jurusan bimbingan dan penyuluhan islam fakultas...
TRANSCRIPT
PERAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MENINGKATKAN
KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI (SELF ADJUSTMENT ) BAGI
MUALLAF DI YAYASAN AN-NABA CENTER
SAWAH BARU CIPUTAT
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun oleh:
Niko Afriyandi
NIM: 1113052000009
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
2018 M/ 1439 H
i
ABSTRAK
Niko Afriyandi (NIM : 1113052000009) “Peran Pembimbing Agama dalam
Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Bagi Muallaf di Pondok
Pesanren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center Sawah Baru” Di
bawah bimbingan Suparto, M.Ed, Ph.D (NIP : 197103301998031004)
Peran pembimbing agama ialah orang yang dipandang serta mengerti
dalam meyakini tentang ajaran agama yang baik dalam mengkhayat,
mengamalkan dan juga mempunyai sikap bijaksana serta tak sungkan membantu
orang lain dalam kesulitan. Muallaf adalah seseorang yang imannya masih lemah
dan perlu diberikan bimbingan untuk memperdalam keyakinan mereka dan dapat
menyesuaikan diri terhadap nilai-nilai keislaman
Untuk mengkaji penelitian ini teori-teori yang digunakan dalam penelitian
adalah teori Bimbingan dan teori penyesuaian diri. Bimbingan yang di berikan
terfokus dalam bagaimana untuk meningkatkan kemampuan penyesuan diri
muallaf di pondok pesantren pembinasn muallaf yayasan an-naba center sawah
baru ciputat.
Sedangkan metodologi yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini
adalah kualitatif yaitu melakukan wawancara langsung. Teknik pengumpulan data
dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis
data dalam penelitian dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari
berbagai sumber kemudian direduksi, dirangkum, dipilih-pilih hal yang pokok dan
disimpulkan dengan metode analisis data.
Hasil temuan analisis yang penulis temukan bahwa peran pembimbing
agama dalam meningkatkat kemampuanya penyesuaian diri muallaf di Pondok
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-naba Center Sawah Baru Ciputat
adalah banyak memberikan upaya dan usaha yang menunjukan keberhasilan para
pembimbing adalah dengan memberikanakan bimbingan tentang agama (Aqidah),
dan memberikan bimbingan tentang ibadan dan cara membaca Al-Qur’an
sehingga para muallaf dapat menjadi Islam yang kaffah.
Kata Kunci : Bimbingan Agama, Penyesuaian diri, Muallaf.
ii
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الّر حمن الّر حيم
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala,
atas berkat rahmat serta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan judul “Peran Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan
Kemampuan Penyesuaian Diri ( Self Adjusment )Bagi Muallaf di Yayasan
Annaba Center Sawah Baru”.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat
memperoleh gelar sarjana Sosial bagi mahasiswa program S1 pada program studi
Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga
pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa
hormat mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan moril maupun materil secara langsung maupun
tidak langsung kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai,
terutama kepada yang saya hormati:
1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Suparto, M.Ed. Ph.D. Selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan
selaku Dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan waktu, tenaga dan
fikiran untuk memberikan masukan dan arahan dalam penyusunan skripsi, Drs.
iii
iii
Roudhonah, M.A. selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi dan Suhaimi, M.Si
selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam.
3. Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam.
4. Seluruh Dosen dan staff dilingkungan Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
5. Seluruh staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku literatur sebagai
referensi dalam penyusunan skripsi.
6. Terima kasih untuk staf Yayasan An-Naba Center Yang telah mengizinkan
melakukan penelitian dan telah membantu kelancaran proses penelitian ini di
lapangan.
7. Teristimewa kepada Orang Tua penulis yang selalu mendo’akan, memberikan
motivasi dan pengorbanannya dari segi moril dan materi kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Terima kasih kepada seluruh sahaba-sahabat penulis penulis yang berada di
johar baru, M.Rozak, Fikri Ryan Dwi Putra, Maulana Rio, Dini Rahma Wati,
Bunga Novianti, Ikna Ayatun Nadhira, Ifni Rahma yanti, Rohmat, Rival Oskar,
atas doa dan dukungannya dan partisipasinya.
9. Buat sahabat–sahabat penulis Hajrul Aswad Harahap, Taufik, Sondi Silalahi,
Mujahidin, Almuzani, Ali Munandar Khairul Muslim Hary Handiman, terima
kasih atas dukungan dan doanya.
iv
iv
10. Seluruh keluarga besar BPI terima kasih untuk dukungannya dan doanya
kepada penulis semoga persaudaraan yang kita jalani selama ini terus terjaga
dengan baik.
11. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu tanpa
mengurangi rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih\
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada
semua pihak yang tekah memberikan segala bantuan dan dukungannya kepada
penulis
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dan penulis berharap kritik dan saran yang konstruktif sangat
penulis butuhkan agar skripsi ini dapat bermanfaat.
Ciputat, Oktober 2017
Niko Afriyandi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ v
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah......................................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ............................................................................. 6
1. Batasan Masalah .............................................................................. 7
2. Rumusan Masalah ............................................................................. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.............................................................. 7
D. Metodologi Penelitian ........................................................................... 8
1. Metode Penelitian ........................................................................... 8
2. Jenis Penelitian ................................................................................ 9
3. Lokasi Penelitian data .................................................................. 9
4. Subjek dan objek Penelitian ......................................................... 9
5. Teknik Pengambilan Data............................................................... 10
6. Sumber Data ................................................................................... 12
7. Teknik Anilisa Data....................................................................... 13
E. Tinjauan Kepustakaan ....................................................................... . 14
F. Sistematika Penulisan......................................................................... 17
BAB II : KAJIAN TEORI
A. Peran Pembimbing Agama............................................................... 19
1. Pengetian Peran .......................................................................... 19
2. Unsur-Unsur Peran ..................................................................... 21
3. Pengertian Pembimbing Agama .................................................. 21
4. Syarat Pembimbing Agama ......................................................... 23
5. Tugas Pembimbing Agama ........................................................... 24
6. Metode Bimbingan Agama .......................................................... 24
B. Penyesuaian Diri ( Self Adjustment ) ............................................... 27
1. Pengertian Penyesuain Diri .......................................................... 27
2. Bentuk-Bentuk Penyesuaian Diri................................................. 28
3. Unsur-Unsur Penyesuaian Diri .................................................... 30
4. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri ..................................................... 33
5. Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri............................. 36
6. Penyesuaian Diri dan Kesehatan Mental ....................................... 38
C. Muallaf............................................................................................... 39
1. Pengertian Muallaf ....................................................................... 39
2. Konversi Agama .......................................................................... 42
3. Proses Konversi Agama .............................................................. 46
4. Faktor-Faktor Terjadinya Konversi Agama ................................. 49
BAB III : GAMBARAN UMUM LEMBAGA
A. Sejarah Singkat Lembaga .................................................................... 54
B. Visi dan Misi ....................................................................................... 56
C. Tujuan ................................................................................................. 57
D. Program Pembinaan Muallaf ................................................................ 58
E. Struktur Organisasi .............................................................................. 61
F. Sarana dan Prasarana .......................................................................... 63
BAB IV : TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA
A. Temuan Penelitian ................................................................................ 65
1. Deskripsi Informan Pembimbing ................................................... 65
2. Deskrisi Informan Terbimbing ...................................................... 67
B. Upaya Peran Pembimbing Agama dalam Pembinaan Keagamaan kepada
Muallaf di Pondok Pesantren Pembinaan Mualaf Yayasan An-Naba Center
Sawah Baru Ciputat................................................................................ 70
C. Peran Pembimbing Agama Islam dalam Meningkatkan Penyesuaian Diri
Muallaf di Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center
Sawah Baru Ciputat .......................................................................... 81
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 85
B. Saran .................................................................................................. 86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama merupakan pedoman hidup manusia (way of life ), agama
dengan demikian menjadi petunjuk dalam kehidupan manusia. Agama juga
berati kehidupan seseorang tentang ketuhanan disertai keimanan dan
kepribadian dengan tujuan untuk mencpai kebahagian akhirat.1
Secara kodrati manusia membutuhkan agama dalam kehidupannya,
karena agama berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma
tertentu menjadi kerangka acuan dalam sikap dan bertingkah laku agar sejalan
dengan keyakinan yang dianutnya.2 Dalam Islam manusia menurut fitrahnya
adalah beragama tauhid sebagai mana tertulis dalam al-Qur’an :
“ Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui”3
Ini berati manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama, Allah
menciptakan demikian, karena agama merupakan kebutuhan hidupnya.
Memang manusia dapat menangguhkan sekian lama boleh sampai dengan
1 Samsul Munir Amin ,Bimbingan dan konseling islam ,jakarta, cet 1, 2010 penerbit,
amzah: hal : 98 2 Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2005 ), h.273.
3 Al-Qur’an dan terjemah ( jakarta : Oasis Terrace Recident, 2010), h. 407.
2
menjelang kematian, tetapi pada akhirnya sebelum ruh meninggalkan jasad, ia
akan merasakan kebutuhan itu. 4
Kedudukan muallaf sendiri dalam Islam diartikan sebagai orang yang
hatinya di izinakan cenderung kepada Islam dan orang yang belum memahami
ajaran Islam. Oleh karena itu posisi muallaf sendiri masih membutuhkan
pembinaan, bimbingan, dan pengetahuan seputar Islam, sebagaimana yang
tertera dalam al-Quran surat al-Taubah/9: 60 sebagai berikut:
“ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.”5
Di dalam ayat tersebut penulis menekankan bahwa pentingnya peran
pembimbin agama bagi muallaf karena imannya masih lemah dan belum
mampu menyesuakan diri dengan ajaran agama Islam dan berbaur dengan
masyarakat sekitar , dalam hal ini umat muslim bukan hanya memberikan
semata-mata zakat saja, tapi diharapkan memberi bantuan baik segi materi,
kasih sayang, dan materi-materi keislaman. Sehingga mampu berdiri sendiri,
karena biasanya seseorang yang memutuskan untuk pindah agama akan
4 M. Quraisy Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Bandung : Mizan , 1996) cet 3. H. 376.
5 Dapertemen Agama RI. Al-Aliyy : Al-Qur’an dan Terjemahnya. ( Bandung : CV
Penerbit Diponogoro, 2005 ), Cet ke-10 h. 156.
3
mendapatkan pengucilan baik dari keluarganya maupun lingkungannya, maka
dari itu seorang pembimbing agama di dalam Yayasan Annba Center harus
mampu membimbing dan mendampingi sampai seorang muallaf tesebut
sampai dalam keadaan tetap iman, Islamnya, begitu pula dari segi materi
mampu mengidupi kehidupannya.
Pada hakikatnya seorang muallaf membutuhkan perhatian dari kalangan
masyarakat maupun pembimbing agama agar dapat memperoleh pengetahuan
tentang agama Islam, maka para muallaf haruslah mendapatkan perhatian yang
khusus yakni dengan proses bimbingan dan penyuluhan kepada seorang
muallaf.
Seorang pembimbing agama harus menjadi teladan yang baik bagi para
muallaf. Apa bila seorang pembimbing sendiri tidak mengerti tentang ajaran-
agama Islam, maka tidak akan ada muallaf yang mau diberikan bimbingan
dengannya, melainkan akan menjatuhkan wibawanya sendiri sebagai seorang
pembimbing agama.
Rasulullah S.A.W melalui sunahnya menganjurkan agar pembentukan
dilakukan melalui keteladanan. Hal ini didasarkan pada realita bahwa bahasa
tubuh lebih efektif dan berdampak lebih besar dibandingkan dengan bahasa
lisan.
Seorang pembimbing agama yang baik hendaknya mencontoh
keperibadian Nabi Muahammad SAW di semua aspek kehidupnnya. Karena
nabi sebagai uswahtun hasanah, qudwah shalihah, dan figur yang sempurna
bagi semua umat manusia di sepanjang masa.
4
Di antara fenomena yang paling tampak untuk dicontoh dar Nabi
Muahammad SAW adalah bagaimana beliau menyatukan agama dan dunia,
ibadah dan kehidupan, mensucikan diri, dan jihad. Semua itu beliau lakukan
tanpa menimbulkan ketimpangan dalam segi apapun.6
Adapun tujuan pokok dari bimbingan agama adalah untuk memberikan
bantuan bagi para muallaf agar mampu memecahkan kesulitan yang dialami
dengan kemampuan sendiri yang dilandasi atas dorongan keinginan muallaf
untuk mendalami ajaran agama Islam. Jadi, bimbingan agama dalam penelitian
ini bertujuan untuk membimbing para muallaf agar mampu menyesuaikan diri
dengan ajaran agama Islam dan menyesuikan diri di lingkungan sekitarnya.
Itulah yang menjadi daya tarik peneliti untuk mengakaji para
pembimbing agama dalam membina muallaf agar dapat menyesuaiakan diri
dengan ajaran agama Islam dan mampu beradaptasi di lingkungan masyarakat
dan menjadi pembelajaran bagai peneliti untuk mengkaji tentang Islam itu
sendiri, ketika seorang yang sudah menjadi muslim sejak lahir pasti lebih
mudah mempelajari dan mengenalkan agama Islam itu sendiri akan tetapi jika
seorang yang baru masuk agama Islam atau muallaf pasti mereka berjuang
keras untuk bisa memperdalam ilmu agama Islam dan tidak dipungkiri lagi
ketika tekanan-tekanan yang terus berdatangan dari keluarga karena salah tidak
rela anaknya atau saudaranya melakukan pinda agama atau dinamakan
konversi agama.
Dengan keberadaan pondok pesantren pembinaan muallaf, yayasan
Annaba Center yang terletak di jalan Cendrwasih IV No.1 RT.02 / RW.03,
6 Abdullah Nasihih Ulwan, Tarbiyah Ruhiah, ( Jakarta : Robanni Press, Maret 2006 M ),
Cet. XV,h.68-69.
5
kelurahan sawah baru, kecamatan ciputat kota Tangsel, yang didirikan oleh
Ustadz Syamsul Arifin Nababan yang awalnya melihat kondisi muallaf yang
terlantar dan tidur di kolong-kolong masjid dan beliau berharap tempat tersebut
menjadi wadah untuk para muallaf menjalankan keislamannya, tak ada lagi
rasa terbuang dan tentunya tak lagi kembali ke agama yang dulu di anutnya
(murtad) karena mereka memilih masuk Islam dengan hidayahnya Allah. SWT.
Pondok pesantren pembinaan muallaf juga memiliki tujuan apabila
muallaf sudah mendapatkan pembinaan maka muallaf akan berdakwah
kedaerahnya masing-masing maka dari itu muallaf yang dapat menyesuaikan
diri dengan pembinaan tersebut akan mendapatkan hasil yang maksimal seperti
banyak ilmu pengetahuan tentang Islam dan di ajarkan metode berdakwah di
kalangan masyarakat.
Berbagai usia yang ada di dalam pondok pesantren tersebut tetapi di
pondok pesantren tersebut mengkatagorikan semuanya dari usia sudah berapa
lama muallaf mengikuti pembinaan yang menjadi fokus penelitian yakni
ketika muallaf sudah berusia lanjut yang harus dapat menyesuaiakan diri
dengan lingkungan Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan Annaba
Center Sawah Baru.
Katagori muallaf dalam penelitian ini adalah muallaf belum lama
memeluk Islam dan imannya masih lemah secara ekonomi dan ilmu
pengetahuan agama dan yang belum bisa menyesuiakan diri dengan
lingkungan Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center.
6
Berdasarkan fenomena dan kejadian yang penulis paparkan di atas,
penulis akan membahas lebih lanjut dan akan menuangknn dengan penelitian
yang berjudul :
“ Peran Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Kemampuan
Penyesuaian Diri ( Self Adjustment ) Bagi Muallaf di Yayasan An-naba
Center Sawah Baru Ciputat”
B. Pembatasan dan Rumusan
1. Batasan Masalah
Adapun yang menjadi pembatasan masalah skripsi ini lebih terarah
maka peneliti membatasi penelitian skripsi ini hanya memfokuskan pada peran
pembimbing agama dalam mengembangkan kemampuan penyesuaian diri pada
muallaf yang berusia lanjut terhadap kegiatan keagamaan di podok pesantren
pembinaan muallaf yayasan annaba center sawah baru :
a. Peran Pembimbing Agama dalam penelitian ini adalah pembimbing
agama yang dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian diri muallaf
agar menjadi pendakwah di lingkungan masyarakatnya.
b. Penyesuaian diri adalah kemampuan menyesuaiakan diri individu pada
perubahan lingkungannya, mencakup lingkungan alamiah, sosial dan
budaya dam manusia itu sendiri. Sehingga individu mampu
mengimbanggi perubahan yang ada dan tidak mengalami maladjustment
yang kemudian individu tersebut mudah menyerah, mengalami konflik
dan frustasi, dan sulit menggali potensi yang ada.
c. Fokus penelitian ini pada peran pembimbing agama dalam meningkatkan
kemampuan penyesuaian diri muallaf pada kegiatan keagamaan
7
mendapatkan pembinaan di Pondok Pesantren Muallah Yayasan An-naba
Center
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah
di uraikan, maka peneliti Merumuskan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana peran pembimbing agama dalam meningkatkan kemampuan
penyesuaian diri Muallaf di Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan Annaba Center Sawah Baru ?
b. Bagaimana proses penyesuaian diri yang dilakukan para muallaf di
Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan Annaba Center Sawah
Baru ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Peran Pembimbing agama
seperti apa yang dilakukan pada Muallaf di Pondok Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan Annaba Center Sawah Baru.
a. Untuk mengetahui peran pembimbing agama dalam membentuk proses
penyesuaian diri pada muallaf di Pondok Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan Annaba Center Sawah Baru.
b. Untuk mengetahui proses penyesuaian diri yang di lakukan oleh
muallaf yang bermukim di Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan Annaba Center Sawah Baru.
8
2. Adapun Manfaat dari Penelitian ini :
a. Manfaat akademik
Selain itu dengan adanya penelitian ini diharapkan berguna bagi Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) khususnya bagi jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam dalam mengkaji tentang persoalan muallaf
dalam menyesuaikan diri.
b. Manfaat praktis
Dapat memahami dan mendalami ilmu pengetetahuan peneliti di bidang
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Khususnya dalam hal Bimbingan dan
Penyuluhan Islam Mengenai peran pembimbing agama dalam membentuk
penyesuaian diri muallaf.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Peneliti pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun
penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor dikutip oleh Moleong adalah
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.7
Adapun desain penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu
penelitian yang menggunkan teknik analisa datanya berupa kata-kata, gambar
dan bukan angka-angka. Semua data tersebut menjadi kunci terhadap apa yang
sudah diteliti.8
7 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2000 ) , h. 3 8 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2000 ) , h. 6.
9
Desain deskriptif dalam penelitian ini melakukan survei yaitu suatu
penelitin yang dilakukan terhadap sekelompok objek dalam waktu tertentu
dengan tujuan menilai kondisi atau penyelenggaraan suatu program dan hasil
penelitiannya digunakan untuk menyusun suatu perencanaan demi perbaikan
program tersebut.9
Dalam hal ini peneliti fokus tentang peran pembimbing agama dalam
meningkatkan penyesuaian diri muallaf di Pondok Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan Annaba Center, serta apa faktor pendukung dan penghambat
bagi pembimbing dalam meningkatkan penyesuain diri muallaf dengan
keyakinan yang baru di jalankannya.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian lapangan atau (field
Reseaech ), penelitian terjun langsung di lapangan yakni di Pondok
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center Sawah Baru agar
memperoleh data yang akurat dan dapat dipahami yang sesuai dengan
tujuan penelitian.
3. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan An-Naba Center Sawah Baru Ciputat jalan Cendrwasih IV No.1
RT.02 / RW.03, kelurahan sawah baru, kecamatan ciputat. Adapun waktu
penelitian dalam penulisan skripsi ini di mulai dari bulan November 2017
sampai dengan april 2018.
4. Subjek dan Objek Penelitian
9 B.Sandjaja dan Albertus Heriyanto, Panduan Penelitian, ( jakarta : Prestasi Pustaka,
2006 ),cetke-1, h. 111
10
Subjek penelitian adalah Subjek penelitian yaitu pembimbing, yang
melakukan bimbingan pada muallaf di Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan An-naba Center Sawah Baru Ciputat, dan para muallaf puta yang
mendapatkan pembinaan, karena asrama khusus muallaf putri baru di
bangun sekitar tahun 2015.
Adapun teknik pengambilan subjek menggunakan teknik bola salju. “
Dalam teknik ini, pengumpulan data dimulai dari beberapa orang yang
memenuhi kreteria untuk dijadikan anggota sampel. Mereka kemudian
menjadi informsi tentang orang-orang lain yang juga dapat dijadikan
anggota sempel. Orang-orang yang ditunjukan ini kemudian menjadi
sempel dan selanjutnya diminta menunjukan orang lain lagi yang
memenuhi kreteria menjadi anggota sempel. Demikian prosedur ini di
lanjutkan sampai jumlah anggota sampel yang diinginkan terpenuhi.10
Objek dari penelitian ini adalah tempat untuk memperoleh keterangan
tentang, Peran Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Penyesuaian
Diri Bagi Muallaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba
Center Sawah Baru Ciputat
5. Teknik Pengambilan Data
Untuk memperoleh data dari penelitian lapangan ini penulis
menggunakan metode pengumpulan data berupa:
a. Observasi
Sebagai metode ilmiah, observasi adalah suatu pengumpulan data
untuk memperoleh data dalam bentuk pengamatan dan pencatatan dengan
10
Irwan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004), Cet-6, h. 63
11
sistematis tentang fenomena yang diselidiki.11
Peneliti mengamati secara
langsung bagaimana pelaksanaan kegiatan bimbingan agama pada muallaf
di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center Sawah Baru
Ciputat.
b. Wanwancara Mendalam
Wawancara mendalam adalah percakapan yang dilakukan secara
mendalam yang di arahkan pada masalah tertentu yang diarahkan pada
masalah tertentu, dengan tujuan tertentu dan dengan bertanya langsung
kepada sejumlah responden.12
Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan Ustadz Syamsul
Arifin Nababan, Utadz Iwan Pewa, Faris, Mustaqim, dan Salman. Untuk
menggali data dan informasi mengenai bimbingan agama di Pesantren
Pembinaan Mualllaf Yayasan An Naba Center Sawah Baru Ciputat. Untuk
mendapatkan data yang valid, peneliti mewawancarai dua orang
pembimbing dan tiga orang muallaf yang sudah masuk Islam selama satu
tahun dan sudah mendapatkan bimbingan terlebih dahulu dan sudah
mempelajari banyak tentang agama Islam dari mereka penulis dapat
mengambil informasi lebih tentang peran pembimbingan agama dan proses
penyesuaian diri muallaf terhadap kegiatan keagamaan di pesantren
pembinaan muallaf yayasan an naba center sawah baru ciputat dan setelah
mampu menyesuaikan diri di pondok tersebut maka muallaf juga dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitar pondok pesantren.
11
Sutisno Hadi, Metodologi Research ( Yogyakarta: Andi Office, 1989 ), h. 93. 12
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, ( Bandung : PT. Rosda Karya, 2005), h.
38
12
Tabel No.1 Para subjek yang di wawancara13
No Nama Profesi
1 Ust. Syamsul Arifin Nababan Pembimbing
2 Ust. Iwan Ustman Pewa Pembimbing
3 Mustaqim Muallaf
4 Salman Muallaf
5 Faris Muallaf
.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung
ditunjukan kepada subjek penelitian. Peneliti mengumpulkan, membaca
mengenai hal-hal yang akan diteliti melalui buku-buku, jurnal, majalah,
internet, pengambilan foto yang dapat dijadikan analisa untuk hasil penelitian
ini.
6. Sumber Data
Dalam penelitian ini yang di jadikan sumber data adalah sebagai berikut:
a. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secra langgsung dari
sumber asli atau sumber pertama melalui observasi atau pengamatan
langsung, artinya peneliti berperan sebagai pengamat dan wawancara
langsung lagi mandalam kepada informan. Data primer yang diperoleh
dalam penelitian ini melalui pengamatan dan wawancara dengan
pembimbing/pembina agama dan para muallaf di Yayasan An-Naba
Center Sawah Baru Ciputat.
13
Dokumen pondok Pesantren Pembinaan Muallaf subjek penelitian.
13
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari atau melalui sumber-
sumber informasi tidak langsung, catatan-catatan atau dokumen yang
berkaitan dengan penelitian, data sekunder biasanya digunakan sebagai
pendukung data primer agar mendapatkan data yang tepat dan sesuia
dengan tujuan penelitian. Data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini diantaranya data yang diperoleh dari studi kepustakaan.
7. Teknik Analisa Data
Analisis data adalah salah satu proses pengorganisasian data berdasarkan
pola, kategori, dan satuan uraian dasar yang kemudian dapat dianalisis agar
mendapatkan hasil berdasarkan data-data yang telah ada. Setelah melakukan
penghimpunan data yang sesuai dengan permasalahan penelitian, untuk itu
selanjutnya penulis mengolah dan menganalisis data tersebut dengan cara :
a. Data–data dan informasi yang diperoleh melalui teknik observasi dan
pengamatan langsung, oleh penulis dijadikan sebagai bahan untuk
mengetahui bagaimana peran pembimbing agama dalam meningkatkan
Penyesuaian diri muallaf di Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan Annaba Center Sawah Baru Ciputat.
b. Data–data dan informasi yang diperoleh melalui teknik wawancara, oleh
penulis disimpulkan dan dianalisis yang kemudian diuraikan dan
dimasukan ke dalam bahan skripsi.
c. Data dan dokumentasi digunakan penulis sebagai bahan karangan analisis
dalam menimbang dan menguraikan hasil penelitian ke dalam skripsi.
8. Teknik Penulisan
14
Dalam penelitian ini berpedoman dan mengacu kepada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah ( Skripsi, Tesisi dan Disertasi ) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang di terbitkan oleh Surat Keterangan Rektor no. 507
tahun 2017
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penyesunan skripsi ini, penulis sebelumnya mengadakan
penelitian lebih lanjut kemudian menyusun meenjadi satu karya ilmiah, maka
langkah awal yang penulis lakukan mencari informasi serta mengumpulkan
data terlebih dahulu. Maksud dari mencari dan mengumpulkan informasi ini
untuk mengetahui apakah objek yang penulis teliti ini sebelumnya sudah ada
yang menelitinya dalam sebuah karya ilmiah.
Tinjauan pustaka yang penulis telusuri salah satunya“ Pengaruh
Bimbingan Agama Terhadap Penguatan Keimanan Muallaf di Pondok
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center Sawah Baru Ciputat”
yang disusun oleh Nur Jamal Sha’id, Hasil dari kesimpulan ini berisi tentang
penguatan iman terhadap seorang muallaf yang dimana seorang muallaf ketika
ia masuk Islam pasti keimananya masih lemah yang di khawatirkan ketika
muallaf kembali ke agama yang terdahalu (Murtad) maka dari itu pentingnya
bimbingan penguatan keimanan terhadap muallaf skripsi ini menggunakan
metode kualitatif, yaitu studi tentang penelitian yang berupaya menghimpun
data, mengelolah dan mengenalisis secara deskriptif denga menafsirkan secara
15
kualitatif , untuk itu data-data penelitian yang di kumpulkan adalah dalam
bentuk konsep-konsep. 14
Tinjauan pustaka selanjutnya yang di jadikan sebagai rujukan penulis
adalah skripsi Sofatillah Amin, dengan Judul “ Dukungan Sosial dan
Kemampuan Penyesuaian Diri Remaja Suku Baduy Luar Yang bersekolah Di
luar Baduy” Hasil dari kesimpulan ini berisi tentang usaha remaja suku baduy
untuk bersekolah di luar baduy karena yang kita ketahui suku baduy sangat
tertutup oleh dunia luar dan apabila remaja yang keluar dari adat tersebut maka
akan di asingkan tetapi dalam skripsi tersebut dukungan sosial yang membuat
para remaja tetap semangat untuk bersekolah di luar suku baduy dan mereka
berusha menyesuaikan diri dengan keadaan di lingkungan yang berbeda agar
tetap di terima di masyarakat luar suku baduy metode yang di gunakan adalah
metode deskriptif .15
Dan tinjauan pustaka yang selanjutnya skripsi Rahmat Irfan, dengan
Judul “ Penyesuaian Diri Santri di Pondok Pesantren Terhadap Kegiatan
Pesantren ( Studi Kasus di Pondok Pesantren Darunnajah )”. Hasil kesimpulan
ini berisi materi tentang upaya santri baru untuk dapat menyesuaikan diri
terhadap kegiatan yang berada di pondok pesantren dimana biasnya seorang
santri baru akan merasa tidak betah karena tidak dapat menyesuaikan diri
dengan kegiatan dan keadaan di dalam pondok pesantren maka di perlukannya
14
Nur Jamal Sha’id, dengan judul “ Pengaruh Bimbingan Agama Terhadap Penguatan
Keimanan Muallaf di Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center Sawah
Baru Ciputat”. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 15
Sofatillah Amin dengan judul “ Dukungan Sosia dan Kemampuan Penyesuaian Diri
Remaja Suku Baduy Luar Yang Bersekolah di Luar Baduy”. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
16
studi kasus untuk melihat seberapa lamakah santri baru dapat menyesuaikan
diri dengan kegiatan yang berada di pondok pesantren tersebut.16
Dan tinjauan pustaka selanjutnya penulis ambil dari skripsi Tri Prasetyo
Aprianto, dengan judul “ Strategi Komunikasi Penyuluh Pada Muallaf di
Yayasan An-Naba Center Sawah Baru Ciputat”. Hasil dari kesimpulan ini
berisi mengenai strategi komunikasi tentang bagaimana seorang penyuluh
menyampaikan materinya kepada para muallaf dengan mengetahui strategi
komunikasi adanya antusias para muallaf untuk mengikuti bimbingan yang
berada di dalam yayasan tersebut metode yang digunakan adalah kualitatif
deskriptif.17
Tinjauan pustaka yang terakhir yang penulis jadikan rujukan adalah
skripsi Abdul Warid WH, dengan judul “ Peran Lembaga Keagamaan Dalam
Membina Keragaman Muallaf ( Studi Kasus Di Yayasan Sosial Pendidikan Al-
Karimah Pondok Cabe Ilir Poncol)”. Hasil Kesipulan ini berisi pentingnya
binaan terhadap para muallaf karena dengan adanya pembinaan terhadap
muallaf, mereka merasakan di perhatikan oleh kita sebagai saudara seimannya,
karena banyak para muallaf yang setelah menjadi muallaf tidak mendapatkan
pembinaan dan mereka kembali kepada keyakinan yang dulunya ( Murtad ).18
16
Rahmat Irfan, dengan judul “Penyesuaian Diri Santri di Pondok Pesantren Terhadap
Kegiatan Pesantren ( Studi Kasus di Pondok Pesantren Darunnajah )”. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. 17
Tri Prasetyo Aprianto, dengan judul “ Strategi Komunikasi Penyuluh Pada Muallaf di
Yayasan An-Naba Center Sawah Baru Ciputat”. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. 18
Abdul Warid WH, dengan judul “ Peran Lembaga Keagamaan Dalam Membina
Keragaman Muallaf ( Studi Kasus Di Yayasan Sosial Pendidikan Al-Karimah Pondok Cabe Ilir
Poncol)”. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
17
F. Sistematika Penulisan
Pada penulisan skripsi ini terdapat, penulis merangkaikan secara
sistematis penulisannya dibagi kedalam lima bab, dan setiap bab terdapat sub-
bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan merupakan uraian umum dari skripsi ini. Isinya
menjelaskan latar belakang masalah penulisan, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan metodologi penelitian, manfaat
penelitian, sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Teoritis dalam bab ini membahas secara detail tentang
pengertian pengertian peran dan bimbingan agama, materi dan
metode bimbingan agama, fungsi bimbingan agama, dan
penyesuaian diri, muallaf, konversi agama, proses terjadinya
konveri agama.
BAB III Gambaran umum lembaga Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
An-Naba Center Sawah Baru Ciputat meliputi sejarah berdirinya,
visi dan misi, sarana dan prasarana ,program kegiatan dan
tujuannya,
BAB IV Temuan dan Analisa Data bab ini merupakan pembahasan inti dari
hasil penelitian, yang berisi dalam bab ini juga mengungkap secara
detail tentang upaya peran pembimbing agama dalam pembinaan
keagamaan bagi muallaf di yayasan an-naba center dan peran
pembimbing agama meningkatkan kemampuan Penyesuaian diri
(self adjudment ) bagi maullaf di Yayasan Annaba Center Sawah
Baru Ciputat.
18
BAB V Penutup Sebagaimana lazimnya dalam sebuah laporan hasil
penelitian, dalam bab ini berisikan mengenai kesimpulan dan
implementasi yang merupakan dari rumusan masalah yang
diajukan pada bab pertama dan saran-saran.
19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Peran Pembimbing Agama
1. Pengertian Peran
Berbicara tentang peran, tentunya tidak dapat dipisahkan dengan
status (kedudukan), walaupun keduanya berbeda akan tetapi saling
berhubungan erat antara satau sama lain. Karena yang satu tergantung
pada yang lainnya begitu juga sebaliknya, maka peran diibaratkan dua sisi
mata uang yang berbeda akan tetapi kedekatannya sangat erat sekali.
Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”. Peran adalah “perangkat
tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di
masyarakat”.1 Pengertian lain peran menurut Soerjono Soekanto, peran
dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial
masyarakat.2
Teori peran ( Role Theory ) adalah teori yang merupakan perpaduan
berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Dalam teorinya Biddle dan
Thomas membagi peristilahan dalam teori peran ada empat golongan,
yaitu :
a. Orang yang mengambil bagian dari interaksi sosial
b. Perilaku yang muncul dalam intraksi
c. Kedudukan orang dalam berprilaku
1 Depatemean Pendidikan dan kebudayaan , Kamus Besar Bahasa Indonesia, (jakarta :
Balai Pustaka, 1998), h. 854. 2 Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, ( Jakarta : Balai Pustaka,1998 ), h. 243.
20
d. Kaitan antara orang dan prilaku.3
Menurut George Hebert Mead melihat bahwa peran sebagai
strategi penanganan yang berkembang, bahwa individu saat mereka
berinteraksi dengan orang lain maupun berbicara tentang bagaimana
perlunya pemahaman orang lain sebagai syarat paling efektif untuk
interaksi sosial. Di tambah lagi dalam interaksi sosial, memfokuskan pada
tiga tema konsep dan asumsi yang dibutuhkan untuk menyusun diskusi
mengenai teori interaksi simbolik. Tiga tema konsep Pemikiran George
Herbert Mead yang mendasari interaksi simbolik antara lain :
a. Pentingnya makna bagi prilaku manusia.
b. Petingnya konsep mengenai diri
c. Hubungan antara individu dengan msyarakat.
Peran ( role) merupakan aspek dinamis dari status yang artinya
seseorang telah menjalankan hak dan kewajiban sesuai kedudukan, maka
orang tersebut telah melaksanakan suatu peran. Oleh sebab itu, keduanya
tidak dapat dipisahkan karena satu dengan yang lainnya saling tergantung
artinya jika tidak ada peran tanpa status tanpa peran.
Sedangkan menurut Soerjono Soekanto mengutip pendapat levinson
bahwa suatu peran paling sedikit mencakup minimal tiga hal, yaitu :
Peran meliputi norma yang dihubungkan dengan posisi seseorang
dalam masyarakat.
3 Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada,2006). h. 215.
21
a. Peran adalah suatu konsep prihal apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat.
b. Peran dapa dikatakan sebagai prilaku individu yang penting bagi struktur
sosial masyarakat.4
Dari definisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa peran adalah
suatu yang berkaitan dengan kehidupan seseorang dalam masyarakat. Peran
seseorang merupakan proses dari interaksi dan dalam interaksi tersebut dapat
memunculkan prilaku. Prilaku tersebut dapat diharapkan bertanggung jawab
terhadap masyarakat sekitar dan berprilaku jujur serta adil terhadap diri sendiri
dan orang lain.
2. Unsur-unsur Peran
Unsur peran dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Role Position adalah kedudukan sosial yang sekalius menjadi status atau
kedudukan yang berhubungan dengan tinggi rendahnya posisi orang
tersebut dalam struktur posisi tertentu.
b. Role Behavior adalah cara seseorang dalam memainkan peran dalam
kehidupan.
c. Role Perception adalah cara seseorang memandang peran sosialnya serta
bagaimana seseorang harus bertindak dan berbuat atas pandangannya
sendiri.
3. Pengertian Pembimbing Agama
4 Soerjono Soekanto, Sosiologi Pengantar, (jakarta : Rajawali Pers, 1987), hal. 147
22
Menerut Kamus Bahasa Indonesia Pembimbing adalah orang yang
membimbing atau menuntun.5 Pengertian harfiyah pembimbing adalah
menunjukan, atau memberi jalan orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat
bagi hidupnya di masa kini, dan masa mendatang,
Bimbingan merupakan proses layanan yang di berikan kepada individu-
individu guna membantu mereka dalam memperoleh pengetahuan dan
ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan
baik. Hakikatnya bimbingan itu pada dasarnya murupakan suatu proses usaha
yang pemberian bantua atau petolongan kepada orang lain dalam segala usia,
yang di lakukan secara terus menerus yang mana orang itu mengalami
kesulitan atau hambatan dalam hidupnya, sehingga dengan bantuan atau
pertolongan itu orang yang di berikan bantuan ( terbimbing ) dapat
mengarahkan dirinya, mampu menerima dirinya, dapat mengembangkan
potensinya untuk kebahagiaan dan kemanfaatan dirinya dan lingkungan
masyarakatnya.
Dengan demikian, dapat di tegaskan bahwa hal yang prinsipal dalam
bimbingan ialah pemberian bantuan atau pertolongan yang dilakukan secara
terus- menerus kepada siapa saja. Kerena sesungguhnya hampir tiada seseorang
yang secara utuh dan menyeluruh memiliki kemampuan untuk
mengembangkan dirinya secara optimal tanpa adanya bantuan dan pertolongan
dari orang lain. Untuk itu, sejak lahir hingga akhir hayatnya setiap orang di
5 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai
Pustaka, 2005 ), cet-3 h. 152.
23
dunia ini jelas membutuhkan bimbingan dan bantuan, supaya potensi (fitrah)
yang ada pada dirinya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.6
Dalam rumusan epistimologi keilmuan dakwah dinyatakan bahwa
bimbingan agama dan penyuluhan dalam Islam bertujuan
menginternalisasikan, mengeksternalisasikan, dan mentranformasikan sisitem
ajaran Islam ke dalam kehidupan individu, keluarga dan kelompok kecil atas
dasar masalah khusus dalam semua kehidupan yang berdampak pada
kehidupan individu dan keluarga serta lingkungan sosial. Bimbingan pribadi
dan keluarga dengan melakukan konseling Islam sesuai dengan konteks
masalah dan problem psikologi mental-spritual dengan menggunakan
pendekatan psiko-trapi Islam.7
Menurut Drs. H. M. Arifin, M.Ed., Bimbingan dan penyuluhan agama
adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka
memberikan bantuan pada orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan
rohaniah dalam lingkungan hidupnya agar orang tersebut mampu mengatasinya
sendiri karena timbul kesadaran dan penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan
Yang Maha Esa, sehingga timbul pada diri pribadinya suatu cahaya harapan
kebahagiaan hidup masa sekarang dan masa depannya.8
4. Syarat Pembimbing Agama
Menurut prof H.M. Arifin M.Ed, menjelaskan beberapa persyaratan
6 M.lutfi, MA, Dasar-dasar bimbingan penyuluhan (konseling) islam. Penerbit : Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah jakarta. H. 8 7 M.lutfi, MA, Dasar-dasar bimbingan penyuluhan (konseling) islam. Penerbit : Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah jakarta. H. 97 8 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam.(Penerbit : AMZAH , jakarta
,Cet: 1,Mei 2010 ),hal.19.
24
mental personality yang harus dimiliki oleh seorang pembimbing agama :
a. Meyakini akan kebenaran agama yang dianutnya, mengamalkan dan
menghayati karena ia sebagai pembawa norma.
b. Memiliki pengetahuan secara teknis termasuk metode tentang bimbingan
dan penyuluhan serta menerapkan dalam tiap tugasnya.
c. Memiliki rasa cinta yang mendalam dan meluas terhadap anak bimbingnya.
d. Memiliki sikap dan kepribadian yang menarik.9
5. Tugas Pembimbing Agama
Sesungguhnya dalam Islam setiap pembimbing agama berperan atau
berfungsi sebagai “juru dakwah” atau “Mubaligh” yang mengemban tugas
dalam menyampaikan pesan ajaran Islam ke tengah kehidupan manusia, baik
dlam bentuk individu maupun kelompok agar diyakini dan diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan Islam pembimbing bertugas mengarahkan agar
masuk kedalam ajaran Islam secara utuh, menyeluruh dan universal.10
Dalam psikotrapi berwawasan Islam bahwa pembimbing agama
mempunyai tugas terhadap kesembuhan, keselamatan, kebersihan rohani, klien
dunia akhrat. Karena aktifitas bimbingan adalah berdimensi ibadah, berefek
social dan bermuatan teologis tidak semata mata bersifat kemanusian.
6. Metode Bimbingan Agama
Pengertian secara harfiah, metode adalah jalan yang harus dilalui untuk
mencapai suatu tujuan. Metode berasal dari kata “meta” yang berarti melalui “
9 M.Arifin, Pedoman Pelaksanakan dan Penyuluh Agama, ( jakarta : Golden Terayon
Press, 1992), Cet ke-3 h. 29-30.
10
M.Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (jakarta :
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 158.
25
hodos” yang berarti jalan. Namun hakikat pengertian dari metode tersebut
adalah segala sarana yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang
diingikan,11
baik sarana tersebut bersifat fisik seperti alat peraga, alat
administrasi yang menunjang pelaksanaan kegiatan, bahkan pembimbing juga
termasuk metode media.
Dengan penjelasan tentang “metode” diatas maka dapat dipahami
tentang metode bimbingan agama adalah segala jalan atau sarana yang
digunakan dalam proses bimbingan agama. Maka metode yang di pakai dalam
proses bimbingan agama itu adalah sebagai berikut :
a. Ceramah
Metode ceramah yaitu penjelasan yang bersifat umum, cara ini
lebih tepat diberikan dalam bimbingan kelompok (group guidance). Tetapi
pembimbing mesti mesti berupaya untuk menyesuaikan apa-apa yang
disampaikannya dengan kondisi terbimbing yang beragam.12
b. Wawancara
Wawancara adalah salah satu cara atau teknik yang digunakan
untuk mengungkapkan dan mengetahui mengenai fakta-fakta mental atau
kejiwaan ( psikis) yang ada pada diri terbimbing.13
Wawancara dapat berjalan dengan baik bilamna memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
11
H.M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama ( Jakarta :
Golden Terayon Press, 1982), h. 43. 12
M.Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan ( Konseling ) Islam (jakarta :
Lembaga Peneletian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008 ), h. 136. 13
M.Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan ( Konseling ) Islam (jakarta :
Lembaga Peneletian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008 ), h. 122.
26
1) Pembimbing harus bersifat komunikatif kepada yang dibimbing.
2) Pembimbing harus dapat dipercaya oleh seseorang yang dibimbing
sebagai pelindung.
3) Pembimbing harus dapat menciptakan situasi dan kondisi yang
memberikan perasaan damai dan serta santai kepada seseorang yang
dibimbing.14
c. Tehnik Rasional-Emotif
Dalam istilah lain teknik ini disebut dengan “ rational-emotif therapy ”,
atau model “RET” yang dikembangkan oleh Dr. Albert Ellis ( ahli psikologis
klinis ). Teknik ini dimaksudkan untuk mengatasi pikiran- pikiran yang tidak
logis (tidak rasional ) yang disebabkan dorongan emosinya yang tidak stabil.15
Selain itu metode yang diuraikan diatas, dalam perspektif al-Quran ada
metode yang bisa dilakukan, yaitu :
1) Metode “bil-hikmah”, metode ini digunakan dalam menghadapi orang-
orang yang terprlajar, intelek, dan memiliki tingkat rasional yang tinggi,
yang kurang yakin kebenaran ajaran agama.\
2) Metode “bil-mujadalah”, metode ini digunakan untuk menunjukan dan
membuktikan kebenaran ajaran agama, dengan menggunakan dalil-dalil
Allah yang rasional melalui perdebatan yang baik.
3) Metode “bil-mauidzah”, dengan menggunakan contoh yang benar dan
tepat, agar yang dibimbing dapat mengikuti dan menangkap dari apa yang
14
H.M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama ( Jakarta :
Golden Terayon Press, 1982), h. 45. 15
M.Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan ( Konseling ) Islam (jakarta :
Lembaga Peneletian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008 ), h. 122.
27
diterimanya secara logika dan penjelasan akan teori yang masih baku (
tekstual )
B. Penyesuaian diri (Self Adjustment )
1. Pengertian Penyesuaian diri
Sebagaimana dikemukakan Lazarus (1961) “adjustment involves a
reaction of the person to deman imposed upon him”. maka. Penyesuaian
diri termaasuk reaksi seseorang karena adanya tuntutan yang dibebankan
pada dirinya.
Demikian pula pendapat Thorndike dan Hogen yang disitir oleh
Musthafa Fahmi (1977) sebagai berikut : penyesuaian diri merupakan
kemampuan untuk mendapatkan ketentraman secara internal dan
hubungannya dengan dunia sekitarnya. Uraian tersebut bila tidak ada
reaksi terasa ada beban dan tidak mendapatkan ketentraman batin. Maka,
disimpulkan penyesuaian diri adalah kemampuan individu untuk bereaksi
karena tuntutan dalam memenuhi dorongan/ kebutuhan dan mencapai
ketentraman batin dalam hubungannya di sekitar.16
Schneiders berpendapat bahwa penyesuain diri dapat di tinjau dari
tiga sudut pandang, yaitu :
a. Penyesuaian diri sebagai adaptasi (Adaptasion)
b. Penyesuaian diri sebagai konformitas (Conformity)
c. Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (Mastery)
16
Siti Sundari, Kesehatan Mental dalam Kehidupan, (jakarta : PT. Rineka Cipta, 2005).
h. 39-40.
28
Tiga sudut pandang tersebut sama-sama memaknai penyesuaian
diri. Akan tetapi, sesuai dengan istilah dan konsep masing-masing
memiliki penekanan yang berbeda-beda. Penjelasan secara lebih rinci
adalah sebagai di jelaskan berikut ini.
Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (
adaption ), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada
penyesuaian diri fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang
pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin harus beradaptasidengan
iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut.
Ada juga penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian
yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pemaknaan
penyesuaian diri seperti ini pun terlalu banyak membawa akibat lain.
Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas,
menyiatkan bahwa di sana inidividu seakan-akan mendapat tekanan kuat
untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan
prilaku, baik secara moral, sosial, maupun emosional.
Sudut pandang berikutnya adalah penyesuaian diri dimaknai
sebagai usaha penguasaan ( mastery ), yaitu kemampuan untuk
merencakan dan mengorganisasikan respon dalam cara-cara tertentu
sehingga konflik-konflik, dan frustasi tidak terjadi.17
2. Bentuk-bentuk Penyesuaian diri
17
Mohammad Ali dan Prof. Dr. Mohammad Asrori.Psikologi Remaja (PT. Bumi
Aksara.2004), h. 173.
29
Terdapat beberapa bentuk-bentuk pembagian pada penyesuaian diri
(Self Adjusment ), yaitu :
a. Penyesuaian diri yang positif
Individu yang mempunyai penyesuaian diri yang positif
adalah mampu mengarahkan dan mengatur dorongan-dorongan
dalam pikiran, kebiasaan, emosi, sikap, dan prilaku individu dalam
menghadapi tuntutan dirinya dan masyarakat, mampu menemukan
manfaat dari situasi baru dan memenuhi segala kebutuhan secara
sempurna dan wajar.18
b. Penyesuaian diri yang negatif
Individu dengan penyesuaian diri yang negatif adalah tidak
mampu mengarahkan dan mengatur dorongan-dorngan dari dalam
pikiran, kebiasaan, emosi, sikap, dan perilaku individu dalam
menghadapi tuntutan dirinya dan masyarakat, serta tidak mampu
menemukan manfaat dari situasi baru dalam memenuhi segala
kebutuhan secara sempurna dan wajar.19
Penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam
kehidupan manusia. Begitu pentingnya hal sampai-sampai dalam
berbagai literatur kita kerap menjumpai ungkapan-ungkapan seperti :
“ Hidup manusia sejak lahir sampai mati tidak lain adalah
18
Putri Rosilia Ningrum, Perceraian Orang tua dan Penyesuaian Diri Remaja ( Studi
pada Remaja Sekolah Menengah Atas/Kejuruan di Kota Samarinda ) , ( Jurnal Psikologi, 2013 ),
h. 73 19
Putri Rosilia Ningrum, Perceraian Orang tua dan Penyesuaian Diri Remaja ( Studi
pada Remaja Sekolah Menengah Atas/Kejuruan di Kota Samarinda ) , ( Jurnal Psikologi, 2013 ),
h. 74
30
penyesuaian diri”. Dalam lapangan psikolgi klinis pun, sering kita
temui berbagai pernyataan para ahli yang menyebutkan bahwa “
kelainan-kelaian keperibadian tidak lain adalah kelainan-kelainan
penyesuaian diri”. Karena itu, tidaklah heran bila untuk menunjuan
kelainan-kelainan kepribadian seeorang, sering ditemukan istilah “
maladjustment” yang artinya “ tidak ada penyesuaian diri” atau tidak
punya kemampuan menyesuaikan diri”.20
Seseorang dikatakan memiliki kemampuan penyesuaian diri
yang baik (well adjusted person ) jika mampu melakukan respon-
respon yang matang, efisien, memuaskan dan sehat. Dikatakan
efisien artinya mempu melakukan respon dengan mengeluarkan
tenaga dan waktu sehemat mungkin. Dikatakan sehat artinya bahwa
respon-respon yang di lakukannya sesuai dengan hakikat
individudengan penciptanya. Bahkan dapat dikatakan bahwa sifat
sehat ini adalah gambaran karakteristik yang paling menonjol untuk
melihat atau menemukan bahwa suatu penyesuaian diri itu dikatakan
baik.21
3. Unsur-unsur Penyesuaian Diri
Proses penyesuaian diri menurut Schneiders (1984) setidaknya
melibatkan tiga unsur, yaitu:
a. Motivasi dan proses penyesuaian diri
20
Alex M.Si.Psikologi Umum, CV PUSTAKA SETIA, cet.2 (bandung : pustaka setia,
2009).h. 523. 21
Mohammad Ali dan Prof. Dr. Mohammad Asrori.Psikologi Remaja (PT. Bumi
Aksara.2004) h.176
31
Faktor motivasi daopat dikatakan sebagai kunci untuk memahami
proses penyesuaian diri. Motivasi, sama halnya dengan kebutuhan,
perasaan, dan emosi merupakan kekuatan internal yang menyebabkan
ketegangan dan ketidakseimbangan dalam organisme. Ketegangan dan
ketidakseimbangan merupakan kondisi yang tidak menyenangkan
karena sesungguhnya kebebasan dari ketegangan dan keseimbangan
dan kekuatan-kekuatan internal lebih wajar dalam organisme apabila
dibandingkan dengan kedua kondisi tersebut ini dengan konflik dan
frustasi dan juga tidak menyenangkan, berlawanan dan kecenderungan
organisme untuk meraih keharmonisan internal, ketentraman jiwa, dan
kepuasan dari pemenuhan kebutuhan dan motivasi.22
b. Sikap terhadap realitas dalam proses penyesuaian diri
Berbagai aspek penyesuaian diri ditentukan oleh sikap dan
cara individu bereaksi terhadap manusia disekitarnya, benda-
benda, dan hubungan-hubungan yang berbentuk realitas. Secara
umum, dapat dikatakan bahwa sikap yang sehat terhadap realitas
dan kontak yang baik terhadap realitas itu sangat diperlukan bagi
proses penyesuaian diri yang sehat. Beberapa perilaku seperti anti
sosial, kurang berminat terhadap hiburan, sikap bermusuhan,
kenakalan, dan semuanya sendiri, semuanya itu sangat
mengganggu hubungan antara penyesuaian diri dengan realitas.23
22
Mohammad Ali dan Prof. Dr. Mohammad Asrori.Psikologi Remaja (PT. Bumi
Aksara.2004) h.176 23
Mohammad Ali dan Prof. Dr. Mohammad Asrori.Psikologi Remaja (PT. Bumi
Aksara.2004) h.177
32
c. Pola dasar proses penyesuaian diri
Dalam penyesuaian diri sehari-hari terdapat suatu pola dasar
penyesuaian diri. Misalnya, seorang anak membutuhkan kasih sayang
orang tuanya yang selalu sibuk. Dalam situasi itu, anak akan frustasi dan
berusaha menemukan pemecahan yang berguna mengurangi ketegangan
antara kebutuhan kasih sayang dengan frustasi yang dialami. Boleh jadi,
suatu saat upaya yang dilakukan itu mengalami hambatan. Akhirnya dia
akan beralih pada kegiatan lain untuk mendapatkan kasih sayang yang
dibutuhkannya misalnya dengan menghisap-hisap ibu jarinya sendiri.
Demikian juga pada orang dewasa, akan mengalami ketegangan dan
frustasi karena terhambatnya keinginan memperoleh rasa kasih sayang
memperoleh anak, memperoleh prestasi dan sejenisnya. Untuk itu dia akan
berusaha mencari kegiatan yang dapat mengurangi ketegangan yang
ditimbulkan sebagai akibat tidak terpenuhi kebutuhannya.24
Sesuai konsep dan prinsip-prinsip penyesuaian diri yang
ditunjukkan kepada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungannya maka
penyesuaian proses diri dapat ditunjukkan sebagai berikut .
a. Mula-mula individu, disatu sisi, merupakan dorongan keinginan untuk
memperoleh makna dan eksistensi dalam kehidupannya dan disisi lain
mendapat peluang atau tuntunan dari luar dirinya sendiri.
24
Mohammad Ali dan Prof. Dr. Mohammad Asrori.Psikologi Remaja (PT. Bumi
Aksara.2004) h.176
33
b. Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan diluar
dirinya secara objektif sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan
rasional dan perasaan.
c. Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi kemampuan yang ada
pada dirinya dan kenyataan objektif diluar dirinya.
d. Kemampuan bertindak secara dinamis, luwes, dan tidak kaku sehingga
menimbulkan rasa aman tidak dihantui oleh kecemasan dan ketakutan.
e. Dapat bertindak sesuai dengan potensi-potensi positif yang layak
dikembangkan sehingga dapat menerima dan diterima lingkungan.
Tidak disingkirkan oleh lingkungan maupun menentang dinamika
lingkungan.25
d. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri
Pada dasarnya, penyesuaian diri memiliki dua aspek, yaitu
penyesuaian diri Pribadi dan penyesuaian diri sosial.26
a. Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan seseorang untuk
menerima demi tercapainya hubungan yang harmonis antara dirinya
dan lingkungan sekitarnya. Ia menyatakan sepenuhnya siapa dirinya
sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangan dan mampu bertindak
objective sesuai dengan kondisi dan potensi dirinya.
25
Mohammad Ali dan Prof. Dr. Mohammad Asrori.Psikologi Remaja (PT. Bumi
Aksara.2004) h.177 – 178.
26
Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta didik , ( Bandung :
CV Pustaka Setia, 2006 ), h. 207
34
Keberhasilan penyesuain diri pribadi ditandai oleh tidak adanya
rasa benci, tidak ada keinginan lari dari kenyataan atau tidak percaya
pada potensi diri sendiri. Kehidupan kejiwaan ditandai oleh sunyi dari
kegoncangan dan keresahan jiwa yang menyertai rasa bersalah, rasa
cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan ratapan terhadap nasib
sendiri.27
Dari pemaparan diatas, peneliti menyimpilkan bahwa
penyesuaian diri pribadi adalah sikap dimana seseorang dapat
menerima dirinya sendiri dan memahami keadaan yang di jalankannya
dan memahami baik kekurangnnya maupun kelebihannya karena
penyesuaian pribadi ini kembali lagi kepada kepribadian kita masing-
masing tidak ada kaitannya dengan lingkungannya atau pun orang-
orang di sekitarnya dalam mensyukuri pemberian sang Maha Kuasa
pada dirinya yang apa adanya.
b. Penyesuaian Sosial
Manusia hidup sebagai makhluk sosial, oleh karenanya
seseorang individu tidak akan pernah lepas dari lingkungan sekitarnya
yang dalam hal ini adalah masyarakat. Pembawaan diri dalam ber-
masyarakat harus sesuai dan selaras dengan norma-norma sosial yang
berlak. Masyarakat indonesia yang majemuk tentu memiliki norma
sosial yang berbeda antara masyarakat satu daerah dengan daerah yang
27
.Musthafa Fajmy Attakayyuf Annafsy alih bahasa oleh Zakiah Darajat dalam
Penyesuaian Diri Pengertiannya dan Peranannya dalam kesehatan mental (jakarta : Bulan
Bintang, 1982), h. 20
35
lainnya, maka dari itu seseorang harus mempunyai kemampuan
penyesuaian sosial yang baik.
Dalam kehidupan di masyarakat terjadi proses saling
mempengaruhi satu sama lain erus menerus dan silih bergantti.. dari
proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan pola tingkah laku
yang sesuai dengan aturan, hukum, adat istiadat, nilai dan norma sosial
yang berlaku dalam masyarakat. Proses ini dikenal penyesuaian
sosial.28
Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat
individu hidup dan berinteraksi dengannya. Hubungan-hubungan
tersebut baik dalam masyarakat, keluarga, sekolah, teman-teman
ataupun masyarakat luar secara umum.29
Segala aspek dan sifat sosial
yang diserap oleh individu belum cukup untuk menyempurnakan
penyesuaian pribadi dan sosial kecuali dengan mematuhi batas-batas
berikut :
a. Mematuhi akhlak masyarakat
b. Mematuhi kaidah-kaidah pengontrol sosial
Dari pemaparan diatas peneliti menyimpulkan bahwa penyesuaian
sosial adalah kemampuan individu menyesuaikan diri dengan eksternal,
jika penyesuain pribadi adalah kemampuan individu menyesuaikan dirinya
28
Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta didik), (Bandung :
CV Pustaka Setia, 2006), h. 207 29
Musthafa Fajmy Attakayyuf Annafsy alih bahasa oleh Zakiah Darajat dalam
Penyesuaian Diri Pengertiannya dan Peranannya dalam kesehatan mental (jakarta : Bulan
Bintang, 1982), h. 24
36
sendiri dengan internal, bagaimana diri menerima sesuatu yang telah ada
dalam dirinya.
e. Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri.
Proses penyesuaian diri sangat dipengaruhi oleh faktoe-faktor
yang menentukan kepribadian itu sendiri, baik internal maupun eksternal (
Enung Fatimah, 2006 : 199-203) Faktor-faktor itu dapat dikelompokan
sebagai berikut :
a. Faktor Fisiologis
Kondisi fisik, seperti struktur fisik dan tempramen sebagai
diposisi yang wariskan, aspek perkembangan secara instrintik berkaitan
erat dengan susunan tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat
korelasi yang positif antara tibe-tipe bentuk tubuh dan tipe tempramen.
Karena struktur jasmaniah merukapan kondisi yang primer bagi tingkah
laku, dapat diperkirakan bahwa sistem syaraf, kelenjar dan otot
merupakan faktor yang penting bagi prosese penyesuaian diri yang baik
hanya dapat dicapai dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula.
Ini berati bahwa gangguan jasmaniah yang diderita oleh seseorang
dapat mengganggu proses penyesuaian dirinya.30
b. Faktor Psikologis
Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi kemampuan
penyesuaian diri seperti pengalaman, hasil belajar, kebutuhan-kebutuhan,
aktualisasi diri, frustasi, depresi dan sebagainya. Menurut peneliti faktor
30
Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta didik), (Bandung :
CV Pustaka Setia, 2006), h. 199.
37
psikologi adalah faktor yang tidak bisa ditebak, pasalnya faktor ini tidak
nampak oleh mata.31
c. Faktor Perkembangan dan Kematangan
Dalam proses perkembangan, dengan bertambahnya usia, perubahan
dan perkembangan respons tidak hanya diperoleh melalui proses belajar,
tetapi juga perbuatan individu telah matang untuk melakukan respon dan ini
menentukan pola penyesuaian diri. Sesuai dengan hukum perkembangan,
tingkat kematangan yang dicapainya.
d. Faktor lingkungan
Berbagai lingkungan, seperti keluarga, sekolah, masyarakat,
kebudayaan dan agama berpengaruh kuat terhadap penyesuaian diri
seseorang.
1) Pengaruh Lingkungan Keluarga
Ada banyak faktor yang mengondisikan penyesuaian diri, pengaruh
lingkungan keluaraga merupakan faktor yang sangat penting karena
keluarga merupakan media sosialisasi bagi anak-anak. Proses sosialisasi
da interaksi sosial yang pertama dan utama dijalani individu di lingkungan
keluarga. Hasil sosialisasi tersebut kemudia di lingkungan sekolah dan
masyarakat umum.32
2) Pengaruh dengan orang tua
31
Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta didik), (Bandung :
CV Pustaka Setia, 2006), h. 200. 32
Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta didik), (Bandung :
CV Pustaka Setia, 2006), h. 201.
38
Pola hubungan antara orang tua dengan anak mempunyai pengaruh
yang positf terhadap penyesuaian diri. Menurut peneliti hubungan antara
anak dan orang tua harus diikuti dengan konsep saling pengertian antara
satu sama lain, artinya orang tua menerima keadaan anak dan juga
menerima segala peraturan yang di berikan orang tua selama masa
perkembangannya.33
3) Faktor Budaya dan Agama
Proses penyesuaian diri seseorang, mulai dari lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh faktor-faktor
kultur dan agama. Lingkungan kultural tempat individu berada dan
berinteraksi akan menentukan pola-pola penyesuian dirinya. Peneliti
berpedapat jika seorang muallaf mampu menyesuaikan keadaan agamanya
yang baru dan tidak menganggap semuanya menjadi beban maka akan
terasa betapa indahnya menjalankan kehidupan secar Islami.34
f. Penyesuaian Diri dan Kesehatan Mental
Ada 3 Perinsip dalam kesehatan Mental yaitu :
a. Perinsip yang didsarkan pada kodrat.
1) Kesehatan mental dan adjusment menghendaki adanya kesehatan
badan dan integritas ( kesatuan ) organisme. Manusia bukanlah
penjumlahan badan dan jiwa melainkan satu keutuhan jiwa raga
33
Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta didik), (Bandung :
CV Pustaka Setia, 2006), h. 202. 34
Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta didik), (Bandung :
CV Pustaka Setia, 2006), h. 203.
39
(psychosomatic). Dengan demikian gangguan jasmaniyah juga
merupakan gangguan mental, begiti sebaliknya.
2) Kesehatan mental dan adjusment menghendaki suatu pengertian
yang sehat tentang diri sendiri yang mencakup penerimaan diri
sendiri (self aceptence ) dan penilaian yang realitas terhadap status
dan harga dirinya.
b. Perinsip yang didasarkan pada hubungan manusia dengan manusia lain
dan lingkungannya.
c. Perinsip yang didasarkan pada hubungan manusia dengan tuhannya.35
C. Muallaf
1. Pengertian Muallaf
Ada beberapa pendapat mengenai muallaf, yang di ambil beberapa
sumber adalah sebagai berikut :
a. Dalam ensiklopedi dasar Islam, muallaf adalah seseorang yang
semulanya kafir dan baru masuk islam.36
b. Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, muallaf adalah orang yang hatinya
diteguhkan atau diijinkan agar hatinya diijinkan masuk islam.37
c. Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia di paparkan bahwa muallaf adalah
orang-orang yang diijinkan atau dibujuk hati mereka.38
35
Abdul Aziz Sarwono, Psikologi Remaja ( Jakarta : PT Raja Grafindo, 1994), h. 15. 36
Ahmad roestandi, Ensiklopedi dasar islam ( jakarta : PT. Paradaya Pramita, 1993) h.
173. 37
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi hukum islam ( jakarta : PT. Paradaya Pramita, 1993)
h. 173.
38
Harun Nation dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia ( jakarta : Djambatan, 1992 ) h. 130.
40
Dari pengertian di atas bahwa muallaf adalah orang yang di bujuk
masuk islam dan di lembutkan hatinya untuk cenderung kepada islam.
Mereka adalah orang-orang yang belum memahami tentang islam, oleh
karena itu di butuhkan pembinaan dan bimbingan ajaran-ajaran islam.
Kata muallaf berasal dari bahasa arab yaitu “allaf-ya’lifu-alfan”
yang artinya menjinakan, menjadi jinak, dan mengasihi. Sehingga kata
muallaf dapat diartikan sebagai orang yang dijinakan atau dikasihi.
Sebagaimana tertera dalam Firman Allah, dalam surat at-Taubah ayat 60 :
“ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana” ( Q.S. At-Taubah : 60 )39
Dalam ayat di atas terdapat kata “muallfati qulubuhum “ yang artinya
orang-orang yang sedang diijinkan atau dibujuk hatinya. Mereka dibujuk
adakalanya karena merasa baru memeluk agama Islam dan belum dapat
menyesuaikan diri dengan keislamannya, dan imannya juga masih lemah ,
39
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah ( Bandung : PT Sygma Examedia
Arkanleema, 2009), h. 196.
41
maka berhak menerima zakat. Hal ini dimaksudkan agar lebih
meneguhkan keyakinan para muallaf terhadap agama Islam.
Menurut Buya Hamka Muallaf adalah orang yang dijinka hatinya dan
di teguhkan agar mantap dalam keislamannya dan kedudukannya
disamakan tingginya dengan orang Islam yang lain.40
Pada masa Nabi Muahammad SAW para muallaf tersebut diposisikan
sebagai penerima zakat untuk menjamin kelestarian mereka kepada Islam
dengan terus memberikan pembinaa dan pengajaran tentang agama Islam.
Salah satu alasan nabi Muahmmad SAW. Memberikan zakat kepada
mereka adalah menyatukan hati mereka pada Islam. Oleh karena itu
mereka dinamakan “Al-muallafah Qulubuhum”41
pada masa pemerintahan
abu bakar para muallaf tersebut menerima zakat seperti yang dicontohkan
Nabi Muhammad Shalallahu A’laihi Wassalam.
Namun tidak demikian pada masa Khalifah Umar Bin Khatab, beliau
memperlakukan ketetapan penghapsan bagian untuk muallaf karna umat
islam telah kokoh dan kuat. Para muallaf telah menyalahgunakan
pemberian zakat dengan enggan melakukan syari’at dan menggantukan
kebutuhan hidup dengan zakat sehingga mereka enggan berusaha.42
Pada masa pemerintahan Umar bin Khatab, ada dua orang mullaf
dengan menemui Umar bin Khatab yaitu Uyainah bin Hisa dan Aqra bin
40
Yunus Yahya, Muslim Thionghoa Kumpulan Karangan ,( Jakarta : Yayasa n Abu
Karim Oei Tjeng Hien, 1985), h,. 75. 41
Syarif Hade Masya, Hikmah di Balik Hukum Islam, ( jakarta : Mustaqim , 2002), h.
306-307. 42
Haidar Barong, Umar Bin Khatab dalam Perbincangan , (jakarta : Yayasan Cipta
Persada Indonesia, 2000 ), h. 294.
42
Haris meminta hak mereka dengan menunjukan surat yang telah
direkomendasikan oleh khalifah Abu Bakar pada masa pemerintahannya.
Tetapi Umar menolak surat itu dengan mengatakan : “ Allah sudah
memperkuat Islam dan tidak memerlukan kalian. Kalian tetap dalam atau
hanya pedang yang ada”. Ini adalah suatu Ijtihad Umar dalam menerapkan
al-Quran yaitu surah At-Taubah ayat 60 yang menunjukan pembagian
zakat pada muallaf. Umar melihat pada berlakunya tergantung pada
keadaan, kepada siapa harus diberlakukan. Jika keperluan itu sudah tidak
ada lagi, ketentuan itupun tidak berlaku, inilah nas tadi.43
Dari penjelasan diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
muallaf adalah orang yang baru memeluk Islam dan diangkat dan
ditangguhkan hati mereka kedalam Islam. Karena mereka baru memeluk
Islam dan baru mengetahui agama Islam, maka mereka berada pada posisi
pihak yang membutuhkan pembinaan dan bimbingan agama Islam agar
dapat mengetahui Syari’at Islam untuk di amalkan dalam kehidupan
sehari-hari serta menyesuaikan diri dengan kehidupan yang Islaminya.
2. Konversi Agama
Konversi agama secara umum dapat diartikan dengan berubah agama
ataupun masuk agama. Secara etimologi konversi berasal dari bahasa latin
“Conversio” yang berarti : tobat, pindah, dan berubah (agama).
Selanjutnya, kata tersebut dipakai dalam bahasa inggris “Convrsion” yang
43
Haidar Barong, Umar Bin Khatab dalam Perbincangan , (jakarta : Yayasan Cipta
Persada Indonesia, 2000 ), h. 295.
43
mengandung pengertian berubah dari suatu keadaan atau dari suatu
keadaan atau dari suatu agama ke agama lain.44
Secara bahasa konversi agama berasal dari bahasa Inggris yaitu
Religius Conversion. Conversion sendiri secara keabsahan berarti
perubahan, pengalihan, pergantian. Bagi hampir semua peneliti dibidang
psikologi agama, konversi diartikan sebagai reorentasi diri. Dalam bahasa
yang mudah di mengerti, konversi terjadi ketika satu diri digantikan oleh
diri yang lain, dengan demikian konversi agama dilihat hanya sebagai
fenomena umum yang menyangkut perubahan kepribadian. Artinya,
konversi bisa saja berkaitan dengan sepakat bahwa prosesinterpersonal
atau hubungan antar pribadi parallel dengan proses konversi.45
Menurut Spilka (1985), ada dua jenis konversi agama, yaitu konversi
agama mendadak ( Sudden Religious Conversion) dan konversi agama
bertahap (Gradual Religion Conversion ). Ciri-cir konvrsi agama
mendadak adalahh sebagai berikut :
a. Bersifat pasif. Orang yang mengakami konversi agama tiba-tiba merasa
berada dalam suatu kekuatan tertentu atau keakuatan yang lain yang
berpengaruh kuat terhadap dirinya.
b. Kekuatan lain tersebut membuatnya tunduk dan patuh serta menerimanya.
Tanpa penerimaan terhadapa kekuatan lain tersebut, konversi agama tidak
akan pernah terjadi.
44
Jalaludin, Psikologi Agama, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005 ), h. 273. 45
Gazi & Faojah, Psikologi Agama Memahami Pengaruh Agama Terhadap Prilaku
Manusia, (Lembaga Penelitian : UIN Syaraif Hidayatullah Jakarta ) Cet- 1.h. 92
44
c. Perasaan berdosa dan bersalah yang sangat kuat. Dalam hal ini, konversi
merupakan solusi untuk menghadapi perasaan terbebani dosa dan rasa
bersalah.
Sedangkan ciri-ciri konversi agama bertaha adalah sebagai berikut :
a. Pencarian makna dan tujuan hidup dengan cara yang aktif hal ini berkaitan
dengan perjuangan dan usaha sadar seseorang untuk mencari jalan keluar
bagi persoalan pribadi dan kolektif.
b. Tidak ada krisis emosional atau perasaan bersalah dan berdosa.
Pendekatan yang biasa di lakukan lebih bersifat kognitif atau pemikiran
dan menghasilkan tujuan atau terget yang di arahkan untuk menemukan
suatu makna atau untuk menciptakan diri dan kepriadian yang baru.
c. Orang yang mengalami konversi secara bertahap akan memperdalam
agama dan dan keyakinan yang dia terima secara terus menerus dan
progresif.46
Lofland dan Strak (1977). Memberikan suatu model untuk
menggambarkan proses konversi yang dialami kelompok tertentu yang
menjadi sampel penelitian mereka. Namun yang perlu ditegaskan di sini
adalah bahwa mereka berdua tidak pernah menyatakan bahwa model
deskriptif proses konversi tersebut akan cocok untuk semua jenis konversi
agama atau bahwa model yang digagas adalah semata-mata upaya untuk
berteori secara kualitatif dan tidak disajikan suatu sebab-akibat atau model
yang dapat diuji untuk mengarahkan penelitian empirik. Model konversi
46
Gazi & Faojah, Psikologi Agama Memahami Pengaruh Agama Terhadap Prilaku
Manusia, (Lembaga Penelitian : UIN Syaraif Hidayatullah Jakarta ) Cet- 1.h. 94
45
yang dibuat Lofland dan Stark merupakan suatu proses dari berbagai
fenomena yang dapat diidentifikasi dan saling berhubungan satu sama lain.
Model tersebut mencakup 7 faktor yang memberikan sumbangan terhadap
terjadinya konversi. Ketujuh faktor tersebut terbagi dalam dua katagori
yaitu faktor predisposisi dan faktor situasi.
Faktor pradisposisi terdiri dari :
a. Pengalaman tertekan atau ketidak puasan.
b. Pengalaman tertekan atau ketidakpuasan tersebut di tafsirkan dalam
perspektif agama.
c. Dialami oleh orang-orang yang mempersepsi diri mereka sebagai
pencari tuhan.
Sedangkan faktor situasi yang mempengaruhi terjadinya konversi
adalah sebagai berikut:
a. Bertemu dengan tokoh suci pada satu titik krisis di dalam hidup.
b. Ada keleketan afeksi atau perasaan yang kuat terhdap salah satu atau
lebih orang beriman yang memiliki komitmen agama yang kuat.
c. Dikombinasi dengan kontak yang sedikit dengan kaum yang tidak
beriman.
d. Jika interaksi yang intensif berlangsung di antara pencari tuhan
dengan kaum beriman terus berlangsung maka besar kemungkinan,
konversi akan terjadi.47
47
Gazi & Faojah, Psikologi Agama Memahami Pengaruh Agama Terhadap Prilaku
Manusia, (Lembaga Penelitian : UIN Syaraif Hidayatullah Jakarta ) Cet- 1.h. 96
46
Sedangkan konversi agama secara terminilogi, menurut Walter
Houstan dalam bukunya The Psychologogy of Religion, konversi agama
sebagai suatu macm pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang
mengandung perubahan arah yang cukup berati, dalam sikap terhadap
ajaran dan tindak agama.48
3. Proses Konversi Agama
Konversi agama bukan hal yang mudah bagi seseorang. Setiap
individu memiliki tahapan yang berbeda-beda. Hal tersebut dapat
dikaitkan dengan perkembangan pemikiran manuasia terhadap adanya
Tuhan dan agama. Terkait perbedaan dalam pandangan hidup dan lain hal
nya. Manusia memang telah digariskan oleh Allah Swt. Memiliki akal
yang mana menjadi pembeda dirinya dengan makhluk Allah lainnya.
Kecenderungan manusia dalam mencari agamanya dikemukakan
dalam bebrapa teori dan beberapa pakar yaitu : pertama, teori wahyu oleh
Wilhelm Schmidt. Manusia memiliki kecenderungan percaya terhadap satu
Tuhan atau disebut paham monoteisme. Paham tersebut merupakan paham
tertua dalam kebudayaan masyarakat. Manusia sebagai makhluk bumi
dimaknai memiliki kemampuan berupa akal untuk menemukan agamanya
dan Tuhannya secara mandiri. Hal tersebut di-qiyas-kan terhadap agama
Islam bahwa manusia telah diciptakan Allah Swt, dengan nikmat yang
luar biasa yakni akal, sebagai mana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Selain itu, Allah Swt, juga telah menurunkan wahyu kepada manusia
48
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, ( Jakarta : PT Bulan Bintang, 2005 ), h. 160.
47
sebagai pedoman dirinya untuk menuju jalan kebenaran yakni agama
Islam dan bertTuhankan Allah Swt. Kedua, teori antropologis oleh Edward
Burnet Taylor. Teori ini memiliki perbedaan yang sangat mencolok
dengan teori pertama. Apabila pada teori pertama dikatakan bahwa dalam
diri manusia telah kecenderungan untuk menemukan Tuhannya melalui
potensinya sendiri, maka dalam teori kedua justru sebaliknya. Menurut
teori ini bahwa sesungguhnya Tuhan itu tidak ada dan kemudian membuat
ada adalah manusia itu sendiri. Hal tersebut dikaitkan dengan kehidupan
manusia primitif yang notabene dianggap belum mengenal agama dalam
arti yang sebenarnya. Selain itu teori ini sering dikaitkan dengan paham
komunisme –ataisme yang berpendirian bahwa agama adalah candu bagi
masyarakat.49
Proses konversi agama yang terjadi antara satu orang dengan yang
lainnya berbeda, keadaan ini sesuai dengan pertumbuhan jiwa yang
dilaluinnya, serta pengalaman dan pendidikan yang diterimanya sejak
kecil, ditambah dengan suasana lingkungan dimana ia hidup dengan
pengalaman terakhir yang menjadi puncak dari perubahan keyakinan itu.
Berlainan pula sebab yang mendorongnya dan bermacam pula
tingkatannya, ada yang dangkal, sekedar untuk dirinya saja, ada pula yang
mendalam. Ada yang terjadi sekejap mata dan ada pula yang berangsur-
angsur.50
49
Hidayatus Syarifah, Pendidikan Agama Islam Bagi Muallaf di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayaysan An-Naba Center Sawah Baru. (Tesis ) h. 34 50
Heny Nerendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, ( Jakarta : UIN
Jakarta Press, 2007), h. 140.
48
Menurut Zakiah Darajat konversi melalui lima tahap berdasarkan
proses kejiwaan, yaitu :
1) Masa tenang. Dalam tahap ini kondisi seseorang berada dalam
keadaan tenang sebelum mengalami konversi, dimana segala sikap
tingkah laku dan sifat-sifatnya acuh tak acuh menentang agama.51
2) Masa ketidaktenangan. Tahap ini konflik dan pertentangan batin
berkecamuk dalam hatinya dalam bentuk gelisah, putus asa, tegang,
panik dan sebagainnya. Baik disebabkan oleh moralnya, kekecewaan
atau oleh apapun. Pada masa tegang, gelisah dan konflik jiwa berat
itu, biasanya menyebabkan orang mudah perasa, cepat tersinggung
dan hampir-hampir putus asa dalam hidupnya, dan mudah sugesti.52
3) Masa konversi. Tahap ini terjadi setelah masa guncang mencapai
puncaknya. Orang merasa tiba-tiba mendapat petunjuk Tuhan,
mendapat kekuatan dan semangat. Sehingga terciptalah ketenangan
dalam bentuk kesediaan menerima kondisi. Karena saat ketenangan
batin itu terjadi dilandaskan atas suatu perubahan sikap kepercayaan
yang bertentangan dengan sikap kepercayaan sebelumnya, maka
terjadilah proses konversi agama.53
4) Masa tenang dan tentram. Tahap ini seseorang merasakan kondisi jiwa
yang baru stelah melewati krisis konversi agama. Timbulah rasa
aman, damai, dan tidak lagu merasakan kegelisahan. Ketenangan dan
51
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, h. 163. 52
Zakiah Darajai, Ilmu Jiwa Agama, h. 163. 53
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, h. 163.
49
ketentraman yang dirasakan disebabkan oleh kepuasan terhadap
keputusan yang sudah diambil.54
5) Masa ekpresi konversi. Tahap terakhir dari konversi adalah
pengungkapan konversi agama dalam tindak tanduk dan sikap
hidupnya berubah mengikuti ajaran dan peraturan agama yang dipilih.
Maka konversi yang diiringi dengan tindaka dan ungkapan-ungkapan
konkret dalam kehidupan sehari-hari, itulah yang akan membawa
tetap dan mantapnya perubahan keyakinan tersebut.55
4. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Konversi Agama
Hakikat peralihan, terdapat pengaruh berbagai faktor di dalamnya.
Baik secara internal maupun eksternal, faktor tersebut dapat saling
berhubungan. Meskipun, tidak semua faktor dialami oleh seseorang yang
mengalami peralihan termasuk muallaf secara komperhensif. Namun,
berikut akan dipaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi peraliha,
khususnya peralihan agama seseorang. Lebih dikhususkan lagi
pembahasan terhadap muallaf yang mengalami peralihan agama non-Islam
menjadi Islam.56
Berbagai ahli berbeda pendapat dalam menentukan faktor yang
menjadi pendorong konversi. Menurut ahli agama menyatakan , bahwa
yang menajdi faktor pendorong terjadinya konversi agama adalah petunjuk
Tuhan. Pengan supranatural berperan secara dominan dalam proses
54
Zakiah Darajat, Ilmu Jiw a Agama, h. 163. 54
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, h. 164.
56
Hidayatus Syarifah, Pendidikan Agama Islam Bagi Muallaf di Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayaysan An-Naba Center Sawah Baru. (Tesis ) h. 35.
50
terjadinya konversi agama. Sedangkan para ahli psikologi berpendapat,
bahwa yang menjadi pendorong terjadinya konversi agama adalah faktor
psikologis yang ditimbulkan oleh faktor intern maupun ekstren.57
William
James dalam buku jalaludin, membagi konversi agama menjadi dua tipe
yaitu :
1) Tipe Volitional ( Perubahan Bertahap )
Konversi agama tipe ini terjadi secara berperoses sedikit demi
sedikit, sehingga menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan ruhaniah yang
baru. Konversi yang demikian itu sebagian besar terjadi sebagai suatu
proses perjuangan batin yang ingin menjauhkan diri dari sosa karena ingin
mendekatkan suatu kebenaran.58
2) Tipe Self-Surender ( Perubahan Drastis )
Konversi agama tipe ini adalah konversi yang terjadi secara
mendadak. Seseorang tanpa mengalami suatu proses tertentu tiba-tiba
berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang dianutnya. Perubahan
inipun dapat terjadi dari kondisi yang tidak taat menjadi lebih taat, dari
tidak percay kepada suatu agama kemudian menjadi percaya, dan
sebagainya. Pada kondisi tipe kedua ini William James mengakui adanya
pengaruh petunjuk dari Yang Mahakuasa terhadap seseorang, karena
gejala konversi ini terjadi dengan sendirinya pada diri seseorang sehingga
ia menerima kondisi yang baru dngan penyerahan jiwa sepenuhnya.59
57
Jalaludin, Psikologi Agama, h. 275-276. 58
Jalaludin , Psikologi Agama. H. 276. 59
Jalaludin, Psikologi Agama, h. 277.
51
Masalah-masalah yang menyangkut terjadinya konversi agama
tersebut berdasarkan tinjauan para psikolog adalah berupa pembebasan diri
dari tekanan batin. Faktor yang melatarbelakinginya timbul dari dalam diri
(intern) dan dari lingkungan ( ekstern).60
a) Faktor Intern
(1) Kepribadian
Secara psikologi tipe kepribadian tertentu akan mempengaruhi
kehidupan jiwa seseorang. Dalam penelitian W. James ia menemukan,
bahwa tipe melankolis yang memiliki kerentanan perasaan lebih
mendalam dapat menyebabkan terjadinya konversi agama dalam dirinya.61
(2) Faktor Pembawaan
Menurut penelitian Guy E. Swanson bahwa ada semacam
kencenderungan urutan kelahiran mempengaruhi konversi agama. Anak
sulung dana anak yang bungsu biasanya tidak mengalami tekanan batin,
sedangkan anak-anak yang dilahirkan pada urutan antara keduanya sering
mengalami stres jiwa. Kondisi yang dibawa berdasarkan uruta kelahiran
itu banyak mempengaruhi terjadinya konversi agama.62
a) Faktor Ekstern ( faktor luar diri )
Diantara faktor luar yang mempengaruhi terjadinya konverisi
agama adalah :
60
Jalaludin, Psikologi Agama, h. 277. 61
Jalaludin, Psikologi Agama, h. 277. 62
Jalaludin, Psikologi Agama, h. 278.
52
(1) Faktor Keluarga
Keretakan keluarga, ketidakserasian, berlarian agama, kesepian,
kesulitan seksual, kurang mendapatkan pengakuan kaum kerabat, dan
lainya. Kondisi yang demikian menyebabkan seseorang akan mengalami
tekanan batin sehingga sering terjadi konversi agama dalam usahanya
untuk meredakan tekanan batin yang menimpa dirinya.63
(2) Lingkungan Tempat Tinggal
Orang yang merasa terlempar dari lingkungan tempat tinggal atau
tersingkir dari kehidupan disuatu tempat merasa dirinya hidup sebatang
kara. Keadaan yang demikian menyebabkan seseorang mendambakan
ketenangan dan mencari tempat untuk bergantung hingga kegelisahan
batinnya hilang.64
(3) Prubahan Status
Perubahan status, tertutama yang berlangsung secara mendadak akan
banyak mempengaruhi terjadinya konversi agama, misalnya : perceraian,
keluar dari sekolah atau perkumpulan, perubahan pekerjaan, menikah
dengan orang yang berlainan agama, dan sebagainya.65
(4) Kemiskinan
Kondisi sosial ekonomi yang sulit juga merupakan faktor
mendorong dan mempengaruhi terjadinya konvesi agama. Masyarakat
awam yang miskin cenderung untuk memeluk yang menjajikan
63
Jalaludin, Psikologi Agama, h. 278. 64
Jalaludin, Psikologi Agama, h. 278. 65
Jalaludin, Psikologi Agama, h. 278.
53
kehidupan dunia yang lebih baik. Kebutuhan mendesak akan sandang
dan pangan dapat mempengaruhi.66
Berdasarkan pemaparan-pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa
penyebab konversi agama seseorang sangat beragam. Terdapat faktor
internal seperti diri muallaf dan faktor eksternal selain diri muallaf yang
dapat mempengaruhi konversi agama tersebut. Sehingga adanya faktor-
faktor tersebut dapat dijadikan pertimbangan dalam perkembangan dalam
perancangan dan pelaksanaan bimbingan agama Islam bagi muallaf.
66
Jalaludin, Psikologi Agama, h. 279.
54
BAB III
GAMBARAN UMUM PESANTREN PEMBINAAN MUALLAF YAYASAN
ANNABA CENTER SAWAH BARU CIPUTAT
A. Sejarah Singkat Berdirinya Pesantren Pembinaan Muallaf
Pesantren pembinaan muallaf berdiri Pada tahun 2007, berawal dari
keperihatinan mendalam Ustadz Syamsul Arifin Nababan yang menyaksikan
para muallaf banyak yang terlantar dan tidur di kolong-kolong masjid istiqlal
jakarta. Kondisi mereka sangat memperhatinkan karena setelah masuk Islam
mereka umumnya terusir dari rumah, hidup tanpa perlindungan orang tua dan
keluarga.
Memang selama ini sebagian umat Islam tak mengetahui ada lembaga
yang melakukan pembinaan terhadap muallaf secara terpadu. Secara umum,
umat Islam hanya mengenal Masjid Istiqlal dan sunda kelapa yang memiliki
program pembinaan muallaf. Tapi ketika ditanya adakah lembaga atai
pesantren yang khusus membina para muallaf, dipastikan jawabanya tidak
tahu, inilah faktanya.
Fakta inilah, Pesantren Pembinaan Muallaf An-Naba Center didirikan
pada tahun 2007 dengan luas 1200 meter persegi dari wakaf seorang donatur.
Ustadz Syamsul Arifin Nababan mengaku terenyuh tiap kali melihat
pembinaan muallaf ditanah air. Beliau berkata saya tidak pernah
membayangkan bahwa dakwah yang selama ini saya lakukan ternyata tidak di
topang dengan sistem pembinaan terpadu yang akan membimbing para muallaf
menuju pengenalan dan pendalaman tentang Islam secara kaffah.
55
Hingga saat ini, terdapat santri yang tengah mondok menuntut ilmu di
pesantren ini. Tapi jika di hitung sejak awal berdiri sudah mencapai 50 orang
lebih. Bahkan pesantren ini juga telah mengislamkan lebih dari 11 muallaf.
Dua diantaranya warga asing Amerika Serikat dan Polandia. Sedangkan santri
yang mondok, semuanya juga merupakan muallaf yang berasal dari berbagai
wilayah di Indonesia, mulai dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, hingga
Papua. Keragaman ini sengaja dipupuk dan dibina untuk menghindari kesan
ekslusivitas terhadap suku, ras atau etnis tertentu.
Mereka memutuskan masuk Islam berasal dari berbagai kalangan dan
tingkat ekonomi. Mereka mengenal Islam umumnya dari bacaan, pernikahan
dan pergaulan. Sebelum memutuskan masuk Islam, mereka memutuskan
masuk Islam di pondok ini karena mendapat informasi dari mulut ke mulut.
Demikian juga dengan muallaf yang dari Amerika Serikat dan Polandia.
Apalagi, pesantren ini membuka pintu lebar-lebar bagi siapa saja yang ingin
mengenal dan belajar Islam. Karenanya, pesantren tidak hanya memberikan
pengetahuan kepada kepada santri yang tinggal pondok akan tetapi juga
menyediakan ruang bagi masyarakat umum untuk belajar Islam dan bahasa
arab. Meski tempatnya tidak dikenal luas, tapi berkeat informasi dari mulut ke
mulut, akhirnya banyak juga warga berkunjung. Sebagian diantaranya adalah
calon muallaf yang mengajak berdiskusi sebelum akhirnya mengucapkan dua
kalimat syahadat.
Serupa dengan lembaga pembinaan muallaf yang sudah ada, An-Naba
Center juga banyak menghadapi tantangan. Sayangnya, selama ini tantangan
56
ini seolah-olah hanya menjadi beban. Lembaga dan sang pengelola saja.
Padahal, seharusnya, umat islamlah yang menanggungnya secara bersama.
B. Visi dan Misi
Visi dan misi adalah suatu aspek penting dalam menjalankan suatu
organisasi, setiap langkah yang diterapkan mengacu pada visi dan misi, hal ini
karena perlunya pembinaan yang terarah tidak hanya belajar dan belajar asal
jadi. Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut, pesantren pembinaan muallaf
memiliki visi dan misi yang jelas sebagai penuntun langkah ke depan.
1. Visi
“Membentuk kader-kader muslim yang kaffah dan mampu menjadi
avantguard (penjaga gawang) bagi penguatan akidah Islamiyah”1
2. Misi
Sebagaimana sebuah intitusi pendidikan non formal yang melahirkan
pribadi-pribadi muslim yang kaffah, berkarakter, berjiwa kemandirian, maka,
misi Yayasan An Naba Center dituangkan dalam beberapa misi berikut:
a. Menggugurkan seluruh sisa-sisa keyakinan sebelumnya dan
menggantikan dengan iman islam yang lurus.
b. Menanamkan pondasi keislaman yang kokoh berdasarkan al-Quran dan
Sunah Rasul Saw.
c. Mencetak juru dak’wah ( da’i) yang militan dan berwawasan
perbandingan agama.
d. Membentuk pribadi muslim yang berakhlakul karimah, mandiri dan
terampil.2
1 Muallaf News, Geliat Dakwah di Papua, ( Ciputat : Yayasan An Naba Center, 2012),
h.4.
57
e. Menggalang kesatuan dan persatuan di antara kaum muslimin indonesia
dalam memberikan daya dukung terhadap kekuatan iman dan takwa
yang mampu bagi saudara kaum muallaf.3
Sebagai ikhtiar kelembagaan dalam rangka mengajak masyarakat
untuk peduli melihat keterbelakangan pendidikan dan pembinaan muallaf di
Indonesia, padahal mereka juga merupakan salah satu potensi dan asset umat
yang dapat diandalkan keberadaanya bagi bangunan bangsa yang beriman dan
bertaqwa.
C. Tujuan
Tujuan didirikannya Pesantren ini adalah untuk membantu pemerintah
dalam usaha pemerataan pelayanan, pembinaan, dan meningkatkan
kesejahtraan masyarakat melalui pendidikan yang berguna.
Di lihat dari sudut ini, tampak jelas peran dan fungsi Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center yang semula hanya bergerak di
bidang dakwah secara kecil-kecilan, kemudian merambah pada wilayah-
wilayah lain yang lebih luas, bahkan sampai keluar negeri. Wilayah
oprasional dakwah Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Anaba Center
yang semakin luas tersebut sesuai tuntutan zaman yang menghendaki
implementasi syi’ar Islam bukan hanya pada tataran konvensional, melainkan
juga pada tataran teknis kehidupan.4
2 Muallaf News, Geliat Dakwah di Papua, ( Ciputat : Yayasan An-Naba Center, 2012 ),
3 Muallaf News, Geliat Dakwah di Papua, ( Ciputat : Yayasan An Naba Center, 2012),
h.4. 4Wawancara dengan Ust. Idham Khalid, Ciputat 24 September 2017.
58
D. Program Pembinaan Muallaf An Naba Center
1. Program
Di Pesantren Pembinaan Muallaf An Naba Center kegiatan
pembinaan di lakukan setiaap hari. Pada kegiatan pembinaan ini diikuti
oleh seluruh muallaf yang tinggal di Pesantren Pembinaan Muallaf An
Naba Center tersebut. Untuk lebih jelasnya penulis akan memaparkan
program yang di lakukan muallaf di Pesantren Pembinaan Muallaf An-
Naba Center.
No1 Tabel Kegiatan di Pesantren Pembinaan Muallaf An
Naba Center Sawah Baru Ciputat.5
No Hari Waktu Kegiatan
1
Senin
03:30-0430 Shalat Tahajud dan Dzikir
04:30-05:00 Shalat Shubuh dan Dzikir
05:00-07:00 Kajian Kitab Bulugul Marom
18:00-19:00 Shalat Magrib dan Sirah Nabawi
2
Selasa
03:30-04:30 Shalat Tahujjud dan Dzikir
04:30-05:00 Shalat Shubuh dan Dzikir
05:00-07:00 Kajian Kitab Tafsir Jalalain
18:00-19:00 Shalat Magrib dan Halaqoh Kajian
Tauhid
5 Dokumen Pondok Pesantre Pembinaan Muallaf Yayasan An-Na ba Centr, Ciputat 24
September 2017.
59
No Hari Waktu Kegiatan
3
Rabu
03:30-0430 Shalat Tahajud dan Dzikir
04:30-05:00 Shalat Shubuh dan Dzikir
05:00-07:00 Kajian Kitab Bulugul Marom
18:00-19:00 Shalat Magrib dan Sirah Nabawi
4
Kamis
03:30-04:30 Shalat Tahujjud dan Dzikir
04:30-05:00 Shalat Shubuh dan Dzikir
05:00-07:00 Kajian Kitab Tafsir Jalalain
18:00-19:00 Shalat Magrib dan Halaqoh Kajian
Tauhid
5
Jum’at
03:30-0430 Shalat Tahajud dan Dzikir
04:30-05:00 Shalat Shubuh dan Dzikir
05:00-07:00 Kajian Kitab Bulugul Marom
18:00-19:00 Shalat Magrib dan Sirah Nabawi
6
Sabtu
03:30-04:30 Shalat Tahujjud dan Dzikir
04:30-05:00 Shalat Shubuh dan Dzikir
05:00-07:00 Kajian Kitab Tafsir Jalalain
18:00-19:00 Shalat Magrib dan Halaqoh Kajian
Tauhid
7
Minggu
03:30-04:30 Shalat Tahujjud dan Dzikir
04:30-05:00 Shalat Shubuh dan Dzikir
05:00-07:00 Kajian Kitab Tafsir Jalalain
18:00-19:00 Shalat Magrib dan Halaqoh Kajian
Tauhid
60
No.2 Tabel Program –Program di Pesantren Pembinaan Muallaf An
Naba Center Sawah Baru Ciputat6
No Program Keterangan
1
ProgramPembinaan
a) Memberikan dasar-dasar akidah
islamiyah melalui kajian rutin.
b) Memberikan dasar-dasar ilmu
perbandingan agama.
c) Memberikan pelatihan khutbah atau
ceramah-ceramah yang efektif.
2
Program Pendidikan
a) Menyelenggarakan pendidikan formal
dari tingkat dasar sampai perguruan
tinggi.
b) Menyelenggarakan pendidikan
pesantren dengan pola terpadu
(islamic boarding scholl system).
3
Program Pengembangan
a) Menghafal Al-Quran da Tafsirnya
b) Menghafal Hadist dan Sarahnya.
c) Penguasaan Bahasa arab.
d) Penguasaan Bahasa Inggris.
4
Program Vokasional
a) Pendidikan Ktrampilan.
b) Menyelenggarakan Baitul Mal wa
Tamwil.
c) An Naba Smart ( Swalayan ).
d) Pusat pelayanan Ibadah Haji dan
Umrah.
e) Pusat Konsultasi perbandingan agama
dan hukum islam.
f) Pusat konsultasi keluarga sakinah.
g) Koperasi pesantren.
6 Dokumen Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf Yayaan Annaba Center, Ciputat 24
September 2017.
61
2. Kegiatan Keagamaan di Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
Annaba Center
Ada beberapa proses pengislaman calon muallaf yang dilakukan di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center. Terhadap para calon
muallaf antaralain; pertama, dilakukan wawancara pihak pengurus dan pihak
calon muallaf. Kedua, dialog, dan diajarkan mengucapkan dua kalimat
syahadat yang dipimpin langsung oleh pengasuh dibaca bersama-sama yang di
saksiakan oleh Para hadirin. Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat maka
calon muallaf tersebut sudah menjadi seorang Muslim, kewajiban-kewajiban
serta larangan-larangan dalam islam berlaku atas dirinya.
Hal ini merupakan upacara pengislaman yang dilakukan di Pesantren
Pembinaan Muallaf yayasan An Naba Center. Kemudian penjelasan singkat
dari pengasuh tentang daar-dasar islam. Setelah penjelasa selesai, para muallaf
diharapkan memahami apa yang telah di smpaikan oleh pengasuh tersebut
terutama yang paling penting adalah menghafal 2 (dua) kalimat syahadat
beserta terjemahnya.
E. Struktur Organisasi Pesantren Pembinaan muallaf Yayasan An Naba
Center
Struktur organisasi merupakan fungsi yang paling penting untuk
mencapai tujuan bersama. Di mana struktur itu adalah sebuah mekanisme
dalam suatu organisasi yang disusun atau di bangun secara teratu, sedangkan
organisasi adalah sarana atau alat untuk mencapai tujuan, karena organisasi
merupakan sekumpulan orang-orang di dalamnya mempunyai tujuan yang
sama dan saling bekerja sama serta terikat secara format dlam kelembagaan.
62
No 1. Struktur Organisasi Pesantren Pembinaan muallaf Yayasan An -
Naba Center Sawah Baru Ciputat.7
Ketua
Sekretaris Bendahara
Pembina
Pembina 1 Pembina 2 Pembina 3
Pembina 4 Pembina 5 Pembina 6
Pembina 7
7 Dokumen Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan Anba Center, Ciputat 24
September 2017.
Ustadz. Syamsul Arifin Nababan ( Kristologi )
Ozi Setiadi Laily Yuheni Hasibuan
Ust. Sunali ( Liqa Tarbiyah ) Ust. Ali Akbar ( Fiqih ) Ust. Abdul Aziz (Aqidah & Akhlak)
Ust. Mukhlis (BHS. Arab) Ust. Idham Chalid ( Tahfidz Al-Qur’an) Ust. Khairul Insan (Ulumul Hadits)
Ust. Muhammad Rofiq ( Tahsin Al-Qur’an)
63
F. Sarana dan Prasarana
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center juga
memberikan semua fasilitas yang ada pada pada mullaf, untuk bisa digunakan
sebagai penunjang kegiatan muallaf. Sarana dan prasarana yang ada di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An Naba Center adalah :
1. Aula dan Asrama
2. Ruangan belajar dan Perpustakaan
3. Lab. Komputer
4. Tunjangan-tunjangan lainnya, seperti :
a. Pendidikan sekolah sampai peguruan tinggi di bantu oleh pihak
pesantren.
b. Mendapatkan peralatan mandi seperti sabun dsb.
c. Mendapatkan alat tranportasi bagi yang jauh sekolahnya.
Gambar 1. Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba
Center Sawah Baru Ciputat
64
Gambar 2. Prosesi pengislaman seorang Muallaf bersama Ust. Syamsul
Arifin Nababan (Kristologi)
Gambar 3. Wawancara Ust. Iwan Pewa salah satu pengurus Pondok
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center
65
BAB IV
HASIL DAN ANALISA DATA PENELITIAN
A. Temuan Penelitian
1. Deskripsi Informan Pembimbing
Dalam penelitian ini, penulis melakukan observasi dan wawancaara
langsung dalam kegiatan bimbingan agama pada muallaf. Informan yang
diwawancarai penulis skripsi ini terdiri dari pembimbingan agama,
pembinaan muallaf serta beberapa santri muallaf yang telah mengikuti
kegiatan bimbingan dan pembinaan lebih dari satu tahun, adapun gambaran
umum mengenai informan adalah sebagai berikut :
a. Pembimbing Agama
1) Ustadz Syamsul Arifin Nababan
Ustadz Syamsul Arifin Nababan lahir di Tebing Tinggi ( Sumatra Utara ),
10 Nopember 1966, dan mulai menjadi pembimbing agama bagi para muallaf
sejak tahun 1998. Pada kegitan bimbingan agama pada muallaf belum
terprogram seperti saat ini. Saat Pesantren Pembinaan Muallaf didirikan pada
2008, kegiatan bimbingan agama terprogram dalam sistem Pesantren.
Motivasinya menjai pembimbing agama khususnya bagi para muallaf yang
terlantar di masjid-masjid besar. Belum ada lembaga atau organisasi Islam
yang memperhatikan keberadaan para muallaf yang sejatinya sangat
membutuhkan bimbingan agama. Berkat kegigihan dan semangatnya dalam
menjalankan dakwah Islam, Ustadz Syamsul Arifin Nababan berhasil
mendirikan sebuah pesantren khusus untuk pembinaan para muallaf.
66
Selain itu, Ustadz Syamsul Arifin Nababan berharap kepada para muallaf
supaya bisa berdaya guna menjadi ujung tombak dari dakwah islam.
Menurutnya kalau muallaf ini berdakwah, bobot dakwahnya bisa lebih hebat
dari pada ustadz yang lahir dari Islam karena mereka mempunyai pengalaman
dua agama beliau selalu mendorong muallaf supaya menjadi orang yang alim
dan menjadi da’i nantinya.1
2) Ustadz Iwan Ustman Pewa
Ustadz Iwan Ustman Pewa lahir di Kupang , 30 Agustus 1991. mulai
menjadi pembimbing agama bagi muallaf sejak tahun 2015. Beliau adalah salah
satu pembimbing yang masih berada di Pesantren karena pembimbing yang
sudah menikah mereka akan tinggal di luar sekitar pondok. Motivasinya menjadi
pembimbing agama karena beliau merasakan kebaradaan muallaf apa lagi ketika
dijauhkan dari keluarganya. Ustadz Iwan Ustman Pewa berharap kepada para
muallaf supaya mereka mempu memahami dan mengenal Islam secara kaffah
supaya mereka tidak murtad atau tidak kembali lagi ke agama sebelumnya.
Selain itu diharapkan para muallaf ini mampu menjadi juru dakwah atau da’i di
kampung halamannya atau tempat lainnya.2
Ibu beliau adalah non muslim dan ayah beliau muslim sejak kecil beliau
diajarkan tentang agama Islam oleh ayahnya sehingga beliau sampai saat ini
sangat mendalami agama Islam, setelah beliau lulus menjadi mahasiswa beliau
langsung ditawarkan oleh Ustadz Syamsul Arifin untuk mengajarkan para
1 Wawancara Pribadi Ust . Syamsul Arifin Nababan, di Pondok Pesantren An-Naba
Center Sawag Baru Ciputat 2 Wawancara Pribadi Ust. Iwan Ustman Pewa di Masjid Pondok Pesantren An-Naba
Center Sawag Baru Ciputat ,24 Februari 2018.
67
muallaf dipondok pesantren yang dipimpin langsung oleh Ustadz Syamsul Arifin
Nababan.
Ustadz Iwan Pewa sangat senang mengajar dan membimbing para
muallaf disana karena ia merasa bermanfaat ilmu yang dimilikinya dan
merasakan apa yang para muallaf rasakan saat berjuang untuk meneguhkan
keyakinannya untuk benar-benar memeluk Islam.
Sebagai seseorang yang membimbing para muallaf Ustadz Iwan Ustman
Pewa memiliki cara sendiri untuk membimbing para muallaf dengan cara
pendekatan langsung kepada para muallaf agar para muallaf tidak merasakan
kesendirian dalam menjalani pembelajaran tentang agama Islam.
2. Deskripsi Informan Terbimbing
a. Mualaf Yayasan An-naba center
1) Salman / Mardones Boimau
Remaja yang lahir di Nusa Tenggara Timur (NTT) di desa Taehue pada
tanggal 3 November 1998 ini tertarik dengan Islam ketika mendengar Ayat Al-
Qur’an dan di nasehati oleh seorang ustadz yang bernama Moqoginta beliau
memberikan nasehat terkait tentang Islam sehingga Salman ingin mempelajari
lebih dalam lagi tentang Islam akan tetapi di satu sisi keluarganya tidak
menyetujui keputusan Salaman Sampai-Sampai jika ia mau memeluk Islam ia
akan di keluarkan dari keluarganya, sungguh berat perjuangannya untuk
memeluk Islam. Keputusannya untuk meninggalkan agama Kristen Protestan
diusianya yang relatif masih muda merupakan sebuah keputusan yang sangat
berat baginya.
68
Karena niatnya yang kuat cobaan apapun dihadapinya dari dikeluarkan
oleh keluarganya di kucilkan dari limgkungannya dan di jauhkan dari
keluarganya akan tetapi berkat bimbingan ustadz Muqoginta, Salman
memutuskan untuk berhijrah ke Pondok Pesantren An-Naba Center Sawah
Baru Ciputat dan akhirnya Salman bertemu dengan Ust Iwan Ustman Pewa dan
mendapatkkan bimbingan yang sangat mendasar mengenai Islam dari belajar
bersuci, mengaji serta ibadah-ibadah lainnya, dengan tujuan menjadi da’i yang
menyebarkan ajaran agama Islam.3
Hingga saat ini salman sangat giat dalam mendalami ilmu tentang
ajaran agama Islam, dan bisa berbaur dengan lingkungan sekitarnya walaupun
masih merasakan kegelisahan saat berkumpul bersama dengan teman-
temannya.
2) Mustaqim / Alberto Simenes
Mustaqim adalah seorang yang muallaf yang lahir di Baucau, NTT
tepatnya pada tanggal 02 Agustus 1999, dari keterpaksaan menjadi muallaf
hingga akhrinya lama kelamaan Mustaqim dapat menerima kemuallafan
dengan sepenuh hati, sebelum Mustaqim tidak tahu kalau ingin diajak pergi ke
Pondok Pesantren An-Naba Center Sawah Baru Ciputat karena Mustaqim di
janjikan akan pergi bersama Ustadz Iwan untuk menyusul kakaknya yang di
Bandung untuk bekerja bersamanya akan tetapi mustaqim malah diantar ke
Pondok Pesantren An-Naba Center Sawah Baru Ciputat dan di muallafkan
sebenarnya ada berat hati menjadi muallaf akan tetapi mustaqim menahanya itu
semua dan ternyata kakaknyapun mendukung keputusan Mustaqim.
3 Wawancara pribadi dengan Salma santru muallaf putra di Pondok Pesantren An-Naba
Center Sawag Baru Ciputat, 24. Februari 2018.
69
Hari demi hari dilewati ada rasa jenuh menghampiri ingin rasanya
kembali ke rumah dan kembali kepada keyakinan yang baru yaitu Kriten
Katolik akan tetapi dengan motivasi Ustadz Iwan dan kawan-kawan yang
berasal dari lingkungannya akhirnya Mustaqim tetap tinggal di Pondok tersebut
dengan belajar agama Islam lebih mendalam.
3) Faris / Cleo Petrik
Seorang pemuda yang penuh lika-liku dalam mencari ketenangan
batinnya dan kegundahan dalam beragama dan memutuskan untuk masuk
Islam, namanya Faris dia lahir di Ambon pada tanggal 14 April 1992, di dalam
perjalananya mencari ketengan hati Faris rela kabur dari rumahnya karena di
rumahnya sudah tak nyaman lagi berbagai masalah yang ia hadapi dari di
tinggal Ibunya dan Ayahnya banyak yang membicarakannya karena sering
bermain dengan wanita-wanita yang tak dikenalnya, sehingga Faris
memutuskan kabur dari rumah tanpa sepengatahuan ayahnya, dia kabur dari
rumahnya dengan kapal laut dan tanpa bayar ongkos lalu ia diturunkan di
tengah-tengah pulau yang ia tidak ketahuinya nama pulaunya pulau Nameia
akhirnya ia mencari pekerjaan tapi tak kunjung ia dapatkan karena ketika kabur
dari rumah ia tak membawa apapun kecualai baju yang ia kenakan.
Di saat ia berjalan tidah tahu arah yang dituju seseorang menghampirinya
dan menawarkannya pekerjaan serta tinggal di kosannya dan ternyata orang itu
beragama Islam dan Faris merasakan ingin mengetahui lebih banyak lagi
tentang agama Islam, ketika Lebaran Haji ketika pembagian daging Qurban ia
mendapat daging dari situ ia semakin tertarik dengan Islam dan akhirnya ia
memutuskan untuk masuk Islam akan tetapi harus mendapat persetujuan orang
70
tuanya lalu Faris menceritakan kisahnya yang kabur dari rumah tanpa
sepengetahuan orang tuanya dan ahirnya Faris pun di Islamkan dekat Masjid
yang ia tempatkan bersama kawan-kawannya.
Setelah memeluk Islam ia melihat teman—temannya yang sudah
mengenal Islam sejak kecil akan tetapi malas dalam beribadah terkaadang tak
Sholat Jum’at kadang tak berpuasa di bulan Ramadhan akhirnya Faris
memutuskan untuk Hijrah ketempat yang lebih baik yaitu ke Pondok Pesantren
An-Naba Center Ciputat, berkat saran Ustadz yang berada di Masjid dekat ia
tinggal.
Ketika sampai di Pondok Pesantren An-Naba Center Ciputat, Faris
menceritakan tentang perjalanan hidupnya akhirnya di terima Faris untuk
bermukim di pondok tersebut dan mendapatkan bimbingan agama dari belajar
bersuci, beribadah, sampai membaca Al-Qur’an samapai sekarang ia masih
mendalami agama Islam agar menjadi pendakwah yang handal dan bermanfaat
bagi lingkungannya.
B. Upaya Peran Pembimbing Agama dalam Pembinaan Keagamaan Bagi
Muallaf di Pondok Pesantren An-Naba Center Yayasan Pembinaan
Muallaf Sawah Bar Ciputat
Dalam hal ini pembimbing agama memberikan upaya atau kontribusi
terhadap pembinaan kegamaan pada muallaf yaitu dengan memberikan unsur
penunjang dalam hal berupa bimbingan agama Islam yang baik di antaranya
sebagai berikut :
a. Memberikan bimbingan pemahaman agama ( Aqidah )
71
Dalam ajaran agama Islam telah menyatakan bahwa setiap manusia
yang dilahirkan ke alam dunia, sudah memiliki berbagai potensi beragama (
keyakinan terhadap Allah SWt) untuk dapat membina dan mengarahkan
potensi tersebut kearah yang lebih baik. Selanjutnya untuk meengembangkan
potensi tersebut ke arah yang lebih baik. Selanjutnya untuk mengembangkan
potensi itu ke dalam keyakinan pada tuhan adalah merupakan sumber inspirasi
dan semangat dari prilaku manusia.
Meskipun demikian, hal itu tidak akan berkembang apabila upayanya
tidak diberikan secara terus menerus atau perlahan melalui bimbingan serta
arahan yang baik kepada para muallaf. Maka upaya tersebut dapat dilakukan
oleh pembimbing agama antara lain dapat diberikan melalui bimbinganan dan
konseling keagamaan kemudian menjadi salah satu tugas utama pembimbing
agama.
Dalam pembinaan terhadapa bimbingan dan penyuluhan bertujuan
untuk mengembangkan potensi penyesuaian ketakwaan yang tertuju kepada
Allah Yang Maha Esa. Oleh sebab itu orientasi keyakinan yang seharusnya
disertai pemahaman tentang ajaran agama dalam bentuk ibadah dan juga
akhlak. Maka keyakinan jika disertai dengan pemahaman ajaran agama akan
terasa menjadi hampa untuk dijalani kedalam kehidupan.
Di Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center ini
sangat menekankan pengajaran aqidah untuk menjadi pondasi para muallaf
mempertahankan keyakninan yang barunya sebagaimana hal ini disampaikan
oleh Ust SyamsulArifin Nababan :
72
“ Pelajaran pertama kali yang kita berikan kepada muallaf setelah di
tuntun mengucapkan dua kalimat syahadat adalah materi ketuhanan / Aqidah
agar para muallaf dapat lebih mantap dan tak tergoyahkan karena banyak
muallaf yang sudah dibacakan dua kalimat syahdat akan tetapi kembali lagi ke
dalam keyakinan yang lamanya di sebabkan tidak adanya bimbingan yang di
berikan kepada muallaf tertutama materi aqidah”4.
Dari pemaparan diatas materi aqidah menjadi tombak awal bagi muallaf
di Pondok Pesantren Annba Center agar tidak kembalinya terhadap keyakinan
yang baru para muallafpun sangat antusias mengikuti materi yang diberikan
oleh Ust. Arifin Nababan sebagaimana yang di kemukakan oleh salah satu
muallaf di Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center
yang bernama Faris :
“ Pertama kali saya mengijakan kaki saya di tempat ini saya langsung
dibimbing mengucapan dua kalimat Syahadat dan setelah itu saya merasa ada
ketenangan di hati saya dan setelah itu saya diberikan pemahan tentang
bagaiamana mengenal Allah Swt. Dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Itu
semua membuat saya makin merasa bahwa saya tidak salah mengambil
keputusan”5
Hal serupa juga di ungkapkan oleh mustaqim seorang muallaf yang
berada di Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center :
4 Wawancara pribadi dengan Ust. Syamsul Arifin Nababan, di Pondok Pesantren An-
Naba Center Sawag Baru Ciputat ada tanggal 24 februari 2018.
5 Wawancara pribadi dengan Faris salah satu muallaf di Pondok Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan An-Naba Center Sawah Baru Ciputat ada tanggal 24 februari 2018.
73
“ saya awalnya belum terlalu paham tentang materi aqidah tetapi saya
bertanya-tanya dengan pengurus yang berada disini akhirnya mereka
menjelaskan secara jelas bagaimana kita bisa harus meyakini agama Islam
yang saat ini kita jalankan”6
Berdasarkan pemaparan di atas, tujuan umum pembelajaran aqidah
adalah pengenalan hakikat Allah SubhannahuWatta’ala. Sehingga kualitas
keyakinan ajaran Islam semakin bertambah.
b. Memberikan Bimbingan Ilmu Fiqih
Pembinaan tentang ilmu Fiqh tentang tata cara berwudhu dan shalat
merupakan bentuk pembinaan keagaaan yang diberikan di Pondok Pesantren
An-Naba Center Yayasan Pembinaan Muallaf Sawah Baru Ciputat. Tentu saja
karena subjek belajar adalah muallaf yang belum mengenal Islam lebih dalam,
maka pemberian bimbingan tentang wudhu da shalatpun tidaklah mudah,
apalagi para muallaf belum bisa membaca huruf arab. Menyulitkan
pembimbing dalam pemberian bacaan dan do’a-do’a dalam shalat.
Hasil Observasi penulis yaitu pada awalnya pembinaan tentang cara
berwudhu terhadap Muallaf di Pondok Pesantren An-Naba Center Yayasan
Pembinaan Muallaf Sawah Baru Ciputat hanya sekedar diajarkan tentang cara
berwudhu saja tidak dengan menggunakan do’a-do’a yang di baca dalam
berwudhu serta sunah dalam berwudhu serta sunah dalam berwudhu, namun
dengan adanya pembinaan ini muallaf diajarkan cara berwudhu yang baik dan
benar, anggota-anggota tubuh yang mana harus dibasuh ketika berwudhu,
6 Wawancara pribadi dengan Mustaqim salah satu muallaf di Pondok Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center Sawah BAru
74
tetapi juga dibimbing batasan-batasan yang harus dibasuh, berikut do’a
sebelum dan sesudah berwudhu, berikut pemahaman tentang rukun wudhu.
Karena dalam agama Islam di ajarkan bersuci dahulu sebelum melakukan
ibadah shalat , sebagaimana Allah SWT. Berfirman dalam Al-Qur’an surah
Al-Maidah ayat 6 :
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata
kaki”7
Tentu saja pada hal ini tidaklah mudah, karena berkaitan dengan
mayoritas dari muallaf di Yayasan An-Naba Center belum bisa membaca arab.
Oleh karena itu pembimbing menerapkan metode hafalan bagi muallaf yang
belum bisa membaca bahasa arab dan di kasih waktu menghafalkannya.
Sebagaimana yang di kemukakan oleh Ust. Iwan Pewa salah satu
pengurus di Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center :
“Kita sebagai pembimbing harus bersabar dalam membimbing para
muallaf karena para muallaf masih belum mengetahui apa-apa tentang Islam
terlebih lagi apabila jika yang muallaf sudah berumur tua mungkin sulit
7 Depeartemen Agama R.I dan Terjemah,( Depok, : CV penerbit Al-Qur’an terkemuka
2009 ), h. 54.
75
menghafal akan tetapi dengan terus menerus kita bimbing pasti mereka akan
bisa”8
Dari pemaparan diatas para muallaf mengikuti bimbingan mulai dari
bersuci maka muallaf tahu bahwa pentingnya bersuci sebelum menjalankan
ibadah yang dikerjakan. Dan selanjutnya penulis memaparkan tentang ibadah
shalat yang di berikan oleh pembimbing, sebagaimana yang di kemukakan oleh
Mustaqim :
“ Saya di ajarkancara berwudhu langsung oleh pengurus disini saya
diajarkan bagaimana berwudhu dengan benar dari membasuh telapak tangan
sampai membasuh kedua kaki baru setelah itu diajarkannya bagaimana cara
niat berwudhu dan do’a sesudah berwudhu.”9
Terhadap metode yang diberikan oleh pembimbing selin hafalan yang
bentuknya dengan vidio, gambar, pembimbing menerapkan metode praktek
shalat, yang langsung dalam penerapan shalat yang bertujuan agar muallaf
dapat mengingat dan cepat tanggap dalam shalat.
Sebgaimana yang dipaparkan oleh Faris salah satu muallaf di Pondok
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center. :
“ Setelah saya diajarkan berwudhu saya langsung diajarkan cara
Sholat dari mulai gerakan hingga bacaanya, cukup sulit bagi saya untuk
membaca bacaan solat akan tetapi saya diberikan buku pedoman shalat agar
dapat menghafalnya ”10
8 Wawancara pribadi dengan Ustadz Iwan Pewa di Pondok Pesantren An-Naba Center
Sawag Baru Ciputat pada tanggal 24 februari 2018. 9 Wawancara pribadi dengan Mustaqim Pondok Pesantren An-Naba Center Sawag Baru
Ciputat pada tanggal 24 februari 2018. 10
Wawancara pribadi dengan Faris di Pondok Pesantren An-Naba Center Sawag Baru
Ciputat pada tanggal 24 februari 2018.
76
Hal serupa di ungkapkan oleh Salman :
“ Sebelum saya menjadi muallaf saya sering melihat teman-teman saya
yang beragama Islam mengerjakan Sholat jadi, sedikit saya mengerti tentang
gerakan-gerakannya akan tetapi bacaan dalam sholat saya tidak tahu,
akhirnya saya di ajarkan bagaimana niat Sholat dan bacaanya dikit-demi
sedikit akhirnya saya hafal bacaan sholat”.11
Para muallaf diberikan waktu untuk memperdalam materi yang di
berikan oleh para pengurus sebagaimana yang di ungkapkan oleh Ustadz Iwan:
“ Kita mengajarkan muallaf secara langsung dan praktek di hadapan
para muallaf dan kita kasih waktu selama sebulan untuk mempelajarinya dam
memperdalamnya.”12
Dengan penerepan metode yang diberikan para pembimbing dengan cara
memperaktekannya langsung akan mempermudah para muallaf lebih
memahami dan lebih dapat di mengerti.
c. Pembinaan Ilmu Al-Qur’an
Materi pembekalan tentang membaca dan menulis ayat Al-Qur’an
merupakan bagian dari pembinaan Ilmu Al-Qur’an. Pembimbing menyediakan
alat bacaan dari pengenalan huruf hijaiyah, tanda baca dan juga tajwidnya. Dari
hasil observasi yang dilakukan oleh penulis metode yang dilakukan oleh
pembimbing adalah hanya membaca dan juga tanya jawab dan selama sebulan
di beri waktu untuk bisa membaca Al-Qur’an. Berikut wawancara penulis
11
Wawancara pribadi dengan Salman di Pondok Pesantren An-Naba Center Sawag Baru
Ciputat ada tanggal 24 februari 2018. 12
Wawancara Pribadi dengan Ustad Iwan Ustman Pewa di Pondok Pesantren An-Naba
Center Sawag Baru Ciputat pada tanggal 24 februari 2018
77
dengan Ust. Idham Chalid salah satu pembimbing di Yayasan Pembinaan
Muallaf An-Naba Center :
“ Kami berikan pengenalan huruf terlebih dahulu lalu kami bimbing dan
muroja’ah yaitu mengulang-ulang sehabis shalat subuh para muallaf akan
setoran kepada pembimbingnya masing-masing untuk menyetor hafalan , bagi
muallaf yang awal mereka menyetor hafalan huruf Hijaiyah dan yang sudah
lama mereka menghafalkan jus a’ma”13
Para pembimbing menggunakan model pembinaan yang memungkinkan
muallaf menjadi subjek belajar yang dinamis dan menunjukkan partisipasi
secara lugas dalam suasana belajarnya. Ini salah satu karakteristik pembinaan
yaitu dengan adanya perubahan sikap dan prilaku dalam meningkatkan
pengetahuan dan penyesuain diri muallaf terhadap ajaran Islam dan
memudahkan para muallaf untuk mempelajari Al-Qur’an.
Sebagaimana yang diungkapkan mustaqim :
“ Pertama-tama saya diajarkan mengenali huruf-huruf hijaiyah dan cara
pengucapannya agak sulit karena belum terbiasa mengucapkan huruf-
hurufnya tapi saya ulangi-ulangi terus jika saya sudah mulai lancar maka saya
diajarkan cara mambaca huruf sambung lalu lanjut ke jus’ ama sampai
akhirnya saya di suruh menghafal oleh pengurus “.14
Hal ini juga disampaikan oleh Faris :
“ Saya bangun pagi dan melaksanakan sholat subuh sehabis itu saya
setor bacaan Al-Qur’an saya kepada pengurus, saya menghafal surah-surah
13
Wawancara pribadi dengan Ustad Idham Khalid di Pondok Pesantren An-Naba Center
Sawag Baru Ciputat, 24 februari 2018.
14
Wawancara pribadi dengan Mustaqim di Pondok Pesantren An-Naba Center Sawag
Baru Ciputat pada tanggal 24 februari 2018.
78
pendek seperti An-Nas, Al-Falaq sampai seterunya hal ini dilakukan rutin bila
setelah sehabis subuh supaya hafalan yang saya sudah hafal tidak mudah
lupa”. 15
Dari pemaparan wawancara diatas bahwa metode muraja’ah yaitu
dengan mengulang-ngulang sangat efektif supaya para muallaf dapat menjaga
hafalnnya dan lebih memperdalam bacaan al-Qur’annya, dengan demikian para
muallaf akan lebih mudah memahami kandungan-kandungan yang berada
dalam al-Qur’an.
d. Bimbingan Muhadharah
Materi muhadharah juga sangat pentig bagi para muallaf di Pondok
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center, selain pengembangan
kepercayaan dirinya, juga sebagai bekal menjadi juru dakwah Islam nantinya.
Dan tujuan para muallaf diberikan bimbingan agama Islam salah satunya jika
mereka sudah memahami agama Islam mereka akan diberi ruang untuk
menyebarkan ajaran-ajaran Islam.
sebagaimana yang di kemukakan Usadz Iwan Pewa :
“ Muallaf yang di bimbing disini tak hanya di ajrkan materi tentang
Islam akan tetapi para muallaf juga diajarkan bagaimana berbicara didepan
masyarakat agar ilmu yang mereka dapatkan disini menjadi bermanfaat buat
masyarakat terutama untuk dirinya sendiri”16
Bimbingan muhadharah ini biasanya diberikan setelah solat isya
berjama’ah pada hari sabtu dan minggu, sebelum mereka diberikan materi
15
Wawancara pribadi dengan Faris di Pondok Pesantren An-Naba Center Sawag Baru
Ciputat pada tanggal 24 februari 2018. 16
Wawancara pribadi dengan Ustadz Iwan Pewa di Pondok Pesantren An-Naba Center
Sawag Baru Ciputat pada tanggal 24 februari 2018.
79
Muhadarah para muallaf sudah diberi arahan agar percaya diri untuk berbicara
didepan orang-orang banyak.
Hal ini diungkapkapkan oleh Mustaqim :
“ Sehabis shalat Isya kebutal malam itu saya mendapat giliran belajar
berbicara didepan orang-orang banyak atau Muhadharah, awalnya grogi
tetapi banyak pengurus yang memberiku dukungan untuk tetap tampil malam
itu akhirnya akupun memberanikan diri untuk tampil didepan para santri dan
para pengasu”.17
Sedangkan banyak cara atau metode yang diergunakan pembimbing
agama dalam pembinaan agama diantaranya :
a. Metode pendekatan rasa kasih sayang, yaitu dengan memberikan suatu
pengajaran yang baik, agar para muallaf yang dibinanya tumbuh serta
berkembang menjai insan yang kokh dan berempati tinggi dengan sesama.
b. Metode uswah ( keteladanan ) ialah sesuatu yang pantas untuk diikuti sebab
mengandung sebuah nilai kemanusiaan. Baik sikap dan prilaku yang harus
diteladani adalah sikap dan prilaku muallaf yang leih dewasa, serta bijak
dalam menyikapi setiap permasalahan, menghormati orang lain, siap
bertanggung jawab.
c. Metode pembiasaan adalah mengerjakan sesuatu yang dilakukan secara
bersam-sama, yaitu dengan cara melakukan kegiatan rutin yang tidak
terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Metode komunikasi langsung, dalam hal ini pembimbing agama melakukan
komunikasi langsung secara individual. Metode langsung dilakukan dengan
17
Wawancara pribadi dengan Mustaqim di Pondok Pesantren An-Naba Center Sawag
Baru Ciputat pada tanggal 24 februari 2018.
80
menggunakan percakapan pribadi yaitu dengan cara pembimbing
melakukan dialog langsung dengan para muallaf. Dengan metode ini guna
memiliki tingkat efektif yang sangat baik, karena dengan menggunakan
metode ini para muallaf di ajak berkomunikasi langsung kemudian di
bimbing, dengan cara metode seperti inili paara muallaf merasa
diperhatikan.
e. Metode komunikasi tidak langsung. Dalam bimbingan hal ini pembimbing
memberikan keteladanan yang baik serta melakukan kegiatan yang bisa
menumbuhkan sikap pada para muallaf dalam menerima bimbingan.
Maka dalam proses bimbingan agama dengan cara metode tidak
langsung dipakai juga pembimbing agama terhadapa para muallaf yang
dilakukan dengan menggunakan media cetak, yaitu :
1) Dengan menyelenggarakan perpustakaan yang terdiri dari
bermacam-macam buku seperti buku tentang aqidah Islam dan buku
seputar agama.
2) Dengan membuat selembaran bacaaan ringan yang mudah dibaca
oleh para muallaf.
Diharapkan dengan beberapa metode ini dapat diterapkan dengan baik,
serta dapat membuat para muallaf menjadi lebih erat pada kepribadiannya,
karena bimbingan agama menjadi suatu hal yang penting untuk mengajarkan
mereka agar terbiasa dengan ajaran-ajaran agama Islam.
Sebetulnya tugapembinaan keagamaan pun sangat berat, dimana para
muallaf baru mengenal Islam sangat sedikit dan imannya masih lemah maka
81
para bembimbing harus membimbingnya dari awal sampai para muallaf benar
mengerti tentang agama Islam,
Peran pembimbing agama dalam yayasan an-naba center membawa
dampak positif bagi perkembangan jiwa muallaf dalam menyesuakan diri
dengan ajaran-ajaran agama Islam. Pembinaan agama dilakukan haruslah
fleksibel sesuai dengan kebutuhan para muallaf.
Para pembimbing juga mempunyai jadwal tersendiri untuk
memberikan bimbingan kepada para muallaf agar terorganisirnya
pembelajarnya yang berada di pondok pesantren pembinaan muallaf
yayasan an-naba center.
C. Peran Pembimbing Agama Islam Dalam meningkatkan Penyesuaian Diri
(Self Adjusment ) Bagi Muallaf di Pondok Pesantren An-Naba Center
Yayasan Pembinaan Muallaf
Penyesuaian diri ( Self Adjudment ) adalah salah satu proses yang
mencakup respon mental dan tingkah laku, dengan individu berusaha untuk
dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-
ketegangan konflik-konflik dan frustasi yang dialaminya, sehingga
terwujudnya tingkat keselarasan atau harmoni antara tautan dari dalam diri
dengan apa yang di harapkan oleh lingkungan, dan para muallaf melakukan
proses penyesuain diri melibatkan peran para pembimbing itu sendiri dengan
adanya bimbingan yang diberikan sebagai motivasi sebagai faktor pendukung
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan keyakinan yang baru.
Sebagaimana yang di ungkapkan oleh mustaqim seorang muallaf yang
bermukim di Pondok Pesantren An-Naba Center Yayasan Pembinaan Muallaf :
82
“Setelah saya menjadi muallaf dan bermukim di Pondok tadinya ada
rasa jenuh dalam menjlankan kegiatan disini belum bisa menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan ajaran yang baru tetapi setelah diberi motivasi oleh
Ustadz Iwan, saya merasa tergugah hatinya dan akhirnya saya putuskan tetap
bertahan dan akhirnya lama-kelamanan saya bisa menyesuaiakan diri dengan
lingkungan sekitar saya dan membuat saya menjadi semangat lagi dalam
mempelajari agama Islam”18
Dari kutipan wawancara diatas, tentu saja peran pembimbing sangat di
butuhkan untuk meningkatkan penyesuaian diri Mustaqim saat pertama kali di
muallafkan dan mengikuti kegiatan pembinaan yang berada di Pondok
Pesantren An-Naba Center Yayasan Pembinaan Muallaf.
Manusia memang pada umumnya sangat memerluka proses dalam
penyesuaian diri didalam hidupnya, hal itulah yang di rasakan oleh Mustaqim
saat pertama kali menjadi muallaf . hal ini di buktikan dengan ungkapan Faris
sebagai berikut :
“ Awalnya tidak betah dan jenuh dan kurang bisa bergaul dengan
teman-teman, tapi dengan sabar saya ikuti terus pembinaan di sini akhirnya 3
bulan saya baru bisa menyesuaiakan diri dengan lingkungan sekitar saya dan
mulai terbiasa dengan Islam”19
Dari wawancara dengan Mustaqim yang mendukung dalam
menyesuaikan diri ternyata faktor lingkungan juga ikut andil dalam
meningkatkan penyesuaian diri Mustaqim.
18
Wawancara Pribadi dengan mustaqim di Pondok Pesantren An-Naba Center Sawag
Baru Ciputat 26 februari 2018.
19
Wawancara Pribadi dengan mustaqim di Pondok Pesantren An-Naba Center Sawag
Baru Ciputat 26 februari 2018.
83
Dan ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi berjalannya proses
penyseuaian diri tersebut seperti timbulnya rasa cemas dan frustasi ada
beberapa muallaf yang kabur dari Pondok dan kembali ke rumahnya dan juga
kepada agamanya yang dulu mereka yakini. Sebagai mana yang di ungkapkan
oleh Ustad Iwan:
“ Ada beberapa Muallaf yang kembali menjadi murtad itu sangat di
sayangi yah, karena belum dapat beradaptasi dengan lingkungan dan belum
mendpatkan pengajaran sehingga imnnya masih lemah dan ketika dia kembali
kerumahnya karena merasa cemas jauh dari keluarga tak lama kemudia saya
mendapat kabar bahwa dia telah keluar dari agama Islam “20
Dari wawancara di atas memang banyak faktor yang dapat menghambat
faktor penyesuaian diri manusia senghingga mengalami mental yang kurang
baik seperti cemas, frustasi dan tekanan batin. Jika mereka dapat melewati itu
semua maka mereka akan mendapatkan penyesuaian diri yang baik sehingga
mereka mampu berkomunikasi dengan baik dengan lingkungan di sekitarnya.
Dari beberapa kutipan wawancara di atas juga mencerminkan bahwa para
muallaf telah memantapkan keyakinanya untuk berpindah agama walaupun
banyak yang mengalami pengucilan dari lingkungan, teman maupun keluarga
sendiri. Dari prespektif Psikologi yang dalam hal ini adalah kaitannya dengan
kesehatan mental, peran pembimbing agama sangat mendukung untuk
meningkatkan penyesuaian diri yang efektif.
Ketika peneliti terjun langsung ke dalam lapangan untuk melakukan
obsevasi, peneliti mendapati para muallaf sbegitu antusias dalam menjalankan
20
Wawancara pribadi dengan Ustad Iwan Ustman Pewa di Pondok Pesantren An-Naba
Center Sawag Baru Ciputat 24 februari 2018.
84
semua program bimbingan yang direncanakan oleh pihak Yayasan An-naba
Center Sawah Baru Ciputat, dan sejauh peneliti mengamati program tersebut
dimaknai dan dijalankan oleh para muallaf dengan antusias dan dengan penuh
hikmat.21
Materi bimbingan yang diberikan oleh para pembimbing Baik berupa
materi tentang Agama, Fiqih, Al-Qur’an, Muhadarah. itu semua diberikan
kepada para muallaf agar dapat menyesuakan diri dengan ajaran agama Islam
dan para muallaf yang sudang mengerti itu semua akan menyesuaikan diri
dengan lingkungan di sekitarnya atau bisa dibilang sebagai pembelajaran
mu’amalah yaitu hubungan antara manusia dengan manusia yang lainnya.
21
Hasil Observasi lapangan saat penelitian dari bulan oktober 2017s/d april 2018.
85
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan
An-Naba Center Sawah Baru Ciputat tentang Peran Pembimbing Agama dalam
Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Muallaf dapat di ambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Peran pembimbing agama di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-
Naba Center Sawah Baru berpengaruh postif dalam upaya meningkatkan
penyesuaian diri muallaf. Hal ini terlihat dari meningkatnya tentang
ajaran agama islam pelaksanaan ibadah, dan semangat antusias muallaf
menuntut ilmu agama Islam. Kegiatan bimbingan dilaksanakan secara
terus-menerus dan terjadwal dalam kurikulim pesantren yang di
sampaikan Ustad atau pembinmbing. Materi yang di sampaikan
mencakup seluruh ajaran agama Islam dalam mengenai kehidupan sehari
seperti aqidah, akhlak, fikih, ibadah, al-Qura’an dan hadist. Sedangkan
metode yang digunakan pembimbing meliputi ceramah, tanya jawab dan
menghafal dalil-dalil al-Qur’an dan Hadist supaya para muallaf lebih
mudah memahimi ajaran agama Islam. Selsin itu para muallaf juga di
bekali juga dengan pelatihan-pelatiah berkhutbah supaya menjadi Penda’i
yang handal di tengah masyarakat.
2. Proses penyesuian diri yang di lakukan para muallaf sangat terbantu
denga adanya bimbingan agama yang mereka dapatkan. Proses tersebut
86
86
mereka lalui dengan baik dengan beberapa indikator yang peneliti
temukan, yaitu yang akurat terhadap realitas, kemampuan mengatasi
kecemasan, kemampuan untuk mengekpresikan perasaan dan hubungan
interpersonal yang baik.
B. Saran
Dari hasil penulis mengenai Peran Pembimbing Agama dalam
Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Muallaf di Pesantren
Pembinaan Mulllaf Yayasan An-Naba Center Sawah Baru Ciputat, Penulis
memberikan saran sebagai berikut :
1. Lebih di tingkatkan lagi Bimbingan dan pembinaanya kepada para
muallaf dengan meningkatkan sumber daya manusia melalui jalan
mengikuti pelatihan-pelatihan berdakwah diluar lingkungan pondok
pesantren.
2. Perlu adanya training motivasi kepada para muallaf, untuk lebih
memantapkan lagi keyakinan dalam menganut ajaran Islam.
3. Hendaknya para muallaf terus meningkatkan semangat untuk mencapai
cita-cita dengan meningkatkan potensi yang telah mereka dapatkan di
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center Sawah Baru
Ciputat.
Daftar Pustaka
Alex, Psikologi Umum, Bandung : CV Pustaka Setia. 2009
Ali, Mohammad dan Asrori, Mohammad, Psikologi Remaja , PT. Bumi Aksara.
2004.
Arifin,H. M, Pedoman Pelaksanaan dan Penyuluhan Agama, Jakarta : Golden
Terayon Press, 1992.
Aziz, Abdul Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2004.
Aziz ,Abdul Dahlan, , Ensiklopedi hukum islam, Jakarta : PT. Paradaya Pramita.
1993.
Barong, Haidar, Umar bin Khatab dalam Perbincangan, Jakarta : Yayasan Cipta
Persada Indonesia, 2009.
Darajat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang, 2005.
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rosada. 2010
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah, Bandung : PT. Syigma
Examadia Arkanleema, 2009.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta :
Balai Pustaka, 2005.
Departemen Pendidikan dan kebudayaan , Kamus Besar Bahasa Indonesia,
jakarta : Balai Pustaka, 1998,
Fahny, Mustahfa Attakayuf Annasy alih bahasa oleh Zakiah derajat , penyesuaian
diri pengertian dan peranannya dalam kesehatan mental, Jakarta : Bulan
Bintang, 1982.
Fatimah, Enung, Psikologi Perkembangan (Perkembangan Pesrta Didik ),
Bandung : Cv Pustaka Setia, 2006.
Gazi & Faojah, Psikologi Agama Memahami Pengaruh Agama Terhadap Prilaku
Manusia,( Lembaga Penelitian : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hade, Syarif Masya, Hikmah di Balik Hukum Islam, Jakarta : Mustaqim, 2002.
Hadi, Santisno, Metodologi Research, Yogyakarta, 1998
Herdiansyah, Haris, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Salemba
Humanika. 2010.
Hidayat, Komarudin, Agama Punya Seribu Nyawa, Jakarta : Noura Books, 2012.
Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada, 2005.
Lutfi. M. Dasar-dasar bimbingan penyuluhan (konseling) islam. Penerbit :
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah jakarta, 2008.
Moleong, Lexy. J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2009.
Munir, Samsul Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, jakarta : AMZAH, 2010.
Nasution, Harun, dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia ,jakarta : Djambatan, 1992.
Nasihih, Abdullah Ulwan, Tarbiyah Ruhiah, Jakarta : Robanni Press, Maret 2006.
Roestandi ,Ahmad, Ensiklopedi dasar islam, Jakarta : PT. Paradaya Pramita.
1993
Rosilia, Putri Ningrum, Perceraian Orang tua dan Penyesuan Diri Remaja (Studi
Pada Remaja Sekolah Menengah Atas di Kota Samarrinda, Jurnal
Psikologi, 2013.
Salim dan Syahrum, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Citapustaka
Media, 2011.
Sandjaja B. dan Albertus Heriyanto, Panduan Penelitian, Jakarta : Prestasi
Pustaka, 2006.
Shihab, M. Quraisy,Wawasan Al-Qur’an, Bandung : Mizan , 1996.
Soehartono, Irwan, Metodologi Penelitian Sosial, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2004.
Soekanto , Soejono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Balai Pustaka, 1998.
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitaf, Kualitatif dan R & D, Bandung:
ALFABETA, 2007.
Sundari, Siti, Kesehatan Mental dalam Kehidupan, Jakarta : PT. Rineka Cipta,
2005.
Wirawan, Sarlito Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2006.
Yahya, Yunus, Muslim Thionghoa Kumpulan Karangan, Jakarta : Yayasan Abu
Karim Oei Tjeng Hien, 1985.
Hasil Wawancara
Nama Informan : Drs. Syamsul Arifin Nababan, MA
Status Informan : Pimpinan Pesantren Muallaf.
Tempat wawancara : Sekretariat Pesantren Muallaf An-Naba Center
Hari/Tanggal : Sabtu, 25 Maret 2017
1. Bagaimana sejarah awal berdirinya Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan Annba Center ?
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center ini berdiri mulai
bangun 2006 dan selesai 2007, Yayasan ini pada awalnya dari
keprihatinan mendalam saya banyak melihat para muallaf yang terlantar
di kolong-kolong Masjid besar seperti di Istiqlal dan di Masjid Sunda
Kelapa. Mereka sangat memprihatikan, karena setelah masuk Islam,
banyak yang di usir dari keluarganya bahkan dari lingkungannya,
berangkat dari alasan itulah pondok ini berdiri tahun 2007. Hingga saat
ini, terdapat 35 santri yang tengah mondok pesantren pembinaan muallaf
yayasan an-naba center ini. Tapi jika di hitung-hitung dari awal
berdirinya pondok ini ada 50 lebih santri yang pernah mondok disini.
2. sudah berapa lama bapak memberikan bimbingan kepada para muallaf ?
Dari tahun 2007 sampai sekarang.
3. Bimbingan apa saja yang di berikan kepada para muallaf ?
Banyak, salah satunya ialah tentang Aqidah yang paling penting karena
para muallaf ini masih lemah imannya maka yang kita tekankan adalah
bimbingan tersebut jika sudah kuat aqidahnya maka kita berikan
bimbingan yang lainnya.
4. Seberapa besar peran pembiming dalam meningkatkan penyesuaian diri
muallaf ?
sangat penting jika tak ada bimbingan yang dilakukan bisa jadi mereka
kembali kepada keyakinan mereaka yang lamanya ( murtad)
5. Bagaimana sikap muallaf saat di berikan bimbingan ?
Alhamdulillah, keingian mereka untuk memperdalam ilmu agama Islam
sangat tinggi sehingga kamipun menjadi semngat memberikan bimbingan.
6. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat saat
memberikan bimbingan terhadap muallaf ?
Yang menjadi faktor pendukung bagi saya sendiri adalah masih banyak
para muslim yang ingin peduli terhadap para muallaf disini jadi ada
donatur yang mendukung jalannya bimbingan disini dan yang menjadi
faktor penghambatnya adalah masih ada juga muallaf yang masih
bermalas-malasan dalam mengikuti bimbingan disini
7. Adakah muallaf yang kembali kepada keyakinanya terdahulu ? dan apa
alasannya ?
ada, alasannya karena belum mendapatkan bimbingan sepenuhnya tetapi
sudah kembali ke tempat tinggal asalnya karena imannyaoun masih lemah
akhirnya dia terbawa pergaulan dilingkungannya lalu dia kembali kepada
ajaran yang dia jalankan (murtad )
8. bagaimana hubungan pembimbing dengan para muallaf ?
cukup akrab, kita disini sudah seperti keluarga jadi apabila ada yang
membutuhkan kita bantu.
9. Materi apa yang bapak berikan kepada para muallaf ?
Ilmu Kristologi perbadingan agama supaya menguatkan aqidah muallaf
supaya jalan yang di pilih adalah keputusan yang benar.
10. Metode seperti apa yang di gunakan dalam melakukan pembinaan kepada
para muallaf ?
Metode yang di pakai adalah metoe ceramah kadang juga langsung
berbicara kepada para muallaf.
11. Resolosi seperti apa yang di berikan kepada para muallaf ?
Resolusi yang kami harapkan adalah supaya para muallaf di sini setelah
mendapatkan pembelajaran agama Islam mereka diberi tanggung jawab
untuk berdakwah di masyarakat menyebarkan ajaran-ajaran agama Islam
dan Alhamdulillah sebagian dari mullaf sudah ada yang melakukannya
12. Evaluasi seperti apa yang di berikan kepda para muallaf ?
Masih banyak kekurangan dalam membimbing muallaf akan tetapi ini
adalah salah satu jalan yang terbaik untuk mereka mendapatkan hak
mereka sebagai muallaf yaitu bimbingan serta pengajaran Agama Islam
Pimpinan Pondok Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan Annaba Center
(Drs. Syamsul Arifin Nababan, MA )
Hasil Wawancara
Nama Informan : Ust. Iwan Ustman Pewa
Status Informan : pengurus Pondok Pesantren
Tempat Wawancara : Aula
Tanggal Wawancara : Sabtu, 01 April 2017
1. Sudah berapa lama bapak memberikan bimbingan kepada para Muallaf ?
saya sudah mengajar disini selama 3 tahun menjadi pembimbing.
2. Bimbingan seperti apa yang bapak berikan kepad para Muallaf?
Bimbingan yang diberikan kepada muallaf pertama-pertama tntang
bagaimana tatacara solat dan tentang cara berwudhu dan kita terus
membimbngnya sampai para muallaf benar-benar paham.
3. Seberapa besar peran pembimbing dalam meningkatkan penyesuaian diri
Muallaf ?
Sangat berpengaruh untuk meningkatkan keislaman para muallaf
dipondok ini
4. Bagaimana sikap muallaf saat diberikan bimbingan ?
Sikap muallaaf saat kita memberikan pengajaran sangat antusias sekali
jadi semakin mereka semangat kitapun sebagai pembimbing juga ikut
sengat dalam memberikan bimbingannya
5. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat saat bapak
memberikan bimbingan terhadap para muallaf ?
Alhamdulillah, faktor yang mendukung adalah fasilitas yang di berikan
oleh pondok ini. Para muallaf jadi semakin bersemangat mengikuti
bimbingan dan faktor penghambatnya mungkin dari dalam diri
muallafnya sendiri kadang jika datang malasnya agak susah.
6. Adakah seorang muallaf yang kembali ke agama sebelumnya? Dan apa
alasannya?
Ada, karena belum lama belajar tentang agama Islam di sini tetapi sudah
memutuskan untuk pulang ke kampung halamnnya dan kemabali menjadi
muallaf kembali.
7. Bagaimana hubungan pembimbing dengan para muallaf ?
Sangat dekat sekali karena mereka sudah kita anggap sebagi keluarga kita
sendiri yang membutuhkan bimbingan.
8. Materi apa yang bapak berikan kepada para muallaf ?
Banyak sekali mulai dari aqidah dan mengajarkan sholat dan baca Al-
Qur’an dan itu kami ulang-ulang agar mereka benar-benar
memahaminya.
9. Metode seperti apa yang di gunakan untuk melakukan pembinaan kepada
para muallaf ?
Metode yang kami pakai adalah mengajarkan langsung kepada muallaf
karena dengan cara itu lebih efektif dan muallaf lebih cepat
memahaminya.
10. Resolusi seperti apa yang bapak berikan kepada para muallaf ?
Resolusi yang kami inginkan adalah ingin menjadikan muallaf menjadi
para mubaligh yang handal dan mensyiarkan agama Islam dikampung
halamannya masing.
11. Evaluasi seperti apa yang bapak berikan kepada para muallaf?
Semoga para muallaf tetap konsisten terhadap apa yang telah diberikan
oleh para pembimbingnya dan terus mencari ilmu tentang agam Islam
agar menjadi Islam yang kaffah.
Pembimbing Pondok Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan Annaba Center
(Ust. Iwan Pewa )
Hasil Wawancara
Nama Informan : Alberto Simenes/ Mustaqim
Status Informan : Muallaf
Tempat Wawancara : Aula
Tanggal Wawancara : Minggu, 02 April 2017
1. Mengapa saudara menjadi seorang muallaf ?
Karna keinginan saya sendiri.
2. Motivasi apa yang membuat saudara menjadi Muallaf ?
Awalnya saya menjadi muallaf karena tidak sengaja diajak oleh seorang
saudara untuk bertemu dengan kakak saya yang berada di bandung tetapi
saudara saya malah membawa saya ke tempat ini saya pun awalnya hanya
ikut-ikut saja sehingga saya di muallafkan pun masih merasa setengah
hati tetapi setelah saya jalani kehidupan sebagai muslim ternyata sayapun
merasa baik dan mendapat teman baru.
3. Apa yang saudara rasakan ketika memluk agama islam ?
saya merasakan ketenangan dalah hati saya.
4. Bagaimana saudara menyesuaikan diri dengan agama yang baru (Islam ) ?
Kebetulan di tempat ini banyak juga yang sama dengan daerah saya jadi
saya merasa seperti di kampung halaman sendiri awalnya malu merasa
tidak betah berkat dorongan dari para pembimbing disini akhirnya saya
bisa adaptasi dengan yang lain.
5. Bagaimana pengaruh bimbingan yang di berikan kepada saudara ?
Sangat berpengaruh sekali membuat saya semakin yakin dengan agama
Islam.
6. Apakah bimbingan yang diberikan berpengaruh terhadap penyesuain diri
saudara ?
Berpengaruh sampai saat ini.
7. Apakah ada kendala saat anda ingin menjadi seorang Muallaf ?
Awalnya saya merasa tidak nyaman saja tapi lama kelaman saya menjadi
terbiasa dengan suasana disini
8. Bagaimana hubungan saudara dengan lingkungan ketika anda menjadi
seorang Muallaf ?
Alhamdulillah, baik dan mereka juga yang membuat betah saya disini
9. Faktor apakah yang mendukung dan menghambat saudaraketika ingin
menyesuaikan diri sebagai seorang muallaf ?
Yang menjadi faktor pendukung saya adalah tempatnya nyaman dan cara
mengajarnya membuat kami lebih paham dan tidak memaksakan kami dan
yang menjadi faktor penghambatnya mungkin ketika kami sedang merasa
kangen dengan keluarga di kampung halaman itu yang kadang merasa
membuat saya ingin kembali tetapi saya takut kembali pada keyakinan
saya yang lama.
10. Jika saudara tidak mengikuti kegiatan pembinaan apakah mendapatkan
hukuman ?
Iya, saya pernah disuruh bersikan kamar mandi 3 hari karena kabur dari
pondok dan saya menerima itu senua karena memang saya salah.
Santri Pondok Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan Annaba Center
(Mustaqim)
Hasil Wawancara
Nama Informan : Cleo Patrik/ Faris
Status Informan : Muallaf
Tempat Wawancara : Aula
Tanggal Wawancara : Minggu, 02 April 2017
1. Mengapa saudara menjadi seorang muallaf ?
Karena ingin mendapatkan ketenangan hati.
2. Motivasi apa yang membuat saudara menjadi Muallaf ?
Motivasi saya masuk Islam karena saya melihat di daerah yang saya tidak
terlalu kenal saya melihat orang Islam sangat baik sekali kepada saya
sampai saya diberi tempat tinggal walaupun saya berbeda agama tetapi
orang itu tidak mempedulikannya saat itulahsaya mulai tertarik dengan
agama Islam.
3. Apa yang saudara rasakan ketika memluk agama Islam ?
Saya merasakan ketenangan dan merasa tak ada beban walaupun saya
masuk Islam orang saya tidak mengetahuinya.
4. Bagaimana saudara menyesuaikan diri dengan agama yang baru (Islam ) ?
Awalnya saya belajar mempedalami tentang agama Islam dan saya coba
untuk beradaptasi dengan lingkungan yang saya tinggal saat ini dan
alhamdulillah saya sudah mulai terbiasa dengan rutinitasnya.
5. Bagaimana pengaruh bimbingan yang di berikan kepada saudara ?
Sangat berpengaruh.
6. Apakah bimbingan yang diberikan berpengaruh terhadap penyesuain diri
saudara ?
Iya, tapi saya butuh waktu lama untuk bisa menyesuaikan diri dengan
ajaran Islam.
7. Apakah ada kendala saat anda ingin menjadi seorang Muallaf ?
Tidak ada tapi saya menjadi muallaf orang tua saya tidak mengetahuinya.
8. Bagaimana hubungan saudara dengan lingkungan ketika anda menjadi
seorang Muallaf ?
Alhamdulillah baik.
9. Faktor apakah yang mendukung dan menghambat saudaraketika ingin
menyesuaikan diri sebagai seorang muallaf ?
Yang menjadi faktor pendukung suasanya untuk belajarnya dan banyak
yang membimbing saya, kalau faktor penghambatnya mungkin malas aj
sih.
10. Jika saudara tidak mengikuti kegiatan pembinaan apakah mendapatkan
hukuman ?
Kalau saya alhamdulillah belum pernah melanggar, tapi disni jika keluat
tanpa izin dan merokok akan dikenakan hukuman.
Santri Pondok Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan Annaba Center
(Faris )
Hasil Wawancara
Nama Informan : Mardones Boimau / Salman
Status Informan : Muallaf
Tempat Wawancara : Aula
Tanggal Wawancara : Minggu, 02 April 2017
1. Mengapa saudara menjadi seorang muallaf ?
Keinginan sendiri
2. Motivasi apa yang membuat saudara menjadi Muallaf ?
Awalnya di daerah saya jarang yang beragama Islam akan tetapi ada satu
Ustad yang saat itu sedang membaca Al-Qur’an saya merasa tenang
mendenganrnya dan saya minta diajarkan oleh Ustad tersebut tentang
Islan saat saya sudah sedikit mengerti saya diajak oleh Ustad tersebut ke
pondok ini untuk menjadi muallaf, awalnya keluarga tidak setuju akan
teapi saya benar-benar meyakinkan orang tua saya untuk menjadi muallaf
akhirnya mereka memberi izin.
3. Apa yang saudara rasakan ketika memluk agama islam ?
Saya ada yang berbeda saat saya masih menjadi non-muslim
4. Bagaimana saudara menyesuaikan diri dengan agama yang baru (Islam ) ?
Dengan cara saya tidak menutup diri saya pada orang lain saya berbagi
cerita dengan yang lain dari situlah saya mulai dapat menyesuakan diri
dengan yang lain.
5. Bagaimana pengaruh bimbingan yang di berikan kepada saudara ?
Berpengaruh sekali.
6. Apakah bimbingan yang di berikan berpengaruh terhadap penyesuain diri
saudara ?
Alhamdulillah, dengan bimbimngan yyang diberikan oleh para dewan
Ustadz saya menjadi merasa lega dan bisa menyesuakan diri dengan
agama saya yang baru.
7. Apakah ada kendala saat anda ingin menjadi seorang Muallaf ?
Ada keluarga saya tidak setuju awalnya tetapi mereka sudah bisa
menerima keputusan saya.
8. Bagaimana hubungan saudara dengan lingkungan ketika anda menjadi
seorang Muallaf ?
Akrab seperti keluarga sendiri.
9. Faktor apakah yang mendukung dan menghambat saudaraketika ingin
menyesuaikan diri sebagai seorang muallaf ?
Yang menjadi faktor pendukung cara mengajarnya sangat bagus tidak
membebani kami dan kami dituntun pelan-pelan agar memahami ajaran
Islam, faktor yang membuat terhambat yah mungkin masih ada sifat
malas.
10. Jika saudara tidak mengikuti kegiatan pembinaan apakah mendapatkan
hukuman ?
Iya diberikan hukuman, saya dibotak karena ketahuan merokok oleh
pengurus diluar pondok.
Santri Pondok Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan Annaba Center
( Salman )
DOKUMENTASI
Gambar 1. Wawancara dengan Ustadz Syamsul Arifin Nababan Pemimpin Pondok Pesantren
Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center sawah baru, Ciputat.
Gambar 2. Para Santri Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-naba
Center sawah baru, ciputat.
Gambar 3. Wawancara dengan Ustadz Iwan Pewa Pengasuh Pondok Pesantren Pembinaan
Muallaf Yayasan An-Naba Center sawah baru, Ciputat.
Gambar 4. Wawancar dengan Mustaqim Santru Pondo Pessantren Pembinaan An-
Naba Center Sawah Baru, Ciputat.
Gambar 5. Wawancara dengan Faris Santri Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf
Yayasan An-Naba Center Sawah Baru Ciputat.
Gambar 6. Halaman Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center
Sawah Baru, Ciputat
Gambar 7. Para Pengasuh Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba
Center Sawah Baru, Ciputat
Gambar 8. Pengkajian Al-Qur’an Bersama Ustadz Idham Khalid, Pengasuh Pondok
Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center Sawah Baru, Ciputat.