journal aamai

48
Edisi 29 | Maret 2010 AAMAI J o u r n a l Meningkatkan Kompetensi dan Integritas Profesi Perasuransian ASOSIASI AHLI MANAJEMEN ASURANSI INDONESIA (THE INDONESIAN INSURANCE ISTITUTE) Running A Succesfull General (Non Life) Insurance Business Without Actuarial Science: Is It Possible ? Asuransi dan Perlindungan Nasabahnya Jaminan Sosial di Indonesia Pasca Diberlakukannya ASEAN - China FTA ASOSIASI AHLI MANAJEMEN ASURANSI INDONESIA E ISTITUTE) (THE INDONESIAN INSURANCE Asuransi Indonesia, Asuransi Indonesia, Harus Siap Menghadapi Harus Siap Menghadapi ACFTA ACFTA MARZUKI USMAN

Upload: mamangdani

Post on 18-Jun-2015

1.210 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Journal Aamai

Edisi 29 | Maret 2010

AAMAIJ o u r n a lMeningkatkan Kompetensi dan Integri tas Profesi Perasuransian

ASOSIASI AHLI MANAJEMEN ASURANSI INDONESIA (THE INDONESIAN INSURANCE ISTITUTE)

Running A Succesfull General (Non Life)

Insurance Business Without Actuarial Science:

Is It Possible ?

Asuransi dan Perlindungan Nasabahnya

Jaminan Sosial di IndonesiaPasca Diberlakukannya

ASEAN - China FTA

ASOSIASI AHLI MANAJEMEN ASURANSI INDONESIA E ISTITUTE)(THE INDONESIAN INSURANCE

Asuransi Indonesia, Asuransi Indonesia, Harus Siap Menghadapi Harus Siap Menghadapi ACFTAACFTA

MARZUKI USMAN

Page 2: Journal Aamai
Page 3: Journal Aamai

3AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

Salam Jumpa!Pembaca setia AAMAI Journal, memasuki tahun 2010 pada edisi 29 ini kami hadir sedikit lebih awal dengan harapan agar terbitan berikutnya lebih tersistimatis untuk mewujudkan periode terbit AAMAI Journal catur wulanan.Sebenarnya hal ini tak luput dari semakin besarnya perhatian para kontributor kami didalam aktifi tasnya selaku pengisi materi tulisan jurnal.Namun begitu kami masih berharap bagi para praktisi lainnya agar berkenan pula menuangkan pemikirannya dalam AAMAI Journal ini demi meningkatkan pelayanan efektifi tas penerbitan pada edisi-edisi berikutnya.

Sengaja edisi kali ini kami sajikan Orasi Ilmiah yang disampaikan oleh Dumaria R. Tampubolon dari Institut Teknologi Bandung pada saat wisuda AAMAI XVIII tanggal 22 Februari 2010 di Jakarta.

Pada edisi ini pula Ketut Sendra kembali hadir dalam penyajian seputar Pengertian Asuransi dan perlindungan terhadap nasabah berikut terkait regulasi didalamnya.Selain itu kami menyajikan satu tulisan dari Pradikta Dwi Anthony mahasiswa STMA Trisakti jurusan Asuransi Jiwa yang mengulas tentang dampak Jaminan Sosial di Indonesia terhadap pasca diberlakukannya ASEAN-CHINA FTA.

Profi l kita kali ini menampilkan Bp.Marzuki Usman selaku Ketua Dewan Kehormatan AAMAI yang hasil wawancaranya dapat disimak terkait seputar perkembangan bisnis perasuransian di Indonesia terhadap tantangan yang harus dihadapi seiring diberlakukannya ACFTA.

Pada akhirmya kami hanya berharap semoga semua yang kami sampaikan kali ini bermanfaat bagi Anda semua. Tak lupa kami nantikan kritik atau sarannya yang bersifat membangun sehingga menjadikan media AAMAI Journal ini lebih baik pada edisi-edisi berikutnya. Akhir kata sukses untuk kita semua, dan selamat membaca!

Salam Redaksi

dari redaksi

AAMAI JournalMeningkatkan Kompetensi dan Integritas Profesi Perasuransian

ISSN : 1410 – 2668

PENERBIT :Bidang Penelitian dan Pengembangan AAMAI

PENANGGUNG JAWAB :Dewan Pengurus AAMAI

PEMIMIPIN REDAKSI :Drs. Hendrisman Rahim, MA, FSAI, AAIJ, QIP, CPIE

REDAKTUR EKSEKUTIF :Prof. Dr. Noor Fuad, MSc., Ph.D., FLMI., AAIJ., QIP., CPIE., FIISDrs. Ketut Sendra, SH., MM., AAIJ., CLU., QIP

REDAKSI :Achmad Muchtarom, SH., AAIJ.,QIPDrs. Fatchur Huda, AAIK., QIPM. Ate Sumarna, SE

ARTISTIK :Dani Rachadian

LAY OUT/ MONTASE :Sidha W. Yanma

ALAMAT :Rukan Sentra Pemuda Kav. 8Jalan Pemuda No. 61 Jakarta 13220Telp. : 62+214754569, 47861351Fax. : 62+2147861450E-mail : [email protected] : [email protected] : http/www.aamai.or.id

baca setia AAMkami hadir sedikit lebl bih t i ti ti

AAMAIPemkami

J o u r n a lMeningkatkan Kompetensi dan Integritas Profesi Perasuransian

ASOSIASI AHLI MANAJEMEN ASURANSI INDONESIA

Page 4: Journal Aamai

4 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

daftar isi Maret 2010

JOURNALDUMARIA R. TAMPUBOLONRunning A Succesfull General (Non Life) Insurance Business Without Actuarial Science: Is It Possible? 6DRS. KETUT SENDRA, SH, MM, AAIJ, QIP, CLUAsuransi dan Perlindungan Nasabahnya 16PRADIKTA DWI ANTHONYJaminan Sosial di IndonesiaPasca Diberlakukannya ASEAN - China FTA

30

PROFILMARZUKI USMANAsuransi Indonesia, Harus Siap Menghadapi ACFTA 38AAMAI NEWSWISUDA AAMAI XVIII 43

6 16

30 38 43

Edisi 29

Page 5: Journal Aamai

5AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

Istilah era globalisasi sudah tak asing lagi di telinga

kita. Bahkan tanpa disadari sebenarnya kita dalam

melakukan aktifi tas sehari-hari sudah terlibat dalam

kondisi globalisasi. Betapa tidak, tak sedikit sering

kita jumpai berbagai jenis produk-produk baru

bermunculan dengan berbagai variasi bentuk, model,

maupun harga yang ditawarkannya. Mereka saling

menarik simpati para konsumen dengan berbagai

pola penawaran harga maupun pola penyajian

produk mereka. Seakan tanpa ada batasan didalam

melakukan persaingan diantara mereka. Namun

sebenarnya inilah pengertian globalisasi secara

sederhana dimana seorang pelaku bisnis diberikan

keleluasaan didalam melakukan pola bisnisnya.

Maka untuk itulah muncul ide membentuk sebuah

kesepakatan hubungan perdagangan yang bertujuan

agar tidak saling merugikan antara yang satu dengan

yang lain.

Kesepakatan ACFTA telah ditandatangani yang

antara lain bertujuan memperkuat dan meningkatkan

kerjasama perdagangan antara negara-negara di

wilayah Asia Tenggara dengan Cina.Sekarang yang

menjadi pertanyaan dibenak kita adalah bagaimana

A C F T A , Quo Vadis Asuransi Indonesia?

kita dalam mempersiapkan diri dalam meraungi

kondisi ini khususnya dilingkup perasuransian.

Karena harus diakui bahwa dampak dari perjanjian

ACFTA ini sangat berpengaruh besar dalam

perkembangan dunia perasuransian.Terkait hal

itu dibutuhkan SDM secara profesional yang ahli

dan mumpuni untuk menghadapi tantangan serta

mengambil peluang ini.

Inti dari semua ini sebenarnya adalah bagaimana

caranya kita mampu menghadapi dari berbagai

perubahan kondisi dan situasi apapun bentuknya.

Sekarang yang terpenting adalah bagaimana kita

memberikan pelayanan yang terbaik bagi calon

pelanggan kita, lalu bagaimana kita memberikan

perlindungan terbaik bagi pelanggan kita, kemudian

bagaimana kita mampu memberikan jaminan atas

kepercayaan yang diberikannya. Jadi apapun

bentuk dari perubahan sistim, pola, maupun

aturan perekonomian yang akan diterapkan dalam

kapasitas yang kecil maupun secara global yang

terpenting adalah harus mempersiapkan diri secara

matang.

editorial

Page 6: Journal Aamai

6 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

1. THE NATURE OF GENERAL INSURANCE

Insurance is a vehicle to transfer pure economic (or fi nancial) risks. One defi nition of risk is exposure to the chance of loss or injury; and pure economic risk may be defi ned as risk for which there is only a chance of loss or no loss (Source: Hart, D. G., Buchanan, R.A., and Howe, B. A. (1996). The Actuarial Practice of General Insurance, page 1). Another defi nition of insurance is the business of indemnifying a person or organization for loss or damage; or the liability to compensate for loss or damage arising from specifi ed contingencies such as fi re, theft, natural disasters, negligence, injury, death, etc. General insurance (or Non-Life Insurance or Property/Casualty Insurance) relates to the insurance of property and liability; and may also relate to the insurance of the person which is not covered by life insurance (Source: Hart, D. G., Buchanan, R.A., and Howe, B. A. (1996). The Actuarial Practice of General Insurance, page 2).

In general insurance, claims are not usually paid as soon as they occur. A number of factors may cause delay between the occurrence and reporting of a claim and delay between the time of reporting and settlement of a claim. Furthermore, a closed claim might be reopened and additional money paid. In some cases it may take many years until the fi nal payment. Lines of business with this characteristic of claims payment are called long-tailed. Other lines of business in which claims are usually fi nalized within one year are called short-tailed.

Outstanding claims liabilities are the present

RUNNING A SUCCESSFU(NON-LIFE) INSURANCEWITHOUT ACTUARIAL SCIS IT POSSIBLE?

Dumaria R. TampubolonStatistics Research Division, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Institut Teknologi BandungE-Mail: [email protected]

journal

Page 7: Journal Aamai

7AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

values of expected future payments which include Incurred But Not Reported (IBNR) claims, the evaluation of future payments on claims already notifi ed and the management expenses of future claims payments of claims incurred as at the balance date (Source: Hart, D. G., Buchanan, R.A., and Howe, B. A. (1996). The Actuarial Practice of General Insurance, page 26). As the provision for the outstanding claims is usually the largest component of a general insurance company’s liabilities, changes in the outstanding claims liability have a direct, and possibly large, impact on the company’s profi ts and tax liabilities.

The consequences of poorly estimating the outstanding claims liability may be devastating to all parties involved. One example, the collapse of HIH Insurance in Australia in March 2001, with estimated losses between A$3.6 billion and A$5.3 billion (by August 2001), (Source: Owen, N. (2003). The Failure of HIH Insurance, Vol 1, page xiii ), was primarily due to past failure to set aside enough funds to pay future claims, i.e. “claims arising from insured events in previous years were far greater than the company had provided for” (Source: Owen, N. (2003). The Failure of HIH Insurance, Vol 1, page xvii). Those who are heavily affected by the error of under-reserving include the policy holders, the shareholders and employees of the general insurance company. Third parties can also be seriously affected, as was demonstrated in HIH case.

Such failures are not unique to general insurance companies in Australia; there are other similar cases in other countries. An example is the collapse of Reliance Insurance Company in United States of America in May 2001. Reporting the statement made by the Pennsylvania Insurance Commissioner Diane Koken, Philadelphia Inquirer, in their 4 October 2001 issue, wrote that “Reliance will be unable to pay some of the $10 billion in claims, debts and other liabilities owed by the insurer and its affi liates in all 50 states”.

The company’s estimated liabilities as of 31 December 2003, was US$ 4.6 billion; of which the estimated claims owed to policy holders was US$ 3.5 billion (Source: Pennsylvania Insurance Department website (2006).

One need to keep in mind that, due its nature, general insurance is not an easy business because one can not predict the future with 100% certainty and that the future almost always does not conform to what is extrapolated from the past; hence, the need to manage fi nancial risks using stochastic approach. After the collapse of HIH, the Australian Prudential Regulation Authority (APRA) brought forward new regulations which require a general

insurance company in Australia to take into account the uncertainties of the forecasts of future claims in setting up the reserve for the outstanding claims liability.

Given a model to represent the underlying process generating general insurance data, besides determining the estimate of the outstanding claims liability, measuring the uncertainty on the estimate and the variability of the process generating the data is very important. Furthermore, providing information at the tail, since the distribution of the outstanding claims liability is (heavily) skewed, is a necessity. An example of such information is the 75th percentile of the (simulated) distribution of the outstanding claims liability.

Due to the nature of general insurance, the traditional actuarial methods which estimate future claim payments deterministically, i.e. provide point estimate but does not provide a measurement of the uncertainty of the estimation, are no longer appropriate. This leads to the application of actuarial science in assessing risks in general insurance. Actuarial Science is a branch of knowledge which applies mathematics, probability and statistics, economics, and fi nance in assessing risks of fi nancial losses due to non-prevented events.

Such events are those which will occur at a certain time in the future with probability greater than 0 but the time of occurrence of the event and the corresponding amount of the fi nancial losses cannot be determined with certainty at the time of valuation.

2. ESTIMATION OF OUTSTANDING CLAIMS LIABILITYMany different techniques are used to estimate the outstanding claims liability. Based on claims experience in the past, a claim analyst tries to forecast a value for the amount of the liability contingent to events which have yet to happen. In the past, the objective was to obtain a forecast of the central estimate of the distribution of the outstanding claims liability. For many years, actuaries have been applying deterministic forecasting methodologies to estimate the outstanding claims liability. However, in order to quantify the uncertainties on the estimate and to predict the distribution of the outstanding claims liability, the problem needs to be approached stochastically. For the last two and a half decades at least, actuaries and statisticians have been developing statistical forecasting models to estimate the outstanding claims liability as well as measuring its uncertainty.

Fitting a pair of jeans to a person may be used as a very simple illustration for fi tting a statistical model to the data. Pairs of jeans

FUL GENERAL CE BUSINESSSCIENCE:

The consequences of poorly estimating

the outstanding claims liability may

be devastating to all parties involved. One example, the collapse

of HIH Insurance in Australia in March 2001,

with estimated losses between A$3.6 billion and

A$5.3 billion (by August 2001), (Source: Owen, N. (2003). The Failure

of HIH Insurance, Vol 1, page xiii ), was primarily due to past failure to set

aside enough funds to pay future claims, i.e. “claims

arising from insured events in previous years

were far greater than the company had provided for” (Source: Owen, N.

(2003).

journal

Page 8: Journal Aamai

8 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

are available in different styles and sizes. It is a matter of choosing a pair of jeans with the right style and size that fi t the shape and size of a person’s body. Similarly, there are many statistical models available, one (few) of which is (are) appropriate to represent the underlying process generating the data.

In statistical modeling, sources of uncertainty can be classifi ed into three main sources: model, parameter and process uncertainty. Model uncertainty, i.e. the uncertainty about the structure of the model, may arise because the structure of the model is incorrectly specifi ed a priori (Chatfi eld, 2000). Some researchers classify the model uncertainty into model specifi cation and model selection uncertainty. Uncertainty in model selection occurs when there are several potential models considered, from which one is chosen.

Uncertainty in model specifi cation occurs when there is a possibility that models other than those considered, i.e. models of different structures or belonging to different families of models, are more appropriate. Model uncertainty is a major source of uncertainty in statistical modeling and is diffi cult to measure; particularly, model specifi cation uncertainty because the form and degree of the error in specifi cation may be unrecognized.

In any statistical modeling, after a model is specifi ed and selected, it is important to carry out diagnostic checking to help assess model uncertainty and help guard against model error. Diagnostic statistics and displays are used to check on whether or not the assumptions underlying the selected model are met by the data. This checking is typically done when the model is fi tted, before forecasting future values or considering other models.

Having selected a forecasting model, the model parameters are estimated using the data or the observed values. A statistic is a function of the observed values; a parameter, a fi tted value and a forecast value are examples of a statistic. If there are changes (or perturbations) in the observations, any statistics such as the parameters (and hence the fi tted and forecast values) also change, perhaps substantially. Therefore, it is important to gain insights on how sensitive a statistic (of particular interest, the estimate of the outstanding claims liability) is to small perturbations in the data. If the statistic of interest is denoted by T, and the data are denoted by Xi , i = 1, 2,.....,n, then the rate of change of T at Xi defi ned as , which is

the fi rst partial derivative of T on Xi, is a direct measure of how sensitive T is to a small change in Xi.

3. The Measurement of the Sensitivity of the Forecast: LeverageTo show the importance of measuring the sensitivity of an estimate (of the outstanding claims liability) to small perturbations in the data, a set of data from a long-tailed class of business is analyzed. The observations of the long-tailed data are represented in a runoff triangle form. The cumulative (total) amount paid in claims in accident year i , up to development year (delay) j , is Cij, i= 0, 1, 2, .......,n – 1; j = 0, 1, 2,.......,n – i – 1 where n is the number of accident years. These are listed in a triangle of values as shown in Figure 3.1. The data of the incremental or incurred payments are represented in a similar way.

The part of the array with observations is sometimes called the upper triangle (the shaded area) and the future (unknown and unpaid) part is sometimes called the lower triangle. Sometimes, claims in the array are not all paid by the fi nal development year in

the array at hand. In this paper, however, it is assumed that all claims are paid by the end of the fi nal development.

If a link ratio method is used to estimate the outstanding claims liability then the individual link ratios are defi ned as,

Link ratio methodologies are widely used in practice to estimate the outstanding claims liability in general insurance. Basically, a link ratio method assumes that the expected value of a cumulative payment in a particular development year is a multiple of the previous cumulative. That is, it is assumed that, for each development year, a “typical” ratio (or development factor) exists. Many standard link ratio methods can be replicated by stochastic models. To illustrate the procedure in measuring the sensitivity of an estimate of the outstanding claims liability, the (basic) chain ladder method is used.

Chain Ladder MethodThe (basic) chain ladder method can be applied to runoff triangles of claim amounts (cumulative or incurred) and claim numbers. In this paper, it is applied to the former. Due to its simplicity and ease of application, the chain ladder method is widely used in practice. However, one of the drawbacks of the method is that it is notionally deterministic – it ignores process uncertainty. Many studies have attempted to extend the chain ladder method to a stochastic form or to fi nd a stochastic model underlying or related to the method (see for example: Mack 1994a and Taylor 2000). Another drawback is that chain ladder method does not take into account changing calendar (or payment) year trends in the data (Barnett and Zehnwirth, 2000).

Let be a runoff triangle of cumulative payments, where , and n is the number of accident years. For development year j, the chain ladder estimate of the development factor is given by

For a link ratio method,

, where is the estimate of the development factor . For detailed discussion of the chain ladder method and its variations, see the Claims Reserving Manual (1997) and Taylor (2000).

“Leverage” and Empirical ResultGiven a particular forecasting methodology, it is of interest to explore the sensitivity of the

∂T∂Xi

Link ratio methodologies are widely used in

practice to estimate the outstanding claims

liability in general insurance. Basically, a

link ratio method assumes that the expected value of a cumulative payment in a particular development

year is a multiple of the previous cumulative. That

is, it is assumed that, for each development year, a “typical” ratio

(or development factor) exists. Many standard

link ratio methods can be replicated by

stochastic models. To illustrate the procedure

in measuring the sensitivity of an estimate of the outstanding claims liability, the (basic) chain

ladder method is used.

journal

Page 9: Journal Aamai

9AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

estimate of the outstanding claims liability to perturbations in the data. The sensitivity of the estimate will give insights into the method or model chosen and may assist in setting the reserve. Given a forecasting methodology, the estimate of the outstanding claims liability is dependent on the observed values. As parameters of a model are estimated using the available data, changes in observed values will change the parameter estimates, and in turn, may change the fi tted values dramatically. Similarly, changes in the data will also affect

the forecasts. For a given runoff triangle, the sensitivity of the estimate of the total outstanding claims liability to perturbations in the data is the sum of the sensitivity of the estimate of the ultimate claims for every accident year.

The measurement of the sensitivity of an estimate of a general insurance liability to small perturbations in the data can be used to gain insights on:

the absolute and relative importance 1. of each observation in determining the estimate of the outstanding claims liability;the role of the methodology chosen to 2. estimate the outstanding claims liability; andan aspect of the uncertainty of the 3. obtained estimate.

Given a set of data, suppose that a particular methodology is being considered. We would not be interested in a methodology if it was highly

insensitive to changes in the observations. In this case, the estimate of the outstanding claims liability is largely independent of the available data; in other words, the data is of little use in the estimation the outstanding claims liability. On the other hand, it is also undesirable when the estimate of the outstanding claims liability (hence, the methodology chosen) is too sensitive to small changes in the data. For example, if you add one dollar to a data value, you would not expect the estimate of the

estimate of the outstanding claims liability Leverage

incremental payment in a cell of the runoff triangle (3.1)

Given a set of data, suppose that a particular

methodology is being considered. We would

not be interested in a methodology if it

was highly insensitive to changes in the

observations. In this case, the estimate of

the outstanding claims liability is largely

independent of the available data; in other

words, the data is of little use in the estimation

the outstanding claims liability.

journal

Page 10: Journal Aamai

10 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

outstanding claims liability to change by many dollars.

By analogy to the concepts of leverage in regression and of local sensitivity analysis, for a “small” change in the incremental payment in a particular cell of a runoff triangle, defi ne a ratio between the resulting change in the estimate of the outstanding claims liability and the small change in the incremental. The change in the estimate of the outstanding claims liability is obtained by subtracting the estimate using the unperturbed data from that of the perturbed data. We call this ratio the leverage of the estimate of the outstanding claims liability at

that particular cell of the runoff triangle. Hence, we have:

Given a forecasting methodology, the estimate of the outstanding claims liability is a function of the values in the cells of a runoff triangle. Assuming that the fi rst partial derivative of this function exists, the leverage defi ned by (3.1) can be considered as the relative rate of change of the estimate of the outstanding claims liability at the value in that particular cell of the runoff triangle. Therefore, (3.1) can be used as a measurement of the sensitivity of the estimate of the outstanding claims liability to small perturbations in the value of each cell

utstanding claims liability to change by many that particular cell of the runoff triangle. Hence,

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 5012 3257 2638 898 1734 2642 1828 599 54 172

1 106 4179 1111 5270 3116 1817 -103 673 535

2 3410 5582 4881 2268 2594 3479 649 603

3 5655 5900 4211 5500 2159 2658 984

4 1092 8473 6271 6333 3786 225

5 1513 4932 5257 1233 2917

6 557 3463 6926 1368

7 1351 5596 6165

8 3133 2262

9 2063

Figure 3.2 Runoff triangle of the "incremental" payments of the AFG data

Observing the values of the leverage, the logic

is as follows. If, for example, an insurance

company had missed paying claims of an

amount of 1 unit and the corresponding estimate

of the outstanding claims liability is obtained, then

had that 1 unit amount of claims been thrown

back into the data, it is expected that the estimate

of the outstanding claims liability would not

increase nor decrease by many dollars. With this understanding, let

say that there is a small increase in an incremental

payment, a moderate positive value for the

leverage value is usually desirable.

journal

PT. ASURANSI JIWA SEQUIS LIFEJl. Jend. Sudirman No. 17 Jakarta 12190

Telp. 021-5223 123, Fax.: 021-5213 579, 5213 580website : www.sequislife.com

Page 11: Journal Aamai

11AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

of a runoff triangle. By observing the pattern of the leverage values across all cells of the runoff triangle, an aspect of the robustness of the forecasting methodology chosen can be obtained.

From the defi nition of a rate of change, a leverage value can be zero, positive or negative.

A leverage near zero means that a small perturbation in that particular cell causes (almost) no change in the estimate of the outstanding claims liability. In claims reserving, a forecasting methodology which produces

almost zero leverage is not desirable since it means that the estimate is largely independent of the corresponding observed data.

A positive leverage, say +k , means that the estimate of the outstanding claims liability is increased by k times the change in the observed value, whereas a negative leverage of –k , say, means that there is a decrease in the estimate of the outstanding claims liability by the amount of k times the change in the observed value. For small changes in the observed values, a large value of k means that the estimate, hence the forecasting

of a runoff triangle. By observing the pattern almost zero leverage is not desirable since it

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 -1.48 -0.637 -0.344 -0.005 0.253 0.571 1.226 2.453 4.922 10.316

1 -1.375 -0.532 -0.24 0.099 0.357 0.675 1.331 2.557 5.026

2 -1.273 -0.43 -0.138 0.201 0.459 0.777 1.433 2.659

3 -1.152 -0.309 -0.016 0.323 0.581 0.899 1.554

4 -1.045 -0.202 0.091 0.43 0.688 1.006

5 -0.817 0.026 0.318 0.658 0.915

6 -0.488 0.355 0.647 0.986

7 0.05 0.893 1.185

8 1.412 2.255

9 7.92

Figure 3.3 Chain ladder leverage for the AFG data

In general, diff erent methodologies will give diff erent estimates of the outstanding claims liability since diff erent methodologies are sensitive to diff erent aspects of the reserve development process. Suppose that the chain ladder method is used to estimate the outstanding claims liability of a runoff triangle of incurred payments ($000) of the Automatic Facultative General (AFG) Liability, excluding Asbestos and Environmental, from the Historical Loss Development study.

journal

PT. REASURANSI NASIONALGd. PT. ASKRINDO, Jl. Cikini Raya No. 99 Jakarta 10330

Telp. 021-314 0009, 314 9373, Fax.: 021-314 3716, 3190 0430website : www.nasionalre.co.id

Page 12: Journal Aamai

12 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

methodology chosen, is very sensitive to small perturbations in the data. Negative leverages, particularly large ones, are usually undesirable because this means that for small increases in the data, the forecasting methodology will produce lower estimates of the outstanding claims liability. If the corresponding values of k are large, this may lead to under reserving.

Observing the values of the leverage, the logic is as follows. If, for example, an insurance company had missed paying claims of an amount of 1 unit and the corresponding estimate of the outstanding claims liability is obtained, then had that 1 unit amount of claims been thrown back into the data, it is expected that the estimate of the outstanding claims liability would not increase nor decrease by many dollars. With this understanding, let say that there is a small increase in an incremental payment, a moderate positive value for the leverage value is usually desirable.

In some circumstances an analyst might feel that the most recent data, i.e. the data at the diagonal of the runoff triangle or on the last few payment years, have more infl uence on the forecast values than earlier observations. Given an appropriate forecasting methodology, the sensitivity of the estimate of the outstanding claims liability to these values can be checked by examining the sensitivity values to small

Figure 3.4 Graphical display of the chain ladder leverage for the AFG data

journal

Page 13: Journal Aamai

13AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

perturbations at these data. For example, if the leverage is relatively small at these data locations, the statistic under consideration is relatively insensitive to more recent observations.

Instead of observing the ratio between the change in the estimate of the outstanding claims liability and the (small) change in the incremental payment in a particular cell of a runoff triangle, another alternative is to observe the ratio between the percentage of change in the estimate of the outstanding claims liability and the percentage of change in a particular cell. For the latter, we will obtain values between -1 and 1. Analyzing either ratio has its own merits and one ratio can be obtained from another. We concentrate on the former, for the following reasons:

We are interested in the behavior of 1. the estimate of the outstanding claims liability due to only small changes in the incremental payments (paid claims).The estimate of the outstanding claims 2. liability recorded in the balance sheet is in dollar value, and following the fi rst reason above, we can directly analyze the rate of change of the estimate of the outstanding claims liability at a particular incremental payment.We want to compare different forecasting 3. methodologies by looking at the patterns

of the rate of change of the estimates across the given runoff triangle. We cannot as readily compare forecasting methodologies with relative changes.

In general, different methodologies will give different estimates of the outstanding claims liability since different methodologies are sensitive to different aspects of the reserve development process. Suppose that the chain ladder method is used to estimate the outstanding claims liability of a runoff triangle of incurred payments ($000) of the Automatic Facultative General (AFG) Liability, excluding Asbestos and Environmental, from the Historical Loss Development study. These data were also considered by Mack (1994b). The runoff triangle of the “incremental” payments of the AFG data is given in Figure 3.2. The chain ladder estimate of the outstanding claims liability for the AFG data is $52.135 million or approximately $53million.

Given the chain ladder method, the chain ladder leverage is calculated as follows. Let us say that there is a $1000 increase in cell (0,0) of the runoff triangle of the incremental payments (an increase of $1000 is small enough since increases of $500 and $1 in the incremental payments also result in the same leverage values). The resulting leverage is -1.48. This means that there is a decrease in the estimate

In some circumstances an analyst might feel that the most recent data, i.e. the data at the diagonal of the runoff triangle or on the last few payment years, have more infl uence on the forecast values than earlier observations. Given an appropriate forecasting methodology, the sensitivity of the estimate of the outstanding claims liability to these values can be checked by examining the sensitivity values to small perturbations at these data.

of the outstanding claims liability of almost 1.5 times the increase in the fi rst cell. In other words, had the claims paid in accident year 0 and development year 0 been $5,013,000 instead of $5,012,000 then the resulting chain ladder estimate of the outstanding claims

journal

BINTANG Tbk., PT. ASURANSIJl. RS. Fatmawati No. 32 Jakarta 12430 Telp. 021-7590 2777, Fax.: 021-7590 2555

website : www.asuransibintang.com

Page 14: Journal Aamai

14 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

liability will be approximately $1,500 lower than the original estimate of $52,135,000.

In another example, for the same accident year 0, let us say that there is an increase of $1000 in the paid claims at the fi nal development year (at the tail). Then the change in estimated total outstanding is approximately 11 times as much.

This means that, had the $1000 claims been paid later, the resulting chain ladder estimate of the outstanding claims liability will be approximately $11,000 higher than the original chain ladder estimate.

So, for the same accident year 0, if the chain ladder method is used to forecast future values, a lower estimate of the outstanding claims liability will be obtained if the claims were paid earlier and a higher estimate is obtained if they were paid later.

The complete leverage values for all of the cells of the runoff triangle of the AFG data are shown in the runoff triangle of the chain ladder leverage given by Figure 3.3. Each cell of the runoff triangle below shows the leverage (or the rate of change) of the estimate of the outstanding claims liability at that particular cell.

Examining Figure 3.3, several interesting results may be noted:

For accident years 0 up to 6, the chain 1. ladder leverages of the estimates of the outstanding claims liability are negative for early development years and positive in later developments. In other words, had the $1000 been paid earlier, the chain ladder estimate of the outstanding claims will be lower than the original estimate and had it paid later due to some delay, the

The chain ladder leverage values are positive and reasonably high in the

tails and for the data in the last accident year, compared to those at the other cells of the

runoff triangle. A higher leverage value means

that the estimate of the outstanding claims

liability is more sensitive to perturbations.

estimate will be higher. Hence, if the chain ladder method is used to forecast future values, delayed (or delaying) payments will result in an increase in the estimate of the outstanding claims liability.The chain ladder leverage values are 2. positive and reasonably high in the tails and for the data in the last accident year, compared to those at the other cells of the runoff triangle. A higher leverage value means that the estimate of the outstanding claims liability is more sensitive to perturbations.For accident year 0 to 6, going across 3. development years, there is a zone of (or close to) zero leverage, at which the chain ladder method is insensitive to change in the data.

A graphical display of the chain ladder leverage values of the AFG data is shown in Figure 3.4. The green color represents zero leverage.

4. CONCLUSIONFrom the explanation above, it can be concluded that:

A general insurance company is required 1. to not just estimate the future payments it is liable to pay but to also measure the uncertainty of the estimate. Due to the nature of general insurance, the estimation of future payments and

journal

RAMAYANA Tbk., PT. ASURANSIJl. Kebon Sirih No. 49 Jakarta 10340

Telp. 021-319 37148, Fax.: 021-319 34825website : www.ramayanains.com

Page 15: Journal Aamai

15AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

its uncertainty need to be carried out stochastically.In statistical modeling, sources of 2. uncertainty can be classifi ed into three main sources: model, parameter and process uncertainty, where model uncertainty is the most diffi cult to measure.Given a forecasting methodology, 3. leverage is introduced as a measurement of the sensitivity of the estimate of the outstanding claims liability in general insurance to small perturbations in the incremental payments. The leverage can be used to evaluate an important aspect of the robustness of the forecasting methodologies used. By examining the patterns of the leverage values across the runoff triangle, some insights on the characteristics of the methodology used to estimate the outstanding claims liability can be obtained. Using the information given by the leverage, forecasting methodologies can then be compared. Furthermore, given a forecasting methodology, the leverage values indicate which observations, if perturbed, will substantially affect the estimate of the outstanding claims liability.Due the nature of general insurance, it is 4. not possible to run a successful general insurance business without actuarial

science.

5. BIBLIOGRAPHYClaims Reserving Manual 1. (1997), (Vol. 1 and 2), Institute of Actuaries, London.Professional Standard PS 300 2. (2002), Institute of Actuaries of Australia.Prudential Standard GPS 210 3. (2002, amended as at January 2005), Australian Prudential Regulation Authority.Guidance Note GGN 210.1 4. (2002, amended as at January 2005), Australian Prudential Regulation Authority.Casualty Actuarial Society Working Party 5. on Quantifying Variability in Reserve Estimates. (2005), “The Analysis and Estimation of Loss & ALAE Variability: A Summary Report,” Casualty Actuarial Society Forum, Fall, 29-146.Barnett, G., and Zehnwirth, B. (2000), 6. “Best Estimates for Reserves,” Proceedings of the Casualty Actuarial Society, 87, 245-321.Chatfi eld, C. (2000), 7. Time Series Forecasting, Chapman & Hall/CRC.Hart, D. G., Buchanan, R. A., and Howe, 8. B. A. (1996), The Actuarial Practice of General Insurance (5th ed.), Institute of Actuaries of Australia, Sydney.Mack, T. (1993), “Distribution-Free 9. Calculation of the Standard Error of Chain Ladder Reserve Estimates,” ASTIN

Bulletin, 23, 2, 213-225.Mack, T. (1994a), “Which Stochastic Model 10. Is Underlying the Chain Ladder Method?,” Insurance: Mathematics and Economics, 15, 133-138.Mack, T. (1994b), “Measuring the 11. Variability of Chain Ladder Reserve Estimates,” Casualty Actuarial Society Forum, Spring, 101-182.Mack, T. (1999), “The Standard Error 12. of Chain Ladder Reserve Estimates: Recursive Calculation and Inclusion of a Tail Factor,” ASTIN Bulletin, 29, 2, 361- 366.Owen, N. (2003), 13. The Failure of HIH Insurance (Vol. 1: A corporate collapse and its lessons), The HIH Royal Commission.Pennsylvania Insurance Department 14. website (downloaded in 2006): http://www.ins.state.pa.us/ins/site/default.aspTampubolon, D. R. (2008), 15. Uncertainties in the Estimation of Outstanding Claims Liability in General Insurance, Ph.D Thesis, Macquarie University, Sydney, Australia.Taylor, G. C. (2000), 16. Loss Reserving - an Actuarial Perspective, Kluwer Academic Publishers, Boston. 17. http://www.settlementnegotiation.org/reliance/liquidation.html (downloaded in February 2010)

journal

Jl. Wolter Monginsidi No. 63 Keb. Baru Jakarta Selatan 12180Telp. 021-722 2685, 725 0685 Fax.: 021-722 2723

website : www.bumida.co.id

Page 16: Journal Aamai

16 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

A. Pihak yang mengikatkan diri dalam

Pertanggungan

Asuransi dilihal dari pengertiannya bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung (perusahaan asuransi) mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbal dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan (pasal 1, UU No: 2 tahun 1992).

Pasal 246 KUHD menyebutkan bahwa asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak pasti.

A. Pihak yang mengikatkan diri dalam

Pertanggungan

Asuransi dilihal dari pengertiannya bahwa

ASURANSI DAN PERLINDUNGAN NASABAHNYA

Drs. Ketut Sendra, SH, MM, AAIJ, QIP, CLU

journal

Page 17: Journal Aamai

17AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

Dari dua pengertian diatas, menjelaskan bahwa perusahaan asuransi telah mengikatkan dirinya kepada tertanggung dengan memberikan sebuah penggantian ataupun pembayaran jika risiko yang diperjanjiakan terjadi, tentunya jika premi yang disepakatinya diterima penanggung. Artinya perusahaan asuransi telah memberikan jaminan, perlindungan (protection) kepada tertanggung atas risiko yang dilimpahkannya, sehingga jika jaminannya tidak dipenuhinya oleh tertanggung maka pihak penanggung dapat digugat karena ingkar atau tidak memenuhi kewajibannya, dan jika tertanggung tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar premi maka polis menjadi batal. Pemahaman ini sesuai dengan sifat kontrak asuransi yaitu kontrak sepihak (unilateral contracts) dan bukan sebagai suatu kontrak bilateral.

Perjanjian asuransi juga termasuk kontrak yang dipersiapkan sepihak oleh penanggung atau perusahaan asuransi atau contracts of adhesion,

yaitu kontrak yang dipersiapkan oleh satu pihak dan harus diterima atau ditolak secara keseluruhan oleh pihak lain. Artinya calon tertanggung berhak memilih syarat-syarat atau ketentuan tersebut dalam kontrak dan kemudian kontrak dapat disetujui atau ditolak oleh perusahaan asuransi.

Karena penanggung dapat digugat jika ingkar, maka tertanggung sangat membutuhkan suatu perlindungan. Perlindungan apa yang dibutuhkan tertanggung yaitu perlindungan terhadap besaran ganti rugi atau risiko yang dilimpahkan terjadi; perlindungan terhadap luasnya risiko yang dijamin; risiko terhadap ketepatan waktu pembayaran; risiko terhadap jaminan yang diperjanjikan pada akhir pertanggungan seperti pertanggungan asuransi jiwa yang umumnya dalam waktu panjang dan bahkan seumur hidup.

Dengan pengertian diatas, maka perusahaan asuransi menerima pelimpahan risiko dari tertanggung dan bukannya melimpahkan risiko kepada tertanggung. Untuk itu ada

Karena penanggung dapat digugat jika ingkar, maka tertanggung sangat membutuhkan suatu perlindungan. Perlindungan apa yang dibutuhkan tertanggung yaitu perlindungan terhadap besaran ganti rugi atau risiko yang dilimpahkan terjadi; perlindungan terhadap luasnya risiko yang dijamin; risiko terhadap ketepatan waktu pembayaran; risiko terhadap jaminan yang diperjanjikan pada akhir pertanggungan seperti pertanggungan asuransi jiwa yang umumnya dalam waktu panjang

journal

Page 18: Journal Aamai

18 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

beberapa contoh produk asuransi yang membebani pengelolaan risikonya sendiri seperti produk unit-link atau investment-link yang menyerahkan risiko akibat pengelolaan investasinya kepada tertanggung, sehingga tertanggung mengharapkan suatu pembayaran sejumlah santunan saat risiko itu terjadi, dan dapat terjadi harapannya tidak terpenuhi dan atau tidak terpenuhinya tujuan berasuransi dan bahkan seseorang tidak menerima pembayaran santunan serupiah pun, karena pengelolaan investasinya gagal total. Demikian juga untuk produk surety bond yang merupakan kontrak penjaminan yaitu apabila pihak yang dijamin yaitu principal (kontraktor) yang oleh karena suatu sebab lalai atau gagal melaksanakan kewajibannya menyelesaiakan pekerjaan yang diperjanjikannya kepada pemilik proyek (obligee), maka pihak surety yaitu perusahaan asuransi sebagai penjamin akan menggantikan kedudukan pihak yang dijamin untuk membayar ganti rugi maksimum sampai dengan batas jumlah jaminan yang diberikannya. Artinya surety memberikan jaminan pelaksanaan kepada obligee atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh principal, sehingga tidak ada risiko asuransi yang seharusnya dijamin, karena risiko yang dijamin adalah risiko spekulatif bukan risiko murni. Sebenarnya principal dalam hal ini cukup memberikan jaminan bank (bank guaranty) atau collateral kepada obligee untuk menjamin bahwa pelaksanaan pekerjaannya akan dilaksanakan sesuai perjanjian. Sedangkan risiko atas pekerjaannya ini dapat diasuransikan dalam construction all risk atau asuransi kecelakaan dan kesehatan kerja untuk para pekerjanya serta Asuransi kematian jika diperlukan.

Perwujudan dari pengikatan diri tersebut yaitu berusaha untuk memberikan jaminan atau pembayaran ganti rugi jika risiko yang diperjanjikan itu terjadi. Dalam perkembangannya bentuk pengelolaan usaha perasuransian tidak saja mengelola perkembangan dari jenis produknya, tetapi kelembagaannya sudah berkembang lebih maju yaitu dengan adanya usaha asuransi dengan prinsip syariah atau takaful. Usaha takaful merupakan usaha yang mengelola program

yang diselenggarakan berdasarkan persaudaraan, solidaritas dan tolong menolong antar peserta yang saling mengikatkan diri dengan membayar kontribusi kepada kumpulan dana peserta, yang menjanjikan santunan atau bantuan kepada peserta atau pihak lain yang berhak dalam hal terjadi peristiwa tertentu yang bersifat tidak pasti yang mengakibatkan kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga; dan dalam hal peserta

meninggal dunia atau karena berakhirnya kepesertaan; serta dalam hal peserta harus mendapatkan pelayanan kesehatan.

Jika perkembangan diatas terus diikuti maka aturan tentang usaha perasuransian sebaiknya dilakukan revisi atau perbaikan-perbaikan sesuai dengan perkembangan tersebut agar ketentuan undang-undang usaha perasuransian benar-benar dan sungguh-sungguh dapat melindungi kepentingan konsumen atau nasabah asuransi.

B. Pengelolaan usaha asuransi

dengan prinsip syariah

Sesungguhnya bentuk pengelolaan usaha asuransi syariah pada umumnya tidak banyak yang mengakibatkan timbulnya suatu perselisihan ataupun sengketa, karena usaha pengelolaannya diselenggarakan berdasarkan persaudaraan, solidaritas dan tolong menolong antar peserta. Artinya jika mendapatkan keuntungan dan atau kerugian akan ditanggung bersama sesuai prinsip mudharabah, akan tetapi setiap akad yang disepakatinya bukan berarti terbebas dari sengketa atau perselisihan, karena perselisihan dapat timbul oleh karena kekurangpahaman salah satu pihak atau salahnya mempersepsikan akad yang diperjanjikan oleh satu pihak, untuk itu perlindungan untuk nasabah atau peserta takaful tetap dibutuhkan.

Selama ini jika ada sengketa untuk peserta takaful, pada umumnya diselesaikan melalui Basarnas (Badan Arbitrase Syariah Nasional), yaitu bentuk penyelesaiannya mengacu pada ketentuan UU No: 30 tahun 1999 yang mengatur tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. UU No: 30/1999 ini juga mengatur dan memberlakukan prinsip penyelesaian secara damai sesuai prinsip syariah, yaitu bahwa proses atau tahap-tahap penyelesaian suatu sengketa sebelum melalui lembaga arbitrase harus diupayakan terlebih dahulu secara damai (pasal 6). Penyelesaian secara damai merupakan bentuk penyelesaian secara mediasi.

Untuk usaha kedepan, ketentuan yang mengatur tentang usaha asuransi dengar prinsip syariah dapat diatur dalam revisi UU No: 2 tahun 1992 yang mengatur tentang usaha takaful, sehingga usaha takaful kedepan memiliki landasan hukum yang kuat dan diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap nasabah atau peserta takafulnya.

Ketentuan yang mengatur tentang usaha Asuransi dengan prinsip syariah baru diatur dalam peraturan pemerintah (PP) sebagai pelaksana dari UU No: 2/1992 tersebut yaitu pada PP No: 39 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas PP No: 73 tahun 1992 dan PP No: 63 tahun 1999 yaitu yang mengatur tentang penyelenggaraan usaha perasuransian. Artinya ketentuan tentang pengelolaan atau usaha

Ketentuan yang mengatur tentang

usaha Asuransi dengan prinsip syariah baru

diatur dalam peraturan pemerintah (PP) sebagai

pelaksana dari UU No: 2/1992 tersebut yaitu

pada PP No: 39 tahun 2008 tentang perubahan

kedua atas PP No: 73 tahun 1992 dan PP No:

63 tahun 1999 yaitu yang mengatur tentang penyelenggaraan usaha perasuransian. Artinya

ketentuan tentang pengelolaan atau usaha

syariah baru diatur 2 tahun lalu, padahal

perangkat organisasi atau asosiasinya telah

berdiri jauh sebelum kehadiran PP tersebut.

journal

Page 19: Journal Aamai

19AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

syariah baru diatur 2 tahun lalu, padahal perangkat organisasi atau asosiasinya telah berdiri jauh sebelum kehadiran PP tersebut.

Asosiasi ini yang disebut dengan Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) yang telah melengkapi organisasinya untuk mewadahi perusahaan-perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang bergerak dalam usaha asuransi dengan prinsif syariah (takaful). Asosiasi atau organisasi ini telah juga membangun suatu lembaga pemberian sertifi kasi keahlian untuk asuransi syariah baik untuk keahlian tingkat ajun maupun ahli, serta lembaga ini juga telah mengeluarkan sertifi kasi untuk para agen/pemasar/penjual atau staff marketing syariah yang diaturnya dengan terstruktur.

Jika usaha takaful dapat diatur dalam revisi UU No: 2 tahun 1992, maka bukan saja organisasi atau asosiasinya telah siap tetapi pensertifi kasi keahliannya juga telah disiapkan oleh asosiasinya, akan tetapi lembaga yang memberikan

perlindungan nasabahnya atau pesertanya perlu melakukan pembenahan seperti yang telah berjalan selama ini yaitu Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) yaitu harus dapat mempersiapkan penyelenggaranya (acaranya) yang memiliki pemahaman dan pengetahuan takaful seperti tenaga mediatornya, tenaga ajudikatornya sehingga perlindungan terhadap kepentingan pesertanya dapat dijamin oleh penanggung sesuai dengan prinsip yang melandasinya yaitu mudharabah.

C. Perlindungan nasabah untuk

mendapatkan hak- haknya yang

diperjanjikan

Banyaknya nasabah-nasabah asuransi dengan uang pertanggungan atau uang Asuransi (face amount, sum insured) kecil-kecil karena semangat dan motivasirrya untuk dapat memiliki sebuah proteksi dengan membelinya melalui agen atau staf pemasarannya ataupun melalui telemarketingnya dan atau melalui kanal distribusi lainnya yang disiapkan oleh perusahaan asuransi, semangat ini dengan

Usaha perusahaan asuransi untuk mengikatkan dirinya kepada tertanggung untuk meraih dan memperoleh sebanyak mungkin semangat-semangat calon tertanggung tersebut, maka banyak hal-hal atau kemudahan-kemudahan yang akan diberikan kepada calon tertanggung agar dapat dan mau atau bersedia menjadi nasabahnya.

tujuan agar risiko atas terjadinya peristiwa tertentu yang bersifat tidak pasti yang dapat mengakibatkan kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga dan dalam dalam hal risiko meninggal dunia, kecelakaan, pelayanan kesehatan ataupun hari

journal

Page 20: Journal Aamai

20 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

tua dapat dijamin oleh perusahaan asuransi.

Usaha perusahaan asuransi untuk mengikatkan dirinya kepada tertanggung untuk meraih dan memperoleh sebanyak mungkin semangat-semangat calon tertanggung tersebut, maka banyak hal-hal atau kemudahan-kemudahan yang akan diberikan kepada calon tertanggung agar dapat dan mau atau bersedia menjadi nasabahnya.

Perusahaan asuransi akan senantiasa mengembangkan atau meningkatkan strategi pemasarannya, dengan memperhalikan beberapa hal dalam bauran pemasarannya (marketing mix) dengan konsep 7P’s yaitu dari segi:

Produk (• product) akan berusaha memberikan berbagai fi tur-fi tur yang menarik minat calon nasabah, dan bahkan produknya digabungkan dengan produk jasa keuangan lainnya seperti unit-link atau investment-link.Harga (• price) akan berusaha membuat atau memberikan rate atau tarif premi yang lebih kompetitif, dan bahkan harga dapat ditentukan oleh harga yang ditetapkan pesaing tanpa memperhatikan pengalaman

klaim asuransi sebelumnya.Promosi (• promotion) akan berusaha untuk memberikan kemudahan dalam mengakses informasi dan data yang berkaitan dengan polis yang dimilikinya, dan memberikan pencitraan perusahaan yang bonafi de serta menglobal melalui seluruh jajaran atau armada penjualnya; melalui media iklan (advertising) yang menarik; dengan mempublikasikan ke masyarakat atau langsung dalam acara customer gathering ataupun insurance days, insurance goes to campus dalan acara lainnya; serta dapat juga dilakukan memalui telemarketingnya.Tempat/distribusi (• place), akan senantiasa mengembangkan cabang-cabang pelayanan yang mudah dihubungi dan lebih komunikatif; membangun dan mengembangkan jumlah armada pemasaran antara lain; Agen, Broker atau perusahaan agensi, serta membangun jaringan dengan berbagai provider yang dapat mendukung pelayanannya atas produk yang dipasarkannya, dan membangun kemitraan yang strategis dalam memasarkan atau mendistribusikan produknya seperti bancassurance.Petugas atau sumber daya • manusianya (people) akan menampilkan orang-orang yang ramah, menarik, terampil dan mampu memberikan pelayanan dengan cepat dan benar.

Pembeli atau calon tertanggung cenderung untuk mengingat kelebihan-kelebihan apa yang akan didapatkan jika produknya dibeli dari agen atau petugas pemasaran yang menawarkannya. Demikian juga calon tertanggung umumnya hanya mengingat tentang apa yang dijamin (benefi ts) dan melupakan apa yang dikecualikan termasuk apa yang merupakan kewajibannya. Bahkan calon tertanggung tidak akan memperhalikan beberapa fi tur yang dikurangi karena permintaan penurunan tarif premi yang disetujui perusahaan asuransi.

journal

Page 21: Journal Aamai

21AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

Page 22: Journal Aamai

22 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

Proses (• Process) akan memberikan persyaratan-persyaratan lebih ringan dan mudah, baik dalam meng underwrite dan mengakseptasi polis Asuransi maupun dalam menilai atau mengukur (assessment) suatu klaim yang cepat dan mudah.Tampilan nyatanya (• physical evidence) yaitu berusaha memberikan nuansa-nuansa yang menarik seperti menempatkan kantor-kantor pelayanannya yang representatif, menyediakan toll free, menyediakan ruangan konsultasi dengan customer servicenya, dan menampilkan perusahaannya sebagai perusahan yang telah ter-ISO, dan beberapa penghargaan-penghargaan lainnya sebagai bukti nyata bahwa perusahaannya sebagai perusahaan besar dan terpercaya.

Strategi perusahaan tersebut diatas dapat dikatakan sangat baik sekali, akan tetapi dapat juga menimbulkan

banyak sengketa atau perselisihan yang dapat disebabkan oleh:

Petugas pemasaran atau Agen • kurang profesional. Artinya Agen kurang memahami isi dari produk asuransi yang dijual. Mereka lebih cenderung mengungkapkan tentang apa yang dijamin (benefi ts) tetapi sedikit sekali tentang apa yang tidak dijamin atau yang dikecualikan, lebih-lebih tentang syarat-syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi Tertanggung baik sebelum, selama pertanggungan berjalan atau setelah terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian.Petugas pemasaran atau Agen • selalu tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelaskan isi produk asuransi yang ditawarkannya dengan lengkap, karena terdorong oleh keinginan untuk secepatnya mencapai target produksi, menerima komisi, bonus danberprestasi, sehingga mendesak calon nasabah untuk cepat membeli.

Pembeli atau calon tertanggung cenderung

untuk mengingat kelebihan-kelebihan apa

yang akan didapatkan jika produknya dibeli

dari agen atau petugas pemasaran yang mena-

warkannya. Demikian juga calon tertanggung

umumnya hanya mengingat tentang apa yang dijamin (benefi ts)

dan melupakan apa yang dikecualikan termasuk

apa yang merupakan kewajibannya. Bahkan

calon tertanggung tidak akan memperhalikan

beberapa fi tur yang dikurangi karena

permintaan penurunan tarif premi yang disetujui

perusahaan asuransi.

journal

Page 23: Journal Aamai

23AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

Jawaban yang harus ditulis • sendiri oleh calon tertanggung atas pertanyaan-pertanyaan dalam aplikasi permohonan asuransi atau Surat Permohonan Penutupan Asuransi (SPPA) atau Surat Permintaan Asuransi Jiwa (SPAJ) kurang lengkap, bahkan kadang-kadang tidak sesuai dengan fakta, hal ini dapat diartikan sebagai penyembunyian fakta atau pembohongan. Acapkali SPPA/ SPAJ tersebut tidak diisi atau ditulis sendiri oleh Calon Tertanggung atau menggampangkan akan dampak yang mungkin ditimbulkan. Akan tetapi semua ini menjadi kewajiban Agen atau petugas pemasaran untuk memberikan penjelasan atau arahan yang benar kepada calon tertanggung.Pembeli atau Calon Tertanggung • selalu kekurangan waktu untuk mendengarkan penjelasan petugas pemasaran atau agen, mungkin karena kesibukannya atau sesuatu hal yang tidak menarik untuk didengarkan karena agen atau petugas

pemasarannya atau karena masalah asuransi adalah suatu hal yang dianggapnya sederhana. Umumnya calon Tertanggung membelinya karena terpaksa yaitu terpaksa karena berkaitan dengan pinjaman atau kredit, karena desakan dan bujukan yang terus menerus dari petugas pemasaran atau agen, karena adanya kedekatan atau kepentin’gan terhadap agen atau petugas pemasarannya.Pembeli atau calon tertanggung • cenderung untuk mengingat kelebihan-kelebihan apa yang akan didapatkan jika produknya dibeli dari agen atau petugas pemasaran yang menawarkannya. Demikian juga calon tertanggung umumnya hanya mengingat tentang apa yang dijamin (benefi ts) dan melupakan apa yang dikecualikan termasuk apa yang merupakan kewajibannya. Bahkan calon tertanggung tidak akan memperhalikan beberapa fi tur yang dikurangi karena permintaan penurunan tarif premi yang disetujui perusahaan

Petugas pemasaran atau Agen selalu tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelaskan isi produk asuransi yang ditawarkannya dengan lengkap, karena terdorong oleh keinginan untuk secepatnya mencapai target produksi, menerima komisi, bonus danberprestasi, sehingga mendesak calon nasabah untuk cepat membeli.

asuransi.Kurangnya waktu tertanggung • untuk membaca isi polis asuransi. Artinya polis baru dibaca saat klaim atau risiko terjadi, Umumnya tertanggung jarang mau memperhatikan isi perjanjian yang diatur dalam polis, dan yang diingatnya hanyalah janjinya si agen atau petugas pemasaran saat produk itu dibelinya,

journal

Page 24: Journal Aamai

24 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

Page 25: Journal Aamai

25AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

padahal polis mengatur tentang hak dan kewajiban para pihak (Tertanggung, Pemegang/pemilik polis, termaslahat, penanggung) diantaranya yang mengatur tentang luasnya jaminan, halhal yang dijamin dan yang dikecualikan, persyaratan untuk mendapatkan pembayaran klaim asuransi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan produk asuransi

yang dibelinya. Kurangnya investigasi terhadap • calon-calon tertanggung oleh underwriting dan manajer atau atasan agen terhadap calon yang dimintakan untuk medical check-up, karena dapat diwakilkan kepada orang-orang yang sehat, atau sudah menjadi konspirasi ‘cantik’ antara agen atau staf pemasaran dengan calon tertanggung, karena masing-masing memiliki kepentingan, sehingga cara ini dapat menimbulkan sengketa dikemudian hari jika risiko yang diperjanjikan terjadi. Dapat juga terjadi karena agen ingin memberikan pelayanan cepat kepada calon nasabahnya, sehingga agen hanya meminta untuk membubuhkan tanda tangan pada tempat yang tersedia di aplikasi asuransi tersebut tanpa memberikan pemahaman akan akibat yang dapat ditimbulkan, artinya semua pengisian aplikasi dilakukan agen asuransi berdasarkan data dan informasi pada copy/salinan KTP ataupun kartu keluarga (KK) calon yang

Dampak dari kekurang profesional agen atau

petugas pernasaran dan staf underwriting

serta kekurangpahaman tertanggung, dapat

menciptakan berbagai perselisihan atau sengketa asuransi, apakah masalah

penerbitan polis (policy issued) dengan segala

akibatnya; apakah masalah pembatalan polis

(policy lapse) dengan segala akibatnya;

diterimanya.Proses • underwriting baru dilakukan saat klaim asuransi terjadi. Proses ini akan dapat memberikan banyak perselisihan atau sengketa sehingga akan dapat merugikan nasabah atau tertanggung, artinya penanggung baru meminta kelengkapan atau data-data pendukung yang seharusnya dapat dilakukan pada saat awal aplikasi asuransi diterima dari calon dan bahkan akan lebih baik jika saat awal sudah dilakukan investigasi untuk mencari dan mendapatkan kejelasan atau kebenaran data dan informasi calon.

Dampak dari kekurang profesional agen atau petugas pernasaran dan staf underwriting serta kekurangpahaman tertanggung, dapat menciptakan berbagai perselisihan atau sengketa asuransi, apakah masalah penerbitan polis (policy issued) dengan segala akibatnya; apakah masalah pembatalan polis (policy lapse) dengan segala akibatnya; apakah masalah penjualan polis dan perhitungan nilai tunainya

journal

DAYIN MITRA Tbk., PT. ASURANSIWisma Sudirman Annex Jl. Jend. Sudirman Kav. 34 Jakarta 10220

Telp. 021-570 8989 Fax.: 021-570 9268, 570 9274website : www.dayinmitra.co.id

Page 26: Journal Aamai

26 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

(surrender, cash value, withdrawal) dengan segala akibatnya; pinjaman polis (policy loan) dengan segala akibatnya; kesalahan usia tertanggung (misstatement of age) dengan segala akibatnya; perubahan dan pernulihan polis (reinstatement option) dengan segala akibatnya; pembayaran premi (premium installment) dengan segala akibatnya; dan sengketa klaim Asuransi (claim disputes) dengan segala akibatnya dan sengketa-sengketa lainnya yang dapat terjadi atau timbul dari kontrak asuransi antara penangung dengan tertanggung.

Karena perusahaan asuransi berusaha untuk mengikatkan diri pada tertanggung sesuai bentuk kontrak asuransi yaitu unilateral contract dan contract of adhesion, maka menjadi kewajiban besar bagi perusahaan asuransi untuk memperhalikan hak-hak nasabahnya dan berusaha memperkecil berbagai permasalahan, perselisihan ataupun sengketa yang dapat timbul antara tertanggung dan penanggung tersebut. Usaha-usaha ini merupakan salah satu bentuk usaha untuk membangun

citra industri asuransi yang lebih baik dengan memberikan pelayanan kepada nasabahnya yang lebih sempurna, dan merupakan salah satu wujud perusahaan untuk melakukan atau menjalankan suatu tata kelola perusahaan dengan baik (good corporate government).

Untuk melakukan tata kelola perusahaan yang baik dengan memperhatikan pelayanan kepada nasabahnya lebih sempurna, maka industri perasuransian membangun atau mendirikan Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) yang diharapkan dapat salah satunya memberikan pelayanan mediasi atas sengketa klaim Asuransi antara tertanggung (pemohon) dengan penanggung (termohon). Artinya kehadiran BMAI sampai saat ini baru menjalankan kewajibannya untuk memediasikan sengketa klaim Asuransi saja dan besarnya klaim yang menjadi kewenangan BMAI untuk dimediasikan yaitu sebesar Rp 500 juta untuk sengketa klaim Asuransi jiwa dan jaminan sosial serta Rp 750 juta untuk sengketa klaim Asuransi umum. Yang menjadi

pertanyaan kenapa harus dibatasi, dan bagaimana sengketa-sengketa lainnya yaitu sengketa diluar klaim Asuransi yang dapat timbul dari kontrak asuransi antara penanggung dengan tertanggung? Bagaimana bentuk perlindungan nasabah asuransi lainnya jika adanya pembatasan pembatasan tersebut?

Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No: 422/KMK.06/2003 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi sebagai tindak lanjut dari PP dan UU No: 2/1992, pasal 17 menyebutkan bahwa “……….perusahaan Asuransi tidak boleh membatasi pemilihan pengadilan hanya pada pengadilan negeri di tempat kedudukan tertanggung” artinya perusahaan asuransi harus dapat memberikan pilihan yang lebih banyak yaitu selain pengadilan, ada arbitrase ataupun mediasi (BMAI), jika formulasi atau alternatif ini harus dicantumkan dalam polis asuransi, maka banyak tertanggung atau nasabah asuransi akan bertanya, yaitu apakah yang menjadikan dasar hukum berdirinya BMAI dan bagaimana kekuatan hukum

journal

Page 27: Journal Aamai

27AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

Page 28: Journal Aamai

28 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

tentang “Perlindungan Pemegang Polis” dengan Penanggung Jawab Departemen Keuangan RI. Artinya BMAI sampai saat ini belum memiliki dasar hukum yang kuat yang menunjuk atau mengatur tentang BMAI dalam UU usaha perasuransian, seperti UU No: 30 tahun 1999 tentang “Arbitrase dan APS” yaitu menunjuk BANI sebagi lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan PERMA No: 01 tahun 2008 yang mengatur tentang “Prosedur mediasi di Pengadilan”.

Jika BMAI tetap dipertahankan dan ditetapkan sebagai lembaga yang fungsi dan peranannya sebagai lembaga yang memberikan jasa mediasi atas sengketa yang terjadi antara penanggung dan tertanggung, maka sebaiknya hal-hal yang berkaitan dengan maksud dan tujuan didirikannya BMAI dapat diatur dalam revisi UU No: 2 tahun 1992 kedepan. Demikian juga tentang ketentuan dalam polis yang memberikan beberapa alternatifpenyelesaian perselisihan yang bukan hanya pengadilan saja, artinya jika alternatif ini akan diatur dalam revisi, maka dapat menimbulkan suatu pertanyaan yaitu apakah besaran klaim akan dibatasi untuk ditangani BMAI?, padahal di polis sudah mencantumkan bahwa BMAI sebagai salah satu alternatif penyelesaiannya dan apakah kewenangan akan dibatasi yaitu hanya masalah klaim Asuransi saja?, padahal sengketa yang dapat terjadi bukan saja masalah sengketa klaim asuransi saja, hal ini sebaiknya dapat diatur lebih lanjut dalam aturan pelaksanaan dari revisi UU No: 2/1992 tersebut.

D. Penjaminan atas preminya jika

ijin usaha penanggung dicabut

Sebenarnya SKB yang disepakati bersama oleh Menko bidang perekonomian, Gubernur BI, Menkeu dan Meneg BUMN adalah salah satunya tentang “Perlindungan Pemegang Polis”, artinya perlindungan terhadap pemegang polis atau pihak pemilik polis asuransi yang mengadakan kontrak asuransi dengan penanggung untuk pertanggungan riskonya yang tidak pasti dalam jangka panjang seperti kontrak-kontrak asuransi jiwa yang bahkan sampai kontrak seumur hidup. Jika pihak pemilik atau pemegang polis jangka panjang ini belum atau tidak dijamin kelangsungan proteksinya,

dari keputusan BMAI? Apakah setelah memilih BMAI sebagai alternatif untuk menyelesaikan sengketa klaimnya akan dapat dilayani BMAI, padahal besaran jumlah klaimnya dibatasi?

Bahwa yang menjadi dasar hukum pendirian BMAI sampai saat ini belum diatur, dan BMAI berdiri mulai tanggal 12 Mei 2006 atas dasar itikad baik industri perasuransian untuk membangun tata kelola perusahaan yang baik dengan memperhatikan pelayanan kepada nasabah asuransinya.

Baru pada tanggal 5 Juli 2006 terbit sebuah Surat Keputusan Bersama (SKB), antara MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN; GUBERNUR BANK INDONESIA; MENTERI KEUANGAN, dan MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA dengan surat SKB Nomor: KEP-45/M,EKON/07/2006; Nomor: 8/50/KEPGBI/2006; Nomor: 357/KMK.012/2006; dan Nomor: KEP-75/MBU/2006 mengatur tentang PAKET KEBIJAKAN SEKTOR KEUANGAN, yang pada Lampiran-Ill Lembaga Keuangan Non-Bank poin-3, program-3 menjelaskan

karena perusahaan asuransi sebagai penanggungnya dicabut ijinnya oleh regulator, maka perlindungan atas hak-hak pemegang polis yang seharusnya didapatkan akan menjadi sirna atau hanya menjadi sebuah harapan, dan harus mengadu atau mengajukan gugatan kemana ?

Kebijakan ini, disektor keuangan perbankan telah dibangunnya sebuah Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) yang memberikan jaminan kepada nasabah-nasabah perbankan dalam batas atau besaran simpanan tertentu, jika ijin usaha bank tempat dimana nasabah menyimpan dananya dicabut oleh BI. Dengan kehadiran lembaga ini maka hak-hak nasabah perbankan tidak akan hilang dan pastinya dengan kehadiran lembaga ini dapat membangun dan meningkatkan citra bisnis perbankan tanah air. Bagaimana dengan lembaga penjaminan di jasa keuangan lainnya seperti asuransi dan yang lainnya?

Dengan latar belakang diatas, maka pihak yang sangat berkepentingan untuk membangun sebuah lembaga yang memberikan penjaminan terhadap kepentingan pemegang polis adalah industri asuransi jiwa. jika kita mau menyimak kebelakang sudah beberapa perusahaan asuransi jiwa yang dicabut ijinnya dan seberapa banyak nasabah asuransi yang kehilangan haknya?, serta tidak tahu kemana mereka harus mengadunya, demikian banyaknya nasabah yang kehilangan haknya untuk mengadu?, semua lembaga dan organisasi/asosiasi yang menaungi dan mengawasi perusahaan asuransi tersebut tidak mampu memberikan solusinya, karena belum adanya aturan atau ketentuan yang mengatur dan menjamin jika hak-hak pemilik atau pemegang polis seperti tersebut hilang, yang disebabkan oleh dicabutnya ijin usaha penanggungnya.

Untuk dapat memberikan perlindungan terhadap hilangnya hak-hak pemilik polis seperti tersebut di atas, maka perlindungan atau penjaminan terhadap pemegang polis sebaiknya diatur dalam revisi UU No: 2/1992, sehingga pemilik polis ataupun calon-calon nasabah asuransi kedepan dapat meningkatkan kepercayaannya pada bisnis asuransi yang berarti meningkatkan citra bisnis asuransi lebih baik.

Untuk dapat memberikan perlindungan terhadap

hilangnya hak-hak pemilik polis seperti

tersebut di atas, maka perlindungan atau

penjaminan terhadap pemegang polis sebaiknya

diatur dalam revisi UU No: 2/1992, sehingga

pemilik polis ataupun calon-calon nasabah

asuransi kedepan dapat meningkatkan

kepercayaannya pada bisnis asuransi yang

berarti meningkatkan citra bisnis asuransi lebih

baik.

journal

Page 29: Journal Aamai

29AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

Lembaga penjaminan ini dapat disebutkan sebagai Lembaga Penjamin Premi Asuransi (LP2A) nasabah, karena besaran premi asuransi yang telah disetorkan ke perusahaan asuransi itulah yang perlu dijamin pengembaliannya kepada pemegang polis jika perusahaan asuransi yang menerima premi nasabahnya tersebut dicabut ijinnya oleh regulator.

E. KESIMPULAN

Kekhasan dari kontrak asuransi yaitu suatu kontrak sepihak (unilateral contract) dan semua syarat-syarat kontrak disiapkan oleh penanggung (contractof adhcsion), maka perusahaan asuransi mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada nasabahnya dengan baik, sertaposisi nasabah adalah posisi yang tidak memiliki daya tawar (bargaining) artinya pihak nasabah hanya dapat untuk menerima dan menolak kontrak asuransi yang ditawarkan penanggung, dan kadang-kadang tertanggung kurang memahami dan bahkan tidak mengetahui isi sesunggungnya dan perjanjian yang ditandatanganinya,

dengan demikian posisi tertanggung sangatlah lemah dari kontrak asuransi tersebut.

Karena lemahnya posisi tertanggung, maka penangung memiliki kewajiban untuk menyediakan atau mengadakan berbagai lembaga yang dapat membantu kepentingan nasabahnya.

Agar kepentingan dan hak-hak nasabah dapat terlayani dengan baik, maka kedudukan sebuah lembaga yang dapat membantunya sebaiknya independent, seperti yang sudah berdiri saat ini yaitu BMAI dan akan lebih bijaksana lagi jika dibangun terbentuknya LP2A, artinya usaha-usaha yang dilakukan oleh industri perasuransian dan regulator merupakan salah satu bentuk usaha untuk membangun dan meningkatkan citra bisnis industri perasuransian kedepan, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat dan nasabah asuransi pada khususnya untuk kemajuan usaha perasuransian nasional.

Untuk memenuhi harapan tersebut, maka UU No: 2 tahun 1992 sebaiknya dapat segera direvisi dan dapat

mengatur atau mencantumkan hal-hal yang dapat memberikan perlindungan pemegang polis/ tertanggung ataupun nasabah asuransi.

DAFTAR PUSTAKAGene Stone, FLMI, ACS, 1. CLU,(2000),”Operation of Life and Health Iinsurance Company,” LOMA, Atlanta, Georgia.Harriett E. Jones, JD, FLMI, ACS, 2. Dani L. Long, FLMI, ALHC,(1999), “Principles of insurance: Life, Healt, and Annuities”, Second edition, LOMA, Atlanta, Georgia.JT. Sianipar, Jan Pinontoan,(2003), 3. surety bonds: sebagai alternatf dari Bank garansi, CV. Dharmaputra, JakartaKetut Sendra, (2004), “ Konsep dan 4. Penerapan Asuransi Jiwa Unit Link”, seri Umum No.6, PPM, JakartaMuriel L. Crawford, JD, FLMI, CLU, 5. ChPC, CEBS, (1998), “ Life and Health Insurance Law”, LOMA, Atlanta, GeorgiaPriyatna Abdurrasyid, H. Prof, DR, 6. SH, PhD, CIISL, DIAA, FeII, BIS, LAA, (2002), “Arbitrase & Alternatif penyelesaian sengketa”, Fikahati Aneska – BANI, Cetakan-1, Jakarta..............., (2008), PERMA No: 01 7. tahun 2008 tentang Prosedur mediasi di Pengadilan..............., (2009), Himpunan peraturan-8. peraturan dibidang perasuransian di Indonesia (1992-2009), sekretariat FAPI Jakarta

journal

NUSANTARA PT. ASURANSI JIWAJl. Jend. Basuki Rahmat No. 12 B Cipinang Besar

Selatan Jakarta 13410Telp. 021-8590 1171, 858 3941 Fax.: 021-8590 0754

website : www.nusantarajiwa.com

Page 30: Journal Aamai

30 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

SEKILAS TENTANG ACFTAA. Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between The Association of Southeast Asian Nations and The People’s Republic of China (ACFTA) telah ditandatangani pada tanggal 4 November 2004 di Phnom Penh, Kamboja oleh para Kepala Negara ASEAN dan RRC. Tujuan Framework Agreement ACFTA adalah (a) memperkuat dan meningkatkan kerjasama perdagangan kedua pihak; (b) meliberalisasikan perdagangan barang dan jasa melalui pengurangan atau penghapusan tarif; (c) mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak; (d)

memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada di kedua belah pihak.

Kawasan perdagangan bebas atau disebut free trade area (FTA) antara negara-negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN

JAMINAN SOSIALPASCA DIBERLAASEAN-CHINA

Pradikta Dwi Anthony

Kawasan perdagangan bebas atau disebut free

trade area (FTA) antara negara-negara di Asia

Tenggara yang tergabung dalam ASEAN dan China

sudah diberlakukan mulai 1 Januari 2010.

FTA bakal menciptakan wilayah ekonomi dengan

1,7 milyar konsumen. Diperkirakan produk

domestik bruto regional akan mencapai 2 trilyun

US Dollar. Bila dilihat dari kapitalisasi pasar,

FTA menjadi pasar terbesar di dunia dari sisi

populasi.

dan China sudah diberlakukan mulai 1 Januari 2010. FTA bakal menciptakan wilayah ekonomi dengan 1,7 milyar konsumen. Diperkirakan produk domestik bruto regional akan mencapai 2 trilyun US Dollar. Bila dilihat dari kapitalisasi pasar, FTA menjadi pasar terbesar di dunia dari sisi populasi. Sejak ditandatangani, kerja sama perdagangan bebas 10 negara ASEAN

journal

Page 31: Journal Aamai

31AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

dan China diproyeksikan akan mencetak nilai perdagangan sebesar 1,3 trilyun US Dollar. Bagi Indonesia, FTA bisa jadi awan hitam bila melihat membengkaknya defi sit perdagangan Indonesia-China sebesar 3,61 milyar US Dollar pada tahun 2008. Padahal ketika Indonesia menyetujui perjanjian FTA pada tahun 2004, Indonesia masih surplus 0,5 milyard US Dollar. Terkait FTA, pemerintah selalu menampakan

sikap optimis di tahun 2010, meskipun perekonomian nasional terus mendapat tekanan dari goncangan eksternal sepanjang tahun 2009. Sikap demikian bisa dimengerti urgensinya, yakni mengelola ekspektasi, karena kepanikan otoritas ekonomi akan dengan mudah menyebar kepada masyarakat dan pelaku bisnis. Bahkan, kepanikan pelaku ekonomi di satu sub-sektor, apalagi jika melanda sektor perbankan yang memiliki peran amat strategis di sektor keuangan dan sektor riil, dengan cepat menjadi bersifat dramatis dan sistemik.Di tahun 2010 ini, Pemerintah percaya perekonomian Indonesia akan tumbuh pesat. Pemerintah mentargetkan pertumbuhan sebesar 6,4% pertahun, meski menurut kalangan ekonom lebih moderat bila ditargetkan pertumbuhan pada kisaran 4%. Pemerintah percaya ekonomi Indonesia tidak akan banyak terpengaruh oleh beberapa gejolak eksternal yang sebenarnya sudah mulai berlangsung. Sekalipun sedikit merosot, masih ada keyakinan atas daya tahan perekonomian domestik dalam menghadapi dampak buruk krisis keuangan global yang semakin meluas. Argumen dasar yang berulangkali dikemukakan adalah bahwa dasar ekonomi Indonesia sekarang ini sudah kuat.

B. DAMPAKNYA DARI PERDAGANGAN BEBASMerujuk kepada Wikipedia Indonesia, “Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgia, dimana penjualan produk antar negara diberlakukan tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefi nisikan

sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda1.

Dalam prakteknya, perdagangan bebas seringkali diliputi oleh mitos-mitos agar dapat diterima yang lebih lanjut dijelaskan oleh Mansour Fakih (2003) bahwa mitos-mitos itu diantaranya adalah:

Perdagangan bebas akan menjamin 1. pangan murah dan kelaparan tidak akan terjadi. Kenyataan yang terjadi bahwa perdagangan bebas justru meningkatkan harga pangan.WTO dan TNC akan memproduksi pangan 2. yang aman. Kenyataannya dengan penggunaan pestisida secara berlebih dan pangan hasil rekayasa genetik justru membahayakan kesehatan manusia dan juga keseimbangan ekologis.Kaum permpuan akan diuntungkan 3. dengan pasar bebas pangan. Kenyataannya, petani perempuan semakin tersingkir baik sebagai produsen maupun konsumen.Bahwa paten dan hak kekayaan 4. intelektual akan melindungi inovasi dan pengetahuan. Kenyataannya, paten justru memperlambat alih teknologi dan membuat teknologi menjadi mahal.Perdagangan bebas di bidang pangan 5. akan menguntungkan konsumen karena harga murah dan banyak pilihan.

AL DI INDONESIALAKUKANNYAA FTA

“Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgia, dimana penjualan produk antar negara diberlakukan tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefi nisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda1.

journal

Page 32: Journal Aamai

32 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

Kenyataannya justru hal itu mengancam ketahanan pangan di negara-negara dunia ketiga.

C. KONDISI DI INDONESIABarang dan jasa yang diproduksi di Indonesia saat ini terdiri dari jutaan jenis. Ada barang yang berasal dari produksi pertanian, industri pengolahan dan dari penggalian. Bisa berasal dari lahan petani kecil, produksi rumah tangga, maupun dari produksi perkebunan besar dan industri yang bersifat korporasi. Macam jasa pun demikian, mulai dari jasa pedagang kecil sampai dengan jasa konsultan keuangan bagi korporasi.

Perlu juga diperhatikan bahwa penghitungan PDB bersifat arus (fl ow), yaitu kuantitas per kurun waktu. Ini berbeda dengan penghitungan yang bersifat persediaan (stock), yaitu kuantitas pada suatu waktu atau tanggal tertentu. Misalnya, kekayaan suatu negara yang secara teoritis bisa dihitung pada tanggal tertentu akan bersifat persediaan. Suatu negara mungkin saja memiliki kekayaan yang besar, akan tetapi memiliki penghasilan per tahun yang tergolong masih rendah. Sebagaimana yang dialami Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam yang berlimpahnya. Selain itu, perhitungannya pun berbasis wilayah geografi s, yaitu semua produksi di wilayah Indonesia, tidak menjadi

soal siapa yang memproduksinya, meskipun pihak asing.

Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (BPS)2, dalam kurun waktu 2004-2009, tercipta lapangan kerja baru sebanyak 10,77 juta jiwa. Sementara angkatan kerja bertambah sebanyak 9,77 juta jiwa. Akibatnya total pengangguran terbuka hanya turun 0,99 juta jiwa, tepatnya dari 10,25 juta jiwa (9,86%) menjadi 9,26 juta jiwa (8,14%). Dengan kata lain, lapangan kerja baru yang tersedia hanya sedikit diatas laju pertumbuhan angkatan kerja. Kondisi tersebut menyebabkan jumlah pengangguran tetap besar, termasuk yang berpendidikan tinggi. Pada tahun 2004 pengangguran berpendidikan tinggi adalah 5,71 persen, meningkat menjadi 12,02 persen pada tahun 2009. Masalah pengangguran berpendidikan tinggi semakin serius karena yang bertambah bukan hanya jumlah tetapi juga persentase. Suatu lingkaran masalah yang akan bergulir seperti bola salju, kian lama semakin besar.

Sementara itu di sektor formal yang terjadi justru penurunan yang berkepanjangan. Sejak tahun 2001, porsi lapangan kerja formal menurun dari sekitar 35 persen menjadi 30 persen. Sebaliknya lapangan kerja informal meningkat dari 65 persen menjadi 70 persen. Fenomena tersebut merupakan akibat

pemerintah China pun menjamin kesempatan kerja atau sekurang kurangnya mempertahankan agar tidak terjadi PHK dalam krisis fi nansial global sebagai konsekuensi menuju sistem ekonomi pasar. Karena jika inovasi yang cepat tidak dimbangi oleh kesiapan/kompetensi SDM yang tinggi, maka akan menimbulkan masalah distorsi ekonomi yang berimbas kepada rakyat yang akan semakin menderita dan miskin karena dampak dari penerapan sistem ekonomi pasar yang berorientasi pada pertumbuhan yang berbasis pada inovasi.

journal

Page 33: Journal Aamai

33AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

pasar dimana seluruh aktivitas ekonomi didasarkan pada persaingan, efi siensi dan penggunaan teknologi tinggi yang pada akhirnya membawa dampak terhadap perubahan cepat di segala bidang. Namun perubahan cepat di segala bidang juga harus diimbangi dengan kesiapan dan kualitas sumber daya manusia. Jangan sampai terjadi masalah pengangguran terbuka yang lama, PHK masal dan infl asi tinggi sebagai dampak dari penerapan ekonomi pasar yang hanya sekedar mengejar pertumbuhan output dan pengembalian/laba dalam jangka pendek. Sistem perencanaan ekonomi pada umumnya memiliki program jaminan sosial yang jauh lebih baik dan jauh lebih pasti sebagaimana dinyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas jaminan sosial, karena adanya jaminan pekerjaan sebagai konsekuensi penerapan sistem perencanaan ekonomi. Akan tetapi kendala yang dihadapi oleh pelaku ekonomi dalam praktek terkait dengan terbatasnya inovasi dari bawah, hierarkhi dan mata rantai birokrasi pemerintahan yang menghambat inovasi dari bawah.

Pemerintah China pun menjamin kesempatan kerja atau sekurang kurangnya mempertahankan agar tidak terjadi PHK dalam krisis fi nansial global sebagai konsekuensi menuju sistem ekonomi pasar. Karena jika inovasi yang cepat tidak dimbangi oleh

kesiapan/kompetensi SDM yang tinggi, maka akan menimbulkan masalah distorsi ekonomi yang berimbas kepada rakyat yang akan semakin menderita dan miskin karena dampak dari penerapan sistem ekonomi pasar yang berorientasi pada pertumbuhan yang berbasis pada inovasi. Oleh karena itulah, rakyat harus terlebih dahulu diproteksi melalui perluasan kepesertaan universal dalam sistem jaminan sosial agar siap menghadapi risiko sistemik sebagai dampak dari ekonomi global. Adapun prioritas kepesertaan ditujukan bagi proteksi penduduk pedesaan yang sebagian besar merupakan petani dan nelayan agar memiliki akses langsung pada pelayanan kesehatan dan program pensiun. Jika tidak, maka petani dan nelayan akan semakin tertinggal penghasilannya karena sifat dari sistem ekonomi pasar yang hanya memberikan perlindungan bagi karyawan sektor ekonomi formal.

Perluasan sistem jaminan sosial tersebut pada akhirnya telah membentuk proteksi sosial yang terdiri dari jaminan sosial bagi karyawan perusahaan, petani-nelayan, bantuan sosial bagi penduduk miskin dan program suplemen untuk pensiun. Program suplemen untuk pensiun disarankan bagi karyawan perusahaan di perkotaan untuk menambah atau melengkapi terhadap manfaat pensiun yang diterima jika dirasakan tidak mencukupi sehingga

iklim usaha yang menyebabkan rendahnya pertumbuhan investasi PMDN, PMA maupun investasi pemerintah khususnya pembangunan infrastruktur. Adapun lapangan kerja di sektor informal seperti menjadi pedagang kaki lima yang dilakukan sendiri oleh rakyat, tumbuh seiring dengan banyaknya pengangguran lama, PHK dan pertambahan angkatan kerja baru.

Sementara itu, angka setengah pengangguran justru mengalami perkembangan yang lebih buruk, bertambah sebanyak 3,14 juta orang. Jika melihat komposisi antara pekerja formal dan informal, maka tampak tidak adanya perbaikan yang berarti, meski sempat ada sedikit perbaikan dalam dua tahun pertama. Jumlah pekerja formal pada Agustus 2004 adalah sebanyak 28,43 juta orang atau sebesar 30,33%, sedangkan pekerja informal adalah sebanyak 65,30 juta orang atau sebesar 69,67% dari mereka yang bekerja.

D. PELAJARAN DARI CHINA3

Di tahun 2008, dalam persiapan menuju ekonomi pasar, pemerintah China melakukan reformasi dalam sistem jaminan sosial yang bertujuan untuk memproteksi rakyatnya. China melakukan hal tersebut karena mereka dalam masa transisi dari penerapan sistem perencanaan ekonomi atau sistem ekonomi komando menjadi sistem ekonomi pasar. Ekonomi pasar bekerja atas dasar mekanisme

Perlindungan Kami Perlindungan Kami Adalah Kenyamanan AndaAdalah Kenyamanan Anda

journal

CENTRAL ASIA, PT. ASURANSIWisma Asia Lt. 10, 12, 15, Jl. S. Parman Kav. 79 Jakarta 11420

Telp. 021-563 7928-33, Fax.: 021-563 7951website : www.aca.co.id

Page 34: Journal Aamai

34 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

Page 35: Journal Aamai

35AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

bias ditutup dengan program suplemen. Dibentuknya program suplemen ditujukan untuk mengantisipasi masalah ageing population yang biasanya terjadi pada kelompok karyawan perusahaan di perkotaan. Sekalipun pemerintah telah membentuk dana cadangan pensiun yang dananya diambil dari APBN dan diserahkan kepada Dewan Dana Jaminan Sosial Nasional untuk pengelolaan lebih lanjut ke arah investasi yang produktif, akan tetapi dana tersebut tetap dikelola atau berada pada Dewan Dana Jaminan Sosial Nasional, dalam arti tidak ditransfer ke akun peserta.

Sekilas4 Dinamika pembangunan bangsa Indonesia telah menumbuhkan tantangan berikut tuntutan penanganan berbagai persoalan yang belum terpecahkan. Salah satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat yang diamantkan dalam Pasal 28H ayat (3) mengenai hak terhadap jaminan sosial dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jaminan sosial juga dijamin dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia Tahun 1948 dan ditegaskan dalam Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952 yang menganjurkan kepada semua negara untuk memberikan perlindungan minimum kepada setiap tenaga kerja. Sejalan dengan ketentuan tersebut, Majelis Permusyawaratan

Rakyat Republik Indonesia dalam TAP Nomor X/MPR/2001 menugaskan kepada Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu.

Menurut Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, jaminan sosial adalah “Salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak” dan Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah “Suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial”. Oleh karena itu, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi seluruh masyarakat Indonesia apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun. Dengan begitu, jaminan sosial di Indonesia menjamin setiap penduduk negara Indonesia untuk mendapatkan jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensun dan jaminan kematian.

Masih sesuai dengan UU 40/2004 (Pasal 5), SJSN diselenggarakan oleh empat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yaitu yang saat ini sebagai PT. Asabri, PT. Askes, PT. Jamsostek dan PT. Taspen. Nantinya keempat badan ini tidak lagi bertanggung jawab kepada Kementerian Negara Urusan BUMN dalam hal pengelolaan dan pengawasannya, tetapi akan beralih kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dimana DJSN ini akan bertanggung jawab langsung kepada Presiden (Pasal 7).

E. KESIMPULANBerbagai studi menunjukkan bahwa ASEAN-China FTA, jika dilaksanakan dengan penuh perhitungan dan kerjasama yang baik, akan membawa lebih banyak keuntungan dari pada kerugian di kedua belah pihak, termasuk Indonesia. Namun melihat berbagai fakta yang ada di Indonesia−pasca berlakunya ASEAN-China FTA per 1 Januari 2010−muncul kekhawatiran akan meningkatnya pengangguran di Indonesia sebagai akibat kalah bersaingnya barang/jasa domestik dengan barang/jasa impor (regional), kurang siapnya kompetensi SDM di Indonesia dan belum kuatnya pondasi sistem ekonomi Indonesia, bahkan dinilai ASEAN-China FTA malah akan membawa ancaman/bencana bagi Indonesia. Meskipun hal-hal tersebut di atas merupakan risiko yang sudah pernah

journal

PT. ARTHAGRAHA GENERAL INSURANCEGdg. Artha Graha Lt. III, Jl. Jend. Sudirman Kav. 52 -53 Jakarta Selatan 12910

Telp. 021-515 2808, Fax.: 021-515 2809website : www.aggi.co.id

Page 36: Journal Aamai

36 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

diperhitungkan sebelumnya, namun tetap saja seharusnya risiko-risiko tersebut dapat dihindari/minimal dialihkan jika saja penerapan sistem jaminan sosial di Indonesia sudah berlangsung secara komprehensif, seperti yang diamanatkan UUD 1945 dan UU No. 40/2004.

China, sebelum merubah sistem perekonomiannya menjadi sistem ekonomi pasar, sudah terlebih dahulu mengantisipasi risiko-risiko sosial yang mungkin akan timbul di era pasar/perdagangan bebas dengan mereformasi sistem jaminan sosialnya, sehingga saat ini petani dan nelayan sudah dapat menikmatinya. Bandingkan dengan Indonesia saat ini, baru sekitar 95,1 juta atau sekitar 43% dari 220 juta penduduk yang tercakup oleh berbagai skema jaminan kesehatan, dimana sekitar 17% adalah pekerja formal dan pegawai negeri sipil, sisanya adalah kelompok miskin yang tercakup oleh skema “semi-formal” seperti Jamkesmas dan JPKM. Artinya, masih ada sekitar 57% (115 juta) penduduk Indonesia yang belum tercakup oleh jaminan kesehatan. Pepatah lama mengatakan, “Tuntutlah ilmu, walaupun harus sampai ke negeri China”, seharusnya inilah yang kita ikuti.

Optimalisasi jaminan sosial di Indonesia haruslah menjadi prioritas di tahun 2010 ini, baik dalam hal kepesertaan, program, maupun

manfaatnya, mengingat batas waktu maksimal yang diamanatkan oleh UU 40/2004 untuk diterapkannya SJSN adalah 19 Oktober 2009 lalu. Hal ini tak lain adalah untuk menghindari risiko sosial-ekonomi yang akan semakin besar jika terjadi hal buruk, seperti meledaknya angka pengangguran di Indonesia. Terlebih lagi, jaminan sosial adalah hak/kebutuhan dasar setiap warga negara−kaya maupun miskin; tua maupun muda; sakit maupun sehat. Jaminan sosial juga merupakan tugas Pemerintah yang tertuang di dalam UUD 1945 dan UU 40/2004, sehingga jika tidak dilaksanakan merupakan suatu pengkhianatan terhadap UUD dan masyarakat.

Namun, komitmen dari pihak mana pun untuk menerapkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) akan percuma, jika tidak dibarengi dengan konsistensi untuk melaksanakan komitmen tersebut. Peran pemerintah, inisiatif DPR/MPR, komitmen dan konsistensi dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), serta moral force dari masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan agar SJSN dapat berjalan secara bertahap mulai tahun 2010 ini. Kita pun harus menginsyafi diri kita dari pertanyaan-pertanyaan klasik yang sudah pernah dikemukakan sejak 5 (lima) tahun lalu, seperti pertanyaan apa peran Pemerintah

Daerah, apakah status badan hukum ini nantinya, dan lain-lain. Karena sementara kita terus bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu, ratusan juta rakyat Indonesia diluar sana akan semakin menderita karena tidak mendapatkan haknya (jaminan sosial). Belum lagi harga yang harus kita bayar mahal jika efek negatif dari berlangsungnya ASEAN-China FTA terjadi, seperti yang sudah kita bahas di atas

Satu lagi pelajaran dari China, “Jika ingin hasil untuk 1 tahun, tanamlah sayuran. Jika ingin hasil untuk 10 tahun, tanamlah pohon buah. Dan jika ingin hasil untuk 100 tahun, maka tanamlah manusia”.

KEPUSTAKAAN:---------------, http://id.wikipedia.org/wiki/1. perdagangan-bebas---------------, http://www.bps.go.id2. ---------------, Kementerian Koordinator 3. Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Jaminan Sosial Nasional. 2008. “Laporan Perjalanan Kunjungan Kerja Delegasi Pemerintah Indonesia dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) ke Institusi-institusi Jaminan Sosial China”.---------------, Undang-Undang Nomor 40 4. Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, beserta penjelasannya.

journal

BOSOWA PERISKOP, PT. ASURANSIMenara Global Lt. 2, Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 27 Jakarta 12950,

Telp. 021-527 0470, Fax.: 021-527 0471 website : www.periskop.co.id

Page 37: Journal Aamai

37AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

F r o m T r u s h t o E x c e l l e n c eF r o m T r u s h t o E x c e l l e n c e

PT. TUGU REASURANSI INDONESIAWisma Tugu Re, Jl. Raden Saleh No. 50, Jakarta 10330

Telp. 021-310 3952, 314 0267, Fax.: 021-392 3974website : www.tugu-re.com

National Insurance Financial Strength RatingFitch Ratings

A--(idn)Stable Outlook

Page 38: Journal Aamai

38 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

Menurut Bapak bagaimana perkembangan bisnis perasuransian di Indonesia saat ini ?

Dengan ditandatanganinya kerangka kerja tentang kerjasama dibidang perekonomian (economic cooperation) yaitu ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) antara 10

negara The Association of South East Asian Nations (ASEAN) dengan The People’s Republic of China (RRC) yaitu tanggal 4 November 2004 di

Phnom Penh, Kamboja oleh para Kepala Negara ASEAN dan RRC, yang tujuannya adalah:

Memperkuat dan meningkatkan kerjasama a. perdagangan kedua pihak;

Meliberalisasikan perdagangan barang dan jasa b. melalui pengurangan atau penghapusan tarif;

Mencari area baru dan mengembangkan kerjasama c. ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak;

Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif d. dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada di kedua belah pihak.Di tahun 2010 ini, Pemerintah percaya perekonomian Indonesia akan tumbuh pesat dengan pertumbuhan yang ditargetkan sebesar 6,4% pertahun, artinya Indonesia yakin dan telah siap dengan ditandatanganinya ACFTA tersebut serta telah diberlakukannya mulai tanggal 1 Januari 2010. FTA ini akan dapat membangun kawasan perdagangan bebas atau free trade area yaitu suatu wilayah perekonomian dengan 1,7 milyar konsumen. Bila dilihat dari kapitalisasi pasar, free trade area (FTA) menjadi pasar terbesar di dunia dari dimensi populasi, Dengan telah ditandatangani kerja sama perdagangan bebas tersebut antara 10 negara anggota ASEAN dengan China, maka dapat diproyeksikan akan mencetak nilai perdagangan sebesar 1,3 trilyun US Dollar.Artinya dengan gambaran di atas, perusahaan-perusahaan asuransi dan reasuransi atau usaha perasuransian nasional harus mempersiapkan dirinya atau perusahaannya untuk dapat bermain dan memanfaatkan peluang dan tantangan tersebut dengan

baik, salah satunya mempersiapkan sumber daya manusianya (SDM) yang memiliki sertifi kasi keahlian asuransi bukan saja untuk level nasional akan

tetapi setara dengan sertifi kasi keahlian yang diakui internasional seperti: CII, FLMI, CLU, ANZIIF dan lain-lainnya.

Wawancara : Marzuki Usmanprofi l

ACFTA

3333333333838838833338338833333383333338333333338388333838333333333 AAAAAAAAAAAAAMAMAMAMAAAMMAAAMAAIIIIII | | | | || E E EEEEEdidididididddd sisisisisssss 2 22 22299 9 9999 999 | | | MaMaMaMaMMaMMarererererrer t t tt ttt 20200202002222 101010101100

Menurut Bapak bagaimana perkembangan bisnis pera

Dengan ditandatanganinya kerangka kerja tentan(economic cooperation) yaitu ACFTA (ASE

negara The Association of South EaPeople’s Republic of China (RR

Phnom Penh, Kamboja olehyang tujuannya adalah:

Memperkuat daa. perdagangan kedua pi

Meliberalisasikb.melalui pengurangan

Mencari area bc. ekonomi yang saling

Memfasilitasi ind. dengan negara angggap yang ada di kedDi tahun 2010 ini, PeIndonesia akan tumditargetkan sebesardan telah siap dengserta telah diberlakFTA ini akan dapabebas atau free trperekonomian dedari kapitalisasi ppasar terbesar dtelah ditandatantersebut antaraChina, maka daperdagangan sArtinya dengan perusahaan asuperasuransian ndirinya atau perumemanfaatkan p

baik, salah samanusianya asuransi buk

tetapi setara internasional slainnya.

Asuransi Indonesia,Asuransi Indonesia,Harus Siap MenghadapiHarus Siap Menghadapi

Page 39: Journal Aamai

39AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

Apakah dengan keahlian tersebut sudah dapat mewakili bahwa perusahaan perasuransian sudah dapat menghadapi FTA nanti ?

Minimal standarisasi sudah terpenuhi, artinya regulator pun sudah mengaturnya didalam Undang-undang (UU) perasuransian yaitu setiap perusahaan asuransi wajib memiliki tenaga ahli asuransi dan menunjuk AAMAI

sebagai lembaga yang diberikan kewenangan untuk mengeluarkan sertifi kasi keahlian asuransi berikut penyetaraannya dan ini sudah merupakan langkah maju atau merupakan salah satu perhatian regulator sangat baik dalam mempersiapkan penatakelolaan perusahaan asuransi dengan baik dan benar (good corporate governance).Diharapkan agar AAMAI terus menjalin kerjasama dengan lembaga sertifi kasi keahlian asuransi internasional seperti dengan London-

Kantor Pusat:Gedung Lembaga Pendidikan Manajemen Keuangan Widya Dharma Artha (WDA)

Jl. Kh. Wahid Hasyim No. 12F Kebon Sirih MentengJakarta Pusat Tel. (021) 3921851-52 Fax. (021) 31908157, 3140423, 31908245

Lembaga Pendidikan Manajemen Keuangan Widya Dharma Artha (WDA)

Diharapkan agar AAMAI terus menjalin kerjasama dengan lembaga sertifi kasi keahlian asuransi internasional seperti dengan London-Inggris (CII), Atlanta-USA (LOMA dan IMRA), Malaysia (MII), Singapore dan New Zealand atau negara-negara dunia lainnya, sehingga keahlian yang dikeluarkan AAMAI pun dapat diakui oleh negara-negara tersebut. Selain itu AAMAI pun sebaiknya bekerjasama dengan Badan Sertifi kasi Profesi Nasional, agar AAMAI sebagai lembaga penguji dan pensertifi kasi dapat diakui secara nasional.

profi l

sebagai lembaga yang diberikan kewenangan

Page 40: Journal Aamai

40 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

Inggris (CII), Atlanta-USA (LOMA dan IMRA), Malaysia (MII), Singapore dan New Zealand atau negara-negara dunia lainnya, sehingga keahlian yang dikeluarkan AAMAI pun dapat diakui oleh negara-negara tersebut. Selain itu AAMAI pun sebaiknya bekerjasama dengan Badan Sertifi kasi Profesi Nasional, agar AAMAI sebagai lembaga penguji dan pensertifi kasi dapat diakui secara nasional.Langkah-langkah untuk menuju dan mempersiapkan keahlian tersebut diatas merupakan usaha untuk memenuhi standarisasi formal, tetapi akan lebih jika dalam menghadapi FTA dengan China, SDM perasuransian minimal dapat memahami dan berkomunikasi dalam bahasa China selain bahasa Inggris sebagai bahasa perdagangan internasional.Artinya SDM perasuransian nasional sudah lebih maju dan lebih siap dalam menghadapi FTA tahun 2020 nanti menjadi the leader, bukan sebagai pengikut atau bahkan penonton (the follower). Dengan adanya ACFTA ini merupakan suatu peluang dan tantangan yang sangat baik untuk maju dan berubah lebih baik. Jadi dengan adanya ACFTA ini merupakan langkah maju dan mengantarkan perekonomian Indonesia lebih maju dan berkembang.Sebagai salah satu contoh bahwa China dalam mempersiapkan SDM nya yang

berkualitas yaitu dengan mengirimkan warga negaranya yaitu + 500 ribu orang setiap tahun untuk mendapatkan pendidikan keahlian (Ph.D atau Doktor dan lain-lain) di kampus-kampus terkenal di dunia. Bagaimana dengan Indonesia yang jumlahnya kurang dari 1000 orang tiap tahun? Dari gambaran ini saja kita sudah ketinggalan. Untuk itu kita bangga dengan AAMAI sebagai lembaga sertifi kasi keahlian perasuransian yang sudah mempersiapkan industrinya untuk dapat ‘berselancar’ dalam menghadapi FTA nanti.

Bagaimana pendapat Bapak tentang perlindungan konsumen Asuransi dengan diberlakukannya ACFTA ini ?Sebelumnya perlu kita pahami apa yang dimaksud dengan free trade tersebut, yaitu sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels (Belgia), dimana penjualan produk antar negara diberlakukan tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya, atau tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah)

Kantor Pusat D.P BRI Building 4 th Floor, Jl. Veteran II No. 15 Jakarta Pusat - 10110 Telp. : 62-21 3840001 (Hunting) Facs. : 62-21 3457037, 3442482e-mail : [email protected]

profi l

sia yang jumlahnya kurangtiap tahun? Dari gambaran

ah ketinggalan. Untuk itu kitaAAMAI sebagai lembagaan perasuransian yang sudah

n industrinya untuk dapat alam menghadapi FTA nanti.

ndapat Bapak tentang konsumen Asuransi dengan ya ACFTA ini ?rlu kita pahami apa yang an free trade tersebut, ensep

ng ssels (Belgia), an produk antar ukan tanpa pajak au hambatan perdagangan ak adanya hambatan buatan

g diterapkan pemerintah)

Page 41: Journal Aamai

41AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

JL.Kalibesar Timur No. 28 B-C-D-E, Jakarta 11110 Telp : 690-7033 : 692-6461 (8 Line) Fax. : 692- 4578 ; 690-8260 Website : www.sonwelis.co.id E-mail : [email protected]

Kantor Cabang : BANDUNG : Jl. Cikawao No. 39 Kav. C-7

Telp : (022) 420-1221 ; 421-4231 Fax : (022) 420-1221 SURABAYA : Jl. Kedung Doro No. 66/X Telp.: (031) 532-2392 ; 546-8703 ; 546-5661 Fax ; (031) 531-1624

Melindungi dan Melayani Tanpa Henti

dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa dengan ditandatanganinya ACFTA ini diasumsikan dapat menciptakan wilayah perekonomian dengan 1,7 milyar konsumen.Pertanyaannya bagaimana perlindungan

terhadap konsumen tersebut?, di beberapa Negara anggota ACFTA telah mempersiapkan wadah atau lembaga-lembaga yang dapat memberikan perlindungan terhadap konsumennya, seperti di Indonesia dalam perdagangan ada BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) ada Badan Penyelesaian Perselisihan Konsumen di Departemen Perdagangan, ada juga Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan di pengadilan ada PERMA No: 01 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Semua usaha-usaha pemerintah dalam hal ini untuk menjaga dan memberikan perlindungan atas kepentingan konsumen, jika terjadi perselisihan.Bagaimana dengan perlindungan konsumen asuransi?, jawabannya yaitu sebaiknya dibentuk suatu Pengadilan Khusus yang dapat menangani secara khusus jika terjadi sengketa dalam jasa keuangan, contohnya seperti di Singapore yaitu FiDREC (Financial Institution Dispute Resolution Centre) di Malaysia ada FMB (biro mediasi keuangan) dan bagaimana di Indonesia, mungkin baru di Industri perasuransian telah berdiri BMAI (Badan Mediasi Asuransi Indonesia), hanya diawal berdirinya khusus memediasikan sengketa klaim Asuransi saja, bagaimana yang lainnya?, dan kapan seperti di Malaysia dan Singapore negara tetangga kita.Kehadiran BMAI pun saat ini belum dapat memberikan perlindungan konsumen Asuransi

di beberapa Negara anggota ACFTA telah mempersiapkan wadah atau lembaga-lembaga yang dapat memberikan perlindungan terhadap konsumennya, seperti di Indonesia dalam perdagangan ada BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) ada Badan Penyelesaian Perselisihan Konsumen di Departemen Perdagangan, ada juga Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan di pengadilan ada PERMA No: 01 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

profi l

Aw

secara komprehensif karena seperti dijelaskan di atas yaitu untuk sementara ini hanya dapat menangani sengketa klaim Asuransi saja, bagaimana jiga terjadi sengketa diluar klaim Asuransi?, maka perlu segera dibentuk “Pengadilan Khusus” yang dapat menangani dan melindungi konsumen Asuransi jika perusahaan Asuransi sebagai penanggung dicabut ijinnya oleh regulator dan atau dilikuidasi.Selain “Pengadilan Khusus” yang perlu dibangun, perlindungan atas kepentingan hak-hak konsumen Asuransi perlu dipersiapkan seperti di jasa keuangan perbankan yaitu adanya LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), apapun namanya akan tetapi lembaga seperti ini usaha perasuransian sebaiknya ada.Dengan adanya AAMAI sebagai lembaga pensertifi kasi keahlian dalam bidang Asuransi, sebaiknya di AAMAI ada lembaga riset yang terus mengkaji dan meneliti tentang perkembangan bisnis Asuransi, bidang pelayanan Asuransi, bidang teknik Asuransi sampai dengan ke hilir yaitu perlindungan konsumen Asuransi sebagai pengguna jasa Asuransi tersebut. Hasil dari riset-riset AAMAI dipublikasikan dalam AAMAI journal, sehingga menjadi pembelajaran untuk banyak orang (Pengusaha, pengguna jasa Asuransi, pemerhati Asuransi, akademisi dan lain-lain).***

Page 42: Journal Aamai

42 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

Page 43: Journal Aamai

43AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

Berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan (KMK) No: 425/KMK.06/2003 (Perizinan dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi) Bab-III (Persyaratan Umum), pasal 7 (Bagian ketiga Tenaga Ahli), yaitu tenaga ahli yang bersertifi kat salah satunya dari AAMAI. KMK No: 426/KMK.06/2003 (Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi) Bab- III (Kelembagaan) Bagian Ketiga Tenaga Ahli, Pasal-12, 15, 19, 23, 24, yaitu tenaga ahli yang memiliki kualifi kasi sebagai ahli manajemen asuransi dari AAMAI.

Dengan diaturnya ketentuan tersebut, maka AAMAI sebagai lembaga pemberi atau penguji seseorang yang dinyatakan dapat menyandang gelar profesi atau keahlian asuransi, maka AAMAI secara disiplin telah menyelenggarakan ujian profesi setiap tahun sebanyak 2 (dua) kali yaitu ujian pada bulan Maret dan bulan September tahun tersebut (ujian secara manual), sedangkan AAMAI telah menyelenggarakan ujian secara elektronik atau berbasis teknologi komputer hanya saja difokuskan untuk ujian dengan pilihan ganda (multiple choise) dan dalam hal ini masih berkonsentrasi pada ujian keahlian untuk asuransi jiwa (AJ-01 sampai AJ-05).

Dari hasil ujian tersebut, bagi peserta ujian yang telah menyelesaian 6 (enam) mata ujian untuk asuransi Umum dan 5 (lima) mata ujian untuk asuransi jiwa untuk tahap pertama, maka AAMAI akan memberikan gelar profesi ”Ajun” Ahli Asuransi (AAA), sedangkan tahap selanjutnya yaitu dari mata ujian 6 sampai dengan 10 untuk asuransi umum dan 6 sampai dengan 10 untuk asuransi jiwa, maka AAMAI akan memberikan gelar profesi asuransi yaitu ”Ahli” Asuransi (AA). Jadi jika seseorang yang

telah menyelesaikan mata ujuan dari asuransi umum maka gelar profesinya menjadi AAIK (Ahli Asuransi Indonesia Kerugian) dan di asuransi jiwa menjadi AAIJ (Ahli Asuransi Indonesia Jiwa).

Sebagai catatan: Apakah nantinya AAIK akan berubah menjadi AAIU (Ahli Asuransi Indonesia Umum), karena industri asuransinya bernama AAUI (Asosiasi Asuransi Umum Indonesia) dan bagaimana jika nantinya dalam revisi UU No: 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian tidak lagi menyebutkan perusahaan asuransi kerugian dan namanya menjadi perusahaan asuransi umum ?, karena tidak ada rujukannya sebagai dasar menyebutkan ahli atau ajun asuransi kerugian maka perubahan tersebut sepenuhnya diserahkan kepada pengurus AAMAI yang memiliki kewenangan untuk itu. Perubahan nama gelar tersebut dapat saja dilakukan agar gelar AAIK tidak begitu rancu dengan gelar profesi asuransi kesehatan yang dikeluarkan oleh PAMJAKI yaitu Ahli Asuransi Kesehatan.

Wisuda yang diselenggarakan oleh AAMAI setiap tahun bagi seseorang yang dapat meraih gelar profesional Ajun dan Ahli asuransi serta penyetaraan dari gelar profesional yang didapatkan dari luar negeri. Pada tahun 2010 AAMAI menyelenggara Wisuda ke-18 di Gedung Bidakara, Hall Binakarna pada tanggal 22 Februari 2010. Surat keputusan pemberian gelar profesional dan pengakuan yang dibacakan oleh Ibu Sylvy Setiawan, AAIK, QIP, CPIE-Sekretaris AAMAI pada waktu wisuda diselenggarakan sebagai berikut:

Berdasarkan surat keputusan No: • AAMAI/Skep-001/II/2010 tanggal 10 Februari 2010 tentang: Pemberian Gelar Profesional Ahli Asuransi Indonesia Jiwa

(AAIJ); Pengurus AAMAI menimbang: dan seterusnya; Mengingat: dan seterusnya; Memutuskan, Menetapkan:

Pertama: Memberikan gelar profesional Ahli Asuransi Indonesia Jiwa (AAIJ) yang dapat dipakai dibelakang nama masing-masing kepada para peserta ujian sektor asuransi jiwa yang telah memperoleh gelar Ajun Ahli Asuransi Indonesia jiwa (AAAIJ), dan telah berhasil lulus dalam mata ujian: 1). Rancangan produk dan pengelolaan solvabilitas dan profi tabilitas (AJ.06); 2). Manajemen SDM dan sistem informasi manajemen (AJ.07); Pengantar ekonomi dan akuntansi asuransi jiwa (AJ.08); 4) Investasi asuransi jiwa (AJ.09); 5). Satu dari dua mata ujian pilihan yaitu: a). Karya tulis ilmiah/Skripsi (AJ.10) atau b). Ujian komprehensip tertulis/esay (AJ.10). Atau mata ujian: 1). Ekonomi Indonesia dan perpajakan (AJ.61); 2). Manajer-Kewirausahawan (AJ.71); 3). Manajemen Pemasaran Jasa dan penjualan polis asuransi jiwa (AJ.81); 4). Kepemimpinan organisasional (AJ.91); 5). Satu dari dua mata ujian pilihan yaitu: a). Karya tulis ilmiah/Skripsi (AJ.101) atau b). Ujian komprehensip tertulis/esay (AJ.101). Kepada nama-nama sebagaimana tercantum dalam lampiran surat keputusan ini (11 orang).

Kedua: Kepada yang bersangkutan diberikan sertifi kat gelar profesional AAIJ untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Ketiga: Keputusan ini berlaku mulai tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bahwa segala sesuatunya akan ditinjau dan disesuaikan kembali sebagaimana

Pemberian Gelar Profesional Ahli Asuransi Indonesia Jiwa (AAIJ)

AAMAI News

Page 44: Journal Aamai

44 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

mestinya apabila dikemudian hati ternyata terdapat kesalahan dan/atau kekeliruan dalam penetapannya.

Ditetapkan di: Jakarta, pada tanggal, 10 Februari 2010, Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia, Dewan Pengurus tertanda Drs. Hendrisman Rahim, MA, FSAI, AAIJ, QIP, CPIE (Ketua).

Berdasarkan surat keputusan No: • AAMAI/Skep-002/II/2010 tanggal 10 Februari 2010 tentang: Pemberian Gelar Profesional Ahli Asuransi Indonesia Kerugian (AAIK); Pengurus AAMAI menimbang: dan seterusnya; Mengingat: dan seterusnya; Memutuskan, Menetapkan:

Pertama: Memberikan gelar profesional ahli asuransi Indonesia Kerugian (AAIK) yang dapat dipakai dibelakang nama masing-masing kepada para peserta ujian sektor asuransi kerugian yang telah memperoleh gelar ajun ahli asuransi Indonesia kerugian (AAAIK), dan telah berhasil lulus dalam mata ujian: 1). Prinsip-prinsip dan praktek manajemen dalam asuransi (401); 2). Dua dari tiga mata ujian: a) Asuransi tanggung gugat (501); b). Asuransi pengangkutan (502); c). Prinsip-prinsip reasuransi (503); 3) Dua dari tiga mata ujian: a) Manajemen risiko (601); b). Manajemen underwriting (602); c). Aplikasi reasuransi (603). Kepada nama-nama sebagaimana tercantum dalam lampiran surat keputusan ini (28 orang).

Kedua: Kepada yang bersangkutan diberikan sertifi kat gelar profesional AAIK untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Ketiga: Keputusan ini berlaku mulai tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bahwa segala sesuatunya akan ditinjau dan disesuaikan kembali sebagaimana mestinya apabila dikemudian hati ternyata terdapat kesalahan dan/atau kekeliruan dalam penetapannya.

Ditetapkan di: Jakarta, pada tanggal, 10 Februari 2010, Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia, Dewan Pengurus tertanda Drs. Hendrisman Rahim, MA, FSAI, AAIJ, QIP, CPIE (Ketua).

Berdasarkan surat keputusan No: • AAMAI/Skep-003/II/2010 tanggal 10 Februari 2010 tentang: Pemberian Gelar Profesional Ajun Ahli Asuransi Indonesia Jiwa (AAAIJ); Pengurus AAMAI menimbang: dan seterusnya; Mengingat: dan seterusnya; Memutuskan, Menetapkan:

Pertama: Memberikan gelar profesional ajun ahli asuransi Indonesia Jiwa (AAAIJ) yang dapat dipakai dibelakang nama masing-masing kepada para peserta ujian sektor asuransi jiwa yang telah berhasil lulus dalam mata ujian: 1). Dasar-dasar asuransi jiwa (AJ.01); 2). Operasional perusahaan asuransi jiwa (AJ.02); 3). Pengantar manajemen dan

statistik (AJ.03); Manajemen risiko dan seleksi risiko (AJ.04); 5). Azas-azas pemasaran (AJ.05). Kepada nama-nama sebagaimana tercantum dalam lampiran surat keputusan ini (84 orang).

Kedua: Kepada yang bersangkutan diberikan sertifi kat gelar profesional AAAIJ untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Ketiga: Keputusan ini berlaku mulai tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bahwa segala sesuatunya akan ditinjau dan disesuaikan kembali sebagaimana mestinya apabila dikemudian hati ternyata terdapat kesalahan dan/atau kekeliruan dalam penetapannya.

Ditetapkan di: Jakarta, pada tanggal, 10 Februari 2010, Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia, Dewan Pengurus tertanda Drs. Hendrisman Rahim, MA, FSAI, AAIJ, QIP, CPIE (Ketua).

Berdasarkan surat keputusan No: • AAMAI/Skep-004/II/2010 tanggal 10 Februari 2010 tentang: Pemberian Gelar Profesional Ajun Ahli Asuransi Indonesia Kerugian (AAAIK); Pengurus AAMAI menimbang: dan seterusnya; Mengingat:

AAMAI News

1

3

2

4

Keterangan Gambar :Para Wisudawan yang siap diwisuda1. Sambutan Ketua Dewan Pengurus AAMAI, 2. Drs. Hendrisman Rahim, MA, FSAI, AAIJ, QIPKeluarga para wisudawan dan tamu undangan.3. Marzuki Usman mengucapkan selamat kepada 4. salah seorang wisudawan.

Page 45: Journal Aamai

45AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

dan seterusnya; Memutuskan, Menetapkan:

Pertama: Memberikan gelar profesional ajun ahli asuransi Indonesia Kerugian (AAAIK) yang dapat dipakai dibelakang nama masing-masing kepada para peserta ujian sektor asuransi kerugian yang telah berhasil lulus dalam mata ujian: 1). Praktek Asuransi (101); 2). Hukum dan asuransi (102); 3). Praktek bisnis (103); 4). Satu dari dua mata ujian: a) Pengantar asuransi kerugian komersial (201); b). Pengantar asuransi personal; 5). Dua mata ujian dari empat mata ujian: a) Apabila mengambil modul 201: a.1). Prinsip-prinsip asuransi harta benda dan kepentingan keuangan (301); a.2). Asuransi harta benda dan kepentingan keuangan komersial-pengkajian dan underwriting (302); b). Apabila mengambil modul 202: b.1). Asuransi

kualifi kasi setara sektor asuransi kerugian yang telah memperoleh gelar profesi dari asosiasi di luar negeri yang diakui AAMAI, dan telah berhasil memenuhi semua persyaratan yang telah ditetapkan, kepada: 1). Alexander Hendro Setokusumo. 2). Amir Muda Lumbantobing, ACII. 3). Angkasa, ANZIIF. 4). Arief Dewanto, ACII. 5). Dedy Dewanto, ACII. 6). Eka Agus Siswanto, ACII. 7). Erick Tarunasastra, ACII. 8). Farah Octavia, ANZIIF (Fellow). 9). Neil JB. Rarumangkay. 10). Teguh Permana.

Kedua: Kepada yang bersangkutan diberikan sertifi kat pengakuan gelar profesional AAIK dengan tanpa hak mempergunakan gelar AAIK.

Ketiga: Keputusan ini berlaku mulai tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bahwa segala sesuatunya akan ditinjau dan disesuaikan kembali sebagaimana mestinya apabila dikemudian hari ternyata terdapat kesalahan dan/atau kekeliruan dalam penetapannya.

Ditetapkan di: Jakarta, pada tanggal, 10 Februari 2010, Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia, Dewan Pengurus tertanda Drs. Hendrisman Rahim, MA, FSAI, AAIJ, QIP, CPIE (Ketua).

Berdasarkan surat keputusan No: • AAMAI/Skep-006/II/2010 tanggal 10

personal (303); b.2). Asuransi kendaraan bermotor (304). Kepada nama-nama sebagaimana tercantum dalam lampiran surat keputusan ini (193 orang).

Kedua: Kepada yang bersangkutan diberikan sertifi kat gelar profesional AAAIK untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Ketiga: Keputusan ini berlaku mulai tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bahwa segala sesuatunya akan ditinjau dan disesuaikan kembali sebagaimana mestinya apabila dikemudian hati ternyata terdapat kesalahan dan/atau kekeliruan dalam penetapannya.

Ditetapkan di: Jakarta, pada tanggal, 10 Februari 2010, Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia, Dewan Pengurus tertanda Drs. Hendrisman Rahim, MA, FSAI, AAIJ, QIP, CPIE (Ketua).

Berdasarkan surat keputusan No: • AAMAI/Skep-005/II/2010 tanggal 10 Februari 2010 tentang: Pengakuan Gelar Profesional Setara Ahli Asuransi Indonesia Kerugian (AAIK); Pengurus AAMAI menimbang: dan seterusnya; Mengingat: dan seterusnya; Memutuskan, Menetapkan:

Pertama: Memberikan pengakuan setara ahli asuransi Indonesia Kerugian (AAIK) kepada para peserta pengakuan

AAMAI News

Mitra Dalam Usaha Pelindung Dalam Duka

PT. Asuransi Bangun AskridaKantor Pusat: Pusat Niaga Cempaka Mas Blok M1/36 Jl. Letjen Soeprapto – Sumur Batu Jakarta 10640Telp.: 021-42877210 (Hunting) Fax : 021-42877215 e-mail: [email protected] website: www.askrida.co.id

Februari 2010 tentang: Pengakuan Gelar Profesional Setara Ajun Ahli Asuransi Indonesia Kerugian (AAAIK); Pengurus AAMAI menimbang: dan seterusnya; Mengingat: dan seterusnya; Memutuskan, Menetapkan:

Pertama: Memberikan pengakuan setara ajun ahli asuransi Indonesia Kerugian (AAAIK) kepada para peserta pengakuan kualifi kasi setara sektor asuransi kerugian yang telah memperoleh gelar profesi dari asosiasi di luar negeri yang diakui AAMAI, dan telah berhasil memenuhi semua persyaratan yang telah ditetapkan, kepada: 1). Aurelia Vera. 2). Kartini Handayani. 3). Satia, AMII

Kedua: Kepada yang bersangkutan diberikan sertifi kat pengakuan gelar profesional AAAIK dengan tanpa hak mempergunakan gelar AAAIK.

Ketiga: Keputusan ini berlaku mulai tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bahwa segala sesuatunya akan ditinjau dan disesuaikan kembali sebagaimana mestinya apabila dikemudian hati ternyata terdapat kesalahan dan/atau kekeliruan dalam penetapannya.

Ditetapkan di: Jakarta, pada tanggal, 10 Februari 2010, Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia, Dewan Pengurus tertanda Drs. Hendrisman Rahim, MA, FSAI, AAIJ, QIP, CPIE (Ketua).

Page 46: Journal Aamai

46 AAMAI | Edisi 29 | Maret 2010

Pada bulan Februari yang lalu Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia ( AAMAI ) menyelenggarakan Wisuda Gelar Profesional AAMAI yang ke -18 tepatnya pada tanggal 22 Februari 2010 di Hotel Bumikarsa Gedung Bidakara Jakarta Selatan. Selain Wisudawan acara ini juga dihadiri beberapa tamu undangan lainnya dari berbagai penyandang gelar profesi. Bersamaan dengan acara wisuda, moment ini juga menjadi tonggak sejarah terjalinnya hubungan kerjasama antara Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis Indonesia ( STIEBI ) dengan Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia ( AAMAI ) yang tertuang dalam Nota Kesepahaman No.001/AAMAI/STIEBI/II/2010. Tujuan kesepakatan ini salah satunya adalah untuk melakukan kerjasama saling menguntungkan dalam meningkatkan fungsi dan peran masing-masing pihak dan melaksanakan program-program pengembangan kelembagaan serta sumber daya manusia sesuai dengan visi dan misinya masing-masing. Dari pihak STIEBI diwakili oleh Prof. Dr. Muhammad Zilal Hamzah selaku Ketua STIEBI dan dari pihak AAMAI diwakili oleh Drs. Hendrisman Rahim, MA, FSAI, AAIJ, QIP, CPIE selaku Ketua Dewan Pengurus AAMAI. Turut hadir pada acara ini Ketua Dewan Kehormatan AAMAI, Drs. Marzuki Usman, MA, AAIK(HC), QIP berikut beberapa tamu undangan lainnya.

Penandatanganan Nota Kesepakatan AAMAI dan STIEBI

AAMAI News

Dewan Pengurus

AAMAI

dan

Redaksi AAMAI Journal

mengucapkan

selamat tahun baru

”Imlek – 2561”

(14 Februari 2010)

Dewan Pengurus AAMAI

dan Redaksi AAMAI Journal

mengucapkan selamat tahun baru

”Caka – 1932” (16 Maret 2010)

Dumaria R. Tampubolon, Statistics Research Division, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Institut Teknologi Bandung E-Mail: [email protected]

Ketut Sendra, Drs, SH, MM, AAIJ, QIP, CLU adalah sebagai Redaktur Ekskutif Jurnal AAMAI; salah satu anggota pengurus pusat AAMAI (Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia) di bidang Penelitian dan pengembangan; salah satu pengurus nasional Amindo bidang Pendidikan dan pengembangan; Pengurus dan mediator di Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) sampai saat ini; serta aktif sebagai pengajar di STMA Trisakti, STIMRA dan UBHARA.

Pradikta Dwi Anthony, lahir di Purworejo, 08 Oktober 1986, Agama Islam, tinggal di JI. Jenderal Ahmad Yani Kav. 85 Jakarta TImur 13210, Mobile No: 0813-20295409 & 0856-97292345, Email: [email protected], atau ® administrator(a)inssin.org, Pendidikan sedang kuliah di Sekolah Tinggi Manajemen Asuransi Trisakti (STMA Trisakti) Jurusan Asuransi Jiwa, Pengalaman dalam berorganisasi di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI); ® Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STMA Trisakti; DPD KNPI Kota Tangerang; dan Indonesian Social Security Institute.

PROFIL PENULIS

Page 47: Journal Aamai
Page 48: Journal Aamai

PT. Maskapai Reasuransi Indonesia, Tbk. Plaza Marein, 18th Floor Jl. Jenderal Sudirman Kav. 76 - 78 Jakarta Pusat Indonesia 12910 telp: 6221-579 36588 (Hunting) fax : 6221-579 36580-83