kajian alternatif skema pembiayaan apbn...

12
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN ALTERNATIF SKEMA PEMBIAYAAN APBN UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA BERAS Oleh : Sahat M. Pasaribu Adang Agustian Juni Hestina Roosganda Elizabeth PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012

Upload: vudiep

Post on 20-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN ALTERNATIF SKEMA PEMBIAYAAN APBN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_SHP.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 ... kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,

LAPORAN AKHIRPENELITIAN TA 2012

KAJIAN ALTERNATIF SKEMA PEMBIAYAAN APBNUNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA BERAS

Oleh :Sahat M. Pasaribu

Adang AgustianJuni Hestina

Roosganda Elizabeth

PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN2012

Page 2: KAJIAN ALTERNATIF SKEMA PEMBIAYAAN APBN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_SHP.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 ... kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,

xiii

RINGKASAN EKSEKUTIF Latar Belakang

1. Sasaran utama Kementerian Pertanian dalam pembangunan pertanian nasional periode 2010-2014 adalah pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan dengan fokus utama pada lima komoditas unggulan nasional, yaitu (a) padi; (b) jagung; (c) kedelai; (d) gula; dan (e) daging sapi. Dalam lima tahun terakhir ini, Kementerian Pertanian telah berupaya keras untuk mempercepat peningkatan produksi komoditas diatas. Namun demikian, harus diakui bahwa dalam pelaksanaan di lapangan, banyak tantangan yang harus dilalui dan tidak semua target dapat dicapai.

2. Pembangunan seluruh sub sektor pada sektor pertanian saat ini sedang dikerahkan untuk menyediakan bahan pangan bagi masyarakat, menghasilkan berbagai produk berbasis pertanian, membuka lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, serta memperbaiki kondisi ekonomi dan lingkungan. Ketahanan dan kemandirian pangan adalah salah satu tujuan utama pembangunan pertanian nasional. Kekurangan bahan pangan, khususnya makanan pokok beras akan menimbulkan gejolak sosial ekonomi dan politik yang memengaruhi kehidupan masyarakat. Masalah-masalah multidimensional yang dihadapi untuk memenuhi permintaan berbagai komoditas pertanian sangat beragam dan dalam konteks ini, pemerintah berusaha untuk terus meningkatkan produksi melalui inovasi teknologi dan penerapan program percepatan usaha pertanian.

3. Pada beberapa tahun terakhir ini, sektor pertanian juga dihadapkan pada tantangan yang semakin berat, tetapi sekaligus merupakan peluang dalam kaitan anomali iklim. Iklim ekstrim yang sulit diprediksi menjadi penghalang bagi kegiatan pengembangan usaha pertanian, khususnya usahatani padi. Berbagai jenis tanaman budidaya sulit diharapkan dapat berproduksi secara optimal, sehingga petani dihadapkan pada risiko kerusakan tanaman yang berujung pada kerugian. Namun di tengah tantangan itu, terbuka peluang mengoptimalkan berbagai potensi yang tersedia guna meningkatkan produksi berbagai produk pertanian. Melalui sosialisasi penerapan teknologi budidaya yang adaptif terhadap perubahan iklim, perbaikan infrastruktur pertanian, perluasan areal pertanaman, sistem irigasi yang efisien, dan manajemen usahatani yang lebih baik, peluang meningkatkan produksi beberapa komoditas pertanian sangat terbuka.

4. Permasalahan dan tantangan yang akan dihadapi dimasa mendatang untuk meningkatkan produksi komoditas pangan, terutama beras akan semakin berat dengan semakin terbatasnya sumber-sumber pembiayaan pemerintah dan sumber daya lainnya. Untuk itu diperlukan upaya mengefektifkan setiap kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan pertanian dan pengembangan usahatani oleh pemerintah, khususnya untuk meningkatkan kapasitas produksi padi/beras. Dalam konteks ini, skema pembiayaan peningkatan kapasitas produksi perlu dirumuskan untuk mendukung pencapaian swasembada beras dalam tahun-tahun yang akan

Page 3: KAJIAN ALTERNATIF SKEMA PEMBIAYAAN APBN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_SHP.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 ... kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,

xiv

datang. Pembiayaan pertanian yang bersumber dari APBN akan semakin terbatas karena banyaknya kebijakan dan program pembangunan di berbagai sektor. Dalam kaitan ini, perubahan pendekatan dibutuhkan untuk merumuskan alternatif skema pembiayaan APBN yang lebih efektif sebagai masukan dalam pengambilan keputusan kebijakan peningkatan produksi/produktivitas padi/beras nasional.

Tujuan Penelitian

5. Secara umum, tujuan kajian ini adalah untuk memperoleh skema pembiayaan

peningkatan kapasitas produksi padi/beras yang efisien yang bersumber dari APBN. Secara khusus, tujuan kajian ini adalah untuk:

a. Melakukan review skema pembiayaan APBN untuk mendukung swasembada beras.

b. Mengevaluasi implementasi skema pembiayaan APBN dalam rangka peningkatan kapasitas produksi dan produktivitas beras.

c. Menganalisis efektivitas skema pembiayaan APBN dalam rangka peningkatan kapasitas produksi dan produktivitas beras.

Metodologi (Lokasi, Responden dan Pendekatan Analisis)

6. Kajian ini dilaksanakan di 4 provinsi sentra produksi padi yang dipilih secara purposif dengan memerhatikan ketersediaan infrastruktur pertanian dengan fokus sumberdaya lahan dan air dan ketersediaan program pembangunan pertanian yang difasilitasi pembiayaan APBN. Lokasi tersebut adalah: Kabupaten Lamongan dan Bojonegoro di Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Tabanan dan Jembrana di Provinsi Bali, Kabupaten Serdang Bedagai dan Simalungun di Provinsi Sumatera Utara, dan Kabupaten Maros dan Sidrap di Provinsi Sulawesi Selatan. Disamping itu, Provinsi DKI Jakarta juga dipilih sebagai salah satu lokasi penelitian karena sumber-sumber data dan informasi tentang pembiayaan pembangunan pertanian terdapat di tingkat pusat, yakni pada berbagai instansi dibawah sejumlah lembaga kementerian di Jakarta).

7. Responden sebagai sumber data dan informasi adalah petani, penyuluh pertanian, dan pejabat instansi/pembina setempat. Sebanyak 30 petani contoh dipilih dari masing-masing desa yang diwakili oleh Gapoktan setempat sehingga diperoleh 60 petani contoh sebagai responden pada masing-masing provinsi. Selanjutnya untuk responden lainnya adalah meliputi Dinas Pertanian Tanaman Pangan di tingkat Provinsi dan Kabupaten lokasi penelitian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), dan responden lainnya.

8. Penelitian ini secara umum menerapkan metoda analisis yang mengacu kepada Policy Impact Assessment (PIA) dengan tahapan analisis sesuai dengan uraian singkat pada tahapan analisis pada kerangka pemikiran penelitian. Sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, metoda analisis yang akan digunakan

Page 4: KAJIAN ALTERNATIF SKEMA PEMBIAYAAN APBN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_SHP.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 ... kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,

xv

adalah:Untuk tujuan 1, dilakukan dengan mereview skema pembiayaan APBN untuk mendukung swasembada beras berkelanjutan dengan metoda analisis deskriptif naratif dan tabulasi silang. Untuk tujuan 2, yaitu menganalisis implementasi skema pembiayaan APBN dalam rangka peningkatan kapasitas produksi dan produktivitas dilakukan dengan metoda analisis deskriptif naratif dan tabulasi silang. Untuk tujuan 3, yaitu mengevaluasi efektivitas skema pembiayaan APBN dalam rangka peningkatan kapasitas produksi dan produktivitas beras. Pada tujuan ini akan dilakukan analisis atas ketepatan program skema pembiayaan dilihat dari aspek ketepatan volume program, waktu, prosedur, paket dan sasaran program yang di keluarkan yaitu pada daerah yang terdapat program dengan pembiayaan APBN dan daerah yang tidak terdapat program.

9. Pada penelitian ini akan dilakukan review skema pembiayaan APBN untuk mendukung swasembada beras, adapun program dengan skema pembiayaan APBN yang difokuskan adalah: (1) subsidi harga (benih dan pupuk), (2) bantuan sosial (seperti PUAP dan BLBU), (3) subsidi bunga kredit (KKPE dan KUR), (4) program kegiatan eselon I, seperti: Primatani, SLPTT, pengembangan infrastruktur seperti irigasi dan jalan usahatani. Selanjutnya, dari program-program dengan skema pembiayaan APBN tersebut akan dilihat bagaimana implementasinya di tingkat mikro (usahatani) serta bagaimana efektivitasnya dalam rangka peningkatan kapasitas produksi dan produktivitas beras. Pada kajian akan dilakukan review dengan data yang tersedia, literatur atau dari hasil kajian (data sekunder) untuk kebijakan pembiayaan subsidi/bantuan. Sementara untuk kajian data primer akan fokus pada kebijakan pembiayaan terkait: perluasan areal, pembangunan infrastruktur (irigasi dan jalan usahatani), dan penyediaan alsintan (traktor, tresher dan huller).

Hasil Penelitian

Review Skema Pembiayaan APBN

10. Untuk subsidi pupuk, pemerintah menyebutkan bahwa alokasi anggaran subsidi pupuk dalam APBN 2011 sebesar Rp. 16,38 triliun. Sementara alokasi anggaran untuk subsidi benih baik dalam APBN 2011 maupun dalam RAPBN-P 2011 tetap, yaitu sebesar Rp. 120,30 miliar. Demikian juga dengan subsidi pangan juga tetap, yaitu Rp. 15,27 triliun. Subsidi pupuk diperlukan untuk mendukung pencapaian produksi pertanian tahun 2011 (Antara, 2011). Sistem distribusi pupuk bersubsidi dilakukan dengan sistem tertutup melalui penyediaan RDKK petani. Untuk mengatasi beberapa penyimpangan/kelemahan, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian bersama PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) melakukan kerjasama perjanjian pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi. Selanjutnya Sejak September 2010 pemerintah melakukan ujicoba subsidi pupuk secara langsung ke petani guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas subsidi pupuk.

Page 5: KAJIAN ALTERNATIF SKEMA PEMBIAYAAN APBN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_SHP.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 ... kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,

xvi

11. Terkait dengan benih, penggunaan benih bermutu di tingkat petani untuk komoditas padi, jagung, dan kedelai berturut-turut baru mencapai 30%; 20%; dan 15% (Ditjentan, 2006). Salah satu penyebab masih rendahnya tingkat penggunaan benih bermutu dan berlabel karena terbatasnya daya beli petani. Sejak tahun 1986, pemerintah telah memberlakukan kebijakan subsidi untuk benih padi, jagung, dan kedelai untuk mendorong penggunaan benih bermutu dan berlabel secara lebih luas.

12. Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh oleh pemerintah dalam konteks kebijakan fiskal telah menjadi persoalan yang dilematis. Di satu sisi, pemerintah dituntut untuk mengurangi jumlah subsidi pupuk dan benih secara bertahap sehingga beban APBN dapat dikurangi demi terwujudnya fiscal sustainability. Di sisi lain, pengurangan susbidi pupuk dan benih tentu akan membawa implikasi naiknya harga pupuk dan benih di dalam negeri di samping skim subsidi harga yang selama ini diberikan selama ini dirasakan masih kurang memenuhi rasa keadilan karena belum menunjukkan keberpihakan kepada petani sebagai produsen. Hal inilah yang seringkali mengundang berbagai reaksi di tingkat publik.

13. Dalam hal subsidi Bunga Kredit, KKP-E digunakan antara lain untuk petani, dalam rangka pengembangan tanaman padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, koro dan/atau perbenihan (padi, jagung dan/atau kedelai).Bank pelaksana KKP-E meliputi 22 bank, yaitu 9 (sembilan) bank umum: Bank BRI, Mandiri, BNI, Bukopin, CIMB Niaga, Agroniaga, BCA, BII, dan Artha Graha serta 13 (tiga belas) Bank Pembangunan Daerah (BPD). Secara nasional, berdasarkan data realisasi KKP-E untuk pengembangan tanaman pangan utama nasional sampai posisi Desember 2011 telah mencapai Rp 1,08 triliun atau sekitar 60% terhadap plafon KKP-E. Sementara iytu, untuk KUR telah diluncurkan sejak 5 November 2007. Peluncuran KUR merupakan upaya pemerintah dalam mendorong perbankan menyalurkan kredit pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi.

14. Untuk program Bansos, salah satu program kebijakan pembangunan pertanian dalam rangka pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan mewujudkan kesejahteraan petani dan perdesaan adalah program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). PUAP merupakan bagian tak terpisahkan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang dikoordinasikan oleh Kantor Menko Kesra. Program PUAP merupakan program bantuan langsung masyarakat (BLM) sebagai implementasi dari program PNPM-Mandiri, beserta program lainnya. Kinerja penggunaan dana BLM PUAP dan perkembangan Gapoktan beragam tergantung dari kondisi awal pembentukan Gapoktan, lingkungan agribisnis setempat dan pengelolaan simpan-pinjam (keuangan mikro). Pada Gapoktan bentukan baru dan sistem pengelolaan simpan-pinjam yang belum optimal, penggunaan dana BLM PUAP terkesan hanya bagi bagi bantuan saja, dan belum berusaha untuk mengembangkan modal BLM yang diberikan sebagai seed capital. Program ini masih berlangsung hingga tahun ini dan diduga sudah sekitar 60 ribuan gapoktan atau desa yang sudah menerima dan sekitar 50 persen diantara

Page 6: KAJIAN ALTERNATIF SKEMA PEMBIAYAAN APBN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_SHP.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 ... kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,

xvii

gapoktan penerima diusulkan melalui aspirasi masyarakat (sebagaimana petunjuk anggota parlemen). Kelak, tahun 2014, seluruh gapoktan atau desa di Indonesia sudah mendapatkan BLM PUAP ini.

15. Program lainnya adalah program dari Kementerian Pertanian diantaranya program BP3 (Bantuan Penanggulangan Padi Puso). Program BP3 yang digagas Kementerian Pertanian telah disediakan untuk 100.000 ha lahan sawah yang mengalami gagal panen (puso). Program penanggulangan padi puso (BP3) ini mulai dilaksanakan tahun 2011 dan masih berlanjut hingga 2012 untuk membantu petani dalam penyediaan modal bagi kebutuhan usahatani musim berikutnya. Petani memperoleh bantuan dalam bentuk uang tuna sebesar Rp 3,7 juta/ha, yaitu untuk upah tenaga kerja Rp 2,6 juta/hektar dan sisanya dalam bentuk paket pupuk Rp 1,1 juta/hektar. Dengan bantuan BP3 tersebut diharapkan petani bisa menanam padi kembali dan mengurangi ketergantungan ketersediaan modal kerja yang berasal dari pelepas uang.

16. Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) yang dilaksanakan oleh BPTP sesuai program Badan Litbang Kementerian Pertanian dilaksanakan dengan pendampingan yang melibatkan Dinas Pertanian, Badan Penyuluhan, Petugas Lapang dan Kelompok Tani secara partisipatif. Bentuk pendampingan yang dilakukan adalah : uji adaptasi VUB, demfarm, PTT, penyediaan informasi PTT (padi sawah, jagung hibrida dan kedelai), pelatihan penyuluh pertanian lapang (penyuluh, pendampingan SL-PTT dan petani kooperator), teknologi dan tool spesifik lokasi, monitoring dan evaluasi penerapan teknologi (on going). Ruang lingkup kegiatan berada di kabupaten/kota yang melaksanakan program SL-PTT padi, jagung dan kedelai, baik di ekoregion lahan sawah maupun lahan kering. Sebanyak 60 % unit SL-PTT dilakukan pendampingan SL-PTT oleh BPTP dan penyuluh lapang. Masing-masing lokasi/kabupaten didampingi dan dikawal oleh LO (Liason Officer) dari BPTP, dimana secara umum kegiatan ini terdiri dari 4 (empat) sub-kegiatan, yaitu : 1) pendampingan SL-PTT padi, jagung dan kedelai di Sumatera Utara; 2) M-P3MI; 3) pengembangan perbenihan padi di lokasi SL-PTT; dan 4) sekretariat pendampingan program SL-PTT.

17. Selanjutnya terkait dengan program perluasan areal, maka upaya untuk memperluas baku lahan pertanian menjadi sangat penting dengan memanfaatkan dan mengelola sumberdaya lahan dan air yang ada. Melihat pentingnya peranan ketersediaan sumberdaya lahan dan air dalam pembangunan pertanian, maka pemerintah melalui Perpres No. 24 tahun 2010 dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 61/Permentan/OT.140/10/2010, telah menetapkan pembentukan institusi yang menangani pengelolaan sumber daya lahan dan air yaitu Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian yang salah satu tugasnya adalah melaksanakan perluasan areal tanaman pangan. Kegiatan perluasan sawah diarahkan pada lahan irigasi, lahan rawa dan lahan tadah hujan. Berdasarkan data Ditjen PSP Kementan (2011), bahwa realisasi cetak sawah nasional pada tahun 2011 mencapai 49.545 ha ( 80%) dari target seluas 61.950 ha.

Page 7: KAJIAN ALTERNATIF SKEMA PEMBIAYAAN APBN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_SHP.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 ... kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,

xviii

Analisis Implementasi Skema Pembiayaan APBN 18. Pada Program BP3 di Provinsi Jawa Timur realisasinya luas lahan sawah yang

mengalami gagal panen (puso) dan mendapat program BP3 adalah 29.883,24 Ha Ha pada 15 Kabupaten dengan jumlah kelompok tani sebanyak 2648 kelompok. Permasalahan yang terungkap terkait pelaksanaan bantuan BP3 di lokasi penelitian adalah bahwa tidak semua petani yang mengalami gagal panen menerima BP3. Pada saat identifikasi areal puso oleh UPT Proteksi tanaman Pangan Jatim bisa saja terdapat areal yang belum dinyatakan gagal panen, namun dalam perkembangannya mengalami gagal panen sehingga terdapat petani yang gagal panen tidak terdaftar sebagai penerima BP3. Di Provinsi Bali luas lahan sawah yang mengalami gagal panen (puso) tahun 2011 yang diusulkan untuk mendapatkan BP3 seluas 1.379.72 Ha pada 61 Subak di 6 kabupaten Provinsi Bali. Selanjutnya di Provinsi Sulawesi Selatan, luasan lahan sawah puso yang memperoleh bantuan BP3 adalah seluas 8.547,67 ha yaitu pada 636 kelompok tani, sedangkan di Provinsi Sumatera Utara luas lahan sawah puso yang memperoleh bantuan BP3 adalah seluas 1.263,61 ha yaitu pada 133 kelompok tani.

19. Sementara itu, keberhasilan swasembada beras, tidak terlepas dari peran besar pembangunan dan pengembangan sarana irigasi baik ekstensif maupun intensif. Untuk itu, Pemerintah senantiasa berupaya meningkatkan sarana dan prasarana pertanian dimaksud. Upaya itu diantaranya dengan meluncurkan proyek Jaringan irigasi tingkat usaha tani (JITUT) dan jaringan irigasi desa (JIDES) baik yang berasal dari dana alokasi khusus maupun APBN. Jaringan Irigasi Tingkat Usahatani (JITUT) adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri dari saluran tersier, saluran kwarter dan aluran pembuang, boks tersier, boks kwarter serta bangunan pelengkapnya pada jaringan irigasi pemerintah. Jaringan Irigasi Desa (JIDES) adalah jaringan irigasi berskala kecil yang terdiri dari bangunan penangkap air (bendung, bangunan pengambilan), saluran dan bangunan pelengkap lainnya yang dibangun dan dikelola oleh masyarakat desa atau pemerintah desa baik dengan atau tanpa bantuan pemerintah.

20. Di Provinsi Jawa Timur, jumlah Jitut, Jides dan JUT yang telah dibangun sejak tahun 2006 hingga 2011 masing-masing sebesar 70.385 Ha, 47.470 Ha dan 205,85 km. Pada tahun 2011, alokasi pengembangan Jaringan Irigasi Usahatani (JITUT) mencapai 12.685 ha, Jaringan irigasi desa (JIDES) sebesar 11.115 ha dan Jalan Usahatani (JUT) sepanjang 52 km. Hal yang sama juga program ini terdapat di Provinsi Bali baik dengan skema pembiayaan APBN maupun dukungan dari APBD. Pada Provinsi Sumatera Utara (Sumut), sejak tahun 2006-2011 total luas pengembangan jaringan irigasi desa (JIDES) mencapai 26.200 ha, JITUT mencapai 36.467 ha, serta jalan usahatani (JUT) mencapai 190 km. Di Sulawesi Selatan Sementara itu, di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), sejak tahun 2006-2011 total luas pengembangan jaringan irigasi desa (JIDES) mencapai 25.371 ha, JITUT mencapai 26.091 ha, serta jalan usahatani mencapai 199 km. Pengembangan

Page 8: KAJIAN ALTERNATIF SKEMA PEMBIAYAAN APBN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_SHP.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 ... kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,

xix

JIDES, JITUT dan JUT di lokasi penelitian yang bersumber dari skema pembiayaan APBN tampaknya bervariasi setiap tahunnya. Hal ini tentu sesuai dengan kebutuhan dan dukungan sumberdana yang ada.

21. Ketersediaan alat dan mesin pertanian (alsintan) memiliki peran penting dalam pengelolaan usaha pertanian. Berdasarkan data alsintan di lokasi penelitian, terdapat beberapa data alsintan pra panen seperti traktor, pompa air dan transplanter. Alat dan mesin panen padi seperti mesin pemotong padi (padi mower), pedal dan power tresher dan sabit bergerigi. Sementara alat pasca panen antara lain adalah alat pengering padi (dryer).

22. Bantuan program alsintan di lokasi penelitian Jawa Timur (Bojonegoro dan Lamongan) volumenya masih dirasakan rendah oleh petani pada sentra produksi padi secara umum. Alsintan yang masih dirasakan kurang dari segi volume adalah traktor dan power tresher. Hal yang sama untuk kedua jenis alsintan tersebut volumenya masih dipandang kurang seperti di lokasi penelitian Provinsi Bali, Kabupaten Tabanan dan Jembrana. Di lokasi penelitian lainnya yaitu Provinsi Sumatera Utara, di Kabupaten Sergai pada umumnya keberadaan hand traktor dan power tresher masih sangat kurang jika dibandingkan dengan luasan lahan usaha tani. Di Kabupaten lainnya seperti di Simalungun Sumatera Utara, keberadaan alsintan traktor dan power tresher masih jauh dari cukup. Petani untuk bisa dibajak lahannya harus pesan jauh hari sebelum waktu bajak dan bahkan harus membayar terlebih dahulu agar dapat kepastian sawahnya bisa dibajak. Hal ini mengingat relatif terbatasnya jumlah traktor di daerah tersebut. Dalam hal ini bahwa sesungguhnya kendala utama untuk bisa menanam padi dua kali minimal adalah terkait permasalahan jumlah traktor yang terbatas. Lebih lanjut di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu di Maros dan Sidrap terkait keberadaan alsintan traktor dan power tresher juga masih belum memadai. Petani untuk bisa dibajak lahannya harus pesan jauh hari sebelum waktu mengolah lahannya, meski tidak harus membayar terlebih dahulu sebagai jaminannya. Jenis alsintan yang lainnya adalah mesin perontok padi berupa combine yang juga masih terbatas di lokasi penelitian.

23. Oleh karena itu, terkait dukungan bantuan program alsintan dalam rangka peningkatan produksi padi adalah sebagai berikut: (1) masih perlunya ditingkatkan volume (jumlah) bantuan alsin traktor di daerah-daerah yang menjadi faktor pembatas bagi usahatani padi dan juga alsintan pasca panen seperti power tresher misalnya seperti di lokasi penelitian Sumatera Utara, (2) pemberian paket bantuan alsintan hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan spesifik lokasi, (3) perlunya melakukan pembinaan secar intensif agar keberadaan alsintan bantuan dapat dimanfaatkan secara optimal dalam mendukung kegiatan usahatani padi dalam mekanisme kerja kelompok tani.

24. Dalam peningkatan produksi pertanian dan peternakan perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana merupakan salah satu dari paket teknologi. Saat ini paket teknologi tepat guna sudah cukup banyak yang dapat dimanfaatkan petani dan peternak untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan kapasitas produksi pertanian dan peternakan. Berbagai varietas unggul

Page 9: KAJIAN ALTERNATIF SKEMA PEMBIAYAAN APBN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_SHP.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 ... kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,

xx

komoditi pertanian, bibit ternak yang berproduksi tinggi, berbagai teknologi produksi produk pupuk organik, alat dan mesin pertanian serta aneka teknologi budidaya, pasca panen dan pengolahan hasil pertanian sudah banyak yang diinformasikan kepada masyarakat. Kendalanya adalah belum sepenuhnya paket teknologi tersebut yang dapat diadopsi oleh masyarakat.

25. Upaya untuk memperluas baku lahan pertanian menjadi sangat penting dengan memanfaatkan dan mengelola sumberdaya lahan dan air yang ada. Melihat pentingnya peranan ketersediaan sumberdaya lahan dan air dalam pembangunan pertanian, maka pemerintah melalui Perpres No. 24 tahun 2010 dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 61/Permentan/OT.140/10/2010, telah menetapkan pembentukan institusi yang menangani pengelolaan sumber daya lahan dan air yaitu Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian yang salah satu tugasnya adalah melaksanakan perluasan areal tanaman pangan.

26. Pengembangan areal usahatani padi, menurut respon petani hanya mungkin terdapt di luar Jawa. Dalam penelitian ini terdapat di Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara. Pengembangan areal sawah secara umum dapat berasal dari pencetakan sawah dan melalui upaya penggarapan lahan usahatani yang bersumber dari menggarap atau menyewa dari orang lain. Pada petani yang mendapat program pencetakan lahan sawah, maka perluasan areal sawah berasal dari program. Namun dari responden penelitian, tampaknya tidak ada satu pun petani yang mendapat program perluasan areal sawah. Realisasi perluasan areal sawah cenderung semakin meningkat dari tahun 2006 hingga 2011. Adapun total realisasi perluasan areal sawah di Sumatera Utara selama periode tersebut mencapai 2.026 ha. Sementara realisasi perluasan areal sawah di Sulawesi Selatan selama periode tersebut mencapai 10.875 ha. Kegiatan perluasan sawah diarahkan pada lahan irigasi, lahan rawa dan lahan tadah hujan. Berdasarkan data Ditjen PSP Kementan (2011), bahwa realisasi cetak sawah nasional pada tahun 2011 mencapai 49.545 ha ( 80%) dari target seluas 61.950 ha. Evaluasi Efektivitas Skema Pembiayaan APBN

27. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani di keempat lokasi penelitian,

bahwa terdapatnya program BP3 (Bantuan Penanggulangan Padi Puso) pada petani memberikan manfaat atau dampak dalam hal-hal sebagai berikut: (1) Dapat membantu petani meringankan beban kerugian biaya produksi usaha tani yang ditanggung dengan kisaran antara 20-25 persen. Mengingat kondisi permodalan petani padi sawah umumnya terbatas, dan adakalanya petani meminjam dahulu sarana produksi kepada pedagang. Hal ini seperti di temukan di lokasi penelitian Jawa Timur dan Bali; (2) Melalui bantuan BP3, akan meningkatkan semangat berusahatani meskipun mereka mengalami kegagalan panen. Petani terbantu dalam modal usahatani untuk melakukan penanaman kembali padi sawah atau bertanam palawija di lokasi lahan yang sama bila kondisi air tidak memadai; dan (3) Menjadi pemacu kebersamaan diantara kelompok tani, apabila program BP3 diberikan pada

Page 10: KAJIAN ALTERNATIF SKEMA PEMBIAYAAN APBN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_SHP.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 ... kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,

xxi

areal yang betul-betul mengalami puso dan diantara petani yang puso mendapatkan bantuan meskipun luasan yang dibantu relatif kecil-kecil.

28. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem irigasi sangat menentukan keberhasilan usahatani padi. Proaktif petani memelihara saluran tersier cukup efektif, namun kerusakan berat atau kerusakan pada saluran sekunder sangat memengaruhi upaya peningkatan produksi. Di Bali dan Jatim, kondisi jaringan irigasi lebih baik dibandingkan dengan Sumut dan Sulsel. Perbaikan jaringan irigasi secara menyeluruh (JITUT/JIDES) membutuhkan biaya besar. Identifikasi saluran rusak, prioritas perbaikan, dan partisipasi petani harus diupayakan dan menjadi bagian tanggungjawab pemda/dinas dan pemerintah pusat.

29. Pengembangan jalan usahatani di keempat provinsi lokasi penelitian memiliki peran dalam hal: (1) mempermudah angkutan hasil panen dari sawah ke rumah atau tepi jalan, serta ongkos angkut hasil menjadi lebih murah, (2) memudahkan angkutan sarana produksi seperti pupuk, dimana jika diupahkan sama dengan upah memikul gabah dan setelah ada jalan usahatani juga sama seperti mengangkut gabah tersebut diatas, (3) intensitas kontrol petani terhadap lahan usahatani lebih meningkat, karena dengan mudah menggunakan kendaraan bermotor atau sepeda ke lahan usahatani, Sehingga selain mudah mengontrol, juga efisien dan mudah dalam menempuh hingga lahan usahatani, dan (4) lebih meningkatkan nilai jual lahan secara ekonomi , dengan peningkatan sekitar 15-20 persen dari harga saat belum terdapatnya jalan usahatani. Namun juga terdapat terdapat fenomena dilokasi penelitian, dimana pada lahan sawah usahatani setelah adanya jalan usahatani apalagi jalannya diaspal maka kearah sawah dipinggir jalan munculnya warung-warung yang mengkonversi lahan sawah menjadi tempat warung.

30. Oleh karena itu, jalan usahatani (JUT) dibutuhkan untuk efisiensi pengangkutan input atau hasil panen, juga memudahkan pengendalian usahatani dan meningkatkan nilai lahan. JUT kurang diperhatikan hampir di semua lokasi penelitian. Namun demikian, petani mengharapkan pembangunan JUT, umumnya mereka bersedia menghibahkan lahan sendiri, tetapi biaya pembangunan dari pemerintah. Pemda/dinas dan pusat perlu memasukkan JUT dalam anggaran untuk menekan ongkos produksi dan panen dan memperbaiki manajemen usahatani untuk meningkatkan pendapatan/kesejahteraan petani.

31. Tingkat pendidikan petani yang rendah diimbangi oleh ketrampilan usahatani yang memadai, namun lambat menerapkan dan mengadopsi teknologi. Rata-rata umur petani dibawah 50 tahun, kecuali di Provinsi Bali. Bali dipengaruhi oleh industri pariwisata yang lebih diminati kaum muda. Dengan dua kondisi diatas, usahatani dapat dikembangkan, tetapi diperlukan upaya khusus dengan bantuan sistem penyuluhan yang memadai, konsisten, dan berkesinambungan karena kualitas SDM sangat memengaruhi keberhasilan usahatani.

32. Dalam hal kredit, petani umumnya disebut non bankable, akses ke lembaga keuangan rendah, sementara program subsidi kredit sangat membantu modal kerja usahatani. Program ini tidak merata di tingkat petani, jumlah kredit tidak cukup

Page 11: KAJIAN ALTERNATIF SKEMA PEMBIAYAAN APBN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_SHP.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 ... kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,

xxii

membiayai usahatani, petani juga sering mengalihkan kredit ke penggunaan lain. Dalam kaitan ini, perlu sosialisasi komprehensif dan pengawalan penggunaan kredit. Pemda/dinas dan penyuluh harus proaktif mengambil bagian. Dana PKBL sebagai alternatif pembiayaan usahatani dan Program GP3K dapat diadopsi untuk cakupan usahatani padi yang lebih luas.

33. Program BP3 dinikmati sebagian petani, tetapi tidak menjangkau seluruh wilayah yang mengalami puso. BP3 terutama tidak tepat sasaran dan waktu, karena diterimakan diluar musim tanam dan digunakan untuk keperluan lain, termasuk membayar pinjaman. BP3 dinilai tidak mendidik bahkan mengakibatkan gesekan sosial dan perselisihan di tingkat petani. Banyak kalangan di lapangan menyatakan agar program BP3 tidak diteruskan, sebaiknya dicari bentuk bantuan lain, seperti proteksi pertanaman (melalui asuransi).

34. Bantuan Alsintan sangat dibutuhkan petani, terutama karena kelangkaan tenaga kerja pertanian. Traktor berukuran kecil dan power thresher diantara alsintan yang sangat diperlukan, kelompok tani mampu mengelola bantuan ini di tingkat usahatani. Combined harvester dapat dipertimbangkan untuk dikelola sebagai bagian usaha (komersial) pada tingkat Gapoktan. Program perluasan areal harus disesuaikan dengan Perda RTRW setempat dan membangun harus dengan ketersediaan infrastruktur lahan sawah yang memadai.

35. Berdasarkan hasil analisis usahatani di lokasi penelitian Provinsi Jawa Timur diperoleh tingkat keuntungan usahatani padi masing-masing sebesar Rp 18.019.000/ha di Bojonegoro dan Rp 18.861.000/ha di Lamongan. Adapun hasil hitungan Manfaat (penerimaan) terhadap Biaya yang dikeluarkan (R/C rasio) sebesar 3,3 di Bojonegoro dan 3,50 di Lamongan. Di Provinsi Bali, tingkat keuntungan usahatani masing-masing sebesar Rp 15.185.509/ha di Jembrana dan Rp 13.784.500/ha di Tabanan. Adapun nilai R/C rasionya sebesar 2,55 di Jembrana dan 2,38 di Tabanan. Di lokasi penelitian lainnya yaitu di Sulawesi Selatan, tingkat keuntungan usahatani masing-masing sebesar Rp 14.788.000/ha di Maros dan Rp 15.030.500/ha di Sidrap. Adapun nilai R/C rasionya sebesar 2,64 di Maros dan 2,71 di Sidrap. Sementara tingkat keuntungan usahatani di Sumatera Utara yang diraih masing-masing sebesar Rp 17.951.294/ha di Sergai dan Rp 17.401.250/ha di Simalungun. Sedangkan nilai R/C rasionya sebesar 2,79 di Sergai dan 2,74 di Simalungun. Dalam hal ini, tingginya keuntungan usahatani dapat disebabkan tingkat produktivitas yang tinggi, yang juga ditopang oleh harga jual padi yang tinggi sehingga penerimaan usahatani yang tinggi. Tingginya produktivitas hasil padi yang diraih juga tidak terlepas dari dukungan program pemerintah dalam memacu peningkatan produksi padi khususnya di lokasi penelitian.

Page 12: KAJIAN ALTERNATIF SKEMA PEMBIAYAAN APBN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_SHP.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 ... kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,

xxiii

Implikasi Kebijakan

36. Terdapatnya petani-petani yang gagal panen namun tidak tercantum sebagai penerima BP3, maka para kelompok tani adakala melakukan musyawarah agar petani yang mendapat BP3 dapat memberikan sebagian bantuannya ke petani yang juga gagal panen namun tidak tercantum sebagai penerima BP3. Upaya ditingkat kelompok tani/petani cukup efektif untuk menghindari gejolak dalam penerimaan program ini. Untuk itu diperlukan kebijakan penyesuaian secara baik dalam hal implementasi program, sehingga dalam pelaksanaannya dapat lebih efektif.

37. Ketersediaan alat dan mesin pertanian (alsintan) memiliki peran penting dalam pengelolaan usaha pertanian. Oleh karena itu, dukungan program seperti pembiayaan uang muka alsintan perlu lebih ditingkatkan dan disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Penyaluran bantuan perlu terlebih dahulu mempertimbangkan luas lahan pertanian (sawah) yang ada, serta ketersediaan alsintan di daerah tersebut. Sehingga penyebaran bantuan alsintan dapat lebih merata dan pemanfaatannya dapat lebih optimal.

38. Upaya untuk memperluas baku lahan pertanian menjadi sangat penting dengan memanfaatkan dan mengelola sumberdaya lahan dan air yang ada. Kegiatan perluasan sawah diarahkan pada lahan irigasi, lahan rawa dan lahan tadah hujan. Upaya perluasan areal ini sangat penting mengingat fenomena konversi lahan pertanian terutama lahan sawah subur terus terjadi ke sektor non pertanian seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pesatnya pembangunan.

39. Alternatif skema pembiayaan pengembangan pertanian perlu mencakup hal-hal berikut: (1) Perbaikan/rehabilitasi/upgrading jaringan irigasi dan sumber airnya, pembangunan JUT, dan pengadaan alsintan/traktor dan mesin perontok, (2) perluasan areal sawah harus memerhatikan ketersediaan infrastruktur usahatani padi, (3) Fasilitasi subsidi bunga disediakan dalam paket kredit lengkap (dana CSR/PKBL sebagai sumber permodalan; adaptasi model GP3K, dan (4) Kelembagaan penyuluhan harus ditingkatkan; penyuluh diberikan insentif memadai; kemampuan petani progresif ditingkatkan sebagai penyuluh pendamping yaitu melalui peningkatan kapasitas (capacity building) kualitas SDM penyuluh.

40. Implikasi kebijakan terhadap seluruh pembiayaan pembangunan pertanian nasional perlu memerhatikan beberapa isu berikut: (1) Revisiting semua program pembiayaan pembangunan pertanian saat ini dengan meninjau ulang dan melakukan pemusatan pembiayaan pada program dan kegiatan tertentu/refocusing, termasuk program yang tidak dicakup dalam penelitian ini, (2) Menghindari berbagai bentuk bansos (seperti BP3); memperluas program perlindungan (risk management), seperti aplikasi sistem asuransi usahatani padi, (3) Subsidi benih dan pupuk perlu terus diperbarui dengan meningkatkan efektivitas program, dan (4) Rekayasa teknologi dan inovasi benih padi diusulkan mendapat porsi pembiayaan yang memadai.