isolasi dan penapisan isolat-isolat bakteri endofit ...perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/skripsi...

38
1 1 ISOLASI DAN PENAPISAN ISOLAT-ISOLAT BAKTERI ENDOFIT SEBAGAI PENGHASIL SENYAWA ANTIBAKTERI ASAL TANAMAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata Ness.) SKRIPSI Oleh : Anton Budiman 066102015 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR 2009

Upload: hoangnhu

Post on 28-May-2019

261 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

1

ISOLASI DAN PENAPISAN ISOLAT-ISOLAT BAKTERI ENDOFIT

SEBAGAI PENGHASIL SENYAWA ANTIBAKTERI ASAL TANAMAN

SAMBILOTO (Andrographis paniculata Ness.)

SKRIPSI

Oleh :

Anton Budiman

066102015

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PAKUAN

BOGOR

2009

2

2

ISOLASI DAN PENAPISAN ISOLAT-ISOLAT BAKTERI ENDOFIT

SEBAGAI PENGHASIL SENYAWA ANTIBAKTERI ASAL TANAMAN

SAMBILOTO (Andrographis paniculata Ness.)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Farmasi Pada Program Studi Farmasi

Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Pakuan

Oleh

Anton Budiman

066102015

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PAKUAN

BOGOR

2009

3

3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah

memberikan rahmat, hidayah dan karunia Nya serta kesehatan yang tidak ternilai

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Isolasi Dan

Penapisan Isolat-isolat Bakteri Endofit Sebagai Penghasil Senyawa

Antibakteri Asal Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.)”.

Pada kesempatan ini penulis berniat untuk menyampaikan rasa terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Etty Pratiwi, M.Si. dan Sri Wardatun, S.Si., Apt. selaku pembimbing

I dan II atas segala masukan, nasehat, dan saran yang sangat berarti bagi

penulis.

2. Ketua Program Studi Farmasi dan Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan.

3. Ibunda Tercinta, yang selalu mencurahkan kasih sayang serta do,a dan

dukungan baik moril maupun materil.

4. Seluruh teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan orang yang

selalu memberikan motivasi, inspirasi serta senyuman kepada penulis. Tidak

lupa juga kepada semua pihak yang telah ikut serta mendukung dan

memberikan partisipasinya kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Diharapkan segala saran dan usulan yang membangun dari semua

pihak demi kesempurnaan penulisan ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan

informasi yang bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi dunia kefarmasian.

Bogor, 2009

Penulis

4

4

RIWAYAT HIDUP

Anton Budiman dilahirkan di Ciamis, pada tanggal 22

Agustus 1983 dari pasangan Nana Supriatna (Alm) dan

Apong Puriasih, S.Pd. Penulis merupakan anak pertama

dari empat bersaudara. Pendidikan yang telah ditempuh

penulis yaitu, SD Negeri Klapanunggal 04 tahun 1989-

1995, SLTP Negeri 01 Cileungsi tahun 1995-1998,

SMU Negeri 01 Cileungsi tahun 1998-2001.

Kemudian penulis melanjutkan pendidikan jenjang Strata 1 di Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Farmasi Universitas

Pakuan di Bogor dan menyelesaikan studinya pada tahun 2009 dengan

memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm).

5

5

RINGKASAN

Anton Budiman. 066102015. 2009. Isolasi Dan Penapisan Isolat-Isolat

Bakteri Endofit Sebagai Penghasil Senyawa Antibakteri Asal Tanaman

Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.). Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Etty

Pratiwi, M.Si (Pembimbing I) dan Sri Wardatun, S.Si., Apt. (Pembimbing

II).

Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelah Brasil yang dikenal

dengan megabiodiversiti flora dan fauna tropisnya. Meningkatnya resistensi

bakteri akibat penggunaan antibiotik telah mengilhami pencarian produk alternatif

pengganti antibiotik dari bakteri, khususnya bakteri endofit. Bakteri endofit

merupakan bakteri dan jamur yang hidup di dalam jaringan tanaman pada bagian

xylem dan phloem, daun, akar dan batang. Bakteri ini mampu meningkatkan

pertumbuhan makanan dan menekan penyakit. Bakteri endofit hidup bersimbiosis

dan saling menguntungkan, dalam hal ini bakteri endofit mendapatkan nutrisi dari

hasil metabolisme tanaman sedangkan tanaman mendapatkan derivat nutrisi dan

senyawa aktif yang diperlukan selama hidupnya.

Indonesia memiliki biodiversitas Tanaman Obat yang melimpah

diantaranya sambiloto (Andrographis paniculata) (Yulis dan Elda, 2005) Herba

sambiloto merupakan salah satu bahan obat tradisional yang paling banyak

dipakai di Indonesia. Tanaman ini memiliki senyawa yang berkhasiat sebagai anti-

bakteri, antiradang, menghambat reaksi imunitas, penghilang nyeri, pereda

demam, menghilangkan panas dalam, menghilangkan lembab dan penawar racun.

Oleh karena itu perlu untuk mengisolasi dan melakukan penapisan terhadap

senyawa antibakteri asal tanaman sambiloto, sehingga penelitian ini dilakukan

dengan maksud untuk mendapatkan satu atau lebih isolat bakteri endofit asal

tanaman sambiloto yang mampu memiliki aktifitas sebagai antibakteri.

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap ketiga sampel tanaman

sambiloto dari masing-masing tempat yang berbeda didapat sebanyak 17 isolat

bakteri endofit, dua diantaranya positif merupakan isolat unggul yang memiliki

aktifitas sebagai antibakteri patogen Listeri monocytogenes yang ditunjukkan

6

6

dengan adanya zona hambat terbesar di sekeliling disc dengan waktu optimum

selama 96 jam.

Hasil analisis senyawa andrografolid yang terkandung di dalam isolat

bakteri endofit asal tanaman sambiloto dengan metode KCKT terhadap isolat

unggul dengan kode CLS B sebesar 8,54 ppm dan isolat dengan kode BGR A

sebesar 8,90 ppm. Hal ini membuktikan bahwa bakteri endofit mampu

mengekskresikan senyawa andrografolid dari tanaman sambiloto.

Kata kunci : Sambiloto (Andrographis paniculata Ness), Andrografolid,

Endofit, Antibakteri.

7

7

SUMMARY

ANTON BUDIMAN. 2009. Isolation and Endophytic Bacterium Isolates

Filtering As Compound Result Antibacterial From Sambiloto Plants

(Andrographis Paniculata Ness.) under Supervision : Dr. Ir. Etty Pratiwi,

M.Si And Sri Wardatun, S.Si., Apt.

Indonesia is the second biggest nation after brazil known with floral

megabiodiversity and its tropical animal. The rising of microbe resistance as the

result of usage antibiotic from microbe, especially endophytic microbe.

Endophytic microbe is bacterium and mushroom living in plants nex xylem and

phloem, leaf, root, and bar part of. Endophytic microbe livied having symbiosis in

each other profits, in this case endophytic microbe gets nutrition from result of

metabolism of plants while plants is getting derivate active nutrition and

compound required during life.

Indonesia has abudance drug plants biodiversity between of sambiloto

(Andrographis paniculata Ness). Sambiloto herb is one of tribal medicine

material which at most used in Indonesia. These plants has compound having

special quality has antibacterial, anti chafes, resistir reaction of immunity, pain

reliever, fever reliever, dehumidifies, antidote. Therefore require to isolate and

does filtering to compound antibacterial of sambiloto plant, so that this research

done with a view to gets one or more isolate endophytic bacterium of sambiloto

plants capable to have activity as antibacterial.

From these research result to the three sambiloto plants sample from each

different place got 17 endophytic bacterium isolates, two of them were found

positive is superior isolate that having activity as antibacterial to bacterium

pathogen Listeria monocytogenes showed with existence of pursued zona around

disc with optimum time during 96 hours.

Result of compound analysis andrografolid is consisting in isolate

bacterium of sambiloto plants with method HPLC to the superior isolate with code

CLS amount of 8.54 ppm and isolate with code BGR A amount of 8.90 ppm. It

8

8

proves that solvent endophytic bacterium of excretion of active compound of

andrografolid from sambiloto plants.

Keyword : Sambiloto (Andrographis paniculata Ness), Andrografolid,

endophytic, Antibacterial.

9

9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelah Brasil yang dikenal

dengan megabiodiversiti flora dan fauna tropisnya. Meningkatnya resistensi

mikroba akibat penggunaan antibiotik telah mengilhami pencarian produk

alternatif pengganti antibiotik dari mikroba. Keadaan ini mendorong semakin

pentingnya usaha untuk mendapatkan antibiotik yang murah, tersedia senya

kontinyu dalam jumlah besar dan memiliki unsur – unsur yang dibutuhkan untuk

pembuatan antimikroba tersebut (Alimuddin dkk., 2006). Kegiatan konservasi

yang mengarah kepada biodiversiti flora dan fauna telah banyak dilakukan oleh

para ahli dan peneliti dunia, namun belum banyak kegiatan yang ditujukan untuk

konservasi mikroba dari kawasan hutan, khususnya mikroba endofit. Dari sekitar

300.000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman

mengandung satu atau lebih mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur

(Strobel et.al., 1996).

Mikroba endofit merupakan bakteri dan jamur yang hidup di dalam

jaringan tanaman pada bagian xylem dan phloem, daun, akar dan batang

(Yusron dkk., 2004). Mikroba ini mampu meningkatkan pertumbuhan makanan

dan menekan penyakit (Mc. Inrov, 1997). Mikroba endofit hidup bersimbiosis dan

saling menguntungkan, dalam hal ini mikroba endofit mendapatkan nutrisi dari

hasil metabolisme tanaman sedangkan tanaman mendapatkan derivat nutrisi dan

senyawa aktif yang diperlukan selama hidupnya.

Para peneliti dunia melaporkan bahwa mikroba endofit mampu

menghasilkan suatu senyawa yang berkhasiat baik sebagai sumber obat untuk

menunjang sektor kesehatan dan farmasi (Yusron dkk., 2004). Selain itu beberapa

metabolit yang dihasilkan endofit menunjukkan aktifitas antibakteri, antifungi,

insektisida dan mampu mengekskresikan hormon pertumbuhan dalam jumlah

yang cukup tinggi yang diperlukan untuk menstimulasi pertumbuhan tanaman.

Tidak menutup kemungkinan bahwa satu isolat mempunyai kemampuan ganda

10

10

untuk memerangi beberapa jenis patogen. Hal ini tentunya membuka peluang

untuk diperoleh antibakteri atau antifungi baru serta bahan pengganti pupuk

kimia, insektisida, pestisida, fungisida yang ramah bagi lingkungan.

Indonesia memiliki biodiversitas Tanaman Obat yang melimpah

diantaranya sambiloto (Andrographis paniculata) (Yulis dan Elda, 2005) Herba

sambiloto merupakan salah satu bahan obat tradisional yang paling banyak

dipakai di Indonesia (Depkes, 1979). Dalam buku resmi Tanaman Obat Indonesia

diketahui bahwa sambiloto dapat tumbuh liar di tempat terbuka, seperti kebun,

tepi sungai, tanah kosong yang agak lembab atau pekarangan. Tumbuh di dataran

rendah sampai ketinggian 700 m dpl. Tanaman ini memiliki senyawa

andrografolid yang berkhasiat sebagai anti-bakteri. Selain itu tanaman ini

memiliki khasiat sebagai antiradang, menghambat reaksi imunitas, penghilang

nyeri, pereda demam, menghilangkan panas dalam, menghilangkan lembab,

penawar racun (Dalimartha dan Hadi, 2003). Maka perlu mengisolasi dan

melakukan penapisan terhadap senyawa antimikroba asal tanaman sambiloto.

1.2. Tujuan Penelitian

1. Memperoleh isolat mikroba endofit dari tanaman sambiloto dari daerah

Cileungsi, Bogor dan Cicurug.

2. Melakukan penapisan sejumlah isolat mikroba endofit asal tanaman

sambiloto yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan sejumlah

bakteri patogen (Escherichia coli Enteropatogenik, Staphylococcus aureus

dan Listeria monocytogenes).

3. Identifikasi senyawa bioaktif yang berkhasiat sebagai antimikroba dari

sambiloto serta mengukur kandungan andrografolid dari kultur mikroba

endofit yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan patogen.

1.3. Hipotesis

1. Terdapat satu atau lebih jenis mikroba endofit pada tanaman sambiloto dari

masing –masing daerah tempat asalnya.

2. Isolat mikroba endofit tertentu asal tanaman sambiloto memiliki senyawa

antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen.

11

11

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai prospek dan

manfaat mikroba endofit asal tanaman asli Indonesia terutama sambiloto untuk

keperluan hidup manusia.

12

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Tanaman Sambiloto

Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) banyak di temukan di

daratan Asia. Sambiloto tergolong tanaman perdu yang tumbuh di berbagai

habitat seperti tepi sawah, kebun atau hutan (Soedibyo, 2006). Selain banyak

dijumpai hampir di seluruh kepulauan nusantara, sambiloto juga terdapat di

India, Filipina, Vietnam dan Malaysia. Sambiloto dikenal dengan beberapa

nama daerah, seperti sambilata di Melayu, ampadu di Padang, pepaitan di

Maluku, ki oray, ki peurat dan takilo di Sunda, serta kenci di Jawa. Di Cina,

sambiloto sudah di uji klinis dan terbukti berkhasiat sebagai anti hepapatoksik

(anti penyakit hati). Herba sambiloto mengandung metabolit sekunder golongan

turunan lakton yaitu andrografolid sebagai komponen utama dan turunannya

sampai mencapai 19 komponen, baik dalam senyawa bebas maupun senyawa

glikosida (Aryani, 2005).

Gambar 1. Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Ness)

Keterangan : A : Tanaman Sambiloto Asal Cileungsi

B : Tanaman Sambiloto Asal Bogor

C : Tanaman Sambiloto Asal Cicurug - Sukabumi

13

13

Sambiloto memiliki batang berkayu berbentuk bulat dan segi empat serta

memiliki banyak cabang (monopodial). Daun tunggal dan saling berhadapan,

berbentuk pedang (lanset) dengan tepi rata dan permukaannya halus, berwarna

hijau. Bunganya berwarna putih keunguan, bunga berbentuk jorong (bulan

panjang) dengan pangkal dan ujung lancip.

2.2. Kandungan Kimia Sambiloto

Sambiloto mengandung senyawa aktif pahit yang utama, yaitu

andrografolid. Selain itu sambiloto mengandung neoandrografin dan panikulin

yang berguna sebagai bahan obat (Soedibyo, 2006), serta mengandung saponin,

flavonoid, alkaloid dan tanin. Kandungan kimia lain yang terdapat pada daun dan

batang adalah laktone, kalmegin, dan hablur kuning yang memiliki rasa pahit.

Andrografolid (C20H30O5)

Herba sambiloto mengandung metabolit sekunder turunan lakton yaitu

andrografolid sebagai komponen utama dan turunannya sampai mencapai 18

komponen baik dalam senyawa bebas maupun senyawa glikosida. Andrografolid

dengan berat molekul 350 merupakan komponen utama, berbentuk serbuk kristal

berwarna putih, rasa pahit, dan berbentuk lempeng segi empat dengan titik lebur

230°C - 239°C.

Gambar 2. Rumus bangun molekul Andrografolid (Kelvina, 2007)

O

HO O

H3C

HO

CH3

CH2OH

CH2

14

14

2.3. Khasiat dan Pemanfaatan Tanaman

Menurut Yulis dan Nazriati, (2005), herba sambiloto ini memiliki khasiat

untuk mengatasi beberapa penyakit, yaitu:

Hepatitis, infeksi saluran empedu

Disentri basiler, tifoid, diare

Influenza, radang amandel, radang paru, radang saluran napas, sakit gigi

Demam, malaria

Kencing nanah

Kencing manis

TB Paru, batuk rejan, sesak napas

Darah tinggi

Kusta

Keracunan jamur, singkong, tempe bongkrek, makanan laut

Kanker: Penyakit trofoblas seperti kehamilan anggur dan penyakit tumor

trofoblas, serta tumor paru (Dalimartha dan Hadi, 2003).

Selain itu sambiloto juga memiliki khasiat sebagai antiinflamasi,

antipiretik, analgetik, antikolestasis, imunostimulan. Secara tradisional sambiloto

telah digunakan untuk pengobatan akibat gigitan ular atau serangga, demam,

disentri, rematik, TBC, infeksi pencernaan, dan lain-lain. Sambiloto

dimanfaatkan untuk antimikroba, antihiper-glikemik, anti sesak napas dan untuk

memperbaiki fungsi hati. Sambiloto juga tinggi kadar kaliumnya dan rendah

natriumnya (Heyne, 1987).

2.4. Mikroba Endofit

Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman pada

periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan

tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat

mengandung beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa

biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau

transfer genetik dari tanaman inangnya ke dalam mikroba endofit (Tan et al.

Dalam Maksum, 2005). Mikroba endofit merupakan salah satu bagian dari

15

15

mikroflora yang terdapat dalam jaringan tanaman yang sehat dan mampu

meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menekan penyakit tanaman (Mc Inrov,

1997).

Secara biologi dan ekologi mikroba endofit mengambil nutrisi dari tanaman,

sedangkan tanaman mendapatkan keuntungan dari sifat mikroba endofit, antara

lain mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menekan penyakit pada

tanaman. Mikroba endofit mulai banyak diteliti karena potensinya antara lain

sebgai penghasil senyaw-senyawa yang bersifat antimikroba. Dari sekitar 300.000

jenis tanaman yang tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman

mengandung satu atau lebih endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur (Strobel

,et.al. 1996).

2.5. Senyawa Antimikroba

Senyawa Antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat

mengganggu pertumbuhan dan aktifitas mikroba, khususnya mikroba perusak

dan pembusuk makanan. Zat antimikroba dapat bersifat bakterisidal

(membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri),

fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang).

(Kurnia, 2006).

2.6. Bakteri Patogen

Merupakan kelompok bakteri parasit yang menimbulkan penyakit pada

manusia, hewan dan tumbuhan. Jenis bakteri yang dapat mengkontaminasi

makanan terbagi menjadi dua jenis, yaitu bakteri yang menyebabkan makanan

menjadi rusak atau disebut bakteri perusak dan bakteri yang menyebabkan

keracunan pada manusia atau disebut bakteri patogen.

Bakteri patogen dibedakan menjadi dua bagian berdasarkan sifat pewarnaan

Gram, yaitu Gram-positif dan Gram-negatif. Bakteri Gram-positif adalah bakteri

yang memberikan respon berwarna ungu jika dilakukan uji pewarnaan Gram,

sedangkan bakteri Gram-negatif memberikan respon berwarna merah (Suriawiria

dalam Tribowo, 2006).

16

16

2.6.1. Listeria monocytogenes

Bakteri ini merupakan bakteri penting penyebab banyak penyakit pada

hewan dan manusia. Bakteri L. Monocytogenes berbentuk batang pendek,

termasuk kelompok bakteri Gram-positif yang tidak membentuk spora. Bakteri

ini bergerak dengan berjungkir balik pada suhu 22°C. Uji pergerakan ini dengan

cepat dapat membedakan Listeria dari difteroid yang merupakan anggota normal

pada kulit. Bakteri ini bersifat fakultatif anaerob dan katalase-positif, Listeria

membentuk asam tetapi tidak membentuk gas dalam berbagai jenis karbohidrat.

Hubungan antara epidemi listeriosis dengan makanan tercemar menunjukkan

bahwa jalur infeksi alamiah oleh Listeria adalah saluran cerna. Listeri dapat

menyerang dan berkembang biak dalam sel nonfagosit dan pada awalnya dapat

menginfeksi sel epitel usus. (Jawetz, 1996).

2.6.2. Escherichia coli enteropatogenik (EPEC)

EPEC merupakan salah satu kategori Escherichia coli penyebab diare

yang dihubungkan dengan kejadian diare pada bayi di negara-negara berkembang

(Nataro dan Kaper dalam Hellen, 2005). Penyakit yang disebabakan oleh EPEC

sangat khas karena sebagian besar terjadi pada bayi yang dicirikan dengan diare

yang tidak berlendir, muntah dan sedikit demam. EPEC melekat pada sel mukosa

usus kecil, lamanya diare EPEC dapat diperpendek dan diare kronik dapat diobati

dengan pemberian antibiotik (Jawetz, 1996).

2.6.3. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus termasuk kedalam famili micrococcaceae, Gram

positif, berbentuk bulat dengan diameter 0,5 – 1,5 πm, biasanya berkelompok

membentuk anggur tetapi ada juga yang tunggal, berpasangan atau berjmah 4 sel

(tetrad). Bakteri S. aureus hidup secara aerobik maupun anaerobik fakultatif.

Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah 35-37°C, dengan suhu minimum

6,7°C dan suhu maksimum 45,5°C seta dapat tumbuh pada pH 4,0-9,8 dengan pH

optimum sekitar 7,0-7,5 (Rima, 2004).

Staphylococcus aureus mampu memproduksi senyawa beracun yang

disebut enterotoksin dan dapat terbentuk dalam makanan karena pertumbuhan

17

17

bakteri tersebut. Sumber penularan S. aureus antara lain dalam saluran

tenggorokan, yaitu hidung dan kerongkongan. Dari sini organisme dengan mudah

dipindahkan ke kulit, terutama tangan dan rambut. Sehingga penanganan pangan

dengan tangan tanpa peralatan memadai juga dapat menjadi sumber penyebaran

S.aureus terutama jika orang yang menangani pangan mengalami luka atau infeksi

pada tangan, karena bakteri ini merupakan bakteri yang biasa menginfeksi luka,

bisul dan luka terbuka. (Rima, 2004).

2.7. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam-

macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fasa

gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fasa diam yang juga bisa berupa

cairan ataupun suatu padatan.

Kromatografi Cair Kinerja tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid

Chromatography (HPLC) termasuk dalam metode analisis terbaru yaitu suatu

teknik kromatografi dengan fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat

(Putra, 2004).

Gambar 3. Diagram Alir KCKT (Putra, 2004)

Reservoir Pencampur Tempat Injeksi Detektor Kolom KCKT

Rekorder

Integrator

Reservoir

Pompa

Pompa

18

18

2.7.1 Pompa

Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui

kolom. Pompa diperlukan untuk mengalirkan pelarut sebagai fasa gerak dengan

kecepatan dan tekanan uap. Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kenerja

konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement).

2.7.2. Injektor

Injektor berfungsi untuk mengambil sejumlah sampel yang akan dianalisis.

Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan :

a. Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem

tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi.

b. Septum: Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan

pada Kromtografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60 -70

atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut

Kromatografi Cair. Partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum

injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.

c. Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume

lebih besar dari 10 μ dan dilakukan dengan cara otomatis (dengan menggunakan

adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual).

Pada posisi LOAD, sampel diisi kedalam loop pada kinerja atmosfir, bila VALVE

difungsikan, maka sampel akan masuk ke dalam kolom.

2.7.3. Kolom

Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis

tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom

dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :

a. Kolom analitik : Diameter dalam 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis

material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan

adalah 50 -100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10 -30 cm.

b. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan

panjang kolom 25 -100 cm.

19

19

Kolom umumnya dibuat dari stainlesteel dan biasanya dioperasikan pada

temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama

untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi.

2.7.4. Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di

dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadamya (analisis kuantitatif).

Detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang

rendah, kisaran respon linier yang luas, dan memberi respon untuk semua tipe

senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur

sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh.

Detektor KCKT yang umum digunakan adalah detektor UV 254 nm.

Variabel panjang gelombang dapat digunakan untuk mendeteksi banyak senyawa

dengan range yang lebih luas. Detektor indeks refraksi juga digunakan secara

luas, terutama pada kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif jika

dibandingkan dengan detektor UV.

2.7.5. Pengolahan Data (Data Handling)

Hasil dari pemisahan kromatografi biasanya ditampilkan dalam bentuk

kromatogram pada rekorder.

2.7.6. Keuntungan KCKT

Beberapa keuntungan KCKT dibanding dengan kromatografi cair klasik,

antara lain:

Cepat: Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak analisis

yang dapat diselesaikari sekitar 15-30 menit.

Resolusi : Berbeda dengan kromatografi gas, Kromatografi Cair

mempunyai dua rasa dimana interaksi selektif dapat terjadi.

Sensitivitas detektor : Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan

dalam KCKT dapat mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10-9

gram) dari bermacam- macam zat.

20

20

Kolom dapat digunakan kembali : Berbeda dengan kolom

kromatografi klasik, kolom KCKT dapat digunakan kembali

(reusable).

Ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik : zat – zat yang

tidak bisa dianalisis dengan kromatografi gas karena volatilitas

rendah, biasanya diderivatisasi untuk menganalisis spesies ionik.

KCKT dengan tipe eksklusi dan penukar ion ideal sekali untuk

menganalisis zat – zat tersebut.

21

21

BAB III

METODE PENELITIAN

2.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juni 2008 sampai dengan bulan Juli

2009. Bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen)

yang berlokasi Di Jalan Tentara Pelajar No. 3A, Bogor – Indonesia.

2.2. Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan diantaranya adalah :

1. Tanaman Sambiloto asal Cileungsi, Bogor dan daerah perkebunan Cicurug

Sukabumi.

2. Media yang digunakan adalah media Nutrient agar (NA), King’s B, media

Luria Bertani (LB) Agar, dan media Nutrient Broth (NB).

3. Spesies-spesies mikroba patogen : Bakteri Escherichia coli enteropatogenik

(EPEC), Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes.

3.2.2 Alat Penelitian

Alat yang digunakan antara lain :

1. Berbagai macam peralatan gelas kimia seperti : tabung reaksi, cawan Petri,

labu Erlenmeyer, gelas ukur, dll.

2. Laminar air flow, pipet mikro, otoklaf, mortar dan stamper, ose, pinset,

gunting, shaker, vortek, inkubator, timbangan analitik, stirrer, tabung

Eppendorf, micro centrifuge dan alat-alat lainnya.

22

22

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Determinasi Tanaman Sambiloto

Determinasi tanaman sambilto dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI), di Jl. Raya Jakarta–Bogor Km. 46 Cibinong 16911, Indonesia

P.O. Box 25 Cibinong.

3.3.2 Pembuatan Media

Media yang dibuat antara lain :

1. Media Nutrient Agar (NA)

Komposisi NA yang dibuat adalah 1 liter akuades, 8 g nutrient broth dan

15 g agar bacto. Untuk membuat media dalam agar miring, bahan-bahan

dilarutkan didalam akuades, distirer hingga larut, dipanaskan, dimasukkan ke

dalam tabung reaksi berukuran 20 ml sebanyak 10 ml kemudian diotoklaf

selama 15 menit pada suhu 1210

C dan tekanan 1 atm. Selanjutnya tabung

tersebut dimiringkan.

2. Media Luria Bertani (LB) Agar

Media Luria Bertani digunakan untuk memperbanyak atau

menumbuhkan kultur bakteri patogen, seperti E.coli. Komposisi media LB cair

untuk setiap liternya adalah sebagai berikut : NaCl 2 g, yeast extract 1 g, tripton

2 g, agar 4 g dan akuades sebanyak 0,2 liter. Bahan-bahan tersebut dimasukkan

ke dalam labu Erlenmeyer, kemudian distirer hingga larut. Kemudian diukur pH

sampai 7,5. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan otoklaf selama 15 menit

dalam suhu 1210

C dan tekanan 1 atm.

3. Media King’s B

Media King’s B digunakan untuk perbanyakan kultur bakteri,dan

pembuatan starter. Komposisi media King’s B terdiri atas protease pepton 20 g,

gliserol 15 ml, KH2PO4 1,5 g, MgSO4.7H2O 1,5 g, agar bacto 20 g, dan

dilarutkan dalam 1000 ml akuades. Setelah bahan-bahan itu dimasukkan ke

dalam labu Erlenmeyer, distirer hingga larut, kemudian dimasukkan ke dalam

tabung reaksi berukuran 20 ml masing-masing 10 ml, selanjutnya disterilisasi

23

23

menggunakan otoklaf pada suhu 1210

C dan tekanan 1 atm. Sebagian media

dituang ke dalam cawan petri.

4. Media Nutrient Broth (NB)

Media NB digunakan untuk menumbuhkan bakteri pada labu

Erlenmeyer, tabung ulir atau tabung reaksi. Penumbuhan bakteri digunakan

untuk tujuan perbanyakan atau penyimpanan sebagai stok kultur yang kemudian

dapat digunakan sebagai penghasil supernatan dengan metode sentrifugasi.

Untuk pembuatan 1 liter media NB dibutuhkan 8 g bahan Nutrient Broth (NB)

dan 15 g agar bacto. Cara pembuatan NB dalam labu Erlenmeyer atau tabung

ulir sama dengan pembuatan NA, semua bahan yang telah ditimbang kemudian

dicampurkan dan distirer hingga homogen dan diotoklaf, baru kemudian

disimpan diruang dingin untuk stok media kultur bakteri.

3.3.3 Isolasi, pemurnian dan penyimpanan bakteri endofit dari tanaman

sambiloto.

Bakteri endofit diisolasi dari bagian batang, daun dan akar tanaman

sambiloto. Batang, daun dan akar sambiloto ditimbang sebanyak + 20 g, dicuci

dengan akuades, lalu diletakkan pada cawan Petri. Kemudian digunting dengan

ukuran 1–2 cm dan dicuci dengan akuades steril, selanjutnya disterilisasi

permukaannya dengan cara digoyang selama 30 menit di dalam labu Erlenmeyer

250 ml yang berisi 0,2 % HgCl2 (30 menit untuk akar dan daun, 60 menit untuk

batang). Kemudian dilakukan pembilasan dengan akuades steril sebanyak 6

kali. Sebanyak 20 g potongan jaringan tanaman digerus dalam mortar steril.

Kemudian dilakukan pengenceran dengan akuades secara serial dari 10-1

sampai

10-5

dan dari setiap pengenceran diambil 100 µL untuk diinokulasikan pada

media King’s B pada cawan petri. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama

+ 4 hari. Koloni yang tumbuh pada permukaan medium King’s B digores pada

cawan Petri yang berisi media King’s B dengan cara kuadran sehingga diperoleh

koloni tunggal.

24

24

3.3.4 Skrining aktivitas antimikroba dari sejumlah isolat bakteri endofit

terhadap bakteri patogen.

Isolat sambiloto yang dapat ditumbuhkan dalam 20 ml media Nutrient

Broth (NB), dan digoyangkan pada suhu 280 C selama 3 hari. Pertumbuhan

bakteru ini ditandai dengan adanya kekeruhan pada media, dan berubahnya

kekentalan. Selanjutnya kultur bakteri endofit disentrifugasi pada suhu 40 C

dengan kecepatan 15.000 rpm, selama 30 menit untuk memisahkan senyawa

antimikroba yang disekresikan ke dalam media tumbuhnya. Filtrat yang

diperoleh dipisahkan ke dalam tabung Eppendorf dan disimpan pada suhu 40

C.

Sebanyak 20 ml media NA yang telah dicairkan hingga suhu berkisar

antara 40 – 450 C ditambahkan 20 µL kultur bakteri patogen (populasi sel sekitar

107 cfu/ml) dan dituangkan dalam cawan petri steril. Selanjutnya disiapkan

potongan kertas saring steril (disc) berdiameter 6 mm untuk diletakkan di atas

permukaan agar pada cawan petri yang sebelumnya telah dicelupkan ke dalam

filtrat bakteri endofit dengan menggunakan pinset steril. Inkubasi dilakukan

selama 1-3 hari pada suhu 300 C. Potensi bakteri endofit sebagai antimikroba

dapat dilihat dari zona bening diseliling disc.

Gambar 4. Skrining Aktivitas Antimikroba

Keterangan : (a), (b), (c), (d) : Potongan kertas filter (disc) steril berdiameter 6

mm yang telah dicelupkan pada filtrat bakteri

endofit tanaman sambiloto

(e) : Media + bakteri patogen

(k) : Kontrol negatif (air steril)

Disc1

Disc2

Disc3

(c)

(d)

(a)

(k)

(b)

(e)

25

25

3.3.5. Penentuan waktu optimum produksi senyawa antimikroba

Filtrat kultur bakteri endofit sambiloto berumur 24 jam, 48 jam, 72 jam

dan 96 jam, masing-masing diuji aktivitas antimikrobanya terhadap E. coli

Enteropatogenik, L. monocytogenes, S. aureus. Kultur dengan umur tertentu yang

memberikan zona hambat tertinggi ditetapkan sebagai waktu optimum produksi

senyawa antibakteri.

3.3.6. Karakteristik biologi dan morfologi secara biokimia dan fisiologis

Isolat unggul yang berpotensi sebagai antibakteri dikarakteristik secara

morfologi dan biologi.

Karakteristik dan identifikasi bakteri dilakukan dengan uji pengecatan

Gram. Isolat bakteri endofit dari tanaman sambiloto diremajakan. Kemudian

bakteri endofit yang tumbuh diambil dan diulas diatas preparat yang telah ditetesi

air steril sampai merata, lalu difiksasi diatas api. Setelah difiksasi ditetesi dengan

ungu kristal selama + 1 menit, kelebihan warna dibuang dan setelah 1 menit

dibilas dengan akuades. Tahap selanjutnya yaitu pemucatan dengan menggunakan

alkohol 95 % selama + 30 detik sampai warna ungu kristal hilang, dan dibilas

dengan akuades. Kemudian ditetesi dengan safranin + 30 detik dan kelebihan

warna dibuang dengan menggunakan akuades, lalu sisa air diserap dengan kertas

serap.

Setelah dilakukan proses pewarnaan Gram, selanjutnya pengamatan sel

bakteri dilakukan dengan menggunakan mikroskop.

Untuk karakteristik fisiologi dan biokimia dilakukan di Balai Besar

Penelitian Veteriner (BALITVET).

3.3.7. Metode analisis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Pengujian dilakukan terhadap isolat bakteri endofit asal tanaman sambiloto

yang menghasilkan zona hambat atau memiliki aktifitas hambat atau memiliki

aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Isolat yang telah

diremajakan kemudian dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer yang berisi

media King’s B cair kemudian digoyang selama + 3 – 4 hari pada suhu ruang.

26

26

Bakteri yang tumbuh dipindahkan, selanjutnya dilakukan uji analisis dengan

metode KCKT.

Volume sampel yang diinjeksikan sebanyak 10 ml dengan fase gerak yaitu

ACN dan H2O, jenis pompa yang digunakan tipe L 7100. Pengujian ini dilakukan

di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO).

3.3.8. Parameter yang diamati

Parameter utama yang diamati adalah penentuan waktu optimum produksi

senyawa antimikroba (bakteri endofit) yang ditunjukkan melalui zona bening

disekeliling disc pada media padat berisi bakteri patogen.

27

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil determinasi dan klasifikasi tanaman sambiloto

Hasil determinasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Di

Cibinong, diketahui bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Sambiloto ( Andrographis paniculata Ness ). Hasil determinasi tanaman dapat

dilihat pada Lampiran 4.

4.2. Hasil isolasi tanaman sambiloto

Isolasi dilakukan terhadap 3 tanaman sambiloto yang diambil dari 3 tempat

yang berbeda antara lain :

1. Tanaman sambiloto asal Cileungsi

2. Tanaman sambiloto asal Bogor

3. Tanaman sambiloto asal Cicurug, Sukabumi

Dari hasil isolasi terhadap 3 sampel tanaman dengan pengenceran antara

10-1

sampai dengan 10-5

berhasil tumbuh dan didapat isolat bakteri endofit

tanaman sambiloto sebanyak 17 isolat. Tanaman sambiloto yang berasal dari

Cileungsi menghasilkan isolat berwarna putih, sedangkan isolat tanaman

sambiloto yang berasal dari Bogor dan Cicurug menghasilkan isolat berwarna

kuning (Gambar 5).

Tabel 1. Isolat Tanaman Sambiloto Hasil Isolasi dan Pemurnian

No Asal Tempat Kode Isolat Jumlah

1 Cileungsi

CLS D10-3

CLS B10-3

CLS A10-3

7 isolat CLS D10-4

CLS B10-4

-

CLS D10-5

- CLS A10-5

2 Bogor

- BGR B10-3

BGR A10-3

6 isolat BGR D10-4

BGR B10-4

BGR A10-4

- - BGR A10-5

3 Cicurug

- CRG B10-3

CRG A10-3

4 isolat - - CRG A10-4

- - CRG A10-5

Jumlah isolat 17 isolat

28

28

Gambar 5. Bakteri Endofit Tanaman Sambiloto Hasil Isolasi dan Pemurnian

Keterangan : a. Isolat Tanaman Sambiloto asal Cileungsi

b. Isolat Tanaman Sambiloto asal Bogor

c. Isolat Tanaman Sambiloto asal Cicurug, Sukabumi

Berdasarkan hasil data isolasi di atas maka dapat dipastikan bahwa bakteri

endofit terdapat di dalam jaringan tanaman sambiloto dan ada perbedaan warna

spesies antara bakteri endofit dari tempat yang satu dengan yang lainnya.

4.3. Skrining aktivitas antibakteri

Pengujian skrining aktivitas antibakteri dilakukan terhadap 17 isolat bakteri

endofit yang berhasil tumbuh dan diuji pada 3 jenis bakteri patogen. Dari hasil

seleksi uji aktivitas antimikroba dari 17 isolat terhadap bakteri Listeria

monocytogenes, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli positif 2 isolat

unggul dengan kode CLS B dan BGR A yang membentuk zona bening di

sekeliling disc terhadap Lysteria monocytogenes. Senyawa antibakteri tersebut

ditandai dengan adanya zona bening disekeliling disc. Dengan demikian 2 isolat

unggul bakteri endofit hasil isolasi tanaman sambiloto yang berpotensi dan

mampu membentuk zona hambat terhadap bakteri patogen meski tidak ada

satupun isolat yang membentuk zona bening terhadap semua bakteri patogen

(Tabel 2).

29

29

Tabel 2. Dua Isolat Unggul Yang Menghasilkan Zona Hambat di sekeliling disc

No Isolat

Bakteri patogen

L.monocytogenes S.aureus E.coli Enteropatogenik

Waktu (jam) Waktu (jam) Waktu (jam)

24 48 72 96 24 48 72 96 24 48 72 96

Ukuran (mm)

1 CLS B10-4 2 3,5 5 7 - - - - - - - -

2 BGR A10-3 3 4,5 6 8 - - - - - - - -

4.4. Penentuan Waktu Optimum Zona Hambat Terhadap Bakteri Patogen

Isolat bakteri endofit tanaman sambiloto dengan kode CLS B dan BGR A

diuji untuk mengetahui waktu optimum produksi senyawa antibakteri. Pengujian

dilakukan dengan membuat kultur bakteri endofit tanaman sambiloto yang

berumur 24 jam, 48 jam dan 96 jam pada media King’s B cair. Masing-masing

diuji sesuai dengan daya hambat terhadap bakteri patogen. Ukuran zona hambat

yang semakin besar menunjukkan terjadinya penghambatan pertumbuhan bakteri

patogen. Penghambatan yang terjadi diasumsikan sebagai akibat adanya senyawa

antibakteri pada media yang disekresikan oleh bakteri endofit tanaman sambiloto

itu sendiri. Semakin banyak senyawa antibakteri yang disekresikan ke media

tumbuhnya, maka akan semakin besar diameter zona hambat yang terbentuk.

Hasil penentuan waktu optimum zona hambat terhadap bakteri Listeria

monocytogenes dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Ukuran Zona Hambat Isolat CLS B dan BGR A terhadap

Bakteri Listeria monocytogenes.

No Isolat

L.monocytogenes

Waktu (jam)

24 48 72 96

Ukuran (mm)

1 CLS B 2 3,5 5 7

2 BGR A 3 4,5 6 8

30

30

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa isolat bakteri endofit assal tanaman

sambiloto dengan kode isolat CLS B dan BGR A dapat menghambat

pertumbuhan bakteri patogen Listeria monocytognes dengan waktu optimum

pada 96 jam dan dapat ditunjukkan dengan adanya zona hambat di sekeliling

disc berisi filtrat kultur (Gambar 6).

Gambar 6. Pembentukkan Zona Hambat Antibakteri Terhadap Listeria

monocytogenes

Keterangan (5) : Isolat CLS B

(15) : Isolat BGR A

(k) : kontrol negatif (air steril)

(4,6,3,7,13,14,16,17) :Isolat bakteri endofit yang tidak membentuk

zona hambat terhadap bakteri patogen.

4.5. Karakteristik biologi dan morfologi secara biokimia dan fisiologis

Pengamatan karakteristik dan morfologi bakteri endofit tanaman ambiloto

dilakukan dengan metode uji pewarnaan Gram dan pengamatan di bawah

mikroskop dilakukan untuk mengetahui bentuk sel dan pengelompokan sel.

Gambar 7. Morfologi Isolat CLS B Secara Makroskopis

Koloni

31

31

Gambar 8. Morfologi Isolat BGR A Secara Makroskopis

Gambar 9. Morfologi Bakteri Isolat CLS B Secara Mikroskopis

(pembesaran 100)

Gambar 10. Morfologi Bakteri Isolat BGR A Secara Mikroskopis

(pembesaran 100)

32

32

Berdasarkan pengamatan morfologi isolat bakteri endofit CLS B dan BGR

A secara makroskopis dan mikroskopis terlihat adanya perbedaan bentuk bakteri

yang berbeda, dalam hal ini dapat diasumsikan bahwa perbedaan tempat asal

tumbuh tanaman sambiloto mempengaruhi jenis atau spesies bakteri endofit

yang bebeda pula. Pada pengujian mikroskopis hasil pewarnaan Gram terlihat

perbedaan bentuk sel serta warna bakteri,hal ini membuktikan bahwa pada isolat

bakteri endofit dengan kode isolat CLS B berwarna ungu artinya bakteri tersebut

merupakan bakteri Gram positif, sedangkan pada isolat bakteri endofit dengan

kode isolat BGR A berwarna merah hal ini menunjukkan bahwa bakteri tersebut

merupakan bakteri Gram negatif.

Karakteristik fisiologis dan biokimia dari isolat CLS B yang di identifikasi

di Balai Penelitian Veteriner Bogor adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Hasil Karakteristik Fisiologis dan Biokimia Dari Isolat Bakteri Endofit

Tanaman Sambiloto

No Karakteristik Hasil Pengamatan

1 Gram Stain Gram positif batang

2 Catalase -

3 Oxidase -

4 Motility Slide -

5 Aesculin -

6 Arabinose +

7 Glycerol -

8 Mannitol -

33

33

Uji karakteristik menunjukkan bahwa isolat bakteri endofit asal tanaman

sambiloto tergolong ke dalam spesies Pediococcus sp (Lampiran 5). Adanya

penggolongan spesies bakteri endofit dengan kode isolat CLS B didasarkan pada

hasil pengamatan karakteristik fisiologis dan senyawa biokimia yang terdapat di

dalam isolat bakteri endofit tersebut, sehingga dari hasil karakteristik di atas

dapat disimpulkan bahwa selain senyawa kimia dari tanaman itu sendiri ada satu

atau lebih senyawa biokimia lain yang dapat dihasilkan oleh bakteri endofit dari

hasil isolasi tanaman sambiloto.

4.6. Uji Kromatogram Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Pengujian ini dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

(BALITRO). (Lampiran 6). Pengujian dilakukan untuk mengetahui kadar

senyawa androgafolid yang terkandung di dalam isolat bakteri endofit hasil

isolasi tanaman sambiloto. Kedua isolat bakteri endofit asal tanaman sambiloto

yang unggul yaitu dengan kode CLS B dan kode BGR A yang menghasilkan

zona hambat terbesar dan memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri

patogen ditumbuhkan kembali pada media King’s B cair dan digoyang selama 3

hari, kemudian dilakukan uji analisis dengan metode KCKT terhadap inokulan

isolat bakteri endofit dengan kode isolat CLS B dan BGR A. Pada pengujin yang

dilakukan, kontrol negatif yaitu menggunakan media tumbuh isolat bakteri

endofit yaitu King’s B cair. Dari ketiga sampel yang dianalisis, data yang

didapat berdasarkan kromatogram, waktu retensi serta nilai area sampel

(Gambar 10), maka isolat bakteri endofit dengan kode isolat CLS B memiliki

kandungan senyawa androgafolid sebesar 8,54 ppm sedangkan isolat bakteri

endofit dengan kode BGR A memiliki kanungan senyawa androgafolid sebesar

8,90 ppm (Lampiran 7). Sehingga dari pengamatan hasil analisis diketahui

bahwa isolat bakteri endofit asal tanaman sambiloto dengan kode CLS B dan

BGR A memiliki kandungan senyawa androgafolid.

34

34

Dari hasil analisis KCKT, terdapat perbedaan kandungan senyawa

androgafolid pada kedua sampel. Hal ini disebabkan dari kualitas sampel

tanaman sambiloto serta isolat bakteri endofit dari masing-masing tanaman

sambiloto. Habitat, curah hujan serta spesies tanaman sambiloto dapat

meningkatkan ataupun menurunkan kualitas dan kandungan senyawa

androgafolid yang terkandung di dalam bakteri endofit, di samping itu faktor

yang dapat mempengaruhi kandungan senyawa yang dihasilkan juga dapat

disebabkan oleh jenis media tumbuh yang digunakan pada inokulasi, ataupun

penambahan pelarut yang cocok serta fase gerak yang digunakan pada proses

analisis senyawa, sehingga dengan memperhatikan fakor di atas akan didapat

senyawa androgafolid yang memiliki kualitas lebih baik. Kontrol negatif pada

analisis KCKT yang menggunakan media tumbuh bakteri endofit masih didapat

senyawa androgafolid sebesar 2,61 ppm. Hal ini dapat terjadi karena

kontaminasi pada saat inokulasi maupun apada saat analisis berlangsung, baik

disebabkan oleh beberapa kontaminan maupun terjadi karena disebabkan oleh

Human error.

35

35

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa tanaman

sambiloto yang digunakan dalam penelitian ini dapat menghasilkan bakteri

endofit sebanyak 17 isolat, dan dari jumlah isolat tersebut hanya 2 isolat bakteri

endofit yang mampu mensekresikan senyawa antibakteri kedalam media

tumbuhnya dengan zona hambat terbesar, yaitu SMB BGR A dan CLS B

terhadap bakteri patogen Listeria monocytogenes.

2. Hasil pengamatan dan analisis KCKT menunjukkan bahwa isolat unggul

bakteri endofit asal tanaman sambiloto dengan kode SMB BGR A dan CLS B

yang didapat memiliki kandungan senyawa androgafolid yang sangat

bermanfaat.

5.2 Saran

Setelah dilakukan penelitian ini disarankan dilakukan penelitian lebih

lanjut dengan menggunakan tanaman asal dataran yang lebih tinggi untuk

mengetahui aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen yang lain seperti

Salmonella thypimurium dan bakteri patogen penyebab penyakit pada manusia.

Juga mengidentifikasi senyawa antibakteri yang dihasilkan dan senyawa

berkhasiat lain dengan kandungan senyawa yang lebih tinggi.

36

36

DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin A., Yusminah dan Darminto. 2006. Penapisan dan Karakterisasi

Parisal Senyawa Antimikroba dari Siput Bakau dan Profil Kromatografi

Lapis Tipis Fraksi Aktif. Jurusan Biologi dan Kimia FMIPA Universitas

Negeri Makassar. Makasar.

Amin, M. W., Sarbini G. 2006. Penggunaan cendawan endofit sebagai

biofertilizer dan biopestisida dalam sistem pertanaman tomat. Universitas

Hasanudin. Ujung Pandang.

Aryani T. 2005. Pengujian validasi analisis kadar andrografolid secara

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan eluasi gradien terhadap

ektrak herba sambiloto ( Andrographis paniculata ). Bagian Ilmu

Biomedik. Universitas Airlangga.

Atlas Ronald M. 1993. Microbiological Media. Edited by Lawrence C. Parks.

CRC Press. Boca Raton Ann Arbor. London Tokyo. 472-672.

Dalimartha S. & Hadi. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta.

Depkes RI. 1979. Materia Media Indonesia Jilid III. Jakarta., Hal : 20-25.

Hellen. 2005. Pengaruh pemberian immunoglobulin (IgY) anti enteropatogenic

Escherichia coli (EPEC) secara peroral pada anak kelinci yang diinfeksi

bakteri EPEC K1.1. Fakultas Kedokteran Hewan, IPB Bogor.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Badan Penelitian dan

Pengembanagn Kehutanan, Departemen Kehutanan, Jakarta.

Jawetz dan Ernest. 1995. Mikrobiologi untuk profesi kesehatan. Hal 299-303.

Jakarta.

Jawetz, M.A. 1996. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology). Edisi 20.

Penerjemah dan Editor bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran.

Universitas Airlangga. Salembia Medika.

Kelvina. 2007. Analisis kandungan andrografolida dalam akar, batang dan daun

tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Ness). Jurusan Farmasi,

FMIPA. Universitas Pakuan. Bogor.

Kurnia K. 2006. Lengkuas Pengganti Formalin. Pusat Bioteknologi ITB.

Bandung.

37

37

Maksum R. 2005. Peranan bioteknologi dan mikroba endofit dalam

pengembangan obat herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. II: 113-126.

Mc. Inrov. 1997. Comparative Evaluation of Endophytic Bakteria from Chinese

and U.S Cooton Cultivars. Proceedings of 4th

International Workshop of

PGPR. Japan.

Putra Effendy D L. 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam bidang

Farmasi. FMIPA. Universitas Sumatera Utara.

Rima K. 2004. Penapisan awal senyawa bioaktif antimikroba dari melati laut

(Clerodendrum inerme). Departemen Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB Bogor.

Soedibyo M. 2006. Alam Sumber Kesehatan. Balai Pustaka Jakarta. 327-329.

Strobel G.A., W.M. Hess, E. Ford, R.S. Sidhu,. And X. Yang. 1996. Taxol from

Fungal Endophytes and Issue of Biodiversity. J. Indust. Microbial.

17:417-425.

Sudirman L.M.I. 1994. Antibiotik. Kursus Singkat Biologi Cendawan. FMIPA.

IPB. Bogor.

Sugijanto Erma, Indrayanto G., dan Zaini C.N. 2004. Jurnal Penelitian Medika

Eksakta Vol. 5 : 131-141.

Suzana M. 2007. Karakterisasi potensi antimikroba sejumlah isolat endofit asal

tanaman purwoceng (Pimpinella pruatjan). Jurusan Farmasi. FMIPA.

Universitas Pakuan. Bogor.

Tribowo Agus E. 2006. Aktifitas Antimikroba Lactobacillus sp. Hasil Isolasi dari

Daging Sapi Terhadap Bakteri Patogen Gram Positif dan Gram Negatif.

Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Worang R. L. 2003. Fungi Endofit Sebagai Penghasil Antibiotika. Makalah

Individu Pengantar Falsafah Sains (PPS702). Program Pasca Sarjana

(S3). IPB. Bogor.

Yulis M. dan Nazriati Elda. 2005. Potensi antitrombosis ekstrak daun sambiloto

(Andrographis paniculata Ness.) dibandingkan dengan aspirin. Jurnal

Natur Indonesia 8 (1). Bogor.

38

38

Yusron, M., Januwati M., dan Pribadi R. 2004. Standar Prosedur Operasional

Budidaya Sambiloto. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.

54-55.