jurnal stranas sinjai

16
STUDI ASSEMENT PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERAIRAN PULAU- PULAU KECIL DI SULAWESI SELATAN (Studi Kasus Pulau-Pulau Kecil di Kabupaten Sinjai) ASSEMENT STUDY BIOAQUATIC RESOURCES EXPLOITATION AT SMALL ISLAND OF SOUTH SULAWESI (Case Study at Small Island in Sinjai District) Andi Adri Arief 1 Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas, Makassar ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektivitas pengelolaan sumberdaya pulau-pulau kecil di kawasan Pulau-pulau Sembilan Kabupaaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan serta merancang strategi pengelolaan yang tepat. Untuk dapat mengatasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil. Untuk itu diperlukan suatu kebijakan yang berpihak pada semua sektor serta lapisan masyakat pesisir dapat memperoleh manfaat yang lebih luas. Target khusus yang ingin dicapai adalah : a) Mengidentifikasi perubahan tataguna lahan, biofisik perairan, kondisi sosial ekonomi dan demografis akibat pengelolaan sumberdaya pulau-pulau kecil yang telah dilakukan selama ini sudah sesuai, b) Mengetahui perubahan kondisi biofisik perairan akibat aktivitas pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil di kawasan Pulau-pulau Sembilan c) Menganalisis dampak kebijakan perikanan terhadap kesejahteraan dan kelestarian sumberdaya perikanan tangkap di kawasan pulau- pulau sembilan Hasil yang ditemukan bahwa ada ketidakselarasan antara rekomdasi konsep zonasi yang dipetakan dengan aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat, sehingga dalam pemanfaatan sumberdaya 1) : Dr. Andi Adri Arief, S.Pi, M.Si. Program Studi Sosial Ekonomi, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10 Tamalanrea, Makassar 90245. E-mail : [email protected]. 1

Upload: adri-arief

Post on 14-Jun-2015

560 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL STRANAS SINJAI

STUDI ASSEMENT PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERAIRAN PULAU-PULAU KECIL DI SULAWESI SELATAN(Studi Kasus Pulau-Pulau Kecil di Kabupaten Sinjai)

ASSEMENT STUDY BIOAQUATIC RESOURCES EXPLOITATION AT SMALL ISLAND OF SOUTH SULAWESI

(Case Study at Small Island in Sinjai District)

Andi Adri Arief1

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas, Makassar

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengukur efektivitas pengelolaan sumberdaya pulau-

pulau kecil di kawasan Pulau-pulau Sembilan Kabupaaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan serta merancang strategi pengelolaan yang tepat. Untuk dapat mengatasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil. Untuk itu diperlukan suatu kebijakan yang berpihak pada semua sektor serta lapisan masyakat pesisir dapat memperoleh manfaat yang lebih luas. Target khusus yang ingin dicapai adalah : a) Mengidentifikasi perubahan tataguna lahan, biofisik perairan, kondisi sosial ekonomi dan demografis akibat pengelolaan sumberdaya pulau-pulau kecil yang telah dilakukan selama ini sudah sesuai, b) Mengetahui perubahan kondisi biofisik perairan akibat aktivitas pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil di kawasan Pulau-pulau Sembilan c) Menganalisis dampak kebijakan perikanan terhadap kesejahteraan dan kelestarian sumberdaya perikanan tangkap di kawasan pulau-pulau sembilan

Hasil yang ditemukan bahwa ada ketidakselarasan antara rekomdasi konsep zonasi yang dipetakan dengan aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat, sehingga dalam pemanfaatan sumberdaya perairan telah terjadi potensi konflik secara horizontal. Kerusakan ekosistem dalam pemanfaatan sumberdaya perairan disebabkan oleh maraknya kegiatan pemboman dan pembiusan ikan-ikan karang.Implikasi kebijakan pembangunan perikanan belum sepenuhnya signifikan akan kesejahteraan masyarakat di wilayah pulau-pulau kecil akibat aksisibilitas dalam segala bidang masing menjadi factor determinan. Dalam hal kelestarian lingkungan, kerusakan ekosistem dalam perkembangannya semakin memprihatikan akibat lemahnya sosialisasi konsep zonasi dan kurangnya pengawasan dari isntitusi terkait.

Kata kunci : Pulau-pulau Kecil, Pemanfaatan, Sumberdaya Perairan.

1) : Dr. Andi Adri Arief, S.Pi, M.Si.Program Studi Sosial Ekonomi, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10 Tamalanrea, Makassar 90245. E-mail : [email protected].

1

Page 2: JURNAL STRANAS SINJAI

ABSTRACT

This study aims to measure the effectiveness of resource management, small islands in the area of Nine islands Sinjai Kabupaaten South Sulawesi Province and designing appropriate management strategies. In order to overcome the various problems associated with resource use small islands. It required a policy in favor of all sectors and layers of coastal communities to benefit from a wider. Specific targets to be achieved are: a) Identify land use changes, water biophysical, socio-economic conditions and demographic resources management due to the small island that has been done so far is appropriate, b) Knowing the biophysical changes in the condition of water resources utilization of the activity of the island - small islands in the area of Nine islands c) Analyzing the impact of fisheries policies on the welfare and sustainability of capture fisheries resources in the region of nine islands The method used to achieve the goals of these research activities are: the first year of research activities using biophysical analysis of waters, the analysis of social, economic and cultural penulusuran through secondary data, depth interviews, Focus group discussions and direct obeservasi (visual data).

The results found that there were inconsistencies between zoning rekomdasi mapped concepts with activities undertaken by the community, so that in the utilization of aquatic resources has occurred horizontally potential conflicts. Damage to ecosystems in the utilization of aquatic resources caused by widespread bombing activities and anesthesia karang.Implikasi fish fisheries development policy would not fully significant public welfare in the region of small islands in all aksisibilitas from their field to be the determinant factor. In this environment, damage the ecosystem in its development because of the lack of socialization memprihatikan concept of zoning and the lack of supervision of related isntitusi.

Key words : small island, eksploitation, Bioaquatic Resources

PENDAHULUAN

Kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tinggi dan dapat dijadikan sebagai modal dasar pelaksanaan pembangunan Indonesia di masa yang akan datang. Kawasan ini menyediakan sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang, padang lamun (seagrass), hutan mangrove, perikanan dan kawasan konservasi.  Pulau-pulau kecil juga memberikan jasa lingkungan yang besar karena keindahan alam yang dimilikinya yang dapat menggerakkan industri pariwisata bahari. Dilain pihak, pemanfaatan potensi pulau-pulau kecil masih belum optimal akibat perhatian dan kebijakan Pemerintah selama ini yang lebih berorientasi ke darat disamping perilaku masyarakat yang mulai cenderung melakukan kegiatan yang sifatnya destructive dalam pemanfaataan sumberdaya perairan yang dimaksud. Gambaran kemiskinan, ketergantungan dan keterpinggiran menjadi pemandangan umum bagi masyarakat pulau-pulau kecil ditengah degradasi ekosistem dan sumberdaya perikanannya.

Pertanyaan yang mendasar secara kontekstual adalah, apakah dapat dilakukan konsep pengeleloaan dan tujuan pemanfaatan yang terpadu dan berkelanjutan untuk mengatasi permasalahan yang berlangsung saat ini dan masa mendatang, juga untuk memberdayakan masyarakat pulau-pulau kecil (para pengguna atau stakeholders) agar menikmati keuntungan yang diperoleh secara berkesinambungan berdasarkan potensi yang dimilikinya.

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk pemanfaatan sumberdaya perairan pulau-pulau kecil sebagai langkah awal sebelum menentukan atau menciptakan strategi pengelolaan secara terpadu dan berkelanjutan.

2

Page 3: JURNAL STRANAS SINJAI

METODE PENELITIAN

Metode penelitian menggunakan analisis biofisik perairan, analisis social, ekonomi dan budaya melalui penulusuran data sekunder, indepth interview, Focus group discussion serta obeservasi langsung (data visual).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kawasan Pulau-Pulau SembilanSecara administratif kecamatan Pulau-pulau Sembilan meliputi 4 desa, yaitu: Desa

Pulau Harapan, meliputi Pulau Kambuno dan Pulau Liangliang, Desa Bungungpitue dengan wilayah Pulau Burungloe, Desa Padaelo dengan wilayah Pulau Kodingare dan Pulau Batanglampe, Desa Persatuan yang meliputi Pulau Kanalo I, Pulau Kanalo II, Pulau Katindoang dan Pulau Larearea.

B. Kesesuaian Konsep Zonasi Dengan Pemanfaatan Sumberdaya Alam di Kawasan Pulau-Pulau Sembilan.

Arahan zona-zona yang termuat dalan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil kabupaten sinjai tahun 2004, meliputi: (a) Zona wisata bawah laut; (b) Zona pemulihan; (c) Zona budidaya; (d) Zona penagkapan tradisional; (e) Zona pendukung umum, dan: (f) Zona pemukiman. Gambaran rekemondasi Zonasi tersajikan pada gambar berikut.

3

Page 4: JURNAL STRANAS SINJAI

Konsep zonasi di kawasan Pulau-pulau Sembilan, sebagai kawasan yang terpetakan dalam pengelolaan sumberdaya alam perairan dan kelautan, adalah sebagai berikut :

1) Penetapan zona wisata berada pada empat kawasan yaitu : Gusung Taccara, Takka Mallabae, Takka Helopute dan Gusung Bungin Tellue

2) Penetapan zona pemulihan berada pada kawasan : Gusung Pasiloang, Takka Karang-Karang, Gusung Leko Pasiloang sebelah Burung Loe, Pulau Kodingareng, sebelah utara Pulau Kanalo II dan Pulau Batang Lampe

3) Penetapan zona budidaya berada pada kawasan : Gusung Malambere, Gusung Bunging Tellue, Gusung Passeloang, Gusung Leko Passeloang dan Pulau Burung uloe.

4) Penetapan zona tangkap tradisional berada pada kawasan : Gusung Malambere, Bunging Tellue, Gusung Leko Paseloang, Pulau Kodingareng, Taka Katuaka Kecil, Taka Mallambae, Taka Katuaka, sebelah utara dan timur Pulau Kambuno, sebelah timur Pulau Leang-leang.

5) Penetapan zona pendukung umum berada pada Pulau Burungloe.Temuan dilapang memperlihatkan adanya ketidak-terpaduan pemanfaatan ruang di

kawasan Pulau-pulau Sembilan yang telah menimbulkan konflik pemanfaatan ruang oleh masyarakat.

Temuan dilapangan, telah teridentifikasi mengenai pengelolaan sumberdaya alam perairan dan kelautan oleh masyarakat secara faktual sebagai berikut :

1) Zona panangkapan berada pada kawasan : Gusung Pasiloang, Gusung Leko Pasiloang, Pulau Kambuno, Liang-liang , Batang Lampe, Kodingareng, sebelah timur Taka Helopute

2) Zona wisata berada pada kawasan : Pulau Larea-rea, Gusung Topama, Gusung Anataminting,

3) Zona budidaya laut (keramba jaring apung dan rumput laut) berada pada kawasan : Pulau

4

Ruang Pemanfaatan Sumberdaya Peraian di Kawasan Pulau-Pulau Sembilan oleh Masyarakat

Page 5: JURNAL STRANAS SINJAI

Kanalo II, Kakatua Kecil, Kambuno, Leang-leang, Kodingareng, Batang Lampe, Gusung Leko Pasiloang, Gusung Paseloang dan Gusung Bungintellue.Ketidak-sesuaian dari arahan zonasi yang terjadi dikelompokkan dalam empat

Ketidaksesuaian antara arahan zonasi dan fakta yang terjadi. Berimplikasi sebagai berikut :

a) Kontradiktif antara arahan zona pemulihan dengan pemanfaatan kegiatan budidaya laut dan penangkapan. Kondisi ini terjadi pada wilayah Gusung Pa’siloang sebelah selatan, Gusung Teko Pa’siloang sebelah utara Pulau Kodingareng dan Pulau Batang Lampe serta Pulau Burung Loe sebelah utara. Pemanfaatan budidaya laut yang di maksudkan budidaya rumput laut sementara untuk kegiatan penangkapan, hal yang jadi menarik sebagai temuan di lapangan bahwa di pulau kodingareng dan Pulau Batang Lampe justru marak dengan kegiatan penangkapan yang sifatnya Destruktive (pembom ikan)

b) Kontradiktif antara zona budidaya laut dan penangkapan. Pada arahan dokumen zonasi telah di peta-kan bahwa Gusung Pa’siloang dan Gusung Leko Pa’siloang di tetapkan sebagai kawasan budidaya rumput laut tetapi fakta di lapangan di temukan bahwa di kawasan ini juga di manfaatkan oleh masyarakat sebagai kawasan penangkapan. Kondisi ini tentunya sebagai potensi konflik nantinya ketika kedua aktifitas yang dimaksud saling berbenturan dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada.

c) Pendangkalan yang telah terjadi antara pulau Batang Lampe dan Kodingareng yang masih tetap di manfaatkan sebagai kawasan budidaya rumput laut, meskipun tidak ada dalam arahan zonasi sebagai zona budidaya laut.

d) Di sekitar kawasan pulau Kambuno tidak terdapat arahan untuk zona untuk konsevasi, sementara dari berbagai hasil penelitian yang di lakukan oleh para ahli telah menunjukan bahwa di kawasan yang di maksud telah terjadi kerusakan terumbu karang sekitar 70% (fajar online, 2005) akibat maraknya kegiatan pembiusan ikan-ikan karang dan menjadikan keramba jaring apung sebagai media panampungan.

C. Kerusakan Komponen Biofisik Perairan Akibat Aktivitas Pemanfaatan Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil Di Kawasan Pulau-Pulau Sembilan.

Pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir di kepulauan Sembilan membawa perubahan yang cukup signifikan terhadap kondisi biofisik perairan. Hal ini terlihat dari ditemukannya beberapa penurunan kualitas dari ekosistem utama sebagai pendukung wilayah peraiaran. Hal tersebut secara rinci akan dijelaskan pada bagian berikut ini.

1. Desa Persatuan

a. Pulau Kanalo II

Persentase penutupan karang masih meliputi beberapa kategori seperti hard coral, dead coral alga, sand, rubble dan alga. Untuk soft coral jumlah persentase tutupan yang diperoleh sangat sedikit yaitu berkisar 3%. Salah satu penyebab hilangnya soft coral dan sand karena sering terjadinya pembiusan dan pemboman karang yang dilakukan oleh manusia. Hard coral sendiri pada stasiun ini persentase tutupannya juga sangat sedikit. Persentase tutupannya hanya diperoleh 7%. Kerusakan karang yang terjadi pada stasiun ini lebih dominan disebabkan karena pemboman. Pemboman pada stasiun ini diperkirakan sudah dilakukan beberapa tahun yang lalu. Karang yang telah mengalami kerusakan pada stasiun ini banyak ditumbuhi oleh alga dimana diperoleh persentase tutupannya untuk dead coral alga 7 % dan untuk alga sendiri berkisar 1 %. Sedangkan untuk karang yang patah atau pecah (rubble) akibat

5

Page 6: JURNAL STRANAS SINJAI

pemboman ini yang belum ditumbuhi oleh alga diperoleh persentase tutupan 17 %. Persentase tutupan dasar perairan pulau Kanalo II dapat dilihat pada berikut berikut.

Persentase tutupan dasar perairan pulau Kanalo II.

b. Pulau Kanalo I

Penutupan dasar perairan pulau ini didominasi oleh pasir (sand/silt) dengan persentase tutupan mencapai 48%, kemudian pecahan karang (rubble) dengan persentase tutupan 26%, karang mati (death coral) 12%, karang keras (hard coral) 8%, karang lunak, alga, padang lamun dan karang memutih masing-masing 1% serta organisme dasar sebesar 2%. Persentase tutupan dasar perairan pulau Kanalo I dapat dilihat pada gambar berikut.

Persentase tutupan dasar perairan pulau Kanalo I.

c. Pulau Katindoang

. Dasar perairan di pulau Katindoang, didominasi oleh Pasir (sand/silt) sebesar 43%, Karang mati (death coral) 20%, Karang keras (hard coral) 12%, Pecahan karang (rubble) 10%, Seagrass, Algae, Karang lunak (soft coral), Karang memutih (bleached), serta Organisme invertebrate masing-masing 6%, 5%, 2%, dan 1%. Grafik persentase tutupan dasar perairan pulau Katindoang dapa dilihat pada gambar berikut.

.

6

Page 7: JURNAL STRANAS SINJAI

d. Pulau Larearea

dasar parairan pulau Larearea didominasi oleh Karang mati (death coral) sebesar 26%, Pecahan karang (rubble) sebesar 21%, Karang keras (hard coral) sebesar 20%, Pasir (sand) sebesar 17%, Organisme invertebrate (others) dan Karang memutih (bleached) masing-masing 4%, Tumbuhan air (segrass) dan Algae masing-masing 3% dan Karang lunak (soft coral) sebesar 2%. Grafik persentase tutupan dasar perairan pulau Larearea dapat dilhat pada berikut.

Persentase tutupan dasar perairan pulau Larearea.

2. Desa Padaeloa. Pulau Kodingare

Secara keseluruhan komposisi biotik penyusun dasar perairan masing-masing karang keras 26%, karang lunak 3%, Alga 1,7%, seagrass 3% dan biota lainnya 4%, sedangkan komponen abiotik terdiri dari pasir/lumpur 34%, bleached coral 8,3%, dan karang mati yang ditumbuhi alga 9%.

Persentase tutupan dasar perairan pulau Kodingare.

b. Pulau BatanglampeJika dilihat dari tipe pertumbuhan maka penutupan dasar perairan pulau ini didominasi oleh komponen

Abiotik yang terdiri dari pasir (sand/silt) dengan persentase tutupan mencapai 24%, kemudian pecahan karang (rubble) dengan persentase tutupan 18%, karang mati (death coral) 15%, karang keras (hard coral) 4%, karang lunak 3%, alga 1%, karang memutih 15%, serta organisme dasar sebesar 6%. Persentase tutupan dasar perairan pulau Batanglampe dapat dilihat pada Gambar berikut.

.

7

Page 8: JURNAL STRANAS SINJAI

3. Desa Buhungpitue Pulau Burungloe

Komposisi penyusun biotik dasar perairan masing-masing karang keras 14%, karang lunak 3%, alga 4%, dan seagrass 1%Komponen abitiok terdiri dari pasir/lumpur 23%, pecahan karang 6% dan karang mati 15%.

Persentase tutupan dasar perairan pulau Burungloe.

4. Desa Pulau Harapana. Pulau Kambuno

. Puncak terumbu pada kondisi surut hanya sekitar 1-2 m. Rataan terumbu tidak terlalu lebar sekitar 200 m dari puncak terumbu hingga batas terumbu. Pada puncak terumbu ditumbuhi lamun. Lereng terumbu tidak cukup sangat landai sehingga sangat sulit dibedakan batas tubir dengan lereng terumbu. Batas kedalaman terumbu karang sekitar lokasi ini hanya pada kedalaman ± 15 m. Gafik persentase tutupan dasar perairan pulau Kabuno dapat dilihat pada berikut.

Persentase tutupan dasar perairan pulau Kambuno.

b. Pulau Liang-liang

Presentase penutupan karang Pulau Liang-liang terbagi dalam beberapa bagian termasuk hard coral (karang keras), soft coral, dead coral alga, sand, rubble dan alga. Untuk karang keras (hard coral) sendiri persentase penutupan karangnya sekitar 24 %. Dimana di dalamnya terdapat berbagai macam karang keras termasuk karang dengan bentuk pertumbuhan massive dan branching. Soft coral sendiri yang terdapat pada stasiun ini hanya berkisar 13 %. Kurang hard coral dan soft coral pada stasiun ini selain karena pemboman, pembiusan juga karena pemasangan bubu’ secara tidak teratur oleh masyarakat. Untuk kategori dead coral alga sendiri diperoleh persentase tutupannya yakni sekitar 20 %. Banyaknya karang yang telah mati baik akibat dari manusia sendiri maupun alam menyebabkan alga tumbuh pada daerah sekitar karang. Sand dan rubble sendiri juga mendominasi stasiun ini. Gafik persentase tutupan dasar perairan pulau Liang-liang dapat dilihat pada berikut.

8

Page 9: JURNAL STRANAS SINJAI

Persentase tutupan dasar perairan pulau Liang-liang.

D. Dampak Kebijakan Pembangunan Perikanan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat dan Kelestarian Sumberdaya Perikanan Tangkap di Kawasan Pulau-Pulau Sembilan

1. Dampak Kebijakan Pembangunan Perikanan terhadap Kesejahteraan Masyarakat

Berdasarkan hasil penelitian, maka secara umum dapat dipaparkan arah gerak pembangunan perikanan di kawasan Pulau-pulau Sembilan :

1) Sumberdaya alam, sumberdaya buatan, jasa lingkungan cukup potensial dan mempunyai prospek pengembangan yang baik. Untuk saat ini kontribusi yang optimal bagi peningkatan ketahanan ekonomi di kawasan Pulau-pulau Sembilan melalui pembangunan pengembangan sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan jasa lingkungan belum dalam kondisi yang terarahkan untuk menggali potensi yang ada. Fakta dilapangan menunjukkan, bahwa hanya aktivitas budidaya rumput laut dan keramba jaring apung saja yang dapat dikatakan sebagai aktivitas baru yang tidak berdasarkan pada tradisi masa lalu. Artinya, program pembangunan perikanan dengan inovasi-inovasi baru dalam memanfaatkan sumberdaya alam hanya terkontekskan kepada motorisasi perikanan tangkap.

2) Ketidak-beradaan kelembagaan formal yang dapat menjembatani kegiatan produksi masyarakat menyebabkan kondisi sosial ekonomi masyarakat di kawasan Pulau-pulau Sembilan belum sepenuhnya dapat menunjang upaya peningkatan ketahanan ekonomi rumah tangga. Segala bentuk kegiatan produksi masih mengandalkan lembaga-lembaga ekonomi non formal yang justru telah menciptakan dimensi ketergantungan dan eksploitasi bagi masyrakat yang marginal;

3) Infrastruktur wilayah yang ada masih terbatas, sehingga belum dapat memberikan dukungan penuh bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dari delapan pulau yang ada di kawasan ini, persoalan infrastruktur social dan ekonomi menjadi permasalahan yang sama dalam menjalani aktivitas hidup keseharian masyarakat di Pulau-pulau Sembilan. Pembangunan infrastruktur yang ada selama ini masih bersifat sangat mikro dan terarahkan hanya pada infrastruktur social yang sangat sederhana seperti pembuatan jalan setapak, drainase dan wc umum. Infrastruktur ekonomi yang skala makro seperti pabrik es, industry pengolahan menjadi orientasi dari pemerintah dan pihak swasta.

4) Kebijakan menyangkut kelembagaan tingkat kabupaten masih jauh dari cukup sehingga belum ada instrumen pengelolaan yang memadai dan dapat bermanfaat bagi

9

Page 10: JURNAL STRANAS SINJAI

aktivitas produksi masyarakat di kawasan Pulau-pulau Sembilan seperti membuka cabang lembaga perbankan di pulau-pulau kecil.

5) Skala usaha dan produk usaha masih sangat kecil dan berskala lokalitas, sehingga belum dapat memberi kontribusi yang basar bagi aktivitas produksi masyarakat di kawasan Pulau-pulau Sembilan. Gambaran ini tertampilkan dari hasil-hasil produk yang diperdagangkan ke luar pulau. Produk-produk perikanan yang diperjual-belikan hanya sebatas pasar kecamatan dan kabupaten.

2. Dampak Kebijakan Pembangunan Perikanan terhadap Kelestarian Perikanan Tangkap

Dalam konteks pembangunan perikanan yang mendukung pelestarian perikanan tangkap hanya di tenggarai oleh muncul dan berkembangnya aktifitas budidaya rumput laut sebagai salah satu mata pencaharian masyarakar di pulau-pulau Sembilan.menurut informan semenjak berkembangnya bududaya rumput laut sedikit banyaknya telah merubah prilaku sebahagian masyarakat untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan penangkapan yang sifatnya merusak (destruktif).namun demikian,upaya pencegahan atau antisipasi sebagai kebijakan pemerintah (Dinas Kelautan dan Perikanan) kabupaten Sinjai terhadap kegiatan-kegitan penagkapan yang merusak khususnya pembiusan ikan-ikan karang tidak sama sekali tertampilkan baik yang bersifat aturan atau regulasi maupun kegiatan-kegiatan yang sifatnya penyadaran sosial berupa penyuluhan-penyuluhan yang di lakukan. Fakta infirik dilapangan menjadi penjelas akan hal ini, perkembangan keramba jaring apung sebagai media penampungan bagi pembius ikan-ikan karang semakin marak hingga saat ini di kawasan pulau kambuno bahkan sampai pulau liang-liang. Menurut informan salah satu upayah untuk mencegah semakin berkembangnya pembiusan di kawasan pulau-pulau Sembilan adalah melalui pemberian izin yang ketat oleh dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sinjai kepada masyarakat yang igin mendirikan keramba jaring apung.

Gambaran di atas memperlihatkan bahwa orientasi pembangunan perikanan pada pulau-pulau kecil belum manjadi hal yang prioritas atau utama asumsi ini lahir sampai saat ini belum ada kebijakan yang sifatnya strategis dalam upaya mengoftimalkan dan merlestarikan potensi sumberdaya perairan secara terpadu dan berkelanjutan.

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut :

1. Terdapat ketidak sesuaian antara konsep zonasi dari pemerintah dengan pemamfatan yang dilakukan oleh masyarakat,dimana zona pemulihan (rehabilitasi) sebagai rekomendasi zonasi yang dimanfaatkan masyarakat dalam aktifitas budidaya dan penangkapan

2. Adanya aktifitas pengelolaan yang tidak bertanggung jawab (destruktif) berimplikasi terhadap terjadinya degradasi ekositem dikawasan pulau-pulau Sembilan

3. Implementasi kebijakan pembagunan perikanan belum sepenuhnya berorientasi terhadap kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumberdaya perairan di kawasan pulau-pulau sembilan

10

Page 11: JURNAL STRANAS SINJAI

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, L., 2006. Paradigma Social-Ecological System Dalam Pemulihan Mata Pencaharian Masyarakat Pesisir Pasca Tsunami : Studi Kasus Wilayah Pesisir Krueng Raya, Kabupaten Aceh barat, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Seminar 10 tahun PKSPL. Bogor 15 Agustus 2006

Aronoff, S. 1989. Geographic Information System : A Management Prespective. WDL Publication, Ottawa, Canada.

Bengen, DG., 2004. Ragam Pemikiran. Menuju Pembangunan Pesisir dan laut Berkelanjutan Berbasis Eko-sosiosistem. Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut (P4L). Bogor

Bock, J.G. 2001. Towards participatory communal appraisal. Community Development 36(2):146-153.

Campbell, J.B. 1987. Introductiom to Remote Sensing. Guilford Press, New York.

Carver, S. Heywood, I., Cornelius, S., and Sear, D. 1996. Evaluation Field Based GIS For Environmental Characterization, Modeling and Decision Support in GIS and Environmental Modelling. Progress and Research Issues. GIS World Book. USA

Cesar, H., 1996. Economic Analysis of Indonesian Coral Reefs. The World Bank

Charter, J. 2001. Understansing the municipal finance bill. Hologram Newsletter 6. http://www.hologram.org.

Chrisman, N. 1997. Exploring Geographic Information System. John Wiley & Sons Inc. USA

Cicin-Sain, B. and Knecht, R.W., 1998. Integrated coastal and ocean management: concepts and practices. Island Press, Washington, DC. Covelo, California

Dahuri, R., Jacub Rais; Sapta Putra Ginting, M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdava Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta. 298 hal

Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan sumberdaya kelautan untuk kesejahteraan Rakyat (Kumpulan Pemikiran Rokhmin Dahuri). Kerjasama Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia dan Direktorat Jendela Pesisir, Pantai, dan Pulau-pulau Kecil DKP. Jakarta

NRTEE. 1998. Sustainable Strategies for Oceans: a Co-management Guide. National Round Table on the Environment and the Economy. Ontario

Pascoe, S. and S. Mardle. 2001. Optimal Fleet Size in the English Chanel : A Multi Objective Programming Approach. European Review of Agricultural Economics, 28 (2) : 161-185

Rais, J, dkk. 2004. Menata Ruang Laut terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta

Soetrisno, L. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Kanisius. Yogyakarta.

Storey, D. 1999. Issues of integration, partcipation and empowerment in rural development: the case of LEADER in the Republic of Ireland. Journal of Rural Studies 15(3):307-315.

11