iv hasil dan pembahasan 4.1 keadaan umum...

21
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Perusahaan PT. Agro Jaya Mulya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penggemukan domba. Penggemukan domba dilakukan guna memenuhi permintaan pasar daging domba di wilayah Subang dan sekitarnya baik untuk konsumsi, aqiqah, dan qurban. Perusahaan terletak di Kampung Dawuan Oncom, Kecamatan Dawuan, Kabupaten Subang Jawa Barat dengan luas lahan 3 hektar. Lahan tersebut digunakan untuk kandang penggemukan domba, mess pegawai, dan kantor. PT. Agro Jaya Mulya didirikan pada tahun 2010 oleh Bapak Hasan Al- Banna. Tujuan didirikannya perusahaan awalnya hanya untuk menyuplai kebutuhan domba untuk lembaga aqiqah, namun seiring berjalannya waktu permintaan domba diluar itu meningkat sehingga sekarang perusahaan tidak hanya menyuplai untuk lembaga aqiqah, tetapi untuk memenuhi kebutuhan daging domba diwilayah Subang dan sekitarnya. Visi perusahaan adalah membangun peternakan terintegrasi, sebagai penyedia domba berkualitas yang dikelola secara profesional. Adapun misi perusahaan adalah (1) mengelola peternakan modern dengan daya dukung teknologi tepat guna, (2) menyediakan hewan ternak berkualitas, (3) menghasilkan produk turunan yang unggul, (4) melakukan pemasaran yang agresif dan tanggung jawab. Operasional usaha dimulai dari pengadaan input produksi hingga ke pemasaran domba kepada konsumen. Pengadaan input produksi yang dilakukan terdiri atas pengadaan bakalan, pengadaan pakan, pengadaan tenaga kerja serta pengadaan obat-obatan. Bakalan domba yang digunakan untuk penggemukan

Upload: vomien

Post on 10-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Perusahaan

PT. Agro Jaya Mulya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

penggemukan domba. Penggemukan domba dilakukan guna memenuhi

permintaan pasar daging domba di wilayah Subang dan sekitarnya baik untuk

konsumsi, aqiqah, dan qurban. Perusahaan terletak di Kampung Dawuan Oncom,

Kecamatan Dawuan, Kabupaten Subang Jawa Barat dengan luas lahan 3 hektar.

Lahan tersebut digunakan untuk kandang penggemukan domba, mess pegawai,

dan kantor.

PT. Agro Jaya Mulya didirikan pada tahun 2010 oleh Bapak Hasan Al-

Banna. Tujuan didirikannya perusahaan awalnya hanya untuk menyuplai

kebutuhan domba untuk lembaga aqiqah, namun seiring berjalannya waktu

permintaan domba diluar itu meningkat sehingga sekarang perusahaan tidak hanya

menyuplai untuk lembaga aqiqah, tetapi untuk memenuhi kebutuhan daging

domba diwilayah Subang dan sekitarnya. Visi perusahaan adalah membangun

peternakan terintegrasi, sebagai penyedia domba berkualitas yang dikelola secara

profesional. Adapun misi perusahaan adalah (1) mengelola peternakan modern

dengan daya dukung teknologi tepat guna, (2) menyediakan hewan ternak

berkualitas, (3) menghasilkan produk turunan yang unggul, (4) melakukan

pemasaran yang agresif dan tanggung jawab.

Operasional usaha dimulai dari pengadaan input produksi hingga ke

pemasaran domba kepada konsumen. Pengadaan input produksi yang dilakukan

terdiri atas pengadaan bakalan, pengadaan pakan, pengadaan tenaga kerja serta

pengadaan obat-obatan. Bakalan domba yang digunakan untuk penggemukan

27  

berasal dari pasar hewan, pengepul atau bandar di wilayah Subang, Garut dan

Majalengka. Domba yang dijadikan bakalan adalah Domba Garut, Domba

Priangan, Domba Ekor Gemuk, dan Domba Ekor Tipis (Lokal). Domba yang

dipilih untuk bakalan adalah domba yang sehat, tidak cacat, berumur 4 - 6 bulan,

dan memiliki bobot badan 13 – 20 kilogram.

Pakan yang digunakan merupakan complete feed yang diolah sendiri oleh

perusahaan dengan bahan baku yang dibeli dari pasar. Usaha penggemukan

domba yang dilakukan perusahaan berupa sistem penggemukan intensif dengan

lama penggemukan selama 2,5 bulan hingga maksimal 6 bulan pemeliharaan, dan

target kenaikan bobot badan 3 kilogram per ekor per bulan. Pemberian pakan

dilakukan dengan cara domba dikandangkan dan diberi pakan dalam kandang

menggunakan complete feed dengan rata-rata kebutuhan pakan yang sama, yaitu

1,8 kilogram per ekor per hari diberikan pada pagi dan sore hari. Bakalan yang

baru datang diberi pakan berupa hijauan selama tiga hari untuk proses adaptasi.

Selain pemberian pakan, pemberian obat-obatan juga dilakukan, pada saat bakalan

datang diberikan obat cacing dan vitamin, serta pemberian antibiotik untuk domba

yang sakit.

Tenaga kerja yang digunakan berasal dari berbagai wilayah di Jawa Barat,

tenaga kerja dibagi menjadi dua, yaitu staf kantor sebanyak 5 orang, 2 orang

petugas keamanan dan tenaga kerja kandang. Tenaga kerja kandang merupakan

tenaga kerja yang bersifat freelance banyaknya disesuaikan dengan populasi

domba yang ada, pada tahun 2014 rata-rata tenaga kerja kandang sebanyak 9

orang per bulan, 1 orang tenaga kerja menangani domba sebanyak 350 ekor.

PT. Agro Jaya Mulya memiliki kandang sebanyak 14 kandang berbentuk

panggung, 1 kandang isolasi, dan 3 kandang grazing. Luas 14 kandang panggung

28  

yaitu 5.707,2 m2. Kandang panggung terdiri atas kandang A yang terdiri dari 5

flok dengan jumlah pen 18 per kandang. Kandang B yang terdiri dari 5 flok

dengan jumlah pen 16 per kandang. Kandang C yang terdiri dari 4 flok dengan

jumlah pen 12 per kandang. Kandang isolasi terdiri atas enam pen dengan luas

kandang yaitu 43,2 m2. Untuk kandang grazing memiliki luas 183,2 m2. Rata-

rata setiap pen terdiri 7-8 ekor domba. Masing-masing kandang dikelola oleh satu

tenaga kerja pemeliharaan. Jumlah tenaga kerja disesuaikan dengan jumlah ternak

yang ada pada perusahaan tersebut.

Cakupan pemasaran PT. Agro Jaya Mulya meliputi wilayah Subang,

Jakarta, Bandung, Cirebon, dan Cilegon. Penjualan domba dilakukan melalui,

pasar hewan, jagal, pemesanan, dan lembaga yang bekerjasama dengan

perusahaan seperti lembaga aqiqah. Mekanisme penjualan dilakukan dengan cara

konsumen datang langsung ke perusahaan, namun bagi konsumen diluar Subang

melalui pemesanan via telepon kemudian domba dikirimkan ke daerah tersebut.

Penjualan domba pada perusahaan dikelompokan menjadi dua, (1) domba jantan

bertanduk terdiri dari Domba Garut dan Domba Priangan, (2) domba jantan tidak

bertanduk terdiri dari Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis (Lokal),

dengan harga jual yang berbeda pada setiap masing-masing domba. Domba yang

dijual merupakan domba yang memiliki bobot badan berkisar antara 14-34

kilogram. Sistem jual beli yang dilakukan di perusahaan yaitu dengan

menggunakan harga perkilogram bobot badan domba, namun jika permintaan

tinggi seperti saat Idul Adha menggunakan harga taksiran.

29  

4.2 Perfoma Produksi Domba

Perfoma produksi pada domba dapat dilihat dari pertambahan bobot badan

domba. Keuntungan usaha penggemukan domba yang paling utama adalah

mendapatkan pertambahan bobot badan yang tinggi dalam waktu cepat.

Pertambahan bobot badan diperoleh dari selisih bobot badan awal dengan bobot

badan akhir program penggemukan. Waktu juga menjadi penting dalam

penggemukan domba terkait dengan pertumbuhan domba. Oleh karena itu, kunci

sukses usaha penggemukan domba adalah laju pertumbuhan yang tinggi, dapat

diukur dari pertambahan bobot badan harian.

Pola pertumbuhan biasanya dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, dan

lingkungan. Secara umum, domba berada pada puncak pertumbuhan pada masa

lepas sapih, yakni sekitar umur 4 bulan, sampai saat dewasa tubuh atau sekitar

satu tahun, sehingga usaha penggemukan yang paling efektif adalah saat domba

berada pada rentang umur tersebut (Sodiq dan Abidin, 2008). Hal tersebut sesuai

dengan umur bakalan yang di pilih perusahaan, yaitu berumur 4-6 bulan dengan

pertimbangan bahwa pada usia itu pertumbuhan domba sedang mencapai fase

pertumbuhan cepat, sehingga pada saat pemberian pakan akan dikonversikan

menjadi daging. Perusahaan melakukan penggemukan dengan sistem intensif,

dengan cara domba dikandangkan dan diberikan pakan berupa complete feed.

Pertambahan bobot badan harian domba dapat dilihat pada Ilustrasi 2 untuk

domba jantan bertanduk dan Ilustrasi 3 untuk domba jantan tidak bertanduk.

30  

Ilustrasi 2. Pertambahan Bobot Badan Harian Domba Jantan Bertanduk Tahun 2014 Di PT. Agro Jaya Mulya

Ilustrasi 2 menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan harian (PBBH)

domba jantan bertanduk berangsur-angsur meningkat cepat dan terus meningkat

sampai suatu titik puncak, dan setelah melalui titik ini PBBH menurun meski

lama pemeliharaan terus ditambah. PBBH tertinggi sebesar 108,97 gram per hari

berada pada saat lama pemeliharaan 90 hari. Puncak produksi ini terjadi pada saat

rata-rata bobot awal domba sebesar 17,68 kilogram dengan bobot akhir 27,22

kilogram, terjadi kenaikan bobot badan sebesar 9,5 kilogram.

Ilustrasi 3. Pertambahan Bobot Badan Harian Domba Jantan Tidak Bertanduk Tahun 2014 Di PT. Agro Jaya Mulya

83.35 88.06

72.91 77.70

90.68 99.55

105.83 100.63

77.07

87.75

78.22 79.14

 -­‐        

 20.00    

 40.00    

 60.00    

 80.00    

 100.00    

 120.00    

0   20   40   60   80   100   120  

PBB

H (g

ram

)

Lama Pemeliharaan (Hari)

88.30

98.26 92.73

96.14 94.29

90.85 89.34

87.99

108.97

82.38

101.34

77.13

 -­‐        

 20.00    

 40.00    

 60.00    

 80.00    

 100.00    

 120.00    

0   20   40   60   80   100   120   140  

PBB

H (g

ram

)

Lama Pemeliharaan (Hari)

31  

Ilustrasi 3 menunjukkan bahwa PBBH domba jantan tidak bertanduk

meningkat pada saat awal pemeliharaan 68 hari, terus meningkat sampai puncak

pemeliharaan 85 hari, dan setelah itu menurun meskipun lama pemeliharaan

ditambah. Puncak PBBH dengan lama pemeliharaan 85 hari sebesar 105,83 gram

per hari, puncak tersebut terjadi pada saat rata-rata bobot badan awal 15,10

kilogram dan bobot akhir 23,82 kilogram, terjadi kenaikan bobot badan sebesar

8,72 kilogram.

Berdasarkan kedua ilustrasi tersebut dapat diketahui bahwa pertumbuhan

ternak berbentuk kurva sigmoid, mula-mula pertumbuhan cepat kemudian lambat,

titik balik atau titik infleksi saat kecepatan pertumbuhan cepat menjadi lambat

terjadi pada saat ternak pubertas (dewasa kelamin), yaitu pada umur 8 bulan

(Purbowati, 2009). Hal tersebut sesuai dengan yang terjadi pada perusahaan,

PBBH menurun meskipun lama pemeliharaan bertambah, namun tidak diketahui

apakah disebabkan oleh umur karena tidak adanya catatatan umur domba yang

dijual pada Tahun 2014.

Rata-rata pertambahan bobot badan harian pada Tahun 2014 di PT. Agro

Jaya Mulya pada domba jantan bertanduk sebesar 92,31 gram per hari dengan

lama pemeliharaan 93 hari, sedangkan domba jantan tidak bertanduk sebesar

86,74 gram per hari dengan lama pemeliharaan 83 hari. Perusahaan menggunakan

pakan berupa complete feed yang diberikan pada pagi dan sore hari, banyaknya

pakan yang diberikan pada domba jantan bertanduk dan domba jantan tidak

bertanduk sama sebanyak 1,8 kilogram per ekor per hari. Pakan berupa complete

feed diperlukan karena dalam penggemukan yang diinginkan adalah pertambahan

bobot badan dalam waktu yang relatif singkat. Oleh karena itu, diperlukan pakan

32  

yang mudah dicerna. Data pertambahan bobot badan domba dapat dilihat pada

Lampiran 2.

Menurut Prawoto, dkk (2001) rata-rata pertambahan bobot badan (PBB)

domba lokal yang dipelihara di peternakan rakyat berkisar 30 gram per hari,

namun melalui perbaikan teknologi pakan PBB domba lokal mampu mencapai

57–132 gram per ekor. Domba yang diberi complete feed (17,35% protein kasar)

dalam bentuk pelet menghasilkan PBB 164 gram per hari (Purbowati, 2007).

Bangsa domba di Indonesia memiliki pertambahan bobot badan harian kurang

dari 100 gram per hari. Rendahnya tingkat pertambahan bobot badan harian ini

disebabkan oleh sedikitnya pakan yang tersedia dan mutu pakan yang relatif

rendah (Bradford, 1993 yang dikutip oleh Hapsari, 2001).

Adanya perbedaan pertambahan bobot badan pada domba jantan

bertanduk dan domba jantan tidak bertanduk disebabkan oleh perbedaan lama

pemeliharaan dan genetik domba, namun tidak diketahui rumpun domba apa yang

berkontribusi terhadap besarnya pertambahan bobot badan harian setiap kelompok

domba karena kurang lengkapnya pencatatan yang dilakukan oleh perusahaan.

Dapat disimpulkan bahwa perfoma produksi domba jantan bertanduk

menghasilkan PBB optimal sebesar 108,97 gram per hari jika dipelihara selama

90 hari, sedangkan domba jantan tidak bertanduk menghasilkan PBB optimal

sebesar 105,83 gram per hari jika dipelihara selama 85 hari.

33  

4.3 Biaya Usaha Penggemukan Domba

4.3.1 Biaya Produksi Perusahaan

Biaya produksi yang digunakan pada analisis pendapatan ini adalah biaya

tidak tetap (variable cost). Biaya tidak tetap adalah biaya operasional yang

artinya biaya yang berubah tergantung pada besar kecilnya produksi yang

dihasilkan (Prawirokusumo,1990). Biaya tidak tetap yang dikeluarkan oleh

perusahaan meliputi biaya bakalan, pakan, obat-obatan, dan tenaga kerja kandang

yang berasal dari pencatatan individual domba. Biaya variabel domba jantan

bertanduk, dan domba jantan tidak bertanduk dapat dilihat pada Ilustrasi 4.

Ilustrasi 4. Biaya Variabel Domba per Ekor Tahun 2014 PT. Agro Jaya Mulya

Ilustrasi 4 menggambarkan besar rata-rata biaya variabel per ekor domba

jantan bertanduk dan domba jantan tidak bertanduk yang dikeluarkan perusahaan

selama satu tahun yang berasal dari pencatatan individual domba. Biaya yang

dikeluarkan perusahaan mengalami fluktuatif setiap bulannya, biaya variabel

domba jantan bertanduk terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan biaya

variabel domba jantan tidak bertanduk.

 -­‐        

 200,000    

 400,000    

 600,000    

 800,000    

 1,000,000    

 1,200,000    

 1,400,000    

1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12  

Rp/Eko

r  

Bulan  

JB  

JTB  

34  

Biaya variabel yang dikeluarkan domba jantan bertanduk pada Bulan

Januari sebesar Rp. 905.661 per ekor, kemudian mengalami peningkatan yang

cukup besar pada Bulan Pebruari sebesar Rp. 1.151.133 dan Bulan Maret sebesar

Rp. 1.187.134. Kenaikan biaya tersebut dipengaruhi oleh rata-rata bobot beli

bakalan domba jantan bertanduk yang meningkat sehingga harga belinya juga

meningkat, pada Bulan Januari bobot bakalan hanya 15,43 kilogram meningkat

menjadi 20,93 kilogram pada Bulan Pebruari dan 21,66 kilogram pada Bulan

Maret. Biaya variabel pada Bulan April menurun jauh menjadi Rp. 889.498 per

ekor, dikarenakan bobot beli bakalan yang ikut menurun menjadi 18,94 kilogram.

Pada bulan-bulan selanjutnya biaya variabel domba jantan bertanduk

berangsur-angsur meningkat sampai dengan puncaknya Bulan Juli sebesar

Rp.1.237.835, hal tersebut bukan dikarenakan bobot beli bakalan yang besar akan

tetapi karena ketersediaan bakalan yang kurang mengakibatkan harga beli menjadi

meningkat, sesuai dengan hukum ekonomi permintaan tinggi namun ketersediaan

sedikit menyebabkan harga jual meningkat. Biaya variabel yang dikeluarkan pada

Bulan Agustus menurun Rp. 114.771 atau menjadi Rp. 1.123.065, penurunan

yang terjadi tidak terlalu jauh. Biaya variabel mulai terlihat relatif stabil pada

Bulan September sampai dengan Desember, meski terjadi kenaikan dan

penurunan tetapi tidak signifikan. Perbedaan biaya pada Bulan September tidak

sampai melebihi 4%.

Berdasarkan Ilustrasi 4 juga dapat diketahui besar biaya variabel yang

dikeluarkan perusahaan untuk domba jantan tidak bertanduk. Pada Bulan Januari

biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 700.374 dan menurun pada Bulan Pebruari

menjadi Rp. 606.808, kemudian pada Bulan Maret dan April biaya yang

dikeluarkan relatif sama. Peningkatan biaya terjadi pada Mei menjadi

35  

Rp.846.053, dari Bulan Mei sampai akhir Bulan Desember pada grafik

menunjukkan adanya kenaikan dan penurunan biaya tetapi perbedaannya setiap

bulannya tidak lebih dari 3%.

Besarnya biaya variabel yang dikeluarkan oleh perusahaan dipengaruhi

oleh bobot beli bakalan dan ketersediaan bakalan untuk memenuhi permintaan

perusahaan. Pada usaha penggemukan domba biaya terbesar yang dikeluarkan

berasal dari bakalan, besarnya biaya bakalan yang dikeluarkan untuk domba

jantan bertanduk sebesar Rp. 860.099 dari total biaya variabel rata-rata

Rp.1.126.812 per ekor, sedangkan biaya bakalan yang dikeluarkan untuk domba

jantan tidak bertanduk sebesar Rp. 537.415 dari total biaya variabel rata-rata

Rp.777.956 per ekor. Tabel 1. Biaya Variabel Rata-rata Usaha Penggemukan Domba Tahun 2014 PT. Agro Jaya Mulya

Biaya Variabel Domba Persentase

JB JTB JB JTB

…Rp/ekor… …%... Bakalan 860.099 537.415 76,33 69,08 Pakan 249.816 224.891 22,17 28,91 Obat-obatan 5.000 5.000 0,44 0,64 Tenaga kerja 11.896 10.651 1,06 1,37 Total 1.126.812 777.956 100 100

Keterangan : JB: Domba jantan bertanduk JTB : Domba jantan tidak bertanduk

Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa biaya variabel terbesar berasal dari

pembelian bakalan dengan persentase sebesar 76,33% untuk domba jantan

bertanduk, dan 69,08% untuk domba jantan tidak bertanduk. Hal tersebut sesuai

36  

dengan pendapat Erwansyah, dkk. (2013) yang menyatakan bahwa biaya produksi

terbesar dari usaha penggemukan domba adalah pembelian bakalan sebesar

36,82% untuk skala usaha kecil dan 41,59% untuk skala usaha menengah.

Biaya variabel terbesar kedua berasal dari pakan, besarnya biaya pakan

pada usaha penggemukan domba bergantung pada banyaknya populasi dan lama

periode penggemukan pada perusahaan. Biaya pakan terbesar berasal dari domba

jantan bertanduk rata-rata biaya pakan domba per ekor Rp. 249.816 atau 22,17%

dari total biaya variabel per ekor. Besar biaya pakan domba jantan tidak

bertanduk Rp.224.891 per ekor, atau 28,91% dari total biaya variabel per ekor.

Tenaga kerja kandang bersifat freelance dengan upah Rp. 45.000 per

orang per hari, perbandingan tenaga kerja dengan ternak yaitu 1:350, jadi 1 orang

tenaga kerja menangani 350 ekor domba, sehingga upah tenaga kerja untuk 1 ekor

domba sebesar Rp. 129,00 per hari, atau Rp. 45.000 per hari untuk 350 ekor.

Besar biaya tenaga kerja kandang untuk domba jantan bertanduk Rp. 11.896 per

ekor, sedangkan besar biaya tenaga kerja domba jantan tidak bertanduk Rp.10.651

per ekor.

Biaya obat-obatan berada pada urutan keempat. Rata-rata biaya obat-

obatan untuk domba jantan bertanduk dan domba jantan tidak bertanduk Rp.5.000

per ekor. Besar biaya tersebut sama dikarenakan perusahan sudah mengalokasikan

untuk biaya obat-obatan sebesar Rp. 5.000 untuk satu ekor domba. Obat-obatan

yang digunakan, yaitu obat cacing, antibiotik, dan vitamin B kompleks yang

diberikan saat bakalan datang.

Berdasarkan biaya-biaya variabel tersebut maka dapat diketahui total rata-

rata biaya yang dikeluarkan untuk domba jantan bertanduk sebesar Rp.  1.126.812  

per ekor, sedangkan domba jantan tidak bertanduk sebesar Rp. 776.956 per ekor.

37  

Biaya yang dikeluarkan untuk domba jantan bertanduk lebih besar dibandingkan

domba jantan tidak bertanduk. Biaya variabel usaha penggemukan domba dapat

dilihat pada Lampiran 5. 4.3.2 Pembiayaan Tunai

Pembiayaan tunai pada usaha penggemukan domba terdiri total biaya

variabel, asuransi keamanan, dan pajak. Biaya tunai adalah biaya yang

dikeluarkan dalam bentuk tunai (uang). Dalam penelitian ini biaya tunai dihitung

dalam waktu satu tahun, sehingga dapat diketahui total biaya tunai yang

dikeluarkan perusahaan selama setahun. Biaya asuransi keamanan dan pajak

merupakan biaya yang wajib dikeluarkan perusahaan dan tidak terpengaruh

terhadap jumlah populasi ternak yang ada di perusahaan, sehingga biayanya tidak

dapat dihitung untuk satu ekor ternak. Total biaya tunai tahun 2014 PT. Agro Jaya

Mulya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Total Biaya Tunai Usaha Penggemukan Domba Tahun 2014 PT. Agro Jaya Mulya

Biaya Tunai Domba Persentase JB JTB JB JTB

…Rp … …%...

Biaya Variabel 575.679.714

206.127.975 97,78 96,58 Asuransi 11.561.358 6.438.642 1,96 3,02 Pajak 1.538.945 857.055 0,26 0,40

Total 588.780.017

213.423.673 100 100

Biaya tunai terbesar berasal dari biaya variabel atau biaya tidak tetap.

Biaya variabel merupakan komponen biaya tunai terbesar jika dibandingkan biaya

38  

asuransi dan pajak, biaya variabel merupakan biaya yang digunakan untuk

melakukan proses produksi usaha terdiri dari biaya pembelian bakalan domba,

pakan, tenaga kerja dan obat-obatan. Besarnya biaya variabel berhubungan

dengan banyaknya populasi, semakin banyak populasi maka semakin besar pula

biaya variabel yang dikeluarkan. Total biaya variabel pada tahun 2014 untuk

domba jantan bertanduk sebesar Rp. 575.679.714, sedangkan untuk domba jantan

tidak bertanduk sebesar Rp. 206.127.975.

Biaya tunai terbesar kedua berasal dari pembayaran asuransi. Asuransi

yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari upah tenaga kerja keamaan,

besar upah yang diberikan sebesar Rp. 1.500.000 per bulan yang dibayarkan

sekali dalam setahun dan dihitung secara proporsional berdasarkan jumlah

populasi ternak. Total biaya asuransi yang dikeluarkan perusahaan selama satu

tahun untuk domba jantan bertanduk sebesar Rp. 11.561.358 dan domba jantan

tidak bertanduk sebesar Rp. 6.438.642 pada tahun 2014.

Pajak merupakan komponen biaya tunai terendah dibandingkan biaya

variabel dan asuransi. Pajak yang dibayarkan perusahaan ini adalah pajak bumi

dan bangunan yang wajib dibayarkan setiap tahunnya tanpa melihat banyaknya

populasi domba yang ada di perusahaan. Besarnya pajak yang dibayarkan untuk

domba jantan bertanduk sebesar Rp. 1.538.945 dan domba jantan tidak bertanduk

sebesar Rp. 857.055. Total biaya tunai untuk domba jantan bertanduk sebesar

Rp.588.780.017, sedangkan untuk domba jantan tidak bertanduk sebesar

Rp.213.423.673. Pembiayaan tunai domba jantan bertanduk dan domba jantan

tidak bertanduk dapat dilihat pada Lampiran 6.

39  

4.4 Penerimaan

Penerimaan adalah nilai uang diperoleh produsen dari hasil penjualan

output, sehingga penerimaan merupakan perkalian antara total hasil dengan harga.

Penerimaan pada usaha ini berupa domba hasil penggemukan yang dikelompokan

menjadi domba jantan bertanduk, dan domba jantan tidak bertanduk. Penerimaan

yang diperoleh perusahaan berasal dari penjualan domba dihitung dalam satu

tahun. PT. Agro Jaya Mulya menetapkan harga jual domba yang sesuai dengan

harga pasar yang berlaku di pasar wilayah Subang. Penerimaan domba jantan

bertanduk, dan domba jantan tidak bertanduk dapat dilihat pada Lampiran 7.

Ilustrasi 5. Rata-rata Penerimaan Domba per Ekor Tahun 2014 PT. Agro Jaya Mulya

Ilustrasi 5 menggambarkan besar penerimaan yang diperoleh perusahaan

pada setiap ekor domba selama satu tahun. Berdasarkan ilustrasi tersebut dapat

diketahui bahwa penerimaan domba jantan bertanduk lebih besar dibandingkan

domba jantan tidak bertanduk, dan mengalami fluktuatif setiap bulannya.

Penerimaan yang diperoleh dari penjualan domba jantan bertanduk pada

Bulan Januari sebesar Rp. 1.192.714 per ekor dengan bobot jual 21,69 kilogram,

 -­‐        

 500,000    

 1,000,000    

 1,500,000    

 2,000,000    

 2,500,000    

1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12  

Rp/eko

r  

Bulan  

JB  

JTB  

40  

kemudian meningkat sampai dengan Bulan Maret menjadi Rp. 1.551.571 per ekor

dengan bobot jual 28,48 kilogram. Mulai terjadi penurunan penerimaan penjualan

domba pada Bulan April dan Mei, rata-rata selisih penerimaan Bulan April dan

Mei sebesar Rp. 144.958, kemudian berangsur-angsur meningkat sampai dengan

Bulan Agustus.

Tingginya penerimaan yang dipengaruhi harga jual domba mulai terlihat

pada Bulan September dan Oktober, peningkatan harga tersebut diiringi dengan

adanya momen Hari Raya Idul Adha, dimana pada saat itu banyak permintaan

konsumen untuk melakukan qurban dengan memilih domba jantan bertanduk.

Penerimaan yang diperoleh perusahaan pada Bulan September sebesar

Rp.1.905.981 per ekor, sedangkan Bulan Oktober sebesar Rp. 2.005.624 per ekor

penjualan pada bulan ini mencapai 249 ekor domba. Pada saat Hari Raya Idul

Adha konsumen lebih banyak memilih domba jantan bertanduk, karena konsumen

melihat kriteria penampilan fisik dalam pembelian domba. Adapun kriteria

tersebut diantaranya, seperti : memiliki jenis domba jantan, bobot badan yang

besar, cukup umur, dan tidak cacat. Disunnahkan berqurban dengan ternak yang

gemuk, baik dan tidak cacat.

Setelah berakhirnya momen Hari Raya Idul Adha, penerimaan yang

diperoleh perusahaan menurun pada Bulan November harga jual domba menjadi

Rp. 1.667.836 per ekor, kemudian menurun lagi pada Bulan Desember menjadi

Rp. 1.486.560 per ekor, penurunan tersebut disebabkan berkurangnya permintaan

konsumen terhadap kebutuhan daging domba jantan bertanduk.

Penerimaan perusahaan yang diperoleh dari penjualan domba jantan

tidak bertanduk juga dapat dilihat pada Ilustrasi 5. Penerimaan yang berasal dari

domba jantan tidak bertanduk juga mengalami fluktuatif, tetapi tidak sangat

41  

signifikan jika dibandingkan domba jantan bertanduk. Pada Bulan Januari

penerimaan yang diperoleh pada domba jantan tidak bertanduk sebesar

Rp.1.005.810 per ekor, penerimaan Bulan Januari dan Pebruari relatif sama.

Terjadi penurunan harga jual pada Bulan Maret sebesar Rp. 75.299 dari selisih

harga sebelumnya, kemudian kembali meningkat pada Bulan Mei sebesar

Rp.1.185.588 per ekor. Pada Bulan Agustus terjadi peningkatan penerimaan yang

cukup besar dibandingkan bulan-bulan sebelumnya sebesar Rp. 1.253.735 per

ekor, total penjualan bulan ini sebanyak 34 ekor.

Menjelang hari raya Idul Adha pada Bulan September dan Oktober

terjadi penurunan harga jual yang mengakibatkan penerimaan menurun. Pada

Bulan September penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 1.154.000 per ekor, dan

total penjualan hanya 5 ekor, sedangkan Bulan Oktober penerimaan diperoleh

sebesar Rp. 1.153.350 per ekor, dan total penjualan sebanyak 4 ekor. Hal tersebut

sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan penerimaan domba jantan

bertanduk pada saat momen Idul Adha. Terlihat di sini bahwa masyarakat sekitar

Subang lebih menyukai domba jantan bertanduk untuk dijadikan hewan qurban,

selain faktor tradisi masyarakat tetapi juga karena dilihat dari penampilan fisik

domba ini lebih besar dan terlihat gagah dengan adanya tanduk.

Penerimaan domba jantan tidak bertanduk mengalami penurunan yang

cukup besar pada Bulan November sebesar Rp. 894.899 per ekor, namun

kemudian kembali meningkat pada Bulan Desember menjadi Rp. 1.139.948 per

ekor. Domba jantan tidak bertanduk banyak dijual untuk aqiqah, pasar hewan,

dan pedagang sate. Permintaan domba jantan tidak bertanduk banyak diminati

konsumen pada hari-hari biasa karena harganya yang relatif lebih murah

dibandingkan domba jantan bertanduk.

42  

Rata-rata penerimaan yang diperoleh perusahaan pada Tahun 2014 dari

domba jantan bertanduk sebesar Rp. 1.542.765 per ekor dengan bobot jual 26,69

kilogram, sedangkan total penerimaan selama satu tahun sebesar Rp. 883.078.367

dengan volume penjualan sebanyak 492 ekor. Rata-rata penerimaan yang

diperoleh perusahaan pada Tahun 2014 dari domba jantan tidak bertanduk sebesar

Rp. 1.071.040 per ekor dengan bobot jual 22,51 kilogram, sedangkan total

penerimaan selama satu tahun sebesar Rp. 291.901.321 dengan volume penjualan

sebanyak 274 ekor.

4.5 Pendapatan Usaha Penggemukan Domba

4.5.1 Pendapatan Produksi

Pendapatan merupakan perbedaan antara nilai penerimaan dengan nilai

pengeluaran. Nilai penerimaan adalah hasil yang dicapai suatu usaha jika

produksinya dijual, sedangkan nilai pengeluaran disini merupakan biaya-biaya

yang harus dikeluarkan saat proses produksi (biaya variabel). Untuk memperoleh

laba maka jumlah penerimaan harus lebih besar dari total biaya. Peternak yang

merugi disebabkan karena penggunaan biaya yang tinggi dan tidak diimbangi

dengan penerimaan yang tinggi pula.                

Ilustrasi 6. Volume Penjualan Domba Jantan Bertanduk dan Domba Jantan

Tidak Bertanduk Tahun 2014 PT. Agro Jaya Mulya

0  

100  

200  

300  

1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12  

Ekor  

Bulan  

JB  

JTB  

43  

Berdasarkan ilustrasi di atas terlihat bahwa penjualan di PT. Agro Jaya

Mulya pada Tahun 2014 mengalami fluktuasi. Pada Bulan Oktober, penjualan

domba jantan bertanduk paling tinggi sebanyak 249 ekor dibandingkan dengan

bulan lain karena bertepatan dengan hari raya Idul Adha. Besarnya permintaan

terhadap domba jantan bertanduk pada momen tersebut, menyebabkan harga jual

ikut meningkat, rata-rata harga jual domba pada Bulan Oktober Rp. 2.005.624 per

ekor dengan bobot badan rata-rata 25,32 kilogram, pendapatan yang diperoleh

perusahaan pada bulan ini paling besar dibandingkan bulan-bulan lainnya, yaitu

sebesar Rp. 820.625 per ekor. Hal ini sesuai dengan penjelasan Bagus Harianto

(2012) bahwa permintaan domba pada momen tersebut dapat mencapai ratusan

ribu ekor bahkan lebih. Permintaannya pun cenderung meningkat dari tahun ke

tahun. Oleh karena itu, banyak peternak domba yang khusus mengambil momen

Idul Adha untuk memasarkan hewan ternaknya. Sebaliknya pada Bulan Januari

jumlah penjualan domba paling sedikit, yaitu 7 ekor disebabkan pasokan domba

pada perusahaan yang sedikit.

Ilustrasi 6 juga menggambarkan kurva volume penjualan domba jantan

tidak bertanduk mengalami fluktuatif, namun tidak terlalu ekstrim jika

dibandingkan dengan volume penjualan domba jantan bertanduk. Penjualan

domba jantan tidak bertanduk paling banyak terjadi pada bulan April, yaitu

sebanyak 58 ekor. Rata-rata harga jual Bulan April sebesar Rp. 969.888 per ekor

dengan bobot badan 21,33 kilogram, pendapatan yang diperoleh pada bulan ini

sebesar Rp.331.843 per ekor. Domba jantan tidak bertanduk lebih banyak dijual

untuk aqiqah, PT. Agro Jaya Mulya bermitra dengan perusahaan lain yang

bergerak di bidang jasa rumah aqiqah sehingga sebagian domba ini disalurkan ke

44  

rumah aqiqah. Selain itu, pemasaran domba juga dilakukan ke pedagang sate, dan

jagal.

Penjualan domba jantan tidak bertanduk pada Bulan Oktober atau pada

saat Hari Raya Idul Adha jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan penjualan

domba jantan bertanduk. Hal tersebut disebabkan untuk berqurban dipilih domba

jantan yang memiliki bobot badan yang besar, dan sesuai dengan selera

masyarakat Jawa Barat yang lebih suka pada domba yang bertanduk. Sehingga

pada momen Hari Raya Idul Adha penjualan domba jantan bertanduk meningkat

drastis. Besar pendapatan produksi rata-rata domba pada tahun 2014 sebesar

Rp.415.953 per ekor untuk domba jantan bertanduk, sedangkan untuk domba

jantan tidak bertanduk sebesar Rp. 293.084 per ekor.

4.5.2 Pendapatan Tunai

Pendapatan tunai merupakan hasil selisih antara total penerimaan, total

biaya variabel, pajak dan asuransi keamanan. Pendapatan tunai pada penelitian ini

merupakan total besarnya pendapatan yang dilihat dalam satu tahun untuk

penggemukan domba jantan bertanduk dan domba jantan tidak bertanduk.

Tabel 3. Total Pendapatan Tunai Usaha Penggemukan Domba Tahun 2014 PT. Agro Jaya Mulya

Pendapatan Tunai Domba JB JTB

…Rp…

Total Penerimaan 883.078.367 291.901.321 Biaya Tunai 588.780.017 213.423.673 Pendapatan Tunai 294.298.350 78.477.649

45  

Dapat dilihat pada Tabel 3 bahwa pendapatan tunai pada domba jantan

bertanduk lebih besar dibandingkan domba jantan tidak bertanduk, dimana

penggunaan biaya yang tinggi diimbangi dengan penerimaan yang tinggi pula.

Pendapatan tunai tersebut berasal dari penerimaan dikurangi dengan biaya tunai,

dan pajak.

Total pendapatan tunai terbesar adalah penjualan domba jantan bertanduk

pada tahun 2014 sebesar Rp. 294.298.350, sedangkan total pendapatan tunai yang

diperoleh domba jantan tidak bertanduk tahun 2014 sebesar Rp. 78.477.649.

Besar perbedaan pendapatan domba jantan bertanduk dan domba jantan tidak

bertanduk pada usaha penggemukan yang dijalankan selama satu tahun, yaitu

sebesar Rp. 215.820.701, pendapatan domba jantan bertanduk lebih besar

dibandingkan domba jantan tidak bertanduk. Total pendapatan tunai usaha

penggemukan domba dapat dilihat pada Lampiran 9.

Berdasarkan data tersebut maka penggemukan domba jantan bertanduk

lebih menguntungkan, sehingga perusahaan dapat memaksimalkan usahanya

dengan meningkatkan jumlah populasi domba jantan bertanduk terlebih pada saat

momen hari raya Idul Adha. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar pendapatan

pada perusahaan penggemukan domba, antara lain harga, volume penjualan, dan

waktu pemeliharaan. Harga merupakan faktor yang mempengaruhi besar kecilnya

pendapatan suatu usaha, harga penjualan domba sewaktu-waktu dapat berubah

sesuai dengan harga pasar, perusahaan dapat memanfaatkan momen-momen

tertentu untuk meningkatkan harga suatu produk untuk memperbesar pendapatan

usaha. Selain harga, volume penjualan merupakan hasil yang dicapai perusahaan

dari waktu ke waktu yang mengalami naik turun sesuai dengan permintaan

konsumen dapat mempengaruhi besar pendapatan perusahaan. Faktor terakhir

46  

adalah waktu pemeliharaan berhubungan dengan hasil produk yang dihasilkan,

karena pada PT. Agro Jaya Mulya menjual hasil produksinya berdasarkan bobot

badan sehingga pertambahan bobot badan dan waktu pemeliharaan yang cepat

dapat memperkecil biaya pemeliharaan yang dikeluarkan.