jma vol 6 no. 1

80

Upload: cah-yadi

Post on 23-Jun-2015

1.245 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: JMA VOL 6 NO. 1
Page 2: JMA VOL 6 NO. 1

ISSN 1693-5853

http://jma.mb.ipb.ac.id

Jurnal Manajemen & Agribisnis

Alamat Redaksi:Program Pascasarjana Manajemen dan BisnisInstitut Pertanian BogorGedung MB-IPB, Komplek IPB Gunung GedeJl. Raya Pajajaran Bogor 16151Telp. 0251-8313813, Fax. 0251-8318515E-mail: [email protected]

Dewan Editor

KetuaDr. Ir. Arief Daryanto, MEc

AnggotaProf. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MA.DevProf. Dr. Anis ChowdhuryProf. Dr. Phil SimmonsProf. Dr. Ir. M. Syamsul Ma’arif, M.EngProf. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MScProf. Dr. Ir. Tridoyo KusumastantoProf. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, MScProf. Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEcDr. Ir. Budi Suharjo, MScDr. Ir. Joyo Winoto, MScIr. Setiadi Djohar, MSM, DBA

Editor EksekutifIr. Idqan Fahmi, MEc

Jurnal Manajemen & Agribisnis memuat informasi hasil kegiatan penelitian, pemikiran konseptual dan review bidangilmu manajemen dan agribisnis. Jurnal ilmiah ini diterbitkan oleh Program Studi Manajemen dan Bisnis, SekolahPascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mulai diterbitkan pada awal tahun 2004 dengan frekuensi terbit dua kali dalamsetahun, yakni pada bulan Maret dan Oktober

Redaksi menerima tulisan hasil penelitian ilmiah, baik dalam bentuk riset maupun empirical research dalam bidangyang berkaitan dengan manajemen dan atau agribisnis. Redaksi dapat menyingkat dan memperbaiki tulisan yang akandimuat tanpa mengubah maksud dan isinya setelah mellalui proses blind review yang dilakukan oleh tim yang ditunjukkhusus untuk mengadakan review atas kelayakan publikasi naskah penelitian ini.

Naskah yang dikirim oleh redaksi harus merupakan naskah asli dan tidak sedang dipertimbangkan untuk diterbitkanoleh jurnal atau penerbit-penerbit lain.

Page 3: JMA VOL 6 NO. 1

DAFTAR ISI

1-14ALTERNATIF STRATEGI PENGEMBANGAN EKSPOR

MINYAK SAWIT INDONESIABambang Dradjat, Hamzah Bustomi

15-23KAJIAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA PABRIK GULA

(STUDI KASUS : PG SUBANG JAWA BARAT)Rohmatulloh, Marimin, Machfud, M Zein Nasution

24-56STRATEGI KONVERSI ENERGIDI PT. LION METAL WORKS Tbk

Daud Sudradjad, Machfud, Agus Maulana

57-64ANALISIS PERSEPSI DEVELOPER TERHADAP PRODUK KREDIT

PEMILIKAN RUMAH (KPR) BANK XYZ CABANG BOGORYuni Krisnawati, Kirbrandoko, MD.Djamaludin

65-73PENGEMBANGAN MODEL CREDIT SCORING UNTUK PROSES ANALISA

KELAYAKAN FASILITAS KREDIT PEMILIKAN RUMAH(STUDI KASUS DI BANK X)

Dwi Andhayani, Harianto, Noer Azam Achsani

Page 4: JMA VOL 6 NO. 1
Page 5: JMA VOL 6 NO. 1

1Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

ALTERNATIF STRATEGI PENGEMBANGAN EKSPOR MINYAK SAWITINDONESIA

Bambang Dradjat*) dan Hamzah Bustomi**)

*) Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) Bogor**)Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor

ABSTRACT

The development of palm oil export from 2000 to 2006 showed the competitiveness position of Indonesiain the world market was fairly good. In order to increase the growth and values of palm oil export, theexperts thought that the role of government as regulators and facilitators are very important. Thegovernment became the main actor for the export development throuh de/regulation related to the palmoil commodity. The objectives of actors could be achieved by combining strategies (i) encrease capacityof Belawan and Dumai harbours, (ii) reduction/elimination of loan repayment during grace period ofrevitalization program, (iii) human resource develeopment for both societies and workers withparticipative funding from Central Government, Local Government, and enterprises, (iv) reduced costand time in processing land sertification and Hak Guna Usaha (HGU), (v) improved access for farmersto financial institution (bank), (vi) the establishment of harbours in regions based on palm oil productionin the region, and (viii) the development of farm roads.

Keywords: Palm Oil, Export, Role of Government, and Objectives and Strategies

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dengan potensi sumber daya alamnya, Indonesiadikenal sebagai produsen utama komoditas daritanaman tropis, yaitu tanaman perkebunan seperti karet,kopi, kelapa sawit, kelapa, kakao, teh, lada dan lain-lainnya yang sebagian besar diekspor. Indonesia saatini dikenal sebagai salah satu produsen dan pengeksporutama dunia untuk komoditas-komoditas perkebunantersebut. Pada sektor pertanian, sub sektor perkebunanmemainkan peran penting melalui kontribusinya dalampenerimaan ekspor, disamping kontribusi lainnya.

Terlepas dari kontribusi positif dalam penerimaanekspor, total nilai ekspor yang berasal dari produkperkebunan masih berpotensi untuk dapat ditingkatkanlagi. Dalam kebijakan pembangunan industri danperdagangan nasional (2005-2009) dinyatakan bahwakontribusi ekspor hasil pertanian hanya 4% dari totalnilai ekspor Indonesia (Departemen Perdagangan,2005). Seperti diketahui, komoditas pertanian terutamakomoditas utama perkebunan memiliki potensi untukberkontribusi lebih tinggi dalam penerimaan ekspor.

Masalah bisnis ekspor komoditas perkebunan, termasukminyak sawit, diperkirakan beraitan erat dengan biaya

operasional, pasar/pemasaran dan sarana penunjang(Departemen Perdagangan, 2005). Masalah ekonomibiaya tinggi di Indonesia diperkirakan menimbulkanmasalah efisiensi usaha bagi pengekspor komoditasperkebunan, termasuk minyak sawit. Selain kondisimasalah internal pengekspor, berbagai kebijakanpemerintah diperkirakan ikut berkontribusi terhadapmasalah biaya operasional pengekspor.

Departemen Perdagangan (2005) juga menyatakanbahwa masalah sarana penunjang merupakan masalahyang tak kalah penting dalam upaya menjadi pemasokinternasional komoditas utama perkebunan. Saranapenunjang dimaksud khususnya di bidang keuangan(modal dan bunga), asuransi dan pengangkutan(fasilitas dan jaringan pengangkutan). Dengan tingkatpersaingan internasional yang semakin tinggi dan prosesglobalisasi berjalan makin cepat, maka sarana penunjangtersebut menjadi sangat strategis dalam menentukanpengembangan ekspor komoditas utama perkebunan.

Di pasar internasional, hasil kajian sebelumnya (Dradjat,et. al, 2002) menunjukkan bahwa daya saing komoditasutama perkebunan Indonesia diperkirakan lebih rendahdari komoditas yang diproduksi negara pesaing. Masalahdaya saing ini juga menjadi fokus perhatian pemerintahdalam penyusunan kebijakan dan program pembangunanpemasaran hasil pertanian (Direktorat JenderalPengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004).

Page 6: JMA VOL 6 NO. 1

2 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Masalah bisnis yang dihadapi pengekspor komoditasutama perkebunan tentunya akan berpengaruhterhadap nilai dan pertumbuhan ekspor komoditasperkebunan dan pendapatan pelaku bisnis ekspor.Analisis bisnis terhadap permasalahan yang dihadapioleh para pengekspor komoditas utama perkebunanditujukan untuk meningkatkan daya saing komoditasperkebunan. Ketidakmampuan pengekspor mengeloladaya saing komoditas utama perkebunan Indonesiadapat menjadi penghambat serius dalam pencapaiansasaran peningkatan nilai dan pertumbuhan eksporkomoditas perkebunan yang pada gilirannyamenguntungkan pengekspor dan petani.

Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untukmengajukan alternatif tindakan pengembangan eksporkomoditas utama perkebunan (karet, minyak sawit, kopi,kakao, teh, kopra dan lada). Secara khusus, penelitianini bertujuan untuk (i) mengidentifikasi dan menganalisismasalah bisnis komoditas perkebunan yang dihadapipelaku usaha perkebunan dalam rangka pengembanganekspor dan (ii) mengajukan alternatif usulan strategidan kebijakan penumbuhan bisnis komoditas utamaperkebunan dalam rangka pengembangan ekspor.

METODOLOGI

Kerangka Analytical Hierarchy Process (AHP)

Dalam AHP ini, alternatif tindakan ditentukan olehpelaku atau aktor dengan memasukkan pertimbangandan nilai-nilai pribadi secara logis. Kedua hal ini sangatditentukan oleh pengetahuan, pengalaman, imajinasi,logika, intuisi (Rizal, 2007 dalam Ma’arif dan Tanjung,2003). Dalam Expert Choice, pertimbangan yangsama dilakukan dalam penentuan ranking oleh pelakuterhadap berbagai unsur yang menentukan berbagaitindakan. Penentuan ranking ini sangat penting untukmengetahui karakteristik dari masing-masing komoditasutama perkebunan.

Kerangka AHP tentang masalah bisnis eksporkomoditas perkebunan disusun secara berjenjang daripenyusunan fokus masalah, identifikasi faktor yangmempengaruhi, identifikasi aktor (pelaku dan fasilitator),penetapan tujuan yang ingin dicapai, dan identifikasialternatif tindakan yang perlu dilakukan oleh aktor(Gambar 1).

Penentuan ranking unsur-unsur dalam berbagaialternatif tindakan dengan Expert Choice dilakukansebagai berikut:1. Optimalisasi sumberdaya dilakukan dengan memberi

ranking pada lahan, tenaga kerja, modal, danteknologi (budidaya, handling dan pengolahan)

2. Pengembangan infrastruktur dilakukan denganmemberi ranking pada fasilitas transportasi(pelabuhan, jalan, jembatan timbang, gudang danlainnya), energi (listrik), dan telekomunikasi daninformasi.

3. Pengembangan pembiayaan dilakukan denganmemberi ranking pada penyediaan skim-skim kredit(investasi dan kredit ekspor) dengan bungakompetitif, persyaratan mudah dipenuhi,memperhatikan situasi bisnis komoditas, danperlindungan terhadap resiko (asuransi).

4. Kelembagaan dilakukan dengan memberi rankingpada pengembangan organisasi (komoditas/pelakuusaha, penelitian, pelatihan, pendidikan, danpemasaran), penerapan aturan main (Aturaninternasional, UU, PP, Prosedur ekspor, jaringankerja/aliansi strategis), dan pengembangan standarmutu/commodity specialties, dan perhatianterhadap kearifan lokal (adat dan modal sosiallainnya).

5. Implementasi kebijakan dilakukan dengan memberiranking pada kebijakan perdagangan melaluiinstrumen fiskal (pajak/tarif ekspor dan impor,pungutan, retribusi, dan subsidi), kebijakanperdagangan melalui instrumen moneter (tingkat dansubsidi bunga serta nilai tukar), kebijakan komoditas(jenis dan mutu), dan kebijakan non-tarif.

Page 7: JMA VOL 6 NO. 1

3Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Gam

bar 1

. H

iera

rki A

nalis

is M

asal

ah P

enge

mba

ngan

Eks

por M

inya

k Sa

wit

Page 8: JMA VOL 6 NO. 1

Tingkat Kepentingan

Keterangan

1 Sama pentingnya dibandingkan dengan yang lain

3 Moderat pentingnya dibandingkan dengan yang lain

5 Kuat pentingnya dibandingkan dengan yang lain

7 Sangat kuat pentingnya dibandingkan dengan yang lain

9 Ekstrim pentingnya dibandingkan dengan yang lain

2,4,6,8 Nilai diantara dua nilai berdekatan

Reciprocal Jika elemen i memiliki salah satu angka di atas dibandingkan dengan elemen j, maka elemen j memiliki nilai kebalikannya ketika dibandingkan dengan elemen i

4 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Penyusunan Hierarki

Permasalahan pengembangan ekspor komoditas utamaperkebunan kemudian dianalisis secara berjenjang dandisusun menurut elemen-elemen yang terkait denganpermasalahan, yaitu fokus, faktor, aktor, tujuan, masalah,dan alternatif strategi. Faktor yang mempengaruhi nilaidan pertumbuhan ekspor komoditas utama perkebunansecara hipotesis diidentifikasi meliputi surplus produksi,harga FOB, kebijakan pemerintah dan pasar ekspor.

Aktor dalam rangka peningkatan nilai dan pertumbuhanekspor komoditas utama perkebunan didefinisikansebagai pelaku usaha (BUMN, Swasta dan Koperasi/UKM), sedangkan pemerintah didefisikan sebagaifasilitator dan regulator. Tujuan aktor dalam rangkameningkatkan nilai dan pertumbuhan ekspor komoditasutama perkebunan menjadi peningkatan daya saing.Komponen daya saing diidentifikasi meliputi biayaoperasional seperti diungkapkan Amir (2000),manajemen pemasaran (Keegan, 2003), dan saranapenunjang (Tambunan, 2002).

Alternatif strategi peningkatan daya saing dihipotesiskanmeliputi optimalisasi sumber daya, pengembanganinfrastruktur, pembiayan, kelembagaan danimplementasi kebijakan pemerintah seperti diungkapkanoleh Tambunan (2002).

Komparasi Berpasangan

Komparasi berpasangan merupakan teknik untukmenentukan tingkat kepentingan tiap-tiap elemen dalamhierarki. Penerapannya dilakukan dengan membandingkanelemen satu dengan lainnya dalam satu tingkat hierarkisehingga diperoleh nilai kepentingan dari masing-masinghierarki. Penilaian dilakukan dengan memberi ranking dannilai Saaty pada setiap elemen dalam hierarki (Tabel 1).

Tabel 1. Skala Dasar Saaty

Matrik Pendapat Individu

Matrik indvidu diformulasikan dengan asumsi C1, C2,....., Cn adalah set elemen pada setiap tingkat keputusandalam hierarki. Kuatifikasi pendapat dari hasilkomparasi berpasangan membentuk matrik n x n. Nilaiaij merupakan nilai matrik pendapat hasil komparasiyang mencerminkan nilai kepentingan Ci terhadap Cj(Tabel 2).

Tingkat Kepentingan

Keterangan

1 Sama pentingnya dibandingkan dengan yang lain

3 Moderat pentingnya dibandingkan dengan yang lain

5 Kuat pentingnya dibandingkan dengan yang lain

7 Sangat kuat pentingnya dibandingkan dengan yang lain

9 Ekstrim pentingnya dibandingkan dengan yang lain

2,4,6,8 Nilai diantara dua nilai berdekatan

Reciprocal Jika elemen i memiliki salah satu angka di atas dibandingkan dengan elemen j, maka elemen j memiliki nilai kebalikannya ketika dibandingkan dengan elemen i

Sumber : Ma’arif dan Tanjung (2003) dalam Rizal (2007)

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

Kondisi Saat Ini

Untuk mengetahui kondisi terkini yang terkait denganekspor komoditas perkebunan dan kebijakan pemerintahdilakukan up-dating data dan informasi dari berbagaisumber yang relevan. Analisis terhadap kondisi terkinitersebut dilakukan dengan menggunakan statistikdeskriptif.

Analytical Hierarchy Process (AHP)

Tahapan kegiatan AHP menurut Saaty (2003) dalamRizal (2007) meliputi:

Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah didasarkan pada dokumenDepartemen Perindustrian dan Perdagangan (2005)tentang Kebijakan Pembangunan Industri danPerdagangan Nasional. Permasalahan pengembanganekspor komoditas utama perkebunan disimpulkanmeliputi masalah biaya operasional, manajemenpemasaran dan sarana penunjang.

Page 9: JMA VOL 6 NO. 1

5Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

C1 C2 ..... Cn

C1 1 ..... .....

A = (a1j) = C2 ..... 1 ..... .....

..... ..... ..... .....

Cn a1n a2n ..... 1

Tabel 2. Formulasi Matrik Individu

Matrik Pendapat Gabungan

Matrik pendapat gabungan merupakan matrik baruyang elemen-elemnenya (gij) berasal dari rata-ratageometrik elemen matrik pendapat individu yang nilairatio konsistensinya (CR) memenuhi syarat. Tujuandari penyusunan matrik pendapat gabungan ini adalahuntuk membentuk suatu matrik yang mewakili matrik-matrik pendapat individu yang ada. Matrik iniselanjutnya digunakan untuk mengukur tingkatkonsistensi serta vektor prioritas dari elemen-elemenhierarki yang mewakili semua responden. Matrikpendapat gabungan ini menggunakan formulasi sebagaiberikut :

Gij (Matrik Gabungan) = aij (k)...........(1)

dimana m adalah jumlah responden aij adalah matrikindividu

Pengolahan Horisontal

Pengolahan horisontal digunakan untuk menyusunprioritas elemen keputusan pada hierarki keputusandengan empat tahapan yaitu :

Perkalian baris dengan menggunakan rumus :

Vei (Vektor Eigen) = Aij, I = 1,2 .............(2)

dimana VEi = vector Eigen m = jumlah responden n = jumlah elemen yang dibandingkan

3.5. Data dan Metode Pengumpulan Data

Kajian ini menggunakan data primer dan sekunder. Dataprimer diperoleh melalui survey dengan melakukanwawancara langsung ke responden yang memahamiekspor komoditas utama perkebunan di SumateraUtara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, dan JawaBarat. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber,diantaranya Direktorat Jenderal Perkebunan, sertaberbagai publikasi melalui desk research.

∑√n

j = 1

m ∑√n

j = 1

m m

i

∑√n

j = 1

m ∑√n

j = 1

m

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekspor Minyak Sawit Indonesia

Minyak sawit Indonesia diekspor dalam bentuk CPOdan CPO olahan1. Ekspor CPO dan CPO olahanmengalami peningkatan yang cukup berarti padaperiode tahun 1980 sampai dengan 2008 dandiperkirakan akan meningkat hingga tahun 2010. Padaperiode tersebut terjadi pergeseran komposisi ekspordari CPO ke CPO olahan. Pada tahun 1980, eksporsepenuhnya berbentuk CPO dengan jumlah 503 ributon dan nilainya US$ 255 ribu. Pada tahun 1990, eksporCPO olahan sudah dilakukan dengan jumlah masihrelatif kecil, yaitu 134 ribu ton dengan nilai US$ 39ribu, bandingkan dengan jumlah CPO sebesar 882 ributon dengan nilai US$ 204 ribu. Komposisi eksportersebut sekitar 87% CPO dan 13% CPO olahan untukvolume atau 84% berbanding 16% untuk nilai. Nilaiekspor CPO olahan yang lebih menguntungkandiperkirakan mendorong berkembangnya ekspor CPOolahan melebihi CPO mulai tahun 2000 (Tabel 3).

Walaupun ekspor CPO dan CPO olahan sempatterinterupsi pada tahun 2006, ekspor CPO dan CPOolahan sempat mengalami kenaikan pada tahun 2007dan 2008. Kenaikan jumlah dan nilai ekspor ini sebagaidampak dari kenaikan harga CPO dan CPO olahan dipasar global. Seperti diketahui, mulai bulan Juni 2007hingga Agustus 2008, harga CPO di Rotterdammencapai rekor tertinggi antara US$ 700 – 1.200 perton. Namun, mulai bulan September 2008, harga CPOdan CPO olahan kembali turun sebagai dampak darikrisis finansial global. Pada tahun 2008 hingga tahun2010, ekspor CPO sangat mungkin terkoreksi. Saatini, masalah yang menghadang ekspor minyak sawitadalah penurunan harga, penundaan hingga pembatalankontrak ekspor, dan penurunan permintaan. Berbagaipihak memperkirakan harga CPO di Rotterdam beradadi kisaran US$ 550 per ton hingga 2-3 tahun mendatang.

1 CPO Olahan meliputi RBD Palm Olein, Stearin, Crude Olein, Olein.

Page 10: JMA VOL 6 NO. 1

6 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Dalam perspektif pasar global, perdagangan eksporCPO telah melibatkan lebih dari 10 negara pengekspordan Indonesia merupakan negara terbesar diikuti olehMalaysia dan Papua Nugini. Dengan menggunakan dataInternational Trade Center (ITC)2, ekspor minyak sawitIndonesia tahun 2006 tercatat US$ 2,0 milyar denganvolume 5,2 juta ton, sedangkan ekspor minyak sawitdunia bernilai US$ 3,5 milyar dengan jumlah 8,7 jutaton. Tingkat pertumbuhan ekspor Indonesia dalamperiode 2002-2006 dalam nilai dan volume tersebutmencapai 22% dan 18%, lebih tinggi dibandingkanpertumbuhan ekspor dunia, masing-masing 21% dan17% per tahun. Namun pada periode tahun 2005-2006,pertumbuhan ekspor minyak sawit Indonesia 25%, lebihrendah dari pertumbuhan ekspor dunia yang mencapai33%. Posisi Indonesia dalam perdagangan CPO duniatersebut lebih baik dibandingkan Malaysia (Tabel 4).

Untuk minyak sawit olahan, perdagangan ekspornyajuga telah melibatkan lebih dari 10 negara pengekspordan Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelahMalaysia. Dalam perdagangan minyak sawit olahandunia tahun 2006 tersebut, ekspor minyak sawit olahanIndonesia bernilai US$ 2,8 milyar dengan volume 6,9juta ton. Pada tahun 2006, ekspor minyak sawit olahandunia bernilai US$ 8,4 milyar dengan jumlah 19,39 jutaton. Tingkat pertumbuhan ekspor Indonesia dalam nilaidan volume tersebut mencapai 24% dan 20%, lebihtinggi dibandingkan pertumbuhan ekspor dunia yangmencapai 12% dan 11% per tahun. Pada periode tahun2005-2006, pertumbuhan ekspor minyak sawitIndonesia 31%, lebih tinggi dari pertumbuhan ekspordunia yang mencapai 22% (Tabel 5).

Ekspor Pertumbuhan 2002-

06 (%/tahun)

Pangsa Ekspor Dunia (%) Pengekpor

Nilai ($US 000)

Volume (ton) Nilai Volume

Pertumbuhan Nilai

2005-06 (%/tahun) Nilai Volume

Dunia 3.473.568 8.740.171 21 17 33 100 100 Indonesia 1.993.667 5.199.287 22 18 25 57 59 Malaysia 924.627 2.336.272 20 17 63 27 27 PNG 144.342 309.932 4 -4 20 4 3 Kolumbia 78.036 184.996 33 28 -1 2 2 Lainnya 332.896 709.684 26 26 58 9 8

Tabel 4. Posisi Ekspor Minyak Sawit (CPO) Indonesia, 2006

Sumber: ITC calculations based on COMTRADE statistics, 2008.

2 Data terbaru hanya tersedia sampai dengan tahun 2006.

Volume Nilai CPO CPO Olahan Total CPO CPO Olahan Total Tahun

000 ton %

000 ton %

000 ton

US$ 000 %

US$ 000 %

US$ 000

1980 503 100 0 0 503 255 100 0 0 255 1990 882 87 134 13 1016 204 84 39 16 243 2000 1818 44 2292 56 4110 476 44 611 56 1087 2001 1849 38 3054 62 4903 406 38 674 62 1080 2002 2805 44 3529 56 6334 892 43 1200 57 2092 2003 2892 45 3494 55 6386 1062 43 1392 57 2454 2004 3820 44 4842 56 8662 1444 42 1997 58 3441 2005 4566 44 5811 56 10377 1593 42 2163 58 3756 2006 5199 50 5273 50 10472 1994 57 1529 43 3523 2007 5701 48 6174 52 11875 3739 48 4130 52 7869

2008* 4940 38 8148 62 13088 3402 37 5723 63 9125 2009* 5040 37 8467 63 13507 3644 37 6244 63 9888 2010* 5140 37 8908 63 14048 3902 36 6898 64 10800

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008.Keterangan : * perkiraan tanpa koreksi dampak krisis finansial global

Tabel 3. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia, 1980-2010

Page 11: JMA VOL 6 NO. 1

7Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Dalam hal tujuan ekspor, India, Belanda dan Singapuramerupakan tujuan utama. Negara-negara lain yang jugamenjadi tujuan ekspor antara lain adalah Malaysia, Cina,Pakistan, Sri Lanka, dan Jerman. Khusus untuk keMalaysia, ekspor terjadi karena sebagian perkebunankelapa sawit di Indonesia adalah milik Malaysia dalamrangka Penanaman Modal Asing. Hal penting lain yangperlu diperhatikan adalah Cina negara yangpertumbuhan nilai dan volume impor CPO nya naiksecara konsisten, masing-masing 81% dan 67% dalamperiode 2002-2006.

Di Cina tersebut pangsa nilai ekspor Indonesia padatahun 2006 baru sekitar 6% (Tabel 6).

Dalam hal tujuan ekspor CPO olahan, India, Belandadan Singapura merupakan tujuan utama. Negara-negaralain yang juga menjadi tujuan ekspor antara lain adalahCina, Pakistan, India, Mesir, dan Banglades. Hal pentinglain yang perlu diperhatikan adalah ke lima negara adalahnegara-negara yang mempunyai pangsa impor CPOolahannya relatif lebih tinggi dari negara-negara lain, yaituantara 3 – 23%. Pada kelima negara tersebut pangsaekspor Indonesia antara 6 – 21 (Tabel 7).

Ekspor Pertumbuhan 2002-06 (%/tahun) Pengekpor

Nilai ($US 000) Volume (ton) Nilai Volume Dunia 8,401,832 19,390,363 12 11 Malaysia 4,278,633 10,449,713 6 6 Indonesia 2,823,975 6,901,634 24 20 Belanda 655,022 1,056,652 29 30 Singapura 114,526 182,922 3 -1 Lainnya 526,676 799,442 2 2

Tabel 5. Posisi Ekspor Minyak Sawit Olahan Indonesia, 2006

Sumber: ITC calculations based on COMTRADE statistics, 2008.

Tabel 6. Ekspor CPO Indonesia Menurut Negara Tujuan, 2002-2006

Ekspor Pertumbuhan 2002-06 (%/tahun)

Pangsa Ekspor (%) Pengekpor

Nilai ($AS 000) Volume (ton) Nilai Volume

Pertumbuhan Nilai 2005-

06 (%/tahun) Nilai Volume Dunia 1.993.667 5.199.287 22 18 25 100 100 India 738.263 1.893.813 19 15 19 37 36 Belanda 322.370 834.256 15 10 35 16 16 Singapura 185.473 489.370 24 20 23 9 9 Malaysia 166.056 469.106 10 9 9 8 9 Cina 119.882 311.121 81 67 57 6 6 Lainnya 627.679 1.670.727 (15) (15) 5 23 23 Sumber: ITC calculations based on COMTRADE statistics, 2008.

Ekspor Pertumbuhan 2002-06 (%/tahun)

Pangsa Ekspor (%) Pengekpor

Nilai ($AS 000) Volume (ton) Nilai Volume

Pertumbuhan Nilai 2005-

06 (%/tahun) Nilai Volume Dunia 2.823.975 6.901.634 24 20 31 100 100 Cina 587.577 1.447.439 35 33 24 21 21 Pakistan 245.742 598.799 39 35 -8 9 9 India 234.298 588.169 -3 -5 -16 8 9 Mesir 207.856 476.170 57 51 289 7 7 Banglades 157.810 381.248 23 20 43 6 6 Lainnya 1,390,692 3,409,809 60 60 64 49 49

Tabel 7. Ekspor CPO Olahan Indonesia Menurut Negara Tujuan, 2002-2006

Sumber: ITC calculations based on COMTRADE statistics, 20008.

Page 12: JMA VOL 6 NO. 1

8 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Minyak sawit Indonesia juga memilki keunggulankomparatif sesuai hasil analisis dengan menggunakanRevealed Comparative Advantage (RCA). RCACPO dan CPO Olahan Indonesia cenderung naik danrelatif lebih baik dibandingkan komoditi yang sama dariMalaysia. Jadi dari sisi daya saing ini, minyak sawitIndonesia tetap dapat diandalkan (Tabel 8).

RCA Indonesia Malaysia Tahun

CPO CPO Olahan CPO CPO Olahan 2002 61 26 17 42 2003 63 25 19 45 2004 82 36 16 40 2005 71 35 16 38 2006 66 37 20 36

Tabel 8. Daya Saing Minyak Sawit Indonesia, 2002-2006

Sumber: Departemen Perdagangan, diolah (2009).

Hasil-hasil analisis di atas memberikan informasi bahwaekspor CPO dan CPO olahan mampu mengatasiberbagai hambatan perdagangan, seperti tarif impor,yang dapat melemahkan daya saing CPO dan CPOOlahan dari Indonesia. Seperti diketahui, padaumumnya tarif impor di negara-negara dimaksud cukuptinggi (Tabel 9).

No Negara Tarif Impor (%) Keterangan 1 Uni Eropa CPO = 3,8, RBD Olein = 9 - 2 RRC CPO = 9, RBD Olein = 9 dan RBD

Stearin = 8 Masih terkena PPN CPO = 19% Olein dan Stearin = 13%

3 India CPO = 67,6 RBD Palm Olein 75,6 - 4 Pakistan CPO = 80 RBD Olein = 62 -

Tabel 9. Tarif Impor CPO dan CPO Olahan di Negara-negara Pengimpor, 2007

Sumber: Berbagai sumber

Dalam kaitan dengan perdagangan ekspor, negara-negara pengimpor di atas masih memberikan ruanguntuk bernegosiasi dalam perdagangan CPO dan CPOolahan. Kebijakan pemerintah Malaysia sebagaipengekspor dalam negosiasi ini cukup bagus. Malaysiamampu memperoleh keringanan pajak impor di Cina,India dan Pakistan dengan imbangan membuka aksesbagi produk ekspor negara-negara di atas.

Perkembangan Harga CPO

Harga CPO di Kuala Lumpur3 sepanjang tahun 2000hingga Januari 2007 masih berada pada level US$ 400per ton. Dalam periode tersebut, seperti dijelaskansebelumnya, produksi dan ekspor CPO tetap meningkat.

Hal ini mengindikasikan harga CPO pada periodetersebut masih dapat diandalkan. Harga CPO menjadibertambah menguntungkan ketika pada pertengahantahun 2007 hingga tahun 2008, harga CPO dunia CPOmengalami kenaikan yang signifikan dan melebihi US$1000 per ton.

Walaupun mulai bulan Agustus 2008, harga CPO duniakembali turun pada level US$ 790 dan saat ini (Januari-Maret) berada pada kisaran US$ 525-550 per ton.Harga pada level tersebut masih memberikan marjinbagi produsen CPO jika dibandingkan dengan hargapokok CPO saat ini yang berkisar antara US$ 425 perton4 (Gambar 2).

3 Palm oil, Malaysia Palm Oil Futures (first contract forward) 4- 5 percent FFA, US$ per metric tonne

4 US$1 = Rp10.600

Page 13: JMA VOL 6 NO. 1

9Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

Jan-0

0Ju

l-00

Jan-0

1Ju

l-01

Jan-0

2Ju

l-02

Jan-0

3Ju

l-03

Jan-0

4Ju

l-04

Jan-0

5Ju

l-05

Jan-0

6Ju

l-06

Jan-0

7Ju

l-07

Jan-0

8Ju

l-08

Jan-0

9

Sumber: Index Mundi, 2009 (diolah)

Gambar 2. Kenaikan Harga CPO di Pasar Kuala Lumpur Tahun 2000 – 2009

Berbagai Faktor Penentu Pertumbuhan EksporMinyak Sawit

Dalam kaitan dengan pertumbuhan ekspor, makamenurut para pakar faktor/kriteria yang palingmenentukan (prioritas utama) secara keseluruhanadalah Kebijakan Pemerintah (bobot = 0,502 atau50,2%), prioritas berikutnya adalah Produksi (bobot =0,20 atau 20%), Pasar Internasional (bobot = 0,177atau 17,7%) dan Harga Ekspor (bobot = 0,119 atau11,9%). Faktor-faktor tersebut secara konsistenmempengaruhi Pengembangan Ekspor CPO denganCR sebesar 0,03 (Tabel 10).

No. Alternatif Faktor Vektor Prioritas Prioritas

1. Produksi 0,200 2 2. Harga Ekspor 0,119 4 3. Pasar Internasional 0,177 3 4. Kebijakan Pemerintah 0,502 1

Tabel 10. Faktor-Faktor Penentu PengembanganEkspor CPO

Kebijakan pemerintah sebagai faktor utama dapatdimengerti mengingat pemerintah saat ini menaruhperhatian terhadap meningkatnya volume ekspor CPOdan CPO Olahan terkait dengan stabilitas hargaminyak goreng. Dalam kaitan ini, seperti diuraikansebelumnya, pemerintah menerapkan instrumen PECPO sebagai instrumen stabilitas harga minyak goreng.Dalam kondisi harga ekspor CPO yang sedang tinggi,maka faktor utama kedua yaitu produksi bukan hargaekspor atau pasar internasional dapat dimengerti.

Sebagai salah satu komoditas strategis, CPO dan CPOolahan tidak terlepas dari intervensi pemerintah.Kebijakan fiskal dengan instrumen pungutan ekspor

(PE) berdampak langsung terhadap ekspor CPO danCPO Olahan. Saat ini, Pemerintah melalui PeraturanMenteri Keuangan No.9/PMK.011/2008 dan No 15/PMK.011/2008 menerapkan tiga instrumen kebijakanstabilisasi harga minyak goreng, yaitu Pungutan Ekspor(PE) CPO dan 13 jenis CPO olahan; subsidi hargaminyak goreng untuk golongan masyarakat miskin; danpajak pertambahan nilai minyak goreng ditanggungpemerintah (PPN-DTP). PE CPO dan CPO olahanadalah jenis pungutan bukan pajak yang dikenakan atasekspor CPO dan CPO olahan. Besaran dan strukturtarif untuk masing-masing produk tersebut berbeda.

Penerapan PE pada CPO dan CPO olahan mengandungkonsekuensi yang menguntungkan dan merugikan.Secara potensial, pihak yang diuntungkan dari penerapanPE adalah pembeli dalam negeri (industri hilir minyaksawit), pemerintah dan pesaing ekspor Indonesia untukproduk-produk tersebut. Industri hilir minyak sawitdiuntungkan karena penerapan PE akan menekan hargaCPO dan CPO olahan di pasar dalam negeri. Penerimaannegara akan meningkat sesuai dengan besarnya tarif,harga dan volume ekspor. Penerapan PE cenderungmenimbulkan berkurangnya volume ekspor, sehinggapengekspor luar negeri (pesaing) diuntungkan karenapengurangan ekspor CPO dan CPO olahan olehIndonesia merupakan peluang pasar bagi mereka.

Sedangkan pihak yang dirugikan dari penerapan PEadalah produsen CPO nasional, pembeli (importir) CPOdan CPO olahan di luar negeri, penyedia jasa dipelabuhan dan pemasok input perkebunan kelapa sawitserta negara. Secara mekanistis, PE akan menekanharga di pasar dalam negeri sehingga menimbulkandisinsentif berproduksi bagi produsen CPO dan CPOolahan.

Page 14: JMA VOL 6 NO. 1

10 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Hal ini dapat berwujud pengurangan penggunaan input(misal pupuk) sehingga pemasok input juga mengalamiimbas kerugian produsen.

Khusus untuk kasus CPO, pengusaha penghasil CPOakan menekan harga tandan buah segar (TBS) yangdihasilkan petani.

No. Alternatif Aktor Vektor Prioritas Prioritas Produksi (CR = 0,0293)

1. BUMN 0.368 1 2. Swasta 0.260 2 3. Koperasi/UKM 0.142 4 4. Pemerintah 0.228 3

Harga Ekspor (CR = 0,004) 1. BUMN 0,242 2 2. Swasta 0,177 3 3. Koperasi/UKM 0,147 4 4. Pemerintah 0,433 1

Pasar Internasional (CR = 0,003) 1. BUMN 0,283 3 2. Swasta 0,288 2 3. Koperasi/UKM 0,103 4 4. Pemerintah 0,325 1

Kebijakan Pemerintah (CR = 0,025) 1. BUMN 0,237 2 2. Swasta 0,232 3 3. Koperasi/UKM 0,107 4 4. Pemerintah 0,423 1

Tabel 11. Peran Aktor Berdasarkan Faktor Dalam PengembanganEkspor CPO

Jadi secara implisit, TBS juga terkena pungutan ekspor,meskipun petani tidak mengekspor. Selanjutnya,penurunan produksi CPO dan CPO olahanmenyebabkan ekspor CPO dan CPO olahan turun.Penurunan ekspor ini mengakibatkan kebutuhan importirdi luar negeri tidak terpenuhi. Bahkan, apabila penerapanPE oleh Indonesia ini menimbulkan guncangan harga dipasar internasional, maka importir akan membeli CPOdan CPO olahan dengan harga lebih tinggi dari padatanpa PE. Penurunan volume ekspor ini juga berartimerugikan pelaku bisnis di pelabuhan dan jangandilupakan negara kehilangan devisa.

Peran Pelaku

Dilain pihak, Pengembangan Ekspor Komoditas CPOdan CPO Olahan ditentukan oleh peran para pelaku(aktor), yaitu BUMN, Swasta, Organisasi Petani(Koperasi dan UKM), dan pemerintah sebagaifasilitator. Menurut para pakar, para aktor tersebutmempunyai peran yang relatif berbeda satu sama lain.Dalam pandangan para pakar, BUMN mempunyaikontribusi terpenting pada peningkatan volume ekspor

(produksi) CPO, sementara pemerintah masihmendominasi peran dalam menentukan harga ekspor,mempengaruhi pasar internasional, dan menetapkankebijakan. Sementara Koperasi/UKM belum mampuberbuat banyak dalam menentukan/mempengaruhivolume dan harga ekspor, pasar internasional dankebijakan pemerintah (Tabel 11).

Dalam menentukan produksi (volume ekspor),kontribusi BUMN dan swasta sangat menentukankarena volume ekspor kedua aktor tersebut mempunyaikontribusi penting lebih dari 60%. Selain itu, Koperasi/UKM dan pemerintah memang peranannya tidaklangsung seperti halnya BUMN dan Swasta. Koperasi/UKM pada dasarnya adalah lembaga di PR danproduksi dari PR diolah oleh BUMN dan Swasta.Sedangkan pemerintah berperan tidak langsung melaluikebijakan yang terkait dengan produksi danperdagangan.

Hal yang berbeda terjadi dalam menentukan hargaekspor dimana peranan pemerintah sangat menonjolmelalui mekanisme penetapan harga patokan ekspordan tarif PE. Dalam hal harga ekspor ini, peran BUMNmasih lebih penting dibandingkan swasta. Salah satukemungkinan kenapa hal ini terjadi adalah karenaadanya hubungan kedekatan antara pemerintah danBUMN, walaupun dalam praktek penetapan hargapatokan ekspor dan tarif ekspor, pemerintah seakan-akan lebih dekat dengan swasta. Dalam kaitannyadengan perkembangan pasar internasional dan

Page 15: JMA VOL 6 NO. 1

11Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

kebijakan pemerintah, peran ke tiga aktor yaitupemerintah, BUMN dan swasta juga penting. Entahterpinggirkan atau memang belum berdaya, organisasipetani (Koperasi, UKM atau lainnya) belum ikutmenentukan kebijakan pemerintah secara nyata.

Tujuan Pelaku

Dalam kaitannya dengan peningkatan daya saing, tujuanKoperasi/UKM dinilai para pakar berbeda dengantujuan aktor lainnya. Menurut para pakar sawit, seluruhaktor kecuali Koperasi/UKM memiliki tujuan yangsama dalam rangka peningkatan daya saing, yaituderegulasi/regulasi sebagai tujuan terpenting. Parapakar menilai, dalam rangka meningkatkan daya saingini, tujuan Koperasi/UKM lebih mementingkanpengembangan sarana penunjang dibandingkan yanglainnya (Tabel 12).

Masih dalam hal peningkatan daya saing ini, ketigapelaku yang terlibat langsung dinilai mempunyaikesamaan tujuan terkait dengan efektifitas biayaoperasional. Para pakar menilai ketiganyamenempatkan efektifitas biaya pada prioritas keduadalam peningkatan daya saing CPO Indonesia di pasarekspor, diikuti pengembangan sarana penunjang danpengefektifan biaya operasional serta efisiensipemasaran.

Strategi Pengembangan Ekspor Minyak Sawit

Hasil pendapat gabungan dari para pakar menggunakanmetode PHA dengan Expert Choice 2000 terlihat

No. Alternatif Tujuan Vektor Prioritas Prioritas BUMN (CR = 0,0217)

1. Biaya Operasional 0,329 2 2. Pemasaran Efisien 0,122 4 3. Sarana Penunjang 0,133 3 4. De/Regulasi 0,415 1

Swasta (CR = 0,0002) 1. Biaya Operasional 0,307 2 2. Pemasaran Efisien 0,153 3 3. Sarana Penunjang 0,124 4 4. De/Regulasi 0,415 1

Koperasi/UKM (CR = 0,0045) 1. Biaya Operasional 0,295 2 2. Pemasaran Efisien 0,144 4 3. Sarana Penunjang 0,299 1 4. De/Regulasi 0,260 3

Pemerintah (CR = 0,0082) 1. Biaya Operasional 0,151 3 2. Pemasaran Efisien 0,107 4 3. Sarana Penunjang 0,176 2 4. De/Regulasi 0,564 1

Tabel 12. Tujuan Aktor Dalam Pengembangan Ekspor CPO

signifikan dengan inconsistency ratio sebesar 0,06.Menurut para pakar tersebut alternatif strategi yangdianggap paling sesuai, handal dan menjadi prioritasutama dalam pencapaian tujuan para aktor adalahPengembangan Infrastruktur (bobot = 0,494), diikutioptimalisasi sumber daya, pengembangan kelembagaan,implementasi kebijakan, dan komponen lain (Tabel 13).

No. Alternatif Strategi

Vektor Prioritas Prioritas

1. Optimalisasi Sumber daya

0,268 2

2. Pengembagan Infrastruktur

0,494 1

3. Pengembangan Kelembagaan

0,133 3

4. Impelementasi Kebijakan

0,067 4

5. Komponen Lain

0,037 5

Tabel 13. Alternatif Strategi PengembanganEkspor Komoditas Sawit

Berdasarkan konfirmasi lapangan dengan para pelakuusaha baik pemerintah, BUMN dan swastamenyatakan bahwa pengembangan infrastruktur yangterintegrasi dengan pelabuhan ekspor merupakankeharusan mengingat pelabuhan-pelabuhan eksporminyak sawit yang saat ini ada yaitu Belawan danDumai tidak didukung dengan kawasan industri hilirdisekitar pelabuhan tersebut dimana biaya ketersediaaninfrastruktur yang terintegrasi seperti pabrik-pabrik

Page 16: JMA VOL 6 NO. 1

12 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

pengolahan yang dekat dengan pelabuhan ekspor akanmeminimalisir ongkos angkut. Para pakar menyetujuibahwa peningkatan kapasitas pelabuhan ekspormerupakan hal terpenting yang harus dilakukan untukmeningkatkan intensitas ekspor minyak sawit Indonesiake luar negeri. Sebagai informasi, dengan kapasitasyang tersedia di Belawan dan Dumai, kapal – kapalpengangkut minyak sawit memerlukan waktu tunggulebih dari 10 hari sehingga menimbulkan inefisiensibiaya. Di sisi lain, pengembangan infrastruktur lainnyaseperti kualitas jalan usaha tani juga harus dibenahiuntuk mengurangi biaya – biaya tambahan sepertiperbaikan kendaraan angkutan minyak sawit, biayaketerlambatan akibat jalan yang rusak serta biayapenyimpanan akibat terlambatnya pengiriman.

Alternatif strategi berikutnya adalah OptimalisasiSumberdaya (bobot = 0,268). Para pakar sepakatbahwa (i) memperingan/menghapus beban kredit padamasa grace period, (ii) sertifikasi lahan dan penyelesaianHGU pembiayaannya harus diperingan dan dipercepatdan (iii) akses ke lembaga keuangan (bank) nasionalharus dibuka seluas-luasnya.

Strategi pertama terkait dengan pelaksanaan programRevitalisasi Perkebunan. Strategi kedua terkait denganmasalah sertifikasi dan fragmentasi lahan sertapermasalahan produktivitas rendah yang merupakanisu krusial dan harus segera diselesaikan karena dilapangan banyak terdapat lahan – lahan yang tidakbersertifikat yang sebagian besar diolah olehperkebunan rakyat. Dalam menghadapi ketentuan –ketentuan yang ditetapkan oleh RSPO dan EUDirective, lahan – lahan tanpa sertifikat ini akandijadikan permasalahan karena tidak memenuhiketentuan traceability yang ditetapkan oleh keduaketentuan tersebut diatas. Untuk mengantisipasi haltersebut, lahan – lahan perkebunan rakyat harus segeradisertifikasi sesuai dengan ketentuan nasional daninternasional yang telah diterapkan. Strategi ke tigamemang telah berjalan dengan baik hingga saat ini.Para pakar nampaknya menempatkan masalah tataruang dan wilayah dan hal-hal lain yang terkait dengansumber daya masih di bawah tiga hal di atas.

Alternatif strategi pengembangan kelembagaan (bobot= 0,133) peningkatan kapasitas SDM masyarakat lokal

Gambar 3. Sintesa Kebijakan Pengembangan Ekspor CPO

Synthesis with respect to:

Goal: KEBIJAKAN KOMODITAS STRATEGIS PERKEBU NAN SAW

Overall Inconsistency = ,06

Perubahan Tata Ruang dan Tata W ilayah ,0Penyelesaian Re ncana Tata Ruang dan Tata Wilayah ,0Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah ,0Pembiayaan diperingan dan diper cepat ,0Program Sert ifikasi Massal ,0K oor dinasi a ntara Petani dengan Pemda , Disbun, D ishut dll ,0Penyempurnaan GAP dan GMP ,0A ntisipasi EU Directive ,0Tumpang Tindih Lahan P erkebunan dan Pertambangan ,0Inventarisasi Laha n ,0Pencabutan Izin ,0Promosi Investasi ,0B ank N asional ,0B ank D aerah ,0Skim Kredit Khusus dengan Inse nt if Bunga ,0Memperingan / M enghapus Pengembalian Kredit pada Masa Grace Pe riod ,1Penjaminan ,0Produktivitas Re ndah ,0Peningkatan K apasitas Produksi Benih Unggul ,0Investasi dibidang Usaha Perbenihan ,0Peningkatan P eran Lembaga Pe nelitian untuk Menghasilkan Teknologi Baru ,0Pembangunan atau Peningkatan Kapa sitas Industr i Pupuk ,0Pengembangan Pupuk A lternat if ,0Peningkatan P roduksi CPO ,0Pemberian Insentif Fiskal ,0Pemanfaatan Limbah Be lum Opt imal ,0Peningkatan K apasitas Pelabuhan Belawan dan Dumai ,2Pembangunan Pelabuha n Ekspor yang disesuaikan dengan Tingk at Produksi ,0K ualitas Jalan Usaha Tani ,0K elembagaan P etani M asih Lemah ,0Penerapan CSR sesuai dengan ketentuan yang berlaku ,0Penerapan kewajiban pengembangan kebun masyarakat ,0Melalui Community Development ,0Melalui pendidikan yang di biayai Pemerintah P usat, Da erah dan Swasta ,0A liansi Strategis ,0D iversif ikasi K omoditas / P roduk ,0Pembebasan PPN untuk CPO ,0Penentuan seca ra proporsional bukan kelipatan 5 ,0B erdasarkan harga patokan ekspor 2 m inggu ter akhir ,0R elokasi Dana Hasil PE ,0R etribusi ,0

Page 17: JMA VOL 6 NO. 1

13Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

dan perusahaan melalui pendidikan yang dibiayaiPemerintah Pusat, Daerah dan Perusahaan. Parapakar nampaknya memandang aspek kelembagaan lainmasih kalah prioritas dibandingkan peningkatankapasitas SDM, walaupun sebagian diantaranyadidasarkan pada UU yang berlaku.

Sedangkan strategi implementasi kebijakan yangdipercaya mendukung ekspor adalah pembebasan PPNuntuk CPO dan pengaturan kembali retribusi. Hal yangcukup mengejutkan adalah para pakar tidakmenganggap masalah penentuan tarif pungutan ekspordan harga patokan ekspor serta diversifikasi produksebagai hal yang penting dibandingkan masalahpembebasan PPN CPO dan retribusi.

Selain yang diuraikan di atas, para pakar nampaknyamenempatkan promosi kesehatan dan keamananpangan minyak makan berbahan baku minyak sawitlebih penting dibandingkan pengembangan sisteminformasi pasar dan market intelligence, hedging danberbagai isu aktual lainnya. Pandangan ini perludiwaspadai karena pada kenyataannya masalah krisisfinansial global berakibat ekspor minyak sawit Indonesiaterganggu (Gambar 3).

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Pengembangan ekspor komoditas perkebunan terkaitdengan daya saing. Posisi Indonesia dalam perdaganganinternasional komoditas sawit dan karet cukup kuatdibandingkan negara lain. Hal yang perlu dipahamiadalah potensi pengembangan ekspor tersebut masihdimiliki oleh Indonesia. Pemerintah sebagai regulatordan fasilitator melalui kebijakannya juga sudahmenunjukkan adanya komitmen untuk meningkatkanekspor komoditas perkebunan.

Masalah dalam pengembangan ekspor komoditasperkebunan terkait dengan daya saing walaupun padaumumnya volume dan nilai ekspor cenderungmengalami kenaikan dalam periode tahun 2001-2006.Di sisi lain, potensi pengembangan ekspor tersebutmasih dimiliki oleh Indonesia. Pemerintah sebagairegulator dan fasilitator melalui kebijakannya juga sudahmenunjukkan adanya komitmen untuk meningkatkanekspor komoditas perkebunan.

Hasil penelitian tahun 2007 dengan menggunakanAnalytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkanbahwa Pemerintah sebagai regulator dan fasilitatorekspor sangat penting dalam pengembangan ekspor

CPO. Dalam kaitannya dengan aktor yang berperanpenting, maka pemerintah menjadi aktor utama untukekspor CPO. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan,aktor di pengembangan ekspor CPO mengutamakanstrategi pengembangan infrastruktur diikuti denganoptimalisasi sumber daya, pengembangan kelembagaandan implementasi kebijakan.

Rekomendasi

Strategi pengembangan ekspor minyak sawit perludilihat sebagai bagian dari pengembangan eksporkomoditas perkebunan. Ke depan perlu disusun suatuGrand Strategy yang berisi paket lengkap optimalisasisumber daya, pengembangan infrastruktur,implementasi kebijakan, pengembangan kelembagaandan pengembangan skema pembiayaan. GrandDesign ini kemudian dirinci lebih lanjut dalam strategioperasional untuk pengembangan ekspor masing-masing komoditas perkebunan. Strategi operasionalpengembangan ekspor komoditas minyak sawitmenurut prioritasnya adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan kapasitas pelabuhan Belawan danDumai.

2. Memperingan/menghapus pengembalian kreditpada program revitalisasi untuk masa graceperiod.

3. Mengembangkan SDM baik masyarakat sekitarperkebunan maupun karyawan perusahaan denganpembiayaan partisipatif dari Pemerintah Pusat,Daerah dan Perusahaan.

4. Pembiayaan urusan sertifikasi lahan dan HGUdipercepat diperingan.

5. Penyediaan akses ke lembaga keuangan nasioanal(bank)

6. Pembangunan pelabuhan ekspor yang disesusaikandengan tingkat produksi minyak sawit suatuwilayah.

7. Pembangunan jalan usahatani.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, M.S. 2000. Strategi Pemasaran Ekspor. SeriBisnis Internasional No.3. Lembaga ManajemenPPM, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Indonesia. BadanPusat Statistik, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia. BadanPusat Statistik, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Indonesia. BadanPusat Statistik, Jakarta.

Page 18: JMA VOL 6 NO. 1

14 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2005.Kebijakan Pembangunan Industri danPerdagangan Nasional 2005-2009. DepartemenPerindustrian dan Perdagangan, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran HasilPertanian. 2001. Kebijakan dan ProgramPengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian2001-2004. Direktorat Jenderal Pengolahan danPemasaran Hasil Pertanian, Jakarta.

Dradjat, B. 2002. Prospek Ekspor Produk Perkebunan:Implikasi Strategis bagi Indonesia. Makalahdisajikan pada seminar Penerapan OtonomiDaerah dan Daya Saing Agribisnis Perkebunan.Diselenggarakan oleh Lembaga RisetPerkebunan Indonesia, Bandung, 26-27 Juni,2002.

International Trade Centre UNCTAD/GATT. 1978.Introduction to Export Market Research.International Trade Centre UNCTAD/GATT,Geneve.

Food and Agriculture Organisation/FAO. 2005. CurrentMarket Situation and Medium –Term Outlook.Committee on Commodity Problem.Intergovermental Group on Tea. SixteenthSession. Bali, Indonesia, 20-22 July 2005.

Food and Agriculture Organisation/FAO. 2006. CurrentMarket Situation and Medium –Term Outlook.Committee on Commodity Problem.Intergovermental Group on Tea. SeventeenthSession. Nairobi, Kenya, 29 November – 1December 2006.

Santoso, J dan R. Suprihatini. 2007. Kebijakan yangperlu dierjuangkan untuk rivitalisasi agribisnis tehnasional. Paper pada Pertemuan Rapat AnggotaAsosiasi Teh Indonesia (RTA-ATI) di Bandungtanggal 19 April 2007.

Page 19: JMA VOL 6 NO. 1

15Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

KAJIAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA PABRIK GULA(STUDI KASUS : PG SUBANG JAWA BARAT)

Rohmatulloh*), Marimin**), Machfud**) , M Zein Nasution**)

*) Badan Diklat Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta**) Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor

ABSTRACTThe best applying practice of performance management can lead to increase business competitiveness.The objective of this study was to describe of how performance measurement systems that has beenconducted at PG Subang West Java to achieve success areas of sugarcane factory. The system was built toadopt from integrated dynamic performance systems (IDPMS) model. The models integrate of four functionalareas: corporate management, plant management, shop floor, and process improvement teams (binasarana tani and lab. QC). Each functional areas were linked through the specification, reporting, anddynamic updating of the defined areas of success, performance measure, and performance standard.Understanding interrelationships of performance measurements provides the foundation for more focusedimprovement efforts

Keywords: Sugarcane Industry, Performance Measurements, IDPMS Model.

PENDAHULUAN

Kajian pergulaan nasional oleh Mardianto, et al. (2005)dan Isma’il (2001) menyebutkan bahwa salah satufaktor utama meningktkan produktivitas gula dalam tebu(rendemen) adalah perbaikan kinerja pabrik gula (PG).Perbaikan kinerja PG mutlak diupayakan mengingatpermintaan gula terus meningkat setiap tahun seiringpertambahan jumlah penduduk dan pendapatanmasyarakat. Gula menjadi komoditas kebutuhan pokokyang banyak dibutuhkan untuk konsumsi langsung(sekitar 15 kg per kapita per tahun) di mana mempunyaiperan sebagai sumber kalori relatif murah. Dengandemikian, sejatinya kebutuhan tersebut dapat dipenuhisendiri tanpa adanya impor gula, kecuali untuk gularafinasi.

3

4

5

6

7

8

9

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun

%

Walaupun cukup berat bagi industri gula nasional untukmemenuhi target produksi, karena faktanya bahwasebagian besar PG memiliki efisiensi rendah yangdisebabkan keterbatasan sumberdaya PG sepertiteknologi proses sudah usang, mesin produksi kurangperawatan, dan kapasitas giling rendah (Mardianto, etal. 2005). Namun bukan berarti perbaikan kinerja tidakbisa dilakukan dengan ketersediaan sumberdaya yangdimiliki PG saat ini. Berdasarkan wawancara penulisdengan manajemen, diketahui bahwa PG Subangmemiliki potensi meningkatkan nilai efisiensi komponenrendemen gula sebesar 9-10% dari kinerjanya saat ini(tahun 2006) sebesar 8,03% (Gambar 1). Walaupunnilai tersebut masih di bawah nilai efisiensi normalmengacu P3GI sebesar 12%.

Gambar 1. Kinerja Rendemen PG Subang Tahun 1996-2006

Page 20: JMA VOL 6 NO. 1

16 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Pencapaian nilai rendemen gula sebagai acuan prestasiPG tentu harus didukung dengan penerapan manajemenkinerja yang baik dan berkelanjutan. Penerapanmanajemen kinerja yang baik dalam rangkameningkatkan produktivitas gula saat ini dan menekanbiaya produksi yang masih cukup tinggi sesuai denganketersediaan sumber daya saat ini. Sistem pengukurankinerja (SPK) bersifat dinamik sebagai bagian praktekmanajemen kinerja menjadi solusi guna memantauperilaku dan tujuan proses bisnis PG dari waktu kewaktu agar dapat terkendali semua ukuran kesuksesankinerja pabrik.

Mengacu sikap optimis manajemen PG, penulis tertarikmengkaji aspek pengukuran kinerja (PK) dalampenerapan manajemen kinerja PG. Tulisan ini yangmerupakan bagian awal dari kajian pengembanganmodel sistem dinamik kinerja PG Subang Jawa Barat.Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan gambaranbagaimana SPK di PG Subang untuk mencapai tingkatefisiensi yang optimal.

TINJAUAN PUSTAKA

Industri Pengolahan Gula Tebu

Komoditas tebu (Saccharun officinarum L.) adalahtanaman industri yang tergolong musiman termasukkeluarga rumputan (Graminae). Musiman artinya tidaksepanjang tahun pohon tebu menghasilkan (dipanen).Batang tebu memiliki kandungan gula sekitar 8-15%,sedangkan tebu yang di tanam pada daerah tropismengandung 14-17% gula. Biasanya pohon tebumempunyai masa tanam selama 12 bulan dan masapanen pada umur optimal 12-14 bulan. Masa panentebu menandakan awal aktifitas produksi industri gulayang rata-rata memiliki masa giling sekitar 150 haridalam waktu 24 jam terus menerus tanpa henti(Setyamidjaja, et.al., 1992).

Tanaman tebu memiliki karateristik yang unik sepertipada saat tebang muat angkut (TMA) dan pengolahandi pabrik. Tebu yang telah dipangkas langsung segeradibawa ke pabrik untuk mengantisipasi menurunnyanilai rendemen yang diperoleh dan meminimalkanmenurunnya aktifitas henti giling mesin produksi gula.Aktifitas TMA dan pengolahan tebu memerlukanperencanaan yang baik dan terkoordinasi antar pelakuyang terlibat di dalamnya. Koordinasi antar pihak sangatdiperlukan karena berdasarkan penelitian di salah satuPG di Jawa bahwa perjalanan tebu dari kebun sampaike pabrik (TMA) memiliki potensi kehilangan persenkandungan gula (pol tebu) sebesar 6 poin (P3GI, 2008).

Untuk mendapatkan hasil gula kristal murni, bisanyapada industri gula dikenal tiga metode pengolahan.Metode defeaksi (penambahan zat kapur tohor),sulfitasi (penambahan susu kapur dan gas SO2), dankarbonatasi (Pemberian susu kapur dan gas CO2).Ketiga metode memiliki kelebihan dan kekuranganditinjau dari aspek biaya produksi, kualitas gula,kehilangan gula selama proses, dan pemasaran gula.

Pengukuran Kinerja

Definisi kinerja menurut kamus Webster adalah hasilkerja atau prestasi dari sesuatu. SPK adalahseperangkat metrik yang digunakan untukmengkuantitatifkan efisiensi dan efektifitas tindakan.PK atau penilaian kinerja hanya menjalankan teknikdan praktek di antara sekian luasnya praktekmanajemen kinerja (Busi, et al., 2006).

Secara tradisional, pengukuran kinerja umumnya menilaidari sisi keuangan (ukuran akuntansi). Pendekatan initelah banyak ditinggalkan para praktisi sejak tahun 1980-an (Ghalayini, et al., 1997; Kaplan dan Norton, 1996;Busi, et al., 2006). Model tradisional dianggap tidakmemadai karena hanya didasarkan atas pengukuranseperti nilai kekayaan, nilai investasi, keuntungan, danukuran keuangan lainnya yang bersifat berwujud.

Ketidakpuasan para praktisi kemudian melahirkanmodel pengukuran kontemporer. Karakteristiknyaadalah selaras dengan strategi, berimbang (antarainternal-eksternal dan keuangan - non keuangan),berorientasi proses, memiliki hubungan sebab akibat,jelas, dan sederhana (Ghalayini, et al., 1997). Modelyang muncul seperti SMART pyramid (Cross danLynch, 1989) dan balanced scorecard (BSC) (Kaplandan Norton, 1992) dengan kelebihan dankekurangannya merupakan model yang paling populer.Penerapan dan pemilihan model senantiasa mengikutikonteks organisasi atau perusahaan yang akanmenerapkannya.

Model integrated dynamic performance measurementsystem (IDPMS) pertama kali dikembangkan Ghalayini,et al., (1997) di perusahaan the Missouri plant ofsquare D company. IDPMS mengintegrasikanbeberapa model SPK non tradisional, seperti SMARTpyramid, performance measurement questionnaire(PMQ), dan BSC. Ide dasar IDPMS mengaitkan seluruhukuran kesuksesan dan ukuran kinerja dalam sebuahorganisasi atau peusahaan sehinga terlihat keterkaitannyasatu sama lain dan menjadi dinamis. Dengan demikian,kerangka kerja IDPMS mengintegrasikan tiga bagianfungsional utama yaitu manajemen, tim perbaikan proses,dan lantai produksi (Gambar 2).

Page 21: JMA VOL 6 NO. 1

Perangkat

Kondisi diharapkan

% Pol tebu

Kebun tebu Halaman pa

1513

% Pol tebu

Kebun tebu Pabrik gula Halaman pabrik

10,5 8,0

4,5% Pol tebu

Kebun tebu Pabrik gula Halaman pabrik

10,5 8,0

4,5

Kondisi saat ini : Inefisiensi PG

17Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Manajemen

Pemasaran& penjualan

Manufkatur

Keuangan& Akt.

Area kesuksesan umum danspesifik

Lantai produksi

Laporanukuran kienrja

Tim peningkatan proses

Rentangperencanaan

Ukurankinerja

Indikator kinerja

Umpan balik

Ukuran kinerja

Indikator kinerja

PMQ

Standar kinerja terbaru

Areakesuksesanumum danspesifikUtilisasi

Peningkatan +PQM

Areakesuksesan

+PMQ

Gambar 2. Model IDPMS (Ghalayini, et al., 1997)

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Kinerja pada PG merupakan keterkaitan antar seluruhbagian yang terlibat di kebun (on farm) maupun di pabrik(off farm). Kerjasama kedua bagian tersebut menjadikunci keberhasilan dalam meningkatkan produktivitas PGyang tercermin dari kinerja rendemen gula. Penelitiantentang PK PG menjadi bagian dalam rangka mendalamiproses industri gula berbasis tebu yang bersifat unik danpenuh risiko. Keunikannya karena PG beroperasi hanyapada saat tebu di panen. Berisiko karena potensikandungan gula dalam tebu dapat menurun kadarnyasejak perjalanan tebu dari kebun hingga sampai padatahap pengolahan di pabrik. Dengan demikian, sejatinyabagi PG memiliki perangkat PK agar aktifitasnya efisien.Acuannya dengan menggunakan beberapa indikatorefisiensi teknis PG seperti komponen rendemen, pol tebu,mill extraction (ME), dan overall recovery (OR)(P3GI, 2001). Ringkasan kerangka pemikiran dirangkumseperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Tata Laksana

Penelitian deskripsi kinerja pada PG ini bersifat studikasus yang dilaksanakan di PG Subang Jawa Barat.Penelitian studi kasus adalah penelitian tentang statussubyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fasespesifik atau khas dan keseluruhan personalitas.Tujuannya untuk memberikan gambaran secaramendetail tentang latar belakang, sifat-sifat sertakarakter-karakter yang khas dari kasus, yang kemudiandari sifat-sifat yang khas itu akan dijadikan suatu yangbersifat umum (Nazir, 1999).

Tahapan penelitian terdiri dari studi pendahuluan untukmenetapkan tujuan dan lingkup penelitian, pengumpulandata PK PG, analisis data dan umpan balik, danstrukturisasi SPK PG (Gambar 4).

Page 22: JMA VOL 6 NO. 1

18 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

1. Studi

pendahuluan

2. Pengumpulan

data PK

3. Analisis dan umpan balik

4. Disain SPK

Wawancara : PMQ

Tinjauan literatur

Gambar 4. Tahapan Penelitian

Pengumpulan data melalui teknik wawancara semiterstruktur menggunakan panduan kuesioner PMQ yangdikembangkan oleh Dixon, et al. (1990). PMQ terdiridari empat aspek analisa yaitu keselarasan, kesebangunan,konsensus, dan luas cakupan konsensus untuk menghindarikekeliuan pemahaman (confusion). Partisipan penelitianini adalah Kepala PG (general manager) dan manajeryang ada di lingkungan PG Subang kecuali bagian instalasidan keuangan. Penelitian ini tidak mengikutsertakanmanajemen bagian lantai produksi dan tim peningkatanproses karena bersamaan waktunya dengan dimulainyamasa musim giling PG bulan Mei 2007. Keterbatasanhasil wawancara dengan manajemen selanjutnya penulismemperkaya data melalui pemilihan sumber informasi lainberupa tinjauan literatur, laporan perusahaan dan tulisanmakalah manajemen sebagai data sekunder.

Analisis data dengan mengelompokan data sesuaidengan tema kesuksesan PK yang hendak dicapai padamasing-masing bagian. Secara visual pengelompokkanper tema menggunakan bagan struktur hirarki ataubagan pohon (tree diagram). Bagan pohon dapat

membantu dalam menstrukturisasi ukuran-ukurankinerja dan dapat bermanfaat secara bersama untukpembentukan dasar analisis fungsi nilai kriteriamajemuk. Tahapan umpan balik untuk mengkonfirmasikembali data dan hasil analisis (proses validasi) secarakomunikatif dan tertulis kepada partisipan untukmendapat masukan jika masih ada yang perludiperbaiki. Tahapan terakhir yaitu disain SPK PGSubang mengacu pada model IDPMS (Ghalayini, etal., 1997).

Sistem Pengukuran Kinerja PG Subang

Disain SPK PG yang diterapkan saat ini memiliki empatbidang fungsional terdiri dari manajemen perusahaan,manajemen pabrik, lantai produksi, dan bina sarana tani(BST) atau riset dan pengembangan (sub bagiantanaman), serta laboratorium pengendalian kualitas (subbagian pabrikasi) (Gambar 5).

Setiap tingkat fungsional dihubungkan dengan alur garisyang mencerminkan aliran informasi PK. Tingkat

Gambar 5. Sistem Pengukuran Kinerja PG Subang

Manajemen pabrik

Pabrikasi

Instalasi

Tanaman

SDM & Umum

Keu. & Akt.

Rendemen gula SMK Laba

Manajemen perusahaan

Keuntungan

Lantai produksi

Pabrikasi

Instalasi

Tanaman

SDM & Umum

Keu. &

AktHPG BHR Pol

tebu Aspek A,B,C

HPP

BST

Tebu hilang

Laporan PK Laporan

Laporan kepuasan perusahaan

Perbaikan Lab. QC

Warna larutan

(ICUMSA) Kemasakan tebu

Page 23: JMA VOL 6 NO. 1

19Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

manajemen perusahaan mengevaluasi seberapa besarkontribusi PG terhadap keuntungan yang diberikan dalamrangka memuaskan pemangku kepentingan (pemerintah,petani, dan masyarakat). Tingkat manajemen pabrikmenerjemahkannya ke dalam seperangkat ukurankesuksesan bersama yaitu rendemen gula sebagaikonsensus bersama ukuran kinerja. Kinerja rendemengula menjadi tanggung jawab bagian tanaman, instalasi,dan pabrikasi dengan dukungan bagian keuangan danakuntansi, dan sumberdaya manusia dan umum. Tingkatmanajemen dikoordinir oleh Kepala PG (generalmanager) yang memiliki peran dan tanggung jawabbesar. Berdasarkan wawancara diketahui bahwa salahsatu perannya adalah sebagai penengah tiga bagian yangberkontribusi langsung terhadap efisiensi rendemen jikaterjadi konflik. Misalnya apabila pencapain nilai efisiensirendemen tidak mencapai rencana kerja, biasanya setiapbagian menganggap nilai capaian ukuran kinerjanya telahoptimal. Lantai produksi memilih ukuran kinerjanyamasing-masing yang mencerminkan ukuran kesuksesankinerja tingkat manajemen pabrik.

BST dan laboraotium pengendalian kualitas bertanggungjawab sebagai tim peningkatan efisiesi pabrik dan kualitasgula yang dihasilkan.

PG Subang menerapkan sistem pengukuran kinerjamengacu pada landasan PK yang ditetapkanperusahaan (sistem manajemen kinerja [SMK]). SMKbertujuan untuk peningkatan produktifitas pada satusisi dan pengembangan individu karyawan pada sisi lain.Berdasarkan laporan SMK dan hasil PMQ diperolehbeberapa area bagi kesuksesan kinerja PG (Tabel 1).

Area kesuksesan PG memiliki keterkaitan di manakepuasan pemangku kepentingan (perusahaan,pemerintah, petani, dan masayarakat) menjadi area kritiskesuksesan PG (Gambar 6). Area kesuksesan ini selarasdengan visi dan misi yang dimiliki PG Subang. Adapunmisi PG Subang adalah menjadi perusahaan yang mamputumbuh dan berkembang dengan kinerja yang sehat dansiap menghadapi kompetisi pasar bebas dan mampumemenuhi harapan pemangku kepentingan.

Tabel 1. Area Kesuksesan PG

Area Kesuksesan Umum Ukuran Kinerja Kunci Rendemen gula Produksi hablur Produksi GKP I (gula kristal putih) Produksi tetes (molasses) Biaya produksi

Kepuasan pemangku kepentingan

Produksi tebu Luas lahan panen Produktivitas tebu Jumlah tebu dipanen Jam berhenti giling Perawatan mesin Kapasitas giling

Kualitas GKP SNI 01-3140.3-2001 Tugas dan sasaran Perilaku

Prestasi karyawan

Manajerial

Produktivitas tebu

Rendemen gula

Kualitas GKP

Biaya produksi

Perawatan mesin

Prestasi karyawan

Kepuasan pemangku kepentingan

Gambar 6. Peta Keterkaitan Area Kesuksesan

Page 24: JMA VOL 6 NO. 1

20 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Sedangkan visinya adalah menjadi unit usaha agroindustriberbasis tebu yang handal di lingkungan PG Rajawali II.

Area kesuksesan selanjutnya diidentifikasi lebih spesifikseperti kepuasan pemangku kepentingan, rendemengula, dan produktivitas tebu (Gambar 7-9).

PK(B) = Pengukuran kinerja (baku) IK(B) = Indikator kinerja (baku)

Kepuasan pemangku kepentingan

Pol tebu

>98%

HPG BHR

>9% >85%

Rendemen gula

>8%

Biaya produksi

Hasil panen tebu

750ku/ha

TMA

MSB

Prod. tebu

Luas lahan panen

>5100ha

Ukuran kesuksesan

PK

PKB

IK

IKB

Prestasi karyawan

Gambar 7. Kinerja Kepuasan Pemangku Kepentingan

Kinerja kepuasan pemangku kepentingan dipengaruhiPK efisiensi rendemen gula, produktivitas tebu, danbiaya produksi (Gambar 7). Kinerja efisiensi rendemengula merupakan fungsi perkalian dari persen kadar gula(pol tebu), hasil pemerahan gula (HPG), dan nilaiefisiensi boling house recovery (BHR). Indikatorkinerja (IK) pol tebu adalah jumlah komponen guladalam bahan kering semu terlarut pada nira perahanpertama (NPP). IK HPG adalah nilai efisiensi PG padastasiun ekstraksi untuk meningkatkan gula yangdiperoleh. Sedangkan kehilangan potensi gula selamaproses pengolahan diindikasikan dengan IK BHR.

Kinerja produktivitas tebu dipengaruhi IK hasil panentebu setiap hektar lahan, luas lahan yang dipanen, dancara penanganan tebang muat angkut (TMA).Penanganan TMA memerlukan kordinasi yang baikantar bagian khususnya di bagian tanaman karenadibatasi oleh waktu.

Hasil TMA yang optimal tercermin dari hasil panentebu dalam kondisi masak segar bersih (MSB). Tebuyang masuk kategori MSB berperan mengurangipotensi kehilangan pol tebu dari kebun ke pabrik.

Sumberdaya manusia pada PG memegang peran pentingdalam keberhasilan meningkatkan indikator efisiensi PG.Prestasi karyawan pada PG Subang ditentukanberdasarkan hasil penilaian kinerja menggunakanperangkat SMK. Efisiensi PG pada akhirnya memicuPK biaya produksi menjadi rendah di mana IK-nya terdiridari biaya penanaman, pengolahan, dan industri.

FK masak tebu

Rendemen gula

Sisa tebu di halaman

<5%

Berhenti giling

TMA

10%

Pol tebu

BHR

>9%

HPG

>98% >85%

PI Stasiun ekstraksi

90%

Air imbisi

Pol blotong

HK tetes

Hilang tdk diket.

<2% <31% <0.1% MSB <25

Ukuran kesuksesan

PKB

PK

IK

IKB >30%

Gambar 8. Kinerja Rendemen Gula

Page 25: JMA VOL 6 NO. 1

21Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Ukuran kesuksesan rendemen gula dipengaruhi PK poltebu, HPG, dan BHR (Gambar 8). Kinerja pol tebudipengaruhi faktor kemasakan (FK) tebu, sisa tebu dihalaman pabrik (cane yard), aktifitas berhenti giling,dan tebang muat angkut (TMA). Tebu masak secaravisual ditandai dengan daunnya yang sebagianmengering kecuali pucuk. Untuk tebu yang mudahterkelupas (self trashing), sebagian besar daunnyarontok, baik karena mengelupas sendiri ataupun sengajadikelupas. IK sisa tebu di halaman maksimal untukpersediaan selama 10 jam dari kapasitas giling per haridalam rangka mengantisipasi terlambatnya tebu darikebun agar aktifitas giling tidak berhenti. Di sisi lain,jika tebu terlalu lama dipertahankan akanmengakibatkan kualitas tebu menurun dan mengurangipersen pol tebu. Berhentinya aktifitas giling dapat jugadisebabkan kerusakan mesin khususnya mesin giling.Terlalu seringnya kerusakan mesin mengakibatkanpenurunan kualitas tebu yang telah di panen.

Kinerja HPG dipengaruhi kinerja berhenti giling pabrik,preparation index (PI) stasiun giling, dan air imbisi.Air imbibisi merupakan salah satu faktor yangmempengaruhi hasil ekstraksi. Tujuannya untukmengencerkan nira yang tersisa dalam ampas tebu agarlebih mudah diperah niranya. Air imbibisi harus diberikansesuai kemampuan kapasitas badan penguapan danmenggunakan campuran air panas dan air dingin.

Kehilangan yang terjadi di stasiun pengolahandiindikasikan dengan tingkat efisiensi BHR. Kehilangangula pada blotong (filter cake) terjadi di stasiunpemurnian. Kehilangan gula pada tetes (molases) dapatditekan dengan menjaga harkat kemurnian (HK) tetesrendah. Kehilangan dalam tetes merupakan kehilanganterbesar dalam proses pembuatan gula yang terjadi diakhir proses, namun sebagian gula yang hilang masihdapat dikembalikan melalui nilai jual tetes.

Tetes merupakan produk sampingan (byproduct) yangdapat dijadikan bahan baku produk monosodiumglutamate (MSG) ataupun untuk bahan bakar minyaketanol. Kehilangan gula tidak diketahui terjadi selamaproses pengolahan baik secara mekanis (fisik gulakeluar dari sistem proses pabrikasi), kimia (sukrosaberubah menjadi senyawa lain akibat hidrolisis ataudekomposisi), semu (karena kesalahan dalampenimbangan, analisis atau estimasi produk antara).

Kinerja produktifitas tebu dinyatakan dengan beberapaPK seperti hasil panen tebu per hektar, penangananTMA, dan luas lahan yang di panen (Gambar 9). Hasilpanen tebu per hektar dapat optimal apabila potensikehilangan tebu dan masuknya sampah tebu dikurangijumlahnya. Kehilangan tebu terutama bagian cako dantunggak terjadi karena penebangan tidak sampai padakedua bagian tersebut. Pada hal di bagian cako dantunggak masih memiliki potensi kandungan gula. Sampahtebu berupa daun dan kotoran seperti tanah berpotensimenurunkan kandungan gula di mana setiap 3% sampahterangkut menurunkan rendemen sebesar 0,1964 poin.Kinerja luas lahan yang dipanen meliputi seluruh lahanbaik yang dimiliki PG (hak guna usaha [HGU]), maupunbentuk kemitraan dengan masyarakat yaitu kerjasamaoperasional (KSO) dan tebu rakyat bebas (TRB).

Berdasarkan paparan ketiga ukuran kesuksesan kinerjadi atas, terlihat keterkaitan yang mencerminkan sebuahSPK yang ditetapkan PG pada umumnya. Sejatinyadengan memahami keterkaitan PK tersebut dapatdijadikan landasan bagi manajemen untuk berfokuspada upaya perbaikan yang baik. Misalnya jikamanajemen ingin mengambil keputusan meningkatkaninvestasi biaya perawatan mesin, maka manajementidak hanya selalu mengukur pengaruhnya terhadappeningkatan kinerja keuangan yang diinginkan sebagaijustifikasi tunggal.

Produktivitas tebu

7.3 ku/ha

Kehilangan tebu

Sampah tebu

<5%

Hasil panen tebu

750 ku/ha

TMA

MSB >51

Persediaan di halaman

10%

Skema giling

FIFO

H

Ukuran kesuksesan

PK

IK

IKB

PKB

Gambar 9. Kinerja Produktivitas Kebun

Page 26: JMA VOL 6 NO. 1

22 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Adanya gambaran keterkaitan ukuran kinerja lainnya,manajemen dapat juga menjustifikasi pengaruh investasiperawatan mesin terhadap ukuran kinerja yangdiharapkan (Tabel 2). Dengan demikian, pemahamanketerkaitan antar ukuran kinerja dapat menjadi alatterbaik dalam pengambilan keputusan perbaikan prosessecara komprehensif.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Disain SPK pada PG mengacu model IDPMSmenyediakan keterkaitan langsung antara ukurankesuksesan di tingkat manajemen dengan ukuran kinerjadi tingkat operasional pabrik (lantai produksi). Sistemmenjadi lebih dinamik dan up to date karena perubahanukuran kesuksesan di tingkat manajemen langsungdirespon di tingkat bawah dengan langsung melakukanperubahan secapatnya. SPK yang diterapkan pada PGSubang berfokus ukuran kesuksesan rendemen gulauntuk memicu kinerja ukuran keuangan yaitukeuntungan. Selain untuk mengukur kinerja PG,penggunaan SPK pada PG Subang digunakan jugauntuk penilaian kinerja individu karyawan.

Saran

Penelitian pada PG sebaiknya dilakukan pada masatanam agar peluang untuk mendapatkan data lebihmaksimal. Interaksi langsung peneliti denganmanajemen PG dan karyawan di luar masa giling PGdapat lebih leluasa dan tidak banyak menggangguaktifitas kerja. Dengan demikian, peneliti dapat optimalmendapatkan potret keseluruhan aspek PK pada PG.

Tabel 2. Pengaruh Peningkatan Biaya Perawatan Terhadap Peningkatan Kinerja

DAFTAR PUSTAKA

Ainsworth M, N Smith, A Millership. 2002. ManagingPerformance Managing People :Understanding and Improving TeamPerformance. NSW : Pearson EducationAustralia.

[Balitbang Pertanian Deptan] Badan Penelitian danPengembangan Pertanian DepratemenPertanian. 2005. Rencana Aksi PemantapanKetahanan Pangan 2005-2010. Jakarta :Balitbang Pertanian Deptan.

Busi M and US Bititci. 2006. CollaborativePerformance Management : Present Gap andFuture Research. Int’l. J. Productivity andPerformance Management, Vol. 55, No. 1, 2006,pp. 7-25.

Dharma S. 2005. Manajemen Kinerja : Falsafah, Teoridan Penerapannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Ghalayini AM, JS Noble dan TJ Crowe. 1997. AnIntegrated Dynamic PerformanceMeasurement System for ImprovingManufacturing Competitiveness. Int’l. J. ofProduction Economics, 48, pp. 207-225.

Isma’il NM. 2001. Peningkatan Industri Daya SaingGula Nasional Sebagai Langkah MenujuPersaingan Bebas. Science and TechnologyPolicy ISTECS Journal, Vol II, hal. 3-14.

Kaplan RS dan DP Norton. 1996. BalancedScorecard, Translating Strategi into Action.Terjemahan. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Malian AH, EM Lakollo, M Ariani, KS Indraningsih, AAskin, AK Zakaria, J Hestina. 2004. LaporanAkhir Revitalisasi Sistem dan Usaha AgribisnisGula. Jakarta : Puslitbang Sosial EkonomiPertanian, Balitbang Deptan.

Mardianto S, P. Simatupang, P U. Hadi, H. Malian danA. Susmiadi. 2005. Peta Jalan (Road Map) danKebijakan Pengembanagn Industri GulaNasional. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol.23 No. 1 Juli, hal.19-37.

Rendemen gula Biaya produksi Kualitas gula Kepuasan pemangku kepentingan

PK* % capaian* PK % capaian PK % capaian PK % capaian

Pol tebu 10% Penurunan biaya tanam - Warna

larutan - Kepuasan perusahaan

skor A AA

HPG 5% Penurunan biaya pengolahan -

BHR 5% Penurunan biaya industri -

Page 27: JMA VOL 6 NO. 1

23Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Nazir M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta : GhaliaIndonesia.

[P3GI] Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia.2008. Konsep Peningkatan Rendemen UntukMendukung Program Akseleasi Industri GulaNasional. Pasuruan : P3GI.

Setyamidjaja D dan H Azhari. 1992. Tebu : BercocokTanam dan Pasca Panen. Jakarta : Penerbit CV.Yasaguna

Page 28: JMA VOL 6 NO. 1

24 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

STRATEGI KONVERSI ENERGI DI PT. LION METAL WORKS Tbk

Daud Sudradjad*), Machfud **), Agus Maulana***)

*) PT. LION METAL WORKS Tbk**) Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

***) Program Pascasarjana FISIP UI

ABSTRACT

PT Lion Metal Works is a company producing office equipment, racking system, building material,security and fireproof safe, and cold forming. The production activity has high dependence on theusage of diesel, which influences the quality of the product and the cost of total business. Theprice fluctuation is one of the reasons for the company to convert the usage of diesel to someenergy alternatives. Gas is the best alternative to replace diesel due to some advantages such asprice, installation cost, distribution issue, calorie level, and environmental issue. There are someresistances from internal organization emerge in the implementation of the conversion. Thealternatives strategy has been explored to reduce the resistances considering the goal of theorganization, the actors (department in the company), and the type of resistance using analyticalhierarchy process method. The priority strategy is establishing a new division for handling theconversion program and installing the gas facility gradually.

Keywords: Strategy, Lion Metal Works, Energy Conversion, Bayes Method, AHP

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kenaikan harga bahan bakar minyak di Indonesia yangterjadi pada awal tahun 2008 sebagai akibat daripengaruh kenaikan harga minyak dunia memberikandampak besar bagi industri. Kondisi tersebut memicukenaikan harga produk atau barang jadi karena adanyakenaikan biaya produksi. Kenaikan harga bahan bakarminyak terutama solar makin diperburuk dengankelangkaan persediaan solar untuk keperluan industriyang sangat mempengaruhi operasional produksi.Keterlambatan proses produksi akan mempengaruhiaktivitas perusahaan dalam memenuhi pesanan produkkepada konsumen yang pada akhirnya dapat berakibatpada menurunnya tingkat kepercayaan konsumen.Perusahaan juga harus mengeluarkan biaya tambahanuntuk membayar ganti rugi kepada konsumen atasketerlambatan pengiriman.

Fluktuasi kenaikan harga bahan bakar minyak yangterjadi sejak semester awal 2008 dan dilanjutkan

dengan krisis ekonomi global memaksa banyakperusahaan mengambil langkah-langkah penyelamatanmelalui kegiatan efisiensi disemua bidang. Tujuanutamanya adalah agar aktivitas perusahaan dapat terusberjalan dan produk yang dihasilkan dapat tetap diterimakonsumen serta bersaing di pasar. Terkait denganfluktuasi harga dan kelangkaan pasokan bahan bakarminyak khususnya solar, salah satu kegiatan yangdilakukan oleh banyak perusahaan dalam rangkapenyelamatan usaha adalah dengan mencari alternatifenergi bahan bakar lain.

Saat ini, gas alam dan batu bara merupakan alternatifbahan bakar yang cukup diminati oleh kalangan industri.Hal ini disebabkan oleh harga kedua bahan bakartersebut yang cenderung lebih stabil dan lebih murahdibandingkan dengan solar untuk industri. Persediaanstok nasional yang memadai untuk jangka panjang jugamerupakan alasan banyak perusahaan mulaimempertimbangkan penggunaan bahan bakar alternatiftersebut. Perkiraan persediaan stok nasional dan hargakedua alternatif bahan bakar tersebut ditunjukkan padaTabel 1.

Page 29: JMA VOL 6 NO. 1

25Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Tabel 1. Persediaan Stok Nasional dan Harga Bahan Bakar Batu bara dan Gas

Sumber : PGN (untuk harga), dan BPMIGAS (untuk persediaan stok nasional), 2004

PT Lion Metal Works Tbk. (LMW) merupakanperusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahbesi menjadi produk perlengkapan kantor (officeequipment), perlengkapan gudang (warehouseequipment), material bangunan (building material),dan produk keamanan (security product). Semuaproduk dipasarkan dalam keadaan sudah dicat dan telahmelalui proses pengovenan. Proses pengovenandilakukan setelah proses pengecatan untukmenghasilkan kualitas pengecatan yang baik.

Proses pengovenan membutuhkan pasokan bahanbakar solar yang teratur. Faktor ketersediaan pasokansolar untuk menjaga kontinyuitas produksi bagi PTLMW merupakan hal yang sangat kritis dan jauh lebihpenting daripada masalah harga solar. Selama krisis,keterlambatan pengiriman solar ke perusahaan berkisarantara satu sampai lima hari dari jadwal seharusnyaPengaruh keterlambatan suplai bahan bakar solar dankenaikan harga solar terhadap operasional perusahaanadalah menganggu jadwal produksi, mengganggu jadwalpengiriman produk ke konsumen (karenaketerlambatan proses produksi), menimbulkan keraguankonsumen terhadap kemampuan perusahaan untukmemproduksi barang tepat waktu, meningkatkan biayatambahan untuk membayar denda keterlambatanpengiriman ke konsumen, dan meningkatkan biayapembelian bahan bakar. Untuk mengatasi masalahseperti ini, perusahaan sudah harus memikirkan suatuenergi alternatif untuk memastikan kelancaran aktivitasperusahaan melalui suatu program konversi energi.

Perumusan Masalah

Rumusan permasalahan penelitian ini adalah :

1. Alternatif energi (bahan bakar) apa yang palingsesuai untuk pelaksanaan konversi energi diperusahaan?

2. Bagaimana strategi konversi energi di perusahaan?3. Bagaimana resistensi internal yang timbul akibat

terjadinya konversi energi?4. Bagaimana strategi mengurangi resistensi internal

akibat konversi energi?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mencari alternatif konversi energi selain bahanbakar solar untuk mendukung kelangsungan prosesproduksi.

2. Memilih dan menentukan strategi yang sesuai untukpelaksanaan konversi energi.

3. Mengetahui resistensi yang timbul dalam rangkapelaksanaan konversi energi.

4. Memilih dan menentukan strategi yang sesuai untukmengurangi resistensi akibat terjadinya perubahandalam bentuk konversi energi.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian iniadalah :

1. Perusahaan memperoleh informasi mengenaialternatif sumber energi lain dan alternatif strategipelaksanaan konversi energi, serta segeramengambil langkah penting dengan melakukanpeninjauan ulang terhadap pemakaian jenis sumberenergi yang digunakan dalam proses produksi.

2. Perusahaan dapat segera mempersiapkan diriapabila terjadi krisis bahan bakar solar pada masayang akan datang.

3. Perusahaan dapat mempersiapkan diri menghadapiresistensi yang akan muncul pada saat pelaksanaankonversi energi.

4. Dunia akademik memperoleh informasi tentangalternatif energi untuk mesin oven, alternatif strategikonversi energi, kemungkinan resistensi yang timbulakibat konversi energi, dan alternatif strategi yangdapat diterapkan untuk mengurangi resistensi akibatterjadinya konversi energi suatu perusahaan.

5. Penulis memperoleh informasi mengenai alternatifenergi yang dapat digunakan, mengetahuikemungkinan resistensi yang timbul, mengetahuialternatif strategi yang sesuai untuk pelaksanaankonversi energi dan mengurangi resistensi akibatterjadinya konversi energi.

Page 30: JMA VOL 6 NO. 1

26 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKAPEMIKIRAN

Kerangka Teoritis

Sumber Perubahan

Menurut Kasali (2005), perubahan merupakan halbagaimana dapat berubah dari situasi saat ini ke situasiyang diharapkan. Perubahan begitu misterius dan tidakmudah dipegang, yang mencakup faktor ekonomi, sosial,politik-yuridis, teknologi dan lingkungan. Dalam duniabisnis, perubahan yang terjadi disebabkan oleh makinmeluasnya area pasar, umur produk semakin singkat,meningkatnya biaya produksi, orientasi pasar semakinmeningkat, dan otomatisasi pekerjaan.

Kasali (2005) juga menyampaikan bahwa setiapperubahan memerlukan change maker. Rata-ratapemimpin yang menciptakan perubahan tidak bekerjasendiri dan mempunyai keberanian yang luar biasa.Tidak semua orang dapat diajak melihat perubahan.Sebagian bahkan hanya melihat dengan menggunakanpersepsi sendiri dan hanya mampu melihat realitas, tanpakemampuan untuk melihat masa depan. Perubahanterjadi setiap saat dan setiap perubahan kecil yangdilakukan oleh seseorang, maka akan terjadi pulaperubahan-perubahan lainnya. Perubahan membutuhkanwaktu, biaya, dan kekuatan. Untuk berhasil mengatasiperubahan diperlukan suatu kematangan berpikir,kepribadian yang teguh, konsep yang jelas dan sistematis,dilakukan secara bertahap, dan dukungan yang luas.Mengatasi perubahan juga membutuhkan upaya-upayakhusus untuk menyentuh nilai-nilai dasar organisasi(budaya korporat). Perubahan bahkan diwarnai olehmitos-mitos dan juga sering menimbulkan ekspektasiyang dapat menimbulkan getaran-getaran emosi danharapan-harapan yang bisa berujung pada kekecewaanatau resistensi.

Smith, M. K. (2001), menyampaikan teori mengenaikonsep perubahan yang dikenalkan oleh Kurt Lewindengan model force field yang mengemukakan bahwapendekatan klasik dalam manajemen perubahanorganisasi mencakup tiga langkah. Pertama, unfreezingthe status quo. Langkah ini merupakan usaha untukmengatasi tekanan-tekanan dari kelompok penentangdan kelompok pendukung perubahan. Pada saat statusquo dicairkan, biasanya kondisi yang sekarangberlangsung diguncang sehingga menimbulkan keadaankurang nyaman. Kedua, movement to the new state.Pada langkah ini perubahan dilakukan secara bertahap(step by step) dengan kepastian bahwa perubahan akan

dilakukan. Untuk mencapainya maka hasil-hasilperubahan harus segera dirasakan. Ketiga, refreezingthe new change to make it permanent. Langkahterakhir apabila kondisi yang diinginkan telah tercapai,kondisi tersebut harus distabilkan melalui aturan-aturanbaru, sistem kompensasi baru, dan cara pengelolaanorganisasi yang baru lainnya. Selama proses perubahanterjadi, terdapat kekuatan-kekuatan yang mendukungdan yang menolak. Melalui suatu strategi yang tepat,kekuatan pendukung akan menjadi semakin banyak dankekuatan penolak akan semakin sedikit.

Teori 7S McKinsey menjelaskan bahwa parameterkeberhasilan suatu perubahan dalam organisasi dapatdianalisa melalui tujuh elemen (Gambar 1). Elemen-elemen dari kerangka 7S Mc Kinsey terdiri dari tigaunsur pertama yaitu structure, system dan strategyyang dianggap sebagai perangkat keras dan empatunsur selanjutnya yaitu skill, staff, style dan sharedvalues sebagai perangkat lunaknya. Strategy adalahcara organisasi mencapai tujuan. Structure berkaitandengan pembagian tugas, fungsi dan wewenang dalamorganisasi. System meliputi peraturan, prosedur ataumekanisme kerja yang dijalankan oleh organisasi. Skillmerupakan ketrampilan sumber daya manusia yangdimiliki oleh organisasi. Staff adalah hal-hal yangberkaitan dengan alokasi dan penempatan sumberdayamanusia. Style lebih mengarah pada gaya manajemendan kepemimpinan dalam suatu organisasi. Sharedvalues merupakan nilai-nilai yang mengikat dalamsuatu organisasi. Elemen 7S McKinsey digambarkandalam bentuk lingkaran-lingkaran yang salingberhubungan (Djohar dan Saptono, 2008).

Gambar 1. Elemen 7S McKinsey

Page 31: JMA VOL 6 NO. 1

27Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Isu Strategik

Porter (1996) mengatakan bahwa strategi adalahsekumpulan tindakan atau aktivitas yang berbeda untukmenghantarkan nilai yang unik. Sedangkan Thompsondan Strikcland (2001) mengatakan strategi terdiri dariaktivitas-aktivitas yang penuh daya saing sertapendekatan-pendekatan bisnis untuk mencapai kinerjayang memuaskan.

Djohar dan Saptono (2008) menyebutkan bahwa isustrategik merupakan isu-isu yang dapat mempengaruhisuatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Isustrategik dapat berasal dari kondisi internal maupuneksternal suatu perusahaan. Beberapa ciri lain darisuatu isu strategik adalah jika isu tersebut kemudianmeningkatkan biaya (cost) perusahaan, menurunkanposisi perusahaan dan menurunkan market share.Penentuan suatu isu strategik dapat menggunakanpertimbangan apakah isu tersebut telah terjadi ataumemiliki kemungkinan tinggi untuk terjadi danbagaimana dampaknya terhadap kelangsungan hidupperusahaan. Parameter lain adalah waktu yangmendesak dan memerlukan komitmen atau responsumberdaya perusahaan yang sangat besar.

Perubahan Organisasi

Kotter (1997) mengungkapkan delapan langkahperubahan, yaitu membangun situasi perlunya perubahan,membangun koalisi atau kelompok kerja untukperubahan, membangun visi dan strategi untukperubahan, mengomunikasikan visi perubahan kesemuapihak dalam perusahaan atau organisasi, melakukanperubahan melalui pemberdayaan, menciptakankemenangan atau hasil baik jangka pendek, melakukankonsolidasi dan melanjutkan perubahan yang diperlukan,dan menanamkan pendekatan-pendekatan baru tersebutdalam budaya kerja. Ada tiga kemampuan yangdibutuhkan pemimpin perubahan, yaitu kemampuanmendiagnosa kemungkinan-kemungkinan penolakanperubahan, kemampuan menangani semua bentukpenolakan yang ada, serta kemampuan memilih strategiuntuk melakukan perubahan.

Menurut Berckhard dan Harris (1987), perubahan akanterjadi jika terdapat sejumlah syarat, yaitu :

a. Manfaat biaya. Manfaat yang diperoleh lebih besardari pada biaya perubahan.

b. Ketidakpuasan. Adanya ketidakpuasan yangmenonjol terhadap keadaan sekarang.

c. Persepsi Hari Esok. Manusia dalam suatu organisasimelihat hari esok yang dipersepsikan lebih baik.

d. Cara yang praktis. Ada cara praktis yang dapatditempuh untuk keluar dari situasi sekarang.

Resistensi

Mustofa (2001) menyebutkan masalah yang dapatterjadi ketika perubahan akan dilakukanadalah penolakan atas perubahan itu sendiri. Istilahyang sangat populer dalam manajemen adalah resistensiperubahan (resistance to change). Penolakan atasperubahan tidak selalu negatif. Penolakan yang munculmenjadi alasan kenapa perubahan tidak dapat dilakukansecara sembarangan. Penolakan atas perubahan tidakselalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar.Penolakan dapat jelas kelihatan (eksplisit) dan segera,misalnya mengajukan protes, demonstrasi, dansejenisnya. Penolakan dapat juga secara tersirat(implisit) dan lambat laun, misalnya loyalitas padaorganisasi berkurang, motivasi kerja menurun,kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat,dan lain sebagainya.

Menurut Mustofa (2001), suatu penolakan dapatdilakukan oleh perorangan (persepsi, kepribadian dankebutuhan) dan organisasi. Penolakan peroranganterhadap perubahan dapat disebabkan hal-hal sebagaiberikut :

1. Kebiasaan (habbit), manusia merupakan makhlukyang terikat oleh kebiasaan, sehingga dalammenghadapi kompleksitas (termasuk perubahan)akan mengandalkan pada kebiasaan atau reaksiyang terprogram.

2. Rasa aman (security), manusia memiliki kebutuhanyang tinggi akan suatu kepastian. Hal inilah yangmengakibatkan seseorang cenderung menolakterjadinya perubahan, karena dapat mengancamperasaan keamanannya (kepastian jabatan,pendapatan atau lainnya).

3. Faktor-faktor ekonomi, perubahan-perubahan yangterjadi akan menyebabkan penghasilan menyusut,karena tidak mampu melaksanakan tugas-tugas baruatau rutinitas yang dikaitkan dengan produktivitasyang dihasilkan.

4. Perasaan-perasaan takut terhadap hal-hal yangtidak dikenal, perubahan-perubahan yang terjadidapat menyebabkan terjadinya substitusi ambiguitasdan ketidakpastian.

5. Pemrosesan informasi secara selektif, orangmembentuk dunianya melalui persepsinya masing-masing sehingga secara selektif akan memprosessetiap informasi, dengan mengabaikan informasiyang menantang dunia yang telah diciptakannya.

Page 32: JMA VOL 6 NO. 1

28 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Sedangkan penolakan organisasi terhadap suatuperubahan dapat disebabkan hal-hal sebagai berikut :

1. Inersia struktural. Organisasi memilikimekanisme built-in untuk menghasilkan stabilitas,misal proses seleksi sumberdaya manusia, pelatihandan teknik-teknik sosialisasi lainnya yangmemperkuat syarat-syarat dan keterampilanperanan spesifik, beserta formalisasi kegiatan.

2. Fokus perubahan terbatas. Organisasi terdiri darisejumlah subsistem yang bebas, maka perubahanterbatas pada subsistem-subsistem yang cenderungakan dihilangkan pengaruhnya oleh sistem yang lebihbesar.

3. Inersia kelompok, perorangan ingin mengubahperilakunya tetapi norma-norma kelompok dapatmenjadi kendala. Seorang anggota kelompok serikatpekerja, mungkin bersedia menerima perubahan-perubahan yang ditetapkan oleh pihak manajemen,tetapi apabila serikat sekerja tersebut menetapkanuntuk menolak setiap perubahan unilateral dari pihakmanajemen, maka pekerja bersangkutan akanmengikuti penolakan demikian.

4. Ancaman bagi kepakaran, perubahan-perubahanpada pola keorganisasian dapat mengancamkepakaran kelompok-kelompok khusus.

5. Ancaman bagi hubungan-hubungan kekuasaanyang telah mapan, setiap tindakan redistribusiotoritas pengambilan keputusan dapat menyebabkanterancamnya hubungan-hubungan kekuasan yangmapan.

6. Ancaman bagi alokasi sumber daya yang sudahmapan, kelompok-kelompok pada sesuatu organisasiyang mengendalikan sumber-sumber daya dalamjumlah besar, seringkali menganggap perubahansebagai ancaman.

Setiawan (2009) menyebutkan bahwa perubahan selaluterjadi dan tidak ada yang bisa terjadi tanpa perubahan.Beberapa hal yang dicatat dari perubahan adalahperubahan akan mengancam zona kenyamanan,antisipasi perubahan dengan melihat berbagaikemungkinan, menjadikan perubahan sebagai peluang,dan perubahan merupakan keniscayaan.

Itpin (2007) menyebutkan bahwa kesulitan manajemenperubahan umumnya terjadi karena melihat organisasihanya dari sudut struktural dan fungsional. Perubahanhanya dianggap sebagai upaya mengubah strukturorganisasi dan job descriptions. Organisasi adalahsebuah organisme yang memiliki empat dimensi yaitumaterial, intelektual, emosional, dan spiritual. Keempatdimensi tersebut merupakan wujud akumulasi kolektifdari orang-orang yang berada didalamnya. Merubahsatu dimensi dengan mengabaikan ketiga dimensilainnya, akan melahirkan perubahan sementara dan tidak

akan lama. Kekuatan lama dengan segera akanmenciptakan medan gravitasi yang kuat untuk menarikkembali organisasi ke ekuilibrium lama.

Alternatif Bahan Bakar

Selain bahan bakar minyak, beberapa alternatif bahanbakar yang dapat digunakan untuk industri adalah gasalam, batu bara dan jelantah. Hutagalung (2009)menyebutkan gas alam merupakan energi bahan bakaryang dihasilkan melalui penguraian hewan-hewanjaman purba. Gas alam ini sebagian besar dimanfaatkandengan cara dibakar dan energi yang dihasilkan dapatdigunakan untuk memutar turbin gas yang terhubungdengan generator listrik. Gas alam juga sudah mulaidimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik, sertamulai banyak digunakan sebagai bahan bakar untukpengoperasian mesin oven di beberapa jenis industri.Untuk keperluan ekspor-impor antar negara, gas alamumumnya diubah bentuknya menjadi cairan yang lebihdikenal dengan istilah LNG (Liquide Natural Gas).Pengubahan bentuk ini karena alasan transportasi dandistribusi air jauh lebih mudah dibandingkan dengantransportasi dan distribusi dalam bentuk gas, meskipunmembutuhkan biaya tambahan yang tidak sedikit.Bahan bakar gas tidak berbahaya karena komposisinyaterdiri dari 93% metana, 3,2% etana, selebihnyanitrogen, propana, dan karbondioksida, serta memilikiberat jenis 0,0636 yang jauh lebih rendah dibandingkanudara. Mutu gas buang bahan bakar gas juga lebih baikdibanding bensin atau solar. Gas beracun karbon monooksida dari hasil pembakaran bahan bakar gas hanya1/8 dibanding bahan bakar konvensional. Limbahpencemar lain berupa gas hidrokarbon sebesar separuhdari bensin dan solar, selain itu BBG sama sekali bebasdari pencemaran timah hitam.

Raharjo (2006) menyebutkan batu bara adalah mineralorganik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisatumbuhan purba yang mengendap dan selanjutnyaberubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yangberlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil.Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan(coalification). Faktor tumbuhan purba yang jenisnyaberbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasitempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah denganlokasi pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruhtekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologiyang berlangsung kemudian, akan menyebabkanterbentuknya batu bara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batu baraberbeda-beda sesuai dengan lapangan batu bara (coalfield) dan lapisannya (coal seam). Setelah mendapat

Page 33: JMA VOL 6 NO. 1

29Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selamajutaan tahun, maka batu bara muda akan mengalamiperubahan yang secara bertahap menambah maturitasorganiknya dan mengubah batu bara muda menjadi batubara sub-bituminus (sub-bituminous). Perubahankimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu baramenjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehinggamembentuk bituminus (bituminous) atau antrasit(anthracite). Dalam kondisi yang tepat, peningkatanmaturitas organik yang semakin tinggi terusberlangsung hingga membentuk antrasit. Dalam prosespembatubaraan, maturitas organik sebenarnyamenggambarkan perubahan konsentrasi dari setiapunsur utama pembentuk batu bara. Contoh analisis darimasing-masing unsur yang terdapat dalam setiaptahapan pembatubaraan ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Contoh Analisis Batu Bara (daf based)

Sumber : Sekitan No Kisou Chishiki, 2009

Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkatpembatubaraan maka kadar karbon akan meningkat,sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang.Tingkat pembatubaraan secara umum dapatdiasosiasikan dengan mutu atau kualitas batu bara, makabatu bara dengan tingkat pembatubaraan rendah disebutpula batu bara bermutu rendah seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yangrapuh dan berwarna suram seperti tanah, memilikitingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadarkarbon yang rendah, sehingga kandungan energinyajuga rendah. Semakin tinggi mutu batu bara, umumnyaakan semakin keras dan kompak, serta warnanya akansemakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannyaakan berkurang sedangkan kadar karbonnya akanmeningkat, sehingga kandungan energinya juga semakinbesar.

Dalam materi workshop yang diadakan olehKementrian Koordinator Bidang Perekonomian tanggal18 Nopember 2008 dengan judul “Era KebangkitanEnergi Indonesia”, disebutkan bahwa keberadaansumber daya batu bara Indonesia potensinya cukupbesar dan harga relatif murah dibandingkan denganminyak bumi (BBM), dan keuntungan lain yang bersifatteknis maupun non teknis, telah memporsikan batu barake dalam sumber energi yang terus dikembangkanpemanfaatnnya. Sumber daya batu bara berjumlah 93,4

miliar ton, cadangan sebesar 18,7 miliar ton, dan rata-rata tingkat produksi 200 juta ton pertahun, maka umurtambang batu bara Indonesia diperkirakan dapatmencapai lebih dari 150 tahun. Kondisi ini cukup amanuntuk mendukung pembangunan berbagai industriberbasis batu bara sebagai sumber energi untuk jangkapanjang.

Bagyo (2008), menyebutkan minyak jelantah (wastecooking oil) merupakan limbah dan ditinjau darikomposisi kimianya mengandung senyawa-senyawayang bersifat karsinogenik, yaitu senyawa yang dapatmemicu berkembangnya sel kanker dalam tubuhmakhluk hidup yang terjadi selama prosespenggorengan. Dengan demikian pemakaian minyakjelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatanmanusia. Salah satu bentuk pemanfaatan minyakjelantah agar dapat bermanfaat dari berbagai macamaspek ialah mengubahnya melalui proses kimia menjadibiodiesel. Hal ini dapat dilakukan karena minyak jelantahjuga merupakan minyak nabati, turunan dari CPO(crude palm oil). Adapun pembuatan biodiesel dariminyak jelantah ini menggunakan reaksi transesterifikasiseperti pembuatan biodiesel pada umumnya denganpretreatment untuk menurunkan bilangan asam padaminyak jelantah. Hasil uji gas buang menunjukkankeunggulan AME (Altfett Methyl Ester) dibandingsolar, terutama penurunan partikulat/debu sebanyak65%. Perbandingan emisi yang dihasilkan oleh biodieseldari minyak jelantah (AME) dan solar ditunjukkan padaTabel 3.

Tabel 3. Perbandingan Emisi yang Dihasilkan olehBiodisel dari Minyak Jelantah dan Solar

Sumber : Gatra, 2006

Biodiesel dari minyak jelantah merupakan alternatifbahan bakar yang ramah lingkungan sebagaimanabiodiesel dari minyak nabati lainnya. Permasalahanutama bahan bakar jelantah adalah pengumpulanminyak jelantah yang tidak mudah, selain karenapernyebarannya cukup luas dan tidak merata, tapi jugatidak sedikit pengumpul minyak jelantah dari restoran-restoran yang nantinya akan mereka olah kembali, untukkemudian dijual ke pedagang kecil maupun untukkeperluan lain. Pemanfaatan minyak jelantah sebagaibahan bakar motor diesel merupakan suatu carapembuangan limbah (minyak jelantah) yang

Page 34: JMA VOL 6 NO. 1

30 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

menghasilkan nilai ekonomis serta menciptakan bahanbakar alternatif pengganti bahan bakar solar yangbersifat ethis, ekonomis, dan sekaligus ekologis (Bagyo,2008).

Ramelan (2006) menyebutkan pemikiran pemakaianBBM secara hemat dan penguasaan teknologi harusdidukung pemerintah dengan menciptakan kebijakandan strategi cara membuat asumsi dan memperolehyang jelas. Kebijakan tersebut harus disusun bersama,dengan mengikut sertakan semua stakeholder danharus dipertahankan untuk jangka waktu yang panjang.Sanggam (2007) menyatakan bahwa salah satu strategipengembangan energi baik dalam dunia internasionalmaupun di negara Indonesia adalah meningkatkankegiatan diversifikasi energi dengan arah pemanfaatanenergi baru dan sekaligus terbarukan. Hal tersebutkarena kebutuhan energi di dunia dari tahun ke tahunsemakin meningkat dan ketersediaan energi fosil sangatterbatas. Indonesia yang memiliki berbagai potensienergi alternatif yang besar, harus berusaha untukmemanfaatkannya dan melepaskan ketergantunganpada energi fosil.

Metode Bayes

Marimin (2004), menyebutkan metode Bayesmerupakan salah satu teknik yang dapat dipergunakanuntuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusanterbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuanmenghasilkan perolehan yang optimal. Untukmenghasilkan keputusan yang optimal perludipertimbangkan berbagai kriteria. Persamaan Bayesyang digunakan untuk menghitung nilai setiap alternatifdisederhanakan menjadi :

Total Nilai i ∑=

=m

j 1Nilai ij (Krit j)

Keterangan :Total Nilai i = total nilai akhir dari alternatif ke-iNilai ij = nilai dari alternatif ke-i pada kriteria

ke-jKrit j = tingkat kepentingan (bobot) kriteria

ke-jI = 1, 2, 3, …n;n = jumlah alternatifj = 1, 2, 3, …m;m = jumlah criteria

Analythical Hierarchy Process (AHP)

Menurut Saaty (1991), Analythical Hierarchy Process(AHP) merupakan suatu model yang memberikankesempatan untuk membangun gagasan danmendefinisikan persoalan, dengan cara membuatasumsi dan memperoleh pemecahan yang diinginkan.AHP menunjukkan bagaimana menghubungkanelemen-elemen dari satu bagian masalah denganelemen-elemen dari bagian lain untuk memperoleh hasilgabungan. Prosesnya adalah mengidentifikasi,memahami, dan menilai interaksi-interaksi dari suatusistem sebagai satu keseluruhan.

Prinsip dasar AHP adalah menyusun secara hirarkisyaitu memecah-mecah persoalan menjadi unsur yangterpisah-pisah, penetapan prioritas yaitu menentukanperingkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya,dan konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semuaelemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkansecara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.

Kajian Penelitian Terdahulu

Noviyanti (2008) melakukan penelitian tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan TanggungjawabSosial Perusahan (Kasus pada PT. Indofood SuksesMakmur Tbk.) untuk mengkaji hubungan antararegulasi pemerintah, tekanan masyarakat, tekananorganisasi lingkungan, dan tekanan media massaterhadap pelaksanaan tanggung jawab sosialperusahaan. Relevansi penelitian ini berkaitan denganresistensi yang dialami oleh perusahaan berkaitandengan regulasi pemerintah tentang corporate socialresponsibility (CSR), biaya yang harus dikeluarkanoleh perusahaan untuk membina hubungan denganmasyarakat, biaya pengelolaan limbah, dan biayapengelolaan carbon yang dihasilkan oleh perusahaan.

Joni (2006) melakukan kajian tentang PerencanaanStrategik PT Anugrah Jaya Agung untuk menyusunprogram jangka pendek dalam hal penghematan biayauntuk meningkatkan keuntungan perusahaan,merumuskan strategi bersaing PT. Anugrah Jaya Agungmenghadapi intensitas persaingan industri perhotelandi kota Bogor dalam beberapa tahun mendatang. Alatanalisis internal yang digunakan dalam penelitian iniadalah Key Result Area sebagai parameter untukmenilai kekuatan dan kelemahan perusahaan, AnalisisIndustry Foresight untuk merumuskan suatupandangan baru tentang industri masa depan, AnalisisSWOT untuk merumuskan strategi yang dapat diambiloleh perusahaan sesuai dengan situasi, kondisi dankemampuan perusahaan.

Page 35: JMA VOL 6 NO. 1

31Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Relevansi penelitian ini berkaitan dengan kegiatanpenghematan biaya untuk meningkatkan keuntunganperusahaan.

Winasis (2004) melakukan penelitian tentang FormulasiStrategi Bisnis PT. Metalisha Intiguna untukmenganalisa faktor-faktor internal dan eksternal yangmempengaruhi kelangsungan usaha PT MetalishaIntiguna, memformulasikan beberapa alternatif strategiusaha yang dapat diterapkan PT Metalisha Intigunasesuai dengan kondisi lingkungan internal dan eksternal,dan merekomendasikan prioritas alternatif. Alat analisisyang digunakan dalam penelitian ini adalah AnalisisFive’s Porter dengan Metoda Delphi, Matriks IFE,Matriks EFE, Matrik I-E, Matriks TOWN dan QSPM.Relevansi penelitian ini berkaitan dengan caramemformulasikan alternatif strategi usaha perusahaan.

Simarmata (2001) melakukan penelitian tentangFormulasi Strategi PT Panca Prima Ekabrothers dalamMenghadapi Perubahan Lingkungan untukmengidentifikasi serta menganalisis faktor-faktoreksternal dan internal yang mempengaruhi posisibersaing dalam industri garmen, memformulasikanstrategi yang dapat diterapkan dalam persaingan industrigarmen, dan merekomendasikan strategi dan alternatifstrategi bagi PT Panca Prima Ekabrothers. Alat analisisyang dipergunakan adalah analisis PEST (politik,ekonomi sosial budaya, teknologi) untuk menghasilkanbeberapa faktor peluang dan ancaman bagi perusahaan,analisis industri yang diperlukan dalam penentuan posisibertahan yang baik bagi suatu perusahaan untukmerumuskan strategi jangka panjang, analisis fungsionaluntuk mengetahui dan memahami kekuatan dankelemahan yang dimiliki perusahaan, matrik evaluasifaktor eksternal (untuk mengarahkan perumus strategidi dalam merangkum dan mengevaluasi informasi/EFE)dan internal (untuk mengukur sejauh mana kekuatandan kelemahan yang dimiliki perusahaan/IFE), matrikinternal eksternal (IE) yang digunakan untukmemperoleh strategi bisnis di tingkat korporat yanglebih detail, analisis SWOT yang digunakan untukmenganalisa dan memadukan semua faktor yangmempengaruhi posisi bersaing dan peluang bisnis.Relevansi penelitian ini berkaitan dengan caramemformulasikan strategi yang dapat diterapkan dalampersaingan industri, dan merekomendasikan alternatifstrategi.

Anthoni (2000) melakukan penelitian tentangPerencanaan Strategik Pengembangan AgribisnisKomoditi Lada di Kabupaten Lampung Tengah untukmengidentifikasikan faktor-faktor yang merupakanelemen dalam pengembangan agribisnis komoditi ladadi Kabupaten Lampung Tengah, merumuskan berbagaialternatif strategi agribisnis komoditi lada yang dapatdilakukan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengahuntuk merebut peluang pasar ekspor dan domestik,menyusun urutan prioritas atau memilih strategi yangakan dilakukan Pemerintah Kabupaten LampungTengah dalam agribisnis komoditi lada. Alat analisisyang digunakan SWOT untuk menganalisa kondisilingkungan suatu organisasi atau perusahaan sebelummenyusun suatu organisasi, Analythical HierarchyProcess (AHP) yang digunakan untuk membangungagasan dan mendefinisikan persoalan denganpemecahan yang diinginkan. Relevansi penelitian iniberkaitan dengan cara perumusan berbagai alternatifstrategi.

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah dimulaidari visi dan misi perusahaan untuk menjadi pemainutama dalam bisnis office equipement denganmenghasilkan produk yang dapat memuaskankonsumen. Visi dan misi ini menuntut perusahaan untukdapat selalu memenuhi harapan konsumen terhadapproduk yang dihasilkan. Kondisi krisis memunculkansuatu fakta perubahan baru terutama yang berkaitandengan masalah energi. Permasalah energi yangdihadapi perusahaan menuntut perusahaan untukmelakukan suatu analisa mendalam mengenaiketersediaan alternatif energi. Analisa ini bertujuanuntuk mendapatkan alternative konversi energi yaitujenis energi yang dapat digunakan untuk menggantikanenergi saat ini (solar). Metode Bayes digunakan untukmenentukan prioritas alternatif energi.

Program konversi energi merupakan salah satu bentukperubahan yang akan menimbulkan penolakan atauresistensi dari organisasi. Seluruh bentuk dan sumberresistensi diidentifkasi secara mendalam untukmendapatkan gambaran tentang strategi yang akandigunakan untuk mengurangi resistensi tersebut.Eksplorasi strategi alternatif untuk mengurangiresistensi menggunakan metode AHP.

Page 36: JMA VOL 6 NO. 1

32 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2009 sampaidengan akhir Februari 2009, dengan mengambil lokasipenelitian di PT. Lion Metal Works Tbk. yangberalamatkan di Jalan Raya Bekasi Km. 24,5 Cakung– Jakarta Timur.

Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalahmetode deskriptif untuk memperoleh gambaranmengenai perusahaan secara menyeluruh, dankuantitatif yaitu dengan melakukan eksplorasi alternatifbahan bakar pengganti solar yang kelebihannya dapatdigambarkan secara jelas dan kuantitatif.

Sumber Data

Data yang digunakan terdiri dari data sekunder dandata primer. Data sekunder berupa data pemakaiansolar perusahaan, harga bahan bakar solar industri,kelebihan dan kekurangan bahan bakar alternatif, hargabahan bakar alternatif untuk industri, dan harga instalasisecara mandiri.

Data primer berupa hasil kuesioner responden internalyang dipilih dengan menggunakan teknik purposivesampling yaitu memilih secara sengaja responden yangdiminta untuk memberikan pendapat atau masukandalam menentukan alternatif atau pilihan strategimengurangi resistensi akibat terjadinya konversi energidi perusahaan.

Responden untuk penelitian terdiri dari 10 orang.Seluruh responden merupakan responden internal yaitumanajer departemen yang telah bekerja di PT LMWlebih dari 10 tahun dan semuanya mengetahuioperasional mesin oven dengan menggunakan solarsebagai bahan bakar.

Teknik Pengumpulan Data dan Informasi

Untuk mendapatkan data dan informasi yangdiperlukan untuk menunjang hasil penelitian, makateknik yang dipergunakan adalah studi literatur,interview dengan pihak-pihak terkait (manajerdepartemen dan pimpinan perusahaan) dan kuesioner.

Page 37: JMA VOL 6 NO. 1

33Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Metode Analisis

Metode yang digunakan untuk memilih alternatif jenisenergi adalah metode Bayes, yang merupakan salahsatu teknik yang dapat dipergunakan untuk melakukananalisis dalam pengambilan keputusan terbaik darisejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkanperolehan yang optimal. Marimin (2004), persamaanBayes yang digunakan untuk menghitung nilai setiapalternatif disederhanakan menjadi :

Total Nilai i ∑=

=m

j 1

Nilai ij (Krit j)

Keterangan :Total Nilai i = total nilai akhir dari alternatif ke-iNilai ij = nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-jKrit j = tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-ji = 1, 2, 3, …n; n = jumlah alternatifj = 1, 2, 3, …m; m = jumlah kriteria

Tahapan pemilihan alternatif jenis energi denganmenggunakan metode Bayes dilakukan sebagai berikut:

1. Menentukan kriteria alternatif pemilihan jenis energi.2. Melakukan perbandingan masing-masing kriteria

untuk menentukan bobot setiap kriteria denganmenggunakan pairwise comparison. Matrikperbandingan berpasangan untuk menentukan bobotkriteria, dilakukan dengan memberikan pilihan padaskala ordinal 1 (satu) sampai dengan 9 (sembilan).Skala ordinal tersebut digunakan untuk mengartikanskala tingkat kepentingan atau bobot kriteria (Tabel4).

Tabel 4. Keterangan Skala Tingkat Kepentingan

3. Melakukan perbandingan setiap alternatif energipada semua kriteria.

4. Menentukan modus (nilai yang paling sering keluar)masing-masing alternatif energi pada setiap kriteria.

5. Melakukan penilaian untuk menentukan peringkatalternatif energi dengan menggunakan persamaanBayes, berdasarkan bobot setiap kriteria dan modusmasing-masing alternatif energi pada setiap kriteria.

Untuk menentukan alternatif strategi konversi energidigunakan Analytical Hierarchy Process (AHP)dengan bantuan program expert choice.

AHP digunakan untuk menentukan peringkat beberapaalternatif strategi. Marimin (2004), langkah-langkahdasar AHP sebagai berikut :

1. Perumusan masalah. Untuk menyelesaikan masalah,dilakukan melalui tahapan yaitu penentuan sasaran(goal) yang ingin dicapai, penentuan aktor,penentuan faktor, dan penentuan alternatif pilihanstrategi. Penentuan aktor dan faktor didasarkanpada hasil survey kuesioner dan interview langsung.Sedangkan penentuan alternatif strategi didasarkanhasil analisa. Informasi mengenai sasaran, aktor,faktor dan alternatif strategi tersebut kemudiandisusun dalam bentuk hirarki (Gambar 3).

Gambar 3. Rancangan Hirarki Strategi Konversi Energi

Page 38: JMA VOL 6 NO. 1

34 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

2. Pembobotan aktor dan faktor. Masing-masing aktordan faktor tersebut ditentukan tingkatkepentingannya. Hal ini dilakukan denganmenggunakan prinsip kerja AHP, yaitu perbandinganberpasangan (pairwise comparison), tingkatkepentingan aktor dan faktor relatif terhadap aktordan faktor lain dapat dinyatakan dengan jelas.

3. Penyelesaian dengan manipulasi matrik. Matrik hasilperbandingan berpasangan untuk aktor dan faktorselanjutnya diolah untuk menentukan bobot dariaktor dan faktor, yaitu dengan jalan menentukan nilaieigen (eigenvector). Prosedur untuk mendapatkannilai eigen adalah :a. Melakukan pengkuadratan matrikb. Menghitung jumlah nilai dari setiap baris,

kemudian dilakukan normalisasi.c. Menghentikan proses ini bila perbedaan antara

jumlah dari dua perhitungan berturut-turut lebihkecil dari suatu nilai batas tertentu.

4. Pembobotan setiap elemen pada setiap hirarki.Marimin (2004), tahapan dalam pembobotanmenurut Saaty (1983), adalah sebagai berikut :a. Perkalian baris (z) dengan rumusb. Perhitungan vektor prioritas atau vektor eigen.

n

n

1iji a VE ∏

=

=j

(i, j = 1, 2, ..., n)

∑=

= n

j

ii

VE

VEVP

1

dimana VPi adalah elemen vektor prioritas ke-i

c. Perhitungan nilai eigen maksimum

)(VA VA dengan VP,x a VA iij ==

)(VB VBdengan ,

VPVA VB i==

n ..., 2, 1, iuntuk ,n

VB

n

1ii

maks ==∑=λ

VA = VB = Vektor Antara

d. Perhitungan Consistency Index (CI).Pengukuran ini untuk mengetahui konsistensijawaban yang akan berpengaruh kepadakesahihan hasil, Rumusnya sebagai berikut :

1 CI

−−

=n

nλmaks

Untuk mengetahui apakah CI dengan besarantertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahuirasio yang dianggap baik yaitu apabila CR ≤ 0,1.Rumus CR adalah : CR = CI / RI

Nilai Random Index (RI) merupakan nilai randomindeks yang dikeluarkan oleh OarkridgeLaboratory yang ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Random Index (RI)

e. Consistency Ratio (CR). Consistency Ratio(CR), merupakan parameter yang digunakanuntuk memeriksa apakah perbandinganberpasangan yang telah dilakukan konsisten atautidak. Untuk menghitung Consistency Ratiodibutuhkan nilai Random Index (RI) yangdidapat dari tabel Oarkridge (Tabel 5). Nilai CRtidak boleh lebih dari 0,10 jika penilaian kriteriatelah dilakukan dengan konsisten.

f. Penggabungan pendapat responden. Dalamaplikasinya penilaian kriteria dan alternatifdilakukan oleh beberapa responden.Konsekuensinya pendapat beberapa respondentersebut perlu dicek konsistensinya satu per satu.Pendapat yang konsisten kemudian digabungkandengan menggunakan rata-rata geometrik.

mm

kij(k)a∏

=

=1

ijg

dimana m adalah jumlah responden pakar yangmemenuhi syarat tingkat konsistensi.

Hasil penilaian gabungan ini kemudian diolah denganprosedur AHP yang telah diuraikan sebelumnya.Untuk mengidentifikasi resistensi internal, dilakukanpengukuran tingkat resistensi melalui kuisioner yangdibagikan ke responden. Dalam hal ini respondendiminta untuk memberikan penilaian denganmenggunakan skala pengaruh satu sampai sembilan.Skala 1 (satu) menunjukkan pengaruh yang sangatsedikit dan skala 9 (sembilan) menunjukkan pengaruhyang sangat banyak atau sangat terpengaruh. Penilaianini dilakukan terhadap semua departemen di dalamperusahaan.

Untuk menentukan alternatif strategi mengurangiresistensi akibat terjadinya konversi energi digunakanAnalytical Hierarchy Process (AHP) dengan bantuanprogram expert choice.

Page 39: JMA VOL 6 NO. 1

35Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Uraian dan langkah AHP sama dengan penjelasanuntuk menentukan strategi konversi energi. Informasimengenai sasaran, aktor, faktor dan alternatif strategitersebut disusun dalam bentuk hirarki (Gambar 4).

Gambar 4. Rancangan Hirarki Strategi Mengurangi Resistensi Akibat TerjadinyaKonversi Energi

GAMBARAN UMUM PT. LION METALWORKS Tbk.

PT. Lion Metal Works Tbk (LMW) merupakanperusahaan yang menggunakan bahan baku plat bajauntuk memproduksi peralatan perkantoran,pergudangan, kanal “C”, bahan bangunan dankonstruksi, peralatan rumah sakit, brankas danperalatan pengaman. Semua produk yang dihasilkanPT LMW menggunakan merek “LION”. PT LMWberdiri pada tanggal 16 Agustus 1972 dan merupakanperusahaan yang didirikan dalam rangka PenanamanModal Asing (PMA), kerjasama antara pengusahaIndonesia, Singapura dan Malaysia. Di Indonesia,perusahaan ini berkantor pusat di Jalan Raya BekasiKilometer 24,5 Cakung – Jakarta Timur, yangmerupakan lokasi industri dan kantor pemasaran untukwilayah Indonesia bagian barat. PT LMW mempunyaikantor cabang di Sidoarjo dan kantor pemasaran diSurabaya Jawa Timur, untuk memenuhi kebutuhanpasar di wilayah Indonesia bagian timur.

Selain memproduksi produk-produk denganmenggunakan merek “LION”, PT LMW juga telahmendapat beberapa lisensi dari luar negeri yangmemberikan wewenang untuk melakukan produksi,perakitan, serta melakukan kegiatan pemasaran didalam negeri. Beberapa lisensi tersebut yaitu :• Burositzmobel Fabrik Friedrich-W. Dauphin GmbH

& Co. (Germany) untuk produk kursi kantor.• Fichet Bauche SA (France) untuk produk Fire Proof

Safe dan High Security Safe.

• Underwriters Laboratories Inc. (USA) untukstandarisasi produk Fire Door dan Steel Door.

Visi dan Misi Perusahaan

Perusahaan mempunyai visi sebagai berikut “PT. LionMetal Works Tbk. ingin menjadi produsen terkemukadari hasil produk plat baja dan sejenisnya di Indonesiauntuk lokal serta pasar global demi kepuasan kualitashidup”. Untuk mencapai visi tersebut, perusahaanmenetapkan misi bahwa “PT. Lion Metal Works Tbk.bertekad menjadi perusahaan terkemuka dalammenghasilkan produk–produk dari plat baja dansejenisnya melalui perencanaan yang baik,meningkatkan kualitas dan desain/model produk secaraterus–menerus, harga bersaing dan pelayanan yangcepat untuk memenuhi kebutuhan pelanggan”. Dalamrangka meningkatkan kepuasan pelanggan, perusahaanjuga menetapkan kebijakan mutu “PT. Lion MetalWorks Tbk. bertekad memuaskan pelanggan melaluicara menyediakan produk bermutu tinggi, pengirimantepat waktu, dan menanggapi permintaan pelayanandengan cepat dan tepat”.

Ruang Lingkup Kegiatan Perusahaan

Kegiatan perusahaan mencakup perancangan,pembuatan dan pemasangan perlengkapan kantor daribesi, untuk perlengkapan rumah sakit, brankas danperlengkapannya, perlengkapan dan sistem gudangpenyimpanan, bahan bangunan serta produk besilainnya. Semua aktivitas produksi tersebut disesuaikandengan standar yang berlaku baik secara nasionalmaupun internasional.

Page 40: JMA VOL 6 NO. 1

36 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Bahan Baku

Bahan baku utama kegiatan perusahaan adalah plat bajacanai panas (hot rolled steel) dan plat baja canai dingin(cold rolled steel) dalam bentuk gulungan ataupun dalambentuk lembaran. Kebutuhan bahan baku utama tersebutmencakup sekitar 80% dari seluruh kebutuhan bahanbaku yang diperlukan perusahaan. Bagian terbesar darikebutuhan bahan baku utama tersebut diperoleh daripemasok dalam negeri yaitu PT Krakatau Steel. Sisakekurangan pemenuhan kebutuhan diperoleh daripemasok luar negeri seperti Malaysia dan Jepang.

Bahan baku penunjang lainnya seperti serbuk cat(powder coating), karet busa, karton pembungkus,dan lainnya diperoleh dari pemasok dalam negeri. Untukmenjaga mutu produk, perseroan masih mengimporbarang pelengkap seperti kunci dan lain-lain.

Bahan Bakar

Selain bahan baku plat baja dan bahan penunjanglainnya, perusahaan juga memerlukan bahan bakar solaruntuk menunjang operasional mesin oven. Pemakaianmesin oven dalam proses produksi dimaksudkan agarproduk yang dihasilkan mempunyai kualitas pengecatanyang lebih baik. Pengovenan dilakukan untuk semuajenis produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Mesinoven ini ditempatkan di ruang produksi plant 1, yangmemproduksi barang-barang standart dan di ruangproduksi plant 2, yang memproduksi barang-barang nonstandar.

Mesin oven ini dioperasikan rata-rata minimal selama15 jam per hari dan tidak dioperasikan hanya pada harilibur, kecuali jika ada kegiatan produksi yang harussegera diselesaikan. Ruang oven mempunyai panjangkurang lebih 30 meter, dengan suhu di dalam ruangoven mencapai 200 sampai 210 derajat Celcius.Pemanasan mesin oven menggunakan bahan bakarsolar. Rata-rata jam operasi per hari selama 15 jam,solar yang diperlukan rata-rata 30.000 liter per bulan.Pemakaian bahan bakar solar untuk mesin ovenmempunyai kecendurungan naik dari tahun ke tahun(Tabel 6).

Produk yang Dihasilkan dan Proses Produksi

Produk yang dihasilkan perusahaan terdiri dariperlengkapan kantor, peralatan rumah sakit dan sistempenyimpanan arsip (filing cabinet, steel cupboard,modular unit, mobile filling system, steel desk, officechair, open plan office system, dan hospital equipment),brankas dan peralatan pengamanan (fire proof fillingcabinet, fire proof safe, high security safe, hotelbedroom safe, dan safe deposit boxes), peralatanpergudangan (pallet rack, drive in rack, multitier rack,shelving rack, slotted angle rack, display rack, danmobile rack), perlengkapan bahan bangunan dan

konstruksi (steel dan fire door, cable support system,truss), serta Kanal C dan sejenisnya. Proses produksisecara umum mulai dari bahan baku sampai denganproduk akhir ditunjukkan pada Gambar 5.

Pengendalian Mutu

PT LMW sangat memperhatikan kualitas atas semuaproduk yang dihasilkan sesuai dengan mottoperusahaan : “LION JAMINAN MUTU” dan iniditunjukkan dengan diperolehnya sertifikat SistemManajemen Mutu ISO 9002 pada tanggal 19 Desember1997 dari SGS Yarsley, International CertificationSevices Limited Nomor Q11546, dan pada tahun 2001telah ditingkatkan menjadi ISO 9001:2000. Sertifikattersebut telah beberapa kali diperpanjang dan terakhirpada tanggal 19 Desember 2008 dengan sertifikat No.ID04/0390. Saat ini perusahaan dalam tahapmempersiapkan untuk meningkatkan menjadi sertifikatISO 9001:2008.

Pengendalian mutu pada setiap barang jadi disesuaikandengan standar mutu yang telah ditetapkan, baik olehBiro Perencanaan/Rancang Bangun Perseroan maupunyang tercantum dalam Standar Nasional Indonesia(SNI) dan sistem manajemen mutu internasional (ISO9001:2000). Mutu produk yang dihasilkan daripemeriksaan yang sistematis dan konsisten secaraberkala serta terpadu, baik secara satuan maupunsecara acak, dimulai dari masuknya bahan baku,dilanjutkan dengan proses potong, perforasi, tekuk, las

Tabel 6. Data Pemakaian Bahan Bakar Solar Industri Perusahaan

Page 41: JMA VOL 6 NO. 1

37Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Gambar 5. Bagan Alur Proses Produksi

titik dan pengecatan, sampai pada proses perakitan akhirbarang jadi, semua diperiksa dengan seksama, demimenjamin mutu yang baik bagi kepuasan para pemakaidan pelanggan.

Pemasaran

Sesuai dengan kelompok produk yang dihasilkan olehperusahaan, operasional pemasaran diselaraskandengan kelompok produk yang didukung oleh tenagapemasaran yang terampil dan berpengalaman. PTLMW mempunyai bagian teknik pemasaran(marketing engineering) yang berfungsi untukmembantu memberikan presentasi dan penjelasanteknis lainnya kepada pelanggan, dan mengantisipasiperkembangan produk-produk yang ada, sertaperencanaan produk-produk di masa yang akan datangdisesuaikan dengan kebutuhan pasar.

Produk-produk yang dihasilkan telah dipasarkan secaraluas di seluruh Indonesia dengan mengunakan merek“LION”. Jaringan penjualan yang dilakukan terdiri daripenjualan secara langsung, penjualan secara tidaklangsung, dan penjualan ekspor. Penjualan secaralangsung, umumnya dilakukan hanya untuk memenuhipermintaan proyek-proyek yang tersebar di seluruhwilayah Indonesia. Penjualan secara tidak langsungdengan dua cara yaitu penjualan melalui distributor,dealer dan suplier yang tersebar di seluruh wilayahIndonesia (umumnya untuk menjual produk-produkstandar seperti filling cabinet, brankas, lemari, kursi,meja dan produk standar lainnya) dan penjualan melalui

konsultan dan suplier proyek (umumnya untukmemenuhi kebutuhan proyek-proyek seperti jenisproduk perlengkapan kantor dan furniture, barang-barang konstruksi, rak untuk pergudangan, partisi danlain-lain). Penjualan ekspor umumnya untuk menjualbeberapa jenis produk standar dan beberapa jenisproduk yang tidak standar, termasuk diantaranya rakuntuk pergudangan.Negara tujuan ekspor adalah Malaysia, Singapura danbeberapa negara di kawasan Afrika.

Dampak Lingkungan

Secara keseluruhan, aktivitas industri PT LMW tidakmembahayakan dan tidak mempunyai dampak pentingterhadap lingkungan. Hal tersebut karena dalam prosesproduksi yang dilakukan, PT LMW tidak menggunakanbahan beracun dan berbahaya (B3) dan hanyamenghasilkan limbah padat berupa potongan plat baja.Berkaitan dengan proses pengecatan, sejak tahun 1997PT LMW telah menerapkan sistem pengecatan denganmenggunakan serbuk cat (powder coating) yangramah lingkungan untuk sebagian besar produk. Prosesini tidak ada menghasilkan limbah yang cair. Khususuntuk sebagian kecil produk, proses pengecatan masihmenggunakan cat cair yang hasil limbahnya selalu diujidan dilaporkan setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada BadanPengendalian Dampak Lingkungan Daerah(Bapedalda). Atas rekomendasi dari Badan PengelolaLingkungan Hidup (BPLH) DKI Jakarta, PT LMWjuga telah membuat dan mempunyai tangki pengelolaanlimbah domestik pada tahun 2007.

Page 42: JMA VOL 6 NO. 1

38 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Sumber Daya Manusia Dan Struktur Organisasi

PT LMW menganggap sumberdaya manusiamerupakan aspek penting dalam melaksanakankegiatan untuk mencapai keberhasilan usaha terutamadalam menghadapi perdagangan bebas. PT LMWselalu berusaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang dimilikinya melalui pendidikan,pelatihan dan peningkatan kesejahteraan bagikaryawannya. Dalam rangka meningkatkan kualitassumber daya manusia, PT LMW telah melaksanakanprogram 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke)atau 5P (Pemilahan, Penataan, Pembersihan,Pemantapan, Pembiasaan), QCC (Quality ControlCircle), dan melaksanakan audit internal secara teraturterhadap pelaksanaan manajemen mutu ISO 9001:2000.PT LMW juga telah melaksanakan PeraturanPemerintah untuk mensejahterakan karyawan yaitudengan memberikan gaji diatas Upah MinimumSektoral Propinsi (UMSP) Propinsi DKI Jakarta yang

telah ditetapkan. Jumlah karyawan perseroan sampaidengan akhir Januari 2009 sebanyak 819 orang (diluarDirektur dan Komisaris) setelah mengalamipengurangan karyawan karena krisis ekonomi global.Secara keseluruhan struktur organisasi PT LMW untukwilayah Indonesia ditunjukkan pada Gambar 6.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemilihan Bahan Bakar Alternatif

Ketergantungan perusahaan terhadap ketersediaan solaruntuk operasional mesin oven, terus mengalami kenaikandari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnyaproduksi (Lampiran 2-4). Konversi energi merupakansalah satu alternatif untuk menyelesaikan permasalahtersebut. Penggunaan energi lain berupa gas dalamproses pengovenan sebenarnya telah dilakukan olehperusahaan sejenis yang merupakan kompetitor PTLMW (Tabel 7). Kondisi ini dapat mengancam aktivitasbisnis PT LMW.

Tingkat kepercayaan yang menurun karenaketerlambatan pengiriman sebagai akibat dariketergantungan terhadap solar akan membuat konsumenberalih menggunakan produk kompetitor. Kondisi inidipastikan akan sangat merugikan bisnis perusahaandalam jangka panjang. PT LMW harus mempertahankankepercayaan konsumen terhadap kemampuannyadengan menjalankan kebijakan strategik tertentu untukmemproduksi tepat waktu. Konversi energi merupakansuatu kebijakan strategik untuk mendukung kebijakanperusahaan mempertahankan kelancaran produksi.

Gambar 6. Struktur Organisasi PT LMW

Page 43: JMA VOL 6 NO. 1

39Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Secara sederhana, program konversi energidimaksudkan untuk mengganti bahan bakar solardengan bahan bakar lain. Selain konversi energi bahanbakar dari minyak tanah ke gas elpiji, bentuk konversienergi lain adalah konversi energi bahan bakar dari solarmenjadi gas. Alasan utama pemakaian bahan bakarsolar sampai saat ini adalah karena minimnya informasitentang penggunaan energi selain solar yang dapatdigunakan untuk mesin oven. Program konversi energidiharapkan dapat mendukung kebijakan perusahaanuntuk memproduksi dan mengirimkan produk kekonsumen dengan tepat waktu.

Tabel 7. Daftar Industri Pengguna Bahan Bakar Gas

Berdasarkan rapat manajemen (management review),pemilihan alternatif energi bahan bakar pengganti solarakan dilakukan dengan memperhatikan lima kriteriasebagai bahan pertimbangan yaitu harga, kalori, biayainstalasi, distribusi, dan pencemaran udara. Alternatifjenis bahan bakar yang akan dipertimbangkan untukdijajaki adalah gas, batu bara, dan jelantah. Hasilperbandingan masing-masing kriteria menghasilkanbobot untuk setiap kriteria. Berdasarkan perhitunganpair wise comparison, peringkat bobot dari masing-masing kriteria ditunjukkan pada Tabel 8.

Peringkat untuk setiap energi alternatif (gas, batu bara,dan jelantah) dan solar diberikan menggunakan skalatertentu berdasarkan setiap kriteria yang ditunjukkanpada Tabel 9.

Khusus untuk kriteria harga, kalori dan biaya instalasi,penentuan peringkatnya didasarkan pada data sekunderuntuk setiap jenis alternatif (Tabel 10). Batu baramerupakan bahan bakar yang paling murah, sedangkanjelantah merupakan bahan bakar dengan tingkat kaloritertinggi, serta biaya instalasi termurah adalah bahanbakar solar.

Hasil peringkat dari seluruh responden untuk setiapkriteria dan alternatif ditunjukkan pada Tabel 11.Seluruh nilai modus dari setiap kriteria pada Tabel 11dikombinasikan dengan data harga dan kalori pada Tabel10, dihasilkan peringkat alternatif energi denganmenggunakan metode Bayes (Tabel 12), sebagai berikut:1. Gas dengan total skor 5.18632. Batu bara dengan total skor 4.97363. Solar dengan total skor 4.21954. Jelantah dengan total skor 3.1604

Tabel 8. Peringkat Bobot Kriteria

Hasil analisa menunjukkan bahwa gas merupakanalternatif bahan bakar yang paling memungkinkansebagai pengganti solar. Alasan lain penggunaan gasdiantaranya adalah karena harganya lebih murah dancenderung lebih stabil serta adanya jaminan persediaanstok nasional. Alternatif bahan bakar kedua yaitu batubara didasarkan pada pertimbangan harga yang relatiflebih murah. Selain itu, kedua alternatif bahan bakar diatas (gas dan batu bara) memiliki perbedaan signifikanyang ditunjukkan pada Tabel 13.

Page 44: JMA VOL 6 NO. 1

40 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Strategi Konversi Energi

Untuk menentukan strategi konversi energi yang dapatditerapkan di perusahaan, dilakukan penelitian kepadaresponden internal melalui kuesioner yang telahdibagikan. Pendapat responden selanjutnya diolahdengan menggunakan Analytical Hierarcy Process

Tabel 9. Keterangan Skala untuk Kriteria Distribusi danPencemaran

Tabel 10. Peringkat Kriteria Harga, Kalori dan Biaya Instalasi

Sumber : PGN (untuk harga dan kalori) dan Departemen BM (untuk biaya instalasi)

Tabel 11. Hasil Penilaian Seluruh Responden terhadapKriteria Distribusi dan Pencemaran

(AHP) yang diimplementasikan dalam mikrokomputerdengan menggunakan program Expert Choice.

Dalam penentuan strategi konversi energi diperusahaan, tujuan (goal) yang ingin dicapai adalahstrategi konversi energi dari solar ke gas. Pelaku (actor)dari hirarki adalah Direktur Teknik, Direktur Keuangan,

Tabel 12. Penilaian Alternatif Bahan Bakar

Page 45: JMA VOL 6 NO. 1

41Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Tabel 13. Perbedaan Antara Gas dan Batubara

dan Direktur Pengembangan Bisnis. Penentuan aktortersebut didasarkan pada pendapat responden yangmenyebutkan bahwa ketiga pimpinan tersebutmerupakan pengambil keputusan akhir bila programkonversi energi akan dijalankan. Faktor hirarki jugadiperoleh dari interview langsung dengan seluruhresponden. Hasil yang diperoleh menyebutkan bahwafaktor yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaanprogram konversi energi adalah biaya instalasi, biayaoperasional, dan kesinambungan produksi.

Faktor biaya instalasi perlu dipertimbangkan karenapada prinsipnya biaya instalasi merupakan biayainvestasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.Biaya investasi yang dikeluarkan harus bermanfaat bagikelangsungan perusahaan. Faktor biaya operasionalperlu dipertimbangkan, karena pelaksanaan konversienergi dari solar menjadi gas berpengaruh terhadappengeluaran biaya perusahaan untuk pembelian bahanbakar. Perusahaan akan mempertimbangkan programkonversi energi bila hal tersebut berpengaruh terhadappenurunan biaya operasional untuk mesin oven. Faktorkesinambungan produksi perlu dipertimbangkan karenasasaran utama program konversi energi adalah untukmenunjang proses produksi. Kelancaran prosesproduksi akan mempengaruhi proses perusahaanselanjutnya.

Implikasi pilihan bahan bakar gas sebagai alternatifenergi utama sebagai pengganti bahan bakar solar danberdasarkan informasi dari PT Perusahaan Gas Negara(PT. PGN Persero) Tbk., terdapat dua cara untukmendapatkan pelayanan sambungan pipa gas dari PGN.

Pertama, yaitu pelayanan sambungan pipa gas secaramandiri yang dapat dilakukan setiap waktu. Kedua,yaitu pelayanan sambungan pipa gas dengan caramendaftar secara normal yang akan dilayaniberdasarkan urutan pendaftar.

Pelayanan sambungan pipa gas mandiri merupakansuatu program pemasangan instalasi gas yang dilakukandengan biaya instalasi ditanggung oleh perusahaan.Semua biaya instalasi dari pipa saluran gas utama (yangada di jalan utama) menuju ke perusahaan, termasukpengadaan alat MR/S (meter regulating station)menjadi tanggungan perusahaan pendaftar sepenuhnya.Program ini dapat dilakukan setiap waktu, tergantungpada kesiapan dana perusahaan. Resiko dari programinstalasi mandiri adalah bahwa setelah semua instalasipipa gas dan MR/S terpasang, perusahaan harusmenghibahkan sambungan pipa gas dari saluran pipagas utama ke perusahaan serta alat MR/S ke PT PGN.Alasannya, PT PGN bertanggungjawab penuh terhadapperawatan pipa gas dari saluran utama ke perusahaantermasuk alat MR/S, sejak pertama kali gas dialirkanke perusahaan. Hal tersebut dilakukan oleh PGN dalamrangka menjamin kepuasan pelanggan, karena sejakpenghibahan instalasi pipa gas maka perusahaan tidakperlu merawat dan mengganti pipa gas utama sertaalat MR/S apabila terjadi kerusakan kapanpun. Hanyapada awalnya saja perusahaan harus berinvestasi lebihbesar dibandingkan pendaftar normal. Pandanganberkaitan dengan program instalasi mandiri dankonsekuensi yang harus ditanggung oleh perusahaanditunjukkan pada Tabel 14.

Page 46: JMA VOL 6 NO. 1

42 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Tabel 14. Pandangan Terhadap Penyerahan InstalasiGas Kepada PT PGN

Pelayanan sambungan pipa gas dengan cara mendaftarsecara normal merupakan suatu program pendaftaransambungan gas secara normal yang dilakukan olehperusahaan kepada PT PGN dengan biaya instalasiditanggung oleh PT PGN. Pendaftaran secara normalini akan mendapatkan pelayanan instalasi berdasarkanurutan pendaftar. Dalam program ini perusahaan(pendaftar) akan mendapatkan pelayanan instalasiantara 24 sampai 30 bulan sejak pendaftaran diterimaPGN. Lamanya penanganan sambungan ini karenaberkaitan dengan pemakaian anggaran dan jumlahpelanggan baru yang mendaftar cukup banyak. Resikodari instalasi melalui pendaftaran secara normal adalahketidakpastian jadwal pelayanannya, sehingga akanberpengaruh terhadap operasional produksi. Hal yangperlu mendapatkan perhatian adalah dalam masa

antrian tersebut berbagai kemungkinan dapat terjaditerhadap bahan bakar solar, seperti yang telah terjadipada tahun 2008 yang berpengaruh terhadapoperasional produksi.

Selain menggunakan dua cara instalasi pipa gastersebut diatas, perusahaan dapat melakukan programinstalasi pipa gas mandiri secara bertahap. Maksud dariprogram ini adalah sama dengan program pelayanansambungan pipa gas mandiri, tetapi pelaksanaaninstalasi dilakukan bertahap untuk plant 1 dan plant 2.Resiko program instalasi ini sama dengan programpelayanan sambungan pipa gas mandiri. Perbedaannyaterletak pada alokasi biaya yang dikeluarkan tidaksebesar instalasi mandiri secara langsung untuk plant1 dan plant 2 dalam waktu yang bersamaan.

Ketiga cara instalasi tersebut diatas dijadikan sebagaialternatif strategi konversi energi dari solar ke gas.Hirarki AHP untuk menentukan strategi ditunjukkanpada Gambar 7.

Dalam kuesioner yang telah dibagikan, respondeninternal diminta untuk melakukan penilaianperbandingan berpasangan untuk aktor, faktor danalternatif dengan menggunakan skala pertimbangan 1(satu) sampai 9 (sembilan) dengan katagori sepertidisajikan pada Tabel 15.

Gambar 7. Hirarki Strategi Konversi Energi

Page 47: JMA VOL 6 NO. 1

43Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Gabungan pendapat responden internal setelah diprosesdengan menggunakan program expert choice,diperoleh hasil yang ditunjukkan pada Gambar 8.

Tabel 15. Skala Tingkat Pertimbangan

Aktor, faktor yang perlu dipertimbangkan, sertaalternatif strategi konversi energi terbaik yangdipertimbangkan menurut pandangan respondenditunjukkan pada Tabel 16, Tabel 17 dan Tabel 18.

Gambar 8. Hasil Pembobotan Strategi Konversi Energi

Gambar 9. Diagram Hasil Pembobotan Strategi Konversi Energi

Page 48: JMA VOL 6 NO. 1

44 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Tabel 16. Peringkat Aktor dalam Strategi KonversiEnergi

Tabel 18. Peringkat Alternatif Strategi dalam Strategi KonversiEnergi

Pendapat responden tersebut diatas memberikaninformasi yang perlu dipertimbangkan dalampelaksanaan strategi konversi energi di perusahaan.Hasil pendapat responden menyebutkan bahwa yangperlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan strategikonversi energi di perusahaan adalah sebagai berikut :1. Aktor yang paling dipertimbangkan adalah Direktur

Keuangan, dengan bobot 0,560.2. Faktor yang paling dipertimbangkan adalah faktor

kesinambungan produksi, dengan bobot 0,456.3. Alternatif strategi yang paling dipertimbangkan

adalah strategi instalasi mandiri bertahap, denganbobot 0,599.

Identifikasi Resistensi Internal

Resistensi (penolakan) selalu muncul dalam setiapperubahan, baik perubahan kepengurusan organisasiatau perubahan terhadap sistem dan mekanisme kerjadalam organisasi. Tingkat resistensi berbeda-beda tergantung pada besar atau kecilnya pengaruhyang ditimbulkan oleh perubahan tersebut. Meskipun

terjadi perubahan yang sama dalamsuatu organisasi, tingkat resistensinyabelum tentu sama antara waktusekarang dengan waktu yang akandatang. Tingkat resistensi sangatdipengaruhi oleh banyak faktor yangterjadi pada saat perubahandilakukan atau sedang terjadi.

Resistensi Departemen danBagian

Rencana konversi energi di PT LMW akanmempengaruhi bagian-bagian tertentu dalamperusahaan. Pengukuran tingkat resistensidilakukan dengan skala pengaruh satu sampaidengan sembilan, dimana skala 1 menunjukkanpengaruh yang sangat sedikit dan skala 9menunjukkan pengaruh yang sangat tinggi atausangat berpengaruh (Tabel 19).

Departemen Project Instalation, LogisticRaw Material, Finance, Accounting, Marketing danGeneral Admin, tidak terpengaruh terhadap programkonversi energi bahan bakar solar. DepartemenLogistic-Purchasing terpengaruh dengan level sedangterhadap program konversi energi bahan bakar solar.Hal ini terlihat dari seluruh jawaban responden yangberada pada skala pengaruh 4,70. Departemen yangpaling terpengaruh oleh kebijakan konversi energitersebut adalah Departemen Produksi Plant 1 dan Plant2. Skala pengaruh kedua departemen ini menunjukkannilai tertinggi yaitu sebesar 5,60.

Tabel 17. Peringkat Faktor dalam Strategi Konversi Energi

Tabel 19. Tingkat Resistensi Departemen

Page 49: JMA VOL 6 NO. 1

45Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Dari hasil wawancara langsung dengan ManagerDepartemen Logistic– Purchasing diketahui bahwadepartemen tersebut terpengaruh terhadap programkonversi energi karena departemen tersebutmempunyai tugas baru berupa pengawasan terhadappelayanan dan pembayaran jasa berlangganan gas dariPerusahanan Gas Negara (PGN) setiap bulan. Namundemikian, program konversi energi ini akan menurunkanjumlah pembelian solar industri oleh perusahaan yangakan berpengaruh terhadap besarnya pendapatan staftertentu di lingkungan departemen yang bersangkutan.Kondisi ini yang berpotensi menjadi resistensi tersendiribagi Departemen Logistic–Purchasing sehingga perluditangani dengan baik.

Bentuk penanganan yang dapat dilakukan untukmeminimalkan resistensi tersebut diantaranya adalah1. Menyampaikan secara terbuka dan jelas kepada

pimpinan manajemen tentang hasil pendapat danpenilaian responden internal terhadap departemenyang bersangkutan. Management harusmenjelaskan secara langsung kepada manajerdepartemen bahwa program konversi energimerupakan program untuk kepentingan perusahaandalam jangka panjang. Program konversi energi inisangat bermanfaat bagi perusahaan untukmenghadapi persaingan dengan perusahaan sejenis.Melalui penjelasan detail tentang manfaat programkonversi energi dan ketegasan sikap perusahaan,diharapkan departemen yang bersangkutan dapatmengerti dan mendukung program konversi energi.

2. Jika melalui penjelasan secara langsung kepadadepartemen yang bersangkutan tidak mencapai hasilyang optimal, maka merujuk pada teori Lewin,manajemen dapat memperkuat driving force danmelemahkan resistances to change departemenmelalui tahapan langkah-langkah yang ada yaitu :

• Unfreezing. Tahap ini perusahaanmelakukan proses penyadaran tentangkeadaan yang dialami akibat keterlambatansuplai bahan bakar dan manfaat program

konversi energi bagi perusahaan dalamrangka menghadapi persaingan bisnis. Halini dilakukan melalui pertemuan internal(meeting) antara pimpinan perusahaan dansemua pimpinan departemen.

• Changing. Tahap berikutnya perusahaanmenekankan kepada seluruh pimpinandepartemen untuk mendukung dan berperanaktif dalam pelaksanaan program konversienergi. Setiap departemen diwajibkanmembuat program kerja yang mendukungkebijakan tersebut. Program ini dilakukandalam rangka meningkatkan kepercayaankonsumen terhadap kemampuan perusahaanuntuk menghasilkan dan mengirim produktepat waktu. Kebijakan yang dicanangkanoleh pimpinan perusahaan ini akanmelemahkan penolakan setiap departementerhadap perubahan (resistances to change).

• Refreezing. Pada tahap akhir, pimpinanperusahaan menetapkan kebijakan baruberkaitan dengan konversi energi yangdidukung oleh setiap departemen (a newdynamic equilibrium).

Perubahan yang terjadi pada bagian produksimerupakan perubahan yang bersifat strategik.Perubahan tersebut berpengaruh langsung terhadapbeberapa bagian di lini produksi. Untuk mendapatkaninformasi tentang bagian-bagian yang terpengaruh,dilakukan penilaian pengaruh perubahan strategikterhadap setiap bagian di departemen produksi. Bagianyang dinilai adalah bagian Cutting, Assembling, RollForming, Painting, Sheet Metal, Special Project,Special Job, Packing, Engineering, QualityControl, Maintenance, dan Workshop. Penilaianmenggunakan skala pengaruh 1 (satu) sampai 9(sembilan), dengan menggunakan katagori yang samauntuk mengukur pengaruh di departemen. Hasilpenilaian pengaruh beberapa bagian di departemenproduksi ditunjukkan pada Tabel 20.

Tabel 20. Skala Resistensi Bagian Produksi

Page 50: JMA VOL 6 NO. 1

46 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Skala resistensi bagian produksi dalam Tabel 19menunjukkan :1. Bagian Assembling, Cutting, Roll Forming, Sheet

Metal, Special Project, Packing, Engineering,dan Special Job, sama sekali tidak terpengaruhprogram konversi energi.

2. Bagian Quality Control, Maintenance, danWorkshop, terpengaruh terhadap program konversienergi pada skala antara 0,20 sampai 2,20.Pengaruh pada ketiga bagian tersebut dikatakankecil karena skalanya dibawah 3.

3. Bagian Painting 1 dan 2, terpengaruh terhadapprogram konversi energi pada skala 5,60. Pengaruhpada bagian painting dikatakan sedang karenaskalanya antara 4 sampai 6.

Pengaruh yang dialami oleh bagian-bagian ini karena :

• Bagian quality control terpengaruh dalam halpengawasan terhadap hasil pengovenan produk.Dalam hal ini bagian QC perlu melakukan perubahanterhadap SOP yang berkaitan dengan prosespengovenan.

• Bagian maintenance terpengaruh dalam halperubahan cara perawatan pipa bahan bakar mesinoven. Pelaksanaan konversi energi berpengaruhterhadap perubahan SOP perawatan pipa saluranbahan bakar ke oven.

• Bagian workshop terpengaruh dalam halpembuatan spare part untuk mesin oven yang harussesuai dengan standart yang ditentukan oleh PGN.Perusahaan lebih mengutamakan pembuatan sparepart sendiri, karena harga spare part PGNcenderung lebih mahal.

Beberapa parameter atau bidang yang terpengaruhakibat konversi energi terhadap seluruh bagian diproduksi terdiri dari sikap kerja, produktivitas kerja,status bagian, jumlah karyawan, dan SOP bagian. Tabel21 menunjukkan bahwa pengaruh konversi energi didepartemen produksi yang paling tinggi adalah sebagaiberikut :

Tabel 21. Bidang Pengaruh Bagian Produksi

• Bagian painting dengan total pendapat 63,1% yangterbagi dalam hal status bagian, jumlah karyawan,SOP bagian, sikap kerja, dan produktivitas kerja.

• Bagian quality control dengan total pendapat19,3% yang terbagi dalam hal SOP bagian danjumlah karyawan.

• Bagian maintenance dengan total pendapat 17,6%yang terbagi dalam hal SOP dan jumlah karyawan.

• Selain bagian painting, quality control danmaintenance, bagian lain di departemen produksisama sekali tidak terpengaruh.

Pelaksanaan konversi energi berpengaruh terhadapSOP (standard operation procedure) bagian painting1 dan 2, bagian quality control dan bagianmaintenance. Hal ini disebabkan karena adanyaperbedaan pelaksanaan prosedur kerja antarapemakaian solar dan pemakaian gas pada mesin ovenperusahaan. Sebagai contoh, sampai saat ini prosedurpengoperasian mesin oven oleh bagian painting 1 dan2 dimulai dengan pengecekan kecukupan persediaansolar pada tangki penampungan. Pengecekan inidilakukan untuk memastikan operasional mesin oventidak terganggu dari permulaan sampai selesai. Selainmelakukan pengecekan harian, bagian tersebut jugaharus memprediksi pemakaian solar mingguan.

Dengan pemakaian gas pada mesin oven,pengoperasian mesin ini akan berbeda dengan yangsudah dilakukan selama ini. Untuk mengatasikemungkinan terjadinya resistensi (penolakan) yangmuncul dari bagian painting, perlu dilakukan sosialisasiawal tentang kelebihan (keunggulan) dan kelemahan(bahaya) penggunaan gas pada mesin oven. Hal lainyang dapat dilakukan adalah dengan melakukan studibanding ke perusahaan lain yang telah menggunakangas. Setelah bagian painting memahami dengan jelas,dilanjutkan dengan pembuatan SOP (standardoperating procedure) pengoperasian mesin oven olehbagian terkait. Hal yang sama juga dilakukan terhadapbagian quality control dan bagian maintenance.

Page 51: JMA VOL 6 NO. 1

47Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Pelaksanaan konversi energi berpengaruh terhadapjumlah karyawan dan status bagian painting 1 dan 2.Peralihan pemakaian bahan bakar solar menjadi gasmengakibatkan beberapa karyawan bagian tersebutkehilangan fungsi dan tugasnya. Kondisi tersebutmemungkinkan terjadinya resistensi (penolakan) padabagian painting. Penolakan tersebut berkaitan denganpengurangan karyawan melalui pemutusan hubungankerja (PHK) atau peleburan bagian tersebut menjadisatu bagian dengan bagian lain. Berkaitan denganresistensi di bagian painting, perlu dilakukan pengalihanfungsi bagian painting menjadi bagian baru tanpamelakukan PHK.

Pengaruh lainnya pada bagian painting adalahperubahan sikap kerja dan penurunan produktivitaskaryawan bagian painting 1 dan 2. Penangananresistensi pada bagian painting dilakukan dengan satukebijakan perusahaan yang meliputi penangananterhadap perubahan sikap kerja, penurunan produktivitaskerja, status dan jumlah karyawan.

Program konversi energi di perusahaan secarakeseluruhan menimbulkan 2 (dua) bagian besar, yaitubagian yang menerima dan bagian yang menolak(resisten). Selain pimpinan manajemen perusahaan,kedua bagian besar tersebut ditunjukkan pada Tabel 22.

Tabel 22. Bagian yang Menerima dan Menolak Program KonversiEnergi

Resistensi Pimpinan Manajemen Perusahaan

Program konversi energi selain berpengaruh terhadapdepartemen purchasing dan bagian painting dalamdepartemen produksi, juga menimbulkan resistensi(penolakan) pada pimpinan manajemen perusahaan.Resistensi pada pimpinan manajemen akanberpengaruh terhadap kebijakan yang akan diambil.Kemungkinan resistensi yang terjadi berkaitan denganprogram konversi energi ditunjukkan pada Tabel 23.

Tabel 23. Resistensi Konversi EnergiBagi Pimpinan ManajemenPerusahaan

Penanganan resistensi terhadap pimpinan manajemensangat perlu diperhatikan. Apabila resistensi tersebuttidak ditangani dengan baik, akan berakibat padagagalnya rencana program konversi energi. Padaumumnya, pimpinan manajemen perusahaan akanberinvestasi terhadap suatu bidang setelahmemperhitungkan berbagai kemungkinan denganseksama. Hal ini karena kegiatan investasi perusahaanberkaitan dengan pemakaian sejumlah dana yang besar,sehingga jangan sampai investasi tersebut menimbulkankerugian. Berkaitan dengan program konversi energiyang memerlukan biaya investasi cukup besar, pimpinanmanajemen perusahaan dapat dipastikan akan menolak

program tersebut apabila tidak menguntungkan bagiperusahaan. Sebaliknya apabila program tersebutmenguntungkan, maka ada kemungkinan pimpinanmanajemen perusahaan akan mempertimbangkannya.Untuk mengatasi hal tersebut, pimpinan manjemenperusahaan perlu mendapatkan penjelasan secara jelasmengenai dampak dari program konversi energi yangakan berpengaruh terhadap kelancaran proses produksi.Selain itu, kelancaran proses produksi tersebut akanberdampak pada pengiriman barang yang tepat waktuke konsumen. Penjelasan ini perlu dilakukan untukmenimbulkan pandangan positif bagi pimpinan

Page 52: JMA VOL 6 NO. 1

48 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

manajemen yang digunakan sebagai dasar pengambilankeputusan. Pandangan terhadap biaya investasi yangharus dikeluarkan oleh manajemen perusahaanditunjukkan pada Tabel 24.

Untuk menambah informasi tentang manfaat konversienergi bagi peruahaan, PT PGN memberikanpenjelasan tentang perbandingan harga antarapemakaian gas alam dan solar. Berikut disampaikanperbandingan harga pemakaian gas dan solar :Kalori gas alam : 9.500 Kkal / M³Kalori solar : 9.063 Kkal / LiterHarga gas alam : 3.73 US$ / MMbtu + Rp. 735 /

M³1 MMbtu : 27,5 M³1 US$ : Rp11.000,- (posisi 31/03/2009)Pemakaian Solar/bulan (asumsi) :33.600 liter (rata-rata per bulan)Konversi Energi (solar ke gas) :(33.600X9.063) / 9.500 = 32.054 M³Perhitungan konversi :Harga gas alam : 3.73 US$ / MMbtu + Rp. 735 / M³Perhitungan pembayaran gas alam per bulan sebagaiberikut :( 32.054 / 27,5 ) x 3,73 x 11.000 = Rp47.824.568,-

32.054 x 735 = Rp23.559.690,-Jumlah pembayaran gas alam = Rp71.384.258,-Harga solar industri per akhir Maret 2009 :Rp. 4.948,- / LiterPehitungan pembayaran solar per bulan sebagai berikut:33.600 x 4.948 = Rp166.252.800,-Selisih pembayaran gas alam dan solar yangmerupakan penghematan biaya bahan bakar perbulan adalah sebagai berikut :Rp166.252.800 – Rp71.384.258 = Rp94.868.542,-Rata-rata penghematan biaya pembayaran bahanbakar untuk mesin oven dalam 1 (satu) tahunsebesar :Rp94.868.542 x 12 = Rp1.138.422.504,-(terbilang : satu milyar seratus tiga puluh delapanjuta empat ratus dua puluh dua ribu lima ratusempat rupiah)

Dengan memperhatikan beberapa pertimbangan diatas,program konversi energi dari solar ke gas menghasilkandua manfaat bagi manajemen perusahaan, yaitu prosesproduksi dapat berjalan dengan lancar dan manfaatefisiensi biaya untuk pembelian bahan bakar. Keduamanfaat tersebut dapat dijadikan pertimbangan olehmanajemen perusahaan dalam mengambil keputusanpelaksanaan program konversi energi. Sebagaiinformasi tambahan, pelaksanaan program konversienergi memerlukan seorang kordinator pelaksana yangakan memastikan bahwa program tersebut berjalanyaitu Factory Manager. Factory Manager dipilihsebagai kordinator pelaksana karena program tersebutberhubungan dengan proses produksi.

Strategi Mengurangi Resistensi AkibatTerjadinya Konversi Energi

Sebagaimana telah disampaikan pada bagiansebelumnya, bahwa perubahan pemakaian energibahan bakar solar menjadi gas alam untuk mesin ovenproduksi di PT. LMW merupakan suatu perubahanstrategik. Dalam penentuan strategi konversi energi,diperoleh hasil bahwa strategi konversi energi denganmelaksanakan instalasi mandiri secara bertahapmerupakan alternatif strategi terbaik. Pelaksanaanalternatif strategi ini berpotensi menimbulkan resistensiterhadap bagian-bagian tertentu dalam perusahaan.Informasi yang diperoleh dari responden menyebutkanbahwa bagian tersebut adalah bagian painting didepartemen produksi, departemen purchasing danpimpinan manajemen perusahaan. Dengan demikiandiperlukan suatu strategi tertentu untuk mengelolaperubahan di dalam perusahaan dalam bentuk konversienergi sehingga perubahan tersebut terlaksana denganmengeliminasi kemungkinan resistensi yang timbul.

Untuk menentukan strategi mengurangi resistensiakibat terjadinya konversi energi yang dapat diterapkandi perusahaan, dilakukan penelitian kepada respondeninternal melalui kuesioner yang telah dibagikan.Pendapat responden selanjutnya diolah denganmenggunakan Analytical Hierarcy Process (AHP).Kriteria (faktor) dan alternatif, prioritasnya ditentukandengan cara melakukan perbandingan berpasangan.Dalam perbandingan ini diperlukan pemberianjudgement dengan angka, sehingga konsistensinyadapat diukur dan diinterpretasikan. Selanjutnya untukmengimplementasikan Analytical Hierarcy Process(AHP) dalam mikrokomputer digunakan programExpert Choice.

Tujuan (goal) yang ingin dicapai adalah strategimengurangi resistensi akibat terjadinya konversi energi.Pelaku (actor) dari hirarki tersebut adalah bagian

Tabel 24. Pandangan terhadap Biaya Investasi yangHarus Dikeluarkan oleh Perusahaan

Page 53: JMA VOL 6 NO. 1

49Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

painting, departemen purchasing, dan pimpinanmanajemen perusahaan. Penentuan aktor tersebutdidasarkan pada pilihan responden yang menyebutkanbahwa ketiga bagian tersebut merupakan bagian yangterpengaruh dan mempunyai kemungkinan terjadiresistensi bila program konversi energi dijalankan.Faktor, diperoleh dari interview langsung denganseluruh responden. Hasil yang diperoleh menyebutkanbahwa faktor yang perlu dipertimbangkan untukmengurangi resistensi akibat terjadinya konversi energiadalah pemberhentian karyawan (PHK), pendapatanberkurang, dan penghibahan instalasi ke PGN.

Faktor pemberhentian karyawan (PHK) perludipertimbangkan karena pada prinsipnya setiapkaryawan tidak ada yang bersedia di berhentikan daripekerjaannya. Pelaksanaan konversi energi dari solarke gas yang berdampak pada pemberhentian karyawan,kemungkinan akan menimbulkan resistensi pada bagianpainting. Faktor pendapatan berkurang perludipertimbangkan, karena pelaksanaan konversi energidari solar menjadi gas berpengaruh terhadapberkurangnya pendapatan bagian tertentu didepartemen purchasing. Hal tersebut merupakanakibat dari berkurangnya pembelian solar olehperusahaan. Faktor penghibahan instalasi ke PGN perlu

dipertimbangkan karena bagi perusahaan yang sudahgo public, penghibahan asset (instalasi pipa gas) yangtelah dibeli perusahaan memerlukan persetujuan RUPS(Rapat Umum Pemegang Saham). Untuk pelaksanaanRUPS diperlukan biaya, waktu dan jumlah kehadiranminimum para pemegang saham sesuai denganpersyaratan. Dengan memperhatikan aktor dan faktortersebut, alternatif strategi yang dapat dijalankan berupa(1) menciptakan bagian baru, (2) mutasi karyawan kekantor cabang dan (3) nilai investasi dibukukan sebagaibiaya instalasi gas. Khusus alternatif strategi yangketiga merupakan alternatif strategi yang diperoleh darihasil interview dengan petugas (Account Officer)Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Timur. Denganmemperhatikan aktor, faktor, dan alternatif strategi,maka hirarki AHP untuk menentukan strategimengurangi resistensi akibat terjadinya konversi energiditunjukkan pada Gambar 10.

Untuk memperoleh pendapat tentang alternatif strategiyang dapat dijalankan, dilakukan melalui kuesioner yangtelah dibagikan. Dalam kuesioner tersebut, respondeninternal diminta untuk melakukan penilaian perbandinganberpasangan untuk aktor, faktor dan alternatif denganmenggunakan skala pertimbangan 1 (satu) sampai 9(sembilan) dengan katagori seperti pada Tabel 25.

Gambar 10. Hirarki Strategi Mengurangi Resistensi

Page 54: JMA VOL 6 NO. 1

50 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Tabel 25. Skala Pertimbangan

Gabungan pendapat responden internal setelah diprosesdengan menggunakan program expert choice, diperolehhasil yang ditunjukkan pada Gambar 11 dan 12.

Aktor dan faktor yang paling terpengaruh, serta

alternatif strategi terbaik menurut pendapat respondendalam rangka pelaksanaan strategi mengurangiresistensi akibat terjadinya konversi energi diperusahaan, ditunjukkan pada Tabel 26, Tabel 27 danTabel 28.

Gambar 11. Hasil Pembobotan Strategi Mengurangi Resistensi

Gambar 12. Diagram Hasil Pembobotan Strategi Mengurangi Resistensi

Page 55: JMA VOL 6 NO. 1

51Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Tabel 26. Peringkat Bagian (actor) dalam StrategiMengurangi Resistensi

Tabel 27. Peringkat Faktor dalam Strategi Mengurangi Resistensi

Tabel 28. Peringkat Alternatif Strategi dalam Strategi MengurangiResistensi

Pendapat responden tersebut diatas memberikaninformasi yang perlu dipertimbangkan dalampelaksanaan konversi energi di perusahaan. Hasilpendapat responden menyebutkan bahwa yang perludipertimbangkan dalam pelaksanaan strategimengurangi resistensi akibat terjadinya konversi energidi perusahaan adalah sebagai berikut :1. Bagian yang paling dipertimbangkan adalah bagian

painting, dengan bobot 0,562.2. Faktor yang paling dipertimbangkan adalah faktor

pemberhentian karyawan (PHK), dengan bobot0,468.

3. Alternatif strategi yang paling dipertimbangkanadalah strategi menciptakan bagian baru, denganbobot 0,471.

Rencana kerja (action plan) untuk mengurangiresistensi pada bagian painting, departemenpurchasing dan manajemen perusahaan, yang timbulkarena pelaksanaan konversi energi ditunjukkan padaTabel 29.

Page 56: JMA VOL 6 NO. 1

52 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Tabel 29. Rencana Kerja untuk Mengurangi Resistensi Akibat Terjadinya KonversiNo Tanggal Rencana Kerja Penanggung Jawab 1 5 Juni 2009 Menyampaikan dalam rapat tinjauan

manajemen (management review) mengenai perlunya dilakukan program konversi energi. Pada kesempatan in i disampaikan kepada pimpinan perusahaan dan seluruh pimpinan departemen perihal : 1. Kerugian-kerugian yang ditanggung oleh

perusahaan sebagai akibat keterlambatan suplai bahan bakar untuk proses oven

2. Keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh perusahaan bila perusahaan melaksanakan program konversi energi, dengan dilengkapi data perhitungan selisih biaya yang dikeluarkan antara pemakaian gas dan solar

3. Memberikan informasi daftar perusahaan pesaing yang sudah melakukan konversi energi dari bahan bakar solar ke gas

Penjelasan dilengkap i dengan : 1. Data keterlambatan pengiriman solar ke

perusahaan 2. Surat keberatan dari konsumen, dan 3. Data pembayaran denda keterlambatan

kepada konsumen

Penulis

2 8-9 Juni 2009 Pembentukan 3 (t iga) kelompok kerja yang beranggotakan seluruh departemen. Pembentukan kelompok kerja in i bertujuan untuk menciptakan situasi kerjasama yang saling mendukung. Tugas masing-masing kelompok kerja sebagai berikut :

Pimpinan Manajemen Perusahaan

• Kelompok 1 : bertugas menyusun rencana kerja tahapan pelaksanaan konversi 5 energi. Rencana kerja ini disusun dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja .

Purchasing, Accounting, PPIC, Legal

• Kelompok 2 : bertugas melakukan kegiatan sosialisasi pemakaian bahan bakar gas. Kelompok ini harus mempersiapkan suatu bentuk informasi yang mudah dimengerti oleh seluruh karyawan. Sosialisasi dilakukan dalam waktu 30 (tigapuluh) hari.

Personel, Production P1 dan P2, Finance, QC, dan Finished Good

• Kelompok 3 : bertugas melakukan persiapan teknis pemakain bahan bakar gas pada mesin oven perusahaan.

Production Engineering, Marketing, PIM dan Maintenance

 

Page 57: JMA VOL 6 NO. 1

53Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Lanjutan Tabel 29. Rencana Kerja untuk Mengurangi Resistensi Akibat Terjadinya Konversi Energi

No Tanggal Rencana Kerja Penanggung Jawab 3 12 Juni 2009 Membangun visi dan strategi

perubahan untuk mendukung pencapaian program konversi 3 energi. Visi perubahan yang akan dijalankan harus sesuai dengan visi perusahaan yang telah ada. Setelah visi perubahan ditetapkan, selanjutnya disusun strategi untuk melakukan perubahan

Pimpinan Manajemen, Penulis dan Kelompok 1

4 15 Juni 2009 Mengkomunikasikan visi perubahan yang telah disusun ke seluruh departemen. Hal tersebut disampaikan secara langsung dalam rapat rutin setiap departemen, dan juga melalui pemberian memo internal. Komunikasi langsung ini untuk memastikan bahwa setiap departemen telah mendaptkan informasi yang cukup jelas perihal program konversi energi.

Kelompok 1, Penulis dan Kelompok 3

5 15 Juni 2009 Setiap departemen d iwajibkan untuk membuat program kerja yang terukur dan terarah pada visi perusahaan. Program kerja yang telah disusun akan disesuaikan dengan seluruh program kerja yang telah dibuat oleh semua departemen. Hal in i untuk memastikan bahwa program kerja yang telah dibuat oleh setiap departemen salaing berkaitan dan menuju arah yang sama.

Kelompok 1 dan Kelompok 2

6 Juni-Juli 2009 Untuk memastikan konsistensi program kerja departemen, dilakukan evaluasi secara periodic untuk memastikan tidak terjad i penyimpangan dari tujuan utamanya.

Kelompok 1 dan Kelompok 2

7 Juni-Juli 2009 Melakukan konsolidasi dengan setiap departemen secara terus menerus dan melanjutkan p rogram konversi energy sesuai dengan visi perubahan yang telah ditetapkan.

Penulis, Kelompok 1, 2 dan 3

8 Juni-Juli 2009 Setelah semua departemen terbiasa dengan visi perubahan, selanjutnya keinginan untuk perubahan demi kemajuan perusahaan terus ditanamkan kepada semua departemen. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan terus menerus agar perusahaan tersu memperbaiki kelemahannya agar mampu bersaing dengan perusahaan sejenis.

Pimpinan Manajemen, Penulis, Kelompok 1, 2 dan 3

 

Page 58: JMA VOL 6 NO. 1

54 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Rencana kerja tersebut diatas dapat dilaksanakandengan melibatkan seluruh pimpinan departemen danpimpinan perusahaan. Hal tersebut dimaksudkan agarsemua unsur di dalam perusahaan merasa terlibat,sehingga kemungkinan resistensi yang timbul dapatdiminimalisir.Resistensi yang berkurang mempunyaipengaruh positif terhadap kelancaran pelaksanaanprogram konversi energi di perusahaan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi konversienergi di perusahaan, dapat disimpulkan sebagai berikut1. Berdasarkan kriteria harga (0,4170), distribusi

(0,3591), kalori (0,1196), biaya instalasi (0,0526), danpencemaran (0,0517), bahan bakar gas dariPerusahaan Gas Negara (PGN) merupakan pilihanenergi terbaik untuk pelaksanaan konversi energidengan bobot (5,1863) dibandingkan dengan batubara (5,0788), solar (4,1669) dan jelantah (3,1078).

2. Penetapan strategi konversi energi dilakukanmenggunakan Analytical Hierarchy Process(AHP) dengan bantuan program expert choice.Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa yangpaling dipertimbangkan adalah aktor DirekturKeuangan (0,560), faktor kesinambungan produksi(0,456), dan alternatif strategi konversi energidengan instalasi mandiri secara bertahap (0,599).

3. Pelaksanaan konversi energi bahan bakar solarmenjadi gas pada mesin oven produksi menimbulkanresistensi pada bagian painting di departemenproduksi, departemen purchasing dan pimpinanperusahaan.

4. Penetapan strategi mengurangi resistensi akibatterjadinya konversi energi, dilakukan denganmenggunakan Analytical Hierarchy Process(AHP) dengan bantuan program expert choice.Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa yangpaling dipertimbangkan adalah aktor bagianpainting (0,562), faktor pemberhentian karyawanatau PHK (0,468), dan alternatif strategimengurangi resistensi akibat terjadinya konversienergi dengan menciptakan bagian baru (0,471).

Saran

Berdasarkan kesimpulan, beberapa saran baik bagiperusahaan maupun bagi kajian penelitian ini adalahsebagai berikut :

1. Bagi PT. LMW, pelaksanakan program konversienergi pada mesin oven dari solar ke gas perludilakukan untuk menunjang kelancaran prosesproduksi. Pelaksanaan konversi energi dilakukandengan menggunakan strategi instalasi mandirisecara bertahap untuk plant 1 dan plant 2.Sehubungan dengan adanya resistensi pada bagianpainting, departemen purchasing dan pimpinanmanajemen perusahaan, maka perlu dipersiapkanrencana kerja yang sesuai agar program konversienergi dapat diterima dan didukung oleh semuabagian. Untuk mengurangi resistensi akibatterjadinya konversi energi, strategi yang perludilakukan adalah dengan menciptakan bagian baruuntuk menampung kelebihan karyawan pada bagianproduksi.

2. Bagi kajian penelitian, penentuan alternatif energipada kajian penelitian strategi konversi energi di PT.LMW ini hanya mempertimbangkan kriteria harga,distribusi, kalori, biaya instalasi dan pencemaran.Penelitian selanjutnya diharapkan juga dapatmembahasnya dari sudut pandang kriteria lain yaitucadangan stok nasional, kecepatan nyala, temperaturpenyalaan minimum, dan kandungan emisi udarauntuk menentukan tingkat polusi yang dihasilkan.Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebihmaksimal, program konversi energi di perusahaanperlu didukung dengan kajian studi kelayakan yangmendalam yaitu dengan melakukan pengkajiansecara menyeluruh mengenai instalasi gas dankemampuan perusahaan untuk melakukanperubahan energi.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Winasis, Chandra, 2004, Formulasi Strategi BisnisPT. Metalisha Intiguna, Tesis MMA IPB.

Ahluwalia, 2007, Menyiasati Gejolak Harga Minyak;Diversifikasi dan Konversi Energi PerluKonsistensi, Harian Kompas, Edisi 16 Desember2008

Ansoff, H. I. dan McDonnell, E. J. 1990. ImplantingStrategic Management. UK: Prentice HallInternational Ltd.

Anthoni, 2000, Perencanaan Strategik PengembanganAgribisnis Komoditi Lada di KabupatenLampung Tengah, Tesis MMA IPB.

BPMIGAS, 2004, Kegiatan Hulu Gas Bumi DiIndonesia, Dokumen Cadangan Gas BumiIndonesia, Jakarta.

Page 59: JMA VOL 6 NO. 1

55Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Burhan, N, 1994, Perencanaan Strategik, PT. PustakaBinaman Pressindo, Jakarta.

Clarke, L. 1998. Manajemen Perubahan, PenerbitANDI, Yogyakarta.

Craig, .J.C., 1996, Manajemen Strategik, Penerbit PT.Gramedia Jakarta.

Cooper, R. Donald & Schinder, Pamela S., 2008,Business Research Methods 10th Edition, McGraw Hill, Singapore.

Daniel, Wahyu, 2007, Pemerintah Dorong IndustriMelakukan Konversi Energi, Diakses dari http://www.detiksport.com tanggal 17 Desember 2008pukul 11.10

David, F.R., 2006, Manajemen Strategis., PenerjemahIchsan Setiyo Budi, Penerbit Salemba Empat,Jakarta.

Gaspersz, Vincent. 2004. Perencanaan Strategik untukPeningkatan Kinerja Sektor Publik SuatuPetunjuk Praktek. PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.

Gibson, J.L., J.M. Ivancevich dan J.H. Donnelly, Jr.1996, Organisasi, Jilid 1, Penerjemah NunukAdiarni, Binarupa Aksara, Jakarta.

Goenawan, Agus D., 1999, Memutuskan denganAnalythical Hierarchy Process, MajalahManajemen, Edisi Nopember 1999.

Hadar, Ivan A., 2008, Perlu Alternatif BBM, HarianSindo, Edisi Kamis tanggal 28 Pebruari 2008,Jakarta.

Hax, C. A. dan Majluf, N. S. 1984. StrategicManagement: an Integrative Perspective,New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Hubeis, Musa dan Mukhamad Najib. 2008. ManajemenStrategik dalam Pengembangan Daya SaingOrganisasi. PT Elex Media Komputindo.Jakarta.

Hutagalung, Michael, 2008, Mari Kenali Energi, Diaksesdari www.michaelhutagalung.com tanggal 4Januari 2009 pukul 10.35.

Irawan, Sonny, 2004, Manufacturing Excellence,PQM, Jakarta

Jalal, 2007, Memahami Konsekuensi Konversi Energidari Minyak ke Batu bara, Majalah Lingkar StudiCSR edisi Oktober 2007, Jakarta.

Joni, Rafian, 2006, Perencanaan Strategik PT. AnugrahJaya Agung, Tesis MMA IPB.

Kahraman, Cengis, Nihan Cetin Demirel, TufanDemiral. 2007. Prioritization of e-Government

Strategies Using a SWOT-AHP Analysis: TheCase of Turkey. European Journal ofInformation System 16, 284-298. Pro QuestInformation and Learning Company. USA.

Kasali, R. 2005. Change. Penerbit PT. GramediaPustaka Utama, Jakarta.

Kaplan, Robert S. dan David P. Norton. 1996.Balanced Scorecard, Menerapkan StrategiMenjadi Aksi. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Kompas, 2008, Harga Minyak Tidak Pulih SampaiPertengahan 2009, Edisi 9 Desember 2008.

Kotter, John P, 1997, Leading Change, PT. GramediaPustaka Utama, Jakarta.

Kotter, John P, 2008, The Heart of Change, PTGramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kurniawan, Fitri Lukiastuti, Muliawan Hamdani. 2008.Manajemen Strategik Dalam Organisasi. PTBuku Kita. Jakarta.

Marimin, 2008, Manajemen Produksi dan Operasi,Program Manajemen dan Bisnis IPB, Bogor

Marimin, 2004, Teknik dan Aplikasi PengambilanKeputusan Kriteria Majemuk, PT. GramediaWidiasarana Indonesia, Jakarta.

Nurcahya, Eryawan, 2008, Konversi Energi DariMinyak Tanah Ke Gas LPG. Apakah CukupMurah, Diakses dari http://www.wikimu.comtanggal 17 Desember 2008 pukul 09.10

Noviyanti, Risca Bernadetta, 2008, Faktor-Faktor yangBerhubungan Dengan Tanggungjawab SosialPerusahaan (Kasus pada Indofood SuksesMakmur Tbk., Tesis MMA IPB.

Ramelan, Rahadi, 2005, Alternatif Energi, Jurnal ITS,Digital Library.

Robbins, S.P. 2006. Perilaku Organisasi, PT. IndeksKelompok Gramedia, Jakarta.

Rurit, Bernarda dan Faisol, Edi, 2008, PemerintahDiminta Kaji Ulang Konversi Energi, KoranTempo Tanggal 12 Nopember 2008.

Saaty, Thomas L. 1991, Pengambilan Keputusan BagiPara Pemimpin; Proses Hirarki Analitik untukPengambilan Keputusan dalam Situasi yangKompleks, Pustaka Binaman Pressindo,Jakarta.

Setyati, Heru, 2002, Desain Sistem Rekonsiliasi DataHasil Konversi Dari Sistem Yang TerdistribusiKe Sistem Yang Tersentralisasi (Studi KasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)),Tesis MMA IPB.

Page 60: JMA VOL 6 NO. 1

56 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Simarmata, Henry, 2001, Formulasi Strategi PT. PancaPrima Ekabrothers Dalam MenghadapiPerubahan Lingkungan, Tesis MMA IPB.

Sitorus, Tulus Burhanuddin, 2002, TinjauanPengembangan Bahan Bakar Gas SebagaiBahan Bakar Alternatif, USU digital library,Medan.

Smith, M. K., 2001, Kurt Lewin, groups, experientiallearning and action research, theencyclopedia of informal education, NewYork: McGraw-Hill.

Sosialisasi Pemerintah dalam Program Konversi Energi,2008, Analisis Sosialisasi Yang DilakukanPemerintah Beserta Hambatan-hambatannyaDalam Program Konversi Energi, Diakses dariwww.scribd.com tanggal 15 Desember 2008pukul 15.38.

Umar H., 2001, Strategic Management in Action, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Umar, Husein. 2003. Metode Riset Bisnis. PTGramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wheelen, Thomas L. dan J. David Hunger. 2001.Manajemen Strategi. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Page 61: JMA VOL 6 NO. 1

57Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

ANALISIS PERSEPSI DEVELOPER TERHADAPPRODUK KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR)

BANK XYZ CABANG BOGOR

Yuni Krisnawati*), Kirbrandoko**), MD.Djamaludin***)

*) Bank CIMB Niaga**) Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor

***) Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

ABSTRACT

According to perception of respondent there are five excellences of mortgage product Bank XYZ, that ishaving sufficiently long term loan, light down payment, quick credit process, good event of gatheringand good location. Bank XYZ therefore need to formulate strategies to increase Housing loan product,such as increase sales fee or reward to sales developer by giving special program and interestingreward, giving service marketing satisfaction, competitiveness interest rate, Meanwhile the managementhas to maintain good and quick credit process, because according to perception of respondent the mostimportant attributes are sales fee for sales developer interest rate and credit process.

Keywords: Perception, Housing Loan (KPR), Developer, Descriptive Analysis, Corespondency, Thurstone.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu penyebab peningkatan pemberian KPR olehbank–bank adalah masih banyaknya masyarakat yangmembutuhkan rumah sedangkan sebagian besarmasyarakat tersebut tidak mampu membeli rumahsecara tunai (cash). Akhirnya sistem kredit melaluiKPR menjadi pilihan. Masih banyaknya masyarakatyang membutuhkan rumah merupakan peluang bagibank untuk memasarkan KPR sebanyak-banyaknya.Melihat kesempatan yang ada, maka setiap bank mautidak mau saling bersaing untuk menawarkan berbagaikemudahan kredit kepada konsumen misalnya dalamhal penawaran suku bunga, proses persetujuan kredit,hingga pelayanan.

Perumusan Masalah

Bank XYZ cabang Bogor mencakup wilayah Bogor,Depok dan Cibubur. Wilayah ini didominasi olehperumahan terutama yang dikembangkan oleh pihakdeveloper (pengembang perumahan) dan menjaditarget untuk wilayah tempat tinggal yang berkembangpesat, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3. PerolehanKPR Bank XYZ Cabang Bogor didapatkan dari

banyaknya aplikasi yang diperoleh dari developer,sehingga keuntungan Bank XYZ sangat bergantungkepada aplikasi yang diterima dari pihak developer.

Observasi dilapangan menunjukkan, konsumen/calondebitur memiliki interaksi yang kuat dengan paramarketing developer pada saat proses pengambilankeputusan pembelian rumah di perumahan. Interaksiinilah yang selanjutnya akan diberdayakan oleh BankXYZ untuk memaksimalkan penjualan produk KPR, yaitudengan menggunakan marketing developer sebagaiinfluencer pada keputusan dalam hal pemilihan bankmana yang akan memproses kredit calon konsumennya.Disisi lain, terkait dengan keinginan untukmemberdayakan marketing developer, maka BankXYZ berusaha untuk menjaga hubungan sebaik mungkindengan adanya acara gathering yang rutin dilakukanoleh pihak bank. Hubungan baik ini akan tercipta jikaperforma perusahaan sesuai dengan ekspektasimarketing developer. Jika marketing developermempunyai persepsi yang baik terhadap performa BankXYZ, maka akan memotivasi mereka untuk melakukanrekomendasi kepada konsumenlainnya. Dalam hal iniBank XYZ harus melakukan perbaikan dari segipemasaran dan membuat strategi baru untuk mendekatipasar.

Page 62: JMA VOL 6 NO. 1

58 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut,permasalahan yang dihadapi Bank XYZ ini dapatdidefinisikan berikut:1. Bagaimana persepsi developer terhadap atribut

KPR Bank XYZ?2. Tindakan apa yang dilakukan developer sebagai

implikasi dari persepsinya terhadap atribut KPRBank XYZ?

3. Bagaimana implikasi manajerial untuk meningkatkanpemasaran produk KPR?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah,maka tujuan dari penelitian ini adalah:1. Menganalisis persepsi developer terhadap KPR

Bank XYZ.2. Mengidentifikasi dan menganalisis tindakan

developer sebagai implikasi dari persepsinyaterhadap atribut KPR Bank XYZ.

3. Merumuskan implikasi manajerial untukmeningkatkan pemasaran produk KPR.

Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai produk KPR pernah dilakukanoleh Ambiatini (2005).Relevansi dengan penelitian yangakan dilakukan dengan penelitian ini adalah model daripersamaan strukturalnya. Penelitian ini memberikangambaran tentang atribut produk KPR dan strategipemasarannya.

Setiawan (2007) dengan judul “Analisis PersepsiKonsumen dan Potensi Pasar Ayam Broiler di PasarModern. (Kasus pada Masyarakat di sekitar SupermalKarawaci, Tangerang)”. Penelitiannya bertujuan untukmenganalisa perilaku konsumen dalam membeli ayambroiler, menganalisa persepsi konsumen terhadapproduk ayam broiler di pasar modern, menganalisapotensi pasar ayam broiler di pasar modern, danmerumuskan strategi perusahaan dalam memasarkanayam broiler di pasar modern.

Metode analisis yaitu dengan pengambilan contohdengan teknik probability sampling dan menggunakanmetode simple random sampling.Alat analisis yangdigunakan adalah analisis deskriptif digunakan dalammendeskrisikan profil responden dan kebiasaanresponden. Tabulasi Silang yang digunakan untukmelihat hubungan faktor-faktor demografi denganpemilihan pasar oleh responden dalam berbelanja ayambroiler. Analisis Thurstone untuk mendapatkangambaran faktor-faktor yang menjadi prioritas.Semantic Differential Scale, Analisis Korespondensidan analisis pasar potensial.

Metawa dan Almossawi (1998) dalam jurnal yangberjudul “Banking behavior of Islamic bankcustomers: perspectives and implications”membahas tentang perilaku konsumen bank Islam didalam status negara dari Bahrain. Penelitian mengambilsample sebanyak 300 konsumen. Analisa profilkonsumen dengan uji chi-square untuk mengidentifikasiprofil, kebiasaan-kebiasaan konsumen dalam halperbankan. Relevansi dengan penelitian yang akandilakukan adalah dengan menggunakan uji chi-squareuntuk menganalisa profil, kebiasaan responden.

Kerangka Pemikiran Konseptual

Dalam memasarkan produk yang dihasilkan, Bank XYZmenerapkan berbagai strategi pemasaran sepertimelakukan solisit ke pihak developer dan propertyagen secara rutin, mengadakan acara gathering,menambah jumlah staf marketing dan sebagainya.Strategi pemasaran ini merupakan kenyataan yang saatini sudah dilakukan oleh Bank XYZ, akan tetapi harapanyang sesungguhnya terjadi belum diketahui, sehinggadiharapkan melalui penelitian ini pihak Bank XYZ dapatmengetahui persepsi developer guna meningkatkanpemasaran produk KPR di tengah persaingan yangsangat ketat.

Penelitian mengenai Analisis Persepsi DeveloperTerhadap Produk KPR Bank XYZ Cabang Bogormencakup penelitian mengenai persepsi konsumenyaitu pihak developer terhadap atribut produk KPRsecara umum dan atribut KPR bank XYZ khususnya.Dalam hal ini developer mempunyai pengaruh yangsangat besar dalam proses pengambilan keputusanpemilihan KPR yang dilakukan konsumen akhir.

Penelitian ini dimulai dengan melakukan survei danwawancara kepada para pihak developer yaitu pihaksales developer atau pihak yang berpengaruh terhadappengambilan keputusan dalam penyerahan aplikasikredit. Setelah itu dilakukan analisis deskriptif untukmendeskripsikan profil responden dan kebiasaanperilaku responden. Analisis tabulasi silang dilakukanuntuk melihat hubungan faktor demografi dengan carapembelian rumah dan pemilihan produk KPR olehresponden. Analisis Thurstone digunakan untukmendapatkan gambaran faktor-faktor yang menjadipertimbangan atau prioritas developer dalam memilihproduk KPR. Analisis korespondensi digunakan untukmengukur tingkat kepentingan atribut KPR olehresponden dalam memilih produk KPR suatu bank.Atribut KPR diperoleh berdasarkan hasil dari penelitianterdahulu dan atribut yang telah ditentukan olehmanajemen Bank XYZ.

Page 63: JMA VOL 6 NO. 1

59Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Sementara untuk mengetahui persepsi developerterhadap produk KPR Bank XYZ dan Bank laindigunakan uji T. Hasil pengujian dengan metode diatasakan didapatkan hasil berupa persepsi developer danmelihat kesesuaian terhadap produk KPR secara umumdan produk KPR bank XYZ secara khusus. Denganadanya hasil pengujian di atas, maka diharapkan hasilini dapat memberikan rekomendasi kepada pihakmanajemen Bank XYZ untuk meningkatkan pemasaranproduk KPR. Kerangka pemikiran konseptual daripenelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Visi & Misi PT. Bank XYZ

Strategi pemasaran produk KPR saat ini

Riset Konsumen

Persepsi Developer terhadap atribut KPR - Analisis deskriptif - Tabulasi Silang

Kepentingan dan Prioritas atribut KPR - Analisis Korespondensi (Kepentingan) - Analisis Thurstone (Prioritas)

Implikasi Manajerial

Perilaku Developer

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan di kantor Bank XYZCabang Bogor, dan survei dengan pihak developer diwilayah Bogor, Depok dan Cibubur. Pengumpulan datadilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Juni2008.

Metode Penarikan Contoh

Teknik pengambilan contoh yang dipilih adalah denganmenggunakan metode non probability sampling (tidakacak) dengan cara judgment sampling, yaitu dengan

sengaja menentukan atau memilih responden yang akanditeliti berdasarkan penilaian terhadap beberapakarakteristik anggota sampel yang disesuaikan denganmaksud penelitian. Dari sekian banyak developer yangberada di wilayah Bogor, Depok dan Cibubur dipilihresponden yaitu developer yang telah menjalin kerjasama dengan PT. Bank XYZ saja. Jumlah developeryang sudah bekerjasama di wilayah Bogor, Depok, danCibubur yakni 104 developer. Data terbaru per Maret2008 tercatat sebanyak 88 developer dikarenakan unitrumah untuk developer lainnya sudah terjual.

Pengolahan dan Analisis Data

Tabulasi silang digunakan untuk melihat hubunganantara dua variabel atau lebih dengan menghitungpersentase responden untuk setiap kelompok. Analisiskorespondensi digunakan untuk melihat secara visualketergantungan antar kategori, dan membantu melihatkedekatan atau keterkaitan suatu profil dari suatukategori terhadap profil dari kategori lainnya. Analisiskorespondensi digunakan untuk mengukur tingkatkepentingan responden dalam memilih produk KPRsuatu bank. Analisis Thurstone digunakan untukmendapatkan gambaran faktor-faktor yang menjadipertimbangan atau prioritas developer dalam memilihproduk KPR suatu bank.

Page 64: JMA VOL 6 NO. 1

60 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Responden yang diambil terdiri dari 88 sales developeryang masing-masing mewakili dari developerperumahan sekitar Bogor (35%), Depok (42%) danCibubur (23%). Pada umumnya responden berusia21–30 tahun, berlatar pendidikan D3, mempunyaikomisi Rp2.500.000,- sampai dengan Rp5.000.000,- dantelah bekerja antara satu sampai dengan lima tahun.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensipenjualan terbesar yang dihasilkan dari penjualan unitrumah di developer diperoleh responden adalah denganmenggunakan fasilitas KPR sebesar 85%, pembayaransecara cash sebesar sembilan persen dan cashbertahap sebesar enam persen. Hasil penelitianmenyimpulkan bahwa responden lebih banyak yangmemilih Bank XYZ, namun tidak menjadi prioritassebesar 97%, sedangkan yang tidak memilih BankXYZ adalah sebesar tiga persen.

Hubungan faktor-Faktor Demografi denganPemilihan Bank Oleh Responden

Tabel 1 menjelaskan bahwa penelitian ini menggunakantingkat signifikansi (level of significance) sebesar 0,05ditentukan untuk menerima atau menolak hipotesis,maka hasil yang diperoleh adalah faktor lokasi, usia,jenis kelamin dan pendidikan tidak berhubungan denganresponden dalam memilih cara pembelian melalui KPR.Sedangkan faktor status perkawinan, komisi danpengalaman kerja berhubungan dengan responden

untuk memilih cara pembelian rumah. Dari hasil tersebutdapat disimpulkan bahwa semakin tinggi biayapengeluaran rumah tangga yang dikeluarkan olehresponden dengan status sudah menikah, maka semakinbesar responden memilih alternatif penghasilan lainmelalui komisi dari bank melalui penjualan KPR.Semakin besar komisi yang diberikan oleh pihak bank,maka responden akan memilih pembelian rumah melaluiKPR, begitu juga dengan semakin lama pengalamankerja responden di perusahaan pengembang perumahanmereka akan lebih memilih pembelian rumah melaluiKPR. Hal ini dikarenakan sales developer berperanpenting dan memiliki interaksi yang kuat dalammempengaruhi konsumen/calon debitur pada saatproses pengambilan keputusan pembelian rumah.

Persepsi Responden Terhadap Produk KPR BankXYZ dan Produk KPR Bank lain

Tabel 2 menunjukkan persepsi developer terhadapproduk KPR Bank XYZ adalah memiliki jangka waktukredit yang cukup lama, uang muka yang ringan, proseskredit yang cepat, acara gathering yang cukup baikdan lokasi yang terjangkau. Persepsi respondenterhadap produk KPR Bank lain adalah suku bungayang rendah, biaya kredit yang murah, informasipemasaran lengkap dan jelas, komisi sales yangmenarik.

Berdasarkan uji proposional, faktor layanan marketingmemiliki persepsi yang tidak berbeda antara Bank XYZdengan bank lain (Tabel 2). Hal tersebut ditunjukkanoleh nilai p value kedua faktor tersebut yang lebihbesar dari 0,05 ( =5%).

Tabel 1. Hasil Analisis Chi Square Antara Faktor-Faktor Demografi terhadap CaraPembelian Rumah

Faktor Demografi Value df Asymtotic Significance

Lokasi 3,611 4 0,461 Usia 2,154 4 0,707 Jenis Kelamin 0,301 2 0,860 Status Perkawinan 11,134 4 0,025* Pendidikan 2,408 4 0,661 Komisi Sales 11,091 4 0,026* Pengalaman kerja 10,302 4 0,036*

* Signifikan dalam taraf uji 5%

Page 65: JMA VOL 6 NO. 1

61Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Tabel 2. Hasil Uji Beda (Uji T) Tingkat Persepsi Responden

* Signifikan dalam taraf uji 5%

No Faktor dlm memilih produk KPR Responden Bank XYZ

(%)

Responden Bank Lain

(%) t -test p value

1 Suku Bunga kredit rendah 53,41 75,91 -8,511 0.000* 2 Persayaratan kredit mudah 77,05 83,86 -2.914 0.004* 3 Jangka waktu kredit maksimal 91,14 67,73 12.551 0.000* 4 Uang muka ringan 84,77 44,77 14.791 0.000* 5 Biaya kredit terjangkau 62,27 84,77 -9.523 0.000* 6 Proses kredit cepat 78,64 64,09 5.860 0.000* 7 Informasi pemasaran lengkap 63,41 73,64 -4.355 0.000* 8 Layanan marketing memuaskan 68,18 66,36 0.708 0.480 9 Komisi sales menarik 47,95 91,14 -18.281 0.000* 10 Acara gathering menarik 77,27 64,55 5.045 0.000*

11 Lokasi bank strategis 76,36 69,77 2.761 0.006*

Tingkat Kepentingan Faktor-faktor Respondendalam memilih produk KPR

Dalam mengukur tingkat kepentingan analisiskorespondensi dilakukan untuk mengetahui tingkatkepentingan dari faktor-faktor atau alasan–alasanresponden dalam memilih produk KPR. Gambar 2menunjukkan bahwa ada empat faktor yang sangat

K o m p o n e n 1 ( 6 3 .3 2 % )

Kom

pone

n 2

(2

2.4

1%

)

S a n g a t P e n t in g

P e n t in gB ia sa

T id a k P e n t in g

S a n g a t T id a k P e n t in g

K

J I

H

G

F

E

D

C

B

A

penting bagi responden dalam memilih produk KPRyakni suku bunga, proses kredit, komisi sales danlayanan marketing. Hal Faktor yang tergolong pentingterdiri dari persyaratan kredit, uang muka, biaya kredit,lokasi, informasi pemasaran. faktor jangka waktu kreditmerupakan faktor yang dianggap biasa saja olehresponden. Faktor acara gathering merupakan faktoryang dianggap responden tidak penting.

Keterangan:Tingkat Kepentingan

• AtributA. Suku bunga G. Informasi PemasaranB. Persyaratan Kredit H. Layanan MarketingC. Jangka waktu kredit I. Komisi SalesD. Uang Muka J. Acara GatheringE. Biaya Kredit K. Lokasi bankF. Proses kredit

Gambar 2.Tingkat Kepentingan Faktor-faktor Responden dalam memilih produk KPR

Page 66: JMA VOL 6 NO. 1

62 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Tingkat Prioritas Faktor-Faktor Respondendalam Memilih Produk KPR

Tingkat prioritas faktor-faktor responden dalam memilihproduk KPR dianalisis dengan menggunakan metodeanalisis Thurstone. Hasil penelitian ini membahas tentangfaktor apa saja yang menjadi prioritas (Gambar 3). utamaresponden dalam memilih produk KPR secara umum.Hasil penelitian menunjukkan responden secara umummemilih produk KPR dengan prioritas pertama secaraberurutan yaitu pada faktor komisi sales, selanjutnyaproses kredit, layanan marketing, suku bunga,persyaratan kredit, informasi pemasaran, lokasi bank,jangka waktu kredit, biaya kredit, uang muka dan prioritasterakhir adalah acara gathering.

Perilaku Responden (Usage)Perilaku dalam hal ini menjelaskan perilaku developer

yang diperlihatkan dengan kebiasaan yang dilakukanoleh pihak developer dalam hal pembelian rumah danpemilihan produk KPR Bank, dengan pola penggunaanresponden dalam hal penjualannit rumah, di antaranyaadalah rata-rata aplikasi kredit yang diperoleh dalamsatu bulan, cara pembelian, cara pemilihan bankprioritas.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa frekuensipenjualan terbesar yang dihasilkan dari penjualan unitrumah di developer diperoleh responden adalah denganmenggunakan fasilitas KPR sebesar 85%, pembayaransecara cash sebesar sembilan% dan cash bertahapsebesar enam persen. Hal ini ditunjukan pada Gambar4. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa bankmempunyai peluang yang sangat besar di bisnis ini sertaberperan penting dalam hal untuk penyaluran kreditkonsumsinya.

85

9 6

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Pers

enta

se

KPR CASH Cash Bertahap

Tipe Pembelian

1.65

1.43 1.43

1.29

0.77

0.530.45

0.290.23

0.14

0.0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

I H F A B G K C E D

Keterangan: I. Komisi SalesH. Layanan MarketingF. Proses KreditA. Suku BungaB. Persyaratan Kredit

G. Informasi PemasaranK. Lokasi BankC. Jangka Waktu KreditE. Biaya KreditD. Uang Muka J. Acara Gathering

Gambar 3. Tingkat Prioritas Faktor-Faktor Responden dalam Memilih Produk

Gambar 4. Sebaran Responden Berdasarkan Cara Pembelian Rumah

Page 67: JMA VOL 6 NO. 1

63Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensipembelian rumah oleh konsumen melalui developersangat besar. Berdasarkan data yang didapat bahwarata–rata per orang sales developer dapat menjualrumah sebanyak empat unit rumah per bulan. Dari hasilpenelitian diperoleh bahwa responden tidak ada yangmemilih Bank XYZ menjadi prioritas yaitu sebesar nolpersen, sedangkan yang sama sekali tidak memilihBank XYZ adalah sebesar tiga persen, responden lebihbanyak memilih Bank XYZ sebagai bank pilihan, tetapitidak menjadi prioritas yaitu sebesar 97%. Hal ini dapatdiartikan bahwa sejumlah 97% responden selainmemberikan aplikasi kepada Bank XYZ jugamemberikan aplikasi tersebut ke Bank lain untukdiproses dalam waktu yang bersamaan.

Seperti yang dijelaskan di atas bahwa satu aplikasi olehdeveloper selain diberikan ke Bank XYZ juga disebarke beberapa Bank lain, adapun Bank-bank lain yangmenjadi pilihan developer dapat dilihat pada Gambar5, yaitu BNI, BII, BTN, Mandiri, NISP dan banklainnya. Persentase yang diperoleh yaitu BNI sebesar33%, BTN sebesar 31%, Mandiri sebesar 15%, NISPsebesar 14%, dan lainnya sebesar satu% untuk banklainnya. Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwarata-rata aplikasi yang diperoleh oleh Bank XYZ jugadiberikan kepada BNI sebagai bank pesaing yang jugamenguasai pangsa pasar Bank XYZ.

IMPLIKASI MANAJERIAL

Dilihat dari prioritas para developer, Bank XYZ perlumemperhatikan komisi sales yang saat ini menjadi halyang utama dengan cara memberikan komisi yangsama dengan bank lain. Serta ditambah denganberbagai program hadiah /reward yang menarik.

Bank XYZ juga harus mempertimbangkan biaya kredityang dinilai sedikit lebih mahal dari bank lain sehinggaBank XYZ perlu untuk mengkaji ulang biaya apa sajayang menjadi suatu hal yang sensitif terhadap pihakkonsumen atau calon debitur sehingga hal tersebut dapatditurunkan ataupun di diskon dengan adanya kerjasamadengan pihak asuransi dan notaris, sehingga biaya dapat

bersaing dengan bank lain atau bahkan bisa menjadilebih murah.

Untuk faktor informasi pemasaran, Bank XYZdiharapkan mempunyai staf yang ditunjuk atau divisikhusus yang mempunyai tugas untuk informasipemasaran yang dapat melihat langsung ke lapanganbersama dengan pihak marketing, hal ini dimaksudkanagar Bank XYZ dapat selalu memenuhi kebutuhanpihak developer.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Jumlah responden yang menjual rumah melalui KPRlebih banyak dibandingkan dengan penjualan secaracash maupun cash bertahap. Responden yangmenggunakan fasilitas KPR Bank XYZ sebagai pilihansangat banyak, namun tidak menjadikannya sebagaiprioritas utama. Melihat kondisi seperti ini maka BankXYZ harus mempunyai strategi yang baik untukmenghadapi persaingan dengan bank lain.

Dari faktor–faktor responden dalam memilih produkKPR yang digunakan dalam penelitian ini, maka adaempat keunggulan produk KPR yang dipersepsikanoleh responden, baik di Bank XYZ maupun di Banklain.• Persepsi developer terhadap produk KPR Bank

XYZ adalah memiliki jangka waktu kredit yangcukup lama, uang muka yang ringan, proses kredityang cepat, acara gathering yang cukup baik danlokasi yang terjangkau.

• Persepsi responden terhadap produk KPR bank lainadalah suku bunga yang rendah, biaya kredit yangmurah, informasi pemasaran lengkap dan jelas,komisi sales yang menarik.

Persaingan Bank XYZ dengan bank lain dalam halmenerapkan keempat faktor yang sangat penting yaitusuku bunga, proses persetujuan kredit, komisi penjualandan layanan proses. Bank XYZ mempunyai keunggulandalam dua faktor yang sangat penting yaitu prosespersetujuan kredit dan layanan proses yang sangat baik,sedangkan ketiga faktor lainnya dimiliki oleh bankpesaing.

Tingkat prioritas faktor-faktor responden dalammemilih produk KPR dianalisis dengan menggunakanmetode analisis Thurstone, hasilnya adalah komisipenjualan mempunyai tingkat prioritas yang pertamabagi responden dalam memilih produk KPR, sedangkan

BNI33%

BII1%BTN

31%

MANDIRI15%

NISP14%

LAINNYA6%

Gambar 5. Sebaran Responden Berdasarkan PemilihanKPR Bank Lain

Page 68: JMA VOL 6 NO. 1

64 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

urutan prioritas faktor-faktor lainnya secara berurutterdiri dari proses persetujuan kredit, layanan proses,suku bunga, persyaratan kredit, informasi pemasaran,lokasi bank, jangka waktu kredit, biaya kredit, uangmuka dan prioritas terakhir adalah acara gathering.

Dalam aspek pemasaran, ada banyak hal yang perluditingkatkan untuk mencapai hasil yang maksimal dalammemenangkan persaingan. Produk yang baik, bungayang kompetitif serta tenaga penjual yang handal. Halini merupakan yang patut dipikirkan dan ditindaklanjutiserta dikembangkan oleh Bank XYZ untukmemenangkan persaingan perbankan.

Beberapa masukan yang perlu dilakukan oleh pihakBank XYZ dalam meningkatkan pemasaran produknyadiantaranya meningkatkan komisi penjualan denganmemberikan program khusus serta hadiah/reward yangmenarik, memberikan layanan proses yang memuaskan,mempertahankan proses persetujuan kredit yang sudahcukup baik, memberikan masukan ke pihak manajemenagar memperhatikan suku bunga sehingga dapatbersaing di pasaran. Pihak manajemen disarankan untukmelakukan kegiatan–kegiatan yang bersifat informatifsecara periodik untuk memberikan persepsi yang baikterhadap produk KPR Bank XYZ, serta memberikanpelayanan dan memelihara serta menciptakanhubungan jangka panjang dengan melakukan kunjunganrutin dan pemberian reward untuk lebih meningkatkanhubungan baik.

Saran

1. Dari penelitian ini hubungan yang dianalisis hanyasebatas persepsi developer terhadap produk KPRBank XYZ. Untuk penelitian selanjutnya dapatdikembangkan penelitian yang membahas tentangperilaku developer yang lebih spesifik dalam memilihproduk KPR bank XYZ, dan strategi pemasaranuntuk meningkatkan pemasaran produk KPR BankXYZ dalam persaingan perbankan yang cukupbersaing.

2. Pihak manajemen disarankan untuk melakukankegiatan–kegiatan yang bersifat informatif secaraperiodik untuk memberikan persepsi yang baikterhadap produk KPR Bank XYZ. Sertamemberikan pelayanan dan memelihara sertamenciptakan hubungan jangka panjang denganmelakukan kunjungan rutin dan pemberian rewarduntuk lebih meningkatkan hubungan baik denganpihak developer.

3. Seiring dengan berkembangnya developer diwilayah Bogor, Depok dan Cibubur diharapkanagar Bank XYZ dapat cepat mengambil peluanguntuk melakukan kerjasama dengan developer-developer yang mempunyai kredibilitas yang baik,sehingga Bank XYZ dapat terus meningkatkanjumlah aplikasi dari pihak developer di tengahpersaingan KPR yang cukup ketat.

DAFTAR PUSTAKA

Ambiatini, O. 2005. Analisis Strategi Pemasaran ProdukKredit Pemilikan Rumah (KPR) Bank X. Tesis.Program Studi Magister Manajemen AgribisnisIPB. Bogor.

Budi Setiawan E. 2007. Analisis Persepsi Konsumendan Potensi Pasar Ayam Broiler di Pasar Modern(Kasus pada Masyarakat di Sekitar SupermalKarawaci, Tangerang). Tesis. Program StudiMagister Manajemen Agribisnis IPB. Bogor.

Kotler, P. 2007. Manajemen Pemasaran jilid 1,2 .PT.Indeks, Jakarta.

Metawa, S. A., & Almossawi, M. 1998. Bankingbehavior of Islamic bank customers: Perspectivesand implications, International of Bank Marketing,Vol. 16, No. 7, pp. 299-313.

Murdiono, J. 2006. Persepsi Konsumen TerhadapPelayanan” Busway” Trans Jakarta. JurnalEkubank, Volume 3.

Sumarwan, U. 2004. Perilaku Konsumen: Teori danPenerapannya dalam Pemasaran. GhaliaIndonesia. Jakarta.

Simamora, B. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran.PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Page 69: JMA VOL 6 NO. 1

PENGEMBANGAN MODEL CREDIT SCORING UNTUK PROSESANALISIS KELAYAKAN FASILITAS KREDIT PEMILIKAN RUMAH

(STUDI KASUS DI BANK X)

Dwi Andhayani*), Harianto**), Noer Azam Achsani***)

*) Bank Bukopin**) Pusat Studi Pembangunan dan Pedesaan Institut Pertanian Bogor

***) Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

ABSTRACT

The research objectives are: (1) To measure the credit scoring model accuracy currentlyapplied in the assessment of KPR facility feasibility of a potential borrower ; (2) To define theapplied parameters in credit scoring to assess KPR facility feasibility of a potential borrower;(3) To determine scoring weight and value of a credit scoring model in assessing KPR facilityfeasibility; (4) To design a credit scoring model for the analysis of KPR facility feasibility of apotential borrower. The result of model validity analysis using ROC Curve analysis shows thatsignificant influential parameters have not entirely shown the expected contribution for alevel of sensitivity and specifications as reflected by a low ROC Curve value. The validitylevels of KPR E-flow scoring model have not optimally yield the expected feasibility analysison any proposed KPR facility. Due to the fact that there still exists a low validity level ofscoring model, it is deemed necessary to make efforts of improvements by formulating of scoringmodel to be applied in the analysis of KPR facility feasibility. Analysis on parameters appliedin E-flow scoring model has resulted in 14 parameters, namely: interest rate, amount ofinsurance, age, type of occupation, monthly income/take-home pay, average balance, banksavings, percentage of advanced payment, types of collaterals, ownership documents, size orextent of building, debt burden ratio, information on overdue debts at BI, and position/occupation of debtor.Beside designing a model for credit scoring application, it is also beingconsidered that this model would be more appropriate if points of behavior scoring andprepayment scoring are included.

Keywords: Credit, Scoring Model, KPR

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Melihat trend perkembangan kualitas kredit KPR BankX sampai dengan posisi Juni 2008 masih cukup tinggi,menunjukkan bahwa credit scoring model yangdigunakan saat ini belum optimal dalam melakukanevaluasi kelayakan kredit. Kemampuan credit scoringmodel sebagai alat bantu dalam melakukan analisakelayakan kredit berguna sebagai langkah awal dalammemitigasi terjadinya kegagalan pemenuhan kewajibanoleh debitur. Oleh karena itu, dalam penelitian inidilakukan evaluasi terhadap model credit scoring yangtelah ada saat ini untuk dapat memberikan hasil analisakelayakan kredit yang lebih baik. Untuk melakukanpemberian fasilitas kredit konsumsi, perbankan diIndonesia umumnya menggunakan pola prosespengambilan keputusan dengan pola ban berjalan dansecara elektronik. Penerapan pola tersebut diharapkan

dalam mempercepat proses analisa kelayakan kreditdan memberikan kepastian kepada calon debitur. BankX sebagai bagian dari perbankan pun melakukan halsama dalam proses persetujuan kredit. Berikut inipenjelasan mengenai proses persetujuan kredit yangdilakukan di Bank X.

Perumusan Masalah

Untuk melakukan perumusan masalah, maka dilakukangap analisis terhadap kondisi penyaluran KPR yangtelah dilakukan saat ini, dengan hasil sebagai berikut :1. Belum dilakukannya evaluasi secara komprehensif

atas model credit scoring yang telah dimiliki saatini.

2. Perubahan atau penambahan parameter dalammodel credit scoring dilakukan tanpa melaluitahapan kajian atau analisa yang mendalam.

3. Masih tingginya probability of default atas kredityang diberikan.

65Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Page 70: JMA VOL 6 NO. 1

Dari hasil analisis tersebut, maka beberapa perumusanmasalah untuk melakukan perbaikan terhadap modelcredit scoring kredit pemilikan rumah adalah :1. Bagaimana evaluasi terhadap model credit scoring

analisa kelayakan fasilitas KPR yang telahdigunakan saat ini ?

2. Bagaimana parameter credit scoring penilaiankelayakan fasilitas KPR ?

3. Berapa bobot penilaian untuk setiap parameter dannilai scoring dalam model credit scoring dalampenilaian kelayakan fasilitas KPR yang akandiberikan kepada calon debitur ?

4. Bagaimana desain model credit scoring dalamrangka analisa kelayakan fasilitas KPR ?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Mengukur tingkat keakuratan model credit scoring

yang digunakan saat ini dalam penilaian kelayakanfasilitas KPR kepada calon debitur.

2. Menentukan parameter yang digunakan dalamcredit scoring untuk menilai kelayakan fasilitasKPR kepada calon debitur.

3. Menentukan bobot dan nilai scoring dalam modelcredit scoring untuk penilaian kelayakan fasilitasKPR

4. Mendesain model credit scoring dalam analisakelayakan fasilitas KPR kepada calon debitur.

Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini akan dibahas bagaimana melakukanpenetapan parameter dalam application creditscoring (credit scoring) untuk proses penilaiankelayakan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Yangakan dilakukan pertama kali adalah melakukan evaluasiterhadap tingkat akurasi model yang telah ada saat ini.Apabila model yang ada tersebut, tingkat akurasinyamasih kurang baik, maka selanjutnya dilakukanpengembangan model yang terbaru untuk memperbaikimodel yang ada. Tahapan pengembangan model yangbaru diawali dengan proses identifikasi parameter.Teknik yang digunakan adalah analisa statistikadeskriptif yaitu mengkategorikan setiap parameter.Langkah berikutnya adalah melakukan prosespengujian parameter dengan pengujian asumsi yangterdiri dari uji autocorrelation, multicorrelation danheteroskedastisity.

Selanjutnya melakukan analisa regresi logistik untukmenentukan pendugaan bobot parameter yang

kemudian akan digunakan untuk menentukan nilai skorterhadap setiap parameter. Untuk langkah selanjutnyaperlu dilakukan juga pengujian bobot parameter apakahberpengaruh nyata atau tidak. Pada tahapan inidilakukan dengan menggunakan uji Wald, dimanasetelah semua proses selesai maka diperoleh scoringuntuk menggambarkan prosedur pemberian fasilitasKredit Kepemilikan Rumah (KPR). Setelahmemperoleh hasil analisis tersebut diatas, makadirekomendasikan untuk dirumuskan sebagaipenyempurnaan model credit scoring yang ada saatini serta kebijakan pemberian fasilitas Kredit PemilikanRumah (KPR) kepada calon nasabah baru.

Selanjutnya kerangka pemikiran konseptualpengembangan model credit scoring untuk prosesanalisa kelayakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumahdapat dilihat pada Gambar 1.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Bank X pada bulanApril 2008 sampai dengan Desember 2008. Adapunyang menjadi lokasi penelitian ini adalah seluruh kantorcabang Bank X. Untuk mendapatkan tempat penelitianyang sesuai dengan rencana penelitian, maka dilakukanpengambilan data terhadap penyaluran fasilitas KPRuntuk posisi bulan Maret tahun 2008.

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasustentang parameter model application credit scoringpada proses analisis pemberian fasilitas KPR. Metodepenelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif,analisis korelasi dan analisis regresi logistik. Hasilanalisis tersebut, selanjutnya akan digunakan sebagaidasar untuk menentukan model application creditscoring yang tepat dalam proses pemberian fasilitasKPR.

Data yang Diperlukan dan Sumbernya

Data yang digunakan dalam penelitian adalah dataprimer dan data sekunder dalam bentuk kualitatif dankuantitatif. Data tersebut diperoleh dari internal BankX dan pihak eksternal. Data primer diperoleh dari hasilinputan pada sistem yang merupakan alat bantu dalamproses analisa kelayakan fasilitas KPR.

66 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Page 71: JMA VOL 6 NO. 1

Identifikasi Parameter Credit Scoring

Kategori Parameter Credit Scoring

Analisa Deskriptif

Parameter Signifikan Credit Scoring

Model Regresi Credit Scoring

Bobot & Nilai Skor Parameter Model Credit

Scoring

Uji Asumsi

Analisa Regresi Logistik

Uji Wald

Model Credit Scoring Untuk Analisa Kelayakan Fasilitas KPR

Akurasi Model

Uji Validitas Model : Receiver Operating

Characteristic (ROC) Curve

Tingkat Akurasi Model > 75 – 95%

Tingkat Akurasi Model 50 – 75%

Pengembangan Model Credit Scoring

Model Credit Scoring Untuk Proses Analisa Kelayakan KPR

Teknik Pengumpulan Data dan Informasi

Teknik pengumpulan data dan informasi pada penelitianini dilakukan melalui :• Hasil penginputan proses analisa kelayakan fasilitas

KPR yang dilakukan oleh Relationship Officer (RO)• Pengamatan dan wawancara langsung terhadap

proses penginputan analisa kelayakan yangdilakukan langsung oleh Relationship Officer (RO).

• Studi Pustaka, melalui buku-buku atau sumber lainyang menunjang seperti jurnal, hasil penelitian, yangdigunakan untuk memperoleh analogi yang bergunadalam perumusan guna menganalisa data, sertauntuk menunjang dan memperkuat dugaan dalampembahasan masalah.

Data diambil dari seluruh populasi debitur yang memilikifasilitas KPR sampai dengan posisi bulan Maret 2008.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pengembangan Model Credit Scoring untukProses Analisa Kelayakan Fasilitas KPR

67Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Page 72: JMA VOL 6 NO. 1

Adapun sebaran data yang diperoleh menunjukkanbahwa total data yang terkumpul yaitu 1,752 jumlahdebitur yang tersebar di 23 kantor cabang. Data yangdiperoleh diklasifikasikan menjadi lancar (kolektibilitaskredit 1 dan 2) dan tidak lancar (kolektibilitas 3, 4 dan5).

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan dan analisis data yang telahdikumpulkan terdiri dari tahapan sebagai berikut:

Analisis Regresi Logistik

Tahapan pertama yaitu penentuan koefisien dan bobotdari parameter. Secara umum persamaannya dapatditulis sebagai berikut:

Logit (pi) = â0 + â1X1 + â2X2 + â2X2 + â3X3 + â4X4 +â5X5 + â6X6 + â7X7 + â8X8 + â9X9 + â10X10 + â11X11+ â12X12 + â13X13 + â14X14 + â15X15 + â16X16 +â17X17 + â18X18 + â19X19 + â20X20 + â21X21 + â22X22+ â23X23 + â24X24 + â25X25 + â26X26 + â27X27 +â28X28

Tahap selanjutnya adalah melakukan pengujianterhadap parameter-parameter model sebagai upayauntuk memeriksa kebaikan model. Uji kebaikan modelmerupakan suatu pemeriksaan apakah nilai yang didugadengan peubah di dalam model lebih baik atau akuratdibandingkan dengan model tanpa peubah tersebut(Hosmer dan Lemeshow, 1989). Ini berarti pengujianhipotesis statistik dalam menentukan apakah peubah –peubah bebas dalam model mempunyai hubungan nyatadengan peubah responnya.

Pengujian dilakukan secara parsial menggunakan uji-Wald. Uji parsial dilakukan untuk menguji pengaruh satuper satu variabel penjelas yang ada pada model yangdibangun. Statistik Uji Wald digunakan untuk mengujiparameter i secara parsial.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mengacu pada metodologi penelitian dan tujuan daripenelitian ini, maka pembahasan mengenai parameterdalam credit scoring dalam analisa kelayakan kreditpemilikan rumah (KPR) dilakukan dengan tahapananalisa validitas atas model yang telah dimiliki saat ini,analisis deskriptif atas identifikasi parameter analisakelayakan kredit, uji asumsi atas kategori parameteranalisa kelayakan kredit, analisa regresi logistisk atasparameter yang signifikan berpengaruh dalam analisakelayakan kredit. Selanjutnya dilakukan uji Wald atas

model regresi analisa kelayakan kredit sehinggadiperoleh scoring untuk analisa kelayakan KPR danmemberikan saran penyempurnaan kebijakanpenyaluran KPR.

Analisis Validitas Model

Adapun hasil analisa terhadap validitas model skoringE-Flow KPR adalah sebagai berikut :

Terhadap 28 parameter analisa kelayakan KPR yangada saat ini, ternyata parameter yang signifikan/nyataberpengaruh terhadap model skoring E-Flow KPRdalam penentuan kualitas kredit adalah :• Tingkat suku bunga• Jumlah Tanggungan• Usia• Jenis Pekerjaan• Take Home Pay/Penghasilan per bulan• Rata-rata Saldo• Simpanan Bank• Persentanse Uang Muka• Jenis Agunan• Dokumen Kepemilikan• Luas Bangunan

Parameter tersebut signifikan/nyata pengaruhnyakarena memiliki nilai Sig. < 0,05 sesuai dengan hasilpada Tabel 10. Apabila dibandingkan dengan tabelscoring yang saat ini digunakan dengan 23 parameter,maka terdapat parameter baru yang muncul yaitu tingkatsuku bunga dan luas bangunan. Beberapa penelitianyang telah dilakukan mengenai skoring KPRmenunjukkan bahwa salah satu faktor yang pentingdalam menilai kelayakan pemberian fasilitas kreditadalah Debt Burden Ratio/DBR dan informasi kreditmacet di BI (BI Checking) serta informasi mengenaiposisi atau jabatan debitur (khususnya untuk calondebitur yang berpenghasilan tetap). Sehingga dalampengembangan model skoring E-Flow KPR parameteryang digunakan sebanyak 14 parameter sebagaipengambilan keputusan dalam analisa kelayakan kredit.

Suatu model dikatakan baik apabila nilai kontribusi untukmasing-masing parameter (nilai ROC Curve) 50-95%.Bila disampaikan dalam bentuk grafik maka grafiksetiap parameter harus berada diatas garis diagonal.Semakin grafik setiap parameter itu bergerak ke atasmaka tingkat sensitifitasnya dan spesifisitasnya semakinbaik, begitu sebaliknya. Hasil validasi model denganmetode ROC Curve adalah sebagai berikut ; dariseluruh parameter yang berpengaruh signifikan/nyatatersebut rata-rata nilai ROC Curve-nya sebesar56,45%.

68 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Page 73: JMA VOL 6 NO. 1

Analisis Deskriptif

Setelah dilakukan analisa validitas terhadap modelskoring yang ada saat ini dan diperoleh parameter yangberpengaruh nyata, maka langkah selanjutnyamelakukan penentuan terhadap pembagian kategori darimasing-masing parameter yang berpengaruh nyatatersebut. Untuk membentuk berapa banyak kategorikyang dibutuhkan atas setiap parameter dilakukanlahanalisa deskriptif. Analisa deskriptif yang dilakukanadalah menentukan terlebih dahulu kategorik yangdiinginkan, kemudian dilihat sebaran datanya melaluigaris histogram pada diagram batang apakah sudahmencerminkan data normal atau tidak, jika tidakdilakukan pengkategorian kembali sampai menemukanberapa kategorik sesuai sehingga data menyebarnormal.

Uji Asumsi

Uji Autocorrelation

Untuk uji autocorrelation yang dilakukan dengan ujiDurbin-Watson menunjukkan nilai p-value lebih kecildari = 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwapembagian kategori untuk setiap parameter yangdigunakan untuk credit scoring tersebut tidak terdapatkorelasi atau hubungan satu dengan yang lain. Hasiltersebut menunjukkan bahwa kategori yang ditentukanatau digunakan saling bebas. Sehingga apabiladigunakan dalam penentuan parameter credit scoringdapat memberikan informasi terhadap pengaruhparameter tersebut terhadap kolektibiliti sebagaivariabel bebas.

Uji Multicorrelation

Untuk uji multicorrelation yang dilakukanmenunjukkan nilai auxiliary regression lebih besar dariadjusted R square total. Hasil tersebut menunjukkanbahwa pada parameter yang digunakan untuk creditscoring tersebut tidak terdapat multicorrelation. Hasiltersebut menunjukkan bahwa parameter credit scoringyang digunakan sebagai peubah bebas masing-masingtidak memiliki hubungan satu dengan yang lainnya.Sehingga apabila digunakan dalam penentuanparameter credit scoring dapat memberikan informasiterhadap pengaruh parameter tersebut terhadapkolektibiliti sebagai variabel bebas.

Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dengan uji Park untuk melihatapakah parameter-parameter tersebut memiliki ragamyang homogen Terhadap seluruh parameter yang

digunakan dalam pengembangan model skoring analisakelayakan KPR menunjukkan bahwa seluruh parametermemiliki ragam yang homogen.

Analisis Regresi Logistik

Proses selanjutnya dalam pengembangan model creditscoring untuk analisa kelayakan KPR adalah analisaregresi logistik. Pada proses ini dilakukan analisisterhadap parameter yang berpengaruh signifikan padacredit scoring tersebut dengan menggunakan = 0,05.Sehingga fungsi credit scoring analisa kelayakan kreditpada = 0,05 didapat ditulis sebagai berikut :Y = - 8,981 + 0.375Suku Bunga – 0,818JumlahTanggungan + 0,350Umur/Usia + 0,212Jenis Pekerjaan+ 0,239Posisi Pekerjaan + 0,002Take Home Pay/Penghasilan Per Bulan + 0,494Rata-Rata Saldo –0,182Simpanan di Bank - 0.005Persentase Uang Muka– 0,019Debt Burden Ratio/DBR – 0,049InformasiKredit Macet + 0,032Jenis Agunan + 0,013DokumenKepemilikan + 0,498Luas Bangunan

Uji Keakuratan Model

Setelah diperoleh parameter yang berpengaruhterhadap kolektibilitas atau kualitas kredit pada analisacredit scoring KPR, maka proses selanjutnya adalahmemastikan kembali kontribusi parameter tersebut. Haltersebut perlu dilakukan untuk melakukan validasiterhadap fungsi yang telah dihasilkan untuk mendesaincredit scoring. Untuk memastikan kontribusi darisetiap parameter tersebut maka dilakukan uji Wald.Hasil yang diperoleh dari uji Wald ini dibandingkanapakah lebih besar atau lebih kecil dari nilai Z /2 ( =0,05) sebesar 0,1985. Apabila hasil yang diperoleh lebihbesar, maka parameter tersebut dapat dipastikanmemiliki kontribusi dalam fungsi credit scoring. Hasiluji Wald terhadap parameter yang mempengaruh nyataterhadap kualitas kredit menunjukkan nilai yang lebihbesar dari 0,1985. Artinya seluruh parameter yangberpengaruh terhadap kolektibiliti memiliki koefisienyang berkontribusi terhadap model analisa creditscoring.

Setelah dilakukan uji asumsi, pengembangan modelbaru dan uji Wald, maka tahapan selanjutnya adalahmelakukan pengujian terhadap keakuratan dari modelbaru yang dihasilkan. Model credit scoring yangdihasilkan memiliki tingkat keakuratan sebesar 89,7%.Artinya bahwa pada tingkat keyakinan 95%, modelcredit scoring yang dikembangkan untuk analisakelayakan KPR memiliki tingkat akurasi yang lebih baikdari model yang terdahulu telah ada, yaitu 56,45%menjadi 89,7%.

69Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Page 74: JMA VOL 6 NO. 1

Desain Credit Scoring

Hasil pengembangan model credit scoring yang barupada Tabel 29, menunjukkan perubahan yang sangatsignifikan dibandingkan dengan model credit scoringterdahulu. Hal tersebut dapat dilihat pada penentuannilai skor di setiap kategori dari masing-masingparameter. Nilai skor tersebut dihasilkan dari suatuanalisa statistik dengan menggunakan tingkat keyakinan95% ( = 0,05). Pada model credit scoring yangterdahulu, masih terdapat nilai skor yang sama untukbeberapa kategori di beberapa parameter yangdigunakan. Hal tersebut mencerminkan bahwapembagian kategori tersebut tidak efektif digunakandalam analisa.

Pada credit scoring yang baru terlihat perbedaan yangcukup signifikan yaitu dengan adanya parameter baruyaitu simpanan pada bank, kredit macet, suku bungadan luas bangunan. Perbedaan nilai skor juga nampaksecara jelas pada parameter usia, jumlah tanggungan,penghasilan per bulan, posisi jabatan, saldo rata-rata,dan Debt Burden Ratio/DBR. Selain itu nilai skor yangdihasilkan pada credit scoring tidak menghasilkanadanya nilai negatif yang dimaksudkan sebagai faktorpengurang dalam perhitungan skor.

Dalam penyusunan credit scoring, langkah selanjutnyasetelah bobot setiap parameter diperoleh adalahmenentukan batasan skor untuk menentukan apakahdebitur tersebut layak diberikan fasilitas kredit atautidak. Penentuan skor tersebut pada dasarnyatergantung kebijakan bisnis yang ditetapkan olehmasing-masing Bank. Pada umumnya skor yangditentukan tersebut akan berdampak pada banyak tidakfasilitas kredit yang disetujui. Apabila diinginkanekspansi kredit, maka kebijakan yang dapat diambilpada menurunkan skor, begitu juga sebaliknya bila inginmemperketat analisis maka skor dapat dinaikkan. Untukmempermudah setiap perubahan tersebut maka dalampenentuan passing grade atau batasan diterimanyaanalisa kredit adalah dengan menggunakan perhitunganstandar deviasi. Standar deviasi yang diinginkantersebut digunakan untuk melakukan perubahanterhadap batasan nilai skor yang diinginkan. Standardeviasi yang dimaksud adalah ukuran spread dari nilaimean kelompok data tersebut. Standar deviasi diukurdengan menghitung deviasi dari tiap angka dalamkelompok dari mean kelompok tersebut.

IMPLIKASI MANAJERIAL

Sehubungan dengan hasil analisa validitas yang telahdilakukan dimana nilai validitas dari credit scoringyang terdahulu masih cukup rendah, maka dari hasilcredit scoring yang baru telah dilakukan perbaikan.

Perbaikan yang cukup signifikan terjadi adalahparameter yang berpengaruh mengalami perubahanbaik adanya parameter baru maupun penguranganparameter. Selain itu dalam penentuan nilai skor untukmasing-masing turut pula mengalami perubahanberdasarkan analisa regresi logistik yang telahdilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkandaya saing dalam melakukan analisa kredit pemilikanrumah (KPR). Daya saing tersebut antara lain proseskredit yang cepat dengan tetap memperhatikan prinsipkehati-hatian mengingat parameter yang dianalisa untukmemastikan bahwa calon debitur layak atau tidaksemakin sedikit.

Upaya perbaikan yang dilakukan denganmengembangkan model credit scoring untuk analisaKPR akan memberikan implikasi. Implikasi yangditimbulkan diantaranya :1. Pengembangan model yang dihasilkan dari penelitian

ini adalah langkah awal untuk pengembangan lebihlanjut, seperti pengembangan model yang dibagidalam tiering plafond yang diajukan serta modeluntuk kelompok debitur berpenghasilan tetap danberpenghasilan tidak tetap.

2. Proses penentuan parameter yang digunakan dalamanalisa kelayakan menggunakan dasar analisa yangjelas dengan menggunakan pendekatan statistik. Halini berdampak pada perlu dilakukannya evaluasisecara berkala atas setiap parameter yangdigunakan serta dapat disesuaikan denganperkembangan penyaluran bisnis KPR.

3. Proses analisa kredit relatif lebih cepat karenaparameter yang digunakan akan semakin selektifsesuai dengan perkembangan. Kecepatan prosestersebut tidak hanya pada proses analisa tetapi jugapengambilan keputusan. Hal ini akan meningkatkanpelayanan kepada calon debitur untuk mengajukanfasilitas kredit.

4. Kualitas kredit diharapkan akan semakin baik karenakredit yang masuk telah melalui proses seleksidengan parameter yang telah teruji. Proses seleksiini akan menyaring hanya kredit dengan kualitas baikyang akan diterima. Selanjutnya untuk tetap menjagakualitas kredit tetap baik, maka langkah monitoringtetap dilakukan.

5. Perubahan kebijakan bisnis akan dapat denganmudah diadaptasi langsung oleh credit scoringdengan melakukan perubahan pada batasan nilaiscoring dan parameter yang digunakan. Apabilakebijakan bisnis menghendaki ekspansi kredit, makanilai minimal scoring dapat diturunkan. Demikianpula sebaliknya, apabila ingin dilakukan kebijakanpemberian kredit secara selektif dapat diikuti denganmeningkatkan nilai minimal scoring.

70 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Page 75: JMA VOL 6 NO. 1

Dengan demikian, diharapkan bahwa model creditscoring yang baru ini dapat segera diaplikasikan untukdapat merealisasikan implikasi manajerial. Selain itujuga atas pelaksanaan penggunaan credit scoring yangbaru agar dilakukan usage test,sehingga dapat segeradiketahui perbaikan atau pengembangan apa yangharus segera dilakukan, terutama untuk perbaikankualitas kredit dari portfolio KPR.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkandan dengan dibatasi hanya untuk proses applicationcredit scoring pada tahapan analisis dari seluruhtahapan proses pemberian fasilitas KPR, makabeberapa kesimpulan yang dapat diperoleh :1. Hasil validasi model credit scoring yang dilakukan

dengan metode ROC Curve terhadap model yangdimiliki saat ini secara rata-rata sebesar 56,45%.Dari 28 parameter yang ada, maka hanya 11parameter yang signifikan berpengaruh terhadapkualitas kredit.

2. Pengembangan model credit scoring yang baruselanjutnya dilakukan dengan menggunakan = 0,05dan menghasilkan fungsi credit scoring sebagaiberikut :Y = - 8,981 + 0,375Suku Bunga – 0,818JumlahTanggungan + 0,350Umur/Usia + 0,212JenisPekerjaan + 0,239Posisi Pekerjaan + 0,002TakeHome Pay/Penghasilan Per Bulan + 0,494Rata-Rata Saldo – 0,182Simpanan di Bank -0,005Persentase Uang Muka – 0,019Debt BurdenRatio/BDR – 0,049Informasi Kredit Macet +0,032Jenis Agunan + 0,013Dokumen Kepemilikan+ 0,498Luas Bangunan

3. Model credit scoring yang dihasilkan memilikiperbedaan yang cukup signifikan dibandingkandengan model yang saat ini digunakan untuk analisakelayakan kredit, yaitu:

a. Terdapat perbedaan jumlah kategori dan nilai skorpada parameter usia, penghasilan per bulan, jenispekerjaan, Debt Burden Ratio dan jenis agunan.

b. Terdapat parameter baru yang digunakan dalampenyusun model credit scoring untuk analisakelayakan kredit, yaitu jenis simpanan di bank yangdimiliki, informasi kredit macet, suku bunga, dan luasbangunan.

4. Penentuan diterima atau tidaknya permohonan kreditdidasarkan pada hasil analisa kelayakan dalambentuk nilai cut off score atau passing grade.Pada model yang dihasilkan, penentuan passinggrade atau batasan diterimanya analisa kredit adalah

dengan menggunakan nilai total rata-rata danperhitungan standar deviasi.

5. Hasil evaluasi atau uji terhadap model menunjukkanmodel credit scoring yang dikembangkan untukanalisa kelayakan KPR, parameter-parameternyadapat menerangkan sebesar 89,7% atasketidaklancaran. Serta tingkat ketepatan modeluntuk melakukan analisa kelayakan kredit sebesar87%.

6. Hasil evaluasi lanjutan adalah dapat disimpulkanbahwa fungsi model credit scoring yang baru tidakakurat digunakan untuk melakukan evaluasi analisakelayakan kredit kepada calon debitur yangtermasuk kelompok debitur berpenghasilan tidaktetap.

Saran

Saran untuk Bank X

1. Apabila model credit scoring yang baru akanditerapkan di Bank X, maka perlu melakukanpenyesuaian kebijaksanaan yang dibuat untuk setiapparameter sehingga akan sesuai dengan hasil yangdiharapkan.

2. Saat ini parameter yang digunakan dalampengembangan model credit scoring masihdidasarkan pada 28 parameter. Untuk itu perludilakukan pengkajian kembali terhadap adanyatambahan parameter lain dalam melakukan analisakelayakan pemberian fasilitas KPR. Parameteryang dapat digunakan sebagai tambahandiantaranya rumah yang akan dibeli atau dibangunadalah rumah pertama atau kedua. Serta parameteragunan dibedakan menjadi rumah, apartemen danruko.

3. Agar dapat memenuhi permohonan baik bagi calondebitur berpenghasilan tetap dan debiturberpenghasilan tidak tetap, maka perlu dibuatkanfungsi model credit scoring yang berbeda untuksetiap kelompok debitur tersebut.

4. Setelah sebuah model dikembangkan menjadisebuah sistem yang diimplementasikan, makapengujian kembali atau backtesting terhadapkeakuratan model tersebut dapat dilakukan. Untuklebih mendekati kondisi sebenarnya dari modelanalisa credit scoring yang telah dikembangkan,umumnya sebuah model dapat dilakukanbacktesting setelah diimplementasikan paling tidaksetiap enam bulan.

5. Selain backtesting, salah satu bentuk pengujianadalah stress testing . Model yang telahdikembangkan juga harus mampu mengantisipasikemungkinan terburuk akibat perubahan yang

71Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Page 76: JMA VOL 6 NO. 1

terjadi baik aspek eksternal maupun internal. Untukitulah perlu dilakukan pengujian stresstestingdengan menggunakan beberapa skenario terburukdalam rangka mengetahui dampak yang terjaditerhadap kualitas kredit. Sehingga apabiladikemudian hari terjadi kondisi sesuai denganskenario yang dibuat, maka model telah mampumemprediksi kemungkinan yang akan terjadi.

Saran untuk Penelitian Lanjutan

1. Perlu dilakukan kajian atau analisa lebih lanjut untukmengembangkan model credit scoring yangberbeda untuk debitur berpenghasilan tetap danberpenghasilan tidak tetap. Hal tersebut bergunakarena masing-masing memiliki parameter yangberbeda dalam melakukan analisa kelayakan. Dalamhal ini ada beberapa parameter yang berbeda yaituparameter posisi debitur, jenis pekerjaan, rata-ratasaldo, penghasilan, yang digunakan dalam analisaterhadap debitur berpenghasilan tidak tetap.

2. Selain mendesain model application creditscoring, maka sebuah sistem scoring akan sangatlengkap memiliki behavior scoring dan paymentprojection scoring. Sehubungan saat ini barusampai pada tahapan penentuan model applicationcredit scoring, maka untuk penelitian selanjutnyadapat dilakukan model behavior scoring danpayment projection scoring atas pemberianfasilitas kredit.

3. Analisa lanjutan yang dapat dilakukan sebagaiadalah studi mengenai implikasi manajerial / bisnisatas penerapan model analisa credit scoring yangtelah dilakukan.Hal tersebut berguna untukmengenali bagaimana dampak dan seberapa besarpengaruhnya serta manfaat yang diperoleh darimodel yang telah dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Aji, T.S. 2008. Analisis Status Kredit Mikro denganRegresi Logistik, Tesis , Bogor.

Bank X. 2005. Pedoman Perkreditan ConsumerBanking, Jakarta.

Bank X. 2007. Prospektus PT. Bank X, Jakarta.

Bank X. 2008. Laporan Keuangan Konsolidasi 3Q2008 (Tidak Diaudit), Jakarta.

Butar Butar, R.S.S. 2006. Credit Scoring Model KreditKepemilikan Rumah Bank X. Tesis. MagisterManajemen – UI, Jakarta.

Chatterjee, S; D Corbae; J.V Rios-Rull. 2007. CreditScoring Competitive Pricing of Default Risk,Jounal Univercity of Pennsylvania and CAERP.

Eksir. 2006. Analisis Model Credit Scoring dan ProfilResiko Kredit Konsumsi pada Bank X, TesisMM-FEUI.

Greene, H.W. 1992. A Statistical Model for CreditScoring, Department of Economics Stern Schoolof Business, New York University.

Gunter, L; Posch, P.N; Schone, C. 2004. BayesianMethods for Improving Credit ScoringModels, Journal Department of Finance,University of Ulm, Germany.

Hadad, D.M.; Santoso, W; Alisjahbana, A. 2004.Model dan Estimasi Permintaan danPenawaran Kredit Konsumsi Rumah Tanggadi Indonesia, Research Paper DirektoratPenelitian dan Pengaturan Perbankan BankIndonesia.

Komorad, K. 2002. On Credit Scoring Estimation,Institute for Statistics and Econometrics,Humboldt University, Berlin.

Mays, E. 2004. Credit scoring for Risk Managers.The Handbook for Lenders.Thomsom. South-Western.USA

Mester, J.L. 1997. What’s the Point of Credit Scoring,Federal Reserve Bank of Philadelphia.

Parnitzke, T. 2005. Credit Scoring nd The SampelSelection Bias, Journal, Institute of InsuranceEconomics, Univercity of St Gallen, Switzerland.

Properti Indonesia.2008. Edisi No. 1178-Nopember2008.PT.Totalmegah Medianusa, Jakarta.

Ristanto, S. 2008. Mudah Meraih Dana KPR (KreditPemilikan Rumah), Pustaka Ghratama,Yogyakarta.

Roszbach, J.T.K. 2001. Bank Lending Policy, CreditScoring and Value-at-Risk, Journal of Banking& Finance, Sweden.

72 Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Page 77: JMA VOL 6 NO. 1

Soesanto, H. 2004. Penerapan Credit Scoring ModelDalam KPR. Tesis. Magister Manajemen – UI,Jakarta.

Stanton, H.T.. 1999. Credit Scoring and LoanScoring, Center for the Study of AmericanGovernment, John Hopkins University.

Sudarmaji, S. 2008. Analisa Penetapan Parameterdalam Credit Scoring untuk Proses KreditUsaha Mikro, Tesis Program Studi Manajemendan Bisnis IPB, Bogor.

Thomas, et al. 2002. Credit scoring and ItsApplications. SIAM(society for Industrial andApplied Mathematics).Philadelphia.USA.

Vojtek, M. 2006. Credit Scoring Methods, Czechjournal of Economics and Finance.

Walpole, E. R1995. Pengantar Statistika, GramediaPustaka Utama , Jakarta.

73Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 6 No. 1 Maret 2009

Page 78: JMA VOL 6 NO. 1
Page 79: JMA VOL 6 NO. 1

PETUNJUK PENULISAN JURNAL

Jurnal Manajemen dan Agribisnis (JMA) ditujukan untuk komunitas ilmiah dan praktisi di dunia bisnisdan industri, perguruan tinggi, dan lembaga-lembaga penelitian yang berkaitan dalam bidang manajemendan agribisnis. JMA dapat menerima dan menerbitkan jurnal yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai(1) karya penelitian yang orisinil dan signifikan pada pembahasan manajemen dan agribisnis (2) karyapenelitian dan review mendalam yang mampu menumbuhkan minat bersama untuk menemukanaplikasi yang tepat. Judul harus ditulis dengan metodologi yang benar, baik, menarik, dan terorganisasidengan runtut.

Jurnal terdiri dan judul yang ditulis dengan huruf kapital, nama, instansi/perusahaan tempat penulisbekerja, abstrak, kata kunci (keywords), pendahuluan, isi naskah, kesimpulan dan daftar pustakaserta cantumkan salah satu korespondensi penulis (Tlp, Fax dan Email).Abstrak berisi uraian singkat berbentuk bahasa Inggris dan bahasa Indonesia tentang rumusanmasalah, pendekatan, hasil pembahasan dan kesimpulan. Sedapat mungkin tidak berisi formuladan referensi serta memuat maksimal 200 kata dengan menggunakan satu spasi, huruf TimesNew Roman ukuran 10pt (italic), mudah dimengerti oleh berbagai pihak. Keywords: berisi maksimallima kata kunci yang digunakan.Isi artikel diketik dalam format.rtf (rich text format)/Microsoft Word, ukuran A4, spasi 1cmmenggunakan huruf Times New Roman 11 pt, kecuali judul yaitu 12 pt dan tabel 10 pt, marjin kiri4 cm, marjin kanan 3 cm, marjin atas 3 cm, dan marjin bawah 3 cm. Dianjurkan tabel dan grafiktidak berbentuk image (picture). Usahakan pembuatan tabel dan grafik di microsoft office exceldan microsoft office word.Naskah terdiri dari beberapa bab secara terpisah dan tidak menggunakan pengkodean baik padajudul maupun subjudul. Untuk kepentingan kemudahan dalam pembacaan jurnal, dianjurkan untukmembatasi jumlah model matematik yang dituliskan dalam jurnal, untuk kasus penggunaan modelmatematik yang ekstensif dianjurkan untuk menempatkannya pada appendix (lampiran). Model,persamaan dan simbol matematika dianjurkan menggunakan microsoft equation. Penulisanpersamaan, gambar dan tabel diberi nomor sesuai dengan urutan pemunculan.Nomor persamaan ditulis di pinggir kanan dengan menggunakan nomor arab dan berkurung ( ).Nomor dan judul gambar ditulis di bawah gambar, sedangkan nomor dan judul tabel di tulis diatas tabel dan sejajar dengan tabel.Penggunaan referensi dalam pendahuluan, isi naskah dan kesimpulan dicantumkan nama penulisdan tahun penerbitan, contohnya (Juran, 1999). Referensi yang digunakan dibuat daftarnya sesuaidengan urutan abjad nama penulisnya dengan contoh format (buku dan jurnal) seperti lazimnyapada daftar pustaka. Contoh penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut.

Buku

Belch, G.E and M. A. Belch. 2004. Advertising and Promotion: an Integrated Marketing CommnunicationsPerspective, 6th ed., The McGraw-Hill/lrwin, NewYork.

Ramakrishnan, R and G. Johnson. 2003. Database Management System, 3rd ed., McGraw-Hill,NewYork.

Jurnal

Kapczakaland, LR and M. F. Johnson. 2003. The Supply-Chain Management Effect, MIT SloanManagement Review,Vol. 44 No. 3 (Spring 2003), pp. 27 - 34.

Toha, I S dan A.H. Halim. 1999. Algoritma Penjadwalan Produksi Berbasis Jaringan untuk PenggunaanSumberTunggal dan Simultan, Jurnal TMI, No.19, hal. 10-20.

Sadjad, S. 1999. Agribisnis Berorientasi Ekspor: Kasus Tanaman Pangan, Mungkinkah?, Agrimedia,Vol 5 No.2 Juli 1999, hal 8-11.

Page 80: JMA VOL 6 NO. 1