issn: 2407-1757 metaforafish.unesa.ac.id/download/cover-eko prasetyo-endang.pdf · metafora...
TRANSCRIPT
METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL
Diterbitkan:
FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
METAFORA
Vol. 2
No.2
HALAMAN
91 - 194
Surabaya, April 2016
ISSN:
2407-1757
ISSN: 2407-1757
METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL
Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN : 2407-1757
Jurnal METAFORA Education, Social Sciences, and Humanities adalah wadah informasi bidang pendidikan, ilmu sosial, dan humaniora berupa hasil penelitian, hasil studi kepustakaan, maupun tulisan
ilmiah terkait. Terbit pertama kali tahun 2014 dengan frekuensi terbit dua kali setahun pada bulan November dan bulan April.
Pelindung
Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya
Penanggung Jawab
Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya
Pemimpin Redaksi
Agus Suprijono
Redaksi Pelaksana
Sugeng Harianto Ari Wahyudi
M. Jacky Moh. Mudzakir Arief Sudrajat
Pelaksana Tata Usaha
Tri Joko Martono, S.Kom
Alamat Redaksi :
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya Kampus Ketintang, Jalan Ketintang Surabaya 60291
Telp. 8280009 Pes.400/410 Fax. 031 8281466
Laman : http://www.fis.unesa.ac.id E-mail : [email protected]
METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL
Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN : 2407-1757
DAFTAR ISI
Internalisasi Nilai-Nilai Karakter dalam Pembelajaran IPS pada Siswa SMP
Negeri Model Terpadu Bojonegoro
Eko Prasetyo Utomo (SMP Negeri Model Terpadu Bojonegoro)
91 - 104
Penerapan Model Pembelajaran Discovery”Triple B-Net” pada Pelajaran
Karakteristik Negara Maju dan Negara Berkembang Dunia sebagai Upaya
Meningkatkan Kreativitas Belajar Siswa
Endang Purwaningsih (SMPN 4 Tanggul Jember)
105 - 114
Meningkatkan Kemampuan Belajar dan Motivasi Siswa dalam Membuat
Jurnal Umum dengan Menggunakan Metode Kooperatif Learning
(Berpasangan)
Ifta Zuroidah (SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo)
115 - 124
Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa melalui Penggunaan Media
Popilink Berkarakter pada Mata Pelajaran IPS
Ahmad Taufik (SMPN 2 Jogoroto)
125 - 132
Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw Learning dalam Meningkatkan
Hasil Belajar IPS
Rina Ningsih ( SMP Negeri 2 Ngoro Mojokerto)
133 - 144
Peningkatan Hasil Belajar IPS melalui Pembelajar -An Kooperatif Teknik
Jigsaw pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Ra’as
Syaiful Rijal Alinata (SMP Negeri 2 Ra’as)
145 – 156
Model Pembelajaran Berkirim Salam dan Soal dengan Media Bus Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPS
Mamik Setiawati ( SMP Negeri 2 Tekung Lumajang)
157 - 170
Peningkatan Hasil Belajar Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung
Menggunakan Media Benda Asli
Susi Rahayu Ningtiyas (SMP Negeri 1 Paciran Lamongan)
171 - 176
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar melalui Pembelajaran Bermain Peran
dengan Memainkan Drama Singkat pada Materi Gerak terhadap Siswa Kelas
VIIb
Ninik Sri Utami (SMP Negeri 1 Babat Lamongan)
177 - 184
Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi dengan Media Film Kritik Sosial
Uni Purwaningsih (SMA Negeri 1 Paciran Lamongan) 185 - 194
91
INTERNALISASI NILAI-NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN IPS
PADA SISWA SMP NEGERI MODEL TERPADU BOJONEGORO
Eko Prasetyo Utomo
Pengajar IPS di SMP Negeri Model Terpadu Bojonegoro
email: [email protected]
Abstrak; Fokus penelitian ini adalah menggali proses internalisasi nilai-nilai
karakter dalam pembelajaran IPS pada siswa dengan aspek-aspek meliputi pertama
mengidentifikasi proses internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS
pada diri siswa dan kedua mengidentifikasi makna internalisasi niali-nilai karakter
dalam pembelajaran IPS. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
desain penelitian fenomenologi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama
internalisasi nilai-nilai karakter pada dasarnya adalah proses penanaman nilai-nilai
karakter ke dalam diri seseorang sehingga nilai-nilai tersebut menjadi bagian dalam
dirinya, menjiwai pola pikir, pola sikap, dan perilakunya serta membangun kesadaran
diri untuk mengaplikasikan nilai-nilai tersebut. Kedua nilai-nilai karakter
diinternalisasikan dalam tiga tahap yang mewakili proses atau tahap terjadinya
internalisasi yaitu tahap transformasi nilai, tahap transaksi nilai, dan terakhir tahap
transisternalisasi. Proses internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS
melalui keteladanan guru dan kegiatan praktik langsung pengalaman belajar melalui
model pembelajaran, metode pembelajaran, bahan ajar, dan evaluasi pembelajaran.
Perilaku berkarakter yang diaktualisasikan oleh siswa SMP Negeri Model Terpadu
Bojonegoro dalam kehidupan sehari-hari dalam pembelajaran IPS di kelas yaitu
disiplin, jujur, gemar membaca, peduli lingkungan, toleransi, peduli sosial,
bersahabat/ komunikatif, tanggung jawab.
Kata Kunci: Internalisasi, Nilai-nilai Karakter, Pembelajaran IPS
Abstract; The focus of this study is to explore the process of internalizing the
character values in social studies learning in students with aspects of the
internalization process includes first identifying character values in social studies
learning on students and second-niali identify meaning internalization of the
character values in social studies learning. This study used a qualitative approach
with a phenomenological research design. The results of this study indicate that the
first internalization of the values of character is essentially a process of cultivation of
character values into one's self so that these values become part of him, animating
mindset, attitude, and behavior and build self-awareness to apply the value the value.
Second values are internalized characters in three stages or phases representing the
internalization process that phase transformation of values, stages of the transaction
value, and the last stage trans internalization. The process of internalization of
character values in social studies learning by example and practice activities teachers
direct learning experiences through learning model, learning methods, learning
materials, and evaluation. Behavior characterized actualized by students of SMP
Negeri Model Terpadu Bojonegoro in everyday life in a social studies lesson in class
that is disciplined, honest, likes to read, care for the environment, tolerance, social
care, friends/ communicative responsibility.
Keywords: Internalization, Values Character, Social Studies
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (91-104)
92
PENDAHULUAN
Masyarakat akhir-akhir ini sering dibuat miris melihat berbagai kasus yang
dilakukan kalangan pelajar akhir-akhir ini seperti kekerasan yang dilakukan anak-anak
usia sekolah (bullying), lunturnya kesopanan anak pada orang tua, narkoba, free sex dan
kasus aborsi pada remaja. Pernyataan ini dibuktikan dengan beberapa berita baik
melalui media cetak maupun elektronik. Salah satu kasus yang akhir-akhir ini
diberitakan yaitu tentang kekerasan (bullying) dan tawuran.
Nampaknya apa yang membuat masyarakat miris akhir-akhir ini seperti yang telah
di ungkapakan di atas merupakan kekuatiran yang telah diungkapkan juga oleh Lickona
(2013, p. 13-18) bahwa terdapat sepuluh karakteristik jaman yang harus diwaspadai
karena jika karakteristik tersebut ada di kalangan remaja berarti sebuah bangsa sedang
menuju jurang kehancuran. Kesepuluh karakteristik tersebut adalah 1) meningkatnya
kekerasan dan pengrusakan (Viollencen and vandalisme); 2) meningkatnya pencurian
yang dilakukan siswa (Stealing); 3) maraknya penjiplakan/ketidakjujuran (Cheating); 4)
semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua atau yang dituakan (disrespect of
outhority); 5) pengaruh peer group yang kuat dalam tindakan kekerasan (peer cruelty);
6) berprasangka buruk, intoleransi, dan memusuhi orang-orang dari keyakinan yang
berbeda (Bigotry); 7) penggunaan bahasa dan kata-kata yang semakin memburuk (bad
language); 8) kebebasan sexualitas dan adanya rasa saling curiga dan kebencian di
antara sesama (sexual precocity and abuse); 9) semakin rendahnya tanggung jawab
individu dan warga negara (Increasing self-centeredness and declining civic
resposibility); dan 10) meningkatnya perilaku merusak diri, seperti: penggunaan
narkoba, alkohol, dan lain-lain (self-destructive behavior).
Menurunnya kualitas moral seperti yang telah dikemukakan oleh Lickona diatas
serta dan yang telah terjadi dalam kehidupan manusia Indonesia dewasa ini, terutama di
kalangan pelajar sudah pada tingkat yang sangat memprihatinkan. Dekadensi moral
pada generasi muda merupakan cerminan krisis karakter sehingga membutuhkan
komitmen bersama dalam membentuk karakter generasi muda kita saat ini.
Komitmen perbaikan generasi melalui pendidikan telah tertuang dalam UU No. 20
Tahun 2003. Dalam Pasal 3 UU Sisdiknas disebutkan bahwa Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan konsep pendidikan karakter di
Indonesia saat ini yang lahir sebagai hasil Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya dan
karakter bangsa yang dilaksanakan di Jakarta tanggal 14 Januari 2010. Kegiatan tersebut
menghasilkan Grand Design Pendidikan Karakter yang memuat kerangka proses
pembudayaan dan pemberdayaan karakter yang akan dilaksanakan dengan strategi
makro berskala nasional dan mikro terkait pengembangan karakter pada suatu satuan
pendidikan. Salah satu dampak dari kegiatan tersebut, sejak tahun 2010 yang lalu
pendidikan karakter digalakkan kembali dalam pembelajaran di Indonesia
Pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang
mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga
mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang
Utomo, Internalisasi Nilai-nilai Karakter….
93
religius, nasionalis, produktif dan kreatif Kemdiknas (2010, p. 4). Pendidikan budaya
dan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang
menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa.
Nilai-nilai karakter yang dikembangkan bersumber dari agama, Pancasila, budaya,
dan tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai karakter tersebut yaitu 1) religious; 2) jujur;
3) toleransi; 4) disiplin; 5) kerja keras; 6) kreatif; 7) mandiri; 8) demokratis; 9) rasa
ingin tahu; 10) semangat kebangsaan; 11) cinta tanah air; 12) menghargai prestasi; 13)
bersahabat/komunikatif; 14) cinta damai; 15) gemar membaca; 16) peduli lingkungan;
17) peduli sosial; dan 18) tanggung jawab.
Prinsip implementasi di satuan pendidikan, pengembangan budaya dan karakter
bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tersendiri tetapi terintegrasi ke dalam
mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan
sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan
budaya dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum, Silabus dan Rencana Program
Pembelajaran (RPP) yang sudah ada.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya membawa siswa ke
pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke
pengamalan nilai secara nyata. Inilah rancangan pendidikan karakter (moral) yang oleh
Thomas Lickona disebut moral knowing, moral feeling, dan moral action (Lickona,
2013, p. 81).
Gambar 1
Komponen Pendidikan Karakter Yang Baik (Lickona, 2013, p. 86)
Moral knowing yang meliputi kesadaran moral, pengetahuan nilai-moral,
pandangan ke depan, penalaran moral, pengambilan keputusan dan pengetahuan diri,
adalah hal esensial yang perlu diajarkan kepada siswa. Namun, pendidikan karakter
sebatas moral knowing tidaklah cukup. Untuk itu perlu berlanjut sampai pada moral
feeling yang meliputi kata hati, rasa percaya diri, empati, cinta kebaikan, pengendalian
Desiring the good
Moral Feeling
1. Hati nurani 2. Harga diri
3. Empati
4. Mencintai kebaikan 5. Control diri
6. Kerendahan hati
Knowing the good
Moral Knowing
1. Kesadaran moral 2. Memahami nilai moral
3. Mengambil perspektif
4. Alasan moral 5. Pengambilan keputusan
6. Pengetahuan diri
Acting the good Moral Feeling
1. Kompetensi 2. Kemauan
3. Habit
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (91-104)
94
diri dan kerendahan hati. Bahkan terus berlanjut pada tahap yang paling penting, yakni
moral action. Disebut penting karena pada tahap ini motif dorongan seseorang untuk
berbuat baik, tampak pada aspek kompetensi, keinginan dan kebiasaan yang
ditampilkannya. Ketersusunan tiga komponen moral yang saling berhubungan secara
sinergis, menjadi syarat aktualisasi pendidikan karakter dalam mengembangkan
kecerdasan moral siswa.
Lebih lanjut pendidikan karakter yang diintegrasikan ke semua matapelajaran dapat
memberikan pengalaman yang bermakna bagi murid-murid karena mereka memahami,
menginternalisasi, dan mengaktualisasikannya melalui poses pembelajaran sehingga
nilai-nilai tersebut dapat terserap secara alami lewat kegiatan sehari-hari. Apabila nilai-
nilai tersebut juga dikembangan melalui kultur sekolah, maka kemungkinan besar
pendidikan karakter lebih efektif. Pembentukan karakter harus menjadi prioritas utama
karena sudah terbukti bahwa dalam kehidupan masyarakat sangat banyak masalah yang
ditimbulkan oleh karakter yang tidak baik.
Ilmu Pengetahuan Sosial atau selanjutnya disebut dengan IPS merupakan salah satu
mata pelajaran yang diberikan mulai SD/ MI/ SDLB sampai SMP/ MTs/ SMPLB.
Dalam Permendiknas No.26 tahun 2007 tentang Standar isi, Mata pelajaran IPS pada
jenjang SMP/ MTs mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi
yang berkaitan dengan isu sosial sehingga siswa diharapkan dapat menjadi warga
negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab serta warga dunia yang cinta
damai.
Mata pelajaran IPS pada jenjang SMP/MTs mempunyai karakteristik tersendiri
yang berbeda dengan mata pelajaran lainnya yaitu merupakan perpaduan disiplin ilmu
sosial yaitu Sosiologi, Geografi, Sejarah, dan Ekonomi. Sehingga ruang lingkup yang
dikaji pada mata pelajaran ini sangatlah luas karena masing-masing disiplin ilmu
mempunyai dimensi yang berbeda sebagai objek kajian yang dipelajari, tetapi dari ke
empat disiplin ilmu tadi terdapat relasi, relevansi, dan fungsi yang cukup signifikan
antara satu dengan yang lain.
Bila ditinjau dari karakteristik IPS yang telah diuraikan diatas, ternyata mata
pelajaran ini mempunyai peranan yang lebih besar. Hal ini berkenaan kemampuan
pribadi dan sosial dalam penguasaan karakteristik nilai-nilai sebagai pribadi dan sebagai
warga masyarakat serta kemampuan untuk hidup bermasyarakat. Melalui pendidikan
IPS, siswa dibina dan dikembangkan kemampuan mental-intelektualnya menjadi warga
negara yang berketerampilan dan berkepedulian sosial serta bertanggung jawab sesuai
dengan nilai-nilai yang terkandung dalamnya.
Atas dasar pemikiran di atas, untuk membentuk karakter yang baik dalam mata
pelajaran IPS, maka seharusnya pendidikan karakter bukan sekedar mengenalkan nilai-
nilai kepada siswa tetapi juga harus mampu menginternalisasikan nilai-nilai karakter
tersebut agar tertanam sebagai muatan hati nurani yang mampu membangkitkan
penghayatan tentang nilai-nilai, dan bahkan sampai pada pengamalanya dalam
kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang telah menjadi muatan hati nurani inilah yang
nantinya akan berfungsi sebagai penyaring ketika terjadi pertemuan antar nilai yang
saling berbenturan.
Para siswa dapat dikatakan berkarakter apabila selalu berupaya taat dan disiplin
terhadap peraturan yang berlaku di sekolah yang bersangkutan. Perilaku taat dan
disiplin terhadap peraturan ini kiranya dapat diwujudkan dalam kehidupan keseharian di
Utomo, Internalisasi Nilai-nilai Karakter….
95
luar lingkungan sekolah, yakni di lingkungan keluarga maupun di lingkungan
masyarakat.
Fenomena dekadensi moral yang ditunjukkan oleh siswa SMP sebagai pelajar
akhir-akhir ini menunjukkan bahwa siswa belum mampu menginternalisasi nilai-nilai
karakter agar tertanam dan berfungsi sebagai muatan hati nurani sehingga mampu
membengkitkan penghayatan tentang nilai-nilai karakter. Berdasarkan fokus penelitian
yang telah ditetapkan tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian adalah
mengidentifikasi proses dan makna internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran
IPS pada diri siswa di SMP Negeri Model Terpadu Bojonegoro.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain penelitian
fenomenologi. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri Model Terpadu
Bojonegoro. Penentuan subjek penelitian dengan menggunakan teknik purposive
sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, observasi, dan
kuesioner. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini berupa manusia, yaitu
peneliti sendiri. Untuk menjaga keabsahan data, digunakan teknik perpanjangan waktu
penelitian, triangulasi, dan expert opinion. Teknik analisis data mengacu pada langkah-
langkah analisis data kualitatif Creswell (2013) sebagai berikut: (1) mengolah dan
mempersiapkan data untuk dianalisis, (2) membaca keseluruhan data dengan
membangun general sense atas informasi yang diperoleh dan merefleksikan maknanya
secara keseluruhan, (3) menganalisis lebih detail dengan meng-coding data, (4)
melakukan proses coding untuk mendiskripsikan setting, orang-orang, kategori-
kategori, dan tema-tema yang akan di analisis, (5) menyusun diskripsi dari tema-tema
dan disajikan kembali dalam narasi/laporan kualitatif, dan (6) mengintepretasi atau
memaknai data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Internalisasi Nilai-nilai Karakter dalam pembelajaran IPS
Internalisasi diartikan sebagai proses penanaman nilai kedalam jiwa seseorang
sehingga nilai tersebut tercermin pada sikap dan prilaku yang ditampakkan dalam
kehidupan sehari-hari (menyatu dengan pribadi). Internalisasi nilai-nilai karakter dalam
pembelajaran IPS melalui tiga tahap yang mewakili proses atau tahap terjadinya
internalisasi yaitu tahap transformasi nilai, tahap transaksi nilai, dan terakhir tahap
transisternalisasi.
Proses internalisasi dimulai dari tahap tranformasi nilai diperoleh siswa ketika
mereka mendengar secara langsung guru mereka menginformasikan kebaikan dari nilai-
nilai karakter dan keburukannya apabila tidak memiliki nilai-nilai katakter tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada delapan responden menunjukkan
bahwa kedelapan siswa tersebut secara berbeda-beda memaknai nilai-nilai karakter
yang disampaikan oleh guru mereka. Adapun nilai-nilai karakter yang sering
disampaikan oleh guru mereka yaitu nilai disiplin, jujur, gemar membaca, peduli
lingkungan, toleransi, bersahabat/ komunikatif, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Selanjutnya setelah tahapan transformasi nilai yaitu tahap transaksi nilai. Dalam
tahap ini terjadi komunikasi dua arah atau komunikasi antar peserta didik dengan
pendidik yang bersifat interaksi timbal balik. Dalam tahap ini antara responden satu
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (91-104)
96
dengan yang lain memberikan makna yang berbeda-beda dari kegiatan pembelajaran
IPS yang mereka ikuti selama ini. Nilai-nilai karakter, seperti dari hasil wawancara yang
telah dilakukan dapat diketahui bahwa intenalisasi nilai-nilai karakter melalui
pembelajaran IPS melalui praktik langsung dalam memperoleh pengalaman belajar
melalui model pembelajaran, metode pembelajaran, bahan ajar, dan evaluasi
pembelajaran.
Model pembelajaran yang digunakan oleh guru IPS adalah model Project Based
Learning, dan model Cooperative learning tipe Jigsaw. Berdasarkan hasil wawancara
model pembelajaran yang digunakan oleh guru IPS dimaknai oleh siswa sebagai
komunikasi dua arah yang mengandung nilai-nilai karakter bersahabat/ komunikatif
melalui kerjasama, tanggung jawab, dan toleransi. Metode pembelajaran yang dipakai
oleh guru IPS berdasarkan hasil wawancara oleh siswa yaitu metode ceramah, diskusi
dan Role Playing, metode ceramah digunakan untuk menyampaikan informasi tentang
nilai-nilai karakter sedangkan metode diskusi dan Role Playing digunakan untuk
menanamkan nilai bersahabat/ komunikatif melalui kerjasama, tanggung jawab, dan
toleransi.
Bahan ajar dalam proses transaksi nilai karakter sebagai media menanamkan nilai
disiplin dan gemar membaca yang dilakukan secara rutin sebelum pembelajaran IPS
dimulai. Sedangkan evaluasi pembelajaran untuk menanamkan nilai jujur saat ulangan
harian dan tugas-tugas pelajaran IPS yang harus diselesaikan secara individu.
Tahap terakhir dari proses internalisasi nilai-nilai karakter yaitu tahap
transinternalisasi. Tahap ini tidak hanya dilakukan dengan komunikasi verbal tetapi juga
dengan sikap mental dan kepribadian. Dalam tahap ini masing-masing responden
mempunyai kesamaan dalam proses transinternalisasi yaitu melalui komunikasi
kepribadian yang melibatkan guru IPS sebagai teladan bagi siswa dalam proses
internalisasi selanjutnya. Komunikasi kepribadian diwujudkan dalam melihat secarang
langsung kepribadian guru dalam menerapkan nilai-nilai karakter secara konsisten.
Proses komunikasi kepribadian yang dilakukan dengan melihat secara langsung
kepribadian guru dan mendengar nasehat berupa kebaikan nilai-nilai karakter dan
keburukan jika tidak/ kurang memiliki nilai-nilai karakter tersebut munculah kesadaran
dalam diri siswa tentang kebaikan nilai-nilai karakter tersebut. Selanjutnya dari
kesadaran diri yang terbentuk pada siswa munculah upaya untuk menginternalisasi
nilai-nilai karakter tersebut ke dalam diri mereka untuk menjadi bagian dalam diri
mereka yang akhirnya diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Utomo, Internalisasi Nilai-nilai Karakter….
97
Gambar 2
Proses Internalisasi Nilai-nilai Karakter dalam Pembelajaran IPS
(Sumber: Diolah Peneliti)
Pentingnya internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS Pentingnya pendidikan karakter sebagai upaya memfasilitasi nilai-nilai karakter
dalam pembelajaran IPS. Meskipun sama tetapi setiap subjek penelitian memiliki sudut
pandang yang berbeda.
SEV memaknai internalisasi sebagai berikut.
“Ketika guru memberikan nasehat kita harus mendengarkan, jangan masuk telinga
kiri keluar telinga kanan. Kita harus memasukannya dalam hati, kemudian
memahaminya, dan selanjutnya mulai melakukannya dimulai dari hal yang terkecil
misalnya.”
SEV memaknai internalisasi sebagai sebuah proses memasukkan nilai-nilai dalm hati,
memahami nilai-nilai karakter tersebut dan selanjutnya melakukan nilai-nilai tersebut
dalam kehidupannya. Ketika guru memberikan nasehat, anjuran, atau perintah untuk
melakukan suatu kebaikan dalam hal ini membentuk pribadi siswa yang lebih baik
maka siswa harus mencerna nasehat, anjuran, maupun perintah yang diberikan
kepadanya, tidak sekedar mendengarkannya karen apabila siswa tidak mencerna dengan
baik maka dia akan melupan nasehat tersebut dan tidak pernah tertanam dalam ingatan,
pikiran, dan hatinya.
PSH memberikan pemaknaan internalisasi sebagai berikut.
“Nilai-nilai karakter yang disampaikan oleh guru dalam pembelajaran IPS membuat
saya instrospeksi diri apakah saya mempunyai nilai tersebut atau tidak kalau belum
saya lalu berusaha untuk melakukannya dari yang terkecil, karena susah bila harus
menerapkannya semua.”
Perilaku
Pembelajaran
IPS
Model
Pembelajaran Guru
Metode
Pembelajaran Bahan Ajar
Evaluasi
Pembelajaran
Proses Internalisasi
dalam pembelajaran
IPS
Transformasi nilai
Transaksi nilai
Transinternalisasi nilai
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (91-104)
98
PSH memaknai internalisasi nilai-nilai karakter sebagai upaya membentuk kesadaran
diri tentang nilai-nilai karakter. Kesadaran diri tersebut terkait dengan sudah atau belum
dalam memiliki nilai-nilai tersebut dalam diri mereka. Dengan kesadaran diri siswa
akan melakukan nilai-nilai karakter tersebut dimulai dari melakukan hal-hal yang
terkecil.
FNA memaknai internalisasi sebagai berikut.
“Ada banyak nilai karakter yang disampaikan oleh guru ketika pembelajaran IPS.
Saya sadar bahwa ternyata ada benarnya juga nilai-nilai karakter itu dibiasakan
kepada kami seperti membaca misalnya. Jadi mulai saat ini mencoba
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
FNA memaknai internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS sebagai upaya
guru dalam membiasakan nilai-nilai karakter tersebut di kelas untuk menjadikannya
milik siswa. Dengan pembiasaan tersebut akan membentuk kesadaran pada diri siswa
untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka.
ADP memaknai internalisasi sebagai berikut.
“Nasehat dari guru ketika pembelajaran IPS membuat saya sadar kalau kita
melaksanakan nasehat itu akan menguntungkan kita. Dari situ saya mencoba
memahami keuntungan dari nasehat-nasehat yang diberikan dan mulai
melakukannya mulai dari hal yang sederhana.”
ADP memaknai internalisasi nilai-nilai karakter melalui nasehat yang diberikan oleh
guru dalam pembelajaran membentuk kesadaran pada dirinya tentang keuntungan-
keuntungan dari nilai-nilai karakter tersebut yang selanjutnya menerapkannya dari hal
yang sederhana.
TWI memaknai internalisasi sebagai berikut
“Penting untuk memiliki nilai-nilai karakter itu. Guru IPS kami beberapa kali
menyampaikan pentingnya nilai-nilai karakter itu, dari situ saya sadar untuk mulai
melakuakanya dalam kehidupan sehari-hari.”
TWI memaknai internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS sebagai
sesuatu yang penting untuk memiliki nilai-nilai karakter itu dan menanamkannya dalam
hati sehingga membentuk kesadaran diri untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari. Nilai-nilai karakter itu diperoleh melalui kesadaran diri yang dibentuk dari
nasehat-nasehat yang diperoleh dari guru di kelas.
TAP memaknai internalisasi sebagai berikut.
“Saya sadar, nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS yang saya ikuti
menjadikan kita lebih berkarakter. Ada banyak nilai-nilai karakter yang
disampaikan guru ketika pembelajaran. Selanjutnya saya mulai saya lakukan
dalam kehidupan sehari-hari mulai dari hal-hal yang terkecil.”
TAP memaknai internalisasi nilai-nilai karakter yang disampaikan oleh guru dalam
pembelajaran IPS untuk membentuk siswa berkarakter. Nilai-nilai yang karakter
tersebut disampaikan ketika pembelajaran IPS di kelas. Selanjutnya nilai-nilai karakter
yang diterima kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mulai dari hal-hal yang
terkecil.
Utomo, Internalisasi Nilai-nilai Karakter….
99
EDM memaknai internalisasi sebagai berikut.
“Nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS diberikan agar kita menjadi
berkarakter. Nilai-nilai karakter itu menurut saya sangat penting untuk ditanamkan
pada siswa. Saya sendiri sadar kadang terpengaruh teman untuk berbuat hal-hal
yang jelek.”
EDM memaknai internalisasi nilai-nilai karakter penting untuk ditanamkan agar
menjadi siswa yang berkarakter. Kesadaran siswa terbentuk dikarenakan merasa bahawa
teman bisa berpengaruh untuk berbuat hal-hal yang negatif.
STG memaknai internalisasi sebagai berikut.
“Saya tahu, nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS yang diberikan oleh guru
agar siswanya berperilaku berkarakter. Saya sadar bila nilai-nilai karakter itu saya
terapkan dalam kehidupan sehari-hari akan memberikan keuntungan untuk saya.”
STG memaknai internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS sebagai upaya
yang diberikan oleh guru agar siswanya berperilaku berkarakter. Siswa sadar bila nilai-
nilai karakter tersebut diterapkan dalam kehiduapn sehari-hari akan memberikan
keuntungan buat dia.
Berdasarkan pendapat delapan subyek penelitian yang sudah dikemukakan oleh
SEV, PSH, FNA, ADP, TWI, TAP, EDM, dan STG, dapat dimaknai bahwa internalisasi
nilai-nilai karakter pada dasarnya adalah proses penanaman nilai-nilai karakter ke dalam
diri seseorang sehingga nilai-nilai tersebut menjadi bagian dalam dirinya, menjiwai pola
pikir, pola sikap, dan perilakunya serta membangun kesadaran diri untuk
mengaplikasikan nilai-nilai tersebut.
Sintesis
Berdasarkan temuan hasil penelitian, dapat disintesiskan bagaimana hubungan
antara: 1) proses internalisasi nilai-nilai karakter; 2) makna internalisasi nilai-nilai
karakter pada dasarnya adalah proses penanaman nilai-nilai karakter ke dalam diri
seseorang sehingga nilai-nilai tersebut menjadi bagian dalam dirinya, menjiwai pola
pikir, pola sikap, dan perilakunya serta membangun kesadaran diri untuk
mengaplikasikan nilai-nilai tersebut; dan 3) perilaku berkarakter yang diaktualisasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Pentingnya nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS untuk di internalisasikan
pada diri siswa membuat siswa berperilaku berkarakter sesuai dengan nilai-nilai yang
dia yakini. Namun perilaku berkarakter tersebut tidak bisa muncul dengan sendirinya
tanpa adanya proses internalisasi dan proses internalisasi tidak bisa berjalan tanpa
adanya penyampaian informasi melalui pembelajaran.
Proses internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS melalui keteladanan
guru dan kegiatan praktik langsung pengalaman belajar melalui model pembelajaran,
metode pembelajaran, bahan ajar, dan evaluasi pembelajaran. Nilai-nilai karakter
diinternalisasikan dalam tiga tahap yang mewakili proses atau tahap terjadinya
internalisasi yaitu tahap transformasi nilai, tahap transaksi nilai, dan terakhir tahap
transisternalisasi.
Perilaku berkarakter yang diaktualisasikan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari
dalam pembelajaran IPS mereka yaitu disiplin, jujur, gemar membaca, peduli
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (91-104)
100
lingkungan, toleransi, peduli sosial, bersahabat/ komunikatif, tanggung jawab. Nilai
karakter yang sering muncul yaitu disiplin, gemar membaca, peduli lingkungan.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dua proposisi yaitu: 1) internalisasi nilai-
nilai karakter dalam pembelajaran IPS mempunyai peran dalam membentuk perilaku
berkarakter; dan 2) internalisasi nilai-nilai karakter dalam membentuk perilaku berkarakter
melalui pembelajaran IPS dengan mediator guru, dan melalui praktik pengalaman melalui
model pembelajaran, metode pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan bahan ajar.
Gambar 3 Sintesis Hasil Penelitian
(Sumber: Temuan Penelitian, diolah peneliti)
Pembahasan
Internalisasi Nilai-nilai Karakter dalam pembelajaran IPS
Internalisasi diartikan sebagai proses prnanaman nilai kedalam jiwa seseorang
sehingga nilai tersebut tercermin pada sikap dan perilaku yang ditampakkan dalam
kehidupan sehari-hari (menyatu dengan pribadi). Proses internalisasi yang dikaitkan
dengan pembinaan peserta didik atau anak asuh ada tiga tahap yang mewakili proses
atau tahap terjadinya internalisasi yaitu: a) Tahap transformasi nilai, tahap ini
merupakan suatu proses yang dilakukan oleh pendidik dalam menginformasikan nilai-
Perilaku
Pembelajaran
IPS
Model
Pembelajaran Guru
Metode
Pembelajaran Bahan Ajar
Evaluasi
Pembelajaran
Internalisasi dalam
pembelajaran IPS
PROPOSISI:
1. Internalisasi Nilai-nilai Karakter dalam Pembelajaran IPS Mempunyai Peran dalam
Membentuk Perilaku Berkarakter
2. Internalisasi nilai-nilai karakter dalam membentuk perilaku berkarakter melalui
pembelajaran IPS dengan mediator guru, dan melalui praktik pengalaman melalui model
pembelajaran, metode pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan bahan ajar
Perilaku berkarakter: Disiplin,
jujur, gemar membaca, peduli
lingkungan, toleransi, peduli sosial,
bersahabat/ komunikatif, tanggung
jawab
Pentingnya nilai-nilai
Karakter
Utomo, Internalisasi Nilai-nilai Karakter….
101
nilai yang baik dan kurang baik. Komunikasi yang terjadi dalam tahap ini adalah
komunikasi verbal antara pendidik dan peserta didik atau anak asuh; b) Tahap transaksi
nilai, adalah suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah
atau komunikasi antar peserta didik dengan pendidik yang bersifat interaksi timbal
balik; dan c) Tahap transisternalisasi, tahap ini jauh lebih mendalam dari tahap
transaksi. Tahap ini tidak hanya dilakukan dengan komunikasi verbal tetapi juga dengan
sikap mental dan kepribadian. Jadi pada tahap ini, komunikasi kepribadian berperan
secara aktif (Muhaimin, 1996, p. 153).
Dalam proses internalisasi terjadi proses identifikasi pada diri siswa yaitu suatu
kecenderungan yang ada dalam diri seseorang untuk menyamakan (menjadi sama) diri
dengan orang lain. Karena adanya kecenderungan tersebut individu melakukakan suatu
usaha yang disebut tindakan sosial untuk menjadikan dirinya sama dengan orang yang
dimaksudnya. Berger dan Luckman (1990, p. 185) mengemukakan bahwa dengan kata
lain terjadi pengidentifikasian dalam diri orang yang melakukan internalisasi. Si anak
mengidentifikasikan dirinya dengan orang-orang yang mempengaruhinya dengan
berbagai cara emosional. Internalisasi hanya akan berlangsung dengan berlangsungnya
identifikasi.
Dalam proses identifikasi, faktor keteladanan guru yang mempunyai peran pada
siswa untuk menjadi sama dengan gurunya. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan dalam
teori perkembangan moral Kohlberg (Adisusilo, 2012, p. 24) bahwa tingkat
perkembangan moral siswa SMP berada pada tahap konvensional. Pada tahap ini secara
aktif siswa mengidentifikasikan diri dengan orang-orang dan kelompok yang terlibat di
dalamnya.
Towaf (2014) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa pendidikan karakter
dalam mata pelajaran IPS tidak terlepas dari karakter total sebagai tujuan dari
sekolah/madrasah, lingkungan sekolah menjadi pendukung kuat dalam menanamkan
karakter dan implementasi karakter dalam matapelajaran IPS. Pembelajaran IPS melatih
siswa toleran. bergotong royong, peduli sosial, peduli lingkungan, mengasah kreativitas,
dan kemandirian.
Proses internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS, guru mempunyai
peran dalam proses internalisasi nilai-nilai karakter pada siswa yang pada akhirnya
membentuk perilaku siswa yang berkarakter. Guru menggunakan berbagai macam cara
dalam menanamkan nilai-nilai karakter pada diri siswa. Dimulai dari cara paling umum
yang digunakan yaitu metode ceramah yang digunakan oleh guru dalam
menginformasikan kebaikan nilai-nilai karakter serta keburukannya apabila tidak/
kurang memiliki nilai-nilai karakter tersebut.
Selanjutnya selain dengan ceramah, guru sebagai symbol keteladanan bagi siswa
dalam proses intenalisasi nilai-nilai karakter. Komunikasi kepribadian antara guru dan
siswa menjadi begitu penting ketika siswa melihat secara langsung kepribadian guru
dalam menerapkan nilai-nilai karakter tersebut. Towaf (2014) dalam hasil penelitiannya
menyatakan bahwa guru adalah adalah role model atau living example bagi siswa dalam
menumbuh kembangkan nilai-nilai dan karakter dalam diri mereka.
Dalam pembelajaran IPS selain keteladanan dari guru dalam proses internalisasi,
praktik pengamalaman langsung dalam menerapkan nilai-nilai karakter juga ikut
berperan dalam membentuk perilaku berkarakter pada siswa. Praktik pengalaman
langsung tersebut melalui aktivitas siswa dalam menggunakan model pembelajaran,
metode pembelajaran, bahan ajar, dan evaluasi pembelajaran yang di desain oleh guru.
Ramdani dan Zamroni (2014) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa untuk
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (91-104)
102
mengoptimalkan integrasi pendidikan karakter, maka para guru harus dapat mendesain
model pembelajaran yang relevan agar para siswa tidak hanya mendapatkan materi saja
dalam pembelajaran IPS tetapi mendapatkan nilai/makna sekaligus dari materi yang
dipelajari.
Praktik pengalaman langsung sebagai wujud dari strategi pendidikan karakter
melalui kegiatan pembiasaan dan pengkondisian dalam kelas untuk menumbuhkan
kesadaran diri pada siswa yang selanjutnya nilai-nilai karakter tersebut diinternalisasi
oleh siswa dan pada muaranya diaktualisasikan siswa pada kehidupan sehari-hari
sebagai wujud perilaku berkarakter. Innayah (2012) dibutuhkan strategi dalam
pendidikan karakter. Strategi dalam pendidikan karakter dapat dilakukan melalui sikap
yaitu keteladanan, penanaman kedisiplinan, pembiasaan, penciptaan suasana yang
kondusif, integrasi, dan internalisasi. Selain itu, hendaknya terdapat penanaman
paradigma bagi siswa tentang pentingnya pengembangan karakter diri karena
keberhasilan pengembangan karakter juga bergantung kesadaran diri anak.
Berdasarkan hasil diskusi di atas diketahui bahwa dalam proses internalisasi nilai-
nilai karakter pada masing-masing individu tidaklah sama. Dalam hal ini ada perbedaan
sikap, persepsi, dan partisipasi masing-masing individu dalam keterlibatan memproleh
pengalaman secara langsung. Nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS yang berhasil
diaktualisasikan oleh siswa yaitu disiplin, jujur, gemar membaca, peduli lingkungan,
toleransi, peduli sosial, bersahabat/ komunikatif, tanggung jawab. Nilai karakter yang
sering muncul yaitu disiplin, gemar membaca, peduli lingkungan.
Nilai-nilai karakter tersebut dalam pembelajaran IPS diperoleh melalui.
1. Keteladanan guru melalui kepribadian guru dalam menerapkan nilai-nilai karakter
dalam pembelajaran IPS setiap harinya.
2. Praktik pengalaman langsung dalam aktivitas siswa. Aktivitas-aktivitas siswa
tersebut meliputi.
a. Model pembelajaran melalui Project Based Learning dan Cooperative Learning
tipe Jigsaw.
b. Metode pembelajaran kegiatan diskusi kelompok dan Role Playing
c. Bahan ajar melalui buku IPS
d. Evaluasi pembelajaran melalui kegiatan
e. Ulangan harian matapelajaran IPS.
Pentingnya internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS
Pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang
mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga
mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang
religius, nasionalis, produktif dan kreatif (Kemdiknas, 2010, p. 4). Pelaksanaan
pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut: 1) program pengembangan diri
melalui kegiatan rutin sekolah, kegiatan spontan, kegiatan keteladanan, dan
pengkondisian; 2) pengintegrasian dalam mata pelajaran; dan 3) budaya sekolah.
Integrasi pendidikan karakter dalam proses pembelajaran IPS dilakukan dengan
cara mengenalkan nilai-nilai, memfasilitasi nilai-nilai untuk menumbuhkan kesadaran
pada diri peserta didik, dan menginternalisasikan nilai-nilai dalam perilaku sehari-hari.
Nilai-nilai karakter yang diinternalisasikan pada peserta didik melalui proses
pembelajaran, oleh sekolah dapat diidentifikasi nilai-nilai utama sebagai fokus
internalisasi.
Utomo, Internalisasi Nilai-nilai Karakter….
103
Pentingnya nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS untuk di internalisasikan
pada diri siswa membuat siswa berperilaku berkarakter sesuai dengan nilai-nilai yang
dia yakini. Namun perilaku berkarakter tersebut tidak bisa muncul dengan sendirinya
tanpa adanya proses internalisasi. Internalisasi menurut Berger dan Luckman (1990, p.
185) yaitu sebagai bentuk pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu
peristiwa objektif sebagai pengungkapan suatu makna, artinya sebagai suatu manifestasi
dari proses subjektif orang lain sehingga menjadi bermakna secara subjektif bagi saya
sendiri. Internalisasi nilai-nilai karakter pada dasarnya adalah proses penanaman nilai-
nilai karakter ke dalam diri seseorang sehingga nilai-nilai tersebut menjadi bagian
dalam dirinya, menjiwai pola pikir, pola sikap, dan perilakunya serta membangun
kesadaran diri untuk mengaplikasikan nilai-nilai tersebut.
PENUTUP
Simpulan
Internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS melalui tiga tahap yang
mewakili proses atau tahap terjadinya internalisasi yaitu tahap transformasi nilai, tahap
transaksi nilai, dan terakhir tahap transisternalisasi. Nilai-nilai karakter
diinternalisasikan dalam tiga tahap yang mewakili proses atau tahap terjadinya
internalisasi sebagai berikut.
Tahap pertama ditunjukkan dengan siswa menerima langsung nilai-nilai karakter
yang diinformasikan oleh guru mereka. Pada tahap ini dalam pembelajaran IPS, guru
menggunakan metode ceramah ketika menginformasikan kebaikan nilai-nilai karakter
dan kejelekkan apabila tidak atau kurang mempunyai nilai-nilai karakter tersebut.
Tahap kedua yaitu komunikasi dua arah antara guru dan siswa dalam pembelajaran
IPS melalui kegiatan praktik langsung untuk memperoleh pengalaman belajar. Praktik
pengalaman langsung dalam aktivitas siswa. Aktivitas-aktivitas siswa tersebut meliputi:
1) Model pembelajaran melalui Project Based Learning dan Cooperative Learning tipe
Jigsaw; 2) Metode pembelajaran kegiatan diskusi kelompok dan Role Playing; 3) Bahan
ajar melalui buku IPS; dan 4) Evaluasi pembelajaran melalui kegiatan Ulangan harian
matapelajaran IPS.
Tahap ketiga yaitu melalui komunikasi kepribadian. Guru mempunyai pernanan
penting dalam memberikan keteladanan bagi siswa. Pada tahap ini siswa melihat secara
langsung kepribadian guru dalam menerapkan nilai-nilai karakter. Setelah melihat
secara langsung kepribadian guru dan mendengar nasehat berupa kebaikan nilai-nilai
karakter dan keburukan jika tidak/ kurang memiliki nilai-nilai karakter tersebut
munculah kesadaran dalam diri siswa tentang kebaikan nilai-nilai karakter tersebut.
Selanjutnya dari kesadaran diri yang terbentuk pada siswa munculah upaya untuk
menginternalisasi nilai-nilai karakter tersebut ke dalam diri mereka untuk menjadi
bagian dalam diri mereka yang akhirnya diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari
mereka.
Dari proses intenalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS, perilaku
berkarakter yang diaktualisasikan oleh siswa SMP Negeri Model Terpadu Bojonegoro
dalam kehidupan sehari-hari di kelas yaitu disiplin, jujur, gemar membaca, peduli
lingkungan, toleransi, peduli sosial, bersahabat/ komunikatif, tanggung jawab. Nilai
karakter yang sering muncul yaitu disiplin, gemar membaca, peduli lingkungan.
Internalisasi nilai-nilai karakter pada dasarnya adalah proses penanaman nilai-nilai
karakter ke dalam diri seseorang sehingga nilai-nilai tersebut menjadi bagian dalam
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (91-104)
104
dirinya, menjiwai pola pikir, pola sikap, dan perilakunya serta membangun kesadaran
diri untuk mengaplikasikan nilai-nilai tersebut.
Saran
Berdasarkan simpulan hasil penelitian, maka saran penelitian ini sebagai berikut: 1)
Nilai-nilai karakter yang berhasil diinternalisasikan oleh siswa sebaiknya tetap
dipertahankan keberadaannya dengan cara tetap melakukan pembiasaan dan
keteladanan sehingga nilai-nilai tersebut tidak luntur dan hilang; 2) Pentingnya
kesadaran guru bahwa pendidikan karakter merupakan “hidden curriculum”, dengan
guru sebagai instrument kunci. Kurikulum tersembunyi ini ada perilaku guru,
khususnya dalam berinteraksi dengan para peserta didik, yang disadari atau tidak akan
berpengaruh besar pada diri peserta didik; 3) Perlu dikembangkan model-model
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan atau biasa disebut
PAIKEM dengan berbagai program pembiasaan; 4) Perlu dilakukan sinergi antara guru
dengan orang tua/wali dan masyarakat sekitar dalam upaya menanamkan nilai-nilai
karakter; dan 5) Menciptaan lingkungan pendidikan yang kondusif-edukatif, misalnya
dipajang berbagai slogan-slogan yang mampu memberikan motivasi kepada seluruh
warga sekolah dalam semangat untuk kehidupan yang lebih berkarakter.
DAFTAR PUSTAKA
Adisusilo, Sutarjo R. (2013). Pembelajaran Nilai Karakter-Konstruktivisme dan VCT
Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Rajawali Pers.
Berger, Peter. L dan Luckmann, Thomas (1990). Tafsir Sosial atas Kenyataan. Risalah
tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta : LP3ES
Creswell, John W. (2013). Penelitian Kualitatif dan Desain Riset: Memilih di antara
Lima Pendekatan. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Innayah. (2012). “Dongeng Anak Nusantara radio Edukasi (RE) sebagai Media untuk
Penanaman Karakter Bangsa”. Jurnal Teknodik: Terakreditasi LIPI No. 464/AU1/P2MI-LIPI/08/ 2012.
Kemdiknas. (2010). Bahan Pelatihan: Penguatan Metodologi Pembelajaran
Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter
Bangsa. Jakarta: Kemdiknas.
Lickona, Thomas. (2013). Educating for Character: Mendidik untk Membentuk
Karakter, terj. Juma Wadu Wamaungu dan Editor Uyu Wahyuddin dan
Suryani. Jakarta: Bumi Aksara.
Muhaimin. (2001). Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Ramdani, Zuhud dan Zamroni (2014). “Integrasi Pendidikan Karakter dalam
Pembelajaran IPS di MTsN Model Selong Lombok Timur”. Jurnal ilmu-ilmu
sosial Mei 2014 , Vol. 11, No. 1. Halm. 104-117.
Towaf, Siti Malikhah. (2014). “Pendidikan karakter pada mata pelajaran IPS”. Jurnal
Ilmu Pendidikan, Jilid 20, Nomor 1, Juni 2014. Halm. 75-85.
105
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY”TRIPLE B-NET”
PADA PELAJARAN KARAKTERISTIK NEGARA MAJU DAN NEGARA
BERKEMBANG DUNIA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN
KREATIVITAS BELAJAR SISWA
Endang Purwaningsih
Guru SMPN 4 Tanggul Jember, email: [email protected]
Abstrak; Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi
hasil belajar dari 75% menjadi 90 % atau terjadi kenaikan sebesar 15%.,
sehingga peneliti berharap agar metode pembelajaran Discovry “TRIPLE B-
NET” dapat digunakan sebagai kontribusi untuk pembelajaran mata pelajaran
IPS Terpadu khususnya dan mata pelajaran lain secara umum
PenelitianTindakan Kelas ini dilaksanakan dengan tujuan meliputi (1)
Meningkatkan partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar.(2). upaya
meningkatkan kualitas metode yang dikembangkan dalam pembelajaran.
(3).Memberi motivasi kepada siswa untuk meningkatkan kreativitasnya.
(4).Menciptakan suasana kelas yang lebih kondusif terhadap pembelajaran.
Manfaat penelitian ini adalah sebagai upaya untuk memudahkan siswa dalam
memahami konsep geografi dengan cara belajar mandiri dan berpikir kreatif
demi tercapainya peningkatan kreativitas secara maksimal.
Kata kunci : model pembelajaran Discovery “TRIPLE B-NET”, dan IPS
Terpadu. kreativitas belajar.
Abstract;The results of this study showed that an increase in achievement of
learning outcomes from 75% to 90% or an increase of 15%., So researchers
hope that learning methods Discovry "TRIPLE B-NET" can be used as a
contribution to the learning subjects Integrated IPS particular and other
subjects generally PenelitianTindakan this class is implemented with the aim of
covering (1) Increase student participation in the learning process. (2). efforts
to improve the quality of the methods developed in learning. (3) .Memberi
motivation to students to improve their creativity. (4) .Menciptakan the
classroom atmosphere more conducive to learning. The benefits of this research
is an attempt to help students understand the concept of geography by way of
self-learning and creative thinking in order to achieve an increase in creativity
to the fullest.
Keywords: Discovery learning model "TRIPLE B-NET", and Integrated IPS.
creativity in learning.
PENDAHULUAN
Berdasarkan pengamatan di sekolah peneliti melihat bahwa dalam proses
pembelajaran yang di kelas yang selama ini ditunjang oleh buku-buku di perpustakaan,
pada saat ini mengalami kecenderungan penurunan pengunjung perpustakaan yang
merupakan dampak dari semakin menurunnya minat baca siswa. Hal tersebut karena
masuknya teknologi media sosial berbasis internet yang lebih menarik perhatian siswa
termasuk dalam mencari sumber belajar yang lebih menarik dan mudah untuk dipahami.
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (105-114)
106
Beralihnya sumber bahan ajar dari media cetak (buku, surat kabar, tabloid dll) ke media
elektronik berbasis internet inilah yang menarik minat peneliti untuk mengadakan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini.
IPS diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat didefinisikan.Penerapan IPS
perlu dilakukan secara bijaksan agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan Sosial
dan Lingkungan alam. Diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas ( Sains,
lingkungan, teknologi dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk
merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPS dan kompetensi
belajar secara ilmiah dan bijaksana.
Pembelajaran IPS sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry)untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu
pembelajaran IPS menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung
melalui penggunaan dan bpengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah.
Perkembangan disegala sector diberbagai dunia berkembang secara cepat.Indonesia
sebagai Negara berkembang sedang mengadakan pembangunan di segala bidang,
melakukan perbaikan- perbaikan di segala bidang termasuk perbaikan- perbaikan pada
sistim pendidikan yang selama ini telah berlaku.Langkah dalam dinamika pendidikan
nasional yang telah dilakukan oleh Depdiknas salah satunya dengan diterbitkannya
kurikulum secara berkala.Pembaharuan kurikulum sekarang ini berbeda dengan masa
lalu .Khususnya mata pelajaran IPS seiring dengan tuntutan masyarakat yang mengikuti
perkembangan teknologi modern.
Pendidikan di Indonesia memasuki era reformasi dengan pembaharuan secara
cepat dan mendasar. Hal ini sejalan dengan diberlakukannya UU no.22 tahun 1997
tentang otonomi daerah dan UU no.20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional,
yaitu pendelegasian otoritas pendidikan pada daerah dan mendorong otonominasi di
tingkat sekolah, serta pelibatan masyarakat dalam pengembangan sekolah Rosyanda,
2004; 1). Dalam UU no.20 tahun 2003 tentang pendidikan Nasional pasal 1 ;dijelaskan
bahwa pendidikan adalah salah satu usaha yang sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, keribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara (Depdiknas, 2003 a;5).
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPS merupakan standart
minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan
dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan.Pencapaian SK dan KD
didasarkan pada pemberdayaan peeserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja
ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.
Kuranganya minat IPS dalam pembelajran IPS di karenakan oleh ketidak tepatan
guru dalam memilih metodologi pembelajran. Pada umunya setelah bel masuk guru
biasanya memulai pelajaran dengan bercerita atu bahkan membaca apa yang ditulis
dalam di buku ajar dan akhirnya menutup pelajaran setelah bel berbunyi. Hal ini hanya
membuat siswa bosan karena guru hanya memaparkan fakta krnologis dan peristiwa,
sehingga pelajran IPS di rasa murid hanyalah mengulang hal-hal yans sama dari tingkat
sekolah dasar sampai pendidikan menengah. Dan juga disebabkan minat baca siswa
terlalu rendah dan juga kemampuan.Maka kondisi tersebut mendukung bahwa
Purwaningsih, Penerapan Model Pembelajaran Discovery….
107
pentingnya manfaat dari pelajaran IPS tidak mungkin dengan mudah dapat
terwujud.Oleh karena itu, diperlukan strategi pembelajaran atau metode pembelajaran
yang tepat sesuai dengan kondisi siswa dimana proses pembelajaran diupayakan dapat
mengaktifkan siswa serta mengikutsertakan siswa dalam proses belajar mengajar.
Salah satu alternatif untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dipaparkan
di atas adalah model pembelajaran yang tepat bagi siswa serta dapat memecahkan
masalah yang dihadapi. Hudojo (Purmiasa, 2002: 104) mengatakan bahwa model
pembelajaran akan menentukan terjadinya proses belajar mengajar yang selanjutnya
menentukan hasil belajar. Berhasil tidaknya proses belajar mengajar tergantung pada
pendekatan, metode, serta teknik mengajar yang dilakukan oleh guru. Untuk itu, guru
diharapkan selektif dalam menentukan dan menggunakan model pembelajaran. Dalam
proses belajar mengajar guru harus menguasai prinsip–prinsip belajar mengajar serta
mampu menerapkan dalam proses belajar mengajar. Prinsip – prinsip belajar mengajar
dalam hal ini adalah model pembelajaran yang tepat untuk suatu materi pelajaran
tertentu.
Pembelajaran melalui penerapan model Discovery “TRIPLE B-NET” (Baca
Buku & Browshing Internet) diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif untuk
membuat suasana yang menyenangkan diri sehingga pembelajaran lebih bermakna,
tidak membosankan dan nyaman. Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas,
maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan menjadi permasalahan sebagai berikut: (1)
Apakah penerapan model pembelajaran Discovery “TRIPLE B-NET’ (Baca Buku &
Browshing Internet) pada Pembelajaran Karakteristik Negara Maju Dan Negara
Berkembang Dunia, dapat meningkatkan kreativitas Siswa Kelas IX C Semester Ganjil
Di SMPN 4 Tanggul Kabupaten Jember Tahun 2014 – 2015?, (2) Apakah dengan
menggunakan model pembelajaran Discovery “TRIPLE B-NET’ (Baca Buku &
Browshing Internet) pada pembelajaran Karakteristik Negara Maju dan Negara
Berkembang dapat meningkatkan antara nilai dari sebelum dilaksanakan dengan
sesudah dilaksanakan ?. Sedangkan tujuannya; (a) mengetahui dan mengkaji tentang
apakah penerapan model pembelajaran Discovery “TRIPLE B-NET” pada
Pembelajaran IPS Terpadu dapat meningkatkan Kreativitas Siswa Kelas IX C Semester
Ganjil Di SMPN 4 Tanggul Kab.Jember Tahun 2014- 2015, (b) mengetahui dan
mengkaji tentang apakah dengan menggunakan model pembelajaran Discovery
“TRIPLE B-NET’ (Baca Buku & Browshing Internet) pada pembelajaran Karakteristik
Negara Maju dan Negara Berkembang dapat meningkatkan antara nilai mata pelajaran
IPS Terpadu dari sebelum dilaksanakan dengan sesudah dilaksanakan..
Sesuai dengan uraian tujuan penelitian diatas, manfaat yang akan dicapai dari
penelitian ini adalah : bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai salah satu media untuk
memperluas suatu wawasan tentang disiplin ilmu yang ditekuni. Bagi guru secara
umum, sebagai bahan masukan dalam menetukan model pembelajaran yang tepat
dalam rangka meningkatkan kualitas proses belajar mengajar khususnya mata pelajaran
IPS, sedangkan bagi lembaga pendidikan dan sekolah yang terkait, diharakan dapat
memberikan sumbangan pemikiran demi peningkatan mutu pendidikan dan bagi peneliti
yang lain, dapat bermanfaat sebagai referensi dalam kegiatan penelitian yang sejenis
Model Pembelajaran Discovery “TRIPLE B-NET” (Baca Buku & Browshing
Internet) adalah suatu prosedur pembelajaran yang menitik beratkan pada keaktfan
siswa untuk dapat menemukan sendiri konsep atau prinsip - prinsip dalam pembelajaran
melalui aktivitas bacabuku dan aktif Browshing informasi yang up to date melalui
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (105-114)
108
internet. Kreativitas siswa adalah bentuk proses belajar mengajar yang lebih
mengutamakan berfikir secara kreatif dalam memahami konsep-konsep pembelajaran
METODE
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilakukan pada siswa kelas IX-C Kelas uji
coba dan kelas IX-D ( kelas control) di SMP Negeri 4 Tanggul Jember, pada semester
Ganjil Tahun Pelajaran 2014-2015 yang terdiri dari 2 (dua) siklus. Dalam pelaksanaan
penelitian ini, peneliti berusaha mengkaji, merefleksi secara mendalam terhadap proses
pembelajaran yang menggunakan model Discovery “TRIPLE B-NET” sebagai upaya
meningkatkan kreativitas siswa. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain : (1) Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, (2) alat bantu belajar, yang
berupa peta, atlas dan globe, (3) daftar siswa sesuai dengan kemapuannya berdasar atas
nilai ulangan harian sebagai acuan dalam membentuk kelompok diskusi siswa, (4)
lembar observasi untuk mengamati kreativitas siswa, (5) lembar pertanyaan –
pertanyaan yang akan digunakan pada saat wawancara terhadap siswa mengenai
tanggapan siswa pada kegiatan belajar dalam model pembelajaran discovery “TRIPLE
B-NET”dan metode tes tertulis yang hasilnya dapat dilihat pada nilai pada raport yang
dijadikan pada sasaran penelitian yaitu pada kelas uji coba (kelas IX-C) dan kelas
kontrol (kelas IX-D).
Penggunaan metode observasi, wawancara dan metode tes dalam penelitian ini
karena antara metode-metode tersebut satu dengan yang lain memiliki keterbatasan
misalnya tes memiliki kelemahan tidak mampu menghubungkan value (nilai), namun
metode tes mampu mengukur pencapaian kompetensi kognitif siswa dengan tepat.
Peneliti menggunakan metode observasi karena dapat digunakan untuk
mengamati perilaku siswa ( afektif), minat dan motivasi ketika pembelajaran sedang
berlangsung, dan menggunakan metode wawancara untuk menggali secara mendalam
minat dan motivasi siswa untuk peningkatan pembelajaran umumnya dan mapel IPS
Terpadu khususnya, serta menggunakan metode tes untuk mengetahui nilai antara kelas
uji coba dan nilai kelas kontrol antara sebelum dilaksanakan dan setelah dilaksanakan
penerapan metode Discovery ““TRIPLE B-NET”.
Metode pengumpulan data adalah cara- cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data ( Arikunto. 1993: 136) . Pengumpulan data dalam penelitian
iniadalah untuk memperoleh bahan-bahan yang relevan, akurat dan dapat digunakan
dengan tepat sesuai dengan tujuan penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode observasi, wawancara, dan metode tes.
Analisis data merupakan cara yang paling menetukan untuk menyusun dan
mengolah data yang terkumpul, sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang
dapat dipertanggungjawabkan. Analisa data pada penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif terhadap dat yang di dapat dari hasil wawancara dan observasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang
dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan
pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu,
melalui keterlibatan siswa ssecara aktif dalam proses pembelajaran.
Purwaningsih, Penerapan Model Pembelajaran Discovery….
109
Menurut Wilcox (Slavin, 1977), dalam pembelajaran dengan penemuan siswa
didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki
pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan
prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner adalah metode belajar
yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari
prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner
ialah pendapat dari piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif
didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya
discovery learning, yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari
dengan suatu bentuk akhir.
Menurut Bell (1978) belajar penemuan adalah belajar yang terjadi sebagia hasil
dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan mentransformasikan informasi
sedemikian sehingga ie menemukan informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa
dapat membuat perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan
kebenaran dengan menggunakan prose induktif atau proses dedukatif, melakukan
observasi dan membuat ekstrapolasi.
Pembelajaran penemuan merupakan salah satu model pembelajaran yang
digunakan dalam pendekatan konstruktivis modern. Pada pembelajaran penemuan,
siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-
konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan
melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau
konsep-konsep bagi diri mereka sendiri.
Pembelajaran Discovery learning adalah model pembelajaran yang mengatur
sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu
tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.
Dalam pembelajaran discovery learning, mulai dari strategi sampai dengan jalan
dan hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat
Maier (Winddiharto:2004) yang menyatakan bahwa, apa yang ditemukan, jalan, atau
proses semata – mata ditemukan oleh siswa sendiri.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara
belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang
diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa.
Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba
memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di transfer dalam
kehidupan bermasyarakat.
Hasil Penelitian Pada Siklus I
Hal – hal yang diamati terhadap aktivitas siswa adalah mengenai perubahan
tingkah laku yang berhubungan dengan kreativitas diantaranya adalah mengenai hasrat
keingintahuan, partisipasi siswa dalam melaksanakan tugas, dan cara siswa menanggapi
pertanyaan yang diajukan guru.
Tabel 1. Hasil Observasi Kreativitas Siswa Kelas IX-C (kelas uji coba). Setelah
PelaksanaanTindakan Siklus I Terhadap Indikator Hasrat Keingintahuan Siswa,
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (105-114)
110
Partisipasi Siswa Dalam Melaksanakan Tugas Dan Cara Siswa Menanggapi Pertanyaan
Guru.
No. Indikator
Jumlah siswa yang
mendapat skor Skor
rata - rata 1 2 3 4 5
1. Hasrat keingintahuan siswa 2 3 20 10 7 3,4
2. Partisipasi siswa dalam
melaksanakan tugas 3 5 15 9 10 3,4
3.
Kemampuan siswa
menanggapi pertanyaan yang
diajukan guru
4 6 16 6 10 3,3
Skor rata – rata kreativitas 3,4
Tabel 2. Hasil Angket Kreativitas Siswa Kelas IX – C (kelas uji coba) Setelah
Pelaksanaan Tindakan Siklus I Terhadap Indikator : Latar Belakang Kegiatan Membaca
Siswa
No. Indikator Aspek yang ingin diketahui Jumlah
siswa %
1.
Latar belakang
kegiatan
membaca
siswa
a. Mencari informasi dari berbagai
buku dan sumber lainnya (
Browshing Internet)
b. Mencari informasi dari satu buku
c. Tidak berusaha mencari buku
apapun selain buku paket.
7
13
22
17%
31%
52%
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa kreativitas siswa pada kelas kontrol
menunjukkan skor rata – rata sebesar 3,4. Pada beberapa aspek dalam indikator
kreativitas belum mencapai standar yang telah ditetapkan peneliti, yaitu peningkatan
kreativitas siswa.Selain itu, masih banyak siswa yang memiliki kreativitas sangat
rendah pada semua indikator yang diteliti. Demikian pula dengan hasil angket pada
table 2 menunjukkan bahwa kreativitas siswa masih rendah karena lebih dari 50% siswa
tidak mau mencari informasi dari buku apapun yang berkaitan dengan pelajaran.
Berdasarkan tindakan pada siklus I, baik yang dilihat dari hasil observasi
maupun angket belum memenuhi standar yang ditetapkan peneliti. Hal tersebut
dikarenakan oleh kekurangan – kekurangan yang terdapat pada siklus I diantaranya
adalah :
1. Siswa kurang siap dalam menerima pelajaran, hal tersebut nampak pada saat
kegiatan belajar mengajar berlangsung masih banyak siswa yang ramai di kelas
akhirnya kurang fokus terhadap pelajaran.
2. Banyak diantara siswa yang tidak membawa buku penunjang, sehingga kegiatan
discovery kurang berjalan efektif karena banyak siswa yang masih mondar – mandir
ke kelompok lain.
Hal tersebut merupakan masalah dalam kegiatan belajar mengajar yang perlu
diadakan tindakan perbaikan pada siklus II.
Hasil Penelitian Pada Siklus II Pelaksanaan tindakan perbaikan pada siklus II sama dengan pelaksanaan
tindakan pada siklus I, namun pada pelaksanaan siklus II peneliti lebih mengoptimalkan
penggunaan model pembelajaran discovery “TRIPLE B-NET”, yaitu dengan
Purwaningsih, Penerapan Model Pembelajaran Discovery….
111
memperbaiki semua kekurangan yang terdapat pada siklus I diantaranya adalah ketika
siklus I berakhir, guru mensosialisasikan kepada siswa mengenai metode pembelajaran
discovery”TRIPLE B-NET” sehingga siswa termotivasi untuk meningkatkan
kreativitasnya. Selain itu, saat mengawali pelajaran, guru membangun motivasi siswa
dengan mengajukan beberapa pertanyaan tentang materi yang lalu, dan ketika kegiatan
discovery”TRIPLE B-NET” berlangsung, guru memberikan penegasan dan pengarahan
terhadap tugas yang akan dikerjakan siswa.
Hal – hal yang diamati terhadap aktivitas siswa adalah mengenai perubahan
tingkah laku yang berhubungan dengan kreativitas diantaranya adalah mengenai hasrat
keingintahuan, partisipasi siswa dalam melaksanakan tugas dan cara siswa menanggapi
pertanyaan yang diajukan oleh guru. Berikut adalah hasil observasi terhadap siswa dan
angket setelah pelaksanaan tindakan siklus II :
Tabel 3. Hasil Observasi Kreativitas Siswa Kelas IX-D (kelas kontrol) Setelah
Pelaksanaan Tindakan Siklus II Terhadap Indikator : Hasrat Keingintahuan Siswa,
Partisipasi Siswa Dalam Melaksanakan Tugas Dan Cara Siswa Menanggapi Pertanyaan
Guru
No. Indikator
Jumlah siswa yang mendapat
skor Skor rata
- rata 1 2 3 4 5
1. Hasrat keingintahuan siswa - 2 13 10 17 4,0
2. Partisipasi siswa dalam
melaksanakan tugas - 1 11 12 18 4,1
3.
Kemampuan siswa
menanggapi pertanyaan
yang diajukan guru
- 2 9 11 20 4,2
Skor rata – rata kreativitas 4,1
Tabel 4. Hasil Angket Kreativitas Siswa Kelas IX – D (kelas kontrol) Setelah
Pelaksanaan Tindakan Siklus II Terhadap Indikator : Latar Belakang Kegiatan
Membaca Siswa
No. Indikator Aspek yang ingin
diketahui
Jumlah
siswa %
1.
Latar belakang kegiatan
membaca siswa
a. Mencari informasi
dari berbagai buku
dan sumber lainnya
(Browshing
Internet)
b. Mencari informasi
dari satu buku
c. Tidak berusaha
mencari buku
apapun selain buku
paket
25
12
5
60%
28%
12%
Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukkan bahwa kreativitas siswa pada siklus II
sudah mengalami peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan skor rata – rata
kreativitas pada siklus I yaitu sebesar 0,7.Pada beberapa aspek dalam indikator
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (105-114)
112
kreativitas sudah mencapai standar yang telah ditetapkan peneliti, yaitu peningkatan
kreativitas siswa. Demikian pula dengan hasil angket tabel 4 menunjukkan bahwa
kreativitas siswa sudah mengalami peningkatan karena lebih dari 50% siswa tidak
hanya mencari dari satu buku bahkan untuk memenuhi keingintahuan mereka, para
siswa mencari informasi yang terbaru (up to date) melalui media internet yang bisa di
akses di sekolah.
Sebelum diadakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan
discovery, kreativitas siswa masih rendah yaitu sebesar 2,7. Tetapi setelah diadakan
tindakan kelas dengan teknik – teknik yang benar, kreativitaas siswa cenderung
meningkat. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5. Perbandingan Tingkat kreativitas Siswa
No. Indikator Tingkat Kreativitas Siswa
Sebelum
PTK
Siklus I Siklus II
1. Hasrat Keingintahuan Siswa 2,7 3,4 4,0
2. Partisipasi siswa dalam
melaksanakan tugas
2,7 3,4 4,1
3. Kemampuan siswa
menanggapi pertanyaan yang
diajukan guru
2,8 3,3 4,2
Sedangkan bila kreativitas siswa dilihat dari indikator latar belakang
membaca siswa, dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Table 6. Perbandingan Tingkat Kreativitas Siswa
No. Indikator Aspek yang ingin
diketahui
Sebelum
PTK Siklus I
Siklus II
1. Latar
belakang
membaca
siswa
a. Mencari informasi
dari berbagai buku
dan sumber lainnya
(Browshing
Internet)
b. Mencari informasi
dari satu buku
c. Tidak berusaha
mencari buku
apapun selain buku
paket
17%
22%
60%
17%
31%
52%
60%
28%
12%
Pembahasan Dari tabel 5.1 diatas dapat dilihat bahwa kreativitas siswa terus mengalami
peningkatan. Pada ketiga indikator yaitu hasrat keingintahuan siswa, partisipasi siswa
dalam melaksanakan tugas dan cara siswa menanggapi pertanyaan guru rata – rata
setelah dilakukan siklus I mengalami peningkatan sebesar 0,7. Hal yang sama juga
terjadi pada siklus II yaitu kreativitas siswa mengalami peningkatan yang cukup
Purwaningsih, Penerapan Model Pembelajaran Discovery….
113
signifikan yaitu dari skor rata – rata kreativitas pada siklus I sebesar 3,4 menjadi 4,1
pada siklus II yaitu mengalami peningkatan sebesar 0,7.
Pada tabel 5.2 terlihat bahwa dengan indikator latar belakang membaca siswa,
kreativitas siswa untuk mencari informasi yang relevan dengan mata pelajaran selalu
mengalami peningkatan.Sebelum PTK terlihat bahwa minat baca siswa sangat rendah
namun hal tersebut mengalami peningkatan pada siklus I dimana telah ada siswa yang
berinisiatif untuk membaca buku walaupun presentasenya belum memenuhi harapan
peneliti. Namun pada siklus II terjadi peningkatan yang sangat mengejutkan, dimana
minat baca siswa menjadi berbanding terbalik bila dibandingkan pada siklus I. Para
siswa malah tidak hanya mencari materi dari buku penunjang saja mereka bahkan
berusaha untuk meningkatkan pengetahuan mereka terhadap materi melalui media
internet.
Dari hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi hasil
belajar dari 75% menjadi 90 % atau terjadi kenaikan sebesar 15%., sehingga peneliti
berharap agar metode pembelajaran Discovry “TRIPLE B-NET” dapat digunakan
sebagai kontribusi untuk pembelajaran mata pelajaran IPS Terpadu khususnya dan
mata pelajaran lain secara umum.
Ternyara dari uji coba dan riset yang dilaksanakan oleh peneliti tidak
bertentangan, sehingga hipotesis terjawab, dan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
peneliti yang lain demikian juga memiliki kesetaraan pada hasil yang telah disimpulkan
(Elvira-yunita-utami.Penerapan Metode Dicsovery Learning pada Pembelajaran
Matematika dalam Usaha Peningkatan Motivasi Pembelajaran Matematika Siswa Kelas
VIII SMP Neg 2 Pengasih Kabupatan.Kulon Progo).
SIMPULAN Dari hasil pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas melalui analisis data maka
dapat disimpulkan bahwa: penerapan Model Pembelajaran Discovery”TRIPLE B-NET”
PenelitianTindakan Kelas ini dilaksanakan dengan tujuan meliputi (1) Meningkatkan
partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar.(2). upaya meningkatkan kualitas
metode yang dikembangkan dalam pembelajaran. (3).Memberi motivasi kepada siswa
untuk meningkatkan kreativitasnya. (4).Menciptakan suasana kelas yang lebih kondusif
terhadap proses belajar mengajar. siklus 2 yang dilakukan. minat baca siswa juga
mengalami peningkatan secara signifikan bahkan siswa juga berinisiatif untuk mencari
tambahan informasi untuk melengkapi materi pelajarannya dari browshing internet. Hal
ini menunjukkan bahwa hipotesa dalam penelitian ini telah terajawab dengan model
discovery”TRIPLE B-NET” selain meningkatkan kreativitas siswa, juga dapat
meningkatkan pola berpikir kritis dan kontruktif dan menciptakan suasana kelas lebih
kondusif terhadap proses belajar mengajar.
Dengan demikian penerapan dari metode Discovery”TRIPLE B-NET” dapat
meningkatkan prestasi hasil belajar siswa dari 75% menjadi 90.% sehingga terjadi
kenaikan prestasi hasil belajar pada nilai rapot. Untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran atau meningkatkan kreativitas siswa maka peneliti dapat memberikan
saran sebagai berikut : (a) Bagi Pengajar IPS khususnya dan pengajar mata pelajaran
lain pada umumnya sebaiknya menggunakan model pembelajaran Dicovery”TRIPLE B-
NET” dalam proses pembelajaran sebagai salah satu variasi model pembelajaran, (c)
Untuk meningkatkan ketertarikan siswa pada materi dan peningkatan penghayatan
terhadap materi pembelajran guru dapat dilakukan dengan menerapkan model
pembelajaran Discovery “TRIPLE B-NET”.
METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (105-114)
114
Bagi lembaga pendidikan dan lembaga lain yang terkait, hasil penelitian dapat
merupakan bahan masukkan yang berguna dan juga sebagai umpan balik bagi
kebijaksanaan yang diambil dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran dan perlu
dilakukan penelitian sebagai kelanjutan dari kajian ini demi tercapainya pembelajaran
yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Ardi-lamadi.blogspot.com/2010/02/peningkatan-hasil-belajar-matematika
Elvira-yunita-utami.Penerapan Metode Dicsovery Learning pada Pembelajaran
Matematika dalam Usaha Peningkatan Motivasi Pembelajaran Matematika
Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Pengasih Kabupatan.Kulon Progo
http-3A-2Findex-of-ppt.com-2FMetode-2Pembelajaran-2FDiscovery-2FLearning-2F
Ratumanan, T. G. 2004. Belajar dan Pembelajaran edisi kedua.Unesa University Press.
Diposkan oleh Marry di 06.18