kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi … · penanggung jawab dadal angkoro koordinator...
TRANSCRIPT
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat NOVEMBER - 2017 Kantor Perwakilan Bank
Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat
Publikasi ini dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/sulbar
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat
Jl. Andi P. Pettarani No.1, Mamuju
Sulawesi Barat 91511, Indonesia
Telepon: 0426 - 22192, Faksimili: 0426 - 21656
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
i
KATA PENGANTAR
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi
Barat (Sulbar) disusun dan disajikan secara triwulan oleh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat, mencakup aspek
perkembangan ekonomi makro, keuangan pemerintah, perkembangan
inflasi, stabilitas sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan,
sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, ketenagakerjaan dan
kesejahteraan, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi
daerah di samping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor
Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, stabilitas
sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah juga
diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di
daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai
advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data dan
informasi yang sudah tersedia dari berbagai institusi, serta melalui
perolehan data internal yaitu survei dan liaison. Sehubungan dengan hal
tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada
semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran maupun
penyediaan data dan informasi secara kontinu, tepat waktu, dan reliable.
Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus
berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Saran serta
masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan
laporan yang lebih baik ke depan.
Mamuju, November 2017
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI BARAT
ttd
Dadal Angkoro
Deputi Direktur
Tim Penyusun
Penanggung Jawab Dadal Angkoro Koordinator Penyusun Surya Alamsyah Editor Anton Kisworo Tim Penulis Surya Alamsyah - Stabilitas Keuangan Daerah, Keuangan Pemerintah Anton Kisworo - Perkembangan Ekonomi, Prospek Perekonomian Doddy Dirgantara P. - Inflasi Fadel Muhammad - Sistem Pembayaran, Yassed Satria - Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Potensi Energi Baru dan Terbarukan di Sulawesi Barat - Anton Kisworo
Pengembangan Klaster Bawang Merah - Doddy Dirgantara P.
Kontributor Unit Pengelolaan Uang Rupiah Unit Operasional Sistem Pembayaran Email [email protected]
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
ii
VISI BANK INDONESIA
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai
strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
VISI KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif
bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.
MISI BANK INDONESIA
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan
terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap
perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek
perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi
nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang
berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS
Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk
bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity - Professionalism - Excellence -
Public Interest - Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ______________________________________________________________________________________ i
RINGKASAN EKSEKUTIF ________________________________________________________________________________ viii
TABEL INDIKATOR EKONOMI ____________________________________________________________________________ xiii
1. Perkembangan Ekonomi __________________________________________________________________________ 1
1.1. Kondisi Umum _______________________________________________________________________________ 3
1.2. Sisi Permintaan ______________________________________________________________________________ 4
1.3. Sisi Penawaran ______________________________________________________________________________ 10
2. Keuangan Pemerintah ___________________________________________________________________________ 19
2.1. Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi Barat __________________________________________________ 21
2.2. Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat _____________________________________________ 22
3. Inflasi _________________________________________________________________________________________ 29
3.1. Inflasi Secara Umum _________________________________________________________________________ 31
3.2. Inflasi Bulanan ______________________________________________________________________________ 32
3.3. Inflasi Dari Sisi Penawaran ____________________________________________________________________ 33
3.4. Inflasi Dari Sisi Permintaan ____________________________________________________________________ 33
3.5. Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas _______________________________________ 34
3.6. Disagregasi Inflasi ___________________________________________________________________________ 37
4. Stabilitas Keuangan Daerah _______________________________________________________________________ 41
4.1. Perkembangan Stabilitas Keuangan Rumah Tangga _______________________________________________ 43
4.2. Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi ____________________________________________________ 50
4.3. Perkembangan Institusi Perbankan _____________________________________________________________ 51
4.4. Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan __________________________________________ 52
5. Sistem Pembayaran _____________________________________________________________________________ 54
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai _______________________________________________________ 56
5.2. Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai ___________________________________________________ 58
6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan ________________________________________________________________ 60
6.1. Ketenagakerjaan ____________________________________________________________________________ 62
6.2. Nilai Tukar Petani ___________________________________________________________________________ 64
6.3. Tingkat Kemiskinan __________________________________________________________________________ 65
7. Prospek Perekonomian ___________________________________________________________________________ 67
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi ________________________________________________________________ 69
7.2. Prospek Inflasi ______________________________________________________________________________ 71
7.3. Rekomendasi _______________________________________________________________________________ 72
Lampiran ____________________________________________________________________________________________ 73
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Sulawesi (%yoy) _____________________________________________________ 3
Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan ____________________________ 4
Tabel 1.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran ___________________________ 10
Tabel 2.1. Realisasi APBN Ke Sulawesi Barat __________________________________________________________________ 21
Tabel 2.2. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta) _______________________________________________________ 24
Tabel 2.3. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta) ___________________________________________________________ 26
Tabel 3.1. Komoditas Andil Terbesar ________________________________________________________________________ 32
Tabel 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan _________________________________________________________________ 34
Tabel 3.3. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar ________________________________________ 35
Tabel 3.4. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau ______________________________________ 35
Tabel 3.5. Inflasi Kelompok Sandang _______________________________________________________________________ 35
Tabel 3.6. Inflasi Kelompok Kesehatan ______________________________________________________________________ 36
Tabel 3.7. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga ________________________________________________ 36
Tabel 3.8. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan ___________________________________________ 36
Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Konsumen Triwulan I 2017 __________________________________________________ 45
Tabel 4.2. Komposisi Pengeluaran Konsumen ________________________________________________________________ 45
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (rb jiwa) _______________________________ 62
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (rb jiwa) __________________ 63
Tabel 6.3. NTP Setiap Sub Sektor ___________________________________________________________________________ 65
Tabel 6.4. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan _________________________________________________________________ 66
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (%yoy) __________________________________________________________ 3
Grafik 1.2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan _____________________________________________________ 5
Grafik 1.3. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan ___________________________________________ 5
Grafik 1.4. Struktur Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi Barat ____________________________________________________ 5
Grafik 1.5. Perkembangan Komponen Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi Barat ____________________________________ 5
Grafik 1.6. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan Lalu ________________________________________________________ 6
Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Konsumsi ___________________________________________________________________ 6
Grafik 1.8. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat ____________________________________________ 7
Grafik 1.9. Perkembangan Konsumsi Pemerintah Sulawesi Barat _________________________________________________ 7
Grafik 1.10. Investasi Bangunan ____________________________________________________________________________ 8
Grafik 1.11. Realisasi Pengadaan Semen _____________________________________________________________________ 8
Grafik 1.12. Realisasi Penanaman Modal di Sulawesi Barat ______________________________________________________ 8
Grafik 1.13. Perkembangan Ekspor Impor ____________________________________________________________________ 9
Grafik 1.14. Negara Tujuan Ekspor CPO ______________________________________________________________________ 9
Grafik 1.15. Perkembangan Harga CPO Dunia ________________________________________________________________ 9
Grafik 1.16. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Penawaran ___________________________________________________ 11
Grafik 1.17. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Pertanian ______________________________________________ 12
Grafik 1.18. Perkembangan Kredit Pertanian _________________________________________________________________ 12
Grafik 1.19. Perkembangan Curah Hujan ____________________________________________________________________ 12
Grafik 1.20. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Perdagangan ___________________________________________ 13
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
v
Grafik 1.21. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Industri ________________________________________________ 13
Grafik 1.22. Perkembangan Kredit Industri __________________________________________________________________ 13
Grafik 1.23. Pertumbuhan Industri Mikro dan Kecil ____________________________________________________________ 14
Grafik 1.24. Pertumbuhan Industri Besar dan Sedang __________________________________________________________ 14
Grafik 1.25. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan _______________________________ 14
Grafik 1.26. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Konstruksi _____________________________________________ 15
Grafik 1.27. Realisasi Pengadaan Semen ____________________________________________________________________ 16
Grafik 1.28. Perkembangan Kredit Konstruksi ________________________________________________________________ 16
Grafik 2.1. Perkembangan APBN Sulawesi Barat di Triwulan I ___________________________________________________ 22
Grafik 2.2. Realisasi APBN Sulawesi Barat ____________________________________________________________________ 22
Grafik 2.3. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat _______________________________________________ 23
Grafik 2.4. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov. Sulawesi Barat __________________________________________ 25
Grafik 2.5. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat ______________________________________________ 25
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Kota Mamuju_______________________________________________________________ 31
Grafik 3.2. Perbandingan Inflasi Bulanan ____________________________________________________________________ 31
Grafik 3.3. Perbandingan Inflasi Tahunan ____________________________________________________________________ 31
Grafik 3.4. IKK, IKE dan IEK _______________________________________________________________________________ 33
Grafik 3.5. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini ________________________________________________________ 33
Grafik 3.6. Andil Inflasi Triwulan III 2017 ____________________________________________________________________ 34
Grafik 3.7. Andil terhadap Inflasi Tahunan ___________________________________________________________________ 34
Grafik 3.8. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi ____________________________________________________________ 37
Grafik 3.9. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi ____________________________________________________________ 37
Grafik 4.1. Konsumsi Rumah Tangga _______________________________________________________________________ 43
Grafik 4.2. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju ___________________________________________ 43
Grafik 4.3. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju ___________________________________________ 45
Grafik 4.4. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen _______________________________________________________ 45
Grafik 4.5. Inflasi Triwulanan dan Ekspektasi harga 3 bulan yang akan datang _____________________________________ 46
Grafik 4.6. Penggunaan Penghasilan Konsumen ______________________________________________________________ 46
Grafik 4.7. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat _______________________________________ 48
Grafik 4.8. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat _____________________________________________________ 48
Grafik 4.9. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat _______________________________________ 49
Grafik 4.10. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat ____________________________________________________ 49
Grafik 4.11. Perkembangan Kredit Rumah Tangga ____________________________________________________________ 50
Grafik 4.12. Perkembangan Risiko Kredit Rumah Tangga _______________________________________________________ 50
Grafik 4.13. Perkembangan Kredit Korporasi _________________________________________________________________ 51
Grafik 4.14. Perkembangan Risiko Kredit Korporasi ___________________________________________________________ 51
Grafik 4.15. Perkembangan Aset dan DPK ___________________________________________________________________ 52
Grafik 4.16. Perkembangan Penyaluran Kredit _______________________________________________________________ 52
Grafik 4.17. Perkembangan Kredit UMKM ___________________________________________________________________ 52
Grafik 4.18. Perkembangan Risiko Kredit UMKM _____________________________________________________________ 52
Grafik 4.19. Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja ________________________________________________________ 53
Grafik 4.20. Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja ______________________________________________________ 53
Grafik 5.1. Perputaran Uang Kartal KPw BI Prov. Sulawesi Barat _________________________________________________ 56
Grafik 5.2. Perkembangan Setoran Uang Tidak Layak Edar _____________________________________________________ 56
Grafik 5.3. Denominasi Outflow Uang Kartal Sulawesi Barat ____________________________________________________ 57
Grafik 5.4. Transaksi Kliring di Sulawesi Barat ________________________________________________________________ 59
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
vi
Grafik 6.1. Pertumbuhan Jumlah Penduduk Bekerja Per Sektor (%yoy) ___________________________________________ 62
Grafik 6.2. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Sulawesi Barat Agustus 2017 ________________________________________ 63
Grafik 6.3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Pada Periode Agustus ___________________________________________ 63
Grafik 6.4. Kondisi Ekonomi Saat ini Dibandingkan 6 Bulan yang Lalu ____________________________________________ 64
Grafik 6.5. Ekspektasi Kondisi Ekonomi 6 Bulan ke Depan Dibandingkan Saat Ini ___________________________________ 64
Grafik 6.6. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya ____________________________________________________________ 64
Grafik 6.7. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat _____________________________________________________________ 65
Grafik 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Triwulanan) ________________________________________________ 69
Grafik 7.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Tahunan) __________________________________________________ 69
Grafik 7.3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (Brent) ________________________________________________________ 71
Grafik 7.4. Prospek Inflasi _________________________________________________________________________________ 71
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
vii
DAFTAR BOKS
Boks 1. Potensi Energi Baru dan Terbarukan di Sulawesi Barat ___________________________________________________ 17
Boks 2. Pengembangan Klaster Bawang Merah _______________________________________________________________ 39
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
viii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Perkembangan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Barat
meningkat pesat di
triwulan III 2017
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada periode ketiga di tahun 2017 sebesar
6,94% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 yang sebesar 4,98% (yoy).
Dilihat dari sisi permintaan, akselerasi ekonomi Sulawesi Barat triwulan III 2017
disebabkan peningkatan kinerja konsumsi pemerintah. Bergesernya pencairan gaji ke-
13 ke bulan Juli menjadi salah satu penyebab tingginya konsumsi pemerintah. Selain
itu, meningkatnya aktivitas pembangunan turut mendorong meningkatknya investasi
bangunan. Sementara, meski mengalami perlambatan, konsumsi rumah tangga masih
tumbuh dengan cukup baik.
Di triwulan III 2017, beberapa lapangan usaha mengalami pertumbuhan yang cukup
pesat. Lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tahunan di atas 10% yaitu
industri pengolahan, administrasi pemerintahan, informasi dan komunikasi, jasa
perusahaan, dan pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang. Selain
itu, sektor utama yaitu lapangan usaha konstruksi mengalami peningkatan dibanding
triwulan sebelumnya. Namun, beberapa lapangan usaha utama mengalami
perlambatan yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan dan perdagangan besar dan
eceran; reparasi mobil dan sepeda motor.
Memasuki triwulan IV 2017, kinerja perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan semakin
membaik. Indikator perekonomian terkini memperlihatkan bahwa perekonomian
Sulawesi Barat bergerak pada kisaran yang cukup tinggi yaitu 7,5% - 7,9% (yoy).
Akselerasi terutama didorong peningkatan di akhir tahun pada konsumsi pemerintah
dan konsumsi rumah tangga. Dari sisi penawaran, sektor primer dan sekunder menjadi
penopang utama perekonomian dimana produksi kelapa sawit diperkirakan akan
mencapai puncaknya di tahun 2017 sehingga baik dari lapangan usaha pertanian
maupun industri pengolahan akan memberikan andil yang besar terhadap
perekonomian di akhir tahun.
Secara umum, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan lebih baik pada tahun 2017
dibandingkan 2016. Pada tahun 2017, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan
tumbuh dalam rentang lebih tinggi dibandingkan 2016 yaitu 6,6% - 7,0% (yoy).
Dampak El Nino yang telah usai akan memperbaiki kinerja lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan dan industri pengolahan dalam hal perbaikan produksi
kelapa sawit yang mengalami penurunan pada tahun 2016. Kondisi tersebut ditambah
tingkat permintaan global akan CPO cenderung meningkat baik dari Tiongkok maupun
dari negara Asia.
Keuangan Pemerintah
Realisasi belanja
menunjukkan
perkembangan positif
Realisasi APBN di Sulawesi Barat pada triwulan III 2017 sebesar 60,6%, sedikit lebih
rendah dibandingkan 63,1% triwulan yang sama tahun lalu. Kembali rendahnya
realisasi belanja modal menjadi hal utama yang melatarbelakangi kondisi ini.
Berdasarkan lokasinya, rendahnya tingkat penyerapan anggaran APBN di Kabupaten
Mamuju turut mempengaruhi capaian realisasi anggaran pada periode ini. Selain untuk
mendukung penyerapan anggaran, tentunya pembangunan infrastruktur bermanfaat
untuk mempermudah akses dan pelaksanaan kegiatan sebagaimana mestinya.
Jumlah pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan III 2017 sebesar Rp1,32
triliun atau 73,0% dari target pendapatan di tahun 2017. Tingkat realisasi tersebut
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
ix
lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 67,2% namun belum
sebaik tahun-tahun sebelumnya.
Pemerintah meningkatkan kinerjanya dalam hal realisasi anggaran. Kondisi ini terlihat
pada tingkat realisasi anggaran pada triwulan III sebesar 57,3%. Nilai belanja ini
meningkat 13,73% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan lalu
sebesar 6,66% (yoy). Ekspansi fiskal ini didorong oleh pertumbuhan belanja operasional
dan belanja modal, keduanya mencatat pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan
triwulan lalu. Sementara itu realisasi pengeluaran untuk transfer, pertumbuhannya
justru menurun dibandingkan triwulan lalu. Secara umum, trend belanja pemerintah
masih mengikuti pola lama, dimana pembelanjaan pemerintah akan digenjot pada
semester II, terutama mendekati akhir tahun.
Inflasi
Inflasi selama triwulan III
2017 relatif terkendali
Tekanan inflasi triwulan III 2017 secara tahunan cenderung menguat. Laju inflasi
triwulan III 2017 sebesar 4,53% (yoy) menguat dibandingkan 3,59% (yoy) pada
triwulan II 2017. Jika ditinjau komponen disagregasi inflasi, penguatan disumbangkan
oleh masing-masing komponen sebesar 3,71% (yoy) untuk Core, 4,98% (yoy) untuk
Volatile Food (VF), dan 7,43% (yoy) untuk Administrered Price (AP). Inflasi triwulan ini
meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, sebesar yaitu 3,42%
(yoy).
Secara umum, pasokan komoditas utama konsumsi terjaga selama periode triwulan III
2017. Periode panen padi berlangsung dengan baik mengingat beberapa perbaikan
produktivitas telah dilakukan. Namun, penerapan kebijakan harga eceran tertinggi
(HET) sedikit memberikan tekanan terhadap harga beras yang beredar di masyarakat.
Hal ini terlihat pada bulan Agustus dimana beras menjadi salah satu komoditas yang
memberikan andil terhadap inflasi di Sulawesi Barat. Selain itu, meski secara produksi
ikan di laut cukup baik selama triwulan III 2017, pasokan ikan di pasaran relatif
terbatas. Beberapa permasalahan sehingga pasokan ikan terbatas antara lain perizinan
nelayan untuk melaut, infrastruktur pendukung, dan struktur pasar yang belum
kompetitif. Hal ini mengakibatkan komoditas ikan segar memberikan tekanan inflasi
yang cukup kuat pada bulan Agustus-September.
Inflasi triwulan IV diproyeksikan menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini
disebabkan penurunan permintaan sejumlah komoditas volatile food yang
menyebabkan tekanan inflasi tidak sekuat triwulan sebelumnya. Selain itu, penyesuaian
tarif dasar listrik diperkirakan tidak akan terjadi hingga akhir tahun 2017 sehingga tidak
memberikan tekanan inflasi. Secara kumulatif, inflasi 2017 mengalami peningkatan
dibanding tahun 2016. Penyebab utamanya adalah penyesuaian tarif listrik yang
ditetapkan oleh pemerintah memberikan tekanan inflasi yang kuat pada tahun ini.
Stabilitas Keuangan Daerah
Tingkat kerentanan
keuangan rumah tangga
menurun. Sementara,
risiko keuangan
korporasi menurun
Perekonomian Sulawesi Barat didominasi oleh konsumsi rumah tangga. Peran konsumsi
rumah tangga dalam perekonomian masih cukup sentral, terlihat dengan pangsanya
yang mendominasi dalam PDRB, sebesar 50,35% dari total PDRB harga berlaku sebesar
Rp10,12 triliun. Pada periode laporan peran konsumsi rumah tangga sedikit menurun
karena kembali normalnya konsumsi pasca perayaan Lebaran dan pesatnya pertumbuhan
konsumsi pemerintah, namun sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi masih
cukup besar, yaitu 2,24% dari pertumbuhan ekonomi sebesar 6,94% (yoy) pada triwulan
III 2017.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
x
Kredit korporasi di triwulan II 2017 kembali melemah, tumbuh 7,44% (yoy). Kredit
korporasi pada triwulan III 2017 kembali mengalami perlambatan pertumbuhan, dari
8,60% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 7,44% (yoy) pada periode ini. Dengan
pertumbuhan ini nilai krdeit korporasi di Sulawesi Barat sebesar Rp3,70 triliun. Kredit
korporasi tersebut didominasi oleh kredit untuk sektor perdagangan sebesar 54,50%
atau sebesar Rp2,02 triliun dan kredit di sektor pertanian sebesar Rp1,09 triliun atau
29,58% dari total kredit. Besarnya pangsa kedua jenis kredit ini mengakibatkan
perlambatan pertumbuhan yang terjadi pada keduanya di triwulan ini memberikan
dampak masif terhadap pertumbuhan kredit korporasi. Pada triwulan laporan, tercatat
sudah dua triwulan kredit korporasi tidak mengalami pertumbuhan berarti secara
tahunan (yoy), hany dibawah 1% (yoy). Sementara pertumbuhan kredit pertanian
melambat dari 47,17% (yoy) menjadi 25,58% (yoy).
Kinerja perbankan pada triwulan III menunjukkan perkembangan yang tidak cukup
baik. Intermediasi perbankan pada triwulan III 2017 tidak mengalami perbaikan berarti
dibandingkan triwulan lalu namun masih mencatat pertumbuhan kredit pada level 2
digit, yaitu sebesar 14,67% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan lalu sebesar
15,60% (yoy). Pada saat bersamaan DPK perbankan pun mencatatkan pertumbuhan
positif sebesar 4,17% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan lalu sebesar -0,48%
(yoy). Meningkatnya DPK disebabkan melambatnya giro yang keluar pada triwulan ini
yaitu -12,27% (yoy) dibandingkan -25,75% (yoy) pada triwulan lalu. Melemahnya
indikator tersebut menyebabkan pertumbuhan aset hanya tumbuh tipis sekitar 12,07%
(yoy) dibandingkan 11,70% (yoy) pada triwulan lalu.
Melemahnya daya beli mempengaruhi aktivitas UMKM. Melemahnya daya beli
masyarakat berdampak cukup berarti terhadap kegiatan usaha UMKM, sehingga
pertumbuhan kreditnya pun melambat, dari 10,71% (yoy) pada triwulan lalu menjadi
7,48% (yoy) pada saat ini, nilai kredit UMKM pun turun dari Rp3,31 triliun menjadi
Rp3,21 triliun. Dengan penurunan ini pangsa kredit UMKM terhadap total sebesar
38,53%. Penurunan ini cukup signifikan mengingat pada awal tahun 2017 pangsa
kredit UMKM lebih dari 40%.
Akses keuangan dari baik dari sisi penghimpunan dana maupun kredit di Sulawesi Barat
mengalami peningkatan. Seiring dengan meningkatnya minat menabung masyarakat,
rasio rekening terhadap penduduk bekerjadi Sulawesi Barat pada Agustus 2017 senilai
128,11 meningkat dibandingkan 101,76 pada triwulan I 2017 atau pun dibandingkan
periode yang sama tahun lalu sebesar 95,28. Sementara, rasio rekening kredit terhadap
penduduk bekerja juga ikut meningkat dari 14,07% pada triwulan I 2017 (maret 2017)
menjadi 20,57% pada Agustus 2017. Perkembangan ini cukup baik, dan secara tidaka
langsung mencerminkan kemudahan akses perbankan kepada calon debitur, dalam hal
ini penduduk yang bekerja semakin meluas jaringannya dan semakin luas hal yang
mampu di cakup oleh perbankan.
Sistem Pembayaran
Pada triwulan II 2017,
Sulawesi Barat
mengalami net outflow.
Pertumbuhan inflow triwulan III 2017 tercatat sebesar 10,2% (yoy) atau menurun
dibandingkan pertumbuhan pada periode triwulan II 2017 sebesar 233,2% (yoy). Arus
uang kartal masuk ke Bank Indonesia (Inflow) Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan III
tercatat sejumlah Rp 214 miliar, meningkat dibandingkan triwulan II 2017 yang hanya
sebesar Rp 131 miliar. Disisi lain, arus uang kartal keluar dari Bank Indonesia (outflow)
Provinsi Sulawesi Barat tercatat menurun dari Rp 897 miliar pada triwulan II menjadi Rp
480 miliar pada triwulan III 2017. Namun, pertumbuhan outflow tercatat relatif
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 27,4% (yoy) menjadi 58,1%
(yoy). Secara keseluruhan, selama triwulan III terjadi net outflow sebesar Rp 266 miliar
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
xi
di Sulawesi Barat atau menurun dibandingkan triwulan II yang tercatat net outflow
sebesar Rp 765 miliar.
Adapun UTLE diperoleh melalui setoran Bank di wilayah Sulawesi Barat pada triwulan III
2017 mencapai Rp 112 miliar dengan pertumbuhan 2,48% (yoy) atau menurun
dibandingkan dengan triwulan II 2017 yang mencapai 387,2% (yoy). Upaya lain yang
dilakukan pada penarikan UTLE adalah dengan melakukan penukaran uang dalam
seluruh pecahan dan penggantian uang rusak melalui kas keliling baik di dalam kota
(Kab. Mamuju) maupun di seluruh kabupaten yang ada di Sulawesi Barat. Tercatat
sepanjang triwulan III 2017 telah dilakukan 28 kali kas keliling dalam kota dan 2 kali kas
keliling luar kota dengan realisasi penukaran sebesar Rp 3,3 miliar.
Transaksi non tunai melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada
triwulan III 2017 mengalami peningkatan jumlah transaksi dibandingkan triwulan III
2016. Tercatat sebanyak 310 transaksi terjadi pada triwulan III 2017 atau tumbuh
sebesar 40,91% dari 220 transaksi yang tercatat di triwulan III 2016. Peningkatan
frekuensi transaksi juga diikuti dengan peningkatan dari sisi nominal transaksi, dimana
pada triwulan III 2017 tercatat sebesar Rp 18,1 miliar atau meningkat 180,14% (yoy).
Peningkatan transaksi kliring dari sisi volume maupun nominal di triwulan III 2017
merupakan sinyal yang positif atas perkembangan penggunaan transaksi non tunai di
Sulawesi Barat
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat pengangguran
Sulawesi Barat masih
lebih rendah dibanding
nasional
Berdasarkan data BPS, per Agustus 2017 tingkat pengangguran di Sulawesi Barat
mengalami sedikit peningkatan. Jumlah penduduk yang berkategori usia kerja per
Agustus 2017 mencapai 918 ribu jiwa dengan pertumbuhan 2,24% (yoy). Meskipun
jumlah penduduk usia kerja mengalami peningkatan, namun dengan ketersediaan
lapangan kerja yang minim diperkirakan banyak tenaga kerja yang tidak terserap.
Potensi yang tinggi dari jumlah tenaga belum mampu menjadi pendorong
perekonomian Provinsi Sulawesi Barat. Jika ditinjau lebih rinci, persentase jumlah
penduduk angkatan kerja pada bulan Agustus 2017 adalah 70,68% atau 614,7 ribu
jiwa yang mengalami penurunan sebesar -4,84% (yoy). Sebaliknya, jumlah penduduk
bukan angkatan kerja sebanyak 303,4 ribu jiwa atau tumbuh sebesar 20,26%.
Nilai Tukar Pertani (NTP) pada triwulan laporan mengalami kenaikan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. NTP mengalami kenaikan dari 105,43 pada triwulan II
2017 menjadi 106,23 pada triwulan III. Namun jika dibandingkan dengan periode yang
sama pada tahun 2016, NTP mengalami penurunan sebesar -1,54% (yoy). Secara
periode laporan selama tahun 2017, NTP pada triwulan III adalah tertinggi
dibandingkan dua triwulan sebelumnya. Dengan kenaikan tingkat pertumbuhan NTP
triwulan III 2017, mengindikasikan kondisi yang dialami mengalami kenaikan
keuntungan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Prospek Perekonomian
Ke depannya,
pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Barat masih
cukup tinggi dengan
inflasi terkendali
Di periode awal tahun 2018 yaitu triwulan I pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat akan
lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2017. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Barat pada triwulan I 2018 diperkirakan berada pada kisaran 6,4% - 6,8% (yoy).
Perlambatan akan lebih disebabkan rendahnya konsumsi rumah tangga dan konsumsi
pemerintah. Paska perayaan tahun baru, masyarakat akan kembali menahan
konsumsinya pada awal tahun demi mempersiapkan keuangan menjelang bulan puasa
dan hari raya Idul Fitri pada triwulan II. Konsumsi pemerintah juga akan lebih rendah
dari triwulan IV 2017 karena awal tahun dimana realisasi anggaran belum terlalu tinggi.
Sementara itu, lapangan usaha industri mengalami perbaikan seiiring produksi yang
optimal pada periode ini. Diiringi dengan prospek harga CPO yang cenderung
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
xii
meningkat, ekspor luar negeri Sulawesi Barat juga diharapkan akan lebih baik pada
triwulan I 2018.
Perekonomian Sulawesi Barat pada tahun 2018 diperkirakan tidak jauh berbeda dengan
tahun 2017. Pada tahun 2018, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan
tumbuh dalam rentang sedikit lebih rendah dibandingkan 2017 yaitu 6,4% - 6,8%
(yoy). Pembangunan infrastruktur masih menjadi andalan untuk menggenjot
perekonomian. Arahan Presiden Republik Indonesia dimana Sulawesi Barat tidak hanyak
fokus dalam pembangunan infrastruktur konektivitas namun juga infrastruktur
pendukung pertanian. Selain itu, pengoperasian PLTU Belang-Belang tidak hanya
sekedar memenuhi hasrat kebutuhan energi di Sulawesi Barat akan tetapi juga mampu
menjadi magnet bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Sulawesi Barat.
Inflasi pada triwulan I 2018 akan mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan
triwulan IV 2017. Pada awal tahun 2018 diperkirakan tingkat permintaan masyarakat
diperkirakan akan mereda pasca perayaan tahun baru 2018. Potensi kenaikan harga
berasal dari kenaikan upah pekerja sebagai tuntutan atas kenaikan Upah Minimum
Regional (UMR) sebesar 8,71% yang mulai berlaku sejak 2018. Selain itu, kenaikan
harga kebutuhan tersier seperti mobil dan motor untuk menyesuaikan terhadap biaya
operasional yang terus meningkat. Namun, kenaikan upah dan kebutuhan tersier
diperkirakan tidak signifikan karena produsen menjaga harga jual agar tetap mampu
dicapai oleh para konsumen. Meski begitu, kenaikan harga ikan dapat muncul secara
tiba-tiba apabila kondisi yang menghambat produksi terjadi seperti cuaca ekstrim atau
kondisi infrastruktur. Inflasi Sulawesi Barat pada triwulan pertama 2018 diperkirakan
berada pada kisaran 3,1%-3,5% (yoy).
Pencapaian inflasi 2018 diperkirakan sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh
Bank Indonesia sebesar 3,5%±1%. Peningkatan inflasi di tahun 2017 lebih disebabkan
tekanan dari administered price. Kenaikan biaya perpanjangan STNK sempat
memberikan shock sementara di awal tahun 2017. Kemudian, hilangnya subisidi listrik
cukup memberikan tekanan yang berarti hingga akhir semester I 2017. Selain itu,
kenaikan bea cukai rokok juga memberi andil terhadap peningkatan inflasi di 2017.
Tekanan-tekanan inflasi tersebut diperkirakan tidak akan terjadi selama 2018. Meski
perkiraan World Bank bahwa harga minyak dunia akan mengalami peningkatan pada
2018, peningkatan yang terjadi tidak signifikan. Sehingga diperkirakan pemerintah
tidak akan menaikkan harga bahan bakar minyak di tahun 2018.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
xiii
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Produk Domestik Regional Bruto & Inflasi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
I II III IV I II III IV I II III
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Sisi Permintaan
Harga Konstan (Rp Miliar)
Konsumsi Rumah Tangga 3,227.3 3,253.2 3,401.0 3,405.5 3,387.9 3,495.5 3,525.0 3,501.7 3,516.5 3,674.1 3,681.8
Konsumsi Lembaga Non Profit RT 46.1 47.2 48.7 49.7 48.3 49.2 51.4 52.4 51.1 52.1 54.0
Konsumsi Pemerintah 685.7 1,003.0 1,104.9 1,566.2 680.9 1,116.9 1,405.0 1,972.3 693.5 1,087.1 1,639.5
Investasi 1,683.3 1,751.3 1,845.5 1,943.3 1,863.2 1,977.0 2,054.7 2,097.1 1,961.8 2,102.7 2,180.0
Ekspor 2,893.6 3,427.2 3,504.2 3,535.0 3,165.7 3,307.0 3,385.4 3,738.9 3,266.7 3,549.4 3,398.6
Impor 2,731.6 3,136.7 3,139.3 3,523.1 2,843.3 3,007.8 3,346.6 4,094.3 2,659.7 3,420.0 3,416.3
Total PDRB 6,003.1 6,475.9 6,629.1 6,875.6 6,369.2 6,780.8 7,008.0 7,392.2 6,841.5 7,118.5 7,494.6
Pertumbuhan Tahunan (% yoy)
Konsumsi Rumah Tangga 5.04 4.92 5.14 4.99 4.98 7.45 3.64 2.82 3.80 5.11 4.45
Konsumsi Lembaga Non Profit RT -4.69 -8.00 4.16 3.57 4.67 4.25 5.45 5.42 5.77 5.96 5.12
Konsumsi Pemerintah -3.58 18.22 19.20 8.65 -0.69 11.36 27.16 25.93 1.84 -2.67 16.69
Investasi 7.21 6.82 6.81 8.61 10.69 12.89 11.33 7.92 5.30 6.36 6.10
Ekspor 3.05 12.17 10.44 5.74 9.40 -3.51 -3.39 5.77 3.19 7.33 0.39
Impor -0.31 6.76 6.54 6.03 4.09 -4.11 6.60 16.21 -6.46 13.70 2.08
Total PDRB 5.62 8.65 6.49 8.67 6.10 4.71 5.72 7.51 7.42 4.98 6.94
Sisi Penawaran
Harga Konstan (Rp Miliar)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,469.8 2,773.9 2,608.2 2,461.5 2,515.8 2,717.8 2,703.3 2,757.6 2,744.7 2,878.8 2,827.8
Pertambangan dan Penggalian 122.6 132.9 143.1 159.1 132.9 151.9 160.4 168.4 154.7 151.7 172.4
Industri Pengolahan 656.7 733.4 733.8 842.4 714.9 688.0 692.0 772.5 767.3 716.6 778.1
Pengadaan Listrik dan Gas 3.5 3.8 3.9 4.5 4.5 4.7 4.8 4.8 5.0 5.1 5.2
Pengadaan Air 10.0 10.5 10.9 11.5 11.2 11.6 11.7 12.0 11.6 12.6 13.3
Konstruksi 430.8 453.1 508.0 621.5 475.9 514.7 566.9 674.4 507.1 550.9 610.6
Perdagangan Besar dan Eceran 606.7 648.3 674.2 660.3 647.0 683.2 680.9 697.0 682.8 726.4 715.5
Transportasi dan Pergudangan 97.7 101.7 109.3 113.9 99.3 110.7 115.7 118.1 103.3 112.4 121.2
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 14.3 15.0 15.7 17.1 15.4 16.6 17.3 17.9 16.3 16.5 17.0
Informasi dan Komunikasi 269.0 272.2 291.8 318.3 307.5 314.9 316.9 318.1 317.1 354.2 359.7
Jasa Keuangan dan Asuransi 118.6 117.4 134.5 138.4 137.0 154.8 149.0 142.1 150.4 159.8 157.0
Real Estate 175.3 178.8 182.2 185.2 186.8 188.6 190.8 191.4 192.7 196.1 199.9
Jasa Perusahaan 5.5 5.8 5.7 6.0 5.9 5.9 6.1 6.2 6.0 6.4 6.8
Administrasi Pemerintahan 477.9 479.0 591.3 686.4 514.1 593.9 706.7 786.7 536.3 567.7 794.0
Jasa Pendidikan 309.9 310.8 356.7 383.9 345.0 361.6 400.7 426.4 375.4 380.8 417.8
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 120.8 121.3 131.0 138.8 134.8 134.9 148.1 158.1 140.9 144.1 157.5
Jasa lainnya 114.0 117.7 128.8 126.7 121.2 127.0 136.9 140.5 129.9 138.4 141.0
Inflasi
Indeks Harga Konsumen 116.20 118.65 119.84 122.78 122.23 123.74 123.94 125.52 127.24 128.92 129.55
Laju Inflasi Tahunan (% yoy) 6.68 7.59 6.49 5.07 5.19 4.29 3.42 2.23 4.10 4.19 4.53
Laju Inflasi Tahun Berjalan (% ytd) -0.56 1.54 2.56 5.07 -0.45 0.78 0.94 2.23 1.37 2.71 3.21
INDIKATOR2015 2016 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
xiv
Stabilitas Keuangan & Sistem Pembayaran
Sumber:
Laporan Bank Umum
Bank Indonesia
I II III IV I II III IV I II III
Stabilitas Keuangan
Perbankan
Nomina l (Rp Mil ia r)
Total Aset 4.745,3 5.008,2 5.086,1 5.135,5 5.297,8 5.909,3 5.990,8 6.122,5 6.152,7 6.600,7 6.714,1
Total DPK 3170,6 3508,3 3872,9 3304,6 3593,2 4164,5 3862,2 3475,9 3944,1 4144,6 4023,3
Giro 860,3 972,4 1.144,5 477,6 1.142,6 1.372,9 1.078,7 439,4 1.111,5 1.019,4 946,3
Tabungan 1819,1 1902,0 2033,5 2529,9 2098,4 2390,3 2373,8 2679,8 2400,5 2621,7 2588,6
Deposito 491,3 634,0 694,9 297,0 352,2 401,2 409,8 356,7 432,1 503,4 488,5
Total Kredit (Lokasi Proyek) 5836,1 6043,8 6237,7 6530,8 6765,7 7416,1 7735,7 7826,9 8025,6 8336,6 8339,4
Kredit Modal kerja (Lokasi Proyek) 1746,0 1818,4 1874,5 1980,9 2155,4 2230,0 2202,7 2243,2 2321,0 2444,8 2432,4
Kredit Investasi (Lokasi Proyek) 841,3 899,4 938,8 1.090,1 1.103,0 1.140,1 1.244,9 1.266,7 1.313,4 1.285,9 1.271,6
Kredit Konsumsi (Lokasi Proyek) 3248,8 3326,0 3424,6 3459,9 3507,2 4046,0 4288,2 4317,1 4391,2 4605,9 4635,4
Kredit UMKM (Lokasi Proyek) 2.298,6 2.316,6 2.410,4 2.718,5 2.883,9 3.014,5 3.012,3 3.088,8 3.199,4 3.308,8 3.213,2
Risiko Keuangan
NPL Gross (%)
Total Kredit (Lokasi Proyek) 3,71 3,28 2,80 2,07 2,13 2,03 2,05 1,91 1,91 1,95 1,80
Kredit Modal kerja (Lokasi Proyek) 6,81 5,82 4,34 2,87 2,68 2,47 2,50 3,07 3,54 3,55 3,53
Kredit Investasi (Lokasi Proyek) 7,78 4,72 3,19 2,48 2,06 1,57 1,93 1,70 2,65 2,52 1,89
Kredit Konsumsi (Lokasi Proyek) 0,68 0,72 0,66 0,63 0,59 0,42 0,39 0,41 0,83 0,94 0,82
Kredit UMKM (Lokasi Proyek) 7,13 5,62 4,06 2,74 2,51 2,22 2,31 2,35 3,60 3,58 3,71
Sistem Pembayaran
Sistem Pembayaran Tunai
Nomina l (Rp Mil ia r)
In Flow 49,2 160,4 39,4 193,9 142,3 284,1 131,3 213,8
Out Flow 647,1 136,5 703,7 303,5 370,3 254,2 896,8 479,9
Net Flow -597,8 24,0 -664,3 -109,6 -228,0 29,9 -765,5 -266,1
Sistem Pembayaran Non Tunai
Nominal Kliring (Rp Miliar) 9,6 7,7 6,7 6,4 14,1 41,9 9,1 18,1
Jumlah Warkat Kliring 138 168 187 220 295 245 242 310
INDIKATOR2015 2016 2017
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
1
1. Perkembangan Ekonomi
Bab 01 PERKEMBANGAN EKONOMI
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
2
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
3
1.1. Kondisi Umum
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat mengalami akselerasi pada triwulan III 2017. Pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Barat pada periode ketiga di tahun 2017 yaitu 6,94% (yoy). Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan
triwulan II 2017 yang sebesar 4,98% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan
meningkatnya konsumsi pemerintah. Sejalan dengan sisi permintaan, dari sisi penawaran kinerja lapangan usaha
administrasi pemerintahan juga mengalami peningkatan. Selain sektor pemerintahan, akselerasi ekonomi terjadi
pada lapangan usaha industri pengolahan.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat sejalan dengan apa yang terjadi dengan perekonomian
nasional. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, searah
dengan kondisi pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dari 5,01% pada triwulan II 2017 menjadi 5,06%
(yoy). Di tingkat nasional, perbaikan ekonomi ditopang perbaikan kinerja ekspor dan investasi.
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (%yoy) Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Sulawesi
(%yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Wilayah Sulawesi lainnya mengalami pergerakan ekonomi yang beragam, beberapa mengalami peningkatan
sisanya mengalami peningkatan. Provinsi yang mengalami pertumbuhan ekonomi searah dengan Sulawesi Barat
yaitu Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah dimana Sulawesi Tengah mengalami peningkatan paling signifikan
dengan perubahan 6,60% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 8,68% (yoy) pada triwulan III 2017. Sementara,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Gorontalo mengalami perlambatan ekonomi. Meskipun begitu,
pertumbuhan ekonomi ketiga daerah yang mengalami perlambatan masih berada di atas pertumbuhan ekonomi
nasional.
Memasuki triwulan IV 2017, kinerja perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan semakin membaik. Indikator
perekonomian terkini memperlihatkan bahwa perekonomian Sulawesi Barat bergerak pada kisaran yang cukup
tinggi yaitu 7,5% - 7,9% (yoy). Akselerasi terutama didorong peningkatan di akhir tahun pada konsumsi
pemerintah dan konsumsi rumah tangga. Dari sisi penawaran, sektor primer dan sekunder menjadi penopang
utama perekonomian dimana produksi kelapa sawit diperkirakan akan mencapai puncaknya di tahun 2017
sehingga baik dari lapangan usaha pertanian maupun industri pengolahan akan memberikan andil yang besar
terhadap perekonomian di akhir tahun.
Secara umum, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan lebih baik pada tahun 2017 dibandingkan 2016. Pada
tahun 2017, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh dalam rentang lebih tinggi dibandingkan
2016 yaitu 6,6% - 7,0% (yoy). Dampak El Nino yang telah usai akan memperbaiki kinerja lapangan usaha
pertanian, kehutanan, dan perikanan dan industri pengolahan dalam hal perbaikan produksi kelapa sawit yang
mengalami penurunan pada tahun 2016. Kondisi tersebut ditambah tingkat permintaan global akan CPO
cenderung meningkat baik dari Tiongkok maupun dari negara Asia. Pembangunan PLTU Belang-Belang yang telah
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
7.5
8.0
8.5
9.0
5,000
5,500
6,000
6,500
7,000
7,500
8,000
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
PDRB Sulbar Pertumbuhan Sulbar (yoy)
Pertumbuhan Nasional (yoy)Rp miliar % Provinsi Triwulan II-2017 Triwulan III-2017
Sulawesi Utara 5.80 6.49
Sulawesi Tengah 6.60 8.68
Sulawesi Selatan 6.63 6.25
Sulawesi Tenggara 7.02 6.54
Gorontalo 6.64 5.29
Sulawesi Barat 4.98 6.94
Sulawesi 6.49 6.69
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
4
memasuki tahap penyelesaian juga menjadi salah satu katalis perekonomian Sulawesi Barat di tahun 2017 dan ke
depannya. Dengan adanya PLTU tersebut, pasokan listrik dapat melebihi tingkat permintaan yang ada sehingga
dapat menopang korporasi jika ingin beroperasi di Sulawesi Barat.
1.2. Sisi Permintaan
Dilihat dari sisi permintaan, akselerasi ekonomi Sulawesi Barat triwulan III 2017 disebabkan peningkatan kinerja
konsumsi pemerintah. Bergesernya pencairan gaji ke-13 ke bulan Juli menjadi salah satu penyebab tingginya
konsumsi pemerintah. Selain itu, meningkatnya aktivitas pembangunan turut mendorong meningkatknya investasi
bangunan. Sementara, meski mengalami perlambatan, konsumsi rumah tangga masih tumbuh dengan cukup
baik.
Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Komponen konsumsi rumah tangga masih mendominasi perekonomian Sulawesi Barat. Meski mendominasi,
pangsa konsumsi rumah tangga menurun dari 53,0% di triwulan II 2017 menjadi 50,3% di triwulan III 2017.
Komponen lain yang memiliki porsi besar dalam perekonomian Sulawesi Barat di triwulan II 2017 yaitu
Pembentukan Modal Tetap Domestik Regional Bruto (PMTDRB) atau biasa disebut investasi. Sebagai salah satu
provinsi yang masih berkembang di Indonesia, pergerakan investasi diharapkan semakin meningkat dari waktu ke
waktu. Dengan kinerja positif pada periode laporan, pangsa konsumsi pemerintah meningkat dari 17,4% di
triwulan II 2017 menjadi 25,3% di triwulan III 2017.
Kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan akan semakin meningkat di akhir tahun 2017. Mendekati akhir periode
tahun 2017, pemerintah daerah akan berupaya secara optimal agar anggaran belanja dapat terserap seluruhnya.
Kinerja investasi diharapkan dari pembangunan infrastruktur bangunan baik dari pemerintah dan swasta.
Sementara, konsumsi rumah tangga diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya terkait
peningkatan konsumsi masyarakat menjelang akhir tahun baik untuk perayaan acara keagamaan maupun liburan
sekolah. Meskipun peningkatan konsumsi rumah tangga diperkirakan tidak signifikan karena tingkat penghasilan
yang belum mengalami peningkatan yang solid.
I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III
KONSUMSI RUMAH TANGGA 5.04 4.92 5.14 4.99 5.02 4.98 7.45 3.64 2.82 4.69 4.05 5.11 4.45
KONSUMSI LNPRT -4.69 -8.00 4.16 3.57 -1.40 4.67 4.25 5.45 5.42 4.96 5.77 5.96 5.12
KONSUMSI PEMERINTAH -3.58 18.22 19.20 8.65 10.99 -0.69 11.36 27.16 25.93 18.70 1.84 -2.67 16.69
PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB) 7.21 6.82 6.81 8.61 7.38 10.69 12.89 11.33 7.92 10.64 5.30 6.36 6.10
PERUBAHAN PERSEDIAAN -7.02 -35.60 -318.21 -53.20 -64.89 -66.52 -220.14 -50.88 -222.83 -136.00 -82.56 -146.53 -35.77
EKSPOR 3.05 12.17 10.44 5.74 7.92 9.40 -3.51 -3.39 5.77 1.77 2.93 7.33 0.39
IMPOR -0.3 6.8 6.5 6.0 4.9 4.1 -4.1 6.6 16.2 6.1 -6.46 13.70 2.08
TOTAL PDRB 5.62 8.65 6.49 8.67 7.39 6.10 4.71 5.72 7.51 6.03 7.42 4.98 6.94
I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III
KONSUMSI RUMAH TANGGA 54.17 50.82 52.56 51.22 52.14 55.37 53.02 51.71 48.94 52.11 52.44 53.03 50.35
KONSUMSI LNPRT 0.78 0.73 0.74 0.74 0.75 0.79 0.75 0.77 0.73 0.76 0.78 0.77 0.76
KONSUMSI PEMERINTAH 11.62 16.69 18.96 25.46 18.45 11.99 18.72 22.65 30.08 21.28 11.76 17.41 25.26
PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB) 29.37 28.09 29.22 29.81 29.13 31.05 30.83 31.01 30.20 30.75 30.60 31.53 31.39
PERUBAHAN PERSEDIAAN 2.84 2.03 -2.13 -1.91 0.10 1.74 -3.85 -1.87 3.57 -0.06 0.37 2.00 -1.09
NET EKSPOR IMPOR 1.23 1.63 0.64 -5.31 -0.56 -0.94 0.53 -4.27 -13.52 -4.84 4.05 -4.75 -6.66
TOTAL PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III
KONSUMSI RUMAH TANGGA 2.72 2.56 2.67 2.56 2.63 2.68 3.74 1.87 1.40 2.40 2.15 2.63 2.24
KONSUMSI LNPRT -0.04 -0.07 0.03 0.03 -0.01 0.04 0.03 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04
KONSUMSI PEMERINTAH -0.45 2.59 2.86 1.97 1.78 -0.08 1.76 4.53 5.91 3.14 0.20 -0.44 3.35
PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB) 1.99 1.88 1.89 2.44 2.05 3.00 3.49 3.16 2.24 2.96 1.55 1.85 1.79
PERUBAHAN PERSEDIAAN -0.26 -1.21 -3.19 1.82 -0.71 -2.20 -4.44 1.04 3.27 -0.48 -0.86 3.39 0.34
NET EKSPOR IMPOR 1.66 2.91 2.23 -0.13 1.64 2.67 0.13 -4.92 -5.34 -2.02 4.34 -2.50 -0.81
TOTAL PDRB 5.62 8.65 6.49 8.67 7.39 6.10 4.71 5.72 7.51 6.03 7.42 4.98 6.94
2016
2016
2016 2017
2017
2017
ANDIL PERTUMBUHAN (%)2015
PERTUMBUHAN YOY (%)2015
PANGSA (%)2015
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
5
Grafik 1.2. Struktur Ekonomi Sulawesi
Barat Sisi Permintaan
Grafik 1.3. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi
Permintaan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Konsumsi pemerintah yang lebih rendah menjadi salah satu penyebab utama rendahnya pertumbuhan ekonomi
di tahun 2017 dibanding 2016. Hal ini lebih disebabkan pertumbuhan konsumsi pemerintah di tahun 2016 akibat
hadirnya instansi baru di Sulawesi Barat sehingga pertumbuhan konsumsi pemerintah di 2017 kembali normal.
Selain itu, investasi yang masuk di 2017 tidak lagi setinggi pada tahun 2016.
1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi rumah tangga hanya mengalami sedikit perlambatan pada triwulan III 2017. Pada periode laporan,
konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan sebesar 4,45% (yoy). Realisasi tersebut relatif sedikit lebih
rendah dibandingkan triwulan II 2017 yang mencapai 5,11% (yoy). Perlambatan tersebut lebih disebabkan
normalisasi konsumsi masyarakat pasca bulan puasa dan hari raya Lebaran yang merupakan periode konsumsi
tertinggi bagi masyarakat Sulawesi Barat.
Grafik 1.4. Struktur Konsumsi Rumah
Tangga Sulawesi Barat
Grafik 1.5. Perkembangan Komponen Konsumsi Rumah
Tangga Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Perlambatan konsumsi hampir terjadi untuk seluruh kebutuhan rumah tangga. Dilihat dari pangsanya, konsumsi
masyarakat Sulawesi Barat pada triwulan III 2017 yang terbesar yaitu makanan dan minuman (52,8%), transportasi
dan pendidikan (17,4%), dan perumahan dan perlengkapan rumah tangga (15,8%). Konsumsi rumah tangga
yang berupa makanan dan minuman mengalami pertumbuhan 5,25% (yoy) atau lebih sedikit lebih rendah
dibandingkan periode sebelumnya 5,33% (yoy). Konsumsi sandang mengalami perlambatan paling signifikan
dengan pertumbuhan 7,88% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 2,20% (yoy) pada triwulan III 2017. Konsumsi
transportasi dan komunikasi menjadi satu-satunya kebutuhan yang mengalami peningkatan dengan berhasil
tumbuh lebih baik dari 5,45% (yoy) menjadi 5,98% (yoy) pada triwulan III 2017. Peningkatan yang terjadi pada
transportasi dan komunikasi lebih disebabkan penambahan rute dan maskapai angkutan udara yang terjadi pada
akhir triwulan II 2017.
Konsumsi RT
50.3%
Konsumsi LNPRT0.8%
Konsumsi Pemerintah
25.3%
Investasi31.4%
5.62
8.65
6.49
8.67
6.104.71
5.72
7.5 7.4
5.0
6.9
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Konsumsi RT
Konsumsi LNPRT
Konsumsi Pemerintah
Investasi
Perubahan Persediaan
Net Ekspor Impor
PDRB
%
Makanan Minuman
52.8%
Sandang2.9%
Perumahan dan
Perlengkapan RT
15.8%
Kesehatan dan
Pendidikan5.1%
Transportasi dan
Komunikasi17.4%
Restoran dan Hotel2.2%
Lainnya3.9%
(2)
0
2
4
6
8
10
Makan
an
Min
um
an
San
dan
g
Peru
mahan
dan
Perl
en
gkapan R
T
Kese
hata
n d
an
Pen
did
ikan
Tra
nsp
ort
asi
dan
Ko
mu
nik
asi
Rest
ora
n d
an
Ho
tel
Lain
nya
Tw II 2017 Tw III 2017% yoy
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
6
Perlambatan konsumsi rumah tangga tercermin dari penghasilan masyarakat yang mengalami penurunan.
Berdasarkan Survei Konsumen (SK) yang dilakukan Bank Indonesia, indeks penghasilan konsumen triwulan III 2017
(bulan September 2017) berada pada level 101,0 atau lebih rendah dibandingkan triwulan II 2017 (bulan Juni
2017) yang sebesar 120,0. Penurunan penghasilan terutama diakibatkan penurunan produksi beberapa komoditas
di Sulawesi Barat. Mengingat secara ekonomi masyarakat Sulawesi Barat banyak mengandalkan dari sektor
pertanian dan perkebunan, penurunan produksi akan mempengaruhi pendapatan sehari-hari. Dengan penurunan
penghasilan tersebut, kecenderungan konsumsi barang tahan lama juga semakin dibatasi oleh masyarakat. Indeks
konsumsi barang kebutuhan tahan lama mengalami penurunan hingga dari 84,0 di triwulan II 2017 menjadi 70,0
di triwulan III 2017. Berdasarkan informasi dari kontak Liaison, pertumbuhan penjualan mobil mengalami kontraksi
pada periode laporan. Terbatasnya lapangan kerja, membuat masyarakat perlu melakukan pengelolaan keuangan
yang baik agar stabilitas keuangan rumah tangga tetap terjaga. Konsumsi rumah tangga diutamakan bagi
kebutuhan pokok seperti pangan.
Grafik 1.6. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan
Lalu Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Konsumsi
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Kredit konsumsi juga mengalami perlambatan. Mesikipun masih positif, kredit konsumsi mengalami perlambatan
dengan tumbuh 11,44% (yoy), lebih rendah dibanding triwulan yang tumbuh 13,84% (yoy). Masyarakat akan
cenderung menggunakan tabungan untuk melakukan konsumsi dibandingkan meningkatkan risiko stabilitas
keuangan rumah tangga dengan mengambil kredit. Padahal saat ini, suku bunga kredit lebih rendah
setelah Bank Indonesia menurunkan suku bunga kebijakan.
Konsumsi rumah tangga di triwulan IV 2017 diperkirakan akan mengalami peningkatan. Melihat perkembangan
perilaku rumah tangga di Sulawesi Barat, masyarakat akan meningkatkan konsumsi menjelang akhir tahun. Selain
perayaan acara keagamaan, momentum liburan sekolah dimanfaatkan untuk meningkatkan konsumsi terutama
kebutuhan transportasi. Meskipun begitu, peningkatan yang terjadi diperkirakan tidak akan signifikan
dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini disebabkan indikator terkini memperlihatkan pendapatan yang diterima
masyarakat belum mampu untuk melakukan konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.
Secara keseluruhan 2017, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan tidak jauh berbeda dibanding 2016.
Meski salah satu sumber penghasilan masyarakat yaitu kelapa sawit, produksinya membaik, namun harga jual
yang beredar di Sulawesi Barat mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan pendapatan yang diterima
masyarakat tidak jauh berbeda dibanding 2016 yang produksi kelapa sawit mengalami pelemahan.
60
80
100
120
140
160
180
200
Feb
-16
Mar-
16
Ap
r-16
May-
16
Jun-1
6
Jul-1
6
Au
g-1
6
Sep
-16
Oct
-16
No
v-1
6
Dec-
16
Jan
-17
Feb
-17
Mar-
17
Ap
r-17
May-
17
Jun-1
7
Jul-1
7
Au
g-1
7
Sep
-17
Indeks Penghasilan Konsumen
Indeks Ketersediaan lapangan kerja
Indeks Konsumsi barang-barang kebutuhan tahan lamaIndeks
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500
5,000
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Kredit Konsumsi Pert. Kredit Konsumsi - rhsRp miliar % yoy
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
7
1.2.2. Konsumsi Pemerintah
Konsumsi pemerintah mengalami pertumbuhan yang menggembirakan pada triwulan III 2017. Di periode triwulan
III di tahun 2017, konsumsi pemerintah meningkat sebesar 16,69% (yoy), lebih tinggi dibandingkan realisasi
triwulan II 2017 yang mengalami kontraksi 2,67% (yoy). Pertumbuhan positif pada periode ini menjadi diakibatkan
pencairan gaji ke-13 yang jatuh pada bulan Juli. Sedangkan pada tahun 2016, gaji ke-13 yang menjadi penghasilan
tambahan bagi aparatur sipil negara dibebankan pada bulan Juni atau triwulan II. Selain itu, belanja operasional
pemerintah lainnya juga menunjukkan pertumbuhan yang positif.
Grafik 1.8. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah
Provinsi Sulawesi Barat
Grafik 1.9. Perkembangan Konsumsi Pemerintah
Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi
Sulawesi Barat, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Peningkatan konsumsi pemerintah diindikasikan berasal dari akselerasi belanja pemerintah daerah. Realisasi
belanja pemerintah Provinsi Sulawesi Barat hingga triwulan III 2017 mencapai 56,8%. Realisasi tersebut lebih baik
dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kinerja belanja pemerintah yang sempat terhambat pada triwulan II 2017,
tidak terjadi pada periode laporan. Seluruh komponen belanja pemerintah baik dari sisi belanja operasional
maupun modal lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Perbaikan ini menjadi awal yang positif bagi
pemerintah daerah yang baru untuk mengembangkan Provinsi Sulawesi Barat di tahun berikutnya.
Kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan akan semakin meningkat di triwulan IV 2017. Upaya penyelesaian
anggaran yang telah dicanangkan di awal tahun akan lebih dioptimalkan di periode 3 bulan terakhir di tahun
2017. Optimalisasi anggaran akan menjadi tolak ukur bagi pemerintah daerah dimana Sulawesi Barat terkenal
dengan penyerapan anggaran belanja yang sangat baik di setiap tahunnya.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada tahun 2017 diperkirakan lebih rendah dibanding 2016. Hal ini ditengarai
disebabkan pertumbuhan siginifikan konsumsi pemerintah pada 2016 akibat hadirnya instansi baru di Sulawesi
Barat. Di tahun 2017, praktis pertumbuhan konsumsi pemerintah kembali normal dan hanya mengandalkan
pertumbuhan belanja pemerintah yang meningkat tidak terlalu signifikan.
1.2.3. Investasi
Investasi di Sulawesi Barat tumbuh cukup baik pada triwulan III 2017. Pertumbuhan investasi di triwulan III 2017
yang mencapai 6,10% (yoy) hanya sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan investasi
terutama disebabkan investasi non bangunan yang hanya tumbuh 1,26% (yoy). Namun, invsestasi bangunan
tumbuh pesat hingga mencapai 8,47% (yoy). Hal tersebut tidak terlepas dari fokus pengembangan daerah melalui
infrastruktur. Pembangunan infrastruktur bangunan tidak hanya dari pembangunan akses jalan Mamuju-Mamasa,
namun juga infrastruktur pendukung seperti irigasi, bendungan, dan pengembangan runway bandara Tampa
(60.00)
(40.00)
(20.00)
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Belanja Pert. Belanja - rhs Realisasi Belanja Non Kumulatif - rhs
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Konsumsi Pemerintah Pert. Konsumsi Pemerintah - rhsRp miliar %
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
8
Padang. Sementara, investasi dari pihak swasta relatif lebih terbatas karena sudah dilakukan pada semester awal
tahun 2017.
Grafik 1.10. Investasi Bangunan Grafik 1.11. Realisasi Pengadaan Semen
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Peningkatan kinerja Investasi bangunan yang baik tergambarkan dari realisasi semen yang meningkat. Selama
triwulan III 2017, jumlah realisasi pengadaan semen berjumlah 99 ribu ton. Jumlah tersebut lebih baik
dibandingkan realisasi semen pada triwulan II 2017 yang mencapai 72 ribu ton. Bahkan, realisasi pada periode
laporan mengalami peningkatan sebesar 34,5% dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Permintaan semen di Sulawesi Barat memang sebagian besar dilakukan oleh pemerintah daerah dalam
pembangunan infrastruktur.
Penanaman modal dalam negeri pada periode laporan lebih rendah dibanding periode sebelumnya. Selama
triwulan III 2017, jumlah penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang masuk ke Sulawesi Barat sebesar Rp220,7
miliar. Jumlah tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp270,9 miliar. Dari
jumlah modal yang masuk tersebut, investasi yang paling besar mengarah ke industri makanan dimana korporasi
pengolah kelapa sawit melakukan investasi untuk meningkatkan produksi. Selain itu, sebagian aliran modal masuk
untuk menyelesaikan pembangunan pembangkit listrik yang sedang dalam tahap proses penyelesaian. Selain itu,
Sulawesi Barat mendapat suntikan modal asing (PMA) sebesar USD2,4 juta.
Grafik 1.12. Realisasi Penanaman Modal di Sulawesi Barat
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
Investasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan akan semakin meningkat, ditopang investasi bangunan. Menjelang
akhir tahun, beberapa proyek yang sudah memasuki tenggat waktu akan semakin digenjot agar dapat selesai
sebelum tahun 2017 berakhir. Tercatat, pembangunan PLTU Belang-Belang diharapkan sudah memasuki tahap
akhir penyelesaian pembangunan agar dapat beroperasi pada awal tahun 2018. Pembangunan irigasi untuk
meningkatkan produksi pertanian juga terus diupayakan secara optimal. Sementara pembangunan jalan masih
berlangsung dengan pelaksanaan diharapkan sesuai dengan perencanaaan awal.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Pert. Investasi Bangunan Pert. Investasi Non Bangunan% yoy
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Realisasi Pengadaan Semen Pert. Realisasi Pengadaan Semen - rhston %, yoy
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
0.0
100.0
200.0
300.0
400.0
500.0
600.0
700.0
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Penanaman Modal Dalam Negeri Penanaman Modal Asing - skala kanan
Rp miliar juta USD
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
9
Keterbatasan investasi pada tahun 2017 membuat pertumbuhan investasi tidak setinggi 2016. Investasi yang
terjadi pada tahun 2017 hanya bersifat melanjutkan rencana pembangunan yang telah dicanangkan. Sedangkan
belum ada investor swasta yang masuk untuk membangun pabrik pengolahan sumber daya alam di Sulawesi Barat
seperti pada tahun 2016. Pembangunan infrastruktur di tahun 2017 yang diharapkan menjadi tumpuan
perekonomian Sulawesi Barat yaitu PLTU Belang-Belang dengan kapasitas listrik 2x25 MW.
1.2.4. Ekspor dan Impor
Pada triwulan III 2017, ekspor Sulawesi Barat mengalami perlambatan. Pada periode tersebut, ekspor tumbuh
hanya tumbuh 0,39% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan pencapaian pada triwulan sebelumnya yang mencapai
7,33% (yoy). Kinerja ekspor Sulawesi Barat tertekan kontraksi ekspor antar daerah. Sementara, ekspor luar negeri
mengalami perkembangan yang sangat baik ditopang produksi CPO yang semakin meningkat. Penurunan kinerja
ekspor antar daerah lebih disebabkan rendahnya produksi kakao dan komoditas buah-buahan yang tidak sebaik
tahun sebelumnya.
Grafik 1.13. Perkembangan Ekspor Impor Grafik 1.14. Negara Tujuan Ekspor CPO
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Permintaan kebutuhan yang berasal dari luar Sulawesi Barat cenderung lebih rendah dibanding saat periode hari
raya Lebaran. Pada triwulan III 2017, pertumbuhan impor Sulawesi Barat mencapai 2,08% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan II 2017 yang mencapai 13,70% (yoy). Kondisi tersebut ditengarai normalisasi kebutuhan
masyarakat meningkatnya pasca bulan puasa dan hari raya Idul Fitri.
Dengan penurunan ekspor antar daerah yang cukup dalam, neraca perdagangan Sulawesi Barat mengalami
defisit. Neraca perdagangan Sulawesi Barat pada triwulan III 2017 mencatat nilai defisit Rp674,1 miliar. Kondisi
tersebut melanjutkan defisit triwulan sebelumnya sebesar Rp379 miliar. Penurunan tajam ekspor ke luar daerah
Sulawesi Barat menjadi salah satu penyebab defisit neraca perdagangan.
Grafik 1.15. Perkembangan Harga CPO Dunia
Sumber: World Bank, diolah
-10.00
-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Ekspor Impor
Pertumbuhan Ekspor - skala kanan Pertumbuhan Impor - skala kanan
Rp miliar%yoy
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Filipina India Pakistan Tiongkok Republik Korea Other Asia%
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Harga CPO Pert. Harga CPO - rhsUSD/metric ton % yoy
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
10
Benua Asia menjadi sasaran ekspor CPO Sulawesi Barat. Meski pada triwulan III 2017 tidak tercatat ekspor CPO
ke Tiongkok, kinerja ekspor luar negeri meningkat cukup pesat hingga 69,7% (yoy). Negara yang menjadi tujuan
berkisar di wilayah Asia seperti Filipina, Pakistan dan Korea. Ekspor tertinggi dari Sulawesi Barat yaitu ke Filipina
mencapai USD37 juta.
Pada triwulan IV 2017, peningkatan impor diperkirakan akan semakin menekan neraca perdagangan Sulawesi
Barat. Kenaikan permintaan kebutuhan masyarakat menjelang akhir tahun akan menjadi pemicu kenaikan impor
terutama dari daerah pusat perdagangan seperti Makassar. Meskipun begitu, kinerja ekspor diharapkan akan
membaik sehingga defisit neraca perdagangan tidak terlalu dalam. Sementara itu, harga CPO global belum begitu
membaik. Namun, penurunan harga CPO lebih disebabkan produksi kelapa sawit yang lebih baik dibanding tahun
lalu.
Secara umum, di tahun 2017 diperkirakan kinerja ekspor lebih baik dibanding 2016. Kondisi tersebut ditopang
peningkatan produksi kelapa sawit dan tanaman pangan. Selain itu, tingkat permintaan CPO dari luar negeri juga
mengalami peningkatan sehingga mendorong ekspor luar negeri ke beberapa negara Asia lebih tinggi. Kinerja
ekspor yang tinggi disertai pertumbuhan impor yang tidak setinggi tahun 2016. Keterbatasan lapangan perkerjaan
membuat masyarakat membatasi konsumsi terutama barang kebutuhan impor yang memiliki tingkat harga yang
tinggi. Dengan meningkatnya ekspor dan menurunnya impor, diperkirakan neraca perdagangan selama 2017
akan mengalami surplus.
1.3. Sisi Penawaran
Di triwulan III 2017, beberapa lapangan usaha mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Lapangan usaha yang
mengalami pertumbuhan tahunan di atas 10% yaitu industri pengolahan, administrasi pemerintahan, informasi
dan komunikasi, jasa perusahaan, dan pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang. Selain itu,
sektor utama yaitu lapangan usaha konstruksi mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Namun,
beberapa lapangan usaha utama mengalami perlambatan yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan dan
perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor.
Tabel 1.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pada triwulan III 2017, 3 (tiga) lapangan usaha terbesar di Sulawesi Barat yaitu pertanian, kehutanan, dan
perikanan (40,4%), perdagangan (10,2%), dan administrasi pemerintahan (9,7%). Sumber daya alam memang
masih menjadi sumber penghasilan utama masyarakat Sulawesi Barat. Luasnya daratan maupun lautan yang
I II III IV I II III IV I II III
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3.20 6.07 2.97 11.29 5.74 1.86 -2.02 3.65 12.03 3.69 9.10 5.92 4.61
Pertambangan dan Penggalian 11.89 11.37 13.82 -1.48 8.06 8.45 14.30 12.15 5.85 10.05 16.36 -0.10 7.43
Industri Pengolahan 20.82 16.40 0.77 9.82 11.15 8.86 -6.20 -5.71 -8.30 -3.34 7.38 4.16 12.45
Pengadaan Listrik dan Gas 1.86 4.92 5.86 19.95 8.29 30.16 22.26 21.69 7.44 19.66 10.66 7.69 8.49
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 2.64 10.95 11.90 11.32 9.23 12.85 10.17 7.14 4.51 8.51 3.19 8.93 14.36
Konstruksi 0.20 16.17 12.30 7.60 8.84 10.47 13.59 11.60 8.51 10.85 6.56 7.04 7.71
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1.09 7.34 7.36 5.00 5.22 6.64 5.37 0.99 5.56 4.58 5.53 6.32 5.09
Transportasi dan Pergudangan 7.73 7.95 5.95 7.29 7.20 1.61 8.91 5.86 3.64 5.01 4.07 1.54 4.73
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1.32 3.65 6.87 6.61 4.69 7.87 10.30 10.02 4.68 8.13 5.50 -0.24 -1.85
Informasi dan Komunikasi 11.13 8.12 8.35 15.63 10.87 14.33 15.67 8.59 -0.07 9.21 3.11 12.50 13.51
Jasa Keuangan dan Asuransi 2.20 -2.42 12.55 12.46 6.26 15.51 31.93 10.75 2.71 14.56 9.82 3.19 5.39
Real Estate 3.82 4.82 5.05 6.32 5.01 6.52 5.48 4.73 3.34 4.99 3.19 3.95 4.76
Jasa Perusahaan 2.29 11.56 9.07 7.77 7.63 6.64 1.60 7.08 3.38 4.62 1.84 6.88 11.37
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 5.59 13.32 19.24 10.05 12.02 7.58 23.99 19.52 14.61 16.42 4.32 -4.40 12.35
Jasa Pendidikan 8.17 8.91 10.57 -0.60 6.29 11.33 16.34 12.32 11.06 12.66 8.81 5.31 4.28
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 10.91 8.08 6.90 -0.29 6.01 11.53 11.21 13.06 13.91 12.49 4.54 6.80 6.31
Jasa lainnya 4.48 5.62 9.33 8.88 7.14 6.31 7.84 6.26 10.89 7.86 7.17 8.99 2.98
TOTAL PDRB 5.62 8.65 6.49 8.67 7.39 6.10 4.71 5.72 7.51 6.03 7.42 4.98 6.94
2016PERTUMBUHAN YOY (%)2015 2016
20152017
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
11
belum terjamah membuat lapangan usaha ini masih berpotensi menopang perekonomian Sulawesi Barat lebih
jauh. Lapangan usaha industri pengolahan yang berkembang saat ini dengan bahan baku kelapa sawit. Kenaikan
produksi kelapa sawit mendorong industri di Sulawesi Barat untuk tumbuh lebih tinggi pada periode laporan.
Sementara itu, administrasi pemerintahan juga menjadi salah satu sektor utama di Sulawesi Barat yang
meruapakan salah satu provinsi muda di Indonesia.
Grafik 1.16. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Penawaran
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pada triwulan IV 2017, hampir seluruh lapangan usaha utama diperkirakan akan mengalami peningkatan.
Lapangan usaha tersebut antara lain pertanian, kehutanan, dan perikanan, industri pengolahan, konstruksi, dan
administrasi pemerintahan. Periode triwulan IV 2017 diperkirakan akan menjadi masa produksi yang optimal buat
kelapa sawit. Kondisi tersebut akan mendorong sektor pertanian dan industri untuk lebih baik di periode tersebut.
Sementara itu, konstruksi akan semakin ditingkatkan demi penyelesaian beberapa pembangunan proyek
infrastruktur yang memasuki tenggat waktu penyelesaian.
Lapangan usaha yang menjadi penopang perbaikan ekonomi di tahun 2017 yaitu pertanian, kehutanan,
perikanan, dan industri pengolahan. Perbaikan produksi kelapa sawit mendorong kedua lapangan usaha utama
di Sulawesi Barat tersebut mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi. Apalagi beberapa korporasi telah
melakukan investasi untuk meningkatkan produktivitas CPO yang dihasilkan. Namun, pertumbuhan di tahun 2017
tertahan perlambatan yang terjadi pada administrasi pemerintahan dan konstruksi.
1.3.1. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami pertumbuhan 4,61% (yoy) pada triwulan III
2017. Meskipun lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,92% (yoy), pertumbuhan
tersebut jauh lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (3,65%). Penurunan produksi kakao
menjadi salah satu penyebab penurunan sektor utama Sulawesi Barat ini.
Perlambatan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan meningkat juga disebabkan penurunan
produksi buah-buahan. Pada triwulan III 2017, curah hujan menjadi yang tertinggi setidaknya dalam 4 (empat)
tahun terakhir pada periode yang sama. Padahal curah hujan di tahun-tahun sebelumnya karena pada triwulan III
merupakan musim kemarau di Sulawesi Barat. Namun, di tahun 2017 seperti tidak ada musim kemarau dan hujan
masih turun meski pada masa yang seharusnya kemarau. Kondisi tersebut menyebabkan komoditas buah-buahan
di Sulawesi Barat tidak dapat berproduksi optimal. Selain itu, kredit pertanian yang mengalir di Sulawesi Barat juga
menunjukkan perlambatan. Penambahan modal yang dilakukan oleh petani mulai dibatasi sembari melihat hasil
dari investasi yang dilakukan pada periode sebelumnya.
Pertanian40.4%
Pertambangan2.3%
Industri9.3%
Konstruksi8.2%
Perdagangan10.2%
Informasi dan Komunikasi
4.1%
Jasa Keuangan2.2%
Real Estate2.6%
Administrasi Pemerintahan
9.7%Jasa Pendidikan5.3%
Lainnya0.1%
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
12
Grafik 1.17. Perkembangan Triwulanan Lapangan
Usaha Pertanian
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan akan mengalami peningkatan pada triwulan
IV 2017. Periode triwulan IV biasanya merupakan periode dengan curah hujan tertinggi sepanjang tahun. Dengan
curah hujan yang tinggi, maka produksi kelapa sawit akan lebih optimal. Selain itu, komoditas tanaman pangan
juga mengalami masa panen dimana komoditas jagung telah mengalami pertumbuhan yang pesat mendampingi
komoditas unggulan Sulawesi Barat lainnya yaitu padi.
Grafik 1.18. Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 1.19. Perkembangan Curah Hujan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, diolah
Produksi kelapa sawit yang membaik, mendorong lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan tahun
2017 lebih baik dibanding 2016. Dampak El Nino sudah tidak terasa di 2017 sehingga produksi kelapa sawit dapat
optimal. Selain itu, komoditas tanaman pangan turut mengalami peningkatan baik dari komoditas padai maupun
jagung. Namun, seharusnya lapangan usaha ini dapat tumbuh lebih tinggi apabila produksi kakao tidak terganggu
hama dan penyakit.
1.3.2. Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran
Perdagangan besar dan eceran mengalami perlambatan di triwulan II 2017. Pada triwulan III 2017, lapangan usaha
perdagangan besar eceran tumbuh 5,09% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan II 2017
yang mencapai 6,32% (yoy). Perlambatan sektor ini disebabkan normalisasi aktivitas perdagangan pasca bulan
puasa dan hari raya Idul Fitri. Beberapa pusat perbelanjaan tidak mengalami penjualan sepesat pada triwulan
sebelumnya.
Lapangan usaha perdagangan besar dan kecil akan kembali meningkat pada triwulan IV 2017. Menjelang akhir
tahun, aktivitas perdangangan diperkirakan akan meningkat. Pedagang akan memanfaatkan momentum untuk
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
1,500
1,700
1,900
2,100
2,300
2,500
2,700
2,900
3,100
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Pertanian Pert. Pertanian - rhs
Andil Pertumbuhan - rhsRp miliar %
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
50.00
0
200
400
600
800
1,000
1,200
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Kredit Pertanian Pert. Kredit Pertanian - rhsRp miliar % yoy
-200
0
200
400
600
800
1,000
0
100
200
300
400
500
600
700
800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
mm % yoy
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
13
meningkatkan ekspor dengan menyediakan berbagai jenis kebutuhan masyarakat. Meskipun hal tersebut harus
dilakukan melalui impor mengingat keterbatasan kebutuhan yang tersedia di Sulawesi Barat.
Grafik 1.20. Perkembangan Triwulanan Lapangan
Usaha Perdagangan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Secara umum lapangan usaha perdagangan pada 2017 membaik dibanding 2016. Dengan peningkatan produksi
pertanian dan perkebunan turut mendorong kinerja perdagangan lebih baik dibanding tahun lalu. Meski tidak
meningkat signifikan, kondisi tahun 2017 sudah lebih baik dibanding saat El Nino mempengaruhi produksi kelapa
sawit pada 2016. Selain itu, pertumbuhan gerai minimarket juga turut mendorong pertumbuhan perdagangan di
Sulawesi Barat.
1.3.3. Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Industri pengolahan mengalami pertumbuhan signifikan yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
Lapangan usaha industri pengolahan mengalami pertumbuhan 12,45% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan
periode triwulan sebelumnya yang mencapai 4,16% (yoy). Pulihnya produksi kelapa sawit sejak triwulan IV 2016
memberikan dampak positif terhadap industri pengolahan hingga triwulan III 2017. Pasokan bahan baku untuk
diolah menjadi CPO telah kembali normal paska efek El Nino yang menurunkan produksi kelapa sawit hingga
20%. Peningkatan lapangan usaha industri tidak terlepas dari investasi yang dilakukan korporasi pada periode
semester pertama di tahun 2017.
Grafik 1.21. Perkembangan Triwulanan Lapangan
Usaha Industri Grafik 1.22. Perkembangan Kredit Industri
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Peningkatan industri terjadi pada seluruh segmen. Pada triwulan III 2017, industri mikro kecil tumbuh 17,72%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 16,92% (yoy). Industri mikro dan kecil masih
didominasi industri di bidang pangan dan sandang. Perkembangan industri besar dan sedang juga mengalami
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
400
450
500
550
600
650
700
750
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Perdagangan
Pert. Perdagangan - rhs
Andil Pertumbuhan - rhs
Rp miliar %
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
300
400
500
600
700
800
900
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Industri Pert. Industri - rhs Andil Pertumbuhan - rhsRp miliar %
-100.00
-50.00
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Kredit Industri Pert. Kredit Industri - rhsRp miliar % yoy
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
14
pertumbuhan sejalan dengan industri mikro dan kecil dimana mengalami perbaikan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Industri besar dan sedang tumbuh 5,58% (yoy), lebih baik dibandingkan periode sebelumnya 2,70%
(yoy).
Grafik 1.23. Pertumbuhan Industri Mikro dan Kecil Grafik 1.24. Pertumbuhan Industri Besar dan Sedang
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan masih akan tumbuh baik pada triwulan IV 2017. Produksi
kelapa sawit yang baik sepanjang 2017 dapat dijadikan modal bahan baku bagi industri CPO hingga akhir 2017.
Investasi yang dilakukan korporasi pada semester awal 2017 pun sudah menunjukkan hasilnya pada triwulan III
2017. Sementara itu, industri pengolahan beras juga akan mengalami peningkatan seiiring dengan musim panen
yang akan terjadi. Dengan penambahan kapasitas penggilingan pada periode sebelumnya, makan proses
pengolahan padi dapat menampung seluruh produksi dan hasilnya lebih optimal.
Kinerja lapangan usaha industri pengolahan untuk keseluruhan 2017 meningkat signifikan dibanding 2016. Bahan
baku industri pengolahan Sulawesi Barat sebagian besar berasa dari kelapa sawit sehingga perbaikan produksi
kelapa sawit akan membantu pertumbuhan sektor industri. Lapangan usaha ini sempat mengalami kontraksi pada
tahun 2016 karena keterbatasan produksi kelapa sawit. Upaya korporasi dalam melakukan investasi turut
meningkatkan kinerja industri pengolahan di Sulawesi Barat.
1.3.4. Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial
Grafik 1.25. Perkembangan Triwulanan Lapangan
Usaha Administrasi Pemerintahan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib mengalami peningkatan
signifikan pada triwulan III 2017. Pada periode laporan, lapangan usaha tersebut tumbuh 12,35% (yoy) dimana
pada periode sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 4,40% (yoy). Peningkatan lapangan usaha ini disebabkan
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
IMK Makanan IMK Pakaian Jadi IMK% yoy
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Makanan Industri Besar dan Sedang% yoy
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
200
300
400
500
600
700
800
900
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Adm. Pemerintahan
Pert. Adm. Pemerintahan - rhs
Andil Pertumbuhan - rhs
Rp miliar %
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
15
pencairan gaji ke-13 bagi aparat sipil negara yang jatuh pada bulan Juli. Selain itu, realisasi belanja pemerintah
periode ini mencatat rekor tertinggi untuk beberapa tahun terakhir.
Kinerja lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib akan semakin membaik
pada triwulan IV 2017. Menjelang akhir tahun 2017, pemerintahan akan semakin intens melaksanakan
pelayanannnya kepada masyarakat dengan merealisasikan program-program yang telah dicanangkan. Dengan
track record cukup baik dalam realisasi anggaran belanja, diperkirakan pemerintah daerah di Sulawesi Barat
mampu melaksanakan program pemerintah dengan baik.
Meski kinerja lapangan usaha administrasi pemerintahan meningkat menjelang akhir tahun, kinerja lapangan
usaha secara keseluruhan di tahun 2017 lebih rendah dibanding 2016. Penurunan kinerja lebih disebabkan
normalisasi pelayanan pemerintah setelah masuknya instansi baru pada tahun 2016. Secara pelayanan,
pemerintah daerah pada tahun 2017 semakin baik dari tahun ke tahun. Meski anggaran yang tersedia bersifat
terbatas, namun tidak menghalangi kinerja pemerintah daerah yang terus membaik.
1.3.5. Lapangan Usaha Konstruksi
Konstruksi mengalami peningkatan pada triwulan III 2017. Pada triwulan III 2017, perkembangan konstruksi
mengalami perbaikan dengan tumbuh 7,71% (yoy). Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pencapaian
triwulan II 2017 yang mencapai 7,04% (yoy). Perbaikan sektor konstruksi ini sejalan dengan perkembangan
pembangunan infrastruktur yang terus meningkat sejak pertengahan tahun. Berdasarkan hasil liaison Bank
Indonesia, proyek konstruksi yang terjadi di Sulawesi Barat banyak tergantung terhadap realisasi program
pemerintah daerah yang banyak melakukan pembangunan infrastruktur.
Grafik 1.26. Perkembangan Triwulanan Lapangan
Usaha Konstruksi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Peningkatan konstruksi tercermin dari peningkatan realisasi pengadaan semen. Pengadaan semen mengalami
pertumbuhan hingga 34,5% (yoy) atau lebih baik dibandingkan periode sebelumnya (28,5%, yoy). Kredit
konstruksi yang mengalir di Sulawesi Barat telah memasuki fase ekspansif meski masih mengalami kontraksi.
Peningkatan konstruksi tidak terlepas intesifnya pembangunan kantor-kantor baru di Sulawesi Barat serta
perbaikan jalan yang menjadi program rutin pemerintah daerah demi kelancaran jalur distribusi di Sulawesi Barat.
Di triwulan IV 2017, lapangan usaha konstruksi diperkirakan masih akan mengalami peningkatan. Pemerintah
daerah akan mengoptimalkan belanja modal daerah untuk pengembangan infrastruktur meski terkadang
terkendala permasalahan topografi. Proyek pembangunan irigiasi di Kalukku dan Malunda diharapkan sudah
dapat dimulai pada triwulan IV 2017 sehingga dapat meningkatkan produktivitas pertanian di Sulawesi Barat ke
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Konstruksi
Pert. Konstruksi - rhs
Andil Pertumbuhan - rhs
Rp miliar %
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
16
depannya. Selain itu, di daerah Mamasa sedang digenjot pembangunan jalan akses Mamuju-Mamasa-Toraja serta
pembangunan kontrol bencana alam. Proses penyelesaian konstruksi PLTU Belang-Belang juga semakin
mendukung peningkatan aktivitas konstruksi dari phak swasta. Pengembangan listrik di Sulawesi Barat tersebut
diharapkan sudah dapat beroperasi dan dinikmati masyarakat Sulawesi Barat pada awal tahun 2018.
Grafik 1.27. Realisasi Pengadaan Semen Grafik 1.28. Perkembangan Kredit Konstruksi
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Pertumbuhan konstruksi di tahun 2017 diperkirakan sedikit lebih rendah dibanding 2016. Pergantian kepala
daerah di tahun 2017 turut mempengaruhi kinerja konstruksi dimana pembangunan yang ada di tahun 2017
hanya bersifat melanjutkan program yang telah dicanangkan. Proyek konstruksi yang berjalan selama 2017 antara
lain pembangunan gedung pemerintahan, PLTU Belang-Belang, pembangunan jalan Mamuju-Mamasa-Toraja,
serta pengembangan bandara. Untuk program baru yang akan menjadi katalis perekonomian diperkirakan akan
dimulai pada tahun 2018.
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Realisasi Pengadaan Semen Pert. Realisasi Pengadaan Semen - rhston %, yoy
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Kredit Konstruksi Pert. Kredit Konstruksi - rhsRp miliar % yoy
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
17
Boks 1. Potensi Energi Baru dan Terbarukan di Sulawesi Barat
POTENSI ENERGI BARU DAN TERBARUKAN di SULAWESI
BARAT
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional
(RUEN) disebutkan bahwa energi baru dan terbarukan (EBT) menjadi bagian penting dalam pengembangan energi
nasional. Hal tersebut tidak terlepas dari permasalahan yang ada dimana belum memanfaatkan EBT secara
optimal. Permasalahan itu antara lain menurunya produksi minyak dalam negeri, pergerakan harga minyak dunia
yang fluktuatif, dan akses terhadap energi terbatas. Dengan menurunnya produksi minyak dalam negeri, Indonesia
tergantung impor minyak dari luar negeri dengan harga yang sulit diprediksi. Tentunya hal tersebut dapat berimbas
kepada masyarakat terutama dalam hal pergerakan harga BBM dan tarif listrik yang memang masih mengandalkan
energi fosil. Dari sisi kelistrikan sendiri, Indonesia memiliki target bahwa seluruh penduduk memiliki akses terhadap
listrik. Sulawesi Barat sendiri sebagai salah satu provinsi muda memiliki rasio elektrifikasi sebesar 70,2%
(September 2017, PLN Area Mamuju) dengan kapasitas terpasang 138,9 MW.
Gambar 1.1. Sistem Kelistrikan Sulawesi Barat Gambar 1.2. Perkiraan Investasi EBT
Sumber: PLN Area Mamuju Sumber: US Energy Information Administration
Dengan berbagai permasalahan terhadap sumber energi fosil, EBT dapat menjadi alternatif yang memungkinkan
demi ketahanan energi nasional. Namun, EBT memiliki kekurangan yaitu salah satunya biaya investasi yang relatif
mahal. Beberapa teknologi yang harus ada dalam pengembangan EBT harus didatangkan dari luar negeri yang
telah memproduksi teknologi tersebut. Belum lagi tenaga ahli EBT dalam pemanfataannya belum banyak ada di
Indonesia sehingga biaya tenga ahli tersebut juga relatif mahal. Akan tetapi, EBT menjadi alternatif sebagai solusi
permasalahan energi di Indonesia dan mencapai 100% rasio elektrifikasi nasional. Hal ini dikarenakan potensi EBT
di Indonesia yang sangat besar dan belum dioptimalkan. Selain itu, beberapa sumber EBT ke depannya menjadi
energi murah pasca investasi.
Sulawesi Barat sendiri menjadi pelopor dalam pengembangan salah satu sumber EBT yaitu PLTMH (Pembangkit
Listrik Mikro Hidro) di Mamasa. Meski dahulunya listrik negara belum masuk ke wilayah Mamasa, daerah tersebut
dapat berswadaya listrik dan sekarang sudah menjadi salah satu EBT yang dimanfaatkan di seluruh Indonesia.
Selain itu, pemanfaatan bio energi juga telah lama dilakukan sejak 2010 dengan memanfaatkan peternakan dan
5.520 kW
4.400 kW
4.680 kW
2 X 1.000 kW
1.000 kW
2.000 kW
2 x 2.000
kW0 kW
0 kW
50 MW
17,3 MW
42 MW
PLTMH
BONEHAU
PLTMH
BUDONG2
PLTD
PASANGKAY
U
2 x 350 kW
700 kW
700 kW
PLTMH BALLA
GI POLEWALI
5.000 kW
5,300 kW
5.000 kW
PLTD TOPOYO
2 x 700 kW
1.400 kW
1.400 kW
PLTMH KALUKKU
50 MW
27 MW
50 MW
GI MAMUJU
20 MW
12,6 MW
20 MW
GI MAJENE
2261,104
2,6711,877
4,9855,945
2210
2340
110 100
12
0 0
4
2
EBTNon EBT
Batu Bara Gas Alam Surya Bayu Biomass Nuklir
Overnight Cost
($/kW)procurement,
construction, engineering,
development, other cost
(training, sertification,
fee)
Fixed O&M ($/kW-
yr)employee, tax, insurance,
& life-cycle maintenance
Variable O&M
($/MWh)direct maintenance,
office, outsourcing
maintenance
BOKS 1
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
18
ampas kelapa sawit yang menjadi salah satu komoditas utama Sulawesi Barat. Meski sudah banyak yang
dimanfaatkan, potensi EBT Sulawesi Barat masih sangat besar. Apalagi Sulawesi Barat dilalui garis khatulistiwa
sehingga potensi tenaga surya sangat besar seperti yang telah dilakukan di beberapa wilayah dan saat ini sedang
dibangun di Pulau Karampuang. Berdasarkan RUEN dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, potensi EBT di
Sulawesi Barat yang belum termanfaatkan dengan perkiraan sebesar 3.140 MW dengan rincian energi panas bumi
373 MW, energi air 369,5 MW, energi angin (bayu) 514 MW, bio energi 206 MW, dan energi surya 1,677 MW.
Hasil simulasi kebijakan menunjukkan bahwa peningkatan kapasitas listrik berpotensi memberikan dampak
peningkatan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Barat rata-rata per tahun sebesar 0,22% di atas baseline atau
simulasi tanpa kebijakan. Penyerapan tenaga kerja juga berpotensi meningkat hingga 0,04% secara kumulatif di
tahun 2020. Simulasi tersebut mengasumsikan peningkatan kapasitas listrik sebesar 50% dari kondisi existing dan
terdapat peningkatan produktivitas sebagai akibat penambahan kapasitas listrik.
Gambar 1.3. Hasil Simulasi Kelistrikan Sulawesi Barat
Sumber: Kajian Bank Indonesia
Dengan pembangunan listrik diharapkan ke depannya terjadi peningkatan pendapatan masyarakat. Kapasitas
listrik yang terpenuhi membuat masyarakat akan lebih produktif. Seperti diungkapkan dalam (Narayan & Smyth,
2003) bahwa konsumsi listrik yang meningkat akan meningkatkan sektor ketenagakerjaan dan pendapatan riil
masyarakat. Hal ini disebabkan dengan tersedianya infrastruktur listrik dapat menjadi penarik bagi investor swasta
ke Sulawesi Barat sehingga pembangunan tidak hanya bersumber dari sisi pemerintah saja.
0,22%
% rata-rata yoy Growth
PDRB
Output Ekspor Tenaga Kerja
0,09% 0,01% 0,08%
% perubahan terhadap baseline
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
Bab 02. Keuangan Pemerintah
19
2. Keuangan Pemerintah
Bab 02 Keuangan Pemerintah
Bab 02. Keuangan Pemerintah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
20
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
Bab 02. Keuangan Pemerintah
21
2.1. Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi Barat
Secara tahunan (yoy), pertumbuhan belanja pemerintah pada triwulan ini sebesar 34,0%, relatif stabil
dibandingkan 34,6% pada triwulan lalu. Relatif rendahnya realisasi belanja modal menjadi faktor utama yang
menghambat perkembangan akselerasi pembelanjaan pemerintah. Realisasi anggaran sedikit lebih rendah
dibandingkan peride yang sama tahun lalu. Realisasi APBN pada triwulan III 2017 sebesar 60,6%, sedikit lebih
rendah dibandingkan 63,1% triwulan yang sama tahun lalu. Kembali rendahnya realisasi belanja modal menjadi
hal utama yang melatarbelakangi kondisi ini. Berdasarkan lokasinya, rendahnya tingkat penyerapan anggaran
APBN di Kabupaten Mamuju turut mempengaruhi capaian realisasi anggaran pada periode ini. Selain untuk
mendukung penyerapan anggaran, tentunya pembangunan infrastruktur bermanfaat untuk mempermudah akses
dan pelaksanaan kegiatan sebagaimana mestinya.
Tabel 2.1. Realisasi APBN Ke Sulawesi Barat
Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah
Pagu APBN tumbuh sedikit melemah dibandingkan triwulan lalu. Pagu APBN pada triwulan III 2017 meningkat
Rp1,26 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menjadi Rp4,44 triliun. Atau secara tahunan (yoy),
pagu APBN tumbuh 39,48% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 27,58% (yoy) pada triwulan lalu. Peningkatan pagu
terutama untuk belanja pegawai, terkait dengan pemberian gaji ke 13 yang telah dilakukan pada awal triwulan III
2017. Kenaikan alokasi anggaran untuk gaji tersebut meningkat 53,69% (yoy) menjadi Rp872,05 miliar,
merupakan peningkatan yang terbesar di antara komponen lainnya. Berdasarkan alokasinya, pagu APBN terbesar
masih diperuntukan bagi belanja modal, sebesar 26,82%.
Realisasi APBN tumbuh melemah dibandingkan triwulan lalu. Pesatnya kenaikan pagu APBN belum diikuti dengan
realisasi anggaran yang cukup memuaskan. Pada triwulan III 2017, tingkat realisasi anggaran sebesar 60,6%,
sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu sebesar 63,1%. Meskipun tingkat realisasinya
lebih rendah, namun pertumbuhan pembelanjaan APBN pada triwulan ini cukup tinggi sebesar 34,0%, setara
dengan pertumbuhan triwulan lalu sebesar 34,6%. Besarnya realisasi APBN pada triwulan ini terutama didorong
oleh kenaikan anggaran untuk belanja pegawai yang tumbuh 57,57% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan pada triwulan lalu sebesar 51,07% (yoy). Sehingga nilai belanja pegawai pada saat ini sebesar
Rp648,68 miliar.
Berbeda dengan realisasi belanja pegawai, belanja barang dan modal pada triwulan ini masih menunjukkan
kontraksi, namun sedikit membaik dibandingkan triwulan lalu. Untuk belanja barang, koreksi nilai realisasinya
membaik dari -15,75% (yoy) menjadi -11,06% (yoy) demikian juga dengan belanja modal yang masih terkoreksi
Belanja
Pegawai
Belanja
Barang
Belanja
Modal
Bantuan
SosialTransfer Total
Belanja
Pegawai
Belanja
Barang
Belanja
Modal
Bantuan
SosialTransfer Total
Pertumbuh
an (yoy)
I 429.45 710.75 1,149.96 302.32 - 2,592.48 70.90 61.83 80.41 8.29 - 221.43 11.1%
II 432.63 726.43 1,160.59 313.26 - 2,632.91 154.75 235.67 329.39 93.75 - 813.56 1.5%
III 427.17 691.82 1,070.82 296.67 - 2,486.48 270.64 400.83 632.27 172.88 - 1,476.62 6.2%
IV 422.38 693.60 1,155.36 326.67 - 2,598.01 392.81 628.58 1,102.12 312.93 - 2,436.44 10.7%
I 424.99 1,018.82 1,447.28 263.36 - 3,154.45 79.59 41.50 54.11 51.09 - 226.29 12.3%
II 511.26 1,118.91 2,089.46 219.17 - 3,938.80 186.39 183.39 351.74 64.70 - 786.22 20.4%
III 512.64 1,141.68 2,087.11 219.17 - 3,960.60 341.70 413.09 815.13 124.21 - 1,694.13 26.3%
IV 540.80 1,148.09 2,185.63 265.78 - 4,140.30 494.03 1,000.96 2,044.21 261.79 - 3,800.99 25.8%
I 561.49 1,264.40 1,460.26 16.00 - 3,302.15 101.63 125.68 189.74 0.19 - 417.24 27.7%
II 562.76 1,301.68 1,505.38 15.99 - 3,385.81 272.22 405.61 538.48 4.36 - 1,220.67 46.0%
III 567.40 1,289.53 1,309.24 15.45 - 3,181.62 411.67 725.73 864.98 6.37 - 2,008.75 20.5%
IV 585.46 1,321.55 1,310.55 15.45 - 3,233.01 581.40 1,096.95 1,214.93 15.20 - 2,908.48 17.7%
2017 I 856.66 963.74 1,198.14 12.85 1,262.11 4,293.50 174.45 100.34 122.37 0.13 - 397.29 -4.8%
II 862.09 985.62 1,197.00 12.85 1,262.11 4,319.67 411.23 341.74 370.59 1.62 517.36 1,642.54 34.6%
III 872.05 1,100.03 1,190.35 13.18 1,262.11 4,437.72 648.68 645.43 595.53 7.28 793.93 2,690.85 34.0%
2016
Periode
2014
2015
Pagu (Rp Miliar) Realisasi (Rp Miliar)
Bab 02. Keuangan Pemerintah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
22
-31,15% (yoy) relatif sama dibandingkan triwulan lalu. Pembelanjaan barang dan modal yang rendah tersebut
menyebabkan pertumbuhan belanja APBN oleh pemerintah menjadi tertahan pada kisaran 34,0% (yoy).
Grafik 2.1. Perkembangan APBN Sulawesi Barat di
Triwulan I Grafik 2.2. Realisasi APBN Sulawesi Barat
Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah
Realisasi belanja modal terbesar pada tingkat Provinsi. Realisasi belanja modal dari APBN pada triwulan laporan
masih relatif rendah, rata-rata sebesar 50,05% dari pagu anggaran atau sebesar Rp595,54 miliar. Tercatat hanya
belanja modal di level Provinsi saja yang lebih tinggi dari rata-rata realisasi, yaitu sebesar 52,75%. Sementara pada
tingkat kabupaten, realisasi belanja modal terbesar pada Kabupaten Mamasa besar 42,32%, diikuti Kabupaten
Mamuju Utara sebesar 42,18% dan Kabupaten Mamuju sebesar 39,27%. Meskipun nilai belanja modal untuk
kabupaten relatif minim jumlahnya secara total, namun tingkat realisasi yang rendah pada beberapa Kabupaten
mempengaruhi pencapaian realisasi belanja modal secara keseluruhan.
Dominan APBN digunakan untuk belanja modal bagi infrastruktur dengan penyerapan anggaran yang cukup baik.
Alokasi belanja modal APBN di triwulan laporan, terbesar diperuntukkan bagi perluasan jaringan, nilainya
mencapai Rp386,91 miliar atau 32,50% dari total belanja modal. Diikuti dengan belanja modal untuk gedung dan
bangunan sebesar 24,55% dan penambahan nilai jalan serta jembatan sebesar 20,16%. Pengembangan
infrastruktur tersebut sebagian besar untuk pemanfaatan air bersih dan perluasan bandara Tampa Padang. Alokasi
belanja modal bangunan yang terbesar untuk pembangunan kantor Kepolisian Daerah Sulbar, pangsanya
16,66%, sementara untuk jalan merupakan perawatan jalan nasional.
Dari alokasi anggaran tersebut, sebagian besar telah terealisasi lebih dari 50%, seperti belanja modal untuk
jaringan yang telah terealisasi 59,79%, realisasi belanja jalan dan jembatan sebesar 71,73% serta belanja untuk
penambahan nilai jalan dan jembatan dengan realisasi 54,26%. Namun demikian terdapat beberapa proyek yang
penyerapan anggarannya masih relatif rendah, antara lain belanja gedung dan bangunan yang baru terealisasi
25,14%, penyerapan anggaran untuk irigasi sebesar 46,84%. Hanya kedua proyek itu saja yang bernilai besar,
proyek lain yang realisasinya rendah umumnya bernilai kecil.
2.2. Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat
Sempat mengalami kendala akibat perubahan nomenklatur anggaran pada triwulan lalu, kinerja fiskal pada
triwulan ini menunjukkan perkembangan positif. Realisasi PAD dan konsumsi pemerintah lebih baik dibandingkan
periode yang sama tahun lalu. Realisasi pendapatan kali ini mencapai 73,0% dari target 2017 atau sebesar Rp1,19
triliun. Pencapaian ini tak lepas dari meningkatnya penerimaan dari dana perimbangan daerah. Tak hanya
pendapatan, perkembangan positif ditunjukkan pula pada aktivitas belanja pemerintah yang mencapai 57,3%
dari target tahunan atau sebesar Rp1,13 triliun. Lebih rendah dari target ideal sebesar 75,0%, namun merupakan
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
3,000.00
3,500.00
4,000.00
4,500.00
5,000.00
Tw IIII 2014 Tw IIII 2015 Tw IIII 2016 Tw IIII 2017
Pagu realisasi %Rp. Miliar %
74.39
58.67
50.03
55.24
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
Tw III 2014 Tw III 2015 Tw III 2016 Tw III 2017
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Bantuan Sosial
%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
Bab 02. Keuangan Pemerintah
23
yang terbaik dalam kurun waktu 4 tahun terakhir. Kembali, realisasi belanja operasional menjadi motor dari
kenaikan belanja pemerintah di triwulan ini sementara belanja modal belum mengalami perkembangan signifikan.
Perkembangan APBD tersebut mengindikasikan surplus keuangan daerah yang terjadi pada periode ini, sebesar
Rp199,34 miliar. Mengalami penurunan sebesar 16,20% secara tahunan (yoy). Sementara itu, terkait dengan
pembiayaan daerah, pada triwulan ini tercatat surplus Rp64,59 miliar, terbesar di tahun 2017 namun masih lebih
rendah 38,64% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Grafik 2.3. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
2.2.1. Pendapatan
Realisasi pendapatan tumbuh signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jumlah pendapatan APBD
Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan III 2017 sebesar Rp1,32 triliun atau 73,0% dari target pendapatan di tahun
2017. Tingkat realisasi tersebut lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 67,2% namun
belum sebaik tahun-tahun sebelumnya (Grafik 2.3).
Meskipun realisasinya cukup baik, dengan nilai pendapatan yang tumbuh 15,44% (yoy), namun tingkat
pertumbuhan tersebut masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan lalu sebesar 17,77% (yoy).
Sedikit disayangkan bahwa peningkatan pendapatan belum ditopang oleh pertumbuhan PAD, namun lebih
didorong oleh meningkatnya penerimaan yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khsusus
(DAK) yang masing-masing tumbuh 21,18% (yoy) dan 37,81% (yoy).
PAD masih potensial untuk ditingkatkan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan III
2017 tercatat Rp135,52 miliar, terlihat mengalami peningkatan signifikan dibandingkan triwulan lalu yang
berjumlah Rp88,80 miliar. Namun secara tahunan nilai PAD tersebut mengalami penurunan 16,30% (yoy).
Berbagia perkembangan tersebut membawa tingkat realisasi PAD hingga triwulan III 2017 sebesar 45,3% dari
target tahun 2017.
Melambatnya pertumbuhan PAD secara tahunan karena berakhirnya periode tax amnesty yang ditetapkan oleh
Kementerian Keuangan, sehingga penerimaan pajak yang merupakan penyumbang utama dalam PAD Sulawesi
Barat mengalami penurunan sebesar 22,06% (yoy) dan pada triwulan ini tercatat Rp111,95 miliar. Hal yang
menggembirakan yaitu pertumbuhan retribusi di tahun 2017 yang dalam 2 (dua) triwulan terakhir mencatat
pertumbuhan yang memuaskan, masing-masing 67,64% (yoy) di triwulan II 2017 dan 46,05% (yoy) pada saat ini
dan jumlahnya menjadi Rp9,82 miliar. Demikian pula dengan komponen lain-lain PAD yang sah, nilainya sebesar
27.7%
28.9%
29.4%
15.9%
25.1%
52.3%
52.9%
51.3%
41.1%
45.5%
76.9%
79.8%
81.4%
67.2%
73.0%
98.3%
101.6%
103.0%
99.3%
2013
2014
2015
2016
2017
2013
2014
2015
2016
2017
2013
2014
2015
2016
2017
2013
2014
2015
2016
Triw
ula
n I
Triw
ula
n II
Triw
ula
n III
Triw
ula
n IV
Pendapatan
7.5%
13.0%
11.7%
5.5%
12.3%
31.6%
32.4%
27.7%
31.4%
36.9%
43.9%
56.0%
53.9%
46.0%
57.3%
88.0%
90.0%
98.4%
95.1%
Belanja
Bab 02. Keuangan Pemerintah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
24
Rp9,24 miliar atau tumbuh 12,49% (yoy) pada triwulan ini, padahal pada triwulan lalu mencatat koreksi sebesar
-8,68% (yoy).
Pertumbuhan pendapatan transfer cukup baik, tercermin dari tingkat pertumbuhannya sebesar 20,86% (yoy) pada
periode laporan dan nilainya menjadi Rp1,19 triliun. Pendapatan transfer utamanya disumbang oleh pertumbuhan
Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 37,81% (yoy), sehingga nilainya menjadi Rp345,91 miliar dan Dana Alokasi
Umum (DAU) yang tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan lalu, pada triwulan ini sebesar 21,18% (yoy) dengan
nilai sebesar Rp820,49 miliar. Sementara pendapatan yang berasal dari kekayaan alam dan aktivitas ekonomi
Sulawesi Barat seperti bagi hasil Pajak dan bagi hasil sumber daya alam, untuk wilayah Sulawesi Barat nilai masih
relatif kecil namun nilainya cenderung meningkat.
Tabel 2.2. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta)
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
Tahun 2017, upaya peningkatan pendapatan terus dilakukan pemerintah. Meningkatnya jumlah penduduk yang
bermigrasi ke Sulawesi Barat, terutama karena dibukanya beberapa instansi dan mendorong peningkatan
kebutuhan masyarakat. Desakan kebutuhan tersebut memicu pemerintah Sulawesi Barat untuk semakin kreatif
meningkatkan pendapatannya, antara lain dengan pembenahan berkesinambungan dalam pengelolaan retribusi
parkir di berbagai wilayah, pelaksanaan berbagai kegiatan wisata dan event-event olahraga untuk meningkatkan
minat wisatawan domestik datang ke Sulawesi Barat, penyederhanaan perizinan untuk menarik investor dan
mengembangkan kegiatan usaha terus dilakukan. Inisiasi untuk memudahkan pembayaran PKB melalui ATM telah
digagas. Berbagai upaya tersebut diyakini mampu mendorong peningkatan PAD di Sulawesi Barat.
Uraian Tw III 2016 Anggaran 2017 Tw I 2017 Tw II 2017 Tw III 2017% Realisasi
Tw III 2017
Pendapatan 1,147,336.03 1,813,836.67 455,405.15 825,309.14 1,324,460.78 73.0%
Pendapatan Asli Daerah (PAD) 161,919.71 299,021.36 43,806.98 88,799.13 135,521.78 45.3%
Pendapatan Pajak Daerah 143,640.38 252,443.86 38,836.29 71,465.03 111,947.90 44.3%
Pendapatan Retribusi Daerah 6,723.56 20,790.00 2,279.38 7,391.84 9,820.06 47.2%
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang di Pisahkan3,337.84 4,500.00 0.00 4,509.56 4,509.56 100.2%
Lain - lain PAD yang Sah 8,217.93 21,287.50 2,691.31 5,432.70 9,244.27 43.4%
Pendapatan Transfer 982,992.68 1,512,701.62 411,415.38 736,000.89 1,188,034.70 78.5%
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat 982,992.68 1,512,701.62 411,415.38 736,000.89 1,188,034.70 78.5%
Bagi Hasil Pajak 11,977.21 25,354.54 10,719.63 10,719.63 21,407.46 84.4%
Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam 495.75 302.57 104.04 104.04 229.43 75.8%
Dana Alokasi Umum (DAU) 677,109.57 977,903.64 325,967.87 488,951.80 820,489.76 83.9%
Dana Alokasi Khusus (DAK) 251,005.19 509,140.88 74,623.84 236,225.42 345,908.05 67.9%
Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik 0.00
Dana Insentif Daerah (DID) 42,404.95 0.00 0.00 0.00 0.00 -
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat Lainnya
Dana Penyesuaian
Lain - lain Pendapatan Daerah yang Sah 2,423.63 2,113.69 182.79 509.12 904.30 42.8%
Pendapatan Hibah 170.80 0.00 0.00 127.50 229.50
Pendapatan Lainnya 2,252.83 2,113.69 182.79 381.62 674.80 31.9%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
Bab 02. Keuangan Pemerintah
25
Grafik 2.4. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov.
Sulawesi Barat
Grafik 2.5. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov.
Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi
Sulawesi Barat, diolah
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi
Sulawesi Barat, diolah
2.2.2. Belanja Pemerintah
Pemerintah meningkatkan kinerjanya dalam hal realisasi anggaran. Kondisi ini terlihat pada tingkat realisasi
anggaran pada triwulan III sebesar 57,3%. Nilai belanja ini meningkat 13,73% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan pada triwulan lalu sebesar 6,66% (yoy). Ekspansi fiskal ini didorong oleh pertumbuhan belanja
operasional dan belanja modal, keduanya mencatat pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan triwulan lalu.
Sementara itu realisasi pengeluaran untuk transfer, pertumbuhannya justru menurun dibandingkan triwulan lalu.
Secara umum, trend belanja pemerintah masih mengikuti pola lama, dimana pembelanjaan pemerintah akan
digenjot pada semester II, terutama mendekati akhir tahun.
Realisasi belanja operasional cukup baik, ditopang oleh belanja pegawai. Realisasi belanja operasional pada
triwulan III 2017 tercatat Rp822,94 miliar atau 65,1% dibandingkan target 2017. Belanja APBD pemerintah
tersebut mengalami peningkatan 15,80% (yoy), lebih baik dibandingkan 8,36% (yoy) pada triwulan lalu. Realisasi
anggaran yang cukup pesat terjadi pada belanja pegawai, yang pada triwulan laporan sebesar Rp330,80 miliar
atau setara dengan 82,4% dari target 2017. Perkembangan positif terjadi juga pada belanja bantuan sosial yang
tumbuh 30,83% (yoy), namun nilainya saat ini masih relatif kecil, sekitar Rp11,75 miliar.
Sementara itu, penyerapan anggaran untuk belanja barang dan jasa serta belanja hibah, relatif belum
menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan triwulan lalu, saat ini keduanya masih mencatat
kontaksi, masing-masing -0,79% (yoy) dan -21,92% (yoy) dengan nilai masing-masing sebesar Rp230,37 miliar
dan Rp242,04 miliar.
Realisasi belanja modal 39,1%. Setelah mencatat moderasi pertumbuhan pada triwulan lalu, sebesar -0,11% (yoy),
belanja modal pada triwulan ini sebesar Rp211,36 miliar atau sebesar 39,1% dari target. Meski nilainya masih
relatif rendah namun meningkat 6,31% (yoy). Perkembangan yang siginifikan terlihat pada belanja modal untuk
gedung dan bangunan serta peralatan dan mesin yang masing-masing tumbuh sebesar 51,46% (yoy) dan 51,87%
(yoy). Tingginya tingkat pertumbuhan tersebut cukup memuaskan, terlebih pada triwulan lalu belanja gedung dan
bangunan masih mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar -7,64% (yoy).
0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
1,800,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016 2017
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan yang SahRp Juta
0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
1,800,000
2,000,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016 2017
Belanja Operasional + Transfer Belanja Modal Belanja Tidak TerdugaRp Juta
Bab 02. Keuangan Pemerintah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
26
Tabel 2.3. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta)
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
2.2.3 Pendapatan - Pengeluaran dan Rasio Kemandirian
Surplus APBD Sulawesi Barat pada triwulan III 2017 Rp199,34 miliar, meningkat dibandingkan periode yang sama
tahun lalu. Peningkatan surplus tersebut ditopang oleh pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan
transfer. Pada triwulan III 2017 DAU dan DAK masing-masing tumbuha 20,86% (yoy) dan 37,81% (yoy).
Sementara pendapatan yang berasal dari kekayaan alam dan aktivitas ekonomi Sulawesi Barat seperti bagi hasil
Pajak dan bagi hasil sumber daya alam, untuk wilayah Sulawesi Barat nilainya masih relatif kecil namun cenderung
meningkat.
Pada triwulan depan surplus anggaran diperkirakan berkurang, karena pemerintah akan menggenjot
pengeluarannya, terutama pelaksanaan beberapa proyek pembangunan infrastruktur yang masih terkendala di
triwulan lalu dan saat ini, seperti perbaikan jalan, pembangunan irigasi dan beberapa gedung pemerintahan.
Rasio kemandirian keuangan daerah relatif terjaga. Upaya untuk meningkatkan kemandirian oleh Pemerintah
Sulawesi Barat terlihat dengan terjaganya rasio kemandirian pada triwulan ini, sebesar 10,23%, hanya sedikit lebih
Uraian Tw III 2016 Anggaran 2017 Tw I 2017 Tw II 2017 Tw III 2017% Realisasi
Tw III 2017
BELANJA 909,470.45 1,805,939.00 231,004.04 691,835.71 1,034,310.94 57.3%
BELANJA OPERASI 710,663.97 1,263,844.65 196,250.10 561,367.18 822,940.00 65.1%
Belanja Pegawai 158,971.29 401,241.07 68,822.31 206,219.08 330,802.10 82.4%
Belanja Barang dan Jasa 232,210.27 480,547.72 26,392.99 149,243.94 230,367.18 47.9%
Belanja Bunga 524.85 8,956.21 2,063.30 4,678.70 7,975.46 89.0%
Belanja Hibah 309,972.94 354,099.66 98,971.50 195,491.94 242,041.10 68.4%
Belanja Bantuan Sosial 8,984.61 19,000.00 0.00 5,733.52 11,754.16 61.9%
BELANJA MODAL 198,806.48 540,094.35 34,753.94 130,457.03 211,359.43 39.1%
Belanja Modal Tanah 5,937.33 9,804.40 0.00 8,324.56 9,014.67 91.9%
Belanja Modal Peralatan dan Mesin 37,590.90 106,800.91 1,633.44 38,720.17 57,088.26 53.5%
Belanja Modal Gedung dan Bangunan 68,748.78 219,970.31 19,818.35 59,137.64 104,130.01 47.3%
Belanja Modal Jalan. Irigasi dan Jaringan 83,147.12 199,787.31 13,227.63 23,283.90 37,659.01 18.8%
Belanja Modal dan Tetap Lainnya 3,382.35 3,731.41 74.53 990.76 2,798.92 75.0%
Belanja Modal Aset Lainnya 668.57
BELANJA TAK TERDUGA 0.00 2,000.00 0.00 11.51 11.51 0.6%
Belanja Tak Terduga 0.00 2,000.00 0.00 11.51 11.51 0.6%
TRANSFER 83,329.64 175,064.71 11,828.65 39,159.88 90,813.87 51.9%
TRANSFER BAGI HASIL PENDAPATAN 68,326.14 126,665.70 11,828.65 30,849.88 67,796.25 53.5%
Transfer Bagi Hasil Pajak Daerah 68,326.14 126,665.70 11,828.65 30,849.88 67,796.25 53.5%
TRANSFER BANTUAN KEUANGAN 15,003.50 48,399.01 0.00 8,310.00 23,017.62 47.6%
Transfer Bantuan Keuangan ke Pemerintah Daerah Lainnya 15,003.50 47,330.00 0.00 8,310.00 22,525.00 47.6%
Transfer Bantuan Keuangan Lainnya 0.00 1,069.01 0.00 0.00 492.62 46.1%
SURPLUS/ (DEFISIT) 154,535.94 -167,167.04 212,572.46 94,313.55 199,335.97 -119.2%
PEMBIAYAAN
PENERIMAAN PEMBIAYAAN 29,362.09 175,167.04 30,301.67 30,301.67 72,588.01 41.4%
Penggunaan SILPA 0.00 46,879.71 0.00 0.0%
Pinjaman Dalam Negeri 29,362.09 128,287.33 30,301.67 30,301.67 72,588.01 56.6%
PENGELUARAN PEMBIAYAAN 2,000.00 8,000.00 8,000.00 8,000.00 8,000.00 100.0%
Penyertaan Modal/Investasi Pemerintah Daerah 2,000.00 8,000.00 8,000.00 8,000.00 8,000.00 100.0%
PEMBIAYAAN NETTO 27,362.09 167,167.04 22,301.67 64,588.01 38.6%
SISA LEBIH PEMBIAYAN ANGGARAN (SILPA) 181,898.03 116,615.22 263,923.98
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
Bab 02. Keuangan Pemerintah
27
rendah dibandingkan 10,76% pada triwulan lalu. Hal ini mengindikasikan upaya pemerintah untuk mengurangi
ketergantungan dengan Pemerintah Pusat, dengan meningkatkan pendapatan yang berasal dari sumber internal.
Meskipun tingkat kemandirian saat ini masih relatif rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun
kedepannya Pemerintah Sulawesi Barat akan terus berupaya menggenjot penerimaan daerah untuk meningkatkan
kemampuan dalam pembangunan.
Bab 02. Keuangan Pemerintah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
28
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
29
Bab 03. Inflasi
3. Inflasi
Bab 03 Inflasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
Bab 03. Inflasi
30
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
31
Bab 03. Inflasi
3.1. Inflasi Secara Umum
Tekanan inflasi triwulan III 2017 secara tahunan cenderung menguat. Laju inflasi triwulan III 2017 sebesar 4,53%
(yoy) menguat dibandingkan 3,59% (yoy) pada triwulan II 2017. Jika ditinjau komponen disagregasi inflasi,
penguatan disumbangkan oleh masing-masing komponen sebesar 3,71% (yoy) untuk Core, 4,98% (yoy) untuk
Volatile Food (VF), dan 7,43% (yoy) untuk Administrered Price (AP). Inflasi triwulan ini meningkat dibandingkan
periode yang sama pada tahun lalu, sebesar yaitu 3,42% (yoy).
Secara bulanan, inflasi Mamuju relatif lebih tinggi dibanding inflasi KTI dan Nasional, inflasi tertinggi di bulan
Agustus 2017. Pada bulan Juli 2017, penurunan permintaan terhadap komoditas pangan utama seperti ikan pada
periode lebaran mengakibatkan penurunan inflasi yang cukup signifikan, menjadi 0,06% (mtm) dibandingkan
bulan Juni 2017 sebesar 0,99% (mtm). Inflasi tersebut lebih rendah dibandingkan inflasi KTI dan Nasional, masing-
masing sebesar 0,35% (mtm) dan 0,22% (mtm). Paska lebaran, tekanan inflasi kembali menguat seiring dengan
peningkatan permintaan ikan sehingga inflasi Agustus tercatat sebesar 0,42% (mtm), lebih tinggi dibandingkan
inflasi KTI dan Nasional yang tercatat -0,30% (mtm) dan -0,07% (mtm). Pada akhir triwulan III, harga komoditas
di Mamuju relatif stabil, terindikasi dari inflasi September 2017 hanya sebesar 0,01% (mtm), sementara inflasi KTI
dan Nasional pada periode yang sama masing-masing tercatat -0,13% (mtm) dan Nasional sebesar 0,13% (mtm).
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Kota Mamuju
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tekanan harga di awal triwulan IV 2017 melemah dan mengalami deflasi. Tekanan harga pada awal triwulan IV
2017, tepatnya bulan Oktober menunjukkan kecenderungan melemah, diindikasikan dengan inflasi sebesar -
0,48% (mtm). Hal ini disebabkan penurunan indeks harga pada tiga keompok pengeluaran yaitu kelompok
makanan bahan makanan, sandang, dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan.
Grafik 3.2. Perbandingan Inflasi Bulanan Grafik 3.3. Perbandingan Inflasi Tahunan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Inflasi triwulan IV diproyeksikan menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan penurunan
permintaan sejumlah komoditas volatile food yang menyebabkan tekanan inflasi tidak sekuat triwulan
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2013 2014 2015 2016 2017
Puasa dan Lebaran Sulbar (mtm) Sulbar (yoy)%
Kenaikan BBM
Penurunan BBM
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2013 2014 2015 2016 2017
Nasional (mtm) Sulbar (mtm) KTI (mtm)%
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2013 2014 2015 2016 2017
Nasional (yoy) Sulbar (yoy) KTI (yoy)%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
Bab 03. Inflasi
32
sebelumnya. Selain itu, penyesuaian tarif dasar listrik diperkirakan tidak akan terjadi hingga akhir tahun 2017
sehingga tidak memberikan tekanan inflasi. Secara kumulatif, inflasi 2017 mengalami peningkatan dibanding
tahun 2016. Penyebab utamanya adalah penyesuaian tarif listrik yang ditetapkan oleh pemerintah memberikan
tekanan inflasi yang kuat pada tahun ini.
3.2. Inflasi Bulanan
Juli 2017: Normalnya permintaan paska Lebaran, terutama volatile food, mempengaruhi rendahnya inflasi Juli.
Paska berlalunya Lebaran, tingkat permintaan kembali normal, terutama untuk komoditas bahan makanan. Salah
satu yang mengalami penurunan cukup signifikan yaitu permintaan terhadap ikan segar. Hal ini terjadi pada
beberapa komoditas ikan seperti cakalang, bandeng dan layang. Turunnya permintaan terhadap beberapa jenis
ikan tersebut memberikan sumbangan cukup berarti terhadap capaian inflasi bulan Juli sebesar 0,06% (mtm). Hal
ini dapat dilihat dari andil komoditas tersebut terhadap inflasi bulanan yaitu cakalang sebesar -0,27%, ikan
bandeng -0,10%, dan ikan layang -0,09%. Walaupun inflasi tercatat menurun, kelompok core masih mengalami
inflasi dan memberikan andil yang cukup besar yaitu 0,69% terutama biaya pendidikan sekolah yaitu sekolah
dasar tercatat 0,36% dan perguruan tinggi 0,31%.
Agustus 2017: Permintaan terhadap ikan dan beras mengakibatkan tekanan inflasi. Inflasi bulan ini tercatat 0,42%
(mtm) yang didominasi oleh andil inflasi volatile food sebesar 0,38%. Andil inflasi terbesar pada bulan ini yaitu
ikan cakalang tercatat 0,15%, diikuti ikan layang sebesar 0,11% dan ikan bandeng 0,08%. Selain komoditas ikan,
meningkatnya harga beras juga memberikan andil sebesar 0,05%.
September 2017: Tekanan harga relatif stabil. Inflasi bulan ini tercatat 0,01% (mtm), menurun dibandingkan bulan
lalu. Komoditas yang memberikan andil cukup besar yaitu ikan layang dan cakalang tercatat memberikan andil
inflasi negatif yaitu -0,08% dan -0,03%. Sementara komoditas yang memberikan andil terhadap inflasi yaitu jeruk
nipis, memberikan andil inflasi terbesar pada bulan ini yaitu 0,05%, diikuti ikan bandeng 0,04%.
Tabel 3.1. Komoditas Andil Terbesar
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Oktober 2017: Deflasi yang cukup dalam disebabkan kelompok volatile food. Komoditas penyebab utama
deflasi masih bersumber dari bahan pangan utama masyarakat Mamuju yaitu ikan cakalang dan ikan layang.
Kelompok inflasi lainnya juga mengalami deflasi meski terbatas. Kelompok inti mengalami deflasi sebesar
0,02% (mtm) sedangkan kelompok administered prices deflasi sebesar 0,01% (mtm).
Juli 0,06 Agustus 0,42 September 0,01
SEKOLAH DASAR 0,36 IKAN CAKALANG 0,15 JERUK NIPIS 0,05
AKADEMI/PERGURUAN TINGGI0,31 IKAN LAYANG 0,11 IKAN BANDENG 0,04
BAWANG MERAH 0,09 IKAN BANDENG 0,08 IKAN KAKAP MERAH 0,03
MAKANAN RINGAN/SNACK 0,04 BERAS 0,05 IKAN KEMBUNG 0,03
TAMAN KANAK-KANAK 0,04 TELUR AYAM RAS 0,03 KATAMBA 0,02
IKAN CAKALANG -0,27 ANGKUTAN UDARA -0,03 IKAN LAYANG -0,08
IKAN BANDENG -0,10 CABAI RAWIT -0,03 BAWANG MERAH -0,05
IKAN LAYANG -0,09 BAWANG MERAH -0,03 IKAN CAKALANG -0,03
BAWANG PUTIH -0,06 WORTEL -0,02 TOMAT BUAH -0,02
BAYAM -0,05 CABAI MERAH -0,01 TOMAT SAYUR -0,02
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
33
Bab 03. Inflasi
3.3. Inflasi Dari Sisi Penawaran
Secara umum, pasokan komoditas utama konsumsi terjaga selama periode triwulan III 2017. Periode panen padi
berlangsung dengan baik mengingat beberapa perbaikan produktivitas telah dilakukan. Namun, penerapan
kebijakan harga eceran tertinggi (HET) sedikit memberikan tekanan terhadap harga beras yang beredar di
masyarakat. Hal ini terlihat pada bulan Agustus dimana beras menjadi salah satu komoditas yang memberikan
andil terhadap inflasi di Sulawesi Barat. Selain itu, meski secara produksi ikan di laut cukup baik selama triwulan
III 2017, pasokan ikan di pasaran relatif terbatas. Beberapa permasalahan sehingga pasokan ikan terbatas antara
lain perizinan nelayan untuk melaut, infrastruktur pendukung, dan struktur pasar yang belum kompetitif. Hal ini
mengakibatkan komoditas ikan segar memberikan tekanan inflasi yang cukup kuat pada bulan Agustus-
September.
Proyeksi inflasi kota Mamuju sebagai sampel inflasi di Sulawesi Barat pada triwulan berjalan diperkirakan masih
berada pada rentang 3,8% (yoy) - 4,2% (yoy). Normalisasi konsumsi rumah tangga yang masih berlangsung
mengakibatkan masyarakat cenderung menahan permintaannya dengan menerapkan prioritas pola konsumsi.
Rendahnya inflasi inti pada bulan Oktober mengindikasikan tingkat permintaan masyarakat Mamuju masih rendah
pada periode normal dan hanya meningkatkan konsumsi pada periode khusus seperti bulan puasa dan hari raya
Idul Fitri.
3.4. Inflasi Dari Sisi Permintaan
Permintaan melemah dibandingkan triwulan lalu. Menurunnya konsumsi rumah tangga paska bulan puasa
berimbas pada aktivitas perekonomian yang relatif melemah. Di samping itu, peningkatan produksi sawit pada
triwulan ini belum memberikan efek pada triwulan ini dan terdapat lagging terhadap ekspor kelapa sawit. Kondisi
cuaca yang menyulitkan nelayan untuk menangkap ikan mengakibatkan peningkatan inflasi. Selain itu, pasokan
beras yang semakin menipis dan belum masuknya periode tanam mengakibatkan terjadinya inflasi beras pada
bulan Agustus. Keseluruhan informasi ini sejalan dengan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) yang menurun pada laporan
triwulan III sebesar 102,3 dibandingkan triwulan II yang tercatat 109,3. Kondisi ini juga diikuti dengan indikasi lain
yaitu penurunan Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama yang menurun dari 84 pada triwulan II menjadi 70 pada
triwulan III. Indeks ketenaga kerjaan menurun sebesar 140 pada triwulan III dibandingkan pada triwulan II yaitu
152.
Grafik 3.4. IKK, IKE dan IEK Grafik 3.5. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Jika ditinjau lebih lanjut, perkembangan ekonomi yang terjadi pada triwulan III 2017, masyarakat masih pesimis
bahwa kegiatan dunia usaha akan membaik pada periode selanjutnya. Hal ini didasarkan pada survei Indeks
Kegiatan Usaha yang turun menjadi 118,0 dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 148,0. Indikasi lain
148.8
132.7
165.0
133.0
118.0
148.0
128.2
109.3
147.0
132.3
121.7
143.0
121.3
108.0
134.7
120.8
102.3
139.3
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi saat ini(IKE)
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
Apr-17 May-17 Jun-17 Jul-17 Aug-17 Sep-17
100
Pesimis
Optimis
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
180.0
Jan-17 Feb-17 Mar-17 Apr-17 May-17 Jun-17 Jul-17 Aug-17 Sep-17
Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja
Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama
OPTIM
IS
PESIM
IS
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
Bab 03. Inflasi
34
adalah penurunan Indeks Penghasilan Konsumen 6 bulan ke depan yang menurun dari 148 pada triwulan II
menjadi 121 pada triwulan III.
Memperhatikan hal tersebut, pencapaian inflasi secara keseluruhan pada triwulan IV 2017 diprediksi akan
menurun dibandingkan triwulan laporan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka peningkatan koordinasi TPID
baik Provinsi maupun Kabupaten akan lebih digiatkan, untuk mencapai target inflasi pada level yang telah
ditetapkan yaitu 4% +/- 1%.
3.5. Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas
Jika ditinjau secara tahunan, peningkatan laju inflasi dibandingkan triwulan lalu yang tercatat dari 4,19% (yoy)
menjadi 4,53% (yoy). Hal tersebut disebabkan oleh adanya sejumlah komoditas volatile food seperti beras, mie
kering instan, dan ikan bandeng. Selain itu, kebijakan pemerintah terhadap tarif listrik dan penyesuaian cukai
rokok ikut memberikan andil peningkatan laju inflasi pada triwulan ini.
Grafik 3.6. Andil Inflasi Triwulan III 2017 Grafik 3.7. Andil terhadap Inflasi Tahunan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Dari grafik 3.6 dapat diketahui bahwa andil terbesar penyebab inflasi triwulan laporan secara tahunan dipengaruhi
oleh kelompok bahan makanan yang tercatat 1,41% (yoy). Jika ditinjau lebih dalam, komoditas yang berperan
dalam pembentuk inflasi kelompok ini adalah beras yang memberikan andil sebesar 3,99% (yoy).
Tabel 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumbangan inflasi Perumahan Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar menurun tipis sebesar 1,30% (yoy) dibandingkan
triwulan II 2017 yang tercatat 1,38% (yoy). Tekanan inflasi pada kelompok ini didominasi oleh sumbangan sub
00.20.40.60.8
11.21.41.6
Bahan Makanan
Makanan Jadi,Minuman, Rokok
& Tembakau
Perumahan, Air,Llistrik, Gas &Bahan Bakar
SandangKesehatan
Pendidikan,Rekreasi dan Olah
raga
Transpor,Komunikasi danJasa Keuangan
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Pendidikan, Rekreasi dan Olah raga
Kesehatan Sandang
Perumahan, Air, Llistrik, Gas & Bahan Bakar Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
Bahan Makanan%
Tw II 2017 Tw III 2017
Bahan Makanan 0,73 1,41
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya -0,15 -0,08
Daging dan Hasil-hasilnya -0,10 -0,04
Ikan Segar 0,98 1,6
Ikan Diawetkan 0,02 0,01
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya -0,03 0,04
Sayur-sayuran -0,04 0,10
Kacang-kacangan -0,03 -0,01
Buah-buahan 0,01 -0,05
Bumbu-bumbuan -0,01 -0,22
Lemak dan Minyak 0,07 0,07
Bahan Makanan Lainnya 0,00 0,00
Kelompok KomoditasAndil Inflasi Tahunan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
35
Bab 03. Inflasi
kelompok bahan bakar, penerangan, dan air dengan andil 0,84% (yoy). Jika ditinjau lebih lanjut, andil pada sub
kelompok tersebut diwakili oleh tarif listrik akibat adanya penyesuaian kebijakan pemerintah terhadap tarif TDL.
Tabel 3.3. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Andil kelompok komoditas makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau menurun menjadi 0,59% (yoy).
Terjadinya deflasi pada seluruh sub kelompok inflasi ini terutama pada makanan jadi yang menurun menjadi
0,47% (yoy) yang ditinjau lebih lanjut disebabkan oleh makanan ringan/snack yang tercatat pada triwulan ini
sebesar 0,23% (yoy) dibandingkan pada triwulan II sebesar 0,31% (yoy).
Tabel 3.4. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan
Tembakau
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kelompok inflasi sandang tercatat mengalami penurunan andil dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan
III tercatat 0,05% (yoy) dibandingkan triwulan II sebesar 0,58% (yoy). Seluruh sub kelompok mengalami
penurunan yang disebabkan oleh penurunan permintaan masyarakat setelah periode lebaran dan tahun ajaran
baru.
Tabel 3.5. Inflasi Kelompok Sandang
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Andil kelompok inflasi kesehatan hanya sebesar 0,01% (yoy), menurun dibandingkan triwulan II yang tercatat
0,05% (yoy). Tercatat hanya sub kelompok jasa perawatan jasmani yang mengalami peningkatan harga dan
memberikan sedikit andil terhadap inflasi, sebesar 0,01%.
Tw II 2017 Tw III 2017
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 1,38 1,30
Biaya Tempat Tinggal 0,30 0,35
Bahan Bakar, Penerangan dan Air 0,96 0,84
Perlengkapan Rumah Tangga 0,07 0,06
Penyelenggaraan Rumah Tangga 0,05 0,05
Andil Inflasi TahunanKelompok Komoditas
Tw II 2017 Tw III 2017
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,85 0,59
Makanan Jadi 0,63 0,47
Minuman yang Tidak Beralkohol -0,04 -0,07
Tembakau dan Minuman Beralkohol 0,26 0,20
Kelompok KomoditasAndil Inflasi Tahunan
Tw II 2017 Tw III 2017
Sandang 0,58 0,05
Sandang Laki-Laki 0,18 0,03
Sandang Wanita 0,17 0,01
Sandang Anak-Anak 0,19 0,01
Barang Pribadi dan Sandang Lain 0,05 0,00
Kelompok KomoditasAndil Inflasi Tahunan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
Bab 03. Inflasi
36
Tabel 3.6. Inflasi Kelompok Kesehatan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tekanan inflasi dari sub kelompok pendidikan memberikan andil peningkatan inflasi pada triwulan III ini.
Peningkatan inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga meningkat sebesar 0,79% (yoy) dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat 0,17% (yoy). Hal ini disebabkan biaya pendidikan sekolah yang memasuki
periode tahun ajaran baru mengakibatkan peningkatan inflasi pada kelompok ini. Jika ditinjau lebih lanjut, sub
kelompok pendidikan yang berasal dari sekolah dasar dan akademi/perguruan tinggi yang memberikan andil
sebesar 0,38% (yoy).
Tabel 3.7. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Penurunan tipis kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan pada triwulan III ini. Kelompok ini tercatat
menurun dari 0,42% (yoy) menjadi 0,37% (yoy). Penurunan ini disebabkan oleh dua sub kelompok yaitu transport
dan komunikasi dan pengiriman yang tercatat masing-masing sebesar 0,25%(yoy) dan 0,06% (yoy). Jika ditinjau
lebih lanjut, pada sub kelompok transport menurun disebabkan oleh tarif angkutan dalam kota yang menurun
dari 0,07% (yoy) pada triwulan II menjadi 0,03% (yoy) pada triwulan III 2017. Untuk sub kelompok komunikasi
dan pengiriman, penurunan andil inflasi disebabkan oleh tarif pulsa ponsel yang tercatat menurun sebesar 0,06%
(yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 0,11% (yoy).
Tabel 3.8. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tw II 2017 Tw III 2017
Kesehatan 0,05 0,01
Jasa Kesehatan 0,00 0,00
Obat-obatan 0,00 0,00
Jasa Perawatan Jasmani 0,03 0,01
Perawatan Jasmani dan Kosmetika 0,02 0,00
Kelompok KomoditasAndil Inflasi Tahunan
Tw II 2017 Tw III 2017
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0,17 0,79
Pendidikan 0,15 0,79
Kursus-Kursus / Pelatihan 0,00 0,00
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 0,02 0,01
Rekreasi -0,01 -0,01
Olahraga 0,00 0,00
Kelompok KomoditasAndil Inflasi Tahunan
Tw II 2017 Tw III 2017
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0,42 0,37
Transpor 0,28 0,25
Komunikasi dan Pengiriman 0,08 0,06
Sarana dan Penunjang Transpor 0,05 0,05
Jasa Keuangan 0,00 0,00
Kelompok KomoditasAndil Inflasi Tahunan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
37
Bab 03. Inflasi
3.6. Disagregasi Inflasi
Sumber tekanan inflasi triwulan ini disumbang oleh seluruh komponen yaitu Administered Price, Core, dan Volatile
Food. Penguatan tersebut tercermin dari pencapaian inflasi triwulan ini secara tahunan. Jika dilihat dari grafik 3.9,
sempat meningkat di bulan Agustus, saat ini menurun pada bulan September 2017. Komponen VF sempat deflasi
pada bulan Juli, namun meningkat cukup tajam pada bulan Agustus sebesar 5,47% (yoy) dan kembali menurun
pada September 2017 menjadi 4,98% (yoy). Inflasi core terpantau sangat stabil dibandingkan 2 kelompok lainnya.
Grafik 3.8. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi Grafik 3.9. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
3.6.1. Volatile Food
Kelompok Volatile Food mengalami inflasi sebesar 4,98% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan lalu senilai
1,82% (yoy). Peningkatan tersebut disebabkan oleh beras, mie instan dan kelompok ikan segar. Beras memberikan
sumbangan inflasi terbesar pada triwulan ini dengan andil 3,99% (yoy). Mie kering instan memberikan andil
sebesar 0,37% (yoy). Dari kelompok ikan-ikanan yang memberikan sumbangan inflasi adalah ikan bandeng dan
cakalang dengan andil sebesar 0,30% (yoy).
Inflasi pada kelompok ini akan lebih stabil pada triwulan berjalan. Hal ini disebabkan mulai masuknya periode
tanam pada sejumlah komoditi hortikultura dan tingkat konsumsi masyarakat masih dalam tahap normalisasi pada
periode ini yang mengakibatkan potensi menurunnya sub kelompok inflasi ini. Selain itu, koordinasi TPID secara
kontinu berjalan untuk menjaga pasokan dan kestabilan harga di pasar.
Inflasi volatile food pada tahun ini diproyeksikan akan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini
disebabkan produksi komoditas utama masyarakat yaitu ikan-ikanan dan hortikultura. Kondisi cuaca yang tidak
kondusif dan pengurusan administrasi Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) adalah beberapa penyebab peningkatan
inflasi.
3.6.2. Administered Price
Penyesuaian tarif listrik berdampak pada kelompok inflasi ini yang tercatat mencapai 7,43% (yoy) atau menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 9,00% (yoy). Merupakan komoditas yang memberikan andil tertinggi
terhadap pencapaian inflasi, tercatat 0,85%. Komoditas lainnya yang ikut memberikan andil tinggi berasal dari
rokok kretek filter, rokok putih, dan bensin yang tercatat memberikan andil masing-masing sebesar 0,10% (yoy),
0,06% (yoy), dan 0,07% (yoy).
-6.00
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
Jan
201
5
Mar
201
5
May
2015
Jul 2
015
Sep
20
15
No
v 2
01
5
Jan
201
6
Mar
201
6
May
20
16
Jul 2
016
Sep
20
16
No
v 2
01
6
Jan 2
017
Mar
201
7
May
20
17
IHK Administered Price Core Volatile Food%mtm
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
IHK Administered Price Core Volatile Food% yoy
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
Bab 03. Inflasi
38
Komponen inflasi administrered price akan meningkat pada triwulan berjalan. Kebijakan pemerintah terhadap
penyesuaian tarif listrik dan harga BBM yang tidak dilakukan hingga akhir tahun merupakan potensi yang positif
terhadap inflasi triwulan berjalan. Namun, potensi tekanan inflasi pada komponen ini bersumber dari kenaikan
cukai rokok yang diharapkan menjadi potensi pendapatan nasional, serta permintaan transportasi menjelang
periode Natal dan Tahun Baru 2018.
Tekanan inflasi administrated price pada tahun 2017 lebih kuat dibandingkan tahun lalu. Peningkatan inflasi
disebabkan terutama kebijakan pemerintah terhadap penyesuaian tarif listrik, bea cukai rokok, serta penambahan
biaya administrasi SIM dan STNK turut memberikan kontribusi peningkatan inflasi administered price pada tahun
ini.
3.6.3. Core Inflation
Tekanan inflasi pada kelompok ini tercatat menurun tipis sebesar 2,40% (yoy). Beberapa komoditas seperti air
kemasan, besi beton, dan gula pasir memberikan andil penurunan inflasi yang tercatat masing-masing sebesar -
0,08% (yoy), -0,04% (yoy), dan -0,03% (yoy). Namun, komoditas lain yang tergabung pada kelompok ini dan
memberikan andil yang besar adalah biaya pendidikan perguruan tinggi, sekolah dasar, dan biaya tukang bukan
mandor yang tercatat masing-masing sebesar 0,38% (yoy), 0,38% (yoy), dan 0,26% (yoy). Terkhusus untuk biaya
pendidikan, karena mulai memasuki tahun ajaran baru yang meningkatnya inflasi pada komponen ini.
Inflasi core diperkirakan akan menurun pada triwulan berjalan. Telah dimulainya tahun ajaran baru sekolah dan
perguruan tinggi yang menjadi penyebab tekanan inflasi pada triwulan III berpotensi tidak memberikan lanjutan
pada triwulan IV. Tekanan inflasi core diproyeksikan akan menurun dibandingkan tahun lalu. Hal ini disebabkan
oleh beberapa penyebab yaitu biaya tukang bukan mandor yang tidak meningkat signifikan, rendahnya
permintaan sejumlah peralatan rumah tangga dan sepeda motor turut memberikan andil penurunan realisasi
inflasi tahun ini.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
39
Bab 03. Inflasi
Boks 2. Pengembangan Klaster Bawang Merah
PENGEMBANGAN KLASTER BAWANG MERAH
Pencapaian inflasi Sulawesi Barat tercatat sangat baik dari tahun ke tahun. Inflasi Sulawesi Barat tercatat sebesar
7,88% (yoy) pada tahun 2014, kemudian menurun menjadi 5,07% (yoy) pada tahun 2015 dan terakhir menjadi
2,23% (yoy) pada tahun 2016. Pengendalian inflasi yang salah satunya merupakan hasil koordinasi dan
komunikasi dari TPID Sulawesi Barat telah melakukan langkah dan koordinasi untuk mengatasi gejolak inflasi yang
dapat ditimbulkan dari seperti beras, ikan-ikanan, dan hortikultura. Inflasi yang berasal dari hortikultura kerap
terjadi di Sulawesi Barat, terutama pada saat musim hujan. Hal ini disebabkan karena ketergantungan dengan
pasokan dari luar Sulawesi Barat. Sementara pada beberapa wilayah, terdapat potensi pengembangan hortikultura
yang cukup menjanjikan, salah satunya adalah kabupaten Majene.
Melihat potensi pengembangan hortikultura terutama bawang merah di Kabupaten Majene terutama luas lahan
yang mencapai 682 Ha perlu mendapatkan perhatian khusus. Tantangan utamanya adalah belum optimalnya
produktivitas yang dihasilkan dengan luas lahan yang ada. Sampai dengan saat ini produksi bawang merah
tercatat 587 ton pada tahun 2017 di tengah kebutuhan konsumsi masyarakat sebesar 1.647,2 ton. Adanya defisit
antara produksi dengan kebutuhan konsumsi masyarakat tersebut menyebabkan rata-rata pencapaian inflasi
komoditas bawang merah secara tahunan dari Januari 2013 s.d. Juni 2017 adalah sebesar 37,02% (yoy).
Tantangan lain adalah permintaan bawang merah untuk konsumsi dan benih dalam negeri yang terus meningkat
perlu didukung dengan peningkatan kualitas produksi dan mutu hasil bawang merah melalui penggunaan benih
unggul bawang merah yang bersertifikat.
Gambar 3.1. Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik Gambar 3.2. Bimbingan Teknis Manajemen Usaha Tani
Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia
Memperhatikan hal tersebut, pengembangan klaster bawang merah perlu didorong sebagai bentuk penguatan
ketahanan pangan di Sulawesi Barat. Dalam pengembangan bawang merah, peran benih sebagai sarana produksi
tidak dapat digantikan oleh sarana lain, sehingga upaya pengembangannya sangat ditentukan oleh mutu
benihnya. Upaya meningkatkan ketersediaan benih bermutu bawang merah dari dalam negeri perlu dilakukan
dengan cara meningkatkan ketersediaan benih sumber dan memperbaiki penerapan teknologi produksinya.
Sehubungan dengan hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat melakukan
pembinaan kelompok tani bawang merah di Kelurahan Baruga Dhua dan Kelurahan Mosso, Kabupaten Majene.
Kegiatan ini diharapkan mampu menjadi solusi bagi petani bawang merah di Kabupaten Majene khususnya dan
petani Sulawesi Barat umumnya dalam ketersediaan benih bersertifikat dan layak tanam.
BOKS 2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
Bab 03. Inflasi
40
Pelaksanaan pembinaan dilakukan dengan bertahap yaitu memberikan perubahan mindset kepada para petani,
bimbingan teknis mengenai bercocok tanam, serta edukasi manajemen usaha. Di sisi lain, KPw BI Provinsi Sulawesi
Barat menyediakan kebutuhan benih bawang merah dengan varietas yaitu bunga tanjung, bauji dan mentes untuk
membandingkan hasil produksinya pada wilayah tersebut serta pembangunan rumah bawang merah.
Pembangunan ini akan mengikutsertakan penggunaan teknologi terapan ozonisasi yang dapat memperpanjang
umur bawang merah hingga 6 bulan. Diharapkan dengan teknologi tersebut petani dapat menyesuaikan
penjualan bawang merah pada harga yang tepat untuk meningkatkan pendapatan petani.
Gambar 3.3. Evaluasi dan Pemantauan Penanaman
Bawang Merah
Gambar 3.4. Pemantauan Pembangunan Rumah
Bawang Merah
Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia
Pelaksanaan pilot project ini dilakukan di lahan Kelompok Tani Bunga Tanjung dan Sinar Delapan dengan luas
masing-masing 5000 m2. Pilot project diawali dengan persiapan lahan dari sisi penggunaan pupuk kompos, sistem
pengairan, dan pengukuran pH tanah. Setelah proses pengolahan lahan selesai, penanaman bawang merah akan
dibagi menjadi tiga petak yaitu varietas bima brebes dengan luas lahan 3000m2 serta varietas mentes dan bauji
masing-masing 1000 m2. Panen bawang direncanakan dapat dilakukan pada tanggal 5 Desember 2017 untuk
bawang merah konsumsi dan 9 Desember 2017 untuk bibit bawang merah. Secara umum, pelaksanaan bawang
merah telah berjalan dengan baik dimana dapat dilihat dari kondisi tanaman yang baik. Evaluasi dan pemantauan
terus dilaksanakan untuk keberhasilan pilot project ini.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
41
Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah
4. Stabilitas Keuangan Daerah
Bab 04 Stabilitas Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
Bab 04. Stabilitas Keuangan Daerah
42
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
43
Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah
4.1. Perkembangan Stabilitas Keuangan Rumah Tangga
4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Perekonomian Sulawesi Barat didominasi oleh konsumsi rumah tangga. Peran konsumsi rumah tangga dalam
perekonomian masih cukup sentral, terlihat dengan pangsanya yang mendominasi dalam PDRB, sebesar 50,35%
dari total PDRB harga berlaku sebesar Rp10,12 triliun. Pada periode laporan peran konsumsi rumah tangga sedikit
menurun karena kembali normalnya konsumsi pasca perayaan Lebaran dan pesatnya pertumbuhan konsumsi
pemerintah, namun sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi masih cukup besar, yaitu 2,24% dari
pertumbuhan ekonomi sebesar 6,94% (yoy) pada triwulan III 2017 (Grafik 4.1).
Menurunnya konsumsi rumah tangga memiliki damapak cukup besar dalam perekonomian, salah satunya yaitu
tekanan inflasi, meskipun tak dapat dikesampingkan peran faktor lain seperti kondisi cuaca dan kestabilan dalam
mempengaruhi kestabilan harga. Hal ini diindikasikan melemahnya inflasi core dibanding triwulan lalu, dari 3,85%
(yoy) menjadi 3,71% (yoy), dimana penurunan tersebut dipengarui oleh menurunnya permintaan terutama untuk
makanan jadi dan sandang. Hasil Survei Konsumen pun mengindikasikan terjadinya penurunan konsumsi RT,
dengan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen dari 136,67 di triwulan lalu menjadi 124,83 pada saat ini.
Penurunan tersebut terutama di picu oleh salah satu variabel pembentuknya yaitu indeks konsumsi barang tahan
lama, yang turun dari 132,60 menjadi 85,00.
Kecenderungan menurunnya konsumsi tercermin pula dari melambatnya ekspansi kredit yang mampu dilakukan
oleh perbankandi Sulawesi Barat, pada triwulan ini kredit tumbuh sebesar 14,67% (yoy) sedikit menurun
dibandingkan 15,60% (yoy) pada periode lalu. Perlambatan tersebut terutama di pengaruhi oleh melambatnya
pertumbuhan kredit konsumsi. Dengan pangsa kredit yang dominan, yaitu 59,13%, melambatnya pertumbuhan
akan memberikan dampak berate terhadap pertumbuhan kredit secara keseluruhan. Kerentanan terhadap
konsumsi RT terlihat pula pada pertumbuhan kredit RT yang mengalami penurunan dan turut memberikan andil
terhadap fluktuasi kredit di periode ini.
Cenderung melemahnya konsumsi masyarakat terlihat pada perkembangan simpanan masyarakat di Bank Umum,
pada triwulan ini pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) mengalami ekspansi sebesar 3,21% dibandingkan
triwulan lalu yang mengalami kontraksi sebesar 4,31% (yoy). Peningkatan DPK tersebut dipicu oleh pertumbuhan
tabungan yang menguat dari 7,52% (yoy) menjadi 12,25% (yoy). Perkembangan lainnya yaitu transaksi giro yang
menjadi alat pembayaran untuk dunia usaha menunjukkan pertumbuhan negative. Hal ini mengindikasikan bahwa
pada triwulan ini masyarakat mengurangi konsumsinya dan sementara waktu menempatkan pendapatannya di
perbankan.
Grafik 4.1. Konsumsi Rumah Tangga Grafik 4.2. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat
ini di Mamuju
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
3.64
5.11
4.45
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
40.00
45.00
50.00
55.00
60.00
I II III IV Total I II III IV Total I II III IV Total I II III
2014 2015 2016 2017
Pangsa
Kontribusi (skala kanan)
gKonsumsi RT (skala kanan)
Pangsa dalam PDRB (%) %, yoy
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
180.0
Feb…
Mar
Apr
May Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec Jan…
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agust
Sep
t
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE)
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Batas Optimisme
OPT
IMIS
PESIMIS
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
Bab 04. Stabilitas Keuangan Daerah
44
Survei Konsumen mengkonfirmasi melemahnya konsumsi rumah tangga. Seperti halnya indikasi yang diperoleh
dari data PDRB, hasil survei konsumen pun mengkonfirmasi bahwa konsumsi RT pada triwulan ini melemah
dibandingkan triwulan lalu. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di triwulan III 2017 tercatat sebesar 124,83
terkoreksi 12,73 poin (yoy), pada triwulan lalu IKK sebesar 136,67. Koreksi pertumbuhan ini lebih dalam
dibandingkan triwulan lalu sebesar 1,22 poin (yoy). Utamanya pelemahan tersebut dipicu oleh optimisme
masyarakat tehadap kondisi ekonomi saat ini atau Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) yang masih melemah,
pada triwulan ini sebesar 110,67 atau turun 25,77 poin (yoy), lebih besar dibandingkan penurunan indeks triwulan
lalu yang sebesar -15,33 poin (yoy). Pelemahan tersebut terutama dipicu oleh persepsi konsumen terhadap kondisi
ekonomi saat ini / Indeks kondisi Ekonomi saat ini yang terkoreksi 15,33 poin (yoy). Kembali, keengganan
masyarakat untuk mengkonsumsi barang tahan lama, yang mengalami penurunan indeks sebesar 34,00 poin (yoy)
menjadi pendorong utama dari penurunan IKE.
Meskipun konsumen berpendapat bahwa kondisi ekonomi saat ini relatif belum cukup baik, namun ekspektasi
konsumen pada 6 bulan ke depan (bulan Maret 2018), masih relatif cukup baik meskipun pertumbuhannya berada
pada level moderat. Pada triwulan ini Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) tumbuh 0,33 poin (yoy) menjadi 139,00.
Lambatnya pertumbuhan IEK dipengaruhi oleh kenaikan indeks ketersediaan lapangan kerja yang tidak sebaik
tahun lalu, atau mengalami penurunan sebesar 9,33 poin (yoy).
Pertumbuhan KPR dan kredit jangka pendek (multi guna) masih cukup baik. Ditengah penundaan konsumsi dan
normalisasi konsumsi paska Lebaran, melemahnya konsumsi RT pun terlihat dari perkembangan intermediasi
perbankan di triwulan ini dengan nilai kredit kepada RT sebesar Rp4,64 triliun, secara umum pertumbuhannya
melambat. Namun ditengah perlambatan tersebut, KPR dan kredit multiguna masih mampu untuk tumbuh cukup
baik, masing-masing 24,59% (yoy) dan 5,68% (yoy) sehingga jumlahnya menjadi Rp604 miliar dan Rp2,28 triliun.
Disamping itu terdapat peningkatan signifikan pada kredit lainnya. Berbagai hal tersebut mampu menahan
melambatnya laju pertumbuhan kredit RT dan masih mencatat pertumbuhan yang memuaskan, sebesar 55,79%
(yoy), meskipun dibanding triwulan lalu (kembali) menunjukkan perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan lalu
kredit untuk RT mampu tumbuh sebesar 80,26% (yoy).
Sementara itu, pertumbuhan kredit RT lainnya bersifat pelengkap seperti kredit untuk pembelian kendaraan
bermotor, kredit untuk pembelian peralatan RT ataupun kreedit untuk membeli ruko, pada triwulan ini mengalami
kontraksi pertumbuhan secara tahunan (yoy). Kondisi ini seolah kembali menegaskan terjadinya penundaan dan
prioritas konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat.
Optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini semakin menurun. Hasil Survei Konsumen pada periode
laporan mencatat bahwa Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) masiah berada pada level optimis (indeks lebih dari 100),
namun optimisme konsumen semakin menurun. Pada triwulan ini penurunannya sebesar 25,77 poin (yoy), lebih
dalam dibandingkan -15,33 poin (yoy) pada triwulan lalu. Dengan perubahan tersebut, IKE pun berubah dari
120,00 pada triwulan lalu menjadi 110,67 di triwulan ini. Melambatnya optimisme pada IKE dipengaruhi oleh
penurunan optimisme yang terjadi pada seluruh komponen pembentuknya, namun pengaruh terbesar pada
penurunan indeks konsumsi barang tahan lama, yang masih berada di level pesimis yaitu sebesar 85,00, pada
triwulan lalu sebesar 89,67. Atau secara tahunan (yoy) mengalami penurunan sebesar 34,00 poin. Sementara itu
komponen IKE lainnya seperti indeks penghasilan konsumen dan indeks ketersediaan lapangan kerja, meskipun
menunjukkan perlambatan secara tahunan (yoy) dan tidak lebih baik dibandingkan triwulan lalu, namun keduanya
masih berada pada level optimis, masing-masing indeksnya sebesar 108,33 dan 138,67. Kedua indeks tersebut
pada triwulan ini mencatat koreksi pertumbuhan sebesar 20,67 poin (yoy) dan 22,67 poin (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
45
Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah
Konsumen menengarai bawah kekhawatiran terhadap kestabilan pendapatan pada saat ini, disertai dengan
lapangan usaha yang masih relatif terbatas mendorong konsumen untuk berhati-hati dalam melakukan konsumsi.
Bagi pada konsumen di sektor informal, kondisi cuaca di akhir tahun yang biasanya kurang bersahabat menjadi
faktor eksternal yang mempengaruhi konsumen untuk berjaga-jaga dan melakukan prioritas konsumsi. Grafik 4.3.
Grafik 4.3. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi
Saat ini di Mamuju
Grafik 4.4. Perkembangan Indeks Ekspektasi
Konsumen
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Kelompok pengeluaran konsumen: konsumsi menurun, cicilan meningkat. Paralel dengan IKK dan IKE, rata-rata
pengeluaran konsumen untuk konsumsi di triwulan ini sebesar 59,33% menurun dibandingkan 61,46% pada
triwulan lalu. Saat bersamaan komposisi untuk pembayaran angsuran/cicilan (Debt Service Ratio / DSR) meningkat
dari 18,505 menjadi 19,77% di triwulan laporan. Kecenderungan meningkatnya DSR dalam beberapa triwulan
terakhir perlu diwaspadai mengingat pengalihan konsumsi tersebut menjadi beban pengeluaran pada masa
mendatang. Pada sisi perbankan kerentanan terhadap RT meningkat, karena umumnya kredit yang diminta oleh
RT merupakan kredit konsumtif, baik itu kredit
Terkait dengan perubahan pola konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga, yang sebelumnya belanja tunai
menjadi cicilan, baik itu metode belanja secara konvensional ataupun online, dan terdapat kecenderungan prioritas
konsumsi oleh masyarakat, terindikasi bahwa kecenderungan perubahan tersebut telah terjadi selama beberapa
periode terakhir. Dimana konsumen semakin pintar dalam melakukan konsumsinya dan menempatkan kelebihan
dananya untuk sementara waktu di perbankan dengan motif berjaga-jaga.
Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Konsumen Triwulan II
2017
Tabel 4.2. Komposisi Pengeluaran Konsumen
Triwulan III 2017
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Keterangan
(1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt
(5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt <
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Keterangan
(1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt
(5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt <
Konsumen memperkirakan kondisi 6 bulan ke depan cukup baik dengan peningkatan yang terbatas. Ekspektasi
konsumen terhadap kondisi perekonomian 6 bulan ke depan masih cukup baik, berada pada level optimis
sebagaimana tercermin dengan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) sebesar 139,00. Eskpektasi tersebut didukung
oleh ekspektasi ketersediaan lapangan pekerjaan pada 6 bulan yang akan datang (Maret 2018) dengan indeks
sebesar 141,67, tertinggi diantara dua komponen lainnya yaitu indeks ekspektasi penghasilan dan indeks
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
180.0
200.0
Feb…
Mar
Ap
r
May
Jun
Jul
Au
g
Sep
Oct
No
v
Dec
Jan…
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Ag
ust
Sep
t
Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja
Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama Batas Optimisme
OPTIM
IS
PESIM
IS
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
180.0
Feb…
Mar
Ap
r
May Jun
Jul
Au
g
Sep
Oct
No
v
Dec Jan…
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Juni
Juli
Ag
ust
Sep
t
Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja
Indeks Kegiatan Usaha Batas Optimisme
OPT
IMIS
PESIMIS
1 2 3 4 5 6 7 8
Konsumsi 66.28 58.05 55.65 52.69 65.00 36.25 26.67 60.00
Cicilan 14.06 19.58 23.87 32.69 17.50 50.00 60.00 30.00
Tabungan 19.66 22.37 20.48 14.62 17.50 13.75 13.33 10.00
KeteranganTingkat Pengeluaran (%)
1 2 3 4 5 6 7 8
Konsumsi 63.43 53.97 49.31 54.29 65.00 55.00 - 37.50
Cicilan 18.35 17.53 30.86 20.00 30.00 25.00 - 55.00
Tabungan 18.43 27.49 20.34 24.29 20.00 20.00 - 20.00
KeteranganTingkat Pengeluaran (%)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
Bab 04. Stabilitas Keuangan Daerah
46
ekspektasi kegiatan usaha, masiang-masing sebesar 136,00 dan 139,33. Khusus untuk ekspektasi ketersediaan
tenaga kerja, meskipun tertinggi namun peningkatannya cenderung melambat. Ditengarai ekspektasi akan
lapangan pekerjaan tersebut dipengaruhi oleh pelaksanaan musim panen raya di bulan Maret, namun pada saat
bersamaan realisasi anggaran pemerintah yang masih cukup rendah di awal tahun 2018, sehingga sedikit
menahan laju penciptaan lapangan pekerjaan.
Grafik 4.5. Inflasi Triwulanan dan Ekspektasi harga 3
bulan yang akan datang Grafik 4.6. Penggunaan Penghasilan Konsumen
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Pada sisi lain, harapan akan peningkatan penghasilan dipengaruhi oleh pelaksanaan musim panen padi yang
diperkirakan terjadi pada triwulan I 2018. Disamping harapan akan adanya kegiatan usaha yang terkait dengan
pelaksanaan aktivitas pemilu di beberapa daerah. Beberapa usaha perdagangan kecil, yang bermunculan dalam
beberapa waktu belakangan, terutama terkait dengan kuliner, diperkirakan masih akan terus berkembang dalam
beberapa bulan ke depan.
Kerentanan rumah tangga melemah seiring dengan melambatnya tekanan harga dan ekspektasi pengeluaran
untuk konsumsi yang menurun. Melemahnya permintaan masyarakat yang diperkirakan masih terus berlanjut
mempengaruhi ekspektasi terhadap tekanan harga dalam 3 bulan kedepan (lihat Grafik 4.5). Terindikasi bahwa
masyarakat memperkirakan ada kenaikan harga pada triwulan mendatang, namun karena tingkat konsumsi atau
permintaan yang cenderung melemah maka peningkatan harga pun diperkirakan tindak setinggi periode yang
sama di tahun sebelumnya. Indeks harga pada 3 bulan ke depan, pada akhir tahun 2017 sebesar 132,00.
Senada dengan ekspektasi harga 3 bulan ke depan, konsumen pun memperkirakan bahwa pengeluaran untuk
konsumsi dalam 3 bulan kedepan belum akan mengalami perkembangan berarti, konsumen masih akan berhati-
hati dalam melakukan konsumsi dan melakukan konsumsi sesuai dengan prioritas kebutuhannya.
Berdasarkan jenis barang, perubahan harga yang tertinggi diperkirakan terjadi pada kelompok energi, diikuti
dengan perubahan harga untuk bidang jasa seperti misalnya jasa perhotelan, dan kelompok makanan.
4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga
Kerentanan risiko keuangan meningkat seiring kenaikan Debt Service Ratio (DSR). Paska peningkatan konsumsi
yang terjadi di triwulan lalu saat puasa dan Lebaran, tingkat konsumsi terutama untuk bahan pangan dan sandang
kembali normal, pada sisi lain terdapat peningkatan angsuran dalam komposisi pengeluaran responden.
Peningkatan komposisi angsuran tersebut mengindikasikan sentimen masyarakat untuk berbelanja barang tahan
lama telah meningkat secara perlahan, dengan tetap memperhatikan kecukupan likuiditas yang dimiliki. Kondisi
ini telah mendorong Debt Service Ratio (DSR) di kota Mamuju kembali meningkat dari rata-rata 22,37% menjadi
pada triwulan lalu menjadi 24,59% di triwulan laporan.
-
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
180.0
200.0
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2016 2017
Inflasi (qtq) perubahan harga 3 bulan ke depan - RHS%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
80.0%
90.0%
100.0%
I II III IV I II III
2016 2017
Konsumsi Cicilan Pinjaman Tabungan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
47
Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah
Selain berbagai kemudahan yang ditawarkan dalam berbelanja online (daring), tentunya hal ini tak lepas dari
keterbatasan pilihan komoditas yang ada di Sulawesi Barat dan tindakan berjaga-jaga terhadap ketidakstabilan
penghasilan yang diperoleh rumah tangga.
Dari rasio DSR tersebut, sebaran terbesar masih didominasi oleh responden pada kelompok 1 dan 2, dengan
jumlah pendapatan antara, Rp1 juta – Rp3 juta. Range angsuran pada kedua kelompok tersebut antara 3,0% -
23,7%. Hal ini mengindikasikan sentimen konsumsi masyarakat masih realtif tinggi, ditengah keterbatasan
pendapatan yang mereka miliki. Menilik rasio DSR pada kelompok pendapatan ini, risiko terhadap keseluruhan
tingkat konsumsi masyarakat masih relatif rendah.
Sementara itu kelompok responden yang meiliki pendapatan diatas Rp3 juta memiliki rasio DSR yang rendah,
relatif stabil dibandingkat triwulan lalu. Ihwal penundaan konsumsi lebih terlihat pada kelompok pendapatan lebih
dari Rp3 juta, dimana terdapat kecenderungan untuk menekan pangsa angsurannya.
Tabel 4.5. Debt Service Ratio Triwulan II 2017 Tabel 4.6. Debt Service Ratio Triwulan III 2017
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Keterangan
(1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt
(5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt <
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Keterangan
(1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <-3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt; (4) Rp4jt < - 5 jt
(5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt <
Kerentanan risiko pendapatan menurun. Mengantisipasi kerentanan pendapatan RT, masyarakat yang
berpenghasilan antara Rp1-3 juta berupaya untuk menjaga kestabilan pendapatan dengan meningkatkan rasio
tabungannya (Saving To Income Ratio / SITR). Rasio tabungan yang terbesar pada kelompok pengeluaran antara
Rp1 – 2 juta, terdapat kecenderungan peningkatan yang cukup signifikan terutama pada rasio tabungan antara
0% - 10%, jika sebelumnya 18,0% menjadi 30,3%. Sementara pada rasio tabungan antara 10%-20% sedikit
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.
Tabel 4.3. Tabungan Menurut Tingkat Pendapatan
Triwulan II 2017
Tabel 4.4. Tabungan Menurut Tingkat Pendapatan
Triwulan III 2017
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Keterangan
(1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt
(5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt <
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Keterangan
(1) Rp1 jt < - 2 jt; (2) Rp2 jt <- 3 jt; (3) Rp3 jt <- 4 jt ; (4) Rp4jt < - 5 jt
(5) Rp5jt <= 6 jt; (6) Rp6jt <= 7 jt; (7) Rp7jt <= 8 jt; (8) Rp8jt <
Rasio Angsuran/
bulan1 2 3 4 5 6 7 8
0-10% 29.0% 12.0% 4.3% 0.7% 0.7% 0.0% 0.0% 0.3%
10-20% 11.0% 3.3% 0.3% 0.7% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
20-30% 6.7% 6.7% 1.7% 0.3% 0.3% 0.0% 0.0% 0.0%
>=30% 6.7% 5.7% 4.0% 2.7% 0.3% 1.3% 1.0% 0.3%
Rasio Angsuran/
bulan1 2 3 4 5 6 7 8
0-10% 23.7% 12.0% 2.7% 1.0% 0.0% 0.3% 0.0% 0.0%
10-20% 18.7% 3.0% 0.0% 0.3% 0.3% 0.0% 0.0% 0.0%
20-30% 9.0% 4.7% 1.3% 0.7% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
>=30% 10.3% 4.7% 5.7% 0.3% 0.3% 0.3% 0.0% 0.7%
Rasio
Tabungan/bulan1 2 3 4 5 6 7 8
0-10% 18.0% 8.7% 3.7% 3.0% 0.7% 0.7% 0.7% 0.7%
10-20% 21.0% 10.0% 3.0% 1.0% 0.3% 0.7% 0.0% 0.0%
20-30% 9.3% 5.0% 2.7% 0.0% 0.3% 0.0% 0.3% 0.0%
>=30% 5.0% 4.0% 1.0% 0.3% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Rasio
Tabungan/bulan1 2 3 4 5 6 7 8
0-10% 30.3% 7.0% 3.7% 1.0% 0.3% 0.0% 0.0% 0.3%
10-20% 16.0% 4.3% 2.7% 0.3% 0.0% 0.7% 0.0% 0.0%
20-30% 7.3% 4.3% 1.7% 0.3% 0.3% 0.0% 0.0% 0.3%
>=30% 8.0% 8.7% 1.7% 0.7% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
Bab 04. Stabilitas Keuangan Daerah
48
Perkembangan DSR dan SITR di atas mengindikasikan bahwa pada level pendapatan cukup menengah (Rp3 juta
kea tas), terdapat kecenderungan penundaan konsumsi, termasuk pula konsumsi barang tahan lama dengan
menggunakan sistem angsuran. Sementara upaya untuk menjaga kestabilan pendapatan ditengah kebutuhan
yang meningkat lebih terlihat pada konsumen dengan tingkat pendapatan antara Rp1 – 3 juta.
Pada triwulan depan, seiring dengan adanya perayaan menjelang pergantian tahun, konsumsi akan kembali
menguat. Disamping itu, promosi dan diskon pada akhir tahun diperkirakan akan mempengaruhi minat konsumen
untuk berbelanja. Kondisi ini akan mendorong DSR meningkat lagi pada triwulan IV 2017.
4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Perbankan
Dana perseorangan kembali mencatatkan pertumbuhan yang menguat. Melanjutkan trend sebelumnya, nilai dana
pihak ketiga (DPK) di perbankan Sulawesi Barat pada triwulan III 2017 sebesar Rp4,02 triliun, bertambah Rp33,45
miliar selama triwulan III 2017. Lebih dari 75% DPK berasal dari dana perseorangan. Pada triwulan ini, kembali
terlihat efek seasonal konsumsi, yang kembali melemah paska Lebaran sehingga mendorong masyarakat untuk
kembali menempatkan pendapatannya di perbankan.
Sejalan dengan peningkatan nilai DPK, pertumbuhannya pun kembali menjejak level positif, yaitu sebesar 3,21%
(yoy) setelah periode lalu sempat terkoreksi menjadi -4,31% (yoy). Pertumbuhan DPK di triwulan laporan dimotori
oleh deposito yang tumbuh 44,46% (yoy) menjadi 356,86 miliar, diikuti pertumbuhan tabungan sebesar 12,25%
(yoy) menjadi Rp2,54 triliun. Tingkat pertumbuhan keduanya lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang tercatat
sebesar 13,29% (yoy) untuk deposito dan 7,52% (yoy) untuk tabungan. Sementara simpanan giro masih
melanjutkan trend pertumbuhan negative, sebesar -14,25% (yoy). Kontraksi pertumbuhan ini disebabkan oleh
realisasi anggaran pemerintah yang jumlahnya cukup besar di perbankan. Giro pemerintah tersebut dipergunakan
untuk mendanai pelaksanaan program pemerintah.
Sementara itu pangsa alokasi dana belum mengalami perubahan berarti, terbesar masih pada tabungan sebesar
83,85% diikuti dengan pangsa deposito yang tumbuh cukup pesat dari 9,94% menjadi 11,80%, terakhir
simpanan giro yang pangsanya menurun menjadi 4,35%.
Grafik 4.7. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total
DPK di Sulawesi Barat
Grafik 4.8. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi
Barat
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Normalisasi konsumsi RT berkontribusi positif terhadap pertumbuhan dana perbankan. Penundaan konsumsi yang
terjadi di Sulawesi Barat cenderung bergerak menjadi penundaan konsumsi dalam jangka waktu yang relatif
panjang, hal ini secara tidak langsung terrgambarkan dari peningkatan deposito yang culup pesat di triwulan ini.
Hal ini mengindikasikan tingkat konsumsi dan daya beli di Sulawesi Barat yang cenderung melemah pada triwulan
71.6
%
70
.9%
66
.2% 83
.3%
63.7
%
65
.7%
63
.2% 85
.3%
64
.5%
66
.3%
72
.1% 89
.1%
69
.7%
73
.56
%
75
.16
%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Perseorangan Bukan Perseorangan
83
.5%
78
.8%
83
.7%
84
.1%
84
.7%
78
.1%
78
.8%
85
.0%
85
.9%
82
.7%
80
.3%
81
.48
%
85
.29
%
83
.78
%
83
.85
%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Giro Tabungan Deposito
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
49
Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah
ini. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi perlu kembali didorong peningkatan konsumsi masyarakat, yang
notabene merupakan salah satu motor pertumbuhan ekonomi selain konsumsi pemerintah
Terkait dengan pertumbuhan deposito, pada triwulan ini suku bunga deposito sebesar 6,97%, meningkat
dibandingkan 5,97% pada triwulan lalu. Kenaikan suku bunga tersebut ditengarai turut mempengaruhi
peningkatan deposito yang terjadi pada saat ini.
Grafik 4.9. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total
DPK di Sulawesi Barat
Grafik 4.10. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi
Barat
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
4.1.4. Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga
Pertumbuhan kredit RT melambat. Pertumbuhan kredit rumah tangga (berdasarkan lokasi proyek) pada triwulan
III kembali menunjukkan perlambatan pertumbuhan, setelah triwulan II 2017 mencatat pertumbuhan 80,26%
(%yoy) pada triwulan III 2017 kembali melemah menjadi 55,79% (yoy), nilainya menjadi Rp4,64 triliun. Lambatnya
pertumbuhan kredit RT didorong oleh kontaksi pertumbuhan pada beberapa jenis kredit seperti kredit untuk
ruko/rukan, KPA dan kredit untuk pembelian kredit rumah tangga. Pertumbuhan kredit ini dirasakan semakin
berat kala KPR dan kredit multi guna yang merupakan motor pertumbuhan kredit rumah tangga di Sulawesi Barat,
pertumbuannya pun melemah.
Lebih lanjut, mayoritas komponen kredit rumah tangga mengalami kontraksi pertumbuhan, penurunan terdalam
pada kredit ruko/rukan dan krdeit untuk pembelian peralatan rumah tangga yang masing-masing mencatat
pertumbuhan -31,75% (yoy) dan 31,26% (yoy), memburuk dibandingkan triwulan lalu dimana kredit ruko/ rukan
tumbuh -12,80%, bahkan kredit untuk pembelian peralatan RT triwulan lalu mengalami pertumbuhan signifikan
sebesar 46,22% (yoy). Penurunan signifikan juga dicatat oleh kredit untuk pembelian kendaraan bermotor (KKB)
yang turun dari 236,35% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi -0,65% (yoy) pada triwulan laporan. Menilik
penurunan pertumbuhan yang signifikan pada KKB dan krdeit untuk peralatan rumah tangga, hal ini tak lepas
dari faktor seasonal, yaitu kecenderungan konsumen untuk meningkatkan konsumsinya menjelang Lebaran, baik
itu mempersiapkan kendaraan untuk mudik ataupun membeli perlengkapan rumah tangga.
Sementara itu, kredit multiguna (KMG) yang memiliki pangsa dominan dalam kredit rumah tangga sebesar
49,20% atau senilai Rp2,28 triliun, pada triwulan ini pertumbuhannya melambat dari 18,82% di triwulan lalu
menjadi 5,68% (yoy) pada triwulan ini. Kondisi serupa terjadi juga pada KPR yang pertumbuhannya sedikit
melambat dari 28,70% (yoy) menjadi 24,59% (yoy) sehingga nilainya di triwulan III 2017 sebesar Rp604 miliar.
Meskipun pertumbuhan kedua jenis kredit ini melemah pada triwulan laporan, namun pada triwulan depan
diperkirakan akan kembali meningkat, antara lain dipengaruhi oleh momen menjelang pergantian tahun dan
-30.0
-20.0
-10.0
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Perseorangan DPK Total Bukan Perseorangan% yoy
5.00
5.50
6.00
6.50
7.00
7.50
8.00
8.50
-100.0
-50.0
0.0
50.0
100.0
150.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Giro
Tabungan
Deposito
Suku bunga deposito - skala kanan
% yoy %
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
Bab 04. Stabilitas Keuangan Daerah
50
masih kuatnya permintaan untuk perumahan, terutama perumahan sederhana, yang permintaannya menguat
seiring dengan bertambahnya penduduk di Sulawesi Barat.
Grafik 4.11. Perkembangan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.12. Perkembangan Risiko Kredit Rumah
Tangga
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Risiko kredit rumah tangga menurun. Meskipun pertumbhan kredit melambat, namun tidak demikian halnya
dengan risiko kredit RT yang rasionya semakin menurun, dari 1,30% pada triwulan lalu menjadi 0,84% pada
triwulan ini. Menurunnya rasio NPL tersebut karena dominan kredit rumah tangga terjaga NPLnya pada level aman,
dibawah 2%, hany terdapat 2 jenis kredit yang NPL nya melebih level aman tersebut, yaitu KPA dan NPL rukan/ruko
sebesar 4,33% dan 15,28%.
Menurunnya risiko kredit rumah tangga terlihat pula dari menurunnya jumlah kredit rumah tangga yang berisiko
(loan at risk) dari Rp473,79 miliar menjadi Rp433,76 miliar, dengan kata lain rasionya menurun dari 10,42%
menjadi 9,26%
4.2. Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi
Kredit korporasi di triwulan II 2017 kembali melemah, tumbuh 7,44% (yoy). Kredit korporasi pada triwulan III
2017 kembali mengalami perlambatan pertumbuhan, dari 8,60% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 7,44% (yoy)
pada periode ini. Dengan pertumbuhan ini nilai krdeit korporasi di Sulawesi Barat sebesar Rp3,70 triliun. Kredit
korporasi tersebut didominasi oleh kredit untuk sektor perdagangan sebesar 54,50% atau sebesar Rp2,02 triliun
dan kredit di sektor pertanian sebesar Rp1,09 triliun atau 29,58% dari total kredit. Besarnya pangsa kedua jenis
kredit ini mengakibatkan perlambatan pertumbuhan yang terjadi pada keduanya di triwulan ini memberikan
dampak masif terhadap pertumbuhan kredit korporasi. Pada triwulan laporan, tercatat sudah dua triwulan kredit
korporasi tidak mengalami pertumbuhan berarti secara tahunan (yoy), hany dibawah 1% (yoy). Sementara
pertumbuhan kredit pertanian melambat dari 47,17% (yoy) menjadi 25,58% (yoy).
Selain kedua sektor tersebut, penyaluran kredit untuk sektor-sektor lainnya relatif rendah nilainya, semisal kredit
untuk jasa masyarakat yang nilainya sebesar Rp208,16 miliar, kredit konstruksi Rp139,37 miliar dan sektor-sektor
lainnya yang memiliki nilai kredit di bawah Rp100 miliar. Sehingga perkembangannya tidak terlampau
mamberikan dampak berarti terhadap fluktuasi kredit korporasi.
Pada triwulan depan, kredit untuk sektor perdagangan dan pertanian diperkirakan akan meningkat. Seiring
dengan dimulainya musim tanam padi di sektor pertanian serta kecenderungan peningkatan harga sawit sehingga
mendorong pada pengusaha sawit untuk meningkatkan produksi dan pembiayaannya.
-100.00
-50.00
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
-20
0
20
40
60
80
100
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Pertumbuhan KPR Pertumbuhan KMG
Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Pertumbuhan KKB (RHS)
% yoy
1.87%
1.96%
0.44%
0.84%
0%
1%
1%
2%
2%
3%
3%
4%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
NPL KPR NPL KKB NPL KMG NPL Kredit Rumah Tangga
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
51
Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah
Grafik 4.13. Perkembangan Kredit Korporasi Grafik 4.14. Perkembangan Risiko Kredit Korporasi
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Risiko kredit korporasi menurun. Meskipun pertumbuhan kredit melemah, namun kinerja perbankan dalam
menjaga risiko kredit patut diapresiasi. Hal ini ditandai dengan menurunnya rasio NPL kredit korporasi dari 3,19%
pada triwulan lalu menjadi 1,11% pada triwulan laporan. Penurunan rasio NPL ini terutama karena membaiknya
NPL di sektor pertanian dari 1,28% pada triwulan lalu menjadi 0,58% pada triwulan ini. Demikian pula dengan
NPL sektor perdagangan yang membaik secar triwulanan, dari 3,54% menjadi 2,88%. Sektor-sektor lain pun
mencata penurunan NPL, kecuali sektor pertambangan yang justtru megalami peningkatan rasio NPL dari 0,80%
menjadi 2,60%.
Sejalan dengan penurunan NPL, loan at risk di kredit korporasi pen menurun dari Rp173,31 miliar atau 4,74%
dari total kredit korporasi menjadi Rp128,84 miliar atau 3,48%. Kinerja ini cukup positif ditengah melambatnya
pertumbuhan kredit yang terjadi beberapa waktu belakangan ini.
4.3. Perkembangan Institusi Perbankan
Kinerja perbankan pada triwulan III menunjukkan perkembangan yang tidak cukup baik. Intermediasi perbankan
pada triwulan III 2017 tidak mengalami perbaikan berarti dibandingkan triwulan lalu namun masih mencatat
pertumbuhan kredit pada level 2 digit, yaitu sebesar 14,67% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan lalu sebesar
15,60% (yoy). Pada saat bersamaan DPK perbankan pun mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 4,17% (yoy)
meningkat dibandingkan triwulan lalu sebesar -0,48% (yoy). Meningkatnya DPK disebabkan melambatnya giro
yang keluar pada triwulan ini yaitu -12,27% (yoy) dibandingkan -25,75% (yoy) pada triwulan lalu. Melemahnya
indikator tersebut menyebabkan pertumbuhan aset hanya tumbuh tipis sekitar 12,07% (yoy) dibandingkan
11,70% (yoy) pada triwulan lalu.
Berdasarkan jenis kreditnya, melambatnya pertumbuhan pada kredit konsumsi dari 13,84% (yoy) di triwulan II
2017 menjadi 8,10% (yoy) pada triwulan ini. Sekali lagi hal ini menegaskan terjadinya penundaan konsumsi pada
periode ini. Sementara itu, pertumbuhan kredit modal kerja dan investasi, yang terkait erat dengan aktivitas dunia
usaha pada triwulan ini menunjukkan kondisi yang berbeda. Dimana kredit modal kerja mencatat kenaikan
pertumbuhAn dari 9,63% (yoy) menjadi 10,43%, sementara kredit investasi pertumbuhannya melambat dari
12,79% menjadi 2,14% (yoy). Dengan perkembangan ini, nilai kredit untuk setiap jenisnya yaitu konsumsi sebesar
Rp4,63 triliun, kredit modal kerja sebesar Rp2,43 triliun dan kredit investasi sebesar Rp1,27 triliun.
Berdasarkan pangsanya, terbesar masih berupa kredit konsumsi sebesar 55,58%, diikuti kredit modal kerja sebesar
29,17% dan kredit investasi sebesar 15,25%. Pangsa kredit untuk investasi dan modal kerja mengalami sedikit
penurunan dibandingkan triwulan lalu, sementara pangsa kredit konsumsi mengalami peningkatan.
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Pertanian
Pengangkutan
Pertumbuhan Kredit Korporasi
% yoy
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
7.0%
8.0%
9.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
NPL Kredit Pertanian NPL Kredit Perdagangan
NPL Kredit Korporasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
Bab 04. Stabilitas Keuangan Daerah
52
Grafik 4.15. Perkembangan Aset dan DPK Grafik 4.16. Perkembangan Penyaluran Kredit
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
4.4. Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan
Melemahnya daya beli mempengaruhi aktivitas UMKM. Melemahnya daya beli masyarakat berdampak cukup
berarti terhadap kegiatan usaha UMKM, sehingga pertumbuhan kreditnya pun melambat, dari 10,71% (yoy) pada
triwulan lalu menjadi 7,48% (yoy) pada saat ini, nilai kredit UMKM pun turun dari Rp3,31 triliun menjadi Rp3,21
triliun. Dengan penurunan ini pangsa kredit UMKM terhadap total sebesar 38,53%. Penurunan ini cukup
signifikan mengingat pada awal tahun 2017 pangsa kredit UMKM lebih dari 40%.
Sementara itu, tingkat NPL UMKM masih cukup tinggi meskipun cenderung menurun dibandingkan triwulan lalu
(Grafik 4.18) dari 3,575 menjadi 3,48%. Sejalan dengan penurunan NPL, jumlah kredit berisiko di kelompok
UMKM juga menurun nilainya dari Rp31,73 miliar menjadi Rp29,18 miliar. Kedepannya kredit berisiko ini masih
akan menurun, labih disebabkan karena lambatnya pertumbuhan kredit dan upaya perbankan untuk memitigasi
risiko kredit.
Grafik 4.17. Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.18. Perkembangan Risiko Kredit UMKM
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Akses keuangan dari baik dari sisi penghimpunan dana maupun kredit di Sulawesi Barat mengalami peningkatan.
Seiring dengan meningkatnya minat menabung masyarakat, rasio rekening terhadap penduduk bekerjadi Sulawesi
Barat pada Agustus 2017 senilai 128,11 meningkat dibandingkan 101,76 pada triwulan I 2017 atau pun
dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 95,28.
-5
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Pertumbuhan DPK Pertumbuhan Aset% yoy
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Pertumbuhan Kredit Investasi
Pertumbuhan Kredit Konsumsi Pertumbuhan Kredit
% yoy
-10,00
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Kredit UMKM
Pertumbuhan Kredit UMKM - skala kanan
Pangsa Kredit UMKM - skala kananRp Triliun % yoy
0,0%
1,0%
2,0%
3,0%
4,0%
5,0%
6,0%
7,0%
8,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
53
Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah
Sementara, rasio rekening kredit terhadap penduduk bekerja juga ikut meningkat dari 14,07% pada triwulan I
2017 (maret 2017) menjadi 20,57% pada Agustus 2017. Perkembangan ini cukup baik, dan secara tidaka
langsung mencerminkan kemudahan akses perbankan kepada calon debitur, dalam hal ini penduduk yang bekerja
semakin meluas jaringannya dan semakin luas hal yang mampu di cakup oleh perbankan.
Grafik 4.19. Rasio Rekening DPK per Penduduk
Bekerja Grafik 4.20. Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
69,3377,12
83,3577,18
71,5878,29 82,50
95,28101,76
128,11
Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt
2013 2014 2015 2016 2017
11,0812,14
11,47 11,5810,67
11,6212,23
12,96
14,07
20,57
Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt
2013 2014 2015 2016 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
54
Bab 05. Sistem Pembayaran
5. Sistem Pembayaran
Bab 05 Sistem Pembayaran
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
55
Bab 05. Sistem Pembayaran
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
56
Bab 05. Sistem Pembayaran
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai
5.1.1. Perkembangan Inflow/Outflow Uang Kartal
Pertumbuhan inflow triwulan III 2017 tercatat sebesar 10,2% (yoy) atau menurun dibandingkan pertumbuhan
pada periode triwulan II 2017 sebesar 233,2% (yoy). Arus uang kartal masuk ke Bank Indonesia (Inflow) Provinsi
Sulawesi Barat pada triwulan III tercatat sejumlah Rp 214 miliar, meningkat dibandingkan triwulan II 2017 yang
hanya sebesar Rp 131 miliar. Disisi lain, arus uang kartal keluar dari Bank Indonesia (outflow) Provinsi Sulawesi
Barat tercatat menurun dari Rp 897 miliar pada triwulan II menjadi Rp 480 miliar pada triwulan III 2017. Namun,
pertumbuhan outflow tercatat relatif meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 27,4% (yoy)
menjadi 58,1% (yoy). Secara keseluruhan, selama triwulan III terjadi net outflow sebesar Rp 266 miliar di Sulawesi
Barat atau menurun dibandingkan triwulan II yang tercatat net outflow sebesar Rp 765 miliar.
Pertumbuhan aliran outflow yang menguat pada triwulan III 2017 merupakan cerminan pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Barat yang membaik. Pada triwulan III 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat menguat sebesar
6,94% (yoy) dibandingkan dengan triwulan III tahun 2016 yang hanya sebesar 5,72% (yoy). Pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi ini mendorong kenaikan uang kartal untuk menunjang aktivitas perekonomian pada
triwulan III 2017.
Grafik 5.1. Perputaran Uang Kartal KPw BI Prov.
Sulawesi Barat
Grafik 5.2. Perkembangan Setoran Uang Tidak Layak
Edar
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
5.1.2. Penarikan Uang Tidak Layak Edar
Dalam mendukung kebijakan Clean Money Policy yang diterapkan oleh Bank Indonesia di seluruh wilayah NKRI,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat secara rutin melakukan upaya penarikan UTLE (Uang
Tidak Layak Edar) yang ada di masyarakat untuk digantikan dengan Uang Layak Edar (ULE). Adapun UTLE diperoleh
melalui setoran Bank di wilayah Sulawesi Barat pada triwulan III 2017 mencapai Rp 112 miliar dengan
pertumbuhan 2,48% (yoy) atau menurun dibandingkan dengan triwulan II 2017 yang mencapai 387,2% (yoy).
Upaya lain yang dilakukan pada penarikan UTLE adalah dengan melakukan penukaran uang dalam seluruh
pecahan dan penggantian uang rusak melalui kas keliling baik di dalam kota (Kab. Mamuju) maupun di seluruh
kabupaten yang ada di Sulawesi Barat. Tercatat sepanjang triwulan III 2017 telah dilakukan 28 kali kas keliling
dalam kota dan 2 kali kas keliling luar kota dengan realisasi penukaran sebesar Rp 3,3 miliar. Peran serta
masyarakat Sulawesi Barat sangat diharapkan untuk mendukung kebijakan Clean Money Policy. Dengan moto 3D
(didapat, disimpan, disayang) dan sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat diharapkan dapat mengurangi
bahkan menghilangkan adanya UTLE di Sulawesi Barat.
-228
30
-765
-266
-100
-50
0
50
100
150
200
250
-900
-800
-700
-600
-500
-400
-300
-200
-100
0
100
TW IV TW I TW II TW III
2016 2017
Netflow gInflow - rhs gOutflow - rhsRp miliar % yoy
83
167
88
112
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
TW IV TW I TW II TW III
2016 2017
Total Setoran UTLE gSetoran UTLE - rhsRp miliar % yoy
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
57
Bab 05. Sistem Pembayaran
5.1.3. Denominasi aliran uang kartal di Sulawesi Barat
Pecahan Rp100.000,- dan Rp50.000,- masih mendominasi aliran perkasan untuk Uang Kertas (UK) selama
Triwulan III 2017 baik terhadap sisi inflow maupun outflow. Sepanjang triwulan III 2017, pada sisi outflow, jumlah
Uang Kertas (UK) pecahan Rp50.000,- mencapai 2,92 juta lembar atau mencapai 22,98% dari total lembar UK
yang keluar. Kemudian diikuti oleh UK pecahan Rp100.000,- yang mencapai 2,78 juta lembar atau 21,81% dari
total UK yang keluar. Sedangkan untuk Uang Logam (UL), pecahan Rp1.000,- dan Rp500,- masih mendominasi
outflow uang yakni mencapai 135,04 ribu keping (30,31%) dan 147,25 ribu keping (33,05%) untuk tiap pecahan.
Pada sisi inflow terjadi pola yang hampir sama, jumlah aliran masuk UK Rp50.000,- mencapai 1,63 juta lembar
(26,90%) dan UK Rp100.000,- mencapai 1,07 juta lembar (17,59%). Pola ini juga terjadi pada UL dimana
didominasi oleh pecahan Rp500,- yang mencapai 4,05 ribu keping (36,76%) dan pecahan UL Rp1000,- sebanyak
3,75 ribu keping (34,1%).
Grafik 5.3. Denominasi Outflow Uang Kartal Sulawesi Barat
Grafik 5.5. Denominasi Outflow Uang Logam
Sulawesi Barat
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.6. Denominasi Inflow Uang Kartal Sulawesi Barat
Grafik 5.7. Denominasi Inflow Uang Logam
Sulawesi Barat
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Dalam pelaksanaan kas keliling dalam dan luar kota sepanjang Triwulan III 2017, permintaan masyarakat dalam
penukaran uang masih didominasi oleh Uang Pecahan Kecil (UPK). UK pecahan Rp 5.000,- terealisasi sebesar
156,1 ribu lembar (26,4%) dan pecahan Rp 2.000,- terealisasi sebesar 179,7 ribu lembar (30,4%). Sedangkan
untuk UL pecahan Rp 500,- masih diminati oleh masyarakat dengan realisasi sebesar 98,5 ribu keping atau sebesar
44% dari total UL yang terealisasi. Dari sisi UK yang diterima oleh tim kas keliling, Uang Pecahan Besar (UPB) Rp
50.000,- mendominasi penukaran dengan jumlah sebanyak 24,3 ribu lembar atau sebesar 24,5% dari total uang
yang diterima. Sedangkan hasil penerimaan UL didominasi oleh pecahan Rp 500,- dengan jumlah sebanyak 3,6
ribu keping atau sebesar 38,8% dari total pecahan UL yang diterima oleh tim kas keliling.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
58
Bab 05. Sistem Pembayaran
Grafik 5.8. Denominasi Uang Kartal Kas Keliling Dalam Kota
Grafik 5.9. Denominasi Uang Logam
Kas Keliling Dalam Kota
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.10. Denominasi Uang Kartal Kas Keliling Luar Kota
Grafik 5.11. Denominasi Uang Logam
Kas Keliling Luar Kota
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
5.1.5. Perkembangan Uang yang Diragukan Keasliannya
Pecahan besar mendominasi peredaran uang palsu di Sulawesi Barat. Pada triwulan III 2017 tercatat sebanyak 47
(empat puluh tujuh) lembar uang yang diragukan keasliannya ditemukan, meningkat dibandingkan triwulan II
yang hanya ada 8 (delapan) lembar. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan di triwulan III adalah
pecahan Rp 100.000,- (72%) dan sisanya adalah pecahan Rp 50.000,- (28%). Adapun temuan uang palsu tersebut
didasarkan pada permintaan klarifikasi perbankan sebanyak 36 (tiga puluh enam) lembar dan setoran perbankan
sebanyak 11 (sebelas) lembar. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat dan perbankan semakin peduli dan
sadar untuk melaporkan uang yang diragukan keasliannya. Selain itu, hal ini juga mengindikasikan bahwa
pemahaman masyarakat dan perbankan semakin meningkat tentang ciri-ciri keaslian uang Rupiah. Disisi lain, Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Barat terus melakukan sosialisasi ciri – ciri keaslian uang Rupiah (CIKUR) secara berkala
kepada masyarakat baik pada saat kegiatan kas keliling dalam dan luar kota maupun pada saat kegiatan - kegiatan
sosialisasi lainnya.
5.2. Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai
5.2.1. Sistem Kliring Bank Indonesia
Transaksi non tunai melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan III 2017 mengalami
peningkatan jumlah transaksi dibandingkan triwulan III 2016. Tercatat sebanyak 310 transaksi terjadi pada
triwulan III 2017 atau tumbuh sebesar 40,91% dari 220 transaksi yang tercatat di triwulan III 2016. Peningkatan
frekuensi transaksi juga diikuti dengan peningkatan dari sisi nominal transaksi, dimana pada triwulan III 2017
tercatat sebesar Rp 18,1 miliar atau meningkat 180,14% (yoy). Peningkatan transaksi kliring dari sisi volume
maupun nominal di triwulan III 2017 merupakan sinyal yang positif atas perkembangan penggunaan transaksi non
tunai di Sulawesi Barat.
0.2%6.6%
17.0%
26.4%30.4%
19.2% UK - 100000
UK - 50000
UK - 20000
UK - 10000
UK - 5000
UK - 2000
UK - 1000
23.9%
44.0%
16.3%
15.8%
UL - 1000
UL - 500
UL - 200
UL - 100
16.9%
24.5%
8.2%13.9%
15.0%
15.2%
6.3%UK - 100000
UK - 50000
UK - 20000
UK - 10000
UK - 5000
UK - 2000
UK - 1000
35.2%
38.8%
15.5%
10.5%
0.0%
UL - 1000
UL - 500
UL - 200
UL - 100
UL - 50
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
59
Bab 05. Sistem Pembayaran
Grafik 5.4. Transaksi Kliring di Sulawesi Barat
Sumber: Bank Indonesia, diolah
5.2.2. Elektronifikasi
Pada 22 Agustus 2017, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat mengadakan diskusi panel
dengan pemerintah daerah tingkat provinsi maupun kabupaten terkait surat edaran Kemendagri No. 910/1866/SJ
tanggal 17 April 2017 tentang Implementasi Transaksi Non Tunai pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang
menyatakan bahwa pemerintah daerah wajib melaksanakan transaksi baik penerimaan maupun pengeluaran
secara non tunai selambat-lambatnya pada 1 Januari 2018. Penerapan transaksi non tunai di Sulawesi Barat harus
didukung infrastruktur yang memadai. Berdasarkan diskusi panel yang telah dilakukan, terdapat 2 (dua)
infrastruktur utama yang harus ada untuk menunjang implementasi transaksi non tunai, yaitu listrik dan
telekomunikasi. Dengan dukungan 2 (dua) infrastruktur tersebut ditambah dengan keberadaan perbankan melalui
agen LKD, penerapan transaksi non tunai keuangan pemerintah dapat menjangkau seluruh masyarakat.
14.1
41.9
9.1
18.1
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
45.0
TW IV TW I TW II TW III
2016 2017
Nominal Kliring Pert. KliringRp miliar % (YoY)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
60
Bab 06. Ketenagakerjaan dan
Kesejahteraan
6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Bab 06 Ketenagakerjaan & Kesejahteraan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
61
Bab 06. Ketenagakerjaan dan
Kesejahteraan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
62
Bab 06. Ketenagakerjaan dan
Kesejahteraan
6.1. Ketenagakerjaan
Berdasarkan data BPS, per Agustus 2017 tingkat pengangguran di Sulawesi Barat mengalami sedikit peningkatan.
Jumlah penduduk yang berkategori usia kerja per Agustus 2017 mencapai 918 ribu jiwa dengan pertumbuhan
2,24% (yoy). Meskipun jumlah penduduk usia kerja mengalami peningkatan, namun dengan ketersediaan
lapangan kerja yang minim diperkirakan banyak tenaga kerja yang tidak terserap. Potensi yang tinggi dari jumlah
tenaga belum mampu menjadi pendorong perekonomian Provinsi Sulawesi Barat. Jika ditinjau lebih rinci,
persentase jumlah penduduk angkatan kerja pada bulan Agustus 2017 adalah 70,68% atau 614,7 ribu jiwa yang
mengalami penurunan sebesar -4,84% (yoy). Sebaliknya, jumlah penduduk bukan angkatan kerja sebanyak 303,4
ribu jiwa atau tumbuh sebesar 20,26%.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (rb jiwa)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Penurunan jumlah tenaga kerja terjadi di semua sektor. Jumlah tenaga kerja pada sektor perdagangan masih
mengalami pertumbuhan negatif, bahkan jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Tenaga kerja di
sektor pertanian tumbuh negatif 26,26% (yoy). Begitu pula tenaga kerja pada sektor pertanian yang mengalami
kontraksi sebesar 3,41%. Namun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, penurunan ini sedikit lebih
rendah. Penurunan jumlah tenaga kerja pada triwulan laporan juga terjadi pada sektor industri. Jika dibandingan,
pada triwulan II jumlah tenaga kerja pada sektor ini justru mengalami peningkatan, sedangkan pada triwulan III
turun drastis dan mengalami pertumbuhan negatif sebesar 15,91%. Hal ini diperkirakan akibat kecenderungan
masyarakat untuk memilih pekerjaan pada sektor lain seperti jasa kemasyarakatan yang masih tumbuh postif
walaupun mengalami perlambatan. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja pada sektor jasa kemasyarakatan adalah
sebesar sebesar 0,53% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II, dimana sektor jasa kemasyarakatan tumbuh
sebesar18,66%.
Grafik 6.1. Pertumbuhan Jumlah Penduduk Bekerja Per Sektor (%yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Serapan tenaga kerja di sektor formal terus mengalami peningkatan. Mengikuti tren periode sebelumnya, terjadi
penurunan pertumbuhan status pekerja di sektor informal. Jumlah pekerja sektor informal di Sulawesi Barat
mencapai 68,42% atau 407,1 ribu jiwa, dimana tercatat mengalami penurunan sebesar -2,46% dibandingkan
Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt
Penduduk Usia Kerja (15+) 844.0 856.3 866.6 877.4 887.3 898.0 908.1 918.1
Angkatan Kerja 600.7 608.4 647.7 616.5 641.5 646.0 641.8 614.7
Bekerja 591.1 595.8 636.0 595.9 624.1 624.2 622.6 595.0
Pengangguran 9.6 12.6 11.7 20.6 17.4 21.5 19.1 19.7
Bukan Angkatan Kerja 243.3 247.8 218.9 260.9 245.8 252.3 266.3 303.4
Tingkat Partisipasi Kerja/TPAK (%) 70.04 71.06 74.74 70.27 72.30 71.90 70.68 66.96
Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 1.60 2.08 1.81 3.35 2.72 3.33 2.98 3,21
Keterangan2014 2015 2016 2017
-40
-20
0
20
40
60
80
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
Feb-14 Aug-14 Feb-15 Aug-15 Feb-16 Aug-16 Feb-17 Aug-17
Pertanian Jasa Kemasyarakatan
Industri - skala kanan Perdagangan - skala kanan% yoy % yoy
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
63
Bab 06. Ketenagakerjaan dan
Kesejahteraan
periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sedangkan pada sektor formal, jumlah pekerja tercatat meningkat
menjadi 187,9 ribu jiwa dibandingkan Agustus 2016 sebesar 186,3 ribu jiwa. Masyarakat mulai mengarah ke
sektor tenaga kerja dengan tingkat kepastian penghasilan yang lebih baik dibandingkan pada sektor informal.
Kedepannya diperkirakan pertumbuhan tenaga kerja di sektor formal akan semakin tinggi mengingat
dikeluarkannya Surat Edaran Kementerian Tenaga Kerja tentang kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar
8,71% dari UMP tahun 2017, dan secara resmi kenaikan UMP tersebut akan dimulai per 1 Januari 2018. Kebijakan
pemerintah ini diyakini akan menjadi pendorong banyaknya tenaga kerja yang akan berpindah dari sektor informal
ke sektor formal. Selain itu, diperkirakan peningkatan jumlah tenaga kerja juga disebabkan karena mulai
beroperasi PLTU Belang-Belang yang diprediksi menyerap banyak tenaga kerja. Pada periode tersebut juga terlihat
bahwa pekerjaan terbanyak di Provinsi Sulawesi Barat didominasi oleh pekerja buruh atau karyawan mencapai
167,6 ribu jiwa atau 28,17 persen, disusul oleh pekerja dengan status bekerja sendiri sebanyak 133,4 ribu jiwa
atau 22,42%.
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (rb jiwa)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tenaga kerja berpendidikan tinggi di Sulawesi Barat meningkat. Jumlah tenaga kerja lulusan sekolah dasar
mengalami penurunan dari 54,8% pada Agustus 2016 menjadi 54,0% pada Agustus 2017. Peningkatan kualitas
tenaga kerja terlihat pada meningkatnya porsi tenaga kerja lulusan sekolah menengah atas, tamatan diploma, dan
universitas masing-masing menjadi 14,4%, 2,2%, dan 8,9% pada Agustus 2017. Kesadaran masyarakat Sulawesi
Barat terhadap pendidikan mengalami peningkatan demi kesejahteraan.
Grafik 6.2. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Sulawesi
Barat Agustus 2017
Grafik 6.3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Pada
Periode Agustus
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Peningkatan pengangguran dipengaruhi oleh penurunan ketersediaan lapangan pekerjaan di Sulawesi Barat di
awal triwulan III. Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, ketersediaan lapangan pekerjaan mengalami
Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt
Berusaha Sendiri 87.7 95.7 131.0 114.8 124.3 128.4 114.9 133.4
Berusaha dibantu buruh tidak tetap 143.1 148.5 155.2 138.5 138.8 151.7 149.3 122.4
Berusaha dibantu buruh tetap 15.7 12.0 14.8 17.1 22.9 18.1 22.5 20.3
Buruh/Karyawan 164.0 147.8 140.6 139.7 161.4 168.2 165.2 167.6
Pekerja Bebas 34.1 39.3 45.5 36.7 28.5 40.6 35.1 32.4
Pekerja Tak Dibayar 146.4 152.5 149.0 149.0 148.2 117.3 135.5 118.9
Jumlah Tenaga Kerja 591.1 595.8 636.0 595.9 624.1 624.2 622.6 595.0
Sektor Formal 30.4% 26.8% 24.4% 26.3% 29.5% 29.9% 30.2% 31.6%
Sektor Informal 69.6% 73.2% 75.6% 73.7% 70.5% 70.2% 69.8% 68.4%
Status Pekerjaan Utama2014 2015 2016 2017
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
SD ke Bawah SekolahMenengah
Pertama
SekolahMenengah
Atas
SekolahMenengahKejuruan
DiplomaI/II/III
Universitas
Aug-16 Aug-17
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Nasional Sulbar%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
64
Bab 06. Ketenagakerjaan dan
Kesejahteraan
penurunan setelah sebelumnya sempat naik pada akhir triwulan II menuju awal triwulan III. Hal ini tergambar dari
hasil survei konsumen yang memperlihatkan penurunan drastis khususnya dari bulan Juli ke bulan Agustus yaitu
dari 152 menjadi 101. (Grafik 6.4). Namun hal ini tidak berjalan paralel dengan tingkat penghasilan konsumen.
Ketika ketersediaan lapangan pekerjaan di triwulan III mengalami penurunan, penghasilan konsumen justru
mengalami kenaikan tipis.
Grafik 6.4. Kondisi Ekonomi Saat ini Dibandingkan 6
Bulan yang Lalu
Grafik 6.5. Ekspektasi Kondisi Ekonomi 6 Bulan ke Depan
Dibandingkan Saat Ini
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
6.2. Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Pertani (NTP) pada triwulan laporan mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
NTP mengalami kenaikan dari 105,43 pada triwulan II 2017 menjadi 106,23 pada triwulan III. Namun jika
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2016, NTP mengalami penurunan sebesar -1,54% (yoy).
Secara periode laporan selama tahun 2017, NTP pada triwulan III adalah tertinggi dibandingkan dua triwulan
sebelumnya. Dengan kenaikan tingkat pertumbuhan NTP triwulan III 2017, mengindikasikan kondisi yang dialami
mengalami kenaikan keuntungan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Grafik 6.6. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Secara yoy, kenaikan NTP terutama terjadi pada sektor Hortikultura, Perikanan (NTNP) dan Nelayan (NTN). Nilai
tukar petani triwulan III 2017 untuk holtikultura, perikanan dan nelayan mengalami kenaikan masing-masing
sebesar 0,06% (yoy) dan 1,37% (yoy) dan 2,93 (yoy). Sedangkan untuk indeks harga petani yang diterima untuk
tanaman pangan dan tanaman perkebunan rakyat mengalami penurunan masing-masing sebesar -0,72% dan -
4,05% (yoy). Untuk indeks tanaman pangan cenderung turun dikarenakan indeks harga subkelompok padi dan
palawija menurun dibandingkan pada periode yang sama tahun 2016. Sedangkan subsektor tanaman perkebunan
rakyat mengalami penurunan nilai tukar petani dikarenakan peningkatan indeks yang harus dibayar petani yaitu
indeks konsumsi rumah tangga (IKRT) dan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPM).
80
100
120
140
160
180
200
Feb
-16
Mar-
16
Ap
r-16
May-
16
Jun-1
6
Jul-1
6
Au
g-1
6
Sep
-16
Oct
-16
No
v-1
6
Dec-
16
Jan
-17
Feb
-17
Mar-
17
Ap
r-17
May-
17
Jun-1
7
Jul-1
7
Au
g-1
7
Sep
-17
Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lap. Kerja
Opti
mis
Pesi
mis
80
90
100
110
120
130
140
150
160
170
180
Feb
-16
Mar-
16
Ap
r-16
May-
16
Jun-1
6
Jul-16
Au
g-1
6
Sep
-16
Oct
-16
Nov-
16
Dec-
16
Jan
-17
Feb
-17
Mar-
17
Ap
r-17
May-
17
Jun-1
7
Jul-17
Au
g-1
7
Sep
-17
Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lap. Kerja
Op
tim
isPesi
mis
-2.0
-1.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
80
90
100
110
120
130
140
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
NTP Indeks Harga Diterima
Indeks Harga DIbayar Pertumbuhan NTP - skala kananindeks % yoy
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
65
Bab 06. Ketenagakerjaan dan
Kesejahteraan
Tabel 6.3. NTP Setiap Sub Sektor
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
6.3. Tingkat Kemiskinan
Menurut data terakhir BPS, terjadi perbaikan angka kemiskinan di Sulawesi Barat. Pada periode Maret 2017 tingkat
kemiskinan di Sulawesi Barat mencapai 11,30%. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama
pada tahun 2016 yang mencapai 11,74%. Jumlah penduduk miskin menurun menjadi 149,76 ribu jiwa pada
Maret 2017 dari sebelumnya 152,73 ribu jiwa pada periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu, persentase
penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami peningkatan sebesar 0,10%, namun secara absolut jumlah
penduduk miskin perkotaan mengalami penurunan sebesar 1,57 ribu jiwa. Sementara itu, persentase penduduk
miskin di daerah perdesaan mengalami peningkatan 0,03% atau sebesar 4,43 ribu jiwa. Namun secara yoy, jumlah
penduduk miskin bulan maret di daerah perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,06% (yoy), namun secara
absolut jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 0,65 ribu jiwa. Sedangkan di daerah perdesaan persentase
penduduk miskin mengalami penurunan 0,53% (yoy) atau sebesar 3,62 ribu jiwa. Kondisi tersebut sejalan dengan
peningkatan kesejahteraan penduduk dari desa menjadi lebih baik dibandingkan periode sebelumnya.
Peningkatan jumlah penduduk secara umum di perkotaan menyebabkan jumlah penduduk miskin bertambah.
Grafik 6.7. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
I II III IV I II III IV I II III
NILAI TUKAR PETANI (NTP) 102.23 103.81 105.22 106.16 106.07 106.92 107.89 108.70 106.07 105.43 106.23
Indeks Harga diterima 116.92 118.91 121.82 123.57 125.03 125.98 128.35 130.26 125.03 129.38 131.37
Indeks Harga dibayar 114.38 114.55 115.77 116.40 117.88 117.82 118.96 119.84 117.88 122.72 123.90
Tanaman Pangan (NTPP) 95.27 97.13 97.48 103.68 105.78 100.40 99.79 100.80 105.78 99.25 99.07
Indeks Harga diterima 108.90 111.27 112.87 120.80 124.96 118.72 119.21 121.27 124.96 122.25 123.18
Indeks Harga dibayar 114.32 114.55 115.78 116.50 118.14 118.25 119.46 120.31 118.14 119.84 122.17
Hortikultura (NTPH) 101.84 100.05 98.71 100.34 103.19 105.58 104.06 107.33 103.19 106.02 104.12
Indeks Harga diterima 116.28 114.36 114.10 116.28 121.13 123.96 123.47 128.29 121.13 130.08 129.00
Indeks Harga dibayar 114.19 114.30 115.59 115.89 117.39 117.41 118.66 119.53 117.39 122.70 123.90
Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) 108.11 112.00 115.15 113.29 110.72 114.70 117.34 117.82 110.72 110.44 112.59
Indeks Harga diterima 125.13 129.75 134.79 133.31 132.00 136.65 141.25 142.87 132.00 137.29 141.40
Indeks Harga dibayar 115.74 115.84 117.05 117.67 119.23 119.14 120.38 121.27 119.23 124.32 125.59
Peternakan (NTPT) 101.04 101.47 103.36 103.34 102.33 103.52 105.33 104.93 102.33 103.64 104.59
Indeks Harga diterima 113.33 113.99 117.31 118.13 118.56 119.76 122.74 123.23 118.56 124.16 126.38
Indeks Harga dibayar 112.17 112.34 113.49 114.31 115.85 115.70 116.54 117.44 115.85 119.79 120.84
Perikanan (NTNP) 99.33 100.27 102.11 100.17 100.58 101.66 103.39 101.70 100.58 104.09 104.81
Indeks Harga diterima 114.64 116.36 119.95 118.23 118.51 119.27 122.36 121.33 118.51 127.26 129.44
Indeks Harga dibayar 115.42 116.04 117.47 118.03 117.82 117.32 118.35 119.31 117.82 122.25 123.50
NTN (nelayan) 99.39 100.26 103.48 101.57 102.68 104.85 107.39 105.19 102.68 109.25 110.54
Indeks Harga diterima 115.91 117.81 123.11 121.42 121.86 123.53 127.57 126.01 121.86 133.99 136.91
Indeks Harga dibayar 116.63 117.50 118.97 119.54 118.68 117.81 118.78 119.79 118.68 122.63 123.86
NTPI (pembudidaya ikan) 99.22 100.29 99.64 97.66 96.86 96.05 96.38 95.57 96.86 95.08 94.79
Indeks Harga diterima 112.44 113.84 114.45 112.70 112.69 111.88 113.32 113.23 112.69 115.59 116.48
Indeks Harga dibayar 113.33 113.51 114.86 115.41 116.34 116.48 117.59 118.48 116.34 121.95 122.88
URAIAN2015 2016 2017
0
2
4
6
8
10
12
14
Total Kota Desa
Mar 2015 Mar 2016 Mar 2017%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
66
Bab 06. Ketenagakerjaan dan
Kesejahteraan
Pertumbuhan garis kemiskinan (GK) mengalami perlambatan. Garis kemiskinan Sulawesi Barat pada Maret 2017
berada pada level Rp292.519 /kapita/bulan atau tumbuh dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang
mencapai 5,58% (yoy). Perlambatan garis kemiskinan terjadi baik pada garis kemiskinan makanan (GKM) maupun
garis kemiskinan non makanan (GKNM). Garis kemiskinan makanan berada pada level Rp239,359/kapita/bulan
atau tumbuh 5,35% (yoy), sedangkan garis kemiskinan non makanan berada pada level Rp63.493/kapita/bulan
atau tumbuh 6,47%(yoy). Peningkatan garis kemiskinan diduga karena terjadinya inflasi umum yang cukup tinggi
(2,66%) pada kurun waktu September 2016 - Maret 2017 serta terjadinya penurunan NTP sebesar -2,91% pada
kurun waktu yag sama.
Tabel 6.4. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
MakananBukan
MakananTotal Makanan
Bukan
MakananTotal
Jumlah
(ribu jiwa)
Pertumbuhan
(% yoy)
Tingkat
Kemiskinan (%)
KOTA
Mar 2015 204,476 52,529 257,005 8.65 10.05 8.93 27.39 4.10 10.52
Sep 2015 212,226 56,854 269,080 8.12 14.47 9.40 22.51 -24.64 8.69
Mar 2016 215,503 57,721 273,224 5.39 9.88 6.31 22.85 -16.58 8.59
Sep 2016 220,419 59,698 280,117 3.86 5.00 4.10 25.07 11.37 8.43
Mar 2017 233,412 61,766 295,178 8.31 7.01 8.04 23.50 2.84 8.59
DESA
Mar 2015 209,873 53,237 263,110 10.76 21.76 12.82 133.09 4.32 12.87
Sep 2015 221,332 58,262 279,594 12.20 18.72 13.50 130.70 4.71 12.70
Mar 2016 230,339 60,001 290,340 9.75 12.71 10.35 129.88 -2.41 12.56
Sep 2016 233,676 62,063 295,739 5.58 6.52 5.77 121.83 -6.79 12.00
Mar 2017 240,904 63,946 304,849 4.59 6.57 5.00 126.26 -2.79 12.03
TOTAL
Mar 2015 208,787 53,095 261,882 10.35 18.94 11.99 160.48 4.28 12.40
Sep 2015 219,500 57,979 277,479 11.25 17.81 12.56 153.21 -0.96 11.90
Mar 2016 227,208 59,632 286,840 8.82 12.31 9.53 152.73 -4.83 11.74
Sep 2016 230,960 61,558 292,519 5.22 6.17 5.42 146.90 -4.12 11.19
Mar 2017 239,359 63,493 302,852 5.35 6.47 5.58 149.76 -1.94 11.30
Pertumbuhan (% yoy) Penduduk MiskinGaris Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
67
Bab 07. Prospek Perekonomian
7. Prospek Perekonomian
Bab 07 Prospek Perekonomian
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
68
Bab 07. Prospek Perekonomian
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
69
Bab 07. Prospek Perekonomian
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Di periode awal tahun 2018 yaitu triwulan I pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat akan lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan IV 2017. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan I 2018 diperkirakan berada pada
kisaran 6,4% - 6,8% (yoy). Perlambatan akan lebih disebabkan rendahnya konsumsi rumah tangga dan konsumsi
pemerintah. Paska perayaan tahun baru, masyarakat akan kembali menahan konsumsinya pada awal tahun demi
mempersiapkan keuangan menjelang bulan puasa dan hari raya Idul Fitri pada triwulan II. Konsumsi pemerintah
juga akan lebih rendah dari triwulan IV 2017 karena awal tahun dimana realisasi anggaran belum terlalu tinggi.
Aktivitas pemilihan umum kepala daerah pada kabupaten Mamasa dan Polewali Mandar diperkirakan tidak
berdampak signifikan terhadap perekonomian Sulawesi Barat. Sementara itu, lapangan usaha industri mengalami
perbaikan seiiring produksi yang optimal pada periode ini. Diiringi dengan prospek harga CPO yang cenderung
meningkat, ekspor luar negeri Sulawesi Barat juga diharapkan akan lebih baik pada triwulan I 2018.
Grafik 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode
Triwulanan)
Grafik 7.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode
Tahunan)
Sumber:
Badan Pusat Statistik, diolah
Proyeksi Bank Indonesia
Sumber:
Badan Pusat Statistik, diolah
Proyeksi Bank Indonesia
Perekonomian Sulawesi Barat pada tahun 2018 diperkirakan tidak jauh berbeda dengan tahun 2017. Pada tahun
2018, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh dalam rentang sedikit lebih rendah dibandingkan
2017 yaitu 6,4% - 6,8% (yoy). Pembangunan infrastruktur masih menjadi andalan untuk menggenjot
perekonomian. Arahan Presiden Republik Indonesia dimana Sulawesi Barat tidak hanyak fokus dalam
pembangunan infrastruktur konektivitas namun juga infrastruktur pendukung pertanian. Selain itu, pengoperasian
PLTU Belang-Belang tidak hanya sekedar memenuhi hasrat kebutuhan energi di Sulawesi Barat akan tetapi juga
mampu menjadi magnet bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Sulawesi Barat.
7.1.1 Prospek Sisi Permintaan
Di triwulan I 2018, meski konsumsi rumah tangga masih menjadi komponen paling berperan besar, diperkirakan
akan mengalami perlambatan. Pola konsumsi rumah tangga yang mengalami perlambatan di awal tahun lebih
disebabkan perilaku masyarakat yang meningkatkan konsumsi pada periode tertentu. Apalagi pada tahun 2017,
ketersediaan lapangan pekerjaan dan penghasilan yang dirasakan masyarakat sangat terbats. Hal ini menyebabkan
rumah tangga harus melakukan pengaturan keuangan agar dapat memiliki dana yang cukup pada bulan puasa
dan hari raya Lebaran. Sementara itu, perlambatan pada awal tahun juga didorong pelemahan konsumsi
pemerintah. Pengalokasian anggaran pemerintah daerah di awal tahun perlu penyesuaian kembali agar dapat
dicairkan untuk kepentingan pelaksanaan program. Konsumsi pemerintah akan lebih terbatas pada belanja
operasional kantor dan pegawai.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
%, yoy
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
%, yoy
10,73%
9,25%
6,93%
8,86%
7,39%
6,03%
2017:7,0 - 6,6% 2018:
6,4 - 6,8%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
70
Bab 07. Prospek Perekonomian
Seperti halnya dengan konsumsi pemerintah, kinerja investasi juga akan mengalami perlambatan pada awal tahun
2018. Investasi diperkirakan masih akan didominasi dari pihak pemerintah daerah. Dengan masih terhambatnya
proses realisasi anggaran pemerintah daerah tentunya akan membuat beberapa program yang dicanangkan belum
akan dapat berjalan dengan baik pada triwulan I.
Secara keseluruhan, baik konsumsi rumah tangga dan pemerintah diperkirakan akan lebih baik pada tahun 2018.
Meski membaik, tingkat kenaikan pertumbuhannya diprakirakan tidak akan signifikan. Peningkatan pendapatan
melalui kenaikan UMP dan ketersediaan lapangan kerja yang lebih banyak di tahun 2018 diharapkan dapat
meningkatkan konsumsi rumah tangga. Sementara konsumsi pemerintah masih banyak berharap dari program
pemerintah pusat dalam mengembangkan sektor pertanian Sulawesi Barat. Melihat kondisi terkini dimana
investasi mengandalkan kebijakan pemerintah pusat dan masih terbatasinya lirikan swasta, membuat investasi
juga tidak banyak mengalami perubahan dibanding tahun 2017. Harapan peningkatan perekonomian berasal dari
ekspor luar negeri Sulawesi Barat yang didukung produksi kelapa sawit yang baik disertai tingkat permintaan yang
meningkat di kawasan Asia. Menurut Commodity Market Outlook (CMO) per Oktober 2017, harga CPO di tahun
2018 akan mengalami peningkatan meski terbatas di kisaran 1,7% (yoy).
7.1.2 Prospek Sisi Penawaran
Gambar 7.1. Prakiraan Curah Hujan Gambar 7.2. Prakiraan Sifat Hujan
Prakiraan Januari 2018 Prakiraan Februari 2018 Prakiraan Januari 2018 Prakiraan Februari 2018
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan akan mengalami peningkatan di awal tahun 2018. Curah
hujan diprediksi cukup tinggi pada awal tahun 2018 sebagaimana yang terjadi pada periode yang sama pada
tahun 2017. Periode curah hujan tinggi menjadi masa produksi optimal bagi kelapa sawit. Selain kelapa sawit,
masa panen juga diperkirakan terjadi pada padi yang juga komoditas unggulan di Sulawesi Barat. Dengan program
intesifikasi dan ekstensifikasi yang dilakukan pada 2017 diharapkan hasilnya dapat terlihat pada 2018.
Dengan meningkatnya sektor pertanian, dampak positifnya juga diharapkan pertumbuhan yang baik dari industri
pengolahan. Industri pengolahan kelapa sawit dapat berproduksi dengan optimal jika produksi bahan baku
tersedia dengan baik. Begitu pula dengan pengolahan beras yang menjadi salah satu tulang punggung
perekonomian di Polewali Mandar.
Di tahun 2018, lapangan usaha Sulawesi Barat masih akan bergantung pada sektor pertanian. Sebagian besar
lapangan usaha di Sulawesi Barat selama 2018 masih akan tumbuh positif meski sedikit mengalami perlambatan
dibanding 2017. Dari tingkat pertumbuhan, lapangan usaha pengadaan listrik diperkirakan menjadi sektor dengan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
71
Bab 07. Prospek Perekonomian
pertumbuhan tertinggi. Hal ini mengingat mulai beroperasinya PLTU Belang-Belang dan beberapa pembangkit
listrik energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
7.2. Prospek Inflasi
Inflasi pada triwulan I 2018 akan mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan IV 2017. Pada awal
tahun 2018 diperkirakan tingkat permintaan masyarakat diperkirakan akan mereda pasca perayaan tahun baru
2018. Potensi kenaikan harga berasal dari kenaikan upah pekerja sebagai tuntutan atas kenaikan Upah Minimum
Regional (UMR) sebesar 8,71% yang mulai berlaku sejak 2018. Selain itu, kenaikan harga kebutuhan tersier seperti
mobil dan motor untuk menyesuaikan terhadap biaya operasional yang terus meningkat. Namun, kenaikan upah
dan kebutuhan tersier diperkirakan tidak signifikan karena produsen menjaga harga jual agar tetap mampu dicapai
oleh para konsumen. Meski begitu, kenaikan harga ikan dapat muncul secara tiba-tiba apabila kondisi yang
menghambat produksi terjadi seperti cuaca ekstrim atau kondisi infrastruktur. Inflasi Sulawesi Barat pada triwulan
pertama 2018 diperkirakan berada pada kisaran 3,1%-3,5% (yoy).
Grafik 7.3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (Brent) Grafik 7.4. Prospek Inflasi
Sumber: World Bank, diolah Sumber:
Badan Pusat Statistik, diolah
Proyeksi Bank Indonesia
Pencapaian inflasi 2018 diperkirakan sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar
3,5%±1%. Peningkatan inflasi di tahun 2017 lebih disebabkan tekanan dari administered price. Kenaikan biaya
perpanjangan STNK sempat memberikan shock sementara di awal tahun 2017. Kemudian, hilangnya subisidi listrik
cukup memberikan tekanan yang berarti hingga akhir semester I 2017. Selain itu, kenaikan bea cukai rokok juga
memberi andil terhadap peningkatan inflasi di 2017. Tekanan-tekanan inflasi tersebut diperkirakan tidak akan
terjadi selama 2018. Meski perkiraan World Bank bahwa harga minyak dunia akan mengalami peningkatan pada
2018, peningkatan yang terjadi tidak signifikan. Sehingga diperkirakan pemerintah tidak akan menaikkan harga
bahan bakar minyak di tahun 2018.
Di sisi lain, jalinan kerjasama yang terus dibina oleh anggota TPID selama 2017 baik di tingkat Provinsi maupun
Kabupaten diprediksi akan memberikan dampak terhadap pencapaian inflasi yang lebih terkontrol pada tahun
2018. Internalisasi roadmap inflasi pada RPJMD dan RKPD juga diprediksi akan memudahkan Pemprov dan
Pemkab untuk mendapat suntikan anggaran pengelolaan inflasi lebih besar dibandingkan tahun 2018. Dengan
adanya roadmap pengendalian inflasi, Sulawesi Barat dapat memiliki arah yang lebih jelas dalam mengendalikan
harga. Selain itu, adanya pencetakan lahan baru, pembentukan klaster-klaster komoditas yang telah berjalan
selama 2017 diharapkan mampu menekan harga komoditas yang selama ini selalu menyumbang inflasi di Sulawesi
Barat.
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016 2017
Harga Minyak Brent 50 USD per barrel
Pert. Harga Minyak (yoy) - rhs
$/bbl % yoy
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
4,91%
3,28%
5,91%
7,89%
5,07%
% yoy
Inflasi tahunanInflasi triwulananProyeksi
2017: 3,8 - 4,2%
2,23%2018: 2,9 - 3,3%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
72
Bab 07. Prospek Perekonomian
Secara umum risiko-risiko yang berpotensi memberikan tekanan terhadap inflasi di Sulawesi barat selama 2018
antara lain kondisi cuaca ekstrim terjadi di Sulawesi Barat yang akan mengganggu produksi sumber daya alam
seperti padi dan ikan, kenaikan harga bahan bakar minyak, dan kenaikan harga rokok.
7.3. Rekomendasi
Melihat perkembangan ekonomi dan inflasi terkini dan perkiraan ke depannya, perekonomian Sulawesi Barat
punya potensi tinggi di sektor sumber daya alam. Dengan porsi lapangan usaha pertanian yang cukup besar
membuat Sulawesi Barat dapat menjadi daerah dengan perekonomian yang tinggi dan inklusif.
1. Perlunya melakukan langkah-langkah strategis untuk mendorong perekonomian sebagai berikut:
a. Fokus kepada hilirisasi komoditas unggulan khususnya kelapa sawit dan kakao sehingga produk
ekspor antar daerah dan luar negeri tidak lagi dalam bentuk bahan mentah. Sebagai contoh produk
olahan kelapa sawit yang dijual ke luar Sulawesi Barat minimal dalam bentuk Crude Palm Oil (CPO)
disertai pengembangan ke arah produk barang jadi;
b. Untuk mendukung peningkatan nilai tambah dari sektor agroindustri, dibutuhkan pengembangan
sekolah vokasi yang berbasis kepada bisnis pertanian;
c. Mendorong percepatan pemberdayaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik
Desa (BUMDes) sebagai penggerak perekonomian dari sisi produksi dan distribusi serta optimalisasi
penggunaan dana desa ke arah yang lebih produktif dengan program pemberdayaan masyarakat;
d. Mengeluarkan beberapa paket kebijakan ekonomi yang dapat menstimulasi dan mempermudah
investor untuk berinvestasi di Sulawesi Barat antara lain mempermudah perizinan, perencanaan tata
ruang dan pembebasan lahan;
e. Mendorong pembangunan lanjutan infrastruktur fisik untuk mendukung konektivitas antar wilayah
untuk memperlancar distribusi barang dan jasa melalui peningkatan kualitas & kuantitas infrastruktur
jalan, serta optimalisasi pelabuhan dan bandara sebagai penghubung antar wilayah dengan
penambahan fasilitas pendukung.
2. Untuk meminimalisir dampak fluktuasi inflasi yang berasal dari ikan tangkap, kami merekomendasikan
untuk memperbaiki alur ekonomi bisnis perikanan dari sisi produksi, distribusi, dan konsumsi.
a. Sisi produksi: mempermudah berbagai jenis perizinan nelayan untuk melaut dan mempermudah
skema pembiayaan bagi nelayan;
b. Sisi distribusi: pengembangan dan optimalisasi cold storage disertai pengembangan struktur pasar
komoditas perikanan ke arah lebih kompetitif;
c. Sisi konsumsi: pencatatan konsumsi ikan masyarakat sehingga dapat diketahui jumlah produksi yang
diperlukan. Hal ini menjadi penting ketika jumlah produksi telah mencukupi maka surplus produksi
dapat dijual ke luar Sulawesi Barat sehingga inflasi ikan terjaga disertai peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
3. Melihat perkiraan inflasi Sulawesi Barat pada tahun 2018 yang lebih rendah dari tahun sebelumnya,
pemantauan harga yang beredar di pusat perbelanjaan masyarakat harus terus dilakukan agar tidak terjadi
kenaikan harga yang diakibatkan peningkatan ekspektasi harga di masyarakat. Selain itu, penguatan
peran, koordinasi dan aksi dari Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) tetap dibutuhkan baik di tingkat
provinsi maupun kabupaten.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOvember 2017
73
Lampiran
Istilah Keterangan
Administered price Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham
preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu Negara
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan
kesepakatan antara bank dengan nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat
dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor)
atau kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia
tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
E-money Uang elektronik
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek
atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate
governance
Tata kelola yang baik
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat
ditimbulkan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Barat - NOVEMBER 2017
74
Istilah Keterangan
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam
pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-
penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur
organisasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealerUtama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara
keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak
membahayakan kelangsungan usahanya
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu bulan tertentu
terhadap satu bulan sebelumnya
Push factor Faktor pendorong
Prompt indicator Indikator yang menunjukkan arah variabel acuan pada waktu bersamaan
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate
demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam
jangka pendek
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya
ditawarkan oleh bank-bank ritel
Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti
panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun
perkembangan harga komoditas pangan internasional
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu
tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu yang sama satu tahun
sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titilk waktu
tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun
sebelumnya (31 Desember)