencegahan DBD dengan gerakan 3M+, yaitu:

mengubur barang-barang bekas, menutup tempat penampungan air

dan menguras bak mandi secara teratur, disertai dengan memakai

lotion anti nyamuk,

Pelaksanaan : Penyuluhan interaktif dengan masyarakat

Pengaktifan tim kader jumantik Puskesmas Ambacang.

Pelaksana : Kepala puskesmas dan pemegang program P2P DBD

Sasaran : Kader Jumantik

Waktu : 3 Februari 2014

Tempat : Puskesmas Ambacang

Target : Kader jumantik kembali aktif dalam pemeriksaan jentik berkala

Pelaksanaan : Pertemuan kepala puskesmas, pemegang program P2P DBD, dan

kader jumantik

Pelatihan kader jumantik.

Pelaksana : Pemegang program P2P DBD

Sasaran : Kader Jumantik

Waktu : 3 Februari 2014

Tempat : Puskesmas Ambacang

43

Page 32: Isi

Target : Pengetahuan kader jumantik mengenai DBD meningkat,

khususnya mengenai jentik nyamuk

4.4.2 Material

Penyebaran leaflet dan penempelan poster mengenai penyakit DBD, cara

penularan dan cara pencegahan DBD di wilayah kerja Puskesmas Ambacang.

Pelaksana : Petugas promosi kesehatan dan pemegang program P2P DBD

Sasaran : Masyarakat di wilayah kerja puskesmas Ambacang

Waktu : 23 Janauri- 5 Februari 2014

Tempat : Puskesmas, posyandu, kantor lurah, sekolah, masjid, rumah

makan

Target : Tertempel poster di tempat-tempat strategis pada setiap kelurahan,

misalnya : posyandu, kantor lurah, sekolah, masjid, rumah makan.

Tersebar leaflet tiap penyuluhan.

Pelaksanaan : Penyebaran leaflet sewaktu penyuluhan di mesjid dan penyebaran

leaflet pada pengunjung puskesmas. Penempelan poster di

puskesmas dan tempat-tempat umum lainnya.

4.4.3 Metode

Penyusunan jadwal bersama antara pemegang program promkes, kesling, dan

P2P dalam upaya untuk meningkatkan kerjasama lintas program.

Pelaksana : Pimpinan puskesmas

Waktu : 1 x 3 bulan

Sasaran : Pemegang program promkes, kesling, dan P2P

Target : Meningkatnya kerjasama lintas program, terutama promkes,

kesling, P2P, dan pembina wilayah, sehingga dapat turun bersama

ketika ditemukannya kasus DBD yang baru.

Pelaksanaan : Rapat pertama tanggal 25 Januari 2014

Pengaturan jadwal (time schedule)

44

Page 33: Isi

Pertemuan dengan tokoh masyarakat (lurah, ketua RT, ketua RW) di wilayah

kerja Puskesmas Ambacang untuk menggerakkan warganya agar melaksanakan

program 3M+.

Pelaksana : Kepala puskesmas, pemegang program promkes, kesling, P2P

DBD, pembina wilayah

Sasaran : Camat, lurah, ketua RT, dan ketua RW di wilayah kerja

Puskesmas Ambacang

Waktu : 1 Februari

Tempat : Puskesmas Ambacang

Target : Tokoh masyarakat paham tentang pentingnya pelaksanaan

program 3M untuk pencegahan penyakit DBD

Tokoh masyarakat berperan aktif dalam menggerakkan warganya

untuk melaksanakan program 3M

Pelaksanaan : Membahas peran tokoh masyarakat dalam menggerakkan

warganya untuk pelaksanaan program 3M

Pemeriksaan jentik berkala di wilayah kerja Puskesmas Ambacang diikuti dengan

pemberian bubuk abate.

Pelaksana : Juru pemantau jentik (jumantik), dan petugas puskesmas

Sasaran : Tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk ditemukan di rumah

warga, seperti bak mandi, pot, lubang-lubang pohon, pagar

bambu, dan lain-lain

Waktu : 1 x 3 bulan

Target : Angka bebas jentik meningkat dan bubuk abate terdistribusi ke

masyarakat.

Petugas dapat mengidentifikasi lingkungan yang berpotensi

terjangkit penyakit menular dengan vektor nyamuk, terutama

DBD, sehingga dapat dilakukakan tindak lanjut penanganan

segera untuk mengurangi angka kejadian.

45

Page 34: Isi

Pelaksanaan : Pemeriksaan jentik berkala tiap 3 bulan.

Pemeriksaan pertama dilakukan tanggal 1 Maret 3014 di wilayah

kerja Puskesmas Ambacang, diikuti dengan pembagian bubuk

abate.

4.4.4 Lingkungan

Gotong royong rutin di lingkungan Kecamatan Kuranji.

Pelaksana : Pembina wilayah dan tokoh masyarakat setempat

Sasaran : Masyarakat Kecamatan Kuranji

Waktu : 1 x 1 bulan

Tempat : Lingkungan Kecamatan Kuranji

Target : Lingkungan Kecamatan Kuranji bersih dan sehat

Pelaksanaan : Gotong royong rutin dan penanaman TOGA. Gotong royong

pertama dilakukan tanggal 2 Februari 2013.

Lomba kelurahan bebas jentik.

Pelaksana : Puskesmas Ambacang

Sasaran : Masyarakat Kecamatan Kuranji

Waktu : 1 x setahun

Tempat : Kecamatan Kuranji

Target : Seluruh kelurahan berpartisipasi dalam lomba kelurahan bebas

jentik

Pelaksanaan : Lomba dilakukan rutin setiap tahun, dengan kerjasama dengan

dinas kesehatan kota dan tokoh masyarakat di Kecamatan Kuranji.

Kelurahan terbersih akan mendapatkan piala bergilir.

46

Page 35: Isi

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Angka kejadian DBD di wilayahkerjaPuskesmasAmbacangnaik turun dari

setiap tahun. Beberapa daerah di wilayah kerja Puskesmas Ambacang memiliki

jumlah kasus DBD yang tinggi, dan januari 2014 telah terjadi KLB DBD .Tejadinya

kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Ambacang dapat disebabkan oleh:

a. Masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit, cara penularan,

pengobatan,dan pencegahan DBD.

b. Kurang optimalnya penyuluhan mengenai penyakit DBD, cara penularan,dan

pencegahannya.

c. Kurang nyamedia informasi,seperti papan informasi, poster, pamflet, dan leaflet

tentang penyakit DBD dan upaya pencegahannya, di tempat-tempat umum.

d. Belum optimalnya pemeriksaan jentik berkala.

e. Kurang optimalnya peran kader jumantik.

f. Lingkungan kurang bersih dan tidak sehat.

g. Belum optimalnya pelaksanaan gotong royong rutin untuk membersihkan

lingkungan.

h. Belum optimalnya peran tokoh masyarakat dalam menggerakkan masyarakat

untuk berperilaku hidup bersih dan seha tmelalui program 3M+.

Pencegahan dan penanggulangan masalah tingginya angka kejadian DBD di

Kecamatan Ambacang adalah:

Penyusunan jadwal bersama antara pemegang program promkes, kesling, dan

P2P dalam upaya untuk meningkatkan kerjasama lintas program.

Penyuluhan kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Ambacang tentang

penyakit,cara penularan, dan pencegahan DBD.

Penyebaran leaflet dan penempelan poster mengenai penyakit DBD,cara

penularan dan cara pencegahan DBD di wilayah kerja Puskesmas Ambacang.

Pengaktifan tim kader jumantik Puskesmas Ambacang.

Pelatihan kader jumantik.

47

Page 36: Isi

Pemeriksaan jentik berkala di wilayah kerja Puskesmas Ambacang diikuti dengan

pemberian bubuk abate.

Lomba kelurahan bebas jentik.

Pertemuan dengan tokoh masyarakat (lurah, ketua RT, ketua RW) di wilayah

kerja Puskesmas Ambacan guntuk menggerakkan warganya agar melaksanakan

program 3M+.

Gotong royong rutin di lingkungan KecamatanKuranji.

5.2 Saran

Analisis penyebab masalah dan inovasi dalam pemecahan masalah tingginya

angka kejadian DBD di wilayahkerja Puskesmas Ambacang perlu ditingkatkan,

sehinggaangka kejadian DBD di wilayah Kecamatan Kuranji dapat diturunkan,

dantarget indikator Indonesia Sehat 2015 dapat tercapai.

Bagi Mahasiswa

3. Agar dapat meningkatkan kemampuan menganalisa terhadap masalah

kesehatan yang ada di wilayah kerja puskesmas serta cara

mengatasinya

Bagi Puskesmas

4. Agar dapat mengidentifikasifaktorrisikoDBD yang ada di

wilayahkerjaPuskesmas Ambacang dengan lebih baik.

5. Agar dapat lebih berupayamengendalikan faktorrisikoDBDyang

bertujuan agar angkakejadianDBD di

wilayahkerjaPuskesmasAmbacang menurun.

6. Agar dapat menyususunrencanapelaksanaankegiatanatau POA

untukkegiatanpengendalian DBD di wilayahkerjaPuskesmas

Ambacang dengan lebih baik.

Bagi Masyarakat

3. Agar dapat meningkatkan program pencegahan serta pelindungandiri

sendiri dan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Ambacang dari

serangan DBD.

4. Agar dapat meningkatkan pengetahuan serta kesadaran akan

pentingnya upaya pencegahan DBD.

48

Page 37: Isi

DAFTAR PUSTAKA

Malavinge G, Fernando S, Senevirante S.Dengue Viral Infection. Postgraduate

Medical Journal. 2004;Vol 80:p. 588-601.

Kusriastuti R. Kebijaksanaan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue Di

Indonesia. Jakarta: Depkes R.I; 2005.

Siregar FA, 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di

Indonesia, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara

Departemen Kesehatan RI. Perkembangan Kasus Demam Berdarah di

Indonesia. http://www.depkes.go.id . Diakses tanggal 18 Januari 2014.

Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah

Dengue. Medicines 2009:22;1.

Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam:

Sudoyo, A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta:

Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2009.p.2773-9.

WHO.2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and

Dengue Haemorrhagic Fever

49

Page 38: Isi

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah

Dengue. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Departemen Kesehatan Sumatera Barat. 2007. Profil kesehatan Kota Padang tahun

Laporan Tahunan Puskesmas Ambacang. 2013. Puskesmas Ambacang, Padang,

Sumatera Barat

Lokakarya Mini Puskesmas Ambacang. 2014. Puskesmas Ambacang, Padang,

Sumatera Barat

WHO. 2011. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and

Control.World Health Organization

Fact Sheet on Dengue and Dengue haemorrhagic fever.World Health Organization

Sudan, 2005. Diunduh dari www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/

50