kajian ekonomi regional jawa tengah · 2014-08-18 · realisasi apbd jawa tengah triwulan i-2014...
TRANSCRIPT
Kajian EkonomiRegional Jawa Tengah TRIWULAN II 2014
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V (Jateng-DIY)Jl. Imam Bardjo SH No.4 SemarangTelp. (024) 8310246, Fax. (024) 8417791http://www.bi.go.id
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya ”Kajian Ekonomi
Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan II 2014” dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi
mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem
pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia
juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi
yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus
berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai
pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi
pihak-pihak yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta kemudahan kepada kita
semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan
pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
KATA PENGANTAR
i
Semarang, Agustus 2014KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
WILAYAH V
Ttd
SutiknoDirektur Eksekutif
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Grafik
Daftar Suplemen
Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Jawa Tengah
Ringkasan Umum
1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum
1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
2. Perkembangan Inflasi Jawa Tengah
2.1. Inflasi Secara Umum
2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
2.2.1. Kelompok Bahan Makanan
2.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
2.2.3. Kelompok Transpor Komunikasi dan Jasa Keuangan
2.2.4. Kelompok Lainnya
2.3. Disagregasi Inflasi
2.3.1. Kelompok Volatile foods
2.3.2. Kelompok Administered Prices
2.3.3. Kelompok Inti
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
3. Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
3.2. Perkembangan Bank Umum
3.2.1 Perkembangan Jaringan Kantor Bank
3.2.2 Perkembangan Penghimpunan DPK
3.2.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
IIIDAFTAR ISI
I
iii
v
vii
xi
xiii
1
5
7
7
12
21
23
24
24
26
26
26
26
26
27
28
29
33
35
35
35
36
37
38
38
Daftar Isi
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
3.4. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS)
3.6. Perkembangan Perkasan
4. Perkembangan Keuangan Daerah
5. Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah
5.1. Ketenagakerjaan
5.2. Pengangguran
5.3. Nilai Tukar Petani
5.4. Tingkat Kemiskinan
5.5. Pemerataan Pendapatan
6. Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
6.1. Pertumbuhan Ekonomi
6.2. Inflasi
39
40
41
43
47
49
50
50
51
52
55
57
59
iv DAFTAR ISI
Daftar Isi
7
7
12
12
24
24
25
36
39
45
45
46
49
50
50
52
58
58
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (y) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Penggunaan
Tahun 2012 – 2014 (%)
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Penggunaan
Tahun 2012 – 2014 (%)
Tabel 1.3. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%)
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Triwulanan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%)
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah
Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw I - Kelompok Bahan Makanan
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah
Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
Tabel 4.1. Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan I-2014
Tabel 4.2. Realisasi Pos Pendapatan APBD Jawa Tengah Triwulan II-2014
Tabel 4.3. Realisasi Pos Belanja APBD Jawa Tengah Triwulan II-2014
Tabel 5.1. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama,
Februari 2013 – Februari 2014 (juta orang)
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari
2013 – Februari 2014 (juta orang)
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, Februari 2013 – Februari 2014 (juta
orang)
Tabel 5.4. Garis Kemiskinan, Jumlah Menurut Daerah, 2010-Maret 2014 (Rupiah) 66
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 menurut Penggunaan
dan Proyeksi Triwulan III 2014 (%)
Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)
vDAFTAR TABEL
Daftar Tabel
8
8
8
8
9
9
9
9
10
10
10
10
11
11
11
11
12
12
13
13
13
14
14
14
14
14
14
15
15
15
Grafik 1.1. Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
Grafik 1.2. Perkembangan Penjualan Listrik Segmen Rumah Tangga di Jawa Tengah
Grafik 1.3. Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi Vs Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
Grafik 1.4. Survei Tendensi Konsumen
Grafik 1.5. Pertumbuhan Tahunan Impor Konsumsi Vs Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
Grafik 1.6. Pertumbuhan Giro Pemerintah Vs Konsumsi Pemerintah di Jawa Tengah
Grafik 1.7. Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi di Jawa Tengah
Grafik 1.8. Perkembangan Pertumbuhan Impor Barang Modal Vs PMTDB
Grafik 1.9. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah
Grafik 1.10. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah
Grafik 1.11. Perkembangan Nilai Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor Luar Negeri Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.13. Perkembangan Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.14. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan Triwulan I 2014
Grafik 1.15. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.16. Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.17. Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
Grafik 1.18. Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.19. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRB Sektoral Provinsi Jawa Tengah Triwulan II Tahun
2014 (%)
Grafik 1.20. Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.21. Perkembangan Produksi Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.22. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah
Grafik 1.23. Perkembangan Industri Kecil Jawa Tengah
Grafik 1.24. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Bisnis di Jawa Tengah
Grafik 1.25. Perkembangan Konsumsi Listrik Segmen Industri di Jawa Tengah
Grafik 1.26. Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah
Grafik 1.27. Perkembangan Impor Nonmigas Barang Modal di Jawa Tengah
Grafik 1.28. Perkembangan Konsumsi Semen di Jawa Tengah
Grafik 1.29. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi dan Perumahan di Jawa Tengah
Grafik 1.30. Perkembangan Penjualan Listrik di Jabagteng
viiDAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
Grafik 1.31. Perkembangan Jumlah Pelanggan
Grafik 1.32. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.33. Perkembangan Keyakinan Konsumen dan Pedagang Eceran
Grafik 1.34. Perkembangan Jumlah Wisatawan Mancanegara di Jawa Tengah
Grafik 1.35. Perkembangan Tingkat Penghunian Kamar Hotel di Jawa Tengah
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Jawa Tengah dan Nasional
Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2011-2014
Grafik 2.4. Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 2.5. Disagregasi Inflasi Tahunan
Grafik 2.6. Disagregasi Inflasi Bulanan
Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Foods 2012-2014
Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Foods Triwulan II
Grafik 2.9. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods
Grafik 2.10. Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods
Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Adminitered Prices Triwulan II
Grafik 2.12. Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Adminitered Prices
Grafik 2.13. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan II
Grafik 2.14. Perkembangan Output Gap dan Pertumbuhan Ekonomi Tahunan
Grafik 2.15. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga
Grafik 2.16. Indeks Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded
Grafik 2.18. Perkembangan Harga Komoditas Internasional
Grafik 2.17. Inflasi Tahunan Triwulan II 2014
Grafik 2.18. Perkembangan Harga Komoditas Internasional
Grafik 3.1.Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.2.Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.3. Perkembangan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.4. Komposisi DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.5. Perkembangan Kredit Sektor Utama Bank Umum Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.6. Perkembangan Kredit Perbankan Berdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
15
15
15
16
16
23
23
23
23
26
26
27
27
27
27
28
28
28
28
29
29
29
29
29
29
35
35
36
36
37
37
DAFTAR GRAFIK
viii DAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
Grafik 3.7. Komposisi Kredit Perbankan Berdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.8. Perkembangan Suku Bunga Simpanan
Grafik 3.9. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10. Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.11. Perkembangan Kredit kepada UMKM
Grafik 3.12. NPL Kredit UMKM
Grafik 3.13. Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar Penggunaan
Grafik 3.14. NPL Kredit UMKM Berdasar Penggunaan
Grafik 3.15. Perkembangan Perputaran Kliring di Jawa Tengah
Grafik 3.16. Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.17. Perkembangan Nilai RTGS Jawa Tengah
Grafik 3.18. Perkembangan Volume RTGS Jawa Tengah
Grafik 3.19. Perkembangan Kegiatan Perkasan di Jawa Tengah 2012-2014
Grafik 3.20. Perkembangan Penarikan Uang Lusuh
Grafik 3.21. Grafik Uang Palsu
Grafik 5.1 Indeks Hasil Survei Konsumen Mengenai Kondisi Saat Ini Triwulan I 2014
Grafik 5.2. Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar Petani
Grafik 5.3 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2010-2014 (ribuan orang)
Grafik 5.4 PDRB Per Kapita
Grafik 5.5 Indeks Gini Ratio
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 6.3. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Mendatang
Grafik 6.4. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Mendatang
Grafik 6.5. Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa Tengah
Grafik 6.6. Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
37
38
38
38
40
40
40
40
40
40
41
41
42
42
42
49
51
51
53
53
57
57
58
58
61
61
DAFTAR GRAFIK
ixDAFTAR GRAFIK
Daftar Grafik
Suplemen 1. Kinerja Ekspor Manufaktur, Prospek & Tantangannya
Suplemen 2. Tantangan Peningkatan Konektivitas Daerah
Suplemen 3. Perkembangan Komoditas Bawang Merah
17
20
31
xiDAFTAR SUPLEMEN
Daftar Suplemen
A. PDRB & Inflasi
Ekonomi Makro Regional *)
Produk Domestik Regional Bruto (%,yoy)
- Pertanian
- Pertambangan & Penggalian
- Industri Pengolahan
- Listrik, Gas % Air Bersih
- Bangunan
- Perdagangan
- Pengangkutan Dan Komunikasi
- Keuangan, Persewaan & Jasa Usaha
- Jasa - Jasa
Berdasarkan Permintaan
- Konsumsi Rumah Tangga
- Konsumsi Swasta Nirlaba
- Konsumsi Pemerintah
- Investasi
- Eksport
- Import
- Nilai Eksport Non Migas (USD Juta)
- Volume Eksport Non Migas (Ribu Ton)
- Nilai Eksport Non Migas (usd Juta)
- Volume Eksport Non Migas (ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
INDIKATOR 2012
2012 2013
III IV I II
Eksport
Import
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
III
6.0
3.9
8.7
5.6
5.5
7.9
7.8
7.2
10.4
3.4
4.5
6.0
0.1
9.3
10.2
2.8
1,231
500
1,139
746
131.46
132.88
123.44
133.67
134.36
4.49
4.70
3.19
5.09
3.49
6.3
9.3
4.5
3.5
8.5
5.4
7.7
7.6
9.5
7.4
5.0
1.7
-0.4
11.0
8.3
7.9
1,395
679
1,458
1,034
132.13
134.07
124.45
134.29
134.26
4.24
4.73
2.87
4.85
3.09
6.3
3.7
7.4
5.5
6.4
7.0
8.2
7.9
9.4
7.3
5.0
6.2
4.7
8.4
9.5
8.5
5,209
3,190
5,179
3,767
132.13
134.07
124.45
134.29
134.26
4.24
4.73
2.87
4.85
3.09
5.6
0.9
5.2
4.7
9.8
6.1
9.2
7.9
9.9
6.2
5.0
7.1
2.2
5.4
3.7
1.7
1,344
846
1,153
887
135.89
137.39
129.23
138.14
135.76
6.24
6.23
6.20
6.66
4.01
6.2
2.4
5.7
6.5
6.8
6.9
8.3
7.5
9.7
4.7
5.1
7.9
3.8
7.8
8.9
7.4
1,470
838
1,468
1,128
136.38
139.26
129.56
138.48
136.33
5.44
6.77
5.41
5.67
3.19
5.9
3.5
5.5
5.0
9.4
6.9
6.9
8.1
11.3
6.8
5.3
5.9
7.6
8.5
10.5
18.5
1,350
710
1,378
1,037
141.61
143.72
133.41
144.22
142.14
7.72
8.16
8.08
7.89
5.79
5.6
2.0
9.0
7.3
7.7
7.9
5.6
2.9
11.3
2.1
5.0
6.7
8.1
9.5
11.2
10.0
1,494
751
1,555
992
142.68
145.46
134.81
145.29
142.05
7.98
8.50
8.32
8.19
5.80
5.8
2.2
6.3
5.9
8.4
7.0
7.5
6.5
10.6
4.9
5.1
6.9
5.6
7.9
8.6
9.3
5,658
3,144
5,554
4,045
142.68
145.46
134.81
145.29
142.05
7.98
8.50
8.32
8.19
5.80
IV2013
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Sektor
2014
I
5.3
1.6
5.0
5.9
5.3
7.0
6.1
5.1
11.2
5.1
4.9
11.9
4.8
9.6
9.7
10.5
1,500
741
1,398
871
111.32
111.37
110.11
110.96
108.69
116.87
113.36
7.08
7.30
6.61
6.43
6.07
10.50
9.69
II
0.05
4.1
6.1
8.4
5.5
6.9
4.9
9.4
5.6
5.1
14.5
0.8
6.7
7.0
0.6
1,603
681
1,437
1,086
112.27
111.90
110.78
112.15
108.95
117.48
116.38
7.26
6.42
6.63
7.13
5.68
9.54
9.65
5.2
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
xiiiTABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA TENGAH
INDIKATOR
Perbankan **)
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
- Giro
- Tabungan
- Deposito
Kredit (Rp Triliun)
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
Loan To Deposit Ratio (%)
NPL Gross (%)
Sistem Pembayaran
Transaksi RTGS (Rp Triliun)
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kliring
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (lembar)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
2012 2012
2013
III IV I II III IV2013
151.63
23.60
76.38
51.65
151.72
81.83
17.89
52.01
100.06
2.59
2,889
2,720
512
14,715
9.40
14.36
4.96
156.14
22.28
84.23
49.64
162.64
86.79
19.55
56.30
104.16
2.21
3,200
2,919
531
15,435
8.02
10.52
2.50
156.14
22.28
84.23
49.64
162.64
86.79
19.55
56.30
104.16
2.21
2,820
1,408
498
14,910
28.49
43.32
14.83
157.32
24.98
80.91
51.43
165.18
87.14
20.44
57.60
104.99
2.38
2,986
2,643
512
15,341
5.17
14.81
9.64
163.07
24.84
82.89
55.35
174.37
91.00
23.39
59.98
106.93
2.46
2,958
2,770
500
14,161
8.67
11.22
2.56
174.46
28.86
87.88
57.71
182.29
94.85
24.82
62.62
104.49
2.42
3,505
2,438
547
14,295
14.17
19.55
5.38
176.24
26.17
89.76
60.32
185.24
95.95
25.80
63.49
105.10
2.40
5,589
3,886
574
14,888
10.00
11.86
1.86
176.24
26.17
89.76
60.32
185.24
95.95
25.80
63.49
105.10
2.40
3,592
2,848
533
14,671
38.00
57.44
19.44
Transaksi Kas Titipan (Rp Triliun)
- Outflow
- Inflow
- Net Outflow
168.74
25.09
85.3
58.34
178.54
93.34
26.91
58.29
54.04
11.95
107.31
2.17
3,455
2,387
413
10590
6.27
15.47
9.20
Kredit UMKM (Rp Triliun)
-Modal Kerja
-Investasi
52.96
11.76
52.96
11.76
51.40
10.90
50.12
10.78
46.08
8.50
44.63
7.97
44.63
7.97
41.98
7.49
2014
III IV
30.20
86.96
61.27
187.36
99.04
28.07
60.26
59.09
13.60
105.01
2.19
3,515
2,389
544
14426
8.05
11.59
3.54
178.42
xiv TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA TENGAH
RINGKASAN UMUMPerekonomian Jawa Tengah pada triwulan II 2014 kembali mengalami perlambatan.
Ekonomi Jawa Tengah tumbuh sedikit melambat dari 5,3% (yoy) menjadi 5,2% (yoy) pada
triwulan II 2014. Perlambatan ekonomi pada triwulan II 2014 terutama karena semakin
melambatnya kegiatan ekspor. Selain itu, investasi juga mengalami perlambatan di
banding triwulan sebelumnya. Meski demikian, perekonomian daerah masih dapat
tertahan dari perlambatan yang lebih dalam karena ditopang oleh tetap baiknya kinerja
konsumsi terutama pada konsumsi rumah tangga dan konsumsi lembaga non profit.
Dari sisi sektoral, pelemahan ekonomi didorong oleh melambatnya kinerja sektor
pertanian di triwulan II 2014 dibanding triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tahunan
sektor ini melambat dari 1,6% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 0,1% (yoy).
Sementara kinerja sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran
masih mengalami peningkatan. Perlambatan di triwulan ini juga terjadi pada sektor
bangunan dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.
1RINGKASAN UMUM
Di sisi perkembangan harga, inflasi pada triwulan II 2014
tercatat meningkat dibanding triwulan I 2014. Kenaikan
inflasi pada periode laporan utamanya didorong oleh
kelompok bahan makanan. Kelompok bahan makanan pada
periode laporan naik meski masih di bawah level inflasi akhir
tahun. Kelompok lain yang mendorong inflasi periode
laporan secara signifikan adalah kelompok perumahan, air,
listrik, gas dan bahan bakar. Adapun komoditas penyumbang
inflasi terbesar adalah telur ayam ras, daging ayam ras,
bawang merah, bawang putih, bahan bakar rumah tangga
dan kontrak rumah. Sehingga dengan perkembangan
tersebut, inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan II 2014
sebesar 7,26% (yoy), meningkat dibanding triwulan
sebelumnya sebesar 7,08% (yoy). Sementara inflasi
triwulanan pada periode laporan lebih tinggi dibanding
periode yang sama tahun sebelumnya. Inflasi triwulanan Jawa
Tengah di triwulan II 2014 tercatat sebesar 0,68% (qtq) atau
lebih tinggi dari triwulan II 2013 sebesar 0,35% (qtq) dan
rata-rata inflasi triwulan II dalam lima tahun terakhir sebesar
0,61%.
Berdasarkan disagregasi inflasi, tekanan inflasi berasal
dari faktor non-fundamental. Pada triwulan laporan,
pasokan bahan makanan relatif membaik sehingga
mondorong inflasi dalam kondisi normal. Namun kondisi
pasokan tersebut tidak sebaik kondisi pada triwulan yang
sama tahun sebelumnya sehingga mendorong tekanan inflasi
dari komponen volatile foods meningkat. Kenaikan
komponen tersebut Selain itu, inflasi inti juga meningkat
meski dalam level moderat karena adanya kenaikan biaya
tempat tinggal. Sementara itu, kelompok administered prices
mulai turun.
Tren penurunan inflasi terjadi di sebagian besar kota
yang disurvei oleh BPS di Jawa Tengah. Hanya Kota
Semarang yang tercatat mengalami kenaikan inflasi,
sedangkan Kota Surakarta cenderung stabil. Adapun kota
lain mengalami penurunan, dengan penurunan terbesar
terjadi di Kudus.
Industri perbankan di Jawa Tengah pada Triwulan II-
2014 masih tumbuh cukup baik. Beberapa indikator utama
kiner ja perbankan di Jawa Tengah menunjukkan
peningkatan.
. Secara tahunan pada triwulan ini total aset dan Dana Pihak
Ketiga (DPK) tumbuh meningkat dibanding Triwulan I-2014.
Sementara itu kredit mengalami perlambatan dibandingkan
triwulan lalu. Seiring dengan pertumbuhan kredit yang lebih
rendah dibandingkan DPK maka menyebabkan Loan to
Deposit Ratio (LDR) turut menurun pada triwulan laporan.
Sementara itu, kualitas kredit yang disalurkan masih dapat
dijaga dengan baik sehingga Non Performing Loan (NPL) jauh
di bawah level indikatif, yaitu pada level 2,19%. Kinerja
perbankan yang masih cukup baik tersebut memberikan nilai
tambah pada pertumbuhan ekonomi sektor keuangan, yang
pada Triwulan II-2014 mampu tumbuh 9,44% (yoy).
Perkembangan industri syariah pada Mei 2014 di Jawa
Tengah juga menunjukkan kinerja yang cukup baik.
Meski mengalami perlambatan pertumbuhan aset dibanding
triwulan I-2014, namun DPK industri perbankan syariah
mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya.
Sementara itu, pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan
syariah mengalami sedikit perlambatan dibanding triwulan
sebelumnya. Tingkat risiko kredit yang ditunjukkan oleh NPF
membaik menjadi sebesar 26,16%, sementara Financing to
Deposit Ratio (FDR) pada bulan Mei 2014 masih stabil di level
129%.
Perkembangan keuangan daerah menunjukkan
realisasi yang membaik meski masih terbatas. Data
realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah Triwulan II-2014
menunjukkan telah terjadi penyerapan belanja sebesar Rp
5,00 milyar (35,69%) dan pendapatan Rp 7,20 milyar
(52,43%) terhadap APBD setelah perubahan tahun 2014.
Pada kelompok pendapatan, hampir seluruh subkelompok
telah terealisasi sekitar 50% dimana Pendapatan Asli Daerah
(PAD) mengalami realisasi anggaran terbesar pada triwulan II-
2014. Dari sisi belanja daerah, total belanja pemerintah
Provinsi Jawa Tengah pada triwulan II-2014 telah terealisasi
sebesar 35,69% meningkat dari sebelumnya 13,11%.
Sementara dilihat perkembangan secara tahunan realisasi
pada Triwulan II-2014, penyerapan anggaran baik belanja
tidak langsung maupun langsung mengalami peningkatan
yang signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya.
2 RINGKASAN UMUM
Kondisi kesejahteraan masyarakat belum menunjukkan
perbaikan. Kondisi ini ditunjukkan dari adanya peningkatan
pendapatan masyarakat serta menurunnya angka
pengangguran namun di sisi lain belum diikuti oleh
menurunnya angka kemiskinan. Data BPS terakhir
menunjukkan adanya penurunan jumlah pengangguran
pada Februari 2014 dibanding posisi Agustus 2013.
Sementara hasil Survei Konsumen hingga triwulan laporan
menunjukkan ketersediaan lapangan kerja dalam tren yang
relatif stabil. Nilai Tukar Petani (NTP) pada periode laporan
naik sebesar 0,3%, mengindikasikan perbaikan pendapatan
petani. Namun di sisi lain angka kemiskinan meningkat. Data
BPS pada periode Maret 2014, secara persentase jumlah
penduduk miskin naik 2,81% dibanding bulan September
2013 atau naik 2,15% dibanding bulan yang sama tahun
2013. Kenaikan angka kemiskinan ini tidak terlepas dari
semakin meningkatnya garis kemiskinan.
Ke depan, ekonomi Jawa Tengah diperkirakan akan
meningkat di triwulan III 2014. Berdasarkan berbagai
indikator ekonomi terakhir serta hasil survei maupun liaison
mengindikasikan ekonomi Jawa Tengah dapat tumbuh
meningkat di triwulan III 2014. Perekonomian Jawa Tengah
pada triwulan tersebut diperkirakan tumbuh sebesar 5,6%
(yoy).
Konsumen masih cukup optimis atas kondisi ekonomi
kedepan dan diikuti oleh membaiknya ekspektasi
pelaku usaha. Indikator tersebut mengindikasikan masih
akan cukup baiknya kegiatan konsumsi masyarakat.
Perbaikan konsumsi masyarakat dapat menjadi pendorong
peningkatan ekonomi. Di sisi lain, melihat dari terjaganya
konsumsi tersebut, pelaku usaha memiliki ekspektasi kondisi
ekonomi yang membaik. Berdasar survei kegiatan dunia
usaha, pengusaha memperkirakan kondisi situasi bisnis
perusahaan dan kegiatan dunia usaha lebih baik dibanding
triwulan sebelumnya. Investasi diperkirakan tetap tumbuh
tinggi meski tidak setinggi sebelumnya, khususnya untuk
investasi bangunan sejalan dengan realisasi infrastruktur
Pemerintah. Kegiatan investasi juga diperkirakan membaik
sejalan dengan membaiknya stabilitas politik. Terkait dengan
kondisi tersebut, ekspor diperkirakan naik dibarengi dengan
masih t ingginya impor, sejalan dengan tingginya
ketergantungan bahan baku impor. Membaiknya ekspor
tidak terlepas dari mulai membaiknya perekonomian global.
Melihat dari kondisi tersebut, dari sisi sektoral akan
berdampak kepada kinerja sektor industri pengolahan dan
sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Kedua sektor
te rsebut d iperk i rakan akan menjad i pendorong
perekonomian Jawa Tengah di triwulan III 2014.
Pada perkembangan harga, inflasi diperkirakan
meneruskan tren penurunan. Berdasarkan perkembangan
harga terkini, inflasi Jawa Tengah pada triwulan III tahun 2014
diperkirakan sebesar 4,80% (yoy), turun dari triwulan II 2014
yang sebesar 7,26% (yoy). Adapun tekanan inflasi
diperkirakan bersumber dari meningkatnya permintaan pada
periode tahun ajaran baru serta Ramadhan dan Idul Fitri.
Sementara itu, inflasi di kelompok pangan berpotensi
meningkat sebagai pengaruh dari menurunnya produksi padi.
Inflasi administered prices diperkirakan akan meningkat
sejalan dengan diberlakukannya kenaikan tarif dasar listrik
untuk beberapa kelompok termasuk kelompok rumah
tangga. Risiko inflasi dari perluasan kebijakan yang
membatasi penjualan BBM bersubsidi. Hingga saat ini,
kebijakan pembatasan solar bersubsidi di wilayah Jakarta
belum memberikan dampak.
Untuk keseluruhan tahun 2014, pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah pada 2014 diperkirakan akan mengalami
perlambatan dibanding tahun sebelumnya. Ekonomi
Jawa Tengah pada tahun 2014 diperkirakan 5,2% - 5,7%
(yoy), dengan kecenderungan bias ke bawah. Hal ini sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan
termoderasi di tahun 2014. Bank Indonesia memperkirakan
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 pada
kisaran 5,1 – 5,5%.
Sementara inflasi 2014 diperkirakan akan menurun
dibanding tahun sebelumnya. Inflasi tahun 2014
diperkirakan akan berada pada kisaran bawah 4,5% - 5,5%
(yoy), atau turun tajam dibandingkan tahun 2013 sebesar
7,98% (yoy). Penurunan ini didukung oleh terjaganya
ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga komoditas
pangan strategis. Selain itu, semakin solidnya koordinasi
antara Pemerintah dan BI dalam forum TPI/TPID turut
mendukung penurunan inflasi Jawa Tengah..
3RINGKASAN UMUM
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BABI
Perekonomian triwulan II 2014 sedikit melambat, didorong menurunnya kinerja sektor pertanian
Perlambatan di sektor pertanian pada triwulan II 2014 mendorong perlambatan
perekonomian daerah. Sebaliknya, kenaikan sektor perdagangan, hotel, dan
restoran serta sektor industri pengolahan menjadi penahan perlambatan
ekonomi.
Dari sisi penggunaan, perlambatan ekonomi didorong oleh perlambatan pada
ekspor terutama ekspor luar negeri. Sementara konsumsi masih mengalami
peningkatan
5PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan II 2014
kembali mengalami perlambatan. Ekonomi Jawa Tengah
tumbuh sedikit melambat dari 5,3% (yoy) menjadi 5,2% (yoy)
pada triwulan II 2014. Perlambatan ekonomi juga dialami
oleh provinsi lainnya, terutama yang memiliki basis sumber
daya alam, sehingga perekonomian nasional melambat dari
5,2% (yoy) menjadi 5,1% (yoy). Sementara secara triwulanan
juga terjadi perlambatan dimana ekonomi daerah tumbuh
1,8% (qtq), atau sama dengan pertumbuhan triwulanan
pada triwulan II tahun sebelumnya.
Faktor pendorong perlambatan ekonomi pada triwulan
II 2014 adalah semakin melambatnya kegiatan ekspor.
Ekspor, utamanya ekspor luar negeri melambat cukup
signifikan. Selain itu, investasi juga mengalami perlambatan di
banding triwulan sebelumnya.
Meski demikian, perekonomian daerah masih dapat tertahan
dari perlambatan yang lebih dalam karena ditopang oleh
tetap baiknya kinerja konsumsi terutama pada konsumsi
rumah tangga dan konsumsi lembaga non profit.
Dari sisi sektoral, kinerja sektor industri pengolahan dan
sektor perdagangan, hotel, dan restoran mengalami
peningkatan dibanding triwulan sebelumnya dan mampu
menopang semakin melambatnya kinerja sektor pertanian di
triwulan II 2014. Adapun sektor lainnya yang juga mengalami
perlambatan di triwulan ini antara lain sektor bangunan dan
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
11.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan II tahun 2014 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasar BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.
1.
PENGGUNAAN2012*
I II
III IV I* II*
2013
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Penggunaan Tahun 2012 – 2014 (%)
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba
Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Ekspor Barang dan Jasa
Impor Barang dan Jasa
III**
PDRB
*Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0.8
-3.2
-16.9
0.8
5.7
-0.6
6.9
0.9
0.9
7.1
2.9
0.4
5.0
1.3
2.2
3.1
0.5
3.6
0.2
-6.7
1.5
1.0
1.1
11.4
3.3
1.8
10.8
-3.3
0.8
1.9
-14.7
-4.3
1.1
-6.4
6.2
1.0
1.6
8.7
5.3
5.4
10.9
1.8
2.4
1.2
4.2
4.3
1.7
3.0
1.3
IV**0.7
1.8
11.9
4.2
2.5
2.8
-3.6
2014
I**0.7
6.9
-17.3
-4.2
-0.2
-5.9
5.9
II**1.2
4.0
4.6
2.5
2.8
1.0
1.8
7PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Penggunaan Tahun 2012 –2014 (%)
*Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PENGGUNAAN 2012*
I II III IV
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba
Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Ekspor Barang dan Jasa
Impor Barang dan Jasa
PDRB
5.3
5.9
7.6
8.5
10.5
18.5
5.9
5.0
6.7
8.1
9.5
11.2
10.0
5.6
4.5
6.0
0.1
9.3
10.2
2.8
6.0
5.0
1.7
-0.4
11.0
8.3
7.9
6.3
5.0
6.2
4.7
8.4
9.5
8.5
6.3
5.0
7.1
2.2
5.4
3.7
1.7
5.6
5.1
7.9
3.8
7.8
8.9
7.4
6.2
5.1
6.9
5.6
7.9
8.6
9.3
5.8
5.8
9.5
15.2
6.8
18.5
20.5
6.5
4.7
7.9
6.6
6.2
2.3
4.8
6.6
4.9
11.9
4.8
9.6
9.7
10.5
5.3
I**
20142012*I* II*
2013
III** IV**2013
5.1
14.5
0.8
6.7
7.0
0.6
5.2
II**
2014
Konsumsi rumah tangga berada pada level
pertumbuhan yang stabil. Konsumsi rumah tangga pada
triwulan II 2014 tumbuh sebesar 5,1% (yoy), sedikit
meningkat dibanding triwulan sebelumnya 4.9% (yoy).
Cukup baiknya konsumsi rumah tangga tersebut tidak
terlepas dari optimisme konsumen dalam memandang
perekonomian. Pada grafik 1.1. terlihat bahwa indeks
ketepatan waktu pembelian (indeks konsumsi) baik
komoditas makanan, non makanan ataupun barang tahan
lama masih dalam level yang cukup tinggi. Konsumen juga
merasakan adanya kenaikan penghasilan rumah tangga serta
peningkatan daya beli karena rendahnya inflasi di triwulan
laporan (Grafik 1.4). Selain itu, masih tingginya konsumsi
rumah tangga diindikasikan pada penjualan listrik segmen
rumah tangga di triwulan II 2014 yang masih ada kenaikan
meski laju pertumbuhannya sedikit melambat dibanding
triwulan sebelumnya (Grafik 1.2).
Sementara itu, pertumbuhan kredit konsumsi mengalami
perlambatan di triwulan II 2014 (Grafik 1.3) diikuti pula oleh
turunnya impor barang konsumsi dari luar negeri (Grafik 1.5).
Kegiatan yang terkait Pemilu memicu peningkatan
konsumsi swasta nirlaba pada triwulan II 2014.
Pertumbuhan konsumsi swasta nirlaba meningkat dari
11,9% (yoy) menjadi 14,5% (yoy). Kegiatan yang dilakukan
oleh swasta nirlaba (antara lain partai politik) terkait pemilihan
umum legislatif (Pileg) dan pemilihan Presiden (Pilpres)
memberikan dorongan pada konsumsi swasta nirlaba. Secara
triwulanan, pertumbuhan konsumsi swasta nirlaba sedikit
melambat dibanding triwulan sebelumnya menjadi sebesar
4,0% (qtq). Meski demikian dorongan konsumsi swasta
nirlaba pada periode Pemilu kali ini terbilang cukup tinggi,
lebih tinggi dibandingkan dengan kegiatan pilpres di tahun
2009.
Perkembangan Indeks Ketepatan WaktuPembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
Grafik 1.1.
125
120
115
110
105
100
95
90
85
INDEKS
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan Lama
Tingkat Konsumsi Beberapa Komoditi Makanan Dan Bukan Makanan
2011 2012 2013
OPTIMIS
PESIMIS
II
Perkembangan Penjualan ListrikSegmen Rumah Tangga di Jawa Tengah
Grafik 1.2.
Penjualan Listrik Pertumbuhan tahunan - RHS
Sumber : PT PLN Distribusi Jateng dan DIY
2.600
2.400
2.200
2.000
1.800
1.600
1.400
1.200
1.000
800
600
400
200I II III IV I II III
15
10
5
0
-5
-10
-15IV I
20142013 2012
JUTA KwH PERSEN YOY
II
Pertumbuhan Tahunan Kredit Konsumsi VsKonsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
Grafik 1.3.
Sumber : Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Kredit Konsumsi Konsumsi PRDB (-1) - RHS
I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013
28
26
24
22
20
18
16
14
12
10
PERSEN YOYPERSEN YOY7,5
7
6,5
6
5,5
5
4,5II
2014
I
Survei Tendensi KonsumenGrafik 1.4.
Sumber : Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Pendapatan RT Kini Pengaruh Inflasi terhadap konsumsi
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
125
120
115
110
105
100
INDEKS
II
8 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Konsumsi pemerintah mengalami perlambatan cukup dalam
di triwulan II 2014. Konsumsi pemerintah tumbuh 0,8% (yoy),
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
4,8% (yoy). Melambatnya konsumsi juga tercermin dari
naiknya giro sektor pemerintah di perbankan, menunjukkan
pencairan yang masih terbatas di triwulan II 2014. Data
realisasi belanja di APBD Provinsi Jawa Tengah sampai dengan
triwulan II masih dalam kisaran 35,7%, relatif sama dengan
tahun sebelumnya.
Investasi mengalami perlambatan. Pertumbuhan
komponen investasi yang dicerminkan dari PMTB melambat
dari 9,6% (yoy) di triwulan I menjadi 6,7% (yoy). Perlambatan
pada jenis investasi bangunan terlihat pada melambatnya
pertumbuhan ekonomi di sektor bangunan. Pertumbuhan
sektor bangunan melambat dari 7,0% (yoy) di triwulan
sebelumnya menjadi 5,5% (yoy) di triwulan II 2014.
Sementara investasi non-bangunan juga terindikasi
mengalami penurunan di triwulan laporan tercermin dari
menurunnya nilai impor barang modal (Grafik 1.8).
Dari hasil focus group discussion (FGD) dengan pelaku usaha
di Jawa Tengah mengkonfirmasi bahwa kegiatan investasi
dunia usaha yang dilakukan di tahun 2014 tidak setinggi
tahun sebelumnya. Kondisi tersebut juga diindikasikan oleh
penyaluran kredit investasi yang juga tumbuh melambat di
triwulan II 2014 (Grafik 1.7).
Sementara itu, realisasi penanaman modal masih
menunjukkan peningkatan kegiatan investasi di Jawa
Tengah. Meski PMTB menunjukkan adanya perlambatan
namun dilihat dari realisasi penanaman modal masih terjadi
kenaikan realisasi investasi pada periode laporan.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM), realisasi investasi baik dalam bentuk PMDN maupun
PMA di triwulan laporan tercatat meningkat dibanding
triwulan sebelumnya. Realisasi PMDN tercatat sebanyak 33
proyek dengan nilai sebesar Rp4.379 miliar (Grafik 1.10).
Sementara itu penanaman modal asing (PMA) di triwulan II
2014 juga tercatat lebih tinggi yaitu sebanyak 102 proyek
dengan nilai US$171 juta (Grafik 1.9).Dibanding triwulan
sebelumnya, nilai investasi PMA meningkat 33,5%.
Grafik 1.5. Pertumbuhan Tahunan Impor KonsumsiVs Konsumsi PDRB Tahunan di Jawa Tengah
8
7,5
7
6,5
6
5,5
5
4,5
4
Sumber : Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Vol Import Konsumsi PRDB Konsumsi - RHS
400
350
300
250
200
150
100
50
0
-50
-100
PERSEN YOY PERSEN YOY
2009 2010 2011 2012 2013
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014
I II
Grafik 1.6. Pertumbuhan Giro PemerintahVs Konsumsi Pemerintah di Jawa Tengah
Sumber : Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Konsumsi Pemda - RHS Giro Sektor Pemerintahan
50
40
30
20
10
-
(10)
(20)
PERSEN YOY PERSEN YOY16
14
12
10
8
6
4
2
0
-2
I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
II
Grafik 1.7. Perkembangan PenyaluranKredit Investasi di Jawa Tengah
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Kredit Investasi PMTB - RHS
I
60
55
50
45
40
35
30
25
PERSEN YOY PERSEN YOY
II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
12
11
10
9
8
7
6
5
4II
Grafik 1.8. Perkembangan PertumbuhanImpor Barang Modal Vs PMTDB
12
11
10
9
8
7
6
5
4
Sumber : Bank Indonesia dan BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Import barang Modal - yoy PMTDB - RHS
600
500
400
300
200
100
0
-1
-200
PERSEN PERSEN
PMTDB - RHS
2010 2011 2012 2013 2014
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
9PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
Proyek PMDN Investasi PMDN - RHS
I
60
50
40
30
20
10
0
JUMLAH PROYEK MILIAR RP 12000
10000
8000
6000
4000
2000
0II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
II
Grafik 1.10. Perkembangan RealisasiPenanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Proyek PMA Investasi PMA - RHS
I
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
JUMLAH PROYEK JUTA US$ 300
250
200
150
100
50
0II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
II
Grafik 1.9. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah
Kondisi perdagangan dari dan ke Provinsi Jawa Tengah
tidak sebaik triwulan sebelumnya. Kegiatan ekspor
melambat, namun perlambatannya tidak sedalam impor.
Kondisi ini menyebabkan perdagangan Jawa Tengah pada
triwulan II 2014 tercatat mengalami net ekspor yang
meningkat dari triwulan sebelumnya. Kegiatan perdagangan
Jawa Tengah dengan luar negeri menjadi penyebab utama
perlambatan ekspor dan impor.
Ekspor pada triwulan II 2014 melambat dibanding
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekspor pada triwulan II
2014 tercatat 7,0% (yoy) atau melambat dari sebelumnya
yang tumbuh 9,7% (yoy). Melemahnya ekspor terutama
akibat melambatnya ekspor luar negeri. Pertumbuhan ekspor
luar negeri melambat dari 19,7% (yoy) di triwulan I 2014
menjadi 9,4% (yoy) di triwulan laporan. Sementara ekspor
antar daerah sedikit melambat dibanding triwulan
sebelumnya.
Laju pertumbuhan ekspor luar negeri nonmigas baik
secara volume maupun nilai mengalami perlambatan.
Pada periode laporan, volume ekspor (Grafik 1.12)
mengalami penurunan lebih dalam dari triwulan sebelumnya
yaitu dari -12,4% (yoy) menjadi -18,8% (yoy). Perlambatan
laju pertumbuhan volume ekspor terjadi hampir di seluruh
kelompok komoditas, terutama di komoditas barang-barang
kayu. Pertumbuhan ekspor komoditas ini melambat dari
37,6% (yoy) menjadi 20,7% (yoy). Adapun komoditas utama
ekspor Jawa Tengah lainnya, yaitu tekstil dan produk tekstil
(TPT) juga melambat, meski tidak sedalam komoditas kayu.
Sementara itu, nilai ekspor luar negeri nonmigas juga
melambat dari 12% (yoy) menjadi 9,1% (yoy).
Dil ihat dari negara tujuannya, perlambatan
pertumbuhan ekspor terutama terjadi untuk ekspor ke
negara di kawasan Asia. Ekspor dengan tujuan Tiongkok
dan Jepang mengalami perlambatan yang cukup dalam.
Melambatnya ekspor ke Tiongkok diindikasikan karena
penurunan permintaan sejalan dengan melambatnya
ekonomi negara tersebut. Sebaliknya, laju pertumbuhan
ekspor ke negara-negara utama lainnya seperti Amerika
Serikat dan beberapa negara di kawasan Eropa masih
meningkat sejalan dengan membaiknya kondisi ekonomi
negara tersebut.
Grafik 1.11. Perkembangan Nilai EksporProvinsi Jawa Tengah
Sumber : Bank Indonesia, diolah
NILAI PERTUMBUHAN TAHUNAN - RHS
I
1.600
1.500
1.400
1.300
1.200
1.200
1.000
900
JUTA USD PERSEN 40
30
20
10
0
-10
-20
-30
-40II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
II
Perkembangan Volume EksporLuar Negeri Provinsi Jawa Tengah
Grafik 1.12.
Sumber : Bank Indonesia, diolah
VOLUME PERTUMBUHAN TAHUNAN - RHS
I
1.400
1.200
1.000
800
600
400
200
0
RIBU TON PERSEN 300
250
200
150
100
50
0
-50
-100II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014
II
10 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Pertumbuhan impor pada triwulan II 2014 melambat.
Pada triwulan laporan terlihat adanya perlambatan laju
pertumbuhan tahunan impor yang cukup dalam, yaitu dari
10,5% (yoy) menjadi 0,6% (yoy) di triwulan laporan.
Melambatnya pertumbuhan impor lebih didorong oleh
menurunnya impor luar negeri. Sementara impor antar
daerah di triwulan laporan diindikasikan mengalami
peningkatan. Laju pertumbuhan impor luar negeri menurun
dari 13% (yoy) menjadi -3,7% (yoy). Data impor luar negeri
menunjukkan kondisi yang sejalan dimana baik nilai maupun
volume impor Jawa Tengah pada periode laporan mengalami
penurunan dibanding periode sebelumnya. Volume impor
Jawa Tengah nonmigas turun lebih dalam dibanding triwulan
sebelumnya yaitu dari -1,87% (yoy) menjadi -3,76% (yoy)
(Grafik 1.16). Berdasar kelompoknya penurunan volume
terbesar terjadi pada kelompok barang modal. Volume impor
kelompok barang modal turun menjadi -3,11% (yoy) setelah
sebelumnya tercatat tumbuh 15,73% (yoy). Kondisi ini sejalan
dengan melambatnya investasi daerah.
Berdasar SITC (Standard International Trade
Classification) 2 digit, komoditas barang modal yang
menurun cukup dalam adalah dari kelompok mesin
terutama mesin industri khusus yang digunakan untuk
industri TPT. Laju impor mesin industri khusus ini
menurun dari 20,88% (yoy) di triwulan I menjadi -
8,32% (yoy).
Berdasar negara asal, penurunan laju impor terutama
untuk komoditas dari negara Eropa dan ASEAN (Grafik
1.18). Laju pertumbuhan volume impor komoditas dari
kawasan Eropa menurun dari 113,64% (yoy) menjadi -
29,04% (yoy). Sebaliknya, impor dari Tiongkok tercatat
meningkat sebesar 56% (yoy).
Grafik 1.14. Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan Triwulan IIZ 2014
Sumber : Bank Indonesia
39%
24%
13 %
9%
1%
5%
2%
2%
2%
3%
LAINNYA
MALAYSIA
3%UK
JEPANG
RR
C BELANDA
PERANCIS
JERMAN
USA 4%
Grafik 1.13. Perkembangan Ekspor ProvinsiJawa Tengah Berdasarkan Negara Tujuan
Sumber : Bank Indonesia
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0III IVI II III IVI II
2012 2013
JUTA USD
I
2014
Lainnya
Perancis
Jepang
Italia
Belanda
USA
Belgia
UK
KorSel
Jerman
RRC
II
Grafik 1.15. Perkembangan Nilai ImporProvinsi Jawa Tengah
1.800
1.600
1.400
1.200
1.000
800
600
400
200
0
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Proyek PMA Investasi PMA - RHS
I II III
2011 2012 2013
IV I II III IV I II
40
30
20
10
0
-10
-20III IV
JUTA USD PERSEN
2014
I II
Perkembangan Volume ImporProvinsi Jawa Tengah
Grafik 1.16.
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Volume Import Pertumbuhan Tahunan - RHS
JUTA USD PERSEN1.200
1.000
800
600
400
200
0I II III
2011 2012 2013
IV I II III IV I II III IV I
2014
70
60
50
40
30
20
10
0
-10
-20
-30
-40II
11PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Perlambatan ekonomi daerah pada triwulan II 2014 dari
sisi sektoral terutama karena perlambatan di sektor
pertanian. Di sisi lain, kinerja sektor utama daerah lainnya
seperti industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel,
dan restoran mengalami kinerja yang membaik di triwulan
laporan sebagaimana terlihat pada pertumbuhan ekonomi di
sektor tersebut. (Tabel 1.3).
Dengan perkembangan tersebut, sumber pertumbuhan
tahunan di triwulan II 2014 berasal dari sektor industri
pengolahan dan sektor PHR. Sementara sektor pertanian
tercatat tidak memberikan dorongan pada perekonomian
daerah di triwulan laporan.
Grafik 1.17.Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
TIONGKOK
LAINNYA
EROPA
ASEAN
USA
AUSTRALIA
46%
21%
7%
9%
9%
8%
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.18. Perkembangan Nilai ImporProvinsi Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal
Sumber : Bank Indonesia, diolah
I
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
JUTA USD
II III IV I II III IV I
2012 2013
LAINNYA RRC EROPA AUSTRALIA ASEAN USA
II
2014
Pertanian
Pertambangan Dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik,gas Dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan,hotel & Restoran
Pengangkutan Dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan & Js. Pers
PDRB
LAPANGAN USAHA2012*
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Jasa-jasa
II
III IV*2012*
I* II*
2013
Tabel 1.3. Laju Pertumbuhan Tahunan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%)
III** IV**1.8
7.7
5.8
5.2
7.6
9.4
8.2
9.7
9.3
6.6
3.9
8.7
5.6
5.5
7.9
7.8
7.2
10.4
3.4
6.0
9.3
4.5
3.5
8.5
5.4
7.7
7.6
9.5
7.4
6.3
3.7
7.4
5.5
6.4
7.0
8.2
7.9
9.4
7.3
6.3
0.9
5.2
4.7
9.8
6.1
9.2
7.9
9.9
6.2
5.6
2.4
5.7
6.5
6.8
6.9
8.3
7.5
9.7
4.7
6.2
3.5
5.5
5.0
9.4
6.9
6.9
8.1
11.3
6.8
5.9
2.0
9.0
7.3
7.7
7.9
5.6
2.9
11.3
2.1
5.6
2013*
2.2
6.3
5.9
8.4
7.0
7.5
6.5
10.6
4.9
5.8
2014
I**1.6
5.0
5.9
5.3
7.0
6.1
5.1
11.9
5.1
5.3
II**0.0
4.1
6.1
8.4
5.5
6.9
4.9
9.4
5.6
5.2
Pertanian -3.5 -0.2 -23.8 37.6 -2.1
Pertambangan Dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik,gas Dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan,hotel & Restoran
Pengangkutan Dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan & Js. Pers
PDRB
LAPANGAN USAHA2012
* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Jasa-jasa
II
III IV* I* II*
2013
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Triwulanan Sektoral PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000 (%)
4.3
1.2
4.0
1.6
4.0
2.7
4.8
2.4
1.3
1.3
2.4
0.5
3.3
2.0
1.5
1.5
-0.1
1.5
-4.8
-0.6
4.5
1.4
1.8
2.7
1.2
5.1
-3.3
4.5
1.7
0.6
-0.4
1.2
0.9
2.2
-1.2
6.2
4.9
2.9
1.1
2.4
3.1
2.3
4.6
1.0
1.8
0.9
1.1
0.9
2.9
3.3
0.7
2.1
2.7
1.9
1.3
III**-24.9
-1.6
1.5
2.9
2.4
0.6
-2.3
1.1
0.4
-3.6
IV**
2014
37.7
0.7
0.4
-1.6
-1.2
1.6
3.0
2.1
1.7
5.9
I** II**-3.6
3.9
3.2
4.1
0.9
3.9
2.1
2.9
1.5
1.8
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
12 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Dilihat dari struktur ekonomi Jawa Tengah, output pada
triwulan II 2014 masih didominasi oleh tiga sektor
utama, yaitu sektor industr i pengolahan, sektor
perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), serta sektor
pertanian (Grafik 1.19). Struktur ekonomi Jawa Tengah belum
banyak berubah dari tiga sektor utama tersebut. Namun di
triwulan laporan, sektor Pertanian tidak memberikan
sumbangan pada pertumbuhan ekonomi daerah.
Pertumbuhan sektor pertanian melambat. Pertumbuhan
tahunan sektor ini melambat dari 1,6% (yoy) pada triwulan
sebelumnya menjadi 0,1% (yoy). Secara triwulanan,
pertumbuhan sektor pertanian turun -3,6% (qtq) atau turun
lebih rendah dari rata-rata lima tahun terakhir sebesar -2,6%.
Pendorong turunnya sektor ini adalah menurunnya kinerja
komoditas di subsektor tanaman bahan makanan. Data dari
Dinas Pertanian Jawa Tengah menunjukkan bahwa puncak
masa panen terjadi di triwulan I 2014, sementara di triwulan
laporan panen menurun dan masuknya musim tanam kedua.
Kondisi ini juga menggambarkan bahwa dampak banjir
di awal tahun 2014 tidak memengaruhi pola produksi
tanaman bahan makanan daerah sebagaimana yang
diperkirakan sebelumnya. Baiknya respon pemerintah dalam
menanggulangi dampak banjir dengan melakukan program
penanaman ulang (replanting) dapat meminimalkan dampak
gagal panen. Pemerintah memberikan bantuan berupa bibit
kepada lahan yang terkena banjir. Selain itu, luas lahan yang
terkena banjir cukup minim yaitu hanya 4%. Subsektor lain
yang juga melambat adalah subsektor peternakan dan
perikanan. Sementara, kinerja subsektor lainnya meningkat.
Kinerja sektor industri pengolahan meningkat
dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan ini lebih
didorong oleh meningkatnya kinerja industri non migas
ditengah semakin melambatnya kinerja industri migas. Sektor
industri pengolahan meningkat dari 5,9% (yoy) di triwulan I
2014 menjadi 6,1% (yoy). Dilihat dari klasifikasinya, industri
non migas tumbuh 1% lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya menjadi 7,2% (yoy), sementara industri migas
melambat menjadi 0,2% (yoy) dari 4,2% (yoy) di triwulan
sebelumnya. Tidak seignifikannya pengaruh industri migas
terhadap industri penglahan dikarenakan porsi migas yang
sebesar 14% dari sektor industri pengolahan.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Sumber Pangsa
0.6
1.5
2.0
0.0
10.5
20.7
33.4
17.7
Jasa-jasa
Keuangan, Persewaan & Jasa Persh.
Pengangkutan Dan Komunikasi
Perdagangan, Hotel & Restoran
Konstruksi
Listrik, Gas Dan Air Bersih
Industri Pengolahan
Pertambangan Dan Penggalian
Pertanian
Grafik 1.19. Sumber Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur PDRBSektoral Provinsi Jawa Tengah Triwulan II Tahun 2014 (%)
400.000
350.000
300.000
250.000
200.000
150.000
100.000
50.000
01 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2012 2013
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
HEKTAR
1 2 3
2014
TANAM PANEN
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah
4 5
Grafik 1.20. Perkembangan Luas Tanamdan Panen Padi di Jawa Tengah
Grafik 1.21. Perkembangan Produksi Padidi Jawa Tengah
2009 2010 2011 2012 2013
1.860
1.840
1.820
1.800
1.780
1.760
1.740
1.720
1.700
1.680
1.660
10.400
10.200
10.000
9.800
9.600
9.400
9.200
9.000
8.800
Sumber : Bank Indonesia, diolah
LUAS PANEN PRODUKSI - RHS
RIBU HEKTAR RIBU TON
2014
10.600
13PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Grafik 1.27.
JUTA USD PERSEN YOY
BARANG MODAL YOY - RHS
Sumber : Bank Indonesia
100
80
60
40
20
0
-20
-40
-60
-80
-100III IVI II III IVI II III IVI II II
2011 2012 2013 2014
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
Perkembangan ImporNonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah
I
Grafik 1.26. Perkembangan ImporNonmigas Bahan Baku di Jawa Tengah
JUTA USD PERSEN YOY1.000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
70
60
50
40
30
20
10
0III IVI II III IVI II III IVI II II
2011 2012 2013 2014
BAHAN BAKU YOY - RHS
Sumber : Bank Indonesia, diolah
I
PERSEN
2012
25
20
15
10
5
0
-5
-102013 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTUMBUHAN JATENG TRIWULAN
PERTUMBUHAN INDO TRIWULAN
PERTUMBUHAN JATENG TAHUNAN
III III III IVIVIV I I I II II II I I I II II II III III III IV IV IV III IIIIII
Perkembangan Industri Kecil Jawa TengahGrafik 1.23.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTUMBUHAN JATENG TRIWULAN
PERTUMBUHAN INDO TRIWULAN
PERTUMBUHAN INDO TAHUNAN
PERTUMBUHAN JATENG TAHUNAN
I II III IV
2011 2012
15
10
5
0
-5
-10
III IV I II
2013
III VI
2014
I II
PERSEN
Grafik 1.22. Perkembangan Industri Besar Jawa Tengah
Kinerja industri pengolahan nonmigas tumbuh
meningkat. Industri tekstil dan industri makanan dan
minuman menjadi pendorong pertumbuhan di sektor industri
pengolahan. Industri tekstil tumbuh cukup signifikan dari
3,2% (yoy) menjadi 6,3% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan
hasil survei industri besar serta survei industri kecil yang
mengindikasikan adanya pertumbuhan industri secara
tahunan di Jawa Tengah terutama untuk industri besar.
Sementara dari sisi penggunaan energi, konsumsi listrik masih
mengalami pertumbuhan terutama untuk kelompok bisnis
(Grafik 1.24 & 1.25).
Namun ditengah membaiknya kinerja industri, laju
pertumbuhan impor baik bahan baku dan barang
modal pada triwulan II 2014 menunjukkan adanya
perlambatan (Grafik 1.26 dan Grafik 1.27). Kondisi ini perlu
dicermati mengingat sebagian besar bahan baku produksi
terutama industri TPT masih berasal dari luar negeri. Sehingga
dengan melambatnya impor bahan baku dikhawatirkan
dapat mengganggu kinerja produksi di periode selanjutnya.
Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Industri di Jawa Tengah
Grafik 1.25
1.800
1.600
1.400
1.200
1.000
800
600
400
200
0III IV
2012 2013
I II
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0III II II
JUTA KwH PERSEN YOY
IV
2014
INDUSTRI PERTUMBUHAN TAHUNAN - RHS
Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah
II
Perkembangan Konsumsi ListrikSegmen Bisnis di Jawa Tengah
Grafik 1.24
600
400
200
0III IV
2012
I II
15
10
5
0
-5
-10
-15
-20III IVI II
2013
JUTA KwH PERSEN YOY
I
2014
BISNIS PERTUMBUHAN TAHUNAN - RHS
Sumber : PLN (Persero) Distribusi Wil. Jateng&DIY diolah
II
14 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.29. Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksidan Perumahan di Jawa Tengah
TRILIUN RP PERSEN YOY4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0III IV
2012
I II
SEKTOR BANGUNAN PERTUMBUHAN TAHUNAN - RHS
III IVI II I II
2013 2014
70
60
50
40
30
20
10
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Grafik 1.28. Perkembangan Konsumsi Semendi Jawa Tengah
RIBU TONPERSEN YOY2.500
2.000
1.500
1.000
5.00
0I II III IV
2010 2011 2012 2013
I II III IV I II III IV I II
30
25
20
15
10
5
0
-5
-10
-15
-20III IV
2014
I
KONSUMSI SEMEN PERTUMBUHAN TAHUNAN - RHS
II
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Kinerja sektor bangunan tumbuh melambat. Sektor
bangunan tumbuh melambat dari 7,0% (yoy) di triwulan
sebelumnya menjadi 5,5% (yoy). Namun, data konsumsi
semen menunjukkan kenaikan pertumbuhan konsumsi
dibanding triwulan sebelumnya (Grafik 1.28).
Kinerja sektor Listrik, Gas dan Air Bersih (LGA)
meningkat pada triwulan II 2014. Pertumbuhan sektor ini
meningkat dari 5,3% (yoy) menjadi 8,4% (yoy). Berdasarkan
subsektornya, subsektor listrik tumbuh cukup signifikan
sementara subsektor air bersih melambat.
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)
meningkat. Sektor PHR meningkat dari 6,1% (yoy) menjadi
6,9% (yoy) dimana seluruh subsektor tercatat mengalami
peningkatan. Dilihat secara triwulanan, kinerja sektor ini
tercatat sebesar 3,9% (qtq) atau lebih tinggi dibanding
periode yang sama tahun sebelumnya. Masih cukup baiknya
konsumsi daerah menopang kinerja di sektor ini, terlihat dari
keyakinan konsumen yang masih cukup optimis (Grafik 1.33).
Optimisme dunia usaha juga cukup baik terlihat dari indeks
penjualan eceran yang tercatat meningkat di triwulan II 2014.
Perkembangan Penjualan Listrikdi Jabagteng
Grafik 1.30.
Sumber : PT. PLN Distribusi Jateng dan DIY, diolah
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0III IV
2012
I II
2013
I II
15
10
5
0
-5
-10
-15III IIV
2014
PENJUALAN LISTRIK PERTUMBUHAN TAHUNAN
JUTA KwHPERSEN YOY
Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik di Jabagteng
Grafik 1.31.
JUTA PELANGGAN
2013
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0I II III IV I
Sumber : PT. PLN Distribusi Jateng dan DIY, diolah
II
2014
PEMERINTAH INDUSTRI BISNIS RUMAH TANGGA SOSIAL PPJU
Grafik 1.32. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0 I II III IV
12
10
8
6
4
2
0
-2
-4
-6
-8
-10
2008 2009 2010 2011 2012 2013
SBTPERSEN YOY
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV II
2014
Sumber : Bank Indonesia, diolah
KEGIATAN USAHA - RHS PHR - PRDB
I
Grafik 1.33. Perkembangan Keyakinan Konsumendan Pedagang Eceran
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
220
200
180
160
140
120
100
80I II III
2011 2012 2013
IV I II III IV I II III IV
INDEKS
I
2014
II
PESIMIS
OPTIMIS
IKK ITKINDEKS RIIL PENJUALAN ECERAN
15PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Grafik 1.35. Perkembangan Tingkat PenghunianKamar Hotel di Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
TOTAL
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2012 2013
I II III IV I II III IV
2014
I
PERSEN
BINTANG 1 BINTANG 2 BINTANG 3 BINTANG 4 BINTANG 5
II
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2012 2013
I II III IV I II III IV
2014
I
ORANG
JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA PERTUMBUHAN TAHUNAN - RHS
II
Grafik 1.34. Perkembangan JumlahWisatawan Mancanegara di Jawa Tengah
Sektor pengangkutan dan komunikasi sedikit
melambat di triwulan laporan. Sektor ini tumbuh sebesar
4,9% (yoy), setelah sebelumnya tumbuh 5,1% (yoy).
Perlambatan terjadi di subsektor pengangkutan sedangkan
subsektor komunikasi tumbuh meningkat di triwulan I 2014.
Membaiknya kinerja sektor utama seperti PHR dan Industri
Pengolahan diindikasikan turut meningkatkan kinerja sektor
pengangkutan di triwulan laporan
Meski melambat, sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan masih tumbuh cukup tinggi pada triwulan II
2014. Sektor ini tumbuh sebesar 9,4% (yoy) pada triwulan II
2014 atau melambat dibanding triwulan sebelumnya yang
tumbuh 11,2% (yoy). Perlambatan yang cukup besar terjadi
pada subsektor bank, sementara subsektor lembaga
keuangan tanpa bank meningkat. Melambatnya kinerja
perbankan tidak terlepas dari adanya perlambatan ekonomi.
Sektor jasa-jasa tumbuh lebih tinggi di triwulan
laporan. Sektor jasa-jasa tumbuh dari 5,1% (yoy) di triwulan I
2014 menjadi 5,6% (yoy) di triwulan laporan. Kenaikan
terjadi baik di subsektor pemerintahan umum dan swasta.
16 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Sepanjang sepuluh tahun terakhir, negara tujuan ekspor
Jawa Tengah tidak mengalami perubahan yang
signifikan. Negara tradisional seperti AS dan Eropa masih
menjadi tujuan utama. Sedangkan komoditas yang
diekspor kebanyakan berupa TPT dan produk kayu
olahan. Meski demikian, jika dilihat berdasarkan
pembagian benua, pangsa terbesar nilai ekspor Jawa
Tengah ke benua Amerika telah bergeser ke benua Asia.
Dilihat dari negara-nya, kenaikan yang cukup signifikan
terjadi di Jepang dan Tiongkok. Porsi nilai ekspor ke
Tiongkok naik cukup besar dengan komoditas yang
diekspor sebagian besar berupa produk kayu olahan,
sementara komoditas utama ke Jepang berupa produk
kayu olahan dan TPT. Selain itu, dalam beberapa tahun
terakhir juga terlihat adanya perkembangan ekspor ke
beberapa negara non tradisional seperti ke Rusia dan
Afrika. Pelaku usaha berupaya memperluas pasar
dengan melakukan diversifikasi ke negara-negara non
tradisional. Hal ini sejalan dengan hasil FGD dengan
Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia, yang
menyatakan sejak tahun 2013 mulai melakukan
diversifikasi diantaranya ke negara di Afrika dan Amerika
Selatan.
Pada triwulan II 2014, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Wilayah V melakukan quick survey untuk melihat kinerja
ekspor manufaktur di wilayah Jawa Tengah dan DI Yogya
karta. Berdasarkan survei yang dilakukan, mayoritas
pelaku usaha menyatakan bahwa diperkirakan volume
ekspor triwulan II 2014 lebih tinggi dibanding triwulan II
2013. Meski demikian, perkiraan pertumbuhan tahunan
tersebut tidak sebesar periode sebelumnya. Hal ini
diperlihatkan dari perkembangan ekspor sampai bulan
Mei, baik komoditas TPT dan produk kayu olahan
pertumbuhan tahunan nya melambat. Dilihat dari
negara tujuan nya, ekspor komoditas TPT dan kayu
olahan pertumbuhan tahunan nya ke semua negara
tujuan utama mengalami perlambatan. Hanya ke Zona
Eropa yang masih naik.
ASPEK PRODUKSI
Kapasitas produksi pada triwulan II 2014 berdasar liaison
ke industri pengolahan rata-rata tercatat sebesar
87.53%, naik dibanding periode sebelumnya. Khusus
untuk industri TPT, kapasitas ini cenderung mengalami
peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Hal ini ditandai
dengan ekspansi kapasitas pabrik dan penambahan
rekrutmen tenaga kerja baru. Sebaliknya, kapasitas
produksi pada sektor mebel cenderung menurun,
dikarenakan keterbatasan tenaga kerja ataupun
teknologi mekanisasi.
SUPLEMEN IKINERJA EKSPOR MANUFAKTUR, PROSPEK & TANTANGANNYA
17PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
Perkembangan Ekspor Triwulan II 2014 dibandingTriwulan II 2013 Berdasar Survei Pelaku Usaha TPT
Grafik 1.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
25
10
65
50
45
5
NAIK
STABIL
TURUN
VOLUME MARGIN
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
50
17
67
50
NAIK
STABIL
TURUN
VOLUME MARGIN
50
Perkembangan Ekspor Triwulan II 2014dibanding Triwulan II 2013 BerdasarSurvei Pelaku Usaha Produk Kayu Olahan
Grafik 2.
ASPEK PERMINTAAN
Berdasarkan survei yang dilakukan pada pelaku usaha,
sebanyak 53% responden akan melakukan investasi
untuk menambah kapasitas. Dimana 83% dari
responden industri olahan kayu akan melakukan
investasi berupa pembangunan pabrik dan showroom
baru. Sementara hanya sebesar 40% dari responden
industri TPT yang akan melakukan investasi untuk
meningkatkan kapasitas. Rencana investasi dalam
bentuk ekspansi kapasitas produksi melalui pengadaan
mesin-mesin baru dan pembangunan pabrik baru. Di
samping itu, beberapa pelaku usaha melakukan
diversifikasi usaha ke sektor lain seperti retail (toko
busana) dan PHR (hotel dan restoran). Untuk membiayai
ekspansi tersebut, responden memperoleh pembiayaan
dari berbagai sumber antara lain kredit perbankan, pasar
modal (IPO dan obligasi), maupun menggunakan dana
internal.
Kendala yang dihadapi dalam kegiatan operasional dan
produksi pelaku usaha berasal dari infrastruktur dan
regulasi. Kendala infrastruktur masih dirasakan oleh
pelaku usaha, diantaranya dari pelabuhan dan
konektivitas antarmoda. Pelabuhan Tanjung Mas
dirasakan masih belum memadai karena tidak
tersedianya direct vessel, operasional tidak berlangsung
setiap hari, biaya dalam US$, sangat bergantung pada
kontainer luar negeri (sehingga sering mendapat harga
yang mahal), kondisi jalan penghubung pelabuhan yang
rusak , ser ta be lum adanya kereta ap i yang
menghubungkan dengan pelabuhan.
PROSPEK DAN RISIKO KEDEPAN
Berdasarkan perkiraan World Bank dalam Global
Economic Prospects (GEP) volume perdagangan dunia
dan pertumbuhan tahunan dunia pada tahun 2014
mengalami peningkatan meski tidak setinggi yang
diperkirakan sebelumnya. Pada GEP bulan Juni, World
Bank merev is i ke bawah beberapa indikator
pertumbuhan.
Meski demikian, pelaku usaha terbilang masih optimis
atas penjualan ekspor pada tahun 2014. Ekspor produk
TPT tersebut umumnya masih mengandalkan pasar-
pasar tradisionil, terutama AS, Eropa dan Jepang untuk
produk garment/apparel, serta Tiongkok, Bangladesh
dan Turki untuk produk kain mentah (greige) maupun
benang. Hasil liaison ke beberapa pelaku usaha
menyatakan bahwa potensi pasar tradis ional
diperkirakan masih cukup besar. Di sisi lain, permintaan
produk tekstil (benang) dari Tiongkok relatif stabil.
Pelaku usaha juga berupaya melakukan diversifikasi
p a s a r g u n a m e n i n g k a t k a n p e n j u a l a n n y a .
Pengembangan pasar diantaranya dilakukan ke Amerika
Selatan dan Afrika. Selain TPT, diversifikasi negara tujuan
ekspor juga dilakukan pelaku usaha kayu dan rotan
olahan diantaranya ke negara Meksiko, Hongkong,
Amerika Latin, dan Timur Tengah. Hal ini ditenggarai
terkait dampak dari kebijakan penghentian ekspor
bahan baku rotan, sehingga pembeli mengalihkan
pesanan dari Tiongkok dan Vietnam ke Indonesia.
VOL. PERDAGANGAN DUNIA
NILAI EKSPOR MANUF
PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA
ZONA EROPA
JEPANG
AMERIKA SERIKAT
TIONGKOK
LAPANGAN USAHAGEP Edisi Jan
2013
2014 2015 I* II*
GEP Edisi Jun
Tabel 2. Prakiraan World Bank dan Global Economic Prospects (dalam %)
III** IV**3.10
-1.40
2.40
-0.40
1.70
1.80
7.70
4.60
1.60
3.20
1.10
1.40
2.80
7.70
5.10
1.10
3.40
1.40
1.20
2.90
7.50
5.10
1.40
3.50
1.50
1.30
3.00
7.50
2.60
-1.40
2.40
-0.40
1.50
1.90
7.70
4.10
0.50
2.80
1.10
1.30
2.10
7.60
5.20
2.20
3.40
1.80
1.30
3.00
7.50
5.40
1.40
3.50
1.90
1.50
3.00
7.40
2016
18 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN I
Faktor risiko yang harus dihadapi pelaku usaha saat ini
adalah kenaikan tarif tenaga listrik. Pada perusahaan TPT
yang besar kenaikan ini dilaporkan tidak signifikan
memengaruhi margin, karena pangsa biayanya yang
relatif kecil (sekitar 10%) dan dapat direspon dengan
melakukan efisiensi terhadap proses produksi. Namun
pada beberapa perusahaan TPT yang relatif lebih kecil,
hal ini sangat berpengaruh. Risiko lain yang harus
dihadapi adalah kenaikan permintaan luar negeri tidak
setinggi perkiraan sebelumnya, mengingat World Bank
merevisi ke bawah perkiraan pertumbuhan ekonomi
dunia.
Terkait dengan risiko tersebut, umumnya strategi yang
diterapkan oleh pelaku usaha dalam meningkatkan
penjualan adalah dengan melakukan efisiensi biaya dan
perluasan pasar.
Perluasan pasar dilakukan melalui mengikuti pameran,
serta membuka showroom di luar negeri. Untuk itu
dukungan pemerintah dalam membuka pasar bagi
pelaku usaha ekspor amat diperlukan oleh pelaku usaha.
Sementara guna melakukan efisiensi biaya, pelaku usaha
industri mebel melakukan berbagai langkah seperti
penyesuaian desain produk dengan mengurangi bahan
baku antara lain melakukan kombinasi antara bahan
baku yang lebih mahal dengan yang lebih murah serta
dengan menambahkan warna-warna cerah. Strategi ini
terbilang berhasil mengurangi biaya bahan baku dan
tenaga kerja secara signifikan hingga 20%, dengan
memperoleh harga jual yang relatif sama, sehingga
mendorong kenaikan margin.
19PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL - BAB I
SUPLEMEN I
MP3EI :PERKEMBANGAN DAN KENDALA YANG DIHADAPI
Fokus Masterp lan Percepatan dan Per luasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) di Jawa
Tengah adalah peningkatan konektivitas daerah dan
pemenuhan energi. Beberapa proyek yang ada Jalan Tol
Semarang-Solo, Pengembangan Bandara Ahmad Yani,
Pengembangan Pelabuhan Tanjung Emas, Double Track
Jalur KA, dan Pembangunan PLTU dan Pipa Gas. Nilai
investasi dari keseluruhan proyek MP3EI adalah Rp.2,299
triliun untuk proyek Sektor Riil sejumlah 350 proyek dan
senilai Rp.2,489 triliun untuk proyek Infrastruktur
dengan jumlah 1.048 proyek.
Sampai saat ini, pelaksanaan MP3EI masih dapat berjalan
cukup baik. Beberapa proyek yang berjalan cukup baik
diantaranya double track KA, pelabuhan Tanjung Emas
dan mulai berjalannya pengembangan Bandara A. Yani.
Di sisi lain, terdapat beberapa proyek yang tidak berjalan
sesuai rencana. MP3EI belum dapat mempercepat
pembangunan dan perluasan ekonomi. Permasalahan
utama yang dihadapi antara lain (i) pembebasan lahan,
(ii) permasalahan dan gejolak sosial terutama untuk
pembangunan PLTU, serta (iii) pendanaan
Meski beberapa proyek telah terlaksana dengan baik,
namun operasional dari proyek-proyek tersebut belum
maksimal. Operasional dari double track KA belum
optimal karena PT KAI masih kekurangan lokomotif
sehingga jumlah perjalanan KA baik untuk barang
maupun penumpang masih belum maksimal.
SINKRONISASI KEBIJAKAN DAERAH DENGAN
MP3EI
Selain proyek MP3EI, Pemda juga melakukan berbagai
proyek untuk meningkatkan konektivitas daerah. Proyek
tersebut adalah jalan penghubung antara Pantura
dengan Pantai Selatan (pansel) untuk mengembangkan
ekonomi pantai selatan, track KA jalur selatan yang telah
berjalan baik, serta pelaksanaan tahun infrastruktur
berupa pembangunan jembatan dan peningkatan jalan
raya provinsi. Permasalahan yang dihadapi adalah
adanya pembagian klasifikasi jalan antara jalan provinsi,
kabupaten, dan desa. Kondisi ini menyebabkan provinsi
t idak dapat meningkatkan ja lan yang bukan
wewenangnya, sementara sebagian besar jalan menuju
kawasan wisata dan industri adalah jalan kabupaten.
SUPLEMEN II TANTANGAN PENINGKATAN KONEKTIVITAS DAERAH
Gambar 2. Infrastruktur dengan MP3EI
Sumber : KP3EI Jateng, diolah
Gambar 1. Infrastruktur Tanpa MP3EI
Sumber : KP3EI Jateng
20 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH
BABII
Inflasi tahunan Jawa Tengah sedikit naik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Inflasi tahun kalender periode laporan, lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Inflasi Jawa Tengah pada triwulan II 2014 naik dibandingkan dengan periode
sebelumnya, namun masih lebih rendah dibanding akhir tahun 2013.
Berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi karena volatile foods.
Sementara inflasi inti naik terbatas. Dan di sisi lain, kelompok administered
prices tercatat turun.
Inflasi kelompok volatile foods naik didorong lebih dari sisi produksi. Sementara
distribusi terpantau aman.Kenaikan inflasi utamanya didorong dari kelompok
adminitered prices
21
3 Inflasi Jawa Tengah pada triwulan II 2014, masih
tercatat lebih rendah dibanding capaian akhir tahun
2013. Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan II 2014
sebesar 7,26% (yoy), lebih rendah dibanding inflasi akhir
tahun 7,98% (yoy). Namun, inflasi ini lebih tinggi dibanding
periode sebelumnya sebesar 7,08% (yoy), dan inflasi nasional
triwulan II 2014 sebesar 6,70% (yoy) (Grafik 2.1).
Inflasi triwulanan pada periode laporan lebih tinggi
dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Inflasi
triwulanan Jawa Tengah di triwulan II 2014 tercatat sebesar
0,68% (qtq) atau lebih tinggi dari triwulan II 2013 sebesar
0,35% (qtq) dan rata-rata inflasi triwulan II dalam lima tahun
terakhir sebesar 0,61%. Beberapa kelompok yang inflasi
triwulanan nya tercatat lebih tinggi dibanding rata-rata lima
tahun terakhir diantara nya kelompok perumahan, air, listrik,
gas dan bahan bakar dan kelompok transpor, komunikasi dan
jasa keuangan (Grafik 2.2).
2.1 Inflasi Secara Umum
Perkembangan Inflasi TahunanJawa Tengah dan Nasional
Grafik 2.1.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
-1I II III
2011 2012 2013
IV I II III IV I II III IV I
2014
PERSEN
0,900,36
JATENG (QTQ) JATENG (YOY) NAS (QTQ) NAS (YOY)
II
0,570,68
7,08 7,327,26
6,27
Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2011-2014Grafik 2.3.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2011 2012 2013 2014RATA-RATA 2009-2013
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
PERSEN
Secara bulanan, sesuai historisnya pola inflasi bulanan
di triwulan II naik. Setelah tren inflasi bulanan triwulan I
menurun, inflasi meningkat di triwulan II (grafik 2.3.).
Peningkatan tersebut didorong oleh inflasi dari kelompok
bahan makanan dengan pendorong subkelompok bumbu-
bumbuan dan subkelompok daging dan hasil-hasilnya. Selain
itu juga didorong oleh kelompok perumahan, listrik, gas dan
bahan bakar.
Komoditas penyumbang inflasi terbesar berasal dari
kelompok bahan makanan. Komoditas penyumbang
inflasi terbesar dari kelompok bahan makanan adalah telur
ayam ras, daging ayam ras, bawang merah, dan bawang
putih. Kenaikan harga daging ayam ras terkait pembatasan
produksi bibit ayam (Grafik 2.4). Sementara komoditas
penyumbang inflasi terbesar lainnya berasal dari bahan bakar
rumah tangga dan kontrak rumah.
Perkembangan Inflasi TriwulananProvinsi Jawa Tengah
Grafik 2.2.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Transportasi, Komunikasi & Jasa Keuangan
Pendidikan, Rekreasi & Olah Raga
Kesehatan
Sandang
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
Bahan Makanan
Umum
RATA-RATA TW II 2009-2013
0 1 2 3 4-3 -2 -1
TW II 2013 TW II 2013
Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa TengahGrafik 2.4.
1 2 3 4 5 6
4.9 5.5 6.2 5.8 5.1 5.4
1.1 0.8 0.9 (0,3) (0,2) 1,0
2013
7 8
8.2
3,4
8,3
1,1
7,7
(0,7)
9 10 11 12
7,8
0,2
8,1
0,3
7.9
0,3
PEMBATASANPRODUKSI BIBIT AYAM
1 2 3
7,9
1,0
7.5
0,3
7.0
0,2
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
9
8
7
6
5
4
3
2
YOY
MTM
PERSEN
KENAIKANTTL u/P1, I3
R3, I4, B2, B3
4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
0
(0,5)
(1,0)
PERSEN
4 5 6
7,1
-0,1
7.4
0,2
7.2
0,7
2014
BENCANA BANJIR
KENAIKAN TTLTAHAP AKHIR 2013
KENAIKAN BBM
EKSPEKTASIMULAI NAIK
CURAH HUJANTINGGI
23PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Berdasarkan disagregasi inflasi, tekanan inflasi berasal
dari faktor non-fundamental. Tekanan inflasi dari faktor
non-fundamental terutama dari komponen volatile foods
yang meningkat . Selain itu, inflasi inti juga meningkat meski
dalam level moderat karena adanya kenaikan biaya tempat
tinggal. Sementara itu, kelompok administered prices mulai
turun.
Inflasi di hampir semua kota Jawa Tengah yang disurvei
oleh BPS, turun dibanding periode sebelumnya. Kota-
kota yang mengalami penurunan inflasi adalah Purwokerto,
Tegal, Cilacap, dan Kudus. Sementara kenaikan inflasi hanya
terjadi di Surakarta dan Semarang. Namun karena bobotnya
yang besar, menarik inflasi Jawa Tengah ke atas sehingga
inflasi Jawa Tengah naik dibanding periode sebelumnya.
Disparitas inflasi kota-kota di Jawa Tengah masih cukup
besar. Inflasi tahunan (yoy) terbesar terjadi di Kota Cilacap
dan Kudus masing-masing sebesar 9,65% dan 9,54%,
sementara terendah di Kota Tegal sebesar 5,68%.
Kenaikan inflasi pada periode laporan utamanya
didorong oleh kelompok bahan makanan.
Kelompok bahan makanan setelah pada triwulan sebelumnya
turun signifikan, pada periode laporan naik meski masih di
bawah level inflasi akhir tahun. Kelompok lain yang
mendorong inflasi periode laporan secara signifikan adalah
kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar (Tabel
2.2).
2.2.1. Kelompok Bahan MakananInflasi kelompok bahan naik didorong oleh subkelompok
daging dan telur. Pada periode laporan, inflasi kelompok
bahan makanan naik dari 7,17% (yoy) pada triwulan
sebelumnya menjadi 8,61% (yoy), namun masih lebih rendah
dibanding akhir tahun 2013 sebesar 12,54% (yoy).
Sumbangan terbesar berasal dari subkelompok daging dan
hasil-hasil nya serta subkelompok telur susu dan hasil-
hasilnya. Inflasi kedua subkelompok ini naik dibanding
periode sebelumnya (Tabel 2.3). Inflasi tahunan subkelompok
ikan segar turun dibanding periode sebelumnya, namun
masih tercatat lebih tinggi dibanding akhir tahun 2013.
Sementara itu, subkelompok bumbu-bumbuan meski inflasi
tahunan nya masih tercatat deflasi namun deflasi tidak
sebesar periode sebelumnya. Di sisi lain, inflasi tertahan oleh
turunnya inflasi subkelompok padi-padian, umbi-umbian,
dan hasil-hasilnya.
Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan di Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
No. Komoditas Andil
Mobil
Telur ayam ras
Nangka Muda
Bahan Bakar Rumah Tangga
Angkutan Udara
0,04
0,04
0,02
0,01
0,01
1
2
3
4
5
APRIL
No. Komoditas Andil
Daging ayam ras
Telur ayam ras
Bahan Bakar Rumah Tangga
Bawang Merah
Lele
0,07
0,06
0,06
0,02
0,02
1
2
3
4
5
MEI
No. Komoditas Andil
Kontrak Rumah
Bawang Merah
Daging ayam ras
Telur ayam ras
Bawang putih
0,21
0,09
0,08
0,07
0,04
1
2
3
4
5
JUNI
2.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok
KOMODITAS
II III IV I II
4.58
8.20
5.02
3.00
3.41
1.95
4.47
2.04
4.50
7.15
5.92
2.96
2.46
2.00
3.82
2.65
4.24
5.60
5.84
3.09
3.04
2.11
3.56
3.06
6.25
12.86
6.54
3.90
2.56
2.44
3.69
2.22
5.44
9.78
5.43
3.27
0.89
2.15
3.67
5.35
2012 2013
Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
III
7,72
12,80
6,90
4,64
1,61
2,33
1,84
12,70
IV
7,99
12,54
7,60
5,20
-0,01
2,48
2,52
13,27
I
2014
7,08
7,17
8,04
6,14
2,75
2,94
2,95
13,04
7,26
8,61
7,79
7,13
4,16
3,52
2,91
10,07
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile foods, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoretis, kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
4.
24 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Subkelompok daging dan hasil-hasilnya serta
subkelompok telur, susu, dan hasil-hasilnya naik cukup
tajam. Subkelompok daging dan hasil-hasilnya naik dari
8,81% (yoy) menjadi 14,62% (yoy) sementara subkelompok
telur susu dan hasil-hasilnya naik dari 7,22% (yoy) menjadi
10,06% (yoy). Komoditas utama penyumbang inflasi kedua
subkelompok ini berasal dari kenaikan inflasi daging ayam ras
dan telur ayam ras. Sejak bulan April telur ayam ras
merupakan salah satu penyumbang inflasi bulanan terbesar,
sementara daging ayam ras menjadi komoditas penyumbang
inflasi terbesar sejak bulan Mei. Kenaikan harga daging ayam
ras dan telur ayam ras disebabkan oleh kenaikan harga DOC,
kondisi cuaca yang tidak menentu, dan respon terhadap 5 kebijakan Pemerintah terkait pembatasan produksi yang
diatur secara periodik.
Subkelompok ikan segar masih memliki sumbangan
yang besar pada inflasi tahunan. Inflasi tahunan pada
subkelompok ini turun dari 17,12% (yoy) menjadi 15,48%
(yoy). Meski turun inflasi tahunan periode laporan masih lebih
tinggi dibanding inflasi akhir tahun 12,78% (yoy). Sejalan
dengan ini, inflasi triwulanan periode laporan yang sebesar
1,80% (qtq) lebih tinggi dibanding inflasi periode yang sama
tahun sebelumnya 1,19% (qtq). Beberapa komoditas ikan
segar yang masih mencatatkan inflasi bulanan yang besar
diantaranya ikan gabus, gurame, dan kembung.
Subkelompok bumbu-bumbuan masih tercatat deflasi.
Pada triwulan II 2014 inflasi subkelompok bumbu-bumbuan
tercatat mengalami deflasi sebesar 17,07%, setelah
sebelumnya mengalami deflasi lebih dalam 25,87% (yoy) di
triwulan sebelumnya.
Deflasi masih terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan
akibat deflasi yang cukup dalam pada komoditas cabe merah
dan cabe rawit. Melimpahnya hasil panen cabe, menyebakan
penurunan harga. Di sisi lain, inflasi bulanan komoditas
bawang merah pada bulan Mei dan Juni naik, dengan
kenaikan tertinggi pada Juni. Inflasi bulanan bawang merah
pada bulan Mei dan Juni masing-masing sebesar 4,57%
(mtm) dan 22,83% (mtm). Kenaikan ini terkait belum
masuknya masa panen bawang merah di Brebes.
Inflasi kelompok padi-padian, umbi-umbian turun,
menahan laju kenaikan inflasi. Inflasi tahunan kelompok
padi-padian, umbi-umbian dan hasil-hasilnya turun dari
10,69% (yoy) di triwulan I 2014 menjadi 7,81% (yoy). Inflasi
tertahan akibat komoditas beras yang tercatat deflasi dua
bulan berturut-turut, April deflasi sebesar 2,17% (mtm) dan
Mei sebesar -0,42% (mtm). Di bulan Juni hanya inflasi tipis
sebesar 0,09% (mtm). Inflasi beras tercatat turun, terkait
dengan panen padi di beberapa kabupaten/kota di Jawa
Tengah. Selain itu, transportasi sudah pulih pasca banjir di
triwulan I 2014. Terjaganya harga beras juga didukung oleh
persediaan beras Bulog sepanjang triwulan II 2014 rata-rata
7-8 bulan.
Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw II - Kelompok Bahan Makanan
BAHAN MAKANAN
KOMODITAS
III IV I II
2012 2013
7,15 9,785,60 12,86
III
12,80
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
IV
12,54
I
7,17 8.61
2014
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG - KACANGAN
BUAH - BUAHAN
BUMBU - BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
5.00
8.70
6.73
7.47
3.44
10.93
17.39
7.29
11.60
3.45
1.23
3.50
7.12
9.90
8.92
5.07
4.57
17.43
11.51
2.28
-3.94
-0.12
2.46
11.54
9.15
6.00
2.60
7.20
14.51
16.79
103.12
-9.83
2.28
4.47
10.25
10.11
5.72
8.26
17.50
13.12
12.01
26.63
-0.67
3.31
5.95
19.31
12.43
5.17
7.58
17.04
10.59
10.32
44.71
6.45
3.33
5.25
11.22
12.78
5.66
5.08
26.38
11.63
11.79
31.37
26.90
5.63
10.69
8.81
17.12
7.91
7.22
25.17
14.42
8.55
-25.87
25.10
5.43
7.81
14.62
15.48
6.44
10.06
12.40
15.41
11.01
-17.07
21.73
5.34
yoy
-1.04
7.81
14.62
15.48
6.44
10.06
12.40
15.41
11.01
-17.07
21.73
5.34
qtq
Surat Mendag No.644/M-DAG/SD/4/2014 tanggal 15 April kepada ketua dan anggota Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU Indonesia) dan para pengusaha pembibitan unggas, untuk menjaga pendapatan yang wajar dari peternak unggas, untuk tetap menjaga ketersediaan pasokan dan agar tidak terjadi lonjakan harga eceran di tingkat konsumen pada saat HBKN (Hari Besar Keagamaan Nasional).
5.
25PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
2.2.4. Kelompok LainnyaMeneruskan tren naik pada periode sebelumnya,
kelompok sandang pada triwulan laporan masih naik. Inflasi
meningkat dari 2,75% (yoy) di triwulan I menjadi 4,16%
(yoy). Semua subkelompok naik cukup besar. Kenaikan
terbesar pada subkelompok barang pribadi dan sandang
lainnya yaitu dari -0,11% (yoy) menjadi 4,20% (yoy).
Kelompok kesehatan naik, dari 2,94% (yoy) menjadi
3,52% (yoy). Semua subkelompok naik dengan pendorong
terbesar inflasi kelompok ini adalah jasa kesehatan serta
perawatan jasmani dan kosmetika.
Faktor non-fundamental menjadi pendorong kenaikan
inflasi di triwulan laporan, terutama dari volatile foods.
Faktor pendorong inflasi volatile foods pada periode laporan
berasal dari sisi permintaan yang naik dan berkurangnya
penawaran. Kelompok inti tercatat naik terbatas. Sementara
kelompok administered prices turun (Grafik 2.5).
2.3.1. Kelompok Volatile foodsInflasi volatile foods naik dibandingkan periode sebelumnya,
namun masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi akhir
tahun. Inflasi volatile foods naik dari 7,29% (yoy) di triwulan I
2014 menjadi 8,81% (yoy) di triwulan II, namun masih lebih
rendah dibanding akhir tahun 14,01% (yoy). Sejalan dengan
ini, inflasi triwulanan periode laporan sebesar 0,30% (qtq)
lebih tinggi dari triwulan II 2013 sebesar -1,10% (qtq). Namun
dibandingkan historisnya masih tercatat lebih rendah (Grafik
2.8).
2.2.2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman,Rokok &
TembakauInflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan
tembakau turun, dari 8,04% (yoy) di triwulan I 2014
menjadi 7,79% (yoy). Inflasi bulanan sepanjang triwulan II
2014 juga tercatat lebih rendah dibanding periode yang sama
tahun sebelumnya. Turunnya inflasi di kelompok ini terutama
terjadi di subkelompok makanan jadi, sementara
subkelompok lainnya naik. Kenaikan inflasi bahan makanan
belum ditransmisikan ke subkelompok makanan jadi.
2.2.3. Kelompok Perumahan,Air,Listrik,Gas dan Bahan
BakarInflasi kelompok ini naik dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, dari 6,14% (yoy) menjadi 7,13%
(yoy). Semua subkelompok terpantau naik dibanding periode
sebe lumnya. Kenaikan utamanya d idorong o leh
subkelompok biaya tempat tinggal dari 6,07% (yoy) menjadi
7,36% (yoy). Komoditas kontrak rumah menjadi komoditas
penyumbang inflasi terbesar di bulan Mei. Selain itu
subkelompok bahan bakar, penerangan dan air juga naik dari
8,29% (yoy) menjadi 8,63% (yoy). Komoditas yang
mendorong inflasi naik adalah tarip listrik dan bahan bakar
rumah tangga. Tarip listrik naik bertahap untuk masing-
masing kategori, untuk golongan P1, I3, I4, B2, B3, dan R3
dimulai bulan Mei dan akan bertahap naik. Sementara
kenaikan bahan bakar rumah tangga didorong oleh kenaikan
elpiji.
2.3 Disagregasi Inflasi
Grafik 2.5. Disagregasi Inflasi Tahunan
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CORE ADM PRICEVF
0,16
0,14
0,12
0,10
0,08
0,06
0,04
0,02
0I II III
2011 2012 2013
IV I II III IV I II III IV
PERSEN YOY
2014
I II
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0
-2.0
-4.0
(0,02)
(0,04)
12 1 2 3 4 5 6
2012 2013
7 8 9 10 11 12
PERSEN MTM
1 2 3
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CORE ADM PRICEVF
4 5 6
2014
Grafik 2.6. Disagregasi Inflasi Bulanan
26 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Inflasi subkelompok daging dan telur naik memberikan
dorongan pada inflasi kelompok volatile foods.
Perkembangan inflasi tahunan pada subkelompok ini
beragam, sebagian mencatatkan inflasi naik sebagian turun.
Subkelompok daging dan hasilnya, subkelompok telusr, susu,
dan hasilnya, subkelompok kacang-kacangan, serta
subkelompok buah-buahan inflasi nya naik. Sementara
subkelompok bumbuan masih tercatat deflasi namun dengan
level yang lebih rendah dibanding periode sebelumnya.
Berkurangnya pasokan pada beberapa komoditas
pangan mendorong inflasi kelompok volatile foods.
Pembatasan produksi bibit ayam, berdampak pada
penurunan produksi ayam. Telur ayam ras dan daging ayam
ras sepanjang periode laporan masuk dalam lima komoditas
penyumbang inflasi terbesar. Sementara itu, dari
subkelompok bumbu-bumbuan, komoditas bawang merah
dan bawang putih memberikan tekanan pada inflasi di akhir
periode laporan. Kenaikan harga bawang merah terkait
belum masuknya masa panen bawang merah di Brebes.
Subkelompok padi-padian menahan laju inflasi kelompok
volatile foods. Beberapa subkelompok yang tercatat inflasi
nya turun aalah subkelompok padi-padian, umbi-umbian,
dan hasilnya, subkelompok ikan segar, subkelompok sayur-
sayuran serta subkelompok lemak dan minyak.
2.3.2. Kelompok Administered PricesInflasi kelompok administered prices, tercatat turun cukup
dalam. Setelah naik pada triwulan sebelumnya, inflasi
kelompok ini pada triwulan II 2014 turun tajam dari 12,56%
(yoy) di triwulan I menjadi 5,89% (yoy). Inflasi triwulanan
pada periode laporan sebesar 1,35% (qtq), jauh lebih rendah
dibanding periode yang sama tahun sebelumnya 3,64%
(qtq).
Inflasi subkelompok transpor kembali ke pola
normalnya. Pasca penerapan surcharge tarif pesawat udara
di triwulan I 2014, inflasi subkelompok transpor turun.
Sementara itu subkelompok bahan bakar dan penerangan
dan air serta subkelompok tembakau dan minuman
beralkohol, cenderung mengalami perubahan yang tidak
signifikan.
Perkembangan Inflasi Bulanan KelompokVolatile Foods 2012-2014
Grafik 2.7.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
2012 2013 2014RATA-RATA 2009-2013
8
6
4
2
0
2
4
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
MTM PERSEN
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0.55
1.67
-1.10
0.30
RATA-RATA2009 - 2013
2012 2013 2014
Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokVolatile Foods Triwulan II
Grafik 2.8.
Grafik 2.9. Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Foods
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
I
DAGING DAN HASIL-HASILNYA IKAN SEGAR
25
20
15
10
5
0
YOY PERSEN
II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
II
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYAPADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
Grafik 2.10. Lanjutan Perkembangan SubkelompokInflasi Tahunan Kelompok Volatile Foods
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I
30
25
20
15
10
5
0
-5
-10
-15
YOY PERSEN
II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
II
KACANG-KACANGAN LEMAK DAN MINYAK
BUAH-BUAHANSAYUR-SAYURAN BUMBU-BUMBUAN-RHS
27PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
I
6.8
6.6
6.4
6.2
6
5.8
5.6
5.4
5.2
5
YOY PERSEN
II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
II
PDRB YOY OUTPUT GAP - RHS
21.510.50-0.5-1-1.0-1.5-2-2.5-3
PERSEN
Grafik 2.14. Perkembangan Output Gap danPertumbuhan Ekonomi Tahunan
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
0.54
1.11
0.39
0.85
RATA-RATA2009 - 2013
2012 2013 2014
Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokInti Triwulan II
Grafik 2.13.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
I
BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR
25
20
15
10
5
0
YOY PERSEN
II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
Grafik 2.12. Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Adminitered Prices
II
TRANSPORTTEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
1.24
0.64
3.64
1.35
RATA-RATA2009 - 2013
2012 2013 2014
Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokAdminitered Prices Triwulan II
Grafik 2.11.
Ekspektasi inflasi relatif masih dapat terjaga dan
mampu meredam lonjakan inflasi inti. Hasil survei
menunjukkan indeks ekspektasi harga konsumen naik
terbatas untuk 3 bulan, 6 bulan, dan 1 tahun yang akan
datang (Grafik 2.15). Sementara itu dari sisi pedagang,
terlihat bahwa ekspektasi harga yang akan datang
pada periode laporan menurun dibandingkan dengan
periode sebelumnya (Grafik 2.16).
Tekanan inflasi dari faktor eksternal masih
minimal. Tekanan imported inflation masih minimal
sejalan masih berlanjutnya tren menurun harga
komoditas internasional (Grafik 2.18). Nilai tukar
Rupiah terhadap Dollar AS (kurs tengah Bank
Indonesia) menguat. Rata-rata nilai tukar Rupiah pada
triwulan II 2014 sebesar Rp11.684,07, sementara
triwulan sebelumnya Rp11.906,48.
2.3.3. Kelompok Inti
Inflasi kelompok inti naik terbatas. Pada triwulan II
2014, inflasi kelompok inti meningkat dari 4,76% (yoy)
di triwulan sebelumnya menjadi 5,25% (yoy) pada
periode laporan. Meski demikian, inflasi inti masih
cukup terkendali. Hal ini memperlihatkan tekanan
inflasi yang bersifat fundamental masih terkendali.
Masih kuatnya permintaan agregat dapat
direspons dengan baik oleh para pelaku usaha.
Tekanan dari output gap relatif minimal cenderung
turun (Grafik 2.14). Permintaan masih kuat sejalan
dengan konsumsi rumah tangga pada periode laporan
yang naik. Masih kuatnya permintaan secara umum
masih dapat direspon dari sisi penawaran sejalan
dengan naiknya kinerja industri pada periode laporan.
Distribusi barang pasca bencana banjir pada triwulan I
2014, cukup lancar terlihat dari stabilnya data arus
barang yang tercatat di Dinas Perhubungan Provinsi
Jawa Tengah.
28 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Tren penurunan inflasi terjadi di sebagian besar kota
yang disurvei oleh BPS di Jawa Tengah. Hanya Kota
Semarang yang tercatat mengalami kenaikan inflasi dari
6,43% (yoy) menjadi 7,13% (yoy). Kota Surakarta cenderung
stabil, inflasi di triwulan I tercatat sebesar 6,61% (yoy)
sementara triwulan II 6,63% (yoy). Kota lain mengalami
penurunan, dengan penurunan terbesar terjadi di Kudus,
yaitu dari 10,50% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi
9,54% (yoy) pada triwulan II 2014 (Grafik 2.18).
Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa Tengah
masih tinggi. Inflasi tertinggi terjadi di Cilacap diikuti Kudus
masing-masing sebesar 9,65% (yoy) dan 9,54% (yoy).
Sementara inflasi terendah terjadi di Tegal sebesar 5,68%
(yoy).
Berdasarkan kelompok barang dan jasa, sumbangan
inflasi terbesar di seluruh kota berasal dari kelompok
bahan makanan. Kelompok bahan makanan pada sebagian
besar kota naik signifikan.
Indeks Ekspektasi Pedagang EceranGrafik 2.16.
190
180
170
160
150
140
130
120
110
10010 11 121 2 3 4 5 6
2013
7 8 9
INDEKS
1 2 3
2014
3 BULAN YAD 6 BULAN YAD
Sumber : Bank Indonesia
4 5 6
190
180
170
160
150
140
130
120
110
10010 11 121 2 3 4 5 6
2013
7 8 9
INDEKS
1 2 3
2014
Sumber : Bank Indonesia
4 5 6
Grafik 2.15. Indeks Ekspektasi Konsumenterhadap Kenaikan Harga
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 12 BULAN YAD
Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded Grafik 2.17.
5
4
3
2
1
0
-1
-2
2012 2013
YOY
2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
YOYQTQ
Grafik 2.18. Perkembangan Harga Komoditas Internasional
YOY PERSEN
I II III IV
2010 2011 2012 2013
I II III IV I II III IV I II III IV
2014
I
MINYAK KELAPA SAWIT BERAS EMAS
II
70
60
50
40
30
20
10
0
-10
-20
-30
-40
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia
Inflasi Tahunan Triwulan II 2014Grafik 2.19.
12
10
8
6
4
2
0PURWOKERTO SURAKARTA SEMARANG TEGAL KUDUS CILACAP
PERSEN YOY
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
6.4 6.6 7.1
5.7
9.5 9.77.26
6.70
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2012 2013
PERSEN YOY
2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti Traded Grafik 2.20.
SURAKARTA SEMARANGPURWOKERTO KUDUS CILACAPTEGAL
2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
29PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
Pada sebagian besar kota, kelompok perumahan, air, listrik,
gas dan bahan bakar juga memberikan dorongan inflasi.,
kelompok ini juga mengalami peningkatan. Komoditas yang
memberikan sumbangan diantaranya kontrak rumah dan
bahan bakar rumah tangga.
Kenaikan terjadi di Kudus, Solo, Semarang. Inflasi kelompok
bahan makanan di Kudus naik dari 14,98% (yoy) pada
triwulan I 2014 menjadi 17,35% (yoy), di Surakarta dari
7,73% (yoy) menjadi 9,65% (yoy), Semarang dari 5,42%
(yoy) menjadi 7,74% (yoy). Komoditas yang memberi tekanan
pada inflasi kelompok bahan makanan diantaranya telur
ayam ras, daging ayam ras, bawang merah, dan bawang
putih.
30 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
Produksi bawang merah pada bulan Juni-Juli 2014
diperkirakan akan mengalami peningkatan yang
s ignif ikan dibandingkan dengan bulan-bulan
sebelumnya karena memasuki masa panen yang akan
mencapai puncaknya pada bulan Agustus 2014. Dari
data yang dirilis oleh Dinas Pertanian, Tanaman Pangan
dan Hortikultura Kab. Brebes, produksi bawang merah
pada bulan Mei 2014 tercatat sebesar 32.657 ton jauh
meningkat dari produksi bulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 8.605 ton dan akan terus meningkat seiring
mulai memasuki masa panen. Berdasarkan informasi
Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI), secara umum
produksi dan panen berlangsung masih sesuai dengan
siklus yang ada.Namun berdasarkan hasil panen yang
sudah terjadi, pada sebagian daerah produktivitas
bawang merah mengalami penurunan pada tahun ini
yang disebabkan oleh cuaca yang relatif kurang stabil
yaitu terjadinya hujan dengan intensitas yang tinggi
ditengah musim kemarau yang mengganggu
perkembangan tanaman bawang merah khususnya
yang sedang tumbuh.
Kenaikan harga bawang merah yang terjadi dalam
beberapa bulan terakhir terjadi karena produksi di sentra
produksi Brebes masih terbatas paska panen bulan
Januari 2014. Keterbatasan produksi terjadi akibat siklus
tanam pada bulan Januari-April di wilayah Brebes
sebagian besar ditanami padi. Penanaman bawang
merah dilakukan paska panen padi yaitu pada bulan
April-Mei dan berlanjut semakin besar pada bulan Juni
sehingga diperkirakan akan mulai panen pada bulan
Juni-Juli dan Agustus yang menjadi puncak panen.
Kondisi keterbatasan pasokan tersebut menyebabkan
adanya kenaikan harga.
Impor bawang merah tetap berlangsung pada tahun ini
sesuai siklusnya, dengan jumlah yang cenderung
menurun mendekati masa panen bawang merah lokal.
Berdasarkan Perda Pemerintah Kab. Brebes, bawang
merah impor tidak diperkenakan untuk beredar atau
masuk ke wilayah Brebes sehingga menurut sejumlah
pedagang besar di Brebes mereka biasanya langsung
mendistribusikan bawang merah impor kepada pembeli
langsung dari tempat masuknya bawang merah impor
yaitu dari Surabaya dan Medan.
Struktur pasar bawang merah nasional secara umum
cenderung bersifat oligopoli dengan sebagian besar
pangsa pasar dikuasai oleh sejumlah pedagang besar
yang berasal dari Brebes. Menurut ABMI dan beberapa
pedagang, 80% perdagangan bawang merah nasional
dikuasai oleh sejumlah pedagang besar di Brebes.
Namun demikian para pedagang tersebut tidak dapat
serta merta menentukan harga secara mutlak karena
harga juga sangat dipengaruhi oleh pasokan baik lokal
maupun impor. Pada saat impor dibatasi dan produksi
lokal sedang turun/rendah maka harga ditentukan oleh
mekanisme pasar yaitu kenaikan harga akibat
permintaan yang melebihi supply. Pedagang besar
sendiri secara umum dapat memengaruhi harga
terutama pada saat produksi melimpah dengan
menunda pembelian dari petani sehingga harga bawang
akan turun drastis dan petani mengalami kerugian atau
margin keuntungan yang tipis karena sifat bawang
merah yang perishable.
PERKEMBANGAN KOMODITAS BAWANG MERAH
31PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH - BAB II
SUPLEMEN III
Untuk menjaga kestabilan harga bawang merah,
Kemendag (Bapepti) bersama Pemkab Brebes, BI dan
ABMI akan membentuk Pasar Lelang Bawang merah di
Brebes dengan merevitalisasi Pasar Bawang Merah yang
sudah ada. Namun demikian, untuk mewujudkan hal
tersebut masih terdapat beberapa kendala yang harus
diselesaikan yaitu (i) mengubah kebiasaan petani untuk
menjual langsung ke pasar lelang, (ii) resistensi dari
pedagang pengepul, serta (iii) dana talangan yang besar
untuk membeli bawang merah terkait kebiasaan petani
pembayaran dengan tunai.
Sehingga untuk mengatasi kendala tersebut perlu
dukungan dari berbagai pihak, yaitu (i) dukungan
Kemendag untuk mencarikan pasar/pembeli, (ii)
penyediaan gudang/cold storage untuk menyimpan hasil
panen saat panen raya sehingga harga tidak jatuh terlalu
dalam, (iii) dukungan Perbankan untuk memberikan
pinjaman dana talang, serta (iv) menetapkan komoditas
bawang merah sebagai salah satu komoditas yang
termasuk dalam daftar komoditas sistem resi gudang.
32 BAB II - PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH
SUPLEMEN III
PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN
BABIII
Industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan II-2014 masih tumbuh dengan baik.Industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan IV 2013 masih tumbuh cukup baik.
Indikator utama perbankan yaitu aset, dan Dana Pihak Ketiga (DPK)
menunjukkan pertumbuhan yang meningkat sementara kredit mengalami
perlambatan.
Perbankan syariah mengalami perlambatan aset demikian pula dengan
pembiayaan yang disalurkan.Namun DPK perbankan syariah mengalami
peningkatan.
Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran
transaksi ekonomi di Jawa Tengah.
33
Industri perbankan di Jawa Tengah pada Triwulan II-
2014 masih tumbuh cukup baik (Grafik 3.2), terkonfirmasi
dari beberapa indikator utama kinerja perbankan di Jawa
Tengah. Secara tahunan pada triwulan ini total aset dan Dana
Pihak Ketiga (DPK) tumbuh meningkat dibanding Triwulan I-
2014. Sementara itu kredit mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan lalu. Seiring dengan pertumbuhan
kredit yang lebih rendah dibandingkan DPK maka
menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) turut menurun
pada triwulan laporan. Sementara itu, kualitas kredit yang
disalurkan masih dapat dijaga dengan baik sehingga Non
Performing Loan (NPL) jauh di bawah level indikatif, yaitu
pada level 2,19%. Kinerja perbankan yang masih cukup baik
tersebut memberikan nilai tambah pada pertumbuhan
ekonomi sektor keuangan, yang pada Triwulan II-2014
mampu tumbuh 9,44% (yoy).
Aset tumbuh meningkat, dari 14,89% (yoy) pada triwulan
lalu menjadi 17,81% (yoy) pada triwulan ini. Total aset bank
umum tercatat sebesar Rp242,44 miliar.
Penghimpunan DPK bank umum meningkat dari 15,29%
(yoy) pada triwulan I-2014 menjadi 17,37% (yoy) pada
triwulan laporan. Dilihat dari jenis simpanannya, utamanya
berasal dari giro yang mengalami lonjakan sementara
deposito dan tabungan menunjukkan pertumbuhan yang
melambat. Meski melambat, pertumbuhan simpanan dalam
bentuk deposito masih relatif tinggi.
Kredit melambat pada periode laporan. Kredit bank
umum melambat dari 16,45% (yoy) menjadi 15,96% (yoy).
3.2.1 Perkembangan Jaringan Kantor BankPerkembangan jaringan kantor bank umum di Jawa
Tengah menurun dibanding triwulan sebelumnya (Tabel
3.1). Pada triwulan laporan jumlah kantor bank umum di
Jawa Tengah berjumlah 3.529 unit menurun dari triwulan I-
2014 yang sebanyak 3.759 unit. Penurunan utamanya terjadi
pada kantor cabang pembantu pada kelompok bank
pemerintah dan bank swasta. Kantor cabang pembantu
kelompok bank pemerintah menurun dari 1.872 unit
menjadi 1.759 unit, sedangkan kantor cabang pembantu
kelompok bank swasta menurun dari 868 unit menjadi 865
unit. Peningkatan jumlah jaringan kantor hanya dijumpai
pada kelompok bank pemerintah daerah dari 287 unit
menjadi 294 unit. Penambahan terjadi dalam bentuk 1 unit
kantor cabang, 1 unit kantor cabang pembantu, dan 5 unit
kantor kas. Sementara itu, kelompok bank asing dan
campuran juga mengalami sedikit penurunan jumlah jaringan
kantor dari triwulan I-2014 sebanyak 22 unit menjadi 18 unit.
Penurunan itu utamanya dalam bentuk kantor cabang dari 15
unit menjadi 11 unit pada triwulan laporan.
9 3.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
Sumber : Bank Indonesia
ASSET KREDITDPK
300
250
200
150
100
50
0I II
2013
III
TRILIUN RP
IIV
2014
II
Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.1. Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.2.
Sumber : Bank Indonesia
PERTUMBUHAN ASET PERTUMBUHAN KREDIT PERTUMBUHAN DPK LDR - RHS
28
21
14
7
0I II
2013
III
PERSEN YOY
IIV
2014
II
PERSEN 107
106
106
105
105
104
104
103
103
3.2. Perkembangan Bank Umum
Indikator perbankan berdasar lokasi bank 9.
35PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
Kondisi yang sama terjadi pada nasabah badan-badan dan
lembaga pemerintah menjadi sebesar 20,94% (yoy) dari
sebelumnya tumbuh negatif sebesar 0,54% (yoy). Sementara
itu, dilihat dari penggunaannya, kenaikan yang tajam terjadi
pada giro yang mengalami pertumbuhan dari 0,45% (yoy)
menjadi 21,59% (yoy). Deposito dan tabungan mengalami
perlambatan masing-masing dari 28,95% (yoy) menjadi
24,96% (yoy) dan 12,04% (yoy) menjadi 11,27% (yoy).
Berdasarkan pangsa masing-masing komponen DPK,
simpanan dalam bentuk tabungan tetap tercatat memiliki
pangsa terbesar yaitu sebesar 49%. Sementara itu, simpanan
deposito dan giro masing-masing memiliki pangsa sebesar
34% dan 17% (Grafik 3.4). Tidak terjadi shifting di sepanjang
lima tahun terakhir mengenai proporsi bentuk simpanan ini.
3.2.2 Perkembangan Penghimpunan DPKPertumbuhan DPK meningkat sejalan dengan
peningkatan suku bunga simpanan. Komponen suku
bunga simpanan mengalami peningkatan terkecuali
tabungan, sementara kenaikan DPK terjadi hanya pada
bentuk deposito. Dilihat dari golongan nasabahnya, terjadi
penurunan cukup tajam pada kelompok BUMN atau
pemerintah campuran, yang secara tahunan mengalami
pertumbuhan negatif pada triwulan laporan yaitu sebesar
42,61% (yoy). Penguatan pertumbuhan terjadi pada
kelompok pemerintah berupa pertumbuhan nasabah
pemerintah daerah sebesar menjadi 17,63% (yoy) dari
sebelumnya tumbuh negatif 1,62% (yoy).
Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.3
Sumber : Bank Indonesia
100
80
60
40
20
0
35
30
25
20
15
10
5
0
-5
2013 2014
I II III IV I
Tabungan
Pertumbuhan Giro
Giro Pertumbuhan Tabungan
Pertumbuhan DepositoDeposito
II
TRILIUN RP % YOY
Komposisi DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa TengahGrafik 3.4
Sumber : Bank Indonesia
49%34%17%
TABUNGAN GIRODEPOSITO
Jumlah Kantor Bank Umum
Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Jawa Tengah
KETERANGAN
I II III IV I II
2012 2013
Bank Pemerintah
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu 1)
Kantor Kas
Bank Pemerintah Daerah
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
2,149
0
79
1,853
217
248
1
40
93
114
2,159
0
79
1,857
223
250
1
40
93
116
2,174
0
79
1,875
220
252
1
41
93
117
2,184
0
79
1,881
224
256
1
41
95
119
2,201
0
80
1,897
224
273
1
41
103
128
2,156
0
80
1,855
221
276
1
41
104
130
Bank Asing dan Bank Campuran
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
20
0
16
4
0
21
0
16
4
1
21
0
16
4
1
21
0
16
4
1
21
0
16
4
1
21
0
16
4
1
Bank Swasta Nasional
Kantor Pusat
Kantor Cabang
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Kas
964
1
166
682
115
1,070
1
168
774
127
1,168
1
171
855
141
1,167
1
171
850
145
1,181
1
180
864
136
1,179
1
181
865
132
III
2,185
0
80
1,855
250
278
1
42
105
130
1,192
1
184
872
135
21
0
15
4
1
IV
2,258
0
80
1,872
306
282
1
42
106
133
1,192
1
185
868
138
22
0
15
6
1
Bank Conventional
Jumlah Bank Umum
jumlah Bank (Kantor Pusat)
51
2
51
2
51
2
51
2
51
2
51
2
51
2
51
2
I
0
80
1,872
306
287
1
42
106
138
1,192
1
185
868
138
22
0
15
6
1
51
2
Sumber : Bank Indonnesia
2014
3,381 3,500 3,615 3,628 3,676 3,632 3,675 3,754 3,7592,258
II
0
80
1,759
210
294
1
43
107
143
1,168
1
196
868
106
18
0
11
6
1
51
2
3,5292,048
36 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Komposisi Kredit PerbankanBerdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.7
Sumber : Bank Indonesia
53%32%15%
MODAL KERJA KONSUMSIINVESTASI
Perkembangan Kredit PerbankanBerdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.6
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0I II III
2011
IV
Sumber : Bank Indonesia
TRILIUN RP
I II III
2012
IV I II III
2013
IV I II
2014
PERSEN YOY
KONSUMSIMODAL KERJAPERTUMBUHAN KIINVESTASI
PERTUMBUHAN KKPERTUMBUHAN KMK
3.2.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Laju pertumbuhan kredit/pembiayaan tercatat mengalami
perlambatan meski DPK tumbuh meningkat. Kredit bank
umum melambat dari 16,45% (yoy) menjadi 15,96% (yoy)
diduga akibat suku bunga pinjaman yang mengalami
peningkatan. Pertumbuhan kredit berdasarkan golongan
nasabah pada kelompok penduduk juga mengalami
perlambatan sementara pada golongan nonpenduduk
mengalami peningkatan pertumbuhan didukung oleh
pertumbuhan pada kelompok swasta lainnya dan lembaga
internasional.
Pangsa terbesar penyaluran kredit pada kelompok bank
umum masih diberikan pada sektor perdagangan besar
dan eceran yaitu 34,53% dilanjutkan dengan industri
pengolahan 16,47%.
Dukungan dunia perbankan terhadap perekonomian Jawa
Tengah dapat dilihat melalui penyaluran kredit kepada sektor
utama daerah yaitu Sektor Pertanian, Sektor Industri
Pengolahan, dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
(PHR) seperti ditampilkan pada Grafik 3.5. Pertumbuhan
kredit sektor utama tertinggi pada triwulan II-2014 dicapai
oleh Sektor Pertanian dengan pertumbuhan mencapai
38,46% (yoy) dari triwulan lalu yang hanya mampu mencapai
pertumbuhan sebesar 17,20% (yoy). Kinerja kredit kepada
Sektor Industri Pengolahan juga menunjukkan pertumbuhan
yang meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya
dengan pertumbuhan sebesar 17,94% (yoy) meningkat dari
4,72% (yoy). Sementara itu penyaluran kredit kepada Sektor
PHR pada triwulan ini mencatatkan pertumbuhan sebesar
17,83% (yoy) melambat dari triwulan I-2014 yang sebesar
30,38% (yoy).
Kredit investasi masih tumbuh cukup tinggi meskipun
mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit secara
umum pada Triwulan II-2014 masih cukup baik meskipun
mengalami perlambatan seiring dengan peningkatan suku
bunga pinjaman. Berdasar jenis penggunaan, perlambatan
bersumber dari kredit investasi dan kredit konsumsi.
Sementara itu Kredit Modal Kerja yang mendominasi pangsa
kredit berdasarkan penggunaan yaitu sebesar 53% mampu
mencatatkan peningkatan pertumbuhan sebesar 17,94%
(yoy) dari sebelumnya yang hanya sebesar 15,46% (yoy).
Sementara itu, kredit konsumsi dengan pangsa sebesar 32%
mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar 10,06% (yoy)
dari triwulan sebelumnya 11,05% (yoy). Sementara itu kredit
investasi dengan pangsa terendah yakni sebesar 15%
mencapai pertumbuhan tertinggi meskipun juga turut
mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sebesar
22,81% (yoy) setelah sebelumnya mampu tumbuh sebesar
34,64% (yoy). (Grafik 3.6 dan Grafik 3.7).
70
60
50
40
30
20
10
0
TRILIUN RP
III IV
2011
I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II
2014
I II
PERTANIAN PHR INDUSTRI
PERTUMBUHAN KREDIT PERTANIAN PERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI - RHS PERTUMBUHAN KREDIT PHR - RHS
PERSEN YOY
Sumber : Bank Indonesia
Perkembangan Kredit Sektor UtamaBank Umum Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.5
37PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank
UmumNon Performing Loan (NPL) kredit yang disalurkan
perbankan Jawa Tengah dapat dipertahankan pada
level yang rendah, yang mengindikasikan kualitas kredit
terjaga dengan baik. Tingkat NPL gross perbankan Jawa
Tengah pada triwulan II-2014 sebesar 2,19% sedikit
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
2,17%.
Kredit berdasarkan penggunaan, meskipun dalam tren
melambat dari triwulan lalu namun memiliki angka NPL
gross pada semua komponen pembentuknya berada di
bawah level aman. Semua kredit berdasar jenis
penggunaan mengalami tren peningkatan NPL terkecuali
pada kredit modal kerja yang menurun dari sebesar 2,72%
menjadi 2,60% pada triwulan ini. NPL kredit investasi dan
konsumsi tercatat mengalami tren meningkat dengan angka
NPL masing-masing yaitu 2,87% dari 2,52%, dan 1,19% dari
1,13%.
3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Perkembangan suku bunga bank umum konvensional
berupa suku bunga simpanan mengalami peningkatan,
kecuali suku bunga tabungan. Sementara untuk suku
b u n g a n p i n j a m a n k e s e l u r u h a n k o m p o n e n
menunjukkan peningkatan.Kenaikan suku bunga
simpanan terbesar adalah deposito di mana suku bunga
deposito secara umum meningkat dari 7,20% menjadi
7,83%. Berdasarkan waktunya, seluruh suku bunga deposito
naik mengalami peningkatan. Peningkatan tertinggi dijumpai
pada suku bunga deposito bertenor kurang atau sama
dengan 18 bulan yaitu dari 4,30% menjadi 8,04%. Pada
Triwulan II-2014 suku bunga deposito yang lebih rendah
daripada angka rata-rata 7,83% tersebut hanya dijumpai
pada deposito bertenor 1 bulan dan kurang atau sama
dengan 24 bulan. Suku bunga giro juga turut mengalami
peningkatan yaitu sebesar 2,96% dari 2,73% dibandingkan
triwulan sebelumnya. Sementara itu suku bunga tabungan
pada triwulan I-2014 sebesar 1,92% mengalami penurunan
menjadi 1,78% pada periode laporan.
Berdasarkan penggunaan, secara keseluruhan suku bunga
kredit mengalami peningkatan pada triwulan II-2014. Suku
bunga kredit berdasar penggunaan secara umum meningkat
dari 12,99% pada triwulan I-2014 menjadi 13,17% pada
triwulan ini. Sementara itu, suku bunga kredit modal kerja
mengalami peningkatan dari 13,03% menjadi 13,16%.
Demikian pula halnya dengan suku bunga kredit investasi
yang meningkat dari 12,89% pada triwulan I-2014 menjadi
13,56%. Sedangkan kredit konsumsi mengalami
peningkatan dari 12,97% menjadi 13,02% pada triwulan
laporan.
Perkembangan Kredit PerbankanBerdasar Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.8
9
6
3
0I II III
2011
IV
Sumber : Bank Indonesia
PERSEN
I II III
2012
IV I II III
2013
IV I II
2014
DEPOSITOGIRO TABUNGAN
Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umumdi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.9
18
15
12
9
6
3
0I II III
2011
IV
Sumber : Bank Indonesia
PERSEN
I II III
2012
IV I II III
2013
IV I II
2014
PERSEN
KONSUMSIMODAL KERJA INVESTASI SUKU BUNGA KREDIT - RHS
16
14
12
10
Perkembangan Suku Bunga Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah
Grafik 3.10
18
15
12
9
6
3
0I II III
2011
IV
Sumber : Bank Indonesia
PERSEN
I II III
2012
IV I II III
2013
IV I II
2014
PHRPERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN
38 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Dilihat dari risiko kredit yang dihadapi sektor utama
ekonomi di Provinsi Jawa Tengah terlihat secara
keseluruhan masih berada di bawah level indikatif yang
dipersyaratkan (Grafik 3.6). Indikator risiko yang tercermin
dari angka NPL pada Sektor Pertanian yaitu sebesar 2,04%,
Sektor Industri Pengolahan 1,83%, dan Sektor PHR 3,26%.
Angka NPL Sektor Pertanian dan Sektor Industri Pengolahan
mengalami tren menurun, sedangkan NPL Sektor PHR
mengalami tren peningkatan dibandingkan dengan triwulan
I-2014.
Mengkonfirmasi angka NPL tersebut, indikator risiko kredit
lain yaitu Probability of Default (PoD) menunjukkan hal yang
serupa. Angka PoD yang ditampilkan dalam bentuk
persentase merupakan perubahan jumlah kredit yang semula
berstatus Performing Loan (PL) menjadi Non Performing Loan
(NPL) dalam periode tertentu. Berdasarkan data bulan Mei
2014 diketahui bahwa PoD sektor utama di Jawa Tengah
relatif rendah, di mana PoD Sektor Pertanian adalah sebesar
3,08%, Sektor Industri Pengolahan 0,58%, dan Sektor PHR
2,96%.
Perkembangan industri syariah pada Mei 2014 di Jawa
Tengah menunjukkan kinerja yang cukup baik.
Perbankan syariah mengalami perlambatan pertumbuhan
aset sebesar 12,72% (yoy) dari sebelumnya 53,83% (yoy)
pada Triwulan I-2014. Namun, DPK industri perbankan
syariah mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya
yakni sebesar 25,55% (yoy) dari 21,12% (yoy). Sementara itu,
pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah
mengalami perlambatan dibanding triwulan sebelumnya.
Pada Mei 2014 pertumbuhan pembiayaan melambat menjadi
sebesar 26,16% (yoy) dari sebelumnya sebesar 27,39% (yoy).
Angka Financing to Deposit Ratio (FDR) pada bulan Mei 2014
masih stabil di level 129% sama dengan triwulan
sebelumnya.
Kinerja baik perbankan syariah didukung dengan
peningkatan jaringan kantor bank syariah menjadi sejumlah
175 unit dari triwulan I yang baru sebanyak 167 unit. Namun
demikian, jumlah jaringan kantor unit usaha syariah (UUS)
justru mengalami penurunan peningkatan dibanding
triwulan sebelumnya. Sementara itu, jumlah jaringan kantor
BPR syariah masih stagnan dari triwulan I-2014.
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di Jawa
Tengah pada Triwulan II-2014 mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan ini,
pertumbuhan tahunan yang berhasil dicatatkan yaitu sebesar
19,35% (yoy) setelah pada periode sebelumnya mampu
mencatatkan pertumbuhan sebesar 20,91% (yoy). Risiko
yang dihadapi kredit kepada sektor UMKM meskipun
mengalami peningkatan namun masih terjaga pada batas
aman yang dipersyaratkan yaitu sebesar 5%. NPL kredit
UMKM di Jawa Tengah pada periode laporan yaitu sebesar
3,59%, meningkat dari sebelumnya yang sebesar 3,33%.
Apabila dilihat berdasarkan penggunaannya kredit kepada
Sektor UMKM mayoritas berupa Kredit Modal Kerja. Pada
triwulan laporan Kredit Modal Kerja (KMK) tersebut
mengalami peningkatan pertumbuhan dari 17,28% (yoy)
menjadi 17,90% (yoy). Sementara itu, kredit Investasi tetap
mampu tumbuh di level yang tinggi. Meskipun demikian,
pada triwulan ini kredit Investasi pada Sektor UMKM
mengalami perlambatan yaitu menjadi sebesar 26,12% (yoy)
dari sebelumnya 40,55% (yoy).
3.3. Perkembangan Perbankan Syariah
Tabel 3.2. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah
Sumber : Bank Indonnesia
KETERANGAN
II III IV I II
2012 2013
Bank Syariah
Bank Umum
Jumlah Bank
Jumlah Kantor
Unit Usaha Syariah
Jumlah Kantor
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah
Jumlah Bank
Jumlah Kantor
7
147
47
23
23
8
152
49
23
23
8
156
49
23
23
8
158
51
23
23
9
160
59
24
24
III
9
165
61
24
24
IV
9
167
62
24
24
I
2014
9
167
62
24
24
II
9
175
60
24
24
39PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
Kegiatan kliring pada triwulan II 2014 meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi nominal
maupun jumlah warkat. Jumlah warkat yang dikliringkan
pada periode laporan tercatat sebanyak 908.869 lembar
dengan nominal sebesar Rp 34,30 triliun (Grafik 3.15).
Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya,
nominal kliring tumbuh sebesar 3,91% (yoy) atau sedikit
mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya
yang tumbuh sebesar 3,71% (yoy).
Kedua jenis kredit kepada Sektor UMKM tersebut
memiliki angka NPL yang berada di bawah level
indikatif 5%. NPL kredit modal kerja dan NPL kredit investasi
pada triwulan ini mengalami tren meningkat yaitu masing-
masing sebesar 3,52% meningkat dari sebelumnya 3,24%
dan 3,90% meningkat dari sebelumnya 3,78%.
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0I II III
2011
IV
Sumber : Bank Indonesia
TRILIUN RP
I II III
2012
IV I II III
2013
IV I II
2014
NPL NOMINAL NPL PERSEN - RHS
4,5%
4,0%
3,5%
3,0%
2,5%
2,0%
1,5%
1,0%
0,5%
0,0%
NPL Kredit UMKMGrafik 3.12Perkembangan Kredit kepada UMKMGrafik 3.11
80
60
40
20
0I II III
2011
IV
Sumber : Bank Indonesia
TRILIUN RP
I II III
2012
IV I II III
2013
IV I II
2014
PERSEN YOY
KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM -RHS
45
30
15
0
NPL Kredit UMKM Berdasar PenggunaanGrafik 3.14
80
60
40
20
0I II III
2011
IV
Sumber : Bank Indonesia
TRILIUN RP
I II III
2012
IV I II III
2013
IV I II
2014
PERSEN 5
4
3
2
1
0
NPL KMK PADA SEKTOR UMKM NPL KI PADA SEKTOR UMKM % NPL KMK - RHS % NPL KI - RHS
Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasar Penggunaan
Grafik 3.13
80
60
40
20
0I II III
2011
IV
Sumber : Bank Indonesia
TRILIUN RP
I II III
2012
IV I II III
2013
IV I II
2014
PERSEN YOY 60
40
20
0
KMK PADA SEKTOR UMKM KI PADA SEKTOR UMKM PERTUMBUHAN KMK - RHS PERTUMBUHAN KI - RHS
3.4. Perkembangan Kliring danReal Time Gross Settlement (RTGS)
PerkembanganPerputaran Kliring di Jawa Tengah
Grafik 3.15
Sumber : Bank Indonesia
40
32
24
16
8III IV
2012
I II
2013
I II
1.100
900
700
500III IV
TRILIUN RP RIBU LEMBAR
II
2014
NOMINAL LEMBAR RHS
I
Perputaran Cek dan Bilyet Giro KosongProvinsi Jawa Tengah
Grafik 3.16
Sumber : Bank Indonesia
0.32
0.28
0.24
0.20
0.16
0.12
10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
TRILIUN RP LEMBAR
NOMINAL LEMBAR RHS
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Ags
Sep
Okt
Nop Des Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Ags
Sep
Okt
Nop
40 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Rata-rata perputaran warkat yang dikliringkan per hari adalah
14.426 lembar dengan nominal Rp 0,54 triliun. Angka rata-
rata nominal perputaran kliring tersebut mengalami
pertumbuhan sebesar 8,86% (yoy) meningkat dari triwulan
sebelumnya yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar
7,13% (yoy).
Peredaran cek dan bilyet giro kosong meningkat (Grafik
3.16). Dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya, nominal cek/BG kosong meningkat sebesar
17,18% (yoy) atau naik cukup tajam dibanding triwulan
sebelumnya yang tumbuh negatif sebesar 27,04% (yoy).
Transaksi RTGS yang terjadi pada triwulan II-2014 secara nilai
transaksi mengalami mengalami perlambatan sedangkan
secara volume transaksi mengalami penurunan dibandingkan
dengan triwulan I-2014 (Grafik 3.17 dan Grafik 3.18). Dari sisi
nilai, transaksi RTGS mengalami peningkatan pada transaksi
RTGS dari Jateng sebesar 34,64% (yoy) dari sebelumnya
33,45% (yoy). Di lain sisi transaksi RTGS ke Jateng mengalami
penurunan sebesar -13,84% (yoy) dari -7,03% (yoy) dan
transaksi antar Jateng mengalami perlambatan sebesar
14,61% (yoy) dari 35,28% (yoy). Sementara itu secara
volume, transaksi RTGS mengalami penurunan sebesar
negatif 17,68% (yoy), setelah sebelumnya juga telah
mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar 12,11% (yoy).
Penurunan ini dialami oleh seluruh transaksi secara volume
baik transaksi RTGS dari Jateng, RTGS ke Jateng dan RTGS
antar Jateng.
Pada triwulan II-2014, Provinsi Jawa Tengah sama halnya
dengan periode sebelumnya mengalami net inflow uang
tunai (Grafik 3.19). Inflow yang terjadi adalah sebesar Rp
11,59 triliun menurun dari triwulan sebelumnya yaitu sebesar
15,47 triliun atau menurun sebesar 25,08% (qtoq).
Sementara itu, outflow yang terjadi pada triwulan laporan
yaitu sebesar Rp 8,05 triliun meningkat dari triwulan I-2014
yang sebesar Rp 6,27 triliun atau meningkat sebesar 28,39%
(qtoq). Dengan kondisi tersebut, net inflow yang terjadi
mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya yaitu
sebesar Rp 3,54 triliun dari Rp 9,20 triliun atau menurun
sebesar 61,50% (qtoq).
Penyediaan uang dalam jumlah yang cukup dan kondisi yang
layak edar menjadi tugas Bank Indonesia. Dalam rangka
memenuhi tugas tersebut Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Wilayah V melakukan penarikan uang lusuh. Pada Triwulan II-
2014 uang lusuh yang ditarik senilai Rp 2,25 triliun menurun
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu senilai Rp
3,74 triliun. Dilihat berdasarkan proporsinya terhadap inflow,
pada triwulan laporan persentase penarikan uang lusuh
terhadap inflow adalah sebesar 19,40%. Angka ini menurun
dibanding triwulan I-2014 yang sebesar 24,18% (Grafik
3.20).
Grafik 3.18 Perkembangan Volume RTGS Jawa Tengah
Sumber : Bank Indonesia
200
150
100
50
0III IV
2012
I II
2013
I II III IV
MILIAR RP
I
2014
RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG
II
Grafik 3.17 Perkembangan Nilai RTGS Jawa Tengah
Sumber : Bank Indonesia
200
150
100
50
0III IV
2012
I II
2013
I II III IV
TRILIUN RP
I II
2014
RTGS DARI JATENG RTGS KE JATENG RTGS ANTAR JATENG
3.5. Perkembangan Perkasan
41PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN - BAB III
Kegiatan sistem pembayaran berperan besar dalam
memberikan dukungan pada kelancaran transaksi ekonomi di
Jawa Tengah. Kegiatan tersebut dalam bentuk tunai maupun
nontunai pada Triwulan II-2014 menunjukkan kinerja yang
baik. Hal ini mengindikasikan bahwa masih cukup maraknya
kegiatan ekonomi di Jawa Tengah.
Perkembangan temuan uang palsu yang ditemukan di
wilayah Jawa Tengah diperoleh dari setoran bank (yang diolah
lewat MSUK ataupun manual), setoran masyarakat melalui
loket penukaran, serta dari temuan perbankan yang
dilaporkan ke Bank Indonesia. Penemuan uang palsu di Jawa 10 Tengah pada Triwulan II-2014 sebanyak 4.211 lembar.
4,500
3,000
1,500
0
2012 2013
I II III IV I II III IV
2014
I
LEMBAR
PTTB PERSENTASE TERHADAP INFLOW - RHS
Sumber : Bank Indonesia
II
Perkembangan Penarikan Uang LusuhGrafik 3.20
Perkembangan Kegiatan Perkasandi Jawa Tengah 2012-2014
Grafik 3.19
Sumber : Bank Indonesia
20
15
10
5
0
TRILIUN RP
2012 2013
I II III IV I II III IV
2014
I
INFLOW OUTFLOW NET-INFLOW
II
Perkembangan Penarikan Uang LusuhGrafik 3.20
6
4
2
0
60
30
0
2012 2013
I II III IV I II III IV
2014
I
TRILIUN RP PERSEN
PTTB PERSENTASE TERHADAP INFLOW - RHS
Sumber : Bank Indonesia
II
Data jumlah lembar temuan uang palsu tanpa memperhitungkan KPw Tegal.10.
42 BAB III - PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
BABIV
Sesuai siklikalitas APBD secara umum realisasi belanja daerah dan pendapatan daerah di triwulan II 2014 meningkat dibandingkan dengan triwulan I 2014.
Pada triwulan II 2014, realisasi terbesar dijumpai pada Pendapatan Asli Daerah
(PAD) sebesar 53,62%.
Komponen belanja dengan nilai realisasi terbesar pada belanja hibah sebesar
44,46%.Persentase realisasi belanja daerah dan pendapatan tahun 2013 di
bawah rata-rata tiga tahun terakhir
43
Sesuai dengan siklikalitas realiasasi belanja pemerintah baik
pusat maupun daerah relatif meningkat dibandingkan
triwulan pertama, perkembangan keuangan daerah Provinsi
Jawa Tengah pada data realisasi APBD Triwulan II-2014
menunjukkan telah terjadi penyerapan belanja sebesar Rp
5,00 milyar (35,69%) dan pendapatan Rp 7,20 milyar
(52,43%) terhadap APBD setelah perubahan tahun 2014
(Tabel 4.1).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami realisasi
anggaran terbesar pada triwulan II-2014 sebesar
53,62%. Pada kelompok pendapatan hampir seluruh
subkelompok telah terealisasi sekitar 50%. Komponen PAD
mencapai realisasi yang tinggi dengan dukungan realisasi
pada komponen Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan yang telah mencapai realisasi sebesar 101,09%.
Komponen PAD dengan realisasi terendah pun telah
mencapai 41,73% yaitu pada komponen Retribusi Daerah.
Pada kelompok pendapatan lain yaitu Dana Perimbangan
tercapai realisasi 53,45% pada triwulan laporan. Komponen
Dana Perimbangan yang mencapai realisasi tertinggi adalah
Dana Alokasi Umum (DAU) yaitu sebesar 58,33%. Sementara
itu pada kelompok Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
tercapai realisasi sebesar 47,89% di mana komponen Dana
Insentif Daerah telah terealisasi sebesar 100% pada triwulan
laporan.
Total belanja pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada
triwulan II-2014 telah terealisasi sebesar 35,69%
meningkat dar i sebelumnya 13,11%. D i l iha t
perkembangan secara tahunan realisasi pada Triwulan II-
2014, penyerapan anggaran baik belanja tidak langsung
maupun langsung mengalami peningkatan yang signifikan
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kelompok Belanja Tidak Langsung telah mencapai realisasi
sebesar 38,49% meningkat dari sebelumnya sebesar
14,73%. Komponen dengan realisasi tertinggi yaitu pada
Belanja Hibah yaitu sebesar 44,46% disusul oleh Belanja Bagi
Hasil Kepada Kabupaten/Kota yaitu sebesar 40,40%.
Komponen pada Belanja Tidak Langsung yang masih rendah
pencapaian realisasinya yaitu Belanja Bantuan Sosial sebesar
0,24%. Apabila dibandingkan dengan periode lalu
komponen Belanja Tidak Langsung yang mengalami
peningkatan realisasi secara pesat yaitu Belanja Bantuan
Keuangan Kepada Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa
yaitu sebesar 29,57% dari sebelumnya sebesar 0,07%.
Sementara itu untuk kelompok Belanja Langsung telah
tercapai realisasi anggaran sebesar 29,07% meningkat dari
sebelumnya yang sebesar 9,29%. Komponen terbesar yang
mencapai realisasi tertinggi yaitu Belanja Pegawai sebesar
40,16% meningkat dari triwulan lalu yang sebesar 15,94%.
Tabel 4.1. Realisasi APBD Jawa Tengah Triwulan II-2014
URAIAN
APBD 2014Rp. MILIAR % Thdp Anggaran
PENDAPATAN
BELANJA
PENERIMAAN PEMBIAYAAN
PENGELUARAN PEMBIAYAAN
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah
13,737
13,997
300
40
7,202
4,995
290
15
52,43
35,69
0,10
37,50
Realisasi
Tabel 4.2. Realisasi Pos Pendapatan APBD Jawa Tengah Triwulan II-2014
URAIAN APBD 2014
(Rp. Miliar) Rp. MILIAR % Terhadap Anggaran
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK DAERAH
RETRIBUSI DAERAH
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH
DANA PERIMBANGAN
DANA BAGI HASIL PAJAK / BAGI HASIL BUKAN PAJAK
DANA ALOKASI UMUM
DANA ALOKASI KHUSUS
LAIN LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
PENDAPATAN HIBAH
DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS
DANA INSENTIF DAERAH
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah
13,737
8,348
7,097
78
279
893
2,607
724
1,804
79
2,782
29
2,750
3
7,202
4,477
3,602
33
282
559
1,393
317
1,052
24
1,333
0
1,329
3
Realisasi
52,43
53,62
50,75
41,73
101.,09
62,62
53,45
43,83
58,33
30,00
47,89
0,62
48,34
100,00
45PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH - BAB IV
Wujud nyata upaya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam
mencanangkan tahun 2014 sebagai tahun infrastruktur,
tampak pada alokasi Belanja Modal sebagai proksi belanja
infrastruktur yang mengalami peningkatan. Pada APBD 2014
alokasi Belanja Modal menjadi 10,30% terhadap total belanja
yaitu sebesar Rp 1.442 miliar dari sebelumnya pada APBD
2013 hanya sebesar 7,71% dari total anggaran atau sebesar
1.055 miliar. Pengalokasian Belanja Modal tersebut pada data
realisasi triwulan II-2014 menunjukkan peningkatan yang
signifikan dari sebesar 5,83% pada triwulan I-2014 menjadi
sebesar 23,05% atau sebesar Rp 332 miliar.
Tabel 4.3. Realisasi Pos Belanja APBD Jawa Tengah Triwulan II-2014
URAIAN APBD 2014
(Rp. Miliar) Rp. MILIAR % Terhadap Anggaran
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL KEPADA KABUPATEN / KOTA
BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA KABUPATEN
/KOTA DAN PEMERINTAH DESA
BELANJA TIDAK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
13,997
9,837
1,956
3,038
32
2,721
2,060
30
4,160
3,15
2,402
1,442
4,996
3,787
724
1,351
0
1,099
609
3
1,209
127
750
332
Realisasi
13,63
38,89
37,00
44,46
0,24
40,40
29,57
10,35
29,07
40,16
31,23
23,05
46 BAB IV - PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN
BABV
Kesejahteraan terindikasi masih baik
Kesejahteraan petani naik, didukung pendapatan petani yang naik.
Konsumen masih optimis pada penghasilannya saat ini, namun tidak seoptimis
periode sebelumnya.
47
Ditengah tren perlambatan pertumbuhan ekonomi,
jumlah usia produktif yang bekerja pada Februari tahun
2014 meningkat. Dibandingkan dengan bulan Februari
maupun Agustus tahun sebelumnya, terdapat peningkatan
jumlah penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Peningkatan
jumlah penduduk yang bekerja tersebut sebesar 290 ribu
orang dibanding bulan Agustus 2013. Pada tabel 5.1 di
bawah terlihat bahwa penduduk usia produktif yang bekerja
di bulan Februari 2014 berjumlah 16,75 juta orang.
Jika dilihat dari sektornya, maka peningkatan tertinggi jumlah
penduduk yang bekerja adalah di sektor konstruksi dan
industri. Peningkatan tersebut masing-masing sebesar 340
ribu orang dan 210 ribu orang.Masih meningkatnya
pertumbuhan perekonomian di sektor tersebut menjadi
pendorong bertambahnya jumlah pekerja.
Konsumen memandang pesimis terhadap kondisi
ketersediaan lapangan kerja di triwulan II 2014. Dalam
empat triwulan terakhir, tingkat optimisme konsumen
terhadap ketersediaan tenaga kerja cukup fluktuatif. Hal ini
diperkirakan terkait dengan kondis i pol it ik yang
memengaruhi persepsi masyarakat dalam memandang
prospek ketersediaan tenaga kerja. Setelah menunjukkan
perbaikan optimisme melihat ketersediaan lapangan kerja
pada triwulan I hingga berada diatas level 100, konsumen
kembali pesimis. Hal ini sejalan dengan kinerja sektor
pertanian yang turun dibanding periode sebelumnya. Tenaga
kerja di Jawa Tengah sebagian besar bergerak dalam sektor
pertanian.
Pekerja masih terkonsentrasi di sektor ekonomi utama
daerah. Sektor-sektor ekonomi utama Jawa Tengah masih
menjadi sentra lapangan pekerjaan utama dari penduduk.
135.1. Ketenagakerjaan
Indeks Hasil Survei Konsumen Mengenai Kondisi Saat Ini Triwulan II 2014
Grafik 5.1
15
14
13
12
11
10
90
80
70
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia
PENGHASILAN LAPANGAN KERJA KONSUMSI BARANG
INDEKS
I II III IVI II III IVI II III IVI II III IV I II
2010 2011 2012 2013 2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Tabel 5.1. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2013 – Februari 2014 (juta orang)
URAIAN 2013
PERTANIAN
INDUSTRI
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN
TRANSPORTASI, PERGUDANGAN & KOMUNIKASI
LEMBAGA KEUANGAN, REAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL & PERORANGAN
LAINNYA
TOTAL
AgustusFebruari
5,10
3,31
1,23
3,76
0,55
0,31
2,14
0,10
5,17
3,10
0,97
3,69
0,62
0,31
2,51
0,09
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
5,19
3,31
1,31
3,72
0,55
0,36
2,15
0,16
Februari
2014
16,50 16,47 16,75
Pada rilis Februari, BPS mengubah penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan sehingga turut mengubah data sebelumnya
13.
49PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang BekerjaMenurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Februari 2014 (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
URAIAN 2014
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
PEKERJA BEBAS
PEKERJA KELUARGA/TAK DIBAYAR
TOTAL
Februari AgustusFebruari
2,82
2,93
0,62
5,74
2,29
2,36
16,75
2,81
2,93
0,57
5,43
2,48
2,29
16,50
2,66
3,34
0,54
5,15
2,02
2,76
16,47
2013
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Berdasarkan data per Februari 2014 Penduduk yang bekerja
di sektor Pertanian, sektor Industri dan sektor Perdagangan
mencapai 73% dari penduduk yang bekerja. Persentase
penduduk yang bekerja di sektor tersebut masing-masing
31%, 20%, dan 22%. Kodisi penyerapan tenaga kerja
tersebut berbeda dengan struktur ekonomi Jawa Tengah
yang dibentuk ketiga sektor tersebut, yang masing-masing
sebesar 18%, 33%, dan 21%.
Konsentrasi jumlah penduduk bekerja terutama untuk
sektor informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang
b e r s t a t u s b e r u s a h a d i b a n t u b u r u h t e t a p d a n
buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal
umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu. Jumlah
pekerja informal dalam perekonomian mencapai 62%.
Jumlah ini menurun dibanding triwulan sebelumnya yang
sebesar 66%. Penurunan tersebut disebakan adanya
peningkatan jumah buruh/karyawan/pegawai yang bekerja di
sektor formal di bulan Februari yang cukup signifikan hingga
590 ribu orang.
A n g k a p e n g a n g g u r a n p a d a F e b r u a r i 2 0 1 4
menunjukkan penurunan. Secara tahunan maupun
dibanding Agustus 2013, jumlah penduduk usia produktif
yang menganggur menurun.
Masih tumbuhnya ekonomi Jawa Tengah meski melambat
mengindikasikan masih terserapnya angkatan kerja daerah.
Selain itu, terlihat pula peningkatan jumlah angkatan kerja
yang diiringi dengan peningkatan penduduk yang bekerja.
Sedangkan jumlah bukan angkatan kerja mengalami
penurunan.
Kualitas penduduk yang bekerja belum mengalami
perbaikan. Penyerapan tenaga kerja sebagian besar masih
didominasi oleh penduduk yang berpendidikan rendah (SD ke
bawah), dengan porsi 54,5%. Sementara pekerja yang
berpendidikan tinggi hanya mencakup 6,5%. Sisanya
merupakan pekerja berpendidikan menengah. Dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya maupun terhadap
periode Agustus 2013, komposisi ini tidak mengalami
perubahan yang signifikan.
Nilai Tukar Petani (NTP) pada periode laporan
cenderung naik. NTP dapat dijadikan sebagai indikator
pengukur kemampuan tukar produk pertanian dengan
barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi
rumah tangganya dan untuk keperluan dalam memproduksi
produk pertanian. Rata-rata NTP pada triwulan II 2014 naik
sebesar 0,29% (Grafik 5.1). Di tengah penurunan kinerja
sektor pertanian, kesejahteraan petani masih terjaga
cenderung naik.
5.2. Pengangguran
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan,Februari 2013 – Februari 2014 (juta orang)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
URAIAN 2014
Angkatan Kerja
Bekerja
Pengangguran
Bukan Angkatan Kerja
Tk. Partisipasi Angkatan Kerja (%)
Tk. Pengangguran Terbuka (%)
Februari Agustus Februari
17,47
16,50
0,96
7,32
70,48
5,51
17,52
16,47
1,05
7,36
70,43
6,01
17,72
16,75
0,97
7,26
70,93
5,45
2013
1.
2.
3.
4.
145.3. Nilai Tukar Petani
50 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
1141121101081061041021009896
I II III IV
2013
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Indeks Harga yang diterima,Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar Petani
Grafik 5.2
INDEKS 101
101
101
100
100
100
99
99
INDEKS HARGA DIBAYAR PETANI NTP (RHS)INDEKS HARGA DITERIMA PETANI
2014
INDEKS
I II
Hal ini mendorong konsumsi rumah tangga pada periode
laporan. Konsumsi rumah tangga naik dibanding periode
sebelumnya.
Pendapatan petani naik dibarengi dengan biaya yang
menurun. Pendapatan petani naik terkonfirmasi dari
meningkatnya indeks harga yang diterima petani, sejalan
dengan masih berlangsungnya musim panen. Indeks harga
dibayar petani turun, sejalan dengan kecenderungan inflasi
yang turun.
Angka kemiskinan naik terkait dengan kenaikan garis
kemiskinan. Data terakhir BPS menunjukkan adanya
peningkatan jumlah kemiskinan di bulan Maret 2014. Tingkat
kemiskinan di bulan tersebut sebesar 4.837 ribu jiwa atau
14,46% dari jumlah penduduk Jawa Tengah, dan menurun
dibanding bulan September 2013 yang sebesar 4.705 ribu
jiwa. Sementara secara persentase, jumlah penduduk miskin
tersebut naik 2,81% dibanding bulan September 2013 atau
naik 2,15% dibanding bulan yang sama tahun 2013.
Dibandingkan dengan September tahun lalu,
meningkatnya angka kemiskinan di bulan Maret 2014
terutama terjadi di daerah perkotaan. Dibandingkan
tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin di perkotaan
naik sebesar 1,74% atau naik 3,97% dibandingkan
September 2013. Sementara di pedesaan, secara tahunan
penduduk miskin naik sebesar 2,40%. Hal yang sama bila
dibandingkan bulan September 2013, angka kemiskinan di
desa terlihat meningkat sebesar 2,01%. Jumlah penduduk
miskin di perkotaan pada Maret 2014 mencapai 1.945 ribu
jiwa. Sedangkan di pedesaan mencapai 2.891 ribu jiwa atau
memiliki porsi 60% dari total penduduk miskin di Jawa
Tengah.
Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan. Dalam
enam bulan terakhir, garis kemiskinan kota dan desa
meningkat 4,27% dari Rp261.881 per kapita/bulan menjadi
Rp273.056 per kapita/bulan. BPS mendefinisikan garis
kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum
yang harus dikeluarkan oleh satu orang. Apabila rata-rata
5.4. Tingkat Kemiskinan
Sumber : BPS, diolah
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2010-2013(ribuan orang)
Grafik 5.3
Kota DesaKota+Desa
6000
5000
4000
3000
2000
1000
-2010 2011 Mar - 2012 Sep - 2012 Mar - 2013 Sep - 2013
RIBU ORANG
Mar - 2014
51PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis kemiskinan
maka dikategorikan sebagai penduduk miskin. Kenaikan
garis kemiskinan dapat mempengaruhi angka kemiskinan
karena secara langsung meningkatkan ambang nilai
kemiskinan.
Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara
perkotaan dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan
dalam periode yang sama tercatat mengalami peningkatan
sebesar 8,69% dari Rp268,397 per kapita/bulan menjadi
Rp279.036 per kapita/bulan. Sementara itu, garis kemiskinan
di daerah pedesaan mengalami kenaikan sebesar 12,24%,
dari Rp256.368 per kapita/bulan menjadi Rp273.056 per
kapita/bulan. Lebih tingginya kenaikan garis kemiskinan di
desa ini diperkirakan menjadi salah satu pendorong masih
tingginya jumlah kemiskinan di pedesaan.
Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Wilayah V juga dapat digunakan untuk
melihat indikator kesejahteraan masyarakat. Indikator
tersebut adalah penghasilan masyarakat dan pembelian
barang tahan lama.
Konsumen tetap optimis dalam memandang
penghasilan saat ini. Hasil survei menunjukkan konsumen
Jawa Tengah masih optimis dalam memandang penghasilan
saat ini, meski tidak sebaik periode sebelumnya. Berdasar
survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia di Jawa
Tengah, indeks penghasilan melanjutkan tren penurunan
sejak akhir tahun. Hal ini sejalan dengan perlambatan
ekonomi Jawa Tengah.
Optimisme konsumen dalam melakukan konsumsi
barang tahan lama tidak setinggi periode sebelumnya.
Sejalan dengan menurunnya optimisme penghasilan,
masyarakat juga memandang triwulan ini merupakan periode
yang tidak cukup baik untuk melakukan pembelian barang
tahan lama.
Meski demikian, konsumsi rumah tangga masih naik pada
periode laporan, didorong persiapan penyelenggaraan
Pemilu.Konsumsi barang tidak tahan lama, diindikasikan
masih naik, terkonfirmasi dari masih naiknya penjualan riil
hasil Survei Penjualan Eceran yang dilakukan Bank Indonesia.
PDRB Per Kapita meningkat. PDRB per kapita diperoleh dari
pembagian nilai PDRB atas dasar harga berlaku dengan
jumlah penduduk pertengahan tahun. Pada tahun 2013,
angka PDRB per kapita menunjukkan peningkatan sebesar
11,2% dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2012, PDRB
per kapita sebesar Rp16.863.000 kemudian meningkat
menjadi Rp18.751.300 pada tahun 2013.
Ketimpangan pendapatan yang diukur dengan Indeks
Gini cenderung meningkat, meski masih dibawah
kondisi nasional. Indeks gini merupakan ukuran untuk
melihat ketimpangan pendapatan masyarakat. Semakin
rendah nilai gini ratio menunjukkan ketimpangan yang
rendah. Ketimpangan yang rendah ditunjukkan dengan
angka yang lebih kecil dari 0,3. Untuk Provinsi Jawa
Tengah,meski PDRB terus meningkat namun tren gini ratio
dalam lima tahun menunjukkan adanya peningkatan. Pada
tahun 2009, indeks daerah sebesar 0,32 dan meningkat
menjadi 0,387 pada tahun 2013. Meski demikian, indeks gini
ratio daerah masih lebih rendah ketimbang nasional yang
pada tahun 2013 mencapai 0,413.
5.5. Pemerataan Pendapatan
Tabel 5.4. Garis Kemiskinan, Jumlah Menurut Daerah, 2010-Maret 2014 (Rupiah)
Sumber : BPS Jawa Tengah
GARIS KEMISKINAN
Kota
Desa
Kota & Desa
2010 2011 Sept 2012Mar 2012
205.606
179.982
192.435
222.430
198.814
209.611
234.799
211.823
222.327
245.817
223.622
233.769
1.
2.
3.
Sept 2013Mar 2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
Mar 2014
279.036
267.991
273.056
52 BAB V - PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
Grafik 5.5. Indeks Gini Ratio
Sumber : BPS
JAWA TENGAH INDONESIA
0,50
0,40
0,30
0,20
0,10
0
Grafik 5.4. PDRB Per Kapita
Sumber : BPS
JAWA TENGAH INDONESIA
40.000
35.000
30.000
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
02011 2012 2013 2011 2012 2013 2014 2015
53PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN - BAB V
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH
BABVI
Perekonomian Jawa Tengah di triwulan mendatang diperkirakan akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik dan inflasi yang menurun di akhir tahun
Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2014 diperkirakan meningkat didorong oleh
peningkatan ekspor serta masih kuatnya konsumsi. Sementara secara sektoral,
perbaikan kinerja industri pengolahan akan mendorong peningkatan ekonomi
daerah.
Inflasi triwulan III 2014 diperkirakan meneruskan tren penurunan. Dampak
faktor musiman puasa dan Idul Fitri terhadap inflasi Jawa Tengah terkendali.
Namun masih terdapat risiko inflasi yang masih perlu diantisipasi.
55
Kedua sektor tersebut diperkirakan akan menjadi pendorong
perekonomian Jawa Tengah di triwulan III 2014.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada 2014
diperkirakan akan mengalami perlambatan dibanding
tahun sebelumnya. Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2014
diperkirakan 5,2% - 5,7% (yoy), dengan kecenderungan bias
ke bawah. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
Indonesia yang diperkirakan termoderasi di tahun 2014. Bank
Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia
pada tahun 2014 pada kisaran 5,1 – 5,5%. Di sisi permintaan,
perlambatan ekonomi Jawa Tengah diperkirakan karena
melambatnya investasi, ekspor serta impor dibanding tahun
sebelumnya. Sementara dari sisi sektoral, perlambatan
perekonomian di tahun 2014 terutama didorong oleh
perlambatan di sektor pertanian. Produksi sektor ini
khususnya pada tanaman bahan makanan diperkirakan tidak
setinggi tahun sebelumnya. Sebaliknya, sektor industri
pengolahan diperkirakan dapat tumbuh lebih baik dibanding
tahun sebelumnya. Kondisi ini tidak terlepas dari perbaikan di
sisi permintaan masyarakat maupun global serta adanya
peningkatan kapasitas sebagai dampak investasi yang
dilakukan tahun sebelumnya.
Kinerja permintaan domestik diperkirakan masih
menjadi penopang perekonomian Jawa Tengah.
Konsumsi diperkirakan naik dan investasi diperkirakan
tumbuh tetap tinggi meski melambat. Ekspor dan impor
diperkirakan akan mengalami peningkatan (Tabel 6.1).
Ekonomi Jawa Tengah diperkirakan akan meningkat di
triwulan III 2014. Berdasarkan berbagai indikator ekonomi
terakhir serta hasil survei maupun liaison mengindikasikan
ekonomi Jawa Tengah dapat tumbuh meningkat di triwulan III
2014. Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan tersebut
diperkirakan tumbuh sebesar 5,6% (yoy) (Grafik 6.1).
Konsumen masih cukup optimis atas kondisi ekonomi
kedepan dan diikuti oleh membaiknya ekspektasi
pelaku usaha. Indikator tersebut mengindikasikan masih
akan cukup baiknya kegiatan konsumsi masyarakat.
Perbaikan konsumsi masyarakat, yang berpangsa besar
dalam ekonomi daerah, dapat menjadi pendorong
peningkatan ekonomi. Di sisi lain, melihat dari terjaganya
konsumsi tersebut, pelaku usaha memiliki ekspektasi kondisi
ekonomi yang membaik. Berdasar survei kegiatan dunia
usaha, pengusaha memperkirakan kondisi situasi bisnis
perusahaan dan kegiatan dunia usaha lebih baik dibanding
triwulan sebelumnya. Investasi diperkirakan tetap tumbuh
tinggi meski tidak setinggi sebelumnya, khususnya untuk
investasi bangunan sejalan dengan realisasi infrastruktur
Pemerintah. Kegiatan investasi juga diperkirakan membaik
sejalan dengan membaiknya stabilitas politik. Terkait dengan
kondisi tersebut, ekspor diperkirakan naik dibarengi dengan
masih t ingginya impor, sejalan dengan tingginya
ketergantungan bahan baku impor. Membaiknya ekspor
tidak terlepas dari mulai membaiknya perekonomian global.
Melihat dari kondisi tersebut, dari sisi sektoral akan
berdampak kepada kinerja sektor industri pengolahan dan
sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
* Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS, estimasi BI
I
10
8
6
4
2
0
-2
YOY PERSEN
II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
II III*
PDRB PERTANIAN INDUSTRI PHR
10
8
6
4
2
0
-2
YOY PERSEN
III IV I II III IV I
2013 2014
Grafik 6.2. Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha
II
PDRB YOY OUTPUT GAP - RHS
PIII
* EkspektasiSumber : BPS, estimasi BI
57OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
Hasil survei mengkonfirmasi konsumsi rumah tangga
masih berada pada level yang tinggi di triwulan III 2014.
Hal ini antara lain terindikasi dari beberapa hasil survei terakhir
seperti Survei Penjualan Eceran dan Survei Tendensi
Konsumen. Hasil SPE mengindikasikan penjualan eceran pada
triwulan III 2014 diperkirakan tetap tinggi. Hasil survei
tersebut juga diperkuat oleh hasil Survei Tendensi Konsumen
di Jawa Tengah yang memperlihatkan kenaikan optimisme
konsumen terutama pada komponen pendapatan rumah
tangga mendatang. Secara keseluruhan, Indeks Tendensi
Konsumen di triwulan mendatang juga tercatat meningkat.
Konsumsi lembaga nirlaba diperkirakan sedikit
melambat. Perlambatan tersebut diperkirakan karena
usainya Pemilu sehingga dorongan konsumsi lembaga nirlaba
tidak sebesar triwulan sebelumnya.
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LEMBAGA SWASTA NIRLABA
KONSUMSI PEMERINTAH
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
EKSPOR BARANG DAN JASA
IMPOR BARANG DAN JASA
PDRB
LAPANGAN USAHA2013
* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I* II*
III** IV** I** II**
2014
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000menurut Penggunaan dan Proyeksi Triwulan III 2014 (%)
pIII2013
5.0
7.1
2.2
5.4
3.7
1.7
5.6
5.1
7.9
3.8
7.8
8.9
7.4
6.2
5.3
5.9
7.6
8.5
10.5
18.5
5.9
5.0
6.7
8.1
9.5
11.2
10.0
5.6
5.1
6.9
5.6
7.9
8.6
9.3
5.8
4.9
11.9
4.8
9.6
9.7
10.5
5.3
5.1
14.5
0.8
6.7
7.0
0.6
5.2
5.2
14.2
0.9
5.9
8.8
6.2
5.6
Konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan III 2014
diperkirakan sedikit meningkat dibanding triwulan
sebelumnya. Dilihat dari realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah
hingga triwulan II 2014, besaran penyairan anggaran tiap
triwulan tercatat tidak jauh berbeda dengan realisasi triwulan
yang sama tahun sebelumnya. Namun adanya kenaikan
anggaran belanja APBD di tahun ini mendorong adanya
sedikit kenaikan belanja pemerintah di tahun 2014 dibanding
tahun sebelumnya.
Investasi diperkirakan melambat pada triwulan III 2014.
Hasil survei dan liaison mengindikasikan pelaku usaha tetap
melakukan investasi namun dengan pertumbuhan yang tidak
sebesar triwulan sebelumnya. Kredit investasi diperkirakan
tumbuh dalam level yang stabil.
LAPANGAN USAHA
PertumbuhanEkonomi
* Pangsa ekspor tahun 2000-2013Sumber : IMF World Economic Outlook (WEO) Update April 2014
2012 2013
2014 2015 2014 2015
Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Jawa Tengah (%)
Perbedaan dari WEOJanuari'14
AMERIKA SERIKAT
JEPANG
TIONGKOK
ZONA EURO
VOLUME PERDAGANGAN DUNIA
Pangsa EksporJateng*
25.77
7.54
5.24
21.13
2.8
1.4
7.7
-0.7
2.8
1.9
1.5
7.7
-0.5
3.0
2.8
1.4
7.5
1.2
4.3
3.0
1.0
7.3
1.5
5.3
0.0
-0.3
0.0
0.1
-0.1
0.0
0.0
0.0
0.1
0.1
Proyeksi
150
140
13
12
11
10
9
8
7I II III
2011
IV
Sumber : Bank Indonesia
INDEKS
I II III
2012
IV I II III
2013
IV I II
2014
PENGHASILAN SAAT INI
KETEPATAN WAKTU PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA
KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA
OPTIMIS
PESIMIS
Perkembangan Ekspektasi Konsumen MendatangGrafik 6.4.
125
120
115
110
105
100
95
2012 2013
INDEKS
2014
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA, REKREASI DAN PESTA HAJATAN
2011
PENDAPATAN RT MENDATANG ITK MENDATANG
Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen MendatangGrafik 6.3.
58 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
Pada triwulan III 2014 diperkirakan ekspor luar negeri
naik. Adanya perbaikan perekonomian dunia diperkirakan
dapat mendorong peningkatan ekspor luar negeri. Ekonomi
global saat ini diperkirakan terus membaik meski tidak
secepat yang diperkirakan. Perbaikan terutama didorong oleh
kondisi negara maju, khususnya AS dan Eropa, yang semakin
baik, di tengah kondisi negara berkembang yang masih
cenderung menurun. Indikator perekonomian AS dan Eropa
terus menunjukkan perbaikan. Sementara ekonomi Tiongkok
menunjukkan adanya proses stabilisasi yang ditunjukkan oleh
perbaikan indikator manufaktur dan produksi (Tabel 6.2).
Sementara itu, berdasar informasi dari dunia usaha, ekspor
TPT terutama pakaian akan meningkat di triwulan III karena
adanya peningkatan permintaan dalam rangka menghadapi
Natal di negara-negara tujuan ekspor utama daerah seperti
AS dan Eropa. Pertumbuhan dari sisi sektoral, berasal dari perbaikan
sektor industri pengolahan yang dibarengi dengan
berlanjutnya kenaikan sektor perdagangan, hotel, dan
restoran. Di sisi lain, sektor pertanian diperkirakan akan
mengalami penurunan dibanding triwulan II 2014.
Sektor pertanian diperkirakan menurun secara tahunan
dibandingkan tahun sebelumnya. Sesuai dengan siklus
produksi padi, triwulan II merupakan masa tanam yang
kemudian diikuti dengan musim panen di periode triwulan III.
Namun panen di triwulan III diperkirakan tidak sebesar tahun
sebelumnya. Kondisi ini dikarenakan luasan tanam di periode
ini lebih rendah dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya. Pada tahun lalu luasan tanam bertambah
dikarenakan adanya peralihan petani yang menanam
palawija menjadi menanam padi. Selain itu, secara
keseluruhan tahun, berbagai permasalahan struktural seperti
alih fungsi lahan, menurunnya jumlah rumah tangga petani,
dan permasalahan produktivitas menyebabkan produksi
sektor Pertanian diperkirakan hanya tumbuh terbatas. Lebih
lanjut, adanya potensi El Nino yang diperkirakan terjadi pada
semester II tahun ini dapat menyebabkan penurunan pada
hasil produksi pertanian.
Industri pengolahan di triwulan III diperkirakan akan
berkinerja lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Kinerja industri pengolahan didorong oleh
industri migas, setelah sebelumnya di triwulan I dan II 2014
melambat cukup dalam. Sementara itu, industri non migas
diperkirakan juga akan mengalami peningkatan di triwulan
laporan. Berdasar hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU),
ekspektasi responden dari kelompok industri pengolahan
memperkirakan akan terjadi peningkatan kegiatan
khususnya pada tiga subsektor. Ketiga subsektor tersebut
adalah industri makanan dan minuman, industri TPT dan
industri barang kayu. Secara umum, beberapa faktor yang
masih mendorong kinerja sektor industri pengolahan
diantaranya meningkatnya volume perdagangan dunia di
tahun 2014 dan penambahan kapasitas dari investasi yang
telah dilakukan pada tahun sebelumnya. Meski demikian,
adanya kenaikan biaya energi dari kenaikan biaya listrik (TTL)
diperkirakan dapat menurunkan kinerja industri pengolahan.
Kinerja sektor PHR diperkirakan meningkat di triwulan
III 2014. Hasil Survei Penjualan Eceran menunjukkan masih
tingginya ekspektasi penjualan pedagang eceran. Selain itu,
ekspektasi konsumen dalam memandang perekonomian ke
depan masih cukup optimis. Penyelenggaraan Pilpres
diperkirakan turut meningkatkan ekspektasi pelaku usaha
dan konsumen di Jawa Tengah.
Pada triwulan III 2014, inflasi diperkirakan meneruskan
tren penurunan. Berdasarkan perkembangan harga terkini,
inflasi Jawa Tengah pada triwulan III tahun 2014 diperkirakan
sebesar 4,80% (yoy), turun dari triwulan II 2014 yang sebesar
7,26% (yoy). Adapun tekanan inflasi diperkirakan bersumber
dari meningkatnya permintaan pada periode tahun ajaran
baru serta Ramadhan dan Idul Fitri. Sementara itu, inflasi di
kelompok pangan berpotensi meningkat sebagai pengaruh
dari menurunnya produksi padi. Inflasi administered prices
d i p e r k i r a k a n a k a n m e n i n g k a t s e j a l a n d e n g a n
diberlakukannya kenaikan tarif dasar listrik untuk beberapa
kelompok termasuk kelompok rumah tangga. Risiko inflasi
dari perluasan kebijakan yang membatasi penjualan BBM
bersubsidi. Hingga saat ini, kebijakan pembatasan solar
bersubsidi di wilayah Jakarta belum memberikan dampak.
6.2 Inflasi
59OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI
Inflasi Jawa Tengah hingga Juli 2014 masih dalam tren
menurun. yakni dari 7,98% (yoy) di akhir 2013 menjadi
sebesar 5,03% (yoy). Secara spasial, penurunan inflasi
terutama terjadi di Kudus dan Semarang. Hilangnya dampak
kenaikan BBM tahun 2013 menurunkan inflasi di bulan Juli
2014.
Dampak faktor musiman puasa dan Idul Fitri terhadap
inflasi Jawa Tengah terkendali. Tercermin pada inflasi Juli
2014 sebesar 0,72% (mtm), yang jauh di bawah rata-rata
inflasi terkait Lebaran selama lima tahun terakhir sebesar
0,96%. Inflasi bulanan Juli ini juga lebih rendah dibanding
inflasi Nasional sebesar 0,93% (mtm).
Harga bahan pangan relatif terkendali. Hal ini tercermin
pada inflasi kelompok barang bergejolak atau volatile foods.
Inflasi bulanan kelompok ini tercatat sebesar 1,35% (mtm),
atau di bawah rata-rata inflasi bulanan Lebaran sepanjang
lima tahun terakhir sebesar 1,41%. Kondisi tersebut dapat
dicapai sejalan dengan pasokan bahan pangan yang
memadai, disamping dukungan dari masyarakat untuk bijak
berbelanja. Sejalan dengan hal tersebut inflasi tahunan
volatile foods, turun tajam dari 12,82% (yoy) menjadi 2,90%
(yoy).
Beberapa program TPID di Jawa Tengah diperkirakan
mampu meredam inflasi saat Ramadhan dan Idul Fitri.
Program '4K', yaitu ketersediaan pasokan, keterjangkauan
harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi publik, yang
serentak dilaksanakan oleh TPID Provinsi dan TPID Kab/Kota di
Jawa Tengah diperkirakan dapat menjaga stabilitas harga.
Secara spesifik, Gerakan Bijak Berbelanja dilakukan secara
lebih luas, bekerjasama dengan alim ulama dan melalui
berbagai media yang ada.
Inflasi inti cenderung stabil. Inflasi inti Juli 2014 sebesar
0,48% (mtm) sehingga secara tahunan turun dari 5,25%
(yoy) ke 4,36% (yoy), yang mengindikasikan tidak adanya
lonjakan permintaan yang signifikan. Sementara itu, inflasi
kelompok inti bulan Juli didorong oleh faktor musiman, yaitu
penyesuaian upah tukang mandor dan biaya pendidikan
untuk sekolah dasar.
Inflasi kelompok barang yang diatur pemerintah
(administered prices) turun tajam. Terkait dengan mulai
hilangnya dampak kenaikan BBM bersubsidi pada tahun
2013. Inflasi kelompok barang yang diatur Pemerintah
(administered prices) tercatat sebesar 0,86% (mtm), atau
lebih rendah dibanding rata-rata lima tahun terakhir sebesar
0,97% (mtm). Inflasi tahunan trun tajam dari 12,85% (yoy)
pada akhir tahun 2013 menjadi 5,89% (yoy). Rendahnya
inflasi pada kelompok ini juga didukung oleh kenaikan tarif
angkutan udara 3,46% yang jauh lebih rendah dibanding
rata-rata kenaikan saat Lebaran, yang dalam tiga tahun
terakhir naik sebesar 13,61%.
Untuk keseluruhan tahun 2014, inflasi diperkirakan
akan menurun dibanding tahun sebelumnya. Inflasi
tahun 2014 diperkirakan akan berada pada kisaran bawah
4,5% - 5,5% (yoy), atau turun tajam dibandingkan tahun
2013 sebesar 7,98% (yoy). Penurunan ini didukung oleh
terjaganya ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga
komoditas pangan strategis. Selain itu, semakin solidnya
koordinasi antara Pemerintah dan BI dalam forum TPI/TPID
turut mendukung penurunan inflasi Jawa Tengah.
Risiko inflasi pada semester II 2014 masih perlu
diantisipasi. Risiko diantaranya berasal dari dampak dari
faktor iklim El Nino dan perluasan kebijakan pembatasan BBM
bersubsidi. Terjadinya kemarau panjang sebagai dampak El
Nino di triwulan IV berisiko pada produksi pangan. Meski
demikian, kondisi stok beras Bulog yang ada saat ini masih
memadai dan dapat memenuhi pasokan pangan daerah
untuk tujuh bulan kedepan. Rendahnya harga cabe saat ini
diperkirakan juga dapat mengurangi animo petani menanam
cabe sehingga harga dapat kembali meningkat. Selain itu,
kemungkinan kenaikan tarif batas angkutan udara juga dapat
memengaruhi pencapaian inflasi di 2014.
60 BAB VI - OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
Grafik 6.5. Proyeksi Inflasi Tahunan Jawa Tengah
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
I
9
8
7
6
5
4
3
2
YOY PERSEN
II III IV I II III IV I
2012 2013 2014
II pIII pIV
200
195
190
185
180
175
170
165
160
10 11 121 2 3 4 5 6
2013
7 8 9
INDEKS
1 2 3
2014
Sumber : Bank Indonesia
4 5 6
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.6.
61OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH - BAB VI