kajian ekonomi regional banten triwulan iii 2010 - bi.go.id · perusahaan sejenis. adanya...
TRANSCRIPT
Triwulan III 2010
i
Kajian Ekonomi Regional Banten
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah melimpahkan rahmat serta ridha-Nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi
Regional (KER) Banten Triwulan III 2010 dapat diselesaikan dan diterbitkan. Kajian Ekonomi
Regional yang diterbitkan secara periodik setiap triwulan, merupakan salah satu perwujudan
peranan Bank Indonesia Serang kepada stakeholders baik Kantor Pusat Bank Indonesia
maupun stakeholders daerah dalam memberikan informasi maupun analisis terhadap kondisi
terkini perekonomian Banten maupun prospeknya di masa mendatang.
Buku Kajian Ekonomi Regional ini mencakup kajian mengenai perkembangan
makroekonomi regional Banten saat ini; perkembangan inflasi; perbankan dan sistem
pembayaran; perkembangan keuangan daerah; perkembangan ketenagakerjaan dan
kesejahteraan serta outlook perekonomian ke depan. Berdasarkan asesmen pada Triwulan III
2010, perkembangan kinerja perekonomian Banten secara umum semakin membaik dengan
pertumbuhan sebesar 6,13% (yoy).
Sementara itu perkembangan inflasi Banten berada pada kondisi yang relatif masih
terjaga pada level 4,59% (yoy), yang diperkirakan didorong cukup kuat oleh adanya
peningkatan administered prices berupa kenaikan tarif dasar listrik. Kinerja perbankan relatif
stabil walaupun cenderung melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Diprakirakan
kinerja perekonomian pada triwulan mendatang dapat lebih baik dibandingkan triwulan
laporan yang merupakan dampak positif dari kinerja berbagai sektor saat ini dan prospeknya
di periode ke depan.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada
semua pihak baik Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, Pemerintah Daerah Provinsi di
Banten,perusahaan/asosiasi di Provinsi Banten serta pihak-pihak lainnya yang tidak bisa kami
sebutkan satu-persatu. Kiranya kajian ini dapat memberikan manfaat yang optimal bagi
pengembangan perekonomian Provinsi Banten.
Serang, 9 November 2010
TTD
Andang Setyobudi Pemimpin
Triwulan III 2010
iii Kajian Ekonomi Regional Banten
Daftar Isi
Ringkasan Eksekutif Halaman v Tabel Indikator Ekonomi Banten Halaman ix
Bab I Kondisi Makro Ekonomi Regional Halaman 1 Sisi Permintaan Halaman 1 Sisi Penawaran Halaman 8
Bab II Perkembangan Inflasi Daerah Halaman 21 Perkembangan Inflasi Banten Halaman 21
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi Halaman 31 Boks 1. Upaya Stabilisasi Harga di Wilayah Banten Halaman 35
Bab III Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Halaman 39
Perkembangan Intermediasi Bank Umum Halaman 40 Perkembangan Intermediasi Bank Perkreditan Rakyat Halaman 47
Perkembangan Intermediasi Perbankan Syariah Halaman 47 Perkembangan Kredit Usaha Rakyat Halaman 49 Perkembangan Sistem Pembayaran Halaman 49
Boks2. Pemberdayaan Sektor Riil Melalui Pengembangan UMKM Komoditas Bahan Makanan
Halaman 51
Bab IV Keuangan Daerah Halaman 55 Pendapatan Daerah Halaman 55
Belanja Daerah Halaman 57
Bab V Kesejahteraan Masyarakat Halaman 59 Ketenagakerjaan Halaman 59
Kesejahteraan Masyarakat Halaman 62
Triwulan III 2010
iv
Kajian Ekonomi Regional Banten
Bab VI Prospek Perekonomian Halaman 65
Pertumbuhan Ekonomi Halaman 65 Inflasi Halaman 73
Untuk Informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Kelompok Kajian dan Survei Kantor Bank Indonesia Serang Jl. Yusuf Martadilaga No. 12 Serang – Banten Ph : 0254 – 223788 Fax : 0254 – 223875
email : [email protected], [email protected] atau [email protected] Website : www.bi.go.id
Triwulan III 2010
1
Kajian Ekonomi Regional Banten
BAB I PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL
Kinerja perekonomian Banten pada Triwulan III 2010 dicerminkan oleh terus
membaiknya kinerja komponen sektoral maupun pengeluaran secara simultan hingga
mengalami akselerasi pada level pertumbuhan sebesar 6,13% (yoy). Tercatat
pertumbuhan ekonomi Banten pada Triwulan III 2010 mencapai level 6,13% (yoy) yang lebih
tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,80% (yoy) atau tertinggi sepanjang
Triwulan I 2008 hingga saat ini.
Membaiknya ekspektasi konsumen pada periode laporan mendorong tingkat
konsumsi pada level yang kuat dengan kecenderungan meningkat, sementara itu
ekspektasi pelaku usaha terhadap kondisi dan prospek perekonomian yang relatif baik
diperkirakan berpengaruh cukup signifikan terhadap gairah investasi dan kinerja
sektoral. Berdasarkan indikator survei kepada konsumen dan pelaku usaha di Banten maupun
nasional, terindikasi adanya kecenderungan perbaikan persepsi pelaku ekonomi terhadap
kondisi perekonomian saat ini. Berdasarkan proyeksi yang dilakukan oleh International
Monetary Fund pada World Economic Outlook 2010, pada tahun 2010 ekonomi dunia
bertumbuh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya khususnya negara-negara di kawasan
ASEAN. Selain itu, tren penguatan nilai Rupiah terhadap USD hingga akhir Triwulan III 2010
diperkirakan juga berimbas positif terhadap perekonomian Indonesia termasuk Banten.
1.1. SISI PERMINTAAN
Relatif tingginya pertumbuhan dari sisi permintaan karena ditopang oleh
meningkatnya seluruh komponen, terutama konsumsi swasta dan pemerintah serta
ekspor. Tingkat konsumsi swasta diperkirakan tumbuh kuat dengan tendensi meningkat, yang
didorong oleh meningkatnya pendapatan masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan,
yang dibantu oleh pembiayaan perbankan yang relatif tinggi. Tingginya tingkat konsumsi
masyarakat tersebut juga dicerminkan oleh indikator-indikator survei. Membaiknya kinerja
sektoral khususnya sektor industri pengolahan yang merupakan kontributor terbesar PDRB
Banten kemudian mendorong optimisme investor maupun calon investor untuk menanamkan
modalnya di Banten. Sementara itu menguatnya permintaan internasional mampu mendorong
kinerja ekspor luar negeri Banten yang lebih tinggi pada periode laporan.
Triwulan III 2010
2
Kajian Ekonomi Regional Banten
Tabel I.1 Pertumbuhan PDRB Banten Sisi Permintaan (% yoy)
Tw III* Tw IV* Tw I* Tw II* Tw III*
1. Konsumsi Swasta 5,25 5,00 5,21 5,60 5,80 5,95
2. Konsumsi Pemerintah 5,00 6,00 4,60 3,50 3,87 5,10
3. Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) 7,54 6,10 7,08 7,80 7,92 7,96
4. Ekspor -1,42 0,61 0,17 1,45 1,85 2,10
5. Impor -0,99 1,23 0,42 1,85 1,82 1,854,64 4,82 4,69 5,48 5,80 6,13
UraianNo.
PDRB
2009*2009 2010
Sumber: BPS Provinsi Banten, *) Perkiraan Bank Indonesia
1.1.1. Konsumsi
Tingkat konsumsi masyarakat pada periode laporan diperkirakan tetap kuat dengan
pertumbuhan yang meningkat pada perkiraan level 5,95% (yoy). Menguatnya daya beli
masyarakat oleh meningkatnya pendapatan dari bonus dan tunjangan serta adanya stimuli
peningkatan konsumsi seiring perayaan keagaaman diperkirakan menjadi faktor-faktor yang
dapat meningkatkan laju konsumsi masyarakat Banten pada periode laporan. Sementara itu di
pedesaan, Indeks Nilai Tukar Petani Banten berada di atas level 100, yang mengindikasikan
adanya penguatan daya beli dan konsumsi masyarakat pedesaan.
1 2 3 4 5 6 7 8 9
2010
Angsuran/Cicilan 6,20 8,30 6,90 6,60 9,10 9,50 15,8 9,50 8,00
Simpanan 12,1 15,3 16,0 13,8 16,3 14,5 18,9 16,7 14,3
Konsumsi 81,8 76,4 77,0 79,6 74,6 75,9 65,3 73,9 77,7
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
Grafik I.1. Perkembangan Perkiraan Tingkat Konsumsi, Simpanan dan Angsuran
Masyarakat Banten
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Triwulan III 2010
3
Kajian Ekonomi Regional Banten
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
140,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9
2008 2009 2010
Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Grafik I.2. Indeks Keyakinan Konsumen
dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Banten
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
140,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9
2008 2009 2010
Indeks Kondisi Penghasilan Saat Ini
Indeks Kondisi Ketersediaan Lapangan Kerja
Grafik I.3. Indeks Kondisi Penghasilan dan
Ketersediaan Lapangan Kerja Banten
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Tabel I.1. Perkembangan Nilai Tukar Petani per Sub Sektor Provinsi Banten
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III
Pangan 92,94 95,80 98,29 100,06 100,81
Hortikultura 105,90 104,79 102,57 103,25 108,73
Perkebunan Rakyat 106,27 104,53 102,41 104,15 102,16
Peternakan 108,61 107,41 105,32 103,93 107,24
Perikanan 98,64 96,78 96,21 96,21 98,38
NTP 98,77 99,67 100,11 101,18 103,09
NTP per Sub Sektor20102009
Sumber: BPS Provinsi Banten
Dukungan pembiayaan dari perbankan maupun perusahaan multifinance diperkirakan
akan tetap kuat dan mempengaruhi peningkatan konsumsi pada Triwulan III dan
Triwulan IV 2010 khususnya melalui pembelian kendaraan bermotor jenis sepeda
motor. Di samping itu, kemudahan persyaratan yang diberikan oleh ATPM/dealer mobil juga
turut mendukung peningkatan pembelian kendaraan bermotor. Namun, kondisi gangguan
cuaca, kenaikan Tarif Dasar Listrik, dan peningkatan permintaan musiman, diprakirakan akan
meningkatkan laju inflasi di Triwulan III 2010 sehingga akan menahan peningkatan konsumsi
yang seyogyanya dapat bertumbuh lebih tinggi.
Triwulan III 2010
4
Kajian Ekonomi Regional Banten
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
90,0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2008 2009 2010
Indeks Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan Lama
Grafik I.4. Perkembangan Impor Barang
Konsumsi Tidak Tahan Lama dan Semi
Tahan Lama Banten
Sumber: Bank Indonesia
-150
-100
-50
0
50
100
150
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2009 2010
% y
oy
Consumer Goods Not Elswhere Specified (Semi-Durable)
Consumer Goods Not Elswhere Specified (Non-Durable)
Grafik I.5. Perkembangan Impor Barang
Konsumsi Tidak Tahan Lama dan Tahan
Lama Banten
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Tetap kuatnya tingkat konsumsi masyarakat yang didukung oleh stimulus perayaan keagamaan
juga tercermin dari tingginya penggunaan sarana angkutan air melalui pelabuhan Merak.
Berdasarkan informasi, diperkirakan jumlah penumpang yang menggunakan sarana
pengangkutan laut dari pelabuhan tersebut mencapai 150.000 orang, lebih tinggi
dibandingkan dengan pada puncak arus mudik tahun sebelumnya dengan total sekitar 142.000
orang. Begitu pula dengan penggunaan moda angkutan darat kereta api, pada awal Ramadhan
penjualan tiket kereta api di Stasiun Kota Serang dengan berbagai tujuan telah 100% terjual,
lebih baik dibandingkan dengan penjualan tahun sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari
langkah PT. Kereta Api yang telah menerapkan sistem pemesanan tiket online untuk tujuan luar
kota yang direspon secara baik pula oleh masyarakat di Kota Serang.
1.1.2. Investasi
Kinerja investasi Banten diperkirakan stabil dengan kecenderungan meningkat secara
moderat pada periode laporan sebesar 7,96% (yoy). Salah satu produsen besar subsektor
industri alas kaki dengan orientasi 100% ekspor, melakukan investasi perluasan senilai USD 21
juta pada Semester I 2010 yang merupakan nilai investasi tertinggi dibandingkan dengan
perusahaan sejenis. Adanya permasalahan terkait dengan ketenagakerjaan di negara lain, relatif
rendahnya angka labour turn over di wilayah ini serta kondisi keamanan yang cukup kondusif
meningkatkan potensi peningkatan investasi pada subsektor tersebut di Triwulan III 2010.
Kondisi ini didukung oleh tingginya permintaan ekspor dari negara tujuan utama seperti USA.
Tercatat, ekspor produk alas kaki dari Banten pada bulan Juli dan Agustus 2010 sebesar USD
287,74 juta yaitu hampir mencapai 40% dibandingkan ekspor alas kaki semester I 2010 sebesar
USD 763,56 juta.
Triwulan III 2010
5
Kajian Ekonomi Regional Banten
Berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia Serang, diperoleh informasi tentang permintaan luar
negeri yang membaik dan membuka peluang sub sektor industri alas kaki untuk melakukan
ekspansi sehingga meningkatkan kinerja sub sektor industri alas kaki ke depan. Perusahaan
sepatu dengan orientasi ekspor memprediksi bahwa permintaan di masa datang terus
membaik, sehingga mendorong beberapa perusahaan sepatu untuk melakukan ekspansi
dengan melakukan pembangunan pabrik baru di wilayah Provinsi Banten. Ekspansi tersebut
memiliki nilai lebih dari USD 80 juta dan diperkirakan akan menyerap lebih dari 20.000 tenaga
kerja.
Sementara itu, investasi swasta dalam bentuk pembangunan properti komersial maupun
residensial di Banten khususnya di Tangerang juga berkembang pesat. Kondisi perekonomian
yang membaik dan tingkat suku bunga perbankan yang relatif stabil serta perolehan laba bersih
yang bertumbuh tinggi pada berbagai pengembang besar di Banten mendukung keyakinan
pelaku usaha dan investor untuk berekspansi serta meningkatkan investasi pada sektor properti.
-200
-100
0100
200
300
400
500600
700
800
-
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
Rib
u T
on %
y-o
-y
Volume Impor Barang Modal Growth (RHS)
Grafik I.6. Perkembangan Impor Barang
Modal Banten
Sumber: Bank Indonesia
-1.000
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
-
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
Rib
u T
on %
y-o
-y
Volume Impor Alat Transportasi untuk Industri Growth (RHS)
Grafik I.7. Perkembangan Impor Alat
Transportasi untuk Industri
Sumber: Bank Indonesia
1.1.3. Ekspor – Impor1
Tabel I.2. Perkembangan Ekspor dan Impor Banten Tahun 2010
Tw I Tw II Tw III*
Nilai 1.712.109.151 1.918.230.241 1.332.591.356
Volume 890.166.123 885.678.810 649.345.488
Nilai 3.884.236.067 3.777.695.224 2.433.759.560
Volume 2.498.979.854 2.621.985.716 2.022.979.419
Impor
Ekspor
Uraian2010
Sumber: Bank Indonesia (* Sampai dengan Agustus 2010)
1 Data ekspor dan impor merupakan angka sementara (hingga Agustus 2010)
Triwulan III 2010
6
Kajian Ekonomi Regional Banten
Kinerja ekspor terindikasi meningkat, khususnya pada produk-produk utama ekspor
seperti alas kaki, tekstil dan besi/baja. Ekspor produk baja dari Banten sepanjang Triwulan
III 2010 diperkirakan meningkat, seiring dengan tingginya kebutuhan baja internasional.
Tercatat volume ekspor produk baja dari Banten sepanjang Juli dan Agustus 2010 meningkat
sangat signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sejak bulan Ramadhan dan
menjelang Idul Fitri permintaan baja domestik cenderung stabil, namun kondisi pasar baja
internasional menunjukkan tren yang meningkat. Sementara itu, harga baja di pasaran
internasional diperkirakan akan meningkat hingga Triwulan IV 2010 karena meningkatnya
permintaan baja dari China, kuatnya permintaan dari negara-negara Asia lainnya, serta mulai
berkurangnya stok baja dunia. Kinerja ekspor utama Banten lainnya seperti kertas dan produk
kertas, tekstil, pakaian jadi dan alas kaki cenderung bertumbuh meningkat, sementara produk-
produk unggulan lainnya seperti logam tidak mengandung besi, dan mineral bukan logam
cenderung stabil.
-40-30-20-100102030405060
0
100
200
300
400
500
600
700
800
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
% y
-o-y
USD
Ju
ta
Nilai Ekspor Growth (RHS)
Grafik I.8. Perkembangan Nilai Ekspor
Banten
Sumber: Bank Indonesia
(40,00)
(30,00)
(20,00)
(10,00)
-
10,00
20,00
30,00
40,00
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
US
D J
uta
% y
-o-y
Volume Ekspor Growth (RHS)
Grafik I.9. Perkembangan Volume Ekspor
Banten
Sumber: Bank Indonesia
Tabel I.3. Perkembangan Ekspor Produk-produk Utama Banten (Manufactured Goods)
Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mei-10 Jun-10 Jul-10 Agust-10
Volume 48.577.689 53.525.181 51.419.965 55.240.985 51.475.868 47.293.624 46.383.648 52.774.744
Growth -30,34 7,36 9,21 22,90 6,19 -17,85 6,58 27,84
Volume 10.717.517 11.688.262 12.646.114 13.009.098 11.491.609 11.578.649 11.712.976 11.969.891
Growth 25,71 19,18 25,64 18,50 7,57 10,37 11,70 17,29
Volume 16.125.224 8.261.149 17.747.640 4.876.896 7.373.542 7.316.749 3.399.420 55.056.626
Growth -81,52 -58,16 -63,91 -43,73 31,01 40,89 703,18 136,62
Volume 7.518.114 6.984.034 7.956.951 7.600.449 7.716.708 8.367.234 8.391.766 9.792.076
Growth 184,97 84,81 83,96 45,90 29,32 18,29 17,01 22,11
Volume 15.550.197 15.744.711 18.586.544 21.063.502 19.818.902 24.269.692 21.573.976 22.247.089
Growth 24,23 97,51 132,37 104,87 94,47 126,00 88,18 39,93
Mineral bukan
logam
Logam Tidak
Mengandung Besi
Besi/Baja
Tekstil
Kertas dan Produk
Kertas
Uraian
Sumber: Bank Indonesia
Triwulan III 2010
7
Kajian Ekonomi Regional Banten
Tabel I.4. Perkembangan Ekspor Produk-produk Utama Banten (Miscellanous
Manufactured Articles)
Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mei-10 Jun-10 Jul-10 Agust-10
Volume 5.417.620 5.228.275 5.422.386 4.386.873 3.929.706 4.222.831 4.112.060 4.117.264
Growth 8,51 14,61 11,44 2,84 -4,97 -8,33 -9,29 -3,51
Volume 2.980.881 2.884.538 2.765.231 2.763.647 3.050.976 3.931.621 3.842.569 3.587.583
Growth 8,54 0,69 5,39 6,22 -8,09 22,89 12,07 20,95
Volume 8.419.483 6.807.355 6.928.695 8.858.967 8.920.657 9.458.630 8.963.996 8.108.070
Growth 41,01 18,83 38,15 38,18 24,29 43,15 74,46 64,32
Uraian
Furnitur
Pakaian Jadi
Alas Kaki
Sumber: Bank Indonesia
Di sisi lain, impor Banten cenderung stabil pada periode laporan. Dari Grafik I.10, secara
umum pertumbuhan impor Banten terindikasi masih relatif stabil bila dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Impor barang modal yang masih cenderung melambat diperkirakan
menahan laju impor barang yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena tingginya persediaan
pada periode sebelumnya oleh pelaku ekonomi/industri yang disebabkan oleh kondisi harga
yang relatif rendah pada periode tersebut, sehingga pada triwulan laporan cenderung tidak
melakukan atau mengurangi impor barang modal.
-60-40-20020406080100120140160
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
% y
oy
US
D J
uta
Nilai Impor Growth (RHS)
Grafik I.10. Perkembangan Nilai Impor
Banten
Sumber: Bank Indonesia
-100
-50
0
50
100
150
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
USD
Ju
ta
% y
oy
Volume Impor Growth
Grafik I.11. Perkembangan Volume Impor
Banten
Sumber: Bank Indonesia
-200
-100
0
100
200
300
400
500
600
700
800
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
% y
oy
Growth Volume Impor Banten
Growth Volume Impor Barang Konsumsi
Growth Volume Impor Barang Modal
Growth Volume Impor Bahan Baku/Penolong
Grafik I.12. Perkembangan Impor Barang Konsumsi, Barang Modal dan Bahan
Baku/Penolong Banten
Sumber: Bank Indonesia
Triwulan III 2010
8
Kajian Ekonomi Regional Banten
1.1.4. Konsumsi Pemerintah
Realisasi belanja pemerintah pada triwulan laporan semakin baik dan terus mendekati
targetnya dengan perkiraan mencapai sekitar 79,24% hingga akhir Triwulan III 2010.
Belanja Pemerintah Provinsi Banten hingga semester I 2010 yang tercatat pada Dinas
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Banten mencapai sebesar Rp 888,26 miliar
atau sebesar 35,37% terhadap total belanja tahun 2010. Dari prognosis APBD Banten tahun
2010 diproyeksikan realisasi belanja pemerintah provinsi Banten hingga akhir tahun 2010
sebesar Rp 2,50 triliun, belanja daerah hingga Triwulan III 2010 diperkirakan dapat mencapai Rp
1,70 triliun atau sekitar 67,54% lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi belanja daerah
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 63,85%. Realisasi belanja modal pemerintah
Provinsi Banten yang pada tahun 2010 dapat mencapai 99,43% diperkirakan dapat membantu
tingkat investasi Banten khususnya melalui pembangunan infrastruktur.
Tabel I.5. Persentase Realisasi APBD Banten
Tw I Tw II Tw III Tw I - Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III* Tw I - Tw III*APBD Banten 2.366,62 2.366,62 2.525,07 2.525,07 2.525,07 2.525,07 2.511,27 2.511,27 2.511,27 2.511,27 Realisasi per Triwulan 136,57 720,43 755,27 1.612,27 808,55 2.420,82 293,86 594,40 807,78 1.696,04
Persentase realisasi 5,77% 30,44% 29,91% 63,85% 32,02% 95,87% 11,70% 23,67% 32,17% 67,54%
20102009Uraian 2009
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Banten (angka Tw III 2010 merupakan
perkiraan Bank Indonesia)
1.2. SISI PENAWARAN
Pertumbuhan ekonomi terus berlanjut pada level yang tinggi sebesar 6,13% (yoy)
seiring dengan meningkatnya kinerja sektoral secara umum di Banten. Berbagai sektor
utama seperti sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor
pengangkutan dan komunikasi, dan beberapa sektor lainnya bertumbuh relatif tinggi pada
Triwulan III 2010. Beberapa sektor ekonomi yang terindikasi sedikit melambat pun tetap
tumbuh pada level yang tinggi, yaitu sektor pertambangan dan penggalian; sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Membaiknya perekonomian nasional
yang diindikasikan dari membaiknya tendensi bisnis di Indonesia berimbas positif terhadap
berbagai sektor di Banten. Tingginya laju perekonomian di Banten terlihat dari indeks
perkembangan realisasi kegiatan usaha di Banten yang terus meningkat, meningkatnya gairah
dan ekspektasi pelaku usaha terhadap kondisi bisnis, serta adanya ekspansi usaha khususnya di
sektor industri pengolahan.
Triwulan III 2010
9
Kajian Ekonomi Regional Banten
Tabel I.6. Pertumbuhan Ekonomi Banten Berdasarkan Sektor Ekonomi
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan
Perikanan
3,91 3,45 5,21 5,87 5,89 ↑
Pertambangan dan Penggalian 11,37 5,78 6,26 8,93 8,56 ↓
Industri Pengolahan 1,64 1,95 2,06 2,49 2,60 ↑
Listrik, Gas dan Air Bersih 4,56 5,52 12,67 11,07 12,39 ↑
Bangunan 8,73 3,54 5,87 6,97 7,39 ↑
Perdagangan, Hotel dan Restoran 7,22 7,99 8,23 8,43 9,70 ↑
Pengangkutan dan Komunikasi 10,02 11,16 11,82 11,98 12,17 ↑
Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan
11,93 9,57 8,08 7,60 6,99 ↓
Jasa-jasa 5,42 5,08 6,22 6,70 5,11 ↓
PDRB 4,64 4,82 5,48 5,80 6,13 ↑
20102009KetSektor
Sumber: BPS Provinsi Banten, Triwulan III 2010 merupakan angka sangat sementara
85
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2006 2007 2008 2009 2010
Indeks Tendensi Bisnis
Grafik I.13. Perkembangan Indeks
Tendensi Bisnis Nasional
Sumber: BPS
-30,00
-20,00
-10,00
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III
2008 2009 2010
Sald
o B
ers
ih
Realisasi Kegiatan Usaha
Grafik I.14. Perkembangan Realisasi
Kegiatan Usaha
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank
Indonesia
1.2.1. Sektor Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
Sektor pertanian meningkat secara moderat pada Triwulan III 2010 pada level 5,89%
(yoy). Musim kemarau basah pada Triwulan III 2010 yang menyebabkan kondisi kecukupan air
tanah menjadi memadai selayaknya dan mendorong peningkatan produksi padi di sentra-sentra
produksi di Banten, sehingga dapat mencapai target pada tahun 2010 sebesar 2,03 juta ton.
Gangguan berupa banjir dan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) khususnya untuk sawah
di wilayah Serang dan Lebak, diperkirakan tidak banyak mempengaruhi produksi padi pada
triwulan laporan. Dalam rangka meminimalisasi gangguan OPT tersebut di masa datang,
Pemerintah Kabupaten Lebak telah menghimbau kepada para petani untuk melakukan tanam
secara serentak pada musim tanam ketiga tahun 2010.
Triwulan III 2010
10
Kajian Ekonomi Regional Banten
Berdasarkan data ARAM II 2010, produksi padi di wilayah Banten pada tahun 2010
dapat mencapai 1,89 juta kg Gabah Kering Giling, atau meningkat sekitar 2,52% (yoy)
dibandingkan tahun sebelumnya. Sasaran indikatif Pemerintah Provinsi Banten terhadap
produksi padi mencapai 2,03 juta ton GKG pada tahun 2010. Target tersebut didukung oleh
adanya musim kemarau basah dengan curah hujan yang diperkirakan masih tetap tinggi hingga
bulan Agustus 2010 dan masuknya musim penghujan pada akhir Triwulan III 2010. Kondisi ini
justru mendukung sektor tanaman bahan makanan terutama pertanian pada sawah tadah
hujan di Banten. Selain itu, peningkatan produktivitas padi juga didukung oleh adanya program
peningkatan produktivitas padi sawah dan padi ladang yang dilakukan melalui bantuan
langsung benih unggul (BLBU) dan cadangan benih nasional (CBN).
Tabel I.7. Perkiraan Awal Musim Hujan dan Sifat Hujan di Wilayah Banten
Semester II 2010
Irigasi (Ha) Non Irigasi (Ha)
1. Pandeglang bagian barat Sep I – Sep III AN 1.652,54 29.475,78
2. Pandeglang bagian utara, Serang
bagian Selatan Sep II – Okt I N 1.196,28 15.942,15
3. Lebak bagian barat, Pandeglang
bagian timur Sep II – Okt I AN 2.039,35 22.758,85
4. Serang bagian utara, Tengerang
bagian utara, DKI Jakarta bagian
utara, Bekasi bagian utara Nov I – Nov III AN 12.551,28 63.830,01
5. Serang bagian tenggara, Tangerang
bagian selatan Sep III - Okt II N 5.018,01 30.993,61
No. DaerahAwal Musim
Hujan AntaraSifat Hujan
Luas Sawah
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
Ket: (AN: di Atas Normal, N: Normal)
Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) tanaman pangan yang cenderung meningkat
diperkirakan juga disebabkan oleh meningkatnya kinerja sektor pertanian Banten.
Membaiknya kinerja sektor pertanian Banten khususnya subsektor tanaman pangan
menyebabkan indeks NTP tanaman pangan semakin meningkat dan menunjukkan adanya
peningkatan daya beli petani pada sektor tersebut.
84
86
88
90
92
94
96
98
100
102
Jun-0
8
Jul-08
Agust
-08
Sep-0
8
Okt-
08
Nop-0
8
Des-
08
Jan
-09
Feb-0
9
Mar-
09
Apr-
09
Mei-0
9
Jun-0
9
Jul-09
Agust
-09
Sep-0
9
Okt-
09
Nop-0
9
Des-
09
Jan
-10
Feb-1
0
Mar-
10
Apr-
10
Mei-1
0
Jun-1
0
Jul-10
Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan
Grafik I.5. Perkembangan Indeks NTP Tanaman Pangan Banten
Sumber: BPS Provinsi Banten
Triwulan III 2010
11
Kajian Ekonomi Regional Banten
Tabel I.8. Indeks Nilai Tukar Petani per Subsektor
Tw III Tw IV Tw I Tw II Juli Agustus
Pangan 92,94 95,80 98,29 100,06 101,14 100,51
Hortikultura 105,9 104,79 102,57 103,25 108,53 109,44
Perkebunan Rakyat 106,27 104,53 102,41 104,15 104,69 102,02
Peternakan 108,61 107,41 105,32 103,93 105,68 106,42
Perikanan 98,64 96,78 96,21 96,21 97,50 97,56
NTP 98,77 99,67 100,11 101,18 103,19 102,92
NTP per Sub Sektor2009 2010
Sumber: BPS Provinsi Banten
Sementara itu, kinerja subsektor pertanian hortikultura, peternakan dan perikanan
cenderung meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan subsektor tanaman pangan
pada Triwulan III 2010 sehingga menyebabkan peningkatan Nilai Tukar Petani
subsektor tersebut. Meningkatnya kinerja subsektor hortikultura, peternakan dan perikanan
diperkirakan dapat menopang sektor pertanian untuk tumbuh stabil dengan tendensi sedikit
lebih baik dibandingkan dengan Triwulan II 2010.
1.2.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor pertambangan dan penggalian bertumbuh pada level yang tinggi sebesar
8,56% (yoy) namun mengalami sedikit perlambatan. Faktor utama penyebabnya
adalah melambatnya ekspor mineral bukan logam maupun logam tidak mengandung
besi pada periode laporan. Pada Triwulan III 2010 terlihat adanya tren penurunan ekspor
barang-barang galian. Terlihat pada grafik I.16, volume ekspor mineral tidak mengandung
logam dan logam bukan besi menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Bahkan
pada ekspor logam bukan besi (non ferrous metal) terindikasi menurun sejak triwulan
sebelumnya. Perlambatan pada sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan juga
mempengaruhi perlambatan kebutuhan pembiayaan perbankan untuk sektor tersebut. Pada
posisi Agustus 2010, kredit perbankan untuk sektor pertambangan dan penggalian tercatat
sebesar Rp 228,61 miliar dengan level pertumbuhan sebesar 47,26% (yoy) yang relatif
melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
(80,00)
(60,00)
(40,00)
(20,00)
-
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
-
50
100
150
200
250
Tw I Tw II Tw III Tw IV
Tw I Tw II Tw III Tw IV
Tw I Tw II Tw III*
2008 2009 2010
Rp
Mil
iar %
y-o
-y
Kredit Sektor Pertambangan Growth (RHS)
Grafik I.16. Perkembangan Kredit untuk Sektor Pertambangan Berdasarkan Lokasi
Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia
Triwulan III 2010
12
Kajian Ekonomi Regional Banten
-150
-100
-50
0
50
100
150
200
250
-
5
10
15
20
25
30
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7
2008 2009 2010
Rib
u T
on
% y
oy
Volume Ekspor Mineral Tidak Mengandung Logam
Growth (RHS)
Grafik I.17. Perkembangan Volume Ekspor
Mineral Tidak Mengandung Logam
Banten
Sumber: Bank Indonesia
-100
-50
0
50
100
150
200
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7
2008 2009 2010
Rib
u T
on
% y
oy
Volume Ekspor Logam Non Besi Growth (RHS)
Grafik I.18. Perkembangan Volume Ekspor
Logam Bukan Besi Banten
Sumber: Bank Indonesia
1.2.3. Sektor Industri Pengolahan
Perkembangan sektor industri pengolahan terus menunjukkan kinerja yang
meningkat. Pertumbuhan sektor tersebut pada Triwulan III 2010 berada pada level
2,60% (yoy). Kinerja berbagai perusahaan pada sektor industri pengolahan di Banten
terindikasi terus membaik. Subsektor industri baja, kertas dan kimia yang merupakan industri-
industri utama di Banten terindikasi meningkat, seiring dengan membaiknya perekonomian
domestik tahun 2010 yang diproyeksikan dapat bertumbuh mencapai 6,6% (yoy) oleh IMF dan
pertumbuhan ekonomi dunia yang dapat mencapai sekitar 4,6% (yoy) pada tahun 2010.
Tabel I.9. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara Maju di Dunia
2010 2011
Dunia 3,0 -0,6 4,6 4,3
USA 0,4 -2,4 3,3 2,9
Eropa 0,6 -4,1 1,0 1,3
Jepang -1,2 -5,2 2,4 1,8
UK 0,5 -4,9 1,2 2,1
Canada 0,5 -2,5 3,6 2,8
Negara Maju Lainnya 1,7 -1,2 4,6 3,7
Proyeksi20092008Area
Sumber: World Economic Outlook Update July 2010, IMF
Meningkatnya permintaan domestik maupun internasional, serta ekspektasi pelaku usaha
terhadap perekonomian mendatang diperkirakan dapat mendorong peningkatan kinerja sektor
industri pengolahan pada periode mendatang. Tren meningkatnya European Purchasing
Manager Index pada Triwulan III 2010 juga mengindikasikan adanya ekspektasi yang semakin
membaik terhadap kondisi bisnis global pada masa mendatang di Eropa. Kondisi tersebut
memacu ekspor dari Indonesia termasuk Banten ke negara tujuan ekspor seperti Eropa
khususnya untuk produk alas kaki, serta komoditas kertas dan produk kertas pada saat ini dan
triwulan mendatang.
Triwulan III 2010
13
Kajian Ekonomi Regional Banten
Grafik I.19. European Purchasing Managers’ Index
Sumber: Bloomberg
-60
-40
-20
0
20
40
60
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III
2009 2010
Sal
do
Be
rsih
Industri Pengolahan
Grafik I.20. Indeks Ekspektasi Kegiatan
Usaha Sektor Industri Pengolahan
Wilayah Banten 6 Bulan yang Akan
Datang
Sumber: Bank Indonesia
(40,00)
(30,00)
(20,00)
(10,00)
-
10,00
20,00
30,00
40,00
-
5
10
15
20
25
30
Tw I Tw II Tw
III
Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III
Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III*
2008 2009 2010
Rp
Tri
liu
n % y
-o-y
Kredit Sektor Industri Pengolahan Growth (RHS)
Grafik I.21. Perkembangan Kredit untuk
Sektor Industri Pengolahan Berdasarkan
Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia
Kinerja subsektor industri pengolahan utama seperti besi/baja, kimia, kertas terus menunjukkan
perbaikan. Permintaan baja domestik sempat mengalami sedikit perlambatan pada bulan
Ramadhan namun diperkirakan kembali stabil setelah perayaan Idul Fitri 1431 H. Kondisi ini
akan terus meningkat hingga Triwulan IV 2010 seiring dengan kebutuhan yang tinggi untuk
pembangunan proyek-proyek infrastruktur pemerintah dan swasta (seperti untuk kebutuhan
industri otomotif dan suku cadang yang meningkat) serta permintaan dunia yang diproyeksikan
terus meningkat hingga akhir tahun 2010. Permintaan besi dan baja nasional diproyeksikan
dapat tumbuh sekitar 5%-10% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dimana sekitar 55%
terhadap total kebutuhan (sekitar 5 juta ton) dapat dipenuhi oleh pasar domestik dan sisanya
(sekitar 4 juta ton) berasal dari impor.
Triwulan III 2010
14
Kajian Ekonomi Regional Banten
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
180,00
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2008 2009 2010
Angka Indeks Industri Baja
Grafik I.22. Indeksasi Industri Besi dan Baja dari Banten
Sumber: Produsen Baja Banten
Sementara itu, meningkatnya harga bahan baku baja berupa bijih besi maupun scrap dan
meningkatnya permintaan, diperkirakan akan mendorong harga baja dunia terus meningkat.
Harga baja dunia pada awal tahun 2010 relatif rendah, tetapi pada bulan Maret-April 2010
terdorong meningkat seiring dengan asumsi perekonomian dunia yang membaik. Adanya
sentimen negatif dari fenomena krisis di Eropa menekan kenaikan harga baja dunia pada Mei-
Juni 2010, baru pada sejak awal Triwulan III 2010 harga baja mulai kembali meningkat.
Peningkatan tersebut disebabkan oleh pemangkasan produksi baja oleh berbagai produsen di
dunia dan meningkatnya permintaan, seperti permintaan baja China yang oleh World Steel
diperkirakan Association dapat meningkat sekitar 10% pada tahun 2010.
-200
-1000
100200
300
400500
600700
800
-
10 20
30 40
50
60 70
80 90
100
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
Rib
u T
on
% y
oy
Volume Ekspor Besi/Baja Growth (RHS)
Grafik I.23. Perkembangan Ekspor Besi
dan Baja dari Banten
Sumber: Bank Indonesia
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7
2007 2008 2009 2010
USD
/to
n
Harga Ekspor Besi dan Baja
Grafik I.24. Rata-rata Harga Ekspor Besi
dan Baja dari Banten
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu pada subsektor industri kimia, terdapat salah satu produsen kimia terbesar di
Banten meningkatkan produksi bahan baku plastik mudah terurai dan ramah lingkungan
[polyethylene degradable asrene-SF5008E) secara bertahap sesuai permintaan pasar. Untuk
tahap awal, tingkat produksi produk yang baru diproduksi mulai Agustus 2010 tersebut hanya
mencapai 2.500 hingga 3.000 per bulan. Kapasitas produksi terpasang mencapai kisaran
70.000 ton per tahun atau sekitar 6.000 ton per bulan, sehingga pada periode ke depan
kapasitas produksi akan ditingkatkan sesuai dengan permintaan bahan baku plastik ramah
lingkungan saat ini sekitar 6.000 ton per bulan.
Triwulan III 2010
15
Kajian Ekonomi Regional Banten
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
-
20
40
60
80
100
120
140
160
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
Rib
u T
on %
yo
y
Volume Ekspor Bahan Kimia Growth (RHS)
Grafik I.25. Perkembangan Ekspor Bahan Kimia dari Banten
Sumber: Bank Indonesia
Meningkatnya permintaan kertas pada Semester I 2010 telah mendorong kenaikan harga bubur
kertas baik serat pendek maupun serat panjang pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Peningkatan permintaan dunia dan peningkatan harga pulp dan kertas hingga
pertengahan tahun 2010 menjadi penyebab peningkatan penjualan dan laba bersih
perusahaan. Diperkirakan pertumbuhan usaha dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di
sub sektor tersebut dapat mencapai 10%-20% hingga akhir tahun 2010. Salah satu produsen
pulp dan kertas dengan skala besar di Banten akan meningkatkan kapasitas produksi
pulp/bubur kertas menjadi sekitar 2,4 juta ton pada tahun 2010, dimana pada tahun
sebelumnya hanya berkisar 2 juta ton per tahun. Pasokan bahan baku kayu yang mencukupi
serta kondisi kapasitas mesin yang memadai diharapkan dapat mendukung pencapaian target
tersebut. Dengan peningkatan produksi pulp tersebut, maka kapasitas produksi kertas dapat
ditingkatkan dari sekitar 700.000 ton pada tahun 2009 menjadi sekitar 800.000 ton pada
tahun 2010.
-40-30-20-10010203040506070
-
10
20
30
40
50
60
70
80
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7
2008 2009 2010
Rib
u T
on
% y
oy
Volume Ekspor Kertas dan Produk Kertas Growth (RHS)
Grafik I.26. Perkembangan Ekspor Kertas
dan Produk Kertas Banten
Sumber: Bank Indonesia
-
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1.000
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7
2007 2008 2009 2010
USD
/to
n
Harga Ekspor Kertas dan Produk Kertas
Grafik I.27. Perkembangan Rata-rata Harga
Ekspor Kertas dan Produk Kertas Banten
Sumber: Bank Indonesia
1.2.4. Sektor Bangunan
Kinerja sektor bangunan terlihat semakin meningkat pada periode laporan yang
bertumbuh cukup tinggi sebesar 7,39% (yoy). Membaiknya ekspektasi pelaku dunia usaha
terhadap perekonomian dan daya beli masyarakat pada periode mendatang diperkirakan
Triwulan III 2010
16
Kajian Ekonomi Regional Banten
mampu memberikan imbas positif yang signifikan terhadap kinerja sektor bangunan di Banten.
Optimisme dari pengembang-pengembang besar yang direalisasikan melalui pembangunan
berbagai properti komersial maupun residensial khususnya di wilayah Tangerang dan Serang
diperkirakan akan terus terjaga positif hingga triwulan mendatang. Sementara itu, tren
penurunan suku bunga kredit yang semakin membaik seiring dengan dipertahankannya BI Rate
pada level 6,5% hingga September 2010 semakin memberikan kemudahan akses pembiayaan
melalui kredit sehingga mendorong peningkatan minat masyarakat untuk membeli properti.
Tetap tingginya investasi dalam bentuk properti (yang relatif tidak mengalami penyusutan nilai)
juga menjadi pendorong peningkatan sektor properti. Selama periode Semester I 2010,
berbagai pengembang yang berlokasi di Banten berhasil membukukan laba bersih yang lebih
tinggi dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2009.
Tabel 1.10. Kinerja Beberapa Emiten Properti Semester I 2010
2009 2010 2009 2010 2009 2010Alam Sutera Realty 66,52 123,94 86,32 232,86 396,77 70,39 28,56 31,24 Summarecon Agung 68,72 101,63 47,89 255,24 677,63 165,49 26,92 15,00
Bumi Serpong Damai 125,07 182,55 45,96 535,63 606,91 13,31 23,35 30,08 Lippo Karawaci 208,56 221,06 5,99 284,86 292,27 2,60 73,22 75,64
Laba Bersih (Rp
Miliar)EmitenGrowth
(%)
Pendapatan (Rp
Miliar)Growth
(%)
Margin Laba Bersih
(%)
Sumber: Laporan Keuangan Emiten per Juni 2010, Bursa Efek Indonesia
-150,00
-100,00
-50,00
0,00
50,00
100,00
150,00
T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III
2008 2009 2010
Sald
o B
ers
ih
Realisasi Kegiatan Usaha
Grafik I.28. Perkembangan Indeks
Realisasi Kegiatan Usaha di Banten
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank
Indonesia
-50,00
-40,00
-30,00
-20,00
-10,00
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*
2009 2010
% y
oy
Konsumsi ruko dan rukan
Grafik I.29. Perkembangan Indeks Realisasi
Kegiatan Usaha di Banten
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia
1.2.5. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
Sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan mengalami peningkatan kinerja
yang cukup tinggi pada Triwulan III 2010 sebesar level 9,70% (yoy). Relatif kuatnya
konsumsi pada Triwulan III 2010 diperkirakan memberikan dorongan positif terhadap kinerja
sektor perdagangan, hotel dan restoran. Adanya beberapa stimulus seperti peningkatan
Triwulan III 2010
17
Kajian Ekonomi Regional Banten
pendapatan tahunan, besarnya Tunjangan Hari Raya pada tahun ini, pembelian barang tahan
lama yang meningkat dan membaiknya outlook perekonomian nasional diperkirakan akan
meningkatkan kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sementara itu meningkatnya
daya beli masyarakat di pedesaan khususnya petani tanaman pangan diprediksi juga menjadi
faktor yang mendorong peningkatan konsumsi masyarakat dan kinerja sektor ini.
Perkembangan tingkat hunian hotel di Banten untuk triwulan laporan juga diperkirakan akan
terus mengalami tren peningkatan seperti tahun sebelumnya.
-80,00
-60,00
-40,00
-20,00
0,00
20,00
40,00
60,00
T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III
2008 2009 2010Sa
ldo
Bers
ih
Realisasi Kegiatan Usaha
Grafik I.30. Perkembangan Indeks
Realisasi Kegiatan Usaha Sektor
Perdagangan di Banten
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, Bank
Indonesia
53,1154,21
56,66
58,54
56,5
61,14
48
50
52
54
56
58
60
62
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
2009 2010
%
Tingkat Hunian Hotel
Grafik I.31. Perkembangan Tingkat Hunian
Hotel di Banten
Sumber: Survei Harga Properti Komersial, Bank
Indonesia
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
90,0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2008 2009 2010
Indeks Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan Lama
Grafik I.32. Perkembangan Indeks
Ketepatan Waktu Pembelian Barang
Tahan Lama di Banten
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
(5,00)
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tw I Tw II Tw III Tw
IV
Tw I Tw II Tw III Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III*
2008 2009 2010
Rp
Tri
liu
n % y
-o-y
Kredit Sektor Perdagangan Growth (RHS)
Grafik I.33. Perkembangan Kredit untuk
Sektor Perdagangan Berdasarkan Lokasi
Proyek di Banten
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia
1.2.6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi yang meningkat sebesar 12,17% (yoy)
pada triwulan laporan diperkirakan didorong oleh peningkatan pembiayaan yang
signifikan dari perbankan dan terus membaiknya sektor industri pengolahan. Pada
pertengahan Triwulan III 2010 kredit yang diberikan untuk sektor pengangkutan tercatat
Triwulan III 2010
18
Kajian Ekonomi Regional Banten
bertumbuh sangat tinggi sebesar 271,13% (yoy) dengan nominal Rp 1,39 triliun. Tingginya
pembiayaan perbankan untuk sektor tersebut diperkirakan mendorong peningkatan kinerja dari
sektor pengangkutan dan komunikasi. Diperkirakan kredit perbankan tersebut juga
dipergunakan untuk membiayai impor alat transportasi untuk kebutuhan non industri yang
bertumbuh tinggi hingga pertengahan Triwulan III 2010.
(50,00)
-
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
300,00
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
Tw I Tw II Tw
III
Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III
Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III*
2008 2009 2010
Rp
Mil
iar %
y-o
-y
Kredit Sektor Pengangkutan Growth (RHS)
Grafik I.34. Perkembangan Kredit untuk
Sektor Pengangkutan Berdasarkan Lokasi
Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia
-200,00
0,00
200,00
400,00
600,00
800,00
1000,00
1200,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2009 2010
% y
oy
Transport Equipment (Non Industrial)
Grafik I.35. Perkembangan Impor Alat
Transportasi (Non Industri) Banten
Sumber: Bank Indonesia
505,97
349,10
39,92
8,1713,3417,07
5,55
23,51
0,00
100,00
200,00
300,00
400,00
500,00
600,00
% y
oy
Telephone Set
Grafik I.36. Perkembangan Impor Telephone Set Banten
Sumber: Bank Indonesia
1.2.7. Sektor-sektor Lainnya
Sektor listrik, gas dan air diperkirakan bertumbuh cukup tinggi pada level 12,39%
(yoy) pada Triwulan III 2010 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar
11,07% (yoy). Kinerja sektor listrik, gas dan air pada periode laporan yang terlihat meningkat
didorong adanya pembiayan perbankan yang masih bertumbuh tinggi dan peningkatan
kebutuhan impor barang-barang terkait kelistrikan, gas dan air hingga pertengahan Triwulan III
2010.
Triwulan III 2010
19
Kajian Ekonomi Regional Banten
-
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
-
1
2
3
4
5
6
Tw I Tw II Tw III Tw IV
Tw I Tw II Tw III Tw IV
Tw I Tw II Tw III*
2008 2009 2010
Rp
Tri
liu
n % y
-o-y
Kredit Sektor LGA Growth (RHS)
Grafik I.37. Perkembangan Kredit untuk
Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia
0
20
40
60
80
100
120
140
160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2009 2010
Un
it
Electricity, Gas, Steam and Hot Water
Grafik I.38. Perkembangan Impor Barang-
barang Kelistrikan, Gas dan Air Banten
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu, sektor keuangan, persewaan relatif melambat pada Triwulan III 2010
pada level 6,99% (yoy). Pertumbuhan kredit untuk lokasi proyek di Banten yang relatif
melambat pada level sekitar 25,23% (yoy) dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya
yang bertumbuh pada level 36,47% (yoy) diperkirakan memberikan efek perlambatan terhadap
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada periode laporan. Selain itu adanya
indikasi over supply pada persewaan ruko-ruko dan pergudangan di beberapa kota/daerah
industri juga menjadi salah satu penyebab perlambatan pada sektor ini.
Sektor jasa-jasa juga terlihat melambat pada level 5,11% (yoy) yang terindikasi dari
menurunnya ekspektasi pelaku usaha akan kondisi usaha sektor jasa di triwulan
laporan dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia, menunjukkan bahwa
pada pelaku usaha banyak yang cenderung menahan ekspansi usahanya. Namun
demikian, dukungan pertumbuhan kredit perbankan untuk sektor jasa sosial kemasyarakatan
yang tinggi dapat menahan perlambatan sektor jasa.
-20
0
20
40
60
80
100
120
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III
2009 2010
Sald
o B
ers
ih
Jasa-jasa
Grafik I.39 Perkembangan Kredit untuk
Sektor Jasa Dunia Usaha Berdasarkan
Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia
-
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
300,00
350,00
400,00
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
Tw I Tw II Tw
III
Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III
Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III*
2008 2009 2010
Rp
Mil
iar %
y-o
-y
Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat Growth (RHS)
Grafik I.40 Perkembangan Kredit untuk
Sektor Jasa Sosial Kemasyarakatan
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia
Triwulan III 2010
21
Kajian Ekonomi Regional Banten
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Inflasi Banten sebesar 4,59% (yoy) terlihat relatif terjaga dan berada di bawah level
inflasi nasional sebesar 5,80% (yoy) pada Triwulan III 2010. Berdasarkan hasil disagregasi
inflasi, tekanan inflasi dari kelompok volatile foods khususnya padi-padian dan bumbu-
bumbuan serta kelompok administered price khususnya kenaikan tarif dasar listrik cukup besar
dengan tendensi yang meningkat. Sementara itu, tekanan inflasi inti juga cukup kuat karena
membaiknya perekonomian yang mendorong peningkatan konsumsi masyarakat.
2.1. Perkembangan Inflasi Banten
Dari Triwulan I 2010 hingga akhir Triwulan III 2010 perkembangan inflasi Banten cukup
menggembirakan dengan level yang tetap berada di bawah level nasional bahkan
dengan selisih/deviasi yang semakin besar. Inflasi tahunan Banten pada akhir Triwulan III
2010 berada pada level 4,59% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar
5,80% (yoy), sehingga deviasinya menjadi sebesar -1,21%. Meskipun angka inflasi Banten
masih berada pada koridor sasaran inflasi nasional pada kisaran 5%±1% (yoy), namun pada
Triwulan III 2010 mulai terjadi peningkatan tekanan inflasi terutama disebabkan oleh adanya
gejolak dari sisi supply.
11,01
9,739,19
3,213,122,752,992,86
3,203,713,163,503,35
4,445,325,63
4,59
0
2
4
6
8
10
12
1 2 3 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2009 2010
% y
-o-y
Inflasi Banten
Grafik II.1 Perkembangan Inflasi Banten
Sumber: BPS Provinsi Banten
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2008 2009 2010
% y
oy
Deviasi Nasional Banten
Grafik II.2 Perbandingan Inflasi Banten dan
Nasional
Sumber: BPS Provinsi Banten dan BPS RI
Sementara itu, secara triwulanan terjadi kenaikan inflasi yang cukup signifikan pada
Triwulan III 2010. Pada bulan September 2010 inflasi triwulanan Banten mencapai level
2,23% (qtq) lebih tinggi dibandingkan dengan dua triwulan sebelumnya, yang mencapai 0,7%
(qtq) di Triwulan I 2010 dan sebesar 1,43% (qtq) di Triwulan II 2010. Kelompok bahan
Triwulan III 2010
22
Kajian Ekonomi Regional Banten
makanan, perumahan dan sandang adalah kelompok yang mengalami kenaikan harga relatif
paling tinggi pada triwulan laporan.
Tabel II.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan (% qtq) Banten per Kelompok
Kelompok Tw I '10 Tw II '10 Tw III '10
Umum 0,70 1,43 2,23
Bahan Makanan 0,70 4,88 4,49
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 1,48 0,78 0,91
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,54 0,21 2,32
Sandang 0,84 1,28 3,34
Kesehatan 1,21 0,72 1,30
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0,28 0,10 0,41
Transportasi dan Komunikasi 0,13 0,10 1,18
Sumber: BPS Provinsi Banten
Inflasi bulanan Banten mengalami tren yang relatif menurun pada Triwulan III 2010
dengan level sebesar 0,34% (mtm) pada akhir triwulan laporan. Berbagai kelompok
komoditas cenderung mengalami penurunan indeks harga kecuali kelompok sandang dan
kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Sementara itu, walaupun kenaikan
indeks harga bulanan kelompok bahan makanan relatif tinggi pada level 0,60% (mtm) pada
akhir Triwulan III 2010, namun angkanya relatif telah mulai menurun dibandingkan pada awal
Triwulan II 2010. Salah satu penyebabnya adalah indeks subkelompok bumbu-bumbuan yang
terus menurun hingga mengalami deflasi sebesar -4,38% (mtm) pada bulan September 2010
sempat mengalami kenaikan indeks harga sebesar 36,96% (mtm) pada bulan Juni 2010 yang
disebabkan adanya gangguan pasokan.
Tabel II.2. Perkembangan Inflasi Bulanan (% mtm) Banten per Kelompok
Kelompok Juli '10 Agt '10 Sep '10
Umum 0,99 0,89 0,34
Bahan Makanan 3,43 0,43 0,60
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,08 0,72 0,10
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0,15 2,07 0,09
Sandang 0,17 1,20 1,94
Kesehatan 0,26 0,92 0,12
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0,30 0,17 (0,05)
Transportasi dan Komunikasi 0,61 0,20 0,37
Sumber: BPS Provinsi Banten
2.1.1. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas
Adanya shock dari sisi supply seperti yang terjadi pada kelompok bahan makanan dan
kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada Triwulan III 2010,
mendorong peningkatan kenaikan harga pada kelompok-kelompok dengan kontribusi
besar terhadap inflasi Banten. Kelompok bahan makanan mengalami kenaikan indeks harga
yang cukup tinggi sebesar 9,00% (yoy) pada akhir Triwulan III 2010 dengan andil terbesar
Triwulan III 2010
23
Kajian Ekonomi Regional Banten
terhadap inflasi sebesar 2,05%. Sementara itu, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan
bakar mengalami kenaikan indeks harga sebesar 3,65% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan
akhir triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh adanya kenaikan administered price yaitu Tarif
Dasar Listrik sejak bulan Juli 2010.
Tabel II.3. Inflasi Tahunan (% yoy) dan Andil Inflasi Tahunan (%) Banten per Kelompok
Komoditas Banten
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw IIIAndil Tw
III '10
Umum 3,11 2,86 3,16 4,44 4,59 4,59
Bahan Makanan 2,58 1,81 1,16 7,90 9,00 2,05
Makmin, Rokok dan Tbk 10,11 8,35 5,73 5,54 4,57 0,89
Perum, Air, LGA dan BB 2,93 3,15 3,30 2,12 3,65 0,87
Sandang 7,90 7,17 5,21 7,24 6,85 0,34
Kesehatan 8,17 6,77 5,08 4,26 3,81 0,16
Pend, Rekreasi dan Olahraga 3,53 6,15 5,87 5,32 5,05 0,33
Trans, Kom dan Jasa Keu -4,59 -4,29 1,30 1,20 -0,31 -0,05
KELOMPOK
20092010
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Kelompok bahan makanan mengalami kenaikan indeks harga sebesar 9,00% (yoy)
pada akhir Triwulan III 2010 yang relatif lebih tinggi dibandingkan kedua triwulan
sebelumnya. Bahkan pada bulan Juli 2010, kelompok tersebut mengalami kenaikan indeks
harga sebesar 11,52% (yoy) yang disebabkan oleh kenaikan harga yang sangat signifikan
sebesar 85,34% (yoy) pada sub kelompok bumbu-bumbuan. Namun menuju akhir Triwulan III
2010, terlihat adanya penurunan tekanan inflasi dari sub kelompok tersebut yang didorong
oleh mulai masuknya masa panen cabe. Sub kelompok padi-padian juga memberikan kontribusi
yang cukup besar terhadap inflasi Banten pada Triwulan III 2010.
Tabel II.4. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Bahan Makanan Banten
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III
Bahan Makanan 2,58 1,81 1,16 7,90 9,00
Padi-padian, Umbi-umbian -0,05 1,94 3,59 6,35 16,03
Daging dan Hasil-hasilnya -3,04 4,49 0,36 0,80 8,85
Ikan Segar 1,95 -1,65 -3,46 -1,83 -1,28
Ikan Diawetkan -6,75 -6,68 -6,90 2,76 5,46
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya -2,73 -1,95 -2,19 0,97 3,88
Sayur-sayuran 5,54 -10,37 -5,79 6,79 2,98
Kacang - kacangan 9,55 -0,18 0,40 3,62 3,10
Buah - buahan 25,51 26,58 22,46 20,57 12,52
Bumbu - bumbuan 24,26 15,69 7,77 67,97 35,44
Lemak dan Minyak -13,38 -1,50 -4,58 -6,38 -4,33
Bahan Makanan Lainnya 9,57 5,07 2,89 2,67 1,96
Sub Kelompok2009 2010
Sumber: BPS Provinsi Banten
Triwulan III 2010
24
Kajian Ekonomi Regional Banten
21,6120,74
7,77
21,4926,57
67,97
85,34
57,55
35,44
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00%
yo
y
Bumbu-bumbuan
Grafik II.3 Perkembangan Kenaikan Indeks
Harga Tahunan Sub Kelompok Bumbu-
bumbuan
Sumber: BPS Provinsi Banten
9,00
16,03
8,85
-1,28
5,46 3,882,98 3,10
12,52
35,44
-4,33
1,962,05 0,93 0,25
-0,04
0,04 0,09 0,05 0,03 0,22 0,69
-0,07
0,00
-10-505
10152025303540
Inflasi (% yoy) Andil Inflasi (%)
Grafik II.4 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi
per Sub Kelompok Bahan Makanan
Banten
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Sementara itu kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami
tren perlambatan kenaikan indeks harga dibandingkan dua triwulan sebelumnya
terutama pada sub kelompok makanan jadi. Sumbangan kelompok ini terhadap inflasi
Banten menempati posisi kedua tertinggi sekitar 0,89%. Tingkat konsumsi masyarakat yang
tinggi terhadap kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta tingkat inflasi
kelompok tersebut yang cukup tinggi pada periode laporan menyebabkan andilnya terhadap
inflasi Banten menjadi tinggi pula. Sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol terlihat
mengalami peningkatan tren kenaikan harga sejak awal tahun 2010. Adanya kenaikan tarif
cukai rokok dan kenaikan harga tembakau diperkirakan menjadi pemicu meningkatnya harga
rokok yang kemudian mendorong peningkatan indeks harga sub kelompok tersebut.
Tabel II.5. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok
dan Tembakau Banten
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III
Makmin, rokok dan tembakau 10,11 8,35 5,73 5,54 4,57
Makanan Jadi 10,59 8,01 5,86 5,00 3,56
Minuman yang Tidak Beralkohol 11,23 8,48 6,23 6,85 5,36
Tembakau dan Minuman Beralkohol 7,49 9,01 4,70 5,80 6,71
Sub Kelompok2009 2010
Sumber: BPS Provinsi Banten
Triwulan III 2010
25
Kajian Ekonomi Regional Banten
4,57
3,56
5,36
6,71
0,890,40 0,19 0,32
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
Makmin, rokok dan tembakau
Makanan Jadi Minuman yang Tidak
Beralkohol
Tembakau dan Minuman Beralkohol
%
Inflasi (% yoy) Andil Inflasi (%)
Grafik II.5 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi per Sub Kelompok Makanan Jadi,
Minuman, Rokok dan Tembakau Banten
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Pemberlakuan kenaikan tarif dasar listrik pada awal Triwulan III 2010 diperkirakan
menjadi pemicu utama meningkatnya indeks harga kelompok perumahan, listrik, gas,
air dan bahan bakar pada Triwulan III 2010. Perkiraan tersebut didasarkan pada kenaikan
indeks harga sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air yang cukup signifikan pada
Triwulan III 2010. Pada akhir Triwulan III 2010, kenaikan indeks harga tahunan sub kelompok
tersebut mencapai kisaran 7,63% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan indeks
harga kelompok perumahan, listrik, gas, air dan bahan bakar yang berada pada level 3,65%
(yoy). Sub kelompok bahan bakar dan penerangan memberikan kontribusi yang cukup besar
terhadap inflasi Banten sekitar 0,51%. Selain itu, sub kelompok biaya tempat tinggal juga
memberikan kontribusi yang besar pula terhadap kenaikan indeks harga kelompok perumahan
dan inflasi Banten secara keseluruhan sekitar 0,25%. Adanya kenaikan harga bahan-bahan
bangunan dan sewa rumah diperkirakan memberikan andil besar terhadap peningkatan
tekanan kenaikan harga kelompok tersebut.
Tabel II.6. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan
Bahan Bakar Banten
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III
Perumahan, LGA dan Bahan Bakar 2,93 3,15 3,30 2,12 3,65
Biaya Tempat Tinggal 2,66 2,32 2,36 2,29 1,97
Bahan Bakar, Penerangan dan Air 1,24 2,92 3,70 1,64 7,63
Perlengkapan Rumahtangga 5,23 4,68 4,25 2,31 2,08
Penyelenggaraan Rumahtangga 7,00 7,01 6,00 3,05 2,68
Sub Kelompok2009 2010
Sumber: BPS Provinsi Banten
Triwulan III 2010
26
Kajian Ekonomi Regional Banten
3,65
1,97
7,63
2,08 2,68
0,870,25 0,51 0,04 0,07
0,001,002,003,004,005,006,007,008,009,00
Per
um
ahan
, LG
A d
an
Bah
an
Baka
r
Bia
ya T
emp
at T
ing
gal
Bah
an B
aka
r,
Pen
era
ng
an d
an
Air
Perl
en
gka
pan
R
um
ah
tan
gg
a
Pen
yele
ng
gar
aan
R
um
ah
tan
gg
a
%
Inflasi (% yoy) Andil Inflasi (%)
Grafik II.6 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi per Sub Kelompok Perumahan, Air, Listrik,
Gas dan Bahan Bakar Banten
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Peningkatan harga emas diperkirakan menjadi penyumbang terbesar kenaikan indeks
harga kelompok sandang pada periode laporan. Pada akhir Triwulan III 2010 kelompok
sandang mengalami perubahan indeks harga tahunan sebesar 6,85% (yoy). Tren peningkatan
harga emas dunia sejak awal Triwulan II 2010 masih berlanjut hingga periode laporan. Naiknya
harga emas dipicu pula perkiraan bahwa Bank Sentral USA akan menerapkan kebijakan
pelonggaran moneter, yang berdampak pada meningkatnya harga emas. Kenaikan harga emas
dunia tersebut menyebabkan kenaikan harga emas dalam negeri.
Tabel II.7. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Sandang Banten
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III
Sandang 7,90 7,17 5,21 7,24 6,85
Sandang Laki-laki 13,15 13,10 12,44 11,64 6,83
Sandang Wanita 3,74 3,77 3,60 2,80 3,35
Sandang Anak-anak 4,11 4,28 3,33 2,53 3,10
Barang Pribadi dan Sandang Lain 9,76 6,75 1,72 12,45 14,85
Sub Kelompok2009 2010
Sumber: BPS Provinsi Banten
6,85 6,83
3,35 3,10
14,85
0,34 0,08 0,05 0,03 0,180,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
Sandang Sandang Laki-laki
Sandang Wanita
Sandang Anak-anak
Barang Pribadi dan Sandang
Lain
%
Inflasi (% yoy) Andil Inflasi (%)
Grafik II.7 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi
per Sub Kelompok Sandang Banten
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik II.8 Perkembangan Harga Emas
Dunia
Sumber: www.goldprice.org
Triwulan III 2010
27
Kajian Ekonomi Regional Banten
Pada akhir Triwulan III 2010 kelompok kesehatan menngalami perubahan indeks harga
sebesar 3,81% (yoy) dengan kontribusi terhadap inflasi Banten sekitar 0,16%. Tren
penurunan indeks harga terjadi pada sub kelompok jasa kesehatan serta perawatan jasmani
dan kosmetika, sementara perubahan indeks harga pada sub kelompok obat-obatan dan sub
kelompok jasa perawatan jasmani cenderung meningkat. Adanya peningkatan tarif puskesmas,
ongkos bidan dan obat-obatan dengan resep diperkirakan memberikan tekanan yang cukup
besar terhadap kenaikan indeks harga kelompok kesehatan.
Tabel II.8. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Kesehatan Banten
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III
Kesehatan 8,17 6,77 5,08 4,26 3,81
Jasa Kesehatan 8,86 8,36 9,33 7,16 4,87
Obat-obatan 3,83 0,17 -1,03 -1,17 1,64
Jasa Perawatan Jasmani 4,53 6,39 5,06 3,54 7,01
Perawatan Jasmani dan Kosmetika 9,79 8,23 4,31 4,28 3,47
Sub Kelompok2009 2010
Sumber: BPS Provinsi Banten
3,814,87
1,64
7,01
3,47
0,16 0,07 0,01 0,02 0,060,001,002,003,004,005,006,007,008,00
Kese
hat
an
Jasa
Kese
hat
an
Ob
at-
ob
ata
n
Jasa
Pera
wata
n
Jasm
ani
Per
aw
ata
n Ja
sman
i d
an
Ko
smeti
ka%
Inflasi (% yoy) Andil Inflasi (%)
Grafik II.9 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi per Sub Kelompok Kesehatan Banten
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Sementara itu, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami perubahan
indeks harga sebesar 5,05% (yoy) yang cenderung menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya dengan kontribusi terhadap inflasi Banten sekitar 0,33%. Penurunan tren
kenaikan indeks harga dari kelompok tersebut dipicu terutama oleh turunnya indeks harga sub
kelompok rekreasi, terutama pada komoditas elektronik seperti VCD/DVD player, televisi
berwarna, playstation, computer dan beberapa peralatan elektronik lain. Hal ini diperkirakan
tidak terlepas dari meningkatnya impor barang-barang elektronik dari China dan menguatnya
nilai Rupiah terhadap USD hingga akhir Triwulan III 2010.
Triwulan III 2010
28
Kajian Ekonomi Regional Banten
Tabel II.9. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan
Olahraga Banten
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 3,53 6,15 5,87 5,32 5,05
Pendidikan 2,03 6,52 6,52 6,52 7,20
Kursus-kursus / Pelatihan 8,96 6,87 9,68 8,28 7,57
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 6,91 7,87 8,07 6,31 2,83
Rekreasi 3,44 2,19 0,90 -0,26 -0,91
Olahraga 8,25 3,86 -1,13 0,15 1,89
Sub Kelompok2009 2010
Sumber: BPS Provinsi Banten
5,05
7,20 7,57
2,83
-0,91
1,89
0,33 0,27 0,03 0,03
-0,01
0,00
-2,00-1,000,001,002,003,004,005,006,007,008,00
Pen
did
ikan
, Rekr
easi
d
an
Ola
hra
ga
Pen
did
ikan
Ku
rsu
s-ku
rsu
s /
Pela
tih
an
Perl
en
gka
pan
/ Per
alata
n P
end
idik
an
Rek
reas
i
Ola
hra
ga
%
Inflasi (% yoy) Andil Inflasi (%)
Grafik II.10 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan
Olahraga Banten
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Kelompok transportasi dan komunikasi secara umum mengalami perubahan indeks
harga negatif sebesar -0,31% (yoy) dengan kontribusi sebesar -0,05% terhadap inflasi
Banten pada triwulan laporan. Kondisi ini dipicu terutama oleh penurunan indeks harga
pada sub kelompok transpor sebesar -1,32% (yoy) dan kelompok komunikasi dan pengiriman
sebesar -0,40% (yoy). Tingginya impor telepon di Banten khususnya telepon seluler terutama
dari China, turunnya harga bensin (pertamax) dan harga sepeda motor di Banten diperkirakan
menjadi pendorong turunnya indeks harga kelompok transportasi dan komunikasi. Sementara
itu tingginya perubahan indeks harga sub kelompok sarana dan penunjang transportasi sebesar
10,38% (yoy) menjadi penahan laju penurunan dari kelompok tersebut.
Triwulan III 2010
29
Kajian Ekonomi Regional Banten
Tabel II.10. Inflasi Tahunan (% yoy) per Sub Kelompok Transportasi dan Komunikasi
Banten
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan -4,59 -4,29 1,30 1,20 -0,31
Transpor -8,23 -6,68 1,56 1,39 -1,32
Komunikasi Dan Pengiriman 0,71 0,28 -0,30 -0,23 -0,40
Sarana dan Penunjang Transpor 19,17 5,01 4,04 4,34 10,38
Jasa Keuangan 0,14 0,14 0,14 0,40 0,00
Sub Kelompok2009 2010
Sumber: BPS Provinsi Banten
-0,31-1,32
-0,40
10,38
0,00
-0,05 -0,16 -0,02
0,13 0,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00Tr
an
spo
rtasi
, K
om
un
ikasi
dan
Jasa
K
euan
gan
Tra
nsp
or
Ko
mu
nik
asi
Dan
Pen
gir
iman
Sara
na d
an
Pen
un
jan
g T
ran
spo
r
Jasa
Keu
an
gan
%
Inflasi (% yoy) Andil Inflasi (%)
Grafik II.11 Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan
Jasa Keuangan Banten
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
2.1.2. Inflasi Berdasarkan Kota
Inlasi Kota Tangerang cenderung mengalami tren yang meningkat hingga triwulan
laporan, yang diperkirakan disebabkan terutama karena tekanan dari gejolak
penawaran dan tetap tingginya permintaan. Inflasi Kota Tangerang pada akhir Triwulan III
2010 mencapai level 4,79% (yoy) terus meningkat dibandingkan dengan triwulan-triwulan
sebelumnya, dan lebih tinggi dibandingkan dengan kedua kota lainnya. Jika didisagregasikan,
terlihat bahwa tekanan dari gejolak barang-barang yang bersifat volatile (volatile foods
inflation) mencapai sekitar 2,00% (yoy) dengan tren yang meningkat.
Tabel II.11. Perkembangan Inflasi Tahunan (% yoy) per Kota
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III
Cilegon 4,52 3,11 3,36 4,64 4,43
Serang 6,16 4,57 4,21 4,80 3,69
Tangerang 2,29 2,49 2,92 4,34 4,79
Banten 3,11 2,86 3,16 4,44 4,59
Kota20102009
Sumber: BPS Provinsi Banten
Triwulan III 2010
30
Kajian Ekonomi Regional Banten
Tabel II.12 Perkembangan Inflasi Tahunan (% yoy) dan Andil Inflasi (%) per Kota
Inflasi Andil Inflasi Inflasi Andil Inflasi Inflasi Andil Inflasi
% y-o-y % % y-o-y % % y-o-y %
1 Umum 4.43 4.43 3.69 3.69 4.79 4.79
2 Bahan Makanan 5.52 1.42 6.90 1.64 10.00 2.22
3 Makmin, Rokok dan Tbk 4.87 1.06 4.65 1.02 4.50 0.75
4 Perum, Air, LGA dan BB 4.82 1.01 2.10 0.44 3.77 1.01
5 Sandang 1.55 0.08 4.13 0.30 8.27 0.41
6 Kesehatan 1.76 0.08 2.35 0.11 4.43 0.20
7 Pend, Rekreasi dan OR 2.37 0.16 1.21 0.08 6.30 0.43
8 Trans, Kom dan Jasa Keu 3.86 0.62 0.68 0.11 -1.21 -0.22
KelompokNo.
Cilegon TangerangSerang
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Tekanan dari sisi penawaran tercermin khususnya dari kenaikan indeks harga bahan
makanan yang mencapai 10,00% (yoy) pada akhir Triwulan III 2010. Kenaikan indeks
harga bahan makanan di Tangerang disebabkan oleh perubahan indeks harga yang cukup
signifikan dari sub kelompok padi-padian, daging dan hasil-hasilnya, bumbu-bumbuan dan
buah-buahan. Adanya perubahan tarif dasar listrik juga meningkatkan tekanan terhadap inflasi
di Kota Tangerang walaupun dampaknya tidak terlalu signifikan .
-10.00
-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
Jun-0
9
Jul-09
Aug-0
9
Sep-0
9
Oct
-09
Nov-
09
Dec-
09
Jan-1
0
Feb-1
0
Mar-
10
Apr-
10
May-
10
Jun-1
0
Jul-10
Aug-1
0
Sep-1
0
% y
oy
Volatile Foods Adm. Price Core
Grafik II.12 Perkembangan Inflasi per
Kelompok Komponen Kota Tangerang
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00Ju
n-0
9
Jul-0
9
Aug-
09
Sep
-09
Oct
-09
Nov-
09
Dec
-09
Jan-
10
Feb-1
0
Mar-
10
Apr-
10
May
-10
Jun-1
0
Jul-1
0
Aug-
10
Sep
-10
%
Volatile Foods Adm. Price Core
Grafik II.13 Sumbangan Inflasi per
Kelompok Komponen Kota Tangerang
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
Jun
-09
Jul-
09
Au
g-0
9
Se
p-0
9
Oct
-09
Nov-
09
Dec-
09
Jan
-10
Feb-1
0
Mar-
10
Ap
r-10
May-
10
Jun
-10
Jul-
10
Au
g-1
0
Se
p-1
0
% y
oy
Volatile Foods Adm. Price Core
Grafik II.14 Perkembangan Inflasi per
Kelompok Komponen Kota Serang
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
Jun-0
9
Jul-09
Aug-0
9
Sep-0
9
Oct
-09
Nov-
09
Dec-
09
Jan-1
0
Feb-1
0
Mar-
10
Apr-
10
May-
10
Jun-1
0
Jul-10
Aug-1
0
Sep-1
0
%
Volatile Foods Adm. Price Core
Grafik II.15 Sumbangan Inflasi per
Kelompok Komponen Kota Serang
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Triwulan III 2010
31
Kajian Ekonomi Regional Banten
Di Kota Serang, tekanan yang berasal dari volatile foods juga masih cenderung besar
pada akhir Triwulan III 2010 walaupun dengan tren yang menurun. Karakteristik inflasi di
Kota Serang pada triwulan laporan serupa dengan yang terjadi di Kota Tangerang. Kelompok
padi-padian, daging dan hasil-hasilnya serta kelompok bumbu-bumbuan juga mengalami
perubahan indeks harga yang tinggi di atas level inflasi Kota Serang yang pada akhir Triwulan III
2010 sebesar 3,69% (yoy). Hal ini diperkirakan karena barang-barang yang dijual di Kota
Serang sebagian besar berasal dari Pasar Induk di Tangerang sehingga gejolak supply yang
terjadi di pasar induk tersebut kemudian menimbulkan dampak ikutan terhadap perubahan
harga di Kota Serang.
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
Jun
-09
Jul-
09
Aug-0
9
Sep-0
9
Oct
-09
Nov-
09
Dec-
09
Jan-1
0
Feb-1
0
Mar-
10
Ap
r-10
May-
10
Jun
-10
Jul-
10
Aug-1
0
Sep-1
0
% y
oy
Volatile Foods Adm. Price Core
Grafik II.16 Perkembangan Inflasi per
Kelompok Komponen Kota Cilegon
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Jun
-09
Jul-
09
Au
g-0
9
Se
p-0
9
Oct
-09
Nov-
09
Dec-
09
Jan-1
0
Feb
-10
Mar-
10
Apr-
10
May-
10
Jun
-10
Jul-
10
Au
g-1
0
Se
p-1
0
%
Volatile Foods Adm. Price Core
Grafik II.17 Sumbangan Inflasi per
Kelompok Komponen Kota Cilegon
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Sementara itu di Kota Cilegon, pengaruh tarikan permintaan (core inflation) terhadap
inflasi di kota tersebut terindikasi cukup besar pada triwulan laporan. Sub kelompok
yang termasuk dalam core inflation seperti sub kelompok kursus/pelatihan, barang pribadi dan
sandang lain, ikan awetan dan bahan makanan lainnya merupakan beberapa sub kelompok
yang mengalami perubahan indeks harga cukup tinggi pada Triwulan III 2010 dan diperkirakan
berpengaruh cukup besar terhadap core inflation di kota tersebut. Meningkatnya pendapatan
dengan adanya pemberian bonus pada awal Triwulan III 2010 oleh berbagai perusahaan swasta
di Cilegon memberikan dorongan terhadap peningkatan permintaan di kota tersebut. Di sisi
lain, masuknya awal tahun ajaran baru dan peningkatan harga emas dunia yang berpengaruh
terhadap kenaikan indeks harga sub kelompok barang pribadi dan sandang lain menjadi faktor
pendorong dari sisi supply.
2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi
Tekanan inflasi pada akhir Triwulan III 2010 diperkirakan terutama disebabkan oleh
tekanan dari volatile foods dan dari kenaikan administered price. Tekanan inflasi volatile
foods terlihat meningkat signifikan menuju akhir Triwulan III 2010, sementara tekanan dari
Triwulan III 2010
32
Kajian Ekonomi Regional Banten
inflasi inti (core inflation) relatif lebih stabil. Adanya gangguan cuaca yang kurang stabil
menyebabkan pasokan bahan makanan relatif terganggu, sementara itu kenaikan tarif dasar
listrik mulai Juli 2010 terlihat memberikan tekanan terhadap kenaikan inflasi Banten khususnya
pada pertengahan Triwulan III 2010.
Harga bahan-bahan pokok khususnya pangan, daging-dagingan dan bumbu-bumbuan
terindikasi meningkat pada periode laporan. Adanya serangan penyakit daun kuning ditambah
dengan adanya faktor cuaca yang kurang mendukung dan mengakibatkan terjadinya gangguan
pasokan cabai di tingkat nasional. Sementara itu, pasokan cabai di Provinsi Banten sebagian
besar adalah dari Pasar Kramat Jati dan Pasar Tanah Tinggi yang berasal dari daerah Garut,
Kediri dan Banyuwangi, sehingga ketika terjadi gejolak pasokan dari daerah pemasok langsung
berimbas terhadap peningkatan harga cabai di Banten. Ketua Dewan Hortikultura Nasional
pada pertemuan TPID menyatakan bahwa diperkirakan harga cabai mulai akan menurun
terutama pada bulan November 2010 dengan masuknya musim panen sejak bulan Oktober
2010 dengan puncak panen pada bulan November 2010. Namun demikian perlu diwaspadai
pula adanya potensi gangguan cuaca dengan curah hujan yang tinggi dan dapat
mengakibatkan gagal panen dan banjir sehingga mempengaruhi kelancaran distribusi.
Untuk membantu stabilisasi harga bahan-bahan kebutuhan pokok, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan (Disperindag) Provinsi Banten telah mengadakan pasar murah di Serang pada
tanggal 25 Agustus 2010 dengan berbagai komoditas bahan pokok seperti makanan dan
minuman, gula pasir, mie instan, gula pasir dan lainnya. Sementara itu di Pandeglang, pasar
murah diselenggarakan pada tanggal 2-3 September 2010. Disperindag Provinsi Banten juga
telah melakukan inspeksi ke pasar-pasar untuk memantau tingkat keamanan barang-barang
dalam kemasan, dan bidang peternakan untuk komoditas daging-dagingan.
-6.00
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
Jun
-09
Jul-0
9
Aug-0
9
Sep-0
9
Oct
-09
Nov-0
9
Dec-
09
Jan-1
0
Feb-1
0
Mar-
10
Apr-
10
May-
10
Jun
-10
Jul-1
0
Aug-1
0
Sep-1
0
% y
oy
Volatile Foods Adm. Price Core
Grafik II.18 Perkembangan Inflasi Banten
per Komponen Inflasi
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
Jun-0
9
Jul-09
Aug-0
9
Sep-0
9
Oct
-09
Nov-
09
Dec-
09
Jan-1
0
Feb
-10
Mar-
10
Apr-
10
May-
10
Jun-1
0
Jul-10
Aug-1
0
Sep-1
0
%
Volatile Foods Adm. Price Core
Grafik II.19 Andil Inflasi Banten per
Kelompok Komponen
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Triwulan III 2010
33
Kajian Ekonomi Regional Banten
Tekanan dari inflasi inti terindikasi tetap kuat pada triwulan laporan dengan stance
yang relatif masih stabil. Membaiknya perekonomian yang mendorong pergerakan berbagai
sektor ekonomi serta stimulus peningkatan pendapatan masyarakat dari bonus khususnya dari
sektor industri di Cilegon dan dorongan peningkatan konsumsi menjelang tahun ajaran baru
meningkatkan permintaan terhadap barang-barang dari khususnya pada bidang pendidikan,
sandang dan biaya tempat tinggal.
Sementara itu, tekanan inflasi yang bersumber dari faktor eksternal relatif masih
terjaga. Tekanan eksternal yang meningkat terjadi dari peningkatan harga emas dunia. Namun
demikian, membaiknya nilai tukar Rupiah hingga akhir Triwulan III 2010, dan tren
perkembangan rata-rata harga barang impor juga terindikasi menurun menuju akhir Triwulan II
2010 membantu menahan gejolak inflasi yang bersumber dari faktor eksternal tersebut.
-
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
1234567891011121234567891011121234567891011121234567
2007 2008 2009 2010
USD
/Kg
Rata-rata Harga Barang Impor
Grafik II.21 Perkembangan Rata-rata
Harga Barang Impor
Sumber: Bank Indonesia
Ekspektasi masyarakat terhadap harga pun masih cenderung stabil, walaupun
terindikasi akan mengalami peningkatan pada triwulan mendatang. Ekspektasi
masyarakat yang tercermin dari indeks ekspektasi konsumen terhadap harga-harga tiga bulan
mendatang yang terindikasi tidak berfluktuasi dan masih menunjukkan pergerakan level yang
relatif stabil.
-
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5
2008 2009 2010
Ekspektasi Harga 3 bulan yang akan datang
Grafik II.22 Indeks Ekspektasi terhadap Harga Tiga Bulan yang Akan Datang
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Grafik II.20 Perkembangan Nilai Tukar
Rupiah terhadap USD
Sumber: Bank Indonesia
Triwulan III 2010
34
Kajian Ekonomi Regional Banten
Faktor terakhir yang mempengaruhi inflasi pada Triwulan III 2010 adalah administered
price. Tekanan inflasi dari kelompok administered prices cenderung meningkat yang
disebabkan oleh penetapan kenaikan tarif dasar listrik oleh pemerintah. Penetapan
kenaikan tarif dasar listrik sejak Juli 2010 oleh pemerintah, terlihat berimbas terhadap
meningkatnya tekanan inflasi administered prices di ketiga kota.
-2.00
-1.50
-1.00
-0.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
%
Cilegon
Serang
Tangerang
Grafik II.23 Perkembangan Sumbangan Inflasi dari Kelompok Administered Price per
Kota
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Triwulan III 2010
35
Kajian Ekonomi Regional Banten
Boks I. UPAYA STABILISASI HARGA DI WILAYAH BANTEN
Inflasi dalam level yang rendah dan stabil dapat membantu percepatan pembangunan ekonomi,
sebaliknya kondisi inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada
kondisi sosial ekonomi masyarakat. Fenomena ini dapat ditinjau dari beberapa hal yaitu bahwa:
1. Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan penurunan pendapatan riil dan menyebabkan
penurunan daya beli masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat inflasi yang
tinggi dapat menyebabkan masyarakat terutama yang miskin menjadi bertambah
miskin.
2. Inflasi yang tidak stabil dapat menimbulkan ketidakpastian (uncertainty), sehingga
menyulitkan agen-agen ekonomi untuk membuat keputusan baik dalam hal konsumsi,
investasi, maupun produksi sehingga pada akhirnya dapat menurunkan kinerja
perekonomian.
3. Level inflasi domestik yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi negara lain
menyebabkan tingkat bunga domestik riil menjadi relatif tidak kompetitif sehingga pada
gilirannya dapat menimbulkan tekanan terhadap Rupiah.
Sementara itu, inflasi di tingkat nasional merupakan bentukan dari inflasi daerah. Berdasarkan
Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 2007, bobot inflasi Provinsi Banten terhadap inflasi nasional
cukup besar mencapai 5,37%. Oleh karena itu, stabilisasi harga di tingkat daerah menjadi
sangat penting.
Di sisi lain, Bank Indonesia yang mengemban tugas mencapai dan memelihara stabilitas nilai
Rupiah baik terhadap barang dan jasa maupun terhadap mata uang negara lain, melalui
kebijakan moneter hanya dapat mengelola tekanan harga yang berasal dari permintaan agregat
relatif terhadap kondisi penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk merespon
kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan seperti adanya gejolak dari
sisi supply, sedangkan inflasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari sisi
penawaran seperti kenaikan BBM, banjir, gagal panen dan gejolak supply lainnya.
Menimbang hal-hal tersebut, dan bahwa laju inflasi yang tinggi akan dirasakan oleh segenap
masyarakat, maka diperlukan koordinasi antara Bank Indonesia, pemerintah pusat dan daerah
serta lembaga/institusi terkait lainnya dalam hal pengendalian inflasi. Tambahan pula,
karakteristik inflasi di Indonesia cenderung rentan terhadap shock dari sisi supply. Dalam tataran
teknis, koordinasi antara pemerintah dan BI telah diwujudkan dengan membentuk Tim
Triwulan III 2010
36
Kajian Ekonomi Regional Banten
Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak
tahun 2005.
Sementara itu di daerah, Kantor-kantor Bank Indonesia bersama pemerintah daerah dan
lembaga terkait membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah. Di Provinsi Banten, Bank
Indonesia Serang bersama jajaran Pemerintah Provinsi Banten, Kepolisian Daerah Provinsi
Banten dan beberapa lembaga lainnya telah membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah
Provinsi Banten yang dikukuhkan oleh SK Gubernur No. 580.05/Kep.271-Huk/2009 tanggal 29
Mei 2009 tentang pembentukan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Banten.
Hingga periode laporan, TPID Banten telah melaksanakan rapat-rapat bulanan dan triwulanan
yang telah menghasilkan kesepakatan bersama yang direkomendasikan kepada kepala daerah
provinsi serta kota dan kabupaten untuk dapat diperhatikan dan ditindaklanjuti. Salah satunya
adalah mengenai tekanan harga komoditas pangan khususnya padi-padian yang menunjukkan
peningkatan tekanan hingga akhir Triwulan III 2010. Dalam hal ini, Provinsi Banten sebagai
salah satu lumbung padi nasional seyogyanya dapat menikmati stabilnya harga komoditas
pangan pokok. Namun demikian pada kenyataannya justru sebaliknya, seperti harga beras di
Kabupaten Lebak yang menjadi salah satu sentra produksi padi Banten justru terbilang tinggi.
Tabel 1. Rata-rata Harga Beras di kota/kabupaten di wilayah Banten September 2010
Komoditas Satuan Kota Cilegon Kab. SerangKab.
PandeglangKab. Lebak
Kab.
Tangerang
Kota
TangerangKota Serang
Kota
Tangerang
SelatanBeras
- IR Kw I Kg 8.000 6.500 6.500 6.000 6.571 6.857 7.000 7.400 - IR Kw II Kg 6.500 6.300 6.000 5.500 6.071 6.143 6.800 7.200
- IR Kw III Kg 6.000 6.100 5.500 5.000 5.571 5.857 5.400 7.000
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Banten
Di sisi lain, BULOG yang melalui Keppres RI No. 50/1995 dapat mengendalikan harga dan
mengelola persediaan beras, gula, tepung terigu, kedelai, pakan, dan bahan pangan lainnya,
sejak krisis ekonomi tahun 1997 kemudian dipersempit perannya, dimana harga pangan
diserahkan kepada mekanisme pasar. Berdasarkan hasil dari pertemuan TPID Provinsi Banten
dengan mengundang BULOG Sub Divre Serang, diharapkan bahwa dapat disusun suatu
mekanisme agar terdapat suatu badan khusus yang dapat berperan sebagai stabilisator harga
pangan, atau mungkin berupa peninjauan kembali dan pengembalian peran BULOG seperti
sebelumnya. Selain itu, telah direkomendasikan pula beberapa hal terkait lainnya seperti
pembangunan fasilitas pergudangan dengan standar nasional di daerah lumbung pangan
sesuai skala prioritas secara terintegrasi dengan pemerintah kabupaten/kota guna mendukung
upaya stabilisasi harga pangan; revitalisasi jalur rel kereta api untuk angkutan penumpang dan
Triwulan III 2010
37
Kajian Ekonomi Regional Banten
distribusi barang di Banten dan perumusan mekanisme koordinasi dengan TPID kota/kabupaten
ataupun dengan TPID daerah lainnya dan nasional dalam upaya pengendalian harga yang
terintegrasi.
Sementara itu, sebagai upaya pengendalian harga di Kabupaten Pandeglang, secara khusus
telah dibentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kabupaten Pandeglang berdasarkan SK Bupati
No. 900/Kep.163-Huk/2010 tanggal 31 Mei 2010 tentang Pembentukan Tim Pengendali Inflasi
Daerah (TPID) Kabupaten Pandeglang.
Triwulan III 2010
39
Kajian Ekonomi Regional Banten
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN
DAN SISTEM PEMBAYARAN
Pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan pada sektor UMKM relatif lebih baik
dibandingkan dengan korporasi pada Triwulan III 2010. Kemudahan memperoleh
sumber dana lebih murah dari pasar modal dan aliansi strategis dengan investor
terutama dari luar negeri menyebabkan sektor korporasi belum menggunakan kredit
perbankan secara optimal. Kondisi ini tercermin dari tingkat pertumbuhan kredit bank umum
untuk lokasi proyek di Banten pada Triwulan III 2010 sebesar 25,23% (yoy) yang sedikit
melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 36,47% (yoy). Sementara itu,
pertumbuhan kredit UMKM meningkat dari 27,05% (yoy) menjadi 32,01% (yoy) pada triwulan
laporan. Selain itu, pertumbuhan penyaluran pembiayaan oleh bank umum/BPR syariah dan BPR
konvensional yang membaik membantu menahan laju perlambatan penyaluran pembiayaan
perbankan yang lebih besar. Hal yang menggembirakan lainnya adalah meningkatnya
penyaluran kredit program pemerintah berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Penghimpunan dana pihak ketiga pada triwulan laporan pun mengalami sedikit
perlambatan sebagai dampak penurunan suku bunga simpanan bank dan banyaknya
alternatif penyimpanan dana melalui instrumen keuangan lainnya. Kondisi tersebut
tercermin dari melambatnya penghimpunan simpanan bank umum konvensional dalam bentuk
giro. Kondisi flight to quality pada preferensi masyarakat terjadi dengan menanamkan dananya
dalam bentuk deposito yang memberikan bunga/bagi hasil yang lebih baik maupun dalam
bentuk instrumen keuangan lainnya seperti saham, danareksa dan obligasi. Selain itu,
kemungkinan adanya self financing atau membiayai usaha sendiri banyak dilakukan perusahaan
skala besar pada periode laporan.
Transaksi menggunakan sistem pembayaran non tunai kliring maupun RTGS terlihat
meningkat pada Triwulan III 2010 yang dapat menjadi sinyal terus berkembangnya
kegiatan perekonomian di Banten. Kebutuhan transaksi pelaku bisnis di Banten dalam
jumlah yang relatif besar terlihat meningkat. Pertumbuhan yang pesat dalam sektor industri
mendorong kebutuhan transaksi dengan nilai besar melalui RTGS semakin bertambah baik
transaksi dengan pelaku bisnis dari luar wilayah maupun dari dalam wilayah Banten sendiri.
Sementara itu penggunaan transaksi melalui kliring yang meningkat dapat menjadi satu indikasi
lain adanya peningkatan kinerja Usaha Kecil dan Menengah di Banten.
Triwulan III 2010
40
Kajian Ekonomi Regional Banten
3.1. PERKEMBANGAN INTERMEDIASI BANK UMUM
Perkembangan intermediasi bank umum pada pertengahan Triwulan III 2010 masih
berlangsung cukup baik walaupun mengalami sedikit perlambatan dibandingkan
dengan akhir triwulan sebelumnya. Penghimpunan DPK terindikasi sedikit melambat pada
Triwulan III 2010 walaupun pertumbuhannya masih relatif tinggi pada level 38,78% (yoy). Di sisi
lain, kredit yang disalurkan untuk proyek-proyek yang berlokasi di Banten juga mengalami
sedikit deselerasi (perlambatan) walaupun tetap berada pada level yang cukup tinggi sebesar
25,23% (yoy) dan berada di atas rata-rata pertumbuhannya sepanjang tahun 2009-2010.
Tabel III.1 Perkembangan Beberapa Indikator Bank Umum di Provinsi Banten
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*Nominal Rp Triliun 37,66 42,75 44,42 51,25 50,78
Pertumbuhan % yoy 16,42 19,22 23,43 45,04 38,78
Nominal Rp Triliun 54,63 58,02 60,39 75,70 68,65
Pertumbuhan % yoy 2,06 0,76 6,05 36,47 25,23
Nominal Rp Triliun 3,61 3,15 2,02 2,09 2,22
NPL % 6,60 5,44 3,35 2,76 3,23
Nominal Rp Triliun 29,66 31,18 33,79 36,64 38,73
Pertumbuhan % yoy 5,10 5,10 17,13 27,05 32,01
20102009UnitUraian
Kredit MKM Lokasi Proyek
Rasio Kredit Non Lancar
Berdasarkan Lokasi Proyek
Kredit Berdasarkan Lokasi
Proyek
DPK
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
3.1.1. Perkembangan Simpanan/Dana Pihak Ketiga Masyarakat
Perlambatan dari pertumbuhan simpanan dalam bentuk giro yang cukup signifikan
dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya mendorong perlambatan
penyerapan simpanan secara umum. Dana yang dapat diserap masyarakat oleh bank umum
di Banten pada Triwulan III 2010 tercatat sebesar Rp 50,78 triliun, dengan pertumbuhan
sebesar 38,78% (yoy), lebih rendah dibandingkan akhir triwulan sebelumnya dengan
pertumbuhan DPK sebesar 45,04% (yoy). Diperkirakan tren penurunan suku bunga kredit
maupun simpanan bank umum pada Triwulan III 2010, mendorong preferensi masyarakat
untuk menempatkan dana sesuai kebutuhan dalam bentuk giro dan mengubah portofolionya
ke dalam bentuk deposito dengan bunga yang lebih besar yang tercermin dari peningkatan
pertumbuhan deposito dari sebesar 49,56% (yoy) pada Triwulan II 201 menjadi sebesar
50,33% (yoy) pada triwulan laporan. Pelaku usaha cenderung menempatkan dananya dalam
bentuk deposito guna tetap mendapatkan kemudahan bertransaksi seperti dengan
menerbitkan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) dengan jaminan deposito
tersebut.
Struktur simpanan dana masyarakat di bank umum masih cenderung didominasi oleh
dana-dana jangka pendek. Deposito masih memegang porsi terbesar terhadap total
Triwulan III 2010
41
Kajian Ekonomi Regional Banten
simpanan dengan nominal Rp 23,22 triliun, namun sekitar 73% dari nilai tersebut merupakan
deposito jangka pendek dengan tempo sekitar 1-6 bulan, sedangkan untuk penempatan dana
jangka panjang masih terlihat rendah. Sementara itu sisanya sebesar Rp 27,55 triliun berada
dalam bentuk tabungan dan giro yang juga berjangka waktu pendek. Tingginya konsentrasi
DPK jangka pendek menunjukkan bahwa perbankan masih memiliki risiko likuiditas yang cukup
tinggi terutama jika kredit yang disalurkan didominasi oleh kredit dengan tenor yang lebih
panjang dibandingkan dengan jangka waktu penempatan dana masyarakat.
-5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 50,00
-
10
20
30
40
50
60
Tw
I
Tw
II
Tw
III
Tw
IV
Tw
I
Tw
II
Tw
III
Tw
IV
Tw
I
Tw
II
Tw
III
Tw
IV
Tw
I
Tw
II
Tw
III*
2007 2008 2009 2010
Rp
Tri
liu
n % y
oy
Nominal DPK Growth (RHS)
Grafik III.1 Perkembangan DPK Banten
Sumber: Bank Indonesia, (*Posisi Agustus 2010)
6,91 6,537,98 7,55
6,287,51
8,747,50
10,579,23
12,6513,08 13,23 13,62 13,48
14,5216,06 15,68
17,4018,32
11,9712,73
14,6414,82 15,57 15,63
17,94
21,24
23,28 23,22
-
5
10
15
20
25
Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*
2008 2009 2010
Rp
Tri
liu
n
Giro Tabungan Deposito
Grafik III.2 Perkembangan DPK Banten per
Jenis Simpanan
Sumber: Bank Indonesia, (*Posisi Agustus 2010)
(20,00)
(10,00)
-
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw
III*
2008 2009 2010
% y
oy
Giro Tabungan Deposito
Grafik III.3 Pertumbuhan Tahunan DPK Banten per Jenis Simpanan
Sumber: Bank Indonesia, (*Posisi Agustus 2010)
3.1.2. Perkembangan Penyaluran Kredit
Penyaluran kredit oleh bank umum untuk proyek-proyek yang berlokasi di Banten
sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Nominal kredit yang disalurkan
berdasarkan lokasi proyek di Banten pada Triwulan III 2010 tercatat sebesar Rp 68,65 triliun
yang bertumbuh sebesar 25,23% (yoy) relatif melambat dibandingkan dengan akhir Triwulan II
2010 sebesar 36,47% (yoy). Namun, kondisi tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan
bulan-bulan lainnya sepanjang tahun 2010. Hal ini tercermin dari melambatnya kredit investasi
Triwulan III 2010
42
Kajian Ekonomi Regional Banten
secara signifikan dari sebelumnya bertumbuh sebesar 73,29% (yoy) pada akhir triwulan
sebelumnya menjadi sebesar 27,61% (yoy) pada periode laporan. Melambatnya pertumbuhan
kredit investasi untuk keperluan pembangunan sektor listrik, gas dan air secara signifikan
menjadi penyebab melambatnya pertumbuhan kredit investasi secara keseluruhan.
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Tw I Tw II Tw
III
Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III
Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III*
2008 2009 2010
Rp
Tri
liu
n % y
oy
Nominal Kredit Growth (RHS)
Grafik III.4 Perkembangan Kredit
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Tw I Tw II Tw
III
Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III
Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III*
2008 2009 2010
Rp
Tri
liu
n % y
-o-y
Nominal Kredit Investasi Growth (RHS)
Grafik III.5 Perkembangan Kredit Investasi
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
0
50
100
150
200
250
0
1
2
3
4
5
6
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*
2009 2010
% y
oy
Rp
Tri
liu
n
Kredit Investasi Sektor LGA Growth (RHS)
Grafik III.6 Perkembangan Kredit Investasi
Untuk Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
-40,00
-20,00
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*
2009 2010
% y
oy
Rp
Tri
liu
n
Kredit Investasi Sektor Perdagangan Growth (RHS)
Grafik III.7 Perkembangan Kredit Investasi
untuk Sektor Perdagangan Berdasarkan
Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
Namun demikian, penyaluran kredit investasi untuk sektor perdagangan terindikasi
meningkat pada level pertumbuhan 82,27% (yoy), yang diperkirakan dapat
mendorong pertumbuhan sektor perdagangan pada periode laporan. Seperti dipaparkan
dalam Gonarsjah, Isang (2000) dalam penelitiannya mengenai Dampak Liberalisasi Perdagangan
terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia dan Antisipasinya Menghadapi Era Abad Asia Pasifik,
salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk membantu memulihkan kondisi pasca krisis
ekonomi 1997/1998 adalah dengan meningkatkan kredit investasi ke sektor pertanian dan
perdagangan khususnya untuk yang memiliki skala usaha kecil dan menengah di pedesaan.
Triwulan III 2010
43
Kajian Ekonomi Regional Banten
Pertumbuhan kredit modal kerja pun relatif mengalami sedikit perlambatan walaupun
dengan besaran yang relatif kecil dibandingkan dengan kredit investasi. Penyaluran
kredit modal kerja pada pertengahan Triwulan II 2010 adalah sebesar Rp 30,38 triliun yang
bertumbuh sebesar 19,17% (yoy) atau sedikit menurun dibandingkan dengan akhir triwulan
sebelumnya sebesar 23,05% (yoy). Kredit modal kerja untuk sektor industri pengolahan yang
merupakan sektor penyerap kredit terbesar relatif melambat karena perusahaan-perusahaan di
sektor tersebut masih memiliki inventory bahan baku/penolong pada triwulan sebelumnya.
Kondisi tersebut tercermin dari melambatnya pertumbuhan impor bahan baku/penolong,
sehingga kebutuhan pembiayaan modal kerja pun menjadi menurun.
-20.00
-15.00-10.00
-5.000.00
5.0010.00
15.0020.0025.00
30.0035.00
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Tw I Tw II Tw
III
Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III
Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III*
2008 2009 2010
Rp
Tri
liu
n % y
-o-y
Nominal Kredit Modal Kerja Growth (RHS)
Grafik III.8 Perkembangan Kredit Modal
Kerja Berdasarkan Lokasi Proyek di
Banten
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
-100
-50
0
50
100
150
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1 2 3 4 5 6 78 91011121 2 34 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 78
2008 2009 2010
Rib
u T
on %
yo
y
Volume Impor Bahan Baku/Penolong Growth (RHS)
Grafik III.9 Perkembangan Impor Bahan
Baku/Penolong Banten
Sumber: Bank Indonesia
Kredit konsumsi pun terindikasi sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya
namun tetap berada pada level yang relatif tinggi pada level 32,28% (yoy). Pada
Triwulan III 2010 kredit konsumsi yang disalurkan untuk Banten tercatat sebesar Rp 23,94 triliun
atau bertumbuh tetap tinggi namun sedikit melambat pada level 32,28% (yoy), karena pada
periode sebelumnya bertumbuh sebesar 35,14% (yoy). Diperkirakan meningkatnya pendapatan
masyarakat melalui pemberian tunjangan dalam rangka menyambut hari raya yang lebih besar
dibandingkan dengan tahun sebelumnya membantu pembiayaan konsumsi secara mandiri
sehingga kebutuhan pembiayaan konsumsi dari perbankan menjadi relatif melambat.
Triwulan III 2010
44
Kajian Ekonomi Regional Banten
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
0
5
10
15
20
25
30
Tw I Tw II Tw
III
Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III
Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III*
2008 2009 2010
Rp
Tri
liu
n % y
-o-y
Nominal Kredit Konsumsi Growth (RHS)
Grafik III.10 Perkembangan Kredit Konsumsi Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
Berdasarkan sektor ekonomi, perkembangan pembiayaan dari bank umum
konvensional terindikasi melambat pada hampir seluruh sektor kecuali sektor
pengangkutan dan sektor jasa sosial masyarakat. Kredit yang disalurkan untuk sektor
pengangkutan terindikasi terus meningkat dengan pesat hingga mencapai level pertumbuhan
sebesar 271,13% (yoy) pada periode laporan dengan nominal Rp 1,39 triliun. Terus
meningkatnya tren pembiayaan untuk sektor tersebut menjadi satu indikasi akselerasi kinerja
sektor tersebut hingga Triwulan III 2010 yang didukung oleh meningkatnya kebutuhan
konsumsi masyarakat akan moda pengangkutan dan komunikasi. Sementara itu, pertumbuhan
pembiayaan untuk sektor jasa sosial masyarakat juga terlihat meningkat signifikan mencapai
level 336,53% (yoy) dengan nominal Rp 2,93 triliun dan memiliki porsi sebesar 4,26% terhadap
total kredit, yang merupakan posisi tertinggi sejak kurun waktu 2007- Agustus 2010.
(50,00)
-
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
300,00
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
Tw I Tw II Tw
III
Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III
Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III*
2008 2009 2010
Rp
Mil
iar %
y-o
-y
Kredit Sektor Pengangkutan Growth (RHS)
Grafik III.11 Perkembangan Kredit untuk
Sektor Pengangkutan Berdasarkan Lokasi
Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
-
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
300,00
350,00
400,00
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
Tw I Tw II Tw
III
Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III
Tw
IV
Tw I Tw II Tw
III*
2008 2009 2010
Rp
Mil
iar %
y-o
-y
Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat Growth (RHS)
Grafik III.12 Perkembangan Kredit untuk
Sektor Jasa Sosial Masyarakat
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
Triwulan III 2010
45
Kajian Ekonomi Regional Banten
(50,00)
-
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
300,00
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II* Tw III
2009 2010
% y
oy
% y
oy
Growth PDRB Sektor Pengangkutan
Growth Kredit Sektor Pengangkutan (RHS)
Grafik III.13 Pertumbuhan PDRB Sektor
Pengangkutan dan Kredit untuk Sektor
Pengangkutan Berdasarkan Lokasi Proyek
di Banten
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
Pertanian
0,77%
Pertambangan
0,33%
Industri
pengolahan27,91%
Listrik,Gas dan
Air6,61%Konstruksi
3,91%Perdagangan
12,34%Pengangkutan
2,02%
Jasa Dunia Usaha5,39%
Jasa Sosial Masyarakat
4,26%
Lain-lain36,44%
Grafik III.14 Pangsa Kredit untuk Sektor
Jasa Sosial Masyarakat Agustus 2010
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia
Walaupun masih mengalami pertumbuhan yang negatif, namun perkembangan kredit
untuk industri tekstil, sandang dan kulit terindikasi terus membaik yang
mengindikasikan membaiknya subsektor tersebut. Kredit berdasarkan lokasi proyek di
Banten yang disalurkan untuk subsektor industri tekstil, sandang dan kulit pada Triwulan III
2010 adalah sebesar Rp 3,05 triliun dengan level pertumbuhan sebesar -6,18% (yoy). Industri
tekstil, sandang dan kulit yang menjadi penyerap kredit sektor industri terbesar kedua setelah
industri kimia diperkirakan akan bertumbuh membaik yang diindikasikan dari meningkatnya
kebutuhan pembiayaan dari perbankan untuk industri tersebut. Industri tekstil yang melemah
dengan adanya guncangan pasar domestik akibat masuknya barang-barang impor terutama
dari China dan melemahnya permintaan luar negeri sebagai dampak dari krisis keuangan dunia,
diperkirakan akan kembali membaik pada periode laporan dengan didorong oleh tren
membaiknya ekspor produk tersebut.
(40,00)(35,00)(30,00)(25,00)(20,00)(15,00)(10,00)(5,00)-5,00 10,00
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*
2009 2010
Rp
Tri
liu
n
% y
oy
Kredit untuk Industri Tekstil, Sandang dan Kulit
Growth (RHS)
Grafik III.15 Perkembangan Kredit untuk
Sub Sektor Industri Tekstil, Sandang dan
Kulit Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
Industri makanan,minuman dan tembakau
7,50%
Industri makanan
ternak dan ikan1,07% Industri
tekstil,sandang dan kulit15,90%
Industri kayu dan hasil-hasil kayu
3,10%
Industri bahan
kertas(pulp),kertas, hsl2
kertas,percetak7,93%
Industri pengolahan
bahan kimia dan
hasil kimia,hsl2 m.bumi20,13%
Industri pengolahan hsl2 tambang bukan
logam, selain hsl2 m.bumi
2,63%
Lainnya41,73%
Grafik III.16 Pangsa Kredit per Subsektor
Industri Triwulan III 2010 Berdasarkan
Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia
Triwulan III 2010
46
Kajian Ekonomi Regional Banten
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
-
2
4
6
8
10
12
14
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7
2008 2009 2010
Rib
u T
on
% y
oy
Volume Ekspor Tekstil Growth (RHS)
Grafik III.17 Perkembangan Ekspor Tekstil Banten
Sumber: Bank Indonesia
(20,00)
(10,00)
-
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
-5
10 15 20 25 30 35 40 45
Tw I Tw II Tw III
Tw IV
Tw I Tw II Tw III
Tw IV
Tw I Tw II Tw III*
2008 2009 2010
Rp
Tri
liu
n
% y
oy
Nominal Kredit MKM Growth Kredit MKM (RHS)
Growth Kredit Non MKM (RHS)
Grafik III.18 Perkembangan Kredit MKM
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
MKM56,42%
Non MKM43,58%
Grafik III.19 Pangsa Kredit MKM dan Non
MKM Triwulan III 2010 Berdasarkan Lokasi
Proyek di Banten Agustus 2010
Sumber: Bank Indonesia
Terus meningkatnya preferensi perbankan untuk menyalurkan kredit MKM yang
tercermin dari meningkatnya tren penyaluran kredit MKM diharapkan dapat
membantu kinerja UMKM di Banten. Kredit yang disalurkan untuk MKM berlokasi proyek di
Banten pada posisi pertengahan Triwulan III 2010 tercatat sebesar Rp 38,73 triliun dengan
pertumbuhan sebesar 32,01% (yoy) relatif tertinggi sepanjang tahun 2009-2010 atau naik dari
periode sebelumnya. Dari 9 sektor ekonomi, penyaluran kredit MKM tercatat bertumbuh
meningkat ke hampir seluruh sektor terutama sektor pertambangan dan sektor jasa sosial
masyarakat, hanya kredit untuk sektor konstruksi dan jasa dunia usaha yang mengalami
perlambatan. Diharapkan perkembangan yang baik ini dapat membantu pelaku UMKM dalam
meningkatkan kinerja usahanya dan membantu mendorong perekonomian Banten secara
umum.
Triwulan III 2010
47
Kajian Ekonomi Regional Banten
Tabel III.2 Perkembangan Penyaluran Kredit MKM per Sektor Ekonomi Berdasarkan
Lokasi Proyek di Banten
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*
Pertanian 165.828 173.129 189.229 133.487 203.027 20,63
Pertambangan 66.086 69.662 97.567 84.472 132.747 110,80
Industri pengolahan 3.394.683 3.416.430 3.655.227 4.123.167 4.082.412 19,67
Listrik,Gas dan Air 32.763 38.617 45.978 44.936 52.297 85,14
Konstruksi 629.042 650.486 651.775 752.993 721.931 10,04
Perdagangan 4.846.319 5.091.541 4.277.328 4.732.056 5.291.418 9,96
Pengangkutan 192.381 225.100 286.867 264.929 270.457 36,07
Jasa Dunia Usaha 1.655.367 1.736.934 1.636.499 1.473.842 1.346.068 -16,21
Jasa Sosial Masyarakat 378.871 445.640 566.799 772.896 2.433.597 599,73
Lain-lain 18.302.214 19.331.312 22.379.034 24.258.474 24.193.668 34,07
TOTAL 29.663.554 31.178.851 33.786.303 36.641.252 38.727.622 32,01
Growth Tw III '10*20102009
Sektor
Sumber: Bank Indonesia, (* posisi Agustus 2010)
3.2. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT2
Perkembangan intermediasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada Triwulan III 2010
bertumbuh lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Penyaluran kredit oleh
BPR di Banten pada pertengahan Triwulan III 2010 mencapai Rp 627,07 miliar yang bertumbuh
meningkat sebesar 17,09% (yoy) yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada
triwulan sebelumnya sebesar 12,55% (yoy). Sementara itu penghimpunan DPK mencapai Rp
449,39 miliar, atau sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan lalu pada level
pertumbuhan 26,59% (yoy). Kondisi tersebut kemudian berdampak pada Loan to Deposit Ratio
(LDR) BPR di Provinsi Banten yang semakin meningkat dibandingkan triwulan lalu menjadi
sebesar 139,54% pada triwulan laporan.
Tabel III.3 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Provinsi Banten
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw IIIJumlah bank (tidak termasuk kantor cabang) 73 73 73 73 74 73 73
Total Aset (Rp Juta) 632.110 653.591 688.540 736.765 777.128 813.846 835.735
Dana Pihak Ketiga (Rp Juta) 324.265 339.426 356.250 374.586 420.734 442.812 449.391
Kredit yang diberikan (Rp Juta) 502.522 526.150 538.856 539.985 550.073 592.204 627.073
LDR (%) 154,97 155,01 151,26 144,16 130,74 133,74 139,54
2009Indikator
2010
Sumber: Statistik Bank Perkreditan Rakyat Konvensional Bank Indonesia
3.3. PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH
Perkembangan intermediasi bank umum syariah dan unit usaha syariah cenderung
melambat pada Triwulan III 2010 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Total
dana pihak ketiga yang dihimpun bank umum syariah dan unit usaha syariah pada triwulan
2 Bank Perkreditan dimaksud merupakan BPR konvensional, data pada Triwulan III 2010 merupakan posisi
Agustus 2010
Triwulan III 2010
48
Kajian Ekonomi Regional Banten
laporan mencapai Rp 2,82 triliun. Sementara itu pembiayaan yang diberikan mencapai Rp 1,83
triliun Percepatan pertumbuhan kredit terindikasi tidak setinggi pertumbuhan penghimpunan
Dana Pihak Ketiga, sehingga berimbas pada Finance to Deposit Ratio (FDR) pada Triwulan III
2010 sebesar 64,83% sedikit lebih rendah dibandingkan pada triwulan sebelumnya sebesar
72,31%. Perkembangan yang menggembirakan adalah rasio pembiayaan yang tidak lancar
(Non Performing Finance/NPF) yang berada dalam koridor aman di bawah 5% dan membaik
dibandingkan periode sebelumnya.
Tabel III.4. Perkembangan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
di Provinsi Banten
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw IIIAset Rp Miliar 1.790 2.096 2.476 2.694 3.545
Pembiayaan Rp Miliar 990 1.111 1.244 1.507 1.827
Dana Pihak Ketiga Rp Miliar 1.347 1.498 1.726 2.084 2.818
FDR % 73,50 74,17 72,07 72,31 64,83
NPF % 5,45 2,92 3,00 3,40 3,07
2009Indikator Satuan
2010
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia
Sementara itu, kinerja Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) menunjukkan
peningkatan pada Triwulan III 2010 walaupun terdapat sedikit peningkatan risiko
dengan meningkatnya rasio kredit non lancar. Perkembangan kegiatan intermediasi BPRS
di Banten secara umum terlihat semakin baik. Pada triwulan laporan tercatat terjadi
peningkatan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan simpanan yang
mendorong naiknya Finance to Deposit Ratio (FDR) dari sebelumnya sebesar 104,52% pada
Triwulan II 2010 menjadi sebesar 110,91% pada akhir Triwulan III 2010. Membaiknya kinerja
pembiayaan BPR syariah pada triwulan ini sebaiknya tetap perlu diwaspadai mengingat terjadi
pula penurunan kinerja pengembalian pembiayaan yang terindikasi dari tren meningkatnya NPF
hingga mencapai besaran 10,59% pada periode laporan. BPRS di Banten dapat lebih
memantau kelayakan calon debitur dalam proses pemberian pembiayaan dan progress
pengembaliannya.
Tabel III.5. Perkembangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Provinsi Banten
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III
Aset Rp Juta 224.783 238.676 250.440 257.011 277.376
Pembiayaan Rp Juta 182.902 193.925 204.840 190.011 209.150
Dana Pihak Ketiga Rp Juta 149.668 160.071 176.178 181.791 188.575
FDR % 122,21 121,15 116,27 104,52 110,91 NPF % 4,97 5,67 5,52 8,81 10,59
Indikator Satuan2009 2010
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia
Triwulan III 2010
49
Kajian Ekonomi Regional Banten
3.4. PERKEMBANGAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)
Penyaluran Kredit Usaha Rakyat/KUR di Provinsi Banten pada pertengahan Triwulan III
2010 meningkat cukup signifikan. Nominal KUR yang disalurkan pada bulan Agustus 2010
adalah sebesar Rp 622,43 miliar (bertumbuh cukup signifikan sebesar 85,52% yoy) dengan
jumlah debitur 49.717 debitur. Walaupun penyaluran KUR pada pertengahan Triwulan III 2010
relatif tidak sebaik akhir Triwulan II 2010 namun terlihat masih bertumbuh sangat tinggi,
dengan pertumbuhan debitur baru yang lebih baik sebesar 43,50% (yoy). Sementara itu dari sisi
bank penyalur, belum terdapat pergeseran struktural dari bank penyalur KUR di wilayah Banten.
BRI (termasuk BRI mikro) masih menjadi penyalur dengan porsi terbesar pada Triwulan III 2010.
Tabel III.6. Perkembangan KUR di Provinsi Banten per Bank Penyalur
2008
Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*
Kredit (Rp Juta) 5.683 6.483 6.803 6.803 6.803 6.803 11.053 12.853
Debitur (Rp Juta) 21 23 24 24 24 24 33 37
Kredit (Rp Juta) 3.418 3.151 2.530 2.789 2.508 2.133 2.879 4.562
Debitur (Rp Juta) 17 17 18 23 21 15 19 36
Kredit (Rp Juta) 10.772 14.397 15.272 15.607 21.312 18.925 26.509 28.976
Debitur (Rp Juta) 58 69 72 71 90 142 203 90
Kredit (Rp Juta) 15.705 15.305 21.512 16.955 17.455 17.705 18.105 18.435
Debitur (Rp Juta) 46 45 581 49 50 51 52 53
Kredit (Rp Juta) 85.706 95.155 97.397 94.334 87.563 88.032 128.607 137.360
Debitur (Rp Juta) 654 706 718 702 658 651 895 937
Kredit (Rp Juta) 123.151 129.000 134.000 145.157 156.968 176.530 201.013 218.238
Debitur (Rp Juta) 28.445 30.297 31.611 33.354 35.727 38.309 43.728 47.400
Kredit (Rp Juta) 8.158 7.814 12.919 60.575 65.673 151.862 162.524 165.100
Debitur (Rp Juta) 44 58 117 424 541 628 724 766
Kredit (Rp Juta) - - - - - 345 17.176 36.903
Debitur (Rp Juta) - - - - - 5 210 398
Kredit (Juta Rp.) 252.592 271.306 290.433 342.220 358.282 462.334 567.866 622.426
Debitur 29.285 31.215 33.141 34.647 37.111 39.825 45.864 49.717
2010
4
BNI3
UraianBankNo.2009
Bank Mandiri1
BTN7
BRI Mikro6
BRI5
Bank Bukopin
Bank Jabar Banten8
T O T A L
Syariah Mandiri2
Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM, data Tw III ’10 merupakan angka sementara
(posisi Agustus 2010)
3.5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Transaksi pembayaran non tunai menggunakan kliring terindikasi stabil cenderung
meningkat pada periode laporan yang memberikan sinyal semakin tingginya
perputaran usaha di Banten. Penggunaan kliring sebagai sarana dalam penyelesaian
transaksi usaha terlihat meningkat pada Triwulan III 2010 baik secara nominal maupun volume.
Pada keseluruhan Triwulan III 2010 penggunaan pembayaran non tunai melalui kliring tercatat
sebanyak 61.445 lembar warkat yang meningkat sekitar 6,67% (yoy) dibandingkan triwulan
dengan pertumbuhan 5,90% (yoy). Sementara itu nominal transaksi yang dihasilkan
menggunakan piranti tersebut adalah sebesar Rp 1,40 triliun dengan level pertumbuhan
sebesar 11,98% (yoy) yang bertumbuh stabil moderat dibandingkan triwulan lalu yang
mencatatkan transaksi sebesar Rp 1,29 triliun dan pertumbuhan juga 11,98% (yoy).
Triwulan III 2010
50
Kajian Ekonomi Regional Banten
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
46
48
50
52
54
56
58
60
62
64
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III
2009 2010
Rp
Mil
iar %
yo
y
Volume Growth (RHS)
Grafik III.20 Perkembangan Transaksi
Kliring Berdasarkan Volume di Wilayah
Serang
Sumber: Statistik Sistem Pembayaran Bank
Indonesia
-10
-5
0
5
10
15
20
25
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III
2009 2010
Rp
Mil
iar %
yo
y
Nominal Growth (RHS)
Grafik III.21 Perkembangan Transaksi
Kliring Berdasarkan Nominal di Wilayah
Serang
Sumber: Statistik Sistem Pembayaran Bank
Indonesia
Tabel III.7. Perkembangan Penggunaan RTGS di Wilayah Banten
Nominal
(Rp Miliar)Volume
Nominal
(Rp Miliar)Volume
Nominal
(Rp Miliar)Volume
Triwulan I 2009 78.577 23.089 18.787 28.302 1.586 2.486
Triwulan II 2009 46.591 23.322 17.733 28.417 1.738 2.950
Triwulan III 2009 14.842 21.197 17.507 26.183 1.813 2.961
Triwulan IV 2009 14.539 22.198 17.677 25.704 1.674 3.358
Triwulan I 2010 13.833 21.165 17.363 25.464 1.724 3.085 Triwulan II 2010 18.616 24.799 19.459 25.838 2.501 3.548
Triwulan III 2010 17.593 28.681 18.280 29.158 2.641 3.946
From To From - To Periode
Sumber: Statistik Sistem Pembayaran Bank Indonesia, diolah
Membaiknya kinerja perekonomian tercermin pula dari adanya peningkatan
penggunaan transaksi non tunai dengan nilai besar melalui RTGS. Kegiatan penyelesaian
transaksi keuangan bernilai besar dengan menggunakan piranti Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement (RTGS) pada Triwulan III 2010 secara umum menunjukkan peningkatan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada Triwulan III 2010, jumlah aliran dana yang
mengalir ke Banten adalah sebesar Rp 18,28 triliun atau rata-rata sebesar Rp 6,09 triliun per
bulannya, lebih tinggi dibandingkan dengan aliran dana yang keluar dari wilayah Banten
dengan rata-rata sebesar Rp 5,86 triliun per bulan atau sebesar Rp 17,59 triliun sepanjang
Triwulan III 2010. Kondisi ini juga mengindikasikan semakin meningkatnya ekspor produk dari
Banten ke luar wilayah Banten pada triwulan laporan.
Triwulan III 2010
51
Kajian Ekonomi Regional Banten
Boks 2. PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN
UMKM PENGHASIL KOMODITAS BAHAN MAKANAN
Sumbangan inflasi dari kelompok bahan makanan yang tinggi di Provinsi Banten, menjadikan
pasokan dan distribusi komoditas dalam kelompok tersebut membutuhkan perhatian khusus.
Peningkatan kapasitas dan produktivitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang menjadi
produsen bahan makanan sangat penting. Berbagai upaya terus dilakukan untuk mencapai
target tersebut, dan diharapkan usaha pemberdayaan kepada UMKM dimaksud akan
membawa hasil tersedianya bahan makanan yang relatif murah di masyarakat secara
berkesinambungan dan mampu memenuhi permintaan pasar domestik maupun pasar di luar
Provinsi Banten. Upaya yang kemudian dilakukan oleh Bank Indonesia Serang adalah
melakukan identifikasi terhadap beberapa jenis bahan makanan yang memiliki potensi usaha
untuk dikembangkan, diantaranya adalah identifikasi terhadap budidaya ikan bandeng dan
rumput laut beserta lembaga keuangan mikro/koperasi yang dapat mendukung budidaya
tersebut di Provinsi Banten.
Pemilihan jenis komoditas ini adalah karena ikan bandeng pernah menjadi komoditas unggulan
yang khas dan menjadi primadona usaha budidaya masyarakat yaitu sate bandeng. Disamping
itu, pemberdayaan UMKM ini akan sejalan dengan program minapolitan dari Pemerintah
Daerah, sehingga Pemerintah Daerah pun dengan segera memberikan respon positif dan
dukungannya terhadap upaya Bank Indonesia Serang. Disamping itu, pemberdayaan jenis
komoditas ini juga mempertimbangkan kondisi yang ada pada saat ini yaitu, produksi ikan
bandeng sedang mengalami penurunan, dimana penyebab utamanya adalah karena
pencemaran lingkungan limbah tambak dan abrasi pantai serta minimnya pengetahuan
pembudidaya akan teknis produksi yang baik. Sehingga perlu pembenahan lingkungan dan
memperbaiki teknis produksi.
Gayung bersambut dari Pemerintah Daerah, kegiatan identifikasi kemudian dilakukan Bank
Indonesia Serang bersama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Serang.
Pada tanggal 5 Oktober 2010 kunjungan dilakukan ke beberapa tempat yaitu lokasi budidaya
bandeng desa Sawah Luhur Kecamatan Kasemen Kota Serang, Koperasi Pondok Pesantren
Triwulan III 2010
52
Kajian Ekonomi Regional Banten
(Kompontren) Bina Karya Serang, Kecamatan Pontang Kabupaten Serang, dan Desa Lontar
Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang.
Dari hasil kunjungan diketahui bahwa kebutuhan masyarakat pembudidaya saat ini diantaranya
adalah minimnya fasilitas dan pengetahuan untuk mempraktekan teknis produksi dengan
sistem polikultur antara bandeng dengan rumput laut gracillaria Sp, dan masyarakat mulai sadar
dan mengetahui akan pentingnya hutan mangrove guna mencegah abrasi di pantai dan pulau
di dekat lokasi budidaya. Sehingga Bank Indonesia Serang akan menindaklanjuti dengan
mengupayakan pemberian bantuan untuk pelatihan, fasilitasi penanaman pohon bakau,
pemberian bibit ikan bandeng dan bibit rumput laut.
Model budidaya polikultur menjadi pilihan masyarakat, karena terdapat hubungan simbiosis
mutualisme antara ikan bandeng dan rumput laut, dimana rumput laut dapat menyediakan
banyak sumber makanan untuk ikan bandeng, disamping itu nelayan dapat menikmati hasil
produksi dari dua komoditi tersebut dalam satu lahan yang sama. Namun masih terdapat
kendala pada proses produksi yang sederhana dan minimnya fasilitas pengolahan produk pasca
panen, yaitu hasil produksi masih belum dapat bertahan lama dan dikemas menarik untuk
dipasarkan. Kendala juga terdapat pada mahalnya harga bibit bandeng dan rumput laut. Saat
ini pasokan bibit ikan bandeng masih didatangkan dari Pulau Bali adapun bibit lokal jumlah
produksinya masih minim untuk memenuhi semua permintaan di Provinsi Banten.
Namun demikian, masyarakat terlihat tetap bersemangat melakukan budidaya ikan bandeng
dan rumput laut ini. Bahkan di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang masyarakat
menciptakan industri rumahan untuk mengolah rumput laut, karena diketahui bahwa banyak
manfaat dari rumput laut untuk berbagai jenis produk, yaitu makanan agar-agar, mie dan
manisan, produk kosmetik, kapsul, pengencer susu, bir dan sabun.
Disamping hal tersebut, Bank Indonesia Serang juga berupaya untuk mengembangkan
kompetensi para pelaku UMKM dan Sumber Daya Manusia di jajaran dinas/instansi di provinsi
Banten melalui berbagai pelatihan, pada triwulan 3 tahun 2010 ini Bank Indonesia Serang telah
turut aktif sebagai narasumber pada kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh dinas atau
instansi terkait di wilayah Provinsi Banten.
Diantaranya adalah narasumber pada acara Pelatihan kepada BPR LPK Serang yang
diselenggarakan oleh Biro Perekonomian Setda Provinsi Banten, Pelatihan Manajemen Dasar
Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Gapoktan PUAP dan pelatihan UPK dalam rangka
Triwulan III 2010
53
Kajian Ekonomi Regional Banten
pelaksanaan kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan di
Provinsi Banten Tahun 2010.
Triwulan III 2010
55
Kajian Ekonomi Regional Banten
BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Realisasi pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Banten pada Triwulan III 2010
diperkirakan mengalami akselerasi dibandingkan dengan realisasi hingga triwulan
yang sama tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan daerah hingga September 2010
mencapai sekitar Rp 2,06 triliun dengan capaian 86,51% dari targetnya di tahun 2010 sebesar
Rp 2,38 triliun. Diperkirakan perolehan pendapatan daerah Banten tahun 2010 akan
melampaui targetnya dengan proyeksi sebesar Rp 2,61 triliun atau sebesar 109,85%.
Sementara itu pada komponen belanja daerah, realisasi belanja daerah Pemerintah
Provinsi Banten pada Triwulan III 2010 juga lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi
belanja periode yang sama tahun sebelumnya. Pagu belanja daerah Provinsi Banten tahun
2010 sebesar Rp 2,51 triliun. Diperkirakan realisasi belanja daerah hingga Triwulan III 2010
dapat mencapai sekitar Rp 1,70 trilun atau sebesar 67,54% dari pagu belanja tahun 2010.
Realisasi belanja tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Triwulan III 2009 yang hanya
mencapai 63,85% dari pagu belanja di tahun tersebut.
Tabel IV.1 Ringkasan APBD dan Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Banten Tahun 2010
(dalam Rp Juta)
Nominal Persentase Nominal Persentase Nominal PersentasePendapatan Daerah 2.307.104 1.173.123 50,85 2.377.317 2.056.695 86,51 2.611.464 109,85
Pendapatan Asli Daerah 1.539.769 1.173.123 76,19 1.607.549 1.453.541 90,42 1.784.508 111,01
Dana Perimbangan 763.836 - - 766.176 599.760 78,28 822.852 107,40
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 3.500 - - 3.593 3.395 94,49 4.104 114,25 Belanja Daerah 2.525.068 1.612.273 63,85 2.511.267 1.696.043 67,54 2.503.822 99,70
Belanja Tidak Langsung 1.235.698 751.628 60,83 1.146.904 802.786 70,00 1.146.991 100,01
Belanja Langsung 1.289.370 860.645 66,75 1.364.363 893.257 65,47 1.356.830 99,45
Uraian APBD 2009Realisasi s.d Tw III 2009
APBD 2010Realisasi s.d Tw III 2010* Prognosis 2010
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Provinsi Banten (angka Triwulan III 2010
merupakan perkiraan Bank Indonesia)
4.1. Pendapatan Daerah
Realisasi pendapatan hingga tahun 2010 diproyeksikan akan melampaui target,
sementara itu pada Triwulan III 2010 pendapatan daerah diperkirakan telah mencapai
sekitar 86,51% dari targetnya. Target pendapatan Pemerintah Provinsi Banten pada tahun
2010 adalah sebesar Rp 2,38 triliun, sementara itu nominal realisasi perolehan pendapatan
daerah pada Triwulan III 2010 diperkirakan dapat mencapai Rp 2,06 triliun dengan capaian
86,51% yang lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008 dan 2009
dengan capaian masing-masing sebesar 60,71% dan 50,85% dari targetnya.
Triwulan III 2010
56
Kajian Ekonomi Regional Banten
Berdasarkan prognosis APBD Banten tahun 2010, pendapatan daerah Provinsi Banten
diproyeksikan dapat mencapai nominal Rp 2,61 triliun atau sebesar 109,85% dari
targetnya di tahun 2010, lebih tinggi daripada pencapaian tahun sebelumnya sebesar
105,59%. Tingginya angka proyeksi tersebut didorong terutama oleh tingginya pencapaian
komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD), dimana perolehan PAD hingga Semester I 2010 telah
mencapai 58,97% dari target, dan diperkirakan hingga akhir Triwulan III 2010 dapat mencapai
kisaran 86,51% dengan nominal Rp 2,06 Triliun.
Perolehan komponen pajak daerah yang memberikan kontribusi terbesar terhadap
PAD Banten dengan target sebesar Rp 1,54 triliun pada tahun 2010 diperkirakan dapat
mencapai 89,63% dari target tersebut. Upaya pemerintah daerah Provinsi Banten untuk
meningkatkan perolehan pajak sebagai komponen penting sumber pembiayaan pembangunan
daerah terus ditingkatkan dari tahun-tahun sebelumnya. Pembukaan Sistem administrasi satu
atap (Samsat) Induk Balaraja pada awal tahun 2010 untuk membantu mempermudah
pengurusan dan penyelesaian perpajakan kendaraan bermotor dan pajak lainnya dengan
cakupan pelayanan Kecamatan Balaraja, Jayanti, Sukamulya, Sindang jaya, Cikupa, Tigaraksa,
Solear, Cisoka, Kresek, Kronjo, Gunung kaler, Pasar Kemis, Kemeri dan Mekar baru.
Pembangunan samsat tersebut terbukti sangat membantu masyarakat di wilayah tersebut, yang
sebelumnya harus mengurus perpajakan kendaraan di daerah Cikokol. Selain itu, pemerintah
daerah Provinsi Banten melalui Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah (DPKAD) juga
berencana menyelenggarakan stand samsat on-line pada acara Banten Expo 2010 pada bulan
Oktober 2010 dalam rangka memperingati 10 tahun berdirinya Provinsi Banten. Diharapkan
dengan upaya-upaya tersebut dapat memberikan kemudahan dan peningkatan pelayanan
terhadap masyarakat sehingga dapat mendorong pencapaian pendapatan daerah sesuai yang
diharapkan.
Tabel IV.2 Perkiraan Realisasi Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Banten Tahun 2010
(dalam Rp Juta)
Nominal Persentase Nominal Persentase
Pendapatan Asli Daerah 1.607.549 1.453.541 90,42 1.784.508 111,01
Pajak Daerah 1.541.500 1.381.680 89,63 1.706.500 110,70
Retribusi Daerah 2.949 2.220 75,28 2.933 99,46 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan 29.500 37.432 126,89 37.486 127,07
Lain-lain PAD yang sah 33.600 32.209 95,86 37.589 111,87
Uraian APBD 2010Realisasi s.d Tw III 2010* Prognosis 2010
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Provinsi Banten (angka Triwulan III 2010
merupakan perkiraan Bank Indonesia)
Triwulan III 2010
57
Kajian Ekonomi Regional Banten
4.2. Belanja Daerah
Pencapaian pendapatan daerah yang tinggi kemudian membantu peningkatan
realisasi belanja daerah hingga periode laporan. Realisasi belanja daerah Provinsi Banten
hingga triwulan laporan diperkirakan mencapai sekitar Rp 1,70 trilun atau sebesar 67,54% dari
pagu belanja tahun 2010. Realisasi belanja tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Triwulan
III 2009 yang hanya mencapai 63,85% dari pagu belanja di tahun tersebut. Kondisi tersebut
diperkirakan didorong terutama oleh komponen belanja modal yang hingga Triwulan III 2010
mencapai sekitar 83% dari pagunya (pagu belanja modal tahun 2010 mencapai Rp 716,16
miliar). Belanja modal pemerintah Provinsi Banten hingga periode laporan yang semakin
meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya diharapkan
dapat mempercepat pembangunan di Banten khususnya pembangunan infrastruktur. Harapan
masyarakat yang ditujukan kepada pemerintah daerah Provinsi Banten juga dapat mempercepat
pembangunan infrastruktur berupa jalan dan jembatan provinsi di wilayah Banten Selatan
seyogyanya perlu menjadi prioritas.
Dukungan tersebut sangat dibutuhkan mengingat kondisi infrastruktur yang baik dapat menjadi
inhibitor tekanan inflasi di daerah tersebut. Contohnya adalah ruas jalan/jembatan provinsi di
Rangkasbitung – Cikande, Cipanas – Warung Banten; dan Malingping – Saketi di Kabupaten
Lebak, Cipanas – Citorek; Citorek – Warung Banten serta beberapa ruas jalan lain di wilayah
Banten Utara dan Selatan yang mengalami kerusakan. Ruas-ruas jalan tersebut telah
dimasukkan ke dalam paket pembangunan di tahun 2010 oleh Pemerintah Provinsi Banten
melalui Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Banten. Hal yang harus diperhatikan adalah
percepatan pembangunannya dan optimalisasi pelaksanaan pembangunannya. Pengawasan
terhadap pembangunannya secara maksimal sangat diharapkan, hal ini dibutuhkan untuk
menghindari pembangunan jalan yang bersifat asal-asalan sehingga kualitasnya menjadi rendah
dan mudah rusak kembali.
Pemerintah Kabupaten Pandeglang akan segera memperbaiki ruas jalan sekitar 16,7 Km jalan
kabupaten melalui dana APBD perubahan 2010. Dana senilai Rp 12 miliar tersebut selain untuk
pemeliharaan jalan oleh Bidang Bina Marga sebesar Rp 8,6 miliar, juga akan digunakan untuk
membangun irigasi sebesar Rp 4,8 miliar. Ruas jalan yang akan diperbaiki diantaranya adalah
ruas jalan Perdana – Turus, Cibungur – Patia dan Cikole – Banjar. Sementara irigasi yang akan
diperbaiki diantaranya Cilalaki di Kecamatan Cadasari, Cisumber di Kecamatan Pandeglang,
Citomo di Kecamatan Kaduhejo dan Cipining di Kecamatan Kaduhejo.
Triwulan III 2010
58
Kajian Ekonomi Regional Banten
Tabel IV.3 Realisasi Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Banten Triwulan III 2009 dan
Perkiraan Triwulan III Tahun 2010 (dalam Rp Juta)
Nominal Persentase Nominal Persentase Nominal Persentase
Belanja Daerah 2.525.067,96 1.612.272,90 63,85 2.511,27 1.696,04 67,54 2.503,82 99,70
Belanja Tidak Langsung 1.235.697,51 751.627,65 60,83 1.146,90 802,79 70,00 1.146,99 100,01
Belanja Pegawai 324.521,80 219.145,08 67,53 353,76 236,59 66,88 353,85 100,02
Belanja Bunga - - - - - - - -
Belanja Subsidi - - - - - - - -
Belanja Hibah 70.691,48 20.519,00 29,03 69,71 49,82 71,47 69,71 100,00
Belanja Bantuan Sosial 48.262,50 39.685,35 82,23 32,03 25,30 78,99 32,03 100,00
Belanja Bagi Hasil kepada Kab/Kota 589.988,12 345.278,22 58,52 601,61 416,79 69,28 601,61 100,00
Belanja Bantuan Keuangan kepada Pemerintah
Kab/Kota, Pemerintah Desa dan Parpol
197.233,60 125.000,00 63,38 79,80 69,29 86,82 79,80 100,00
Belanja Tidak Terduga 5.000,00 2.000,00 40,00 10,00 5,00 50,00 10,00 100,00
Belanja Langsung 1.289.370,45 860.645,25 66,75 1.364,36 893,26 65,47 1.356,83 99,45
Belanja Pegawai 111.621,60 62.791,69 56,25 108,06 71,91 66,55 107,98 99,92
Belanja Barang dan Jasa 484.630,47 287.861,79 59,40 540,14 345,94 64,05 536,78 99,38
Belanja Modal 693.118,39 509.991,77 73,58 716,16 475,40 66,38 712,08 99,43
Uraian Anggaran 2010Realisasi s.d. Tw III '10* Prognosis 2010Anggaran 2009
(p)
Realisasi s.d. Tw III '09
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Provinsi Banten (angka Triwulan III 2010
merupakan perkiraan Bank Indonesia)
Tabel IV.4 Daftar Paket Pembangunan Jalan Provinsi Tahun 2010
Biaya Biaya (Rp)
1 Pembangunan Jalan Wil. Utara
- Cikande - Rangkasbitung 20.22 Km 60,660,000,000 5.00 Km 14,328,161,000 46,331,839,000
- Mauk - Teluk Naga 8.00 Km 24,000,000,000 3.10 Km 7,300,772,000 16,699,228,000
- Citeras - Tigaraksa 11.00 Km 33,000,000,000 1.00 Km 2,511,512,500 30,488,487,500
- Ciruas - Pontang 11.00 Km 17,600,000,000 4.20 km 4,137,947,000 13,462,053,000
- Palima - Pasang Teneng 23.00 Km 39,100,000,000 2.00 km 2,524,261,000 36,575,739,000
- Jl. Pajajaran (Ciputat) 2.00 km 2,361,847,000 Pelebaran
- Bundaran Palima 1.00 lok 973,303,000 Bundaran dan Landscape
- Median Jalan Ciputat - Serpong 1.28 Km 500,000,000 Selesai
2 Pembangunan Jalan Wil. Selatan
- Saketi - Simpang 17.50 Km 63,000,000,000 3.00 Km 6,000,000,000 57,000,000,000
- Mengger - Mandalawangi - Caringin 7.40 Km 11,100,000,000 3.00 Km 4,450,000,000 6,650,000,000
- Munjul - Panimbang 11.70 Km 19,890,000,000 4.50 Km 7,438,955,700 12,451,044,300
- Munjul - Cikaludan 13.60 Km 20,400,000,000 4.00 Km 6,000,000,000 14,400,000,000
- Cipanas - Warung Banten 33.80 Km 57,460,000,000 6.00 Km 10,000,000,000 47,460,000,000
- Tanjung Lesung - Sumur 25.40 Km 66,500,000,000 10.00 Km 5,000,000,000 61,500,000,000
- Picung - Munjul 3.50 Km 5,100,000,000 Selesai
Kekurangan (Rp) KeteranganNOKEBUTUHAN
Panjang Effektif (Km)KEGIATAN/TOLOK UKUR
Alokasi 2010
Sumber: Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Banten
Tabel IV.5 Daftar Paket Pembangunan Jembatan Provinsi Tahun 2010
Biaya Biaya (Rp)
3 Pembangunan Jembatan
-Pembangunan Jembatan Ciberang (Cipanas
- Citorek) Tahap I 60.00 m 7,000,000,000 60.00 m 3,000,000,000 4,000,000,000
-Pembangunan Jembatan Cisiih (Cibaliung -
Sumur), Tahap II25.00 m 2,000,000,000 Selesai
-Pembangunan Jembatan Cipaeh
(Panimbang - Munjul), Tahap II15.00 m 1,000,000,000 Selesai
-Peninggian Jembatan Angke Hasyim Ashari,
Tahap II15.00 m 3,000,000,000 Selesai
- Pembangunan Jembatan Cisangu 25.00 m 2,690,366,000 Selesai
- Pembangunan Jembatan Cijaralang 15.00 m 1,500,000,000 Selesai
-Pelebaran Jembatan Pengairan Krangon (
Parigi - Sukamanah )20.00 m 1,000,000,000
Kekurangan (Rp) KeteranganNOKEBUTUHAN
Bentang Effektif (Km)KEGIATAN/TOLOK UKUR
Alokasi 2010
Sumber: Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Banten
Triwulan III 2010
59
Kajian Ekonomi Regional Banten
BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Berdasarkan indikator ketenagakerjaan dan kesejahteraan, kondisi ketenagakerjaan
masyarakat Banten dinilai relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Tingkat pengangguran Banten pada Februari 2010 berada pada level 14,13% yang relatif
membaik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Diperkirakan kondisi ini masih relatif stabil
hingga periode laporan yang didorong oleh semakin membaiknya kondisi perekonomian yang
dapat mendorong perluasan kesempatan kerja.
Sementara itu, tingkat kesejahteraan masyarakat Banten yang salah satunya tercermin
dari persentase jumlah penduduk miskin pada tahun 2010 menunjukkan sinyal yang
semakin membaik. Berdasarkan data BPS Provinsi Banten, persentase penduduk miskin
Banten pada tahun 2010 adalah sebesar 7,16% yang relatif membaik dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, dan relatif rendah dibandingkan dengan beberapa provinsi tetangganya
seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta. Tingkat Upah Minimum
Provinsi dan pendapatan buruh/karyawan per bulan yang relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah-daerah tersebut membantu sebagian besar masyarakat Banten dapat
mempertahankan standar hidupnya lebih tinggi daripada standar garis kemiskinan.
Namun demikian, masih terdapat kondisi yang perlu diwaspadai sehubungan dengan
kesenjangan sosial yang masih tinggi. Hal ini tercermin dari rasio gini yang masih relatif
tinggi, bahkan dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di wilayah Jawa dan Bali.
Pertumbuhan ekonomi Banten yang relatif tinggi dengan tren yang meningkat belum dapat
dinikmati seutuhnya oleh seluruh masyarakat Banten. Oleh karena itu, seyogyanya program-
program peningkatan kesempatan pendidikan baik formal maupun non formal dan pelayanan
kesehatan dapat ditingkatkan.
5.1. KETENAGAKERJAAN
Kondisi ketenagakerjaan Banten diperkirakan relatif stabil hingga periode laporan.
Pada posisi Februari 2010, tercatat Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Banten sebesar
64,04% dengan tingkat pengangguran sebesar 14,13% yang relatif membaik dibandingkan
dengan periode-periode sebelumnya.
Triwulan III 2010
60
Kajian Ekonomi Regional Banten
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Provinsi Banten yang relatif pesat dibandingkan
dengan provinsi-provinsi lainnya di wilayah Jawa-Bali sebesar 1,86% pada tahun 2009 menuju
tahun 2010, jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas di Banten pun meningkat. Pada
Februari 2010 tercatat jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas di Provinsi Banten mencapai
6,94 juta jiwa, bertumbuh sekitar 2,46% dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Dengan kondisi perekonomian Banten yang terindikasi terus meningkat,
diperkirakan kondisi tersebut masih stabil hingga periode laporan dengan kecenderungan yang
membaik, yang dipicu oleh membaiknya kinerja sektoral.
Tabel V.1. Perkembangan Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Provinsi Banten Menurut
Kegiatan
Uraian Agust-08 Feb-09 Agust-09 Feb-10
1. Penduduk 15+ 6.674.895,00 6.770.781,00 6.836.418,00 6.937.308,00
2. Angkatan Kerja 4.325.455,00 4.456.720,00 4.357.240,00 4.442.543,00
- Bekerja 3.668.895,00 3.792.825,00 3.704.778,00 3.814.715,00
- Penganggur 656.560,00 663.895,00 652.462,00 627.828,00
3. Bukan Angkatan Kerja 2.349.440,00 2.314.061,00 2.479.178,00 2.494.765,00
4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 64,80 65,80 63,74 64,04
5. Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 15,20 14,90 14,97 14,13
Sumber: BPS Provinsi Banten
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Februari Agustus Februari
2009 2010
%
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DIY
Jawa Timur
Banten
Bali
Grafik V.1 Perkembangan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi
Banten dan Provinsi Lainnya di wilayah
Jawa – Bali
Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 –
BPS
2008 2009 2010
DKI Jakarta 0,90 0,84 0,78
Jawa Barat 1,46 1,43 1,40
Banten 1,90 1,88 1,86
Jawa Tengah 0,76 0,73 0,70
DIY 0,99 0,96 0,93
Jawa Timur 0,54 0,52 0,49
Bali 1,04 1,00 0,95
-
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
2,00
% y
oy
Grafik V.2 Perkembangan Pertumbuhan
Jumlah Penduduk Provinsi Banten dan
Provinsi Lainnya di wilayah Jawa – Bali
Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 –
BPS, diolah
Berdasarkan sektor/lapangan pekerjaan utama, sektor perdagangan/rumah makan
dan akomodasi serta sektor industri pengolahan masih mendominasi keseluruhan
penyerapan tenaga kerja di Banten dengan pangsa mencapai 48,44% terhadap total
penduduk bekerja di Banten. Kondisi yang patut diperhatikan adalah sektor pertanian yang
Triwulan III 2010
61
Kajian Ekonomi Regional Banten
merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar ketiga di Banten mengalami tren penurunan
penyerapan tenaga kerja hingga tahun 2010. Perkembangan alih fungsi lahan dari lahan
pertanian menjadi bentuk lain baik untuk pemukiman maupun pengusahaan sektor lain
diperkirakan menjadi salah satu alasan menurunnya penyerapan tenaga kerja sektor tersebut.
Pemerintah daerah di wilayah Banten diharapkan dapat mengatur secara lebih baik mengenai
alih fungsi lahan lebih diperhatikan dan diatur, agar lahan-lahan pertanian tidak seluruhnya
diubah menjadi bangunan-bangunan khususnya untuk keperluan pembangunan perumahan
atau usaha non pertanian sehingga sektor pertanian yang strategis dan menyerap tenaga kerja
dalam jumlah yang besar dapat lebih dikedepankan. Selain itu, perlu juga koordinasi yang lebih
baik dalam pembuatan peraturan daerah terkait hal tersebut antara pemerintah pusat, provinsi
dan kota/kabupaten, sehingga tidak terjadi tumpang tindih kebijakan di tataran
perizinan/operasional.
Tabel V.2. Perkembangan Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan
2008 2010
Agustus Februari Agustus Februari
Pertanian 813.003 776.419 745.268 717.535
Industri 705.831 798.998 843.718 863.269
Konstruksi 170.628 158.994 162.550 153.951
Perdagangan 979.925 1.021.531 969.287 984.513
Transportasi 348.296 350.603 327.001 354.764
Keuangan dan Jasa Perusahaan 613.795 645.874 614.479 707.542
Listrik dan pertambangan 37.507 40.406 42.475 33.231
Sektor2009
Sumber: BPS Provinsi Banten
Pertanian18,81%
Industri22,63%
Konstruksi
4,04%
Perdagangan
25,81%
Transportasi
9,30%
Keuangan
dan Jasa
Perusahaan
18,55%
Listrik dan
pertambanga
n
0,87%
Grafik V.3. Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Provinsi Banten per Sektor Ekonomi
Februari 2010
Sumber: BPS Provinsi Banten
Hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah masalah penyediaan kualitas pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhan penyedia lapangan kerja, dalam rangka mengurangi
tingkat pengangguran Banten yang relatif masih lebih tinggi dibandingkan dengan
Triwulan III 2010
62
Kajian Ekonomi Regional Banten
provinsi-provinsi tetangganya. Berdasarkan data Perkembangan Beberapa Indikator Utama
Sosial Ekonomi Indonesia, angka partisipasi sekolah penduduk Banten usia 16-18 tahun yaitu
sebesar 49,96% pada tahun 2009 relatif rendah dibandingkan dengan wilayah-wilayah
tetangganya di Jawa dan Bali. Fenomena ini mencerminkan bahwa tingkat pendidikan
masyarakat Banten masih berada pada level yang relatif rendah, sehingga tenaga-tenaga kerja
yang terserap khususnya oleh sektor industri sebagian besar bukan merupakan tenaga kerja
terdidik/ahli. Untuk mengatasi gap/kesenjangan antara kualifikasi perusahaan dengan kondisi
tenaga kerja di Banten, diperlukan koordinasi antara pemerintah daerah, lembaga pendidikan
menengah dan tinggi, kontribusi swasta maupun LSM terkait untuk membentuk suatu program
yang terintegrasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat Banten sesuai dengan
kualifikasi kebutuhan penyedia lapangan kerja.
0
20
40
60
80
100
120
7 - 12 13 - 15 16 - 18
2009
%
DKI Jakarta
Jawa Barat
Banten
Jawa Tengah
DIY
Jawa Timur
Bali
Grafik V.4. Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia Sekolah Provinsi Banten dan
Provinsi Lainnya di wilayah Jawa – Bali Tahun 2009
Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 – BPS
5.2. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Tingkat kesejahteraan masyarakat Banten yang salah satunya dicerminkan oleh
persentase jumlah penduduk miskin diperkirakan stabil dengan kecenderungan
membaik pada periode laporan. Pada posisi Februari 2010 persentase jumlah penduduk
miskin di Banten adalah sebesar 7,16% lebih rendah dibandingkan dengan provinsi-provinsi
tetangganya di wilayah Jawa – Bali kecuali DKI Jakarta dan Bali. Penetapan Upah Minimum
Provinsi Banten dan rata-rata pendapatan buruh/pegawai yang relatif tinggi membantu
menjaga pendapatan masyarakat Banten pada taraf yang cukup untuk mempertahankan
standar hidupnya pada level di atas garis kemiskinan.
Triwulan III 2010
63
Kajian Ekonomi Regional Banten
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
2009 2010
%
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Grafik V.5. Perkembangan Persentase
Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Banten
dan Provinsi Lainnya di wilayah Jawa –
Bali
Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 –
BPS
0
500
1000
1500
2000
2500
Februari Agustus Februari
2009 2010
Rp
Rib
u
DKI Jakarta
Jawa Barat
Banten
Jawa Tengah
DIY
Jawa Timur
Bali
Grafik V.6. Perkembangan Rata-rata
Pendapatan Buruh/Karyawan/Pegawai per
Bulan Provinsi Banten dan Provinsi Lainnya
di wilayah Jawa – Bali
Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 –
BPS
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
2008 2009 2010
Rp
Rib
u
DKI Jakarta
Jabar
Jateng
DIY
Jatim
Banten
Bali
Grafik V.7. Perkembangan Upah
Minimum Provinsi (UMP) Banten dan
Provinsi Lainnya di wilayah Jawa – Bali
Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 –
BPS
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0,35
0,4
2007 2008 2009
DKI Jakarta
Jawa Barat
Banten
Jawa Tengah
DIY
Jawa Timur
Bali
Grafik V.8. Perkembangan Gini Ratio
Provinsi Banten dan Provinsi Lainnya di
wilayah Jawa – Bali
Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Agustus 2010 –
BPS
Permasalahan mendasar yang perlu diperhatikan adalah kesenjangan sosial
masyarakat yang masih relatif tinggi. Berdasarkan angka gini ratio1 Provinsi Banten pada
tahun 2009 sebesar 0,37 yang merupakan angka tertinggi dibandingkan dengan seluruh
provinsi di wilayah Jawa-Bali kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta. Indeks Pembangunan
Manusia Provinsi Banten pun masih relatif rendah sebesar 69,70 pada tahun 2009 sementara
provinsi lainnya seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan lainnya di wilayah Pulau Jawa dan
1 Angka Gini Ratio yang semakin tinggi menunjukkan kondisi kesenjangan pendapatan antara lapisan
penduduk yang semakin meningkat
Triwulan III 2010
64
Kajian Ekonomi Regional Banten
Bali telah mencapai level di atas 70. Fakta ini memperkuat saran pentingnya peningkatan
kualitas pendidikan dan daya beli masyarakat Banten. Terkait dengan proses peningkatan daya
beli masyarakat yang juga dipengaruhi oleh kondisi inflasi, penguatan peran Tim Pengendalian
Inflasi Daerah di wilayah Banten sangat dibutuhkan, termasuk pula di daerah Banten Selatan
seperti di daerah Pandeglang dan Lebak yang memiliki IPM relatif rendah dibandingkan
kota/kabupaten lainnya (sebesar 66,74 untuk daerah Lebak dan 67,39 untuk daerah
Pandeglang pada tahun 2007). Pembentukan TPID Kabupaten Pandeglang yang telah disahkan
melalui SK Bupati No. 900/Kep.163-Huk/2010 pada tanggal 31 Mei 2010 perihal Pembentukan
Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten Pandeglang diharapkan dapat membantu
proses stabilisasi harga di wilayah tersebut.
Triwulan III 2010
65
Kajian Ekonomi Regional Banten
BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Banten pada Triwulan IV 2010 diprakirakan akan bertumbuh lebih baik
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya pada kisaran 6,25% - 6,30% (yoy). Kondisi
perekonomian dunia dan nasional hingga saat ini yang terindikasi masih terus membaik hingga
akhir tahun 2010 dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian Banten dengan
perbaikan kinerja pada sisi sektoral dan sisi pengeluaran. Dampaknya secara simultan
diprakirakan akan mendorong peningkatan perekonomian Banten di masa mendatang. Realisasi
belanja khususnya belanja modal pemerintah daerah yang tinggi diharapkan dapat memberikan
dorongan yang lebih baik terhadap pembangunan perekonomian.
Sejalan dengan membaiknya perekonomian, inflasi Banten pada Triwulan IV 2010 pun
diproyeksikan meningkat pada kisaran 5,23% (yoy) baik tekanan dari sisi supply
maupun demand. Meningkatnya permintaan masyarakat merupakan imbas dari
meningkatnya konsumsi baik karena membaiknya perekonomian dan tingkat penghasilan
maupun dari meningkatnya ekspektasi harga pada saat menjelang hari raya keagamaan.
Sementara itu dari sisi supply, kenaikan Tarif Dasar Listrik dan menurunnya pasokan berbagai
komoditas khususnya yang tergolong volatile foods dengan adanya gangguan cuaca dan
terjadinya bencana alam di berbagai daerah diperkirakan menjadi sumber potensi kenaikan
inflasi pada periode mendatang. Di sisi lain, tren penguatan nilai tukar Rupiah terhadap USD
hingga akhir Triwulan III 2010 diharapkan membantu menahan potensi peningkatan inflasi
yang bersumber dari eksternal. Pada sisi ekspektasi terhadap harga, hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha Bank Indonesia mengindikasikan bahwa ekspektasi pelaku usaha cenderung masih
berada pada koridor sasaran inflasi nasional sebesar 5%-6% (yoy) yang mengindikasikan bahwa
kebijakan Inflation Targetting Framework (ITF) Bank Indonesia tetap sesuai target yang
ditetapkan pada awal tahun 2010.
6.1. PERTUMBUHAN EKONOMI
6.1.1. Sisi Permintaan/Pengeluaran
Kondisi perekonomian dunia yang diprediksi terus membaik hingga akhir tahun 2010
dan perekonomian nasional yang stabil dengan kecenderungan meningkat
diprakirakan akan mendukung kinerja perekonomian Banten pada triwulan
mendatang. Berdasarkan World Economic Outlook yang diterbitkan oleh International
Monetary Fund, diproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2010 dapat mencapai
Triwulan III 2010
66
Kajian Ekonomi Regional Banten
4,8% (yoy), sementara negara-negara di kawasan ASEAN dapat bertumbuh lebih tinggi pada
level 6,6% (yoy). Sementara itu, Bank Indonesia dalam sambutan Gubernur Bank Indonesia
pada acara Indonesia Investment Forum yakin bahwa prospek perekonomian Indonesia di masa
mendatang akan berada pada kondisi yang baik. Diproyeksikan pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada tahun 2010 dapat mencapai kisaran level 5,5% - 6,0% (yoy) dan terus
meningkat menuju tahun 2011 sebesar 6,0% - 6,5% (yoy). Hutang luar negeri Indonesia baik
publik maupun swasta masih dalam kondisi yang stabil dengan total USD 186,9 miliar.
Tabel VI.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia, Negara Maju dan ASEAN
2010 2011
Dunia -0,6 4,8 4,3
USA -2,6 2,6 2,3
Eropa -4,1 1,7 1,5
Jepang -5,2 2,8 1,5
UK -4,9 1,7 2,0
Canada -2,5 3,1 2,7
Negara Maju Lainnya -1,2 5,4 3,7
ASEAN 1,7 6,6 5,4
Proyeksi2009Area
Sumber: WEO Update October 2010 – International Monetary Fund
Konsumsi diprakirakan tumbuh kuat dengan tendensi yang meningkat hingga
penghujung tahun 2010. Kondisi perekonomian yang terus membaik dengan perkiraan
pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2010 pada kisaran 6% (yoy) diharapkan dapat
mempertahankan tingkat konsumsi masyarakat pada level yang stabil. Hal ini didukung pula
dengan kredit konsumsi yang relatif semakin mudah dengan tingkat suku bunga yang stabil
pada level yang rendah. Sementara itu di pedesaan, Indeks Nilai Tukar Petani Banten relatif
terus tinggi di atas level 100, yang mengindikasikan adanya penguatan daya beli dan konsumsi
masyarakat pedesaan.
Tabel VI.2. Perkembangan Nilai Tukar Petani per Sub Sektor di Banten
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Oktober
Pangan 92,94 95,8 98,29 100,06 100,81 100,87
Hortikultura 105,9 104,79 102,57 103,25 108,73 107,37
Perkebunan Rakyat 106,27 104,53 102,41 104,15 102,16 101,86
Peternakan 108,61 107,41 105,32 103,93 107,24 106,68
Perikanan 98,64 96,78 96,21 96,21 98,38 97,60
NTP 98,77 99,67 100,11 101,18 103,09 102,70
NTP per Sub Sektor2009 2010
Sumber: BPS Provinsi Banten
Triwulan III 2010
67
Kajian Ekonomi Regional Banten
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
140,0
160,0
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 910
2008 2009 2010
Indeks Ekspektasi Konsumen
Grafik VI.1. Indeks Ekspektasi Konsumen
Wilayah Banten
Sumber: Survei Konsumen – Bank Indonesia
-
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
140,0
160,0
180,0
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 910
2008 2009 2010
Ekspektasi Ekonomi 6 Bulan yang Akan Datang
Grafik VI.2. Indeks Ekspektasi Ekonomi 6
Bulan yang Akan Datang Wilayah Banten
Sumber: Survei Konsumen – Bank Indonesia
Indikator Survei Konsumen juga mengkonfirmasi perkiraan tetap kuatnya konsumsi
pada triwulan mendatang. Ekspektasi konsumen terhadap kondisi perekonomian ke depan
terliha semakin optimis, seperti juga keyakinan terhadap kondisi ketersediaan lapangan kerja
dan penghasilan yang terus meningkat. Hal tersebut diperkuat oleh Indeks ekspektasi
konsumen yang menunjukkan tren peningkatan dan menjadi suatu cerminan optimisme
terhadap tingkat konsumsi swasta mendatang. Beban pinjaman terhadap pendapatan yang
diprakirakan akan menurun juga menjadi indikasi lain meningkatnya konsumsi di masa datang.
Peningkatan pendapatan di masa datang seiring dengan rencana peningkatan upah minimum
provinsi maupun dari perkiraan peningkatan penyerapan tenaga kerja (dari Indeks ekspektasi
terhadap penghasilan dan kondisi ketenagakerjaan) menjadi indikasi lain yang memperkuat
perkiraan peningkatan konsumsi tersebut.
0102030405060708090
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2010
Sa
ldo
Be
rsih
Perkiraan Beban Angsuran Pinjaman terhadap Pendapatan 6 Bulan yang Akan Datang
Grafik VI. 3. Indeks Perkiraan Beban
Angsuran Pinjaman terhadap Pendapatan 6
Bulan yang Akan Datang Wilayah Banten
Sumber: Survei Konsumen – Bank Indonesia
-
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
140,0
160,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 910
2008 2009 2010
Ekspektasi ketersediaan Lapangan Kerja 6 Bulan yang Akan Datang
Ekspektasi Penghasilan 6 Bulan yang Akan Datang
Grafik VI. 4. Indeks Ekspektasi Ketersediaan
Kerja dan Ekspektasi Penghasilan 6 Bulan
yang Akan Datang Wilayah Banten
Sumber: Survei Konsumen – Bank Indonesia
Investasi diperkirakan stabil dengan tren meningkat pada Triwulan IV 2010. Tingkat
investasi Banten pada Triwulan IV 2010 yang diperkirakan meningkat didukung oleh penawaran
Triwulan III 2010
68
Kajian Ekonomi Regional Banten
saham perdana PT. Krakatau Steel pada November 2010 ditambah dengan adanya aliran
investasi asing dengan dimulainya proyek pembangunan pabrik baja patungan antara PT.
Krakatau Steel dengan Pohang Iron and Steel Company (Posco) yang total investasi awal sekitar
USD 3 miliar.
Investasi di subsektor industri alas kaki pun diperkirakan akan meningkat. Dari hasil
liaison terhadap produsen terbesar alas kaki di Banten memperkirakan realisasi investasi pada
tahun 2011 bahkan hingga tahun 2012 akan terus meningkat seiring tingginya permintaan
produk alas kaki berlisensi dari pemegang merek di Eropa dan USA. Sementara itu proses
perizinan di Indonesia yang dinilai para calon investor dari Hongkong, Taiwan, Korea Selatan
yang lebih mudah serta peraturan yang saat ini relatif cukup kondusif meningkatkan potensi
peningkatan investasi pada subsektor tersebut di triwulan mendatang. Kondisi ini didukung
oleh tingginya permintaan ekspor produk tersebut dari negara tujuan utama seperti USA.
Tercatat, ekspor produk alas kaki dari Banten sepanjang Semester I 2010 mencapai USD 763,56
juta dan sebesar USD 287,74 juta sepanjang bulan Juli – Agustus 2010.
Terkait dengan hal tersebut, hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah pusat
maupun daerah adalah masalah dukungan iklim investasi yang memadai. Penyediaan
infrastruktur yang memadai seperti pembangunan dan pemeliharaan ruas jalan nasional,
provinsi maupun kota yang menjadi prasarana utama pendukung gairah investasi, pelabuhan
internasional yang terintegrasi dan efisien, penyediaan tenaga listrik yang memadai,
pemberantasan pungutan-pungutan liar, pelayanan izin investasi yang cepat sesuai prosedur
dan penelaahan terhadap peraturan-peraturan daerah yang dapat mendorong minat calon
investor dengan tetap memperhatikan road map pembangunan jangka panjang di Banten
khususnya terkait dengan alih fungsi lahan pertanian menjadi industri, bangunan dan sektor
lainnya.
Realisasi konsumsi/belanja pemerintah daerah pada akhir tahun 2010 diperkirakan
akan mendekati target yang diperkirakan didorong terutama oleh realisasi belanja
modal. Hingga akhir Triwulan III 2010 realisasi belanja pemerintah daerah Provinsi Banten
diperkirakan dapat mencapai dari pagu anggarannya di tahun 2010 (nilai pagu anggaran
belanja pemerintah Provinsi Banten pada tahun 2010 adalah Rp 2,51 triliun yang diperkirakan
dapat meningkat dengan adanya APBD perubahan). Pencapaian yang cukup baik hingga akhir
Triwulan III 2010 terindikasi didorong oleh realisasi belanja modal yang tinggi mencapai sekitar
83% dari pagunya di tahun 2010 dengan nilai pagu Rp 716,6 miliar. Berdasarkan prognosis
APBD tahun 2010, realisasi belanja modal pemerintah daerah dapat mencapai 99,43% dari
Triwulan III 2010
69
Kajian Ekonomi Regional Banten
target belanja, dan realisasi belanja daerah keseluruhan diharapkan minimal mencapai 99,70%
dari anggaran belanja tahun 2010.
Tabel VI.3. Persentase Realisasi dan Target Belanja APBD Provinsi Banten Tahun 2010
Uraian s.d. Tw I ‘10 s.d Tw II
‘10
s.d Tw III
‘10*
s.d. Tw IV
‘10*
Persentase Realisasi Belanja APBD
Provinsi Banten (%) 11,70 35,37 67,54 99,70
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemerintah Provinsi Banten serta Biro
Administrasi dan Pembangunan Provinsi Banten (persentase Tw II* merupakan perkiraan dan Tw IV ’10
merupakan target realisasi berdasarkan prognosis APBD Provinsi Banten 2010)
Proyeksi terhadap kondisi perdagangan dunia pada tahun 2010 yang kuat,
diprakirakan dapat membentuk ekspektasi pelaku usaha yang kemudian mendorong
kinerja ekspor dan impor Banten. IMF dalam World Economic Outlook 2010 memprakirakan
bahwa volume perdagangan dunia akan meningkat pesat hingga akhir tahun 2010 setelah
melambat cukup signifikan pada tahun 2009. Tren peningkatan tersebut dapat memberikan
dorongan positif terhadap kinerja perdagangan internasional Banten. Dari sektor industri
pengolahan, sumber peningkatan diprakirakan terutama berasal dari sub sektor industri baja,
kimia dan alas kaki. Berdasarkan informasi dari World Steel Association, permintaan baja dunia
sepanjang tahun 2010 dapat meningkat sekitar 11% selaras dengan pemulihan ekonomi
global. Begitu pula dengan permintaan baja di ASEAN yang diperkirakan meningkat sebesar
12% dibandingkan tahun sebelumnya pada tahun 2010, dan sebesar 8% pada tahun 2011
dengan tren harga yang juga meningkat. Berdasarkan liaison prakiraan meningkatnya kinerja
subsektor industri alas kaki khususnya di wilayah Tangerang dengan orientasi ekspor yang
tinggi juga akan mendorong peningkatan kinerja ekspor Banten pada periode mendatang.
Kondisi tersebut akan mendorong peningkatan kebutuhan bahan baku, penolong dan barang
modal yang selama ini berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia, banyak
diperoleh dari impor.
Tabel VI.4. Proyeksi Volume Perdagangan Dunia
Items 2008 2009 2010 2011
World Trade Volume 2,9 -11,0 11,4 7,0
ImportsAdvanced Economies 0,4 -12,7 10,1 5,2Emerging and Developing
Economies 9,0 -8,2 14,3 9,9
ExportsAdvanced Economies 1,9 -12,4 11,0 6,0Emerging and Developing
Economies 4,6 -7,8 11,9 9,1
Sumber: WEO Update October 2010 – International Monetary Fund
Triwulan III 2010
70
Kajian Ekonomi Regional Banten
6.1.2. Sisi Penawaran/Sektoral
Ekspektasi positif dari para pelaku usaha di berbagai sektor dan permintaan domestik
maupun internasional yang tinggi diprakirakan akan memberikan dampak positif pada
kinerja sektoral perekonomian Banten pada triwulan mendatang. Tendensi bisnis
nasional dan Banten yang cenderung menguat hingga triwulan laporan, diperkirakan akan terus
berlanjut hingga triwulan mendatang. Sektor industri pengolahan sebagai sektor utama di
Banten diperkirakan bertumbuh tinggi hingga triwulan mendatang dan menjadi penopang kuat
pertumbuhan ekonomi Banten mendatang. Sementara itu sektor pertanian diperkirakan relatif
melambat dengan perkiraan masuknya musim tanam pada Triwulan IV 2010, begitu pula
dengan sektor pertambangan, sektor keuangan dan jasa.
Tabel VI.5. Pertumbuhan Ekonomi Banten per Sektor Ekonomi
Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III* Tw IV**
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan
Perikanan3,91 3,45 5,21 5,87 5,89 5,10 - 5,15
Pertambangan dan Penggalian 11,37 5,78 6,26 8,93 8,56 8,24 - 8,29
Industri Pengolahan 1,64 1,95 2,06 2,49 2,60 2,74 - 2,78
Listrik, Gas dan Air Bersih 4,56 5,52 12,67 11,07 12,39 11,95 - 12,05
Bangunan 8,73 3,54 5,87 6,97 7,39 6,90 - 6,95
Perdagangan, Hotel dan Restoran 7,22 7,99 8,23 8,43 9,70 9,72 - 9,77
Pengangkutan dan Komunikasi 10,02 11,16 11,82 11,98 12,17 12,35 - 12,42
Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan11,93 9,57 8,08 7,60 6,99 7,00 - 7,15
Jasa-jasa 5,42 5,08 6,22 6,70 5,11 6,85 - 6,90
PDRB 4,64 4,82 5,48 5,80 6,13 6,25 - 6,30
2009Sektor
2010
Sumber: BPS Provinsi Banten, Triwulan IV 2010 merupakan prakiraan Bank Indonesia
6.1.2.1. Sektor Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan dipoyeksikan bertumbuh meningkat pada kisaran level
2,74% - 2,78% (yoy) pada Triwulan IV 2010. Kinerja subsektor industri baja, kimia, kertas
dan alas kaki di Banten sejak triwulan sebelumnya diperkirakan akan terus memberikan dampak
positif terhadap perkembangannya hingga saat ini. Rencana merger PT. Chandra Asri dengan
PT. Tri Polyta pada tahun 2011 telah memberikan dampak positif terhadap harga saham dan
kapitalisasi pasar dari Barito Pacific Group. Sementara itu pada industri pakaian, menjelang
akhir tahun 2010, kinerja industri pakaian jadi pun terlihat semakin membaik. Membaiknya
perekonomian nasional mendorong peningkatan permintaan termasuk komoditas pakaian jadi,
khususnya saat menjelang pertandingan persahabatan Indonesia dengan negara lain seperti
Uruguay pada awal Oktober 2010 menyambut perayaan Natal 2010 dan Tahun Baru 2011.
Pesanan pakaian jenis kaus, kemeja dan jeans meningkat cukup pesat, dan diperkirakan
keuntungan yang diperoleh dapat meningkat lebih dari 50% dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya.
Triwulan III 2010
71
Kajian Ekonomi Regional Banten
Pada subsektor industri baja, PT. Krakatau Steel diperkirakan dapat meraih dana segar sekitar
Rp 2,52 triliun hingga Rp 3,63 Triliun pada Initial Public Offering (IPO) sahamnya yang
diselenggarakan pada awal bulan November 2010. PT. Krakatau Steel tercatat akan menjual
sekitar 3,15 miliar lembar saham baru atau sekitar 20% dari modal disetor perusahaan dengan
kisaran harga Rp 800 – Rp 1.150 per lembar saham. Diperkirakan saham dari perusahaan
tersebut akan banyak diminati oleh para pemodal mengingat perseroan tersebut merupakan
produsen dari 96% baja nasional sehingga memiliki pangsa pasar yang kuat dengan tren
pendapatan yang baik. Tercatat pendapatan PT. Krakatau Steel meningkat dari sebesar Rp 7,8
triliun pada Semester I 2009 menjadi sebesar Rp 9 triliun, walaupun mengalami sedikit
penurunan laba bersih. Di samping itu, dari hasil IP tersebut akan langsung digunakan untuk
meningkatkan kapasitas utilisasinya sejak Triwulan IV 2010 hingga tahun berikutnya.
Tingkat konsumsi masyarakat yang diproyeksikan tetap kuat pada triwulan mendatang,
diprakirakan akan mendorong kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor industri
pengolahan dan sektor jasa. Di sisi lain, peningkatan kinerja investasi, ekspor-impor maupun
percepatan realisasi belanja pemerintah diprakirakan akan memberikan dampak positif
terutama terhadap peningkatan kinerja sektor industri pengolahan; sektor pengangkutan dan
komunikasi serta sektor bangunan. Kondisi tersebut perlu didukung oleh kebijakan pemerintah
daerah dan pusat melalui perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur agar tercipta sinergitas
pembangunan secara berkelanjutan.
6.1.2.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
Sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan bertumbuh meningkat secara
moderat pada triwulan mendatang sebesar 9,72%-9,77%. Meningkatnya perkiraan
konsumsi pada Triwulan IV 2010 diprediksi dapat memberikan dorongan positif terhadap
kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sementara itu tetap kuatnya daya beli
masyarakat di pedesaan khususnya petani tanaman pangan karena adanya peningkatan
produksi padi akibat adanya curah hujan yang cukup dan luas tanam yang meningkat diprediksi
dapat mendorong tingkat konsumsi dan meningkatkan kinerja sektor ini. Peningkatan kinerja
sektor perdagangan diperkirakan distimuli pula oleh lebih meningkatnya transakasi ekonomi
karena adanya perayaan keagamaan Idul Adha, Natal dan Tahun baru 2011 dan ekspektasi
meningkatnya umpah minimum regional sertatren laju pertumbuhan kredit konsumsi yang
bertumbuh kuat..
Triwulan III 2010
72
Kajian Ekonomi Regional Banten
12
12,5
13
13,5
14
14,5
15
15,5
16
19 20 20 21 21 22 22 23 23 24 24 25
1 2 3 4 5 6 7 8
2010
Rp
Tri
liu
n
%
Nominal Kredit Konsumsi
Suku Bunga Tertimbang Kredit Konsumsi
Grafik VI.5. Perkembangan Nominal dan Suku Bunga Tertimbang Kredit Konsumsi
Berdasarkan Lokasi Proyek di Banten
Sumber: Bank Indonesia
6.1.2.3. Sektor Pertanian
Pada Triwulan IV 2010 pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan sedikit tertahan
pada kisaran 5,10% - 5,15% (yoy). Berakhirnya musim panen raya padi dan masuknya
musim tanam pada Triwulan IV 2010 diperkirakan akan menahan laju pertumbuhan sektor
pertanian pada periode tersebut. Diperkirakan pada akhir tahun 2010 pertumbuhan sektor
pertanian Banten dapat berada pada kisaran 5,50% - 5,55% (yoy) lebih tinggi dibandingkan
dengan tahun 2009 sebesar 4,31% (yoy).
Perkiraan tingginya curah hujan pada bulan Oktober-November 2010 mendorong para petani di
Kabupaten Lebak sebagai salah satu sentra produksi padi Banten telah mulai mempersiapkan
lahan dan melakukan penanaman sejak awal Oktober 2010. Diperkirakan musim panen padi
dapat berlangsung pada bulan Desember 2010.
Tingginya perkiraan pertumbuhan sektor pertanian pada tahun 2010 dibandingkan tahun
sebelumnya didasarkan salah satunya pada perkiraan panen padi Kabupaten Lebak dengan
target sebesar 442.454 ton Gabah Kering Panen (GKP) padi sawah dan 24.414 ton GKP. Dari
target tersebut, hingga September 2010 telah tercapai sebanyak 528.868 ton GKP atau telah
terjadi surplus sekitar 13,28%. Peningkatan produksi padi di kabupaten tersebut terjadi karena
adanya program ketahanan pangan, seperti bantuan alat-alat pertanian, perbaikan sarana
irigasi, bantuan benih unggul dan pembinaan/pelatihan melalui sekolah lapang terpadu. Selain
itu, pasokan pupuk relatif stabil dan terdapat bantuan peningkatan permodalan yang disalurkan
melalui gapoktan. Pada tahun 2009, produksi padi Kabupaten Lebak juga mengalami surplus
dengan produksi sebesar 518.299 dengan target tahun 2009 sebesar 449.950 ton.
Triwulan III 2010
73
Kajian Ekonomi Regional Banten
Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Pandeglang, produksi Gabah Kering Giling Kabupaten
Pandeglang pada tahun 2009 sebesar 645 ribu ton, dan pada tahun 2010 Pemerintah
Kabupaten Pandeglang menargetkan produksi 677.250 ton GKG, dan hingga Agustus 2010
telah terealisasi sekitar 90%.
Tabel VI.6. ARAM III Produksi Tanaman Pangan dan Palawija Provinsi Banten
No. Komoditas Tahun
2007 2008 2009 2010
1. Padi 1.816.146 1.818.166 1.849.008 2.048.152
2. Jagung 20.723 20.169 27.083 29.410
3. Kedelai 2.620 6.452 15.887 12.806
4. Kacang Hijau* 2.343 1.908 1.911 1.384
5. Ubi Kayu* 117.549 115.591 105.622 93.783
6. Ubi Jalar* 33.693 33.792 34.550 37.073
Sumber: BPS Provinsi Banten (* merupakan perkiraan Distanak Banten)
Tabel VI.7. Prakiraan Musim Hujan 2010/2011
Irigasi (Ha) Non Irigasi (Ha)
1. Pandeglang bagian barat Sep I – Sep III AN 1.652,54 29.475,78
2. Pandeglang bagian utara, Serang
bagian Selatan Sep II – Okt I N 1.196,28 15.942,15
3. Lebak bagian barat, Pandeglang
bagian timur Sep II – Okt I AN 2.039,35 22.758,85
4. Serang bagian utara, Tengerang
bagian utara, DKI Jakarta bagian
utara, Bekasi bagian utara Nov I – Nov III AN 12.551,28 63.830,01
5. Serang bagian tenggara, Tangerang
bagian selatan Sep III - Okt II N 5.018,01 30.993,61
No. DaerahAwal Musim
Hujan AntaraSifat Hujan
Luas Sawah
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
6.2. INFLASI
Inflasi tahunan Banten diperkirakan akan mengalami peningkatan tekanan baik dari
sisi demand maupun supply, namun masih pada koridor target inflasi nasional pada
kisaran level 5,23% (yoy). Peningkatan administered price berupa kenaikan tarif listrik dan
puskesmas pada , Provinsi Banten diperkirakan berimbas cukup signifikan baik pada kelompok
perumahan, listrik, gas, air dan bahan bakar maupun kelompok lainnya seperti sandang.
Sementara itu kondisi cuaca yang kurang stabil, menyebabkan barang-barang dalam kategori
volatile foods mengalami fluktuasi harga yang cukup kuat terutama pada komoditas yang
bersifat mudah rusak (perishable) pada sub kelompok sayur-sayuran, bumbu-bumbuan yang
Triwulan III 2010
74
Kajian Ekonomi Regional Banten
dipasok dari luar Banten. Dari sisi eksternal, relatif terjaganya nilai tukar Rupiah terhadap USD
diperkirakan mampu menahan gejolak inflasi baik dari ekspektasi masyarakat maupun inflasi
barang-barang impor.
Tabel VI.8. Perkiraan Inflasi Banten Tahun 2010
Tw I Tw II Tw III Tw IV*
% y-o-y 3,16 4,44 4,59 5,23
Inflasi2010
Sumber: BPS Provinsi Banten, Triwulan IV 2010 merupakan proyeksi Bank Indonesia
Perkiraan konsumsi yang terus menguat dan adanya gangguan cuaca dan kondisi
terjadinya bencana alam di beberapa daerah diperkirakan dapat menimbulkan
tekanan terhadap inflasi dari sisi permintaan dan penawaran. Tetap tingginya perkiraan
konsumsi masyarakat pada Triwulan IV 2010 tersebut didorong oleh membaiknya
perekonomian, peningkatan pendapatan melalui pemberian bonus akhir tahun dan dukungan
kredit konsumsi yang relatif semakin mudah dengan tingkat suku bunga yang stabil rendah.
Sementara itu, berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga Mingguan di Kota Serang, hingga
pertengahan Oktober 2010 sub kelompok daging-dagingan cenderung mengalami penurunan
harga, sementara harga sub kelompok sayur-sayuran cenderung meningkat. Sub kelompok
bumbu-bumbuan komoditas cabe merah cenderung mengalami penurunan harga sekitar 19%
(mtm) dengan kondisi telah mulai memasuki masa panen dan diperkirakan akan mengalami
panen puncak pada November 2010, sementara itu bawang merah cenderung mengalami
peningkatan harga sekitar 36% (mtm) karena adanya curah hujan yang tinggi. Bencana alam
yang menimpa beberapa daerah di Indonesia seperti yang terjadi di Pulau Jawa dengan
meletusnya gunung berapi diperkirakan dapat berpotensi terhadap tekanan inflasi dengan
adanya gangguan pasokan dan distribusi dari daerah-daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur yang
merupakan beberapa daerah penyangga bahan pangan Banten.
Di sisi lain, tekanan eksternal dan ekspektasi masyarakat diperkirakan masih relatif
terjaga. Tekanan inflasi barang impor pada Triwulan IV 2010 diperkirakan masih relatif stabil
yang didukung oleh terus menguatnya nilai tukar Rupiah terhadap USD, dan stabilnya rata-rata
harga barang impor. Namun demikian, kecenderungan kenaikan harga minyak dunia perlu
diwaspadai dapat menimbulkan tekanan terhadap inflasi. Dari hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha diperoleh indikasi bahwa secara umum pelaku usaha masih berekspektasi tingkat inflasi
Banten akan berada pada kisaran level 5% - 6% (yoy). Hal ini cukup menggembirakan, karena
Inflation Targetting Framework yang diterapkan Bank Indonesia cukup berhasil mengarahkan
ekspektasi masyarakat pada target inflasi tahunan yang diharapkan.
Triwulan III 2010
75
Kajian Ekonomi Regional Banten
-
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
1234 5678 91011121234 5678 91011121 2345 67891011121 2345 678
2007 2008 2009 2010
US
D/K
g
Rata-rata Harga Barang Impor
Grafik VI. 6. Perkembangan Rata-rata Harga
Impor Banten
Sumber: Bank Indonesia
Grafik VI. 7. Perkembangan Nilai Tukar
Rupiah terhadap USD
Sumber: Bank Indonesia
2 persen4 persen
5 persen
6 persen
7 persen
8 persen
10 persen
diatas 15
persen
Grafik VI.8. Ekspektasi Inflasi Pelaku Usaha
di Banten
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank
Indonesia
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Jan-2
00
8
Apr-
200
8
Jul-2
00
8
Okt-
200
8
Jan-2
00
9
Apr-
200
9
Jul-2
00
9
Okt-
200
9
Jan-2
01
0
Apr-
201
0
Jul-2
01
0
Okt-
201
0
USD
/ba
rrel
oil Price
Grafik VI. 9. Perkembangan Harga Minyak
Dunia
Sumber: US Energy Information Administration