kadar malondialdehida (mda) limpa ayam petelur … · kadar malondialdehida (mda) limpa ayam...
TRANSCRIPT
KADAR MALONDIALDEHIDA (MDA) LIMPA AYAM
PETELUR YANG DIIMUNISASI LIPASE DAN ADJUVAN
QUIL-A SERTA MINYAK IKAN LEMURU DALAM
BERBAGAI KONSENTRASI
TRI AGUSTIN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kadar Malondialdehida
(MDA) Limpa Ayam Petelur yang Diimunisasi Lipase dan Adjuvan Quil-A serta
Minyak Ikan Lemuru dalam Berbagai Konsentrasi adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Tri Agustin
NIM B04120047
ABSTRAK
TRI AGUSTIN. Kadar Malondialdehida (MDA) Limpa Ayam Petelur yang
Diimunisasi Lipase dan Adjuvan Quil A serta Minyak Ikan Lemuru dalam
Berbagai Konsentrasi. Dibimbing oleh ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS
dan ISDONI.
Pengukuran kadar malondialdehida (MDA) limpa dapat digunakan untuk
mengukur tingkat stress oksidatif. Malondialdehida (MDA) merupakan senyawa
akhir hasil peroksidasi lipid akibat radikal bebas. Penelitian ini menggunakan 30
ayam petelur yang dibagi kedalam 4 kelompok perlakuan. Perlakuan merupakan
kombinasi antara pemberian minyak ikan lemuru dalam berbagai konsentrasi
dengan imunisasi berulang menggunakan enzim lipase pankreas. Kelompok A
(1mg lipase + 0% minyak ikan lemuru), B (1mg lipase + 1% minyak ikan
lemuru), C (1mg lipase + 2% minyak ikan lemuru), D (1 mg lipase + 3% minyak
ikan lemuru) adalah kelompok imunisasi dan E sebagai kontrol negatif. Imunisasi
dilakukan secara intramuskular. Parameter yang diukur adalah kadar
malondiadehida (MDA) limpa. Imunisasi dilakuan sebanyak tiga kali dengan
selang waktu empat minggu yaitu pada minggu ke-6, ke-10, dan ke-16 dan pakan
minyak ikan lemuru diberikan dari minggu ke-10 sampai ke-16. Limpa diambil
pada minggu ke-16 selanjutnya dilakukan pengkuran MDA. Pengukuran MDA
menggunakan metode Thiobarbituric Acid Reactive Substances (TBARS). Data
dianalisis menggunakan uji ANOVA dengan aplikasi SPSS Statistics 22 dan
dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukan penambahan minyak
ikan lemuru hingga konsentrasi 3% dalam pakan ayam petelur selama imunisasi
dapat menurunkan kadar MDA limpa.
Kata kunci: ayam petelur, imunisasi berulang, malondialdehida, minyak ikan
lemuru.
ABSTRACT
TRI AGUSTIN. Malondialdehyde Levels of Laying Hens in Spleen were Given
Immunizatoin with Lipase Enzim and Quil-A Adjuvant and Lemuru Fish Oil in
Different Consentration. Supervised by ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS
and ISDONI.
Measurements of spleen malondialdehyde (MDA) can be used to measure the
level of oxidative stress. MDA is a result of lipid peroxidation compound known
as free radicals. This research used 30 hens was treatment which were divided into
five groups based on different multi level dosage of lemuru fish oil. Group A (1
mg lipase+ 0% lemuru fish oil), B (1 mg lipase+ 2% lemuru fish oil), C (1 mg
lipase+ 2% lemuru fish oil), D (1 mg lipase+ 3% lemuru fish oil) were treatment
group and E was a negative control. The immunization was done by using
intramuscular rute. Variables measured were spleen malondialdehyde (MDA).
The immunization was done three times at interval of four weeks in week six, ten,
and fourteen and lemuru fish oil was given after the second immunization. Spleen
was taken in week sixteen to measure malondialdehyda level using Thiobarbituric
Acid Reactive Substances (TBARS). The data collected were analyzed with
ANOVA with SPSS aplication 22 and were continued with Duncan test. The
result showed that repeated immunization using lipase and Quil A adjuvant and
lemuru fish oil up til 3% could reduce malodialdehyde level of spleen.
Keywords: hens layer. lemuru fish oil, malondialdehyde, repeated immunization.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
KADAR MALONDIALDEHIDA (MDA) LIMPA AYAM
PETELUR YANG DIIMUNISASI LIPASE DAN ADJUVAN
QUIL A SERTA MINYAK IKAN LEMURU DALAM
BERBAGAI KONSENTRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Alhamdulillaahirobbil‟alamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang
berjudul “Kadar Malondialdehida (MDA) Limpa Ayam Petelur yang Diimunisasi
Lipase dan Adjuvan Quil A serta Minyak Ikan Lemuru dalam Berbagai
Konsentrasi” ini berhasil diselesaikan. Penyusunan skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kedokteran Hewan di
Institut Pertanian Bogor. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah
memberikan bantuan baik moril maupun materil. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc dan Drh Isdoni,
M.Biomed selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan
bimbingan, nasehat, dan arahan kepada penulis.
2. Dr Drh Sri Estuningsih, MSi APVet selaku dosen pembimbing
akademik.
3. Angkatan „GENOTIP‟ FKH IPB selaku orang tua asuh yang telah
banyak memberikan bantuan, dorongan, serta motivasi kepada
penulis.
4. Tim penelitian yang diketuai oleh Drh Ronald Tarigan, MSi dan
seluruh staf Laboratorium Fisiologi dan Fakultas Peternakan yang
membantu dalam penelitian ini.
5. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih kepada ayahanda
Amat Rosidin, ibu Siti Umayah, kakak Marman dan Harjono yang
telah berjuang dengan tenaga dan pikiran, memberikan doa, motivasi
moril dan material, nasehat, kesabaran dan kasih sayang yang tiada
henti.
6. Thol‟at Hamdi, Desi Purwanti, Dewi Prabuwati, Mutia Rahmah,
Rindi Fazni Nengsih, Bambang Wisnu laksono selaku anggota tim
penelitian, kelas Aa dan teman-teman angkatan 49 Astrocyte FKH
IPB yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang memberikan
semangat hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Tri Agustin
Bogor, Agustus 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Hipotesis Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2 Minyak Ikan lemuru 2 Antigen dan Antigenisitas 3 Adjuvan 4 Stress oksidatif, Radikal bebas, dan Kadar MDA sebagai Indikator Peroksidasi
Lipid 4 MATERI DAN METODE 6
Tempat dan Waktu Penelitian 6 Alat dan Bahan 6 Prosedur Penelitian 7
Rancangan Percobaan 7 Persiapan Hewan Coba 7 Preparasi Pakan + Minyak Ikan Lemuru 7 Persiapan Lipase dan Adjuvan Quil-A 8
Pelaksanaan Penelitian 8 Imunisasi 8 Suplementasi minyak Ikan Lemuru 8 Penimbangan Bobot Badan 8 Diagram Alir Penelitian 9 Pengambilan Organ Limpa 9 Analisis Malondialdehida (MDA) Pada Limpa 9 Prosedur Analisis Data 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Pengaruh immunisasi berulang dan pemberian minyak ikan lemuru terhadap
stres 10 Pengaruh immunisasi berulang dan pemberian minyak ikan lemuru terhadap
bobot badan 12 SIMPULAN DAN SARAN 13
Simpulan 13 Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14 RIWAYAT HIDUP 16
DAFTAR TABEL
1 Komposisi ransum penelitian 8 2 Rataan kadar MDA limpa ayam petelur dengan atau tanpa imunisasi
dan pemberian minyak ikan lemuru 10 3 Rataan bobot badan ayam petelur dengan atau tanpa imunisasi dan
pemberian minyak ikan lemuru 12
DAFTAR GAMBAR
1 Molekul Stabil dan Radikal Bebas 5
2 Oksigen Reaktif 6
3 Diagram Alir Penelitian 9
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Imunisasi adalah proses menginduksi imunitas secara buatan baik dengan
vaksinasi (imunisasi aktif) maupun dengan pemberian antibodi (imunisasi pasif)
ke dalam tubuh hewan sehat dengan maksud agar terbentuk kekebalan yang dapat
melindungi individu bersangkutan dari infeksi penyakit. Ayam yang divaksinasi
akan tergertak untuk membentuk antibodi terhadap antigen tersebut. Salah satu
upaya untuk meningkatkan efektivitas vaksinasi dalam mempercepat peningkatan
titer antibodi adalah dengan penggunaan adjuvan (Wahab 2002). Adjuvan adalah
bahan yang ditambahkan pada vaksin untuk merangsang respon imun.
Antibodi pada sistem kekebalan tubuh dapat dibedakan menjadi: IgG, IgM,
IgA, IgD, IgE, dan IgY. Secara filogenik antara ayam dan mamalia terdapat jarak
jauh yang menyebabkan aviditas antibodi ayam lebih tinggi dibandingkan aviditas
antibodi mamalia apabila disuntikan protein mamalia dengan dosis yang sama
(Gassman et al. 1990). Sistem imun ayam sangat responsif terhadap protein asing
atau mikroorganisme yang memaparnya sehingga dengan jumlah sedikit dapat
memberikan respon pembentukan antibodi yang lebih banyak. Menurut Coleman
(2000) sifat responsif tersebut karena adanya kelenjar harderian di daerah
nasotrakheal dan bursa fabricius. Ayam petelur memiliki potensi yang efektif
sebagai produsen antibodi (IgY) sedangkan mamalia sebagai produsen antibodi
(IgG). Pada mamalia immunoglobulin G ditransfer ke fetus melalui plasenta
sedangkan immunoglobulin Y pada unggas ditransfer ke dalam kuning telur.
Ayam biasanya bertelur 5 sampai 6 butir per minggu.
Sebutir kuning telur mempunyai volume 15 ml yang rata-rata
mengandung 50-100 mg/ml IgY lebih banyak dibandingkan IgG (5-7 mg/ml), dan
IgM (0.15-0.7 mg/ml) sehingga ayam petelur dikenal sebagai pabrik biologis dan
dapat digunakan untuk tujuan imunodiagnostik (Gassmann et al. 1990). Prinsip
dari telur berimunoglobulin yaitu adanya antigen yang diberikan pada ayam
petelur sehingga akan dihasilkan antibodi yang spesifik terhadap antigen tersebut.
Enzim lipase dapat digunakan sebagai bahan antigenik untuk merangsang
pembentukan anti lipase dalam tubuh ayam petelur. Anti lipase dapat digunakan
untuk menghambat kerja enzim lipase yang memecah lemak agar tidak diabsorbsi
tubuh. Peningkatan titer antibodi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan imunisasi seperti status kesehatan unggas, status
nutrisi, sanitasi lingkungan dan sistem perkandangan, dan imunisasi dilakukan
secara tepat baik waktu dan umurnya. Faktor-faktor tersebut harus diperhatikan
karena jika tidak imunisasi dapat menimbulkan efek samping stres dan penurunan
antibodi yang dihasilkan (Hawari 2001).
Cekaman oksidatif (stress oksidatif) adalah suatu keadaan patologis yang
disebabkan oleh kerusakan sel dan jaringan karena peningkatan jumlah radikal
bebas (Halliwell 2006). Radikal bebas akan terbentuk apabila terjadi peroksidasi
lipid pada dinding sel yang mengakibatkan terbentuknya produk akhir yaitu
malondialdehida (MDA). Pengukuran kadar MDA merupakan pengukuran
aktivitas radikal bebas sebagai indikator terjadinya stress oksidatif (Powers dan
Jackson 2008).
2
Kehadiran pakan dengan kandungan bahan yang dapat berperan sebagai
immunomodulator untuk meningkatkan kekebalan tubuh sangat diperlukan untuk
mengatasi stres. Salah satu pakan yang sering digunakan pada unggas petelur
sebagai imunomodulator adalah minyak ikan (Rusmana et al. 2008). Minyak ikan
yang sangat potensial di Indonesia adalah minyak ikan lemuru (Sardinella
longiceps) yang merupakan salah satu sumber asam lemak omega 3. Cahyanto et
al. (1997) menyatakan bahwa pemberian suplementasi minyak ikan yang
berlebihan dalam pakan dapat memberikan efek yang tidak baik berupa
meningkatnya oksidasi lemak sehingga memicu stress oksidatif. Berdasarkan
pemikiran diatas dilakukan penelitian mengenai peran minyak ikan lemuru dalam
pakan ayam petelur dan mengetahui kemungkinan terjadinya stress oksidatif
akibat imunisasi menggunakan lipase dan adjuvan Quil A.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh imunisasi menggunakan
lipase dan adjuvan Quil-A dan minyak ikan lemuru dalam pakan terhadap kadar
malondialdehida (MDA) pada limpa.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai pengaruh imunisasi menggunakan lipase dan adjuvan Quil-A dan peran
minyak ikan lemuru dalam pakan dengan persentase yang tepat sehingga tidak
menimbulkan stress oksidatif .
Hipotesis Penelitian
H0 : Pemberian minyak ikan lemuru dapat menurunkan kadar MDA.
H1 : Pemberian minyak ikan lemuru tidak dapat menurunkan kadar MDA.
TINJAUAN PUSTAKA
Minyak Ikan lemuru
Minyak ikan merupakan komponen lemak dalam jaringan tubuh ikan yang
telah diekstraksi dalam bentuk minyak. Proses pengalengan ikan lemuru diperoleh
rendeman berupa minyak sebesar 5% (b/b) dan dari proses penepungan sebesar
10% (b/b). Pengalengan satu ton ikan lemuru akan diperoleh 50 kg limbah berupa
minyak ikan dan selanjutnya dari satu ton bahan mentah sisa-sisa penepungan
akan diperoleh kurang lebih 100 kg hasil samping berupa minyak ikan lemuru
(Rusmana et al. 2008). Komposisi minyak ikan agak berbeda dengan lemak
mamalia, karena lemak ikan lebih banyak mengandung asam lemak yang berantai
karbon lebih dari 18. Selain itu asam lemak ikan banyak mengandung ikatan
rangkap tidak jenuh (Poly Unsaturated Fatty Acid/ PUFA) dibandingkan dengan
3
mamalia. Adanya asam lemak tidak jenuh ini menyebabkan lemak mudah
teroksidasi. Asam lemak yang penting dalam minyak ikan antara lain asam lemak
omega-3 yaitu asam eikosapentanoat (EPA), asam dekosaheksaeonat (DHA), dan
asam linolenat (LNA). Minyak ikan lemuru mengandung 13.7% asam
eikosapentanoat (EPA), 8.9% asam dokosaheksaeonat (DHA) dan 26.8% omega-
3 dari total minyak asam lemak tak jenuh ganda (Poly Unsaturated Faty
Acid/PUFA) dalam minyak ikan yang telah mengalami ekstraksi (Winarti 2010).
Daya serap asam lemak omega-3 dipengaruhi oleh struktur kimianya
yaitu trigliserida, asam lemak bebas, ester asam lemak, dan garam asam lemak.
Penyerapan asam lemak omega-3 dalam struktur trigliserida lebih lambat sehingga
memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan struktur asam lemak bebas dan
garam asam lemak (Estiasih 2009). Perbedaan tingkat konsumsi minyak ikan
berpengaruh terhadap pengaturan imunomodulator. Ransum yang mengandung
7% minyak ikan lemuru menunjukkan oksidasi respon antibodi tertinggi
dibanding ayam yang diberi ransum dengan lemak hewan, minyak jagung, atau
minyak kanola (Fritsche et al. 1992). Meskipun memberikan pengaruh positif
suplementasi minyak ikan ternyata juga memberikan pengaruh negatif seperti
meningkatnya oksidasi lemak. Efek dari meningkatnya lemak akan berdampak
buruk terhadap fungsi kekebalan tubuh. Pemberian asam lemak tak jenuh ganda
dapat menurunkan vitamin E dan meningkatkan peroksidasi lemak dalam plasma
sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel jaringan tubuh (Wander et al.
1997).
Antigen dan Antigenisitas
Antigen adalah substansi yang dianggap asing oleh tubuh dan akan
memicu terjadinya repon imun yang akhirnya akan memacu produksi antibodi.
Antigen yang berhasil masuk kedalam tubuh akan mengaktifkan berbagai respon
imunospesifik maupun non-spesifik. Antigen biasanya protein atau polisakarida,
tetapi dapat juga molekul lain. Antigen bisa berupa bakteri, virus, protein, dan
racun. Persyaratan suatu bahan dapat dikatakan sebagai antigenik yaitu molekul
harus besar, kaku dan kimiawi kompleks. Molekul kecil dapat berlaku sebagai
antigen, tetapi molekul besar jauh lebih baik. Sebagai contoh albumin serum
dengan berat molekul lebih dari 60.000 dalton merupakan antigen yang baik,
sedangkan angiotensin (berat molekul 1031 dalton) bukan antigen yang baik dan
satu molekul asam amino seperti fenilalanin (berat molekul 165 dalton) tidak
pernah sebagai antigenik. Makromolekul dengan struktur yang kompleks seperti
protein merupakan antigen terbaik karena ukuran dan kerumitan strukturnya.
Semua protein yang berat molekulnya lebih besar dari 1000 dalton adalah
antigenik. Sifat molekul antigen yang memungkinkan bereaksi dengan antibodi
disebut antigenisitas. Antigen memiliki sifat-sifat yang khas pada antigen tersebut
diantaranya keasingan, kompleksitas, bentuk (konformasi) antigen, muatan, dan
kemampuan masuk (Tizard 1987).
Lipase merupakan enzim yang berfungsi membantu tubuh dalam
mencerna senyawa lemak yang terkandung dalam makanan. Enzim ini
mengkatalisis reaksi hidrolisis lemak dengan cara memutus rantai panjang
triasilgliserida pada lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Enzim dapat
digunakan sebagai antigen untuk memicu pembentukan antibodi apabila memiliki
4
berat molekul lebih dari 10.000 dalton. Lemak terserap dalam tubuh dalam benuk
trigliserida yang mengandung satu molekul monogliserida dan dua molekul asam
lemak bebas, apabila aktivitas enzim lipase meningkat akan meningkatkan
penyerapan monogliserida dan asam lemak yang berpengaruh pada obesitas
sehingga perlu menghambat proses absorbsi lemak dengan menghambat enzim
lipase (Rahardjo et al. 2005). Pemberian lipase pada ayam petelur dimaksudkan
agar dihasilkan telur dengan kandungan tinggi anti lipase sehingga baik
dikonsumsi manusia penderita obesitas.
Adjuvan
Kata adjuvan berasal dari bahasa latin „adjuvare‟ yang berarti membantu
atau untuk meningkatkan. Adjuvan dikembangkan sekitar tahun 1920-an dengan
menggunakan sejumlah zat termasuk bahan kimia, komponen mikroba, dan
protein mamalia untuk meningkatkan imunogenisitas (Rajput et al. 2007).
Adjuvan adalah substansi yang apabila ditambahkan ke dalam vaksin akan
meningkatkan respon imun dan meningkatkan efektifitas vaksin serta dapat
melipat gandakan produksi sel-sel imun yang terutama berperan dalam sistem
kekebalan non spesifik. Suatu adjuvan digambarkan sebagai senyawa yang
berfungsi untuk memperlambat pengeluaran antigen didalam tubuh. Adjuvan
dapat memperlambat proses penghancuran antigen dalam tubuh serta merangsang
pembentukan kekebalan spesifik (antobodi) yang dihasilkan (Wahab 2002).
Penambahan adjuvan akan meningkatkan kekuatan vaksin dan mengurangi
jumlah antigen atau jumlah imunisasi yang digunakan. Dibandingkan dengan
pemberian antigen tanpa adjuvan, pemberian antigen yang ditambahkan adjuvan
memiliki tingkat titer antibodi yang lebih tinggi dan juga menghemat pemakaian
dosis antigen sehingga akan mengurangi biaya. Contoh-contoh adjuvan yang
sering ditambahkan dalam vaksin yaitu Alumunium Hidroksida (Al(OH)3,
Alumunium potassium sulfat (KAI(SO4)2, Freund’s Complete Adjuvan (FCA),
Freund’s Incomplete Adjuvan (FIA), dan Quil A, namun pada penelitian ini
adjuvan yang digunakan adalah adjuvan tipe Quil-A. Quil-A merupakan adjuvan
yang dapat membentuk imunostimulating complek (iscoms) yang dikembangkan
dekade 90-an. Quil-A berasal dari tanaman Quilaia saponaria. Adjuvan ini sangat
efektif dalam mengarahkan antigen dan antigen precenting cells (APC) serta
memicu produksi sitokinin dan molekul co-stimulatori. Adjuvan iscoms dapat
memicu respon antibodi humoral baik sistemik maupun lokal pada mukosa serta
kekebalan berperantara sel dengan dosis antigen yang rendah (Rajput et al. 2007).
Stress oksidatif, Radikal bebas, dan Kadar MDA sebagai Indikator
Peroksidasi Lipid
Halliwell (2006) mendefinisikan stres oksidatif diartikan sebagai keadaan
patologis yang disebabkan oleh kerusakan sel dan jaringan didalam tubuh karena
peningkatan jumlah radikal bebas. Stres oksidatif merupakan akibat langsung dari
peningkatan radikal bebas dan atau menurunnya aktifitas fisiologi antioksidan
dalam melawan radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang
mengandung elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya. Zat ini sangat
reaktif dan struktur yang demikian membuat radikal bebas cenderung “mencuri”
5
satu elektron dari molekul lain di dekatnya untuk melengkapi dan selanjutnya
mencetuskan reaksi berantai yang dapat mengakibatkan kerusakan sel (Powers
dan Jackson 2008). Reaktif juga berarti radikal bebas tidak bertahan lama dalam
bentuk “asli” karena untuk mempertahankan kestabilan molekul mereka harus
mengambil satu elektron dari molekul yang lain, artinya radikal bebas menyerang
molekul stabil yang berada di dekatnya dan mengambil elektron dari molekul
tersebut. Molekul yang diambil elektronnya kemudian juga menjadi radikal bebas
dan mengambil elektron dari molekul lain, begitulah seterusnya sampai terjadi
kerusakan sel (Bottje et al. 1995). Perbedaan antara molekul stabil dengan radikal
bebas dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Molekul Stabil dan Radikal Bebas
Sumber : Bottje et al. 1995
Sumber radikal bebas bisa berasal dari proses metabolisme dalam tubuh
(endogen) dan dapat berasal dari luar tubuh (eksogen). Sumber radikal bebas dari
luar tubuh antara lain berasal dari: asap rokok, polusi, radiasi, sinar UV, obat,
pestisida, limbah industri, dan ozon. Secara endogen radikal bebas dapat
diproduksi melalui beberapa macam mekanisme seperti oto-oksidasi, aktifitas
oksidasi (seperti enzim-enzim siklooksigenase, lipoksigenase, dehidrogenase, dan
peroksidase) dan sistem transport elektron. Salah satu bentuk radikal bebas dari
dalam tubuh berupa hasil metabolit oksigen yang dihasilkan melalui satu reduksi
elektron yang disebut spesies oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS) yang
terdiri dari radikal superoksida (O2-), radikal hidroksil (·OH), radikal peroksil
(ROO-), dan radikal hidrogen peroksida (H2O2) (Siswono 2005). Reactive Oxygen
Species/ROS merupakan oksidan kuat dengan derajat yang berbeda-beda. Radikal
superoksida (O2-) merupakan bentuk yang paling reaktif yang paling banyak
dihasilkan oleh berbagai mekanisme didalam tubuh antara lain mitokondria,
sistem enzim NADPH oksidase, dan metabolisme asam arakidonat. Radikal
superoksida selanjutnya dapat langsung “dimusnahkan” oleh antioksidan vitamin
E atau diubah menjadi hidrogen peroksida (H2O2) yang selanjutnya diubah lagi
menjadi air oleh enzim gluthation peroksidase. Hidrogen peroksida (H2O2) yang
terbentuk juga dapat diubah menjadi radikal hidroksil (·OH). Apabila tidak
dinetralisir (·OH) akan merusak lipid dan DNA (Siswono 2005). Pembentukan
oksigen reaktif dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.
6
Gambar 2 Oksigen Reaktif
Sumber : Fellenberg dan Speisky 2006
Radikal bebas dapat merusak sel dengan cara merusak membran sel. Salah
satu cara radikal bebas merusak membran sel yaitu dengan menginisiasi terjadinya
peroksidasi lipid secara langsung terhadap asam lemak tak jenuh (Poly
Unsaturated Fatty Acid/PUFA)) pada dinding sel. Tingkat peroksidasi lipid
diukur dengan mengukur produk akhirnya, yaitu malondialdehida (MDA) yang
merupakan produk oksidasi asam lemak tidak jenuh dan yang bersifat toksik
terhadap sel. Pengukuran kadar MDA merupakan pengukuran aktivitas radikal
bebas secara tidak langsung sebagai indikator stress oksidatif (Powers dan
Jackson 2008).
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kandang C Fakultas Peternakan IPB. Analisis
malondialdehida (MDA) dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi, Departemen
Anatomi Fisiologi dan Farmakologi (AFF), FKH IPB. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Mei hingga Agustus 2015.
Alat dan Bahan
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam petelur
strain ISA Brown berumur 18 minggu sebanyak 30 ekor. Alat dan bahan yang
digunakan yang digunakan untuk imunisasi adalah tabung eppendorff, filter 0.22
μm, refrigerator (Applichem #A4090), adjuvan Quil-A (Sigma #AS4521), dan
PBS (Phospat Buffer Saline). Peralatan yang digunakan saat penyuntikan adalah
spoit 1 ml, kapas, sarung tangan, dan masker. Alat dan bahan yang digunakan
pada saat pembuatan pakan dengan minyak ikan lemuru adalah jagung, corn
gluten meal (CGM), bungkil kedelai, tepung ikan, crude palm oil ( CPO), CaCO3,
garam, premix, DL-Methionin, dan minyak ikan lemuru. Peralatan yang
7
digunakan untuk menimbang bobot badan ayam adalah timbangan dan ember.
Alat dan bahan yang digunakan untuk mengukur kadar MDA adalah ekstrak limpa
ayam, reagen untuk mengukur kadar MDA, aquades, papan fiksasi, alat sentrifus,
dan spektrofotometer.
Prosedur Penelitian
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan 30 ekor ayam petelur yang dibagi dalam lima
kelompok. Satu kelompok sebagai kontrol, dan empat kelompok diimunisasi
dengan lipase dan adjuvan Quil A serta pakan minyak ikan lemuru dengan dosis
bertingkat. Minyak ikan lemuru terdiri dari tiga konsentrasi pemberian yaitu 1%,
2%, dan 3%.
Persiapan Hewan Coba
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam
petelur strain ISA Brown berumur 18 minggu. Jumlah sampel yang digunakan
ditentukan dengan rumus Federer yaitu : (t-1)(n-1) dimana t= perlakuan dan
n=jumlah ulangan. Penelitian ini memiliki 4 kelompok perlakuan, sehingga
sampel setiap kelompok perlakuan harus lebih atau sama dengan 6. Perlakuan
merupakan kombinasi antara pemberian minyak ikan lemuru dengan berbagai
konsentrasi dengan imunisasi berulang menggunakan enzim lipase dan adjuvan
Quil-A. Ayam dibagi menjadi kelompok A, B, C, D, dan E, masing- masing 6
ekor. Kelompok A (1mg lipase + 0% minyak ikan lemuru), B (1mg lipase + 1%
minyak ikan lemuru), C (1mg lipase + 2% minyak ikan lemuru), D (1 mg lipase +
3% minyak ikan lemuru), dan E sebagai kontrol atau tanpa perlakuan.
Aklimatisasi ayam berlangsung selama dua minggu.
Rumus Freeder :
=(t-1)(n-1) ≥15
=(4-1)(n-1) ≥ 15
=(n-1) ≥ 5
=n ≥6
Preparasi Pakan + Minyak Ikan Lemuru
Pakan yang digunakan disusun dari campuran bahan pakan yang terdiri
dari jagung, corn gluten meal (CGM), bungkil kedelai, tepung ikan, crude palm
oil (CPO), minyak ikan lemuru, dan CaCO3. Terdapat empat perlakuan dalam
penelitian ini. Perlakuan merupakan kombinasi antara Imunisasi berulang dengan
pemberian minyak ikan lemuru dengan berbagai konsentrasi (1%, 2% dan 3%).
Pakan R0 ( tanpa minyak ikan lemuru) diberikan pada ayam kelompok A. Pakan
R1 ditambahkan 1% minyak ikan lemuru diberikan pada ayam kelompok B,
Pakan R2 ditambahkan 2% minyak ikan lemuru diberikan pada ayam kelompok
C, dan pakan R3 ditambahkan 3% minyak ikan lemuru diberikan pada ayam
kelompok D. Ayam kelompok E sebagai kontrol negatif. Ransum penelitian pada
ayam petelur disajikan pada Tabel 1.
8
Tabel 1. Komposisi ransum penelitian
Bahan makanan Kelompok Pakan
R0 R1 R2 R3
Jagung 55,40 53,70 51.70 50,00
Corn Gluten Meal ( CGM) 5,00 5,00 4,00 4,00
Bungkil kedelai 19.8 19.5 21.5 22,2
Tepung ikan 8,00 9,00 9,00 8,00
Crude Palm Oil ( CPO)
2,00 2,00 2,00 2,00
Minyak Ikan lemuru - 1,00 2,00 3,00
CaCO3 9,00 9,00 9,00 10,00
Garam 0.20 0.20 0.20 0.20
Premix 0.50 0.50 0.50 0.50
DL Methionin 0.10 0.10 0.10 0.10
Persiapan Lipase dan Adjuvan Quil-A
Lipase tersedia dalam bentuk serbuk yang sudah dikemas dalam botol
dengan nama Porcine Pancreatic Lipase (Applichem #A4090). Sediaan imunisasi
menggunakan lipase dan adjuvan Quil A dibuat dengan cara melarutkan lipase 2
mg dalam 1 ml PBS dan 2 mg adjuvan Quil A dalam 1 ml PBS. Pencampuran
enzim lipase dan adjuvan Quil A dilakukan dengan perbandingan 1:1 sehingga
diperoleh konsentrasi lipase sebesar 1 mg/ml larutan.
Pelaksanaan Penelitian
Imunisasi
Larutan campuran lipase dan adjuvan disuntikan pada otot dada ayam
(musculus pectoralis) secara intramuskular dengan spoit 1 ml. Suntikan dilakukan
pada otot dada kiri dan kanan. Imunisasi dilakukan berulang sebanyak tiga kali
dengan selang waktu empat minggu yaitu pada minggu ke-6, ke-10, dan ke-14.
Suplementasi minyak ikan lemuru
Suplementasi minyak ikan lemuru diberikan setelah minggu ke-10 sampai
ke-16. Pemberian minyak ikan lemuru hanya diberikan pada kelompok B, C, dan
D. Minyak ikan lemuru 1% diberikan pada ayam kelompok B, 2% pada ayam kelompok
C, dan 3% pada ayam kelompok D.
Penimbangan bobot badan
Penimbangan bobot badan ayam dilakukan sebanyak 5 kali. Penimbangan
bobot badan pertama dilakukan minggu ke-2 setelah chick in. Penimbangan bobot
badan selanjutnya dilakukan bersamaan dengan imunisasi. Penimbangan terakhir
dilakukan pada minggu ke-16 sebelum ayam dipanen.
9
Diagram Alir Penelitian
Diagram alir dalam penelitian disajikan dalam gambar 3 dibawah ini
Pengambilan Organ Limpa
Seluruh ayam dimatikan dan dinekropsi pada minggu ke-16. Organ limpa
diambil melalui melalui nekropsi. Organ limpa kemudian dimasukkan kedalam
kantong plastik untuk disimpan disimpan dalam freezer.
Analisis Malondialdehida (MDA) Pada Limpa
Pengukuran kadar MDA dilakukan dengan metode Thiobarbituric Acid
Reactive Subtances (TBARS). Prosedur analisis yaitu: ekstrak limpa dibuat
dengan melarutkan 1 gram organ limpa yang sudah difiksasi kedalam 2 ml PBS
Asetat di dalam tabung ependorf. Reagen MDA dibuat dengan mencampurkan
750 μl asam fosfat dengan 50 μl TEP (Tetra Etoksipropana) kedalam tabung
polypropylen 13 ml, selanjutnya campuran dikocok sampai homogen kemudian
ditambahkan 250 μl TBA (Trichlorobarbiturat acid). Aquades sebanyak 450 μl
kemudian ditambahkan kedalam campuran. Larutan campuran tersebut diambil
sebanyak 1 ml kemudian dicampurkan kedalam sampel. Selanjutnya dilakukan
sentrifus dengan kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit dan diambil supernatannya.
Supernatan tersebut kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang maksimum (λ maks = 532 nm).
Prosedur Analisis Data
Data hasil analisis MDA diolah menggunakan uji ANOVA menggunakan
aplikasi SPSS 22. Selanjutnya data yang diperoleh dilanjutkan dengan uji Duncan
pada taraf nyata (p<0,05).
Minggu ke
Keterangan :
0, 2, 4, dst : Minggu ke -
I, II, III : Perlakuan ke -
MIL : Minyak Ikan Lemuru
BB : Bobot Badan
Gambar 3 Diagram Alir Penelitian
BB BB BB BB BB
A : 1 mg lipase
B : 1 mg lipase + 1% MIL
C : 1 mg lipase + 2% MIL
D :1 mg lipase + 3% MIL
E : Kontrol negatif
MIL
Analisis
MDA
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh immunisasi berulang dan pemberian minyak ikan lemuru
terhadap stres
Imunisasi yang dilakukan secara berulang menggunakan lipase dan
adjuvan Quil-A dapat menyebabkan stres pada ayam. Cekaman/stres merupakan
suatu kondisi terganggunya homeostasis yang bersumber dari luar maupun dalam
seperti stimuli fisik maupun psikologik yang disebut sebagai stressor.
Cekaman/stress dapat dikatakan sebagi reaksi fisiologis normal dalam rangka
beradaptasi dengan situasi baru, baik itu yang terkait dengan lingkungan maupun
perlakuan yang diterimanya. Stres yang berlangsung dalam waktu lama dapat
mengakibatkan penurunan efektivitas sistem imun, sistem saraf, dan endokrin
sehingga mengakibatkan individu mudah terpapar penyakit (Pinel 2009).
Radikal bebas yang terdapat didalam tubuh dapat berasal dari dalam tubuh
(endogen) dan dari luar tubuh (eksogen). Salah satu bentuk radikal bebas adalah
spesies oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS). Serangan radikal bebas
ROS terhadap komponen lipid dari membran sel dapat menimbulkan reaksi yang
dikenal peroksidasi lipid. Hasil dari peroksidasi lipid akan menghasilkan produk
yang bersifat toksik yang dapat menyebabkan kerusakan sel atau jaringan.
Malondialdehida (MDA) merupakan salah satu senyawa produk dari rekasi
peroksidasi lipid yang digunakan sebagai marker (penanda) terjadinya stress
oksidatif. Pada keadaan stress oksidatif yang tinggi akan terjadi peningkatan kadar
MDA (Papas 1999). Hasil pengukuran kadar MDA pada limpa ayam petelur
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Rataan kadar MDA limpa ayam petelur dengan atau tanpa imunisasi dan
pemberian minyak ikan lemuru
Ket: a,b
superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan ada perbedaan nyata (P<0.05)
MIL : Minyak Ikan Lemuru.
Rataan MDA limpa pada kelompok ayam yang diimunisasi berulang
menggunakan lipase dan adjuvan Quil A lebih tinggi seperti yang terjadi pada
ayam kelompok A apabila dibandingkan dengan ayam kelompok E meskipun
tidak berbeda signifikan. Ayam kelompok A memiliki rataan MDA limpa sebesar
5.56±2.43 g/µl sedangkan kelompok E sebesar 4.252±1.41 g/µl. Peningkatan
tersebut menunjukkan bahwa imunisasi berulang menjadi salah satu faktor pemicu
terjadinya stres karena kesalahan dalam handling ayam. Indikator stres dapat
dilihat dengan mengukur kadar MDA, semakin tinggi kadar MDA maka
Perlakuan Kelompok Rataan ( g/µl)
Imunisasi
A (I mg lipase) 5.56±2.43c
B (1mg lipase + 1% MIL) 2.21±1.24a
C (1mg lipase + 2% MIL) 4.87±2.05c
D (1mg lipase+ 3% MIL) 2.56±1.61a,b
Tidak
diimunisasi
E (Kontrol) 4.252±1.41b,c
11
mengindikasikan ayam tersebut semakin stres (Papas 1999). Peningkatan kadar
MDA tidak hanya disebabkan oleh perlakuan imunisasi saja, tetapi juga dapat
disebabkan karena suhu lingkungan yang tinggi pada musim kemarau saat
penelitian, handling berulang saat penimbangan bobot badan dan pengambilan
sampel darah.
Rataan kadar MDA limpa pada kelompok ayam yang diimunisasi
menggunakan lipase dan adjuvan Quil-A dan diberi minyak ikan lemuru
(kelompok B, C, dan D) secara umum lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok ayam yang tidak diberi minyak ikan lemuru (kelompok A), hal ini
diduga dikarenakan karena sifat imunomodulator yang terkandung dalam minyak
ikan lemuru dapat meningkatkan kekebalan tubuh serta bekerja sebagai anti
radang yang dapat mempercepat proses penyembuhan penyakit. Minyak ikan
lemuru (Sardinella longiceps) merupakan salah satu ikan tropis yang mengandung
komponen asam lemak tak jenuh omega-3 dalam jumlah yang cukup tinggi. Asam
lemak tak jenuh omega-3 merupakan asam lemah tak jenuh ganda atau Poly
Unsaturated Fatty Acid (PUFA). Sintesis asam lemak omega-3 akan
menghasilkan asam eikosapentanoat (EPA) dan asam dekosaheksaenoat (DHA)
yang merupakan asam lemak esensial tubuh untuk menekan kandungan asam
arakidonat dalam jaringan. Asam arakidonat merupakan konstituen diet sebagai
salah satu senyawa yang kehadirannya bersamaan dengan diet asam linolenat.
Asam Arakidonat sendiri oleh membran sel akan diestrifikasi menjadi bentuk
fosfolipid dan lainnya berupa kompleks lipid. Dalam keadaan bebas tetapi dengan
konsentrasi yang kecil asam ini berada dalam sel. Pada biosintesis eukosanoid
asam arakidonat akan dibebaskan dari sel penyimpan lipid oleh enzim hidrolase
sebagai respon kerusakan sel. Asam arakidonat selanjutnya akan mengalami
metabolisme menjadi dua jalur yaitu sikloksigenase dan lipoksigenase. Jalur
sikloksigenase akan membebaskan prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan;
jalur lipoksigenase akan membebaskan leukotrin. Prostaglandin merupakan salah
satu mediator radang yang paling sensibel terhadap rasa sakit didaerah perifer.
Kehadiran asam lemak omega-3 diharapkan dapat mengurangi sintesis jumlah
prostaglandin sehingga dapat menekan stress. Hal ini sesuai dengan Fritsche et al.
(1992) menyatakan bahwa pemberian minyak ikan lemuru dapat meningkatkan
sistem humoral dan memperbaiki penekanan respon imun yang disebabkan oleh
PGE2.
Pemberian minyak ikan lemuru secara berlebihan dapat memicu terjadinya
stress oksidatif, hal ini dikarenakan asam lemak tidak jenuh ganda omega-3 yang
terkandung didalam minyak ikan lemuru mudah teroksidasi yang dikenal dengan
peroksidasi lipid sehingga dapat memicu kerusakan sel. Stress oksidatif dapat
diketahui dengan mengukur kadar malondialdehida (MDA) yang merupakan
produk metabolit dari peroksidasi lipid. Rusmana et al. (2008) menyatakan bahwa
pemberian minyak ikan lemuru lebih dari 7% memberikan efek yang tidak baik,
karena kandungan asam lemak tidak jenuh pada minyk ikan lemuru mudah
teroksidasi sehingga dapat memicu stress oksidatif. Penelitian ini menggunakan
minyak ikan lemuru sampai konsentrasi 3% sehingga belum dikategorikan sebagai
konsentrasi yang berlebihan yang dapat mengakibatkan stress oksidatif.
Rataan MDA pada ayam kelompok C dengan penambahan 2% minyak
ikan lemuru lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan 1% atau 2% minyak
ikan lemuru, hal ini diduga ayam pada kelompok C tidak dalam kondisi baik
12
sehingga organ-organ limfoid tidak berfungsi secara optimal ketika dilakukan
imunisasi. Hal tersebut sesuai dengan Hawari (2001) bahwa peningkatan titer
antibodi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
imunisasi seperti status kesehatan unggas, status nutrisi, sanitasi lingkungan dan
sistem perkandangan, dan imunisasi dilakukan secara tepat baik waktu dan
umurnya. Faktor-faktor tersebut harus diperhatikan karena jika tidak imunisasi
dapat menimbulkan efek samping stres dan penurunan antibodi yang dihasilkan.
Pengaruh immunisasi berulang dan pemberian minyak ikan lemuru
terhadap bobot badan
Imunisasi yang dilakukan secara berulang menggunakan lipase dan
adjuvan Quil-A dapat menyebabkan ayam menjadi stress sehingga dapat
menyebabkan penurunan jumlah pakan yang dikonsumsi. Tamzil et al. (2013)
menyatakan bahwa unggas yang menderita stres akan memperlihatkan ciri-ciri
panting (megap-megap), mengepak-ngepakan sayap di lantai kandang, banyak
minum, dan penurunan konsumsi pakan. Pada saat ayam stress produksi hrmon
ACTH (adrenocorticotropin hormon) akan meningkat sehingga proses
metabolisme dan penyerapan nutrisi menjadi tidak efektif atau ayam menjadi
malas makan sehingga bobot badannya tidak tercapai. Amrullah (2004)
menyatakan bahwa pertambahan bobot badan mencerminkan tingkat kemampuan
ayam dalam mencerna pakan untuk diubah menjadi bobot badan. Penelitian juga
mengamati bobot badan pada ayam petelur disajikan pada Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3 Rataan kadar bobot badan ayam petelur dengan atau tanpa imunisasi dan
pemberian minyak ikan lemuru
Ket: a,b
superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan ada perbedaan nyata (P<0.05)
MIL : Minyak Ikan Lemuru.
Rataan bobot badan pada kelompok ayam yang dilakukan imunisasi
berulang menggunakan lipase dan adjuvan Quil-A pada kelompok A, B, C, dan D
cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kelompok E ayam yang tidak
diimunisasi. Hal ini diduga imunisasi yang dilakukan berulang menjadi faktor
pemicu ayam stres sehingga bobot badannya menurun. Menurut Ferket dan Gernat
(2006) bahwa pada keadaan stres respon ayam pertama kali adalah akan
meningkatkan laju metabolisme cadangan energi tubuh, akibatnya laju
penyerapan usus akan melambat dan konsumsi pakan akan menurun. Penurunan
konsumsi pakan akan berkorelasi dengan asupan nutrisi yang masuk ke dalam
tubuh ayam. Dalam keadaan stress tubuh akan menggunakan glukosa untuk
diubah menjadi energi dan digunakan untuk menekan stress itu sendiri, akibatnya
hanya sedikit energi yang diarahkan ke pertambahan bobot badan. Nutrisi utama
Perlakuan Kelompok Rataan (g)
Imunisasi
A(I mg lipase) 1214.72 ± 43.60a,b
B(1mg lipase + 1% MIL) 1185.92±76.85a
C(1mg lipase + 2% MIL) 1195.29±65.07a
D(1mg lipase + 3 % MIL) 1192.71±56.90a
Tanpa Imunisasi E (Kontrol) 1277.40± 113.96b
13
yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh ayam adalah energi yang berasal dari
karbohidrat maupun lemak. Apabila tubuh kekurangan asupan energi tersebut
menyebabkan sebagian protein akan dikonversikan menjadi energi. Almatsier
(2001) menyatakan bahwa protein merupakan nutrisi yang berguna bagi
perbanyakan dan perkembangan sel-sel tubuh untuk pertumbuhan bobot badan,
sehingga ketika protein berubah fungsi untuk menghasilkan energi, maka fungsi
awalnya untuk pertumbuhan akan terabaikan.
Rataan bobot badan pada kelompok ayam yang diimunisasi dan diberi
minyak ikan lemuru (kelompok B, C, dan D) secara umum cenderung lebih
rendah dibandingkan dengan kelompok A tanpa pemberian minyak ikan lemuru.
Hal ini diduga dikarenakan minyak ikan lemuru merupakan sumber energi yang
kaya akan asam lemak berantai panjang, sehingga menyebabkan penyerapan
didalam usus lambat. Semakin lambat penyerapan lemak dalam tubuh akibatnya
asupan energi akan berkurang sehingga bobot badan akan menurun. Winarti
(2010) menambahkan bahwa minyak ikan banyak mengandung asam lemak rantai
panjang lebih dari 18 dan mempunyai daya serap lemak dalam usus lebih lambat.
Rataan bobot badan pada kelompok ayam yang diberi imuunisasi dan minyak ikan
lemuru hingga konsentrasi 3% secara umum tidak ada perbedaan secara nyata.
Hal ini diduga dikarenakan penambahan minyak ikan lemuru hanya menambah
nilai energi metabolisme dalam pakan yang berasal dari lemak. Penurunan bobot
badan ini diduga lebih dikarenakan karena faktor stress akibat perlakuan imunisai.
Dalam keadaan stress tubuh akan menggunakan glukosa dan lemak untuk diubah
menjadi energi dan digunakan untuk menekan stress itu sendiri, akibatnya hanya
sedikit energi yang diarahkan ke pertambahan bobot badan sehingga bobot badan
mengalami penurunan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan minyak ikan lemuru hingga konsentrasi 3% dalam pakan ayam
petelur selama imunisasi dapat menurunkan kadar MDA limpa yang merupakan
parameter stres oksidatif.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai konsentrasi suplementasi
minyak ikan lemuru lebih dari 3% dengan penambahan parameter yang diukur
(pengukuran titer antibodi dan organ limfoid).
14
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta(ID): Gramedia PustakaUtama.
Amrullah IK. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Bogor(ID): Lembaga Satu Gunungbudi.
Bottje W, Enkvetchakul B, Moore R.1995. Effect of α tocopherols on antioxidants,
lipid peroxidation, and the incidence of pulmonary hypertension syndrome
(ascites) in broilers. Poult Sci.74:1356-1369.
Cahyanto MN, Santoso U, Zuprizal, Irianto HE, Sastrodihardjo S. 1997. Ekstraksi
minyak mengandung asam lemak omega-3 dari limbah industri minyak
ikan lemuru dan penggunaannya dalam peningkatan kandungan asam
lemak omega-3 [laporan penelitian]. Yogyakarta: Kerjasama Lembaga
Penelitian UGM dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Coleman MA. 2000. Using egg antibodis to treat diseases In Egg Nutrition and
Biotechnology. Wallingford (ID): UKCABI Pr.
Estiasih T. 2009. Minyak Ikan Teknologi dan Penerapannya untuk Pangan dan
Kesehatan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Fellenberg MA and Speisky H. 2006. Antioxidants: Tehir effect on broiler
oxidative stress and its meat oxidative stability. World Poultry Sc.62:53-70.
Ferket PR dan Gernat AG. 2006. Factors that affect feed intake of meat birds.
Poult Sci. 5: 905-911.
Fritsche KL, Cassity NA, Huang SC. 1992. Dietary (n-3) fatty acids reduce
antibody dependent cell cytotoxicity and alter eicosanoid release by
chicken immune cells. Poult Sci. 71:1646-1657.
Gassman M, Thommes P, Weiser T, Hubscher U. 1990. Efficient production of
chicken egg yolk antibodies againist a conserved mammalian protein.
Faseb Journal. 4: 2528-2532.
Halliwell B. 2006. Food-derived antioxidants: how to evaluate their importance
in food and in vivo. Oxford (ID) : Clarendon publisher. Ed ke-2. hlm: 1-33.
Hawari D. 2001. Manajemen stres, cemas dan depresi. Depok (ID): Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Papas AM. 1999. Antioxidant status, diet, nutrition and health. Washington DC:
CRC Pr.
Pinel. 2009. Stres dan Kesehatan Ed -7. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar.
Powers SK, dan Jackson MJ. 2008. Exercise induced oxidative stress: cellular
mechanisms and impact on muscle force production. Physiol Rev.
88(4):1243-1276.
Rajput ZI, Song-hua HU, Chen-wendan AX, Abdullah. 2007. Adjuvan effects of
saponins on animal immune responses. Journal Science. 8(3):153-161.
Rusmana D, Piliang WG, Budijanto S, Setiyono A. 2008. Minyak ikan lemuru
dan suplementasi vitamin E dalam ransum ayam broiler sebagai
imunomodulator. Animal production.10(2): 110-116.
Rahardjo S, Ngatijan, Pramono S. 2005. Influence of Ethanol Extreact of Jati
Belanda leaves (Guazuma ulmifolia lamk) on lipase enzyme activity of
ratus norvegicus serum [Tesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Siswono M. 2005. Jagung. [Internet]. [Diunduh 2016 Mei 1]. Tersedia pada:
http :// www.food science.org
15
Tamzil MH, Noor RR, Hardjosworo PS, Manalu W, Sumantri C. 2013. Acute heat
stress exposure on three lines of chickens with different heat shock protein
(HSP)-70 genotypes. Int J Poult Sci. 12:264-272.
Tizard IR. 1987. Pengantar Imunologi Veteriner. Surabaya(ID): Universitas
Airlangga Pr.
Wander RC, Hall JA, Gradin JL, Du S -H, Jewe DE. 1997. The ratio of dietary (n-
6) to (n-3) fatty acids influence immune system function, eicosanoid
metabolism, lipid peroxidation and Vitamin E Status in Aged Dogs. J Nutr.
127:1198-1205.
Winarti S. 2010. Makanan fungsional. Ed ke-1. Yogyakarta (ID): Graha ilmu
Wahab AS. 2002. Sistem imun, imunisasi, dan penyakit imun. Jakarta (ID):Widya
Medika.
16
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada 23 Agustus 1994 di Purworejo, Jawa Tengah.
Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Amat
Rosidin dan Ibu Siti Umayah. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 2000 di
Sekolah Dasar Negeri 2 Ketug, Kecamatan Butuh, Kabupaten Purworejo.
Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2009 di Sekolah
Menengah Pertama Negeri 28 Purworejo dan pendidikan lanjutan menengah atas
diselesaikan pada tahun 2012 di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Purworejo.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2012 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa
Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan. Penulis merupakan penerima
beasiswa Bidikmisi tahun 2012. Penulis pernah aktif di organisasi Himpunan
Profesi (HIMPRO) Satwa Liar sebagai staff pendidikan dan Organisasi
Mahasiswa Daerah Keluarga Mahasiswa Purworejo (GAMAPURI).