jurnal 1

75
PEMBERIAN TERAPI BERMAIN PUZZLE TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DEMAM TIFOID An. F DI RUANG ANGGREK RSUD SUKOHARJO DISUSUN OLEH : KARTIKA INDAH CAHYANI NIM. P11033 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014

Upload: jack-thompson

Post on 13-Nov-2015

39 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

demam thypoid adalah suatu penyakit yang disebabkan ol

TRANSCRIPT

  • PEMBERIAN TERAPI BERMAIN PUZZLE TERHADAP TINGKAT

    KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

    DEMAM TIFOID An. F DI RUANG ANGGREK

    RSUD SUKOHARJO

    DISUSUN OLEH :

    KARTIKA INDAH CAHYANI

    NIM. P11033

    PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

    SURAKARTA

    2014

  • PEMBERIAN TERAPI BERMAIN PUZZLE TERHADAP TINGKAT

    KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

    DEMAM TIFOID AN. F DI RUANG ANGGREK

    RSUD SUKOHARJO

    Karya Tulis Ilmiah

    Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

    Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

    DISUSUN OLEH :

    KARTIKA INDAH CAHYANI

    NIM. P11033

    PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

    SURAKARTA

    2014

    i

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena

    berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya

    Tulis Ilmiah dengan judul PEMBERIAN TERAPI BERMAIN PUZZLE

    TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN

    DENGAN DEMAM TIFOID An. F DI RUANG ANGGREK RSUD

    SUKOHARJO.

    Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat

    bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

    penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

    kepada yang terhormat :

    1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII

    Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu

    di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

    2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program Studi

    DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba

    ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta serta selaku dosen pembimbing

    yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan,

    inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi

    sempurnanya studi kasus ini.

    v

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

    PERNYATANAN TIDAK PLAGIATISME ................................................ ii

    LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii

    LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iv

    KATA PENGANTAR .................................................................................. v

    DAFTAR ISI ................................................................................................. vii

    DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1

    A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1

    B. Tujuan Penulisan .............................................................. 4

    C. Manfaat Penulisan ............................................................ 5

    BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................... 6

    A. Demam Tifoid ................................................................... 6

    B. Kecemasan ........................................................................ 17

    C. Terapi Bermain ................................................................. 21

    BAB III LAPORAN KASUS ............................................................... 32

    A. Identitas Klien ................................................................... 32

    B. Pengkajian ......................................................................... 32

    C. Perumusan Masalah Keperawatan .................................... 36

    D. Intervensi Keperawatan .................................................... 37

    E. Implementasi Keperawatan ............................................... 38

    vii

  • F. Evaluasi Keperawatan ...................................................... 40

    BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................... 43

    A. Pengkajian ......................................................................... 43

    B. Diagnosa Keperawatan ..................................................... 48

    C. Intervensi .......................................................................... 53

    D. Implementasi ..................................................................... 55

    E. Evaluasi ............................................................................. 57

    F. Keterbatasan Karya Tulis Ilmiah ...................................... 59

    BAB V PENUTUP ............................................................................... 60

    A. Simpulan ........................................................................... 60

    B. Saran ................................................................................. 61

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    viii

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1. Skala HRS-A Kecemasan ............................................................ 19

    Tabel 3.1. Skala HRS-A Kecemasan ............................................................ 32

    ix

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup

    Lampiran 2. SAP Terapi Bermain

    Lampiran 3. ASKEP

    Lampiran 4. Surat Pendelegasian

    Lampiran 5. Loog Book

    Lampiran 6. Jurnal

    Lampiran 7. Lembar Konsultasi

    x

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi bersifat akut pada

    usus halus yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Nursalam, 2005 : 153).

    Penyakit infeksi dari Salmonella typhi ialah segolongan penyakit infeksi

    yang disebabkan oleh sejumlah besar spesies yang tergolong dalam genus

    Salmonella, biasanya mengenai saluran pencernaan. Pertimbangkan demam

    tifoid pada anak yang demam dan memiliki salah satu tanda seperti diare

    (konstipasi), muntah, nyeri perut, dan sakit kepala (batuk). Hal ini terutama

    bila demam telah berlangsung selama 7 hari atau lebih dan penyakit lain

    sudah disisihkan (Sodikin, 2011 : 240).

    Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid, walaupun

    gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa (Hadinegoro, 2011). Pada

    bayi dan anak umur < 5 tahun biasanya penyakit berlangsung ringan dengan

    demam ringan, lesu, sehingga diagnosis sulit ditetapkan (Widagdo, 2012 :

    220).

    Penyakit ini masih sering dijumpai secara luas di berbagai negara

    berkembang terutama yang terletak di daerah tropis dan subtropik. Besarnya

    angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena

    penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat

    luas. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam

    1

  • tifoid di seluruh dunia mencapai 16 33 juta dengan 500 600 ribu kematian

    tiap tahunnya (Hadinegoro, 2011).

    Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009, demam tifoid

    atau paratifoid menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien

    rawat inap di rumah sakit tahun 2009 yaitu sebanyak 80.850 kasus, yang

    meninggal 1.747 orang dengan Case Fatality Rate sebesar 1,25%. Sedangkan

    berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 demam tifoid atau

    paratifoid juga menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien

    rawat inap di rumah sakit tahun 2010 yaitu sebanyak 41.081 kasus, yang

    meninggal 274 orang. Tifoid klinis dideteksi di Provinsi Jawa Tengah

    dengan prevelensi yang berbeda-beda di setiap tempat. Prevelensi tifoid

    sebesar 0,8% (Pramitasari, 2013).

    Asuhan keperawatan pasien dengan diagnosa Demam tifoid pada anak

    yang akan muncul masalah yaitu hipertermi yang disebabkan oleh proses

    infeksi dan kecemasan yang disebabkan perubahan lingkungan (Muttaqin A

    dan Sari U, 2011 : 189). Dalam mengatasi masalah-masalah tersebut dapat

    dilakukan intervensi keperawatan pada pasien demam tifoid yaitu hipertermi

    dapat dilakukan kompres air hangat, memakai pakaian yang dapat menyerap

    keringat (Muttaqin A dan Sari U, 2011 : 474). Berdasarkan observasi perawat

    di ruang Anggrek RSUD Sukoharjo dalam mengatasi kecemasan pada anak,

    perawat memegang peranan penting untuk membantu orang tua menghadapi

    permasalah yang berkaitan dengan perawatan anak di rumah sakit. Saat anak

    di rawat di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang

    dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu

    2

  • lingkungan rumah, permainan, dan teman seper mainannya. Berdasarkan

    jurnal Barokah salah satu tindakan yang mengurangi kecemasan dan

    meningkatkan tingkat kooperatif pada pasien penulis menggunakan terapi

    bermain puzzle (Barokah dkk, 2012).

    Terapi bermain merupakan salah satu cara untuk mengurangi

    kecemasan dan meningkatkan kooperatif anak selama menjalani perawatan di

    rumah sakit. Media yang paling efektif adalah melalui kegiatan permainan.

    Untuk alat permainan yang dirancang dengan baik akan lebih menarik anak

    dari alat permainan yang tidak didesain dengan baik. Salah satu contoh

    permainan yang menarik yaitu permainan puzzle, karena puzzle dapat

    meningkatkan daya pikir anak dan konsentrasi anak. Melalui permainan

    puzzle anak akan dapat mempelajari sesuatu yang rumit serta anak akan

    berpikir bagaimana puzzle ini dapat tersusun dengan rapi (Alfiyanti, 2010 : 7).

    Hasil pengkajian asuhan keperawatan pada An. F di ruang Anggrek

    RSUD Sukoharjo pasien menanyakan kapan dia sembuh, kapan pulang.

    pasien binggung, pasien menangis, score kecemasan 22 (kecemasan sedang).

    maka penulis tertarik untuk melakukan studi kasus tentang tentang terapi

    bermain puzzle pada pasien penyakit demam tifoid. Karena pada kasus ini

    pasien mengalami kecemasan dan kurang kooperatif. Oleh karena itu hal ini

    menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal

    dengan mengucapkan kata kata marah, tidak mau berkerja sama dengan

    perawat, apabila kondisi itu terus terjadi maka akan mempengaruhi proses

    perawatan saat di rumah sakit. Setelah anak dilakukan terapi bermain puzzle

    di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga

    3

  • akan membantu anak mengekspresikan perasaan, pikiran, cemas, takut, sedih,

    tegang, nyeri (Barokah A. dkk, 2012). Sehingga penulis tertarik untuk

    mengaplikasikan terapi bermain puzzle pada pasien demam tifoid untuk

    meningkatkan tingkat kooperatif pada anak usia pra sekolah.

    B. Tujuan Penulisan

    1. Tujuan Umum

    Melaporkan pemberian terapi bermain puzzle terhadap tingkat kecemasan

    pada An. F dengan demam tifoid di Rumah Sakit Umum Daerah

    Sukoharjo.

    2. Tujuan khusus

    a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada An. F dengan demam tifoid

    b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. F demam

    tifoid.

    c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada An. F

    dengan demam tifoid.

    d. Penulis mampu melakukan implementasi pada An. F dengan demam

    tifoid.

    e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada An. F dengan demam tifoid.

    f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian terapi bermain terhadap

    kecemasan pada An. F dengan demam tifoid.

    4

  • C. Manfaat Penulisan

    1. Bagi Rumah Sakit

    Sebagai bahan masukan dan evaluasi untuk lebih meningkatkan pelayanan

    keperawatan khususnya pada An. F dengan demam tifoid menjalani

    perawatan di RSUD Sukoharjo.

    2. Bagi instansi pendidikan

    Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang

    asuhan keperawatan terapi bermain puzzle pada An. F dengan demam

    tifoid. Untuk mengurangi kecemasan selama menjalani perawatan di

    Rumah Sakit.

    3. Bagi perawat

    a. Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada

    pasien penderita demam tifoid.

    b. Melatih berfikir dalam melakukan asuhan keperawatan, khususnya pada

    pasien dengan diagnosa demam tifoid.

    4. Penulis

    Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman

    yang lebih khususnya dibidang keperawatan pada pasien dengan terapi

    bermain pada pasien demam tifoid.

    5. Bagi pembaca

    Meningkatkan pengetahuan kepada pembaca tentang pengaruh terapi

    bermain puzzle terhadap tingkat kooperatifan anak.

    5

  • BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Demam tifoid

    1. Pengertian

    Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai

    saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,

    ganguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam,

    Susilaningrum M., Utami M, 2005 : 153). Demam tifoid atau sering

    disebut dengan tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada saluran

    pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multisistematik yang

    disebabkan oleh Salmonella typhi (Muttaqin A dan Sari U, 2011 : 488).

    Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada

    saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat

    gangguan kesadaran (Suradi dan Yuliana, 2011 : 254).

    2. Etiologi

    Penyabab penyakit ini adalah Salmonella typhi yang mempunyai

    ciri-ciri sebagai berikut :

    a. Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora.

    b. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu antigen O

    (Somatik yang terdiri zat komplek lipopolisakarida), antigen H

    (flagella), dan antigen Vi. Dalam serum pasien terdapat zat anti

    (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut (Nursalam,

    Susilaningrum M., Utami M, 2005 : 153).

    6

  • 3. Tanda dan Gejala

    Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu.

    Minggu pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu

    tubuh meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada

    minggu kedua suhu tubuh terus meningkat, pada minggu ketigga suhu

    berangsur-angsur turun dan kembali normal. Gangguan pada saluran

    cerna, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput putih kotor

    (coated tongue) tidak nafsu makan. Gangguan kesadaran seperti

    penurunan kesadaran. Bintik-bintik kemerahan pada kulit (roseola) akibat

    emboli basil dalam kapiler kulit. Nyeri kepala, nyeri perut, lemah, lesu

    (Suradi dan Yuliana, 2011 : 255).

    4. Patofisiologi

    Kuman Salmonella typhi yang masuk ke saluran gastrointestinal

    akan ditelan oleh sel-sel fagosit ketika masuk melewati mukosa dan

    makrofag yang ada di dalam lamina propia. Sebagian dari Salmonella

    typhi ada yang dapat masuk ke usus halus mengadakan invaginasi ke

    jaringan limfoid usus halus (plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika.

    Kemudian Salmonella typhi masuk melalui limfoid ke saluran limpatik

    dan sirkulasi darah sistematik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia

    pertama-tama menyerang sistem retikulo endotelial (RES) yaitu : hati,

    limpa, dan tulang kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ di dalam

    tubuh antara lain sistem saraf pusat, ginjal, dan jaringan limpa.

    7

  • Usus yang terserang tifus umumnya ileum distal, tetapi kadang

    bagian lain usus halus dan kolon proksimal juga dihinggapi. Pada

    mulanya, plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan

    tampak seperti infiltrat atau hiperplasia di mukosa usus.

    Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak.

    Tukak ini lebih besar di ileum dari pada di kolon sesuai dengan ukuran

    plak peyer yang ada di sana. Kebanyakan tukak dangkal, tetapi kadang

    lebih dalam sampai menimbulkan perdarahan. Perforasi terjadi pada tukak

    yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh, biasanya ulkus

    membaik tanpa meninggalkan jaringan parut dan fibrosis.

    Masuknya kuman ke dalam intestinal terjadi pada minggu pertama

    dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik

    pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam yang

    terjadi pada masa ini di sebut demam intermiten (suhu yang tinggi, naik-

    turun, dan turunnya dapat mencapai normal). Di samping peningkatan

    suhu tubuh, juga akan terjadi sebaliknya. Setelah kuman melewati fase

    awal intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi sistematik dengan tanda

    peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan tanda-tanda infeksi pada

    RES seperti nyeri perut kanan atas.

    Pada minggu selanjutnya di mana infeksi fokal intestinal terjadi

    dengan tanda-tanda suhu tubuh masih tetap tinggi, tetapi nilainya lebih

    rendah dari fase bakterimia dan berlangsung terus menerus, lidah kotor,

    penurunan peristaltik, tepi lidah hiperemis, gangguan digesti dan absorpsi

    sehingga akan terjadi distensi, diare dan pasien merasa tidak nyaman. Pada

    8

  • masa ini dapat terjadi perdarahan usus, perforasi, peristaltik menurun

    bahkan hilang, melena, syok, penurunan kesadaran (Muttaqin A dan Sari

    U, 2011 : 489).

    5. Komplikasi

    Komplikasi yang sering terjadi adalah pada usus halus, namun hal

    tersebut jarang terjadi. Apabila komplikasi ini dialami oleh seorang anak,

    maka dapat berakibat fatal. Gangguan pada usus halus ini dapat berupa :

    a. Perdarahan usus apabila sedikit, maka perdarahan tersebut hanya di

    temukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika

    perdarahan banyak maka dapat terjadi melena, yang bisa disertai nyeri

    perut dengan tanda-tanda renjatan. Perforasi usus biasanya timbul pada

    minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum.

    b. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila

    terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan

    terdapat udara di antara hati dan diafragma pada rontgen abdomen yang

    dibuat dalam keadaan tegak.

    c. Peritonitis biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa

    perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang

    hebat, dinding abdomen tegang, dan nyeri tekan.

    c. Komplikasi di luar usus terjadi karena lokalisasi perdagangan akibat

    sepsis (bakteremia), yaitu meningitis, kolesistisis, ensefelopati, dan

    lain-lain. Komplikasi di luar usus ini terjadi karena infeksi sekunder,

    yaitu bronkopneumonia (Nursalam, Susilaningrum M., Utami M, 2005 :

    153).

    9

  • 6. Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan penunjang meliputi :

    a. Pemeriksaan darah

    Untuk mengidentifikasikan adanya anemia karena asupan makanan

    yang terbatas, malabsorpsi, hambatan pembentukan darah dalam

    sumsum, dan penghancuran sel darah merah dalam darah merah.

    b. Pemeriksaan urine

    Didapatkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) juga didapatkan

    peningkatan leukosit dalam urine.

    c. Pemeriksaan feses

    Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan

    usus dan perforasi.

    d. Pemeriksaan bakteriologis

    Untuk identifikasi adanya kuman salmonella pada biakan darah tinja,

    urine, cairan empedu, atau sumsum tulang.

    e. Pemeriksaan serologis

    Untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi

    (aglutinin). Respon antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi

    kuman salmonella adalah antibodi O dan H.

    f. Pemeriksaan radiologi

    Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi

    akibat demam (Muttaqin A dan Sari U, 2011 : 493).

    10

  • 7. Penatalaksanaan

    a. Perawatan umum dan nutrisi

    Penderita demam tifoid sebaiknya dirawat di rumah sakit yang

    tertujuan optimalisasikan pengobatan dan mempercepat penyembuhan,

    mengoboservasi terhadap perjalanan penyakit, menimalkan komplikasi

    (Mankes, 2006).

    b. Tirah baring

    Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk

    mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis

    berat, penderita harus istirahat total. Bila terjadi penurunan kesadaran

    maka posisi tidur pasien harus di ubah-ubah pada waktu tertentu untuk

    mencegah komplikasi pneumonia, hipostatik dan dekubitus. Penyakit

    membaik maka dilakukan mobilisasi secara bertahap, sesuai dengan

    pulihnya kekuatan penderita (Mankes, 2006).

    c. Diet

    Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup, sebaiknya

    rendah serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk

    penderita tifoid biasanya di klasifikasikan atas : diet cair, bubur lunak,

    tim dan nasi biasa (Mankes, 2006).

    d. Terapi simptomatik

    Terapi simptomatik dapat di berikan dengan pertimbangan untuk

    perbaikan keadaan umum penderita dengan pemberian vitamin,

    antipiretik, antipiretik untuk kenyamanan penderita terutama untuk

    anak-anak. Anti emetik di perlukan bila penderita muntah hebat

    (Mankes, 2006).

    11

  • 8. Pengkajian keperawatan

    Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk

    mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat

    mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan

    keperawatan klien, baik fisik, mental, social dan lingkungan (Deden, 2012

    : 36). Menurut Sodikin, 2011 : 243 pengkajian keperawatan pada demam

    tifoid adalah :

    a. Identitas. Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur di atas satu

    tahun.

    b. Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,

    pusing dan kurang bersemangat, serta nafsu makan berkurang

    c. Suhu tubuh, pada kasus yang khas, dengan demam berlangsung selama

    3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali.

    d. Kesadaran umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak

    seberapa dalam yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi stupor,

    koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terambat

    mendapat pengobatan).

    e. Pemeriksaan fisik

    1) Mulut : terdapat napas yang berbau tidak sedap, bibir kering, dan

    pecah-pecah. Lidah tertutup selaput putih kotor, sementara ujung dan

    tepinya berwarna kemerahan, dan jarang disertai tremor.

    2) Abdomen : dapat ditemukan keadaan perut kembung, bisa terjadi

    konstipasi, diare, atau normal.

    12

  • 3) Hati dan limfe : membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.

    f. Pemeriksaan laboratorium

    1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia,

    limfositosis relatif, dan aneosinofilia pada permukaan sakit.

    2) Kultur darah (biakan, empedu) dan widal.

    Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam

    darah pasien pada minggu pertama sakit

    3) Pemeriksaan widal

    Pemeriksaan yang diperlukan adalah titer zat anti terhadap antigen O

    9. Diagnosa keperawatan

    Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon

    individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan/proses

    kehidupan yang actual/potensial yang merupakan dasar untuk memilih

    intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung

    jawab perawat (Deden, 2012 : 58). Menurut Muttaqin A dan Sari U, 2011 :

    493 diagnosa keperawatan demam tifoid adalah :

    a. Hiperterni b.d respons sistematik dari inflamasi gastrointestinal.

    b. Aktual/resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

    tubuh b.d kurangnya makanan yang adekuat.

    c. Nyeri b.d iritasi saluran gastrointestinal.

    d. Kecemasan b.d prognosis penyakit

    10. Diagnosa dan Intervensi keperawatan

    Intervensi keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan suatu

    tindakan yang dapat diukur berdasarkan kemampuan dan kewenangan

    13

  • perawat. Penulis dalam menentukan tujuan dan kriteria hasil didasarkan

    pada metode SMART. S: Spesifik, tujuan harus spesifik dan tidak

    menimbulkan arti ganda. M: Measurable, tujuan keperawatan harus dapat

    diukur, khususnya tentang perilaku klien, dapat dilihat, didengar, diraba,

    dirasakan dan dibau. A: Achievable, tujuan harus dapat dicapai, R:

    Reasonable, tujuan harus dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, T:

    Time, mempunyai batasan waktu yang jelas (Nursalam, 2005). Menurut

    Muttaqin A dan Sari U, 2011 : 493 diagnosa dan intervensi keperawatan

    demam tifoid adalah :

    a. Hiperterni b.d respons sistematik dari inflamasi gastrointestinal.

    Intervensi :

    1) Evaluasi Tanda tanda vital pada setiap pergantian sift atau setiap

    ada keluhan dari pasien.

    Rasional : sebagai pengawasan terhadap adanya pemenuhan keadaan

    umum pasien sehingga dapat dilakukan penanganan dan perawatan

    secara cepat dan tetap.

    2) Kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurunkan suhu

    tubuh.

    Rasional : sebagai data dasar untuk memberikan intervensi

    selanjutnya.

    3) Lakukan tirah baring total.

    Rasional : penurunan aktivitas akan menurunkan laju metabolisme

    yang tinggi pada fase akut, dengan demikian membantu menurunkan

    suhu tubuh.

    14

  • 4) Atur lingkungan yang kondusif.

    Rasional : kondisi ruangan kamar yang tidak panas, tidak bising dan

    sedikit pengunjung memberikan efektivitas terhadap proses

    penyembuhan.

    5) Beri kompres dingin air hangat.

    Rasional : kompres dingin merupakan tehnik penurunan suhu tubuh

    dengan meningkatkan efek efaporasi.

    6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.

    Rasional : antipiretik bertujuan untuk memblok respons panas

    sehingga suhu tubuh pasien dapat lebih cepat menurun.

    b. Aktual/resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

    tubuh b.d kurangnya makanan yang adekuat.

    Intervensi :

    1) Kaji pengetahuan pasien tentang asupan nutrisi

    Rasional : tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial

    ekonomi pasien.

    2) Berikan nutrisi oral secaranya setelah rehidrasi

    Rasional : pemberian sejak awal setelah intervensi rehidrasi

    dilakukan dengan memberikan makanan lunak yang mengandung

    kompleks karbohidrat seperti nasi lembek, roti, kentang, dan sedikit

    daging.

    3) Monitor perkembangan berat badan

    Rasional : penimbangan berat badan dilakukan sebagai evaluasi

    terhadap intervensi yang diberikan

    15

  • c. Nyeri b.d iritasi saluran gastrointestinal.

    Intervensi :

    1) Anjurkan tehnik relaksasi pernafasan dalam pada saat nyeri muncul

    Rasional : meningkatka asupan oksigen sehingga akan menurunkan

    nyeri sekunder.

    2) Anjurkan teknik distraksi pada saat nyeri

    Rasional : distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurukan stimulus

    internal.

    3) Tingkatkan pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri dan

    menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung

    Rasional : pengatahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi

    nyerinya dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien

    terhadap rencana terapeutik.

    d. Kecemasan b.d prognosis penyakit

    Intervensi :

    1) Monitor respon fisik seperti kelemahan, perubahan tanda vital,

    gerakan yang berulang-ulang. Catat kesesuaian respons verbal dan

    nonverbal selama komunikasi

    Rasional : digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat kesadaran

    khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.

    2) Anjurkan pasien dan keluarganya untuk mengungkapkan dan

    mengekspresikan rasa takutnya.

    Rasional : kesempatan diberikan pada pasien umtuk

    mengekspresikan rasa takutnya

    16

  • 3) Catat reaksi dari pasien/keluarga. Beri kesempatan untuk

    mendiskusikan perasaannya/konsentrasinya dan harapan masa depan

    Rasional : anggota keluarga dengan responsnya apa yang terjadi dan

    kecemasannya dapat disampaikan kepada pasien

    4) Anjurkan aktivitas penglihatan perhatian sesuai kemampuan

    individu, seperti nonton TV, bermain (puzzle).

    Rasional : meningkatkan distraksi dan pikiran pasien dengan kondisi

    sakit

    B. Kecemasan

    1. Pengertian

    Cemas adalah tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai

    respons autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui

    individu) perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya

    (Herdman H. T, 2009 2011). Kecemasan adalah kondisi emosional yang

    tidak menyenangkan yang ditandai oleh perasaan perasaan subjektif

    seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatira dan juga ditandai dengan

    aktifnya sistem syaraf pusat (Trismiati, 2004).

    2. Alat ukur kecemasan

    Adapun halhal yang dinilai dalam alat ukur HRSA menurut

    Dadang, 2011 : 78 ini adalah sebagai berikut :

    17

  • Tabel 2. 1.

    Skala HRS-A

    No Gejala kecemasan Nilai angka (score)

    0 1 2 3 4

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    Perasaan cemas (ansietas)

    a. Cemas

    b. Firasat buruk

    c. Takut akan Pikiran sendiri

    d. Mudah tesinggung

    Ketengangan

    a. Merasa tegang

    b. Lesu

    c. Tidak bisa istirahat tenang

    d. Mudah terkejut

    e. Mudah menagis

    f. Gemetar

    g. Gelisah

    Ketakutan

    a. Pada gelap

    b. Pada orang asing

    c. Ditinggal sendiri

    d. Pada binatang besar

    e. Pada keramaian lalu lintas

    f. Pada kerumunan orang banyak

    Gangguan tidur

    a. Sukar masuk tidur

    b. Terbangun malam hari

    c. Tidur tidak nyeyak

    d. Bangun dengan lesu

    e. Banyak mimpi mimpi

    f. Mimpi buruk

    g. Mimpi menakutkan

    Gangguan kecerdasan

    a. Sukar konsentrasi

    b. Daya ingat menurun

    c. Daya ingat buruk

    Perasaan depresi

    a. Hilangnya minat

    b. Berkurangnya kesenangan pada hobi

    c. Sedih

    d. Bangun dini hari

    e. Perasaan berubah ubah sepanjang

    hari

    18

    1919

    20

    20

  • 7.

    8.

    9.

    10.

    11.

    12.

    Gejala somatik

    a. Sakit dan nyeri di otot otot

    b. Kaku

    c. Kedutaan otot

    d. Gigi gemerutuk

    e. Suara tidak stabil

    Gejala somatik/ fisik (sensorik)

    a. Telinga berdering

    b. Penglihatan kabur

    c. Muka merah atau pucat

    d. Merasa lemas

    e. Perasaan ditusuk tusuk

    Gejala kardiovarkuler

    a. Takikardi

    b. Berdebar debar

    c. Nyeri di dada

    d. Denyut nadi mengeras

    e. Rasa / lemas seperti mau pingsan

    f. Detak jantung menghilang

    Gejala respiratori

    a. Rasa tekanan atau sempit di dada

    b. Rasa tercekik

    c. Sering menarik nafas

    d. Nafas pendek / sesak

    Gejala gastrointestinal

    a. Sulit menelan

    b. Perut melilit

    c. Gangguan pencernaan

    d. Nyeri sebelum dan sesudah makanan

    e. Perasaan terbakar diperut

    f. Rasa penuh atau kembung

    g. Mual, muntah

    h. Buang air besar lembek

    i. Sukar buang air besar

    j. Kehilangan berat badan

    Gejala urogenital (perkemihan dan

    kelamin)

    a. Sering buang air kecil

    b. Tidak dapat menahan air seni

    c. Tidak datang bulan

    d. Darah haid berlebihan

    e. Darah haid amad sedikit

    f. Masa haid berkepanjagan

    g. Masa haid amat pendek

    h. Haid berapa kali dalam sebulan

    i. Menjadi dingin

    19

  • 13.

    14.

    j. Ejakulasi dini

    k. Ereksi melemah

    l. Ereksi hilang

    m. Impotensi

    Gejala autonom

    a. Mulut kering

    b. Muka merah

    c. Mudah berkeringat

    d. Kepala pusing

    e. Kepala terasa berat

    f. Kepala terasa sakti

    g. Bulu bulu berdiri

    Tingkah laku

    a. Gelisah

    b. Tidak tenang

    c. Jari gemetar

    d. Kerut kening

    e. Muka tegang

    f. Otot tegang

    g. Nafas pendek dan cepat

    h. Muka merah

    Keterangan :

    Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seorang apakah

    ringan, sedang, berat atau berat sekali dengan menggunakan alat ukur

    (intrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxienty

    (HRS A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing

    masing kelompok diri lagi dengan gejala gejala yang lebih spesifik.

    Masing masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0

    4, yang artinya adalah :

    Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)

    1 = gejala ringan

    20

  • 2 = gejala sedang

    3 = gejala berat

    4 = gejala berat sekali

    Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter

    (psikiater) atau orang yang telah dilatih untuk menggunakan melalui

    teknik wawancara langsung. Masing-masing nilai angka (score) dari

    kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan hasil penjumlahan tersebut

    dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu :

    Total nilai (score) > dari 14 = tidak ada kecemasan

    14 20 = kecemasan ringan

    21 27 = kecemasan sedang

    28 41 = kecemasan berat

    42 56 = kecemasan berat sekali

    C. Terapi bermain

    1. Pengertian

    Bermain merupakan suatu aktivitas bagi anak yang menyenangkan

    dan merupakan suatu metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bagi

    anak bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan

    anak seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih dan lain-lain. Anak-

    anak memerlukan berbagai variasi permainan untuk kesehatan fisik,

    mental dan perkembangan emosinya (Supartini, 2004 : 125). Dengan

    bermain anak dapat menstimulasi pertumbuhan otot-ototnya, kognitifnya

    21

  • dan juga emosinya karena mereka bermain dengan seluruh emosinya,

    perasaannya dan pikirannya. Elemen pokok dalam bermain adalah

    kesenangan dimana dengan kesenangan ini mereka mengenal segala

    sesuatu yang ada disekitarnya sehingga anak yang mendapat kesempatan

    cukup untuk bermain juga akan mendapatkan kesempatan yang cukup

    untuk mengenal sekitarnya sehingga ia akan menjadi orang dewasa yang

    lebih mudah berteman, kreatif dan cerdas, bila dibandingkan dengan

    mereka yang masa kecilnya kurang mendapat kesempatan bermain

    (Suyono, 2012 : 213).

    2. Keuntungan Bermain

    Keuntungan-keuntungan yang didapat dari bermain, antara lain :

    a. Membuang ekstra energi.

    b. Mengoptimalkan pertumbuhan seluruh bagian tubuh, seperti tulang,

    otot dan organ-organ.

    c. Meningkatkan nafsu makan anak karena melakukan aktifitas.

    d. Belajar mengotrol diri.

    e. Mengembangkan berbagi ketrampilan yang berguna sepanjang

    hidupnya.

    f. Meningkatkan daya kreatifitas dan perkembangan imajinasi.

    g. Mendapatkan kesempatan menemukan arti dari benda-benda yang ada

    di sekitar anak.

    h. Merupakan cara untuk mengatasi kemarahan, kekuatiran, iri hati dan

    kedukaan.

    22

  • i. Mendapatkan kesempatan untuk belajar bergaul dengan anak lainnya.

    j. Mendapatkan kesempatan untuk menjadi pihak yang kalah atau pun

    yang menang di dalam bermain

    k. Mendapatkan kesempatan untuk belajar mengikuti aturan-aturan.

    l. Mengembangkan kemampuan intelektual, sosial dan emosiona

    (Suyono, 2012 : 213).

    3. Alat Permainan Edukatif Dan Kreatif (Apek)

    Alat Permainan Edukatif dan kreatif (APEK) adalah alat permainan

    yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak, disesuaikan dengan

    usianya dan tingkat perkembangannya, serta berguna untuk :

    a. Pengembangan aspek fisik, yaitu kegiatan-kegiatan yang dapat

    menunjang atau merangsang pertumbuhan fisik anak, trediri dari

    motorik kasar dan halus. Contoh alat bermain motorik kasar : sepeda,

    bola, mainan yang ditarik dan didorong, tali, dll. Motorik halus :

    gunting, pensil, bola, balok, lilin, dll.

    b. Pengembangan bahasa, dengan melatih berbicara, menggunakan

    kalimat yang benar. Contoh alat permainan : buku bergambar, buku

    cerita, majalah, radio, tape, TV, dll.

    c. Pengembangan aspek kognitif, yaitu dengan pengenalan suara, ukuran,

    bentuk. Warna, dll. Contoh alat permainan : buku bergambar, buku

    cerita, puzzle, boneka, pensil warna, radio, dll.

    d. Pengembangan aspek sosial, khususnya dalam hubungannya dengan

    interaksi ibu dan anak, keluarga dan masyarakat. Contoh alat permainan

    23

  • : alat permainan yang dapat dipakai bersama, misal kotak pasir, bola,

    tali, dll.

    APEK tidak harus yang bagus, mahal dan dibeli di toko. Alat

    bermain buatan sendiri/alat permainan tradisional pun dapat digolongkan

    APEK, asalkan memenuhi syarat sebagai berikut :

    a. Aman

    Alat permainan anak di bawah usia 2 tahun, tidak boleh terlalu kecil,

    catnya tidak boleh mengandung racun (non-toxic), tidak ada bagian-

    bagian yang tajam, dan tidak ada bagian-bagian yang mudah pecah,

    karea pada umur tersebut anak mengalami benda di sekitarnya dengan

    memegang, mencengkram, memasukkan ke dalam mulutnya.

    b. Ukuran dan berat APEK harus sesuai dengan usia anak

    Bila ukurannya terlalu besar, anak akan sukar menjangkau sebaliknya,

    kalu terlalu kecil, alat tersebut akan berbahaya karena dapat dengan

    mudah tertelan oleh anak. Sementara itu, kalau APEK terlalu berat,

    anak akan sulit memindah-mindahkannya serta akan membayangkan

    bila APEK tersebut jatuh dan mengenai anak

    c. Disainnya harus jelas

    APEK harus mempunyai ukuran-ukuran, susunan, dan warna

    tertentu, serta jelas maksud dan tujuannya.

    a. APEK harus mempunyai fungsi untuk mengembangkan berbagai aspek

    perkembangan anak, seperti motorik, bahasa, kecerdasan dan sosialisi

    24

  • b. Harus dapat dimainkan dengan berbagai variasi, terapi jangan terlalu

    sulit hingga membuat anak frustrasi atau mudah hingga membuat anak

    cepat bosan.

    c. Walaupun sederhana, APEK harus tetap menarik baik warna maupun

    bentuknya, bila bersuara, suaranya harus jelas.

    d. APEK harus mudah diterima oleh semua kebudayaan karena bentuknya

    sangat umum.

    e. APEK harus tidak mudah rusak. Kalau ada bagian-bagian yang rusak,

    bagian tersebut harus mudah diganti. Pemeliharaan mudah, terbuat dari

    bahan yang mudah didapat, dan harganya terjangkau oleh masyarakat

    luas.

    Contoh alat permainan balita dan sektor perkembangan yang distimulus :

    a. Pertumbuhan fisik/motorik kasar : sepeda roda tiga/dua, bola, maianan

    yang ditarik dan didorong, tali

    b. Motorik halus : gunting, pensil, bola, balok, lilin

    c. Kecerdasan/kognitif : buku bergambar, buku cerita, puzzle, lego,

    boneka, pensil warna, radio

    d. Bahasa : buku bergambar, buku cerita, majalah, radio, tape, TV/video

    e. Menolong diri sendiri : gelas/piring plastik, sendok, baju, sepatu, kaos

    kaki

    f. Tingkah laku sosial : alat permaianan yang dapat dipakai bersama:

    congklak, kotak pasir, bola tali (Suyono, 2012 : 218).

    25

  • 4. Ciri Alat Permainan Untuk Anak Usia Prasekolah (3 6 tahun)

    a. Usia 0 12 bulan

    Tujuan :

    a. Melatih reflek-reflek (untuk anak bermur 1 bulan), misalnya

    mengisap, menggenggam.

    b. Melatih kerjasama mata dan tangan.

    c. Melatih kerjasama mata dan telinga.

    d. Melatih mencari obyek yang ada tetapi tidak kelihatan.

    e. Melatih mengenal sumber asal suara.

    f. Melatih kepekaan perabaan.

    g. Melatih keterampilan dengan gerakan yang berulang-ulang.

    Alat permainan yang dianjurkan :

    1) Benda-benda yang aman untuk dimasukkan mulut atau dipegang.

    2) Alat permainan yang berupa gambar atau bentuk muka.

    3) Alat permainan lunak berupa boneka orang atau binatang.

    4) Alat permainan yang dapat digoyangkan dan keluar suara.

    5) Alat permainan berupa selimut dan boneka.

    b. Usia 13 24 bulan

    Tujuan :

    1) Mencari sumber suara/mengikuti sumber suara.

    2) Memperkenalkan sumber suara.

    3) Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik.

    4) Melatih imajinasinya.

    26

  • 5) Melatih anak melakukan kegiatan sehari-hari semuanya dalam

    bentuk kegiatan yang menarik

    Alat permainan yang dianjurkan:

    1) Genderang, bola dengan giring-giring didalamnya.

    2) Alat permainan yang dapat didorong dan ditarik.

    3) Alat permainan yang terdiri dari: alat rumah tangga (misal : cangkir

    yang tidak mudah pecah, sendok botol plastik, ember, waskom, air),

    balok-balok besar, kardus-kardus besar, buku bergambar, kertas

    untuk dicoret-coret, krayon/pensil berwarna.

    c. Usia 25 36 bulan

    Tujuan :

    1) Menyalurkan emosi atau perasaan anak.

    2) Mengembangkan keterampilan berbahasa.

    3) Melatih motorik halus dan kasar.

    4) Mengembangkan kecerdasan (memasangkan, menghitung, mengenal

    dan membedakan warna).

    5) Melatih kerjasama mata dan tangan.

    6) Melatih daya imajinansi.

    7) Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda.

    Alat permainan yang dianjurkan :

    1) Alat-alat untuk menggambar.

    2) Lilin yang dapat dibentuk

    3) Pasel (puzzel) sederhana.

    27

  • 4) Manik-manik ukuran besar.

    5) Berbagai benda yang mempunyai permukaan dan warna yang

    berbeda.

    6) Bola.

    d. Usia 32 72 bulan

    Tujuan :

    1) Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan.

    2) Mengembangkan kemampuan berbahasa.

    3) Mengembangkan pengertian tentang berhitung, menambah,

    mengurangi.

    4) Merangsang daya imajinansi dsengan berbagai cara bermain pura-

    pura (sandiwara).

    5) Membedakan benda dengan permukaan.

    6) Menumbuhkan sportivitas.

    7) Mengembangkan kepercayaan diri.

    8) Mengembangkan kreativitas.

    9) Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat, lari,

    dll).

    10) Mengembangkan kemampuan mengontrol emosi, motorik halus dan

    kasar.

    11) Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak dan orang

    diluar rumahnya.

    28

  • 12) Memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan, misal :

    pengertian mengenai terapung dan tenggelam.

    13) Memperkenalkan suasana kompetisi dan gotong royong.

    Alat permainan yang dianjurkan :

    1) Berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar, majalah anak-

    anak, alat gambar & tulis, kertas untuk belajar melipat, gunting, air,

    dll.

    2) Teman-teman bermain : anak sebaya, orang tua, orang lain diluar

    rumah.

    e. Usia Prasekolah

    Alat permainan yang dianjurkan :

    1) Alat olah raga.

    2) Alat masak.

    3) Alat menghitung

    4) Sepeda roda tiga.

    5) Benda berbagai macam ukuran.

    6) Boneka tangan.

    7) Mobil.

    8) Kapal terbang.

    9) Kapal laut.

    29

  • BAB III

    LAPORAN KASUS

    Dalam bab ini tentang Asuhan keperawatan yang di lakukan pada An. F

    dengan demam tifoid, di laksanakan pada tanggal 1011 April 2014. Asuhan

    keperawatan ini di mulai pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi

    keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi.

    A. Identitas Klien

    Dari hasil pengkajian pada tanggal 10 April 2014 jam 08.00 WIB.

    Dengan kasus demam tifoid dengan cara auto anamnesa dan allo anamnesa.

    Dengan cara mengadakan pengamatan dan observasi secara langsung,

    pemeriksaan fisik, melihat catatan medis, dan catatan perawat. Dari

    pengkajian tersebut terdapat hasil identitas klien. Bahwa klien An. F, umur 4

    tahun, tanggal lahir 5 Februari 2010. Diagnosa medis demam tifoid tanggal

    masuk 9 April 2014, penanggung jawab pasien adalah Ny. I beliau adalah ibu

    klien. Beliau berumur 31 tahun, bekerja swasta, beliau bertempat tinggal di

    Tawangsari.

    B. Pengkajian

    Riwayat kesehatan klien berdasarkan hasil pengkajian didapatkan hasil,

    Keluhan utama klien demam kurang lebih 5 hari. Klien datang dengan

    keluhan demam kurang lebih 5 hari, mual muntah, batuk pilek, dan nyeri

    perut. Kemudian pada tanggal 9 April 2014 oleh keluarganya di bawa ke

    30

  • Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo, klien di bawa ke IGD. Klien di

    anjurkan untuk rawat inap, dan mendapatkan terapi infuse RL 20 tetes per

    menit, injeksi ondansentron per 12 jam, pamol syrup 5 ml per 8 jam. Nadi 90

    kali permenit, suhu 38,40C dan pernafasaan 20 kali per menit.

    Riwayat penyakit dahulu, keluarga pasien mengatakan belum pernah di

    rawat di Rumah Sakit dan ibu klien mengatakan An. F merupakan anak

    pertama. Ibu klien mengatakan bahwa anaknya sudah mendapatkan imunisasi

    dasar yang lengkap yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis sesuai

    umur dan jadwal imunisasi.

    Riwayat kesehatan keluarga di keluarga pasien tidak ada yang

    mengalami penyakit keturunan seperti asma, diabetes melitus serta penyakit

    menular seperti TB paru.

    Pertumbuhan dan perkembangan Berat Bayi Lahir 3000 gr/3 kg

    Antropometri Berat Badan : 18 kilo gram, Tinggi Badan : 100 cm, Lingkar

    Kepala : 48 cm, Lingkar Dada : 55 cm, Lingkar Lengan : 20 cm. Hasil Z

    Score WAZ : 1,17 (gizi normal), HAZ : - 0,4 (normal), WHZ : 2,6 (gemuk).

    Status gizi dan nutrisi dan carian sebelum sakit ibu klien mengatakan

    klien makan 3 kali sehari dengan menu nasi, sayur, lauk tahu kadang ikan dan

    minum kurang lebih 6 gelas perhari air putih dan susu. Sedangkan selama

    sakit ibu klien mengatakan mual setelah makan, klien makan 3 kali sehari

    dengan menu bubur, lauk, sayur diit yang telah di berikan oleh rumah sakit

    yaitu bubur tinggi kalori tinggi protein habis setengah porsi dan minum air

    putih kurang lebih 4 gelas perharinya.

    31

  • Pola eliminasi sebelum sakit ibu klien mengatakan buang air besar

    normal 1 kali perhari dengan konsistensi lembek warna kuning dan bau khas,

    buang air kecil sehari kurang lebih 5 kali berwarna kuning jernih, bau khas

    kurang lebih @ 150 cc. Dan selama sakit ibu klien mengatakan buang air

    kecil kurang lebih 4 kali warna kuning jernih, bau khas kurang lebih @ 120

    cc, buang air besar 3 kali perhari dengan konsistensi lembek warna kuning

    dan bau khas.

    Pengkajian kecemasan pasien menanyakan kapan dia sembuh, kapan

    pulang. Dan pasien tampak binggung, pasien tampak menangis, score

    kecemasan 22 (kecemasan sedang) dinilai dalam alat ukur HRS-A adalah

    Tabel 3.1

    Skala HRS-A

    No

    .

    Gejala kecemasan Nilai angka (score)

    0 1 2 3 4

    1.

    2.

    3.

    Perasaan cemas (ansietas)

    a. Cemas

    b. Firasat buruk

    c. Takut akan Pikiran sendiri

    d. Mudah tesinggung

    Ketengangan

    a. Merasa tegang

    b. Lesu

    c. Tidak bisa istirahat tenang

    d. Mudah terkejut

    e. Mudah menagis

    f. Gemetar

    g. Gelisah

    Ketakutan

    a. Pada gelap

    b. Pada orang asing

    c. Ditinggal sendiri

    d. Pada binatang besar

    e. Pada keramaian lalu lintas

    f. Pada kerumunan orang banyak

    9

    9

    9

    32

    33

    34

  • 4.

    5.

    6.

    7.

    8.

    9.

    10.

    Gangguan tidur

    a. Sukar masuk tidur

    b. Terbangun malam hari

    c. Tidur tidak nyeyak

    d. Bangun dengan lesue. Banyak mimpi mimpi

    f. Mimpi buruk

    g. Mimpi menakutkanGangguan kecerdasan

    a. Sukar konsentrasi

    b. Daya ingat menurun

    c. Daya ingat buruk

    Perasaan depresi

    a. Hilangnya minat

    b. Berkurangnya kesenangan padahobi

    c. Sedih

    d. Bangun dini hari

    e. Perasaan berubahubahsepanjang hari

    Gejala somatik

    a. Sakit dan nyeri di otot otot

    b. Kaku

    c. Kedutaan otot

    d. Gigi gemerutuk

    e. Suara tidak stabil

    Gejala somatik/ fisik (sensorik)

    a. Telinga berdering

    b. Penglihatan kaburc. Muka merah atau pucat

    d. Merasa lemas

    e. Perasaan ditusuk tusukGejala kardiovarkuler

    a. Takikardi

    b. Berdebar debar

    c. Nyeri di dadad. Denyut nadi mengeras

    e. Rasa lesu/lemas seperti maupingsan

    f. Detak jantung menghilangGejala respiratori

    a. Rasa tekanan atau sempit di dada

    b. Rasa tercekik

    c. Sering menarik nafas

    d. Nafas pendek / sesak

    9

    9

    9

    9

    9

    33

  • 11.

    12.

    13.

    14.

    Gejala gastrointestinal

    a. Sulit menelan

    b. Perut melilit

    c. Gangguan pencernaan

    d. Nyeri sebelum dan sesudahmakanan

    e. Perasaan terbakar diperut

    f. Rasa penuh atau kembung

    g. Mual, muntah

    h. Buang air besar lembek

    i. Sukar buang air besarj. Kehilangan berat badanGejala urogenital (perkemihan dan

    kelamin)

    a. Sering buang air kecil

    b. Tidak dapat menahan air seni

    c. Tidak datang bulan

    d. Darah haid berlebihan

    e. Darah haid amad sedikit

    f. Masa haid berkepanjagan

    g. Masa haid amat pendek

    h. Haid berapa kali dalam sebulan

    i. Menjadi dingin

    j. Ejakulasi dini

    k. Ereksi melemah

    l. Ereksi hilang

    m. Impotensi

    Gejala autonom

    a. Mulut kering

    b. Muka merah

    c. Mudah berkeringat

    d. Kepala pusing

    e. Kepala terasa berat

    f. Kepala terasa sakti

    g. Bulu bulu berdiri

    Tingkah laku

    a. Gelisah

    b. Tidak tenang

    c. Jari gemetard. Kerut kening

    e. Muka tegang

    f. Otot tegang

    g. Nafas pendek dan cepath. Muka merah

    9

    9

    34

  • Keterangan

    Total nilai (score) > dari 14 = tidak ada kecemasan

    14 20 = kecemasan ringan

    21 27 = kecemasan sedang

    28 41 = kecemasan berat

    42 56 = kecemasan berat sekali

    Hasil pengkajian pemeriksaan fisik pasien keadaan umum cukup baik

    kesadaran pasien Composmentis (CM), Suhu tubuh pasien 38,20C,

    pernafasan 20 kali per menit teratur, denyut nadi 94 kali per menit teratur dan

    kuat. Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih tidak ada lesi, kebersihan

    cukup, rambut hitam, tidak ada ketombe, kebersihan rambut cukup baik. Pada

    pemeriksaan mata didapatkan hasil simetris kanan dan kiri, penglihatan

    normal tanpa alat bantu penglihatan, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

    ikterik, ada reflek terhadap cahaya. Pada pemeriksaan telinga simetris antara

    kanan dan kiri, bersih tidak ada serumen, reflek pendengaran baik, tidak

    menggunakan alat bantu pendengaran. Pada pemeriksaan hidung didapatkan

    hasil bersih, tidak terdapat sekret, reflek membau normal, simetris antara

    kanan dan kiri. Pada pemeriksaan mulut simetris, lidah sedikit kotor, mukosa

    bibir lembab. Pada pemeriksaan gigi didapatkan gigi sedikit kekuningan,

    kebersihan cukup baik, dan tidak ada karies gigi. Pemeriksaan leher

    didapatkan kulit sawo matang, tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada kaku

    kuduk.

    35

  • Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan hasil saat di lakukan inspeksi

    bentuk dada simetris kanan-kiri, saat dilakukan perkusi didapatkan sonor, saat

    dilakukan palpasi didapatkan vokal fremitus kanan dan kiri sama. Saat di

    auskultasi di dapatkan suara lapang paru vesikuler. Pada pemeriksaan jantung

    inspeksi didapatkan ictus cordis tidak tampak, saat di lakukan perkusi

    didapatkan bunyi pekak, saat di palpasi ictus cordis teraba di di intercosta 5

    sinistra, saat di auskultasi didapatkan bunyi jantung I bunyi jantung II murni.

    Pada pemeriksaan abdomen inspeksi didapatkan tidak ada jejas, umbilicus

    bersih, saat dilakukan auskultasi didapatkan bising usus 7 kali per menit, saat

    di perkusi tympani, saat dilakukan palpasi ada nyeri tekan di kuadran II.

    Pada pemeriksaan genetalia didapatkan hasil bersih, berjenis kelamin

    laki-laki. Dan pemeriksaan anus didapatkan hasil tidak ada kelainan pada

    anus, anus normal. Pada pemeriksaan ekstremitas atas didapatkan sebelah

    kanan kekuatan otot penuh (didapatkan nilai 5), sebelah kiri otot penuh

    (didapatkan nilai 5), terpasang infuse RL 20 tetes per menit. Ekstremitas

    bawah didapatkan sebelah kiri kekuatan otot penuh (didapatkan nilai 5),

    sebelah kanan bawah kekuatan otot penuh (didapatkan nilai 5). Intregumen

    bersih tidak ada jejas, kulit teraba panas, kulit tampak kemerahan

    Pemeriksaan penunjang laboraturium yang di lakukan pada tanggal 10

    April 2014 yaitu, WBC 13,31 uL (nilai normal 4,1-10,9 x 103), RBC 4,60 uL

    (nilai normal 3,8-5,5 x 106), HGB 12,3 g/dL (nilai normal 12,00-14,00), HCT

    34,8 % (nilai normal 40-50%), MCV 75,7 fL (nilai normal 8,2-10 fL), MCH

    26,7 pg (nilai normal 27,0-31,0), MCHC 35, 3 g/dL (nilai normal 31-35

    36

  • g/dL), PLT 398 uL (nilai normal 140-450x103), RDW- SD 32,4 fL (nilai

    normal 6,5-12,00), PDW 9,16 fL (nilai normal 6,5-12,00), MPV 9,4 Fl (nilai

    normal 82,0-92,0) uji widal S. Typhi O 1/280 (nilai normal 1/200), S. Typhi

    H 1/280 (nilai normal 1/200).

    Jenis terapi infus RL dosis 20 tetes permenit, kandungan larutan

    elektrolit nutrisi anti mikroba, fungsi mengembalikan keseimbangan elektrolit

    pada dehidrasi infeksi saluran pernafasan dan infeksi saluran kemih.

    Ondansentron 4 mg/12 jam kandungan ondansentron 8 mg/tab, fungsi

    pencegahan mual dan muntah paska bedah melalui intravena. Cefotaxime 500

    mg/8 jam kandungan sefotaksime 500 mg fungsi infeksi saluran nafas bawah

    melalui intravena. Ranitidine 12,5 mg/12 jam kandungan ranitidine 150

    mg/tab fungsi pengobatan jangka pendek tukak duodenum aktif melalui

    intravena. Obat oral pamol syrup 3 kali 5 ml kandungan parasetamol 120

    mg/5 ml fungsi menurunkan demam dan nyeri.

    C. Perumusan Masalah Keperawatan

    Proses diagnoasa keperawatan yang sudah disesuaikan menurut

    (Herdman, 2009-2011). Diagnosa hipertermi berhubungan dengan proses

    infeksi muncul pada pasien An. F berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal

    10 April 2014 didapatkan data subjektif ibu pasien mengatakan pasien panas

    + 5 hari, mual, muntah, mengalami batuk pilek, dan data objektif pasien di

    dapatkan pasien tampak bingung, kulit teraba panas, kulit tampak kemerahan,

    suhu tubuh 38,50C, nadi 90 x/menit, respirasi 24 x/menit dan kulit tampak

    37

  • kemerahan, uji widal S. Typhi O 1/280 (nilai normal 1/200), S. Typhi H

    1/280 (nilai normal 1/200) sehingga didapatkan masalah keperawatan

    hipertermi berhubungan dengan proses infeksi yang disebabkan oleh

    Salmonella typhi (Muttain dan Sari, 2011 : 493). Maka penulis merumuskan

    masalah keperawatan yaitu hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

    Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian diperoleh. Data

    subjektif pasien mengatakan kapan dia sembuh, kapan pulang. Data objektif

    yang diperoleh pasien tampak binggung, pasien tampak menangis, score

    kecemasan 22. Proses diagnoasa keperawatan yang sudah disesuaikan

    menurut (Herdman, 2009-2011). Maka penulis merumuskan prioritas masalah

    keperawatan yaitu kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan.

    Kemudian penulis menyusun, intervensi keperawatan, implementasi

    keperawatan, dan melakukan laporan evaluasi tindakan.

    D. Rencana Keperawatan

    Berdasarkan rumusan masalah yang didapatkan diagnosa hipertermi

    berhubungan dengan proses infeksi, maka penulis menyusun rencana

    keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2

    x 24 jam diharapkan suhu dalam batas normal dengan kriteria hasil tanda

    tanda vital dalam batas normal, tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada

    pusing, pasien merasa nyaman (Herdman, 2009-2011) Intervensi yang

    dilakukan yaitu evaluasi tandatanda vital dengan rasional sebagai

    pengawasan terhadap adanya pemenuhan keadaan umum pasien sehingga

    38

  • dapat dilakukan penanganan dan perawatan secara tepat dan cepat. Kaji

    pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurunkan suhu tubuh

    dengan rasional sebagai data dasar untuk memberikan intervensi selanjutnya.

    Lakukan tirah baring total dengan rasional penurunan aktifitas akan

    menurunkan laju metabolisme yang tinggi pada fase akut, dengan demikian

    membantu menurunkan suhu tubuh. Atur lingkungan yang kondusif dengan

    rasional kondisi ruangan kamar yang tidak panas, tidak bising dan sedikit

    pengunjung memberikan efektifitas terhadap proses penyembuhan. Beri

    kompres hangat dengan rasional kompres air hangat merupakan tehnik

    penurunan suhu tubuh dengan meningkatkan efek efaporasi. Kolaborasi

    pemberian obat dengan rasional antipiretik bertujuan untuk memblok respons

    panas sehingga suhu tubuh pasien dapat lebih cepat menurun.

    Perencanaan dari masalah keperawatan kecemasan berhubungan dengan

    perubahan lingkungan penulis menyusun dengan tujuan pasien kecemasan

    teratasi dengan pasien merasa tidak cemas, ekspresi tubuh dan tingkat

    aktifitas menunjukkan berkurangnya kecemasan dan vital sign dalam batas

    normal (Herdman, 2009-2011). Kaji tingkat kecemasan dengan rasional untuk

    mengetahui tingkat kecemasan. Anjurkan pasien dan keluarga untuk

    mengungkapkan dan mengekspersikan rasa takut dengan rasional kesempatan

    diberikan pada pasien untuk mengekpresikan rasa takutnya. Catat reaksi dari

    pasien/keluarga kesempatan untuk mendiskusikan perasaannya dan harapan

    masa depan dengan rasional anggota keluarga dengan respons apa yang

    terjadi dan kecemasannya dapat disampaikan kepada pasien. Anjurkan

    39

  • aktifitas pengalihan perhatian sesuai kesempatan induvidu, seperti nonton tv,

    terapi bermain (puzzle) dengan rasional meningkatkan distraksi dan pikiran

    pasien dengan kondisi sakit.

    E. Implementasi

    Tindakan keperawatan hari pertama yang dilakukan pada tanggal 10

    April 2014 dengan diagnosa keperawatan hipertermi b.d proses infeksi jam

    08.00 WIB memantau tanda-tanda vital dengan respon subyektif An. F

    mengatakan pasien bersedia. Respon obyektif dan hasil pemeriksaan fisik

    Suhu 38,50C, Nadi 90 kali per menit, Respirasi 24 kali per menit. Jam 08.30

    WIB kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurukan suhu

    tubuh dengan respon subjektif keluarga pasien mengatakan cara menurunkan

    panas dengan memberi obat warung, respon objektif pasien tampak lemah,

    keluarga tampak tidak tahu cara menurunkan panas. Jam 09.00 WIB anjurkan

    keluarga pasien kompres air hangat apabila suhu tubuh anaknya meningkat

    dengan respon data subjektif ibu pasien mengatakan bersedia dan respon

    objektif ibu pasien tampak kooperatif. Pada jam 09.30 WIB anjurkan

    keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat dengan

    respon subjektif ibu pasein mengatakan bersedia dan respon objektfif ibu

    pasien tampak koopertif. Jam 10.00 WIB memberikan terapi obat pamol 5 ml

    dengan respon subjektif ibu pasien bersedia An. F untuk diberikan obat

    respon objektif obat sudah diberikan.

    Tindakan keperawatan hari pertama yang dilakukan pada tanggal 10

    April 2014 dengan diagnosa keperawatan kecemasan b.d perubahan

    40

  • lingkungan. Jam 08.45 WIB Anjurkan pasien dan keluarga untuk

    mengungkapkan rasa takutnya pasien dan keluarga untuk mengungkapkan

    rasa takutnya dengan respon subjektif keluarga pasien mengatakan ingin

    cepat sembuh dan ingin pulang, respon objektif didapatkan pasien tampak

    mengangis, score kecemasan 22 (kecemasan sedang). Jam 10.30 WIB Catat

    reaksi dari pasien/keluarga beri kesempatan untuk mendiskusikan perasaan

    dengan respon subjektif ibu pasien mau mengungkapkan perasaannya.

    Kemudian pada jam 13.00 WIB memberikan terapi bermain (puzzle) dengan

    respon subjektif ibu pasien bersedia An. F diberikan terapi bermain (puzzle)

    dengan respon objektif pasien sedikit kooperatif mengikuti permainan.

    Tindakan keperawatan pada hari kedua yang dilakukan pada tanggal 11

    April 2014 dengan diagnosa keperawatan hipertermi b.d proses infeksi jam

    07.10 WIB memantau tanda-tanda vital dengan respon subyektif An. F

    mengatakan pasien bersedia. Respon obyektif dan hasil pemeriksaan fisik

    Suhu 36,80C, Nadi 92 kali per menit, Respirasi 24 kali per menit. Jam 07.30

    WIB kolaborasi pemberian obat paracetamol 5 ml dengan respon subjektif

    ibu pasien bersedia An. F diberikan obat respon objektif obat sudah diberikan.

    Tindakan keperawatan pada hari kedua yang dilakukan pada tanggal 11

    April 2014 dengan diagnosa keperawatan kecemasan b.d perubahan

    lingkungan. Jam 08.30 WIB Catat reaksi dari pasien/keluarga beri

    kesempatan untuk mendiskusikan perasaan dengan respon subjektif ibu

    pasien mau mengungkapkan perasaannya dan respon objektif An. F tampak

    kooperatif. Jam 09.15 WIB Anjurkan pasien dan keluarga untuk

    41

  • mengungkapkan rasa takutnya pasien dengan respon subjektif keluarga pasien

    mengatakan sudah tenang, respon objektif didapatkan pasien tampak nyaman,

    tidak menangis, score kecemasan 13 (tidak cemas). Jam 12.30 WIB

    memberikan terapi bermain (puzzle) dengan respon subjektif ibu pasien

    mengatakan bersedia An. F diberikan terapi bermain (puzzle). Dan respon

    objektif pasien kooperatif dan mengikuti permainan.

    F. Evaluasi

    Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis kemudian evaluasi

    untuk diagnosa yang pertama hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

    dilakukan evaluasi pada tanggal 10 April 2014 dengan metode SOAP yaitu

    Evaluasi untuk diagnosa yang pertama hipertermi berhubungan dengan proses

    infeksi Ibu pasien mengatakan panas naik turun apabila sore dan malam hari.

    Suhu 38,50C, nadi 90 kali per menit, respirasi 24 kali per menit, S. Typhi O

    1/280 (nilai normal 1/200), S. Typhi H 1/280 (nilai normal 1/200), warna

    kulit tampak merah, kulit teraba panas. Hal ini menyebabkan masalah

    keperawatan belum teratasi, maka intervensi dilanjtukan yaitu beri kompres

    air hangat pada saat suhu tubuh meningkat, kolaborasi pemberian antipiretik.

    Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 10 April 2014.

    Evaluasi untuk diagnosa kecemasan berhubungan dengan perubahan

    lingkungan. Dilakukan evaluasi keperawatan dengan metode SOAP yaitu ibu

    pasien mengatakan pasien kadang masih menangis. Tampak menangis, tidak

    kooperatif, Suhu 38,50C, nadi 90 kali per menit, respirasi 24 kali per menit,

    42

  • score kecemasan 22 (kecemasan sedang). Hal ini menyatakan masalah

    keperawatan belum teratasi, maka intervensi dilanjutkan yaitu memberikan

    terapi bermainan (puzzle).

    Evaluasi pada tanggal 11 April 2014., dengan diagnosa hipertermi b.d

    proses infeksi yaitu ibu pasien mengatakan panas turun. Suhu 36,80C,

    frekuensi nadi 92 kali per menit, frekuensi respirasi 24 kali per menit, badan

    sudah tidak teraba panas, warna kulit tidak tampak kemerahan. Hal ini

    menyatakan masalah sudah teratasi. Maka intervensi dihentikan.

    Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 11 April 2014

    Dilakukan evaluasi keperawatan dengan metode SOAP yaitu ibu pasien

    mengatakan An. F sudah tidak rewel. Pasien tampak sudah tenang, sudah

    tidak menangis dan kooperatif, suhu 36,80C, frekuensi nadi 92 kali per menit,

    frekuensi respirasi 24 kali per menit, score kecemasan 13 (tidak cemas). Hal

    ini menyatakan pada hari kedua masalah sudah teratasi. Maka intervensi

    dihentikan.

    43

  • BAB IV

    PEMBAHASAN

    Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan An. F

    dengan demam tifoid di Ruang Anggrek RSUD Sukoharjo. Pembahasan pada bab

    ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun kesengajaan antara teori

    dengan kasus. Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan

    dasar manusia melalui tahap, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,

    implementasi dan evaluasi.

    A. Pengkajian

    Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk

    mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi,

    mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik

    fisik, mental, sosial dan lingkungan (Deden, 2012 : 36). Dalam pengkajian

    perawat terhadap An. F didapatkan data bahwa klien datang dengan keluhan

    demam kurang lebih 5 hari, mual muntah, batuk pilek dan nyeri perut. Tanda

    dan gejala yang muncul pada pasien dengan demam tifoid yaitu demam yang

    tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu. Minggu pertama

    peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada

    malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus

    meningkat, pada minggu ketiga suhu berangsur-angsur turun dan kembali

    normal. Gangguan pada saluran cerna, bibir kering dan pecah-pecah, lidah

    ditutupi selaput putih kotor tidak nafsu makan. Gangguan kesadaran seperti

    44

  • penurunan kesadaran. Bintik-bintik kemerahan pada kulit (roseola) akibat

    emboli basil dalam kapiler kulit. Nyeri kepala, nyeri perut, lemah dan lesu

    (Suradi dan Yuliana, 2011 : 281). Nadi 90 kali per menit, suhu 38,40C dan

    pernafasaan 20 kali per menit. Dari data pengkajian dapat disimpulkan bahwa

    terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada gejala

    demam tifoid yang dialami An. F, yaitu pada kasus ini pasien tidak mengalami

    bibir kering dan pecah-pecah. Komplikasi yang sering muncul pada pasien

    demam tifoid pada minggu pertama sampai minggu ketiga antara lain

    kemungkinan dijumpai mimisan, batuk, bibir kering dan pecah-pecah

    (Widagdo, 2012 : 219).

    Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien belum pernah dirawat di

    Rumah Sakit dan ibu klien mengatakan An. F merupakan anak pertama. Ibu

    klien mengatakan bahwa anaknya sudah mendapatkan imunisasi dasar yang

    lengkap yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis sesuai umur dan

    jadwal imunisasi. Pada keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit

    keturunan seperti asma, diabetes melitus serta penyakit menular seperti TB

    paru. Penyebab penyakit demam tifoid ini adalah Salmonella typhi yang

    mempunyai ciri-ciri adalah merupakan basil gram negatif yang bergerak

    dengan bulu getar dan tidak berspora (Nursalam, Susilaningrum M., Utami

    M., 2005 : 153). Dengan tingkat pengetahuan dan pendidikan orang tua yang

    terbatas, besar kemungkinan dalam keluarga tidak menyadari bahwa demam

    tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi, karena tidak semua penderita demam

    tifoid mengalami gangguan ataupun gejala klinis yang signifikan.

    45

  • Anak lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 3000 gram (3 kg),

    kelahiran secara spontan di rumah sakit. Saat ini anak berusia 4 tahun dengan

    berat badan 18 kg dan tinggi badan 100 cm, lingkar kepala 48 cm, lingkar

    dada 55 cm, lingkar lengan 20 cm. Penilaian Zscore diperoleh Waz (berat

    badan menurut umur) adalah 1,17 dan Haz (tinggi badan menurut umur)

    adalah -0,4 dan Whz adalah 2,6 hasil tersebut menunjukkan bahwa

    pertumbuhan dan perkembangan anak dalam masuk kategori gemuk dan

    memiliki gizi yang baik.

    Sebelum masuk rumah sakit nutrisi klien cukup teratur, anak makan 3

    kali sehari dengan menu nasi, sayur, lauk tahu kadang ikan dan minum kurang

    lebih 6 gelas perhari air putih dan susu. Terdapat keluhan mual setelah anak

    makan. Demam tifoid pada anak memiliki salah satu tanda seperti diare

    (kontipasi), muntah, dan sakit kepala, nyeri perut (Sodikin, 2011 : 240).

    Selama sakit anak makan 3 kali sehari dengan menu bubur, lauk, sayur diet

    yang telah diberikan oleh rumah sakit yaitu bubur tinggi kalori tinggi protein

    habis setengah porsi dan minum air putih kurang lebih 4 gelas perharinya.

    Diet, makan harus mengundung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein.

    Bahan makanan tidak boleh mengandung serat, tidak merangsang, dan tidak

    menimbulkan banyak gas (Muttaqin A dan Sari U., 2011 : 493). Dari data

    pengkajian nutrisi dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori

    dan kenyataan yang terjadi pada gejala demam tifoid yang dialami An. F.

    Sebelum masuk rumah sakit anak BAB 1 kali perhari dengan

    konsistensi lembek warna kuning dan bau khas, buang air kecil sehari kurang

    46

  • lebih 5 kali berwarna kuning jernih, bau khas kurang lebih @ 150 cc. Selama

    sakit An. F BAB buang air besar 3 kali perhari dengan konsistensi lembek

    warna kuning dan bau khas serta buang air kecil kurang lebih 4 kali warna

    kuning jernih, bau khas kurang lebih @ 120 cc. pada bayi dan anak umur

    kurang dari 5 tahun berlangsung ringan dengan demam ringan dan lesu,

    sehingga diagnoasis sulit ditetapkan. Gejala diare lebih sering ditemukan

    hingga diagnosa mengarah ke gastroenteritis (Widagdo, 2012 : 220). Dari

    data pengkajian pola eliminasi dapat disimpulkan bahwa tidak ada

    kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada gejala demam tifoid

    yang dialami An. F.

    Keadaan umum klien adalah cukup baik kesadaran pasien

    composmentis (CM). Dan setelah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital

    didapatkan hasil suhu tubuh 38,20C, pernafasan 20 kali permenit, denyut nadi

    94 kali permenit.Pada pemeriksaan head to too didapatkan hasil kepala An. F

    berbentuk mesochepal, kulit kepala bersih tidak ada lesi, kebersihan cukup,

    rambut hitam, tidak ada ketombe, kebersihan rambut cukup baik. Pada

    pemeriksaan mata didapatkan hasil simetris kanan dan kiri, penglihatan

    normal tanpa alat bantu penglihatan, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

    ikterik, ada reflek terhadap cahaya. Pada pemeriksaan telinga simetris antara

    kanan dan kiri, bersih tidak ada serumen, reflek pendengaran baik, tidak

    menggunakan alat bantu pendengaran. Pada pemeriksaan hidung didapatkan

    hasil bersih, tidak terdapat sekret, reflek membau normal, simetris antara

    kanan dan kiri. Pada pemeriksaan mulut simetris, lidah sedikit kotor, mukosa

    47

  • bibir lembab, pada pengkajian pemeriksaan fisik anak dengan demam tifoid

    lidah tertutup selaput putih kotor, sementara dan tepinya berwarna kemerahan

    (Nursalam, 2005 : 155). Dari data pengkajian pemeriksaan fisik di bagian

    mulut dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan

    kenyataan yang terjadi pada gejala demam tifoid yang dialami An. F.

    Pada pemeriksaan gigi didapatkan gigi sedikit kekuningan, kebersihan

    cukup baik, dan tidak ada karies gigi. Pemeriksaan leher didapatkan kulit sawo

    matang, tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada kaku kuduk. Pada pemeriksaan

    fisik paru didapatkan hasil saat dilakukan inspeksi bentuk dada simetris

    kanan-kiri, saat dilakukan perkusi didapatkan sonor, saat dilakukan palpasi

    didapatkan vokal fremitus kanan dan kiri sama. Saat dilakukan pemeriksaan

    auskultasi didapatkan suara lapang paru vesikuler. Pada pemeriksaan jantung

    inspeksi didapatkan ictus cordis tidak tampak, saat dilakukan perkusi

    didapatkan bunyi pekak, saat pemeriksaan palpasi ictus cordis teraba di

    intercosta 5 sinistra, saat pemeriksaan auskultasi didapatkan bunyi jantung I

    dan bunyi jantung II murni. Pada pemeriksaan abdomen inspeksi didapatkan

    tidak ada jejas, umbilicus bersih, saat dilakukan pemeriksaan auskultasi

    didapatkan bising usus 7 kali per menit, saat dilakukan pemeriksan perkusi

    tympani, saat dilakukan pemeriksaan palpasi ada nyeri tekan di kuadran II.

    Demam tifoid pada anak memiliki salah satu tanda seperti diare, muntah, dan

    sakit kepala, nyeri perut (Sodikin, 2011 : 240). Dari semua pengkajian head to

    too pada anak maka didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat kelainan

    pada saat proses pengkajian.

    48

  • Genetalia An. F didapatkan hasil bersih, berjenis kelamin laki-laki.

    Dan pemeriksaan anus didapatkan hasil tidak ada kelainan pada anus, anus

    normal. Pada pemeriksaan ekstremitas atas didapatkan sebelah kanan kekuatan

    otot penuh (didapatkan nilai 5), sebelah kiri otot penuh (didapatkan nilai 5),

    terpasang infuse RL 20 tetes per menit. Ekstremitas bawah didapatkan sebelah

    kiri kekuatan otot penuh (didapatkan nilai 5), sebelah kanan bawah kekuatan

    otot penuh (didapatkan nilai 5). Intregumen bersih tidak ada jejas, kulit teraba

    panas, kulit tampak kemerahan.

    B. Diagnosa Keperawatan

    Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon

    individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau

    potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan

    asuhan keperawatan (Nursalam, 2005). Pada teori yang didapat penulis,

    diagnosa keperawatan yang sering muncul pada penyakit demam tifoid antara

    lain hiperterni berhubungan dengan proses infeksi, aktual/resiko tinggi

    ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

    kurangnya makanan yang adekuat, nyeri berhubungan dengan iritasi saluran

    gastrointestinal dan kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan

    (Muttaqin A dan Sari U., 2011 : 493).

    Proses diagnosa keperawatan yang sudah disesuaikan menurut

    (Herdman, 2009-2011). Batasan karakteristik dalam hipertermi antara lain

    konvulsi, kulit kemerahan, peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal,

    49

  • kejang, takikardia, takipnea dan kulit terasa hangat (Herdman, 2009-2011) ada

    diagnosa hipertermi berhubungan dengan proses infeksi muncul pada pasien

    An. F berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 10 April 2014 didapatkan

    data subjektif ibu pasien mengatakan pasien panas + 5 hari, mual, muntah,

    mengalami batuk pilek, dan data objektif pasien di dapatkan pasien tampak

    bingung, kulit teraba panas, kulit tampak kemerahan, suhu tubuh 38,50C, nadi

    90 x/menit, respirasi 24 x/menit, uji widal S. Typhi O 1/280 (nilai normal

    1/200), S. Typhi H 1/280 (nilai normal 1/200), sehingga didapatkan masalah

    keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses infeksi yang disebabkan

    oleh Salmonella typhi (Muttaqin A dan Sari U., 2011 : 493).

    Proses diagnoasa keperawatan yang sudah disesuaikan menurut

    (Herdman, 2009-2011). Batasan karakteristik kecemasan yaitu dengan menilai

    perilaku yang gelisah dan kontak mata yang buruk, afektif yang gelisah dan

    distres aerta ketakutan, fisiologis pada wajah yang tegang, simpatik dengan

    menunjukkan anoreksia, mulut kering serta lemah, parasimpatik dengan

    merasakkan mual dan serta kognitif klien dengan menunjukkan ketakutan

    (Herdman, 2009-2011 : 445). Pada diagnosa kecemasan berhubungan dengan

    perubahan lingkungan muncul pada pasien An. F berdasarkan hasil data

    subjektif hasil bahwa pasien mengatakan kapan dia sembuh dan kapan dia

    pulang, dan data objektif pasien tampak bingung dan pasien tampak menangis,

    suhu tubuh 38,50C, nadi 90 x/menit, respirasi 24 x/menit, score kecemasan 22

    (tingkat kecemasan sedang), sehingga didapatkan masalah keperawatan

    50

  • kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan (Muttain dan Sari,

    2011 : 493).

    Menurut Wong (2002) dalam Hermiati dan Marita (2013), perawatan

    dirumah sakit yang dialami oleh seorang anak dapat menimbulkan berbagai

    pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan kecemasan. Cemas yang

    muncul dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti lingkungan fisik rumah

    sakit antara lain bangunan/ruang rawat, alat-alat, bau yang khas, pakaian putih

    petugas kesehatan maupun lingkungan sosial, seperti sesama pasien anak,

    ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu sendiri. Perasaan, seperti

    takut, cemas, tegang, nyeri dan perasaan yang tidak menyenangkan lainnya,

    sering kali dialami anak. Efek hospitalisasi pada anak sering dialami oleh anak

    saat mengalami perawatan dirumah sakit. Dampak negatif dari perubahan

    lingkungan sangat berpengaruh terhadap upaya perawatan dan pengobatan

    yang sedang dijalani pada anak. Reaksi yang dimunculkan pada anak akan

    berbeda antara satu dengan lainnya (Suryanti, 2011).

    Untuk memprioritaskan diagnosa keperawatan pada An. F, penulis

    menggunakan prioritas kebutuhan dasar Maslow. Diagnosa utama adalah

    kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan. Diagnosa kedua

    yaitu hipertermia berhubungan dengan proses infeksi.

    C. Intervensi

    Intervensi keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan suatu

    tindakan yang dapat diukur berdasarkan kemampuan dan kewenangan

    perawat. Penulis dalam menentukan tujuan dan kriteria hasil didasarkan pada

    51

  • metode SMART. S: Spesifik, tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti

    ganda. M: Measurable, tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya

    tentang perilaku klien, dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan dan dibau. A:

    Achievable, tujuan harus dapat dicapai, R: Reasonable, tujuan harus dapat

    dipertanggung jawabkan secara ilmiah, T: Time, mempunyai batasan waktu

    yang jelas (Nursalam, 2005).

    Adapun intervensi yang sesuai dari diagnosa keperawatan An. F yang

    sedang dirawat di RSUD Sukoharjo untuk diagnosa yang pertama hipertermi

    berhubungan dengan proses infeksi. Tujuan yang ingin dicapai adalah selama

    dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan suhu tubuh dalam

    batas normal dengan kriteria hasil suhu 360 37

    0C, nadi dan respirasi dalam

    batas normal dan tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing serta

    pasien merasa nyaman. Intervensi yang didapatkan pasien An. F antara lain

    evaluasi tanda-tanda vital pada setiap pergantian shift atau setiap ada keluhan

    dari pasien untuk sebagai pengawasan terhadap adanya pemenuhan keadaan

    umum pasien sehingga dapat dilakukan penanganan dan perawatan secara

    cepat dan tetap.

    Kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurunkan suhu

    tubuh untuk memberikan intervensi selanjutnya. Lakukan tirah baring total

    untuk menurunkan laju metabolisme yang tinggi pada fase akut dan membantu

    menurunkan suhu tubuh. Atur lingkungan yang kondusif untuk memberikan

    efektivitas terhadap proses penyembuhan. Beri kompres dingin air hangat

    untuk menurunkan suhu tubuh dengan meningkatkan efek efaporasi.

    52

  • Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat untuk memblok respons

    panas sehingga suhu tubuh pasien dapat lebih cepat menurun (Muttain dan

    Sari, 2011 : 493).

    Adapun intervensi yang sesuai dari diagnosa keperawatan An. F yang

    sedang dirawat di RSUD Sukoharjo untuk diagnosa yang kedua kecemasan

    berhubungan dengan perubahan lingkungan. Tujuan yang ingin dicapai setelah

    dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam kecemasan klien teratasi

    dan kooperatif dengan kriteria hasil pasien merasa tidak cemas, ekspresi tubuh

    dan tingkat aktifitas menunjukkan berkurangnya kecemasan dan vital sign

    dalam batas normal. Intervensi yang dilakukan pada An. F antara lain monitor

    respon fisik dan perubahan tanda vital untuk mengevaluasi derajat/ tingkat

    kesadaran khususnya ketika melakukan komunikasi verbal. Anjurkan pasien

    dan keluarganya untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya

    untuk mengekspresikan rasa takutnya. Catat reaksi dari pasien/ keluarga. Beri

    kesempatan untuk mendiskusikan perasaannya/ konsentrasinya dan harapan

    masa depanuntuk kecemasannya dapat disampaikan kepada pasien. Anjurkan

    aktivitas penglihatan perhatian sesuai kemampuan individu, seperti nonton TV

    dan bermain untuk meningkatkan distraksi dari pikiran pasien dengan kondisi

    sakit (Muttain dan Sari, 2011 : 493).

    D. Implementasi

    Implementasi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana

    tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan

    dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup

    53

  • melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-

    hari, memberikan asuhan perawatan untuk tujuan yang berpusat pada

    klien.Implementasi merupakan tahapan pemberian tindakan keperawatan

    untuk mengatasi permasalahan penderita secara terarah dan komprehensif,

    berdasarkan rencana tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya (Potter &

    Perry, 2005).

    Tindakan keperawatan hari pertama yang dilakukan pada tanggal 10

    April 2014 dengan diagnosa keperawatan hipertermi b.d proses infeksi jam

    08.00 WIB memantau tanda-tanda vital dengan respon subyektif An. F

    mengatakan pasien bersedia. Respon obyektif dan hasil pemeriksaan fisik

    Suhu 38,50C, Nadi 90 kali per menit, Respirasi 24 kali per menit. Jam 08.30

    WIB kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurukan suhu

    tubuh dengan respon subjektif keluarga pasien mengatakan cara menurunkan

    panas dengan memberi obat warung, respon objektif pasien tampak lemah,

    keluarga tampak tidak tahu cara menurunkan panas. Jam 09.00 WIB anjurkan

    keluarga pasien kompres air hangat apabila suhu tubuh anaknya meningkat

    dengan respon data subjektif ibu pasien mengatakan bersedia dan respon

    objektif ibu pasien tampak kooperatif. Pada jam 09.30 WIB anjurkan

    keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat dengan

    respon subjektif ibu pasein mengatakan bersedia dan respon objektfif ibu

    pasien tampak koopertif. Jam 10.00 WIB memberikan terapi obat pamol 5 ml

    dengan respon subjektif ibu pasien bersedia An. F untuk diberikan obat

    respon objektif obat sudah diberikan.

    54

  • Tindakan keperawatan hari pertama yang dilakukan pada tanggal 10

    April 2014 dengan diagnosa keperawatan kecemasan b.d perubahan

    lingkungan. Jam 08.45 WIB Anjurkan pasien dan keluarga untuk

    mengungkapkan rasa takutnya pasien dan keluarga untuk mengungkapkan

    rasa takutnya dengan respon subjektif keluarga pasien mengatakan ingin

    cepat sembuh dan ingin pulang, respon objektif didapatkan pasien tampak

    mengangis, score kecemasan 22 (kecemasan sedang). Jam 10.30 WIB Catat

    reaksi dari pasien/keluarga beri kesempatan untuk mendiskusikan perasaan

    dengan respon subjektif ibu pasien mau mengungkapkan perasaannya.

    Kemudian pada jam 13.00 WIB memberikan terapi bermain (puzzle) dengan

    respon subjektif ibu pasien bersedia An. F diberikan terapi bermain (puzzle)

    dengan respon objektif pasien sedikit kooperatif mengikuti permainan.

    Tindakan keperawatan pada hari kedua yang dilakukan pada tanggal

    11 April 2014 dengan diagnosa keperawatan hipertermi b.d proses infeksi jam

    07.10 WIB memantau tanda-tanda vital dengan respon subyektif An. F

    mengatakan pasien bersedia. Respon obyektif dan hasil pemeriksaan fisik

    Suhu 36,80C, Nadi 92 kali per menit, Respirasi 24 kali per menit. Jam 07.30

    WIB kolaborasi pemberian obat paracetamol 5 ml dengan respon subjektif

    ibu pasien bersedia An. F diberikan obat respon objektif obat sudah diberikan.

    Tindakan keperawatan pada hari kedua yang dilakukan pada tanggal

    11 April 2014 dengan diagnosa keperawatan kecemasan b.d perubahan

    lingkungan. Jam 08.30 WIB Catat reaksi dari pasien/keluarga beri

    kesempatan untuk mendiskusikan perasaan dengan respon subjektif ibu

    55

  • pasien mau mengungkapkan perasaannya dan respon objektif An. F tampak

    kooperatif. Jam 09.15 WIB Anjurkan pasien dan keluarga untuk

    mengungkapkan rasa takutnya pasien dengan respon subjektif keluarga pasien

    mengatakan tenang, respon objektif didapatkan pasien tampak nyaman, score

    kecemasan 13 (tidak cemas). Jam 12.30 WIB memberikan terapi bermain

    (puzzle) dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan bersedia An. F

    diberikan terapi bermain (puzzle). Dan respon objektif pasien kooperatif dan

    mengikuti permainan.

    Bermain merupakan suatu aktivitas bagi anak yang menyenangkan

    dan merupakan suatu metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bagi anak

    bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak

    seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih dan lain-lain. Anak-anak

    memerlukan berbagai variasi permainan untuk kesehatan fisik, mental dan

    perkembangan emosinya (Supartini, 2004 : 125). Salah satu contoh

    permainan yang menarik yaitu permainan puzzle, karena puzzle dapat

    meningkatkan daya pikir anak dan konsentrasi anak. Melalui puzzle anak

    akan dapat mempelajari sesuatu yang rumit serta anak akan berpikir

    bagaimana puzzle ini dapat tersusun dengan rapi (Alfiyanti, 2010 : 7). Setelah

    anak dilakukan terapi bermain puzzle di rumah sakit tidak hanya memberikan

    rasa senang pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan

    perasaan, pikiran cemas, takut, sedih, tegang, dan nyeri (Barokah A, dkk,

    2012).

    56

  • E. Evaluasi

    Evaluasi adalah respons pasien terhadap terapi dan kemajuan mengarah

    pencapaian hasil yang diharapkan. Aktivitas ini berfungsi sebagai umpan balik

    dan bagian kontrol proses keperawatan, melalui mana status pernyataan

    diagnostik pasien secara individual dinilai untuk diselesaikan, dilanjutkan atau

    memerlukan perbaikan (Doenges dkk, 2006).

    Evaluasi untuk diagnosa yang pertama hipertermi berhubungan

    dengan proses infeksi dilakukan evaluasi pada tanggal 10 April 2014 dengan

    metode SOAP yaitu Evaluasi untuk diagnosa yang pertama hipertermi

    berhubungan dengan proses infeksi Ibu pasien mengatakan panas naik turun

    apabila sore dan malam hari. Suhu 38,50C, nadi 90 kali per menit, respirasi 24

    kali per menit, S. Typhi O 1/280 (nilai normal 1/200), S. Typhi H 1/280 (nilai

    normal 1/200), warna kulit tampak merah, kulit teraba panas. Hal ini

    menyebabkan masalah keperawatan belum teratasi, maka intervensi

    dilanjtukan yaitu beri kompres air hangat pada saat suhu tubuh meningkat,

    kolaborasi pemberian antipiretik.

    Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 10 April 2014.

    Evaluasi untuk diagnosa kecemasan berhubungan dengan perubahan

    lingkungan. Dilakukan evaluasi keperawatan dengan metode SOAP yaitu ibu

    pasien mengatakan pasien kadang masih menangis. Tampak menangis, tidak

    kooperatif, Suhu 38,50C, nadi 90 kali per menit, respirasi 24 kali per menit.

    Hal ini menyatakan masalah keperawatan belum teratasi, maka intervensi

    dilanjutkan yaitu memberikan terapi bermainan (puzzle).

    57

  • Evaluasi pada tanggal 11 April 2014., dengan diagnosa hipertermi b.d

    proses infeksi yaitu ibu pasien mengatakan panas turun. Suhu 36,80C,

    frekuensi nadi 92 kali per menit, frekuensi respirasi 24 kali per menit, badan

    sudah tidak teraba panas, warna kulit tidak tampak kemerahan. Hal ini

    menyatakan masalah sudah teratasi. Maka intervensi dihentikan.

    Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 11 April 2014

    Dilakukan evaluasi keperawatan dengan metode SOAP yaitu ibu pasien

    mengatakan An. F sudah tidak rewel. Pasien tampak sudah tenang, sudah

    tidak menangis dan kooperatif, suhu 36,80C, frekuensi nadi 92 kali per menit,

    frekuensi respirasi 24 kali per menit. Hal ini menyatakan pada hari kedua

    masalah sudah teratasi. Maka intervensi dihentikan.

    F. Keterbatasan Karya Tulis Ilmiah

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Barokah dan Syamsul

    (2012), bahwa hasil yang didapat adalah ada pengaruh terapi bermain puzzle

    pada tingkat kooperatif anak prasekolah di RSUD Tugurejo Semarang, hal ini

    kemungkinan dalam pem