itp idopatik trombositopenia
DESCRIPTION
idiopatik trombositopenia purpuraTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
Idiopatik Trombositopeni Purpura
Disusun Oleh :
Widya Ilmiaty Kamrul
030.10.083
Pembimbing :
dr. Virginia, Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 14 SEPTEMBER - 22 NOVEMBER 2015
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
Purpura trombositopenik idiopatika ialah suatu penyakit perdarahan didapat
(acquired) sebagai akibat dari penghancuran trombosit yang berlebihan, ditandai dengan
trombositopenia (trombosit <150.000/mm3), purpura, gambaran darah tepi yang umumnya
normal, dan tidak ditemukan penyebab trombositopenia yang lainnya. Klasifikasi ITP adalah
akut dan kronik disebut kronik bila trombositopenia menetap lebih dari 6 bulan. Diperkirakan
ITP merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan didapat yang banyak ditemukan
oleh dokter anak, dengan insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak
pertahun. Di Bagian Anak RSUD Dr. Soetomo terdapat 22 kasus baru pada tahun 2000.
Umumnya ditemukan pada anak berusia antara 2 sampai 10 tahun, tidak terdapat perbedaan
insiden antara laki-laki dan perempuan. Kelainan ini juga bisa terjadi pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang juga menderita ITP.1
Penyebab ITP adalah kelainan autoimun sehingga penghancuran trombosit dalam
sistem retikuloendotelial meningkat. Kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau
imunisasi yang disebabkan oleh respon sistem imun yang tidak tepat (inappropriate). Akhir-
akhir ini ITP juga sering disebut sebagai immune thrombocytopenic purpura (purpura
trombositopeni imun).1
BAB II
2
PRESENTASI KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS I
Nama Mahasiswa : Widya Ilmiaty Kamrul
Pembimbing : dr. Virginia, SpA
NIM : 030.10.083 Tanda tangan:
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. F Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 4 tahun Suku Bangsa : Sunda
TTL : Jakarta, 8 September 2011 Agama : Islam
Alamat : Jl. Menteng Pasar Rumput, RT 07, RW 02 Pendidikan : -
Pasar Manggis Setiabudi.
Orang tua / Wali
Ayah: Ibu :
Nama : Tn. F
Umur : 35 tahun
Alamat : Jl. Menteng Pasar Rumput, RT 07,
RW 02, Pasar Manggis Setiabudi
Pekerjaan : Wiraswasta
Penghasilan: Rp. 3.000.000,00
Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam
Nama : Ny. L
Umur : 27 tahun
Alamat : Jl. Menteng Pasar Rumput, RT 07,
RW 02, Pasar Manggis Setiabudi
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penghasilan: -
Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam
Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung
I. RIWAYAT PENYAKIT
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. L (ibu kandung pasien).
Lokasi : Bangsal lantai VI Timur, kamar 612.
Tanggal / waktu : 16 September 2015 pukul 15.00 WIB.
Tanggal masuk : 15 September 2015 pukul 12.00 WIB.
3
Keluhan utama : Timbul lebam-lebam ditubuh sejak 5 hari SMRS (tanggal 10
September 2015)
Keluhan tambahan : Demam, riwayat mimisan.
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih diantar oleh ibu dan ayahnya dengan
keluhan timbul lebam-lebam ditubuh sejak 5 hari SMRS. Lebamnya tidak nyeri, mulanya
berwarna biru lalu menjadi kehitaman. Awalnya lebam timbul di kelopak mata kiri, lalu
diperut sebelah kiri dan banyak di kedua kaki. Lebam semua berukuran kecil tidak lebih dari
2cm. Tidak ada riwayat jatuh maupun benturan. Saat ini tidak ada keluhan gusi berdarah,
tidak ada timbul bintik-bintik merah dikulit dan tidak ada mimisan. Ibu pasien juga
mengatakan, pasien tidak pernah mengeluh mengalami kelelahan saat bermain maupun
beraktivitas lain, pasien juga tidak pernah telihat pucat. Pasien sedang tidak dalam
pengobatan ataupun mengkonsumsi obat-obatan. Tidak ada penurunan berat badan yang
dialami oleh pasien dan mafsu makan baik. Buang air kecil lancar tidak ada keluhan, tidak
ada sakit maupun keluar kecing berdarah saat buang air kecil. Buang air besar lancar tidak
ada keluhan diare maupun buang air besar berdarah. Nyeri pada sneid juga disangkal.
Ibu pasien mengatakan, pasien mengalami demam sejak 5 hari SMRS. Demam
dirasakan naik turun, turun setelah minum obat penurun panas. Demam dirasakan dengan
perabaan tangan, terasa hangat dan tidak pernah tinggi. Pasien diberikan obat penurun panas
dari dokter saat pasien dirawat di RS Tebet sebelumnya. Batuk, pilek dan mata berair
disangkal.
Pasien sebelumnya dirawat di RS Tebet selama 1 minggu dan baru keluar 6 hari
SMRS. Pada saat itu, pasien datang ke RS Tebet dengan keluhan mimisan yang tidak
berhenti. Mimisan ditangani dengan ditekan dengan kassa, darah baru berhenti setelah kassa
kedua. Dilakukan pemeriksaan laboratorium dan didapatkan hasil trombosit rendah sehingga
dilakukan transfusi darah 4 kantong trombosit dan 1 kantong PRC. Setelah itu kondisi pasien
membaik dan dibolehkan pulang oleh dokter.
B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN
4
KEHAMILAN
Morbiditas
kehamilan
Tidak ada. Hipertensi (-), diabetes mellitus (-),
anemia (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-),
infeksi pada kehamilan (-), asma (-)
Perawatan antenatal ANC rutin selama hamil ke bidan, imunisasi TT
(+) 2 kali
KELAHIRAN
KELAHIRAN
Tempat persalinan Rumah Bersalin
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinanSpontan
Masa gestasi 38 minggu (cukup bulan)
Keadaan bayi
Berat lahir : 3300 gram
Panjang lahir : 47 cm
Lingkar kepala : tidak tahu
Langsung menangis (+)
Merah (+)
Pucat (-)
Biru (-)
Kuning (-)
Nilai APGAR : tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan/kelahiran: Pasien lahir spontan, neonatus cukup bulan
dengan berat badan lahir sesuai masa kehamilan.
C. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : Umur 7 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap : Umur 5 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Umur 7 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 10 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 13 bulan)
Bicara : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
5
Perkembangan pubertas
Rambut pubis : -
Payudara : -
Menarche : -
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : baik sesuai usia.
D. RIWAYAT MAKANAN
Umur
(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0 – 2 ASI - - -
2 – 4 ASI - - -
4 – 6 ASI - - -
6 – 8 ASI + PASI + + +
8 – 10 ASI + PASI + + +
10 -12 ASI + PASI + + +
Kesimpulan riwayat makanan: Pasien tidak mengalami kesulitan makan.
E. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG 2 bulan X X
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Campak 9 bulan X X
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan
Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar lengkap.
F. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
NoTanggal lahir
(umur)Jenis
kelaminHidup
Lahir mati
AbortusMati
(sebab)Keterangan kesehatan
1.8 September 2011 (4 tahun)
Perempuan + - - - Pasien (sakit)
6
b. Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. F Ny. S
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 35 tahun 26 tahun
Pendidikan terakhir SMA SMA
Agama Islam Islam
Suku bangsa Jawa-Sunda Jawa-Sunda
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Penyakit, bila ada - -
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada di keluarga yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien. Riwayat
penyakit asma, alergi, darah tinggi, penyakit jantung dan kencing manis disangkal.
Kesimpulan riwayat keluarga: tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien.
G. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)
Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : pasien belum pernah sakit seperti
ini sebelumnya.
H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
Pasien tinggal bersama ayah dan ibunya dan dirumah milik sendiri. Rumah memiliki
ventilasi yang cukup, jendela dibuka tiap pagi agar udara dan sinar matahari dapat masuk ke
dalam rumah. Sumber air bersih untuk keperluan sehari-hari menggunakan air dari PAM.
Sumber air minum dari air galon. Tempat pembuangan sampah di depan rumah dan setiap
7
hari diangkut oleh petugas kebersihan. Jarak antara sumur dan septik tank lebih dari 15 meter.
Daerah tempat tinggal adalah perumahan padat penduduk.
Kesimpulan keadaan lingkungan: Lingkungan perumahan cukup baik, tetapi padat
penduduk.
I. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI
Ayah pasien bekerja sebagai pedagang dengan penghasilan Rp.3.000.000,-/bulan.
Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Menurut ibu pasien penghasilan tersebut
cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Sehari-hari pasien diasuh oleh ibunya.
Kesimpulan sosial ekonomi: penghasilan ayah pasien tersebut cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 16 September 2015 jam 15.00 WIB di bangsal lantai V timur kamar 512.
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Kesan Gizi : cukup
Keadaan lain : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)
Data Antropometri
Berat Badan sekarang : 15 kg
Panjang Badan : 95 cm
Lingkar kepala : 45 cm
Lingkar lengan atas : 15 cm
Status Gizi
- BB / U = 15/16 x 100 % = 93,75% (Gizi baik)
- TB / U = 95/100 x 100 % = 95% (Tinggi normal)
- BB / TB = 15/ 14 x 100 % = 107% (Gizi baik)
Berdasarkan kurva CDC gizi anak termasuk dalam gizi baik.
8
Tanda Vital
Nadi : 110 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Nafas : 24 x /menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 3
Suhu : 38,2 °C, axilla (diukur dengan thermometer air raksa)
KEPALA : Lingkar kepala: 45 cm (Menurut kurva Naeilaus: >-2SD - <+2/
Normocephali), ubun-ubun besar sudah menutup
RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, tipis
WAJAH : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut
MATA :
Alis mata merata, madarosis (-)
Bulu mata hitam, merata, trikiasis (-)
Visus : normal Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjungtiva anemis : -/- Cekung : -/-
Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Endophtalmus : -/- Lensa jernih : +/+
Strabismus : -/- Pupil : bulat, isokor
Nistagmus : -/-
Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+
Lebam biru dikelopak mata -/+
TELINGA :
Bentuk : normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang +/+ Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/-
HIDUNG :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung: -/-
Sekret : -/- Deviasi septum : -
Mukosa hiperemis : -/- Konka eutrofi : +/+
BIBIR : mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-)
9
MULUT : trismus (-),oral hygiene baik, tumbuh gigi (+), mukosa gusi dan pipi
berwarna merah muda.
LIDAH : normoglosia, mukosa merah muda (-), atrofi papil (-), tremor (-), coated
tongue (-)
TENGGOROKAN : Arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula ditengah
LEHER : bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB,
tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB,
trakea teraba di tengah
THORAKS : Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, deformitas (-), retraksi suprastrenal (-),
retraksi intercostal (-), retraksi subcostal (-)
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas kanan jantung ICS III-V linea sternalis dextra
Batas atas jantung ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
PARU
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada
pernapasan yang tertinggal, pernapasan abdomino-torakal, retraksi
suprastrenal (-), retraksi intercostal (-), retraksi subcostal (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di kedua hemithoraks paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
ABDOMEN :
Inspeksi : perut datar, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut
maupun benjolan, roseola spot (-), kulit keriput (-), gerakan peristaltik (-),
terdapat lebam biru diperut bagian kiri.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-) hampir menyeluruh di regio abdomen, turgor
kulit baik. Hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut
Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 3 x / menit
GENITALIA : Jenis kelamin perempuan
KGB :
10
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
ANGGOTA GERAK :
Ekstremitas : akral hangat pada keempat ekstremitas, CRT 2 detik.
Terdapat lebam-lebam biru pada kedua tungkai bawah.
STATUS NEUROLOGIS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biseps + +
Triceps + +
Patella + +
Achiles + +
Refleks Patologis Kanan Kiri
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Rangsang meningeal
Kaku kuduk -
Kanan Kiri
Kerniq - -
Laseq - -
Bruzinski I - -
Bruzinski II - -
11
KULIT : warna sawo matang merata, pucat (-), ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit
baik, lembab, pengisian kapiler 2 detik, petechie (-), lebam-lebam biru (+)
pada kelopak mata, perut bagian kiri dan kedua tungkai bawah.
TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium dari IGD pada tanggal 15 September 2015:
Hematologi Hasil Nilai Normal
Leukosit 10 ribu/μL 6-17,5
Eritrosit 5,8 jt/μL 3.7 - 5.7
Hemoglobin 14,3 g/dL 10,8-12,8
Hematokrit 42 % 31-43
Trombosit 34 ribu/μL 229-553
MCV 73,0 fL 72 – 88
MCH 24,9 pg 23 –31
MCHC 34,1 g/dL 32 –36
RDW 24,9% <14
Faal Hemostasis
Protrombin Time (PT)
Kontrol 14,20 detik
Pasien 16,5 detik 12-17
Masa Tromboplastin (APTT)
Kontrol 33,2 detik
Pasien 30,3 detik 20 – 40
Kimia Klinik Ginjal
Ureum 23 mg/dL 11-39
Kretinin 0,44 mg/dL <1,0
12
Imunoserologi Autoimmune
CRP Kuantitatif <5mg/L <5
IV. RESUME
Pasien anak, perempuan berusia 4 tahun, datang diantar oleh ibunya ke poli RS Budhi
Asih dengan keluhan timbul lebam-lebam biru secara tiba-tiba sejak 5 hari SMRS, demam
naik turun dan turun dengan minum obat. sebelumnya, pasien dirawat di RS Tebet (6 hari
SMRS) dengan keluhan mimisan yang tidak berhenti dan mendapat transfusi 4 kantong
trombosit dan 1 kantong PRC. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis. Dari tanda vital didapatkan subu
38,20C. Lebam-lebam biru didapatkan pada kelopak mata kiri, perut bagian kiri dan kedua
tungkai bawah. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 15 september 2015 didapatkan
hemoglobin 14,39 g/dL (↑) dan trombosit 34 ribu/µL (↓).
V. DIAGNOSIS BANDING
ITP akut
Hematom et causa trauma
Hematom et causa penggunaan obat
Leukemia
Anemia aplastik
Infeksi HIV
VI. DIAGNOSIS KERJA
ITP akut
VI. PEMERIKSAAN ANJURAN
-Pemeriksaan hematologi rutin ulang
-Pemeriksaan gambaran darah tepi
-Pemeriksaan urin lengkap
-Pemeriksaan feses lengkap
13
FOLLOW UP
Tgl S O A P
16/9/
2015
HP2
BB
15kg
TB
95cm
- Demam (-)
- Mimisan (-)
- Perdarahan
gusi (-)
- Lebam baru
(-)
- Perdarahan
baru (-)
- TSS, CM
- N: 120 x/menit
- S: 37C
- R: 24 x/menit
- Normosefali
- Mata: CA -/-, SI -/-
- Mulut: sianosis -, kering +
- Thoraks: SNV, W -/-. R -/-;
BJ 1 dan 2 reg, m -, g -
- Abdomen: supel, BU +
- Ekstremitas: akral hangat +,
edema (-), CRT < 2 detik
- Kulit: lebam biru pada
kelopak mata kiri, perut
bagian kiri dan pada kedua
tungkai bawah.
ITP akut - Metilprednisolon
3x5mg po
- TC 3x150 (I)
- Diet MLLC
-Cek, GDT, UL, FL
17/9/
2015
HP-3
BB:
15 kg
- Demam (-)
- Mimisan (-)
- Perdarahan
gusi (-)
- Lebam baru
(-)
- Perdarahan
baru (-)
- TSS, CM
- N: 120 x/menit
- S: 36,6C
- R: 24 x/menit
- Normosefali
- Mata: CA -/-, SI -/-
- Mulut: sianosis -, kering -
- Thoraks: SNV, W -/-. R -/-;
BJ 1 dan 2 reg, m -, g -
- Abdomen: supel, BU +
- Ekstremitas: akral hangat +,
CRT 2 detik
- Kulit: lebam biru pada
kelopak mata kiri, perut
ITP akut - Metilprednisolon
3x5mg po
- TC 3x150 (II)
- Diet MLLC
-Cek UL
14
bagian kiri dan pada kedua
tungkai bawah.
Pemeriksaan urin dan feses
pada tanggal 16 September
2015:
Makroskopik:
Warna Hijau
Konsistensi Lunak
Lendir Negatif
Darah Negatif
Mikroskopik:
Leukosit Negatif
Eritrosit Negatif
Amoeba coli Negatif
Amoeba hystolitica
Negatif
Telur cacing Negatif
Pencernaan:
Lemak Negatif
Amilum Negatif
Serat Positif
Sel ragi Negatif
URINALISIS
Urine lengkap
Warna Kuning
Kejernihan Agak keruh
15
Glukosa Negatif
Bilirubin Negatif
Keton Negatif
pH 6.5
Berat jenis 1.010
Albumin
urine
Negatif
Urobilinogen 0.2
Nitrit Negatif
Darah +1
Esterase
lekosit
Negatif
Sedimen urine
Leukosit 0-1
Eritrosit 3-5/LPB
Epitel Positif
Silinder Negatif
Kristal Negatif
Bakteri Negatif
Jamur Negatif
Hasil Gambaran darah Tepi
tanggal 16 September 2015:
Trombositopenia
18/9/
2015
HP-4
BB:
16 kg
- Demam (-)
- Mimisan (-)
- Perdarahan
gusi (-)
- Lebam baru
(-)
- Perdarahan
baru (-)
- TSS, CM
- N: 120 x/menit
- S: 36,6C
- R: 24 x/menit
- Normosefali
- Mata: CA -/-, SI -/-
- Mulut: sianosis -, kering -
- Thoraks: SNV, W -/-. R -/-;
BJ 1 dan 2 reg, m -, g -
ITP akut - venflon
- Diet MLLC
- Metil prednisolon
3x5mg p.o
- TC 3x150cc (III)
- Cek darah rutin post
TC III
16
- Abdomen: supel, BU +
- Ekstremitas: akral hangat +,
CRT 2 detik
Kulit: lebam biru pada kelopak
mata kiri, perut bagian kiri dan
pada kedua tungkai bawah.
Lab 17/9/2015:
URINALISIS
Urine lengkap
Warna Kuning
Kejernihan Jernih
Glukosa Negatif
Bilirubin Negatif
Keton Negatif
pH 6.5
Berat jenis 1.010
Albumin
urine
Negatif
Urobilinogen 0.2
Nitrit Negatif
Darah Negatif
Esterase
lekosit
Negatif
Sedimen urine
Leukosit 0-1
Eritrosit Negatif
Epitel Negatif
Silinder Negatif
Kristal Negatif
Bakteri Negatif
Jamur Negatif
17
19/9/
2015
HP-5
BB:
16 kg
- Demam (-)
- Mimisan (-)
- Perdarahan
gusi (-)
- Lebam baru
(-)
- Perdarahan
baru (-)
- TSS, CM
- N: 120 x/menit
- S: 36,6C
- R: 24 x/menit
- Normosefali
- Mata: CA -/-, SI -/-
- Mulut: sianosis -, kering -
- Thoraks: SNV, W -/-. R -/-;
BJ 1 dan 2 reg, m -, g -
- Abdomen: supel, BU +
- Ekstremitas: akral hangat +,
CRT 2 detik
- Kulit: lebam biru pada
kelopak mata kiri, perut
bagian kiri dan pada kedua
tungkai bawah.
Laboratorium 19/9/2015:
Hematologi Hasil
Leukosit 13,5 ribu/μL
Eritrosit 5,4 jt/μL
Hemoglobin 13,5 g/dL
Hematokrit 40 %
Trombosit 180 ribu/μL
MCV 74,2 fL
MCH 24,2 pg
MCHC 32,9 g/dL
RDW 17,4%
ITP akut -venflon
-MB
-Metilprednisolon
3x5mg p.o (rencana
tappering off)
-inj. Cefotaxim
3x500mg iv
20/9/
2015
- Demam (-)
- Mimisan (-)
- Perdarahan
- TSS, CM
- N: 120 x/menit
- S: 36,6C
ITP akut -venflon
-MB
-Metilprednisolon
18
HP-6
BB:
16 kg
gusi (-)
- Lebam baru
(-)
- Perdarahan
baru (-)
- R: 24 x/menit
- Normosefali
- Mata: CA -/-, SI -/-
- Mulut: sianosis -, kering -
- Thoraks: SNV, W -/-. R -/-;
BJ 1 dan 2 reg, m -, g -
- Abdomen: supel, BU +
- Ekstremitas: akral hangat +,
CRT 2 detik
- Kulit: lebam biru pada
kelopak mata kiri, perut
bagian kiri dan pada kedua
tungkai bawah.
3x5mg p.o (rencana
tappering off)
-inj. Cefotaxim
3x500mg iv
21/9/
2015
HP-7
- Demam (-)
- Mimisan (-)
- Perdarahan
gusi (-)
- Lebam baru
(-)
- Perdarahan
baru (-)
- TSS, CM
- N: 120 x/menit
- S: 36,6C
- R: 24 x/menit
- Normosefali
- Mata: CA -/-, SI -/-
- Mulut: sianosis -, kering -
- Thoraks: SNV, W -/-. R -/-;
BJ 1 dan 2 reg, m -, g -
- Abdomen: supel, BU +
- Ekstremitas: akral hangat +,
CRT 2 detik
- Kulit: lebam biru pada
kelopak mata kiri, perut
bagian kiri dan pada kedua
tungkai bawah.
ITP akut -venflon
-inj.cefotaxim
3x500mg
-metilprednisolon
3x5mg p.o
Hasil laboratorium
keluar : boleh pulang.
Obat pulang:
-cefixim 2x75mg
untuk 5 hari
-metilprednisolon
tappering off
3x2,5mg (3 hari)
2x2,5mg (2hari)
1x2,5mg (2 hari)
19
Laboratorium 19/9/2015:
Hematologi Hasil
Leukosit 13,5 ribu/μL
Eritrosit 5,4 jt/μL
Hemoglobin 13,5 g/dL
Hematokrit 40 %
Trombosit 203 ribu/μL
MCV 74,2 fL
MCH 24,2 pg
MCHC 32,9 g/dL
RDW 17,4%
20
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien anak, perempuan berusia 4 tahun, datang diantar oleh ibunya ke poli RS Budhi
Asih dengan keluhan timbul lebam-lebam biru secara tiba-tiba sejak 5 hari SMRS, demam
naik turun dan turun dengan minum obat. sebelumnya, pasien dirawat di RS Tebet (6 hari
SMRS) dengan keluhan mimisan yang tidak berhenti dan mendapat transfusi 4 kantong
trombosit dan 1 kantong PRC. Dari hasil anamnesis dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami PTI akut, dimana kejadiaannya kurang atau sama dengan 6 bulan, sering
dijumpai pada anak, jarang pada dewasa. Onset penyakit biasanya mendadak, riwayat infeksi
mengawali terjadinya perdarahan berulang.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang dengan
kesadaran compos mentis. Dari tanda vital didapatkan subu 38,20C, peningkatan suhu
memungkinkan adanya infeksi. Lebam-lebam biru didapatkan pada kelopak mata kiri, perut
bagian kiri dan kedua tungkai bawah. Bentuk perdarahan dalam pada ITP berupa purpura,
yaitu perdarahan yang terjadi pada kulit dan membran mukosa (seperti di dalam mulut) yang
berwarna keunguan. Lebam yang tidak jelas penyebabnya. Ada klasifikasi dari U.K untuk
pembagian derajat perdarahan pada ITP berdasarkan gejala dan tanda, tetapi tidak
berdasarkan jumlah trombosit. Dimana pasien tersebut masuk kedalam klasifikasi ringan,
yaitu sesekali terjadi epistaksis ringan dan sangat sedikit atau tidak ada gangguan dengan
kehidupan sehari-hari.
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 15 september 2015 didapatkan hemoglobin
14,39 g/dL (↑) dan trombosit 34 ribu/µL (↓). Seperti pada definisi dari purpura
trombositopenia idiopatik adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan
trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000/mL)
akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur
trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama limpa.2
Terapi yang diberikan pada pasien adalah metilprednisolon 3x500mg dan Trombocyte
Concentrate (TC) sebanyak 3x peberian. Pemberian metilprednisolon adalah untuk
menghambat penghancuran trombosit dalam sistem retikuloendotelial dan mengurangi
pembentukan antibodi terhadap trombosit oleh limfosit B, serta mempunyai efek stabilisasi
kapiler yang dapat mengurangi perdarahan. Sedangkan TC diberikan pada kelainan trombosit
21
baik kualitas maupun kuantitasnya dan dilakukan pada keadaan dimana jumlah trombosit
sekitar 20.000- 50.000/mm3
22
BAB IV
IDIOPATIK TROMBOSITOPENIA PURPURA
2.1 Definisi
Idiopatik trombositopenia purpura adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai
dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari
150.000/mL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi
prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama limpa.2
2.2 Epidemiologi
Insiden ITP pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000, ITP akut umunya terjadi pada
anak-anak usia antara 2-6 tahun. 7-28% anak-anak dengan ITP akut berkembang menjadi
kronik. Idiopatik trombositopenia purpura pada anak berkembang menjadi bentuk ITP kronik
pada beberapa kasus menyerupai ITP dewasa yang khas. Insidensi ITP kronis pada anak
diperkirakan 0,46 per 100.000 anak pertahun.2
Insidensi ITP kronis dewasa adalah 58-66 kasus baru per satu juta populasi pertahun
(5,8-6,6 per 100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris. Idiopatik
trombositopenia purpura kronik pada umumnya terdapat pada orang dewasa median rata-rata
usia 40-45 tahun. Ratio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada penderita ITP akut
sedangkan pada ITP kronik adalah 2-3:1.2
Penderita ITP refrakter didefinisikan sebagai suatu ITP yang gagal diterapi dengan
kortikosteroid dosis standar dan splenektomi yang selanjutnya mendapat terapi karena angka
trombosit dibawah normal atau ada perdarahan. Penderita ITP refrakter ditemukan kira-kira
25-30 persen dari jumlah penderita ITP. Kelompok ini mempunyai respon jelek terhadap
pemberian terapi dengan morbiditas yang cukup bermakna dan mortalitas kira-kira 16%.2
2.3 Etiologi
Kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau imunisasi yang disebabkan oleh
respon sistem imun yang tidak tepat (inappropriate), yang biasanya terjadi 1-4 minggu
setelah infeksi virus, yaitu pada 50-65% kasus ITP pada anak. Infeksi virus yang sering
berhubungan dengan ITP diantaranya virus Epstein-Barr dan HIV. Virus Epstein-Barr terkait
dengan ITP biasanya dalam waktu singkat, sedangkan HIV yang terkait dengan ITP biasanya
23
kronik.3 Selain itu juga ada hubungannya dengan infeksi virus yang lain seperti
sitomegalovirus, rubella, varicella-zooster virus, hepatitis A, B, dan C. Namun demikian.
Tidak ada hubungannya antara beratnya penyakit infeksi virus dengan derajat
trombositopenia.4
2.4 Patofisiologi
ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang berikatan dengan trombosit
autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklear
melalui reseptor Fc makrofag. Diperkirakan bahwa ITP diperantai oleh suatu autoantibodi,
mengingat kejadian transient trombositopenia pada neonatus yang lahir dari ibu yang
menderita ITP, dan perkiraan ini didukung oleh kejadian transient trombositopenia pada
orang sehat yang menerima transfusi plasma kaya IgG, dari seorang penderita ITP. Trombosit
yang diselimuti oleh autoantibodi IgG akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di
hati setelah berikatan dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada
sebagian besar penderita akan terjadi mekanisme kompensasi dengan peningkatan produksi
trombosit. Sebagian kecil yang lain, produksi trombosit tetap terganggu, sebagian akibat
destruksi trombosit yang diselimuti autoantibodi oleh makrofag didalam sumsum tulang
(intramedullary), atau karena hambatan pembentukan megakariosit, kadar trombopoetin tidak
meningkat, menunjukan adanya masa megakariosit normal.5
Untuk sebagian kasus ITP yang ringan, hanya trombosit yang diserang, dan
megakariosit mampu untuk mengkompensasi parsial dengan meningkatkan produksi
trombosit. Penderita ITP dengan tipe ini dapat dikatakan menderita ITP kronik tetapi stabil
dengan jumlah trombosit yang rendah pada tingkat aman. Pada kasus berat, auto antibodi
dapat langsung meyerang antigen yang terdapat pada trombosit dan juga megakariosit. Pada
tipe ini produksi trombosit terhenti dan penderita harus menjalani pengobatan untuk
menghindari resiko perdarahan internal atau organ dalam.2
24
Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibodi ITP
untuk berikatan dengan trombosit yang secara genetik kekurang kompleks glikoprotein
IIb/IIIa. Kemudian berhasil diidentifikasi antibodi yang bereaksi dengan glikoprotein
Ib/IX,Ia/IIa,IV dan V dan determinasi trombosit yang lain. Juga dijumpai antibodi yang
bereaksi terhadap berbagai antigen yang berbeda. Destruksi trombosit dalam sel penyaji
antigen yang diperkirakan dipicu oleh antibodi, akan menimbulkan pacuan
pembentukaneoantigen, yang berakibat produksi antibodi yang cukup untuk menimbulkan
trombositopenia.
25
Gambar tersebut dapat menjelaskan bahwa faktor yang memicu produksi autoantibodi
tidak diketahui. Kebanyakan penderita mempunyai antibodi terhadap glikoprotein pada
permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. Pada awalnya
glikoprotein IIb/IIIa dikenali oleh autoantibodi, sedangkan antibodi yang mengenali
glikoprotein Ib/IX belum terbentuk pada tahap ini.
(1) trombosit yang diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan sel penyaji antigen
(makrofag atau sel dendritik) melalui reseptor Fcg kemudian mengalami proses
internalisasi dan degradasi.
(2) Sel penyaji antigen tidak hanya merusak glikoprotein IIb/IIIa, tetapi juga
memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein trombosit yang lain.
(3) Sel penyaji antigen yang teraktifasi
(4) Mengekspresikan peptida baru pada permukaan sel dengan bantuan kostimulasi (yang
ditunjukkan oleh interaksi antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang berfungsi
menfasilitasi proliferasi inisiasi CD4 positif Tcell clone (Tcell clone 1) dan spesifitas
tambahan (Tcell clone 2)
(5) Reseptor sel imunoglobulin sel B yang mengenali antigen trombosit (Bcell clone 2)
dengan demikian akan menginduksi proliferasi dan sintesis antiglikoprotein Ib/IX
antibodi dan juga meningkatkan produksi antiglikoprotein IIb/IIIa antibodi oleh B cell
clone 1.2,5
26
2.5 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari idiopatik trombositosis purpura adalah meningkatnya perdarahan akibat
menurunnya jumlah platelet. Bentuk perdarahan dalam:
a. Purpura. Perdarahan yang terjadi pada kulit dan membran mukosa (seperti di dalam
mulut) yang berwarna keunguan. Lebam yang tidak jelas penyebabnya.
b. Petekie. Bintik-bintik merah di kulit. Terkadang bintik merah saling menyatu dan
mungkin terlihat seperti ruam. Bintik merah merupakan perdarahan di bawah kulit
c. Perdarahan yang sulit berhenti
d. Perdarahan dari gusi
e. Mimisan
f. Menstruasi yang berkepanjangan pada wanita
g. Hematuria
h. Perdarahan saluran cerna
i. Perdarahan intrakranial (jarang)
Berdasarkan onset penyakit ITP dibedakan tipe akut dan kronik
a. PTI akut
Kejadiaannya kurang atau sama dengan 6 bulan. PTI akut sering dijumpai
pada anak, jarang pada dewasa. Onset penyakit biasanya mendadak, riwayat infeksi
mengawali terjadinya perdarahan berulang, sering dijumpai eksantem pada anak-anak
(rubeola dan rubella) dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh virus. Virus
yang paling banyak diindetifikasi adalah varicella zooster dan ebstein barr.
Manifestasi perdarahan PTI akut pada anak biasanya ringan, perdarahan intrakranial
terjadi kurang dari 1% pasien. Pada PTI dewasa bentuk akut jarang terjadi, namun
dapat mengalami perdarahan dan perjalanan penyakit lebih fulminan. PTI akut pada
anak biasanya self limiting, remisi spontan terjadi pada 90% penderita, 60% sembuh
dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 bulan.
b. PTI kronik
Kejadiaannya lebih dari 6 bulan. Onset PTI kronik biasanya tidak menentu,
riwayat perdarahan sering ringan sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang
terjadi dan perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung
beberapa hari sampai beberapa minggu, mungkin intermitten atau terus menerus.
27
Manifestasi perdarahan PTI berupa ekimosis, petekie, purpura. Pada umumnya berat
dan frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit. Secara umum bila
pasien dengan AT > 50.000/ml maka biasanya asimptomatik, AT 30.000-50.000/ml
terdapat luka memar/hematom, AT 10.000-30.000/ml terdapat perdarahan spontan,
menoragi dan perdarahan memanjang bila ada luka, AT < 10.000/ml terjadi
perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gastrointestinal dan genitourinaria) dan
resiko perdarahan sistem saraf pusat. Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi
yang palin serius pada PTI. Hal ini mengenai hampir 1% penderita dengan
trombositopenia berat. Perdarahan biasanya di subarachnoid, sering multipel dan
ukuran bervariasi dari petekie sampai ekstravasasi darah yang luas.2
Ada klasifikasi dari U.K untuk pembagian derajat perdarahan pada ITP berdasarkan
gejala dan tanda, tetapi tidak berdasarkan jumlah trombosit.(3,6)
None Tidak ada gejala selain jumlah trombosit yang rendah
Ringan Memar dan petekie
Sesekali epistaksis ringan
Sangat sedikit atau tidak ada gangguan dengan kehidupan sehari-hari
Sedang Manifestasi kulit yang lebih berat dengan beberapa lesi di mukosa
Berat Epistaksis dan menoragia yang lebih berat
Episode perdarahan (epistaksis, melena, dan/atau menoragia) yang memerlukan
perawatan rumah sakit dengan/atau tanpa transfusi darah
Gangguan serius yang mempengaruhi kualitas hidup
2.6 Pemeriksaan Penunjang
28
Untuk memastikan diagnosis Purpura Trombositopenia Idiopatik, dilakukan dengan
pemeriksaan laboratorium yang tepat. Pemeriksaan dapat dilakukan antara lain dengan
pemeriksaan:
1. Pemeriksaan darah rutin, akan didapatkan nilai trombosit yang rendah (< 150.000)
dengan jumlah eritrosit (apabila tidak terjadi perdarahan yang berat) dan leukosit
dalam batas normal.
2. Pemeriksaan morfologi darah tepi, akan didapatkan trombositopenia dengan eritrosit
dan leukosit dengan morfologi normal. Dijumpai trombosit muda dengan ukuran yang
lebih besar (megatrombosit).
3. Pemeriksaan PT dan APTT dalam batas normal, fibrinogen normal.
4. Monoclonal antigen capture assay. Pengukuran trombosit dihubungkan dengan
antibodi, secara langsung untuk mengukur trombosit yang berkaitan dengan antibodi.
5. Pemeriksaan sumsum tulang normal atau peningkatan jumlah megakariosit dan
agranuler, serta tidak mengandung trombosit. Pedoman dari america society of
hematology menyatakan pemeriksaan sumsum tulang diperlukan pada usia> 40 tahun,
pasien dengan gambaran tidak khas (gambaran sitopeni) atau pasien yang tidak
berespon baik dengan terapi, pasien dengan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
yang tidak umum, misalnya panas, penuruunan berat badan, kelemahan , nyeri tulang,
pembesaran hati dan atau limpa. Meskipun tidak dianjurkan, banyak ahli pediatrik
hematologi merekomendasikan dilakukan pemeriksaan sumsum tulang sebelum
memulai pemberian kortikosteroid untuk menyingkirkan kasus leukemia akut.2
2.7 Diagnosis
Anamnesis yang lengkap termasuk risiko, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, perlu dilakukan pada setiap pasien saat kunjungan pertama kali ke sarana
kesehatan. Hal ini dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis, diperolehnya data dasar
mengenai pemeriksaan fisik dan laboratorium, dan untuk menentukan tata laksana
selanjutnya.
Dari Anamnesis, perlu digali tanda-tanda perdarahan dan faktor resiko. Tanda
perdarahan seperti munculnya petekie, purpura, perdarahan yang sulit berhenti, perdarahan
29
pada gusi, mimisan spontan, perdarahan konjungtiva, perdarahan saluran cerna seperti
melena, hematuria, dan menstruasi yang berkepanjangan pada wanita.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya purpura dan petekie, perdarahan
mukokutan, mungkin bisa ditemukan adanya splenomegali (10% pada anak) yang jarang
terjadi.
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah lengkap dapat
ditemukan adanya penurunan jumlah trombosit dengan leukosit dan eritrosit dalam batas
normal (tidak terjadi perdarahan masif), pemeriksaan darah tepi ditemukan penurunan sel
trombosit dengan atau tanpa megatrombosit, pemeriksaan sumsum tulang didapatkan
peningkatan megakariosit. Pada pemeriksaan PT dan APTT dalam batas normal.
Lama terjadinya perdarahan pada ITP dapat membantu membedakan antara ITP akut
dan kronis. Tidak didapatkan gejala sistemik dapat membantu menyingkirkan kemungkinan
suatu bentuk sekunder dan diagnosis lainnya.
Diagnosis ITP ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab
trombositopenia yang lain. Bentuk sekunder kelainan ini didapatkan bersamaan dengan
eritematous lupus sistemik (ELS), sindroma antifosfolipid, leukemia atau limfoma, defisiensi
IgA, hipogamaglobulinemia, infeksi HIV atau hepatitis C dan pengobatan dengan heparin
atau quinidin.
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding trombositopenia pada populasi pediatrik sangat luas. Anamnesis
mengenai riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga sangat penting untuk
ditanyakan.
Trombositopenia herediter, seperti penyakit von Willebrand tipe 2B atau pseudo-von
Willebrand memiliki gejala yang sama dengan ITP, dengan adanya riwayat pada keluarga
dan dengan adanya gejala perdarahan mukosa yang lebih berat. Adanya infeksi berulang
mengarah ke penyakit kongenital atau penyakit imunodefisiensi yang didapat. Sindrom
Wiskott-Aldrich ditandai dengan trombositopenia, terdapat eksema dan adanya riwayat
infeksi berulang. Ini terjadi pada bulan pertama kehidupan. Amegakariositik trombositopenia
kongenital adalah sindrom kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan trombositopenia
30
yang berat. HIV dengan trombositopenia, biasanya terdapat riwayat pada keluarga atau
adanya riwayat transfusi.4
Selain anamnesis, diperlukan juga pemeriksaan fisik pada anak dengan
trombositopenia. Pada anemia Fanconi, didapatkan malformasi rangka dan perawakan
pendek. Adanya bercak kemerahan kutaneus dan pembengkakan sendi kemungkinan suatu
penyakit autoimun yang lebih berat seperti Systemic Lupus Erythematosus yang biasanya
terdapat pada anak lebih dari 10 tahun. Adanya hepatosplenomegali, limfadenopati, nyeri
tulang mengarah ke kanker darah.4
Dan terakhir, pemeriksaan dengan seksama sediaan hapus darah tepi, tidak oleh
dilupakan. Morfologi dan ukuran trombosit sangat berguna untuk membuat diagnosis.
Sindrom Bernard-Soulier dikarakteristikkan dengan abnormal bentuk trombosit yang besar
dan perdarahan yang signifikan. Anomali May-Heggalin juga ditandai dengan adanya
trombosit raksasa, inclusion bodies dan monosit yang disebut sebagai Dohle bodies.
KELAINAN GAMBARAN KLINIS LABORATORIUM
31
Penurunan Produksi Trombosit
Kongenital
Trombositopenia Absent
Radius (TAR) Syndrome
- Tidak ada tulang radius saat lahir
- Ada kelainan skeletal yang lain
- Ada penyakit jantung bawaan (1/3 kasus)
- Hitung trombosit 15.000- 30.000/mm3
Anemia Fanconi - Perawakan pendek- Hiperpigmentasi kulit- Hipoplasia ibu jari dan
radius- Kelainan ginjal- Mikrosefali- Mikroftalmi
- Pansitopenia karena anemia aplastik
Trombositopenia
amegakariositik
- Tidak ada kelainan skeletal seperti pada sindrom TAR
- Trombositopenia pada periode neonatal
Didapat
Leukemia - Riwayat kelalahan, demam, berat badan turun, pucat, nyeri tulang
- Limfadenopati- Splenomegali- Hepatomegali (mungkin)
- Leukosit meningkat- Anemia- Sel blas pada hapusan
darah tepi (leukoeritoblastosis)
Anemia aplastik - Riwayat lelah, perdarahan atau infeksi berulang
- Pemeriksaan fisik non spesifik
- Tidak ada splenomegali-
- Pansitopenia- Neutropenia berat- Hitung retikulosit rendah
Neuroblastoma - Massa di abdomen- Ada sindrom
paraneoplastik- Gejala neurologik dari
korda spinalis
- Trombositopenia karena metastasis sumsum tulang
Defisiensi nutrisi - Riwayat nutrisi buruk atau diet khusus
- Pucat, lemah, lelah- Defisit neurologik karena
defisiensi vit B12
- Anemia megaloblastik- Hipersegmentasi neutrofil- Retikulosit rendah- Kadar vit B12 dan asam
folat rendahObat-obatan - Riwayat penggunaan obat
atau perubahan dosis obatPeningkatan Destruksi Trombosit
32
Imun
Neonatal allomimune
Trombositopenia
- Ptekie menyuluruh beberapa jam setelah lahir
- Hitung trombosit ibu normal
- Obat-obatan - Riwayat penggunaan obat atau perubahan dalam dosis
- Infeksi HIV - Gejala dan tanda infeksi sistemik HIV
- Kelainan sebagian atau seluruh deret sel
- Konfirmasi diagnostik serologi HIV
- Purpuran pasca transfusi - Riwayat transfusi trombosit beberapa jam sebelum trombositopenia
- Trombositopenia akut
- Penyakit kolagen vaskular/autoimun
- Gejala sistemik, termasuk nyeri/pembengkakan sendi
- Ada anemia karena penyakit kronik
- Leukosit kadang abnormalNon imun
Sindrom uremic hemolitik - Riwayat diare berdarah (Escheria coli O157:H7, Shigella sp)
- Gagal ginjal
- Anemia mikrositik mikroangiopati
DIC (Disseminated
intravascular coagulation)
- Tanda/gejala sepsis (demam, takikardi, hipotensi)
- PPT dan APTT meningkat- Anemia mikrositik
mikroangiopati- Kadar fibrinogen menurun - D-dimer- Polisitemia kompensasi
Penyakit jantung sianotik - Sianosis- Gagal jantung
Gangguan Kualitas Trombosit
33
Sindrom Wiskott-Aldrich - Menurun secara X-linked- Eksema- Infeksi berulang karena
defisiensi imun
- Trombosit 20.000-100.000/mol
- Trmobosit sangat kecil
Sindrom Bernard-Soulier - Menurun secara dominan autosom
- Sering ada ekimosis, perdarahan gusi dan gastrointestinal
- Ukuran trombosit besar, kadang lebih besar dari limfosit
Anomali May-Hegglin - Menurun secara dominan autosom
- Kebanyakan pasien asimptomatik
- Ukuran trombosit raksasa (Giant platelet)
- Ada Inclusion bodies pada leukosit (Dohle bodies)
Sindrom Gray platelet - Perdarahan ringan - Trombosit kelihatan oval dan pucat
Sekuestrasi
Sindrom Kasabach-Merritt - Peningkatan ukuran hemangioendothelioma pada periode neonatal
Hiperspenisme - Riwayat penyakit hepar/hipertensi portal
- Splenomegali
- Ada anemia dan hitung leukosit abnormal (tergantung penyakit)
- Dihubungkan dengan leukemia dan penyakit infiltratif lainnya
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ITP pada anak terutama ITP akut masih menjadi topik kontroversi.
Sebagian dokter meyakini perjalanan penyakit alami yang ringan penyakit tersebut dan
menganjurkan pengobatan hanya untuk mereka yang mengalami perdarahan secara klinis
berupa mulai petekie dan atau purpura yang banyak sampai perdarahan hebat yang
mengancam jiwa. Sedangkan sebagian yang lain menganjurkan tindakan dan pengobatan dini
34
pada semua anak dengan trombosit kurang dari 20.000-30.000/ mm3 tanpa menghiraukan
tingkat perdarahan.
Sebagian besar penderita (hanya mengalami petekie atau purpura ringan), tidak
memerlukan pengobatan dan pada sekitar 30-70% pasien, jumlah trombosit akan naik sendiri
dalam waktu 3 minggu. Pemberian medikamentosa dibatasi untuk hal-hal tertentu, misalnya
perdarahan yang masih berlanjut dan cukup berat (epistaksis, perdarahan saluran cerna, dll).
Pendapat lain mengatakan bahwa medikamentosa diberikan atas dasar jumlah trombosit.
Meskipun ITP pada anak umumnya bersifat akut dan biasanya membaik dengan
sendirinya dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, namun sejak seperempat abad
yang lalu terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli tentang pemberian prednison secara
rutin pada pasien ITP. Dengan diperkenalkannya beberapa pengobatan baru akhir-akhir ini,
semakin meramaikan perbedaan pendapat tersebut. Yang menjadi permasalahan sebenarnya
adalah apakah seharusnya pada semua pasien ITP, terutama anak-anak perlu diberikan
pengobatan.
Menurut The American Society of Hematology (ASH), bahwa anak dengan ITP dan
jumlah trombosit kurang dari 20x109/l dan perdarahan mukosa yang signifikan, atau anak
dengan jumlah trombosit kurang dari 10x109/l dan purpura, diterapi dengan imunoglobulin
intravena (IVIG) atau prednison oral.4
Sebaliknya, rekomendasi dari British Paediatric Haematology Working Group
mengatakan bahwa terapi anak dengan ITP harus berdasarkan gejala klinis, tidak hanya
berdasarkan jumlah trombosit.
Pada umumnya ITP akut tidak memerlukan perawatan, namun perlu dihindari aktifitas
fisik yang keras dan traumatik. Perawatan diperlukan bila telah terjadi perdarahan berat yang
mengancam hidup penderita tanpa melihat jumlah trombosit, atau yang memerlukan tindakan
tertentu. Kadang-kadang perawatan diberikan atas indikasi sosial. Selain itu juga perlu untuk
menghindari obat yang dapat menekan produksi dan atau merubah fungsinya, dan yang
penting juga adalah memberi pengertian pada pasien dan atau orang tua tentang penyakitnya.4
Obat-obat yang dapat menyebabkan trombositopeni dapat dibagi menjadi:
1. Obat yang berhubungan dengan penurunan produksi trombosit:
- Kemoterapi
- Diuretik thiazide
35
- Alkohol
- Estrogen
- Kloramfenikol
- Radiasi terionisasi I
2. Obat-obatan yang berhubungan dengan destruksi trombosit
- Sulfonamid
- Quinidine
- Kinina
- Karbamazepin
- Asam Valproat
- Heparin
- Digoksin
3. Obat-obatan yang berhubungan dengan perubahan fungsi trombosit
- Aspirin
- Dipiridamol
Sebagain besar pasien ITP pada anak tidak perlu dirawat di rumah sakit. Suasana rumah
sakit (bangsal anak) yang sibuk dan ribut tidak lebih baik dari pada lingkungan rumah
sendiri. Pasien dapat kontrol di poliklinik 1-2 kali seminggu, dengan pemeriksaan darah
lengkap dan jumlah trombosit. Bila jumlah trombosit sudah mulai meningkat, biasanya
dalam 1-2 minggu maka pemeriksaan darah lengkap dan jumlah trombosit boleh dilakukan 2-
3 minggu sekali sampai kembali pada nilai normalnya.
Sebagian besar (80%) pasien biasanya dapat sembuh sempurna secara spontan dalam
waktu kurang dari 6 bulan. Pada beberapa kasus ITP pada anak didapatkan perdarahan kulit
yang menetap, perdarahan mukosa, atau perdarahan internal yang mengancam jiwa yang
memerlukan tindakan atau pengobatan segera.
Pengobatan yang biasa diberikan pada anak dengan ITP meliputi kortikosteroid peroral,
imunoglobulin intravena (IVIG), dan yang terakhir, anti-D untuk pasien dengan rhesus D
positif. Pengobatan-pengobatan tersebut di atas potensial memberikan efek samping yang
serius, sehingga penting bagi kita untuk mempertimbangkan risiko-risiko tersebut agar tidak
merugikan pasien (“primum non nocere”). Oleh sebab itu pengobatan pada anak yang
menderita ITP, keputusan mengenai kapan dilakukan terapi, terapi apa yang akan digunakan
36
dan apakah perlu perawatan di rumah sakit atau tidak sebagian besar tetap berdasarkan pada
pengalaman pribadi, pendekatan filosofis, dan pertimbangan-pertimbangan praktis.
Menurut Guide Preparation Use and Publishing Europe 2002, dapat juga diberikan
terapi Trombhocyte Concentrate (TC), yaitu diberikan pada kelainan trombosit baik kualitas
maupun kuantitasnya dan dilakukan pada keadaan dimana jumlah trombosit sekitar 20.000-
50.000/mm3 dan pemberian dilakukan sesuai dengan golongan darah ABO. Indikasi utama
pemberian TC yaitu pada trombositopenia, kemoterapi, keganasan, Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC).
Steroid
Sebelum era IVIG, kortikosteroid peroral merupakan pengobaan utama pada ITP
karena dipercaya dapat menghambat penghancuran trombosit dalam sistem retikuloendotelial
dan mengurangi pembentukan antibodi terhadap trombosit oleh limfosit B, serta mempupnyai
efek stabilisasi kapiler yang dapat mengurangi perdarahan.
Sediaan glokokortikoid (prednison, prednisolon). Dosis yang biasa digunakan ialah 1-2
mg/kgBB/hari selama kurang lebih 2-3 minggu. Penelitian terbaru menunjukkan respon yang
lebih cepat (secepat IVIG) dalam menaikkan jumlah trombosit pada dosis prednison yang
lebih tinggi (4 mg/KgBB/hari) jangka pendek. Pilihan pengobatan ini mungkin yang paling
sesuai untuk ITP pada anak dengan gejala yang nyata dan mengganggu (sedang secara
klinis).
Ada pula yang memakai dosis 10-30 mg/kgBB/hari, intravena, selama beberapa hari.
Pemberian steroid biasanya mempercepat kenaikan jumlah trombosit, tetapi tidak mengubah
morbiditas ataupun mortalitas.2
Intrevenous Immunoglobulin (IVIG)
Dengan munculnya terapi IVIG, beberapa penelitian menunjukkan peningkatan yang
cepat jumlah trombosit.(2,4) Cara kerja IVIG ialah dengan menutup (blokade) reseptor Fc pada
makrofag, sehingga tidak dapat menangkap trombosit yang telah tersensitisasi dan biasanya
bersifat sementara.(1) IVIG dapat meningkatkan jumlah trombosit dalam waktu cepat
(umumnya dalam 48 jam), sehingga pengobatan pilihan untuk ITP dengan perdarahan yang
serius (berat secara klinis).
37
Meskipun IVIG telah populer digunakan dalam terapi ITP pada anak, data terbaru
menunjukkan lebih dari 75% anak mengalami efek samping nyeri kepala dan panas.
Beberapa mengalami efek samping yang lebih serius, yaitu iritasi meningeal dan hemiplegia
sementara. IVIG merupakan produk dari darah yang potensial terjadinya penularan virus.
Meskipun penularan HIV belum pernah dilaporkan, namun penularan hepatitis C virus telah
dilaporkan dengan hasil yang cukup membahayakan. Oleh karena itu, sebaiknya IVIG tidak
diberikan tanpa indikasi yang jelas, apalagi kalau hanya untuk menaikkan jumlah trombosit
saja.2
Dosis yang biasa digunakan pada IVIG adalah 0,4 gram/KgBB/hari selama 5 hari,
namun penelitian terbaru menunjukkan lebih baik dan murah menggunakan dosis yang lebih
rendah yaitu dosis tunggal 0,8 gram/KgBB atau 0,25-0,5 gram/KgBB/hari selama 2 hari, dan
memberikan efek samping yang lebih kecil pula. Pengobatan dengan IVIG juga tidak
mengurangi morbiditas ataupun mortalitas.2
Imunoglobulin anti-D
Pengobatan dengan imunoglobulin anti-D efektif pada anak dengan rhesus positif dan
memiliki keuntungan yaitu berupa suntikan tunggal dalam waktu singkat. Namun selain
mahal, dilaporkan adanya hemolisis dan anemia yang memerlukan transfusi darah setelah
dilakukannya pengobatan ini.
Terdapat beberapa penelitian yang membandingkan kombinasi dari beberapa pilihan
pengobatan meliputi tanpa terapi, prednison peroral, metilprednisolon dosis tinggi, IVIG, dan
imunoglobulin anti-D intravena. Dari penelitian-penelitian di atas dapat disimpulkan adanya
kemajuan yang pesat dalam beberapa tahun untuk menetapkan cara tercepat meningkatkan
jumlah trombosit pada pasien ITP. Namun tidak ada penelititan yang menyinggung tentang
toksisitas, biaya, dan kesulitan-kesulitan dari pengobatan tersebut. Semua pengobatan di atas
hanya untuk meningkatkan jumlah trombosit yang rendah, tapi tidak mengobati penyakit
yang mendasarinya, sehingga kekambuhan sering terjadi.
Meskipun proses kesembuhan secara spontan pada anak dengan ITP mungkin
dipercepat dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi atau IVIG, respon tersebut sering
hanya bersifat sementara dan tidak memberi perlindungan terhadap komplikasi perdarahan
hebat yang dapat mengancam jiwa. Juga tidak didapatkan data yang menunjukkan bahwa
pengobatan tersebut menurunkan kemungkinan menjadi ITP kronis. Pemberian steroid jangka
38
panjang sebaiknya dihindari karena risiko efek samping yang mungkin lebih membahayakan
penyakitnya sendiri.
Splenektomi
Dari berbagai laporan kasus, dengan observasi yang konsisten dan frekuensi remisi
setelah splenektomi serta hasil yang sama pada pasien dewasa, menunjukkan bahwa
splenektomi merupakan pengobatan efektif. Sekitar 72% anak dengan ITP yang dilakukan
splenektomi mengalami remisi lengkap. Namun demikian splenektomi hanya
dipertimbangakan untuk kasus dengan perdarahan berulang yang gagal dengan pengobatan
medikamentosa dan penyakitnya telah berlangsung selama 12 bulan sejak diagnosa
ditegakkan.
Perlu diingat pula bahwa kematian pasca splenektomi akibat infeksi berat (sepsis)
dilaporkan sebesar 1 per 300 – 1000 pasien per tahun. Sebelum tindakan splenektomi
sebaiknya pasien diimunisasi terlebih dahulu terhadap haemophillus influenzae B,
pneumococcus dan meningococcus. Pemberian preparat Penisilin pasca splenektomi juga
dianjurkan untuk seumur hidup.
Indikasi splenektomi
- Resisten setelah pemberian kombinasi kortikosteroid dan obat imunosupresif selama
2-3 bulan
- Remisi spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid saja
dengan gambaran klinis sedang sampai berat.
- Penderita yang menunjukkan respons terhadap kortikosteroid namun memerlukan
dosis yang tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang baik tanpa adanya
perdarahan.
Kontraindikasi splenektomi
Sebaiknya splenektomi dilakukan setelah anak berumur lebih dari 2 tahun, karena
sebelum umur 2 tahun fungsi limpa terhadap infeksi belum dapat diambil alih oleh alat tubuh
yang lain (hati, kelenjar getah bening, timus). Hal ini hendaknya diperhatikan, terutama di
negeri yang sedang berkembang karena mortalitas dan morbiditas akibat infeksi masih tinggi.
39
Beberapa pengobatan lain yang pernah dilaporkan bisa diberikan pada anak dengan ITP
adalah: gamma interferon, transfusi tukar plasma dan protein A-immunoadsorption, alkaloid
Vinca (vinkristin dan vinblastin), danazol, vitamin C, dan siklofosfamid.(4) Transfusi
trombosit jarang dilakukan dan biasanya tidak efektif, karena trombosit yang ditransfusikan
langsung dirusak.
Pada keadaan tertentu, seperti adanya gejalan neurologis, perdarahan internal, atau
pembedahan darurat memerlukan intervensi segera. Metilprednisolon (30 mg/KgBB/hari
maksimal 1 gram/hari selama 2-3 hari) sebaiknya diberikan secara intravena dalam waktu 20-
30 menit bersamaan dengan IVIG (1 gram/KgBB/hari selama 2-3 hari) dan transfusi
trombosit 2-3 kali lipat dari jumlah yang biasa diberikan, vinkristin mungkin bisa
dipertimbangkan sebagai bagian dari terapi kombinasi tersebut. Perlu dipertimbangkan pula
untuk dilakukan splenektomi. Pada keadaan dimana terjadi perdarahan hebat yang menetap,
pemberian IVIG dosis tinggi bisa diperpanjang sampai lima hari, bersamaan dengan transfusi
trombosit secara terus-menerus (1 unit tiap jam).
Pengobatan lain dengan menggunakan obat sitostatika seperti vinkristin, siklofosfamid,
azatrioprin, dan lainnya, pernah digunakan, tetapi hasilnya secara keseluruhan tidak
memuaskan, sedangkan toksisitasnya cukup berat. Pemberian interferon dan danazol pada
anak dengan ITP telah dilaporkan, namun demikian hasilnya juga belum memuaskan.
Demikian pula pengobatan dengan vitamin C.
Pemahaman yang tepat tentang perjalanan alamiah ITP kronis pada anak sangat
bermanfaat bagi suatu pengobatan yang rasional untuk kelainan tersebut yang masih
kontroversial. Ada yang berpendapat bahwa pasien ITP kronis akan mengalami perdarahan
berulang yang memerlukan splenektomi, infus IVIG yang teratur, atau obat-obat
imunosupresan. Namun pandangan tersebut ditentang oleh beberapa kelompok peneliti yang
berdasarkan suatu studi kasus yang besar mendapatkan bahwa sebenarnya ITP kronis
merupakan suatu kondisi yang ringan, hanya sedikit di antara mereka yang mengalami
perdarahan yang berat.
Banyak di antara anak dengan ITP kronis dapat mempertahankan jumlah trombosit
mereka >30.000/ mm3 tanpa suatu terapi. Pada suatu pengamatan jangka panjang anak
dengan ITP kronis memperlihatkan bahwa kesembuhan dalam jangka waktu yang lama masih
bisa terjadi bahkan sampai usia >10 tahun. Diperkirakan angka kesembuhan spontan setelah
15 tahun berkisar 61%, hampir sama dengan 63% pada penelitian yang lain.
40
Karena ITP kronis umumnya ringan dan kesembuhan spontan kadang-kadang masih
bisa terjadi, maka pengobatan sifatnya individual. Kecuali splenektomi, tidak ditemukan data
yang memperlihatkan manfaat dari berbagai macam terapi ITP kronis yang ada. Pada pasien
yang mengalami perubahan kualitas hidup karena trombositopenia yang berat dan perdarahan
(atau ketakutan akan hal tersebut pada sebagian pasien, orang tua, atau dokter yang merawat),
perlu dipertimbangkan untuk dilakukan splenektomi.
Banyak diantara pasien ITP kronis yang tidak sembuh, meskipun dengan trombositopeni
yang sedang tidak disertai klinis yang berarti. Sebagian besar dapat hidup dengan perdarahan
ringan pada kulit dan sedikit keterbatasan, pengobatan sebaiknya diberikan jika diperlukan
tindakan pembedahan dan kecelakaan.
2.10 Komplikasi
Perdarahan yang serius jarang didapatkan pada ITP, berbeda dengan trombositopenia
pada sindrom kegagalan sumsum tulang yang lebih sering menimbulkan perdarahan serius
yang dapat mengancam jiwa. Perdarahan otak yang merupakan komplikasi yang paling
ditakutkan dan mendorong para dokter untuk melakukan pengobatan pada ITP ternyata
sangat jarang didapatkan. Insidens perdarahan otak pada ITP dalam minggu pertama hanya
berkisar 0,1-0,2%, namun meningkat menjadi 1% pada mereka dengan jumlah trombosit
kurang dari 20.000/mm3 setelah 6-12 bulan. Meskipun insiden perdarahan intrakranial sangat
rendah, namun angka kematian yang diakibatkannya mencapai 50%.4
Tidak ada cara yang dapat dilakukan untuk mempediksi terjadinya perdarahan intrakranial,
dan pengobatan tidak mengurangi risiko terjadinya perdarahan otak pada ITP. Faktor penting
yang berhubungan dengan meningkatnya kemungkinan terjadinya perdarahan intrakranial
yaitu riwayat trauma kepala, malformasi arteriovenosus, penggunaan obat antiplatelet seperti
Aspirin pada anak dengan jumlah trombosit sangat rendah (<10x109/l). Pada pasien ini perlu
diidentifikasi segera dan diterapi lebih agresif.4
2.11 Prognosis
41
Anak yang didiagnosa menderita ITP memiliki prognosis yang baik. Kira-kira 80% -
90% anak dengan ITP menderita episode perdarahan akut, yang akan pulih dengan jumlah
trombosit yang normal dalam waktu 6 bulan.5
Respon terapi dapat mencapai 50%-70% dengan kortikosteroid. Pasien ITP dewasa
hanya sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan, penyebab kematian pada ITP biasanya
disebabkan oleh perdarahan intrakranial yang berakibat fatal berkisar 2,2% untuk usia lebih
dari 40 tahun dan sampai 47,8% untuk usia lebih dari 60 tahun.2,5
BAB V
KESIMPULAN
Idiopathic Trombositopenia Purpura (ITP) merupakan kelainan perdarahan didapat
pada anak yang paling sering dijumpai. ITP merupakan kelainan autoimun yang
menyebabkan munculnya suatu antibodi terhadap trombosit. Diagnosis ITP ditegakkan
dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab trombositopenia yang lain. Pemeriksaan
42
aspirasi sumsum tulang tidak rutin dilakukan pada ITP, hanya untuk kasus yang meragukan.
Pada anak umumnya ITP bersifat akut dan dapat sembuh spontan dalam waktu kurang dari 6
bulan. Tata laksana ITP khususnya ITP akut pada anak masih kontroversial. Pengobatan
umumnya dilakukan hanya untuk meningkatkan jumlah trombosit, namun tidak
menghilangkan risiko terjadinya perdarahan intrakranial dan perjalanan menjadi ITP kronis.
Pengobatan juga potensial menimbulkan efek samping yang cukup serius.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Setyoboedi B, Ugrasena IDG. Purpura Trombositopenik Idiopatika pada Anak
(patofisiologi, tata laksana serta kontroversinya). Sari Pediatri. 2004; 6 (1): 16-22.
43
2. Purwanto I. Purpura Trombositopenia imun. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam; 2014. Hal 2778-88.
3. Montgomery RR. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson Textbook of Pediatrics. 18thed.
Philadelphia: Saunders, 2007. hal 2082-84.
4. Roganović J. Idiopathic thrombocytopenic purpura in children. Acta Medica
Academica. 2009;38:21-34.
5. Cines DB, Blanchette VSB. Immune Thrombocytopenic Purpura. N Engl J Med.
2002; 346(13); 995-1008.
6. Alvina. Idiopathic thrombocytopenic purpura: laboratory diagnosis and management.
2011; 30(2);126-34.
44