its master 12519 chapter1

4
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Instalasi pengolahan air minum konvensional sampai saat ini merupakan sistem yang paling banyak digunakan, sekitar 80 m 3 /detik dari kapasitas terpasang sistem air bersih 110 m 3 /detik. Instalasi pengolahan air minum konvensional merupakan instalasi yang menggunakan sistem koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi serta melalui proses pembubuhan koagulan pada air baku dengan polutan koloid. Umumnya instalasi pengolahan air minum konvensional hanya mampu mengolah air bersih antara 65% – 70% dari sistem kapasitas desain. Hal ini terlihat dari tingkat kekeruhan dari hasil pengendapan di sedimentasi yang masih tinggi (Garsadi, 2008). Karakteristik hidrolis merupakan salah satu faktor yang mendukung kinerja unit sedimentasi karena pengaruhnya terhadap interaksi antar flok untuk membentuk gumpalan yang lebih besar sehingga akan mempercepat pengendapan. Pengendapan partikel terjadi akibat adanya kompetisi antara hidrodinamika daerah aliran dan kohesifitas gumpalan yang dipengaruhi oleh jenis koagulan. (Boyle, et.al., 2005). Koagulan PAC dan tawas menghasilkan kualitas flok yang berbeda akibat sifat senyawa yang terkandung dalam bahan koagulan. PAC memiliki persenyawaan anorganik komplek yang membentuk ion hidroksil serta ion alumunium sebagai pembentuk polynuclear yang stabil. Sedangkan tawas membentuk senyawa aluminat yang optimum pada pH netral dan semakin banyak ikatan molekul hidrat maka semakin banyak ion lawan yang nantinya akan ditangkap akan tetapi umumnya tidak stabil (Anonim, 2008). Unit sedimentasi membutuhkan kondisi aliran yang laminer untuk menjamin terjadinya pengendapan (Hadisoebroto dan Notodarmojo, 2004). Laju pengendapan flok merupakan salah satu faktor terpenting, tidak hanya untuk desain agar pengoperasian instalasi pengolahan menjadi efektif tetapi juga untuk memprediksi dispersi partikel tersuspensi (Adachi dan Tanaka, 1997). Banyak

Upload: yudha-arie-wibowo

Post on 23-Nov-2015

7 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

metode numerik

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB 1 PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Instalasi pengolahan air minum konvensional sampai saat ini merupakan

    sistem yang paling banyak digunakan, sekitar 80 m3/detik dari kapasitas terpasang sistem air bersih 110 m3/detik. Instalasi pengolahan air minum konvensional merupakan instalasi yang menggunakan sistem koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi serta melalui proses pembubuhan koagulan pada air baku

    dengan polutan koloid. Umumnya instalasi pengolahan air minum konvensional hanya mampu mengolah air bersih antara 65% 70% dari sistem kapasitas desain. Hal ini terlihat dari tingkat kekeruhan dari hasil pengendapan di sedimentasi yang masih tinggi (Garsadi, 2008). Karakteristik hidrolis merupakan salah satu faktor yang mendukung kinerja unit sedimentasi karena pengaruhnya terhadap interaksi antar flok untuk membentuk gumpalan yang lebih besar sehingga akan

    mempercepat pengendapan. Pengendapan partikel terjadi akibat adanya kompetisi antara hidrodinamika daerah aliran dan kohesifitas gumpalan yang dipengaruhi

    oleh jenis koagulan. (Boyle, et.al., 2005). Koagulan PAC dan tawas menghasilkan kualitas flok yang berbeda akibat sifat senyawa yang terkandung dalam bahan koagulan. PAC memiliki persenyawaan anorganik komplek yang membentuk ion hidroksil serta ion alumunium sebagai pembentuk polynuclear yang stabil. Sedangkan tawas membentuk senyawa aluminat yang optimum pada pH netral dan semakin banyak ikatan molekul hidrat maka semakin banyak ion lawan yang

    nantinya akan ditangkap akan tetapi umumnya tidak stabil (Anonim, 2008). Unit sedimentasi membutuhkan kondisi aliran yang laminer untuk

    menjamin terjadinya pengendapan (Hadisoebroto dan Notodarmojo, 2004). Laju pengendapan flok merupakan salah satu faktor terpenting, tidak hanya untuk desain agar pengoperasian instalasi pengolahan menjadi efektif tetapi juga untuk memprediksi dispersi partikel tersuspensi (Adachi dan Tanaka, 1997). Banyak

  • 2

    faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dan efisiensi bak sedimentasi, misalnya pengaruh kecepatan aliran dan bentuk geometri bak sedimentasi (Razmi, et.al., 2009), konsentrasi dan karakteristik partikel tersuspensi (Sammarraee, et.al., 2009), pengaruh turbulensi aliran (Guo, et.al., 2009), pengaturan inlet dan outlet (Ahmadi, et.al., 2007), pengaruh sekat dalam mengontrol aliran (Athanasia, et.al., 2008a), waktu detensi (Stamou, et.al., 2000). Faktor - faktor tersebut merupakan faktor hidrodinamika, yang mana pada prinsipnya akan mempengaruhi laju pengendapan flok pada bak sedimentasi.

    Evaluasi secara langsung terhadap kinerja dan efisiensi bak sedimentasi membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Model matematika dapat

    menjadi alternatif yang cukup baik untuk mengamati hidrodinamika dalam bak sedimentasi. Model matematika tersebut dibangun dari dua persamaan

    hidrodinamika, yaitu persamaan kontinuitas dan persamaan momentum. Lyn, et.al., (1992) menggunakan model turbulensi dan QUICK untuk memprediksi daerah aliran turbulen dalam bak sedimentasi tanpa menguji konsentrasi tersuspensi . Model empiris dapat memprediksi konsentrasi padatan tersuspensi tanpa memodelkan pola aliran dan distribusi padatan (Matko, et.al., 1997). Model Flo++ dikembangkan untuk menguji pengaruh konsentrasi padatan yang tinggi terhadap kinerja bak sedimentasi (Van der Walt, 2008). Pemodelan terus dikembangkan dengan memperhatikan pengaruh hidrodinamika terhadap

    distribusi partikel terendapkan, misalnya dengan menggunakan FTCs (Flow Through Curves) dapat memprediksi pola aliran dan kinerja bak sedimentasi (Tamayol, et.al., 2008). Melalui simulasi Model CFD (Computational Fluid Dynamic) dapat memprediksi pola hidrodinamika daerah aliran di bak prasedimentasi yang menggunakan variasi sekat (Razmi, et.al., 2009 dan Athanasia, et.al., 2008a) dan memprediksi distribusi pengendapan partikel dalam bak sedimentasi memanjang (Sammarraee, et,al., 2009) serta modifikasi persamaan Vesilind untuk memprediksi pengaruh kondisi aliran turbulen terhadap penyebaran dan laju pengendapan flok (Guo, et.al., 2009)

    Model HP2S (Hidrodinamika Penyebaran Polutan di Sungai) merupakan model kualitas air dua dimensi horisontal yang telah disusun berdasarkan hukum kekekalan massa dan kekekalan momentum dengan menggunakan matematika

  • 3

    numerik beda hingga eksplisit leap frog serta di visualisasi dengan menggunakan

    program komputer Matlab. Model HP2S mengidentifikasikan pola penyebaran yang tidak parsial dan menyatakan hubungan serta korelasi antara unsur

    hidrodinamika penyebaran polutan di sungai (Karnaningroem, 2006). Penelitian ini menggunakan Model HP2S untuk menganalisis pola pengendapan flok, karena mekanisme transport yang terjadi dalam proses penyebaran flok sebelum mengendap dianalogkan dengan fenomena transport yang terjadi di dalam air sungai. Penentuan pola pengendapan flok diperlukan untuk mengetahui sejauhmana tingkat pengendapan flok yang akan mengendap dalam bak sedimentasi akibat pengaruh hidrodinamika kecepatan aliran horisontal dan

    kecepatan pengendapan. Sehingga diharapkan hal ini dapat membantu kinerja proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi. Selain itu, pemilihan model

    didasarkan pada ketersediaan data yang diperlukan sebagai input data untuk penerapan model.

    1.2. Perumusan Masalah Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dapat diuraikan dalam

    rumusan masalah sebagai berikut :

    1. Bagaimana tingkat penerapan Model HP2S terhadap pengendapan flok pada proses sedimentasi?

    2. Bagaimana pola pengendapan flok pada proses sedimentasi jika dianalisis dengan Model HP2S?

    1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dan manfaat penelitian ini disusun berdasarkan pada perumusan

    masalah diatas, adalah sebagai berikut :

    1.3.1. Tujuan Penelitian 1. Mengkaji tingkat penerapan Model HP2S terhadap pengendapan flok

    pada proses sedimentasi 2. Menganalisa pola pengendapan flok pada proses sedimentasi jika

    menggunakan Model HP2S.

  • 4

    1.3.2. Manfaat Penelitian

    1. Membantu meningkatkan kualitas kinerja proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi dalam pengolahan air bersih dan air limbah

    2. Memberikan informasi kepada pihak terkait mengenai pola pengendapan flok dalam proses sedimentasi.

    1.4. Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut :

    1. Penelitian menggunakan model fisik dengan melakukan downscale bangunan koagulasi, flokulasi dan sedimentasi IPA PT. Taman Tirta

    Sidoarjo. 2. Identifikasi terhadap hidrodinamika aliran dalam bak sedimentasi

    rectangular dengan melakukan variasi debit dan jenis koagulan 3. Mengabaikan pengaruh angin, pengaruh evaporasi, pengaruh arus eddy,

    efek tidal, perubahan temperatur dan densitas fluida dianggap konstan 4. Model HP2S yang diterapkan untuk pola penyebaran flok pada proses

    sedimentasi adalah untuk aliran lurus laminer dengan limpasan debit. 5. Uji Model HP2S diterapkan pada skala laboratorium dengan variasi

    panjang bak sedimentasi (2:1 7:1) dan kedalaman tetap. 6. Uji Model HP2S yang diterapkan pada skala lapangan untuk jenis

    sedimentasi accelator clarifier dan clearator.