jurnal stroke-puncture translete

29
STUDI TERANDOMISASI MENGENAI PUNGSI DAN ASPIRASI URGENSI HEMATOMA BERBASIS CT DI UGD DAN EVAKUASI LANJUTAN DENGAN MENGGUNAKAN KRANIEKTOMI VS KANIEKTOMI SAJA Artikel Klinis Bo Xiao, M.D., Fang-Fang Wu, M.D., Hong Zhang, M.D., and Yan-Bin Ma, M.D. Department of Neurosurgery, No. 3 People’s Hospital Affiliated to Shanghai Jiao Tong University School of Medicine, Shanghai, China Objektif: Saat mengobati pasien dengan intracerebral hemorrhage (ICH) spontan masif supratentorial (≥ 70 mL) prognosis dari operasi adalah buruk. Respon pupil yang memburuk telah dicermati pada pasien preoperative meskipun telah dilakukan control tekanan darah dan pemberian diuretik. Karena operasi terbuka membutuhkan waktu untuk dekompresi, penulis membuat suatu studi prospektif acak untuk menentukan apakah pasien dengan ICH spontan masif supratentorial memiliki lebih banyak keuntungan apabila dilakukan prosedur dekompresif yang urgensi. Metode: Secara keseluruhan, 36 pasien yang memenuhi syarat diikutsertakan dalam studi ini. Grup A terdiri dari 12 pasien yang menjalani pungsi hematoma berbasis pencitraan CT yang bersifat krusial dan aspirasi darah parsial di UGD, serta evakuasi hematoma berikutnya melalui kraniektomi di ruang operasi umum, Grup B memiliki 24 pasien yang menjalani pengangkatan hematoma hanya menggunakan kraniektomi. Respon pupil dikelompokkan menjadi 5 kelas (Kelas 0, pupil terfiksasi bilateral; Kelas 1, secara sepihak 1

Upload: iska-novi-udayani

Post on 12-Feb-2015

58 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

translete jurnal

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Stroke-puncture Translete

STUDI TERANDOMISASI MENGENAI PUNGSI DAN ASPIRASI

URGENSI HEMATOMA BERBASIS CT DI UGD DAN EVAKUASI

LANJUTAN DENGAN MENGGUNAKAN KRANIEKTOMI VS

KANIEKTOMI SAJA

Artikel Klinis

Bo Xiao, M.D., Fang-Fang Wu, M.D., Hong Zhang, M.D., and Yan-Bin Ma, M.D.

Department of Neurosurgery, No. 3 People’s Hospital Affiliated to Shanghai Jiao Tong University School of Medicine, Shanghai, China

Objektif: Saat mengobati pasien dengan intracerebral hemorrhage (ICH) spontan masif supratentorial (≥ 70 mL) prognosis dari operasi adalah buruk. Respon pupil yang memburuk telah dicermati pada pasien preoperative meskipun telah dilakukan control tekanan darah dan pemberian diuretik. Karena operasi terbuka membutuhkan waktu untuk dekompresi, penulis membuat suatu studi prospektif acak untuk menentukan apakah pasien dengan ICH spontan masif supratentorial memiliki lebih banyak keuntungan apabila dilakukan prosedur dekompresif yang urgensi.

Metode: Secara keseluruhan, 36 pasien yang memenuhi syarat diikutsertakan dalam studi ini. Grup A terdiri dari 12 pasien yang menjalani pungsi hematoma berbasis pencitraan CT yang bersifat krusial dan aspirasi darah parsial di UGD, serta evakuasi hematoma berikutnya melalui kraniektomi di ruang operasi umum, Grup B memiliki 24 pasien yang menjalani pengangkatan hematoma hanya menggunakan kraniektomi. Respon pupil dikelompokkan menjadi 5 kelas (Kelas 0, pupil terfiksasi bilateral; Kelas 1, secara sepihak terfiksasi dengan diameter pupil tetap> 7 mm; 2 kelas, secara sepihak dengan pupil terfiksasi tetap ≤ 7 mm; Kelas 3, secara sepihak lamban, dan; Kelas 4, refleks respon cepat pupil bilateral dinilai 3 kali secara perioperatif). Kategori kelas didapatkan dari waktu pertama kali masuk, saat operasi dekompresi (dilihat saat cairan hematoma mulai dialirkan pada grup A dan saar membuka duramater pada grup B), serta diakhir kraniektomi. Skala Barthel digunakan untuk menilai ketahanan fungsional selama 12 bulan selanjutnya. Grup A dan B kemudian dibandingkan. Analisis regresi logistik digunakan untk menilai positive likelihood ratio pada semua variable baik secara ketahanan atau fungsionalnya (Skor skala Barthel ≥ 35 pada 12 bulan).

1

Page 2: Jurnal Stroke-puncture Translete

Hasil: Operasi dekompresi dilakukan ± 60 menit lebih cepat pada grup A daripada grup B. Reflek pupil yang memburuk sebelum dekompresi tidak terlihat pada grup A, sedangkan pada grup B terdapat 9 orang. Selama terapi dekompresi respon pupil lebih baik pada grup A (p < 0,05). Meskipun hanya 1/3 volume hematoma yang terdeteksi pada CT scan dapat dialirkan sebelum kraniektomi, namun saat aspirasi parsial yang diikuti kraniektomi, terlihat adanya perbaikan respon pupil setelah kaniektomi dilakukan. Selain itu, kelangsungan hidup dan skor Barthel didapatkan lebih baik daripada grup B (p< 0,05). Analisis regresi logistik menyaakan bahwa satu variabel, pupil minimal grade 3 pada saat operasi dekompresi, memiliki nilai prediksi yang paling tinggi untuk bertahan selama 12 bulan (8.0, 95% CI 2.0-32.0) dan pupil grade 4 pada waktu yang sama merupakan prediktor yang paling dapat digunakan untuk skor Barthel 35 atau lebih selama 12 bulan (15.0, 95% CI 1.9-120.9).

Kesimpulan: Pasien-pasien dengan ICH spontan masif supratentorial memiliki lebih banyak keuntungan jika dilakukan operasi dekompresi urgensi. Hasil peneliian yang didapat dari analisis regresi logistik memperlihatkan bahwa untuk meningkatkan hasil fungsional jangka panjang, terapi dekompresi harus dilakukan sebelum terjadi herniasi. Berdasarkan fakta yang ada, kebanyakan pasien yang menjadi sampel penelitian menunjukkan tanda-tanda herniasi saat masuk UGD dan karena operasi dekompresi kovensional segera dilakukan untuk memperoleh prognosis yang lebih baik, maka kombinasi terapi operasi kombinasi ini lebih mudah dan lebih efektif untuk dikerjakan.

Kata kunci: perdarahan intraserebral spontan, waktu operasi, reflex pupil, hasil, kelainan vaskular.

2

Page 3: Jurnal Stroke-puncture Translete

Perdarahan intraserebral (ICH) spontan masif supratentorial dengan

volume hematoma minimum 70 ml sangat mungkin menyebabkan terjadinya

stroke. Terbukti dari 10%-40% pasien yang datang dengan ICH.1,2,4,13 Secara

klinis, ahli bedah saraf akan melakukan operasi terbuka untuk mengevakuasi

hematoma setelah herniasi terjadi atau memiliki kemungkinan besar untuk terjadi

dan mengancam jiwa, dengan pertimbangan praktis dan etika meskipun

kenyataannya memiliki prognosis yang buruk.1,7,8,13-16,21

Pada praktek klinis, tidak ada batasan yang jelas seberapa urgensi kita

harus menangani pasien ICH masif dengan reflel pupil yang memburuk selama

periode preoperatif, meskipun implementasi terapi standar medik untuk

mengontrol tekanan darah dan pemberian diuretik.

Sejak tahun 2000, teknik pungsi dan aspirasi urgensi hematoma berbasis

CT scan telah digunakan dalam penelitian clinical trial yang diprakarsai oleh The

Chinese National Office for Cerebrovascular Diseases Prevention and Control

saat menangani pasien dengan ICH. 4,10,18 Salah satu keuntungan teknik tersebut

adalah dapat memberikan pengalaman kepada ahli bedah saraf untuk

menyelesaikan secara komplit sebuah prosedur dalam 10 menit dengan anastesi

lokal di UGD berdasarkan intervensi pada studi CT regular.

Pada studi acak prospektif ini, pasien-pasien dengan ICH spontan masif

supratentorial kita minta untuk menggunakan teknik ini sebagai terapi urgensi

untuk mengeluarkan sebagian hematoma dan selanjutnya dilakukan kraniektomi

untuk mengevakuasi klot yang kental pada ultra-early stage, dan selanjutnya

dibandingkan hasilnya dengan pasien yang hanya dilakukan operasi kraniektomi

saja berdasarkan kelangsungan hidup dan fungsionalnya selama 12 bulan.

Metode

Seleksi Pasien

Antara Oktober 2001 dan Januari 2008, 36 pasien dengan ICH spontan

masif supratentorial terdaftar dalam penelitian ini. Kriteria inklusi adalah sebagai

3

Page 4: Jurnal Stroke-puncture Translete

berikut: 1) waktu dari onset gejala untuk masuk ke UGD adalah 6 jam atau

kurang, 2) diagnosis ICH supratentorial spontan, 3) volume hematoma ≥ 70 ml

seperti yang didokumentasikan pada CT scan awal, dan 4) informasi persetujuan

dari keluarga masing-masing pasien. Kriteria eksklusi adalah sebagai berikut: 1)

riwayat dari setiap cacat fungsional dalam kehidupan sehari-hari, 2) riwayat

koagulopati, 3) riwayat gangguan neuroophthalmological yang mungkin

mengganggu respon pupil, 4) riwayat setiap aneurisma intrakranial dikenal tapi

tidak diobati, malformasi vaskular , atau tumor otak, 5) sebuah ICH berulang, 6)

penyakit medis terminal, 7) usia> 75 tahun, 8) skor GCS 5 atau kurang saat

pertama datang ke UGD, dan 9) pupil bilateral tetap saat masuk ke UGD.

Karakteristik demografi pasien tersebut diminta untuk dicatat dalam catatan

medis. Studi dimulai pada tahun 2001 tidak terdaftar dengan database uji klinis.

Persetujuan untuk studi ini diberikan oleh Dewan Kelembagaan Ilmu dan Riset.

Metode Randomisasi

Tiga puluh enam (36) pasien secara acak dialokasikan untuk 2 kelompok

perlakuan dengan rasio 1:2. Grup A berisi 12 pasien yang menjalani pungsi

hematoma berbasis pencitraan CT yang bersifat krusial dan aspirasi darah parsial

di UGD, serta evakuasi hematoma berikutnya melalui kraniektomi di ruang

operasi umum, Grup B memiliki 24 pasien yang menjalani pengangkatan

hematoma hanya menggunakan kraniektomi. Pengacakan itu sesuai dengan tabel

nomor acak yang dihasilkan oleh komputer sebelum perekrutan pasien.

Studi Computed Tomography

CT kepala dilakukan dengan irisan aksial 5 mm. Volume hematoma

diukur dengan menggunakan rumus A × B × C ÷ 2.2 Ekstensi ventrikel hematoma

tersebut termasuk dalam pengukuran volume. Hematoma diklasifikasikan menurut

asal daerah lobar dan wilayah yang terletak dalam.

4

Page 5: Jurnal Stroke-puncture Translete

Gambar 1. Contoh pungsi hematoma pada pasien di UGD. A1 dan A2: Representative axial CT scans didapatkan saat preoperatif yang diperlihatkan pada bagian kanan ICH (anak panah hitam). CT scan A2 10 mm lebih superior daripada A1. B: Foto memperlihatkan komponen tipe YL-1 pada jarum pungsi intrakranial hematoma.: (1) lid; (2) connector; (3) plastic rod with blunt tip, dimana dapat diinsersikan ke dalam metal cannula; (4) metal drill yang didesain dapat dihubungkan dengan metal cannula namun dapat dilepaskan stelah pungsi selesai; (5) metal cannula; (6) draining tube. C1–C6: Foto selama operasi berlangsung memperlihatkan langkah-langkah dari pungsi hematoma pada pasien yang sama dengan gambar CT scan awal yang diperlihatkan pada gambar A1 dan A2. Anak panah pada C1 memperlihatkan titik pungsi. Plastic protective sleeves digunakan untuk menghindari pungsi berlebih diperlihatkan pada foto 7adan 7b.

Intervensi Bedah

Intraserebral Hematoma Berbasis Computed Tomography Pungsi dan

Aspirasi. Pungsi hematoma dilakukan di unit operasi UGD menggunakan jarum

jenis YL-1 dari jarum pungsi hematoma intrakranial (Beijing Wan-TeFu Medis

Aparatur Co, Ltd). Rincian teknik telah dijelaskan di tempat lain.4,10,18 Contoh dari

prosedur pungsi yang digambarkan dalam Gambar 1. Tujuan untuk menetapkan

titik masuk, lintasan, dan kedalaman tusukan adalah bahwa titik tusukan harus di

tengah hematoma untuk menghindari kerusakan struktur fungsional dan pembuluh

darah. Setelah draping aseptik standar bedah, tusukan dilakukan dengan

menggunakan bor listrik. Ketika sebuah kanula logam ditempatkan dengan tepat,

komponen bor tertutup diangkat dari cannula. Kateter ekstensi dengan kantong

drainase kemudian dihubungkan ke tabung logam dan dikeluarkan pada

ketinggian 20 cm di bawah titik tusukan. Sedikit aspirasi vakum, menggunakan

jarum suntik, diterapkan ketika dicurigai adanya penyumbatan bekuan darah.

Pasien kemudian dikirim ke ruang operasi untuk mengeluarkan hematoma dengan

kraniektomi. Semua perangkat keras disingkirkan sebelum standar operasi

5

Page 6: Jurnal Stroke-puncture Translete

kraniektomi dilakukan. Sistem drainase darah dicek setiap 5 menit sbelum

dipindahkan, untuk memastikan system berjalan dengan baik dan untuk mengukur

volume darah yang akan didrainase.

Kraniektomi. Kraniektomi dilakukan di ruang operasi. Setelah standar

operasi aseptic dilakukan, kraniektomi diambil dari arah ipsilateral hematoma.

Intraserebral hematoma dievakuasi pendekatan transkortikal dengan teknik

microsurgical.

Hal utama yang di catat selama operasi dilakukan adalah saat pungsi

berhasil dilakukan pada grup A, dan waktu saat membuka duramater pada grup A

dan B.

Manajemen Perioperatif

Pengobatan preoperatif termasuk intubasi, sedasi, pengobatan standar

untuk kontrol tekanan darah, dan pengurangan tekanan intrakranial dengan

pemberian diuretik. Hiperventilasi dikondisikan pada semua pasien di ruang

operasi sebelum membuka dura. Pasien dirawat di Unit Perawatan Intensif

Neurosurgical setelah prosedur kraniektomi. Perawatan paska operasi standar

diberikan kepada semua pasien.

Evaluasi

GCS digunakan untuk mengevaluasi tingkat kesadaran pada semua pasien

yang datang ke UGD. Refleks pupil terhadap cahaya langsung terpilih sebagai

tanda klinis untuk mengukur tingkat kompresi saraf oculomotor, serta fungsi dari

otak tengah dan batang otak atas. Diameter pupil diukur menggunakan penggaris

milimeter. Pupil yang terfiksasi didefinisikan sebagai penyempitan kurang dari 1

mm ketika refleks cahaya diperiksa.

Berdasarkan definisi ini, kita mengkategorikan respon cahaya langsung

pupil menjadi 5 kelas: Kelas 0, pupil terfiksasi bilateral, Kelas 1, secara sepihak

terfiksasi dengan diameter pupil tetap> 7 mm, 2 kelas, secara sepihak dengan

pupil terfiksasi tetap ≤ 7 mm; Kelas 3, secara sepihak lamban, dan Kelas 4, refleks

6

Page 7: Jurnal Stroke-puncture Translete

respon cepat pupil bilateral dinilai 3 kali secara perioperatif pada semua pasien

(pada saat masuk ke UGD, saat dekompresi, dan pada penyelesaian kraniektomi

tersebut). "Pada dekompresi" didefinisikan sebagai titik ketika drainase hematoma

berhasil dicapai di Grup A dan ketika pembukaan dural dicapai melalui

kraniektomi di Grup B. Perbaikan respon pupil didefinisikan sebagai peningkatan

dari 1 atau lebih nilai, sedangkan perburukannya didefinisikan sebagai penurunan

1 atau lebih tingkatan.

Semua pasien yang masih hidup secara klinis diikuti selama 12 bulan

setelah kraniektomi. Pada saat 12 bulan Skala Barthel digunakan untuk menilai

hasil fungsional pada penderita (seorang ahli bedah saraf senior tidak terlibat

dalam pengobatan diberikan instrumen grading). Beberapa informasi yang

diperoleh dari keluarga pasien, seperti pemberian makan dan menggunakan toilet.

Komplikasi Terkait Prosedur

Kami menganggap kondisi tidak menguntungkan dan berubah-ubah secara

langsung terkait dengan prosedur pembedahan untuk menjadi komplikasi yang

terkait dengan prosedur. Ini termasuk perdarahan ulang dan meningitis. Kondisi

medis sistemik tidak dianalisis dalam penelitian ini.

Analisis Statistik

Data dianalisis dengan menggunakan software statistik komersial (SPSS

versi 16, IBM). Untuk membandingkan data antar kelompok, analisis univariat

yang tepat digunakan: Student t-test untuk data kontinu, uji Fisher yang tepat

untuk data kategorikal binomial, dan chi-square test untuk data kategorikal yang

belum diranking. Analisis regresi logistik dilakukan untuk menilai rasio

kemungkinan positif dari usia pasien, skor GCS saat masuk ke UGD, waktu

dekompresi (didefinisikan sebagai durasi antara tekanan ritmik dan prestasi

drainase yang sukses di Grup A dan sebagai pembuka dural di Grup B), dan

grading reflek pupil (saat masuk ke dekompresi, UGD, dan penyelesaian

7

Page 8: Jurnal Stroke-puncture Translete

kraniektomi) untuk prognosis akhir dalam 2 kelompok yang berkaitan dengan

kelangsungan hidup dan hasil fungsional pada 12 bulan pasca operasi.

Hasil Skala Barthel pada pasien yang masih hidup didikotomisasi: Skala

Barthel skor ≥ 35 (yang memerlukan bantuan ringan dalam aktivitas sehari-hari)

dan skor Skala Barthel <35 (yang membutuhkan bantuan yang cukup besar dalam

aktivitas sehari-hari). Pasien yang meninggal selama 12 bulan follow-up diberikan

skor Skala Barthel 0 ketika analisis regresi logistik dilakukan. Tingkat signifikansi

statistik ditetapkan pada p <0,05. Nilai rata-rata disajikan ± SD.

Hasil

Hasil studi terkiniyang melibatkan 36 pasien secara acak sebagai

sampelnya dibagi kedalam 2 grup. Grup A dengan 12 pasien dan Grup B dengan

24 pasien. Karakteristik klinis, perjalanan penyakit, dan prognosis dirangkum ke

dalam table 1.

Pada grup A, pungsi hematoma yang sukses dilakukan tercatat antara 2,4 –

6,2 jam (mean 3,8 ± 1,2 jam) setelah iktus dan antara 37 – 53 menit (mean 43,6 ±

5,1 menit) setelah masuk UGD. Sebelum melepas perangkat keras, volume

aspirasi darah antara 21 – 35 ml (mean 26,6 ± 3,8 ml) dan ini memperoleh

perbandingan 23,6% dan 44,3% terhadap volume hematoma yng diukur dengan

CT scan awal. Durasi antara membuka dura pada kraniektomi lanjutan dan iktus

adalah 3,4 – 7,4 jam (mean 4,9 ± 1,2 jam). Serta, durasi antara membuka dura

dengan waktu pertama kali datang adalah 101 – 146 menit (mean 115,4 ± 10,4

menit). Pada grup B, membuka dural mulai dari 2,7 – 6,7 jam (mean 5,0 ± 1,1

jam) setelah iktus dan 82-135 menit (mean 100,6 ± 13,3 menit) setelah pertama

kali datang.

Grup A memiliki rata-rata kelangsungan hidup yang lebih tinggi daripada

grup B selama 12 bulan setelah operasi (p < 0,05), serta skor skala Barthel pada

grup A lebih baik daripada grup B (p < 0,05).

Tabel 1. Karakteristik klinis, Perjalanan Klinis, dan Hasil dari 2 Grup pada

Pasien dengan ICH

8

Page 9: Jurnal Stroke-puncture Translete

9

Page 10: Jurnal Stroke-puncture Translete

Kategori Pupil

Meskipun tidak ada data statistic yang signifikan antara kedua grup pada

saat datang ke UGD, grup A memiliki kategori pupil yang lebih baik saat operasi

dekompresi dan setelah kraniektomi selesai dilakukan (p < 0,05). Data terperinci

mengenai kategori pupil pada ke-2 grup dapat dilihat pada tabel 2.

Pada saat operasi dekompresi, peningkatan respon pupil dilihat pada 8

pasien dari 12 pasien pada grup A dan 0 pasien pada grup B yang dibandingkan

dengan respon pupil mereka saat pertama kali datang ke UGD (p < 0,05). Respon

pupil yang membaik pada grup A terutama dikarenakan oleh efek diuretik yang

diberikan sesaat setelah diagnosis ICH dicurigai. Kategori pupil kelas 0 tidak

diobservasi perioperatif.

Faktor Prediktif

Analisis regresi logistik memperlihatkan bahwa di antara semua variabel

yang signifikan secara statistic (p < 0,05), pupil kelas 3 atau lebih pada saat

operasi dekompresi memiliki nilai prediksi paling tinggi untuk mampu bertahan

10

Page 11: Jurnal Stroke-puncture Translete

hidup selama12 bulan ke depan (ratio 8,0 , 95% CI 2,0-32,0). Serta pupil kelas 4

saat operasi dekompresi memiliki nilai predictor untuk skor skala Barthel ≥ 35

pada 12 bulan kemudian (ratio 15,0 , 95% CI 1,9-129,0). Umur, skor GCS saat

pertama masuk UGD, dan lama waktu operasi dekompresi sejak iktus, semua

variabel tersebut gagal meningkatkan signifikansi statistik dalam perbandingan

intergroup. Selain itu, semua variabel tersebut memiliki rasio likelihood positive

yang rendah baik untuk rata-rata kelangsungan hidup maupun skor skala Barthel

≥35 selama 12 bulan (table 3 dan 4).

Tabel 2. Rangkuman Kategori Pupil Selama Operasi pada Waktu yang

Berbeda

11

Page 12: Jurnal Stroke-puncture Translete

Tabel 3. Nilai Prediksi Variabel untuk Kelangsungan Hidup selama 12 Bulan

Post Operasi

Prosedur dan Komplikasinya

Lima pasien pada sampel memiliki komplikasi perdarahan dini (1 pasien

di grup A dan 4 pasien di grup B). Berdasarkan pada eksistensi defek operasi

tulang tengkorak dan konvensi regional, semua pasien yang diterapi secara

konservatif dan meninggal selama follow up. Meningitis dikonfirmasi melalui

12

Page 13: Jurnal Stroke-puncture Translete

pemeriksaan kultur CSF pada 5 pasien (2 pasien di grup A dan 3 pasien di grup

B). Terapi antibiotik dalam jangka waktu yang lama diberikan pada pasien-pasien

ini. Data statistik yang signifikan tidak dicapai saat membandingkan ke-2 grup

dengan komplikasinya.

Tabel 4. Nilai Prediksi Variabel untuk Hasil Selama 12 Bulan Follow Up

13

Page 14: Jurnal Stroke-puncture Translete

Diskusi

Manajemen bedah konvensional membutuhkan waktu untuk menghasilkan

dekompresi yang efektif, bahkan dalam kasus yang mendesak. Dalam studi saat

ini diperlukan dekompresi 100,6 ± 13,3 menit setelah masuk UGD (Grup B).

Hasil kami adalah serupa dengan yang dilaporkan oleh Cho et al. peristiwa utama

yang memakan waktu sebelum dekompresi bedah di Grup B termasuk evaluasi

oleh dokter dan ahli bedah saraf, CT scan kepala, pengacakan, diskusi dengan dan

persetujuan dari keluarga pasien, transportasi pasien ke kamar operasi, induksi

anestesi umum, posisi pasien dengan sistem fiksasi kepala (Mayfield), draping

aseptik standar, sayatan kulit, dan pengangkatan flap tulang.

Secara klinis, pengobatan untuk optimasi tekanan darah dan administrasi

agen diuretik biasanya diberikan bila ada tanda-tanda herniasi atau herniasi yang

kemungkinan besar akan terjadi pada pasien dirawat di UGD untuk

memperpanjang waktu dalam menyelamatkan jiwa untuk manajemen bedah.

Langkah-langkah ini memberikan "dekompresi farmakologis" sementara.

Dampak dari perawatan pra operasi, bagaimanapun, terbatas dalam penelitian

kami ketika pasien menjalani perawatan bedah konvensional. Sebanyak 9 pasien

(37,5%) di Grup B masih disajikan dengan respon pupil memburuk pada saat

dekompresi bedah dibandingkan dengan saat penerimaan. Karena kenyataannya

bahwa sebagian besar operasi (21 dari 24) di Grup B yang dilakukan 6 jam atau

kurang setelah tekanan ritmik, kami menganggap bahwa respon pupil memburuk

terutama disebabkan oleh pembesaran awal ICH. Efek massa disebabkan oleh

ekspansi hematoma sepenuhnya mengimbangi awal efek dari agen diuretik, yang

diberikan tak lama setelah masuk, dan terus berkembang hingga dekompresi

bedah berlangsung. Meskipun kraniektomi meningkatkan respon pupil dalam

41,7% kasus (dibandingkan dengan status saat masuk), angka kematian jangka

panjang masih setinggi 79,2%, dan semua pasien yang masih hidup membutuhkan

bantuan yang cukup besar dalam ADL pada 12 bulan. Hasil ini sebanding dengan

penelitian sebelumnya.

Pungsi hematoma dan aspirasi awalnya diterapkan ketika merawat pasien

ICH dimana volume hematomanya adalah 40 ml atau kurang. Studi telah

14

Page 15: Jurnal Stroke-puncture Translete

membuktikan bahwa hingga 80% dari hematoma akan menjadi gumpalan padat

dalam beberapa jam setelah tekanan ritmik, dan aspirasi minimal invasif dengan

terapi fibrinolitik berikutnya membutuhkan berhari hari untuk mengevakuasi

bekuan padat. Fakta-fakta ini membatasi penerapan teknik ini ketika merawat

pasien dengan ICH masif. Dalam studi saat ini kami berusaha untuk menggunakan

kualitas ketepatan teknik ini untuk mengurangi tekanan intrakranial yang sangat

tinggi pada pasien dengan ICH masif pada tahap ultra-awal oleh pengeringan

sebagian dari hematoma cair, dalam upaya untuk memperbaiki kerusakan

sekunder fungsi otak tengah dan batang otak atas yang disebabkan secara

langsung oleh efek massa sedini mungkin. Hal ini diikuti dengan operasi terbuka

untuk menghilangkan gumpalan padat dalam rangka mencapai tujuan dekompresi

cepat dan lengkap. Dalam penelitian kami, dekompresi bedah dapat dicapai

hampir 1 jam lebih awal di Grup A daripada di Grup B (43,6 ± 5,1 vs 100,6 ± 13,3

menit), sehingga refleks pupil secara statistik lebih baik di Grup A daripada di

Grup B pada saat dekompresi bedah.

Selanjutnya, karena ketepatannya, operasi dekompresif memiliki potensi

untuk dilakukan selama efek puncak dari agen diuretik, yang diberikan tak lama

setelah masuk, menyebabkan respons pupil secara signifikan lebih baik pada

dekompresi dibandingkan dengan yang terlihat di pasien Grup A yang admisi

(peningkatan refleks pupil diamati di 8 dari 12 kasus). Dengan demikian, efek

dekompresif menjadi suatu proses yang berkelanjutan dari saat administrasi agen

diuretik pada pasien ini. Selama tahap desain studi, kita berpikir bahwa kita

mungkin dapat menguras hanya sejumlah kecil dari cairan darah dalam jangka

waktu pendek pada pasien di Grup A. Dalam prakteknya, bagaimanapun, jumlah

darah cair dikeringkan sebelum pengangkatan perangkat keras adalah antara 21

dan 35 ml (rata-rata 26,6 ± 3,8 ml), yang terdiri dari kira-kira sepertiga dari

volume hematoma yang diukur pada CT scan awal pada pasien ini, volume ini

adalah lebih dari apa yang kami harapkan. Alasan untuk ini adalah: 1) sebagian

besar pungsi dilakuka antara 3-6 jam setelah onset ICH, dengan demikian volume

darah yang masih cair mungkin lebih banyak didapat, 2) volume darah yang dapat

diserap yang lebih besar dari yang diharapkan mungkin disebabkan pembesaran

awal ICH. Data ini menunjukkan bahwa pungsi hematoma krusial dan aspirasi

15

Page 16: Jurnal Stroke-puncture Translete

darah parsial cair pada tahap ultra-awal ICH layak dan efektif sebagai strategi

bedah awal dalam mengobati pasien dengan ICH masif. Meskipun hanya

memberikan efek dekompresif parsial pada awalnya, ketika tusukan / aspirasi

diikuti oleh evakuasi bekuan hematoma melalui kraniektomi, hasil jangka panjang

secara statistik lebih baik daripada yang dicapai pada pasien yang dikelola dengan

cara bedah konvensional.

Studi biasanya menentukan hasil yang diinginkan sebagai skor Glasgow

Outcome Scale lebih besar dari 3 ketika dikotomi diperlukan dalam analisis

regresi logistik. Dalam studi saat ini, karena fakta dari hasil umumnya buruk pada

pasien dengan ICH masif, serta perbedaan besar dalam beban perawatan sehari

hari dan biaya ekonomi bagi korban dengan berbagai tingkat ketergantungan,

kami mengambil penilaian berdasarkan derajat ketergantngan pasien dalam

membutuhkan bantuan yang cukup di ADL sebagai kriteria untuk

mendikotomisasi skor Skala Barthel pada 12 bulan follow-up. Oleh karena itu,

skor 35 dipilih sebagai titik untuk membagi pasien.

Dalam penelitian ini, grading pupil dari 3 atau lebih tinggi pada saat

dekompresi bedah adalah prediktor terkuat positif untuk bertahan hidup pada 12

bulan pasca operasi, sedangkan respon pupil bilateral cepat memiliki nilai

tertinggi untuk memprediksi skor Skala Barthel dari 35 atau lebih pada 12 bulan.

Berkenaan dengan 12-bulan kelangsungan hidup dan hasil fungsional, hasil ini

mungkin menjelaskan mengapa prognosis statistik lebih terlihat di pasien Grup A

ketika intervensi bedah dilakukan hanya 1 jam lebih awal dari Grup B (pupil

grade ≥ 3 saat dekompresi, 7 dari 12 di Grup A vs 3 dari 24 di Grup B, pupil grade

4 saat dekompresi, 4 dari 12 di Grup A vs 0 dari 24 di Grup B). Bahwa nilai

prediktif terkuat selama 12 bulan kelangsungan hidup adalah grading pupil dari 3

atau lebih tinggi pada saat dekompresi bedah menunjukkan bahwa pasien dengan

ICH masif sangat rentan bahkan terhadap herniasi tahap awal. Kami

mempertimbangkan 2 penyebab potensial untuk kerentanan seperti itu: 1) ada

kerusakan saraf primer yang parah secara langsung disebabkan oleh ICH masif,

dan 2) ICH biasanya terjadi pada pasien usia lanjut dengan masalah medis yang

kronis. Hasil kami juga mengimplikasikan bahwa, untuk mencapai hasil

fungsional yang lebih baik pada 12 bulan (skor Skala Barthel ≥ 35), dekompresi

16

Page 17: Jurnal Stroke-puncture Translete

bedah harus dilakukan sebelum herniasi terjadi. Dalam penelitian ini usia pasien,

skor GCS pada saat masuk, dan waktu manajemen bedah tidak menjadi prediktor

yang signifikan untuk hasil yang positif.

Tingkat perdarahan kembali yang tinggi terkait dengan operasi terbuka

ultra-awal pada pasien ICH telah dilaporkan dalam literatur, dan telah terbukti

secara negatif mempengaruhi hasil pasien. Dalam penelitian ini, tingkat

perdarahan kembali awal adalah 13,9% untuk 2 kelompok secara keseluruhan, dan

semua pasien dengan perdarahan ulang meninggal selama masa tindak lanjut.

Namun, antar kelompok statistik signifikansi tidak dicapai untuk komplikasi ini.

Meningitis adalah komplikasi umum terkait operasi. Data kami tidak

menunjukkan tingkat meningitis yang meningkat secara statistik pada Grup A,

meskipun masing-masing pasien dalam kelompok ini menjalani 2 intervensi

bedah (pungsi dilakukan di UGD dan kraniektomidi ruang operasi). Fakta ini

menunjukkan bahwa intervensi bedah gabungan tidak akan meningkatkan risiko

infeksi intrakranial ketika protokol teknik aseptik yang ketat diikuti.

Malposisi dari pungsi kanula bukan merupakan komplikasi yang berkaitan

dengan prosedur yang langka dalam mengobati pasien ICH dengan teknik ini.

Karena kebutuhan untuk manajemen sangat mendesak dan adanya hematoma

intraserebral masif, pengulangan CT scan tidak dilakukan di Grup A setelah

pungsi hematoma di ED sesuai dengan desain penelitian. Selain itu, pungsi kanula

telah diangkat sebelum draping bedah untuk craniectomy. Oleh karena itu, posisi

yang tepat dari kanula dalam 12 pasien tidak dapat ditentukan. Namun demikian,

prosedur pungsi berhasil secara parsial menguras hematoma dalam semua kasus.

Kami percaya bahwa ketika prosedur tersebut dilakukan oleh ahli bedah saraf

yang berpengalaman, malpositioning tidak akan menjadi komplikasi bermasalah

dalam situasi spesifik ini.

Dalam praktek klinis sebagian besar pasien dengan ICH masif telah

muncul dengan tanda-tanda herniasi atau herniasi yang akan datang ketika mereka

tiba di UGD (dalam penelitian kami, tidak ada dari 36 pasien memiliki respon

pupil bilateral cepat saat admisi). Karena manajemen bedah konvensional

memerlukan waktu untuk efek berlangsung, herniasi terus berkembang,

17

Page 18: Jurnal Stroke-puncture Translete

mengakibatkan prognosis jangka panjang sangat buruk. Meskipun pungsi

hematoma yang sangat mendesak di UGD tidak akan tercapai sebelum herniasi

terjadi di sebagian besar kasus, seperti prosedur yang kami miliki, karena dapat

dilakukan segera di UGD, dapat dilakukan selama efek puncak agen diuretik,

yang biasanya diberikan tak lama setelah masuk. Dengan demikian, dekompresi

bedah memiliki kemampuan untuk secara efektif memperpanjang "dekompresi

farmakologis," yang biasanya berlaku lebih awal. Ketika diikuti oleh kraniektomi,

pungsi hematoma yang sangat krusial di UGD secara dramatis dapat

memperpendek durasi herniasi pada pasien dan dengan demikian menyebabkan

hasil jangka panjang yang lebih baik.

Keterbatasan

Studi saat ini memiliki beberapa keterbatasan. Selain ukuran sampel yang

relatif kecil, sifat studi pusat tunggal dapat membatasi generalisasi hasil. Pupil

grade 3 dan 4 tidak didefinisikan secara kuantitatif dalam studi karena kesulitan

teknis. Namun demikian, kami percaya bahwa sebagian besar data yang dapat

diandalkan karena diferensiasi tersebut dilakukan oleh ahli bedah saraf yang

berpengalaman dalam penelitian kami.

Kesimpulan

Pasien-pasien dengan ICH spontan masif supratentorial memiliki lebih

banyak keuntungan jika dilakukan operasi dekompresi urgensi. Hasil peneliian

yang didapat dari analisis regresi logistik memperlihatkan bahwa untuk

meningkatkan hasil fungsional jangka panjang, terapi dekompresi harus dilakukan

sebelum terjadi herniasi. Berdasarkan fakta yang ada, kebanyakan pasien yang

menjadi sampel penelitian menunjukkan tanda-tanda herniasi saat masuk UGD

dan karena operasi dekompresi kovensional segera dilakukan untuk memperoleh

prognosis yang lebih baik, maka kombinasi terapi operasi kombinasi ini lebih

mudah dan lebih efektif untuk dikerjakan.

18