jfi 6.3 iregway

Download JFI 6.3 iregway

If you can't read please download the document

Upload: -

Post on 07-Feb-2016

28 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

all

TRANSCRIPT

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

iv

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Diterbitkan oleh Pengurus Pusat

Ikatan Apoteker Indonesia

Terbit 2 kali setahun pada bulan Januari dan Juli

Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan Apoteker Indonesia. Isi Jurnal mencakup semua aspek dalam ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian antara lain farmakologi, farmakognosi, fitokimia, farmasetika, kimia farmasi, biologi molekuler, bioteknologi, farmasi klinik, farmasi komunitas, farmasi pendidikan, dan lain-lain.

Jurnal mengundang makalah ilmiah dari teman sejawat, baik apoteker maupun bukan apoteker yang isinya dapat memacu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian dan bidang-bidang lain yang berkaitan. Makalah dapat berupa laporan hasil penelitian atau telaah pustaka.

Jurnal Farmasi Indonesia dapat diperoleh di Sekretariat PP IAI atau Redaksi

Jurnal Farmasi Indonesia

ISSN: 1412-1107

Copyright 2013 Ikatan Apoteker Indonesia

Gambar cover oleh: Arry Yanuar

Printing : PT ISFI Penerbitan

Gambar cover:

Adalah struktur Xanthin Oksidase yang diambil dari protein databank dengan kode 3EUB

dengan judul Crystal Structure of Desulfo-Xanthin Oxidase with Xanthin

Gambar struktur 3EUB diolah menggunakan Visual Molecular Dynamics (VMD), kemudian rendering dilakukan dengan POV-RAY.

Harga Berlangganan:

Rp. 100.000,- per tahun (2 Nomor)

Dipersembahkan Untuk Kemajuan

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kefarmasian

di Indonesia

Tim Redaksi

Tim Redaksi

Pemimpin Umum/ Penanggung Jawab

Drs. M. Dani Pratomo, MM, Apt

Wakil Pemimpin Umum

Drs. Wahyudi U. Hidayat, MSc, Apt

Ketua Dewan Editor

Prof. Dr. Ernawati Sinaga, MS, Apt

Editor Pelaksana

Dr. Christina Avanti MSi, Apt

Anggota Dewan Editor

Prof. Dr. Shirly Kumala, MBiomed, Apt

Prof. Dr. Eddy Meiyanto, Apt

Prof. Dr. Daryono Hadi Tjahono, MSc, Apt Pharm. Dr. Joshita Djajadisastra, MS, PhD, Apt Dr. Umi Athijah, MS, Apt

Dr. Arry Yanuar, MSc, Apt

Raymond R. Tjandrawinata, PhD, MS, MBA

Manajer Administrasi

Dra. Chusun Hamli, MKes, Apt

Manajer Sirkulasi

Drs. Azwar Daris, MKes, Apt

Staf Administrasi dan Sirkulasi

Evita Fitriani, SFarm, Apt

Dani Rachadian, SSos

Siti Kusnul Khotimah, SSos

Desain & layout

Ramli Badrudin

Alamat Redaksi/Penerbit

Jl. Wijayakusuma No.17

Tomang - Jakarta Barat Telepon/Fax 021- 5671800 [email protected] [email protected] online submission website: jfi.iregway.com

Daftar Isi

Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Ekstrak Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

122 - 128

Ruth Elenora Kristanty, Abdul Munim, dan Katrin

Uji Sifat Fisikokimia Mocaf (Modified Cassava Flour)

dan Pati Singkong Termodifikasi untuk Formulasi Tablet

129 - 137

Wira Noviana Suhery, Auzal Halim, dan Henny Lucida

Penetapan Kadar Alkaloid Ekstrak dari Etanolik

Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa- sinensis L.)

138 -141

Mimiek Murrukmihadi, Subagus Wahyuono,

Marchaban, dan Sudibyo Martono

Analisis Adverse Drug Reactions Pada Pasien Asma di Suatu Rumah Sakit, Surabaya

142 - 150

Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijaya

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Umbi Mahakaan terhadap Waktu Perdarahan, Pembekuan,

151 - 158

dan Jumlah Trombosit Darah Mencit Putih Betina

Surya Dharma, Dachriyanus, dan Zikra Sartika

Penentuan Kadar Rubraxanton pada Ekstrak Kulit Batang

Garcinia spp.

159 - 165

Meri Susanti, Dachriyanus, Deddy Prima Putra,

dan Fatma Sriwahyuni

Alga Merah sebagai Bahan Bakto Agar

166 -171

Shirly Kumala, Ros Sumarny, Rum Rachmani,

dan Atut Ruswita

Karakteritik Fisik dan Displacement Value Supositoria

Neomicin Sulfat Berbasis PEG

172-176

Alasen Sembiring Milala, Aditya Triaspradana,

dan Andrew Pierce Boehe

A Model of Rat Thrombocytopenia Induced by

Cyclophosphamide

177 - 183

Hery Kristiana, Florensia Nailufar, Imelda L. Winoto, and

Raymond R. Tjandrawinata

Petunjuk bagi Penulis

Instructions for Authors

Artikel Penelitian

Ruth Elenora Kristanty, Abdul Munim, dan Katrin

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Ekstrak Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

Ruth Elenora Kristanty1, Abdul Munim2, Katrin2

ABSTRACT: The fruits of andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) are well known in North Sumatera and commonly used as seasoning for Batak traditional cuisine. Aims of this study were to determine the scavenging activity of free radi- cals and xanthine oxidase inhibitory activity from the andaliman fruit extracts after macerated gradually in petroleum ether, dichloromethane, ethyl acetate, n-butanol, and methanol. Activity assays were evaluated in vitro by using DPPH and enzyme xanthine oxidase. The results showed that n-butanol extract has me- dium antioxidant activity with IC50 values of 53.51 g/mL and methanol extract has strong antioxidant activity with IC50 values of 26.39 mg/mL. Xanthine oxidase inhibitory activity of the extract given by n-butanol and methanol are very strong with IC50 values of 3.69 g/ mL and 4.03 g/ mL.

Keywords : antioxidant, free radical, xanthine oxidase, Zanthoxylum acan- thopodium DC.

ABSTRAK: Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) adalah tanaman liar yang tumbuh di daerah Sumatera Utara, umumnya digunakan sebagai rempah-rempah untuk bumbu masakan tradisional masyarakat Batak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas peredaman radikal bebas dan penghambatan xantin oksidase dari ekstrak buah andaliman setelah dimaserasi secara bertingkat dengan petroleum eter, diklorometa- na, etil asetat, n-butanol, dan metanol. Pengujian aktivitas dilakukan secara in vitro menggunakan DPPH dan enzim xantin oksidase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak n-butanol memiliki aktivitas antioksidan yang

50

menengah dengan nilai IC

sebesar 53,51 g/mL dan ekstrak metanol me-

50

miliki aktivitas antioksidan yang kuat dengan nilai IC

sebesar 26,39 g/

mL. Aktivitas penghambatan xantin oksidase yang diberikan oleh ekstrak

1 Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II, Indonesia.

diklorometana, n-butanol, dan metanol sangat kuat dengan nilai IC

50

sar 3,9 g/mL, 3,69 g/mL, dan 4,03 g/mL.

sebe-

2 Fakultas Farmasi, Universitas

Indonesia, Depok.

Kata kunci: Antioksidan, radikal bebas, xantin oksidase, Zanthoxylum acan- thopodium DC.

Korespondensi:

Ruth Elenora Kristanty

Email : [email protected]

PENDAHULUAN

Radikal bebas dihasilkan secara normal di dalam tubuh oleh metabolisme sel, peradangan, atau ketika tubuh terpapar polusi lingkungan (1). Jika terjadi paparan radikal yang melebihi daya proteksi endogen maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen untuk mengatasi masalah- masalah seperti penyakit degeneratif (2). Kerja antioksidan dapat dibagi melalui dua mekanisme utama yaitu dengan meredam radikal bebas dan meniadakan sumber inisiasi oksidatif seperti dengan menghambat enzim (3). Penghambatan pembentukan radikal bebas melalui mekanisme penghambatan xantin oksidase dapat menurun- kan jumlah radikal bebas dan melindungi tubuh dari kerusakan jaringan (4).

Berbagai macam antioksidan sintetik seperti butylated hydroxytoluene (BHT) telah dilapor- kan memiliki beberapa efek samping seperti kerusakan hati dan mutagenesis (5). Alopurinol sebagai obat sintetik yang telah lama digunakan untuk mengobati penyakit gout (6) dengan me- kanisme kerja menghambat xantin oksidase (7), juga dilaporkan memberikan banyak efek sam- ping seperti reaksi alergi pada kulit dan diare (8). Dengan demikian, diperlukan obat alternatif yang memiliki aktivitas pengobatan lebih baik dan aman, yaitu dari bahan alam atau tumbuhan.

Dalam masyarakat Batak, dikenal rempah yang tergolong tanaman liar yakni andali- man (Zanthoxylum acanthopodium DC.) yang merupakan tanaman khas daerah Sumatera Utara (9,10) tetapi belum dimanfaatkan seba- gai tanaman obat. Tanaman-tanaman dari genus Zanthoxylum (bagian kulit kayu dan daun) biasanya digunakan secara luas untuk mengobati inflamasi dan rematik (8). Buah andaliman telah dilaporkan memiliki aktivitas anti inflamasi (11) dan juga telah diteliti aktivitas antioksidan ekstrak etanol buah an- daliman dalam beberapa sistem pangan (11) serta aktivitas antiradikal ekstrak etanol buah andaliman konsentrasi 200 ppm yang menunjukkan daya in- hibisi sebesar 61,81% (12). Penelitian antioksidan terhadap buah andaliman yang telah dilaporkan

masih terbatas pada pengujian terhadap ekstrak kasar dan penelitian yang mengungkap aktivitas buah andaliman dalam menghambat xantin oksi- dase belum pernah dilaporkan sampai saat ini.

METODE PENELITIAN

Bahan Uji

Buah segar andaliman diperoleh dari Kabu- paten Dairi, Sumatera Utara. Tanaman andaliman dideter-minasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian Biologi, Cibinong. Ba- gian tanaman yang digunakan sebagai simplisia adalah buah yang berwarna hijau. Buah sebanyak

13 kg disortasi, dicuci, dan dikeringkan di lemari pengering pada suhu 40oC. Selanjutnya simplisia dihaluskan menggunakan blender hingga men- jadi serbuk.

Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan antara lain petro- leum eter, n-heksana, diklorometana, etil asetat, metanol, dan n-butanol teknis (Brataco Chemika, Indonesia) yang telah didestilasi, kloroform p.a, metanol p.a, dan n-heksana p.a (Merck, Jerman), air suling demineral (Brataco Chemika, Indonesia), dimetil sulfoksida atau DMSO (Merck, Jerman), Alo- purinol (Pyridam Farma, Indonesia), silika gel G-60 (Merck, Jerman), DPPH (Sigma Aldrich, Singapura), BHT (Sigma Aldrich, Singapura), Kuersetin (Sigma Aldrich, Singapura), Xantin (Sigma Aldrich, Singa- pura), Xantin oksidase (Sigma Aldrich, Singapura).

Ekstraksi

Sebanyak 3 kg serbuk simplisia buah andaliman dimaserasi secara bertingkat mulai dari pelarut petroleum eter, diklorometana, etil asetat, n-buta- nol, dan metanol, kemudian dikocok selama 6 jam dengan pengaduk mekanik. Campuran didiamkan

24 jam lalu disaring dan filtrat dikumpulkan dalam suatu wadah. Total pemakaian pelarut adalah 9 L petroleum eter, 8 L diklorometana, 8 L etil asetat,

10 L n-butanol, dan 7 L metanol. Masing-masing fil- trat diuapkan menggunakan rotavapor pada suhu

Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari Ekstrak Buah Andaliman

Ruth Elenora Kristanty, Abdul Munim, dan Katrin

Tabel 1. Data Rendemen Ekstrak Buah Andaliman

No.

Ekstrak

Bobot ekstrak (g)

Bobot Simplisia (g)

Rendemen (%)

1.

Petroleum eter

100

3,33

2.

Diklorometana

60

2,00

3.

Etil asetat

50

3000

1,67

4.

n-butanol

65

2,17

5.

Metanol

30

1,00

50-60C kecuali ekstrak n-butanol pada suhu 75C

Semakin kecil nilai IC

50

50

menunjukkan semakin

sehingga diperoleh ekstrak kental petroleum eter,

tinggi aktivitas antioksidannya (7). Ekstrak yang

diklorometana, etil asetat, n-butanol dan metanol,

mempunyai nilai IC

antara 10-50 g/mL adalah

lalu ditimbang dan dihitung rendemennya terha- dap bobot simplisia awal (tabel 1).

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak

Pengujian aktivitas antioksidan secara kuanti- tatif melalui peredaman radikal DPPH terhadap masing-masing ekstrak kental dilakukan meng- gunakan metode Blois (1958) yang dimodifikasi. Sebanyak 1,0 mL diambil dari masing-masing larutan uji yang telah dibuat dengan konsentrasi

10, 20, 50, 100, dan 200 ppm, dicampur dengan

1,0 mL larutan DPPH 100 g/mL dan 2,0 mL metanol p.a serta dihomogenkan dan didiamkan selama 30 menit pada suhu 37C terlindung dari cahaya. Serapan larutan diukur pada panjang gelombang 517 nm. Pengujian dilakukan duplo. Prosedur yang sama juga dilakukan terhadap BHT sebagai larutan standar dengan konsentrasi

1, 2, 4, 10, dan 16 ppm.

Persentase inhibisi terhadap radikal DPPH dari masing-masing konsentrasi larutan sampel dapat dihitung dengan persamaan :

ekstrak dengan aktivitas antioksidan yang kuat (13).

Uji Aktivitas Penghambatan Xantin Oksidase oleh Ekstrak

Pada penelitian ini, dilakukan pengujian ak- tivitas penghambatan xantin oksidase oleh ma- sing-masing ekstrak kental dengan metode Owen dan Johns (1999) yang dimodifikasi. Pengujian sampel dilakukan duplo.

Larutan yang disiapkan untuk pengujian ter- diri dari larutan xantin sebagai substrat, larutan enzim (xantin oksidase), dan larutan uji. Larutan substrat yang digunakan adalah larutan xantin

0,15 mM yang diperoleh dari pengenceran laru- tan stok 1 mM dengan menimbang 15,21 mg xantin dan diencerkan dengan air demineralisasi dalam labu ukur 100 mL. Larutan xantin oksidase

0,1 unit/mL dibuat dengan menimbang 9,09 mg xantin oksidase dan dilarutkan dengan larutan dapar fosfat sampai 10,0 mL. Larutan uji diper- oleh dengan menimbang 10,0 mg ekstrak kental dan dilarutkan dalam sedikit DMSO kemudian dilarutkan dalam dapar fosfat menggunakan labu

ukur 10 ml sebagai larutan induk (1000 ppm) lalu

=

Keterangan :

100%

diencerkan dengan dapar fosfat hingga diperoleh konsentrasi akhir larutan sampel sebesar 100,

50, 20, 10, 5 dan 1 ppm.

Kondisi optimum pengujian mengacu pada

Q = persentase inhibisi (%)

A

0

= serapan kontrol (pelarut + DPPH)

A

1

= serapan larutan uji (pelarut + DPPH + sampel)

optimasi yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu pada waktu inkubasi 40 menit, suhu 30oC, pH 7,8, dan konsentrasi substrat (xantin) 0,15 mM. Ma- sing-masing sampel sebanyak 1,0 mL dimasukkan

ke dalam tabung reaksi terpisah dengan variasi konsentrasi tertentu. Selanjutnya ke dalamnya di- tambahkan 2,9 mL larutan dapar fosfat dan 2,0 mL xantin lalu diprainkubasi pada suhu 30oC selama

10 menit. Xantin oksidase 0,1 unit/mL sebanyak

0,1 mL ditambahkan lalu diinkubasi kembali pada suhu 30oC selama 30 menit. Setelah masa inku- basi, ke dalam campuran dengan segera ditam- bahkan asam klorida 1N sebanyak 1,0 mL untuk menghentikan reaksi dan dihomogenkan. Cam- puran larutan uji selanjutnya diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang hasil optimasi (284 nm) untuk meli- hat besarnya pembentukan asam urat yang terjadi dalam larutan uji kemudian ditentukan seberapa besar persen hambatan ekstrak yang diujikan ter- hadap xantin oksidase.

Persentase hambatan xantin oksidase (XO) di- hitung dengan persamaan berikut (14):

% hambatan xantin oksidase = 1 100%

Tabel 2. Hasil uji antioksidan ekstrak buah andaliman

50

Sampel Konsentrasi % IC (g/mL)inhibisi (g/mL)

Keterangan :

A = selisih serapan blanko dengan kontrol blanko (A -A )

1 0

B = selisih serapan sampel dengan kontrol sampel (B -B )

1 0

50

Nilai IC

diperoleh melalui analisis regresi

linier yang diplot antara konsentrasi sampel ter- hadap persentase hambat (1). Pengujian juga

200

14,92

Ekstrak

100

14,61

petroleum

50

8,19

220,67

eter

20

6,83

10

6,29

200

33,71

Ekstrak

100

18,27

88,26

diklorometana

50

11,44

20

12,12

10

12,44

200

29,91

Ekstrak

100

18,34

83,50

etil asetat

50

9,18

20

5,99

10

1,82

200

46,97

Ekstrak

100

25,89

n-butanol

50

14,43

53,51

20

8,95

10

6,27

100

47,66

Ekstrak

50

24,87

26,39

metanol

20

12,71

10

7,27

16

37,09

BHT

10

26,65

4

15,22

5,52

2

9,23

1

6,87

dilakukan terhadap blanko, kontrol blanko, dan

kontrol sampel.

Penapisan Fitokimia

Terhadap ekstrak yang aktif menurut hasil uji peredaman radikal DPPH dan uji penghambatan xantin oksidase, dilakukan pemeriksaan kandung- an kimia dengan beberapa pereaksi kimia antara lain pereaksi untuk alkaloid, flavonoid, triterpe- noid/steroid, glikosida, saponin, dan tanin.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Serbuk buah andaliman dimaserasi secara bertingkat mulai dari pelarut non polar sampai dengan pelarut polar yang bertujuan untuk mem-

peroleh ekstrak dengan rentang kepolaran yang berbeda. Diperoleh ekstrak petroleum eter dan ekstrak n-butanol dengan rendemen yang lebih besar dibandingkan ekstrak lainnya dan ekstrak metanol sebagai ekstrak dengan rendemen paling kecil.

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Andali- man

Pengujian aktivitas antioksidan secara kuanti- tatif terhadap masing-masing ekstrak buah anda- liman dengan metode peredaman radikal DPPH menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada pan- jang gelombang maksimum larutan DPPH yaitu

Tabel 3. Hasil uji penghambatan xantin oksi- dase oleh ekstrak buah andaliman

Tabel 4. Hasil uji penghambatan xantin oksi- dase oleh alopurinol

50

Sampel Konsentrasi % IC

(g/mL) inhibisi (g/mL)

Ekstrak 1 31,1 petroleum 5 37,8

eter 10 53,6 9,9

20 57,1

50 48,5

100 49,9

1 47,3

Ekstrak 5 56,6 diklorometana 10 54,0 3,9

20 27,7

50 50,6

100 67,8

1 49,7

Sampel

Konsentrasi

(g/mL)

%

inhibisi

IC50

(g/mL)

0,25

55,42

0,02

0,5

74,6

1

87,56

Alopurinol 0,1 45,11

50

butanol memiliki aktivitas antioksidan menengah dan ekstrak metanol memiliki aktivitas antioksi- dan yang kuat. Diduga ekstrak buah andaliman mengandung senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan. BHT sebagai antioksidan sintetik

Ekstrak etil 5 53,1

asetat 10 32,1 9,54

memiliki nilai IC

5,5 g/mL yang menunjukkan

20 42,9

50 47,3

bahwa senyawa standar tersebut memiliki aktivi-

50

tas antioksidan yang sangat kuat ( 20

4

5

- Tidak diketahui

34

Lama dirawat di rumah sakit (hari)

- < 5

35

- 6 - 10

23

- > 10

2

Penyakit penyerta yang didapat

- Bronkitis kronis 6 dari 60

- Sinusitis 1 dari 60

- Diabetes melitus tipe 2 9 dari 60

- CVD (cardiovascular disease) 11 dari 60

- Infeksi saluran pernapasan atas 7 dari 60

- Infeksi lain 10 dari 60

- Gastritis 8 dari 60

- Gangguan fungsi hati 2 dari 60

- Gangguan fungsi saraf 3 dari 60

Stage pengobatan asma kronis

- Stage 1

15

- Stage 2

2

- Stage 3

3

- Tidak diketahui

2

(Global Initiative for Asthma, 2011)

Tabel 4. Kejadian ADRs Pada Pasien Asma Rawat Inap dan Asma Rawat Jalan

Jenis DRPs

Total

Asma Rawat Inap

a. Adverse drug event (non allergic)

3

b. Adverse drug event (allergic)

0

c. Toxic adverse drug-event

0

Asma Rawat Jalan

a. Adverse drug event (non allergic)

36

b. Adverse drug event (allergic)

0

c. Toxic adverse drug-event

0

TOTAL

39

Tabel 5. Kelompok Obat yang Terlibat dalam ADRs yang dialami Pasien Asma Rawat Inap dan Rawat Jalan

Golongan ADRs pada Asma Rawat Inap ADRs pada Asma Rawat Jalan

Obat yang terlibat ADRs yang terjadi TOTAL ADRS yang terjadi TOTAL

dalam ADRs

Xanthin

- Aminofilin menyebabkan hipotensi

1

9

- Aminofilin menyebabkan hipertensi

2

- Aminofilin menyebabkan kemerahan kulit

1

- Aminofilin/Theofilin menyebabkan Takikardi

4

- Aminofilin menyebabkan mual

1

Kortikosteroid

- Metilprednisolon menyebabkan hipotensi

1

5

- Metilprednisolon menyebabkan hipertensi

2

- Fluticasone menyebabkan hipertensi

1

- BUdesonide dan metilprednisolon (duplikasi), menyebabkan hipertensi

1

B2 Agonis

- Salbutamol menyebabkan efek hipotensi

2

7

- Salbutamol menyebabkan mulut kering

2

- Salbutamol menyebabkan efek takikardi

3

- Salbutamol menyebabkan pusing

- Terbutalin menyebabkan hipokalemia

1

- Fenoterol menyebabkan hipokalemia

1

B2 Agonis + Antikolinergik

- Salbutamol + Iprapropium (Combiven)

menyebabkan hipertensi

- Salbutamol + Iprapropium (Combiven)

menyebabkan takikardi

1

2

3

Antikolinergik

- Ipraptropium menyebabkan hipertensi Alis-

1

3

Penghambat Renin Opioid Adrenalin

kiren (Rasilez) menyebabkan gatal-gatal di - seluruh tubuh

- Codein menyebabkan konstipasi

1

1

Losartan menyebabkan kelelahan

1

- Epinefrin menyebabkan dada terasa berdebar

1

Diuretik

- Furosemide menyebabkan hipokalemia

2

4

- Furosemide menyebabkan gatal-gatal di selu-

1

- Furosemide menyebabkan hipotensi

1

Antibiotik

- Cefpirome menyebabkan gatal-gatal di seluruh

1

2

- Ceftriaxone menyebabkan sakit kepala

1

ruh tubuh

tubuh

dari 2 kasus pada asma rawat inap dan 2 kasus pada asma rawat jalan), kemudian kelompok aminofilin (9 kasus pada asma rawat inap), kor- tikosteroid (5 kasus pada asma rawat inap), dan antikolonergik (3 kasus pada asma rawat inap) (tabel 5).

Kelompok obat non-terapi asma yang menye-

B2-agonis dapat memperparah hipokalemia karena memiliki efek hipokalemia. Hipertensi dilaporkan juga pernah terjadi pada 1% pasien yang pernah memakai salbutamol pada dosis normal (20). ADR berupa pusing yang ditimbulkan oleh Salbutamol kemungkinan diakibatkan

2.

2

oleh efek relaksasi otot polos dari Salbutamol,

babkan terjadinya ADR sebanyak 13 kasus. Ke-

karena stimulasi reseptor

Reseptor

tidak

lompok obat yang paling banyak menyebabkan terjadinya ADR adalah diuretik (4 kasus pada rawat inap), antibiotik (2 kasus pada asma rawat

hanya terdapat di saluran pernafasan namun juga terdapat di otot tulang dan pembuluh darah jantung. Stimulasi yang berlebihan

2

inap), dan penghambat renin (1 kasus pada asma

terhadap reseptor

(terutama yang terdapat

rawat inap dan 1 kasus pada asma rawat jalan) (tabel 5).

Golongan xanthin menyebabkan efek hipotensi atau hipertensi, karena meningkatkan tingkat katekolamin, yang menstimulasir reseptor 2 adrenergik vaskular dengan penurunan resis- tensi pembuluh darah perifer. Vasodilatasi perifer dan hipotensi terjadi pada toksisitas teofilin signifikan. Intraseluler pergeseran hasil kalium dalam hipokalemia (17). Xanthin menye-

babkan kemerahan kulit, akibat sensitif terhadap

pada otot polos pembuluh darah jantung) akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang ada di jantung sehingga dapat menyebabkan tekanan darah turun, salah satu manifestasinya adalah pusing.

2

Ipratropium bromida dapat menyebabkan vasodilatasi sehingga terjadi penurunan tekanan darah yang cukup tajam dan dihasilkan efek hipotensi. Sebagai mekanisme kompensasi, tubuh kita akan meningkatkan denyut jantung sehingga

muncul efek takikardia, selain itu ada pula

ethylenediamine salt dalam aminofilin (18).

pengaruh dari potensiasi reseptor

di jantung

Takikardi yang disebabkan oleh xanthin karena relaksasi otot polos saluran pernafasan dan juga mencegah sel mast di sekitar bronkus untuk melepaskan senyawa bronkokonstriksi seperti histamin dan bradikinin, yang dapat menyebabkan bronkospasmodik. Kondisi ini dapat menyebabkan kontraksi pada jantung dan menurunkan tekanan darah di arteri paru. Manfaat bronkodilator xanthine dalam pengobatan asma sering dibatasi oleh efek samping mual muntah. Mekanisme emesis kemungkinan dengan penghambatan satu atau lebih bentuk PDE (phosphodiesterase) bukan dari antagonisme adenosin (19).

Kortikosteroid menyebabkan peningkatan tekanan darah, dengan menyebabkan retensi Na+, air dan peningkatan ekskresi K+ yang dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi dan hipokalemia (19). Hal ini menjadi perhatian pada pasien asma yang juga mendapat terapi antihipertensi karena efek hipo-kalemia akan menjadi semakin parah (20).

oleh pemakaian salbutamol (20). Dari 60 orang pasien asma, 40% diantaranya menggunakan kombinasi ipratropium bromida dan salbutamol, hal inilah yang membuat perlunya pengawasan yang lebih terhadap pemakaian kombinasi ini. ADRs yang teramati pada pemakaian ipratropium bromida dan salbutamol adalah ADRs tipe A, yang dapat diprediksi.

Hipokalemia dan hipotensi dapat disebabkan karena furosemide, yang merupakan loop diuretic yang mensekresi secara aktif melalui sistem transpor asam organik nonspesifik kedalam lumen dari ascending limb pada loop henle, menyebabkan penurunan reabsorbsi natrium dengan kompetisi pada chloride site pada Na+- K+-2Cl cotransporter. Medullary hyper-tonicity dikurangi, sehingga menurunkan abilitas ginjal untuk mereabsorbsi air (21,22). Furosemide juga dapat menyebabkan gatal-gatal yang merupakan reaksi alergi di kulit (22).

Epinefrin menyebabkan dada terasa berdebar,

dikarenakan epinefrin menstimulasi reseptor dari 1, 2-, 1-, dan 2-adrenergik (21). Losartan merupakan antagonis non peptide, kompetitif dan selektif dari reseptor Angiotensin II. Me- kanisme kerja losartan yaitu berikatan secara reversible dengan reseptor AT1 dan AT2 dan dengan memblok efek vasokonstriksi dan sekresi aldosteron dari Angiotensin II (21). Kelelahan yang muncul akibat penggunaan Losartan di- mungkinkan karena efek inhibisinya terhadap sekresi aldosteron. Jika sekresi aldosteron menu- run terlalu besar, keseimbangan cairan dan elek- trolit akan terganggu dan manifestasi yang sering muncul antara lain kelelahan (23).

Codein untuk terapi batuk pada asma akut da- pat menyebabkan konstipasi, karena codein yang merupakan opioid memberikan efek pada otot polos yang dapat berkaitan dengan menurunnya otot polos di usus sehingga menyebabkan kon- stipasi (24).

Perhitungan Naranjo Scale terhadap Kejadian Adverse Drug Reactions (ADRs) yang Terjadi pada Pasien Asma

ADRs pada pasien asma rawat inap dan ra- wat jalan yang bersifat aktual akan dihitung menggunakan naranjo scale untuk menilai

39 kasus ADRs yang terjadi. Berdasarkan ha-

sil penelitian, obat-obat yang menimbulkan ADRs aktual yang dinilai dengan naranjo scale, semuanya bernilai 4, yang berarti memiliki ke- mungkinan ADR.

KESIMPULAN DAN SARAN

ADRs yang terjadi pada pasien asma rawat inap dan rawat jalan dalam penelitian menunjukkan bahwa kejadian ADR yang terjadi sebagian besar berasal dari pengobatan asma pasien, walaupun dengan outcomes klinis ADRs yang cenderung ringan.

Berdasarkan hasil penelitian, maka perlunya peran farmasis dalam memonitor kemungkinan terjadinya ADRs secara rutin terhadap obat- obatan yang digunakan pasien asma baik pada pasien asma rawat jalan maupun selama dirawat di rumah sakit. Serta peran farmasis dalam menyediakan informasi bagi tenaga kesehatan lainnya mengenai penggunaan obat-obatan bagi pasien.

Penelitan selanjutnya dalam menilai outcomes DRPs diperlukan waktu pengamatan yang lebih lama untuk mengetahui apakah outcomes terse- but dalam jangka panjang, serta jumlah sampel

penelitian yang lebih besar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for

Asthma Management & Prevention [Update]; 2011.

2. Cukic V, Ustamujic A, Lovre V. Adverse Drug Reac- tions in Patients with Bronchial Asthma. Mat Soc Med 2010; 22(2): 99-100.

3. Kim CW, Cho JH, Jung EH, Lee HK. Adverse Drug Re- actions to Anti-Asthmatics In Patients with Bron- chial Asthma. a Meeting of The World Allergy Or- ganization: A World Federal of Allergy, Asthma, & Clinical Immunology Societies; 2011.

4. Berenguer B, La Cassa C, de La Matta MJ, Martin- Calero MJ. Pharmaceutical Care: Past, Present and Future. Curr Pharm Des. 2004; 10(31): 3931-46.

5. Abdelhamid E, Awad A, Gismallah A. Evaluation of a Hospital Pharmacy-Based Pharmaceutical Care Services for Asthma Patients. Pharmacy Practice

2008; 6(1): 25-32.

6. American Pharmacist Association. Principle of Practice for Pharmaceutical Care. AphA Pharma- ceutical Care Guidelines Advisory Commitee; 2005.

7. American Society of Health-System Pharmacists.

ASHP Guidelines on a Standardized Method for

Pharmaceutical Care. Am J Health-Syst Pharm

1996; 53, 17136.

8. Cipolle R, Strand L, Morney P. Pharmaceutical Care

Practice. McGrawHill: United States; 1998. p. 76-80.

9. Farris KB, Fernandez-Llimos F, Benrimoj SI. Phar- maceutical care in community pharmacies: Prac-

tice and research from around the world, Ann

Pharmacotherapy 2005; 39:539-41.

10. Asthma Management Handbook. National Asthma

Council Australia; 2006.

11. Prest MS, Kristianto FC, Tan CK. Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, Dalam Aslam M, Tan CK, Pra- yitno A, ed, Farmasi Klinis: Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, PT Elex Media Komputindo, Jakarta; 2003. p. 101-107.

12. Lee A, Beard K. Adverse Drug Reactions, Churchill

Livingstone, London; 2006.

13. Edwards IR, Aronson JK. Adverse Drug Reactions:

Definitions, Diagnosis, and Management. Lancet

2000; 356(9237):1255-9.

14. Shastry BS. Pharmacogenetics and the concept of indivi-dualized medicine. The Pharmacogenomics Journal 2006; 6: 1621.

15. Naranjo CA, Busto U, Sellers EM, Sandor P, et al. A method for estimating the probability of adverse drug reactions. Clin Pharmacol Ther 1981; 30:

239245.

16. Lemeshow S. Besar Sampel dalam Penelitian Kese- hatan. Yogyakarta. Gajah Mada University Press;

1997. p. 55.

17. Chan TY, Gomersall CD, Cheng CA, Woo J. Overdose

of methyldopa, Indapamide and Theophylline Re- sulting in Prolonged Hypotension, Marked Diure- sis and Hypokalaemia in An Elderly Patient, Phar- macoepidemiol Drug Saf. 2009;18(10): 977-9.

18. Brunton LL, Goodman LS, Blumenthal D, Buxton I, Goodman and Gilmans manual of pharmacology and therapeutics, 11th ed. McGraw-Hill Professio- nal; 2006.

19. Ralph E. Howell, William T. Muehsam and Wil- liam J. Kinnier. Mechanism for the emetic side effect of xanthine bronchodilators. Life Sciences

1990; 46(8).

20. McEvoy G, Snow E, Miller J, et al. American Society of Health System Pharmacists. Bethesda; 2008.

21. Anderson P. Handbook Of Clinical Drug Data. Mc- graw-Hill Companies 2002; 10.

22. Lacy C, Armstrong L, Goldman M, Lance L. Drug In- formation Handbook: A Comprehensive Resource for all Clinicians and Healthcare Professionals. Lexi-Comp Inc, United States 2006; 14.

23. National Endocrine and Metabolic Diseases Infor- maton Service: A Service. The Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. NIH; 2005.

24. Sweetman S. Martindale: The Complete Drug Refe- rence. USA. Edition. Pharmaceutical Press 2009; 36.

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Artikel Penelitian

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Umbi Mahakaan terhadap Waktu Perdarahan dan Pembekuan serta Jumlah Trombosit Darah Mencit Putih Betina

Surya Dharma, Dachriyanus, dan Zikra Sartika

ABSRACT: The effect of aethanolic extract of mahakaan,s (Gynura pseudochina (L) DC tuber on shortening bleeding and coagulation time and trombocytes cell of the white female mice has been studied. The overal doses used were 30,100 and

300 mg/kg BW. The effect was observed on, 1st, 7th, 14th and 21th days by using the modified cutting tail method, slide method and using hemositometer. As a comparator used vitamin K with dose of 0,026 mg/20g BW was given. The result indicated that the extract has ability to shorten bleeding and coagulation time at all doses, and the dose of 300 mg/kg BW showed a stronger effect on shortening bleeding time compared to vitamin K 0,026 mg/20g BW (p0,01).

Keywords : Gynura pseudochina (L.) DC), bleeding time, coagulation time, and level of thrombocyt

ABSTRAK: Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak etanol umbi tanaman mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC.) terhadap kemampuannya mempersingkat waktu perdarahan, pembekuan darah serta mengamati jumlah sel trombosit darah mencit putih betina. Dosis yang digunakan pada penelitian ini adalah 30, 100 dan 300 mg/kb BB dan pengaruhnya diamati pada hari ke

1, 7, 14 dan 21. Metoda yang digunakan adalah metoda pemotongan ekor yang dimodifikasi, metoda slide dengan menggunakan alat hemositometer. Sebagai pembanding digunakan vitamin K pada dosis 0,026 mg/20g BB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol dari umbi mahakaan mampu mempersingkat waktu perdarahan dan pembekuan darah secara signifikan apa- bila dibandingkan dengan vitamin K pada dosis 0,026 mg/20 g BB, dan efeknya akan lebih baik terlihat pada dosis 300 mg/kg BB (p0,1).

Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Andalas Padang

Kata kunci : Gynura pseudochina (L.) DC), waktu perdarahan, waktu koagulasi, dan level trombosit

Korespondensi:

Dachriyanus

Email : [email protected]

Pengaruh Ekstrak Etanol Umbi Mahakaan terhadap Waktu Pendarahan

Surya Dharma, Dachriyanus, dan Zikra Sartika

PENDAHULUAN

Pada saat ini kita kembali kepada pengobatan alternatif yaitu dengan menggunakan tanaman obat yang sudah banyak diketahui khasiatnya. Tanaman ini biasanya digunakan untuk pencega- han dan pengobatan penyakit (1). Kecenderung- an minat penggunaan obat tradisional kini makin meningkat, karena bentuk sediaan yang didu- kung oleh kemajuan teknologi saat ini, disamping itu harganya dapat dijangkau dan keamanannya juga dapat terjamin (2). Gynura sp termasuk ke dalam golongan famili Asteraceae, sering digu- nakan oleh masyarakat untuk pengobatan alter- natif. Tanaman ini banyak tumbuh di pekarangan rumah dan juga tumbuh di beberapa kawasan hu- tan di Indonesia. Kandungan kimia dari tanaman ini adalah benzoquinon (Quinoid), carryophyllen oksida (seskuiterpen), diosgenin (sapogenin), stigmasterol (steroid), adenin (alkaloid), querce- tin (flavonoid) (3).

Salah satu spesies tanaman yang banyak di- gunakan untuk obat adalah Gynura pseudochina (L.) DC), yang dikenal dengan nama daerah ma- hakaan

Umbi dari tanaman ini digunakan untuk menghentikan perdarahan (luka teriris, batuk da- rah, muntah darah, mimisan, perdarahan sehabis melahirkan, luka bakar), demam, membersihkan racun, tulang patah (fraktur) (4).

Sebagai obat luka umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC), masih banyak digunakan, disamping itu belum ada suatu penelitian yang melaporkan bahwa tanaman ini berkhasiat untuk menghentikan perdarahan, pembekuan darah dan meningkatkan jumlah trombosit.

Ekstrak etanol dari umbi tanaman ini di uji terhadap proses hemostasis dan pembekuan da- rah, vitamin K digunakan sebagai pembanding pada penelitian ini. Vitamin K memiliki peranan dalam proses hemostasis dan pembekuan darah terhadap faktor II (protrombin), faktor VII (pro- konvertin), faktor IX (Christmas) dan faktor X (Stuart-Prower), bekerja sebagai koenzim pada gama karboksilasi rantai samping asam glutamat.

Hasil karboksilasi akan mempermudah pengikat- an ion kalsium yang diperlukan untuk memben- tuk kompleks dengan fosfolipid (5).

Waktu perdarahan menggunakan metoda pe- motongan ekor yang dimodifikasi (6), waktu pem- bekuan darah menggunakan metoda Slide Hep- ler (1962), dan penghitungan jumlah trambosit menggunakan alat hemositometer (7).

METODOLOGI PENELITIAN

Alat, bahan dan hewan

Alat yang digunakan pada penelitian ini ada- lah : perkolator, alat destilasi, rotary evaporator, lumpang dan alu, tabung reaksi, plat tetes, pipet tetes, krus, oven kaca arloji, timbangan analitik, gelas ukur, jarum oral, timbangan hewan, gun- ting, kertas saring, stopwatch, gelas objek, cover glass, hemositometer dan mikroskop. Bahan yang digunakan adalah ekstrak etanol umbi mahakaan, hewan percobaan mencit putih betina galur DDY Japan berumur 8-12 minggu dengan bobot badan

20-30 gram.

Sebelum digunakan hewan di aklimatisasi se- lama seminggu dan mencit putih yang digunakan adalah mencit sehat, tidak mengalami perubah- an berat badan yang berarti (deviasi maksimal

10%) dan secara visual menunjukkan perilaku yang normal (8). Bahan kimia lain yang digu- nakan adalah etanol 96%, air suling, kloroform, kloform ammonia, asam sulfat pekat, asam sulfat

2 N, reagen Meyer, larutan besi (III) klorida pekat, serbuk Mg, Na CMC, larutan asam oksalat 1% dan vitamin K (Kimia Farma).

Metoda Penelitian

Bahan uji ekstrak etanol umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC), larutan Na CMC 1%, sebagai kontrol dan vitamin K diberikan secara peroral kepada hewan percobaan dengan volume pemberian obat 1% dari berat badan selama 21 hari. Pengamatan dilakukan pada hari ke 1, 7, 14, dan 21, dan 60 menit setelah pemberian sediaan dilakukan penentuan waktu perdarahan, pem- bekuan dan perhitungan jumlah sel trombosit.

Tabel 1. Persentase Efektivitas Waktu Perdarahan Ekstrak Etanol Umbi Mahakaan Gynura pseudochina (L.) DC.) dan Vitamin K terhadap Kontrol.

Zat Uji dan Dosis

1

7

14

21

10,75

50,86

54,78

57,76

Perlakuan

% Efektivitas waktu perdarahan setelah pemberian ekstrak terhadap kontol pada pengamatan hari ke-

Ekstrak etanol 30 mg/kg BB

1. dosis 30 mg/kg BB

2. dosis 100 mg/kg BB

3. dosis 300 mg/kg BB

4. dosis 0,026 mg/kg BB

Waktu Perdarahan (%)

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Waktu Pengamatan (hari)

Gambar 1. Diagram batang dalam bentuk persentase efek waktu pedarahan setelah pemberian ekstrak etanol umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC.) dengan 3 variasi dosis yang di bandingkan dengan pemberian vitamin K dosis 0,026 mg/ 20 gr BB

Ekstrak etanol 100 mg/kg BB 38,58 65,65 73,94 77,69

Ekstrak etanol 300 mg/kg BB 52,44 74,21 81,88 85,00

Vitamin K dosis 0,026 mg/kg BB 0,57 60,66 75,55 78,52

Penentuan waktu pendarahan

Penentuan waktu perdarahan dilakukan de- ngan menggunakan metoda pemotongan ekor yang di-modifikasi (6). Caranya adalah ujung ekor mencit yang telah dibersihkan dengan etanol 96%, dipotong sepanjang 5 mm dengan gunting yang telah dibersihkan. Pengamatan waktu perdarahan dilakukan mulai dari awal pemotongan ekor sampai dengan terbentuknya bekuan darah pada ujung ekor mencit tersebut.

Penentuan waktu pembekuan

Penentuan waktu pembekuan darah dilaku- kan dengan metoda Slide (9). Caranya, ditetes- kan 3 tetes darah diatas objek glass yang kering

dan bersih, saat awal penetesan stopwatch di- jalankan. Tiap-tiap detik gerakan ujung jarum melalui tetes pertama sampai terlihat adanya benang fibrin. Segera setelah terlihat benang fibrin pada tetes pertama, gerakan ujung jarum pada tetes ke dua dan seterusnya sampai dilan- jutkan pada tetes ketiga. Waktu terbentuknya benang fibrin pada tetes kedua dan ketiga di- ratakan dan dicatat sebagai waktu pembekuan darah.

Perhitungan jumlah trombosit

Penghitungan jumlah sel trombosit dilaku- kan menggunakan hemositometer (7), dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Tabel 2. Persentase efektivitas waktu perdarahan ekstrak etanol umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC.) dan vitamin K terhadap kontrol

Zat Uji dan Dosis

Ekstrak etanol 30 mg/kg BB Ekstrak etanol 100 mg/kg BB Ekstrak etanol 300 mg/kg BB Vitamin K dosis 0,026 mg/kg BB

Perlakuan

% Efektivitas waktu pembekuan darah setelah pemberian ekstrak terhadap kontol pada hari ke-

1 7 14 21

11,73 58,57 66,93 69,50

65,32

83,18

86,68

89,13

4,22

75,33

78,04

85,47

45,04 77,92 84,76 88,82

1. dosis 30 mg/kg BB

2. dosis 100 mg/kg BB

3. dosis 300 mg/kg BB

4. dosis 0,026 mg/kg BB

Waktu pembekuan darah (%)

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Waktu Pengamatan (hari)

Gambar 2 . Diagram batang efek dalam bentuk persentase terhadap waktu pembekuan darah setelah pemberian ekstrak etanol umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC.) dengan 3 variasi dosis yang di bandingkan dengan pemberian vitamin K dosis 0,026 mg/ 20 gr BB.

A. Mengisi Pipet Eritrosit

Dipipet eritrosit terlebih dahulu dibilas de- ngan larutan amonium oksalat 1% sampai garis tanda 1, kemudian bilasan di buang.

Dibersihkan darah pada bagian ekor yang akan dipotong dengan tissue, dibiarkan darah keluar kemudian dihisap sampai garis tanda

0,5. Kelebihan darah yang melekat pada ujung pipet dihapus dengan tissue.

Dimasukkan ujung pipet ke dalam larutan amonium oksalat 1 % sambil menahan darah pada garis tanda tadi. Dihisap larutan amo-

nium oksalat tersebut perlahan-lahan sampai tanda garis 101

Pipet diangkat dari larutan, ditutup ujung pi- pet dengan ujung jari dan karet pengisap di lepaskan. Dikocok pipet tersebut sampai 15-

30 detik.

B. Mengisi Kamar Hitung

Kamar hitung dengan penutupnya yang ber- sih, diletakan mendatar di atas meja.

Pipet yang telah diisi tadi dikocok selama 3 menit secara terus menerus.

Tabel 3. Persentase kenaikan jumlah sel trombosit ekstrak etanol umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC.) dan vitamin K terhadap kontrol

Zat Uji dan Dosis

Perlakuan

% Efektivitas waktu pembekuan darah setelah pemberian ekstrak terhadap kontol pada pengamatan hari ke-

1

7

14

21

Ekstrak etanol dosis 30 mg/kg BB

-

0,36

-

0,36

Ekstrak etanol dosis 100 mg/kg BB

0,35

0,59

0,59

0,71

Ekstrak etanol dosis 300 mg/kg BB

1,53

1,42

1,42

2,01

Vitamin K dosis 0,026 mg/kg BB

0,12

0,24

0

0,12

1. dosis 30 mg/kg BB

2. dosis 100 mg/kg BB

3. dosis 300 mg/kg BB

4. dosis 0,026 mg/kg BB

Kenaikan jumlah trombosit darah (%)

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Waktu Pengamatan (hari)

Gambar 3 . Diagram batang efek dalam bentuk persentase dari jumlah sel trombosit darah setelah pemberian ekstrak etanol umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC.) dengan 3 variasi dosis yang di bandingkan dengan pemberian vitamin K pada dosis 0,026 mg/ 20 gr BB.

Tiga sampai empat tetes pertama cairan yang terdapat dalam pipet dibuang dan segera sen- tuhkan ujung pipet pada permukaan kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup. Dibiarkan kamar hitung terisi cairan secara perlahan sampai penuh.

Kamar hitung yang telah terisi cairan, di- inkubasi selama 10-15 menit dalam cawan pe- tri yang diberi kapas basah kemudian ditutup.

Kamar hitung diletakan pada mikroskop, per- besaran yang digunakan adalah 10 x untuk me- lihat kamar hitung, dan 40 x untuk menghitung

jumlah trombosit. Kamar hitung yang diguna- kan untuk menghitung sel trombosit adalah ka- mar hitung yang di tengah (25 bidang). Hitung semua sel trombosit pada 25 bidang tersebut.

Hasil yang diperoleh dikalikan 2000, maka didapat sel trombosit per (l) darah Jumlah trombosit = n/v x F, dimana n = jumlah trom- bosit yang dihitung, v = volume yang dihitung (l) dan F = faktor pengenceran. Bila jumlah trombosit yang dihitung 25 bidang besar sama dengan N, maka : Jumlah trombosit N/0,1 x

200 =2000 x N/l darah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa ekstrak etanol umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC), dosis 30, 100 dan

300 mg/kg BB dapat mempersingkat waktu perdarahan dan pembekuan darah mencit se- bagai hewan uji. Efek ini sudah teramati pada hari pertama setelah pemberian sediaan. Hal ini merupakan suatu kemajuan untuk memperoleh efek obat yang dapat mempersingkat waktu perdarahan dan pembekuan darah.

Pada Tabel 1, dapat dilihat efek dalam bentuk persentase setelah pemberian ekstrak etanol umbi mahakaan dosis 30 mg/kg BB. Hasil di- peroleh secara berturut-turut pada pengamatan hari ke- 1, 7, 14 dan 21 adalah: 10,74; 50,85;

54,77 dan 57,75%. Pengamatan pada dosis 100 mg/kg BB, hasil yang diperoleh adalah: 38,57;

65,64, 73,93 dan 77,68 %. Pada dosis 300 mg/

kg BB adalah: 52,44; 74,20; 81,88 dan 85,00

%. Berdasarkan efek dalam bentuk persentase tersebut dapat diketahui bahwa setiap pening- katan dosis dan lamanya waktu pengamatan menyebabkan peningkatan efektivitas. Pening- katan efektivitas maksimum terlihat pada dosis

300 mg/kg BB pada hari ke 21 pengamatan.

Pada Tabel 2, persentase efek waktu pem- bekuan darah pada pemberian dosis 30 mg/kg BB, ditemukan persentase efek secara bertu- rut-turut pada hari ke- 1, 7, 14, dan 21 adalah

11,72; 58,56; 66,93; dan 69,50%. Pada pembe- rian dosis 100 mg/kg BB 45,03; 77,92; 84,76; dan 88,82 %. Pemberian dosis 300 mg/kg BB secara berurutan adalah : 65,32; 83,17; 86,67 dan 89,13%. Berdasarkan persentase efek dapat diketahui bahwa setiap peningkatan dosis dan lamanya waktu pengamatan menyebabkan ter- jadinya peningkatan efek waktu pembekuan da- rah. Dosis yang memberikan efektivitas maksi- mum adalah 300 mg/kg BB pada hari ke-21 pe- ngamatan.

Pada Gambar 1 terlihat pada diagram persen- tase efek waktu perdarahan, dan pada Gambar

2 adalah diagram persentase waktu pembekuan

darah. Pengamatan hari ke-1 dan 7 terlihat diagram meningkat tajam dan dengan analisa Duncan diketahui waktu perdarahan dan pem- bekuan darah antara pengamatan hari ke-1 dan ke-7 memberikan perbedaan yang signifikan. Pada pengamatan hari ke 7 dan 21 grafik terli- hat landai, dan dari analisa uji statistik Duncan diketahui waktu perdarahan dan waktu pem- bekuan darah antara hari ke-7, 14 dan 21 tidak signifikan.

Untuk sementara waktu pengamatan pada hari ke-1 dan 7, dapat diartikan bahwa pemberi- an ekstrak etanol umbi mahakaan mampu mem- persingkat waktu perdarahan dan pembekuan darah, sedangkan pada hari ke-14 dan 21, efek semakin kecil terlihat pada diagram menunjuk- kan hampir datar.

Pada Tabel 3 merupakan tabel persentase ke- naikan jumlah trombosit, terlihat trombosit ti- dak selalu naik seperti halnya pada waktu perda- rahan dan pembekuan darah. Pada hari ke-7 ekstrak etanol umbi mahakaan dosis 300 mg/ kg BB memperlihatkan penurunan jumlah sel trombosit, dan pada dosis 30 dan 100 mg/kgBB serta vitamin K dosis 0,026 mg/20g BB terjadi peningkatan persentase jumlah sel trombosit. Pada pengamatan hari ke-14, terjadi penurunan jumlah sel trombosit pada ketiga variasi dosis sedian uji dan vitamin K. Pada pengamatan hari ke-21 semua ekstrak memberikan peningkatan persentase kenaikan jumlah sel trombosit. Na- mun bila dilakukan uji jarak berganda Duncan terhadap faktor waktu dapat dilihat bahwa jum- lah sel trombosit pada setiap waktu pengamatan tidak berbeda nyata sehingga tidak mempenga- ruhi pada peningkatan waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah pada penelitian ini. Pe- nyebab dari turun naiknya jumlah sel trombosit ini mungkin disebabkan oleh umur trombosit yang singkat yang berkisar antara 1 2 minggu dimana setelah itu trombosit telah diurai dalam sistem retikulum endoplasma (10).

Dari persentase kenaikan jumlah sel trom- bosit dapat dilihat bahwa peningkatan jumlah sel trombosit pada setiap waktu pengamatan

dari masing-masing dosis, sangat kecil dimana peningkatan yang paling tinggi hanya 2,009% yaitu ekstrak etanol dosis 300 mg/kgBB pada hari ke-21 pengamatan (tabel 3). Hal ini dapat dipahami karena dalam tubuh produksi sel trombosit di sum-sum tulang diatur oleh jum- lah sel trombosit yang beredar dalam darah me- lalui suatu mekanisme umpan balik (5). Artinya jumlah sel trombosit akan tetap konstan dalam keadaan normal. Bila terjadi luka sel trombosit yang beredar akan berkurang sehingga merang- sang produksi faktor trombopoetik yaitu hor- mon trombopoetin yang akan mengatur pem- bentukan trombosit di sum-sum tulang (5).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol umbi mahakaan dapat mempersingkat waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah. Tetapi terhadap sel trombo- sit ekstrak etanol umbi mahakaan hanya sedikit meningkatkan jumlah sel trombosit bila diban-

DAFTAR PUSTAKA

1. Winarto WP, Tim Karyasari, Daun dewa: Budidaya dan Pemanfaatan Untuk Obat. Jakarta: Penebar Swadaya; 2004.

2. Dalimartha S. 36 Resep Tumbuhan Obat Untuk Me- nurunkan Kolesterol. Jakarta: Penebar Swadaya;

2000.

3. Agestia, Resi Waji. Flavonoid (Quersetin). Univer- sitas Hasanudin; 2009.

4. Dalimartha S. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Ja- karta: Trubus Agriwida; 2001.

5. Kresno SB. Pengantar Hematologi dan Imunohema- tologi. Jakarta: Gaya baru, 1988.

6. Dey PM, and JB Harborne. Methods in Plant Bio- chemistry Assay fo Bioactivity. New York: Acade- mic Press 1991;4.

7. Soebrata G. Penentuan Laboratorium Klinis. Jakarta: Dian Rakyat; 2001.

8. Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta; Departemen

Kesehatan Republik Indonesia 1995.

dingkan dengan kontrol, dan apabila dihitung secara statistik tidak menunjukkan efek yang signifikan (p>0,01).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa:

1. Pemberian ekstrak etanol umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC) dengan tiga variasi dosis (30, 100, dan 300) mg/kgBB dapat mempersingkat waktu perdarahan dan pembekuan darah mencit putih betina dengan signifikan. (p0,01)

9. Hepler OE. Manual of Clinical Laboratory Methods, Fourth Edition. USA; Charles C Thomass Publisher;

1962.

10. Mutchler E. Dinamika Obat, Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi, diterjemahkan oleh M.B Mathilda dan A.S. Ranti. Bandung: Penerbit ITB; 1991.

11. Anonimous. Alternative Medicine Review 2009;14 (2): 177-179.

12. Anonimous. Betulkah Jus Jambu Biji Mengatasi De- mam berdarah?. Kompas 2004; 6 Agustus 2005.

13. Baldy MC. Pembekuan, dalam A.S. Price, L.M.C, Wil- son (Eds), Patofisiology Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, diterjemahkan oleh P. Anugerah. Jakarta: Penerbit EGC; 1994.

14. Guyton C, Arthur. Fisiology Manusia dan Mekanisme Penyakit, Edisi 3, diterjemahkan oleh P. Adrianto. Jakarta: Penerbit EGC; 1990.

15. Prihantin AMH. Pengaruh Perasan Daun Dewa (Gynura pseudochina (L.) Merr), terhadap Bleed- ing time dan Clotting Time pada Tikus Putih Wistar Jantan. Universitas Jember; 2008.

16. Rosmiati H, VHS Gan. Antikoagulan, Anti Trombo- sit, Trombolitik dan Hemostatik: dalam, Tanu, I., et al, (Ed.), Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Jakarta: Universitas Indonesia; 1995.

17. Satriawan AH. Pengaruh Eksrak Daun Dewa (Gynura pseudochina (L.) DC) Terhadap Kematian Cacing Ascaris solium Secara Invitro, Universitas Islam Sultan Agung; 2009.

18. Tjokronegoro A, Pemeriksaan Laboratorium Hema- tologi Sederhana, Edisi II. Jakarta: Fakultas Kedok-

teran Universitas Indonesia ; 1996.

19. Tsucida, Straeten N., et al. Henhanced Blood Coagu- lation and Fibrinolysis in Mice Lacking Histidin- Rich Glycoprotein (HRG). Journal of Thrombosis and Haemostasis; 2005.

20. Winarto WP. Tanaman Obat Untuk mencegah

SARS. Jakarta: Penebar Swadaya; 2003

21. Worl Health Organization. Quality Control Me- thods for Medicinal Plant Materials, Geneva: WHO; 2011.

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Artikel Penelitian

Penentuan Kadar Rubraxanton pada Ekstrak

Kulit Batang Garcinia spp

Meri Susanti, Dachriyanus, Deddy Prima Putra, dan Fatma Sriwahyuni

ABSTRACT: In this study a High Performance Liquid Chromatography (HPLC) has been used for determination of rubraxanton on bark extracts Garcinia spp (Garcinia mangostana, Garcinia Cowa, Garcinia griffitii, Garcinia dioica and Garcinia forbesii). HPLC system consisted of C-18 reversed phase column with a length of 250 mm, diameter 4.6 mm, 20 mL injection volume, mobile phase methanol: water (gradient system with polarity) and flow rate of 1 ml / min. Rubraxanton levels obtained in this study; 9.161% for G. mangostana, 6.942% for G. cowa,. 6.762% for G. dioica, 0.499% for G. forbesii and 0.229% for G. griffitii. The method has been validated for specificity, linearity, accuracy, pre- cision, limits of detection (LOD) and limits of quantitation (LOQ). The linear- ity of the method can be seen from the regression coefficient r = 0.9996 with a linearity range from 1.72 to 55 ug/ml. Recovery of rubraxanton in the extract of G.mangostana was between 99.61 to 101.08%. Intra-and inter-day precision showed relatively small level of standard deviation (lower than 2%). Limit Of Detection (LOD) and Limit Of Quantitation (LOQ) are 0.55 ug / ml and 1.82 ug

/ ml respectively.

Keywords : rubraxanton, bark extracts, Garcinia spp.

Laboratorium Kimia Bahan Alam, Fakultas Farmasi, Universitas Andalas, Padang

ABSTRAK: Dalam penelitian ini telah digunakan metoda Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) untuk penentuan kadar rubraxanton pada ekstrak ku- lit batang Garcinia spp (Garcinia mangostana, Garcinia cowa, Garcinia griffitii, Garcinia dioica dan Garcinia forbesii). Sistem KCKT terdiri dari kolom fase terbalik C-18 dengan panjang kolom 250mm, diameter 4,6mm, volume injeksi 20l, fase gerak metanol : air dengan sistem gradient polarity dan laju alir 1ml/menit. Kadar rubraxanton yang diperoleh pada penelitian ini adalah

9,161% untuk G. mangostana, 6,942% untuk G. cowa, 6,762% untuk G. dioica,

0,499% untuk G. forbesii dan 0,229% untuk G. griffitii. Metoda ini telah ter- validasi untuk spesifisitas, linieritas, akurasi, presisi, limits of detection (LOD) dan limits of quantitation (LOQ). Linieritas dari metoda dapat dilihat dari harga koefisien regresi r = 0,9996 dengan rentang linieritas 1,72 55 g/ml. Recovery rubraxanton dalam ekstrak G.mangostana adalah 99,61 101,08%. Presisi intra dan inter-day memperlihatkan harga standar deviasi relatif yang lebih kecil dari 2%. Limit Of Detection (LOD) dan Limit Of Quantitation (LOQ) berturut-turut adalah 0,55 g/ml dan 1,82 g/ml.

Kata kunci : rubraxanton, ekstrak kulit batang, garcinia spp.

Korespondensi:

Meri Susanti

Email : [email protected]

Penentuan Kadar Rubraxanton pada Ekstrak Kulit Batang Garcinia spp.

Meri Susanti, Dachriyanus, Deddy Prima Putra, dan Fatma Sriwahyuni

PENDAHULUAN

Garcinia adalah salah satu tumbuhan obat yang termasuk ke dalam famili Guttiferae. Ke- lompok tumbuhan ini telah banyak digunakan dan diperdagangkan oleh masyarakat Asia seba- gai obat tradisional untuk bermacam-macam penyakit seperti diare, infeksi kulit, luka dan se- bagai antiseptik (1). Penelitian terhadap genus ini telah berhasil mengisolasi beberapa senyawa kimia yang terbukti memiliki aktifitas farmako- logi. Salah satunya adalah senyawa rubraxanton.

Rubraxanton (1,3,6 trihydroksi 8 gera- nyl 7 methoxy xanton) telah berhasil diiso- lasi dari beberapa spesies Garcinia diantaranya G. Dioica, (2) G. parvifolia (3) G. cowa (4, 5) G. mangostana (6) dan G. griffithii. Aktivitas far- makologi yang menarik dari senyawa ini terkait dengan daya an-ti bakterinya, dimana rubraxan- ton telah terbukti mampu menghambat dengan baik pertumbuhan Staphylococcus aureus (2), Trichophyton mentagrophytes, dan Microsporum gypseum (3), Staphylococcus epidermidis, Micro- coccus luteus, Pseudomonas aeruginosa, Esche- richia coli (7), dan Helicobacter pylori (6). Selain itu rubraxanton juga telah dilaporkan sebagai antitumor dan aktif sebagai antioksidant dan antikolesterolemia (7).

Berdasarkan survey yang dilakukan terhadap genus Garcinia di daerah Sumatera Barat dike- tahui bahwa terdapat sekurangnya sembilan spesies Garcinia yang tersebar di beberapa tem- pat yang telah dimanfaatkan masyarakat secara tradisional (personal information). Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis kadar rubra- xanton yang potensial dalam terapi beberapa penyakit di dalam ekstrak kulit batang Garcinia spp yang ditemui di daerah Sumatra Barat. Se- hingga dengan hasil penelitian ini dapat diketa- hui spesies mana yang mengandung rubraxan- thon terbanyak untuk dijadikan sumber bahan baku untuk kepentingan pengobatan nantinya.

Penetapan kadar rubraxanton dilakukan de- ngan metoda Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Untuk hasil yang baik terhadap metoda yang

digunakan terlebih dahulu dilakukan validasi metoda. Sehingga penelitian ini dibagi atas validasi metoda penetapan kadar rubraxan- ton secara KCKT meliputi penentuan linieritas, akurasi, presisi intra dan inter day serta limits of detection dan limits of quantitation dan peneta- pan kadar rubraxanton dalam ekstrak beberapa spesies Garcinia secara KCKT.

METODE PENELITIAN

Alat

Timbangan analitik Libror AEG 80 SM Shi- madzu, seperangkat alat destilasi, rotary evapo- rator, KCKT merk Shimadzu, detektor UV-Vis SPD 10AVP, pompa ganda/gradient, rekorder Shimadzu CLASS - VP V6.14 SP2, kolom Shim pack VP-ODS 250 x 4,6mm, timbangan analitik Libror AEG 80 SM Shimadzu, oven Memmert, desikator, labu ukur berbagai ukuran, gelas ukur, pipet takar, cawan, krus, pipet tetes, kulkas, pe- nyaring milipore, penyaring vakum, vial-vial ke- cil, botol kaca, corong, dan gelas ukur.

Bahan

Bahan-bahan yang diperlukan dalam peneli- tian ini adalah kulit batang tumbuhan G. man- gostana, G. dioica, G. cowa, G. forbesii, dan G. griffitii yang diambil di Sarasah Bonta Kotama- dya Payakumbuh Sumatera Barat, pelarut meta- nol, aquabidest (Otsuka), metanol p.a (Merck), rubraxanton, mangostin

Prosedur Kerja

1. Pembuatan Ekstrak Kulit batang tumbu- han Garcinia spp dikering anginkan ditem- pat teduh. Kemudian dirajang dan dijadikan serbuk, sehingga diperoleh serbuk kering. Serbuk kering kulit batang seberat 250g di- maserasi dengan metanol ditempat yang terlindung dari cahaya langsung selama 5 hari. Setelah 5 hari hasil maserasi disaring dan ampas dilakukan lagi maserasi dengan pelarut yang sama selama 3 hari. Pengerjaan

ini dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan. Maserat digabungkan dan dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental.

2. Penetapan Rubraxanton dalam Ekstrak Be- berapa Spesies Garcinia spp secara HPLC

Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Garcinia spp

(500ppm)

Ekstrak kulit batang (G. dioica, G. cowa, G. for- besii, G. griffitii dan G. mangostana) sejumlah kurang lebih 50mg ekstrak dilarutkan dengan metanol sampai volume 100ml. Larutan disa- ring dengan penyaring milipore 0,45 m. Larutan diinjeksikan ke dalam system kromatografi de- ngan fasa diam (oktadesilsilane C - 18), fasa gerak metanol air system gradient polarity dengan ke- naikan metanol 2% tiap menit, kecepatan aliran

1ml/menit, detektor UV pada:

Uji Spesifisitas

Spesifisitas ditentukan dengan menganalisis campuran larutan standar rubraxanton yang di- campur dengan senyawa pembanding mangos- tin. Larutan diinjeksi dengan volume injeksi 20 l ke dalam sistem KCKT. Kemampuan pemisa- han semua senyawa dalam sampel ditunjukkan dengan menghitung resolusi (R) antara puncak- puncak yang dihasilkan. Identifikasi ditentu- kan dengan membandingkan waktu retensi dari puncak-puncak utama pada masing-masing kro- matogram dari larutan uji dengan kromatogram larutan standar.

Linieritas dan Kurva Kalibrasi

Linieritas dilakukan analisa seri larutan stan- dar rubraxanton (lima seri kosentrasi) dan di- njeksikan pada alat KCKT dengan menggunakan loop 20ul. Kurva kalibrasi dibuat dengan mem- plot luas area yang didapat dari analisa terhadap kosentrasi standar. Linieritas ditentukan oleh harga r (koefisien korelasi).

Presisi

Presisi yang dilakukan mencakup presisi sistem dan presisi metoda. Presisi sistem dilaku- kan dengan menginjeksikan larutan standar de- ngan kosentrasi tertentu sebanyak enam kali pe- ngulangan yang dilakukan setiap hari pengerjaan.

Pengukuran variabel intra dan inter-day dibu- tuhkan untuk penentuan presisi metoda. Tiga variasi kosentrasi larutan standar rubraxanton di injeksikan ke dalam sistem KCKT. Kosentrasi standar rubraxanton dari eksperimen dihitung dengan persamaan garis lurus yang didapat dari kurva kalibrasi. Relatif Standar Deviasi (RSD) di- gunakan sebagai nilai presisi. Presisi intra dan in- ter-day didapat dengan melakukan analisa secara triplet dalam sehari yang dilakukan selama 3 hari dengan kondisi KCKT yang sama.

Akurasi

Akurasi metoda ditentukan oleh pengujian re- covery menggunakan metoda standar addisi. Tiga variasi kosentrasi larutan standar rubraxanton disiapkan dan ditambahkan kedalam larutan uji ekstrak Garcinia spp. Larutan diinjeksikan de- ngan tiga kali pengulangan ke dalam sistem KCKT untuk tiap-tiap kosentrasi selama tiga hari.

Sensistifitas

Sensitifitas ditentukan dari perhitungan nilai

LOD dan LOQ.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa kualitatif dan kuantitatif dari rubra- xanton secara KCKT dilakukan setelah dilaksa- nakan uji kesesuain sistem. Dalam penelitian ini fase gerak yang digunakan adalah campuran metanol : air dengan kepolaran diturunkan tiap menitnya. Untuk pengujian ini diperoleh harga N

= 173863.3 dan nilai JSPT = 0,001438mm/pelat teori.

Pada pengujian spesifisitas menggunakan sistim ini diperoleh pemisahan yang baik senya- wa rubraxanton dengan senyawa mangostin

(Gambar 1) dengan harga resolusi (R) = 1,4112, faktor kapasitas (k) = 7,40038.

Validasi metoda KCKT dari rubraxanton dalam ekstrak Garcinia spp dilakukan terhadap bebe- rapa parameter:

1. Linieritas dan Kurva Kalibrasi

Linieritas dan kurva kalibrasi dilakukan de- ngan menganalisa larutan standar rubraxanton yang dibuat pada enam variasi dosis. Sebagai pa- rameter adanya hubungan linier atau tidak digu- nakan koefisien korelasi r pada garis regresi linier y=154166,7302 (x) 134007,8756, dari metoda ini didapat harga r = 0, 9996. Uji T student un membuktikan adanya hubungan antara kosentr

kepercayaan P = 0,05 ternyata t hitung = 79,052

> t tabel = 2,747, yang berarti Ho ditolak dan ada korelasi yang bermakna antara kosentrasi dan luas area (Gambar 2).

2. Sensitivitas

Kepekaan metoda analisa ditentukan oleh ba- tas deteksinya (LOD) sedangkan batas kuantitas terkecil yang dapat dianalisa oleh suatu metoda dengan cermat diistilahkan sebagai LOQ. LOD dan LOQ dapat ditentukan dari kurva linieritas la- rutan standar yang dibuat dengan berbagai kon- sentrasi. Hasil perhitungan LOD dan LOQ analisa rubraxanton diperoleh dari persamaan regresi

Gambar 1. Kromatogram standard rubraxan-

thon dan senyawa mangostin

Gambar 2. Kurva linieritas larutan baku rubra- xanthon

tuk larutan standar adalah LOD = 0,55ug/ml dan

a- LOQ = 1,82 ug/ml.

si dengan luas puncak pada df = 4 dengan taraf

Gambar 3. Kromatogram Sampel Ekstrak

Garcinia dioica 458,362 ug/ml

Gambar 4. Kromatogram Sampel Ekstrak

Garcinia mangostana 459,745 ug/ml

3. Akurasi

Untuk menilai ketepatan suatu metoda pa- rameter penting lainnya adalah akurasi dan re- covery dari baku yang ditambahkan ke dalam sampel uji tersebut. Prosentase recovery yang didapat merupakan penilaian ketepatan metoda yang dipakai. Pada penelitian ini akurasi metoda ditetapkan dengan metoda standar addisi. Me- toda ini dipilih karena sampel yang diuji berupa ekstrak sehingga komponen pembawanya sangat kompleks dan tidak dapat diketahui secara pas- ti sehingga tidak memungkinkan untuk meng- gunakan metoda sampel plasebo. Dari Tabel 1 terlihat bahwa prosentase standar rubraxanton yang diperoleh kembali dalam ekstrak dengan rentang 96,32% sampai 106,30% dengan Stan-

dar Deviasi Relative (RSD) < 5 %. Harga recovery yang diperoleh dalam metoda ini telah memenuhi persyaratan recovery untuk analisis yakni berki- sar antara 95 105% dimana selisih kadar pada berbagai penentuan < dari 5%.

4. Presisi

Presisi yang dilakukan meliputi presisi sistem yang dilakukan selalu setiap saat akan melaku- kan KCKT. Uji ini dilakukan dengan penyuntikan berulang larutan standar yang diketahui kon- sentrasinya sebanyak 6 kali penyuntikan untuk menunjukkan kinerja alat pada kondisi dan hari pengujian dengan batas presisi RSD 2%. Harga Relatif Standar Deviasi (RSD) dari 6 kali penyun- tikan larutan standar adalah 1,354%, hal ini ber-

Tabel 1. Akurasi dan Recovery standar rubraxanton yang ditambahkan dalam pengujian Rubraxanton secara KCKT selama 3 hari.

Kosentrasi standar yang ditambahkan (g/ml)

Hari 1

Recovery (%) Hari 2

Hari 3

Mean (%)

RSD (%)

5,5

102,828

101,348

99,062

101,080

1,699

2,866

5,582

0,928

1,897

11

97,040

94,987

97,315

97,315

1,808

4,292

6,196

0,795

1,452

16,5

96,061

95,905

96,341

96,102

1,919

2,936

0,407

2,921

0,221

Tabel 2. Hasil Uji Presisi intra day Metoda Penetapan Kadar Rubraxanton dalam Ekstrak Garcinia mangostana

No

Berat Sampel

Tertimbang (mg)

Kadar larutan

(g/ml)

Luas Puncak

Perlakuan 1&2

Rata-rata

Kadar

rubraxanthon (%)

1.

50,0

459,264

6336749

6356879

9,168

6377009

2.

50,1

460,182

6345054

6322757

9,101

6308765

3.

50,0

459,264

6198765

6194309

8,938

6189852

4.

50,0

459,264

6240029

6279892

9,059

6319754

5.

50,2

461,101

6411018

6401222

9,193

6391425

6.

50,1

460,182

6389765

6366666

9,163

6343567

Rata2

9,104 0,095

RSD

1,044 %

arti metoda ini telah memenuhi persyaratan Far- makope Indonesia edisi IV yaitu kecil atau sama dengan 2%.

Presisi metoda dilakukan dengan replikasi atau keberulangan sampel ekstrak Garcinia spp yang diuji dengan cara yang sama sebanyak 6 kali pengulangan. Dalam pengujian ini digunakan ekstrak G. mangostana. Dari Tabel 2 terlihat je- las presisi metoda pengujian rubraxanton dalam ekstrak G. mangostana ini memenuhi persyaratan yang berlaku yaitu RSD 2%. Sehingga metoda ini dapat digunakan untuk maksud penetapan ka- dar rubraxanton di dalam ekstrak.

Presisi inter-day (ruggedness) dilakukan de- ngan replikasi atau keberulangan sampel eks- trak Garcinia mangostana yang diuji dengan cara yang sama yang dibuat sebanyak 3 seri kosentra- si dimana tiap-tiapnya dibuat 3 kali pengulangan yang dilakukan pada hari yang berbeda. Dari ha- sil pengujian terlihat bahwa harga RSD untuk hari yang berbeda adalah 0,720%.

Dari hasil pengujian secara KCKT terhadap ekstrak beberapa spesies Garcinia spp ini dike- tahui bahwa masing-masing ekstrak uji mengan- dung senyawa rubraxanton dengan kandungan dalam masing-masing ekstrak adalah G. man- gostana = 9,161%, G. cowa = 6,942%, G. dioica

= 6,762%, G. forbesii = 0,499% dan G. griffitii

0,229%. Dari data ini terlihat bahwa kadar ru- braxanton dalam ekstrak G. mangostana, G. cowa dan G. dioica >1% (Gambar 3), sehingga dapat

dikatakan bahwa rubraxanton merupakan salah satu komponen mayor dalam ekstrak tumbuhan ini. Sementara pada G. forbesii dan G. griffitii ru- braxanton merupakan komponen minor karena kadarnya yang kurang dari 1% dalam masing-

-masing ekstrak tersebut.

Dari penelitian ini diperoleh informasi bahwa ekstrak dengan kandungan rubraxanton tertinggi adalah pada spesies G. mangostana (Gambar 4).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa metoda Kromatorafi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan kolom fase terbalik C-18 fase gerak metanol air dengan sys- tem gradient polarity yang dimulai dengan meta- nol 20 % sampai metanol 100% dengan kenaikan metanol 2%/menit, kecepatan aliran 1ml/menit, detektor UV pada panjang gelombang 243nm merupakan metoda yang tervalidasi meliputi pre- sisi, akurasi dan recovery, linieritas, LOD dan LOQ, spesifisitas memenuhi persyaratan yang ditetap- kan. Kadar rubraxanton dalam ekstrak Garcinia spp yang diperoleh dengan metoda KCKT adalah G. Manostana 9,161%, G, cowa 6,942%, G. dioica

6,762%, G. forbesii 0,499% dan G. griffiti 0,229% dimana ekstrak dengan kadar rubraxanton ter- tinggi adalah pada ekstrak G. mangostana.

DAFTAR PUSTAKA

1.Cannel RJP. Natural Product Isolation. Tokowa New Jersey: Human Press Inc 1998: 170-175

2.Iimuna M, Tosa H, Tanaka T, Asai F, Kobayashi Y, Shimano R, Miyauchi K. Antibacterial Activity of Xanthones from Guttiferous Plants Against Methi- cillin-Resistant Staphylococcus aureus. J Pharm Pharmacol 1996; 48(8): 861-5

3.Pattalung PN, Wiriyachitra P, Ongsakul M. The an- timicrobial activities of rubraxanthone isolated from Garcinia parviflia Miq. Journal Science Social

1988; 14: 6771.

4. Lee H, Chan H. 1,3,6trihydroxy-7-methoxy-

8-(3,7-dimethyl-2,6-octadienyl) xanthone from

Garcinia cowa. Phytochemistry 1997; 16: 20038-

20040.

5.Abusarakam W, Phongpaichit S, Jansakul C, Wiri- yachitra P. Screening of Antibacterial Activity of Chemical Xanthon from Garcinia mangostana. Jour- nal of Science and Technology 1983; 5: 337 339.

6.Dachriyanus, Dianita R, Jubahar J. Uji Aktivitas Anti- mikroba dan Antioksidan Senyawa Hasil Isolasi dari Kulit Batang Tumbuhan Garcinia cowa Roxb. Jurnal

Matematika dan Pengetahuan Alam 2003; 12.

7.World Health Organization. Quality Control Me- thods for Medicinal Plant Material. England, 199

The United States Pharmacopeial Convention.

The Unitesd Sates Pharmacopeia 24th ed and The

National Formulary 19th ed Rockville. P 2000:

2149 2151.

8.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Far- makope Indonesia. Ed IV. Jakarta, Indonesia, 1996.

9.Departemen Republik Indonesia. Parameter Stan- dar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Indo- nesia, 2000.

10. Adamovics JA. Chromatographic anaysis of Phar- maceuticals. New York: Marcell Dekker, 1990.

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Artikel Penelitian

Alga Merah (Gracilaria verrucosa) sebagai Bahan Bakto Agar

Shirly Kumala, Ros Sumarny, Rum Rachmani, dan Atut Ruswita

ABSTACT: The used of bacto agar in microbiological studies increased tremen- dously, however, up till now, to fullfill its high demand the scientist were still rely- ing on imported bacto agar eventhough domestic production of bacto agar was as good and reliable as those produced commercially overseas. The current study we focuseon the production of bacto agar from red algae Gracilaria verrucosa using fell press technique; followed by quality analysis of the product. Red algae samples were collected from two different locations (Bekasi and Subang). Qua- lity of the product was tested for its content, acid insoluble ash content, overall ash content, pH, gel strength and its ability to be use as culture media to culture Escherichia coli and Staphylococcus aureus. Microbiological test was performed via pour plate. The results clearlydemonstrated that red algae sample from Beka- si produced bacto agar that meets the criteria of commercial bacto agar. It has

10.3% water content, 3.9%overall ash content, 0.4% acid insoluble ash content,

pH of 7.3 and gel strength of 600.8 - 602.8 g/square cm.

Keywords: Bacto agar, red Algae, Gracilaria verrucosa, Microbe media

Laboratorium Pengujian dan Penelitian (Q Lab), Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta

ABSTRAK : Pemanfaatan bakto agar dalam negeri untuk bidang mikrobiologi semakin meningkat, namun untuk memenuhi kebutuhan tersebut masih meng- andalkan bakto agar impor, walaupun produksi alga penghasil agar di dalam negeri cukup tinggi. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan bakto agar dari alga merah Gracilaria verrucosa dengan metode gel press serta dilakukan anali- sis mutu bakto agar yang dihasilkan. Sampel alga merah yang digunakan berasal dari dua tempat budidaya, yaitu dari Bekasi dan Subang. Bakto agar dianalisis rendemen dan mutunya yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar abu tak larut asam, nilai pH, dan kekuatan gel, serta kemampuannya dalam menumbuhkan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Uji mikrobiologi dilakukan dengan metode tuang (pour plate). Hasil analisis mutu bakto agar menunjukkan bahwa sampel alga merah dari Bekasi menghasilkan bakto agar yang memenuhi standar bakto agar komersial dengan karakteristik kadar air 10,2575%, kadar abu 3,86%, kadar abu tak larut asam 0,38%, nilai pH 7,31, serta kekuatan gel sebesar 600,8205-602,8166 g/cm2.

Kata kunci: Bakto agar, Alga merah, Gracilaria verrucosa, Media mikroba

Korespondensi:

Shirly Kumala

Email : [email protected]

Shirly Kumala, Ros Sumarny, Rum Rachmani, dan Atut Ruswita

Alga Merah sebagai Bahan Bakto Agar

PENDAHULUAN

Alga merah adalah salah satu jenis rumput laut yang banyak digunakan sebagai bakto agar. Bakto agar adalah agar yang telah dimurnikan dengan mereduksi kandungan pigmen-pigmen pengotor, kandungan garam (NaCl), dan kandungan bahan- bahan asing (organik dan anorganik) serendah mungkin, sehingga dapat mendukung pertumbu- han mikroba secara umum (1). Bakto agar memi- liki kualitas tertentu sehingga dapat digunakan dalam bidang mikrobiologi dan bioteknologi. Beberapa persyaratan standar untuk bakto agar adalah kekuatan gel (gel strength) minimal 400 g/cm2, kadar air 15%, kadar abu 4,5%, abu tak larut asam 1%, dan pH 7-7,5 (2).

Hasil penelitian tentang ekstraksi agar yang telah dilakukan umumnya baru menghasilkan agar kualitas pangan (food grade). Beberapa kelemahan yang menyebabkan tidak masuknya kualitas agar ke dalam bakto agar adalah rendah- nya gel strength, tingginya kadar abu dan abu tak larut asam. Sampai saat ini keperluan bakto agar dalam negeri masih mengandalkan bakto agar impor, walaupun produksi rumput laut penghasil agar di dalam negeri cukup tinggi (2). Berdasarkan data Kementrian Kelautan dan Peri- kanan, produksi rumput laut Indonesia pada ta- hun 2006 mencapai 1.374.462 ton.Namun untuk memenuhi kebutuhan agar dalam negeri, Indo- nesia harus mengimpor agar sebanyak 665.154 kg. Oleh karena itu, potensi pengembangan bakto agar dalam negeri harus ditingkatkan sehingga

dapat menekan angka impor produk olahan rum-

put laut seperti bakto agar (1).

Jenis rumput laut yang dapat digunakan dalam pembuatan agar adalah alga merah (Rhodophyce- ae), alga jenis Agarophyte, yaitu alga yang meng- hasilkan agar-agar sebagai metabolit primernya (1). Beberapa jenis alga merah penghasil agar di Indonesia adalah Gracilaria sp., Gelidium rigi- dum, Rhodymenia ciliata, dan Gelidiella sp (2). Jenis yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah jenis Gracilaria karena selain dapat diper- oleh dari alam, jenis ini juga telah dibudidayakan (3). Berdasarkan standar Supreme Marine Chemi- cal, spesifikasi bakto agar meliputi kadar air, ka- dar abu, kadar abu tak larut asam, kekuatan gel, dan nilai pH seperti terlihat pada Tabel 1 (2).

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah alga merah jenis Gracilaria verrucosa yang berasal dari dua tempat budidaya, yaitu Bekasi dan Subang.

Bahan kimia yang digunakan adalah larutan kapur (CaO) 0,5%, asam asetat 1%, dan larutan KCl. Alat yang digunakan antara lain beaker glass, erlenmeyer, gelas ukur, cawan Petri, pipet vol- ume, oven, autoklaf, dan Laminar Air Flow Cabi- net (LAF).

Metode

Pengolahan alga merah menjadi bakto agar dilakukan dengan metode gel press. Sampel alga

Tablel 1. Spesifikasi bakto agar komersial (standar supreme marine chemical)

Parameter

Reguler

Standar

Premium

Kadar air (water content) (%)

< 15,0

< 12,0

< 9,0

Kadar abu.(Ash content) (%)

< 4,5

< 4,0

< 1,0

Kadar abu tak larut asam(Acid insoluble ash content) (%)

< 1,0

< 1,0

< 1,0

Kekuatan gel(gel strength) (g/cm2)

400,0 - 500,0

500,0 - 650,0

> 650,0

Nilai pH(pH value)

7,0 -7,5

6,8 7,0

6,8 7,0

merah dicuci dengan air tawar hingga bersih dan dikeringkan dalam oven pada suhu 40-45oC sela- ma 2 hari atau hingga kadar air sampel < 15%. Sampel kemudian direndam dalam air tawar se- lama 3 hari dengan mengganti air rendaman se- tiap harinya.

Selanjutnya sampel direndam dalam larutan kapur (CaO) 0,5% selama 5-10 menit dan dicuci dengan air bersih hingga bau kapur hilang. Sam- pel kemudian dijemur di bawah sinar matahari sampai kering atau sekitar 1 jam (4).

Sampel yang telah memucat direndam dalam asam asetat 1% selama 1 jam dan dibilas hing- ga netral, kemudian dihancurkan dengan blen- der (5). Sampel diekstraksi ataudirebus dengan aquadest sebanyak 20 kali berat sampel kering. Perebusan dilakukan dalam suasana netral pada suhu 90-95oC selama 2 jam. Setelah itu, dilakukan penyaringan untuk memisahkan filtrat dan am- pas rumput laut (4). Filtrat dipanaskan kembali hingga suhu 90-92oC dan ditambahkan khitosan

1% dari berat sampel kering dengan waktu ab- sorbsi atau pemanasan selama 45 menit (5). Fil- trat ditambahkan KCl 3% dari berat sampel kering dan dipanaskan pada suhu 60oC selama 30 menit sambil terus diaduk. Selanjutnya filtrat dituang ke dalam pan pencetak dan dibiarkan menjendal selama 12 jam pada suhu ruang. Agar yang telah menjendal dikeluarkan dari pan pencetak dan di- potong menggunakan alat pemotong agar hingga didapat potongan yang berbentuk lembaran. Tiap lembar agar dibungkus dengan kain blacu dan disusun dalam kotak yang kemudian diberi pem- berat pada bagian atasnya dan dibiarkan selama satu malam (4).

Pengepresan bertujuan untuk mengeluarkan air dari agar hingga diperoleh lembaran agar yang tipis. Lembaran agar hasil pengepresan di- keringkan dan diserbukkan hingga diperoleh agar-agar tepung.

Pengujian mutu bakto agar yang dilakukan meliputi perhitungan rendemen, analisis kadar air, kadar abu, kadar abu tak larut asam, nilai pH, dan kekuatan gel. Sedangkan analisis mikrobiolo- gi dilakukan dengan cara menumbuhkan bakteri

uji pada media dengan teknik agar tuang (pour plate) menggunakan bakteri uji Escherichia coli (mewakili bakteri Gram negatif ) dan Staphylococ- cus aureus (mewakili bakteri Gram positif ).

Alga merah Gracilaria verrucosa

(Red algae Gracilaria verrucosa)

Pencucian

(washing)

Pengeringan

(drying)

Perendaman dalam air (3 hari) [soaking in water (3 days)]

Pemucatan

( bleaching)

Perlakuan asam

(Acid treatment)

Ekstraksi (T= 90-95oC, t = 2 jam) [Extraction (T = 90-95 C, t = 2 hours)]

Penyaringan

(Filtration)

Pemurnian dengan khitosan

T = 90-92oC, t = 45 menit)

Purification with chitosan

(T = 90-92oC, t = 45 min)]

Penjendalan dengan KCl (T = 60oC, t = 30 menit) [Gelation with KCl (T = 60oC, t = 30 minutes)]

Pengeringan

(drying)

Penepungan

(Flouring)

Bakto agar

(Bacto agar)

Gambar 1. Diagram alir ekstraksi bakto agar dari Gracilaria verrucosa

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen

Rendemen merupakan salah satu parameter penting dalam menilai efektif atau tidaknya suatu proses produksi. Nilai rendemen bakto agar dihi- tung berdasarkan perbandingan berat bakto agar yang dihasilkan terhadap berat kering alga merah (2). Rendemen bakto agar yang dihasilkan adalah

22,6200% untuk sampel Bekasi dan 30,6304%

untuk sampel Subang.

Tinggi rendahnya rendemen agar dapat dipe- ngaruhi oleh spesies alga, usia panen, dan iklim. Pada penelitian ini, perbedaan rendemen yang dihasilkan bisa disebabkan karena adanya perbe- daan habitat, iklim, dan usia panen. Namun, ren- demen yang dihasilkan dari kedua sampel dapat dikatakan baik. Berdasarkan penelitian yang di- lakukan oleh Abdullah, rendemen agar yang di- hasilkan dari Gracilariaadalah 21,39%. Sedang- kan kandungan agar pada Gracilaria umumnya berkisar antara 16 45% (5).

Kadar air

Pengujian kadar air dilakukan untuk mengeta- hui kandungan air dalam bakto agar yang dihasil- kan. Kadar air yang didapat adalah 10,2575% untuk sampel Bekasi dan 11,3730% untuk sam- pel Subang. Kadar air pada kedua sampel tidak terlalu berbeda karena proses pengeringan bakto agar untuk kedua sampel adalah sama, yaitu de- ngan menggunakan oven pada suhu 50C selama

24 jam. Apabila dibandingkan dengan bakto agar komersial, maka kadar air bakto agar dari kedua sampel telah memenuhi standar spesifikasi bakto agar komersial dengan grade standar.

Kadar abu

Tujuan utama dari analisis kadar abu adalah untuk mengetahui secara umum kandungan mi- neral yang terdapat dalam suatu bahan. Nilai kadar abu pada bahan pangan menunjukkan be- sarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Elemen mineral yang paling banyak terdapat pada alga adalah kalium,

kalsium, fosfor, zat besi, dan iodium. Mineral di- perlukan oleh mikroorganisme untuk tumbuh namun dalam jumlah yang sedikit (2).

Pengujian kadar abu dilakukan berdasarkan prosedur yang tertera pada SNI 01-4105-1996 (6). Kadar abu yang dihasilkan adalah 3,86% untuk sampel Bekasi dan 4,93% untuk sampel Subang. Nilai kadar abu dari sampel Subang ma- sih berada diatas standar supreme marine chemi- cal, yaitu kadar abu maksimal 4%. Hal ini dapat dipengaruhi oleh proses pencucian sampel alga yang kurang sempurna. Sampel alga yang berasal dari budidaya hidup pada habitat lumpur sehing- ga menyebabkan adanya pengotor yang melekat pada alga, seperti lumpur, kerang, dan lain-lain. Jika alga tidak dicuci hingga benar-benar bersih, maka pengotor yang masih ada pada alga terse- but akan ikut menjadi abu dan terukur sebagai kadar abu dari agar. Untuk menghilangkan ko- toran yang ada pada alga, diperlukan pengadukan terus-menerus selama pencucian dan dilakukan berulang-ulang dengan air bersih.

Jika dibandingkan dengan kadar abu dari sam- pel alga itu sendiri, yaitu 32,86% untuk sampel Bekasi dan 36,98% untuk sampel Subang, kadar abu dari bakto agar yang dihasilkan mengalami penurunan. Hal ini dapat terjadi karena adanya pemurnian dengan khitosan yang akan menyerap komponen pengotor pada agar.

Kadar abu bakto agar tidak boleh lebih besar dari standar, karena nilai kadar abu yang berle- bihan dapat menghambat bakteri yang ditum- buhkan pada media tersebut (2).

Kadar abu tak larut asam

Kadar abu tak larut asam adalah salah satu kriteria untuk menentukan tingkat kebersihan pada proses pengolahan yang dicerminkan ada- nya kontaminasi logam berat yang tidak larut asam dalam suatu produk (2). Kadar abu tak larut asam pada bakto agar yang dihasilkan adalah

0,38% untuk sampel Bekasi dan 0,76% untuk sampel Subang. Hasil ini telah memenuhi standar supreme marine chemical dengan grade standar yaitu kurang dari 1%. Rendahnya kadar abu tak

Tabel 2. Hasil Analisis Mutu Bakto Agar

Parameter

Bekasi

Subang

Reguler

Standar

Premium

10,1

11,5

10,3

11,3

< 15,0

650,0

Sampel Standar

Kadar air (water content) (%)

Kadar abu (ash content)(%)

Abu tak larut asam (acid insoluble ash) (%)

Nilai pH (pH value)

Kekuatan gel (gel strength)(g/cm2)

larut asam pada penelitian ini menunjukkan ren- dahnya kontaminasi logam berat pada bakto agar yang dihasilkan.

Nilai pH

Nilai pH merupakan nilai yang menunjukkan derajat keasaman suatu bahan. pH atau derajat keasaman juga merupakan faktor yang mempe- ngaruhi pertumbuhan bakteri pada media. Nilai pH bakto agar yang diperoleh adalah 7,31 untuk sampel Bekasi dan 7,50 untuk sampel Subang. Nilai pH yang berbeda dipengaruhi oleh kadar

3,6-anhidrogalaktosa pada bakto agar yang ter- cermin dari kekuatan gel bakto agar. Bila kadar

3,6-anhidrogalaktosa semakin rendah, maka nilai pH juga semakin rendah (2).

Kekuatan gel

Kekuatan gel merupakan suatu beban maksi- mum yang dibutuhkan untuk memecah matrik polimer pada daerah yang dibebani. Kekuatan gel yang tinggi merupakan salah satu kriteria penting sehubungan dengan penggunaan agar dalam bi- dang bioteknologi. Pengujian kekuatan gel dilaku- kan berdasarkan metode yang tertera pada SNI

01.2802.1995 (7). Kekuatan gel bakto agar yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 600,8205

602,8166 g/cm2 untuk sampel Bekasi dan telah memenuhi standar bakto agar komersial dengan grade standar, serta 688,6481698,6285 g/cm2 untuk sampel Subang dan masuk dalam grade premium.

Karakteristik pembentukan gel agar disebab-

kan oleh tiga buah atom H pada residu 3,6 an- hidro L-galaktosa yang memaksa molekul-mole- kul untuk membentuk struktur heliks. Interaksi antar struktur heliks menyebabkan terbentuknya gel.

Pergantian senyawa 3,6 anhidro L-galaktosa oleh senyawa L-galaktosa sulfat menyebabkan kekacauan dalam