kajian ekonomi dan keuangan regional - bi.go.id · misi kantor perwakilan bank indonesia provinsi...
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SUMATERA UTARA
"Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang
Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan” Agustus 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
VISI DAN MISI
i
VISI DAN MISI
Visi Bank Indonesia:
“Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan
nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang
stabil”
Misi Bank Indonesia:
1. Mencapai stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan
moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu
bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar yang berkontribusi
terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan
memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung
tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola
(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan
UU.
Nilai-nilai Strategis:
Trust and Integrity- Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and
Teamwork
Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera
Utara:
“Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan
kontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional”
Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera
Utara:
Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,
stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem
pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka
panjang yang inklusif dan berkesinambungan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
KATA PENGANTAR
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017. Laporan ini disusun untuk memenuhi kebutuhan stakeholders internal maupun eksternal Bank Indonesia mengenai informasi perkembangan ekonomi, moneter, perbankan, keuangan dan sistem pembayaran di Provinsi Sumatera Utara.
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara mengalami peningkatan tajam dari 4,50% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,09% (yoy) dan berada di atas perekonomian nasional yang tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Peningkatan investasi dan konsumsi berperan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Kegiatan investasi terkait dengan membaiknya kinerja industri pengolahan merespons peningkatan ekspor luar negeri khususnya komoditas CPO dan kembali menggeliatkan aktivitas pada industri pengolahan.
Mencermati perkembangan indikator terkini, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2017 diperkirakan stabil atau berada pada rentang 5,1-5,5% (yoy). Hal ini terutama didorong oleh meningkatnya performa konsumsi khususnya pemerintah di akhir tahun. Sementara itu, kinerja sektor swasta diperkirakan masih positif seiring dengan masih kondusifnya sektor eksternal serta perbaikan harga komoditas perkebunan di awal tahun 2017 yang ikut menopang akselerasi perekonomian.
Potensi perbaikan ekonomi masih terbuka lebar. Perkembangan harga komoditas yang diperkirakan masih stabil dan perbaikan ekonomi dunia yang terus berlanjut diperkirakan menjadi penopang kinerja sektor eksternal. Dampak dari kondisi eksternal yang positif tersebut diharapkan dapat mendorong permintaan domestik yang semakin kuat. Dengan dukungan Pemerintah untuk terus menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui percepatan reformasi struktural, dapat tercipta perbaikan ekonomi domestik yang berkelanjutan.
Pada kesempatan ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi yang kami perlukan antara lain Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik (BPS), perbankan, akademisi, dan instansi pemerintah lainnya. Kami menyadari bahwa cakupan dan analisis dalam KEKR masih belum sepenuhnya sempurna sehingga saran, kritik dan dukungan informasi/data dari pembaca sekalian sangat diharapkan guna peningkatan kualitas dari kajian tersebut. Akhir kata, kami berharap semoga Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara ini bermanfaat bagi para pembaca.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Agustus 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA Arief Budi Santoso Direktur Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR ISI
VISI DAN MISI ..................................................................................................... I
KATA PENGANTAR ............................................................................................ III
DAFTAR ISI ....................................................................................................... IV
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................ VI
DAFTAR TABEL .................................................................................................. X
TABEL INDIKATOR ........................................................................................... XII
RINGKASAN UMUM ........................................................................................ XIV
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH ......................................... 1
1.1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL SECARA UMUM ................................. 2
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN ...................................................... 4
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA ............................................... 12
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH ..................................................................... 28
2.1 GAMBARAN UMUM ...................................................................................... 29
2.2 APBD PROVINSI SUMATERA UTARA .................................................................... 29
2.2.1 ANGGARAN PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA ............................................ 30
2.2.2 ANGGARAN BELANJA PROVINSI SUMATERA UTARA ................................................... 33
BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ....................................................... 37
3.1 KONDISI UMUM ........................................................................................... 38
3.2 PERKEMBANGAN INFLASI NON FUNDAMENTAL ..................................................... 41
3.3 PERKEMBANGAN INFLASI FUNDAMENTAL ............................................................ 42
3.4 INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA ................................................ 43
3.4.1 KELOMPOK BAHAN MAKANAN .............................................................................. 43
3.4.2 KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU ............................ 44
3.4.3 KELOMPOK PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR .............................. 45
3.4.4 KELOMPOK SANDANG ........................................................................................ 45
3.4.5 KELOMPOK KESEHATAN ...................................................................................... 45
3.4.6 KELOMPOK PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA .............................................. 45
3.5 PERBANDINGAN INFLASI ANTAR PROVINSI/KOTA DI SUMATERA ............................... 46
3.6 UPAYA PENGENDALIAN INFLASI ........................................................................ 46
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
DAN UMKM..................................................................................................... 51
4.1 PERKEMBANGAN PERBANKAN SUMATERA UTARA ................................................. 52
4.2 STABILITAS KEUANGAN DAERAH DI SUMATERA UTARA ........................................... 58
4.2.1 KETAHANAN SEKTOR KORPORASI ............................................................................. 58
4.2.2 KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA .................................................................... 63
4.3 PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM ................................................ 67
4.3.1 PENYALURAN KREDIT UMKM ................................................................................ 67
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
DAFTAR ISI
v
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
RUPIAH ........................................................................................................... 70
5.1 GAMBARAN UMUM SISTEM PEMBAYARAN ......................................................... 71
5.2 SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI .................................................................... 71
5.3 PERKEMBANGAN UANG KARTAL. ...................................................................... 72
5.4 PERKEMBANGAN KUPVA .............................................................................. 73
5.5 PERKEMBANGAN ELEKTRONIFIKASI PADA SISTEM PEMBAYARAN ................................. 74
5.5.1 ELEKTRONIFIKASI DI PEMERINTAH DAERAH .............................................................. 74
5.5.2 ELEKTRONIFIKASI JALAN TOL .................................................................................. 75
5.5.3 PERKEMBANGAN UANG DIGITAL ............................................................................ 76
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN ........................................... 77
6.1 KETENAGAKERJAAN ....................................................................................... 78
6.2 KESEJAHTERAAN ........................................................................................... 80
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH ...................................................... 86
7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI .................................................................. 87
7.2 PROSPEK INFLASI .......................................................................................... 89
7.3 REKOMENDASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH ..................................................... 91
LAMPIRAN....................................................................................................... 94
DAFTAR ISTILAH .............................................................................................. 96
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
DAFTAR GRAFIK
vi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Survei Kegiatan Dunia Usaha................................................................................ 3
Grafik 1.2 Andil Perekonomian Domestik dan Eksternal ...................................................... 4
Grafik 1.3 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan .......................................................... 4
Grafik 1.4 Survei Konsumen ................................................................................................. 5
Grafik 1.5 Perkembangan Nilai Tukar .................................................................................. 5
Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi .......................................................................... 5
Grafik 1.7 Indeks Penjualan Eceran ...................................................................................... 6
Grafik 1.8 Impor Barang Konsumsi ....................................................................................... 6
Grafik 1.9 Konsumsi Listrik .................................................................................................... 6
Grafik 1.10 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja ................................. 6
Grafik 1.11 Persentase Realisasi APBN Triwulan II 2016 dan 2017 di Sumatera Utara ........ 7
Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda ....................................................................... 7
Grafik 1.13 Kredit Investasi ................................................................................................... 7
Grafik 1.14 Penjualan Semen ................................................................................................ 8
Grafik 1.15 Impor Barang Modal .......................................................................................... 8
Grafik 1.16 Pembelian Barang Tahan Lama .......................................................................... 8
Grafik 1.17 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara ......................................... 9
Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara ......................................... 9
Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama .............................................................. 10
Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet ............................................................... 10
Grafik 1.21 Ekspor Karet ..................................................................................................... 10
Grafik 1.22 Ekspor CPO ....................................................................................................... 10
Grafik 1.23 PMI Negara Mitra Dagang Utama .................................................................... 10
Grafik 1.24 IPI Produk Makanan Indonesia ......................................................................... 11
Grafik 1.25 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut ................................................ 11
Grafik 1.26 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut ...................................................... 11
Grafik 1.27 Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Pengolahan ............................................. 13
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
DAFTAR GRAFIK
vii
Grafik 1.28 Perkiraan Sifat Curah Hujan April 2017 ............................................................ 13
Grafik 1.29 Perkiraan Sifat Curah Hujan Mei 2017 ............................................................. 13
Grafik 1.30 Distribusi Sifat Curah Hujan Juni 2017 ............................................................. 13
Grafik 1.31 Penyaluran Kredit Pertanian ............................................................................ 14
Grafik 1.32 Penyaluran Pupuk Bersubsidi ........................................................................... 14
Grafik 1.33 Realisasi NTP Sumatera Utara .......................................................................... 14
Grafik 1.34 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara .............................................. 14
Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Perkebunan ........................................................................ 15
Grafik 1.36 Perkiraan Sifat Curah Hujan Maret 2017 ......................................................... 15
Grafik 1.37 Pemakaian Listrik Industri Triwulan I 2017 ...................................................... 15
Grafik 1.38 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan ............................................. 16
Grafik 1.39 Perkembangan Ekspor Manufaktur ................................................................. 16
Grafik 1.40 Pertumbuhan Sektor Konstruksi dan PBE ........................................................ 16
Grafik 1.41 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi ............................................................. 17
Grafik 1.42 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate ................ 17
Grafik 1.43 Penyaluran Kredit Kategori PBE ....................................................................... 18
Grafik 1.44 Perkembangan Bongkar Muat Sumatera Utara ............................................... 18
Grafik 1.45 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara ................................................... 18
Grafik 1.46 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan ............................ 19
Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional ................................................................................. 38
Grafik 3.2 Kontribusi Inflasi Sumatera Utara ...................................................................... 39
Grafik 3.3 Disagregasi Inflasi Sumut Tahunan .................................................................... 41
Grafik 3.4 Stok Beras Bulog ................................................................................................. 42
Grafik 3.5 Ekspektasi Inflasi ................................................................................................ 43
Grafik 3.6 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika ....................................................... 43
Grafik 4.1 Proporsi DPK di Sumatera Utara Triwulan II 2017 ............................................. 54
Grafik 4.2 Perkembangan dan Laju Pertumbuhan DPK di Sumatera Utara ........................ 54
Grafik 4.3 Proporsi DPK Spasial ........................................................................................... 55
Grafik 4.4 Perkembangan Kualitas Kredit ........................................................................... 56
Grafik 4.5 Penyaluran Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaan ......................................... 57
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
DAFTAR GRAFIK
viii
Grafik 4.6 Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi ......................................... 57
Grafik 4.7 Proporsi Kredit berdasarkan Spasial .................................................................. 58
Grafik 4.8 Indeks Kegiatan Dunia Usaha ............................................................................. 59
Grafik 4.9 ROA ROE Sumatera Utara................................................................................... 59
Grafik 4.10 Indikator Harga Jual dan Perkiraan Harga Jual ................................................. 60
Grafik 4.11 Akses Kredit ..................................................................................................... 61
Grafik 4.12 Penyaluran Kredit Korporasi............................................................................ 62
Grafik 4.13 Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan ............................................ 62
Grafik 4.14 Proporsi Kredit Sektor Korporasi. .................................................................... 62
Grafik 4.15 Perkembangan Persentase Pengeluaran per Kapita Menurut Kelompok Barang
............................................................................................................................................ 63
Grafik 4.16 Perkembangan Konsumsi RT ............................................................................ 63
Grafik 4.17 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen .................................................. 63
Grafik 4.18 Struktur Tenaga Kerja di Provinsi Sumatera Utara........................................... 64
Grafik 4.19 Perkembangan Harga Komoditas Perkebunan ................................................ 64
Grafik 4.20 Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga ................................................................ 65
Grafik 4.21 Perkembangan Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Penggunaan Utama... 67
Grafik 4.22 Perkembangan NPL Kredit Sektor Rumah Tangga ........................................... 67
Grafik 4.23 Perkembangan Kredit UMKM .......................................................................... 68
Grafik 5.1 Perkembangan Outflow Inflow Uang Kartal....................................................... 72
Grafik 5.2 Perkembangan Kegiatan Kas Keliling ................................................................. 73
Grafik 5.3 Pembelian dan penjualan valas .......................................................................... 74
Grafik 5.4 Perkembangan LKD di Sumatera Utara .............................................................. 76
Grafik 6.1 Indikator Jumlah Tenaga Kerja ........................................................................... 78
Grafik 6.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ..................................................................... 78
Grafik 6.3 Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi. ...................................................... 79
Grafik 6.4 Indeks Kondisi dan Ekspektasi Penghasilan........................................................ 79
Grafik 6.5 SKDU Ekspektasi dan Keyakinan Konsumen....................................................... 80
Grafik 6.6 SKDU Ketersediaan Lapangan Kerja ................................................................... 80
Grafik 6.7 Penduduk Miskin Sumatera Utara ..................................................................... 80
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
DAFTAR GRAFIK
ix
Grafik 6.8 Penduduk Miskin Kota dan Desa ........................................................................ 81
Grafik 6.9 Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan ............................................................. 81
Grafik 6.10 Gini Ratio .......................................................................................................... 81
Grafik 7.1 Survei Konsumen ................................................................................................ 87
Grafik 7.2 Indeks Perkiraan Penjualan ................................................................................ 87
Grafik 7.3 Purchasing Manager Index ................................................................................. 88
Grafik 7.4 Stock Beras BULOG ............................................................................................ 90
Grafik 7.5 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga ................... 90
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan .................................................. 4
Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara ........................................................... 8
Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama .......................................................................... 9
Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran ................................................. 12
Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan I 2017 ..... 40
Tabel 3.2 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa ........................................................ 43
Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan ....................................................................... 44
Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau .................... 44
Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar ........................ 45
Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang ................................................................................... 45
Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan ................................................................................ 45
Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga ......................................... 46
Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan ......................... 46
Tabel 3.10 Inflasi Spasial Sumatera ..................................................................................... 46
Tabel 4.1 Indikator Perbankan Provinsi Sumatera Utara ................................................... 52
Tabel 4.2 Komposisi Konsumsi, Cicilan Pinjaman dan Tabungan Berdasarkan Pendapatan
per Bulan ............................................................................................................................. 65
Tabel 4.3 Komposisi DSR berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan .............................. 65
Tabel 4.4 Komposisi Tabungan berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan ..................... 66
Tabel 4.5 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I 2017
............................................................................................................................................ 69
Tabel 5.1 Perputaran Kliring KPw BI PRov Sumatera Utara ................................................ 71
Tabel 5.2 Wisatawan Asing di Sumatera Utara ................................................................... 73
Tabel 6.1 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Latar belakang Pendidikan ...................... 79
Tabel 6.2 Nilai Tukar Petani Berdasarkan sub sektor ......................................................... 82
Tabel 6.3 NTP Kawasan Sumatera dan Nasional ................................................................. 83
Tabel 6.4 Nilai Tukar Nelayan ............................................................................................. 84
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
DAFTAR TABEL
xi
Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan ................................................................ 88
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
TABEL INDIKATOR
xii
TABEL INDIKATOR
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
RINGKASAN UMUM
xiv
RINGKASAN UMUM
ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 5,09 % (yoy) meningkat tajam dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,50% (yoy). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ekonomi Sumatera Utara masih cukup kuat. Hal ini terutama didorong oleh peningkatan investasi di tengah permintaan domestik yang sedikit melambat. Namun demikian, permintaan domestik masih tumbuh tinggi dan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Kegiatan investasi terkait dengan membaiknya kinerja industri pengolahan merespons peningkatan ekspor luar negeri khususnya komoditas CPO. Sementara itu, konsumsi yang masih cukup solid seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat karena THR, penerimaan ekspor dan gaji ke 14. Secara sektoral, kinerja 4 sektor utama (sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan konstruksi) pada triwulan II 2017 cenderung meningkat. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan kinerja sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan. Puncak panen kelapa sawit yang jatuh pada triwulan II 2017 dan perbaikan permintaan dunia serta pertumbuhan harga CPO yang masih positif telah menopang peningkatan kinerja subsektor perkebunan khususnya kelapa sawit. Perbaikan subsektor perkebunan tersebut mendorong peningkatan kinerja sektor industri pengolahan.
ASESMEN KEUANGAN DAERAH Sesuai dengan polanya, belanja fiskal Provinsi Sumatera Utara baik yang dibiayai oleh APBD Provinsi maupun APBD Kabupaten/Kota mengalami sedikit peningkatan meskipun penyerapannya belum optimal yang mencapai 33,7% dari Pagu atau lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 55,3%. Diperkirakan realisasi anggaran pemerintah daerah akan dilakukan pada triwulan III dan IV 2017 meskipun masih dibayangi oleh risiko adanya penundaan penyaluran DAU untuk daerah-daerah dengan realisasi belanja yang masih rendah. ASESMEN INFLASI Membaiknya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan II 2017 diikuti oleh terkendalinya tekanan inflasi. Inflasi IHK pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 3,75% (yoy), menurun dibanding triwulan I 2017 sebesar 3,91% (yoy). Capaian tersebut juga berada dibawah inflasi nasional yang mencapai 4,4% (yoy). Rendahnya capaian inflasi ini terutama didorong oleh membaiknya pasokan pangan sehingga mendorong penurunan harga pangan yang cukup dalam dibandingkan tahun 2016. Dengan capaian tersebut, inflasi tahun kalender Sumatera Utara baru mencapai -0,43% (ytd). Dengan perkembangan tersebut dan inflasi Juli 2017 yang masih tercatat mengalami deflasi, inflasi 2017 diperkirakan berada pada kisaran sasaran inflasi 4±1%. Sementara itu, tekanan inflasi inti juga relatif menurun ditopang oleh apresiasi nilai tukar ditengah tingkat pendapatan masyarakat yang masih tertekan oleh penurunan harga komoditas perkebunan. Meskipun demikian, tingkat optimisme masyarakat dalam merealisasikan aktivitas konsumsinya masih cukup baik yang tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen yang cenderung meningkat. Di sisi lain, tekanan inflasi Administered Prices justru cenderung menahan lebih dalamnya penurunan tekanan inflasi. Tekanan inflasi administered prices cenderung meningkat terkait dengan adanya penyesuaian beberapa komoditas yang diatur pemerintah. Secara umum, rendahnya capaian inflasi mendorong optimisme capaian inflasi tahunan 2017 yang diperkirakan berada pada sasaran inflasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
RINGKASAN UMUM
xv
nasional, yaitu sebesar 4±1%. Meski demikian, tetap patut diwaspadai risiko inflasi terkait dengan peningkatan tekanan inflasi dari sisi administered prices terkait rencana penyesuaian BBM satu harga yang rencananya. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Membaiknya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2017 ditopang oleh stabilitas keuangan Sumatera Utara yang relatif terjaga. Kinerja perbankan di Sumatera Utara menunjukkan intermediasi perbankan yang cukup baik yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang telah mencapai 92,2% disertai dengan risiko kredit yang masih di bawah level indikatif (2,8%). Meskipun demikian, kinerja perbankan masih belum optimal terkait dengan perkembangan aset, dana dan kredit yang cenderung melambat.
Sejalan dengan hal tersebut, perbaikan perekonomian Sumatera Utara turut ditopang oleh kondisi ketahanan korporasi di Sumatera Utara yang masih terjaga. Risiko rentabilitas, solvabilitas, dan interest service coverage ratio membaik, sementara tingkat risiko likuiditas, turn over aset dan persediaan relatif stabil. Membaiknya kinerja korporasi pada triwulan II 2017 diperkirakan didorong oleh korporasi yang terus melakukan efisiensi akibat belum cukup kuatnya tingkat permintaan ditengah harga jual yang cenderung menurun.
ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Membaiknya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2017 ditopang oleh stabilitas keuangan Sumatera Utara yang relatif terjaga. Kinerja perbankan di Sumatera Utara menunjukkan intermediasi perbankan yang cukup baik yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang telah mencapai 92,2% disertai dengan risiko kredit yang masih di bawah level indikatif (2,8%). Meskipun demikian, kinerja perbankan masih belum optimal terkait dengan perkembangan aset, dana dan kredit yang cenderung melambat.
Sejalan dengan hal tersebut, perbaikan perekonomian Sumatera Utara turut ditopang oleh kondisi ketahanan korporasi di Sumatera Utara yang masih terjaga. Risiko rentabilitas, solvabilitas, dan interest service coverage ratio membaik, sementara tingkat risiko likuiditas, turn over aset dan persediaan relatif stabil. Membaiknya kinerja korporasi pada triwulan II 2017 diperkirakan didorong oleh korporasi yang terus melakukan efisiensi akibat belum cukup kuatnya tingkat permintaan ditengah harga jual yang cenderung menurun..
ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Membaiknya kinerja perekonomian Sumatera Utara pada Triwulan II 2017 belum tercermin pada perbaikan kondisi ketenagakerjaan, Namun demikian persepsi terhadap ketersediaan tenaga kerja pada triwulan mendatang meningkat. Sementara itu, tingkat kemiskinan di Sumatera Utara per triwulan I 2017 tercatat sebanyak 1.453,9 ribu jiwa atau 10,22% dari jumlah penduduk Sumatera Utara. Kondisi tersebut lebih baik dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Perbaikan tingkat kemiskinan di Sumatera Utara juga terlihat dari angka kemiskinan yang berada di bawah angka kemiskinan Nasional yang tercatat sebesar 10,64%. Seiring dengan perbaikan tersebut, Indeks Keparahan dan Indeks Kedalaman Kemiskinan pada Triwulan I 2017 juga menunjukkan penurunan. Hal ini mengindikasikan ketimpangan kemiskinan semakin berkurang.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
RINGKASAN UMUM
xvi
PROSPEK PEREKONOMIAN Pada triwulan IV 2017 perekonomian Sumatera Utara diperkirakan akan meningkat dibandingkan triwulan III 2017 yang didorong oleh permintaan domestik seiring dengan realisasi anggaran pemerintah terutama belanja modal yang semakin meningkat. Optimisme konsumen diperkirakan akan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya seiring dengan perayaan Natal dan Tahun Baru. Dari sisi eksternal kinerja ekspor pada triwulan IV 2017 juga diperkirakan masih tumbuh positif, seiring dengan pola seasonalnya dan perbaikan permintaan dari negara tujuan utama seperti Amerika Serikat dan Tiongkok. Sementara itu, harga CPO ke depan diperkirakan akan menurun akibat kembali normalnya pasokan dari Indonesia dan Malaysia pasca anomali cuaca di tahun 2016 menjadi faktor utama yang menekan harga CPO di 2017 serta terhambatnya permintaan akibat penerapan proteksi perdagangan di beberapa negara konsumen utama CPO seperti India dan negara-negara di Eropa. Secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan stabil, berada dalam kisaran 5,1%-5,5% (yoy). Perbaikan perekonomian pada tahun 2017 disertai dengan perkiraan akan kembali terjangkarnya inflasi yang diperkirakan akan berada pada kisaran 4,0 ± 1% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2016. Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh pasokan pangan yang membaik.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
1
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI
MAKRO DAERAH
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 5,09 % (yoy) meningkat
tajam dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,50% (yoy). Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa ekonomi Sumatera Utara masih cukup kuat. Hal ini terutama didorong oleh peningkatan investasi
di tengah permintaan domestik yang sedikit melambat. Namun demikian, permintaan domestik masih
tumbuh tinggi dan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Kegiatan investasi
terkait dengan membaiknya kinerja industri pengolahan merespons peningkatan ekspor luar negeri
khususnya komoditas CPO. Sementara itu, konsumsi yang masih cukup solid seiring dengan peningkatan
pendapatan masyarakat karena THR, penerimaan ekspor dan gaji ke 14.
Secara sektoral, kinerja 4 sektor utama (sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan
konstruksi) pada triwulan II 2017 cenderung meningkat. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan kinerja sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan. Puncak panen kelapa sawit yang
jatuh pada triwulan II 2017 dan perbaikan permintaan dunia serta pertumbuhan harga CPO yang masih
positif telah menopang peningkatan kinerja subsektor perkebunan khususnya kelapa sawit. Perbaikan
subsektor perkebunan tersebut mendorong peningkatan kinerja sektor industri pengolahan.
ULOS MANGIRING
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
2
1.1 Perkembangan Ekonomi
Makro Regional Secara Umum
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara
mengalami peningkatan tajam dari 4,50% (yoy)
pada triwulan lalu menjadi 5,09% (yoy).
Pertumbuhan tersebut di atas perekonomian
nasional yang tumbuh sebesar 5,01%.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi Sumatera
Utara terutama didorong oleh peningkatan
investasi, sementara konsumsi sedikit melambat.
Namun demikian, konsumsi masih tumbuh tinggi
dan menjadi pendorong utama pertumbuhan
ekonomi Sumatera Utara. Kegiatan investasi
terkait dengan membaiknya kinerja industri
pengolahan merespons peningkatan ekspor luar
negeri khususnya komoditas CPO. Sementara itu,
konsumsi yang masih cukup solid seiring dengan
peningkatan pendapatan masyarakat karena
Tunjangan Hari Raya (THR), dampak kenaikan
harga komoditas dan diberikannya gaji ke-14.
Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan
semester I 2017, pertumbuhan ekonomi
Sumatera Utara tercatat 4,80% (ctc), atau lebih
rendah dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya (5,34% ctc). Rendahnya capaian
kinerja perekonomian tersebut terutama
disebabkan oleh penurunan kinerja sektor
pertanian akibat anomali cuaca dan bencana
Gunung Sinabung yang menghambat masa
taman tanaman pangan dan holtikultura.
Sementara dari sisi penggunaan dipengaruhi oleh
kinerja investasi yang tidak sebaik tahun
sebelumnya.
Pada triwulan II 2017, dari sisi eksternal,
meskipun melambat ekspor luar negeri masih
tumbuh positif terkait dengan perbaikan
permintaan disamping pertumbuhan harga
komoditas yang masih positif. Situasi pasar
internasional cukup kondusif dalam menopang
perbaikan kinerja ekspor tersebut. Ekonomi
beberapa mitra dagang seperti Tiongkok dan
Amerika Serikat pada triwulan II 2017
menunjukkan perbaikan. Pada triwulan II 2017
perekonomian Tiongkok dan Amerika Serikat
menguat masing-masing menjadi 6,9% (yoy) dan
2,1% (yoy) dari 6,7% (yoy) dan 1,2% (yoy) pada
triwulan I 2017.
Sementara itu, kinerja ekspor antar daerah masih
terkontraksi. Hal ini terjadi seiring dengan
menurunnya produksi tanaman pangan dan
hortikultura di Sumatera Utara. Dapat
ditambahkan bahwa Sumatera Utara menjadi
pemasok beberapa bahan pangan ke provinsi
lain.
Sementara itu, permintaan domestik akan
produk makanan dan minuman juga belum kuat
yang tercermin dari hasil liaison kepada pelaku
usaha industri pengolahan yang menyatakan
bahwa permintaan domestik cenderung
menurun yang disertai dengan menurunnya
aktivitas manufaktur domestik.
Secara sektoral, kinerja 4 sektor utama (sektor
pertanian, industri pengolahan, perdagangan,
dan konstruksi) pada triwulan II 2017 cenderung
meningkat. Peningkatan tersebut terutama
didorong oleh peningkatan kinerja sektor
pertanian khususnya subsektor perkebunan.
Puncak panen kelapa sawit yang jatuh pada
triwulan II 2017 dan perbaikan permintaan dunia
telah menopang peningkatan kinerja subsektor
perkebunan khususnya kelapa sawit. Perbaikan
subsektor perkebunan tersebut mendorong
peningkatan kinerja sektor industri pengolahan.
Selain itu, masih solidnya konsumsi domestik
terkait Ramadhan dan perayaan hari raya Idul
Fitri mendorong perbaikan sektor perdagangan.
Dalam pada itu, sektor konstruksi terus tumbuh
sejalan dengan masih berlangsungnya proyek-
proyek infrastruktur strategis.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
3
Namun demikian, kinerja subsektor tanaman
pangan terkontraksi pada triwulan laporan.
Penurunan produksi tanaman pangan dan
hortikultura terjadi karena bergesernya periode
tanam akibat anomali cuaca pada tahun 2016.
Namun, tingkat produksi diperkirakan masih
memadai untuk permintaan Sumatera Utara
tercermin dari relatif stabilnya harga beras
selama periode laporan.
Pada awal Triwulan III 2017, harga komoditas
perkebunan terutama CPO dan karet menurun
dibandingkan bulan sebelumnya. Harga CPO
bulan Juli menurun -1,6% (mtm) atau turun
sekitar -16,4% dibandingkan dengan puncak
harga CPO yang terjadi di awal tahun 2017.
Sementara, harga karet juga mengalami
penurunan sebesar -4,8% (mtm) dibandingkan
bulan Juni 2017. Namun demikian, harga CPO dan
karet tersebut masih relatif tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya dimana pada bulan Juli 2017
masih mengalami kenaikan masing-masing
sebesar 5,2% (yoy) dan 7,4% (yoy) dibandingkan
periode yang sama pada tahun lalu.
Masih tingginya tingkat harga komoditas
tersebut diperkirakan dapat meningkatkan
kinerja ekspor, yang selanjutnya akan
mendorong peningkatan permintaan domestik
baik dari daya beli masyarakat maupun investasi.
Selain itu, realisasi belanja pemerintah juga
diperkirakan akan meningkat. Hal tersebut
seiring dengan telah selesainya proses lelang dan
tender sehingga dapat berkontribusi dalam
perbaikan perekonomian pada periode
mendatang. Dengan perkembangan tersebut,
perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III
2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,0-5,4%
(yoy).
Ke depan, beberapa faktor risiko yang perlu
diwaspadai terkait dengan kembali
meningkatnya aktivitas erupsi Gunung Sinabung
sehingga dapat mengganggu kinerja produksi
tanaman pangan dan hortikultura. Hal tersebut
tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
yang menunjukkan bahwa terdapat sedikit
penurunan perkiraan kegiatan dunia usaha pada
triwulan III 2017 (Grafik 1.1).
Grafik 1.1 Survei Kegiatan Dunia Usaha
Downside risk perekonomian ke depan juga
diindikasikan dari penurunan kredit perbankan.
Secara keseluruhan, kredit perbankan melambat
dari 9,2% menjadi 12,4%. Penurunan tersebut
terjadi di komponen kredit modal kerja dan
investasi yang turun masing-masing dari 11,2%
(yoy) dan 19,5% (yoy) menjadi 6,1% (yoy) dan
15,2% (yoy), sedangkan kredit konsumsi naik dari
7,6% (yoy) menjadi 9,4% (yoy). Selain itu,
peningkatan harga komoditas perkebunan yang
bersifat temporer seiring dengan membaiknya
kondisi pasokan di pasar internasional menjadi
downside risk pertumbuhan PDRB di Triwulan III
2017 yang perlu diwaspadai.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
4
Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi
Penggunaan
Perbaikan ekonomi Sumatera Utara pada
Triwulan II 2017 terutama didorong oleh
meningkatnya kinerja sektor eksternal. Namun,
sumber pertumbuhan ekonomi masih dari
permintaan domestik. Permintaan domestik yang
terjaga terutama didorong oleh kegiatan
investasi seiring dengan membaiknya kinerja
industri pengolahan merespons peningkatan
ekspor luar negeri khususnya komoditas CPO.
Perbaikan aktivitas manufaktur negara mitra
dagang dan level harga yang masih tinggi
mendorong perbaikan kinerja ekspor CPO
tersebut.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.2 Andil Perekonomian Domestik dan Eksternal
Sementara itu, ekonomi domestik relatif stabil
seiring dengan masih terjaganya daya beli
masyarakat. Konsumsi yang masih cukup solid
tersebut terkait dengan peningkatan pendapatan
masyarakat karena THR, dampak kenaikan harga
komoditas dan adanya gaji ke-14.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.3 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan
Di sisi permintaan domestik, konsumsi rumah
tangga cenderung menurun dari 5,5% (yoy) di
triwulan sebelumnya menjadi 5,2% (yoy).
Namun, pertumbuhan konsumsi rumah tangga
tersebut masih relatif lebih tinggi dari rata-
ratanya dalam 5 tahun terakhir yang hanya
mencapai 4,9% (yoy). Masih cukup solidnya
konsumsi rumah tangga tersebut seiring dengan
peningkatan pendapatan masyarakat karena
Tunjangan Hari Raya (THR), penerimaan ekspor
dan gaji ke 14.
Di tengah kondisi ekonomi yang belum
sepenuhnya pulih, konsumen rumah tangga
cenderung mengalokasikan peningkatan
pendapatannya untuk non-konsumsi seperti
biaya pendidikan sejalan dengan masuknya
tahun ajaran baru pada bulan Juli 2017. Sumber
pendapatan tersebut terindikasi dialokasikan
dalam bentuk tabungan, yang tercermin dari
jumlah tabungan dan deposito perorangan yang
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
5
meningkat dari triwulan I 2017. Perilaku rumah
tangga tersebut juga terlihat pada hasil Survei
Konsumen Bank Indonesia dimana pada triwulan
II 2017 menunjukkan kecenderungan
pengeluaran untuk konsumsi menurun
sedangkan kecenderungan untuk menabung
meningkat.
Kinerja konsumsi makanan dan minuman
melambat dari triwulan sebelumnya dari 6,2%
(yoy) menjadi 5,3% (yoy) di triwulan II 2017.
Namun, permintaan akan jasa-jasa transportasi
dan akomodasi di Sumatera Utara mengalami
peningkatan. Konsumsi transportasi dan
komunikasi meningkat dari 5,4% (yoy) menjadi
5,5% (yoy). Meningkatnya frekuensi terbang
beberapa maskapai penerbangan saat perayaan
Idul Fitri turut menyumbang kenaikan konsumsi
penggunaan jasa transportasi dan komunikasi.
Hal tersebut juga terkonfirmasi dari jumlah
penumpang pesawat terbang yang lebih tinggi
dari triwulan sebelumnya.
Grafik 1.4 Survei Konsumen
Tingkat konsumsi restoran dan hotel juga
mengalami peningkatan dari 4,8% (yoy) menjadi
5,0% (yoy). Masih tingginya konsumsi restoran
dan hotel tersebut didorong oleh pertumbuhan
wisman yang masih tumbuh positif pada bulan
Juni 2017 yang mencapai 13,9% (yoy).
Grafik 1.5 Perkembangan Nilai Tukar
Nilai tukar Rupiah secara konsisten mengalami
penguatan sejak awal tahun 2016 dan terus
berlanjut memasuki triwulan II 2017. Stabilitas
nilai tukar yang terus diupayakan oleh Bank
Indonesia diperkirakan dapat menjaga level
psikologis masyarakat dalam melakukan aktivitas
konsumsinya.
Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi
Masih optimisnya tingkat konsumsi juga
tercermin dari pertumbuhan kredit konsumsi
yang meningkat dari triwulan sebelumnya. Kredit
konsumsi pada triwulan II 2017 tercatat
meningkat menjadi 9,4% dari sebelumnya
sebesar 7,4% (yoy). Selain itu, optimisme
kegiatan konsumsi juga terindikasi dari Indeks
Penjualan Eceran pada triwulan II yang
menunjukkan kenaikan. Kinerja impor barang
konsumsi juga turut meningkat pada triwulan II
2017.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
6
Grafik 1.7 Indeks Penjualan Eceran
Grafik 1.8 Impor Barang Konsumsi
Selain itu, konsumsi listrik rumah tangga pada
triwulan II 2017 mengalami penurunan. Hal
tersebut disinyalir karena kenaikan tarif listrik
yang berdampak pada penghematan listrik oleh
pelanggan khususnya rumah tangga. Dapat
ditambahkan bahwa memasuki tahun 2017,
pasokan listrik di Sumatera Utara sudah relatif
memadai seiring dengan pembangunan
beberapa pembangkit baru. Hal tersebut
tercermin dari konsumsi listrik industri yang
mengalami peningkatan.
Sumber: PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.9 Konsumsi Listrik
Memasuki awal triwulan III 2017, potensi
perbaikan tingkat konsumsi rumah tangga
menghadapi tantangan. Harga komoditas
diperkirakan akan mengalami penurunan
sehingga dapat menghambat optimisme tingkat
pendapatan masyarakat maupun ketersediaan
lapangan pekerjaan ke depan. Hal tersebut
tercermin dari Survei Konsumen terhadap
penghasilan dan kondisi ekonomi pada triwulan
III 2017 yang cenderung menurun.
Grafik 1.10 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan
Lapangan Kerja
Di Triwulan II 2017 konsumsi pemerintah sedikit
menurun menjadi 4,6% (yoy) dari Triwulan I 2017
menjadi 4,5% (yoy). Penurunan tersebut terkait
dengan bergesernya realisasi pembayaran gaji
ke-13 Aparatur Sipil Negara (ASN) yang pada
tahun sebelumnya jatuh pada bulan Juni menjadi
bulan Juli di tahun 2017.
Masih rendahnya konsumsi pemerintah tersebut
disebabkan oleh realisasi belanja APBD yang
lebih rendah dibandingkan Triwulan II 2016.
Realisasi belanja APBD pada triwulan II 2017
hanya mencapai 37,2% dari pagunya, lebih
rendah dibandingkan dengan realisasi pada
periode yang sama tahun lalu yang mencapai
49,0% dari pagunya. Rendahnya realisasi belanja
APBD di Sumatera Utara ini terutama disebabkan
oleh terhambatnya proses pengesahan APBD
2017 dibeberapa Kabupaten/ Kota sehingga
menyebabkan mundurnya proses pengadaan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
7
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara,
diolah
Grafik 1.11 Persentase Realisasi APBN Triwulan II 2016
dan 2017 di Sumatera Utara
Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda
Memasuki triwulan III 2017, kinerja konsumsi
pemerintah diperkirakan akan meningkat.
Akselerasi belanja pemerintah tersebut didorong
oleh penyaluran DAU dan DAK oleh pemerintah
pusat, pengeluaran belanja barang dan modal,
pembangunan proyek-proyek infrastruktur dan
pencairan gaji ke 13 untuk ASN.
Pada triwulan II 2017 kinerja investasi
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Investasi pada triwulan II 2017
tumbuh sebesar 4,5% (yoy) meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,0%
(yoy). Perbaikan kinerja investasi tersebut
didukung oleh kinerja investasi bangunan dan
non bangunan yang meningkat masing-masing
menjadi 5,1% (yoy) dan 2,0% (yoy) dari 4,5% (yoy)
dan 1,7% (yoy) di triwulan I 2017. Peningkatan
investasi bangunan didorong oleh mulai
menggeliatnya belanja modal pemerintah
meskipun masih belum cukup optimal.
Sementara itu, peningkatan investasi non
bangunan ditopang oleh penjualan mesin dan
perlengkapan, serta parts kendaraan untuk
angkutan perkebunan yang meningkat merespon
peningkatan produksi perkebungan.
Peningkatan kinerja investasi tersebut juga
tercermin dari kredit investasi yang tumbuh
relatif cukup tinggi. Meskipun menurun
dibandingkan triwulan I 2017 yang mencapai
19,5% (yoy), kredit investasi di triwulan II 2017
yang tumbuh sebesar 15,2% (yoy) masih cukup
tinggi dibandingkan rata-ratanya selama 5 tahun
terakhir yang mencapai 7,9% (yoy). Tingginya
pertumbuhan kredit tersebut seiring dengan
peningkatan kebutuhan sektor swasta untuk
meningkatkan kinerja produksi perkebunan
merespons peningkatan peningkatan ekspor
hasil perkebunan.
Grafik 1.13 Kredit Investasi
Peningkatan kinerja investasi bangunan
tercermin dari peningkatan penjualan semen di
Triwulan II 2017. Penjualan semen mengalami
pertumbuhan sebesar 1,7% (yoy) dari
sebelumnya kontraksi sebesar -11,8% (yoy).
Mulai terealisasinya belanja modal pemerintah
mendorong kinerja investasi bangunan
meningkat di triwulan II 2017.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
8
Grafik 1.14 Penjualan Semen
Sementara itu, salah satu faktor yang mendorong
perbaikan kinerja investasi non bangunan adalah
perbaikan sektor eksternal. Perbaikan kinerja
perekonomian negara mitra dagang utama dan
masih tingginya level harga komoditas menjadi
pendorong investasi yang tercermin pada volume
impor barang modal yang membaik secara
signifikan dari kontraksi -17,8% (yoy) menjadi
228% (yoy). Hal tersebut juga turut terkonfirmasi
dari hasil liaison kepada pelaku usaha di sektor
industri pengolahan yang menyatakan adanya
aktivitas investasi terkait dengan peningkatan
kapasitas produksi seperti pembangunan
galangan kapal, pembangunan pabrik
pengolahan biodiesel, oleo chemical maupun
kernell pressing plant serta pemeliharaan mesin.
Grafik 1.15 Impor Barang Modal
Grafik 1.16 Pembelian Barang Tahan Lama
Ke depan, dengan dukungan Pemerintah untuk
terus menciptakan iklim investasi yang kondusif
melalui percepatan reformasi struktural, dapat
tercipta perbaikan ekonomi domestik yang
berkelanjutan. Optimisme perbaikan ekonomi
dan berlanjutnya perbaikan iklim investasi
mendorong pulihnya tingkat kepercayaan
investor untuk terus berinvestasi di wilayah
Sumatera Utara.
Nilai investasi PMA pada triwulan II 2017
meningkat dari USD195,3 juta di triwulan
sebelumnya menjadi USD397,3 juta. Peningkatan
PMA tersebut didominasi oleh industri
pengolahan terutama industri makanan seiring
dengan peningkatan kinerja industri pengolahan
dan sektor Industri Listrik, Gas dan Air seiring
dengan rencana PLN untuk pembangunan
beberapa pembangkit listrik di awal tahun 2017.
Sementara itu, nilai investasi PMDN pada
triwulan II 2017 mencapai Rp1.440,3 miliar
menurun dari realisasi pada triwulan sebelumnya
yang hanya mencapai Rp4.311,2 miliar.
Penurunan PMDN terutama terjadi pada kategori
industri pengolahan (97% terhadap total PMDN).
Hal tersebut berkenaan dengan investasi pada
sektor tersebut telah direalisasikan pada awal
tahun dan pada saat ini terkonsentrasi pada
investasi PMA.
Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara
Periode
PMA PMDN
Proyek I (juta USD) Proyek I (Rp miliar)
2014 I 65 122,4 15 559,5
II 117 156,3 49 2.985,8
III 74 200,3 20 428,5
IV 180 71,8 73 250,1
2015 I 123 308,1 53 905,1
II 107 323,6 59 2.110,1
III 101 308,2 24 82,8
IV 107 306,1 33 1.189,5
2016 I 39 18,1 12 161,3
II 223 320,0 87 888,2
III 179 283,1 39 1.129,5
IV 254 393,5 91 2.685,2
2017 I 61 195,3 29 4311,5
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
9
II 310 397,3 145 1440,3
P: jumlah proyek; I: Nilai Investasi
Sumber: BKPM, diolah
Sesuai dengan polanya kegiatan investasi pada
triwulan III 2017 diperkirakan akan kembali
meningkat. Peningkatan belanja pemerintah
seiring dengan selesainya proses pengadaan
diharapkan juga mampu mendorong perbaikan
iklim investasi di Sumatera Utara. Namun
demikian, penurunan harga komoditas dapat
menjadi risiko penghambat investasi di triwulan
III 2017.
Pertumbuhan ekspor pada Triwulan II 2017
melambat dari 1,4% (yoy) pada Triwulan I 2017
menjadi 0,3% (yoy). Hal tersebut terutama
disebabkan oleh masih kontraksinya kinerja ekspor
antar daerah yakni sebesar -1,0% (yoy) membaik
dari kontraksi pada Triwulan I 2017 yang mencapai
-2,6% (yoy). Sementara itu, ekspor luar negeri juga
mengalami penurunan dari 6,5% (yoy) pada
Triwulan I 2017 menjadi 1,9% (yoy). Dapat
ditambahkan bahwa dalam struktur ekspor Provinsi
Sumatera Utara, 55% adalah ekspor antar daerah.
Grafik 1.17 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera
Utara
Data Cognos Bank Indonesia
Di triwulan II 2017, ekspor luar negeri Sumatera
Utara masih didominasi oleh ekspor kelapa sawit
dengan pangsa sebesar 48,6% dari total nilai
ekspor, disusul oleh komoditas karet dengan
pangsa 6,0% dan kopi 0,8%. Pangsa komoditas
kelapa sawit cenderung meningkat sedangkan
karet dan kopi menurun dibandingkan dengan
triwulan I 2017. Tingginya dominasi produk
ekstraktif dalam komoditas ekspor menyebabkan
kinerja ekspor Sumatera Utara relatif sangat
sensitif terhadap perubahan harga komoditas.
Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera
Utara1
Perbaikan perekonomian negara mitra dagang
utama dan harga komoditas yang masih positif di
triwulan II 2017 mendorong melonjaknya kinerja
ekspor luar negeri Sumatera Utara terutama
CPO. Perbaikan harga komoditas tersebut juga
disertai dengan perkembangan industri otomotif
di Amerika dan Tiongkok.
Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama
Komoditas Pangsa
Kelapa Sawit 48,1% Karet 6,0% Kopi 0,8% Lainnya 45,1%
Kinerja ekspor Sumatera Utara masih bergantung
pada kinerja perekonomian beberapa mitra
dagang utama seperti Amerika Serikat, Tiongkok,
India dan Euro Area. Namun ekspor Sumatera
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
10
Utara sudah relatif terdiversifikasi yang
tercermin dari menurunnya pangsa ekspor ke
empat negara tersebut dari 43,1% di triwulan I
2017 menjadi 37,9% di triwulan II 2017. Terdapat
peningkatan ekspor ke negara-negara seperti
Pakistan, Jepang, Spanyol dan Mesir.
Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama
Dari sisi harga, di triwulan II 2017 harga CPO dan
karet cenderung melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Bahkan harga CPO kembali
turun menjadi 634 USD/metric ton atau
terkontraksi sebesar -2,0% (yoy). Sementara
harga karet cenderung turun menjadi 217 USD
cents/kg atau melambat menjadi 25,2% (yoy).
Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet
Grafik 1.21 Ekspor Karet
Namun demikian, kinerja ekspor CPO dan karet di
triwulan II 2017 masih positif. Ekspor CPO baik
secara nilai maupun volume mengalami
peningkatan masing-masing menjadi 74,4% (yoy)
dan 66,3% (yoy) dari sebelumnya sebesar 39,2%
(yoy) dan 5,5% (yoy). Peningkatan kinerja ekspor
luar negeri sawit terjadi seiring dengan tingginya
tingkat konsumsi yang tercermin dari tingginya
aktivitas manufaktur makanan di negara partner
dagang utama. Sejalan dengan hal tersebut,
perbaikan ekspor luar negeri karet sejalan
dengan meningkatnya permintaan kendaraan
bermotor di Amerika dan Tiongkok. Sebagian
besar karet di Sumut masih berbentuk SIR 20
yang mayoritas digunakan sebagai bahan baku
ban kendaraan.
Grafik 1.22 Ekspor CPO
Sumber: ieconomics.com dan tradingeconomics.com, diolah
Grafik 1.23 PMI Negara Mitra Dagang Utama
Memasuki awal triwulan III 2017, terdapat
beberapa downside riks yang perlu mendapat
perhatian terutama tingkat harga komoditas
yang terus menurun. Tren harga yang menurun
diperkirakan akan menjadi penghambat
perbaikan kinerja ekspor ke depan. Selain itu,
kebijakan proteksionisme negara partner utama
seperti India dan Eropa diperkirakan juga masih
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
11
akan menjadi downside risk dari sisi permintaan
ekspor CPO. Namun demikian, tujuan ekspor
Sumatera Utara yang sudah mulai terdiversifikasi
dan peningkatan permintaan komoditas karet
khususnya dari AS dan Tiongkok akan menjadi
pendorong untuk menggerakkan sektor eksternal
dan sektor industri. Sehingga ke depan kinerja
ekspor Sumatera Utara diperkirakan akan
membaik dibandingkan triwulan sebelumnya.
Dari sisi perdagangan antar daerah, perbaikan
ekspor terjadi seiring dengan meningkatnya
kinerja sektor manufaktur khususnya industri
makanan domestik yang tercermin dari Industrial
Production Index (IPI) yang meningkat di triwulan
II 2017. Namun, masih rendahnya kinerja
subsektor pertanian menjadi penghambat
perbaikan lebih lanjut. Sehingga pada triwulan II
2017 kinerja ekspor antar daerah masih
cenderung terkontraksi.
Grafik 1.24 IPI Produk Makanan Indonesia
Di triwulan II 2017, impor terkontraksi sebesar -
1,6% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I
2017 yang sebesar 2,1% (yoy). Penurunan
tersebut terjadi baik pada impor luar negeri
maupun impor antar daerah. Impor luar negeri
melambat dari 8,5% (yoy) pada triwulan
sebelumnya menjadi 1,6% (yoy), sedangkan
impor antar daerah terkontraksi lebih dalam dari
0,6% (yoy) menjadi -3,1% (yoy).
Grafik 1.25 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut
Penurunan impor luar negeri tersebut disinyalir
disebabkan oleh nilai tukar rupiah yang
cenderung terapresiasi. Hal tersebut tercermin
dari pertumbuhan impor luar negeri Sumatera
Utara dari sisi volume pada triwulan II 2017
cenderung meningkat mencapai 34,4% (yoy)
meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar -
13,1% (yoy). Peningkatan tersebut terutama
didorong oleh peningkatan impor barang modal
yang mencapai 227,9% dibandingkan dengan
triwulan I 2017 sebesar 7,7% (yoy). Senada
dengan hal tersebut, impor bahan baku juga
mengalami peningkatan dari kontraksi -6,8%
(yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 15,1%
(yoy). Selain itu, impor barang konsumsi juga
mengalami peningkatan dari kontraksi -31,7%
(yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 40,0%
(yoy).
Grafik 1.26 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut
Tingginya pertumbuhan impor bahan baku dan
barang modal terjadi seiring dengan
melimpahnya produksi kelapa sawit sehingga
membutuhkan barang intermediate untuk bisa
menghasilkan produk lanjutannya. Selain itu,
volume impor barang modal ini juga
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
12
mengindikasikan masih adanya kepercayaan
pelaku usaha terhadap iklim usaha di Sumatera
Utara.
Memasuki awal triwulan III tahun 2017, kinerja
impor diperkirakan akan terus meningkat seiring
dengan mulai terealisasinya belanja pemerintah
khususnya belanja modal dan infrastruktur akan
meningkatkan impor khususnya impor barang
modal. Selain itu, masih positifnya kondisi
perekonomian negara partner dagang utama dan
mulai terdiversifikasinya tujuan ekspor Sumatera
Utara diperkirakan akan meningkatkan aktivitas
industri pada triwulan mendatang sehingga
kebutuhan akan barang modal dan bahan baku
pendukung juga akan meningkat.
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi
Lapangan Usaha
Dari sisi Lapangan Usaha (LU), kinerja 4 sektor
utama pada triwulan II 2017 cenderung
meningkat kecuali sektor konstruksi yang relatif
stabil. Peningkatan tersebut terutama didorong
oleh peningkatan kinerja sektor pertanian
khususnya subsektor perkebunan. Puncak panen
kelapa sawit yang jatuh pada triwulan II 2017
yang disertai dengan perbaikan permintaan
dunia telah menopang peningkatan kinerja
subsektor perkebunan khususnya kelapa sawit.
Keempat kategori tersebut menyumbang lebih
dari 70% PDRB Sumatera Utara.
Sektor lainnya terutama sektor tersier tumbuh
cukup signifikan. Sektor pengadaan listrik dan
gas, sektor informasi dan komunikasi, serta
sektor jasa perusahaan merupakan sektor yang
mencatat pertumbuhan yang tinggi yang
mendukung kegiatan ekonomi sektor utama.
Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Pada triwulan II 2017 kinerja sektor pertanian
meningkat dari 2,0% (yoy) pada triwulan
sebelumnya menjadi 2,4% (yoy). Peningkatan
tersebut terutama didorong oleh kinerja
subsektor perkebunan yang meningkat seiring
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
13
dengan puncak panen kelapa sawit dan
peningkatan kinerja sektor industri pengolahan.
Namun demikian, peningkatan tersebut tidak
terlalu siginifikan terutama disebabkan oleh
belum optimalnya kinerja subsektor tanaman
pangan seiring dengan tidak optimalnya periode
panen tanaman pangan terkait dengan
pergeseran masa tanam akibat anomali cuaca
pada tahun 2016 (curah hujan pada musim
tanam kurang memadai). Selain itu, terdapat
beberapa daerah yang masih terkendala
penurunan pasokan debit air akibat perubahan
pola cuaca seperti Kabupaten Tapanuli Selatan
dan Asahan.
Grafik 1.27 Pertumbuhan Sektor Pertanian dan
Pengolahan
Belum optimalnya kinerja pertanian juga
berimbas pada daya beli masyarakat petani.
Rataan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II
cenderung menurun dari 99,9 pada triwulan lalu
menjadi 99,3. Penurunan NTP ini terjadi disemua
komponen baik NTP tanaman pangan, NTP
hortikultura, NTP peternakan, maupun
perikanan.
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Grafik 1.28 Perkiraan Sifat Curah Hujan April 2017
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Grafik 1.29 Perkiraan Sifat Curah Hujan Mei 2017
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Grafik 1.30 Distribusi Sifat Curah Hujan Juni 2017
Namun demikian, NPL (non performing loan)
sektor pertanian cenderung menurun dari 1,7%
pada triwulan I 2017 menjadi 1,5% di triwulan II
2017. Sementara itu, pertumbuhan kredit
cenderung melambat dari 19% (yoy) menjadi
16,9% (yoy). Hal tersebut mencerminkan mulai
membaiknya risiko di sektor ini seiring dengan
membaiknya ekspor CPO. Sehingga ke depan
diharapkan kinerja sektor pertanian akan terus
meningkat dan menopang perbaikan
perekonomian Sumatera Utara lebih lanjut.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
14
Grafik 1.31 Penyaluran Kredit Pertanian
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.32 Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Sebagai upaya meningkatkan produktivitas
pertanian, Pemerintah Daerah Sumatera Utara
melalui Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura
senantiasa meningkatkan penyaluran pupuk
bersubsidi kepada petani. Pada triwulan II 2017,
penyaluran pupuk bersubsidi mencapai 6,1%
(yoy) meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar -8,1% (yoy). Hal
tersebut sejalan dengan komitmen Pemda
Sumatera Utara yang menjadikan sektor
pertanian sebagai sektor prioritas. Pemenuhan
kebutuhan pupuk juga diindikasikan membaik
tercermin pada tingkat volume impor pupuk yang
tetap tinggi pada level 42,5% (yoy).
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.33 Realisasi NTP Sumatera Utara
Grafik 1.34 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera
Utara
Pada triwulan II 2017, peningkatan kinerja sektor
pertanian juga didorong oleh membaiknya
kinerja kategori perkebunan. Perbaikan tersebut
terutama ditopang oleh komoditas kelapa sawit
dan karet yang mengalami peningkatan ekspor di
tengah penurunan harga.
Perbaikan kinerja ekspor komoditas tersebut
ditunjang oleh mulai membaiknya permintaan
mitra dagang utama yang ditunjukkan dengan
Purchasing Manager Index yang cenderung
meningkat. Selain itu, ekonomi beberapa mitra
dagang seperti Tiongkok dan Amerika Serikat
pada triwulan II 2017 pada umumnya membaik.
Pada triwulan II 2017 perekonomian Tiongkok
dan Amerika Serikat menguat masing-masing
menjadi 6,9% (yoy) dan 2,1% (yoy) dari 6,7% (yoy)
dan 1,2% (yoy) pada triwulan I 2017.
Namun demikian, harga CPO dan karet telah
melewati puncaknya pada awal 2017 dan
diperkirakan akan terus menurun. Hal tersebut
tercermin dari harga komoditas perkebunan
terutama CPO dan karet di bulan Juli 2017
menurun dibandingkan bulan sebelumnya. Harga
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
15
CPO bulan Juli menurun -1,6% (mtm) atau turun
sekitar -16,4% dibandingkan dengan puncak
harga CPO yang terjadi di awal tahun 2017.
Sementara, harga karet juga mengalami
penurunan sebesar -4,8% (mtm) dibandingkan
bulan Juni 2017.
Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Perkebunan
Perbaikan risiko kredit di sektor perkebunan
tercermin dari masih menurunnya NPL untuk
kategori kredit perkebunan karet dan kelapa
sawit yang pada triwulan I 2017 mencapai 5,8%
dan 1,1%, menurun dari triwulan sebelumnya
yang mencapai 6,5% dan 1,2%. Dari
pertumbuhan kredit juga masih belum terlihat
perbaikan yang signifikan. Pertumbuhan kredit
perkebunan karet cenderung membaik tapi
masih terkontraksi -17,3% (yoy) dari kontraksi -
18,3% (yoy), sedangkan kredit kelapa sawit
menurun dari 19,5% (yoy) menjadi 18,7% (yoy).
Memasuki awal triwulan III 2017, indikasi
perbaikan kinerja pertanian masih moderat.
Perbaikan kondisi cuaca diperkirakan akan
menopang perbaikan kinerja produksi pertanian.
Sementara itu, untuk sektor perkebunan risiko
penurunan harga lebih lanjut menjadi downside
risk dari kinerja sektor tersebut. Selain itu, dari
sisi permintaan dunia, kebijakan proteksionisme
negara tujuan ekspor CPO Sumatera Utara
seperti India dan beberapa negara Eropa akan
menghambat peningkatan kinerja sektor
perkebunan lebih lanjut.
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Grafik 1.36 Perkiraan Sifat Curah Hujan Maret 2017
Pada triwulan II 2017 pertumbuhan industri
pengolahan mengalami peningkatan dari
sebelumnya sebesar 5,6% (yoy) di triwulan I 2017
menjadi 6,5% pada triwulan II 2017. Perbaikan
tersebut terkait dengan peningkatan ekspor CPO
merespons peningkatan permintaan global.
Selain itu, perbaikan kinerja industri pengolahan
juga tercermin dari volume produksi yang
meningkat.
Peningkatan kinerja industri juga tercermin dari
pemakaian listrik industri yang stabil pada level
10,0% (yoy) di triwulan II 2017. Pembangunan
beberapa pembangkit telah meningkatkan
kapasitas listrik sehingga di tahun 2017 Sumatera
Utara surplus daya listrik.
Grafik 1.37 Pemakaian Listrik Industri Triwulan I 2017
Perbaikan kinerja industri pengolahan juga
disertai dengan penyaluran kredit yang
meningkat, yakni dari 17,8% (yoy) menjadi 20,8%
(yoy). Masih positifnya prospek industri ke depan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
16
meningkatkan minat perbankan dalam
penyaluran kredit ke sektor ini. Masih tingginya
permintaan global dan domestik akan produksi
CPO menjadi faktor pendorong utama
peningkatan kinerja kredit industri pengolahan.
Dari sisi domestik, beberapa faktor lain yang
mendorong industri pengolahan adalah masih
tingginya konsumsi CPO dari domestik seiring
dengan diperpanjangnya implementasi program
mandatori biodiesel B20 (pencampuran solar
dengan 20% sawit untuk konsumsi domestik).
Grafik 1.38 Penyaluran Kredit Kategori Industri
Pengolahan
Peningkatan kinerja industri pengolahan juga
tidak lepas dari membaiknya ekspor seiring
dengan peningkatan permintaan khususnya dari
AS dan Tiongkok. Pada triwulan II 2017 volume
ekspor manufaktur meningkat dari 1,1% (yoy)
menjadi 15,9% (yoy). Selain itu, ekspor ke AS dan
Tiongkok juga meningkat signifikan yaitu masing-
masing sebesar 41,6% (yoy) dan 21,6% (yoy).
Grafik 1.39 Perkembangan Ekspor Manufaktur
Memasuki awal triwulan III 2017, perbaikan
kinerja industri pengolahan diperkirakan akan
terus berlanjut seiring dengan perbaikan
produksi dan penjualan di akhir semester I 2017.
Investasi juga diharapkan akan terus meningkat
seiring dengan membaiknya permintaan global.
Namun beberapa faktor risiko harus segera
dimitigasi yakni perbaikan iklim investasi yang
salah satunya dengan peningkatan pelayanan
birokrasi perizinan dan insentif bagi investor.
Selain itu, perbaikan sarana dan infrastruktur
pendukung juga mutlak diperlukan. Dari sisi
produksi keterbatasan bahan baku masih
menjadi hambatan dalam optimalisasi kinerja
sektor pengolahan. Selain itu, input biaya
produksi juga tidak efisien akibat dari masih
tingginya harga gas industri dan pungutan liar di
lapangan. Hal tersebut merupakan faktor yang
penting dalam mewujudkan hasil industri
Sumatera Utara yang berdaya saing tinggi.
Sektor konstruksi di triwulan I 2017 cenderung
stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
pada level 5,2% (yoy). Masih stagnannya kinerja
sektor konstruksi tersebut sejalan dengan
investasi bangunan yang tidak meningkat
signifikan. Selain itu, masih rendahnya serapan
belanja modal Pemerintah Daerah juga
menghambat laju kinerja sektor ini.
Grafik 1.40 Pertumbuhan Sektor Konstruksi dan PBE
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
17
Grafik 1.41 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi
Stagnannya kinerja sektor konstruksi juga
tercermin dari penyaluran kredit yang menurun
dari 21,0% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi
19,1% (yoy). Namun demikian, ke depan kinerja
kategori konstruksi diyakini akan terus meningkat
didasari dengan keyakinan fokus pemerintah
yang tetap memprioritaskan percepatan
pembangunan infrastruktur strategis ke depan.
Kendala yang dihadapi dalam perkembangan
lapangan usaha konstruksi adalah masih belum
optimalnya belanja modal pemerintah daerah.
Terlambatnya pengesahan APBD 2017 di
beberapa Kabupaten/Kota menyebabkan proses
pengadaan menjadi terlambat. Sehingga realisasi
serapan belanja khususnya belanja modal masih
minim. Selain itu, sektor pembangunan properti
juga melambat yang tercermin dari pertumbuhan
sektor real estate sebesar 9,3% (yoy) turun dari
9,8% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Memasuki triwulan III 2017 kinerja sektor
konstruksi diperkirakan mengalami perbaikan
terutama didorong oleh percepatan
pembangunan infrastruktur yang sudah ada
seperti pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung,
penambahan kapasitas Pelabuhan Belawan,
serta jalan tol Medan-Tebing tinggi. Sehingga,
pembangunan diperkirakan akan kembali
membaik pada triwulan mendatang.
Pada triwulan II 2017 sektor perdagangan
meningkat dari 4,8% (yoy) di triwulan lalu
menjadi 5,8% (yoy). Peningkatan tersebut
terutama didorong oleh tingkat konsumsi
masyarakat yang masih tinggi dan perbaikan
aktivitas perdagangan antar pulau. Peningkatan
aktivitas perdagangan tersebut didorong oleh
peningkatan kinerja industri manufaktur
domestik.
Peningkatan sektor perdagangan juga tercermin
dari meningkatnya kinerja sektor pariwisata yang
tercermin dari occupancy rate hotel/penginapan
dan kunjungan wisatawan mancanegara yang
meningkat. Perayaan Idul Fitri dan libur anak
sekolah menyebabkan kunjungan wisata
meningkat.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.42 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara
dan Occupancy Rate
Sementara itu, dari sisi pemerintah, masih
rendahnya realisasi belanja khususnya belanja
barang juga telah menahan laju pertumbuhan
sektor perdagangan. Realisasi belanja barang
APBD Sumatera Utara pada triwulan II 2017
hanya mencapai 11,3% dari pagu belanja APBD
2017 dibandingkan pada tahun sebelumnya yang
mencapai 16,2%. Masih belum rampungnya
penetapan APBD 2017 di beberapa
kabupaten/kota dan masih berlangsungnya
proses pengadaan disinyalir menyebabkan
rendahnya realisasi belanja pada triwulan II 2017
tersebut sehingga turut menyebabkan capaian
kinerja sektor perdagangan tidak optimal.
Meskipun kinerja sektor perdagangan relatif
meningkat namun capaian pertumbuhan kredit
perdagangan justru terkontraksi. Di triwulan II
2017 kredit perdagangan tumbuh sebesar
terkontraksi sebesar -5,2% (yoy) dari 9,4% (yoy)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
18
pada triwulan sebelumnya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kinerja sektor perdagangan
masih belum optimal.
Grafik 1.43 Penyaluran Kredit Kategori PBE
Memasuki triwulan III 2017, aktivitas
perdagangan diperkirakan akan menurun seiring
dengan pola musimannya pasca bulan Ramadhan
dan perayaan Idul Fitri. Aktivitas konsumsi
masyarakat akan sedikit menurun sehingga
menghambat kinerja sektor perdagangan.
Namun, ke depan perbaikan sektor pertanian dan
industri pengolahan dapat mendorong aktivitas
perdagangan antar daerah sehingga dapat
meningkatkan kinerja sektor perdagangan.
Kinerja sektor transportasi dan pergudangan
meningkat sejalan dengan peningkatan kinerja
industri pengolahan. Sehingga pada triwulan II
2017 industri pengolahan tumbuh sebesar 7,8%
(yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
sebesar 7,4% (yoy). Aktivitas perdagangan luar
negeri dan antar daerah juga mendorong
tingginya arus transportasi dan pergudangan
barang sehingga membutuhkan kapasitas
pergudangan yang memadai. Meningkatnya
aktivitas impor meningkatkan kebutuhan akan
pergudangan. Aktivitas bongkar di Sumatera
Utara meningkat dari 4,4% (yoy) menjadi 56,9%
(yoy).
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.44 Perkembangan Bongkar Muat Sumatera Utara
Peningkatan sektor transportasi tersebut juga
sejalan dengan jumlah penumpang udara pada
triwulan II 2017 yang meningkat sebesar 11,1%
(yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 4,5%
(yoy). Sementara itu, penumpang pelabuhan
cenderung melambat dari 38,2% (yoy) di triwulan
I 2017 menjadi sebesar 5,0% (yoy). Meningkatnya
jumlah penumpang udara tersebut terkait
dengan perayaan Idul Fitri. Selain itu,
peningkatan tersebut juga didorong oleh masih
tingginya aktivitas bisnis di Sumatera Utara
karena peningkatan kinerja industri pengolahan.
Memasuki awal triwulan III 2017, kinerja
transportasi dan pergudangan diperkirakan akan
melambat seiring dengan berakhirnya perayaan
Idul Fitri. Selain itu, berakhirnya periode puncak
produksi kelapa sawit juga akan berpengaruh
terhadap penurunan pembelian kendaraan berat
dan permintaan pergudangan. Hal tersebut juga
senada dengan kredit perbankan yang
terkontraksi lebih dalam sebesar -5,7% (yoy) dari
sebelumnya kontraksi -4,4% (yoy).
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.45 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
19
Grafik 1.46 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan
Pergudangan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
20
Agroindustri, Jantung Perekonomian Sumatera Utara
Porsi sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sangat besar terhadap perekonomian Sumut (rata-
rata 5 tahun 2012-2016 sebesar 25,02%), namun dengan kecenderungan menurun. Hal ini salah
satunya disebabkan oleh adanya penurunan luas lahan pertanian. Namun demikian, andil sektor
pertanian masih menjadi yang terbesar di Sumut.
Tabel 1.5 Share dan Andil Thd Pertumbuhan Sektor Utama di Sumatera Utara
Sumatera Utara sebagai salah satu sentra tanaman pangan maupun perkebunan di Sumatera Utara
memiliki potensi pengembangan agroindustri yang cukup tinggi. Kesesuaian iklim dan kontur tanah
menjadikan agroindustri perkebunan berkembang dengan baik sekaligus menjadi pionir dalam proses
industrialisasi. Ketersediaan bahan baku agroindustri di Sumatera Utara cukup berlimpah bahkan
relatif unggul di kawasan Sumatera, terutama untuk komoditas kelapa sawit, nenas, karet, kopi, ikan
tangkap, ubi kayu dan jagung. Hal tersebut selaras dengan Rencana Induk Perindustrian Sumatera
Utara yang mengunggulkan empat komoditas prioritas, yaitu kelapa sawit, karet, kakao dan kopi.
Tabel 1.6 Pangsa Produksi Bahan Baku Per Provinsi di Sumatera Terhadap Nasional
Sumber: Departemen Regional 1 (Sumatera), Bank Indonesia
Potensi pengembangan industri kelapa sawit di Sumatera Utara sangat tinggi. Pertama,
Sumatera Utara merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua di Indonesia setelah Provinsi Riau,
yaitu mencapai 5,3 juta ton pada tahun 2016 atau 15,9% dari total produksi kelapa sawit Indonesia.
Luas area perkebunan kelapa sawit mencapai 1,4 juta ha pada tahun 2017 yang terdiri dari 23%
Perkebunan Negara, 47% Perkebunan Swasta, dan 30% Perkebunan Rakyat. Kedua, industri kelapa
sawit di Sumatera Utara telah ditopang oleh adanya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei yang
turut didukung adanya Pelabuhan Kuala Tanjung yang direncanakan akan mulai dioperasikan pada
Sektor Utama dan Andil 2012 2013 2014 2015 2016
Pert. Ekonomi Sumut 6.45% 6.07% 5.23% 5.10% 5.18%
Share Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan25.40% 25.10% 24.80% 24.90% 24.90%
Andil Sektor Pertanian 1.60% 1.50% 1.30% 1.30% 1.30%
Andil Industri Pengolahan 1.30% 1.20% 1.00% 1.00% 1.00%
Andil Konstruksi 0.80% 0.70% 0.60% 0.60% 0.60%
Andil PBE 1.10% 1.10% 0.90% 0.90% 0.90%
PROVINSI
PANGSA KETERSEDIAAN BAHAN BAKU (%)
KARET LADA KOPI NENASKLP
SAWITUBI
KAYUTEBU
IKAN TANGKA
PJAGUNG KAKAO
TEMBAKAU
ACEH 2.4% 0.4% 7.5% 0.0% 3.3% 0.1% 0.0% 2.5% 1.1% 3.9% 1.2%
SUMUT 13.2% 0.1% 9.2% 14.0% 16.3% 7.4% 2.0% 8.8% 6.1% 4.4% 1.5%
SUMBAR 3.8% 0.3% 5.1% 0.0% 3.2% 1.0% 0.0% 3.5% 3.2% 8.1% 0.6%
RIAU 10.3% 0.0% 0.4% 5.3% 23.4% 0.5% 0.0% 1.9% 0.2% 0.5% 0.0%
JAMBI 8.2% 0.0% 2.0% 12.9% 6.2% 0.2% 0.0% 0.9% 0.2% 0.1% 0.1%
KEPRI 0.7% 0.1% 0.0% 0.0% 0.2% 0.0% 0.0% 2.1% 0.0% 0.4% 0.0%
SUMSEL 29.9% 10.5% 20.4% 3.4% 9.7% 1.0% 4.6% 1.6% 1.0% 0.0% 0.0%
BENGKULU 2.9% 2.2% 8.5% 0.0% 2.7% 0.4% 0.0% 1.0% 0.4% 0.6% 0.0%
LAMPUNG 4.1% 17.9% 16.4% 32.9% 1.5% 33.9% 24.8% 2.5% 9.0% 3.5% 0.5%
BABEL 1.5% 38.7% 0.0% 0.4% 1.8% 0.2% 0.0% 3.1% 0.0% 0.0% 0.0%
SUMATERA 76.9% 70.1% 69.3% 68.9% 68.3% 44.6% 31.4% 27.9% 21.2% 21.7% 4.0%
Suplemen 1
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
21
akhir tahun 2017. KEK Sei Mangkei merupakan embrio center of Excellence pengembangan teknologi
industri hilir kelapa sawit. Namun demikian, perusahaan yang berada di kawasan industri tersebut
baru melakukan pengolahan sampai dengan level 2 (oleochemical). KEK Sei Mangkei memiliki prospek
yang baik terutama bagi para investor yang melakukan bisnis pada industri kelapa sawit seperti
biofuel, oleokimia, surfaktan, kertas, pupuk organik, dan pakan ternak.
Secara umum, industri kelapa sawit di Sumatera telah menghasilkan produk dengan nilai
tambah yang relatif lebih tinggi, yaitu oleochemical, disusul dengan CPO dengan nilai tambah output
yang mencapai 1,44 kali dari nilai input dan minyak goreng dengan nilai tambah output yang mencapai
3,24 kali dari nilai input. Meskipun demikian, peluang untuk menghasilkan produk dengan nilai tambah
yang lebih tinggi masih relatif tinggi mengingat potensi pengembangan produk turunan kelapa sawit
yang cukup lebar. Dari pohon hilirisasi Kemenperin, terdapat lebih dari 100 produk turunan sawit
dimana mayoritas sudah dikembangkan oleh Malaysia. Sementara itu, Indonesia baru dapat
mengembangkan ±47 produk dimana rencana kerja tersebut sudah direncanakan dari 2007 dan
cenderung stagnan di beberapa tahun terakhir. Peluang permintaan domestik juga cukup tinggi terkait
dengan adanya mandatory pemanfaatan biodiesel kelapa sawit.
Sumber: Departemen Regional 1, Sumatera
Grafik 1.48 Pangsa Produksi dan Nilai Tambah Produk
Kelapa Sawit Sumatera
Grafik 1.49. Peluang Permintaan Domestik
Potensi pengembangan industri karet di Sumatera Utara juga cukup baik terkait dengan melimpahnya
pasokan bahan baku. Sumatera Utara merupakan produsen karet terbesar kedua di Indonesia setelah
Provinsi Sumatera Selatan, yaitu mencapai 418 ribu ton pada tahun 2016 atau mencapai 13,3% dari
total produksi karet Indonesia. Perkebunan karet rakyat (90%) mendominasi perkebunan nasional
dengan produk olahan yang masih terbatas berupa karet remah (crumb rubber). Padahal, crumb
rubber hanya memberikan nilai tambah output yang hanya mencapai 1,17 kali dari nilai input.
Pengembangan perkebunan karet terkendala dengan rendahnya produktivitas kebun karet rakyat
akibat banyaknya areal perkebunan yang sudah tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit
bukan klon unggul serta kondisi kebun yang menyerupai hutan. Sementara itu, industri hilir karet
relatif terbatas yang turut diikuti dengan pasokan dunia yang masih melimpah.
0
5
10
15
20
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Biodiesel (juta KL) Kebutuhan CPO (juta Ton) Kapasitas Terpasang (juta KL)
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
-30
-20
-10
0
10
20
30
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
Thou
sand
s
Thou
sand
s Produksi Konsumsi Gap (RHS)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
22
Sumber: Departemen Regional 1 (Sumatera), BI
Grafik 1.50. Pangsa Produksi dan Nilai Tambah Produk
Karet Sumatera
Grafik 1.51 Produksi dan Konsumsi Karet Dunia
Komoditas kopi juga menjadi salah satu komoditas yang diunggulkan dalam Rencana Induk
Perindustrian Sumatera Utara. Hal tersebut tidak terlepas dari kuantitas kopi yang melimpah yang
diimbangi dengan kualitas yang baik. Luas lahan kopi di Sumut mencapai 80.688 ha yang dimiliki oleh
perkebunan rakyat dan perusahaan swasta. Lahan tersebut ditanami kopi Arabica yang hidup di
dataran tinggi (>1000 dpl) dan robusta yang dapat hidup di dataran rendah (<1000 dpl). Sementara
itu, produksi kopi dalam lima tahun terakhir relatif stabil yaitu mencapai 59.272 ton pada tahun 2013.
Tidak berbeda dari karet, sebagian besar produksi kopi di Sumatera masih diolah dalam bentuk
pembersihan dan sortasi saja sehingga nilai tambah yang dihasilkan cukup kecil, yaitu 1,02 dari nilai
inputnya.
Sumber: Departemen Regional 1 (Sumatera), BI
Grafik 1.52. Pangsa Produksi dan Nilai Tambah Produk
Kopi Sumatera
Sumber: Departemen Regional 1 (Sumatera), BI
Grafik 1.53 Pangsa Produksi dan Nilai Tambah
Produk Ikan Olahan Sumatera
Potensi industri perikanan juga cukup tinggi mengingat panjangnya garis pantai dimiliki oleh Sumatera
Utara. Medan sebagai ibu kota Sumatera Utara mampu memproduksi ikan hingga 572.149 ton per
tahun. Dengan demikian, Sumatera Utara berkontribusi terhadap 54,3% produksi ikan di Sumatera.
Keterbatasan penerapan teknologi dan sarana prasana perikanan menyebabkan industri perikanan
Sumatera terhambat. Mayoritas produksi pengolahan ikan dalam bentuk ikan beku. Sementara,
pengolahan lain yang bernilai tambah tinggi hanya mencapai 22%.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
23
Tabel Tabel 1.7 Potensi Industri Perikanan Sumatera Utara
Sumber: Departemen Regional 1 (Sumatera), Bank Indonesia
Mengingat masih rendahnya nilai tambah produk agroindustri, kecuali kelapa sawit, pengembangan
agroindustri ke depannya masih perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut. Dalam mengoptimalkan
nilai tambah dari produk perkebunan yang dihasilkan di Sumatera Utara, Sumatera Utara telah
dilengkapi oleh beberapa kawasan aglomerasi industri, diantaranya adalah KIM Belawan, KIM Star
Tanjung Morawa, Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei, Kawasan Industri Kuala Tanjung serta
adanya Pelabuhan Belawan dan Pelabuhan Kuala Tanjung.
Ke depannya, pengembangan agroindustri di Sumatera Utara masih dihadapkan pada beberapa
tantangan, diantaranya adalah:
Agroindustri Tanaman Pertanian
a. Kabupaten/kota sentra produksi pada umumnya belum memiliki roadmap pengembangan
kawasan.
b. Belum adanya strategi yang jelas untuk mengatasi anjloknya harga di tingkat petani sehingga
mampu menjaga keinginan petani untuk terus melakukan aktivitas tanam.
c. Kualitas produksi tanaman hortikultura yang belum bisa memenuhi standarisasi industri yang
ada, terutama terkait dengan konsistensi kualitas dan pasokan.
d. Industrialisasi (hilirisasi) tanaman bawang merah dalam bentuk olahan belum dapat dilakukan di
Sumatera Utara, hal ini disebabkan oleh kualitas rendemen bawang merah Sumatera Utara jauh
dibawah kualitas rendemen bawang merah dari Jawa (Brebes).
e. Belum terdapat penerapan teknologi seperti screen house.
Agroindustri Tanaman Perkebunan
a. Belum rampungnya Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah Provinsi Sumatera Utara yang
membatasi pelaksanaan ekstensifikasi areal perkebunan.
WilayahProduksi
(ton)
Ekspor
(ton)
% Ekspor/
Prod
Aceh 159,484 127 0.08%
Medan 572,149 75,374 13.17%
Padang 225,198 189 0.08%
Pekanbaru 125,689 3,624 2.88%
Batam 139,331 22,12 15.88%
Jambi 55,234 - 0.00%
Palembang 101,563 4,902 4.83%
Bengkulu 62,391 - 0.00%
Lampung 164,155 27,813 16.94%
SUMATERA 1,605,194 134,149 8.36%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
24
b. Rendahnya mutu tanaman sawit karena terbatasnya pengetahuan petani sawit. Sementara,
pabrik kelapa sawit hanya mau menerima Tanda Buah Segar (TBS) dengan kualitas baik. Hal ini
menyebabkan masih terdapat idle capacity di Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
c. Mayoritas importir menginginkan produk hasil perkebunan bersertifikat, contoh Kelapa Sawit
bersertifikat ISPO dan Kopi bersertifikat Indeks Geografis (IG). Saat ini, sertifikasi IG untuk
tanaman kopi telah dimiliki oleh Kabupaten Mandailing Natal dan Sipirok.
d. Terdapat keterbatasan dana pemerintah dalam mengembangkan agroindustri
e. Terdapat kendala listrik di Kawasan Industri Sei Mangkei yang menyebabkan biaya produksi
meningkat. Begitu juga dengan harga gas yang relatif tinggi (dibandingkan pulau Jawa) serta
durabilitas listrik yang masih rendah sehingga menurunkan daya saing.
f. Terbatasnya ketersediaan infrastruktur, baik infrastruktur perhubungan, infrastruktur
pendukung seperti listrik dan SDM.
g. Belum berkembang secara luas kemitraan antara agroindustri skala besar/sedang dengan
agroindustri skala kecil/rumah tangga
h. Perkebunan kakao di Sumatera Utara yang mayoritas berasal dari Asahan dan Batu Bara semakin
berkurang seiring dengan peralihan lahan perkebunan kakao menjadi sawit. Saat ini Dinas
Perkebunan telah berhasil mendorong petani kakao untuk tetap mempertahankan tanaman
kakao, mengingat harga sawit cenderung fluktuatif, sementara kakao relatif stabil.
Dengan demikian, agar pengembangan agroindustri dapat optimal, beberapa hal yang telah
dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah dalam mendukung pengembangan agroindustri di
Sumatera Utara, diantaranya adalah:
a. Pemberian bantuan bibit cabe merah, bantuan pupuk dan bahan kimia dan bantuan bahan
pembantu. Adapun realisasi anggaran Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dan Dinas
Perkebunan selaku SKPD yang bertindak langsung dalam pengembangan agroindustri hingga
triwulan II 2017 telah mencapai Rp122miliar.
b. Melakukan sosialisasi tentang tata cara menanam dan merawat tanaman perkebunan dengan
baik. Dinas Perkebunan Sumatera Utara sendiri lebih memprioritaskan peningkatan produksi
untuk tanaman kelapa sawit dan tanaman kopi. Sementara untuk tanaman karet lebih
diprioritaskan pada produksi bokar bersih (off farm).
c. Menyusun roadmap pengembangan agroindustri yang telah disusun sejak tahun 2014. Adapun
hasil identifikasi industri strategis untuk masing-masing kota-kabupaten di Sumatera Utara
diantaranya adalah:
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
25
Tabel 1.8 Produk Unggulan Per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
No Kab/Kota Produk Unggulan
1 Kab. Karo Jeruk, sayur mayur, buah-buahan segar, umbi-umbian, kakao, getah
pinus, dolomite, batu perlfart, kapur tohor
2 Kab. Deli Serdang Keripik ubi (opak)
3 Kota Medan Sepatu dan produk kulit, sirup marquisa, sulam/bordir, konveksi dan
furniture
4 Kab. Serdang Bedagai Dodol, keripik/kerupuk ubi, emping tempe, tahu, anyaman, bambu
ijuk, bordir, tenun ulos, tapioka
5 Kab. Langkat Abon ikan, terasi, nata de coco, keramik gerabah dan bordir
6 Kota Tebing Tinggi Crumb rubber, tapioka dan roti kacang
7 Kab. Humbahas Kopi
8 Kab. Labura Kerupuk ledong, keripik ubi, terasi
9 Kota Tanjung Balai Tepung kelapa, minyak kelapa, kerajinan batok kelapa, lidi, arang
batok kelapa, ikan dan udang
10 Kab. Batu Bara Kelapa, ubi, melinjo dan aluminium
11 Kab. Taput Tenun ulos, kacang sihobuk dan pande besi
12 Kab. Pakpak Bharat Kopi
13 Kab. Dairi Kopi, jagung, gambir dan jeruk
14 Kota Binjai Buah rambutan dan jambu madu
15 Kab. Asahan Sepatu bunut dan batang kelapa
16 Kab. Paluta Anyaman tikar pandan dan pande besi
17 Kab. Padang lawas Kopi, madu, kerajinan batang kelapa, rotan dan gula aren
18 Kab. Madina Kelapa sawit, karet dan aren
19 Kab. Samosir Ukiran kayu, tenun gerabah dan kopi losung
20 Kota
Padangsidimpuan
Makanan dan minuman ringan, furniture dari kayu, anyaman dari
bambu, rotan, gula aren, tempe tahu, batu bara, tenun ulos dan
souvenir
21 Kab. Tapsel Olahan buah salak, anyaman rotan, anyaman bambu, tenun ATBM,
pande besi, gula semut, keripik ubi, pandai besi dan konveksi
22 Kab. Labuhan batu Pandai besi, turunan kelapa sawit, dodol nenas, selai nenas, sirup
nenas, keripik ubi, keripik jahe, keripik pisang, sirup jahe dan kerupuk
udang
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
26
23 Kab. Labusel Pandai besi, kerajinan lidi, kelapa sawit, karet, keripik ubi, keripik
jange, dodol labu, jus pinang dan jus jahe, selai nenas, keripik pisang,
kerupuk udang, bordir, jahe instan, kerajinan koran bekas
24 Kota Sibolga Makanan olahan ikan, kerupuk ikan, kerupuk kemplang, kerupuk
jange, ikan asin, ikan tawar, kerupuk kentang, batik ulos, sepatu dan
sendal
25 Kab. Tapteng Karet, kelapa, rotan, kayu, bambu, anyaman pandan berduri, hasil
hutan, pinang, perikanan dan meubeul
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
27
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
KEUANGAN PEMERINTAH
28
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Sesuai dengan polanya, belanja fiskal Sumatera Utara baik yang dibiayai oleh APBD Provinsi,
APBD Kabupaten/Kota, maupun APBN triwulan I 2017 masih relatif rendah. Realisasi belanja
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota hanya mencapai 5,7%, lebih
rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 14,1%. Namun
demikian, realisasi APBN pada triwulan laporan mencatat realisasi yang meningkat, yaitu
sebesar 13,5% dari target, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 11%,
sehingga diperkirakan mendorong pertumbuhan konsumsi Pemerintah pada triwulan laporan
dengan kapasitas terbatas.
ULOS RAGI HIDUP (PUCA)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
29
2.1 Gambaran Umum
Total anggaran belanja fiskal Sumatera Utara tahun 2017 (di luar Kabupaten/Kota) mencapai Rp40,3
Triliun, meliputi belanja APBD Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp13 Triliun dan
belanja APBN sebesar Rp27,3 Triliun.
Tabel 2.2 Ringkasan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sumatera Triwulan II 2017
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
Hingga triwulan II 2017, realisasi anggaran
belanja Provinsi Sumatera Utara dan APBN di
Sumatera Utara relatif terjaga meskipun lebih
rendah dibandingkan realisasi tahun
sebelumnya. Realisasi anggaran belanja APBD
Provinsi Sumatera Utara mencapai 33,7% atau
lebih rendah dibandingkan tingkat realisasi
triwulan II 2016 (53,5%). Kondisi ini disebabkan
oleh implementasi Peraturan Pemerintah No.18
Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.
Reorganisasi perangkat daerah Provinsi
Sumatera Utara. Akibatnya, APBD baru
direalisasikan pada 31 Januari 2017 dan realisasi
anggaran oleh masing-masing SKPD baru dimulai
pada Maret 2017. Realisasi terbesar dari
keseluruhan APBD terdapat pada pos belanja
transfer yang mencapai 60% (Tabel 4.1).
Di sisi lain, realisasi belanja APBN di Provinsi
Sumatera Utara hingga triwulan II 2017 mencapai
Rp6,9 Triliun atau 35,5% dari pagu anggaran
sebesar Rp19,5 Triliun. Angka ini lebih tinggi dari
realisasi APBN triwulan II tahun 2016 yang
mencapai Rp6,7 Triliun atau 35%. Secara Pagu
nominal, APBN Provinsi Sumatera Utara Tahun
2017 meningkat 1% (yoy) dibandingkan APBN
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016.
Dari sisi pendapatan, realisasi permintaan APBD
provinsi Sumatera Utara hingga triwulan II 2016
mencapai 51,4% terhadap pagu Tahun 2017.
Tingkat realisasi ini lebih baik dibanding
pencapaian pada triwulan II 2016 sebesar 48,8%.
Tingginya realisasi pendapatan ini terutama
didorong oleh realisasi Lain-lain Pendapatan
Daerah yang Sah yang cukup tinggi yakni
mencapai 109,5%, angka ini lebih tinggi dari
triwulan II 2016 sebesar 6,8%.
Grafik 2.1. Perbandingan realisasi pendapatan dan belanja
APBD Provinsi Sumatera Utara
2.2 APBD Provinsi Sumatera Utara
Dukungan fiskal Provinsi Sumatera Utara untuk
tahun 2016 mencapaiRp12,1 Triliun untuk
anggaran pendapatan dan Rp13 Triliun untuk
anggaran belanja dan transfer. Adapun anggaran
Milyar Rp % Milyar Rp % Milyar Rp %
I Pendapatan 10.055 4.909 48,8% 12.170 2.813 23,1% 6.250 51,4% 21,0%
1 Pendapatan Asli Daerah 4.691 2.208 47,1% 4.925 991 20,1% 2.347 47,7% 5,0%
2 Dana Perimbangan 5.142 2.685 52,2% 7.235 1.814 25,1% 3.891 53,8% 40,7%
II Belanja 10.181 3.960 38,9% 13.038 815 6,3% 4.395 33,7% 28,1%
1 Belanja Operasional 6.228 2.391 38,4% 8.777 592 6,7% 3.180 36,2% 40,9%
2 Belanja Modal 1.165 33 2,9% 2.258 - 0,0% 23 1,0% 93,8%
3 Belanja Tidak Terduga 10,0 1,5 15,0% 18,0 - 0,0% 0,6 3,3% 80,0%
4 Belanja Transfer 2.775 - 0,0% 1.982 222 11,2% 1.190 60,0% -28,6%
III Penerimaan Daerah 536 523,9 97,7% 945 1.154 122,1% 1.154 122,1% 76,3%
IV Pengeluaran Daerah 411 0 0,0% 78 0 0,0% 0 0,0% -81,0%
Komponen InvestasiNoRealisasi Tw I 2017 Realisasi Tw II 2017 Growth
(yoy)
APBD 2017
(Rp Milyar)
Realisasi Tw II 2016APBD 2016
(Rp Milyar)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
30
belanja meningkat sebesar 76,1% dibanding
anggaran belanja tahun 2016 sebesar Rp7,4
Triliun. Secara umum, baik anggaran pendapatan
maupun belanja pada APBD Provinsi Sumatera
Utara terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya.
Secara ringkas, presentase realisasi baik pada
anggaran belanja pendapatan hingga triwulan II
2017 lebih baik dibanding realisasi triwulan I
tahun 2017. Dari sisi pertumbuhan tahunan,
pertumbuhan realisasi belanja pada triwulan I
2017 sedikit melambat dibanding triwulan yang
sama tahun sebelumnya, dimana pada triwulan II
Tahun 2016 terdapat lonjakan pada realisasi
belanja APBD. Sejalan dengan hal tersebut, pos
Penerimaan Daerah untuk APBD Provinsi
Sumatera Utara tahun 2017 mencapai Rp1,1
Triliun tumbuh 76,3%, lebih tinggi dari pagu APBD
2016 sebesar Rp536 Miliar
2.2.1 Anggaran Pendapatan Provinsi Sumatera
Utara
Grafik 2.2. Perbandingan Proporsi PAD dan Dana
Perimbangan pada Struktur APBD Provinsi Sumatera Utara
Pertumbuhan anggaran pendapatan daerah
Provinsi Sumatera Utara terutama ditopang oleh
Dana Perimbangan yang tumbuh 40,7%,
khususnya didorong oleh peningkatan pada Dana
Alokasi Khusus (DAK) yang meningkat cukup
signifikan dari Rp152,3 Miliar pada tahun 2016
menjadi Rp.4 Triliun pada tahun 2017. Kondisi ini
disebabkan oleh peralihan kewenangan
termasuk pengalokasian dana beberapa program
yang sebelumnya diberikan kepada
Kabupaten/Kota menjadi kewenangan
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dimulai
pada Tahun 2017. Dana tersebut terutama
berasal dari sektor pendidikan, khususnya dana
BOS untuk Sekolah Menengah Pertama dan
Sekolah Menengah Atas. Selain itu, Pos Dana
Penyesuaian juga dialihkan ke Pos Dana Alokasi
Khusus. Pengalihan ini juga turut mengakibatkan
pertumbuhan yang cukup tinggi untuk pos Dana
Alokasi Khusus (DAK) pada APBD Tahun 2017.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang umumnya
menjadi pendorong pertumbuhan pada struktur
APBD tahun 2017 memiliki share 40,7% dari total
anggaran. Meskipun begitu, PAD Provinsi
Sumatera Utara mulai tumbuh 5% (yoy)
dibandingkan tahun sebelumnya yang
terkontraksi -10% (yoy). Pajak Daerah masih
menjadi pendorong pertumbuhan PAD pada
APBD Provinsi Sumatera Utara tahun 2017.
Target penerimaan pajak daerah tahun 2017
meningkat sebesar 8,6%% lebih tinggi dari target
penerimaan pajak tahun 2016 sebesar Rp4,1
Triliun. Target penerimaan pajak ini diindikasikan
berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak
Air Permukaan. Dinas Pendapatan Daerah
Provinsi Sumatera Utara memperkirakan realisasi
penerimaan pajak dari kendaraan bermotor
dapat mencapai Rp.1,6 Triliun.
Selain itu, APBD Provinsi Sumatera Utara juga
meneriman dana Bantuan Keuangan sebesar
Rp2,5 Triliun. Jumlah ini meningkat signifikan dari
tahun 2016 sebesar Rp222 Miliar. Dana tersebut
nantinya dialokasikan untuk Bantuan Sosial
dalam bentuk dana persiapan untuk PILGUBSU
2018 untuk Komisi Pemilihan Umum dan
BAWASLU Sumatera Utara serta bantuan untuk
pembangunan Masjid Agung.
Realisasi pendapatan daerah Provinsi Sumatera
Utara triwulan II 2017 mencapai 36,1% lebih
rendah dari triwulanII tahun 2016 sebesar 49,2%.
Realisasi pendapatan tertinggi berasal dari lain-
lain pendapatan yang mencapai 109,9% dan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
31
Dana Perimbangan sebesar 53,8%. Meskipun
realisasi mengalami perlambatan, alokasi
pendapatan pada APBD Provinsi Sumatera Utara
kembali mengalami peningkatan yang cukup
signifikan mencapai 22% (yoy) dibandingkan
dengan tahun 2016 yang tumbuh 15% (yoy).
Tabel 2.2 Rincian Realisasi Pendapatan pada APBD Provinsi Sumatera Triwulan II 2017
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Realisasi PAD Provinsi Sumatera Utara pada
triwulan II tahun 2017 mencapai 47,7% sedikit
lebih tinggi dari realisasi triwulan yang sama
tahun sebelumnya yang mencapai 47%.
Peningkatan ini terutama didorong oleh realisasi
Pajak Daerah yang mencapai 45,3% dan lain-
lainnya PAD yang mencapai 93,9% lebih tinggi
dari triwulan II tahun 2016. Peningkatan Pajak
Daerah tersebut diindikasikan berasal dari pajak
kendaraan bermotor dan pajak air permukaan.
Beberapa program telah dipersiapkan dalam
rangka peningkatan Pajak Daerah. Program
tersebut antara lain, sensus kendaraan yang saat
ini telah mencapai 220.00 unit, rancangan perda
untuk upaya paksa penagihan PKB, perluasan
layanan pembayaran pajak hingga insentif
pemotongan denda hingga 80% untuk menarik
minat masyarakat untuk membayar pajak.
Sedangkan realisasi Retribusi Daerah (44,2%) dan
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah (64,4%)
lebih rendah baik secara realisasi maupun dari
sisi alokasi. Alokasi retribusi daerah mengalami
penurunan -1,5% pada APBD 2017. Penurunan ini
diindikasikan sebagai dampak dari dibatalkannya
beberapa Peraturan Daerah (PERDA) di Provinsi
Sumatera Utara yang dinilai menghambat
investasi. Beberapa PERDA tersebut antara lain :
1. PERDA No.5 Tahun 2013 tentang
Pedoman Pembentukan Badan Usaha
Milik Daerah Provinsi Sumatera Utara;
2. PERDA No.15 Tahun 2009 tentang
Pembangunan Penataan Menara
Telekomunikasi Bersama;
3. PERDA No.4 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Air Tanah;
4. PERDA No. 3 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Panas Bumi
5. PERDA No.6 Tahun 2013 tentang
Retribusi Daerah;
6. PERDA No.3 Tahun 2012 tentang
Retribusi Jasa Umum.
APBD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017
menargetkan pendapatan dari Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah sebesar Rp178,7 Miliar atau
lebih rendah 17,9% dari alokasi tahun 2016.
Penurunan ini disebabkan minimnya penyertaan
modal pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Potensial mengingat kinerja beberapa
perusahaan yang sempat lesu pada 2 tahun
terakhir akibat dari melemahnya harga
komoditas kelapa sawit. Selanjutnya,
Nominal % Realisasi Nominal % Realisasi
I PAD 4.691,4 2.208,4 47,1% 4.925,6 2347,8 47,7% 5,0%
a Pajak Daerah 4.131,9 1.839,1 44,5% 4.486,8 2.034,4 45,3% 8,6%
b Retribusi Daerah 34,4 15,3 44,5% 33,9 15 44,2% -1,5%
c Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 338,2 243,0 71,9% 277,5 178,7 64,4% -17,9%
d Lain-lain PAD 186,8 110,9 59,4% 127,3 119,5 93,9% -31,9%
II Dana Perimbangan 5.142,1 1.189,0 23,1% 7.235,4 3891,7 53,8% 40,7%
a Bagi Hasil Pajak 515,9 224,1 43,4% 567,8 298,1 52,5% 10,1%
b Dana Alokasi Umum 1.386,6 919,2 66,3% 2.638,7 1454,5 55,1% 90,3%
c Dana Alokasi Khusus 3.188,5 45,6 1,4% 4.028,7 2130 52,9% 26,4%
III Lain-lain Pendapatan 222,2 1.512,0 680,5% 9.533,9 10.476,3 109,9% 4190,7%
a Bantuan Keuangan (Hibah) 222,2 7,6 3,4% 9.533,9 2549,4 26,7% 4190,7%
b Lain-lain penerimaan - 7,7 - - 7926,9 - -
c Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 3.036,6 1.496,7 49,3% - - - -
9.973,9 4.909,7 49,2% 12.170,5 4.395,3 36,1% 22,0%
Realisasi Tw. II Realisasi Tw. IIUraian
Pagu
2016Pagu 2017
% Growth
(yoy)No
Total Pendapatan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
32
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara berencana
untuk meningkatkan kontribusi pada Perusahaan
Daerah melalui penyertaan modal. Akan tetapi
fokus Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada
tahun ini adalah melalukan pelunasan hutang
kepada daerah.
Realisasi Dana Perimbangan
Dana Perimbangan menjadi pos pendapatan
dengan alokasi tertinggi pada APBD tahun 2017
yang mencapai 59,5% dari total anggaran.
Anggaran terbesar terdapat pada pos Dana
Alokasi Khusus (DAK) yang mencapai Rp2,1
Triliun dengan realisasi sampai dengan triwulan II
tahun 2016 mencapai 52,9%. Kondisi ini
disebabkan oleh peralihan kewenangan beserta
alokasi anggaran beberapa program yang
sebelumnya menjadi program pemerintah
Kabupaten/Kota menjadi program Pemerintah
Daerah Provinsi. Berdasarkan Undang-undang
No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, beberapa Urusan pemerintah wajib yang
berkaitan dengan pelayanan dasar meliputi :
pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan
tata ruang, perumahan rakyat dan kawasan
pemukiman, perlindungan masyarakat dan
sosial2. Dana Alokasi Khusus di Sumatera Utara
sebesar Rp345 Miliar dengan pembagian DAK
reguler sebesar Rp84,3 Miliar dan DAK
Penugasan sebesar Rp260,7 Miliar. Mengacu
pada Juknis Dana Alokasi Khusus Fisik sebesar
Rp.188 Miliar diutamakan untuk sekolah yang
berada di lokasi prioritas pengembangan SMK
(Sekolah Menengah Kejuruan) di Sumatera Utara
beradai di Kawasan Industri Sei Mangke dan
Kawasan Industri Pariwisata Danau Toba.
Tabel 2.3. Tabel Pengalihan Kewenangan Provinsi dan Kabupaten/Kota
Selain Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum
(DAU) juga mengalami peningkatan sampai
dengan 90,3%. Selain alokasi dasar yaitu gaji dan
formasi PNSD tahun 2016 yang mencapai Rp992
Miliar, peningkatan ini juga terjadi akibat dari
implementasi Undang-undang No.23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu, pada
tahun 2017. Meskipun tumbuh cukup signifikan,
realisasi DAU Provinsi Sumatera Utara pada
triwulan II 2017 mencapai 55,1% lebih rendah
No Urusan Peralihan Urusan/Kewenangan
1 Pengelolaan Pendidikan Menengah Dari Kabupaten Kota ke Pemerintah Provinsi
2 Kehutanan Dari Kabupaten Kota ke Pemerintah Provinsi
3 Ketenagakerjaan Dari Kabupaten Kota ke Pemerintah Provinsi
4
ESDM
Dari Kabupaten Kota ke Pemerintah Provinsi
Dari Kabupaten Kota ke Pusat
Dari Provinsi ke Pusat
5
Perhubungan
Dari Kabupaten Kota ke Pemerintah Provinsi
Dari Kabupaten Kota ke Pusat
Dari Provinsi ke Pusat
6Perikanan
Dari Kabupaten Kota ke Pusat
Dari Provinsi ke Pusat
7BKKBN
Dari Kabupaten Kota ke Pusat
Dari Provinsi ke Pusat
8 Metrologi Legal Dari Provinsi ke Kabupaten Kota
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
33
dari triwulan yang sama tahun 2016 yang
mencapai 66,3% termasuk realisasi DAU dinamis.
Pada pos pendapatan APBD 2017, dikenal juga
nomenklatur PAD dinamis yang realisasinya
mengikuti instruksi pemerintah pusat. Sehingga,
realisasi yang rendah tersebut belum dapat
mencerminkan kondisi riil realisasi pemerintah
daerah terhadap pendapatannya. Salah satu yang
menjadi komponen perhitungan DAU adalah
Kapasitas Fiskal suatu daerah. Rasio Derajat
Otonomi Fiskal Sumatera Utara masih berada
pada kategori rendah dengan Indeks Kapasitas
Fiskal 0,31. Kapasitas Fiskal adalah gambaran
kemampuan keuangan masing-masing daerah
yang dicerminkan melalui penerimaan untuk
APBD3 untuk membiayai tugas pemerintah
setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan
dengan jumlah penduduk miskin. Realisasi Dana
Bagi Hasil Pajak triwulan II tahun 2017 mencapai
52,5% lebih tinggi dari capaian triwulan II tahun
2016 yang mencapai 43,4%. Dibandingkan tahun
2016, dana Bagi Hasil Pajak meningkat 10,1%.
Dana bagi hasil pajak ini relatif meningkat dan
menjadi fokus pemerintah provinsi Sumatera
Utara. Dana ini digunakan untuk pembayaran
hutang kekurangan bayar bagi hasil pajak kepada
Kabupaten/Kota pada tahun 2015. Jumlah dana
yang telah disalurkan ke 33 Kabupaten/Kota
adalah sebesar Rp298,1 Miliar dari keseluruhan
anggaran sebesar Rp567,8 Miliar.
Lain-lain Pendapatan yang Sah
Pada komponen lain-lain pendapatan, realisasi
sampai dengan triwulan II 2017 mencapai Rp.10
Triliun atau 109,9%, melebihi pagu yang
ditetapkan dalam APBD. Dana lain-lain
pendapatan tumbuh sangat signifikan dibanding
APBD 2016. Dana ini berasal dari lain-lain
penerimaan sebesar Rp.7,9 Triliun. Sedangkan
untuk bantuan keuangan hibah telah terealisasi
sebesar 26,7% pada triwulan II tahun 2017.
Penyerapan anggaran ini jauh lebih tinggi dari
triwulan yang sama tahun 2016. Realisasi
anggaran digunakan untuk bantuan sosial dalam
bentuk pembangunan Masjid Agung dan
persiapan Pemilihan Umum Kepala 2018.
Tabel 2.3 Rincian Realisasi Belanja pada APBD Provinsi Sumatera Triwulan II 2017
2.2.2 Anggaran Belanja Provinsi Sumatera
Utara
Anggaran belanja Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara tahun 2017 sebesar Rp13,0 Triliun atau
meningkat sebesar 31,0% dibanding tahun 2016.
Peningkatan tertinggi terdapat pada pos Belanja
Lainnya (meliputi belanja tidak terduga) yang
meningkat 149,3% (yoy). Adapun peningkatan
Nominal % Realisasi Nominal % Realisasi
9.950,8 3.959,5 39,8% 13.037,7 4.395,3 33,7% 31,0%
1 Belanja Pegawai 1.547,2 660,4 42,7% 3.459,4 1.437,0 41,5% 123,6%
2 Belanja Barang dan Jasa 1.472,5 243,3 16,5% 2.484,2 281,6 11,3% 68,7%
3 Belanja Modal 1.243,2 33,4 2,7% 2.258,8 23,4 1,0% 81,7%
4 Belanja Bansos dan Hibah 5.680,2 1.487,3 26,2% 3.133,9 1.461,9 46,6% -44,8%
5 Transfer 2.775,0 - 0,0% 1.982,4 1.190,6 60,1% -28,6%
6 Belanja Lainnya 7,5 1.534,9 20465,3% 18,7 0,6 3,2% 149,3%
% Growth
(yoy)No Uraian Pagu 2016
Realisasi Tw. IIPagu 2017
Realisasi Tw. II
Belanja
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
34
terbesar lainnya terjadi pada anggaran belanja
pegawai yang meningkat sebesar 123,6% (yoy)
dari Rp1,5 Triliun pada tahun 2016 menjadi Rp3,4
Triliun pada tahun anggaran berjalan.
Peningkatan ini salah satunya adalah untuk
pembayaran gaji pegawai dalam rangka
pengalihan fungsi dan kewenangan berdasarkan
Undang-undang Perangkat Daerah.
Sedangkan untuk Belanja Bantuan Sosial dan
Hibah terkontraksi -44,8% (yoy), sebagai dampak
pengalihan pos dana penyesuaian yang
sebelumnya ada di pos pendapatan APBD tahun
2016 dan kemudian dialokasikan pada pos DAK.
Sehingga pada neraca belanja, terjadi substitusi
dari pos belanja Bantuan Sosial dan Hibah dengan
pos Belanja Lainnya. Meskipun mengalami
penurunan yang cukup signifikan, pangsa Belanja
Bansos dan Hibah masih cukup tinggi, sebesar
24% dari total anggaran belanja.
Sejalan dengan perkembangan belanja pegawai,
anggaran untuk komponen belanja modal dan
belanja barang dan jasa juga mengalami
peningkatan masing-masing sebesar 81,7% (yoy)
dan 68,7% (yoy). Anggaran belanja modal tahun
2017 sebesar Rp2,2 Triliun dengan pangsa 17,3%
dari keseluruhan anggaran. Hal ini sejalan
dengan tema pembangunan baik di level nasional
maupun regional yang fokus pada percepatan
pembangunan infrastruktur. Selain itu komitmen
pemerintah untuk menjadikan Danau Toba
menjadi salah satu world heritage dan destinasi
wisata nasional, Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara juga mendorong percepatan penyelesaian
beberapa infrastruktur pendukung seperti
pembangunan jalan lingkar dalam dan luar
Kawasan Danau Toba serta pembangunan jalan
tol Tebing Tinggi-Pematang Siantar-Parapat-
Tarutung-Sibolga sejauh 175 km.
2.2.4 Realisasi Belanja Provinsi Sumatera Utara
Penyerapan realisasi belanja triwulan II tahun
2017 adalah sebesar 33,7% melambat dari
realisasi triwulan II tahun 2016. Secara umum
hampir keseluruhan realisasi anggaran belanja
mengalami perlambatan dibandingkan triwulan
yang sama tahun sebelumnya.
Perlambatan ini terutama disebabkan oleh
implementasi Peraturan Pemerintah No. 18
Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. APBD
baru diputuskan pada 31 Januari 2017 sedangkan
struktur organisasi Satuan Kerja Pemerintah
Daerah baru ditetapkan pada pertengahan
Februari 2017. Sehingga mulai pada bulan Maret
2017, masing-masing SKPD baru dapat
menjalankan kegiatan dan melakukan realisasi
anggaran. Sesuai polanya, realisasi belanja akan
terus meningkat dari triwulan I hingga akhir
tahun dimana puncak penyerapan biasanya
berlangsung pada triwulan IV (pola backloading).
Realisasi Belanja Pegawai pada triwulan II 2017
sebesar 41,5% lebih rendah dari triwulan II tahun
2016 sebesar 42,7%. Hal ini disebabkan oleh
breakdown penyaluran gaji ke-13 dan 14 pada
triwulan terpisah. Gaji ke-14 disalurkan pada Juni
2017 sedangkan gaji ke-13 disalurkan pada Juli
2017. Sedangkan pada tahun 2016, penyaluran
gaji ke-13 dan ke-14 direalisasikan pada triwulan
yang sama yaitu pada Juni 2016. Akan tetapi,
disebabkan oleh penyesuaian kewenangan
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten
kota, jumlah pegawai PNSD yang menjadi
kewenangan pemerintah provinsi meningkat
signifikan. Pada akhirnya selisih realisasi
anggaran belanja pegawai triwulan II tahun 2016
dengan triwulan II tahun 2017 hanya sebesar
6,1%.
Realisasi belanja modal menjadi akun yang paling
terdampak dari terlambatnya pengesahan APBD
2017 dan restrukturisasi SKPD. Meskipun secara
jumlah tumbuh signifikan mencapai 81,7% dari
tahun sebelumnya sebesar Rp1,2 Triliun.
Realisasi belanja modal hanya mencapai 1% atau
Rp23 Miliar dari total anggaran Rp2,2 Triliun.
Selain belanja modal, realisasi belanja Barang dan
Jasa melambat dari 16,5% pada triwulan II tahun
2016 menjadi 11,3% pada triwulan II 2017.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
35
Realisasi Belanja Bantuan Sosial dan Hibah
serta Belanja Transfer
Meskipun dari sisi nominal, anggaran belanja
Bansos dan Hibah dan Belanja Transfer
terkontraksi dibandingkan tahun sebelumnya,
realisasi kedua pos tersebut relatif tinggi.
Anggaran Belanja Bansos dan Hibah dan Belanja
Transfer masing-masing terealisasi sebesar
46,6% dan 60,1% pada triwulan II 2017. Angka ini
lebih tinggi dari realisasi belanja Bansos dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional
untuk Provinsi Sumatera Utara4 mencapai Rp19,5
Triliun untuk tahun 2017 tumbuh 1%
dibandingkan APBN Provinsi Sumatera Utara
tahun 2016. Berdasarkan jenis belanja, pangsa
terbesar terdapat pada Belanja Pegawai yang
mencapai 39,1% dari total keseluruhan anggaran
yang dikucurkan pemerintah pusat ke Pegawai
Kementerian di Provinsi Sumatera Utara.
Sedangkan pangsa terkecil adalah Belanja
Bantuan Sosial yang mencapai Rp64 Miliar atau
0,3% dari keseluruhan anggaran. Proporsi
masing-masing pos relatif tumbuh stabil
dibandingkan tahun sebelumnya. Kecuali pos
belanja barang yang terkontaksi -4,9% (yoy)
dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pos
Belanja Modal dan Belanja Bantuan Sosial
tumbuh 6,3% lebih tinggi dari APBD Provinsi
Sumatera Utara tahun 2016.
Berdasarkan fungsi, pos belanja Ekonomi
memiliki pangsa terbesar dari keseluruhan fungsi
mencapai 36%. Sedangkan fungsi dengan pangsa
terendah adalah Pariwisata dan Budaya yang
mencapai 0,1% dari keselurhan anggaran 2017.
Meskipun memiliki pangsa terkecil, fungsi
Pariwisata dan Budaya mencapai pertumbuhan
tertinggi pada angka 225%. Sementara itu, fungsi
Perumahan dan Fasilitas Umum terkontraksi -
30,2% (yoy) dibandingkan APBN Provinsi
Sumatera Utara tahun 2016.
Tabel 2.4 Realisasi APBN Triwulan I 2017
Pemerintah pusat mengalokasikan sejumlah anggaran
APBN untuk dibelanjakan di Sumatera Utara. Belanja
digunakan untuk membiayai gaji pegawai kementerian atau
instansi Pemerintah Paerah yang berada di Sumatera Utara
dan proyek-proyek infrastruktur strategis yang dicanangkan
oleh Pemerintah Daerah.
Pagu Pagu
Miliar Rp Miliar Rp %Pagu Miliar Rp Miliar Rp % Pagu
Belanja Pegawai 7.523 3003,3 39,9% 7.640 2845 37,2% 1,6%
Belanja Barang 6.009 1985 33,0% 5.717 1958,4 34,3% -4,9%
Belanja Modal 5.734 1540 26,9% 6.098 1840,5 30,2% 6,3%
Belanja Bantuan Sosial 64 23 35,9% 68 25 36,8% 6,3%
Agama 343 143,8 41,9% 439 151 34,4% 28,0%
Ekonomi 6.421 1.629,0 25,4% 7.022 1.881 26,8% 9,4%
Kesehatan 1.226 379,8 31,0% 1.093 370 33,9% -10,8%
Ketertiban dan Keamanan 3.196 1.465,0 45,8% 2.825 1.398 49,5% -11,6%
Lingkungan Hidup 344 95,9 27,9% 352 106 30,1% 2,3%
Pariwisata dan Budaya 4 1,2 30,0% 13 3 23,1% 225,0%
Pelayanan Umum 1.074 486,1 45,3% 857 367 42,8% -20,2%
Pendidikan 3.817 1.424,2 37,3% 4.023 1.476 36,7% 5,4%
Perlindungan Sosial 47 8,9 18,9% 45 8 17,3% -4,3%
Pertahanan 2.255 1.023,6 45,4% 2.428 1.073 44,2% 7,7%
Perumahan dan Fasilitas Umum 605 114,1 18,9% 422 94 22,2% -30,2%
Total 19.332 6.771,6 35,0% 19.519 6.927 35,5% 1,0%
% Growth
(yoy)Uraian
2016 2017
Berdasarkan Jenis Belanja
Berdasarkan Fungsi
Realisasi Tw II Realisasi Tw II
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
36
Realisasi APBN Provinsi Sumatera Utara
Berdasarkan Fungsi
Realisasi APBN Provinsi Sumatera Utara sampai
dengan triwulan II tahun 2017 mencapai Rp6,9
Triliun atau 35,5% dari Total Anggaran dan relatif
stabil dengan realisasi triwulan II tahun 2016.
Realisasi tertinggi terdapat pada fungsi
Ketertiban dan Keamanan yang mencapai 49,5%.
Belanja tertinggi terutama terjadi pada bulan Juni
2017 yang mencapai Rp331 Miliar terutama
untuk pos belanja gaji dan tunjangan serta
belanja Belanja barang untuk diserahkan kepada
masyarakat. Realisasi ini sehubungan dengan
pemberian tunjangan lebaran dan bantuan pada
bulan suci ramadhan. Sedangkan pos dengan
realisasi terendah adalah fungsi Perumahan dan
Fasilitas Umum sebesar Rp94 Miliar atau sebesar
22,2%. Kondisi ini sejalan dengan pola historisnya
dimana realisasi cenderung lebih rendah pada
awal tahun dan meningkat sampai dengan akhir
tahun. Hal ini disebabkan cukup lamanya proses
procurement.
Grafik 2.3 Pagu APBN di Sumatera Utara Berdasarkan
Fungsi
Sedangkan anggaran belanja untuk fungsi
ekonomi mencapai Rp1,8 Triliun, tumbuh 9,4%
(yoy) dibandingkan tahun 2016. Serapan
anggaran belanja fungsi ekonomi triwulan II
tahun 2017 mencapai 26,8%, lebih tinggi dari
triwulan II tahun 2017 yang mencapai 25,4%.
Serapan tertinggi terjadi pada bulan Mei untuk
sub pos Belanja Modal Jlaan, Irigasi dan Jaringan
yang mncapai RP320 Miliar.
Realisasi APBN Provinsi Sumatera Utara
Berdasarkan Jenis Belanja
Realisasi APBN Provinsi Sumatera Utara
berdasarkan Jenis Belanja, pos Belanja Pegawai
menjadi pos dengan tingkat realisasi tertinggi
untuk triwulan II 2017. Serapan anggaran untuk
jenis belanja pegawai mencapai Rp2,8 Triliun
atasu 37,2% dari pagu anggaran. Angka ini lebih
rendah dari realisasi triwulan II tahun 2016 yang
mencapai 39,9%. Sejalan dengan realisasi Belanja
APBD Provinsi Sumatera Utara tahun 2017,
Tingginya realisasi dibandingkan keseluruhan
anggaran belanja 2017 disebabkan oleh
pengalokasian gaji ke-14 pada triwulan berjalan.
sedangkan rendahnya alokasi dibandingkan
triwulan yang sama tahun 2016, disebabkan oleh
alokasi tunjangan pegawai pada triwulan II tahun
2016 tidak hanya gaji ke-14 tetapi juga gaji ke-13.
Dibandingkan dengan triwulan II tahun 2016,
realisasi belanja bantuan sosial triwulan II tahun
2017 sebesar Rp25 Miliar atau 36,8%, lebih tinggi
dari realisasi triwulan II 2016 yang mencapai
Rp23 Miliar atau 35,9%.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
37
BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI
DAERAH
Membaiknya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan II 2017 diikuti oleh terkendalinya
tekanan inflasi. Inflasi IHK pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 3,75% (yoy), menurun dibanding
triwulan I 2017 sebesar 3,91% (yoy). Capaian tersebut juga berada dibawah inflasi nasional yang
mencapai 4,4% (yoy). Rendahnya capaian inflasi ini terutama didorong oleh membaiknya pasokan
pangan sehingga mendorong penurunan harga pangan yang cukup dalam dibandingkan tahun 2016.
Dengan capaian tersebut, inflasi tahun kalender Sumatera Utara baru mencapai -0,43% (ytd).
Dengan perkembangan tersebut dan inflasi Juli 2017 yang masih tercatat mengalami deflasi, inflasi
2017 diperkirakan berada pada kisaran sasaran inflasi 4±1%. Sementara itu, tekanan inflasi inti juga
relatif menurun ditopang oleh apresiasi nilai tukar ditengah tingkat pendapatan masyarakat yang
masih tertekan oleh penurunan harga komoditas perkebunan. Meskipun demikian, tingkat
optimisme masyarakat dalam merealisasikan aktivitas konsumsinya masih cukup baik yang
tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen yang cenderung meningkat. Di sisi lain, tekanan inflasi
Administered Prices justru cenderung menahan lebih dalamnya penurunan tekanan inflasi. Tekanan
inflasi administered prices cenderung meningkat terkait dengan adanya penyesuaian beberapa
komoditas yang diatur pemerintah. Secara umum, rendahnya capaian inflasi mendorong optimisme
capaian inflasi tahunan 2017 yang diperkirakan berada pada sasaran inflasi nasional, yaitu sebesar
4±1%. Meski demikian, tetap patut diwaspadai risiko inflasi terkait dengan peningkatan tekanan
inflasi dari sisi administered prices terkait rencana penyesuaian BBM satu harga yang rencananya
akan dilaksanakan di penghujung tahun 2017.
ULOS BADAN PUCA
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
38
3.1 Kondisi Umum
Membaiknya pertumbuhan ekonomi Sumatera
Utara pada triwulan II 2017 diikuti oleh
terkendalinya tekanan inflasi. Inflasi IHK pada
triwulan II 2017 tercatat sebesar 3,75% (yoy),
menurun dibanding triwulan I 2017 sebesar
3,91% (yoy). Capaian tersebut di bawah inflasi
nasional yang mencapai 4,4% (yoy). Secara
spasial di Kawasan Sumatera, realisasi inflasi
tahunan Sumatera Utara merupakan yang
terendah di antara kawasan. Secara umum,
perkembangan inflasi Sumatera Utara hingga
triwulan II 2017 relatif rendah dan secara historis
merupakan realisasi inflasi triwulan II terendah
sejak 5 tahun terakhir. Rendahnya capaian inflasi
ini terutama didorong oleh membaiknya pasokan
pangan sehingga mendorong penurunan harga
pangan yang cukup tajam dibanding tahun 2016.
Dengan capaian ini, inflasi tahun kalender
Sumatera Utara baru mencapai -0,43% (ytd).
Dengan perkembangan tersebut dan inflasi Juli
2017 yang masih tercatat mengalami deflasi,
inflasi 2017 diperkirakan berada pada kisaran
sasaran inflasi 4±1%.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional
Berdasarkan disagregasinya, meredanya
tekanan inflasi Sumut pada triwulan II 2017
terutama didorong oleh penurunan tekanan
inflasi Volatile Foods. Kontribusi inflasi Volatile
Foods menurun tajam dari 0,65%(yoy/ triwulan I)
menjadi -0,22% (yoy). Sejalan dengan kondisi
tersebut kontribusi tekanan inflasi inti juga
menurun dari 2,4% (yoy) menjadi 1,9% (yoy).
Sementara, kontribusi administered prices
meningkat dari 0,85% (yoy) menjadi 1,99% (yoy).
Masih terasanya dampak penyesuaian tarif
PDAM serta tarif listrik terkait migrasi dari
golongan bersubsidi ke non subsidi mendorong
kenaikan tekanan inflasi Administered Prices.
Masih terbatasnya peningkatan permintaan
masyarakat terkait dengan perbaikan harga
komoditas perkebunan yang berjalan lambat
mendorong rendahnya demand pull inflation5
sehingga berkontribusi bagi menurunnya
tekanan inflasi inti pada triwulan II 2017.
Sementara itu, ekspektasi inflasi yang terkelola
dengan baik juga mendukung penurunan
kontribusi tekanan inflasi inti.
Pasokan pangan di pasaran yang membaik
mendorong penurunan tekanan inflasi volatile
foods. Dengan produksi yang lebih baik dari
tahun sebelumnya, pasokan khususnya bahan
pangan yang ada sejak awal tahun mencukupi
tingkat konsumsi masyarakat di Sumatera Utara.
Dengan demikian, di tengah kenaikan
permintaan untuk kebutuhan Hari Besar Besar
Keagamaan (HBKN) Ramadhan dan Lebaran,
harga pangan disepanjang triwulan II 2017
bergerak normal.
Sementara itu, beberapa kebijakan pemerintah
untuk melakukan penyesuaian terhadap
komoditas yang harganya diatur oleh pemerintah
memberikan sumbangan inflasi Administered
Prices. Adanya penyesuaian tarif PDAM dan
penyesuaian tahap akhir tarif listrik untuk
program pengalihan beberapa pelanggan
golongan subsidi ke non subsidi menjadi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
39
penyebab utama meningkatnya tekanan inflasi
kelompok administered prices pada triwulan II
2017.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.2 Kontribusi Inflasi Sumatera Utara
Secara spasial, kenaikan tekanan inflasi terjadi
pada dua kota Survei Biaya Hidup (SBH) di
Sumatera Utara. Kota dengan kenaikan tekanan
inflasi tertajam adalah Kota Sibolga, yaitu dari
3,2% (yoy) menjadi 5,7% (yoy), diikuti kenaikan
pada Kota Padangsidimpuan dari 3,8% (yoy)
menjadi 5,2% (yoy). Sementara itu, penurunan
tekanan inflasi terjadi di Kota Medan dari 3,9%
(yoy) menjadi 3,6% (yoy) dan Kota
Pematangsiantar yang menurun dari 4,7% (yoy)
menjadi 3,6% (yoy).
INFLASI BULANAN (% mtm) April 2017 Mei 2017 Juni 2017
-0,4% 0,1% 0,3%
Tingkat Inflasi bulanan Sumatera Utara sepanjang
triwulan II 2017 lebih rendah dibandingkan
dengan rataan historisnya dalam beberapa tahun
terakhir. Pada bulan April 2017 Sumatera Utara
mencatatkan deflasi -0,4% (mtm), sementara
bulan Mei dan Juni 2017 tercatat inflasi yang
rendah yaitu masing-masing sebesar 0,1% (mtm)
dan 0,3% (mtm).
Riset Perdagangan Antar Wilayah (2015), Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Deflasi pada bulan April 2017 terutama didorong
oleh penurunan tekanan inflasi volatile foods dan
inflasi inti, sementara inflasi administered prices
cenderung mengalami kenaikan. Peningkatan
tekanan inflasi administered prices terutama
terjadi seiring dengan masih berlangsungnya
program migrasi pelanggan 900 VA subsidi ke non
subsidi.
Inflasi inti cenderung turun pada bulan April 2017
seiring dengan kembali menurunnya harga
komoditas perkebunan sebagai sumber utama
pendapatan masyarakat Sumatera Utara, yang
kemudian mendorong penurunan daya beli
masyarakat. Lebih lanjut, ekspektasi inflasi yang
terkelola dengan baik menjelang bulan
Ramadhan mampu mendorong rendahnya
tekanan inflasi inti pada periode tersebut.
Sementara itu, penurunan harga komoditas pangan kembali terjadi memasuki triwulan II 2017 yang ditandai dengan rendahnya tekanan inflasi kelompok volatile foods. Pasokan pangan di pasaran masih melimpah, terutama pada komoditas bumbu-bumbuan. Cabai merah menjadi kontributor utama rendahnya inflasi Volatile Foods pada April 2017. Panen di beberapa sentra produksi dan tingginya animo petani dalam bertani cabai merah yang diiringi dengan atensi pemerintah pada tahun 2017 dalam mendorong peningkatan produksi tanaman cabai melalui upaya khusus tanaman cabai merah bersama dengan bawang merah, padi, jagung dan kedelai. Sementara itu, masih berlangsungnya musim panen di kawasan Jawa, baik untuk komoditas bawang merah maupun sayur mayur, juga berkontribusi dalam penurunan tekanan inflasi kelompok ini. Sekitar 27% kebutuhan bawang merah di Kota Medan dipasok dari Brebes, Jawa Tengah6.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
40
Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan I 2017
Sumber BPS
Memasuki bulan Mei, tekanan inflasi tercatat
sebesar 0,1% (mtm). Kenaikan tekanan inflasi
terutama bersumber dari kelompok
Administered Prices. Kenaikan tekanan inflasi
kelompok Administered Prices terus berlanjut
seiring dengan dampak kenaikan tarif listrik pra
bayar daya 900VA. Selain itu, dampak
peningkatan penumpang udara di awal bulan
Ramadhan terhadap tarif angkutan udara dan
kenaikan harga bensin non subsidi (Pertamax dan
Pertamax Plus) seiring dengan harga minyak
dunia yang meningkat turut menjadi
penyumbang inflasi pada bulan tersebut.
Kelompok volatile foods masih mengalami deflasi
terutama didorong oleh berlanjutnya penurunan
beberapa komoditas pada subkelompok daging
yaitu daging sapi, daging ayam ras, dan ayam
hidup. Hal tersebut sejalan dengan komitmen
semua pihak untuk menjaga kecukupan pasokan
daging ayam ras dan daging sapi untuk
memenuhi kebutuhan Ramadhan dan Lebaran.
Sementara itu, subkelompok bumbu-bumbuan
merupakan subkelompok dengan peningkatan
inflasi tertinggi. Peningkatan tersebut terutama
didorong oleh komoditas bawang putih dan cabai
merah. Peningkatan harga tersebut terutama
didorong oleh aktivitas konsumsi masyarakat
yang mulai meningkat.
Di kelompok inflasi inti Mei 2017 menunjukkan
ekspektasi inflasi yang terjaga. Kondisi tersebut
tercermin pada inflasi kelompok inti yang relatif
stabil, yang didukung juga oleh stabilitas nilai
tukar. Berdasarkan komoditasnya, stabilnya
tekanan inflasi inti tersebut didorong oleh harga
gula pasir seiring dengan penetapan harga
eceran tertinggi (HET) dari Pemerintah. Selain itu,
penurunan tarif ponsel juga menahan laju
tekanan inflasi inti.
Pada akhir triwulan II 2017,sesuai polanya inflasi
Sumatera Utara kembali meningkat, yaitu 0,3%
(mtm). Kembali meningkatnya tekanan inflasi
pada bulan Juni terutama didorong oleh inflasi
kelompok administered prices, sementara
tekanan volatile foods dan inflasi inti relatif
menurun.
Meningkatnya tekanan inflasi Administered
Prices turut menahan penurunan tekanan inflasi
lebih lanjut. Meningkatnya tekanan inflasi pada
kelompok ini terutama didorong oleh
penyesuaian tarif PDAM. Penyesuaian tarif PAM
akibat meningkatnya biaya operasional terkait
dengan tarif listrik yang terus meningkat, yang
didorong oleh kenaikan minyak dunia yang masih
berlanjut. Sementara itu, masih berlangsungnya
program migrasi pelanggan 900 VA subsidi ke non
subsidi turut mendorong meningkatnya tekanan
inflasi komoditas tarif listrik. Di sisi lain, sumber
tekanan inflasi dari tarif angkutan relatif rendah
seiring dengan ketersediaan alternatif moda
transportasi yang masih dapat memenuhi
lonjakan permintaan masyarakat dalam
menyemarakkan mudik Idul Fitri 2017.
Di Juni 2017 penurunan tekanan inflasi inti terjadi
seiring dengan apresiasi nilai tukar ditengah
tingkat pendapatan masyarakat yang masih
tertekan oleh penurunan harga komoditas
perkebunan. Meskipun demikian, tingkat
optimisme masyarakat dalam merealisasikan
aktivitas konsumsinya masih cukup baik yang
tercermin dari indeks Keyakinan Konsumen yang
cenderung meningkat. Sementara itu, baiknya
kondisi pasokan bahan pangan di pasaran
mampu mendorong kembali menurunnya
tekanan inflasi Volatile Foods.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
41
Meski penyesuaian tarif listrik bagi program
reformasi subsidi tepat guna telah selesai pada
bulan Mei 2017 lalu, namun tren perbaikan harga
minyak bumi dalam level yang cukup terbatas
berpotensi kembali disesuaikannya tarif listrik
maupun bahan bakar ke depan. Dengan melihat
risiko tersebut, Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID) Provinsi Sumatera Utara terus
meningkatkan koordinasi di level provinsi
maupun kabupaten/kota dalam menggiatkan
program-program pengendalian inflasi sesuai
dengan roadmap pengendalian inflasi yang telah
disusun sebelumnya, sehingga mampu
menggiring inflasi pada sasaran yang telah
ditetapkan.
3.2 Perkembangan Inflasi Non
Fundamental
Tekanan inflasi dari faktor non fundamental
meningkat. Kondisi tersebut terutama didorong
oleh peningkatan tekanan inflasi administered
prices sementara tekanan inflasi volatile foods
menurun. Membaiknya pasokan pangan
mendorong penurunan harga pangan, sementara
penyesuaian harga beberapa komoditas yang
diatur oleh pemerintah mendorong peningkatan
tekanan inflasi administered prices.
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok)
Grafik 3.3 Disagregasi Inflasi Sumut Tahunan
Penurunan tekanan inflasi volatile foods masih
menjadi pendorong utama penurunan tekanan
inflasi pada triwulan II 2017. Inflasi volatile foods
turun tajam dari 2,9% (yoy) menjadi deflasi -
0,20% (yoy). Meredanya tekanan inflasi
kelompok ini terjadi pada subkelompok bumbu-
bumbuan, ikan segar, telur, susu, dan hasil-
hasilnya.
Harga bumbu-bumbuan terpantau mulai kembali
ke level yang relatif rendah sehingga mendorong
penurunan tekanan inflasi pada subkelompok
bumbu-bumbuan dari -7,96% (yoy) menjadi –
23,21% (yoy). Cabai merah menjadi komoditas
dengan kontribusi penurunan tekanan inflasi
tertinggi, yaitu sebesar -31,53% (yoy).
Membaiknya pasokan cabai merah di pasaran
mendorong penurunan harga cabai merah yang
tercatat tinggi di sepanjang tahun 2016 akibat
gangguan produksi. Aktivitas panen dan stok
yang melimpah pada beberapa sentra produksi
mendorong penurunan harga cabai merah yang
cukup signifikan.
Memasuki triwulan III 2017, tekanan inflasi
kelompok volatile foods diperkirakan meningkat
berkenaan dengan berakhirnya periode panen
raya komoditas pangan dan mulai memasuki
tahun ajaran baru. Di tengah konsumsi
masyarakat yang mulai termoderasi pasca
berakhirnya perayaan Lebaran, tekanan inflasi
dari komoditas pangan diperkirakan akan mulai
meningkat. Tekanan tersebut terutama
bersumber dari subkelompok bahan makanan
seperti daging dan bumbu-bumbuan. Potensi
kenaikan daging sapi sudah terlihat pasca
Lebaran dimana harga cenderung tetap pada
level yang tinggi.
Terkendalinya inflasi Lebaran pada tahun 2017
merupakan hasil koordinasi dan upaya berbagai
pihak terkait di seluruh kabupaten/kota dalam
menjaga pasokan komoditas pangan. Namun
demikian, daging sapi masih mengalami kenaikan
yang cukup signifikan serta terdapat indikasi
terjadinya defisit cabai merah di bulan Agustus
karena data luas tanam Mei turun cukup drastis.
Guna memitigasi hal tersebut, TPID Provinsi
Sumatera Utara melalui Disperindag Provinsi
Sumatera Utara akan mengoptimalkan kerjasama
perdagangan antar provinsi dan bersama dengan
Bulog akan melakukan hilirisasi guna
meningkatkan produksi cabai dengan
memperdayakan BUMD dan asosiasi yang ada. Di
sisi lain, terkendalinya inflasi Lebaran 2017 tidak
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
42
terlepas dari peran BULOG yang senantiasa
menjaga kecukupan stok beras.
Sumber: BULOG
Grafik 3.4 Stok Beras Bulog
Sementara itu, peningkatan tekanan inflasi
administered prices (AP) cenderung menahan
lebih dalamnya penurunan tekanan inflasi.
Tekanan inflasi administered prices cenderung
meningkat. Peningkatan tekanan inflasi terutama
terjadi pada subkelompok Bahan Bakar,
Penerangan dan Air. Sementara itu, tekanan
inflasi subkelompok Minuman yang Tidak
Beralkohol relatif menurun.
Tekanan inflasi subkelompok Bahan Bakar,
Penerangan dan Air meningkat signifikan dari -
8,3% (yoy) menjadi 22,2% (yoy). Adanya
kebijakan pemerintah dalam menerapkan
kebijakan subsidi tepat sasaran untuk pelanggan
listrik rumah tangga daya 900 VA mendorong
peningkatan tarif listrik7.
Periode puncak inflasi yang pada umumnya
terjadi pada periode Ramadhan dan Idul Fitri
telah terlalui dengan baik. Pasokan masih terus
membanjiri pasaran sehingga masih dapat
memenuhi lonjakan permintaan masyarakat
hingga semester pertama tahun 2017. Kondisi
yang relatif baik ini diperkirakan akan terus
berlanjut mengingat periode panen raya kedua
Permen ESDM No. 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga
Listrik yang Disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara
(Persero)
umumnya terjadi menjelang akhir tahun
berjalan.
Di sisi lain, kondisi cuaca diperkirakan masih
cukup kondusif dalam menopang aktivitas panen
tanaman pangan. Sehingga, lonjakan permintaan
akhir tahun yang biasanya meningkat
diperkirakan masih dapat direspon dengan baik
oleh kondisi pasokan di pasaran. Sementara itu,
masih rendahnya kenaikan harga komoditas
perkebunan diperkirakan akan menahan laju
permintaan masyarakat.
Lebih lanjut, potensi risiko inflasi dari sisi
Administered Prices ke depan masih cukup tinggi
utamanya didorong oleh rencana pemberlakuan
BBM satu harga. Meski penyesuaian tarif listrik
bagi program reformasi subsidi tepat guna telah
selesai pada bulan Mei 2017 lalu, namun tren
perbaikan harga minyak bumi meski dalam level
yang cukup terbatas menimbulkan potensi
kembali disesuaikannya tarif listrik maupun
bahan bakar ke depan.
3.3 Perkembangan Inflasi
Fundamental
Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan
ekonomi, tekanan inflasi inti turut melandai dari
4,6% (yoy) menjadi 3,6% (yoy). Penurunan
tekanan inflasi inti ditopang oleh relatif
terjaganya permintaan masyarakat yang masih
dapat direspon dengan baik oleh sisi penawaran.
Hal tersebut juga turut diiringi oleh stabilitas nilai
tukar yang relatif terjaga serta ekspektasi inflasi
yang terkelola dengan baik.
Tingginya kebutuhan komunikasi dalam rangka
Lebaran, persiapan menyambut tahun ajaran
baru, serta kebutuhan dalam memenuhi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
43
makanan dan minuman khas Lebaran
mendorong tekanan pada inflasi inti. Tingginya
permintaan masyarakat ini turut terkonfirmasi
dari Indeks Keyakinan Konsumen yang cenderung
meningkat pada bulan Juni 2017. Hal ini
mencerminkan daya beli masyarakat yang masih
kuat seiring dengan adanya pencairan Tunjangan
Hari Raya (THR) dan gaji ke 14 bagi PNS meski ada
tekanan penurunan harga komoditas
perkebunan.
Sementara itu, ekspektasi inflasi diperkirakan
relatif tertekan, tercermin pada ekspektasi inflasi
di level pedagang yang bergerak moderat.
Namun demikian, nilai tukar yang cenderung
apresiatif pada periode mendatang diperkirakan
akan mendorong perbaikan ekspektasi inflasi
kedepan.
Grafik 3.5 Ekspektasi Inflasi
Grafik 3.6 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika
Memasuki awal triwulan III 2017 peningkatan
tekanan inflasi terutama didorong oleh
peningkatan tekanan inflasi inti terutama
menjelang masuk sekolah. Meningkatnya
permintaan masyarakat dalam persiapan masuk
sekolah mendorong lonjakan permintaan pada
subkelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga.
Realisasi inflasi Juli yang sebesar 0,25% (mtm)
atau 3,82% (yoy) menunjukkan bahwa tekanan
inflasi yang relatif masih terkendali. Kondisi
tersebut juga didukung oleh kondisi pasokan
uang masih terjaga.
3.4 Inflasi Menurut Kelompok
Barang dan Jasa
Berdasarkan kelompok barang dan jasa,
stabilnya tekanan inflasi pada triwulan II 2017
didorong oleh meredanya tekanan inflasi
kelompok bahan makanan dan sandang. Kedua
kelompok tersebut berkontribusi dalam inflasi
umum Sumatera Utara dengan pangsa mencapai
47%. Sementara itu, kelompok barang dan jasa
lainnya cenderung stabil bahkan meningkat.
Tabel 3.2 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa
3.4.1 Kelompok Bahan Makanan
Kelompok bahan makanan merupakan
kelompok dengan penurunan tekanan inflasi
tertinggi pada triwulan II 2017, yaitu dari 3,5%
(yoy) menjadi 0,2% (yoy). Penurunan tekanan
inflasi tertajam terjadi pada subkelompok
bumbu-bumbuan yang turun signifikan dari -
8,0% (yoy) menjadi -23,2% (yoy) disusul oleh ikan
segar yang turun dari 12,8% (yoy) menjadi 11,7%
(yoy), dan diikuti oleh subkelompok telur, susu,
dan hasil-hasilnya dari 2,6% (yoy) menjadi 1,3%
(yoy).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
penurunan tekanan inflasi kelompok bumbu-
bumbuan, terutama oleh komoditas cabai merah
dan bawang putih, terjadi seiring dengan masih
terpenuhinya permintaan masyarakat oleh
kondisi pasokan yang ada. Beberapa sentra cabai
merah di Sumatera Utara juga telah melakukan
aktivitas panen di dataran tinggi, terutama
Kabupaten Karo. Penurunan tekanan inflasi juga
I II III IV I II
Bahan Makanan 14.8 5.4 12.5 14.9 3.5 0.2
Makanan Jadi, Minuman, Rokok&Tembakau 10.8 11.9 13.5 11.9 6.9 5.5
Perumahan, Air, listrik, Gas & BB 3.0 1.6 1.9 2.5 4.4 7.6
Sandang 4.8 6.3 7.2 2.8 1.2 -1.1
Kesehatan 4.9 4.7 4.5 4.8 5.0 3.8
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 6.0 6.5 4.5 4.1 4.1 3.6
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 1.8 -1.1 -2.0 -1.8 1.9 3.8
Umum 7.2 4.3 6.0 6.3 3.9 3.8
Kelompok2016 2017
Arah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
44
ditopang oleh penurunan harga bawang merah
dan bawang putih seiring dengan baiknya
pasokan, yang dipenuhi baik oleh impor antar
daerah maupun impor luar negeri.
Penurunan tekanan inflasi juga terlihat pada
subkelompok sayur-sayuran yang turun dari 5,6%
(yoy) menjadi -2,1% (yoy). Penurunan
subkelompok ini terutama didorong oleh
penurunan tekanan inflasi pada komoditas daun
seledri yang turun dari 20,8% (yoy) menjadi -
39,6% (yoy) serta terong panjang yang turun dari
52,1% (yoy) menjadi 39,4% (yoy). Akibat erupsi
Gunung Sinabung kembali terjadi, menyebabkan
kerusakan pada tanaman pangan. Seiring dengan
baiknya pasokan cabe merah di pasaran,
permintaan cabe hijau sebagai substitusi cabe
merah juga cenderung menurun. Sementara itu,
tingkat permintaan masyarakat juga masih
terjaga dengan baik.
Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Sumber: BPS, diolah
Sementara itu, berlanjutnya kenaikan inflasi
komoditas ikan diawetkan menahan penurunan
tekanan inflasi kelompok bahan makanan lebih
lanjut. Subkelompok ini meningkat dari 24,6%
(yoy) menjadi 29,1% (yoy). Hal ini didorong oleh
kondisi pasokan yang semakin menipis seiring
dengan menurunnya aktivitas melaut nelayan.
Kenaikan tekanan inflasi terutama terjadi pada
komoditas ikan campur, teri, dan kembung rebus.
Kenaikan tekanan inflasi subkelompok buah-
buahan juga mendorong kenaikan tekanan inflasi
bahan makanan, terutama yang bersumber dari
komoditas tomat buah. Akibat abu vulkanik yang
keluar dari erupsi Gunung Sinabung
menyebabkan banyak tanaman mengalami
kerusakan. Abu vulkanik dengan kondisi yang
cukup tebal menghinggapi tanaman milik
masyarakat sehingga tanaman musnah dan gagal
pertumbuhan.
Begitu juga dengan subkelompok lemak dan
minyak yang cenderung meningkat dari 6,3%
(yoy) menjadi 7,0% (yoy). Hal ini terutama
didorong oleh meningkatnya harga kelapa dari
6,2% (yoy) menjadi 9,7% (yoy). Peningkatan
kebutuhan akan komoditas kelapa dalam
penggunaannya sebagai komponen makanan
santan pada Ramadhan dan Idul Fitri
menyebabkan tingginya permintaan terhadap
kelapa.
Memasuki triwulan III 2017, tekanan inflasi
kelompok bahan makanan mulai meningkat ke
4,7% (yoy). Hal ini didorong terutama oleh
kenaikan tekanan inflasi pada subkelompok
daging dan hasil-hasilnya. Potensi kenaikan
daging sapi sudah terlihat pasca Lebaran dimana
harga cenderung tetap pada level yang cukup
tinggi.
3.4.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman,
Rokok dan Tembakau
Penurunan harga bahan baku juga mendorong
rendahnya capaian inflasi kelompok makanan
jadi, minuman, rokok dan tembakau dari 6,9%
(yoy) menjadi 5,6% (yoy). Penurunan tekanan
inflasi terjadi pada subkelompok minuman yang
tidak beralkohol. Rendahnya capaian inflasi
subkelompok minuman yang tidak beralkohol
terutama pada komoditas jus buah. Hal tersebut
berkaitan dengan maraknya penjualan jus buah
sebagai hidangan pembuka pada masa
Ramadhan sehingga pasokan terpenuhi.
Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman,
Rokok, dan Tembakau
Memasuki triwulan III 2017, tekanan inflasi
kelompok ini kembali menurun dari 5,6% (yoy)
menjadi 5,0% (yoy). Penurunan tekanan inflasi
I II III IV I II
BAHAN MAKANAN 14.8 5.4 12.5 14.9 3.5 0.18
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 7.7 6.3 1.7 -1.5 -0.1 0.6
Daging dan Hasil-hasilnya 12.4 9.8 -0.5 4.6 4.6 -3.4
Ikan Segar 0.3 -0.9 3.0 4.3 12.8 11.8
Ikan Diawetkan 2.5 0.6 0.7 10.1 24.6 29.1
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 7.9 4.6 3.1 3.7 2.6 1.3
Sayur-sayuran 10.6 15.0 17.6 16.0 5.6 -2.1
Kacang-kacangan 8.3 11.2 8.9 8.2 2.2 0.7
Buah-buahan 4.9 1.8 -0.8 -1.1 1.8 4.0
Bumbu-bumbuan 101.2 8.8 83.5 88.5 -8.0 -23.2
Lemak dan Minyak -2.3 -1.5 5.0 6.2 6.4 7.0
Bahan Makanan Lainnya 6.5 9.5 9.9 10.1 11.2 5.8
Arah Kelompok2016 2017
I II III IV I II
MAKANAN JADI 10.7 11.9 13.5 11.9 6.9 5.5
Makanan Jadi 7.1 7.9 9.4 9.5 5.0 5.6
Minuman yang Tidak Beralkohol 8.8 12.8 12.1 12.2 9.3 -0.7
Tembakau dan Minuman Beralkohol 18.7 18.6 21.5 15.3 8.4 8.5
Kelompok Arah 2016 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
45
terutama didorong oleh penurunan tekanan
inflasi subkelompok minuman yang tidak
beralkohol.
3.4.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas
dan Bahan Bakar
Tekanan inflasi kelompok perumahan, air, listrik,
gas dan bahan bakar relatif meningkat dari 4,4%
(yoy) menjadi 7,6% (yoy). Hal ini terutama
didorong oleh peningkatan tekanan inflasi
subkelompok bahan bakar, penerangan dan air
sementara tekanan inflasi subkelompok lain
cenderung stabil bahkan menurun.
Melonjaknya tekanan inflasi subkelompok bahan
bakar, penerangan dan air dari -8,3% (yoy)
menjadi 22,2% (yoy) terutama didorong oleh
kenaikan tarif listrik akibat adanya proses migrasi
pelanggan subsidi untuk golongan 900 VA, yang
disertai dengan kenaikan tarif listrik untuk
pelanggan listrik non subsidi seiring dengan
perkembangan harga minyak WTI yang
meningkat serta nilai tukar yang cenderung
depresiatif.
Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas
dan Bahan Bakar
Pada bulan Juli 2017, tekanan inflasi kelompok
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
menurun dari 7,6% (yoy) pada Juni 2017 menjadi
7,1% (yoy). Penurunan tekanan inflasi pada
seluruh subkelompok diperkirakan stabil setelah
selesainya penyesuaian subsidi tarif listrik pada
Juni 2017 dan rencana Pemerintah untuk tidak
menaikkan harga BBM hingga akhir tahun.
3.4.4 Kelompok Sandang
Penurunan tekanan inflasi kelompok sandang
dari 1,2% (yoy) menjadi -1,1% (yoy) juga turut
mendorong penurunan tekanan inflasi pada
triwulan II 2017. Penurunan tekanan inflasi
kelompok ini terutama didorong oleh
berakhirnya puncak permintaan masyarakat akan
komoditas sandang yang biasanya memuncak
pada akhir periode Lebaran.
Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang
Memasuki bulan Juli 2017, tekanan inflasi
kelompok sandang relatif menurun. Melemahnya
tekanan harga pada kelompok sandang didorong
oleh penurunan tekanan harga pada
subkelompok komoditasnya seperti
subkelompok sandang pria dewasa dan
subkelompok sandang wanita dewasa.
3.4.5 Kelompok Kesehatan
Kelompok kesehatan pada triwulan II 2017
mengalami penurunan dari 5,0% (yoy) menjadi
3,8% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi
pada seluruh subkelompok. Kenaikan tarif listrik
yang terjadi pada triwulan I mendorong kenaikan
biaya operasional penyelenggara jasa perawatan
jasmani. Dengan demikian, tarif gunting rambut
relatif meningkat.
Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan
Memasuki semester II 2017, tekanan inflasi
kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga
masih relatif stabil di level 3,8% (yoy). Stabilisasi
kelompok ini tidak terlepas dari berakhirnya
periode masuknya tahun ajaran baru. Stabilisasi
ini diperkirakan terus berlanjut hingga akhir
triwulan III 2017.
3.4.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan
Olah Raga
Penurunan tekanan inflasi terjadi pada
pendidikan, rekreasi dan olahraga dari 4,1% (yoy)
menjadi 3,6% (yoy). Hal ini terutama didorong
oleh penurunan tekanan inflasi pada
I II III IV I II
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BB 3.0 1.6 1.9 2.5 4.4 7.6
Biaya Tempat Tinggal 4.3 3.5 3.2 3.0 2.6 2.4
Bahan Bakar, Penerangan dan Air -0.6 -3.7 -2.1 -0.6 8.3 22.2
Perlengkapan Rumah Tangga 6.3 8.4 8.7 7.0 4.9 3.0
Penyelenggaraan Rumah Tangga 3.9 2.3 2.4 3.8 4.0 3.5
Kelompok Arah 2016 2017
I II III IV I II
SANDANG 4.8 6.3 7.2 2.8 1.2 -1.1
Sandang Laki-Laki 2.7 2.4 4.3 -2.0 -1.3 -4.2
Sandang Wanita 10.1 11.0 8.8 5.1 -0.1 -1.4
Sandang Anak-Anak 3.5 5.1 5.5 1.9 2.1 -0.5
Barang Pribadi dan Sandang Lain 3.4 7.3 10.4 6.5 5.0 1.9
Kelompok Arah 2016 2017
I II III IV I II
KESEHATAN 4.9 4.7 4.5 4.8 5.0 3.8
Jasa Kesehatan 0.9 3.1 5.4 5.3 5.2 4.6
Obat-obatan 2.1 2.8 2.6 3.1 2.7 2.4
Jasa Perawatan Jasmani 2.4 6.0 6.2 6.3 8.9 6.8
Perawatan Jasmani dan Kosmetika 9.4 6.1 4.1 4.7 5.0 3.1
Kelompok Arah 2016 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
46
subkelompok pendidikan serta rekreasi.
Kenaikan tekanan inflasi terjadi pada
subkelompok perlengkapan/ peralatan
pendidikan dan olahraga.
Kelompok pendidikan cenderung mengalami
penurunan pada hampir seluruh subkelompok
karena belum memasuki masa tahun ajaran baru.
Dampak pergerakan inflasi akan terlihat pada
inflasi bulan depan.
Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan
Olahraga
Memasuki semester II 2017, tekanan inflasi
kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga
masih relatif stabil di level 3,0% (yoy). Stabilisasi
kelompok ini tidak terlepas dari berakhirnya
periode masuknya tahun ajaran baru. Stabilisasi
ini diperkirakan terus berlanjut hingga akhir
triwulan III 2017.
3.4.7 Kelompok Transportasi, Komunikasi dan
Jasa Keuangan
Naiknya tekanan inflasi kelompok transpor,
komunikasi dan jasa keuangan dari 1,9% (yoy)
menjadi 3,8% (yoy) menahan penurunan tekanan
inflasi umum lebih lanjut. Peningkatan tekanan
inflasi terutama didorong oleh peningkatan
tekanan inflasi subkelompok transpor.
Sementara itu, subkelompok komunikasi dan
pengiriman serta sarana dan penunjang transpor
mengalami penurunan tekanan inflasi sedangkan
tekanan inflasi jasa keuangan relatif minimal.
Sumber inflasi pada subkelompok transpor
diperkirakan terkait dengan dampak Lebaran dan
libur anak sekolah sehingga tarif angkutan udara
meningkat signifikan. Peningkatan tekanan inflasi
pada subkelompok transpor juga didorong oleh
peningkatan harga komoditas bensin, terutama
untuk bensin non subsidi seiring dengan tren
perbaikan harga minyak dunia yang masih cukup
kuat yang turut ditunjang oleh nilai tukar yang
cenderung apresiatif.
Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan
Jasa Keuangan
Pada bulan Juli 2017, tekanan inflasi kelompok
transpor, komunikasi dan jasa keuangan
mengalami penurunan dari 3,8% (yoy) menjadi
3,4% (yoy). Penurunan ini terutama didorong
oleh berakhirnya penyesuaian harga bahan bakar
non subsidi seiring dengan perbaikan harga
komoditas minyak dunia. Kondisi ini diperkirakan
terus berlanjut hingga akhir triwulan III 2017..
3.5 Perbandingan Inflasi Antar
Provinsi/Kota di Sumatera
Secara agregat, laju inflasi tahunan Pulau
Sumatera pada triwulan II 2017 tercatat sebesar
3,7% (yoy), di atas laju inflasi nasional sebesar
4,4% (yoy). Hampir seluruh provinsi mencapai
tekanan inflasi di bawah 5%, kecuali Provinsi
Riau, Provinsi Bengkulu, Provinsi Lampung, dan
Provinsi Bangka Belitung. Penurunan tekanan
inflasi terjadi terutama pada kelompok volatile
foods, sementara tekanan inflasi inti cenderung
stabil dan tekanan inflasi administered prices
cenderung meningkat.
Tabel 3.10 Inflasi Spasial Sumatera
PROVINSI Tw I-17 Tw II-17
ACEH 3,4 4,0
SUMUT 3,9 3,7
SUMBAR 3,8 5,0
RIAU 5,0 6,2
JAMBI 2,8 3,8
KEPRI 3,1 4,7
SUMSEL 3,7 4,3
BENGKULU 6,0 5,4
BABEL 6,4 7,1
LAMPUNG 3,7 4,9
3.6 Upaya Pengendalian Inflasi
Meski tekanan inflasi pada triwulan I 2017 relatif
rendah, namun koordinasi TPID se-Sumatera
I II III IV I II
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 6.0 6.5 4.5 4.1 4.1 3.6
Pendidikan 9.2 10.1 7.0 6.9 6.9 6.1
Kursus-Kursus / Pelatihan 0.6 0.7 0.4 0.3 0.4 0.7
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 4.3 4.2 1.6 1.2 0.0 0.2
Rekreasi 1.6 2.1 1.4 -0.1 0.5 0.0
Olahraga 0.7 0.8 0.9 0.5 0.3 1.0
Kelompok Arah 2016 2017
I II III IV I II
TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN 1.8 -1.1 -2.0 -1.8 1.9 3.8
Transpor 2.0 -2.0 -3.4 -3.3 -0.3 2.4
Komunikasi dan Pengiriman 0.1 0.1 0.6 2.1 4.2 4.0
Sarana dan Penunjang Transpor 3.5 3.8 4.1 3.4 18.7 17.6
Jasa Keuangan 1.5 1.6 1.6 1.6 0.0 0.0
Kelompok Arah 2016 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
47
Utara masih terus dieratkan untuk menjangkar
capaian inflasi tahun 2017 kembali ke
sasarannya, yaitu 4±1%. Adapun program
pengendalian harga telah disusun secara
sistematis dan berkesinambungan sesuai dengan
roadmap pengendalian inflasi yang telah disusun
sebelumnya. Beberapa program diantaranya
meliputi:
1. Pembentukan BUMD pangan untuk stabilisasi
harga, menjamin ketersediaan pasokan dan
memangkas jalur distribusi. Dengan
keberadaan BUMD pangan, Pemerintah dapat
secara aktif melakukan pemenuhan pasokan,
pembelian dan penyaluran ke pedagang
eceran yang langsung berhubungan ke
konsumen sehingga beban yang harus
dibayarkan oleh konsumen berkurang.
Apabila dibutuhkan, BUMD pangan juga bisa
melakukan sourcing ke provinsi lain untuk
menambah pasokan di dalam provinsi serta
membantu melakukan penjualan ke provinsi
lain. Terdapat 2 BUMD pangan yang saat ini
sedang dalam proses pembentukan, yaitu
BUMD pangan Provinsi Sumut dan BUMD
pangan Kabupaten Deli Serdang.
2. Pembuatan pasar induk provinsi dan
pembenahan PD Pasar Kota Medan. Saat ini
Pemerintah Provinsi Sumut sedang dalam
tahap perencanaan pembuatan pasar induk
provinsi sekaligus sebagai tempat pemasaran
yang bersinergi dengan BUMD pangan
bentukan. Sementara pembenahan PD Pasar
Kota Medan akan terus dilakukan.
3. Penguatan peran Toko Tani. Toko Tani di
Sumatera Utara telah menjadi lokasi belanja
beras murah bagi para masyarakat.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
berencana untuk menambah cabang Toko
Tani, serta melakukan perluasan wewenang
dengan menambah komoditas lainnya.Toko
Tani disini sekaligus berfungsi sebagai sarana
pemasaran, yang menjembatani antara
penjual dan konsumen akhir.
4. Perluasan area tanam dan peningkatan indeks
tanam padi. Dinas Tanaman Pangan dan
Hortikultura Sumatera Utara akan
berkoordinasi untuk melakukan perluasan
area tanam, khususnya untuk komoditas
pangan strategis seperti cabai merah. Salah
satunya, Deli Serdang, berkerja sama dengan
Bank Indonesia, akan mendirikan klaster cabai
merah dengan harapan dapat berfungsi
sebagai buffer pasokan bagi Kota Medan.
Selain itu, peningkatan indeks tanam melalui
modernisasi dan penggunaan bibit unggul,
juga terus diupayakan Dinas Pertanian untuk
peningkatan produksi padi Sumatera Utara.
5. Penguatan peran para penyuluh. Terjadinya
serangan virus kuning pada paruh kedua
tahun 2016 menjadi pelajaran berharga atas
pentingnya peran para penyuluh dalam
memberikan arahan bagi para petani sehingga
kejadian serupa tidak terjadi kembali.
6. Perencanaan tanam dan kalender tanam yang
terintegrasi dan akurat. Untuk menanggulangi
kejadian overproduksi atau kurangnya volume
panen, perencanaan tanam dan kalender
tanam yang lebih akurat dan terintegrasi di
level provinsi menjadi fokus utama TPID
Provinsi Sumut.
7. Penjajakan kerjasama dengan distributor
besar komoditas pangan. Melihat besarnya
kemampuan para distributor pangan dalam
menentukan harga, TPID Provinsi Sumut
berencana melakukan pendekatan dan
penyelarasan visi dengan distributor utama
komoditas pangan, agar mereka menjadi
bagian dalam pengendalian harga.
8. Melakukan penguatan basis data dalam
menunjang pengambilan keputusan maupun
perumusan program pengendalian inflasi
daerah.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
48
Pola Inflasi Menyambut Ramadhan
Puasa dan Lebaran umumnya merupakan salah salah satu moment dimana permintaan masyarakat akan barang
dan jasa meningkat. Ya, faktor psikologis-lah yang mendorong rasa ingin membeli lebih banyak dari biasanya.
Menyikapi hal tersebut, dalam rangka persiapan menjelang lebaran, Tim Pengendalian Inflasi Daerah se-
Sumatera Utara melakukan rapat koordinasi guna memastikan seluruh ketersediaan pangan pokok dalam
kondisi cukup, dapat didistribusikan dengan baik, serta dalam kondisi yang layak. Di sisi lain, iklan layanan
masyarakat belanja bijak untuk mengelola ekspektasi inflasi serta talkshow ketersediaan pasokan pangan juga
tak henti ditayangkan di beberapa stasiun TV dan radio lokal. Selain itu, TPID Kota Medan juga berinisiatif
melakukan operasi pasar di 140 titik di Medan. BULOG sebagai buffer stok beras juga tak luput memastikan
ketersediaan beras menjelang lebaran serta melakukan penjualan barang kebutuhan pokok pada Rumah Bulog.
Selain itu, kedatangan Menteri Perdagangan, Bp.Enggartiasto Lukita, ke Sumatera Utara dalam rangka sosialisasi
penetapan HET Gula Pasir juga menjadi jurus jitu dalam mengelola inflasi lebaran
Hasilnya berbuah manis. Inflasi Lebaran Sumatera Utara Terkendali. Inflasi Juni 2017 tercatat sebesar 0,26%
(mtm) atau 3,75% (yoy). Inflasi pada musim lebaran kali ini merupakan inflasi terendah dalam tiga tahun terakhir.
Lebih lanjut, pencapaian inflasi Sumut secara bulanan dan kumulatif lebih rendah dibandingkan dengan nasional
yang tercatat sebesar 0,69% (mtm) dan 4,37% (yoy)
Tabel 3.11 Inflasi Sumut dan Nasional Bulan Juni 3 tahun terakhir
Sumber : BPS diolah
Grafik 3.7 Disagregasi Inflasi Sumut (yoy)
Secara tahunan, tekanan inflasi Sumatera Utara relatif menurun dari 4,29% (yoy) menjadi 3,75% (yoy).
Penurunan tekanan inflasi terutama didorong oleh penurunan tekanan inflasi volatile foods. Tekanan inflasi ini
juga menurun sementara tekanan inflasi administered prices cenderung meningkat. Penurunan inflasi volatile
2015 2016
II II II Juli
IHK mtm 0.54 0.66 0.69 0.22
IHK yoy 7.26 3.45 4.37 3.88
IHK mtm 0.84 0.78 0.26 0.25
IHK yoy 7.82 4.32 3.75 3.82
2017Inflasi
Nasional
Sumatera Utara
Suplemen 3
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
49
foods terutama didorong oleh penurunan harga cabai merah. Rendahnya inflasi kelompok ini juga didukung oleh
stabilitas harga beras.
Sumber : SPH Diolah
Grafik 3.8 Harga Bumbu-Bumbuan Grafik 3.9 Harga Beras
Penurunan tekanan inflasi inti dari 4,24% (yoy) menjadi 3,63% (yoy) terjadi seiring dengan apresiasi nilai tukar
yang terus terjadi ditengah tingkat pendapatan masyarakat yang masih terkendala penurunan harga komoditas
perkebunan. Adapun peningkatan tekanan inflasi administered prices menahan penurunan tekanan inflasi lebih
lanjut, yaitu dari 6,58% (yoy) menjadi 8,51% (yoy). Berlanjutnya program penyesuaian tarif listrik untuk beberapa
golongan yang disertai dengan penyesuaian tarif PDAM mendorong peningkatan tekanan inflasi kelompok ini.
Dengan demikian, inflasi tahun kalender Sumatera Utara pada bulan Juni 2017 masih relatif rendah, yaitu -0,43%
(ytd), jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat 2,38% (ytd).
Hal ini tentunya tidak terlepas dari koordinasi dan komunikasi yang menjadi kunci dalam mengelola inflasi,
dukungan dan inisiatif TPID Sumatera Utara juga menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan rendahnya
inflasi. Untuk itu, terobosan program yang inovatif sangat diperlukan, khusunya dalam rangka pengendalian
inflasi Sumatera Utara.
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8
2015 2016 2017
Cabai Merah Bawang Merah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
50
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
51
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
DAN UMKM
Membaiknya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2017 ditopang oleh stabilitas keuangan Sumatera Utara yang relatif terjaga. Kinerja perbankan di Sumatera Utara menunjukkan intermediasi perbankan yang cukup baik yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang telah mencapai 92,2% disertai dengan risiko kredit yang masih di bawah level indikatif (2,8%). Meskipun demikian, kinerja perbankan masih belum optimal terkait dengan perkembangan aset, dana dan kredit yang cenderung melambat.
Sejalan dengan hal tersebut, perbaikan perekonomian Sumatera Utara turut ditopang oleh kondisi ketahanan korporasi di Sumatera Utara yang masih terjaga. Risiko rentabilitas, solvabilitas, dan interest service coverage ratio membaik, sementara tingkat risiko likuiditas, turn over aset dan persediaan relatif stabil. Membaiknya kinerja korporasi pada triwulan II 2017 diperkirakan didorong oleh korporasi yang terus melakukan efisiensi akibat belum cukup kuatnya tingkat permintaan ditengah harga jual yang cenderung menurun.
ULOS RAGIHOTANG
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
52
Tabel 4.1 Indikator Perbankan Provinsi Sumatera Utara
Membaiknya perekonomian Sumatera Utara
pada triwulan II 2017 ditopang oleh stabilitas
keuangan Sumatera Utara yang relatif terjaga.
Kinerja perbankan di Sumatera Utara
menunjukkan intermediasi perbankan yang
cukup baik yang tercermin dari Loan to Deposit
Ratio (LDR) yang telah mencapai 92,2% disertai
dengan risiko kredit yang masih di bawah level
indikatif (2,8%). Meskipun demikian, kinerja
perbankan masih belum optimal terkait dengan
perkembangan aset, dana dan kredit yang
cenderung melambat.
Sejalan dengan hal tersebut, perbaikan
perekonomian Sumatera Utara turut ditopang
oleh kondisi ketahanan korporasi di Sumatera
Utara yang masih terjaga. Risiko rentabilitas,
solvabilitas, dan interest service coverage ratio
yang membaik, sementara tingkat risiko
likuiditas, turn over aset dan persediaan relatif
stabil. Membaiknya kinerja korporasi pada
triwulan II 2017 diperkirakan didorong oleh
korporasi yang terus melakukan efisiensi akibat
belum cukup kuatnya tingkat permintaan
ditengah harga jual yang cenderung menurun.
Sejalan dengan kinerja konsumsi RT yang
melambat pada triwulan II 2017, kinerja
keuangan rumah tangga masih terjaga. Hal
tersebut tercermin dari meningkatnya alokasi
tabungan dan meningkatnya jumlah rumah
tangga yang tidak melakukan pinjaman serta
pertumbuhan kredit perseorangan yang relatif
meningkat yang dibarengi dengan masih baiknya
kualitas kredit yang tercermin dari NPL rumah
tangga yang baru tercatat 2,6%.
Kinerja sektor UMKM secara keseluruhan
mengalami penurunan yang tercermin dari
penyaluran kredit UMKM yang justru melambat
secara signifikan dari 18,2% (yoy) menjadi 1,5%
(yoy) pada triwulan II 2017. Sektor UMKM juga
dihadapkan pada tekanan finansial seiring dengan
NPL yang telah berada di atas target indikatif 5%.
Mengingat peran UMKM yang cukup penting
dalam perekonomian, Bank Indonesia terus
melakukan berbagai program kerja untuk
pengembangan UMKM. Di sisi lain, Bank
Indonesia juga terus melakukan sinergi dan
kolaborasi untuk mendukung tercapainya
ketahanan dan kemandirian pangan dengan
melakukan pengembangan klaster.
Perkembangan perbankan
Sumatera Utara
Kondisi Umum
Membaiknya perekonomian Sumatera Utara
pada triwulan II 2017 belum diikuti oleh kinerja
perbankan. Hal tersebut tercermin dari beberapa
indikator kinerja perbankan yang cenderung
melambat, baik dari sisi aset, penyaluran kredit,
maupun kegiatan penghimpunan dana. Meskipun
demikian, kualitas kredit yang disalurkan masih
relatif terjaga, jauh dibawah level indikatifnya,
yaitu 5%. Begitu juga dengan intermediasi
perbankan yang masih berada dalam rentang
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pada triwulan II 2017 aset perbankan di Sumatera
Utara tercatat sebesar Rp284,0 triliun. Dengan
demikian, aset Sumatera Utara relatif melambat
dari 15,2% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 10,5%
(yoy) seiring dengan perlambatan penyaluran
I II III IV I II III IV I II
Aset (Rp Miliar) 233,129.8 239,942.4 254,330.7 245,167.3 242,350.5 256,940.7 262,606.3 266,164.6 279,298.0 283,951.3
Growth Aset (%, yoy) 9.2 8.2 11.3 5.7 4.0 7.1 3.3 8.6 15.2 10.5
Kredit (Rp Miliar) 163,633.7 168,380.5 172,346.5 173,596.7 169,062.9 177,447.5 182,396.5 184,928.0 189,980.2 193,685.0
Growth Kredit (%, yoy) 10.4 8.7 9.7 6.6 3.3 5.4 5.8 6.5 12.4 9.2
DPK (Rp Miliar) 177,742.3 182,639.0 190,144.3 184,499.0 186,041.2 194,557.0 197,340.4 201,072.3 207,515.5 211,528.4
Growth DPK (%, YoY) 12.8 9.6 9.3 3.2 4.7 6.5 3.8 9.0 11.5 8.7
LDR 93.6 93.8 94.5 96.7 92.5 92.6 93.2 93.5 92.6 92.2
NPL 2.8 3.1 3.3 2.9 3.2 3.2 3.1 2.5 2.7 2.8
2015 2016 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
53
kredit dan DPK. Kegiatan penyaluran kredit yang
melambat lebih dalam dibandingkan dengan
penghimpunan DPK juga mendorong kembali
menurunnya Loan to Deposit Ratio (LDR) dari
92,6% menjadi 92,2%.
Didorong oleh tingginya kebutuhan akan uang
tunai pada periode Lebaran, Dana Pihak Ketiga
(DPK) melambat dari 11,5% (yoy) menjadi 8,7%
(yoy) pada triwulan II 2017. Perlambatan DPK ini
terutama didorong oleh perlambatan yang cukup
dalam pada komponen giro dan tabungan,
sementara deposito justru cenderung akseleratif.
Ditengah perbaikan perekonomian, kegiatan
penyaluran kredit8 di Sumatera Utara justru
relatif melambat dari 12,4% (yoy) menjadi 9,2%
(yoy). Melambatnya penyaluran kredit ini
diperkirakan didorong oleh belum cukup kuatnya
kegiatan ekonomi, baik domestik maupun ekspor.
Perlambatan penyaluran kredit ini juga diikuti
sedikit peningkatan non performing loan dari
2,7% menjadi 2,8%. Meskipun demikian, kualitas
kredit tersebut masih jauh dibawah level
indikatifnya, yaitu 5%.
Aset Perbankan
Pada triwulan II 2017 aset perbankan di Sumatera
Utara tercatat sebesar Rp284,0 triliun. Dengan
demikian, aset perbankan di wilayah Sumatera
Utara relatif melambat dari 15,2% (yoy) pada
triwulan lalu menjadi 10,5% (yoy). Melambatnya
aset perbankan di Sumatera Utara terkait
melambatnya pertumbuhan DPK dan kredit di
Sumatera Utara. Dalam kaitan tersebut,
perbankan melakukan efisiensi yang tercermin
dari rasio BOPO yang cenderung menurun
sehingga perbankan masih mampu mencetak
laba. Hal tersebut tercermin dari Net Interest
Margin (NIM) perbankan yang masih terjaga.
8 Menggunakan konsep penyaluran kredit berdasarkan lokasi
proyek, dimana setiap Bank di wilayah manapun dapat
Berdasarkan kegiatannya, perlambatan aset
terutama didorong oleh melambatnya aset bank
konvensional, yaitu dari 15,4% (yoy) menjadi
10,4% (yoy). Sementara itu aset bank Syariah
justru relatif membaik, yaitu dari 12,0% (yoy)
menjadi 12,6% (yoy).
Intermediasi Perbankan
Peran intermediasi perbankan di Sumatera Utara
pada triwulan II 2017 masih terjaga dengan baik
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia, yaitu
berada pada level 92,2%. Nilai ini lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan lalu yang tercatat
92,6%. Menurunnya Loan to Deposit Ratio (LDR)
di Provinsi Sumatera Utara didorong oleh
perlambatan penyaluran kredit yang lebih dalam
dibandingkan dengan perlambatan
penghimpunan dana. Menurunnya penyaluran
kredit didorong oleh masih belum cukup kuatnya
permintaan atas pembiayaan yang tercermin dari
masih lemahnya permintaan domestik serta
kinerja neraca perdagangan eksternal yang
cenderung menurun. Namun, tingkat suku bunga
cenderung stabil. Sementara tingginya kebutuhan
uang tunai pada periode Lebaran mendorong
melambatnya DPK (selanjutnya lihat bagian
Penghimpunan Dana Pihak Ketiga dan Penyaluran
Kredit).
Penurunan peran intermediasi perbankan
Sumatera Utara didorong oleh perbankan
konvensional. LDR perbankan konvensional
menurun dari 92,5% menjadi 92%, sementara
Loan to Financing Ratio (LFR) perbankan Syariah
justru meningkat dari 95,1% menjadi 96,4%.
Perbankan syariah masih lebih gencar
menyalurkan kreditnya yang tercermin dari kredit
yang masih mampu tumbuh ditengah
perlambatan kredit perbankan konvensional.
Perbankan syariah cukup confident dalam
memberikan kredit kepada debitur yang ada di Sumatera
Utara
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
54
menyalurkan kreditnya yang turut ditopang oleh
NPF (Non Performing Financing) perbankan
Syariah yang relatif menurun.
Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
Didorong oleh tingginya kebutuhan akan uang
tunai pada periode Lebaran, kegiatan
penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK)
cenderung melambat dari 11,5% (yoy) menjadi
8,7% (yoy) pada triwulan II 2017. Perlambatan
DPK ini terutama didorong oleh dalamnya
perlambatan kinerja giro dan tabungan,
sementara deposito justru cenderung akseleratif.
Meskipun demikian, hal tersebut tidak merubah
dominasi deposito sebagai instrumen utama
dalam penghimpunan DPK yang mencapai 44%,
disusul oleh tabungan 38% dan giro yang
mencapai 18% dari total DPK. Pangsa ini
cenderung tidak bengubah dibandingkan dengan
triwulan I 2017 lalu.
Grafik 4.1 Proporsi DPK di Sumatera Utara Triwulan II 2017
Giro cenderung melambat secara signifikan, yaitu
dari 22,9% (yoy) menjadi 8,9% (yoy). Anjloknya
pertumbuhan giro diduga didorong oleh adanya
kegiatan pencairan THR dan gaji ke-14 yang
dilakukan pada periode Lebaran. Hal tersebut
tercermin dari giro swasta yang turun signifikan
dari 22,8% (yoy) menjadi 16,8% (yoy). Begitu juga
dengan giro milik pemerintah yang turun
signifikan dari 22,4% (yoy) menjadi -1,5% (yoy).
9 Survei Konsumen Bank Indonesia
Tingginya kebutuhan masyarakat akan uang tunai
pada periode Lebaran yang turut diiringi dengan
menurunnya harga komoditas perkebunan
mendorong melambatnya kinerja tabungan, yaitu
dari 10,4% (yoy) menjadi 8,9% (yoy). Menurunnya
tabungan ini terutama didorong oleh
menurunnya tabungan korporasi dan
perseorangan, sementara tabungan pemerintah
cenderung meningkat tajam.
Grafik 4.2 Perkembangan dan Laju Pertumbuhan DPK di
Sumatera Utara
Meskipun terdapat pencairan dana kepada
masyarakat dalam bentuk THR dan gaji ke-14,
namun belum yakinnya masyarakat akan keadaan
ekonomi mendatang mendorong meningkatnya
deposito dari 8,4% (yoy) menjadi 8,5% (yoy).
Keraguan masyarakat akan keadaan ekonomi
mendatang tercermin dari Indeks Keadaan
Ekonomi 6 bulan yang akan datang yang
cenderung menurun9 (lebih lanjut baca Bab 7
Prospek). Dengan demikian, deposito milik
perseorangan cenderung membaik dari 6,6%
(yoy) menjadi 8,2% (yoy).
Berdasarkan golongan nasabah, proporsi sektor
swasta pada perbankan Sumatera Utara masih
cukup dominan, yaitu 91,0% dari total DPK.
Dengan demikian, kinerja penghimpunan dana
sangat bergantung pada sektor ini. Pada triwulan
II 2017, DPK sektor swasta cenderung melambat
dari 10,7% (yoy) menjadi 10,6% (yoy).
Giro18%
Tabungan38%
Deposito44%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
YoYRp Miliar Giro Tabungan DepositoG Giro G Tabungan G Deposito
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
55
Perlambatan ini terutama didorong oleh
menurunnya DPK dari lembaga keuangan non
bank yang turun signifikan dari 29,7% (yoy)
menjadi -0,5% (yoy) disusul oleh korporasi yang
menurun dari 28,8% (yoy) menjadi 20,5% (yoy).
Penurunan kinerja pada sektor swasta ini
didorong oleh adanya kebutuhan pencairan THR
seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Kinerja penghimpunan dana dari pemerintah juga
cenderung terkontraksi dari 2,7% (yoy) menjadi -
5,6% (yoy). Adanya pencairan gaji ke-14 seperti
yang dijelaskan sebelumnya yang turut diikuti
dengan adanya realisasi belanja rutin sesuai
dengan polanya mendorong tingginya pencairan
dana dari sektor pemerintah.
Grafik 4.3 Proporsi DPK Spasial
Pada triwulan II 2017, DPK perbankan di Sumatera
Utara utamanya berasal dari Kota Medan dengan
pangsa 72% dari total DPK. Pangsa ini lebih
rendah dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang mencapai 73%. Disusul oleh
Kota Pematangsiantar dengan pangsa 5,1%,
relatif meningkat dibandingkan dengan triwulan I
2017, lalu Kota Asahan dengan pangsa 4,9%,
relatif stabil dibandingkan dengan triwulan lalu
yang mencapai 5%. Tingginya aktivitas ekonomi
dan jumlah penduduk mempengaruhi
penghimpunan dana yang jauh lebih besar dari
Menggunakan konsep penyaluran kredit berdasarkan
lokasi proyek, dimana setiap Bank di wilayah manapun dapat
kota/kabupaten lainnya di Sumatera Utara.
Kondisi ini mencerminkan masih belum
meratanya aktivitas perekonomian yang
tercermin dari dominasi kawasan di pantai timur
Sumatera Utara dalam menopang kegiatan
penghimpunan dana Sumatera Utara.
Berdasarkan kegiatan banknya, perlambatan
perhimpunan DPK pada triwulan II 2017 didorong
oleh melambatnya penghimpunan dana oleh
perbankan syariah maupun konvensional. DPK
perbankan syariah turun tajam, yaitu dari 20,4%
(yoy) pada triwulan lalu menjadi 14,3% (yoy) pada
triwulan II 2017. Begitu juga dengan perbankan
konvensional yang menurun dari 11,1% (yoy)
menjadi 8,5% (yoy).
Penyaluran Kredit
Ditengah perbaikan perekonomian, kegiatan
penyaluran kredit10 di Sumatera Utara justru
relatif melambat dari 12,4% (yoy) menjadi 9,2%
(yoy). Melambatnya penyaluran kredit ini
diperkirakan didorong oleh belum kuatnya
permintaan akan kredit akibat belum cukup
kuatnya permintaan domestik yang disertai
dengan kinerja ekspor yang cenderung menurun
sehingga kebutuhan akan pembiayaan relatif
menurun. Perlambatan penyaluran kredit ini juga
turut diiringi oleh meningkatnya non performing
loan dari 2,7% menjadi 2,8%. Meskipun demikian,
kualitas kredit tersebut masih jauh dibawah level
indikatifnya, yaitu 5%.
memberikan kredit kepada debitur yang ada di Sumatera
Utara
Medan; 72.0%
Pematangsiantar; 5.1%
Asahan; 4.9%
Labuhan Batu; 2.1%
Deli Serdang; 2.0% Lainnya; 13.8%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
56
Grafik 4.4 Perkembangan Kualitas Kredit
Berdasarkan tujuan pengunaannya, kredit
Sumatera Utara masih didominasi oleh kredit
produktif (kredit modal kerja dan investasi) yang
mencapai 75% dari total kredit yang disalurkan di
Sumatera Utara. Hal ini mencerminkan bahwa
kredit yang disalurkan di Sumatera Utara mampu
memberikan multiplier yang tinggi dalam
mendorong perekonomian Sumatera Utara.
Melambatnya penyaluran kredit di Sumatera
Utara terutama didorong oleh dalamnya
perlambatan kredit modal kerja, yaitu dari 11,2%
(yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 6,1% (yoy).
Melambatnya kredit modal kerja terjadi seiring
dengan menurunnya permintaan domestik yang
tercermin dari menurunnya aktivitas konsumsi
masyarakat serta kinerja ekspor yang cenderung
melambat (lebih lanjut baca Bab 1 Perkembangan
Ekonomi Makro Regional). Kredit modal kerja
yang pada umumnya digunakan untuk kebutuhan
operasional maupun pembiayaan jangka pendek
relatif tertahan seiring dengan indikator harga
jual yang kembali menurun yang tercermin dari
indikator harga jual pada Survei Kegiatan Dunia
Usaha yang cenderung melambat serta perbaikan
harga komoditas perkebunan yang kembali
melandai. Relatif tertahannya penyaluran kredit
modal kerja juga ditengarai didorong oleh masih
memadainya kapasitas produksi yang ada, yang
tercermin dari indikator kapasitas produksi
11 Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia Provinsi
Sumatera Utara
terpakai5 yang cenderung menurun dari 74%
menjadi 72%.
Tertahannya kebutuhan akan pembiayaan juga
terjadi pada kebutuhan pembiayaan jangka
panjang. Kredit investasi turut melambat dari
19,5% (yoy) menjadi 15,2% (yoy). Melambatnya
kredit investasi juga turut disumbang oleh belum
terlalu optimisnya pelaku usaha yang tercermin
dari SBT perkiraan kegiatan usaha per sektor11
yang cenderung menurun, yaitu dari 27,2%
menjadi 26,2%. Hal tersebut turut terkonfirmasi
dari hasil liaison kepada pelaku usaha yang
menunjukkan rencana maupun realisasi investasi
yang cenderung melandai akibat ketidakpastian
pasar komoditas internasional. Dengan demikian,
meski tingkat suku bunga kredit investasi sudah
cenderung menurun, namun hal tersebut belum
cukup kuat dalam mendorong kinerja kredit
investasi pada triwulan II 2017.
Lain halnya dengan kredit konsumsi yang justru
membaik dari 7,6% (yoy) menjadi 9,4% (yoy).
Tingginya kebutuhan akan barang tahan lama
seperti kendaraan dan emas perhiasan menjelang
hari raya Lebaran mendorong meningkatnya
kredit konsumsi masyarakat. Hal tersebut
tercermin dari Indeks Pembelian Barang Tahan
lama yang cenderung meningkat pada triwulan II
2017. Meski kredit cenderung meningkat, namun
hal tersebut juga diiringi dengan peningkatan NPL
meski masih jauh berada dibawah level
indikatifnya. NPL kredit konsumsi pada triwulan II
2017 cenderung meningkat dari 2,5% menjadi
2,6%.
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
3.5%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016 2017
yoyNPL, %
NPL G Kredit
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
57
Grafik 4.5 Penyaluran Kredit Berdasarkan Tujuan
Penggunaan
Berdasarkan sektor ekonominya, perlambatan
penyaluran kredit di Sumatera Utara terutama
didorong oleh melambatnya penyaluran kredit
pada sektor Perdagangan Besar dan Eceran (PBE),
sektor pertanian dan sektor konstruksi,
sementara penyaluran kredit pada sektor industri
pengolahan cenderung meningkat.
Kredit Perdagangan Besar dan Eceran (PBE)
terkontraksi dari 9,4% (yoy) menjadi -5,2% (yoy).
Terkontraksinya penyaluran kredit pada sektor ini
terjadi ditengah membaiknya kinerja
perekonomian sektor PBE dari 4,8% (yoy) menjadi
5,8%. Penyaluran kredit PBE didominasi oleh
penyaluran kredit pada sektor makanan minuman
dan tembakau.
Sikap masyarakat yang cenderung melakukan
smoothing12 terhadap aktivitas konsumsinya
mendorong lemahnya lonjakan konsumsi pada
periode Lebaran yang turut tercermin dari kinerja
konsumsi rumah tangga yang cenderung
melambat dari 5,6% (yoy) pada triwulan I 2017
menjadi 5,2% (yoy). Hal tersebut juga turut
diiringi oleh peningkatan tingkat suku bunga dari
11,2% menjadi 11,4%. Perbankan juga relatif hati-
hati dalam menyalurkan kredit pada sektor ini
seiring dengan memburuknya tingkat kualitas
kredit yang disalurkan yang tercermin dari NPL
yang cenderung meningkat dari 4,2% menjadi
4,4%.
12 Departemen Regional I Sumatera, Bank Indonesia 2017
Grafik 4.6 Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor
Ekonomi
Menurunnya aktivitas konstruksi akibat sikap
wait and see swasta yang disertai dengan belum
optimalnya realisasi belanja modal pemerintah
daerah mendorong melambatnya penyaluran
kredit pada sektor konstruksi, yaitu dari 21,0%
(yoy) menjadi 19,1% (yoy). NPL sektor konstruksi
juga cenderung tinggi, yaitu mencapai 6,5%
terkait dengan siklus pembayaran kepada
kontraktor yang relatif tertahan pada awal tahun.
Dengan demikian, optimisme akan membaiknya
kualitas kredit konstruksi pada akhir tahun masih
relatif tinggi.
Sementara itu, menurunnya kinerja sektor
tabama ditengah tren kembali menurunnya harga
komoditas perkebunan mendorong kembali
tertahannya penyaluran kredit pada sektor
pertanian, yaitu dari 19,0% (yoy) menjadi 16,9%
(yoy). Meskipun kinerja produksi sektor pertanian
relatif memburuk yang disertai dengan anjloknya
harga, terutama harga tanaman pangan dan
hortikultura, namun hal tersebut tidak
mempengaruhi kemampuan bayar debitur. Hal
tersebut tercermin dari sangat baiknya kualitas
kredit yang dimiliki sektor ini, bahkan jauh dari
level indikatifnya. NPL sektor pertanian pada
triwulan II 2017 cenderung menurun dari 1,7%
menjadi 1,5%.
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
-
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016 2017
Rp TriliunModal Kerja InvestasiKonsumsi G. Modal KerjaG. Konsumsi G. Investasi
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
-
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016 2017
Rp Triliun
Konstruksi PertanianIndustri Pengolahan PBEG. Pertanian G. Industri PengolahanG. Konstruksi G. PBE
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
58
Ditengah menurunnya kinerja tanaman pangan,
masih baiknya kinerja perkebunan mendorong
baiknya kepercayaan perbankan dalam
menyalurkan kredit pada sektor industri
pengolahan. Kredit industri pengolahan membaik
dari 17,8% (yoy) menjadi 20,8% (yoy). Tingginya
permintaan domestik serta kinerja korporasi yang
terus mampu mencetak laba (selanjutnya baca
4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi) mendorong
optimisme perbankan pada sektor ini. Terus
diperbaharuinya kontrak penjualan biodiesel
sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM nomor
254 K/10/DJE/2017 tentang Penetapan Badan
Usaha (BU) BBN Jenis Biodiesel dan Alokasi
Besaran Volumenya untuk Pengadaan BBN Jenis
Biodiesel pada PT Pertamina (Persero) dan PT AKR
Corporindo TBK Periode Mei – Okober 2017
mendorong kembali optimisnya sikap perbankan
terhadap industri pengolahan. Hal tersebut turut
ditopang oleh rendahnya NPL pada sektor ini,
yaitu hanya mencapai 1,6%.
Grafik 4.7 Proporsi Kredit berdasarkan Spasial
Secara spasial, sama halnya dengan DPK,
penyaluran kredit juga masih terpusat di Kota
Medan dengan pangsa 56,3% dari total kredit.
Pangsa ini lebih tinggi dibandingkan dengan
pangsa triwulan lalu yang mencapai 55,8%.
Selanjutnya, penyaluran kredit didominasi oleh
Kabupaten Deli Serdang yang pangsanya
mencapai 15,5%, relatif stabil dibandingkan
dengan pangsa pada triwulan lalu yang tercatat
15,4% dari total kredit. Kota/kabupaten lain yang
mendominasi penyaluran kredit di Sumatera
Utara diantaranya adalah Kabupaten Labuhan
Batu, Kabupaten Asahan, Kabupaten Simalungun,
dan Kota Pematangsiantar. Dominasi daerah di
kawasan Pantai Timur ini juga turut
mencerminkan belum meratanya aktivitas
perekonomian di Sumatera Utara.
Berdasarkan kegiatannya, perlambatan
penyaluran kredit di Sumatera Utara terutama
didorong oleh perlambatan penyaluran kredit
oleh perbankan konvensional, yaitu dari 12,1%
(yoy) menjadi 8,7% (yoy). Sementara itu,
penyaluran kredit perbankan syariah cenderung
meningkat dari 18,7% (yoy) menjadi 19,3% (yoy).
4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi
Sumber-sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Faktor-faktor yang dapat memberikan tekanan
terhadap kinerja sektor korporasi di Sumatera
Utara diantaranya tingkat permintaan domestik
maupun permintaan negara mitra dagang.
Korporasi atau industri pengolahan yang ada di
Sumatera Utara didominasi oleh industri
makanan dan minuman sejalan dengan
melimpahnya sumber daya kelapa sawit sebagai
bahan baku.
Kinerja permintaan luar negeri untuk komoditas
CPO masih relatif baik seiring dengan baiknya
permintaan di India, sementara permintaan dari
mitra dagang lainnya relatif menurun. Sementara
itu, permintaan domestik justru relatif menurun
yang terutama didorong oleh menurunnya kinerja
ekspor antar daerah (lebih lanjut baca Bab 1.2
Perkembangan Ekonomi Sisi Permintaan bagian
Ekspor). Konsumsi domestik juga relatif terbatas
terkait dengan perilaku konsumsi masyarakat
yang tertahan ditengah periode HBKN akibat
Medan; 56.3%
Deli Serdang; 15.5%
Labuhan Batu; 2.8%
Asahan; 2.7%
Simalungun; 2.5%
Pematang Siantar; 2.3%
Lainnya; 17.9%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
59
perilaku consumption smoothing13. Meskipun
demikian, daya beli relatif terjaga seiring dengan
rendahnya tekanan inflasi, serta kenaikan upah
terkait dengan penyesuaian UMP tahun 2017
(lebih lanjut baca Bab 1.2 Perkembangan
Ekonomi Sisi Permintaan bagian Konsumsi Rumah
Tangga).
Kinerja Korporasi
Perbaikan perekonomian Sumatera Utara turut
ditopang oleh kondisi masih terjaganya
ketahanan korporasi di Sumatera Utara. Hal
tersebut tercermin dari Indeks Kondisi Dunia
Usaha yang meningkat pada triwulan II 201714.
Membaiknya kinerja korporasi pada triwulan II
2017 diperkirakan didorong oleh korporasi yang
terus melakukan efisiensi akibat belum cukup
kuatnya tingkat permintaan ditengah harga jual
yang cenderung menurun. Indikator harga jual
pada triwulan II 2017 cenderung menurun dari
16,1% menjadi 9,4%. Tingkat produksi tanaman
perkebunan juga cenderung meningkat pada
triwulan II 2017. Meningkatnya permintaan akan
karet seiring dengan menurunnya tingkat
produksi karet di Thailand turut menopang
baiknya kinerja korporasi (lebih lanjut baca Bab
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penawaran
bagian Pertanian).
Consumption smoothing adalah perilaku untuk
menyesuaikan pembelian barang dan jasa pada saat ini
ataupun periode mendatang untuk menciptakan simpanan
yang dapat membantu keuangan ke depannya.
Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia yang
tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang. Saldo Bersih
Tertimbang (SBT) adalah hasil perkalian saldo bersih
Grafik 4.8 Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Pertumbuhan sektor korporasi lebih rendah
dibandingkan dengan ekspektasi pelaku usaha
yang tercermin dari indeks perkiraan kegiatan
dunia usaha. Meskipun demikian, tren kegiatan
dunia usaha sudah cenderung membaik. Hal
tersebut terutama didorong oleh penurunan
harga komoditas perkebunan internasional.
Grafik 4.9 ROA ROE Sumatera Utara
Untuk mensiasati hal tersebut, perusahaan
melakukan efisiensi melalui penurunan jumlah
karyawan total8. Sementara itu, permintaan
domestik masih cukup baik terkait dengan
kebijakan mandatori BBN yang kontrak
pembelianya telah diperpanjang hingga bulan
Oktober 2017.
sektor/sub sektor yang bersangkutan dengan bobot
sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya.
Saldo Bersih adalah selisih antara persentase jumlah
responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan
persentase jumlah responden yang memberikan jawaban
“menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”
-20.0%
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Perkembangan Kegiatan Usaha Perkiraan Kegiatan Usaha
-
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
ROA ROE
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
60
Meski kinerja perekonomian Sumatera Utara
dalam triwulan I 2017 relatif melambat, namun
kinerja korporasi masih cukup solid15. Risiko
rentabilitas, solvabilitas, interest service coverage
ratio yang membaik, sementara tingkat risiko
likuiditas, turn over aset dan persediaan relatif
stabil.
Risiko rentabilitas masih dapat diatasi dengan
baik oleh korporasi yang tercermin dari beberapa
indikator yang justru menunjukkan perbaikan.
Kondisi ini mengindikasikan baiknya korporasi di
Sumatera Utara dalam menggunakan modal yang
dimiliki untuk menghasilkan laba. Hal tersebut
tercermin dari terus membaiknya indikator
Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE)
sejak akhir 2015.
Baiknya kemampuan perusahaan dalam
mencetak laba perusahaan terutama didorong
oleh efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan.
Hal tersebut terkonfirmasi dari likert scale liaison
untuk variabel jumlah tenaga kerja yang
cenderung menurun. ROA dan ROE untuk sektor
pertanian cenderung meningkat, sementara pada
sektor lain cenderung stabil hingga menurun.
Masih baiknya tingkat produksi perkebunan
mampu menjaga baiknya kemampuan korporasi
dalam menghasilkan laba. Baiknya permintaan
akibat shock produksi di Thailand sebagai negara
produsen utama karet juga mendorong
rendahnya risiko rentabilitas korporasi pada
triwulan I 2017.
Baiknya tingkat produksi tanaman perkebunan
ditengah permintaan yang masih cukup terjaga
juga turut mendorong membaiknya profit margin
korporasi di Sumatera Utara dari 6,3% pada
triwulan IV 2016 menjadi 8,0% pada triwulan I
2017. Padahal, biaya bahan baku dan energi
diakui relatif meningkat sesuai dengan hasil
liaison kepada pelaku usaha di Sumatera Utara.
15 Data terakhir per triwulan IV 2016.
Meskipun demikian, margin per output
cenderung meningkat. Hal tersebut diduga
didorong oleh perilaku efisiensi seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya.
Grafik 4.10 Indikator Harga Jual dan Perkiraan Harga Jual
Langkah efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan
juga turut tercermin dari menurunnya Debt to
Equity Ratio (DER). Penurunan DER ditengah
membaiknya capaian ROA maupun ROE
mengindikasikan preferensi korporasi untuk
menggunakan modal maupun aset internalnya
dalam operasional perusahaan dibandingkan
dengan meningkatkan hutang untuk modal
kerjanya. Meskipun demikian, hal tersebut tidak
berarti bahwa akses kredit kepada korporasi lebih
sulit. Hal tersebut tercermin dari kredit kepada
korporasi pada triwulan I 2017 yang meningkat
tajam, yaitu dari 6,5% (yoy) menjadi 14,0% (yoy).
Sementara itu, aset dan modal yang dimiliki dinilai
cukup memadai untuk membiayai aktivitas
produksi saat ini. Hal tersebut diduga akibat
utilitas produksi saat ini masih belum optimal
yang tercermin dari kapasitas produksi yang
justru cenderung menurun berdasarkan hasil
liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sumatera Utara. Namun hal tersebut tidak
menghalangi korporasi untuk melakukan
investasinya yang tercermin dari tingkat investasi
korporasi yang meningkat berdasarkan hasil
liaison.
-5.0%
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
30.0%
35.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Harga Jual Perkiraan Harga Jual
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
61
Meski DER korporasi di Sumatera Utara
cenderung menurun, namun kemampuan
korporasi dalam membayar utang jangka pendek
masih perlu diperhatikan. Pasalnya, secara
agregat nilai DER korporasi di Sumatera Utara
masih berada di atas 1 yang terutama didorong
oleh sektor properti dan pertanian. Namun
demikian, kemampuan membayar total utang
baik jangka pendek maupun jangka panjang justru
cenderung membaik.
Kebijakan kepatuhan pajak sejak 2016 lalu
berdampak pada lesunya permintaan akan
properti. Pasar hunian premium cenderung
menurun sementara permintaan rumah
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih
relatif tinggi. Oleh karena itu, kinerja korporasi
pada sektor properti masih perlu mendapatkan
perhatian lebih lanjut.
Sementara itu, kemampuan bayar korporasi pada
sektor pertanian masih dibayangi oleh perbaikan
harga komoditas yang belum cukup kuat. Bahkan,
pada triwulan II 2017 sektor pertanian juga turut
dibayangi oleh anjloknya harga tanaman pangan
dan hortikultura serta tidak optimalnya capaian
panen. Tingkat pendapatan masyarakat pertanian
pada triwulan I 2017 juga masih dibawah 100.
Dengan demikian, hal tersebut juga turut
berkontribusi pada kemampuan pembayaran
utang jangka pendek pelaku usaha pada sektor
tersebut.
Semakin efisiennya korporasi dalam mengelola
modal yang dimiliki yang disertai dengan
peningkatan profit margin perusahaan juga turut
mendorong baiknya kapasitas korporasi dalam
memenuhi kewajibannya ditengah perlambatan
perekonomian. Risiko likuiditas korporasi masih
dapat terkelola dengan baik yang tercermin dari
current ratio yang relatif stabil di level 1,5.
Relatif stabilnya tingkat permintaan ditengah
kembali menurunnya harga mampu menjaga
kinerja perusahaan. Meski harga menurun,
namun dengan adanya efisiensi maka perusahaan
masih mampu mencetak laba. Kondisi ini
tercermin dari tingginya return yang dihasilkan
oleh perusahaan sementara tingkat
pengembalian aset maupun persediaan relatif
stagnan. Dengan demikian, produktivitas
korporasi cenderung stagnan. Peningkatan
penjualan yang ada masih bisa direspon oleh
persediaan perusahaan seiring dengan
menurunnya kapasitas utilisasi yang
terkonfirmasi oleh likert scale liaison kapasitas
utilisasi yang cenderung menurun.
Meskipun kinerja keuangan korporasi relatif
membaik, namun kemampuan membayar utang
yang tercermin dari Debt to Service Ratio (DSR)
cenderung memburuk. DSR korporasi di Sumatera
Utara cenderung meningkat hingga berada di atas
100%. Meskipun demikian, pelaku usaha masih
cenderung optimis dengan perekonomian ke
depan yang tercermin dari peningkatan utang
jangka panjang ditengah menurunnya utang
jangka pendek. Dengan demikian, secara umum
beban bunga relatif meningkat.
Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi
Pada triwulan II 2017, penyaluran kredit korporasi
relatif menurun, yang turut didukung oleh
menurunnya akses kredit korporasi. Hal tersebut
tercermin dari SBT akses kredit yang menurun
pada triwulan II 2017. Sikap korporasi untuk
cenderung wait and see dalam melakukan
investasinya terkait dengan pergerakan harga
komoditas yang mulai menurun menahan
permintaan akan kredit dari sisi korporasi.
Dengan demikian, kredit korporasi relatif
melambat dari 14,0% (yoy) menjadi 9,1% (yoy).
Grafik 4.11 Akses Kredit
-20.0%
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
62
Kualitas kredit yang disalurkan juga cenderung
baik yang tercermin dari Non Performing Loan
(NPL) yang masih berada jauh dibawah level
indikatifnya, yaitu 5%. NPL kredit korporasi pada
triwulan II 2017 tercatat 2,8%, stabil
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat di level
yang sama.
Grafik 4.12 Penyaluran Kredit Korporasi
Penyaluran kredit korporasi pada umumnya
masih didominasi oleh penyaluran kredit modal
kerja dengan pangsa 67% dari total kredit yang
diikuti oleh kredit investasi dengan pangsa
sebesar 33% dari total kredit. Perlambatan kredit
korporasi pada triwulan II 2017 ditopang oleh
penurunan penyaluran kredit investasi maupun
kredit modal kerja. Kredit modal kerja cenderung
melambat dari 11,2% (yoy) menjadi 6,1% (yoy).
Begitu juga dengan kredit investasi yang
melambat dari 19,5% (yoy) menjadi 15,2% (yoy).
Penurunan penyaluran kredit korporasi
ditengarai didorong oleh sikap pelaku usaha yang
cenderung wait and see terhadap kondisi
perekonomian seiring dengan keyakinan akan
perbaikan perekonomian yang masih belum
cukup solid. Hal tersebut tercermin dari SBT
perkiraan perekonomian yang akan datang yang
cenderung menurun berdasarkan Survei Kegiatan
Dunia Usaha pada triwulan II 2017.
Grafik 4.13 Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan
Berdasarkan kategori lapangan usahanya,
penyaluran kredit korporasi masih didominasi
oleh penyaluran pada kategori Industri
Pengolahan (30% dari total kredit), kategori PBE
(29% dari total kredit) serta kategori Pertanian
(25% dari total kredit). Kategori PBE yang
sebelumnya mendominasi penyaluan kredit
korporasi pada triwulan II 2017 pangsanya
cenderung menurun, lain halnya dengan industri
pengolahan yang pangsanya justru meningkat
sehingga menjadi sektor utama penyaluran kredit
korporasi. Dengan demikian, dinamika
penyaluran kredit korporasi berkaitan erat
dengan kinerja sektor tersebut. Adapun kinerja
penyaluran kredit pada ketiga sektor tersebut
telah dijelaskan pada bagian penyaluran kredit.
Grafik 4.14 Proporsi Kredit Sektor Korporasi.
93
,40
7
10
0,0
33
10
3,9
76
11
0,9
11
11
0,4
26
11
6,2
95
11
7,3
34
12
1,8
86
12
2,6
69
12
6,6
18
12
9,9
32
13
0,8
03
12
6,1
56
13
3,8
40
13
8,0
72
.90
13
9,3
63
.51
14
3,8
08
.22
14
5,9
77
.75
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
30.0%
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
160,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016 2017
yoyRp Miliar
Nominal Growth (yoy)
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
-
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Rp TriliunModal Kerja Investasi
Konsumsi G. Modal Kerja
Pertanian; 25.3%
Industri Pengolahan;
30.4%
PBE; 28.7%
Konstruksi; 4.6%
Lainnya; 11.1%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
63
Profil Sektor Rumah Tangga
Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan
jumlah penduduk Sumatera Utara pada 2015
sebanyak 13,9 juta jiwa dengan komposisi
penduduk laki-laki sebesar 6,95 juta jiwa (49,9%)
dan perempuan sebesar 6,98 juta jiwa (50,1%).
Pada tahun 2014 sebanyak 49,2% penduduk
tinggal di perkotaan dan sisanya 50,8% tinggal di
perdesaan.
Pengeluaran penduduk masih didominasi oleh
kelompok barang makanan namun dengan
kecenderungan menurun. Pada tahun 2015,
persentase pengeluaran per kapita untuk
kelompok barang makanan tercatat sebesar
53,5% dan untuk kelompok barang bukan
makanan sebesar 46,5%. Komponen pengeluaran
kelompok barang bukan makanan didominasi
oleh pengeluaran untuk perumahan dan fasilitas
rumah tangga sebesar 23,35% dan aneka barang
dan jasa sebesar 13,1%.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 4.15 Perkembangan Persentase Pengeluaran per
Kapita Menurut Kelompok Barang
Relatif besarnya komponen bahan makanan
tersebut tercermin pada dominannya pangsa
konsumsi rumah tangga pada pembentukan
PDRB. Pada triwulan II 2017 konsumsi rumah
tangga merupakan motor utama perekonomian
Sumatera Utara dengan sumbangan mencapai
51,4% dari total PDRB Sumatera Utara. Kontribusi
ini relatif menurun dibandingkan dengan
kontribusi konsumsi rumah tangga pada triwulan
I 2017. Masyarakat yang cenderung melakukan
smoothing terhadap aktivitas konsumsinya
mendorong menurunnya kontribusi konsumsi
rumah tangga terhadap perekonomian Sumatera
Utara. Konsumsi rumah tangga didominasi oleh
konsumsi makanan dan minuman, disusul oleh
transportasi dan komunikasi, perumahan dan
pendidikan serta hotel dan restoran.
Grafik 4.16 Perkembangan Konsumsi RT
Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah
Tangga
Pada triwulan II 2017, konsumsi rumah tangga
relatif melambat dari 5,6% (yoy) menjadi 5,2%
(yoy). Kondisi ini terjadi ditengah Ramadhan dan
Idul Fitri yang sarat akan kucuran dana THR dan
gaji ke-14 yang menopang daya beli masyarakat.
Kondisi ekonomi yang belum pulih menyebabkan
persepsi masyarakat akan kondisi ekonomi 6
bulan yang akan datang relatif menurun. Hal
tersebut menyebabkan masyarakat untuk
cenderung menabung yang tercermin dari
deposito yang meningkat. Meskipun demikian,
optimisme masyarakat yang masih cukup baik
mampu menahan penurunan kinerja konsumsi
lebih lanjut (selanjutnya baca Bab 1
Perkembangan Ekonomi Regional bagian
Konsumsi).
Grafik 4.17 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
56%
61%
64%
71%
73%
44%
45%
52%
53%
64%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
2011
2012
2013
2014
2015
Makanan Non Makanan
51
.1%
51
.5%
51
.0%
51
.3%
51
.1%
51
.3%
51
.1%
51
.5%
51
.7%
51
.4%
I II III Iv I II III Iv I II
2015 2016 2017
75
85
95
105
115
125
135
145
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016 2017
IndeksIEK IKK IKE Batas
OPT
IMIS
PESI
MIS
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
64
Pada tahun 2015, struktur tenaga kerja di
Sumatera Utara didominasi oleh sektor Pertanian
dengan pangsa 41,3% dari total tenaga kerja di
Sumatera Utara. Selanjutnya disusul oleh sektor
Perdagangan Hotel dan Restoran dengan pangsa
21,3%, jasa kemasyarakatan dengan pangsa
15,5% dan industri pengolahan dengan pangsa
7,6%. Dengan demikian, hampir 70% dari tenaga
kerja Sumatera Utara bekerja pada sektor yang
berkaitan erat dengan perdagangan komoditas
perkebunan internasional.
Grafik 4.18 Struktur Tenaga Kerja di Provinsi Sumatera
Utara
Pada triwulan I 2017, harga domestik maupun
internasional komoditas utama Provinsi Sumatera
Utara kembali menurun. Dengan demikian,
tingkat pendapatan rumah tangga cenderung
tertahan. Namun, adanya pencairan gaji ke 14
dan THR mampu menjaga daya beli masyarakat
yang tercermin dari persepsi penghasilan
konsumen berdasarkan Survei Konsumen pada
triwulan II 2017 cenderung meningkat. Relatif
terjaganya daya beli masyarakat juga turut
ditopang oleh rendahnya tekanan inflasi.
Grafik 4.19 Perkembangan Harga Komoditas Perkebunan
Kinerja Keuangan Rumah Tangga
Sejalan dengan kinerja konsumsi RT yang
melemah pada triwulan II 2017, kinerja keuangan
rumah tangga turut terjaga. Hal tersebut
tercermin dari meningkatnya alokasi tabungan,
membaiknya kemampuan bayar yang tercermin
dari peningkatan jumlah rumah tangga yang tidak
melakukan pinjaman, serta pertumbuhan kredit
perseorangan yang relatif meningkat.
Membaiknya kredit rumah tangga ini disertai
dengan masih baiknya kualitas kredit yang
tercermin dari NPL rumah tangga yang baru
tercatat 2,6%.
Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia
mengindikasikan alokasi pengeluaran masyarakat
untuk konsumsi yang relatif menurun dari 70,5%
menjadi 64,7%. Penurunan juga terlihat pada
alokasi tabungan, yaitu dari 21,9% menjadi 21%.
Sementara itu, alokasi cicilan meningkat tajam
dari 7,6% menjadi 14,3%. Meningkatnya jumlah
cicilan juga terkonfirmasi dari jumlah kredit
rumah tangga yang meningkat tajam dari 7,6%
(yoy) menjadi 9,4% (yoy).
Perilaku untuk menurunkan porsi konsumsi
terjadi pada seluruh kelompok pendapatan,
sementara itu porsi pinjaman maupun tabungan
relatif meningkat. Dengan demikian, perilaku
masyarakat untuk menahan aktivitas
konsumsinya terjadi baik pada masyarakat
pendapatan rendah hingga menengah.
Meskipun demikian, hal tersebut tidak
mempengaruhi kemampuan bayar hutang rumah
tangga yang tercermin dari jumlah RT dengan
Pada triwulan II 2017 kemampuan masyarakat
untuk menabung masih baik. Hal ini tercermin
melalui penurunan kelompok RT yang tidak bisa
Pertanian; 41.3
PHR; 21.33
Jasa Kemasyarakata
n; 15.46
Industri Pengolahan;
7.55
Lainnya; 14.36
60.0
70.0
80.0
90.0
100.0
110.0
120.0
130.0
140.0
150.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
IndeksPersepsi Penghasilan Persepsi Lapangan Kerja
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
65
Debt Service Ratio (DSR)16 diatas 30% yang relatif
stabil, yaitu 8,7%. Peningkatan risiko terjadi pada
kelompok pendapatan menengah, yaitu 3 juta
hingga 4 juta dan 5 juta hingga 6 juta yang
tercermin dari DSR yang relatif menurun.
Sementara itu, jumlah RT yang tidak melakukan
pinjaman (TMP) justru relatif meningkat dari
39,9% menjadi 41,4%.
Grafik 4.20 Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga
Pada triwulan II kemampuan masyarakat untuk
menabung masih baik. Hal ini tercermin melalui
penurunan kelompok RT yang tidak bisa
menabung (TBM17) menjadi sebesar 6,1% dari
sebelumnya 11,0%. Sementara itu, jumlah
masyarakat yang memiliki tabungan >20%-30%
dan >30% relatif meningkat. Kucuran dana THR
dan gaji ke-14 yang dilakukan pemerintah
ditengah ketidakpastian perekonomian Sumatera
Utara mendorong sikap masyarakat untuk
cenderung meningkatkan tabungannya.
Peningkatan porsi tabungan terutama terjadi
pada rumah tangga dengan kelompok
pendapatan >3 juta hingga 5 juta serta RT dengan
pendapatan > 7 juta.
Dana Pihak Ketiga dan Kredit Perseorangan di
Perbankan
Secara umum, RT berperan sebagai surplus unit
(net saving) yaitu secara agregat jumlah simpanan
lebih besar dibanding kredit. Pada triwulan II
2017, dana pihak ketiga (DPK) perseorangan di
perbankan Sumatera Utara mencapai Rp150,0
triliun. Sementara kredit perseorangan di
perbankan tercatat sebesar Rp47,7 triliun.
Dengan demikian, perseorangan di Sumatera
Utara memiliki net saving di perbankan sebesar
Rp102,3triliun.
Pada triwulan I 2017, sektor rumah tangga
mendominasi 71% DPK di Sumatera Utara, lebih
tinggi dibandingkan dengan triwulan lalu yang
mencapai 70% dari total DPK di Sumatera Utara.
DPK rumah tangga ini ini secara umum terdiri atas
tabungan dengan pangsa 51%, disusul dengan
deposito yang mencapai 45%. Sementara itu giro
perseorangan di Sumatera Utara relatif minim.
Tabel 4.2 Komposisi Konsumsi, Cicilan Pinjaman dan Tabungan Berdasarkan Pendapatan per Bulan
Tabel 4.3 Komposisi DSR berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan
Umumnya bank menetapkan DSR bagi rumah tangga
maksimal sebesar 30% bagi calon debitur
Merupakan persentase orang yang tabungannya 0%,
merupakan bagian dari data survei konsumen Bank
Indonesia
64.7
62.1
14.3
13.5
21.0
24.4
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Tw I 2017
Tw II 2017
Konsumsi Pinjaman Tabungan
Konsumsi Pinjaman Tabungan Konsumsi Pinjaman Tabungan
> Rp1 juta ≤ Rp2 juta 71.4 9.6 19.0 68.0 13.6 18.4
> Rp2 juta ≤ Rp3 juta 69.1 13.3 17.5 65.4 14.5 20.1
> Rp3 juta ≤ Rp4 juta 64.3 15.2 20.5 65.3 10.8 23.9
> Rp4 juta ≤ Rp5 juta 60.5 15.7 23.9 61.7 14.8 23.5
> Rp5 juta ≤ Rp6 juta 53.4 20.1 26.6 54.4 12.8 32.8
> Rp6 juta ≤ Rp7 juta 48.9 13.9 37.3 51.1 17.8 31.2
> Rp7 juta ≤ Rp8 juta 40.9 9.2 49.9 48.9 16.7 34.4
> Rp8 juta 49.1 17.0 33.9 42.5 18.6 38.9
Tw I 2017 Tw II 2017Klasifikasi Pendapatan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
66
Tabel 4.4 Komposisi Tabungan berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan
Pada triwulan II 2017 DPK rumah tangga
cenderung melambat dari 8,7% (yoy) menjadi
8,3% (yoy). Perlambatan DPK ini terutama
didorong oleh perlambatan tabungan
perseorangan dari 10,2% (yoy) menjadi 8,0%
(yoy). Sementara itu, deposito relatif meningkat
dari 6,6% (yoy) menjadi 8,2% (yoy). Dana
tambahan yang diperoleh masyarakat seiring
dengan pencairan THR dan gaji ke-14 tidak
sepenuhnya dikonsumsi oleh masyarakat, namun
disimpan dalam bentuk deposito. Hal tersebut
juga terkonfirmasi dari proporsi pengeluaran
masyarakat yang meningkat pada komponen
tabungan.
Kredit Perseorangan di Perbankan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
konsumen cenderung meningkatkan proporsi
tabungan dan cicilannya dibandingkan dengan
konsumsi. Hal tersebut terkonfirmasi dari
pertumbuhan kredit rumah tangga di Sumatera
Utara yang justru meningkat dari 7,6% (yoy)
menjadi 9,4% (yoy). Peningkatan penyaluran
kredit rumah tangga ini terutama didorong oleh
18 Survei Penjualan Eceran
membaiknya penyaluran Kredit Pemilikan Rumah
(KPR) maupun Kredit Kendaraan Bermotor (KKB),
sementara kredit perlengkapan rumah tangga
dan kredit multiguna relatif melambat.
Setelah terkontraksi dalam 6 triwulan terakhir,
penyaluran Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)
mencatatkan kinerja yang positif, yaitu dari -2,8%
(yoy) menjadi 3,4% (yoy). Adanya kebutuhan akan
kendaraan bermotor untuk menyemarakkan
kegiatan mudik mendorong meningkatnya
permintaan akan kendaraan bermotor. Hal
tersebut terkonfirmasi dari indeks pembelian
barang tahan lama yang cenderung meningkat.
Begitu juga dengan penjualan ritel suku cadang18
yang meningkat secara signifikan. Penyaluran KKB
meningkat terutama didorong oleh peningkatan
penyaluran kredit untuk kendaraan roda empat
dan truk. Truk atau kendaraan roda enam lainnya
yang biasanya dilakukan untuk aktivitas ekonomi
produktif yang meningkat dapat memberikan
sinyal bahwa kegiatan ekonomi beberapa periode
ke depan masih berpotensi untuk meningkat.
QI'17 QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah
> Rp1 juta ≤ Rp2 juta 13.2% 10.4% 8.0% 4.1% 1.0% 2.0% 2.2% 2.0% 0.8% 1.0% 1.2% 1.3%
> Rp2 juta ≤ Rp3 juta 32.0% 26.1% 13.8% 9.6% 1.8% 4.1% 7.9% 6.0% 6.2% 3.9% 2.2% 2.3%
> Rp3 juta ≤ Rp4 juta 30.2% 31.5% 10.1% 15.9% 5.0% 4.4% 7.4% 5.8% 4.7% 3.2% 3.1% 2.1%
> Rp4 juta ≤ Rp5 juta 11.7% 13.1% 3.1% 4.6% 2.3% 2.2% 3.2% 3.8% 2.6% 1.6% 0.5% 1.0%
> Rp5 juta ≤ Rp6 juta 5.8% 4.2% 1.6% 1.6% 0.6% 0.3% 1.3% 1.4% 1.2% 1.0% 1.2% 0.0%
> Rp6 juta ≤ Rp7 juta 2.5% 3.4% 1.2% 1.3% 0.2% 0.2% 1.0% 0.7% 0.1% 0.7% 0.1% 0.4%
> Rp7 juta ≤ Rp8 juta 1.5% 5.9% 1.0% 2.2% 0.0% 0.4% 0.2% 1.4% 0.3% 1.2% 0.0% 0.7%
> Rp8 juta 3.1% 5.4% 1.3% 2.1% 0.0% 0.2% 0.5% 0.8% 1.0% 1.4% 0.3% 0.8%
Total 100.0% 100.0% 39.9% 41.4% 10.9% 14.0% 23.7% 22.0% 16.9% 13.9% 8.6% 8.7%
Kelompok
Penghasilan
TMP >0-10% >10-20% >20-30% >30%Total
QI'17 QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah
> Rp1 juta ≤ Rp2 juta 13.2% 10.4% 3.9% 2.0% 2.1% 3.6% 2.9% 1.9% 1.8% 1.1% 2.5% 1.8%
> Rp2 juta ≤ Rp3 juta 32.0% 26.0% 4.2% 2.6% 9.3% 7.4% 11.4% 8.5% 4.0% 3.7% 3.0% 3.8%
> Rp3 juta ≤ Rp4 juta 30.2% 31.4% 2.0% 1.3% 10.1% 7.5% 10.1% 9.3% 3.2% 7.0% 4.9% 6.3%
> Rp4 juta ≤ Rp5 juta 11.7% 13.2% 0.1% 0.2% 4.0% 3.8% 3.7% 4.7% 1.6% 1.8% 2.3% 2.8%
> Rp5 juta ≤ Rp6 juta 5.8% 4.2% 0.3% 0.0% 1.9% 0.7% 1.6% 1.4% 0.7% 0.6% 1.3% 1.5%
> Rp6 juta ≤ Rp7 juta 2.5% 3.4% 0.1% 0.0% 0.7% 0.5% 0.1% 0.8% 0.1% 0.6% 1.5% 1.4%
> Rp7 juta ≤ Rp8 juta 1.5% 5.9% 0.0% 0.0% 0.0% 0.4% 0.1% 1.4% 0.1% 1.1% 1.3% 3.1%
> Rp8 juta 3.1% 5.4% 0.3% 0.0% 0.4% 0.4% 0.6% 0.6% 0.3% 0.6% 1.4% 3.7%
Total 100.0% 100.0% 11.0% 6.1% 28.6% 24.4% 30.5% 28.6% 11.9% 16.5% 18.1% 24.3%
Kelompok PenghasilanTotal TBM >0-10% >10-20% >20-30% >30%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
67
Setelah dilakukan pelonggaran Loan to Value
(LTV) beberapa periode lalu, kinerja penyaluran
KPR mulai menggeliat, yaitu dari 5,0% (yoy)
menjadi 6,9% (yoy). Peningkatan KPR terutama
terjadi pada hunian tapak, baik untuk tipe kecil,
menengah maupun tinggi. Begitu juga dengan
ruam dan ruko. Sementara itu, penyaluran kredit
flat maupun apartemen justru cenderung
melambat. Kondisi ini sejalan dengan
meningkatnya masyarakat kelas menengah,
penurunan suku bunga kredit, kebijakan
pemerintah seperti program 1 juta rumah,
pemberian Fasilitas Likuiditas Pembiayaan
Perumahan (FLPP) untuk MBR (masyarakat
berpenghasilan rendah); serta paket kebijakan XII
yang bertujuan untuk mempercepat penyediaan
rumah bagi MBR. Tingginya promosi akan suku
bunga yang rendah untuk KPR yang dilakukan juga
turut mendorong peningkatan penyaluran KPR.
Kredit multiguna relatif melambat dari 8,6% (yoy)
menjadi 8,0% (yoy). Dominasi kredit multiguna
turut meningkatkan resiliensi perbankan
Sumatera Utara, karena kualitas kreditnya
merupakan yang terbaik di antara kredit
perseorangan lainnya. NPL kredit multiguna
tercatat hanya sebesar 1,03%, relatif stabil
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
1,02%, jauh di bawah level indikatif 5%.
Grafik 4.21 Perkembangan Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Penggunaan Utama
Risiko kredit sektor RT masih terjaga, meskipun
menunjukkan peningkatan. Hal ini terlihat dari
tren penurunan rasio NPL gross pada akhir
triwulan II 2017 menjadi sebesar 2,6%, sedikit
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 2,5%. Peningkatan risiko kredit RT
terjadi pada kredit perumahan dan kredit
kendaraan bermotor, sementara kredit multiguna
relatif stabil. Peningkatan NPL sejalan dengan
menurunnya pendapatan yang didorong oleh
perbaikan ekonomi Sumatera Utara yang belum
stabil.
Grafik 4.22 Perkembangan NPL Kredit Sektor Rumah Tangga
4.3.1 Penyaluran Kredit UMKM
Pengembangan sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah) perlu dilakukan agar dapat
dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi,
mengingat sektor tersebut relatif kuat dalam
menghadapi ancaman krisis. UMKM terbukti
sebagai sektor penyelamat ekonomi dari krisis
dan dapat meningkatkan ketahanan ekonomi
rumah tangga, sekaligus menciptakan lapangan
kerja di Indonesia mengingat sektor tersebut
menyerap tenaga kerja. Untuk itu Bank Indonesia
telah mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan
perbankan menyalurkan kredit kepada UMKM
minimal 20%. Pemberlakuan ketentuan tersebut
dilakukan secara bertahap, yaitu tahun 2015
sebesar 5%, 2016 sebesar 10%, tahun 2017 -15.0%
-10.0%
-5.0%
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
30.0%
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
YoY
KPR KKB Multiguna
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
7.0%
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
KPR KKB
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
68
sebesar 15% dan tahun 2018 sebesar 20%.19
Kebijakan ini diperkuat pula dengan kebijakan
pelonggaran LFR (Loan to Funding Ratio) menjadi
94% per 1 Agustus 2015 bagi bank tertentu yang
telah memenuhi pencapaian tertentu kredit
UMKM dengan kualitas yang baik.20
Penyaluran kredit UMKM di Sumatera Utara pada
triwulan II 2017 telah mencapai Rp50,6 triliun,
atau mencapai 26% dari total kredit yang
disalurkan di Provinsi Sumatera Utara. Tingginya
penyaluran kredit pada sektor ini masih dibayangi
dengan kualitas kredit yang sudah melampaui
level indikatifnya, bahkan relatif meningkat dari
5,3% ke 5,6%.
Grafik 4.23 Perkembangan Kredit UMKM
Pada triwulan II 2017 kredit UMKM justru
melambat secara signifikan dari 18,2% (yoy)
menjadi 1,5% (yoy). Perlambatan penyaluran
kredit terutama didorong oleh terkontraksinya
penyaluran kredit UMKM untuk kepentingan
investasi, dan dalamnya perlambatan penyaluran
kredit modal kerja. Dari keseluruhan kredit
UMKM, porsi terbesar digunakan untuk modal
kerja sebesar 71,0%, dan kredit investasi sebesar
28,9%.
Perkembangan perekonomian yang terjadi belum
mendorong keyakinan pelaku usaha untuk
melakukan ekspansi usahanya lebih lanjut. Akses
pelaku UMKM terhadap fasilitas pembiayaan dari
perbankan masih terbatas. Keterbatasan akses
tersebut antara lain disebabkan kurangnya
keahlian SDM perbankan yang menangani UMKM
terkait dengan beragamnya jenis usaha UMKM. Di
sisi lain pelaku UMKM banyak yang tidak memiliki
jaminan yang memadai untuk meningkatkan
keyakinan perbankan tersebut.
Berdasarkan golongan kredit yang disalurkan,
melambatnya pertumbuhan kredit UMKM pada
triwulan II 2017 terutama ditopang oleh kredit
menengah yang melambat secara signifikan, yaitu
dari 38,9% (yoy) menjadi 2,9% (yoy). Sementara
itu, penyaluran kredit UMKM justru relatif
terkontraksi dari 1,5% (yoy) menjadi -1,6% (yoy).
Begitu juga dengan kredit usaha mikro yang
melambat dari 4,1% (yoy) menjadi 3,2% (yoy).
Berdasarkan lapangan usaha, melambatnya
penyaluran kredit UMKM pada triwulan II 2017
didorong oleh melambatnya penyaluran kredit
UMKM pada sektor utama, diantaranya adalah
sektor pertanian, industri pengolahan, PBE
maupun konstruksi. Penyaluran kredit konstruksi
dan PBE bahkan tercatat negatif yaitu dari 21,9%
(yoy) menjadi -0,8% (yoy) serta 3,4% (yoy)
menjadi -0,5% (yoy). Sementara itu penyaluran
kredit pertanian maupun sektor pengolahan
melambat secara signifikan dari 60,4% (yoy)
menjadi 0,3% (yoy) serta 44,8% (yoy) menjadi
23,0% (yoy).
Peraturan Bank Indonesia No. 17/12/PBI/2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No.
14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan
oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka
Pengembangan UMKM
20 Peraturan Bank Indonesia No.17/11/2015 tentang Giro
Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah Dan valuta Asing
yang telah disempurnakan dengan PBI No.18/14/PBI/2016
tgl. 18 Agustus 2016
0.0%
2.0%
4.0%
6.0%
8.0%
10.0%
12.0%
14.0%
16.0%
18.0%
20.0%
I II III IV I II III IV I II
2014 2014 2014
NPL Pertumbuhan Kredit UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
69
Tabel 4.5 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I 2017
Program Kerja Bank Indonesia dalam
Pengembangan UMKM
Guna memperkuat ketahanan pangan dan
kemandirian pangan di Sumatera Utara untuk
mendukung pencapaian tugas Bank Indonesia di
bidang pengendalian inflasi, sejak tahun 2014
Bank Indonesia telah melaksanakan program
kerja inisiatif pengembangan klaster ketahanan
pangan. Isu ketahanan pangan dan kemandirian
pangan di Sumatera Utara penting untuk
dikembangkan mengingat berdasarkan data
historis komoditas pangan menjadi salah satu
sumber tekanan inflasi Volatile Food. Beberapa
komoditas pangan yang menjadi sumber tekanan
inflasi di Sumatera Utara adalah beras, bawang
merah, dan cabe merah. Akibat dari
ketidakseimbangan antara permintaan dan
penawaran menyebabkan terjadinya gejolak
harga pada beberapa komoditas dimaksud.
Untuk itu pada triwulan II 2017 Bank Indonesia
melaksanakan berbagai kegiatan untuk membina
klaster pangan di berbagai daerah, diantaranya:
Selain itu Bank Indonesia juga melakukan
peningkatan akses keuangan UMKM dalam
berbagai bentuk local economy development
seperti bantuan teknis, pengembangan bisnis,
pendampingan, capacity building, pembentukan
Wira Usaha Bank Indonesia (WUBI), dan
elektronifikasi (Layanan Keuangan Digital).
Q1'17 Q2'17 Arah Q1'17 Q2'17 Arah Q1'17 Q2'17 Arah Q1'17 Q2'17 Arah
Pertanian 60.4% 0.3% 2.5% 2.9% -1.8% -5.9% 323.0% 5.1%
Pertambangan 8.4% 0.2% -19.9% -20.3% -4.1% -15.6% 35.9% 24.2%
Industri Pengolahan 44.8% 23.0% -1.2% 1.0% -15.2% -10.5% 64.3% 32.7%
Pengadaan Listrik Gas 22.0% 50.1% 49.2% 58.6% 37.5% 52.9% 13.8% 48.2%
Pengadaan Air 35.9% 23.6% -1.8% 6.3% 51.2% -25.6% 107.5% 115.5%
Konstruksi 21.9% -0.8% 15.3% 38.3% 0.7% 0.0% 26.7% -2.6%
PBE 3.4% -0.5% 4.8% 2.7% 3.4% 0.2% 2.7% -2.8%
Transportasi 6.6% 4.4% 5.0% 1.9% -0.6% -21.2% 9.1% 14.5%
Akomodasi dan Mamin 12.2% 10.8% 6.8% -1.6% -6.7% -8.8% 41.9% 45.4%
Informasi dan Komunikasi -0.7% 33.6% 0.2% -29.6% -16.1% 54.5% 20.5% 54.4%
Perantara Keuangan -17.9% -9.9% -69.6% -15.6% 9.3% 11.8% -23.8% -16.5%
Real Estate -39.0% -42.4% -11.3% 27.7% 28.1% 9.0% -49.0% -54.6%
Jasa Perusahaan -14.8% -20.3% -24.3% -40.3% -10.8% -22.0% -15.8% -12.4%
Adm Pemerintahan 23.9% 21.4% -40.4% -22.3% -41.7% -43.0% 2642.8% 2442.1%
Jasa Pendidikan 0.6% 2.0% 25.7% 16.3% 7.5% 10.9% -11.6% -10.2%
Jasa Kesehatan -4.1% -4.6% 5.3% -0.3% -10.3% -3.7% -3.4% -6.2%
Jasa Lainnya 15.5% 16.2% 13.2% 13.8% 32.0% 36.4% -5.8% -7.8%
Pertumbuhan (YoY)Mikro Kecil MenengahMikro
No Wilayah Kerja Klaster Lokasi
1 Bawang Merah Dairi dan Karo
2 Padi Organik Serdang Bedagai
3 Padi Pulau Kampai
4 Desa Pesisir Serdang Bedagai
5 Kopi Karo
6 Integrasi Padi Sapi Langkat
7 Sapi Potong Labuhan Batu
8
Bawang Merah
Simalungun,
Baru Bara dan
Asahan
9 Cabai Merah Pematangsiantar
10 LED Songket Batu Bara
11 Cabai Merah Tapanuli Utara
12
Pertanian
TerintegrasiMandailing Natal
13 Padi Tapanuli Selatan
14 Bawang Merah Samosir
Kantor Perwakilan
Bank Indonesia
Provinsi Sumatera
Utara
Kantor Perwakilan
Bank Indonesia
Pematangsiantar
Kantor Perwakilan
Bank Indonesia
Sibolga
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
70
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM
PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN
UANG RUPIAH
Pada triwulan II 2017, Sumatera Utara mencatatkan net outflow (penarikan) seiring dengan peningkatan kebutuhan uang kartal menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Sementara itu, transaksi non tunai di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara tercatat mengalami penurunan baik dari nominal maupun jumlah transaksi. Sejalan dengan clean money policy, Bank Indonesia senantiasa melakukan berbagai upaya untuk menyerap uang tidak layak edar (UTLE) dan menyediakan Uang Layak Edar bagi masyarakat. Selanjutnya, perkembangan transaksi jual – beli valas di Provinsi Sumatera Utara cenderung menunjukkan peningkatan, pada triwulan II 2017, pembelian valas meningkat 11,2% (yoy) dan penjualan meningkat 4,2% (yoy). Dalam rangka mendukung transparansi dan good governance serta semakin meningkatnya kebutuhan transaksi non tunai, pada tahun 2017 mulai direalisasikan elektronifikasi pada transaksi keuangan pemerintah daerah dan transaksi jalan tol secara bertahap.
ULOS RONDANG-RONDANG
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
71
5.1 Gambaran Umum Sistem
Pembayaran
Pada triwulan II 2017, Sumatera Utara
mencatatkan net outflow (penarikan) seiring
dengan peningkatan kebutuhan uang kartal
menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Berbeda dengan perkembangan transaksi
tunai, transaksi non tunai di Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
tercatat mengalami penurunan baik dari
nominal maupun jumlah transaksi.
5.2 Sistem Pembayaran Non
Tunai
Sementara itu, sejalan dengan clean money
policy, Bank Indonesia senantiasa melakukan
berbagai upaya untuk menyerap uang tidak
layak edar (UTLE) di masyarakat. Pemusnahan
UTLE yang telah dilakukan Bank Indonesia
pada triwulan II 2017 sedikit menurun
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
UTLE yang dimusnahkan sebagian besar
merupakan pecahan Rp20 ribu dan Rp10 ribu.
Salah satu bentuk kegiatan Bank Indonesia
dalam upaya clean money policy adalah
melalui kegiatan penuakaran uang melalui kas
keliling baik dalam maupun luar kota,
melaksanakan kegiatan kas titipan, melayani
penukaran uang lusuh di loket Bank Indonesia
serta kegiatan penukaran uang bersama
dengan perbankan menjelang HBKN.
Temuan uang palsu pada triwulan II 2017
tercatat meningkat. Bank Indonesia bersama
dengan Kepolisian Republik Indonesia
senantiasa mengupayakan untuk mencegah
dan memberantas peredaran uang palsu di
masyarakat. Dalam rangka memberantas
peredaran uang palsu, KPw Bank Indonesia
Provinsi Sumatera Utara secara rutin
melaksanakan kegiatan sosialisasi Ciri-ciri
Keaslian Uang Rupiah yang menjangkau
seluruh lapisan masyarakat dari pelajar SD
hingga masyarakat umum. Selain itu, Bank
Indonesia juga melakukan pelatihan kepada
para pelaku jasa keuangan seperti kasir dan
teller perbankan maupun perusahaan di
bidang keuangan. BI juga terus meningkatkan
fitur-fitur pengaman uang rupiah seperti
benang pengaman uang, recto verso, tanda
air, dll.
Selanjutnya, perkembangan transaksi jual dan
beli valas di Provinsi Sumatera Utara
cenderung menunjukkan peningkatan, pada
tahun 2016 mencapai 2,29 triliun, 0,4% lebih
tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdasarkan data transaksi pembelian dan
penjualan valuta asing di KUPVA BB Berizin,
mata uang yang paling banyak ditransaksikan
di Sumatera Utara adalah Malaysian Ringgit
(30%), Singapore Dollar (19%), US Dollar
(14%), Baht Thailand (10%), Euro (7%).
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan
transaksi non tunai serta dalam rangka
mendukung transparansi dan good governance,
pada tahun 2017 mulai direalisasikan
elektronifikasi pada transaksi keuangan
pemerintah daerah dan transaksi jalan tol secara
bertahap.
Tabel 5.1 Perputaran Kliring KPw BI PRov Sumatera Utara
Keterangan
Perputaran Kliring I II III IV I II III IV I II
Nominal (Rp. Triliun) 40,10 27,90 40,90 46,70 58,80 61,90 45,74 105,45 45,63 34,46
Volume (lembar warkat) 1.115.840 1.109.712 1.117.632 1.114.344 1.135.332 1.167.460 1.055.997 1.180.089 1.064.378 848.855
Nominal (Rp Miliar) / hari 626,9 647,3 639,2 740,5 963,6 647,3 749,9 1.674 748,14 644,76
Volume (lembar warkat) /hari 17.435 18.192 17.463 17.688 18.612 18.830 17.311 18.732 17.449 15.434
Jumlah Hari Kerja 64 61 64 63 61 62 61 63 61 55
g. Nominal (qtq) -14,1% -30,4% 46,6% 14,2% 25,9% 5,3% -26,1% 130,5% -56,7% -24,5%
g. Volume (qtq) -36,3% -0,5% 0,7% -0,3% 1,9% 2,8% -9,5% 11,8% -9,8% -20,2%
Data KPw BI Prov. Sumatera Utara
2015 2016 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
72
Selain BI-RTGS, transaksi non tunai yang
diselenggarakan Bank Indonesia adalah Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia. Transaksi kliring
mencakup kliring kredit dan kliring debet di Kota
Medan, Tebing Tinggi dan Kabanjahe. Transaksi
yang diproses oleh SKNBI meliputi kumulasi data
keuangan elektronik transaksi card based melalui
mesin EDC (kartu kredit dan kartu debet) dan
transaski paper based (cek, bilyet giro dan nota
debet).
Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi
dari 3 provinsi di Indonesia yang memiliki mesin
sortasi cek dan bilyet giro. Hal ini dikarenakan
transaksi yang dilakukan melalui cek dan bilyet
giro yang relatif tinggi. Berdasarkan data kliring
debet dan kredit yang ditatausahakan di Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera
Utara, aktivitas transaksi non tunai pada triwulan
II 2017 menunjukkan penurunan baik secara
nominal maupun jumlah transaksi dibandingkan
triwulan I 2017. Pada triwulan II 2017 jumlah
nominal perputaran kliring mencapai Rp34,46
triliun atau menurun sebesar 24,5% (qtq).
Sejalan dengan hal tersebut, jumlah warkat
transaksi kliring pada triwulan II 2017
menunjukkan penurunan sebesar 20,2% (qtq)
atau menjadi 848,8 ribu warkat.
5.3 Perkembangan Uang Kartal.
Sumber: KPw BI Prov. Sumut
Grafik 5.1 Perkembangan Outflow Inflow Uang Kartal
Berbeda dengan transaksi non tunai yang
cenderung menurun, transaksi tunai
menunjukkan peningkatan seiring dengan
meningkatnya kebutuhan fresh money di
masyarakat menjelang Ramadhan, Hari Raya Idul
Fitri dan kebutuhan anak masuk sekolah. Aliran
uang kartal pada triwulan II 2017 menunjukkan
posisi net outflow21 sebesar Rp5,08 triliun,
dengan outflow tercatat sebesar Rp12,09 triliun,
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sebesar Rp5,18 triliun. Sementara
itu inflow tercatat lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar Rp7,01 triliun. Pada
Outflow adalah posisi dimana bank melakukan penarikan
dana dari Bank Indonesia, sementara inflow merupakan
posisi Bank melakukan penyetoran dana ke Bank Indonesia.
triwulan II-2017 net outflow lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencatatkan net inflow. Hal ini berarti dana yang
ditarik oleh Bank pada triwulan II-2017 lebih
besar dibandingkan dengan dana yang disetor.
Sementara itu, berdasarkan informasi jumlah
uang tidak layak edar yang dimusnahkan pada
triwulan II 2017 tercatat lebih rendah
dibandingkan pada triwulan sebelumnya.
Temuan Uang Palsu dan Penyediaan Uang Layak
Edar
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sumatera Utara secara konsisten menekan
peredaran uang palsu melalui kerjasama dengan
pihak Polda Sumatera Utara. Berdasarkan data
terakhir, jumlah uang palsu yang terindentifikasi
di Provinsi Sumatera Utara pada triwulan II 2017
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Temuan uang palsu pada triwulan II 2017 ini
merupakan temuan terbanyak dalam satu tahun
terakhir. Sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah
oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
73
Sumatera Utara terus dilakukan kepada
masyarakat umum dan pelaku usaha di Sumatera
Utara untuk meminimalisir peredaran uang
palsu. Disamping itu, Bank Indonesia senantiasa
mengintensifkan kerjasama dengan pihak
kepolisian dalam menekan peredaran uang palsu.
Bank Indonesia terus berkomitmen dalam
meningkatkan kualitas uang layak edar di
masyarakat (clean money policy), dengan
menarik uang lusuh dan/atau uang rusak dari
aliran uang yang masuk ke Bank Indonesia
(inflow). Penyediaan uang layak edar tersebut
dilakukan dengan kegiatan penukaran uang dan
kegiatan kas keliling oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sumatera Utara, Sibolga dan
Pematangsiantar.
Sumber: KPw BI Prov. Sumatera Utara Grafik 5.2 Perkembangan Kegiatan Kas Keliling
Kegiatan kas keliling dilakukan hingga kabupaten
PakPak Bharat yang berjarak cukup jauh dari Kota
Medan dan merupakan daerah terpencil
(remote). Frekuensi layanan kas keliling pada
triwulan II 2017 telah mencapai 39 kali dengan
nilai nominal Kas Keliling KPw Prov. Sumatera
Utara sebesar Rp14,2 miliar atau 47,17%.
Sementara itu untuk Provinsi Sumatera Utara
nominal dana kas keliling pada Triwulan II 2017
sebesar Rp30,1 miliar, meningkat Rp10,2 miliar
atau 51% dibandingkan triwulan I 2017 yang
tercatat sebesar Rp19,9 miliar.
5.4 Perkembangan KUPVA
Perkembangan transaksi jual – beli valuta asing
(valas) di Provinsi Sumatera Utara cenderung
menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data transaksi Penyelenggara
KUPVA Bukan Bank di Provinsi Sumatera Utara,
total transaksi jual-beli valas pada tahun 2016
mencapai Rp2,29 triliun, meningkat sebesar 0,4%
dibandingkan tahun 2015 yang tercatat sebesar
Rp2,28 triliun. Sementara itu, s.d. Juni 2017
transaksi jual beli valas melalui KUPVA Bukan
Bank Berizin telah mencapai Rp1,18 triliun.
Meningkatnya perkembangan transaksi jual-beli
valas tersebut sejalan dengan peningkatan
jumlah kunjungan wisman (wisatawan
mancanegara) di sepanjang tahun 2015 dan 2016
dan selalu menunjukkan pertumbuhan positif.
Berdasarkan data Dinas Pariwisata Provinsi
Sumatera Utara jumlah kunjungan wisman
triwulan II 2017 tumbuh sebesar 22,28% (yoy)
dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun
sebelumnya. Hal tersebut sejalan dengan
transaksi valas yang menunjukkan peningkatan
sebesar 0,4% dibandingkan tahun sebelumnya.
Implementasi kewajiban penggunaan uang
Rupiah di Sumatera Utara juga ikut mendorong
peningkatan transaksi penukaran valas di Sumut
khususnya transaksi yang dilakukan oleh wisman
di hotel yang telah bekerjasama dengan
penyelenggara KUPVA Bukan Bank Berizin.
Tabel 5.2 Wisatawan Asing di Sumatera Utara
Sumber : BPS
Meningkatnya transaksi jual beli valas juga
didorong oleh meningkatnya KUPVA Bukan Bank
Berizin di Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan
jumlah kantornya, sampai dengan Juni 2017
terdapat 58 Kantor KUPVA Bukan Bank Berizin.
Jumlah tersebut meningkat sebanyak 2 kantor
2017
Sem I Sem II Sem I Sem II Sem I
Bandara Kualanamu 101.063 96.755 82.202 121.745 106.964
Pelabuhan Laut Belawan 10.860 10.056 10.249 9.918 9.009
Pelabuhan Laut Tanjung Balai Asahan 4.872 5.682 4.765 4.764 2.906
Total 116.795 112.493 97.216 136.427 118.879
Pintu Masuk Wisatawan Asing2015 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
74
KUPVA dibandingkan tahun 2016. Dari jumlah
kantor KUPVA Bukan Bank tersebut, sebaran
jumlah kantor KUPVA Bukan Bank masih belum
merata dan terkonsentrasi di Kota Medan yaitu
mencapai 96%, dan kota Binjai sebanyak 4%.
Transaksi jual beli valas di Sumatera Utara pada
semester I 2017 sebagian besar didominasi oleh
5 valuta asing yaitu Malaysian Ringgit (30%),
Singapore Dollar (19%), US Dollar (14%), Baht
Thailand (10%), Euro (7%).
Sumber KPw BI Prov. Sumut
Grafik 5.3 Pembelian dan penjualan valas
Berdasarkan data pembelian dan penjualan
Valuta Asing yang dilakukan pada KUPVA BB
Berizin di Sumatera Utara selama triwulan II 2017
tercatat sebesar Rp615 Miliar dengan rincian
pembelian sebesar Rp306,6 Miliar sementara
penjualan sebesar 308,6 Miliar. Pembelian valas
di Sumatera Utara mengalami peningkatan
sebesar 11,2% (yoy) atau 6,9% (qtq). Sementara
itu penjualan tumbuh sebesar 4,2% (yoy) atau
6,9% (qtq).
5.5 Perkembangan Elektronifikasi
pada Sistem Pembayaran
Elektronifikasi transaksi merupakan suatu upaya
mengubah transaksi masyarakat yang semula
dilakukan secara manual menjadi elektronik, dari
metode pembayaran secara tunai menjadi non
tunai, dengan pelaku transaksi keuangan yang
sebelumnya bersifat eksklusif menjadi inklusif.
Sementara itu yang dimaksud dengan
elektronifikasi pembayaran pemerintah
merupakan tata cara pembayaran pemerintah
baik berupa pembayaran masyarakat kepada
pemerintah maupun pembayaran pemerintah
kepada masyarakat yang dilakukan secara
elektronik (non tunai). Tujuan dilakukannya
elektronifikasi yaitu membuka akses masyarakat
sampai ke daerah terpencil agar terhubung
dengan layanan keuangan dan/atau lembaga
keuangan. Salah satu bentuk reformasi dan
modernisasi transaksi pembayaran yang ingin
dicapai oleh pemerintah adalah melalui
elektronifikasi. Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 32/PMK.05/2014
tentang Sistem Penerimaan Negara Secara
Elektronik disusun dalam rangka meningkatkan
kualitas penatausahaan dan
pertanggungjawaban penerimaan negara,
dengan menerapkan Sistem penerimaan Negara
secara elektronik dan memanfaatkan teknologi
informasi. Penyempurnaan ini dilakukan untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
dalam hal pembayaran/penyetoran penerimaan
negara serta untuk mewujudkan good
governance.
5.5.1 Elektronifikasi di Pemerintah Daerah
Selaras dengan Menteri Keuangan, Menteri
Dalam Negeri melalui Surat Edaran kepada
Pemerintah Daerah disebutkan bahwa untuk
meningkatkan akuntabilitas dan transparansi
pengelolaan keuangan daerah, perlu dilakukan
perecepatan implementasi transaksi non tunai
pada pemerintah daerah. Pelaksanaan transaksi
non tunai dimaksud paling lambat dilaksanakan
pada tanggal 1 Januari 2018 yang meliputi
transaksi penerimaan dan pengeluaran daerah
yang dilakukan oleh bendahara
penerimaan/pengeluaran atau bendahara
penerimaan dan pengeluaran pembantu. Dalam
upaya mendukung dan menyukseskan
elektronifikasi pembayaran pemerintah
dimaksud, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sumatera Utara telah melaksanakan
pembahasan dengan Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten/Kota
di Sumatera Utara serta Bank pendukung.
Diharapkan elektronifikasi secara bertahap
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
75
terkait penerimaan dan pengeluaran pemerintah
dapat dilaksanakan.
Jenis-jenis elektronifikasi pembayaran
pemerintah dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Elektronifikasi Pembayaran Pemerintah
(Masyarakat kepada Pemerintah – P2G)
Merupakan jenis pembayaran yang
dilakukan oleh masyarakat kepada
pemerintah, baik itu pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah atau transaksi
yang mendatangkan penerimaan bagi
pemerintah. Pada Pemerintah Daerah, jenis
penerimaan ini diklasifikasikan menjadi dua
yaitu pendapatan daerah dan pembiayaan.
Elektronifikasi Pembayaran Pemerintah
(Pemerintah kepada Masyarakat – G2P)
Merupakan penyaluran Anggaran Pendapatan
Belanja Negara/Daerah untuk tujuan
pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Secara umum pengeluaran
pemerintah dilakukan melalui Rencana
Keuangan Tahunan yang disetujui oleh
DPR/DPRD. Belanja negara dipergunakan untuk
keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah
pusat dan daerah.
5.5.2 Elektronifikasi Jalan Tol
Pada tanggal 31 Mei 2017, Bank Indonesia dan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) menyepakati untuk memperluas
kerjasama dalam meningkatkan elektronifikasi di
jalan tol. Elektronifikasi dilakukan untuk
menciptakan layanan non tunai yang aman, cepat
dan efisien sehingga memberi nilai tambah bagi
masyarakat dan operator jalan tol. Elektronifikasi
diterapkan dalam bentuk e-money atau yang
dikenal juga dengan sebutan E-Tol. Dengan
adanya E-Tol diharapkan antrian di gerbang tol
dapat dihilangkan. Elektronifikasi pembayaran
tol akan menggunakan aplikasi sensorik yang
akan dihubungkan dengan rekening bank.
Program elektronifikasi ini dilakukan dalam 4
(empat) tahap yaitu:
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
76
5.5.3 Perkembangan Uang Digital
Grafik 5.4 Perkembangan LKD di Sumatera Utara
Dalam rangka meningkatkan akses masyarakat
kepada lembaga keuangan formal, berbagai
otoritas telah mengeluarkan kebijakan di bidang
keuangan. Bank Indonesia melalui Peraturan
Bank Indonesia yang diterbitkan April 2014 telah
berupaya untuk meningkatkan jangkauan dan
memperluas penyediaan layanan jasa sistem
pembayaran dan keuangan. Dalam aturan
tersebut, dimungkinkan bank dan Lembaga
Selain Bank (LSB) penerbit uang elektronik
bekerjasama dengan pihak ketiga atau agen yang
bertindak atas nama bank untuk melayani
kebutuhan masyarakat Indonesia di berbagai
daerah akan layanan sistem pembayaran dan
keuangan formal. Layanan dimaksud dikenal
dengan nama Layanan Keuangan Digital (LKD).
Berdasarkan data yang disampaikan Perbankan
di Kota Medan, jumlah agen LKD yang dilaporkan
bulan Mei 2017 sebanyak 7.841 LKD. Sementara
itu pemegang e-money di Sumatera Utara per
Mei 2017 sebanyak 35.019.
Sebagai bentuk dukungan terhadap Gerakan
Nasional Non Tunai, pada tahun 2017,
Pemerintah melakukan reformasi penyaluran
bantuan pangan. Penyaluran bantuan pangan
yang lebih dikenal dengan istilah Bantuan
Langsung Tunai (BLT) sebelumnya diberikan
melalui kantor pos dalam bentuk uang tunai
dengan jumlah tertentu setiap bulannya. Dewasa
ini, penyaluran bantuan tidak diberikan langsung
dalam bentuk uang tunai, tetapi menggunakan
uang elektronik dan dikenal dengan istilah BLNT
(Bantuan Langsung Non Tunai) yang prosesnya
salah satunya dilakukan oleh LKD..
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
77
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
Membaiknya kinerja perekonomian Sumatera Utara pada Triwulan II 2017 belum tercermin pada
perbaikan kondisi ketenagakerjaan, Namun demikian persepsi terhadap ketersediaan tenaga kerja
pada triwulan mendatang meningkat. Sementara itu, tingkat kemiskinan di Sumatera Utara per
triwulan I 2017 tercatat sebanyak 1.453,9 ribu jiwa atau 10,22% dari jumlah penduduk Sumatera
Utara. Kondisi tersebut lebih baik dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya.
Perbaikan tingkat kemiskinan di Sumatera Utara juga terlihat dari angka kemiskinan yang berada
di bawah angka kemiskinan Nasional yang tercatat sebesar 10,64%. Seiring dengan perbaikan
tersebut, Indeks Keparahan dan Indeks Kedalaman Kemiskinan pada Triwulan I 2017 juga
menunjukkan penurunan. Hal ini mengindikasikan ketimpangan kemiskinan semakin berkurang.
ULOS SADUM TARUTUNG
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
78
6.1 Ketenagakerjaan
Membaiknya kinerja perekonomian Sumatera
Utara pada triwulan II 2017 tercermin pada
perbaikan kondisi ketenagakerjaan.
Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha,
kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Utara yang
tercermin dari indeks penggunaan tenaga kerja
menunjukkan penurunan dengan Saldo Bersih
Tertimbang (SBT) dari triwulan I 2017 sebesar
3,24 SBT menjadi -0,09 SBT pada triwulan II 2017.
Penurunan terutama terjadi pada sektor
perdagangan dan sektor keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan, sedangkan sektor pertanian
dan sektor industri pengolahan meningkat.
Indeks penggunaan tenaga kerja di lapangan
usaha perdagangan menurun dari -0,4 SBT
menjadi -2,1 SBT, diikuti oleh sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan dari 1,2 SBT
menjadi -1,1 SBT. Sementara kinerja kedua sektor
tersebut pada PDRB yang menunjukkan
peningkatan. Penurunan tenaga kerja di sektor
utama perdagangan diperkirakan seiring dengan
meningkatnya aktivitas belanja online untuk
kebutuhan terkait Lebaran. Sementara itu,
sejalan dengan peningkatan kinerja pada PDRB,
sektor industri pengolahan menunjukkan
kenaikan paling tinggi dari 1,9 SBT menjadi 3,3
SBT, diikuti oleh sektor pertanian yang
meningkat dari -0,9 SBT menjadi 0,0 SBT.
Peningkatan pada sektor industri pengolahan
dan sektor pertanian diperkirakan dipengaruhi
oleh peningkatan produksi terkait Lebaran dan
Ramadhan serta pergeseran musim panen dari
triwulan I ke triwulan II. Sedangkan penurunan
tenaga kerja pada sektor perdagangan
diperkirakan dipengaruhi oleh meningkatnya
aktivitas belanja online.
Potensi pasokan tenaga kerja Sumatera Utara
yang tersedia pada triwulan laporan mengalami
peningkatan, tercermin dari jumlah angkatan
kerja Sumatera Utara pada Februari 2017
dibandingkan Februari 2016.
Sumber: BPS Sumatera Utara
Grafik 6.1 Indikator Jumlah Tenaga Kerja
Pada Februari 2017 jumlah angkatan kerja
sebesar 6,71 juta orang, meningkat sebanyak 122
ribu orang (1,9%) dibandingkan Februari 2016.
Dari jumlah tersebut, yang bekerja meningkat
1,9%, sementara jumlah pengangguran
meningkat 0,7%. Tingkat partisipasi angkatan
kerja (TPAK) meningkat dari 68,9% menjadi
69,1%. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka
(TPT) menurun dari 6,5% menjadi 6,4%.
Perbaikan kondisi ketenagakerjaan di Sumatera
Utara tersebut menunjukkan terdapat harapan
perbaikan kondisi ekonomi Sumatera Utara.
Sumber : BPS Sumatera Utara
Grafik 6.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Sebaran penyerapan tenaga kerja di Sumatera
Utara masih didominasi di lapangan usaha
Pertanian. Pangsa PDRB terpusat di sektor
pertanian (24,3%), sektor industri pengolahan
(19,4%), sektor perdagangan (17,8%), dan sektor
konstruksi (12,4%). Sementara pangsa tenaga
kerja Sumatera Utara didominasi oleh sektor
pertanian (2,67 juta orang; 42,6%), sektor
perdagangan (1,31 juta orang; 21,0%), sektor jasa
kemasyarakatan (1,08 juta orang; 17,2%), dan
sektor industri pengolahan (460 ribu orang;
7,3%).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
79
Tabel 6.1 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Latar
belakang Pendidikan
Sumber : BPS Sumatera Utara
Kondisi ini diperkirakan terkait erat dengan
komposisi tenaga kerja Sumatera Utara yang
masih didominasi oleh pendidikan SD ke bawah
(2,04 juta orang; 32,4%), SMP (1,31 juta orang;
20,9%) dan SMA (1,41 juta orang; 22,4%).
Tenaga terdidik terampil SMK juga masih sangat
kurang (749 ribu orang; 11,9%). Dengan akan
dibukanya Kawasan Industri Kuala Tanjung yang
berbasis industri logam dan KEK Sei Mangkei
yang berbasis komoditas sawit, perlu
dipersiapkan tenaga kerja terampil dan terdidik
agar kebutuhan tenaga kerja kedua kawasan
tersebut dapat dipenuhi oleh tenaga kerja di
Sumatera Utara. Untuk itu, perlu ditingkatkan
kuantitas dan kualitas lulusan SMK dan
pelatihan/sertifikasi tenaga kerja terampil.
Optimisme masyarakat akan penghasilan saat ini
juga sejalan dengan beberapa indikator seperti
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK), maupun Indeks
Kondisi Ekonomi (IKE) (Grafik 6.5).
Sumber: BPS Sumatera Utara
Grafik 6.3 Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi.
Secara umum, dibandingkan Februari 2016, tidak
terdapat pergeseran komposisi tenaga kerja pada
sektor utama di Sumatera Utara (Grafik 6.3).
Tenaga kerja di sektor pertanian dan
perdagangan meningkat, namun sektor industri
pengolahan sedikit menurun. Peningkatan
tenaga kerja di sektor pertanian pada triwulan
laporan antara lain disebabkan oleh peningkatan
produksi pertanian yang didukung oleh kondisi
cuaca berupa kecukupan curah hujan. Jika dilihat
berdasarkan status pekerjaan, terdapat
pergeseran jumlah tenaga kerja di sektor formal
ke sektor informal, yang diindikasikan terjadi
pada kelompok buruh/karyawan ke kelompok
berusaha sendiri atau pekerja keluarga. Selaras
dengan data tenaga kerja per sektor ekonomi,
pergeseran tenaga kerja formal ke informal
terindikasi terjadi pada sektor pertanian dan
sektor perdagangan yang dipicu oleh pergeseran
musim tanam dan panen serta bulan Ramadhan
dan Lebaran. Di tengah penerimaan gaji ke 14
dan THR pada periode laporan, hasil survei
menunjukkan konsumen Sumatera Utara masih
optimis dalam memandang penghasilan saat ini,
meski tidak sebaik periode sebelumnya. Berdasar
Survei Konsumen yang dilakukan Bank Indonesia
di Sumatera Utara, indeks penghasilan saat ini
kembali menurun menjadi 126,0 dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 127,9 (Grafik
6.4).
Sumber: KPw BI Sumatera Utara
Grafik 6.4 Indeks Kondisi dan Ekspektasi Penghasilan
Optimisme masyarakat akan penghasilan saat ini
juga sejalan dengan beberapa indikator seperti
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK), maupun Indeks
Kondisi Ekonomi (IKE) (Grafik 6.5). Persepsi
masyarakat terhadap penghasilannya pada
triwulan mendatang justru meningkat. Hal
tersebut tercermin dari meningkatnya Indeks
Ekspektasi Penghasilan 6 Bulan yang akan
datang. Optimisme ini diperkirakan terkait
dengan membaiknya harga komoditas serta
dalam ribuan
2017
Feb Agst Feb Agst Feb
SD ke bawah 2.069 1.831 1.856 1.922 2.040
SMP 1.362 1.339 1.382 1.282 1.314
SMA 1.437 1.458 1.539 1.352 1.413
SMK 728 700 747 769 749
Diploma I/II/III dan universitas 576 634 641 667 771
JUMLAH 6.171 5.962 6.166 5.991 6.287
TINGKAT PENDIDIKAN2015 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
80
meningkatnya ekspektasi terhadap ketersediaan
lapangan kerja.
Sumber: BPS Sumatera Utara
Grafik 6.5 SKDU Ekspektasi dan Keyakinan Konsumen
Pada triwulan II 20187, konsumen memandang
bahwa akan ada peningkatan kondisi
ketersediaan lapangan pekerjaan. Hal ini
tercermin dari Indeks Ketersediaan lapangan
Kerja Saat Ini yang kembali menunjukkan tren
peningkatan dari 104,7 menjadi 105,4 (Grafik
5.1). Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang
juga masih dipandang optimis bahkan lebih baik
dari saat ini. Hal ini terlihat dari indeks ekspektasi
ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan
datang yang meningkat dari 111,1 menjadi 123,5.
(Grafik 6.6).
Sumber: BPS Sumatera Utara
Grafik 6.6 SKDU Ketersediaan Lapangan Kerja
Beberapa faktor yang diperkirakan mendorong
optimisme akan perbaikan kondisi
ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Utara pada
22 Data Penduduk Miskin dan Gini Ratio Provinsi Sumatera
Utara bulan Maret 2017, diterbitkan oleh BPS Sumatera
Utara pada bulan Juli 2017
triwulan mendatang diantaranya adalah: (1)
masih berlanjutnya pemulihan harga komoditas,
(2) meningkatnya penyerapan CPO domestik
terkait mandatori biodiesel, (3) percepatan
pembangunan infrastruktur strategis, serta (4)
pembukaan lowongan kerja Pegawai Negeri Sipil.
6.2 Kesejahteraan
Angka Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara
pada Triwulan I 201722 membaik bila
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
lalu. Tingkat kemiskinan di wilayah Sumatera
Utara per triwulan I 2017 tercatat sebanyak
1.453,9 ribu jiwa atau 10,22% dari jumlah
penduduk. Angka ini menurun dibandingkan
periode yang sama tahun lalu yang tercatat
sebesar 1.455,9 ribu jiwa atau 10,53% dari jumlah
penduduk. Angka kemiskinan di Sumatera Utara
jauh di bawah angka kemiskinan nasional yang
tercatat sebesar 10,64% pada Triwulan I 2017.
Sumber: BPS Sumatera Utara
Grafik 6.7 Penduduk Miskin Sumatera Utara
Penurunan persentase jumlah penduduk miskin
tersebut didorong oleh penurunan jumlah
penduduk miskin yang ada di kawasan pedesaan.
Jumlah penduduk miskin di desa menurun dari
765,1 ribu jiwa pada Juni 2016 atau 10,97%
menjadi 743,2 ribu jiwa pada Triwulan I 2017 atau
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
81
10,66% dari jumlah penduduk. Sementara jumlah
penduduk miskin di kota cenderung meningkat
yaitu dari 690,8 ribu jiwa atau 9,7% dari jumlah
penduduk pada Triwulan I 2016 menjadi 710,7
ribu jiwa atau 9,8% dari jumlah penduduk pada
Triwulan I 2017.
Sumber: BPS Sumatera Utara
Grafik 6.8 Penduduk Miskin Kota dan Desa
Lebih lanjut, indeks keparahan dan kedalaman
kemiskinan pada Triwulan I 2017 juga
menunjukkan penurunan. Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) menurun dari 1,77 di Triwulan I
2016 menjadi 1,71 di Triwulan I 2017. Penurunan
ini mengindikasikan bahwa rata-rata
pengeluaran penduduk miskin cenderung
semakin membaik mendekati garis kemiskinan
(batas minimum untuk masuk kategori penduduk
miskin).
Sejalan dengan pergerakan Indeks Kedalaman
Kemiskinan23, Indeks Keparahan Kemiskinan
(P2)24 Triwulan I 2017 turut membaik. Indeks
Keparahan Kemiskinan menurun dari 0,49 di
Triwulan I 2016 menjadi 0,45 di Triwulan I 2017.
Hal ini mengindikasikan ketimpangan
pengeluaran di antara penduduk miskin semakin
berkurang.
Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Indeks-
P2) merupakan gambaran penyebaran pengeluaran diantara
penduduk miskin.
24 Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1),
merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran
Sumber: BPS Pusat
Grafik 6.9 Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan
Sumber: BPS
Grafik 6.10 Gini Ratio
Secara umum, tingkat kemiskinan di pedesaan di
Triwulan I 2017 lebih parah dibandingkan
kemiskinan di perkotaan, sebagaimana terjadi
pada periode sebelumnya. Tingkat kemiskinan
pedesaan pada Triwulan I 2017 tercatat sebesar
10,66%, sementara tingkat kemiskinan di
perkotaan sebesar 9,8%.
Dari sisi pemerataan pendapatan, disparitas
pendapatan di Provinsi Sumatera Utara
mengalami perbaikan yang tercermin dari
penurunan Gini Ratio pada tahun 2017. Gini ratio
Sumatera Utara tercatat sebesar 0,315, lebih
rendah dibandingkan dengan Gini Ratio Nasional
yang menunjukan angka sebesar 0,393. Gini ratio
Sumatera Utara tercatat berada pada peringkat
masing-masing pendduk miskin terhadap garis kemiskinan.
Semkain tinggi nilai indeks semakin jauh rata-rata
pengeluaram dari garis kemiskinan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
82
ketiga terbaik setelah Bangka Belitung 0,282 dan
Kalimantan Utara yang tercatat 0,308.
Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan
Tabel 6.2 Nilai Tukar Petani Berdasarkan sub sektor
Sumber : BPS Sumatera Utara
Berbeda dengan pertumbuhan ekonomi di sektor
pertanian yang mulai membaik yaitu 2,01% (yoy)
di Triwulan I 2017 menjadi 2,44% (yoy) di
triwulan II 2017, Nilai Tukar Petani di Sumatera
Utara mengalami sedikit penurunan yaitu 99,77
di triwulan I 2017 menjadi 99,54 dan masih
berada di level pesimis (di bawah 100).
Penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan
pada Indeks yang diterima petani (IT) sebesar -
0,73 dari 128,19 pada triwulan I 2017 menjadi
127,46 pada triwulan II 2017. NTP masih berada
di bawah ambang batas 100, hal ini menunjukkan
bahwa petani masih mengalami defisit yaitu
pendapatan petani masih lebih kecil
dibandingkan dengan pengeluarannya.
Perlambatan NTP mencerminkan menurunnya
kesejahteraan petani akibat menurunnya daya
beli petani. Kondisi ini diperkirakan disebabkan
oleh berkurangnya pane dan kurang bersaingnya
hasil produk petani. Sehingga untuk
meningkatkan tingkat kesejahteraan petani
diperlukan peningkatan daya saing produk
pertanian dengan peningkatan kualitas dan
spesialisasi produk terutama pada produk
tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan.
Sementara itu, Indeks Kesejahteraan Nelayan
Perikanan (NTPN) Sumatera Utara meningkat
sebesar 0,83 dari 102,57 di triwulan I 2017
menjadi 103,38 di triwulan II 2017. Peningkatan
tersebut didorong oleh peningkatan IT dari
127,78 di triwulan I 2017 menjadi 103,38. Dalam
satu tahun terakhir NTPN Sumatera Utara terus
mengalami peningkatan dan telah berada di atas
angka 100 (pada Triwulan II 2016 NTPN masih
dibawah 100). Hal ini menunjukkan bahwa
kebijakan pemerintah dalam membatasi jumlah
penangkapan ikan oleh kapal asing di wilayah
perairan Indonesia, khususnya di Sumatera Utara
di daerah perairan Sibolga, Tanjung Balai dan
Belawan telah memberikan dampak yang positif
bagi nelayan di Sumatera Utara.
Dibandingkan triwulan I 2017, NTP seluruh
provinsi di kawasan Pulau Sumatera menurun,
dengan penurunan terbesar terjadi di provinsi
Jambi sebesar -2,24. Sementara itu, Provinsi di
Pulau Sumatera dengan NTP di atas 100 adalah
Provinsi Riau dan Provinsi Lampung (Tabel 6.3).
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
petani di Sumatera Utara masih mengalami
defisit. Sementara itu, secara Nasional NTP
berada di atas angka 100 yaitu 100,53 dan
cenderung meningkat dibandingkan triwulan I
2017.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
83
Tabel 6.3 NTP Kawasan Sumatera dan Nasional
Sumber: BPS Sumatera Utara
Secara triwulanan penurunan NTP di triwulan II
2017 terjadi pada subsektor perkebunan dan
tanaman hortikultura, sementara subsektor
tanaman pangan mengalami peningkatan.
Peningkatan NTP pada subsektor tanaman
pangan sejalan dengan kecukupan komoditas
pangan dalam menghadapi HBKN di Triwulan II
2017. Hal ini juga dikonfirmasi dari inflasi yang
rendah dan terkendali pada triwulan II 2017.
Indeks harga yang diterima (IT) petani
menggambarkan fluktuasi harga komoditas
pertanian yang dihasilkan oleh petani. Nilai IT
petani di Sumatera Utara pada triwulan ini
sebesar 127,46, atau lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mencapai 128,19.
Rendahnya IT Petani dapat disebabkan oleh
melimpahnya pasokan komoditas pangan yang
menyebabkan penurunan harga. Sementara itu,
dibandingkan dengan triwulan I 2017, penurunan
IT petani terjadi pada sub sektor tanaman
hortikultura sebesar -2,35 yaitu dari 122,59 pada
triwulan I 2017 menjadi 120,24 yang disebabkan
oleh penurunan indeks tanaman sayuran sebesar
-2,05 dan tanaman buah sebesar -2,77. Hal ini
sejalan dengan penurunan indeks harga pada
beberapa komoditas sayuran pada level
konsumen yang bahkan mengalami deflasi.
Sementara itu, Indeks Harga yang dibayar (IB)
petani menggambarkan fluktuasi harga barang
dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat
pedesaan, serta fluktuasi harga barang dan jasa
yang diperlukan untuk memproduksi hasil
pertanian. Pada triwulan II 2017 IB petani
mengalami penurunan dari 128,48 pada per
triwulan I 2017 menjadi per 128,05 triwulan I
2017 yang didorong oleh penurunan pada indeks
konsumsi rumah tangga pada seluruh subsektor
pertanian. Mengingat penurunan IB lebih kecil
dibandingkan penurunan IT, maka nilai NTP
Provinsi Sumatera Utara menurun dibandingkan
periode sebelumnya.
Kesejahteraan Nelayan
Nilai tukar nelayan perikanan (NTNP) merupakan
salah satu alat ukur untuk mengukur indeks
kesejahteraan nelayan. Pada triwulan II 2017
tercatat indeks NTNP Sumatera Utara sebesar
103,38 atau meningkat sebesar 0,81
dibandingkan dengan posisi triwulan I 2017.
Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan
indeks harga yang diterima (IT) nelayan sebesar
1,45 yaitu dari 127,78 pada triwulan I 2017
menjadi sebesar 129,23 pada triwulan II 2017.
Peningkatan NTNP juga didukung oleh
peningkatan pada Nilai Tukar kelompok
Penangkapan Ikan (NTNPi) sebesar 1,78 dari
96,76 pada triwulan I 2017 menjadi 98,54 pada
triwulan berjalan. Di sisi lain terjadi penurunan
indeks Nilai Tukar Nelayan kelompok Perikanan
Tangkap (NTN), namun tidak terlalu signifikan
yaitu sebesar -0,15 dari 108,35 pada triwulan I
2017 menjadi 108,20 pada triwulan II 2017. Hal
ini disebabkan oleh indeks harga yang diterima
nelayan lebih kecil dibandingkan dengan indeks
harga yang dibayar. Peningkatan indeks harga
yang dibayar disebabkan peningkatan indeks
BPPBM.
I II III IV I II III IV I II
Aceh 97,39 95,76 96,07 98,13 97,25 95,83 95,1 95,9 95,11 94,72 -0,39
Sumatera Utara 99,09 98,47 98,19 100,62 99,17 99,84 100,79 101,56 99,77 99,54 -0,23
Sumatera Barat 98,97 97,54 97,08 97,75 93,38 97,37 97,81 97,87 98,19 96,66 -1,53
Riau 97,55 96,24 93,06 95,03 97,36 98,11 99,11 102,23 103,5 102,59 -0,91
Jambi 95,81 96,09 94,83 95,72 96,93 99,18 99,3 101,09 100,99 98,75 -2,24
Sumatera Selatan 98,31 97,29 95,73 96,03 94,48 93,84 94,11 95,45 94,94 92,72 -2,22
Nasional 101,53 100,52 102,33 102,83 101,32 101,47 102,02 101,49 99,95 100,53 0,58
2015 2016Keterangan
2017Ket
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
84
Tabel 6.4 Nilai Tukar Nelayan
Sumber: BPS Sumut
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
85
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
86
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
DAERAH
Pada triwulan IV 2017 perekonomian Sumatera Utara diperkirakan akan meningkat dibandingkan
triwulan III 2017. Pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 2017 diperkirakan akan berada pada kisaran
5,1-5,5% (yoy) didorong oleh permintaan domestik seiring dengan realisasi anggaran pemerintah
terutama belanja modal yang semakin meningkat. Sementara itu, aktivitas konsumsi masyarakat juga
diperkirakan akan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya seiring dengan perayaan Natal dan tahun baru.
Di sisi eksternal, kinerja ekspor diperkirakan akan meningkat sering dengan pola seasonalnya dan
perbaikan permintaan global.
Dari sisi lapangan usaha, peningkatan kinerja ekonomi Sumatera Utara pada triwulan IV 2017 masih
didominasi oleh 4 sektor utama yaitu pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan konstruksi.
Kinerja sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan terutama akan ditopang oleh
perbaikan sektor eksternal seiring perbaikan permintaan global dan domestik. Puncak realisasi belanja
pemerintah daerah khusnya penyelesaian proyek infrastruktur strategis seperti Tol Trans Sumatera dan
Pelabuhan Kuala Tanjung akan mendorong kinerja sektor konstruksi.
ULOS SIBOLANG
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
87
7.1 Prospek
Pertumbuhan
Ekonomi
Perekonomian Sumatera Utara
pada triwulan IV 2017
diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan
III 2017 dengan magnitude yang lebih rendah
dengan perkiraan semula25. Perekonomian
Sumatera Utara pada triwulan IV 2017
diperkirakan berada pada rentang 5,1-5,5% (yoy).
Hal ini terutama didorong oleh konsumsi
domestik terutama realisasi belanja Pemerintah
Daerah. Sementara itu, kondisi eksternal yang
masih kondusif diperkirakan akan mendorong
kinerja sektor swasta.
Kinerja ekspor pada tahun triwulan IV 2017 juga
diperkirakan masih tumbuh positif, seiring
dengan pola seasonalnya dan perbaikan
permintaan dari negara tujuan utama seperti
Amerika Serikat dan Tiongkok. Dengan demikian,
kinerja impor juga turut meningkat.
.
Grafik 7.1 Survei Konsumen
Di sisi konsumsi, optimisme konsumen
diperkirakan akan meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya seiring dengan perayaan
Natal dan tahun baru. Selain itu, tingkat
pendapatan masyarakat juga akan meningkat
didorong oleh kinerja ekspor
yang positif dan penerimaan
bonus tahun baru.
Optimisme peningkatan
tingkat konsumsi masyarakat
juga tercermin dari hasil Survei
Konsumen Bank Indonesia. Dimana, ekspektasi
terhadap penghasilan, lapangan kerja dan kondisi
ekonomi pada triwulan IV 2017 akan meningkat.
Namun demikian, pedagang lebih pesimis dalam
melihat ekspektasi peningkatan kinerja konsumsi
masyarakat ke depan. Berdasarkan hasil Survei
Perdagangan Eceran (SPE) ekspektasi penjualan
dalam 6 bulan ke depan diperkirakan akan
menurun.
Grafik 7.2 Indeks Perkiraan Penjualan
Dari sisi pemerintah, konsumsi pemerintah juga
diperkirakan akan meningkat dari triwulan
sebelumnya seiring dengan puncak realisasi
belanja belanja pemerintah di triwulan IV 2017.
Optimalisasi belanja terutama penyelesaian
pembangunan infrastruktur strategis akan
mendorong pertumbuhan konsumsi pemerintah.
Selain itu, proses transfer DAU/DAK dari
Pemerintah Pusat yang tidak menghadapi
kendala juga diperkirakan akan meningkatkan
realisasi belanja di akhir tahun.
Seiring dengan peningkatan belanja pemerintah,
kinerja investasi pada triwulan IV 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
88
diperkirakan akan lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya. Pertumbuhan investasi terutama
akan didorong oleh investasi bangunan seiring
dengan gencarnya realisasi proyek infrastruktur
strategis nasional seperti pembangunan Jalan Tol
Trans Sumatera dan Pelabuhan Kuala Tanjung.
Sementara itu, di sisi swasta investasi
diperkirakan akan meningkat meski terbatas.
Ekspektasi peningkatan investasi swasta tersebut
tercermin dari hasil liaison di beberapa kontak
Bank Indonesia yang menyatakan akan
merealisasikan investasi akhir tahun 2017. Selain
itu, peningkatan investasi swasta pada semester
I 2017 terkait dengan perbaikan kinerja industri
pengolahan yang merespons peningkatan ekspor
menjadi sentimen positif peningkatan investasi.
Dari sisi eksternal, kinerja ekspor diperkirakan
stabil atau sama dengan triwulan sebelumnya.
Masih baiknya kinerja ekspor luar negeri ini tidak
terlepas dari perbaikan harga komoditas
perkebunan yang mencapai kinerja tertingginya
di awal tahun 2017 yang disertai dengan mulai
menggeliatnya industri manufaktur negara
tujuan ekspor utama Sumatera Utara.
Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan
Komoditas Harga Tw II 2017 (%, yoy, proyeksi)
Harga Tw III 2017 (%, yoy, proyeksi)
Kelapa Sawit -4.1 -7.4
Karet 46.6 44.3
Kopi 1.3 -5.2
Sumber: IMF Edisi Februari 2017, diolah
Harga CPO ke depan diperkirakan akan terus arga
CPO ke depan diperkirakan akan terus menurun.
Kembali normalnya pasokan dari Indonesia dan
Malaysia pasca anomali cuaca di tahun 2016
menjadi faktor utama yang menekan harga CPO
di 2017. Selain itu, sentimen penurunan harga
juga didorong oleh terhambatnya permintaan
akibat penerapan proteksi perdagangan di
beberapa negara konsumen utama CPO seperti
India dan negara-negara di Eropa. Selain itu,
faktor non-fundamental yang dapat menekan
harga adalah pemberian diskon harga pembelian
CPO yang dilakukan oleh Malaysia.
Sejalan dengan CPO, harga karet juga
diperkirakan akan terus menurun terutama
didorong supply yang terus meningkat seiring
dengan tidak diberlakukannya kembali
pembatasan produksi oleh International
Tripartite Rubber Council (ITRC). Selain itu,
produksi karet yang tinggi dari negara di luar ITRC
seperti Vietnam dan Pakistan membuat pasokan
semakin berlebih. Meskipun demikian,
permintaan diperkirakan masih akan stabil sering
dengan perkembangan industri automotif di
Amerika Serikat dan Tiongkok.
Ke depan, optimisme kinerja sektor eksternal
tetap terjaga seiring dengan membaiknya
aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama.
Hal tersebut tercermin dari perkembangan nilai
Purchasing Manager Index (PMI) pada awal
triwulan III yang menunjukkan pergerakan yang
positif terutama untuk negara Amerika Serikat
dan Tiongkok. Sementara itu, meskipun menurun
PMI Jepang masih dalam fase ekspansi.
Grafik 7.3 Purchasing Manager Index
Dari sisi lapangan usaha, peningkatan kinerja
ekonomi Sumatera Utara pada triwulan IV 2017
masih didominasi oleh 4 sektor utama yaitu
pertanian, industri pengolahan, perdagangan,
dan konstruksi. Kinerja sektor pertanian, industri
pengolahan dan perdagangan terutama akan
ditopang oleh perbaikan sektor eksternal seiring
perbaikan permintaan global dan domestik.
Puncak realisasi belanja pemerintah daerah
khususnya penyelesaian proyek infrastruktur
strategis seperti Tol Trans Sumatera dan
Pelabuhan Kuala Tanjung akan mendorong
kinerja sektor konstruksi. Sementara itu, kinerja
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
89
sektor perdagangan dan sektor-sektor tersier
lainnya seperti transportasi dan komunikasi juga
akan terdorong oleh peningkatan konsumsi saat
perayaan Natal dan tahun baru.
Untuk keseluruhan tahun, kinerja perekonomian
Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan
lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh
penurunan kinerja ekspor antar daerah di tengah
perbaikan ekspor luar negeri. Penurunan
tersebut terkait dengan belum optimalnya sektor
pertanian tanaman pangan yang disinyalir masih
terdampak oleh anomali cuaca pada tahun lalu.
Selain itu, kekeringan juga masih melanda
beberapa daerah seperti Kabupaten Asahan dan
Kabupaten Tapanuli Selatan sehingga
menghambat perbaikan kinerja sektor pertanian
lebih lanjut. Sementara itu, kinerja ekspor luar
negeri diperkirakan lebih tinggi dari tahun
sebelumnya seiring dengan perbaikan
permintaan global dan peningkatan harga
komoditas.
Sementara itu, permintaan domestik
diperkirakan lebih baik dari tahun sebelumnya.
Aktivitas belanja pemerintah yang lebih optimal
dari tahun sebelumnya dimana terdapat kendala
dalam penyaluran DAU dan DAK, menopang
perbaikan kinerja konsumsi pemerintah. Dari sisi
investasi, investasi bangunan diperkirakan akan
meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas
belanja pemerintah. Sementara itu, kinerja
investasi non-bangunan tetap ditopang oleh
penjualan mesin dan perlengkapan, serta
kendaraan. Selain itu, dengan dukungan
Pemerintah untuk terus menciptakan iklim
investasi yang kondusif melalui percepatan
reformasi struktural, dapat tercipta perbaikan
ekonomi domestik yang berkelanjutan.
Dari sisi lapangan usaha, perbaikan terutama
terjadi di sektor industri manufaktur seiring
dengan perbaikan kinerja ekspor luar negeri.
Perbaikan kinerja sektor PHR dipengaruhi oleh
peningkatan transaksi ekspor-impor, sementara
kinerja sektor konstruksi didukung oleh semakin
membaiknya investasi bangunan. Namun
demikian, perbaikan sektor-sektor tersebut tidak
dapat menopang perlambatan pertumbuhan
ekonomi akibat penurunan kinerja sektor
pertanian tanaman pangan.
7.2 Prospek Inflasi
Ketersediaan pasokan pangan yang cukup prima
dan permintaan masyarakat yang stabil
mendorong penurunan tekanan inflasi pada
triwulan IV. Tekanan inflasi diperkirakan berada
pada sasaran nasional yang telah ditetapkan,
yaitu 4±1%. Penurunan tekanan inflasi terutama
didorong oleh penurunan inflasi Administered
Prices. Sejalan dengan hal tersebut, ketersediaan
komoditas pangan yang cukup melimpah
diperkirakan mendorong deflasi yang cukup
dalam pada triwulan IV.
Meredanya tekanan inflasi pada triwulan IV
diperkirakan bersumber dari penurunan harga
beberapa komoditas pada kelompok bahan
makanan. Hal ini diperkirakan terkait aktivitas
panen komoditas tanaman pangan dan
hortikultura yang berlangsung normal. Periode
tanam yang berlangsung pada triwulan III
mendorong terjaganya pasokan pada akhir tahun
2017.
Di sisi lain, dukungan program oleh instansi
terkait seperti pemberian bantuan benih
bersertifikat komoditas padi, cabai, dan bawang
merah serta program mandiri benih diharapkan
dapat memberikan hasil yang positif khususnya
bagi produktivitas tanaman pangan dan
hortikultura ke depan. Selain itu, stabilitas harga
beras juga diperkirakan relatif terjaga seiring
yoy
dm ri es yoy
4± 0,5% Tw-III 2017
PROYEKSI INFLASI
TW-IV 2017
4 ± 1% PROYEKSI INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
90
dengan masih tingginya persediaan beras BULOG
yang cukup untuk meredam tekanan inflasi.
Sumber: BULOG Divisi Regional Sumatera Utara, diolah
Grafik 7.4 Stock Beras BULOG
Namun demikian, terdapat beberapa faktor risiko
yang dapat mendorong tekanan inflasi volatile
foods yang lebih tinggi dari perkiraan. Penurunan
luas lahan tanam cabai merah serta peningkatan
curah hujan yang diperkirakan akan terjadi pada
bulan Agustus hingga Januari 2018 akan
mempengaruhi produktivitas tanaman
hortikultura yang relatif rentan terhadap cuaca.
Selain itu, risiko terganggunya kinerja pertanian
juga disebabkan oleh aktivitas Gunung Sinabung
yang semakin meningkat juga menjadi upside riks
inflasi volatile food ke depan. Risiko peningkatan
harga ke depan juga tercermin dari hasil survey
konsumen Bank Indonesia yang menunjukan
bahwa dalam 6 bulan depan harga cenderung
akan meningkat.
Pada triwulan IV 2017 tekanan inflasi kelompok
administered prices diperkirakan akan mereda
seiring dengan berakhirnya program migrasi
pelanggan listrik bersubsidi. Meskipun demikian
risiko tekanan inflasi pada kelompok ini masih
cukup tinggi terkait dengan risiko kenaikan harga
BBM karena implementasi skema BBM satu
harga yang direncanakan akan dilaksanakan pada
bulan Oktober 2017. Selain itu, kenaikan harga
angkutan udara merespons peningkatan
permintaan yang diperkirakan akan
meningkatkan tekanan inflasi di akhir tahun.
Grafik 7.5 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap
Perubahan Harga
Sementara itu, peningkatan aktivitas konsumsi
masyarakat di akhir tahun diperkirakan
mendorong tekanan inflasi inti. Stabilisasi nilai
tukar yang terus diupayakan yang disertai dengan
demand pull yang diperkirakan mereda
diperkirakan mampu menahan peningkatan
tekanan inflasi inti. Sementara itu, ekspektasi
inflasi diperkirakan masih cukup terkendali.
Secara keseluruhan tahun, tekanan inflasi
Sumatera Utara tahun 2017 masih diperkirakan
berada pada kisaran 4,0%±0.5% (yoy), lebih
rendah dibandingkan tahun 2016. Rendahnya
tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang
meredanya tekanan inflasi Volatile Foods seiring
dengan membaiknya pasokan pangan yang
terutama tersedia secara lebih merata pada awal
tahun 2017. Sementara itu, tekanan inflasi 2017
terutama didorong oleh dua kelompok
disagregasi lainnya yaitu inflasi inti dan
Administered Price.
Tekanan inflasi kelompok Administered Prices di
tahun 2017 meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya. Peningkatan tersebut disebabkan
oleh implementasi kebijakan migrasi pelanggan
listrik 900VA yang dilaksanakan disepanjang
semester I 2017. Kebijakan lain yang
meningkatkan tekanan inflasi AP adalah kenaikan
biaya perpanjangan STNK pada awal tahun 2017.
Selain itu, masih terdapat risiko peningkatan
inflasi AP ke dapan apabila rencana penyesuaian
BBM satu harga dilaksanakan di penghujung
tahun 2017.
Sementara itu, peningkatan tekanan inflasi inti
terjadi seiring dengan relatif membaiknya daya
90.0
100.0
110.0
120.0
130.0
140.0
150.0
160.0
170.0
180.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
SK (Perub Hrg 6 bln yad) SPE (Perub Hrg 6 bln yad)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
91
beli masyarakat pada tahun 2017 terkait dengan
prakiraan perbaikan harga komoditas
perkebunan. Situasi global yang masih dirundung
ketidakpastian juga masih memberikan tekanan
terhadap stabilitas nilai tukar. Meskipun
demikian, peningkatan tekanan inflasi inti ini
diperkirakan masih berada dalam level yang
terkendali sehingga inflasi secara umum masih
mampu terjangkar pada sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya
7.3 Rekomendasi kepada
Pemerintah Daerah
Pertumbuhan Ekonomi
Kinerja perekonomian ke depan akan
menghadapi banyak tantangan. Ketidakpastian
kondisi pasar global dan penurunan harga
komoditas akan menghambat pertumbuhan
sektor eksternal. Selanjutnya, tidak optimalnya
kinerja sektor eksternal juga akan menghambat
kinerja permintaan domestik. Dengan demikian,
diperlukan penguatan perekonomian dari sisi
domestik yang dapat didorong oleh Pemerintah
Daerah. Beberapa langkah dan rekomendasi di
antaranya adalah:
a. Mengoptimalkan realisasi APBD dan APBN
Provinsi dan seluruh Kabupatan/Kota di
Sumatera Utara khususnya untuk belanja
modal terkait dengan percepatan
penyelesaian proyek-proyek infrastruktur
strategis.
b. Menciptakan iklim investasi yang kondusif
melalui percepatan reformasi struktural
terutama terkait dengan aspek kemudahan
dan konsistensi implementasi perizinan satu
pintu dan aspek stabilitas keamanan.
c. Mendorong pengembangan industri
pariwisata dan sektor jasa pendukungnya
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru
melalui pembangunan infrastruktur, sarana
dan konektivitas, kerjasama antar daerah
membangun industri pariwisata yang
terintegrasi, dan pemanfaatan teknologi
untuk inovasi dan efisiensi.
d. Mengembangkan hilirisasi industri yang
dilaksanakan secara terintegrasi melalui
peningkatan produktivitas hulu, pemetaan
alokasi hilirisasi untuk ekspor dan domestik,
pengembangan infrastruktur dasar, serta
perluasan pasar ekspor dunia.
Pengendalian Inflasi
Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk
pengendalian inflasi dapat terjaga pada kisaran
sasaran inflasi 4±1%, diantaranya:
1. Memperkuat produksi pangan melalui
perluasan atau diversifikasi areal pertanaman
maupun sentra produksi baru di daerah yang
tidak rentan bencana
2. Meningkatkan dan mempercepat riset
terapan yang menghasilkan benih yang tahan
penyakit, cuaca, dan menghasilkan
produktivitas yang tinggi, disamping
penggunaan teknologi tepat guna.
3. Meningkatkan program pendampingan dan
pembinaan kelompok petani dalam
mengantisipasi gangguan OPT yang meluas
pada tahun 2016 lalu serta memperluas
kesempatan petani dalam memperoleh
permodalan dari perbankan.
4. Memperkuat kerja sama antar daerah melalui
identifikasi pola perdagangan antar wilayah,
yang dibarengi dengan pengembangan
Kab/Kota sebagai penyangga pangan.
5. Mempercepat pembentukan BUMD dan
BUMDes untuk memperkuat sinergi dengan
Toko Tani sebagai bagian dari jaringan pangan
Bulog.
6. Memperkuat basis data yang terintegrasi
dalam mendukung kebijakan yang terarah dan
tepat sasaran.
7. Mengintensifkan komunikasi dan kerjasama
dengan distributor maupun pelaku usaha
untuk membangun komitmen bersama
terhadap pengendalian inflasi.
8. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas
UMKM untuk mengembangkan industri
kreatif pangan dan non-pangan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
92
9. Menggiatkan program diversifikasi konsumsi
pangan untuk mengurangi ketergantungan
konsumsi masyarakat terhadap komoditas
tertentu.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
93
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
LAMPIRAN
94
LAMPIRAN
INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam Triliun Rupiah)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
LAMPIRAN
95
INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam Triliun Rupiah)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
DAFTAR ISTILAH
96
DAFTAR ISTILAH
Administered Price Harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah, misalnya bahan bakar, penerangan, dan air serta transportasi ataupun harga barang/jasa yang dipengaruhi oleh ketentuan pemerintah misalnya tembakau dan minuman beralkohol. Base Effect Efek kenaikan/penurunannilai pertumbuhan yang cukup tinggi sebagai akibat dari nilai level variabel yang dijadikan dasar perhitungan/perbandingan mempunyai nilai yang cukup rendah/tinggi. BEC Pengklasifikasian kode barang dengan 3 digit angka yang dikelompokkan berdasarkan kegunaan utama barang berdasarkan daya angkut komoditi tersebut. Barang Modal (Capital Goods) Barang-barang yang digunakan untuk keperluan investasi, biasanya bernilai guna lebih dari 1 tahun. Bahan Baku (Raw Material) Barang-barang mentah atau setengah jadi yang akan diproses kembali oleh sektor industri. BI Rate Suku bunga referensi yang mencerminkan sikap atau arah kebijakan moneter yang ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap bulannya dan diumumkan kepada publik. BI-RTGS Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, merupakan proses penyelesaian akhir transaksi (settlement)
pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat real time
(electronically processed), di mana rekening peserta dapat didebit/ dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai
dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Ceteris paribus Semua variabel di luar sistem/model dianggap konstan. CPO (Crude Palm Oil) Minyak nabati yang dihasilkan oleh buah-buahan dari kelapa sawit. Dana Pihak Ketiga (DPK) Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan, dan simpanan berjangka (deposito). Disposable income Sejumlah uang yang dapat dapat dibelanjakan dan ditabung setelah dikurangi dengan pajak penghasilan. Ekspor dan Impor Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar daerah. Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR) Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam rupiah maupun valas. Terminologi FDR untuk bank syariah sementara LDR untuk bank konvensional.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
DAFTAR ISTILAH
97
Harga Minyak WTI Harga minyak mentah dunia yang mengacu pada sebuah ukuran kualitas bernama West Texas Intermediate atau Texas light sweet. Indeks Penjualan Barang Konstruksi Indeks yang merepresentasikan nilai penjualan dari barang-barang konstruksi. Indeks Keyakinan Konsumen Indeks yang dihasilkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, baik saat ini maupun masa mendatang. Indeks Kondisi Ekonomi Salah satu indeks pembentuk Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan persepsi konsumen akan kondisi perekonomian pada saat ini. Inflasi IHK Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode, yang diukur dengan perubahan indeks harga konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat luas. Inflasi Inti Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices. Inflow Aliran masuk uang kartal ke Kantor Bank Indonesia. Kredit Penyediaan uang atau tagihan yang sejenis berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit Investasi Kredit jangka menengah dan panjang untuk investasi barang modal seperti pembangunan pabrik dan pembelian mesin. Kredit Modal Kerja Kredit jangka pendek atau menengah yang diberikan untuk pembiayaan/pembelian bahan baku produksi. Kredit Konsumsi Kredit bagi perorangan untuk pembiayaan barang-barang pribadi seperti rumah (KPR-Kredit Pemilikan Rumah), kendaraan (KKB-Kredit Kendaraan Bermotor), dan lain-lain seperti Kredit tanpa agunan. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kredit yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM memiliki prospek bisnis yang baik (feasible) tapi belum memiliki kemampuan mengembalikan (bankable). Dana KUR berasal dari bank pelaksana, namun dijamin sebagian besarnya oleh Pemerintah. Leading Indicators Indikator yang digunakan untuk memprediksi pergerakan atau titik balik dari suatu siklus bisnis.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
DAFTAR ISTILAH
98
Liaison Suatu kegiatan pengumpulan data statistik dan informasi yang dilaksanakan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku usaha mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha. Loan to Value (LTV) Sebuah dasar atau metode yang digunakan untuk menentukan seberapa besar pinjaman yang dapat diberikan kepada debitur berdasarkan aset yang dijadikan jaminan. Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) Persentase kredit/pembiayaan yang masuk dalam kategori kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total kredit. Terminologi NPL untuk bank konvensional sementara NPF untuk bank syariah NTP (Nilai Tukar Petani) Rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Outflow Aliran keluar uang kartal dari Kantor Bank Indonesia. Passthrough effect Efek dari perubahan kondisi ekonomi terhadap ongkos produksi yang pada akhirnya akan berdampak pada harga retail suatu produk. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja (yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan) dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Quarter on Quarter (qtq) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi triwulan tertentu terhadap posisi triwulan sebelumnya. PDRB Riil Produk Domestik Bruto Regional yang nilainya menggunakan harga konstan. Hal ini untuk menghilangkan pengaruh inflasi dalam mengukur pertumbuhan antar waktu. Seasonal event Kejadian yang terjadi secara musiman yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dan cenderung terjadi berulang antar tahun. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp100 juta. SurveI Konsumen Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang dilakukan secara bulanan untuk mengetahui persepsi atau tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
DAFTAR ISTILAH
99
Survei Penjualan Eceran Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk merefleksikan pergerakan dari penjualan eceran dan dilakukan secara bulanan. Uang Kartal Alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan dan dijamin oleh Bank Indonesia, baik berupa kertas maupun logam. Volatile Foods Komoditas yang termasuk kelompok bahan makanan, kecuali subkelompok ikan diawetkan dan bahan makanan lainnya, yang pergerakan naik turunnya harga cukup besar (volatile). Year on year (yoy) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi satu titik waktu (misal bulan atau triwulan) terhadap posisi satu titik waktu yang sama tahun sebelumnya. Pembandingan ini dilakukan untuk menghilangkan efek seasonal yang biasanya terjadi di titik waktu tertentu (misal bulan Ramadhan, tahun ajaran baru, dsb).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
DAFTAR ISTILAH
100
Editor
Departemen Regional 1
Divisi Asesmen dan Advisory: Budi Trisnanto
Kontributor
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Tim Asesmen dan Advisory: Demina R. Sitepu
Citra Agustina
Rukmi Gayatri
Rangga Pratama
Nur Fikriyah Dzakiyah
Fika Habbina
Tim Data dan SEKDA: Fadli Putra
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Tim Asesmen dan Advisory
Telp. 061-4150500
Fax. 061-4534760