jbptunikompp gdl s1 2006 zulkiflisi 3466 bab i

20
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia akan menjalankan suatu sirkulasi kehidupan yang akan mereka hadapi, maka manusia akan memerlukan faktor- faktor pendukung yang sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupannya. Dalam hal ini faktor pendukung yang sangat penting tersebut yaitu permukiman sebagai tempat bagi mereka berteduh dan berkembang satu dengan yang lainnya. Keadaan pemukiman tersebut tergantung pada masyarakat yang menempatinya, akan tetapi kerusakan ataupun kehancuran permukiman tersebut banyak diakibatkan oleh ulah masyarakat atau manusia itu sendiri. Lingkup permukiman tersebut akan baik dan tentram apabila manusianya mau menjaga dan mencoba untuk memperbaiki keadaan lingkungan permukimannya. (Kombaitan,B, “Pengendalian Kawasan Perumahan dan Profesionalisme Penataan Ruang”, Jurnal PWK No. 12 April 1994) Permukiman tidak akan pernah berhenti sebagai sumber masalah dalam sejarah kehidupan manusia. Perkembangan tuntutan manusia yang tak pernah terpuaskan, yang menyebabkan selalu munculnya berbagai masalah baru dalam proses pengadaan permukiman. Terutama di kota-kota besar yang sangat pesat 1

Upload: fany-naw

Post on 07-Feb-2016

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

penelitian terkait permukiman kumuh

TRANSCRIPT

Page 1: Jbptunikompp Gdl s1 2006 Zulkiflisi 3466 Bab i

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia akan menjalankan suatu sirkulasi kehidupan yang akan mereka

hadapi, maka manusia akan memerlukan faktor- faktor pendukung yang sangat

dibutuhkan dalam menjalani kehidupannya. Dalam hal ini faktor pendukung yang

sangat penting tersebut yaitu permukiman sebagai tempat bagi mereka berteduh

dan berkembang satu dengan yang lainnya. Keadaan pemukiman tersebut

tergantung pada masyarakat yang menempatinya, akan tetapi kerusakan ataupun

kehancuran permukiman tersebut banyak diakibatkan oleh ulah masyarakat atau

manusia itu sendiri. Lingkup permukiman tersebut akan baik dan tentram apabila

manusianya mau menjaga dan mencoba untuk memperbaiki keadaan lingkungan

permukimannya. (Kombaitan,B, “Pengendalian Kawasan Perumahan dan

Profesionalisme Penataan Ruang”, Jurnal PWK No. 12 April 1994)

Permukiman tidak akan pernah berhenti sebagai sumber masalah dalam

sejarah kehidupan manusia. Perkembangan tuntutan manusia yang tak pernah

terpuaskan, yang menyebabkan selalu munculnya berbagai masalah baru dalam

proses pengadaan permukiman. Terutama di kota-kota besar yang sangat pesat

perkembangannya, tinggi laju pertumbuhan penduduknya, dan sangat heterogen

masyarakat penghuninya.

Seperti halnya yang terjadi di Kota Bandung yang mempunyai peranan

utama sebagai berikut : (Budiharjo, 1997: 14)

1. Sebagai kota yang mampu mengakomodasikan penyebaran penduduk

serta sarana dan pra-sarananya.

2. Sebagai salah satu pusat pelayanan bagi pengembangan wilayah sekitar

Kota Bandung.

3. Sebagai kota yang mampu melayani penduduk didalam maupun

sekitarnya.

1

Page 2: Jbptunikompp Gdl s1 2006 Zulkiflisi 3466 Bab i

Berdasarkan peranan tersebut diatas, maka Kota Bandung diarahkan untuk

berfungsi sebagai kota pusat pemerintahan, pusat pendidikan, pusat perdagangan

regional, pusat pelayanan jasa.

Fasilitas hunian merupakan hal yang mendasar bagi kesejahteraan fisik,

psikologi, sosial dan ekonomi penduduk di seluruh negara, baik didaerah

perkotaan atau perdesaan. Permukiman merupakan indikator dari kemampuan

suatu negara dalam memenuhi salah satu kebutuhan pokok penduduknya. Kondisi

fasilitas hunian atau permukiman penduduk yang tidak memadai atau tidak dapat

memenuhi kebutuhan pokok yang sangat diperlukan penduduk untuk menopang

hidupnya, biasanya merupakan pertanda dari kekacauan ekonomi maupun politik

yang tengah dihadapi masyarakat tersebut. Demikian pola permukiman yang tidak

mencukupi dan tidak memberikan jaminan keamanan, akan mengarah pada

ketidak stabilan ekonomi non politik, yang akan menghambat pembangunan

ekonomi.

Disisi lain, perkembangan kebutuhan akan permukiman akan diikuti

dengan peningkatan kebutuhan lahan. Namun lahan kota sangatlah terbatas dan

cenderung statis pertambahannya. Keterbatasan lahan tersebut mendorong

meningkatnya harga lahan secara cepat. Tingginya kebutuhan permukiman,

lemahnya perekonomian sebagian besar masyarakat perkotaan, dan keterbatasan

lahan menjadi faktor penyebab semakin berkembangnya permukiman liar.(Slum

Area in Bandung, Studi kasus 1990)

Pada dasarnya pertumbuhan kampung-kampung tersebut sering

terbentuk secara tidak terarah seiring dengan tumbuhnya pusat perkotaan, daerah

pertumbuhan kampung-kampung tersebut pada dasarnya terdiri dari beberapa

lokasi yaitu daerah-daerah terlarang seperti daerah bantaran sungai, bantaran rel

kereta api, dan daerah-daerah lain yang terlarang atau tidak boleh dipakai sebagai

kawasan pemukiman, daerah-daerah tersebut biasanya kurang terkontrol oleh

pemerintah setempat yang menyebabkan semakin berkembangnya daerah

perkampungan tersebut. (Departemen PU Cipta Karya Jawa Barat, 1987)

Dari perkembangan tersebut, kegiatan penduduk yang ada pada kelompok

menengah kebawah, serta mereka yang bergerak pada sektor informal telah

2

Page 3: Jbptunikompp Gdl s1 2006 Zulkiflisi 3466 Bab i

menimbulkan berbagai masalah dan terbentuknya permukiman kumuh. Dari sudut

pandang manapun, masyarakat lingkungan pemukiman kumuh khususnya di

bantaran sungai menginginkan terciptanya lingkungan yang nyaman, aman, dan

kompak dalam struktur kota dalam keseluruhan. Dilihat dari segi peningkatan laju

pertumbuhan penduduk yang sangat besar, hal tersebut akan menyebabkan

terjadinya suatu ketidak seimbangan antara jumlah penduduk yang ada dengan

luas lahan yang tersedia/terbatas. Sektor permukiman di wilayah Kota Bandung

berkembang pesat dan hal ini akan tidak terkontrol oleh pihak pemerintah untuk

terciptanya suatu kawasan yang indah. Pertumbuhan permukiman tersebut akan

menyebabkan timbulnya perkampungan perkampungan ilegal di sepanjang

bantaran sungai yang tidak dikehendaki oleh semua pihak. (Departemen PU Cipta

Karya Jawa Barat, 1987)

Fenomena tersebut juga terjadi pada kawasan permukiman di bantaran

Sungai Cikapundung RW 04 Kelurahan Braga. Kawasan ini secara cepat menjadi

kawasan permukiman padat dengan keanekaragaman fungsi guna lahan. Hal

tersebut terjadi karena bantaran Sungai Cikapundung Kelurahan Braga sangat

berdekatan dengan pusat kota dan jalur-jalur strategis.

Gambar 1.1

Kondisi Permukiman Dengan Menggunakan Lahan Tepi

Sungai Cikapundung

3

Page 4: Jbptunikompp Gdl s1 2006 Zulkiflisi 3466 Bab i

Gambar 1.2

Kondisi Permukiman Di Bantaran Sungai Cikapundung

Secara fisik, permasalahan yang muncul di RW 04 Kelurahan Braga

adalah merebaknya permukiman liar dan kumuh di sepanjang bantaran Sungai

Cikapundung. Mereka menempati lahan di bantaran sungai yang sebenarnya

berstatus tanah negara dan mendirikan bangunan tempat tinggal secara liar dan

tidak beraturan. Kondisi bangunan dan lingkungan yang mereka tempati

kebanyakan tidak memenuhi prasyarat teknis dan kesehatan. Minimnya sarana

dan prasarana, baik secara kuantitas maupun kualitas merupakan pemandangan

yang sangat kentara dari kawasan tersebut. Selain itu, hilangnya respek

masyarakat untuk menjaga kelangsungan fungsi sungai itu sendiri.

Penurunan kualitas lingkungan yang terjadi di RW 04 Kelurahan Braga

secara keseluruhan dapat dilihat dari kondisi daerah aliran Sungai Cikapundung

yang kualitas dan kuantitasnya kurang baik, bangunan yang tidak sehat dan tidak

layak huni membuat lingkungan di kawasan permukiman tersebut jauh dari

kenyamanan. Keadaan yang menyebabkan lingkungan hunian tersebut menjadi

tidak nyaman dan tidak layak huni dikarenakan :

Tidak ada sirkulasi udara yang baik karena padatnya dan tidak teraturnya

bangunan.

Kepadatan bangunan yang tinggi dengan Koefisien Dasar Bangunan

(KDB) hampir 100 %.

4

Page 5: Jbptunikompp Gdl s1 2006 Zulkiflisi 3466 Bab i

Pemakaian daerah bantaran daerah bantaran sungai sebagai tempat hunian

sehingga rawan banjir juka turun hujan.

Kurangnya sarana dan prasarana yang tidak mendukung kawasan

permukiman di daerah tersebut.

Oleh karena itu perlu diadakan suatu kajian atau penelitian di kawasan

RW 04 Kelurahan Braga dengan kajian permukiman kumuh yang dilihat dari

keadaan bangunan, keadaan sarana dan prasrana lingkungan, dan keadaan sosial

ekonomi masyarakat serta faktor- faktor penyebab terjadinya kekumuhan

lingkungan permukiman sehingga dapat direkomendasikan penanganan dalam

memperbaiki lingkungan permukiman kawasan tersebut sesuai dengan penataan

ruang dan keinginan masyarakat sekitar.

1.2. Perumusan Masalah

Masalah yang menjadi titik tolak dilakukannya studi ini adalah tingginya

urbanisasi dan padatnya lahan permukiman mengekibatkan daerah ini tumbuh

secara tidak teratur dan mengelami penurunan kualitas lingkungan dengan

munculnya permukiman kumuh di RW 04 Kelurahan Braga.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi

pertanyaan penelitian adalah :

- Faktor apa saja yang menjadi penyebab tumbuhnya permukiman

kumuh ?

- Apakah kondisi bangunan telah memenuhi persyaratan teknis dan

kesehatan ?

- Apakah prasarana dasar lingkungan telah memenuhi kebutuhan

sehari- hari ?

1.3 Tujuan Dan Sasaran

Tujuan dari studi ini adalah mengkaji faktor- faktor yang mempengaruhi

buruknya kondisi rumah di permukiman kumuh RW 04 Kelurahan Braga

berdasarkan aspek fisik dan aspek sosial ekonomi. Dengan tercapainya tujuan

diatas maka akan disusun dasar pertimbangan penanganan bagi lingkungan

5

Page 6: Jbptunikompp Gdl s1 2006 Zulkiflisi 3466 Bab i

permukiman kumuh yang ada di RW 04 Kelurahan Braga berdasarkan aspek fisik

dan sosial ekonomi.

Sasaran :

Mengkaji kondisi rumah yang ada di kawasan RW 04 Kelurahan

Braga.

Mengkaji kondisi fisik lingkungan di kawasan RW 04 Kelurahan

Braga, dilihat dari kondisi dan ketersediaan prasarana dan sarana dasar

lingkungan.

Mengkaji faktor-faktor fisik yang diduga mempengaruhi kondisi

rumah yang ada dikawasan RW 04 Kelurahan Braga.

Mengkaji faktor- faktor sosial ekonomi yang diduga

mempengaruhi kondisi rumah yang ada dikawasan RW 04 Kelurahan Braga.

Identifikasi keinginan masyarakat dalam memperbaiki lingkungan

permukiman.

1.4 Lingkup Penelitian

1. Lingkup Wilayah

Dalam menyusun skripsi ini penulis mengambil lokasi penelitian di Kota

Bandung atau tepatnya di kawasan Braga yang berada di WP (Wilayah

Pembangunan) Cibeunying dan termasuk Kecamatan Sumur Bandung,

berdasarkan kondisi geografis Kelurahan Braga berada pada ketinggian 650 meter

di atas permukaan laut. Luas Kelurahan Braga 55 Ha. Berdasarkan hasil data yang

diperoleh dari RW setempat sampai bulan Februari 2005, RW 04 terdiri dari 215

kepala keluarga atau 998 orang. Batas-batas kawasan studi secara umum adalah

sebagai berikut :

Batas Timur : Gg. Avandi Dalam

Batas Barat : Sungai Cikapundung

Batas Selatan : Jl. Naripan

Batas Utara : Gg. Iyac

2. Lingkup Materi

6

Page 7: Jbptunikompp Gdl s1 2006 Zulkiflisi 3466 Bab i

Berdasarkan dari tujuan dan sasaran studi maka ruang lingkup materi yang

akan dilihat, meliputi kajian :

Aspek Fisik

Kajian kondisi fisik bangunan dan lingkungan permukiman kumuh untuk

melihat faktor fisik yang mempengaruhi kondisi rumah, dengan cakupan

kajian mengenai kondisi rumah, sarana dan prasarana dasar lingkungan

terhadap peraturan tentang penyediaan prasarana lingkungan., status

kepemilikan lahan, status kepemilikan bangunan dan keinginan

masyarakat dalam memperbaiki rumah.

Aspek Sosial Ekonomi

Kajian kondisi sosial ekonomi penduduk yang tinggal di permukiman

kumuh untuk melihat faktor- faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi

kondisi rumah dengan cakupan kajian mengenai tingkat pendapatan,

tingkat pengeluaran, tingkat pendidikan, mata pencaharian, serta jumlah

anggota keluarga.

1.5 Kerangka Pemikiran

Agar dapat mempermudah dan memahami persoalan-persoalan studi,

diperlukan suatu kerangka pemikiran yang merupakan suatu gambaran singkat

mengenai proses mulai dari masalah-masalah hingga mencapai suatu hasil akhir.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Bagan 1.1 berikut ini :

1.6 Definisi Operasional

Sebelum melakukan studi, terlebih dahulu disusun definisi operasional

yang digunakan dalam studi. Beberapa istilah tersebut yaitu :

Rumah

Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai temapat tinggal atau

hunian dan sasaran pembinaan keluarga, secara fisik merupakan bangunan

tempat tinggal, secara fungsional (merupakan tempat awal pengembangan

kehidupan dan penghidupan keluarga di lingkungan yang sehat, aman,

7

Page 8: Jbptunikompp Gdl s1 2006 Zulkiflisi 3466 Bab i

serasi dan selaras. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun

1994 tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik)

Perumahan

Kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau

lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

lingkungan. (UU RI No. 4 Tahun, 1992).

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,

baik kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai

lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan

yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. (Undang-undang

Republik Indonesia No. 4 Tahun 1992 Pasal 1)

Suatu kawasan permukiman lengkap dengan sarana dan prasarana

lingkungan, prasarana umum dan fasilitas sosial yang mengandung

keterpaduan kepentingan dan keselarasan pemanfaatan sebagai lingkungan

hidup. (Soedarsono: 1)

Penataan kawasan yang dibuat oleh manusia dan tujuannya untuk bertahan

hidup sebagai manusia agar dapat hidup serta lebih mudah, lebih baik,

memberi rasa aman dan mengandung kesempatan untuk pembangunan

manusia seutuhnya. (Doxiadisc: 1974: 3)

Definisi mengenai permukiman kumuh yaitu :

Digambarkan gubuk-gubuk buruk dari kepingan papan, potongan bambu

beratap plastik dan berdinding karton dengan sosok wanita, lelaki dan anak-

anak yang tidur berdesakan, dipinggir jalan kereta api, tidur diatas tanah

yang berlapis tikar sobek atau karton tua dan plastik. Disitulah manusia

Indonesia hidup rendah diatas tanah yang setiap harinya bergelut mencari

sesuap nasi. ( Lubis: 1977: 1)

Karakteristik mengenai permukiman kumuh yaitu :

Adalah tempat penduduk yang status sosial, ekonominya rendah dan

kondisi permukiman dibawah standar. (Krausse: 1976: 1)

Permukiman kumuh adalah permukiman tidak layak huni atau dapat

membahayakan kehidupan penghuni karena keadaan keamanan dan

8

Page 9: Jbptunikompp Gdl s1 2006 Zulkiflisi 3466 Bab i

kesehatan memprihatinkan, kenyamanan dan keandalan bangunan

lingkungan tersebut tidak memadai, baik dilihat dari segi tata ruang,

kepadatan penduduk yang sangat tinggi, prasarana fisik lingkungan kurang

memadai dan kondisi fisik yang buruk. (Kamus Tata Ruang, 1997; 81-82)

Berdasarkan definisi pokok di atas, maka kriteria suatu permukiman kumuh

adalah (Sujarto, 1985;3) :

1. Dari Segi Sosial

Suatu lingkungan yang di huni oleh sejumlah penduduk yang besar diatas

areal yang terbatas.

Pendapatan penduduk rendah

Tingkat pendidikan rendah

Hubungan antar keluarga dan antar individu ( interaksi sosial) masih kuat,

seperti gotong royong.

2. Dari Segi Ekonomi

Terdiri dari masyarakat dengan pola mata pencaharian yang heterogen.

Sektor perekonomian sebagaian besar bersifat informal seperti

pertukangan, penarik becak, tukang bakso, pedagang kaki lima, kuli

bangunan, dll.

Tingkat daya tabung penduduk umumnya rendah karena tingkat

pendapatan yang rendah hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-

hari

3. Dari Segi Fisik

Pola penggunaan lahan yang tidak teratur.

Letak dan bentuk bangunan serta fisik tidak teratur.

Prasarana fisik lingkungan seperti air minum, sanitasi lingkungan sistem

drainase dan pembuangan kurang memadai.

Kesehatan lingkungan yang rendah, seperti kurangnya sinar matahari,

kurang baiknya sistem air limbah dan persampahan dan sering terkena

wabah penyakit.

Jaringan jalan internal beraturan atau bahkan tidak ada.

9

Page 10: Jbptunikompp Gdl s1 2006 Zulkiflisi 3466 Bab i

Mudah terjadinya bencana dan banjir.

Kondisi bangunan umunya terbuat dari material atau bahan-bahan

temperatur yang umunya kurang memadai.

1.7 Metode Penelitian

1. Metode Pemaparan

Metode Deskriptif yaitu metode yang bertitik tolak dari kenyataan-

kenyataan yang ada dengan mengharapkan untuk memperoleh hasil penelitian

yang dapat menggambarkan, menguraikan hal-hal yang akurat tentang situasi

masalah pada saat ini. Metode Deskriptif juga merupakan suatu analisis terhadap

data dan informasi mengenai gejala- gejala yang ada, dimana keadaan gejala

ditampilkan apa adanya pada saat penelitian. ( Haryanto: 1999: 8)

2. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam studi ini, maka penulis

melakukan pengumpulan data melalui survey intansi dan survey lapangan. Survey

yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi

Eksisting dasar RW 04 Kelurahan Braga.

A. Survey Instansional, dilakukan dengan mencari Data Sekunder

adalah data yang diperoleh dari intansi dilingkungan Pemerintahan Kota

Bandung, seperti Kecamatan Sumur Bandung, Kelurahan Braga dan

sebagainya. Data ini dapat diperoleh melalui buku bacaan, dokumen

penelitian.

Data- data yang diharapkan akan terkumpul dalam data sekunder ini seperti

kondisi fisik, sosial, ekonomi.

B. Survey lapangan, dilakukan untuk mengetahui secara jelas potensi

serta permasalahan yang ada di daerah studi. Dengan melihat secara langsung

lokasi studi secara teliti dan detail akan lebih mempermudah dalam mengkaji

kondisi fisik dan sosial ekonomi.

Pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara :

Kuisioner, yaitu usaha untuk mendapatkan data

primer dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan yang bersifat tertutup dan

10

Page 11: Jbptunikompp Gdl s1 2006 Zulkiflisi 3466 Bab i

terbuka, yang ditujukan kepada masing-masing responden secara langsung.

Maskud dari daftar pertanyaan yang bersifat tertutup yaitu jawaban yang

diajukan kepada responden dibatasi. Sedangkan daftar pertanyaan bersifat

terbuka, masyarakat dapat menjawab selain jawaban yang diajukan. Disini

responden menjawab secara tertulis terhadap pertanyaan-pertanyaan yang

telah dibuat. Dalam penentuan sampel, penulis menggunakan rumus Slovin :

Nn = 1 + N (e)²

N = Ukuran populasi

n = Ukuran sampel

e = Persen kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan pengambilan

sampel, batas kesalahan yang digunakan sebesar 10 %

Pengambilan sampel ini merupakan teknik dengan cara mengambil sampel

kepala keluarga asli yang tinggal disitu, sehingga dapat terwakili dan semakin

jelas tentang keluhan, keinginan dan permasalahan yang terjadi di kawasan

tersebut.

Jumlah kepala keluarga yang berada dikawasan studi yaitu 144 KK,

dengan 65 KK berada di luar batasan sempadan sungai dan 79 KK berada di

dalam batasan sempadan sungai. Sampel yang diambil dalam penelitian ini 39

responden untuk di luar sempadan sungai, yang nantinya akan dikaji kondisi

rumah, ketersediaan prasarana lingkungan, faktor- faktor fisik yang

mempengaruhi kondisi rumah serta faktor- faktor sosial ekonomi yang

mempengaruhi kondisi rumah. Sedangkan 44 responden untuk batasan di

dalam sempadan sungai yang telah ditetapkan berdasarkan Kebijakan

Pembangunan Wilayah Cibeunying yaitu 10 m.. Masyarakat yang rumahnya

berada di dalam sempadan sungai seharusnya tidak ada, karena telah

melanggar Kebijakan Pembangunan Wilayah Cibeunying dan lahan tersebut

merupakan lahan terbuka hijau. Untuk 44 responden hanya akan dikaji

mengenai keinginan dalam perbaikan lingkungan saja

65 KK

11

Page 12: Jbptunikompp Gdl s1 2006 Zulkiflisi 3466 Bab i

n = = 39 responden 1 + 65 (0.1)²

79 KK n = = 44 responden 1 + 79 (0.1)²

Wawancara, yaitu tanya jawab langsung terhadap

responden, mengenai kondisi eksisting lingkungan permukiman.

Observasi, yaitu pengamatan secara visual untuk

mengetahui dan mencatat secara rinci mengenai karakteristik fisik.

3. Metode Analisis

- Proses Pembobotan

Penilaian ini dilakukan untuk mengklasifikasikan rumah di kawasan

tersebut kedalam keluarga yang berkondisi baik, sedang, dan buruk. Adapun

komponen-komponen yang dinilai adalah atap, dinding, lantai, , luas ruang, dan

kelengkapan ruang. Untuk penilaian rumah digunakan dengan aturan storges.

- Tabulasi silang

Merupakan prosedur penyajian data dalam bentuk baris dan kolom.

Tabulasi silang merupakan teknik dasar untuk menguji hubungan antara dua

variabel kategori (nominal atau ordinal) dan mungkin ditambah pula suatu

variabel sebagai lapisan.

Ada beberapa jenis data kolerasi. Dalam perhitungan statistik biasanya

dibedakan dalam tiga jenis :

I. Data Nominal adalah data yang berbebtuk kualitatif atau bukan angka

dan tidak bertingkat.

II. Data Ordinal adalah data yang berbentuk kualitatif atau

bukan angka, tapi bertingkat atau orde.

III. Data interval adalah data yang berbentuk kuantitatif atau

data yang berbentuk angka.

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua aspek, yaitu

aspek fisik dan aspek sosial ekonomi.

a. Aspek Fisik

12

Page 13: Jbptunikompp Gdl s1 2006 Zulkiflisi 3466 Bab i

Analisis kondisi bangunan di kawasan studi ditinjau dari

komponen pembentuk rumah mencakup lantai, dinding, atap bangunan,

luas lantai minimum/ orang, kelengkapan ruang dan dengan menggunakan

metode penilaian skor dan pembobotan. Tujuannya untuk mengetahui

kondisi rumah yang baik, sedang dan buruk.

Analisis penyediaan prasarana lingkungan dengan

menggunakan metode proporsi. Tujuannya untuk mengetahui penyediaan

prasarana lingkungan yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah penduduk

pendukungnya yang didasarkan pada peraturan atau standar penyediaan

prasarana lingkungan.

Analisis faktor- faktor fisik yang berhubungan dengan

kondisi rumah menggunakan metode tabulasi silang. Tujuannya untuk

melihat faktor yang paling kuat kaitannya dengan kondisi permukiman

yang ada.

b. Aspek Sosial Ekonomi

Analisis faktor- faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan

kondisi rumah menggunakan metode tabulasi silang. Tujuannya untuk

melihat keterkaitan antara faktor- faktor sosial ekonomi yang berkaitan

dengan permukiman kumuh RW 04 Kelurahan Braga, sehingga dapat

diketahui faktor yang paling kuat kaitannya dengan permukiman kumuh

RW 04 Kelurahan Braga.

Melalui pendekatan yang telah dilakukan, diharapkan dapat diketahui

keterbatasan dan kemampuan masyarakat permukiman kumuh untuk memperbaiki

kualitas rumah dan lingkungannya sehingga dapat menjadi pertimbangan atau

masukan bagi kebijaksanaan pembangunan dan perbaikan permukiman kumuh.

13