jkn-vs-kis

4
KIS VS JKN Rakernas ISMAFARSI Makassar, 22 Januari 2015 Tertanggal 1 Januari 2014, Indonesia dengan berani mencanangkan sistem baru yang masih menuai kontroversi. Alih-alih kesehatan bangsa Indonesia yang menjadi alasan prioritas penggalakan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), sistem yang kemudian telah berjalan selama 1 tahun ini pun berjalan dengan tertatih. Jaminan Kesehatan Nasional ialah sistem asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 dimana seluruh masyarakat Indonesia ditargetkan akan masuk ke dalam sistem tersebut pada tahun 2019. Berbagai kritik dilontarkan oleh praktisi kesehatan, masyarakat awam, akademisi, pemerhati kesehatan, serta mahasiswa. Belum stabil implemetasi JKN ini, muncullah janji Presiden Jokowi terkait Kartu Sakti yang salah satunya adalah Kartu Indonesia Sehat. Seolah terkesan terburu-buru, 3 November 2014, Jokowi dan menterinya membagikan kartu indonesia sehat pertama kepada 4.451.508 individu, yang merupakan kepala dan anggota keluarga dari 1 juta keluarga kurang mampu dan tersebar di 19 Kabupaten/Kota di 9 provinsi. Kemudian muncul pertanyaan, untuk

Upload: bph-ismafarsi

Post on 18-Jan-2016

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ISMAFARSI mengadakan Talkshow bertajuk JKN vs KIS. Kegiatan ini merupakan rangkaian acara dari Rakernas ISMAFARSI ke XII yang dilaksanakan di Makassar, Januari 2015 yang lalu

TRANSCRIPT

Page 1: JKN-vs-KIS

KIS VS JKN

Rakernas ISMAFARSI

Makassar, 22 Januari 2015

Tertanggal 1 Januari 2014, Indonesia dengan berani

mencanangkan sistem baru yang masih menuai kontroversi. Alih-alih

kesehatan bangsa Indonesia yang menjadi alasan prioritas

penggalakan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), sistem yang

kemudian telah berjalan selama 1 tahun ini pun berjalan dengan

tertatih. Jaminan Kesehatan Nasional ialah sistem asuransi kesehatan

sosial yang bersifat wajib berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004

dimana seluruh masyarakat Indonesia ditargetkan akan masuk ke

dalam sistem tersebut pada tahun 2019. Berbagai kritik dilontarkan

oleh praktisi kesehatan, masyarakat awam, akademisi, pemerhati kesehatan, serta mahasiswa.

Belum stabil implemetasi JKN ini, muncullah janji Presiden Jokowi terkait Kartu Sakti yang

salah satunya adalah Kartu Indonesia Sehat. Seolah terkesan terburu-buru, 3 November 2014,

Jokowi dan menterinya membagikan kartu indonesia sehat pertama kepada 4.451.508 individu,

yang merupakan kepala dan anggota keluarga dari 1 juta keluarga kurang mampu dan tersebar di

19 Kabupaten/Kota di 9 provinsi. Kemudian muncul pertanyaan, untuk apa kartu-kartu tersebut?

Apa yang membedakannya dengan sistem Jaminan Kesehatan Nasional? Apakah pemberlakuan

kartu-kartu ini hanya merupakan sebuah janji politis tanpa kajian yang mendalam?

Pada 22 Januari 2015, ISMAFARSI (Ikatan Senat

Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia) mengadakan

Public Discussion di BBPK Makassar bersamaan dengan

Rapat Kerja Nasional ISMAFARSI XII. Diskusi Publik

tersebut dihadiri oleh Bupati Bantaeng, perwakilan dari

BPJS, perwakilan dinas kesehatan, perwakilan berbagai

organisasi profesi kesehatan Ikatan Apoteker Indonesia, PPNI, perwakilan mahasiswa dari

Page 2: JKN-vs-KIS

organisasi mahasiswa kesehatan ISMKI, ISMKMI, ILMIKI serta anggota ISMAFARSI dari

penjuru Indonesia. Bertemakan KIS vs JKN, diskusi ini berlangsung cukup informatif. Diskusi

ini diawali dengan pemaparan oleh Bupati Bantaeng terkait sistem kesehatan yang diberlakukan

di kabupaten Bantaeng. Isu penolakan JKN yang dilakukan oleh Bupati Bantaeng rupanya

dijawab dengan sistem akses kesehatan yang disambut hangat oleh masyarakatnya, yaitu melalui

kegiatan BSB (Brigade Siap Bencana) call center. Sistem Kesehatan modern yang dilengkapi

dengan ambulan modern lengkap dengan peralatan teknologi canggih membuat kesehatan

masyarakat Bantaeng semakin membaik. Di Bantaeng, dengan menghubungi call center maka

dokter dan tenaga kesehatan beserta ambulan akan segera datang,

kemudian masyarakatnya akan difasilitasi dengan pelayanan

kesehatan modern gratis. Namun ketika ditanya mengenai KIS

yang disinyalir merupakan perluasan sistem JKN, beliau

mengatakan siap untuk menerima tantangan tersebut, hanya saja

sosialisasi pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terkait KIS

masih sangat kabur. Hal ini menunjukkan bahwa sistem baru ini

masih belum menyeluruh; lantas dibalik ketidakjelasannya,

mengapa isu KIS terkubur dengan isu lain seolah menutupi

ketidaksiapan pemerintah dalam implementasi sistem ini?

Berdasarkan penjelasan dari perwakilan

BPJS Makassar, Kartu Indonesia Sehat

dikelola oleh BPJS (Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial) sama seperti pengelola JKN.

Sasaran KIS difokuskan pada PMKS

(Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial)

yang tidak termasuk dalam daftar PBI

(Penerima Bantuan Iuran) JKN, yaitu meliputi

pengemis, penyandang cacat, anak terlantar, dll. Sistem dan mekanisme pembayaran selanjutnya

tidak berbeda dengan apa yang sudah diberlakukan dalam JKN. Bukankah akan jauh lebih baik

jika dilakukan perluasan sasaran JKN ketimbang membuat sistem baru dengan dalih

penyempurnaan JKN? Padahal JKN sendiri menganut sistem Universal Health Coverage di

Page 3: JKN-vs-KIS

mana sistem ini seyogyanya menjamin kesehatan seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali,

maka sudah sewajarnya penyempurnaan JKN dilakukan dengan memperluas target jaminan

kesehatan. Kebingungan ini menimbulkan keraguan akan keseriusan pemerintah dalam

menanggapi permasalahan kesehatan di Indonesia.

ISMAFARSI selaku organisasi mahasiswa farmasi Indonesia yang berfokus dalam

bidang kesehatan tentunya sangat berharap kesehatan Indonesia meningkat dengan adanya

inovasi sistem kesehatan semesta. Visi Indonesia sehat 2015 masih belum terlihat buahnya,

rasanya Indonesia membutuhkan kerja cerdas bukan hanya kerja keras; kerja dengan membawa

gagasan tepat guna yang dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat. Jaminan kesehatan seharusnya

akan benar-benar menjamin kesehatan bangsa, bukan sekedar menjamin orang sakit melalui

kartu-kartu yang belum jelas regulasinya. Jika memang pemerintah mampu melihat dari berbagai

kacamata berbeda, jaminan kesehatan seharusnya dapat

mencakup berbagai tindakan preventif dan promotif.

Sosialisasi regulasi dan transparansi evaluasi

keberjalanan JKN dan KIS yang merupakan bagian dari

JKN ini jelas diperlukan dalam rangka membuka

wawasan kepada masyarakat untuk selanjutnya

bergotong royong memperbaiki sistem yang telah ada

secara berkala.