kajian penerapan teknologi usahatani sawi...

13
Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura 482 KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI SAWI HIJAU DENGAN PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK DARI LIMBAH ORGANIK SAMPAH RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO Amik Krismawati dan Rika Asnita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km 4. Malang E mail : [email protected] ABSTRAK Suatu kajian yang bertujuan untuk melihat manfaat penggunaan pupuk organik dari limbah organik sampah rumah tangga pada tanaman sawi hijau telah dilakukan di lahan sawah di Desa Wonoayu, Kecamatan Wonoayu, Kota Sidoarjo. seluas ± 0,5 ha. Pengkajian dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 - Desember 2009 dengan komoditas sayuran sawi hijau. Produktivitas sawi hijau dapat meningkat dengan teknologi budidaya antara lain dengan menggunakan pupuk organik (kompos) sampah rumah tangga. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur melaksanakan pengkajian penerapan teknologi usahatani sawi hijau dengan pemanfaatan pupuk organik dari limbah organik sampah rumah tangga meliputi pertumbuhan tanaman, produksi dan pendapatan usahatani. Analisis sosial dan ekonomi berupa analisis tingkat pendapatan petani dilakukan dengan metode finansial R/C ratio. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa hasil analisa laboratorium kompos sampah runmah tangga dengan dekomposer/aktivator Promi mengandung kadar C-organik 18,89%, N-total 1,29%, C/N rasio 17,33%, P 2 O 5 1,09%, K 2 O 1,22%, Na 0,46%, Ca 4,50% dan Mg 0,57%, dengan demikian kualitas kompos tersebut memenuhi syarat sebagai pupuk organiik sesuai dengan Permentan No70/Permentan/SR.140/10/2011. Perlakuan pemupukan yang terbaik adalah T 6 K 1 yakni limbah organik sampah rumah tangga 300 kg + Promi + Pupuk kandang + Dedak + Tetes/Molase sebanyak 2 ton/ha dikombinasikan dengan pupuk anorganik (250 kg Urea + 100 kg ZA + 100 kg SP-36)/ha. Secara ekonomi, penerapan teknologi perlakukan T 6 K 1 memberikan produksi sawi tertinggi yaitu 20,4 ton/0,5 ha (ditimbang dalam kedaan basah setelah panen), dan keuntungan sebesar Rp 15.750.000,- dengan nilai R/C rasio sebesar 2,37 Ini menunjukkan bahwa teknologi pemupukan dengan menggunakan pupuk organik limbah sanpah rumah tangga yang diintroduksi kepada petani secara ekonomis layak untuk dikembangkan. Kata kunci : Sawi hijau, pupuk organik, limbah organik sampah rumah tangga, usahatani PENDAHULUAN Sejak jaman purba sampai saat ini pupuk organik telah diketahui banyak dimanfaatkan sebagai pupuk dalam sistem usahatani (Tisdale et al., 1985). Pupuk organik mempunyai peranan dalam mempengaruhi sifat fisik, kimia dan aktifitas biologi dalam tanah. Pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik tanah melalui pembentukan struktur dan agregat tanah yang mantap dan berkaitan erat dengan kemampuan tanah

Upload: doancong

Post on 11-Feb-2018

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI SAWI …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/KAJIAN... · Dari beberapa pupuk organik yang ada, sisa ... (Indriani, 2003). Beberapa

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

482

KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI SAWI HIJAU DENGAN

PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK DARI LIMBAH ORGANIK SAMPAH

RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO

Amik Krismawati dan Rika Asnita

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur

Jl. Raya Karangploso Km 4. Malang

E mail : [email protected]

ABSTRAK

Suatu kajian yang bertujuan untuk melihat manfaat penggunaan pupuk organik

dari limbah organik sampah rumah tangga pada tanaman sawi hijau telah dilakukan di

lahan sawah di Desa Wonoayu, Kecamatan Wonoayu, Kota Sidoarjo. seluas ± 0,5 ha.

Pengkajian dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 - Desember 2009 dengan komoditas

sayuran sawi hijau. Produktivitas sawi hijau dapat meningkat dengan teknologi

budidaya antara lain dengan menggunakan pupuk organik (kompos) sampah rumah

tangga. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur melaksanakan

pengkajian penerapan teknologi usahatani sawi hijau dengan pemanfaatan pupuk

organik dari limbah organik sampah rumah tangga meliputi pertumbuhan tanaman,

produksi dan pendapatan usahatani. Analisis sosial dan ekonomi berupa analisis tingkat

pendapatan petani dilakukan dengan metode finansial R/C ratio. Hasil pengkajian

menunjukkan bahwa hasil analisa laboratorium kompos sampah runmah tangga dengan

dekomposer/aktivator Promi mengandung kadar C-organik 18,89%, N-total 1,29%, C/N

rasio 17,33%, P2O5 1,09%, K2O 1,22%, Na 0,46%, Ca 4,50% dan Mg 0,57%, dengan

demikian kualitas kompos tersebut memenuhi syarat sebagai pupuk organiik sesuai

dengan Permentan No70/Permentan/SR.140/10/2011. Perlakuan pemupukan yang

terbaik adalah T6K1 yakni limbah organik sampah rumah tangga 300 kg + Promi +

Pupuk kandang + Dedak + Tetes/Molase sebanyak 2 ton/ha dikombinasikan dengan

pupuk anorganik (250 kg Urea + 100 kg ZA + 100 kg SP-36)/ha. Secara ekonomi,

penerapan teknologi perlakukan T6K1 memberikan produksi sawi tertinggi yaitu 20,4

ton/0,5 ha (ditimbang dalam kedaan basah setelah panen), dan keuntungan sebesar Rp

15.750.000,- dengan nilai R/C rasio sebesar 2,37 Ini menunjukkan bahwa teknologi

pemupukan dengan menggunakan pupuk organik limbah sanpah rumah tangga yang

diintroduksi kepada petani secara ekonomis layak untuk dikembangkan.

Kata kunci: Sawi hijau, pupuk organik, limbah organik sampah rumah tangga,

usahatani

PENDAHULUAN

Sejak jaman purba sampai saat ini pupuk organik telah diketahui banyak

dimanfaatkan sebagai pupuk dalam sistem usahatani (Tisdale et al., 1985). Pupuk

organik mempunyai peranan dalam mempengaruhi sifat fisik, kimia dan aktifitas biologi

dalam tanah. Pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik tanah melalui pembentukan

struktur dan agregat tanah yang mantap dan berkaitan erat dengan kemampuan tanah

Page 2: KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI SAWI …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/KAJIAN... · Dari beberapa pupuk organik yang ada, sisa ... (Indriani, 2003). Beberapa

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

483

mengikat air, infiltrasi air, mengurangi resiko terhadap ancaman erosi, meningkatkan

kapasitas pertukaran ion (KTK) dan sebagai pengatur suhu tanah yang semuanya

berpengaruh baik terhadap pertumbuhan tanaman (Kononova, 1999; Foth, et al., 1972).

Pupuk organik mengandung senyawa - senyawa kimia berupa hara yang sangat

diperlukan untuk pertumbuhan tanaman (Rauf, 1995; Tandisau et al., 1995).

Dari beberapa pupuk organik yang ada, sisa – sisa (limbah) yang berupa sampah

merupakan salah satu alternatif yang cukup prospektif untuk dimanfaatkan di areal

pertanian. Dengan meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan pula jumlah

kebutuhan meningkat, otomatis menghasilkan sampah yang melimpah terutama di kota.

Sampah - sampah tersebut perlu mendapat perhatian, agar tidak menyebabakan

pencemaran lingkungan. Oleh karena itu perlu diupayakan untuk memanfaatkan sampah

sebagai pupuk agar dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan sekaligus dapat

meningkatkan produksi. Selain itu juga dapat mengurangi kebutuhan pupuk anorganik

yang harganya semakin mahal, mengurangi ketergantungan terhadap energy (sumber

daya alam yang tidak dapat diperbaharui) dan juga berfumgsi dalam uoaya pelestarian

alam dan lingkungan (Tandisau et al., 2005).

Penggunaan pupuk oragnik sampah TPA diharapkan dapat berdampak positif

terhadap berbagai aspek penting antara lain penggunaan ulang TPA yang ada

(menghindari penambahan TPA yang baru), pengendalian bau busuk, pengurangan

terhadap penggunaan pupuk buatan, ketergantungan penggunaan energi yang tidak

dapat diperbaharui, pengendalian emisi gas metana dan CO2, menghasilkan tanaman

yang aman dikonsumsi (menuju pertanian organik), sumber pendapatan asli pemerintah

kota dan lain - lain (Rustamadji. 1997; Nuryani et al., 2002).

Penggunaan sampah/limbah sebagai pupuk organik pada kegiatan pertanian

dapat menghasilkan produk pertanian yang ramah lingkungan. Penggunaan pupuk

organik pada lahan pertanian mendukung kelestarian lingkungan sekaligus mewujudkan

“Organic Farming” yang berdaya saing tinggi (Badan Litbang Pertanian, 2000).

Penggunaan pupuk organik menjamin keberlanjutan produktivitas lahan dan efisiensi

penggunaan komponen produksi (Diwyanto et al., 2003).

Sebelum menjadi pupuk organik, sampah organik perlu difermentasi (kompos)

terlebih dahulu. Proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung dalam

waktu yang cukup lama, antara 2 – 3 bulan, bahkan ada yang lebih dari 12 bulan

tergantung dari bahannya. Berdasarkan hasil penelitian pengomposan dapat dipercepat

dengan bantuan activator/dekomposer (Indriani, 2003). Beberapa aktivator yang tersedia

di pasaran antara lain OrgaDec, SuperDegra, Stardec, EM-4, Trichocompos dan lain –

lain.

Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat penggunaan pupuk organik

dari limbah organik sampah rumah tangga dan membandingkannya dengan penggunaan

pupuk anorganik atau kombinasi pupuk organik sampah rumah tangga dan pupuk

Page 3: KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI SAWI …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/KAJIAN... · Dari beberapa pupuk organik yang ada, sisa ... (Indriani, 2003). Beberapa

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

484

anorganik ditinjau dari aspek pertumbuhan, produksi dan ekonomi pada tanaman sawi

hijau.

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu

Pengkajian dilaksanakan di lahan sawah milik petani Desa Wonoayu,

Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo seluas ± 0,5 ha, dengan jumlah petani

kooperator sebanyak 5 orang. Pengkajian dilaksanakan pada bulan Nopember -

Desember 2009 dengan komoditas sayuran sawi hijau. Dalam pengkajian ini digunakan

Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang diulang 3 kali. Perlakuan terdiri dari teknologi

produksi kompos (T) terdiri dari 7 level yakni T1 = Limbah organik sampah rumah

tangga 300 kg + BioSun, T2 = Limbah organik sampah rumah tangga 300 kg + Supe

Degra, T3 = Limbah organik sampah rumah tangga 300 kg + Promi, T4 = Limbah

organik sampah rumah tangga 300 kg + EM-4, T5 = Limbah organik sampah rumah

tangga 300 kg + SuperDegra + Pupuk kandang (kotoran ternak kambing) + Dedak +

Tetes /Molase, T6 = Limbah organik sampah rumah tangga 300 kg + Promi + Pupuk

kandang (kotoran ternak kambing) + Dedak + Tetes/Molase, T7 = Limbah organik

sampah rumah tangga 300 kg + EM-4 + Pupuk kandang (kotoran ternak kambing) +

Dedak + Tetes/Molase dan macam dosis pupuk anorganik (K) yang terdiri dari dua level

yakni K1 = (250 kg Urea + 100 kg ZA + 100 kg SP-36)/ha dan K2 = (125 kg Urea + 50

kg ZA + 50 kg SP-36)/ha. Dari 2 macam perlakuan tersebut terdapat 14 kombinasi

perlakuan.

Parameter pengamatan

Parameter pengamatan selama pengomposan : perubahan warna, perubahan

suhu/temperatur dan aroma. Pengamatan akhir proses pengomposan : C/N ratio dan C

organik. Pupuk organik yang dihasilkan diuji di laboratorium tanah. Analisis pupuk

organik berbahan baku limbah organik sampah rumah tangga dilaksanakan

Laboratorium Tanah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Jawa Timur,

Malang. Pupuk organik yang dihasilkan diuji di laboratorium untuk mengetahui

kandungan C/N rasio, C-organik (%), N-total (%), P2O5 (%), K2O (%), Na, Ca, Mg dan

kandungan hara lainnya. Pengamatan parameter vegetatif yakni jumlah dan generatif

adalah produksi sawi hijau.

Analisis Data

Analisis teknis agronomis, untuk mengevaluasi penerapan teknologi produksi

dan aplikasi pupuk organik menggunakan ANOVA (Analysis of Variance), sedang

untuk membandingkan antara rata-rata pengamatan setiap variabel yang diuji digunakan

Uji Beda Nyata Duncan (DMRT 5%. ) (Gomez and Gomez, 1993; Sastrosupadi 2005).

Analisis finansial digunakan untuk mengevaluasi keragaan finansial masing-

masing teknologi yang dikaji. Berdasarkan hasil analisis tersebut kemudian dapat

Page 4: KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI SAWI …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/KAJIAN... · Dari beberapa pupuk organik yang ada, sisa ... (Indriani, 2003). Beberapa

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

485

ditentukan teknologi produksi dan aplikasi pupuk organik. Analisis finansial berupa

analisis tingkat pendapatan petani dilakukan dengan analisis finansial Revenue-Cost

ratio (R/C-ratio) yaitu nisbah penerimaan dan biaya. Analisis finansial usahatani

dilakukan untuk mengetahui kelayakan usahatani. Alat analisis yang digunakan adalah

R/C-ratio dengan rumus sebagai berikut :

a = R/C (R = Py.Y; C = FC + VC; a = (Py.Y) : (FC + VC))

Keterangan : R = penerimaan; C = biaya; Py = harga output; Y = output; FC = biaya

tetap (fixed cost); VC = biaya variabel (variable cost) (Soekartawi,

2002)

Pupuk organik yang dihasilkan diuji di laboratorium untuk mengetahui

kandungan C/N rasio, C-organik (%), N-total (%), P2O5 (%), K2O (%), Na, Ca, Mg

dan kandungan hara lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Pupuk Organik Berbahan Baku Limbah Organik Sampah Rumah

Tangga

Lokasi pembuatan pupuk organik (kompos) dari sampah rumah tangga : di Kota

Malang. Waktu pembuatan dilaksanakan mulai bulan Agustus 2009 sampai dengan

Nopember 2009. Kegiatan ini meliputi pengumpulan bahan baku berupa sampah rumah

tangga dan sarana untuk memproduksi pupuk organik dengan berbagai macam

dekomposer serta berbagai kombinasi sumber pupuk organik lainnya. Bahan utama

pembuatan pupuk organik adalah limbah organik sampah rumah tangga.

Tabel 1. Hasil Aanalisis Kimia Bahan Organik Berbahan Baku Sampah Rumah

Tangga dengan Menggunakan Berbagai MacamAktivator 4 Minggu Setelah

Inkubasi

No. Perlakuan

Analisis

pH C-organik N-total C/N

ratio

P2O5 K2O Na Ca Mg

(%) (%) (%) (%)

1. T1 8,2 15,56 1,51 11,88 0,98 1,28 0,54 3,18 0,47

2. T2 6,9 10,16 0,64 15,88 2,89 0,41 0,07 2,93 0,29

3. T3 8,4 18,17 1,57 13,56 1,09 1,39 0,48 4,06 0,58

4. T4 8,3 15,41 1,56 12,04 1,06 1,67 0,48 4,86 0,83

5. T5 8,3 10,61 0,58 18,29 3,24 0,42 0,06 3,31 0,28

6. T6 8,0 18,89 1,29 17,33 1,09 1,22 0,46 5,33 0,63

7. T7 7,9 18,11 1,29 16,46 1,05 1,17 0,41 4,50 0,57

Sumber : Laboratorium Tanah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur, Malang

Page 5: KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI SAWI …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/KAJIAN... · Dari beberapa pupuk organik yang ada, sisa ... (Indriani, 2003). Beberapa

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

486

Dari uji laboratorium diketahui bahwa pupuk organik sampah rumah tangga

dengan dekomposer Promi ditambah dengan pupuk kandang, dedak, dan tetes

mengandung C-organik yang tinggi. Menurut Zainal et al. (2008), zat arang artau

karbon yang terdapat dalam bahan organik merupakan sumber energi bagi

mikroorganisme. Dalam proses pencernaan oleh mikroorganisme terjadi reaksi

pembakaran antara unsur karbon dan oksigen menjadi kalori dan karbondioksida (CO2).

Karbon dioksida ini dilepas menjadi gas, kemudian unsur nitrogen yang terurai

ditangkap mikroorganisme untuk membangun tubuhnya. Pada waktu mikroorganisme

ini mati, unsur nitrogen akan tinggal bersama kompos dan menjadi sumber nutrisi bagi

tanaman. Hal ini berarti pupuk organik ini selain sebagai sumber hara (melepaskan

unsur hara terutama N dalam waktu relatif cepat, juga dapat digunakan sebagai sumber

bahan organik tanah.

Proses pengomposan yang optimal membutuhkan rasio C/N = 25 : 1. Semakin

tinggi rasio C/N, proses pembusukan semakin cepat dan kandungan N dalam lumpur

semakin tingggi. Sebaliknya apabila raso C/N terlalu remdah maka amonia yang

dihasilkan terlalu banyak sehingga dapat meracuni bakteri (Lafran, 2009).

Nilai kritis rasio C/N suatu bahan organik untuk terjadinya dekomposisi adalah

di bawah 30, diatas nilai tersebut bahan organik akan sulit terdekomposisi (Stevenson,

1986 dalam Handayanto, 1995). Besarnya C/N ratio menunjukkan mudah tidaknya

bahan organik terdekomposisi. Rasio C/N tinggi menunjukkan adanya bahan tanah

lapuk yang relatif banyak (misalnya selulosa, lemak dan lilin), sebaliknya semakin kecil

nilai rasio C/N menunjukkan bahwa bahan organik semakin mudah terdekomposisi.

Dengan pengomposan nisbah bahan organik dapat mencapai 20 sampai 15, sehingga

menurunnya nisbah C/N berarti ketersediaan nitrogen bagi tanaman meningkat.

Tingkatan nisbah C/N optimum mmepunyai rentang antara 20 – 25 (kandungan N

sekitar 1,4 – 1,7%) yang ternyata ideal untuk dekomposisi maksimum karena tidak akan

terjadi pemebebasan nitrogen melalaui mineralisasi dari sisa- sisa organik di atas jumlah

yang dibutuhkan oleh mikroorganisme. Menurut Djuarnani et al. (2009), Nisbah C/N

yang baik antara 20 -30 dan akan stabil pada saat mencapai perbandingan 15. Nisbah

C/N yang terlalu tinggi mengakibatkan proses berjalan lambat karena kandungan

nitrogen yang rendah. C/N ratio akan mencapai kestabilan saat proses dekomposisi

berjalan sempurna.

Menurut Alex (2011), masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang

tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu yang

tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu dsb). Untuk menurunkan C/N rasio

diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik, atau

dengan menambahkan kotoran hewan karena karena kotoran hewan mengandung

banyak senyawa Nitrogen.

Page 6: KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI SAWI …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/KAJIAN... · Dari beberapa pupuk organik yang ada, sisa ... (Indriani, 2003). Beberapa

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

487

Pertumbuhan Tanaman Sawi

Jumlah Daun

Hasil pengukuran terhadap jumlah daun menunjukkan bahwa semua perlakuan

memperlihatkan pola pertumbuhan yang sama, yaitu semakin meningkat jumlah daun

dengan bertambahnya umur tanaman. Dari hasil pengamatan dapat ditunjukkan bahwa

jumlah daun yang terbanyak sampai umur 30 HST adalah pada perlakuan T6K1. Hasil

pengamatan jumlah daun pada umur 20, 25 dan 30 HST disajikan pada Tabel 2.

Pengaruh perlakuan pemupukan organik dan anorganik disajikan terhadap jumlah daun

sawi hijau disajikan pada Tabel 2.

Hal ini diduga perlakuan pupuk organik dari limbah sampah rumah dan pupuk

anorganik (Urea, SP-36 dan ZA) mampu menyediakan unsur N lebih besar sehingga

lebih mudah diserap oleh tanaman. Semakin banyak bahan organik yang diberikan

hingga batas tertentu akan semakin besar pula unsur hara yang terdapat di dalam tanah

yang nantinya akan meningkatkan pertumbuhan tinggi dan jumlah daun (Suryantini,

2007).

Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Jumlah Daun pada Umur 20, 25

dan 30 HST

No.

Perlakuan Jumlah Daun

20 HST 25 HST 30 HST

1. 2.

3.

4. 5.

6.

7.

8. 9.

10.

11. 12.

13.

14.

T1K1 T2K1

T3K1

T4K1 T5K1

T6K1

T7K1

T1K2 T2K2

T3K2

T4K2

T5K2

T6K2

T7K2

6,400 ab 6,600 ab

6,667 ab

6,933 ab 6,467 ab

6,933 ab

6,600 ab

6,533 ab 6,200 a

7,000 ab

6,867 ab 6,733 ab

7,267 b

7,067 ab

8,800 ab 9,533 ab

9,067 ab

9,533 ab 9,267 ab

9,333 ab

8,667 ab

8,867 ab 8,200 ab

9,257 ab

8,667 ab 9,067 ab

9,733 b

9,071 ab

9,933 ab 10,200 ab

9,800 ab

10,067 ab 10,867 ab

11,667 c

10,333 ab

10,067 ab 9,600 a

10,400 ab

9,745 a 10,000 a

10,567 ab

9,533 a Catatan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf

5% pada uji DMRT

Jumlah daun terkecil pada umur 25 dan 30 HST adalah pada perlakauan T7K2,

tetapi secara statistik (p<0,05) tidak berbeda nyata dengan perlakuan T4K2. Jumlah

daun pada perlakuan T7K2 dan T4K2 pada umur 30 HST masing – masing adalah 9,533

dan 9,745. Berdasarkan hasil yang diperolah menunjukkan bahwa pada umur 20 HST

dan 25 HST semua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata secara statistik

(p<0,05). Harrdjowigeno (2003), menyatakan bahwa penguraian kompos yang sudah

mulai stabil, maka unsur hara yang ada di dalam tanah terutama N, P, dan K siap

Page 7: KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI SAWI …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/KAJIAN... · Dari beberapa pupuk organik yang ada, sisa ... (Indriani, 2003). Beberapa

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

488

diserap tanaman sehingga pertumbuhan tanaman akan mengalami peningkatan seiring

dengan meningkatnya serapan unsur hara oleh tanaman.

Gambar 1 - 2. Kondisi Tanaman Sawi setelah

Gambar 3. Panen sawi hijau Aplikasi Pemupukan

Selain itu unsur N sangat dibutuhkan tanaman dalam masa pembentukan organ

vegetatif. Nitrogen diperlukan sebagai penyusun asam amino, asam nukleat, dan bahan

pemindah energi. Disamping itu N juga diperlukan untuk pembentukan sel – sel baru

diantaranya pemanjangan batang, pembentukan dan perluasan daun serta pembesaran

batang yang sangat diperlukan cukup nitrogen. Nitrogen juga merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari molekul klorofil. Meningkatnya klorofil berarti aktivitas

fotosintesis akan berlangsung dengan baik, sehingga hasil fotosintesis dari daun akan

lebih tinggi yang selanjutnya assimilat yang ditransferkan ke seluruh tubuh tanaman

lebih banyak (Nurlela, 1995).

Page 8: KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI SAWI …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/KAJIAN... · Dari beberapa pupuk organik yang ada, sisa ... (Indriani, 2003). Beberapa

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

489

Produksi Sawi

Dari hasil analisis varian produksi sawi menunjukkan bahwa aplikasi

pemupukan baik pupuk organik sampah rumah tangga dan pupuk anorganik (Urea, SP-

36 dan ZA) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata secara statistikk (p<0,05),

meskipun secara fisik perlakuan T6K1 memberikan produksi tertinggi dibandingkan

perlakuan pemupukan yang lain. Menurut Hairiah (2000), pemupukan kompos 2 ton/ha

mampu memberikan hasil tertinggi, hal ini disebabkan meningkatnya KTK tanah dan

didukung oleh suplai unsur hara cepat tersedia dari pupuk kimia sehingga terjadi proses

sinkronisasi yang baik antara pelepasan hara dari pupuk dan saat tanaman memerlukan

unsur tersebut. Peugaruh perlakuan pemupukan organik dan anorganik disajikan pada

Tabel 3.

Tabel 3 Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Produksi Tanaman sawi (kg/0,5

ha) No. Perlakuan Hasil (kg0,5 .ha)

1.

2. 3.

4.

5. 6.

7.

8. 9.

10.

11.

12. 13.

14.

T1K1

T2K1 T3K1

T4K1

T5K1 T6K1

T7K1

T1K2 T2K2

T3K2

T4K2

T5K2 T6K2

T7K2

16.608 abc

17.100 bc 18.150 bc

16.980 bc

18.900 bc 20.400 c

17.400 bc

16.758 abc 16.074 a

16.275 abc

17.280 bc

16.350 abc 16.560 abc

16.290 abc

Catatan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom tidak berbeda nyata

pada taraf 5% pada uji DMRT

Kompos memiliki sifat kimia lebih baik atau memiliki kandungan unsur hara

yang lebih baik, berarti memiliki kandungan unsur hara yang segera tersedia bagi

tanaman, artinya kompos tersebut memliki pengaruh terhadap tanaman antara lain

terhadap produksi tanaman (Murbandono, 1995; Rukmana, 2006). Hasil penelitian

Balai Penelitian Tanaman Sayur (2007), kangkung darat bisa menghasilkan 12 - 35

ton/ha, dan tinggi atau rendahnya hasil yang dicapai tergantung input produksi yang

diberikan.

Perlakuan T6K1 memberikan produksi sawi tertinggi daripada perlakuan yang

lain meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan pada

perlakuan T6K1 dipengaruhi pemberian pupuk anorganik yang diimbangi dengan

pemberian kompos. Hal ini terjadi karena pada dosis pupuk anorganik tersebut

kebutuhan P, K tanaman terpenuhi dan unsur P dalam bentuk yang cepat pelepasannya

(fast release) sehingga cepat diserap tanaman (Tisdale et al., 1990).

Page 9: KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI SAWI …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/KAJIAN... · Dari beberapa pupuk organik yang ada, sisa ... (Indriani, 2003). Beberapa

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

490

N-amonium dan N-nitrat dari pupuk Urea merupakan bentuk nitrogen yang

mudah tersedia bila KTK tanah cukup tinggi. Menurut Nelson dan Sommers (1982)

bahan organik yang ditambahkan ke tanah akan terdekomposisi dan membentuk bahan

organik tanah, selanjutnya Setijono (1996) menyatakan bahwa meningkatnya bahan

organik tanah (humus) merupakan salah satu penyebab meningkatnya KTK tanah.

Analisis Finansial Usahatani Sawi Hijau

Tingkat keuntungan dan efisiensi usahatani merupakan indikator keberhasilan

usahatani atau kelayakan teknologi usahatani yang dikelola. Untuk itu perlu dilakukan

analisis finansial usahatani sawi hijau terhadap berbagai perlakuan pemupukan.

Analisis finasial usahatani sawi disajikan pada Tabel 3. Analisis efisiensi dalam

pengujian pupuk diperlukan untuk memberikan gambaran kelayakan ekonomi dari

pupuk yang diuji dibandingkan. Analisis efisiensi dilakukan secara sederhana, artinya

dilakukan analisis input output yang disebabkan oleh perbedaan perlakuan pemupukan.

Dengan demikian penerapan teknologi usahatani lain selain pupuk diasumsikan sama

untuk semua perlakuan pupuk.

Analisis efisiensi didasarkan atas harga input dan output pada saat pengujian

berlangsung. Pada saat pengujian pupuk, tercatat harga input dan output sebagai berikut

: Pupuk organik dari limbah organik sampah rumah tangga yang diberi tambahan dedak,

pupuk kandang dan tetes = Rp 1.000,-/kg, sedang pupuk organik dari limbah organik

sampah rumah tangga tanpa diberi tambahan dedak, pupuk kandang dan tetes = Rp

700,-/kg. Harga pupuk anorganik Urea = Rp 2.500,-/kg; ZA = Rp 3.500,-/kg; SP-36

= Rp 3.500,-/kg; dan harga ikat sawi segar/dalam kedaan basah (1,5 kg) = Rp 2.000,-.

Dalam analisis ini yang dihitung adalah perubahan atau tambahan biaya akibat

penggunaan pupuk yang berbeda, biaya usahatani dan nilai output akibat penggunaan

pupuk yang berbeda tersebut. Keuntungan dihitung dengan cara nilai jual hasil sawi

(berat basah) dikurangi biaya pupuk dan biaya usahatani sehingga keuntungan

pemupukan dapat dihitung.

Hasil analisis finansial usahatani sawi pada perlakuan T6K1 memperoleh

keuntungan sebesar Rp 15.750.000,- dengan nilai R/C-ratio = 2,37. Kemudian disusul

perlakuan T3K2 memperoleh keuntungan sebesar Rp 12.920.500,- dengan nilai R/C-

ratio = 2,15. Besar kecilnya pendapatan yang diperoleh petani tergantung pada

besarnya produksi yang diperoleh dan biaya produksi yang dikeluarkan. Perlakuan T2K2

memberikan keuntungan yang paling rendah yaitu Rp 9.777.500,- dengan nilai R/C-

ratio sebesar 1,93. Hal ini disebabkan tidak berimbang antara produksi yang diperoleh

dengan biaya produksi yang dikeluarkan.

R/C merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui kelayakan ekonomi

dan efektifitas penggunaan modal. Analisis ini membandingkan biaya yang digunakan

dengan penerimaan yang diperoleh. Parameter untuk mengukur tingkat kelayakan

ekonomi usahatani dengan analisis R/C sebagai berikut : (1). Apabila nilai R/C kurang

dari 1, berarti usahatani sawi hijau tidak layak secara ekonomi atau tidak

Page 10: KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI SAWI …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/KAJIAN... · Dari beberapa pupuk organik yang ada, sisa ... (Indriani, 2003). Beberapa

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

491

menguntungkan, dan (2). Sebaliknya, apabila R/C lebih besar dari 1, berarti usahatani

sawi hijau layak secara ekonomi atau menguntungkan.

Tabel 3. Analisis Usahatani per 0,5 ha pada perlakuan pemupukan pada Tanaman

Sawi di Desa Wonoayu, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, 2009

Kode

Perlakuan

Biaya

Input (Rp)

Produksi

(ikat /0,5 ha)

Harga

Jual (Rp)

Keuntungan

(Rp)

Penerimaan

(Rp)

R/C-

ratio

T1K1

T2K1

T3K1 T4K1

T5K1

T6K1 T7K1

T1K2

T2K2

T3K2 T4K2

T5K2

T6K2 T7K2

11.279.500

11.279.500

11.279.500 11.279.500

11.460.000

11.460.000 11.460.000

11.080.750

11.080.750

11.080.750 11.080.750

11.260.750

11.260.750 11.260.750

11.072

10.393

18.150 11.320

12.600

13.600 11.400

11.172

10.716

10.850 11.920

10.900

11.040 10.860

2.000

2.000

2.000 2.000

2.000

2.000 2.000

2.000

2.000

2.000 2.000

2.000

2.000 2.000

10.864.500

11.060.000

12.920.500 11.360.500

10.740.000

15.740.000 11.340.000

11.263.750

10.351.250

10.619.250 11.959.250

10.539.250

10.819.250 9.777.500

22.144.000

22.800.000

24.200.000 22.640.000

22.200.000

27.200.000 22.800.000

22.344.500

21.432.000

21.700.000 23.040.000

21.800.000

22.080.000 21.720.000

1,96

2,02

2,15 2,01

1,94

2,37 1,99

2,01

1,93

1,96 2,08

1,94

1,96 1,93

Perlakuan T6K1 (Limbah organik sampah rumah tangga 300 kg + Promi +

Pupuk kandang + Dedak + Tetes/Molase sebanyak 2 ton pupuk organik

dikombinasikan (250 kg Urea + 100 kg ZA + 100 kg SP-36)/ha. Secara ekonomi,

penerapan teknologi T6K1 memberikan produksi sawi hijau tertinggi yaitu 20,4 ton/.0,5

ha.

Hasil penelitian Tandisau et al. (2005), menyatakan bahwa penggunaan 50 kg

Urea + 2 ton/ha PO TPA/ha menghasilkan produksi buah segar cabai merah sebanyak

7.618 kg/ha, keuntungan sebesar Rp 22.443.000/ha, dan nilai VCR 2,5.

Hasil analisis R/C dari perlakuan T6K1 menunujukkan nilai 2,37 (lebih besar

dari 1), yang berarti usahatani sawi hijau layak secara ekonomi dan menguntungkan.

Nilai 2,37 juga menunjukkan arti setiap 1 rupiah biaya yang dikeluarkan akan

menghasilkan penerimaan sebesar 2,37 rupiah atau dengan kata lain diperoleh

keuntungan sebesar 237% dari modal yang digunakan (Soekartawi, 2002).

KESIMPULAN

1. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa hasil analisa laboratorium kompos sampah

runmah tangga dengan dekomposer/aktivator Promi mengandung kadar C-organik

18,89%, N-total 1,29%, C/N ratio 17,33, P2O5 1,09%, K2O 1,22%, Na 0,46%, Ca

4,50% dan Mg 0,57%, dengan demikian kualitas kompos tersebut memenuhi

syarat sebagai pupuk organiik sesuai dengan Permentan No

70/Permentan/SR.140/10/2011.

Page 11: KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI SAWI …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/KAJIAN... · Dari beberapa pupuk organik yang ada, sisa ... (Indriani, 2003). Beberapa

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

492

2. Perlakuan pemupukan yang terbaik adalah T6K1 Limbah organik sampah rumah

tangga 300 kg + Promi + Pupuk kandang + Dedak + Tetes/Molase sebanyak 2

ton/ha dikombinasikan (250 kg Urea + 100 kg ZA + 100 kg SP-36)/ha. Secara

ekonomi penerapan teknologi tersebut memberikan produksi sawi hijau tertinggi

yakni 20,4 ton/0,5 ha, dan keuntungan sebesar Rp 15.750.000, dengan nilai R/C

rasio sebesar 2,37.

DAFTAR PUSTAKA

Alex, 2011. Sukses Mmengolah Sampah Organik Menjadi Pupuk Organik. Pustaka

Baru Press. 163 Hal.

Badan Litbang Pertanian. 2000. Integrasi Sapi di Lahan Pertanian (Crop Livestock

Production System). Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Balai Penelitian Tanaman Sayur. 2007. Teknologi Peningkatan Produksi Sayuran

Dataran Rendah. Balai Penelitian Sayuran. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Diwyanto, K., dan B. Haryanto. 2003. Integrasi Ternak dengan Usaha Tanaman

Pangan. Makalah disampaikan pada Temu Aplikasi Paket Teknologi

Pertanian di BPTP Kalimanatan Selatan. Tanggal 8 – 9 Desember 2003 di

Banjarbaru.

Djuarnani, N,. Kristian., dan B. S. Setiawan. 2004. Cara Cepat Membuat Kompos.

Agromedia Pustaka. Hal 23 – 25.

Foth, H. D., and L. M Turk. 1972. Fundamental of Soil Science, 5 th ed. John Willey

and Sons Inc.

Gomez, A.A and K.A. Gomez. 1993. Statistical Procedures for Agricultural

Research, The International Rice Research Institute, Los Banos.

Hairiah, K. 2000. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi. ICRAF. Bogor.

Handayanto, E., 1995. Peranan Polifenol dalam Mineralisasi N Pangkasan Pohon

Leguminosa dan Serapan N oleh Tanaman Jagung. Jurnal Agrivita Vol 18 (1)

: 7 - 13. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. PT. Mediatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Indriani. 2003. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar swadaya. 62 Hal.

Page 12: KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI SAWI …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/KAJIAN... · Dari beberapa pupuk organik yang ada, sisa ... (Indriani, 2003). Beberapa

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

493

Kononova, M. M. 1999. Soil Organic Master, Its Role in Soil Formation and Soil

Fertility. Vergomon Press, Oxford London.

Lafran, 2009. Pembuatan Pupuk Kompos dari Limbah Rumah Tangga. Titian Ilmu.

Bandung. 74 Hal

Murbandono. L. 1995. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nelson, D. E., and L. E. Sommers. 1982. Total Carbon, Organic Carbon and Organic

Matter. In Chemical and Microbiologycal Properties. ASA-SSSA. Madison.

Nurlela. 1995. Pemanfatan Tongkol Jagung Sebagai Bahan Organik pada

Pertumbuhan Tanaman Pakchoi dengan Beberapa Aktivator. Fakultas

Peternakan Institut Pertanian (IPB) Bogor.

Nuryani dan R. Sutanto. 2002. Pengaruh Sampah Kota terhadap hasil dan Tahanan

Hara Lombok. Jurnail Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol 3 (1) : 24 – 28.

Rauf, A. 1995. Kontribusi Limbah Ternak dalam Agribisnis Cabai di Sulawesi Selatan.

Jurnal Ilimiah Penelitian Ternak Gowa. Edisi Khusus. Sub Balai Penelitian

ternak Gowa.

Rustamadji. 1997. Pengembangan Kompos sebagai Alternatif Penyelesaian Masalah

Sampai di Daerah Kumuh Bantaran Ciliwung. Jakarta Timur. Jurnal

Lingkungan dan Pengembangan 17 (4) : 303 – 314.

Rukmana, R. 2006. Budidaya Bayam. Kanisius. Yogyakarta.

Sastrosupadi, A. 2005. Rancangan percobaan praktis bidang pertanian. Kanisius.

Yogyakarta. 276 p.

Setijono, S. 1996. Intisari Kesuburan Tanah. IKIP Malang Press. Malang.

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Hal 85 - 87.

Suryantini. 2007. Penggunaan Bahan Pembenah Tanah di Alfisols Marginal :

Pengaruh Jenis dan Takaran Pembenah Tanah terhadap Produktivitas Kacang

Tanah. Jurnal Agritek Vol 15. Edisi Khusus Dies Natalis IPM Ke-16

November 2007. Hal 1 – 6..

Tandisau, P., dan M. Sariubang. 1995. Pupuk Kandang dan Hubungannya dengan

Kesuburan Tanah dan Produksi Kapas. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Gowa.

Edisi Khusus. Sub Balai Penelitian Ternak Gowa.

Tandisau, P., Darmawidah, A., Warda dan Idaryani. 2005. Kajian Penggunaan Pupuk

Organik Sampah Kota Makasdar pada Tanam Pupuk Kandang dan

Page 13: KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI SAWI …pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/KAJIAN... · Dari beberapa pupuk organik yang ada, sisa ... (Indriani, 2003). Beberapa

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

494

Hubungannya dengan Kesuburan Tanah dan Produksi kapas. Jurnal Ilmiah

Penelitian Ternak Gowa. Edisi Khusus. Sub Balai Penelitian Ternak Gowa

Tandisau, P., Darmawidah, A., Warda, A., dan Indaryani. 2005. Kajian Penggunaan

Pupuk Organik Sampah Kota Makassar pada Tanaman Cabai (Capsicum

annum L.). Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

(JPPTP) Vol 8 (3) : 372 – 380.

Tisdale , S. L., dan W. L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. The Macmillan

Co. New York.

Zainal, A., dan A. Krismawati. 2007. Pertanian Organik Menuju Pertanian

Berkelanjutan. Bayu Media Publishing. 154 Hal.