isi

43
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan sehat merupakan harapan semua pihak tidak hanya oleh orang perorang atau keluarga, tetapi juga oleh kelompok dan bahkan oleh seluruh anggota masyarakat. Menurut Undang-undang No. 23 tahun 1992, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Prasetyawati, 2007). Dalam mewujudkan keadaan sehat banyak upaya yang harus dilaksanakan, satu diantaranya adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan diharapkan memenuhi faktor 3A2CIQ, yaitu available, accesible, affordable, continue, comprehensive, integreted dan quality. Secara umum pelayanan kesehatan dibagi menjadi dua yaitu pelayanan kesehatan personal atau pelayanan kedokteran dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kedokteran keluarga adalah termasuk dalam pelayanan kedokteran dimana pelayanan dokter keluarga ini memiliki karakteristik tertentu dengan sasaran utamanya adalah keluarga (Wahyuni, 2003). Sistem Kesehatan Nasional tahun 2004 menggariskan bahwa untuk masa mendatang, apabila 1

Upload: nimas-ayu-suri-patriya

Post on 20-Jan-2016

28 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

just upload

TRANSCRIPT

Page 1: Isi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keadaan sehat merupakan harapan semua pihak tidak hanya oleh

orang perorang atau keluarga, tetapi juga oleh kelompok dan bahkan oleh

seluruh anggota masyarakat. Menurut Undang-undang No. 23 tahun 1992,

kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun

sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial

dan ekonomis (Prasetyawati, 2007).

Dalam mewujudkan keadaan sehat banyak upaya yang harus

dilaksanakan, satu diantaranya adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

Upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan diharapkan memenuhi faktor

3A2CIQ, yaitu available, accesible, affordable, continue, comprehensive,

integreted dan quality. Secara umum pelayanan kesehatan dibagi menjadi dua

yaitu pelayanan kesehatan personal atau pelayanan kedokteran dan pelayanan

kesehatan masyarakat. Pelayanan kedokteran keluarga adalah termasuk dalam

pelayanan kedokteran dimana pelayanan dokter keluarga ini memiliki

karakteristik tertentu dengan sasaran utamanya adalah keluarga (Wahyuni,

2003).

Sistem Kesehatan Nasional tahun 2004 menggariskan bahwa untuk

masa mendatang, apabila sistem jaminan kesehatan nasional telah

berkembang, pemerintah tidak lagi menyelenggarakan Upaya Kesehatan

Perorangan (UKP) strata pertama. Penyelenggaraan UKP akan diserahkan

kepada masyarakat dan swasta dengan menerapkan konsep dokter keluarga,

kecuali di daerah yang terpencil (Asmah et al., 2008).

Pelayanan dokter keluarga merupakan salah satu upaya

penyelenggaraan kesehatan perorangan di tingkat primer untuk memenuhi

ketersediaan, ketercapaian, keterjangkauan, kesinambungan dan mutu

pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Wahyuni, 2003).

Pelayanan dokter keluarga diharapkan akan mampu mengatasi

permasalahan kesehatan yang hingga sekarang belum terselesaikan karena

1

Page 2: Isi

belum jelasnya bentuk subsistem pelayanan kesehatan dan terkait dengan sub

sistem pembiayaan kesehatan. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan

kesehatan yang bermutu dan terjangkau merupakan sesuatu yang esensial.

Dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan model dokter keluarga

diharapkan dokter keluarga sebagai “ujung tombak” dalam pelayanan

kedokteran tingkat pertama, yang dapat berkolaborasi dengan pelayanan

kedokteran tingkat kedua dan yang bersinergi dengan sistem lain (Asmah et

al., 2008).

Salah satu bentuk pelayanan kesehatan dengan pendekatan kedokteran

keluarga untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang holistik dan

berkesinambungan adalah dengan melakukan home visit atau kunjungan

rumah, karena dengan home visit dokter dapat mengumpulkan data tentang

latar belakang pasien. Hal ini dapat menjadi salah satu kunci pokok

keberhasilan dalam keberhasilan pelayanan dokter keluarga dan

meningkatnya status kesehatan pasien (Tim Field Lab FK UNS, 2012).

B. Tujuan

Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa mampu

melakukan kunjungan rumah (home visit) sebagai pelayanan kedokteran

keluarga. Adapun learning outcome pembelajaran ini adalah diharap

mahasiswa:

1. Menjelaskan dasar-dasar kunjungan rumah (home visit) dalam

kedokteran keluarga.

2. Melakukan tahapan-tahapan dan prosedur kegiatan kunjungan rumah

(home visit) dalam pelayanan kedokteran keluarga.

3. Mengidentifikasi permasalahan kesehatan keluarga berdasarkan fungsi

keluarga dan menyusun usulan penatalaksanaannya secara holistik dan

komprehensif.

2

Page 3: Isi

BAB II

KEGIATAN YANG DILAKUKAN

Kelompok A7 mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan field lab

di Puskesmas Polokarto, Kabupaten Sukoharjo. Kegiatan field lab Keterampilan

Kedokteran Keluarga: Kunjungan Pasien di Rumah (Home Visit) dilaksanakan

dalam 3 kali pertemuan.

A. Pertemuan I: Kamis, 27 September 2012

Kegiatan yang kami lakukan pada minggu pertama field lab di

Puskesmas Polokarto adalah mendapat bimbingan dari Sugeng Purnomo, dr.

selaku kepala Puskesmas Polokarto dan Arsita Rasmi, dr., selaku instruktur

lapangan. Kami mendapat pengarahan mengenai garis besar home visit yang

sebelumnya diawali dengan pretest lisan mengenai materi home visit.

Selanjutnya kelompok kami terdiri dari 11 mahasiswa yang dibagi menjadi

tiga kelompok kecil secara acak untuk memudahkan dalam pelaksanaan

home visit pada pertemuan kedua. Tiap kelompok kecil tersebut melakukan

kegiatan Home Visit terhadap ke satu rumah. Kelompok 1 dibimbing

langsung oleh Ibu Eni Widyastuti dan Kelompok 2 dan 3 oleh Ibu Eni

Kusrini. Berikut ialah rincian pembagian kelompok kecil:

1. Kelompok 1 (Diare) : Bobbi Juni Saputra, Farida Nur K, Nimas Ayu

Suri P, dan Putri Dini Azika.

2. Kelompok 2 (Lepra): Dwi Rachmawati, Ema Nur Fitriana, dan Raden

Artheswara.

3. Kelompok 3 (TB): Ensan Galuh Pertiwi, Kristiana Margareta, Nur

Zahratul Jannah, dan Wisnu Yudho

Kunjungan rumah (home visit) yang dilakukan ini bertujuan untuk

mengumpulkan data tentang pasien. Secara garis besar kegiatan hari

pertama terdiri dari kegiatan-kegiatan yaitu:

1. Mempelajari data-data pasien rawat jalan di Puskesmas untuk memilih

sasaran keluarga yang akan dikunjungi sesuai dengan kelompok kecil.

Dalam hal ini kasus home visit sudah diarahkan oleh pihak Puskesmas

3

Page 4: Isi

melalui instruktur lapangan yaitu penyakit menular. Kasus yang

dipilihkan adalah penyakit diare, lepra, dan Tuberculosis (TB).

2. Melakukan survey pasien yang akan dikunjungi pada hari kedua dan

membuat janji jadwal kunjungan yang akan dilakukan kemudian

dikonsultasikan kepada instruktur lapangan. Dalam hal ini pihak

Puskesmas sudah berkoordinasi dengan Bidan Desa di tempat akan

dilakukan home visit sehingga di pertemuan kedua sehingga kami

langsung melaksanakan kegiatan home visit. Jadwal kunjungan

ditetapkan pada lapangan hari kedua yaitu Kamis, 4 Oktober 2012.

3. Mengidentifikasi dan membuat prioritas masalah yang ada di dalam

keluarga yang akan dikunjungi untuk persiapan permberian

nasihat/penyuluhan pada saat pelaksanaan kegiatan home visit.

4. Mengisi form-form pelaporan kegiatan home visit yang ada di

Puskesmas. Dalam hal ini form disesuaikan dengan yang ada di modul

field lab dari fakultas ditambah form khusus yang biasa digunakan di

puskesmas sesuai jenis penyakit jika ada (formulir kunjungan rumah

terlampir).

5. Mempersiapkan alat yang akan dipakai dalam home visit (tensimeter,

stetoskop, termometer, senter, media penyuluhan, meteran)

B. Pertemuan II: Kamis, 4 Oktober 2012

1. Kelompok 1: Diare

Kegiatan home visit dengan kasus diare dilakukan oleh

kelompok 1. Pasien dipilih dari daftar pasien pada klinik sanitasi.

Pasien bernama Tukijan, usia 56 tahun, yang beralamat di Tegal Rejo

RT.03 RW.02, Godog, Sukoharjo. Penderita sebelumnya pernah rawat

inap selama dua hari akibat kasus diare yang dideritanya. Pada tanggal

13 September 2012 juga sudah dilakukan konseling di Klinik Sanitasi

Puskesmas Polokarto.

Kegiatan home visit kelompok 1 didampingi Ibu Eni

Widyastuti dari klinik sanitasi. Kegiatan pertama adalah meminta izin

kepada Kepala dukuh Gogog dan menuju rumah penderita.

4

Page 5: Isi

Pengumpulan data dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok

yang melakukan wawancara dan kelompok yang melakukan survey

rumah dan lingkungan dan dokumentasi. Wawancara dilakukan oleh

Farida Nur K. dan Nimas Ayu Suri P. ditemani oleh Ibu Eni Widyastuti

kepada Bapak Tukijan mengenai data-data yang diperlukan pada

formulir keluarga beserta pemeriksaan fisik pada pasien. Wawancara

dilakukan di ruang tamu. Survey rumah dan lingkungan serta

dokumentasi dilakukan oleh Bobbi Juni Saputra dan Putri Dini Azika

dan ditemani oleh Ibu Painem (Istri pasien). Survey dilakukan pada

seluruh bagian rumah dan lingkungan sekitar. Ibu Utami kami minta

pula untuk mengisi form penilaian APGAR Score.

Kelompok I kemudian melakukan pengumpulan data dan

pemeriksaan sesuai dengan formulir home visit, panduan kunjungan

lapangan P2 diare, karakteristik demografi keluarga, dan form penilaian

APGAR score. Data hasil pemeriksaan dan wawancara disertakan

dalam lampiran.

Setelah seluruh data didapatkan, mahasiswa melakukan

penyuluhan kesehatan mengenai cara penularan diare dan cara

mencegahnya, kemudian mengucapkan terima kasih dan berpamitan

dengan Bapak Tukijan dan keluarganya.

2. Kelompok 2 Lepra

Kelompok 2 melakukan home visit ke rumah pasien dengan

didampingi oleh petugas puskesmas. Pasien yang kami kunjungi adalah

Bapak Suparno yang berusia 50 tahun dan beralamat di Padasan RT 01

RW VII, Mranggen, Polokarto, Sukoharjo

Pasien menderita penyakit Morbus Hansen (Kusta). Dalam

kunjungan kali ini, kami melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik

terhadap pasien dan keluarganya berkaitan dengan masalah kesehatan

pasien. Selain itu, kami juga melakukan pemeriksaan rumah dan

lingkungannya untuk mengetahui kondisi lingkungan tempat tinggal

5

Page 6: Isi

pasien. Wawancara mendalam dan pemeriksaan dilakukan dengan

menggali:

a. Status penderita

b. Status keluarga

c. Anamnesis yang berkaitan dengan penyakit (riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat

kebiasaan, riwayat social ekonomi, dan riwayat gizi)

d. Pemeriksaan fisik (keadaan umum, tanda vital, status gizi, dan

pemeriksaan sistem)

e. Identifikasi fungsi keluarga (fungsi biologis, fungsi psikologis,

fungsi sosial, ekonomi dan pemenuhan kebutuhan, fungsi

fisiologis, fungsi patologis)

f. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan (faktor

perilaku, faktor nonperilaku, gambaran lingkungan rumah, dan

denah rumah)

g. Diagnostik holistik permasalahan yang ditemukan

h. Rekomendasi/saran/penyuluhan kesehatan

Data hasil pemeriksaan dan wawancara disertakan dalam

lampiran.

3. Kelompok 3 TB

Kegiatan home visit dengan kasus TB Paru dilakukan oleh

kelompok 3. Pasien dipilih dari daftar pasien pada klinik sanitasi, yaitu

Bapak Marsowiyono (70 tahun) yang merupakan pasien baru di Klinik

Sanitasi Puskesmas Polokarto yang dirujuk dari Prof. Suradi. Pasien ini

dirasa perlu untuk dilakukan home visit karena pasien baru dan belum

pernah dilakukan home visit sebelumnya.

Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik demografis

keluarga, identitas penderita, penetapan masalah pasien, fungsi

keluarga, struktur keluarga (genogram), pola interaksi keluarga,

keadaan rumah dan lingkuangan (indoor dan outdoor), denah rumah,

daftar masalah, dan kesimpulan dan saran.

6

Page 7: Isi

Pengumpulan data dilakukan di rumah pasien yaitu di Jebukan

RT 02 RW 06, Kemasan, Sukoharjo. Mahasiswa, Ibu Eni Kusrini, dan

Ibu Utami (keluarga pasien) berangkat bersama dari Puskesmas

Polokarto menuju rumah pasien.

Pengumpulan data dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok

yang melakukan wawancara dan kelompok yang melakukan survey

rumah dan lingkungan dan dokumentasi. Wawancara dilakukan oleh

Nur Zahratul Jannah dan Wisnu Yudho Hutomo kepada Bapak

Marsowiyono mengenai data-data yang diperlukan pada formulir

keluarga beserta pemeriksaan fisik pada pasien. Wawancara dilakukan

di ruang tamu. Survey rumah dan lingkungan serta dokumentasi

dilakukan oleh Kristiana Margareta dan Ensan Galuh Pertiwi ditemani

oleh Ibu Utami (Pengawas Minum Obat (PMO)/ keluarga pasien).

Survey dilakukan pada seluruh bagian rumah dan lingkungan sekitar.

Ibu Utami kami minta pula untuk mengisi form penilaian APGAR

Score.

Pencatatan data dilakukan sekaligus saat melakukan wawancara

dan survey. Seluruh data yang didapatkan dicatat pada formulir

kunjungan rumah dan dibantu dengan foto-foto dokumentasi kegiatan

dan hasil survey rumah (terlampir). Setelah seluruh data didapatkan,

mahasiswa melakukan penyuluhan kesehatan mengenai cara penularan

TB Paru dan cara mencegahnya serta memberikan motivasi kepada

pasien dan keluarga untuk tetap semangat dan rutin minum obat.

Setelah semua prosedur pelaksanaan home visit dilakukan, kami

mengucapkan terima kasih dan berpamitan kepada tuan rumah dan

keluarga. Sebagai dokumentasi, kami melakukan foto bersama dan

memberikan kenang-kenangan berupa poster TB paru yang diharapkan

dapat menjadi media untuk edukasi pasien dan keluarga.

C. Pertemuan III: Kamis, 11 Oktober 2012

Pertemuan ketiga direncanakan untuk kegiatan presentasi hasil

kegiatan field lab home visit.

7

Page 8: Isi

BAB III

PEMBAHASAN

A. Kelompok Diare

1. Status Penderita dan Keluarga

Berdasarkan status penderita pada formulir hasil home visit

didapatkan nama pasien adalah Tukijan dengan umur 56 tahun.

Pekerjaan Bapak Tukijan adalah pengangguran namun dulunya Bapak

Tukijan adalah seorang Kuli di pasar Klewer. Agama Bapak Tukijan

adalah Islam dan pendidikan terakhir adalah tamat SD. Alamat bapak

Tukijan adalah Tegal Rejo RT 03 RW 02, Godog, Sukoharjo yang

merupakan desa yang diampu oleh Puskesmas Polokarto. Golongan

darah Bapak Tukijan adalah O dan bersuku Jawa asli.

Bapak Tukijan sudah menikah dengan istrinya yang bernama

Ibu Painem. Bentuk keluarga berdasarkan status keluarga adalah

keluarga inti yaitu terdiri dari ayah, ibu dan 3 orang anak. Rata- rata

pendapatan per bulan 1,1 juta per bulan dimana sumber pendapatannya

berasal dari istri dan anaknya. Istrinya bekerja sebagai petani dan

anaknya bekerja sebagai pembantu.

2. Anamnesis

Berdasarkan anamnesis, Bapak Tukijan menderita Stroke dan

Hipertensi. Penyakit stroke yang diderita sudah dialami sejak 5 tahun

yang lalu, saat ini Bapak Tukijan sudah tidak menjalani pengobatan

untuk penyakit strokenya. Sebelum menderita stroke, beliau sering

merasa pusing. Beliau membeli obat-obatan warung untuk mengatasi

pusing tersebut dan tidak pernah mencoba untuk memeriksakannya ke

dokter atau puskesmas. Baru setelah terkena stroke, diketahui bahwa

beliau menderita hipertensi. Kunjungan rumah yang kami lakukan

disebabkan Bapak Tukijan sebelumnya menderita diare dan harus di

rawat di rumah sakit selama 3 hari. Sebelumnya pasien merasa sakit dan

lemas. Pasien juga demam dan muntah. Saat pasien mau ke kamar

8

Page 9: Isi

mandi pasien jatuh. Pasien didiagnosis menderita diare dan harus di

rawat inap. Berdasarkan rekam medis, sebelumnya pasien jajan di

warung dan makan makanan pedas. Selain itu pasien juga kurang

menjaga kebersihannya karena tidak mencuci tangan sebelum makan.

Sebelum bekerja sebagai kuli Bapak Tukijan pernah bekerja di

pabrik. Beliau pernah menderita penyakit paru-paru saat bekerja di

pabrik. Berdasarkan pemeriksaan dokter di pabrik Bapak Tukijan

didiagnosis menderita TB Paru. Keluarga Bapak Tukijan tidak ada yang

menderita penyakit kronis maupun menular.

Berdasarkan riwayat kebiasaan bapak Tukijan dulu seorang

perokok, namun sekarang sudah berhenti. Bapak Tukijan termasuk

peserta Jamkesmas. Makanan sehari- hari yang dikonsumsi berupa nasi,

sayur dan lauk yang dikonsumsi 3 kali sehari. Namun Bapak Tukijan

jarang mengkonsumsi buah. Saat menjadi kuli, beliau sering

mengkonsumsi ayam potong sehingga menderita kegemukan.

3. Pemeriksaan Umum

Berdasarkan pemeriksaan umum pasien didapatkan keadaan

umum pasien tampak sehat. Namun cara berjalannya agak pincang dan

tangan yang sulit digerakkan. Hasil pemeriksaan vital sign tekanan

darah 140/90 mmHg, nadi 65 kali per menit dan respiratory rate 17 kali

permenit. Status gizi baik yang tunjukkan dengan berat badan 52 kg dan

tinggi badan 151 cm. Berdasarkan pemeriksaan sistem dapat diketahui

tidak ada gangguan kecuali pada ekstremitas. Ekstremitas atas kanan

tidak bisa menggenggam sedangkan bagian kiri normal. Ekstremitas

bawah kanan didapatkan hasil lutut kaku dan sulit dilipat sedangkan

yang kiri normal. Tidak terdapat pemeriksaan penunjang yang

dilakukan. Kelemahan ekstremitas yang terjadi disebabkan oleh stroke

yang diderita. Saat pertama kali terkena stroke, pasien sama tidak bisa

berjalan. Setelah pengobatan dan terapi pasien dapat menggerakkan

kaki dan tangannya.

9

Page 10: Isi

4. Identifikasi Fungsi Keluarga

Fungsi biologis berdasarkan identifikasi fungsi keluarga

didapatkan data bahwa anggota keluarga terdiri dari ayah, ibu dan 3

orang anak. Sehingga terdapat 5 orang yang tinggal dalam satu rumah.

Bapak Tukijan memiliki 3 orang anak, anak pertama dilahirkan di

rumah sakit sedangkan anak kedua dan ketiga dilahirkan di bidan desa.

Ketiga anak Bapak Tukijan lahir normal. Di rumah Bapak Tukijan

hanya Bapak Tukijan yang pernah menderita penyakit kronis dan

penyakit menular yaitu berupa TB Paru, hipertensi, stroke dan diare.

Istri Bapak Tukijan sekarang sudah tidak menggunakan KB

Hubungan antara anggota keluarga harmonis dan penyelesaian

masalah dalam keluarga baik. Fungsi sosial Bapak Tukijan baik

ditandai dengan aktif dalam kegiatan sosial berupa kerja bakti dan

arisan. Pekerjaan anak pertamanya adalah seorang pembantu dan

istrinya adalah seorang petani. Dari penghasilan tersebut cukup untuk

memenuhi keperluan sehari-hari. Berdasarkan pengawasan dan

kemampuan beradaptasi, keputusan penting keluarga dipegang oleh

kepala keluarga dan jika terjadi masalah cara menyelesaikan masalah

tersebut baik dan dimusyawarahkan. Hubungan dengan masyarakat

sekitarnya baik dan dapat bersosialisasi.

Fungsi fisiologis keluarga diukur dengan menggunakan APGAR

(Adaptation, Partnership, Growth, Affection, Resolve). Pengukuran

APGAR menggunakan kuesioner yang berisi kepuasan anggota

keluarga dalam menerima bantuan (Adaptation), berkomunikasi dalam

menyelesaikan masalah (Partnership), kebebasan yang diberikan

keluarga demi perkembangan (Growth), kasih sayang yang diberikan

keluarga (Affection), dan kebersamaan dalam membagi waktu,

kekayaan, dan ruang atas keluarga (Resolve). Kuesioner diisi oleh

masing-masing anggota keluarga. Masing-masing poin mempunyai skor

0-2, dimana 0 bila tidak pernah, 1 bila kadang-kadang, dan 2 bila

hampir selalu. Total nilai maksimal yang didapat adalah 10. Kriteria

10

Page 11: Isi

yang digunakan apabila total skor 0-3 berarti fungsi keluarga sakit, 4-7

fungsi keluarga kurang sehat, 8-10 fungsi keluarga sehat.

Saat kunjungan, hanya ada Bapak Tukijan, Ibu Painem, dan

anak terakhir beliau sehingga APGAR diisi oleh Bapak Tukijan dan

istrinya. Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan hasil nilai APGAR

Bapak Tukijan 10. Sedang hasil nilai APGAR Ibu Painem 6. Total nilai

APGAR adalah 16 dibagi dua sesuai jumlah anggota yang mengisi

sehingga hasil akhir nilainya adalah 8. Hal tersebut menunjukkan

bahwa fungsi keluarga yang sehat.

Fungsi patologis diukur berdasarkan SCREEM (sosial, cultural,

religius, economic, educational, medical). Berdasarkan fungsi patologis

Bapak Tukijan termasuk tidak mengalami gangguan. Kehidupan sosial

Bapak Tukijan termasuk aktif. Kultural Bapak Tukijan, sehari-hari

keluarga berkomunikasi dengan bahasa Jawa, beliau percaya dengan

hal-hal berbau klenik dan jin-jin. Tingkat religius Bapak Tukijan baik.

Beliau rutin sholat 5 waktu. Secara ekonomi, bapak Tukijan merasa

pendapatan keluarga cukup untuk kehidupan sehari-hari. Tingkat

pendidikan paling tinggi dari pasien tamat sekolah dasar. Bapak Tukijan

menggunakan pelayanan kesehatan di bidan dekat rumahnya dan

Puskesmas, selain itu beliau juga termasuk peserta Jamkesmas.

5. Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan

Faktor perilaku diketahui dengan kesadaran pasien tentang

pentingnya kesehatan. Bapak Tukijan adalah seorang cukup yang

menyadari pentingnya kesehatan ditandai dengan kunjungan medis ke

bidan dekat rumah dan puskesmas tiap sakit. Namun Bapak Tukijan

juga terkadang berobat ke pengobatan alternatif, mengkonsumsi obat

tradisional, dan obat warung apabila penyakitnya dirasa tidak parah.

Bapak Tukijan cukup memiliki perilaku hidup sehat, ditandai dengan

mandi 3 kali sehari, gosok gigi 3 kali sehari, makan teratur, BAB di

jamban, istirahat cukup. Namun Bapak Tukijan tidak diet 4 sehat 5

sempurna dan kurang olahraga. Jika ada anggota keluarga yang sakit

11

Page 12: Isi

diobati di dokter puskesmas karena gratis. Pembiayaan pengobatan di

Puskesmas Polokarto gratis dan pasien merupakan peserta Jamkesmas.

Kegiatan membersihkan rumah dilakukan rutin setiap hari.

Faktor non periku dilihat dari kondisi fisik rumah dan

lingkungannya, sumber air, tempat mandi dan buang hajat serta

pembuangan limbah keluarga. Gambaran lingkungan rumah Bapak

Tukijan di huni oleh 5 orang, ukuran rumah 72 m2. Berdasarkan hal

tersebut dapat diketahui bahwa kepadatan penghuni rumah tidak terlalu

padat (14,4 m2/orang). Jarak antar rumah 50 cm, sanitasi lingkungan

cukup, pembuangan sampah di halaman depan rumah. Selain itu rumah

bapak Tukijan terdiri dari 2 kamar dan 1 kamar mandi permanen

dimana jarak WC dari sumur 10,3 m. Lantai rumah dari semen,

ventilasi cukup, penerangan cukup, dinding tembok dan atap genteng.

Karakteristik demografi keluarga Bapak Tukijan terdiri dari

kepala keluarga, istri dan 3 orang anak yang secara rinci dapat dilihat

pada lampiran. Bapak Tukijan sudah menikah 2 kali. Beliau menikah

dengan istri pertamanya pada tahun 1977 dan mempunyai seorang anak.

Tahun 1980, bapak Tukijan bercerai. Kemudian beliau menikah dengan

ibu Painem dan mempunyai 3 orang anak.

6. Diagnostik holitistik permasalahan yang ditemukan

Secara keseluruhan tidak ada permasalahan yang cukup berarti

yang dapat mempengaruhi kesehatan. Secara psikologis pasien tidak

mempunyai masalah. Pasien juga aktif dalam kegiatan bermasyarakat.

Sebagai kepala keluarga pasien tidak dapat mencari nafkah sehingga

tugas tersebut dilimpahkan ke istri dan anaknya. Penyakit yang

sekarang diderita pasien lebih disebabkan oleh kebiasaan hidup sehat

yang kurang dari keluarga. Kurang olahraga dan sering mengkonsumsi

makanan berlemak dapat menyebabkan pasien terkena penyakit kronis

seperti hipertensi dan stroke.

12

Page 13: Isi

7. Rekomendasi/Saran/Penyuluhan Kesehatan

Berdasarkan panduan kunjungan lapangan P2 diare disimpulkan

penyebab kasus adalah perilaku yang kurang higienis. Saran dan

penyuluhan yang diberikan sesuai dengan penyakit diare Bapak Tukijan

karena perilaku hidup yang tidak higienis. Saran yang diberikan adalah:

a. Cuci tangan sebelum makan atau menyiapkan makanan.

b. Cuci tangan menggunakan sabun setelah buang air besar.

c. Minum air yang sudah dimasak.

d. Menutup makanan dengan tudung saji.

e. Mencuci alat makan dengan air bersih.

f. Menyarankan untuk tidak mengkonsumsi makanan yang kurang

bersih.

B. Kelompok 2: Lepra

Bapak Suparno adalah pasien yang menderita Morbus Hansen/Kusta

tipe MB disertai Diabetes Mellitus. Kami melakukan wawancara,

pemeriksaan fisik, dan pengukuran lingkungan rumah terhadap pasien

untuk mengetahui kondisi biopsikososial pasien yang berkaitan dengan

penyakit yang dideritanya.

1. Status Penderita dan Keluarga

Bapak Suparno, berumur 50 tahun, berjenis kelamin laki-laki,

beragama Islam, dan bekerja sebagai wiraswasta. Pasien Bapak Suparno

tinggal di rumah bersama 5 anggota keluarga yang terdiri dari istri Ibu

Mulyani (39 tahun), empat anak yaitu Santi (25 tahun), Fitri Rahayu (18

tahun), Nurul Ramadhani (11 tahun), Fahrizal (2 tahun), menantu

Harun J. (26 tahun), dan seorang cucu Ananda (2 bulan).

Pada status pernikahan, Bapak Suparno telah menikah dua kali.

Pernikahan dengan istri pertama mengalami hambatan sehingga mereka

terpaksa bercerai. Pernikahan dengan Ibu mulyani adalah pernikahan

kedua dan masih berjalan hingga sekarang.

13

Page 14: Isi

2. Anamnesis

Berdasarkan anamnesis yang kami lakukan, Bapak Suparno

menderita Morbus Hansen tipe MB sejak 2009 lalu namun baru

terdiagnosis pada 3 April 2012. Karena keterlambatan cek pemeriksaan,

pasien sudah mengalami clawing finger dan mutilasi di jari tangan saat

pertama kali ditemukan petugas kesehatan Puskesmas. Setelah

terdiagnosis Morbus Hansen tipe MB, Bapak Suparno menjalani

pengobatan sejak bulan April 2012 hingga kini yang telah berjalan

selama 6 bulan pengobatan dan tidak pernah putus berobat. Saat Bapak

Suparno diwawancarai, Bapak Suparno mengungkapkan bahwa dirinya

merasa semakin membaik setelah menjalani program pengobatan rutin.

Riwayat penyakit dahulu, 6 tahun yang lalu, Bapak Suparno

sempat mengalami kelumpuhan mendadak pada kedua kaki dan tangan

yang didiagnosis Rheumatic oleh dokter. Pada saat menderita

Rheumatic, pasien mendapatkan komplikasi oedema di kedua tangan

dari pengobatan yang dijalaninya sehingga pengobatan terpaksa

dihentikan. Hal tersebut menyebabkan pasien harus beralih ke beberapa

dokter namun tidak kunjung membaik, sehingga pasien sempat tidak

ingin melanjutkan pengobatan kemudian beralih kepada pengobatan

tradisional.

Pada 5 tahun yang lalu, tahun 2007, Bapak Suparno menderita

Diabetes Mellitus yang dipicu akibat stres dan kurangnya aktivitas fisik.

Tidak hanya Bapak Suparno, Ibu Mulyani juga menderita Diabetes

Mellitus. Pada pemeriksaan gula darah sewaktu, hasil pemeriksaan

GDS = 445 ml/dl dan pasien diberi terapi glibenclamid.

Riwayat kebiasaaan dan gizi Bapak Suparno dapat dikatakan

cukup baik, yang mana tidak pernah merokok dan mengkonsumsi

alkohol. Selain itu, pengetahuan keluarga terhadap kesehatan cukup

baik dan masih dapat memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari walaupun

kondisi ekonomi cukup sulit.

14

Page 15: Isi

3. Pemeriksaan Umum

Pada hasil pemeriksaan fisik yang kami lakukan, keadaan umum

pasien baik, rapi, dan besih. Hasil pemeriksaan tanda vital menunjukkan

tekanan darah 110/70 mmHg sedikit dibawah normal, nadi 51x/menit

dengan pulsasi teratur tetapi lemah, Respiration Rate normal 19x/menit,

dan suhu aksilla 37,3o C normal. Status gizi pasien dengan Berat Badan

79kg dan Tinggi Badan 171cm menunjukkan IMT 27,01 overweight.

Kegemukan pada pasien mungkin disebabkan karena kurangnya

aktivitas fisik dan pekerjaan.

4. Identifikasi Fungsi Keluarga

Identifikasi fungsi keluarga yang dilakukan terhadap pasien

menunjukkan hasil sebagai berikut :

a. Fungsi Biologis

1) Anggota keluarga terdiri dari Ibu Mulyani (Istri), Santi

(Anak), Nn (Anak), Fitri Rahayu (Anak), Nurul Ramadhani

(Anak), Fahrizal (Anak), Harun J (menantu), dan Ananda

(cucu). Riwayat kelahiran pasien normal.

2) Semua anggota keluarga inti pasien sehat, tidak sedang

menderita penyakit kronis atau menular.

3) Pada riwayat pemakaian KB, istri menggunakan KB implan.

b. Fungsi Psikologis

1) Hubungan antar anggota keluarga sangat baik

2) Pasien dan keluarganya sering berkumpul bersama

3) Masing-masing anggota keluarga saling terbuka satu sama

lain

4) Selalu musyawarah dalam pengambilan keputusan

5) Keluarga pasien sangat mendukung upaya pengobatan pasien

c. Fungsi Sosial

1) Kedudukan sosial dalam masyarakat, Bapak Suparno adalah

salah satu anggota RT di daerahnya, sedangkan istri pasien

adalah salah satu anggota PKK.

15

Page 16: Isi

2) Dalam hal keaktifan dalam kegiatan masyarakat, setiap

anggota keluarga aktif berperan serta dalam setiap kegiatan

gotong royong, pertemuan RT, bersih desa, dan kerja bakti di

desanya.

d. Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan

1) Kehidupan ekonomi keluarga pasien tergantung pada gaji

kepala keluarga (Bapak Suparno) yang berpenghasilan tidak

tetap sebagai wiraswasta, sedangkan pekerjaan Istri Ibu

Mulyani sebagai buruh, anak Santi dan menantu Harun J

sebagai wiraswasta, dan anak Fitri Rahayu sebagai penjahit.

Kondisi ekonomi keluarga semakin memburuk akibat telah

kehabisan dana untuk berobat di Rumah Sakit Swasta untuk

mengobati penyakit pada masa lalu. Hal ini disebabkan

karena pasien tidak mengetahui jamkesmas yang dimilikinya

dapat berlaku di Rumah Sakit Swasta.

2) Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga pasien makan 3x

sehari dengan menu makanan pokok yang sering dikonsumsi

adalah nasi, sayur, lauk (tahu dan tempe), dan buah.

3) Keluarga Bapak Suparno hanya mengandalkan Jamkesmas

dan Jampersal untuk biaya pengobatan apabila ada keluarga

yang sakit.

e. Pengawasan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi

1) Keputusan penting keluarga dipegang oleh kepala keluarga

2) Pengawasan masalah dan kemampuan beradaptasi keluarga

Bapak Suparno dapat dikatakan cukup baik karena segala

masalah diselesaikan dengan musyawarah dan pengambilan

keputusan berada di tangan kepala keluarga.

3) Hubungan keluarga dengan masyarakat sekitar sangat baik

dan akrab, apalagi beberapa tetangga pasien merupakan

saudara kandung pasien.

16

Page 17: Isi

f. Fungsi Fisiologis Keluarga (APGAR Score)

Penilaian pemeriksaan fisiologi keluarga didasarkan pada

kuesioner APGAR score yang diisi oleh setiap anggota keluarga.

Kami memberikan kuisioner APGAR score dan memandu cara

pengisian kuisioner APGAR kepada setiap anggota keluarga.

Hasil APGAR score diperoleh nilai sebagai berikut :

1) Bapak Suparno : 10

2) Bu Mulyani : 8

3) Fitri R. : 6

Berdasarkan APGAR score diatas, jumlah APGAR score

adalah 24. Nilai rata-rata adalah 24/3 = 8, sehingga dapat

dikatakan fungsi fisiologis keluarga adalah baik.

g. Fungsi Patologis (SCREEM)

1) Social

Hubungan pasien dengan keluarga dan tingkat sosialisasi

dengan masyarakat sangat baik.

2) Cultural

Kehidupan pasien sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa.

Lingkungan tempat tinggal pasien masih sangat kental

dengan budaya Jawa yang dapat digambarkan dengan masih

adanya kegiatan rutin seperti bersih desa dengan cara

menggelar pertunjukkan wayang kulit dengan menggunakan

biaya iuran masyarakat.

3) Religius

Keluarga pasien termasuk keluarga religius karena keluarga

pasien rajin menjalankan ibadah sholat lima waktu.

4) Economic

Kehidupan ekonomi pasien sedikit sulit sejak pasien sakit

namun kebutuhan pokok sehari-hari masih dapat terpenuhi

dengan baik.

17

Page 18: Isi

5) Educational

Riwayat pendidikan pasien adalah pendidikan Sekolah Dasar

(SD) yang kemudian mengikuti ujian kejar paket B.

6) Medical

Kemampuan merawat diri dan kepatuhan minum obat

dilakukan dengan baik karena pasien memiliki semangat

yang tinggi untuk sembuh.

5. Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan

Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan

menunjukkan hasil sebagai berikut :

a. Faktor Perilaku

1) Kesadaran pentingnya kesehatan

Kesadaran untuk hidup pasien dapat dikatakan cukup tinggi.

Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit, keluarga

akan langsung berobat ke Rumah Sakit atau Puskesmas.

Selain itu, istri dan anak pasien melahirkan dengan bantuan

bidan desa serta keluarga ikut berperan aktif dalam mengikuti

kegiatan di Posyandu Balita.

2) Perilaku hidup sehat

Keluarga pasien melakukan prinsip perilaku hidup sehat,

yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Keluarga pasien mandi rutin dua kali sehari

b) Kalurga pasien rajin menggosok gigi secara teratur

c) Keluarga pasien BAB di jamban

d) Olahraga/kegiatan disik kurang teratur karena dalam

seminggu belum tentu melakukan olahraga

3) Jika ada anggota keluarga yang sakit diobati dengan obat dari

tenaga kesehatan dari puskesmas. Alasan pasien selalu

berobat ke puskesmas adalah karena keyakinan pasien bahwa

puskesmas merupakan tempat pertolongan pertama, lokasi

dan jarak puskesmas yang terjangkau dari rumah, dan

18

Page 19: Isi

keluarga pasien memiliki JAMKESMAS sehingga mendapat

kemudahan dalam berobat.

4) Kegiatan membersihkan rumah dan lingkungan dilakukan

rutin setiap hari.

b. Faktor Non Perilaku

1) Kondisi fisik rumah dan lingkungannya

Berdasarkan hasil pengamatan kami, kondisi rumah dan

lingkungan sudah cukup memenuhi syarat kesehatan. Kondisi

fisik rumah dan lingkungan meliputi luas tanah 96 meter2,

dinding bata berlapis semen, lantai semen, pencahayaan dan

ventilasi cukup, dan atap genting.

a) Sumber air didapatkan dari sumur yang digunakan untuk

empat rumah.

b) Tempat mandi di kamar mandi dan tempat buang hajat di

jamban/WC.

c) Pembuangan limbah keluarga dilakukan di tempat

sampah yang kemudian dibakar.

2) Gambaran Lingkungan Rumah

a) Jumlah anggota keluarga tinggal di rumah adalah 6

orang.

b) Ukuran rumah adalah 96 meter2

c) Jarak antara rumah cukup dan sanitasi lingkungan baik

d) Rumah terdiri dari 2 kamar dan 1 gudang

e) Kamar mandi dan WC masing-masing ada 1 semi

permanen

f) Jarak WC dari sumur (sumber air) adalah 20 meter

g) Lantai rumah terbentuk dari semen

h) Ventilasi udara dan penerangan cahaya cukup

i) Dinding terbentuk dari tembok permanen

j) Atap terbentuk dari genting namun beberapa berlubang

k) Uang tamu berukuran 2,5 x 2,5

l) Ruang keluarga berukuran 4 x 10 m

19

Page 20: Isi

m) Kamar tidur ada dua dengan ukuran masing-masing 2,5 x

2,5

n) Keadaan dapur cukup baik dengan ukuran 3 x 2,5

6. Diagnostik holitistik permasalahan yang ditemukan

Berdasarkan hasil pengamatan oleh kelompok kami, pasien

Bapak Suparno menderita penyakit morbus hansen dan diabetes

mellitus tipe 2. Tidak ada permasalahan keluarga maupun permasalahan

psikologis yang cukup berarti yang dapat mempengaruhi status

kesehatan pasien Bapak Suparno, tetapi terdapat sedikit masalah

ekonomi yang dihadapi keluarga Bapak Suparno.

7. Rekomendasi/Saran/Penyuluhan Kesehatan

Berdasarkan kunjungan yang kami lakukan, rekomendasi/

saran/penyuluhan yang kami berikan terhadap pasien adalah :

a. Terapi Medikamentosa

Terapi medikamentosa yang selama ini diberikan untuk

dilanjutkan secara rutin, yaitu:

1) Pengobatan MDT MB untuk Morbus Hansen

Pasien diberikan informasi mengenai efek samping obat

MDT meliputi efek samping ringan, berat dan obat Diabetes

Mellitus. Efek samping ringan, yaitu efek samping ringan

berupa kulit menjadi hitam, kencing menjadi merah. Apabila

terjadi efek samping ringan, pengobatan MDT harus tetap

diteruskan, efek samping ini akan hilang setelah pengobatan

selesai. Sedangkan efek samping berat yaitu kulit melepuh

dan mengelupas. Apabila terjadi efek samping berat, maka

pasien hendak segera minta pertolongan petugas kesehatan.

2) Pengobatan untuk Diabetes Mellitus adalah glibenclamid.

b. Edukasi

1) Edukasi untuk penyakit kusta meliputi penderita harus rutin

periksa ulang setiap bulan saat mengambil obat, memeriksaan

20

Page 21: Isi

diri secara teratur, dan segera memeriksakan diri apabila

terjadi tanda-tanda lain yang perlu diwaspadai.

2) Pasien diberikan penjelasan akibat bahwa ketidakteraturan

berobat akan mengakibatkan kuman kusta dapat berkembang

biak dan menyebabkan kecacatan yang semakin parah.

3) Mencegah agar kecacatan tidak bertambah berat dengan

prinsip 3 M, yaitu memeriksakan diri secara teratur,

melindung mata, tangan, dan kaki dari trauma, serta

melakukan perawatan diri.

4) Hal yang perlu diwaspadai meliputi bercak bertambah merah,

tebal disertai demam, timbul benjolan-benjolan (nodul), nyeri

pada sendi, dan kulit penderita yang sedang dalam

pengobatan menjadi melepuh.

5) Menyarankan pasien untuk memperbanyak sayur dan buah-

buahan, rajin berolahraga teratur 3-4 kali seminggu @ 30

menit seperti jalan kaki, bersepeda, dan berenang,

6) Menyarankan pasien untuk melakukan diet sehat untuk DM

dengan cara mengurangi ngemil jajanan manis, makan

makanan yang mengandung karbohidrat kompleks, seperti

nasi, roti, dan bukan makanan yang mengandung karbohidrat

sederhana seperti es krim, sirup, selai, minuman ringan, dan

permen.

7) Menyarankan pasien untuk mempertahankan BB ideal,

meningkatkan kebersihan pribadi dan lingkungan, kontrol

Hipertensi, DM, danKolesterol

8) Rutin melakukan check up pemeriksaan rutin gula darah

sewaktu (GDS)

Sedangkan, rekomendasi/saran/penyuluhan yang kami berikan

terhadap keluarga pasien adalah :

a. Keluarga pasien agar tetap memperhatikan kesehatan pasien dan

memberikan pasien cukup perhatian dan kasih sayang.

21

Page 22: Isi

b. Keluarga pasien agar selalu mengingatkan pasien untuk kontrol

secara rutin ke puskesmas dan rutin meminum obat.

c. Keluarga pasien diharapkan selalu mengingatkan pasien untuk

makan makanan secara teratur.

d. Waspadai penularan penyakit pada seluruh anggota keluarga,

segera periksakan diri ketika ada tanda-tanda: terdapat becak

putih atau bercak kemerahan pada kulit disertai hilang

rasa/kurang rasa, tidak gatal, dan tidak sakit.

C. Kelompok 3: TB Paru

Setelah melakukan kunjungan rumah pada pasien rawat jalan di

Pukesmas Polokarto, kami menganalisis permasalahan yang dihadapi pasien

secara menyeluruh. Pasien menderita penyakit TB paru yang masih positif

walaupun telah menjalani pengobatan selama 2 minggu. Setelah kami

anamnesis, pasien merupakan pasien rujukan dari dokter paru. Pasien

mengaku tidak mampu membayar biaya pengobatan TB yang cukup mahal

sehingga dirujuk ke Pukesmas Polokarto oleh dokter tersebut. Selama

menjalani pengobatan yang pertama, pasien sering merasa putus asa karena

biaya pengobatan yang tinggi membuatnya khawatir tidak bias

menyelesaikan pengobatan selama 6 bulan dan harus mengulang lagi. Pasien

sempat berpikir untuk tidak melakukan pengobatan, tanpa menyadari bahwa

hal tersebut tidak hanya berbahaya bagi dirinya, namun bagi lingkungannya.

Setelah mendapatkan obat gratis dan pengarahan yang baik dari

Pukesmas, pasien tidak lagi menolak untuk minum obat. Pasien telah

menyadari pentingnya berobat 6 bulan hingga tuntas, dan lebih menghargai

kesehatan. Pasien sudah meminum obatnya secara rutin, walaupun tanpa

diingatkan oleh pengawas minum obat.

Sehari-hari, pasien tinggal bersama anak angkatnya dan menantu

perempuannya. Pasien tidak memiliki anak, namun memiliki dua anak

angkat. Anak angkat yang terakhir, Bapak Pardi, merupakan tulang

punggung keluarga. Ia mendapatkan penghasilan Rp 120.000,00 perbulan,

dan dengan pengeluaran keluarga Rp 30.000,00 perhari. Menurut hitungan

22

Page 23: Isi

matematis, setiap bulannya, keluarga tersebut harus memenuhi kekurangan

Rp 420.000,00 padahal menurut pengakuan, mereka tidak memiliki usaha

tambahan lain. Hal tersebut mengindikasikan bahwa mereka tidak benar-

benar mengeluarkan pengeluaran Rp 30.000,00 tiap harinya, atau mereka

berhutang untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, kami dapat

menyimpulkan bahwa keadaan ekonomi pasien cukup rendah.

Masalah selanjutnya adalah pasien tidak tahu darimana ia tertulat

penyakit TB. Tetangga sekitar rumah pasien tidak ada yang mengalami

penyakit serupa. Keluarga pasien juga sehat. Cucu pasien yang masih

berusia 6 tahun telah diperiksa dengan hasil negative untuk TB. Keluarga

mereka tidak ada yang keluar jauh dari rumah, kecuali kepala keluarga yang

bekerja di mebel. Menurut pengakuan keluarga pasien, beliau juga tidak

mengalami penyakit tersebut. Padahal, pasien tidak pernah berpergian jauh

dari rumah. Penyebab penularan dari penyakit tersebut masih perlu kami

tindak lanjuti. Perlu dilakukan wawancara dengan tetangga yang lain untuk

memastikan bahwa penularan bukan dari tetangga.

Riwayat penyakit sekarang yang diderita pasien selain TB adalah

berkurangnya ketajaman penglihatan mata kiri pasien karena cidera dimasa

lalu. Hal tersebut dapat dikompensasi pasien dan tidak mengganggu. Selain

itu, pasien pernah menderita penyakit Rheumatoid, namun sekarang sering

kambuh kembali. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk penyakit tersebut agar

pasien merasa lebih nyaman dengan kondisi kesehatannya. Selain itu, pasien

mengeluhkan susah tidur. Orang tua yang mengalami perubahan tidur

karena bertambahnya usia, biasanya tidak memerlukan pengobatan, karena

perubahan tersebut adalah normal. Penderita insomnia hendaknya tetap

tenang dan santai beberapa jam sebelum waktu tidur tiba dan menciptakan

suasana yang nyaman di kamar tidur, cahaya yang redup dan tidak berisik.

Jika penyebabnya adalah stres emosional, diberikan obat untuk mengurangi

stres. Jika penyebabnya adalah depresi, diberikan obat anti-depresi. Jika

gangguan tidur berhubungan dengan aktivitas normal penderita dan

penderita merasa sehat, bisa diberikan obat tidur untuk sementara waktu.

Penggunaan etambutol perlu diawasi dengan baik karena pasien mengalami

23

Page 24: Isi

gangguan penglihatan. Penggunaan eritromicin pada orang tua perlu

mendapatkan pengawasan yang baik. Pada pasien sempat mengalami

kermerahan pada kulit yang mungkin disebabkan alergi obat TB, namun

reaksi alergi hanya berlangsung beberapa hari sehingga pengobatan bias

tetap dilakukan.

Dari hasil penilaian kami, fungsi keluarga sudah cukup baik. Fungsi

sosial keluarga dalam masyarakat cukup baik. Keluarga aktif mengikuti

kegiatan di lingkungannya. Tingkat religious pasien baik, pasien masih rutin

melakukan shalat dirumah bersama dengan anggota keluarga. Sedangkan

untuk keadaan fisik lingkungan rumah masih sangat kurang. Pasien belum

memiliki kamar mandi di rumah dan jika ingin menggunakan kamar mandi

harus meminjam di rumah tetangga belakang rumah. Keluarga sadar akan

pentingnya menjaga kebersihan dan memiliki kamar mandi sendiri di

rumah, namun karena keterbatasan biaya, hal tersebut belum bisa

direalisasikan.

24

Page 25: Isi

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Kegiatan Field Lab kunjungan rumah dilakukan terhadap pasien

dengan penyakit menular, yaitu diare, lepra, dan TB.

2. Bapak Tukijan, 56 tahun, menderita diare dan juga hipertensi. Hal ini

disebabkan karena perilaku yang kurang higienis dan kebiasaan gaya

hidup yang kurang sehat.

3. Bapak Suparno, 50 tahun, sudah menderita lepra/kusta tipe MB/basah

sejak 2009 lalu, namun baru terdiagnosis pada 3 April 2012. Sehingga,

pasien sudah mengalami mutilasi jaringan di bagian jari tangan. Pasien

saat ini sudah diobati dan mulai menunjukkan kesembuhan.

4. Bapak Marsowiyono, 70 tahun, didiagnosis masih positif menderita

TB Paru walaupun telah menjalani pengobatan selama 2 minggu. Hal

ini dikarenakan pasien sempat berhenti berobat.

5. Pelaksanaan Field Lab kunjungan rumah secara keseluruhan sudah

berjalan dengan baik dan lancar berkat bimbingan dan bantuan dari

petugas-petugas kesehatan Puskesmas Polokarto.

B. Saran

1. Pengukuran frekuensi nafas sebaiknya memakai sound timer agar

didapatkan hasil yang lebih yang lebih akurat.

2. Perlu pemberian konseling kepada orang tua bayi/balita mengenai cara

pemberian/menu makanan pada anak termasuk pemberian ASI dan

kapan harus kembali ke fasilitas kesehatan.

3. Masih tingginya angka kematian bayi pada usia 0 hari – 2 bulan di

Indonesia menunjukkan perlunya agar petugas kesehatan lebih

memperhatikan dan menggiatkan pelaksanaan MTBM.

4. Sebagai calon dokter, mahasiswa perlu memahami keterampilan

MTBS dan MTBM agar dapat menangani masalah kesehatan dan

memberikan pelayanan kesehatan dengan terampil dan profesional.

25

Page 26: Isi

5. Petugas Puskesmas harus terus berusaha, meningkatkan skill, dan lebih

rutin dalam pelaksanaan MTBS guna menurunkan angka kesakitan dan

kematian balita, serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan

balita yang sehat.

6. Perlu adanya kerja sama antara Pemerintah Daerah dan Puskesmas

untuk meningkatkan dan memperbaharui fasilitas pelayanan maupun

alat-alat kesehatan agar kualitas kesehatan tercapai dengan baik.

26

Page 27: Isi

DAFTAR PUSTAKA

Prasetyawati AE (2007). Kedokteran keluarga dan wawasannya. Available from: http://fk.uns.ac.id/static/resensibuku/BUKU_KEDOKTERAN_KELUARGA.pdf- Diakses 05 Oktober 2012.

Wahyuni AS (2003). Pelayanan dokter keluarga.Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3535/1/fk-arlinda%20sari.pdf- Diakses 05 Oktober 2012.

Asmah N, Kristiani, Lazuardi L (2008). Implementasi pelayanan kesehatan model dokter keluarga di Kota Bontang. Available from: http://www.lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/No.1_Nur_Asmah_04_08.pdf- Diakses 05 Oktober 2012.

Tim Field Lab FK UNS (2012). Manual field lab home visit. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

27