isi
DESCRIPTION
just uploadTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keadaan sehat merupakan harapan semua pihak tidak hanya oleh
orang perorang atau keluarga, tetapi juga oleh kelompok dan bahkan oleh
seluruh anggota masyarakat. Menurut Undang-undang No. 23 tahun 1992,
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis (Prasetyawati, 2007).
Dalam mewujudkan keadaan sehat banyak upaya yang harus
dilaksanakan, satu diantaranya adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan diharapkan memenuhi faktor
3A2CIQ, yaitu available, accesible, affordable, continue, comprehensive,
integreted dan quality. Secara umum pelayanan kesehatan dibagi menjadi dua
yaitu pelayanan kesehatan personal atau pelayanan kedokteran dan pelayanan
kesehatan masyarakat. Pelayanan kedokteran keluarga adalah termasuk dalam
pelayanan kedokteran dimana pelayanan dokter keluarga ini memiliki
karakteristik tertentu dengan sasaran utamanya adalah keluarga (Wahyuni,
2003).
Sistem Kesehatan Nasional tahun 2004 menggariskan bahwa untuk
masa mendatang, apabila sistem jaminan kesehatan nasional telah
berkembang, pemerintah tidak lagi menyelenggarakan Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP) strata pertama. Penyelenggaraan UKP akan diserahkan
kepada masyarakat dan swasta dengan menerapkan konsep dokter keluarga,
kecuali di daerah yang terpencil (Asmah et al., 2008).
Pelayanan dokter keluarga merupakan salah satu upaya
penyelenggaraan kesehatan perorangan di tingkat primer untuk memenuhi
ketersediaan, ketercapaian, keterjangkauan, kesinambungan dan mutu
pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Wahyuni, 2003).
Pelayanan dokter keluarga diharapkan akan mampu mengatasi
permasalahan kesehatan yang hingga sekarang belum terselesaikan karena
1
belum jelasnya bentuk subsistem pelayanan kesehatan dan terkait dengan sub
sistem pembiayaan kesehatan. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan yang bermutu dan terjangkau merupakan sesuatu yang esensial.
Dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan model dokter keluarga
diharapkan dokter keluarga sebagai “ujung tombak” dalam pelayanan
kedokteran tingkat pertama, yang dapat berkolaborasi dengan pelayanan
kedokteran tingkat kedua dan yang bersinergi dengan sistem lain (Asmah et
al., 2008).
Salah satu bentuk pelayanan kesehatan dengan pendekatan kedokteran
keluarga untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang holistik dan
berkesinambungan adalah dengan melakukan home visit atau kunjungan
rumah, karena dengan home visit dokter dapat mengumpulkan data tentang
latar belakang pasien. Hal ini dapat menjadi salah satu kunci pokok
keberhasilan dalam keberhasilan pelayanan dokter keluarga dan
meningkatnya status kesehatan pasien (Tim Field Lab FK UNS, 2012).
B. Tujuan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa mampu
melakukan kunjungan rumah (home visit) sebagai pelayanan kedokteran
keluarga. Adapun learning outcome pembelajaran ini adalah diharap
mahasiswa:
1. Menjelaskan dasar-dasar kunjungan rumah (home visit) dalam
kedokteran keluarga.
2. Melakukan tahapan-tahapan dan prosedur kegiatan kunjungan rumah
(home visit) dalam pelayanan kedokteran keluarga.
3. Mengidentifikasi permasalahan kesehatan keluarga berdasarkan fungsi
keluarga dan menyusun usulan penatalaksanaannya secara holistik dan
komprehensif.
2
BAB II
KEGIATAN YANG DILAKUKAN
Kelompok A7 mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan field lab
di Puskesmas Polokarto, Kabupaten Sukoharjo. Kegiatan field lab Keterampilan
Kedokteran Keluarga: Kunjungan Pasien di Rumah (Home Visit) dilaksanakan
dalam 3 kali pertemuan.
A. Pertemuan I: Kamis, 27 September 2012
Kegiatan yang kami lakukan pada minggu pertama field lab di
Puskesmas Polokarto adalah mendapat bimbingan dari Sugeng Purnomo, dr.
selaku kepala Puskesmas Polokarto dan Arsita Rasmi, dr., selaku instruktur
lapangan. Kami mendapat pengarahan mengenai garis besar home visit yang
sebelumnya diawali dengan pretest lisan mengenai materi home visit.
Selanjutnya kelompok kami terdiri dari 11 mahasiswa yang dibagi menjadi
tiga kelompok kecil secara acak untuk memudahkan dalam pelaksanaan
home visit pada pertemuan kedua. Tiap kelompok kecil tersebut melakukan
kegiatan Home Visit terhadap ke satu rumah. Kelompok 1 dibimbing
langsung oleh Ibu Eni Widyastuti dan Kelompok 2 dan 3 oleh Ibu Eni
Kusrini. Berikut ialah rincian pembagian kelompok kecil:
1. Kelompok 1 (Diare) : Bobbi Juni Saputra, Farida Nur K, Nimas Ayu
Suri P, dan Putri Dini Azika.
2. Kelompok 2 (Lepra): Dwi Rachmawati, Ema Nur Fitriana, dan Raden
Artheswara.
3. Kelompok 3 (TB): Ensan Galuh Pertiwi, Kristiana Margareta, Nur
Zahratul Jannah, dan Wisnu Yudho
Kunjungan rumah (home visit) yang dilakukan ini bertujuan untuk
mengumpulkan data tentang pasien. Secara garis besar kegiatan hari
pertama terdiri dari kegiatan-kegiatan yaitu:
1. Mempelajari data-data pasien rawat jalan di Puskesmas untuk memilih
sasaran keluarga yang akan dikunjungi sesuai dengan kelompok kecil.
Dalam hal ini kasus home visit sudah diarahkan oleh pihak Puskesmas
3
melalui instruktur lapangan yaitu penyakit menular. Kasus yang
dipilihkan adalah penyakit diare, lepra, dan Tuberculosis (TB).
2. Melakukan survey pasien yang akan dikunjungi pada hari kedua dan
membuat janji jadwal kunjungan yang akan dilakukan kemudian
dikonsultasikan kepada instruktur lapangan. Dalam hal ini pihak
Puskesmas sudah berkoordinasi dengan Bidan Desa di tempat akan
dilakukan home visit sehingga di pertemuan kedua sehingga kami
langsung melaksanakan kegiatan home visit. Jadwal kunjungan
ditetapkan pada lapangan hari kedua yaitu Kamis, 4 Oktober 2012.
3. Mengidentifikasi dan membuat prioritas masalah yang ada di dalam
keluarga yang akan dikunjungi untuk persiapan permberian
nasihat/penyuluhan pada saat pelaksanaan kegiatan home visit.
4. Mengisi form-form pelaporan kegiatan home visit yang ada di
Puskesmas. Dalam hal ini form disesuaikan dengan yang ada di modul
field lab dari fakultas ditambah form khusus yang biasa digunakan di
puskesmas sesuai jenis penyakit jika ada (formulir kunjungan rumah
terlampir).
5. Mempersiapkan alat yang akan dipakai dalam home visit (tensimeter,
stetoskop, termometer, senter, media penyuluhan, meteran)
B. Pertemuan II: Kamis, 4 Oktober 2012
1. Kelompok 1: Diare
Kegiatan home visit dengan kasus diare dilakukan oleh
kelompok 1. Pasien dipilih dari daftar pasien pada klinik sanitasi.
Pasien bernama Tukijan, usia 56 tahun, yang beralamat di Tegal Rejo
RT.03 RW.02, Godog, Sukoharjo. Penderita sebelumnya pernah rawat
inap selama dua hari akibat kasus diare yang dideritanya. Pada tanggal
13 September 2012 juga sudah dilakukan konseling di Klinik Sanitasi
Puskesmas Polokarto.
Kegiatan home visit kelompok 1 didampingi Ibu Eni
Widyastuti dari klinik sanitasi. Kegiatan pertama adalah meminta izin
kepada Kepala dukuh Gogog dan menuju rumah penderita.
4
Pengumpulan data dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok
yang melakukan wawancara dan kelompok yang melakukan survey
rumah dan lingkungan dan dokumentasi. Wawancara dilakukan oleh
Farida Nur K. dan Nimas Ayu Suri P. ditemani oleh Ibu Eni Widyastuti
kepada Bapak Tukijan mengenai data-data yang diperlukan pada
formulir keluarga beserta pemeriksaan fisik pada pasien. Wawancara
dilakukan di ruang tamu. Survey rumah dan lingkungan serta
dokumentasi dilakukan oleh Bobbi Juni Saputra dan Putri Dini Azika
dan ditemani oleh Ibu Painem (Istri pasien). Survey dilakukan pada
seluruh bagian rumah dan lingkungan sekitar. Ibu Utami kami minta
pula untuk mengisi form penilaian APGAR Score.
Kelompok I kemudian melakukan pengumpulan data dan
pemeriksaan sesuai dengan formulir home visit, panduan kunjungan
lapangan P2 diare, karakteristik demografi keluarga, dan form penilaian
APGAR score. Data hasil pemeriksaan dan wawancara disertakan
dalam lampiran.
Setelah seluruh data didapatkan, mahasiswa melakukan
penyuluhan kesehatan mengenai cara penularan diare dan cara
mencegahnya, kemudian mengucapkan terima kasih dan berpamitan
dengan Bapak Tukijan dan keluarganya.
2. Kelompok 2 Lepra
Kelompok 2 melakukan home visit ke rumah pasien dengan
didampingi oleh petugas puskesmas. Pasien yang kami kunjungi adalah
Bapak Suparno yang berusia 50 tahun dan beralamat di Padasan RT 01
RW VII, Mranggen, Polokarto, Sukoharjo
Pasien menderita penyakit Morbus Hansen (Kusta). Dalam
kunjungan kali ini, kami melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik
terhadap pasien dan keluarganya berkaitan dengan masalah kesehatan
pasien. Selain itu, kami juga melakukan pemeriksaan rumah dan
lingkungannya untuk mengetahui kondisi lingkungan tempat tinggal
5
pasien. Wawancara mendalam dan pemeriksaan dilakukan dengan
menggali:
a. Status penderita
b. Status keluarga
c. Anamnesis yang berkaitan dengan penyakit (riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat
kebiasaan, riwayat social ekonomi, dan riwayat gizi)
d. Pemeriksaan fisik (keadaan umum, tanda vital, status gizi, dan
pemeriksaan sistem)
e. Identifikasi fungsi keluarga (fungsi biologis, fungsi psikologis,
fungsi sosial, ekonomi dan pemenuhan kebutuhan, fungsi
fisiologis, fungsi patologis)
f. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan (faktor
perilaku, faktor nonperilaku, gambaran lingkungan rumah, dan
denah rumah)
g. Diagnostik holistik permasalahan yang ditemukan
h. Rekomendasi/saran/penyuluhan kesehatan
Data hasil pemeriksaan dan wawancara disertakan dalam
lampiran.
3. Kelompok 3 TB
Kegiatan home visit dengan kasus TB Paru dilakukan oleh
kelompok 3. Pasien dipilih dari daftar pasien pada klinik sanitasi, yaitu
Bapak Marsowiyono (70 tahun) yang merupakan pasien baru di Klinik
Sanitasi Puskesmas Polokarto yang dirujuk dari Prof. Suradi. Pasien ini
dirasa perlu untuk dilakukan home visit karena pasien baru dan belum
pernah dilakukan home visit sebelumnya.
Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik demografis
keluarga, identitas penderita, penetapan masalah pasien, fungsi
keluarga, struktur keluarga (genogram), pola interaksi keluarga,
keadaan rumah dan lingkuangan (indoor dan outdoor), denah rumah,
daftar masalah, dan kesimpulan dan saran.
6
Pengumpulan data dilakukan di rumah pasien yaitu di Jebukan
RT 02 RW 06, Kemasan, Sukoharjo. Mahasiswa, Ibu Eni Kusrini, dan
Ibu Utami (keluarga pasien) berangkat bersama dari Puskesmas
Polokarto menuju rumah pasien.
Pengumpulan data dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok
yang melakukan wawancara dan kelompok yang melakukan survey
rumah dan lingkungan dan dokumentasi. Wawancara dilakukan oleh
Nur Zahratul Jannah dan Wisnu Yudho Hutomo kepada Bapak
Marsowiyono mengenai data-data yang diperlukan pada formulir
keluarga beserta pemeriksaan fisik pada pasien. Wawancara dilakukan
di ruang tamu. Survey rumah dan lingkungan serta dokumentasi
dilakukan oleh Kristiana Margareta dan Ensan Galuh Pertiwi ditemani
oleh Ibu Utami (Pengawas Minum Obat (PMO)/ keluarga pasien).
Survey dilakukan pada seluruh bagian rumah dan lingkungan sekitar.
Ibu Utami kami minta pula untuk mengisi form penilaian APGAR
Score.
Pencatatan data dilakukan sekaligus saat melakukan wawancara
dan survey. Seluruh data yang didapatkan dicatat pada formulir
kunjungan rumah dan dibantu dengan foto-foto dokumentasi kegiatan
dan hasil survey rumah (terlampir). Setelah seluruh data didapatkan,
mahasiswa melakukan penyuluhan kesehatan mengenai cara penularan
TB Paru dan cara mencegahnya serta memberikan motivasi kepada
pasien dan keluarga untuk tetap semangat dan rutin minum obat.
Setelah semua prosedur pelaksanaan home visit dilakukan, kami
mengucapkan terima kasih dan berpamitan kepada tuan rumah dan
keluarga. Sebagai dokumentasi, kami melakukan foto bersama dan
memberikan kenang-kenangan berupa poster TB paru yang diharapkan
dapat menjadi media untuk edukasi pasien dan keluarga.
C. Pertemuan III: Kamis, 11 Oktober 2012
Pertemuan ketiga direncanakan untuk kegiatan presentasi hasil
kegiatan field lab home visit.
7
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kelompok Diare
1. Status Penderita dan Keluarga
Berdasarkan status penderita pada formulir hasil home visit
didapatkan nama pasien adalah Tukijan dengan umur 56 tahun.
Pekerjaan Bapak Tukijan adalah pengangguran namun dulunya Bapak
Tukijan adalah seorang Kuli di pasar Klewer. Agama Bapak Tukijan
adalah Islam dan pendidikan terakhir adalah tamat SD. Alamat bapak
Tukijan adalah Tegal Rejo RT 03 RW 02, Godog, Sukoharjo yang
merupakan desa yang diampu oleh Puskesmas Polokarto. Golongan
darah Bapak Tukijan adalah O dan bersuku Jawa asli.
Bapak Tukijan sudah menikah dengan istrinya yang bernama
Ibu Painem. Bentuk keluarga berdasarkan status keluarga adalah
keluarga inti yaitu terdiri dari ayah, ibu dan 3 orang anak. Rata- rata
pendapatan per bulan 1,1 juta per bulan dimana sumber pendapatannya
berasal dari istri dan anaknya. Istrinya bekerja sebagai petani dan
anaknya bekerja sebagai pembantu.
2. Anamnesis
Berdasarkan anamnesis, Bapak Tukijan menderita Stroke dan
Hipertensi. Penyakit stroke yang diderita sudah dialami sejak 5 tahun
yang lalu, saat ini Bapak Tukijan sudah tidak menjalani pengobatan
untuk penyakit strokenya. Sebelum menderita stroke, beliau sering
merasa pusing. Beliau membeli obat-obatan warung untuk mengatasi
pusing tersebut dan tidak pernah mencoba untuk memeriksakannya ke
dokter atau puskesmas. Baru setelah terkena stroke, diketahui bahwa
beliau menderita hipertensi. Kunjungan rumah yang kami lakukan
disebabkan Bapak Tukijan sebelumnya menderita diare dan harus di
rawat di rumah sakit selama 3 hari. Sebelumnya pasien merasa sakit dan
lemas. Pasien juga demam dan muntah. Saat pasien mau ke kamar
8
mandi pasien jatuh. Pasien didiagnosis menderita diare dan harus di
rawat inap. Berdasarkan rekam medis, sebelumnya pasien jajan di
warung dan makan makanan pedas. Selain itu pasien juga kurang
menjaga kebersihannya karena tidak mencuci tangan sebelum makan.
Sebelum bekerja sebagai kuli Bapak Tukijan pernah bekerja di
pabrik. Beliau pernah menderita penyakit paru-paru saat bekerja di
pabrik. Berdasarkan pemeriksaan dokter di pabrik Bapak Tukijan
didiagnosis menderita TB Paru. Keluarga Bapak Tukijan tidak ada yang
menderita penyakit kronis maupun menular.
Berdasarkan riwayat kebiasaan bapak Tukijan dulu seorang
perokok, namun sekarang sudah berhenti. Bapak Tukijan termasuk
peserta Jamkesmas. Makanan sehari- hari yang dikonsumsi berupa nasi,
sayur dan lauk yang dikonsumsi 3 kali sehari. Namun Bapak Tukijan
jarang mengkonsumsi buah. Saat menjadi kuli, beliau sering
mengkonsumsi ayam potong sehingga menderita kegemukan.
3. Pemeriksaan Umum
Berdasarkan pemeriksaan umum pasien didapatkan keadaan
umum pasien tampak sehat. Namun cara berjalannya agak pincang dan
tangan yang sulit digerakkan. Hasil pemeriksaan vital sign tekanan
darah 140/90 mmHg, nadi 65 kali per menit dan respiratory rate 17 kali
permenit. Status gizi baik yang tunjukkan dengan berat badan 52 kg dan
tinggi badan 151 cm. Berdasarkan pemeriksaan sistem dapat diketahui
tidak ada gangguan kecuali pada ekstremitas. Ekstremitas atas kanan
tidak bisa menggenggam sedangkan bagian kiri normal. Ekstremitas
bawah kanan didapatkan hasil lutut kaku dan sulit dilipat sedangkan
yang kiri normal. Tidak terdapat pemeriksaan penunjang yang
dilakukan. Kelemahan ekstremitas yang terjadi disebabkan oleh stroke
yang diderita. Saat pertama kali terkena stroke, pasien sama tidak bisa
berjalan. Setelah pengobatan dan terapi pasien dapat menggerakkan
kaki dan tangannya.
9
4. Identifikasi Fungsi Keluarga
Fungsi biologis berdasarkan identifikasi fungsi keluarga
didapatkan data bahwa anggota keluarga terdiri dari ayah, ibu dan 3
orang anak. Sehingga terdapat 5 orang yang tinggal dalam satu rumah.
Bapak Tukijan memiliki 3 orang anak, anak pertama dilahirkan di
rumah sakit sedangkan anak kedua dan ketiga dilahirkan di bidan desa.
Ketiga anak Bapak Tukijan lahir normal. Di rumah Bapak Tukijan
hanya Bapak Tukijan yang pernah menderita penyakit kronis dan
penyakit menular yaitu berupa TB Paru, hipertensi, stroke dan diare.
Istri Bapak Tukijan sekarang sudah tidak menggunakan KB
Hubungan antara anggota keluarga harmonis dan penyelesaian
masalah dalam keluarga baik. Fungsi sosial Bapak Tukijan baik
ditandai dengan aktif dalam kegiatan sosial berupa kerja bakti dan
arisan. Pekerjaan anak pertamanya adalah seorang pembantu dan
istrinya adalah seorang petani. Dari penghasilan tersebut cukup untuk
memenuhi keperluan sehari-hari. Berdasarkan pengawasan dan
kemampuan beradaptasi, keputusan penting keluarga dipegang oleh
kepala keluarga dan jika terjadi masalah cara menyelesaikan masalah
tersebut baik dan dimusyawarahkan. Hubungan dengan masyarakat
sekitarnya baik dan dapat bersosialisasi.
Fungsi fisiologis keluarga diukur dengan menggunakan APGAR
(Adaptation, Partnership, Growth, Affection, Resolve). Pengukuran
APGAR menggunakan kuesioner yang berisi kepuasan anggota
keluarga dalam menerima bantuan (Adaptation), berkomunikasi dalam
menyelesaikan masalah (Partnership), kebebasan yang diberikan
keluarga demi perkembangan (Growth), kasih sayang yang diberikan
keluarga (Affection), dan kebersamaan dalam membagi waktu,
kekayaan, dan ruang atas keluarga (Resolve). Kuesioner diisi oleh
masing-masing anggota keluarga. Masing-masing poin mempunyai skor
0-2, dimana 0 bila tidak pernah, 1 bila kadang-kadang, dan 2 bila
hampir selalu. Total nilai maksimal yang didapat adalah 10. Kriteria
10
yang digunakan apabila total skor 0-3 berarti fungsi keluarga sakit, 4-7
fungsi keluarga kurang sehat, 8-10 fungsi keluarga sehat.
Saat kunjungan, hanya ada Bapak Tukijan, Ibu Painem, dan
anak terakhir beliau sehingga APGAR diisi oleh Bapak Tukijan dan
istrinya. Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan hasil nilai APGAR
Bapak Tukijan 10. Sedang hasil nilai APGAR Ibu Painem 6. Total nilai
APGAR adalah 16 dibagi dua sesuai jumlah anggota yang mengisi
sehingga hasil akhir nilainya adalah 8. Hal tersebut menunjukkan
bahwa fungsi keluarga yang sehat.
Fungsi patologis diukur berdasarkan SCREEM (sosial, cultural,
religius, economic, educational, medical). Berdasarkan fungsi patologis
Bapak Tukijan termasuk tidak mengalami gangguan. Kehidupan sosial
Bapak Tukijan termasuk aktif. Kultural Bapak Tukijan, sehari-hari
keluarga berkomunikasi dengan bahasa Jawa, beliau percaya dengan
hal-hal berbau klenik dan jin-jin. Tingkat religius Bapak Tukijan baik.
Beliau rutin sholat 5 waktu. Secara ekonomi, bapak Tukijan merasa
pendapatan keluarga cukup untuk kehidupan sehari-hari. Tingkat
pendidikan paling tinggi dari pasien tamat sekolah dasar. Bapak Tukijan
menggunakan pelayanan kesehatan di bidan dekat rumahnya dan
Puskesmas, selain itu beliau juga termasuk peserta Jamkesmas.
5. Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan
Faktor perilaku diketahui dengan kesadaran pasien tentang
pentingnya kesehatan. Bapak Tukijan adalah seorang cukup yang
menyadari pentingnya kesehatan ditandai dengan kunjungan medis ke
bidan dekat rumah dan puskesmas tiap sakit. Namun Bapak Tukijan
juga terkadang berobat ke pengobatan alternatif, mengkonsumsi obat
tradisional, dan obat warung apabila penyakitnya dirasa tidak parah.
Bapak Tukijan cukup memiliki perilaku hidup sehat, ditandai dengan
mandi 3 kali sehari, gosok gigi 3 kali sehari, makan teratur, BAB di
jamban, istirahat cukup. Namun Bapak Tukijan tidak diet 4 sehat 5
sempurna dan kurang olahraga. Jika ada anggota keluarga yang sakit
11
diobati di dokter puskesmas karena gratis. Pembiayaan pengobatan di
Puskesmas Polokarto gratis dan pasien merupakan peserta Jamkesmas.
Kegiatan membersihkan rumah dilakukan rutin setiap hari.
Faktor non periku dilihat dari kondisi fisik rumah dan
lingkungannya, sumber air, tempat mandi dan buang hajat serta
pembuangan limbah keluarga. Gambaran lingkungan rumah Bapak
Tukijan di huni oleh 5 orang, ukuran rumah 72 m2. Berdasarkan hal
tersebut dapat diketahui bahwa kepadatan penghuni rumah tidak terlalu
padat (14,4 m2/orang). Jarak antar rumah 50 cm, sanitasi lingkungan
cukup, pembuangan sampah di halaman depan rumah. Selain itu rumah
bapak Tukijan terdiri dari 2 kamar dan 1 kamar mandi permanen
dimana jarak WC dari sumur 10,3 m. Lantai rumah dari semen,
ventilasi cukup, penerangan cukup, dinding tembok dan atap genteng.
Karakteristik demografi keluarga Bapak Tukijan terdiri dari
kepala keluarga, istri dan 3 orang anak yang secara rinci dapat dilihat
pada lampiran. Bapak Tukijan sudah menikah 2 kali. Beliau menikah
dengan istri pertamanya pada tahun 1977 dan mempunyai seorang anak.
Tahun 1980, bapak Tukijan bercerai. Kemudian beliau menikah dengan
ibu Painem dan mempunyai 3 orang anak.
6. Diagnostik holitistik permasalahan yang ditemukan
Secara keseluruhan tidak ada permasalahan yang cukup berarti
yang dapat mempengaruhi kesehatan. Secara psikologis pasien tidak
mempunyai masalah. Pasien juga aktif dalam kegiatan bermasyarakat.
Sebagai kepala keluarga pasien tidak dapat mencari nafkah sehingga
tugas tersebut dilimpahkan ke istri dan anaknya. Penyakit yang
sekarang diderita pasien lebih disebabkan oleh kebiasaan hidup sehat
yang kurang dari keluarga. Kurang olahraga dan sering mengkonsumsi
makanan berlemak dapat menyebabkan pasien terkena penyakit kronis
seperti hipertensi dan stroke.
12
7. Rekomendasi/Saran/Penyuluhan Kesehatan
Berdasarkan panduan kunjungan lapangan P2 diare disimpulkan
penyebab kasus adalah perilaku yang kurang higienis. Saran dan
penyuluhan yang diberikan sesuai dengan penyakit diare Bapak Tukijan
karena perilaku hidup yang tidak higienis. Saran yang diberikan adalah:
a. Cuci tangan sebelum makan atau menyiapkan makanan.
b. Cuci tangan menggunakan sabun setelah buang air besar.
c. Minum air yang sudah dimasak.
d. Menutup makanan dengan tudung saji.
e. Mencuci alat makan dengan air bersih.
f. Menyarankan untuk tidak mengkonsumsi makanan yang kurang
bersih.
B. Kelompok 2: Lepra
Bapak Suparno adalah pasien yang menderita Morbus Hansen/Kusta
tipe MB disertai Diabetes Mellitus. Kami melakukan wawancara,
pemeriksaan fisik, dan pengukuran lingkungan rumah terhadap pasien
untuk mengetahui kondisi biopsikososial pasien yang berkaitan dengan
penyakit yang dideritanya.
1. Status Penderita dan Keluarga
Bapak Suparno, berumur 50 tahun, berjenis kelamin laki-laki,
beragama Islam, dan bekerja sebagai wiraswasta. Pasien Bapak Suparno
tinggal di rumah bersama 5 anggota keluarga yang terdiri dari istri Ibu
Mulyani (39 tahun), empat anak yaitu Santi (25 tahun), Fitri Rahayu (18
tahun), Nurul Ramadhani (11 tahun), Fahrizal (2 tahun), menantu
Harun J. (26 tahun), dan seorang cucu Ananda (2 bulan).
Pada status pernikahan, Bapak Suparno telah menikah dua kali.
Pernikahan dengan istri pertama mengalami hambatan sehingga mereka
terpaksa bercerai. Pernikahan dengan Ibu mulyani adalah pernikahan
kedua dan masih berjalan hingga sekarang.
13
2. Anamnesis
Berdasarkan anamnesis yang kami lakukan, Bapak Suparno
menderita Morbus Hansen tipe MB sejak 2009 lalu namun baru
terdiagnosis pada 3 April 2012. Karena keterlambatan cek pemeriksaan,
pasien sudah mengalami clawing finger dan mutilasi di jari tangan saat
pertama kali ditemukan petugas kesehatan Puskesmas. Setelah
terdiagnosis Morbus Hansen tipe MB, Bapak Suparno menjalani
pengobatan sejak bulan April 2012 hingga kini yang telah berjalan
selama 6 bulan pengobatan dan tidak pernah putus berobat. Saat Bapak
Suparno diwawancarai, Bapak Suparno mengungkapkan bahwa dirinya
merasa semakin membaik setelah menjalani program pengobatan rutin.
Riwayat penyakit dahulu, 6 tahun yang lalu, Bapak Suparno
sempat mengalami kelumpuhan mendadak pada kedua kaki dan tangan
yang didiagnosis Rheumatic oleh dokter. Pada saat menderita
Rheumatic, pasien mendapatkan komplikasi oedema di kedua tangan
dari pengobatan yang dijalaninya sehingga pengobatan terpaksa
dihentikan. Hal tersebut menyebabkan pasien harus beralih ke beberapa
dokter namun tidak kunjung membaik, sehingga pasien sempat tidak
ingin melanjutkan pengobatan kemudian beralih kepada pengobatan
tradisional.
Pada 5 tahun yang lalu, tahun 2007, Bapak Suparno menderita
Diabetes Mellitus yang dipicu akibat stres dan kurangnya aktivitas fisik.
Tidak hanya Bapak Suparno, Ibu Mulyani juga menderita Diabetes
Mellitus. Pada pemeriksaan gula darah sewaktu, hasil pemeriksaan
GDS = 445 ml/dl dan pasien diberi terapi glibenclamid.
Riwayat kebiasaaan dan gizi Bapak Suparno dapat dikatakan
cukup baik, yang mana tidak pernah merokok dan mengkonsumsi
alkohol. Selain itu, pengetahuan keluarga terhadap kesehatan cukup
baik dan masih dapat memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari walaupun
kondisi ekonomi cukup sulit.
14
3. Pemeriksaan Umum
Pada hasil pemeriksaan fisik yang kami lakukan, keadaan umum
pasien baik, rapi, dan besih. Hasil pemeriksaan tanda vital menunjukkan
tekanan darah 110/70 mmHg sedikit dibawah normal, nadi 51x/menit
dengan pulsasi teratur tetapi lemah, Respiration Rate normal 19x/menit,
dan suhu aksilla 37,3o C normal. Status gizi pasien dengan Berat Badan
79kg dan Tinggi Badan 171cm menunjukkan IMT 27,01 overweight.
Kegemukan pada pasien mungkin disebabkan karena kurangnya
aktivitas fisik dan pekerjaan.
4. Identifikasi Fungsi Keluarga
Identifikasi fungsi keluarga yang dilakukan terhadap pasien
menunjukkan hasil sebagai berikut :
a. Fungsi Biologis
1) Anggota keluarga terdiri dari Ibu Mulyani (Istri), Santi
(Anak), Nn (Anak), Fitri Rahayu (Anak), Nurul Ramadhani
(Anak), Fahrizal (Anak), Harun J (menantu), dan Ananda
(cucu). Riwayat kelahiran pasien normal.
2) Semua anggota keluarga inti pasien sehat, tidak sedang
menderita penyakit kronis atau menular.
3) Pada riwayat pemakaian KB, istri menggunakan KB implan.
b. Fungsi Psikologis
1) Hubungan antar anggota keluarga sangat baik
2) Pasien dan keluarganya sering berkumpul bersama
3) Masing-masing anggota keluarga saling terbuka satu sama
lain
4) Selalu musyawarah dalam pengambilan keputusan
5) Keluarga pasien sangat mendukung upaya pengobatan pasien
c. Fungsi Sosial
1) Kedudukan sosial dalam masyarakat, Bapak Suparno adalah
salah satu anggota RT di daerahnya, sedangkan istri pasien
adalah salah satu anggota PKK.
15
2) Dalam hal keaktifan dalam kegiatan masyarakat, setiap
anggota keluarga aktif berperan serta dalam setiap kegiatan
gotong royong, pertemuan RT, bersih desa, dan kerja bakti di
desanya.
d. Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
1) Kehidupan ekonomi keluarga pasien tergantung pada gaji
kepala keluarga (Bapak Suparno) yang berpenghasilan tidak
tetap sebagai wiraswasta, sedangkan pekerjaan Istri Ibu
Mulyani sebagai buruh, anak Santi dan menantu Harun J
sebagai wiraswasta, dan anak Fitri Rahayu sebagai penjahit.
Kondisi ekonomi keluarga semakin memburuk akibat telah
kehabisan dana untuk berobat di Rumah Sakit Swasta untuk
mengobati penyakit pada masa lalu. Hal ini disebabkan
karena pasien tidak mengetahui jamkesmas yang dimilikinya
dapat berlaku di Rumah Sakit Swasta.
2) Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga pasien makan 3x
sehari dengan menu makanan pokok yang sering dikonsumsi
adalah nasi, sayur, lauk (tahu dan tempe), dan buah.
3) Keluarga Bapak Suparno hanya mengandalkan Jamkesmas
dan Jampersal untuk biaya pengobatan apabila ada keluarga
yang sakit.
e. Pengawasan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
1) Keputusan penting keluarga dipegang oleh kepala keluarga
2) Pengawasan masalah dan kemampuan beradaptasi keluarga
Bapak Suparno dapat dikatakan cukup baik karena segala
masalah diselesaikan dengan musyawarah dan pengambilan
keputusan berada di tangan kepala keluarga.
3) Hubungan keluarga dengan masyarakat sekitar sangat baik
dan akrab, apalagi beberapa tetangga pasien merupakan
saudara kandung pasien.
16
f. Fungsi Fisiologis Keluarga (APGAR Score)
Penilaian pemeriksaan fisiologi keluarga didasarkan pada
kuesioner APGAR score yang diisi oleh setiap anggota keluarga.
Kami memberikan kuisioner APGAR score dan memandu cara
pengisian kuisioner APGAR kepada setiap anggota keluarga.
Hasil APGAR score diperoleh nilai sebagai berikut :
1) Bapak Suparno : 10
2) Bu Mulyani : 8
3) Fitri R. : 6
Berdasarkan APGAR score diatas, jumlah APGAR score
adalah 24. Nilai rata-rata adalah 24/3 = 8, sehingga dapat
dikatakan fungsi fisiologis keluarga adalah baik.
g. Fungsi Patologis (SCREEM)
1) Social
Hubungan pasien dengan keluarga dan tingkat sosialisasi
dengan masyarakat sangat baik.
2) Cultural
Kehidupan pasien sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa.
Lingkungan tempat tinggal pasien masih sangat kental
dengan budaya Jawa yang dapat digambarkan dengan masih
adanya kegiatan rutin seperti bersih desa dengan cara
menggelar pertunjukkan wayang kulit dengan menggunakan
biaya iuran masyarakat.
3) Religius
Keluarga pasien termasuk keluarga religius karena keluarga
pasien rajin menjalankan ibadah sholat lima waktu.
4) Economic
Kehidupan ekonomi pasien sedikit sulit sejak pasien sakit
namun kebutuhan pokok sehari-hari masih dapat terpenuhi
dengan baik.
17
5) Educational
Riwayat pendidikan pasien adalah pendidikan Sekolah Dasar
(SD) yang kemudian mengikuti ujian kejar paket B.
6) Medical
Kemampuan merawat diri dan kepatuhan minum obat
dilakukan dengan baik karena pasien memiliki semangat
yang tinggi untuk sembuh.
5. Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan
Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan
menunjukkan hasil sebagai berikut :
a. Faktor Perilaku
1) Kesadaran pentingnya kesehatan
Kesadaran untuk hidup pasien dapat dikatakan cukup tinggi.
Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit, keluarga
akan langsung berobat ke Rumah Sakit atau Puskesmas.
Selain itu, istri dan anak pasien melahirkan dengan bantuan
bidan desa serta keluarga ikut berperan aktif dalam mengikuti
kegiatan di Posyandu Balita.
2) Perilaku hidup sehat
Keluarga pasien melakukan prinsip perilaku hidup sehat,
yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Keluarga pasien mandi rutin dua kali sehari
b) Kalurga pasien rajin menggosok gigi secara teratur
c) Keluarga pasien BAB di jamban
d) Olahraga/kegiatan disik kurang teratur karena dalam
seminggu belum tentu melakukan olahraga
3) Jika ada anggota keluarga yang sakit diobati dengan obat dari
tenaga kesehatan dari puskesmas. Alasan pasien selalu
berobat ke puskesmas adalah karena keyakinan pasien bahwa
puskesmas merupakan tempat pertolongan pertama, lokasi
dan jarak puskesmas yang terjangkau dari rumah, dan
18
keluarga pasien memiliki JAMKESMAS sehingga mendapat
kemudahan dalam berobat.
4) Kegiatan membersihkan rumah dan lingkungan dilakukan
rutin setiap hari.
b. Faktor Non Perilaku
1) Kondisi fisik rumah dan lingkungannya
Berdasarkan hasil pengamatan kami, kondisi rumah dan
lingkungan sudah cukup memenuhi syarat kesehatan. Kondisi
fisik rumah dan lingkungan meliputi luas tanah 96 meter2,
dinding bata berlapis semen, lantai semen, pencahayaan dan
ventilasi cukup, dan atap genting.
a) Sumber air didapatkan dari sumur yang digunakan untuk
empat rumah.
b) Tempat mandi di kamar mandi dan tempat buang hajat di
jamban/WC.
c) Pembuangan limbah keluarga dilakukan di tempat
sampah yang kemudian dibakar.
2) Gambaran Lingkungan Rumah
a) Jumlah anggota keluarga tinggal di rumah adalah 6
orang.
b) Ukuran rumah adalah 96 meter2
c) Jarak antara rumah cukup dan sanitasi lingkungan baik
d) Rumah terdiri dari 2 kamar dan 1 gudang
e) Kamar mandi dan WC masing-masing ada 1 semi
permanen
f) Jarak WC dari sumur (sumber air) adalah 20 meter
g) Lantai rumah terbentuk dari semen
h) Ventilasi udara dan penerangan cahaya cukup
i) Dinding terbentuk dari tembok permanen
j) Atap terbentuk dari genting namun beberapa berlubang
k) Uang tamu berukuran 2,5 x 2,5
l) Ruang keluarga berukuran 4 x 10 m
19
m) Kamar tidur ada dua dengan ukuran masing-masing 2,5 x
2,5
n) Keadaan dapur cukup baik dengan ukuran 3 x 2,5
6. Diagnostik holitistik permasalahan yang ditemukan
Berdasarkan hasil pengamatan oleh kelompok kami, pasien
Bapak Suparno menderita penyakit morbus hansen dan diabetes
mellitus tipe 2. Tidak ada permasalahan keluarga maupun permasalahan
psikologis yang cukup berarti yang dapat mempengaruhi status
kesehatan pasien Bapak Suparno, tetapi terdapat sedikit masalah
ekonomi yang dihadapi keluarga Bapak Suparno.
7. Rekomendasi/Saran/Penyuluhan Kesehatan
Berdasarkan kunjungan yang kami lakukan, rekomendasi/
saran/penyuluhan yang kami berikan terhadap pasien adalah :
a. Terapi Medikamentosa
Terapi medikamentosa yang selama ini diberikan untuk
dilanjutkan secara rutin, yaitu:
1) Pengobatan MDT MB untuk Morbus Hansen
Pasien diberikan informasi mengenai efek samping obat
MDT meliputi efek samping ringan, berat dan obat Diabetes
Mellitus. Efek samping ringan, yaitu efek samping ringan
berupa kulit menjadi hitam, kencing menjadi merah. Apabila
terjadi efek samping ringan, pengobatan MDT harus tetap
diteruskan, efek samping ini akan hilang setelah pengobatan
selesai. Sedangkan efek samping berat yaitu kulit melepuh
dan mengelupas. Apabila terjadi efek samping berat, maka
pasien hendak segera minta pertolongan petugas kesehatan.
2) Pengobatan untuk Diabetes Mellitus adalah glibenclamid.
b. Edukasi
1) Edukasi untuk penyakit kusta meliputi penderita harus rutin
periksa ulang setiap bulan saat mengambil obat, memeriksaan
20
diri secara teratur, dan segera memeriksakan diri apabila
terjadi tanda-tanda lain yang perlu diwaspadai.
2) Pasien diberikan penjelasan akibat bahwa ketidakteraturan
berobat akan mengakibatkan kuman kusta dapat berkembang
biak dan menyebabkan kecacatan yang semakin parah.
3) Mencegah agar kecacatan tidak bertambah berat dengan
prinsip 3 M, yaitu memeriksakan diri secara teratur,
melindung mata, tangan, dan kaki dari trauma, serta
melakukan perawatan diri.
4) Hal yang perlu diwaspadai meliputi bercak bertambah merah,
tebal disertai demam, timbul benjolan-benjolan (nodul), nyeri
pada sendi, dan kulit penderita yang sedang dalam
pengobatan menjadi melepuh.
5) Menyarankan pasien untuk memperbanyak sayur dan buah-
buahan, rajin berolahraga teratur 3-4 kali seminggu @ 30
menit seperti jalan kaki, bersepeda, dan berenang,
6) Menyarankan pasien untuk melakukan diet sehat untuk DM
dengan cara mengurangi ngemil jajanan manis, makan
makanan yang mengandung karbohidrat kompleks, seperti
nasi, roti, dan bukan makanan yang mengandung karbohidrat
sederhana seperti es krim, sirup, selai, minuman ringan, dan
permen.
7) Menyarankan pasien untuk mempertahankan BB ideal,
meningkatkan kebersihan pribadi dan lingkungan, kontrol
Hipertensi, DM, danKolesterol
8) Rutin melakukan check up pemeriksaan rutin gula darah
sewaktu (GDS)
Sedangkan, rekomendasi/saran/penyuluhan yang kami berikan
terhadap keluarga pasien adalah :
a. Keluarga pasien agar tetap memperhatikan kesehatan pasien dan
memberikan pasien cukup perhatian dan kasih sayang.
21
b. Keluarga pasien agar selalu mengingatkan pasien untuk kontrol
secara rutin ke puskesmas dan rutin meminum obat.
c. Keluarga pasien diharapkan selalu mengingatkan pasien untuk
makan makanan secara teratur.
d. Waspadai penularan penyakit pada seluruh anggota keluarga,
segera periksakan diri ketika ada tanda-tanda: terdapat becak
putih atau bercak kemerahan pada kulit disertai hilang
rasa/kurang rasa, tidak gatal, dan tidak sakit.
C. Kelompok 3: TB Paru
Setelah melakukan kunjungan rumah pada pasien rawat jalan di
Pukesmas Polokarto, kami menganalisis permasalahan yang dihadapi pasien
secara menyeluruh. Pasien menderita penyakit TB paru yang masih positif
walaupun telah menjalani pengobatan selama 2 minggu. Setelah kami
anamnesis, pasien merupakan pasien rujukan dari dokter paru. Pasien
mengaku tidak mampu membayar biaya pengobatan TB yang cukup mahal
sehingga dirujuk ke Pukesmas Polokarto oleh dokter tersebut. Selama
menjalani pengobatan yang pertama, pasien sering merasa putus asa karena
biaya pengobatan yang tinggi membuatnya khawatir tidak bias
menyelesaikan pengobatan selama 6 bulan dan harus mengulang lagi. Pasien
sempat berpikir untuk tidak melakukan pengobatan, tanpa menyadari bahwa
hal tersebut tidak hanya berbahaya bagi dirinya, namun bagi lingkungannya.
Setelah mendapatkan obat gratis dan pengarahan yang baik dari
Pukesmas, pasien tidak lagi menolak untuk minum obat. Pasien telah
menyadari pentingnya berobat 6 bulan hingga tuntas, dan lebih menghargai
kesehatan. Pasien sudah meminum obatnya secara rutin, walaupun tanpa
diingatkan oleh pengawas minum obat.
Sehari-hari, pasien tinggal bersama anak angkatnya dan menantu
perempuannya. Pasien tidak memiliki anak, namun memiliki dua anak
angkat. Anak angkat yang terakhir, Bapak Pardi, merupakan tulang
punggung keluarga. Ia mendapatkan penghasilan Rp 120.000,00 perbulan,
dan dengan pengeluaran keluarga Rp 30.000,00 perhari. Menurut hitungan
22
matematis, setiap bulannya, keluarga tersebut harus memenuhi kekurangan
Rp 420.000,00 padahal menurut pengakuan, mereka tidak memiliki usaha
tambahan lain. Hal tersebut mengindikasikan bahwa mereka tidak benar-
benar mengeluarkan pengeluaran Rp 30.000,00 tiap harinya, atau mereka
berhutang untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, kami dapat
menyimpulkan bahwa keadaan ekonomi pasien cukup rendah.
Masalah selanjutnya adalah pasien tidak tahu darimana ia tertulat
penyakit TB. Tetangga sekitar rumah pasien tidak ada yang mengalami
penyakit serupa. Keluarga pasien juga sehat. Cucu pasien yang masih
berusia 6 tahun telah diperiksa dengan hasil negative untuk TB. Keluarga
mereka tidak ada yang keluar jauh dari rumah, kecuali kepala keluarga yang
bekerja di mebel. Menurut pengakuan keluarga pasien, beliau juga tidak
mengalami penyakit tersebut. Padahal, pasien tidak pernah berpergian jauh
dari rumah. Penyebab penularan dari penyakit tersebut masih perlu kami
tindak lanjuti. Perlu dilakukan wawancara dengan tetangga yang lain untuk
memastikan bahwa penularan bukan dari tetangga.
Riwayat penyakit sekarang yang diderita pasien selain TB adalah
berkurangnya ketajaman penglihatan mata kiri pasien karena cidera dimasa
lalu. Hal tersebut dapat dikompensasi pasien dan tidak mengganggu. Selain
itu, pasien pernah menderita penyakit Rheumatoid, namun sekarang sering
kambuh kembali. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk penyakit tersebut agar
pasien merasa lebih nyaman dengan kondisi kesehatannya. Selain itu, pasien
mengeluhkan susah tidur. Orang tua yang mengalami perubahan tidur
karena bertambahnya usia, biasanya tidak memerlukan pengobatan, karena
perubahan tersebut adalah normal. Penderita insomnia hendaknya tetap
tenang dan santai beberapa jam sebelum waktu tidur tiba dan menciptakan
suasana yang nyaman di kamar tidur, cahaya yang redup dan tidak berisik.
Jika penyebabnya adalah stres emosional, diberikan obat untuk mengurangi
stres. Jika penyebabnya adalah depresi, diberikan obat anti-depresi. Jika
gangguan tidur berhubungan dengan aktivitas normal penderita dan
penderita merasa sehat, bisa diberikan obat tidur untuk sementara waktu.
Penggunaan etambutol perlu diawasi dengan baik karena pasien mengalami
23
gangguan penglihatan. Penggunaan eritromicin pada orang tua perlu
mendapatkan pengawasan yang baik. Pada pasien sempat mengalami
kermerahan pada kulit yang mungkin disebabkan alergi obat TB, namun
reaksi alergi hanya berlangsung beberapa hari sehingga pengobatan bias
tetap dilakukan.
Dari hasil penilaian kami, fungsi keluarga sudah cukup baik. Fungsi
sosial keluarga dalam masyarakat cukup baik. Keluarga aktif mengikuti
kegiatan di lingkungannya. Tingkat religious pasien baik, pasien masih rutin
melakukan shalat dirumah bersama dengan anggota keluarga. Sedangkan
untuk keadaan fisik lingkungan rumah masih sangat kurang. Pasien belum
memiliki kamar mandi di rumah dan jika ingin menggunakan kamar mandi
harus meminjam di rumah tetangga belakang rumah. Keluarga sadar akan
pentingnya menjaga kebersihan dan memiliki kamar mandi sendiri di
rumah, namun karena keterbatasan biaya, hal tersebut belum bisa
direalisasikan.
24
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Kegiatan Field Lab kunjungan rumah dilakukan terhadap pasien
dengan penyakit menular, yaitu diare, lepra, dan TB.
2. Bapak Tukijan, 56 tahun, menderita diare dan juga hipertensi. Hal ini
disebabkan karena perilaku yang kurang higienis dan kebiasaan gaya
hidup yang kurang sehat.
3. Bapak Suparno, 50 tahun, sudah menderita lepra/kusta tipe MB/basah
sejak 2009 lalu, namun baru terdiagnosis pada 3 April 2012. Sehingga,
pasien sudah mengalami mutilasi jaringan di bagian jari tangan. Pasien
saat ini sudah diobati dan mulai menunjukkan kesembuhan.
4. Bapak Marsowiyono, 70 tahun, didiagnosis masih positif menderita
TB Paru walaupun telah menjalani pengobatan selama 2 minggu. Hal
ini dikarenakan pasien sempat berhenti berobat.
5. Pelaksanaan Field Lab kunjungan rumah secara keseluruhan sudah
berjalan dengan baik dan lancar berkat bimbingan dan bantuan dari
petugas-petugas kesehatan Puskesmas Polokarto.
B. Saran
1. Pengukuran frekuensi nafas sebaiknya memakai sound timer agar
didapatkan hasil yang lebih yang lebih akurat.
2. Perlu pemberian konseling kepada orang tua bayi/balita mengenai cara
pemberian/menu makanan pada anak termasuk pemberian ASI dan
kapan harus kembali ke fasilitas kesehatan.
3. Masih tingginya angka kematian bayi pada usia 0 hari – 2 bulan di
Indonesia menunjukkan perlunya agar petugas kesehatan lebih
memperhatikan dan menggiatkan pelaksanaan MTBM.
4. Sebagai calon dokter, mahasiswa perlu memahami keterampilan
MTBS dan MTBM agar dapat menangani masalah kesehatan dan
memberikan pelayanan kesehatan dengan terampil dan profesional.
25
5. Petugas Puskesmas harus terus berusaha, meningkatkan skill, dan lebih
rutin dalam pelaksanaan MTBS guna menurunkan angka kesakitan dan
kematian balita, serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
balita yang sehat.
6. Perlu adanya kerja sama antara Pemerintah Daerah dan Puskesmas
untuk meningkatkan dan memperbaharui fasilitas pelayanan maupun
alat-alat kesehatan agar kualitas kesehatan tercapai dengan baik.
26
DAFTAR PUSTAKA
Prasetyawati AE (2007). Kedokteran keluarga dan wawasannya. Available from: http://fk.uns.ac.id/static/resensibuku/BUKU_KEDOKTERAN_KELUARGA.pdf- Diakses 05 Oktober 2012.
Wahyuni AS (2003). Pelayanan dokter keluarga.Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3535/1/fk-arlinda%20sari.pdf- Diakses 05 Oktober 2012.
Asmah N, Kristiani, Lazuardi L (2008). Implementasi pelayanan kesehatan model dokter keluarga di Kota Bontang. Available from: http://www.lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/No.1_Nur_Asmah_04_08.pdf- Diakses 05 Oktober 2012.
Tim Field Lab FK UNS (2012). Manual field lab home visit. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
27