isolasi kitin dari limbah udang putih

7
Seminar Nasional Kimia 2013 Peran Sains dan Teknologi Dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi Nasional Abdur Rahman Arif, Ischaidar, Hasnah Natsir & Seniwati Dali 10 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Putih (Penaeus merguiensis) Secara Enzimatis Abdur Rahman Arif 1* , Ischaidar 2 , Hasnah Natsir 3 , Seniwati Dali 4 1,2 Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin 3,4 Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10 Tamalanrea, Makassar, Indonesia 90245. *A[email protected] Abstrak Udang merupakan biota laut yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga banyak dibudidayakan di Indonesia. Salah satu jenis udang yang banyak dibudidayakan adalah jenis udang putih (Penaeus merguiensis). Keberadaan udang putih sebagai salah satu komoditas ekspor unggulan menjadikan permintaan udang keluar negeri cukup tinggi. Proses ekspor udang dilakukan dalam keadaan beku (tanpa kulit dan kepala). Dari hasil pembekuan 40-50% dari bobot udang menghasilkan limbah berupa kulit dan kepala yang tidak dapat dimanfaatkan seluruhnya sehingga dapat mengganggu lingkungan. Penelitian ini tentang isolasi kitin dari limbah kulit udang putih melalui tahap demineralisasi, dekolorisasi dan deproteinasi. Proses demineralisasi dilakukan dengan menggunakan HCl 1,0 M, lalu dilanjutkan dengan proses dekolorisasi dengan menggunakan NaOCl 0,5%. Untuk tahap akhir isolasi kitin dilakukan tahap deproteinasi dengan enzim protease yang diekskresikan oleh Bakteri Bacillus licheniformis HSA3-1a. Dari proses tersebut, diperoleh senyawa kitin dengan kadar air 2,95%, kadar abu 0,55%, kadar N-total 7,45% dan N-Deasetilasi 57,25%. Kata kunci: Udang Putih (Penaeus merguiensis), Demineralisasi, Dekolorisasi Deproteinasi, Kitin. Pendahuluan Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah perairan yang lebih luas dari daratan, sehingga hasil perikanannya melimpah ruah. Salah satu hasil yang lebih banyak dibudidayakan dan potensial adalah budidaya udang. Udang merupakan komoditas sektor perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi komoditas unggulan. Salah satu jenis udang yang banyak dibudidayakan untuk keperluan ekspor adalah udang putih (Penaeus merguiensis). Udang ini diekspor dalam keadaan beku. Dari proses pembekuan tersebut dihasilkan limbah berupa kulit dan kepala yang kurang dimanfaatkan dan cenderung menjadi limbah yang dapat menyebabkan terjadinya masalah lingkungan. Saat ini masyarakat hanya menggunakan sebagian kecil dari limbah kulit udang tersebut sebagai bahan perasa pada pembuatan kerupuk dan terasi (Natsir, et al, 2007). Oleh karena itu, limbah tersebut perlu penanganan yang serius terutama karena limbah ini mengandung senyawa kimia yang berpotensi menjadi bahan yang lebih bermanfaat yaitu kitin. Di alam, kitin dikenal sebagai polisakarida yang paling melimpah setelah selulosa. Kitin umumnya banyak dijumpai pada hewan avertebrata laut, darat, dan jamur dari genus Mucor, Phycomyces, dan Saccharomyces (Hirano, 1986; Knorr, 1991). Pada umumnya kitin tidak terdapat dalam keadaan bebas di alam, kitin berikatan dengan protein, mineral dan beberapa pigmen. Sebagai contoh kulit udang mengandung 25-40% protein, 40-50% CaCO 3 , dan 15- 20% kitin, tetapi besarnya komponen tersebut masih bergantung pada jenis udangnya (Altschul, 1976 dalam Purwatiningsih, 2009). Kitin merupakan homopolimer dari residu N- asetil-Dglukosamin yang terikat melalui ikatan β-1,4 glikosidik (Gambar 1). Kitin ini merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan paling melimpah setelah selulosa. Sebagai contoh, diperkirakan bahwa setiap tahun di dunia, ditemukan 37.300 ton kubik kitin yang berasal dari pengolahan invertebrata laut. Jumlah kitin yang berlimpah di alam ini memungkinkan dimanfaatkan secara luas terutama dalam bidang bioteknologi dan industri (Wang dan Chang, 2000). Gambar 1. Struktur Kitin (Hendarsyah, 2006)

Upload: jessica-freed

Post on 22-Dec-2015

43 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

kitin dari limbah udang putih

TRANSCRIPT

Page 1: Isolasi Kitin Dari Limbah Udang Putih

Seminar Nasional Kimia 2013Peran Sains dan Teknologi Dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi Nasional

Abdur Rahman Arif, Ischaidar, Hasnah Natsir & Seniwati Dali 10

Isolasi Kitin dari Limbah Udang Putih(Penaeus merguiensis) Secara Enzimatis

Abdur Rahman Arif 1*, Ischaidar2 , Hasnah Natsir3,Seniwati Dali4

1,2 Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin3,4 Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10 Tamalanrea, Makassar,

Indonesia 90245.*[email protected]

Abstrak

Udang merupakan biota laut yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga banyak dibudidayakan di Indonesia. Salah satu jenisudang yang banyak dibudidayakan adalah jenis udang putih (Penaeus merguiensis). Keberadaan udang putih sebagai salah satukomoditas ekspor unggulan menjadikan permintaan udang keluar negeri cukup tinggi. Proses ekspor udang dilakukan dalamkeadaan beku (tanpa kulit dan kepala). Dari hasil pembekuan 40-50% dari bobot udang menghasilkan limbah berupa kulit dan kepalayang tidak dapat dimanfaatkan seluruhnya sehingga dapat mengganggu lingkungan. Penelitian ini tentang isolasi kitin dari limbahkulit udang putih melalui tahap demineralisasi, dekolorisasi dan deproteinasi. Proses demineralisasi dilakukan dengan menggunakanHCl 1,0 M, lalu dilanjutkan dengan proses dekolorisasi dengan menggunakan NaOCl 0,5%. Untuk tahap akhir isolasi kitin dilakukantahap deproteinasi dengan enzim protease yang diekskresikan oleh Bakteri Bacillus licheniformis HSA3-1a. Dari proses tersebut,diperoleh senyawa kitin dengan kadar air 2,95%, kadar abu 0,55%, kadar N-total 7,45% dan N-Deasetilasi 57,25%.

Kata kunci: Udang Putih (Penaeus merguiensis), Demineralisasi, Dekolorisasi Deproteinasi, Kitin.

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang memilikiwilayah perairan yang lebih luas dari daratan, sehinggahasil perikanannya melimpah ruah. Salah satu hasilyang lebih banyak dibudidayakan dan potensial adalahbudidaya udang. Udang merupakan komoditas sektorperikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi danmenjadi komoditas unggulan. Salah satu jenis udangyang banyak dibudidayakan untuk keperluan eksporadalah udang putih (Penaeus merguiensis). Udang inidiekspor dalam keadaan beku. Dari proses pembekuantersebut dihasilkan limbah berupa kulit dan kepalayang kurang dimanfaatkan dan cenderung menjadilimbah yang dapat menyebabkan terjadinya masalahlingkungan.

Saat ini masyarakat hanya menggunakansebagian kecil dari limbah kulit udang tersebut sebagaibahan perasa pada pembuatan kerupuk dan terasi(Natsir, et al, 2007). Oleh karena itu, limbah tersebutperlu penanganan yang serius terutama karena limbahini mengandung senyawa kimia yang berpotensimenjadi bahan yang lebih bermanfaat yaitu kitin.

Di alam, kitin dikenal sebagai polisakaridayang paling melimpah setelah selulosa. Kitinumumnya banyak dijumpai pada hewan avertebratalaut, darat, dan jamur dari genus Mucor, Phycomyces,

dan Saccharomyces (Hirano, 1986; Knorr, 1991). Padaumumnya kitin tidak terdapat dalam keadaan bebas dialam, kitin berikatan dengan protein, mineral danbeberapa pigmen. Sebagai contoh kulit udangmengandung 25-40% protein, 40-50% CaCO3, dan 15-20% kitin, tetapi besarnya komponen tersebut masihbergantung pada jenis udangnya (Altschul, 1976 dalamPurwatiningsih, 2009).

Kitin merupakan homopolimer dari residu N-asetil-D–glukosamin yang terikat melalui ikatan β-1,4glikosidik (Gambar 1). Kitin ini merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dan palingmelimpah setelah selulosa. Sebagai contoh,diperkirakan bahwa setiap tahun di dunia, ditemukan37.300 ton kubik kitin yang berasal dari pengolahaninvertebrata laut. Jumlah kitin yang berlimpah di alamini memungkinkan dimanfaatkan secara luas terutamadalam bidang bioteknologi dan industri (Wang danChang, 2000).

Gambar 1. Struktur Kitin (Hendarsyah, 2006)

Page 2: Isolasi Kitin Dari Limbah Udang Putih

Seminar Nasional Kimia 2013Peran Sains dan Teknologi Dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi Nasional

Abdur Rahman Arif, Ischaidar, Hasnah Natsir & Seniwati Dali 11

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkanlimbah udang putih menjadi kitin. Pendekatanbioteknologi diharapkan dapat memberikan solusiyang lebih baik untuk pengembangan pemanfatanlimbah udang dimasa mendatang.

Metode Penelitian

Bahan yang digunakan adalah limbah (kulit)udang putih, HCl 1,0 M , HCl 0,01 N, NaOCl 5%,H2SO4 pekat, NaOH 45%, asam borat 3%, enzimprotease dari Bacillus lichenisformis HSA3-1a, serbukselenium, indikator pp, indikator brom kresol greenserbuk KBr akuades.

Alat yang digunakan adalah Termometer, Hotplate stirer, neraca analitik, oven, tanur, labu kjeldhal,buret, IR Prestige-21 Shimadzu serta alat-alat gelasyang umum digunakan dalam laboratorium.

Tahapan pada penelitian ini terdiri daripersiapan sampel, isolasi kitin dan karakterisasi kitin

Preparasi sampelLimbah udang putih yang berupa kulit dan ekor

dibersihkan kemudian dikeringkan di bawah sinarmatahari selama 2 x 24 jam. Setelah kering, kemudiandigrinder sampai menjadi serbuk dan selanjutnyadiayak dengan ukuran 80 mesh dan hasilnya berupaserbuk udang yang digunakan sebagai bahan bakudalam penelitian ini.

Isolasi KitinProses isolasi atau produksi kitin terdiri dari 3

tahap yaitu tahap deproteinasi, tahap demineralisasi,dan tahap dekolorisasi (Purwatiningsih, 2009)1) Tahap Demineralisasi

Ditimbang 100 gram serbuk kulit udang laludilarutkan dalam larutan asam (HCl 1,0 M) denganperbandingan 1:10 (sampel : pelarut), kemudiandiaduk dengan stirer selama 1 jam pada suhu 75oC.Selanjutnya disaring dengan penyaring büchner danresidu yang dihasilkan dicuci dengan menggunakanakuades hingga pH netral, kemudian dikeringkandalam oven pada suhu 80oC selama 24 jam untukdilanjutkan ke tahap berikutnya

2) Tahap DekolorisasiHasil dari tahap (1) selanjutnya ditimbang dan

dilarutkan kedalam NaOCl 0,5% dengan perbandingan1:10 (sampel : pelarut), kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer lalu diaduk dengan stirer selama 1jam pada suhu 75oC. Selanjutnya disaring denganpenyaring büchner dan residu yang dihasilkan dicucidengan menggunakan akuades hingga pH netral,kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 80oCselama 24 jam.

3) Tahap DeproteinasiSampel hasil tahap (2) dilanjutkan dengan

melarutkannya ke dalam enzim protease denganperbandingan 1:10 (sampel : pelarut), kemudiandimasukkan ke dalam shaker inkubator dan diinkubasiselama 1, 2, 3 dan 24 jam, pada suhu 50oC.Selanjutnya disaring dengan penyaring büchner, danresidunya dicuci dengan akuades hingga pH netral,kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 80oCselama 24 jam. Selanjutnya sampel dikarakterisasi.

Penentuan Karakteristik KitinPenentuan karakteristik kitin dilakukan untuk

mengetahui bahwa senyawa yang diperoleh dari hasilisolasi limbah udang adalah kitin, yaitu dengan carasebagai berikut:1) Uji Kadar Air (AOAC,1995)

Sampel kitin yang diperoleh dari hasil isolasikitin ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkandalam wadah (cawan porselin) yang telah diketahuiberat kosongnya kemudian ditimbang lagi. Setelah itudiovenkan pada suhu 1050C selama 2 jam, kemudiandidinginkan dalam desikator selama 30 menit laluditimbang lagi. Perlakuan ini dilakukan hinggaberatnya konstan. Kadar air dapat dihitung denganrumus berikut:

Kadar Air =B1-B2(g)

Bs (g)x 100%

Keterangan:B1 = Berat awal (g)B2 = Berat akhir setelah kering (g)Bs = Berat sampel (g)

2) Uji Kadar Abu (AOAC,1995)Sampel kitin yang diperoleh dari hasil isolasi

ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan dalamcawan porselin yang telah diketahui berat kosongnyakemudian ditimbang. Setelah itu sampel dipijarkandalam tanur hingga 5000C selama 30-45 menit. Dari5000C dinaikkan menjadi 9000C selama 60-90 menit..Setelah itu dimasukkan di deksikator untukdidinginkan hingga suhu kamar lalu ditimbang. Untukmenghitung kadar abu digunakan rumus sebagaiberikut :

Kadar Abu =B2-B1

Bx 100%

Keterangan:B = Berat sampel (g)B1 = Berat cawan kosong (g)B2 =Berat (sampel + cawan) setelah diabukan

Page 3: Isolasi Kitin Dari Limbah Udang Putih

Seminar Nasional Kimia 2013Peran Sains dan Teknologi Dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi Nasional

Abdur Rahman Arif, Ischaidar, Hasnah Natsir & Seniwati Dali 12

3) Analisis Kadar Protein (Winarno, 2004)Sampel ditimbang sebanyak 5 gram kemudian

dimasukkan ke dalam labu kjeldhal kemudianditambahkan 0,5 gram selenium dan 35 ml H2SO4(p),kemudian didestruksi sampai larutan jernih. Larutanlalu didinginkan kemudian ditambahkan dengan 200ml aquadest. Setelah itu larutan dimasukkan ke dalamlabu destilasi kemudian ditambahkan beberapa tetesindikator phenofthalein. Setelah itu ditambahkanNaOH 45% sampai larutan bersifat basa kemudianlabu dihubungkan dengan alat destilasi lalu didestilasisampai destilat yang diperoleh sebanyak 100 ml.Destilat yang diperoleh ditampung dalam 25 ml asamborat 3% sampai volume 100 ml lalu ditambahkandengan 3 tetes indikator brom kresol green. Destilattersebut lalu dititrasi dengan larutan standar HCl 0,01N sampai warna ungu. Hal yang sama juga dilakukanterhadap blanko. Kadar protein dapat dihitung denganmenggunakan rumus berikut:

% N-Total = VHClxNHClxBM Nx Fp x100%Bobot sampel

4) Analisis dengan Spektroskopi Infra Merah(Purwatiningsih, 2009).

Spektrum kitin diperoleh dengan menggunakanspektroskopi IR dengan sampel berupa padatan.Analisis sampel berupa padatan menggunakan peletKBr. Pelet KBr dibuat dengan menumbuk cuplikandengan KBr (1:10) kemudian ditekan hingga diperolehpelet. Pelet Kbr yang diperoleh ditempatkan padatablet holder. Selanjutnya dianalisis dengan caramelewatkan cahaya dari sumber sinar pada cuplikan,dipecah menjadi frekuensi-frekuensi individunyadalam monokromator dan intensitas relatif darifrekuensi dideteksi oleh detektor dan selanjutnyadihasilkan spektrum serapan hasil analisis. Derajatdeasetilasi kitin dapat ditentukan dengan metode”Base Line”. Metode ini ditemukan oleh Moore danRobert dalam Bastaman, et al (1990). Derajatdesetilasi dalam metode ini dapat dihitung. Puncak(Peak) tertinggi dicatat dan diukur dari garis dasaryang dipilih dan nilai absorbansi dihitung denganmenggunakan rumus :

A = Log PoP

Dimana :- Po adalah % transmitan pada garis dasar- P adalah % transmitan pada puncak minimum

Perbedaan antara absorbansi pada frekuensi1655 cm-1, serapan pita amida II dengan absorbansipada frekuensi 3450 cm-1 (serapan gugus hidroksil)dapat dihitung. Untuk % N-deasetilasi kitosan yangsempurna (100%) diperoleh nilai A1655=1,33,

pengukuran nilai absorbansi pada puncak yang terkaitdengan derajat N-deasetilasi dapat dihitung dengancara :

% N-deasetilasi = 1- A1655 x 1 x 100%A3450 1,33

Hasil dan Pembahasan

Hasil isolasi kitin dari limbah udang putih(Penaeus merguiensis) melalui proses tiga tahap yaitudemineralisasi, dekolorisasi dan deproteinasi. Kitinhasil isolasi dikarakterisasi terhadap beberapaparameter seperti: kadar air, kadar abu, kadar proteindan derajat deasetilasi. Nilai karakteristik kitin hasilisolasi dibandingkan dengan kitin standar untukmengetahui apakah kitin tersebut mendekati atausesuai karakteristik kitin standar. Tahap awaldilakukan preparasi sampel dengan cara mengeringkanlimbah kulit udang putih kemudian digrinder hinggaberbentuk serbuk. Serbuk yang dihasilkan kemudiandiayak dengan ukuran 80 mesh.

Tahap demineralisasiDemineralisasi merupakan tahap yang

bertujuan untuk menghilangkan senyawa anorganikpada limbah udang. Menurut Johnson dan Peniston(1982), bahwa kulit Crustacea, umumnyamengandung 30-50% mineral berdasarkan bobotkering, dengan mineral terbanyak berupa CaCO3.Selain itu, terdapat pula Ca3(PO4)2 dengan kadar 8-10% dari total bahan anorganik. Kandungan mineraltersebut dapat dihilangkan dengan mereaksikan sampellimbah udang dengan larutan HCl 1,0 M, dimanareaksi dari CaCO3 dan HCl sebagai berikut:

CaCO3(s) + 2HCl(l) CaCl2(l) + H2O(l)

+ CO2(g)

Reaksi antara CaCO3 dengan HClmenyebabkan terjadinya pembentukan gas CO2 yangditandai dengan adanya gelembung-gelembung udarapada saat penambahan larutan HCl ke dalam sampel.Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi prosespemisahan mineral pada limbah udang tersebut.

Menurut Johnson dan Peniston (1982), bahwademineralisasi secara umum dilakukan dengan larutanHCl atau asam lain seperti H2SO4 pada kondisitertentu. Keefektifan HCl dalam melarutkan kalsium10% lebih tinggi daripada H2SO4. Demineralisasioptimum dapat diperoleh dengan ekstraksimenggunakan HCl 1,0 M yang diinkubasi pada suhu75oC selama 1 jam (Bahariah, 2005 & No et al, 1989).

Hasil dari proses demineralisasi menunjukkanterjadi penurunan bobot sampel sebesar 54,2% dari

Page 4: Isolasi Kitin Dari Limbah Udang Putih

Seminar Nasional Kimia 2013Peran Sains dan Teknologi Dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi Nasional

Abdur Rahman Arif, Ischaidar, Hasnah Natsir & Seniwati Dali 13

berat awal. Hal tersebut mengindikasikanterdegradasinya mineral yang terdapat dalam sampelpada proses demineralisasi. Tahap demineralisasi inimerupakan tahap yang memegang peranan pentingdalam isolasi kitin. Hasil dari tahap ini sangatmempengaruhi kualitas kitin terutama dalam hal kadarabu. Semakin rendah kadar abu kitin yang diperolehmaka semakin bagus kualitas kitin yang dihasilkan.

Tahap dekolorisasi

Dekolorisasi merupakan tahap penghilanganpigmen (zat warna) pada limbah udang. Pigmen yangberwarna gelap pada limbah udang disebut crustacyaniyang merupakan senyawa lipoprotein, dimana guguslipidanya adalah senyawa karatenoid yang dikenaldengan astaxanthin. Menurut Kasmas, E dalamHamsina et al, (2002) penghilangan warna bertujuanuntuk memberikan penampakan yang menarik padaproduk kitin yang diperoleh nantinya.Proses dekolorisasi dilakukan dengan melarutkansampel hasil demineralisasi pada larutan NaOCl 0,5%selama 1 jam pada suhu 75oC. Pada proses inidihasilkan warna produk kitin yang tadinya berwarnaberwarna putih kecoklatan menjadi putih bersih.

Tahap deproteinasi

Deproteinasi merupakan tahap penghilanganprotein yang terdapat pada limbah udang. Pada tahapini digunakan enzim protease yang diisolasi daribakteri Bacillus licheniformis HSA3-1a. Pada tahap inienzim protease lebih cenderung digunakan sebab padadasarnya enzim bekerja secara spesifik terhadapsubstrat protein yang akan dikatalisis. Selain itupemanfaatan enzim lebih ramah lingkungan danmenghasilkan derajat deasetilasi kitin yang seragamdibandingkan dengan penggunaan bahan kimia dalamproses deproteinasi yang cenderung acak untuk hasilderajat deasetilasinya.

Pada penelitian ini, proses deproteinasidilakukan dengan melarutkan sampel ke dalam larutanenzim. Perbandingan sampel: enzim (1:10) kemudiandiinkubasi selama 1, 2, 3, 4 dan 24 jam pada suhu50oC.

Tabel 1. Kitin hasil deproteinasi enzim proteasedengan variasi waktu

No KodeBerat

contoh(mg)

Vol.Titrasi(mL)

KadarN-total

(%)

1Kitin 1

jam516,7 10,1 7,66

2 Kitin 2 505,1 9,6 7,45

jam

3Kitin 3

jam505,2 9,7 7,53

4Kitin 4

jam504,5 9,6 7,46

5Kitin 24

jam506,5 9,7 7,51

6Kitin +

NaOH 1jam

506,1 8,0 6,20

Perlakuan dengan memvariasikan waktu kontakbertujuan untuk mencari waktu kontak optimum antaraenzim dan substrat. Waktu optimum tahap deproteinasidengan menggunakan enzim protease sebagai agenpendegradasi protein pada waktu inkubasi selama 2jam. Hal tersebut terlihat dari kadar nitrogen total yangterdapat pada kitin yaitu sebesar 7,45% ,namun seiringpertambahan waktu tidak terjadi penurunan kadarprotein yang cukup signifikan. Selain itu hilangnnyaprotein pada limbah udang hasil deproteinasi dapatdilihat dengan adanya perubahan bobot sampel dariproses dekolorisasi yang berkurang sampai 19,38%.

Karakterisasi KitinPenentuan karakterisasi produk kitin hasil

isolasi secara enzimatis dari limbah udang putih inibertujuan untuk mengetahui dengan pasti bahwaproduk kitin yang diperoleh dari hasil isolasimerupakan kitin yang sesuai dengan standar mutu.

Tabel 2. Persentase kitin dari limbah udang putih(Penaeus merguiensis) pada tiap tahapanisolasi

Jenissampel

Tahapan

De-minerali-sasi (%)

De-kolori-

sasi(%)

De-proteinasi(%)

Kulitudangputih

45,80 39,08 19,38

Persentase kitin atau rendamen hasil isolasiterlihat pada Tabel 2. Rendamen ini menunjukkanbahwa terjadinya penurunan persentase hasil padasetiap tahap isolasi, meng- indikasikan bahwa setiaptahap isolasi kitin terjadi reaksi yang menyebabkanhilangnya beberapa komponen-komponen dari limbahudang antara lain mineral, pigmen (zat warna) danprotein. Hasil ini merupakan persentase perhitungansampel berdasarkan perbandingan jumlah kitin hasilisolasi terhadap jumlah serbuk kulit udang kering yang

Page 5: Isolasi Kitin Dari Limbah Udang Putih

Seminar Nasional Kimia 2013Peran Sains dan Teknologi Dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi Nasional

Abdur Rahman Arif, Ischaidar, Hasnah Natsir & Seniwati Dali 14

digunakan. Pada penelitian ini diperoleh jumlah kitinpada tahap akhir isolasi kitin (tahap deproteinasi) yaitu19,38% sehingga hal ini sesuai dengan Permadi (1998)yang mengatakan bahwa kadar kitin dalam limbaheksoskeleton udang sekitar 15-20%.

Kadar AirKadar air kitin pada dasarnya dipengaruhi oleh

kelembaban udara sehingga terjadi penyerapan air darilingkungan disekitarnya ketika kitin dalampenyimpanan. Menurut Purwatiningsih (2009), bahwakitin yang beredar dipasaran diharapkan memilikikadar air tidak lebih besar dari 10%. Pada penelitianini kadar air kitin yang diperoleh dari hasil isolasilimbah udang putih sebesar 2,95% seperti terlihat padaTabel 3.

Kadar abuAbu merupakan sisa hasil pembakaran yang

merupakan unsur-unsur mineral yang terdapat dalamsuatu bahan (Permadi,1999). Penentuan kadar abuadalah dengan mengoksidasikan semua zat organikpada suhu tinggi dan kemudian dilakukanpenimbangan zat yang tertinggal setelah prosespembakaran tersebut. Mengingat adanya berbagaikomponen abu yang mudah menguap dan mengalamidekomposisi pada suhu tinggi, maka suhu pengabuantiap-tiap bahan dapat berbeda-beda tergantungkomponen yang ada dalam bahan tersebut. Padapenelitian ini digunakan suhu 500-900oC dan hasilanalisa kadar abu kitin dalam penelitian ini adalah0,55%, seperti terlihat pada Tabel 3.

Kadar Nitrogen Total

Kadar nitrogen ditentukan dengan metodekjeldhal yang didasarkan pada kandungan nitrogentotal yang terdapat dalam sampel. Menurut Protanlaboratories dalam Bastaman et al, 1990 kitin yangmemiliki standar mutu yang baik mengandungnitrogen total sebesar 6-7%. Pada penelitian ini hasilanalisis kadar nitrogen total kitin yang diisolasi darilimbah kulit udang putih sebesar 7,45%, seperti yangterlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai karakteristik kitin hasil isolasi darilimbah udang putih (Penaeus merguiensis) dengankitin standar Protan Laboratories.

NoJenis

sampelKair

(%)Kabu

(%)

N-total(%)

DD (%)

1Kitinudang

2,95 0,55 7,45 57,25

putih

2

Kitinstandar(ProtanLab.)*

< 10 < 2 6-7 15-70

Ket: *Protan Laboratories dalam Bastaman et al, 1990.

Menurut protan laboratories dalam Bastaman etal, 1990 kitin yang memiliki standar mutu yang baikdiharapkan memiliki derajat deasetilasi kurang dari 15-70%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yangdiperoleh, dimana kitin hasil isolasi dari limbah udangputih (Penaeus merguiensis) yang memiliki derajatdeasetilasi sebesar 57,25%, seperti terlihat pada Tabel3.

Penentuan derajat deasetilasi kitinmenggunakan metode baseline FTIR. Dari hasilanalisis diperoleh spektrum hasil intrepretasi serapanatau puncak seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Spektrum serapan IR kitin hasil isolasi darilimbah udang putih (Peneaeusmerguiensis).

Hasil intrepretasi serapan atau puncak analisisFTIR kitin yang diisolasi dari limbah kulit udang putih(Peneaeus merguiensis) pada gambar 2 menunjukkanbeberapa frekuensi dengan gugus fungsi yangmenyerap pada daerah tersebut, seperti terlihat padaTabel 4.

Tabel 4. Gugus yang menyerap pada spektrumInframerah kitin hasil isolasi

Gugus FungsiFrekuensi (cm-

1) Kitin HasiIsolasi

Intensitas

N-H asimetrik 3446 Tajam, kuatN-H simetrik 3267, 3107 Sedang

C-H pada CH3 2877 SedangC=O 1662 Lemah

N-H (amida II)1554 Tajam, kuat

CH3 pada asetil1377 Tajam, kuat

OH sekunder 1116 Sedang

Page 6: Isolasi Kitin Dari Limbah Udang Putih

Seminar Nasional Kimia 2013Peran Sains dan Teknologi Dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi Nasional

Abdur Rahman Arif, Ischaidar, Hasnah Natsir & Seniwati Dali 15

pada atom Cno.3

OH primerpada atom C

no.6

1026 Tajam, kuat

Kibasan N-H 894 Sedang

Hasil intrepretasi tersebut menunjukkan adanyagugus-gugus aktif yang terdapat pada senyawa kitinyang memiliki peran dalam penentukan derajatdeasetilasi dari kitin selain itu keberadaan gugusfungsi tersebut sangat penting dalam pengaplikasiankitin dalam berbagai bidang terutama dibidangbioteknologi.

KesimpulanRendamen kitin hasil isolasi dari limbah udang

putih (Penaeus merguiensis) sebesar 19,38%, danmerupakan kitin yang sesuai kitin standar dengan nilaikarakteristik: kadar air 2,95%, kadar abu 0,55%, N-total 7,45% dan derajat deasetilasi 57,25%. Waktuinkubasi optimum untuk tahap deproteinasi secaraenzimatis (enzim protease dari Bacillus licheniformisHSA3-1a) adalah 2 jam dengan kadar nitrogen totalsebesar 7,45%.

Ucapan Terima KasihPenulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Hj. Hasnah Natsir,M.Si dan Ibu Dr. Hj. Seniwati Dali, M.Si atasbimbingan, waktu, bantuan dana serta sumbangsihpemikiran selama penelitian ini.

Daftar Pustaka

Association of Official Analytical Chemist [AOAC].1995. Official Method of Analysis of theAssociation of Official Analytical Chemist. VirginiaUSA Association of Official Analytical Chemist Inc,Arlington

Bahariah. 2005. Pengaruh Konsentrasi NaOH danSuhu pada proses deproteinasi untuk produksi kitindari limbah udang putih (Penaeus merguensis). Skripsi.Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin

Bastaman,S., Aprinita, N., & Hendarti. 1990.Penelitian Limbah Udang Sebagai Bahan IndustriKitin dan Kitosan. Balai Besar Penelitian danPengembangan Industri Hasil Pertanian. Bogor

Hamsina, N.A & Budi,P. 2002. Optimalisasi ProsesEkstraksi Kitin dari cangkang kepiting dan ujikualitatif. Marine Chimica Acta, 2, 3, 4 (2), 1-3

Hendarsyah. 2006. Karakterisasi Kitin DeasetilaseTermostabil Isolat Bakteri asal Pancuran Tujuh,Baturaden, Jawa Tengah. Skripsi Fakultas TeknologiPertanian IPB.bogor

Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. InUllmann’sEncyclopedia of industrial chemistry. CompletelyRevised Edition. Weinheim, New York

Natsir, H., Dali, S., Jawahir, B., & Aziz, F. 2007.Konversi Kitin dari Limbah Udang Api-api(Metapenaeus monoceros) Menjadi Senyawa KitosanSecara Enzimatis. J. Marina Chemica Acta. EdisiKhusus Seminar Nasional FK3TI: 82–89

Purwatiningsih, S., Wukirsari, T. Sjahriza, A., &Wahyono, D. 2009. Kitosan Sumber Biomaterial MasaDepan. IPB Press. Bogor

Johnson, E.L & Q.P. Peniston. 1982. Utilization ofshellfish wastes for producting of chitin and chitosanproduction. In chemistry and biochemistry of marinefood product. AVI Publ., Westport connecticut.

Knorr,D. 1991. Recovery and Utilization of Chitin andChitosan in Food Processing Waste Management.Food tech. 45(1):114-122

No HK, Meyers SP., & Lee KS. 1989. Isolation andCharacterization of Chitin from Crawfish Shell Waste.J Agri Food Chem 37: 575-579.

Permadi,W. 1998. Produksi dan Kegunaan Kitin daanKitosan. Makalah, 9-12.

Wang, S, & Wen, TC. 2000. Purification andcharacterization of two fungctionanlchittinase/lysosymes extacellularly produced bypseudomonas aerugionass K-187 in a shrimp and crabshel powder medium. Departemen of FoodEngineering. Da-yeh Institute of Technology: Chang-Hwa Taiwang 51505, Republic of China.

Winarno,F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama.

Page 7: Isolasi Kitin Dari Limbah Udang Putih

Seminar Nasional Kimia 2013Peran Sains dan Teknologi Dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi Nasional

Abdur Rahman Arif, Ischaidar, Hasnah Natsir & Seniwati Dali 16