kajian pengelolaan hutan kemenyan (styrax sp.) di

93
KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN, PROVINSI SUMATERA UTARA MARUARI SITOMPUL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Upload: vuongdat

Post on 13-Jan-2017

250 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.)

DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN, PROVINSI

SUMATERA UTARA

MARUARI SITOMPUL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 2: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Pengelolaan Hutan Kemenyan (Styrax sp.) Di Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2011

Maruari Sitompul NRP E151080061

Page 3: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

ABSTRACT

MARUARI SITOMPUL. Studi on Incence (Styrax sp.) Forest Management at Humbang Hasundutan Regency, North Sumatra Province. Under direction of LETI SUNDAWATI and DODIK RIDHO NURROCHMAT.

Incense gum as non timber forest product has high economic value and used as raw material for perfumes, pharmaceuticals, cosmetics, soaps and ciggaret industry. The incense forest need to be developed to increase farmer’s income. The purpose of this study is to identify social, economic and ecological aspect, to identify incense forest management problems and to formulate strategies for developing incence forest management. The research was conducted in Simarigung and Sampean Villages, Humbang Hasundutan Regency, North Sumatra Province from May to August 2010. Incense forest management is a part of culture and local people knowledge. Incense forest has social, economic and ecological benefits. In average, farmers acquired income Rp 13,233,500/year (60.69% of total income) from incence. Result of SWOT analysis shows that to develop the incense forest, it is needed to reduce internal weakness and use or optimize opportunity throught strategies such as: intensify extension activities, forming farmer groups and/or cooperative, supervision of the incense gum marketing system, intensive farming system and the use of incense superior seedlings. Keywords: incence forest, non timber forest product, management, strategy, incomes

Page 4: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

RINGKASAN

MARUARI SITOMPUL. Kajian Pengelolaan Hutan Kemenyan (Styrax sp.) di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh LETI SUNDAWATI dan DODIK RIDHO NURROCHMAT.

Getah kemenyan sebagai hasil hutan bukan kayu memiliki nilai ekonomi tinggi dan berpeluang untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Namun sampai saat ini masih banyak permasalahan-permasalahan yang dialami petani kemenyan. Selain sistem pengelolaannya yang masih bersifat tradisional dan belum banyak disentuh oleh upaya-upaya pengembangan, dalam hal pemasaran petani sering kali kurang menikmati hasil dari penjualan getah kemenyan. Tujuan penelitian ini yang pertama, yaitu mengkaji aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya dari pengelolaan hutan kemenyan dijawab melalui analisa deskriftif. Sedangkan tujuan kedua dan ketiga, yaitu menganalisis permasalahan-permasalahan dan merumuskan strategi pengembangan pengelolaan hutan kemenyan. Penelitian dilaksanakan di Desa Simarigung dan Desa Sampean, Kec. Dolok Sanggul, Kab. Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara pada pertengahan Bulan Mei sampai Agustus 2010. Bentuk data yang dikumpulkan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder yang diperoleh dengan wawancara, observasi langsung serta melalui studi pustaka. Jumlah petani kemenyan yang dijadikan sebagai responden sebanyak 60 orang yang terdiri dari 30 orang dari Desa Simarigung dan 30 orang dari Desa Sampean serta 14 orang informan kunci. Bentuk kearifan lokal nyata dapat dilihat dari pengelolaan hutan kemenyan. Petani mengetahui dan meyakini bahwa tidak semua pohon dapat disadap secara bersamaan. Kesalahan dalam memilih pohon konsekuensinya adalah hasil panen tidak maksimal bahkan terkadang pohon tersebut tidak mengeluarkan getah. Kebiasaan petani yang lain dan telah menjadi bagian dari pengelolaan hutan kemenyan bahwa sebelum melakukan penyadapan, harus terlebih dahulu melakukan pembersihan kulit batang yang dalam istilah lokal disebut dengan “mangguris”. Petani memiliki motivasi dan persepsi yang positif terhadap hutan kemenyan. Petani menyadari betul hutan kemenyan bukan hanya sebagai sumber mata pencaharian tetapi lebih dari itu, keberadaan hutan kemenyan juga memberikan manfaat-manfaat ekologi dalam menjaga kualitas lingkungan. Pada kedua desa lokasi penelitian penggunaan lahan oleh masyarakat diperuntukkan sebagai tempat tinggal beserta pekarangannya, fasilitas umum, kebun, sebagian kecil sawah dan hutan termasuk di dalamnya hutan kemenyan. Rata-rata responden memiliki lahan seluas 1,31 ha dan untuk hutan kemenyan seluas 0,95 ha. Dalam satu hektarnya rata-rata petani kemenyan memiliki tanaman menghasilkan (TM) sebanyak 728 batang dengan produksi sebanyak 174 kg/ha/tahun. Petani responden memperoleh penghasilan rata-rata

Page 5: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

sebesar Rp 21.641.900 dan sebesar Rp 13.233.600 (60,69%) diperoleh dari hasil penjualan getah kemenyan. Letak hutan kemenyan yang pada umumnya di daerah perbukitan menjadi penyangga terhadap daerah di bawahnya dan sekaligus menjadi daerah tangkapan air (catchment area). Hutan kemenyan sangat berperan dalam menjaga ketersediaan air bersih bagi masyarakat yang berdomisili disekitarnya. Sebagai tegakan hutan, tanaman kemenyan juga memiliki fungsi ekologi dalam menahan laju erosi oleh air hujan, mengendalikan banjir dan longsor. Disamping itu hutan kemenyan berperan dalam membentuk iklim mikro disekitarnya dan menjadi tempat tinggal atau habitat makro dan mikro organisme lainnya. Dengan menggabungkan nilai selisih antara kekuatan (strength) terhadap kelemahan (weakness). serta peluang (opportunity) terhadap ancaman (threat) pada diagram SWOT maka diketahui situasi pengelolaan hutan kemenyan berada pada sel ketiga. Dari sisi eksternal memiliki peluang namun dari sisi internal memiliki kelemahan, sehingga strategi yang direkomendasikan adalah mereduksi kelemahan-kelemahan internal untuk dapat mempergunakan, mengoptimalkan dan merebut peluang yang lebih baik (support a turnaround oriented strategy). Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain: (1) mengintensifkan kegiatan penyuluhan dan bimbingan teknis dari dinas kehutanan terhadap petani kemenyan, (2) membentuk kelompok tani dan/atau koperasi di tingkat desa untuk menghindari spekulasi harga yang dilakukan oleh para agen pengumpul, (3) pengawasan terhadap sistem pemasaran getah kemenyan oleh pemerintah daerah untuk menghindari praktek-praktek monopoli, (4) pengelolaan hutan kemenyan dilakukan dengan sistem budidaya intensif dan (5) penggunaan bibit tanaman kemenyan unggul untuk meningkatkan produktivitas. Kata kunci: hutan kemenyan, hasil hutan bukan kayu, pengelolaan, strategi, penghasilan

Page 6: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

Page 7: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN, PROVINSI

SUMATERA UTARA

MARUARI SITOMPUL

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

Page 8: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS

Page 9: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

Judul : Kajian Pengelolaan Hutan Kemenyan (Styrax sp.) di Kabupaten

Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara.

Nama : Maruari Sitompul

NRP : E.151080061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Ilmu Pengelolaan Hutan

Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 02 Februari 2011 Tanggal Lulus:

Page 10: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat kasih dan rahmat-Nya yang selalu menyertai penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pemilihan judul tesis “Kajian Pengelolaan Hutan Kemenyan (Styrax sp.) di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi sumatera Utara” berangkat dari kerinduan dan keprihatinan atas kondisi hutan yang semakin lama semakin terdegradasi. Begitu juga dengan kondisi masyarakat yang berdomisili disekitar hutan yang semakin lama semakin terpinggirkan.

Melalui tesis ini, penulis mencoba mengangkat kearifan lokal masyarakat di Sumatera Utara dalam mengelola hutan kemenyan yang sebenarnya memiliki prospek dalam meningkatkan kesejahteraan petani pengelolanya sekaligus menjamin terpeliharanya hutan secara lestari. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini memberi manfaat bagi kita semua.

Bogor, Februari 2011

Maruari Sitompul

Page 11: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang sangat berperan dalam penyelesaian

tesis ini. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan beliau-beliau mustahil tesis ini

akan selesai. Oleh karena itu dengan tulus ikhlas penulis ingin menyampaikan

rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan,

pengarahan dan dukungan kepada penulis, khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S., selaku Dekan Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodiharjo, M.S., selaku Ketua Mayor Ilmu

Pengelolaan Hutan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

3. Ibu Dr. Ir. Leti Sundawati, M. Sc. F, selaku Pembimbing Pertama dengan

segala kesabaran, perhatian dan kemurahan hatinya untuk membimbing

penulis dalam penyusunan tesis ini.

4. Bapakr Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M. Sc. F, selaku Pembimbing Kedua

atas segala kesabaran dan kemurahan hatinya dalam memberikan tambahan

ilmu yang sangat membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.

5. Bapakr Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS., selaku Dosen Penguji atas segala

masukannya yang sangat membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.

6. Bapak/ Ibu Dosen dan seluruh Civitas Akademika Mayor Ilmu Pengelolaan

Hutan yang selalu memberikan pelayanan ilmu pengetahuan kepada penulis.

7. Kedua orangtuaku Guntur Sitompul dan Erika Batubara serta seluruh keluarga

atas dukungan semangat dan doanya.

8. Keluarga Ir. Bungaran Sinaga, M.Si dan Lisbeth Simanjuntak beserta seluruh

keluarga atas dukungan semangat dan doanya.

9. Teristimewa buat istriku tercinta Rumondang Sri Gunawan Sinaga, S. Hut, M.

Si dan anakku tersayang Jonathan AB Sitompul atas kesetian, kesabaran dan

dukungan doanya, sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas belajar ini.

Page 12: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

10. Pemerintah Kabupaten Dairi yang telah memberikan kesempatan

melaksanakan tugas belajar serta seluruh rekan-rekan kerja di Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Kab. Dairi atas dukungannya.

11. Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kab. Humbang Hasundutan,

terutama Saudara Maju H.O. Manik, S. Hut. dan Togu P. Sinurat, SP atas

bantuan dan kerjasamanya selama pelaksanaan penelitian di lapangan.

12. Masyarakat Desa Simarigung dan Desa Sampean Kecamatan Dolok Sanggul,

Kab. Humbang Hasundutan, khususnya kepada Kepala Desa dan Petani

Kemenyan atas kerjasamanya selama pelaksanaan penelitian di lapangan.

13. Rekan-rekan mahasiswa Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor, khususnya angkatan 2008 yang selalu memberikan

semangat dan juga atas kebersamaannya selama melaksanakan tugas belajar.

Page 13: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumbul pada tanggal 21 September 2010 dari

pasangan Guntur Sitompul dan Erika Batubara. Penulis merupakan anak keenam

dari tujuh bersaudara.

Untuk jenjang pendidikan SD dan SLTP, penulis menyelesaikannya di

Sumbul sedangkan sekolah menengah umum diselesaikan di Medan, tepatnya di

SMU Negeri 14 Medan. Setelah tamat dari sekolah menegah umum, penulis

melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara, Jurusan Kehutanan. Pada

saat kuliah, penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan untuk ditekuni dan

selesai pada tahun 2004. Pada tahun 2008 penulis memperoleh tugas belajar dari

Pemerintah Kabupaten Dairi untuk mengikuti program magister di Institut

Pertanian Bogor, Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan.

Pada tahun 2006, penulis diterima jadi PNS di Pemerintahan Kabupaten

Dairi dan ditempatkan sebagai staf di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab.

Dairi, hingga sekarang. Penulis menikah pada tahun 2008 dengan Rumondang

S.G. Sinaga dan telah dikaruniai satu anak, Jonathan AB. Sitompul.

Page 14: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x

I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 4

1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5

1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................ 5

1.5 Kerangka Pemikiran ....................................................................... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 9

2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ............................................... 9

2.2. Hutan Kemenyan .......................................................................... 11

2.2.1. Budidaya Tanaman Kemenyan ............................................ 11

2.2.2. Potensi dan Peluang Pasar Kemenyan ................................. 13

2.2.3. Pemanfaatan dan Pengolahan Kemenyan ............................ 15

2.3. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat ...................................... 17

2.3.1. Hutan Desa ........................................................................... 17

2.3.2. Hutan Kemasyarakatan ........................................................ 19

2.3.3. Hutan Rakyat ....................................................................... 21

2.4. Perumusan Strategi Pengembangan dengan Analisis SWOT ....... 23

2.5. Analisa Finansial Kelayakan Usaha .............................................. 26

III. METODOLOGI ................................................................................... 27

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................ 27

3.2. Data dan Metode Pengolahan Data ............................................... 27

3.3. Penentuan Responden ................................................................... 28

3.4. Metode Pengolahan Data dan Analisa Data .................................. 29

3.5. Definisi Operasional ..................................................................... 32

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ...................................... 35

4.1. Kondisi Geografis ......................................................................... 35

Page 15: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

4.2. Kondisi Demografi ........................................................................ 36

4.3. Kondisi Hutan ............................................................................... 37

4.4. Penyebaran Hutan Kemenyan ....................................................... 38

V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 39

5.1. Aspek Sosial Pengelolaan Hutan Kemenyan ................................ 39

5.1.1. Karakteristik Petani Responden ........................................... 39

5.1.2. Status Kepemilikan Lahan ................................................... 43

5.1.3. Bertani Kemenyan sebagai Budaya dan Kearifan Lokal ..... 44

5.1.4. Motivasi dan Persepsi Petani terhadap Hutan Kemenyan ... 46

5.2. Aspek Ekonomi Pengelolaan Hutan Kemenyan ........................... 47

5.2.1. Pendapatan Petani responden ............................................... 47

5.2.2. Analisa Finansial Kelayakan Usaha Pengelolaan Hutan

kemenyan ............................................................................. 49

5.2.3. Produktivitas Petani dan Hutan Kemenyan ......................... 50

5.2.4. Pemasaran Getah Kemenyan ............................................... 51

5.3. Aspek Ekologi Pengelolaan Hutan Kemenyan ............................. 52

5.4. Faktor Internal dan Ekternal Pengelolaan Hutan Kemenyan ........ 56

5.4.1. Unsur Kekuatan (Strenght) .................................................. 56

5.4.2. Unsur Kelemahan (Weakness) ............................................. 59

5.4.3. Unsur Peluang (Oppurtunity) ............................................... 61

5.4.4. Unsur Ancaman (Threath) ................................................... 63

5.5. Diagram SWOT Pengelolaan Hutan Kemenyan ........................... 66

5.6. Strategi Pengembangan Pengelolaan Hutan Kemenyan ............... 67

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 71

6.1. Kesimpulan ................................................................................... 71

6.2. Saran ............................................................................................. 72

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 73

LAMPIRAN ................................................................................................. 77

Page 16: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Luas dan produksi kemenyan di Sumatera Utara tahun 2005 ................... 14

2. Standar lokal kualitas kemenyan............................................................... 16

3. Standar mutu berdasarkan sifat fisik dan kimia kemenyan....................... 17

4. Matrik Swot .............................................................................................. 26

5. Nama kecamatan beserta luasannya di Kabupaten Humbahas ................. 35

6. Sebaran luas kawasan hutan di Kabupaten Humbang Hasundutan .......... 37

7. Sebaran tanaman kemenyan di Kabupaten Humbang Hasundutan .......... 38

8. Sebaran petani responden berdasarkan usia .............................................. 39

9. Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan ...................... 40

10. Luas rata-rata pemilikan lahan petani responden .................................... 42

11. Sebaran petani responden berdasarkan kepemilikan luas kebun

kemenyan ................................................................................................ 43

12. Sebaran petani responden berdasarkan persepsi terhadap hutan

kemenyan ................................................................................................ 46

13. Sebaran petani responden berdasarkan pendapatan ................................ 47

14. Pendapatan rata-rata petani responden berdasarkan desa ....................... 47

15. Persentase pendapatan petani dari hutan kemenyan terhadap

pendapatan total ...................................................................................... 48

16. Analisa finansial pengelolaan hutan kemenyan per satuan hektar

selama 50 tahun ....................................................................................... 49

17. Unsur kekuatan dan nilai pengaruhnya ................................................... 58

18. Unsur kelemahan dan nilai pengaruhnya ................................................ 60

19. Unsur peluang dan nilai pengaruhnya ..................................................... 62

20. Unsur ancaman dan nilai pengaruhnya ................................................... 65

Page 17: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ................................................................. 7

2. Diagram SWOT ........................................................................................ 24

3. Rantai pemasaran getah kemenyan ........................................................... 52

4. Sketsa tata letak hutan kemenyan berdasarkan topografi ......................... 53

5. Hutan kemenyan produktif pada masa istirahat (a) dan masa panen (b) .. 55

6. Diagram SWOT strategi pengembangan pengelolaan hutan kemenyan ... 67

7. Matrik SWOT strategi pengembangan pengelolaan hutan kemenyan ...... 70

Page 18: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Karakteristik petani kemenyan ................................................................. 77

2. Karakteristik pemilikan lahan ................................................................... 78

3. Produktivitas kemenyan ............................................................................ 79

4. Sumber pendapatan rumah tangga petani responden ................................ 80

5. Biaya pengelolaan budidaya kemenyan (Rp/Tahun) ................................ 81

6. Analisis finansial kelayakan usaha pengelolaan hutan kemenyan ............ 82

Page 19: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki hutan tropis yang di dalamnya terkandung kekayaan

alam yang melimpah. Pernyataan ini bukan hanya diakui oleh bangsa Indonesia

saja, bangsa-bangsa lain di dunia juga setuju dengan klaim ini bahkan menyebut

hutan tropis Indonesia sebagai mega biodiversity. Sebutan ini diberikan

berdasarkan fakta sebenarnya bahwa Indonesia memiliki luas hutan tropis terbesar

ketiga di dunia setelah Brazil dan Zaire (Republic Demokratic Congo) dimana di

dalamnya terkandung keanekaragaman hayati (Dephut 2007).

Kekayaan alam yang terkandung di dalam hutan Indonesia seharusnya

dapat diandalkan sebagai modal pembangunan untuk mewujudkan masyarakat

yang sejahtera, adil dan makmur. Sejak Indonesia merdeka hutan sudah

dimanfaatkan untuk tujuan pembangunan, namun kenyataanya masih banyak

warga Indonesia yang tinggal di sekitar atau berdekatan dengan hutan hidup di

bawah garis kemiskinan. Pada tahun 2010 sebanyak 64,23% penduduk miskin

tinggal di pedesaan (Hamzirwan 2010) yang umumnya berdekatan dengan hutan.

Dengan laju perusakan hutan yang mencapai 1,08 juta ha per tahun pada tiga

tahun terakhir (Kemenhut 2010) sebagai akibat dari eksploitasi sumberdaya hutan

yang berpaham antroposentris (Keraf 2006) dan timbulnya berbagai konflik di

daerah akibat dari terpinggirkannya masyarakat lokal semakin memperjelas

bahwa ada yang kurang dengan sistem pengelolaan hutan.

Era baru pengelolaan hutan di Indonesia dimulai sejak diterbitkannya

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menggantikan

Undang-Undang Pokok Kehutanan Nomor 5 Tahun 1967. Selain mengakui

keberadaan hutan hak dan memberi kesempatan kepada masyarakat dalam

pengelolaan hutan, juga memandang bahwa hutan sebagai sumberdaya memiliki

multi fungsi, memuat multi kepentingan serta menghasilkan multi produk. Hasil

hutan bukan kayu (HHBK) merupakan salah satu produk hutan yang memiliki

keunggulan dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan. Secara

ekonomis HHBK memiliki nilai ekonomi tinggi dan berpeluang untuk

Page 20: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Walaupun memiliki

nilai ekonomi tinggi namun pengembangan usaha dan pemanfaatan HHBK

selama ini belum dilakukan secara intensif sehingga belum dapat memberikan

kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.

Untuk lebih mengembangkan dan meningkatkan produksi hasil hutan

bukan kayu ini pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan terkait upaya

pengembangan hasil hutan bukan kayu dimaksud. Dengan pengembangan hasil

hutan bukan kayu baik yang berasal dari kawasan hutan maupun luar kawasan

hutan melalui kebijakan pengembangan HHBK diharapkan mampu mengurangi

ketergantungan pada hasil hutan kayu, meningkatkan pendapatan masyarakat

sekitar hutan dari HHBK serta menumbuhkan kesadaran memelihara kawasan

hutan, meningkatkan devisa sektor kehutanan bukan kayu dan terciptanya

lapangan kerja baru di sektor kehutanan yang berasal dari komoditas HHBK

(Dephut 2009). Selain itu dengan pengembangan hasil hutan bukan kayu ini

diharapkan terjadinya optimalisasi pemanfaatan HHBK, yang meliputi jumlah

jenis, bentuk dan tahap pengolahan serta mutunya dan terjadinya optimalisasi

potensi daerah dalam pengembangan HHBK sebagai alternatif sumber pangan,

sumber bahan obat-obatan, penghasil serat, penghasil getah-getahan dan lainnya

yang dapat meningkatkan ekonomi lokal dan nasional.

Sejalan dengan adanya upaya pemerintah pusat dalam mengembangkan

HHBK, pemerintah daerah mendukung program tersebut dengan menggali semua

potensi yang ada untuk memberikan kesejahteraan pada masyarakatnya. Humbang

Hasundutan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara,

memiliki potensi sumberdaya alam untuk dikembangkan sebagai salah satu sentra

produksi hasil hutan bukan kayu yaitu kemenyan. Kemenyan adalah sejenis getah

yang dihasilkan oleh pohon kemenyan (Styrax spp) melalui proses penyadapan.

Sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu getah kemenyan dapat diolah dan

dimanfaatkan untuk berbagai kegunaan. Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan

Nomor P.35/Menhut/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu, kemenyan

ditetapkan sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) nabati yang masuk

dalam kelompok resin.

Page 21: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

Menurut Jayusman (1997) ada dua jenis kemenyan yang tersebar di

Sumatera Utara, yaitu kemenyan toba (Styrax sumatrana J.J.SM) dan kamenyan

durame (Styrax benzoin). Kedua jenis tanaman kemenyan ini termasuk Ordo

Ebenales, Family Styraceae dan Genus Styrax. Sebaran hutan kemenyan di

Sumatera Utara pada tahun 2007, Kabupaten Tapanuli Utara memiliki luas

tanaman kemenyan yang terluas yaitu kurang lebih 16.359 ha, sementara

Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki hutan kemenyan kurang lebih seluas

5.593 ha. Berbanding lurus dengan luasan tanaman kemenyan yang dimiliki,

Kabupaten Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan juga merupakan dua

kabupaten yang paling banyak memproduksi getah kemenyan. Pada tahun yang

sama, Tapanuli Utara memproduksi sebanyak 3.634,12 ton dan Humbang

Hasundutan sebanyak 1.403,23 ton (BPS Provinsi Sumatera Utara 2008).

Berdasarkan luasan dan jumlah produksi, Kabupaten Tapanuli Utara dan

Humbang Hasundutan merupakan dua kabupaten yang potensial untuk dijadikan

sebagai sentra produksi dan pengembangan tanaman kemenyan di Provinsi

Sumatera Utara.

Di Kabupaten Humbang Hasundutan sendiri yang merupakan salah satu

daerah pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara, sebaran tanaman kemenyan

ditemukan pada 6 kecamatan dari 10 kecamatan. Kecamatan Dolok Sanggul

merupakan kecamatan yang memiliki hutan dan atau kebun kemenyan paling luas,

yaitu 1.618,5 ha diikuti Kecamatan Sijamapolang dengan luasan 1.150 ha (BPS

Kab. Humbahas 2009). Masyarakat di daerah ini sudah sejak lama mengenal dan

mengusahakan kemenyan sebagai sumber mata pencaharian. Menurut Affandi

(2003) pemanfaatan kemenyan sebagai komoditi yang dapat diperdagangkan

sudah berlangsung sejak abab ke-17 dan dampak dari perdagangan kemenyan

tersebut telah nyata dirasakan oleh para petani dan pedagang lokal. Melalui

pengelolaan hutan kemenyan telah mampu memberikan kontribusi yang besar

terhadap ekonomi rumah tangga petani kemenyan, yaitu sebesar 70%-75%

(Simanjuntak 2000, diacu dalam Nurrochmat 2001). Namun sampai saat ini

pengelolaan dan pengolahan kemenyan oleh masyarakat masih bersifat tradisional

dan belum banyak disentuh oleh upaya-upaya pengembangan.

Page 22: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

Melihat ketersediaan sumberdaya yang ada, hutan kemenyan ini memiliki

potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai sarana meningkatkan

pendapatan petani kemenyan secara langsung dan meningkatkan perekonomian

pedesaan secara tidak langsung. Selain sebagai sumber pendapatan, melalui

pengelolaan hutan kemenyan dapat dijadikan sebagai sarana dalam melestarikan

hutan melalui pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, dalam rangka

mengembangkan dan meningkatkan manfaat dari hutan kemenyan di Kabupaten

Humbang Hasundutan ini diperlukan penelitian-penelitian baik dari aspek ekologi

maupun sosial-ekonomi petani pengelolanya.

1.2. Perumusan Masalah

Pengelolaan hutan kemenyan yang terdapat di Kabupaten Humbang

Hasundutan merupakan kearifan lokal masyarakat yang diwariskan secara turun

temurun dan sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu. Kearifan ini

muncul sebagai bagian dari cara masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya

alam yang ada guna memenuhi kebutuhan hidup. Dengan keberadaan atau

eksistensinya bertahan sampai sekarang merupakan bukti bahwa sistem

pengelolaan hutan kemenyan ini selain memiliki manfaat ekologi dan nilai-nilai

sosial, juga mememiliki potensi dan prospek yang baik bila dilihat dari aspek

ekonomi untuk dikembangkan ke depan.

Namun sampai saat ini masih banyak permasalahan-permasalahan yang

dialami masyarakat. Selain sistem pengelolaannya yang masih bersifat tradisional

dan belum banyak disentuh oleh upaya-upaya pengembangan, dalam hal

pemasaran petani sering kali kurang menikmati hasil dari penjualan getah

kemenyan karena menerima margin keuntungan yang lebih kecil bila

dibandingkan dengan pelaku pasar (pedagang pengumpul). Selain karena posisi

tawar yang rendah, informasi harga dan pasar yang kurang menjadi penyebabnya.

Disamping itu harga getah kemenyan sering mengalami fluktuasi terutama

menjelang dan sesudah hari raya besar keagamaan (Jayusman 1997).

Apabila pengelolaan hutan kemenyan berhasil ditingkatkan dan

dikembangkan yang ditandai dengan peningkatan kuantitas dan kualitas getah

kemenyan serta didukung harga penjualan yang baik akan memberikan dampak

Page 23: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

positif khususnya terhadap petani kemenyan. Selain akan mengalami peningkatan

pendapatan secara langsung bagi petani kemenyan, dampak yang lebih luas adalah

terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan perekonomian

daerah. Kondisi kondusif seperti ini pada akhirnya akan menambah keinginan

masyarakat untuk mengembangkan tanaman kemenyan sebagai sumber mata

pencaharian. Sejalan dengan hal di atas, melalui pengelolaan hutan kemenyan

akan mampu menciptakan kelestarian hutan berbasis masyarakat sesuai dengan

visi dan misi baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Dalam rangka mewujudkan pengelolaan hutan kemenyan yang lebih baik

dan memberikan manfaat yang lebih optimal baik terhadap sosial, ekonomi dan

ekologinya, melalui kajian ini, ada beberapa pertanyaan yang ingin dijawab dan

dijadikan sebagai permasalahan penelitian, antara lain:

1. Bagaimana kondisi pengelolaan hutan kemenyan yang ada sekarang?

2. Apa permasalahan yang dihadapi petani dalam pengelolaan hutan kemenyan

saat ini?

3. Bagaimana upaya meningkatkan manfaat hutan kemenyan terhadap sosial,

ekonomi dan ekologi petani kemenyan?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:

1. Mengkaji aspek sosial, ekonomi dan ekologi dari pengelolaan hutan

kemenyan.

2. Menganalisa permasalahan-permasalahan dalam pengelolaan hutan kemenyan.

3. Merumuskan strategi pengembangan pengelolaan hutan kemenyan.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini nantinya diharapkan memberikan manfaat-manfaat

penelitian sebagai berikut:

1. Memberikan masukan bagi Pemerintah Kabupaten dalam mengembangkan

potensi daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang hidup

berdampingan langsung dengan kawasan hutan.

Page 24: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

2. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang ingin mengembangkan usaha

di bidang budidaya tanaman kemenyan dan menjadi referensi bagi pihak-

pihak yang ingin mengkaji lebih dalam upaya pengembangan kemenyan.

1.5. Kerangka Pemikiran

Sistem pengelolaan hutan kemenyaan yang terjadi sekarang, mulai dari

penanaman (regenerasi tanaman), pemeliharaan (perawatan), pemanenan getah,

pengolahan getah pasca panen hingga pemasaran dikaji informasinya secara

menyeluruh berdasarkan aspek sosial, ekonomi dan ekologi baik dari petani

kemenyan maupun para stake holder yang terlibat, seperti instansi pemerintah,

swasta, akademisi, tokoh masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat.

Seluruh informasi yang meliputi aspek ekologi (manfaat hutan kemenyan

terhadap tanah, air dan udara), ekonomi dan sosial ini dikelompokkan menjadi

kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities) dan

ancaman (threats). Tentunya kekuatan dan peluang yang dimiliki menjadi faktor

pendukung pengembangan pengelolaan hutan kemenyan dan sebaliknya

kelemahan dan ancaman tentunya menjadi faktor penghambat dalam upaya-upaya

pengembangan.

Dengan menggunakan analisis SWOT diperoleh bagaimana rumusan strategi

pengembangan pengelolaan hutan kemenyan ke depan dengan cara

mengoptimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan

ancaman. Dengan mempergunakan kerangka kekuatan dan kelemahan faktor

internal serta peluang dan ancaman dari faktor eksternal dari sistem pengelolaan

hutan kemenyan, menyediakan sebuah cara yang sangat sederhana untuk

mengkaji strategi terbaik yang dapat diterapkan dalam mengembangkan

pengelolaan hutan kemenyan kea rah yan lebih baik. Secara diagram, kerangka

pemikiran penelitian dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.

Page 25: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

KEKUATAN PELUANG

KELEMAHAN ANCAMAN

ANALISIS SWOT

STRATEGI PENGEMBANGAN

Pengelolaan Hutan Kemenyan

Aspek Ekonomi Aspek Sosial Aspek Ekologi

Page 26: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI
Page 27: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Hutan tidak hanya menghasilkan kayu, tetapi hutan juga menghasilkan

aneka ragam benda hayati lainnya berupa hasil hutan bukan kayu antara lain

bambu, rotan, buah-buahan, rumput-rumputan, jamur-jamuran, tumbuhan obat,

getah-getahan, madu, satwa liar, satwa elok, serta sumber plasma nuftah. Selain

itu hutan juga menghasilkan jasa lingkungan berupa pengatur hidrologis,

pembersih udara, jasa wisata, jasa keindahan dan keunikan serta jasa perburuan

(Supriadi 2003).

Sesuai dengan Permenhut Nomor 35 Tahun 2007 tentang hasil hutan

bukan kayu, bahwa yang dimaksud dengan hasil hutan bukan kayu yang

selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani

beserta produk turunan dan budidaya

kecuali kayu yang berasal dari hutan. Hasil hutan bukan kayu yang terdapat di

Indonesia terbagi menjadi HHBK nabati dan HHBK hewani dan masing-masing

kelompok dibagi lagi, seperti yang diuraikan berikut ini:

1. Hasil hutan bukan kayu (HHBK) nabati, yaitu meliputi semua hasil bukan

kayu dan turunannya yang berasal dari tumbuhan dan tanaman dan yang

termasuk ke dalam kelompok ini antara lain:

a. Kelompok resin, antara lain damar, gaharu, kemenyan, pinus, kapur barus;

b. Kelompok minyak atsiri, antara lain cendana, kayu putih, kenanga;

c. Kelompok minyak lemak, pati dan buah-buahan, antara lain buah merah,

rebung bambu, durian;

d. Kelompok tannin, bahan pewarna dan getah, antara lain kayu kuning,

jelutung, perca;

e. Kelompok tumbuhan obat-obatan dan tanaman hias, antara lain akar

wangi, brotowali, anggrek hutan;

f. Kelompok palma dan bambu, antara lain rotan manau, rotan tohiti;

g. Kelompok alkaloid antara lain kina.

h. Kelompok lainnya, antara lain nipah, pandan, purun.

Page 28: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

2. Hasil hutan bukan kayu (HHBK) hewani, yaitu meliputi semua hasil bukan

kayu dan turunannya yang berasal dari hewan dan yang termasuk dalam

kelompok ini antara lain:

a. Kelompok hewan buru (babi hutan, kelinci, kancil, rusa, buaya).

b. Kelompok hewan hasil penangkaran (arwana, kupu-kupu, rusa, buaya).

c. Kelompok hasil hewan (sarang burung walet, kutu lak, lilin lebah, ulat

sutera, lebah madu).

HHBK dalam pemanfaatannya memiliki beberapa keunggulan dibanding

hasil hutan kayu, sehingga HHBK memiliki prospek yang besar dalam

pengembangannya. Pemanfaatan HHBK tidak menimbulkan kerusakan yang

besar terhadap hutan dibandingkan dengan pemanfaatan kayu. Pada umumnya

pemanenan HHBK tidak dilakukan dengan menebang pohon melainkan dengan

cara yang ramah lingkungan seperti dengan cara penyadapan, pemetikan,

pemangkasan, pemungutan. Pemanfaatan HHBK dilakukan oleh masyarakat

secara luas dan membutuhkan modal kecil sampai menengah. Dengan demikian

pemanfaatannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan usaha

pemanfaatannya dapat dilakukan oleh banyak kalangan masyarakat. Teknologi

yang digunakan untuk memanfaatkan dan mengolah HHBK adalah teknologi

sederhana sampai menengah. Bagian yang dimanfaatkan adalah daun, kulit, getah,

bunga, biji, kayu, batang, buah dan akar cabutan. Dengan demikian pemanfaatan

HHBK tidak menimbulkan kerusakan ekosistem hutan (Dephut 2009).

Pemanfaatan HHBK memiliki potensi cukup besar untuk meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan. Pemanfaatan HHBK

saat ini masih terkendala beberapa faktor antara lain skala pemanfaatan HHBK

masih rendah, dilakukan dalam skala kecil oleh petani, terbatasnya modal petani

untuk mengembangkan HHBK, data dan informasi HHBK belum tersedia, pola

pengembangan HHBK belum terfokus pada komoditas tertentu sehingga upaya

pengembangan belum dilakukan secara intensif. Pemanfaatan HHBK masih

bertumpu pada pemungutan dan belum berbasis pada budidaya sehingga

kelestarian hasil HHBK belum terjamin. Di samping itu pemanfaatan HHBK

belum didukung regulasi dan kewenangan yang jelas. Untuk mengembangkan

HHBK agar lebih intensif maka kebijakan dan strategi pengembangan dilakukan

Page 29: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

secara selektif terhadap jenis tertentu yang ditetapkan melalui penetapan jenis

unggulan dilakukan pada sentra wilayah tertentu. Permasalahan yang terkait

dengan produk HHBK yang saat ini mendesak untuk diperhatikan secara serius

adalah terjadinya penurunan potensi sebagai akibat adanya pemanfaatan dan

belum dikuasainya teknologi budi daya yang tepat. Hal ini menyebabkan

rendahnya kemampuan produk HHBK untuk memasok kebutuhan masyarakat,

baik permintaan dari dalam maupun luar negeri (Dephut 2009).

2.2. Hutan Kemenyan

2.2.1. Budidaya Kemenyan

Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut/2007 tentang

Hasil Hutan Bukan Kayu, menetapkan bahwa kemenyan masuk dalam kategori

hasil hutan bukan kayu (HHBK) nabati kelompok resin. Pada kelompok resin ini

ada dua komoditi selain kemenyan, yaitu damar dan gaharu. Getah kemenyan

diperoleh dari pohon kemenyan (Styrax spp) dengan cara penyadapan. Pohon

kemenyan berukuran sedang sampai besar, diameter antara 20-30 cm dan tinggi

mencapai 20-30 meter. Batangnya lurus, percabangannya sedikit dan kulit

batangnya berwarna coklat kemerah-merahan. Tanaman kemenyan berdaun

tunggal, tersusun spiral, dan berbentuk oval, yaitu bulat memanjang dan ujungnya

meruncing. Buah kemenyan berbentuk bulat, dan lonjong (agak gepeng) dan di

dalamnya terdapat biji berwarna coklat (Sasmuko 2003).

Tempat tumbuh tanaman kemenyan bervariasi, mulai dari dataran rendah

sampai dataran tinggi, yaitu pada ketinggian tempat 60-2.100 meter dari

permukaan laut. Tanaman kemenyan tidak memerlukan persyaratan tempat

tumbuh yang istimewa. Tanaman ini dapat tumbuh pada jenis-jenis tanah:

podsolik, andosol, lotosol, dan regosol. Kemenyan juga dapat tumbuh pada

berbagai asosiasi lainnya, mulai dari tanah yang bertekstur berat sampai ringan,

dan tanah yang kurang subur sampai yang subur. Selain itu, tanaman ini juga

dapat tumbuh pada tanah yang berporositas tinggi, yaitu yang mudah meneruskan

atau meresapkan air.

Tanaman Kemenyan termasuk jenis tanaman setengah toleran. Anakan

kemenyan memerlukan naungan sinar matahari dan setelah dewasa, pohon

Page 30: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

kemenyan memerlukan sinar matahari penuh. Selain itu, untuk pertumbuhan

optimal kemenyan memerlukan curah hujan yang cukup tinggi, dan intensitas

merata sepanjang tahun (Sasmuko 2003).

Budidaya tanaman kemenyan diawali dengan pengambilan benih

kemenyan dari pohon induknya. Kriteria pohon induk kemenyan adalah : bergetah

banyak dan berkualitas baik; bebas hama dan penyakit; berbatang lurus dan

silindris; bertajuk normal dan baik; serta bercabang sedikit dan berbatang bebas

cabang relatif tinggi. Buah kemenyan yang dipilih untuk benih adalah yang masak

dan berwarna coklat tua.

Pembuatan bibit kemenyan dilakukan dengan cara: persemaian dan

cabutan anakan dari permudaan alam. Cara lainnya, yaitu: stump, stek dan kultur

jaringan masih dalam tahap penelitian pihak-pihak terkait. Persemaian merupakan

cara yang mudah dilakukan. Awalnya benih kemenyan ditabur pada bedeng tabur.

Setelah berkecambah, kemudian dipindahkan pada polybag dan dipelihara sampai

bibitnya siap tanam di lapangan. Sebelum penanaman bibit kemenyan, terlebih

dahulu dilakukan persiapan lapangan, yaitu membuat jalur tanam dan lubang

tanam. Jarak tanamnya disesuaikan dengan kondisi tanah dan kelerengan

lahannya. Karena setengah toleran, anakan kemenyan yang ditanam di tempat

terbuka harus diberi naungan. Anakan kemenyan bisa juga ditanam di bawah

pohon lainnya, misalnya di bawah pohon durian dan kaliandra

Menurut Sasmuko (2003), pohon kemenyan yang berdiameter lebih

kurang 20 cm sudah bisa disadap kemenyannya. Sebelum penyadapan

kemenyannya, terlebih dahulu tumbuhan di sekitar pohonnya dibersihkan telebih

dahulu dengan parang. Begitu juga tumbuhan yang melekat pada kulit pohonnya,

dibersihkan dengan “guris”. Penyadapan kemenyan dilakukan pada bagian pohon

yang berada di bawah bagian tajuk yang berdaun hijau muda dan rindang. Mula-

mula kulit ditakik (dicongkel sampai sedikit terangkat, dan tidak sampai lepas)

dengan “panuktuk” alat pemukul, lalu, permukaan kulit ini dipukul-pukul dengan

gagang “panuktuk” sebesar lingkaran lubang penyadapan yang diharapkan.

Setelah 2-3 bulan, umumnya dalam takikan ini sudah terdapat kemenyan, dengan

menggunakan “agat” alat pemanen, kulit (yang menutup) takikan dibuka untuk

mengambil kemenyan dari lubang takikan.

Page 31: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

Pemeliharaan tanaman kemenyan yang biasa dilakukan adalah:

penyiangan, pendangiran, penyulaman, pemupukan, penjarangan, dan

perlindungan tanaman dari hama dan penyakit. Kegiatan ini dilakukan pada tahun

pertama, kedua dan ketiga. Penjarangan pohon pelindung perlu dilakukan secara

bertahap untuk memberi ruang tumbuh lebih luas kepada tanaman kemenyan, agar

memperoleh banyak sinar matahari. Kemenyan hasil sadapan yang masih

bercampur aduk dengan kulit pohon kemenyan, selanjutnya disortir menjadi

empat golongan, yaitu: mata kasar, mata kacang/mata halus, “jurur” dan “tahir”.

Golongan pertama harganya lebih mahal dan golongan selanjutnya lebih murah.

Selain itu, dikenal juga kemenyan tampangan, yaitu kemenyan yang dicampur

dengan damar. Pengolahannya melalui pemanasan, pencampuran dan pencetakan.

Perbandingan campurannya disesuaikan dengan permintaan konsumen/pembeli

(Sasmuko 2003).

2.2.2. Potensi dan Peluang Pasar Kemenyan di Sumatera Utara

Sebelumnya telah disampaikan bahwa Sumatera Utara memiliki dua jenis

kemenyan yang telah dikenal, yaitu Styrax sumatrana ”J.J.SM” atau yang dikenal

dengan nama kemenyan toba dan Styrax benzoin “DRYAND” yang dikenal dengan

nama kemenyan durame. Secara umum kedua jenis tersebut dibedakan

berdasarkan aroma yaitu getah kemenyan toba beraroma lebih tajam dibandingkan

dengan kemenyan durame. Secara botani kedua jenis tersebut juga dapat

dibedakan dari bentuk dan ukuran daun serta buahnya. Kemenyan durame

mempunyai ukuran daun lebih besar dan berbentuk bulat memanjang (oblongus).

Di antara kedua jenis ini, kemenyan toba lebih banyak diproduksi oleh masyarakat

karena harga jualnya di pasar lokal lebih tinggi (Sasmuko 1998).

Pada awal abad 20-an yaitu sekitar 1910, produksi kemenyan Tapanuli

Utara sekitar 1.200 ton, kemudian naik menjadi sekitar 2.300 ton pada tahun 1930

dan pada tahun 1950 produksi meningkat menjadi sekitar 3.400 ton. Luas tanaman

kemenyan pada tahun 1990 adalah lebih kurang 22.793 ha. Kabupaten Tapanuli

Utara memiliki tanaman paling luas yaitu 21.119 ha dengan produksi sekitar

4.000 ton. Pada tahun 1993 luas tanaman kemenyan di Tapanuli Utara adalah

17.299 hektar dengan produksi 3.917 ton (Sasmuko 2003). Pada tahun 2007 data

Page 32: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

luasan dan jumlah produksi hutan kemenyan di Provinsi Sumatera Utara seperti

yang ditampilkan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Luasan dan produksi getah kemenyan di Provinsi Sumut tahun 2007

No Kabupaten Luas (ha) Produksi (ton)

1 Tapanuli Tengah 5,00 1,35

2 Tapanuli Utara 16.395,00 3.634,12

3 Toba Samosir 370,75 54,06

4 Dairi 213,00 107,29

5 Humbang Hasundutan 5.593,00 1403,23

6 Pakpak Bharat 1.501,20 860,80

Total 24.077,95 6.060,89

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, 2008

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa Tapanuli Utara dan Humbang

Hasundutan merupakan dua kabupaten yang memiliki luasan hutan kemenyan

terbesar dan potensial untuk dikembangkan menjadi sentra produksi getah

kemenyan di Sumatera Utara. Penggunaan getah kemenyan di dalam negeri

sebagian besar untuk bahan baku industri rokok dan dupa dan pemasarannya

terutama ke pulau Jawa. Sementara untuk pemasarannya ke luar negeri antara

lain: Singapura, Malaysia, Hongkong, Taiwan, Jepang UEA, Switzerland,

Perancis dan USA. Produk kemenyan yang dipasarkan biasanya kemenyan yang

sudah diolah atau kemenyan tampangan, namun ada juga dalam keadaan mentah

(Yuniandra 1998).

Getah kemenyan merupakan komoditi ekspor yang memiliki peminat di

pasar internasional. Harga dan peluang pasarnya yang cukup prospektif

seharusnya memberikan motivasi bagi berbagai pihak untuk mengembangkan

tanaman kemenyan ini. Oleh karena itu, kemenyan diharapkan dapat dijadikan

komoditi unggulan dalam pengembangan hutan rakyat dan hutan tanaman.

Page 33: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

2.2.3. Pemanfaatan dan Pengolahan Kemenyan

Potensi kemenyan cukup besar yang tersebar di beberapa daerah penghasil

dan telah sekian lama dikenal masyarakat secara luas. Pemanfaatan kemenyan

oleh masyarakat di beberapa daerah telah menjadi sumber pendapatan mereka

terutama petani kemenyan yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Selain itu,

perdagangan kemenyan yang berlangsung sejak permulaan abad ke-17 telah

membangkitkan pergerakan perekonomian masyarakat. Dampak dari perdagangan

kemenyan tersebut telah nyata dirasakan oleh para petani dan pedagang lokal

meskipun kontribusinya bagi pemerintah daerah belum signifikan (Sasmuko

1998).

Sejak permulaan tahun 1985, perdagangan kemenyan di Tapanuli Utara

terutama di tingkat petani mengalami penurunan. Masalah ini terjadi seiring

dengan penurunan potensi kemenyan. Sistem tata niaga yang ada kurang

menguntungkan petani dan harga kemenyan menjadi tidak stabil sehingga kurang

merangsang petani untuk tetap mengusahakan kebun kemenyannya. Harga

kemenyan di tingkat petani pada waktu itu berkisar Rp. 7.000 per kg tidak

sebanding dengan biaya (cost) produksi sebesar Rp. 8.000 per kg. Kondisi ini

menyebabkan beralihnya sebagian besar petani kemenyan menjadi petani tanaman

semusim dan perkebunan. Kebun kemenyan menjadi terlantar dan sebagian telah

dikonversi untuk tanaman perkebunan. Petani yang masih bertahan adalah mereka

yang tidak memiliki pilihan usaha lain. Jumlah petani kemenyan di Tapanuli

Utara pada tahun 1990 adalah 18.098 KK sedangkan pada tahun 2001 menjadi

28.320 KK (Sasmuko 2003).

Kemenyan hanya dihasilkan dari provinsi Sumatera Utara dan sampai saat

ini belum ada daerah lain di Indonesia yang menghasilkan komoditi serupa.

Pengelolaan kemenyan di Sumatera Utara sebagai sentra produksi nasional relatif

belum dilakukan secara optimal dan cenderung mengalami penurunan potensi dan

nilai ekonomis pada dasawarsa terakhir ini. Penurunan ini mengakibatkan

berkurangnya produksi dan pendapatan petani kemenyan yang dapat mengancam

kelangkaan komoditi ini di masa yang akan datang (Sasmuko 1998).

Pengolahan kemenyan saat ini masih dilakukan secara tradisional tanpa

ada pengolahan lanjut dalam upaya meningkatkan mutu dan kualitas. Kemenyan

Page 34: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

yang dipasarkan baik lokal maupun ekspor pada umumnya masih berupa bahan

mentah (raw material). Pengolahan kemenyan menjadi bentuk barang setengah

jadi (semifinal goods) atau barang jadi (final goods) berupa hasil-hasil ekstrak

sesuai dengan kandungan kimianya belum ada industri yang melakukannya di

Sumatera Utara. Pemanfaatan kemenyan yang diketahui oleh masyarakat secara

umum masih terbatas pada penggunaannya untuk industri rokok dan kegiatan

tradisional atau religius (Sasmuko 2003). Pohon kemenyan merupakan satu-

satunya jenis pohon yang menghasilkan getah yang mengandung senyawa asam

balsamat. Senyawa ini digunakan secara luas dalam industri farfum dan kosmetik.

Kegunaan getah kemenyan secara tradisional adalah sebagai bahan

pembantu dalam kegiatan-kegiatan ritual dan industri rokok. Sedangkan sebagian

besar kegunaan lainnya adalah sebagai bahan baku dalam industri antara lain

industri parfum, farmasi, obat-obatan, kosmetik, sabun, kimia dan industri

pangan. Ekstraksi kimia getah kemenyan menghasilkan tincture dan benzoin resin

yang digunakan sebagai fixative agent dalam industri parfum. Ekstraksi kemenyan

juga dapat menghasilkan beberapa senyawa kimia yang diperlukan oleh industri

farmasi, antara lain asam balsamat, asam sinamat, benzyl benzoat, sodium

benzoat, benzophenone, dan ester aromatis (Sasmuko 1995).

Perdagangan kemenyan di dalam negeri telah mengenal penggolongan

kualitas baik lokal maupun standar kualitas kemenyan nasional menurut SII.

2044-87. Kualitas lokal hanya berlaku untuk perdagangan kemenyan toba bukan

durame. Sedangkan kemenyan durame tidak terbagi dalam kelas kualitas karena

bukan komoditi utama yang diperdagangkan (Sasmuko 1995).

Tabel 2. Standar lokal kualitas kemenyan

No Kualitas Mutu

I II III IV Abu

1 Warna Putih Putih

kekuningan

Putih

kekuningan

Coklat

kemerahan Campur

2 Ukuran

(cm)

L : 3 – 4

P : 5 – 6

L : 2 – 3

P : 3 – 5

L : 1 – 2

P : 2 – 3

L : 0,5 – 1

P : 1 – 2

Bentuk

kerikil-pasir

Sumber : Sasmuko (1995)

Page 35: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

Tabel 3. Standar mutu berdasarkan sifat fisis dan kimia kemenyan

No Kualitas Mutu

I II III IV Abu

1 Kadar Asam Balsamat (%) 33,2 32,7 25,3 21,8 20,1

2 Kadar Air (%) 1,56 1,75 2,35 2,19 2,29

3 Kadar Abu (%) 0,99 0,91 1,48 1,44 1,52

4 Kadar Kotoran (%) 2,89 3,44 12,0 11,2 12,5

5 Titik Lunak (0C) 58,9 59,3 64,3 65,7 57,8

Sumber : Sasmuko (1995)

2.3. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat

Pengelolaan hutan berbasis masyarakat merupakan upaya dalam

membangun kerjasama sinergis antara masyarakat dan pemerintah dalam

mengelolala sumberdaya hutan. Diharapkan dari pola pengelolaan ini, masyarakat

tidak lagi merasa sebagai obyek dalam pengelolaan sumberdaya hutan melainkan

berlaku sebagai subjek. Beberapa tujuan yang ingin dicapai dengan pola ini,

antara lain: mewujudkan kelestarian dan keberlanjutan fungsi hutan,

meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat (dan pemerintah daerah)

setempat dalam pemanfaatan sumber daya hutan, peningkatan manfaat hutan serta

distribusi manfaat sumber daya hutan yang berkeadilan.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 2007,

tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan

hutan. Pada pasal 84 disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat setempat dapat

dilakukan melalui hutan desa dan hutan kemasyarakatan.

2.3.1. Hutan Desa

Pengelolaan hutan berbasis masyarakat dengan pola hutan desa diatur

dalam Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P. 49/Menhut-II/2008 tentang

Hutan Desa. Dengan Permenhut ini, tentunya hasil yang ingin dicapai adalah

peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan sekaligus pemanfaatan

sumber daya hutan secara bertanggung jawab oleh masyarakat yang memiliki

Page 36: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

pengetahuan lokal tentang hutan dan mengerti arti penting hutan dalam kehidupan

mereka.

Dalam regulasi tentang Hutan Desa, penetapan areal kerja hutan desa

dilakukan oleh Menteri Kehutanan berdasarkan usulan Bupati/Walikota yang

ditembuskan kepada Gubernur. Areal kerja hutan desa sendiri merupakan hutan

lindung atau hutan produksi yang belum dibebani hak pengelolaan atau izin

pemanfaatan dan berada dalam wilayah administrasi desa. Sementara itu, aspek

penentuan kriteria dilakukan oleh komponen pemerintahan, yaitu didasarkan atas

rekomendasi dari Kepala Kawasan Pengelolaan Hutan (KPH) atau Kepala Dinas

Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan.

Partisipasi masyarakat dalam penetapan areal kerja hutan desa terbatas

pada pengajuan permohonan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota. Oleh karena

itu, pada tingkat ini diperlukan keaktifan yang tinggi dari masyarakat untuk

melakukan permohonan penetapan areal kerja hutan desa. Kecil kemungkinan

bagi masyarakat untuk melewatkan potensi pemanfaatan hutan yang ada di sekitar

mereka, apalagi bagi masyarakat yang berinteraksi dengan hutan secara intensif.

Agar dapat mengelola hutan dan kelestariannya secara lebih terorganisir,

masyarakat desa perlu membentuk suatu kelompok yang memang dikhususkan

untuk pengelolaan hutan desa. Aspek yang dicakup dalam penatausahaan hutan

desa cukup luas, mulai dari tahap pengusulan penetapan areal hutan desa sampai

dengan pengelolaan hutan desa itu sendiri. Karenanya diperlukan kompetensi

yang memadai dari lembaga desa bukan hanya dalam aspek pengelolaan hutan,

tapi juga dari segi administrasi dan hukum yang terkait (Dephut 2008).

Selanjutnya dalam Dephut (2008) juga disebutkan bahwa pemerintah perlu

melakukan fasilitasi untuk melancarkan tahap-tahap pembentukan lembaga desa

dan meningkatkan kompetensinya. Kegiatan fasilitasi ini harus dimasukkan ke

dalam program kerja Dinas Kehutanan Pemerintah Daerah setempat. Pemerintah

diantaranya dapat melakukan bimbingan teknis tentang hal-hal yang mungkin

belum diketahui secara umum oleh masyarakat desa, seperti penyusunan rencana

kerja hutan desa dan pemberian informasi pasar dan modal. Masyarakat terutama

harus diberitahu tentang manfaat hutan desa dan pengelolaannya. Selain itu,

Page 37: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

masyarakat juga perlu dibantu agar dapat menyusun Rencana Kerja Hutan Desa

(RKHD) dan Rencana Tahunan Hutan Desa (RTHD).

Manajemen hutan lestari atau Sustainable Forest Management harus

mampu mengakomodir tiga macam fungsi kelestarian, yaitu kelestarian fungsi

produksi (ekonomi), kelestarian fungsi lingkungan (ekologi) dan kelestarian

fungsi sosial, ekonomi, dan budaya bagi masyarakat setempat. Ketiga hal ini akan

diakomodir sekaligus dalam pengelolaan hutan desa. Masyarakat desa merupakan

pelaku utama dalam pengelolaan sumber daya hutan, karenanya kelestarian fungsi

produksi dapat terjaga dengan mengedepankan pengelolaan hutan berdasarkan

kearifan lokal yang didukung penguasaan teknologi. Masyarakat desa bertempat

tinggal di sekitar hutan dan secara otomatis merupakan bagian dari ekosistem

hutan yang juga akan terpengaruh oleh perubahan-perubahan pada hutan,

karenanya kelestarian fungsi lingkungan dapat terjaga dengan mempertahankan

kesadaran masyarakat akan fakta tersebut.

Ujung tombak pengelolaan hutan desa berada pada masyarakat. Kearifan

lokal sangat dihargai dalam pola pengelolaan hutan desa sehingga adanya

diversifikasi pola pengelolaan hutan desa di daerah yang berbeda merupakan

suatu hal yang sangat mungkin dan ini merupakan hal yang positif. Ditambah lagi,

pengetahuan lokal yang dimiliki oleh masyarakat desa sebenarnya relevan dengan

konsep konservasi hutan menurut ilmu pengetahuan modern. Kemampuan dan

kesadaran masyarakat dalam pengelolaan hutan secara lestari ini merupakan hal

yang perlu dijaga agar tidak memudar, misalnya melalui pendidikan dan pelatihan

yang dapat dilaksanakan secara periodik dalam lembaga desa pengelola hutan.

Dengan mendorong masyarakat desa untuk mengelola hutan desa secara optimal

maka kepedulian masyarakat terhadap kelestarian hutan juga akan terbangun

dengan sendirinya.

2.3.2. Hutan Kemasyarakatan

Untuk menguatkan posisi kebijakan ini dalam peraturan perundangan,

maka sebagai payung hukumnya dimuat dalam Peraturan Menteri Kehutanan

Nomor: P. 37/Menhut-II/2007 Tentang Hutan Kemasyarakatan. Dalam peraturan

perundangan ini yang dimaksud dengan Hutan kemasyarakatan adalah hutan

Page 38: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk meningkatkan kemampuan

dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumberdaya

hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian

akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

Penyelenggaraan hutan kemasyarakatan dimaksudkan untuk pengembangan

kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola

hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat

setempat untuk memecahkan persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi di

masyarakat. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan akan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber daya hutan

secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi

hutan dan lingkungan hidup.

Kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan

kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi

dengan ketentuan bahwa kawasan hutan lindung dan hutan produksi dapat

ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan belum dibebani hak atau izin

dalam pemanfaatan hasil hutan dan menjadi sumber mata pencaharian masyarakat

setempat. Dalam penyelenggaraan hutan kemasyarakatan adapun azas yang

dipakai adalah manfaat dan lestari secara ekologi, ekonomi, sosial dan budaya,

musyawarah-mufakat dan keadilan. Ketiga azas ini harus dipegang teguh oleh

masyarakat pengelola sebagai dasar peyelenggaraan pengelolaan hutan berbasis

masyarakat dengan pola hutan kemasyarakatan.

Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.37/Menhut-

II/2007 juga disebutkan bahwa penyelenggaraan hutan kemasyarakatan dapat

dilakukan oleh masyarakat setelah memperoleh izin dari Menteri Kehutanan yang

dikenal dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan atau disingkat

dengan IUPHKm. Izin ini bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan,

dengan demikian izin yang berdurasi 35 tahun ini dilarang untuk

dipindahtangankan, diagunkan atau digunakan untuk untuk kepentingan lain di

luar rencana pengelolaan yang telah disahkan serta dilarang merubah status dan

fungsi kawasan hutan. Kegiatan-kegiatan yang diperbolehkan dalam kawasan

hutan yang merupakan areal konsesi hutan kemasyarakatan seperti yang diatur

Page 39: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

adalah pada hutan lindung, meliputi kegiatan: pemanfaatan kawasan, pemanfaatan

jasa lingkungan, pemungutan hasil hutan bukan kayu sedangkan pada hutan

produksi, meliputi kegiatan: pemanfaatan kawasan, penanaman tanaman hutan

berkayu, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu,

pemungutan hasil hutan kayu dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.

Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung dan hutan produksi dapat dilakukan

melalui kegiatan usaha: budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, budidaya

jamur, budidaya lebah, budidaya pohon serbaguna, budidaya burung wallet,

penangkaran satwa liar dan rehabilitasi hijauan makanan ternak. Sementara

pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan lindung dan hutan produksi dapat

dilakukan melalui kegiatan usaha, seperti: pemanfaatan jasa aliran air, wisata

alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan

lingkungan atau penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.

Dalam penyelenggaraan hutan kemasyarakatan, yang menjadi kewajiban

dari masyarakat pengelola sebagai pemegang izin adalah melakukan penataan

batas areal kerja, menyusun rencana kerja, melakukan penanaman, pemeliharaan

dan pengamanan, membayar provisi sumberdaya hutan sesuai ketentuan dan

menyampaikan laporan kegiatan pemanfatan hutan kemasyarakatan kepada

pemberi izin. Sementara yang menjadi hak dari pemegang izin antara lain:

mendapat fasilitasi, memanfaatkan hasil hutan non kayu, memanfaatkan jasa

lingkungan, memanfaatkan kawasan, memungut hasil hutan kayu sedangkan

khusus untuk pemegang IUPHHK HKm berhak untuk menebang hasil hutan kayu

yang merupakan hasil penanamannya dan mendapat pelayanan dokumen sahnya

hasil hutan sesuai ketentuan.

2.3.3. Hutan Rakyat

Dalam rangka mensejahterakan masyarakat dan menjamin kelestarian

hutan Departemen Kehutanan meluncurkan program-program pelibatan

masyarakat dalam mengelola kawasan hutan negara serta di luar kawasan hutan

negara atau di tanah milik. Program kehutanan di luar kawasan hutan negara

tersebut adalah hutan rakyat yang sering disingkat dengan HR. Untuk menguatkan

payung hukumnya pemerintah telah memuat program ini ke dalam peraturan

Page 40: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

perundang-undangan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 49/Kpts-

II/1997 tanggal 20 Januari 1997 bahwa hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki

oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 hektar dengan penutupan tajuk tanaman

kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman lainnya lebih dari 50% dan/atau pada

tanaman tahun pertama dengan tanaman sebanyak minimal 500 tanaman per

hektar. Hutan rakyat tumbuh atau berada pada areal lahan yang dibebani hak atas

tanah yang dalam hal ini dibebani hak milik.

Hutan rakyat sebenarnya telah dikenal sejak puluhan tahun yang lalu dan

terbukti sangat bermanfaat, tidak hanya bagi pemiliknya tetapi juga bagi

masyarakat dan lingkungannya. Awalnya keberadaan dan peran hutan rakyat

kurang dilirik, hingga ditemukan fakta bahwa kekurangan bahan baku kayu untuk

industri pertukangan dari hutan alam disuplai dari hutan rakyat (Hardjanto 2003).

Selanjutnya hutan rakyat diarahkan sebagai salah satu upaya dalam rangka

rehabilitasi lahan dan konservasi tanah dan saat ini hutan rakyat telah mampu

memberi manfaat sosial ekonomi seperti dalam menciptakan kesempatan kerja

dan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui perdagangan kayu yang

diproduksi.

Hutan rakyat menyimpan potensi yang sangat besar dalam percaturan

pengelolaan hutan nasional. Hal tersebut dibuktikan dengan dimasukkannya

hitungan potensi hasil hutan rakyat dalam penyediaan bahan baku industri

pengolahan kayu. Keyakinan tersebut semakin bertambah sejak terjadinya

penurunan potensi hutan negara, baik yang berasal dari hutan alam maupun hutan

tanaman.

Sebagaimana diketahui bahwa hutan rakyat pada umumnya diusahakan

oleh masyarakat di pedesaan, sehingga kontribusi manfaat hutan rakyat akan

berdampak pada perekonomian desa. Manfaat ekonomi hutan rakyat secara

langsung dapat dirasakan masing-masing rumah tangga para pelakunya dan secara

tidak langsung berpengaruh pada perekonomian desa. Pendapatan dari usaha

hutan rakyat masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan. Hal ini lebih

disebabkan karena pengusahaan hutan rakyat masih merupakan jenis usaha

sambilan dan dilakukan pada lahan-lahan marginal yang kurang produktif bila

ditanami dengan tanaman semusim.

Page 41: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

Untuk meningkatkan peran hutan rakyat dalam perekonomian desa maka

perlu adanya intensifikasi pengelolaan hutan rakyat, sehingga hutan rakyat lebih

mampu melebarkan spektrum perannya dalam meningkatkan perekonomian

khususnya di pedesaan. Makin intensifnya pengelolaan hutan rakyat secara umum

akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan memberikan kontribusi

pendapatan yang lebih luas, karena para pelaku yang terlibat dalam pengelolaan

hutan rakyat makin bertambah. Dengan terjadinya peningkatan pendapatan dari

maing-masing individu yang terlibat maka secara tidak langsung usaha hutan

rakyat ini akan mampu mendongkrak perekonomian pedesaan.

Selain hal diatas mengingat kehutanan dunia sedang mengampanyekan

peningkatan luas kawasan hutan dunia, Indonesia sebagai bagian dari masyarakat

dunia harus ikut berpartisipasi. Upaya yang dilakukan dikombinasikan dengan

tujuan pemerintah yang diwujudkan dalam program Hutan Rakyat. Dengan

demikian program ini dilucurkan dengan memiliki banyak ekspektasi, antara lain :

1. Sebagai sumber bahan baku industri kehutanan yang selama ini banyak

dicukupi dari hutan alam.

2. Dengan adanya hutan rakyat diharapkan mampu mengurangi tekanan

masyarakat sekitar terhadap kawasan hutan.

3. Dengan adanya hutan rakyat memberi peluang kerja bagi masyarakat.

4. Hutan rakyat diharapkan sebagai adsorbsi atau penyerap emisi gas rumah

kaca, kaitannya dengan pemanasan global (Hardjanto 2003).

2.4. Perumusan Strategi Pengembangan dengan Analisis SWOT

Dalam mengembangkan pengelolaan hutan kemenyan diperlukan upaya-

upaya atau strategi pengembangan. Untuk merumuskan dan menghasilkan strategi

dimaksud, ada beberapa cara, perangkat ataupun metode yang dapat dijadikan

pilihan termasuk salah satunya dengan menggunakan Analisis SWOT. Analisis ini

merupakan sebuah cara yang umum digunakan untuk merumuskan suatu strategi

berdasarkan faktor-faktor yang terlibat ataupun yang mempengaruhi pada suatu

rencana kegiatan. SWOT merupakan singkatan dari strengths (kekuatan),

weaknesses (kelemahan), opportunities (peluang) dan threats (ancaman). Menurut

Rangkuti (2008) Analisis SWOT adalah upaya identifikasi berbagai faktor secara

Page 42: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

sistematik untuk merumuskan strategi, berdasarkan logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan dan peluang dimana secara bersamaan dapat

meminimalkan kelemahan dan ancaman. Sementara menurut Start dan Hovland

(2004), analisis SWOT merupakan sebuah alat perencanaan strategis yang klasik.

Dengan mempergunakan kerangka kekuatan dan kelemahan faktor internal serta

peluang dan ancaman dari faktor eksternal, menyediakan sebuah cara yang sangat

sederhana untuk mengkaji strategi terbaik yang dapat diterapkan. Analisis SWOT

didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif harus memaksimumkan

kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Dengan

bantuan analisis SWOT, perencana menjadi realistis terhadap apa yang akan

dicapai dan pada bagian mana yang harus difokuskan.

Gambar 2. Diagram SWOT (Rangkuti 2008)

Diagram SWOT merupakan perpaduan antara kekuatan dan kelemahan

(diwakili garis horizontal) dengan peluang dan ancaman (diwakili garis vertikal).

Pada diagram tersebut kekuatan dan peluang diberi tanda positif sementara

kelemahan dan ancaman diberi tanda negatif. Berdasarkan letak kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman pada diagram akan menentukan arah strategi

yang akan digunakan dalam pengembangan pengelolaan hutan kemenyan

(Gambar 2). Pada diagram SWOT terdapat 4 (empat) sel sebagai hasil perpaduan

PELUANG (O)

KELEMAHAN (W) KEKUATAN (S)

ANCAMAN (T)

Sel 3 Sel 1

Sel 4 Sel 2

Page 43: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

antara kekuatan-kelemahan dengan peluang-ancaman. Sel pertama merupakan

situasi yang sangat menguntungkan dimana pengembangan pengelolaan hutan

kemenyan memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat menggunakan peluang

yang ada. Dalam situasi seperti ini strategi yang dipakai adalah mendukung

kebijakan perkembangan yang agresif (support an aggressive strategy).

Jika posisi rencana pengembangan pengelolaan hutan kemenyan berada

pada sel kedua, meskipun menghadapi berbagai macam ancaman namun masih

memiliki kekuatan dari faktor internal. Strategi pengembangan yang diterapkan

dalam kondisi seperti ini adalah dengan menggunakan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (support

a diversification strategy).

Apabila posisi pengembangan pengelolaan hutan kemenyan berada pada

sel ketiga, berarti rencana memiliki peluang yang besar, tetapi juga menghadapi

beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi pada situasi ini adalah

meminimalkan masalah-masalah internal sehingga dapat mempergunakan,

mengoptimalkan ataupun merebut peluang yang lebih baik (support a turnaround

oriented strategy). Namun apabila rencana pengembangan pengelolaan hutan

kemenyan berada pada posisi sel keempat, berarti rencana tersebut menghadapi

situasi yang tidak menguntungkan, yakni memiliki kelemahan dari sisi internal

dan menghadapi berbagai ancaman dari sisi ekternal. Dalam kondisi seperti pada

sel keempat strategi yang diterapkan fokus pada strategi bertahan (support a

defensive strategy). Masing-masing sel pada diagram SWOT memperlihatkan

kondisi atau situasi yang berbeda, sehingga untuk rencana pengembangannya

dibutuhkan strategi yang berbeda (rangkuti 2008).

Selain menggunakan diagram SWOT, Rangkuti (2008) mengemukakan

bahwa alat lain yang dapat digunakan untuk menyusun strategi pengembangan

berdasarkan faktor internal dan eksternal yang dimiliki yaitu matrik SWOT.

Berdasarkan matrik SWOT, terdapat empat alternatif strategi yang tersedia yaitu

strategi Strength-Opportunity, Weakness-Opportunity, Strength-Treaths dan

Weakness-Treaths (Tabel 4). Sama halnya dengan menggunakan diagram SWOT,

matriks SWOT menawarkan empat strategi berbeda pada empat situasi yang

berbeda pula.

Page 44: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

Tabel 4. Matriks SWOT

Internal

Eksternal

Kekuatan

(Strength)

Kelemahan

(Weakness)

Peluang

(Opportunity) SO strategies WO strategies

Ancaman

(Treaths) ST strategies WT strategies

2.5. Analisa Finansial Kelayakan Usaha

Menurut (Gittinger 1986), untuk menganalisis kelayakan usaha ada

beberapa metode yang digunakan, antara lain: Net Present Value (NPV), Benefit

Cost Ratio (BCR) dan Internal Rate of Return (IRR).

Net Present Value (NPV) adalah analisis manfaat finansial yang

digunakan untuk mengukur layak tidaknya suatu usaha dilaksanakan dilihat dari

nilai sekarang arus kas bersih yang akan diterima dibandingkan dengan nilai

sekarang dari jumlah investasi yang dikeluarkan. Konsep net present value

merupakan metode evaluasi investasi yang menghitung nilai bersih saat ini dari

uang masuk dan keluar dengan tingkat diskonto atau tingkat bunga yang

disyaratkan. Kriteria penilaian adalah, jika NPV>0 maka usaha yang direncanakan

dan jika NPV<0, jenis usaha yang direncanakan tidak layak untuk dilaksanakan.

Metode analisa kelayakan usaha yang kedua adalah Benefit Cost Ratio

(BCR) atau Profitability index. Metode ini memprediksi kelayakan suatu proyek

dengan membandingkan nilai penerimaan bersih dengan nilai investasi. Apabila

nilai BCR lebih besar dari 1 (satu) maka rencana investasi dapat diterima,

sedangkan apabila nilai BCR lebih kecil dari 1 (satu) maka rencana investasi tidak

layak diusahakan. NPV dan BCR akan selalu konsisten.

Internal Rate of Return (IRR) dapat didefinisikan sebagai tingkat bunga

yang akan menyamakan present value cash inflow dengan jumlah initial

investment dari proyek yang sedang dinilai. Dengan kata lain, IRR adalah tingkat

bunga yang menyebabkan NPV sama dengan nol. Kriteria penilaian digunakan

tingkat bunga bank. Jadi, jika IRR lebih besar dari tingkat bunga bank, maka

usaha yang direncanakan layak untuk dilaksanakan.

Page 45: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

III. METODOLOGI

3.1. Waktu Dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi

Sumatera Utara, meliputi Desa Simarigung dan Desa Sampean yang merupakan

bagian dari Kecamatan Dolok Sanggul. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan

secara purposive, yaitu penentuan lokasi secara sengaja dengan pertimbangan

bahwa kedua desa tersebut merupakan sentra pengelolaan hutan kemenyan di

Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian dilakukan selama 3 bulan, yaitu

mulai dari pertengahan bulan Mei sampai Agustus 2010.

3.2. Data dan Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini sifatnya bukan eksperimental melainkan deskriptif

eksploratif. Oleh karena itu pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian

diperoleh dengan cara wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah

disusun sebelum penelitian, observasi langsung serta melalui studi pustaka

(Singarimbun dan Effendi 2006). Wawancara adalah proses memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara bertanya jawab, sambil bertatap

muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden

dengan menggunakan alat panduan wawancara (Nazir 2005).

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian terdiri dari data primer dan

data sekunder yang diuraikan sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan kuisioner serta dari hasil

observasi atau pengamatan langsung kegiatan-kegiatan responden di lapangan,

meliputi: identitas responden, luas kebun/hutan kemenyan yang dimiliki

responden, hasil panen persatuan waktu, penghasilan dari pengelolaan hutan

kemenyan dan juga informasi lain yang berhubungan dengan pengelolaan

hutan kemenyan.

Page 46: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

2. Data Sekunder

Data sekunder sifatnya sebagai data pendukung dan penunjang untuk

melengkapi data primer. Data ini diperoleh melalui studi literatur ataupun

studi pustaka. Data sekunder yang dikumpulkan adalah kondisi geografis,

demografi keadaan sosial ekonomi masyarakat dan kajian-kajian ataupun

penelitian-penelitian terkait tanaman kemenyan. Studi pustaka ini dilakukan

pada instansi-instansi pemerintahan terkait, seperti: Badan Pusat Statistik

(BPS) Kabupaten Humbahas, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup

Kabupaten Humbahas, Bappeda Kabupaten Humbahas, serta Badan Penelitian

Kehutanan Aek Nauli.

3.3. Penentuan Responden

Objek dari penelitian ini adalah pengelolaan hutan kemenyan rakyat yang

ada di Kabupaten Humbahas, Provinsi Sumatera Utara. Oleh karena itu yang

menjadi populasi sasaran penelitian ini adalah masyarakat yang terlibat dalam

pengelolaan hutan kemenyan dimaksud atau petani kemenyan. Jumlah petani

kemenyan yang dijadikan sebagai responden sebanyak 60 orang yang terdiri dari

30 orang dari Desa Simarigung dan 30 orang dari Desa Sampean. Metode

pemilihan responden dilakukan secara acak (random sampling), artinya setiap

petani kemenyan yang ada di kedua desa tersebut memiliki peluang yang sama

menjadi responden. Mengingat sistem pengelolaan hutan kemenyan di daerah ini

cenderung homogen maka pengambilan dan penentuan jumlah responden

dianggap sudah merupakan representasi dari petani pengelola hutan kemenyan

yang terdapat di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Selain responden dari petani kemenyan, wawancara mendalam (indepth

interview) juga dilakukan dengan informan kunci atau orang-orang yang lebih

memahami dan mengetahui tentang pengelolaan hutan kemenyan sebanyak 14

orang, yang terdiri dari 2 orang tokoh masyarakat, 2 orang kepala desa, 2 orang

pedagang pengumpul di desa, 4 orang dari Dinas Kehutanan dan Lingkungan

Hidup Kab. Humbahas, 2 orang dari Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara

serta 2 orang peneliti dari BPK Aek Nauli. Informasi atau data yang diperoleh dari

informan kunci ini melengkapi informasi-informasi yang sudah diperoleh dari

Page 47: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

responden dan hasil studi literatur dalam melakukan analisa strategi

pengembangan pengelolaan hutan kemenyan (analisa SWOT).

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-eksploratif maka dalam

pengolahan datanya menggunakan analisis deskriptif, yaitu mendeskripsikan

secara jelas dan terperinci seluruh data yang diperoleh dari hasil penelitian sesuai

dengan fakta di lapangan. Adapun metode analisis yang digunakan dalam

penelitian ini untuk masing-masing tujuan adalah sebagai berikut:

1. Untuk menjawab tujuan pertama, yaitu mengkaji aspek sosial, ekonomi dan

ekologi dari pengelolaan hutan kemenyan dijawab melalui analisis deskriptif.

Data hasil penelitian ditelaah, dianalisa dan dideskripsikan secara detail.

a. Aspek Sosial

Data diperoleh melalui wawancara, observasi lapangan dan studi literatur

untuk menggali informasi-informasi yang berkaitan dengan aspek sosial,

antara lain: umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga,

luas hutan kemenyan, hak kepemilikan (property right) lahan beserta

pohonnya serta motivasi dan persepsi responden terhadap hutan

kemenyan.

b. Aspek Ekonomi

Dalam penelitian ini aspek ekonomi yang ingin diketahui, yaitu jumlah

pendapatan petani kemenyan baik yang diperoleh dari hutan kemenyan

maupun dari sumber mata pencaharian lainnya, kontribusi pendapatan dari

hutan kemenyan terhadap pendapatan petani kemenyan secara keseluruhan

dan analisis kelayakan usaha sistem pengelolaan hutan kemenyan. Dalam

menganalisa data, unit analisa yang digunakan adalah rata-rata dari

masing-masing kelompok responden yang telah distratifikasi berdasarkan

pemilikan kebun kemenyan.

Khusus untuk menganalisis kelayakan usaha pengelolaan hutan

kemenyan menggunakan parameter Net Present Value (NPV), Benefit Cost

Ratio (BCR) dan Internal Rate of Return (IRR) dengan unit analisa rata-

rata dari keseluruhan responden (tanpa stratifikasi) per satuan hektar

Page 48: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

selama 50 tahun. Adapun formula dari masing-masing parameter seperti

yang ditampilkan di bawah ini (Gittinger 1986):

Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value)

Rasio Pendapatan dan Biaya (Benefit Cost Ratio)

∑1

∑1

Internal Rate of Return (IRR)

10

Keterangan :

NPV = Net Present Value

BCR = Benefit Cost Ratio

IRR = Internal Rate of Return

Bt = Komponen pendapatan pada tahun ke - t

Ct = Komponen biaya pada tahun ke - t

t = Umur tanaman (1,2,3… , n)

i = Suku bunga (interest rate)

n = Umur kemenyan sampai tidak produktif menghasilkan getah (n)

c. Aspek ekologi

Sebagai tegakan hutan, keberadaan hutan kemenyan memiliki peranan

dalam kelestarian lingkungan (fungsi ekologis). Kegiatan observasi

lapangan dilakukan untuk mengamati manfaat tegakan hutan kemenyan

maupun sistem pengelolaannya terhadap kelestarian tanah, air dan udara.

Persepsi masyarakat terhadap hutan kemenyan sehubungan dengan fungsi

ekologisnya juga penting untuk diketahui. Informasi ini diperoleh melalui

wawancara. Selain itu juga dilakukan studi literatur untuk melengkapi

Page 49: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

informasi dalam mendeskripsikan secara jelas sesuai dengan kenyataan

yang ditemukan di lapangan.

2. Untuk menjawab tujuan kedua dan ketiga, yaitu menganalisis permasalahan-

permasalahan dan merumuskan strategi pengembangan dalam pengelolaan

hutan kemenyan dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis

SWOT berfungsi untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis

untuk merumuskan strategi suatu kegiatan. Sebagai dasar analisis ini adalah

dengan melihat kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang

(opportunity) dan ancaman (threat). Faktor-faktor tersebut diperoleh dari

berbagai informasi, literatur, wawancara dan temuan langsung di lapangan

sehingga didapatkan sejumlah faktor yang kembali disodorkan sebagai bahan

pertanyaan dalam kuisioner yang harus dijawab oleh responden dan informan

kunci sehingga didapatkan peubah-peubah yang menjadi faktor internal dan

eksternal yang mempengaruhi pengembangan pengelolaan hutan kemenyan.

Analisis dilakukan dalam tiga (3) tahapan pokok, yaitu tahapan identifikasi

dan pengumpulan data, tahapan analisis dan tahapan perumusan strategi.

a. Tahapan identifikasi dan pengumpulan data

Pada tahapan ini dilakukan identifikasi terhadap peubah-peubah internal

dan mengklasifikasikannya menjadi kekuatan dan kelemahan. Demikian

halnya dengan peubah-peubah eksternal, diklasifikasikan menjadi peluang

dan ancaman. Selanjutnya masing-masing peubah (kekuatan, kelemahan,

peluang dan ancaman) dicari rating, bobot dan skornya. Pemberian rating

mulai dari nilai 1 - 4 untuk masing-masing peubah dengan pengaruh kecil,

sedang, besar dan sangat besar. Pemberian rating ini dimaksudkan untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh yang diberikan terhadap pengelolaan

hutan kemenyan. Untuk bobot, masing-masing peubah internal maupun

eksternal dilakukan dengan memberikan nilai 1,2,3,...n (sebanyak jumlah

peubah internal maupun eksternal) berdasarkan tingkat kepentingannya

dibanding peubah lain. Sementara untuk skor diperoleh dengan

mengalikan antara nilai rating dan bobot.

Page 50: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

b. Tahapan Analisis

Pada tahapan ini dilakukan pemaduan antara faktor internal (kekuatan dan

kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang

mempengaruhi pengelolaan hutan kemenyan. Alat analisis yang digunakan

adalah diagram SWOT atau diagram internal-eksternal. Dalam diagram

SWOT diperoleh titik yang merupakan perpaduan antara peubah internal

dan eksternal. Nilai pada sumbu X, merupakan nilai selisih antara skor

kekuatan dan kelemahan, sedang pada sumbu Y merupakan nilai selisih

antara skor peluang dan ancaman.

c. Tahapan perumusan strategi pengembangan pengelolaan hutan kemenyan

Tahapan perumusan strategi pengembangan pengelolaan hutan kemenyan

digunakan untuk menetapkan strategi berdasarkan kekuatan, kelemahan,

peluang dan ancaman seperti disajikan pada matriks SWOT.

3.5. Definisi Operasional

Berikut ini disampaikan beberapa definisi untuk menghindari kesalahan

dalam mengartikan istilah yang dimaksudkan, diantaranya:

1. Umur adalah usia responden yang dihitung dari tahun lahir sampai saat

penelitian dilaksanakan dan dinyatakan dalam tahun.

2. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh

oleh responden yang dinyatakan dengan pilihan tidak sekolah, sekolah dasar

(SD), SLTP, SLTA dan perguruan tinggi.

3. Jumlah anggota keluarga adalah jumlah keseluruhan anggota keluarga

meliputi suami, istri, anak dan keluarga lain yang menjadi tanggungan

keluarga.

4. Luas hutan/kebun kemenyan adalah luas keseluruhan hutan/kebun kemenyan

yang diusahakan responden yang dinyatakan dalam hektar (ha).

5. Pendapatan adalah penghasilan rata-rata responden setiap bulan yang

diperoleh dari berbagai sumber yang dinyatakan dalam rupiah per bulan

(Rp/bln).

6. Pekerjaan lain adalah pekerjaan responden selain mengelola hutan kemenyan.

Page 51: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

7. Persepsi adalah pandangan dan penilaian responden terhadap pengelolaan

hutan kemenyan.

8. Motivasi adalah dorongan dari dalam maupun dari luar untuk mewujudkan

harapan dengan adanya tindakan yang dilakukan.

9. Pengelolaan hutan kemenyan adalah kegiatan mengelola hutan kemenyan

yang berorientasi untuk menghasilkan atau memproduksi getah kemenyan

mulai dari kegiatan penanaman (regenerasi) tanaman, pemeliharaan,

pemanenan getah, pengolahan getah pasca panen sampai pemasaran.

10. Kekuatan (strenght) adalah faktor yang berasal dari dalam (internal) yang

sudah dimiliki dan dapat dioptimalkan dalam mendukung pengembangan

pengelolaan hutan kemenyan.

11. Kelemahan (weakness) adalah faktor yang berasal dari dalam (internal) yang

menjadi penghambat dalam pengembangan pengelolaan hutan kemenyan.

12. Peluang (opportunity) adalah faktor yang berasal dari luar (eksternal) yang

dapat digunakan sebagai pendukung dalam pengembangan pengelolaan hutan

kemenyan.

13. Ancaman (threat) adalah faktor yang berasal dari luar (eksternal) yang dapat

menghambat pengembangan pengelolaan hutan kemenyan.

14. Strategi pengembangan pengelolaan hutan kemenyan adalah suatu rencana

yang cermat dan sistematik terkait dengan pengembangan pengelolaan hutan

kemenyan dengan memaksimalkan semua kekuatan yang dimiliki dan

meminimalkan kelemahan serta memanfaatkan peluang yang ada dengan

mengatasi segala bentuk ancaman yang datang.

Page 52: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI
Page 53: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Kondisi Geografis

Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan salah satu kabupaten hasil

pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara. Kabupaten ini resmi terpisah dengan

kabupaten induk pada tanggal 25 Pebruari 2003 dengan diterbitkannya Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan,

Kabupaten Pakpak Bharat, dan kabupaten Humbang Hasundutan di Provinsi

Sumatera Utara.

Secara geografis Kabupaten Humbang Hasundutan terletak pada 02001’ –

02020’ Lintang Utara (LU) dan 98010’ – 98038’ Bujur Timur (BT). Kabupaten ini

terletak pada bagian tengah Provinsi Sumatera Utara. Dilihat dari posisi

kabupaten lain disekitarnya, sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten

Samosir, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara, sebelah

Timur berbatasan Kabupaten Tapanuli Tengah dan sebelah Barat berbatasan

dengan Kabupaten Pakpak Bharat.

Tabel 5. Nama kecamatan beserta luasannya di Kabupaten Humbang Hasundutan

No Nama Kecamatan Luas Wilayah (ha) Persentase Luas (%)

1 Pakkat 38.168,00 15,16

2 Onan Ganjang 22.256,27 8,84

3 Sijamapolang 14.018,07 5,57

4 Lintong Nihuta 18.126,21 7,20

5 Paranginan 4.778,39 1,90

6 Dolok Sanggul 20.929,53 8,31

7 Pollung 32.736,46 13,00

8 Parlilitan 72.774,71 28,91

9 Tarabintang 24.251,98 9,63

10 Baktiraja 3.726,31 1,48

TOTAL 251.765,93 100,00

Sumber: BPS Kab. Humbang Hasundutan Tahun 2009

Page 54: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

Luas wilayah kabupaten Humbang Hasundutan mencapai 251.765,93 ha

yang meliputi daratan dan perairan. Adapun daratan memiliki luasan 250.271,02

ha dan perairan berupa danau (bagian dari Danau Toba) seluas 149,91 ha.

Kabupaten ini terdiri dari sepuluh kecamatan dengan masing-masing luasannya

seperti pada Tabel 5. Dari sepuluh kecamatan di Kabupaten Humbang

Hasundutan, Kecamatan Parlilitan merupakan kecamatan terluas dengan luas

72.774,71 ha (28,91% dari luas total kabupaten) sedangkan kecamatan yang

memiliki luasan paling kecil adalah Kecamatan Bakti Raja dengan luas 3.726,31

ha (1,48 % dari luas total kabupaten).

Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan daerah yang berada pada

deretan pegunungan Bukit Barisan dengan ketinggian berada pada kisaran antara

330 – 2.072 m di atas permukaan air laut. Topografi lahan Kabupaten Humbang

Hasundutan sendiri sangat bervariasi mulai dari datar, landai, miring dan curam.

4.2. Kondisi Demografi

Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2009

bahwa jumlah penduduk di kabupaten ini mencapai 158.070 jiwa yang terdidi

dari 34.971 kepala keluarga. Bila dibandingkan dengan luas wilayah maka

diketahui rata-rata kepadatan penduduk di kabupaten ini mencapai 63 jiwa/km2.

Dalam hal kependudukan ini, masyarakat di Kabupaten Humbang

Hasundutan termasuk daerah yang masyarakatnya heterogen, karena selain

menganut agama yang berbeda-beda juga memiliki beragam suku, yaitu Batak

Toba, Pakpak, Simalungun, Nias, Jawa, Padang dan Mandailing. Penduduk

memeluk agama seperti Islam, Kristen Protestan dan Katholik. Walaupun

penduduknya terdiri dari berbagai suku namun terbukti mereka dapat hidup

berdampingan dengan baik, jarang terjadi konflik antar suku. Justru antar suku

telah membaur satu sama lain, menjalin kekerabatan dengan perkawinan.

Kerukunan dan toleransi beragam suku ini terlihat jelas pada saat acara-acara adat,

terutama saat pesta perkawinan. Begitu juga dengan toleransi beragama diantara

masyarakat terbina dan terjaga dengan baik.

Mata pencaharian penduduk di Kabupaten Humbang Hasundutan sebagian

besar dari sektor pertanian termasuk di dalamnya perkebunan. Profesi lainnya

Page 55: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

sebagai mata pencaharian masyarakat adalah pedagang, pegawai negeri sipil,

pegawai swasta, TNI/POLRI serta sebagian kecil industri/kerajinan tangan.

4.3. Kondisi Hutan

Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki kawasan hutan negara dengan

luasan 95.512,84 ha (37,9 % dari luas total kabupaten). Masing-masing kecamatan

memiliki sebaran luas serta fungsi hutan yang tidak sama. Sebaran luas kawasan

hutan berdasarkan kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan seperti yang

ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Sebaran luas kawasan hutan di Kabupaten Humbang Hasundutan

No Nama Kecamatan Luas Kawasan Hutan (ha) Persentase (%)

1 Pakkat 17.100,00 17,90

2 Onan Ganjang 3.100,00 3,25

3 Sijamapolang 2.850,00 2,98

4 Lintong Nihuta 7.700,60 8,06

5 Paranginan 2.250,00 2,36

6 Dolok Sanggul 6.000,04 6,28

7 Pollung 6.062,20 6,35

8 Parlilitan 39.950,00 41,83

9 Tarabintang 8.400,00 8,79

10 Baktiraja 2.100,00 2,20

TOTAL 95.512,84 100,00

Sumber: BPS Kab. Humbang Hasundutan Tahun 2009

Bila ditinjau dari keberadaan luasan hutan di atas maka kabupaten ini masih

masuk dalam kategori kabupaten yang memiliki luasan hutan yang proporsional

yaitu di atas 30 % dari luas wilayahnya.

Sebaran luas kawasan hutan berdasarkan fungsinya didominasi oleh hutan

produksi yang mencapai 64%, diikuti hutan lindung 33% dan hutan produksi

terbatas (HPT) sebanyak 3% dari luas kawasan hutan total. Pengelolaan hutan

produksi yang ada di wilayah administrasi Kabupaten Humbang Hasundutan

Page 56: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

sebagian besar telah melibatkan pihak swasta dengan membangun hutan tanaman

sebagai bahan baku bubur kertas (pulp).

4.4. Penyebaran Hutan Kemenyan

Potensi getah kemenyan di Sumatera Utara cukup besar yang tersebar di

beberapa kabupaten daerah penghasil dan telah sekian lama dikenal masyarakat

secara luas. Pemanfaatan kemenyan oleh masyarakat telah menjadi sumber

pendapatan mereka terutama petani kemenyan yang tinggal di sekitar kawasan

hutan.

Di Kabupaten Humbang Hasundutan sendiri, menurut data dari BPS Kab.

Humbang Hasundutan (2009) tanaman kemenyan tersebar di 7 kecamatan dari

sepuluh kecamatan secara keseluruhan artinya tidak semua kecamatan memiliki

kebun kemenyan. Perbandingan sebaran luas tanaman kemenyan beserta

produksinya pada masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Sebaran tanaman kemenyan di Kabupaten Humbang Hasundutan

No Nama Kecamatan Tanaman Kemenyan

Luas (ha) Produksi (ton)

1 Pakkat 57,00 16,53

2 Onan Ganjang 1.039,00 294,25

3 Sijamapolang 592,00 125,25

4 Lintong Nihuta 0,00 0,00

5 Paranginan 0,00 0,00

6 Dolok Sanggul 1.403,50 416,99

7 Pollung 284,00 84,21

8 Parlilitan 818,50 357,09

9 Tarabintang 27,00 10,50

10 Baktiraja 0,00 0,00

TOTAL 4.221,00 1.304,82

Sumber: BPS Kab. Humbang Hasundutan Tahun 2009

Page 57: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Aspek Sosial Pengelolaan Hutan Kemenyan

5.1.1. Karakteristik Petani Responden

Karakteristik petani responden diperlukan sebagai gambaran umum

keadaan petani kemenyan yang menjadi sampel dan merupakan obyek dalam

penelitian. Karakteristik petani responden yang dibahas dalam penelitian ini,

terdiri dari umur petani, tingkat pendidikan formal, jumlah anggota keluarga,

pengalaman bertani dan luas kebun kemenyan yang diusahakan.

a. Umur Petani Responden

Umur sangat erat kaitannya dengan produktivitas kerja. Oleh karena itu

sangat penting untuk mengetahui variabel ini dalam kaitannya dengan

ketersediaan tenaga kerja yang masih produktif.

Tabel 8. Sebaran petani responden berdasarkan usia

No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Responden (Jiwa) Peresentase (%)

1 20 – 29 2 3

2 30 – 39 16 27

3 40 – 49 19 32

4 50 – 59 16 27

5 ≥ 60 7 11

Total 60 100

Dari hasil olahan data primer diketahui bahwa umur petani kemenyan

(responden) secara keseluruhan berada pada selang umur antara 28-67 tahun

dengan umur rata-rata 46,25 tahun. Hal ini juga dapat dilihat dari Tabel 8 yang

menunjukkan bahwa umur petani kemenyan didominasi pada kelas umur 40-49

tahun, yaitu sebanyak 32%. Apabila dilihat dari rata-rata umur tersebut petani

responden masih tergolong dalam kategori usia produktif. Dari Tabel 8 juga

diketahui bahwa 30% petani responden berusia ≤ 40 tahun, bahkan sebayak 3%

Page 58: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

berusia dibawah 30 tahun, sehingga dapat dikatakan bahwa pemuda masih

memiliki ketertarikan untuk mengelola hutan kemenyan. Situasi seperti ini sangat

mendukung dalam menjaga eksistensi dan pengembangan pengelolaan hutan

kemenyan ke depannya.

b. Tingkat Pendidikan Petani

Faktor pendidikan sangat penting dalam era pembangunan yang

berkelanjutan. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan cara

berpikir, berperilaku dan bertindak. Tingkat pendidikan akan sejalan dengan

kelestarian sumberdaya alam apabila disertai dengan rasa kepedulian dari

masyarakat terhadap sumberdaya alam dimaksud. Oleh karena itu, dalam

penelitian ini juga melihat tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh petani

responden yang tentunya berperan dalam melaksanakan kegiatan usahataninya.

Tabel 9. Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan

No Jenjang Pendidikan Jumlah Responden (Jiwa) Persentase (%)

1 SD 30 50

2 SLTP 22 37

3 SLTA 8 13

Total 60 100

Dari Tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa secara keseluruhan resonden

sudah pernah mengikuti pendidikan formal namun pada umumnya (50%) hanya

sampai pada pendidikan dasar, diikuti sekolah menengah pertama dan sekolah

menengah atas. Dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan petani responden

masih rendah.

Sama seperti keadaan di desa lain pada umumnya selain karena

keterbatasan ekonomi keluarga dan ketidakberadaan sarana pendidikan (gedung

sekolah) menjadi kendala untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Untuk

pendidikan dasar setiap desa sudah memiliki, namun untuk meneruskan ke

jenjang berikutnya, baik tingkat SLTP maupun SLTA harus ke kecamatan bahkan

harus ke ibukota kabupaten. Selain itu, apabila seseorang sudah berhasil

Page 59: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

menempuh pendidikan lebih tinggi maka sangat jarang sekali tetap tinggal di

daerah tersebut. Pada umumnya mereka akan lebih memilih mengadu nasib

(mencari pekerjaan) di luar daerah. Situasi ini menjadikan orang-orang yang

tinggal di daerah hanya para orang tua dan orang-orang yang berpendidikan

rendah.

c. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan sangat penting

untuk diketahui yang berhubungan terhadap konstribusi pendapatan yang

diperoleh untuk kegiatan usahatani maupun untuk konsumsi rumah tangga. Di

samping itu dengan mengetahui jumlah anggota juga dapat diketahui ketersediaan

jumlah tenaga kerja dalam petani itu sendiri.

Dari olahan data diketahui bahwa jumlah anggota keluarga responden

bervariasi mulai dari 1-7 jiwa dan sebanyak 28% dari total seluruh responden

memiliki 4 anggota keluarga. Apabila dihubungkan dengan umur petani maka

diperoleh fenomena bahwa semakin tua petani memiliki jumlah anggota keluarga

yang lebih sedikit. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada saat usia tua, umumnya

keturunan mereka sudah membentuk keluarga yang baru.

e. Pengalaman Bertani

Faktor pengalaman bertani atau lama waktu petani terlibat secara langsung

dalam mengelola hutan kemenyan sangat penting untuk diketahui. Hal ini

berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan penguasaan keterampilan petani

dalam mengelola kebun kemenyan. Semakin lama seorang petani terlibat

langsung maka akan semakin banyak pula pengalaman dan keterampilan dalam

memproduksi getah kemenyan.

Dari hasil penelitian di lapangan, lama pengalaman bertani para petani

kemenyan yang menjadi responden bervariasi mulai dari 10-50 tahun berbanding

lurus dengan usia petani itu sendiri. Dari keseluruhan responden, sebanyak 30%

dari responden memiliki pengalaman bertani kemenyan antara 30-39 tahun. Pada

umumnya petani sudah mulai dilibatkan dalam usahatani kemenyan pada saat usia

10 tahun (terutama anak laki-laki) untuk membantu orang tuanya pada kegiatan

Page 60: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

pembersihan lahan dan mereka sudah mulai menyadap getah kemenyan secara

langsung pada usia 15 tahun (remaja) hingga sekarang.

f. Luas Pemilikan Lahan dan Hutan Kemenyan

Pada kedua desa lokasi penelitian penggunaan lahan oleh masyarakat

diperuntukkan sebagai tempat pemukiman beserta pekarangannya, fasilitas umum,

kebun, sebagian kecil sawah dan hutan termasuk di dalamnya hutan kemenyan.

Tiap desa memiliki beberapa dusun yang jarak antar dusun tidak terlalu jauh.

Pemukiman penduduk berjejer berhadap-hadapan mengikuti arah jalan desa.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa rata-rata responden

memiliki lahan seluas 1,31 ha yang terdiri dari rumah dan pekarangan, sawah,

kebun dan hutan kemenyan (Tabel 10). Keberadaan sawah tidak terlalu banyak,

hanya sebagian kecil masyarakat mengusahakannya di kanan-kiri sungai. Namun

untuk kebun, setiap masyarakat hampir memilikinya yang ditanami dengan kopi

dan tanaman semusim lainnya. Lahan yang diperuntukkan menjadi kebun

biasanya lahan-lahan yang berada dekat dengan pemukiman.

Tabel 10. Luas rata-rata pemilikan lahan petani responden

No Penggunaan Lahan Luas Lahan (ha)

1 Rumah (Pekarangan) 0,044

2 Sawah 0,053

3 Kebun (Ladang) 0,263

4 Hutan Kemenyan 0,950

Rata-Rata Total 1,310

Khusus untuk hutan kemenyan sendiri mayoritas masyarakat dari kedua

desa lokasi penelitian (Simarigung dan Sampean) memilikinya dengan luasan

yang beragam mulai dari 0,5 – 2 hektar. Sebaran petani responden berdasarkan

pemilikan hutan kemenyan ditampilkan pada Tabel 11. Bila dilakukan

pengelompokan berdasarkan luas kebun kemenyan, maka sebanyak 55%

responden memiliki kebun kemenyan antara 1 - 1,99 ha. Luas hutan kemenyan

yang dimiliki responden secara keseluruhan mencapai 57 hektar dan apabila

Page 61: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

diambil rata-ratanya secara keseluruhan, masing-masing petani responden

memiliki kebun kemenyan seluas 0,95 ha.

Tabel 11. Sebaran responden berdasarkan kepemilikan luas kebun kemenyan

No Kelas Luas (ha) Jumlah Responden

(Jiwa) Persentase

(%) Total Luas

(ha) 1 < 1 22 37 11 2 1,0 – 1,99 33 55 36 3 ≥ 2 5 8 10

Total 60 100 57 Rata-rata 0,95

5.1.2. Status Kepemilikan Lahan

Untuk status kepemilikan kebun atau hutan kemenyan beserta pohon yang

tumbuh di dalamnya, masyarakat punya aturan tersendiri. Setiap desa didominasi

oleh marga tertentu. Menurut Nurrochmat (2001) aturan ini dimulai sejak

masuknya kelompok marga tertentu ke dalam suatu daerah berhutan yang belum

di tempati oleh marga lain. Tujuannya adalah untuk membangun tempat tinggal

(pemukiman) baru yang lahannya masih subur. Karena masyarakat meyakini

bahwa kawasan yang masih berhutan mampu menyediakan kebutuhan hidup.

Seiring pertambahan jumlah penduduknya dimana posisi mereka sudah

semakin kuat, mereka mengklaim bahwa lahan yang mereka buka dengan batas-

batas tertentu menjadi milik mereka termasuk tanaman kemenyan yang tumbuh di

dalamnya dan hal itu diakui oleh kelompok (marga) lain yang bertetangga dengan

mereka. Dengan demikian kebun kemenyan menjadi milik kelompok marga.

Misalnya sebagai contoh untuk Desa Simaringung dikuasai dan didominasi oleh

Marga Simamora dan untuk Desa Sampean didominasi oleh Marga Simanullang.

Hal ini diperkuat dengan petani kemenyan yang menjadi responden dari kedua

desa, dimana dari Desa Simarigung mayoritas Marga Simamora dan dari Desa

Sampean, responden mayoritas Marga Simanullang.

Pembauran antar marga terjadi melalui proses pembentukan rumah tangga

baru. Bagi masyarakat setempat (Suku Batak pada umumnya) dalam hal

pernikahan, haram hukumnya apabila menikah dengan satu marga sekalipun itu

sudah kerabat jauh. Oleh karena itu, kaum laki-laki yang sudah cukup umur akan

Page 62: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

mencari pasangan ke daerah (marga) lain dan sebaliknya para kaum perempuan

juga akan dinikahi oleh laki-laki dari daerah lain.

Bagi mereka yang memilih tinggal di daerah asalnya ataupun di daerah

pasangannya, sebagai sumber mata pencaharian mereka mengusahakan lahan

yang diwariskan oleh orang tuanya. Proses pembauran ini sudah terjadi dari

generasi ke generasi hingga sekarang. Dalam hal pembagian warisan, para orang

tua menurunkan harta warisan kepada keturunanya tanpa membedakan anak laki-

laki atau perempuan. Sama halnya dengan kebun kemenyan sudah menjadi harta

warisan.

Untuk kebun kemenyan sendiri karena penggarapan yang dilakukan sudah

semakin intensif dan telah diwariskan secara turun temurun, maka rasa

kepemilikan secara pribadi semakin kuat. Hubungan perorangan dengan tanahnya

semakin kokoh sehingga pada akhirnya lahan tersebut diklaim sebagai tanah milik

pribadi dan bukan milik marga lagi.

Namun yang sering menjadi kekhawatiran bagi para petani kemenyan

adalah status hutan kemenyan yang mereka kuasai sejak ratusan tahun yang lalu

ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan hutan negara. Petani merasa takut

dan khawatir bahwa dengan status ini menjadikan lahan mereka akan diambil alih

oleh negara dan mereka akan dipindahkan dari wilayah itu. Kekhawatiran ini

diperkuat dengan kehadiran pihak swasta yang diberi izin oleh pemerintah untuk

mengelola hutan. Kejadian ini sudah terjadi di beberapa desa dimana pihak swasta

sudah mulai menebangi tanaman kemenyan untuk perluasan areal penanaman

hutan tanaman industry (HTI). Pernyataan kekhawatiran ini diungkapkan oleh

beberapa petani kemenyan (responden) pada saat wawancara.

5.1.3. Bertani Kemenyan sebagai Budaya dan Kearifan Lokal

Penduduk Indonesia yang sebagian besar tinggal di pedesaan dan berada di

sekitar kawasan hutan (sebagai masyarakat lokal), umumnya memiliki

pengetahuan dan budaya lokal dalam mengelola sumberdaya alam sekaligus

dalam pemanfaatannya yang dipelihara dan diwariskan secara turun-temurun.

Budaya adalah suatu cara hidup meliputi keseluruhan pemikiran dan benda yang

dibuat atau diciptakan dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dalam

Page 63: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

perkembangan sejarahnya dan diwariskan dari generasi ke generasi (Sajidiman

1999) dan kearifan lokal sebagai pengetahuan kebudayaan yang dimiliki suatu

masyarakat tertentu mencakup sejumlah pengetahuan kebudayaan yang berkenaan

dengan model-model pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam secara

lestari. Dari pengertian ini kita dapat melihat bahwa pada dasarnya kearifan

tradisional merupakan hasil akumulasi pengetahuan berdasarkan pengamatan dan

pengalaman masyarakat di dalam proses interaksi yang terus-menerus dengan

lingkungan yang ada di sekitarnya. Masing-masing kearifan lokal memiliki

karakteristik berbeda-beda yang bersumber dari pemahamannya terhadap alam

sekitar dan mengadaptasikannya dalam praktek pengelolaan sumberdaya alam

pada berbagai jenis kondisi lingkungan hidup (Affandi 2003).

Bentuk kearifan lokal yang dapat kita lihat, misalnya bagaimana

masyarakat lokal mengelola hutan. Bagi masyarakat, hutan dan segala isinya

bukanlah hanya sekedar komoditi yang dinilai dari segi ekonomi saja, melainkan

sebagai bagian dari sistem kehidupan yang mereka pegang teguh. Demikian

halnya pada pengelolaan hutan kemenyan yang sudah menjadi bagian dari budaya

dan kearifan lokal khususnya petani kemenyan di Humbang Hasundutan dan

Tapanuli pada umumnya.

Pengetahuan lokal petani dapat dilihat dalam proses penyadapan

(pelukaan). Petani mengetahui dan meyakini bahwa tidak semua pohon dapat

disadap secara bersamaan. Petani mengetahui betul pohon mana yang dapat

disadap dan mana yang belum. Kesalahan dalam memilih pohon konsekuensinya

adalah hasil panen tidak maksimal bahkan terkadang pohon tersebut tidak

mengeluarkan getah.

Masih dalam proses penyadapan, kebiasaan petani yang telah membudaya

dan menjadi bagian dari pengelolaan hutan kemenyan bahwa sebelum melakukan

penyadapan, harus terlebih dahulu melakukan pembersihan kulit batang yang

dalam istilah lokal disebut dengan “mangguris”. Pengalaman telah mengajarkan

petani bahwa tanpa melakukan pembersihan kulit batang, produksi getah menjadi

tidak maksimal.

Page 64: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

5.1.4. Motivasi dan Persepsi Petani terhadap Hutan Kemenyan

Faktor lain dari aspek sosial yang penting dikaji adalah motivasi dan

persepsi masyarakat (petani) dalam mengelola hutan kemenyan. Bagi petani,

hutan kemenyan merupakan wujud kasih karunia Tuhan yang harus dikelola,

dijaga dan dilestarikan. Karena dari hasil hutan kemenyan mereka dapat hidup

dari generasi ke generasi. Mereka meyakini hutan kemenyan mampu memberikan

nafkah untuk melangsungkan hidup, bukan hanya bagi mereka saja tetapi juga

pada moyang mereka dahulu dan nanti kelak pada anak cucu mereka.

Dari hasil wawancara di lapangan ketika ditanya faktor apa yang menjadi

motivasi petani dalam mengelola hutan kemenyan, secara keseluruhan petani

memberikan jawaban untuk memenuhi kebutuhan keluarga (sebagai mata

pencaharian) dan sebagai upaya melanjutkan tradisi (budaya dan warisan orang

tua). Demikian juga dalam hal persepsi, dari keseluruhan responden (ketika

diwawancarai) telah menyadari betul fungsi dan manfaat hutan kemenyan bukan

hanya sumber mata pencaharian tetapi lebih dari itu, keberadaan hutan kemenyan

juga memberikan manfaat-manfaat untuk menjaga daya dukung dan kualitas

lingkungan, seperti tanah, air dan udara. Dari wawancara yang dilakukan terhadap

responden persepsi-persepsi positif masyarakat terhadap hutan kemenyan dapat

dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Sebaran responden berdasarkan persepsi terhadap hutan kemenyan

No Jenis Persepsi Jumlah

Responden (Jiwa)

Persentase

(%)

1 Sebagai sumber mata pencaharian 60 100

2 Pengatur tata air 60 100

3 Kesuburan tanah 50 83

4 Kualitas udara 60 100

5 Habitat satwa liar 50 83

Page 65: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

5.2. Aspek Ekonomi Pengelolaan Hutan Kemenyan

5.2.1. Pendapatan Petani Responden

Ditinjau dari aspek ekonomi, kemenyan juga memberikan manfaat bagi

petani pengelolanya. Hutan kemenyan telah menjadi bagian dari sejarah hidup

yang sudah sejak ratusan tahun lalu hingga sekarang menjadi sumber penghasilan.

Secara umum penghasilan petani responden bersumber dari pertanian termasuk di

dalamnya kebun kemenyan. Besar kecilnya penghasilan petani, berbanding lurus

dengan berapa luas lahan yang dimiliki dan berapa luas lahan yang mampu

diusahakan petani yang bersangkutan. Penghasilan disini adalah penghasilan kotor

seluruhnya yang diperoleh petani selama satu tahun. Pada umumnya petani

responden memperoleh penghasilan rata-rata dari hasil panen sawah, kebun dan

kemenyan sebesar Rp 21.641.900 dengan sebaran seperti pada Tabel 13.

Tabel 13. Sebaran petani responden berdasarkan pendapatan

No Penghasilan (Rp juta/tahun) Jumlah Responden (Jiwa) Persentase (%)

1 10-19 22 37

2 20-29 35 58

3 ≥ 30 3 5

Total 60 100

Bila dilakukan pengelompokan terhadap petani responden berdasarkan

desa dimana mereka tinggal, maka diketahui bahwa rata-rata pendapatan dari

petani di Desa Sampean lebih tinggi jika dibandingkan dengan penghasilan yang

diperoleh petani di Desa Simarigung (Tabel 14). Namun perbedaan yang terjadi

tidak terlalu signifikan, melihat kondisi petani di kedua desa juga hampir tidak

ditemukan perbedaan, baik dari sumber mata pencaharian, luas lahan yang diolah

dan juga cara bertani.

Tabel 14. Pendapatan rata-rata petani responden berdasarkan desa

No Nama Desa Penghasilan (Rp/Tahun)

Sawah Kebun Kemenyan Total 1 Simarigung 554.400 7.795.200 12.381.667 20.731.267 2 Sampean 772.800 7.734.400 13.901.667 22.008.867

Page 66: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

Khusus penghasilan dari penyadapan getah kemenyan, dibahas untuk

mengetahui berapa persentase pendapatan yang diperoleh dari hutan kemenyan

dibandingkan terhadap pendapatan total selama satu tahun. Mayoritas masyarakat

yang tinggal di kedua desa masih memiliki kebun kemenyan dengan luasan yang

bervariasi mulai dari 0,5 sampai 2 hektar. Dari hasil penelitian diketahui bahwa

rata-rata dalam setahun petani kemenyan memperoleh penghasilan sebesar Rp

21.641.900 dimana Rp 13.233.600 diperoleh dari hasil penjualan getah kemenyan.

Jika pendapatan dari menyadap getah kemenyan dibandingkan dengan pendapatan

secara keseluruhan maka sebesar 60,69% diperoleh dari hasil kebun kemenyan,

artinya kebun kemenyan masih memiliki andil yang besar sebagai sumber mata

pencaharian.

Besarnya pendapatan tentunya dipengaruhi oleh luas kemenyan yang

dimiliki. Oleh karena itu, dalam analisa selanjutnya, responden distratifikasi

menjadi 3 kelompok berdasarkan luas kebun kemenyan. Hal ini dilakukan untuk

melihat perbandingan pendapatan dari masing-masing strata dan sebagai hasilnya

disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Persentase pendapatan (kotor) petani dari kemenyan terhadap

pendapatan total

No

Luas

Kemenyan

(ha)

Jumlah

Responden

Rata-Rata Pendapatan (Rp/tahun) Persentase

pendapatan

(%) Sawah Kebun Kemenyan Total

1 < 1 22 1.260.000 7.069.091 8.463.636 16.792.727 50,99

2 1 - 1,99 33 366.545 7.899.455 15.649.091 23.905.091 65,61

3 ≥ 2 5 0 7.603.200 18.278.000 25.881.200 70,95

Rata-rata 60 663.300 7.564.800 13.233.500 21.641.900 60,69

Dari kedua desa yang menjadi lokasi penelitian, getah kemenyan masih

menjadi andalan petani untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, baik yang luas

lahannya dibawah 1 hektar, 1-1,99 hektar maupun 2 hektar ke atas dimana

pendapatan dari hutan kemenyan memberikan proporsi di atas 50%. Artinya

adalah lebih dari setengah penghasilan petani secara keseluruhan diperoleh dari

hasil penyadapan getah kemenyan.

Page 67: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa petani yang memiliki luas hutan

kemenyan ≥ 2 Ha tidak memiliki pendapatan dari sawah. Dengan pemilikan hutan

kemenyan dan kebun yang sedemikian luas, petani tidak punya cukup waktu dan

tenaga untuk mengelola sawah sekaligus. Selain karena keterbatasan waktu dan

tenaga, petani merasa bahwa penghasilan dari kemenyan dan kebun masih mampu

mencukupi kebutuhan keluarga mereka.

5.2.2. Analisa Finansial Kelayakan Usaha Pengelolaan Hutan Kemenyan

Dalam kajian pengelolaan hutan kemenyan ini, aspek ekonomi lain yang

penting untuk diketahui, yaitu analisa kelayakan usaha dari pengelolaan hutan

kemenyan. Untuk analisa kelayakan usaha ini ada tiga (3) parameter yang

digunakan. Ketiga parameter tersebut adalah Nilai Bersih Sekarang (Net Present

Value), Rasio Pendapatan dan Biaya (Benefit Cost Ratio) dan Internal Rate of

Return (IRR). Dalam analisa finansial kelayakan usaha dilakukan dalam dua (2)

skenario, yaitu dengan memperhitungkan sewa lahan (skenario 1) dan tanpa

memperhitungkan sewa lahan (skenario 2). Nilai masing-masing parameter ini

disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Analisa finansial pengelolaan hutan kemenyan per satuan hektar selama

50 tahun

No Analisa Finansial Nilai

Skenario 1 Skenario 2 1 Net Present Value (NPV) Rp 17.226.428 Rp 24.901.670 2 Benefit Cost Ratio (BCR) 2,37 2,85 3 Internal Rate of Return (IRR) 22,6% 28,8%

Dari analisa finansial kelayakan usaha pengelolaan hutan kemenyan, untuk

nilai NPV diperoleh nilai sebesar Rp 17.226.428 dan Rp 24.901.670 pada suku

bunga (interest rate) 13%. Dari hasil analisa ini dapat disimpulkan bahwa usaha

ini layak dilaksanakan karena menghasilkan keuntungan. Begitu juga halnya

dengan analisa kelayakan usaha dengan menggunakan metode BCR. Dengan

metode ini dihasilkan indeks sebesar 2,37 pada skenario 1 dan 2,85 pada skenario

2, artinya pengelolaan hutan kemenyan ini layak dilaksanakan karena jika

dibandingkan antara penerimaan dan pengeluaran cenderung memperoleh

Page 68: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

keuntungan. Sementara untuk IRR sebesar 22,6% (skenario 1) dan 28,8%

(skenario 2) masih jauh diatas tingkat suku bunga sekarang (13%) yang artinya

apabila seluruh modal untuk membangun hutan kemenyan ini dipinjam, maka

petani masih mampu mengembalikan pinjaman beserta bunganya sampai pada

tingkat suku bunga 22,6% (skenario 1) dan 28,8% (skenario 2). Dengan demikian

analisa finansial ini menyimpulkan bahwa pengelolaan hutan kemenyan layak

dilaksanakan.

Dengan asumsi kebun kemenyan dibangun dari awal (bukan kebun

kemenyan warisan yang siap disadap) nilai NPV yang sebesar Rp 17.226.428/ha

untuk skenario 1 dan Rp 24.901.670/ha untuk skenario 2 selama 50 (lima puluh)

tahun merupakan sesuatu yang kurang menarik (dari sisi ekonomi) untuk

diusahakan, karena keuntungan bersih yang diperoleh sangat kecil dan sangat

berbeda jauh bila dibandingkan dengan penghasilan dari usahatani kopi yang

mampu menghasilkan Rp 18.850.597/Ha/Tahun (Karo-karo, 2010) dan juga

masih jauh bila dibandingkan dengan upah minimum regional (daerah setempat),

yaitu Rp 965.000/bulan.

Untuk menjadikan pengelolaan kemenyan ini lebih kompetitif dan lebih

menarik, diperlukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan pendapatan. Upaya-

upaya dimaksud dibahas pada sub bab “Strategi Pengembangan Pengelolaan

hutan Kemenyan”.

5.2.3. Produktivitas Petani dan Hutan Kemenyan

Dalam proses pengelolaan hutan kemenyan, kegiatan yang banyak

menyita waktu petani adalah penyiapan lahan, penanaman, penyiangan,

pembersihan batang (penyadapan/pelukaan) serta pemanenan getah. Dalam proses

penyadapan, para petani seragam menggunakan cara konvensional yaitu dengan

cara penakikan membentuk luka vertikal pada batang. Produktivitas petani yang

dimaksudkan disini adalah kemampuan petani melakukan pekerjaan per satuan

hari kerja sementara produktivitas hutan kemenyan adalah jumlah produksi getah

kemenyan yang diperoleh per satuan luas per satuan waktu.

Kemampuan petani dalam melakukan penyadapan bervariasi, sekitar 10-

15 batang/orang/hari tergantung besar diameter pohon. Diameter besar akan

Page 69: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

memiliki tingkat kesulitan menyadap yang lebih besar (Sasmuko 1996). Begitu

juga dalam kegiatan pemanenan, petani mampu mengerjakan sekitar 15-20

batang/orang/hari. Perlu diketahui bahwa tidak semua pohon dapat disadap

serentak seperti pada kebun karet, tetapi harus menyesuaikan kondisi tanaman.

Indikator yang digunakan adalah daun. Jika dalam satu pohon masih terdapat daun

muda maka penyadapan belum dapat dilakukan. Pohon ini baru dapat disadap

apabila daunnya sudah dewasa/tua.

Untuk hutan kemenyan yang diusahakan petani sekarang pada umumnya

memiliki jarak tanam 3 meter x 3 meter. Dalam satu hektarnya rata-rata petani

kemenyan memiliki tanaman menghasilkan (TM) sebanyak 728 batang selebihnya

ditumbuhi tanaman kemenyan yang belum menghasilkan dan pohon lain.

Produksi tanaman yang menghasilkan, getah mampu diproduksi sebanyak 174

kg/ha/tahun dimana rata-rata per pohonnya menghasilkan getah sebanyak 0,25 kg.

Petani menyadari bahwa telah terjadi penurunan produktivitas tanaman kemenyan

karena menurunnya kesuburan tanah. Faktor penyebab lain dari tanaman sendiri,

dimana sebagian tanaman kemenyan banyak yang sudah tua dan mati.

5.2.4. Pemasaran Getah Kemenyan

Dalam kajian ini, pemasaran getah kemenyan tidak dibahas secara detail

hanya gambaran umumnya saja. Rantai pemasaran diisi oleh pihak petani

kemenyan, agen pengumpul tingkat desa, agen pengumpul tingkat kecamatan,

agen pengumpul tingkat kabupaten dan pihak pengolah sekaligus eksportir.

Pada umumnya petani langsung menjual hasil sadapan ke pedagang

pengumpul tingkat desa. Selain karena biaya angkutan, hubungan kekeluargaan

menjadi alasan lain mengapa petani menjual langsung ke pengumpul di desa.

Namun pada saat-saat tertentu, sebagian petani ada juga yang menjual ke

pengumpul ditingkat kabupaten. Perlu diketahui Kota Dolok Sanggul merupakan

ibukota dari kecamatan merangkap ibukota kabupaten sehingga khusus untuk

Kecamatan Dolok Sanggul, agen pengumpul tingkat kecamatan merangkap agen

pengumpul di kabupaten. Pengumpul (agen) di tingkat kabupaten inilah yang

selanjutnya memasarkan ke pihak pengolah dan sekaligus eksportir yang berada di

Page 70: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

Pulau Jawa (Jawa Tengah). Rantai pemasaran getah kemenyan mulai dari petani

sampai ke eksportir disajikan pada Gambar 4.

Gambar 3. Rantai pemasaran getah kemenyan

Dalam penjualan getah kemenyan, hasil panen petani kemenyan

dikelompokkan ke dalam dua kelas yaitu kualitas pertama yang dikenal dengan

“mata kasar” dan kualitas kedua yang dikenal dengan istilah “tahir”. Pada saat

pelaksanaan penelitian ini harga getah kualitas kemenyan untuk kualitas pertama

dihargai Rp 100.000 per kilogram sedangkan untuk kualitas kedua dihargai Rp

70.000 per kilogram. Secara umum petani melakukan pengolahan getah

kemenyan terlebih dahulu sebelum dijual karena akan memperoleh harga yang

lebih tinggi. Namun pada saat tertentu karena terdesak memenuhi kebutuhan

keluarga, petani menjual langsung getah tanpa melakukan pengolahan.

5.3. Aspek Ekologi Pengelolaan Hutan Kemenyan

Hutan yang lestari diidentikkan dengan ekosistem yang masih terjaga.

Oleh karena itu sangat mudah mengenali apakah sebuah ekosistem itu sudah rusak

atau kondisinya masih terjaga. Ditinjau dari aspek ekologi dalam pengelolaan

hutan kemenyan, ada beberapa pokok penting yang menjadi keunggulan yang

mendukungnya sebagai usaha yang layak untuk dikembangkan.

Dalam pengelolaan hutan kemenyan, sumberdaya lahan cenderung tidak

berubah dari peruntukannya. Bahkan dapat dijadikan sebagai upaya untuk

Keterangan

Pengumpul Tingkat

Kecamatan

Petani Kemenyan

Pengumpul Tingkat Desa

Pengumpul Tingkat

Kabupaten

Pengolah / Eksportir

Saluran Lainnya (Secondary Line)

Saluran Utama (Main Line)

Keterangan

Page 71: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

memperbaiki kualitas lingkungannya. Beda halnya dengan unit usaha lain yang

membutuhkan lahan, dimana cenderung akan merobah fungsi lahan yang dapat

menurunkan kualitas dan daya dukung lingkungan. Pengelolaan tegakan

kemenyan dengan baik, juga memperoleh manfaat-manfaat ekologi yang sama

seperti yang diperoleh dari hutan alam. Sebagai tegakan hutan, tanaman

kemenyan memberikan peranan besar dalam menjaga keseimbangan lingkungan

di sekitarnya. Keberadaan tegakan kemenyan berpegaruh besar dalam memelihara

kualitas lingkungan.

Manfaat hutan sangat beragam mulai dari manfaat tangible yang secara

langsung dapat dinilai dan manfaat intangible. Aspek ekologi dari tegakan

kemenyan sebagai hutan merupakan manfaat intangible yang tidak semua orang

mengerti dan memahaminya. Di lapangan ditemukan bahwa pada umumnya

tegakan kemenyan berada di daerah perbukitan yang merupakan daerah

penyangga terhadap daerah di bawahnya (Gambar 4).

Gambar 4. Sketsa tata letak hutan kemenyan berdasarkan topografi

Berdasarkan persepsi responden (Tabel 12), karena letaknya di daerah

perbukitan yang merupakan bagian hulu dari sebuah sungai, bisa dipastikan

bahwa secara umum habitat tegakan kemenyan merupakan daerah tangkapan air

(catchment area). Hal ini dikemukakan oleh 100% responden di lokasi penelitian.

Fungsi ekologis tegakan kemenyan disini sangat erat kaitannya dalam hal menjaga

ketersediaan air bersih untuk mencukupi kebutuhan air bagi masyarakat yang

Page 72: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

berdomisili disekitarnya. Seperti pada masyarakat kedua desa (lokasi penelitian),

kebutuhan air bersih diperoleh dari sumber-sumber mata air serta aliran sungai,

yang mana keberadaan hutan sangat berperan dalam menentukan kualitas maupun

kuantitasnya. Air merupakan produk penting dari hutan, dimana dalam prosesnya

merupakan bagian dari siklus hidrologi.

Dalam siklus hidrologi, air pada hakekatnya telah melalui beberapa proses

yang melibatkan tumbuhan, seperti tertahan oleh tajuk dedaunan (intersepsi),

mengalir melalui batang dan atau jatuh setelah kena dedaunan, kemudian di lantai

(tapak) hutan tertahan oleh bahan organik, dan akhirnya masuk kedalam tanah

melalui peristiwa infiltrasi dan seterusnya melalui perkolasi dan tersimpan

menjadi persedian air dalam tanah. Keseimbangan proses alami ini memberikan

dampak positif bagi lingkungannya dengan siklus air yang tertata dimana air tidak

kekurangan pada musim kemarau dan tidak berlebihan (banjir) pada musim

penghujan (Asdak 2002). Situasi ini masih terjadi pada kedua lokasi penelitian,

dimana sungai-sungai tidak berhenti mengalir sepanjang tahun.

Sebagai tegakan hutan, tanaman kemenyan juga memiliki fungsi ekologi

dalam menahan laju erosi oleh air hujan. Erosi dapat dengan mudah diidentifikasi

pada aliran sungai, dimana sungai yang airnya keruh menandakan terjadinya erosi.

Tingkat kekeruhan pada umumnya berbanding lurus dengan tingkat erosi.

Menurut Sarifuddin et.al (2004), ada tiga peranan pohon-pohonan terhadap erosi.

Pertama, Air hujan yang jatuh akan mengenai kanopi dari pohon sehingga

mengurangi jumlah air hujan yang sampai ke tanah dan merubah distribusi air

melalui aliran batang pohon. Karena air hujan tidak langsung jatuh ke tanah

(terhalang kanopi pohon) maka kekuatan utama dari titik hujan telah terpecahkan.

Kedua, pohon-pohonan memberi pengaruh positif terhadap tanah dan kapasitas

infiltrasi sebab keberlanjutan sampah dari pohon menyebabkan (daun dan ranting

yang mati) tingginya kandungan humus tanah. Sebagai tambahan, kondisi iklim

mikro di bawah kanopi pohon memberi bermacam-macam pengaruh positif

terhadap organisme tanah yang mempengaruhi proses dekomposisi tanah,

kelembaban tanah dan pembentukan pori tanah. Ketiga, sampah dari pohon (daun

dan ranting yang mati yang jatuh ke permukaan tanah yang menjadi sumber

humus) dan permukaan vegetasi tanah secara langsung menghambat kekuatan

Page 73: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

penyebab erosi dari air hujan dan aliran permukaan. Dengan menyaring percikan

pada partikel tanah, vegetasi dan serasah juga mencegah penyumbatan dari pori-

pori tanah, yang dapat mengurangi infiltrasi dan meningkatkan aliran permukaan.

Hutan kemenyan seperti terlihat pada Gambar 5 juga berperan

mempengaruhi stabilitas dan kesuburan tanah (dikemukakan 83% responden di

lokasi penelitian). Peran tumbuhan dalam kestabilan tanah bergantung pada tipe

tumbuhan dan tipe tanah. Namun terkait dengan kestabilan tanah, tumbuh-

tumbuhan memiliki peran dalam memperkuat tanah. Secara langsung keberadaan

akar-akar tumbuhan akan memperkuat tanah dan penyerapan air oleh akar

bersama unsur hara lainnya akan mengurangi kelembaban tanah, sehingga secara

tidak langsung berperan juga dalam memperkuat tanah. Peranan ini sangat terlihat

jelas pada daerah-daerah yang rawan longsor seperti pada kaki lereng. Akar

pohon-pohonan yang dalam dapat memperkuat lereng. Dalam hal kesuburan

tanah, dekomposisi biomassa tumbuhan yang sudah layu akan menjadi atau

menambah nutrisi tanah.

Gambar 5. Hutan kemenyan produktif pada masa istirahat (a) dan masa panen (b)

(a) (b)

Page 74: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

Selain peranan ekologisnya dalam menahan laju erosi, tanaman kemenyan

sebagai tegakan hutan juga berperan dalam membentuk iklim mikro di sekitarnya

(dikemukakan 100% responden di lokasi penelitian). Fenomena ini secara jelas

dapat dirasakan dengan membandingkan daerah yang berhutan dan tidak

berhutan. Pada daerah tidak berhutan bila angin berhembus akan terasa panas,

sebaliknya pada daerah yang berhutan akan terasa sejuk. Hal ini terjadi karena

angin yang berhembus pada daerah berhutan, selain oksigen hasil fotosintesis

kadang kala juga mengandung uap air hasil evapotranspirasi.

Aspek ekologi lain dari tegakan kemenyan yang tidak kalah penting adalah

menjadi tempat tinggal atau habitat makro dan mikro organisme lainnya

(dikemukakan 83% responden di lokasi penelitian). Bukan hanya manusia saja

yang membutuhkan tempat tinggal, begitu juga dengan mahluk hidup lain seperti

burung dan mamalia (babi hutan). Dengan keberadaan hutan kemenyan maka

peluang keberlangsungan hidup mereka lebih besar.

Hal positif lain dari hutan kemenyan sebagai sumber hasil hutan bukan

kayu adalah keunggulannya dalam proses produksi dan pemanenannya

dibandingkan dengan hasil hutan kayu, dimana lebih ramah terhadap lingkungan

sekitarnya. Pada umumnya dalam memproduksi hasil hutan kayu cenderung

menimbulkan dan meninggalkan kerusakan pada tanah ataupun pada tumbuhan

disekitarnya. Beda halnya dalam memproduksi getah kemenyan, kerusakan hanya

ditimbulkan pada pohon itu sendiri (saat pelukaan) yang cenderung lebih ringan.

5.4. Faktor Internal dan Eksternal Pengelolaan Hutan Kemenyan

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa dalam pengelolaan

hutan kemenyan di Kabupaten Humbang Hasundutan sangat dipengaruhi oleh

faktor-faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan serta faktor-faktor yang

berasal dari luar (eksternal) berupa peluang dan ancaman.

5.4.1. Unsur Kekuatan (Strength)

Peubah strategi internal berupa kekuatan (strength) yang memiliki

pengaruh terhadap pengembangan pengelolaan hutan kemenyan di Kabupaten

Humbang Hasundutan disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 menunjukkan bahwa

Page 75: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

peubah yang memiliki nilai pengaruh tertinggi adalah “pengelolaan hutan

kemenyan merupakan bagian dari budaya masyarakat” dengan nilai pengaruh

sebesar 0,780 sedangkan peubah yang memiliki nilai pengaruh terkecil adalah

“ketersediaan akses transportasi dari dan menuju desa dari kecamatan” dengan

nilai pengaruh sebesar 0,082.

Sudah sejak ratusan tahun yang lalu tanaman kemenyan mampu

diandalkan sebagai sumber mata pencaharian petani pengelolanya. Hutan

kemenyan merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus diusahakan,

dijaga dan dipelihara. Kepemilikan hutan kemenyan itu sendiri sudah berganti-

ganti dari satu generasi ke generasi berikutnya dan sudah menjadi harta warisan

secara turun-temurun mengikuti garis keturunan. Kebiasaan ini telah menjadi

budaya bagi petani kemenyan hingga sekarang. Karena keberadaan tanaman

kemenyan yang endemik dan khas ini mengharuskan tetap dipelihara sebagai

budaya dan kearifan lokal petani dalam melestarikan hutan kemenyan.

Getah kemenyan memiliki kandungan senyawa kimia yang bermanfaat

sebagai bahan baku industri rokok, kosmetika, parfum serta farmasi sehingga

menjadikannya sebagai komoditi yang bernilai tinggi dan diminati oleh pasar.

Permintaan bukan hanya datang dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri.

Indonesia yang diwakili Tapanuli pada umumya sudah terkenal sebagai

pengekspor getah kemenyan. Dalam sistem pemasarannya ke manca negara, getah

kemenyan disamakan dengan getah damar dan harganya juga mengikuti harga

getah damar (Kashio dan Johnson 2001). Namun seiring dengan berkurangnya

populasi kemenyan, ekspor getah kemenyan ke luar negeri juga mengalami

penurunan dari tahun ke tahun. Tapi paling tidak, dengan menyandang status

sebagai komoditas ekspor yang memiliki pangsa pasar menjadi suatu faktor

pendukung (kekuatan) dalam pengembangan pengelolaan hutan kemenyan.

Pengembangan hutan kemenyan (dalam hal kuantitas) salah satu syarat

yang harus dipenuhi adalah ketersediaan sumberdaya lahan untuk dijadikan

sebagai areal penanaman. Syarat ini masih terpenuhi melihat kondisi desa masih

ditemukan lahan-lahan tidur yang tidak diusahakan dan lahan-lahan terlantar yang

cukup luas. Dengan ketersediaan sumberdaya lahan ini memungkinkan untuk

memperbanyak, memperluas dan meningkatkan jumlah populasi pohon

Page 76: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

kemenyan. Pemanfaatan lahan-lahan tidur ini sekaligus sebagai upaya

meningkatkan nilai dan produktivitas lahan tersebut.

Tabel 17. Unsur kekuatan dan nilai pengaruhnya

No. Unsur Kekuatan (Internal) Bobot Rating Skor

1 Pengelolaan hutan kemenyan merupakan bagian dari budaya masyarakat. 0,195 4 0,780

2 Getah kemenyan merupakan jenis komoditi ekspor. 0,190 3 0,570

3 Sumberdaya lahan masih tersedia (sangat luas) untuk ditanami kemenyan sebagai salah satu upaya meningkatkan produktivitas lahan. 0,148 3 0,444

4 Masyarakat memiliki motivasi dan persepsi positif yang mendukung pengelolaan hutan kemenyan 0,159 2 0,318

5 Dalam memproduksi getah kemenyan tidak menimbulkan ataupun meninggalkan residu yang dapat merusak lingkungan. 0,126 2 0,252

6 Jumlah tenaga kerja masih memenuhi. 0,100 2 0,200 7 Akses transportasi dari dan menuju desa

dari kecamatan sangat mendukung (kondisinya relatif baik). 0,082 1 0,082

TOTAL 1,000 2,646

Selain karena sudah menjadi budaya masyarakat dalam mengelola

sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, petani juga memiliki

motivasi dan persepsi positif yang mendukung pengembangan hutan kemenyan

ini. Petani sadar betul bahwa hutan kemenyan bukan saja hanya sebagai sumber

mata pencaharian bagi mereka, tetapi lebih dari itu, tegakan kemenyan sebagai

hutan memberikan manfaat lain bagi petani kemenyan yang tidak ternilai

harganya, yaitu sebagai sumber air bersih dan manfaat ekologi lainnya.

Beda halnya dengan hasil hutan kayu, dalam proses pemanenan umumnya

akan meninggalkan kerusakan pada lingkungannya paling tidak pada tumbuhan di

bawahnya. Belum lagi kerusakan yang ditimbulkan pada tanah saat melakukan

proses penyaradan dan pengangkutan ke tempat pengumpulan. Getah kemenyan

sebagai hasil hutan bukan kayu, dalam proses pemanenannya tidak meninggalkan

dampak yang merusak lingkungan. Hal ini menjadi salah satu keunggulan hasil

Page 77: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

hutan bukan kayu dibandingkan dengan hasil hutan kayu yang menjadikannya

lebih diprioritaskan dalam pengelolaan hutan lestari ke depan.

Ketersediaan tenaga kerja merupakan persyaratan penting yang harus

dipertimbangkan. Dari kedua desa yang dijadikan sampel lokasi penelitian

diperoleh informasi bahwa tenaga kerja masih tersedia dan masih tergolong

tenaga kerja yang produktif (Tabel 8) dan proses pertumbuhan penduduk akan

selalu menyediakan tenaga kerja baru.

5.4.2. Unsur Kelemahan (Weakness)

Peubah strategi internal berupa kelemahan (weakness) yang memiliki

pengaruh terhadap pengembangan pengelolaan hutan kemenyan di Kabupaten

Humbang Hasundutan disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 menunjukkan bahwa

peubah yang memiliki nilai pengaruh tertinggi adalah “kurangnya informasi pasar

yang diterima petani kemenyan” dengan nilai pengaruh sebesar 1,128 sedangkan

peubah yang memiliki nilai pengaruh terkecil adalah “sumberdaya manusia

(pendidikan) masih relatif rendah” dengan nilai pengaruh sebesar 0,254.

Kurangnya informasi pasar yang diterima petani kemenyan merupakan

kelemahan yang memiliki skor paling tinggi diantara unsur kelemahan-kelemahan

lainnya karena informasi pasar memegang peranan sangat vital bagi petani

kemenyan dalam hal proses pemasaran dan juga dalam penentuan harga. Realita

yang terjadi di lapangan bahwa kurangnya informasi pasar yang diperoleh para

petani sering dimanfaatkan oleh para pencari untung dengan bermain dalam

penentuan harga kemenyan. Hal ini juga yang menyebabkan petani tidak punya

pilihan dalam memasarkan hasil panennya. Seandainya petani memiliki jaringan

untuk memperoleh informasi pasar yang cukup, paling tidak petani punya pilihan

kapan waktunya harus menjual dan kapan waktunya untuk tidak menjual. Tidak

menjual yang dimaksud disini adalah menyimpan untuk sementara waktu sampai

memperoleh harga yang lebih baik.

Berhubungan dengan unsur kelemahan sebelumnya, fluktuasi harga

kemenyan di tingkat petani diyakini merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan berkurangnya minat petani dalam menyadap dan memproduksi

getah kemenyan. Responden menjawab bahwa fluktuasi harga getah kemenyan

Page 78: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

sering menjadi faktor yang dapat menurunkan niat mereka mengelola tanaman

kemenyan. Pada saat tertentu, untuk kualitas pertama kadang dihargai sampai Rp

120.000 tetapi tidak jarang juga dihargai Rp 70.000 per kilogram. Harga getah

kemenyan biasanya merosot tajam menjelang dan sesudah hari besar.

Tabel 18. Unsur kelemahan dan nilai pengaruhnya

No Unsur Kelemahan (Internal) Bobot Rating Skor

1 Kurangnya informasi pasar yang diterima petani kemenyan 0,282 4 1,128

2 Harga getah kemenyan yang tidak stabil di tingkat petani. 0,197 4 0,788

3 Pengelolaan hutan/kebun kemenyan yang ada sekarang, belum disertai dengan upaya budidaya. 0,216 3 0,648

4 Waktu menghasilkan (panen) dari tanaman kemenyan membutuhkan waktu yang relatif lama dibandingkan dengan komoditi lainnya seperti kopi. 0,178 3 0,534

5 Sumberdaya manusia (pendidikan) masih relatif rendah 0,127 2 0,254

TOTAL 1,000 3,352

Belum adanya upaya budidaya secara intensif dikarenakan petani merasa

bahwa alam masih mampu menopang keberlangsungan hidup tanaman kemenyan.

Dalam pengembangan pengelolaan hutan kemenyan ke depan, kelemahan ini

harus direduksi dengan merubah paradigma petani kemenyan menjadi petani yang

membudidayakan kemenyan secara intensif sama halnya seperti usaha pertanian

lainnya (tidak bergantung pada alam), dimana sudah ada proses penanaman

bahkan bila perlu dilakukan pemupukan.

Pada saat masa kejayaannya, karena harganya yang tinggi bagi para petani

getah kemenyan ibarat emas yang dapat dipanen. Seiring waktu dengan masuk

dan di perkenalkannya komoditi kopi, kemenyan bukan lagi menjadi prioritas

utama. Bahkan tidak sedikit tanaman kemenyan dikonversi dengan tanaman kopi,

terutama yang tumbuhnya dekat dengan pemukiman. Petani lebih memilih

komoditas kopi karena di samping harganya yang lumayan tinggi, faktor yang

lebih menggiurkan adalah waktu menghasilkan tanaman kopi relatif lebih singkat

jika dibandingkan dengan tanaman kemenyan. Pohon kemenyan dapat

Page 79: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

berproduksi setelah berumur 6-7 tahun setelah ditanam, sementara tanaman kopi

hanya butuh waktu 1-2 tahun. Tidak hanya itu, getah kemenyan baru dapat

dipanen kembali 3-4 bulan setelah disadap, sementara tanaman kopi setiap

minggunya bisa dipanen selama 10-15 tahun ke depannya. Oleh karena itu hal ini

menjadi kelemahan dalam pengembangan pengelolaan hutan kemenyan ke depan.

Sumberdaya manusia yang masih relatif rendah menjadi salah satu unsur

kelemahan yang memiliki skor paling kecil dikarenakan dalam pengelolaan hutan

kemenyan relatif tidak memerlukan keterampilan yang tinggi (high skill).

Walaupun sebenarnya dalam setiap aspek kehidupan dituntut untuk memiliki

pendidikan tinggi. Namun terkhusus dalam pengelolaan hutan kemenyan, dengan

hanya bermodalkan pengetahuan dan belajar dari orang tua sudah mampu

mengelola dan mengusahakan sendiri. Tradisi menyadap getah kemenyan ini

sudah menjadi budaya dan pengetahuan lokal. Cara terbaik untuk melestarikannya

adalah dengan mewariskan ke generasi berikutnya. Bagi petani, hal ini menjadi

sesuatu kewajiban yang harus dilakukan.

5.4.3. Unsur Peluang (Oppurtunity)

Peubah strategi eksternal berupa peluang (opportunity) yang memiliki

pengaruh terhadap pengembangan pengelolaan hutan kemenyan di Kabupaten

Humbang Hasundutan disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 menunjukkan bahwa

peubah yang memiliki nilai pengaruh tertinggi adalah “Dengan pengembangan

hutan/kebun kemenyan merupakan salah satu upaya merehabilitasi lahan di

tingkat lokal dan mencegah perubahan iklim di tingkat global” dengan nilai

pengaruh sebesar 1,200 sedangkan peubah yang memiliki nilai pengaruh terkecil

adalah “dukungan kebijakan pusat dan daerah” dengan nilai pengaruh sebesar

0,386.

Pengembangan hutan kemenyan dapat dijadikan sebagai upaya

merehabilitasi lahan di tingkat lokal dan mencegah perubahan iklim di tingkat

global. Peluang ini memiliki skor tertinggi karena pengembangan hutan kemenyan

dapat dijadikan sebagai upaya dalam meningkatkan produktivitas lahan-lahan

tidur ataupun lahan-lahan terlantar. Dalam kondisi tertentu dapat juga dijadikan

sebagai upaya dalam merehabilitasi lahan-lahan kritis. Arah tujuan yang ingin

Page 80: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

dicapai tentunya adalah perbaikan kualitas lingkungan yang dibarengi dengan

peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Sama seperti kegiatan-

kegiatan kehutanan lainnya, untuk tingkat global pengembangan hutan kemenyan

sejalan dengan upaya dunia internasional dalam meminimalisasi perubahan iklim.

Tabel 19. Unsur peluang dan nilai pengaruhnya

No Unsur Peluang (Eksternal) Bobot Rating Skor

1 Dengan pengembangan hutan/kebun kemenyan merupakan salah satu upaya merehabilitasi lahan di tingkat lokal dan mengurangi perubahan iklim. 0,300 4 1,200

2 Permintaan pasar yang terus meningkat baik dari konsumen lokal maupun luar negeri 0,279 3 0,837

3 Perkembangan IPTEKS memungkinkan untuk meningkatkan produksi getah kemenyan. 0,228 3 0,684

4 Dukungan kebijakan pemerintah daerah dan pusat dalam mengembangkan hutan/kebun kemenyan sebagai hasil hutan bukan kayu unggulan. 0,193 2 0,386

TOTAL 1,000 3,107

Getah kemenyan yang bernilai ekonomis tinggi telah diperdagangkan

sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu dan telah memiliki rantai pemasaran

skala nasional bahkan sampai ke luar negeri. Di luar negeri getah kemenyan dari

Tapanuli lebih diminati karena dibandingkan dengan getah kemenyan yang

dihasilkan dari negara lain, misalnya Vietnam, Laos dan Thailand, getah yang

dihasilkan dari Tapanuli memiliki kualitas yang lebih baik (Kashio dan Johnson

2001). Oleh karena itu komoditi ini selalu memiliki pangsa dan permintaan pasar

yang terus meningkat.

Untuk meningkatkan produksi getah kemenyan salah satu cara yang dapat

ditempuh adalah dengan membudidayakan tanaman kemenyan unggul.

Perkembangan ilmu pengetahuan pada saat sekarang ini memungkinkan untuk

memperoleh tanaman kemenyan unggul melalui pemuliaan pohon. Seleksi

terhadap pohon kemenyan indukan perlu dilakukan untuk menghasilkan bibit

kemenyan unggul. Bibit tanaman kemenyan unggul dapat diperoleh melalui

metode stek, stump ataupun dengan kultur jaringan (Pasaribu dan Sipayung 1999).

Page 81: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

Tanaman kemenyan yang unggul tentunya akan menghasilkan getah yang lebih

unggul dari tanaman kemenyan biasa.

Tanggung jawab pelestarian hutan tidak pernah terlepas dari peran

pemerintah dan masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.

Peran pemerintah sebagai regulator tidak dapat dikesampingkan karena

pemerintah memiliki kewenangan yang memungkinkannya untuk merumuskan

dan menetapkan kebijakan pengelolaan hutan, sementara masyarakat desa sebagai

struktur sosial terdekat dengan hutan tidak bisa dilepaskan dari interaksinya

dengan hutan yang sedemikian intensif. Untuk dapat melestarikan hutan,

kolaborasi dari kedua komponen tersebut adalah mutlak. Pada saat sekarang ini

dukungan terhadap pelestarian hutan dari pemerintah pusat dan daerah terus

mengalir dalam bentuk kegiatan-kegiatan seperti program pengembangan hutan

rakyat, hutan kemasyarakatan dan hutan desa. Namun di Humbang Hasundutan

(dalam hal regulasi) kebijakan yang mengatur pemanfaatan dan pengelolaan

sumberdaya alam khususnya hutan kemenyan belum ada. Peraturan Daerah atau

Peraturan Bupati yang ada sekarang ditujukan untuk pengusahaan hutan rakyat

jenis pinus yakni Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Humbahas No. 3 tahun

2005 yang diikuti dengan Peraturan Bupati No. 6 tahun 2006 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Perda Nomor 3 tahun 2005 tersebut. Kebijakan seperti ini khusus

untuk kemenyan tentunya sangat diperlukan dalam mendukung pengembangan

pengelolaan hutan kemenyan ke depan.

5.4.4. Unsur Ancaman (Threath)

Peubah strategi eksternal berupa ancaman (threath) yang memiliki

pengaruh terhadap pengembangan pengelolaan hutan kemenyan di Kabupaten

Humbang Hasundutan (Tabel 20). Dari Tabel 20 dapat dilihat bahwa peubah yang

memiliki nilai pengaruh tertinggi adalah “kurang adanya jaminan berusaha”

dengan nilai pengaruh sebesar 0,948 sedangkan peubah yang memiliki nilai

pengaruh terkecil adalah “perubahan kondisi fisik habitat kemenyan” dengan nilai

pengaruh sebesar 0,098.

Dalam menjalankan sebuah usaha, jaminan keberlangsungan usaha

menjadi sangat penting. Faktor ini yang tidak dimiliki petani dalam pengelolaan

Page 82: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

hutan kemenyan. Jaminan ini sebenarnya dapat diperoleh apabila ada dukungan

penuh dari pihak yang berwewenang. Adanya jaminan itu maka kekhawatiran

tidak akan muncul dalam menjalankan usaha. Dengan adanya dukungan penuh

dari pihak pemerintah maka apabila di kemudian hari terjadi masalah yang tidak

menguntungkan petani, maka pemerintah menjadi pihak pertama dalam

menyelesaikan permasalahan tersebut.

Pertambahan jumlah penduduk yang pesat, yang tidak diikuti dengan

pertambahan sumberdaya lahan maka yang terjadi adalah konversi lahan. Seperti

misalnya lahan pertanian akan dikonversi untuk membangun tempat tinggal

(pemukiman) baru. Begitu juga dengan lahan yang masih berhutan pada

umumnya sering dikonversi menjadi lahan pertanian baru. Contoh lain misalnya

untuk tujuan pengembangan wilayah salah satu program yang dilakukan adalah

dengan membangun prasarana jalan sebagai akses penghubung antar desa, desa

dengan kecamatan. Termasuk dalam Kabupaten Humbang Hasundutan ini sebagai

daerah pemekaran, pembukaan hutan untuk tujuan pembangunan prasarana jalan

sangat gencar dilakukan demi mengejar ketertinggalan dan keinginan untuk

menyejajarkan diri dengan kabupaten lain.

Batas-batas lahan antara kawasan hutan negara dan lahan milik

masyarakat tidak ditemukan di lapangan. Pada umumnya yang terjadi sekarang ini

adalah masyarakat mengklaim bahwa lahan yang dikelola sekarang merupakan

tanah milik mereka sementara dari pihak pemerintah menetapkan statusnya

sebagai kawasan hutan negara. Dualisme status lahan ini diperkeruh dengan

diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 44 Tahun 2005

tentang Penunjukan Kawasan Hutan Negara. Masyarakat memiliki posisi yang

lemah karena lahan mereka tidak disertai dengan sertifikat yang sah.

Hadirnya pihak swasta dalam pengelolaan hutan produksi di daerah

Humbang Hasundutan telah menimbulkan keresahan bagi petani kemenyan

khususnya pada petani yang lokasi kemenyannya masuk dan/atau berbatasan

langsung dengan areal konsesi perusahaan. Dengan izin yang diberikan oleh

pemerintah pusat (Kementerian Kehutanan), pihak perusahaan melakukan

perluasan areal penanaman hutan tanaman insdustri. Demi kepentingan

perusahaan, hutan kemenyan yang masuk dalam areal konsesi perusahaan

Page 83: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

ditebangi dan diganti dengan eucalyptus sebagai bahan baku industri pulp. Situasi

seperti ini sudah terjadi dibeberapa lokasi dan berpeluang terjadi di lokasi-lokasi

lain di Humbang Hasundutan. Ancaman ini tentunya sangat merugikan petani

selain karena akan hilangnya sumber mata pencaharian ditandai dengan

menurunnya jumlah populasi kemenyan, mereka juga harus terpinggirkan (dalam

hal pengelolaan lahan).

Tabel 20. Unsur ancaman dan nilai pengaruhnya

No Unsur Ancaman (Eksternal) Bobot Rating Skor 1 Kurang adanya jaminan berusaha 0,237 4 0,948 2 Kebutuhan terhadap lahan untuk

peruntukan yang lain oleh masyarakat semakin meningkat. 0,206 3 0,618

3 Batas dan status lahan yang tidak jelas. 0,198 3 0,594 4 Perluasan hutan tanaman industri (HTI)

oleh pihak swasta. 0,150 3 0,450 5 Kebutuhan terhadap kayu yang semakin

meningkat mengakibatkan populasi pohon kemenyan jadi berkurang. 0,111 2 0,222

6 Perubahan kondisi fisik habitat kemenyan 0,098 1 0,098

TOTAL 1,000 2,930

Dengan digalakkannya pemberantasan illegal logging berimbas pada

suplai bahan baku kayu untuk pertukangan menjadi sangat berkurang. Bukan saja

harganya menjadi semakin mahal, tetapi juga sangat sulit diperoleh. Pada kondisi

seperti ini ditambah dengan desakan keperluan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga, pohon kemenyan yang kualitasnya tidak kalah jauh dari jenis kayu

pertukangan diolah dan dijual. Hal ini tentunya berdampak juga terhadap

keberadaan jumlah populasi kemenyan.

Penurunan jumlah produksi getah kemenyan dari tiap batang diyakini

petani kemenyan sebagai akibat dari perubahan kondisi fisik habitat kemenyan.

Perubahan habitat yang dimaksudkan disini adalah peningkatan suhu udara

sebagai akibat dari pemanasan global. Petani kemenyan mungkin kurang bahkan

tidak mengerti apa itu fenomena pemanasan global tapi mereka sudah merasakan

dampaknya. Peningkatan suhu udara berpengaruh terhadap kualitas getah

Page 84: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

kemenyan dimana getah yang seharusnya membentuk gumpalan pada rongga di

dalam kulit kayu (mata kasar) menjadi meleleh dan keluar ke permukaan (tahir).

Penurunan kualitas akan diikuti dengan penurunan harga. Selain karena

peningkatan suhu udara, perubahan fisik habitat tanaman kemenyan yang

dimaksudkan adalah berkurangnya kesuburan tanah. Sudah sejak berpuluh-puluh

tahun tanah menopang pertumbuhan tanaman kemenyan tanpa perlakuan

pemberian pupuk tambahan. Nutrisi tanah hanya disuplai dari dekomposisi

biomassa yang membusuk (pupuk organik). Ketika pupuk organik berupa humus

ini juga diambil petani untuk keperluan pertanian maka secara langsung akan

menurunkan kesuburan tanah. Penurunan tingkat kesuburan tanah ini tentunya

akan berdampak langsung pada penurunan kuantitas dan kualitas getah kemenyan.

5.5. Diagram SWOT Pengelolaan Hutan Kemenyan

Berdasarkan faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-

faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang telah dijelaskan diatas maka diagram

SWOT dapat disusun. Nilai-nilai pengaruhnya (skor) yang sudah diketahui,

masing-masing akan dihitung selisihnya yaitu dengan cara menghitung selisih

total nilai pengaruh kekuatan terhadap kelemahan serta nilai pengaruh peluang

diselisihkan terhadap nilai ancaman.

Hasil analisa menunjukkan bahwa total nilai pengaruh peubah strategi

internal berupa unsur kekuatan adalah sebesar 2,646 dan unsur kelemahan sebesar

3,352, sehingga selisih kedua peubah internal ini diperoleh -0,706. Demikian juga

untuk peubah eksternal, diketahui bahwa nilai total pengaruh unsur peluang

adalah sebesar 3,107 dan nilai total pengaruh unsur ancaman adalah sebesar

2,930. Dengan menghitung selisih nilai total pengaruh ini maka diperoleh nilai

0,177.

Dengan menggabungkan kedua nilai selisih antara kekuatan terhadap

kelemahan serta peluang terhadap ancaman, maka diperoleh sebuah titik

koordinat, yaitu titik koordinat (-0,706 ; 0,177). Dengan menggambarkan titik

dimaksud pada Diagram SWOT maka diketahui berada pada kuadran/sel 3 seperti

pada Gambar 6. Diagram SWOT di atas menunjukkan bahwa situasi pengelolaan

hutan kemenyan berada pada kuadran/sel ketiga.

Page 85: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

Gambar 6. Diagram SWOT strategi pengembangan pengelolaan hutan kemenyan.

Melihat situasi ini menurut (Rangkuti 2008) bahwa kondisi pengelolaan

hutan kemenyan tidak menguntungkan, walaupun dari sisi ekternal memiliki

peluang, namun dari sisi internal memiliki kelemahan. Apabila kondisi

pengelolaan hutan kemenyan di lapangan mengalami seperti situasi yang

disampaikan di atas, maka strategi yang direkomendasikan adalah meminimalkan

kelemahan-kelemahan (internal) sehingga dapat mempergunakan,

mengoptimalkan dan merebut peluang yang lebih baik (support a turnaround

oriented strategy).

5.6. Strategi Pengembangan Pengelolaan Hutan Kemenyan

Berdasarkan unsur kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta

memadukannya dengan unsur peluang dan ancaman seperti terlihat pada diagram

SWOT, maka ada beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam pengembangan

pengelolaan hutan kemenyan ke depan yang melibatkan beberapa stakeholder,

seperti: petani kemenyan, pemerintah, peneliti dan pihak swasta. Strategi ini

tentunya berupaya untuk mereduksi kelemahan-kelemahan internal untuk

merebut, memanfaatkan dan mengoptimalkan peluang yang ada (weakness-

Page 86: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

opportunity). Strategi-strategi pengembangan prioritas yang dapat dilakukan,

antara lain:

a. Mengintensifkan kegiatan penyuluhan dan bimbingan teknis dari dinas

kehutanan terhadap petani kemenyan. Penyuluhan akan sangat membantu

petani kemenyan dalam hal peningkatan kapasitasnya dan juga penyebaran

informasi.

b. Membentuk kelompok tani dan/atau koperasi di tingkat desa untuk

menghindari spekulasi harga yang dilakukan oleh para agen pengumpul.

Keberadaan kelompok tani dan koperasi akan banyak menguntungkan petani

kemenyan tentunya tetap dengan fasilitasi dari pemerintah.

c. Pengawasan terhadap sistem pemasaran getah kemenyan. Peran ini diemban

oleh pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan untuk menghindari

praktek-praktek monopoli dan spekulasi para pengumpul yang dapat

merugikan para petani kemenyan.

d. Pengelolaan hutan kemenyan dilakukan dengan sistem budidaya intensif untuk

meningkatkan produksi getah kemenyan serta mengkombinasikan dengan

tanaman yang tahan naungan, misalnya dengan kopi melalui sistem

agroforestri.

e. Penggunaan bibit tanaman kemenyan unggul untuk meningkatkan

produktivitas getah dan juga mempercepat usia dipanen (berproduksi).

Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan pada saat sekarang ini memungkinkan

untuk melakukan pemuliaan pohon untuk menghasilkan tanaman kemenyan

yang unggul.

Selain strategi prioritas (WO) sesuai diagram SWOT, strategi-strategi

alternatif lain (SO, ST dan WT) juga harus dilakukan sebagaimana yang disajikan

pada Gambar 7. Strategi-strategi alternatif ini dilakukan bersama-sama dengan

strategi prioritas untuk mewujudkan pengelolaan hutan kemenyan yang lebih baik.

Strategi-strategi pengembangan lainnya yang dapat dilakukan, antara lain:

a. Membangun dan memperluas hutan kemenyan sebagai bagian dari upaya

rehabilitasi lahan, perbaikan kualitas dan daya dukung lingkungan, dan juga

sebagai upaya melestarikan pengelolaan hutan kemenyan sebagai bagian dari

budaya dan kearifan lokal dari petani kemenyan.

Page 87: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

b. Melakukan kajian-kajian dan penelitian-penelitian terhadap aspek-aspek

sosial, ekonomi dan sosial yang output-nya bermanfaat dalam pengembangan

hutan kemenyan. Upaya ini dapat dilakukan dengan menyediakan dana dan

menggandeng peneliti-peneliti.

c. Memperpendek daur tanaman sesuai dengan umur tanaman berproduksi

maksimal dan puncak pertambahan voume pohon, sehingga pada akhir daur

kayunya juga dapat dipanen (pola hutan rakyat).

d. Meningkatkan nilai jual getah kemenyan menjadi bahan setengah jadi ataupun

bahan jadi. Upaya ini sangat mungkin dilakukan dengan melakukan kerja

sama antara petani, pemerintah dan pihak swasta.

e. Mencari investor dan memberikan iklim investasi yang kondusif. Melihat dan

memanfaatkan peluang pasar yang ada tentunya pemerintah dapat

mempromosikan komoditi getah kemenyan untuk menggaet pihak swasta

untuk berinvestasi.

f. Pemerintah memberikan jaminan berusaha terhadap petani kemenyan dengan

memberikan payung hukum sebagai hutan desa ataupun hutan kemasyarakatan

yang sekarang lagi diprogramkan oleh Pemerintah Pusat (Kementerian

Kehutanan).

g. Membatasi dan memplot wilayah-wilayah yang dapat dikonversi untuk

peruntukan lain. Upaya ini dapat diselaraskan dengan tata ruang kabupaten

ataupun kecamatan. Tentunya yang menjadi daerah dengan fungsi lindung

sebaiknya tidak dilakukan konversi peruntukannya.

h. Memberikan dan menetapkan batas-batas antara kawasan hutan negara dan

hutan masyarakat melalui kegiatan penataan batas, sehingga konflik mengenai

status kepemilikan lahan akan mampu direduksi baik antara masyarakat

dengan pihak swasta maupun antara masyarakat dengan pemerintah.

Page 88: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI
Page 89: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Secara keseluruhan dari hasil penelitian ini, ada beberapa hal yang dapat

dijadikan sebagai kesimpulan, antara lain:

1. Pengelolaan hutan kemenyan merupakan bagian dari budaya dan kearifan

lokal masyarakat khususnya petani kemenyan yang diwariskan secara turun-

temurun. Dengan pemilikan kebun kemenyan rata-rata petani memperoleh

penghasilan rata-rata sebesar Rp 13.233.500/tahun (60,69% dari pendapatan

total) dan melalui analisa finansial menyimpulkan bahwa hutan kemenyan

layak diusahakan, walaupun nilai penghasilan bersih yang diperoleh sangat

rendah sehingga kurang kompetitif dibandingkan dengan usaha komoditas

lain, maka agar lebih kompetitif pengembangan hutan kemenyan perlu

dipadukan dengan tanaman semusim yang ekonomis.

2. Petani dalam mengelola hutan kemenyan menghadapi banyak permasalahan

baik dari internal maupun eksternal. Kelemahan dari sisi internal, antara lain:

kurangnya informasi pasar, harga getah kemenyan yang tidak stabil,

pengelolaan hutan kemenyan yang belum disertai dengan budidaya intensif,

waktu menghasilkan (panen) tanaman kemenyan membutuhkan waktu yang

relatif lama dan sumberdaya manusia (pendidikan) masih relatif rendah.

Sementara ancaman dari sisi eksternal, diantaranya : kurang adanya jaminan

berusaha, kebutuhan terhadap lahan untuk peruntukan yang lain semakin

meningkat, batas dan status lahan yang tidak jelas, perluasan hutan tanaman

industri (HTI) oleh pihak swasta, kebutuhan terhadap kayu yang tinggi dan

perubahan kondisi fisik habitat kemenyan.

3. Strategi pengembangan yang direkomendasikan adalah strategi meminimalkan

kelemahan-kelemahan (internal) untuk mempergunakan, mengoptimalkan dan

merebut peluang yang dimiliki (support a turnaround oriented strategy)

seperti mengintensifkan kegiatan penyuluhan dan bimbingan teknis dari dinas

kehutanan terhadap petani kemenyan, membentuk kelompok tani dan/atau

koperasi di tingkat desa, pengawasan terhadap sistem pemasaran getah

Page 90: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

kemenyan, sistem budidaya intensif dengan pola agroforestri dan penggunaan

bibit tanaman kemenyan unggul.

6.2. Saran

Tegakan kemenyan yang dibudidayakan masyarakat sekarang pada

umumnya berasal dari anakan yang tumbuh secara alami yang tentunya apabila

dilihat dari segi kualitas, tentunya kurang terjamin. Untuk meningkatkan produksi

getah yang berimbas pada peningkatan penghasilan petani, dalam peremajaan

tanaman sebaiknya menggunakan bibit kemenyan unggul hasil pemuliaan pohon.

Walau membutuhkan biaya tambahan untuk membeli bibit, tetapi hasil yang akan

diperoleh ke depannya akan jauh lebih baik.

Pengelolaan hutan kemenyan ke depan masih memerlukan penelitian-

penelitian yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi getah,

misalnya penelitian untuk menghasilkan tanaman yang cepat berproduksi serta

informasi pada umur berapa tanaman kemenyan berproduksi maksimal perlu

untuk diketahui. Penelitian juga diperlukan untuk mengkaji diversifikasi produk

dari bahan-bahan yang terkandung dalam getah kemenyan.

Diperlukan peran aktif dan insentif dari pemerintah untuk mendorong dan

merangsang tumbuhnya hutan kemenyan dengan pola agroforestri yang terarah,

baik sebagai upaya pemanfaatan kawasan hutan maupun upaya rehabiltasi lahan

sehingga memberikan hasil yang optimal. Peran pemerintah juga diharapkan

dalam hal standarisasi harga getah, perbaikan mekanisme pasar, penggalian

pangsa pasar dalam negeri untuk menyerap produksi getah kemenyan serta

pembenahan dalam pengelompokan kelas mutu getah. Pengelompokan getah

sebaiknya tidak hanya berdasarkan besar butiran dan warna, tetapi juga dilihat

kandungan senyawa kimianya.

Page 91: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

DAFTAR PUSTAKA

Affandi O. 2003. Perspektif Sosiologis Pelibatan Masyarakat Lokal dalam Pembangunan Kehutanan. Warta FKKM, Vol. IV No. 1, Januari 2003.

Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada

University Press. Jogjakarta. [BPS Kabupaten Humbang Hasundutan] Badan Pusat Statistik Kabupaten

Humbang Hasundutan. 2009. Humbang Hasundutan dalam Angka 2008. Dolok sanggul: BPS Kab. Humbang Hasundutan.

[BPS Provinsi Sumatera Utara] Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.

2008. Sumatera Utara dalam Angka 2008. Medan: BPS Provinsi Sumut. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2007a. Instrumen Kehutanan Global. Jakarta:

Dephut. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2007b. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 35

Tahun 2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu. Jakarta: Dephut. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2007c. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 37

Tahun 2007 tentang Hutan Kemasyarakatan. Jakarta: Dephut. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2008. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 49

Tahun 2008 tentang Hutan Desa. Jakarta: Dephut. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 19

Tahun 2009 tentang Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu. Jakarta: Dephut.

Gittinger JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Sutomo S dan

Mangiri K, Penerjemah. Edisi ke-2. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Economic Analysis of Agriculture Project.

Hamzirwan. 2 November 2010. Setahun Kabinet: Mewujudkan Hutan yang

Prorakyat. Kompas: 21 (kolom 1 - 6). Hardjanto. 2003. Keragaan dan Pengembangan Usaha Kayu Rakyat Di pulau

Jawa [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Jayusman. 1997. Kajian Sistem Pemasaran Getah Kemenyan (Styrax sp.): Studi

Kasus di Desa Simasom, Pahae Julu–Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Buletin Penelitian Kehutanan Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli Pematang Siantar. Volume 13 Nomor 1.

Page 92: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

Karo-karo H. 2010. Analisis Usahatani Kopi di Kecamatan Simpang Empat,

Kabupaten Karo. http://repository.usu.ac.id/123456789/7507/1/10E00068. [9 November 2010].

Kashio M, Johnson DV. 2001. Monograph on Benzoin (Balsamic Resin from

Styrax species). Bangkok: FAO Regional Office for Asia and the Pacific. [Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2010. Rencana Strategis (Renstra)

Kementerian Kehutanan Tahun 2010 – 2014. Jakarta: Kemenhut. Keraf AS. 2006. Etika Lingkungan. Cetakan ke-3. Jakarta: Penerbit Buku

Kompas. Nazir M. 2005. Metode Penelitian. Cetakan ke-6. Bogor Selatan: Penerbit Ghalia

Indonesia. Nurrochmat DR. 2001. Dampak Krisis Ekonomi dan Moneter terhadap Usaha

Kehutanan Masyarakat: Kemenyan di Tapanuli Utara. Di dalam: Darusman D, Editor. Resiliensi Kehutanan Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Debut Press.

Rangkuti F. 2008. Analisa SWOT Tehnik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi

Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Pasaribu BA dan Sipayung W. 1999. Petunjuk Teknis Budidaya Kemenyan

(Styrax spp). Konifera. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli Pematang Siantar. Volume 2 Nomor 1.

Sajidiman. 1999. Pembebasan Budaya-Budaya Kita. Edisi Keempat. Jakarta:

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Sarifuddin et al. 2004. Dampak Pembukaan Hutan terhadap Potensi Sumber

Daya Lahan dan Air. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sasmuko SA. 1995. Sifat Fisis dan Kimia Getah Kemenyan. Buletin Penelitian

Kehutanan. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli Pematang Siantar. Volume 11 Nomor 2.

Sasmuko SA. 1996a. Pengaruh Cara Penyadapan Terhadap Produksi Getah

Kemenyan (Styrax sumatrana J.J.SM). Buletin Penelitian Kehutanan. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli Pematang Siantar. Volume 12 Nomor 2.

Sasmuko SA. 1996b. Hubungan Antara Umur Pohon dan Produksi Getah pada

Penyadapan Getah Kemenyan (Styrax sumatrana J.J.SM). Buletin Penelitian Kehutanan. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli Pematang Siantar. Volume 12 Nomor 3.

Page 93: KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI

Sasmuko SA. 1998a. Pengaruh Pemberian Ethrel terhadap Produksi Getah

Kemenyan (Styrax sumatrana J.J.SM). Buletin Penelitian Kehutanan. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli Pematang Siantar. Volume 14 Nomor 1.

Sasmuko SA. 1998b. Pengolahan dan Tata Niaga Kemenyan di Sumatera Utara.

Makalah Utama Ekspose Hasil Penelitian BPK-PS. Pematang siantar. Sasmuko SA. 2003. Potensi Pengembangan Kemenyan Sebagai Komoditi Hasil

Hutan Bukan Kayu Spesifik Andalan Propinsi Sumatera Utara. Makalah Seminar Nasional Himpunan Alumni – IPB dan HAPKA Fakultas Kehutanan IPB. Wilayah Regional Sumatera. Medan.

Singarimbun M dan Effendi S. 2006. Metode Penelitian Survai. Jakarta: Penerbit

Pustaka LP3ES. Supriadi P. 2003. Prospek Pengelolaan Jasa Lingkungan dan Hasil Hutan bukan

Kayu dalam Mendukung Kebijakan Soft Landing Pengelolaan Hutan. Makalah Seminar Nasional Himpunan Alumni – IPB dan HAPKA Fakultas Kehutanan IPB. Wilayah Regional Sumatera. Medan.

Start D, Hovland I. 2004. Tools for Policy Impact: A Handbook for Researchers.

London: Overseas Development Institut. Yuniandra F. 1998. Pemasaran Getah Kemenyan (Styrax Spp) di Kabupaten

Tapanuli Utara Propinsi Sumatera Utara. Di dalam: Beragam Pola Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan. Bogor: Institut Pertanian Bogor dan The Ford Foundation.