jurnaledisi1.pdf

50
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014): i-ii i DAFTAR ISI DAFTAR ISI............................................................................................................................. i PENGANTAR ......................................................................................................................... ii Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Kunjungan Lansia Ke Posyandu Lansia di RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun 2013.......................................................................................................................................... 1 Gambaran Faktor-Faktor yang Mendukung Ibu Hamil Melakukan Perawatan Payudara di Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur Tahun 2013 ..................... 7 Hubungan Dukungan Suami Dan Keluarga Dengan Kejadian Emesis Gravidarum di Desa Galudra Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur Tahun 2013 ................................. 14 Pengaruh Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) Terhadap Siklus Menstruasi di Puskesmas Warungkondang Kabupaten Cianjur Tahun 2013 ............................................................................................................... 21 Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Tingkat Depresi pada Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Tindakan Hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Slamet Garut Tahun 2012 ...................................................................................................... 28 Studi Epidemiologi Lingkungan Riwayat Alamiah Penyakit Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Binong Kabupaten Subang .................................................................................. 35

Upload: rika-gracia

Post on 26-Dec-2015

140 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014): i-ii

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. i

PENGANTAR ......................................................................................................................... ii

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Kunjungan Lansia Ke Posyandu Lansia di RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun 2013.......................................................................................................................................... 1

Gambaran Faktor-Faktor yang Mendukung Ibu Hamil Melakukan Perawatan Payudara di Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur Tahun 2013 ..................... 7

Hubungan Dukungan Suami Dan Keluarga Dengan Kejadian Emesis Gravidarum di Desa Galudra Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur Tahun 2013 ................................. 14

Pengaruh Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) Terhadap Siklus Menstruasi di Puskesmas Warungkondang Kabupaten Cianjur Tahun 2013 ............................................................................................................... 21

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Tingkat Depresi pada Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Tindakan Hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Slamet Garut Tahun 2012 ...................................................................................................... 28

Studi Epidemiologi Lingkungan Riwayat Alamiah Penyakit Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Binong Kabupaten Subang .................................................................................. 35

Page 2: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014): i-ii

ii

PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas terbitnya edisi perdana Jurnal Kesehatan

Priangan. Akademi Kebidanan Cianjur berkomitmen untuk terus menjaga dan

mengembangkan khasanah keilmuan khususnya ilmu kesehatan dan lebih spesifik lagi ilmu

kebidanan. Jurnal Kesehatan Priangan ini adalah sebagai sebuah wahana bagi para insan

akademisi untuk mempublikasikan hasil temuan yang dapat bermanfaat bagi para praktisi

kesehatan, pemegang kebijakan dan peneliti lainnya.

Pada edisi perdana ini Jurnal Kesehatan Priangan menampilkan enam artikel penelitian yang

mencakup bidang keilmuan kebidanan, keperawatan, dan kesehatan lingkungan. Kami

ucapkan terima kasih kepada para penulis manuskrip yang telah mengirimkan artikel

penelitian kepada meja redaksi.

Semoga edisi perdana ini menjadi pembuka yang baik untuk langkah kedepan dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan. Kepada Yayasan Priangan Cianjur, Direktur Akademi

Kebidanan Cianjur, Ketua LPPM Akademi Kebidanan Cianjur, kami ucapkan terima kasih

atas segala dukungan yang telah diberikan.

Redaksi Jurnal Kesehatan Priangan

Page 3: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

1

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI KUNJUNGA N LANSIA KE POSYANDU LANSIA DI RW 12 DESA HAURWANGI K ECAMATAN

HAURWANGI KABUPATEN CIANJUR TAHUN 2013

M. Anas Murdiyan1 , Ai Ana Rodiana2, Silvia Widiyawati2 1 Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur

2 Akademi Kebidanan Cianjur

ABSTRAK

Motivasi adalah konsep yang menggambarkan baik respon ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu dan respon intrinsik yang menampakkan perilaku manusia Dukungan keluarga adalah salah satu faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi seseorang. penelitian deskriptif analitik korelasional dengan menggunakan metode pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel nonrandom sampling yaitu teknik total sampling sebanyak 51 yang berumur > 60 tahun. data yang digunakan data primer menggunakan kuesioner, data sekunder dari laporan bulanan. Analisis data, yaitu univariat dan bivariat (chi square). Hasil analisis dukungan yang diberikan oleh keluarga masuk dalam kategori tinggi, dan lansia menyatakan memiliki motivasi yang tinggi untuk melakukan kunjungan ke posyandu lansia. pvalue = 0.000< (α = 0.05) berarti ada hubungan antara dukungan keluarga dengan motivasi kunjungan lansia ke posyandu lansia. Diharapkan keluarga dapat mempertahankan bahkan meningkatkan dukungannya agar motivasi lansia untuk berkunjung ke posyandu lansia dapat meningkat lebih tinggi lagi sehingga lansia dapat berupaya secara mandiri dalam mempertahankan bahkan memperbaiki kondisi kesehatannya. Kata Kunci : Dukungan keluarga, Posyandu Lansia, Motivasi Kunjungan Lansia

A. Pendahuluan

Lanjut usia merupakan bagian dari tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba – tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak – anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua (Pujiastuti & Utomo, 2003). Menurut World Health Organization (WHO) dan Undang – Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua (Nugroho,2008). Diperkirakan peningkatan jumlah lansia hampir 2 kali lipat pada tahun 2025, yaitu menjadi sekitar 828 juta jiwa (9,7%) dari total penduduk dunia. Diperkirakan peningkatan jumlah lansia hampir 2 kali lipat pada tahun 2025, yaitu menjadi sekitar 828 juta jiwa (9,7%) dari total penduduk dunia. Peningkatan jumlah lansia ternyata berdampak juga pada

negara - negara maju antara lain Jepang (17,2%), Singapura (8,7%), Hongkong (12,9%) dan Korea Selatan (7,5%) sudah cukup besar sejak tahun 1990-an. Sementara negara – negara seperti Belanda, Jerman dan Prancis sudah lebih dulu mengalami masalah yang sama (Notoatmodjo, 2007). Kantor KESRA (2007) menyatakan bahwa tahun 1980 UHH adalah 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%), tahun 2006 UHH adalah 66,2 tahun dan jumlah lansia menjadi 19 juta orang (8,9%), sedangkan tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 23,9 juta orang (9,77%) dengan UHH 67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian, tahun 2020 UHH menjadi sekitar 71,1 tahun dan jumlah penduduk lansia menjadi 28,8 juta orang (11,34%) (Asih, 2012). Pada tahun 2011 jumlah lanjut usia > 60 tahun di provinsi Jawa

Page 4: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

2

Barat berjumlah 2.029.911 orang (Profil Data Kesehatan Indonesia, 2011). Di Kabupaten Cianjur pada tahun 2012 jumlah lansia > 60 tahun mencapai 145.393 jiwa, sedangkan di Kecamatan Haurwangi mencapai 3.389 jiwa (BKBPP, 2012). Penuaan biasanya diikuti dengan penurunan kualitas hidup, untuk mempertahankan kualitas hidup tetap aktif dan produktif pembinaan lanjut usia sangat memerlukan perhatian khusus sesuai dengan keberadaannya jika hal ini tidak ditangani maka akan menimbulkan permasalahan yang cukup besar. Salah satu wujud peran serta masyarakat dalam menanggulangi permasalahan ini yaitu dengan pembentukan posyandu lansia yang merupakan upaya lansia untuk menolong dirinya sendiri dalam meningkatkan derajat kesehatannya. Keberadaan posyandu lansia tersebut akan memberikan makna yang sangat penting, makna yang dimaksud adalah peningkatan derajat kesehatan dan pengetahuan tentang posyandu lansia. Berkunjung ke posyandu lansia merupakan cara untuk dapat memenuhi status kesehatan lansia. Upaya untuk berperilaku sangat dipengaruhi oleh motivasi. Motivasi adalah konsep yang menggambarkan baik respon ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu dan respon intrinsik yang menampakkan perilaku manusia. Motivasi dapat diukur dengan perilaku yang dapat diobservasi dan dicatat (Irwanto, 2010). Menurut Feldmen (2003, dalam Notoatmodjo, 2005) dijelaskan bahwa motivasi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor instrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi pengetahuan, harapan, dorongan, dan imbalan. Faktor ekstrinsik meliputi lingkungan fisik dan non fisik (dukungan soaial salah satunya keluarga, agama dan penguatan). Azizah (2011), mengatakan bahwa lansia yang mendapat dukungan dari pasangannya, anak, cucu, ataupun dari keluarga yang dianggap

penting akan membangkitkan motivasi lansia untuk berperilaku. Hal ini merupakan faktor eksternal yang datang dari luar individu. Studi pendahuluan yang dilaksanakan di Desa Haurwangi diketahui bahwa berdasarkan data di Posyandu lansia Rw 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur. Jumlah lanjut usia dengan usia lebih dari 60 tahun yang berkunjung ke posyandu terhitung rendah. Data pada bulan Februari lansia yang berkunjung ke posyandu lansia sebanyak 18 orang atau sebesar (35%) dari jumlah total lansia 51 orang.

B. Metode

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik korelasional dengan menggunakan metode pendekatan cross sectional. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif korelasi, yaitu desain penelitian atau penelaahan hubungan antar dua variabel atau lebih pada situasi atau kelompok sampel (Notoatmodjo, 2005). Hipotesis penelitiannya Ha Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan motivasi lansia dalam melakukan kunjungan ke Posyandu Lansia di RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur tahun 2013. variabel independen adalah dukungan anggota keluarga dan variable dependen adalah motivasi kunjungan ke Posyandu Lansia. Penelitian ini populasinya adalah warga yang berusia diatas 60 tahun di RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur dengan jumlah Populasi 51 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik no probability sampling yang digunakan dengan cara sampling jenuh atau total sampling yaitu dengan mengambil semua anggota populasi menjadi sampel (Hidayat, 2011). Adapun sampel pada penelitian ini adalah warga yang berusia diatas 60 tahun di RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi

Page 5: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

3

Kabupaten Cianjur. Data yang dikumpulkan adalah data primer, yaitu data yang didapatkan langsung dari hasil instrumen penelitian (kuesioner) yang telah di uji validitas dan reliabilitas.

Analisis data dilakukan dengan analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan terhadap variabel dukungan keluarga dan variabel motivasi kunjungan lansia. Analisis univariat dimaksudkan untuk mengetahui gambaran dukungan keluarga dan motivasi kunjungan lansia ke posyandu lansia. Berdasarkan rumus Nazir (2006), sebagai berikut :

� �∑ ��

Keterangan : X : Mean (rata – rata). ∑ : Epsilon (baca jumlah). �� : Nilai x ke I sampai ke n. � : Jumlah individu.

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan motivasi kunjungan lansia. Adapun rumus yang dipakai adalah chi square dengan menggunakan tingkat kemaknaan 95% atau nilai alpha 0,05 (5%), dimana kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

�� �0 � � �

Keterangan : �� : Chi Square 0 : Nilai observasi � : Nilai Ekspetasi (harapan) � : Jumlah kolom � : Jumlah baris

C. Hasil

Distribusi frekuensi dukungan keluarga dan motivasi disajikan dalam Tabel 1 dan Tabel 2 :

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga di Posyandu Lansia Rw 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun 2013

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Motivasi Kunjungan Lansia ke Posyandu Lansia di RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun 2013

Berdasarkan hasil penelitian dari 29 responden yang mendapatkan dukungan keluarga yang tinggi seluruhnya (100%) menyatakan memiliki motivasi tinggi dan yang menyatakan memiliki motivasi rendah tidak ada.

Dari 22 responden yang mendapatkan dukungan keluarga yang rendah seluruhnya (100%) menyatakan memiliki motivasi yang rendah dan yang menyatakan memiliki motivasi tinggi tidak ada.

Dukungan Keluarga Frekuensi Persentase (%) Tinggi 29 56,9 Rendah 22 43,1 Total 51 100

Motivasi Frekuensi Persentase (%) Tinggi 29 56,9 Rendah 22 43,1 Total 51 100

Page 6: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

4

Tabel 3 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Motivasi Kunjungan Lansia di Posyandu

Lansia RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun 2013

Berdasarkan hasil uji Chi-square tentang hubungan dukungan keluarga dengan motivasi kunjungan lansia ke posyandu lansia di posyandu lansia RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun 2013 dengan hasil ρ value = 0.000 < (α=0.05), maka keputusan ujinya Ho ditolak yang berarti ada hubungan antara dukungan keluarga dengan motivasi kunjungan lansia di Posyandu Lansia RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun 2013.

D. Pembahasan

1. Dukungan Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 51 responden, terdapat 29 orang (56,9%) menyatakan dukungan keluarga tinggi dan yang menyatakan dukungan keluarga rendah sebanyak 22 responden (43,1%).

Berdasarkan hasil penelitian diatas, sebagian warga lanjut usia di RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi hampir sebagian besar pernah menerima pelayanan kesehatan di Posyandu Lansia yang ada di RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi sehingga responden dapat membandingkan antara harapan mereka dengan apa yang dirasakan selama memperoleh pelayanan dan mereka juga dapat menilai atau mempersepsikan bagaimana dukungan keluarga yang diterimanya dan pada hakikatnya mereka juga akan menentukan

tingkat motivasi kunjungan ke Posyandu Lansia RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa dukungan keluarga yang diberikan kepada lanjut usia untuk berkunjung ke Posyandu Lansia di RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi sudah tinggi.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Taylor (1999 dalam Azizah, 2011) bahwa dukungan keluarga seperti dukungan instrumental (tangible assistance), dukungan informasi, dukungan emosional, dukungan pada harga diri dapat mempengaruhi motivasi.

2. Motivasi Kunjungan Lansia

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 51 orang responden terdapat 29 orang (56,9%) menyatakan memiliki motivasi yang tinggi untuk melakukan kunjungan dan sebanyak 22 orang (43,1%) menyatakan memiliki motivasi yang rendah untuk melakukan kunjungan. Hal-hal yang menyangkut motivasi seseorang relatif sifatnya. Seperti yang dikatakan oleh Motivasi berasal dari bahasa Latin “movere” yang berarti menggerakan. Motif seringkali diartikan sebagai dorongan. Dalam arti lain motif adalah kondisi dari individu yang dapat mendorong seseorang bertindak (Irwanto, 2010).

Dukungan Keluarga Motivasi Lansia Total Ρ Value Tinggi Rendah

N % N % N % Tinggi 29 100 0 0 29 100 0,0001 Rendah 0 0 22 100 22 100 Total 29 100 22 100 51 100

Page 7: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

5

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan masih terdapat responden yang menyatakan memiliki motivasi yang rendah untuk melakukan kunjungan ke posyandu lansia. Hal ini salah satunya disebabkan karena rendahnya dukungan keluarga yang diberikan. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa motivasi kunjungan lansia ke posyandu lansia tinggi hal ini dikarenakan dukungan yang diberikan keluarga kepada lansia juga tinggi.

3. Hubungan Dukungan Keluarga dengan

Motivasi Kunjungan Lansia

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa dari 29 responden yang mendapatkan dukungan keluarga yang tinggi seluruhnya (100%) menyatakan memiliki motivasi tinggi dan yang menyatakan memiliki motivasi rendah tidak ada. Dari 22 responden yang mendapatkan dukungan keluarga yang rendah seluruhnya (100%) menyatakan memiliki motivasi yang rendah dan yang menyatakan memiliki motivasi tinggi tidak ada. Berdasarkan hasil uji Chi-square tentang hubungan dukungan keluarga dengan motivasi kunjungan lansia ke posyandu lansia di Posyandu Lansia RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun 2013 dengan hasil ρ value = 0.000 < (α=0.05), maka keputusan Ho ditolak yang berarti ada hubungan antara dukungan keluarga dengan motivasi kunjungan lansia ke Posyandu Lansia di RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun 2013. Dari hal tersebut menunjukkan bahwa dukungan keluarga sebagian besar tinggi sehingga lansia merasa termotivasi untuk melakukan kunjungan ke Posyandu Lansia. di RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur.

E. Simpulan

Dukungan keluarga yang diberikan pada lansia di RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun 2013 menyatakan tinggi sebanyak 29 (56,9%) responden dan yang menyatakan rendah sebanyak 22 (43,1%) responden. Motivasi kunjungan lansia ke posyandu lansia di Posyandu lansia RW 12 Desa Haurwangi kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun 2013 menyatakan memiliki motivasi yang tinggi yaitu sebanyak 29 (56,9%) responden dan yang menyatakan memiliki motivasi rendah sebanyak 22 (43,1%). Terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan motivasi kunjungan lansia ke Posyandu Lansia di Rw 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun 2013 dengan hasil ρ value = 0.000 < (α=0.05).

F. Saran

Lebih memperhatikan keadaan dan kesehatan lansia yang rentan dengan cara memberikan dukungan dan motivasi agar lansia mau berupaya untuk meningkatkan status kesehatannya agar menjadi lebih baik. Salah satunya dengan meningkatkan dukungan agar lansia mau berkunjung ke posyandu lansia untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan sosial.

G. Referensi

Arikunto, Suharsini. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Siagian, Sondang P. (2004). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta.

Hidayat, AAA. (2011). Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.

Azizah, Ma’rifatul, Lilik. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Maryam, dkk. (2010). Buku Panduan Bagi Kader POSBINDU Lansia. Jakarta : Trans Info medika.

Page 8: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

6

Notoatmodjo,Soekidjo. (2005).Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo,Soekidjo.(2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Riyanto, Agus. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Nuha medika.

Notoatmodjo,Soekidjo.(2011).Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Jakarta : Nuha medika.

Asih, Windi. (2012). Modul Ajar STIK IMMANUEL Keperawatan Lanjut Usia. Bandung.

Nazir, Moh. (2005). Metode Penelitian. Ciawi – Bogor Selatan : Ghalia Indonesia.

Irwanto, (2010). Psikologi Umum Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta : PT.Prenhallindo.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

Page 9: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

7

GAMBARAN FAKTOR- FAKTOR YANG MENDUKUNG IBU HAMIL MELAKUKAN PERAWATAN PAYUDARA DI DESA NAGRAK KECAMAT AN

CIANJURKABUPATEN CIANJUR TAHUN 2013

Yuni Nurwahyuni1 , Elizabeth Widayati 2, Neng Irma Siti Rohimah 2

1 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kelas B Cianjur 2 Akademi Kebidanan Cianjur

ABSTRAK

Salah satu upaya agar produksi ASI pada saat menyusui lancar, ibu hamil dianjurkan untuk merawat payudaranya dengan metode dan teknik yang benar. Tahap ini sangat penting diperlukan karena proses laktasi (pembentukan ASI) sudah dimulai sejak masa kehamilan. Untuk melihat sampai mana pandangan ibu hamil di Desa Nagrak mengenai perawatan payudara, maka peneliti perlu mengetahui gambaran pengetahuan, dukungan keluarga, dukungan lingkungan dan sikap ibu hamil di Desa Nagrak. Desain penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mendukung ibu hamil melakukan perawatan payudara di Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 88 orang ibu hamil, diambil dengan cara total sampling. Hasil penelitian diperoleh data bahwa pengetahuan ibu hamil tentang perawatan payudara adalah baik, sebanyak 58 ibu hamil (65,9 %). Ibu hamil yang mendapatkan dukungan keluarga sebanyak 68 ibu hamil (77,3%). Ibu hamil yang mendapatkan dukungan lingkungan sebanyak 63 ibu hamil (71,6%). Ibu hamil yang bersikap positif sebanyak 75 ibu hamil (85,2%). Kata Kunci : Ibu Hamil, Dukungan, Perawatan Payudara

A. Pendahuluan

Infeksi payudara mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi ibu yang sedang menyusui.Kesalahan dalam teknik menyusui ataupun kurangnya informasi tentang perawatan payudara bisa menyebabkan seorang ibu mengalami berbagai masalah payudara pada saat menyusui sehingga pemberian nutrisi terhadap bayinya menjadi kurang maksimal.Dalam kasus ini, infeksi yang sering terjadi pada ibu menyusui disebut dengan mastitis yang bisa berkembang menjadi abses payudara apabila tidak segera tertangani.Seorang bidan harus secara aktif terlibat dalam pencegahan dan deteksi dini untuk mencegah terjadinya masalah pada payudara (Bostrom, 2011). Pada tahun 2005 World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa jumlah kasus infeksi payudara yang terjadi pada wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit

fibrocustic terus meningkat, dimana penderita kanker payudara mencapai hingga lebih 1,2 juta orang yang terdiagnosis, dan sebanyak 12% diantaranya merupakan infeksi payudara berupa mastitis pada wanita pasca post partum. Data ini kemudian didukung oleh The American Cancer Society yang memperkirakan 211.240 wanita dari 310.232.863 penduduk di Amerika Serikat akan didiagnosis menderita kanker payudara invasive (stadium I-IV) dan 40.140 orang akan meninggal karena penyakit ini. Sedangkan di Indonesia hanya 0,001/100.000 angka kesakitan akibat infeksi berupa mastitis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Perawatan payudara selama kehamilan merupakan hal penting untuk dilakukan agar pemberian nutrisi terhadap bayi dapat diberikan secara dini.Sebuah penelitian dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 mengungkapkan angka kematian bayi sangat tinggi yaitu

Page 10: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

8

34/1000 kelahiran.Jumlah tersebut lebih tinggi dari angka target Millenium Development Goals (MDG’s), yakni 25 kasus per 1000 kelahiran. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, penyebab kematian bayi baru lahir 0-6 hari di Indonesia adalah gangguan pernapasan (36,9%), prematuritas (32,4%), sepsis (12%), hipotermi (6,8%), juga kelainan darah/ikterus (6,6%) dan lain-lain. Dari itu Menteri Kesehatan Indonesia memaparkan bahwa kaum ibu harus sesegera mungkin untuk melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan dilanjutkan dengan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan (Widodo, 2012) Di Indonesia, pemberian ASI eksklusif masih rendah yaitu sebanyak 33,6 %. Sebagai perbandingan, cakupan ASI Eksklusif di India sudah mencapai 46%, di Philipina 34%, di Vietnam 27% dan di Myanmar 24%. Dari itu Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif.Perturan ini menyatakan kewajiban ibu untuk menyusui bayinya secara eksklusif sejak lahir sampai berusia 6 bulan.Hal ini juga diharapkan menjadi upaya penurunan AKB di Indonesia (Kementrian Kesehatan RI, 2012). Di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2007 menunjukan bahwa AKB sebesar 39/1000 KH, dan pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 38,51/1000 KH. Penyebab kematian bayi terbanyak adalah Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebesar 21,6% dan asfiksia sebesar 15,5% (Profil Dinas Kesehatan, 2010). Pada tahun 2012, jumlah kasus kematian neonatus di Kabupaten Cianjur sebanyak 202 kasus, penyebab tertinggi kematian neonatus adalah Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 75 kasus (37,1%), disusul dengan asfiksia sebanyak 65 kasus (32,17%), kelainan kongenital sebanyak 10 kasus (4,95%), sepsis sebanyak 7 kasus (3,46%), ikterus sebanyak 5 kasus (2,47%), tetanus neonaturum sebanyak 2 kasus (0,9%), dan

lain-lain sebanyak 38 kasus (19%). Sedangkan jumlah kasus kematian bayi di Kabupaten Cianjur ada 40 kasus, penyebabnya antara lain pneumonia 18 kasus (45%), diare 1 kasus (2,5%), kelainan saluran cerna 3 kasus (7,5%), dan lain-lain sebanyak 18 kasus (45%) (Dinas Kesehatan Cianjur, 2013). Perawatan payudara mempunyai peranan penting dalam program MDG’s, dimana pada point MDG’s yang keempat yaitu Menurunkan Kematian Anak bisa diupayakan dengan dilakukannya Inisiasi Menyusu Dini (IMD), IMD dapat mengurangi 23% kematian bayi berusia 28 hari, dan sekitar 40% kematian balita pada saat satu bulan pertama kehidupan bayi (Rusli Utami, 2008). Salah satu upaya agar IMD dapat dilakukan secara optimal, maka diharapkan ibu hamil melakukan perawatan payudara sejak dini agar air susu sesegera mungkin keluar pada saat melahirkan dan proses IMD pun berhasil. Pemberian ASI eksklusif pada bayi yang baru dilahirkan hingga enam bulan ke depan sangat penting dalam mencegah kematian bayi karena kekurangan zat-zat yang dibutuhkan (Baginda, 2010) Akan tetapi menurut dr. Mas’adah, banyak bayi meninggal dunia karena ibu tidak memahami Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yaitu menyusui bayi sesegera mungkin setelah melahirkan. Hal ini sangat berperan penting untuk dapat mengurangi angka kematian bayi yang sangat tinggi (Surya, 2013) Salah satu upaya agar produksi ASI pada saat menyusui lancar, ibu hamil dianjurkan untuk merawat payudaranya dengan metode dan teknik yang benar. Tahap ini sangat penting diperlukan karena proses laktasi (pembentukan ASI) sudah dimulai sejak masa kehamilan (Mellyna, 2007). Perawatan payudara penting dilakukan pada akhir kehamilan atau sebelum menyusui yang bertujuan untuk memperlancar keluarnya ASI juga untuk perawatan sejak dini agar terhindar dari

Page 11: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

9

berbagai jenis komplikasi pada payudara terutama pada saat menyusui.(Sarwono, 2010).Akan tetapi, pada kenyataannya banyak ibu hamil mengabaikan perawatan payudara.Ini dikarenakan ibu malas atau sesungguhnya ibu belum mengetahui manfaatnya. Apabila selama kehamilan ibu tidak melakukan perawatan payudara dan perawatan tersebut hanya dilakukan pasca persalinan, maka akan menimbulkan beberapa permasalahan, seperti bendungan ASI, kelainan putting payudara, kelainan keluarnya ASI, bahkan terjadi mastitis (Sarwono, 2008). Menurut data periode bulan Februari 2013 di Puskesmas Nagrak, pemeriksaan Antenatal Care (ANC) yang K1 akses ada sebanyak 80 ibu hamil dan K1 murni ada sebanyak 78 ibu hamil. Dalam pemeriksaan ANC, salah satu hal penting yang harus diperhatikan adalah pemeriksaan payudara untuk mendeteksi apabila ada kelainan sedini mungkin dan merawat payudara agar tidak ditemukan masalah dalam pemberian ASI saat menyusui (Puskesmas Nagrak, 2013). Di Desa Nagrak ada 3 kasus mastitis yang tercatat dari bulan Oktober sampai Desember 2012. Dan berdasarkan hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan pada 10 ibu hamil dengan sistem wawancara, 8 dari 10 ibu mengatakan jarang atau tidak secara aktif melakukan perawatan payudara selama kehamilannya dikarenakan adanya rasa malas dan 2 ibu lainnya mengatakan setiap hari melakukan perawatan payudara. Dari 8 ibu yang tidak melakukan perawatan payudara, sebanyak 6 ibu yang tidak secara aktif melakukan perawatan payudara karena beralasan malas, 2 bumil lainnya beralasan kurang dukungan dari suami. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran faktor- faktor yang mendukung ibu hamil melakukan perawatan payudara di Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur Tahun 2013.

B. Metode

Penelitian ini merupakan penelitian Desain penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional.Variabel independendalam penelitian adalah pengetahuan ibu, dukungan keluarga, dukungan lingkungan dan sikap ibu.Sampel dalam penelitian ini adalah Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang ada di Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur yang berjumlah 88 ibu hamil.Cara pengambilan sampel ini menggunakan tekhnik sampling jenuh/ total sampling. Data yang dikumpulkan adalah data primer, yaitu data yang didapatkan langsung dari hasil penelitian di lapangandengan menggunakan instrumen penelitian (kuesioner) yang telah lolos uji validitas dan reliabilitas. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel.Data yang diperoleh dikumpulkan, pertanyaan yang dijawab dengan benar diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 2, kemudian dituangkan ke dalam bentuk tabel dengan perhitungan analisis. Rumus distribusi frekuensi yang dipakai adalah sebagai berikut (Arikunto, 2006) :

P = ( x / n ) x 100%

Keterangan P = Presentase x = Banyaknya Respon n = Jumlah pertanyaan

Page 12: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

10

C. Hasil

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Payudara

No Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil % 1 Baik 58 65,9 2 Cukup 17 19,3 3 Kurang 13 14,8 Total 88 100.0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa menunjukan bahwa sebagian besar ibu hamil berpengetahuan baik tentang perawatan payudara yaitu sebanyak 58 ibu

hamil (65,9 %), sedangkan sebagian kecil ibu hamil berpengetahuan kurang yaitu ada 13 ibu hamil (14,8 %).

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga

Tentang Perawatan Payudara

No Dukungan Keluarga Ibu Hamil % 1 Mendukung 68 77,3 2 Tidak Mendukung 20 22,7 Total 88 100.0

Ibu hamil yang mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan perawatan payudara yaitu sebanyak 68 ibu hamil (77,3%), dan sebagian kecil ibu hamil

tidak mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan perawatan payudara yaitu 20 ibu hamil (22,7%).

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Ibu Dukungan Lingkungan

Sebagian besar ibu hamil mendapatkan dukungan lingkungan dalam perawatan payudara yaitu sebanyak 63 ibu hamil (71,6%), dan sebagian kecil ibu hamil

tidak mendapatkan dukungan lingkungan dalam perawatan payudara yaitu 25 ibu hamil (28,4%)

No Dukungan lingkungan

Ibu Hamil %

1 Mendukung 63 71,6 2 Tidak mendukung 25 28,4 Total 88 100.0

Page 13: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

11

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu

No Sikap Ibu Ibu Hamil % 1 Positif 75 85,2 2 Negaif 13 14,8 Total 88 100.0

Sebagian besar ibu hamil bersikap positif dalam melakukan perawatan payudara, yaitu sebanyak 75 ibu hamil (85,2%), dan sebagian kecil ibu hamil bersikap negatif dalam melakukan perawatan payudara, yaitu 13 ibu hamil (14,8%).

D. Pembahasan

1. Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Payudara

Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki; yang lantas melekat di benak seseorang.Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola.Manakala informasi dan data sekedar berkemampuan untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan.Ini lah yang disebut potensi untuk menindaki. Faktor pengetahuan tentang perawatan payudara menjadi peranan yang sangat penting bagi ibu hamil. Dari pengetahuan, ibu akan menjadi tahu dan paham tentang manfaat perawatan payudara. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 di atas menunjukan bahwa ibu hamil sebagian besar berpengetahuan baik, yaitu sebanyak 58 ibu hamil (65,9%), kemudian ibu hamil yang memiliki pengetahuan yang cukup ada 17 ibu hamil (19,3%), dan ibu hamil yang memiliki pengetahuan yang kurang ada 13 ibu hamil (14,8%). Dari data diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu hamil di Desa Nagrak berpengetahuan baik sehingga perilaku ibu

dalam perawatan payudara adalah baik karena sebagian besar ibu hamil di desa Nagrak sudah berpengetahuan baik tentang perawatan payudara. Dari yang peneliti perhatikan, dalam kesehariannya ibu hamil di Desa Nagrak sebagian besar selalu memperhatikan kesehatan dirinya selama hamil terutama dalam hal perawatan payudara, hal itu dikarenakan ibu mengetahui berbagai manfaat perawatan payudara dari bidan setempat juga dari temannya yang pernah menjalani masa kehamilan, dan tidak sedikit pula ibu hamil yang mengetahui manfaat penting perawatan payudara dari buku-buku. Sehingga hasil kuesioner yang peneliti olahpun menunjukan bahwa ibu hamil sebagian besar berpengetahuan baik terhadap perawatan payudara.

2. Dukungan Keluarga dalam

Perawatan Payudara

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2 menunjukan bahwa ada sebanyak 68 (77,3%) ibu hamil yang menyatakan dukungan keluarga penting dalam melakukan perawatan payudara, dan sebanyak 20 (22,7%) ibu hamil yang menyatakan dukungan keluarga tidak penting dalam melakukan pearwatan payudara. Disamping pengetahuan, faktor dukungan keluarga juga berperan penting untuk ibu hamil dalam melakukan perawatan payudara. Dukungan keluarga merupakan suatu bentuk motivasi agar ibu mau melakukan perawatan payudara yang kaya akan manfaat.

Page 14: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

12

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya.Anggota keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga.Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Pada hakekatnya keluarga diharapkan mampu berfungsi untuk mewujudkan proses pengembangan timbal balik rasa cinta dan kasih sayang antara anggota keluarga. Dalam kehidupan yang diwarnai oleh rasa kasih sayang maka semua pihak dituntut agar memiliki tanggung jawab, pengorbanan, saling tolong menolong, kejujuran, saling mempercayai, saling membina pengertian dan damai dalam rumah tangga.(Psychologymania, 2012) Penelitian di Indonesia, membuktikan bahwa dukungan dan peran serta suami selama kehamilan meningkatkan kesiapan ibu hamil dalam menghadapi kehamilan dan persalinan bahkan dapat memicu produksi ASI.

3. Dukungan Lingkungan dalam

Perawatan Payudara

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan, fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu (Budiman dan Agus, 2013). Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu (Budiman dan Agus, 2013).

Dukungan lingkungan dapat berupa : Doa bersama untuk keselamatan ibu dan bayi, membicarakan dan menasehati tentang pengalaman selama hamil termasuk berbagi pengalaman mengenai perawatan payudara. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 3 di atas menunjukkan bahwa ada sebanyak 63 (71,6%) ibu hamil yang menyatakan dukungan lingkungan penting dalam perawatan payudara, sedangkan ibu hamil yang menyatakan dukungan lingkungan tidak penting dalam perawatan payudara ada sebanyak 25 (28,4%) ibu hamil. Selain memiliki pengetahuan yang baik dan mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan perawatan payudara, ibu hamil di Desa Nagrak sebagian besar juga mendapatkan dukungan yang baik dari lingkungan dalam melakukan perawatan payudara dan hal ini dapat memberikan dampak yang baik untuk ibu dan mampu memberikan semangat untuk melakukan perawatan payudara. Dalam keseharian nya, ibu hamil di Desa Nagrak selalu bertukar pengalaman dengan ibu hamil lainnya ataupun dengan ibu yang pernah menjalani kehamilan tentang perawatan diri selama kehamilan, terutama membicarakan tentang perawatan payudara. Sehingga dari hasil kuesioner pun menunjukkan bahwa ibu hamil di Desa Nagrak mendapatkan dukungan yang baik dari lingkungannya.

4. Sikap Ibu Hamil Dalam Perawatan Payudara.

Hasil penelitian pada tabel 4 di atas menunjukkan bahwa ada sebanyak 75 (85,2%) ibu hamil yang bersikap positif dalam melakukan perawatan payudara, dan sebanyak 13 (14,8%) ibu hamil yang bersikap negatif dalam melakukan perawatan payudara. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.Sikap itu

Page 15: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

13

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu prilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap ibu hamil merupakan faktor utama dalam melakukan perawatan payudara. Setelah ibu mengetahui manfaat perawatan payudara, diharapkan ibu mau dan mampu melakukan perawatan payudara dengan teknik yang benar agar nutrisi bagi bayi dapat sesegera mungkin diberikan setelah melahirkan dan untuk mencegah terjadinya masalah pada saat menyusui.

E. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagian besar dari responden Pengetahuan ibu hamil tentang perawatan payudara sebagian besar adalah baik, yaitu sebanyak 58 ibu hamil (65,9 %). Dukungan keluarga dalam proses perawatan payudara, yaitu sebanyak 68 ibu hamil (77,3%).Sebagian besar ibu hamil mendapatkan dukungan lingkungan dalam proses perawatan payudara, yaitu sebanyak 63 ibu hamil (71,6%). Sikap ibu dalam melakukan perawatan payudara adalah positif, artinya ibu hamil di Desa Nagrak mendukung dirinya sendiri dalam melakukan perawatan payudara, yaitu sebanyak 75 ibu hamil (85,2%).

F. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diharapkan kepadatenaga kesehatanuntuk lebih meningkatkan pemberian informasi dan penyuluhan mengenai manfaat dan tata laksana perawatan payudara serta menyediakan fasilitas pemberian informasi mengenai perawatan payudara, misalnya poster-poster, gambar-gambar mengenai cara perawatan payudara dan menyediakan ruang konsultasi dan pelatihan puskesmas dan posyandu bagi ibu-ibu hamil tentang perawatan payudara.

G. Referensi

Ai dan Lia Yulianti. (2010). Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan).Jakarta : TIM.

ASI & MPASI. 2012. Perawatan Payudara Selama Hamil. http://www.bayisehat.com.

Baginda Ery. (2010). http://bagindaery.blogspot.com

Bostrom, Janet. (2011). American College of Nurse Midwives.American Journal.10.1016/0091-2182(79)90027-2.

Budiman dan Agus Riyanto. (2013). Kapita Selekta Kuisioner.Jakarta : Salemba Medika.

Hidayati, Ratna. (2009). Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisiologis dan Patologis.Jakarta : Salemba Medika.

Hidayat, Aziz. (2011). Metodologi Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data.Jakarta : Salemba Medika.

Ida. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.Jakarta : EGC

Lusa. 2010. ASKEB III. http://www.lusa.web.id

Prawirohardjo, Sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan.Jakarta : PT Bina Pustaka.

Psychologymania. (2012). http://www.psychologymania.com

Riyanto, Agus. (2011). Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Riyanto, Agus. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Surya, (2013), Menyusui yang Benar Mengurangi Angka Kematian Bayi.http://jatim.tribunnews.com, 17 Maret 2013.

Varney, dkk. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 1. EGC

Yudhasmara Foundation. (2012). http://childrengrowup.wordpress.com.

Page 16: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

14

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DAN KELUARGA DENGAN KEJADIA N EMESIS GRAVIDARUM DI DESA GALUDRA KECAMATAN CUGENA NG

KABUPATEN CIANJUR TAHUN 2013

Teny Hernawati1 , Soffa Abdillah 2 , Silvy Evilia Ratna L2 1 Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur

2 Akademi Kebidanan Cianjur

ABSTRAK

Emesis gravidarum (nausea gravidarum/morning sickness) adalah gejala mual muntah yang umumnya terjadi pada awal kehamilan. Emesis gravidarum dialami oleh sebagian besar ibu hamil baik primigravida maupun multigravida. Selain faktor fisik, faktor emosional juga dapat menyebabkan mual dan muntah pada kehamilan. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Jumlah sampel yaitu 52 ibu hamil, diambil dengan cara sampling jenuh. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner. Hasil penelitian diperoleh ibu hamil yang mendapat dukungan dari suami dan keluarga sebanyak 32 (61,5%), yang tidak mendapat dukungan suami dan keluarga sebanyak 20 (38,5%). Hasil analisis menggunakan Chi Quadrat didapatkan nilai p value = 0,000 (<0,05) artinya ada hubungan yang signifikan antara ibu yang mendapat dukungan dari suami dan keluarga dengan ibu yang tidak mendapat dukungan terhadap kejadian emesis. Hasil OR = 2,000 artinya ibu yang tidak mendapat dukungan mempunyai risiko 2 kali lebih tinggi mengalami emesis gravidarum dibandingkan dengan ibu yang mendapat dukungan.

Kata Kunci : Emesis Gravidarum, Dukungan Suami dan Keluarga

A. Pendahuluan

Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar bagi negara-negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 20- 50% kematian wanita usia subur disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan. Menurut data statistik yang dikeluarkan WHO sebagai badan PBB yang menangani masalah bidang kesehatan, tercatat angka kematian ibu dalam kehamilan dan persalinan di dunia mencapai 515.000 jiwa setiap tahun (WHO, 2008). Berdasarkan SDKI tahun 2007 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup, angka tersebut masih tinggi di Asia. (SDKI, 2007). Kasus kematian ibu di Kabupaten Cianjur tahun 2012 sebanyak 48 kasus, dengan penyebab terbanyak adalah pendarahan 22

kasus, pre/eklampsi 15 kasus, infeksi 3 kasus dan penyebab lain 8 kasus. (Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, 2013) Proporsi kejadian kematian ibu di Kabupaten Cianjur tahun 2012 paling banyak adalah kematian yang terjadi pada ibu bersalin (62,5%), disusul pada ibu hamil (20,8%). dan ibu nifas (16,6%). (Seksi KIA Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, 2013) Di Puskesmas Cijedil terdapat 1 kematian ibu bersalin dengan penyebab perdarahan. Jumlah seluruh ibu hamil di Puskesmas Cijedil pada tahun 2012 sebanyak 1.113 ibu hamil, sedangkan ibu hamil yang mengalami komplikasi kehamilan di Puskesmas Cijedil sebanyak 30 kasus (2,69%). (Profil Puskesmas Cijedil, 2012) Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas merupakan masalah kesehatan yang bila tidak ditanggulangi akan

Page 17: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

15

menyebabkan angka kematian ibu yang tinggi. Kematian seorang ibu dalam proses reproduksi merupakan tragedi yang mencemaskan. Keberadaan seorang ibu merupakan tonggak untuk tercapainya keluarga yang sejahtera dan kematian seorang ibu merupakan suatu bencana bagi keluarganya. Menurut Federasi Obstetri Ginekologi International, kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau pertemuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. (Prawirohardjo, 2008) Sekitar 50% perempuan yang sedang hamil mengalami mual dan muntah. Pemicunya adalah peningkatan hormon secara tiba-tiba dalam aliran darah. Hormon tersebut adalah HCG (Human chorionic Gonadotrophin). Peningkatan hormon ini akan mengakibatkan efek pedih pada lapisan perut dan menimbulkan rasa mual. Emesis gravidarum atau nama lainnya nausea gravidarum, atau lebih dikenal dengan istilah morning sickness adalah gejala mual biasanya disertai muntah yang umumnya terjadi pada awal kehamilan, biasanya pada trimester pertama. Kondisi ini umumnya dialami oleh lebih dari separuh wanita hamil yang disebabkan karena meningkatnya kadar hormon estrogen. Selain faktor fisik, Wolkind dan Zajicek (1978) mengemukakan bahwa faktor emosional juga dapat menyebabkan mual dan muntah pada kehamilan. Para wanita hamil yang mengalami mual berkepanjangan sering terjadi pada wanita yang kehamilannya kurang mendapatkan dukungan dari suaminya atau orang tua mereka. Faktor psikologis, memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah tangga yang retak, hubungan dengan suami dan keluarga yang kurang baik,

kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai seorang ibu, dan sebagainya, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil, tidak jarang dengan memberikan suasana baru dapat mengurangi frekuensi muntah. Dengan perubahan suasana dan dirujuk ke rumah sakit frekuensi muntahnya dapat berkurang dan menghilang atau berangsur-angsur sembuh. (Ai dan Lia, 2010) Kejadian emesis gravidarum dialami oleh sebagian besar ibu hamil baik primigravida maupun multigravida. Emesis gravidarum terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60% multigravida (Prawirohardjo, 2005). Beberapa wanita pada awal kehamilannya berjalan normal tetapi cenderung berkembang menjadi komplikasi yang beresiko dan atau telah memiliki resiko sejak awal kehamilan, Bidan dalam melakukan pelayanan ANC hendaknya selalu memberikan penjelasan dan motivasi mengenai keluhan yang dirasakan ibu hamil termasuk didalamnya emesis dan hiperemesis gravidarum. (Ai dan Lia : 2010) Sasaran proyeksi ibu hamil di desa Galudra tahun 2012 adalah 102 ibu hamil. Dimana kunjungan (K1) mencapai 98,03% sedangkan (K4) mencapai 96,07 %. Data dari 7 posyandu di desa Galudra sampai bulan Februari 2013 jumlah seluruh ibu hamil sebanyak 70 ibu hamil dan 20 diantaranya adalah ibu hamil trimester pertama. Dari 20 ibu hamil 16 diantaranya mengalami emesis gravidarum (80%), sedangkan sisanya sebanyak 4 ibu hamil mengalami hiperemesis gravidarum (20%). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan suami dan keluarga dengan kejadian emesis gravidarum di desa Galudra Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur tahun 2013.

Page 18: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

16

B. Metode

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan desain penelitian cross sectional. Hipotesis (Ha) pada penelitian ini adalah ada hubungan antara dukungan suami dan keluarga dengan kejadian emesis gravidarum di desa Galudra Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur. Variabel independen dalam penelitian adalah dukungan suami dan keluarga dengan variabel dependen adalah kejadian emesis gravidarum. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang berada di desa Galudra Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur. Cara pengambilan sampel ini adalah dengan mengambil semua anggota populasi menjadi sampel. Cara ini dilakukan bila populasinya kecil. Data yang dikumpulkan adalah data primer, yaitu data yang didapatkan langsung dari hasil penelitian di lapangan dengan menggunakan instrumen penelitian (kuesioner) yang telah lolos uji validitas dan reliabilitas. Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat

bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase tiap variabel. (Notoatmodjo, 2012). Rumus distribusi frekuensi yang dipakai adalah sebagai berikut (Arikunto, 2006) :

P = ( x / n ) x 100%

Keterangan P = Presentase x = Banyaknya Respon n = Jumlah pertanyaan

Analisis bivariat menggunakan uji Chi Kuadrat atau X2 dengan derajat kepercayaan yang digunakan 95% . Rumus yang diajukan adalah sebagai berikut:

�� � ∑�� � �� �

��

Keterangan : x2 : Nilai Chi Kuadrat fo : Frekuensi yang diobservasi (frekuensi empiris). fe : Frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis).

C. Hasil

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Dukungan Suami dan

Keluarga Terhadap Kehamilan di Desa Galudra Tahun 2013

Kategori Frekuensi Presentase

Tidak Mendukung 20 38,5 Mendukung 32 61,5

Total 52 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil (61,5%) mendapatkan dukungan suami dan keluarga selama masa kehamilannya, dan sisanya hampir setengah dari responden (38,5%) tidak mendapatkan dukungan atau perhatian yang cukup selama masa

kehamilannya. Sebagian besar dari responden ibu hamil di desa Galudra (69,2%) mengalami emesis gravidarum dan hampir setengah dari responden (30,8%) tidak mengalami emesis gravidarum.

Page 19: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014)

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kejadian Emesis

di Desa Galudra Tahun 2013

Kategori Frekuensi Presentase Tidak Emesis 16 30,8

Emesis 36 69,2 Total 52 100

Ibu hamil yang tidak mendapat dukungan dari suami dan keluarga seluruhnya dari responden yang mengalami emesis gravidarum (100%). Sedangkan ibu hamil

yang mendapat dukungan dari suami dan keluarga yang berjumlah 32 orang mengalami emesis sebanyak 16 ibu hamil (50%) .

Tabel 3 Hubungan Dukungan Suami dan Keluarga dengan

Kejadian Emesis Gravidarum di Desa Galudra Tahun 2013

Status Dukungan

Kejadian Emesis Total

OR (95% CI)

P Value Tidak Emesis Emesis

n % N % N %

Tidak Mendukung

0 0 20 100 20 100 2,000

(95%CI:1,414-2,828)

0,000 Mendukung 16 50 16 50 32 100 Total 16 30,8 36 69,2 52 100

Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan suami dan keluarga terhadap emesis gravidarum dengan p value = 0,000 (< 0,05).

D. Pembahasan

1. Dukungan Suami dan Keluarga

Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh data bahwa dari 52 responden (ibu hamil) yang mendapat dukungan dari suami dan keluarga sebanyak 32 orang (61,5%), kemudian yang tidak mendapat dukungan suami dan keluarga sebanyak 20 orang (38,5%). Hal ini sangat memprihatinkan mengingat betapa pentingnya peran aktif para suami dan keluarga dalam masa tumbuh kembang janin selama masa kehamilan ibu, begitu juga kesehatan ibu

dan bayi yang semestinya menjadi prioritas dalam keluarga. Dukungan dan peran serta suami serta keluarga selama kehamilan berpengaruh terhadap kesehatan ibu. Tugas suami dan keluarga adalah memberi dukungan dan motivasi kepada ibu sehingga ibu dapat mengonsultasikan semua masalah yang dialaminya termasuk ketidaknyamanan selama kehamilan sehingga ibu merasa nyaman dengan kehamilannya. Kondisi emosional sang ibu sangat penting karena pada ibu hamil yang mengalami tingkat stres atau tekanan mental berlebihan dapat memperparah keadaan ibu yang semula mengalami gangguan atau ketidaknyamanan fisiologis menjadi patologis.

Page 20: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

18

Dukungan dan kasih sayang dari anggota keluarga dapat memberikan perasaan nyaman dan aman ketika ibu merasa takut dan khawatir dengan kehamilannya. (Idris, 2012)

2. Kejadian Emesis Gravidarum

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu hamil (69,2%) mengalami emesis gravidarum dan hampir setengah dari ibu hamil (30,8%) tidak mengalami emesis gravidarum selama masa kehamilannya. Masih adanya responden yang mengalami emesis gravidarum dikarenakan ada beberapa hal yang mempengaruhi, salah satunya adalah kurangnya dukungan terhadap kehamilan dari suami dan keluarga. Oleh karena itu dukungan terhadap kehamilan harus lebih ditingkatkan supaya angka kejadian emesis sedikit bisa ditekan. Emesis gravidarum adalah gejala mual, pusing dan muntah yang biasanya terjadi pada awal kehamilan. Gejala ini umumnya terjadi di pagi hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Mual muntah memang merupakan salah satu tanda kehamilan. Studi memperkirakan bahwa mual dan muntah terjadi pada 50-90% dari kehamilan. Mual dan muntah yang berhubungan dengan kehamilan biasanya dimulai dengan 9-10 minggu kehamilan, puncak di 11-13 minggu, dan menyelesaikan dalam banyak kasus oleh 12-14 minggu. Dalam 1-10% dari kehamilan, gejala dapat berlanjut setelah 20-22 minggu. Sekitar 50% perempuan yang sedang hamil mengalami mual dan muntah. Pemicunya adalah peningkatan hormon secara tiba-tiba dalam aliran darah. Hormon tersebut adalah HCG (Human chorionic Gonadotrophin). Peningkatan hormon ini akan mengakibatkan efek pedih pada lapisan perut dan menimbulkan rasa mual.

Penyebab yang pasti masih belum diketahui, diduga karena pengaruh perubahan dalam tubuh selama hamil. Selain itu kondisi emosional juga bisa memperparah keadaan mual dan muntah. (Hasyim, 2012). Rasa mual menjadi berbahaya ketika rasa mual membuat ibu tidak dapat makan makanan dalam jumlah yang cukup atau minum cairran yang cukup. Rasa mual paling buruk biasanya terjadi di awal massa kehamilan. Kondisi terburuk disebut hiperemesis gravidarum yang membutuhkan perawatan di rumah sakit. (Hasyim, 2012)

3. Hubungan Dukungan Suami dan

Keluarga dengan Kejadian Emesis Gravidarum

Hasil uji statistik yang terdapat pada tabel 4.3 didapatkan nilai p value = 0,000 atau kurang dari 0,05 artinya Ha diterima maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara ibu yang mendapat dukungan dari suami dan keluarga dengan ibu yang tidak mendapat dukungan terhadap kejadian emesis. Kemudian dari hasil analisis diperoleh OR = 2,000 artinya ibu yang tidak mendapat dukungan mempunyai risiko 2 kali lebih tinggi mengalami emesis gravidarum dibandingkan dengan ibu yang mendapat dukungan. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan suami dan keluarga dengan kejadian emesis. Hal ini berarti terdapat kesesuaian antara teori dengan fakta yang terjadi di lapangan. Hasil penelitian ini sama dengan penlitian yang dilakukan oleh Henny (2012) dan Razak (2010) yang menyatakan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami emesis gravidarum yaitu (57,50%) dan sebagian kecil tidak mengalami emesis gravidarum (42,50%). Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Razak (2010), menjelaskan bahwa emesis gravidarum lebih banyak terjadi

Page 21: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

19

pada wanita yang baru pertama kali hamil hal ini tidak terlepas oleh karena faktor psikologis yakni takut pada tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah. Pada wanita yang pertama kali hamil sering terjadi emesis gravidarum karena belum siap secara mental menghadapi kehamilannya, belum siap menghadapi perubahan yang terjadi dalam dirinya seperti perubahan bentuk tubuh, buah dada membesar, munculnya jerawat di wajah atau kulit muka yang mengelupas. Emesis gravidarum pada ibu yang pertama kali hamil bisa terjadi karena takut dalam menghadapi kehamilan dan persalinan dan takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu. Penelitian tersebut juga sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Wolkind dan Zajicek (1978). Dalam kaitannya dengan emesis; selain faktor fisik, faktor emosional juga dapat menyebabkan mual dan muntah pada kehamilan. Para wanita yang mengalami mual berkepanjangan kelihatannya mendapatkan dukungan lebih sedikit dari suaminya atau orang tua mereka (Wolkind dan Zajicek, 1978). Dalam masyarakat yang cara hidupnya lebih sederhana, lebih santai dan tidak banyak tuntutan, jarang sekali ditemukan ibu hamil yang mengalami rasa mual ini. Ketidakstabilan emosi dan keadaan social lingkungan dapat menjadi pemicu terjadinya emesis gravidarum (Einsberg dkk, 1985).

E. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagian besar dari responden (61,5%) ibu hamil mendapatkan dukungan dari suami dan keluarga terhadap kehamilannya, sebagian besar dari responden (69,2%) mengalami emesis gravidarum. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan suami dan keluarga dengan kejadian emesis

gravidarum di desa Galudra Kecamatan Cugenang kabupaten Cianjur tahun 2013.

F. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diharapkan kepada tenaga kesehatan dapat bekerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk melakukan penyuluhan atau pendidikan kesehatan sedini mungkin, baik itu penyuluhan perorangan maupun kelompok. Penyuluhan tidak hanya dilakukan terhadap ibu namun suami dan keluarga juga perlu mendapatkan penyuluhan guna meningkatkan dukungan dan peran serta suami dan keluarga dalam menanggulangi dampak emesis yang bisa semakin parah, sehingga keluarga mengerti dan memahami tentang pentingnya dukungan terhadap masa kehamilan. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian lain mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian emesis gravidarum.

G. Referensi

Ana, S. (2010). Lengkap Segala Hal Trimester Pertama Kehamilan Anda. Edisi Pertama. Yogyakarta : Buku Biru

Anonim. Dukungan Keluarga dalam Kehamilan, 2012, tersedia http://situsbidan.blogspot.com, 28 Februari 2013

Anonim. Dukungan Psikologis dari Suami Saat Istri Hamil, 2011, tersedia http://kesehatan.kompasiana.com, 28 Februari 2013

Anonim. Hiperemesis gravidarum. 2012, tersedia http://ilmukebidanandanpenyakitkandungan.blogspot.com, 27 Februari 2013

Anonim. Penyebab Emesis Gravidarum. 2012, tersedia http://www.psychologymania.com, 05 Maret 2013

Asrinah, DKK. (2010). Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan. Edisi Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu

Page 22: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

20

Atmaja, C Arfian. (2010). Bahagianya Aku ‘Kan Segera Menjadi Ayah. Edisi Pertama. Yogyakarta : InBooks

Hasyim, M. (2012). 245 Masalah Kehamilan. Edisi Pertama. Yogyakarta : Tora Book

Henny, Hubungan Antara Status Gravida dengan Emesis Gravidarum, 2012, tersedia http://haihenny.blogspot.com, 24 April 2013

Hidayat, A. Aziz Alimul (2011). Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data. Edisi 1. Jakarta : Salemba Medika

Hidayati, R.(2009). Asuhan Keperawatan

pada Kehamilan Fisiologis dan Patologis. Jakarta : Salemba Medika

Lestari, S. (2012). Psikologi Keluarga. Edisi pertama. Jakarta : Kencana Prenada Media Grup

Marmi,&Suryaningsih, M.Retno A&Fatmawati E. (2011). Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Prawirohardjo, S. (2008). Ilmu Kebidanann. Jakarta : Bina Pusaka

Razak. Hiperemesis Gravidarum, 2010, tersedia http://razak007.blogspot.com, 24 april 2013

Rayyane, P. (2012). Panduan Kehamilan untuk Calon Ibu. Edisi Pertama. Yogyakarta : Imperium

Riyanto, A. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan - Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika Yogyakarta : Nuha Medika

Rukiyah,Y Ai&Yulianti, L. (2010). Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Edisi Pertama. Jakarta : Trans Info Media

Sulistyawati, A.(2009). Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta : Salemba Medika

Suparyanto. Emesis Gravidarum, 2011, tersedia http://dr-suparyanto.blogspot.com, 06 Maret 2013

Tresnawati Frisca. (2012). Asuhan Kebidanan: Panduan lengkap Menjadi Bidan Profesional. Jakarta : Prestasi Pustaka

Walgito, B. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi

Page 23: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

21

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DEPO MEDROKSI PROGESTERON ASETAT (DMPA) TERHADAP SIKLUS MENSTRUASI DI PUSKESMAS WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR TAHUN 201 3

Novi Widiastuti1, Tapianna Sari Harahap1, Nuraeni Susanti1

1 Akademi Kebidanan Cianjur

ABSTRAK

Kontrasepsi hormonal merupakan kontrasepsi popular terutama jenis suntik dimana jumlah penggunanya tinggi. Penggunaan alat kontrasepsi suntik mempunyai efek samping di antaranya adalah perubahan siklus menstruasi. Metode penelitian yang digunakan Analitik. Jumlah sampel yaitu 83 ibu akseptor KB suntik. Diambil dengan cara random sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner. Hasil penelitian diperoleh bahwa akseptor KB suntik yang paling banyak menggunakan KB suntik 3 bulan (Depo Medroxy Progesteron Asetat ) sebanyak 53 orang (63,9%), dan ibu yang memakai KB suntik yang satu bulan sebanyak 30 orang (36,1), ibu yang memakai alat kontrasepsi suntik 3 bulan kebanyakan mengalami perubahan pola haid sebanyak 48 orang (57,8%) dan ibu yang tidak mengalami perubahan pada siklus menstruasinya sebanyak 35 orang (42,2 %). Hasil analisis menggunakan Chi Squere di dapat nilai P value 0,001 < α 0,05 artinya arti nya ada pengaruh antara penggunaan alat kontrasepsi DMPA terhadap siklus menstruasi.

Kata kunci : Depo medroxy progesterone asetat, siklus menstruasi

A. Pendahuluan

Masalah kependudukan merupakan masalah yang banyak dihadapi oleh semua negara baik di negara yang maju maupun di negara berkembang termasuk Indonesia. Jumlah penduduk negara Indonesia pada tahun 2005 berada pada urutan ke-4 (215,27 juta jiwa) setelah Cina (1,306 miliar jiwa), India (1,068 miliar jiwa) dan Amerika Serikat. (Anggraini, 2012) Penduduk Indonesia makin hari makin terus meningkat. Pemerintah terus berupaya untuk menargetkan bahwa idealnya 2,1 anak per wanita. Meski demikian, masih ada asumsi dari keluarga Indonesia yang senang mempunyai banyak anak. Pemerintah terus menekan laju pertambahan jumlah penduduk melalui program keluarga berencana (KB), sebab jika tidak meningkatkan peserta KB, jumlah penduduk Indonesia akan mengalami ledakan yang luar biasa.

Apabila tidak ditekan jumlah pertumbuhan penduduk, Indonesia akan semakin dipadati oleh manusia dan bangunan. Dimana jumlah kesetaraan ber-KB per tahun angkanya tetap sama (60,3 persen), maka jumlah penduduk Indonesia tahun 2015 menjadi 255,5 juta. Hal itu, sangat mengkhawatirkan, jika kesetaraan ber-KB turun 0,5 persen per tahun, maka jumlah penduduk Indonesia tahun 2015 akan meningkat menjadi 264,4 juta jiwa. Ini berarti jumlah penduduk sudah semakin padat. Namun apabila bisa dinaikkan persentase kesetaraan jumlah ber-KB 1 persen per tahun, maka diprediksi jumlah penduduk Indonesia tahun 2015 sekitar 237,8 juta. (Anggraini, 2012 ) Program KB ini merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan membangun norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Program KB saat ini sudah merupakan suatu kewajiban dalam upaya menanggulangi pertumbuhan penduduk dunia umumnya dan penduduk Indonesia pada khususnya. Berhasil tidaknya

Page 24: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

22

pelaksanaan Program KB ini akan menentukan berhasil atau tidaknya dalam mewujudkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Upaya langsung untuk menurunkan tingkat kelahiran melalui program KB, yaitu mengajak pasangan usia subur agar memakai alat kontrasepsi. Jumlah pasangan usia subur yang memakai alat kontrasepsi harus terus ditingkatkan. Menurut hasil penelitian, usia subur seorang wanita biasanya antara 15-49 tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran, wanita/pasangan diprioritaskan untuk menggunakan cara/alat KB. Proporsi wanita usia 15-49 tahun berstatus kawin yang sedang menggunakan/ memakai alat KB menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2008 sebesar 56,62 % tidak banyak mengalami perkembangan sejak tahun 2004. Di Indonesia kontrasepsi hormonal sangat popular terutama jenis suntikan sangat tinggi jumlah penggunanya. Berdasarkan data dari BKKBN, pada tahun 2009 peserta KB aktif sebesar 75,70 %. Provinsi dengan persentase peserta KB Aktif tertinggi adalah Bengkulu (85,5 %), Bali (85,1%) dan DKI Jakarta (82%). Sedangkan persentase peserta KB aktif terendah adalah Papua (33,9 %), Maluku Utara (59,5 %) dan Kepulauan Riau (64,3 %). Dilihat dari klasifikasi jenis-jenis KB yang digunakan jumlah akseptor Suntikan dan Pil KB masih banyak diminati. Sebagai alat kontrasepsi yaitu masing-masing sebesar 50,2 % dan 28,3 %. Sebaliknya MOP (Metode Operasi Pria) dan MOW (Metode Operasi Wanita) merupakan metode kontrasepsi yang terendah diminati oleh para akseptor KB. (Profil Kesehatan Indonesia, 2009). Peserta KB aktif di Jawa Barat pada tahun 2009 telah mencapai 6.552.384 akseptor, dengan klasifikasi metode kontrasepsi menggunakan Non Hormonal dan Hormonal. Akseptor pengguna metode kontrasepsi Non Hormonal mencapai

1.029.222 akseptor atau 15,71 % yang terdiri dari IUD 763.500 atau sebesar 12 %, MOP (Media Operatif Pria) sebanyak 67.754 atau sebesar 1,03%, MOW (Media Operatif Wanita) sebanyak 148.186 atau sebesar 2,26%, Kondom sebanyak 49.782 atau sebesar 0,76 % dari total KB aktif. Kemudian yang menggunakan metode kontrasepsi Hormonal mencapai 5.523.162 akseptor atau 84,29 % yang terdiri dari Implan sebanyak 256.781 atau 3,92 %, Suntikan sebanyak 3.338.066 atau 51 %, dan sisanya pengguna kontrasepsi Pil sebanyak 1.928.315 atau 29,43 % dari total peserta KB aktif. (BKKBN, 2009). Program Keluarga Berencana semakin berkembang yang diselenggarakan oleh pemerintah, alat kontrasepsi juga semakin berkembang. Berbagai pilihan alat kontrasepsi ditawarkan kepada masyarakat. Mulai dari yang sederhana sampai yang permanen/mantap, yaitu mulai dari pil, suntik, implan dan IUD. Ada juga jenis kontrasepsi lain, yaitu vasektomi untuk pria dan tubektomi untuk wanita. Namun 2 jenis alat kontrasepsi ini masih jarang dipilih oleh masyarakat, sebab dengan memakai alat kontrasepsi mantap tersebut maka seseorang sedikit kemungkinan untuk memiliki anak. Kontrasepsi suntik merupakan salah satu metode pencegahan kehamilan yang paling banyak diminati oleh masyarakat di Indonesia karena kerjanya efektif, pemakaiannya praktis, harganya relatif murah dan aman (Winkjosastro, 2007). Alat kontrasepsi suntik bekerja untuk mengentalkan lendir rahim sehingga sulit ditembus oleh sperma. Selain itu, alat kontrasepsi suntik juga membantu mencegah sel telur menempel di dinding rahim sehingga kehamilan dapat dihindari (Anggraini, 2012). Efek samping alat kontrasepsi suntik banyak dijumpai di masyarakat. Tidak sedikit dari akseptor alat kontrasepsi suntik yang menanyakan keluhan-keluhan atau

Page 25: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

23

efek samping alat kontrasepsi suntik, padahal mereka telah mengikuti atau menggunakan alat kontrasepsi suntik cukup lama. Penggunaan alat kontrasepsi suntik mempunyai efek samping di antaranya adalah perubahan siklus menstruasi meliputi amenorea dan spotting, meningkatnya atau menurunnya berat badan, mual, pusing, dan muntah (Saifuddin, 2006). Amenorea dan Spotting ini terjadi terutama selama beberapa bulan pertama pemakaian, tetapi hal ini bukanlah masalah serius, dan biasanya tidak memerlukan pengobatan. Tetapi apabila spotting terus berlanjut atau setelah tidak haid, namun kemudian terjadi perdarahan, maka perlu dicari penyebab perdarahan itu. Perlu diingat bahwa penyebab perdarahan abnormal pada para pemakai alat kontrasepsi ini sangat jarang dibandingkan dengan perdarahan di luar siklus dan bercak darah atau spotting yang berkaitan dengan metode itu sendiri (Hartanto,2010). Menurut data akumulatif tahun 2012 dari bulan Januari–Desember 2012 di puskesmas Warungkondang, yang mengikuti KB suntik aktif berjumlah 122.75 %, dan peserta KB baru berjumlah 203.3 %. Data survei awal yang dilakukan pada bulan Februari, tanggal 28 tahun 2013 di puskesmas Warungkondang Kabupaten Cianjur , dari 10 akseptor kontrasepsi suntik di dapatkan yang mengalami gangguan pola haid, /perubahan siklus haid ada 7 orang dan 3 orang yang tidak mengalami perubahan siklus haid. Dari data di atas dapat diketahui sebagian besar akseptor kontrasepsi suntik terjadi perubahan siklus menstruasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat kontrasepsi suntik DMPA terhadap siklus menstruasi di puskesmas Warung kondang kabupaten Cianjur Tahun 2013.

B. Metode

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan pendekatan yang digunakan cross sectional. Hipotesis (Ha) pada penelitian ini adalah : Ada pengaruh antara penggunaan alat kontrasepsi suntik terhadap siklus menstruasi berdasarkan karakteristik di Puskesmas Warungkondang kabupaten Cianjur tahun 2013. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengaruh penggunaan alat kontrasepsi suntik, terhadap siklus menstruasi dan variabel terikat dalam penelitian ini adalah perubahan siklus menstruasi. Sampel dalam penelitian ini merupakan ibu akseptor KB suntik DMPA yang berkunjung ke Puskesmas Warungkondang pada bulan Januari-Desember 2012. Cara pengambilan sampelnya adalah random sampling, adapun alasan peneliti mengambil cara ini karena keadaan populasi yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian diambil berdasarkan kunjungan ke Puskesmas Warungkondang pada bulan Januari-Desember 2012. Data yang dikumpulkan adalah data primer, yaitu data yang didapatkan langsung dari hasil penelitian di lapangan dengan menggunakan instrumen penelitian (kuesioner) yang telah lolos uji validitas dan reliabilitas. Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase tiap variabel. (Notoatmodjo, 2012). Rumus distribusi frekuensi yang dipakai adalah sebagai berikut (Arikunto, 2006) :

Page 26: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

24

P = ( x / n ) x 100% Keterangan : P = Presentase x = Banyaknya Respon n = Jumlah pertanyaan Analisis bivariat menggunakan uji chi-square (x2) dengan derajat kepercayaan yang digunakan 95% (P Value 0,05%). (Riyanto, 2011). Adapun keputusan uji dari uji chi-square yaitu : Jika P value 0,05 : ditolak, artinya ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Jika P value > 0,05 : H0 gagal ditolak, artinya tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

C. Hasil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa ibu akseptor KB suntik yang paling banyak menggunakan KB suntik tiga bulan (Depo Medroxy Progesteron Asetat) sebanyak 53 orang (63,9%), dan ibu yang memakai KB suntik yang satu bulan sebanyak 30 orang (36,1%). Sebagian besar dari responden ibu akseptor KB di puskesmas Warung kondang paling banyak menggunakan KB suntik tiga bulan (63,9%) dan sebanyak (36,1%) menggunakan KB suntik 1 bulan. Ibu yang memakai alat kontrasepsi suntik yang tiga bulan maupun yang satu bulan kebanyakan mengalami perubahan siklus menstruasi sebanyak 48 orang (57,8 %) dan ibu yang tidak mengalami perubahan pada siklus menstruasi nya sebanyak 35 orang (42,2 %). Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat Pengaruh Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Depo Medroxy Progesteron Asetat (DMPA) Terhadap siklus menstruasi dapat diketahui nilai P-value sebesar 0,001 atau < 0,005 (0,005 > 0,001).

D. Pembahasan

1. Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Depo Medroxy Progesteron Asetat (DMPA)

Alat Kontrasepsi Suntik Depo Medroxy Progesteron Asetat (DMPA) merupakan alat kontrasepsi untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan melalui suntikan hormonal yang diberikan setiap tiga bulan sekali (Anggraini, 2012) Berdasarkan hasil penelitian di atas menunjukan bahwa ibu akseptor KB suntik KB suntik yang paling banyak menggunakan KB suntik 3 bulan (Depo Medroxy Progesteron Asetat ) sebanyak 53 orang (63,9%), dan ibu yang memakai KB suntik yang satu bulan sebanyak 30 orang (36,1). Hal ini sesuai dengan profil kesehatan Indonesia tahun 2009 yang menyatakan bahwa di Indonesia penggunaan kontrasepsi hormonal sangat popular terutama jenis suntikan sangat tinggi jumlah penggunanya (Profil Kesehatan Indonesia, 2009) Dilihat dari klasifikasi jenis-jenis KB yang digunakan jumlah akseptor Suntikan dan Pil KB masih banyak diminati sebagai alat kontrasepsi yaitu masing-masing sebesar 50,2% dan 28,3%. Sebaliknya MOP (Metode Operasi Pria) dan MOW (Metode Operasi Wanita) merupakan metode kontrasepsi yang terendah diminati oleh para akseptor KB (Profil Kesehatan Indonesia, 2009).

2. Perubahan Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi adalah siklus bulanan pada wanita, yang dimulai dari akhir menstruasi sebelumnya sampai akhir menstruasi berikutnya. Siklus ini dibagi dalam tiga fase atau tahap, yaitu fase folikular, ovulasi, dan fase luteal.Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya (Prawihardjo,2009). Hasil penelitian di atas menunjukan bahwa ibu yang memakai alat kontrasepsi suntik

Page 27: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

25

yang tiga bulan kebanyakan mengalami perubahan siklus menstruasi sebanyak 48 orang (57,8 %) dan ibu yang tidak mengalami perubahan pada siklus menstruasinya sebanyak 35 orang (42,2 %). Perubahan siklus menstruasi ini terjadi karena ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesterone, Ketidakseimbangan hormon ini dapat menyebabkan haid tidak teratur, yang dapat memengaruhi tingkat kesuburan dan kesempatan wanita untuk mendapatkan bayi. Pada hasil penelitian mayoritas ibu pengguna alat kontrasepsi suntik DMPA mengalami perubahan siklus menstruasi nya. Efek samping dari suntik DMPA yang paling sering terjadi pada gangguan siklus menstruasi, seperti siklus haid yang memendek atau memanjang, perdarahan yang banyak atau sedikit, perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak (spotting) dan tidak haid sama sekali (amenore) (Anggraini, 2012).

3. Pengaruh Penggunaan Alat

Kontrasepsi Suntik Depo Medroxy Progesteron Asetat (DMPA) Terhadap Siklus Menstruasi

Berdasarkan hasil penelitian di atas menunjukan bahwa ibu yang menggunakan alat kontrasepsi suntik DMPA terdapat 40 orang (75,5%) yang mengalami perubahan siklus menstruasi, dan 13 orang (24,5%) ibu pengguna alat kontrasepsi suntik DMPA yang tidak mengalami perubahan siklus menstruasi, sedangkan ibu yang tidak memakai KB suntik DMPA yang mengalami perubahan siklus menstruasi ada 8 orang (26,7%), dan terdapat 22 orang (73,3%) ibu yang tidak memakai KB suntik DMPA yang tidak mengalami perubahan siklus menstruasi. Pengaruh Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Depo Medroxy Progesteron Asetat (DMPA) Terhadap siklus menstruasi dapat diketahui nilai P-value sebesar 0,001 atau < 0,005 (0,005 > 0,001) artinya ada

pengaruh antara penggunaan alat kontrasepsi depo medroxy progesteron asetat (DMPA) terhadap siklus menstruasi. Suntik Depo Medroxy Progesteron Asetat (DMPA) merupakan alat kontrasepsi untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan melalui suntikan hormonal yang diberikan setiap tiga bulan sekali. Efek samping yang sering terjadi pada pengguna DMPA adalah menjadi kacaunya pola perdarahan, siklus haid yang memendek atau memanjang, perdarahan yang banyak atau sedikit, perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak (spotting) dan tidak haid sama sekali (Anggraini, 2012). Pada pemakaian DMPA, endometrium menjadi dangkal dan atrofis dengan kelenjar-kelenjar yang tidak aktif. Sering stroma menjadi oedematous. Dengan pemakaian jangka lama, endometrium dapat menjadi sedemikian sedikitnya, sehingga tidak didapatkan atau hanya didapatkan sedikit sekali jaringan bila dilakukan biopsi. Tetapi, perubahan-perubahan tersebut akan kembali menjadi normal dalam waktu 90 hari setelah suntikan DMPA yang terakhir. Efek pada pola haid tergantung pada lama pemakaian. Perdarahan premenstrual dan perdarahan becak berkurang dengan waktu sedangkan kejadian ammenore bertambah besar. Kejadian ammenore ini diduga berhubungan dengan atrofi endometrium, sedangkan sebab-sebab perdarahan irreguler masih belum jelas. Pada umumnya perdarahan-bercak dan ammenore tidak perlu diobati secara rutin, yang perlu mendapat perhatian medis adalah perdarahan hebat atau perdarahan yang lama. Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar ibu yang menggunakan alat kontrasepsi suntik depo medroxy progesteron asetat (DMPA) mengalami perubahan siklus

Page 28: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

26

menstruasi dibanding ibu yang tidak memakai Kb suntik DMPA, hal ini merupakan tanggung jawab kita sebagai petugas kesehatan untuk lebih meningkatkan seperti pendidikan kesehatan tentang efek samping dari penggunaan alat kontrasepsi suntik terutama suntik DMPA pada perubahan pola menstruasi, sehingga ibu mengetahui mana yang masih normal dan yang harus segera di periksa ke petugas kesehatan.

E. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang pengaruh penggunaan alat kontrasepsi suntik depo medroxy progesteron asetat (DMPA) terhadap siklus menstruasi di Puskesmas Warungkondang kabupaten Cianjur Tahun 2013., maka diambil simpulan sebagai berikut: 1. Penggunaan alat kontrasepsi suntik

yang paling banyak dipakai adalah suntik depo medroxy progesteron asetat (DMPA) yaitu sebanyak 53 orang (63,9%).

2. Ibu yang menggunakan alat kontrasepsi suntik depo medroxy progesteron asetat (DMPA) sebagian besar mengalami perubahan pada siklus menstruasi sebanyak 48 orang (57,8%).

3. Terdapat pengaruh antara penggunaan alat kontrasepsi suntik depo medroxy progesteron asetat (DMPA) terhadap siklus menstruasi, dengan P value 0,001 < α 0,05.

F. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah : 1. Diharapkan bagi ibu akseptor KB

suntik khususnya DMPA untuk lebih meningkatkan pengetahuannya mengenai efek atau dampak dari pemakaian Kb suntik DMPA, serta mampu melaksanakan informasi yang

diperoleh tentang KB suntik DMPA agar tidak terjadi masalah kesehatan pada ibu.

2. Diharapkan petugas Puskesmas mempertahankan dan meningkatkan pelayanan kesehatan pada program KIA-KB, meningkatkan penyuluhan dan meningkatkan kerjasama dengan kader dalam penyuluhan KB lapangan. Kegiatan penyuluhan diharapkan tidak hanya pada ibu-ibu tapi juga melibatkan suami sebagai pemberi dukungan.

G. Referensi

Anggraini. 2012. Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Rohima Press.

Budiman. 2013. Kapita Selekta Kuisioner : Pengetahuan Dan Sikap Dalam Penelitian. Jakarta : Salemba Medika.

Hartanto. 2010. Keluarga Berencana Dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Kemenkes RI. 2010.Profil Kesehatan Tahun 2009. Jakarta: Kemenkes RI

Manuaba, dkk. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta : EGC.

Muda. 2003. Kamus Lengkap Kedokteran. Surabaya: Gitamedia Press.

Paath, dkk. 2004. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC

Prawihardjo. 2009 . Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka.

Prawihardjo. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.

Riyanto. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Riyanto. 2011. Pengolahan Dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Page 29: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

27

Saifuddin, dkk. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontraseps. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.

Speroff, D. 2003. Pedoman Klinis Kontrasepsi Edisi 2. Jakarta : EGC.

Suseno. 2009. Kamus Kebidanan. Yogyakarta : Citra Pustaka.

Page 30: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

28

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT DEPRE SI PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI TIND AKAN HEMODIALISA DI RUANG HEMODIALISA RSUD dr. SLAMET GA RUT

TAHUN 2012

Ridwan Setiawan1, Novianti Kartika1 1Politeknik Kesehatan Bandung

ABSTRAK

Gagal ginjal kronis (Chronic Kidney Desease) merupakan kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah) serta komplikasi nya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal. Hemodialisa merupakan proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Depresi merupakan perasaan sehari-hari yang menyertai kesedihan yang dibesar-besarkan secara terus-menerus. Depresi adalah gangguan suasana hati yang bervariasi. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani tindakan Hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Slamet Garut tahun 2012. Metode penelitian menggunakan rancangan Deskritif Korelasional dengan pendekatan desain cross sectional. Sampel yang digunakan adalah 40 responden, teknik pengambilan data menggunakan kuesioner dan observasi langsung dengan hasil dihitung berdasarkan total jawaban dari pertanyaan yang diberikan responden dengan kriteria : skor < 17 = tidak ada depresi, skor 18-24 = depresi ringan, skor 25-34= depresi sedang dan skor 35-51= depresi berat, sedangkan uji bivariat menggunakan chi-square. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara faktor : usia dengan tingkat depresi, antara faktor pendidikan dengan tingkat depresi, antara faktor jenis kelamin dengan tingkat depresi, antara faktor jangka waktu melaksanakan terapi hemodialisa dengan tingkat depresi dan antara pola tidur dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Slamet Garut tahun 2012. Petugas kesehatan (perawat) agar memberikan motivasi dan terapeutik informing dalam pelaksanaan terapi hemodialisa agar pasien lebih bersemangat dan lebih memahami pentingnya hemodialisa serta untuk mengurangi tingkat depresi. Kata Kunci : Depresi Pasien, GGK

A. Pendahuluan

Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang sehat, baik sehat secara fisik ataupun psikis, karena hanya dalam kondisi yang sehat manusia akan dapat melakukan segala sesuatu secara optimal. Tetapi pada kenyataannya selama rentang kehidupannya, manusia selalu dihadapkan pada permasalahan kesehatan dan salah satunya berupa penyakit yang diderita. Jenis penyakit yang diderita bentuknya beraneka ragam, ada

yang tergolong penyakit ringan dimana dalam proses pengobatannya relatif mudah dan tidak terlalu menimbulkan tekanan psikologis pada penderita. Tetapi ada juga penyakit yang tergolong berat yang dianggap sebagai penyakit yang berbahaya dan dapat mengganggu kondisi emosional, salah satunya adalah penyakit gagal ginjal kronis (Brunner & Suddarth, 2001).

Gagal ginjal kronis (Chronic Kidney Desease) merupakan kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan

Page 31: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

29

limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah) serta komplikasi nya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal (Sukandar, 2006).

Fungsi ginjal adalah mempertahankan keseimbangan larutan dalam cairan ekstra selular tubuh juga mengekskresikan zat-zat sisa metabolisme. Ketidakmampuan ginjal dalam mempertahankan keseimbangan tersebut menunjukan adanya penurunan dari faal ginjal. Apabila keadaan ini berlanjut dapat menyebabkan suatu keadaan yang dinamakan gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Desease) (Sukandar, 2006). Bila kedua ginjal tidak berfungsi normal, maka seseorang perlu mendapatkan Terapi Pengganti Ginjal (TPG). TPG ini dapat dilakukan baik bersifat sementara waktu maupun terus-menerus. TPG ini terdiri atas tiga, yaitu : Hemodialis (cuci darah), Peritoneal Dialis (Cuci Rongga Perut), dan Cangkok Ginjal (Transplantasi).Tetapi karena mahalnya biaya operasi transplantasi ginjal dan susahnya mencari donor ginjal, maka cara yang paling banyak digunakan adalah Hemodialisa.

Hemodialisa merupakan tindakan kedokteran yang memungkinkan seseorang dapat hidup meskipun kedua ginjal sudah tidak berfungsi lagi karena suatu penyakit. Tindakan ini tidak sesempurna fungsi ginjal alamiah karena tindakan hemodialisa hanya menggantikan fungsi ekresi saja (Sukandar, 2006). Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan oleh ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapi terhadap kualitas hidup pasien. Pasien harus menjalani

dialisa sepanjang hidupnya atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan.

Menurut Endang Susalit (2012) tahun 2007 di dunia ini lebih dari 500 juta orang mengalami penyakit ginjal kronik dan sekitar 1,5 juta orang harus menyadari hidup bergantung kepada cuci darah, sementara di Indonesia saja saat ini ada sekitar 70 ribu penderita gagal ginjal kronik dan 10% nya memerlukan cuci darah. Kepala Sub Bagian Ginjal Hipertensi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unpad Rumah Sakit Hasan Sadikin mengatakan berdasarkan data dari Indonesia Renal Registry, suatu kegiatan registrasi dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia, di Jawa Barat pada tahun 2008 jumlah pasien hemodialisis (cuci darah) mencapai 2260 orang (Soelaeman, 2010). Menurut data dari medical record RSUD dr. Slamet Garut, jumlah pasien gagal ginjal kronis yang rutin menjalani hemodialisa selama tahun 2011sebanyak 64 orang, sedangkan di Rumah Sakit TNI-AD Guntur Garut selama tahun 2011 sebanyak 19 pasien (Urdal RS TNI-AD Guntur Garut, 2012). Pada beberapa kasus gagal ginjal kronis, meskipun telah dilakukan hemodialisa secara berkala tetapi tetap saja memiliki risiko kematian yang cukup tinggi, menurut data dari ruang Hemodialisa RSUD dr. Slamet Garut, jumlah pasien yang meninggal sejak bulan Januari sampai bulan Maret 2011 sebanyak 7 orang dari 40 orang pasien hemodialisa. Kondisi ini tentunya merupakan salah satu stressor terjadinya kegelisahan, ketegangan, kecemasan dan depresi pada pasien gagal ginjal kronis yang sedang menjalani hemodialisa.

Menurut Rasmun (2004) jika individu kurang atau tidak mampu dalam menggunakan mekanisme koping dan

Page 32: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

30

gagal dalam beradaptasi maka individu akan mengalami berbagai penyakit baik fisik maupun mental. Beberapa penyakit fisik dapat mengakibatkan depresi pada seseorang dan kurang lebih 5-10 % masyarakat umum mengalami depresi.

Depresi merupakan perasaan sehari-hari yang menyertai kesedihan yang dibesar-besarkan secara terus-menerus. Depresi adalah gangguan suasana hati yang bervariasi. Demikian pula halnya dengan klien penderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi sepanjang hidup dihadapkan dengan keadaan yang rutin dan menjemukan (Lumbantobing 2004).

Dari hasil penelitian Suminar (2001) tentang pengalaman hidup pasien gagal ginjal kronis yang melakukan hemodialisa, terdapat enam keadaan/kondisi utama muncul, yaitu : kemarahan karena penyakitnya telah membuat dirinya menderita, keputusasaan, ketidakberdayaan, merasa lelah menjalani hemodialisa, merasa lebih baik dalam dukungan keluarga dan pasrah pada Tuhan yang memberi kekuatan untuk menghadapi penyakitnya. Keputusasaan menjalani terapi hemodialisa yang harus dilakukan sepanjang hidup menjadi beban yang melelahkan baik secara fisik maupun kejiwaan pada klien gagal ginjal kronik yang akibatnya klien merasa tegang, gelisah dan stres yang akhirnya menyebabkan depresi. Menurut Lubis (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi depresi pada pasien hemodialisa adalah faktor fisik yang meliputi obat-obatan, kurangnya cahaya matahari, susunan kimia otak, genetik, usia, jenis kelamin, pendidikan serta pola tidur dan faktor psikologis meliputi jangka panjang lamanya perawatan yang harus dijalani, pola pikir, harga diri, stress, kepribadian dan lingkungan keluarga. Faktor kecemasan, gelisah dan tegang sepanjang pelaksanaan terapi hemodialisa pasien gagal ginjal kronis yang menyebabkan ketertarikan penulis

untuk melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan depresi pada klien gagal ginjal kronik.

Dari hasil studi pendahuluan peneliti mewawancarai sepuluh orang pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani hemodialisa dan diperoleh hasil bahwa ada 6 orang terlihat adanya tanda-tanda pasien gelisah, cemas, putus asa dan merasa tertekan selama menjalani terapi hemodialisa serta 4 orang mengatakan ingin berhenti melakukan terapi hemodialisa, perasaan sedih, gangguan pola tidur, tidak bisa berkonsentrasi dan nafsu makan berkurang, usia mereka bervariasi, jenis kelamin yang menjalani terapi hemodialisa kebanyakan pria, rata-rata mereka sensitif, kebanyakan pendidikannya menengah kebawah, selain itu mereka tampak kebanyakan menutup diri. Berdasarkan alasan diatas peneliti tertarik ingin mengetahui tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani tindakan hemodialisa di RSUD dr. Slamet Garut tahun 2012.

B. Metode

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelatif, yaitu data yang diolah sengaja dikumpulkan untuk melihat hubungan antara dua variable (Notoatmodjo, 2002:148). Variabel independent adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat depresi yaitu genetik, usia, jenis kelamin, pola tidur, dan faktor psikologis yaitu penyakit jangka panjang (lamanya menderita penyakit) pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani tindakan hemodialisa di Rumah Sakit Umum dr. Slamet Garut tahun 2011. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani tindakan

Page 33: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

31

hemodialisa di Rumah Sakit Umum dr. Slamet Garut tahun 2011.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua klien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani hemodialisa secara rutin di RSUD Garut sebanyak 64 orang. Dengan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40 orang pasien. Teknik pengambilan sampel

dengan cara random sampling dimana pasien memiliki kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel penelitian.

Analisa Univariat serta uji statistik Chi – Square. Lokasi penelitian dilakukan di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Slamet Garut, jalan RSU No.12 Garut, waktu penelitian dilaksanakan November 2011 – Maret 2012.

C. Hasil

Tabel 1 Karakteristik Responden

Karakteristik Jumlah Prosentase (%)

Umur Pertengahan 20 50 Lanjut 20 50 Pendidikan Tinggi 5 12,50 Menengah 22 55,00 Dasar 13 32,5 Jenis Kelamin

Perempuan 13 32,5 Laki-laki 27 67,50

Jangka Waktu Baru 18 45,00 Lama 22 55,00

Pola Tidur Banyak 14 35,00 Kurang 26 65,00

Jenis Pekerjaan Berat 24 60,00 Sedang 12 30,00 Ringan 4 10,00

Tabel 2

Analisa Hubungan Usia Dengan Depresi

Usia

Depresi Total

χ² p-

value Ringan

Sedang

Berat

N % N % N % N % Pertengahan 5 25 9 45 6 30 20 100

15,45 0.000 Lanjut - - 2 10 18 90 20 100

Page 34: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

32

Tabel 3

Analisa Hubungan Pendidikan Dengan Depresi

Tabel 4 Analisa Hubungan Jenis Kelamin Dengan Depresi

Tabel 5 Analisa Hubungan Jangka Waktu Hemodialisa Dengan Depresi

Tabel 6

Analisa Hubungan Pola Tidur Dengan Depresi

D. Pembahasan

1. Hubungan Usia Dengan Depresi

Dengan χ² = 19.52 dan nilai p-value-nya adalah 0.000 < 0.05, pada taraf signifikansi 0,05 maka ini berarti bahwa Ho ditolak, dan Ha diterima, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

usia responden dengan depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Slamet Garut tahun 2012. Sejalan dengan pendapat Nevid (2003) bahwa semakin bertambah usia maka semakin tinggi seseorang mengalami tingkat depresi terutama diatas 55 tahun. Hal ini juga sesuai

Pendidikan Depresi

Total χ² p-

value Ringan Sedang Berat N % N % N % N %

Tinggi - - 1 6 15 94 16 100 35,87

0,000 Menengah 1 4 5 19 21 87 27 100

Dasar 4 31 6 6 3 3 13 100

Jenis Kelamin

Depresi Total

χ² p-

value Ringan Sedang Berat N % N % N % N %

Laki-laki 1 4 5 19 21 87 27 100 11,95 0,003 Perempuan 4 31 6 46 3 23 13 100

Jangka Waktu Depresi

Total χ²

p-value

Ringan Sedang Berat N % N % N % N %

Tidak Lama 4 22 11 61 3 17 18 100 6,16 0,000

Lama 1 5 - - 21 95 22 100

Pola Tidur

Depresi Total

χ² p-value Ringan Sedang Berat

N % N % N % N %

Banyak 3 21 9 64 2 100 14 100 5,87 0,000

Kurang Tidur 2 8 2 8 84 14 26 100

Page 35: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

33

terhadap hasil penelitian yang penulis hasilkan bahwa dari hasil pengolahan data dapat dibuktikan pada kelompok usia lanjut (> 55 tahun) tingkat depresi lebih tinggi dibandingkan dengan usia pertengahan (35-55 tahun)

2. Hubungan Pendidikan Dengan

Depresi

Dari perhitungan diatas diperoleh chi-square (χ²) = 35,87, p-value = 0.000. Dengan χ² = 11,95 dan nilai p-value-nya adalah 0.000 < 0.05 , pada taraf signifikansi 0,05 maka ini berarti bahwa Ho ditolak, dan Ha diterima, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan responden dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Slamet Garut tahun 2012. Sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2005) dengan pendidikan menyebabkan pengetahuan dan wawasan seseorang menjadi luas, memahami dan mengetahui bagaimana cara pemeliharaan dan perawatan kesehatan yang baik, dengan pendidikan yang tinggi mampu mengendalikan diri.

Pada pendidikan yang lebih tinggi sesorang akan lebih memahami tentang penyakitnya, sejalan dengan pemahaman yang luas tentang penyakitnya maka yang bersangkutan cenderung lebih mudah terserang depresi, hasil ini menunjukan bahwa pendidikan berpengaruh positif terhadap kejadian depresi.

3. Hubungan Jenis Kelamin Dengan

Depresi

Dengan χ² = 11,95 dan nilai p-value-nya adalah 0.000 < 0.05 , pada taraf signifikansi 0,05 maka ini berarti bahwa Ho ditolak, dan Ha diterima, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin responden dengan depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan hemodialisa di Ruang

Hemodialisa RSUD dr. Slamet Garut tahun 2012. Kondisi ini sesuai pendapat Ruli (2008) yang mengatakan bahwa pria memang rentan dengan penyakit gagal ginjal kronik daripada perempuan. Keseharian aktifitas pria umumnya lebih banyak menggunakankan tenaga fisik, bekerja keras, lupa minum dan pola makan yang tidak baik. Sedangkan dari kecemasan. Sedangkan dari depresi pada penilitian tampak pria lebih tinggi dibandingkan dengan permpuan, hal ini dimungkinkan karena jumlah sampel penderita gagal ginjal didominasi pria. Sedangkan dari depresi sejalan dengan pendapat Schimeil pfering (2009) wanita dua kali lebih sering terdiagnosis menderita depresi daripada pria. Bukan berarti wanita lebih mudah terserang depresi, bisa saja karena wanita lebih sering mengakui adanya depresi dari pada pria dan dokter lebih dapat mengenali depresi pada wanita. Melihat kondisi ini memang terdapat hubungan jenis kelamin terhadap kejadian depresi pada seseorang.

4. Hubungan Jangka Waktu

Melakukan Hemodialisa Dengan Depresi

Dengan χ² = 26,16 dan nilai p-value-nya adalah 0.000 < 0.05 , pada taraf signifikansi 0,05 maka ini berarti bahwa Ho ditolak, dan Ha diterima, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jangka waktu melaksanakan terapi hemodialisa dengan depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan hemodialisadi Ruang Hemodialisa RSUD dr. Slamet Garut tahun 2012. Hal ini sejalan dengan pendapat Lubis (2009) bahwa seseorang yang ditempatkan untuk waktu yang lama dalam situasi dimana mereka tidak punya kekuatan dan tidak dapat melarikan diri lebih mudah terserang depresi. Hasil ini menurut pendapat penulis menunjukkan bahwa jangka waktu sesorang melakukan hemodialisa akan mempengaruhi tingkat

Page 36: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

34

depresi seseorang, dari hasil penelitian pun menunjukkan bahwa semakin lama seseorang menjalani hemodialisa maka semakin tinggi tingkat depresi nya.

5. Hubungan Pola Tidur Responden

Yang Melakukan Hemodialisa Dengan Depresi

Dari perhitungan diatas diperoleh chi-square (χ²) = 35,87, p-value = 0.000. Dengan χ² = 11,95 dan nilai p-value-nya adalah 0.000 < 0.05 , pada taraf signifikansi 0,05 maka ini berarti bahwa Ho ditolak, dan Ha diterima, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola tidur responden dengan depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Slamet Garut tahun 2012.Sejalan dengan pendapat Lubis (2009) bahwa seseorang dengan gangguan tidur yang terus menerus sehingga tidak bisa istirahat cenderung lebih mudah mendapatkan serangan depresi. Pendapat penulis bahwa sesuai hasil penelitian dengan pola tidur yang kurang seseorang akan lebih mudah mengalami tingkat depresi. Semakin kurang seseorang memperoleh kesempatan tidur maka akan menyebabkan kegelisahan, ketegangan, gangguan pikiran, kurang istirahat dan akibatnya menjadi cemas dan berlanjut ke depresi.

E. Simpulan

Kesimpulan yang dapat diambil adalah terdapat hubungan antara faktor usia, faktor pendidikan, faktor jenis kelamin, faktor jangka waktu melaksanakan terapi hemodialisa, pola tidur dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Slamet Garut tahun 2012.

F. Referensi

Arikunto (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.

Brunner & Suddarth (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1 edisi 8. Jakarta : EGC.

Hand Out PERNEFRI (2008). Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik. Bandung

Hawari, D. 2009. Psikometri. Alat ukur (Skala) Kesehatan Jiwa. FKUI.

Hawari, D. Psikoterapi Doa. http://www.ishlah.com./index.php. Tanggal Akses 2 Februari 2012.

Instalasi Hemodialisis (2008). Prosedur Tetap Instalasi Hemodialisis. Garut : Badan Pengelola RSUD dr. Slamet Garut.

Kaplan and Harold (2002). Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Edisi ketujuh. Jakarta Barat : Binarupa Aksara.

Mansjoer, Arif. DKK (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius. FKUI

Notoatmodjo (2005). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Asdi Mahasatya.

Nursalam (2003). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : CV. Informatika

Riwidikdo (2007). Statistik Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press

Ruli (2008). Penatalaksanaan Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Pusat Informasi Ilmiah (PII), Fakultas Kedokteran Unpad / RS Dr. Hasan Sadikin.

Sukandar (2006). Gagal Ginjal Dan Panduan Terapi Dialisis. Bandung : Pusat Informasi Ilmiah (PII), Fakultas Kedokteran Unpad / RS Dr. Hasan Sadikin.

Suhardjono (2000). Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis. Simposium Nasional Keperawatan Ginjal dan Hipertensi. Jakarta : RSUPNCM.

Susalit, E (2008). Simposium Nasional Keperawatan Ginjal dan Hipertensi,Audotorium RSPAD Gatot Subroto, Jakarta : Farmacia.

Page 37: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

35

STUDI EPIDEMIOLOGI LINGKUNGAN RIWAYAT ALAMIAH PENYA KIT KUSTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BINONG KABUPATEN S UBANG

Budiman1

1STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi

ABSTRAK

Puskesmas Binong di Kabupaten Subang merupakan Puskesmas dengan jumlah penderita kusta terbanyak yaitu terdapat 17 penderita kusta dengan prevalence rate tertinggi yaitu 3,5 / 10.000 penduduk. Selain itu dalam tiga tahun ke belakang di Puskesmas Binong mengalami peningkatan dalam jumlah penderita kusta. Sehingga ada kemungkinan ada perbedaan faktor penyebab dan rantai penularan tiap pasien penderita kusta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui studi epidemiologi lingkungan riwayat alamiah penyakit kusta di wilayah kerja Puskesmas Binong Kabupaten Subang. Metode penelitian yang digunakan adalah case series studi dan deskriptif analitik. Sampel penelitian diambil dari 17 penderita kusta yang tercatat selama tahun 2010.Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi. Analisis data melalui dua tahapan, yaitu univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan bivariat untuk melihat hubungan arah hubungan dua variabel numerik. Hasil penelitian diperoleh mengenai status health folder riwayat alamiah penyakit kusta, case series penderita kusta meliputi: karakteristik pre-patogenesis(2 orang berumur<15 tahun, 15 orang berumur>15 tahun, 13 orang laki-laki, 4 orang perempuan, 1 orang belumsekolah,9 orang SD, 6 orang SMP, 1 orang SMA / SMK), karakteristik patogenesis (masa inkubasi minimum 2 tahun dan maksimum 10 tahun, suhu minimum 29,5 ºC dan maksimum 33 ºC, kelembaban minimum 61,9% dan maksimum 76,5%. Tidak ada hubungan umur dengan masa inkubasi (p-value = 0,812), tidak ada hubungan suhu dengan masa inkubasi (p-value = 0,596, tidak ada hubungan kelembaban dengan masa inkubasi (p-value = 0,304). Disarankan kepada Puskesmas dalam mengadakan penyuluhan kesehatan masyarakat memperhatikan siklus riwayat alamiah penyakit kusta. Kata kunci : Studi Epidemiologi Lingkungan, Riwayat Alamiah Penyakit, Kusta

A. Pendahuluan

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat komplek, penyakit tersebut disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis saja tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara - negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan yang memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat (Ditjen P2 & PL, 2007).

Diperkirakan jumlah penderita baru kusta di dunia pada tahun 2006 adalah sekitar

259.017 kasus dengan perincian regional Asia Tenggara 174.118 kasus diikuti regional Amerika 47.612 kasus regional Afrika 27.902 kasus dan sisanya berada di regional lainnya. Negara terbesar jumlah penderita baru kusta yaitu negara India (139.252 kasus), Brazil (44.436 kasus), dan Indonesia (17.682 kasus).Pada tahun 2009 di Indonesia dilaporkan terdapat kasus baru tipe Multi Basiler sebanyak 14.227 kasus dan tipe Pausi Basiler sebanyak 3.033 dengan Newly Case Detection Rate (NCDR) sebesar 7,49 per 100.000 penduduk. Penemuan kasus baru sejak tahun 2005 - 2009 menunjukkan kecenderungan penurunan. Pada tahun 2005 NCDR sebesar 8,99 per 100.000 penduduk, angka ini turun terus hingga 7,49 per 100.000 penduduk pada tahun 2009. Kecenderungan penurunan tersebut

Page 38: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

36

juga terjadi pada jumlah kasus baru kusta tipe PB dan MB (Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2010).Empat provinsi teratas kejadian Kusta yakni Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Di daerah - daerah itu ada lebih dari 1.000 kasus per tahun.

Di Provinsi Jawa Barat tahun 2008 terdapat 1.475 penderita kusta, terdiri dari tipe PB : 214 penderita dan tipe MB 1264 penderita, prevalence rate : 0,73 / 10.000, CDR : 3,79 / 10.000, proporsi cacat tingkat 2 : 16 % dan penderita anak 11,3 %. Dari 26 Kabupaten / Kota di provinsi Jawa Barat terdapat 27 % belum mencapai Eliminasi Kusta yaitu Kabupaten Bekasi, Kabupaten Subang, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Kuningan, Kota Cirebon, dan Kota Bekasi. Di Kabupaten Subang pada tahun 2010 terdapat 300 penderita kusta, terdiri dari tipe PB : 52 penderita dan tipe MB : 248 penderita, prevalence rate : 0,94 / 10.000, CDR : 10,3 / 10.000, proporsi cacat tingkat 2 : 19,7 % dan penderita anak 10,8 %. Yang menjadi masalah terhadap program kusta di Kabupaten Subang, yaitu : 65 % puskesmas belum mencapai prevalence rate< 1 / 10.000 penduduk, tingginya proporsi cacat tingkat 1 dan2 pada kasus baru, penegakan diagnosa dan penanganan kasus reaksi masih lambat, petugas puskesmas tidak semua melaksanakan secara rutin POD (prevention of disability) / pencegahan kecacatan di setiap bulannya, penemuan penderita melalui kontak survey masih sangat rendah (hanya 17,7 %)dari keseluruhan kasus baru yang ditemukan, masih tingginya sumber penularan kusta ditandai dengan tingginya proporsi MB pada kasus baru yang masih diatas 80 %, proporsi kasus anak masih diatas 5 % ( tahun 2007 = 9,4 % & tahun 2008 = 5,3%).

Timbulnya penyakit kusta merupakan suatu interaksi antara berbagai faktor penyebab, yaitu penjamu (host), kuman (agent), dan lingkungan (environment),

melalui suatu proses yang dikenal sebagai rantai penularan yang terdiri dari 6 komponen, yaitu penyebab, sumber penularan, cara keluar dari sumber penularan, cara penularan, cara masuk ke penjamu dan penjamu. Penyakit kusta sendiri sampai saat ini juga masih ditakuti oleh masyarakat, keluarga termasuk juga sebagian petugas kesehatan, disebabkan karena penyakit kusta dapat menular dan bila tidak ditangani secara tepat dapat menimbulkan kecacatan serta keadaan ini menjadi halangan bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi.

Maria Christiana (2009) hasil penelitian didapatkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian kusta, yaitu : jenis kelamin (p value = 0,02, OR = 2,984), riwayat kontak (p value = 0,033, OR = 2,144), pendidikan (p value = 0,001, OR = 7,405), status ekonomi (p value = 0,001, OR = 3,567), kepadatan hunian (p value = 0,021, OR = 3,045), personal hygiene (p value = 0,001, OR = 4,214). Dapat disimpulkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian Kusta yaitu : jenis kelamin, riwayat kontak, pendidikan, status ekonomi, kepadatan hunian, personal hygiene.

Puskesmas Binong merupakan Puskesmas dengan jumlah penderita kusta terbanyak di Kabupaten Subang yaitu terdapat 17 penderita kusta dengan prevalence rate tertinggi yaitu 3,5 / 10.000 penduduk. Periode tahun 2008-2010 di Puskesmas Binong mengalami peningkatan dalam jumlah penderita kusta. Pada tahun 2008 terdapat 12 penderita kusta, terdiri dari tipe PB : 1 penderita dan tipe MB 11 penderita dengan prevalence rate : 2,6 / 10.000, tahun 2009 mengalami penurunan penderita kusta yaitu sebanyak 4 penderita kusta, terdiri dari tipe PB : 2 penderita dan tipe MB 2 penderita dengan prevalence rate : 0,8 / 10.000, akan tetapi pada tahun 2010 terjadi peningkatan dengan jumlah penderita sebanyak 17 penderita kusta, terdiri dari tipe PB : 1 penderita dan tipe MB 16 penderita dengan prevalence rate : 3,5 / 10.000.

Page 39: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan

Riwayat alamiah penyakit merupakan interaksi antara faktor penyebab, yaitu host, agent dan lingkungan. Dengapenularan yang terdiri dari 6 komponen, yaitu penyebab, sumber penularan, cara keluar dari sumber penularan, cara penularan, cara masuk ke penjamu dan penjamu. Pemeriksaan riwayat alamiah penyakit terhadap pasien kusta di wilayah kerja Puskesmas Binong belum pernah dilakukan, karena kurangnya SDM dan terbatasnya informasi tentang penyakit dan riwayat alamiah penyakit kusta itu sendiri, sehingga ada kemungkinan ada perbedaan faktor penyebab dan rantai penularan tiap pasien penderita kusta. Tujuan peini adalah untuk mengetahui studi epidemiologi lingkungan riwayat alamiah penyakit kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Binong Kabupaten Subang.

B. Metode

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus dengan pendekatan case series study. Alasannya peneliti akan melakukan kegiatan studi kasus penyakit kusta secara mendalam merujuk pada tahapan riwayat alamiah penyakit yang akan dibentuk Status Health Folder

Distribusi Umur Penderita

0

20

40

60

80

100

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):00

Riwayat alamiah penyakit merupakan interaksi antara faktor penyebab, yaitu host, agent dan lingkungan. Dengan rantai penularan yang terdiri dari 6 komponen, yaitu penyebab, sumber penularan, cara keluar dari sumber penularan, cara penularan, cara masuk ke penjamu dan

Pemeriksaan riwayat alamiah penyakit terhadap pasien kusta di wilayah

inong belum pernah dilakukan, karena kurangnya SDM dan terbatasnya informasi tentang penyakit dan riwayat alamiah penyakit kusta itu sendiri, sehingga ada kemungkinan ada perbedaan faktor penyebab dan rantai penularan tiap

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui studi epidemiologi lingkungan riwayat alamiah penyakit kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Binong Kabupaten Subang.

Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan

Alasannya peneliti akan melakukan kegiatan studi kasus penyakit kusta secara mendalam merujuk pada tahapan riwayat alamiah penyakit yang

Status Health Folder (SHF)

khusus penyakit kusta. Selanjutnya peneliti menggunakan jenis penelitian analitik untuk melakukan analisis hubungan tahap prepatogenesis khusus variabel tertentu yang mencakup umur, suhu, dan kelembaban ruangan (Azwar, 1999).

Populasi merupakan seluruh subjek penelitian yang akan diteliti dakarakteristik yang ditentukan (Budiman, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita kusta yang berjumlah 17 orang di wilayah kerja Puskesmas Binong Kabupaten Subang. Penelitian ini merupakan total sampling dengan melibatkan selmenjadi responden studi. Teknik pengumpulan data melalui sumber data primer dengan wawancara terhadap 17 pasien penderita kusta dan melakukan pengukuran suhu serta kelembabanlingkungan rumah Analisis data menggunakan uji (Riyanto, 2011)

C. Hasil

Hasil analisis data yang dilakukan oleh peneliti, maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut:

Grafik 1. Umur Penderita Kusta Di Puskesmas Binong Tahun 2010

Kasus %

211.815

88.2

01-048

37

khusus penyakit kusta. Selanjutnya peneliti nis penelitian deskriptif

melakukan analisis hubungan tahap pre-patogenesis ke patogenesis khusus variabel – variabel tertentu yang mencakup umur, suhu, dan kelembaban ruangan (Azwar, 1999).

Populasi merupakan seluruh subjek penelitian yang akan diteliti dan memenuhi karakteristik yang ditentukan (Budiman, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita kusta yang berjumlah 17 orang di wilayah kerja Puskesmas Binong Kabupaten Subang. Penelitian ini merupakan total sampling dengan melibatkan seluruh populasi menjadi responden studi.

Teknik pengumpulan data melalui sumber data primer dengan wawancara terhadap 17 pasien penderita kusta dan melakukan pengukuran suhu serta kelembaban

penderita kusta. Analisis data menggunakan uji korelasi

Hasil analisis data yang dilakukan oleh peneliti, maka diperoleh hasil penelitian

Kusta Di Puskesmas Binong Tahun 2010

Page 40: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan

Distribusi Jenis Kelamin

Distribusi Pendidikan

Distribusi Pekerjaan

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0

10

20

30

40

50

60

BS

15.9

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Tidak bekerja

5

29.4

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):00

Grafik 2 Kelamin Penderita Kusta di Puskesmas Binong Tahun 2010

Grafik 3 Pendidikan Penderita Kusta Di Puskesmas Binong Tahun 2010

Grafik 4 Pekerjaan Penderita Kusta Di Puskesmas Binong Tahun 2010

Kasus %

13

76.5

4

23.5

SD SMP SMA PT

96

1 0

52.9

35.3

5.9

0

Tidak bekerja Pekerja kasar Pekerjaan

halus

Pekerjaan

campuran

7

0

5

29.4

41.2

0

29.4

01-048

38

Penderita Kusta di Puskesmas Binong Tahun 2010

Penderita Kusta Di Puskesmas Binong Tahun 2010

Binong Tahun 2010

0

Page 41: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

39

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Masa Inkubasi Penderita Kusta

di Puskesmas Binong Tahun 2010

Variabel N Mode Mean SD Masainkubasi 17 3 3.96 1.871

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Umur Penderita Kusta di Puskesmas Binong Tahun 2010

Variabel N Minimum Maksimum Mean SD Umur 17 5 59 44.40 16.449

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Suhu Penderita Kusta

Di Puskesmas Binong Tahun 2010

Variabel N Minimum Maksimum Mean SD Suhu 17 29.5 33.0 31.536 1.1220

Tabel 4

Distribusi Frekuensi Kelembaban Penderita Kusta di Puskesmas Binong Tahun 2010

Variabel N Minimum Maksimum Mean SD

Kelembaban 17 61.9 76.5 72.797 5.0284

Tabel 5

Hubungan Umur Penderita Dengan Masa Inkubasi Pada Penderita Kusta

Variabel R R² Persamaan garis P value

Umur 0,063 0,004 Masa inkubasi = 1,875+0,062

0,812

Tabel 6

Hubungan Suhu Dengan Masa Inkubasi Pada Penderita Kusta

Variabel R R² Persamaan garis P value

Suhu 0,139 0,019 Masa inkubasi = 2,000+0,500

0,596

Page 42: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

40

Tabel 7 Hubungan Kelembaban Dengan Masa Inkubasi

Pada Penderita Kusta

Variabel R R² Persamaan garis P value Kelembaban 0,265 0,070 Masa inkubasi

= 3,250-1,125 0,304

D. Pembahasan

Studi epidemiologi lingkungan yang mencakup status health folder riwayat alamiah penyakit kusta pada pre-patogenesis ternyata responden tertular melalui cara kontak langsung dengan penderita kusta pada rentan waktu yang cukup lama. Pada masa inkubasi rata – rata penderita adalah 4 tahun. Tidak semua orang dapat tertular penyakit kusta, hanya sebagian kecil saja (sekitar 5%) yang dapat tertular. Kondisi tubuh seseorang yang lemah akan dapat tertular dengan mudah penyakit kusta. Kuman kusta mempunyai masa inkubasi selama 2 – 5 tahun, akan tetapi dapat juga bertahun – tahun. Penularan terjadi apabila M. Lepra yang utuh (hidup) keluar dari tubuh penderita dan masuk kedalam tubuh orang lain. Tahap penyakit dini rata – rata responden mengalami gejala setelah 2 – 3 tahun kontak dengan penderita. Hampir seluruh responden mengalami gejala yang sama yaitu bercak merah pada kulit dengan mati rasa. Tetapi pada tahap ini penderita belum mengetahui kalau gejala yang dialaminya merupakan gejala penyakit kusta, sehingga penderita tidak langsung memeriksakan diri ke puskesmas. Dari 7 penderita bahwa tidak semua mengalami peningkatan gejala, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan daya tahan tubuh seseorang. Dari ke 17 penderita dapat bahwa secara keseluruhan tidak semua mengalami kesembuhan, hal ini disebabkan karena beberapa hal, diantaranya masih adanya penderita yang sedang menjalani pengobatan dan ada pula penderita yang tidak melakukan pengobatan secara tuntas. Saat ini banyak dikenal penyakit tertentu yang hanya menyerang golongan umur tertentu saja. Kejadian reaksi kusta jarang

terjadi pada bayi, namun apabila terdapat kasus kusta pada bayi mungkin ini terjadi karena respon imun yang diperoleh dari ibunya saat masih dalam kandungan. Pada usia produktif reaksi kusta lebih sering terjadi, hal ini dimungkinkan karena pada usia ini respon imun lebih aktif dan lebih sering terpapar faktor eksternal. Penelitian Brigitte Ranque, et.al (1997), menyimpulkan bahwa umur saat didiagnosis kusta lebih dari 15 tahun merupakan faktor risiko terjadinya reaksi kusta ( OR = 2,3; 95 % CI = 1,4 – 3,6). Kusta pada anak mempunyai prevalensi yang sama pada laki – laki atau perempuan, ini adalah fakta yang berbeda tajam dengan yang ditemukan pada orang dewasa dimana laki – laki secara signifikan melebihi perempuan dan proporsi nya adalah 1,5 atau 1,6 laki – laki untuk setiap perempuan. Jenis kelamin belum diketahui sebagai pencetus langsung terjadinya penyakit kusta. Pendidikan yang rendah menyebabkan pengetahuan seseorang akan kesehatan sangat kurang, yang berimbas pada perilaku sehari – harinya yang tidak sehat. Penderita kusta sebagian besar merupakan orang-orang dengan ekonomi rendah dan berpendidikan rendah. Sherman (1994) dalam Thomas (1999), kelompok anak dari keluarga miskin sangat rentan terkena penyakit menular. Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Pekerjaan dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu pekerjaan kasar, pekerjaan halus dan pekerjaan campuran. Pekerjaan dapat

Page 43: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

41

menjadi faktor seseorang tertular penyakit kusta, hal ini dikarenakan pekerjaan yang sampai menimbulkan kelelahan dalam bekerja menjadikan daya tahan tubuh seseorang menurun dan rentan akan tertular penyakit menular. Berdasarkan uji statistik antara umur penderita dengan masa inkubasi dapat diketahui bahwa diperoleh nilai p-value = 0,812. Karena nilai p>0,05 maka Ho diterima sehingga dapat diinterpretasikan bahwa tidak ada hubungan antara umur penderita kusta dengan masa inkubasi penyakit kusta. Pada penelitian ini banyak penderita yang berumur > 15 tahun, sedangkan penyakit kusta lebih cepat berkembang pada populasi anak karena kondisi umur yang masih rentan. Meskipun tidak ada hubungan antara umur dengan masa inkubasi, secara teori umur juga mempengaruhi daya imunitas tubuh dalam melakukan progresifitas penyakit. Selain itu juga penyakit kusta dapat terjadi pada umur yang produktif. Seseorang yang mempunyai pekerjaan yang berat dengan gaya hidup yang tidak sehat dapat menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh orang tersebut, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan bakteri penyebab penyakit kusta. Jadi semakin muda dan semakin produktif umur seseorang maka akan semakin cepat masa inkubasi penyakit kusta (Scollard, 1994). Berdasarkan hasil uji statistik antara suhu rumah penderita kusta dengan masa inkubasi penyakit kusta, diperoleh nilai p-value = 0,596. Karena nilai p>0,05 maka Ho diterima sehingga dapat diinterpretasikan bahwa tidak ada hubungan antara suhu rumah penderita kusta dengan masa inkubasi penyakit kusta. Meskipun secara statistik tidak ada hubungan antara suhu dengan masa inkubasi penyakit kusta, namun secara teori suhu mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Perkembangbiakan mikroorganisme dipengaruhi oleh suhu lingkungan tempat mikroorganisme itu hidup, kuman kusta (Micobactetium leprae) dapat hidup di daerah tropis atau

bahkan pada suhu diatas 30 ºC. Mycobacterium leprae tumbuh dengan baik pada suhu 27 °C – 30 °C, suhu dan kelembaban mempengaruhi pertumbuhan leprosy bacilli di luar tubuh. Basil lepra dapat bertahan hidup lebih panjang pada suhu 26,9 °C – 29,4 °C dan kelembaban 70 – 90 %. Pada penelitian di Afrika ditemukan bahwa prevalensi kusta di daerah dengan suhu 15,6 °C – 21,1 °C lebih rendah dibanding di daerah dengan temperatur 23,9 °C – 29,4 °C. Temperatur yang lebih rendah dan bertambahnya ketinggiannya suatu wilayah juga mempengaruhi kasus kusta. Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa terjadi penurunan kasus kusta 9 kasus per 1000 populasi pada setiap pertambahan ketinggian 305 m di suatu wilayah. Berdasarkan hasil uji statistik antara kelembaban rumah penderita kusta dengan masa inkubasi penyakit kusta, diperoleh nilai p-value = 0,304. Karena nilai p>0,05 maka Ho diterima sehingga dapat diinterpretasikan bahwa tidak ada hubungan antara kelembaban rumah penderita kusta dengan masa inkubasi penyakit kusta. Meskipun secara statistik tidak ada hubungan, namun secara teori kelembaban mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Bakteri merupakan makhluk yang suka pada tempat basah, bahkan bakteri dapat hidup di dalam air. Hal ini berarti bahwa bakteri lebih suka pada keadaan lingkungan yang lembab, akan tetapi bukan hanya kelembaban saja yang dapat mempengaruhi jumlah bakteri. Basil leprae dapat bertahan hidup lebih panjang pada kelembaban 70-90%. Mycobacterium leprae adalah soil bacteri yang ada pada tanah yang basah dan temperatur kamar dapat bertahan selama 46 hari. Berdasarkan hasil penelitian (Tjokronegoro, 2006) pertumbuhan Mycobacterium leprae sesuai dengan kondisi iklim di Kabupaten Gresik termasuk iklim tropis dengan suhu rata – rata berkisar 28,51 °C pada tahun 2004 dan 28,63 °C pada tahun 2005, kelembaban udara rata – rata 74,2% pada tahun 2004 dan 74,8% pada tahun 2005.

Page 44: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

42

Secara statistik, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis lantai dari tanah dengan kasus kusta di Kabupaten Gresik.

E. SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan

a. Status Health Folder Riwayat Alamiah Penyakit Kusta mengalami masa pre-patogenesis berbeda tetapi denganmasa inkubasi rata-rata 4 tahun dan masa penyakit akhir mengalami kecacatan dengan proses pengobatan.

b. Tidak ada hubungan antara umur penderita dengan masa inkubasi dapat diketahui bahwa diperoleh nilai p-value = 0,812.

c. Tidak ada hubungan antara suhu rumah penderita kusta dengan masa inkubasi penyakit kusta, diperoleh nilai p-value = 0,596

d. Tidak ada hubungan antara kelembaban rumah penderita kusta dengan masa inkubasi penyakit kusta, diperolehnilai p-value = 0,304.

2. Saran

a. Perlu dilakukan studi epidemiologi

riwayat alamiah penyakit terhadap penderita kusta di wilayah kerja Puskesmas Binong Kabupaten Subang

b. Perlu adanya penyuluhan tentang penyakit kusta / cara penularan penyakit kusta

c. Pengobatan perlu dilakukan secara tuntas

F. Referensi

Azwar, Azrul. (1999).Pengantar Epidemiologi. Jakarta : Bina Rapa Aksara.

Budiman. (2010). Buku Ajar Penelitian Kesehatan, Jilid Ke-1. Cimahi : Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani.

Christiana, Maria. (2009). Analisis Faktor Resiko Kejadian Kusta (Studi Kasus Di Rumah Sakit Kusta Donorojo Jepara). Semarang : Unuversitas Negeri Semarang.

Departemen Kesehatan RI. (2007). Buku

Panduan Pelaksanaan Program P2 Kusta Bagi Petugas Unit Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Departemen Kesehatan RI. (2007). Buku Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Departemen Kesehatan RI. (1998). Buku Pegangan Kader Dalam Pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman.

Ranque B, Thuc V.N, Thai H.V, Huong T.N, Ba N.N, Khoa X.P, Schurr E. (2004). Age is an Important Risk Faktor for Onset and sequele of Reversal Reactionsin Vietnamese Patients with Leprosy, ; 33-9.

Riyanto, Agus. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Bantul : Nuha Medika.

Schollard D.M, Smith T, Bhoopat L, Theetranont C, Rangdaeng S, MorensD.M. (1994) Epidemiologic Characteristics of leprosy Reactions, InternationalJournal of Leprosy, 1994, vol.64, number 2, 559-65.

Tjokronegoro, Arjatmo. (2003). Kusta. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Page 45: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

43

PEDOMAN PENULISAN MANUSKRIP JURNAL

Jurnal Kesehatan Priangan adalah terbitan berkala nasional terakreditasi yang memuat artikel ilmiah kesehatan masyarakat di bidang keperawatan, farmasi, kedokteran, kebidanan, epidemiologi, biostatistika, kependudukan, administrasi dan kebijakan kesehatan, kesehatan dan keselamatan kerja, kesehatan lingkungan, promosi kesehatan dan ilmu perilaku, gizi kesehatan masyarakat, dan kesehatan reproduksi. Jurnal Kesehatan Priangan menerbitkan artikel penelitian (research article), artikel telaah (review article), artikel konsep atau kebijakan, laporan kasus (case report), dan surat pembaca dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Semua artikel penelitian yang diterbitkan ditelaah oleh redaksi Jurnal. Redaksi hanya menerima manuskrip eksklusif untuk diterbitkan di Jurnal Kesehatan Priangan , belum pernah dipublikasikan, dan tidak sedang diajukan untuk diterbitkan di jurnal lain (dibuktikan dengan pernyataan penulis dalam surat pengantar). Hanya jurnal yang ditulis menurut Format Penulisan Jurnal yang diproses untuk ditelaah oleh redaksi secara anonim dan disunting editor. Redaksi hanya mengatur (typesetting) teks manuskrip (mulai dari huruf pertama teks sampai dengan huruf terakhir daftar pustaka) menjadi artikel versi tampilan jurnal. Data lainnya, seperti data publikasi , abstrak, dan kata-kata kunci diambil dari informasi yang diisikan penulis dari halaman judul dan abstrak manuskrip yang diserahkan secara manual. Kebenaran dan kemutakhiran data yang diisikan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Cara Mengirimkan Manuskrip

Manuskrip dapat dikirimkan secara manual dan elektronik. Pengiriman manual dilakukan dengan mengunggah berkas elektronik (file) berisi data publikasi dan teks ke [email protected] disertai dengan surat pengantar, atau dengan mengirimkan dokumen yang terdiri surat pengantar, dua kopi manuskrip cetak dan satu CD berisi berkas manuskrip ke:

Pemimpin Redaksi

Jurnal Kesehatan Priangan

Akademi Kebidanan Cianjur

Jln. Pangeran Hidayatullah No. 105 Kabupaten Cianjur

Telp/fax: (0263) 271283, e-mail: [email protected]

Format Penulisan Manuskrip

Seluruh teks manuskrip (data publikasi dan teks, termasuk tabel dan rumus atau persamaan matematika) ditulis dalam format Microsoft Word. Persamaan atau rumus matematika dibuat dalam format Microsoft Equation. Gambar dan tabel dibuat dalam berkas terpisah dengan teks. Manuskrip diketik dengan ukuran kertas A4, batas kiri-kanan dan atas-bawah masing-masing 3,17 cm dan 2,54 cm, Times New Romans berukuran 12 (teks) dan 10 (abstrak, tabel, daftar pustaka), spasi ganda, rata kiri (left justified) untuk data publikasi dan rata kiri-kanan (justified) untuk teks dan abstrak. Gunakan pemenggalan suku kata

Page 46: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

44

(hyphenation) sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia atau Inggris untuk mengurangi river of white dalam teks. Seluruh teks manuskrip tidak boleh lebih dari 20 halaman.

Manuskrip dibuat dengan susunan berkas (file) sebagai berikut:

1. Halaman judul (title page) Terdiri dari : a. Judul Lengkap b. Nama Penulis, afiliasi dan alamat korespondensi

2. Abstrak (abstract) dan kata-kata kunci (keywords)

Abstrak dalam bahasa Indonesia, tidak lebih dari 150 kata. Abstrak mencakup permasalahan, metode, dan temuan serta kesimpulan.

3. Teks, terdiri dari: a. Pendahuluan (Introduction) b. Metode (Methods) c. Hasil (Discussion) d. Pembahasan (Discussion) e. Simpulan (Conclussion) f. Saran (Recommendation)

4. Pernyataan Terima Kasih (Acknowledgement)

Penulis dapat menuliskan ucapan terima kasih kepada individu, lembaga pemberi dana penelitian dan sebagainya.

5. Daftar Pustaka (Reference) Kepustakaan yang dicantumkan dalam daftar pustaka hanya kepustakaan yang dikutip atau dijadikan rujukan dan ditulis dalam teks. Penulisan rujukan dalam badan karangan dilakukan sebagai berikut :

a. apabila terdiri dari satu orang penulis, ditulis sebagai berikut : McNeely (1995) atau (McNeely, 1995)

b. Apabila terdiri dari dua orang penulis, ditulis sebagai berikut : McNeely & McCurdy (1995) atau (McNeely & McCurdy, 1995)

c. Apabila terdiri dari tiga orang penulis atau lebih sebagai berikut : McNeely et al. (1995) atau (McNeely et al.,1995). Kata/istilah et al., hanya digunakan untuk referensi berbahasa asing, adapun referensi berbahasa Indonesia digunakan istilah dkk., misalnya Suparman, dkk.(1995).

Penulisan daftar pustaka dilakukan sebagai berikut :

a. Cara Penulisan Sumber dari Buku

Sumber informasi dari buku dituliskan di dalam daftar pustaka meliputi nama akhir penulis, tahun penerbitan, Judul buku ditulis miring/italic, edisi (jika ada), tempat penerbit, dan penerbitan.

Page 47: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

45

Contoh: - Strahler, A.N. (1957). Physical Geography. New York : Willey - Nay, R., & Garratt, S. (2009). Nursing older people: Issues and innovations.

Sydney: Maclennan & Petty, Pty, Ltd. - Van Noordwijk, M., van Roodee, M., McCallie, E. L., & Lusiana, B. (1998).

Implication for models, experiments and the real world. New York : CAB International.

b. Cara Penulisan Sumber Bagian Bab dari Buku

Sumber informasi bagian bab atau chapter dari suatu buku, dituliskan di dalam daftar pustaka meliputi nama akhir penulis, tahun, judul chapter, diikuti dengan nama penulis atau editor buku yakni singkatan nama awal dan tengah dan diikuti nama akhir, judul buku ditulis miring/italic, halaman dalam kurung, tempat penerbit dan penerbitan. Contoh: Bjork, R.A. (2008). Retrival inhibition as an adaptive mechanism in

human memory, dalam Roediger, H.L., & Craik, F.LM. (Eds), Varieties of memory & consciousness (hlm. 309-330). Hillsdale, NJ: Erlbaum.

c. Cara Penulisan Artikel dari Jurnal

Sumber informasi dari jurnal dituliskan di dalam daftar pustaka meliputi nama akhir penulis, tahun, Judul artikel, judul jurnal ditulis miring/italic, volume penerbitan dan nomor penerbitan yang ditulis di dalam tanda kurung, nomor halaman yang dikutip.

Contoh: Fagard, R.H. (2003). Epidemiology of hypertension in elderly. American Journal of Geriatric Cardiology, 11(1), 23-28

d. Cara Penulisan Artikel dari Sumber Internet

Sumber informasi dari elektronik dituliskan dengan menuliskan penulis, tahun ditulis, judul tulisan, tempat lokasi penerbitan, nama jurnal, alamat website.

Contoh: Knox McCulloch, A., Meinzen-Dick, R., & Hazell, P. (1998). Property rights, collective action and technologies for natural resource management : A conceptual framwork. CAPRi working Paper No. 1. Washington DC, USA : International Food Policy Research Institute. http://www.capri.cgiar.org/pdf/capriwp01.pdf.

e. Cara Penulisan Artikel dari Jurnal

Sumber informasi yang dikutip dari jurnal, cara penulisan daftar pustaka diawali dengan nama akhir penulis, tahun, nama artikel, nama di mana monograf dipublikasikan ditulis miring/italic, volume, nomor (jika ada), dan halaman.

Page 48: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

46

Contoh: Tornich, T.P., Fagi, A.M., de Foresta, H., Michon, G., Murdiyarso, D., Stolle, F., & van Noordwijk, M. (1998). Indonesian’s fires : Somoke as a problem, smoke as symptom. Agroforesty Today, 10 (1), 4-7.

f. Cara Penulisan Sumber dari Lembaga

Urutan penulisan kepustakaan sebagai berikut: nama lembaga, tahun penerbitan, judul penerbitan, data publikasi (volume, edisi), tempat penerbitan, dan badan penerbitan.

Contoh : Ditjen Yankes Depkes RI, (2008), Klasisfikasi dan Regionalisasi Rumah Sakit, Edisi ke-2, Jakarta: PT. Yankes.

g. Cara Penulisan Sumber dari disertasi/tesis

Urutan kepustakaan sebagai berikut: nama penulis, tahun penulisan, judul buku (dicetak miring), kata ”Karya Tulis Ilmiah” (dicetak miring), tempat penerbitan, Universitas atau Institut.

Contoh : Santoso W., (2008), Pengaruh Imbalan Terhadap Semangat Kerja dan Penampilan Kerja Dokter Puskesmas di Kabupaten Situbondo dan Jember, Tesis, Surabaya, Universitas Airlangga.

6. Gambar (figure) Gambar (figure) dibuat dalam format jpeg dengan resolusi 300 dpi atau lebih tinggi. Pada teks diberi keterangan nomor gambar yang sesuai dengan gambar dalam teks.

7. Tabel (table)

Tabel dibuat dengan format dan typeface (jenis huruf) yang sama dengan teks

Semua halaman manuskrip diberi nomor dengan angka Arab, mulai dari halaman judul sebagai halaman 1, abstrak dan kata kunci sebagai halaman 2, dan seterusnya. Header dikosongkan dan footer hanya diisi nomor halaman.

Page 49: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

47

JUDUL MANUSKRIP JURNAL :

HUBUNGAN TINGKAT EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN G IZI BURUK DI DESA XXXX KABUPATEN XXXX TAHUN 2013

Oleh : Novi Widiastuti, SST.,M.Kes*

Ranti Lestari, SST**

*) Akademi Kebidanan Cianjur, Kabupaten Cianjur

e-mail : [email protected]

**) Akademi Kebidanan Cianjur, Kabupaten Cianjur

e-mail : [email protected]

Halaman Abstrak

ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN G IZI BURUK DI DESA XXXX KABUPATEN XXXX TAHUN 2013

XXXXXXXX

Kata Kunci :

Page 50: jurnaledisi1.pdf

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048

48

Halaman Text

A. Pendahuluan B. Metode Penelitian C. Hasil Penelitian

1. XXXXX a. XXXXXX

1) XXXXX 2) XXXXX

b. XXXXXX 2. XXXXX

D. Pembahasan 1. XXXXX 2. XXXXXX

E. Simpulan F. Saran

Halaman Tabel

Tabel 1 Tingkat Penghasilan Responden

No Kategori Jumlah Persen (%) 1 Tinggi 2 Menengah 3 Rendah TOTAL