jurnal maarif institute nov 2007

54
Vol. 2, No. 06, November 2007 ISSN: 1907-8161 AGAMA (DI) MEDIA: REPRESENTASI, IDENTITAS, DAN RUANG PUBLIK Arus Pemikiran Islam Dan Sosial Matikan TV-mu: Agama Vs Media? Ratna Noviani Agama dalam Film Horor Indonesia 2000-2006 Ali Amin Opini: Indonesia, Simbol Kekuatan Islam? Endang Tirtana

Upload: indonesia

Post on 09-Jun-2015

1.379 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Jurnal Maarif Institue, November 2007. Yogyakarta

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

Vol. 2, No. 06, November 2007 ISSN: 1907-8161

AGAMA (DI) MEDIA:

REPRESENTASI, IDENTITAS, DAN RUANG PUBLIK

Arus Pemikiran Islam Dan Sosial

Matikan TV-mu: Agama Vs Media?Ratna Noviani

Agama dalam Film Horor Indonesia 2000-2006Ali Amin

Opini: Indonesia, Simbol Kekuatan Islam?Endang Tirtana

Page 2: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

We are

M O V I N GFrom 15 December 2007 the MAARIF Institute will be at the following address:

Jl. Muria No. 7, Guntur, SetiabudiJakarta Selatan 12980Telp./Fax. 021 [email protected]

MOHON SEGALA BENTUK KORESPONDENSI

DITUJUKAN KE ALAMAT TERSEBUT.

DEMIKIAN PEMBERITAHUAN INI

TERIMA KASIH

www.maarifinstitute.org

Selamat

Natal&Tahun Baru

Page 3: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

1

MEDIA MAARIF

Edisi Vol. 2, No. 6, November 2007

Artikel

Matikan TV-mu: Agama Vs Media?Ratna Noviani ....................................................................................................................................... 2

Agama dalam Film Horor Indonesia 2000-2006Ali Amin ................................................................................................................................................. 8

Ideologi Media Islam: Antara Jurnalisme Damai dan Jurnalisme PerangChoirul Mahfud .................................................................................................................................... 16

Berseteru di Dunia Maya: Islam Liberal, Islam Literal, dan Perang PemikiranSuratno .................................................................................................................................................. 23

Opini

Indonesia, Simbol Kekuatan Dunia Islam?Endang Tirtana ..................................................................................................................................... 40

Bedah Buku

Celan telah Tiba: Puisi Maut Holocaust ................................................................................................ 43

Berita Redaksi

Konferensi Nasional: Islam, Good Governance, dan Kemiskinan ....................................................... 47

Workshop Pendidikan Agama ............................................................................................................... 49

Berita Foto ..................................................................................................................................................... 51

Alamat:

Jl. Muria No.7, Guntur, Setiabudi,Jakarta Selatan 12980

Telp./Fax. 021 - 8296127

website: http://www.maarifinstitute.orge-mail : [email protected]

Pengelola

Penasehat: Abdul Munir Mulkhan, JeffrieGeovanie, Haedar Nashir, M. Deddy Julianto,M. Amin Abdullah, Rizal Sukma

Pemimpin Umum:Raja Juli Antoni

Pemimpin RedaksiFajar Riza Ul Haq

Dewan RedaksiAhmad Imam Mujadid Rais, Endang Tirtana,Joko Sustanto, Siti Sarah Muwahidah.

SekretarisM. Supriadi

Distribusi dan SirkulasiIwan Setiawan

Redaksi mengundang para cendekiawan, agamawan, peneliti, dan aktifis untuk mengirimkan tulisan, baikberupa hasil penelitian maupun gagasan, sesuai dengan visi dan misi MAARIF Institute. Tulisan merupakanhasil karya sendiri, belum pernah dipublikasikan, penulisan mengacu standar ilmiah, dan panjang tulisan6.000-10.000 karakter. Redaksi berhak menyeleksi dan mengedit tulisan tanpa mengurangi ataumenghilangkan substansi. Media MAARIF terbit 2 bulan sekali. Tema edisi mendatang adalah “Tahun2008, Berkarya untuk Kebangkitan Bangsa”.

Rekening:

Yayasan Ahmad Syafii MaarifBank Permata Cabang MID PlazaNo. Rekening: 0701136993

Page 4: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

2

Keluhan akan buruknya dampak tayanganmedia, belakangan ini makin marakdibicarakan. Media, terutama televisi,

menjadi tertuduh utama ketika tindak kekerasan,kejahatan seksual maupun gaya hidup konsumtifsemakin menunjukkan skala statistik yang tinggi.Kekhawatiran akan dampak buruk media memangbukan tanpa alasan. Proliferasi media audio visual,mulai dari televisi, film hingga video game, membuathidup kita seolah tidak bisa dipisahkan darigemerlapnya citra-citra media. Media menjadiubiquitous, ada dimana-mana, dan kehadirannyasulit untuk dihindari atau ditolak. Ia telah menjadibagian tak terpisahkan dari tekstur dan rutinitaskehidupan sehari-hari kita. Televisi khususnya,menyediakan sumber daya simbolik yang memberikita referensi-referensi untuk bersikap danbertingkah laku. Tak heran jika media massadianggap telah menggeser fungsi institusi sosialtradisional seperti keluarga, gereja, sekolah ataupun pesantren. Media diyakini telah menggesertugas guru, agamawan maupun orang tua sebagaieducator, menyediakan role-model bagi anak-anakdan remaja, dan menjadi sumber acuan untukmendefinisikan mana yang baik dan mana yangburuk.

Dalam hal ini, media telah menjadi semacamcontemporary civil religion (Robert N. Bellah, 1967)atau agama sipil kontemporer, yang melibatkanbentuk-bentuk pemujaan baru lewat ritual-ritualmenonton dan mengkonsumsi media. Persoalan-nya, bukan rahasia lagi bahwa realitas yang dibawaoleh media adalah realitas yang berselimutkepentingan kapitalis industrial yang tidak lain

Artikel

MATIKAN TV-MU: AGAMA VS MEDIA?

Ratna Noviani

Dosen IlmuKomunikasi,

UniversitasMuhammadiyah

Yogyakarta, sedangStudi S3 di

Institut fuerMedienwissenschaft,

Ruhr UniversitaetBochum,Jerman

Page 5: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

3

berujung pada akumulasi profitsemata. Budaya media, dalam halini, bekerja secara hegemonikdan ideologis untuk mendukungkepentingan para pemilik media.Prinsip yang penting laku danmendatangkan untung, men-jadikan tayangan media tak lebihdari bujuk rayu kosong yangdikemas dengan citra-citra yangpenuh warna. Media makin asyikmengejar kepentingan ekonomi-nya dan cenderung mengesam-pingkan tanggung jawab sosial-nya untuk mendidik dan men-cerahkan masyarakat.

Menjamurnya bisnis media diIndonesia, termasuk televisi,pasca jatuhnya rejim Orde Baru,ternyata tidak berkorelasi positifdengan beragamnya tayanganyang bisa dipilih dan dinikmatioleh masyarakat. Sebaliknya,hampir semua stasiun televisimenayangkan program denganformat dan muatan yang sama.Sebut saja infotainment yang saratdengan gosip dan jadi ruangpamer bagi para selebritis, acaraberbau mistik lengkap dengancitra-citra hantu dan setan, sertagemerlapnya sinetron percintaanremaja yang cenderung menjualmimpi. Kecenderungan untuklatah meniru program acara yangkonon terbukti menarik per-hatian penonton menjadi jurusjitu bagi stasiun televisi untukmeraih keuntungan secara

instant. Akibatnya, kreativitas dankualitas tayangan bukan lagiprioritas utama. Rating, parameterdisukai atau tidaknya sebuahtayangan—yang sistem danakurasinya nota bene perludipertanyakan—menjadi alasanampuh untuk mempertahankankontinuitas sebuah tayangan,bahkan yang tidak mendidiksekalipun. Kepentingan masya-rakat pada akhirnya harus tundukdan menjadi subordinat darikepentingan korporasi media.Situasi ini sebetulnya bisa ber-ubah jika negara mampu melaku-kan intervensi dan menjalankanfungsi moderasinya pada pasarmedia. Sayangnya, berkelindan-nya kepentingan-kepentinganekonomi dan politik dalamindustri media serta fenomenatawar menawar politik membuatpemerintah tidak mampu me-nerapkan regulasi yang tegas dancenderung ambigu untuk me-nertibkan carut marutnya realitaspertelevisian kita, baik dari sisiindustri maupun isi media.Produk perundang-undanganyang sudah ada seperti UUPenyiaran/2002 maupun ke-hadiran Komisi PenyiaranIndonesia (KPI) seolah tak kuasadan tak punya gigi untukmenghadapi rejim televisi.Ambiguitas pemerintah untukmengintervensi dan menertibkanpasar media pada akhirnyaberdampak pada menjamurnya

Page 6: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

4

tayangan-tayangan televisi yangdisinyalir oleh banyak pihaksebagai pemicu rusaknya moralmasyarakat.

On/Off Switch

Terkait dengan wacana deka-densi moral dan rusaknya kehi-dupan sosial, tuduhan bahwatelevisi berperan besar makinsering bermunculan. Maraknyakekerasan dan perkelahian dikalangan anak-anak sekolah,tayangan televisi seperti Smack-Down misalnya disebut-sebutsebagai pemicunya. Goyang nge-bor Inul di televisi dianggapmenstimulasi orang (baca: laki-laki) untuk melakukan kejaha-tan dan pelecehan seksual.Tayangan mistik bertema hantudan alam gaib membuat orangmakin tidak rasional dan meng-arah pada perbuatan syirik.Banyak pihak menuding televisisebagai biang keladinya, takterkecuali para pemuka agama.Televisi dianggap menyebar-luaskan pesan-pesan negatifyang tidak sesuai atau kontra-diktif dengan nilai-nilai ke-baikan yang diajarkan olehagama.

Tudingan bahwa dekadensimoral masyarakat adalah dosamedia menyiratkan ketakutanakan kekuatan media dalammengikis nilai-nilai moral dan

spiritualitas masyarakat. Hal initersirat misalnya dalam gerakanmoral Aisyiyah dan Muhammadi-yah dengan jargon “Matikan TV-mu”, sebagai bentuk protes padatayangan-televisi yang bisamerusak akidah. Ada polarisasi disana, dimana media diposisikansebagai rival dari institusi-institusi sosial tradisional —termasuk agama— dan melemah-kan pengaruh dari para pemim-pinnya. Asumsi ini seolah makinmenegaskan adanya posisi vis a visantara media dan agama yangsering dikaitkan dengan polari-sasi biner sekuler/amoral (media)versus sakral/moral (agama). Adakecenderungan untuk melimpah-kan tanggung-jawab akan deka-densi moral pada tayangan mediasemata, dan mengaburkan fungsiserta peran dari institusi sosiallain seperti agama, pendidikanmaupun keluarga. Tidakkahpersoalan dekadensi moralmasyarakat juga sebuah indikasikegagalan institusi sosial lainseperti agama, pendidikan dankeluarga dalam menjalankanperan dan fungsinya?

Memilih untuk mengajakmasyarakat mematikan televisi,justru terkesan melebih-lebihkanefek media dan sekaligus me-nempatkan media sebagai entitasyang sama sekali terpisah daribudaya dan institusi sosial lainyang ada dalam masyarakat. Mary

Page 7: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

5

Ann Watson (2004) dalamesainya “Ethics in EntertainmentTV” mengkritik pihak-pihak yangmendukung “The Myth of theOn/Off Switch”. Ia menekankanbahwa pilihan mematikantelevisi, sama halnya denganmemilih untuk berhenti ber-napas di tempat yang udaranyasudah tercemar. Upaya inicenderung emosional dan tidakakan efektif mengingat di eraglobalisasi dan komersialisasiserta berkembangnya teknologikomunikasi, televisi bukan lagisatu-satunya media yang bisadiakses dan dikonsumsi publik.Media bersinergi satu sama laindan menerpa kita dari berbagaipenjuru, mulai dari televisi,internet, film hingga media-media personal seperti hand-phone. Mematikan televisi tidakakan berpengaruh apa-apa jikapilihan untuk mengakses medialain terbuka lebar. Jika semuamedia bisa membawa dampakburuk, akankah kita mematikansemua media sebagai alternatifagar selamat dari dampak burukmedia?

Lebih dari itu, menuding mediasebagai pemicu utama persoalandekadensi moral cenderungmelupakan fakta bahwa mediabukanlah entitas yang samasekali terpisah dan terisolasi dariinstitusi lain dalam sistem sosialmasyarakat. Perlu diingat bahwa

media televisi juga berfungsisebagai cermin budaya ataucultural forum (Newcomb/Hirsch,1994), dimana relasi-relasibudaya dalam masyarat diarti-kulasikan, ditayangkan, diper-ldebatkan dan dinegosiasikan.Televisi memang berperan aktifdalam mengkonstruksi budayadan realitas, menjadikan hiduplebih hidup, membuat yang tidakmungkin menjadi mungkin,membuat impian di dunia nyatamenjadi kenyataan di duniatelevisi. Namun, televisi jugamenjadi situs dimana nilai-nilaidominan dan kepentingan-kepentingan sosial politik dinego-siasikan dan diartikulasikan.Artinya, apa yang dibawa olehtelevisi tidak sepenuhnyaahistoris dan tanpa dasar. Sebalik-nya, tayangan televisi juga bisadilihat sebagai produk negosiasidari relasi-relasi kekuasaan yangada di masyarakat.

Dengan kata lain, media itusebetulnya shaper dan sekaligusproduct of culture, yang dalamprosesnya selalu melibatkaninteraksi dan relasi-relasi kuasadari beragam kepentingan dalammasyarakat. Contoh yang palingnyata, wajah dan posisi perempu-an di layar kaca, bukan semata-mata hasil rekayasa murni media,tapi lebih merupakan artikulasidan reproduksi sikap dan ke-pentingan sistem patriarkhi yang

Page 8: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

6

lebih luas. Sinetron-sinetronyang mengangkat tema-temareligius seperti Rahasia Illahi,Takdir Illahi, Hidayah dantayangan sejenis lainnya jugacenderung menegaskan sikap-sikap dominatif pada perempuan.Citra perempuan hanya diguna-kan untuk mengeraskan danmeneguhkan pemahaman ke-lompok tertentu bahwa kesaleh-an perempuan dalam Islamdibuktikan lewat kepatuhan danketertundukan totalnya padalaki-laki. Meski teraniaya,perempuan yang saleh harustetap tunduk dan menurut padasuami.

Sayangnya, kehadiran agama-wan yang kadang dimunculkandi akhir cerita sinetron tidakmengajak penonton untukmembaca dan memahami sine-tron religius secara cerdas.Sebaliknya, para agamawanhanya muncul dengan kutipan-kutipan ayat yang dijadikanpendukung dan pembenar dariperspektif tertentu yang menjadidasar cerita sinetron. Sementaraayat-ayat lain yang bisa memen-tahkan perspektif itu cenderungdisimpan dan dikesampingkan.Pun dengan acara-acara berbaumistik, para agamawan yangmuncul di akhir cerita, bukanmengajak orang untuk kritis dancerdas menghadapi persoalanhidup, tapi hanya menegaskan,

tak lupa dengan kutipan ayat-ayat,bahwa dunia gaib dan setan itumemang ada. Kehadiran paraagamawan karenanya tak lebihdari sekedar gincu saja, agarkesan dakwah tetap terasa. Jikaagamawan hanya ikut-ikutanterjebak dalam selebritisasi dankomersialisasi agama di layarkaca, tugas untuk mencerahkanmasyarakat pun akhirnya jaditerabaikan.

Negosiasi Makna

Perlu diakui bahwa realitas yangdibawa televisi memang bisamempengaruhi penontonnya.Namun, efek atau pengaruhtelevisi itu punya dimensi yangluas dan berkaitan denganfenomenologi menonton itusendiri. Aktivitas mengkonsumsimedia pada dasarnya bukanaktivitas yang sederhana, satudimensi dan terisolasi darikonteks serta geografi menonton.Menonton televisi merupakankegiatan memproduksi makna,proses untuk memahami danmenginterpretasikan citra-citrayang dilihat di layar kaca. Maknatidak inheren dalam sebuahtayangan, tapi harus dimuncul-kan oleh penonton itu sendiri.Untuk itu seorang penonton akanmelibatkan memori, pengetahuandan kerangka budaya yangmelingkupinya.

Page 9: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

7

Alfred Schutz (1966) menyebut-nya sebagai stock of knowledge,yang diperoleh individu dalamkehidupan sehari-hari danmenyediakan referensi untukmenginterpretasikan obyek danperistiwa yang ditemuinya.Setiap tayangan media memangmenawarkan pemaknaan ter-tentu seperti yang diinginkanoleh si pembuat acara. Namun,dengan stock of knowledge yangdimilikinya, tanpa sadar pe-nonton sebetulnya bernegosiasiuntuk menerima makna do-minan dan hegemonik yangditawarkan oleh media, me-nolaknya sama sekali, ataumengkompromikan makna yangditawarkan media dengan maknayang dibuatnya sendiri.

Milieu atau habitus individupenonton akan mempengaruhiproses negosiasi ini. Selain itu,rumah sebagai lokasi utamamenonton televisi juga bisamembawa pemaknaan yangsangat berbeda antara satuindividu dengan individu lainterhadap satu tayangan yangsama. Peran orang tua dalammenemani anak menontontelevisi, dominasi ayah atau ibuterhadap remote televisi, atausuasana rumah pada saatmenonton jelas akan membawawarna tersendiri pada prosespemaknaan sebuah tayangan.Jadi, penonton media pada

dasarnya adalah individu-individu yang aktif dalam prosespemaknaan citra-citra media.Disinilah mestinya institusikeagamaan ikut ambil bagianuntuk mendidik dan menguatkankarakter masyarakat, agar bisamencerna dan memaknai realitasmedia dengan lebih cerdas.Membantu menguatkan mentalmasyarakat agar siap dan mampubernegosiasi dengan makna-makna media jauh lebih strategisdaripada menghindari danmengajak mereka untuk me-matikan televisi.***

Page 10: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

8

Simbol Agama dalam Film Drama Remaja danHoror

Dari kurang lebih 160 film yang diproduksi sejaktahun 2000 hingga awal 2007, film bergenre dramaremaja dan horor menempati daftar film yang palinglaris dikunjungi penonton Indonesia. Tak heransineas dan produser Indonesia berlomba-lombamemproduksi film dengan tema sejenis. Tujuh filmterlaris sepanjang periode 1998-2007 didominasioleh film-film bertema drama remaja dan horor (YanWidjaya, 2007).

Sebagai salah satu produk budaya, secara teori, filmsemestinya bisa menghadirkan representasi budayayang ditampilkan melalui materi yang terkandungdi dalamnya (Heider, 1991). Tulisan ini bertujuanmendiskusikan representasi agama dalam filmhoror Indonesia. Sebagai bagian penting daribudaya masyarakat Indonesia, apakah danbagaimanakah agama cukup direpresentasikandalam film Indonesia sekarang ini? Bila ukurannyaadalah “core element” (elemen pokok) dari tiapagama yang ada di Indonesia saya sependapatdengan kritik Salim Said dan Taufiq Ismail tentangfilm Indonesia tahun 1980-an yang menyatakanagama tidak mendapat porsi yang memadai di filmIndonesia (Heider, 1991: 27).

Dari Ada Apa Dengan Cinta (AADC) sampaiKuntilanak, dalam suasana sedih, gembira, takut,atau ngeri hampir tidak terdengar dialog menyebutAllah, Tuhan Bapa, atau Dewata. Meski demikian

AGAMA DALAM FILM HOROR INDONESIA2000-2006

Artikel

Ali AminMahasiswa Program

Master Studi Agama,Arizona State

University, Amerika

Page 11: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

9

perlu diapresiasi juga; kataTuhan yang tidak spesifikberasosiasi kepada agamatertentu sering kita dengar.Begitupula kitab suci sepertiQur’an atau Injil tak pernahdisinggung dalam dialog.

Jika kita selalu mendengaradzan di setiap sudut kota diJakarta, atau Bandung (settinglokasi di kebanyakan film) soredan pagi hari, maka sebaliknyatak ada film drama atau hororyang mengikutkan suara khasmasjid di Indonesia. Begitu pulabunyi lonceng tak pernahdiasosiasikan dengan gereja. Adalonceng dalam film “LenteraMerah” yang berkisah tentangpembalasan roh seorang maha-siswi yang dibunuh seniornya,tapi tidak diasosiasikan dengangereja melainkan dengan situasiteror yang sangat menakutkan.

Sementara itu, jika dalam film-film jadul tahun 1980-an adapencitraan horor dengan nuansaIslam pedesaan; seperti per-tarungan ilmu hitam dan putih,dimenangkan oleh kyai ataumuridnya yang menggunakanilmu putih (Kristanto, 2005), kitajarang menemukan lagi di film-film bioskop setelah tahun 2000.Jangan berharap pula men-dapatkan feature kyai atau ustadzlengkap dengan aksesori kitabdan tasbih yang datang untuk

mengusir setan atau menyembuh-kan penyakit. Dalam film-filmhoror baru seperti Jalangkung,Kuntilanak, Panggil Namaku 3 X,Hantu Jeruk Purut, Trowongan Ca-sablanca, Suster Ngesot, Pocong,Angker Batu dll. “kedigdayaan”kyai tidak ditampilkan lagi untukdijadikan ending cerita. Dalamfilm-film tersebut, teror dangangguan mahkluk halus diatasidengan cara pendekatan yanglebih “rasional” misalnya denganmembantu mereka membalaskandendam atau mengubur mayatmereka sesuai dengan keinginanroh yang gentayangan.

Masjid dapat kita temui hampir ditiap sudut kota di Jakarta danBandung dari mulai sekolah,supermal, hingga pasar tradi-sional. Tapi di horor kontemporer,jarang (tak satupun) representasibudaya beragama masyarakatIndonesia digambarkan denganmasjid atau mushala. Memangada beberapa film yang menampil-kan simbol keagamaan tertentuseperti Hantu Jeruk Purut, jugaMirror, film tentang seorang siswiSMA yang mempunyai indrakeenam. Dalam dua film tersebutmisalnya ditampilkan simbolagama tetapi tidak sebagai pusatcerita. Simbol kegamaan konven-sional atau “element of religion” (L.-Pals, 1999) muncul hanya dalambackground yang peripheralseperti dalam upacara pemakam-

Page 12: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

10

an. Dalam film Hantu Jeruk Purut,contohnya, hantu tanpa kepalayang muncul menteror adalahseorang pendeta yang jatuh cintadengan seorang wanita, tetapicintanya bertepuk sebelahtangan. Sementara dalam filmMirror ditampilkan tanda salib,lilin, dan mayat Kikan (tokohutama) yang diletakkan dalampeti yang didekorasi dandiperlakukan sesuai dengantradisi Kristen. Dalam Mirror, jugadimunculkan seorang ahlispiritual yang menasihati Kikan,tokoh utama dalam film tersebutuntuk menerima takdir ke-matiannya. Orang pintar ini tidakbisa diasosiasikan dengan agamatertentu. Tapi dari caranyamenasihati Kikan “peace of mind”for “releasing the suffering” sertapetunjuk ornamen rumahnyamengesankan ada pengaruhtradisi Buddha dan Cina.. Satu-satunya representasi Islamterdapat di film yang telahmencuatkan Dian Sastro danNicholas Saputra, AADC; dalamsalah satu gambarnya memper-lihatkan kamar Rangga yangsederhana dan terlihat adasajadah diatas kursi belajarnya(Rangga mungkin seorangMuslim dalam benak RudiSudjarwo)

Dalam film drama, asosiasiterhadap “institutionalized’religion juga sangat minim.

Berbeda misalnya dengan filmIndia yang sering menampilkanupacara keagamaan keluargaatau kampung di kuil. Selalu adaadegan marah mengumpatTuhan, atau sedih dan bahagiasambil menangis di tempatsembahyang. Kita tidak akanmenemukan phenemena ke-agamaan ala film India di layarbioskop Indonesia. Dalam drama,ekspresi emosional seperti itumuncul dalam bentuk peman-dangan alam: burung terbang,langit biru, atau ombak laut(Dealova). Simbol atau perlambangyang paling sering bisa dikaitkandengan islam hanyalah kata “bin”atau “binti” di atas kuburan, yangjamak diasosiasikan dengantradisi Muslim di Indonesia (UnguViolet, Dealova, Bangku Kosong,Kuntilanak, Heart, Suster Ngesot).

Teori Agama

Tetapi kita tidak bisa serta mertamenyimpulkan bahwa sesung-guhnya film drama dan hororIndonesia tidak merepresentasi-kan phenomena agama yang adadi Indoensia. Dengan kata lain.kita juga tidak bisa menuding filmIndonesia kosong dari represen-tasi budaya masyarakat. Tuduhanbahwa film drama dan horor kitatak beragama harus ditinjaukembali. Karena seperti dicontoh-kan dengan fakta-fakta di atas,terlihat ketegorisasi agama dalam

Page 13: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

11

kritik tersebut selalu berdasakanpada “the core element” ofreligion atau biasa disebut“substantive definition of religion”(SDR) (Pals, 1996: 12; Lynch,2005: 27; Joel Martin, 1995: 8).Sementara sebenarnya masih adadefinisi agama yang lain yangmempunyai ruang yangg lebihluas dalam kategorisasi agama;yaitu “functional definition ofreligion” (FDR). Menggunakankacamata SDR, kita akan melihatfilm drama dan horor zamanbaru tak berorientasi agama.Tetapi dengan menggunakanlensa FDR kita bisa mengamatiagama dalam perspektif yanglain.

SDR mendefinisikan agamadengan melihat the core elementof religion. Apakah yang menjadithe core element dalam kate-gorisasi agama? apakah keha-rusan meyakini Tuhan, malaikat,setan, tempat ibadah, pemukaagama, tanah suci dll.? Ataukeharusan suatu agama memilikielemen-elemen tersebu? Dengankata lain jika suatu fenomenabudaya tidak mempunyai salahsatu atau semua element tersebutmaka tidak bisa disebut agama(Pals, 1996: 13; Lynch, 2005: 28).Definisi ala SDR ini problematic.Mengingat core element tidapagama itu itu berbeda. Misalnyajika Abrahamic religion (Judaism,Kriten, Islam) menganggap per-

caya kepada Tuhan sebagai pokokkeimanan untuk dapat didefinisi-kan sebagai agama, Buddhismtidak demikian. Agama Buddhatidak mengenal kategori Tuhan.Meski ada kepercayaan akanTuhan dalam wacana umatBuddha Pure Land di China, tetapiitu bukanlah ajaran mainstream(Kishimoto, 1961: 239). Begitujuga masyarakat Yunani kuno,yang hanya mengenal the Divine(bukan tuhan seperti umat agamaIbrahim) atau supernatural beings(bukan Tuhan) dalam agamaprimitif (Frazer dan AB Taylor)yang mungkin masih ada dipelosok-pelosok terpencil didunia. Sehingga SDR tidak up todate lagi sebagai cara men-defenisikan agama yang passekarang, meski saya mengakuielemen-elemen dalam SDR sangatpenting untuk institusi agama.

Berbeda dengan SDR, FDRmelihat agama dari sudut “generalorder” (pusat orientasi kehidupan(Geertz, 1973) Dalam kata lainFDR melihat bagaimana agamaberfungsi secara psikologis dansosial terhadap individu ataupunmasyarakat. Faktor apakah yangpaling sentral dalam kehidupanindividual atau sosial yangtanpanya hidup seseorang ataumasyarakat bisa menjadi. DenganFDR ini-lah oleh para ahli agama,dimungkinkan mempelajariagama secara saintifik dan tanpa

Page 14: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

12

praduga-praduga, atau stero-types-stereotypes yang etno-sentris yang sangat rawan terjadidalam wacana SDR.

Banyak sosiolog dan antropologagama mencoba menggalidefinisi agama dengan bercorakpada FDR, namun secara garisbesar untuk mengamati agamasebagai phenomena sosial danpopular culture, ada beberapamodel FDR yang di kembangkandalam scientific studies ofreligion yaitu antara lain fungsisosial, eksistential, andhermeneutikal agama (Pals,1996; Lynch, 2005; Lyden, 2003)berkenaan dengan kajianinterpretasi teks (hermeneutik)dalam film yang saya lakukansaat ini, saya mengajukankonsep mitos sebagai agama.

Mitos sebagai Agama

Bagi saya suatu mitos (myth) bagimereka yang mempercayainyajuga bisa berfungsi sebagaiagama. Maka meskipun kita tidakmenemukan agama dalampengertian SDR, kita harusmeneliti kembali apakah sebuahfilm Indonesia mengandungmitos atau produk budayalainnya yang bersifat “generalorder conception” atau ultimatemeaning bagi audiens atau bagiindividual dan masyarakat dalamnarasi film tersebut ? Jika sebuahfilm menampilkan, baik secara

explisit atau implisit, mitos yangberedar dan diyakini masyarakatmaka bisa disebut mengandungtext agama. Karena bagi seseorangatau masyarakat yang meyakinimitos, pada dasarnya tidak adamitos. Yang ada adalah ke-benaran. Bagi masyarakat yangmeyakininya, tentu saja tidak adabedanya antara agama dan mitos.Mitos adalah kebenaran jika andameyakininya (Hughes, 2005: 2)

Mitos dalam pengertian umumberarti suatu pengetahuan yangtidak benar tapi menjadi benarbagi yang meyakininya. Misalnyapengertian bahwa Amerika adalahChristian nation itu tidak benar,karena secara rasional Amerikaadalah negara demokrasi yangterbuka untuk siapa saja. Tapi bagiorang Kristen evangelis yangmeyakini bahwa Amerika is “aGod’s vehicle on earth,” makaAmerika as a Christian Nationadalah benar, bukan mitos.Kebanyakan literatur mengarti-kan mitos sebagai cerita yangtidak nyata yang berkaitandengan tuhan, kekuatan super-natural, atau kedigdayaan super-hero. (C. Ausban, 1983: 1)

“Diluar pengertian mitos yanglebih cenderung dikonotasikannegatif oleh sains, Disadari atautidak pada dasarnya setiapmasyarakat sudah mempunyaimitos sendiri yang berguna untuk

Page 15: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

13

menjamin kehidupan sosialmereka. Dengan mitos-mitositulah mekanisme sosial dimasyarakat manapun tetap jalan.Suatu mitos memberikan pen-jelasan penjelasan kepadamanusia bagaimana hidup yangideal. Apa yang patut dan apayang tidak patut, diluarpenjelasan yang rasional. Tanpamitos kualitas hidup bersamayang ideal tidak mungkin ter-capai. Myth menurut Campbellmemberikan perspektif tentangapa yang terjadi dengan hidupkita (Campbell, 1988: 4)masyarakat tak mungkin hiduptanpa mitos. Kerena ketiadaanmitos adalah ketiadaan sumberkomparasi dalam hidup kita.Dengan mitoslah kita maumenghormat kepada benderayang notebene hanyalah rang-kaian kain biasa. Dengan mitospula (bukan dengan penjelasanrasional!) setiap orang Amerikabegitu hormat kepada benderaberbintang 50 itu. Mitos pula-lahyang memberikan penjelasanmengapa kita harus berdiriketika presiden memasukiruangan. Mitos memberikanpenjelasan-penjelasan yangtidak dipunyai oleh pengalamanrasional. Campbell menunjukanbetapa hidup manusia sangattergantung dengan mitos. Diamemberi contoh dengan menga-takan “bagaimana mungkin kitamau mempertahankan ikatan

perkawianan jika hanya berdasar-kan “kontrak yang rasional” danbukan karena mitos bahwa istriadalah belahan jiwa suami dansebaliknya atau mitos sekali,sehidup semati. (Campbell, 1988)

Mitos Karma dan “Pesan”Ekologis dalam Film HororIndonesia

Karma yang dimaksud disiniadalah istilah yang sudah menjadipengertian umum masyarakatIndonesia sebagai hukum “konse-kuensi” akibat baik atau buruk.Atau yang dipahami umat Islamdari Qur’an “balasan bagi merekayang berbuat jahat adalah,hukuman yang setimpal dengankejahatannya”(QS; Asyura ;40).Dengan ukuran rasio, hukumkarma semacam ini tidak ilmiah,secara empiris tidak bisa dibuk-tikan mereka yang berbuat jahatakan mendapatkan balasan yangsetimpal. Tidak ada bukti yangempiris mereka yang merusakalam, membakar hutan, mencurikayu, membuang limbah sem-barangan mendapatkan balasanyang setimpal. Tidak ada buktiempiris pula mereka yang tidakberbuat semena mena terhadapalam juga terbebas dari bencanaalam, gempa banjir, atau kebakar-an. Olehnya hukum karma bisadikategorikan sebagai mitos.

Page 16: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

14

Tidak ada bukti empirik juga jikaseorang yang korupsi akan men-dapatkan hukuman yang se-timpal. Jika tidak ketahuanmereka yang korupsi ataubahkan mencuri akan tetap dapatmenikamti hidup dengan le-luasa. Tidak ada bukti yangrasional pula bahwa orang yangberani berselingkuh akan men-dapatkan balasan yang setimpalmisalnya istrinya atau suaminyaberselingkuh juga. Buktinyamereka yang berselingkuh jikabisa menjaga rahasianya, bisajuga tetap tenang dengankehiduapnnya.

Mitos masyarakat modern yanghaus dengan pembuktianempiris dan rasional inilah yangsedang ditanggapi oleh teror-teror makhluk halus dalam filmhoror. Kekuatan roh itu meng-ganggu manusia karena merekaingin menuntut balas orang-orang yang telah berbuat jahatkepadanya.(a.l; Kuntilanak,Lentera Merah, Panggil Namaku3X, Bangku Kososng, Ada Hantudi Sekolah). Hantu-hantu itu jugabisa mengganggu orang yangsecara langsung atau tidaklangsung mengganggu tempat“ketenangan” roh-roh itu ber-semayam (a.l; Jelangkung, TusukJelangkung, Pocong 2, HantuJeruk Purut, Angker Batu, SusterNgesot, Bangsal 13). Konflikdalam film itu berakhir jika balasdendan (hukum karma)

makhluk-mahluk itu terpenuhi.Atau orang-orang yang tidaksengaja mengganggu ketenanganroh-roh gentayangan itu memper-baiki hubungan dengan roh-rohtersebut misalnya dengan mengu-burkan jasadnya di tempat yanglayak, atau membantu melakukanbalas dendam. Setiap konflikantara manusia dan makhluksupernatural itu selalu memakankorban manusia yang meremeh-kan existensi makhluk super-natural.

Campbell dan Bidney menegas-kan setiap masyarakat dari yangpaling primitif hingga yang palingrasional mempunyai mitosnyasendiri sendiri. Mitos Karmadalam film-film horor Indonesiasekarang adalah bagian darirepresentasi corak budaya keper-cayaan masyarakat Indonesiayang tidak berbeda fungsinya dariagama bagi mereka yang memper-cayainya.

Prinsip hukum karma pada filmhoror juga relevan dengan wacanasosial-keagamaan di Indonesia.Horor Indonesia yang menekan-kan eksistensi kekuatan supra-natural diluar kendali manusia,secara tidak langsung telahmengkomunikasikan wacanakelemahan manusia berhadapandengan kekuatan alam ataumakhluk lainnya. Film-filmseperti ini tanpa disadari mem-beri pesan kepada kita untuk

Page 17: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

15

mengakui keberadaan makhluksupernatural menurut budayatertentu, yang harus dihargai dandihormati. Mitos seperti iniadalah penyeimbang “mitosrasional sekuler” yang meng-anggap bahwa manusialah pusatsegala-galanya. Alam dan seisi-nya akan selalu dalam kendalimanusia. Orientasi mitos yangmemperhatikan eksistensi ke-kuatan di luar manusia bisadianggap sebagai nilai moralitasyang ditawarkan film-film horordalam merespon ancaman ke-rusakan ekologi yang meng-akibatkan banyaknya bencana diIndonesia.

Kesimpulan

Tulisan ini menujukan adaperubahan orientasi budaya danagama dalam film-film Indonesiadalam kurun 2 dekade sejakperiode 80-an. Film-film 2000-an lebih berorientasi pada budayaurban yang lebih dekat kepadanuansa yang agama rasionaldaripada budaya pedesaan dannuansa keagamaan magis sepertipada film-film jadul tahun 1980-1990-an. Pergeseran orientasiagama dari “mistis” ke rasionalitu ditunjukan dengan per-ubahan cara cara penyelesaiankonflik antara manusia danmakhluk halus dalam film-filmhoror. Dari sekedar menghadir-kan guru agama menjadi pe-menuhan hak-hak makhluk

halus yang diabaikan misalnyalewat balas dendam, hukumkarma, dan penguburan jasadsecara adat dan kebiasaan yangberlaku. Fakta ini juga menuju-kan bahwa, meski terjadi perubah-an orientasi budaya dalam filmIndoensia, di sisi lain, kepercaya-an terhadap yang ghaib yangirasional masih dipertahankan.

Tulisan ini juga menunjukanbahwa agama masih merupakanbagian terpenting dalam budayamasyarakat Indonesia, dan filmadalah sarana yang penting yangbisa mengkomunikasikan pe-mahaman-pemahaman keagama-an, nilai-nilai moral. Dalam halini kita sadar bahwa film tidakhanya berfungsi menghiburmasyarakat tetapi juga mengakuiexistensi agama di Indonesia.Secara otomatis bisa kita pahamipula film telah mengkomunikasi-kan; harapan-harapan keagama-an, nilai-nilai sosial dan moralyang berfungsi sebagai faktorintegrasi dalam kehidupan ber-masyarakat. Dengan demikiantulisan ini bisa menjadi masukanuntuk kaum agamawan dan per-filman, bahwa film bukanlahmedia yang benar-benar “sekuler”yang hanya bisa menghadirkankepentingan pleasure and enter-tainment. Sebaliknya agama tidakboleh dianggap sebagai aspekperipheral dalam dunia perfilmanIndonesia.***

Page 18: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

16

Pasca tumbangnya rezim Soeharto, suasanakeberlangsungan dan kebebasan pers diIndonesia sungguh mengundang perhatian

banyak pihak. Bukan saja mereka yang selama iniaktif di belantara pers saja, namun juga beberapakelompok umat Islam yang sebelumnya tidakbersentuhan sama sekali justru kini mulaimenggeliat penuh semangat berjihad lewat mediamassa.

Di tengah-tengah menjamurnya media yang berbaupornografi, pornoaksi dan mistik, kehadiran mediaIslam yang bermunculan akhir-akhir ini cukupmenggembirakan di satu pihak. Di lain pihak,media itu sangat menyedihkan dan meresahkan.Pasalnya, kehadiran media tersebut tidakdiimbangi dengan semangat berjihad menegakkanmultikulturalisme dan pluralisme sebagai suaturealitas masyarakat negeri ini. Parahnya lagi,banyak sekali media Islam tersebut cenderungmengemas isu atas nama syariah Islam secarakonfrontatif dan bombastis.

Dalam konteks inilah, tulisan ini hadir dan hendakmenyingkap motif apa dan bagaimana banyak pihakmemanfaatkan media massa sebagai instrumentdalam merengkuh tujuan masing-masing. Bagipenulis, hal ini perlu disorot dan dikritisi sebabmanakala dibiarkan maka bisa jadi kebebasan perstersebut disalahgunakan (abuse of press freedom)yang seharusnya tidak terjadi.

Artikel

IDEOLOGI MEDIA ISLAM:Antara Jurnalisme Damai dan Jurnalisme Perang

Choirul MahfudDosen Fakultas

Agama IslamUniversitas

MuhammadiyahSurabaya

Page 19: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

17

Pengamat media Islam, AgusSudibyo (2005) mengatakanbahwa menjelang akhir dekade90-an, kita menyaksikan gerak-an Islam militan yang mencobamenampilkan Islam dengan carayang berbeda dengan mainstream.Mereka tidak hanya menampil-kan diri dalam bentuk identitasdan simbol keislaman yangmencolok, tetapi juga hadirdalam bentuk perjuangan yangkhas, mulai dari tuntutanpenerapan syariat Islam hinggapenggerebekan tempat-tempatyang dianggap sarang maksiat.

Pada saat bersamaan, munculjuga media-media Islam dalamformat yang boleh dikatakanberbeda dari media-media Islamsebelumnya, baik dari segipenyajian maupun isu yangdiangkat. Dari segi penyajian,media-media ini menggunakanbahasa yang tegas, lugas danberani, bahkan cenderung provo-katif. Sementara, dari segi isuyang diangkat, media-media inijuga menurunkan tema-temayang sensitif, termasuk yangberkenaan dengan SARA, tentusaja dengan pendekatan yangsangat mencerminkan kepen-tingan Islam (Sudibyo, 2005).

Tipologi Media Islam

Secara umum, tipologi mediamassa Islam di Indonesia bisa

dikategorisasikan dalam duamacam: pertama, jurnalisme damai(peace journalism); kedua, jurnal-isme perang (war journalism).

Tipe pertama, yakni jurnalismedamai adalah media massa Islamyang muaranya pada penciptaanperdamaian (peace building), antikekerasan dan anti konflik.Semangat berjihad membangunmasyarakat plural dan multi-kultural sangat menonjol sembarimenyuarakan progresifisme,liberalisme dan anti-radikalisme.Beberapa media yang bisa di-kelompokkan dalam kategorisasiini yaitu penerbit Paramadina,Media MAARIF Institute, PSAP,LKiS, Mizan, dan banyak lagi yanglainnya. Di masa lalu, kitamengenal jurnal Ulumul Qur’an(LSAF), majalah Ummat dan PanjiMasyarakat, meski sekarangsudah tidak terbit lagi. Kita jugamengenal majalah baru sepertiSyir’ah terbitan Yayasan Desan-tara, majalah perempuan Rahima,juga Fahmina, jurnal Progresifmilik P3M, Taswhirul Afkar milikLakpesdam-NU, majalah Maje-muk-ICRP, Suara Muhammadiyahdan sebagainya. Di internet, meskisemua kelompok Islam liberal-progresif juga memiliki websitesendiri-sendiri, simbol kelompokini ditujukan pada websitewww.islamlib.com milik JaringanIslam Liberal (JIL). Hal ini karenawebsite tersebut dianggap telah

Page 20: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

18

menyedot perhatian sebagianumat Muslim dan no-Muslim ditanah air (Suratno, 2006).

Tipe kedua, jurnalisme perang.Media seperti ini lawan darimedia jurnalisme damai. Karak-teristik dan bahasa media ininampak provokatif dan menebarpermusuhan serta mengundangkonflik. Beberapa media yang bisadikategorikan dalam tipologi iniadalah penerbit Gema InsaniPress (GIP), majalah Sabili, Ummi,Saksi, Tarbawi, dan lainnya. HizbTahrir Indonesia (HTI) mem-produksi majalah Al-wafie danbuletin al-Islam. Kelompok Salafimenerbitkan majalah seperti as-Sunnah, Salafy, as-Syariah, al-Furqon dan lain-lainya. Bahkan,kelompok Islam literal-konser-vatif dari faksi intelektual diISTAC, IIUM Malaysia telahdianggap sukses dengan pener-bitan jurnal Islamia-nya. Yaya-san Hidayatulah juga menerbit-kan majalah Suara Hidayatullah.Di dunia maya, kelompok-kelompok Islam literal-konser-vatif tersebut masing-masing jugapunya website sendiri-sendiri.Yang cukup sukses diantaranyawww.hidayatullah.com.

Sekilas pemetaan di atas, makabisa dipahami bahwa eksistensidan kontribusi media Islamternyata tidak tunggal. Karena-nya, kita juga harus memahami

mengapa masing-masing mediamemiliki karakteristik yangberbeda. Lantas, apa dan mengapamereka melakukan streteotipingyang disengaja atau tidakdisengaja?

Secara umum, sebetulnya kitamafhum bahwa media memilikiidealisme masing-masing yaituingin memberikan informasi yangbenar. Dengan idealisme se-macam itu, media ingin berperansebagai sarana pendidikan.Pemirsa, pembaca, dan pendengarakan semakin memiliki sikapkritis, kemandirian, dan ke-dalaman bepikir. Hanya saja,realitas sering mempunyai arahyang berlawanan. Derap langkahrealitas sangat diwarnai olehstruktur pemaknaan ekonomiyang dirasakan menghambatidealisme itu.

Dalam perspektif lain, Haryatmoko(2007) menengarai bahwa dina-misme komersial seakan menjadikekuatan dominan penentumakna, pesan dan keindahanmedia. Logika pasar mengarahkanpengorganisasian sistem infor-masi. Banyak pimpinan mediayang berasal dari dunia perusaha-an mau membenarkan logikapasar itu. Seakan kompetensijurnalisme hanya merupakanfaktor produksi yang fungsiutamanya adalah menopangkepentingan pasar. Realitas pasar

Page 21: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

19

ini menggambarkan betapamedia berada di bawah tekananekonomi-ideologi persainganyang keras dan ketat.

Dominasi Jurnalisme Perang

Pada saat pasar didominasimedia Islam yang menyuarakanfanatisme-eksklusivisme (warjournalism), media Islam moderatjustru semakin hilang dariperedaran. Majalah Ummat yangsempat mapan pada dekade 90-an ternyata tidak dilanjutkanpenerbitannya. Padahal, padamasa jayanya, majalah ini sempatmencapai oplah 40 ribueksemplar, suatu pencapaianyang cukup besar untuk ukuranmedia Islam. Jurnal UlumulQur’an yang sempat menjadisalah satu icon pemikiran Islam,ternyata tidak berlanjut ketikakran kebebasan dibuka lebar.Majalah Panji Masyarakat jugatidak lebih baik nasibnya (AgusSudibyo, Mutu Jurnalistik MediaIslam Radikal Sangat Lemah,Islib.com, 2005).

Ini tentu memprihatinkan,karena media-media Islam yangterbit sejak masa itu didominasioleh media yang cenderungmenjual “kabar-kabar kebenci-an” (Agus Sudibyo, Ibnu Hamaddan Muhammad Qodari, Kabar-kabar Kebencian, Prasangka

Agama di Media Massa, Jakarta,ISAI, 2001).

Padahal kita tahu, mediamerupakan faktor yang sangatpenting bagi pembentukan image,citra maupun stigma. Dari media-lah kita memperoleh informasimengenai realitas yang tengahberlangsung di tempat lain.Sementara, realitas yang dihadir-kan media ke hadapan kita belumtentu realitas yang sesungguh-nya, tetapi realitas yang sudahdibentuk, dibingkai, dan dipolessedemikian rupa oleh mediatersebut. Melalui analisis framingkita tahu betapa secara diam-diammedia mendikte otak kitamengenai “realitas” tanpa kitasadari.

Konsep framing (pembingkaian)sering digunakan oleh mediauntuk menggambarkan sebuahperistiwa dengan menonjolkanaspek tertentu dan sekaligusmenempatkan informasi dalamkonteks yang khas sehingga isutertentu mendapat alokasi danperhatian yang lebih besarketimbang isu yang lain. Dalampraktiknya, framing dijalankanmedia dengan menyeleksi isutertentu sambil mengabaikan isuyang lain; menonjolkan aspektertentu dari isu tersebut sambilmenyembunyikan dan bahkanmembuang aspek yang lain. Inidilakukan mulai dari proses

Page 22: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

20

perencanaan, pengumpulan datalapangan, verifikasi dan seleksidata, penyajian dalam bentukberita, hingga penempatannya disebuah rubrik tertentu (Sudibyo,2005).

Barangkali itulah sebabnya,seorang wartawan politikAmerika yang sangat terkenal,Walter Lippmann, mengatakanbahwa antara berita dan kebenar-an adalah dua hal yang berbedadan harus dibedakan dengantegas. Bahkan ia mengatakan,dalam tradisi pers Amerika yangsangat profesional pun, adaungkapan, “Kami lebih seringmerumuskan baru kemudianmencari berita, ketimbang men-cari berita dulu baru merumus-kan” (Walter Lippmann, OpiniUmum, Yayasan Obor IndonesiaJakarta, 1998).

Jika kita membaca media-mediaIslam yang terbit tak lama setelahOrde Baru tumbang, maka akansegera tampak betapa konsepframing diterapkan secara nyarissempurna dalam hampir di setiappemberitaannya. Media-mediatersebut menyajikan berita yangsecara emosional langsungmenghunjam kesadaran umat.Majalah Sabili misalnya, tidakhanya dibaca oleh kalanganIslam, kalangan non-muslim punikut membaca. Simak alasanpembaca Katholik yang selalu

setia membeli majalah Sabili: “Sayasangat menikmati nuansapermusuhan yang ditampilkanSabili.” (Jihad Lewat Tulisan,PANTAU, Tahun II No. 15, Juli2001).

Lantas, pertanyaan selanjutnyaadalah, mengapa media Islammoderat justru surut pada saatpasar didominasi oleh mediaIslam (jurnalisme perang) yanghanya menjual kebencian danpermusuhan? Memang ada se-macam asumsi pasar bahwa mediaIslam bukan sesuatu yangmarketable. Namun asumsi inipatah oleh kisah sukses Sabili. Adaasumsi lain bahwa Islam moderatbukan tema yang cukup menarikuntuk dijual. Asumsi ini punpatah oleh kisah sukses PanjiMasyarakat, Ummat dan UlumulQur’an. Kegagalan tiga mediaIslam ini mempertahankanhidupnya bukan karenakehabisan gagasan atau gagasanyang diusungnya tidak menarik,tetapi lebih karena faktor mana-jemen: yakni tidak dikelolapenerbitannya sebagimana layak-nya sebuah penerbitan padaumumnya yang tidak hanyabersaing dalam soal mutu, tapijuga waktu. Yang laku bukanhanya media yang bermutu, tetapijuga yang terbit lebih dulu.Jaminan mutu dan waktu hanyabisa dipenuhi oleh manajemen

Page 23: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

21

yang handal, hal yang jarangditemui dalam media Islam.

Faktor manajemen memangmenjadi problem serius dalampengelolaan media Islam,khususnya media Islam moderat.Manajamen di sini tidak semata-mata dalam pengertian manaje-men perusahan, di mana seluruhpengelolaan sumberdaya peru-sahaan diorientasikan sepenuh-nya untuk menghasilkan produkberkualitas untuk memenuhistandar kompetisi, tetapi jugadalam arti manajemen redak-sional, di mana daya tarikperistiwa, aktualitas berita,akurasi dan validitas data sertakredibilitas narasumber diolahdan disajikan menjadi sebuahberita yang memikat. Ini memangbukan pekerjan mudah. Apalagimedia elektronik – radio, televisidan internet – telah menyedia-kan informasi dengan cara yangjauh lebih murah, mudah dancepat (Sudibyo, 2005).

Karena itu, tantangan mediaIslam moderat bukan hanyaterletak pada bagaimana mem-benahi manajemen – baik mana-jemen perusahaan maupunmanajemen redaksional – tetapijuga bagaimana memberi “nilailebih” kepada pembaca yang kianhari kian cerdas. Dan nilai lebihini hanya mungkin terpenuhijika “penyajian yang memikat”

diimbangi oleh kualitas yang terusmeningkat dari isi sajian tersebut.

Dalam perspektif lain, KhaleedAbou El Fadl dalam karyanya “TheGreat Theft: Wrestling Islam from theExtremists” (2005), menengaraibahwa disadari atau tidak, kisahsukses kaum radikal funda-mentalis melalui beragam media-media Islam lainnya tidak bisadilepaskan dari “diamnya”kelompok Islam moderat diberbagai kawasan, termasuk diIndonesia. Karenanya, dalamkonteks ini gerakan Islammoderat seperti Muhammadiyahdan NU di negeri ini perlu sigapbergerak aktif dalam prosespencegahan kekerasan danterorisme sesuai cara dan kemam-puan masing-masing.

Kekerasan Media dan EtikaKomunikasi

Potensi kekerasan oleh media(Islam) sangat besar. Selainpemelintiran fakta melaluipraktek “jurnalisme omongan”,pembanjiran kata-kata darisumber yang tak bisa dipertang-gungjawabkan kebenarannyakecuali hanya bersandar padalebitimasi jabatan; sejumlah mediaterbukti melakukan praktekkekerasan lainnya. Antara laindengan menghadirkan headlineserta judul pemberitaan yangberbeda (misleading) dengan isi

Page 24: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

22

pemberitaan dan kenyataansebenarnya.

Sejumlah media juga melakukandramatisasi serta pengerasanfakta untuk mengobarkan rasabenci dan permusuhan. Penguti-pan kata-kata dilakukan justrudengan memilih kata-katanarasumber yang paling kerasdan paling kontroversial yangbisa menimbulkan konflikterbuka (Stanley, 2006).

Banyak ragam kekerasan media(Islam) di atas, tentu tidak bolehmendiamkan saja. Setidak-tidaknya perlu dibuat semacametika komunikasi. Etika komuni-kasi mau membongkar bentuk-bentuk dominasi itu denganmengajak penonton/ pembacaberani mengambil jarak. Etikakomunikasi menumbuhkankepedulian untuk mengkritisimedia yang dewasa ini cende-rung membuat pemirsa/ pem-baca kompulsif sehingga mem-buat refleksi diabaikan demiemosi. Informasi sudah meru-pakan interpretasi.

Bagi Stanley (2005), etikakomunikasi diperlukan untukmenjamin hak berkomunikasi diruang publik dan hak akan infor-masi yang benar. Etika komuni-kasi bukan hanya masalahkehendak baik wartawan ataupara pelaku komunikasi dengan

deontologi profesi mereka, tetapijuga masalah etika institusionalyang berupa UU atau hukum.Harus diakui bahwa nuraniwartawan dan deontologi profesibelum cukup tangguh meng-hadapi determinisme ekonomidan teknologi, serta masih sangatrentan terhadap konspirasi,desinformasi, dan berbagai bentukmanipulasi.

Lastly, regulasi publik ini bukanpertama-tama untuk membatasikebebasan pers dan berekspresi,tetapi semata-mata untuk mem-perkuat deontologi profesi,mengangkat kredibilitas media,dan pada akhirnya menjaminmasyarakat untuk memenuhihaknya akan informasi yangbenar dan mengarah pada pen-ciptaan perdamaian. Jadi, etikakomunikasi ingin memecahkandilema antara kebebasan bereks-presi dan tanggung jawab mediasebagai instansi pelayananpublik. Wallahu’alam. ***

Page 25: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

23

ISLAM LITERAL VS ISLAM LIBERAL

Islam liberal (Islib) dan Islam literal (Islit) adalahsisi lain dari wajah Islam Indonesia pasca jatuhnyaera Suharto di tahun 1998. Meski embrio keduanyasudah muncul sejak beberapa dekade sebelumnya,namun perseteruan keduanya lebih terasasekarang, terutama sejak era reformasi denganterbukanya kran-kran kebebasan di segala bidang.Kalau kita mempertimbangkan NU dan Muhamma-diyah sebagai kelompok mayoritas yang moderatdalam artian neither literal nor liberal, maka Islibdan Islit sebenarnya berada di luar kutub utamaIslam Indonesia tersebut, meski diakui atau tidak,pengaruh Islib dan Islit kini juga sudah merasukkedalam kutub utama tersebut.

Meski banyak varian dari kelompok Islib dan Islit,namun menurut Muhsin Jamil,2 mereka bisadimasukan ke dalam kategori Islib dan Islit denganmelihat hal-hal sebagai berikut: (1) Kelompok-kelompok Islit adalah mereka yang menghendakipenyatuan antara Islam dan negara. Kelompok-kelompok ini secara makin intens terus berupayadalam mewujudkan pemberlakuan syariat Islamsecara formal sebagai dasar dan hukum resminegara. Agenda utamanya sebenarnya adalahpembentukan negara Islam, tetapi mereka cukuprealistis untuk tidak terburu-buru mengkampanye-kan hal tersebut, tetapi melalui langkah awalnyayakni formalisasi syariat Islam dalam kehidupanbermasyarakat dan bernegara. (2) Sementara itu,kelompok-kelompok Islib adalah mereka yangkurang menghendaki berlakunya Islam dalam

BERSETERU DI DUNIA MAYA:Islam Liberal, Islam Literal, dan Perang Pemikiran1

Artikel

SuratnoDosen Universitas

Paramadina, Jakarta

Page 26: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

24

kehidupan publik (termasukpolitik-kenegaraan), kalaupunmau ada beberapa hal yang bisadimasukkan dalam ranah publik,menurut mereka hal itu tidakdalam format sebagai-mana yangdikehendaki kelompok pertama.Misalnya, kalaupun syariat Islamakan diberlakukan dalamkehidupan publik, maka yangdimaksud bukanlah hukum Islamdalam artian formal tetapisemangat dasar Islam sepertimoralitas, keadilan, demokrat-isasi, kesejahteraan, kesetaraangender, pluralisme dan Hak AsasiManusia (HAM). Kelompok inilebih merupakan antitesa dariliteralisme, konservatisme danformalisme agama serta lebihmenghendaki adanya sekular-isasi dalam kehidupan bernegara

Perseteruan kelompok-kelompokIslib dan Islit nampaknya masihakan terus berlangsung seiringdengan perkembangan sosial-politik di era reformasi. Terbuka-nya kran-kran kebebasan infor-masi sebagaimana digariskandalam UUD 1945 hasil aman-demen tahun 2002 Pasal 28 Fturut membuka dan memperluascakupan kontestasi kedua main-stream gerakan pemikiran Islamtersebut3. Implikasi dari perse-teruan tersebut adalah terjadinyaapa yang disebut Bassam Tibisebagai “war of weltanschauungen(worldviews)” atau perang pemikir-an (ghazw al-fikr)4. Perang pemi-

kiran ini, menurut Tibi, adalahbagian dari kontestasi propagandiskelompok Islam literal disatu pihakmelawan kelompok Islam liberaldipihak lain.

Menurut Abdul Muis Naharong, didalam perang pemikiran Islam,kegiatan saling meng-counterpemikiran lawan-lawan mereka,menunjukkan bahwa keduakelompok Islam tersebut memangsangat menekankan pentingnyaberperang dalam bidang pemikir-an, ide dan gagasan (ghazw al-fikr)5. Hal ini juga di dorong olehtekad dan semangat untukmempertahankan dan menyebar-luaskan pemikiran, penafsiran, danprinsip keagamaan yang merekaanut. Perang pemikiran Islamakhirnya juga dianggap sebagaistrategi untuk melindungi umatIslam. Bagi kelompok Islam literalperang pemikiran merupakanstrategi untuk melindungi umatIslam dari bahaya liberalisme,sekularisme, dan pluralismeagama. Akan tetapi, sebaliknya,bagi kelompok Islam liberal perangpemikiran justru dilakukan untukmelindungi umat Islam dari bahayaliteralisme, konservativisme,formalisme dan radikalisme agama.Selain itu, fenomena perangpemikiran Islam yang telahdilakukan oleh kedua kelompokIslit dan Islib tersebut telahmenciptakan ruang, di manamereka kemudian saling berlombadan berupaya memanfaatkan

Page 27: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

25

saluran-saluran media yang adadari mulai majalah, koran, jurnalsampai ke internet.

Menurut Merlyna Lim6, internetbanyak menjadi media pilihan di-karenakan beberapa beberapafaktor. Pertama, internet palingsedikit memiliki hambatanterkait sensorhip dibandingmedia lain. Kedua, internetsekaligus juga menyediakanmedia komunikasi antar indi-vidu maupun komunikasi massa.Ketiga, internet tidak terlalumahal biayanya, jangkauanyaluas dan mudah digunakan.Selain itu, media seperti internetjuga memiliki fitur dimana akansangat susah bagi orang luaruntuk mengontrol aliran dan isiinformasinya, pengetahuannyadan representasi ideologis dansimbolisnya. Menurut Merlyna,internet akhirnya sekarangmenjadi “the most convivialmedium” (media perantara yangpaling baik), yang memfasilitasitindakan kolektif. Istilah “convi-vial medium dipinjam darikonsep Ivan Illich tentang“coviviality tools”, yang didefinisi-kan sebagai alat atau struktursosial yang dapat meningkatkankebebasan dan otonomi sese-orang.

Seiring dengan kemajuan per-kembangan dunia telekomu-nikasi dan informasi global, mediaberbasis internet saat ini menjadi

semakin booming dan mush-roomingdi Indonesia. Pilihan ini tentubukan tanpa alasan. Melaluiinternet, website yang kita buat disuatu belahan dunia tertentu,akan dapat dibaca oleh seluruhpenduduk dunia dibelahanmanapun asalkan ia memilikikemampuan untuk mengaksesinternet. Jadi kelebihan yangdibawa internet adalah jangkau-annya yang melewati batas-batasgeografis, yang dulu tidak mudahdijangkau manusia. Setiap orangyang mempunyai akses keinternet diseluruh dunia mem-punyai kemungkinan untukmengakses informasi yang kitapampang di internet. Dengandemikian selain untuk keperluankomuniasi, dunia maya (cyber)seperti internet menjadi ajangyang sangat efektif dan efisiensebagai media propaganda infor-masi dan counter ide dalamkontestasi pemikiran dan perse-teruan dikalangan kelompokIslam.

Akan tetapi sebagai bagian daridunia maya (cyber), internet yangdijadikan sebagai salah satumedia propaganda dan juga per-seteruan pemikiran antara ke-lompok Islit dan Islib, tidak lantasdapat dikatakan sepenuhnyabahwa website-website mereka diinternet memang benar-benarmerupakan representasi utuh danmenyeluruh dari realitas dan wajahIslam yang berkembang di

Page 28: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

26

Indonesia. Hal dimungkinkankarena memang terlalu banyaknyawebsite yang bertemakan Islam,yang dibuat oleh gerakan Islam diIndonesia. Selain itu, secarateoritis, masih menjadi perdebatanbanyak pihak mengenai apakahmedia seperti internet mencermin-kan realitas yang sesungguhnyaataukah sebaliknya, justrumedialah yang mencoba meng-konstruksi realitas menurut imagemereka sendiri, melalui muatan-muatannya yang tidak hanyaedukatif dan informatif, tetapi jugabersifat propagandis dan bahkanbermuatan konflik, yang seringdinyatakan orang sebagai perangpemikiran Islam (ghazw al-fikri al-Islami).

Di tengah maraknya perangpemikiran Islam (ghazw al-fikri al-Islami) melalui media, tulisan iniberupaya memotret dan meng-analisis terjadinya perang pe-mikiran Islam (ghazw al-fikri al-Islami) diinternet, dengan meng-ambil obyek kajian www.hidaya-tullah.com milik Yayasan Hidaya-tullah dan www.islamlib.com milikJaringan Islam Liberal (JIL).Pemilihan kedua website tersebutbukannya tanpa alasan. Kenyata-an menunjukkan bahwa keduanyamemiliki beberapa kelebihanyang mungkin tidak dimilikiwebsite lain. Kelebihan tersebutantara lain: (1) keduannyamerupakan website yang secara

kontinyu meng-update isinya, (2)keduanya telah terbukti menyedotperhatian banyak kaum Muslimdan non-Muslim di Indonesiaterbukti dengan tampilanpenghitung otomatis jumlahpengunjung website (automaticallyuser account) kedua website yangtak terhitung jumlahnya, dan (3)keduanya menjadi ikon yangmerefleksikan dan merepresen-tasikan pemikiran Islam literal danIslam liberal di Indonesia pada saatini.

ISLAMLIB.COM: “MENCERAH-KAN MEMBEBASKAN”

Website www.islamlib.com adalahsitus resmi Jaringan Islam Liberal(JIL). Dengan motto “Mencerah-kan, Membebaskan”, keberadaansitus ini berawal dari dibukanyamilis Islam Liberal yakni([email protected])pada bulan februari 2001 yangkemudian mendapat responpositif banyak pihak, khususnyagenerasi muda Muslim. Selanjut-nya, ada usulan dari beberapaanggota untuk meluaskan milisini ke dalam bentuk websitesehingga bisa diakses olehkalangan yang lebih luas.Sementara itu, milis akan tetapdipertahankan untuk kalanganterbatas saja. Semua produk JIL(sindikasi media, talk show radio,dll.) dimuat dalam website ter-sebut, meskipun juga memuatsetiap perkembangan berita,

Page 29: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

27

artikel, atau apapun yangberkaitan dengan misi JIL.

Menurut Luthfi Assyaukanie,www.islamlib.com di-updateseminggu sekali pada hari selasa.Pada hari itu juga sekaligus di-adakan rapat redaksi untukmembicarakan hal-hal yangakan dimuat dalam situs ter-sebut. Dewan redaksinya antaralain: Luthfi Assyaukanie, HamidBasyaib, Ulil Abshar Abdalla, Abd.Moqsith Ghazali, Nong DarolMahmada, Burhanudin, Novrian-toni dan M. Guntur Romli.Sementara itu Anick HT bertugassebagai editor website, LannyOctavia sebagai penerjemahbahasa Inggris, dan Arif Widiantosebagai staf TI (TekonologiInformasi).

Jika kita mengakses websitewww.islamlib.com, di bagian awalkita akan menemukan tulisan:Dengan nama Allah, Tuhanpengasih, Tuhan penyayang,Tuhan segala agama. Di bagianawal juga terdapat logo dantulisan JIL serta pilihan meng-akses website tersebut dalambahasa Indonesia atau bahasaInggris. Selanjutnya, jika kitamengakses website tersebutdalam bahasa Indonesia, tampilanyang akan kita temui adalahdibagian atas terdapat logo dantulisan JIL serta mottonya:mencerahkan membebaskan.

Dibagian atas juga terdapatfasilitas “pencarian” (browsing).Juga terdapat kolom “Depan”,“Tentang JIL”, “Program”, dan“Kontak”. Di bawahnya terdapat 2kelompok besar yakni: (1) Rubrikdan (2) Fasilitas. Rubrik berisi:Editorial, Wawancara, Kolom,Diskusi, Klipping, Tokoh, Buku danPernyataan pers. Sementara ituFasilitas: Milis, Newsletter, DirektoriE-books, Direktori situs, Statistikartikel, dan Pengiriman artikel.

HIDAYATULLAH.COM:“TEGAKKAN ISLAM UNTUKMEMBANGUN PERADABANISLAM”

Situs yang lengkap, demikianlahkalimat yang pas untuk meng-gambarkan content (isi) dariwebsite www.hidayatullah.com.Dengan motto “Tegakkan IslamUntuk Membangun PeradabanIslam”, situs ini sekarang telahberkembang menjadi situs beritadunia Islam yang ramai dikun-jungi dan menjadi media infor-masi dan komunikasi para aktivisIslam literal. Anggota (members)pada akhir tahun 2005 tercatattelah mencapai 20 ribu orang aktif.

Kelengkapan isi situs akan dapatkita lihat ketika mengaksesnya.Berdasarkan tampilannya, dibagian atas selain terdapat logo dannama situ yakni hidayatu-llah.com, disebelah kiri atasterdapat direktori untuk meng-

Page 30: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

28

akses langsung informasi ten-tang “wakaf tunai”. Sementaradisebelah kanan atas terdapatdirektori untuk mengakseslangsung informasi “GerakanWakaf Al-Qur’an” yang dikoor-dinir oleh Dewan Pimpinan Pusat(DPP) Hidayatullah. Selanjutnya,masih pada halaman yang sama,terdapat pula direktori untukmengakses langsung informasitentang hal yang lain yangtertera dalam rubrik: Home, Login,Forum, Galeri, Webmail, Kolom,Adian Husaini, Syamsi Ali,Dzikrullah, Berita, Nasional,Internasional, Artikel, Opini, Kajian,Wawancara, Feature, Cermin,Pustaka, dan Teori Evolusi MenantiAjal. Di bagian bawah, secaramencolok terdapat direktori danup-date terkini untuk mengakseslangsung informasi tentang:Kabar Dari New York; Oleh SyamsiAli, Catatan Akhir Pekan (CAP);oleh Adian Husaini, Kolom KhususDzikrullah, Opini, Cermin, Fea-tures, dan Wawancara. Sementaraitu dibagian paling bawah, tertuliscopy right Hidayatullah dot comdari 1996-2007 dan design danwebmaster rief70.

ISLAMLIB VS HIDAYATULLAH:SEBUAH PERANG PEMIKIRAN

Dengan menggunakan contentanalysis method dan method ofdifference dilakukan “pemotretan”dan “pembacaan” terhadap isikedua website tersebut dan

kaitannya dengan fenomenaperang pemikiran Islam. Hasilnyaadalah sebagai berikut:

Counter Pemikiran: Aktif danPasif

Kalau kita bandingkan isi darikedua website tersebut, terutamaterkait upaya mereka dalammeng-counter pemikiran satusama lain, maka bisa dikatakanbahwa Hidayatullah.com bersifataktif dan Islamlib.com bersifatpasif.

Hidayatullah bersifat aktif karenaisinya meng-counter Islamlib.comdengan secara jelas menyebutwesbite Islamlib.com, penulis danjudul tulisan yang hendakdicounter. Hal ini bisa kita lihatdalam beberapa artikel berikut ini:

luduJ luduJ luduJ luduJ luduJ kirbuR kirbuR kirbuR kirbuR kirbuR siluneP siluneP siluneP siluneP siluneP isidE isidE isidE isidE isidE

ibaN:naupmerep

?hakadainipO

misoQahehsruNidahluzD

6002/11/10

LIJtayaniJpadahreTnadhoriShqiFluhsU

inipOhallubziHdumhaM

6002/90/51

LIJtayaniJpadahreTnadhqiFahaquF

inipO qirohT 6002/11/51

isitirkgneMilabmeK

ankaMnahuT

inipOhallubziHdumhaM

5002/01/12

Page 31: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

29

Nabi Perempuan: Adakah?(Qosim Nursheha Dzulhadi,Hidayatullah)7

Melalui artikel ini, Qosim inginmeng-counter tulisan A. MoqsithGhazali di situs Islamlib.compada 25/10/2006 berjudul NabiPerempuan. Menurut Qosim, apayang disimpulkan Moqsithadalah keliru. Anggapan ulamayang menganggap ibu Musa dansarah sebagai nabi harus dilihatlagi secara kritis. Karena tidakada penjelasan rinci yang me-nyatakan keduanya dianggapsebagai nabi.

Jinayat JIL Terhadap Siroh danUsul Fiqh (Hizbullah Mahmud,hidayatullah) 8

Melalui artikel ini, Hizbullahingin meng-counter artikelMoqsith Ghazali dalam kolomeditorial situs Islamlib.com yangberjudul Membentengi Islam (28/08/2006). Dalam tulisannya,Moqsith mengatakan bila NabiSAW sendiri merupakan pribadiyang tak segan untuk belajar dari

orang lain, termasuk belajar dariWaraqah bin Naufal, sepupuKhadijah yang beragama Kristen.Selanjutnya, Moqsith menulisbahwa Bayt al-hikmah, lembagakeilmuan yang didirikan olehKhalifah VII Bani Abassiyah, al-Makmun Ibn Harun al-Rasyid(813-833 M) pernah dipimpinsarjana Kristen, Hunayn IbnIshaq. Hizbullah mencoba meng-counter tulisan Moqsith denganmenyatakan: Pertama, Moqsithmengatakan bahwa Nabi SAWadalah orang yang tak seganbelajar dari orang lain. Alkisah Nabipernah bertanya kepada WaraqahBin naufal, sepupu Khadijah (istriNabi), yang beragama Kristententang kejadian aneh yangdialaminya ketika ia bersemedi(tahannuts) di Gua Hira. Padahalsemestinya yang bertanya kepadaWaraqah bukanlah Nabi, melainkanKhadijah setelah itu Waraqahmeminta baginda Rasul untukmenceritakan kejadian yangdialaminya. Kedua, Moqsithmengatakan bahwa Bayt al-Hikmah, lembaga keilmuan yangdidirikan oleh Khalifah VII BaniAbbasiyyah, al-Makmun Ibn Harunal-Rasyid (813-833M) pernahdipimpin sarjana Kristen, HunaynIbn Ishaq. Data sejarah ini perludikritisi, Hunayn memang pernahdiperbantukan pada masa tersebutnamun tidak dijumpai satupunbuku turats yang mengatakan

,lataNnadtaafaySemsiterkniS

sigoloeT

inipOmisoQ

ahehsruNidahluzD

6002/10/80

nalakA-lakAdahitjImalaD

inipOhallubziHdumhaM

6002/70/60

hakraneBaumeS

tapadnepitukiiDheloB

inipO qirohT 6002/01/20

Page 32: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

30

bahwa Bayt al-Hikmah pernahdipimpin olehnya.

Jinayat JIL Terhadap Fiqh danFuqaha (Thoriq,Hidayatullah) 9

Melalui artikel ini, Thoriq inginmeng-counter tulisan di Islam-lib.com (08/03/2005) berjudulArgumen Metodologis CLD KHI.Menurut Thoriq, dalam tulisan itusi penulis menilai bahwa ushul fiqhtidak relevan lagi, sehingga sipenulis membuat-buat beberapakaidah sendiri yang menurutpenilaian dia bisa memberikemashlahatan, keadilan, kerah-matan dan kebijaksanaan. Kaidahushul fiqh alternatif yang pertamadipromosikan si penulis adalah al-ibrah bi al-maqasid la bi alfadz(yang dijadikan pijakan adalahtujuan bukan lafadz). Dari sini kitatahu bahwa si penulis memangtidak mengerti apa itu ushul fiqh.Jadi ada tiga unsur dalam ushulfiqh, ma’rifah dala’il fiqhi(pengetahuan tentang dalil-dalilfiqh), kaifiyah al-istifadah (metodo-logi penggunaan dalil), dan halmustafid (kriteria mujtahid).Kaidah kedua yang diusulkanpenulis adalah jawaz naskhnushus bi al-mashlahah (bolehmenaskh nash-nash denganmaslahat). Dari sini penulis terlihatingin potong kompas. Bagaimanadia bisa mengatakan bahwa bolehmenaskh nash-nash al-Qur’an

dan Sunnah dengan Mashlahat?Sementara kaidah ketiga yangdiusulkan adalah yajuzu tanqih al-nushus bi al ‘aql al-mujtama (bolehmengamandemen nash-nashdengan pemikiran masyarakat).Sebetulnya menurut Thoriq kaidahini intinya sama saja, yakni sipenulis ingin mengajak kita agarmeninggalkan nash-nash al-Qur’andan Sunnah.

Mengkritisi Kembali MaknaTuhan (Hizbullah Mahmud,Hidayatullah) 10

Tulisan Hizbullah ini sebenarnyamendiskusikan makna Tuhan.Akan tetapi starting point-nyatulisan dalam opening words-situs JIL, Islamlib.com dimanaHizbullah mengkritik opening wordstersebut. Di situ terdapat terjema-han Bismilahirrohmanirrohim menja-di Dengan nama Allah, TuhanPengasih, Tuhan Penyayang, Tuhansegala Agama. Menurut Hizbullah,pencetus makna Allah juga dimak-nai Tuhan adalah almarhumNurcholish Madjid. Pada waktu ituNurcholish menterjemahkan kali-mat lailahaillallah yakni tidak adatuhan selain Tuhan atau dalambahasa Inggrisnya there is not anygod but the God. Terjemahan iniselain tidak benar, juga membuatkekacauan, membuat kebingu-ngan, mendangkalkan aqidah danmenghancurkan tauhid. Terjema-han tersebut seperti yang dila-

Page 33: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

31

kukan oleh kaum orientalis danahli injil. Berdasarkan pengertiantersebut maka kelemahan darisegi bahasa diantaranya, menter-jemahkan Allah diartikan Tuhan,menyamakan arti ilah denganAllah, memandang alif dan lampada kata Allah ma’rifah dari isimnakiroh ilah, terjemah hanyamemperhatikan etimologinya,standar terjemah menggunakanbahasa Inggris.

Natal, Syafaat & SinkretismeTeologis (Qosim NurshehaDzulhadi, Hidayatullah) 11

Melalui artikel ini, Qosim inginmeng-counter tulisan Ulil Abshar-Abdalla yang dimuat dalam situsJIL Islamlib.com menyangkutperayaan Natal berjudul PendapatIslam Liberal Tentang PerayaanNatal (27/12/2004) dan tulisanGuntur Romli, aktivis JIL yangdimuat dalam situs Islam-emansipatoris.com dengan judulNatal dan Pesan Dialog Agama(27/12/2004). Guntur menjelas-kan: “saya akan memulai mema-hami ajaran Kristen denganpemahaman yang saya miliki. Adatiga poin ajaran Kristiani, tetapibisa dipahami melalui ajaranIslam. Yaitu, mengenai kehadiranTuhan, penyaliban Yesus, danajaran cinta kasih”. Sementara Ulildengan artikelnya ingin mencip-takan model ta’aruf Qur’ani.Hanya saja ia juga terjebak oleh

spirit yang digulirkannya itu.Diantaranya, ia menganjurkankawin campur antara seoranglaki-laki Muslim dengan wanitanon-Muslimah, natal dan bid’ah.Akibatnya, menurut Qosim,Guntur dan Ulil terjebak dalamSinkretisme Teologis.

Akal-Akalan dalam Berijtihad(Hizbullah Mahmud,Hidayatullah) 12

Artikel Hizbullah ini inginmenyenggol JIL terkait ijtihadmereka. Menurutnya, ada kesanbahwa JIL hanya memaknaiijtihad sebagai kegiatan berpikirtentang ajaran Islam. Tegasnya,disaat dalil al-Qur’an dan Sunnahada dan cukup tegas, merekamasih tetap melakukan ijtihad.Jadi istilah ijtihad dirusak dandipakai secara tersamar. Sebagaicontoh menurut Hizbullah adalahMoqsith Ghazali yang dalammakalahnya yang berjudul IjtihadUpaya menembus Kawasan YangTak Terpikirkan membuat kaidahyang bisa dikatakan lucu iamengutip: in khalafa al-‘aql wa al-naql quddima al’aqlu bithariqi al-takhshish wa al-bayan (ketikaterjadi ketegangan antara pendapatakal dan bunyi harfiah teks ajaran,maka yang dimenangkan adalahpertimbangan akal dengan jalantakhshish (spesifikasi ajaran) danbayan (penjelasan rasional). Kaidahini sangat bertentangan dengan

Page 34: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

32

pengertian dasar ijtihad yangtelah dibuat ulama berabad-abadlamanya. Jelas sekali, ijtihadberlaku jika tidak ada nash yangjelas dari al-Qur’an dan Sunnahdan itupun harus mengambilistimbath (kesim-pulan) dari dalil-dalil yang ada.

Benarkah Semua PendapatBoleh Di Ikuti (Thoriq,Hidayatullah) 13

Menurut Thoriq, Islamlib.comtelah mempublikasikan sebuahtulisan yang berjudul metodologiBerfatwa dalam Islam, katanya:setiap umat memiliki hak untukmengikuti tafsir ala sunni, alamu’tazilah, ala syiah, ala Gus Dur,ala Cak Nur, ala Kiai Langitan, alaJaringan Islam Liberal (JIL), alaahmadiyah dan lain-lain, wahai,serahkanlah kepada umat untukmemilih mana-mana tafsir yangterbaik untuk dirinya (Islam-lib.com, 23/09/2005). Dalampandangannya, tampak jelasbahwa si penulis memiliki pema-haman bahwa setiap orang bolehmengikuti tafsir siapa saja yangsesuai dengan kecenderungan-nya, tanpa ada rambu-rambu yangjelas, semuanya diserahkankepada publik untuk memilih.

Berbeda dengan Hidayatullah-.com, Islamlib.com bisa dikatakanbersifat pasif karena kegiatanmeng-counter mereka bersifat tak

langsung, yakni tanpa secara jelasmenunjuk website Hidayatu-llah.com, apalagi dengan jelasmenunjuk penulis dan judulartikel yang hendak dicounter-nya. Dalam kegiatan iniIslamlib.com hanya meng-counteride dan gagasan literalisme Islamsecara umum. Kalaupun ada yangbisa dikatakan bersifat langsung,itu hanya penyebutan namaAdian Husaini dan gagasannya,yang memiliki kolom sendiri diHidayatullah.com. Hal ini bisakita lihat dalam artikel berikutini:

Rahmat Tuhan Tidak Terbatas(Jalaludin Rahmat, Islamlib) 14

Dalam transkripsi wawancaradengan JIL ini, hanya diketemukansekelumit ucapan JalaludinRakhmat (JR) dalam menyinggungAdian Husaini.15 Dalam sebuahpetikan wawancara wawancara ini,Jalal mencoba meng-counter Adian,meski dengan bahasa yang singkat.Jalal, seperti juga kaum pluralis,menganggap semua agama akan

luduJ luduJ luduJ luduJ luduJ kirbuR kirbuR kirbuR kirbuR kirbuRsiluneP siluneP siluneP siluneP siluneP

hokoT/ hokoT/ hokoT/ hokoT/ hokoT/isidE isidE isidE isidE isidE

tamhaR

nahuT

kadiT

satabreT

-nawaW

arac

nidulalaJ

tamhkaR

-/01/01

6002

aDehT

icniV

&edoC

-atameK

nagn

amagreB

moloK inotnairvoN-/50/03

6002

Page 35: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

33

menuju kepada Allah yang samasesuai bunyi ayat di atas.Sementara, Adian Husaini me-nolak pandangan tersebut.

The Da Vinci Code danKematangan Beragama(Novriantoni, Islamlib) 16

Melalui artikel ini, Novriantoni,selain mendeskripsikan kontro-versi seputar novel dan film TheDa Vinci Code, ia juga men-jelaskan respon umat Kristen danumat Islam fundamentalis ter-hadap hal itu dikaitkan dengankematangan beragama mereka.Nah, dalam menjelaskan responumat Islam fundamentalis itulah,Novriantoni menyenggol AdianHusaini dan pendapatnya.17

GHAZW AL-FIKRI: PEMAKNAANYANG BERBEDA

Meski memiliki definisi yang samatentang perang pemikiran (ghazwal-fikr), namun Islamlib.com danHidayatullah.com memberi pene-kanan yang berbeda. Keduanyasama-sama mendefinisikanghazw al-fikr sebagai istilah yangpopular dikalangan umat Islam(pergerakan) yang dimasudkansebagai respon terhadap masuk-nya ide-ide Barat dan non-Muslimke dunia Muslim.

Namun demikian, Islamlibcende-rung memberi penekananpada konteks respon gerakan

Islam literal-konservatif (terhadapbarat) yang dianggapnya terlaluberlebihan sehingga merugikandunia Islam sendiri. MenurutIslamlib tidak semua ide yangberasal dari dunia Barat dan non-Islam itu bertentangan denganIslam dan karenanya terhadapide-ide seperti itu kaum Muslimharus menerimanya. Apalagi,faktanya, umat Islam sekarangsedang dalam kondisi terpuruk.sehingga Islamlib secara tegasmenyatakan bahwa ada banyakhal yang bisa dipelajari dari duniaBarat dan non-Islam terutamaterkait dengan kemajuan-kemajuan yang telah merekaperoleh. Islamlib juga percayabahwa Islam tidak melarang kaumMuslim untuk mendapatkan“hikmah” dari manapun ia berasal,termasuk dari dunia Barat dannon-Muslim. Penekanan sepertiitu bisa dilihat dalam artikel:

Dalam artikel ini, Luthfi menya-takan bahwa istilah ghazw al-fikrilebih popular dikalangan Islamliteral-konservatif dibanding ka-langan Islam yang lain. Hal itu,menurut Luthfi, dikarenakankalangan tersebut meyakini bahwapemikiran-pemikiran dari Barat

luduJ luduJ luduJ luduJ luduJ sutiS sutiS sutiS sutiS sutiS siluneP siluneP siluneP siluneP siluneP isidE isidE isidE isidE isidE

gnareP

-rikimeP

na 81

moc.bilmalsiifhtuL

einakuayssA

-/50/13

4002

Page 36: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

34

luduJ luduJ luduJ luduJ luduJ sutiS sutiS sutiS sutiS sutiS/siluneP /siluneP /siluneP /siluneP /siluneP

hokoT hokoT hokoT hokoT hokoTisidE isidE isidE isidE isidE

nagnareS

narikimeP

malaD

nakididneP 91

moc.hallutayadihardnI

arawsigoY

-/20/61

6002

cenderung bersifat menyerangdan memberikan dampak burukbagi kaum Muslim. PemikiranBarat mereka anggap dapatmeracuni dan menjauhkan kaumMuslim dari agama Islam. Salahsatu tokohnya, Muhammad Qutbbahkan meng-anggap perangpemikiran ini lebih berbahayadari pada perang fisik. Kalangantersebut juga meyakini adanyateori pengaruh, yakni bila orang-orang Islam banyak membacakarya-karya orang Barat dankaum orientalis, maka ia telahterpengaruh dan terperangkapdalam jaring zionisme dan Salibis.

Sementara itu, berbeda denganIslamlib, Hidayatullah justrumemberi penekanan pada masuk-nya ide-ide luar (barat) berten-tangan dengan Islam, yang diliputioleh semangat kolonialisme danimperalisme dan oleh karena itu,menurut mereka, harus dilawan.Menurut Hidayatullah, sejarahkelam hubungan Islam danKristen-Barat seperti terekamdalam Perang Salib dan momen-tum renaissance di dunia Baratyang diikuti dengan kolonisasi atassebagian dunia Islam, membuatdunia Barat baik secara terang-terangan maupun tersembunyi,berusaha menancapkan kekuasa-an mereka atas dunia Islam. Salahsatunya, adalah mentransfer ide-ide barat sebanyak mungkin kedalam dunia Islam. Oleh karena

itu, menurut Hidayatullah, hal iniharus dicegah agar umat Islamtidak semakin terpuruk danbahkan bisa memperoleh keja-yaannya kembali (yang telahdicuri dan direbut) oleh duniaBarat. Hidayatullah juga percayabahwa bila Allah SWT saja sudahmeme-rintahkan manusia untuklebih teliti dan hati-hati terhadapberita yang dibawa golongan fasiq,sudah tentu manusia diharuskanlebih ekstra teliti dan hati-hatididalam mengambil berita atauilmu dari golongan yang tidakmengakui Allah SWT sebagaiTuhan mereka dan MuhammadSAW sebagai nabi-Nya. Pene-kanan seperti itu bisa kita lihatdalam artikel:

Berbeda dengan Luthfi, dalamartikel ini Indra justru inginmenegaskan bahaya yang di-hasilkan serangan ide-ide barat(melalui pendidikan) terhadappemikiran kaum Muslim. Ghazwal-fikrii maksud sebenarnya adalahserangan yang ditujukan kepadapemikiran Islam oleh lawanpemikiran itu sendiri. MenurutIndra, Serangan ini biasanyadipahami berasal dari dunia Baratsecara umum yang memilikikepentingan di dunia Islam. Dalam

Page 37: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

35

hal ini Barat berada dalam posisikuat karena dominasi dalamsegala bidang dan dunia Islamberada dalam posisi lemahkarena pengaruh dominasi asingtersebut. Akibat dari seranganpemikiran ini terjadi di duniaIslam (Indonesia) apa yang iasebut “Pembaratan Pemikiran”.20

PENGARUH INTERNET:DARI PERANG PEMIKIRAN DIDUNIA MAYA KE KONFLIKFISIK DI DUNIA NYATA

Kalau anda ingat dengan kasusterror yang menimpa AbdurahmanWahid (Gus Dur) dan dilakukansekelompok orang yang meng-atasnamakan Islam di Purwakartapada 23 Mei 2006 lalu, itu adalahkarena mereka menuduh GusDur telah menghina Islam setelahtersiar kabar bahwa Gus Durmengatakan al-Qur’an sebagaikitab suci porno. Nah, berita itusebenarnya lahir dari acarawawancara “Kongkow bareng GusDur” di kantor berita radio (KBR)68 H Jakarta, yang transkripsihasil wawancaranya dipublikasi-kan di situs Islamlib.com denganjudul Jangan Bikin Aturan Ber-dasarkan Islam Saja! 21

Isi wawancara tersebut kemudianmemang menimbulkan polemikyang cukup panjang. Sebagianyang kontra menyatakan bahwaGus Dur telah menghina Islamdengan mengatakan Qur’an

sebagai kitab suci porno.Sementara, sebagian yang pro,menyatakan bahwa kita seharus-nya melihat ucapan Gus Durtersebut dalam konteks dansituasinya. Mengambil ucapanGus Dur secara sepotong-sepotong apalagi dengan meng-abaikan konteks dan situasinyatentu akan menghasilkan pe-maknaan yang berbeda dan kelirudari yang dimaksud Gus Dur. Yanglebih memperparah polemik iniadalah terjadinya “pengusiran”terhadap Gus Dur di Purwakartapada 23 Mei 2006 oleh sekelompokorang yang mengatas namakanumat Islam Purwakarta, sehinggasemakin memperuncing konflikantara pihak yang kontra dan yangpro. Selain itu, tindakan redakturIslamlib.com yang kemudianmengedit ulang hasil transkripsiwawancara sering dijadikanamunisi pihak yang kontra GusDur, sekaligus kontra JIL sebagaipengelola Islamlib, untuk mem-berikan penegasan bahwa Gus Durmemang nyeleneh dan JIL memangtidak konsisten.

Menurut redaktur Islamlib.com,M. Guntur Romli, yang mewa-wancari Gus Dur, tindakanmengedit ulang dimaksudkanuntuk menyama-kannya denganversi sebelumnya yangsebenarnya sudah dimuat dikoran Jawa Pos. Tindakan itu jugadilakukan untuk menghindari

Page 38: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

36

polemik lebih lanjut dan agartidak dimanfaatkan oleh orang-orang yang kontra Gus Dur danJIL dengan cara mengutippenggalan dan secara sepotong-sepotong menggunakan bagiandari wawancara tersebut untukkepentingan mereka. Apalagi,Guntur menganggap bahwamereka memiliki hak untukmengedit ulang, merevisi danbahkan mengadakan perubahanatas isi website milik merekatersebut.

Dan memang apa yang khawatir-kan Guntur di atas terjadi juga.Artikel itu kemudian benar-benarmenjadi amunisi kelompokliteralis untuk “menyerangkelompok islam liberal”. Hidaya-tullah termasuk diantaranya yangmemanfaatkan amunisi tersebut.Hal ini terlihat dalam artikel:

Artikel Muchib ini sebenarnyaingin mengkritisi para penolaksyariat Islam terkait isu RUU APP.Namun, ia memulai artikelnyadengan menyenggol wawancara“kontroversial Gus Dur” denganJIL yang sering dianggap menjadibiang munculnya opini tentangstatemen Gus Dur bahwa al-Qur’an sebagai kitab suci porno.23

PENUTUP

Idealnya, diruang publik mediaseharusnya bisa menjadi katalisa-tor dalam menyelesaikan segalapertikaian antar dan intra umatberagama. Faktanya, media justrubukanlah saluran yang bebas darikepentingan tertentu. Ia adalahsubyek yang mengkonstruksirealitas, lengkap dengan pan-dangannya subyektifnya, biasnyadan pemihakannya. Disamping itu,dalam pandangan kritis, mediadapat dipandang sebagai wujuddari pertarungan ideologi antarkelompok. Artinya, tiap-tiap mediaakan menyuarakan kepentinganmereka berdasarkan ideologimereka. Disini distorsi, mis-representasi, mis-komunikasi, danmis-interpretasi dalam pemberita-an menjadi tak terhindarkan,termasuk pemberitaan yang men-citrakan Islam sesuai dengan “citarasa” masing-masing media.

Fenomena perang pemikiran yangmelibatkan Islamlib versus Hidaya-tullah, adalah salah satu bukti,betapa tarik menarik kepentingandengan memanfaatkan ruangpublik (maya) sebagai “pasar bebaside, gagasan, dan wacana” diantarasesama kelompok Islam berbedaideologi masih terjadi. Perangpemikiran Islam diantara Islamlibversus Hidayatullah kalau kitaamati lebih dalam, memang tampakjelas didalamnya bahwa diantaraIslam Liberal dan Islam Literal

luduJ luduJ luduJ luduJ luduJ kirbuR kirbuR kirbuR kirbuR kirbuR/siluneP /siluneP /siluneP /siluneP /siluneP

hokoT hokoT hokoT hokoT hokoTisidE isidE isidE isidE isidE

tairayS

?onroP 22inipO

bihcuM

ylAnamA

-/50/61

6002

Page 39: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

37

Indonesia sekarang ini masihada, dan bahkan makin menguat,tarik menarik kepentingan,dengan latar belakang ideologidan tujuan yang berbeda-beda,bahkan dalam beberapa halbertentangan secara diametral.***

Catatan Akhir

1 Sebagian materi dari artikel inidiambilkan dari: Suratno & JuniAlfiah, 2000, War of Islamic Ideas inThe Internet: A Comparative study ofJIL’s Website (islamlib.com) andHidayatullah’s (hidayatullah.com),research paper yang dipresentasikanpada 16th AMIC Seminar & 1st WJECCongress, di Singapura, Juni 2007.Penulis juga berterima kasihterhadap DPPK Universitas Parama-dina yang telah memberikan financial

support dalam penelitian tersebut.

2 Lihat Muhsin Jamil, 2005,Membongkar Mitos MenegakkanNalar: Pergulatan Islam liberalversus Islam literal, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, hal. 9-10

3 Pasal 28 F tersebut berbunyi: “Setiaporang berhak untuk berkomunikasidan memperoleh informasi untukmengembangkan pribadi danlingkungan sosialnya, serta berhakuntuk mencari, memperoleh,memiliki, menyimpan, mengolahdan menyampaikan informasidengan menggunakan segala jenissaluran yang tersedia.

4 Bassam Tibi, 2001, Islam BetweenCulture and Politics, New York:Palgrave.

5 Muis Naharong, 2005, Fundamentalisme Islam, dalam Jurnal UniversitasParamadina, Vol. 4, No. 1, Juli 2005,hal 40-41.

6 Merlyna Lim, 2003,

7 Qosim Nursheha Dzulhadi, 2005, NabiPerempuan: Adakah?, dalamwww.hidayatullah.com

8 Hizbullah Mahmud, 2006, Jinayah JILTerhadap Siroh dan Usul Fiqh, dalamwww.hidayatullah.com

9 Thoriq, 2006, Jinayah JIL TerhadapFiqh dan Fuqoha, dalam www.hidayatullah.com

10 Hizbullah Mahmud, 2005, MengkritisiKembali Makna Tuhan, dalam www.hidayatullah.com

11 Qosim Nursheha Dzulhadi, 2006,Natal, Syafaat dan Sinkretisme Teologis,dalam www.hidaya tullah.com

12 Hizbullah Mahmud, 2006, Akal-Akalan Dalam Berijtihad, dalamwww.hida yatullah.com

13 Thoriq, 2006, Benarkah SemuaPendapat Boleh Di Ikuti?, dalamwww.hidayatullah.com

14 Jalaludin Rahmat, 2006, RahmatTuhan Tidak Terbatas, dalamwww.islamlib.com

15 Begini ucapan Kang Jalal: “Bagi saya,seorang Muslim yang pluralis pastiakan menganut prinsip tauhid.Seorang Kristiani yang pluralis, pastiakan percaya bahwa Yesus adalahjuru selamat semua umat manusia.Jadi pluralisme itu adalah sebuahorientasi keberagamaan. Kelompokpluralis itu akan ada dikalanganIslam, ada juga di kelompok Kristianidan agama lain. Kalangan eksklu-sivis juga ada di berbagai agama dan

Page 40: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

38

masing-masing bisa merujuk padakitab suci masing-masing. Jadipluralisme adalah sebuah pahamdan paham itu berakibat padaperilaku sosial kita. Tapi pluralismebukan juga menganggap semuaagama sama saja karena dalam al-Qur’an juga sudah dikatakan walikullin ja’alna minkum syir’atan waminhaja (bagi tiap-tiap agama telahkami tetapkan aturan hidup dansyariat masing-masing). Di tegaskanjuga walau sya’allah laja ’alnakumummatan wahidah (kalau Allahmenghendaki, Dia akan jadikanseluruh agama itu satu saja).Artinya, Allah bisa menjadikanseluruh agama sama saja. Tapi al-Qur’an menjelaskan lebih lanjutwalakin liyabluwakum (Dia inginmenguji kalian) bima atakum (denganagama yang datang kepada kalian).Karena itu, kita di-anjurkan untukfastabiqul khairat (berlomba-lombalahdalam berbuat kebajikan), karenailayya marji’ukum jami’an (hanyakepada-Ku seluruh agama akanberpulang). Ayat ini perludikomentari. Menurut saya, hampirtak pernah terdapat kata jami’ansetelah kata marji’ukum kecualididalam ayat ini saja. Ilayyamarji’ukum fa unabbiukum bima kuntumta’malun; inna ilayna iyabhamum,tsumma inna ‘alayna hisabahum(kepada-Ku juga kalian akan berpu-lang dan disitulah Aku akanmemberitahu apa yang engkau laku-kan. Semuanya akan berpulang padaAllah dan Dia yang akan membuatperhitungan). Nah, kemarin sayadikritik Pak Adian Husaini, calondoctor dari ISTAC Malaysia itu.Katanya, pandangan bahwa hanyakepada Allah seluruhnya akanmenuju itu adalah keliru. Saya tidaktanggapi statemennya itu secara

serius dan menganggapnya dagelansaja”

16 Novriantoni, 2006, The Da Vinci Codedan Kematangan Beragama, dalamwww.islamlib.com

17 Begini kalimat Novri: “Respon AdianHusaini, tokoh fundamentalis IslamIndonesia paling terdidik saat ini,relevan dikemukakan. Adian mene-mukan amunisi gratis untuk mela-kukan serangannya atas kekriste-nandan umat Kristen Indonesia. “The DaVinci Code adalah sebuah novel yangmemporak-porandakan sebuahsusunan gambar yang berna-maKristen itu,” tulis Adian di Republika,Kamis 28 April 2005.Sikap Adianterhadap pendekatan kritis atasagama lain, bertolak belakang denganpendekatan sejenis atas Islam;sebuah sikap yang jauh darisemangat ilmiah dalam studi agama-agama. Saya berpikir, sikap Adiandan kawan-kawannya yang hampirparanoid menunjukkan aib dan kebu-rukan agama lain, kadang menimbul-kan kesan tidak adanya kebenaranintrinsic dalam Islam, kecuali bilamampu menunjukkan kepalsuanagama lain. Mungkin semangat itulahyang masih melingkupi orientasistudi perbandingan agama di per-guruan tinggi kita, dan khutbah-khutbah dalam masjid dan majlistaklim di negeri ini”.

18 Luthfi Assyaukanie, 2004, PerangPemikiran, dalam www.islamlib.com

19 Indra Yogiswara, 2006, SeranganPemikiran Dalam Pendidikan, dalamwww.hidayatullah.com

20 Pembaratan pemikiran itu, menurutIndra salah satu contohnya adalahrektor IAIN Syarif Hidayatullah (1973-1984), berangkat ke Montreal,

Page 41: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

39

Kanada dan menuntut ilmu di McGillUniversity yang saat itu dan sampaisekarang mempunyai program yangdinamakan The McGill-IAIN Relation-ship. Dan struktur organisasinya pundiisi oleh beberapa tokoh pendidikandari IAIN seperti Azyumardi Azradari UIN Jakarta , Amin Abdullah dariIAIN Yogyakarta. Buku yang mungkinmenarik untuk dibaca berkenaandengan dampak dari program kerja-sama antara IAIN dan McGillUniversity adalah buku yangberjudul, “The Modernization of Islamin Indonesia, An Impact Study on theCooperation between the IAIN and MCGill University. Setelah menuntutilmu disana, beliau pulang denganmembawa segudang pemikiran barudan mengeluarkan buku berjudul“Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek-nya”, yang ketika itu menuai banyakkritik yang cukup tajam dari kalang-an cendekiawan muslim lainnya ka-rena buku itu penuh dengan pemi-kiran Barat terhadap Islam yangmempunyai banyak kelemahan dandapat membuka pintu ke arah seku-larisme, plurarisme dan liberalisme,dimana faham-faham tersebut telahdifatwakan haram oleh MUI padatanggal 29 Juli 2005

21 Begini petikan wawancaranya: “JIL:Gus, ada yang bilang kalaukelompok-kelompok penentang RUUAPP ini bukan kelompok Islam,karena katanya kelompok inimemiliki kitab suci yang porno?GD: Sebaliknya, menurut saya kitabsuci yang porno di dunia adalah al-Qur’an, he he JIL: Maksudnya?, GD:Loh jelas, sekali. Di al-Qur’an ituada ayat tentang menyusui anak duatahun berturut-turut. Cari dalamInjil kalau ada ayat seperti itu.Namanya juga menyusui, yamengeluarkan tetek (payudara) kan?

Porno ini dong. Banyak contoh lain,he..he..he.. Porno itu letaknya adadalam persepsi seseorang. Kalo orangkepalanya ngeres, dia akan curigabahwa al-Qur’an itu kitab suci porno,karena ada ayat-ayat tentangmenyusui (al-Baqarah: 233). Bagi yangngeres, menyusui berartimengeluarkan dan me-tetek, dan adajuga roman-romanan antara Zulaikhadan Yusuf (QS Yusuf: 24)

22 Muchib Aman Aly, 2006, Syariat Porno,

dalam www.hidayatullah.com

23 Harian Duta edisi ahad 16 Aprilmemuat wawancara AbdurrahmanWahid dengan aktifis JIL yang di-publikasikan dalam situs resminya(islamlib.com), dengan memberi judul”jangan Bikin aturan berdasarkan Is-lam saja”. Begini wawancaranya:…Ketika rame-ramenya pembicaraantentang goyang ngebor inul, dalamsebuah buku berjudul mengeborkemunafikan Ulil Abshar Abdallamenulis: agama tidak bisa seenakudelnya sendiri masuk kedalambidang-bidang itu (kesenian dankebebasan berekspresi) dan memak-sakan sendiri standarnya kepada ma-syarakat….agama hendaknya tahubatas-batasnya.Pernyataan itu me-wakili pendapat umum kaum sekulerdan liberal.Begitulah pandangan kaum sekuleryang tidak mau terikat dengan aturanagama. Maksiat bukanlah suatumasalah umum yang perlu dipersoal-kan. Asal kemaksiatan membawamashlahat dan disepakati olehumum.

Page 42: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

40

Opini

Beberapa waktu yang lalu penulis bersamabeberapa tokoh agama, intelektual, pers danunsur pemerintah diundang pemerintah

Kerajaan Arab Saudi untuk menunaikan ibadahumroh sekaligus melihat perkembanganpembangunan dua mesjid haram (haramain), yakniMesjid Makkah al-Mukarramah dan Mesjid NabawiMunawwarah. Dua mesjid ini merupakan simbolpemersatu dan perekat umat Islam. Yang diundangdan berkesempatan berangkat dalam rombongan ini,untuk menyebut beberapa nama, adalah Yudi Latif(Intelektual Muda Islam), Bambang Setiadji (RektorUniversitas Muhammadi-yah Surakarta), Yogi Sugito(Rektor Universitas Brawi-jaya Madang), Ali Salim(Pemimpin Umum Harian Birawa, Surabaya), AtangHeradi (KAPOLRESTA Malang), dan Tubuh Musyareh(KAPOLRES Malang).

Selama perjalanan, kami melakukan kunjungan sertaziarah ke tempat-tempat bersejarah, khususnya bagiumat Islam. Disamping itu, kami juga bersilaturrahimdan diskusi seputar perkembangan dunia Islamkontemporer. Salah satu tema menarik yang menge-muka adalah permasalahan dunia Islam dalam meng-hadapi kapitalisme global sebagaimana terungkapdalam pembicaraan dengan Syeikh Soleh Al-Husain(Direktur Umum Urusan Haramain), Syeikh Saleh Al-Thalib (Imam Besar Masjid Haram Mekah), dan ImamBesar Masjid Nabawi.

“Selamat datang saudara-saudaraku di tanah kela-hiran Rasulullah SAW, tempat memancarnya sinarperadaban Islam dan tanah air bagi seluruh umatIslam. Semoga saudara-saudaraku Muslim di

INDONESIA, SIMBOL KEKUATAN ISLAM ?

Endang Tirtana

Sekretaris ProgramMaarif Institute

Page 43: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

41

Indonesia selalu mendapatkeberkahan dan lindungan dariAllah SWT”, ucap Syeikh Soleh Al-Husein (70). Pria yang menjadisahabat almarhum MuhammadNatsir ini bercerita antusiasmengenai peran strategisIndonesia dalam memperjuang-kan kepentingan Islam. Kami punhanyut dalam diskusi yangmengalir, penuh keakraban danpersaudaraan.

Harapan dan DilemaYang menarik dicermati dalamkesempatan ini ialah penilaianulama Kerajaan Arab Sauditerhadap peran strategis Indonesiadi kancah dunia Islam. MenurutSyeikh Soleh Al Husain, Indonesiaadalah simpul kekuatan duniaIslam saat ini. Kemampuanmasyarakat Muslim Indonesiamenampilkan wajah Islammoderat dan toleran merupakanmodal sosial utama umat Islamdalam memperjuangkan Islamsebagai rahmat semesta (rahmatanlil ‘alamin). Untuk itu, Indonesiaharus memainkan peran strategis-nya dalam memperjuangkan ke-pentingan-kepentingan duniaIslam di tengah hegemoni kapital-isme dan ketidakadilan global.

Apa yang dilontarkan DirekturUrusan Haramain dikuatkan olehpandangan Imam Besar MasjidHaram, Syeikh Husein Al-Thalib.“Keragaman pemahaman Islam di

Indonesia menjadi modal sosialpaling berharga dalam mem-bangun Islam yang lebih moderat.Sikap tegas dan kritik tajamsaudara-saudara di Indonesiaterhadap kebijakan dan opininegatif yang dibangun dunia baratterhadap Islam memberikan kon-tribusi siginifikan dalam merubahpandangan Barat terhadap Islam”,ujar Syeikh Husein.

Bila kita tilik sejarah peran umatIslam Indonesia cukup besardalam memperjuangkan tatanandunia yang lebih adil dan beradab.Keikutsertaan Indonesia padaforum-forum internasional mem-perjuangkan keadilan dan kepen-tingan masyarakat Islam yanghidup dalam bayang-bayang tiraniimperialisme global merupakanfakta yang tidak bisa dibantah.

Tentu sinyalemen seperti inibukanlah hal baru didengar.Sudah cukup banyak analisis yangmendahului komentar kedua orangyang kami temui tersebut. Namunmenjadi terasa beda karena haltersebut dikemukakan oleh orang-orang yang paling bertanggung-jawab terhadap urusan haramainyang selama ini dikenal sebagaipusat konservatisme Islam,wahhabisme. Ya, karakter main-stream Islam Indonesia yang tolerandan moderat dalam kondisikultural yang majemuk menjan-jikan harapan akan kemunculan

Page 44: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

42

satu kekuatan alternatif Islam dipentas dunia. Sebuah nomen-klatur Islam yang berbeda denganarus corak keberagamaan Muslimdi Timur Tengah.

Namun anehnya, belakangan kitamenyaksikan gerakan-gerakanyang bertujuan mereorientasiIslam Indonesia menuju Islam-murni a la Timur Tengah,“Arabisasi”. Seakan-akan menjadiMuslim tidak otentik bila tidakmengikuti corak Muslim TimurTengah. Bukankah ini menyirat-kan kita sedang mengalami krisiskepercayaan diri sekaligus dis-orientasi identitas sebagai MuslimIndonesia? Bagaimana mungkinkita mampu menjadi simpulkekuatan baru Islam di konteksglobal jika kita tercerabut dari akarkultural sendiri? Mungkin kitamengalami dilema yang padaakhirnya bila dibiarkan akanmengikis jangkar kebudayaan danperadaban sedang ditanamkan.Kalau ini terjadi, harapan keduasyeikh di atas mungkin tinggalharapan belaka yang cuma meng-gembirakan sesaat, melintas cepat,ibarat air di daun talas.Wallahu`alam.***

Page 45: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

43

hier wohnteSidonie SanderJ.G. 1869deportiert 1942tot imghetto Warschau

Akhir-akhir ini, masyarakat Muslim diharu-biruoleh pernyataan kontroversial Presiden IranAhmadinejad terkait dengan kesangsiannya akangenosida etnis Yahudi di Jerman pada paruh keduaabad ke-20. Hampir semua mahasiswa dan kolegaMuslim saya, bereaksi senada terhadap pernyataanDinejad. Tulisan ini, khusus, saya persembahkanuntuk para kolega Muslim di seantero Indonesia.

Sepanjang studi di Munster, Jerman, saya mencobameluangkan waktu mengunjungi dan berziarah ketempat-tempat bersejarah, terutama monumen-monumen yang berkaitan dengan pembunuhanmasal terhadap bangsa Yahudi di Jerman.Kebetulan kami tinggal di sebuah kota kecil yangindah, Munster. Di kota ini, korban Yahudi adalahyang paling banyak dari seluruh propinsi lain diJerman. Jikalau kita menginjak jalan-jalan terbuatdari bongkah batu di pusat kota Munster, sesekalikita akan menginjak batu kuningan di depanbeberapa toko atau rumah warga. Bertuliskan: “Disini pernah tinggal Sidonie Sander, lahir 1869,dideportasi pada 1942, meninggal di ghettoWarsawa”. Ada haru-biru-pekat juga maut-kelamketika menginjak beberapa batu kuningan di jalananyang merupakan, Gedachtnis, simbol ingatan akankuburan bagi orang Yahudi di Munster kala itu.Sebuah kebijakan yang cukup elegan dari bangsa

Bedah Buku

Celan telah Tiba: Puisi Maut Holocaust

DewiCandraningrum

Dosen UniversitasMuhammadiyah

Surakarta, sedangmenulis disertasidengan beasiswa

DAAD, mengajar diInstitut furEthnologie

Universitat Munster,Jerman.

Page 46: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

44

Jerman kepada warganya,terutama juga generasi mudauntuk tidak mengulang pembu-nuhan atas nama kebenaran dinegeri Mercedes itu. Jugakebijakan yang teramat pentinguntuk tidak menyebarluaskankebencian antar ras-etnis, agamadan budaya, yang mengakibat-kan genosida. Di Indonesia, halini cukup penting menjadicontoh praktek budaya, meng-ingat darah beberapa suku-etnisyang dibunuh masal di Indonesiamasih basah dan segar dalamingatan kita.

Selasa lalu, Berthold Damshau-ser, Pak Trum biasa kami me-manggilnya, kawan dekat darikomunitas sastra di Indonesia,mengirimkan puisi Paul Celan.Ya… Celan telah tiba. Denganduka indahnya telah meng-hampiri sajadah saya di bulanRamadhan ini. Terbayangarogansi Dinejad di mukenaputih yang saya pakai untukshalat Shubuh dini hari waktuJerman. Saya tidak bisa bersetujudengan cara pandang dia akanperistiwa holocaust ini, danseringkali saya harus adu argu-men cukup berat dengan kolega-

kolega Muslim saya di Indonesia,yang saya pahami kondisi merekayang kurang bernalar panjangdalam membaca dan mengkhid-mati sejarah. Berikut adalah judul,tahun, dan penerbit kumpulanpuisi Paul Celan:

Seri Puisi Jerman 003

Judul Buku: Paul Celan: Candudan Ingatan

Editor danpenerjemah : Berthold

Damshauser danAgus R. Sarjono

Penerbit : Horison, Jakarta,2005, 140 halmn.

Fuga Maut, Pelarian Maut

Buku kumpulan puisi Paul Celanini adalah seri ketiga puisi Jermanyang diterbitkan oleh Horisondalam wadah pertukaran budayaantara Indonesia-Jerman yangdifasilitasi oleh Kedutaan Jermandalam rangka kegiatan KomisiIndonesia untuk Bahasa danSastra. Diterjemahkan olehBerthold Damshauser (dosenSastra Indonesia di UniversitatBonn) bersama Agus R. Sarjono(redaktur majalah sastra Horison).

Page 47: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

45

Berbeda dari kedua seri puisiJerman yang diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia sebe-lumnya, (yaitu) Bertolt Brecht danRainer Maria Rilke, kum-pulan 40puisi Celan ini dihiasi olehilustrasi sketsa Herry Dim, pelukisMuslim asal Bandung. Sedangkananimasi dari sketsa itu terdapatpada sebuah VCD yang dilampir-kan kepada bukunya. Selainanimasi, pada VCD itu terdapatresitasi puisi Celan oleh BertholdDamshauser yang diiringi olehmusik komponis Jerman PeterHabermehl. Suara BertholdDamshauser dalam sekian banyakresitasi puisi seperti suara Trum,hingga kawan-kawan penyairmenyebut beliau sebagai PakTrum. Dahsyat dan memukau!Pembaca akan dapat menikmatiresitasi, musikalisasi ini dalamVCD yang menjadi pelengkapbuku ini.

Celan terlahir sebagai etnis Yahudidi Bukowina (bagian negaraUkraina) tahun 1920, yangberbahasakan Jerman. Ibunya,Yahudi pula, adalah penggemarpuisi-puisi Jerman yang terkenalmuram, kelam dan dingin bagaibekunya musim dingin Jerman.Kepedihan maut yang melukaiCelan sampai akhir hayatnyaketika mengetahui kedua orangtuanya mati disapu oleh anginHolocaust dari Berlin. Luka Celantak hanya berhenti daripengalaman akan kehilangan

kedua orang tuanya, luka Celanadalah juga luka pengala-mankaya penuh kesedihan tat-kala diaberada dalam kamp kerja paksaYahudi. Celan menyaksikantobong-tobong mengepulkan asapmayat-mayat yang terbakar,demikian pula tanah-tanah yangbasah oleh darah saudaranya.

Namun demikian, kecintaanCelan akan bahasa Jerman,bahasa yang telah membunuhnyaseumur hidup, tak lekang di-makan zaman: “Dan setujukah kau,Ibunda, seperti dulu, ah, di rumah/dengan puisi sunyi, puisi Jermanyang menyakitkan?”. PembacaIndone-sia, pembaca Muslim,khususnya, dapat menghirupawan berbau mayat itu melaluipuisi-puisinya. Senandung yangdipenuhi oleh sayatan-sayatanluka. Kepulan asap mayat itu,dalam puisinya, digambarkansebagai “kuburan awan”. Katadengan “sur-meta-melampaui”akan realitas “basah tanahkuburan”. Lampauan realitas ituadalah realitas bagi sajak-sajakCelan. Luka dan kesedihanadalah realitas dalam sajak Celan.Sampai-sampai, debu-abu-jena-zah itu meminum hujan, danhujan telah meminum debu-abu-jenazah itu (hlm, 81). Dan,sampai-sampai Yesus, mestiberdoa kepada serombongan FugaMaut itu (hlm, 47). Kesedihan dansiksa tak terperi itu tergambardalam kata-kata yang memilukan:

Page 48: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

46

tatkala Yahudi meminum susuhitam, kemudian menggali kubur-nya sendiri atas perintah SangTuan Gila (Tentara SS Jerman)yang memaksa mereka, bahkan,menghibur dengan musik dan taridalam kamp konsentrasi (gambar-an puisi Todesfuge-Fuga Maut).“Fuga” dalam bahasa Latin ber-makna “pelarian diri”. PelarianYahudi itu, telah, menggali kubu-ran di udara dengan asap mayat-nya, dan menggali kuburan ditanah dengan tubuh kurus-keringnya. Ini mengingatkansaya pada beberapa film doku-menter tentang genosida bangsaYahudi yang diputar di salah satustasiun TV Jerman, ARTE. Jugakisah-kisah guru agama Islamsaya di Quran-Hadits. Tentangbangsa yang selalu terusir,tentang penderitaan yang tiadahabis. Kisah-kisah di TV ARTEdan kisah-kisah guru agamasaya, tentu sangat berbeda sudutpandangnya. Namun, dari kedua-nya, saya dapat menimbangsebuah kesimpulan yang cukupseimbang. Akan bunyi sejarah.

Bangsa Yahudi dan ibunyaadalah tema sentral dari seluruhpuisinya, disamping juga sajaktentang kekasih-Jerman yangberambut pirang-bermata biru,Ingeborg Bachmann, yang adalahpenyair kondang Jerman. Yahudidigambarkannya sebagai tamudari selatan (Eropa berposisi di

Utara dari Jerusalem), “tamu yangberbentuk abu, tamu yang takpernah beruban”, karena mautmenjemputnya selagi rambutmasih hitam pekat.

Kumpulan puisi ini, sangatpenting dibaca, terutama olehgenerasi muda Muslim Indone-sia. Untuk dapat mengetahui lebihkomprehensif sedemikian jugaobyektif akan fakta sejarah holo-caust yang merenggut nyawaenam juta (!) orang Yahudi yangdibunuh oleh Nazi antara tahun1933 dan 1945 (hlm, 35). Ter-penting, dari menjiwa-ruhkankepedihan bangsa Yahudi dalamnalar sejarah Muslim Indonesiaadalah pengantar penting dariBerthold Damshauser akansejarah Paul Celan sebagai orangYahudi bersastra dalam bahasaJerman. Dengan membaca peng-antar yang sarat dan kaya akaninformasi sejarah ini, semogalahnalar sejarah Muslim Indonesiadapat lebih lengkap, dan taktertangkap oleh pernyataan takhati-hati dari Presiden Iran,Ahmadinejad. Sebagai perempuanMuslim, saya menolak keraguanDinejad akan genosida ini. Dan,saya, bersetuju sepenuhnya padaluka Celan. Getir-pahit susuhitam, yang telah saya reguk,pula, di bulan Ramadhan 1428 Hini.***

Page 49: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

47

Berita Redaksi

Kemiskinan merupakan ancaman utama ataskemanusiaan dewasa ini. Setidaknya,kesadaran ini terwakili melalui agenda

pengentasan kemiskinan global dalam MilleniumDevelopment Goals (MDGs).

Berdasar catatan Bank Dunia, hampir 40 persendari penduduk (lebih dari 110 juta orang) Indonesiahidup hanya sedikit diatas garis kemiskinannasional dan mempunyai pendapatan kurang dariUS$ 2 per hari. Di sisi lain, agama yang (masih)merupakan faktor dominan dalam kehidupanbangsa ini cenderung “diam”, seakan hidup dalamruang hampa. Kiprah organisasi sosial dankemasyarakatan berbasis agama Islam seperti NUdan Muhammadiyah sebagai dua representasikekuatan mayoritas belum berbuat banyak.Mungkin energinya lebih banyak tercurah pada

SINERGI KEKUATAN UNTUK PENGENTASANKEMISKINAN

foto

: dok.

m

aari

f in

stit

ute

Buya Syafii Maarif mengingatkan ormas-ormas Islam untuk serius berdakwahmemerangi kemiskinan dan kejumudan. Hal tersebut disampaikannya dalam

pembukaan kegiatan konferensi, 27 Agustus 2007, di Jakarta.

Page 50: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

48

gerakan-gerakan elitis yangbernuansa politik. Yang dibu-tuhkan saat ini adalah siner-gitas gerakan, antara peme-rintah dan kekuatan civilsociety (ormas Islam dan NGOs),termasuk kalangan bisnis.Sinergi kekuatan inilah yangakan mampu memberdayakanmasyarakat untuk bangkit darikemiskinan.

Atas dasar itulah, MAARIFInstitute bekerjasama denganThe Asia Foundation menggelarKonferensi Nasional, tanggal 26-28 Agustus 2007 di Jakarta.Kegiatan yang berlangsungselama dua hari ini meng-undang 200 orang peserta dari15 Propinsi yang merupakanpegiat maupun aktivis organi-sasi massa Islam, NGOs, daninstansi pemerintah.

Dalam pengantarnya, BuyaSyafii mengingatkan bahwa “Jika

kita berunding dengan al-Qur’an,

intisari wahyu terakhir yang turun dari

langit, sebagai sumber Islam yang

paling autentik, kita akan menemukan

gagasan-gagasan yang sangat

revolusioner untuk kebaikan bumi.

Kitab suci ini sangat pro orang miskin

tetapi pada waktu yang sama bersikap

anti kemiskinan”. Pada tataran aksiorganisasi, Prof. Azyumardi Azramenyarankan agar ormas-ormasIslam sebagai kekuatan civil

society mengembangkan danmemperluas wawasan teologisdan fiqhiyyah-nya sekaligusmerambah area baru dalamberdakwahnya seperti kemis-kinan dan pengangguran.

Melalui forum ini, kelompokmasyarakat dan pemerintahdapat berdialog secara jernih dankritis mengenai kebijakan-kebijakan menyangkut kepen-tingan dan pelayanan umum(public service) serta model-model inisiatif lokal di masya-rakat dalam upaya pengentasankemiskinan.

Konferensi merumuskan pokok-pokok pikiran dan rekomendasiuntuk perbaikan kebijakanpemerintah selanjutnya. Di-antaranya adalah mendesakpemerintah pusat dan daerahmembuat kesepakatan menge-nai wilayah kerja yang jelasdalam penanganan kemiskinansecara integratif sehingga tidakterjadi lagi pembebanan tidakproporsional di satu pihak;menjalin kerja-kerja kemitraanataupun mendesain programsinergis dengan organisasimassa Islam dan NGOs dimasing-masing daerah sehinggaterbangun ruang komunikasidan komitmen bersama dalamprogram pengentasan kemis-kinan.***

Page 51: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

49

UU No. 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional telah membuka pintubagi integrasi pendidikan agama ke dalam

sistem pendidikan nasional. Terlepas dari pro dankontra menyikapi kebijakan ini, langkahpengintegrasian menuntut pembenahan di sektorpendidikan agama sendiri, utamanya menyangkutkualitas guru dan perbaikan kurikulum.

Perkembangan ini mendorong Majelis DikdasmenPP Muhammadiyah melakukan reformasi melaluistandarisasi sistem pendidikan, khususnyapendidikan Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK)yang menjadi inti pendidikan di Muhammadiyah.

Berita Redaksi

WORKSHOP KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMADI LEMBAGA PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH

foto

: dok.

m

aari

f in

stit

ute

Reformasi pendidikan agama di sekolah harus diawali dari pembenahanmenajeman dan kurikulum pendidikan, termasuk peningkatan kualitas guru. Hal initerungkap dalam sesi workshop sebagaimana disampaikan (dari kiri ke kanan) Drs.

Mustamin (Majelis Dikdasmen PW. Muhammadiyah Sulawesi Tengah), Drs.Suwarno (Majelis Dikdasmen PW. Muhammadiyah NTT), Drs. Husni Thoyyar,

M.Ag (Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah), Fajar Riza Ul Haq (MAARIFInstitute), dan Drs. Hasan Mansur ((Majelis Dikdasmen PW. Muhammadiyah Jawa

Barat), 21-23 September 2007, di Jakarta

Page 52: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

50

Dalam proses inilah, MAARIFInstitute bekerjasama denganMajelis Dikdasmen Jawa Barat,Sulawesi Tengah, dan NusaTenggara Timur mengadakanWorkshop Pengembangan Kuri-kulum Al Islam dan Kemu-hammadiyahan Berbasis HAM,tanggal 21-23 September 2007di Jakarta.

Peserta workshop berjumlah 26orang. Mereka merupakan per-wakilan unsur Majelis Dikdas-men PP Muhammadiyah, MajelisDikdasmen PW. MuhammadiyahJawa Barat, Sulawesi Tengah,dan Nusa Tengggara Timur, sertaKepala sekolah SMU/SMKMuhammadiyah, Guru AIKSMU/SMK Muhammadiyah, danpimpinan Organisasi OtonomMuhammadiyah Tingkat Pusat.

Workshop ini menghadirkannarasumber dari berbagai lem-baga yang concern dalam bi-dang pendidikan dan HAM, di-antaranya Drs. Husni Thoyyar,M. Ag (Wakil Pimpinan PusatMuhammadiyah Majelis Dikdas-men); Hilman Latief, MA.(Universitas MuhammadiyahYogyakarta); Asep Ramdhani(Pemimpin Muda Indonesia2007 Versi UNICEF); Nurwanto,M.Ag (Tim Civic Education);Muqowim, M.Ag (UniversitasIslam Negeri Yogyakarta), dan

Masykuri, M.Ed (DepertemenAgama Republik Indonesia).

Acara workshop berjalan dina-mis. Para peserta mengkritisigagasan dan integrasi HAM ke-dalam pendidikan agama. Drs.Tarmizi, Dosen Universitas IslamJakarta, mempertanyakan ke-napa pendidikan AIK harus ber-basis HAM? Padahal konsep HAMlahir dari Peradaban Barat dandalam prakteknya banyak ber-tentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Lebih lanjut,“pendidikan AIK berbasis HAMperlu dikritik karena yang tepatadalah berbasis al Quran danSunnah”, ujar Drs. HusniThoyyar, M.Ag.

Akhirnya, perdebatan tersebutsampai pada kesimpulan bahwayang dimaksud dengan integrasiHAM ke dalam pendidikan AIKadalah transformasi nilai Islamyang bersifat menghargaimartabat manusia sehinggaIslam betul-betul dirasakankehadirannya sebagai rahmatanlil’alamin. Dengan demikian,pemahaman HAM tidak bisahanya mengacu pada saturumusan tertentu yang bersifatdoktriner dan hegemonik. ***

Page 53: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

51

Berita Foto

MAARIF Institutebekerjasamadengan KonferensiWaligereja Indone-sia (KWI) dan VisiAnak Bangsamenggelar diskusiterbatas GerakanPeduli MoralBangsa yangdihadiri tokoh-tokoh lintasagama,budayawan, danekonom, 16 No-vember 2007, diAula KWI, Cikini,Jakarta.

Hadir dalamkesempatantersebut BikkhuSri MahateraPannyavaro(Vihara Mendut,Magelang), Pdt.Andreas A.Yewangoe (PGI),

Djohan Effendi (ICRP), Luh Ketut Suryani (Intelektual Hindu,Bali), Debra Yatim (Visi Anak Bangsa), Faisal Basri (ekonom),Deddy Julianto (MAARIF Institute), Syafii Maarif, TrisnoSutanto (MADIA), Kardinal Julius Darmaatmaja (KeuskupanJakarta), Raja Juli Antoni (MAARIF Institute), St. Sularto (HUKompas), Mohamad Sobary (budayawan), Anas (LIPI), dan RomoBeni Susetyo (KWI).***

foto: dok. maarif institute

foto: dok. maarif institute

Page 54: Jurnal Maarif Institute Nov 2007

MAARIF Vol. 2, No. 6, November 2007

52

MAARIF Institute Gunungkidul mensosiali-sasikan hasil penelitian alokasi APBDKabupaten Gunungkidul dalam Program Citi-zen Charter, 20 Juni 2007. Peserta yangmerupakan unsur pemerintah dan masyara-kat sedang mendiskusikan hasil penelitianyang dipresentasikan Tim Peneliti MAARIF

Institute.***

MAARIF Institute Gunungkidul menginisiasipelaksanaan Lokakarya Warga untuk meru-muskan strategi penanggulangan kemis-kinan yang melibatkan partisipasi publik, 28April 2007, di Wonosari, Gunungkidul.***

foto

: dok.

m

aari

f in

stit

ute

foto

: dok.

m

aari

f in

stit

ute

Berita Foto