journal reading print

8
JOURNAL READING Radial neck fractures in children Diajukan untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Klinik Bidang Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Pembimbing Klinik: dr. Tanto Edi Heru Nugroho, Sp.OT Oleh: Dimas Prasetyo A.P NIM: 01.209.5873 FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: thedidarmawijaya

Post on 01-Jan-2016

8 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

GLORIUUUSSS

TRANSCRIPT

Page 1: Journal Reading Print

JOURNAL READING

Radial neck fractures in childrenDiajukan untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Klinik

Bidang Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

Pembimbing Klinik: dr. Tanto Edi Heru Nugroho, Sp.OT

Oleh:

Dimas Prasetyo A.PNIM: 01.209.5873

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2013

Page 2: Journal Reading Print

Lembar Pengesahan

Nama : Dimas Prasetyo Adi Prakoso

NIM : 01.209.5873

Universitas : Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Fakultas : Kedokteran Umum

Bidang Kepaniteraan Klinik : Ilmu Penyakit Bedah

Telah diperiksa dan disetujui

Bagian Ilmu Penyakit Bedah

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

Pembimbing Klinik,

(dr. Tanto Edi Heru Nugroho, Sp.OT)

Page 3: Journal Reading Print

PENDAHULUAN

Fraktur leher radius mencapai 5 sampai 10% dari semua patah tulang siku pada anak-anak. Pusat osifikasi epiphysis proksimal radius biasanya muncul pada usia 4 sampai 5 tahun. Physis menutup pada usia 14 sampai 17 tahun. Fraktur melalui permukaan artikular dari caput radius jarang terjadi pada anak-anak. Lokasi yang lebih umum adalah melalui fisis (dengan fragmen metaphyseal, Jenis Salter-Harris II) atau collum. Epiphysis dari caput radius benar-benar tertutup dengan tulang rawan dan suplai darah masuk melalui metafisis. Avascular nekrosis caput radial jarang terjadi, sebagai lokasi cedera adalah bagian distal sebagai tempat masuknya pembuluh darah.

Pengobatan untuk patah tulang collum radius pada anak-anak bervariasi sesuai dengan pergeseran, angulasi,dan maturasi tulang. Sebagian besar patah tulang yang tidak bergeser atau minimal bergeser dapat diobati dengan reduksi tertutup dan gips dengan hasil yang baik. Patah tulang dengan pergeseran banyak atau angulasi sering memiliki hasil yang lebih buruk, bahkan setelah reduksi terbuka. Komplikasi meliputi nyeri, penurunan ROM, cubitus valgus, radio-ulnaris synostosis, pengerasan heterotopic, pertumbuhan berlebih caput radius, penutupan physeal prematur, avascular nekrosis, malunion, dan non-union. Faktor risiko terkait dengan hasil yang buruk meliputi usia, angulasi collum radius, cedera terkait, reduksi terbuka, dan fiksasi internal. Kami mengkaji catatan 108 anak-anak dengan patah tulang collum radius dan mengusulkan algoritma pengobatan.

METODE PENELITIAN

Catatan 50 anak perempuan dan 58 anak laki-laki berusia 2 sampai 14 (rata-rata, 8,7) tahun dengan patah collum radius yang disampaikan antara tahun 1997 dan 2001 dikaji. 56 dari pasien cedera lengan kanan. Mekanisme cedera paling umum adalah tersandung dan jatuh dengan mengulurkan tangan sambil berlari (n = 44), diikuti oleh jatuh dari palang panjat (n = 11). Angulasi caput radius didefinisikan sebagai sudut tegak lurus antara sumbu epiphysis radius yang bergeser dengan sumbu dari poros radius.

Menurut klasifikasi Judet (Tabel 1), 18 patah tulang diklasifikasikan menjadi kelas 1 (n = 25), kelas 2 (n = 60), kelas 3 (n = 16), kelas 4a (n = 6), dan 4b kelas (n = 1). 21 pasien yang terkait fraktur melibatkan olekranon (n = 12), ulna proksimal (n = 5), suprakondilaris humerus (n = 2), olekranon

Page 4: Journal Reading Print

dan suprakondilaris humerus (n = 1), dan olekranon dan humerus proksimal dengan siku dislokasi (n = 1).

Rentang waktu dari cedera sampai dilakukan pengobatan berkisar 0-7 hari. Pengobatan termasuk gips tanpa manipulasi selama rata-rata 3,4 (kisaran, 1-8) minggu bagi mereka dengan angulasi 0 º sampai 40 º (rata-rata, 8 º) [n = 86], reduksi tertutup dan gips bagi mereka dengan angulasi 30 º sampai 59 º (rata-rata, 51 º) [n = 8], perkutan Kirschner wire dengan reduksi dan gips bagi mereka dengan angulasi 45 º sampai 81 º (rata-rata, 62 º) [n = 7], dan terbuka reduksi dan gips bagi mereka dengan angulasi 52 º sampai 80 º (rata-rata, 65 º) [n = 7].

Hasil klinis dievaluasi secara langsung untuk 79 pasien dan melalui telepon untuk 29 pasien (Tabel 2). Radiografi dinilai untuk komplikasi. T-test digunakan untuk perbandingan antara kelompok. Korelasi Pearson digunakan untuk menentukan korelasi antara hasil dengan usia pasien / grade fraktur / pengobatan.

HASIL

Pasien dipantau selama rata-rata 2,7 (kisaran, 1-5) tahun. Hasil klinis sangat baik dalam 94 pasien, baik dalam 10, dan cukup pada 4. Tidak ada pasien yang mengalami nyeri kronis. Fraktur grade tinggi berkorelasi positif dengan hasil yang lebih buruk (p = 0,001, korelasi Pearson) dan pengobatan yang lebih invasif (p = 0,001, korelasi Pearson). Meskipun demikian, angulasi post reduksi setelah menggunakan modalitas pengobatan yang berbeda tidak berbeda nyata (p> 0,05, t-test dengan koreksi Bonferroni). Anak yang berusia lebih tua mengalami fraktur yang lebih berat (grade 3 atau lebih tinggi [p = 0,04, t-tes] dan memiliki hasil yang lebih buruk, bahkan setelah koreksi untuk grade fraktur (p = 0,007, t-test, Tabel 3). Pasien dengan fraktur seperti ini memiliki hasil yang jauh lebih buruk (p <0,05, korelasi Pearson). Di antara pasien dengan fraktur grade 3 (n = 16), pengobatan yang lebih invasif berkorelasi positif dengan hasil yang lebih buruk (p = 0,006, korelasi

Page 5: Journal Reading Print

Pearson). Di antara pasien dengan fraktur kelas 4 (n = 7), ada kecenderungan hasil yang lebih buruk setelah reduksi terbuka daripada perkutan Kirschner wire dengan reduksi (Tabel 4).

Seorang gadis 5 tahun dengan angulasi 51 º dan pergeseran 50% dilakukan fiksasi intramedulla menggunakan Kirschner wire. Kirschner wire dikeluarkan setelah 3 minggu dan gips diaplikasikan selama 3 minggu. Dua pasien menjalani operasi kedua dalam 2 minggu: satu mengalami kelonggaran fiksasi pada hari ke 2 setelah perkutan Kirschner wire dengan reduksi dan gips, prosedur diulang. Pasien lain mengalami kelonggaran dari reduksi pada minggu 1 setelah reduksi tertutup dan gips dan selanjutnya menjalani reduksi terbuka. gips diterapkan selama 4 minggu lagi di kedua pasien.

Dua pasien mengalami synostosis pada proksimal sendi radio-ulnaris. Salah satu di antaranya memiliki fraktur olekranon dan selanjutnya menjalani reduksi terbuka dan casting. Yang lain memiliki fraktur ulnaris proksimal karena hilangnya reduksi dan diulang dengan menjalani perkutan Kirschner wire dengan reduksi. Lima pasien mengalami penulangan heterotopic. Empat di antaranya mengalami patah tulang yang terkait (3 melibatkan olekranon dan satu proksimal ulna). 14 pasien mengalami deformitas valgus cubitus dari 3 º sampai 10 º. Empat pasien memiliki sementara kelumpuhan saraf radial sekunder akibat cedera. Tidak ada pasien mengalami infeksi luka, dehiscence, atau nekrosis avaskular dari kepala radial.

DISKUSI

Kesalahan pengelolaan fraktur collum radius dapat menyebabkan hilangnya fungsi siku. Fraktur dengan grade yang lebih tinggi memiliki prognosis yang lebih buruk, terlepas dari sudut pasca-reduksi berikutnya setelah modalitas pengobatan yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa faktor lain selain reduksi pasca operasi mempengaruhi hasil.

Anak yang lebih tua cenderung mengalami patah tulang lebih parah dan memiliki hasil yang lebih buruk. Maturasi tulang berdampak ke sebuah prognosis yang lebih buruk. Hal ini bisa disebabkan oleh karena semakin tinggi energi yang terlibat dalam cedera pada anak-anak yang lebih

Page 6: Journal Reading Print

tua. Selain itu, tulang anak-anak muda yang lebih cartilagenous dan karenanya lebih empuk. Energi dari trauma diserap lebih efektif sehingga patah tulang kurang parah. Tulang ini juga memiliki potensi renovasi besar dan karenanya dapat mencapai hasil yang lebih baik.

Fraktur collum radius yang berhubungan dengan patah tulang lainnya pada umumnya menunjukkan trauma energi yang lebih tinggi. Hal ini kemungkinan menyebabkan cedera jaringan lunak yang lebih banyak dan hasil yang lebih buruk. Hasil yang lebih buruk dapat disebabkan oleh komplikasi (proksimal radio-ulnaris synostosis dan penulangan heterotopic), yang sering mengakibatkan pembatasan jangkauan gerak atau deformitas cubitus.

Hubungan antara penulangan heterotopic dan usia pasien, grade fraktur, jumlah dan jenis operasi yang dilakukan masih belum jelas. Meskipun demikian, hubungan antara penulangan heterotopic dan patah tulang yang terkait berkorelasi kuat, seperti hubungan antara penulangan heterotopic dan dislokasi siku. Synostosis dari sendi radio-ulnaris proksimal merupakan komplikasi yang membatasi lingkup gerak. Hubungan antara synostosis radio-ulnaris dan operasi terbuka telah dilaporkan, seperti bedah terbuka dan Levering perkutan yang diulang menyebabkan gangguan iatrogenik periosteum dan jaringan lunak sekitarnya dan menghasilkan kalus yang tidak teratur, selanjutnya membentuk synostosis. Dalam penelitian kami, 2 pasien berusia> 7 tahun yang memiliki riwayat memiliki patah tulang dan menjalani operasi terbuka untuk fraktur kelas 3 dan 4 mengalami synostosis pada sendi radio-ulnaris proksimal dan untuk menghindari komplikasi tersebut, kami mengusulkan sebuah algoritma. Pasien dengan fraktur atau patah tulang undisplaced maupun displaced dengan angulasi <45 º harus ditangani dengan gips tanpa manipulasi. Bagi mereka dengan angulasi> 45 º, reduksi tertutup harus dicoba. Bila reduksi tertutup gagal, perkutan Kirschner wire dengan reduksi dan anestesi umum harus dicoba.