journal bedah translate jurnal reading

23
Tinjauan Sistematis Mengenai Tekanan Intra-Abdomen pada Pasien Luka Bakar Derajat Berat Steven G. Strang, Esther M.M. Van Lieshout, Roelf S. Breederveld, Oscar J.F. Van Waes Burns 40 (2014) p:9-16. Abstrak Tujuan : Hipertensi intra-abdomen (intra-abdominal hypertension / IAH) dan sindrom kompartemen abdomen (abdominal compartment syndrome / ACS) merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan luka bakar yang parah. Dasar pembuktian medis mengenai hal ini masih dalam tahap perkembangan awal. Tujuan dari studi ini adalah untuk memberikan gambaran literatur mengenai IAH dan ACS pada pasien luka bakar derajat berat. Metode : Penelusuran sistematis dilakukan di Cochrane Central Register of Controlled Trials, PubMed, Embase, Web of Science dan CINAHL pada tanggal 1 Oktober 2012. Database yang dicari antara lain 'burn', 'intra-abdominal hypertension', 'abdominal compartment syndrome', sinonim dan singkatannya. Studi yang melaporkan data original mengenai mortalitas, dekompresi abdomen atau tekanan abdomen yang berhubugan dengan komplikasi turut diikutsertakan. Hasil : Lima puluh publikasi memenuhi kriteria, melaporkan 1616 pasien. Prevalensi ACS dan IAH pada pasien luka bakar derajat berat yaitu antara 4,1-16,6% dan 64,7-74,5%. Rata- rata angka mortalitas ACS pada pasien luka bakar yaitu 74,8%. Pemberian resusitasi menggunakan plasma dan laktat hipertonis dapat mencegah IAH atau ACS. Meskipun koloid dapat mengurangi kebutuhan volume cairan resusitasi, namun tidak terbukti dapat mencegah IAH. Escharotomy, peritoneal catheter drainage, dan laparotomi dekompresi merupakan penanganan untuk mengurangi tekanan intra-abdomen pada pasien luka bakar. Penanda kerusakan organ terkait tekanan intra abdomen lebih unggul dibanding pengukuran tekanan

Upload: laurensia-liveina-hartono

Post on 23-Dec-2015

122 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

burn

TRANSCRIPT

Page 1: Journal Bedah Translate JURNAL READING

Tinjauan Sistematis Mengenai Tekanan Intra-Abdomen pada Pasien Luka

Bakar Derajat Berat

Steven G. Strang, Esther M.M. Van Lieshout, Roelf S. Breederveld, Oscar J.F. Van Waes

Burns 40 (2014) p:9-16.

Abstrak

Tujuan : Hipertensi intra-abdomen (intra-abdominal hypertension / IAH) dan sindrom kompartemen abdomen (abdominal compartment syndrome / ACS) merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan luka bakar yang parah. Dasar pembuktian medis mengenai hal ini masih dalam tahap perkembangan awal. Tujuan dari studi ini adalah untuk memberikan gambaran literatur mengenai IAH dan ACS pada pasien luka bakar derajat berat.Metode : Penelusuran sistematis dilakukan di Cochrane Central Register of Controlled Trials, PubMed, Embase, Web of Science dan CINAHL pada tanggal 1 Oktober 2012. Database yang dicari antara lain 'burn', 'intra-abdominal hypertension', 'abdominal compartment syndrome', sinonim dan singkatannya. Studi yang melaporkan data original mengenai mortalitas, dekompresi abdomen atau tekanan abdomen yang berhubugan dengan komplikasi turut diikutsertakan.Hasil : Lima puluh publikasi memenuhi kriteria, melaporkan 1616 pasien. Prevalensi ACS dan IAH pada pasien luka bakar derajat berat yaitu antara 4,1-16,6% dan 64,7-74,5%. Rata- rata angka mortalitas ACS pada pasien luka bakar yaitu 74,8%. Pemberian resusitasi menggunakan plasma dan laktat hipertonis dapat mencegah IAH atau ACS. Meskipun koloid dapat mengurangi kebutuhan volume cairan resusitasi, namun tidak terbukti dapat mencegah IAH. Escharotomy, peritoneal catheter drainage, dan laparotomi dekompresi merupakan penanganan untuk mengurangi tekanan intra-abdomen pada pasien luka bakar. Penanda kerusakan organ terkait tekanan intra abdomen lebih unggul dibanding pengukuran tekanan intra-abdomen itu sendiri.Kesimpulan : ACS dan IAH merupakan komplikasi yang buruk pada pasien luka bakar derajat berat. Pencegahan sulit dilakukan namun dapat dicapai dengan strategi resusitasi cairan yang bagus. Tindakan dekompresi melalui pembedahan efektif dilakukan dan sering tidak dapat dihindari. Waktu merupakan hal esensial karena dekompresi seharusnya dapat mencegah progresivitas menuju ACS dibanding mengurangu efek yang ditimbulkan oleh ACS. Prognosis ACS masih buruk, namun berbagai pilihan untuk meningkatkan perawatan ada pada literatur.

Page 2: Journal Bedah Translate JURNAL READING

1. Pendahuluan

Pasien dengan luka bakar derajat berat memiliki resiko peningkatan

tekanan intra-abdomen. World Society of Abdominal Compartment Syndrome

(WSACS) mendefinisikan luka bakar sebagai faktor resiko independen untuk

sindrom kompartemen abdomen (abdominal compartment syndrome / ACS). ACS

merupakan sindrom kerusakan organ baru akibat adanya tekanan intra-abdomen

>20mmHg yang terjadi secara berulang maupun terus – menerus. Tekanan intra-

abdomen ≥12mmHg berulang atau menetap tanpa tanda – tanda kerusakan organ

didefinisikan sebagai Hipertensi intra-abdomen (intra-abdominal hypertension /

IAH). IAH dan ACS merupakan komplikasi yang merugikan bagi pasien yang

sakit kritis, terlebih bagi pasien dengan luka bakar derajat berat. Namun, dasar

bukti medis untuk pasien yang terluka berat ini masih dalam tahap perkembangan

awal.

Greenhalgh dkk. yang pertama kali menggambarkan kejadian dan efek dari

peningkatan IAP pada 4 kasus luka bakar pada anak – anak pada tahun 1994.

dalam sebuah analisis prospektif pada 30 pasien luka bakar derajat berat, mereka

menunjukkan bahwa IAP ≥30mmHg berhubungan dengan peningkatan angka

kejadian sepsis dan angka mortalitas sebanyak 3-4 kali. Publikasi ini memulai

peningkatan kesadaran akan komplikasi terkait IAP dan efeknya yang merugikan.

Hingga sebelum tahun 1999 Ivy dkk. melaporkan tentang IAH dan ACS pada

pasien dewasa yang mengalami luka bakar. IAH dan ACS didiagnosis

menggunakan berbagai teknik pengukuran IAP, pengukuran dapat secara terus –

menerus dan langsung maupun tidak langsung secara intra-vesika; metode terakhir

ini termasuk dalam pedoman WSACS dan akurat dilakukan pada pasien luka

bakar.

IAH dan ACS merupakan akibat dari volume cairan resusitasi yang besar

ditambah dengan adanya sindrom respon inflamasi sistemik (systemic

inflammatory response syndrome / SIRS) yang berat. Volume resusitasi dan SIRS

keduanya bergantung pada tingkat keparahan luka bakar. Meskipun rumus

Parkland-Baxter yang paling sering digunakan menyatakan penggunaan rumus 4

mL/kg/% dari total area permukaan tubuh yang terbakar, cairan dalam jumlah

Page 3: Journal Bedah Translate JURNAL READING

yang lebih besar sering diberikan. Hal ini dapat menyebabkan adanya perembesan

cairan / 'fluid creep' yang akan menimbulkan pembentukan edema berlebih dan

ruang ketiga / 'third spacing' dari kelebihan cairan. Proses yang cepat ini; edema

intra-abdomen dan asites yang mengarah pada IAH dapat muncul dalam beberapa

jam setelah terbakar. SIRS pada pasien merupakan proses dipicu oleh sitokin –

sitokin pro-inflamasi yang muncul akibat cairan asites.

Faktor utama kedua IAH pada pasien luka bakar adalah penurunan

penyesuaian luka bakar pada dinding abdomen atau dinding toraks. Kurva

penyesuaian dari abdomen pada orang normal menunjukkan dapat mengandung

volum ekstra sebanyak 3 liter tanpa peningkatan IAP yang signifikan. Jika ada

luka bakar lokal, kapasitas volum abdomen menjadi lebih kecil. Luka bakar pada

badan dan peningkatan volum intra-abdomen dapat meningkatkan IAP secara

independen, namun ketika kombinasi yang terjadi tidak menguntungkan, pasien

dapat meburuk dengan cepat. Dalam hal ini, IAP dapat cepat dikembalikan

dengan insisi kulit secara longitudinal (escharatomy) dari luka bakar atau skar

pada trunkal.

Kerusakan organ baru terkait ACS umumnya timbul dalam bentuk oliguria

atau kesulitan ventilasi. Hal itu terjadi akibat ketidakmampuan tubuh untuk

mengkompensasi dan mengatasi tekanan intra-abdomen hingga timbul iskemik

jaringan. Kemampuan kompensasi sangat bergantung pada pasien, oleh karena itu

pengukuran IAP saja tidak cukup untuk menentukan besarnya ancaman pada

pasien. Tekanan perfusi abdomen (abdominal perfusion pressure / APP)

didefinisikan sebagai tekanan arteri rata – rata (mean arterial pressure / MAP)

dikurangi IAP, merupakan pengukuran yang lebih sesuai. Untuk mengembalikan

tekanan perfusi yang adekuat pada pasien ACS, diperlukan dekompresi.

Pengenalan ACS lebih awal sangat menentukan untuk dilakukannya tindakan

seperti dekompresi. Meskipun dapat dikenali lebih awal, ACS memiliki prognosis

yang buruk. Angka mortalitas pada pasien luka bakar dengan ACS berkisar antara

44% hingga 100%.

Sekalipun komplikasi – komplikasi terkait IAP pada pasien luka bakar

derajat berat menimbulkan bahaya, hal tersebut sering terjadi. Pencegahan IAH

Page 4: Journal Bedah Translate JURNAL READING

dan ACS sebaiknya mendapat prioritas tinggi pada pasien luka bakar derajat berat.

Sayangnya, dasar resusitasi pada pasien luka bakar sehubungan dengan IAH dan

ACS masih terbatas. Untuk mengidenifikasi unsur – unsur perawatan yang

meningkatkan keluaran pasien – pasien seperti ini, dibutuhkan tinjauan yang tepat

dari bukti – bukti yang tersedia. Tujuan dari ulasan sistematik ini adalah untuk

menyediakan tinjauan rinci mengenai literatur terkait epidemiologi, terapi, dan

keluaran dari komplikasi terkait peningkatan IAP pada pasien – pasien luka bakar

derajat berat.

Tabel 1. Kata kunci penelusuran(Burn OR burns OR burning OR burnings OR burned OR burnt OR scald OR scalds OR scalding OR scorch OR scorching OR singe OR singed OR blaze OR “blast injury” OR “blast injuries”) AND (“abdominal compartment syndrome” OR ACS OR “abdominal compartment syndromes” OR “abdominal comparmental syndrome” OR “abdominal compartmental syndromes”OR “abdominal hypertension” OR “intra-abdominal hypertension” OR “IAH” OR “intra abdominal hypertension” OR “abdominal pressure” OR “intra-abdominal pressure” OR “intra abdominal pressure” OR “IAP”)

Gambar 1. Diagram penelusuran literatur

Page 5: Journal Bedah Translate JURNAL READING

2. Metode

Penelusuran sistematis dilakukan di Cochrane Central Register of

Controlled Trials, PubMed, Embase, Web of Science dan CINAHL pada tanggal 1

Oktober 2012. Database yang dicari antara lain 'burn' dan sinonim

dikombinasikan dengan 'abdominal compartment syndrome' atau 'intra-abdominal

hypertension' dan sinonim atau singkatan. (Tabel 1). Daftar referensi dari semua

tulisan – tulisan dikaji untuk menambah literatur. Artikel di-skrining pada judul

dan abstrak untuk kriteria eksklusi; tidak ada kata 'burn' dan IAH atau ICS,

review, tanggapan, studi hewan, dan survei kuesioner. Jika tidak tersedia artikel

lengkap, dan bila ada kecurigaan populasi yang sama, tulisan juga di-eksklusi.

Artikel yang tersisa di-skrining dalam bentuk artikel lengkap dan dimasukkan

dalam studi jika terdapat data pasien orisinil. Tidak ada kriteria bahasa yang

digunakan.

Tingkat pembuktian telah ditentukan sesuai dengan Mahid dkk. Data

mengenai faktor resiko, diagnosis, penanganan dan keluaran dari studi – studi ini

diambil; kesimpulan masing – masing studi didiskusikan.

3. Hasil

Pencarian primer mendapatkan 500 hasil. Setelah menimbang kriteria

inklusi dan eksklusi, tersisa 50 tulisan (Gambar 1); 21 laporan kasus dan 29 studi

kohort. Khususnya publikasi terdahulu menggunakan berbagai definisi dan titik

potong untuk hipertensi intra-abdomen dan sindrom kompartemen abdomen.

Sejak WSACS menyatakan definisi untuk IAH dan ACS pada tahun 2006,

literatur menjadi lebih seragam dan dapat dibandingkan. Heterogenitas populasi

stusi dan data yang terkumpul dan kurangnya rincian mengenai teknik pengukuran

IAP pada studi – studi yang ada menyebabkan analisis terpusat tidak mungkin

dilakukan.

3.1 Prevalensi

Perkiraan prevalensi IAH sesuai pedoman WSACS (≥12mmHg) yaitu

64,7-74,5% diantara pasien dengan ≥20% total area permukaan tubuh yang

terbakar atau memiliki cedera inhalasi (Tabel 2). prevalensi ACS diantara pasien

Page 6: Journal Bedah Translate JURNAL READING

dengan ≥15% total area permukaan tubuh yang terbakar berkisar antara 4,1%

hingga 16,6% (Tabel 3). Tujuh dari sembilan tulisan melaporkan cut off ukuran

luka bakar.

Tabel 2. Prevalensi IAH pada pasien luka bakarAuthor LOE Burn cutoff IAH cutoff N= Prevalensi

Oda dkk. (2006) 2 >=40% TBSA >=22 mmHg 36 36% *

Sanchez dkk.

(2009)

5 Mech. Vent. >=12 mmHg 33 64,7%

Malbrain dkk.

(2010)

3 Mech. Vent. >=12 mmHg 55 74,5%

LOE= tingkat pembuktian (level of evidence) berdasarkan Mahid dkk.

*WSACS menyatakan cut off IAH sebesar 12 mmHg, oleh karena itu angka ini

kurang relevan

Tabel 3. Prevalensi ACS pada pasien luka bakarAuthor LOE Cutoff point N= Prevalensi

Hobson dkk.

(2002)

3 ‘Acute burn’ 1014 1%

Markel dkk.

(2009)

3 ‘Acute burn’ 51 1,8%

Oda dkk. (2006) 3 >=40% TBSA 48 16,6%

Enesis dkk.

(2008)

3 >=30% TBSA 118 11%

Mosier dkk.

(2011)

3 >=20% TBSA 153 4,6%

Klein dkk.

(2007)

3 >=20% TBSA 722 4,2%

Yenikomshian

dkk. (2010)

3 >=20% TBSA 50 8%

Cartotto dkk.

(2010)

3 >=15% TBSA 194 4,1%

Page 7: Journal Bedah Translate JURNAL READING

Dulhunty dkk.

(2008)

3 >=15% TBSA 80 16%

7 dari 9 studi kohort melaporkan prevalensi ACS 4,1-16% pada pasien luka

bakar

>= 15% TBSA

TBSA, Total Body Surface Area ( Area permukaan tubuh yang terbakar)

LOE = Level of Evidence (tingkat pembuktian berdasar Mahid dkk.)

Tabel 4. Mortalitas pasien luka bakar derajat berat dengan ACS pada deskripsi kasusAuthor N Mortality Author N Mortality

Greenhalgh dkk.

(1994)

4 3 (75%) Ball dkk. (2006)

[23]

1 0 (0%)

Ivy dkk. (1999) 3 3 (100%) Jensen dkk.

(2006) [28]

3 2 (67%)

Ivy dkk. (2000) 10 2 (20%) Levis dkk. (2006)

[30]

4 3 (75%)

Mayes dkk.

(2000)

2 1 (50%) Parra dkk. (2006)

[32]

1 0 (0%)

Corcos dkk.

(2001)

3 2 (67%) Muangman dkk.

(2007) [5]

N/A

Wilson dkk.

(2001)

1 0 (0%) Poulakidis dkk.

(2009) [34]

3 2 (67%)

Blinderman dkk.

(2002)

1 1 (100%) Thamm dkk.

(2009) [37]

1 0 (0%)

Tsoutsos dkk.

(2003)

10 4 (40%) Lamb dkk. (2010)

[29]

N/A

Pirson dkk.

(2004)

1 0 (0%) Rogers dkk.

(2010) [36]

1 1 (100%)

Britt dkk. (2005) 4 4 (100%) Rocourt dkk.

(2011) [35]

2 0 (0%)

Page 8: Journal Bedah Translate JURNAL READING

Rodas dkk.

(2005)

1 0 (0%) Total 56 28 (50%)

3.2 Keluaran / Outcome

Dalam 21 laporan kasus, angka mortalitas yaitu 50% dari 58 pasien luka

bakar dengan ACS (Tabel 4). sembilan studi kohort (N=132 total) melaporkan

angka mortalitas antara 44 dan 100%, dengan rata – rata 74,8% (tabel 5). Tidak

ada perbaikan angka mortalitas yang terlihat dalam beberapa tahun terakhir.

Tabel 5. Mentalitas pasien luka bakar derajat berat dengan ACS pada studi KohortAuthor LOE N Mortality

Hobson dkk. (2002) [41] 3 10 6 (60%)

Latenser dkk. (2002)

[44]

5 4 4 (100%)

Hershberger dkk. (2007)

[40]

5 25 22 (88%)

Chung dkk. (2007) [39] 5 9 5 (56%)

O’Mara dkk. (2007) [19] 5 16 7 (44%)

Latenser dkk. (2008)

[43]

4 9 4 (44%)

Keremati dkk. (2008)

[42]

5 6 4 (67%)

Cartotto dkk. (2010) [18] 3 8 8 (100%)

Van Niekerk dkk. (2010)

[45]

3 45 39 (87%)

Total 132 74,8%

LOE= tingkat pembuktian (level of evidence) berdasarkan Mahid dkk.

Page 9: Journal Bedah Translate JURNAL READING

3.3 Faktor Resiko

Terdapat bebrapa faktor resiko ACS yang jelas pada pasien luka bakar.

Penurunan penyesuaian dinding abdomen (akibat luka bakar lokal) secara umum

berkontribusi terhadap perkembangan IAH. Meskipun demikian, luka bakar pada

tubuh bukan merupakan prasyarat IAH pada pasien luka bakar. Volum resusitasi

merupakan faktor resiko kedua untuk IAH. Serangkaian kasus prospektif kecil

dari sembilan pasien menunjukkan bahwa volum resusitasi cairan sebanyak 0,25

L/kg pada awal periode pasca terbakar menghasilkan IAP sebesar 24,4 mmHg.

Cairan yang melebihi ini (dideskripsikan sebagai skor Ivy), merupakan faktor

resiko yang diduga dapat menimbulkan IAH/ACS. Oda dkk.mencatat bahwa

volum resusitasi > 0,3 L/kg dalam 24 jam pertama pasca terbakar memberi resiko

untuk terjadinya ACS.

Greenhalgh dkk.menggambarkan sepsis, oliguria , hipoventilasi dan

hipotensi sebagai tanda spesifik IAH atau ACS, selain sepsis bukti tidak

mencukupi untuk menentukan apakah faktor – faktor tersebut merupakan faktor

resiko independen. Disamping itu, keparahan luka (dalam % total area permukaan

tubuh yang terkena), tampak memiliki hubungan linier dengan kejadian ACS.

Ukuran luka bakar ≥40% total area permukaan tubuh telah terbukti sebagai faktor

resiko independen untuk ACS. Penyebab luka bakar elektris merupakan faktor

resiko lain yang memungkinkan; dalam studi kasus kontrol berpasangan,

prevalensi ACS pada pasien luka bakar elektris yaitu 4% vs. 1,5% pada pasien

luka bakar termal. Meskipun demikian, ukuran sampel terlalu kecil untuk

mencapai signifikansi statistik. Faktor resiko terakhir adalah imaturitas skeletal;

dalam sebuah studi retrospektif pada 1014 pasien, 6 dari 10 kasus ACS (rata – rata

total area tubuh terbakar 72%) bukan merupakan pasien dewasa dengan rata – rata

usia 6 tahun.

3.4 Resusitasi

Volum cairan resusitasi yang besar diperlukan untuk mempertahankan

hemodinamik yang sesuai pada pasien luka bakar derajat parah. Namun, kelebihan

cairan resusitasi dapat meningkatkan tingkat IAP pada pasien luka bakar.

Demikian pula, pasien pediatri dengan luka bakar terbukti ada dalam resiko

Page 10: Journal Bedah Translate JURNAL READING

akumulasi asites berlebih akibat banyaknya volum cairan resusitasi yang dapat

memicu ACS. Analisis regresi linear multivariat dari 72 pasien (rata – rata total

area tubuh terbakar 44,5%) menunjukkan presentase total area tubuh yang

terbakar, usia, berat badan dan intubasi sebelum dirujuk ke burn center memberi

pengaruh signifikan terhadap kebutuhan cairan dalam 24 jam pertama pasca

terbakar.

Implementasi pedoman pembatasan cairan resusitasi yang terstandarisasi

pada pasien luka bakar menghasilkan penurunan titik akhir angka ACS dan

mortalitas. Pengurangan volum resusitasi rumus Parkland dari 4 menjadi 3

mL/kg/% total area tubuh diajukan pada sebuah laporan kasus pasien lka bakar

pediatri yang mengalami ACS dan meninggal akibat adanya 'fluid creep'.

Penggunaan rumus Brooke yang dimodifikasi (2mL/kg/% total area permukaan

tubuh) juga merupakan alternatif yang baik. Secara statistik, reduksi signifikan

dari volum cairan resusitasi (p=0,005) dan puncak IAP (p=0,0001) dicapai melalui

penggunaan plasma dibanding kristaloid sebagai cairan resusitasi. Dalam sebuah

percobaan random, volum resusitasi yang lebih sedikit yang signifikan secara

statistik (p<0,01), dan IAP setelah 24 jam (p<0,05) didapatkan pada pasien luka

bakar derajat berat tanpa injuri inhalasi setelah reusitasi dengan hypertonic

lactated saline (HLS) dibanding dengan ringer laktat. Penggunaan koloid untuk

mengurangi volum resusitasi tidak berhubungan dengan keluaran yang buruk pada

pasien luka bakar bila dibandingkan dengan rumus Parkland standar.

3.5 Laparotomi dekompresi

Laparotomi dekompresi paling sering digunakan dan merupakan

pengukuran dekompresif abdomen yang paling diterima. Bahkan pada anak –

anak ini merupakan terapi adekuat tanpa efek samping spesifik. Meskipun indikasi

untuk laparotomi dekompresi umumnya sama, dalam beberapa situasi dapat

berbeda. Karena pasien luka bakar telah kehilangan kulit normal sebagai barier

protektif, terdapat opini berbeda apakah laparotomi dekompresi dapat mnginduksi

morbiditas yang tidak dapat diterima. Meskipun parameter hemodinamik pada

pasien luka bakar membaik dengan cepat pasca laparotomi dekompresi, namun

tindakan ini tidak menurunkan angka kejadian injuri paru akut dan sindrom

Page 11: Journal Bedah Translate JURNAL READING

disfungsi multi organ. Injuri paru akut dan sindrom disfungsi multi organ dapa

menjadi lebih berat setelah dekompresi laparotomi dibanding sebelum tindakan (p

< 0,05 dan p < 0,01, berturut – turut). Demikian pula, dekompresi abdomen

terbuka berhubungan dengan angka mortalitas yang lebih tinggi pada pasien usia

lebih atau sama dengan 80 tahun (81%) dibanding pada pasien yang lebih muda

(30-50%). jika memungkinkan, ahli bedah sebaiknya mempertimbangkan

menghindari laparotomi dekompresi pada pasien yang tergolong rentan.

Teknik alternatif untuk menurunkan IAP yang dapat diaplikasikan

disamping laparotomi dekompresi meliputi escharatomy luka bakar abdomen

sirkumferensial, dekompresi menggunakan kateter perkutan, bowel care,

dekompresi pipa lambung, kateter kandung kemih untuk mempertahankan patensi,

sedasi dan paralisis farmakologik.

3.6 Escharatomy

Ketika didapatkan luka bakar yang luas pada badan, escharatomy dinding

dada dan abdomen menjadi langkah dekompresi yang sesuai. Escharatomy

torakoabdominal merupakan pola standar yang paling sering dikerjakan; insisi

pada garis aksila anterior secara bilateral, satu sepanjang batas bawah sangkar

dada, dan dua potongan longitudinal simetris pada abdomen anterior. Sebuah studi

kohort kecil menunjukkan escharatomy abdominal menurunkan tekanan kandung

kemih rata – rata secara signifikan pada IAH derajat rendah (p < 0,0001). Studi

kohort lain yang melibatkan 8 pasien menujukkan bahwa escharatomy

menurunkan IAP secara signifikan dari 38 menjadi 19 mmHg (p < 0,01) dan

berhasil memperbaiki parameter kardiovaskular dalam IAH derajat tinggi. Pasien

– pasien pada kedua studi tersebut datang pada 2-6 jam setelah terbakar dan

berkembang menjadi IAH yang memerlukan escharatomy dekompresi dalam 24

jam pasca injuri. Hal ini mendukung diperlukannya pengukuran IAP pada

pelayanan standar luka bakar, terlebih jika terdapat luka bakar pada badan.

3.7 Dekompresi kateter perkutan

IAH pada pasien luka bakar dapat timbul sebagai akibat dari akumulasi

asites dan edema usus. Dekompresi kateter perkutan mengurangi kompresi

abdomen dengan menghilangkan asites tanpa mempengaruhi edema. Ketika ada

Page 12: Journal Bedah Translate JURNAL READING

asites, pemasangan kateter dialisis peritoneal atau angiokateter (sesuai ukuran

pasien) dan membiarkannya terpasang dengan jahitan umumnya memberi hasil

yang memuaskan. Pada sebuah studi kecil, tindakan invasif minimal ini dapat

menurunkan MAP hingga 14 mmHg, dengan perbaikan parameter hemodinamik

yang cepat. Studi kohort dari 13 pasien menyimpulkan bahwa dekompresi

menggunakan kateter perkutan efektif pada pasien dengan total area permukaan

tubuh yang terbakar <80% dan injuri inhalasi. Pasien dengan luka bakar yang

lebih parah memerlukan laparotomi dekomprsi dan meninggal. Efektivitas

dekompresi dengan kateter perkutan berkaitan dengan tekanan perfusi abdomen

dikonfirmasi dalam sebuah laporan kasus. Terakhir, sebuah studi kasus kontrol

menentukan dekompresi menjadi alternatif cara dekompresi yang aman. Meskipun

demikian, jika tidak ada tanda asites, teknik ini tidak dipakai. Dekompresi dengan

kateter peritoneal diindikasikan jika escharatomy gagal dilakukan, hati – hati

terhadap kateter yang tidak berfungsi.

3.8 Penutupan abdomen sementara

Ketika dihadapkan pada abdomen yang terbuka setelah laparotmi

dekompresi, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana cara menutupnya.

Menutup abdomen yang terbuka akan sulit dilakukan pada pasien dengan luka

bakar pada abdomen. Untuk mencegah komplikasi yang muncul akibat abdomen

yang terbuka, alat untuk menutup abdomen sementara dapat dipakai. Alat untuk

menutup abdomen sementara juga dapat menambah kerusakan pada dinding

abdomen yang sudah mendapat injuri dan berkaitan dengan komplikasi infeksi

seperti abses dan terbentuknya fistel. Pada 6 pasien dalam sebuah studi kohort,

empat pasien meninggal akibat sepsis dengan sindrom kerusakan organ multipel

setelah memakai alat penutupan abdomen sementara menggunakan vakum.

Untuk menjembatani waktu hingga penutupan abdomen definitif

dilakukan, penutupan viseral sebaiknya lebih dipilih dibanding menggunakan alat

penutupan abdomen sementara dengan bantuan vakum hingga terbukti aman pada

pasien. Kemungkinan menutup sebagian abdomen lebih awal sebaiknya dinilai

secara teratur dengan tujuan mencegah keterbukaan persisten. Teknik pemisahan

komponen oleh Ramirez merupakan teknik penutupan primer yang tidak

Page 13: Journal Bedah Translate JURNAL READING

menggunakan benda asing. Tidak ada pembentukan abses intra abdomen dan fistel

enterokutan yang ditemukan dalam studi ini.

Bahaya ACS masih tetap ada setelah penutupan abdomen sementara.

Adanya kemungkinan ACS tersier atau berulang menganjurkan pemantauan IAP

lanjutan setelah penutupan sementara.

3.9 Penatalaksanaan

IAH pada pasien luka bakar sering disebabkan oleh karena volum

resusitasi yang besar, namun hal tersebut dapat mengarah pada komplikasi lain

seperti neuropati optik iskemik akut. Perembesan cairan atau ‘fluid creep’ ini

merupakan kondisi berbahaya dimana bentuknya adalah IAH (dan ACS). Cedera

ginjal akut ditemukan pada 40% pasien luka bakar derajat berat dengan ACS, dan

berkaitan dengan angka kematian 50%. Pasien luka bakar dengan cedera ginjal

akut memerlukan dialisis, yang juga berhubungan dengan angka kematian yang

tinggi. Perburukan ginjal pad apasien luka bakar dapat dikurangi dengan

menghindari penggunaan obat – obatan nefrotoksik. Jika timbul IAH, harus

diwaspadai komplikasi berat sistemik atau non surgikal lainnya. Komplikasi

multisistem yang kompkes ini memerlukan suatu pendekatan multidisiplin,

dimana intensivis, ahli bedah, ahli anestesi dan ahli nutrisi memiliki peran yang

penting dalam kelangsungan hidup pasien.

4. Pembahasan

Tinjauan sistematik ini membahas literatur terbaik mengenai prevalensi,

penatalaksanaan dan outcome dari IAH dan ACS pada pasien luka bakar derajat

berat, dan memberi kejelasan lebih mengenai kejadian dan mortalitas akibat ACS

pada pasien luka bakar. Ada beberapa kekurangna dari masing – masing laporan,

diantaranya adalah keterbatasan tingkat bukti ilmiah. Terlebih lagi, beberapa

laporan tidak menyebutkan secara jelas apakah diagnosis IAH dibuat berdasarkan

pengukuran pada suatu waktu puncak, atau pada beberapa pengukuran secara

berulang dan sekuensial. Meskipun demikian, beberapa amandemen dapat dibuat

untuk tinjauan ini. Misalnya, sejumlah kepentingan pencarian ini ditujukan pada

temuan penting dari literatur yang tersedia terkait komplikasi yang berhubungan

Page 14: Journal Bedah Translate JURNAL READING

dengna IAP pada pasien luka bakar derajat berat. Selanjutnya, rincian minor tidak

disebutkan dalam laporan ini. Banyak literatur tersedia terkait perawatan luka

bakar atau ACS dan IAH, namun sedikit dan terkadang sangat sedikit bukti yang

ditemukan mengenai kombinasi kondisi – kondisi ini. Penelitian lebih lanjut

dibutuhkan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas terkait IAP. Petunjuk

yang menjanjikan untuk ini dapat ditemukan dibawah. Meskipun terdapat

peningkatan yang besar dari penggunaan dekompresi abdomen, tidak terlihat

penurunan tindakan laparotomi untuk iskemik intestinal non oklusif terkait IAH

dalam beberapa tahun terakhir. Iskemia ini menginduksi respon inflamasi masif

dimana akan menciptakan ‘lingkaran setan’ yang secara tidak langsung mengarah

pada perkembangan ACS. Tidak ada alat untuk mendeteksi awal iskemia splenik

terkait IAP, namun kemungkinan lebih penting dibanding pengukuran IAP atau

tekanan perfusi abdomen itu sendiri.

5. Kesimpulan

Sindrom kompartemen abdomen dan khususnya hipertensi intra-abdomen

merupakan komplikasi buruk yang sering terlihat pada pasien luka bakar derajat

berat. Prevalensi IAH yaitu 64,7-74,5% diantara pasien – pasien dengan ≥20%

total area permukaan tubuh yang terbakar atau dengan injuri inhalasi. ACS terlihat

pada 4,1-16,6% dari pasien dengan ≥15% total area permukaan tubuh yang

terbakar. IAH atau ACS dapat dicegha dengan menurunkan volum resusitasi.

Pemantauan ketat produksi urin atau parameter hemodinamik penting dilakukan

untuk mencegah perembesan cairan atau ‘fluid creep’. Dengan menggunakan

rumus Brooke yang dimodifikasi, resusitasi menggunakan plasma, laktat

hipertonik atau koloid lebih dipilih daripada penggunaan kristaloid, terlebih pada

pasien dengan cedera yang lebih parah, pasien yang lebih tua dan lebih berat

diintubasi terlebih dahulu sebelum masuk ke unit perawatan luka bakar.

Luka bakar pada tubuh pada pasien ACS memerlukan escharatomy dini

dan sebaiknya dilanjutkan dengan melakukan tindakan dekompresi invasif jika

tidak ada perbaikan. Waktu untuk melakukan dekompresi sangat penting karena

sebaiknya dapat mencegah terjadinya sindrom kompartemen abdomen dibanding

Page 15: Journal Bedah Translate JURNAL READING

mengurangi dampaknya.

Prognosis sindrom kompartemen abdomen sangat buruk dengan rata – rata

nagka mortalitas sebesar 74,8%. Keluaran pasien luka bakar dengan IAH/ACS

dapat ditingkatkan dengan regimen resusitasi yang lebih unggul dan pemahaman

lebih mengenai respon inflamasi setelah terbakar dan alat untuk mengenali

iskemia splenik lebih awal.

Konflik Kepentingan

Penulis menyatakan tidak ada kepentingan pribadi terkait artikel ini dan

tidak ada dana yang diterima untuk mendukung penelitian ini.