journal anaesthesia

21
JURNAL READING TINJAUAN SISTEMATIS MENGENAI EFEK SEDASI DAN ANESTESI PADA PASIEN DENGAN OBSTRUCTIVE SLEEP APNEU Oleh : Afgrin Tri Hardanik, S.Ked J 500 090 045 Isti Latifah, S. Ked J 500 090 101 Taufik Rahman, S. Ked J 500 090 032 Adhitya Gilang Tintyarza, S.Ked J 500 070 027 Nadira Fasha Agfrianti, S.Ked J 500 090 103 PEMBIMBING : dr. I Nyoman Sumertha, Sp.An dr. Suko Basuki, Sp.An

Upload: revinarevi

Post on 28-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Journal Anaesthesia

JURNAL READING

TINJAUAN SISTEMATIS MENGENAI EFEK SEDASI DAN ANESTESI PADA PASIEN DENGAN OBSTRUCTIVE SLEEP APNEU

Oleh :

Afgrin Tri Hardanik, S.Ked J 500 090 045

Isti Latifah, S. Ked J 500 090 101

Taufik Rahman, S. Ked J 500 090 032

Adhitya Gilang Tintyarza, S.Ked J 500 070 027

Nadira Fasha Agfrianti, S.Ked J 500 090 103

PEMBIMBING :

dr. I Nyoman Sumertha, Sp.An

dr. Suko Basuki, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK STASE ANAESTESI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

Page 2: Journal Anaesthesia

JURNAL READING

TINJAUAN SISTEMATIS MENGENAI EFEK SEDASI DAN ANESTESI PADA PASIEN DENGAN OBSTRUCTIVE SLEEP APNEU

Yang Diajukan Oleh :

Afgrin Tri Hardanik, S.Ked J 500 090 045

Isti Latifah, S. Ked J 500 090 101

Taufik Rahman, S. Ked J 500 090 032

Adhitya Gilang Tintyarza, S.Ked J 500 070 027

Nadira Fasha Agfrianti, S.Ked J 500 090 103

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari , 2013

Pembimbing :

dr. I Nyoman Sumertha, Sp.An (…………………………)

Pembimbing :

dr. Suko Basuki, Sp.An (…………………………)

KEPANITERAAN KLINIK STASE ANAESTESI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

2

Page 3: Journal Anaesthesia

Tinjauan sistematis mengenai efek sedasi dan anestesi pada pasien dengan obstruktive sleep apnea

Abstrak

Objek dari tinjauan ini adalah untuk membedakan efek perioperatif sedasi dan anestesi pada pasien bedah dengan obstructive sleep apnea (OSA) saat bernafas, kebutuhan medikasi, hemodinamik, nyeri, kegawatan, dan rawat inap. Kami mencari The Cochrane CENTRAL Register of Controlled Trials, Medline, Embase, and Cochrane Database of Systematic Review dari 1950 sampai Juni 2010 untuk artikel yang relevan. Semua penelitian prospektif dan retrospektif yang memenuhi syarat termasuk jika efek dari administrasi perioperatif sedasi dan anestesi pada kebutuhan medikasi, nyeri, kegawatan, hemodinamik, pernafasan, dan lamanya pasien OSA rawat inap dilaporkan. Strategi penelitian ini didapatkan dari 18 penelitian dari 1467 pasien. Ada 456 pasien tercatat menderita OSA. Sedikit laporan efek pernafasan yang merugikan. Delapan lebih dari 700 (1.14%) pasien yang menjalani operasi telinga tengah dengan midazolam dan fentanil telah mengganggu jalan napas atas dan secara retospektif terdiagnosa sebagai OSA dengan polisomnografi. Juga, mendengkur selama operasi menyebabkan udem uvula setelah operasi digambarkan pada pasien OSA yang menjalani operasi ekstemitas atas ketika propofol diberikan dengan midazolam dan fentanil sebagai sedasi. Penurunan saturasi oksigen setelah postoperasi tergambar pada propofol dan isofluran pada 21 pasien dengan OSA yang menjalani bedah uvulo-palato-pharyngoplasty dan tonsillectomy (p<0.05). Perioperatif alfa 2 agonis yang ditunjukkan menurunkan penggunaan anestesi (p<0.05), analgesi (p=0.008) dan antihipertensi (p<0.001) pada pasien OSA. Laporan bertentangan mengenai munculnya kejadian dexmedetomidine selama operasi. Selama operasi opioid menurunkan konsumsi analgesic (p=0.03) dan skor nyeri (p<0.05) setelah operasi. Ada keterbatasan data sepanjang rawat inap di RS. Adanya sedikit efek merugikan yang dilaporkan dalam penggunaan midazolam. Bagaimanapun kualitas dan jumlah pasien yang diteliti terbatas. Masih dibutuhkan penelitian lanjutan dengan jumlah besar dan pelaporan hasil yang seragam.

Pendahuluan

Obstructive sleep apnea (OSA) adalah gangguan pernapasan saat tidur yang paling lazim, disebabkan oleh sebagian atau total obstruksi yang berulang pada saluran pernapasan atas. Karakteristiknya adalah episode apnea menetap lebih dari 10 detik. Prevalensi gangguan napas saat tidur, digambarkan dalam sebuah laboratorium untuk mengevaluasi tidur, yaitu 24% pada laki-laki dan 9% pada wanita, bagaimanapun pervalensi OSA terbuka adalah 4% pada laki-laki dan 2% pada wanita. OSA yang cukup parah (AHI>15) muncul pada 11.4% laki-laki dan 4.7% wanita, berurutan, pada populasi umum.

Adanya deposisi lemak pada saluran napas atas pada pasien ini di dinding lateral faringeal mengalami penurunan kaliber faringeal dan peningkatan retensi jalan napas atas dan tekanan

3

Page 4: Journal Anaesthesia

negative intra torak. Kombinasi dari faktor predisposisi pasien OSA menyebabkan kolapsnya saluran napas atas selama tidur dan anestesi.

Sampai saat ini berbagai penelitian menggambarkan peningkatan komplikasi setelah bedah pada pasien OSA dibandingkan dengan control. Tingkat tertinggi dari komplikasi post operasi pada pasien OSA (39%) dibanding control (18%) digambarkan pada pasien yang menjalani operasi pergantian panggul atau lutut. Komplikasi serius digambarkan pada 24% pasien OSA dibanding 9% pasien tanpa OSA. Pentingnya desaturasi oksigen postoperasi dilaporkan pada pasien OSA (17%) dibanding pasien tanpa OSA (8%) menjalani bedah elektif.

Penggunaan dari sedative, anestesi, dan analgesic pada pasien OSA memperburuk obstruksi dari paring. Pada pasien OSA dibawah pengaruh anestesi umum, ada depresi lebih besar pada otot saluran napas atas dibanding diafragma. Maka, usaha bernafas berlanjut ketika aktifitas otot saluran napas atas secara nyata mengurangi predisposisi kolapsnya saluran napas atas selama inspirasi. Hal ini karena hasil dari depresi pusat pernapasan menjadi dilatasi otot dan reflek saluran napas atas. Sebagai tambahan, anestesi umum langsung menghambat pernapasan laryngeal dimodulasi mekanoreseptor, dan reflek saluran napas atas, dan bisa terjadi depresi respon rangsang.

Dengan peningkatan obesitas dan peningkatan konsekuensi prevalensi dari OSA, klinisi membutuhkan panduan berdasarkan bukti mengenai pengaturan perioperasi dari OSA untuk meminimalkan kejadian yang merugikan terkait dengan penggunaan agen anestesi. Skrining preoperative untuk OSA dan strategi pengaturan perioperatif telah disarankan pada tinjauan sebelumnya. The American Society of Anesthesiologists mempublikasikan panduan untuk anestesiologis pada pengaturan perioperatif dari pasien OSA. Panduan ini berlaku untuk kedua diagnose dengan OSA ataupun tidak, prosedur tampilan pada ruang operasi, dan lokasi lain dimana sedasi atau anestesi digunakan. Bagaimanapun, panduan tidak menggambarkan efek dari sedative dan anestesi pada pasien dengan OSA selama perioperatif.

Pengetahuan dari efek obat sedative akan membantu menginformasikan anestesiologis tentang pilihan dari sedative pada pasien OSA. Tujuan dari tinjauan sistematis adalah untuk membedakan efek dari perioperatif sedative dan anestesi pada pasien bedah dengan OSA membutuhkan medikasi, hemodinamik, kejadian respiratory, nyeri, kegawatan, dan rawat inap digunakan untuk membuat rekomendasi tentang penggunaan dari sedasi dan anestesi perioperarif pada pasien OSA berdasarkan ketersediaan bukti terbaik.

Materi dan metode

Kami mencari The Cochrane CENTRAL Register of Controlled Trials (Quarter 2010), Medline (R) (1950-Juni 2010), Embase (1980-2010), dan Cochrane Database of Systematic Review (2005-Mei 2010) untuk artikel relevan. Kata kunci berikut yang digunakan sebagai literature pencarian : “sedative”, “hipnotics”, “OSA”, dan “anesthesia”. Subjek medis mengawali indeks bagian dari Medline “sleep disordered breathing”, “sedative”, “hypnotics” dan “anesthetics”. Kami juga menggunakan “sedative”, “sleep”, dan “anesthetics” debagai bagian indeks untuk mengambil data berkaitan tema dari “sedative”, “hypnotics”, “OSA” dan

4

Page 5: Journal Anaesthesia

“anesthetics”. Area pencarian lain mencakup “sedative” digabung dengan “sleep” atau “upper airway”, “anesthesia” dan “analgesia”. Kami meninjau abstrak dari pertemuan berikutnya: Canadian Anesthesiologist’ Society (2000-009), American Society of Anesthesiologist (2000-2009), Sleep Medicine meeting abstracts (2000-2010), dan International Anesthesia Research Society (2000-2010). Kami juga mencari secara manual daftar referensi dari artikel untuk penelitian selanjutnya. Strategi pencarian The Midline tersedia sebagai jejaring appendix.

Kriteria Seleksi

Dua peninjau (SA dan JW) tidak bergantung dari panilaian judul, abstrak, dan atau full-text diambil dari database elektronik dan pencarian manual yang mungkin termasuk berdasarkan standar kriteria seleksi. Ketidaksetujuan antara pengarang diselesaikan oleh pengarang ketiga (FC). Pada fase pertama dari tinjauan, dengan jelas artikel tidak relevan dieksklusi dengan meninjau judul dari hasil pencarian. Pada fase berikutnya, abstrak dan atau full-text artikel dievaluasi untuk membedakan jika mereka menemukan kriteria yang layak.

Semua randomized controlled trials (RCTs), penelitian prospektif, dan penelitian retrospektif layak untuk dimasukkan jika mereka melaporkan efek dari penggunaan perioperatif dari sedasi dan analgetik pada kebutuhan medikasi, nyeri, kegawatan, hemodinamik, kejadian respiratori, dan rawat inap pada pasien OSA. Jarang ditemukan Efek merugikan dari sedative, laporan kasus dan koresponden juga dimasukkan ketika mereka menemukan salah satu dari kriteria penelitian. Selebihnya, penelitian termasuk harus menemukan kriteria ini: penelitian manusia, dewasa dan dipublikasan dengan bahasa Inggris. Pasien obes tanpa OSA, penelitian pada binatang, penelitian pada populasi anak, dan tidak dilaporkan salah satu hasil yang dieksklusi.

Kualitas Penilaian Penelitian

Semua makalah telah diklasifikasi berdasar the Oxford Centre for Evidance based Medicine Levels of evidence. Penilaian proses focus pada kekuatan dari design penelitian. Klasifikasinya adalah sebagai berikut: Level 1: 1a: Systemic Review (SR) (dengan homogeniti) dari RCTs; 1b: Individual RCT (dengan Confidence Interval yang sempit); 1c: Semua atau tanpa (bertemu ketika semua pasien meninggal sebelum terapi menjadi tersedia, tapi beberapa dapat bertahan; atau ketika beberapa pasien meninggal sebelum terapi menjadi tersedia, tapi sekarang tidak ada yang meninggal). Level 2: 2a: SR(dengan homogenitas) dari penelitian kohort; 2b: penelitian kohort individu (mencakup kualitas rendah RCT); 2c: “hasil” penelitian; penelitian ekologikal. Level 3: 3a: SR (dengan homogenitas) dari penelitian case-control; 3b: penelitian case-Control individu; Level 4: Seri kasus (penelitian kohort dan case-control dengan kulitas buruk); Level 5: Pendapat ahli tanpa ekplisit penilaian kritis, atau berdasar fisiologi, bangku penelitian atau “prinsip pertama”.

Kemungkinan, Level 1 dan 2 lebih suka digunakan; Level 3 digunakan ketika Level 1 dan 2 tidak tersedia. Kualitas rekaman metodologi dinilai dari penelitian yang tersedia untuk RCTs,

5

Page 6: Journal Anaesthesia

kualitas penelitian dinilai berdasarkan kualitas randomisasi, prosedur alokasi penyembunyian, derajat kebutaan, dan follow-up pasien postoperative. Jika randomisasi ditentukan melalui computer, table dari jumlah random atau proses lain yang mirip dipertimbangkan “cukup”. Alokasi dipertimbangkan “cukup” jika dibawa oleh anggota staf yang tidak terkait dengan penelitian dan menggunakan metode seperti amplop putih bersegel dengan nomer seri. Jika perawat dan penilai hasil dibutakan kelompok alokasi pasien, kebutaan dipertimbangkan “cukup”. Pasien sudah dropout dan lepas dari spesifikkan, follow-up pasien tetap dipertimbangkan “cukup”. Hal ini tidak bergantung dengan evaluasi pengarang pertama (SA). Jika ada beberapa keraguan, pengarang kedua (JW) dikonsultasikan.

Ekstraksi data ditampilkan dalam dua tinjauan (SA dan JW) dan divalidkan oleh pengarang senior (FC). Data berikutnya di ekstrak dari penelitian: Tipe penelitian, ukuran sampel, metode diagnosis OSA, tipe prosedur, intervensi obat, kebutuhan medikasi, nyeri, kegawatan, hemodinamik, kejadian respirasi dan rawat inap.

Hasil :

Awal mulanya kajian ini didasarkan pada 2959 artikel kemudian setelah melewati tahap eksklusi didapatkan 223 artikel yang memungkinkan untuk dijadikan sumber kajian. Kemudian dilakukan tahap eksklusi kembali dan didapatkan 18 artikel yang relevan untuk abstrak dan isi kajian. Delapan belas artikel tersebut terdiri dari 1 RCT, 3 penelitian prospektif, 4 penelitian retrospektif, 2 seri kasus, 7 laporan kasus, dan sebuah korespondensi hasil rapat.

6

Page 7: Journal Anaesthesia

Dua ratus lima artikel yang dieksklusi karena: 160 artikel abstrak dan isi kajian yang tidak relevan, 15 artikel yang dobel, 15 artikel ulangan, 8 artikel penelitian pada pasien tanpa OSA, 4 artikel penelitian pada anak, 3 artikel penelitian pada pasien non bedah. Karakteristik artikel yang sesuai kriteria tercantum pada tabel berikut :

7

Page 8: Journal Anaesthesia

Efek sedasi dan anestesi pada respirasi pasien OSA

Tiga belas dari 18 artikel menilai hubungan antara respirasi dengan masalah sedasi dan anestesi pada pasien OSA. Artikel tersebut menggunakan 149 pasien OSA dari 1175 pasien. Terdapat 3 penelitian prospektif yang mendeskripsikan penggunaan propofol dan fentanyl pada general anestesi dan 2 laporan kasus mendeskripsikan penggunaan propofol untuk sedasi. Penggunaan propofol dengan sebuah agen anestesi inhalasi menunjukkan efek yang bervariasi. Penurunan saturasi oksigen (P<0.05) tampak pada periode post operasi ketika propofol digunakan bersama isofluran. Namun, tidak didapatkan perbedaan indeks desaturasi oksigen diantara kelompok pasien OSA dan tanpa OSA yang tercatat pada penelitian prospektif random dengan propofol, desfluran dan remifentanil. Pada penggunaan propofol tunggal untuk sedasi tidak ada keluhan efek respirasi yang dilaporkan. Kesimpulannya bahwa penggunaan propofol tunggal atau dengan desfluran dan remifentanil tidak mempunyai hubungan dengan berbagai keluhan respirasi. Namun, penurunan saturasi oksigen terjadi pada periode post operasi ketika propofol digunakan bersama isofluran.

8

Page 9: Journal Anaesthesia

Penggunaan midazolam dan fentanyl untuk sedasi menyebabkan sedikit efek respirasi pada 2 laporan kasus. Gangguan sementara pada operasi mata dengan sedasi menggunakan midazolam dan fentanyl terjadi pada 8 pasien OSA, pasien tersebut mengalami gangguan pada saluran napas atas. Pasien tersebut terdiagnosa secara retrospektif mempunyai OSA oleh polysomnografi. Dengkuran yang keras karena edema uvula tampak pada penggunaan midazolam, fentanyl dan sedasi propofol pada pasien OSA yang menjalani operasi ekstremitas atas kiri dengan memblok pleksus brachialis. Namun, tidak ada uvulo-palato-pharyngoplasti dengan laser yang dilaporkan dengan sedasi menggunakan midazolam dan fentanyl.

Hanya terdapat 1 penelitian RCT, menggambarkan tentang alfa 2 agonis (klonidin dan deksmedetomidin) pada pasien OSA. Tiga puluh pasien pada penelitian ini menggambarkan desaturasi perioperasi yang lebih rendah dengan menggunakan klonidin premedikasi dibandingkan dengan pasien tanpa OSA.

Terdapat 4 laporan kasus pada intraoperasi yang menggunakan deksmedetomidin dengan tidak ada keluhan respirasi. Paling banyak data yang dipublikasi melaporkan tentang penggunaannya pada peri operasi sebagai bolus (0,1 mcg/kg) digabung sebuah infus dengan rasio 0,1 sampai 0,7 mcg/kg/jam. Penggunaan rasio infus deksmedetomidin yang lebih tinggi pada 10 mcg/kg/jam sebagai agen anestesi tunggal pada pasien OSA melalui reseksi trakea dengan saturasi intra operasi di atas 95% tanpa adanya kesulitan bernapas. Namun, tidak ada penelitian prospektif selain laporan kasus tersebut.

Efek sedasi dan anestesi terkait kebutuhan medikasi perioperasi pasien OSA.

Sembilan dari 18 artikel mendeskripsikan efek sedasi dan anestesi terkait kebutuhan medikasi (agen anestesi inhalasi, analgesik dan medikasi pertolongan). Ada 331 pasien OSA yang didapatkan dari 366 pasien. Sedasi dengan propofol sebagai bolus dan infus dengan penghilangan infiltrasi anestesi lokal untuk menambahkan sedasi atau analgesik selama periode intraoperasi pada pasien OSA dengan vasektomi. Hal serupa juga dilaporkan pada pasien OSA dengan sedasi mengunakan kombinasi midazolam, fentanyl dan ketamin intravena untuk operasi ekstremitas atas. Penggunaan ketamin intravena untuk sedasi tidak diperlukan medikasi anestesi/sedasi pada pasien OSA dengan trakeostomi.

Penggunaan alfa 2 agonis pada pasien OSA menurunkan kebutuhan anestesi, analgesi dan antihipertensi intravena. Pada sebuah RCT, preoperasi oral klonidin menurunkan kebutuhan propofol (P<0.05) dan penggunaan obat antihipertensi (P<0.001). Pada penelitian retrospektif dengan 268 pasien yang menjalani operasi rekonstruksi jalan napas, penggunaan deksmedetomidin intraoperasi sebagai bolus dan infus menurunkan penggunaan antihipertensi (P=0.005).

Efek sedasi dan anestesi hemodinamik intraoperatif pada pasien OSA

Sepuluh dari 18 artikel menjelaskan perubahan-perubahan hemodinamik dengan pemberian obat sedasi dan anestesi. Dari 645 pasien yang diteliti, 375 pasien menderita OSA. Pada umumnya, penggunaan sedasi dan anestesi tidak memiliki efek buruk pada hemodinamik intraoperatif dengan pengecualian clonidin (tabel 1). standar anestesi umum

9

Page 10: Journal Anaesthesia

menggunakan propofol, fentanil, remifentanil, isoflurane, atau desflurane hemodinamik stabil dipertahankan pada pasien ini.

Penggunaan agonis alfa 2 ditunjukkan untuk mengubah parameter hemodinamik saat perioperatif (tabel 2). Clonidin oral premedikasi dikaitkan dengan penurunan tekanan arteri rata-rata dan denyut jantung secara signifikan (P <0,05) selama operasi dan emergensi.

Dalam sebuah tinjauan retrospektif dari 268 pasien OSA menjalani operasi rekonstruksi saluran napas, penggunaan dexmedetomidine mempertahankan hemodinamik stabil. Temuan serupa dijelaskan dalam sebuah kohort retrospektif yang melibatkan 22 pasien OSA yang menjalani operasi laparoskopi bariatric . Terdapat laporan kasus tentang hemodinamik stabil(table 2) dengan penggunaan dexmedetomidin untuk pasien yang menjalani reseksi adrenal laparoskopi dan tiroidektomi secara sadar. Namun, hipotensi transien (tabel 2) telah dijelaskan dalam laporan kasus pasien yang menjalani reseksi trakea dan trakeostomi. Pada dasarnya, intraoperatif dexmedetomidin sebagian besar terkait dengan hemodinamik stabil dan premedikasi clonidine oral dihubungkan dengan penurunan tekanan darah dan denyut jantung.

Efek sedasi dan anestesi pada nyeri dan emergensi pada periode setelah operasi

14 dari 18 (77,8%) artikel menjelaskan, nyeri pasca operasi dan emergensi dengan penggunaan sedasi dan anestesi pada pasien OSA. Dari 649 pasien yang diteliti, 379 pasien menderita OSA. Kegawatan ringan muncul pada penggunaan sedasi dan anestesi (tabel 1). Kegawatan ringan itu digambarkan ketika propofol diberikan sebagai bolus dan infus untuk pasien OSA yang menjalani vasektomi. Dalam sebuah penelitian prospektif acak dari 41 pasien yang menjalani uvulopalato pharyngoplasty (tabel 1), tidak ada perbedaan kegawatan antara propofol dan golongan thiopentone. Ketamin ditemukan untuk mengurangi agitasi dalam menjalani trakeostomi pasien yang refrakter terhadap sedasi lorazepam.

Kegawatan dari anestesi lebih cepat pada 30 pasien OSA dibandingkan dengan kelompok kontrol. Laporan bertentangan mengenai munculnya kejadian dexmedetomidine selama operasi (tabel 2). Kegawatan ringan digambarkan pada pasien OSA yang menjalani reseksi trakea. Namun, sedasi ringan yang berespon terhadap perintah verbal digambarkan pada pasien OSA yang telah menjalani kraniotomi secara sadar dengan dexmedetomidin. Kegawatan ringan dengan menggunakan propofol dan atau clonidin, tapi ada dalam satu laporan kasus sedasi ringan dengan dexmedetomidine.

Tidak ada perbedaan dalam skor nyeri dengan teknik anestesi yang dijelaskan dalam penelitian (tabel 1). Penggunaan opioid selama operasi menurunkan konsumsi analgesi dan skor nyeri setelah operasi. Dalam sebuah penelitian prospektif acak yang melibatkan 53 pasien OSA menjalani operasi laparoskopi bariatrik, penggunaan fentanyl dan remifantanil ditemukan bisa mengurangi rasa sakit (P <0,05) pada periode segera setelah operasi. Dalam sebuah tinjauan retrospektif yang melibatkan 12 pasien OSA menjalani operasi laparoskopi bariatrik, penggunaan fentanyl selama operasi bisa mengurangi konsumsi analgesik (P =

10

Page 11: Journal Anaesthesia

0,03) setelah operasi.

Penggunaan agonis alfa 2 pada pasien OSA selama periode perioperatif menurunkan kebutuhan opioid dan skor nyeri serta memberikan kontribusi kegawatan ringan dari anestesi (tabel 2). Sebuah percobaan ramdom placebocontrol buta ganda dari 30 pasien melaporkan rata-rata skor analog visualnya lebih rendah (P <0,001) di unit perawatan setelah anestesi dan 24 jam pertama dengan menggunakan clonidine premedikasi oral dibandingkan dengan plasebo.

Dalam sebuah tinjauan retrospektif terhadap 268 pasien yang menjalani operasi rekonstruksi saluran napas (tabel 2), intraoperatif dexmedetomidine mengurangi kebutuhan morfin (P = 0,008) pada periode setelah operasi. ada laporan kasus kerja singkat opioid dengan dexmedetimidine (tabel 2) dalam operasi bypass lambung dan tiroidektomi saat sadar. penggunaan intraoperatif dari fentalyn atau dexmedetomidine menurunkan skor nyeri dan mengurangi kebutuhan morfin setelah operasi.

Efek sedatif dan anestesi yang rawat inap di Rumah Sakit

Lamanya rawat inap di rumah sakit berhubungan dengan penggunaan sedasi dan anestesi digambarkan kurang dari setengah dari penelitian, 6 / 18 (33,3%). Penelitian ini melibatkan 48 pasien OSA dari 280 pasien yang diteliti. Tidak ada perbedaan yang rawat inap di rumah

11

Page 12: Journal Anaesthesia

sakit dengan sedasi dan anestesi yang digunakan saat ini (tabel 1). Pasien OSA menerima propofol untuk sedasi sadar memenuhi kriteria debit dalam 2 jam Tinggal di rumah sakit lebih pendek (P = 0,01) digambarkan dengan menggunakan propofol dan fentanil pada 12 pasien yang menjalani operasi bariatrik OSA atas bedah laparoskopi bariatrik terbuka restriktif (tabel 1). Hal ini dapat disebabkan oleh agen anestesi kerja singkat dan mengembalikan fungsi usus seperti semula dengan operasi laparoskopi. Namun, tidak ada perbedaan pemasukan dari rumah sakit 31 pasien OSA yang menjalani operasi laparoskopi bariatrik dengan teknik anestesi standar. Terdapat keterbatasan data pada pasien yang rawat inap di rumah sakit dengan penggunaan dexmedetomidine pada pasien OSA.Diskusi

Tinjauan sistematik kami mencari hasil 18 artikel yang menjelaskan tentang efek-efek sedative dan anestesi dalam kejadian pernafasan selama perioperaatif, kebutuhan medikasi, hemodinamik, nyeri postoperasi, kegawatan, rawat inap pada pasien dengan OSA. Sedikit efek merugikan yang dilaporkan ketika pasien diketahui OSA menjalani operasi elektif yang saat ini tersedia sedative dan anestesi. Laporan-laporan ini terbatai oleh jumlah pasien, tingkat bukti, dan keseragaman hasil pelaporan.

Benzodiazepine menekan aktivitas sistem saraf pusat (CNS) dan meningkatkan usaha inspirasi saat setelah tidur pada pasien OSA. Penelitian invivo dan invitro telah menjelaskan reseptor gama amino butirik asid (GABA) A dan N-metil-D-aspartat (NMDA) dalam kortek, thalamus, batang otak, dan striatum sebagai organ target dari obat-obat hipnotik 24,56. Penggunaan midazolam, meningkatkan resistensi supraglotik jalan nafas atas dan menginduksai apnea pusat serta diikuti kejadian obstruksi apnea 47. Benzodiazepine menurunkan respon arousal menjadi hipoksia dan hipercarbi dengan demikian meningkatkan durasi apnea 48. Dosis kecil dari triazolam (0,25 mg), benzodiazepine, telah menunjukkan meningkatkan durasi apnea dan menurunkan saturasi oksigen pada pasien dengan OSA berat 49. Sama dari penggunaan pentobarbital, barbiturate dalam kesehatan meningkatkan kesadaran resistensi jalan nafas atas dan tidal akhir konsentrasi co2 dibandingkan dengan placebo.

Delapan pasien yang tidak didiagnosis OSA menjalani operasi telinga tengah dengan midazolam dan fentanil dan merusak jalan pernafasan atas yang paten. Pasien-pasien dengan retrospektif terdiagnosis OSA menggunakan polisomnografi. Juga, dalam operasi mendengkur selama operasi menyebabkan oedema uvula postoperative dilaporkan ketika propofol digunakan dengan midazolam dan fentanil untuk sedasi 32. Oedem ini dapat dikarenan depresi pernafasan sinergis oleh midazolam dalam hubungannya dengan disfungsi jalan nafas pada pasien OSA.

Setiap usaha harus dilakukan untuk meminimalkan menggunakan obat sedasi pada pasien OSA untuk meminimalkan efek samping. Dengan bahan sedative dan eliminasi waktu paruh 2 jam, midazolam sebaiknya dihindari atau hanya dosis kecil untuk pasien OSA. Screening preoperative dari pasien dengan kuesioner STOP-Bang kemungkinan menyadari anestesiologisnya OSA dan mengarahkan manejemen perioperatif yang tepat 23.

Dalam sebuah penelitian retrospektif dari prosedur operasi elektif non-cardiak, komplikasi pernafasan frekuensinya lebih banyak pada pasien dengan OSA (44%) daripada tanpa OSA (28%) 11. Komplikasi respirasi tersebut desaturasi oksigen adalah efek paling besar. Dalam

12

Page 13: Journal Anaesthesia

penelitian retrospektif yang lainnya pasien yang menjalani operasi pemindahan panggul atau lutut secara signifikan mengalami komplikasi postoperasi lebih tinggi pada pasien OSA dibandingkan pasien tanpa OSA.

Sebuah penelitian kohort retrospektif terakhir dari 65.774 pasien OSA menjalani prosedur ortopedi dan 51.509 pasien OSA yang menjalani operasi general ditemukan bahwa pasien OSA mempunyai komplikasi yang lebih tinggi secara signifikan seperti aspirasi pneumonia, Acut respiratory distress syndrome, dan intubasi/ ventilasi mekanik 51. Karena kecilnya jumlah pasien, tinjauan sistematik kami pada pasien operasi telinga tengah hanya 8 kasus dan satu kasus oedem uvula dengan dengkuran selama operasi dengan menggunakan sedatif.

Agen anestesi inhalasi telah menunjukkan respon yang bervariasi dalam keadaan darurat pada pasien OSA. Dalam penelitian prospektif secara random melibatkan 24 pasien OSA, yang menggunakan Propovol dan Isofluren dalam operasi pernafasan atas mengalami perlambatan pemulihan respirasi dengan saturasi oksigen yang menurun 29. Ini kemungkinan karena efek perhitungan dari konsentrasi subanestesi dalam anestesi inhalasi pada orang yang respon ventilasinya mengalami hipoksia52. Namun, penelitan lanjutan menanggung efek respirasi dengan mengevaluasinya. Kedaruratan lebih cepat setelah operasi bariatrik dengan sevofluran, daripada isofluran 53. Efek yang sama tercatat dengan desfluran lebih dari isofluran atau propofol 54.

Penggunaan dari propofol dalam pengikut tampak seperti tidur dengan gelombang lambat dalam EEG dan menurunkan kesadaran bahkan aktifitas gamma yang tinggi 55,56. Namun, tidak ada data dari efek propofol dan perubahan EEG pada pasien OSA yang tahu.

Anestesi ketamin menghapus ikatan antara kehilangan kesadaran dan disfungsi dilatasi otot-otot bagian atas dan dengan demikian jalan pernafasan atas terlindung pada pasien OSA 30. Ketamin digunakan dalam agen sedative untuk prosedur trakeostomi pada pasein OSA yang tahan terhadap sedasi lorazepam. Konsentrasi relaksasi tergantung dari otot-otot trachealis yang telah dijelaskan dalam penelitian binatang 57,58. Tetapi efek pada pasien OSA yang memerlukan evaluasi. Ketamine kemungkinan memberikan keuntungan mempertahankan saluran nafas atas pada pasien OSA dan penelitian lanjut ditanggung.

Clonidin menurunkan kebutuhan anestesi dan analgesic perioperatif pada pasien OSA. Hal itu meningatkan aktivitas gelombang lambat (delta) dan melemahkan fluktuasi alfa psikologikal dan dengan demikian menyebabkan sedasi dan BIS yang lebih rendah 59. Penggunaan Clonidin preoperative menunjukan potensi dari efek anestesi 60 dan menurunkan kebutuhan propofol 61.

Penelitian dari potensial analgesic dari clonidin tidak menunjukkan hasil yang konsisten, tingkatan dari efek analgesic ringan menjadi bermakna terhadap efek singkat opioid 62, 63. Namun analgesi yang unggul bermakna terhadap efek sigkat opioid yang digambarkan dalam pasien OSA dengan clonidin preoperative 27. Penurunan kebutuhan opioid dengan clonidin pada pasien OSA dapat dikarenakan peningkatan dari reseptor mu opioid dalam batang otak dikarenakan hipoksemia yang terus menerus sebagai gambran dalam model hipoksik hewan 64. Penggunaan clonidin pada pasien OSA menunjukkan desaturasi oksigen yang rendah masa

13

Page 14: Journal Anaesthesia

postoperasi. Kombinasi dari penekanan tidur REM menurunkan penggunaan opioid dengan clonidin kemungkinan menurunkan indikasi desaturasi oksigen 27,65.

Keuntungan penggunaan teori dexmetomidin pasien OSA. Pada penggunaan rangsangan dexmedetotdemidin pada locus coeruleus menyebabkan sedasi dan analgesia dengan merangsang reseptor spinal cord 66. Pemasukan Dexmedetomidin penurunan ringan dalam menit ventilasi dan meningkatkan Pa Co2, namun efek ini sedikit banyak tergantikan daripada opioid dan kemiripan efek yang terlihat selama tidur 67. Penggunaan dexmedetomidin menurunkan propofol dan morfin selama bispectral petunjuk indek sedasi 68

dan menurunkan kebutuhan dari midazolam dengan 80% dan morfin 50% dibandingkan dengan placebo 69. Tidak ada RCTS pada penggunaan dexmedetomidin pada pasien OSA. Kebanyakan data yang dilaporkan dari casereport dan tinjauan grafik retrospektif 35, 38,40, 42,44

meskipun saat ini dexmedetomidin ditunjukkan lebih menguntungkan dalam penggunaan sedative dan anestesi dalam case report, desain penelitian yang baik melibatkan jumlah pasien OSA ditanggung.

Saat ini terdapat data yang terbatas sepanjang rawat inap pada pasien OSA dengan penggunaan sedative dan anestesi. Namun, perpanjangan rawat inap yang bermakna pada pasien OSA dibandingkan pasien tanpa OSA setelah bedah pergantian non cardiac panggul atau lutut10,70.

Hasil tinjauan kami harus diinterprestasikan dengan hati-hati dikarenakan keterbatasan yang berat. Adanya kekurangan penelitian sehingga secara jelas mempunyai penentukan obyektif dari efek sedative dan anestesi dalam kejadian respiratori, perubahan hemodinamik, kebutuhan medikasi, nyeri, kedaruratan, dan rawat inap.

Dengan demikian kami memasukan case report dan case series. Dalam penelitian ini ada juga kekurangan pelaporan efek samping dari obat sedative dan anestesi mungkin jumlah yang sedikit dari pasien. Serta ada kekurangan penilaian keseragaman hasil. Namun, ada kesulitan untuk menampilkan penelitian prospektif yang besar dalam populasi pasien OSA karena kemungkinan peningkatkan kewaspadaan klinisi untuk menghindari kejadian merugikan. Jarangnya kejadian merugikan yang mungkin mengharuskan pelaporan dari kejadian kerugian pasien yang terdaftar, peristiwa melalui seri kasus atau hasil database dari beberapa pusat dengan laporan karakteristik pasien yang mendetail, dosis obat, dan faktor konstribusi lainnya.

Berdasarkan hasil dari tinjauan sistemik kami efek samping yang dilaporkan ketika pasien diketahui OSA menjalani operasi elektif yang saat ini tersedia sedative dan anestesi. Kerusakan jalan nafas tidak terdiagnosis sebagai pasien OSA dan oedem uvula dengan mendengkur selama operasi dikenal pada pasien yang menggunakan Midazolam, sebagai sedasi telah digambarkan. Hati-hati dengan penggunaan benzodiazepine. Namun, pencatatan yang terbatas dengan jumlah pasien, dengan tingkat pelaporkan bukti dan keseragaman hasil. Ada kebutuhan untuk penelitian lanjutan dengan jumlah yang besar dan keseragaman pelaporan hasil.

14