jlr22_05 sumartono-fenomenologi

8

Click here to load reader

Upload: -rahmawan-deprazz-

Post on 26-Jul-2015

205 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PENGALAMAN MAHASISWA DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR DI DALAM RUANG:SEBUAH KAJIAN FENOMENOLOGIS

TRANSCRIPT

Page 1: JLR22_05 Sumartono-FENOMENOLOGI

Sumartono*Program Studi Desain Interior, Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta

PENGALAMAN MAHASISWA DALAM PROSESBELAJAR-MENGAJAR DI DALAM RUANG:

SEBUAH KAJIAN FENOMENOLOGIS

45

Teaching-learning process is not a linear sequence of events but a dynamicphenomenon. In a higher educational institution such as the Department of Art, Institut SeniIndonesia (Indonesia Institute of the Arts) Yogyakarta, lecturers deliver knowledge to studentsand at the same time the students get interesting, often unthinkable. experience unrealized bythem. This research deals with such an issue. Analyzed phenomenologically, the experience ofthe students attending theoretical and practical classes at this institution will reveal a lot of oftenunthinkable meanings.Keywords: phenomenology, experience, geometric space, lived space.

| VOL.2 | EDISI 2 | 2008

ISSN 1978-0702Pengalaman Mahasiswa Dalam Proses Belajar-Mengajar Di Dalam Ruang:

Sebuah Kajian Fenomenologis | Hal 45 - 52

*Korespondensi penulis dialamatkan keProgram Studi Desain Interior, Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta,

Telp/Fax: +62 274 417219e-mail: [email protected]

Dalam proses belajar-mengajar diperguruan tinggi, ketersediaan ruang kuliahteori dan ruang kuliah praktik, di satu sisi, danketersediaan dosen, di sisi lain, merupakanprasyarat penting terselenggaranya prosestersebut. Setiap perguruan tinggi selaluberusaha memiliki ruang kuliah teori danruang kuliah praktik yang terancang baik(optimal) dengan fasilitas lengkap dan dosenyang mampu mengajar secara efisien. Adaanggapan umum di lingkungan perguruantinggi di Indonesia bahwa dengan cara sepertiin i p roses bela ja r -menga jar dapatdilaksanakan secara efisien.

Pendapat di atas tidak sepenuhnyabenar karena kehidupan manusia adalahmultidimensional. Memang, optimalisasip e ra n can g an ru a ng da n e f i s i en s ipembelajaran oleh dosen itu sangat penting,tetapi penyimpangan akan selalu ada.Dengan kata lain, optimalisasi perancanganruang dan efisiensi pembelajaran oleh doseni tu di lakukan hanya dalam rangkamengurang i peny impangan, bukanmeniadakan penyimpangan. Dengandemikian pengertian 'efisien' dalam prosesbelajar-mengajar itu bersifat relatif.

S e c a r a s p e s i f i k , e f i s i e n s i

penggunaan ruang kuliah teori dan ruangkuliah praktek dapat dicapai denganmerancang secara optimal aspek-aspekdesain interior seperti kebutuhan penggunaruang, sirkulasi pengguna ruang, ergonomi,penataan furnitur, tata cahaya, tata hawa, dantata suara serta di imbangi denganketerlibatan dosen yang mampu mengajarsecara efisien. Tetapi dalam kenyataan bisasaja terjadi penyimpangan, meskipunsasaran efisiensi dianggap tercapai.Penyimpangan ini tidak selalu disadari olehsemua orang, tetapi gejalanya ada. Hanyam e r e k a y a n g m e m i l i k i k e p e k a a nfenomenologis saja yang dengan cepat dapatmencerap gejala-gejala itu lewat indera.Kepekaan fenomenologis ini bisa didapatkanoleh setiap orang yang memiliki banyakpengalaman.

Dalam konteks penggunaan ruang,banyak desainer interior yang percaya bahwaperancangan ruang (termasuk ruang kuliahteori dan ruang kuliah praktik) cukupdilakukan dengan pendekatan behavioristik,yakni pendekatan yang lebih mengutamakanperilaku pemakai ruang. Pendekatan ini lebihmengutamakan anal is is kebutuhan-kebutuhan manusia, pencarian solusi desain

Page 2: JLR22_05 Sumartono-FENOMENOLOGI

46

dengan menggunakan ukuran-ukuran baku(terutama ukuran-ukuran baku antropometridan ergonomi yang menyangkut berbagaikegiatan manusia), penggunaan komputerdengan perangkat lunak, dan lain-lain(Broadbent, 1981: 3). Banyak desainerinterior yang menggunakan pendekatan inikarena agak praktis penerapannya tetapiilmiah. Dalam proses desain seperti ini,desainer interior memulai tugasnya denganmenganalisis perilaku pengguna ruang untukmerumuskan landasan kuantitatif, kualitatif,dan relasional bagi pemecahan desain(Sumartono, pp. 2-3). Pendekatan inibersesuaian dengan desain Modern, sebuahgerakan desain yang memuja 'fungsi' sebagaipatokan moral seorang desainer. Dalamarsitektur dan desain interior, pendekatan initelah menghasilkan karya-karya yangberbentuk sederhana. Kesederhanaanbentuk desain dianggap sebagai simbolefisiensi. Slogan-slogan desain yangdigunakan antara lain adalah“ornamentasiadalah sebuah kejahatan” (

, menurutAdolf Loos), “bentuk mengikutifungsi” ( , berasal dariLouis Sullivan), dan “kurang adalah lebih”( , menurut Ludwig Mies van derRohe).

Dalam konteks penyelenggaraankegiatan belajar-mengajar di perguruantinggi, banyak dosen yang percaya bahwapembelajaran yang efisien oleh dosenterhadap mahasiswa, yakni denganperencanaan yang matang dan tersistem,akan mampu mewujudkan proses belajar-mengajar yang efektif. Pendapat ini tidaksepenuhnya benar karena teori belajarseperti apapun selalu tidak bisa meniadakanpenyimpangan. Itulah sebabnya setiap teoribelajar (behavioristik, kognitif, humanistik,dan sibernetik) selalu mengandungkelemahan.

Pembelajaran yang dilakukan secaraefisien oleh dosen di ruang kuliah teori danruang kuliah praktik yang didesain secaraoptimal pun tidak akan pernah bisameniadakan penyimpangan, apalagi jikadilakukan secara tidak efisien di ruang kuliahteori dan ruang kuliah praktik yang tidakdidesain secara optimal. Sementara itusecara umum pembelajarn yang dilakukanoleh para dosen belumlah efisien. Keadaan

ornamentation is acrime

form follows function

less is more

ini tentu tidak akan menghasilkan prosesbelajar-mengajar yang efisien. Secarafenomenologis akan banyak penyimpanganyang bisa diungkap dan banyak makna yangb i s a d i g a l i d i s i n i . I n i l a h y a n gmelatarbelakangi minat untuk melakukanpenelitian tentang hal ini. Untuk menuju kesana diperlukan penelitian fenomenologistentang pengalaman ( ) manusia.

Tulisan ini adalah ringkasan darisebuah penelitian yang dibiayai dengan danaHibah Penelitian Proyek DUE-like Batch II2003, Program Studi Desain Interior, FakultasSeni Rupa, Inst i tut Seni IndonesiaYogyakarta. Adapun masalah utamapenelitian ini ialah adanya proses belajar-mengajar yang secara umum tidak efisien diruang kuliah teori dan ruang kuliah praktik

Fakultas Seni Rupa, Institut SeniIndonesia Yogyakarta (FSR-ISI Yogyakarta)yang didesain tidak secara optimal. Penelitianini bertujuan untuk memperoleh informasisebanyak-banyaknya tentang pengalamanmahasiswa (menyangkut penyimpanganberbagai hal dan makna pengalaman) dalamproses belajar mengajar yang secara umumtidak efisien tersebut. Penelitian inibermanfaat karena akan memberi informasitentang banyak hal penting yang dialamilangsung oleh mahasiswa dalam prosesbelajar-mengajar yang secara umum tidakefisien dalam ruang kuliah teori dan ruangkuliah praktek yang tidak didesain secaraoptimal. Hasil penelitian ini akan memberikanberbagai informasi yang bisa digunakanuntuk merencanakan kembali proses belajar-mengajar dan mendesain ulang ruang kuliahteori dan ruang kuliah praktik FSR-ISIYogyakarta. Penelitian ini juga bermanfaatbagi pengembangan ilmu desain interiorkarena akan menyumbangkan berbagaiinformasi tentang pemakaian ruang kuliahteori dan ruang kuliah praktik yang belumbanyak diketahui.

Karena manusia selalu melakukankegiatan dalam hidupnya, maka manusiamemiliki banyak pengalaman. Meskipunmemiliki banyak pengalaman, manusia seringtidak mempedulikan pengalaman yangdimilikinya. Ketika manusia membutuhkan

experience

F E N O M E N O L O G I P E N G A L A M A NMANUSIA

| VOL.2 | EDISI 2 | 2008

ISSN 1978-0702

Page 3: JLR22_05 Sumartono-FENOMENOLOGI

sesuatu atau menjumpai masalah, barulah iaingat pada pengalaman yang dimilikinya danmengambil pelajaran darinya. MenurutFarbstein dan Kantrowitz, pengalamanmanusia tentang l ingkungan/tempatbergantung pada pencarian dan pemrosesaninformasi. Penglihatan, pendengaran, danorgan indera lain memasok banyak informasikepada manusia, lalu otaklah yang membuatinformasi ini masuk akal. Manusia adalahorganisme rumit yang mampu mengalamib e r b a g a i h a l b e r k a i t a n d e n g a nlingkungan/tempat. Manusia tidak hanyamencerap lingkungan/tempat dan bertindakberdasarkan informasi, tetapi manusiamemiliki perasaan-perasaan kuat tentangl i n g k u n g a n / t e m p a t , t e r u t a m a d ilingkungan/tempat di mana kegiatan-kegiatan penting berlangsung (1978: 5).Selama beberapa puluh tahun yang laluhingga sekarang, pengalaman manusia telahmenjadi objek penting dalam penelitian.Salah satu metode/pendekatan yangdigunakan dalam meneliti pengalamanm a n u s i a a d a l a h f e n o m e n o l o g i .Fenomenologi pengalaman manusiamencoba memahami pengalaman khususyang dimiliki oleh manusia yang mengalamikehidupan tertentu (Leedy, 1997: 161). Hanyamanusia yang mengalami kehidupanlah yangbisa menjelaskan pengalamannya kepadaorang lain. Karena itulah, dalam penelitianfenomenologi, wawancara terhadap orangyang memiliki pengalaman memegang peranpenting dalam pengumpulan data.

Di beberapa negara maju, penelitiantentang pengalaman manusia denganpendekatan fenomenologi sudah seringdilakukan.. Leedy menyebutkan bahwaBarritt, Beekman, Bleeker, dan Mulderijmelakukan penelitian dengan pendekatanfenomenologi pada tahun 1980-an danmengenalkan analisis fenomenologis padamurid-murid mereka.. Mereka mulai dengantopik- topik yang berka i tan denganpengalaman yang dimiliki oleh setiap orang,menyangkut misalnya suasana 'beradasendirian,' 'berada di tempat favorit,' 'beradadi tempat gelap,' dan lain-lain ( Dari hal-hal yang tampak sederhana ini seorangpeneliti bisa menggali banyak makna,termasuk di dalamnya hal-hal yang tidakterpikirkan sebelumnya.

Ibid.).

Penelitian dengan pendekatanfenomenologi yang mengambil objek senirupa/desain (termasuk desain interior) pernahdilakukan antara lain oleh Norberg-Schulz,Seamon, Nogué I Font, Silverstein, danWalkey (Seamon, 1993: ). Di sini yangmenjadi fokus penelitian adalah pengalamanmanusia dalam menjalani kehidupan, baik didalam ruang maupun di lingkungan terbuka.Banyak hal terungkap dalam berbagaipenelitian ini, misalnya tanggapan terhadapseni rupa/desain yang diberikan oleh orangawam, yang berbeda dengan tanggapanyang diberikan oleh seniman/desainer.

Sebagaimana dikutip oleh Dovey,Schutz dan Luckmann (1973) membedakandua wilayah pengalaman di dalam ruang,yakni wilayah yang memiliki jangkauanlangsung dan tidak langsung. Duduk di ataskursi, menggunakan meja, dan semacamnyatermasuk dalam wilayah pengalamanlangsung, sedangkan berbicara lewat telpondengan seseorang yang berada di tempatamat jauh termasuk dalam wilayahpengalaman tidak langsung. Meja, kursi,rumah tinggal, dan lain-lain adalah artifak-artifak sosial budaya. Semua interaksidengan lingkungan fisis berlangsung dalamkonteks sosial, politik, dan ekonomi (1993:249-250).

Ruang kuliah teori dan praktik di FSR-ISI Yogyakarta tersebar di tiga kelompokbangunan yang secara umum terdiri dari tigatingkat. Kelompok bangunan pertamamewakili jurusan seni murni, yang terdiri dariprogram studi seni lukis, seni patung, dan senigrafis. Kelompok bangunan kedua mewakilijurusan seni kriya, yang terdiri dari minat-utama logam, kayu, keramik, dan batik.Kelompok bangunan ketiga mewakili programstudi desain interior dan program studi desainkomunikasi visual. Sebetulnya sejumlahruang pada kelompok bangunan ini sudahdisiapkan untuk program studi desain produk,tetapi hingga sekarang program studi ini tidakkunjung dibuka.

Fakultas Seni Rupa, Institut SeniIndonesia Yogyakarta, adalah sebuahlembaga yang menggabungkan kuliah teoridan kuliah praktik. Penggunaan ruang kuliah

passim

RUANG KULIAH TEORI DAN PRAKTIK DIFSR-ISI YOGYAKARTA

47

SUMARTONOPengalaman Mahasiswa Dalam Proses Belajar-Mengajar Di Dalam Ruang:

Sebuah Kajian Fenomenologis | Hal 45 - 52

Page 4: JLR22_05 Sumartono-FENOMENOLOGI

teori dan praktik di lembaga ini hinggasekarang belum terjadwal dengan baiksehingga efisiensi pelaksanaan kegiatanbelajar-mengajar belum bisa diwujudkan.Secara faktual tampak jelas bahwapenggunaan ruang masih tumpang tindihantara pengajaran mata kuliah satu dankuliah yang lain. Hal ini disebabkan karenaadanya preferensi dari sebagian besar dosenmenyangkut penggunaan ruang. Meskipunbangunan-bangunan di lembaga ini telahdibangun berdasarkan sebuah rencanainduk, tidak semua ruang menarik perhatianpara dosen. Sebagian ruang dihindari olehpara dosen karena letaknya agak terpencilatau jauh dari ruang dosen. Akibatnyabeberapa ruang tertentu menjadi ruang yangdiminati sebagian besar dosen. Hal inilahyang menyebabkan tumpang tindih itu. Darisisi penataan ruang, perbedaan ketersediaanfasilitas juga mengakibatkan munculnyapreferensi penggunaan ruang. Hal ini wajarkarena setiap dosen dan mahasiswa pastimenginginkan kenyamanan ruang dankemudahan dalam pelaksanaan prosesbelajar mengajar.

Ketika ruang-ruang di atas—baikyang yang menjadi preferensi atautidak—difungsikan untuk berbagai kegiatanyang melibatkan dosen dan mahasiswadengan berbagai karakter, maka dari sudutpandang mahasiswa akan dapat diungkapberbagai makna yang menarik perhatian.Banyak hal-hal tidak terpikirkan akan bisadiungkap. Dari sudut pandang dosen akanbisa juga diungkap berbagai makna, tetapipenelitian ini memang dibatasi hanya darisudut pandang mahasiswa.

Penelitian ini adalah sebuah kajianfenomenologis, salah satu bentuk penelitiankualitatif (Leedy, 1997: 161). Dalam arti luasfenomenologi mengkaji proses konstruksimakna fenomena oleh seseorang ( .).Fenomena yang diteliti bisa apa saja,misalnya sebuah kejadian, sebuahhubungan, emosi, atau bahkan sebuahprogram pendidikan ( .). Fenomenologibisa didefinisikan sebagai sebuah metodepenelitian yang mencoba memahamipandangan yang dimiliki oleh partisipanpenelitian tentang kenyataan sosial (

BAHAN DAN METODE

Ibid

ibid

Ibid.).

P e n d e k a t a n f e n o m e n o l o g im e m e n t i n g k a n a n a l i s i s t e r h a d a pi n t e r s u b j e k t i v i t a s p e n g a l a m a n . 'Intersubjektivitas adalah sintesis dariberbagai pengalaman subjektif yangseringkali memperlihatkan kesamaansehingga bisa membentuk pengetahuanumum yang bermanfaat. Berkaitan denganpengalaman manusia, ada dua bentukpendekatan yang bisa digunakan, yakni

dan. Dalam

p e n d e k a t a n p e r t a m a , p e n e l i t imembayangkan diirinya sebagai orang laindan mewakili orang lain tersebut dalamm e n g k a j i p e n g a l a m a n n y a . D a l a mpendekatan kedua, peneliti dan orang lainb e r p a r t i s i p a s i b e r s a m a d a l a mmengeksplorasi pengalaman. Penelitian inimenggunakan pendekatan kedua.

Penelitian ini menggunakan duametode pengumpulan data, yakni observasidan wawancara. Observas i adalahpengamatan dan pencatatan secarasistematik terhadap fenomena yang diteliti.Pengamatan terutama dilakukan terhadapkegiatan mahasiswa di ruang kuliah teori danruang kuliah praktek FSR-ISI Yogyakarta.Selanjutnya dilakukan pencatatan secarateratur dan pemotretan kegiatan tersebut.

Penelitian tentang pengalamandengan pendekatan fenomenologi sangatbertumpu pada wawancara. Karena ituwawancara dilakukan terhadap sejumlahmahasiswa. Penelitian dengan pendekatanfenomenologi ini tidak bertujuan membuatg e n e r a l i s a s i , t e t a p i m e n g u n g k a ppenyimpangan berbagai hal dan menggalimakna pengalaman. Karena itu jumlahresponden tidak ditentukan secara ketat.Untuk satu kasus tertentu Leedy menentukanl ima sampai sepu luh orang untukdiwawancarai ( .: 162). Sampel ini dipilihsecara purposif ( ). Menurut Patton (1990:68), sampel purposif dipilih agar data tentangpengalaman dapat dikumpulkan secaramendalam. Untuk memperoleh informasipengalaman mahasiswa secara memadai,jumlah responden untuk penelitian iniditentukan sepuluh orang setiap angkatanuntuk masing-masing program studi senilukis, desain komunikasi visual, dan desaininterior; lima orang setiap angkatan untuk

imaginative self-transposition jointencounter and explora t ion

Ibidibid

48 | VOL.2 | EDISI 2 | 2008

ISSN 1978-0702

Page 5: JLR22_05 Sumartono-FENOMENOLOGI

masing-masing program studi seni patungdan seni grafis, dan lima orang setiapangkatan untuk masing-masing minat utamadi jurusan seni kriya. Adapun angkatan yangdipilih adalah 1997-2001 (lima angkatan).

Wawancara dalam pendekatanfenomenologi tidak disiapkan secara pastidengan daftar yang memuat jumlahper tanyaan yang te lah d i ten tukansebelumnya. Daftar pertanyaan yang telahdibuat sebelumnya hanya digunakan sebagaipemandu awal. Peneliti dan partisipanbekerja sama masuk sejauh-jauhnya ke intipersoalan (Tesch, 1994: 147). Dalampenelitian ini diusahakan agar peneliti lebihbanyak mendengarkan dan partisipan lebihbanyak bicara. Di sini wawancara dilakukanmenyerupai percakapan atau dialog.

Proses analisis data dilakukan tidaksepenuhnya berdasarkan urutan ruang(misalnya dari lantai bawah kemudian kelantai atas) tetapi berdasarkan seringnyasebuah ruang digunakan dalam prosesbelajar-mengajar. Dalam penelitian denganpendekatan fenomenologi, pentingnyasebuah ruang tidak perlu terlalu dikaitkandengan ukuran atau luas ruang dalam meterpersegi. Dalam fenomenologi dibedakanantara ruang yang kepent ingannyadinyatakan dalam bentuk ukuran geometrik( ) dan ruang yangkepentingannya dinyatakan dalam bentukpengalaman orang yang mendiaminya (

) (Dovey, 1993: 248). Dalam penelitianini jenis ruang kedualah yang menjadi fokusanalisis dan sebagai manifestasinya di siniukuran-ukuran ruang yang dinyatakan dalammeter (m) atau centimeter (cm) menjadi tidakpenting.

Karena keterbatasan ruang jurnal ini,pembahasan hasil penelitian hanya akanmenyangkut beberapa hal penting saja.Uraian selengkapnya bisa dilihat padalaporan penelitian. Pembahasan awaltentang pengalaman mahasiswa dalamproses belajar-mengajar di ruang kuliah teoridan ruang kuliah praktek FSR-ISI Yogyakartaadalah menyangkut kegiatan penggunaanruangan. Secara faktual ada keanehan dalampenyelenggaraan kegiatan penggunaanruang di fakultas ini. Hampir setiap hari

geometric space

livedspace

HASIL DAN PEMBAHASAN

kegiatan kampus hanya efektif sampai jam13.00 WIB. Sebagai sebuah perguruan tinggipenyelenggara tridarma pendidikan tinggi,aktivitas ini tentulah terlalu pendek.Pendeknya jam kegiatan umum ini tentumempengaruhi kinerja mahasiswa. Paramahasiswa yang diteliti merasakan adanyasuasana yang kurang dinamis. Mereka barusaja tiba di kampus, tanpa terasa merekaharus segera meninggalkan kampus.Memang ada beberapa mata kuliah yangbertahan sampai agak sore, tetapi hal ini tidakmembuat mahasiswa bersemangat karenasecara keseluruhan kampus sudah kosongdan konsekuensinya secara keseluruhanruangan juga kosong. Para mahasiswamendambakan keadaan di mana sampai sorekampus tetap hidup dengan segala kegiatan.Mereka heran dengan keadaan di FSR-ISIYogyakarta yang tidak bisa menciptakankeadaan seperti kampus lain yang aktifs a m p a i s o r e h a r i . M e r e k a j u g amembandingkan keadaan ini dengankeadaan kampus lama (Sekolah Tinggi SeniRupa Indonesia “ASRI”/STSRI “ASRI”)sebelum berubah menjadi FSR-ISIYogyakarta sekarang ini. Waktu itu kegiatan diSTSRI “ASRI” berlangsung sampai sore hari.Para mahasiswa yang diteliti mengetahui halini dari membaca dan dari informasi yangmereka peroleh dari orang lain.

Pada prinsipnya semua ruang yangada di FSR-ISI Yogyakarta telah ditentukanfungsinya masing-masing sesuai denganrencana induk lembaga tersebut. Rencanainduk ini dibuat secara tidak main-main,dalam waktu yang panjang, dan melibatkansejumlah ahli sesuai dengan kebutuhan.Meskipun begitu ada fenomena yang sangatmenarik, yakni hampir di semua programstudi/minat utama pada lembaga tersebutdijumpai banyak ruang yang telah mengalamiperubahan fungsi. Berikut ini adalahbeberapa contoh perubahan fungsi ruangtersebut. Dalam kaitan dengan jurusan senimurni, ruang-ruang kuliah teori yang beradadi Gedung Seni Patung pada mulanya adalahStudio Seni Lukis I-III dan Studio Model.Demikian juga, ruang kuliah teori di GedungSeni Lukis semula didesain sebagai ruangkarya atau ruang pameran. Dalam kaitandengan jurusan seni kriya, kuliah teoridiselenggarakan di lantai satu Gedung Kriya

49

SUMARTONOPengalaman Mahasiswa Dalam Proses Belajar-Mengajar Di Dalam Ruang:

Sebuah Kajian Fenomenologis | Hal 45 - 52

Page 6: JLR22_05 Sumartono-FENOMENOLOGI

Logam. Mengacu pada rancangan awalgedung tersebut oleh konsultan perencana,ruang tersebut pada mulanya adalah ruangStudio Logam 1. Dalam kaitan denganjurusan desain, Ruang B 3 yang berada diprogram studi desain interior seharusnyadigunakan untuk praktik, tetapi dalamkenyataan ruang ini digunakan untuk kuliahteori. Ruang ini memiliki meja-meja gambaryang seharusnya digunakan untuk kegiatanpraktik, bukan kegiatan teori. Ruang AO3yang terletak di lantai satu Gedung DesainKomunikasi Visual (DKV) seharusnya adalahuntuk kegiatan presentasi, tetapi dalamkenyataan ruang tersebut juga digunakanuntuk kegiatan praktik.

Menghadapi keadaan seperti ini paramahasiswa yang diteliti menceritakanpengalaman mereka. Mereka mau tidak maumemang harus mengikuti kuliah untuk lulus,tetapi secara umum mereka tidak merasanyaman berada di dalam ruangan yangdiubah fungsinya. Sebagai contoh, merekamerasa tidak nyaman mengikuti kuliah teori didalam ruang yang seharusnya untuk praktik.Mereka harus membuat catatan di meja yangseharusnya untuk menggambar dan duduk diatas kursi tanpa sandaran punggung yangjuga seharusnya digunakan oleh mahasiswayang menggambar. Pada kasus di manakuliah teori diselenggarakan di ruang praktikmenggambar, tentu saja ruangan tidakmungkin memuat mahasiswa dalam jumlahbanyak karena ruangan telah dipenuhi olehmeja-meja gambar yang permukaannyalebar. Kasus seperti ini dijumpai di seluruhprogram studi Fakultas Seni Rupa, ISIYogyakarta.

Secara khusus memang ada kasus dimana perubahan fungsi ruang tidak membuatm aha s iswa m era sa t id ak n yam ansepenuhnya. Hal ini terjadi ketika dosenpemberi kuliah di dalam ruang yang sudahberalih fungsi tersebut adalah dosen yangsangat informatif, tidak kaku dalam mengajar,dan dikenal tidak mahal dalam memberi nilai.Para mahasiswa yang diteliti menyatakanbahwa mereka hampi r melupakanketidaknyaman di dalam ruang karenamerasa betah mengikuti kuliah tersebut. Iniberbeda sekali dengan kasus di mana sebuahkuliah teori diselenggarakan di dalam ruangyang memang sejak awal diperuntukkan bagi

kuliah teori tersebut (tidak mengalamiperubahan fungsi) tetapi para mahasiswapeserta kuliah tersebut tidak merasa nyamankarena kekakuan sikap dosen pengampunya.Dosen tersebut selalu bersikap indoktrinatifdan mengritik mahasiswa sehingga paramahasiswa menjadi selalu tidak bersemangatmengikuti mata kuliah tersebut. Meskipunbegitu mereka harus menghadiri kuliahtersebut karena tidak ada pilihan lain.

Penyimpangan lain dapat dijumpaipula pada ruang kuliah teori yang terletak diGedung Kriya Tekstil lantai kedua. Pada awalperencanaannya, ruangan tersebut tidakdisiapkan sebagai ruang kuliah teorimelainkan disiapkan sebagai ruang StudioTekstil. Ruang yang sejak awal mengalamipenyimpangan fungsi tersebut juga tetaptidak menutup kemungkinan terjadinyapenyimpangan lagi. Menurut mahasiswa,intensitas penggunaan ruang tersebut adalahdi bawah ruang-ruang kuliah teori yang telahdisebutkan di atas. Penyebabnya bisabermacam-macam, salah satunya ialahadanya penyimpangan pada saat awaldipilihnya ruang tersebut sebagai ruangkuliah teori oleh mereka yang membuatkeputusan. Kurangnya pertimbangan dalammemilih ruang mengakibatkan ruang tersebutjarang ditempati. Mahasiswa beranggapanbahwa ruang tersebut memiliki akses yangkurang baik. Selain terletak di lantai kedua,ruang tersebut hanya memiliki akses satuarah yang terkadang mengakibatkan dosenmerasa malas menggunakan ruangantersebut, padahal sepintas lalu ruang tersebuttampak sudah cukup layak digunakansebagai ruang kuliah teori. Menurutmahasiswa, bangku kuliah yang ada di ruangitu cukup nyaman. Ruang ini ditunjang olehpencahayaan alami yang cukup memadai.Namun nilai sosial yang terkandung didalamnya sangat kurang sekali karenamemang jarang terjadi interaksi dosen-mahasiswa di dalamnya.

Menurut konsep ,ruang tersebut memang telah memenuhisyarat, tetapi menurut konsepruang tersebut kurang memenuhi syaratkarena memang jarang sekali terjadi aktivitasdi dalamnya. Perbandingan antara

dan tidak seimbang dancenderung lebih besar ke .

geometric space

lived space

geometricspace lived space

geometric space

50 | VOL.2 | EDISI 2 | 2008

ISSN 1978-0702

Page 7: JLR22_05 Sumartono-FENOMENOLOGI

S e h a ru sn ya ru a n g t e r se b u t l eb i hdioptimalkan lagi penggunaannya, mengingatruang-ruang yang sebelumnya terlalu lebihberkapasitas penggunaannya. Namun dalampraktiknya hal tersebut tidaklah mudahkarena juga terkait dengan kebijakan programstudi dalam menentukan jadwal penggunaanruang.

Di samping mata kuliah teori, prosesbelajar-mengajar di FSR-ISI Yogyakarta jugamelibatkan mata kuliah praktik. Oleh karenaitu karya mahasiswa yang harus ditumpuk dikampus, terutama pada masa ujian, sangatbanyak jumlahnya. Faktor ini ternyata tidakdiperhitumgkan dalam pembuatan

kampus, sehingga mahasiswameletakkan karya-karya tersebut nyaris dimana saja. Para mahasiswa ternyatakhawatir karya mereka hilang sebelum dinilaisehingga mereka saling mendahului mencaritampat meletakkan karya yang merekaanggap aman termasuk di ruang dosenpengampu mata kuliah yang mereka ambil.Tidak jarang penumpukkan karya itu tidakterkontrol sehingga melanggar batas ruangdosen mata kuliah lain yang ada disebelahnya.

P e n g a l a m a n m a h a s i s w amenyangkut penggunaan ruang tidak hanyaberkaitan dengan perubahan fungsi ruangtetapi juga dengan ketidakjelasan jadwalpenggunaan ruang. Penggunaan ruang disemua program studi/minat utama tidakterjadwal dengan baik sehingga pelaksanaankuliah sering bertubrukan satu sama lain.B i a s a n y a y a n g d i a n g g a p b e r h a kmenggunakan ruang adalah dosen yangdatang lebih dulu. Dalam hal ini mahasiswayang mengikuti kuliah dosen yang datanglebih dululah yang bisa langsung mengikutikuliah, sedangkan mahasiswa yang akanmengikuti kuliah dosen yang belum datangharus rela menunggu, meskipun mungkinmereka datang lebih dulu daripadamahasiswa yang mengikuti kuliah dosen yangdatang lebih dulu. Tentu saja mahasiswa yangdatang lebih dulu--tetapi harus menunggukuliah dosen yang belum datang—merasasangat kecewa. Mereka mengharapkanadanya kepastian jadwal penggunaan ruang.Sebetulnya keadaan seperti ini sudahberlangsung bertahun-tahun tetapi tidakpernah berubah. Di masa depan pun

masterplan

kemungkinan keadaan seperti ini tidak akanberubah karena disiplin sulit ditegakkan.

Kerajinan dan ketidakrajinan dosendalam mengajar adalah fenomena yangmenarik. Ada beberapa dosen tertentu yangsangat rajin dalam mengajar; karena dosenini dianggap komunikatif, tidak kaku dalammengajar, dan dalam memberi nilai, makadosen ini dianggap sebagai model dosenyang baik. Tetapi ada juga dosen yang rajindalam mengajar tetapi dianggap bukan modeldosen yang baik karena sikapnya yang kaku,meskipun dia sesungguhnya komunikatifdalam mengajar. Ada juga beberapa dosenyang tidak rajin dalam mengajar, tetapi karenamereka komunikatif dan menguasai materimaka mereka dirindukan kehadirannya olehmahasiswa, meskipun mereka dianggapbukan model dosen yang baik. Dosen yangpaling tidak disukai mahasiswa adalah dosenyang tidak rajin mengajar, kaku sikapnya, danmahal dalam memberi nilai.

Fenomena lain yang menarik adalahmenyangkut fasilitas ruang. Penggunaanfasilitas komputer dan LCD untuk mengajarmembuat mahasiswa lebih senang karenateks dan gambar/foto dengan warnasebenarnya bisa diakses. Ada perbedaanpengalaman antara mahasiswa jurusan senirupa murni, jurusan desain, dan jurusan senikriya. Secara keseluruhan komputer dan LCDuntuk mengajar lebih banyak digunakan dijurusan desain. Hal ini bisa dimengerti karenakomputer dan LCD digunakan di jurusandesain baik pada mata kuliah teori maupunpraktek, sedangkan di jurusan seni rupamurni dan seni kriya penggunaannya lebihbanyak pada mata kuliah teori. Meskipunbegitu ada pengalaman menarik mahasiswaseni murni yang bisa diceritakan di sini.Dengan keterbatasan akses terhadapfasilitas komputer dan LCD, ada dosen yangmenampilkan foto-foto berwarna dalambentuk hitam-putih karena dia hanya bisamenggunakan OHP.

Ada juga dosen yang mengajardengan menggunakan kapur saja karenamata kuliahnya sangat teoritis, misalnyaPancasila dan Estetika. Menurut paramahas iswa pe la ja ran -pe la ja ran in im e m b o s a n k a n , t e t a p i k a r e n adiselenggarakan di ruang-ruang yangumumnya memiliki papan tulis yang

fair

51

SUMARTONOPengalaman Mahasiswa Dalam Proses Belajar-Mengajar Di Dalam Ruang:

Sebuah Kajian Fenomenologis | Hal 45 - 52

Page 8: JLR22_05 Sumartono-FENOMENOLOGI

menimbulkan kesilauan jika terkenamatahari maka pelaksanaannya lebihmembosankan lagi. Mereka merasa sangattidak nyaman di dalam kelas tetapi merekamau tidak mau harus mengikutinya demikelulusan. Bagi mahasiswa yang memangdasarnya malas, keadaan ini membuatmereka menjadi lebih malas.

Penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar pada ruang kuliah teori dan ruangkuliah praktik di FSR-ISI Yogyakarta selaluberjalan seperti biasa, tampak lancarsebagaimana kampus-kampus yang lain.Meskipun kegiatan belajar-mengajar selaluberlangsung lancar seperti biasa dan setiaptahun sejumlah mahasiswa berhasil lulussebagai sarjana, banyak hal menyimpangyang bisa diungkap lewat pendekatanf e n o m e n o l o g i p e n g a l a m a nmanusia/mahasiswa ini. Pendekatan inibertumpu pada wawancara dialogis denganmahasiswa mengenai pengalaman nerekamengikuti kuliah teori dan praktik di dalamruang. Hasil penelitian ini memperlihatkanpenyimpangan menyangkut fungsi ruang,jadwal penggunaan ruang, dan penggunaanfasilitas ruang, yang mengakibatkanpenyelenggaraan kuliah teori dan praktiktidak efisien dan efektif.

Broadbent, Geoffrey,

Westbury House Guildford.

Dovey, Kimberley,

SUNY Press,Albany .

Farbstein, Jay and Kantrowitz, Min

McGraw-Hill.

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

“DesignMethods—13 Years After—AReview,” in Robin Jacques andJames A. Powell, eds.

“Putting Geometryin Its Place,” in David Seamon, ed.

.

.

1981,

SURREY:

1993,

NEW YORK:

, 1978,

N E W Y O RK :

Design,Science, Method.

Dwelling, Seeing, and Designing

People in Places, Experiencing,Using, and Changing the BuiltE nv i r onm e nt

Leedy, PaulPrentice-Hall, Upper

River.

Patton, M.Q.

CALIFORNIA: Sage, Newbury Park.

Seamon, David, ed.NEW YORK: State

University of New York Press,Albany.

Sumartono,

YOGYAKARTA: Pidato Ilmiah padaDies Natalis XVIII Institut SeniIndonesia.

Tesch, R.

MA: Allynand Beacon, Needham Heights.

Practical Research

Qualitative Evaluationa n d R e s e a r c h M e t h o d s

Dwelling, Seeing,and Designing

Sikap Moral dalamPemi l ihan Metode Desa in

An Introduction inEducational Research

, 1997, NEWJERSEY:

, 1990,

, 1993,

23 Juli 2002,

, 1994,

,

.

.

.

“The Contribution ofQ u a l i t a t i v e M e t h o d :Phenomenological Research,” inM. Langenbach, C. Vaughn, and L.Aagaard, ed.

,

52 | VOL.2 | EDISI 2 | 2008

ISSN 1978-0702