its undergraduate 23059 paper 432022

Upload: rita-yuliyati

Post on 10-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

itsundergraduate23059 paper 432022

TRANSCRIPT

  • JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-3

    1

    Pembuatan Biogas dari Eceng Gondok (Eichornia crassipes ) Melalui Proses

    Pretreatment dengan Jamur Phanerochaete chrysosporium dan Trichoderma harzianum

    Diyanti Rizki Rahayu, Puspita Ardani, Nuniek Hendriani, dan Sri Rachmania Juliastuti Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

    Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected]

    Abstrak Biogas merupakan salah satu energi alternatif untuk mengatasi krisis energi yang belakangan ini dialami Indonesia . Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kinerja fungi Phanerochaete chrysosporium dan Trichoderma harzianum terhadap pretreatment eceng gondok serta pengaruhnya terhadap kuantitas dan kualitas biogas. Bahan baku penelitian ini adalah eceng gondok yang melalui proses biological pretreatment dengan variabel konsentrasi fungi Phanerochaete chrysosporium 0% dan 20% (v/w) dan Trichoderma harzianum 10% dan 20% (v/w). Perbandingan komposisi feed awal antara eceng gondok hasil pretreatment dengan starter berupa kotoran sapi adalah 7 : 3. Reaktor dijaga pada suhu 30-35 C dan pH 6,8-7,5. Proses dijalankan secara batch selama 15 hari dan kontinyu pada hari ke-16 dengan penambahan feed sebesar 500 ml/ hari dengan recycle ratio 0,5. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa hasil fungal pretreatment dengan kandungan selulosa terbesar adalah Trichoderma harzianum 20%, yang akan dijadikan bahan baku biogas. Eceng gondok hasil pretreatment menghasilkan biogas sebesar 13,33 liter, kadar metana sebesar 95,08 %, dan heating value adalah 10554,2 kcal/kg. Sedangkan untuk eceng gondok tanpa pretreatment menghasilkan biogas sebesar 11,65 liter, kadar metana sebesar 89,3 %, dan heating value adalah 9509,75 kcal/kg. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pretreatment meningkatkan jumlah dan kualitas biogas yang dihasilkan. Kata Kunci Biogas, Biological pretreatment, Eceng gondok, Phanerochaete chrysosporium, Trichoderma harzianum Telah diseminarkan di Seminar Ilmiah Teknologi Lingkungan IX ADVANCES IN AGRICULTURAL AND MUNICIPAL WASTE TREATMENT TECHNOLOGY TO ANTICIPATE FOOD AND ENERGY CRISIS pada S 10 Juli 2012 di Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP ITS

    PENERGI berperan penting dalam hampir seluruh aktivitas manusia dan tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia. Pemanfaatan energi yang tidak dapat

    diperbaharui secara berlebihan dapat menimbulkan masalah krisis energi. Salah satu gejala krisis energi saat ini adalah kelangkaan bahan bakar minyak terutama minyak tanah, bensin, dan solar, akibat terjadinya peningkatan kebutuhan setiap tahunnya. Untuk mengurangi konsumsi energi tersebut, maka dikembangkanlah program biogas sebagai sumber energi baru pengganti dari bahan bakar minyak bumi (BBM).

    NDAHULUAN

    Umumnya biogas dihasilkan dari fermentasi kotoran sapi. Namun, bahan baku biogas dapat juga berasal dari biomassa lignoselulosa, yang tersusun atas tiga komponen utama yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Selulosa dalam bahan lignoselulosa merupakan sumber karbon organik, sehingga bahan tersebut dapat menjadi bahan baku potensial untuk pembuatan biogas. Selulosa terdiri dari 2 tipe, yaitu kristalin dan amorf. Untuk meningkatkan degradasi lignoselulosa, bagian kristal ini perlu dikurangi [2]. Salah satu jamur yang mampu menghidrolisis selulosa dengan efektif adalah Trichoderma harzianum. Sedangkan, lignin berfungsi memberi struktur pada tanaman dan melindungi tanaman dari degradasi, terutama degradasi biologis. Struktur lignin yang kompleks menyebabkan komponen ini susah diuraikan dan dapat menghalangi proses hidrolisis selulosa, sehingga akan menurunkan yield biogas. Oleh karena itu, perlu dilakukan pretreatment sebelum substrat masuk dalam reaktor. Lignin dapat didegradasi dengan senyawa alkali atau radiasi ultra violet. Namun, hanya kapang pelapuk putih, misalnya jenis Phanerochaete chrysosporium, yang dapat mendegradasi lignin dengan efektif [3].

    Salah satu contoh biomassa lignoselulosa adalah eceng gondok. Ketersediaan eceng gondok di Indonesia cukup banyak karena tingkat pertumbuhan tanaman ini relatif cepat. Kecepatan pertumbuhan ini menyebabkan tertutupnya permukaan perairan sehingga kelarutan oksigen dalam air semakin berkurang. Eceng gondok memiliki kandungan selulosa yang relatif besar sehingga berpotensi untuk diolah menjadi menjadi biogas melalui proses anaerobic digestion.

    Anaerobic digestion merupakan proses dekomposisi alamiah, dimana senyawa organik terurai menjadi komponen kimia yang lebih sederhana tanpa menggunakan oksigen, sehingga dihasilkan biogas yang umumnya mengandung metana (CH4) serta gas-gas yang lain.

    Tahapan Anaerobic Digestion, yaitu: Proses Hidrolisa (C6H10O5)n + n H2O n (C6H12O6) glukosa Proses Asidogenesis dan Asetogenesis C6H12O6 2CH3CHOHCOOH CH3COOH Glukosa Asam Laktat Asam Asetat Proses Metanogenesis CH3COOH CH4(g) + CO2

    E

  • JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-3

    2

    I. METODE PENELITIAN Bahan baku penelitian ini adalah eceng gondok yang melalui

    proses fungal pretreatment dengan variabel konsentrasi fungi Phanerochaete chrysosporium 0% dan 20% (v/w) dan Trichoderma harzianum 10% dan 20% (v/w) selama 7 hari. Analisa komposisi lignin, selulosa, dan hemiselulosa pada awal dan akhir pretreatment dilakukan dengan metode Chesson [1]. Biogas dibuat dengan perbandingan komposisi feed awal antara eceng gondok hasil pretreatment dengan starter berupa filtrat kotoran sapi adalah 7 : 3. Filtrat sendiri merupakan hasil filtrasi campuran kotoran sapi encer dan bubur eceng gondok dengan perbandingan 3:4, yang telah difermentasi selama 5 hari. Reaktor dijaga pada suhu 30-35 C dan pH 6,8-7,5. Proses dijalankan secara batch hingga rate produksi optimum kemudian dikontinyukan dengan recycle ratio 0,5.

    II. HASIL DAN DISKUSI Saat fungal pretreatment, jamur akan mendegradasi

    hemiselulosa menjadi monomer gula dan asam asetat dengan bantuan hemiselulase, sedangkan lignin akan didegradasi menjadi produk yang larut dalam air dan CO2 dengan bantuan enzim lignin peroxidase. Degradasi lignin, yang merupakan pelindung cellulotic material, dalam eceng gondok akan mempermudah mikroorganisme menghidrolisis selulosa. Dari hasil percobaan, didapatkan kadar selulosa, hemiselulosa, dan lignin untuk masing-masing variabel seperti gambar 2.

    Kan

    dung

    an (%

    )

    Komponen Lignoselulosa Gambar. 2. Kandungan selulosa, hemiselulosa, dan lignin sebelum dansesudah pretreatment

    8

    5

    V-1 V-2

    V- 6

    23

    1

    4

    V-3

    6

    V-5

    V-4

    7

    Dari gambar 2 tersebut, terlihat bahwa degradasi lignin terbaik didapat dari kombinasi P.chrysosporium 20% dan T.harzianum 20%, namun kandungan selulosa tertinggi didapat pada pretreatment dengan T.harzianum 20%. Dengan demikian, pretreatment inilah yang selanjutnya dijadikan bahan baku biogas.

    Pada penelitian ini dilakukan fermentasi eceng gondok yang telah dipretreatment dan blanko dalam digester anaerobik hingga rate produksi biogas optimum, yaitu sekitar 5-6 hari dengan sistem batch kemudian dikontinukan sesuai variabel.

    Berdasarkan hasil analisa didapatkan hasil seperti pada gambar 3,4, dan 5 berikut: Gambar. 1a. Skema peralatan pembuatan biogas

    Pada hari ke 0 sampai ke 6, nilai MLSS dan MLVSS mengalami kenaikan menunjukkan bahwa mikroorganisme dalam digester mengalami pertumbuhan sehingga konsentrasi mikroba dalam digester meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jumlah mikroba yang menguraikan karbon organik lebih banyak dan reaksi pembentukan biogas lebih cepat terjadi . Pada hari ke-9, terjadi penurunan MLSS dan MLVSS karena pengaruh beban tambahan yang masuk ke dalam reaktor, sehingga mengakibatkan shock loading bagi mikroorganisme dan produksi biogas menurun. MLSS dan MLVSS mulai agak konstan pada hari ke-12, yang menunjukkan bahwa pertumbuhan mikroorganisme dalam digester mulai stabil sehingga produksi biogas mulai relatif konstan.

    Gambar. 3. Hubungan MLSS terhadap waktu fermentasi pada kedua reaktor

    Kontinyu Batch

    Gambar. 1b. Skema peralatan fungal pretreatment

  • JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-3

    3

    Pada akhir fermentasi, didapatkan volume biogas kumulatif

    pada reaktor blanko sebesar 11,65 liter, sedangkan pada eceng gondok pretreatment didapatkan biogas sebesar 13,33 liter. Peningkatan volume biogas pada eceng gondok pretreatment ini akibat sebagian besar lignin telah terdegradasi, sehingga dapat meningkatkan produksi glukosa dari hasil hidrolisis selulosa, yang akan dikonversi menjadi metana pada proses metanogenik.

    Berdasarkan hasil analisa Gas Cromatography,didapatkan karateristik biogas pada masing masing reaktor adalah sebagai berikut: Nilai heating value ini dipengaruhi kadar metana dalam biogas, dimana heating value berbanding lurus dengan kadar metana.

    III. KESIMPULAN Dari hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa

    pretreatment terbaik untuk bahan baku biogas berupa eceng gondok adalah Trichoderma harzianum 20%. Biogas yang dihasilkan eceng gondok yang telah dipretreatment ini relatif lebih banyak dengan kadar metana dan heating value lebih tinggi atau dengan kata lain, kualitas biogas yang lebih baik dibandingkan eceng gondok tanpa pretreatment.

    UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua, dosen

    pembimbing, dosen penguji, laboran, seluruh dosen, karyawan, dan elemen jurusan Teknik Kimia serta seluruh pihak yang turut membantu kelancaran tugas akhir ini.

    DAFTAR PUSTAKA [1] Datta. Acidogenic Fermentation of Lignocellulosic-Acid Yield and

    Conversion of Components, Biotechnology and Bioengineering Vol. 23 (1981) 2167-2170.

    [2] Mohammad J. Taherzade.. Pretreatment of Lignocellulosic Wastes to Improve Ethanol and Biogas Production: A Review. Int. J. Mol. Sci. Vol. 9 (2008). 1621 1651

    [3] Suparjo, Degradasi Komponen Lignoselulosa oleh Kapang Pelapuk Putih (2008). Available: http://jajo66.wordpress.com/2008/10/15/ degradasi-komponen-lignoselulosa/

    Tabel 1. Karateristik biogas pada masing-masing reaktor

    Karateristik Blanko Pretreatment

    % CH4 89,3 95,08 % CO2 3,94 3,05

    Heating value ( kcal/kg) 9509,75 10554,2 Gambar. 4. Hubungan MLVSS terhadap waktu fermentasi pada keduareaktor

    Gambar. 5. Hubungan rate produksi biogas terhadap waktu fermentasi padakedua reaktor

    Batch Kontinyu

    Batch Kontinyu

    Batch Kontinyu

    Volumeakum

    ulasibiogas(

    L)

    Waktu(hari)

    Gambar. 6. Hubungan rate produksi biogas terhadap waktu fermentasi padakedua reaktor