jurnal pengaruh faktor brand awareness … arieza_d0211099.pdf · perilaku berganti merek atau...
TRANSCRIPT
JURNAL
PENGARUH FAKTOR BRAND AWARENESS DAN WORD OF MOUTH
DALAM MEMBANGUN PERSEPSI TERHADAP MEREK TERBAIK
(Analisis Structural Equation Modeling Pengaruh Faktor Brand Awareness dan
Word of Mouth dalam Membangun Persepsi terhadap Merek Terbaik Produk
Handphone Global Kota Solo Tahun 2015)
Oleh:
ULFA ARIEZA
D0211099
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
1
PENGARUH FAKTOR BRAND AWARENESS DAN WORD OF MOUTH
DALAM MEMBANGUN PERSEPSI TERHADAP MEREK TERBAIK
(Analisis Structural Equation Modeling Pengaruh Faktor Brand Awareness
dan Word of Mouth dalam Membangun Persepsi terhadap Merek Terbaik
Produk Handphone Global Kota Solo Tahun 2015)
Ulfa Arieza
Diah Kusumawati
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
Brand equity is a concept mostly used by marketers to maintain brand
existence and to empower the brand winning the competition in a competitive
market. The brand equity is measured by consumer’s perception towards the best
brand. Brand owner, then, takes some communication attempt to build perception
towards the best brand.
This research aims to develop a brand equity model in mobile product that
is conceptually built by factors of brand awareness as one of variable in David
Aaker’s brand equity model (1991) and word of mouth as the response to
communication phenomena development in global mobile product.
Respondents of research are the respondents domiciled in Solo City,
consisting of 180 people. The sampling technique used is multistage. The model is
tested using Structural Equation Method, because the objective of research is to see
the contribution of all latent variables and indicator simultaneously in building
perception on best brand. The result of research represents that the brand equity
model fit with RMSEA value of 0.000 and P-value of 1.000. The finding conclude
that both brand awareness and word of mouth are influental variables to brand
equity. Higher support was found for the brand awareness. Thus, respondent
awareness factor contributed considerably to build brand equity and should be
prioritized in developing a brand communication strategy.
Keywords: Brand Awareness, Word of Mouth, Brand Equity.
2
Pendahuluan
Survei Global Media Consumption oleh InMobi terhadap 14.000 pengguna
handphone yang tersebar di 14 negara (salah satunya Indonesia) pada periode Juni
2013 hingga Januari 2014, menunjukkan pola baru penggunaan handphone. Alat
komunikasi dua arah tersebut menjadi the leading source of media dengan frekuensi
penggunaan yang melampaui televisi (inmobi.com, 2014). Pengguna handphone di
Indonesia sendiri, menurut data dari wearesocial.net mencapai angka 281.963.665
orang pada tahun 2014, sedangkan populasi penduduk Indonesia adalah
251.160.124 jiwa. Artinya, pengguna handphone di Indonesia telah melebihi
populasi penduduknya, dimana sejumlah 30.803.541 orang memiliki lebih dari satu
perangkat telekomunikasi tersebut.
Sandro Jordão dalam penelitiannya Developing A Multidimensional,
Equalweighted Scale of Brand Equity for The Smartphone Segment menyebutkan
bahwa pasar telekomunikasi seluler menyajikan dinamika karena sifatnya yang
short life cycle product dan kemunculan teknologi baru yang berimbas pada merek
dan model bisnis (Jordão, 2010: 2). Pernyataan tersebut diperjelas dengan fakta
bahwa teknologi handphone terus menerus dikembangkan oleh pemilik merek,
sehingga hanya dalam kurun waktu satu bulan saja, muncul lebih dari satu tipe
produk handphone baru. Imbasnya, konsumen dihadapkan dengan bermacam
varian produk yang menawarkan beragam spesifikasi dengan harga yang bersaing
yang dapat memicu adanya perilaku variety seeking serta berpotensi menimbulkan
perilaku berganti merek atau brand switching.
Tantangan pasar handphone yang semakin berat serta persaingan merek
yang semakin ketat, mengharuskan pemilik merek untuk melakukan strategi
pertahanan untuk menjadi merek terbaik dan tidak tenggelam dengan produk –
produk pesaing yang memenuhi pasar handphone. Banyak penelitian oleh para ahli
yang melahirkan bermacam konsep untuk membantu pemilik merek agar mereknya
menjadi merek terbaik, salah satunya adalah konsep brand equity atau kekuatan
merek. Logikanya, semakin kuat sebuah merek, maka semakin baik pula merek
tersebut dalam persepsi konsumen, sehingga merek dengan kekuatan merek paling
tinggi merupakan merek terbaik dalam persepsi konsumen. Jika sebuah merek
3
mempunyai kekuatan merek, merek tersebut akan memiliki berbagai keuntungan
seperti membantu konsumen menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi
dalam jumlah besar mengenai produk dan merek, memberikan rasa percaya diri
kepada konsumen dalam mengambil keputusan pembelian, baik karena
pengalaman masa lalu dalam karakteristiknya, dan bisa menguatkan kepuasan
konsumen dengan pengalaman menggunakannya (Aaker, 1996:16 – 17).
Pembentukan kesadaran atau awareness konsumen, merupakan langkah
awal yang diambil oleh pemilik merek dalam membangun persepsi terhadap merek
terbaik. Konsumen cenderung mempertimbangkan merek yang familiar bagi
mereka dibandingkan merek yang sama sekali tidak mereka ketahui. Mustahil bagi
konsumen yang tidak pernah mengenal merek kemudian memberikan penilaian
sebagai merek terbaik. Menyadari pentingnya kesadaran terhadap merek sebagai
langkah awal dalam membangun kekuatan merek untuk mendapatkan penilaian
sebagai merek terbaik dalam kategorinya, mendorong pemilik merek untuk
melakukan berbagai upaya komunikasi.
Iklan merupakan upaya komunikasi yang dilakukan oleh hampir seluruh
pemilik merek handphone. Asumsinya, semakin banyak terpaan iklan kepada
konsumen, maka semakin tinggi tingkat kesadaran konsumen akan sebuah merek.
Pertimbangan tersebut menjadikan pemilik merek handphone menggelondorkan
budget besar untuk belanja iklan. Salah satu merek yang rela mengeluarkan dana
besar untuk beriklan adalah Samsung. Seperti yang dikutip dari The Telegraph,
produsen elektronik asal Korea ini menggelontorkan dana sebesar 45 juta
Poundsterling atau setara dengan Rp 900 miliar untuk mendongkrak penjualan
Samsung Galaxy S6. Samsung menghabiskan dana hampir Rp 1 triliun untuk
beriklan baik secara konvensional maupun iklan modern melalui digital
advertising, salah satunya melalui billboard digital di London Underground
(telegraph.co.uk, 2014). Produsen handphone global lainnya, seperti Apple juga
mengeluarkan budget besar untuk belanja iklan, yaitu sebesar 406.539 USD atau
setara dengan Rp 500 miliar sedangkan merek besutan Jepang, Sony, menghabiskan
dana sebesar 539.951 USD atau setara dengan Rp 700 miliar (sindonews.com,
2015).
4
Fenomena yang kemudian muncul adalah setiap individu konsumen
mempunyai kesempatan untuk berperan aktif dalam mengulas keunggulan dan
kelemahan merek. Dengan kata lain, pemilik merek bukan lagi satu – satunya
sumber pengetahuan tentang merek. Sebagai contoh, seorang konsumen yang akan
membeli produk handphone, melakukan seleksi merek dengan meminta pendapat
kepada konsumen lain yang mengetahui atau menggunakan merek bersangkutan.
Bertolak belakang dengan iklan yang mempunyai nilai komersil, fenomena tersebut
timbul secara natural dari pengalaman konsumen. Fenomena ini disebut dengan
Word of Mouth (WOM) atau oral komunikasi, komunikasi personal antara
komunikator dengan komunikan dimana persepsi komunikator tidak bersifat
komersial mengenai sebuah merek, produk atau pelayanan. Erfan Severi, Kwek
Choon Ling, dan Amir Nasermoadeli dalam jurnalnya The Impacts of Electronic
Word of Mouth on Brand Equity in The Context of Social Media mengatakan bahwa
kekuatan merek tidak lagi hanya dipengaruhi oleh banyaknya investasi yang
ditanamkan oleh sebuah perusahaan, lebih dari itu konsumen mempunyai peran
penting dalam membangun kekuatan merek dari apa yang mereka bicarakan kepada
orang lain (Severi, Ling, dan Nasermoadeli, 2014: 84).
Laju perkembangan dan penetrasi internet yang yang begitu pesat membuka
saluran komunikasi yang lebih luas. Personal WOM (PWOM) juga dapat
ditemukan dalam bentuk perbincangan melalui saluran online atau disebut
Electronic Word of Mouth (EWOM). EWOM menawarkan banyak kelebihan
kepada konsumen. Calon konsumen mampu mencari informasi mengenai merek
handphone tertentu dalam waktu yang relatif lebih cepat dibandingkan media
lainnya (real time), biaya yang lebih ekonomis, pertukaran informasi yang lebih
banyak tanpa batasan geografis, serta komunikan maupun komunikator tidak harus
mengenal satu sama lain. EWOM bahkan telah terpola secara sistematis dalam
forum online, seperti kaskus.co.id, android-indonesia.com, maupun forum online
yang menyediakan forum khusus teknologi, seperti forum.kompas.com. Konsumen
dengan leluasa bertukar informasi mengenai handphone dalam forum tersebut.
EWOM juga dapat berupa ulasan dari konsumen mengenai spesifikasi handphone
dalam bentuk tulisan pribadi melalui blog dan website.
5
Beragam upaya komunikasi merek telah dilakukan untuk meningkatkan
awareness terhadap merek, dengan harapan dapat membangun penilaian positif
konsumen terhadap merek. Upaya komunikasi tersebut dilakukan baik oleh pemilik
merek handphone global sendiri maupun peran aktif konsumen, meliputi
peningkatan awareness konsumen melalui iklan, perbincangan positif oleh orang –
orang sekitar, perbincangan positif di media online. Pemilik merek harus
mengetahui upaya komunikasi yang menyumbang efek paling dominan dalam
membangun persepsi terhadap merek terbaik serta upaya komunikasi merek yang
kurang berpengaruh.
Rumusan Masalah
Peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh faktor brand awareness dan word of mouth (WOM),
secara simultan dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik produk
handphone global Kota Solo Tahun 2015?
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui:
1. Pengaruh faktor brand awareness dan word of mouth (WOM) secara simultan
dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik produk handphone global
Kota Solo Tahun 2015.
Telaah Pustaka
1. Kekuatan Merek dan Persepsi Terhadap Merek Terbaik.
Kotler dan Keller mendefinisikan merek sebagai dimensi produk atau
jasa yang membedakannya melalui beberapa cara dari produk atau jasa lain
yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan yang sama (Kotler dan Keller,
2009: 256). Tidak jauh berbeda dengan Kotler dan Keller, ahli lain, seperti
Patrick De Pelsmacker, Maggie Geuens, dan Joeri Van den Bergh dalam
6
Marketing Communications menjelaskan bahwa merek melengkapi produk
dengan makna emosional, ciri fungsional, dan nilai yang membedakannya dari
kompetitor (De Pelsmacker, Geuens, dan Van den Bergh, 2001: 35). Makna
emosional melahirkan ciri khas yang melekat dengan sebuah merek, sehingga
tidak mudah untuk diduplikasikan meskipun kompetitor menciptakan sesuatu
yang menyerupai merek tersebut.
Kemampuan dan kinerja merek sebagai komunikator dalam
menyampaikan pesan dapat diamati dan diukur melalui konsep kekuatan merek.
Aaker dalam bukunya Building Strong Brands menjelaskan bahwa kekuatan
merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek, berkaitan dengan nama dan
simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah
barang atau jasa kepada perusahaan atau para konsumen perusahaan (Aaker,
1996: 6). Kekuatan merek dipandang dari dua perspektif, pertama kekuatan
merek dari segi finansial (financial based brand equity) dan kekuatan merek
dari segi konsumen (customer based brand equity). Klasifikasi kekuatan merek
tersebut dikemukakan oleh Kevin Lane Keller. Keller menjelaskan lebih lanjut
bahwa model Customer Based Brand Equity (CBBE) adalah sebuah model yang
dirancang secara komprehensif dan dinamis. Premis utama dalam model CBBE
adalah, bahwa kekuatan merek terletak pada segala yang telah dipelajari, dirasa,
dilihat, dan didengar oleh konsumen tentang merek dari waktu ke waktu,
sehingga kekuatan merek adalah segala yang tinggal di benak konsumen
(Keller, 1993: 15). Penjelasan Keller tentang CBBE tersebut menghasilkan
kesimpulan bahwa CBBE adalah bentuk persepsi konsumen terhadap merek,
karena prinsip dasar CBBE yaitu pengetahuan dalam benak konsumen yang
dihasilkan dari pengalaman merasa, melihat, dan mendengar tentang merek dari
waktu ke waktu. Definisi persepsi sendiri adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan – hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2012: 50).
Aaker menjelaskan bahwa kekuatan merek terbentuk dari lima
komponen, meliputi: brand awareness (kesadaran terhadap merek), brand
association (asosiasi merek), brand loyalty (loyalitas terhadap merek),
7
perceived quality (persepsi kualitas), dan other proprietary brand asset (Aaker,
1991: 16 – 17). Komponen pembentuk kekuatan merek tersebut menjadi dasar
bagi peneliti untuk membangun model kekutan merek. Asumsinya, merek yang
familiar bagi konsumen (atau merek dengan tingkat awareness tinggi)
mempunyai potensi untuk dipersepsikan sebagai merek terbaik.
2. Teori Efek Komunikasi Lavidge dan Steiner
Efek komunikasi Lavidge dan Steiner merupakan sebuah model hierarki
yang terdiri dari enam tingkatan dan terbagi dalam tiga kategori. Hierarki
tersebut dijelaskan dalam gambar berikut:
Sumber: Lavidge & Steiner, 1961 dalam Severin & Tankard Jr., 2010: 4-5.
Gambar 1: Hierarki model Teori Efek Komunikasi
Lavidge & Steiner (1961).
Enam tingakatan Teori Efek Lavidge dan Steiner meliputi kesadaran
(awareness), pengetahuan (knowledge), kesukaan (liking), preferensi
(preference), keyakinan (conviction), dan pembelian (purchase). Keenam
tingkatan tersebut dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu koginitif
(cognitive), afektif (affective) dan konatif (conative). Lavidge dan Steiner
menegaskan bahwa untuk mencapai sebuah tingkatan, maka harus memenuhi
tingkatan sebelumnya, dimana untuk mencapai tingkatan paling rendah lebih
Purchase
Conviction
Preference
Liking
Knowledge
Awareness
Related Dimensions
CONATIVE
The realm of motives.
Messages stimulate or
direct desires.
AFFECTIVE
The realm of emotions.
Messages change attitudes and
feelings.
COGNITIVE
The realm of thoughts.
Messages provide information and
facts.
Movement toward Action
8
mudah daripada mencapai tingkatan efek yang lebih tinggi (Lavidge & Steiner,
1961 dalam Severin & Tankard Jr., 2010: 4 – 5).
Efek kognitif berkaitan dengan kesadaran dan pengetahuan yang
terbentuk dalam benak komunikan. Variabel dalam penelitian ini mengukur
pengaruh faktor dalam tataran efek kognitif dalam membangun persepsi
terhadap merek terbaik. Dalam penelitian ini efek kognitif diterjemahkan
sebagai tingkat sadar kenal konsumen terhadap sebuah merek yang merupakan
efek dari komunikasi merek, meliputi sadar kenal terhadap merek dan iklan
(brand awareness) dan sadar kenal terhadap merek yang menjadi perbincangan
positif (word of mouth). Efek afektif berkaitan dengan kesukaan dan preferensi
yang melibatkan emosi sehingga berpengaruh terhadap perasaan dan sikap
komunikan. Sedangkan efek konatif berkaitan dengan motivasi sehingga
berpengaruh terhadap perilaku komunikan.
3. Persepsi Terhadap Merek Terbaik (Kekuatan Merek) yang Dibangun
Melalui Faktor Awareness.
Brand awareness atau kesadaran konsumen mengacu pada kemampuan
konsumen untuk mengenali atau mengingat sebuah merek yang termasuk dalam
kategori produk tertentu (Aaker, 1996: 10). Aaker meletakkan faktor brand
awareness sebagai landasan utama dalam membangun kekuatan merek karena
tanpa kesadaran merek dalam sebuah kategori produk, maka merek tersebut
dipastikan tidak mempunyai kekutan merek (Aaker, 1991 dalam Hakala,
Svensson, dan Vincze, 2012: 441). Dalam konteks penelitian ini awareness
merupakan ukuran dari tingkat sadar kenal konsumen terhadap merek. Fakta
yang sesuai dengan pernyataan di atas adalah kecenderungan konsumen untuk
memberikan respon positif terhadap merek yang mereka kenal atau merek
familiar dibandingkan merek yang tidak mereka ketahui. Dengan demikian,
peneliti berasumsi bahwa brand awareness berpengaruh dalam membangun
persepsi terhadap merek terbaik.
Selain kesadaran terhadap merek, kesadaran terhadap iklan juga
berpengaruh dalam membangun kesadaran konsumen. Kotler mengartikan
9
iklan sebagai segala bentuk non – personal presentasi dan gagasan promosi
berbayar atas sebuah produk atau jasa (Kotler, 2003: 63). Iklan mempunyai
pengaruh positif pada kekuatan merek dan masing – masing dimensi kekuatan
merek, karena iklan merupakan respon eksternal untuk menunjukkan kualitas
produk (Milgrom dan Roberts, 1986 dalam Rahmani, Mojaveri, dan
Allahbakhsh, 2012: 69).
Asumsinya, semakin tinggi frekuensi dan intensitas mendengar atau
menonton iklan, maka semakin familiar konsumen terhadap merek. Dengan
demikian, iklan dapat membentuk kesadaran konsumen terhadap merek
sehingga peneliti berasumsi bahwa iklan berpengaruh dalam membangun
persepsi terhadap merek terbaik. Penelitian ini mengukur kesadaran merek pada
tingkat top of mind (TOM). TOM menunjukkan apakah merek dapat diingat
oleh konsumen tanpa bantuan memori, atau secara singkat sebagai jawaban
spontan atas merek (Hakala, Svensson, dan Vincze, 2012: 441). Sehubungan
dengan uraian sadar kenal konsumen terhadap merek baik terhadap merek
secara keseluruhan maupun kesadaran konsumen terhadap iklan, maka tingkat
sadar kenal dalam penelitian ini diukur menggunakan variabel brand awareness
yang terdiri dari top of mind merek dan top of mind iklan.
4. Word of Mouth (WOM) Sebagai Pengembangan Model Persepsi Terhadap
Merek Terbaik (Kekuatan Merek).
Perkembangan dunia komunikasi menjadikan pemilik merek bukanlah
sumber tunggal yang dapat memberikan pengetahuan tentang merek.
Konsumen bisa bertindak menjadi sumber pengetahuan tentang merek bagi
konsumen lain melalui komunikasi personal. Fenomena tersebut disebut oleh
Arndt sebagai word of mouth (WOM). Arndt mendefinikan WOM sebagai
komunikasi oral yang berlangsung antara individu komunikator dan individu
komunikan, dimana persepsi komunikan bersifat tidak komersil mengenai
merek, produk atau jasa (Arndt, 1967 dalam Buttle, 1998: 241).
Kemampuan WOM, menurut Day sembilan kali lebih efektif
dibandingkan iklan dalam mengubah kecenderungan negatif dan netral kepada
10
sikap positif konsumen terhadap merek (Day, 1971 dalam Buttle, 1998: 241).
WOM dalam konteks penelitian ini adalah kesadaran konsumen terhadap merek
yang menjadi perbincangan positif secara lisan orang – orang di sekitar
konsumen. Seperti penjelasan Erfan Severi, Kwek Choon Ling dan Amir
Nasermoadeli di atas, konsumen mampu mempengaruhi nilai kekuatan merek
melalui segala yang mereka katakan satu sama lain. Logikanya, konsumen yang
mendengar perbincangan positif secara lisan orang di sekitarnya tentang merek
cenderung mempunyai persepsi positif pula terhadap merek tersebut, utamanya
bagi konsumen yang sebelumnya belum pernah mendengarkan informasi
tentang merek, sebaliknya perbincangan negatif tentang merek berpotensi
melahirkan persepsi negatif.
Perkembangan teknologi komunikasi melahirkan bentuk baru word of
mouth melalui sistem online yang disebut dengan electronic word of mouth
(EWOM). Duan et al., mendefinisikan electronic word of mouth (EWOM)
sebagai bentuk media internet untuk berbagi tanggapan positif dan negatif
antara konsumen dan calon konsumen (Duan, et al., 2008 dalam Severi, Ling
dan Nasermoadeli, 2014: 86). EWOM dalam konteks penelitian ini adalah
kesadaran konsumen terhadap merek yang menjadi perbincangan positif orang
– orang dalam media online. Media online yang dimaksud dalam penelitian ini
meliputi sosial media, forum online, dan tulisan pribadi (blog dan website).
Sama halnya dengan word of mouth, konsumen yang mengetahui perbincangan
positif tentang merek dalam media online cenderung mempunyai persepsi
positif pula terhadap merek tersebut, utamanya bagi konsumen yang baru
pertama kali mengetahui informasi tentang merek, sebaliknya perbincangan
negatif tentang merek berpotensi melahirkan persepsi negatif. Berdasarkan
fenomena – fenomena tersebut, peneliti berasumsi bahwa kesadaran konsumen
terhadap merek yang menjadi perbincangan positif secara lisan oleh orang di
sekitar konsumen (WOM) maupun kesadaran terhadap merek yang menjadi
perbincangan positif melalui media online (EWOM) berpengaruh dalam
membangun persepsi terhadap merek terbaik.
11
Metodologi
Metodologi dalam penelitian adalah kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah
penelitian yang menggambarkan masalah atau menjelaskan masalah yang hasilnya
dapat digeneralisasikan. Peneliti mementingkan aspek keluasan data sehingga data
atau hasil penelitian dianggap merupakan representasi dari seluruh populasi
(Kriyantoro, 2008: 55). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena
tujuan penelitian adalah membangun model persepsi terhadap merek terbaik
(kekuatan merek) produk handphone merek global yang dapat dijadikan referensi
dan prediksi bagi pelaku pasar maupun perencana komunikasi strategis pada
penelitian sejenis dengan populasi berbeda, dengan artian model persepsi terhadap
merek terbaik (kekuatan merek) handphone global tersebut nantinya dapat
diaplikasikan untuk populasi di luar Kota Solo.
Populasi dan Sample
Populasi yang diwakili dalam penelitian ini adalah masyarakat Kota Solo
yang tinggal di lokasi penelitian minimal lima hari dalam seminggu, berusia diatas
13 tahun dengan usia maksimal 60 tahun, memiliki Strata Ekonomi Sosial (SES)
minimal C yaitu mereka yang memiliki rata – rata pengeluaran per bulan Rp
900.001 - Rp 1.750.000. Penarikan sample menggunakan teknik multistage
sampling. Teknik sampling ini merupakan bentuk kompleks dari cluster sampling.
Kriyantono dalam “Teknik Praktis Riset Komunikasi” mengatakan bahwa beberapa
teknik sampling probabilitas dapat dilakukan jika tersedia kerangka sampling
(daftar sampling). Namun, seringkali peneliti tidak mempunyai kerangka sampling
ataupun kerangka sampling yang terlalu besar karena populasi yang luas. Salah satu
alternatif untuk mengatasi kondisi tersebut adalah menyeleksi atau
mengelompokkan populasi atau sampel ke dalam beberapa kategori atau kelompok
yang disebut sebagai cluster sampling (Kriyantono, 2008: 155).
Rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah sample adalah Margin of
Error (MoE). MoE adalah elemen statistik yang merepresentasikan jumlah
kesalahan dalam pengambilan sampel pada suatu survei. MoE mengukur seberapa
dekat data yang didapat dari sampel dengan data yang ada pada populasi
12
sesungguhnya. Dengan jumlah sample 180, MoE penelitian ini pada selang
kepercayaan 95% adalah 7,57. Rumus MoE yang digunkaan sebagai berikut:
𝑀𝑜𝐸 = 𝑍𝛼/2√𝑝(1 − 𝑝)
𝑛
Peneliti menguji bangunan model persepsi terhadap merek terbaik
(kekuatan merek) handphone global menggunakan metode Permodelan Persamaan
Struktural (Structural Equation Modeling) atau biasa disebut dengan singkatan
SEM. SEM adalah metode analisis multivariat dengan dua karakteristik yang
membedakannya dengan analisis multivariat lainnya, yaitu SEM dapat
mengestimasi model hubungan antar variabel yang bersifat multiple relationship
dan SEM dapat mewakili hubungan antara konstruk laten dan variabel teramati
(manifest) dalam membangun model dan memperhitungkan kesalahan pengukuran
dalam proses estimasi (Hair, et al., 1998: 584).
Ukuran goodness of fit statistic dalam penelitian ini menggunakan Root
Mean Square Error of Approximation (RMSEA). RMSEA mengukur
penyimpangan nilai parameter pada suatu model dengan matriks kovarians
populasinya (Browne dan Cudeck, 1993 dalam Ghozali dan Fuad, 2008: 31). Nilai
RMSEA yang kurang dari 0,05 mengindikasikan adanya model fit, dan nilai
RMSEA yang berkisar antara 0,05 - 0,08 menyatakan bahwa model memiliki
perkiraan kesalahan yang reasonable (Byrne, 1998 dalam Ghozali dan Fuad, 2008:
32). McCallum et al., menyatakan bahwa RMSEA yang berkisar antara 0,08 sampai
0,1 menyatakan bahwa model memiliki fit yang cukup, sedangkan jika RMSEA
memiliki nilai lebih dari 0,1 mengindikasikan model fit yang sangat jelek
(McCallum et al., 1996 dalam Ghozali dan Fuad, 2008: 32). Joreskog (1996) juga
menganjurkan adanya pengukuran nilai probabilitas mengenai kedekatan terhadap
model fit. Nilai P – value untuk model fit (RMSEA < 0.05) haruslah lebih besar
daripada 0.5. P – value yang mendekati 1.00 mengindikasikan bahwa model fit dan
peluang kecocokan model bila diterapkan di penelitian sejenis dengan populasi
yang berbeda semakin besar.
13
Sajian dan Analisis Data
Hasil uji model fit telah memenuhi indikator model fit dengan nilai RMSEA
0,000 dan P-value 1,000. Nilai RMSEA 0,000 menunjukan bahwa model yang
dibangun mampu menjelaskan dengan tepat persepsi terhadap merek terbaik
(kekuatan merek) handphone merek global di Kota Solo yang dipengaruhi faktor –
faktor brand awareness dan word of mouth (WOM). Tingkat keeratan hubungan
antar variabel dalam model dapat dilihat dalam hasil estimasi berupa standard
solution pada gambar berikut:
Gambar 1: Hasil estimasi model kekuatan merek
handphone global Kota Solo tahun 2015.
Hubungan antar Variabel Structural Equation Modeling
Semakin besar nilai muatan faktor maka semakin kuat hubungan antar
kedua variabel. Nilai muatan tiap variabel dalam model disajikan dalam bentuk
tabel sebagai berikut:
bv1.00
aware
wom
ZTOM 0.15
ZTOMAD 0.00
ZTOMPWOM -0.03
ZTOMEWOM 0.08
Chi-Square=0.00, df=0, P-value=1.00000, RMSEA=0.000
0.92
1.00
1.02
0.96
1.01
0.98
14
Tabel 1: Nilai Muatan Faktor Variabel Laten Eksogen, Laten
Endogen, dan Indikator Eksogen
Variabel Laten
Eksogen Variabel Indikator
Variabel
Laten
Endogen
Nilai
muatan
variabel
laten
eksogen
ke
variabel
laten
endogen
Nilai
muatan
variabel
indikator
eksogen
ke
variabel
laten
eksogen
Nilai
muatan
variabel
indikator
eksogen
ke
variabel
laten
endogen
Brand
Awareness
Top of Mind
Merek Persepsi
terhadap
merek
terbaik
1,010
0,920 0,233
Top of Mind Iklan 1,000 0,275
Word of
Mouth (WOM)
Personal Word Of
Mouth 0,980
1,020 0,261
Electronic Word
Of Mouth
0,960 0,231
Seluruh koefisien muatan variabel laten eksogen ke variabel laten endogen
menunjukkan nilai – nilai positif, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh
variabel laten eksogen berpengaruh dalam membangun persepsi terhadap merek
terbaik, namun dengan ukuran pengaruh yang berbeda. Brand awareness
mempunyai nilai koefisien lebih besar (1,010) dibandingkan dengan Word of Mouth
(0,980). Dengan demikian, faktor kesadaran responden mempunyai pengaruh besar
dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik, utamanya kesadaran terhadap
merek dan kesadaran terhadap iklan. Pengaruh tersebut menjadikan faktor
kesadaran konsumen sebagai langkah awal yang harus diprioritaskan oleh pemilik
merek dalam menyiapkan strategi komunikasi pemasaran dalam membangun
persepsi terhadap merek terbaik. Kesadaran konsumen merupakan langkah awal
merek untuk berinteraksi dengan konsumen. Kondisi tersebut sesuai dengan Teori
Efek Komunikasi Lavidge dan Steiner, dimana awareness berada pada level
pertama efek komunikasi merek. Level kesadaran harus dipenuhi sebelum
melangkah pada level berikutnya.
WOM mempunyai pengaruh dalam membangun persepsi terhadap merek
terbaik produk handphone global Kota Solo, meskipun nilai koefisien WOM lebih
15
rendah dibandingkan brand awareness. PWOM dan EWOM berasal dari informasi
ataupun pengalaman yang dimiliki oleh konsumen, sehingga infomasi tersebut
sangat terbatas pada beberapa merek.
Ukuran Kebaikan Model Pengukuruan
Model pengukuran mempunyai ukuran kebaikan yaitu Construct Reliability
(CR) dan Variance Extracted (VE). Variabel indikator dikatakan reliable (handal)
dalam mencerminkan variabel latennya apabila memenuhi kriteria CR dan VE.
Construct Reliability (CR) merupakan suatu ukuran yang mencerminkan tingkat
konsistensi atau kestabilan indikator-indikator variabel dalam mencerminkan
variabel latennya. Nilai CR dikatakan reliable good jika ≥ 0,7. Sementara itu nilai
Variance Extracted (VE) dapat diartikan sebagai kemampuan indikator
menjelaskan total keragaman konstruk. Nilai VE dapat dikatakan memiliki
ketepatan memadai jika ≥ 0,5. Nilai CR dan VE pada variabel laten dan variabel
laten pada model persepsi terhadap merek terbaik (kekuatan merek) handphone
merek global dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2: Uji CR dan VE Model Persepsi Terhadap Merek Terbaik
(Kekuatan Merek) Handphone Global Kota Solo Tahun 2015
Variabel Laten Eksogen Construct Reliability
(CR)
Variance Extracted
(VE)
Brand Awareness 1,00 0,9
Word Of Mouth 1,00 0,9
Melalui uji tersebut dapat dilihat variabel brand awareness dan WOM,
memiliki nilai CR dan VE yang sudah melebihi standar minimal nilai yang telah
ditetapkan. Artinya indikator-indikator dalam variabel tersebut dapat dikatakan
konsisten dalam mencerminkan variabel latennya dan mampu menjelaskan
keragaman konstruknya.
16
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan uji statistik dengan menggunakan
metode Structural Equation Modeling (SEM), maka ditarik kesimpulan bahwa
model konseptual persepsi terhadap merek terbaik (kekuatan merek) yang dibangun
dengan melibatkan faktor – faktor brand awareness dan word of mouth (WOM)
sama dengan model populasi. Kesimpulan tersebut mengacu kepada hasil goodness
of fit model SEM yang telah memenuhi syarat minimal model fit dengan nilai
RMSEA sebesar 0,000 dan P – value sebesar 1,000. Model konseptual persepsi
terhadap merek terbaik (kekuatan merek) yang menunjukkan model fit,
mengindikasikan adanya pengaruh faktor – faktor pembangun model, meliputi
faktor – brand awareness dan word of mouth (WOM) secara simultan dalam
membangun persepsi terhadap merek terbaik. Besarnya pengaruh setiap faktor
dapat dilihat dari nilai koefisien, sebagai berikut: brand awareness (1,010) dan
word of mouth (0,980). Dengan demikian faktor brand awareness mempunyai
kontribusi lebih besar dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik
dibandingkan dengan word of mouth (WOM).
Hasil tersebut mengindikasikan bahwa konsumen Solo cenderung
mempersepsikan merek yang familiar bagi mereka sebagai merek terbaik,
dibandingkan merek yang sama sekali tidak mereka kenal dan merek yang jarang
beriklan. Kesadaran konsumen mengenai merek yang diperbincangkan positif oleh
orang – orang di sekitar dan di dunia maya juga mempunyai potensi untuk
membangun persepsi terhadap merek terbaik, utamanya dengan meningkatnya
penggunaan social media, dimana setiap konsumen mempunyai kesempatan untuk
mengeluarkan opini tentang merek. Komunikasi personal dalam PWOM dan
EWOM juga menjadi peluang promosi low budget. Tantangan bagi pemilik merek
adalah mengembangkan peran konsumen pengguna sebagai agen merek yang
mampu dan dengan sukarela menyampaikan informasi secara rinci kepada
konsumen lain. Potensi WOM dan EWOM yang dimanfaatkan secara maksimal,
berpengaruh dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik.
17
Saran
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti setelah menganalisis data adalah
sebagai berikut:
1. Penelitian tentang model konseptual persepsi terhadap merek terbaik (kekuatan
merek) handphone merek global ini dilakukan pada populasi masyarakat Solo,
sehingga hasil penelitian hanya merepresentasikan konsumen Solo. Pengujian
terhadap keberlakuan model ini pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan
dengan menggunakan populasi yang berbeda.
2. Pengujian model pada populasi yang berbeda dapat dilakukan dengan
menambahkan variabel yang disesuaikan dengan karakteristik populasi
penelitian atau dengan merinci sejumlah variabel. Konteks advertising
awareness dapat diperinci source of awareness yang berperan, baik melalui
iklan televisi, radio, maupun cetak dan konteks electronic word of mouth
(EWOM) dapat diperluas cakupannya dengan memasukkan fenomena review
produk handphone.
3. Pemilik merek hendaknya memprioritaskan faktor kesadaran konsumen
terhadap merek dalam membangun persepsi terhadap merek terbaik. Selain
hasil penelitian yang menunjukkan nilai muatan yang tinggi pada variabel
brand awareness, kesadaran konsumen terhadap merek sangatlah penting
dalam membantu merek bertahan di tengah laju kemunculan merek handphone
global.
Daftar Pustaka
Aaker, David.(1991). Managing Brand Equity: Capitalizing on The Value of The
Brand Name. New York: The Free Press.
______. (1996). Building Strong Brands. New York: The Free Press.
Buttle, Francis A. (1998).” Word of Mouth: Understanding and Managing Referral
Marketing”. Journal of Strategic Marketing. Vol., 6, Hal.: 241 – 254.
De Pelsmacker, Patrick, Maggie Geuens, dan Joeri Van den Bergh. (2001).
Marketing Communications. Prentice Hall: England.
DN, Shamala. (2014). Global Mobile Media Consumption : A ‘New Wave’ Takes
Shape. Diperoleh pada 4 Juni 2015 dari
18
http://info.inmobi.com/rs/inmobi/images/Global%20Mobile%20Media%2
0Consumption%20Wave%203%20Report.pdf
Ghozali, Imam dan Fuad. (2008). Model Persamaan Struktural : Konsep dan
Aplikasi dengan program Lisrel 8.80. Semarang: Universitas Diponegoro.
Hair, JR., Joseph F., Anderson, Rolph E., Tatham, Ronald L., Black, William C.
(1998). Multivariate Data Analysis. New Jersey: Prentice – Hall, Inc.
Hakala, Ulla, Johan Svensson, dan Zsuzsanna Vincze. (2012). Consumer-Based
Brand Equity and Top-Of-Mind Awareness: A Cross-Country Analysis.
“Journal of Product & Brand Management “. Vol. 21, No. 6, Hal.: 439–
451.
Jordão, Sandro. (2010). Developing A Multidimensional, Equalweighted Scale of
Brand Equity for The Smartphone Segment. ESMT Master’s Thesis.
European School of Management and Technology.
Keller, Kevin Lane. (1993). “Conceptualizing, Measuring, and Managing Brand
Equity”. Journal of Marketing. Vol. 57, Hal.: 1-22.
Kotler, Philip dan Keller, Kevin Lane. (2009). Manajemen Pemasaran. Jakarta:
Erlangga.
Kotler, Philip. (2003). Marketing Management: Analysis, Planning, and Control.
New Jersey: Prentice-Hall.
Kriyantono, Rachmat. (2008). Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup.
Rahmani, Zeinolabedin, Hamidreza Salmani Mojaveri, dan Amin Allahbakhsh.
(2012). “Review the Impact of Advertising and Sale Promotion on Brand
Equity”. Journal of Business Studies Quarterly . Vol. 4, No. 1, Hal.: 64 –
73.
Severi, Erfan, Kwek Choon Ling, dan Amir Nasermoadeli. (2014). “The Impacts
of Electronic Word of Mouth on Brand Equity in the Context of Social
Media”. International Journal of Business and Management. Vol. 9, No.8,
Hal.: 84 – 96.
Severin, Werner J. dan James W. Tankard, Jr. (1992). Communication Theories:
Origins, Method, And Uses In The Mass Media. 3rd Edition. Longman
Publishing Group: New York.
Simon Kemp. (2014). Social, Digital, and Mobile in APAC 2014. Diperoleh pada 1
November 2014 dari http://wearesocial.net/tag/indonesia/
Sindonews. (2015). Produk Elektronik Dominasi Asias Top 1000 Brands 2015
diperoleh pada 15 September 2015 dari
http://nasional.sindonews.com/read/1010003/149/produk-elektronik-
dominasi-asias-top-1000-brands-2015-1433734610.
Williams, Christopher. (2014). Samsung Breaks Records With £45m Push Behind
GalaxyS6. Diperoleh pada 15 September 2015 dari
http://www.telegraph.co.uk/finance/newsbysector/mediatechnologyandtele
coms/media/11455879/Samsung-breaks-records-with-45m-push-behind-
Galaxy-S6.html.