jurnal keperawatan -...
TRANSCRIPT
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2014 ISSN : 2086-9703
JURNAL KEPERAWATAN
• Hubungan Karakteristik Responden Dan Switching Barrier Dengan Repurchase Intention Diruang
Rawat Inap Rsud Kota Tpi
• Pengaruh Metode Pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) Terhadap Motivasi Belajar
Mahasiswa Stikes Hang Tuah Tanjungpinang Tahun 2015
• Pemberian Teknik Mulligan Dan Soft Tissue Mobilization Lebih Baik Daripada Hanya Soft Tissue
Mobilization Dalam Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi Ekstensi, Rotasi, Lateral Fleksi Cervical
Pada Mechanical Neck Pain
• Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Menstruasi Terhadap Tingkat Kecemasan Menghadapi
Menarche Pada Siswi SDN 011 Kelas V dan VI Tanjungpinang Barat
• Pengaruh Rebusan Belimbing Wuluh Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi
Di Posyandu Lansia Camar Puskesmas Sei Jang Tanjungpinang
• Pengaruh Air Rebusan Lidah Buaya Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes
Mellitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Jang Tanjungpinang Tahun 2014
• Pengaruh Jus Tomat Plum Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di
Wilayah Kerja Posyandu Lansia Camar Tanjungpinang
Penerbit:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang
Kepulauan Riau, Indonesia
JURNAL KEPERAWATAN
STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
VOLUME 4 NOMOR 1 TAHUN 2014
PENELITIAN HAL
Hubungan Karakteristik Responden Dan Switching Barrier Dengan Repurchase
Intention Diruang Rawat Inap Rsud Kota Tpi
(Liza Wati, Ernawati, Meily Nirna Sari)
408 -
Pengaruh Metode Pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) Terhadap
Motivasi Belajar Mahasiswa Stikes Hang Tuah Tanjungpinang Tahun 2015
(Nur Meity Sulistia Ayu)
404-418
Pemberian Teknik Mulligan Dan Soft Tissue Mobilization Lebih Baik Daripada
Hanya Soft Tissue Mobilization Dalam Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi
Ekstensi, Rotasi, Lateral Fleksi Cervical Pada Mechanical Neck Pain
(Sudaryanto)
419-436
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Menstruasi Terhadap Tingkat Kecemasan
Menghadapi Menarche Pada Siswi SDN 011 Kelas V dan VI Tanjungpinang Barat
(Wasis Pujiati, Ernawati, Daratullaila)
437-449
Pengaruh Rebusan Belimbing Wuluh Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
Penderita Hipertensi Di Posyandu Lansia Camar Puskesmas Sei Jang Tanjungpinang
(Zurrahman, Lidia Wati, Komala Sari)
450-466
Pengaruh Air Rebusan Lidah Buaya Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada
Penderita Diabetes Mellitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Jang Tanjungpinang
Tahun 2014
(Urai Muhamad Bawadi, Soni Hendra Sitindaon, Komalasari)
467-478
Pengaruh Jus Tomat Plum Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita
Hipertensi Di Wilayah Kerja Posyandu Lansia Camar Tanjungpinang
(Ivana Arleni, Nur Meity, Zakiah Rahman)
479-488
JURNAL KEPERAWATAN
STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
Terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli
Penanggung Jawab :
Heri Priatna
Penasehat :
Nur meity Sulistia Ayu
Penyunting :
Ketua :
Ernawati
Sekretaris :
Rian Yuliana
Bendahara :
Ria Muazizah
Penyunting Pelaksana :
Wasis Pujiati
Liza Wati
Yusnaini Siagian
Hotmaria Julia Dolok Pasaribu
Linda Widiastuti
Pelaksana Tata Usaha:
Siti Halimah
Cian Ibnu Sina
Ummu Fadhilah
Distribusi dan Pemasaran :
Agus Bahtiar
Ade Pardi
Anas Fajri
Alamat Redaksi:
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
Jl. Baru Km.8 atas Tanjungpinang 29122
Kepulauan Riau - Telp / Fax. (0771) 8038388
PRAKATA
Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah Tanjungpinang berfungsi untuk memfasilitasi
para penulis ilmiah keperawatan dan non keperawatan menghasilkan karya-karya terbaiknya
melalui penulisan karya ilmiah untuk menambah pengetahuan dan wawasan keperawatan.
Bertolak dari pandangan diatas maka Stikes Hang Tuah Tanjungpinang merasa perlu
memberikan wadah bagi para dosen/peneliti dalam bidang keperawatan baik dari Stikes Hang
Tuah Tanjungpinang maupun dari luar untuk turut menyebarluaskan hasil penelitiannya.
Diharapkan Jurnal Keperawatan yang diterbitkan oleh Stikes Hang Tuah ini mampu menambah
khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan dan menambah motivasi bagi para
dosen-dosen yang lain agar melakukan penelitian.
Pembaca yang budiman, semoga jurnal ini dapat menambah wawasan pengetahuan bagi
pembaca. Kami mohon maaf bila ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan jurnal. Oleh
karena itu tak lupa kami mohon saran dan kritik demi kelancaran penerbitan edisi jurnal
keperawatan berikutnya.
Tanjungpinang, Januari 2014
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
Drs. Heri Priatna, SStFT,SKM, MM
408
HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SWITCHING
BARRIER DENGAN REPURCHASE INTENTION DIRUANG RAWAT
INAP RSUD KOTA TPI
Liza Wati1, Ernawati2, Meily Nirna Sari3
ABSTRAK
Pertumbuhan dan perubahan lingkungan eksternal menyebabkan persaingan terhadap mutu pelayanan antara
rumah sakit secara global. Meningkatnya sosial ekonomi, pendidikan, perkembangan pola penyakit, teknologi
kesehatan, dan trend berobat keluar negeri menjadi peluang sekaligus ancaman bagi rumah sakit dalam
mempertahankan pasiennya. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan Karakteristik Responden dan
Switching Barrier dengan repurchase intention di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2015.
Desain penelitian korelasional. Sampel 66 responden dengan propporsional random sampling. Alat ukur kuesioner
dengan 43 pertanyaan. Analisis data univariat, korelasi Spearman dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian
menunjukkan ada korelasi karakteristik responden yaitu jarak (p=0,001), biaya pengobatan (p=0,000) dan
pengalaman rawatan (p=0,000) dengan repurchase intention. Terdapat korelasi switching barrier dengan
repurchase intention yaitu dimensi Alternative of attractiveness (p=0,001) dan interpersonal relathionship
(p=0,000) dimana korelasi yang paling kuat adalah pada dimensi interpersonal relathionship dengan nilai
koefesien korelasi r = 0,500. Rekomendasi bagi manajemen keperawatan harus inovatif mengembangkan strategi
switching barrier yang sudah seperti peningkatan hubungan perawat pasien, caring perawat dan responsif perawat
terhadap pasien.
Kata kunci : Switching barrier, pelayanan keperawatan, repurchase intention pasien
Daftar Pustaka : (1987- 2014)
PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
Rumah sakit adalah bagian integral dari
suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan
fungsi menyediakan pelayanan paripurna
(komprehensif) (WHO,2010), penyembuhan
penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit
(preventif) kepada masyarakat (Ahira, 2012).
Investasi pada rumah sakit dalam beberapa
tahun terakhir ini banyak diminati.
Pertumbuhan rumah sakit sejak tahun 2008 –
2010 cendrung meningkat dengan rata-rata
pertumbuhan per tahun sekitar 1,14%.
Pertumbuhan dan perubahan eksternal
rumah sakit meningkatkan persaingan antara
rumah sakit dengan memberikan pelayanan
berkualitas. Meningkatnya sosial ekonomi,
pendidikan, perkembangan pola penyakit,
teknologi kesehatan, dan trend berobat keluar
negeri menjadi peluang sekaligus ancaman bagi
rumah sakit dalam mempertahankan pasiennya.
Tuntutan inilah yang mendorong manajemen
rumah sakit untuk meningkatkan kualitas
pelayanannya (Trisnantoro, 2005).
Peningkatan kualitas akan
meningkatkan minat penggunaan jasa kembali
409
oleh pasien (repurchase intention). Menurut
Soderlund dan Ohman, 2003., Hicks, dkk ,
(2005) minat menggunakan jasa kembali
(repurchase Intention) merupakan sikap
mengenai bagaimana seseorang akan
berperilaku (loyal) dimasa yang akan datang
dan komitmen tersebut muncul setelah
konsumen melakukan pembelian jasa dan
timbul karena kesan positif terhadap jasa yang
didapat.
Upaya mempertahankan pasien lebih
efesien dan efektif dibanding mendapatkan
pasien baru (Hasan, 2008; Lele dan Sheth,
1995). Banyak perusahaan kehilangan 25 %
langganan mereka setiap tahun, dengan
perkiraan biaya mencapai $2 hingga $4 miliar
dan mengakuisisi pelanggan baru dapat
menelan biaya lima kali lipat lebih besar
dibandingkan memuaskan dan
mempertahankan pelanggan lama (Kotler &
Keller, 2009). Sejumlah faktor berperan dalam
masalah minat pelanggan selain faktor kualitas
layanan, yaitu dipengaruhi juga oleh
karakteristik pelanggan, nilai pelanggan, dan
hambatan pindah (switching barrier) (Budi
Suharjo dalam Palupi, 2006). Perubahan
teknologi dan strategi diferensiasi dari
perusahaan menyebabkan switching barrier
menjadi faktor penting bagi loyalitas konsumen
(Aydin dan Ozer, 2005). Menurut Bloemer et al
(1998) dalam industri yang dikategorikan
memiliki switching barrier yang rendah
konsumennya akan kurang loyal dibanding
industri jasa dengan switching barrier yang
tinggi.
Strategi rumah sakit untuk
meningkatkan switching barrier dari segi
jumlah dan mutu pelayanan pada ruang
perawatan perlu ditingkatkan lagi untuk tahun
2015. Laporan RSUD Kota Tanjungpinang
Tahun 2012-2013 terjadi penurunan kunjungan
pasien baru dan pasien lama dan diikuti juga
penurunan kinerja pelayanan kesehatan.
Berdasarkan kinerja rawat inap dari tahun 2008
– 2013 yaitu BOR rata-rata 66,5 % (cendrung
menurun). Pelayanan keperawatan yang belum
sesuai dengan standar pelayanan minimal
(SPM), tindakan keperawatan yang dilakukan
belum sesuai dengan standar operasional
prosedur, kepatuhan perawat dalam
melaksanakan tindakan keperawatan belum
sesuai dengan SAK. Adanya rumah sakit
pemerintah yang mulai dibangun, rumah sakit
swasta dan klinik-klinik pengobatan, serta trend
masyarakat berobat keluar negeri ini menjadi
410
ancaman minat pasien berobat di RSUD Kota
Tanjungpinang.
BAHAN DAN METODE
Desain Penelitian
Rancangan penelitian korelasional.
untuk menganalisis hubungan, kekuatan
hubungan, arah hubungan atau prediksi besaran
perubahan yang terjadi pada variabel terikat jika
variabel bebas berubah (Dharma,2011).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara karakteristik responden dan
switching barrier dengan repurchase intention
diruang rawat inap RSUD Kota Tanjungpinang.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan diruang rawat inap
RSUD Kota Tanjungpinang yaitu :
Bougenville, Teratai, Dahlia, dan Anggrek.
Waktu penelitian pada bulan April s/d Juli
2015.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
pasien rawat inap RSUD Kota Tanjungpinang.
Sampel 66 orang pasien dengan teknik proporsi
random sampling.
Variabel
Variabel dependen adalah repurchase
intention (7 item pernyataan), variabel
independen adalah karakteristik responden dan
switching barrier (36 item pernyataan).
HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat
Karakteristik Responden
Tabel 5.1 .1 Distribusi Frekuensi
Karakteristik Responden di Ruang Rawat Inap
RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2015 (n=66)
Karakteristik
Responden
f %
Umur
Dewasa Awal (
18-40 tahun)
31 47,0
Dewasa Madya (
41-60 tahun)
26 39,4
Dewasa Akhir ( >
60 tahun )
9 13,6
Jenis Kelamin
Laki - laki 32 48,5
Perempuan 34 51,5
Pendidikan
Rendah (SD - 46 69,7
411
SMP )
Tinggi ( SMA - PT
)
20 30,3
Pekerjaan
Bekerja 51 77,3
Tidak bekerja 15 22,7
Jarak tempat tinggal
Dekat ( < 5 KM ) 36 54,5
Jauh (> 5 KM ) 30 45,5
Sumber biaya
pengobatan
Asuransi 55 83,3
Pribadi 11 16,7
Pengalaman rawatan
Pernah
Tidak pernah
40
26
60,6
39,4
66 100
Berdasarkan tabel 5.1.1 dapat diketahui
bahwa responden terbanyak berasal dari
kelompok umur dewasa awal (47 %), jenis
kelamin perempuan (51,7%), berpendidikan
tinggi ( 69,7 %), dan bekerja (77,3 %).
Berdasarkan jarak tempat tinggal sebagian
besar responden didapatkan tinggal dekat dari
rumah sakit (54,5%), pada umumnya
menggunakan asuransi (83,3 %) dan lebih dari
separuh pernah dirawat (60,6 %).
Repurchase intention
Tabel 5.1.2 Distribusi Frekuensi Repurchase
intention di Ruang Rawat Inap RSUD Kota
Tanjungpinang Tahun 2015 (n=66)
No Kategori f %
1.
2.
Minat
Kurang minat
38
28
57,6
42,4
66 100
Berdasarkan tabel 5.1.2 Berdasarkan
tabel didapatkan sebagian besar pasien yang
cendrung minat menggunakan kembali
pelayanan keperawatan yaitu sebanyak 40
orang (60,6 %).
Switching Barrier dan dimensi
Switching Barrier
Tabel 5.1.3 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Switching Barrier Ruang Rawat
Inap RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2015
(n=66)
412
Berdasarkan tabel didapatkan sebagian
besar switching cost tinggi (50%), Alternative
of attractiveness tinggi (54,5%),, interpersonal
relathionsip baik (60,6%), service recovery
baik (69,7%) dan switching barrier tinggi
(54,5%).
Analisis Korelasi Bivariat
Tabel 5.2.1 Hubungan karakteristik responden
dan Switching barrier dengan Repurchase
intention di Ruang Rawat Inap RSUD Kota
Tanjungpinang Tahun 2015 (n=66)
Variabel Independen r p
value
Karakteristik
responden
Umur 0,153 0,221
Jenis Kelamin 0,097 0,440
Pendidikan 0,234 0,058
Pekerjaan 0,338 0,120
Jarak tempat tinggal 0,386 0,001
Sumber biaya
pengobatan
0,466 0,000
Pengalaman rawatan 0,500 0,000
Switching Barrier 0,509 0,000
Switching cost 0,184 0,139
Alternative of
attractiveness
0,386 0,001
Interpersonal
relationship
0,500 0,000
Servive recovery 0,234 0,058
Pada tabel 5.2.2 didapatkan
karakteristik umur (p value = 0,221), jenis
kelamin (p value = 0,440), pendidikan (p value
Kategori F %
Switching cost
Tinggi
Rendah
33
33
50,0
50,0
Alternative of
attractiveness
Tinggi
Rendah
36
30
54,5
45,5
Interpersonal relationship
Baik
Kurang baik
40
26
60,6
39,4
Servive recovery
Baik
Kurang Baik
46
20
69,7
30,3
Switching barrier
Tinggi
Rendah
36
30
54,5
45,5
66 100
413
= 0,058) dan pekerjaan (p value = 0,120) artinya
tidak ada korelasi yang signifikan dengan
repurchase intention.
Pada tabel 5.2.1 menunjukkan
koefesien korelasi jarak dengan repurchase
intention pasien didapatkan nilai r = 0,386
dengan p value 0,000 (p value < 0,05).
Kesimpulannya ada korelasi yang signifikan
antara jarak dengan repurchase intention
dengan kekuatan hubungan cukup dan arah
hubungan positif yang artinya semakin dekat
jarak pasien di RSUD Kota Tanjungpinang
memiliki repurchase intention yang tinggi.
Pada tabel 5.2.1 menunjukkan
koefesien korelasi sumber biaya dengan
repurchase intention pasien didapatkan nilai r =
0,466 dengan p value 0,000 (p value < 0,05).
Kesimpulannya ada korelasi yang signifikan
antara sumber biaya dengan repurchase
intention dengan kekuatan hubungan cukup dan
arah hubungan positif yang artinya pasien yang
menggunakan asuransi di RSUD Kota
Tanjungpinang memiliki repurchase intention
yang tinggi.
Pada tabel 5.2.1 menunjukkan
koefesien korelasi pengalaman rawatan dengan
repurchase intention pasien didapatkan nilai r =
0,500 dengan p value 0,000 (p value0,05).
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil ini ada
korelasi yang signifikan antara pengalaman
rawatan dengan repurchase intention, kekuatan
hubungan yang kuat dan arah hubungan positif
artinya semakin sering dirawat repurchase
intention tinggi.
Menunjukkan koefesien korelasi
Switching barrier dengan repurchase intention
pasien didapatkan nilai r = 0,509 dengan p value
0,000 yang lebih kecil dari nilai alpha (0,05).
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil ini ada
korelasi yang signifikan antara switching
barrier dengan repurchase intention dengan
kekuatan hubungan kuat dan arah hubungan
positif yang artinya semakin tinggi switching
barrier di RSUD Kota Tanjungpinang maka
semakin tinggi repurchase intention
Hasil analisis didapatkan untuk
mengetahui hubungan Switching cost dengan
repurchase intention diperoleh nilai r = 0,184
dengan p value = 0,139 yang lebih besar dari
nilai alpha (0,05). Kesimpulan dari hasil ini
adalah tidak terdapat korelasi yang signifikan
Switching cost dengan repurchase intention.
Hasil analisis didapatkan untuk
mengetahui hubungan Alternative of
attractiveness dengan repurchase intention
pasien diperoleh nilai r = 0,386 dengan p value
414
= 0,001 yang lebih kecil dari nilai alpha (0,05).
Kesimpulan dari hasil ini adalah terdapat
korelasi yang signifikan antara Alternative of
attractiveness dengan repurchase intention
pasien di RSUD Kota Tanjungpinang dengan
kekuatan hubungan yang kuat dan arah
hubungan positif yang artinya semakin baik
Alternative of attractiveness maka semakin
tinggi repurchase intention
Hasil analisis didapatkan untuk
mengetahui hubungan interpersonal
relationship dengan repurchase intention
pasien diperoleh nilai r = 0,500 dengan p value
= 0,000 yang lebih kecil dari nilai alpha (0,05).
Kesimpulan dari hasil ini adalah terdapat
korelasi yang signifikan antara interpersonal
relationship dengan repurchase intention
pasien di RSUD Kota Tanjungpinang dengan
kekuatan hubungan yang kuat dan arah
hubungan positif yang artinya semakin baik
interpersonal relationship semakin tinggi
repurchase intention.
Hasil analisis didapatkan untuk
mengetahui hubungan service recovery dengan
repurchase intention pasien diperoleh nilai r =
0,234 dengan p value = 0,058 yang lebih besar
dari nilai alpha (0,05). Kesimpulan dari hasil ini
adalah tidak terdapat korelasi yang signifikan
antara service recovery dengan repurchase
intention .
PEMBAHASAN
Hubungan Karakteristik Pasien
dengan Repurchase Intention
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan
repurchase intention. Sejalan dengan penelitian
Munawaroh tentang analisis karakteristik dan
kepuasan responden dengan loyalitas bahwa
tidak ada hubungan umur dengan kesetian
dalam penggunaan pelayanan kesehatan dengan
p value= 0,43. Dalam penelitian ini sebagian
besar responden berada pada rentang usia
dewasa awal (18 – 40 tahun ).
Laporan survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) tahun 2001 menyatakan 39 %
penduduk yang mengalami disabilitas atau
gangguan fungsi tubuh, 30 % diantaranya pada
golongan umur di bawah 35 tahun, meningkat
dengan bertambahnya umur & mencapai 80 %
pada golongan umur 65 tahun keatas. Dengan
hasil laporan SKRT ini dapat disimpulkan
bahwa semakin meningkat usia, semakin besar
pula kebutuhan akan pelayanan kesehatan,
sehingga kemungkinan untuk pemanfaatan
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit akan
415
tinggi dan hal ini dapat mencerminkan loyalitas
apabila pemanfaatan tersebut dilakukan
terhadap rumah sakit yang sama.
Hasil penelitian ini menyatakah bahwa
tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan
minat penggunaan pelayanan kembali oleh
responden. Penelitian ini sama juga dengan
hasil penelitian Munawaroh bahwa tidak ada
hubungan jenis kelamin dengan loyalitas atau
minat menggunakan pelayanan kesehatan
kembali (p value=0,964). Pada penelitian ini
sebagian besar perempuan sebagai ibu rumah
tangga yang bukan pengambil keputusan,
sehingga dimana mereka mencari dan memilih
rumah sakit sebagai tempat pelayanan
tergantung dari suami atau yang berperan
sebagai pengambil keputusan.
Chandra (2010) dalam penelitiannya
menyetujui tidak adanya perbedaan antara
pasien dengan jenis kelamin wanita atau pria
terhadap perilaku loyal pasien tersebut. Namun
Kotler & Keller (2009) menyatakan konsumsi
dan selera seseorang dibentuk oleh jenis
kelamin dan Supriyanto dan Ernawaty (2010)
juga menyatakan ada perbedaan tertentu antara
wanita dan laki-laki, misalnya dalam perbedaan
kebutuhan, keinginan dan harapan. Perbedaan
pendapat ini dengan hasil penelitian mungkin
terjadi karena distribusi jenis kelamin pada
penelitian ini homogen pada jenis kelamin pria,
sehingga bias dalam informasi yang dihasilkan
mungkin saja terjadi.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara
pendidikan dengan repurchase intentio.
Penelitian ini juga didukung peneliyian
Munawaroh bahwa tidak ada hubungan
pendidikan dengan loyalitas pasien (p
value=0,964). Hal ini dapat disebabkan oleh
kemungkinan pasien datang kembali berobat ke
RSUD Kota Tanjungpinang karena pengaruh
sumber biaya pengobatan, jarak dan
pengalaman dirawat sebelumnya.
Berbeda dengan hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh
Harun dan Yusrizal (2001), yang mengatakan
bahwa pendidikan memiliki hubungan dengan
loyalitas pelanggan. Sehubungan dengan ini,
Setiawan (2011) menjelaskan bahwa salah satu
faktor yang memegang peranan di dalam
pembentukan perilaku adalah faktor intern,
seperti kecerdasan atau pengetahuan, dan
kecerdasan atau pengetahuan tersebut dapat
diasah melalui pendidikan.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak adanya hubungan antara pekerjaan
416
pasien terhadap minat penggunaan kembali
pelayanan keperawatan di RSUD Kota
Tanjungpinang. Pasien yang bekerja atau tidak
bekerja lebih banyak menggunakan kartu BPJS
sementara RSUD Kota menjadi salah satu
tempat rujukan pasien untuk berobat. Berbeda
dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Harun
dan Yusrizal (2001), yang mengatakan bahwa
pekerjaan memiliki hubungan dengan loyalitas
pelanggan.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara jarak tempat
tinggal pasien dengan repurchase intention,
semakin dekat jarak tempat tinggal pasien dari
RSUD Kota Tanjungpinang maka pasien akan
cenderung menggunakan kembali pelayanan
keperawatan. Hasil penelitian sejalan dengan
penelitian sebelumnya oleh Harun dan Yusrizal
(2001), yang menyatakan bahwa jarak tempat
tinggal pasien dengan rumah sakit memiliki
hubungan dengan loyalitas pelanggan.
Kemudian Guswan (2009) dalam penelitiannya
tentang loyalitas pasien di RS Gigi Mulut
Pendidikan Universitas Trisakti Tahun 2009,
juga menyatakan adanya pengaruh yang
signifikan antara jarak tempat tinggal pasien
dengan loyalitas.
Lokasi adalah yang paling diperhatikan
bagi pencari pelayanan kesehatan karena jarak
yang dekat akan mempengaruhi bagi pencari
pelayanan kesehatan untuk berkunjung. Suatu
studi mengatakan bahwa alasan yang penting
untuk memilih rumah sakit adalah yang dekat
dengan lokasi. Keputusan untuk memanfaatkan
pelayanan kesehatan merupakan kombinasi dari
kebutuhan normatif dengan kebutuhan yang
dirasakan, karena untuk konsumsi pelayanan
kesehatan. Konsumen sering tergantung kepada
informasi yang disediakan oleh institusi
pelayanan kesehatan ditambah dengan
profesinya.Faktor-faktor lain yang berpengaruh
antara lain pendapatan, harga, lokasi, dan mutu
pelayanan (Mills, 1990).
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara sumber biaya
pengobatan dengan repurchase intention,
dimana responden dengan sumber biaya
pengobatan asuransi cenderung menggunakan
kembali pelayanan keperawatan di RSUD Kota
Tanjungpinang. Hasil penelitian ini juga dapat
dipengaruhi oleh mayoritas responden yang
bekerja sebagai karyawan swasta dan
menggunakan sumber biaya pengobatan dari
asuransi atau perusahaan tempat mereka
bekerja yang telah menjalin kerjasama dengan
417
RSUD yang ada di kota Tanjungpinang seperti
RSUD Provinsi, RSAL Dr. Midiyato,S dan
termasuk RSUD Kota Tanjungpinang.
Hasil penelitian sejalan dengan
penelitian sebelumnya oleh Harun dan Yusrizal
(2001), yang mengatakan bahwa penanggung
biaya memiliki hubungan dengan minats
pelanggan. Kemudian Guswan (2009) dalam
penelitiannya tentang loyalitas pasien di RS
Gigi Mulut Pendidikan Universitas Trisakti
Tahun 2009, juga menyatakan adanya pengaruh
yang signifikan antara sumber biaya
pengobatan dengan loyalitas.
Berdasarkan pengalaman rawatan
diketahui bahwa sebagian besar responden
(60,6 %) pernah dirawat di RSUD Kota
Tanjungpinang sebelumnya, nilai p value 0,142
artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara lama rawatan dengan repurchase
intention. Namun sikap positif pasien terbentuk
melalui pengalaman yang diperoleh selama
menerima pelayanan, sehingga untuk
membentuk pasien yang setia maka rumah
sakit harus berusaha sebaik-baiknya
memberikan pelayanan berkualitas yang sesuai
harapan pasien. Pasien yang sebagian besar
mempunyai sikap loyal dari pengalaman
dirawat juga mempunyai perbadingan antara
rumah sakit yang pernah digunakan
sebelumnya. Karena faktor pengalaman
merupakan penyebab perubahan dalam
pengetahuan, sikap dan perilaku. Pengalaman
yang menyenangkan selama dirawat di rumah
sakit mempunyai efek yang bermakna pada
persepsi pasien terhadap mutu.
Rangkuti (2006), bahwa kebutuhan
merupakan tujuan yang menggerakkan
pelanggan melakukan pembelian, sedangkan
sikap adalah evaluasi pelanggan atas
kemampuan atribut suatu produk atau merk
alternative dalam memenuhi kebutuhan itu,
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kebutuhan mempengaruhi sikap dan sikap
mempengaruhi perilaku pembelian. Setiap
pasien sebagai pelanggan akan mempunyai
respon terhadap evaluasi yang dirasakan antara
harapan sebelumnya dan kinerja aktual yang
dirasakan saat dirawat. Dan mereka akan
membandingkan antara layanan yang
diharapkan (expectation) dan kinerja
(performa).
Harapan yang dimaksud berasal dari
banyak faktor (Zeithaml et al., 1996) seperti
past experience merupakan tingkat pengalaman
masa lalu yang dialami oleh seseorang
konsumen dapat mempengaruhi tingkat harapan
418
konsumen tersebut. Selain itu What of mouth
communication yaitu apa yang didengar dari
konsumen lain yang telah menikmati kualitas
pelayanan yang diberikan perusahaan,
merupakan faktor potensial mempengaruhi
harapan konsumen.
Hubungan Switching Barrier dengan
Repurchase Intention
Hasil penelitian menunjukkan
koefesien korelasi Switching barrier dengan
repurchase intention pasien didapatkan nilai r =
0,509 dengan p value 0,000 yang lebih kecil
dari nilai alpha (0,05). Kesimpulan yang
diperoleh dari hasil ini ada korelasi yang
signifikan antara Switching barrier dengan
repurchase intention dengan kekuatan
hubungan kuat dan arah hubungan positif yang
artinya semakin tinggi switching barrier di
RSUD Kota Tanjungpinang maka semakin
tinggi repurchase intention.
Minat konsumen membeli ulang adalah
salah satu keberhasilan dari suatu perusahaan,
terutama perusahaan jasa (Butcher,2005).
Menurut Hellier,dkk (2003) minat membeli
ulang merupakan keputusan konsumen untuk
melakukan pembelian kembali suatu produk
atau jasa berdasarkan apa yang telah diperoleh
dari perusahaan yang sama, melakukan
pengeluaran untuk memperoleh barang dan jasa
tersebut dan ada kecendrungan dilakukan secara
berkala.
Hal tersebut memperkuat secara
empirik teori yang menyatakan bahwa loyalitas
pelanggan dipengaruhi oleh hambatan pindah
seperti yang dikemukakan oleh Bansal dan
Taylor dalam Ranaweera dan Prabhu (2003)
serta Keaveney (1995). Rahadian (2006) dalam
penelitiannya tentang loyalitas pelanggan juga
memperkuat hasil penelitian ini, yang
menyatakan bahwa hambatan pindah
mempunyai pengaruh terhadap loyalitas
pelanggan. Kemudian Fornell (1992) juga
menyatakan semakin besar rintangan untuk
berpindah akan membuat pelanggan menjadi
loyal.
Minat ( intention) merupakan
pernyataan sikap mengenai bagaimana
seseorang akan berperilaku dimasa yang akan
datang (Soderlund dan Ohman, 2003). Minat
membeli ulang (Repurchase Intention )
merupakan suatu komitmen konsumen yang
terbentuk setelah konsumen melakukan
pembelian suatu produk atau jasa. Komitmen ini
timbul karena kesan positif konsumen terhadap
suatu merek dan konsumen merasa puas
terhadap pembelian tersebut (Hick,dkk,2005).
419
Dengan pengalaman yang konsumen peroleh
dari suatu produk dan jasa tertentu maka akan
menimbulkan kesan positif terhadap produk
tersebut dan konsumen akan melakukan
pembelian ulang (Hellier,dkk,2003).
Hubungan Switching Cost dengan
Repurchase Intention
Hasil analisis didapatkan untuk
mengetahui hubungan Switching cost dengan
repurchase intention diperoleh nilai r = 0,184
dengan p value = 0,139 yang lebih kecil dari
nilai alpha (0,05). Kesimpulan dari hasil ini
adalah tidak terdapat korelasi yang signifikan
Switching cost dengan repurchase intention
pasien di RSUD Kota Tanjungpinang.
Biaya perpindahan merupakan biaya
pemutusan hubungan dalam sudut pandang
ekspektasi terhadap semua kerugian akibat
mengentikan hubungan atau berpindah ke
alternative lain ( Harsono,2005). Biaya
perpindahan merupakan salah satu faktor yang
mendorong apakah konsumen tetap termotivasi
untuk mempertahankan suatu pilihan atau
berpindah ke alternative lain. Ketika pembeli
mempertimbangkan alternatif lain dari
penggunaan selama ini maka salah satu yang
dipertimbangkan adalah implikasi biaya atau
seperti yang dikatakan Mowen & Minor (2002)
disebut sebagai resiko.
Switching cost adalah biaya yang
menghalangi konsumen untuk berpindah dari
produk atau jasa perusahaan saat ini kepada
produk atau jasa competitor (Lovelock dan
Wright, 2005). Artinya ketika suatu hubungan
ditetapkan, satu pihak akan bergantung kepada
pihak lain. Salah satu yang menyebabkan
switching cost tinggi adalah baiknya kualitas
pelayanan. Pasien akan merasa rugi saat harus
berpindah berobat ke rumah sakit lain yang
pelayanannya tidak berkualitas. Dalam hal rugi
atau tidak dalam masalah kesehatan pasti setiap
orang tidak mau mengambil resiko. Mereka akan
mencari rumah sakit yang menurut mereka
memenuhi harapan. Kualitas meliputi setiap
aspek dari suatu perusahaan dan sesungguhnya
merupakan suatu pengalaman emosional bagi
pelanggan. Pelanggan ingin merasa senang
dengan pembelian mereka, merasa bahwa
mereka telah mendapatkan nilai terbaik dan
ingin memastikan bahwa uang mereka telah
dibelanjakan dengan baik, dan mereka merasa
bangga akan hubungan mereka dengan sebuah
perusahaan yang bercitra mutu tinggi.
Hubungan Alternative of
attractiveness dengan repurchase intention
420
Hasil analisis didapatkan untuk
mengetahui hubungan Alternative of
attractiveness dengan repurchase intention
pasien diperoleh nilai r = 0,386 dengan p value
= 0,001 yang lebih kecil dari nilai alpha (0,05).
Kesimpulan dari hasil ini adalah terdapat
korelasi yang signifikan antara Alternative of
attractiveness dengan repurchase intention
pasien di RSUD Kota Tanjungpinang dengan
kekuatan hubungan cukup kuat dan arah
hubungan positif yang artinya semakin baik
Alternative of attractiveness maka semakin
tinggi repurchase intention.
Daya tarik alternatif mengacu pada
reputasi, gambaran alternatif dan kualitas dari
persaingan yang ada dipasar. Seberapa banyak
sesuatu yang lebih buruk atau lebih baik dalam
berbagai dimensi atau suatu alternative
konsumen akan produk (Julander dan
Soderlund, 2003). Daya tarik berorientasi pada
persepsi pelanggan mengenai alternative pilihan
dari persaingan yang ada di pasar. Konsumen
membandingkan persepsi jumlah resiko yang
muncul dalam keputusan pembelian dengan
kriteria kepribadian mereka tentang seberapa
besar resiko. Kepercayaan pasien terhadap
pelayanan keperawatan yang ada di rumah sakit
meliputi kepercayaan terhadap penyakit, dokter
dan petugas kesehatan terutama perawat.
Faktor need atau kebutuhan terhadap
pelayanan yang berkualitas tak dapat diabaikan
untuk menilai daya tarik pasien terhadap
penggunaan rumah sakit yang ada di kota
Tanjungpinang. RSUD Kota Tanjungpinang
merupakan salah satu rumah sakit rujukan di
kepulauan riau dan letaknya dekat dengan
pelabuhan. Sehingga memudahkan transportasi
dan evakuasi pasien dari berbagai pulau dan
kepri. Tarif atau biaya, fasilitas dan pelayanan
personil merupakan faktor need dari penggunaan
pelayanan kesehatan selain lokasi, informasi dan
kecepatan layanan yang ada.
Hubungan Interpersonal Relationship
dengan Repurchase Intention
Hasil analisis didapatkan untuk
mengetahui hubungan interpersonal
relationship dengan repurchase intention
pasien diperoleh nilai r = 0,500 dengan p value
= 0,000 yang lebih kecil dari nilai alpha (0,05).
Kesimpulan dari hasil ini adalah terdapat
korelasi yang signifikan antara interpersonal
relationship dengan repurchase intention
pasien di RSUD Kota Tanjungpinang dengan
kekuatan hubungan yang kuat dan arah
hubungan positif yang artinya semakin baik
421
interpersonal relationship semakin tinggi
repurchase intention
Hubungan interpersonal mengacu pada
hubungan yang dijalin antara pelanggan dan
karyawan maupun hubungan antara sesama
pelanggan (Jones,dkk,2000). Hubungan
interpersonal mengacu pada kekuatan pribadi
dikembangkan antara pelanggan dan karyawan
mereka (Julander,2003). Hubungan
interpersonal penting dalam memberikan status
yang tinggi dari interaksi yang dibangun.
Individu lebih mungkin untuk berhubungan
dengan kelompok yang mempunyai hubungan
kuat.
Pelanggan dapat memperoleh manfaat
psikososial dari hubungan dengan karyawan
atau supplier maupun hubungan dengansesama
pelanggannya (Jones,dkk,2000). Ulaga dan
Edgert (2005) menyebutkan bahwa manfaat
sosial merupakan bagian dari keseluruhan
manfaat yang diterima pelanggan dalam
pertukaran untuk harga yang dibayarkan. Jika
hubungan cukup kuat, maka kemungkinan
pelanggan untuk tetap mengkonsumsi produk
juga tinggi, hal ini dapat dibangun melalui
interaksi antara pelanggan dan supplier saat
transaksi. Hubungan antar personal berarti
hubungan psikologis dan sosial yang merupakan
manivestasi diri sebagai perusahaan yang peduli,
dapat dipercaya, akrab dan komunikatif
(Gremler, 1995 dalam Lupiyoadi dan A.
Hamdani, 2006:198). Oleh karena itu, investasi
hubungan khusus membantu meningkatkan
ketergantungan pelanggan dan menekan
hambatan pindah (Jones, Mothersbaugh, dan
Betty, 2000 dalam Lupiyoadi dan A. Hamdani,
2006).
Hubungan Service Recovery dengan
Repurchase Intention
Hasil analisis didapatkan untuk
mengetahui hubungan service recovery dengan
repurchase intention pasien diperoleh nilai r =
0,234 dengan p value = 0,058 yang lebih kecil
dari nilai alpha (0,05). Kesimpulan dari hasil ini
adalah tidak terdapat korelasi yang signifikan
antara service recovery dengan repurchase
intention pasien di RSUD Kota Tanjungpinang.
Pemulihan layanan adalah berbagai hal
yang dilakukan perusahaan setelah terjadi suatu
kegagalan jasa dalam pelayanan. Pemulihan
layanan terjadi ketika adanya keluhan pelayanan
dari pelanggan yang tidak puas akan layanan
dari perusahaan tersebut. Menurut Lovelock dan
Wright (2007) service recovery adalah upaya
sistematis oleh perusahaan setelah kegagalan
jasa untuk memperbaiki suatu masalah dan
422
mempertahankan kehendak baik pelanggan.
Pemulihan layanan adalah salah satu determinan
signifikan kepuasan dan loyalitas pelanggan
yang tidak puas melalui kebijakan pemulihan
jasa yang efektif (Tjiptono,2007).
Setiap organisasai yang berorientasi
pada pelanggan memberikan kesempatan yang
luas kepeda para pelanggannya untuk
menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan
mereka. Hal ini juga dapat dilakukan dengan
cara meletakkan kotak saran di koridor,
menyediakan kartu komentar untuk diisi pasien
yang akan keluar, dan mempekerjakan staf
khusus untuk menangani keluhan pasien. Dapat
juga menyediakan hot lines bagi pelanggan
dengan gratis, juga dapat menambah web pages
dan e-mail untuk melaksanakan komunikasi
dua arah. Informasi tersebut merupakan sumber
gagasan yang baik yang meyakinkan pelayanan
kesehatan dapat bertindak dengan cepat dalam
rangka menyelesaikan masalah.
Para manajer menggunakan kepuasan
sebagai variable yang sangat penting untuk
mengukur pemasaran pelayanan perawatan
kesehatan dengan kebiasaan atau perilaku
pembelian berulang-ulang (minat untuk
kembali) yang menghasilkan ukuran kepuasan
maximal. Karena nilai dan harapan pasien
menentukan aspek interpersonal dari kualitas,
kepuasan pasien merupakan indikator dari
perawatan, pengkomunikasian ke penyedia
layanan berkaitan dengan kebutuhan dan
harapan pasien telah dipenuhi. Jadi fokus
perhatian pasien dalam pelayanan keperawatan
adalah apa yang mereka rasakan sesuai dengan
yang mereka harapkan. Tidak banyak pasien
memikirkan bagaimana upaya rumah sakit
untuk memulihkan layanan karena yang bisa
dirasakannya adalah kepuasan pelayanan
keperawatan saat dirawat saja. Jasa adalah
setiap tindakan atau perbuatan yang dapat
ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain,
yang pada dasarnya tidak dapat dilihat dan tidak
menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produksi
jasa bisa berhubungan dengan produk fisik
maupun tidak (Philip Kotler,1994).
SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat
disimpulkan sebagai berikut : responden
terbanyak berasal dari kelompok umur dewasa
awal (47 %), jenis kelamin perempuan
(51,7%), berpendidikan tinggi (69,7%), dan
bekerja (77,3%). Berdasarkan jarak tempat
tinggal sebagian besar responden didapatkan
tinggal dekat dari rumah sakit (54,5%), pada
423
umumnya menggunakan asuransi (83,3 %) dan
lebih dari separuh pernah dirawat (60,6 %).
Sebagian besar switching cost tinggi (50%),
Alternative of attractiveness tinggi (54,5%),,
interpersonal relathionsip baik (60,6%),
service recovery baik (69,7%) dan switching
barrier tinggi (54,5%).
Sebagian besar pasien yang cendrung
minat menggunakan kembali pelayanan
keperawatan yaitu sebanyak 40 orang (60,6 %).
Berdasarkan analisis didapatkan ada
korelasi antara jarak, sumber biaya dan
pengalaman rawatan dengan Repurchase
Intention. Terdapat korelasi antara Alternative
of attractiveness dan interpersonal relationship
dengan Repurchase Intention dimana korelasi
yang paling kuat adalah interpersonal
relationship.
2. Saran
Bagi Manajemen Keperawatan di RSUD
Kota Tanjungpinang
a. Untuk menjaga minat responden yang
sudah baik terhadap pelayanan
keperawatan, perlu dilakukan upaya
peningkatan Switching Barrier secara
terus menerus terutama dalam dimensi
Interpersonal relationship terhadap
pasien yang dinilai memiliki pengaruh
paling besar dalam aspek switching
barrier terhadap minat pasien dalam
penelitian ini.
b. Aspek dari switching barrier yang
terkait dengan kualitas pelayanan
keperawatan yang perlu ditingkatkan
adalah pemahaman perawat tentang
manajemen mutu serta aplikasi dalam
manejemen ruangan dalam rangka
mengelola pelayanan keperawatan
beserta ruang rawat yang berorientasi
pada kebutuhan pasien, dengan metode
penugasan yang efektif maka kebutuhan
pasien akan lebih terpenuhi.
c. Melakukan evaluasi secara berkala
sesuai standar yang ditetapkan rumah
sakit mengenai interpersonal
relationship yaitu hubungan perawat
pasien dalam pelayanan keperawatan
dan melakukan sistem keluhan dan saran
dengan customer care secara rutin
dengan memberikan kesempatan seluas
luasnya pada pasien untuk memberikan
saran, pendapat dan keluhan. Media
yang dapat digunakan meliputi kotak
saran dengan menyedikan kartu
komentar yang dapat diisi langsung.
424
Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini digunakan sebagai dasar
penelitian berikutnya dengan menggunakan
variabel lain yang berhubungan dengan
minat pasien seperti word of smooth, minat
mereferensikan, nilai pelangga, kepuasan
pasien, citra rumah sakit dan-lain sebagainya
dengan repurchase intention pasien.
Pengumpulan data dapat lebih
dikembangkan dengan menggunakan
kuesioner dan wawancara mendalam serta
dengan rancangan penelitian yang berbeda
agar data atau informasi yang didapatkan
dapat lebih akurat dan mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Ahira, A. (2012) Rumah Sakit - Sejarah dan
Jenis-jenis Rumah Sakit
http://www.anneahira.com/rumah-
sakit-20850.htm
Andreassen, T. W. and Bodil, L. 1998. The
Impact of Corporate Image on Quality,
customer Satisfaction and Loyalty for
Customers with Varying degrees of
Service Expertise. International
Journal of Service Industry
Management vol.9 No.1: 7-23.
Azwar, A, (1996), Pengantar Administrasi
Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta
Asmuji (2012). Manajeman Keperawatan:
Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta,Ar-
Ruzz Media
Baroroh (2010). Bloemer. J., Ko de.R., Pascal
.P, (1998). Investigating Drivers of
Bank Loyalty: The Complex
Relationship Between Image, Service
Quality, and Satisfaction,
International Journal of Bank
Marketing, Vol 16, Issue 7 Date.
Borg and Gall. (1989). Educational Research,
New York :Pinancing. Washington:
The Word Bank
Baloglu, S. (2002). “Dimensions of Customer
Loyalty”, European Journal of
Marketing, page 1372-1388.
Bungin, H.M. (2009). Metodologi Penelitian
Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi,
dan Kebijakan Publik Serta Ilmu –
Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Penerbit
Kencana
Budiastuti. (2002). Kepuasan Pasien Terhadap
Pelayanan Rumah Sakit. Diakses
November 2009 dari
http://www.\kepuasan-pasien-
terhadap-pelayanan rumahsakit «
425
ArtikelPsikologiKlinisPerkembangand
anSosial.htm
Cronin, J., Michael G. B. & Thomas M. (2000).
“Assesing The Effects of Quality,
Value, and Customer Satisfaction on
Con-sumer Behavioral Intentions in
Service Envi-ronment”, Journal of
Retailing, page 193-218.
Dahlan,M.S. (2009) Statistik untuk kedokteran
dan kesehatan : deskriptif, bivariat,
dan multivariat, dilengkapi dengan
menggunakan SPSS, Jakarta : Salemba
Medika.
Destiana. (2006). Pengaruh Kualitas Pelayanan
Terhadap Loyalitas Pelanggan PT. POS
INDONESIA (Persero) Kantor Pos
Tasikmalaya. Tesis. Tasikmalaya.
Fakultas Ekonomi Program Studi
Manajemen.
Depkes RI. (2007). Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) Nasional Tahun 2007.
http://www.litbang.depkes.go.id/.
Dharma, K.K (2011), Metode Penelitian
Keperawatan: Panduan Melaksanakan
dan menerapkan Hasil Penelitian,
Jakarta, TIM
Dharmestha, S dan Hani H., (2008),
Manajemen Pemasaran : Analisa
Perilaku Konsumen, edisi pertama,
cetakan keempat, BPFE, Yogyakarta
Ferdinand, A. (2006), Metode Penelitian
Mannajemen, Edisi Kedua, Penerbit:
Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang .
Gillies. (1996). Manajemen Keperawatan: Suatu
pendekatan sistem. (Edisi 2).
Penerjemah: Sukmana, Dika dan
Sukmana Widya. Philadelphia: WB
Saunders. (Sumber asli diterbitkan
1994)
Griffin, J. (2005). Customer Loyalty:
Menumbuhkan & Mempertahankan
Kesetiaan Pelanggan. Penerbit
Erlangga, Jakarta
Goetsch, D.L & Davis, S, (1994). Introduction to
Total Quality, Quality, Productivity,
Competitiveness, Englewood Cliffs,
NJ, Prentice Hall International Inc
Guntur, M dan Bambang,S. (2001). Analisis
Service Quality Terhadap Kepuasan
Pelanggan pada PDAM Kota Surakarta
Universitas Muhammadiyah. Surakarta
Gunawan.A. ( 2013). Komunikasi Interpersonal
dan Fasilitas Kesehatan: Pengaruhnya
Terhadap Kepercayaan, Loyalitas dan
426
WOM Rumah Sakit. Jurnal bisnis
manajeme.
Gunawan, Ketut. (2009). Kualitas Layanan dan
Loyalitas Pasien (Studi pada Rumah
Sakit Umum Swasta di Kota Singaraja–
Bali). Jurnal ekonomi
Haryono, E, Hari, K. & M. Syafril, N. (2006).
Hubungan Persepsi terhadap Kualitas
Pelayanan dengan Minat Pemanfaat-
an Pelayanan Rawat Inap Puskesmas
dan Balai Pengobatan Swasta di
Kabupaten Tapanuli Tengah,
Working Paper Series No.4,
Universitas Gadjah Mada.
Hasan Ali, (2008), Marketing, cetakan pertama,
Penerbit : Buku Kita, Yogyakarta
Hutton, J. D and Lynne, R. 1995. Healthscapes:
The Role of Facility and Physical
Environment on Consumer Attitudes,
Satisfaction, Quality assessments, and
Behaviors. Health Care Management
Review 20: 48-60.
Imbalo S. Pohan. (2007). Jaminan Mutu
Layanan Kesehatan. Cetakan I,
Jakarta :EGC
Jacobalis, S (1989). Menjaga Mutu Pelayanan
Rumah Sakit. Citra Windu Satria,
Jakarta
Jackovist, D.S., (1999), Ambulatory Patient
Satisfaction : A Systematic Approach
to Collecting and Reporting
Information, Journal for Healthcare
Quality, November / December
Jane et al. (2011). How satisfaction modifies
the strength of the influence of perceived
service quality on behavioral intentions.
Journal Leadership in Health Services 24.2 :
91-105.
Kotler,P., dan Keller,L., (2008), Manajemen
Pemasaran, edisi ketigabelas, jilid I
dan II, terjemahan Hendra Teguh,
Penerbit : Prenhalindo, Jakarta
Kotle,P. (2009). Manajemen Pemasara.,Edisi
13. Jakarta : Erlangga
Kotler, P. (2002). Manajemen Pemasaran,
Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: PT
Prenhalindo.
Kotler, P. (1994), Marketing Management ;
Analysis, Planning, Implementation
and Control (8th ed),
International Edition, Englewood
Cliffs, Prentice Hall, New Jersey.
Kozier, B et. al. (2009). Fundamentals of
nursing, concept, process, and
427
practice. New Jersey, U.S.A : Multi
Media.
Leboeuf, M. (1992). Memenangkan dan
Memelihara Pelanggan.Jakarta :
Pustaka Tangga
Lele, M.M, dan Sheth. (1995). Pelanggan
Kunci Keberhasilan. Jakarta, Mitra
Utama .
Leebov, W & Scott, G .(1994). Service Quality
Improvement : The Customer
Satisfaction Strategy for Health
Care. American Hospital Publishing
Inc,USA.
Lestari, dkk (2000) Analisa Faktor Penentu
Tingkat Kepuasan Pasien Di Rumah
Sakit Pku Muhammadiyah Bantul
Lim, C.P and Nelson K.H.Tang.2000. A Study
of Patients Expectation and
Satisfaction in Singapore Hospital
International. Journal of Health Care
Quality Assurance 13 No.7: 290-299.
Lupiyoadi, R dan A. Hamdani. (2013).
Manajemen Pemasaran. Jakarta:
Salemba Empat
Lovelock, C and Wright, L. (2005). Principles of Service Marketing and Managemen. Mardalis.A.( 2005). Meraih Loyalitas
Pelanggan. Jakarta : Balai Pustaka
Munijaya, I.G.( 2004). Manajemen Kesehatan.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran,
EGC
M.Zid .(2013). Berobat keluar negeri tetap
trend. Kliping Pusat Komunikasi
Setjen Kementerian Kesehatan RI.
Jakarta : Kompas 7 Maret 2013 edisi
pagi hal : 13
Mabow, (2009). Minat Pembeli Dalam
Psikologi
Marquis, B.L. & Huston, C.J. (2010).
Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan: Teori dan Aplikasi.
Edisi keempat. Jakarta: EGC.
Nguyen, N and Gaston L. 2002. Contact
Personnel, Physical Environment and
Perceived Corporate Image of
Intangible Services by New Clients.
International Journal of Service
Industry Management 13: 242-262.
Nordby, H (2004); Communicative challenges
for paramedics: language and
interpretation; Scand J Trauma Resusc
Emerg Med 12; 178-181
Nursalam. (2011). Manajemen
Keperawatan.edisi 3. Jakarta :
Salemba Medika.
428
Oliver, R.L. (1998). Whence Customer Loyalty
?, Journal Of Marketing.
http://www.jstor.org/pss/1252099
Profil Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Tanjungpinang Tahun 2013
Profil Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Tanjungpinang Tahun 2013
Pavarini, P, S. Sanders & M. Lindsay (2012);
Health Care Reform Going Forward:
What’s the Impact on Providers?
Becker’s Hospital Review, December.
Peters, J. H, (1999). Service Management,
Jakarta, Trisakti University Jakarta
Peters, Thomas J & Waterman, Robert
H, 1984, In Search of Excellence :
Lessons from America’s Best-Run
Companies, New York : Harper &
Row, Pub.
Reichheld, F. F. (2001). Loyalty rules !.
Harvard Business School Press, US.
Sangadji,E.M dan Sopiah (2013) perilaku
konsumen pendekatan praktis. ANDI
Yogyakarta
Setiawan, S.( 2011). Loyalitas Pelanggan Jasa.
IPB Press, Bogor.
Sharma, R.D. & Hardeep,C (1999); A Study of
Patient Satisfaction in Outdoor
Services of Private Health Care
Facilities; Vikalpa, Vol. 24, No. 4,
October- December 59-76 Singer et al
(2009)
Shamdasani, P.N. & A.A. Balakrisnan (2000);
Determinants of Relationship Quality
and Loyalty in Personalized Services;
Asia Pacific Journal of Management,
17 (3), 399-422.
Stewart, AL,et al,(2013) AE 12 ISSN: 2302 -
4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business an
Entrepreneurship
Subihaini. 2002. “Analisis Konsekuensi
Keperilakuan Kualitas layanan: Suatu
Penelitian Empiris.” USAHAWAN
No. 02 Thn XXXI Februari 2002 : 29-
37.
Suhanura, A. (2008). Analisis Loyalitas
Pelanggan Poli Kebidanan dan
Kandungan Rumah Sakit Asri Tahun
2008, Thesis. FKM UI.
Suharno.M. dan Shihab.(2012). Pengaruh
Dimensi Reliabilitas, Dimensi
Tangibel dan Dimensi Empati
Terhadap Loyalitas Pasien (Studi
Kasus: Pasien Rawat Jalan RS
MRCCC Siloam Semanggi). Jurnal
429
Manajemen dan Bisnis Sriwijaya
Vol.10 No.19 Juni 2012
Sulni,dkk, (2013) . Hubungan Mutu Pelayanan
Kesehatan Dengan Loyalitas Pasien
Di Puskesmas Baranti Kabupaten
Sidrap Tahun 2013. Jurnal fakultas
kesehatan masyarakat Universitas
Hasanudin
Supramono dan Haryanto.(2003). Desain
Proposal Penelitian Studi Pemasaran.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Supriyanto, S dan Ernawaty. (2010).
Pemasaran Industri Jasa Kesehatan.
ANDI, Yogyakarta.
Swansburg. (2000). Pengantar kepemimpinan
dan managemen keperawatan.
Jakarta: EGC
Sarwono,J (2006). Metode Penelitian
Kuantitatif & Kualitatif, (Yogyakarta;
Graha Ilmu, 2006, Hal. 111) – SP
Sabihaini. (2002). “Analisis Konsekuensi
Keperilakuan Kualitas Layanan:
Suatu Kajian Empirik”, Usahawan,
hal: 29-36.
Tjiptono, F. (1999). Prinsip-prinsip Total
Quality Service, Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Tjiptono, F.(2001). Perspektif Manajemen dan
Pemasaran Kontemporer, Penerbit
Andi, Jogyakarta.
------------------. (2007). Manajemen Jasa.
Yogyakarta : Penerbit ANDI.
Tjiptono,F dan Gregorius,C, (2005), Service
Quality & Satisfaction, edisi pertama,
cetakan pertama, Andi, Yogyakarta
Thomas, R.K. (2005). Marketing Health
Service. Health Administration Press,
Chicago.
Trarintya,MAP. (2011). Pengaruh kualitas
pelayanan terhadap kepuasan dan
word of mouth ( studi kasus pasien
rawat jalan di wing amerta rsup
sanglah denpasar ). Tesis Program
Pasca Sarjana universitas udayana
denpasar. (Tidak dipublikasikan)
Trisnantoro,L. (2005). Aspek stretegis
manajemen rumah sakit
Ulfa,R. (2011). Hubungan Karakteristik
Pasien, Kualitas Layanan dan
Hambatan Pindah dengan Loyalitas
Pasien di Instalasi Rawat Jalan
Rumah Sakit Tugu ibu Depok.(tidak
dipublikasikan)
Westbrook, R.A. (1987),
"Product/Consumption-Based
430
Affective Responses and Post-
Purchase Processes," Journal of
Marketing Research, 24 (August),
pp. 258-270.
Watzlawick, P, J.B. Bavelas & D.D. Jackson
(2011); Pragmatics of Human
Communication: A study of
interactional patterns, pathologies,
and paradoxes; jurnal of W.W.
Norton & Company
Winardi. 1991. Marketing dan Perilaku
Konsumen, Penerbit Mandar Maju,
Bandung.
Wloszczak, S, Anna, M.J. Jarost & M.
Goniewicz (2013); Professional
communication competences of
paramedicspractical and educational
perspectives; Annals of Agricultural
and Environmental Medicine, Vol
20, No 2, 366–372
Zolnierek, K.B.H. & M.R. Dimatteo (2009);
Physician Communication and
Patient Adherence to Treatment: A
Metaanalysis; Medical Care, August;
47 (8): 826-834.
Zeithaml, V.A., Parasuraman, A., Berry, L.L.,
(1990), Delivering Quality Service :
Balancing Customer Perception and
Expectations, The free press, New
york.
1 Liza Wati, S.Kep, Ns, M.Kep : Dosen
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang.
2 Ernawati, S.Psi, M.Si : Dosen
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang.
3 Meily Nirnasari, S.Kep, Ns : Dosen
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang.
431
PENGARUH METODE PEMBELAJARAN APTITUDE TREATMENT
INTERACTION (ATI) TERHADAP MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA
STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG TAHUN 2015
Nur Meity Sulistia Ayu1
ABSTRAK
Mengakomodasi dan mengapresiasi perbedaan kemampuan individu dalam pembelajaran dibutuhkan suatu model
pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar mahaiswa yang dikenal dengan metode pembelajaran
aptitude treatment interaction (ATI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
aptitude treatment interaction (ATI) terhadap peningkatan motivasi belajar mahasiswa STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment dengan desain pre test post test without
control design. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran aptitude treatment interaction
(ATI), sedangkan variabel terikatnya adalah motivasi belajar. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
mahasiswa S1 semester 2 STIKES Hang Tuah Tanjungpinang TA 2014/2015. Pengambilan sampel menggunakan
consecutive sampling sebanyak 36 responden. Uji paired sample t-test dengan p-value ≤ 0,05 menunjukkan bahwa
ada pengaruh metode pembelajaran ATI (p-value = 0,000 < 0,05) terhadap peningkatan motivasi belajar ilmu
keperawatan dasar mahasiswa STIKES Hang Tuah Tanjungpinang Tahun 2015. Sedangkan hasil uji multivariat
melalui uji one way anova untuk data pre-test, post-test dengan p value 0,05 menunjukkan bahwa kelompok
kemampuan yang memiliki peningkatan motivasi belajar paling baik dibandingkan kelompok kemampuan lainnya
adalah kelompok kemampuan tinggi dan rendah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa metode pembelajaran ATI
berpengaruh terhadap peningkatan motivasi belajar dan kelompok kemampuan yang memiliki peningkatan
motivasi paling baik adalah kelompok tinggi dan rendah.
Kata kunci : Aptitude treatment interaction (ATI), motivasi belajar, mahasiswa
ABSTRACT
Accommodate and appreciate individual differences in learning ability required a learning model that can enhance
learning motivation mahaiswa known methods of learning aptitude treatment interaction (ATI). This study aimed
to determine the effect of learning model aptitude treatment interaction (ATI) to increase student motivation to
learn STIKES Hang Tuah Tanjungpinang. This research is a quasi-experimental design with pre test post test
without control design. The independent variables in this study is a model of learning aptitude treatment
interaction (ATI), while the dependent variable is the motivation to learn. The population in this study were all
students of STIKES Hang Tuah Tanjungpinang of Academic Year 2014/2015. Consecutive sampling was used for
36 respondent. Paired samples t-test with a p-value ≤ 0.05 indicates that there is influence learning methods ATI
(p-value = 0.000 <0.05) increased learning motivation. While the results of multivariate analysis through one way
aNOVA test 0.05 indicates that group has an increased ability to learn best motivation than among other
capabilities are high and low ability groups. The study concluded that the learning method ATI affect the increased
motivation to learn and the ability to have an increased motivation is best high and low groups.
Key words : Aptitude treatment interaction (ATI), motivation to learn, students
432
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat
penting bagi manusia. Sehingga di Indonesia,
pendidikan diatur dalam Undang-Undang
tersendiri mengenai sistem pendidikan Nasional
yang berbunyi : "Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan dalam kehidupan
bangsa yang bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, yang berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (UUSPN No. 20 tahun
2003).
Meninjau realitas saat ini, pendidikan di
Indonesia berada dibawah standar pendidikan
internasional. Berdasarkan data laporan dalam
Education For All (EFA) Global Monitoring
Report 2011 yang dikeluarkan PBB bidang
pendidikan, UNESCO, menunjukkan bahwa
indeks pembangunan pendidikan (Education
Development Index/EDI) Indonesia menurut
data tahun 2008 adalah 0,934. Indeks ini
mengantarkan peringkat Indonesia dalam hal
pendidikan menurun dari 65 menjadi 69 dari
127 negara di dunia. Penurunan peringkat ini
menjadi cerminan bahwa kualitas pendidikan di
Indonesia harus lebih ditingkatkan lagi
(Kompas, 2011).
Sesuai dengan masalah pendidikan tersebut
serta memperhatikan isu dan tantangan masa
kini serta kecenderungan di masa depan, maka
dalam rangka meningkatkan kualitas sumber
daya manusia (SDM), perlu diciptakan
pendidikan yang unggul. Pendidikan yang
unggul yang dimaksud yaitu pendidikan yang
dapat mengembangkan potensi dan kapasitas
peserta didik secara optimal.
Beberapa saat yang lalu, kurikulum
pendidikan 2013 secara resmi disosialisaikan
dan akan diimplementasikan ke seluruh
Indonesia. Termasuk kurikulum 2013, dalam 10
tahun terakhir, kurikulum pendidikan di
Indonesia berganti sebanyak 3 kali. Pertama,
tahun 2004 KBK (Kurikulum Berbasis
Kompetensi) digunakan sebagai acuan
pendidikan, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan) pada tahun 2006. Yang menjadi
alasan pergantian KTSP ke Kurikulum 2013
menurut kementrian pendidikan adalah karena
tuntutan zaman.
Karena zaman berubah, maka kurikulum
harus lebih berbasis pada penguatan penalaran,
433
bukan lagi hafalan semata. Hal ini mengacu
pada survei Trends in International Math and
Science oleh Global Institute pada tahun 2007
yang menyimpulkan hanya 5 persen siswa
Indonesia yang mampu mengerjakan soal
berkategori tinggi yang memerlukan penalaran
dan 78 persen siswa Indonesia dapat
mengerjakan soal berkategori rendah yang
hanya memerlukan hafalan (Rianto, 2013).
Meskipun sejak 2004 yang lalu
DEPDIKNAS telah mendeklarasikan
diberlakukannya pendidikan KBK diseluruh
lembaga pendidikan di Indonesia, namun model
pembelajaran yang diterapkan disekolah-
sekolah saat ini pada umumnya masih
berbentuk pembelajaran biasa yang bersifat
konvensional. Berbagai hasil penelitian
menyatakan bahwa model pembelajaran
konvensional belum mampu menjadikan semua
mahasiswa dikelas bisa menguasai kompetensi
minimal yang telah ditetapkan.
Dalam mengimplementasi KBK, kegiatan
pembelajaran harus berpusat pada mahasiswa,
berlangsung dalam suasana mendidik,
menyenangkan dan menantang dengan berbasis
prinsip pedagogis dan andragogis.Dalam KBK
itu terdapat belajar tuntas, dalam belajar tuntas
itu terdapat dua model yakni : model individual
dan model kelompok. Penerapan belajar tuntas
dalam KBK dapat menggunakan dengan teknik
model pembelajaran aptitude treatment
interaction (ATI) (Nurdin, 2005).
Banyak peneliti yang mencoba
mendiskripsikan dan menghubungkan gaya
belajar. Diantara penelitian yang mengangkat
tema gaya belajar seperti; penelitian Adel, et.al.
(2003) yang bermaksud membandingkan
kecenderungan gaya belajar menemukan bahwa
mahasiswa program studi akuntansi cenderung
memiliki gaya belajar yang berbeda
dibandingkan mahasiswa program studi
manajemen dan mahasiswa bisnis, sehingga
perbedaan gaya belajar tersebut mempengaruhi
strategi dosen pengampu dalam menyajikan
mata kuliah. Menurut penelitian Pujiningsih
(2007) preferensi gaya belajar mahasiswa yang
bermaksud mengidentifikasi kecenderungan
gaya belajar dan perbedaan gaya belajar. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak
adanya perbedaan gaya belajar diantara
mahasiswa ketiga prodi tersebut menunjukkan
kecenderungan gaya belajar yang sama yaitu
perceptive dan reflector. Penelitian tersebut
tidak menghubungkan kecenderungan gaya
belajar terhadap hasil belajar.
434
Namun penelitian sebagaimana diuraikan
diatas, cenderung hanya menganggap gaya
belajar sebagai suatu proses penerimaan
pembelajaran saja tanpa adanya tindak lanjut.
Begitu juga dengan penelitian yang
menghubungkan gaya belajar dengan variabel
lain. Kita tahu bahwa gaya belajar merupakan
cara yang dianggap paling efektif dalam
menerima dan memperoses informasi yang
bersifat individual dan psikologis sehingga
dalam pengkajian gaya belajar tidak cukup
dengan angket yang memuat indikator sifat-
sifat individu yang selanjutnya dikaitkan
dengan gaya belajar.
Setiap individu memiliki cara sendiri yang
dianggap paling mudah dalam belajar. Ada juga
pengaruh motivasi pada belajar sebagaimana
menurut (Makmun, 2012) motivasi timbul dan
berkembang dengan jalan datang dari dalam diri
individu itu sendiri (intrinsik) dan datang dari
lingkungan (ekstrinsik) sedangkan motif
tumbuh dan berkembangnya motivasi dibagi
atas motif primer dan motif skunder.
Berkenaan dengan itu maka diperlukan suatu
konsep dasar yang berkaitan dengan bagaimana
cara terbaik yang dapat diterapkan untuk
membelajarkan siswa dan faktor pendukung
yang memotivasi mahasiswa belajar (Makmun,
2012).
Menyamaratakan pembelajaran bagi
semua kelompok kemampuan mahasiswadirasa
tidaklah adil, karena semestinya setiap
kelompok kemampuan mendapatkanlayanan
pembelajaran yang berbeda sesuai dengan
kemampuan masing-masing(Nurdin, 2005).
Aptitude Treatment Interaction (ATI) mengarah
pada bagaimana interaksi atau hubungan antara
bakat dengan perlakuan pada masing-masing
mahasiswa karena kemampuan awal atau bakat
mahasiswa (aptitude) mencerminkan
karakteristik mahasiswa tersebut. Oleh karena
itu, perlu diberikan perlakuan (treatment) yang
sesuai dengan karakteristiknya agar proses
pembelajaran mencapai keberhasilan. Sehingga
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang
menuntut kemampuan setiap individu sesuai
pendidikan yang dijalani dapat termotivasi dan
tercapai visi dan misi pendidikan saat ini
(Nurdin, 2005). Sedangkan Kurikulum yang
diterapkan di STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang berbasis kompetensi baru
dilaksanakan pada tahun ini. Dan ini
menunjukkan bahwa suatu indikasi perlunya
perkembangan pendidikan dari sistem
pembelajarannya. Sistem KBK yang diterapkan
435
di STIKES Hang Tuah masih banyak
menggunakan metode ceramah dan diskusi
yang kadang menyamaratakan kemampuan
mahasiswa untuk dituntut dapat memahami
pembelajaran serta bersifat aplikatif. Hal ini
tentunya kurang adil bagi kelompok mahasiswa
yang memiliki kemampuan yang rendah
dibandingkan kemampuan diatasnya. Oleh
karena itu, pendidikan dengan sistem KBK ini
perlu didukung dengan suatu metode yang
memperhatikan keragaman kemampuan
individu, dimana hal ini masih dalam lingkup
KBK dengan pembagian kelompok dan
perlakuan yang berbeda tiap kelompok.
Berdasarkan hasil wawancara kepada
19 orang responden mahasiswa program studi
S-1 keperawatan STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang Semester II didapatkan bahwa
pada umumnya (100%) mengatakan metode
pembelajaran ATI ini belum pernah diterapkan
di STIKES Hang Tuah Tanjungpinang dan
mereka juga belum pernah mendengar istilah
metode pembelajaran ATI. Dan mengatakan
bahwa sistem pengajaran di STIKES Hang
Tuah didominasi dengan ceramah konvensional
dan penugasan jika pengajar berhalangan untuk
hadir. Dari 19 mahasiswa yang diwawancarai
terdapat 7 mahasiswa yang memiliki nilai rata-
rata dibawah standar dengan 4 mahasiswa
kurang dari sebagian (57%) tidak memuaskan
dan 3 mahasiswa kurang dari sebagian (43%).
Hasil wawancara pada mahasiswa tersebut yang
dikategorikan rendah ini didapatkan bahwa
mereka tidak bisa mengikuti cara belajar teman-
temannya, dan terkadang malu untuk bergabung
seakan mereka tidak bisa. Sehingga mereka
terbiasa mempelajari sendiri namun tidak
sepaham dengan kemampuan diatas mereka.
Dari uraian di atas, penulis tertarik,
berinisiatif, dan akhirnya mengadakan
penelitian untuk mengetahui pengaruh metode
pembelajaran Aptitude Treatment Interaction
(ATI) terhadap peningkatan motivasi belajar
STIKES Hang TuahTanjungpinang tahun 2015.
BAHAN DAN METODE
PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan pada
penelitian ini adalah Quasy Experiment Design,
pre and post test without control group design.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
mahasiswa STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
dengan metode consecutive sampling pada 36
responden. Penelitian ini dilaksanakan selama 6
bulan pada bulan Oktober 2014 s/d April 2015.
436
HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Responden Berdasarkan
Kelompok Kemampuan (Aptitude).
Berdasarkan nilai aptitude testing
dengan caramenginventarisasi hasil belajar
seluruh siswa di kelas. Hal ini dilakukan
dengan cara mengujisiswa dengan soal
pengetahuan satu tingkat dibawah
pengetahuan mereka saat ini.
Tabel 1
Karakteristik Responden Berdasarkan
KelompokKemampauan (Aptitude)
Tahun 2015
NO KELOMPOK FREKUENSI PERSENTASE
1 Tinggi 6 17%
2 Sedang 16 44%
3 Rendah 14 39%
TOTAL 36 100%
Berdasarkan tabel 1 diatas, karakteristik
responden berdasarkan kemampuan kurang dari
sebagian yaitu 16 orang responden (44%)
memiliki kemampuan sedang.Sementara
karakteristik responden berdasarkan
kemampuan rendahdidapatkan kurang dari
sebagian yaitu 14 orang responden (39%) dan
kelompok tinggi hanya didapatkan kurang dari
sebagianyaitu 6 orang responden (17%).
2. Tingkat Motivasi Sebelum Diberikan
Pembelajaran Dengan Metode ATI.
Dari hasil penelitian yang dilakukan
didapati hasil distribusi sebagai berikut :
Tabel 2
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat
Motivasi Sebelum Diberikan Pembelajaran ATI
Tahun 2015
NO KRITERIA
MOTIVASI
FREKUENSI PERSENTASE
1 Baik 18 50%
2 Tidak Baik 18 50%
TOTAL 36 100%
Berdasarkan tabel 2 di atas,
karakteristik responden berdasarkan tingkat
motivasi memiliki jumlah responden yang sama
lebih dari sebagian yaitu 18 responden (50%)
memiliki tingkat motivasi baik dan tidak baik
sebelum diberikan pembelajaran ATI.
Tabel 3
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat
Motivasi Sesudah Diberikan Pembelajaran ATI
Tahun 2015
437
3. Tingkat Motivasi Sesudah Diberikan
Pembelajaran Dengan Metode ATI.
Berdasarkan tabel 3 di atas, karakteristik
responden berdasarkan tingkat motivasi,
sebagian besar yaitu 30 responden (83%)
memiliki tingkat motivasi baik sedangkan
karakteristik responden berdasarkan tingkat
motivasi kurang dari sebagian yaitu 6
responden (17%) memiliki tingkat motivasi
tidak baik setelah diberikan pembelajaran ATI.
4. Tingkat Motivasi Sebelum Diberikan
Pembelajaran Dengan Metode ATI
Berdasarkan Kelompok Kemampuan
(Aptitude) Peserta Didik.
Tabel 4
Tingkat Motivasi Sebelum Diberikan
Pembelajaran ATI Berdasarkan Kelompok
Kemampuan (Aptitude) Peserta Didik
Tahun 2015
NO APTITUDE
MOTIVASI
BAIK TIDAK BAIK
F % F %
1 Tinggi 6 33% 0 0%
2 Sedang 10 56% 6 33%
3 Rendah 2 11% 12 67%
TOTAL 18 100% 18 100%
Berdasarkan tabel 4 di atas, karakteristik
responden berdasarkan kemampuan (aptitude)
dan tingkat motivasi sebelum diberikan
pembelajaran ATI lebih dari sebagian yaitu 12
responden (67%) memiliki tingkat motivasi
tidak baik dan kurang dari sebagian yaitu 2
responden 11%) memiliki tingkat motivasi baik
pada kelompok rendah. Sementarakurang dari
sebagian yaitu 6 responden (33%) memiliki
tingkat motivasi tidak baik pada kelompok
sedang dan lebih dari sebagian yaitu 10
responden (56%) memiliki tingkat motivasi
baik pada kelompok sedang.
NO KRITERIA
MOTIVASI
FREKUENSI PERSENTASE
1 Baik 30 83%
2 Tidak Baik 6 17%
TOTAL 36 100%
438
5. Tingkat Motivasi Sesudah Diberikan
Pembelajaran Dengan Metode ATI
Berdasarkan Kelompok Kemampuan
(Aptitude) Peserta Didik.
Tabel 5
Tingkat Motivasi Sesudah Diberikan
Pembelajaran ATI Berdasarkan Kelompok
Kemampuan (Aptitude) Peserta Didik
Tahun 2015
NO APTITUDE
MOTIVASI
BAIK
TIDAK
BAIK
F % F %
1 Tinggi 6 17% 0 0%
2 Sedang 12 33% 2 6%
3 Rendah 12 33% 4 11%
TOTAL 30 83% 6 17%
Berdasarkan tabel 5 di atas,
karakteristik responden berdasarkan
kemampuan (aptitude) dan tingkat motivasi
sesudah diberikan pembelajaran ATI kurang
dari sebagian yaitu 4 responden (11%)
memiliki tingkat motivasi tidak baik dan kurang
dari sebagian yaitu 12 responden (33%)
memiliki tingkat motivasi baik pada
kemampuan rendah. Sementara kurang dari
sebagian yaitu 2 responden (6%) memiliki
tingkat motivasi tidak baik dan kurang dari
sebagian yaitu 12 responden (33%) memiliki
tingkat motivasi baik pada kelompok sedang.
Analisis bivariat pada penelitian ini
menggunakan uji Paired Sample T-Test yang
termasuk ke dalam uji statistik parametrik. Pada
statistik parametrik, datanya berdistribusi
normal dengan nilai Asymp. Sig. (2-tailed)
0,000 lebih kecil dari nilai ρ= 0,05 dan variasi
datanya homogen.
Tabel 6
Tingkat Motivasi Sebelum dan Sesudah
Diberikan Pembelajaran ATI Peserta
DidikTahun 2015
Variabel
Mean
SD
Min Maks ρvalue
Motivasi
Pretest 3.7 0.3 3.7 4.2 0.000
Posttest 4.4 0.5 3.8 5.0
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa
untuk motivasi sebelum pembelajaran ATI,
peserta didik mempunyai nilai motivasi rata-
rata 3,7. Sedangkan setelah pembelajaran ATI,
peserta didik mempunyai nilai motivasi rata-
rata 4,4. Terlihat bahwa probabilitas atau ρ
439
value 0,000. Karena 0,000 < 0,05, maka H0
ditolak. Dapat disimpulkan bahwa motivasi
sebelum dan sesudah pembelajaran ATI
berbeda secara nyata.Atau, pembelajaran ATI
tersebut efektif dalam peningkatan motivasi
belajar secara bermakna.
Analisis multivariat dalam penelitian ini
menggunakan ujiOne Way Anova dimana uji
tersebut digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan rata-rata antara tiga
variabel bebas (independent) yang dalam hal ini
adalah metode pembelajaran ATI yang dibagi
menjadi tiga kelompok kemampuan dengan
satu variabel terikat (dependent) sebagai
motivasi belajar.
Tabel 7
Hasil Uji ANOVA Data Normal Gain Angket
Motivasi Belajar Per Kelompok Kemampuan
NO KLP
MOTIVASI
MEAN SD MIN MAX
ρ
value
1 TINGGI 0.9 0.1 0.9 1.0
0.001 2 SEDANG 0.2 0.3 0.1 0.8
3 RENDAH 0.7 0.4 0.2 0.9
TOTAL 1.8 0.8 1.22 2.76
Berdasarkan tabel 7 dari hasil pengujian
diperoleh output yang menunjukkan bahwa ρ
value, sebesar 0.001 < 0.05. Hal ini berarti H0
ditolak, kesimpulannya bahwa semua
kelompok mempunyai rata-rata yang berbeda.
Artinya terdapat perbedaan peningkatan
motivasi belajar yang signifikan peserta didik
kemampuan tinggi, sedang dan rendah sebelum
dilakukan perlakuan dengan peserta didik
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah setelah
dilakukan perlakuan metode pembelajaran ATI.
Tabel 8
Hasil Uji Post Hoc Data Normal Gain Angket
Motivasi Belajar
Per Kelompok Kemampuan
Untuk melihat kelompok mana yang lebih
baik peningkatan motivasi belajar ilmu
keperawatan dasar, maka harus dilanjutkan
dengan uji Post Hoc.
NO KLP
MEAN
DIF
ρvalue
1 TINGGI
SEDANG 0.8* 0.002
RENDAH 0.3 0.372
2 SEDANG
TINGGI -0.8* 0.002
RENDAH -0.5* 0.004
3 RENDAH
TINGGI -0.31 0.372
SEDANG 0.5* 0.004
440
Dengan melihat ada tidaknya tanda
* pada kolom Mean Difference, terlihat
bahwa:
1) Mean dari kelompok sedang berbeda secara
nyata dengan kelompok tinggi dan rendah
2) Mean dari kelompok rendah berbeda secara
nyata dengan kelompok sedang
3) Mean dari kelompok tinggi berbeda secara
nyata dengan kelompok sedang.
Dari tabel Post Hoc Testdi atas
memperlihatkan bahwa kelompok yang
menunjukan adanya perbedaan rata-rata
motivasi belajar paling dominan (ditandai
dengan tanda bintang "*") adalah Kelompok
tinggi, sedang dan rendah.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian, sebelum
dilakukan pembelajaran Aptitude Treatment
Interaction (ATI)lebih dari sebagian yaitu
18orang responden (50%) memiliki tingkat
motivasi tidak baik dan baik yang berdasarkan
hasil pengukuran dengan menggunakan lembar
observasi dan kuesionerAttention, Confident,
Relevance, Satisfaction (ACRS).
Motivasi secara umum mengacu pada
adanya kekuatan dorongan yang menggerakkan
kita untuk berperilaku tertentu. Oleh karena itu,
dalam mempelajari motivasi kita akan
berhubungan dengan hasrat, keinginan,
dorongan dan tujuan (Notoatmodjo, 2010).
Motivasi juga merupakan keseluruhan
daya penggerak baik dari dalam diri maupun
dari luar dengan menciptakan serangkaian
usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi
tertentu yang menjamin kelangsungan dan
memberikan arah pada kegiatan sehingga
tujuan yang dikehendaki oleh subjek itu dapat
tercapai (Haryanto, 2010)
Pendapat lain menurut John Elder dalam
Notoatmodjo (2010) mendefinisikan motivasi
sebagai : interaksi antara perilaku dan
lingkungan sehingga dapat meningkatkan,
menurunkan atau mempertahankan perilaku.
Definisi ini lebih menekankan pada hal-hal
yang dapat diobservasi dari proses
motivasi.Sedangkan secara psikologi, berarti
usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau
kelompok orang tergerak melakukan sesuatu
karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya, atau mendapat kepuasan
dengan perbuatannya.
Seseorang mendapat dorongan untuk
melakukan suatu aktivitas didasari atas adanya
bioghenic theoriesdan sociogenic theories.
Bioghenic theories yang menyangkut proses
biologis lebih menekankan pada mekanisme
441
pembawaan biologis. Sedang yang sociogenic
theories lebih menekankan adanya pengaruh
kebudayaan atau kehidupan masyarakat
(Haryanto, 2010).
Dengan demikian, dapatlah ditegaskan
bahwa motivasi, akan selalu terkait dengan soal
kebutuhan. Sebab kebutuhan seseorang akan
terdorong melakukan sesuatu bila merasa ada
sesuatu kebutuhan. Kebutuhan tersebut timbul
karena adanya keadaan yang tidak seimbang,
tidak serasi atau rasa ketegangan yang menuntut
suatu kepuasan.Hal ini menunjukkan bahwa
kebutuhan manusia bersifat dinamis, berubah-
ubah sesuai dengan sifat kehidupan manusia itu
sendiri.
Perlu ditegaskan, bahwa motivasi
bertalian dengan suatu tujuan. Dengan
demikian, motivasi mempengaruhi adanya
kegiatan. Sehubung dengan hal tersebut ada tiga
fungsi motivasi yaitu mendorong manusia
untuk berbuat, menentukan arah perbuatan, dan
menyeleksi perbuatan (Sardiman, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat
adanya pengaruh antara metode pembelajaran
ATI dengan peningkatan motivasi belajar.
Dimana Ho ditolak yang berarti adanya
pengaruh yang bermakna antara metode
pembelajaran ATI terhadap peningkatan
motivasi belajar mahasiswa STIKES Hang
Tuah Tanjungpinang Tahun 2015.
Hal ini berkelanjutan juga dengan hasil
dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Agustina (2010) yang melakukan penelitian
berjudul hubungan minat dan motivasi menjadi
perawat dengan prestasi belajar pada
mahasiswa program studi DIII keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hutama Abdi
Husada Tulungagung Tahun 2010, data
dianalisis dengan derajat kemaknaan α =
0,01,ada hubungan yang signifikan antara minat
dengan prestasi belajar karena diperoleh r
hitung > r tabel yaitu 0,764 >0,159 (ρ= 0.0002)
ada hubungan yang signifikan antara motivasi
dengan prestasi belajar karena diperoleh r
hitung > r tabel yaitu 0,632 > 0,159 (ρ= 0.0003)
ada hubungan yang signifikan antara minat dan
motivasi secara bersama – sama dengan prestasi
belajar dengan nilai F hitung > dari F tabel yaitu
103,58> 4,78.
Responden yang memiliki tingkat
motivasi tidak baik disebabkan karena
kurangnya motivasi didalam dirinya atau
motivasi intrinsik yang merupakan produk dari
pemikiran, harapan dan tujuan seseorang.
Menurut Nurdin (2005) “Model pembelajaran
442
Aptitude-treatment Interaction (ATI) adalah
suatu konsep atau pendekatan yang memiliki
sejumlahstrategi pembelajaran (treatment) yang
efektif digunakan individu tertentu sesuai
dengan kemampuan masing-masing”.
Nurdin (2005) menyatakan “Model
pembelajaran Aptitude-Treatment Interaction
(ATI) bertujuan untuk menciptakan dan
mengembangkan suatu model pembelajaran
yang betul-betul peduli dan memperhatikan
keterkaitan antara kemampuan (aptitude)
seseorang dengan pengalaman belajar atau
secara khas dengan model pembelajaran
(treatment)”. Untuk mencapai tujuan tersebut
model pembelajaran ATI berupaya menemukan
dan memilih sejumlah pendekatan, metode atau
cara, strategi yang akan digunakan sebagai
perlakuan (treatment) yang tepat, yaitu
perlakuan yang sesuai dengan perbedaan
kemampuan siswa.
Oleh sebab itu, motivasi sebelum
pembelajaran ATI, peserta didik mempunyai
nilai motivasi rata-rata 3,7306. Sedangkan
setelah pembelajaran ATI, peserta didik
mempunyai nilai motivasi rata-rata
4,3661dengan probabilitas atau p value 0,000.
Karena 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak. Dapat
disimpulkan bahwa motivasi sebelum dan
sesudah pembelajaran ATI berbeda secara
nyata.Atau, pembelajaran ATI tersebut efektif
dalam peningkatan motivasi belajar secara
bermakna.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa :
1. Karakteristik responden berdasarkan
kemampuankurang dari sebagian yaitu
16orang responden (44%) memiliki
kemampuan sedang. Sementara
karakteristik responden berdasarkan
kemampuan kurang dari sebagian yaitu 14
orang responden (39%) memiliki
kemampuan rendah dan kurang dari
sebagianyaitu 6 orang responden (17%)
memiliki kemampuan tinggi.
2. Karakteristik responden berdasarkan
tingkat motivasi sebagian besar yaitu 30
responden (83%) memiliki tingkat motivasi
baik sedangkan karakteristik responden
berdasarkan tingkat motivasikurang dari
sebagian yaitu 6 responden (17%) memiliki
tingkat motivasi tidak baik setelah
diberikan pembelajaran ATI.
3. Pada kelompok setelah dilakukan
pembelajaran ATI, hasil uji statistik
443
menunjukkan bahwa ada pengaruh antara
Pembelajaran dengan Metode Aptitude
Treatment Interaction (ATI) Terhadap
Peningkatan Motivasi Belajar Mahasiswa
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang. Hal
ini dibuktikan oleh hasil ρ value= 0,000,
yang mana lebih kecil nilainya dari 0,05,
maka keputusannya Ho Ditolak yang
artinya ada pengaruh yang bermakna antara
metode pembelajaran ATI terhadap
peningkatan motivasi belajar STIKES
Hang Tuah Tanjungpinang Tahun 2015.
4. Hasil uji statistik dengan uji One Way-
ANOVA berdasarkan kelompok
kemampuan peserta didik bahwa semua
kelompok mempunyai rata-rata yang
berbeda. Artinya terdapat peningkatan
motivasi belajar yang signifikan antara
peserta didik kemampuan tinggi, sedang
dan rendah sebelum dilakukan perlakuan
dengan peserta didik kemampuan tinggi,
sedang, dan rendah setelah dilakukan
perlakuan metode pembelajaran ATI. Hal
ini dibuktikan oleh hasil ρ value = 0.001,
yang mana lebih kecil nilainya dari 0.05,
maka keputusannya Ho Diterima yang
berarti ada perbedaan rata-rata terhadap
semua kelompok kemampuan tinggi,
sedang dan rendah sebelum diberikan
perlakuan dengan kelompok kemampuan
yang sudah diberikan perlakuan.
B. Saran
1. Karena telah terbukti terdapat pengaruh
metode pembelajaran ATI terhadap
peningkatan motivasi belajar maka
diharapkan kepada tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan maupun pembaca
dapat menggunakan metode pembelajaran
ATI yang memperhatikan keseragaman
kemampuan individu dalam meningkatkan
motivasi belajar peserta didik selain
pembelajaran konvesional.
2. Selain sasarannya kepada individu
diharapkan Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan (DIKBUD) dapat
mengembangkan informasi mengenai
pembelajaran dengan metode Aptitude
Trearment Interaction (ATI) sebagai
metode pembelajaran dalam meningkatkan
motivasi belajar peserta didik, sehingga
peserta didik berpacu dalam meningkatkan
kemampuan individu untuk menunjang
dunia pendidikan
3. Diharapkan bagi peneliti lain agar terus
mengembangkan penelitian tentang
444
penggunaan metode pembelajaran ATI
terhadap peningkatan motivasi belajar
dengan membandingkan penggunaan
metode pembelajaran lain dalam
meningkatkan motivasi belajar.
KEPUSTAKAAN
Agustiana, Sri, (2010). Hubungan Minat dan
Motivasi menjadi Perawat dengan
Prestasi Belajar pada Mahasiswa
Program Studi D III Keperawatan di
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Hutama Abdi Husada Tulungagung.
Skripsi tidak diterbitkan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Hutama Abdi
Husada Tulungagung.
Arikunto, Suharsimi, (2010). Manajemen
Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Astuti, PD, (2013). Efektivitas Metode
Pembelajaran Aptitude Treatment
Interaction (ATI) Terhadap
Peningkatan Pemahaman Konsep dan
Motivasi Belajar Matematika Peserta
Didik.
Cronbach, L. J., Snow, R.1969. Final Report
Individual Differences in Learning
Ability as a Function of Intructional
Variables. California: School of
Education Stanford Univercity
Standford
Dharma, Kelana Kusuma, (2011). Metodologi
Penelitian Keperawatan. Jakarta :
Trans Info Media
Djamarah, B, S, (2010). Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo, (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Nursalam, (2003). Konsep dan penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta :
Salemba Medika
Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan : Pendekatan Praktis.
Jakarta : Salemba.
Oemar Hamalik. 2003. Proses belajar
Mengajar.Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rianto, (2013). Perubahan Kurikulum menjadi
Kurikulum 2013.
http://www.kurikulumindonesia.com/
Diakses: 20 April 2014.
Santrock, J.W. (2008). Educational psychology,
(2nded.). Jakarta : Kencana.
445
Sardiman, AM. (2011). Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta : Raja
Grafindo Persada
Slameto. (2010). Belajar dan Faktor – Faktor
Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka
Cipta
Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan:
Teori dan Praktek (Edisi Kedelapan).
Jakarta: PT Indeks
Sutikno, S. (2007). Strategi Belajar Mengajar.
Bandung : PT. Refika Aditama
Syafruddin, N, (2005). Model Pembelajaran
yang Memperhatikan Keragaman
Individu Siswa Dalam Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Ciputat :
Quantum Teaching
Syah, Muhibbin. (2006). Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya
UNPAD. Diskusi Edufest 2011 Tentang Kritisi
Mutu Pendidikan. Artikel :
http://www.unpad.ac.id/archives/4623
3. Diakses : 10 Januari 2014
Wati, Lidya, (2013). Panduan Penyusunan
Metodologi Riset Keperawatan. Skripsi
Tidak Diterbitkan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Tanjungpinang
Winkel. W. S. (2007). Psikologi Pengajaran.
Yogyakarta : Media Abadi
Woolfolk, Anita. 2004. Educational
Psychology (Ninth Edition). Boston:
Allyn and Bacon
Woolfolk, Anita. 2009. Educational
Psychology: Active Learning Edition
(Edisi Sepuluh). Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
1 Nur Meity Sulistia Ayu, S. Kep, Ns,
M. Kep, CWT : Dosen STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang.
446
PEMBERIAN TEKNIK MULLIGAN DAN SOFT TISSUE
MOBILIZATION LEBIH BAIK DARIPADA HANYA SOFT TISSUE
MOBILIZATION DALAM MENINGKATKAN LINGKUP GERAK
SENDI EKSTENSI, ROTASI, LATERAL FLEKSI CERVICAL PADA
MECHANICAL NECK PAIN
Sudaryanto
Jl. Bendungan Bili-Bili No. 1 Karunrung (Akper Tidung), Makassar, Sulawesi Selatan
Fisioterapis-Poltekkes Negeri Makasar
ABSTRAK
Latar belakang: Mechanical neck pain merupakan kasus yang memiliki prevalensi yang sama tingginya dengan
low back pain, dan banyak dijumpai di berbagai lahan praktek fisioterapi. Kombinasi teknik Mulligan dan Soft
Tissue Mobilization merupakan salah satu teknik manual terapi yang sangat efektif dan efisien di dalam menangani
kasus mechanical neck pain namun masih sangat jarang digunakan oleh fisioterapis di lahan praktek. Tujuan:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas antara teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization dengan
hanya Soft Tissue Mobilization terhadap peningkatan lingkup gerak sendi (LGS) ekstensi, rotasi dan lateral fleksi
cervical pada mechanical neck pain. Metode: Desain penelitian ini adalah pre test – post test control group design
dengan menggunakan 2 kelompok sampel yaitu kelompok kontrol yang diberikan intervensi Soft Tissue
Mobilization dan kelompok perlakuan yang diberikan kombinasi teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization.
Alat ukur yang digunakan untuk pengumpulan data adalah goniometer, dimana goniometer digunakan untuk
mengukur lingkup gerak ekstensi, rotasi dan lateral fleksi cervical baik sebelum intervensi maupun sesudah
intervensi. Sampel penelitian berjumlah 32 orang yang dibagi ke dalam 2 kelompok sampel yaitu 16 orang pada
kelompok kontrol dan 16 orang pada kelompok perlakuan. Sampel pada kelompok kontrol memiliki usia rata-rata
sebesar 35,69 dengan laki-laki sebanyak 7 orang (43,8%) dan perempuan sebanyak 9 orang (56,2%) serta arah
keterbatasan kanan sebanyak 12 orang (75%) dan keterbatasan kiri sebanyak 4 orang (25%). Sedangkan pada
kelompok perlakuan memiliki usia rata-rata sebesar 35,94 dengan laki-laki sebanyak 10 orang (62,5%) dan
perempuan sebanyak 6 orang (37,5%) serta arah keterbatasan kanan sebanyak 11 orang (62,5%) dan keterbatasan
kiri sebanyak 5 orang (31,2%). Hasil: Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji independent sampel t-
test menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara rerata sesudah intervensi LGS ekstensi, rotasi dan
lateral fleksi kelompok kontrol dan rerata sesudah intervensi LGS ekstensi, rotasi dan lateral fleksi kelompok
perlakuan, dengan nilai p < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization
menghasilkan peningkatan lingkup gerak sendi (LGS) ekstensi, rotasi dan lateral fleksi cervical yang lebih besar
secara signifikan dibandingkan hanya Soft Tissue Mobilization pada mechanical neck pain. Kesimpulan: Dengan
demikian dapat ditarik simpulan bahwa teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization lebih baik daripada hanya
Soft Tissue Mobilization dalam meningkatkan lingkup gerak sendi ekstensi, rotasi, lateral fleksi cervical pada
mechanical neck pain.
Kata kunci : mechanical neck pain, teknik mulligan, soft tissue mobilization
ABSTRACT
Background: Mechanical neck pain has the same high prevalence with low back pain, and commonly found in
many of physiotherapy practice. Combination of Mulligan technique and Soft Tissue Mobilization are one of
manual therapy technique highly effective and efficient to care the case of mechanical neck pain but still very
rarely used by physiotherapist in fields of practice. Objective: This study aimed to know the effectiveness between
Mulligan technique – Soft Tissue Mobilization and only Soft Tissue Mobilization to the increasing range of motion
extension, rotation and side flexion cervical on the mechanical neck pain. Method: The study design was a pre
test – post test control group design using two group of samples are control groups that given intervention Soft
Tissue Mobilization and treatment groups that given a combination of Mulligan technique and Soft Tissue
Mobilization. Measuring instrument used for data collection was goniometer, that the goniometer was used to
measure the range of motion extension, rotation and lateral flexion of the cervical either before the intervention
and after the intervention. Sample of this study was 32 people who divided into 2 groups of samples were 16 people
447
in the control group and 16 people in the treatment group. Samples in the control group had a mean age of 35,69
with male of 7 people (43,8%) and female of 9 people (56,2%) as well as limitations of the right direction were 12
people (75%) and left direction were 4 people (25%). Whereas in the treatment group had e mean age of 35,94
with male of 10 people (62,5%) and female of 6 people (37,5%) as well as limitations of the right direction were
11 people (62,5%) and left direction were 5 people (31,2%). Result: The results of hypothesis testing using
independent sampel t-test showed a significant difference between the mean post-intervention ROM extension,
rotation, lateral flexion of the control groups and the mean post-intervention ROM extension, rotation, lateral
flexion of the treatment groups, with value p < 0,05. It is suggests that the Mulligan technique and Soft Tissue
Mobilization resulting increase range of motion extension, rotation, and side flexion of the cervical that
significantly greater than only Soft Tissue Mobilization on the mechanical neck pain. Conclusion: Thus, it can be
concluded that the Mulligan technique and Soft Tissue Mobilization better than only Soft Tissue Mobilization to
the increasing range of motion extension, rotation, and side flexion cervical on the mechanical neck pain.
Key words : mechanical neck pain, mulligan technique, soft tissue mobilization
PENDAHULUAN Secara mekanikal, cervical spine
merupakan regio yang paling mobile dan
memiliki peluang terjadinya perubahan beban
mekanikal kaitannya dengan perubahan posisi
kepala dan perubahan postur cervicothoracal.
Perubahan biomekanik cervical spine dapat
mempengaruhi struktur cervical spine dimana
cervical spine menerima beban kepala dengan
distribusi yang tidak merata, dan hal ini lebih
banyak mempengaruhi lower cervical karena
lower cervical menjadi paling besar menerima
beban akibat perubahan biomekanik tersebut.
Keadaan ini dapat memicu terjadinya nyeri
tengkuk.
Nyeri tengkuk merupakan kondisi yang
umum terjadi dimana sekitar 60% orang di
dunia dapat mengalami nyeri tengkuk pada
setiap waktu dalam kehidupannya. Tipe nyeri
tengkuk yang paling sering terjadi adalah non-
spesific neck pain yang biasa dinamakan secara
sederhana dengan istilah “mechanical neck
pain”. Mechanical neck pain mencakup kondisi
minor strain/sprain pada otot dan ligamen serta
disfungsi facet joint. Kebiasaan postur yang
jelek merupakan faktor kontribusi dari
mechanical neck pain.
Dalam penelitian epidemiologi, insiden
mechanical neck pain paling banyak dialami
populasi usia 18 – 30 tahun sampai usia
pertengahan. Mechanical neck pain merupakan
problem klinis yang signifikan dengan
prevalensi yang sama tinggi dengan prevalensi
low back pain. Suatu evidence synthesis di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa penderita
mechanical neck pain yang melapor sendiri
pada populasi umum berkisar antara 146 dan
213 per 1000 pasien per tahun. Hasil penelitian
multisenter berbasis rumah sakit pada 5 rumah
sakit di Indonesia diperoleh prevalensi nyeri
448
leher disertai dengan nyeri kepala sebesar 24%
dari populasi umum.
Mechanical neck pain, secara khas
digambarkan sebagai nyeri lokal atau non-
radikular pain dengan intensitas nyeri
meningkat saat terjadi gerakan pada cervical.
Suatu riwayat penyakit yang jelas dan
pemeriksaan fisik yang teliti dapat membantu
jika nyeri tengkuk tergolong ke dalam
mechanical neck pain dengan memperhatikan
ada tidaknya tanda-tanda atau gejala-gejala
patologi major seperti fraktur, myelopathy,
neoplasma, atau penyakit sistemik, dan ada
tidaknya tanda-tanda neurologis (refleks
tendon, gangguan sensorik/motorik).
Mechanical neck pain merupakan nyeri
leher yang tidak beradiasi ke lengan atau upper
extremitas, dimana nyeri tejadi pada area leher,
occipital, dan punggung bagian atas. Sesuai
dengan namanya “mechanical” maka kondisi
ini sangat berhubungan dengan mekanik
gerakan.
Mechanical neck pain sering
berhubungan dengan kebiasaan postur yang
jelek terutama dalam aktivitas pekerjaan.
Pekerjaan yang secara fisik menuntut postur
statik yang repetitif memberikan peluang
terjadinya mechanical neck pain. Beberapa
penelitian menunjukkan hubungan yang sangat
kuat antara mechanical neck pain dengan
pekerjaan dalam postur statik seperti pengetik,
penjahit, pengrajin. Kerja yang berat, kerja
yang berulang, gaya dan fleksi leher yang statik
dalam posisi duduk, semuanya berhubungan
dengan kejadian mechanical neck pain.7 Posisi
duduk dengan postur yang jelek merupakan
posisi yang paling sering menyebabkan stress
postural pada cervical, dimana sering terjadi
duduk dengan kepala dalam posisi protrude.
Sumber gejala dari mechanical neck
pain khususnya berasal dari zygapophyseal
joint atau uncovertebral joint pada cervical, dan
umumnya menyebabkan keterbatasan gerak ke
segala arah terutama gerak rotasi, lateral fleksi
dan ekstensi cervical.9 Hilangnya lingkup gerak
cervical pada mechanical neck pain sangat
berhubungan dengan nyeri yang diikuti oleh
minor positional fault pada facet joint dan
muscle guarding/splinting pada otot-otot
paravertebralis cervical, levator scapulae, dan
upper trapezius.
Beberapa intervensi dapat diterima
sebagai standar penatalaksanaan untuk
mechanical neck pain seperti traksi, latihan
aktif dan pasif, ultrasound, transcutaneous
electrical nerve stimulation (TENS), edukasi
449
pasien, dan obat-obatan antiinflamasi non-
steroid, tetapi bukti penelitian yang substansial
menyangkut efektifitasnya masih kurang.
Manual terapi dan/atau mobilisasi spine
umumnya digunakan dalam penatalaksanaan
mechanical neck pain. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan manual terapi
spine pada cervical spine merupakan intervensi
yang efektif dan efisiensi biaya pengobatan
untuk pasien-pasien mechanical neck pain.
Meskipun demikian, beberapa pengamatan
peneliti di beberapa Rumah Sakit dan lahan
praktek (klinik mandiri) daerah Denpasar masih
jarang sekali menggunakan intervensi manual
terapi spine.
Manual terapi spine memiliki beberapa
metode, antara lain adalah Soft Tissue
Mobilization dan teknik Mulligan. Soft tissue
mobilization merupakan salah satu metode
manual terapi yang efektif untuk kasus-kasus
vertebra khususnya mechanical neck pain.
Muscle Energy Technique merupakan salah
satu metode Soft tissue mobilization yang biasa
dikenal sebagai metode manipulasi osteopathic
soft tissue yang menggabungkan arah dan
kontrol yang tepat dari pasien, kontraksi
isometrik, yang didesain untuk memperbaiki
fungsi muskuloskeletal dan menurunkan nyeri.
Metode Muscle Energy memiliki aplikasi yang
ditujukan pada normalisasi struktur-struktur
jaringan lunak seperti otot-otot yang memendek
(tension/hipertonus), namun secara tidak
langsung memberikan implikasi pada sendi
yang berkaitan dengan otot yang memendek,
sehingga metode ini dapat juga digunakan
untuk membantu memperbaiki mobilitas sendi
melalui efeknya pada jaringan lunak yang
disfungsi.
Myofascial Release Technique
merupakan salah satu metode Soft tissue
mobilization yang memfokuskan pada jaringan
lunak yaitu fascia dan otot, berperan untuk
memberikan regangan atau elongasi pada
struktur otot dan fascia dengan tujuan akhir
adalah mengembalikan kualitas cairan atau
lubrikasi pada jaringan fascia, mobilitas
jaringan fascia dan otot, dan fungsi sendi
normal.
Kedua metode Soft tissue mobilization
di atas sangat berperan di dalam menurunkan
ketegangan otot dan taut band yang akhirnya
berimplikasi pada peningkatan lingkup gerak
sendi cervical. Penelitian Nayak (2012), dengan
topik “Combined Effect of Myofascial Release
And Muscle Energy Technique In Subjects With
Mechanical Neck Pain” menunjukkan adanya
450
penurunan nyeri dan perbaikan lingkup gerak
sendi cervical yang bermakna pada pasien-
pasien mechanical neck pain.
Problem keterbatasan gerak yang
ditimbulkan oleh zygapophyseal joint (facet
joint) tidak dapat secara efektif dan efisien
diatasi oleh Soft Tissue Mobilization karena
target jaringan dari metode ini adalah jaringan
lunak di sekitar sendi, meskipun memiliki
dampak secara tidak langsung pada facet joint.
Penambahan teknik Mulligan pada intervensi
soft tissue mobilization dapat menghasilkan
peningkatan lingkup gerak sendi cervical yang
lebih efektif dan efisien dimana problem sendi
akan terlepas secara maksimal. Secara khas,
konsep Mulligan adalah mobilisasi spine dalam
posisi weight bearing dan arah mobilisasi
paralel terhadap bidang gerak facet spinal.
Passive oscillatory mobilization yang
dinamakan dengan “NAGs” (Natural
Apophyseal Glides) dan sustained mobilization
dengan gerakan aktif yang dinamakan
“SNAGs” (Sustained Natural Apophyseal
Glides) merupakan teknik utama dari konsep
pengobatan pada spine.
Penelitian Kumar et al. (2011), dengan
topik “Efficacy of Mulligan Concept (NAGs) on
Pain at available end range in Cervical Spine:
A Randomised Controlled Trial” menunjukkan
hasil adanya perbaikan lingkup gerak cervical
dan penurunan nyeri yang signifikan pada
pasien-pasien mechanical neck pain.
Berdasarkan hal tersebut di atas yang didukung
dengan hasil penelitian sebelumnya maka
peneliti mencoba mengambil topik tentang
“Pemberian teknik Mulligan dan Soft Tissue
Mobilization lebih baik daripada Soft Tissue
Mobilization dalam meningkatkan lingkup
gerak sendi cervical pada mechanical neck
pain”.
Metode Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Poliklnik
Fisioterapi RS. Bali Royal Hospital, Jalan
Tantular No. 6 Renon Denpasar, yang
dilaksanakan selama 12 minggu mulai tanggal
1 April sampai tanggal 22 Juni 2013. Jenis
penelitian ini adalah penelitian eksperimen
dengan pre test – post test control group design.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efektifitas dari penambahan teknik Mulligan
pada intervensi soft tissue mobilization terhadap
peningkatan lingkup gerak sendi cervical pada
mechanical neck pain.
Populasi dan Sampel
451
Populasi dalam penelitian ini adalah
sejumlah pasien yang datang berkunjung di
Poliklinik Fisioterapi RS. Bali Royal Hospital
dengan keluhan nyeri dan kaku pada leher
selama penelitian berlangsung. Sampel
penelitian adalah sejumlah sampel yang diambil
dari populasi terjangkau dan sesuai dengan
kriteria inklusi dalam pengambilan sampel.
Berdasarkan hasil rumus Pocock diperoleh
jumlah sampel sebanyak 17 orang (16,8
dibulatkan menjadi 17) pada setiap kelompok
sampel sehingga total sampel sebanyak 34
orang. Namun selama penelitian berlangsung,
terdapat 1 orang yang drop out pada kelompok
kontrol dan 1 orang yang drop out pada
kelompok perlakuan, sehingga jumlah sampel
pada setiap kelompok adalah 16 orang dan total
sampel sebanyak 32 orang.
Kelompok kontrol
Kelompok kontrol diberikan intervensi
soft tissue mobilization, terdiri atas Muscle
Energy Technique (MET) dan Myofascial
Release Technique (MRT). MET dilakukan
sebanyak 3 kali repetisi setiap kali kunjungan,
frekuensi terapi 3 kali seminggu dengan interval
waktu 1 hari, jumlah terapi sebanyak 4 kali
terapi. MRT dilakukan 30 kali stroking pada
jaringan lunak setiap kali kunjungan, frekuensi
3 kali seminggu dengan interval waktu 1 hari,
jumlah terapi sebanyak 4 kali terapi.
Kelompok perlakuan
Kelompok perlakuan diberikan
intervensi teknik Mulligan dan soft tissue
mobilization. Penambahan teknik Mulligan
dilakukan 6 kali repetisi dengan 2 set latihan
setiap kali kunjungan, frekuensi terapi 3 kali
seminggu dengan interval waktu 1 hari, jumlah
terapi sebanyak 4 kali setiap sampel.
Cara Pengumpulan Data
Sebelum diberikan intervensi pertama
maka sampel terlebih dahulu diukur lingkup
gerak sendi cervical-nya yang meliputi lingkup
gerak ekstensi, lateral fleksi, dan rotasi dengan
menggunakan goniometer. Pada akhir
intervensi keempat yaitu sesudah intervensi
dilakukan kembali pengukuran lingkup gerak
sendi cervical dengan menggunakan
goniometer yang sama.
Prosedur pengukuran lingkup gerak
sendi cervical:
1. Pengukuran LGS ekstensi cervical
a. Center fulcrum dari goniometer
diletakkan pada external auditory
meatus.
452
b. Lengan proksimal goniometer harus
tegak lurus atau paralel dengan lantai.
c. Lengan distal goniometer harus segaris
dengan base of the nares.
d. Selama pengukuran, lengan proksimal
goniometer dipertahankan tetap tegak
lurus dengan lantai sedangkan lengan
distal tetap dipertahankan mengikuti
gerakan dan segaris dengan base of the
nares.
2. Pengukuran LGS rotasi cervical
a. Center fulcrum dari goniometer
diletakkan diatas pusat os cranial dari
kepala
b. Lengan proksimal harus paralel dengan
garis imajinasi antara kedua processus
acromion.
c. Lengan distal harus segaris dengan
ujung hidung.
d. Selama pengukuran, lengan proksimal
dipertahankan tetap paralel dengan
garis imajinasi antara kedua processus
acromion sedangkan lengan distal tetap
dipertahankan mengikuti gerakan dan
segaris dengan ujung hidung.
3. Pengukuran LGS lateral fleksi cervical
a. Center fulcrum dari goniometer
diletakkan diatas processus spinosus
vertebra C7.
b. Lengan proksimal harus segaris dengan
vertebra thoracal sehingga tegak lurus
dengan lantai.
c. Lengan distal harus segaris dengan
midline dorsal kepala, patokan
menggunakan occipital protube-rance
external.
d. Selama pengukuran, lengan proksimal
dipertahankan tetap segaris dengan
vertebra thoracal sedangkan lengan
distal tetap dipertahankan mengikuti
gerakan dan segaris dengan occipital
protuberance external.
Analisis data
Dalam menganalisis data penelitian
yang telah diperoleh, maka peneliti
menggunakan beberapa uji statistik sebagai
berikut:
1. Uji statistik deskriptif, untuk memaparkan
karakteristik sampel berdasarkan usia,
jenis kelamin dan arah keterbatasan gerak.
2. Uji Persyaratan Analisis, menggunakan uji
Shapiro Wilk untuk mengetahui apakah
data berdistribusi normal (p>0,05) atau
tidak berdistribusi normal (p<0,05), dan
453
menggunakan uji Levene’s test untuk
mengetahui apakah sampel homogen
(p>0,05) atau sampel tidak homogen
(p<0,05).
3. Uji analisis komparatif, menggunakan uji
statistik parametrik atau non-parametrik.
Hasil uji persyaratan analisis menunjukkan
data berdistribusi normal maka digunakan
uji statistik parametrik yaitu uji paired
sample t dan uji independent sample t.
4. Uji paired sample t digunakan untuk
menganalisis data pre test dan post test
pada setiap kelompok sampel dengan
hipotesis statistik yaitu taraf signifikansi
95% (nilai p < 0,05). (5) Uji independent
sample t digunakan untuk menganalisis
data post test antara kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan dengan tujuan untuk
membuktikan efektifitas dari penambahan
teknik Mulligan, dengan hipotesis statistik
yaitu taraf signifikansi 95% (nilai p <
0,05).
Hasil dan Pembahasan
Tabel 1
Rerata dan Persentase Sampel
berdasarkan karakteristik Sampel
n Rerata ± SB
Karakteristik
sampel
(%) Kontrol Perlakuan
Umur
(tahun)
16 35,69±7,
525
35,94±6,
952
J.K :
Laki – laki
Perempuan
7 (43,8)
9 (56,2)
-
-
-
-
A.K :
Kanan
Kiri
12 (75)
4 (25)
-
-
-
-
Keterangan :
J.K = jenis kelamin
A.K = arah keterbatasan
Tabel di atas menunjukkan nilai rerata
dan persentase sampel berdasarkan
karakteristik sampel. Dilihat dari umur
diperoleh nilai 35,69 ± 7,525 tahun untuk
kelompok kontrol dan diperoleh nilai 35,94 ±
6,952 tahun untuk kelompok perlakuan. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata sampel tergolong
ke dalam usia dewasa baik pada kelompok
kontrol maupun kelompok perlakuan.
Kemudian, dilihat dari jenis kelamin pada
kelompok kontrol diperoleh sampel laki-laki
sebanyak 7 orang (43,8%) dan sampel
perempuan sebanyak 9 orang (56,2%).
Sedangkan pada kelompok perlakuan diperoleh
454
sampel laki-laki sebanyak 10 orang (62,5%)
dan sampel perempuan sebanyak 6 orang
(37,5%). Dilihat dari arah keterbatasan, pada
kelompok kontrol diperoleh data bahwa
keterbatasan kearah kanan sebanyak 12 orang
(75%) dan keterbatasan kearah kiri sebanyak 4
orang (25%). Sedangkan pada kelompok
perlakuan diperoleh data bahwa keterbatasan
kearah kanan sebanyak 11 orang (68,8%) dan
keterbatasan kearah kiri sebanyak 5 orang
(31,2%).
Tabel 2
Rerata LGS (derajat) berdasarkan nilai
pre test, post test dan selisih
Klp
sampel
Rerata LGS dan Simpang Baku
Pre test Post test Selisih
Ekstensi :
Kontrol
Perlakuan
53,31±5,606
49,12±6,386
67,25±4,041
71,19±4,651
13,94±4,419
22,06±5,483
Rotasi :
Kontrol
Perlakuan
56,69±3,478
56,00±3,882
69,25±2,176
72,94±2,265
12,56±3,366
16,94±3,872
Lat.fleksi
Kontrol
Perlakuan
32,50±2,066
32,44±2,128
42,38±2,527
45,13±1,455
9,88±1,544
12,69±2,243
Tabel di atas menunjukkan nilai rerata
sampel berdasarkan nilai LGS pre test, post test
dan selisih. Pada kelompok kontrol, dilihat dari
LGS ekstensi diperoleh rerata pre test sebesar
53,31o ± 5,606 dan rerata post test sebesar
67,25o ± 4,041 dengan selisih rerata sebesar
13,94o ± 4,419. Dilihat dari LGS rotasi,
diperoleh rerata pre test sebesar 56,69o ± 3,478
dan rerata post test sebesar 69,25o ± 2,176
dengan selisih rerata sebesar 12,56o ± 3,366.
Kemudian, dilihat dari LGS lateral fleksi
diperoleh rerata pre test sebesar 32,50o ± 2,066
dan rerata post test sebesar 42,38o ± 2,527
dengan selisih rerata sebesar 9,88o ± 1,544.
Pada kelompok perlakuan, dilihat dari LGS
ekstensi diperoleh rerata pre test sebesar 49,12o
± 6,386 dan rerata post test sebesar 71,19o ±
4,651 dengan selisih rerata sebesar 22,06o ±
5,483. Dilihat dari LGS rotasi, diperoleh rerata
pre test sebesar 56,00o ± 3,882 dan rerata post
test sebesar 72,94o ± 2,265 dengan selisih rerata
sebesar 16,94o ± 3,872. Kemudian, dilihat dari
LGS lateral fleksi diperoleh rerata pre test
sebesar 32,44o ± 2,128 dan rerata post test
sebesar 45,13o ± 1,455 dengan selisih rerata
sebesar 12,69o ± 2,243.
Uji Normalitas Data dan
Homogenitas Varian
455
Tabel 3
Uji normalitas data dan homogenitas varian
Kelompok
data
p uji normalitas
(Shapiro Wilk)
Homogenitas
dengan
Levene’s test Kontrol Perlakua
n
Ekstensi :
Sebelum
Sesudah
0,248
0,158
0,375
0,480
0,447
0,502
Rotasi :
Sebelum
Sesudah
0,580
0,093
0,542
0,069
0,485
0,876
Lat.fleksi :
Sebelum
Sesudah
0,055
0,129
0,521
0,254
0,451
0,010
Tabel di atas menunjukkan hasil uji
normalitas dengan Shapiro-Wilk test dan uji
homogenitas varian dengan Levene’s test.
Dilihat dari LGS ekstensi diperoleh hasil uji
Shapiro-Wilk pada kelompok kontrol sebelum
intervensi yaitu nilai p > 0,05 dan pada
kelompok perlakuan sebelum intervensi yaitu
nilai p > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data
berdistribusi normal. Kemudian, hasil uji
Shapiro-Wilk pada kelompok kontrol sesudah
intervensi yaitu nilai p > 0,05 dan pada
kelompok perlakuan sesudah intervensi yaitu
nilai p > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa data
berdistribusi normal. Dilihat dari LGS rotasi,
hasil uji Shapiro-Wilk pada kelompok kontrol
sebelum intervensi yaitu nilai p > 0,05 dan pada
kelompok perlakuan sebelum intervensi yaitu
nilai p > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa data
berdistribusi normal. Kemudian, hasil uji
Shapiro-Wilk pada kelompok kontrol sesudah
intervensi yaitu nilai p > 0,05 dan pada
kelompok perlakuan sesudah intervensi yaitu
nilai p > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa data
berdistribusi normal. Dilihat dari LGS lateral
fleksi, hasil uji Shapiro-Wilk pada kelompok
kontrol sebelum intervensi yaitu nilai p > 0,05
dan pada kelompok perlakuan sebelum
intervensi yaitu nilai p > 0,05, hal ini
menunjukkan bahwa data berdistribusi normal.
Kemudian, hasil uji Shapiro-Wilk pada
kelompok kontrol sesudah intervensi yaitu nilai
p > 0,05 dan pada kelompok perlakuan sesudah
intervensi yaitu nilai p > 0,05, hal ini
menunjukkan bahwa data berdistribusi normal.
Berdasarkan uji homogenitas dengan
Levene’s test diperoleh data untuk LGS ekstensi
sebelum intervensi yaitu nilai p > 0,05 yang
456
berarti data bersifat homogen dan sesudah
intervensi yaitu nilai p > 0,05 yang berarti data
bersifat homogen. Dilihat dari LGS rotasi, hasil
uji Levene’s test sebelum intervensi yaitu nilai
p > 0,05 yang berarti data bersifat homogen dan
sesudah intervensi yaitu nilai p > 0,05 yang
berarti data bersifat homogen. Dilihat dari LGS
lateral fleksi, hasil uji Levene’s test sebelum
intervensi yaitu nilai p > 0,05 yang berarti data
bersifat homogen dan sesudah intervensi yaitu
nilai p < 0,05 yang berarti data tidak bersifat
homogen.
Melihat keseluruhan hasil uji
persyaratan analisis diatas maka peneliti dapat
mengambil keputusan untuk menggunakan uji
statistik parametrik (uji paired sample t) untuk
masing-masing kelompok sampel (kontrol dan
perlakuan) dan uji statistik parametrik (uji
independent sample t) untuk membuktikan
efektifitas antara kedua kelompok sampel,
sebagai pilihan pengujian statistik
Uji Beda Rerata LGS cervical
sebelum dan sesudah intervensi pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
Tabel 4
Uji beda rerata LGS (derajat) sebelum dan
sesudah intervensi pada kelompok kontrol
Kelompok
data
Sebelum Sesudah p
Ekstensi :
Rerata
SB
53,31
5,606
67,25
4,041
0,0001
Rotasi :
Rerata
SB
55,75
3,022
69,25
2,176
0,0001
Lat.fleksi :
Rerata
SB
32,19
2,455
42,38
2,527
0,0001
Tabel diatas menunjukkan hasil
pengujian hipotesis menggunakan uji paired
sample t untuk kelompok kontrol. Dilihat dari
LGS ekstensi diperoleh nilai p < 0,05 yang
berarti bahwa ada perbedaan rerata nilai LGS
ekstensi yang bermakna sebelum dan sesudah
intervensi. Dilihat dari LGS rotasi diperoleh
nilai p < 0,05 yang berarti bahwa ada perbedaan
rerata nilai LGS rotasi yang bermakna sebelum
dan sesudah intervensi. Kemudian, dilihat dari
LGS lateral fleksi diperoleh nilai p < 0,05 yang
berarti bahwa ada perbedaan rerata nilai LGS
lateral fleksi yang bermakna sebelum dan
sesudah intervensi. Hal ini menunjukkan bahwa
intervensi Soft Tissue Mobilization dapat
memberikan peningkatan LGS ekstensi, rotasi
457
dan lateral fleksi cervical yang bermakna pada
kondisi mechanical neck pain.
Tabel 5
Uji beda rerata LGS (derajat) sebelum dan
sesudah intervensi pada kelompok perlakuan
Kelompok
data
Sebelum Sesudah p
Ekstensi :
Rerata
SB
49,12
6,386
71,19
4,651
0,0001
Rotasi :
Rerata
SB
54,94
3,623
72,69
2,358
0,0001
Lat.fleksi :
Rerata
SB
30,94
2,144
45,00
1,549
0,0001
Tabel diatas menunjukkan hasil
pengujian hipotesis menggunakan uji paired
sample t untuk kelompok perlakuan. Dilihat
dari LGS ekstensi diperoleh nilai p < 0,05 yang
berarti bahwa ada perbedaan rerata nilai LGS
ekstensi yang bermakna sebelum dan sesudah
intervensi. Dilihat dari LGS rotasi diperoleh
nilai p < 0,05 yang berarti bahwa ada perbedaan
rerata nilai LGS rotasi yang bermakna sebelum
dan sesudah intervensi. Kemudian, dilihat dari
LGS lateral fleksi diperoleh nilai p < 0,05 yang
berarti bahwa ada perbedaan rerata nilai LGS
lateral fleksi yang bermakna sebelum dan
sesudah intervensi. Hal ini menunjukkan bahwa
intervensi teknik Mulligan dan Soft Tissue
Mobilization dapat memberikan peningkatan
LGS ekstensi, rotasi dan lateral fleksi cervical
yang bermakna pada kondisi mechanical neck
pain.
Uji Beda Rerata LGS cervical
sesudah intervensi antara kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan
Tabel 6
Uji beda rerata LGS (derajat) sesudah
intervensi antara kontrol dan perlakuan
Kelompok
data
Kontrol Perlakuan p
Ekstensi :
Rerata
SB
67,25
4,041
71,19
4,651
0,016
Rotasi :
Rerata
SB
69,25
2,176
72,69
2,358
0,0001
Lat.fleksi
:
42,38
45,00
0,002
458
Rerata
SB
2,527 1,549
Tabel diatas menunjukkan hasil uji
independent sample t untuk pengujian hipotesis
diatas, mulai dari LGS ekstensi, rotasi dan
lateral fleksi. Dilihat dari LGS ekstensi
diperoleh nilai p < 0,05 yang berarti bahwa ada
perbedaan rerata sesudah intervensi LGS
ekstensi yang bermakna antara kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan. Dilihat dari
LGS rotasi diperoleh nilai nilai p < 0,05 yang
berarti bahwa ada perbedaan rerata sesudah
intervensi LGS rotasi yang bermakna antara
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Kemudian, dilihat dari LGS lateral fleksi
diperoleh nilai p < 0,05 yang berarti bahwa ada
perbedaan rerata sesudah intervensi LGS lateral
fleksi yang bermakna antara kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan
bahwa Teknik Mulligan dan Soft Tissue
Mobilization menghasilkan peningkatan
lingkup gerak sendi (LGS) ekstensi, rotasi dan
lateral fleksi cervical yang lebih besar secara
signifikan dibandingkan hanya Soft Tissue
Mobilization pada mechanical neck pain. Hasil
pengujian hipotesis diatas telah membuktikan
bahwa “Teknik Mulligan dan Soft Tissue
Mobilization lebih baik daripada hanya Soft
Tissue Mobilization dalam meningkatkan
lingkup gerak sendi (LGS) ekstensi, rotasi dan
lateral fleksi cervical pada mechanical neck
pain”.
Efek teknik Mulligan dan Soft Tissue
Mobilization serta hanya Soft tissue
Mobilization terhadap peningkatan LGS
ekstensi, rotasi, lateral fleksi cervical pada
mechanical neck pain
Mechanical neck pain merupakan
kondisi kronik nyeri leher yang melibatkan lesi
facet joint cervical dan muscle spasm atau
muscle tightness disekitar leher, sehingga
kondisi ini menyebabkan keterbatasan gerak
pada cervical terutama gerak ekstensi, rotasi
dan lateral fleksi cervical.
Problem keterbatasan gerak ekstensi,
rotasi dan lateral fleksi umumnya ditemukan
oleh peneliti pada setiap sampel, dan rasa nyeri
umumnya dirasakan pada akhir
keterbatasannya. Berdasarkan pengamatan dan
penulusuran peneliti dari hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa problem keterbatasan
ekstensi umumnya disebabkan oleh lesi facet
joint cervical, sedangkan problem keterbatasan
rotasi dan lateral fleksi umumnya disebabkan
459
oleh muscle spasm atau muscle tightness pada
otot-otot leher terutama splenius capitis,
semispinalis cervicis dan upper trapezius.
Soft Tissue Mobilization dapat
memberikan peningkatan LGS ekstensi, rotasi
dan lateral fleksi cervical yang bermakna,
dimana peningkatan LGS cervical dihasilkan
oleh adanya efek post isometric relaxasi (PIR)
dan reciprocal inhibition (RI) serta efek
elongasi serabut otot. Efek PIR dan RI
dihasilkan oleh intervensi Muscle Energy
Technique, sedangkan efek elongasi serabut
otot dihasilkan oleh intervensi Myofascial
Release Technique. Menurut Chaitow (2006),
efek PIR dan RI dapat menghasilkan refleks
relaksasi dan perubahan otot terhadap toleransi
stretch, karena Efek PIR dapat mengaktivasi
golgi tendon organ (GTO) pada otot yang
bersangkutan dimana GTO memiliki sifat
inhibitor yang dapat mempengaruhi
sekumpulan motor neuron sehingga efek
tersebut dapat menyebabkan penurunan tonus
atau ketegangan otot. Kemudian, efek RI yang
dihasilkan oleh MET dengan mengaktivasi
kontraksi otot antagonist (otot yang sehat) dapat
menginhibisi tonus otot agonis yang
spasme/tightness sehingga akan menunjukkan
penurunan tonus dengan cepat setelah kontraksi
(Chaitow, 2006). Adanya penurunan tonus otot
yang dihasilkan oleh Muscle Energy Technique
dapat mengeliminir penghambat restriktif
sehingga akan terjadi peningkatan lingkup
gerak sendi. Disamping itu, efek elongasi
serabut otot yang dihasilkan oleh Myofascial
Release Technique juga dapat mengaktivasi
golgi tendon organ (GTO) pada
musculotendinogen junction. Menurut Kisner
and Colby (2007), adanya stretch pada serabut
otot akan mengaktivasi GTO, dimana aktivitas
GTO akan menghasilkan efek inhibitory pada
level otot yang mengalami ketegangan
khususnya jika gaya stretch dipertahankan
dalam waktu yang lama. Inhibisi dari
komponen kontraktile otot oleh GTO dapat
memberikan kontribusi terhadap refleks
relaksasi otot sehingga memungkinkan
terjadinya peningkatan lingkup gerak sendi.
Menurut Mulligan, lesi pada facet joint
cervical umumnya menyebabkan minor
positional fault didalam permukaan facet joint
sehingga terjadi keterbatasan gerak fisiologis
pada cervical. Minor positional fault atau minor
subluksasi tersebut dapat dikoreksi dengan
teknik Mulligan. Secara khas, teknik Mulligan
adalah mengombinasikan mobilisasi gerak
asesori dengan gerak fisiologis secara aktif
460
dan/atau pasif, dimana mobilisasi gerak asesoris
selalu diaplikasikan pada sudut perpendicular
atau paralel terhadap bidang facet joint (bidang
pengobatan Kaltenborn).14 Teknik SNAGs yang
merupakan salah satu metode Mulligan dapat
mengembalikan minor positional fault
permukaan sendi facet dan mengembalikan
keluasan gerak asesoris sendi facet sehingga
efek tersebut dapat mengembalikan kebebasan
gerak fisiologis pada cervical. Aplikasi teknik
SNAGs dapat dengan mudah diterapkan pada
regio cervical karena adanya efek sebelumnya
dari Soft Tissue Mobilization yang
menghasilkan penurunan tonus atau ketegangan
otot regio cervical. Hal ini dapat memberikan
kontribusi yang besar terhadap peningkatan
lingkup gerak sendi cervical.
Efektifitas antara teknik Mulligan
dan Soft Tissue Mobilization dengan hanya
Soft Tissue Mobilization terhadap
peningkatan LGS ekstensi, rotasi, lateral
fleksi cervical pada mechanical neck pain
Penambahan teknik Mulligan pada
intervensi Soft Tissue Mobilization dapat
menghasilkan peningkatan LGS ekstensi,
rotasi, dan lateral fleksi yang lebih besar secara
signifikan dibandingkan hanya Soft Tissue
Mobilization. Hal ini disebabkan karena teknik
Mulligan dapat mengoreksi adanya faulty minor
positional dari facet joint. Menurut Exelby
(2002), keterbatasan gerak cervical dapat
disebabkan oleh adanya kesalahan kecil dari
posisi permukaan sendi facet atau dapat
dikatakan terjadi minor subluksasi didalam
sendi facet. Aplikasi teknik SNAGs yang
berulang dan kontinyu dapat mengoreksi
adanya minor subluksasi didalam sendi facet
sehingga terjadi keluasan gerak asesoris sendi
facet yang akhirnya terjadi peningkatan lingkup
gerak sendi cervical yang cepat dan bebas nyeri.
Pemberian Soft Tissue Mobilization sebelum
aplikasi teknik SNAGs sangat besar
manfaatnya didalam memfasilitasi prosedur dan
efek dari teknik SNAGs, hal ini karena
intervensi Soft Tissue Mobilization dapat
memberikan penurunan tonus otot-otot leher
secara signifikan sehingga memudahkan
pelaksanaan teknik SNAGs dan menghasilkan
efek yang lebih besar yaitu peningkatan lingkup
gerak sendi cervical dan bebas nyeri.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan
pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
“Teknik Mulligan dan Soft Tissue Mobilization
lebih baik daripada hanya Soft Tissue
461
Mobilization dalam meningkatkan lingkup
gerak sendi (LGS) ekstensi, rotasi dan lateral
fleksi cervical pada mechanical neck pain”.
Daftar Pustaka
Chaitow, L, “Muscle Energy Technique. Third
Edition”, Churchill Livingstone,
Edinburgh, 2006
De-las-Penas, C.F., del-Cerro, L.P., Blanco,
C.R., Conesa, A.G., Page, J.C.,
Miangolarra, “Changes in Neck Pain
and Active Range of Motion After A
Single Thoracic Spine Manipulation in
Subjects Presenting with Mechanical
Neck Pain : A Case Series”, Journal of
Manipulative and Physiological
Therapeutics, Vol 30: Number 4, 2007
Donatelli, R.A., Wooden, M.J, “Orthopaedic
Pysical Therapy. Third Edition”,
Churchill Livingstone, New York, 2001
Exelby, L, “The eMulligan concept: Its
application in the management of
spinal conditions”, Manual Therapy,
Vol 7: 64-70, 2002
Grant, K.E., Riggs, A, “Myofascial Release”,
Wiley Interscience, New York, 2009
Green, B.N., Dunn, A.S., Pearce, S.M.,
Johnson, C.D, “Conservative
management of uncomplicated
mechanical neck pain in a military
aviator”, The Journal of the Canadian
Chiropractic Association, Vol. 8: 676–
680, 2004
Kenny, T., Kenny, B, “Non-spesific Neck
Pain”, 2010. Available from
www.patient.co.uk/ health/non-
specific-neck-pain, diakses tanggal 12
Desember 2012.
Kisner, C., Colby, L.A, “Therapeutic Exercise
Foundations And Techniques”, Fifth
Edition, F.A. Davis Company,
Philadelphia, 2007
Kumar, D., Sandhu, J.S., Broota, A, “Efficacy
of Mulligan Concept (NAGs) on Pain at
available end range in Cervical Spine:
A Randomised Controlled Trial”,
Indian Journal of Physiotherapy and
Occupational Therapy, Vol 5: 154-158,
2011
Makofsky, H.W, “Spinal Manual Therapy”,
Slack Incorporated, USA, 2010
McKenzie, R., Kubey, C, “7 Steps To A Pain-
Free Life”, Penguin Group Inc, New
York, 2000
McKenzie, R., May, S, “The Cervical &
Thoracic Spine Mechanical Diagnosis
462
& Therapy”, Volume One, Spinal
Publications, New Zealand, 2008
Nayak, S.K, “Combined Effect of Myofascial
Release And Muscle Energy Technique
In Subjects With Mechanical Neck
Pain”, dissertation, Rajiv Gandhi
University Of Health Sciences
Karnataka, Bangalore, 2012
Sjahrir, “Nyeri Leher dan Nyeri Kepala”, tesis,
Universitas Sumatera Utara, Medan,
2004
Steve, “Mechanical Neck Pain is also cal led
Axial Neck Pain”, 2005. Available
from
www.necksolutions.com/mechanical-
neck-pain.html, diakses tanggal 12
Desember 2012
Touche, R.L., de-las-Penas, C.F., Carnero, J.F.,
Parreno, S.D., Alemany, A.P., Nielsen,
L.A, “Bilateral Mechanical-Pain
Sensitivity Over the Trigeminal Region
in Patients With Chronic Mechanical
Neck Pain”, The Journal of Pain, Vol
11: No 3, 256-263, 2010
Walker, M.J., Boyles, R.E., Young, B.A.,
Strunce, J.B., Garber, M.B, “The
Effectiveness of Manual Physical
Therapy and Exercise for Mechanical
Neck Pain : A Randomized Clinical
Trial”, SPINE, Vol 33: Number 22:
2371–2378, 2008
463
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG MENSTRUASI
TERHADAP TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE
PADA SISWI SDN 011 KELAS V DAN VI TANJUNGPINANG BARAT
Wasis Pujiati1, Ernawati2, Daratullaila3
ABSTRAK
Menarche menjadi tanda seorang remaja putri sudah memasuki tahap kedewasaan khususnya organ tubuh sistem
reproduksi merupakan masa penting dalam siklus kehidupan perempuan. Kecemasan menghadapi menarche dapat
terjadi karena kurangnya informasi tentang menstruasi dan pendidikan kesehatan dari orang tua yang
kurang.Pendidikan kesehatan merupakan usaha/kegiatan untuk membantu individu, kelompok dan masyarakat
dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk mencapai hidup sehat secara optimal. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang menstruasi terhadap tingkat
kecemasan menghadapi menarche. Berdasarkan uji stastistik menggunakan uji wilcoson pada kelompok
eksperimen, menunjukkan bahwa hasil p value=0,000 dapat disimpulkan ada pengaruh yang bermakna antara
pendidikan kesehatan tentang menstruasi dalam penurunan kecemasan menghadapi menarche pada siswi SDN
011 kelas V dan VI Tanjungpinang Barat.
Kata kunci: Menarche, Kecemasan, Pendidikan kesehatan
PENDAHULUAN
Remaja merupakan tahapan antara fase
anak dan dewasa yang ditandai dengan
perubahan fisik, perilaku, kognitif, biologis dan
emosi. Dari beberapa literature usia remaja
antara 12-24 tahun dan 15-24 tahun (WHO,
2007 cit Efendi dan Makhfudli, 2009). Masa
remaja merupakan masa peralihan antara masa
anak-anak, dimulai saat terjadinya kematangan
seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun
sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang
dewasa muda (Soetjiningsih, 2004).Data
demografi menunjukkan bahwa penduduk
dunia jumlah populasi remaja merupakan
populasi yang besar. Menurut World Health
Organization (WHO) sekitar seperlima dari
penduduk dunia dari remaja berumur 10-19
tahun.Sekitar sembilan ratus juta berada di
negara sedang berkembang. Sementara di
Indonesia dari hasil sensus penduduk, dari total
237,6 juta jiwa penduduk Indonesia 26,67%
yaitu 63,4 juta jiwa diantaranya adalah remaja,
49,30% dari total remaja tersebut berjenis
kelamin perempuan. Wilayah Pekanbaru
memiliki populasi remaja usia 10-14 tahun
sebanyak 82.050 jiwa, untuk remaja putri
berjumlah 39.821 jiwa (Safitri et al., 2013).
Pada tahun 2013 terdapat jumlah remaja pada
usia 10-14 tahun sebanyak 170.056 orang atau
8,0% dan jumlah remaja pada usia 15-19 tahun
139.143 orang atau 6,5%. Sedangkan untuk
wilayah Kota Tanjungpinang berdasarkan data
464
yang diperoleh dari Dinas Kependudukan Kota
Tanjungpinang tahun 2015 terdapat jumlah
remaja pada usia 10-14 tahun 22.687 orang,
untuk remaja putri berjumlah 10.943 orang atau
48% dan jumlah remaja pada usia 15-19 tahun
sebanyak 19.187 orang, untuk remaja putri
sebanyak 9.375 orang atau 49% (Dinas
Kependudukan Kota Tanjungpinang).
Menarche yang menjadi tanda seorang
remaja putri sudah memasuki tahap
kedewasaan khususnya organ tubuh sistem
reproduksi merupakan masa penting
dalamsiklus kehidupan perempuan
(Soetjiningsih, 2004).Masa ini juga menjadi
pertanda berbagai perubahan yang terjadi dalam
siklus kehidupan seorang anak. Perubahan tidak
hanya terbatas pada aspek fisik tetapi juga
meliputi perubahan dalam status sosial,
psikologis, ekonomi, bahkan juga spiritual
(Triyanto, 2013). Kecemasan adalah rasa
khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya.
Kecemasan merupakan kekuatan yang besar
untuk menggerakkan tingkah laku baik tingkah
laku normal maupun tingkah laku yang
menyimpang, yang terganggu dan kedua-
duanya merupakan pernyataan, penampilan dari
pertahanan terhadap kecemasan (Gunarso,
2003). Kecemasan dalam menghadapi
menarche dapat terjadi karena kurangnya
informasi tentang menstruasi dan pendidikan
dari orang tua yang kurang. Orang tua
menganggap bahwa hal ini merupakan hal yang
tabu untuk dibicarakan dan berfikir bahwa anak
akan tahu dengan sendirinya, kondisi ini akan
menimbulkan kecemasan pada anak tersebut.
Hal yang harus dilakukan untuk mengurangi
kecemasan tersebut salah satunya adalah
dengan meningkatkan pengetahuan remaja putri
tentang menstruasi sejak dini dengan cara
pemberian informasi kesehatan reproduksi
remaja melalui pendidikan kesehatan
khususnya tentang menstruasi (Proverawati,
2009).
Pendidikan kesehatan merupakan
kegiatan untuk membantu individu, kelompok
dan masyarakat dalam meningkatkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk
mencapai hidup sehat secara optimal
(Triwibowo et al., 2013). Pendidikan kesehatan
tentang reproduksi remaja khususnya tentang
menstruasi merupakan masalah penting yang
perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak.
Apabila kecemasan tidak dapat diatasi, disini
peran dari orang tua sangat penting dimana baik
orang tua ataupun remaja putri itu sendiri harus
lebih terbuka tentang masalah kesehatan
465
terutama kesehatan reproduksi (Proverawati,
2009). Orang tua berusaha menjalin komunikasi
dengan anak sehingga setiap permasalahan
yang terjadi, dapat diketahui termasuk pada saat
anak mendapatkan menstruasi pertama kali
(menarche). Sebaiknya, orang tua dapat
menempatkan diri sebagai teman curhat,
sehingga akan menjadi orang pertama yang
mendengar segala permasalahan anaknya
(Somendawai, 2010).
Berdasarkan studi pendahuluan di SDN
011 Tanjungpinang Barat kepada 20 siswi kelas
V dan VI didapatkan 9 siswi (40%) telah
mengalami menstruasi, dan 11 siswi (60%)
belum mengalami menstruasi mengatakan
merasa takut saat menghadapi menstruasi. Dari
9 siswi yang mengalami menstruasi
mengatakan timbul perasaan takut karena tidak
mendapatkan pengetahuan tentang menstruasi
sebelumnya. Sedangkan, 11 siswi yang belum
mengalami menstruasi merasa cemas.
Berdasarkan wawancara dari ke empat SD
tersebut, SDN 011 paling banyak mengalami
kecemasan dalam menghadapimenarche.
Berdasarkan data yang diperoleh diatas,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Tentang Menstruasi Terhadap Tingkat
Kecemasan Menghadapi Menarche Pada Siswi
SDN 011 kelas V dan VI Tanjungpinang
Barat”.
Tinjauan Pustaka
Kesehatan reproduksi merupakan
bagian kesehatan yang sangat penting yang
kurang mendapat perhatian.Pada wanita
biasanya pertama kali mengalami menstruasi
(menarche) pada umur 12-16 tahun (Kusmiran,
2012). Usia 12-16 termasuk fase remaja awal,
dimana fase ini terdapat pada usia Sekolah
Dasar. Perubahan fisik yang cepat di masa
pubertas terjadi beriringan dengan emosi yang
tidak stabil dan pertumbuhan psikis pada
remaja. Hal tersebut dapat menimbulkan
perasaan bingung, berbagai pertanyaan,
ketakutan dan kecemasan.Remaja putri akan
kesulitan dalam menghadapi menstruasi yang
pertama (menarche) jika sebelumnya ia belum
pernah mengetahui atau membicarakannya
dengan teman sebaya maupun ibu mereka.
Kurangnya pengetahuan tentang menstruasi
pada remaja putri akan berdampak terhadap
kesiapan dalam menghadapi menarche.
Sebelum menghadapi menstruasi pertama
(menarche) kesiapan mental sangat diperlukan
karena akan timbul perasaan cemas dan takut
(Proverawati, 2009).
466
Usia remaja sering dicirikan sebagai
masa pubertas. pubertas dapat diartikan sebagai
tahap ketika seorang remaja memasuki masa
kematangan seksual dan mulai berfungsi organ-
organ reproduksi (Khuzaiyah, 2015). Ciri-ciri
pubertas pada laki-laki antara lain pertumbuhan
bulu-bulu badan dan suara berubah menjadi
lebih dalam. Sedangkan ciri-ciri pubertas pada
perempuan, antara lain pertumbuhan payudara
dan kedatangan menstruasi yang pertama yang
disebut dengan menarche (Khuzaiyah, 2015).
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kuantitatif dengan menggunakan rancangan
penelitian eksperimen semu (quasi experiment).
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
siswi kelas V dan VI (enam) di SDN 011
Tanjungpinang Barat dengan jumlah 64 orang
yang terdiri dari 4 kelas. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
siswi SDN 011 Tanjungpinang Barat kelas V
dan VI (enam) yang belum mengalami
menstruasi (menarche). Jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah 64 siswi. Sebagai berikut:
Kriteria Inklusi
1) Responden terdaftar sebagai siswi kelas V
dan VI (enam)
di SDN 011 Tanjungpinang Barat dan aktif
mengikuti belajar mengajar
2) Siswi yang belum mengalami menarche
Pada penelitian ini sampel di bagi
menjadi dua kelompok yaitu kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol, dimana
terdiri dari 32 orang kelompok eksperimen dan
32 orang kelompok kontrol. Dalam pembagian
kelompok ini peneliti menggunakan teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah
sistematik random sampling. Pemilihan sampel
menggunakan nama abjad siswi kelas V dan VI
(enam), dimana untuk nama abjad bernomor
ganjil, siswi di tempatkan pada kelompok
eksperimen dan untuk nama abjad bernomor
genap dimasukkan ke dalam kelompok kontrol.
Responden dengan 2 kelompok eksperimen dan
kontrol sesuai dengan kriteria inklusi dan
bersedia menjadi responden, melakukan pretest
pada kedua kelompok selama 15 menit dengan
menggunakan kuesioner, memberikan
pendidikan kesehatan kepada kelompok
eksperimen dengan metode ceramah
menggunakan media film dan leaflet selama 30
menit, dan memberikan leaflet kepada
kelompok kontrol, melakukan posttest pada
kelompok eksperimen dan kontrol selama 15
menit. Sebelum dilakukan pendidikan
467
kesehatan responden dibagi menjadi 2
kelompok yaitu kelompok eksperimen dan
kontrol.Masing-masing kelompok terdiri dari
30 orang.Peneliti melakukan penelitian dengan
menggunakan kuesioner dan peneliti juga
membuat jadwal penyampaian pendidikan
kesehatan tentang menstruasi dengan metode
ceramah kepada kelompok
eksperimen.Sebelum diberikan pendidikan
kesehatan, peneliti melakukan pretest atau tes
awal pada kelompok eksperimen dan kontrol
dalam waktu 15 menit, kemudian setelah itu
peneliti memberikan pendidikan kesehatan
tentang menstruasi kepada kelompok
eksperimen dengan metode ceramah dengan
menggunakan LCD dan leaflet dilakukan satu
kali pertemuan dalam waktu 30 menit kepada
responden. Pada kelompok kontrol diberikan
leaflet kepada responden. Selanjutnya setelah
diberikan pendidikan kesehatan kepada
kelompok eksperimen dan pemberian leaflet
kepada kelompok kontrol dilakukan posttest
atautes akhir pada kelompok eksperimen dan
kontrol dalam waktu 15 menit.Instrument yang
digunakan pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan
metode pengumpulan data dengan cara
memberikan pertanyaan/pernyataan tertulis
dengan beberapa pilihan jawaban kepada
responden. Dalam penelitian ini alat ukur yang
digunakan untuk mengumpulkan data berupa
instrument HARS (Hamilton Anxiety Rating
Scale).
Hasil Penelitian dan pembahasan
1. Analisis Uji Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Tentang Menstruasi Terhadap
Tingkat Kecemasan Menghadapi
Menarche Pada Kelompok Eksperimen.
Tabel 1. Analisis Uji Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Tentang Menstruasi Terhadap
Tingkat Kecemasan Menghadapi Menarche
Pada Kelompok Eksperimen
Tingkat
Kecemasan
Pre
Test
(n=30)
(%) Post
Test
(n=30)
(%) P
value
Ringan 1 3,1 3 9,4
0,000 Sedang 6 18,75 14 43,8
Berat 17 53,1 15 46,9
Berat
Sekali
8 25 0 0
Tabel 1 menunjukkan bahwa
mayoritas responden pada kelompok
eksperimen sebelum diberikan pendidikan
kesehatan tingkat kecemasan sebanyak 17
responden (53,1%) mengalami kecemasan
468
berat. Sesudah diberikan pendidikan
kesehatan tingkat kecemasan berat yang
dialami oleh responden menurun sebanyak 15
responden (46,9%). Hasil p value = 0,000 (p
value< α= 0,05) tingkat kecemasan, dapat
disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya
ada pengaruh yang bermakna antara
pendidikan kesehatan tentang menstruasi
terhadap tingkat kecemasan menghadapi
menarche pada siswi SDN 011 kelas V dan VI
Tanjungpinang Barat.
2. Analisis Uji Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Tentang Menstruasi Terhadap Tingkat
Kecemasan Menghadapi Menarche Pada
Kelompok Kontrol.
Tabel 2. Analisis Uji Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Tentang Menstruasi Terhadap
Tingkat Kecemasan Menghadapi Menarche
Pada Kelompok Kontrol
Tingkat
Kecemasan
Pre
Test
(n=30)
(%) Post
Test
(n=30)
(%) P
value
Ringan 2 6,3 1 3,1
0,487 Sedang 17 53,1 14 43,8
Berat 12 37,5 17 53,1
Berat
Sekali
1 3,1 0 0
Tabel 2 menunjukkan bahwa
mayoritas responden pada kelompok kontrol
tingkat kecemasan sebanyak 17 responden
(53,1%) mengalami kecemasan sedang. Sama
sebelum dan sesudah tanpa diberikan
perlakuan tingkat kecemasan responden
meningkat menjadi 17 responden (53,1%)
mengalami kecemasan berat. Hasil p value=
0,487 (p value>α= 0,05) tingkat kecemasan,
dapat disimpulkan bahwa Ho gagal ditolak
yang artinya tidak ada pengaruh yang
bermakna antara pendidikan kesehatan
tentang menstruasi terhadap tingkat
kecemasan menghadapi menarche pada siswi
SDN 011 kelas V dan VI Tanjungpinang
Barat.
Pembahasan
1. Tingkat Kecemasan Siswi Menghadapi
Menarche Sebelum Diberikan Pendidikan
Kesehatan Pada Kelompok Eksperimen.
Menstruasi merupakan siklus
masa subur telah dimulai dan terjadi saat
lapisan dalam dinding rahim luruh dan
keluar dalam bentuk kumpulan darah
(Pudiastuti, 2012). Walaupun menstruasi
469
adalah hal yang wajar dan pasti dialami oleh
setiap perempuan normal hal ini akan
menjadi masalah apabila remaja putri belum
pernah mengetahui tentang menstruasi.
Kurangnya pengetahuan tentang menstruasi
pada remaja putri akan berdampak terhadap
kesiapan dan mengalami kecemasan dalam
menghadapi menarche (Proverawati, 2009).
Berdasarkan teori Pieter et al
(2011), menyatakan bahwa kecemasan
merupakan pengalaman emosi dan suatu
anggapan tanpa ada objek yang spesifik
sehingga orang merasakan suatu perasaan
yang was-was (khawatir) seperti ada sesuatu
yang buruk akan terjadi dan pada umumnya
disertai gejala otonomik yang berlangsung
beberapa waktu.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat kecemasan siswi SDN 011
Tanjungpinang Barat sebelum diberikan
pendidikan kesehatan sebagian besar
memiliki tingkat kecemasan berat sebanyak
17 responden (53,1%) dan kecemasan berat
sekali sebanyak 8 responden (25%) hal ini
disebabkan karena ketidaktahuan responden
mengenai apa itu menstruasi dan cemas
menghadapi menarche. Hal ini sesuai
dengan teori Notoatmodjo (2010), yang
menyatakan bahwa pengetahuan adalah
hasil penginderaan manusia atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera
yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya).Dengan sendirinya, pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat mempengaruhi
persepsi individu terhadap objek.
2. Tingkat Kecemasan Siswi Menghadapi
Menarche Sesudah Diberikan Pendidikan
Kesehatan Pada Kelompok Eksperimen.
Dalam penelitian ini dapat
dilihat bahwa sesudah siswi SDN 011
Tanjungpinang Baratdiberikan pendidikan
kesehatan tentang menstruasi ternyata ada
pengaruh terhadap penurunan tingkat
kecemasan kearah yang lebih baik, yang
awalnya sebelum diberikan pendidikan
kesehatan responden mengalami kecemasan
berat sekali sebanyak 8 responden (25%)
dan kecemasan berat sebanyak 17 responden
(53,1%) dan sesudah diberikan pendidikan
kesehatan, kecemasan berat sekali yang
dialami oleh responden menjadi kecemasan
berat sebanyak 0 responden (0%) dan terjadi
peningkatan yang awalnya responden
mengalami kecemasan sedang sebanyak 6
responden (18,75%) meningkat menjadi 14
470
responden (43,%) dan kecemasan ringan
sebanyak 1 responden (3,1%) meningkat
menjadi 3 responden (9,4%).
Pada penelitian ini peneliti
menggunakan metode ceramah dalam
memberikan pendidikan kesehatan tentang
menstruasi. Menurut teori Widyanto (2014),
metode ceramah merupakan penyampaian
pesan/informasi secara verbal atau lisan
yang meliputi tanya jawab, dan memberikan
gambar salah satunya dengan menggunakan
media film sebagai alat dalam memberikan
pendidikan kesehatan tentang menstruasi.
3. Tingkat Kecemasan Siswi Menghadapi
Menarche Sebelum Diberikan
Pendidikan Kesehatan Pada Kelompok
Kontrol.
Menurut teori Proverawati (2009),
yang menyatakan bahwa perasaan bingung,
cemas, gelisah, dan tidak nyaman selalu
menyelimuti perasaan seorang wanita yang
mengalami menstruasi pertama (menarche).
Namun hal ini akan semakin parah apabila
pengetahuan remaja mengenai menstruasi
ini sangat kurang dan pendidikan dari orang
tua yang kurang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat kecemasan
siswi SDN 011 kelas V dan VI
Tanjungpinang Baratsetelah dilakukan
pretest pada kelompok kontrol sebagian
besar memiliki tingkat kecemasan sedang
sebanyak 17 responden (53,1%), kecemasan
berat sebanyak 12 responden (37,5%)dan
kecemasan berat sekali sebanyak 1
responden (3,1%). Distribusi tingkat
kecemasan menghadapi menarche pada
awal penelitian (pretest) menunjukkan
sebagian besar responden baik pada
kelompok eksperimen maupun kelompok
kontrol memiliki tingkat kecemasan dalam
kategori sedang dan berat. Kondisi ini
menunjukkan bahwa sebagian besar siswi
memiliki perasaan cemas akan datangnya
menstruasi pertama (menarche).
4. Tingkat Kecemasan Siswi Menghadapi
Menarche Sesudah Diberikan
Pendidikan Kesehatan Pada Kelompok
Kontrol.
Menurut Pieter et al (2011), tingkat
kecemasan atau ansietas terdapat empat
tingkatan yaitu ringan, sedang, berat, berat
sekali (panik). Dari hasil penelitian setelah
dilakukan posttest pada kelompok kontrol
didapatkan bahwa jumlah responden yang
mengalami cemas ringan sebanyak 2
responden (6,3%), cemas sedang 17
471
responden (53,1%), cemas berat 12
responden (37,5%). Dalam hal ini bahwa
tingkat kecemasan pada kelompok kontrol
tidak mengalami perubahan kearah yang
lebih baik.Hal ini dibuktikan dari hasil yang
didapat yaitu pada tingkat kecemasan
sebelum dan sesudah tanpa diberikan
perlakuan pendidikan kesehatan tentang
menstruasi. Didapatkan pretest kelompok
kontrol 2 responden (6,3%) yang mengalami
cemas ringan dan cemas berat sebanyak 12
responden (37,5%), selanjutnya pada
posttest responden yang mengalami cemas
ringan menurun menjadi 1 responden (3,1%)
dan 17 responden yang mengalami
peningkatan menjadi cemas berat (53,1%).
Meningkatnya tingkat kecemasan
siswi pada kelompok kontrol tersebut
disebabkan dari lingkungan sekolah maupun
di lingkungan keluarga itu sendiri karena
remaja putri tidak diberikan atau penjelasan
mengenai menstruasi disekolah belum
pernah diadakan penyuluhan kesehatan atau
pun materi pelajaran mengenai kesehatan
reproduksi.
5. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang
Menstruasi Terhadap Tingkat
Kecemasan Pada Siswi SDN 011 Kelas
V dan VI Tanjungpinang Barat.
Pada penelitian ini responden dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Pada
kelompok eksperimen didapatkan bahwa
tingkat kecemasan siswi SDN 011
Tanjungpinang Barat mengalami penurunan
yang lebih baik karena kelompok
eksperimen diberikan pendidikan kesehatan
tentang menstruasi menggunakan media
visual yang singkat yang mudah dimengerti
oleh responden. Dari hasil penelitian pada
kelompok eksperimen didapatkan hasil p
value=0,000 (p value<α=0,05) dapat
disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya
ada pengaruh yang bermakna antara
pendidikan kesehatan tentang menstruasi
terhadap tingkat kecemasan menghadapi
menarche pada siswi SDN 011 kelas V dan
VI Tanjungpinang Barat.
Hal ini sesuai dengan teori
Widyanto (2014), yang menyatakan bahwa
pendidikan kesehatan merupakan proses
mekanisme dan interaksi yang terjadi
terhadap perubahan kemampuan (perilaku)
pada diri subjek tersebut sehingga hasil yang
diharapkan dapat merubah perilaku maupun
472
persepsi dari subjek belajar. Dalam
penelitian Perestroika (2011), mengatakan
bahwa pemberian pendidikan kesehatan
reproduksi remaja khususnya tentang
menstruasi dapat diberikan melalui
penyuluhan, sehingga kecemasan remaja
putri terhadap menarche dapat berkurang
atau bahkan tidak ada.
Pada hasil penelitian oleh Fajria
(2010), yang menyimpulkan adanya
pengaruh pengetahuan menstruasi terhadap
kecemasan menghadapi menstruasi pada
siswi kelas V dan VI SDN Ardimulyo 3
Singosari tahun 2010. Dengan hasil p
value=0,000. Dengan demikian maka
pendidikan kesehatan tentang menstruasi
terbukti bahwa ada pengaruh yang
signifikan terhadap penurunan tingkat
kecemasan menghadapi menarche pada
siswi SDN 011 Kelas V dan VI
Tanjungpinang Barat mengenai menstruasi.
Sedangkan pada kelompok kontrol
dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perubahan pada tingkat kecemasan kearah
yang lebih baik pada pretest dan posttest.
Hal ini terbukti dengan didapatkannya hasil
p value=0,487 (p value>α=0,05) tingkat
kecemasan, dapat disimpulkan bahwa Ho
gagal ditolak yang artinya tidak ada
pengaruh yang bermakna antara pendidikan
kesehatan tentang menstruasi terhadap
tingkat kecemasan menghadapi menarche
pada siswi SDN 011 kelas V dan VI
Tanjungpinang Barat
Dalam penelitian ini kelompok
kontrol tidak diberikan perlakuan
pendidikan kesehatan tentang
menstruasi.Selain itu, informasi yang masih
kurang khususnya kesehatan tentang
menstruasi serta pendidikan pada responden
yang masih tingkat dasar sehingga
mempengaruhi pengetahuan dan emosional
mereka dan mudah mengalami kecemasan.
Kecemasan tersebut disebabkan oleh
ketidaktahuan remaja putri tentang
perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi
saat remaja sehingga menstruasi dianggap
sebagai hal yang tidak baik.
Pada penelitian yang dilakukan oleh
Fajria (2010), yang mengatakan bahwa
pendidikan kesehatan adalah suatu
pendidikan yang dilakukan dengan cara
menyebarkan pesan menanamkan keyakinan
sehingga sadar, tahu, dan mengerti, tetapi
juga mau serta bisa melakukan suatu
tindakan yang ada hubungannya dengan
473
kesehatan. Pendidikan kesehatan tentang
menarche bertujuan untuk memberikan
informasi kepada siswi SD tentang
pengertian, tanda dan gejala menarche.
Dengan pemberian informasi tersebut
diharapkan pengetahuan siswi tentang
menarche meningkat dan dapat mengurangi
kecemasan yang dialami oleh siswi. Dalam
hal ini peneliti dapat menarik kesimpulan
bahwa pendidikan kesehatan tentang
menstruasi sangat bermanfaat dan berguna
jika diberikan kepada remaja putri untuk
dapat meningkatkan pengetahuan dan
menurunkan tingkat kecemasan remaja putri
mengenai menstruasi karena dapat
mempengaruhi persepsi remaja putri untuk
menghadapi menarche.
Kesimpulan dan Saran
Ada pengaruh yang bermakna antara
pendidikan kesehatan tentang menstruasi
terhadap penurunan tingkat kecemasan
menghadapi menarche pada siswi SDN 011
kelas V dan VI Tanjungpinang Barat
dinyatakan dengan hasil p value= 0,000 (p
value<α=0,05). Untuk itu kepada pihak terkait
Diharapkan dapat memberikan pendidikan
kesehatan khususnya tentang kesehatan
reproduksi ke berbagai sekolah, terutama pada
sekolah dasar (SD) dimana pada tingkat ini
remaja akan menghadapi masa pubertas. kepada
remaja putri dapat membicarakan atau lebih
terbuka tentang kesehatan reproduksi kepada
orang tua, agar mendapatkan informasi yang
tepat.
Daftar Pustaka
Abrahams, Peter. (2010). Panduan Kesehatan
Dalam Kehamilan. Tangerang:
Karisma Publishing Group
American Academy of Child and Adolescent’s
Facts for Families.(2008). Stage of
Adolescent Development.
Anwar, M. B, A., & Prabowo, P. (2011).Ilmu
Kandungan Edisi 3. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Dharma, Kelana Kusuma, (2011).Metodologi
Penelitian Keperawatan (Panduan
Melaksanakan dan Menerapkan Hasil
Penelitian). Jakarta: Trans Info Media
Dinas Kependudukan Kota Tanjungpinang
2015
Efendi, F., Makhfudli.(2009). Keperawatan
Kesehatan Komunitas (teori dan
praktik dalam keperawatan).Jakarta:
Salemba Medika.
474
Efendi, Ferry & Makhfudli. (2013).
Keperawatan Kesehatan Komunitas
(Teori dan Praktik dalam
Keperawatan). Jakarta: Salemba
Medika
Ersiana.(2014). Hubungan Obesitas Dengan
Gangguan Siklus Menstruasi Pada
Remaja Di SMK Mahardika Dabo
Singkep. Tanjungpinang: STIKES
Hang Tuah
Fajria.(2010). Pengaruh Pengetahuan
Menstruasi Terhadap Kecemasan
Menghadapi Menstruasi Pada Siswi
Kelas V Dan VI SDN Ardimulyo 3
Singosari.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2007). Metode
Penelitian Keperawatan dan Teknik
Analisis Data. Jakarta: Salemba
Medika
Khuzaiyah, Siti. (2015). The Secret Of Teens
Guide Book For Teen Mengatasi Masa
Pubertas Seksualitas dan Pergaulan.
Yogyakarta: Andi Publisher
Kusmiran, Eny, (2012). Kesehatan Reproduksi
Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba
Medika
Laila, Nur Najmi. (2011). Buku Pintar
Menstruasi (Solusi Atasi Segala
Keluhannya). Yogyakarta: Buku Biru
Lowdermilk, Perry, Cashion. (2013). Buku
Keperawatan Maternitas (Edisi 8),
Alih Bahasa dr. Felici Sidartha dan dr.
Anesia Tania. Jakarta : Salemba
Medika
Naviati, Elsa. (2011). Hubungan Dukungan
Perawat Dengan Tingkat Kecemasan
Orang Tua di Ruang Rawat Anak.
Depok: Universitas Indonesia
Notoatmodjo, S. (2007).Promosi Kesehatan
Teori dan Aplikasinya.Jakarta : Rineka
Cipta
Notoatmodjo, S. (2010).Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam, (2013).Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pendekatan Praktis
Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika
Perestroika, Grhasta Dian.(2011). Pengaruh
Penyuluhan Menstruasi Terhadap
kecemasan Menghadapi Menarche
Pada Remaja Putri Kelas VII SMPN 2
Punggelan Banjarnegara. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pertiwi, A. (2014). Hubungan antara usia
menarche dan depresi pada remaja
475
dengan mengontrol pengaruh variabel
perancu lainnya. Surakarta
Pieter, Herri Z. J.B., & Saragih, M.
(2011).Pengantar Psikopatologi untuk
Keperawatan. Jakarta: Kencana
Priyono, Dewi. (2010). Paham Analisis Statistik
Data dengan SPSS. Yogyakarta:
MediaKom
Proverawati, Atikah. (2009). Menarche
(Menstruasi Pertama Penuh Makna).
Yogyakarta: Nuha Medika
Pudiastuti, Ratna Dewi. (2012). 3 Fase Penting
Pada Wanita. Jakarta: Gramedia
Rifrianti, Destri. (2013). Tingkat Kecemasan
Siswi Kelas VII Dalam Menghadapi
Menarche Di SMP Warga Surakarta.
Surakarta: STIKES Kusuma Husada
Surakarta
Safitri, Arneliwati, Erwin. (2013). Analisis
Indikator Gaya Hidup Yang
Berhubungan Dengan Usia Menarche
Remaja Putri. Pekanbaru: Universitas
Riau
Siswosudarmo, R., Emilia, O. (2008). Obstetri
fisiologi. Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran UGM.
Pustaka Cendikia Press: Yogyakarta.
Soetjiningsih.(2004). Tumbuh Kembang
Remaja Dan Permasalahannya.
Jakarta: Sagung Seto.
Somendawai.(2010). Panik Saat Puber? Say
No!!. Jakarta: PT. Dian Rakyat
Syarifudin.(2010). Panduan TA Keperawatan
Dan Kebidanan Dengan SPSS.
Yogyakarta: Grafindo Litera Media
Triwibowo, Cecep & Pusphandani, M.
(2013).Kesehatan Lingkungan dan K3.
Yogyakarta: Nuha Media
Videbeck, Sheila L. (2012). Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Widyanto, Faisalado Candra. (2014).
Keperawatan Komunitas dengan
Pendekatan Praktis. Yogyakarta: Nuha
Medika
476
PENGARUH REBUSAN BELIMBING WULUH TERHADAP
PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI
DI POSYANDU LANSIA CAMAR PUSKESMAS SEI JANG
TANJUNGPINANG
Zurrahman¹, Lidia Wati², Komala Sari³
ABSTRAK
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan diastolik 90 mmHg. Menurut
DEPKES hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis. Di KEPRI khususnya
di Tanjungpinang hipertensi merupakan penyakit terbesar ke-2. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh
rebusan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap penurunan tekanan darah, dengan metode Quasi Experimen
menggunakan rancangan Non Equivalent Control Group. Sample dalam penelitian ini sebanyak 18 responden
wanita yang dibagi menjadi dua kelompok: 9 responden eksperimen dan 9 responden kontrol. Rebusan belimbing
wuluh diberikan 1kali sehari sebanyak 200 ml selama 7 hari. Hasil yang diperoleh menunjukan adanya pengaruh
rebusan belimbing wuluh terhadap penurunan tekanan darah, dengan menggunakan uji Wilcoxon Test
.menunjukan nilai 𝜌 responden eksperimen = 0,025 (< 0,05), nilai 𝜌 responden kontrol = 0,317 (> 0,05).
Disimpulkan bahwa rebusan belimbing wuluh berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah.
Kata Kunci : Rebusan Belimbing Wuluh, Tekanan Darah Tinggi.
ABSTRACT
Hypertension is increase in systolic blood pressure 140 mm Hg or diastolic blood pressure of 90 mmHg .
According the Department of Health hypertension is a leading cause of death after stroke and tuberculosis 3 . In
KEPRI especially Tanjungpinang hypertension is a disease of the 2nd largest . This study aims to determine the
effect of stew starfruit ( Averrhoa bilimbi ) to decrease blood pressure , with Quasi Experiment method using a
design Non Equivalent Control Group. Samples in this study were 18 female respondents divided into two groups
: 9 respondents experimental and 9 respondents control . Starfruit decoction is given once a day as much as 2oo
ml for 7 days. The results obtained show the influence of starfruit stew to decrease blood pressure , using the
Wilcoxon test . Shows the experimental value of ρ = 0.025 respondents ( < 0.05 ) , the value ρ = 0.317 control
respondents ( > 0.05 ) . It was concluded that the decoction starfruit effect on blood pressure reduction
Keywords : Stew starfruit , High Blood Pressure
PENDAHULUAN
Hipertensi atau yang lebih dikenal
dengan nama penyakit darah tinggi adalah suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
darah diatas ambang batas normal yaitu 120/80
mmHg. Menurut World Health Organization
(WHO), batas tekanan darah yang masih
dianggap normal adalah kurang dari 130/85
mmHg. Bila tekanan darah sudah lebih
dari140/90 mmHg dinyatakan hipertensi,
batasan tersebut untuk orang dewasa diatas 18
tahun (Adib dalam Ramadi, 2012).
Hipertensi merupakan penyebab
kematian nomor 3 setelah stroke dan
tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari
populasi kematian pada semua umur di
Indonesia. Hal itu disampaikan Menkes dr.
477
Endang R. Sedyaningsih, Dr. PH, ketika
membuka The 4th Scientific Meeting on
Hypertension pada hari ini, Sabtu, 13 Februari
2010 di Jakarta (DEPKES, 2010).
Pada umumnya peningkatan tekanan
darah (hipertensi) terjadi seiring bertambahnya
umur terutama setelah umur 40 tahun (Depkes,
2006). Sejalan dengan proses pertambahan
umur, resiko seseorang terkena penyakit
kardiovaskuler meningkat. Hal ini dikarenakan
efisiensi sistem kardiovaskuler mengalami
penurunan dan masalah-masalah yang
berhubungan dengan fungsi sistem tersebut
(Pattel dalam Kartikawati, 2008). Survei
epidemiologi menunjukan bahwa umur
merupakan satu dari prediktor terkuat
terjadinya penyakit kardiovaskuler termasuk
hipertensi. Faktor resiko penyakit hipertensi
berkembang setelah umur mencapai 45 tahun
(Black dalam Kartikawati, (2008).
Penyebab penyakit hipertensi secara
umum diantaranya aterosklerosis (penebalan
dinding arteri yang menyebabkan hilangnya
elastisitas pembuluh darah), keturunan,
bertambahnya jumlah darah yang dipompa
kejantung, penyakit ginjal, kelenjer adrenal dan
sistem saraf simpatis, obesitas, tekanan
psikologis, stress dan ketegangan bisa
menyebabkan hipertensi (Tambayong, 2000).
Pemerintah Indonesia telah memberikan
perhatian serius dalam pencegahan dan
penanggulangan penyakit tidak menular
termasuk hipertensi. Hal ini dapat dilihat
dengan dibentuknya Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 1575 Tahun
2005 dalam melaksanakan pencegahan dan
penanggulangan penyakit jantung dan
pembuluh darah termasuk hipertensi, diabetes
mellitus dan penyakit metabolik, kanker,
penyakit kronik dan penyakit generatif lainnya
serta gangguan akibat kecelakaan dan cedera.
Dalam pencegahan dan penanggulangan
hipertensi berbagai upaya telah dilakukan, yaitu
penyusunan berbagai kebijakan berupa
pedoman, Juklak dan Juknis pengendalian
hipertensi. Pencegahan dan penanggulangan
hipertensi sesuai dengan kemajuan teknologi
dan kondisi daerah (local area
specific). Memperkuat logistik dan distribusi
untuk deteksi dini faktor risiko penyakit jantung
dan pembuluh darah termasuk hipertens.
Meningkatkan surveilans epidemiologi dan
sistem informasi pengendalian hipertensi.
Mengembangkan SDM dan sistem pembiayaan
478
serta memperkuat jejaring serta monitoring dan
evaluasi pelaksanaan (DEPKES, 2010).
Penyakit hipertensi tahun demi tahun
terus mengalami peningkatan. Tidak hanya di
Indonesia, namun juga di dunia. Sebanyak satu
milyar orang didunia atau satu dari empat orang
dewasa menderita penyakit ini. Bahkan,
diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan
meningkat menjadi 1,6 milyar menjelang tahun
2025. Kurang lebih 10-30% penduduk dewasa
dihampir semua Negara mengalami penyakit
hipertensi, dan sekitar 50-60% penduduk
dewasa dapat dikategorikan sebagai mayoritas
utama yang status kesehatannya akan menjadi
lebih baik bila dapat dikontrol tekanan darahnya
(Adib dalam Ramadi, 2012).
Di Amerika, prevalensi tahun 2005
adalah 21,7%. Prevalensi di Vietnam pada
tahun 2004 mencapai 34,5%. Thailand (1989)
17%. Malaysia (1996) 29, 9 %. Filipina (1993)
22%, dan Singapura (2004) 24,9% (Dinkes
Kota Semarang, 2007)
Berdasarkan analisis prevalensi yang
dilakukan oleh Puslitbang dan Kebijakan
Kesehatan (2008), hasilnya menunjukan bahwa
34,9% penduduk Indonesia terkena hipertensi.
Prevalensi terbesar terdapat propinsi Kepulauan
Riau sebesar 45,0%. Papua sebesar 24,7%.
Jawa dan Bali sebesar 22,24% dan Sumatra
sebesar 9,17%.
Berdasarkan data dari penelitian
terdahulu pada tahun 2012, di dapatkan data
dari Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau
yang berbasis puskesmas sentinel pada tahun
2009-2010 terjadi penurunan signifikan. Pada
tahun 2009 penderita hipertensi masih
menduduki peringkat pertama untuk penyakit
tidak menular yang banyak diderita oleh
penduduk Kepulauan Riau dengan persentase
64%. Namun data pada 2010 terjadi penurunan
jumlah persentase dimana untuk tahun 2010
menjadi 54,7% (P2PL, Dinkes Provinsi KEPRI,
2010). Menurut data IPKM DINKES Provinsi
Kepri tahun 2010, Kota Tanjungpinang
menduduki peringkat pertama dengan jumlah
13,04%, Kabupaten Lingga kedua denga
persentase 10,04%, dan peringkat terakhir Kota
Batam dengan 5,47% (DINKES KEPRI dalam
Hidayatullah, 2012).
Berdasarkan data yang didapatkan
peneliti dari Dinas Kesehatan Kota
Tanjungpinang pada tahun 2011 hipertensi
menduduki peringkat kedua dari daftar penyakit
paling sering terjadi dengan jumlah kejadian
11.448 kejadian. Pada tahun 2012 terjadi
penurunan jumlah kejadian menjadi 8.718
479
kejadian, namun hipertensi masih menduduki
peringkat kedua dari daftar penyakit paling
sering terjadi di Kota Tanjungpinang. Menurut
data bulanan kesakitan Dinas Kesehatan Kota
Tanjungpinang tahun 2012, Puskesmas Sei jang
menduduki peringkat pertama dengan jumlah
kejadian 1.769 kejadian, Puskesmas
Tanjungpinang kedua dengan jumlah kejadian
1.389 kejadian. dan Puskesmas Kampung Bugis
menduduki peringkat ketiga dengan jumlah
kejadian 639 kejadian. Dari 1.769 kejadian
hipertensi yang terjadi di Puskesmas Sei Jang
1.479 kasus terjadi pada usia 45 tahun ke atas,
dan 290 kasus terjadi pada usia di bawah 45
tahun. (DINKES Kota Tanjungpinang, 2012).
Berdasarkan data yang didapat peniliti
dari Puskesmas Sei Jang Kota Tanjugpinang
dari tujuh posyandu lansia yang berada di
wilayah kerja Puskesmas Seijang, posyandu
lansia “Camar” yang memilki jumlah penderita
hipertensi terbanyak yaitu 24 orang, posyandu
lansia “Ananda” di peringkat kedua dengan 12
orang dan posyandu lansia “Asoka” diperingkat
ketiga dengan delapan orang penderita.
(Puskesmas Sei Jang, 2012).
Beberapa penelitian di Indonesia
menjelaskan prevalensi hipertensi berkisar
antara 17-22 persen, jadi mengobati hipertensi
dimasyarakat dengan benar akan dapat
menurunkan efek lebih lanjut, seperti penyakit
jantung koroner, karena hipertensi merupakan
faktor resiko penting penyebab penyakit
jantung koroner. Tujuan pengobatan hipertensi
saat ini adalah untuk menurunkan tekanan
darah, juga ditujukan untuk menurunkan
komplikasi kardiovaskuler. Menurut konsensus
JNCV12 pengobatan non farmakologik
didahulukan, jika gagal penderita hipertensi
harus menelan obat-obatan farmakologi seumur
hidup (Penerbit Buku Kompas, 2006)
Salah satu dari penanganan
nonfarmakologis dalam menyembuhkan
penyakit hipertensi yaitu terapi komplementer.
Terapi komplementer bersifat terapi
pengobatan alamiah diantaranya adalah dengan
terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif,
meditasi, terapi tawa, akupuntur, aroma terapi
dan refleksologi. Terapi herbal banyak
digunakan oleh masyarakat dalam menangani
penyakit hipertensi dikarenakan memiliki efek
samping yang sedikit (Sustrani dalam
Hidayatullah, 2012).
Banyak tumbuh-tumbuhan yang dapat
digunakan untuk terapi herbal dalam
pengobatan hipertensi, diantaranya adalah
bawang putih, seledri, bunga rosella, belimbing
480
wuluh dan daun alpukat. Bawang putih dan
seledri kurang disukai oleh masyarakat karena
rasanya yang kurang enak untuk dijadikan obat.
Sedangkan bunga rosella dan belimbing wuluh
memiliki rasa asam yang pada umumnya
kurang disukai oleh masyarakat. Daun alpukat
memiliki rasa yang sedikit pahit jika diseduh
(Rachdian dalam Hidayatullah, 2012). Namun
Belimbing Wuluh jika di konsumsi dalam
bentuk air rebusan dapat mengurangi rasa asam
yang dikandungnya.
Yuni Herlinawati (2006), mengatakan
dibalik rasanya yang asam, Belimbing Wuluh
memiliki khasiat kesehatan luar biasa, penyakit
yang bisa diatasi oleh Belimbing Wuluh
meliputi diabetes mellitus, rematik, hipertensi,
gondongan, cacar air, wasir, penurunan
kolesterol, pencegahan kanker dan pelancar
pencernaan. Kandungan kalium membuat
Belimbing Wuluh menstabilkan tekanan darah.
Berdasarkan uraian di atas peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian secara
langsung untuk mengetahui pengaruh rebusan
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap
penurunan tekanan darah pada penderita
hipertensi di wilayah kerja Posyandu Lansia
Camar Puskesamas Sei Jang Kota
Tanjungpinang.
BAHAN DAN METODE
PENELITIAN
Desain : Desain penelitian yang
digunkan adalah Quasy Exsperiment dengan
rancangan penelitian Non Equivalent Control
Group.
Tempat dan Waktu : Penelitian ini dilakukan
pada minggu ketiga bulan Juni tahun 2013
selama satu minggu yaitu dari tanggal 17
sampai dengan tanggal 23, dan dilaksanakan di
Posyandu Lansia Camar Puskesmas Sei Jang
Kota Tanjungpinang.
Sampel : Sampel yang digunakan diambil
menggunakan tehnik Purposive Sampling
dengan jumlah sampel sebanyak 20 orang
dengan rincian 10 orang sebagai kelompok
eksperimen dan 10 orang sebagai kelompok
kontrol. Keseluruhan sampel merupakan
penderita hipertensi yang berada di wilayah
kerja posyandu lansia camar puskesmas sei jang
tanjungpinang, yang berjenis kelamin
perempuan dan yang menderita hipertensi
ringan, sedang dan berat.
Alat ukur : Alat ukur pada penelitian ini yaitu
sphygmomanometer dan lembar obserbvasi.
Sphygmomanometer adalah alat mekanik yang
digunkan untuk mengukur tekanan darah.
481
Tekanan responden pada kelompok eksperimen
diukur sebelum dan sesudah diberikan rebusan
belimbing wuluh setiap dua hari sekali selama
satu minggu, sedangkan tekanan darah
responden pada kelompok kontrol diukur tanpa
pemberian perlakuan kemudian hasilnya dicatat
pada lembar obserbvasi.
Prosedur : Responden dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kelompok eksperimen dan
kelopok kontrol. Kelompok eksperimen diberi
perlakuan berupa terapi rebusan belimbing
wuluh 1 kali sehari (per 200ml) selama
seminggu dimana sebelum dan sesudah
perlakuan dilakukan pengukuran tekanan darah
rseponden. Sedangkan pada kelompok kontrol
hanya dilakukan pengukuran tekanan darah saja
tanpa perlakuan berupa pemberian terapi
rebusan belimbing wuluh.
Karakteristik Responden
Merupakan ciri-ciri dari responden yang
terdapat didalam penelitian ini yang meliputi
usia dan derajat hipertensi yang diderita.
Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 1. Karakteristik Kelompok
Eksperimen
No Kategori F (%)
1 Usia :
• 45-59 Tahun
(Middle Age)
• 60-69 Tahun
(Elderly)
• >70 Tahun (Old)
4
5
0
44,4%
55,6%
0%
Jumlah 9 100%
2 Derajat Hipertensi :
• Ringan
• Sedang
• Berat
4
4
1
44,4%
44,4%
11,2%
Jumlah 9 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui
karakteristik responden kelompok eksperimen
sebagian besar berusia 45-59 tahun (Middle
Age) sebanyak empat orang (44,5%), dan
sebagian besar responden menderita hipertensi
sedang sebanyak lima orang (55,6%).
Tabel 2. Karakteristik Kelompok
Kontrol
No Kategori F (%)
1 Usia :
• 45-59 Tahun
(Middle Age)
4
5
0
44,4%
55,6%
0%
482
• 60-69 Tahun
(Elderly)
• >70 Tahun (Old)
Jumlah 9 100%
2 Derajat Hipertensi :
• Ringan
• Sedang
• Berat
4
4
1
44,4%
44,4%
11,2%
Jumlah 9 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui
karakteristik responden kelompok control
sebagian besar berumur 60-69 tahun sebanyak
lima orang (55,6%), dan sebagian besar
responden menderita hipertensi ringan
sebanyak empat orang (44,4%) dan menderita
hipertensi sedang sebanyak empat orang
(44,4%).
HASIL
Analisa Perbedaan Tekanan Darah
Dalam analisa ini bertujuan untuk
mengetahui ada atau tidaknya perbedaan
distribusi tekanan darah pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol pada
pemeriksaan awal (pre test) dan pemeriksaan
akhir (post test) yang dilakukan uji kemaknaan
menggunakan uji Mann-Whitney.
Tabel 3. Analisa Perbedaan Tekanan
Darah Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol pada Pengukuran Awal (Pre Test)
Tekanan
darah
Kelompok
Eksperime
n
Kelompok
Kontrol
Stati
stik
F % F % 𝝆
Normal
Tinggi
Hipertens
i Ringan
Hipertens
i Sedang
Hipertens
i Berat
0
4
5
0
0%
44,4%
55,6%
0%
0
4
4
1
0%
44,4%
44,4%
11,2%
0,80
4
Jumlah 9 100% 9 100%
Pada tabel di atas dapat diketahui
sebagian besar tekanan darah kelompok
eksperimen pada pemeriksaan awal (pre test)
adalah hipertensi sedang sebanyak lima orang
483
(55,6%), sedangkan sebagian besar tekanan
darah kelompok kontrol pada pemeriksaan awal
(pre test) adalah hipertensi ringan sebanyak
empat orang (44,4%) dan hipetensi berat
sebanyak empat orang (44,4%), kemudian
didapat hasil uji statistik dengan nilai 𝜌 = 0,804.
Tabel 4. Analisa Perbedaan Tekanan
Darah Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol pada Pengukuran Akhir (Post Test)
Tekanan
darah
Kelompok
Eksperime
n
Kelompok
Kontrol
Stati
stik
F % F % 𝝆
Normal
Tinggi
Hipertensi
Ringan
Hipertensi
Sedang
Hipertensi
Berat
1
6
2
0
11,1%
66,7%
22,2%
0%
0
5
3
1
0%
55,6%
33,3%
11,1%
0,20
3
Jumlah 9 100% 9 100%
Berdasarkan table di atas dapat diketahui
sebagian besar tekanan darah kelompok
eksperimen pada pemeriksaan akhir (post test)
adalah hipertensi ringan yaitu sebanyak enam
orang (66,7%), sedangkan sebagian besar
tekanan darah kelompok kontrol pada
pemeriksaan akhir (post test) adalah hipertensi
ringan sebanyak lima orang (55,6%), kemudian
didapat uji statistik dengan nilai 𝜌 = 0,203.
Analisa Pengaruh Rebusan
Belimbing Wuluh
Dalam analisa ini bertujuan untuk
menterhui ada atau tidak pengaruh rebusan
belimbing wuluh (variabel independen)
terhadap penurunan tekanan darah pada
penderita hipertensi (variabel dependen) yang
dilakukan uji kemaknaan menggunakan uji
Wilcoxon Test.
Tabel 5. Analisis Pengaruh Rebusan
Belimbing Wuluh Terhadap Penurunan Tekanan
Darah pada kelompok eksperimen
Tekanan
darah
Sebelum
Terapi
Setelah
Terapi
Stati
stik
F % F % 𝝆
484
Normal
Tinggi
Hipertensi
Ringan
Hipertensi
Sedang
Hipertensi
Berat
0
4
5
0
0%
44,4%
55,6%
0%
1
6
2
0
11,1%
66,7%
22,2%
0%
0,04
6
Jumlah 9 100% 9 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui
tekanan darah kelompok eksperimen pada
pemeriksaan awal (pre test) dan akhir (post
test), yaitu pada pemeriksaan awal (pre test)
terdapat empat orang (44,4%) yang menderita
hipertensi ringan dan lima orang (55,6%) yang
menderita hipertensi sedang, sedangkan pada
pemeriksaan akhir (post test) terdapat satu
orang (11,1%) memiliki tekanan darah normal
tinggi, enam orang (66,7%) menderita
hipertensi ringan dan dua orang (22,2%)
menderita hipertensi sedang, kemudian didapat
hasil uji statistik dengan nilai 𝜌 = 0,046.
Tabel 6. Analisis Pengaruh Rebusan
Belimbing Wuluh Terhadap Penurunan Tekanan
Darah pada Kelompok Kontrol
Tekanan
darah
Sebelum
Terapi
Setelah
Terapi
Stati
stik
F % F % 𝝆
Normal
Tinggi
Hiperten
si Ringan
Hiperten
si Sedang
Hiperten
si Berat
0
4
4
1
0%
44,4%
44,4%
11,2%
0
5
3
1
0%
55,6%
33,3%
11,1%
0,31
7
Jumlah 9 100% 9 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui
tekanan darah kelompok kontrol pada
pemeriksaan awal (pre test) dan akhir (post
test), yaitu pada pemeriksaan awal (pre test)
terdapat empat orang (44,4%) yang menderita
hipertensi ringan, empat orang (44,4%)
menderita hipertensi sedang dan satu orang
(11,2%) menderita hipertensi berat, sedangkan
pada pemeriksaan akhir (post test) terdapat lima
orang (55,6%) menderita hipertensi ringan, tiga
orang (33,3%) hipertensi sedang, dan satu orang
(11,2%) menderita hipertensi berat, kemudian
485
didapat hasil uji statistik kemaknaan dengan
nilai 𝜌 = 0,317.
PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini termasuk
dalam batasan usia pertengahan (middle age =
45-59 tahun), lanjut usia (elderly = 60-69
tahun), dan usia lanjut tua (old = >70 tahun)
karna pada batasan usia tersebut seseorang
sangat rentan untuk terkena penyakit hipertensi.
Pada umumnya peningkatan tekanan darah
(hipertensi) terjadi seiring bertambahnya umur
terutama setelah umur 40 tahun (Depkes, 2006).
Sejalan dengan proses pertambahan umur,
resiko seseorang terkena penyakit
kardiovaskuler meningkat, hal ini dikarenakan
efisiensi sistem kardiovaskuler mengalami
penurunan dan masalah-masalah yang
berhubungan dengan fungsi sistem tersebut
(Pattel dalam Kartikawati, 2008).
Berdasarkan keterangan tabel 1 dan 2
menunjukan adanya kesesuaian dengan survei
epidemiologi yang menunjukan bahwa umur
merupakan satu dari prediktor terkuat
terjadinya penyakit kardiovaskuler termasuk
hipertensi. Faktor resiko penyakit hipertensi
berkembang setelah umur mencapai 45 tahun
(Black dalam Kartikawati, 2008).
Analisa Perbedaan Tekanan Darah
Pada tabel 3 dapat diketahui hasil analisa
perbedaan tekanan darah kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol pada pemeriksaan awal
(pre test) yang didapat nilai 𝜌 > 0,05 yaitu =
0,804, membuktikan tidak terdapat perbedaan
yang signifikan tekanan darah kelompok
eksperimen dan kontrol pada pemeriksaan awal
(pre test).
Pada tabel 4 dapat diketahui hasil analisa
perbedaan tekanan darah kelompok eksperimen
dan kontrol pada pemeriksaan akhir (post test)
yang didapat nilai 𝜌 > 0,05 yaitu = 0,203,
membuktikan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan terhadap tekanan darah kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol pada
pemeriksaan akhir (post test).
Berdasarkan keterangan dari tabel 3 dan
4 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan terhadap tekanan
darah kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol pada pemeriksaan awal (pre test) dan
pemeriksaan akhir (post test) . Tidak
terdapatnya hasil perbedaan tekanan darah
yang besar (signifikan) dapat dikaitkan dengan
teori yang mengatakan bahwa terapi herbal
akan memberikan efek atau manfaat yang besar
jika diberikan dalam jangka waktu yang
486
panjang panjang (Astawan dalam Hidayatullah,
2012).
Analisa Pengaruh Rebusan
Belimbing Wuluh
Pada tabel 5 dapat diketahui hasil analisa
pengaruh rebusan belimbing wuluh terhadap
penurunan tekanan darah pada penderita
hipertensi di Posyandu Lansia Camar
Puskesmas Sei Jang terhadap responden
kelompok eksperimen (responden yang
diberikan terapi rebusan belimbing wuluh) yang
didapat nilai 𝜌 < 0,05 yaitu = 0,046,
membuktikan adanya perbedaan tekanan darah
yang signifikan pada pemeriksaan awal (pre
test) dan pemeriksan akhir (post test).
Pada tabel 6 dapat diketahui analisa
pengaruh rebusan belimbing wuluh terhadap
penurunan tekanan darah pada penderita
hipertensi di Posyandu Lansia Camar
Puskesmas Sei Jang pada responden kontrol
(responden yang tidak diberikan terapi rebusan
belimbing wuluh) yang didapat nilai 𝜌 > 0,05
yaitu = 0,317 yang membuktikan bahwa tidak
adanya perbedaan tekanan darah yang
signifakan pada pemeriksaan awal (pre test) dan
pemeriksaan akhir (post test).
Berdasarkan keterangan dari tabel 5 dan
6 dapat disimpulkan bahwa adanya perubahan
tekanan darah yang signifikan terhadap
kelompok eksperimen pada pemeriksaan awal
(pre test) dan pemeriksaan akhir (post test), dan
tidak ada perbedaan tekanan darah yang
signifikan terhadap kelompok kontrol pada
pemeriksan awal (pre test) dan pemeriksaan
akhir (post test), yang telah dibuktikan dengan
menggunakan uji statistik Wilcoxon Test
dimana didapat nilai 𝜌 pada kelompok
eksperimen lebih kecil (<) dari 0,05 dan nilai
lebih 𝜌 pada kelompok kontrol lebih besar (>)
dari 0,05, hasil ini sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa penderita penyakit darah
tinggi pada umumnya kekurangan kalium,
potassium, dan kalsium. Oleh karena itu,
mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran
yang mengandung kalium, potasium, dan
kalsium seperti yang tekandung dalam
belimbing wuluh merupakan cara yang tepat
untuk menurunkan tekanan darah tinggi (Nisa
2012).
Keterbatasa Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menemukan
berbagai macam bentuk keterbatasan ketika
melakukan penelitian, sehingga dengan
berbagai keterbatasan tersebut menjadikan
penelitian ini tidak mendapatkan hasil yang
487
maksimal. Adapun keterbatasan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Dalam penelitian ini objek yang digunakan
sebagai sampel adalah manusia sehingga
sangat sulit untuk melakukan kontrol yang
ketat terhadap faktor-faktor yang dapat
meningkatkan tekanan darah khususnya
faktor pola makan.
2. Penelitian ini merupakan penelitian herbal
atau alami yaitu salah satu cara mengontrol
tekanan darah tanpa mengunakan obat-
obatan kimia, selain tidak memiliki efek
samping yang besar pengobatan herbal
merupakan pengobatan yang dapat member
efek yang besar dalam waktu yang lama,
maka dalam penelitian ini kurang lamanya
waktu pemberian terapi sehingga tidak
menimbulkan efek yang begitu besar.
3. Pada penelitian ini desain penelitian yang
digunakan kurang tepat karna itu terdapat
beberapa kerancuan dari hasil penelitian ini.
4. Pada penelitian tidak dilakukannya validitas
alat yang digunakan (sphygmomanometer)
sehingga dapat memunculkan keraguan
pada akurasi alat ketika digunakan pada saat
melakukan pengukuran.
PENUTUP
Kesimpulan
Pemberian terapi rebusan belimbing
wuluh pada penderita hipertensi menunjukan
adanya pengaruh terhadap penurunan tekanan
darah pada penderita hipertensi, yaitu dapat
dilihat dalam analisa uji kemaknaan yang
menunjukan adanya pengaruh rebusan
belimbimg wuluh terhadap menurunkan
tekanan darah. Tekanan darah pada responden
yang menderita hipertensi ringan, sedang, dan
berat mengalami penurunan. Hal ini di buktikan
dari hasil pengukuran tekanan darah responden
eksperimen yang diberikan terapi rebusan
belimbing wuluh dan responden kontrol yang
tidak diberikan terapi rebusan belimbing wuluh.
Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah
terapi, dimana didapat hasil sebagai berikut:
a. Pada pengukuran awal (pre test) terhadap
responden eksperimen dari sembilan orang
(100%) responden terdapat empat orang
(44,4%) yang menderita hipertensi ringan
dan lima orang (55,6%) yang menderita
hipertensi sedang. Pada pengukuran akhir
(post test) terhadap responden eksperimen
terjadi penurunan tekanan darah, yaitu
dimana penderita hiperte si ringan menjadi
enam orang (66,7%), hipertensi sedang
turun menjadi dua orang (22,2%) dan
488
terdapat satu orang (11,1%) memiliki
tekanan darah normal tinggi.
b. Pada pengukuran awal (pre test) terhadap
responden kontrol dari sembilan orang
(100%) responden terdapat empat orang
(44,4%) yang menderita hipertensi ringan,
empat orang (44,4%) yang menderita
hipertensi sedang dan terdapat satu orang
(11,2%) yang menderita hipertensi berat.
Pada pengukuran akhir (post test) tidak
terdapat perbedaan tekanan darah yang
berarti yaitu yang menderita hipertensi
ringan menjadi lima orang (55,6%),
hipertensi sedang menjadi tiga orang
(33,3%), dan hipertensi berat masih satu
orang (11,1%).
c. Pada analisa pengaruh rebusan belimbing
wuluh terhadap penurunan tekanan darah
dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon
Test didapat nilai 𝜌 pada kelompok
eksperimen = 0,046 (< 0,05) dan nilai 𝜌 pada
kelompok kontrol = 0,317 (> 0,05), hal
menunjukkan bahwa berdasarkan uji
statistik bahwa terdapat pengaruh rebusan
belimbing wuluh terhadap penurunan
tekanan darah pada penderita hipertensi di
Posyandu Lansia Camar Puskesmas Sei Jang
Tanjungpinang.
d. Berdasarkan analisa perbedaan tekanan
darah kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol dengan menggunakan uji statistic
Mann-Whitney didapat nilai 𝜌 pada
pemeriksaan awal (pre test) = 0,804 (> 0,05)
dan nilai 𝜌 pada pemeriksaan akhir (post
test) = 0,203, hal ini menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang signifikan terhadap
tekanan darah kelompok eksperimen dan
kontrol pada pemeriksaan awal (pre test) dan
pemeriksaan akhir (post test)
Saran
a. Diharapkan masyarakat lebih memberikan
perhatian yang serius terhadap pengobatan
herbal dalam mengontrol tekanan darah
pada penderita hipertensi. Pengobatan
herbal seperti rebusan belimbing wuluh
selain mudah didapat dan tidak memberikan
efek samping yang berbahaya juga tergolong
ekonomis (murah). Dengan demikian
penderita hipertensi dapat mengontrol
tekanan darahnya tanpa harus
mengkonsumsi obat-obatan yang pastinya
akan memberikan efek samping yang kurang
baik bila dikonsumsi secara terus-menerus.
b. Diharapkan kepada tenaga kesehatan untuk
dapat ikut berperan dalam
489
mensosialisasikan atau memberikan
pengetahuan kepada masyarakat untuk lebih
mengenal obat-obatan herbal dalam
mengontrol tekanan darah terhadap
penderita hipertensi.
c. Diharapkan adanya pengembangan
penelitian yang serupa mengenai
pengobatan herbal dari jenis dan desain yang
berbeda serta waktu penelitian yang lebih
lama untuk dapat melihat pengaruh secara
signifikan sehingga akan terus didapat hasil
penelitian yang lebih baik.
d. Karna sudah terdapat beberapa penelitian
pengobatan herbal dalam mengontrol
hipertensi seperti jus timun, air putih, pisang
dan termasuk rebusan belimbing wuluh,
maka peneliti berharap adanya
pengembangan penelitian dalam hal
membanding keefektifan terhadap
penurunan tekanan darah dari beberapa
pengobatan herbal di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Dharma, Kelana Kusuma, (2011). Metodelogi
Penelitian Keperawatan. CV. Trans Info
Media: Jakarta Timur. hal: 197-204
Depkes. (2010). Hipertensi Penyebab
Kematian Nomor Tiga.
http://www.depkes.go.id. Di akses: 5 April
2013.
Freyanti, Veni Aznur. (2012). Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Kunjungan
Lansia Ke Posyandu Lansia Di Wilayah
Kerja Puskesmas Sei Jang Kota
Tanjungpinang Tahun 2012. Skripsi
Tidak diterbitkan. STIKES Hang Tuah.
hal: 10-37
Guyton, Arthur C, (1990). Fisiologi Manusia
dan Mekanisme Penyakit Edisi 3.
Jakarta: EGC, hal:
Hariana, Arief, (2004). Tumbuhan Obat &
Khasiatnya, Seri 1 .Depok: Penebar
Swadaya, hal: 36-38.
Herlinawati, Yuni , (2006). Terapi Jus Untuk
Kolesterol Plus Ramuan Herbal. Jakarta:
Puspa Swara, hal: 61.
Hidayat, A. Aziz Alimul, (2008). Metode
Penelitian Keperawatan dan Tehnik
Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika.
hal: 76.
Hidayatullah, M Redha. (2012). Pengaruh Jus
Timun Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Pada Penderita Hipertensi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Panncur.
Skripsi Tidak diterbitkan.
490
Tanjungpinang. STIKES Hang Tuah.
Hal: 9 dan 39-45
Kusnul, Zauhani & Munir, Zainal (2012). Efek
Pemberian Jus Mentimun Terhadap
Penurunan Tekanan Darah. Skripsi
Tidak diterbitkan. Stikes Bahrul Ulum.
Hal:
Lathifah, Qurrotu A, (2008). Uji Efektifitas
Ekstrak Kasar Senyawa Anti Bakteri
Pada Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa
Bilimbi L.) Dengan Variasi Pelarut.
Skripsi Tidak diterbitkan. Fakultas Sains
dan TeknologiI. Universitas Islam Negeri
(UIN) Malang. Diakses 5 Maret 2013.
Hal: 20-24.
M. Wijoyo, Padmiarso, (2011). Rahasia
Penyembuhan Hipertensi Secara Alami.
Bogor: Bee Media AGRO, Hal: 9-19.
Notoatmodjo, Soekidjo, (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT.
Rineka Cipta, hal:
Penerbit Buku Kompas, (2006). Rahasia Sehat
dengan Makanan Berkhasiat. Jakarta:
PT. Kompas Media Nusantara, hal: 199-
200.
Permadi, Adi, (2006). Tanaman Obat Pelancar
Air Seni. Jakarta: Penebar Sebaya, hal:
24.
Purwaningsih, Eko, (2007). Multiguna
Belimbing Wuluh. Jakarta: Ganeca Exact,
Hal: 1-3.
Ramadi, Afdhal, (2012). Perbedaan Pengaruh
Pemberian Seduhan Daun Alpukat
(PerseagratissimaGaerth) Terhadap
Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi
Laki-Laki Yang Perokok Dengan Bukan
Perokok Di Wilayah Kerja Puskesma
Padang Pasir Kota Padang Tahun 2012.
Skripsi Tidak diterbitkan. Fakultas
Keperawatan Universitas Andalas.
Diakses 5 Maret 2013. Hal: 1-2
Riyanto, (2009). Pengolahan dan Analisi Data
Kesehatan. Yogjakarta: Ruha Medika,
hal:
Sari, Wening, et al, (2008). Care youself,
hepatitis. Jakarta: Penebar Plus+, hal: 74.
Shinta, (2012). Hubungan Peran Keluarga
Dalam Perawatan Kesehatan Lansia
Dengan Kejadian Hipertensi Di
Puskesmas Sei Jang Tahun 2012. Skripsi
Tidak diterbitkan. STIKES Hang Tuah.
hal:
Smeltzer & Bare, (2001). Buku Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
Jakarta: EGC, hal:
491
Soenanto, Hardi, (2009). 100 Resep Sembuhkan
Hipertensi, Asam urat, dan Obesitas.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo,
hal: 52-53.
Sutanto, (2010). Cekal (Cegah & Tangkal)
Penyakit Modern. Yogyakarta: CV. Andi
Offset, hal: 1-34.
Syarifudin, (2010). Panduan TA Keperawatan
dan Kebidanan dengan SPSS.
Yogyakarta: Grafindo Litera Media, hal:
Stanley, Mickey & Beare, Gauntlett Patricia,
(2002). Buku Ajar Keperawatan
Gerontik Edisi 2. Jakarta; EGC. hal: 11.
Wati, Lidia, (2013). Panduan Penyusunan
Metodologi Riset Keperawatan.
Tanjungpinang : STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang, hal:1-61.
Widharto, (2009). Bahaya Hipertensi. Klaten:
PT Sunda Kelapa Pustaka, hal: 3-36.
1 Mahasiswa S1 Keperawatan Hang Tuah
Tanjungpinang.
2 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatn
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang.
3 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatn
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
492
PENGARUH AIR REBUSAN LIDAH BUAYA TERHADAP
PENURUNAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES
MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEI JANG
TANJUNGPINANG TAHUN 2014
Urai Muhamad Bawadi1, Soni Hendra Sitindaon2, Komalasari3
ABSTRAK
Diabetes Mellitus berasal dari kata Yunani diabainein yang berarti “tembus” atau “pancuran air”, mellitus yang
berarti “rasa manis”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh air rebusan lidah buaya terhadap
penurunan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Jang Tahun 2014.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan metode Pra eksperimen dan jenis pendekatan
yang digunakan adalah one group pretest postest tanpa kelompok kontrol. Jumlah populasi sebanyak 1393 orang
penderita Diabetes Mellitus dan sampel dengan teknik Purposive Sampling berjumlah 12 orang. Instrumen yang
digunakan adalah lembar observasi. Uji hipotesis yang digunakan adalah Uji Wilcoxon. Hasil Penelitian yang
diperoleh yaitu kadar gula darah sebelum diberikan air rebusan lidah buaya didapatkan semua responden kadar
gula darah >200mg/dL sebanyak 12 orang (100%). Kadar gula darah sesudah diberikan air rebusan lidah buaya
didapatkan sebagian besar responden kadar gula darah <150mg/dL sebanyak 6 orang (50%).
Kata Kunci : Lidah buaya, Diabetes Mellitus
ABSTRACT
Diabetes Mellitus comes from the Greek diabainein which means "hit" or "fountain ", mellitus which means
"sweet taste ". The aim of this research is to find out the influence decoction aloe vera to experienced the blood
sugar at patients with diabetes mellitus in the Community Health Center Sei Jang in 2014. Types of research that
is quantitative research with the method Pre experiments and type of approach that is used is one group pretest
postest without controls. Number of population as many as 1393 people with Diabetes Mellitus and samples with
Purposive sampling techniques %12 people. Instruments that used is sheets observation. Hypothesis test is trial
Wilcoxon. Results of research, the blood sugar level before given decoction aloe vera obtained all respondents
blood sugar level >200mg/dl as many as 12 people (100%). Blood sugar level after given decoction aloe vera
found most respondents blood sugar level <150mg/dl as much as 6 people (50%).
Keyword : Sweet Star Fruit and, Cucumber Therapy, The Decrease Blood Pressure of Hypertensive
PENDAHULUAN
Berkembangnya suatu negara menjadi
salah satu faktor permasalahan baru
terutama permasalahan tentang gaya hidup
masyarakat di dunia. Dengan meningkatnya
beban kerja
masyarakat khususnya masyarakat perkotaan,
serta semakin tinggi penggunaan bahan-bahan
additive (bahan tambahan makanan) dalam
makanan ataupun bahan baku makanan maka
semakin tinggi pula penyakit-penyakit yang
ditimbulkan sebagai akibat kurang
seimbangnya pola hidup dan pola makan yang
dilakukan. Salah satu penyakit yang disebabkan
oleh buruknya pola hidup dan pola makan ini
493
adalah Diabetes Mellitus. Diabetes Mellitus
(DM) adalah hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan
hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran
basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron (Mansjoer, 2001).
Ketua Umum Persatuan Diabetes
Indonesia (PERSADIA, 2013) Prof. Sidartawan
Soegondo menjelaskan, jika tidak diintervensi
dengan baik DM menimbulkan komplikasi dan
mengakibatkan kecacatan, bahkan kematian. Di
antaranya luka yang sulit sembuh, bahkan bisa
terjadi pembusukan pada kaki dan berakibat
diamputasi. Juga menyebabkan kebutaan dan
katarak dini, gagal ginjal, penyumbatan
pembuluh darah jantung yang mengakibatkan
penyakit jantung koroner. Terjadi gangguan
saraf berupa kesemutan, baal, stroke, dan
impotensi (Sukmasari, 2014).
Studi terbaru dari International
Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2012
mengatakan penderita DM di seluruh dunia
mencapai 371 juta orang. Posisi pertama adalah
Cina dengan 92,3 juta penderita, India sebanyak
63 juta jiwa, Amerika Serikat 24,1 juta jiwa,
Brasil 13,4 juta jiwa, Rusia 12,7 juta jiwa,
Meksiko 10,6 juta jiwa, dan Indonesia dengan
jumlah penderita DM sebanyak 7,6 juta jiwa,
saat ini Indonesia menempati peringkat ketujuh
dalam daftar negara dengan penderita DM
terbanyak di dunia, lebih buruk dibanding tahun lalu
dimana Indonesia berada pada peringkat kesepuluh.
Pada Tahun 2030 diperkirakan DM menempati
urutan ke-7 penyebab kematian dunia.
Sedangkan untuk di Indonesia diperkirakan
pada tahun
2030 akan memiliki penyandang DM (diabetisi)
sebanyak 21,3 juta jiwa (Depkes, 2010).
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
2013 menunjukan tren penderita DM
meningkat. Ini seiring dengan juga
meningkatnya proporsi obesitas atau
kegemukan yang juga terus meningkat yaitu
dari 18,8% tahun 2007 menjadi 26.6% di 2013.
Obesitas pada perempuan cenderung lebih
tinggi dibanding laki-laki. Perempuan
meningkat dari 14,8% (2007) menjadi 32,9%
(2013), sedangkan laki-laki hanya 13,9%
menjadi 19,7%. Kenaikan DM pun lebih tinggi
pada perempuan yaitu 7,7% sedangkan laki-laki
5,6%. ( Depkes, 2013).
Angka kejadian DM di provinsi
Kepulauan Riau pada tahun 2011 menduduki
posisi ke 3 dengan jumlah angka kejadian
494
mencapai 2121, setelah Hipertensi dan Asma.
Berikut prevalensi data DM di setiap
kabupaten/kota berdasarkan kunjungan :
Lingga 62 kasus, Natuna 230 kasus, Karimun
489 kasus, Bintan 337 kasus, dan
Tanjungpinang 1649 kasus (Dinkes Provinsi
Kepri, 2011).
Angka penderita DM di Tanjungpinang
setiap tahunnya meningkat dari tahun 2012
hingga tahun 2013. Penderita DM pada tahun
2012 mencapai angka 1.785 orang, sementara
jumlah penderita DM pada tahun 2013
meningkat sebanyak 1904 orang (106%)
penderita dan jumlah keseluruhan penderita
pada tahun 2013 mencapai 3689. Berikut
Prevalensi angka kunjungan penderita DM
tahun 2013 di setiap Puskesmas di kota
Tanjungpinang : Puskesmas Mekar Baru
terdapat 150 kunjungan, Puskesmas Kampung
Bugis 232 kunjungan, Puskesmas Melayu Kota
Piring 294 kunjungan, Puskesmas Batu 10
sebanyak 371 kunjungan, Puskesmas Sei Jang
1393 kunjungan, dan Puskesmas
Tanjungpinang Kota 1249 kunjungan. Dari data
tersebut diketahui angka kunjungan tertinggi
pada penderita DM di Kota Tanjungpinang
terdapat pada Puskesmas Sei Jang dengan
jumlah kunjungan sebanyak 1393 (DINKES
Kota Tanjungpinang, 2013).
Beberapa upaya untuk penyembuhan
dilakukan, mulai dari penanganan secara medis,
pengaturan pola makan dan perbaikan pola
hidup dengan olahraga yang teratur, akupuntur,
ataupun dengan penggunaan tanaman obat-
obatan yang lebih dikenal dengan pengobatan
herbal. Penggunaan tanaman herbal di percaya
dapat memperbaiki kondisi pasien DM dengan
konsumsi herbal yang teratur dibantu dengan
pola makan dan pola hidup yang teratur juga
(Suryo, 2010).
Sifat pengobatan herbal adalah
memperbaiki sistem tubuh yang rusak, yang
menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan,
maka kesembuhan suatu penyakit termasuk DM
bukanlah hal yang tidak masuk akal. Saat ini
sudah banyak tanaman bermanfaat untuk
melawan DM. Khasiat anti diabetik pada
tanaman tersebut telah dibuktikan secara ilmiah
maupun empiris. Beberapa herbal yang
digunakan sebagai sediaan untuk mengobati
DM mulai fase penurunan kadar gula darah,
pengganti insulin, penyembuh luka atau
gangren yang biasanya diderita oleh penderita
DM ataupun untuk memperbaiki fungsi
pangkreas
495
diantaranya adalah mimba, lidah buaya,
ciplukan, daun sendok, tapak liman, mengkudu,
buncis, pare, bungur, duwet, kacang panjang,
taoge, sambiloto, daun anting-anting, dan
beberapa tanaman lainnya (Suryo, 2010).
Salah satu tanaman herbal yang sangat
bermanfaat dan berkhasiat dalam menurunkan
kadar gula darah pada penderita DM dan
komplikasinya adalah lidah buaya atau Aloe
Vera.
Lidah buaya menurut sejarahnya di bawa
ke Indonesia oleh bangsa Cina pada abad ke-17.
Semula pemanfaatan tanaman tersebut terbatas
sebagai tanaman hias, ramuan obat-obat
tradisional, dan bahan kecantikan. Budidaya
komersial dan perluasan penggunaan untuk
bahan baku produk minuman dimulai pada
tahun 900-an, ditandai dengan dibukanya lahan
lidah buaya di Kalimantan Barat tepatnya di
kota Pontianak. Beberapa daerah lainnya seperti
Palembang, Malang, dan Jawa Barat juga
memiliki lahan perkebunan lidah buaya
(Kristianto,2005).
Berdasarkan hasil penelitian, lidah buaya
mngandung bahan kimia seperti aloin,
barbaloin, isobarbaloin, aloe-emodin, aloenin,
aloesin, rhein, homonatolin, aloidoside A, B;
bradykininase, aloctin A. Aloe-emodin dan
rhein, serta polifenol berkhasiat sebagai laksatif
(pencahar/ urus-urus). Polisakarida sebagai
penyembuh luka dan dapat mengurangi reaksi
peradangan (Putra, 2013)
Kandungan dari lidah buaya yang
dianggap mampu menurunkan kadar gula darah
adalah kromium, inositol, vitamin A, dan getah
kering lidah buaya yang mengandung
hypoglycemic (Jatnika & Saptoningsih, 2009).
Berdasarkan uraian permasalahan di
atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai “ Apakah Ada Pengaruh
Air Rebusan Lidah Buaya terhadap Penurunan
Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes
Mellitus di wilayah kerja Puskesmas Sei Jang
tahun 2014?”
BAHAN DAN METODE
PENELITIAN
Desain penelitian adalah model atau
metode yang digunakan peneliti untuk
melakukan suatu penelitian yang memberikan
arah terhadap jalannya penelitian. Desain
penelitian ditetapkan berdasarkan tujuan dan
hipotesis penelitian.
Penelitian ini menggunakan metode
penitian pra-eksperimen dengan rancangan one
496
group pretest posttest yaitu rancangan tanpa
kelompok pembanding (kontrol) tetapi sudah
dilakukan observasi pertama (Pretest) yang
memungkinkan menguji perubahan-perubahan
yang terjadi setelah adanya eksperimen
(Notoatmojo, 2010).
Populasi penderita Diabetes Mellitus di
Wilayah kerja Puskesmas Sei Jang tahun 2014
berjumlah 1393 orang. Teknik sampling yang
digunakan pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik purposive sampling yaitu
dengan sampel pada penelitian ini berjumlah 12
orang responden penderita Diabetes Mellitus.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 28 Mei
sampai 10 Juni tahun 2014. Tempat penelitian
ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Sei
Jang Tanjungpinang.
Pemilihan responden berdasarkan kriteria
inklusi dan ekslusi yang telah ditentukan. Pada
setiap responden diberikan perlakuan berupa air
rebusan lidah buaya yang diminum pagi dan
sore hari sebanyak 300 ml selama 14 hari secara
teratur tanpa putus dan di cek nilai gula darah
sewaktu sebelum diberikan minum air rebusan,
hari ke tujuh dan hari ke lima belas, jika
responden tidak minum secara teratur maka
responden tersebut harus mengulang dari awal
atau mengganti dengan responden yang
lainnya. Alat pengumpulan data menggunakan
lembar observasi yang di dapatkan dari hasil
pengecekkan Glukometer.
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
Merupakan analisa yang dilakukan pada
tiap variabel dalam hasil penelitian. Pada
umumnya analisa ini hanya menghasilkan
distribusi dan presentasi tiap variabel yang
disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
1. Data gula darah sewaktu sebelum perlakuan
Tabel 1. Distribusi Kadar Gula Darah Sewaktu
Sebelum Perlakuan Pada Penderita Diabetes
Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Jang
No Responden Jumlah GDS
01 255 mg/dl
02 482 mg/dl
03 317 mg/dl
04 414 mg/dl
05 303 mg/dl
06 452 mg/dl
07 386 mg/dl
497
08 253 mg/dl
09 465 mg/dl
10 378 mg/dl
11 237 mg/dl
12 349 mg/dl
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat
diketahui bahwa dari 12 orang penderita
Diabetes Mellitus dengan kadar gula darah
sewaktu sebelum diberikan perlakuan diatas
normal (70-140 mg/dl). Kadar gula darah
sewaktu paling tinggi dari data tersebut adalah
responden nomor 02 yaitu 482 mg/dl dan yang
paling rendah adalah responden nomor 11 yaitu
237 mg/dl.
2. Data gula darah sewaktu sesudah perlakuan
Tabel 2. Distribusi Kadar Gula Darah Sewaktu
Sesudah Perlakuan Pada Penderita Diabetes
Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Jang
No
Responden
Jumlah
GDS
01 125 mg/dl
02 219 mg/dl
03 137 mg/dl
04 169 mg/dl
05 144 mg/dl
06 207 mg/dl
07 132 mg/dl
08 87 mg/dl
09 210 mg/dl
10 153 mg/dl
11 92 mg/dl
12 138 mg/dl
Dari tabel 2 diatas, diketahui bahwa dari
12 orang penderita diabetes mellitus, dengan
kadar gula darah sewaktu sesudah diberikan
perlakuan. Kadar gula darah tertinggi yaitu
pada nomor responden 02 (219 mg/dl) dan
kadar gula darah terendah yaitu pada nomor 08
(87 mg/dl).
B. Hasil Analisis Bivariat
Untuk melihat hubungan antara variabel
dependen (kadar gula darah pada penderita
diabetes mellitus) dan variabel independen (air
rebusan lidah buaya). Uji kemaknaan
menggunakan Uji Wilcoxon Test, untuk
mengetahui nilai rata-rata antar satu kelompok
dengan kelompok lain, dimana antara suatu
kelompok lain tidak saling berhubungan yang
menghasilkan ρ, dengan α = 0,05.
498
Berdasarkan data dari tabel 2 dan 3,
dilakukan analisa data dengan menggunakan
Uji Wilcoxon Test yang merupakan uji beda dua
sampel berpasangan. Berikut ini dalam tabel 5.5
hasil penelitian yang telah dilakukan :
Tabel 3. Distribusi adar Gula Darah
Sewaktu Sebelum Perlakuan Pada Penderita
Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas
Sei Jang
No
Reponden
Jumlah
GDS
Pretest
Jumlah
GDS
Posttest
Rentang
Penuruna
n
P
Value
01 255 mg/dl 125
mg/dl
130
mg/dl
0,002
02 482 mg/dl 219
mg/dl
263
mg/dl
03 317 mg/dl 137
mg/dl
180
mg/dl
04 414 mg/dl 169
mg/dl
245 mgdl
05 303 mg/dl 144
mg/dl
159
mg/dl
06 452 mg/dl 207
mg/dl
245
mg/dl
07 386 mg/dl 132
mg/dl
254
mg/dl
08 253 mg/dl 287
mg/dl
166
mg/dl
09 465 mg/dl 210
mg/dl
255
mg/dl
10 378 mg/dl 153
mg/dl
225
mg/dl
11 237 mg/dl 92
mg/dl
145
mg/dl
12 349 mg/dl 138
mg/dl
211
mg/dl
Dari tabel 4 diatas dapat dilihat terjadi
penurunan dari rentang GDS yang sebelumnya
responden merupakan penderita diabetes
mellitus yang kadar gula darah diatas normal
yaitu > 140 mg/dl setelah pemberian air rebusan
lidah buaya. Saat ini terdapat 6 orang dari
responden mengalami penurunan mencapai
kadar gula darah normal yaitu berkisar antara 70
– 140 mg/dl dan pada responden yang lain
mengalami penurunan yang sangat drastis,
sebanyak 2 kali lipat seperti yang terjadi pada
responden 02, 04, 06, 09, 10, 12.
Hasil uji statistik dengan menggunakan
uji Wilcoxon Test diperoleh ρ value 0,002 <
499
0,05, dengan demikian Ho ditolak. Maka dapat
disimpulkan ada pengaruh air rebusan lidah
buaya terhadap penurunan kadar gula darah
pada penderita diabetes mellitus di wilayah
kerja Puskesmas Sei Jang tahun 2014.
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan penelitian awal pada
penderita Diabetes Mellitus di Wilayah kerja
Puskesmas Sei Jang terdapat 1393 jumlah
kunjungan penderita Diabetes Mellitus. Dalam
penelitian ini peneliti mengambil sampel
sebanyak 12 orang yang berusia 45 – 65 tahun
sebagai kelompok eksperimen dengan
menggunakan desain one group pretest-postest,
yaitu menjadikan perbandingan awal (pretest)
sebagai acuan perubahan setelah dilakukan
penelitian (posttest).
Sebelum memberikan terapi air rebusan
lidah buaya peneliti melakukan pengecekkan
awal, ditemukan hasil kadar gula darah
responden secara keseluruhan berada di atas
nilai normal yaitu >140 mg/dl. Menurut ADA
(2009) terlepas dari waktu setelah makan, kadar
gula darah sewaktu 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
atau lebih tinggi menunjukkan diabetes,
terutama bila digabungkan dengan salah satu
tanda dan gejala diabetes, seperti sering kencing
dan haus yang ekstrim.
Pada nomor responden 01 jumlah GDS
255 mg/dl, responden 02 jumlah GDS 482
mg/dl, responden 03 jumlah GDS 317 mg/dl,
responden 04 jumlah GDS 414 mg/dl,
responden 05 jumlah GDS 303 mg/dl,
responden 06 jumlah GDS 452 mg/dl,
responden 07 jumlah GDS 386 mg/dl,
responden 08 jumlah GDS 253 mg/dl,
responden 09 jumlah GDS 465 mg/dl,
responden 10 jumlah GDS 378 mg/dl,
responden 11 jumlah GDS 237 mg/dl,
responden 12 jumlah GDS 349 mg/dl.
Saat dilakukan pemberian terapi air
rebusan lidah buaya secara rutin pagi dan sore,
dilakukan pengecekkan gula darah untuk
melihat sudah sampai sejauh mana penurunan
kadar gula darah, di hari ke 4 dan ke 8 yang
bertujuan untuk mengurangi resiko yang
mungkin terjadi seperti penurunan kadar gula
darah yang berlebihan, dan dapat menyebabkan
hipoglikemia sehingga terjadi ketidaksadaran
diri, mual dan muntah-muntah.
Pada pengecekkan terakhir hari ke 15
terjadi penurunan kadar gula darah, dari 12
responden yang telah berhasil mengalami
penurunan yang diharapkan, didapati 6
responden dari 12 responden yang
penurunannya mencapai angka normal yaitu 70
500
– 140 mg/ dl. Pada nomor responden 01 jumlah
GDS 255 menjadi 125 mg/dl, responden 02
jumlah GDS 482 menjadi 219 mg/dl, responden
03 jumlah GDS 317 menjadi 137 mg/dl,
responden 04 jumlah GDS 414 menjadi 169
mg/dl, responden 05 jumlah GDS 303 menjadi
144 mg/dl, responden 06 jumlah GDS 452
menjadi 207 mg/dl, responden 07 jumlah GDS
386 menjadi 132 mg/dl, responden 08 jumlah
GDS 253 menjadi 87 mg/dl, responden 09
jumlah GDS 465 menjadi 210 mg/dl, responden
10 jumlah GDS 378 menjadi 153 mg/dl,
responden 11 jumlah GDS 237 menjadi 92
mg/dl, responden 12 jumlah GDS 349 menjadi
138 mg/dl.
Berdasarkan tabel 5.5 di uji
menggunakan uji Wilcoxon Test didapatkan
hasil yang sangat baik dengan jumlah ρ Value
adalah 0.02, jika ρ lebih kecil maka Ho ditolak.
Dengan demikian ada pengaruh air rebusan
lidah buaya terhadap penurunan kadar gula
darah pada penderita diabetes mellitus di
wilayah kerja Puskesmas Sei Jang tahun 2014.
Hasil penelitian di atas sejalan dengan
penilitian yang telah dilakukan oleh Mustofa
(2012) dan Endang (2006) bahwa lidah buaya
berpengaruh untuk menurunkan kadar gula
darah.
Dari distribusi sebelum dan sesudah
pemberian air rebusan lidah buaya dapat dilihat
perbedaan penurunan yang signifikan hal ini
sesuai dengan teori yang dijelaskan dalam buku
Wijoyo (2012) bahwa lidah buaya merupakan
obat tradisional dalam mengobati diabetes
mellitus. Sedangkan menurut Duke (2002)
kandungan yang dimiliki lidah buaya yaitu
saponin yang bersifat anti bakteri dan jamur
serta mengurangi penyerapan glukosa pada
tubuh, flavonoid untuk meningkatkan produksi
insulin dan meregenerasi pulau Langerhans
Pankreas terutama sel β, polifenol sebagai anti
histamine atau anti alergi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Pemberian air rebusan lidah buaya
terhadap penderita diabetes mellitus
mendapatkan hasil yang diharapkan, dimana
telah terjadi penurunan kadar gula darah,
sehingga ada pengaruh dari air rebusan lidah
buaya. Dari 12 responden yang telah berhasil
mengalami penurunan yang diharapkan,
didapati 6 responden dari 12 responden yang
penurunannya mencapai angka normal yaitu 70
– 140 mg/dl dan 6 orang responden berhasil
mengalami penurunan kadar gula darah
meskipun tidak mencapai angka normal.
Namun penelitian ini telah mencapai hasil yang
501
diharapkan serta maksimal karena air rebusan
lidah buaya telah mampu menurunkan kadar
gula darah pada 12 responden. Hal ini dapat di
buktikan berdasarkan hasil penelitian :
1. Sebelum diberikan air rebusan lidah buaya
terdapat jumlah kadar gula darah yang
tinggi berkisar antara 237 mg/dl hingga 482
mg/dl dari 12 orang responden.
2. Setelah diberikan air rebusan lidah buaya
terjadi penurunan pada penderita kadar gula
darah tinggi, berkisar antara 87 mg/dl
hingga 219 mg/dl dari 12 orang responden.
3. Ada pengaruh air rebusan lidah buaya
terhadap penurunan kadar gula darah pada
12 orang responden penderita diabete
mellitus dengan ρ Value 0,005.
Untuk masyarakat diharapkan mampu
memahami fungsi Toga, khususnya tanaman
lidah buaya yang sebenarnya terdapat banyak di
sekitar lingkungan masyarakat dengan
demikian angka penderita DM akan menurun
jika masyarakat tahu cara pengolahannya.
Diharapkan adanya sosialisasi
penggunaan Toga khususnya tanaman lidah
buaya yang berguna menurunkan kadar gula
darah pada penderita diabetes mellitus pada saat
Keperawatan Komunitas.
Perlu dikembangkan penelitian yang
serupa untuk mengetahui dosis pasti untuk
menentukan seberapa besar dosis yang
diberikan untuk pasien dengan jumlah kadar
gula darah yang berbeda untuk mencapai hasil
yang optimal.
KEPUSTAKAAN
Andrianto, Tuhana Taufiq, (2011). Ampuhnya
Terapi Herbal Berantas Berbagai
Penyakit Berat. Yogyakarta: Najah.
Anonim, (2001). Plant Remidies Aloe Vera
Research.
www.internethealthlibrary.com. Di
akses: 13 Maret 2014.
Chan, Arifin, (2013). Pengaruh Air Rebusan
Buah Mahkota Dewa Terhadap
Penurunan Kadar Gula Darah pada
Penderita Diabetes Mellitus di Wilayah
Kerja Puskesmas Tanjungpinang
Tahun 2013. Skripsi Tidak diterbitkan.
Tanjungpinang. STIKES Hangtuah.
Depkes. (2013). Wanita Lebih cenderung
Diabetes Dibanding Pria.
www.depkes.go.id. Di akses: 16 Maret
2014.
DetikHealth, (2014). Waspada Sering Lapar,
Haus, dan Pipis Bisa jadi Gejala
502
Diabetes. www.detik.com. Di akses: 10
maret 2014.
Dharma, Kelana Kusama, (2011). Metodologi
Penelitian Keperawatan. Jakarta: CV.
Trans Info Media.
Djubaedah, E. (2003). Pengolahan lidah buaya
dalam sirup. Pra-Forum Apre2siasi dan
Komersialisasi Hasil Riset. Balai Besar
Industri Agro, Bogor.
Duke, (2002). Plant Contituent and Biological
Effect Databases : Chemicals and their
Biological Activities in : Aloe vera
(L).www.ars-grin.gov/cgi-
bin/duke/farmacy-scroll3.pl. Di akses:
15 Maret 2014.
Furnawanthi, Irni, (2002). Khasiat dan Manfaat
Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib.
Jakarta: Gramedia Pustaka.
Jatnika, Ajat & Saptoningsih. (2009). 1001
Obat Herbal, cet. 1. Jakarta: Agro
Media Pustaka.
Kristianto, Yohanes, (2005). Olahan Lidah
Buaya, Cet.1. Surabaya: Trubus
Agrisarana.
Mansjoer, Arif, dkk, (2001). Kapita Selekta
Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta:
Media Aesculapius.
Misnadiarly, (2006). Diabetes Mellitus
Gangren, Ulcer, Infeksi. Jakarta:
Pustaka Populer Obor.
Ningsih, Widarti, (2012). Pengaruh Senam
Diabetes Mellitus (DM) Terhadap
Penurunan Kadar Glukosa Darah pada
Penderita DM Tipe II di Unit
PERSADIA Cabang Kota
Tanjungpinang Tahun 2012. Skripsi
Tidak diterbitkan: Tanjungpinang.
STIKES Hangtuah.
Notoatmodjo, Soekidjo, (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Oci, Yonita .M, (2013). Khasiat Sakti Tanaman
Obat untuk Diabetes. Jakarta: Dunia
Sehat.
Putra, Winkanda Satria, (2013). Sehat dengan
Herbal tanpa Dokter. Yogyakarta:
Citra Media.
Riyanto, Agus, (2011). Aplikasi Metodologi
Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Saraswati, Sylvia, (2009). Diet Sehat Untuk
Penyakit Asamurat Diabetes
Hipertensi Dan Stroke. Yogyakarta: A
Plus.
503
Sari, Kumala Ruma, O.L, (2006). Pemanfaatan
Obat Tradisional Dengan
Pertimbangan Manfaat dan
Keamanannya. Jurnal Ilmu Farmasi
vol. III, no. 1 (hal. 1)
Sunaryati, Sinta Septi, (2011). 14 Penyakit
Paling Sering Menyerang dan Sangat
Mematikan. Yogyakarta: Flashbooks.
Suryo, Joko, (2010). Rahasia Herbal
Penyembuh Diabetes Edisi 2.
Yogyakarta: B First.
Wati, Lidia, (2014). Panduan Penyusunan
Metodologi Riset
Keperawatan.Tanjungpinang: STIKES
Hang Tuah.
Wijoyo, Padmiarso M, (2012). Cara Tuntas
Menyembuhkan Diabetes dengan
Herbal. Jakarta: Pustaka Agro
Indonesia
1. Mahasiswa STIKES Hang Tuah
Tanjungpinang Prodi S1 Keperawatan.
2. Dosen STIKES Hang Tuah Tanjungpinang.
3. Dosen STIKES Hang Tuah Tanjungpinang.
504
PENGARUH JUS TOMAT PLUM TERHADAP PENURUNAN
TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH
KERJA POSYANDU LANSIA CAMAR TANJUNGPINANG
Ivana Arleni 1, Nur Meity 2, Zakiah Rahman3
ABSTRAK
Hipertensi tidak dapat diremehkan, karena dampaknya dapat mengancam keselamatan jiwa. Tomat merupakan
bahan makanan tinggi asam folat, vitamin C, dan kalium. Kandungan kalium dalam 100 gram tomat adalah 360
mg. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh jus tomat plum terhadap penurunan tekanan darah pada
penderita hipertensi di wilayah kerja posyandu lansia camar Tanjungpinang. Jenis penelitian ini adalah eksperimen
semu dengan rancangan non equivalent control group. Jumlah populasi sebanyak 20 orang dan sampel dipilih 10
orang menggunakan purposive sampling dengan tekanan darah 140-160 mmHg. Analisis data menggunakan uji
wilcoxon dengan taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai z hitung sebesar -2.000 dengan
signifikansi 0,046 < 0,05. Data ini menunjukkan bahwa ada pengaruh jus tomat plum terhadap penurunan tekanan
darah pada penderita hipertensi. Disarankan agar penggunaan jus tomat plum dapat lebih dikenalkan lagi kepada
penderita hipertensi di wilayah kerja posyandu lansia camar Tanjungpinang.
Kata Kunci : Jus Tomat plum, Penurunan Tekanan Darah, Hipertensi
ABSTRACT Hypertension can not be underestimated, because the impact can be life threatening. Tomato is a food ingredient
with high folic acid, vitamin c, and potassium. The potassium content in 100 gram tomato is 360 mg. Objective
this studi is to know the effect of tomato juice to the decrease blood pressure in patient with hypertension at
working area of Camar elderly service post Tanjungpinang. This studi is an quasi experiment with non equivalent
control group design. Total Population is 20 people, and sample choise 10 people use purposive sampling with
blood pressure 140-160 mmHg. Analysis of data using a wilcoxon test with significance level 0,05. Based on
analysis resulting z observation -2.000 with significance of 0,046 < 0,05. These data show there is influence of
tomato juice to the decrease blood pressure in patient with hypertension. It is recommended to use more tomato
juice was introduced again to the patient with hypertension at working area Camar elderly service Post
Tanjungpinang.
Keyword : Plum Tomato Juice, Blood Pressure, Hypertension
PENDAHULUAN
Hipertensi tidak dapat diremehkan.
Penyakit kardiovaskuler ini perlu mendapat
perhatian yang serius karena dampaknya
membahayakan kesalamatan jiwa. Hipertensi
yang tidak tertangani dengan baik dapat
berujung pada kematian. Oleh karena itu
hipertensi menjadi masalah kesehatan global
yang memerlukan perhatian khusus karena
dapat menyebabkan kematian yang utama di
negara-negara maju maupun negara
berkembang.
WHO (2010) menyebutkan bahwa
berdasarkan Data Global Status Report on
Noncommunicable Disesases, 40 % negara
ekonomi berkembang memiliki penderita
hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35
505
%. Kawasan Afrika memegang posisi puncak
penderita hipertensi sebanyak 46 %.
Sementara kawasan Amerika menempati posisi
buncit dengan 35 %. Di kawasan Asia
Tenggara sendiri, 36 % orang dewasa
menderita hipertensi. Kemudian menurut
Khancit (perwakilan WHO untuk Indonesia)
pada tahun 2011 mencatat ada satu miliar
orang yang terkena hipertensi
Penderita hipertensi di Indonesia sendiri
prevalensinya terus terjadi peningkatan. Hasil
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
pada tahun 2004 27,5 % tercatat menderita
hipertensi. Selanjutnya hasil Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) yang dilakukan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbangkes) tahun 2007 menunjukkan
prevelensi hipertensi secara nasional mencapai
31,7%. Diperkirakan meningkat lagi menjadi
37% pada tahun 2015 dan menjadi 42% pada
tahun 2025. Data Kementrian Kesehatan RI
menunjukkan pada tahun 2009 prevalensi
hipertensi sebesar 29,6% dan meningkat
menjadi 34,1% pada tahun 2010.
Tekanan darah sangat bervariasi
tergantung pada keadaan, akan meningkat saat
aktivitas fisik, emosi, dan stres, dan turun
selama tidur. Hipertensi juga berkaitan dengan
gaya hidup masyarakat seperti merokok,
konsumsi alkohol yang berlebih, makanan
tinggi kadar lemak, asupan natrium yang tinggi,
kurangnya asupan kalium dan serat. Selain
mengkonsumsi obat-obatan, penyakit darah
tinggi juga dapat di obati secara herbal, dimana
yang dibutuhkan adalah buah-buahan, sayur-
sayuran, daun-daunan, dan akar-akaran yang
mengandung kalium, potassium, dan kalsium.
Tomat merupakan bahan makanan tinggi asam
folat, vitamin C, dan kalium. Kandungan
kalium dalam 100 gram tomat adalah 360 mg.
Kalium dapat menurunkan tekanan darah
dengan mengurangi natrium dalam urine dan
air dengan cara yang sama seperti deuretic.
Hasil penelitian tahun 2004 pada pasien
hipertensi rawat jalan di Bandung menunjukkan
penurunan tekanan sistolik 10,28 mmHg dan
diastolik 3,49 mmHg dengan melakukan
intervensi menggunakan jus tomat yang terbuat
dari 150 gram tomat buah dan 5 gram gula pasir
dengan lama intervensi 2 hari berturut-turut
(Gunawan IZ et al, 2005). Sementara itu,
penelitian yang dilakukan oleh Lestari dan
Ningsih (2010) menunjukkan hasil bahwa
pemberian 200 ml jus tomat (lycopersium
commune) sebanyak satu kali dalam sehari
selama 7 hari berpengaruh terhadap penurunan
506
tekanan darah sistolik sebesar 11.76 mmHg
(84%) dan tekanan darah diastolik sebesar 8.82
mmHg (96%) pada wanita postmenopause
hipertensif.
Pada tahun 2011 jumlah penderita
hipertensi di wilayah Provinsi Kepri yakni
sebanyak, Bintan 13%, Karimun 12%, Lingga
6%, Batam 7%, Natuna 15% dan
Tanjungpinang memiliki penderita hipertensi
sebanyak 47%. Berdasarkan data dinas
kesehatan kota Tanjungpinang pada tahun
2012, hipertensi menempati urutan kedua dalam
daftar 10 penyakit terbesar yang ada di wilayah
kerja puskesmas diantaranya puskesmas KM.
10 sebanyak 11%, puskesmas Kp. Bugis 13%,
puskesmas Mekar Baru 3%, Puskesmas Kota
Piring 10 %, Puskesmas Pancur 28% dan
puskesmas Sei jang memiliki jumlah warga
terbanyak yang menderita hipertensi yaitu
sebesar 35%. Sedangkan, data penderita
hipertensi di puskesmas Sei Jang tahun 2013
periode bulan Januari yakni sebanyak 154
orang, terdiri dari 64 orang laki-laki dan 90
orang perempuan. Berdasarkan penjelasan
diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “ Pengaruh Jus Tomat Plum
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
Penderita Hipertensi”.
METODE
Desain penelitian yang digunakan pada
penelitian ini berupa desain penelitian
kuantitatif yang berbentuk eksperimen semu (
quasi eksperiment ) dimana desain penelitian ini
merupakan suatu metode penelitian yang
menguji coba suatu intervensi pada sekelompok
subjek dengan atau kelompok pembanding
namun tidak dilakukan randomisasi untuk
memasukkan subjek kedalam kelompok
perlakuan atau kontrol ( Dharma, 2011).
Rancangan penelitian ini menggunakan
rancangan non equivalent control group yaitu
dalam rancangan ini, pengelompokan anggota
sampel pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol tidak dilakukan secara
random atau acak ( Notoatmodjo, 2010).
Populasi, sampel dan teknik
sampling
Populasi dalam penilitian ini mencakup
semua Lansia yang terdaftar di posyandu lansia
CAMAR Tanjungpinang, yang berjumlah 20
lansia.
Pemilihan sempel menggunakan tehnik
purposive sampling yang merupakan pemilihan
sampel yang di kehendaki peneliti sehingga
sempel tersebut dapat mewakili karakteristik
populasi yang telah dikenal sebelumnya
507
(Notoatmodjo, 2010). Sampel berjumlah 10,
dimana 5 sampel sebagai kelompok eksperimen
dan 5 orang sebagai kelompok kontrol.
HASIL
Penelitian tentang “Pengaruh Jus
Tomat Plum Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Pada Penderita Hipertensi di Wilayah
Kerja Posyandu Lansia Camar Tanjungpinang
Tahun 2013 “ telah dilaksanakan pada tanggal
24 Juni 2013 sampai dengan 30 Juni 2013 di
wilayah kerja posyandu lansia camar
Tanjungpinang tahun 2013.
A. Analisa Univariat
Tabel 1
Distribusi Tekanan Darah Pre Test Terapi Jus
Tomat Plum Pada Penderita Hipertensi
Kelompok Eksperimen Di Wilayah Kerja
Posyandu Lansia Camar Tanjungpinang Tahun
2013
No Kriteria F %
1
2
normal
tinggi
0
5
0
50
Jumlah keseluruhan 5 50%
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan data
mengenai tekanan darah pada penderita
hipertensi pada kelompok eksperimen pretest
diberi terapi jus tomat plum. Dari tabel tersebut
dapat dilihat bahwa sebelum diberi terapi jus
tomat plum dari 5 orang responden seluruhnya
menderita hipertensi katagori tinggi.
Tabel 2
Distribusi Tekanan Darah Pre Test Terapi Jus
Tomat Plum Pada Penderita Hipertensi
Kelompok Kontrol Di Wilayah Kerja
Posyandu Lansia Camar Tanjungpinang Tahun
2013
No Kriteria F %
1
2
normal
tinggi
0
5
0
5
Jumlah keseluruhan 5 50%
Pada tabel 2 menunjukkan data
mengenai tekanan darah pada penderita
hipertensi pada kelompok kontrol saat pretest.
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada saat
dilakukan pre test dari 5 orang responden
seluruhnya menderita hipertensi katagori tinggi.
Tabel 3
Distribusi Tekanan Darah Post Test Terapi Jus
Tomat Plum Pada Penderita Hipertensi
Kelompok Eksperimen Di Wilayah Kerja
Posyandu Lansia Camar Tanjungpinang Tahun
2013
508
No Kriteria F %
1
2
normal
tinggi
4
1
40
10
Jumlah
keseluruhan
5 50%
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan data
mengenai tekanan darah pada penderita
hipertensi pada kelompok eksperimen posttest
diberi terapi jus tomat plum. Dari tabel tersebut
dapat dilihat bahwa setelah diberi terapi jus
tomat plum dari 5 orang responden sebagian
besar mengalami penurunan tekanan darah.
Tabel 4
Distribusi Tekanan Darah Post Test Pada
Penderita Hipertensi Kelompok Kontrol Di
Wilayah KerjaPosyandu Lansia Camar
Tanjungpinang Tahun 2013
No Kriteria F %
1
2
normal
tinggi
1
4
10
40
Jumlah keseluruhan 5 50%
Pada tabel 4 menunjukkan data mengenai
tekanan darah pada penderita hipertensi pada
kelompok kontrol saat post test. Dari tabel
tersebut dapat dilihat bahwa pada saat
dilakukan post test dari 5 orang responden 40%
menderita hipertensi tinggi.
B. Analisa Bivariat
Tabel 5
Analisis Pengaruh Jus Tomat Plum
TerhadapTekanan Darah Pada Penderita
Hipertensi Kelompok eksperimen Di Wilayah
Kerja Posyandu Lansia Camar Tanjungpinang
Tahun 2013
No Kriteria
Pre
test
Post
test
statistik
1
2
normal
tinggi
0
5
4
1
0,046
Hasil perhitungan yang diperoleh dari
pengolahan data dari 5 orang responden
menunjukkan bahwa hasil uji wilcoxon dapat
dilihat nilai p value yang diperoleh adalah
0,046. Keputusannya adalah jika p ≤ 0,05 maka
Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa Ho
ditolak artinya ada pengaruh pemberian jus
tomat plum terhadap penurunan tekanan darah
pada penderita hipertensi di wilayah kerja
posyandu lansia camar Tanjungpinang.
Tabel 6
Analisis Pengaruh Jus Tomat Plum
TerhadapTekanan Darah Pada Penderita
509
Hipertensi Kelompok Kontrol Di Wilayah Kerja
Posyandu Lansia Camar Tanjungpinang Tahun
2013
No Kriteria
Pre
test
Post
test
statistik
1
2
normal
tinggi
0
5
1
4
0,317
Hasil perhitungan pengolahan data dari
5 orang responden menunjukkan bahwa hasil
uji wilcoxon dapat dilihat nilai p value yang
diperoleh adalah 0,317. Keputusannya adalah
jika p > 0,05 maka Ho gagal ditolak. Hal ini
menunjukkan bahwa Ho gagal ditolak artinya
tidak ada pengaruh pemberian jus tomat plum
terhadap penurunan tekanan darah pada
penderita hipertensi kelompok kontrol di
wilayah kerja posyandu lansia camar
Tanjungpinang.
PEMBAHASAN
A. Tekanan Darah Pre Test Pada Penderita
Hipertensi Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan
darah sebelum diberi terapi jus tomat plum pada
penderita hipertensi kelompok eksperimen dan
kontrol dapat disimpulkan bahwa keseluruhan
responden mengalami hipertensi katagori tinggi
(≥140 mmHg).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi
berarti ada tekanan tinggi di dalam pembuluh
darah arteri. Tekanan darah dikatakan normal
pada angka 120/80 mmHg. Tekanan darah
antara 120/80 mmHg dan 139/89 mmHg
disebut prehipertensi. Lebih dari 140/90 mmHg
sudah tergolong hipertensi.
Menurut Najammudin (2010) gangguan
kardiovaskuler sangat dipengaruhi juga dengan
proses menua. Hal ini pada akhirnya juga akan
menyebabkan perubahan pada fisiologi jantung.
perubahan-perubahan normal pada jantung
meliputi kekuatan otot jantung berkurang,
elastisitas dinding pembuluh darah berkurang
dan kemampuan memompa dari jantung harus
bekerja lebih keras sehingga terjadi hipertensi.
B. Tekanan Darah Kelompok Eksperimen
Setelah Diberi Terapi Jus Tomat Plum
Tekanan darah responden yang awalnya
dengan katagori tinggi, setelah diberi terapi jus
tomat sebagian besar mengalami penurunan
tekanan darah menjadi katagori rendah
(normal). Dapat disimpulkan bahwa terapi jus
tomat plum yang diberikan memberi pengaruh
terhadap penurunan tekanan darah.
510
Tomat dapat menurunkan tekanan darah
tinggi secara alami karena mengandung
magnesium dan kalsium yang tinggi. Selain itu,
tomat juga merupakan sumber likopen handal
yang bermanfaat untuk menurunkan tekanan
darah. Likopen adalah karotenoid yang tidak
memiliki efektivitas sebagai pro vitamin A,
tetapi memiliki khasiat lain yang bermanfaat
bagi kesehatan. Pigmen merah-jingga ini
merupakan antioksidan yang sangat baik untuk
melindungi sel dari radikal bebas yang larut
dalam lemak, termasuk peroksida lipid yang
menyebabkan kerusakan arteri sehingga dapat
mencegah hipertensi (Sutomo, 2009).
C. Tekanan Darah Post Test Pada Penderita
Hipertensi Kelompok Kontrol
Tekanan darah pada penderita hipertensi
kelompok kontrol saat pos test mayoritas masih
bertekanan darah katagori tinggi, dikarenakan
pada kelompok ini tidak diberikan perlakuan.
Pengobatan pada penderita hipertensi
memang dilakukan secara teratur dan diberikan
selama hidupnya. Bila tidak diobati, dalam
jangka waktu yang lama bisa mengakibatkan
komplikasi atau sakit yang lebih parah
(Sudarmoko, 2010).
Penderita penyakit darah tinggi dapat
menurunkan tekanan darahnya pada keadaaan
normal dengan melakukan berbagai macam
cara. Contohnya, dengan mengonsumsi obat-
obatan yang diresepkan dokter, dengan cara
mengonsumsi buah-buhan dan sayuran yang
dapat menurunkan tekanan darah, menerapkan
pola pikir seimbang, menerapkan pola hidup
sehat dan lain-lain (Nisa, 2012).
D. Pengaruh Jus Tomat Plum Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita
Hipertensi Kelompok Eksperimen Di
Wilayah Kerja Posyandu Lansia Camar
Tanjungpinang Tahun 2013
Hasil yang diperoleh dari pengolahan
data didapat hasil 0,046 (p < 0,05), ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian
jus tomat plum terhadap penurunan tekanan
darah pada penderita hipertensi di wilayah kerja
posyandu lansia camar Tanjungpinang tahun
2013.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan
ada pengaruh positif pemberian jus tomat plum
terhadap penurunan tekanan darah. Tomat yang
diberikan untuk terapi adalah tomat jenis plum.
Tomat plum dipilih karena umumnya tomat
jenis ini dipakai untuk tumisan dan masakan
yang membutuhkan waktu memasak yang
relatif lama seperti membuat saos tomat dan
511
diolah sebagai jus tomat. Jus tomat yang
diberikan yaitu sebanyak 200ml dengan
kekentalan 60% selama 7 hari sekali satu kali.
Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa
Tomat merupakan bahan makanan tinggi asam
folat, vitamin C, dan kalium. Kandungan kalium
dalam 100 gram tomat adalah 360 mg. Kalium
dapat menurunkan tekanan darah dengan
mengurangi natrium dalam urine dan air dengan
cara yang sama seperti deuretic ( Nisa, 2012).
Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian lainnya seperti penelitian pada tahun
2004 pada pasien hipertensi rawat jalan di
Bandung menunjukkan penurunan tekanan
sistolik 10,28 mmHg dan diastolik 3,49 mmHg
dengan melakukan intervensi menggunakan jus
tomat yang terbuat dari 150 gram tomat buah
dan 5 gram gula pasir dengan lama intervensi 2
hari berturut-turut (Gunawan IZ et al, 2005).
Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh
Lestari dan Ningsih (2010) menunjukkan hasil
bahwa pemberian 200 ml jus tomat
(lycopersium commune) sebanyak satu kali
dalam sehari selama 7 hari berpengaruh
terhadap penurunan tekanan darah sistolik
sebesar 11.76 mmHg (84%) dan tekanan darah
diastolik sebesar 8.82 mmHg (96%) pada
wanita postmenopause hipertensif.
Penelitian serupa juga dilakukan di
Wonorejo. Penelitian ini dilakukan selama 2
hari dan responden diukur tekanan darahnya 5
menit sebelum konsumsi jus tomat, dan 30, 60,
90 menit setelah konsumsi jus tomat. Hasil uji
analisa statistik menunjukkan ada pengaruh
pemberian jus tomat terhadap penurunan
tekanan darah sistolik dan diastolik dan
penurunan terbesar pada 30 menit setelah
pemberian jus tomat (Raharjo, 2007).
E. Pengaruh Jus Tomat Plum Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita
Hipertensi Kelompok kontrol Di Wilayah
Kerja Posyandu Lansia Camar
Tanjungpinang Tahun 2013
Hasil yang diperoleh dari pengolahan
data kelompok kontrol didapat hasil 0,317 (p <
0,05), ini menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh pemberian jus tomat plum terhadap
penurunan tekanan darah pada penderita
hipertensi di wilayah kerja posyandu lansia
camar Tanjungpinang tahun 2013. Tidak
adanya pengaruh pemberian jus tomat plum
terhadap penurunan tekanan darah pada
penderita hipertensi kelompok kontrol
dikarenakan pada kelompok ini tidak diberikan
perlakuan (terapi jus tomat plum) kelompok ini
hanya sebagai pembanding.
512
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian mengenai pengaruh
jus tomat terhadap penurunan tekanan darah
dapat disimpulkan bahwa mayoritas penderita
hipertensi yang ada di wilayah kerja posyandu
lansia camar mengalami penurunan tekanan
darah setelah diberi terapi selama 7 hari sekali.
Maka disarankan jus tomat plum dapat lebih
dikenalkan sebagai obat nonfarmakologis
dalam pengobatan tekanan darah tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Anjdati Soeria, (2013). 101 Resep Ampuh
Sembuhkan Asam Urat, Hipertensi
dan Obesitas. Yogjakarta: Aroska
Anne Selby, (2005). Makanan Berkhasiat :
25 Makanan Bergizi Super untuk
Kesehatan Prima. Jakarta: Erlangga
Apriany Rista Emiria Afrida, Tatik Mulyati
(2012). Asupan Protein, Lemak
Jenuh, Natrium, Serat dan IMT
Terkait dengan Tekanan Darah
Pasien Hipertensi. Jurnal of
Nutrition College vol. 1, no. 1 (hal
700-714)
Budi Sutomo, (2009). Menu Sehat Penakluk
Hipertensi. Jakarta: Demedia
Pustaka
Dahlan M Sopiyudin, (2009). Statistik
untuk Kedokteran dan Kesehatan.
Jakarta : Salemba Medika
Dharma kelana kusama, (2011).
Metodologi Penelitian
Keperawatan. Jakarta : Trans Info
Media
Dr. Setiawan Dalimarta. (2005). Atlas
Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3.
Jakarta: Puspa Swara
Gray Huan H, Dawkind Keith D, Simpson
Iain A, & Morgan Jhon M. (2005).
Lecture Notes Kardiologi. Jakarta :
Erlangga
Intan Nisa, (2012). Ajaibnya Terapi Herbal
Tumpas Penyakit Darah Tinggi.
Jakarta: Dunia Sehat
Julianti D.E , S.P, Nunung Nurjanah, S.P, &
Soetrisno Uken S.S, PhD. (2005).
Bebas Hipertensi dengan Terapi
Jus. Jakarta: Puspa Swara
Lestari A.P, Rahayuningsih (2012).
Pengaruh Pemberian Jus Tomat
(Lycopersicum commune) terhadap
Tekanan Darah Wanita
Postmenopause Hipertensif. Jurnal
of Nutrition College vol. 1, no. 1
(hal 26-37)
513
Lidia Wati, S.Kep, Ns, Soni Hendra S.Kep,
Ns, & Nur Meity S.A, S.Kep, Ns,
M.Kep, CWT (2013). Panduan
Penyusunan Metodologi Riset
Keperawatan. Tanjungpinang.
Stikes Hang Tuah.
Lingga Lanny Phd, (2012). Bebas
Hipertensi tanpa Obat. Jakarta:
Agro Media Pustaka
Muhammad Najamuddin, (2010). 100
Tanya-Jawab Kesehatan Harian
untuk Lansia. Yogjakarta. Tunas
Publishing
Notoatmodjo Soekidjo, (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
Potter A. Patricia, RN, BSN, MSN & Perry
Griffin Anne, RN, BSN, MSN, Edp,
(2005). Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses dan Praktik, Edisi 4
Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran, EGC
1 Mahasiswa S1 Keperawatan Hang Tuah
Tanjungpinang.
2 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatn
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang.
3 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatn
STIKES Hang Tuah Tanjungpinang
PEDOMAN BAGI PENULIS
JURNAL KEPERAWATAN STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
Umum
Semua naskah yang dikirim ke Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah Tanjungpinang adalah karya asli dan
belum pernah di publikasikan sebelumnya. Artikel yang telah diterbitkan menjadi hak milik redaksi dan naskah
tidak boleh diterbitkan dalam bentuk apapun tanpa persetujuan redaksi. Pernyataan di artikel sepenuhnya menjadi
tanggung jawab penulis. Redaktur akan mempertimbangkan agar penulis memperbaiki isi dan gaya serta tehnik
penulisan apabila diperlukan. Artikel yang tidak di terbitkan akan di kembalikan jika disertai perangko balasan.
Petunjuk Penulisan 1. Jenis artikel yang di terima redaksi adalah: ulasan tentang ilmu pengetahuan, teknologi, dan riset
keperawatan. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau inggris dengan format essay. Format terdiri atas :
Pendahuluan : berisi latar belakang, masalah, tujuan penelitian.
Metodologi : berisi desain penelitian, desain tempat dan waktu, populasi dan sampel, cara
pengukuran data. Hasil: dapat disajikan dalam bentuk tekstular, tabular, dan
grafikal.Berikan kalimat pengantar untuk menerangkan tabel dan atau gambar yang
disajikan dalam tabel atau gambar.
Hasil : berisi pembahasan mengenai hasil penelitian yang di temukan, band ingkan hasil
Dan Pembahasan tersebut dengan penelitian lain.
Daftar Pustaka : berisi pembahasan mengenai hasil penelitian yang ditemukan, bandi ngkan hasil
tersebut dengan penelitian lain.
2. Sistemika artikel hasil pemikiran adalah judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak; kata kunci;
pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang, tujuan atau ruang lingkup tulisan; bahasan utama;
kesimpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumber yang dirujuk).
3. Halaman judul berisi judul karya tulis ilmiah, nama setiap penulis, dan lembaga afiliasi penulis, nama dan
alamat korespondensi. Nomor telepon, alamat faksimile dan e-mail. Judul singkat dengan jumlah maksimal
40 karakter termasuk huruf dan spasi. Untuk laporan kasus penulis sebaiknya di batasi 4 orang.
4. Abstrak untuk artikel penelitian, tinjauan pustaka, dan laporan kasus dibuat dalam bahasa Indonesia dan
inggris maksimum 200 kata. Artikel penelitian harus berisi tujuan penelitian, metode, hasil utama, dan
kesimpulan utama. Abstrak dibuat jelas dan singkat sehingga memungkinkan pembaca memahami tentang
aspek baru dan penting tanpa harus membaca seluruh karya tulis ilmiah. Kata kunci dicantumkan pada
halaman yang sama dengan abstrak. Pilih 3-5 kata yang dapat membantu penyusun indeks.Dalam artikel
yang terbit, abstrak akan diubah menjadi satu alinea.
5. Setiap tabel diketik 1 spasi. Nomor tabel berurutan sesuai dengan penyebutan tabel dalam teks. Penjelasan
tabel harus singkat, jelas, dan mewakili isi tabel. Jumlah tabel maksimal 6 buah.
6. Metode statistik di jelaskan secara rinci pada bagian metode. Metode yang tidak umum di gunakan harus di
lampiri referensi.
7. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik perujukan berkurung (nama, tahun). Pencantuman sumber
pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh:
(Novia, 2009:12).
8. Daftar rujukan disusun dengan sistem APA (American Psychological Association).
9. Tata letak penulisan karya tulis ilmiah; termasuk tabel, daftar pustaka, dan gambar harus di ketik 2 spasi
ukuran A4 dengan jarak dari tepi minimal 2,5cm, jumlah halaman masing-masing 20. Setiap halaman diberi
nomor berurutan dimulai dari halaman judul sampai halaman terakhir.
10. Karya ilmiah yang dikirim berupa karya tulis asli dan 2 buah fotokopi termasuk foto serta soft copy dalam
bentuk CD dialamatkan ke Sekretariat Redaksi , Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah , Jl. Baru Bt.VIII,
Tanjungpinang 29111, Kep. Riau. Karya tulis ilmiah yang dikirim ke Jurnal Keperawatan STIKES Hang
Tuah di sertai tanda tangan penulis.
KRITERIA PENILAIAN AKHIR DAN PETUNJUK PENGIRIMAN Lampirkan fotokopi format ini bersama naskah dan soft copy naskah anda. Beri tanda (√) pada setiap nomor
/bagian untuk meyakinkan bahwa artikel anda telah memenuhi bentuk dan sesuai syarat-syarat dari Jurnal
keperawatan STIKES Hang Tuah.
Jenis Artikel
Penelitian
Ulasan artikel
Ringkasan
Laporan kasus
Penelitian klinis
Tinjauan pustaka
Lembar Metodologi
Halaman Judul
Judul Artikel
Nama lengkap penulis
Tingkat pendidikan penulis
Asal institusi penulis
Alamat lengkap penulis
Abstrak
Abstrak dalam Bahasa Indonesia
Abstrak dalam Bahasa Inggris
Kata kunci dalam Bahasa Indonesia
Kata kunci dalam Bahasa Inggris
Teks
Artikel mengenai penelitian klinis dan dasar sebaiknya dibuat dalam urutan
Pendahuluan
Bahan dan Cara
Hasil
Diskusi
Kesimpulan
Kepustakaan
Gambar dan Tabel
Pemberian nomor gambar dan/atau tabel penomoran secara Arab
Pemberian judul tabel dan/atau judul utama dari seluruh gambar
Nama dan alamat untuk percetakan ulang
…………………………………………………………………………………………………………
… ………………………………………………………………………
Soft Copy
Penulis menjamin bahwa: Semua penulis telah meninjau ulang naskah akhir dan telah menyetujui untuk dipublikasikan.
Tidak ada naskah yang sama ataupun mirip, yang telah dibuat oleh penulis dan telah dipublika-
sikan dalam bentuk apapun.
Menyerahkan soft copy dalam bentuk CD, naskah penulis
Tanda tangan penulis utama:
………………………………. Tgl…………………20………..
FORMULIR BERLANGGANAN
JURNAL KEPERAWATAN STIKES HANG TUAH TANJUNGPINANG
Nama :………………………………………………………………………………………
Mahasiswa
Individu
Instansi
Alamat :……………………………………………….......................................................................
…………………………………………………………………...............................
Telp: …………………………………………………..............................................
Akan berlangganan Jurnal Keperawatan,
Vol..............: No:……………………..s/d……………………………………
Sejumlah : ………………………….Eksp./ penerbitan
Uang langganan setahun Rp…………………………(2 nomor) dapat ditransfer ke Rekening
No……………….., Bank……………a/n…………………………………………..
Alamat Redaksi Jurnal Keperawatan STIKES Hang Tuah Tanjungpinang:
Jl. Nala No.1 Tanjungpinang 29111, Kep.Riau
Telp / fax (0771) 316516
Pelanggan
Tgl. Pesanan :……………………. …………………..