jante arkidam

22
Jante Arkidam (Karya Ajip Rosidi) Sepasang mata biji saga Tajam tangannya lelancip gobang Berebahan tubuh-tubuh lalang dia tebang Arkidam, Jante Arkidam Dinding tembok hanyalah tabir embun Lunak besi di lengkungannya Tubuhnya lolos di tiap liang sinar Arkidam, Jante Arkidam Di penjudian, di peralatan Hanyalah satu jagoan Arkidam, Jante Arkidam Malam berudara tuba Jante merajai kegelapan Disibaknya ruji besi pegadaian Malam berudara lembut Jante merajai kalangan ronggeng Ia menari, ia ketawa ‘mantri polisi lihat ke mari! Bakar mejajudi dengan uangku sepenuh saku Wedanan jangan ketawa sendiri! Tangkaplah satu ronggeng berpantat padat Bersama Jante Arkidam menari Telah kusibak rujibesi!’ Berpandangan wedana dan mantripolisi Jante, Jante; Arkidam! Telah dibongkarnya pegadaian malam tadi Dan kini ia menari!’

Upload: daniel-bear

Post on 26-Jul-2015

611 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jante Arkidam

Jante Arkidam

(Karya Ajip Rosidi)

Sepasang mata biji sagaTajam tangannya lelancip gobangBerebahan tubuh-tubuh lalang dia tebangArkidam, Jante Arkidam

Dinding tembok hanyalah tabir embunLunak besi di lengkungannyaTubuhnya lolos di tiap liang sinarArkidam, Jante Arkidam

Di penjudian, di peralatanHanyalah satu jagoanArkidam, Jante Arkidam

Malam berudara tubaJante merajai kegelapanDisibaknya ruji besi pegadaian

Malam berudara lembutJante merajai kalangan ronggengIa menari, ia ketawa

‘mantri polisi lihat ke mari!Bakar mejajudi dengan uangku sepenuh sakuWedanan jangan ketawa sendiri!Tangkaplah satu ronggeng berpantat padatBersama Jante Arkidam menariTelah kusibak rujibesi!’

Berpandangan wedana dan mantripolisiJante, Jante; Arkidam!Telah dibongkarnya pegadaian malam tadiDan kini ia menari!’

‘Aku, akulah Jante ArkidamSiapa berani melangkah kutigas tubuhnyaBatang pisang,Tajam tanganku lelancip gobangTelah kulipat rujibesi’

Page 2: Jante Arkidam

Diam ketakutan seluruh kalanganMemandang kepada Jante bermata kembangSepatu

‘mengapa kalian memandang begitu?Menarilah, malam senyampang lalu!’

Hidup kembali kalangan, hidup kembaliPenjudianJante masih menari berselempang selendang

Diteguknya sloki kesembilanlikurWaktu mentari bangun, Jante tertidur

Kala terbangun dari mabuknyaMantripolisi berada di sisi kiri‘Jante, Jante Arkidam, Nusa Kambangan!’

Digisiknya mata yang sidik‘Mantripolisi, tindakanmu betina punya!Membokong orang yang nyenyak’

Arkidam diam dirante kedua belah tanganDendamnya merah lidah ular tanah

Sebelum habis hari pertamaJante pilin ruji penjaraDia minggat meniti cahya

Sebelum tiba malam pertamaTerbenam tubuh mantripolisi di dasar kali

‘Siapa lelaki menuntut bela?Datanglah kala aku jaga!’

Teriaknya gaung di lunas malamDan Jante berdiri di atas jembatanTak ada orang yang datangJante hincit menikam kelam

Janda yang lakinya terbunuh di dasar kaliJante datang ke pangkuannya

Mulut mana yang tak direguknyaDada mana yang tidak diperasnya?Bidang riap berbulu hitam

Page 3: Jante Arkidam

Ruastulangnya panjang-panjangTelah terbenam beratus perempuanDi wajahnya yang tegap

Betina mana yang tak ditaklukkannya?Mulutnya manis jeruk GarutLidahnya serbuk kelapa puanKumisnya tajam sapu injukArkidam, Jante Arkidam

Teng tiga di tangsi polisiJante terbangun ketiga kaliDiremasnya rambut hitam janda bawahnya

Teng kelima di tangsi polisiJante terbangun dari lelapnyaPerempuan berkhianat, tak ada di sisinyaBerdegap langkah mengepung rumahDidengarnya lelaki menantang:‘Jante, bangun! Kami datang jika kau jaga!’

‘Datang siapa yang jantanKutunggu di atas ranjang’

‘Mana Jante yang beraniHingga tak keluar menemui kami?’

‘Tubuh kalian batang pisangTajam tanganku lelancip pedang’

Menembus genteng kaca Jante berdiri di atas atapMemandang hina pada orang yang banyakDipejamkan matanya dan ia sudah berdiri di atas tanah‘hei, lelaki matabadak lihatlah yang tegasJante Arkidam ada di mana?’

Berpaling seluruh mata kebelakangJante Arkidam lolos dari kepunganDan masuk ke kebun tebu

‘Kejar jahanam yang lari!’

Jante dikepung lelaki satu kampungDilingkung kebun tebu mulai berbungaJante sembunyi di lorong dalamnya

Page 4: Jante Arkidam

‘Keluar Jante yang sakti!’Digelengkannya kepala yang angkuhSekejap Jante telah bersanggul‘Alangkah cantik perempuan yang lewatAdakah ketemu Jante di dalam kebun?’

‘Jante tak kusua barang seorangMasih samar, di lorong dalam’

‘Alangkah Eneng bergegasAdakah yang diburu?’

‘Jangan hadang jalankuPasar kan segera usai!’

Sesudah jauh Jante dari merekaKembali dijelmakannya dirinya

‘Hei lelaki sekampung bermata daduApa kerja kalian mengantuk di situ?’

Berpaling lelaki ke arah JanteIa telah lolos dari kepungan

Kembali Jante diburuLari dalam gelapMeniti muka air kaliTiba di persembunyiannya.

______________

Alkisah, Jante Arkidam adalah seorang jagoan (atau bisa disebut preman atau residivis) yang sangat disegani dan ditakuti. Dia adalah momok bagi si kaya dan institusi penyimpan harta. Meski disimpan serapat mungkin, tapi usaha itu tak berguna, karena dialah Jante Arkidam.

Dia sangat sakti, terbukti dari penggambaran, “Tajam tangannya lelancip gobang.” Bahkan, “Dinding tembok hanyalah tabir embun. Lunak besi di lengkungannya. Tubuhnya lolos di tiap liang sinar.”

Dan pada suatu malam, beraksilah dia. “Malam berudara tuba. Jante merajai kegelapan. Disibaknya ruji besi pegadaian.” Setelah itu, dia pun berpesta pora sambil sesumbar memanggil-manggil mantripolisi dan wedana.

Dengan takut-takut, mantripolisi dan wedana saling berpandangan. Dengan sedikit tak percaya, mereka berkata, “Telah dibongkarnya pegadaian malam tadi/Dan kini ia menari!” Bahkan selanjutnya Arkidam malah balik menantang, “Aku, akulah Jante Arkidam. Siapa berani

Page 5: Jante Arkidam

melangkah kutigas tubuhnya batang pisang. Tajam tanganku lelancip gobang. Telah kulipat rujibesi.”

Meski demikian, tak ada yang berani menangkapnya. Pesta dan perjudian pun tetap berlanjut dengan dimeriahkan tarian ronggeng. Sloki demi sloki minuman keras ditenggaknya. Hingga ketika dia telah mabuk dan tak sadarkan diri, barulah maling sakti itu diringkus.

Kala terbangun dari mabuk, mantripolisi telah berada di sisi kirinya. Kedua tangannya telah diborgol dan dia pun hendak dijebloskan di bui Nusa Kambangan. Dendam Arkidam pun memuncak kepada mantripolisi yang telah menangkapnya secara tidak jantan.

Namun, sebelum habis hari pertama, Jante pilin ruji penjara. Dia minggat meniti cahya. Dan tak berselang berapa lama, terbenam tubuh mantripolisi di dasar kali. Mati. Sambil berdiri di atas jembatan, Jante berteriak lantang memecah pekatnya malam, “Siapa lelaki menuntut bela? Datanglah kala aku jaga!”

Jante adalah orang yang ditakuti bagi para lelaki. Tapi bagi kaum hawa, dia adalah pujaan. Bahkan, tak terkecuali janda mantripolisi yang baru saja dibunuhnya. Entah kenapa, hati janda yang baru ditinggal mati itu melunak kepada pembunuh suaminya. Dia rela memberikan semuanya kepada Jante, tak terkecuali kehormatannya.

Malam merambat pelan. Jante tampaknya tak bisa nyenyak tertidur, walaupun ada yang menemaninya. Tiap kali bunyi lonceng dari tangsi polisi berdentang, dia selalu terjaga. Dan pada dentang yang kelima, Jante tergeragap. Janda mantripolisi yang menemaninya semalaman tak rebah di sisinya. Dia berkhianat. Senyampang kemudian, berdegap langkah mengepung rumah. Didengarnya lelaki menantang, “Jante, bangun! Kami datang jika kau jaga!”

Maka saling tantang pun terjadi di antara dua kubu. “Datang siapa yang jantan. Kutunggu di atas ranjang.”

“Mana Jante yang berani hingga tak keluar menemui kami?”

“Tubuh kalian batang pisang. Tajam tanganku lelancip pedang.”

Setelah itu, suasana berubah senyap. Tak ada satu pun pengepung yang berani masuk rumah. Malam makin mencekam bagi mereka. Dan tiba-tiba, pecah suara dari lain arah, “Hei, lelaki matabadak lihatlah yang tegas. Jante Arkidam ada di mana?’

Berpaling seluruh mata ke belakang. Ternyata Jante Arkidam telah lolos dari kepungan. Ia berlari memasuki kebun tebu. Maka, lelaki sekampung yang tadi mengepung rumah pun berlari mengejarnya. Mereka berbalik mengepung kebun tebu itu.

Di lorong dalam kebun tebu, Jante bersembunyi. Dengan kelihaiannya dalam menyamar, kini dia telah berubah bersanggul menjelma gadis yang catik. “Alangkah cantik perempuan yang lewat,” kata salah seorang lelaki, “Adakah ketemu Jante di dalam kebun?”

Page 6: Jante Arkidam

“Jante?” dia buka suara, “Tak kusua barang seorang. Masih samar, di lorong dalam.”

“Alangkah Eneng bergegas. Adakah yang diburu?”

“Jangan hadang jalanku. Pasar kan segera usai!” ucap Jante dengan nada wanita.

Jante pun dapat lolos dari kepungan. Bak lolos dari lubang jarum. Setelah jauh Jante melangkah, kembali dijelmakannya dirinya. Dia pun berteriak mengejek orang sekampung, “Hei lelaki sekampung bermata dadu. Apa kerja kalian mengantuk di situ?”

Mereka terperanjat. Lagi-lagi maling itu bisa dengan mudah melepaskan diri dari kepungan. Jante lari dalam gelap, meniti muka air kali, dan tiba di persembunyiannya.

Page 7: Jante Arkidam

JANTÉ ARKIDAMAjip Rosidi Panonna beureum siki sagaLeungeunna seukeut lalancip gobangNiplasan badan palapah gedangArkidam, Janté Arkidam Di pangaduan di kalangan ronggéngNgan hiji jagoanArkidam, Janté Arkidam Ti peuting angkeub ku mendungJanté raja alam petengMatek aji panarawanganManjing ka liang sasoroting sinarJariji beusi pakgadé miley ku ramona Ti peuting ngadalingding wangiJanté raja dina tayubanNgagakgak seuri ngibingan ronggéng “Mantri pulisi ngalieuk ka dieu!Bantingkeun kartu bantingkeun dadu!Wadana, ulah nundutan di dinya!Urang ngibing jeung kula – Janté Arkidam!” SilihteuteupWadana jeung Mantri pulisi:Janté, Janté Arkidam!Ngabongkar pakgadé peuting tadiAyeuna makalangan di nu tayuban!” “Enya, kaula Janté ArkidamSing saha nu wani maju rék ditigasLeungeun kula lalancip pedang!” Ngahéphép sapanglalajoanNeuteup ka Janté nu matana ngembang wéra “Ku naon neuteup ka kula?Teruskeun ngibing, peuting nyérélék béak.” Ramé deui kalangan, ramé deui pangaduanJanté masih ngibing nyolémpang saléndangNguyup arak sloki ka salapan likur

Page 8: Jante Arkidam

Waktu beurang datang, janté ngagolérDiburu ku Mantri pulisi:“Janté, Janté Arkidam, Nusa Kambangan!”  Ngagisik hayang sidikJanté mencrong Mantri pulisi:“Ki Mantri, tindakan andika léléwa bikangNgabokong jalma keur tibra!” Arkidam ditalikung leungeunna duaSorot matana ngentab seuneuanSaméméh béak poé kahijiJanté minggat nitih cahyaKaluar ti panjara Saméméh cunduk peuting kahijiMantri pulisi nyungseb di dasar walunganTeu nyawaan “Saha jago nu nungtut béla?Datang mun kaula nyaring!”

Page 9: Jante Arkidam

Antologi Puisi Sunda

SAJAK PIKEUN TAHAP SD

Hadi AKS

HUJAN DI BURUAN

Hujan di buruanlain cimatatapi kakelar nu tinggarendangna daun-daun pandan

Di dieu aya kénéh anginnu ngalaong ti tungtung lemburbasa peuting beuki jauhhaté dibawa tilem laun-laun

Geura reureuh ka dieukana liliuh peutingunggal mata nu katideresaatawa impian nu kalunta-lunta

Hujan tinggal sesana di buruantapi aya kénéh kalangkang bulanjeung langit beresihdina riak cileuncang

1996

Rahmat M. Sas. Karana

BULAN

Teuteup ka langitka bulan bunder keur imutbéntang rapang sidéngdang di langit lénglangBarudak ulin di buruan

‘Na beungeut bulan nu ngempur konéngaya kalangkang ngelemeng hideungNini Antéh jongjon muter-muter kincirngawiletan kantéh tinuneun

Page 10: Jante Arkidam

kapasna méga nu bodas

Lila temen Nini Antéh teu daékeun eureun-eureunninunna mani ngadeluklawonna meureun geus numpuk

Upama ninun geus parat, Niniturun ka dunya bawa lawon masing lobajang budak nu keur gobag ditaranjangsing walatra bagi sabajueun séwang

Pangandaran, 1964

Risnawati

DU’A

Gusti,Kongkorongan ieu hatéku borélakna siki tasbéjeung dzikir na unggal lilirsangkan teu bisaeun mungkirkana hakékatna takdir

Gusti,céboran ieu rasaku weningna ayat Qur’anjeung luhurna darajat imansangkan ajeg na tangtunganmuntang ka Anjeun Nu Maha Héman

Gusti,papaésan ieu ragaku éndahna ahlak mulyajeung léngkah nu ngawirahmasangkan diasih sasamasangkan hirup nyanding bagja

Gusti,ieu haté, ieu rasa, ieu ragakuring teu ngaboga-boga.

Page 11: Jante Arkidam

Éddy D. Iskandar

SUNDA( keur Rahmat M Sas Karana)

Pancuran, pancuran kulawalungan, walungan kulalautan-lautan kula

cikahuripanawaking

Tanggal bagja tangkal tengtremdaun hirup daun huripsawah deudeuh sawah nyaah

sukma waluyangajega

Taneuh maneuh taneuh galeuhjeg ajeg tohaga ragadicangcang ku sora degungditenung ku sora degungdiélingan cianjuran

hung ahungnganteng na jajantung

Ino Misno

SARAKAN URANG

Tina kasémahan deungeunJadi pahili angeunDayeuh dirajahSémah jadi ngareunah

Dayeuh maneuh kadeudeuhSarakan urangDigadabahJiga nu teu boga peurahLamun nu boga imahTepi ka kudu ingkah titirah

Page 12: Jante Arkidam

Mangkadé,Gancang geura nguniangUlah tibra saréBisi ku sémah kapépéndé.

SAJAK PIKEUN SMP/MTs

Étty RS

SAJAK BAJIDORAN

Gitek saha nu miteskeun dahan angendina ketak nu teu nyampak tepak kendangbasa lagu dikungkung laras, bet nguniangwawanén ngamaénkeun nu disengker kahéngkér‘na gumuruh gamelan nu ditalikung wiletan

‘na saha nu ngaheumpeungkeun sora goong‘na saha nu madakeun lagu silunglebar temen mun ringkang tinggal dangiangbongan ibing dipirig gending teu manjingaya laras katambias ‘na ulekanulekan kateuyakinan kana kaluhungan ciciptan

Geus mangsana urang ngababakandina cangkingan budaya nu pinuh tangtungan

Bandung, Oktober 2003

Rosyid É. Abby

DONGÉNG TI NAGRI MANABOA

Aya nu ngajual kamanusaanmangsa tirani ngabuburak iman

Aya nu téga korupsimangsana usum babagi rejeki

Aya nu werat nelasan patimangsana urang kudu ngahiji

Page 13: Jante Arkidam

Mangsa batur keuna cocobaurang mah riweuh ngatur-ngatur sawala

Hasilna dirumus-rumusukur cukup keur ngeusian kamus

Sababaraha patalékan jeung pasualanngan wungkul jadi catetan

Wungkul jadi catetan

Tasikmalaya, awal 1993

Toni Lesmana

TARAWANGSA

Peuting meuleum sajakDina parukuyanKebul-kebulTarajé ka alak paul

Wirahma langitJeung bumi. Sanget temenNu mangkatAngseu taneuh jeung seungit matapoéDijentréng-jentréngDikését-kését

Kacapi parahu waktuRebab pangwelah rasaDi tengah laut igelan. ReundeukUlah teuing dipantengSina ngangkleung, kleungIeung, kuring palid ka mana boaNyawang jangjang pulas panénAya nu usik, boa karémbong

Leungeun-leungeun gaibNgaléng batin. Ngajak lumampahMapay-mapay galengan implengan

Page 14: Jante Arkidam

Sapanjang bulan purnama

Baeu, Nyai SriIeu kuring, ieu asih

Darpan Ariawinangun

ÉSIH NGADU’A

Ésih ngadu’a sangkan indung bapana léahDaék ngawinkeun manéhna ka Otong tukang lisahLantaran Otong geus ngirim surat rusiahAnu unina singget pisanTerus terang Otong terang terus

Ésih nyuhunkeun hampura ka GustiLantaran geus ngalamun katalanjuranNyipta Otong nunungtun dombaDiiring-iring mentri Kabinét Gotong SingaRék sésérahan tuluy ngawin Ésih kakasih satiaTapi bet aya spanduk ageung pisanDukung Otong, calon bupati siap korupsi

Ésih sumegruk ka GustiBari nganaha-naha jeung teu ngartiNaha Otong hésé akur jeung calon mitohaPadahal Otong lalaki jeung Ésih awéwéKawas Adam jeung Hawa nu dilungsurkeun ka dunyaBari teu dibekelan brosur keluarga berencana

Ésih sumegruk: piraku Gusti julig ati!

2004

Téddy A.N. Muhtadin

AMBU

Lain indung mun teu surti kana jerit batin hiji lalaki.

Page 15: Jante Arkidam

Jerit nu mo gampang ditembrakkeun.Jerit nu ngancik di satukangeun lalangsé haté.Jerit nu ngaweuhan tur muni dina dada Ambu sorangan.

“Naha ieu téh geter purbaAtawa ukur pucuk awi nu béngbatan?”

Guruminda ukur tungkul.Socana tembus ka Buana Panca Tengah.Tapi bet matak hélok,Aya mangpirang Ambu ngagupay di saban madhab.

“Ulah samar anaking,Ambu ngeunteung di sakumna wanojaanu ngeungkeuy ti garba ka pajaratan.Moal eureun Ambu ngeunteung,Méméh alam burakrakan.”

Simpé sakedapan.Tapi Guruminda taya manah ngudar sila.

“Ulah ringrang anaking,Saban eunteung nungtun jalan ka Ambuna.”“Bral!”

2005

SAJAK PIKEUN SMA/MA/SMK

Godi Suwarna

SITUS NAGRI LAYUNG

dina hiji soré, sanggeus ringkang gararing digarang beuranggeuning anjog kalangkangna ka lawang leuweung karamatlétah nu karasa hangit ukur ngelun ngalisankeun sampurasundirampésan ku séah sora turaés, dihiap-hiap tonggérétlalaunan rérégan mimiti peuray tina kalbu nu ngabatu

nincak lawang sakéténgna asa hanjat kana umpakan halimunsirah ngebul; aksara jeung angka-angka, ringkang mojang,sajak nu tacan parat dirumat, séwu rusiah nu teu kateguh,sesebitan kayakinan, jadi saab tingkalayang tina tarang

Page 16: Jante Arkidam

kaseuseup ku rénghap daun, namper jadi bukur jempling

ngaligincing ngukur kujur tengahing dingding kakayonjangkung mana tungtung hulu nu kungsi nyuhun purnamajeung pucuk-pucuk kadaka nu antaré nyusud imut panopoégeuning beuheung bet koropok balas nananggeuy babatoknu beurat da leuwih rembet alahbatan sahunyudan alimusa

cunduk ka puseuring leuweung kagembang jumblengan waktukapireng kawih bihari gumalindeng ngaludang sakur katineung;ngukir-ngukir kalakay katut sirungna, natah batu jeung lukutna,nyusun ruruntuhan angin, nangtungkeun catang jeung pangpung,ngajanggélék jadi hiji nagri agréng pangimpungan gebur layung

Nazaruddin Azhar

RIWAYAT HIJI LEMBUR

ieu lembur diwangun sanggeus durukan pareumlebah pasir nu sumerah jadi lahan pasaréantatangkalan ajeg, solokan nyalingker heningkuda-kuda dangah nyeuseup hawa sampalannu nyambuang ti landeuheun

maranéhna ninggal kolébat cahaya na daun séréhpucuk salam, iwung awi konéng, jeung tapak hujan

dua-tilu urang ti antara salapan kamulyaanngagurat lemah ku kujangsaguliweng bulan turun mapay haseup parukuyantilu béntang gumenclang dina tayung juru tilu

“sang guriang tunggal di mandala bale agungtarima pangbakti kami...”

kidung usum nungkus talunaweuhan manjang na pantunpétak-pétak huma jeung layungpasemon nu sarwa gandrung

lajuning cahayaréwuan sumbu patumbu hurung

Page 17: Jante Arkidam

riwayat dicatet soranyipta raratan carita

anjog kana jentréng panungtunkadeudeuh ki juru pantun

“ieu kota diwangun……….tapi hamo bisa nyirnakeuncarita fana nu cikénéh dicaturkeun...”

2009

Wahyu Wibisana

GALUNGGUNG

Andekak tuur mumunggang dina jandélaloma pisan. Lawas urang saampar caritajaman hérang panon tuluy blung-bleng kanonsaréngséng beusi révolusi ngukuprak ngungsi.Mangsa ruhak imah getih hayam jeung jelemapada beureum diceungceurikan kembang wéraditéma ku kawah bubura luah panasteu pajauh urang. Paadu tuur jeung caturnepi ka mangsa manéhna itu jadi tatanggakapireng omong gedig jeung gorowokna(beuki ngarti urang téh angger cara barétosageuy guntreng urang bisa jadi gero diwaro)

Andekak tuur mumunggang dina jandélasono pisan. Urang tuluykeun carita baheulameungpeung teu hujan dina waktu hujan naon ayeuna?Ibun-ibun kahalimunan lir kecap-kecap urangnyarumput dina pelong aduh ieung ka sorangan.Hég urang pendem angen-angen jaradi dongéngngayang dina hiji lahan jaman kiwari:aya urang ngalalakon di dinya jadi sakadangngajak mésem kana bohakna cadas gawir wétanBandung Jakarta mah di kulon moal rék nangenan(beuki surti yén urang téh angger kieuaya dina lalakon saules sumuh jeung baeu)

Pituinten, 070497

Page 18: Jante Arkidam

Dian Héndrayana

KUKUPU: JUNGJUNAN TEU GEURA SUMPING

Sumping deui kukupu gegeleberan. Cara sasari, nepangan téhBangun nu kedah baé muru wengi. Lah, da tos kajudi barina gé,Enung. Moal teu kebek ku iber perkawis salira nu tangtosnaSami nuju anteng mikangen.“Geutah téh teuing ku cepel, Engkang, da kageugeut geuningannambihan bae,” kitu nu katampi tina rindatna soca kukupu.Dilelekan ti awit sumping tug dugi kana sababaraha kali eunteupLebah rérégan, bet kukupu taya reureuhna hariweusweus nalatahanSéwuning kakangen salira Enung, “Katampi, Jungjunan, éstu katampi.”

Bet kalah sumping angin peuting ngahiliwir. Ngeleterkeun réréganSina anteng ririaban. Laju kapireng soanten Enung ngagentraan tiBuruan. Dituturkeun ku lelembutan, paneuteup geus miheulaan eunteupNa’ rérégan, “Kutan, naha ka mana ilangna kukupu nu bieu datang?”

Bet rérégan kalah anteng ririaban

Pébruari 2003

Yus Rusyana

MAD HALIL

Saha nu wani ngalalakian Mad HalilBedul jadug nu geus garungKu bedog geus atah adol

Saha nu kakunang-kunang cara Mad HalilNu geus mopok tuan kontrakDicangkalak kalah galak

Mad Halil si jadilSi jago si jadol

Page 19: Jante Arkidam

Cadu aing deuleu mun sieun ku kapir bulé!

Mad Halil bakéroKu Jepang diuber-uber teu beunangWah pék baé bénjolCadu aing deuleu mun sieun ku kapir katé!

Jaman révolusi Mad Halil asup pasukanDer barudak, déwék gé siap jero barisan

Mad Halil si jadilSi jago si jadolAli jendil nyekel bedilSabiluloh dak!

Mad Halil si jadilSi jago si jadolGempur dak, gempur!Tah caduk aing hakaneun sia anjing nika!

Patroli mana nu teu sowak ngadéngé ngaran Mad HalilMad Halil godperdom!Ku pélor gé henteu kojor!

Hayoh dakEngké ku déwék dipangmetingkeun widadari nu jekékanDa déwék mah geus ompong geus teu teurak nyetrok térong

Mad Halil jenatna Mad HalilBeunang ku patroli di CibarégbégAwakna dipancir ku tangkal sélongDitémbak lebah elak-elakananaJedar!Euak, cuah!Haramjadah!

Pameungpeuk, 2 Agustus 1963