jurnal skripta, volume 6 nomor 2, september 2020 pbsi upy

13
Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 - PBSI UPY PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA JAWA KE BAHASA INDONESIA DALAM KOMUNIKASI KELUARGA DI SLEMAN 28 PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA JAWA KE BAHASA INDONESIA DALAM KOMUNIKASI KELUARGA DI SLEMAN Wirayudha Pramana Bhakti IAIN Pekalongan [email protected] ABSTRAK Pergeseran bahasa terjadi karena adanya kontak antar bahasa, suatu bahasa dapat menggeser bahasa lain. Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah pusat ekonomi dan pendidikan yang memiliki tingkat keragaman serta pertumbuhan yang tinggi sehingga sangat rentan terjadi pergeseran bahasa. Sebagai masayarakat Jawa yang menjunjung tinggi unggah-ungguh, masyarakat Sleman seharusnya semakin terbiasa dan mahir berbahasa Jawa, mulai dari ngoko sampai krama. Akan tatapi, bahasa Indonesia justru sering digunakan sebagai bahasa ibu dalam berkomunikasi di lingkungan keluarga. Melalui kajian sosiolingustik dengan pendekatan fenomenologi, tulisan ini akan menguraikan faktor-faktor penyebab pergeseran penggunaan bahasa Jawa ke bahasa Indonesia dalam komunikasi keluarga di Kabupaten Sleman. Populasi penelitian ini adalah seluruh keluarga yang tinggal di Kabupaten Sleman, sampel penelitian diambil secara acak. Data dikumpulkan melalui metode observasi atau simak serta wawancara. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2019, ditemukan beberapa faktor penyebab pergeseran bahasa tersebut, antara lain: tingkat pendidikan keluarga, pemilihan bahasa yang lugas dan sopan dalam keluarga, usia keluarga, stratifikasi sosial keluarga, kurangnya pembelajaran bahasa Jawa untuk keluarga, wilayah pemukiman keluarga, serta sikap keluarga terhadap bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan dalam komunikasi keluarga di Kabupaten Sleman didominasi oleh bahasa Indonesia nonformal yang disertai dengan gejala alih kode dan campur kode. Kata Kunci: pergeseran bahasa, bahasa Jawa, bahasa Indonesia, komunikasi keluarga ABSTRACT Language shifts occur due to inter-lingual contact, a language can shift another language. Sleman Regency is one of the areas of economic and educational centers that have a high level of diversity so that it is vulnerable to language shifts. As Javanese society that uphold the value of politeness, the people of Sleman should be able to speak Javanese well. In fact, Indonesian language is often used in communication in the family environment. Through sociolingustic study with phenomenological approach, this article will describe the factors causing the shifting use of Javanese language to Indonesian language in the family communication in Sleman. The population of this study was the entire family living in Sleman, samples of research taken randomly. Data is collected through observation methods and interviews. Based on the results of the research conducted in 2019, there were found factors for language shift, among others: the level of family education, the choice of straightforward and polite language in the family, the age of the family, family social stratification, lack of Javanese language learning for families, family residential areas, and family attitudes to the language. The Indonesian language used in family communications in Sleman is dominated by informal Indonesian language accompanied by a code switching and code mixing. Keywords: language shift, Javanese language, Indonesian language, family communication

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 PBSI UPY

Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 - PBSI UPY

PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA JAWA KE BAHASA INDONESIA DALAM KOMUNIKASI KELUARGA DI SLEMAN 28

PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA JAWA KE BAHASA INDONESIA DALAM KOMUNIKASI KELUARGA DI SLEMAN

Wirayudha Pramana Bhakti

IAIN Pekalongan [email protected]

ABSTRAK

Pergeseran bahasa terjadi karena adanya kontak antar bahasa, suatu bahasa dapat menggeser bahasa lain. Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah pusat ekonomi dan pendidikan yang memiliki tingkat keragaman serta pertumbuhan yang tinggi sehingga sangat rentan terjadi pergeseran bahasa. Sebagai masayarakat Jawa yang menjunjung tinggi unggah-ungguh, masyarakat Sleman seharusnya semakin terbiasa dan mahir berbahasa Jawa, mulai dari ngoko sampai krama. Akan tatapi, bahasa Indonesia justru sering digunakan sebagai bahasa ibu dalam berkomunikasi di lingkungan keluarga. Melalui kajian sosiolingustik dengan pendekatan fenomenologi, tulisan ini akan menguraikan faktor-faktor penyebab pergeseran penggunaan bahasa Jawa ke bahasa Indonesia dalam komunikasi keluarga di Kabupaten Sleman. Populasi penelitian ini adalah seluruh keluarga yang tinggal di Kabupaten Sleman, sampel penelitian diambil secara acak. Data dikumpulkan melalui metode observasi atau simak serta wawancara. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2019, ditemukan beberapa faktor penyebab pergeseran bahasa tersebut, antara lain: tingkat pendidikan keluarga, pemilihan bahasa yang lugas dan sopan dalam keluarga, usia keluarga, stratifikasi sosial keluarga, kurangnya pembelajaran bahasa Jawa untuk keluarga, wilayah pemukiman keluarga, serta sikap keluarga terhadap bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan dalam komunikasi keluarga di Kabupaten Sleman didominasi oleh bahasa Indonesia nonformal yang disertai dengan gejala alih kode dan campur kode.

Kata Kunci: pergeseran bahasa, bahasa Jawa, bahasa Indonesia, komunikasi keluarga

ABSTRACT

Language shifts occur due to inter-lingual contact, a language can shift another language. Sleman Regency is one of the areas of economic and educational centers that have a high level of diversity so that it is vulnerable to language shifts. As Javanese society that uphold the value of politeness, the people of Sleman should be able to speak Javanese well. In fact, Indonesian language is often used in communication in the family environment. Through sociolingustic study with phenomenological approach, this article will describe the factors causing the shifting use of Javanese language to Indonesian language in the family communication in Sleman. The population of this study was the entire family living in Sleman, samples of research taken randomly. Data is collected through observation methods and interviews. Based on the results of the research conducted in 2019, there were found factors for language shift, among others: the level of family education, the choice of straightforward and polite language in the family, the age of the family, family social stratification, lack of Javanese language learning for families, family residential areas, and family attitudes to the language. The Indonesian language used in family communications in Sleman is dominated by informal Indonesian language accompanied by a code switching and code mixing.

Keywords: language shift, Javanese language, Indonesian language, family communication

Page 2: Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 PBSI UPY

Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 - PBSI UPY

PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA JAWA KE BAHASA INDONESIA DALAM KOMUNIKASI KELUARGA DI SLEMAN 29

A. PENDAHULUAN

Bahasa merupakan salah satu wujud budaya yang digunakan sebagai alat

komunikasi yang selalu hidup dan berkembang. Perkembangan sebuah bahasa

dapat berwujud perubahan atau pergeseran. Adanya pergeseran bahasa yang

disebabkan oleh adanya faktor kemultibahasaan atau kedwibahasaan yang

berkembang di masyarakat. Pada umumnya masyarakat di Indonesia berkomunikasi

dalam kehidupan sehari-hari dapat menggunakan lebih dari satu bahasa. Istilah

kedwibahasaan (bilingualism) tersebut pada umumnya digunakan berkaitan dengan

kemampuan serta kebiasaan menggunakan dua bahasa. Kedwibahasaan juga dapat

disebut dengan kegandabahasaan atau multilingualism. Istilah kedwibahasaan dapat

dipakai untuk dua pemaknaan yang saling berkaitan tetapi berbeda, yaitu

kemampuan penutur untuk menggunakan dua bahasa maupun kebiasaan memakai

dua bahasa dalam interkasi dan komunikasi sehari-hari. Istilah yang pertama dapat

diartikan sebagai bilingualitas, sedangkan yang kedua berarti bilingualisme

(Nababan, 1991: 4).

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki 4 kabupaten dan 1 kota madya, yaitu

Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Gunung

Kidul, serta Kota Madya Yogyakarta sebagai pusat DIY. Wilayah tersebut dikenal

sebagai daerah yang sangat memegang teguh budaya dan bahasa, terutama bahasa

Jawa. Daerah tersebut sangat kental dengan nuansa budaya yang adiluhung. Salah

satunya yaitu berkembangnya bahasa Jawa di Yogyakarta, mulai dari ngoko sampai

krama inggil. Daerah Istimewa Yogyakarta, termasuk dalam hal ini daerah

Surakarta, memiliki bahasa Jawa yang khas dan sedikit berbeda dengan di daerah

Jawa. Kekhasan bahasa kedua wilayah tersebut dipengaruhi oleh adanya dua pusat

kerajaan yang masing-masing bahasa yang dimiliki dijadikan norma bahasa Jawa

yang baku (Pujiyati Suyata dan Suharti, 2007: 3).

Bahasa Jawa tidak hanya digunakan dalam interaksi sehari-hari, tetapi juga

masuk dalam kurikulum pembelajaran di sekolah dasar dan menengah atas. Oleh

sebab itu, mata pelajaran bahasa Jawa memperhatikan kedudukan maupun fungsi

bahasa Jawa. Sebagai bahasa daerah, bahasa Jawa berkedudukan sebagai; (1)

lambang identitas suatu daerah, (2) lambang kebanggaan suatu daerah, dan (3) alat

interaksi keluarga dan masyarakat suatu daerah. Sedangkan sebagai mata pelajaran

Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa fungsi bahasa Jawa, yaitu; (1) sarana untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pengembangan serta

pelestarian budaya Jawa, (2) sarana untuk pembina rasa bangga terhadap bahasa

Jawa, (3) sarana untuk menyebarkan penggunaan bahasa Jawa yang baik dan benar

untuk berbagai keperluan, (4) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan

yang bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta

(5) sarana pemahaman budaya Jawa melalui kesusasteraan Jawa. (Muh. Arafik &

Rumijan, 2016: 59)

Dengan demikian, masyarakat Yogyakarta mampu mempertahankan dan

melestarikan bahasa daerah yang dimilikinya. Bahasa Jawa sebagai bahasa daerah

memiliki nilai budaya dan etika yang sangat luhur. Dalam pembelajaran bahasa Jawa

terdapat materi unggah-ungguh basa Jawa yang salah satunya mengajarkan etika

berbicara dengan orang tua atau dengan orang yang memiliki starta sosial yang

Page 3: Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 PBSI UPY

Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 - PBSI UPY

PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA JAWA KE BAHASA INDONESIA DALAM KOMUNIKASI KELUARGA DI SLEMAN 30

lebih tinggi. Oleh sebab itu, wajar jika bahasa Jawa sangat sesuai digunakan untuk

berkomunikasi dan berinteraksi baik di tingkat keluarga maupun masyarakat, di

samping juga menggunakan bahasa Indonesia. Fenomena penggunaan dua bahasa

tersebut sering disebut dengan istilah dwibahasa.

Fenomena bahasa tersebut antar lain dipengaruhi oleh adanya tingkat

keragaman baik ekonomi, pendidikan, sosial, dan budaya yang dimiliki oleh di suatu

daerah. Akhmad Muawal Hasan & Amika Wardhana (2016: 4), menyatakan bahwa

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang memiliki tingkat

variasi dan keragaman yang tinggi di Indonesia sehingga membuat komposisi

penduduknya sangat beragam. Keragaman akan semakin terlihat di wilayah

Kabupaten Sleman yang secara geografis berdekatan langsung dengan pusat Kota

Yogyakarta. Selain itu, Kabupaten Sleman merupakan pusat perkembangan ekonomi

serta pendidikan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dwibahasa atau bilingulism yang terjadi di Yogyakarta bukan hanya ada di

lingkungan formal dan perkantoran. Masyarakat Yogyakarta terbiasa berkomunikasi

dengan menggunakan dua bahasa sekaligus, yaitu bahasa Jawa dan bahasa

Indonesia. Fenomena umum tersebut juga terjadi di kehidupan masyarakat sehari-

hari yang dimulai dari komunikasi tingkat keluarga sampai lingkungan sosial yang

lebih tinggi. Fenomena dwibahasa akan lebih terlihat di daerah perkotaan atau

lingkungan yang mempunyai tingkat multikutural yang tinggi. Maka tidak heran jika

bahasa Indonesia, terutama bahasa Indonesia ragam nonformal, justru terkadang

menjadi bahasa pengantar dan bahasa ibu di lingkungan tersebut. Bahasa tersebut

telah berkembang menjadi bahasa zaman sekarang di beberapa wilayah yang

memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi maupun pendidikan yang relatif tinggi,

salah satunya di wilayah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pada saat ini, bahasa Indonesia mendapatkan status sebagai bahasa yang

bergengsi atau prestisius, yang artinya bahasa tersebut digunakan oleh golongan

strata sosial menengah dan berpendidikan, sehingga dianggap sebagai bahasa kaum

elit di Indonesia. Pada tahun 2005 Emmerson menyampaikan bahwa jumlah

pengguna atau penutur bahasa Indonesia terus mengalami peningkatan yang

signifikan, mulai dari 40,5% pada tahun 1971 naik menjadi 60,8% pada tahun 1980,

serta mencapai 82,8% pada tahun 1990 (Sneddon, 2003: 140-142). Dapat

dipastikan penutur bahasa Indonesia bertambah pesat pada setiap dasawarsa.

Akibatnya, bahasa Indonesia dianggap menggeser peranan bahasa daerah sebagai

bahasa ibu maupun bahasa dalam komunikasi maupun interaksi sosial baik di

lingkungan keluarga maupun masyarakat. Fenomena tersebut menunjukkan mulai

melemahnya pemertahanan bahasa daerah di Indonesia. Sebaliknya, terjadi

peningkatan pergeseran bahasa daerah ke bahasa yang lebih bergengsi. Mengamati

kondisi zaman yang semakin maju seperti saat ini, bahasa daerah mulai luntur

secara perlahan dan mengalami pergeseran. (Tamrin, 2018: 68)

Fenomena pergeseran bahasa juga terjadi di Kabupaten Sleman, Daerah

Istimewa Yogyakarta, yaitu kecenderungan penggunaan bahasa Indonesia dari oleh

penutur asli bahasa Jawa pada komunikasi dan interaksi tingkat keluarga. Di lihat

dari sudut pandang sosiolinguistik, sebagai masayarakat Jawa yang menjunjung

tinggi unggah-ungguh, seharusnya masyarakat Sleman semakin terbiasa dan

Page 4: Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 PBSI UPY

Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 - PBSI UPY

PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA JAWA KE BAHASA INDONESIA DALAM KOMUNIKASI KELUARGA DI SLEMAN 31

semakin mahir berbahasa Jawa, mulai dari ngoko sampai krama. Pada ranah

komunikasi keluarga, idealnya anggota keluarga menggunakan bahasa Jawa sebagai

bahasa ibu. Bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu justru sering digunakan dalam

berkomunikasi di lingkungan keluarga, terutama bahasa Indonesia nonformal.

Beberapa hasil penelitian tentang pergeseran bahasa di Indonesia

menunjukkan hasil bahwa pergeseran bahasa daerah disebabkan oleh beberapa

faktor. Akan tetapi, faktor-faktor tersebut tidak pernah sama dengan faktor-faktor

penyebab pergeseran bahasa lainnya (Ibrahim dkk, 2019: 2). Sebagai wilayah yang

memiliki tingkat keragaman dan pertumbuhan yang tinggi, Sleman sangat rentan

terjadi pergeseran bahasa, khususnya dalam interaksi dan komunikasi di ranah

keluarga. Melalui kajian sosiolingustik dengan pendekatan fenomenologi, tulisan ini

akan menguraikan faktor-faktor penyebab pergeseran penggunaan bahasa Jawa ke

bahasa Indonesia komunikasi keluarga di Kabupaten Sleman.

B. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analisis. Populasi penelitian ini yaitu

seluruh keluarga yang tinggal di Kabupaten Sleman. Adapun sampel atau responden

penelitian diambil secara acak atau random sampling, yaitu keluarga Jawa asli dan

menetap di daerah pedesaan, pinggiran kota, maupun daerah perkotaan di

Kabupaten Sleman. Data primer dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang

dikumpulkan melalui metode observasi atau simak serta wawancara. Data sekunder

berupa buku, jurnal, arsip, maupun sumber lain yang relevan dengan penelitian.

Penelitian dilaksanakan selama kurang lebih satu tahun, yaitu pada tahun 2019.

C. PERGESERAN BAHASA DAN PEMERTAHANAN BAHASA

Fenomena pergeseran dan pemertahanan bahasa ibarat dua buah sisi mata

uang yang masuk ke kajian sosiolinguistik. Disiplin ilmu tersebut merupakan

gabungan dari dua disiplin kelimuan, yaitu sosiologi dan linguistik. Menurut Chaer

dan Agustina (2010: 2), sosiolinguistik adalah salah satu bidang antar disiplin ilmu

yang mempelajari bahasa berkaitan dengan penggunaan bahasa tersebut di dalam

masyarakat. Senada dengan pernyataan tersebut. Soemarsono (2012: 8)

menyatakan bahwa sosiolingustik melihat bahasa sebagai salah satu sistem yang

berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Bahasa dipandang sebagai sebuah sistem

yang tidak dapat lepas dari berbagai ciri khas penutur dan dari nilai-nilai sosial

budaya yang dipatuhi oleh penutur. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

sosiolinguistik merupakan ilmu yang mengkaji penggunaan bahasa dan perilaku

sosial.

Dari uraian tersebut dapat dimaknai bahwa kajian sosiolinguistik sebenarnya

memiliki cakupan kajian yang luas. Bukan hanya mencakup pemilihan dan

pemakaian bahasa yang berkaitan dengan fenomena sosial, tetapi juga berkaitan

dengan ekonomi, agama, budaya, pendidikan, maupun geografis suatu masyarakat.

Oleh karena itu, pergeseran bahasa merupakan salah satu objek kajian yang ada di

sosiolinguistik. Dengan sosiolinguistik, adanya fenomena pergeseran bahasa yang

terjadi di suatu masyarakat dapat diketahui faktor penyebab, proses pergeseran,

serta variasi bahasa yang digunakan.

Page 5: Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 PBSI UPY

Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 - PBSI UPY

PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA JAWA KE BAHASA INDONESIA DALAM KOMUNIKASI KELUARGA DI SLEMAN 32

Fenomena pergeseran maupun pemertahanan bahasa terjadi karena adanya

kontak antar bahasa yang ada di masyarakat. Fakta bahasa yang terjadi di

masyarakat bahwa suatu bahasa dapat menggeser bahasa lain atau suatu bahasa

tidak dapat tergeser oleh bahasa lain. Bahasa yang tergeser oleh bahasa lain yaitu

bahasa yang tidak mampu bertahan karena ada bahasa baru yang digunakan

(Sumarsono dan Partana, 2002: 231). Dapat dikatakan bahwa fenomena pergeseran

bahasa terjadi jika masyarakat pemakai salah satu bahasa memilih suatu bahasa

yang lain untuk menggantikan bahasa yang sebelumnya. Biasanya bahasa lain yang

menggeser bahasa awal adalah bahasa yang dominan, lugas, serta bahasa yang

memiliki kesan prestise jika digunakan. Hal tersebut merupakan faktor penyebab

pergeseran bahasa dari aspek kebahasaan. Sedangkan dalam pemertahanan suatu

bahasa dalam sebuah komunitas secara kolektif dapat menentukan untuk

melanjutkan penggunaan bahasa yang digunakan sebelumnya, salah satunya karena

alasan menjaga tradisi, budaya, maupun kearifan lokal.

Pendapat tersebut senada dengan pernyatan Coulmas (2005: 158-159),

bahwa pilihan bahasa baik individu, keluarga, maupun masyarakat merupakan salah

satu penyebab terjadinya pergeseran atau pemertahanan suatu bahasa. Bahasa

dapat mengalami perubahan dan perkembangan seperti halnya manusia. Oleh sebab

itu, bahasa yang diwariskan oleh masyarakat penutur generasi sebelumnya biasanya

akan diinovasi dan dikreasikan oleh generasi selanjutnya. Inovasi bahasa tersebut

berpotensi membentuk variasi bahasa tertentu sesuai dengan konteks sosial dan

budaya yang berkembang. Strata sosial, usia, jenis kelamin merupakan faktor

penyebab terjadinya pergeseran bahasa di luar aspek kebahasaan.

Pembagian fungsi dalam masyarakat antara bahasa Indonesia dengan bahasa

daerah ditentukan oleh beberapa indikator, antara lain kelas sosial, usia, wilayah

pemakaian, serta situasi pemakaian. Dengan demikian, bahasa Indonesia cenderung

digunakan oleh anggota masyarakat berusia muda yang memiliki kelas sosial tinggi

serta tinggal di wilayah perkotaan. Sebaliknya, anggota masyarakat yang berusia

lebih tua dengan strata sosial relatif rendah yang tinggal jauh dari pusat kota

cenderung menggunakan bahasa daerah (Abdullah dalam Wijana, 2013: 33)

Faktor lain penyebab pergeseran bahasa di antaranya yaitu tingkat ekonomi

serta pendidikan yang dimiliki oleh individu maupun masyarakat (Sumarsono dan

Partana, 2002: 237). Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar resmi yang

digunakan oleh lembaga pendidikan formal di Indonesia. Sekolah sebagai lembaga

pendidikan formal sering mengajarkan bahasa Indonesia kepada para peserta didik.

Komunikasi antara guru dengan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar

otomatis menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Semakin tinggi

tingkat pendidikan maka strata sosial maupun ekonomi akan cenderung lebih tinggi.

Hal tersebut menyebabkan masifnya penggunaan bahasa Indonesia daripada bahasa

daerah dalam interaksi maupun komunikasi antar individu di masyarakat.

Menurut Triyono (2006: 3), pada dasarnya pergeseran suatu bahasa daerah

disebabkan oleh adanya penggunaan code switching dan code mixing, atau sering

disebut dengan istilah campur kode alih kode dan. Hal tersebut sebagai akibat

adanya beralihnya kebiasaan penggunaan daerah, misalnya bahasa Jawa beralih ke

bahasa Indonesia untuk percakapan dan komunikasi sehari-hari di lingkungan

Page 6: Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 PBSI UPY

Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 - PBSI UPY

PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA JAWA KE BAHASA INDONESIA DALAM KOMUNIKASI KELUARGA DI SLEMAN 33

keluarga maupun kerabat yang berasal dari suku Jawa. Secara lebih rinci, ada

kemungkinan besar bahwa penyebab pergeseran bahasa daerah ke bahasa

Indonesia dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, perbedaan kelompok umur,

jenis kelamin, wilayah pemukiman, serta adanya perbedaan etnis maupun adat

istiadat asal penutur.

D. PEMILIHAN BAHASA

Berbicara tentang pergeseran dan pemertahanan bahasa, maka berkaitan erat

dengan pemilihan bahasa. Sebuah masyarakat dengan dua atau lebih bahasa

memiliki banyak kode yang berupa variasi bahasa, gaya bahasa, maupun dialek

dalam interaksi dan komunikasi sosial. Penutur ketika berkomunikasi dengan

menggunakan dua bahasa atau lebih maka harus memilih kode atau bahasa mana

yang harus digunakan. Pemilihan bahasa tersebut tidak sesederhanan seperti yang

dipikirkan, yaitu memilih salah satu bahasa secara keseluruhan dalam sebuah

interaksi dan komunikasi. Dengan demikian, penutur akan memilih salah satu kode

yang ada di masyarakat sesuai dengan situasi kondisi yang ada maupun faktor sosial

budayayang berlaku di suatu masyarakat. (Fasold, 1984:180)

Dalam proses pemilihan bahasa yang akan digunakan, ada beberapa kode

yang harus dipilih oleh penutur. Pertama, dengan alih kode atau code switching yaitu

menggunakan suatu bahasa pada salah satu domain serta menggunakan bahasa lain

pada domain yang lain, misal peralihan bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Kedua,

dengan campur kode atau code mixing yaitu menggunakan salah satu bahasa

tertentu yang dicampuri beberapa istilah maupun kosakata dari bahasa lain,

misalnya memasukkan beberapa kosakata bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.

Ketiga, dengan menggunakan salah satu variasi atau ragambahasa dalam

komunikasi dan interaksi, yang artinya tetap mempertahankan satu bahasa yang

sudah ada. (Mujid F Amin dan Suyanto, 2017: 4)

Menurut Fishman, pengkajian pemilihan bahasa dapat dilakukan dengan

berdasarkan wilayah (domain) atau suatu konteks situasi dan kondisi, yang dapat

menunjukkan bahwa kecenderungan penutur dalam memilih serta menggunakan

salah satu ragam tertentu dari pada ragam yang lain. Domain adalah konstelasi yang

berkaitan dengan faktor topik, lokasi, serta partisipan. Oleh sebab itu, ada beberapa

contoh domain dalam pemilihan bahasa, antara lain keluarga, teman, tetangga,

pendidikan, perdagangan, serta pemerintahan. Apabila ada penutur yang

berkomunikasi dalam ranah keluarga, maka penutur tersebut berada pada domain

keluarga. Hal tersebut berkaitan dengan analisis diglosia karena mempunyai ciri

yaitu terdapat domain yang memiliki sifat formal maupun tidak formal. Masyarakat

yang memiliki sifat diglosik maka variasi bahasa yang digunakan pada domain tidak

formal cenderung menggunakan variasi bahasa yang rendah, sedangkan dalam

domain dengan sifat formal maka akan menggunakan variasi bahasa yang tinggi.

Oleh sebab itu, pemilihan satu bahasa maupun ragam bahasa dipengaruhi pada

domain yang ada. (Chaer & Agustina, 2010: 204)

Fenomena pergeseran penggunaan bahasa pada masyarakat bilingual atau

multilingual yang memiliki mengharuskan penutur untuk memilih salah satu variasi

maupun ragam bahasa yang akan digunakan. Pemilihan bahasa tersebut

Page 7: Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 PBSI UPY

Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 - PBSI UPY

PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA JAWA KE BAHASA INDONESIA DALAM KOMUNIKASI KELUARGA DI SLEMAN 34

menyesuaikan situasi maupun kondisi yang berlaku pada peristiwa interaksi dan

komunikasi, tanpa terkecuali komunikasi yang terjadi pada ranah keluarga.

Banyaknya faktor-faktor baik kebahasaan maupun nonkebahasaan dalam suatu

keluarga sedikit banyak akan menyebabkan pergesaran bahasa. Dalam konteks

penelitian ini, faktor-faktor tersebut menyebabkan pergeseran penggunaan bahasa

Jawa ke bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikas dalam keluarga. Adapun

bahasa Indonesia yang dipilih yaitu bahasa Indonesia ragam nonformal baik yang

berupa alih kode maupun campur kode.

E. PENYEBAB PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA JAWA KE BAHASA

INDONESIA DALAM KOMUNIKASI KELUARGA DI SLEMAN

Berdasarkan uraian teori dan hasil penelitian tentang pergeseran bahasa,

maka tulisan ini menguraikan beberapa faktor penyebab pergeseran penggunaan

bahasa Jawa ke bahasa Indonesia dalam komunikasi keluarga di Kabupaten Sleman,

Yogyakarta. Beberapa faktor tersebut, yaitu sebagai berikut.

1. Tingkat Pendidikan Keluarga

Menurut data Kopertis Wilayah V yang diterbitkan oleh Ristekdikti

tahun 2015, terdapat 106 perguruan tinggi yang tersebar di seluruh wilayah

DIY baik negeri maupun swasta. Dari total jumlah perguruan tinggi, jumlah

terbanyak berada di Kabupaten Sleman, yaitu sebesar 39%, urutan kedua

yaitu Kota Yogyakarta sebesar 35%, sedangkan Kabupaten Bantul di urutan ke

tiga dengan jumlah 25%. Sementara Kabupaten Kulonprogo dan Gunung Kidul

hanya 1% dari total jumlah perguruan tinggi. Jumlah perguruan tinggi

tersebut dapat bertambah tiap tahun. Hal tersebut membuktikan Kabupaten

Sleman merupakan pusat pendidikan tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tingginya jumlah perguruan tinggi sejalan dengan tingginya jumlah

pendidikan dasar, menengah, serta atas. Berdasarkan data Pemerintah

Kabupaten Sleman melalui website resminya disampaikan bahwa tahun 2015

jumlah PAUD mengalami peningkatan yang cukup signifikan.Banyaknya

jumlah dan jenislembaga pendidikan baik formal maupun nonformal tersebut

berdampak pada mudahnya masyarakat memperoleh akses pendidikan.

Menurut data Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan Kabupaten

Sleman tahun 2019, sekitar 75% dari total jumlah penduduk Kabupaten

Sleman sedang dan sudah menempuh pendidikan dari SD hingga SMA/SLTA.

Sedangkan penduduk yang berpendidikan tinggi (D1-S3) sebesar 15% dari

total jumlah penduduk. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan yang

dimiliki oleh anggota keluarga di Kabupaten Sleman masuk kategori tinggi.

Bahasa Indonesia masuk ke dalam kurikulum nasional yang berupa

mata kuliah, mata pelajaran, atau materi wajib dipelajari oleh seluruh peserta

didik baik di tingkat dasar maupun perguruan tinggi di Indonesia. Mulyati

(2015, 17-18) serta Perpres No. 63 tahun 2019 pasal 23 menyebutkan bahwa

salah satu kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yaitu sebagai

bahasa pengantar dalam dunia pendidikan nasional. Bahasa Indonesia dipakai

sebagai bahasa pengantar pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai

Page 8: Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 PBSI UPY

Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 - PBSI UPY

PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA JAWA KE BAHASA INDONESIA DALAM KOMUNIKASI KELUARGA DI SLEMAN 35

ke perguruan tinggi. Penggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana

pengembangan budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, sastra dan seni di

lembaga pendidikan semakin masif.

Selain sebagai bahasa pengatar dalam kegiatan belajar mengajar, bahasa

Indonesia juga digunakan sebagai bahasa komunikasi di luar kegiatan belajar

mengajar di lingkungan lembaga pendidikan. Hal tersebut secara sadar

maupun tidak sadar, menyebabkan masyarakat terbiasa menggunakan bahasa

Indonesia sebagai bahasa komunikasi dan interaksi sehari-hari baik di

lembaga pendidikan, lingkungan masayarakat, maupun keluarga. Oleh sebab

itu, tingginya tingkat pendidikan keluarga di Kabupaten Sleman merupakan

salah satu faktor penyebab tingginya penggunaan bahasa Indonesia dalam

komunikasi ranah keluarga.Berdasarkan hasil penelitian dapat dibuktikan

bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi intensitas

penggunaan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari.

2. Pemilihan Bahasa yang Lugas dan Sopan dalam Keluarga

Wilayah Sleman terdapat dua bahasa yang paling dominan, yaitu bahasa

daerah yang berupa bahasa Indonesia terutama ragam nonformal dan bahasa

Jawa. Di masyarakat Jawa, terutama Sleman, kedua bahasa tersebut juga

digunakan sebagai bahasa ibu atau bahasa komunikasi di ranah keluarga.

Strata atau tingkat tutur bahasa yang dimiliki bahasa Indonesia berbeda

dengan bahasa Jawa. Bahasa Indonesia hanya memiliki dua tingkat tutur

bahasa, yaitu baku dan tidak baku atau resmi dan tidak resmi. Sedangkan

Bahasa Jawa memiliki empat ragam atau tingkat tutur bahasa, yaitu krama

alus, krama, lugu, ngoko alus, dan ngoko lugu.

Menurut Sasangka (2010: 119-125) bahasa Jawa memiliki dua tingkat

tutur yaitu krama dan ngoko, kemudian masing-masing dibedakan lagi

sehingga menjadi 4 tingkat tutur, yaitu krama alus, krama lugu, ngoko alus,

dan ngoko lugu. Setiap tingkatan bahasa Jawa memiliki kosakata dan sasaran

bicara yang berbeda. Bahasa Jawa krama alus atau inggil, dalam bahasa

Indonesia berarti krama halus atau tinggi merupakan unggah-ungguh atau

tata krama bahasa Jawa dengan tataran paling tinggi. Bahasa tersebut

memiliki kadar kehalusan bahasa yang tinggi di setiap bentuk kata.

Masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi tata krama dan kesopanan atau

yang disebut dengan unggah-ungguh, sehingga penggunaan bahasa Jawa

krama merupakan salah satu wujud penerapan tata krama dan kesopanan.

Penggunaan tingkat tutur tersebut tentu saja menyesuaikan situasi kondisi

maupun lawan bicara.

Dalam interaksi dan komunikasi keluarga di Kabupaten Sleman, ada

peraturan yang tidak tertulis bahwa masyarakat Jawa dianjurkan

menggunakan bahasa yang sesuai dengan unggah-ungguh atau etika, yaitu

menggunakan bahasa Jawa krama. Di satu sisi, masyarakat Kabupaten Sleman

terbiasa menggunakan bahasa Jawa ngoko lugu yang netral tanpa ada leksikon

krama sertabahasa Indonesia nonformal pada interaksi sehari-hari. Selain

tidak mudah dipelajari karena mempunyai bamyak variasi diksi, bahasa Jawa

Page 9: Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 PBSI UPY

Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 - PBSI UPY

PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA JAWA KE BAHASA INDONESIA DALAM KOMUNIKASI KELUARGA DI SLEMAN 36

dengan leksikon krama, diangap kurang efektif digunakan untuk komunikasi

sehari-hari dalam keluarga. Walaupun menunjukkan unggah-ungguh, tetapi

penggunaan bahasa Jawa dengan leksikon krama justru dianggap tidak

menunjukkan keakraban dalam interaksi keluarga. Dengan demikian, terdapat

dua pilihan bahasa yang dapat digunakan dalam interaksi keluarga, yaitu

bahasa Jawa ngoko lugu atau bahasa Indonesia ragam nonformal.

Dari uraian tersebut, maka faktor penyebab pergesaran selanjutnya

yaitu pemilihan bahasa yang dianggap lebih komunikatif dan lugas namun

tetap dianggap mempunyai nilai kesopanan. Maka banyak keluarga di Sleman,

terutama orang tua yang berkomunikasi dengan anaknya menggunakan

bahasa Indonesia nonformal. Secara otomatis anak juga akan menggunakan

bahasa yang dipakai oleh orang tuanya. Bahasa Indonesia tersebut dianggap

lebih komunikatif dan lugas daripada bahasa Jawa dengan leksikon krama,

tetapi lebih sopan dari pada bahasa Jawa ngoko lugu. Dapat disimpulkan

bahwa penggunaan Bahasa Indonesia dalam komunikasi keluarga tersebut

bertujuan untuk menghindari kesalahan dan ketidaksopanan dalam

berbahasa.

3. Usia Keluarga

Menurut Hidayah (2013: 20) menyatakan fakta bahwa di zaman modern

ini bahasa nusantara, salah satunya bahasa Jawa, mengalami krisis

perkembangan karena masuknya berbagai pengaruh asing. Penggunaan

bahasa pada keluarga Jawa pada saat ini mulai berubah. Misalnya, keluarga

Jawa di daerah Semarang yang mayoritas menggunakan bahasa Jawa untuk

berkomunikasi mulai tergantikan oleh bahasa Indonesia. Di daerah tersebut,

kelompok usia tua pada umumnya masih mampu menggunakan bahasa Jawa

sesuai dengan tingkat tutur. Akan tetapi, kelompok usia muda cenderung

kesulitan menguasai bahasa Jawa dengan berbagai tingkat tutur. Kelompok

usia muda tersebut hanya mampu menguasi bahasa Jawa ngoko dan mulai

menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi.

Hal tersebut sebenarnya merupakan fenomena umum yang terjadi di

daerah penutur bahasa Jawa, terutama di daerah perkotaan, salah satunya

Kabupaten Sleman.Dalam penelitian ini ditemukan fakta bahwa keluarga usia

muda atau usia suami dan istri di bawah 50 tahun di Kabupaten Sleman

cenderung menggunakan bahasa Indonesia untuk berinteraksi dan

berkomunikasi dalam keluarga. Bahasa Indonesia pada umumnyadigunakan

saat interkasi dan berkomunikasi antara orang tua dengan anak. Keluarga usia

muda tersebut banyak yang mengalami kesulitan menggunakan bahasa Jawa

terutama Jawa karma ketika berkomunikasi di dalam keluarga. Di satu sisi,

bahasa penggunaan Jawa ngoko dianggap memiliki unggah-ungguh yang

rendah. Oleh sebab itu, bahasa Indonesia digunakan secara massif oleh

keluarga-keluarga muda.

Page 10: Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 PBSI UPY

Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 - PBSI UPY

PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA JAWA KE BAHASA INDONESIA DALAM KOMUNIKASI KELUARGA DI SLEMAN 37

4. Stratifikasi Sosial Keluarga

Sneddon (2003, 140-142) menyatakan bahwa bahasa Indonesia telah

mendapatkan status sebagai bahasa yang mempunyai nilai prestise atau nilai

kewibawaan dibandingkan dengan bahasa-bahasa daerah yang dimiliki oleh

Indonesia. Bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa bagi golongan

menengah yang berpendidikan, bahkan dianggap bahasa elit di Indonesia.

Dengan kata lain, bahasa Indonesia adalah bahasa masyarakat yang memiliki

stratifikasi sosial tinggi dan menenengah. Dalam berbicara, seseorang yang

merasa memiliki stratifikasi sosial yang tinggi akan menggunakan bahasa

Indonesia agar tujuan kewibawaan tetap terjaga.

Stratifikasi sosial menurut Sorokin (1998: 36) adalah perbedaan

masyarakat ke dalam beberapa kelas secara bertingkat yang dibedakan

menjadimasyarakat kelas tinggi, sedang atau menengah, serta rendah.

Indikator untuk menentukan stratifikasi sosial dalam sebuah komunitas atau

masyarakat, antara lain: tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, ukuran

kekayaan, kekuasaan dan kewenangan, serta kehormatan. Indikator tersebut

juga berlaku di masyarakat atau keluarga di Kabupaten Sleman, karena pada

dasarnya masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat yang masih menganut

sistem kelas-kelas sosial.

Berdasarkan fakta yang ditemukan, stratifikasi sosial yang dimiliki oleh

keluarga di Kabupaten Sleman berpengaruh dalam pemilihan dan pergeseran

bahasa yang digunakan dalam komunikasi keluarga. Keluarga yang memiliki

stratifikasi sosial yang menengah maupun tinggi lebih sering menggunakan

bahasa Indonesia dalam berkomunikasi di ranah keluarga. Sedangkan

stratifikasi sosial rendah biasanya akan tetap mempertahankan bahasa ibu

atau bahasa asli yaitu bahasa Jawa ngoko.Misalnya, keluarga yang berprofesi

dibidang formal (pegawai perkantoran dan TNI/Polri/ASN) akan lebih sering

menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan dengan keluarga yang

berprofesi di bidang nonformal (petani, pedagang, serta buruh).

5. Kurangnya pembelajaran Bahasa Jawa untuk Keluarga

Bahasa Jawa merupakan Bahasa daerah yang menerapkan falsafah

tumata, yang artinya menata dan menempatkan lawan bicara pada tempat

yang semestinya sesuai dengan strata sosial yang dimililki. Maka dalam

bahasa Jawa terdapat variasi dan bentuk bahasa yang kompleks, yaitu ngoko

lugu, ngoko andhap, madhya, madhyantara, krama, dan krama inggil. Oleh

sebab itu, banyak masyarakat Jawa yang merasa kesulitan belajar bahasa Jawa

terutama di tingkat madhya dan karma. Selain itu, bahasa Jawa dianggap

sebagai bahasa yang cukup sulit dan rumit untuk dipelajari secara mendalam.

(Edi, 2014: 36)

Dalam kurikulum pendidikan nasional, terutama untuk jenjang sekolah

dasar dan menengah, mata pelajaran bahasa Jawa hanya mendapatkan porsi

yang lebih sedikit dibandingkan mata pelajaran bahasa Inggris dan bahasa

Indonesia. Ditambah lagi, bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa resmi dalam

dunia pendidikan. Hal tersebut cukup beralasan karena mata pelajaran bahasa

Page 11: Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 PBSI UPY

Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 - PBSI UPY

PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA JAWA KE BAHASA INDONESIA DALAM KOMUNIKASI KELUARGA DI SLEMAN 38

Jawa merupakan muatan lokal, seperti yang termuat dalam Undang-undang

Nomor 20 Tahun2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Padahal

kompetensi berbahasa yang akan dicapai dalam dalam pembelajaran Bahasa

Jawa cukup kompleks. Kompetensi tersebut yaitu, mendengar, berbicara,

membaca, dan menulis yang bertujuan agar peserta didik dapat menggunakan

bahasa Jawa dengan santun sesuai dengan nilai-nilai budi pekerti adiluhung

yang ada di budaya Jawa.

Selain kurangnya pembelajaran bahasa Jawa pada lembaga pendidikan

formal, beberapa keluarga di Kabupaten Sleman juga merasa bahwa

pembelajaran bahasa Jawa di lingkungan keluarga juga sangat terbatas.

Mereka menganggap bahwa variasi bahasa Jawa mulai dari ngoko sampai

kromo sangat sulit dipelajari secara mendalam. Beberapa orang tua

menganggap bahwa mereke tidak punya kemampuan untuk mengajarkan

bahasa Jawa secara mendalam kepada anak-anaknya. Banyak perbedaan diksi

dan kosakata untuk menyebutkan suatu hal yang sebenarnya sama.

Dampaknya, beberapa keluarga lebih memilih bahasa Indonesia sebagai

bahasa komunikasi dalam keluarga.

6. Wilayah Pemukiman Keluarga

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 137 tahun 2017 tentang

Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintah, seluruh wilayah di

Kabupaten Sleman masih dikategorikan desa, bukan kategori kelurahan. Akan

tetapi, sebagian besar wilayah daerah Sleman merupakan daerah perkotaan

yang merupakan pusat ekonomi dan pendidikan. Beberapa kecamatan, yaitu

Kecamatan Depok dan Mlati merupakan daerah perkotaan yang berbatasan

langsung dengan ibu kota D. I Yogyakarta. Dalam penelitian ini ditemukan

fakta bahwa penggunaan bahasa Indonesia untuk komunikasi keluarga lebih

banyak ditemukan pada keluarga yang bermukim di wilayah perkotaan atau

daerah yang berbatasan langsung dengan ibu kota, yaitu di Kecamatan Depok

dan Mlati. Penggunaan bahasa Indonesia tersebut akan semakin terlihat pada

pola komunikasi maupun interaksi antara orang tua dengan anak. Daerah atau

lingkungan perkotaan lebih sering menggunakan bahasa Indonesia sebagai

bahasa ibu dari pada daerah atau lingkungan pedesaan.

7. Sikap Keluarga terhadap Bahasa

Sudah diuraikan sebelumnya bahwa bahasa Indonesia diangap sebagai

bahasa berprestise yang digunakan oleh masyarakat dengan stratifikasi sosial

yang tinggi. Walaupun demikian, bukan berarti anggota masyarakat dengan

stratifikasi sosial rendah tidak mau menggunakan bahasa Indonesia. Faktanya,

banyak keluarga dengan stratifikasi sosial menengah dan rendah yang

menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi keluargadi Kabupaten

Sleman. Bahasa Indonesia tetap dianggap sebagai bahasa yang prestisius yang

seolah-olah dapat menaikkan kelas sosial yang dimiliki keluarga. Dengan

menggunakan bahasa Indonesia, keluarga dengan kelas sosial rendah merasa

menjadi keluarga yang modern bagian dari kelas sosial yang lebih tinggi. Hal

Page 12: Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 PBSI UPY

Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 - PBSI UPY

PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA JAWA KE BAHASA INDONESIA DALAM KOMUNIKASI KELUARGA DI SLEMAN 39

tersebut merupakan bentuk sikap keluarga di Kabupaten Sleman terhadap

bahasa.

F. SIMPULAN

Penutur bahasa Indonesia terus bertambah pesat setiap dasawarsa. Bahasa

Indonesia mulai menggeser peranan bahasa daerah sebagai bahasa ibu di

lingkungan keluarga. Salah satu bahasa daerah yang mengalami pergeseran yang

cukup tinggi yaitu bahasa Jawa. Kabupaten Sleman D.I Yogyakarta merupakan salah

satu wilayah masyarakat penutur asli bahasa Jawa yang sangat menjunjung tinggi

unggah-ungguh dan budaya Jawa. Di sisi lain, Kabupaten Sleman merupakan daerah

yang mempunyai tingkat keragaman dan pertumbuhan yang tinggi. Oleh sebab itu,

Kabupaten Sleman rentan mengalami pergeseran dari bahasa Jawa ke bahasa

Indonesia sebagai dampak pemilihan maupun pemertahanan bahasa. Pergeseran

bahasa tersebut salah satunya terjadi dalam interaksi dan komunikasi di ranah

keluarga. Beberapa faktor penyebab adanya pergeseran bahasa tersebut, antara

lain: tingkat pendidikan keluarga, pemilihan bahasa yang lugas dan sopan dalam

keluarga, usia keluarga, stratifikasi sosial keluarga, kurangnya pembelajaran bahasa

Jawa untuk keluarga, wilayah pemukiman keluarga, serta sikap keluarga terhadap

bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan dalam interaksi dan komunikasi keluarga

di Kabupaten Sleman didominasi oleh bahasa Indonesia nonformal yang disertai

dengan gejala alih kode dan campur kode.

DAFTAR PUSTAKA

Arafik, M dan Rumidjan. (2016). “Profil Pembelajaran Unggah-Ungguh Bahasa Jawa

di Sekolah Dasar.” Jurnal Sekolah Dasar: Kajian Teori dan Praktik

Pendidikan 25 (1).

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. (2010). Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta:

Rineka Cipta.

Coulmas, F. (2005). Sociolinguistics: The Study of Speakers’ Choice. Cambridge

University Press.

F Amin,Mujid danSuyanto. (2017). “Pergeseran dan Pemertahanan Bahasa Ibu

Dalam Ranah Rumah Tangga Migran di Kota Semarang.” Jurnal Nusa

12 (1).

Fasold, Ralp. (1984). Sociolinguistics of Society. New York: Basil Blackwell.

Fitri Hidayah, Nur. (2013). “Krisis Eksistensi Penggunaan Bahasa Jawa dalam

Keluarga Jawa (Studi Kasus di Dusun Siroto Kelurahan Susukan

Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang).” SOLIDARITY: Journal

of Education, Society and Culture 2 (2).

Hasan, Akhmad Muawal dan Amika Wardhana. (2016). “Praktik Multikulturalisme di

Yogyakarta: Integrasi dan Akomodasi Mahasiswa Papua Asrama Deiyai.”

Jurnal E-Societas 5 (3).

Page 13: Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 PBSI UPY

Jurnal Skripta, Volume 6 Nomor 2, September 2020 - PBSI UPY

PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA JAWA KE BAHASA INDONESIA DALAM KOMUNIKASI KELUARGA DI SLEMAN 40

Ibrahim, dkk, (2019). “Faktor Sosial yang Berpengaruh terhadap Pergeseran Bahasa

Lowa.” Jurnal KEMBARA 5 (2).

Jatmiko, Edy. (2014). “Tembung lan Gambare (Kamus Visual Ragam Diksi Bahasa

Jawa Tingkat Ngoko).” DEKAVE: Jurnal Disain Komunikasi Visual 7 (2).

Mulyati. (2015). Terampil Berbahasa Indonesia. Jakarta: Prenadamedia Group.

Nababan, P.W.J. (1991). Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Sasangka, Tjatur Wisnu. (2010). Unggah-ungguh Bahasa Jawa. Jakarta: Yayasan

Paramalingua.

Sneddon, J.N. (2003). The Indonesia Language: its History and Role in ModernSociety.

Australia: University of South Wales.

Soemarsono. (2012). Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sorokin, Pitirin A. (1998). Social Stratification. New York: Harper.

Sumarsana dan Paina Partana. (2002). Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda dan

Pustaka Pelajar.

Suyata, Pujiyati dan Suharti. (2007). “Status Isiolek Yogyakarta-Surakarta dan

Implikasinya terhadap bahasa Jawa Standar.” Jurnal Litera 6 (1).

Tamrin. (2018). Pola Pergeseran Bahasa: Kasus Pergeseran Bahasa Totoli dalam

Ranah Keluarga Berdasarkan Hubungan Peran dan Kategori Umur di

Kabupaten Tolitoli. Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah.

Triyono, Sulis. (2006). “Pembahasan Hasil Penelitian: Pergeseran Bahasa

Daerah Akibat Kontak Bahasa Melalui Pembauran.” LITERA (Jurnal

Penelitian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya) 5 (1).

Wijana, I Dewa Putu. (2013). Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis. Cetakan V.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.