jangan sampai pandangan saudara berubah menjadi pandangan asmara
TRANSCRIPT
-
8/16/2019 Jangan Sampai Pandangan Saudara Berubah Menjadi Pandangan Asmara
1/2
“Jangan sampai pandangan Saudara berubah menjadi pandangan Asmara” begitu
statemen seorang ikhwah pagi itu dalam majelis keilmuan. Saya dan teman-teman
yang lain meresponnya hanya dengan tertawa saja. Karena kami sudah memahami,
bahwa karakter teman kami yang satu ini memang paling jago kalo nyeletuk.
Sebuah Kisah Fikti
!agi ini dalam sebuah pesan singkat seorang akhwat mengirimkan pesan singkat
kepada seorang perantara yang dianggap dekat dengan seorang ikhwan. “Akhi, ana
ga bisa lagi berinteraksi dengan akh ulan"”. #yata sekali menekan perasaannya
dengan mun$ulnya tanda seru. !ekan lalu, ikhwan tersebut membuat sebuah
postingan a$ebook yang membuat ana merasa risih. Awan, terus terang juga
tersinggung, bahkan memberikan kode keras dalam media-media sosialnya.
Sang perantara trsebut terkejut. %a berusaha tetap tenang. “Sabar &khti, jangan
terlalu diambil hati. 'ungkin maksudnya tidak seperti yang Anti bayangkan”, sang
perantara men$oba menenangkan terutama untuk dirinya sendiri.
“Awan, ana tidak menangkap maksud lain dari status-status di media sosialnya.%khwan itu mungkin tidak pernah berpikir dampak yang dia posting di media sosial.
Kata-kata itu membuat ana sedikit banyak merasa gagal menjaga hijab ana, gagal
menjaga komitmen dan menjadi penyebab (tnah. !adahal, ana hanya berusaha
menjadi bagian dari perputaran dakwah ini”, sang akhwat kini mulai tersedak
terbata.
“)a sudah ana berharap Anti tetap isti*amah dengan kenyataan ini, ana tidak ingin
kehilangan tim dakwah oleh permasalahan seperti ini”. Sang perantara pun
membuat keputusan, “Ana akan ajak bi$ara langsung akh ulan”.
+eberapa aktu berlalu, ketika akhirnya sang perantara tersebut mendatangi ulan
yang bersangkutan. Fulan berkata, “Ana memang membuat status yang demikianitu, namun tidak ada maksud untuk menyinggung ukhti itu, mungkin ukhti itu yang
ke an, apakah itu salah/”
Sang perantara berusaha menanggapinya seari mungkin. “Ana tidak menyalahkan
status media sosial dan perasaan Antum. Kita semua berhak memiliki perasaan itu
dan berbi$ara. !ertanyaan ana adalah, apakah Antum sudah siap ketika
menyatakan perasaan dalam media sosial itu/ Apakah Antum mengatakannya
dengan orientasi bersih yang menjamin hak-hak saudari Antum/ 0ak perasaan dan
hak pembinaannya. Apakah Antum menyampaikan kepada pembina Antum untuk
diseriuskan/ Apakah Antum sudah siap berkeluarga/ Apakah Antum sudah berusaha
menjaga kemungkinan (tnah dari pernyataan Antum, baik terhadap ikhwah lain
maupun terhadap dakwah/”
1eee, Anu &stad2 3J41+
+erselang tidak lama, Akhwat ini sudah merasakan pun$ak dari kegelisahan
hatinya, pada akhirnya akhwat langsung berterus terang dengan Fulan melalui
per$akapan pesan singkat, “Akh, ane mengenal antum juga baru-baru ini, seneng
rasanya bisa membangun ukhuwah dengan saudara lainnya, +ukan maksud ana
-
8/16/2019 Jangan Sampai Pandangan Saudara Berubah Menjadi Pandangan Asmara
2/2
untuk mendeskripsikan antum yang $eplas-$eplos. Ana hanya meminta tolong
kepada antum untuk membantu akhwat lainnya untuk menjaga perasaanya”
“'ungkin maksud antum bukan untuk ana, tapi se$ara umum yang antum posting
telah membuat beberapa akhwat baper. Ana sangat paham antum itu seperti apa,antum baik, bagus dan $erewet pake lagi, bahkan di media sosial. 5api antum
kurang memahami bagaimana itu akhwat, Ana sampaikan ya akh, Akhwat itu
memiliki kelembutan hati yang sangat peka, dia mudah sekali untuk kebawa
perasaan 6 +a$a 7 8 “Awan, Semoga antum bisa menjaga sikap “
Sang ikhwan pun ternganga dan terdiam tanpa membalas pesan singkat itu.
9 5ulisan ini dibuat, semata mata hanya sebagai nasihat 6bagi penulis dan
pemba$a8, tidak untuk menghujat apalagi melaknat. Semoga dengannya kita dapat
mengambil hikmah dan manaat serta senantiasa menjauhkan diri dari berbagai
maksiat. Aamiiin.
inanjar iai