isolasi dan identifikasi fungi pada buah jambu biji

56
LAPORAN PRAKTIKUM MIKOLOGI Isolasi dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu BijiDisusun oleh: 1. Ach. Zaimul Khaqqi P. (132500030) 2. Ferdirika Pormau (132500021) 3. Icha Restu M. (132500033) Dosen Pembimbing Dr. Ir. Tatang Sopandi, M.P Prodi Biologi FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA Jl. Dukuh Menanggal XII Surabaya 60234 Tahun 2014

Upload: haqqi

Post on 12-Apr-2016

182 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Jambu biji (Psidium guajava L.) saat ini merupakan salah satu buahbuahantropis yang cukup populer. Rasa dan aroma jambu biji yang enak, sertakandungan vitamin C yang tinggi menyebabkan buah ini digemari olehmasyarakat (Sujiprihati, 1985). Pemanfaatan buah jambu biji bisa dalam bentuk konsumsi buah segar ataudalam bentuk produk olahan seperti jus, es krim, jeli, pasta atau selai (Gould danRaga, 2002), gumdrop, nektar, dan dodol (Rismunandar, 1989). Di Indonesiajambu biji diolah menjadi manisan yang merupakan salah satu oleh-oleh khas dariMedan (Kompas, 2009), bubur buah (Kompas, 2010), dan sari buah atau jusjambu biji di dalam kemasan. Selain buahnya daun jambu biji telah lama dikenaloleh masyarakat Indonesia sebagai obat diare (Soetopo, 1992; Ashari, 2006). Di Indonesia pada awalnya jambu biji ditanam sebagai tanamanpekarangan atau pembatas kebun saja sehingga tidak perlu mendapat banyakperhatian. Hanya di Pasar Minggu (Jakarta) jambu biji ditanam secara komersial.Pada tahun 1970-an mulai banyak ditanam jambu biji yang buahnya besar-besar,terkenal dengan sebutan “jambu Bangkok” (Semangun, 1994). Selain jambu bijiBangkok, jambu biji merah juga banyak dikembangkan oleh masyarakatIndonesia karena banyaknya permintaan terutama saat terjadi wabah demamberdarah (Parimin, 2007). Produksi total jambu biji di Jawa pada tahun 1981 dan 1982 diperkirakanmencapai 56.000 ton (Soetopo, 1992). Tahun 2005 jambu biji merupakan salahsatu buah dengan volume ekpor tertinggi selain mangga dan manggis (DitjenHortikultura, 2009). Tahun 2009, total produksi 220.202 ton; meningkat daritahun sebelumnya yaitu 212.260 ton (BPS, 2009). Dalam usaha tani secara komersial, penyakit merupakan salah satu faktorpembatas yang dapat menyebabkan kerugian secara ekonomi karena dapatmenyebabkan kehilangan hasil. Penyakit yang telah dilaporkan menyerangtanaman jambu biji di Indonesia antara lain penyakit antraknosa dan kanker buahPestalotiopsis (Semangun, 1994). Informasi mengenai penyakit terutama yang disebabkan oleh fungi pada tanaman jambu biji yang lebih lengkap dan terperincisangat diperlukan. Hal ini dikarenakan dengan adanya penanaman jambu bijisecara monokultur dan adanya penambahan luas area pertanaman jambu biji dapatberpotensi menyebabkan adanya masalah penyakit baru atau peningkatan masalahdan penyakit yang telah ada (Pena, 1986), karena tersedianya bahan makanan atauinang bagi penyakit yang dapat berasosiasi dengan tanaman jambu biji.Sedangkan bagi para konsumen, informasi mengenai penyakit yang disebabkanoleh fungi pada buah jambu biji juga sangat diperlukan agar tidak menyababkanpenyakit pada manusia seperti Aspergillosis. Aspergillosis merupakan infeksiyang disebabkan oleh moulds saprophyte dari genus Aspergillus, dapat ditemukandi tanah, air dan tumbuhan yang mengalami pembusukan (Kwon-Chung &Bennet, 1992). Berdasarkan beberapa resiko akibat adanya kontaminasi aflatoksin olehfungi Aspergillus maka perlu dilakukan penanganan pasca panen yang mampumendukung ketahanan jambu biji terhadap pencemaran Aspergillus. Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui kontaminasi cendawan Aspergillus sp. padajambu biji selama penyimpanan.

TRANSCRIPT

Page 1: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKOLOGI

“Isolasi dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji”

Disusun oleh:

1. Ach. Zaimul Khaqqi P. (132500030)

2. Ferdirika Pormau (132500021)

3. Icha Restu M. (132500033)

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Tatang Sopandi, M.P

Prodi Biologi

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA

Jl. Dukuh Menanggal XII Surabaya 60234

Tahun 2014

Page 2: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,

sehingga Laporan Praktikum Mikologi tentang Isolasi dan Identifikasi Fungi pada

Buah Jambu Biji ini akhirnya selesai. Laporan praktikum ini kami buat untuk

memberikan wawasan pengetahuan utamanya bagi para pemuda-pemudi atau para

mahasiswa tentang berbagai fungi pada buah, sehingga bisa mengenali jenis fungi

tersebut.

Penulisan laporan praktikum ini merupakan salah satu tugas dan

persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah mikologi. Dalam penulisan

laporan praktikum ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-

pihak yang membantu dalam menyelesaikan laporan praktikum ini, khususnya

kepada:

1. Dr. Ir. Tatang Sopandi, M.P selaku dosen mata kuliah mikologi yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan,

pengarahan serta dorongan dalam rangka penyelesaian penyusun laporan

praktikum ini.

2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan dan semangat dalam penulisan laporan praktikum ini.

Laporan praktikum ini masih banyak kekurangan di dalamnya. Oleh sebab

itu dengan penuh rendah hati, kami mohon agar para pembaca beserta dosen

pembimbing berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun guna

sempurnanya tugas ini. Dengan segala kekurangan dan keterbatasannya, semoga

laporan praktikum ini dapat bermanfaat dan berguna terutama bagi para

mahasiswa, Amiin.

Surabaya, Januari 2015

penyusun

Page 3: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | iii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ............................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1

1.2 Tujuan ....................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jambu Biji ............................................................... 3

2.1.1 Sejarah ......................................................................... 3

2.1.2 Botani dan Morfologi Jambu Biji ............................... 3

2.1.3 Cara Perkembangbiakan Jambu Biji ........................... 5

2.1.4 Varietas Jambu Biji ..................................................... 6

2.1.5 Syarat Tumbuh ............................................................ 7

2.1.6 Kandungan dan Manfaat Jambu Biji ........................... 8

2.1.7 Hama Tanaman Jambu Biji ......................................... 9

2.2 Fungi pada Jambu Biji ............................................................ 13

2.2.1 Aspergillus sp. ............................................................ 13

2.2.2 Colletotrichum sp. ...................................................... 16

2.2.3 Pestalotiopsis sp. ........................................................ 19

2.2.4 Cercospora spp. ......................................................... 19

2.2.5 Myxosporium sp. ........................................................ 19

2.2.6 Fusarium sp. .............................................................. 20

2.2.7 Botryodiplodia sp. ...................................................... 21

2.2.8 Culvularia sp. ............................................................. 21

2.2.9 Phytophthora sp. ........................................................ 22

2.2.10 Phomopsis sp. ............................................................ 22

BAB III METODE PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu .................................................................. 23

3.2 Bahan dan Alat ....................................................................... 23

Page 4: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | iv

3.2.1 Bahan Praktikum ......................................................... 23

3.2.2 Alat Praktikum ............................................................ 23

3.3 Pelaksanaan Praktikum ........................................................... 23

3.3.1 Pembuatan Media PDA, PDB dan TA ........................ 23

3.3.2 Pengambilan Sampel .................................................. 24

3.3.3 Isolasi Fungi ................................................................ 24

3.3.4 Identifikasi Fungi ........................................................ 24

BAB IV HASIL PENGAMATAN

4.1 Jumlah Fungi pada Sampel ..................................................... 25

4.1.1 Biakan Campuran pada Media PDA .......................... 25

4.1.1 Biakan Campuran pada Media TA. ........................... 26

4.2 Jenis Fungi pada Sampel ........................................................ 27

4.2.1 Identifikasi Fungi pada Isolat 1 .................................. 28

4.2.2 Identifikasi Fungi pada Isolat 2 .................................. 29

4.2.3 Identifikasi Fungi pada Isolat 3 ................................... 31

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Isolasi Fungi ............................................................................ 35

5.2 Identifikasi Fungi .................................................................... 36

5.3 Fungi yang Mendominasi ....................................................... 38

5.4 Peranan Aspergillus sp. pada Buah ......................................... 40

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan ............................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 43

Page 5: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 5.1 Fungi yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi ............................ 36

Tabel 5.2 Faktor perbedaan fungi yang mendominasi ................................... 38

Page 6: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Jambu Biji ................................................................................. 4

Gambar 2.2 Morfologi Aspergillus sp. ......................................................... 14

Gambar 2.3 Perbedaan morfologi berbagai Aspergillus sp........................... 15

Gambar 2.4 Pestalotiopsis sp., ..................................................................... 18

Gambar 2.5 Cercospora spp., ...................................................................... 19

Gambar 2.6 Fusarium sp. .............................................................................. 20

Gambar 2.7 Culvularia sp. ............................................................................ 21

Gambar 2.8 Phytophthora sp. ....................................................................... 22

Gambar 2.9 Phomopsis sp. ............................................................................ 22

Page 7: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jambu biji (Psidium guajava L.) saat ini merupakan salah satu buah-

buahan tropis yang cukup populer. Rasa dan aroma jambu biji yang enak, serta

kandungan vitamin C yang tinggi menyebabkan buah ini digemari oleh

masyarakat (Sujiprihati, 1985).

Pemanfaatan buah jambu biji bisa dalam bentuk konsumsi buah segar atau

dalam bentuk produk olahan seperti jus, es krim, jeli, pasta atau selai (Gould dan

Raga, 2002), gumdrop, nektar, dan dodol (Rismunandar, 1989). Di Indonesia

jambu biji diolah menjadi manisan yang merupakan salah satu oleh-oleh khas dari

Medan (Kompas, 2009), bubur buah (Kompas, 2010), dan sari buah atau jus

jambu biji di dalam kemasan. Selain buahnya daun jambu biji telah lama dikenal

oleh masyarakat Indonesia sebagai obat diare (Soetopo, 1992; Ashari, 2006).

Di Indonesia pada awalnya jambu biji ditanam sebagai tanaman

pekarangan atau pembatas kebun saja sehingga tidak perlu mendapat banyak

perhatian. Hanya di Pasar Minggu (Jakarta) jambu biji ditanam secara komersial.

Pada tahun 1970-an mulai banyak ditanam jambu biji yang buahnya besar-besar,

terkenal dengan sebutan “jambu Bangkok” (Semangun, 1994). Selain jambu biji

Bangkok, jambu biji merah juga banyak dikembangkan oleh masyarakat

Indonesia karena banyaknya permintaan terutama saat terjadi wabah demam

berdarah (Parimin, 2007).

Produksi total jambu biji di Jawa pada tahun 1981 dan 1982 diperkirakan

mencapai 56.000 ton (Soetopo, 1992). Tahun 2005 jambu biji merupakan salah

satu buah dengan volume ekpor tertinggi selain mangga dan manggis (Ditjen

Hortikultura, 2009). Tahun 2009, total produksi 220.202 ton; meningkat dari

tahun sebelumnya yaitu 212.260 ton (BPS, 2009).

Dalam usaha tani secara komersial, penyakit merupakan salah satu faktor

pembatas yang dapat menyebabkan kerugian secara ekonomi karena dapat

menyebabkan kehilangan hasil. Penyakit yang telah dilaporkan menyerang

tanaman jambu biji di Indonesia antara lain penyakit antraknosa dan kanker buah

Pestalotiopsis (Semangun, 1994). Informasi mengenai penyakit terutama yang

Page 8: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 2

disebabkan oleh fungi pada tanaman jambu biji yang lebih lengkap dan terperinci

sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan dengan adanya penanaman jambu biji

secara monokultur dan adanya penambahan luas area pertanaman jambu biji dapat

berpotensi menyebabkan adanya masalah penyakit baru atau peningkatan masalah

dan penyakit yang telah ada (Pena, 1986), karena tersedianya bahan makanan atau

inang bagi penyakit yang dapat berasosiasi dengan tanaman jambu biji.

Sedangkan bagi para konsumen, informasi mengenai penyakit yang disebabkan

oleh fungi pada buah jambu biji juga sangat diperlukan agar tidak menyababkan

penyakit pada manusia seperti Aspergillosis. Aspergillosis merupakan infeksi

yang disebabkan oleh moulds saprophyte dari genus Aspergillus, dapat ditemukan

di tanah, air dan tumbuhan yang mengalami pembusukan (Kwon-Chung &

Bennet, 1992).

Berdasarkan beberapa resiko akibat adanya kontaminasi aflatoksin oleh

fungi Aspergillus maka perlu dilakukan penanganan pasca panen yang mampu

mendukung ketahanan jambu biji terhadap pencemaran Aspergillus. Pengkajian

ini dilakukan untuk mengetahui kontaminasi cendawan Aspergillus sp. pada

jambu biji selama penyimpanan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Mengobservasi atau mengisolasi fungi yang tumbuh pada buah jambu

biji.

2. Mengidentifikasi fungi yang mendoninasi pada buah jambu biji.

Page 9: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jambu Biji

2.1.1 Sejarah

Dalam perdagangan internasional jambu biji (Psidium guajava L.) disebut

apple guava (Foragri, 2011). Tanaman jambu biji merupakan tanaman asli dari

Amerika tropis, menurut de Candolle diperkirakan berasal dari wilayah antara

Meksiko (Amerika Tengah) dan Peru (Amerika Selatan) (Popenoe, 1974;

Soetopo, 1992). Tanaman ini disebarkan ke Filipina oleh pelaut Spanyol, dan oleh

bangsa Portugis jambu biji diintroduksi dari Barat ke India (Soetopo, 1992;

Ashari, 2006). Sekarang tanaman ini sudah menyebar luas ke seluruh dunia,

terutama di daerah tropis. Diperkirakan terdapat sekitar 150 spesies Psidium yang

menyebar ke daerah tropis dan berhawa sejuk (Ashari, 2006).

2.1.2 Botani dan Morfologi Jambu Biji

Tanaman jambu biji merupakan salah satu spesies dari famili Myrtaceae.

Menurut Soedarya (2010), taksonomi jambu biji dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava L.

Jambu biji merupakan tanaman semak atau perdu, tingginya dapat

mencapai 9 m (Nakasone & Paull, 1999). Batang muda berbentuk segiempat

(Popenoe, 1974), berwarna hijau atau merah muda, dengan rambut berwarna

keabu-abuan (Rismunandar, 1989). Batang tua bulat dan keras, kulit batang licin

berwarna coklat kemerahan dengan lapisan yang tipis dan mudah terkelupas jika

Page 10: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 4

sudah mengering. Bila kulitnya dikelupas akan terlihat bagian dalam batangnya

berwarna hijau dan berair.

Gambar 2.1 Jambu Biji

Sumber : http://www.tubuhwanita.com/wp-content/uploads/2014/12/khasiat-buah-

jambu-biji-merah.jpg

Tanaman jambu biji memiliki kanopi yang pendek, percabangannya bebas

dari bawah ke atas, sering tumbuh tunas liar di dekat pangkal batang. Tunas

tersebut dapat digunakan sebagai bahan tanam atau bibit. Pertumbuhan tunas

tanaman jambu biji bersifat indeterminan, dan batang/cabang jambu biji dapat

tumbuh terus memanjang yang kadang-kadang dapat menekan pertumbuhan tunas

lateral (Ashari, 2006).

Daun jambu biji mengeluarkan aroma jika diremas, berwarna hijau,

mempunyai daun tunggal dan bertangkai pendek. Kedudukan daunnya dapat

bersilangan, letak daunnya berhadapan dan bertulang daun menyirip. Bentuk

daunnya bulat atau bulat telur dengan pinggiran rata melingkar dan ujung

meruncing. Menurut Rismunandar (1989), ada korelasi antara bentuk daun dengan

bentuk buahnya jambu biji yang berdaun kecil-kecil buahnya pun kecil (jambu

kerikil). Jika bentuk daunnya bulat, buahnya pun bulat. Pohon yang daunnya

memanjang dan agak lancip ujungnya, buahnya berbentuk buah pir.

Bunga jambu biji berwarna putih, berbau agak wangi, tumbuh di ketiak

daun atau pada pucuk ranting, tunggal atau dalam kelompok kecil (Morton, 1987).

Bunga merupakan bunga sempurna yaitu benang sari (sekitar 250 helai) dan putik

terdapat pada satu bunga. Mahkota bunga jumlahnya 4-5 (Morton, 1987).

Page 11: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 5

Menurut Sujiprihati (1985), mahkota bunga jambu biji Bangkok berjumlah 4-10

helai, dengan bentuk daun mahkota bulat telur. Bunga akan mekar penuh pada

pagi hari. Waktu yang diperlukan dari kuncup hingga mekar penuh antara 14-29

hari (Sujiprihati, 1985). Penyerbukan bunga tanaman jambu biji bersifat

menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang (Nakasone & Paull, 1999) yang

dibantu oleh faktor luar yaitu angin, serangga, dan manusia (Rismunandar, 1989).

Buah jambu biji memiliki variasi yang besar baik dalam ukuran buah,

bentuk buah, maupun warnanya (Panhwar, 2005). Buah berdompolan, bentuknya

globose, bulat telur, lonjong atau berbentuk buah pir, dengan ukuran beragam

diameter sekitar 2,5-10 cm (Nakasone & Paull, 1999) bergantung pada sifat

bawaan, umur pohon, kesuburan tanah, dan ketersediaan air (Rismunandar,

1989). Kulit buahnya halus atau tidak rata, berwarna hijau tua ketika masih muda

dan berubah menjadi hijau sampai hijau kekuning-kuningan setelah masak.

Daging buahnya berwarna putih, kuning, pink atau merah dengan sel-sel batu

sehingga bertekstur kasar, berasa asam sampai manis, dan beraroma “musky”

ketika masak (Soetopo, 1992). Daging dalamnya bertekstur lunak, dan berwarna

lebih gelap dan berasa lebih manis di banding daging luarnya, secara normal

dipenuhi biji-biji yang keras berwarna kuning (Morton, 1987), sekitar 1-2%

(Panhwar, 2005). Ada korelasi antara ukuran buah dengan jumlah biji yang

dikandungnya, kisaran biji pada jambu biji Bangkok yaitu 150-750 biji

(Sujiprihati, 1989). Biji jambu biji dapat bertahan lama (± 12 bulan) dalam

penyimpanan pada kondisi suhu rendah (8 °C) dalam kelembaban rendah

(Soetopo, 1992; Ashari, 2006). Buah jambu biji matang 90 sampai 150 hari

setelah pembungaan (Morton, 1987). Menurut Naka sone & Paull (1999), buah

jambu biji matang 120-220 hari setelah pembungaan bergantung pada temperatur

selama perkembangan buah. Periode pematangan buah setelah antesis juga

bervariasi pada setiap varietas. Jambu biji Bangkok memerlukan waktu 5-6 bulan

sejak antesis sampai buah dapat dipanen (Sujiprihati, 1985).

2.1.3 Cara Perkembangbiakan Jambu Biji

Tanaman jambu biji dapat diperbanyak secara generatif melalui biji, atau

vegetatif antara lain cangkokan, okulasi, stek akar (Rismunandar, 1989), stek

batang, dan perempelan mata tunas. Di India perbanyakan dengan kultur jaringan

Page 12: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 6

telah dilakukan dan 70% berhasil di pertanaman (Soetopo, 1992). Cara

perbanyakan dengan biji akan menyebabkan bermacam-macam variasi

(segregasi). Sedangkan perbanyakan dengan cara vegetatif dapat digunakan untuk

mempertahankan sifat induknya (Sujiprihati, 1985), dan dapat menghasilkan buah

relatif lebih cepat dibandingkan penanaman melalui biji.

2.1.4 Varietas Jambu Biji

Koleksi plasma nutfah jambu biji banyak terdapat di Indonesia. Varietas

jambu biji yang tersebar di beberapa negara terdapat lebih dari 97 varietas

(Soedarya, 2010). Beberapa jenis atau varietas jambu biji yang banyak dikenal

masyarakat antara lain jambu biji kecil, jambu biji bangkok, jambu biji variegata,

jambu biji australia, jambu biji brasil, jambu biji susu, jambu biji bangkok epal

(Soedarya, 2010; Agromedia, 2009), jambu biji sukun, jambu biji pasar minggu,

jambu biji merah getas, jambu biji sari, dan jambu biji palembang (Agromedia,

2009). Beberapa varietas jambu biji yang dikenal masyarakat antara lain sebagai

berikut :

A. Jambu Biji Bangkok

Jambu biji Bangkok adalah tanaman jambu biji yang diintroduksi

dari Vietnam disebut Giant Guava. Keunggulan dari jambu biji dari

Vietnam tersebut terletak pada ukuran buahnya yang lebih besar daripada

jambu biji lokal, disamping itu berumur genjah dan rendah/kerdil

kanopinya (Ashari, 2006). Bentuk buahnya bulat atau bulat panjang seperti

buah alpukat dan beralur dangkal menyerupai bentuk buah belimbing.

Permukaan buah tidak rata, warna kulit buah hijau ketika muda dan akan

menjadi hijau kekuningan setelah buah masak. Daging buahnya keras dan

renyah, berwarna putih dengan ketebalan antara 2,5-3,5 cm. Bijinya relatif

sedikit dibandingkan biji pada jambu biji biasa (Sujiprihati, 1985). Bobot

buah sekitar 500-1200 g/buah.

Page 13: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 7

B. Jambu Biji Merah

Jambu biji merah buahnya berbentuk bulat dan terdapat moncong di

pangkalnya. Permukaan kulit buah tidak merata, berwarna hijau tua ketika

muda dan setelah matang berubah menjadi hijau kekuningan sampai

kuning. Daging buah cukup tebal, dengan banyak biji pada bagian

pulpnya dan berasa manis (Soedarya, 2010).

C. Jambu Biji Merah Getas

Jambu biji merah getas merupakan hasil temuan Lembaga Penelitian

Getas, Salatiga, Jawa Tengah pada tahun 1980-an. Jambu biji ini

merupakan hasil persilangan antara jambu biji bangkok yang berbuah

besar dengan jambu biji pasar minggu yang berdaging merah. Jambu biji

merah getas memiliki daging buah berwarna merah cerah, tebal, berasa

manis, beraroma harum dan segar. Kulit buahnya berwarna hijau tua jika

masih muda dan menjadi hijau kekuningan setelah masak. Ukuran

buahnya sekitar 400 g/buah. Daunnya berwarna hijau tua, dengan panjang

sekitar 6-24 cm (Parimin, 2007).

2.1.5 Syarat Tumbuh

Tanaman jambu biji dapat tumbuh di berbagai tempat dan kapan saja

(Rismunandar, 1989), tumbuh baik pada dataran menengah (Utami 2008).

Tanaman jambu biji dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah; lempung,

berat, kapur, rawa, agak berpasir, tanah berkerikil di dekat aliran sungai maupun

pada tanah kapur (Utami, 2008). Tanaman jambu biji juga sangat toleran terhadap

kondisi cekaman lingkungan, misalnya kekeringan, lahan berbatu, pH rendah, dan

sebagainya. Di daerah tropis jambu tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian

1500 m dpl. Tanaman jambu biji dapat tumbuh pada temperatur 15 sampai 45 °C,

tanaman jambu biji yang masih kecil dapat mati pada suhu -2,78 sampai -2,22 °C.

Hasil terbaik diperoleh pada suhu 23-28 °C dengan curah hujan 1.000-2.000

mm/tahun. Rasa buah jambu biji pada musim hujan kurang manis dibandingkan

dengan buah hasil panen pada musim kemarau. Tampaknya hal ini disebabkan

pengaruh intensitas sinar matahari, karena tanaman jambu biji menyukai sinar

Page 14: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 8

matahari penuh tanpa naungan. Tanaman jambu biji termasuk tipe C3 (Nakasone

& Paull, 1999), lama penyinaran optimum yang dibutuhkan adalah 15 jam per

hari (Nakasone & Paull, 1999; Utami, 2008). Tanaman jambu cukup toleran

terhadap kisaran pH 4,2-8,2 serta terhadap salinitas. Pada tanah yang kurang subur

pun, misalnya berbatu-batu, masih mampu tumbuh, sekalipun hasilnya akan

berkurang (Ashari, 2006).

2.1.6 Kandungan dan Manfaat Jambu Biji

Setiap 100 gram daging buah jambu biji mengandung air sebanyak 83,3 g,

protein 1 g, lemak 0,4 g, pati 6,8 g, serat 3,8 g, abu 0,7 g, dan vitamin C 337 mg.

Kandungan energi untuk setiap 100 g sebesar 150-210 kJ. Kandungan vitamin C

bervariasi antara 10-2.000 mg/100 g buah, bergantung pada kultivar, tingkat

kematangan buah serta kondisi lingkungan setempat (Ashari, 2006; Soetopo,

1992). Proporsi kandungan vitamin C di dalam kulit luar, daging luar dan daging

dalam berbanding 12 : 5 : 1. Kandungan vitamin C pada jambu biji berdaging

buah putih relatif lebih tinggi daripada yang berdaging merah. Berdasarkan

analisis yang dilakukan Sujiprihati (1985) terhadap kandungan vitamin C jambu

biji Bangkok mengandung 100-200 mg/100 g bagian contoh. Jambu biji

mengandung antioksidan primer yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan

jeruk, nanas, pisang, buah naga, belimbing, sarikaya, dan jambu air (Yan et al.,

2006).

Buah jambu biji selain dikonsumsi segar sebagai pencuci mulut atau salad,

dapat juga dijadikan produk olahan seperti asinan, permen, jeli, selai, marmalad

(Brasil goiabada), jus, sari buah (Soedarya, 2010), nektar, setup, bubur buah

(Rismunandar, 1989), eskrim, buah kalengan, sirup, pie, kue, puding, saus, sup

buah, dan produk lain (Morton, 1987). Tepung jambu biji banyak mengandung

vitamin C dan pektin (Soetopo, 1992).

Selain itu kandungan beberapa senyawa dalam tanaman jambu biji

terutama dalam daunnya seperti tanin, fenol, triterpen, minyak atsiri (eugenol), zat

samak, damar, asam malat, asam lemak, dan asam apfel (Dalimartha, 2005),

jambu biji memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai obat herbal. Beberapa

penggunaan daun jambu biji yaitu sebagai antidiare, menurunkan glukosa darah,

obat demam berdarah, obat batuk, obat luka, sariawan, dan sebagainya

Page 15: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 9

(Agromedia, 2008). Ekstrak etanol daun jambu biji putih dan merah mampu

menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare (Escherichia coli, Shigella

dysenteriae, Shigella flexneri dan Salmonella typhi) pada konsentrasi tertentu

(Adnyana et al., 2004). Selain obat diare, daun jambu biji yang mengandung

senyawa tanin dan flavonoid juga memiliki potensi sebagai obat demam berdarah

(Balitbu, 2008).

Kayu tanaman jambu biji yang keras dan liat dapat dijadikan bahan yang

baik untuk dijadikan gagang palu, pahat, kapak dan sebagainya (Rismunandar,

1989). Di Malaysia, daun jambu biji digunakan sebagai bahan pewarna sutera

(Ashari, 2006).

2.1.7 Hama Tanaman Jambu Biji

Hama yang telah dilaporkan terdapat pada tanaman jambu biji di berbagai

negara antara lain lalat buah, kutukebul, kutu putih, kutu perisai, kutudaun, kutu

tempurung, Helopeltis sp., kumbang penggerek, larva berbagai spesies dari ordo

Lepidoptera, belalang, rayap, dan tungau.

Hama yang merupakan hama utama pada pertanaman jambu biji di

berbagai negara adalah lalat buah (Gould & Raga, 2002). Hama lain merupakan

hama sekunder, pada populasi rendah tidak menimbulkan kerugian ekonomi yang

nyata. Namun jika populasi melimpah pada suatu lokasi pertanaman atau

keberadaannya berasosiasi dengan organisme pengganggu tanaman lain, hama

tersebut menjadi penting.

Kerusakan yang diakibatkan hama dapat berupa kerusakan langsung dan

tidak langsung. Pada kerusakan tidak langsung hama dapat berperan sebagai

vektor atau penyebab infeksi penyakit akibat pelukaan pada tanaman akibat

aktifitas makan dan hidupnya. Beberapa hama jambu biji antara lain sebagai

berikut :

A. Lalat Buah (Diptera: Tephritidae)

Lalat buah merupakan hama utama pada jambu biji di berbagai

negara penghasil jambu biji. Hama ini tidak hanya menyerang jambu biji,

tetapi juga merupakan hama dari berbagai komoditas pertanian lain.

Page 16: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 10

Spesies lalat buah yang tercatat saat ini mencapai 4000 spesies yang

memiliki preferensi serangan pada bagian tanaman yang berbeda (Meritt

et al., 2003). Beberapa spesies menyerang buah antara lain dari genus

Ceratitis dan Ragholetis, seed-head predators (Euaresta, Trupanea,

Tephritis), gallmakers (Eurosta), atau pengorok daun seperti lalat buah

dari genus Euleia (Meritt et al., 2003).

Lalat buah yang menyerang jambu biji termasuk ke dalam lalat buah

yang menyerang buah. Larva dari lalat buah ini merusak buah dari

tanaman inang, dan menyebabkan buah menjadi busuk dengan lebih cepat.

Tanaman inang lalat buah terdiri dari famili Compositae atau pada buah

yang berdaging (Meritt et al., 2003). Lalat buah betina meletakkan telur

pada jaringan buah dengan menusukkan ovipositornya ke dalam daging

buah. Bekas tusukan tersebut berupa noda/titik kecil berwarna hitam yang

tidak terlalu jelas. Noda-noda kecil bekas tusukan ovipositor ini

merupakan gejala awal serangan lalat buah. Di sekitar bekas tusukan akan

muncul nekrosis. Telur akan menetas dalam beberapa hari, larva membuat

lubang dan makan dari bagian dalam buah selama 7-10 hari bergantung

pada suhu. Pada masa perkembangannya, khususnya jika populasinya

tinggi larva akan masuk sampai ke bagian dalam (pulp) buah jambu biji

(Gould & Raga, 2002). Buah yang terserang larva lalat buah akan cepat

membusuk dan gugur sebelum matang. Buah yang gugur ini akan menjadi

sumber infestasi lalat buah generasi berikutnya karena larva akan

berkembang menjadi pupa di tanah dan kemudian berkembang menjadi

imago (Ginting, 2009).

Ginting (2009) melaporkan bahwa terdapat 14 jenis lalat buah yang

ditemukan di Jakarta, Depok, dan Bogor. Lalat buah yang dilaporkan

dalam penelitian Ginting (2009) antara lain Bactrocera carambolae dan

B. papayae yang diketahui sebagai inang dari jambu biji. Kedua spesies ini

merupakan spesies paling melimpah di lokasi penelitian dibandingkan 12

spesies lalat buah lainnya yang ditemukan, hal ini disebabkan tanaman

inang kedua spesies ini sangat beragam dan hampir selalu tersedia.

Pengelolaan terhadap serangan lalat buah yaitu dengan

menggunakan pestisida berbahan aktif karbamat, pyretroid sintetik, dan

Page 17: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 11

organofosfat secara berjadwal untuk mencegah meningkatnya populasi

lalat buah (Gould & Raga 2002), membungkus buah jambu biji dengan

plastik saat buah masih kecil (Utami, 2008), menggunakan kombinasi

atraktan metil eugenol dari ekstrak tanaman selasih ungu dengan

perangkap (Tamim 2009), membuang buah-buah yang terserang dan

menguburnya agar tidak me njadi sumber infestasi (Ginting 2009).

B. Ulat Kantung (Lepidoptera: Psychidae)

Ulat kantung (bagworm) adalah sebutan untuk larva dari famili

Psychidae, Lepidoptera. Pravitasari (2009) menemukan bahwa 7 spesies

ulat kantung yang terdapat pada jambu biji pada 3 kecamatan

(Leuwisadeng, Dramaga, dan Sukaraja) di Kabupaten Bogor. Ulat kantung

yang teridentifikasi yaitu spesies 4 (Pteroma pendula) dan spesies 6

(Pagodiella hekmeyeri). Kelima spesies yang lainnya belum dapat

diidentifikasi sampai dengan spesies.

Ulat-ulat kantung ini membuat kantung dari partikel daun, pasir,

ranting dengan bentuk dan ukuran yang berbeda. Setiap spesies akan

membuat kantung yang khas baik ukuran, bentuk, maupun komposisinya

sehingga kantung yang berbeda-beda ini dapat digunakan untuk

mengidentifikasi suatu spesies ulat kantung. Ukuran kemampuan betina

menghasilkan telur yang banyak dengan didukung kondisi lingkungan

untuk perkembangannya akan menyebabkan meledaknya populasi larva

ulat kantung pada pertanaman jambu biji.

Gejala yang ditimbulkan oleh serangan ulat kantung pada umumnya

yaitu kerusakan pada daun-daun jambu biji akibat aktivitas makan larva.

Pada beberapa spesies larva memakan daun jambu biji dengan rakus

termasuk tulang daunnya, sehingga menyisakan rantingnya saja. Pada

serangan berat dengan populasi ulat kantung yang tinggi akan

menyebabkan daun tanaman jambu biji menjadi gundul dan terlihat

merana (Pravitasari 2009).

Page 18: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 12

C. Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae)

Beberapa spesies kutu putih yang ditemukan pada tanaman jambu

biji di Bogor antara lain Cataneococcus (= Exallomochlus) hispidus,

Ferrisia virgata, Nipaecoccus nipae, Planococcus lilacinus, dan

Planococcus minor (Sartiami et al., 1999). Selain famili Pseudococcidae,

kutukapuk (Hemiptera: Margarodidae) juga menyerang tanaman jambu

biji (Gould & Raga, 2002).

Kutu putih dapat ditemukan pada ranting, kayu cabang, daun, dan

buah (Gould & Raga, 2002). Bagian tanaman yang paling banyak diserang

kutu putih adalah permukaan bawah daun, dan paling sedikit pada kayu

cabang dan pucuknya (Sartiami et al., 1999). Secara normal, kutu putih

tidak menimbulkan kerusakan inang yang parah. Tetapi pada populasi

yang tinggi, bentuk buah akan menjadi tidak serasi dan cacat. Embun

madu yang dihasilkan kutu putih juga dapat menyebabkan tumbuhnya

embun jelaga yang menurunkan nilai jual buah jambu biji. Kutu putih juga

berasosiasi dengan semut. Semut memerlukan embun madu sebagai

makanannya sehingga semut melindungi kutu putih dari serangan parasit

dan predator. Pengendalian hama kutu putih antara lain dengan

penyemprotan minyak atau sabun (Gould & Raga, 2002).

D. Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae)

Kutukebul memiliki siklus hidup yang hampir sama dengan kutu

putih (Gould & Raga, 2002). Pada populasi yang tinggi hama ini

merugikan karena selain aktivitas makannya yang menghisap daun juga

dapat menyebabkan tumbuhnya embun madu pada permukaan daun yang

menyebabkan permukaan fotosintesis akan berkurang. Kutukebul yang

ditemukan oleh Bintoro (2008) di wilayah Bogor dan tanaman jambu biji

sebagai inangnya adalah Aleurodicus dispersus Russel, Aleuroclava psidii,

dan Trialeurodides sp. Cockerell.

Page 19: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 13

E. Hama Lainnya

Hama lain yang merupakan hama tanaman jambu biji antara lain

kutudaun (Hemiptera: Aphididae), kutu perisai (Hemiptera: Diaspididae),

kututempurung (Hemiptera: Coccidae), trips (Thysanoptera), beberapa

kumbang Scarabaeidae dan Curculionidae (Coleoptera), tungau

(Arachnida: Acarina), ulat penggerek batang Indarbela sp. (Lepidoptera:

Metarbelidae), ulat yang menyerang daun seperti Attacus atlas

(Lepidoptera: Saturniidae), Trabala pallida (Lepidoptera: Lasiocampidae),

ulat pucuk, ulat jengkal (Lepidoptera: Geometridae), dan ulat api

(Lepidoptera: Limacodidae) (Gould & Raga, 2002).

2.2 Fungi pada Jambu Biji

Menurut berbagai laporan di India, sejumlah patogen dapat menyerang

tanaman jambu biji seperti cendawan, bakteri, alga, nematoda, dan efifit. Patogen

tersebut terdapat pada berbagai bagian tanaman jambu biji, menyebabkan

berbagai penyakit antara lain busuk buah pada pertanaman dan penyimpanan

(busuk kering, busuk basah, busuk lunak, busuk asam, busuk coklat, busuk masak,

kudis, busuk pangkal, busuk bercincin, busuk pink, busuk buah berlilin), kanker,

layu, mati ujung, gugur daun, batang/ranting kering, bercak daun, hawar daun,

antaknosa, karat merah, embun jelaga, karat, hawar biji, dan rebah kecambah

(Misra 2004). Fungi pada tanaman jambu biji antara lain sebagai berikut :

2.2.1 Aspergillus sp.

Aspergillus fumigatus sering menyebabkan infeksi pada manusia, yaitu

Aspergillosis. Aspergillosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh moulds

saprophyte dari genus Aspergillus. Aspergillus ini dapat ditemukan di tanah, air

dan tumbuhan yang mengalami pembusukan (Batra, 2004; Kwon-Chung &

Bennet, 1992).

Spesies Aspergillus merupakan moulds saprophyte yang sering dijumpai di

tanah, air dan tumbuh-tumbuhan yang membusuk. Lebih dari 200 spesies

Aspergillus telah di identifikasi dan Aspergillus fumigatus merupakan penyebab

infeksi pada manusia terbanyak dimana > 90% menyebabkan invasi dan non-

Page 20: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 14

invasi aspergillosis. Aspergillus flavus menyebabkan invasi aspergillosis sebanyak

10% sedangkan Aspergillus niger dan Aspergillus terreus sebanyak 2% (Batra,

2004).

Primary cutaneous aspergillosis pada umumnya disebabkan oleh

Aspergillus flavus sedangkan Aspergillus niger dan Aspergillus ustus dari hasil

pemeriksaan kultur dilaporkan juga dapat sebagai penyebab primary cutaneous

aspergillosis (Fitzpatrick’s, 2003).

Infeksi Aspergillus pada umumnya didapat dengan cara inhalasi conidia ke

paru-paru walaupun cara yang lain dapat juga dijumpai seperti terpapar secara

lokal akibat luka operasi, kateter intravenous dan armboard yang terkontaminasi

(Patterson, 2003).

Sutjiati dan Saenong (2002) melaporkan bahwa fungi Aspergillus pada

biji-bijian yang disimpan dapat mengakibatkan penurunan daya kecambah

bahan, perubahan warna bahan, kenaikan suhu dan kelembapan di dalam bahan,

perubahan susunan kimia di dalam bahan dan produksi dan akumulasi

mikotoksin didalam bahan.

Gambar 2.2 Morfologi Aspergillus sp.

Sumber : http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/9b/

Aspergillus.svg/2000px-Aspergillus.svg.png

Aspergillus sp. merupakan jamur yang mampu memproduksi aflatoksin.

Fungi ini mampu menghasilkan mikotoksin yang merupakan senyawa metabolik

bersifat toksik yang mengakibatkan kanker pada hewan dan manusia (Menhan,

Page 21: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 15

1987). Mikotoksin yang umum mencemari biji-bijian adalah aflatoksin dan

fumonisin. Selain itu, okratoksin dan patulin merupakan mikotoksin yang juga

dapat mencemari biji-bijian. Sebanyak 72,2% biji jagung di Thailand

terkontaminasi baik oleh fumonisin maupun aflatoksin (Yoshizawa et al., 1996).

Gambar 2.3 Perbedaan morfologi berbagai Aspergillus sp.

Sumber : http://2.bp.blogspot.com/iY2vaygxLo/SxW4qxh0eI/AAAAAAAAApo/

i7WERJRU6GQ /s1600/aspergillus.jpg

Handajani et al., (2003) berhasil mengidentifikasi dan menyeleksi jamur

penghasil afatoksin yang tumbuh pada beberapa merk petis udang komersial

antara lain A. flavus, A. niger, A. wentii, A. melleus, dan Penicillium citrinum.

Aflatoksin dapat mengkontaminasi biji-bijian, buah, daging, keju, produk olahan

makanan hasil fermentasi seperti kecap dan oncom serta rempah-rempah

(Makfoeld, 1990). A. flavus biasanya mengkontaminasi biji jagung dan kacang

tanah. Selain menghasilkan aflatoksin, A. flavus juga mampu menginfeksi

manusia dan hewan, sehingga menghasilkan penyakit yang disebut aspergillosis.

Aspergillus terreus dan A. niger merupakan jamur yang mampu memproduksi

mikotoksin. A. terreus menghasilkan beberapa mikotoksin, yaitu aflatoksin,

patulin, dan sitrinin. A. niger memproduksi okratoksin. A. terreus dan A. niger

Page 22: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 16

merupakan jamur yang dapat menimbulkan aspergillosis (Handajani dan

Purwoko, 2008). Aflatoksin dalam kadar tinggi (di atas 20 ppb) jika masuk

kedalam tubuh manusia atau hewan bisa mengakibatkan kematian. Sementara

kontaminasi aflatoksin dalam kadar rendah (di bawah 20 ppb) dalam jangka

panjang bisa menyebabkan kanker hati atau kanker ginjal (Anonim, 2002).

2.2.2 Colletotrichum sp.

Colletotrichum gloeosporioides dan Colletotrichum psidii Curzi

menyebabkan penyakit Antraknosa. Antraknosa merupakan penyakit umum pada

tanaman jambu biji, yang tersebar luas di semua daerah penanamannya

(Semangun, 1994). Penyebaran penyakit ini sudah luas ke berbagai negara

penghasil jambu biji. Beberapa negara yang telah melaporkan adanya serangan

antraknosa pada tanaman jambu biji antara lain India (Misra, 2004), Nigeria

(Amusa et al., 2006), Australia (Lim & Manicom, 2003), Malaysia, Thailand, dan

Filipina (Semangun, 1994). Pada survei yang dilakukan Amusa et al., (2005) di

tiga lokasi penelitian di Ibadan, Nigeria, sekitar 80% tanaman jambu biji terinfeksi

oleh antraknosa dan lebih dari 40% buah yang diproduksi pada tanaman terinfeksi

tersebut menunjukkan infeksi yang parah.

Patogen penyebab antraknosa dapat menyerang semua bagian tanaman,

terutama pada buah namun tidak menyerang akar (Semangun, 1994). Bagian

tanaman seperti pucuk, daun muda dan ranting akan mudah terjangkit penyakit ini

ketika masih lunak (Semangun, 1994; Misra, 2004). Gejala yang dapat

ditimbulkan oleh penyakit ini yaitu mati ujung (die back), busuk buah, kanker

buah, dan bercak daun (Misra, 2004).

Gejala pada tunas menyebabkan perubahan warna dari hijau menjadi

coklat tua. Bercak coklat tersebut kemudian menjadi bercak nekrotik berwarna

hitam yang dapat berkembang ke bagian pa ngkal sehingga menyebabkan mati

ujung (Semangun, 1994; Misra, 2004). Daun-daun muda mengeriting dengan

daerah-daerah mati pada tepi atau ujungnya, akhirnya daun-daun gugur sehingga

hanya ranting kering yang tertinggal (Semangun, 1994).

Buah jambu biji yang mentah dapat terinfeksi dan cendawan penyebabnya

bisa dorman selama 3 bulan, baru aktif dan menyebabkan pembusukan pada

waktu buah mulai matang.

Page 23: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 17

Buah jambu biji muda yang terserang menunjukkan gejala bercak-bercak

nekrotik yang kemudian akan menyatu, buah akan matang secara terpaksa dan

kemudian mengering secara cepat dan terjadi mumifikasi (Amusa et al., 2005).

Seringkali buah yang mengeras ini menjadi retak (Misra, 2004). Jika buah ini

dibuka, kanker terlihat meluas ke bagian dalam buah. Biji yang berasal dari buah

yang terinfeksi mengandung patogen (Amusa et al., 2005).

Penyebab penyakit antraknosa yaitu cendawan Colletotrichum

gloeosporioides (teleomorph: Glomerella cingulata) (Semangun, 1994; Lim &

Manicom, 2003; Amusa et al., 2005), di India cendawan penyebabnya adalah

Colletotrichum psidii Curzi (Misra, 2004). Pada bagian tanaman yang sakit dalam

cuaca lembab dan teduh cendawan membentuk spora (konidium) dalam jumlah

yang besar, yang terikat dalam massa lendir berwarna merah jambu (Semangun,

1994).

Di India, pengelolaan terhadap penyakit antraknosa antara lain dengan

menggunakan varietas tahan (Misra, 2004). Selain itu, pengendalian dapat

dilakukan dengan aplikasi pestisida berbahan aktif benomil dan karbendazim pada

pertanaman maupun pada buah yang telah dipanen dengan dicampur air panas

(Lim & Manicom, 2003).

Cendawan Colletotrichum juga dapat menyebabkan daun-daun muda

mengeriting dengan daerah-daerah mati (nekrotik) pada tepi atau ujungnya,

akhirnya daun-daun gugur sehingga hanya ranting kering yang tertinggal

(Semangun, 1994).

Busuk buah dapat terjadi di pertanaman maupun pada buah jambu biji

dalam simpanan. Cendawan Colletotrichum dapat menginfeksi jambu biji di

pertanaman dan juga pada jambu biji di penyimpanan (Semangun, 1994). Gejala

yang disebabkan cendawan Colletotrichum yaitu pada buah terbentuk bercak

coklat berbatas jelas dan mengendap (Semangun, 1994).

2.2.3 Pestalotiopsis sp.

Kanker buah berkudis umumnya terjadi pada buah yang hijau dan dapat

juga menyebabkan bercak pada daun. Penyebab penyakit ini adalah

Pestalotiopsis psidii (Pat.) Mordue (Semangun, 1994). Cendawan ini merupakan

Page 24: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 18

parasit luka, kanker berhubungan dengan tusukan yang disebabkan oleh aktivitas

makan serangga antara lain Helopeltis theobromae (Lim & Manicom, 2003).

Pada infeksi awal, mula-mula pada buah yang masih hijau terdapat bercak

gelap, kecil, yang membesar mencapai garis tengah 1-2 mm, berwarna coklat tua,

yang terdiri dari jaringan mati. Jika buah membesar kanker akan pecah,

membentuk kepundan dengan tepi tebal dan pusat mengendap (Semangun, 1994).

Gambar 2.4 Pestalotiopsis sp.,

Sumber : http://z47d.files.wordpress.com/2011/10/img_8659.jpg

Pengelolaan penyakit ini bisa dilakukan dengan mengendalikan

Helopeltis, membuang buah dan daun yang sakit kemudian dipendam atau dibakar

untuk mengurangi sumber infeksi (Lim et al., 1986 dalam Semangun, 1994).

Penggunaan ekstrak daun Occimum sanctum dapat menghambat perkecambahan

spora cendawan (Misra, 2004).

Pestalotiopsis sp., dapat menyebabkan bercak pada daun jambu biji

umumnya tidak merugikan secara langsung, namun beberapa cendawan

penyebabnya dapat menyerang buah juga, maka daun yang sakit dapat memegang

peranan penting sebagai sumber infeksi (Semangun, 1994). Cendawan

Pestalotipsis menyebabkan bercak coklat kelabu yang mulanya menginfeksi dari

bagian tepi atau pinggir daun, berangsur-angsur menyebar ke bagian bawah

(Misra, 2004).

Page 25: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 19

2.2.4 Cercospora sp.

Bercak pada daun jambu biji umumnya tidak merugikan secara langsung,

namun beberapa cendawan penyebabnya dapat menyerang buah juga, maka daun

yang sakit dapat memegang peranan penting sebagai sumber infeksi (Semangun,

1994). Bercak daun dapat disebabkan antara lain oleh Cercospora spp.,. Gejala

yang ditimbulkan oleh cendawan Cercospora psidii Rangel, mula-mula terdapat

bercak-bercak bulat atau kurang teratur bentuknya, berwarna merah kecoklatan.

Bercak akan mengering bagian tengahnya berubah menjadi berwarna putih.

Bercak-bercak dapat bersatu memb entuk bercak tidak teratur berwarna putih

yang dikelilingi oleh tepi kecoklatan (Semangun, 1994).

Gambar 2.5 Cercospora sp.,

Sumber : http://www.forestryimages.org/browse/detail.cfm?imgnum =5430036

2.2.5 Myxosporium sp.

Penyakit layu memiliki kecepatan perkembangan gejala yang bervariasi.

Pada sindrom yang cepat, layu pertama muncul pada daun yang berada di ujung

percabangan pada kanopi paling tinggi. Dalam 2-4 minggu, semua daun menjadi

layu dan kering, batang terlih at seperti hangus. Perkembangan buah terhambat

dan buah mengeras (mumifikasi) pada batangnya. Layu akan berkembang cepat

dari batang yang mati ke batang yang sehat, akhirnya tanaman mati (Lim &

Manicom, 2003).

Page 26: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 20

Penyebab penyakit layu yang telah dilaporkan dari berbagai tempat

berbeda-beda. Di Taiwan, cendawan penyebabnya diidentifikasi sebagai

Myxosporium psidii (Misra, 2004).

Pengelolaan terhadap penyakit ini pada beberapa laporan dalam Misra

(2004), antara lain pengaturan sanitasi yang baik di pertanaman, tanaman yang

terkena penyakit layu dibuang, kemudian di bakar dan dibuat parit di sekeliling

pohon jambu biji. Pemberian pupuk hijau pada tanaman jambu biji akan

mengurangi perkembangan penyakit.

2.2.6 Fusarium sp.

Penyebab penyakit layu yang telah dilaporkan dari berbagai tempat

berbeda-beda. Di India juga penyebab penyakit layu yang teridentifikasi

bermacam-macam, antara lain Fusarium oxysporum f. sp. psidii (Misra, 2004).

Penyakit layu memiliki kecepatan perkembangan gejala yang bervariasi.

Pada sindrom yang cepat, layu pertama muncul pada daun yang berada di ujung

percabangan pada kanopi paling tinggi. Dalam 2-4 minggu, semua daun menjadi

layu dan kering, batang terlih at seperti hangus. Perkembangan buah terhambat

dan buah mengeras (mumifikasi) pada batangnya. Layu akan berkembang cepat

dari batang yang mati ke batang yang sehat, akhirnya tanaman mati (Lim &

Manicom, 2003). Cendawan Fusarium sp. juga menyebabkan busuk buah di

pertanaman maupun pada buah jambu biji dalam simpanan (Semangun, 1994).

Gambar 2.6 Fusarium sp.

Sumber : http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/9/95/

Fusariumverticillioides01.jpg

Page 27: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 21

Pengelolaan terhadap penyakit ini pada beberapa laporan dalam Misra

(2004), antara lain pengaturan sanitasi yang baik di pertanaman, tanaman yang

terkena penyakit layu dibuang, kemudian di bakar dan dibuat parit di sekeliling

pohon jambu biji. Pemberian pupuk hijau pada tanaman jambu biji akan

mengurangi perkembangan penyakit.

1.2.7 Botryodiplodia sp.

Busuk buah dapat terjadi di pertanaman maupun pada buah jambu biji

dalam simpanan. Cendawan Botryodiplodia theobromae Pat. dapat menginfeksi

jambu biji di pertanaman dan juga pada jambu biji di penyimpanan (Semangun,

1994). Cendawan B. theobromae mula-mula menyebabkan terjadinya bercak

coklat yang cepat meluas kurang berbatas jelas, busuk lunak, dan terbentuk

lapisan cendawan berwarna hitam. Terdapat pada ujung atau pangkal buah.

Pembusukan juga mencapai bagian daging buahnya hingga buah busuk dan berair

(Martoredjo, 2009).

2.2.8 Culvularia sp.

Cendawan yang juga menyebabkan busuk buah di pertanaman Curvularia

sp. Busuk buah dapat terjadi di pertanaman maupun pada buah jambu biji dalam

simpanan (Semangun, 1994).

Gambar 2.7 Culvularia sp.

Sumber : http://www.mycology.adelaide.edu.au/images/curv2.gif

Page 28: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 22

2.2.9 Phytophthora sp.

Cendawan Phytophthora sp. menyebabkan busuk pada pangkal buah yang

dapat terjadi di pertanaman maupun pada buah jambu biji dalam simpanan

(Semangun, 1994).

Gambar 2.8 Phytophthora sp.

Sumber : http://www.pv.fagro.edu.uy/fitopato/cursos/fitopato/practicas

/3/ZoosPhy.JPG

2.2.10 Phomopsis sp.

Cendawan Phomopsis psidii juga menyebabkan busuk pada pangkal buah

yang dapat terjadi di pertanaman maupun pada buah jambu biji dalam simpanan

(Semangun, 1994).

Gambar 2.9

Sumber : http://extension.umaine.edu/ipm/wp-content/uploads/sites/3/2010/

11/200403382ElmPhomosisLeafImage2.jpg

Page 29: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 23

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu

Isolasi dan identifikasi fungi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi,

Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya. Waktu praktikum dilaksanakan mulai

bulan Desember 2014 sampai dengan Januari 2015.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan Praktikum

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aquades, kentang,

tauge, dextrose, agar, alcohol 70% dan kristal violet.

3.2.2 Alat Praktikum

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri, tabung

reaksi, beaker glass, spatula, erlenmeyer 500 ml, kawat inokulum, kapas, tusuk

gigi, gunting, timbangan, bunsen, indikator pH, spreader glass, inkubator (enkas),

panci, mikropipet, blue tip, autoklaf, gelas ukur, pipet tetes, mikroskop, kaca

preparat, cover glass dan kamera.

3.3 Pelaksanaan Praktikum

3.3.1 Pembuatan Media PDA, PDB dan TA

Isolasi fungi menggunakan media PDA (Potato Dextrose Agar) dan TA

(Tauge Agar) serta PDB (Potato Dextrose Broth) sebagai media pengenceran.

Media PDA dan PDB dibuat sendiri dari 250 gr kentang yang telah dikupas dan

dipotong dadu. Kemudian kentang direbus dalam 1 liter air selama 1 jam dan

dipertahankan volume airnya. Setelah 1 jam air rebusan kentang disaring

filtratnya. Selanjutnya filtrat atau sari kentang dibagi menjadi 2 (500 ml - 500 ml)

untuk media PDA dan PDB.

Page 30: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 24

Untuk media PDA, 500 ml ekstrak kentang ditambahkan 10 gr dextrose

dan 10 gr agar dan diaduk hingga homogen. Untuk media PDB, 500 ml ekstrak

kentang hanya ditambahkan 10 gr dextrose tanpa ditambahkan agar. Setelah itu,

media PDA diletakkan dalam tabung erlenmeyer dan ditutup dengan kapas hingga

rapat. Sedangkan media PDB dimasukkan dalam tabung reaksi. Masing-masing

tabung reaksi diisi 9 ml PDB dan ditutup dengan kapas.

Media TA dibuat sendiri dari 50 gr tauge kemudian direbus dalam 500 ml

air selama 1 jam dan dipertahankan volume airnya. Setelah 1 jam air rebusan

tauge disaring dan dipisahkan dari taugenya. Ekstrak tauge tersebut ditambahkan

10 gr dextrose dan 10 gr agar dan diaduk hingga homogen. Setelah itu, media TA

diletakkan dalam tabung erlenmeyer dan ditutup dengan kapas hingga rapat.

Ketiga media disterilkan bersama cawan petri dalam autoklaf pada suhu

121 OC dengan tekanan 15 psi (per square inchi) selama 15 menit. Media yang

telah disteril selanjutnya dituang ke dalam cawan petri secukupnya dan tunggu

hingga padat.

3.3.2 Pengambilan Sampel

Sample yang digunakan adalah buah jambu biji merah yang diambil dari

pedagang buah di Pasar Pagesangan, Jambangan, Surabaya.

3.3.3 Isolasi Fungi

Isolasi fungi dilakukan dengan metode pengenceran. Sampel dilakukan 4

kali pengenceran (104). Buah jambu biji sebanyak 25 gr dilumatkan dengan mortal

lalu dimasukkan dalam gelas beaker yang berisi 225 ml aquades dan diaduk

hingga tercampur (pengenceran 101)

. Kemudian 1 ml sampel diambil dari gelas

beaker dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi I (pertama) yang berisi 9 ml PDB

lalu dihomogenkan (pengenceran 102). Kemudian dari tabung reaksi I diambil 1

ml lalu dimasukkan dalam tabung reaksi II (kedua) yang berisi 9 ml PDB lalu

dihomogenkan (pengenceran 103). Kemudian dari tabung reaksi II diambil 1 ml

lalu dimasukkan dalam tabung reaksi III (ketiga) yang berisi 9 ml PDB lalu

dihomogenkan (pengenceran 104). Setelah itu dari pengenceran ke-2 dan ke- 4

tersebut masing-masing diambil 0,1 ml menggunakan mikropipet dan

Page 31: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 25

diinokulasikan pada masing-masing cawan yang berisi media PDA dan TA

menggunakan metode sebar (Spread Plate). Inkubasi dilakukan pada suhu 22-

25OC di dalam inkubator (enkas) selama 3-5 hari dalam keadaan gelap dan posisi

cawan terbalik.

3.3.4 Identifikasi Fungi

Identifikasi fungi dilakukan dengan dua metode pengamatan, yaitu dengan

pengamatan makroskopis dan pengamatan mikroskopis.

A. Pengamatan Makroskopis

Pengamatan makroskopis merupakan identifikasi fungi berdasarkan

sifat-sifat morfologinya. Hal-hal yang diamati dalam pengamatan ini, yaitu

warna koloni, bentuk koloni atas (top colony), bentuk koloni bawah

(reverse colony), diameter koloni, tepi koloni, ada tidaknya eksudat,

sirkulat dan radial.

B. Pengamatan Mikroskopis

Pengamatan mikroskopis merupakan identifikasi fungi dibawah

mikroskop untuk melihat warna, jenis hipa (bersepta atau tidak bersepta),

konidia atau spora, bentuk konidia, ukuran konidia, warna konidia,

konidiofor, stigma dan penataan spora.

Page 32: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 26

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

4.1 Jumlah Fungi pada Sampel

4.1.1 Biakan Campuran pada Media PDA

No. Gambar Keterangan

1.

Pengenceran ke-2

Umur 4 hari

10-2

= 15

= 15 × 102

= 1,5 × 103

CFU

= Jumlah fungi

0,1 ml

= 1,5 × 103

0,1

= 1,5 x 104 CFU/ml

2.

Pengenceran ke-4

Umur 4 hari

10-4

= 6

= 6 × 104

= 6 × 104

CFU

= Jumlah fungi

0,1 ml

= 6 × 104

0,1

= 6 x 105 CFU/ml

Page 33: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 27

4.1.2 Biakan Campuran pada Media TA

No. Gambar Keterangan

1.

Pengenceran ke-2

Umur 4 hari

10-2

= 27

= 27 × 102

= 2,7 × 103

CFU

= Jumlah koloni

0,1 ml

= 2,7 × 103

0,1

= 2,7 x 104 CFU/ml

2.

Pengenceran ke-4

Umur 9 hari

10-4

= 11

= 11 × 104

= 1,1 × 105

CFU

= Jumlah koloni

0,1 ml

= 1,1 × 105

0,1

= 1,1 x 106 CFU/ml

Page 34: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 28

4.2 Jenis Fungi pada Sampel

Fungi yang terdapat pada media PDA dan TA; pada pengenceran ke-4

yang berasal dari jambu biji berjumlah 17 jenis fungi. Tiga jenis fungi telah

berhasil diisolasi dan diidentifikasi sedangkan ke-14 jenis fungi lain belum dapat

terisolasi dan teridentifikasi.

Keterangan :

A. Biakan campuran pada media PDA; pengenceran ke-4; Umur 4 hari.

B. Biakan campuran pada media TA; pengenceran ke-4; Umur 9 hari.

Isolat 1

Isolat 2

Isolat 3

A

B

?

?

?

?

?

?

?

?

?

?

?

?

?

?

Page 35: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 29

4.2.1 Identifikasi Fungi pada Isolat 1

A. Makroskopis

No. Gambar Keterangan

1.

Top Colony

Media TA

Umur 5 hari

Terbentuk sirkulat

Koloni tampak

berwarna hijau

muda ditengah-

tengah dan

berwarna kuning

serta putih di

bagian tepi koloni

Tepi koloni tidak

rata

Tidak terbentuk

eksudat

Berdiameter 4 cm

2.

Reverse Colony

Media TA

Umur 5 hari

Koloni tampak

berwarna coklat

kekuningan

ditengah-tengah

dan berwarna putih

di bagian tepi

koloni

Tepi koloni tidak

rata

Terbentuk radial

Berdiameter 4 cm

Page 36: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 30

B. Mikroskopis

No. Gambar Keterangan

1.

Perbesaran 15x10

A. Konidia

B. Fialid

C. Vesikel

D. Konidiofor

2.

Perbesaran 15x10

A. Konidia

B. Konidiofor

4.2.2 Identifikasi Fungi pada Isolat 2

A. Makroskopis

No. Gambar Keterangan

1.

Top Colony

Media TA

Umur 5 hari

Terbentuk sirkulat

Koloni tampak

berwarna hitam

serta coklat

ditengah-tengah

dan berwarna putih

di bagian tepi

koloni

Tepi koloni rata

Tidak terbentuk

eksudat

A

C

A

B

D

B

Page 37: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 31

Berdiameter 3,7

cm

2.

Reverse Colony

Media TA

Umur 5 hari

Koloni tampak

berwarna coklat

kekuningan dan

berwarna putih di

bagian tepi

Tepi koloni rata

Terbentuk radial

Berdiameter 3,7

cm

B. Mikroskopis

No. Gambar Keterangan

1.

Perbesaran 15x10

A. Konidia

B. Konidiofor

2.

Perbesaran 15x40

A. Konidia

B. Fialid

C. Vesikel

D. Konidiofor

A

C

A

B

D

B

Page 38: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 32

4.2.3 Identifikasi Fungi pada Isolat 3

A. Makroskopis

No. Gambar Keterangan

1.

Top Colony

Media TA

Umur 5 hari

Terbentuk sirkulat

Koloni tampak

berwarna hitam

serta coklat

ditengah-tengah

dan berwarna putih

di bagian tepi

koloni

Tepi koloni rata

Tidak terbentuk

eksudat

Berdiameter 4,3

cm

2.

Reverse Colony

Media TA

Umur 5 hari

Koloni tampak

berwarna coklat

ditengah-tengan

dan berwarna putih

di bagian tepi

Tepi koloni rata

Terbentuk radial

Berdiameter 4,3

cm

Page 39: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 33

No. Gambar Keterangan

1.

Top Colony

Media TA

Umur 19 hari

Terbentuk sirkulat

Koloni tampak

berwarna hitam

serta serta

ditengah-tengah

dan berwarna

hitam di bagian

tepi koloni

Tepi koloni rata

Tidak terbentuk

eksudat

Berdiameter 5,5

cm

2.

Reverse Colony

Media TA

Umur 19 hari

Koloni tampak

berwarna coklat

kekuningan

Tepi koloni rata

Terbentuk radial

Berdiameter 5,5

cm

Page 40: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 34

B. Mikroskopis

No. Gambar Keterangan

1.

Perbesaran 15x10

A. Konidia

B. Konidiofor

2.

Perbesaran 15x40

A. Konidia

B. Fialid

C. Vesikel

D. Konidiofor

A

B

D

A

C

B

Page 41: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 35

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Isolasi Fungi

Praktikum ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi fungi

pada buah jambu biji. Isolasi adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat di

alam dan menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Metode yang dilakukan

adalah metode pengenceran dengan sampel buah jambu biji sebanyak 25 gram

lalu dimasukkan dalam gelas beaker yang berisi 225 ml aquades. Kemudian 1 ml

suspensi diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi I (pertama) yang berisi

9 ml PDB lalu dihomogenkan. Hal ini dilakukan sampai pada pengenceran ke-4.

Setelah itu, dari pengenceran ke-2 dan ke- 4 tersebut masing-masing diambil 0,1

ml menggunakan pipet tetes dan diinokulasikan pada masing-masing cawan yang

berisi media PDA dan TA menggunakan metode sebar (Spread Plate). Inkubasi

dilakukan pada suhu 22-25 OC di dalam inkubator (enkas) selama 3-5 hari dalam

keadaan gelap dan posisi cawan terbalik.

Teknik pengenceran sangat penting di dalam analisis mikrobiologi, karena

hampir semua metode perhitungan jumlah sel mikroba diawali dengan teknik ini.

Teknik pengenceran dilakukan untuk benar-benar mendapatkan koloni tunggal

(Rachdie, 2008). Berdasarkan praktikum, jumlah sel mikroba yang didapatkan

melalui teknik pengenceran adalah beberapa koloni dan terdiri dari beberapa

spesies. Hal ini masih perlu diisolasi lebih lanjut untuk mendapatkan biakan murni

mikroba.

Pengenceran pada sampel buah jambu biji dilakukan sebanyak 4 kali.

Namun dalam penghitungan fungi diambil pada pengenceran ke-2 dan ke-4.

Semakin banyak dilakukan pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni yang

terhitung. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwoko (2007) bahwa syarat

penghitungan koloni yaitu cawan yang dihitung adalah cawan yang mengandung

jumlah koloni 30 – 300. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu dapat

dihitung satu koloni dan suatu deretan koloni sebagai suatu garis tebal dapat

dihitung sebagai satu koloni (Irianto, 2000).

Berdasarkan data di atas didapatkan bahwa jumlah koloni fungi pada

pengenceran ke-2 di media PDA sebesar 1,5 x 104 CFU/ml dan pada pengenceran

Page 42: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 36

ke-4 di media PDA sebesar 6 x 105 CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran ke-2 di

media TA sebesar 2,7 x 104 CFU/ml dan pada pengenceran ke-4 di media TA

sebesar 1,1 x 106 CFU/ml. Metode hitungan cawan merupakan cara yang paling

sensitif untuk menghitung jumlah mikroba karena hanya sel yang hidup yang

dapat dihitung. Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus dan dapat

digunakan untuk isolasi serta identifikasi mikroba (Irianto, 2000).

5.2 Identifikasi Fungi

Fungi yang terdapat pada media PDA dan TA dan pada pengenceran ke-4

yang berasal dari jambu biji berjumlah 17 jenis fungi. Ketiga jenis fungi telah

berhasil diisolasi dan diidentifikasi sedangkan ke-14 jenis fungi lain belum dapat

terisolasi dan teridentifikasi. Ketiga isolat tersebut adalah fungi jenis Aspergillus

sp. Fungi yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari buah jambu biji dapat

dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Fungi yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi

Nomor Isolat Isolat

Isolat 1 Aspergillus sp.

Isolat 2 Aspergillus sp.

Isolat 3 Aspergillus sp.

Pengamatan pada isolat ke-1 diketahui bahwa saat muda koloni berwarna

putih, dan akan berubah menjadi berwarna hijau kekuningan setelah usia 5 hari.

Terbentuk sirkulat warna antara hijau, kuning dan putih. Tepi koloni tidak rata.

Terbentuk radial. Tidak terbentuk eksudat dan koloni berdiameter 4 cm. Kepala

konidia berwarna hijau kekuningan hingga hijau tua kekuninggan, berbentuk

bulat, konidiofor berdinding kasar dan hialin. Vesikula berbentuk bulat hingga

semi bulat. Fialid langsung duduk pada vesikula atau pada metule, konidia

berbentuk bulat hingga semi bulat, berwarna hijau pucat. Berdasarkan ciri

makroskopis dan mikroskopis isolat ke-1, dapat disimpulkan bahwa jenis fungi

tersebut adalah Aspergillus sp.

Page 43: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 37

Penentuan jenis fungi pada isolat ke-1 didukung oleh pendapat Samson et

al., (1999) bahwa terdapat koloni kapang Aspergillus sp. berwarna hijau

kekuningan. Terbentuk sirkulat warna. Terbentuk radial. Tidak terbentuk eksudat.

Kepala konidia khas berbentuk bulat, kemudian merekah menjadi beberapa

kolom, dan berwarna hijau kekuningan hingga hijau tua kekuningan. Konidiofor

berwarna hialin, kasar. Vesikula berbentuk bulat hingga semi bulat, berdiameter

25 – 45 µm. Fialid duduk lansung pada vesikel atau metule, berukuran 6–10 x

4,5–5,5 µm. Konidia berbentuk bulat hingga semi bulat, dimeter 3-6 µm, hijau

dan berduri.

Pengamatan pada isolat ke-2 diketahui bahwa saat muda koloni berwarna

putih, dan akan berubah menjadi berwarna coklat muda setelah usia 5 hari.

Terbentuk sirkulat warna antara coklat, hitam dan putih. Tidak terbentuk eksudat.

Terbentuk radial. Tepi koloni rata dengan diameter 3,7 cm. Kepala konidia

(Conidialhead) berwarna coklat, berbentuk bulat (radiate). Kodiofor berdinding

halus, hialin sampai kecoklatan. Vesikula berbentuk bulat sampai semi bulat.

Fialid duduk pada metule, konidia berbentuk bulat sampai semi bulat, berwarna

coklat, dan berornamen. Berdasarkan ciri makroskopis dan mikroskopis isolat ke-

2, dapat disimpulkan bahwa jenis fungi tersebut adalah Aspergillus sp.

Penentuan jenis fungi pada isolat ke-2 didukung oleh pendapat Sutjiati dan

Saenong (2002) bahwa terdapat koloni Aspergillus sp. yang kompak berwarna

putih dan kuning pada permukaan bawah koloni dan pada permukaan atas

berwarna coklat muda sampai coklat gelap setelah terbentuk konidiospora

(konidia). Terbentuk sirkulat warna. Konidia berbentuk bulat dan berwarna coklat

sampai hitam. Kepala konidia radiat mempunyai ukuran panjang berkisar antara

6-7 m. Tangkai konidia (konidiofor) berdinding halus, hialin, tidak bercabang,

sering berwarna coklat muda. Vesikel bulat sampai semi bulat, berwarna coklat

muda atau coklat transparan.

Pengamatan pada isolat ke-3 diketahui bahwa saat muda koloni berwarna

putih, dan akan berubah menjadi berwarna hitam setelah usia 19 hari. Terdapat

sirkulat warna antara hitam dan putih. Tidak terbentuk eksudat. Terbentuk radial

dengan diameter 4,3 cm. Kepala konidia (Conidialhead) berwarna hitam,

berbentuk bulat (radiate). Kodiofor berdinding halus, hialin sampai kecoklatan.

Vesikula berbentuk bulat sampai semi bulat. Fialid duduk pada metule, konidia

Page 44: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 38

berbentuk bulat sampai semibulat, berwarna hitam, dan berornamen. Berdasarkan

ciri makroskopis dan mikroskopis isolat ke-3, dapat disimpulkan bahwa jenis

fungi tersebut adalah Aspergillus sp.

Penentuan jenis fungi pada isolat ke-3 didukung oleh pendapat Samson et

al., (1981) bahwa terdapat koloni Aspergillus sp. pada media Czapek Agar suhu

25 OC umur 7 hari mencapai diameter 4–7 cm, terdiri dari masa koloni yang

kompak berwarna putih dan kuning pada permukaan bawah koloni dan pada

permukaan berwarna menjadi coklat gelap sampai hitam setelah terbentuk

konidiospora (konidia). Kepala konidia radiat atau bulat. Tangkai konidia

(konidiofor) berdinding halus, hialin, tetapi sering berwarna coklat. Vesikel bulat

sampai semi bulat, berdiameter 50 –100 µm. fialid duduk pada metule, berukuran

7,0–9,5 x 34 µm. Metule hialin sampai coklat, sering bersekat, berukuran 15–25 x

4,5–6,0 µm. konidia bulat sampai semi bulat, diameter 3,5-5 µm, coklat, dengan

ornamen.

Menurut Sudarmaji (1998) bahwa klasifikasi ilmiah Aspergillus sp. adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Fungi

Divisi : Eumycetes

Classis : Deuteramycetes

Ordo : Moniliales

Familia : Moniliaceae

Genus : Aspergillus

Species : Aspergillus sp.

5.3 Fungi yang Mendominasi

Faridah (2011) melaporkan bahwa penyakit yang menyerang tanaman

jambu biji di kecamatan Rancang Bungur dan Kampus IPB Darmaga Bogor, yaitu

antraknosa, kanker buah Pestalotia, bercak daun kelabu, karat merah, busuk buah

Botryodiplodia, penyakit layu, embun jelaga, kanker buah oleh fungi askomiset,

bercak merah pada daun muda, dan kerusakan fisik dan mekanis buah.

Dari beberapa penyakit tersebut, fungi yang mendominasi pada buah

jambu biji adalah Colletotrichum sp., Pestalotiopsis sp. dan Botryodiplodia sp..

Sedangkan pada praktikum ini, terhadap 3 isolat fungi yang telah diidentifikasi

Page 45: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 39

dari sampel jambu biji merah dan ketiga fungi tersebut adalah Aspergillus sp..

Perbedaan jenis fungi yang mendominasi pada sampel buah jambu biji disebabkan

adanya beberapa faktor yang akan dijelaskan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Faktor perbedaan fungi yang mendominasi

Pembeda Praktikum Mikologi Hasil Penelitian (Faridah, 2011)

Varietas Jambu

biji

Jambu Biji Merah Jambu biji Bangkok

Jambu biji Merah

Jambu biji Merah Getas

Jumlah sampel 1 (satu) buah Lebih dari 1 (satu) buah

Tempat

pengambilan

sampel

Pedagang buah di

Surabaya yang rata-rata

memiliki suhu 29-33 OC

Petani Jambu biji di kecamatan

Rancang Bungur dan Kampus IPB

Darmaga Bogor yang memiliki

rata-rata suhu lebih dingin

Media biakan Media PDA dan TA yang

dibuat sendiri

Media Czapek Agar

Fungi yang

berhasil diisolasi

dan

diidentifikasi

Terdapat 17 fungi yang

ditemukan. 3 isolat

berhasil diisolasi dan

diidentifikasi sedangkan

ke-14 fungi lain belum

terisolasi dan

teridentifikasi

Semua jenis fungi berhasil

diisolasi dan diidentifikasi

5.4 Peranan Aspergillus sp. pada Buah

Kapang Aspergillus sp. adalah fungi yang tersebar luas di alam, biasanya

ditemukan di dalam tanah dan pembusukan organik seperti tumbunan

kompos, dan memainkan peran yang penting dalam daur karbon dan nitrogen.

Aspergillus sp. pada buah memiliki peranan yang menguntungkan dan dapat pula

merugikan. Peranan yang menguntungkan adalah sebagai berikut :

Page 46: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 40

1. Aspergillus sp. dapat dimanfaatkan dalam industri pengolahan buah-

buahan. Aspergillus sp. berguna untuk menghilangkan gas O2 dari sari

buah dan dapat menjernihkan sari buah. Fungsi tersebut dapat juga

menghasilhkan enzim glukosa oksidae dan pektinase (Widayati et al.,

2009).

2. Aspergillus niger dapat menghasilkan asam sitrat sehinga fungi ini banyak

digunakan sebagai model fermentasi karena fungi ini tidak menghasilkan

mikotoksin sehingga tidak membahayakan. A. niger dapat diisolasi dari

buah kemudian ditumbuhkan di laboratorium. A. niger dapat tumbuh

dengan cepat, oleh karena itu A. niger banyak digunakan secara komersial

dalam produksi asam sitrat, asam glukonat, dan pembuatan berapa enzim

seperti amilase, pektinase, amiloglukosidase, dan selulase (Broekhuijsen

et al., 1993; Okada, 1985). A. niger mampu mensintesis asam sitrat dalam

medium fermentasi ekstraseluler dengan konsentrasi yang cukup tinggi,

jika dibiakkan dalam media yang kadar garamnya rendah dan mengandung

gula sebagai sumber karbon (Hang et al., 1977; Ji et al., 1992).

Selain itu, A. niger juga menghasilkan gallic acid yang merupakan

senyawa fenolik yang biasa digunakan dalam industri farmasi dan juga

dapat menjadi substrat untuk memproduksi senyawa antioksidan dalam

industri makanan.

A. niger dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat

makanan yang terdapat dalam substrat, molekul sederhana yang terdapat

disekeliling hifa dapat langsung diserap sedangkan molekul yang lebih

kompleks harus dipecah dahulu sebelum diserap ke dalam sel, dengan

menghasilkan beberapa enzim ekstra seluler seperti protease, amilase,

mananase, dan α-glaktosidase. Bahan organik dari substrat digunakan oleh

Aspergillus niger untuk aktivitas transport molekul, pemeliharaan struktur

sel, dan mobilitas sel.

Selain beberapa jenis Aspergillus sp. yang memiliki peran menguntungkan

namun terdapat beberapa jenis Aspergillus sp. pula yang memiliki peran

merugikan bagi manusia, diantaranya :

Page 47: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 41

1. Aspergillus flavus dapat menyebabkan penyakit kanker hati (Widayati

et al., 2009). Aspergillus flavus merupakan jamur yang mampu

memproduksi aflatoksin. Fungi ini mampu menghasilkan mikotoksin

yang merupakan senyawa metabolik bersifat toksik yang

mengakibatkan kanker pada hewan dan manusia (Menhan, 1987).

Aflatoksin dapat mengkontaminasi biji-bijian, buah, daging, keju,

produk olahan makanan hasil fermentasi seperti kecap dan oncom

serta rempah-rempah (Makfoeld, 1990).

Aflatoksin dalam kadar tinggi (di atas 20 ppb) jika masuk ke

dalam tubuh manusia atau hewan bisa mengakibatkan kematian.

Sementara kontaminasi aflatoksin dalam kadar rendah (di bawah

20 ppb) dalam jangka panjang bisa menyebabkan kanker hati atau

kanker ginjal (Anonim, 2002).

2. Aspergillus fumigatus sering menyebabkan infeksi pada manusia,

yaitu Aspergillosis. Aspergillosis merupakan infeksi yang disebabkan

oleh moulds saprophyte dari genus Aspergillus. Aspergillus ini dapat

ditemukan di tanah, air dan tumbuhan termasuk buah-buahan yang

mengalami pembusukan (Batra, 2004; Kwon-Chung & Bennet, 1992).

3. Aspergillus nidulans dapat menyebabkan penyakit automikosis pada

telinga manusia (Widayati et al., 2009).

Page 48: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 42

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas adalah sebagai

berikut :

Jumlah koloni fungi pada pengenceran ke-2 di media PDA sebesar 1,5

x 104 CFU/ml dan pada pengenceran ke-4 di media PDA sebesar 6 x

105 CFU/ml. Sedangkan pada pengenceran ke-2 di media TA sebesar

2,7 x 104 CFU/ml dan pada pengenceran ke-4 di media TA sebesar 1,1

x 106 CFU/ml.

Fungi yang berasal dari buah jambu biji berjumlah 17 jenis fungi.

Ketiga jenis fungi telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi sedangkan

ke-14 jenis fungi lain belum dapat terisolasi dan teridentifikasi. Jenis

fungi ketiga isolat tersebut adalah Aspergillus sp.

Aspergillus sp. pada buah memiliki peranan yang menguntungkan dan

dapat pula merugikan.

Page 49: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 43

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana IK, Yulinah E, Sigit JI, Fisheri KN, Insanu M. 2004. Efek ekstrak daun

jambu biji daging buah putih dan jambu biji daging buah merah sebagai

antidiare. Acta Pharmaceutica Indonesia. 29(1):19-27.

AgroMedia. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.

AgroMedia. 2009. Buku Pintar Budidaya Tanaman Buah Unggul Indonesia.

Jakarta: PT Agromedia Pustaka.

Amusa NA, Ashaye OA, Amadi J, Oladapo O. 2006. Guava fruit anthracnose and

the effects on its nutritional and market values in Ibadan, Nigeria. Journal

of Applied Science 6(3):539-543.

Anonim, 2002. Aflatoxin contamination. United Stated Department of

Agricultura-Agriculturai Research Service. USA.

Ashari S. 2006. Hortikultura: Aspek Budidaya. Edisi revisi. Jakarta: UI-Press.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2009. Produksi buah-buahan di

Indonesia. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id

%20 subyek=55&notab=2. Diakses 06 Januari 2015.

Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu). 2008. Tanaman yang

berkhasiat mengatasi demam berdarah dengue. Warta penelitian dan

pengembangan pertanian Vol. 30, No. 6 2008. http://pustaka.litbang.deptan.

go.id/publikasi/wr306089.pdf. Diakses 06 Januari 2015.

Barnett H, Hunter BB. 1999. Illustrated Genera Fungi of Imperfect Fungi. Edisi

ke-4. Minnesota: APS Press.

Bartelt RJ, Weaver DK, Arbogast RT. 1995. Aggregation pheromone of

Carpophilus dimidiatus (F.) (Coleoptera: Niti dulidae) and responses to

Carpophilus pheromones in South Carolina. Journal of Chemical Ecology

21(11):1763-1779. http://ddr.nal.usda.gov/handle/10113/25094. Diakses 06

Januari 2015.

Batra V. 2004. Aspergillosis. http://www.emedicine.com. Diakses pada 06 Januari

2015.

Page 50: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 44

Bintoro D. 2008. Keanekaragaman kutuke bul (Hemiptera: Aleyrodidae) di

wilayah Bogor skripsi. Bogor: Program Studi Hama dan Penyakit

Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Blackman RL, Eastop VF. 2000. Aphids on the World’s Crop: An Identification

and Informatiion Guide. 2nd

ed. London: The Natural History Museum.

Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga.

Ed. ke-6. Soetiyono P, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press. Terjemahan dari: An Introduction to The Studies of Insects.

Broekhuijsen M.P, I.E. Mattern, R. Contreras, dan J.R. Kinghorn. 1993. Secretion

of Heterologons Protein by Aspergillus niger. J.Biotech. 31 : 135-145

Dalimartha S. 2005. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Jakarta: Trubus

Agriwidya.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2009. Upaya pengembangan kawasan buah

unggulan tropika untuk ekspor. http://www.hortikultura.go.id/index.

%20php?option=com_content&task=view&id=240&Itemid=1gemerlap.

Diakses 06 Januari 2015.

Dooley J. 2006. Key to the commonly intercepted whitefly pests. USDA,PAHIS-

PPQ. [email protected].

Fitzpatrick’s. 2003. Apspergillosis. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K editor.

Dermatology In General Medicine. Sixth edition, volume 1, McGraw-

Hill,1154.

Forum Kerjasama Agribisnis (Foragri). 2011. Berkebun apple guava.

http://foragri.wordpress.com/2011/01/10/berkebun-apple-guava. Diakses 06

Januari 2015.

Ginting R. 2009. Keanekaragaman lalat buah (Diptera: Tephritid ae) di Jakarta,

Depok, dan Bogor sebagai bahan kajian penyusunan analisis resiko hama.

tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Gould WP, Raga A. 2002. Pest of guava. Di dalam: Pena JE, Sharp JL, Wysoki

M, editor. Tropical Fruit Pests and Pollinators: Biology, Economic

Importance, Natural Enemies, and Control . New York: CABI. Hlm 295-

313.

Page 51: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 45

Gungah B, Seewooruthun I, Nundloll P, Rambhunjun M. 2005. Biological control

of the spiralling whitefly, Aleurodicus dispersus. Food and Agricultural

Research Council, Réduit, Mauritius.

Gupta, V.K., A.K. Misra, R.K. Gaur, P.K. Jain, D. Gaur and S. Sharma. 2010.

Current status of Fusarium wilt on guava (Psidium guajava L.) in India.

Biotechnology 9 (2):176-195 (jurnal on-line). http://www.scialert.net/

qredirect.php?doi=biotech.2010.176.195&linkid=pdf. Diakses 06 Januari

2015.

Handajani N.S., R. Setyaningsih, dan T. Widiyani. 2003. Deteksi Aflatoksin

B1 pada Petis Udang Komersial. Artikel Penelitian Dosen Muda. Surakarta:

Universitas Sebelas Maret.

Handajani, N.S. dan T. Purwoko. 2008. Aktivitas ekstrak rimpang lengkuas

(Alpinia galanga) terhadap pertumbuhan jamur Aspergillus spp. penghasil

aflatoksin dan Fusarium moniliforme. BIODIVERSITAS. 9(5): 161-164.

Hang Y.D, D.F. Splittstoessitr, R.E.E. Woodams, dan R.M. Sherman. 1977.

Citric Acid Fermentation of Brewery Waste. J. of Food Science. 42 (2) :

383-388

Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme I. Yrama Widya.

Bandung

Ji L.N., X.R. Zhao, dan H.Y. Yang. 1992. Effects of Trace Elements on Citric

Acid Fermentation by Aspergillus niger and Treatment of cane Molasses as

Raw Material. J. Industriall Microbiology 22(2) : 16-21

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Lan PA van der,

penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen

van de Cultuurgewassengin Indonesia.

Kompas. 2009. Omzet ratusan juta dari manisan jambu bangkok. http://bisnis

keuangan.kompas.com/read/2009/12/03/18313355/omzet.ratusan.juta.dari.

manisan.jambu.bangkok. Diakses 06 Januari 2015.

Kompas. 2010. Menikmati peluang usaha bubur buah. http://bisniskeuangan.

kompas.com/read/2010/04/30/08280172/Menikmati.Peluang.Usaha.Bubur.

Buah. Diakses 06 Januari 2015.

Kwon-Chung KJ, Bennet JE. 1992. Aspergillosis. Lea & Fibiger, Philadelphia.

201-41.

Page 52: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 46

Lawrence JF, Britton EB. 1994. Australian Beetles. Melborne: Melbourne

University Press.

Lim TK, Manicom BC. 2003. Diseases of guava. Di dalam: Ploetz RC, editor.

2003. Diseases of Tropical Fruit Crops. Wallingford, UK: CABI

Publishing.

Makfoeld, D. 1990. Mikotoksin Pangan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Maramis RTD. 1991. Bionomi Aleurodicus dispersus Russel (Homoptera:

Aleyrodidae) pada tanaman cabai, kacang hijau dan jambu biji. tesis. Bogor:

Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Marlatt RB, Campbell CW. 1980. Susceptibility of Psidium gujava selections to

injury by Cephaleuros sp. Plant diseases 64:1010-1011.

Marlisa E. 2008. Kajian disinfestasi lalat buah dengan perlakuan uap panas (vapor

heat treatment) pada mangga gedong gincu. tesis. Bogor: Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Menhan, VK. 1987. The aflatoxin contamination problem in groundnut control

with emphasis on host plant resistance. The Regional plant protection group

meeting horate Zimbabwe. Pp. 12-15.

Meritt RW, Courtney GW, Keiper JB. 2003. Diptera (Flies, Mosquitoes, Midges,

Gnats). Di dalam Resh VH, Cardé RT, editors. Encyclopedia of Insects.

USA: Elsevier Science. Hlm 336.

Mertoredjo T. 2009. Ilmu Penyakit Pascapanen. Ed. ke- 1. Jakarta: Bumi Aksara.

Misra AK. 2004. Guava diseases: their symptoms, causes and management. Di

dalam: Naqvi SAMH, editor. Diseases of Fruits and Vegetables Diagnosis

and Management Volume II. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Hlm

81-119.

Morton J. 1987. Guava. Di dalam: Morton JF & Miami FL, editor. Fruits of Warm

Climates. Creative Resources Syst ems, Inc. Hlm 356-363.

Http://www.hort.purdue. edu/ newcrop/morton/guava.html.

Mulyani N. 2008. Biologi Attacus atlas L. (Lepidoptera: Saturniidae) dengan

pakan daun kaliki (Ricinus communis L.) dan jarak pagar (Jatropa curcas

L.) di laboratorium. tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian

Bogor.

Page 53: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 47

Murgianto F. 2010. Kisaran inang kutukebul Aleurodicus destructor Mackie,

Aleurodicus dispersus Russel dan Aleurodicus dugessii Cockerell

(Hemiptera: Aleyrodidae) di Kecama tan Dramaga, Kabupaten Bogor dan

daerah lain di sekitarnya. skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Naik MK, Rani GSD, Prasad RD, Patil MB, Sen B. 2008. An over-view of soil

borne plant patogens. Di dalam: Naik MK, Rani GSD, editor. Advances in

Soil Borne Plant Diseases. New Delhi: New India Publishing Agency.

Nakasone HY, Paull RE. 1999. Tropical Fruits. Wallingford: CAB International.

Okada, G. 1985. Purification and Properties of a Cellulase from Aspergillus niger.

J. Biochem. 49 (5) : 1257-1265.

Panhwar F. 2005. Genetically evolved of guava (Psidium gaajava) and its future

in Pakistan. Virtual Lybrary Chemistry. Http://www.ChemLin.com.

Parimin. 2007. Jambu Biji: Budi Daya dan Ragam Pemanfaatannya. Jakarta:

Penebar Swadaya.

Patterson TF. 2003. Aspergillosis. In: Dismuskes WE, Pappas PG, Sobel JD

editor. Clinical Mycology. Oxford University Press, INC, 221-35.

Pena JE. 1986. Status of pests of minor tropical fruit crops in South Florida. Proc.

Fla. State Hort. Soc. 99:227-230.

Popenoe W. 1974. Manual of Tropical and Subtropical Fruits. New York: Hafner

Press.

Porter J. 1986. Some studies on the life history and oviposition of Carpophilus

dimidiatus (F.) (Coleoptera: Nitidulidae) at various temperatures and

humidities (abstrak). Jurnal of Stored Products Research 22(3):135-139.

Diakses 06 Januari 2015.

Pravitasari NR. 2009. Pengamatan ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae) pada

pertanaman jambu biji (Psidium guajava L.) di daerah Bogor. skripsi.

Bogor: Fakultas Pertanian, In stitut Pertanian Bogor.

Respatie DW. 2007. Pengaruh tinggi pangkasan dan pemupukan N terhadap

pertumbuhan dan produksi kandungan bahan bioaktif daun jambu biji. tesis.

Bogor: Sekolah Pascasar jana, Institut Pertanian Bogor.

Rhainds M, Davis DR, Price PW. 2009. Bionomics of bagworms (Lepidoptera:

Psychidae) [abstrak]. Ann. Rev. Ent. 54: 209-226.

Page 54: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 48

Rismunandar. 1989. Tanaman Jambu Biji. Bandung: Sinar Baru.

Samson R.A., Hoekstra E.S. dan Van Oorschot C.A. 1981. Introduction To Food-

Borde Fungi. Centra albureau Voor Schimmelcultures.

Sartiami D, Sosromarsono S, Buchori D, Suryobroto B. 1999. Keragaman spesies

kutu putih pada tanaman buah-buaha n di daerah Bogor. Di dalam:

Prosiding Seminar Nasional Peranan Entomologi dalam Pengendalian

Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis; Bogor, 16 Februari 1999.

Bogor: Perhimpunan Entomologi Indonesia. Hlm 429-435.

Sauers-Muller AV. 2005. Ecology, behavior, and bionomics: host plants of the

carambola fruit fly, Bactrocera carambolae Drew & Hancock (Diptera:

Tephritidae), in Suriname, South America. Neotropical Entomology 34(2):

203-214 (2005). http://www.scielo.br/pdf/ne/v34n2/24316.pdf. Diakses 06

Januari 2015.

Semangun H. 1994. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Shylena S. 2010. Potensi cendawan Entomophthorales dalam mengendalikan kutu

putih papaya Paracoccus marginatus Granara & de Willink (Hemiptera:

Pseudococcidae) di lapangan. skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Siwi SS, Hidayat P, Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting

di Indonesia (Diptera: Tephritidae). Bogor: Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.

Soedarya AP. 2010. Agribisnis Guava (Jambu Batu). Bandung: Pustaka Grafika.

Soesilohadi RCH, Permana AD, Subahar TTS, Sastrodihardjo S. 2003. Fluktuasi

rasio seks lalat buah (Bactrocera carambolae) dan parasitoid (Biosteres

vandenboschi) sebagai tanggapan terhadap fluktuasi kelimpahan inang dan

suhu lingkungan (abstrak). Biologi 3(1):9–23.

Soetopo L. 1992. Psidium guajava L. Di dalam: Verheij EWM, Coronel RE,

editor. Plant Resources of South-Ea st Asia: Edible Fruits and Nuts. Bogor:

Prosea Foundation. Hlm 266-270.

Suhaendah E, Hani A, Dendang B. 2008. Uji ekstrak daun suren dan Beauveria

bassiana terhadap mortalitas ulat kantong pada tanaman sengon. Ciamis:

Page 55: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 49

Balai Penelitian Kehutanan Ciamis. http://biotifor.or.id/index.php?action=

publikasi.detail&id_akt=6. Diakses 06 Januari 2015.

Sujiprihati S. 1985. Studi keragaman berbagai sifat agronomis dan pola

pembungaan/pembuahan jambu Bangkok. Bogor: Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor.

Sumardi D. 2009. Analisis efisiensi pemasaran jambu biji (Psidium guajava L.)

(studi kasus Desa Cilebut Barat, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor).

skripsi. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Suparno H. 2004. Biologi dan perilaku ulat kantung Pteroma pendula Joannis

(Lepidoptera: Psuchidae) pada tanaman jambu biji (Psidium guajava L.).

skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sutjiati, M. dan M.S. Saenong. 2002. Infeksi cendawan Aspergillus sp. pada

beberapa varietas/galur jagung hibrida umur dalam. Proseding Seminar

Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI, PFI dan HPTI XV Sul-Sel.

Sutjiati, M. dan M.S. Saenong. 2002. Infeksi cendawan Aspergillus sp. pada

beberapa varietas/galur jagung hibrida umur dalam. Proseding Seminar

Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI, PFI dan HPTI XV Sul-Sel. Maros, 29

Oktober 2002.

Tamim DM. 2009. Pemanfaatan tanaman selasih ungu (Ocimum sanctum Linn.)

sebagai atraktan lalat buah (Bactrocera dorsalis) pada tanaman jambu biji

(Psidium guajava) dalam rangka pengembangan pestisida nabati ramah

lingkungan. tesis. Bogor: Sekolah Pas casarjana, Institut Pertanian Bogor.

Utami IS. 2008. Budidaya Jambu Merah: Mujarab Atasi Demam Berdarah.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Weidner H, Rack G. 1984. Tables de détermination des principaux ravageurs des

denrées entreposées dans les pays chauds. Eschborn: Deutsche Gesellschaft

für Technische Zusammenarbeit (GTZ) Gmbh. Terjemahan dari:

Bestimmungstabellen und der Vorratsschädlinge Hausungeziefers of

Mitteleuropa.http://www.fastonline.org/

CD3WD_40/INPHO/VLIBRARY/GTZHTML/X0067E/FR/X0067F00.HT

M#CONTENTS. [18 Juli 2011]

Widayati, S, S. N. Rochmah dan Zubedi. 2009. Biologi: SMA dan MA Kelas X.

Pusat Perbukuan. Departemen Pendidikan Nasional.

Page 56: Isolasi Dan Identifikasi Fungi pada Buah Jambu Biji

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya | 50

Williams DJ, Watson W. 1988a. The Scale Insects of the Tropical South Pacific

Region Part 1: The Armoureds Scales (Diaspididae). Wallingford: CAB

International Institute of Entomology.

Williams DJ, Watson W. 1988b. The Scale Insects of the Tropical South Pacific

Region Part 2: The Me alybugs (Pseudococcidae). Wallingford: CAB

International Institute of Entomology.

Williams DJ, Watson W. 1990. The Scale Insects of the Tropical South Pacific

Region Part 3: The Soft Scales (Coccidae) and Other Families.

Wallingford: CAB International Institute of Entomology.

Williams DJ. 1989. The mealybug genus Rastrococcus Ferris (Hemiptera:

Pseudococcidae). Systematic Entomology 14:433-486.

Williams DJ. 2004. Mealybugs of Shouthern Asia. London: The Natural History

Museum.

Yan LY, Teng LT, Jhi TJ. 2006. Antioxidant properties of guava fruit:

comparison with some local fruits. Sunway Academic Journal 3:9–20.

Yoshizawa, T., A. Yamashita, and N. Chokethaworn. 1996. Occurrence of

fumonisins and aflatoxins in corn from Thailand. Food Additive and

Contamination 13:163-168.